Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

44
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman PARAPARESE TIPE SPASTIK Disusun oleh: Putih Amaliana NIM: 0808015025 Pembimbing: dr. M. Lutfi, Sp.S 1 Referat

Transcript of Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Page 1: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

PARAPARESE TIPE SPASTIK

Disusun oleh:

Putih Amaliana

NIM: 0808015025

Pembimbing:

dr. M. Lutfi, Sp.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2012

1

Referat

Page 2: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

BAB I

PENDAHULUAN

Kelemahan tungkai adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus gangguan

neuromuskular. Kelemahan pada kedua tungkai akibat penyakit yang menyerang

medula spinalis bagian torakal, kauda ekuina, saraf perifer dan sangat jarang oleh

korteks frontal bagian medial disebut paraparese (Sidharta, 1999). Salah satu

penyebab terbanyak dari paraparese adalah spinal cord injury (SCI). SCI

mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis yang menimbulkan perubahan

sementara ataupun permanen pada fungsi motorik, sensorik atau otonom (Dawudo,

2005).

SCI dialami 10.000 orang pertahun di Amerika Serikat. Orang hidup dengan

SCI diperkirakan sekitar 183.000-203.000 (Stover et al , 1995). Menurut National

Spinal Cord Injury Statistical Center (NSCISC) tahun 2000, lebih dari sepuluh tahun

lalu angka kejadian antara pria dan wanita adalah 7: 4, dengan rata-rata cedera pada

usia 31,8 tahun dengan 50% cedera pada usia 16-30 tahun. NSCISC mengumpulkan

data epidemiologi di Amerika Serikat dari tahun 1973-1997 tentang penyebab dari

SCI diketahui bahwa sekitar 43% karena kecelakaan kendaraan bermotor,22% karena

jatuh atau pukulan benda keras, 19% karena kekerasaan dan 11% karena cedera

olahraga. Kasus lain, penyebab SCI bukan karena trauma hanya 5% seperti spinal

stenosis,tumor, ischemia, infeksi dan inflamasi (Becker & DeLisa, 1999; Mc Kinley

et al, 1999).

Menurut ASIA (2000) paraparese karena SCI dapat berupa paraparese

komplit dan paraparese inkomplit. Pada paraparese komplit, pasien kehilangan fungsi

sensorik dan motorik secara total dibawah lesi hingga segmen sakral yang terbawah.

Sedangkan pada paraparese inkomplit pasien kehilangan sebagian fungsi sensorik dan

atau motorik dibawah lesi hingga segmen sakral yang terbawah (Trombly, 2002).

2

Page 3: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Paraparese berdasarkan topisnya, dibagi menjadi dua yaitu paraparese

spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN)

dan paraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor

neuron (LMN). Pada kerusakan yang mengenai UMN terjadi peningkatan tonus otot

atau hipertonus pada tungkai yang mengalami kelemahan. Paraparese disebabkan

oleh lesi bilateral atau transversal di bawah level servikal medula spinalis. Menurut

ASIA (2000) ada dua tipe lesi yaitu lesi komplit dan lesi inkomplit. Lesi komplit,

pasien kehilangan fungsi sensorik dan motorik secara total dari bagian dibawah lesi

hingga segmen sakral yang terbawah. Sedangkan pada lesi inkomplit, pasien

kehilangan sebagian fungsi sensorik dan atau motorik dari bagian dibawah lesi

hingga segmen sakral yang terbawah (Trombly, 2002).

3

Page 4: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi (Chussid, 1990; Ropper, 2005)

Upper Motor Neuron (UMN) adalah  neuron-neuron motorik yang berasal

dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-

sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-

neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar

dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka.

Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN

bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di

edulla spinalis. Di segmen edulla spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron

LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik

otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan

menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.

4

Page 5: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Gambar 2.1 UMN, LMN, dan Jaras Kortikospinal

Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga sebagai jaras

konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis merupakan perpanjangan dari

otak dalam menginervasi bagian bawah dari tubuh, karenanya komposisi medula

spinalis mirip otak yaitu terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermielin) dengan

bagian dalam terdiri dari substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin). Substansia

alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai

tingkat medulla spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat integrasi

refleks-refleks spinal. Medula spinalis dimulai dari akhir medula oblongata di

5

Page 6: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

foramen magnum di bagian atas dan diteruskan pada bagian bawahnya sebagai conus

medullaris, kira-kira pada level T12-L1. Selanjutnya diteruskan ke distal sebagai

kauda equine (dibokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Pada setiap level akan

keluar serabut syaraf yang disebut nerve root.

6

Page 7: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Gambar 2.1 Hubungan nervus spinalis dengan vertebra

Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai huruf H

capital, kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu

anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu

posterior atau kornu dorsalis. Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan

dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf

spinal. Sel kornu ventralis (lower motor neuron) biasanya dinamakan jaras akhir

7

Page 8: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks motorik serebral,

ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik) harus

diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut. Kornu

dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan

menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-

saraf sensorik. Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau

neuron asosiasi, serabut eferen sistem saraf otonom, serta akson-akson yang berasal

dari berbagai tingkatan SSP. Neuron internunsial menghantar impuls dari satu neuron

ke neuron lain dalam otak dan medulla spinalis. Dalam medulla spinalis neuron-

neuron internunsial mempunyai banyak hubungan antara satu dengan yang lain, dan

hanya beberapa yang langsung mempersarafi sel kornu ventralis. Hanya sedikit

impuls saraf sensorik yang masuk ke medulla spinalis atau impuls motorik dari otak

yang langsung berakhir pada sel kornu ventralis (lower motor neuron). Sebaliknya,

sebagian besar impuls mula-mula dihantarkan lewat sel-sel internunsial dan

kemudian impuls tersebut mengalami proses yang sesuai, sebelum merangsang sel

kornu anterior. Susunan seperti ini memungkinkan respons otot yang sangat

terorganisasi.

8

Page 9: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Gambar 2.3 Medula spinalis, neuron motorik, dan neron sensorik

Setiap dermatom berhubungan dengan satu segmen radikuler, yang manaakan berhubungan lagi dengan satu segmen medula spinalis.

9

Page 10: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Gambar 2.4 Dermatom tampak depan dan belakang

Lintasan traktus medulla spinalis terdiri dari traktus ascendens dan traktus

descendens. Traktus ascendens membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat

berjalan ke bagian-bagian medulla spinalis dan otak. Traktus spinotalamikus lateralis

merupakan suatu traktus ascendens penting, yang membawa serabut-serabut untuk

jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk raba halus, propiosepsi sadar, dan getar mempunyai

serabut-serabut yang membentuk kolumna dorsalis substansia alba medulla spinalis.

Impuls dari berbagai bagian otak yang menuju neuron-neuron motorik batang otak

dan medulla spinalis disebut traktus descendens. Traktus kortikospinalis lateralis dan

ventralis merupakan jaras motorik voluntar dalam medulla spinalis. Traktus asosiatif

10

Page 11: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

merupakan traktus ascendens atau descendens yang pendek; misalnya, traktus ini

dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medula spinalis, sehingga disebut juga

traktus intersegmental. Tabel 2.1 menyebutkan beberapa traktus ascendens dan

descendens yang penting pada medula spinalis.

11

Page 12: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Tabel 2.1 Traktus Ascendens dan Descendens pada Medula Spinalis

Traktus FungsiASCENDENSKolumna dorsalis (posterior)

Fasikulus kuneatus (T6 dan di atasnya, bagian atas tubuh)

Fasikulus grasilis (T7 dan di bawahnya, bagian bawah tubuh)

SpinotalamikusSpinotalamikus lateralisSpinotalamikus ventralis

SpinoserebelarisSpinoserebelaris dorsalisSpinoserebelaris ventralis

DESCENDENSKortikospinalis

Kortikospinalis lateralisKortikospinalis ventralis

Rubrospinalis

Tektospinalis

Vestibulospinalis

Kemampuan untuk melokalisasi stimulus dari sentuhan halus, kemampuan untuk membedakan tekanan dan intensitas (membedakan dua-titik, persepsi berat badan)

Kesadaran propioseptif (merasakan posisi)Vibrasi (sensasi fasik)Hantaran cepat informasi sensorik

NyeriTemperatur, termasuk sensasi hangat dan dinginKurang dapat melokalisasi stimulus dari sentuhan kasar serta membedakan tekanan dan intensitasSensasi gatal dan geliHantaran informasi sensorik lebih lambat daripada kolumna dorsalis

Propioseptif yang tidak disadari (sensasi otot)Koordinasi postur tubuh dan gerakan ekstremitasInformasi sensorik yang dihantarkan hampir seluruhnya dari apparatus tendon Golgi dan gelendong

ototSerabut traktus-besar yang menghantarkan impuls lebih cepat daripada neuron-neuron lain dalam

tubuh

Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian voluntar otot ekstremitasTraktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian voluntar otot tubuhTraktus ekstrapiramidalis mengurus integrasi yang tidak disadari dan koordinasi gerakan otot yang

disesuaikan dengan masukan propioseptifTraktus ekstrapiramidalis mengurus gerakan pemindaian dan pergantian refleks pada kepala dan

gerakan refleks pada lengan sebagai respons terhadap sensasi penglihatan, pendengaran, atau kulitTraktus ekstrapiramidalis terlibat dalam mempertahankan keseimbangan dan koordinasi gerakan

kepala dan mata

12

Page 13: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

2.2 Parese (Bromley, 2006; Ropper, 2005)

2.2.1 Definisi

Parese adalah kelemahan atau hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu

atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang

terkena. Parese disebut juga sebagai paralisis sebagian.

2.2.1 Klasifikasi

a. Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau satu

ekstremitas bawah.

b. Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

c. Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas

atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

d. Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

2.3 Paraparese (Bromley, 2006; Ropper, 2005)

2.3.1 Definisi

Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi

motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sacral medulla spinalis.

2.3.2 Klasifikasi

a. Paraparese spastik

Paraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor

neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau

hipertonus.

b. Paraparese flaksid

Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor

neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau

hipotonus.

Klasifikasi berdasarkan lesi medulla spinalis (Ropper, 2005)

14

Page 14: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

Tabel 2.2 ASIA Impairing scale

2.3.3 Patogenesis (Chussid, 1990; Bromley, 2006; Ropper, 2005)

Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras

kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian

tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada

tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot,

kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu otot-otot toraks

dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas.

Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom

neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita

tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi

neurovegetatif.

Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau

tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan

lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik

berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-

15

Page 15: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat

dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi

dapat mengenai kornu anterior medula spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi

gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral

segmen thorakal terputus.

Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu

posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas dibawah

lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,

rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis.

Gangguan fungsi autonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden

spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi.

Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas

defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada

kedua tungkai secara lengkap.

Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari

medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui

emboli septic, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau

perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk

proses peradangan pada medulla spinalis namun juga digunakan apabila lesinya

menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai

hubungan dengan infeksi, adanya tumor baik tumor ekstramedular maupun

intramedular serta trauma yang menyebabkan cedera medulla spinalis.

2.4 Paraparese Spastik (Bromley, 2006; Ropper, 2005)

16

Page 16: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

2.4.1 Definisi

Paraparese spastik adalah kelemahan otot ekstremitas bawah disertai

peningkatan tonus otot akibat lesi pada upper motor neuron yaitu lesi traktus

pyramidal bilateral, batang otak atau parasagital serebral.

2.4.2 Klasifikasi

a. Berdasarkan onset perjalanan penyakit, paraparese tipe spastik dibagi

menjadi 2 macam yaitu :

1. Paraparese tipe spastik yang akut

Paraparese tipe spastik yang akut dapat disebabkan oleh infeksi non

spesifik seperti myelitis transversa, trauma seperti kontusio, whisplash

injury dan tumor ganas atau metastasis.

2. Paraparese tipe spastik yang kronis

Paraparese tipe spastik yang kronis dapat disebabkan oleh infeksi

spesifik seperti tuberculosis, tumor jinak, dan penyakit degeneratif.

b. Berdasarkan penyebabnya, paraparese tipe spastik dibagi menjadi 2 macam

yaitu :

1. Paraparese tipe spastik dengan lesi kortikal

Adanya lesi kortikal dapat disebabkan oleh tumor falx cerebri dan

thrombosis sinus sagital superior.

2. Paraparese tipe spastik dengan lesi medulla spinalis

Paraparese tipe spastik dengan lesi medulla spinalis dapat disebabkan

oleh mielopati kompresif dan mielopati non kompresif.

2.4.3 Etiologi (Bromley, 2006)

a. Paraparese Kompresi

1. Extramedular

a) Intradular seperti meningioma, neurofibroma, arachnoiditis.

b) Extradular seperti potts disease (caries spine)

17

Page 17: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

c) Neoplasma vertebra seperti metastase, miloma

d) Pachymeningitis

e) Prolapsed discusintravertebralis

f) Abses epidural atau perdarahan epidural

g) Fraktur atau dislokasi dari vertebra seperti pagets disease,

osteoporosis.

2. Intramedular

a) Syringiomyelia

b) Haematomyelia

c) Tumor medulla spinalis

d) Ependymoma, glioma

3. Inflamasi

a) Mielitis transversa

b) Mielomeningitis

c) sklerosis multiple

d) sarcoidosis

4. Vascular

a) Anterior spinal artery occlusion

b. Paraparese Nonkompresi

1. MND – Amyotropic lateral sclerosis

2. Acute Transverse Myelitis

3. Lathyrism

4. Syringomyelia

5. Hereditary Spastic Paraparese

6. Tropical Spastic Paraparese

7. Radiation Mielopathy

18

Page 18: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

2.4.4 Manifestasi Klinis (Bromley, 2006; Ropper, 2005)

Kelumpuhan UMN dicirikan oleh tanda-tanda khas disfungsi susunan UMN

adalah sebagai berikut :

a. Tonus otot meningkat atau hipertonus

Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik

tambahan terhadap inti-inti intrinsik medulla spinalis. Hipertonus adalah cirri khas

bagi disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonus tidak akan

bangkit bahkan tonus otot menurun, jika lesi paralitik merusak hanya korteks

motorik primer saja. Lesi hipertonus menjadi jelas apabila korteks motorik tambahan

(area 4 dan area 6) ikut terlibat dalam lesi. Lesi paralitik yang mengganggu pyramidal

juga pasti akan mengganggu serabut-serabut kortikobulbar/spinal dan juga serabut

frontopontin, temporo parietopontin berikut serabut-serabut striatal utama. Hal itu

menggambarkan bahwa komponen pyramidal dan ekstrapiramidal akan mengalami

gangguan bersama. Hal ini terjadi karena lintasan pyramidal dan ekstrapiramidal

berada dikawasan yang sama yaitu pedunkulus serebri, pes pontis, piramis, dan

funikulus posterolateralis/sulkomarginal.

Hipertonus yang diiringi kelumpuhan pada UMN tidak melibatkan semua

otot skeletal, melainkan otot fleksor seluruh lengan serta otot abductor bahu dan pada

tungkai seluruh otot ekstensornya serta otot-otot plantar fleksi kaki.

Tergantung dalam jumlah serabut penghantar impuls ektrapiramidal dan pyramidal

yang terkena gangguan, anggota gerak yang lumpuh dapat memperlihatkan hipertonia

dalam posisi fleksi atau ekstensi. Hal ini terjadi pada kelumpuhan UMN yang

melanda bagian bawah tubuh (paraparese) akibat oleh karena lesi transversal di

medulla spinalis di atas intumesensia lubosakralis. Apabila paraparese yang

disebabkan oleh lesi yang terutama merusak serabut penghantar impuls pyramidal

saja,maka parapleginya menunjukan hipertonus dalam posisi ekstensi. Apabila

19

Page 19: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

jumlah serabut penghantar impuls ekspiramidal ( terlibat dalam lesi, maka hipertonus

dalam posisi fleksi.

b. Hiperrefleksia

Pada kerusakan UMN, refleks tendon lebih peka daripada keadaan biasa

(normal). Dalam hal ini, gerak otot bangkit secara berlebihan, walapun rangsangan

pada tendon sangat lemah. Hiperrefleksi merupakan keadaan setelah impuls inhibisi

dari susunan pyramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan pada

motorneuron. Refleks tendon merupakan refleks spinal yang bersifat segmental. Ini

berarti bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron-neuron yang berada disatu

segmen. Tetapi ada juga gerak otot reflektorik, yang lengkung refleks segmentalnya

berjalan dengan lintasan-lintasan UMN yang ikut mengatur efektornya. Hal ini

dijumpai pada refleks kulit dinding perut. Pada UMN, refleks tersebut menghilang

atau menurun.

c. Klonus

Hiperrefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot

reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih

berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhannya disertai oleh klonus kaki dan klonus

lutut.

d. Refleks patologis

Pada kerusakan UMN dapat ditemukannya refleks patologis. Tetapi

mekanisme timbulnya refleks patologis ini masih belum jelas.

e. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh

Motorneuron dengan sejumlah serabut-serabut otot yang disarafinya

menyususn satu kesatuan motorik. Kesatuan fisiologi ini mencakup hubungan timbal-

balik antara kehidupan motorneuron dan serabut otot yang disarafinya. Runtuhnya

motorneuron akan disusul dengan kerusakan-kerusakan serabut-serabut saraf

motoriknya. Oleh karena itu, otot yang terkena akan menjadi atrofi. Dalam hal

kerusakan pada UMN, motorneuron tidak dilibatkan. Oleh karena itu, otot-otot yang

20

Page 20: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

lumpuh karena lesi UMN tidak akan memperlihatkan atrofi. Namun demikian, otot

yang lumpuh masih dapat mengecil, bukan karena serabut-serabut yang musnah akan

tetapi dikarenakan oleh karena otot tersebut tidak dipergunakan yang dikenal dengan

istilah disuse atrophy.

f. Refleks automatisme spinal

Jika motorneuron tidak mempunyai hubungan dengan korteks motorik

primer dan korteks motorik tambahan bukan berarti tidak berdaya menggerakkan

otot. Otot masih dapat digerakkan oleh rangsang yang datang dari bagian susunan

saraf pusat dibawah tingkat lesi yang dinamakan sebagai gerakan refleks automatisme

spinal. Pada penderita paraparese akibat lesi transversal di medulla spinalis bagian

atas, dapat dijumpai kejang fleksi lutut sejenak padahal kedua tungkai lumpuh,

apabila penderita terkejut. Tanda-tanda kelumpuhan UMN tersebut diatas dapat

seluruhnya atau sebagian saja ditemukan pada tahap kedua masa setelah terjadinya

lesi UMN. Pada tahap pertamanya yaitu langsung setelah lesi UMN terjadi, tanda-

tanda kelumpuhan UMN tidak dapat disaksikan. Tahap pertama ini berlangsung 1

hingga 3 minggu. Jika lesinya terletak dikorteks motorik, kurun waktu tahap pertama

panjang sekali. Sebaliknya, lesi dikapsula interna mempunyai tahap pertama yang

singkat.

Setiap lesi yang secara mekanik menekan medulla spinalis akan

menyebabkan gangguan fungsi yang progresif dan suatu sindrom transeksi medulla

spinalis yang relative lambat. Gejala-gejala gangguan medulla spinalis yang

disebabkan kompresi memiliki karakterisktik sebagai berikut :

1. Terganggunya fungsi motorik

2. Gangguan sensorik kadang-kadang menunjukkan level dari lesi

3. Gangguan sensorik distal. Lesi sensorik yang batasnya jelas tidak selalu

ditemukan pada awal lesi

4. Nyeri dapat ditemukan pada anggota badan

5. Hilangnya refleks abdominal superfisial

21

Page 21: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

6. Gangguan urinasi

7. Saraf-saraf cranial tidak terkena pada lesi spinal murni

8. Kolumna vertebralis dapat memperlihatkan adanya deformitas, pembentukkan

gibbus atau nyeri pada perkusi prosesus spinosus tertentu

9. Foto rontgen kolumna vertebralis dapat memperlihatkan destuksi tulang,

pelebaran kanalis spinalis, destruksi pedikel atau prosesus spinosus atau adanya

hemangioma vertebra.

10. Fungsi lumbal dapat memperlihatkan kadar protein yang sangat tinggi dengan

adanya obstruksi total.

2.4.5 Diagnosis (Bromley, 2006)

1. Ray-spine

Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda

degenerasi dari spine adalah :

a. Reduksi dari ruang intevertebralis

b. Penyempitan foramen intevertebralis

c. Formasi osteofit

d. Pelebaran jarak antar pedunkular ditemukan pada lesi intradural

2. Mielogram

3. CT Scan

4. Analisis CSF

Pemeriksaan penunjang lainnya :

a. X-Ray Toraks yang akan memperlihatkan suatu keganasan.

b. Tes serologi untuk mendeteksi adanya sifilis

c. IgA atau IgG albumin untuk mendiagnosa dari skeloris multipel

22

Page 22: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

d. Tes darah rutin

e. Pemeriksaan urin

2.4.6 Komplikasi (Bromley, 2006; Ropper, 2005)

a. Luka dekubitus

b. Kontraktur

c. Infeksi traktus urinarius

d. Emboli paru

e. Deep vein thrombosis

f. Paralisis otot-otot pernapasan

2.4.7 Penatalaksanaan (Bromley, 2006)

a. Terapi utama didasarkan dan disesuaikan dengan penyakit penyebab

paraparese spastik.

b. Penanganan spastisitas

Fisioterapi terdiri dari :

Prolonged passive stretching

Hydrotherapy

Refl ex inhibiting postures

Standing and walking

Ice therapy

FARMAKOLOGIS

Antispasmodik

Inj intratechal baclofen / morphine

Blok saraf lokal sementara dgn toksin botulinum pada otot yang

spesifik.

23

Page 23: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

2.5 Paraparese tedapat pada keadaan berikut :

a. Pott disease (Guiguis, 1967; Ropper, 2005)

Pott disease adalah osteomielitis kronik tulang belakang yang

disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosa. Pada pott disease

terjadi kompresi medulla spinalis di level foramen magnum hingga region

lumbal bagian atas. Kompresi ini terjadi karena ruang kanalis spinalis

terbatas oleh medulla spinalis yang mengisinya sehingga adanya abses kecil

atau sekuestrum saja dapat menekan medulla.

Pada penyakit yang masih aktif, paraparese terjadi karena tekanan

ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum

tulang belakang oleh granulasi jaringan. Paraparese pada penyakit yang

sudah tidak aktif atau sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan

tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang

progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraparese

terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi

dan gangguan vaskuler vertebra.

GEJALA KLINIS TANDA KLINISGejala sistemik :, demam intermiten, keringat malam tanpa sebab yang jelas, berat badan berkurang, cachexia.

Langkah kaki pendek untuk menghindari nyeri punggung.

Gejala paru-paru : batuk berdahak ≥ 3 minggu, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada

Lesi servikal : rigiditas pada leherJika ada abses : benjolan di kedua leher.

Gejala tulang belakang : a. Lesi servikal : nyeri daerah telinga

atau nyeri menjalar ke tangan.b. Lesi torakal atas : nyeri di dada dan

intercostal.c. Lesi torakal bawah : nyeri menjalar ke

perut.Nyeri menghilang dengn istirahat dan

Jika ada abses, teraba cold abcess yaitu massa berfluktuasi dengan rasa sedikit hangat. Lokasi raba dapat di inguinal, fossa iliaka, retropharynx, dibelakang otot sternokleidomastoideus, atau dinding dada tergangtung lokasi lesi.

24

Page 24: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

untuk mengurangi nyeri, pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku.

Tanda kompresi medulla spinalis (10-47%) : paraparese aau paraplegi tipe spastisitas, gangguan kandung kemih dan anorektal..Deformitas : kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolitesis dan dislokasi.Tenderness pada pemberian tekanan diatas proceccus spinosus vertebra yang terkena.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan adalah :

a. Darah lengkap terutama laju endap darah (LED), dapat meningkat 20-100

mm/jam

b. Tuberculin skin test positif

c. Foto rontgen dada : mencari bukti adanya TB paru.

d. Foto polos seluruh tulang belakang : mencari bukti adanya TB di tulang

belakang. Tanda radiologi di tulang belakang tampak setelah 3-8 minggu

onset penyakit.

e. CT Scan tulang belakang : menjelaskan sklerosis tulang belakang dan

destruksi pada badan vertebrae sehingga dapat menentukan kerusakan dan

perluasan ekstensi posterior jaringan yang mengalami radang, material tulang,

dan untuk mendiagnosis keterlibatan spinal posterior serta keterlibatan

sacroiliac join dan sacrum. Hal tersebut dapat membantu memandu biopsi

dan intervensi perencanaan pembedahan. Pemeriksaan CT scan diindikasikan

bila pemeriksaan radiologi hasilnya meragukan. Gambaran CT scan pada

spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas disertai dengan adanya

kalsifikasi periperalMRI tulang belakang : untuk membedakan lesi tulang

belakang yang bersifat kompresif atau non kompresif, mendeteksi massa

25

Page 25: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

jaringan, appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran subligamentous

dari debris tuberculous.

f. MRI dilaksanakan untuk mendeteksi massa jaringan, appendicular TB, luas

penyakit, dan penyebaran subligamentous dari debris tuberculous

g. Biopsi tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun

memerlukan tingkat pengerjaan dan pengalaman yang tinggi serta

pemeriksaan histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan ditemukan

nekrosis kaseosa dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak

ditemukan dan biakan sering memberikan hasil yang negatif

Tatalaksana pott disease diutamakan dengan pemberian obat anti TB (OAT)

dikombinasikan dengan imobilisasi menggunakan korset. Berikut prinsip pengobatan

(OAT) ( DEPKES RI, 2006):

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA positif.

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c. Pasien TB ekstra paru

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal

26

Page 26: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

3. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1

yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang

peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses, paraplegia dan

kifosis (Paramarta, 2008).

a. Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat

terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar

dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

1. Debrideman fokal

2. Kosto-transveresektomi

3. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

27

Page 27: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

b. Paraplegia

Jika sudah terjadi Pott’s paraplegia maka pembedahan harus dilakukan. Indikasi

pembedahan antara lain.

1. Indikasi absolut

Paraplegi dengan onset yang terjadi selama pengobatan konservatif,

paraplegia memburuk atau menetap setelah dilakukan pengobatan konservatif,

kehilangan kekuatan motorik yang bersifat komplit selama 1 bulan setelah

dilakukan pengobatan konservatif, paraplegia yang disertai spastisitas yang tidak

terkontrol oleh karena suatu keganasan dan imobilisasi tidak mungkin dilakukan

atau adanya risiko terjadi nekrosis akibat tekanan pada kulit, paraplegia yang

berat dengan onset yang cepat, dapat menunjukkan tekanan berat oleh karena

kecelakaan mekanis atau abses dapat juga merupakan hasil dari trombosis

vaskular tetapi hal ini tidak dapat didiagnosis, paraplegia berat lainnya, paraplegia

flaksid, paraplegia dalam keadaan fleksi, kehilangan sensoris yang komplit atau

gangguan kekuatan motoris selama lebih dari 6 bulan.

2. Indikasi relatif

Paraplegia berulang yang sering disertai paralisis sehingga serangan awal

sering tidak disadari, paraplegia pada usia tua, paraplegia yang disertai nyeri yang

diakibatkan oleh adanya spasme atau kompresi akar saraf serta adanya komplikasi

seperti batu atau terjadi infeksi saluran kencing.

Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang

mengalami paraplegi adalah costrotransversectomi, dekompresi anterolateral dan

laminektomi.

c. Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai

tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat

berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

28

Page 28: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

BAB III

PENUTUP

Paraparese adalah kondisi kelemahan otot pada fungsi motorik dan sensorik

pada segmen thorakal, lumbal atau sakral medula spinalis yang menghasilkan

kelemahan otot-otot tungkai. Paraparese dapat disebabkan karena adannya kerusakan

pada upper motor neuron (UMN) yang secara klinis menimbulkan paraparese spastik

dimana terjadi peningkatan tonus otot atau hipertonus.

Paraparese disebabkan oleh lesi bilateral atau transversal di bawah level

servikal medula spinalis. Paraparese dapat disebabkan oleh meningioma,

neurofibroma, arachnoiditis, potts disease, metastase, miloma, Pachymeningitis,

Prolapsed discusintravertebralis, abses epidural atau perdarahan epidural, fraktur atau

dislokasi dari vertebra seperti pagets disease, osteoporosis, syringiomyelia,

haematomyelia, tumor intramedular, ependymoma, glioma, mielitis transversa,

mielomeningitis, vascular, anterior spinal artery occlusion, amyotropic lateral

sclerosis, lathyrism, hereditary Spastic Paraparese, tropical Spastic Paraparese,

radiation mielopathy.

29

Page 29: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

DAFTAR PUSTAKA

Bromley, I. (2006). Tetraplegia and Paraplegia, A Guide for Physiotherapists. China : Elsevier.

Chussid, J. G. (1990). Korelasi Neuroanatomi dan Neurologi Fungsional, Bagian Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Guirguis, A. R. (1967). Pott Paraplegia. Cairo : The Journal of Bone and Joint Surgery.

Paramarta, G. E., Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2008). Spondilitis Tuberkulosis. Denpasar : FK UNUD.

Ropper, A. H., & Brown, R. H. (2005). Adams and Victor Principles of Neurology, Eight Edition. New York : Mc Graw Hill.

30

Page 30: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

31

Page 31: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

32

Page 32: Referat Paraparesis Spastik PUTIH AMALIANA

33