referat_kejang

download referat_kejang

of 20

description

kejangs

Transcript of referat_kejang

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak. Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.1Kejang atau bangkitan didefinisikan sebagai kejadian mendadak yang berupa kesadaran terganggu, binggung, gerakan otot abnormal yang sifatmya involunter.2 Definisi klasik dari epilepsi mengacu pada kejang terus menerus atau berulang yang berlangsung lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran. Selama kejang, aliran darah otak, oksigen, konsumsi glukosa, karbon dioksida dan produksi asam laktat meningkat. Kejang singkat jarang menghasilkan efek yang berlangsung pada otak. Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertermia, hipoglikemia, dan kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis permanen.3Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam, hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan elektrolit, dan overdosis obat.4 Meskipun penyebab dari kejang beragam namun pada fase awal tidak perlu untuk melabelnya masuk pada kelompok mana, karena manajemen jalan nafas dan penghentian kejang adalah prioritas awal pada pasien dengan kejang aktif.2Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu 100.4 F atau 38C), tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg, menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia, atau keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang sangat baik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiKejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.2.2. Klasifikasi Kejang Demam1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) 2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)2.3. EtiologiPenyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial.1. IntrakranialPenyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.2. EkstrakranialPenyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia, hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak9.

2.4. Diagnosis2.4.1. Anamnesa1. Kejadian Pre-IktalBerikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai kejadian sebelum episode kejang terjadi : Apakah ada kejadian yang merangsang terjadinya kejang seperti keadaan stres, rangsangan nyeri, dan sebagainya? Apakah sebelum kejang terjadi, terdapat aura seperti mencium bau bauan, melihat cahaya yang sangat terang, mendengar suara suara, mual, merasa ketakutan dan sebagainya? Apa yang dilakukan anak sesaat sebelum kejang terjadi? Apakah beberapa jam atau beberapa menit sebelum kejang anak mengkonsumsi obat obatan tertentu? Apakah anak sedang menderita penyakit tertentu? Apakah anak sedang demam sebelum kejang terjadi? Apakah anak pernah mengalami kejang sebelumnya? Jika anak pernah mengalami kejang, apakah bentuk kejang terdahulu sama seperti bentuk kejang yang baru saja terjadi? Jika anak pernah mengalami kejang, apakah anak berobat rutin dan mengkonsumsi obat anti kejang secara teratur? Apakah anak pernah mengalami trauma, terutama di bagian kepala, beberapa jam atau hari sebelum kejang?2. Kejadian saat kejangBerikut ini adalah pertanyaan yang perlu ditanyakan mengenai kejadian saat episode kejang terjadi : Berapa lama kejang berlangsung? Seperti apa bentuk kejang yang terjadi? Apakah anak kehilangan kesadaran saat kejang? Berapa kali kejang terjadi dan berapa lama setiap satu episode kejang terjadi? Apabila kejang terjadi lebih dari satu kali, apakah anak tetap sadar atau tidak sadar, di antara epdisode kejang yang terjadi?3. Kejadian post iktal Apakah anak langsung sadar setelah kejang berhenti? Apakah anak merasa lemas, mual, muntah setelah kejang berhenti atau anak tampak seperti tidak terjadi apa apa? Apakah anak mengingat kejadian saat kejang berlangsung?

2.4.2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh. Tanda tanda vital meliputi denyut nadi, laju pernapasan, dan terutama suhu tubuh harus diperiksa, karena demam merupakan penyebab utama kejang pada anak anak. Periksa kepala apakah ada kelainan bentuk, tanda tanda trauma kepala, serta tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Periksa leher apakah terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh juga penting dilakukan.2.4.3. Pemeriksaan PenunjangPenentuan ada tidaknya kejang ditentukan oleh kondisi klinis pasien yang tepat sesuai klinis, tetapi pemeriksaan penunjang juga dapat membantu dalam mempertajam diagnosis dari kejang tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan adalah :1. Pungsi LumbalPungsi lumbal tidak dianjurkan pada anak-anak dengan hemodinamik yang tidak stabil. Sangat dipertimbangkan untuk melakukan pungsi lumbal pada anak kurang dari 12 bulan dan anak kurang dari 18 bulan. Pungsi lumbal dianjurkan pada : Anak yang telah menerima antibiotik sebelum kejang dan didiagnosa sebagai meningitis, dalam kasus ini dilakukan pungsi lumbal tanpa memandang usia. Bahkan jika pungsi lumbal dilakukan dan hasilnya negatif, dapat dipertimbangkan untuk pemberian pengobatan meningitis, karena cairan cerebrospinal (CSF) mungkin normal pada fase awal perjalanan penyakit meningitis.1 Iritasi meningens didefinisikan sebagai adanya Brudzinski sign (fleksi leher menyebabkan fleksi dari pinggul pasien dan lutut), Kernig sign (nyeri muncul ketika adanya fleksi 90 dari fleksi sendi pinggul dan ekstensi sendi lutut), kaku kuduk yaitu kekakuan leher pada anak yang lebih tua dari usia 1 tahun. Pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, tanda-tanda iritasi meningens adalah tanda-tanda di atas atau rasa gelisah atau rewel selama manipulasi kepala atau kaki oleh dokter dan atau menggembungnya fontanel. Perlu ditekankan bahwa tanda-tanda klinis meningitis tidak sensitif dan jika klinisi curiga bahwa meningitis positif, pungsi lumbal tidak boleh ditunda sampai tanda-tanda ini muncul.12. PencitraanNeuroimaging tidak diindikasikan setelah episode kejang demam sederhana, tapi bisa dipertimbangkan ketika ada fitur klinis dari gangguan neurologis, misalnya mikrosefali atau makrosefali, defisit neurologis yang sudah ada, defisit neurologis post-iktal bertahan selama lebih dari beberapa jam, atau ketika ada kejang demam berulang yang kompleks, atau kejang yang dicurigai bukan kejang demam Magnetic Resonance Imaging lebih sensitif dibandingkan Computed Tomography untuk mendeteksi proses intrakranial yang dapat menyebabkan kejang.13. Electroencephalography (EEG)Kelainan epileptiform relatif umum didapatkan pada anak-anak dengan kejang demam. EEG sendiri memiliki sensitivitas yang rendah pada anak di bawah usia tiga tahun dengan kejang dan peran yang terbatas dalam diagnosis gangguan ensefalopatik akut.1

2.5. Diagnosis BandingKetika anak menampakkan gejala klinis seperti kejang, maka pemeriksa harus segera menentukkan sebab dari kejang tersebut. Penting untuk mengetahui apakah yang dialami seorang anak benar adalah kejang atau bukan kejang. Berikut adalah beberapa kondisi pediatrik yang dapat disalahartikan sebagai kejang :1. SinkopSinkop biasanya didahului oleh dizziness, pandangan yang kabur, penderita tahu jika sebentar lagi akan kehilangan kesadaran, dan pucat. Sinkop biasanya terjadi pada siang hari dan posisi penderita sedang berdiri. Sedangkan kejang terjadi secara tiba tiba, kapan saja, dan dimana saja. 2. Breath holding spellsBreath holding spells merupakam salah satu episode apnea pada anak anak, biasanya berkaitan dengan penurunan kesadaran. Breath holding spells terjadi pada 5% anak anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Ada beberapa tipe dari Breath holding spells yang menyerupai episode kejang, yaitu cyanotic spell dan pallid spell. Pada cyanotic spell, anak menangis kuat diikuti dengan menahan napas, sianosis, rigiditas otot dan pincang, serta seringkali disertai dengan gerakan seperti kejang pada ekstremitas. Pallid spell terjadi dengan rangsangan nyeri, diikuti dengan penderita tampak pucat dan kehilangan kesadaran yang singkat. 3. MigrainPada anak dengan migrain, anak dapat kehilangan kesadaran, yang sering diawali dengan pandangan kabur, dizziness, dan kehilangan postur tubuh.4. Paroxysmal movement disordersParoxysmal movement disorders melibatkan aktivitas motorik yang abnormal dan dapat menyerupai kejang dan penurunan kesadaran jarang terjadi. Tics adalah gerakan berulang dan singkat dan dapat terjadi pada bagian tubuh manapun. Tics muncul terutama pada keadaan stres dan biasanya dapat ditekan kemunculannya. Shuddering attacks adalah tremor pada seluruh tubuh yang berlangsung selama beberapa detik dan setelah itu kembali ke aktivitas normal. Distonia akut ditandai dengan kontraksi wajah dan batang tubuh secara involunter dengan postur yang abnormal dan wajah yang meringis. 1. PseudoseizuresPseudoseizures dapat muncul dengan gerakan seperti pada paroxysmal movement disorders. Pseudoseizures sulit dibedakan dengan kejang yang sebenarnya dan sering terjadi pada anak anak dengan riwayat epilepsi. 2. Gangguan tidurGangguan tidur dapat dibedakan dengan kejang dengan melihat karaterisktik perubahan perilaku yang terjadi. Night terrors terjadi pada anak usia sebelum masuk sekolah. Anak tiba tiba terbangun dari tidurnya, diikuti dengan menangis, berteriak dan tidak bisa didiamkan. Lalu anak kembali ke tidurnya dan tidak dapat mengingat kejadian tersebut. Sleepwalking atau somnabulisme dapat ditemukan pada anak usia sekolah yang terbangun dari tidurnya dan berjalan tanpa tujuan dan disertai dengan pandangan kosong lalu anak tersebut kembali ke tidurnya. Narcolepsy sering ditemukan pada anak usia remaja dengan perubahan kesadaran disertai rasa kantuk tak tertahan. Narcolepsy sering disertai dengan katapleksi, yaitu kehilangan tonus otot secara tiba tiba7.2.6. Tatalaksana2.6.1. Penilaian AwalLangkah pertama dalam pengelolaan pasien yang mengalami kejang adalah untuk menilai dan mendukung saluran napas, pernapasan dan sirkulasi. Ini akan memastikan bahwa kejang tidak membahayakan pasokan darah beroksigen ke otak dan tidak menyebabkan cedera sekunder terhadap hipoksia dan atau iskemia.2,4 Penilaian awal terdiri dari :1. AirwaySaluran napas yang bebas adalah syarat pertama. Lakukan penilaian patensi jalan napas dengan metode look, listen dan feel. Jika jalan napas tidak bebas, maka kita harus membuka dan menjaganya dengan cara head tilt- chin lift atau jaw thrust manuver dan memberikan ventilasi dengan bag-valve-mask jika perlu. Jika jalan napas terganggu karena kejang, mengendalikan kejang dengan antikonvulsan umumnya akan mengontrol jalan napas. Bahkan jika jalan napas telah bebas, orofaring mungkin perlu dibersihkan dari sekret oleh suction. 2,42. BreathingPenilaian kemampuan pernapasan dilihat dari laju pernapasan, suara napas yang merintih, ekspansi dada, denyut jantung dan warna kulit. Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan pulse oksimetry. Jika anak menderita hipoventilasi, respirasi harus didukung dengan oksigen melalui perangkat bag-valve - mask. 2,43. CirculationMenilai kecukupan sirkulasi dilakukan dengan palpasi denyut nadi. Capillary refill time yang lebih dari dua detik, pucat, sianosis serta akral yang dingin menunjukkan sirkulasi perifer yang tidak adekuat. Jika perlu, lakukan pemberian cairan intravena. Jika akses pembuluh darah tidak dapat diperoleh, pemberian antikonvulsan harus diberikan melalui rektal, intramuskular atau rute bukal. Intraosseous acces (IO) dipergunakan pada anak-anak dengan tanda-tanda syok jika akses intravena tidak dapat diperoleh. Akses IO mungkin dibutuhkan untuk administrasi long acting antikonvulsan jika tidak ada akses intravena setelah dua dosis benzodiazepin. Berikan 20 mL/kg BB bolus cepat normal saline untuk setiap pasien dengan tanda-tanda syok, lalu periksa tekanan darah segera setelah pemberian normal saline atau setelah kejang selesai. Pengambilan tes glukosa darah dan uji laboratorium tetap diperlukan. Jika terdapat hipoglikemi berikan dextrose 10% sebanyak 5 mL/kg untuk pasien yang hipoglikemi tersebut. 2,44. DisabilityMenilai fungsi neurologis dengan skor AVPU (Alert, Voice, Pain, Responsive) tidak dapat diukur secara bermakna selama kejang yang disertai dengan penurunan kesadaran. Ukuran dan reaksi pupil harus diperhatikan. Perubahan pupil dapat terjadi selama kejang tetapi mungkin juga hasil dari keracunan opiat, amfetamin, atropin dan trisiklik atau peningkatan tekanan intrakranial.2,4 Perhatikan tanda-tanda defisit neurologis fokal, baik selama atau setelah kejang dan perhatikan postur anak, apakah terdapat dekortikasi atau deserebrasi sikap dimana sebelumnya postur anak normal. Hal ini menunjukan bahwa terdapat peningkatan tekanan intrakranial, tetapi postur ini kadang dapat keliru untuk fase tonik-klonik. Carilah kaku kuduk pada anak dan fontanelle yang membubung pada bayi, yang dapat menunjukkan tanda tanda meningitis. Perlu diingat bahwa penggunaan berkepanjangan atau berulang-ulang dari obat anti konvulsan dapat menyebabkan depresi kesadaran. 2,45. ExposureCarilah ruam dan memar sebagai tanda-tanda cedera. 2,42.6.2. Menilai kembali ABCTanda-tanda vital harus dinilai ulang setiap 15 menit sementara kejang berlangsung atau setiap 30 menit setelah kejang sampai tingkat kesadaran kembali ke normal atau setelah setiap pemberian dosis obat anti epilepsi. Jika memungkinkan beri pula pemantauan dengan ECG dan pulse-oksimetri. 2,4

2.6.3. Medikasi pada kejadian akut (first dan second line anticonvulsant)Pengobatan dengan obat anti kejang diberikan setelah ABC di stabilisasi. Dahulu di tahun 1960an obat antiepilepsiyang digunakan dalam pengelolaan kejang telah berkembang karena ketersediaan obat diazepam intravena. Sekarang obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama adalah benzodiazepin. Hal ini dikarenakan benzodiazepin dapat dengan cepat mengkontrol kejang dengan efek samping yang minimal. Selain itu benzodiazepin dapat diberikan dari beberapa rute dan dapat diberikan kembali dalam waktu singkat.2Obat anti kejang yang menjadi pilihan kedua, untuk kejang refrakter harus kompatibel dengan obat pilihan pertama. Idealnya bekerja secara sinergis tanpa efek samping dan menjadi lebih efektif dalam mencegah berkelanjutan kejang. Pilihan obat lini kedua tersebut adalah fenitoin dan fenobarbital.2Dalam pemilihan obat anti konvulsan, hasil yang diinginkan adalah yang paling cepat menghentikan kejang akut dengan efek samping terkecil dan biaya yang minimal. Persyaratan obat tersebut belumlah cukup karena harus pula meliputi kemudahan pemberian dan tersedianya obat tersebut di pasaran. Pengobatan dini sangat penting,karena setelah kejangditetapkan selama lebih dari 15 menit, penangannanya akan lebih sulit. Protokol penanganan kejang berbasis lini ini digunakan di tiga rumah sakit anak-anakdi New South Wales. Protokol inipun telah di akui oleh Advance Paediatric Life Support (APLS) di Inggris pada tahun 2000.22.6.3.1. Terapi lini pertama:1. Diazepam Digunakan secara intravena dan rectal sejak 1965. Pemberian intravena menghasilkan kontrol kejang yang cepat pada sekitar 80% pasien. Setelah pemberian rektal, kadar serum terapeutik terlihat dalam lima menit dan kontrol kejang yang cepat terjadi pada hingga 80%. Sementara mungkin ada manfaat dari diazepam intravena berikutnya di pasien yang tidak responsif terhadap terapi, kejang menetap terhadapdosis rektal tunggal (kejang resisten) maka pasien tersebut membutuhkan pengobatan lini kedua 2

2. Midazolam Midazolam sekarang telah menggantikan diazepam sebagai obat pilihan pertama sebelum akses vena dapat diperoleh, karena rute pemberian yang lebih disukai yaitu melalui bukal tidak seperti diazepam yang melalui rektal. Midazolam sangat efektif sebagai lini pertama antikonvulsan karena menghentikan sebagian besar kejang dalam satu menit setelah injeksi intravena dari 0,1-0,3 mg/kg dan secara intramuskular dalam waktu 5-10 menit. Dosis tunggal midazolam bukal 0,5mg /kg telah terbukti meminimalisir risiko depresi pernapasan.23. ParaldehydeParaldehyde telah digunakan sebagai supposituria untuk pengobatan kejang sejak awal 1930. Paraldehyde sekarang diberikan secara rektal Administrasi dubur dapat ditoleransi dengan baik dan menghasilkan onset kontrol kejang yang cepat dan efek depresi pernafasan yang kurang minimal.22.6.3.2. Terapi lini kedua (epilepsi status refraktori) :1. Fenitoin Fenitoin dikenal sebagai non sedating anti - convulsant pertama. Dalam dosis intravena 20 mg/kg untuk anak-anak, kejang terkontrol dengan baik di 60-80% pasien dalam 20 menit. Fenitoin memiliki efek depresi pernapasan yang lebih kecil daripada fenobarbital. Fenitoin telah diakui sebagai pilihan pertama anti konvulsan lini kedua oleh British Working Party.22. FenobarbitalFenobarbital telah digunakan dalam kontrol kejang sejak tahun 1912 dan digunakan di seluruh dunia. Jika dibandingkan dengan anti konvulsan yang lainnya, fenobarbital dianggap lebih murah dan sangat efektif. Setelah pemberian intravena terdapat distribusi bifasik dan sangat menyebar melalui seluruh pembuluh darah termasuk pembuluih darah otak. Meskipun penetrasi ke otak telah dilaporkan terjadi 12-60 menit setelah pemberian, penetrasi ini terjadi lebih cepat dalam status epileptikus karenapeningkatan aliran darah otak. Fenibarbital digunakan sebagai anti konvulsan lini kedua pada periode neonatal. Dosis pemberian adalah 5-10 mg/kg.2

Gambar 1. Assesment and Initial Management of Seizures in Children2

2.6.4. Tatalaksana Kejang DemamKecenderungan sifat kejang demam adalah singkat dan kejang biasanya telah berhenti saat sampai diruang UGD. Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup tiga hal yaitu :1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam intranasal.10 Jika kejang masih terlihat maka penanganan dengan intra vena diazepam dan lorazepam adalah mutlak.12. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada saat pertama kali terjadinya kejang demam. Pungsi lumbal dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit ditemukan.103. Pengobatan profilaksis Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C) dengan menggunakan diazepam oral atau rektal, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.10 Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam10Diazepam rektal (0,5 mg /kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus diberikan jika akses intravena tidak dapat diberikan. Midazolam yang diberikan secara bukal (0,5 mg/kg; dosis maksimal 10 mg/kg) lebih efektif daripada diazepam rektal untuk anak.1 Pemberian midazolam secara bukal dicapai dengan mengalirkan sesuai dosis antara pipi dan gusi dari rahang bawah dengan pasien dalam posisi pemulihan dari fase kejang. Penyerapan teknik ini secara langsung melalui mukosa bukal, memberikan hasil yang lebih cepat daripada midazolam yang ditelan.2 Lorazepam yang diberikan secara intravena setidaknya sama efektifnya dengan diazepam intravena dan berhubungan dengan efek samping yang lebih sedikit (termasuk depresi pernafasan) dalam pengobatan kejang tonik klonik akut.1

Gambar 2. Alur Penangan Kejang Demam1

2.6.5. Tatalaksana Intractable SeizuresPada penanganan intractable seizure, terdapat beberapa obat yang masih digunakan. Penggunaan obat obatan tersebut hanya dipakai pada beberapa kasus penyakit dengan kondisi intactable seizure, obat obatan tersebut adalah :1. Valproate (Depacote)Asam valproat dapat digunakan pada penanganan kasus kejang Lennox Gustaut Syndrome. Dosis maintenance yang dipakai sekitar 10-60 mg/kg/hari, diberikan sebanyak 2 hingga 4 kali sehari. Dosis harian harus dimulai pada dosis 10 mg/kg/hari dan ditingkatkan sebanyak 10 mg/kg/hari setiap minggunya sampai level serum terapeutik tercapai yaitu 50-100 g/ml. Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan traktus gastrointestinal, kenaikan berat badan, mengantuk, dan alopesia. Tremor dan trombositopenia merupakan dose related effect. Untuk anak dibawah usia 2 tahun dapat meningkatkan resiko toksisitas hepar dan pankreatik. Asam valproat juga mengganggu metabolisme dari obat antikonvulsan lain yaitu meningkatkan jumlah obat fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, diazepam, clonazepam, dan ethosuksamid di dalam darah.72. Lamotrigine (Lamictal)Obat ini juga dapat digunakan untuk pengobatan kejang pada Lennox Gustaut syndrome. Dosis maintenance yang digunakan sekitar 5-15 mg/kg/hari, tetapi dikarenakan obat ini mengganggu kerja antikonvulsan lainnya, penetapan dosis harus dilakukan ketika diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lainnya. Lamictal harus diberikan dosis rendah pada awal pemberian jika diberikan pada pasien yang mengkonsumsi asam valproat dan pada dosis tinggi jika diberikan pada pasien yang juga meminum fenitoin, karbamezepin, fenobarbital, atau pirimidon. Efek samping dari obat ini adalah gangguan traktus gastrointestinal, somnolen, pusing, sakit kepala, dan diplopia. Efek yang paling mengkhawatirkan adalah munculnya ruam kemerahan di kulit yang dapat merupakan tanda tanda dari Stevens Johnson syndrome7. Pada studi yang dilakukan pada Shahid Sadoughi Hospital di Iran yang dilakukan oleh Fallah R, et al, meneliti 22 anak laki laki dan 18 anak perempuan yang mengalami intractable epilepsy dengan Lennox Gastaut syndrome didapatkan hasil nilai rata rata angka kejadian kejang selama penelitian yang dihitung setiap minggu dan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian lamotrigin mengindikasikan bahwa penggunaan lamotrigin efektif dalam mengurangi kejang dan disarankan menjadi terapi tambahan pada penanganan intractable epilepsi pada kasus Lennox Gastaut syndrome.113. Felbamate (Felbatole)Obat ini dipakai untuk refractory seizure yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan lain. Penggunaan obat ini sebagian besar dipakai untuk Lennox Gustaut syndrome. Dosis yang diberikan sekitar 15-45 mg/kg, diberikan 3 sampai 4 kali sehari. Pemberian harus dimulai dengan dosis yang paling rendah berdasarkan kisaran dosis terapeutik dan harus digunakan sebagai terapi tunggal dikarenakan resiko terjadinya efek samping lebih tinggi jika diberikan bersamaan dengan antikonvulsan lain. Pada interaksi obat, felbamat meningkatkan kadar serum fenobarbital, fenitoin, asam valproat, dan menurunkan kadar karbamazepin. Efek samping yang dapat disebabkan obat ini adalah anoreksia, nausea, vomiting, insomnia, dan letargi dengan efek samping yang dikhawatirkan yaitu anemia aplastik dan hepatotoksisitas berat. Semua anak yang mendapatkan obat ini disarankan untuk selalu dipantau dengan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan fungsi hati.74. Vigabatrin (Sabril)Obat ini efektif digunakan pada kasus refractory partial seizure. Dosis maintenance yang dipakai adalah 30-150 mg/kg/hari dan diberikan sehari atau dua hari sekali. Jika setelah pemberian, kondisi kejang pasien tidak terdapat kemajuan, hal tersebut berarti obat tersebut resisten.75. Topiramate (Topamax)Obat ini efektif digunakan pada pengobatan Lennox Gustaut syndrome dan refractory complex partial seizure. Dosis yang diberikan pertama kali yaitu 1 mg/kg/hari dengan dosis target maintenance sebesar 3-9 mg/kg/hari. Interaksi dengan obat antikonvulsan lainnya sangat sedikit. Topiramat memiliki beberapa efek samping yang sangat mengkhawatirkan yaitu masalah kepribadian yang paling umum terjadi pada anak anak. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah anoreksia, penurunan berat badan, masalah dalam tidur, kelelahan, sakit kepala, diplopia, gangguan bicara. Efek samping yang serius dari topiramat adalah nefrolitiasis dan harus hati hati pada pemberian topiramat kepada pasien yang memiliki riwayat batu ginjal atau sedang dalam ketogenic diet.76. Tiagabine (Gabitril)Obat ini dipakai untuk terapi tambahan pada kasus refractory partial seizure. Dosis pemberian diawali dengan 0,1 mg/kg/hari dan dinaikkan hingga mencapai dosis target yaitu 0,5-1 mg/kg/hari sampai dapat mengontrol kejang secara adekuat. Efek samping yang disebabkan oleh obat ini adalah kelelahan, pusing, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, dan mood depresi.77. Levetiracetam (Keppra)Obat ini efektif sebagai terapi tambahan pada refractory partial seizures pada anak anak usia 6 sampai 12 tahun. Dosis maintenance sekitar 10 sampai 60 mg/kg/hari. Efek samping pada anak anak adalah sakit kepala, anoreksia, kelelahan, dan infeksi termasuk rinitis, otitis media, gastroenteritis, dan faringitis. Pemakaian pada orang dewasa dilaporkan dapat mengakibatkan leukopenia tetapi tidak pernah didapatkan pada pasien anak.78. Oxcarbazepine (Trileptal)Pada suatu studi yang dilakukan di Iran University of Medical Science dan Shahid Beheshti of Medical Science di Iran yang dilakukan oleh Azita Tavassoli, et al, menyimpulkan oxcarbazepin efektif untuk mengontrol intractable seizure pada anak anak. Respon yang paling baik ditunjukkan oleh pasien dengan partial epilepsy dan pasien dengan mixed type seizure memberikan respon yang paling sedikit. Dosis rata rata untuk mengontrol kejang adalah 45 mg/kg/hari. Pada studi ini didapatkan efek samping kemerahan pada kulit dan didapatkan riwayat reaksi kulit terhadap karbamazepin pada pasien tersebut sehingga harus dikeluarkan dari studi. Dan efek samping lain yang ditunjukkan adalah pada pemberian dosis yang tinggi menyebabkan diplopia dan pusing kepala yang langsung menghilang jika dosis obatnya diturunkan. Efek samping lain yang terlihat yaitu asimptomatik transient hyponatremia, mengantuk, sakit kepala, nausea dan muntah, ataksia dan agitasi. Semua efek samping tersebut terlihat pada pemberian awal dan menghilang setelah beberapa hari. Pada studi ini, komplikasi serius seperti depresi sumsum tulang dan gangguan pada hepar maupun ginjal ntidak ditemukan.12Jika pada pemakaian obat obatan tersebut tidak terdapat adanya kemajuan berarti penanganan dengan menggunakan obat sudah gagal dalam mengendalikan kejang dan harus disarankan untuk dilakukan penanganan dengan cara lain. Salah satunya adalah dengan cara diet ketogenik.7Diet ini juga efektif sebagai penanganan infantile spasm dan Lennox Gastaut syndrome. Hasil studi yang dilakukan menyatakan terjadi pengurangan sekitar 50% sampai 70% kejang pada anak anak dengan penanganan diet ketogenik ini. Inti dari terapi ini adalah puasa. Dimana kondisi puasa dalam jangka waktu panjang akan menciptakan kondisi ketosis yang mengurangi kejang pada anak. Terapi dengan cara ini dilakukan sekitar 5 hingga 7 hari dengan dirawat di rumah sakit hingga kondisi ketosis dicapai. Terapi ini dapat menyebabkan hipoglikemia selama fase puasa dan kadar gula darah pasien harus selalu dipantau selama dilakukannya terapi ini. Muntah dan dehidrasi terkadang juga terjadi selama fase terapi ini. Lalu diet dengan 3 atau 4 porsi lemak dan 1 porsi karbohidrat dalam sehari diberikan dan pemberian suplemen diberikan untuk menghindari defisiensi vitamin. Pada terapi ini, abnormalitas metabolik dapat terjadi yaitu renal tubular asidosis, hypoproteinemia, dan elevasi kadar enzim hati dan pankreas. Efek lain yang dapat terjadi yaitu infeksi dan QT interval yang memanjang. Oleh karena itu, pemeriksaan EKG dan evaluasi kondisi metabolik pasien harus diperhatikan sebelum diet ini dimulai. Evaluasi laboratorium harus dilakukan sepanjang diet ini dilakukan.7Selain penanganan dengan diet ketogenik ini dapat juga dilakukan penanganan lain. Ketika seseorang mengalami kondisi intractable seizure dan tidak memberi respon terhadap pemberian obat terdapat pendekatan lain yang harus dilakukan untuk menangani kejang tersebut. Salah satu caranya dengan stimulasi nervus vagus.13Nervus vagus berjalan mulai dari leher ke dada hingga ke abdomen dan serat tambahan menghubungkan nervus vagus ke otak. Stimulasi nervus vagus mengganggu kerentangan otak untuk mengalami serangan kejang. Beberapa studi ilmiah, yang hasilnya disetujui oleh US Food and Drug Administration, menunjukkan penurunan kejang ketika nervus vagus di stimulasi oleh listrik. Stimulasi listrik dilakukan melalui battery powered metal stimulator yang ditanam di bawah kulit dada pasien lalu dihubungkan dengan kabel yang menghubungkan kabel ke nervus vagus sinistra dan lalu dialiri listrik sebagai stimulasi pada siklus yang diprogram. Biasanya stimulasi dilakukan selama 30 detik dan diistirahatkan selama 5 menit. Beberapa orang terkadang mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi terkadang terdapat beberapa orang yang tidak merasakan perubahan apapun. Hasil terapi stimulasi nervus vagus tidak dapat diprediksi. Kejang yang dialami pasien bisa berkurang secara drastis tetapi tidak dapat menghilangkan kejang tersebut secara total. Efek samping penggunaan cara ini adalah batuk dan suara nafas deperti mendengkur dan terjadi biasanya pada saat stimulasi dilakukan.13Selain penanganan dengan stimulasi nervus vagus, yang dapat dilakukan pada intractable seizure yaitu operasi pada area otak yang mencetuskan terjadinya kejang.13Operasi biasanya menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kejang. Rasio kesuksesan unruk menghentikan kejang sekitar 50 90% tergantung penyebab dari kejang tersebut dan lokasi dari kelainan yang terdapat di otak.13

2.6.6. Edukasi keluarga perjalanan penyakit dan rekurensiEdukasi pasien dan pendidikan keluarga merupakan bagian integral dari pengelolaan kejang demam. Langkah langkah yang perlu dilakukan antara lain:1. Membantu keluarga untuk mengatasi pengalaman yang menakutkan dan menyingkirkan asumsi bahwa anak mereka akan meninggal saat kejang demam pertama dengan kesepakatan keluarga untuk memahami prognosis dari kejang. 2. Memastikan keluarga mengerti bahwa tidak ada peningkatan risiko keterlambatan intelektual jika kejang kurang dari 30 menit. 3. Memberikan keluarga informasi tentang risiko kekambuhan kejang berikutnya.1

2.6.7. Rekurensi Risiko untuk terjadinya kekambuhan setelah kejang pertama adalah sekitar 33%. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kekambuhan meliputi kejang demam pertama pada usia muda, riwayat keluarga kejang demam, durasi pendek demam sebelum kejang atau demam yang relatif rendah pada saat kejang awal. Terdapat faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya kejang. Hal ini terlihat dari risiko saudara kandung untuk menderita kejang adalah sekitar 10-20% dan dapat lebih tinggi jika orang tua juga memiliki riwayat kejang. Profilaksis terus menerus dengan obat antiepilepsi tidak dianjurkan.1

2.6.8. Penanganan pertama saat di rumahHal yang harus dilakukan pertama saat dirumah dan berhadapan dengan anak yang sedang kejang adalah tetap tenang dan jangan panik, jangan memaksa atau memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Pastikan pasien aman dengan menempatkan mereka pada lantai dan menyingkirkan benda-benda yang bisa melukai mereka. Perhatikan waktu saat mulai dan berhentinya kejang, karena hal ini penting untuk diketahui dokter. Setelah kejang berhenti, tempatkan pasien dalam posisi tidur pada salah satu sisinya dan membuat mereka nyaman. Jangan mengguncang pasien untuk membangunkan mereka atau menahan pasien saat pasien mengalami kejang aktif. Bawalah pasien ke dokter atau instansi kesehatan setempat sesegera mungkin.14

DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia Medical Association. 2010.2. Children and Infants with Seizures-Acute Management Clinical Guidelines. NSW Department of Health. 2009.3. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-3944. Convulsions in Children. Pediatric Guidelines. 2006. October;1-35. Sampson HA dan Leung D. Seizures in Childhood. Di dalam: Kliegman et al. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.6. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Epilepsy. Di Dalam: Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition: McGraw Hill. 2008.7. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am. 2006;53:257-2778. Major P, Thiele E.A. Seizures in Children: Determining the Variation. Pediatrics in Review. 2007;28:363-371.9. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care UK Annual Congress. 201310. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002:2(4);59-62.11. Fallah R, Karbasi A.S, Golestan M. Efficacy and Safety of Lamotrigene in Lennox Gastaut Syndrome. Iran Journal Child Neurology. 2009 December;33-38.12. Tavazolli A,Ghofrani M,Rouzrokh M,Eznollah A.Efficacy of Oxarbazepine Add On Therapy on Intractable Seizures in Children. Journal of Neuroscience and Behavioural Health, 2010 September;3:30-34.13. Rudolph C, Rudolph A, Lister G, First L, Gershon A. Rudolphs Pediatrics 22nd Edition. San Fransisco:McGraw-Hill. 2012.14. Febrile Convulsions in Children. Victoria Departement of Health. December 2010.