Referat Surat Kematian 26jan

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelahiran, kesakitan dan kematian merupakan data yang diperlukan dalam membuat kebijakan di bidang kesehatan. Kebijakan yang berdasar data yang tepat akan memberi manfaat yang besar bagi perbaikan status kesehatan masyarakat. Data kematian dan penyebab kematian merupakan data yang hingga saat ini belum terkelola baik di Indonesia, termasuk di Semarang. Sertifikasi kematian merupakan bagian tanggung jawab dokter yang membawa dampak hukum yang besar bagi keluarga, sehingga pengelolaannya harus dilakukan dengan tepat. Registrasi kematian dan penyebab kematian juga dapat digunakan untuk menyaring kematian tidak wajar yang terjadi di luar fasilitas kesehatan. Sesuai dengan data yang ada, maka pada tahun 2009 ada sekitar ……. kematian yang terjadi di Kota Semarang dari jumlah penduduk…., dan itu bukanlah suatu jumlah yang sedikit. Tapi, apakah sudah ada pendataan penyebab kematian? Maka untuk itu dibutuhkan suatu proses pengelolaan yang lebih baik dan tepat agar semua pihak yang terkait dalam suatu proses kematian ini dapat lebih puas dengan pengaturan yang ada, baik itu diatur dari segi hukum maupun medis. Maka dengan itu telah ada undang-undang yang terkait hal ini, yakni dalam Peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan nomor 15 tahun 2010, nomor

description

Referat Surat Kematian 26jan

Transcript of Referat Surat Kematian 26jan

2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKelahiran, kesakitan dan kematian merupakan data yang diperlukan dalam membuat kebijakan di bidang kesehatan. Kebijakan yang berdasar data yang tepat akan memberi manfaat yang besar bagi perbaikan status kesehatan masyarakat. Data kematian dan penyebab kematian merupakan data yang hingga saat ini belum terkelola baik di Indonesia, termasuk di Semarang. Sertifikasi kematian merupakan bagian tanggung jawab dokter yang membawa dampak hukum yang besar bagi keluarga, sehingga pengelolaannya harus dilakukan dengan tepat. Registrasi kematian dan penyebab kematian juga dapat digunakan untuk menyaring kematian tidak wajar yang terjadi di luar fasilitas kesehatan. Sesuai dengan data yang ada, maka pada tahun 2009 ada sekitar . kematian yang terjadi di Kota Semarang dari jumlah penduduk., dan itu bukanlah suatu jumlah yang sedikit. Tapi, apakah sudah ada pendataan penyebab kematian? Maka untuk itu dibutuhkan suatu proses pengelolaan yang lebih baik dan tepat agar semua pihak yang terkait dalam suatu proses kematian ini dapat lebih puas dengan pengaturan yang ada, baik itu diatur dari segi hukum maupun medis. Maka dengan itu telah ada undang-undang yang terkait hal ini, yakni dalam Peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan nomor 15 tahun 2010, nomor 162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian. Peran medis sangat dibutuhkan dalam penentuan penyebab kematian, sehingga sudah merupakan tugas dan kewajiban seorang dokter untuk memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan profesi dan keahlian yang dia miliki, tentunya tidak lepas dari kode etik dalam dunia kedokteran.Terakhir ini, dinas kependudukan dan catatan sipil Semarang telah mengusulkan akan penerbitan akta kematian gratis bagi penduduk Kota Manado yang miskin, dan itu merupakan suatu langkah yang bagus untuk membantu masyarakat yang ada di Kota Manado.4Untuk registrasi penyebab kematian dijelaskan juga bahwa setiap kematian yang dialami semua penduduk di Kota Manado dicatat dan ditentukan penyebab dasarnya.5

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan UmumDapat memahami tinjauan medikolegal dalam penerbitan surat kematian.1.2.2 Tujuan Khusus1) Untuk memahami pentingnya surat kematian2) Untuk memahami prosedur pembuatan surat kematian di Indonesia3) Untuk memahami dasar hukum pelaporan kematian di Indonesia4) Untuk memahami cara pembuatan surat kematian

1.3 Rumusan Masalah

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kematian

2.1.1 Definisi KematianKematian menurut Simpson, 1985Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam, dan seterusnya.

Kematian Menurut pernyataan IDI 1988, seseorang dinyatakan mati bila : Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti Telah terbukti terjadi mati batang otak.

2.1.2 Klasifikasi KematianKematian dapat diklasifikasikan berdasarkan : Mati somatis (mati klinis)Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Mati suri (suspended animation, apparent death)Adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati seluler (mati molekuler)Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Mati serebralAdalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan alat bantuan. Mati Otak (Mati Batang Otak)Ialah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum.

2.1.3 Tanda Pasti KematianSeseorang dikatakan meninggal apabila faal system pernapasan dan system peredaran darah berhenti secara lengkap dan permanen. Terdapat dua stadium mati1. Somatic DeathDitandai dengan berhentinya fungsi pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoxia yang lengkap dan menyeluruh dalam jaringan. Akibatnya proses aerobik dalam sel-sel berhenti, sedangkan proses anaerobic masih berlangsung.Tanda-tanda kematian yang dapat diperiksa dalam stadium somatic death : Hilangnya pergerakan dan sensibilitas. Berhentinya pernapasan. Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah.

2. Cellular DeathDalam keadaan ragu-ragu apakah seseorang sudah meninggal atau belum, maka dokter harus menganggap korban itu masih hidup, dan harus diberi pertolongan sampai menunjukkan tanda-tanda hidup atau sampai timbul tanda-tanda kematian yang pasti.Tanda-tanda cellular death antara lain :a. Menurunnya suhu mayat (Algor Mortis ).b. Timbulnya lebam mayat (Livor Mortis).c. Terjadinya kaku mayat (Rigor Mortis)d. Perubahan pada kulite. Perubahan pada mataf. Proses pembusukan dan kadang-kadang ada proses mummifikasi dan adipocere

2.2 Surat Keterangan Kematian2.2.1 Definisi Surat Keterangan KematianDeath certificate is official, legal document and vital record, signed by a licensed physician or other designated authority, that includes cause of death, decedent's name, gender, place of residence, date of death; other information, birth date, birth place, occupation may be included; the immediate cause of death is recorded on the first line of the certificate, followed by the condition(s) giving rise to this, with the underlying cause on the last line; the underlying cause is coded and tabulated in official publications of mortality(Stedman's, part of Lippincott Williams & Wilkins, provide a comprehensive line of health-science publications for healthcare professionals and medical students)Surat kematian menurut Stedmans didefinisikan sebagai dokumen yang resmi, legal dan rekaman penting, ditanda tangani oleh dokter atau pihak yang berwenang, yang meliputi sebab kematian, nama jenazah, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal kematian, dan informasi lainnya seperti tanggal lahir, tempat lahir, pekerjaan. Penyebab kematian utama dituliskan di baris pertama surat kematian, diikuti dengan penyebab penyerta.

2.2.2 Jenis Surat Keterangan Kematiana. Formulir A Surat keterangan pemeriksaan Jenazah Diberikan kepada keluarga Jenazah Dipakai sebagai izin pemakaman bagi penduduk asli Indonesia Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu menerima jabatan dan dibuat berdasarkan ordonasi surat kematian yang tercantum dalam staadblad van nederlands indie th. 1916 no. 612 Berisi identitas jenazah, tanggal dan tempat jenazah diperiksa, identitas dokter yang memeriksa yang disertai tanda tangan dokter.

b. Formulir B Dikirim ke DKK (dinas kepegawaian dan kependudukan) setempat Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu menerima jabatan dan dibuat berdasarkan ordonasi surat kematian yang tercantum dalam staadblad van nederlands indie th. 1916 no. 612 Berisi : Identitas jenazah, Jam dan tanggal pelaporan kematian, Tempat pemeriksaan jenazah, Persangkaan sebab kematian, Tanggal dan jam pemeriksaan kematian, Identitas dokter pemeriksa dan tanda tangan.

c. Formulir M Diberikan kepada keluarga korban, terutama bila jenazahnya akan dikubur keluar kota. Berisi : identitas jenazah, keterangan meninggal karena penyakit menular atau tidak karena penyakit menular, identitas dokter, tanda tangan dokter.

d. Formulir I Formulir yang digunakan dunia internasional setelah disahkan oleh WHO pada tahun 1948 Hanya dibuat atau diisi pada peristiwa kematian yang terjadi di rumah sakit Berisi tentang rangkaian peristiwa sakit serta penyakit yang menjadi pokok pangkal rangkaian peristiwa tersebut Di isi dan ditandatangani oleh dokter kemudian dikirim ke Kan-wil kemudian diteruskan ke Kemenkes.

e. Formulir CS Formulir pelaporan kematian untuk Catatan Sipil (Formulir CS) Dibuat berdasarkan reglemen catatan sipil pasal 71 bagi golongan Eropa dan pasal 79 bagi golongan Cina dan pasal 68 bagi golongan Kristen dan pasal 47 bagi golongan Asli Indonesia yang terkena reglemen catatan sipil Berisi : Identitas jenazah (nama, jenis kelamin dan umur), Alamat serta pekerjaan jenazah, Identitas suami / isteri, Alamat dan pekerjaan suami / isteri, Nama, alamat, pekerjaan ayah dan ibu, Nama dan tanda tangan dokter yang merawat, Nama dan tanda tangan direktur rumah sakit .

f. Formulir KIP Formulir izin pemakaman Formulir ini dibuat atas dasar reglemen catatan sipil dan berlaku untuk golongan Eropa dan golongan Cina. Formulir ini hanya dibuat oleh RS Pemerintah dan Kantor Catatan Sipil

2.2.3 Pembuatan Surat Keterangan KematianSurat keterangan kematian merupakan suatu keterangan tentang kematian yang dibuat oleh dokter. Hal ini penting sehingga dokter harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan surat keterangan kematian. Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dokter pemeriksa dapat menerbitkan surat kematian jenazah tersebut. Kewenangan penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter yang telah diambil sumpahnya dan memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran. Surat keterangan kematian dibuat untuk kepentingan berbagai kalangan seperti pihak ahli waris (asuransi), statistik/sensus penduduk dan instansi tempat korban bekerja, serta untuk penguburan.Peran dokter dalam hal ini adalah: Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen: sirkulasi, respirasi dan neurologi) Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika diperlukan otopsi) Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.

2.2.4 Fungsi Surat Keterangan KematianBanyak kegunaan mengapa surat keterangan kematian ini perlu untuk diterbitkan/dibuat yaitu diantaranya adalah : Salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat. Hal ini perlu sebagai bagian dari system surveillance guna menentukan tindakan dan intervensi apa yang bisa dilakukan. Selain itu, data bisa juga dipakai sebagai upaya monitoring jalannya suatu program sekaligus sebagai bahan evaluasi program yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data ini dapat menjadi sumber data untuk penelitian biomedis maupun sosiomedis Bukti orang tersebut sudah benar-benar meninggal Untuk statistik penyebab dari suatu kematian Kewajiban pengisian surat kematian untuk kasus kasus kematian yang tidak wajar Mengurus ijin pemakaman Jenazah Sebagai salah satu syarat pembuatan akta kematianDimana fungsi dari akta kematian adalah : Untuk kepentingan pemakaman jenazah Kepentingan pengurusan asuransi Kepentingan pengurusan warisan Pengurusan pensiunan janda/duda Persyaratan menikah lagi Pengurusan hutang piutang Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar Kepentingan statistik

2.2.5 Dasar Hukum Surat Keterangan Kematian1. Pasal 7 KODEKISeorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.Macam-macam surat keterangan antara lain: Cuti sakit Kelahiran dan kematian Cacat Penyakit menular Visum et Repertum Kesehatan untuk: asuransi jiwa, lamaran kerja, nikah dsb.

2. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992Hak pasien: hak memperoleh surat keterangan dokter bagi kepentingan pasien yang bersifat non yustisial, misalnya surat keterangan sakit, surat keterangan untuk kepentingan asuransi, surat kematian, dsb.

3. Pasal 267 KUHAPAncaman pidana untuk surat keterangan palsu

4. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2010, No 162/MENKES/PB/I/2010 tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian:a. Pasal 11) Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data kependudukan. 3) Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian. 4) Autopsi Verbal adalah suatu penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui kondisi sakit dari almarhum.b. Pasal 22) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan: surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat keterangan kepala desa/lurah; dan/atau KK dan/atau KTP yang bersangkutan; Surat keterangan kematian dari dokter yang berwenang dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 3) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan kematian dapat diberikan oleh perawat atau bidan. c. Pasal 61) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan penelusuran penyebab kematian. 2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode autopsi verbal . 3) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter. 4) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih. 5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang mengetahui peristiwa kematian. 6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.

d. Pasal 7 (kayaknya perlu semua)1) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian wajar maupun tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat setiap bulan sekali, dengan tembusan disampaikan kepada Instansi Pelaksana. 2) Rumah sakit melalui Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 3) Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan Instansi Kepolisian setempat.

2.2.6 Surat Keterangan Kematian Standar InternasionalSurat kematian merupakan sumber utama data statistik kematian. Surat kematian yang baik dan lengkap adalah dengan menerangkan dengan jelas mengapa dan bagaimana kematian terjadi, selain itu surat juga harus berisi poin-poin karakteristik personal dari orang yang meninggal tersebut. Dalam melengkapi surat kematian, dokter seharusnya melaporkan setiap penyakit, abnormalitas, perlukaan atau penyebab dari luar yang diyakini berkaitan dengan kematian. Setiap kelahiran dan kematian pada suatu tempat harus tercatat dengan sebaik-baiknya agar fungsi dari pencatan sipil dan sistem statistik di suatu tempat dapat baik pula. Standar yang ideal adalah pembuatan suatu pencatatan sipil yang komplit dengan memperhatikan statistik penyebab kematian dimana setiap penyebab kematian ditetapkan oleh dokter yang memiliki kualifikasi medik dan penyebab kematian dikode oleh seseorang yang mengetahui dengan baik peraturan dan prinsip ICD ( International classification of diseases and related health problems ) yang saat ini digunakan adalah ICD-10. Di beberapa negara, koding penyebab kematian dilakukan oleh tenaga medis yang menyatakan kematian. Selain itu, terdapat pula negara dimana koding dilakukan oleh petugas administratif dan statistik yang terlatih untuk menentukan kode penyebab kematian. Sekitar 70 negara anggota WHO membuat data sistem pencatatan sipil dan statistik penyebab kematian yang dapat diterima dengan baik, sedangkan sekitar 50 atau lebih negara lainnya memiliki sistem informasi yang kurang baik dikarenakan surat yang kurang baik dengan koding penyebab kematian yang kurang diterapkan. Pada negara-negara tersebut, kematian yang terjadi di luar rumah sakit biasanya tidak memiliki keterangan medis, kematian tersebut sebagian besar dikarenakan penyebab yang non spesifik.Kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan rumah sakit merupakan hal yang penting dalam hal penerbitan surat kematian yang baik dengan pernyataan penyebab kematian yang akurat. Data kematian yang tidak akurat sebagian besar dipengaruhi oleh pembuat pernyataan kematian yang tidak terlatih, surat kematian yang tidak mengacu pada ICD, orang yang meninggal (misalnya pada usia tua), dan penyebab kematian yang kurang jelas misalnya pada kasus sudden death. Pada beberapa negara yang kekurangan tenaga kesehatan terutama di daerah pedesaan, biasanya kepala desa merupakan pemberi opini mengenai penyebab suatu kematian. Hal ini merupakan praktik yang tidak baik dan data tersebut seharusnya tidak disatukan dengan data penyebab kematian yang dikeluarkan secara medis oleh dokter.

Data kematian setiap individu perlu di catat dengan baik untuk kepentingan evaluasi kesehatan masyarakat dan rencana kependudukan. Terdapat standar internasional dalam penentuan penyebab kematian sehingga standar ini dapat membantu suatu negara dalam penggunaaan statistik untuk kesehatan dan kebijakan sosial serta perencanaan. WHO telah memberikan saran kepada negara-negara tentang bagaimana membuat daftar penyebab kematian.Terdapat bagian surat yang memberikan keterangan mengenai penyebab kematian (part I dan part II) dan bagian yang menyatakan catatan interval waktu antara onset setiap kondisi dengan waktu kematian. Dalam melengkapi surat, pemberi keterangan seharusnya melaporkan setiap penyakit, abnormalitas, perlukaan atau penyebab luar lainnya yang berkaitan dengan kematian. Cara kematian (misalnya gagal nafas atau gagal jantung) bukan merupakan penyebab kematian.

2.3 Akta Kematian2.3.1 Definisi Akta KematianAkta kematian adalah suatu akta yang dibuat dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan yang membuktikan secara pasti tentang kematian seseorang. Akta kematian diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, untuk penduduk yang telah wafat. Penduduk tersebut akan dihapuskan dari Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan, untuk mencegah data kependudukannya disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Selain akta kematian, kartu keluarga yang baru juga akan diterbitkan sebagai hasil dari pelaporan kita. Akta kematian bermanfaat bagi kita untuk mengurus penetapan ahli waris, mengurus pensiunan janda/duda, mengurus klaim asuransi, dan juga persyaratan untuk melaksanakan perkawinan kembali.

2.3.2 Pembuatan Akta Kematian

PEMOHONPERSYARATANKELURAHANDINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPILLENGKAP SYARATTIDAK LENGKAP SYARATSurat Pengantar RT untuk mendapatkan Surat Keterangan Kematian dari KelurahanSurat Keterangan Kematian dari Dokter/paramedisFotokopi KTP/KK yang meninggal duniaPEMOHONKETUA RTPEMOHONWarga mengisi formulir keterangan kematianLurah menerbitkan surat keterangan kematian dari kelurahanPejabat mencatat pada register Kematian dan menerbitkan kutipan Akta Kematian.Menerima kutipan Akta KematianPEMOHONSURAT PENGANTAR

2.3.3 Fungsi Akta Kematian Untuk kepentingan pemakaman jenazah Kepentingan pengurusan asuransi Kepentingan pengurusan warisan Pengurusan pensiunan janda/duda Persyaratan menikah lagi Pengurusan hutang piutang Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar Kepentingan statistik

2.3.4 Dasar Hukum Akta Kematian1. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2010, No 162/MENKES/PB/I/2010 tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian:a. Pasal 11) Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data kependudukan. 2) Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan. 3) Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian atau keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian. 4) Autopsi Verbal adalah suatu penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui kondisi sakit dari almarhum.b. Pasal 21) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. 2) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan: surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat keterangan kepala desa/lurah; dan/atau KK dan/atau KTP yang bersangkutan; Surat keterangan kematian dari dokter yang berwenang dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 3) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan kematian dapat diberikan oleh perawat atau bidan. 4) Dalam hal kematian terjadi ditempat domisili, pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikanc. Pasal 31) Berdasarkan laporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Pejabat Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana atau UPTD instansi pelaksana mencatat pada register akta kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian. 2) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. 3) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan keterangan dari kepolisian. 4) Dalam hal kematian seseorang diduga tidak wajar, pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat keterangan kematian dari kepolisian.d. Pasal 4 (untuk tambahan ke subbab prosedur)Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan tata cara: 1) pelapor mengisi dan menyerahkan formulir pelaporan kematian dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada petugas registrasi di kantor desa/kelurahan untuk diteruskan kepada instansi pelaksana; 2) kepala desa/lurah menerbitkan surat keterangan kematian dan disampaikan kepada yang bersangkutan; 3) pejabat pencatatan sipil pada instansi pelaksana mencatat pada register akta kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian; 4) instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf c memberitahukan data hasil pencatatan kematian kepada instansi pelaksana tempat domisili yang bersangkutan; 5) instansi pelaksana tempat domisili sebagaimana dimaksud pada huruf d mencatat dan merekam dalam database kependudukan e. Pasal 67) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan penelusuran penyebab kematian. 8) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode autopsi verbal . 9) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter. 10) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih. 11) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang mengetahui peristiwa kematian. 12) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat. f. Pasal 71) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian wajar maupun tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat setiap bulan sekali, dengan tembusan disampaikan kepada Instansi Pelaksana. 2) Rumah sakit melalui Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 3) Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan Instansi Kepolisian setempat. 4) Instansi Kepolisian yang berwenang harus melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. 5) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) mengolah data menjadi data statistik kematian dan statistik penyebab kematian. 6) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) antara lain : angka kematian umum; angka kematian ibu; angka kematian bayi; angka kematian anak balita; dan angka kematian menurut penyebab dan kelompok umur. 7) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melaporkan data statistik kematian dan statistik penyebab kematian kepada Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada unit yang membidangi pengelolaan data kesehatan di Kementerian Kesehatan setiap triwulan sekali.8) Dinas kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melaporkan data statistic kematian kepada instansi pelaksana setiap triwulan sekali, tanpa disertai data penyebab kematian.

2.4 Alur Pelaporan Kematian

KEMATIANDOKTERRTKELURAHANDINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL