Referat Tanda Kematian

download Referat Tanda Kematian

of 22

Transcript of Referat Tanda Kematian

BAB IPENDAHULUAN

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.1 Dalam ilmu tanatologi akan dipelajari mengenai penentuan kematian, perubahan-perubahan sesudah mati, saat kematian, dan kegunaan tanatologi. Penentuan kematian dilakukan berdasarkan konsep mati otak dan mati batang otak, yang ditandai dengan tidak berespon terhadap semua rangsangan, tidak sadarnya pasien, hilangnya refleks pupil, hilangnya refleks kornea, tidak ada refleks menelan, tidak ada refleks vestibulokoklearis dan tidak adanya pernafasan spontan.1 Ada beberapa perubahan yang terjadi pada saat manusia mengalami kematian, yaitu perubahan pada kulit muka, relaksasi otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, lebam jenazah, dan kaku jenazah. Perubahan yang terjadi pada muka yaitu berubahnya warna wajah menjadi lebih pucat, akan tetapi pada jenazah yang mengalami kematian karena keracunan gas CO (karbon monooksida), perubahan warna kulit muka menjadi pucat terjadi lebih lambat. Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Pada orang yang sudah mati pandangan matanya terlihat kosong, refleks cahaya dan reflek kornea menjadi negatif. Vena-vena pada retina akan mengalami kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati. Jika sesudah kematiannya keadaan mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang paling luar akan mengalami kekeringan. Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas.1 Untuk menentukan saat kematian dapat dilihat dari perubahan pada mata, lambung, kuku, rambut, cairan serebrospinal, dan adanya reaksi supravital. Pada mata kita dapat melihat perubahan warna menjadi lebih keruh, pada lambung kita bisa melihat waktu pengosongan lambung meski tidak memberikan banyak arti, pada rambut kita dapat mengukur saat kematian dilihat dari pertambahan panjang rambut, begitu pula yang dapat kita liat pada kuku. Pada cairan serebrospinal saat kematian dapat dilihat dari kadar nitrogen yang menurun setelah 10 jam kematian, sedangkan reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.1,2,3 Referat ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai thanatologi, definisi kematian, perubahan yang terjadi setelah kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut dan menerapkan tanatologi pada pemecahan kasus.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiTanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu thanatos yang berarti mati dan logos yang berarti ilmu. Jadi arti sesungguhnya dari tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.1,2Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler mati serebral, dan mati otak (mati batang otak). 4Mati somatis (mati klinis) akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernafasan yang menetap atau irreversibel. 4Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan tersebut yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Keadaan ini mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem ini bersifat sementara. Mati suri ini sering ditemukan pada keadaan, misalnya keracunan obat tidur, terkena arus listrik dan tenggelam. 2,4Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Seperti contoh susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit, otot mengalami mati seluler dalam waktu 4 jam, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat ditranfusikan sampi 6 pasca mati. 4Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yakni sistem kardiovaskuler dan pernafasan masih berfungsi dengan bantuan alat. 4Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum. 3 Kematian adalah proses yang dapat dikenal secara klinis melalui tanda-tanda kematian berupa perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini saat meninggal atau eberapa menit kemudian. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.4

II. Tanda Kematian Tidak PastiII.1 Pengertian Tanda Kematian Tidak PastiTanda kematian yang muncul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, antara lain:41. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inpeksi, palpasi, auskultasi).2. Terhentinya nadi dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang terlentang.5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit kemudian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air.

II.2 Cara Memastikan Kematian1,4 Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pada seseorang itu telah meninggal dunia adalah terhentinya denyut jantung, terhentinya pergerakan pernafasan, kulit tampa pucat, melemasnya otot-otot tubuh serta terhentinya aktifitas otak.Untuk dapat memastikan bahwa aktifitas otak telah berhenti secara tepat dan cepat, yaitu bila dikaitkan dengan kepentingan transplantasi, ialah dengan melakukan pemeriksaan Elektro Ensefalograf (EEG), dimana akan terlihat mendatar selama 5 menit.Untuk dapat memastikan bahwa terhentinya sistem sirkulasi, yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, EKG (elektrokardigrafi) mendatar, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), warna kulit tangan yang disorot dengan lampu akan berwarna kuning pucat (tes diafanus), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.Untuk dapat memastikan tidak berfungsinya sistem pernafasan, antara lain tidak ada gerak nafas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising nafas pada auskultasi, tidak ada uap air pada cermin yang diletakkan di depan lubang hidung atau mulut korban.

III. Tanda Pasti Kematian III.1 Lebam Mayat (Livor Mortis)Lebam mayat biasanya mulai tampak pada 20 30 menit post mortem dimana makin lama intensitasnya akan bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8 12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat yang ada masih hilat atau memucat bila dilakukan penekanan dan dapat berpindah bila posisi mayat diubah. Lebam mayat yang belum menetap atau masih dapat hilang saat dilakukan penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8 12 jam sebelum saat pemeriksaan. Bila penekanan atau perubahan posisi tubuh dilakukan setelah 6 jam pertama kematian klinis, pemucatan yang terjadi dapat lebih cepat dan lebih sempurna. Tetapi, walaupun setelah 24 jam kematian klinis, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang dijumpai bercak berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.1,2 Lebam mayat terjadi akibat eritrosit yang menempati tempat terbawah akibat adanya gaya gravitas bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh sel eritrosit tertumpuk dalam jumlah yang cukup banyak dan sulit untuk berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot dinding pembuluh darah dapat mempersulit perpindahan eritrosit tersebut. Apabila mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. 1,2Lebam mayat digunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian, mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjasdi lebam mayat yang menetap, memperkirakan saat kematian. Selain itu lebam mayat dapat digunakan untuk memperkirakan sebab kematian, sebagai contoh lebam mayat akan berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, berwarna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal. Pada kasus tenggelam atau pada kasus dimana suhu tubuh berada pada suhu lingkungan yang rendah maka lebam mayat khususnya yang letaknya dekat dengan lingkungan dengan suhu yang rendah akan berwarna merah terang. 1,2Mengingat pada lebam mayat, darah terdapat di dalam pembuluh darah maka keadaan ini digunakan untuk membedakan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang. 1,2

Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dengan MemarSifatLebam MayatMemar

Letak Epidermal (karena pelebaran pembuluh darah yang tampak sampai ke permukaan kulitSubepidermal (karena rupture pembuluh darah yang letaknya superficial atau lebih dalam)

Kultikula (kulit ari)Tidak rusak Rusak

Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, terutama luka pada bagian tubuh yang letaknya lebih rendahDapat tampak dimana saja pada bagian tubuh dan tidak meluas

Gambaran Tidak terdapat evalasi dari kulit Biasanya bengkak akibat resapan darah dan edema

Pinggiran JelasTidak jelas

Warna Warnanya samaMemar yang lama memiliki warna yang bervariasi, sedangkan memar yang baru berwarna lebih tegas daripada warna lebam mayat disekitarnya.

Pada pemotonganDarah tampak di dalam pembuluh darah dan mudah dibersihkan. Jaringan subkutan tampak pucat.Menunjukkan adanya resapan darah ke jaringan sekitar, susah dibersihkan jika hanya dengan air mengalir, jaringan subkutan berwarna merah kehitaman

Dampak setalah penekananAkan hilang walaupun hanya diberi penekanan yang ringan Warnanya berubah sedikit saja bila diberikan penekanan

Gambar 1. Lebam Mayat

Gambar 2. Memar

III.2 Kaku Mayat (Rigor Mortis) Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).

Gambar 3. Kaku Mayat (Rigor Mortis).

Gambar 4. Rigor Mortis yang ditemukan pada mayat setelah 2 hari kematian.1. Cadaveric spasme Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer (Idries, 1997). 2. Heat Stiffening Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997).

Gambar 5. Heat Stiffenig.3. Cold Stiffening Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku (Idries, 1997).III.3 Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis) Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem. Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu. Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat, yaitu : 1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya. 2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhu tubuhnya. 3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 6. Aktivitas sebelum meninggal. 7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. 8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar. Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain : 1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat. 2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting. 3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem. 4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem. 5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem. 6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan keadaan airnya.7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu

III.4 Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. Maio mengatakan autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.5Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Atmaja, Dahlan dan Marshall mengatakan proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ailah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.6Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat pula. Coe and Currant mengatakan pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari pembusukan.5,6,7Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb.5,6,7,8

Bagan 1. Proses PembusukanTanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, menngandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busuk pun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum. Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.8,9Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenkim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas.Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati. Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.5,6,7,8,9Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude. Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57-63 kg sebelum mati menjadi 95-114 kg sesudah mati.9Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc. Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.10Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda dalam. Jaringan intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis kelamin. Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan.1Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga tidak menyenangkan.1 Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.8,9,10Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu, Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan kelebihan darah merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan. Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat. Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik. Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini disebut mumifikasi.5,6,7,8Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air, sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator.5,6,7,8,9Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa.1

III.5 AdiposeraAdiposera merupakan terbentuknya bahan berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.4Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol panas dan eter.4,5Adiposera dapat terbentuk disembarang lemak tubuh, bahkan dalam hati, tetapi lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat dipipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstrimitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.4,5Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat pembenukannya.4Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi lebih jelas secara makroskopik sehingga bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.4

III.6 MumifikasiMumifikasi merupakan suatu proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan tubuh manusia berubah menjadi keras dan kering dengan warna gelap, berkeriput serta tidak terjadi lagi pembusukan. Hal ini terjadi karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Proses mumifikasi terjadi apabila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan terjadi pada waktu yang lama (1214 minggu dan dapat mencapai beberapa bulan). Namun proses mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.1,2

Gambar 3. Mumifikasi

IV. Perkiraan Saat KematianSelain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati.1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera di kiri kanan kornea akan bewarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis luar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang terjadi pada lapisan paling dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati.Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan macula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vascular koroid yang tampak sebagai bercak bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat.Pada kira kira 6 jam pasca mati, batas discus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latarbelakang kuning kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapat tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati, discus hanya dapat dikenal dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam oasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan discus, hanya macula saja yang tampak berwarna coklat gelap.2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terkahir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakn untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm perhari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut diatas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm perhari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino