Referat_farah_N11114005_Untad.doc

52
REFERAT JULI 2015 PEMERIKSAAN CAIRAN TUBUH MANUSIA” OLEH : FARAH KURNIASARI, S.Ked N 111 14 005 Pembimbing Klinik : dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H., M.Kes., Sp.F.

Transcript of Referat_farah_N11114005_Untad.doc

REFERAT JULI 2015

”PEMERIKSAAN CAIRAN TUBUH MANUSIA”

OLEH :

FARAH KURNIASARI, S.Ked

N 111 14 005

Pembimbing Klinik :

dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H., M.Kes., Sp.F.

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT BHAYANGKARAPALU2015

BAB I

PENDAHULUAN

Tingginya kriminalisasi saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum,

dalam setiap melakukan visum perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk

memperjelas dan membuktikan sebuah kasus, sebab itu pemeriksaan penunjang

khususnya laboratorium sederhana sangat dibutuhkan keberadaannya. Salah satu

pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan cairan tubuh.

Pemeriksaan cairan tubuh banyak digunakan dalam menjawab sejumlah

pertanyaan mengenai tindak pidana. Pemeriksaan dan analisis dari darah dan cairan

tubuh disebut juga dengan serologi forensic. Ilmu serologi memungkinkan para

ilmuwan forensic untuk membedakan cairan tubuh yang ditemukan di tempat

kejadian dan kemudian dilakukan beberapa tes untuk mengidentifikasi dari mana

cairan itu berasal.

Cairan tubuh yang dapat menjadi bahan- bahan pemeriksaan dalam membantu

mengungkap peristiwa kejahatan secara ilmiah antara lain darah, cairan mani, air liur,

dan urin. Diantara berbagai cairan tubuh, darah adalah bahan yang paling penting dan

sering digunakan untuk bukti pada peristiwa karena merupakan cairan biologic dan

lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pemeriksaan darah

Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting

karena merupakan cairan biologic dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik

untuk golongan manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensic

adalah untuk membantu mengidentifikasi pemilik darah tersebut, dengan

membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada objek-objek tertentu

(lantai, kursi, meja, karpet, senjata, dan sebagainya), manusia dengan pakaian-

pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.

Selain itu pemeriksaan darah juga berguna untuk membantu menyelesaikan

kasus-kasus bayi yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan lain-lain. Dari

bercak darah yang dicuragai harus dibuktikan bahwa:

a. Bercak tersebut benar darah

b. Darah dari manusia atau hewan

c. Golongan darahnya, bila darah tersebut berasal dari manusia

d. Darah menstruasi atau bukan

Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan diatas, harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

a. Persiapan

Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam

dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam

fisiologis bila menempel pada pakaian.

b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)

Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah

bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya

positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Prinsip pemeriksaan penyaringan:

H2O2 ——> H2O + On

Reagen —-> perubahan warna (teroksidasi)

Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi

benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah

larutan jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi

fenoftalin digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH

20% dan dipanaskan dengan biji – biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein

yang tidak berwarna.

Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative

pada kedua reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.

1. Reaksi Benzidine (Test Adler)

Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904).

Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan

dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan

pemeriksaan yang paling baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini

sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya

negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan lainnya.

Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:

Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian

diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.

Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru

gelap pada kertas saring.

2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test)

Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan

Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906),

zat ini menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test

identifikasi darah.

Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:

Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung

diteteskan reagen fenolftalein.

Hasil: Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna

merah muda pada kertas saring.

c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah

Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah

maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan

meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin

(hemin) dan hemokhromogen.

Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan

bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :

1. Cara kimiawi

Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa

yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal

hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan

mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.

a. Test Teichman (Tes kristal haemin)

Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan

memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial dan

chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk

kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul

dalam bentuk belah-belah ketupat dan berwarna coklat.

Cara pemeriksaan:

Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1

butir kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca

penutup dan dipanaskan.

Hasil: Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL

yang berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan

mikroskopik.

Kesulitan :Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang

terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada

sampel.

b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)

Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan

menggunakan pyridine dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit

gula seperti glukosa, Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau

hemokromogen akan terbentuk.

Cara kerja: Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak

pada gelas objek dan biarkan reagen takayama mengalir dan

bercampur dengan sampel. Setelah fase dipanaskan, lihat di bawah

mikroskop.

Hasil : Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus

berwarna merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.

Kelebihan: Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel

atau bercak yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah

yang menempel pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil

positif pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test

Teichmann.

Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk

memastikan bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :

c. Pemeriksaan Wagenaar

Cara pemeriksaan: Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca

obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan kaca penutup

sehingga antara kaca obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk

penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan aseton dan pada

sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan.

Hasil: Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang

berwarna coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak

tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan

terhadap bercak darah yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya

bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan sebagainya.

2. Cara serologik

Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan

darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti

human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap

golongan darah tertentu.

Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah)

dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau

reaksi aglutinasi.

a. Test Presipitin Cincin

Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana

antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum

dan ekstrak dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.

Cara pemeriksaan : Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan

sebagian kecil ekstrak bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada

bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5

jam. Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke

lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.

Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian

antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia

maka tidak akan muncul reaksi apapun.

b. Reaksi presipitasi dalam agar.

Cara pemeriksaan : Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai

bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak

mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2

mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum

anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah dengan

berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan

gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature

ruang selama satu malam.

Hasil : Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan

lubang tengah dan lubang tepi.

Pembuatan agar buffer : 1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH

8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya

dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air

mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam

lemari es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan

menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas

obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke

atasnya dengan menggunakan pipet.

3. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.

Cara pemeriksaan : Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh

pada kaca obyek kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan

ditutup dengan kaca penutup, lihat dibawah mikroskop. Cara lain, dengan

membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.

Hasil : Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat

menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia

mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti,

sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti Bila

terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat dipastikan

bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.

Kelebihan: Dapat terlihatnya sel –sel leukosit berinti banyak. Dapat

terlihat adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.

Berikut emeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak

merah benar bercak darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :

Penentuan Golongan Darah

American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah

sebagai kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun,

golongan darah secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang

seumur hidup dapat diperiksa karena berbeda pada tiap individual.

Darah yang telah mengering dapat berada dalam berbagai tahap

kesegaran.

Bercak dengan sel darah merah masih utuh.

Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan

antigen yang masih dapat di deteksi;

Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat

dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.

Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga

sudah tidak dapat dideteksi.

Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh

Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada

penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes

antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang

terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa,

contoh bila terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak

darah tersebut adalah A.

Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik

Bila sel darah merah sudah rusak

Penentuan golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis

aglutinin dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil

dibandingkan dengan aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang

paling lama bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO.

Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi,

absorpsi elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara

absorpsi elusi dengan prosedur sebagai berikut:

Cara pemeriksaan :

2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil

alcohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering.

Selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat

halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang

yang tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.

Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung

pertama diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B

hingga serabut benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-

tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat

Celcius selama satu malam.

Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4

derajat Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel

indicator (sel daram merah golongan A pada tabung pertama dan

golongan B pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM

selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan

kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada

suhu 56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam

tabung lain. Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masing-

masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada

kecepatan 1000 RPM.

Hasil :Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi

aglutinasi berarti darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel

indicator.

Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus

paternitas. Hal ini berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen

tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah

satu atau kedua orang tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan

gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O

tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).

Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan

(probabilitas), sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat

dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan

ayah seorang anak (“singkir ayah”/”paternity exclusion”).

Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan

pemeriksaan darah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)

a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.

Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes

darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.

Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air

sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.

Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%,

lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau

kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah

yang mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa

waktu, tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat

resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20%

memberi warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa

detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat kehijauan.

Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol

dalam uji dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal.

Jangan gunakan darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga

bersifat resisten terhadap alkali.

b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).

Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama

banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan

terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung

reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.

Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna

coklat.

c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)

Prinsipnya sebagai berikut :

Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb

CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl

Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa

endapan berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam

tersebut dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap

darah dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan

konsentrasi COHb secara semi kuantitatif.

2. Pemeriksaan Alkohol

Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis

pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol

darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai

pilihan kedua. Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa

kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti

cairan serebrospinalis.

Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar

alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum

alkohol. Pada mayat, alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan

sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan

toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau

femoralis).

Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah

yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),

sebagai berikut :

Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie

dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml

air. Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk.

Encerkan dengan 500 ml akuades. Sebarkan 1 ml darah yang akan

diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium

karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.

Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah

bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi

selama 1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan

amati perubahan warna pada reagen Antie.

Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna

kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %,

sedangkan warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.

Kadar alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan belum

menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hasil ini akibat

dari pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian,

sehingga yang dilakukan adalah perhitungan kadar alkohol darah saat

kejadian. Meskipun kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun

pada perhitungan harus juga dipertimbangkan kemungkinan kesalahan

pengukuran dan kesalah perkiraan kecepatan eliminasi. Gruner (1975)

menganjurkan angka 10 mg% per jam digunakan dalam perhitungan.

Sebagai contoh, bila ditemukan kadar alkohol darah 50mg% yang

diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan angka 80 mg%

pada saat kejadian.

3. Pemeriksaan Insektisida

Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu diambil darah,

jaringan hati, limpa, paru-paru dan lemak badan.

Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan

dengan cara tintimeter (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).

Cara Edson : berdasarkan perubahan pH darah

AChE

Ach —— > kolin + asam asetat

Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru, diamkan

beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna yang

timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram pembanding),

maka dapat ditentukan AchE dalam darah.

Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.

% aktifitas AchE darah Interpretasi

75% – 100% dari normal Tidak ada keracunan

50% – 75% dari normal Keracunan ringan

25% – 50% dari normal Keracunan

0% – 25% dari normal Keracunan berat

Cara Acholest :

Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan

dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach

dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan

warna harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu

warna kuning telur.

Interpretasi : Kurang dari 18 menit tidak ada keracunan

20-35 menit keracunan ringan

35-150 menit keracunan berat

Kromatografi lapisan tipis (TLC)

Kaca berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau

dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 derajat celcius

selama 1 jam.

Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan

korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan tetesan lain

yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai

pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-

Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya

kapilaritas maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat

tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia

Paladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5%

dalam alkohol.

Hasilnya : Warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi.

Warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk

menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf

masing-masing bercak.

Rf = jarak yang ditempuh bercak

Jarak yang ditempuh pelarut

Angka yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat

ditentukan. Dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya

dengan pembanding, dapat diketahui konsentrasi secara semikuantitatif.

4. Pemeriksaan Sianida

Uji kertas saring.

Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan

hingga menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah

korban, diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3

10 % 1 tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.

Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO3 1%, kemudian ke

dalam larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring

dipotong-potong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk

pemeriksaan masal pada pekerja yang diduga kontak dengan CN.

Caranya dengan membasahkan kertas dengan ludah di bawah lidah.

Uji positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru

muda meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda)

berarti tidak dapat keracunan.

Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan dipotong kecil-kecil.

Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka

warna akan berubah menjadi merah terang karena terbentuk

sianmethemoglobin.

II. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa

Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau

khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik

menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan normal,

volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.

Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang

tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung

spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai

bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya

antara 60 sampai 120 juta per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu

4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai

sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat

ditemukan 7-8 hari.

Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :

1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia

minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior

2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan

adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk

pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan

mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose

batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin

dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih utuh,

pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :

1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)

Tujuan : Menentukan adanya sperma

Bahan pemeriksaan : cairan vagina

Metode pemeriksaan :

Tanpa pewarnaan

Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk

memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.

Cara pemeriksaan :

Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa

dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan

spermatozoa.

Hasil : Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih

dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan

memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian,

dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang

– kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa

masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan

mungkin lebih lama lagi.

Dengan Pewarnaan

Cara pemeriksaan :

Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut

pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit. Cara

pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan

dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :

Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan

diudara, dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut

pada nyala api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu

10-15 menit, cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1

% dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci lagi dengan air, keringkan dan

periksa dibawah mikroskop.

Hasil : Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit

tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan

leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan

lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau

Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina

tidak ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi.

Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam

cairan vagina.

2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)

Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari ditemukan

cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak

terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :

a. Reaksi Fosfatase Asam

Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak

tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan

pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan

pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan

tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu

dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-

tumbuhan.

Dasar reaksi (prinsip) :

Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh

kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil

fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin

menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan

pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.

Reagen :

Larutan A

Brentamin Fast Blue B 1 g (

Natrium asetat trihidrat 20 g

Asam asetat glasial 10 ml

Askuades 100 ml

Natrium asetat trihidrat 20 g dan Asam asetat glasial 10 ml dilarutkan

dalam Askuades 100 ml untuk menghasilkan larutan penyangga

dengan pH 5, kemudian Brentamin Fast Blue B 1 g dilarutkan dalam

larutan peyangga tersebut.

Larutan B

Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam

botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat

bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan

mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang

terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit.

Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan

dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan

sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai

secara berangsur-angsur.

Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna

serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung

enzim tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.

Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.

Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan

elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan

sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu

reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.

Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan

waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-

bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

b. Reaksi Florence

Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan

spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat

dilakukan.

Dasar : Menentukan adanya kolin.

Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :

Kalium yodida 1,5 g

Yodium 2,5 g

Akuades 30 ml

Cara pemeriksaan :

Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah

mikroskop.

Hasil : Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat

berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.

Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal

dari tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa

tetapi hasil postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat

cairan mani dan hasil negative menentukan kemungkinan lain selain

cairan mani.

c. Reaksi Berberio

Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak

ditemukan spermatozoa.

Dasar reaksi : Menentukan adanya spermin dalam semen.

Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.

Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :Bercak diekstraksi

dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan

mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet

dibawah kaca penutup.

Hasil : Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan

berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis

refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.

3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani

Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi),

substansi golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air

liur, sekret vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam

cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 – 100 kali). Hanya

golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam semen

yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi.

Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina.

Golongan Darah Wanita

O A B AB

Substansi

”sendiri”

dalam

sekret

vagina

HA

A + H

B

B + HA + B

Substansi

“asing”

berasal

dari

semen

A

B

A + B

B

H*

A

H*

H*

A + H

Hasil : Adanya substansi ‘asing’ menunjukkan di dalam vagina wanita

tersebut terdapat cairan mani.

4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian

a. Secara visual

Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.

Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.

Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih

gelap daripada sekitarnya.

Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan

permukaan mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam

waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat.

Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi

kelabu yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu

1 bulan.

Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi

putih. Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak

berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan

yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina,

dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi

juga.

b. Secara taktil (perabaan)

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak

menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan

bercak yang teraba kasar.

c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)

Cara pemeriksaan :

Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan

pada bercak yang dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu

semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas

saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula

untuk mengetahui letak bercak pada kain.

d. Uji pewarnaan Baecchi

Reagen dapat dibuat dari :

Asam fukhsin 1 % 1 ml

Biru metilen 1 % 1 ml

Asam klorida 1 % 40 ml

Cara Pemeriksaan :

Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian

pusat bercak. Bahan dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 – 5 menit,

dicuci dalam HCL 1 % dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam

alkohol 70 %, 80 % dan 95 – 100 % (absolut). Lalu dijernihkan dalam

xylol (2x)dan keringkan di antara kertas saring.

Ambillah 1 – 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas

objek dan uraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan

kaca penutup dan balsem Kanada. Periksa dengan mikroskop pembesaran

400 x.

Hasil : Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala

berwarna merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak

menempel pada serabut benang.

Pemeriksaan Pria Tersangka

Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan

dengan seseorang wanita.

Cara lugol

Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada

bagian kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen

menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan

agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan

sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung

banyak glikogen.

Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu

ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran

besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-

cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter

kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu

dataran fokus dengan inti.

Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah

berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka

pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.

Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita

dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan

terhadap korban.

Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan

seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

III. Air Liur

Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur

(saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion

anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain.

Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk

kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah

pengigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan

sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.

Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari

laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat

dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-

bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan

mesin pengocok selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan

3000 RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.

Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah

diketahui golongan sekretor atau non sekretor.

Cara absorpsi inhibisi :

Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan

tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi,

lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil

supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20 C.

Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum.

Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses

absopsi.

Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang

digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer

anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama.

SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari

24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran

antiserum + air liur.

Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

IV. Urine

a. Pemeriksaan untuk Timbal

Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila

lebih dari 70 mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih

dari 100 mikro gr/100 ml berarti telah terjadi keracunan.

Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat

dengan cara sebagai berikut :Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer

sehingga terbentuk endapan PbSO4 berwarna putih, lalu disaring. Endapan

ini tak larut dalam HNO3 tapi larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk

pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya digunakan urin 24 jam.

Dalam urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan

abnormal bila sama atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan

keracunan bila sama atau lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada

keracunan didapatkan pula kadar koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml

kreatin, dan d-ALA 2 mg/ 100 mg kreatin.

Uji Koproporfirin

Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji

sebagai berikut :5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga

pH kurang dari 4, kemudian ditambahkan 5 tetes H2O2 3% dan 5 cc eter,

lalu dikocok. Lapisan air dibuang dan lapisan eter diambil, ditambahkan

ke dalam 1 cc HCl 1,5 N, kocok, lapisan asam diambil, lihat dengan sinar

UV. Bila berwarna merah berarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru

muda berarti negatif.

Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan

untuk skrining masal.

b. Pemeriksaan untuk Alkohol

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bau alkohol bukan

merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar

alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua.

Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar

alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti

cairan serebrospinalis.

Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam urin

yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),

sebagai berikut :

Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie

dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air.

Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan

dengan 500 ml akuades. Sebarkan 1 ml urin yang akan diperiksa dalam

ruang sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang

sebelah luar pada sisi berlawanan.

Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya urin

bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama

1 jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan

warna pada reagen Antie.

Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna

kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan

warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.

V. Pemeriksaan Forensik Lainnya

1) Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku

meningkat.

Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :

Rambut kepala normal : 0,5 mg/ kg BB

Curiga keracunan : 0,75 mg/ kg BB

Keracunan akut : 30 mg/ kg BB

Kuku normal : sampai 1 mg/ kg BB

Curiga keracunan : 1 mg/ kg BB

Keracunan akut : 80 mikrog/ kg BB

Dalam urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah

diminum, dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan

kronik, Arsen tidak diekskresikan terus menerus (intermitten) tergantung

pada intake. Titik-titik basofil pada eritrosit dan lekosit muda mungkin

ditemukan pada darah tepi, menunjukkan beban sum-sum tulang yang

meningkat. Uji Kopro-porfirin urin akan memberikan hasil positif.

Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.

Uji Reinsch

Berdasarkan Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : K Na Ca

Mg Al Zn Fe Pb H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di sebelah

kanan akan mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam

larutan tersebut. Letak As dalam deret adalah lebih kanan daripada Cu.

Cara pemeriksaan :

10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3.

Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan

kelabu sampai hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut.

Untuk membedakan dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.

2) Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika

Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (tidak dapat

diambil ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.

a. Uji Marquis :

Kepekaan uji ini adalah sebesar 1 – 0,025 mikro gram. Reagen

dapat dibuat dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid

40 %. Pada umumnya semua narkotika akan memberikan reaksi warna

ungu. (Morfin, heroin dan codei + Marquis ungu; Pethidine +

Marquis jingga).

Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :

10 tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang

memiliki perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge

ukuran 5 ml, kemudian ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar

selama 30 detik.

Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10

menit:

Hijau muda = negatif.

Kuning muda = 10 mikro gram.

Kuning coklat = 1 mg.

Merah coklat gelap = 10 mg.

b. Uji mikrokristal :

Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi

warna Amrquis.

Caranya :

1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop,

dilihat kristal apa yang terbentuk.

Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika

dengan pembentukan kristal agak lama.

Contoh :

Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2

gr kalium yodida) kristal berbentuk jarum.

Kepekaan uji : 0,01 mikrogram

Morfin + kalium triodida kristal berbentuk pirirng.

Kepekaan uji : 0,1 mikrogram

Heroin + merkuri klorida kristal berbentuk dendrit.

Kepekaan uji : 0,1 mikrogram

Heroin + platinum klorida kristal berbentuk roset.

Kepekaan uji : 0,25 mikrogram

Pethidin + asam pikrat pekat kristal berbentuk roset berbulu.

Kepekaan uji : 0,1 mikrogram.

.

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan penjelasan mengenai pemeriksaan cairan tubuh maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pemeriksaan cairan tubuh dapat digunakan untuk membantu menjawab sejumlah

pertanyaan mengenai tindak pidana.

2. Pemeriksaan dan analisis dari darah dan cairan tubuh disebut juga dengan

serologi forensic.

3. Macam-macam pemeriksaan cairan tubuh yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan

cairan mani, pemeriksaan air liur, dan pemeriksaan urin

4. Tujuan pemeriksaan darah forensic adalah untuk membantu mengidentifikasi

pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di

TKP pada objek-objek tertentu dengan darah korban atau darah tersangka pelaku

kejahatan

5. Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan adanya

persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor atau

vagina, dan adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul

6. Pemeriksaan air liur penting untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk

menentukan golongan darah pengigitnya.

7. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui zat yang terkandung dalam tubuh

pasien terutama pada kasus-kasus toksikologi dan penggunaan obat-obatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Spalding, Robert P. 2000. Identification and Characterization Blood and

Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction

to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC.

2. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S,

et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

3. Sheperd, R. 2003. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. Oxford University

Press. New York.

4. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. Appleton-Century-

Croft. New York.

5. Mansjoer, Arif M. 2003. Kapita Selekta. 3 rd ed. Media Aesculapius. Jakarta.

6. Dahlan, S. 2008. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak

Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

7. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L.2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik

dalam Proses penyelidikan. Sagung seto. Jakarta.

8. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi

Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta.

9. Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In:

James SH, Nordby JJ, Editors. 2000. Forensic Science An Introduction to

Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC

10. Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. 2000. Identification of Biological

Fluids and Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An

Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press

LLC.