Refrat_SNM
-
Upload
olivia-valentine-leki -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
description
Transcript of Refrat_SNM
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengenalan obat antipsikotik di pertengahan 1950-an merevolusi pengobatan
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Efek samping obat anti-psikosis sangat
penting kita ketahui, mengingat penggunaan obat ini mungkin diberikan dalam jangka
panjang. Efek samping obat antipsikotik yang signifikan bagi pasien sering tidak
menyenangkan dan jarang mengancam nyawa. Satu pengecualian adalah Sindrom
Antipsikotik Maligna (SNM).1
Sindrom Antipsikotik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi
akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM
adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran.
Morbiditas dan mortalitas pada SNM akibat dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal
(Khan, 2011). Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan
antipsikotik, khususnya neuroleptic, dari data dikumpulkan 1966-1997 kejadian SMN
berkisar antara 0,2% - 3,2% dari pasien jiwa pada rawat inap yang menerima
antipsikotik, namun karena adanya kesadaran sebagai dokter terhadap pengetehauan
tentang SNM ini, kejadian telah menurun menjadi sekitar 0,01% - 0,02% pada
pasien gangguan jiwa yang diobati dengan antipsikoti.
Pentingnya deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM karena
komplikasi dari keadaan ini adalah kematian. Kematian telah menurun dari laporan
2
awal pada tahun 1960 dari 76% dan lebih baru-baru ini diperkirakan antara 10 dan
20%.2,3,4
Judul Refrat ini dipilih karena SNM masih berpotensi mengancam kehidupan
jika kesadaran yang kurang dari penyakit, diagnosis dini, dan intervensi. Dibutuhkan
kecurigaan klinis yang tinggi untuk diagnosis dan pengobatan pada SNM. SNM lebih
sering dianggap sindrom daripada benar-benar diagnosis, dan ini menggaris bawahi
kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran diagnosis dan manajemen reaksi obat
secara serius.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom antipsikotik Maligna merupakan komplikasi yang mengancam jiwa
yang dapat terjadi kapan saja selama pengobatan antipsikotik. Gejala motorik dan
gejala perilaku meliputi kekakuan otot, distonia, akinesia, bisu, obtundation, dan
agitasi. Gejala otonom termasuk demam tinggi, berkeringat, dan peningkatan denyut
nadi serta tekanan darah. Temuan Laboratorium meliputi peningkatan jumlah sel
darah putih, meningkatkan kadar kreatinin phosphokinase, enzim hati, mioglobin
plasma, dan myoglobinuria, kadang-kadang dikaitkan dengan gagal ginjal.5
DSM IV mendefiniskan sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan
temperatur dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia,
inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma,
mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan kreatin
phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan antipsikotik.5
Semua antipsikotik dianggap bertanggung jawab untuk menyebabkan NMS.
Meskipun antipsikotik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM,
semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini.
Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine
(Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat
4
non antipsikotik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-
obat tersebut adalah metoclopramide, amoxapine, and lithium.6
2.2. Epidemiologi
Pria lebih sering terkena daripada wanita, dan pasien muda lebih sering
terkena daripada pasien lansia. Angka kematian bisa mencapai 10% - 20% atau
bahkan lebih tinggi ketika obat antipsikotik depot terlibat. Prevalensi sindrom
diperkirakan 0,02% - 2,4% pada pasien yang menggunakan obat golongan Dopamin
antagonis. Pada penelitian terdahulu didapatkan bahwa laki-laki dewasa muda (Caroff
1980), anak-anak (Shields dan Bray 1976), dan remaja (Gellerdan Greydanus 1979)
beresiko untuk SMN.1,5
Insiden untuk sindrom SNM berkisar 0,02% - 3% di antara pasien yang
memakai agen antipsikotik. Dalam survei terpusat, Sachdev et al. (1995) melaporkan
frekuensi 3 kasus SNM (0,24%) dari 1.250 pasien yang menerima clozapine, dan
Williams dan MacPherson (1997) memperkirakan kejadian dari SNM menjadi
(0,10%) pada 9.000 pasien yang diobati clozapine. Dalam pra-pemasaran percobaan,
produsen quetiapine melaporkan 2 kasus mungkin SNM (0,08%) pada 2.387 pasien
(Physicians 'Desk Reference 2002). Angka-angka yang hampir sama pada kejadian
SNM diperkirakan terjadi antara populasi pasien dengan gangguan jiwa. Perbedaan
5
mungkin terjadi dalam populasi sampel, antara pasien rawat inap dibandingkan rawat
jalan, serta perbedaan dalam metode pengawasan dan definisi penyakit digunakan.1,7
2.3. Etiologi
A. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk antipsikotik
potensi rendah, antipsikotik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM
sering pada pasien dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine Dapat
terjadi setiap saat pada pasien selama menggunakan obat golongan Dopamin
antagonis 5,8
B. SNM telah dikaitkan dengan antagonis dopamin, penghentian tiba-tiba obat
antiparkinson dan jarang penghentian mendadak dari antipsikotik. Hal ini
menunjukkan bahwa fluktuasi mengikat dopamin mungkin penting dalam
etiologi5,8
C. Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama antipsikotik potensi tinggi),
antipsikosik aksi cepat dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik
injeksi long acting.8
D. Faktor lain adalah penggunaan antipsikotik yang tidak konsisten dan
penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama lithium dan terapi kejang
listrik.8
2.4. Faktor Resiko
6
A. Usia, jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko yang bermakna bagi SNM.
Studi melaporkan SNM lebih umum pada pria daripada wanita (Caroff dan
Mann 1993; Deng et al 1990;. Keck et al.1989; Tsutsumi et al. 1994).
Meskipun SNM dilaporkan sering dewasa muda dan setengah baya, yang
menggunakan dosis tinggi antipsikotik Usia rata-rata pasien dengan NMS
telah diperkirakan sekitar 40 tahun.1
B. Faktor lingkungan tidak memainkan peran utama dalam menyebabkan
sindrom ini. Hal ini tidak menghalangi kemungkinan bahwat suhu udara yang
tinggi dan kelembaban dapat menyebabkan termoregulasi disfungsi pada
pasien yang berisiko untuk SNM (Shalev et al. 1988). Faktor psikologi yang
menjadi predisposisi terhadap SNM adalah kondisi panas dan lembab, agitasi,
dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi.1
C. SNM tidak spesifik untuk setiap diagnosis neuropsikiatri. Telah dilaporkan
terjadi pada pasien yang menerima obat antipsikotik untuk beragam gangguan
neuropsikiatri. Pada studi kasus-kontrol juga menunjukkan bahwa kondisi
tertentu dari gangguan kejiwaan(Skizofrenia), akut katatonia, dan agitasi
ekstrim pada pasien menyebabkan terjadinya SNM.1,9
D. Penggunaan antipsikotik potensi tinggi, dosis tinggi, dosis antipsikotik di
naikan dengan cepat, penggunaan antipsikotik injeksi. Beberapa studi
termasuk studi kontrol tentang faktor risiko, telah mendukung kemungkinan
bahwa dosis tinggi pada antipsikotik dan diberikan pada tingkat yang cepat,
7
terutama dalam bentuk parenteral, mungkin terkait dengan peningkatan risiko
SNM.1,8
E. Penyalahgunaan zat atau komorbiditas penyakit neurologis, dan penyakit
medis akut (termasuk trauma, operasi, dan infeksi) belum dibuktikan dalam
studi kasus.9
F. Faktor lain risiko potensial untuk SNM mungkin berhubungan dengan
pergantian obat, penghentian, atau mengulang pengobatan antipsikotik .1,8
G. Pasien dengan riwayat episode SMN sebelumnya berisiko untuk rekuren.
Resiko rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode
SNM dan penggunaan antipsikotik. Apabila pasien diberikan anti psikotik
dalam 2 minggu episode SNM 63% akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu,
persentasenya hanya 30% . 8
2.5. Patofisiologi
Penyebab SNM sampai saat tidak diketahui. Teori saat ini terbatas dalam
menjelaskan semua manifestasi klinis dari data pendukung. Penelitian pada Hewan
untuk SNM telah dikembangkan, tetapi tidak sepenuhnya sesuai dengan sindrom pada
manusia. Antipsikotik-induced dopamine blokade mungkin memainkan peran penting
dalam memicu kondisi ini. Karena kelas agen yang berhubungan dengan SNM
adalah memblockade dopamin reseptor yang merupakan pusat teori pathogenesis
yang tersering. Reseptor dopamin tersebar luas di SSP dan sumsum tulang belakang,
8
ada kemungkinan bahwa berbagai gejala yang tampak pada SNM dicatat dengan
disregulasi dopamin di daerah yang berbeda.5,9,10,11
Blokade pada reseptor central dopamin di hipotalamus dapat menyebabkan
hipertermia dan tanda-tanda lainnya dysautonomia. Disfungsi otonom sering terlihat
pada kasus lanjut dapat disebabkan oleh blokade dopamine pada neuron spinal.
Fluktuasi status mental (misalnya, delirium, koma) mungkin menjadi penyebab
sekunder untuk hipertermia dan efek pada saluran dopamin di mesocortical.5,9,10,11
Blokade reseptor dopamin di korpus striatum dan Interferensi dengan jalur
dopamin nigrostriatal dapat menyebabkan gejala tipe Parkinson seperti kontraksi otot,
kekakuan dan tremor. Sistem neurotransmitter lainnya (gamma aminobutyric acid,
epinefrin, serotonin, dan asetilkolin) juga ikut terlibat, baik secara langsung maupun
tidak langsung.5,9,10,11
Kalsium abnormal pada sel-sel otot juga dapat menjadi faktor kerusakan otot
yang ditunjukkan oleh peningkatan creatine kinase tinggi. Sebuah teori alternatif
adalah bahwa kekakuan dan kerusakan otot merupakan efek utama pada sistem otot
perifer, mungkin dari perubahan langsung pada fungsi mitokondria di otot. Hal ini
sendiri mungkin merupakan cacat otot rangka primer atau efek toksik langsung oleh
antipsikotik pada otot rangka.5,9,10,11
9
Terganggunya modulasi dari sistem saraf simpatik, mewujudkan peningkatan
tonus otot dan metabolisme serta aktivitas vasomotor menyebabkan disipasi panas
tidak efektif, tekanan darah dan detak jantung menjadi labil.9,10
Dalam model ini, dopamin antagonis memicu gejala dengan mendestabilisasi regulasi
dopamin normal dan aktivitas simpatis eferen.11
2.6. Gambaran Klinis
2.6.1. Klinis
10
Dalam review oleh Caroff dan Mann (1988), 16% dari pasien dengan
pengobatan antipsikotik bisa mulai muncul tanda-tanda SNM dalam waktu 24 jam,
66% dalam 1 minggu, dan 96% dalam waktu 30 hari. , Tanda-tanda SMN juga dapat
terjadi dalam hitungan jam setelah pemberian antipsikotik (Caroff dan Mann 1993).1
2.6. Gejala
Gejala khas dari SNM adalah kekakuan otot dan suhu tinggi (lebih dari 38 ° C)
pada pasien dengan penggunaan obat antipsikotik
Perubahan status mental adalah gejala awal pada 82% pasien. Hal ini tidak
mengherankan, mengingat komorbiditas yang khas pada pasien psikiatri yaitu
delirium, gelisah pada psikosis. Tanda-tanda katatonik dan bisu dapat
menonjol. Pada ensefalopati mendalam dengan pingsan dan akhirnya koma
khas .1,7,12
Kekakuan Otot adalah umum dan sering ekstrim. Meningkatnya kekakuan
otot dapat ditunjukkan dengan menggerakkan kaki dan ditandai dengan “Lead
pipe" kekakuan seperti pipa atau perlawanan terhadap semua rentang
gerakan. Gejala motorik lainnya termasuk tremor dan fenomena cogwheel,
serta, dystonia, opisthotonus, trismus, chorea, dan dyskinesias. Pasien juga
dapat memiliki sialorrhea , dysarthria, dan disfagia.1,5,9
Hipertermia adalah gejala yang sesuai dengan definisi kriteria diagnostik.
Sumber hipertermia di SNM meliputi penghambatan pada pusat
11
dopaminergic, akibat induksi antipsikotik terjadi termoregulasi memediasi
kehilangan panas dan meningkatkan produksi panas yang berasal dari efek
antipsikotik pada otot skeletal dan metabolisme. Hipertermia berhubungan
dengan keringat yang banyak terjadi pada 98% , Suhu lebih dari 38 ºC yang
khas (87 %), namun temperatur yang lebih tinggi, lebih besar dari 40 ºC,
(40%) . Ekstrim hipertermia mungkin menjadi faktor predisposisi untuk
terjadinya komplikasi, termasuk kerusakan otak ireversibel cerebellar atau
lainnya, jika tidak diturunkan segera.1,5,9
Ketidakstabilan otonom biasanya menyebabkan takikardia (88 %), atau
tekanan darah tinggi (61-77%), dan takipnea (73 %) ,Disritmia dapat terjadi
juga.1,5,9.
Tanda-tanda klinis dari sindrom Neuroleptik maligna
Hipertermia
o Kekakuan Otot
o Leadd pape, plastic, cogwheel
Disfungsi otonom:
o Pernapasan - tachypena, dyspnea
o Kardiovaskular - aritmia, takikardia, tekanan darah yang tidak stabill,
hipotensi, hipertensi
12
o Lain-lain ; diaphoresis, pucat, kemerahan pada kulit, inkontinensia,
dysuria
Perubahan status mental :
o Agitasi, lesu, kebisuan, kebingungan, delirium, katatonia, pingsan,
koma
Gangguan gerak:
o Akinesia, bradikinesia, tremor, distonia, chorea, mioklonus
Tanda-tanda neurologis lainnya:
o Kejang, ataksia, nistagmus, tatapan paresis, mata berkibar, perubahan
refleks, Babinski positif
Tanda atau gejala tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal antipsikotik
(phenotiazine, thioxanthene, atau antipsikotikal atipikal), biasanya berkembang dalam
4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan dengan antipsikotik. SNM sebagian
besar berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian obat atau perubahan dosis
(biasanya dosis ditingkatkan).Tapi yang lebih umum, SNM berkembang diam-diam
selama beberapa hari dan didahului oleh tanda-tandaneurologis dan tanda-tanda
otonom yang sukar disembuhkan dengan tindakan konvensional. Sindroma
Neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari yang ringan
sampai dengan yang berat.1,13
13
2.6.3. Kasus atipikal
Ada perdebatan dalam literatur tentang kasus ringan atau atipikal SNM. Ini
terjadi pada kasus-kasus ringan, yang berhubungan dengan agen potensi yang lebih
rendah, atau mereka yang didiagnosis sejak dini. Secara khusus, kekakuan mungkin
lebih ringan dan bahkan mungkin tidak ada. Walau banyak yang menganggap demam
menjadi fitur penting dari diagnosis, tetapi ada kasus yang dilaporkan di mana tidak
ada demam. Rumitnya masalah ini adalah bahwa pada kenyataannya gejala,
hipertermia, kekakuan Parkinsonian, dan creatine kinase (CK) semua meningkat
dengan terapi antipsikotik. Secara individual mereka tidak selalu muncul menjadi
pertanda SNM.1,9,11
2.7. Pemeriksaan Laboratorium
Serum CK - Temuan laboratorium seringkali mencerminkan manifestasi
klinis SNM dengan kekakuan yang lebih parah yang mengarah ke elevasi
creatine kinase (CK). Dalam SNM, kenaikan CK biasanya lebih dari
1000 IU /L dan dapat setinggi 100.000 IU/L . CPK elevasi pada SNM
mungkin terjadi pada sampai 95% kasus (Caroff dan Mann 1988), dan dapat
mencapai 2.000 kali dari nilai normal dalam beberapa kasus. Tingkat CK
lebih besar dari 1000 IU/L, sangat mungkin spesifik untuk SNM, dan tingkat
elevasi CK berkorelasi dengan keparahan penyakit, prognosis dan risiko gagal
ginjal.1,5,9,10
14
Kelainan laboratorium lainnya adalah umum tetapi spesifik.
Leukositosis, dengan jumlah sel darah putih biasanya 10.000 sampai 40.000/
mm3.1,10
Peningkatan ringan dari laktat dehidrogenase, alkaline phosphatase, dan
transaminase hati yang umum.1,10
Kelainan elektrolit : hipokalsemia, hipomagnesemia, hipo dan hipernatremia,
hiperkalemia, dan asidosis metabolik.1,10
Myoglobinuric gagal ginjal akut dapat hasil dari rhabdomyolysis.1,9,10
kadar besi serum yang rendah (rata-rata 5,71 umol/L; biasa 11-32 umol/
L) yang sering terlihat pada pasien SNM dan merupakan sensitif (92-100%)
tetapi bukan tanda yang spesifik untuk SNM pada pasien ganguan jiwaan
akut.1,9,10
2.8. Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders.14
Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2
Kriteria A
15
1. Rigiditas otot
2. Demam
Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme
7. Takikardi
8. Tekanan darah meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot
Kriteria C
Tidak ada penyebab lain (Misal: encephalitis virus)
Kriteria D
16
Tidak ada gangguan mental
2.9. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting adalah sumber
infeksi dari demam harus di singkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk
membedakan SNM dengan encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi.
SNM harus dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh pengobatan lain seperti
sindrom serotonin dan hipertermi maligna.1,10
Sindrom serotonin
Gangguan terkait yang paling sering didiagnosis adalah sindrom serotonin.
Hal ini biasanya disebabkan oleh penggunaan selective serotonin reuptake
inhibitor dan memiliki presentasi serupa yang sulit untuk membedakan dari
SNM. Gejala khas pada pasien yang tidak sering terlihat pada pasien SNM
yaitu menggigil, hyperreflexia, mioklonus, dan ataksia. Mual, muntah, dan
diare juga merupakan bagian umum dari gejala prodormal pada sindrom
serotonin dan jarang dijelaskan dalam SNM. Kekakuan dan hipertermia,
ketika hadir, kurang parah dibandingkan pada pasien dengan SNM. 1,6,9,10
Hipertermia maligna
17
Sebuah gangguan genetik langka, Hipertermia ganas (MH) adalah gangguan
miopati dengan beberapa variasi (bentuk dominan dan resesif autosomal
dilaporkan). Hal ini biasanya terjadi segera setelah terpapar, terhalogenasi
agen anestesi inhalasi dan depolarisasi relaksan otot, seperti suksinilkolin
Dalam beberapa menit paparan, gejala hiperpireksia, kaku otot, dan ada
kenaikan kadar CK dan myoglobinurea. Gangguan tersebut juga dirasakan
menjadi penyakit sistem saraf perifer yang dihasilkan dar kelainan membran
otot. MH sering terjadi pada pasien yang memiliki gangguan miopati lain
seperti distrofi otot, myotonic,distrofi, dan miopati kongenital. Selain itu
adanya riwayat keluarga terkait HM pada saat anestesi dan mungkin
kematian.1,10
keganasan katatonia
diferensial diagnosis SNM yang sering adalah keganasan katatonia. Gejala
klinis hipertermia dan kekakuan ada dalam sindrom ini, biasanya ada gejala
prodromal dari perilaku dalam beberapa minggu yang ditandai dengan
psikosis, agitasi, dan kegembiraan katatonik. Gejala motorik juga ditandai
dengan fenomena yang lebih positif (sikap dystonic, fleksibilitas lilin, dan
gerakan berulang stereotip) daripada yang dijelaskan dalam SNM. Nilai
laboratorium biasanya normal. Kedua gangguan ini bisa sulit untuk
dibedakan secara klinis, dan khususnya pada populasi pasien yang khas, akan
18
sulit untuk memperoleh dan menafsirkan. Dua sindrom ini mungkin tumpang
tindih.1,9,10
Sindrom lain yang terkait dengan narkoba
Intoksikasi akut dengan obat narkoba, terutama kokain dan ekstasi (3,4-
methylenedioxymethamphetamine, MDMA), bisa membingungkan dengan
SNM. Kedua stimulan kuat dari sistem saraf pusat, agen ini menarik pelaku
karena menghasilkan kewaspadaan, energi, dan euforia, namun efek yang
sama juga dapat bermanifestasi sebagai psikomotor agitasi, delirium, dan
bahkan psikosis. Hipertermia dan rhabdomyolysis dapat terjadi, biasanya
berkaitan dengan peningkatan aktivitas fisik dan suhu lingkungan. Kekakuan
tidak umum dalam kasus ini. Penggunaan MDMA juga dapat menyebabkan
sindrom serotonin. Sindrom ini dibahas secara rinci dan terpisah.1,9,10
Gangguan terkait
Alternatif neurologis dan gangguan medis harus dipertimbangkan. Gejala
klinis gangguan ini dapat tumpang tindih dengan SNM, khususnya pada
pasien yang memiliki efek samping ekstrapiramidal dengan penggunaan
antipsikotik secara bersamaan. Diagnosa ini memiliki prognosis yang serius
dan implikasi dalam pengobatan dan tidak boleh diabaikan:9,10
Infeksi sistem saraf pusat (misalnya, meningitis, ensefalitis)
Infeksi sistemik (misalnya, pneumonia, sepsis)
19
Kejang
Hidrosefalus akut
Cedera tulang belakang akut
Panas stroke (antipsikotik predisposisi panas stroke termoregulasi )
Akut distonia
Tetanus
Central sistem saraf vaskulitis
Tirotoksikosis
Pheochromocytoma
Intoksikasi obat, toksisitas (misalnya, phencyclidine, ekstasi, kokain,
amfetamin, lithium )
Porfiria akut
2.10. Penatalaksanaan
A. Terapi suportif
20
Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua antipsikotik
dan melakuka terapi suportif. Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda
dalam 1-2 minggu. SNM yang disebabkan oleh depot injeksi anti psikotik long
action dapat bertahan selama sebulan. Terapi suportif bertujuan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dan memelihara fungsi organ. Sifat intensif pemantauan
diperlukan dan terapi suportif yang sedemikian rupa sehingga masuk ke unit
perawatan intensif diperlukan. Pengobatan suportif berikut harus disediakan:1,5,9,10
Hentikan agen antipsikotik atau obat pencetus.
Menjaga stabilitas kardiorespirasi. Mekanisme ventilasi, agen antiarrhythmic,
atau alat pacu jantung mungkin diperlukan.
Mempertahankan keadaan euvolemic menggunakan cairan infus. Kehilangan
cairan insensible dari demam dan dari diaforesis juga harus
dipertimbangkan. Jika CK sangat tinggi, volume cairan infus yang tinggi
dengan alkalinisasi urin dapat membantu mencegah atau mengurangi gagal
ginjal dari rhabdomyolysis.
Menurunkan demam menggunakan selimut pendingin. Tindakan fisik lebih
agresif mungkin diperlukan: es pada bilas lambung dan pemberian kompres
es di ketiak. Penggunaan asetaminofenatau aspirin mungkin memiliki peran
dalam menurunkan suhu dalam SNM.
21
Menurunkan tekanan darah jika nyata meningkat. Penggunaan agen tertentu
tidak didukung oleh data klinis. Misalnya Clonidinen efektif dalam hal ini.
nitroprusside mungkin memiliki keunggulan dengan juga memfasilitasi
pendinginan melalui vasodilatasi kulit.
Meresepkan heparin untuk pencegahan trombosis vena
Gunakan benzodiazepin (misalnya, clonazepam , lorazepam 0,5-1,0 mg)
untuk mengontrol agitasi, jika perlu.
B. Terapi farmakologik
Rekomendasi untuk perawatan medis tertentu dalam SNM didasarkan pada
laporan kasus dan pengalaman klinis, tidak pada data dari uji klinis.Keberhasilan
masih tidak jelas dan masih diperdebatkan. Agen yang umum digunakan
adalah dantrolene, bromocriptine, dan amantadine .1,5,9,10
Dantrolene adalah relaksan otot rangka langsung bertindak dan efektif dalam
mengobati hipertermia ganas. Dosis 1 sampai 2,5 mg/kg, iv biasanya
digunakan pada orang dewasa dan dapat diulang dengan dosis maksimal
10 mg/kg/ hari. Khasiat meliputi pengurangan produksi panas serta kekakuan,
dan efek dilaporkan dalam beberapa menit pemberian obat. Ada risiko yang
terkait hepatotoksisitas, dan dantrolene mungkin harus dihindari jika tes
fungsi hati yang sangat abnormal. Sementara beberapa merekomendasikan
22
penghentian setelah beberapa hari, yang lain menyarankan terus selama 10
hari.
Bromocriptine , agonis dopamin, yang diresepkan untuk mengembalikan
kekencangan dopaminergik yang hilang. Hal ini ditoleransi dengan baik pada
pasien psikotik. Dosis 2,5mg (melalui selang nasogastrik) setiap 6 -8 jam
yang dititrasi sampai dosis maksimum 40 mg/hari. Disarankan bahwa ini
dilanjutkan selama 10 hari setelah SNM dikendalikan dan kemudian tappring
secala pelan.
Amantadine memiliki efek dopaminergik dan antikolinergik dan digunakan
sebagai alternatif untuk bromocriptine . Dosis awal adalah 100 mg oral atau
melalui tabung lambung dan dititrasi ke atas yang diperlukan untuk dosis
maksimum 200 mg setiap 12 jam.
Obat lain yang digunakan anekdotal termasuk
levodopa, apomorphine, carbamazepine, dan benzodiazepin ( lorazepam atau
klonazepam).
2.11. Komplikasi
Ada beberapa Komplikasi pada SNM. Menghindari antipsikotik dapat
menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak terkontrol. Sebagian besar
23
pasien dengan pengobatan ant psikotik karena menderita gangguan psikiatri berat
atau persiten. Kemungkinan relaps sering terjadi, jika antipskotik di hentikan.
Serta kemungkinan terjadi komplikasi yang umum dan parah bahkan fatal. :1,9,10
Dehidrasi
Ketidakseimbangan elektrolit
Gagal ginjal akut terkait dengan rhabdomyolysis
Aritmia jantung termasuk torsades de pointes dan serangan jantung
Infark miokard
Cardiomyopathy
Kegagalan pernapasan dari kekakuan dinding dada, aspirasi pneumonia,
emboli paru
Dalam vena tromboflebitis
Trombositopenia
Disseminated intravascular coagulation
Trombosis vena dalam
Kejang dari hipertermia dan kekacauan metabolik
Kegagalan hati
24
Keracunan darah
2.12. Prognosis
Perbaikan gejala dalam waktu dua minggu. Dilaporkan waktu pemulihan rata-
rata adalah 7 sampai 11 hari. Beberapa laporan kasus gejala bisa bertahan selama
enam bulan dengan sisa katatonia dan tanda-tanda motorik. Faktor risiko yang
berkepanjangan adalah penggunaan depot antipsikotik dan adanya penyakit
struktural otak. Beberapa pasien sembuh tanpa gejala sisa neurologis kecuali jika
ada hipoksia berat atau suhu terlalu tinggi untuk jangka waktu yang lama.1,9,10
Keparahan penyakit dan terjadinya komplikasi medis adalah prediktor terkuat
kematian. Peninjauan sistematis kasus diterbitkan sebelum tahun 1989
mengungkapkan kematian meningkat pada pasien dengan myoglobinuria dan
gagal ginjal dibandingkan dengan kontrol (50% vs 18,8 %) . Pasien dengan
penyakit otak organik termasuk alkohol dan kecanduan obat memiliki angka
kematian dari 38,5%. Pada beberapa catatan kematian yang lebih rendah terkait
dengan potensi yang lebih tinggi dibandingkan agen potensi yang lebih rendah
dan dengan atipikal dibandingkan dengan obat antipsikotik khas.4,9,10
Pasien dengan SNM dapat kembali terjadi rekurensi. Resiko terjadinya
rekurensi berhubungan antara jeda waktu SNM dan dimulainya kembali
pengobatan antipsikotik. Jika obat antipsikotik diperlukan, panduan berikut dapat
25
meminimalkan risiko kekambuhan SNM, tidak satupun dari jaminan ini
membrikan keberhasilan atau bahkan kegagalan.1,9,10
Tunggu setidaknya dua minggu sebelum melanjutkan terapi, lebih lama jika
adanya residual klinis.
Gunakan agen potensi yang lebih rendah daripada yang lebih tinggi.
Mulailah dengan dosis rendah dan titrasi ke atas perlahan-lahan.
Menghindari dehidrasi.
Hati-hati memantau gejala SNM.
26
III. SIMPULAN
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah sindrom yang dapat mengancam
kehidupan dan kedarurat neurologis dengan menggunakan agen antipsikotik dan
ditandai dengan sindrom klinis yang khas.
Diagnosis harus dicurigai bila ada dua dari empat fitur utama klinis,
perubahan status mental, kekakuan, demam, atau dysautonomia, muncul
dalam pengaturan penggunaan antipsikotik atau penarikan dopamin.
Pertimbangan penting dalam diagnosis diferensial termasuk meningitis,
ensefalitis, infeksi sistemik, heat stroke, dan dysautonomias obat-induced
lainnya.
Tes diagnostik meliputi tes untuk menyingkirkan kondisi dan evaluasi
laboratorium gejala umum ganguan metabolisme umum SNM, dan terutama
peningkatan kadar CK.
Pengobatan - Penanganan pasien dengan NMS harus didasarkan pada hirarki
keparahan klinis dan kepastian diagnostic:
Bila ada kecurigaan dari SNM, agen antipsikotik harus dihentikan. Pasien
harus memiliki pemantauan rawat inap dekat tanda-tanda klinis dan nilai-nilai
laboratorium.
27
Pasien dengan hipertermia signifikan dan kekakuan harus dirawat di unit
perawatan intensif dan menjalani perawatan intesif secara cepat, serta
pemantauan potensi dysautonomia dan komplikasi lainnya.
Pada pasien dengan peningkatan kadar CK atau hipertermia , atau yang tidak
menanggapi penarikan obat dan perawatan suportif dalam hari pertama atau
dua, penggunaan dantrolene , bromocriptine , dan atau amantadine harus
dipertimbangkan.
Pasien restart pada agen antipsikotik mungkin atau mungkin tidak memiliki
episode SNM berulang. Jika obat antipsikotik diperlukan, resiko dapat
diminimalkan dengan mengikuti beberapa pedoman umum.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Stanley N. Caroff, M.D, Stephan C. Mann, M.D, Paul E. Keck. Jr,. M.D,
Athur Lazarus, M.D., M.B.A. Neuroleptic Malignant Syndrome and
Related Conditions. 2nd edition : American Psychiatric Publishing, Inc;
2003.
2. Brian D. Breman. Neuroleptic Malignant Syndrome : A Review for
Neurohospitalists. 2011. Tersedia dari:
http://nho.sagepub.com/content/1/1/41.
3. Dallas P. Seitz, M.D, Sudeep S. Gill, M.SC., M.D., FRCPC. Neuroleptic
Malignant Syndrome Complicating Antipsychotic Treatment of Delirium
or Agitation in Medical and Surgical Patients: Case Reports and A
Review of the Literature: A Review Article. 2009. Tersedia dari :
http://psy.psychiatryonline.org
4. Shalev A, Hermesh H, Munitz H. Mortality from neuroleptic malignant
syndrome. J Clin Psychiatry 1989; 50:18.
5. Sadock BJ, Sadock VA.Kaplan & Sadock’s Comprehensif Textbook of
Psychiatry. 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
6. Benzer, Theodore, Neuroleptic Malignan Syndrome, 2005. Tersedia dari :
http://www.emedicine.com.
7. Velamoor VR. Neuroleptic malignant syndrome. Recognition, prevention
and management. Drug Saf 1998; 19:73.
29
8. David M. Gardner, Michael D. Teehan. Antipsychotic and Their Side
Effect. Cambridge Medicine. 2011.
9. Eclo FM Wijdicks, M.D, Michael JA, M.D, Janet L, M.D. Neuroleptic
Malignat Syndrome. 20013. Tersedia dari :
http://www.update.com/content/neuroleptic.
10. Stewart A. Factor, DO, Anthony E. Lang, M.D, William J. Weiner, M.D.
Drug Induced Movement Disorders, 2nd edition. 2005 by Blackwell
Publishing.
11. Jeffrey R. Strawn, M.D, Paul E. Keck, Jr., M.D, Stanley N. Caroff, M.D.
Neuroleptic Malignant Syndrome. Am J Psychiatry. 2007.
12. Koch M, Chandragiri S, Rizvi S, et al. Catatonic signs in neuroleptic
malignant syndrome. Compr Psychiatry 2000; 41:73.
13. Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the
Elderly: Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology,
and Treatment, Clinical geriatry Vol 14 No. 5, John Hopskins Medicine.
14. America Psychiatry Association, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disoder, Fourht Edition (DSM-IV). Washington DC; 1994.
30