Referat Jiwa Adrii Fk Ump 2009
-
Upload
muhammad-adri-wansah -
Category
Documents
-
view
126 -
download
5
description
Transcript of Referat Jiwa Adrii Fk Ump 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan anxietas fobik ditandai dengan adanya anxietas yang dicetuskan
oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri). Yang
sebenarnya pada saat kejadian ini tidak membahayakan. Sebagai akibatnya objek
atau situasi tersebut dihindari tau dihadapi dengan perasaan terancam yang
termasuk kedalam anxietas fobik adalah agoraphobia, fobia social, dan fobia khas
(terisolasi).1
Fobia adalah suatu ketakutan yang irasional yang jelas, menetap dan
berlebihan terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa
yunani, yaitu Fobos yang berarti ketakutan. Fobia merupakan suatu gangguan
jiwa, yang merupakan salah satu tipe dari Gangguan Ansietas, dan dibedakan ke
dalam tiga jenis berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan yaitu Agorafobia,
Fobia Spesifik dan Fobia Sosial. 1
Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta
adanya kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Menurut Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV-TR),
agorafobia berhubungan erat dengan gangguan panik, namun International
Classification of Diseases (ICD) 10 tidak mengkaitkan gangguan panik dengan
agorafobia dan kasus-kasus agorafobia didapati dengan atau tanpa serangan panik.
Diperkirakan prevalensi agorafobia adalah 2-6%, walaupun fobia sering dijumpai
namun sebagian besar pasien tidak mencari bantuan untuk mengatasinya atau
tidak terdiagnosis secara medis. 1
Agorafobia dapat timbul pada penderita yang tidak mengalami serangan
panik, akan tetapi sebagian besar penderita yang datang untuk pengobatan
mempunyai riwayat serangan panik ataupun gangguan fobia sosial yang sangat
berat yang menimbulkan simptom yang mirip dengan serangan panik. Penderita
agorafobia pada umumnya menghindari tempat ramai karena takut terjadi
serangan panik dan merasa malu jika ada orang yang melihat usahanya untuk
1
melarikan diri dari situasi tersebut. Akibatnya, orang yang menderita agorafobia
dapat mengalami masalah kehidupan yang sangat berat karena tidak mampu pergi
dari rumah(tempat yang dirasanya aman) baik untuk bekerja, membeli kebutuhan
hariannya maupun untuk bersosialisasi. 2,3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dari Fobik sosial
Fobia sosial merupakan gangguan jiwa yang cukup sering ditemukan.
Walaupun demilkian, perhatian terhadap fobia sosial selama ini sangat kurang
sehingga sering dikatakan sebagai gangguan cemas yang terabaikan. Kurangnya
perhatian terhadap fobia sosial ini disebabkon oleh sedikitnya panderita yang
mencari pangobatan untuk fobia sosial yang dideritanya. Biasanya penderita
datang berobat bukan untuk fobia sosialnya tetapi untuk keluhan lain yang sering
menyertai fobia sosial seperti cemas atau depresi.2
Gangguan kecemasan sosial adalah rasa takut, kuat bertahan dari situasi
interpersonal yang malu dapat terjadi. Fobia spesifik adalah suatu ketakutan, luar
biasa bertahan dari suatu obyek atau situasi. Gangguan kecemasan sosial telah
digambarkan sejauh Hippocrates, ketika itu disebut erythrophobia, yang
merupakan rasa takut merona di depan orang lain. Gangguan kecemasan sosial
sekarang dianggap sebagai gangguan yang berbeda dari fobia lainnya. Dalam 2
versi pertama dari DSM, fobia sosial tidak dikonseptualisasikan sebagai diagnosis
yang berdiri sendiri, namun, dimulai dengan DSM-III-R, gangguan dapat
didiagnosis secara terpisah di hadapan beberapa ketakutan sosial dan kondisi
komorbiditas lainnya.3
2.2. Epidemiologi Fobik sosial
Agoraphobia didefinisikan sebagai takut sendirian di tempat umum
(misalnya, supermarket), khususnya tempat dimana jalan keluar yang cepat akan
sulit dilalui dalam serangan panik, setidaknya 75% dari pasien dengan gangguan
panik juga mengalami pengalaman agorafobia.7
Fobia sosial terdapat pada 3 sampai 5 persen populasi. Pria dan wanita
memiliki angka kejadian yang seimbang. Onset penyakit biasanya dimulai awal
umur belasan tahun, walaupun tidak menutup kemungkinan terjasi pada tiap tahap
3
kehidupan. Menurut survey yang dilakukan di Amerika sejak tahun 1994, fobia
sosial adalah gangguan jiwa nomor 3 terbesar di Amerika Serikat. Prevalensi
fobia sosial terlihat meningkat pada ras kulit putih, orang yang menikah, dan
individu dengan taraf pendidikan yang baik. Fobia sosial umumnya bermanifestasi
pada orang dewasa tapi biasa terdapat pada anak-anak atau remaja.8
2.3. Etiologi Fobik sosial
Sampai sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti. Walaupun
demikian, penelitian mengenai etiologi banyak dilakukan saat ini. Ada beberapa
teori yang mencoba mengungkapkannya, antara lain :
1. Teori Neurotransmiter
Mekanisme Dopaminergik
Dari penelitian didapatkan bahwa fobia sosial berhubungan dengan
gangguan pada system dopaminergik. Kadar homovanilic acid (HVA)
pada penderita fobia sosial lebih rendah blia dibandingkan dangan
penderita panik atau kontrol. Adanya perbaikan gejala fobia sosial dengan
pemberian monoamine oxidase inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa
kinerja dopamine terganggu pada fobia sosial.8
Mekanisme Serotonergik
Pemberian fenilfluramin pada panderita fobia sosial menyebabkan
peningkatan kortisol sehingga diperkirakan adanya disregulasi serotonin.
Walaupun demikian, pada pemberian methchlorphenylpiperazine (MCPP),
suatu serotonin agonis, tidak ditemukan adanya perbedaan respons
prolaktin antara pendarita fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu pula,
pengukuran ikatan platelet (3H)-paroxetine, suatu petanda untuk
mangetahui aktivitas serotonin; tidak terlihat adanya perbedaan antara
fobia sosial dengan gangguan panik atau kontrol normal.8
Mekanisme Noradrenergik
Penderita fobia sosial sangat sensitif terhadap perubahan kadar
epinefrin sehingga dengan cepat terjadi peningkatan denyut jantung,
berkeringat dan tremor. Pada orang normal, gejala fisik yang timbul akibat
4
peningkatan epinefrin mereda atau menghilang dengan cepat. Sebaliknya
pada penderita fobia sosial tidak terdapat penurunan gejala. Bangkitan
gejala fisik yang meningkat semakin mengganggu penampilan di depan
umum. Pengalaman ini juga membangkitkan kecamasan pada penampilan
berikutnya sehingga mengakibatkan orang tidak berani tampil dan
menghindari panampilan selanjutnya.7,8
Pencitraan Otak
Dengan magnetic resonance imaging (MRI) terlihat adanya
penurunan volume ganglia basalis pada penderita fobia sosial. Ukuran
putamen berkurang pads fobia sosial.7
2. Teori Neurobiologi - gangguan Fobia Sosial
Studi pencitraan fungsional otak individu yang terlibat dalam berbicara
di depan umum menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan
sosial (fobia sosial) cenderung overactivate sirkuit yang melibatkan
amigdala (pengenalan wajah, emosi negatif) dan hipokampus, yang
mungkin menjadi substrat untuk respon ketakutan berlebihan. Pada saat
yang sama, pasien dengan gangguan kecemasan sosial menunjukkan
peningkatan relatif dalam aktivasi dorsolateral mereka prefrontal dan
temporal, yang mungkin membuat buruknya kemampuan untuk secara
efisien proses (menghambat) respons rasa takut yang berlebihan. Positron
emission tomography (PET) penelitian telah menunjukkan serotonin
rendah (5-HT) 1A mengikat dalam amigdala dan daerah mesiofrontal dan
korelasi negatif antara kadar plasma kortisol, dan 5-HT1A mengikat dalam
amigdala, hipokampus, dan korteks retrosplenial telah dilaporkan di pasien
dengan gangguan kecemasan sosial.9
Sebuah tinjauan baru-baru ini dari 48 artikel neuroimaging tentang
gangguan kecemasan sosial menyimpulkan bahwa peningkatan aktivitas
pada daerah limbik dan paralimbic adalah penemuan yang paling konsisten
(di teknik pencitraan) dalam gangguan kecemasan sosial.8
3. Teori Neurobiologik - fobia khas
5
Reaksi fobia mungkin akibat dari aktivasi pengenalan obyek dan daerah
pengolahan emosional terjadi dengan penghambatan area-area prefrontal
yang bertanggung jawab untuk kontrol kognitif dari memicu emosi.
Sebuah studi PET menunjukkan bahwa respon fobia pada laba-laba (SPP)
dan ular (SnP) fobia peningkatan aliran darah serebral daerah (rCBF) di
amigdala yang tepat, serebelum, dan korteks visual kiri tetapi mengurangi
rCBF dalam, prefrontal orbitofrontal, ventromedial korteks, somatosensori
primer, dan korteks pendengaran. Sebuah korelasi positif antara aktivasi
amigdala dan respons rasa takut subjektif menekankan pentingnya
amigdala dalam rangkaian ketakutan-fobia. Substrat neurobiologi parsial
yang berbeda telah disarankan untuk berbagai jenis fobia. Sebuah
pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) studi pasien dengan SPP
dan darah injeksi-cedera fobia (BiiP) melaporkan aktivasi serupa di
beberapa daerah umum di 2 kelompok (thalamus, otak kecil, daerah
occipitotemporal), tetapi juga kelompok-spesifik aktivasi di dorsal anterior
cingulate gyrus anterior insula dan pada pasien dengan SPP. FMRI
aktivasi Peningkatan cingulate anterior korteks dorsal (ACC), insula,
talamus, dan daerah visual dalam SPP serta inti tidur stria terminalis telah
dilaporkan pada pasien dengan SPP relatif terhadap kontrol normal selama
tugas antisipatif fobia-relevan dibandingkan rangsangan netral.8
4. Teori psikologi
Menurut Freud, fobia sosial atau hysteria-ansietes merupakan
manifestasi dari konflik Oedipal yang tidak terselesaikan. Selain adanya
dorongan seksual yang kuat untuk melakukan incest, terdapat pula rasa
takut terhadap kastrasi. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dan
ansietas. Akibatnya, ego berusaha menggunakan mekanisme-pertahanan
represi yaitu membuang jauh dari kesadaran. Tatkala represi tidak lagi
berhasil, ego berusaha mencari mekanisme pertahanan tarnbahan.
Mekanisme pertahanan tambahan adalah displacement. Konflik seksual
ditransfer dari orang yang mencetuskan konfilk kepada sesuatu yang
sepertinya tidak penting atau objek yang tidak relevan atau situasi yang
6
sakarang mempunyai kekuatan untuk membangkitkan ansietas. Situasi
atau obyek yang dipilih atau disimbolkan biasanya berhubungan langsung
dengan sumber konflik. Dengan menghindari objek tersebut pasien dapat
lari dari penderitaan ansietas yang serius.7
Gangguan kecemasan sosial (fobia sosial) dapat dimulai oleh
pengalaman traumatis sosial (misalnya, malu) atau dengan defisit
keterampilan sosial yang menghasilkan berulang pengalaman
negatif. Sebuah hipersensitivitas terhadap penolakan, mungkin
berhubungan dengan disfungsi serotonergik atau dopaminergik,
hadir. Diperkirakan bahwa gangguan kecemasan sosial tampaknya menjadi
interaksi antara biologis dan faktor genetik dan acara lingkungan. Tertentu
(sederhana) fobia dapat diperoleh dengan pengkondisian, pemodelan,
pengalaman traumatis, atau bahkan mungkin memiliki komponen genetik
(misalnya, darah-cedera fobia). Agorafobia mungkin hasil dari ulangi,
serangan panik yang tak terduga, yang, pada gilirannya, dapat dikaitkan
dengan distorsi kognitif, tanggapan AC, dan / atau kelainan di
noradarienergik, serotonergik, atau gamma-aminobutyric acid (GABA)
terkait neurotransmisi.7
5. Pola keluarga
Sebuah pola kekeluargaan telah dilaporkan untuk kedua gangguan
kecemasan sosial (sosial fobia) dan fobia khas. Generalized anxiety
disorder sosial lebih lanjut meningkatkan risiko penularan keluarga. Untuk
fobia spesifik, kerabat tingkat pertama tampaknya memiliki peningkatan
risiko untuk jenis fobia daripada memicu tertentu. Sebagai contoh, tingkat
peningkatan fobia hewan daripada fobia ke hewan tertentu dapat dilihat
dalam keluarga yang sama.7
6. Teori genetik
Faktor genetik dapat berperanan dalam fobia sosial. Analisa
pedigree/silsilah memperlihatkan silsilah pertama dari proband dengan
7
fobia sosial tiga kali beresiko mendapat sosial fobia dibanding kontrol.
Namun, gen spesifik belum pernah diisolasi. Perangai anak yang selalu
dilarang telah dihubung-hubungkan dengan perkembangan fobia sosial
dimasa dewasa.9
2.4. Patofisiologi Fobik sosial
Beberapa teori yang dipostulasikan untuk etiologi biologis gangguan fobia,
kebanyakan berfokus pada disregulasi amina biogenik endogen. Aktivasi sistem
saraf simpatik adalah umum pada gangguan fobia, mengakibatkan peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah, serta gejala-gejala seperti tremor, palpitasi,
berkeringat, dispnea, pusing, dan / atau parestesia.
Teori psikologi berkisar dari menjelaskan kecemasan sebagai perpindahan
dari konflik intrapsikis (model psikodinamik) untuk pengkondisian (belajar)
paradigma (kognitif-perilaku model). Banyak dari teori ini mengambil bagian dari
gangguan.
Seorang psikoanalis mungkin akan konsep kecemasan sosial sebagai gejala
dari konflik yang lebih dalam misalnya, rendah diri atau konflik yang belum
terselesaikan dengan objek internal. Perawatan menggunakan eksplorasi dengan
tujuan memahami konflik yang mendasarinya. Sebuah behavioris akan melihat
fobia sebagai respon, belajar AC yang dihasilkan dari hubungan masa lalu dengan
situasi dengan valensi emosional yang negatif pada saat asosiasi (misalnya, situasi
sosial dihindari, karena kecemasan intens pada awalnya berpengalaman dalam
pengaturan itu). Bahkan jika tidak ada bahaya yang diajukan dalam pertemuan
sosial yang paling, respon penghindaran telah dikaitkan dengan situasi
ini. Perawatan dari perspektif ini bertujuan untuk melemahkan dan akhirnya
memisahkan respon tertentu dari stimulus.
Faktor genetik tampaknya memainkan peran di kedua gangguan kecemasan
sosial (fobia sosial) dan spesifik (sederhana) fobia. Berdasarkan keluarga dan
studi kembar, risiko untuk fobia spesifik dan kecemasan sosial tampaknya cukup
diwariskan.5
8
2.5. Kriteria Diagnosis dari Fobik sosial
Kriteria diagnosis fobia sosial menurut DSM-IV, yaitu :7,9,10
a. Kriteria A
Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi
sosial atau tampil didepan orang yang belum dikenal atau situasi yang
memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian.
Ada perasaan takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau
menampakkan gejala cemas atau bersikap yang dapat merendahkan
dirinya.
b. Kriteria B
Apabila pasien terpapar dengan situasi sosial, hampir selalu timbul
kecemasan atau bahkan mungkin serangan panik.
c. Kriteria C
Pasien menyadari bahwa ketakutannya sangat berlebihan dan tidak
masuk akal. Ketakutan tersebut tidak merupakan waham atau paranoid.
d. Kriteria D
Pasien menghindar dari situasi sosial atau menghindar untuk tampil di
depan umum atau pasien tetap bertahan pada situasi sosial tersebut tetapi
dengan perassan sangat cemas atau sangat menderita.
e. Kriteria E
Penghindaran dan kecemasan atau penderitaan akibat ketakutan
terhadap situasi sosial atau tampil di depan umum tersebut mempengaruhi
kehidupan pasien secara bermakna atau mempengaruhi fungsi pekerjaan,
aktivitas dan hubungan sosial atau secara subjektif pasien merasa sangat
menderita.
f. Kriteria F
Untuk yang berusia di bawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
g. Kriteria G
Ketakutan atau sikap menghindar tersebut tidak disebabkan oleh efek
fisiologik zat atau kondisi medik umum atau gangguan mental lain
(gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, gangaguan dismorfik,
9
gangguan perkembangan prevasif, atau dengan gangguan kepribadian
skizoid).
h. Kriteria H
Bila terdapat kondisi medik umum atau gangguan mental lain,
ketakutan pada kriteria A tidak berhubungan dengannya (gagap,
Parkinson, atau gangguan perilaku makan seperti bulimia atau anoreksia
nervosa) Kriteria A merupakan kunci gejala fobia sosial. Hal yang penting
pada kriteria ini yaitu adanya situasi yang dapat membangkitkan fobia
yaitu situasi yang dinilai atau diamati oleh orang lain dan juga ketakutan
akan memperlihatkan kecemasan atau bertingkah dengan cara yang
memalukan.
Pedoman diagnostik fobik sosial menurut PPDGJ-III, sebagai berikut :
F 40 Gangguan Anxietas Fobik
Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari
luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan. Kondisi lain dari individu itu sendiri seperti perasaan takut
akan adanya penyakit (nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk
badan (dismorfobia) yang tak realistik dimasukkan dalam klasifikasi F45.2
(gangguan hipokondarik). Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut
dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam. Secara subjektif, fisiologik,
dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda dari anxietas lain dan
dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat (serangan panik).
Anxietas fobik seringkali berbarengan (coexist) dengan depresi. Suatu
episode depresif seringkali memperburuk keadaan anxietas fobik yang
sudah ada sebelumnya. Beberapa episode depresif dapat disertai anxietas
fobik yang temporer, sebaliknya afek depresif seringkali menyertai berbagai
fobia, khususnya agrofobia. Pembuatan diagnosis tergantung dari mana
yang jelas-jelas timbul lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat
pemeriksaan.6
10
F 40.0 Agorafobia
Pedoman diagnostik, semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas & bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya
dua dari situasi berikut :
Banyak orang
Tempat-tempat umum
Bepergian keluar rumah
Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol.6
F 40.1 Fobia Sosial
1. Mulai sejak usia remaja.
2. Rasa takut diperhatikan oleh orang lain dalam kel yang relatif kecil.
3. Menjurus pada perhindaran terhadap situasi sosial yang relatif kecil .
4. Menjurus pada penghindaran terhadap situasi sosial.
5. Lelaki sama dengan wanita.
6. Gambarannya dapat sangat jelas misalnya makan di tempat umum,
berbicara didepan umum, menghadapi jenis kelamin lain, hampir semua
situasi diluar keluarga.
7. Biasanya disertai dengan harga diri yang rendah dan takut kritik.
8. Dapat tercetus sebagai : malu (muka merah), tangan gemetar, mual,
ingin buang air kecil dan gejala demikian dapat berkembang menjadi
serangan panik.6
Pedoman diagnostik, semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala-gejala psikologis, perilaku / otonomik harus merupakan
manifestasi primer dari anxietas dan bukan sekunder gejala lain, seperti
waham / pikiran obsesif.
11
b. Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu
saja.
c. Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang
menonjol.6
2.6. Diagnosis banding Fobik sosial
Gangguan depresif dan agorafobia sering sulit dibedakan dengan fobia
sosial. Hendaknya diutamakan Diagnosis agorafobia, depresi jangan
ditegakkan, kecuali ditemukan sindariom depresif yang lengkap dan jelas.5
2.7. Penatalaksanaan dari Fobik sosial
1. Farmakoterapi
Double-blind, placebo-controlled uji klinis telah menunjukkan bahwa
agoraphobia, khususnya gejala-gejala panik, menanggapi pengobatan
dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) (yaitu, escitalopram,
citalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline), venlafaxine
dan reboxetine, beberapa antidepresan trisiklik (TCA) (clomipramine dan
imipramine), dan beberapa benzodiazepin (alprazolam, lorazepam,
diazepam, dan clonazepam). Berdasarkan data dari percobaan komparator-
dikontrol, Mirtazapine dan moclobemide adalah pilihan alternatif yang
masuk akal. Berikut ini beberapa farmakoterapi fobia sosial, antara lain :7
a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIS) : SSRIS dengan cepat
menjadi first-line pengobatan yang baku untuk fobia sosial. Paroxetine
menerima pengakuan badan Makanan Dan Administrasi Obat/Racun
(FDA) untuk indikasi ini pada tahun 1999 dan SSRI yang pertama
memperolehnya. Penelitian menyatakan bahwa SSRIS juga mungkin
efektif.
b. Benzodiazepines : Benzodiazepines mungkin efektif untuk fobia sosial,
tetapi memiliki profil keselamatan lebih sedikit. Alprazolam Dan
Clonazepam telah digunakan dengan sukses.
12
c. Buspirone : Beberapa studi menyarankan kemanjuran pada penderita
fobia sosial.
d. Propranolol : Beta-Blockers telah digunakan untuk blok autonomic
terhadap tanggapan dengan fobia sosial. Pencegahan gejala seperti
gemetaran peningkatan detak jantung mendorong kearah sukses
didalam menghadapi situasi sosial.
e. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIS) : Phenelzine telah
dipertunjukkan untuk bisa efektif didalam studi. Pembatasan yang
berkenaan diet makan mengurangi ketenaran mereka. Moclobemide,
suatu MAOI lebih baru, pasti mempunyai kemanjuran dengan fobi
sosial.
Pengobatan Akut
Pengobatan untuk agorafobia harus dimulai dengan SSRI pada dosis
rendah, dan kemudian dititrasi ke dosis efektif minimum untuk
mengendalikan panik pasien.Benzodiazepin dapat digunakan baik sebagai
tambahan atau sebagai pengobatan primer;. Namun, benzodiazepin
biasanya tidak dipilih sebagai pengobatan lini pertama karena potensi
untuk penyalahgunaan. Jika pasien memiliki serangan panik sering dan
tidak ada riwayat penyalahgunaan zat, benzodiazepin dapat dianggap
sampai SSRI berlaku. Jika respon minimal atau tidak ada setelah 6
minggu, dosis SSRI dapat lebih ditingkatkan setiap 2 minggu sampai dosis
maksimal respon atau tercapai.Respon parsial atau tidak pada
pertimbangan dosis tertinggi SSRI waran dari alternatif berikut: beralih ke
SSRI yang berbeda atau mengubah ke agen dari kelas obat yang berbeda,
termasuk SNRI venlafaxine, noradarienalin reuptake inhibitor (SNRI)
reboxetine, atau TCA.9
Long-acting benzodiazepin (misalnya, diazepam, clonazepam)
diresepkan pada berdiri bukan sebagai dasar dibutuhkan lebih disukai
karena lebih rendah potensi adiktif, dosis dapat ditingkatkan setiap 2-3 hari
sampai gejala panik pasien dikendalikan atau maksimum dosis
13
tercapai. Pertimbangkan untuk menggunakan agen short-acting alprazolam
untuk penggunaan jangka pendek untuk mengontrol gejala akut panik.
Pengobatan dengan khasiat terbukti termasuk serotonin (5-HT) 1A
buspirone parsial agonis, beta-blocker propranolol, obat antihistaminic,
dan agen antipsikotik.8
Pengobatan jangka panjang
Double-blind studi menunjukkan bahwa melanjuntukan SSRI atau
clomipramine 12-52 hasil minggu di tingkat respons pengobatan
meningkat. Untuk pasien dengan respon yang baik,. Pengobatan harus
dilanjuntukan selama 9-12 bulan sebelum mempertimbangkan perlahan
meruncing obat-obatan. Dengan terulangnya gejala berikut lancip,
pengobatan harus dilanjuntukan dan berlangsung terus menerus.7
2. Psikoterapi
Sebuah diterbitkan baru-baru meta-analisis menunjukkan bahwa
kombinasi terapi pemaparan, relaksasi, dan pernapasan pelatihan kembali
bekerja lebih baik daripada intervensi psikologis lainnya untuk gangguan
panik dengan dan tanpa agoraphobia. Selanjutnya, masuknya PR dan
program tindak lanjut telah ditunjukkan meningkatkan hasil. Intervensi
dini dianjurkan atas dasar bahwa semakin pendek durasi penyakit, semakin
baik respon.7
1. Tingkah laku
Psikoterapi tingkah laku, seperti desensitisasi berangsur-angsur,
mungkin bermanfaat terhadap fobia sosial. Teknik ini melibatkan secara
berangsur-angsur pasien untuk berada situasi pada situasi yang secara
normal menyebabkan kecemasan. Dengan penguasaan situasi tanpa
kecemasan, pasien secepatnya mampu mentolelir situasi yang yang
sebelumnya membuat cemas.7,8,9
2. Kognitif
14
Terapi berorientasi pada pengertian yang mendalam sudah
membuktikan bermanfaat fobia sosial. Individu dengan fobia sosial sering
mempunyai penyimpangan kognitif penting berhubungan dengan orang
lain.7,8,9
2.8. Prognosis Fobik sosial
Fobia sosial biasanya mulai pada usia dini sehingga dapat menyebabkan
gangguan disemua bidang akademik seperti rendahnya kemampuan sekolah,
menghindar dari sekolah, dan sering putus sekolah. Pemilihan karirnya sangat
terbatas dan ia sering berhenti dari pekerjaan. Fobia sosial cenderung menjadi
kronik. Bila tidak diobati dapat menjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alkohol atau obat. Pada penderita agorafobia dan
fobia sosial, pemakaian alkohol sering merupakan ussha untuk mengobati diri
sendiri.6
BAB III
KESIMPULAN
Fobia sosial merupakan ketakutan atau kecemasan pada situasi sosial yang
timbul bila seseorang menjadi pusat perhatian. Penderita fobia sosial biasanya
tidak menganggap masalahnya perlu untuk diobati. Bila tidak diobati dapat
menimbulkan keterbatasan dalam berbagai segi kehidupan. Terapi fobia sosial
melingkupi farmakoterapi dan psikoterapi
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, SD.; Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta:2010. 242-249
2. Nolen-Hoeksema, Susan. Abnormal Psychology,4th ed. McGraw-Hill, New
York: 2007. 232-233
3. Sadock BJ; Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd ed.EGC,
Jakarta:2004. 237-241
4. Kaplan HI,Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II. Binarupa
Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
5. Halgin RP, Whitbourne SK. Abnormal Psychology Clinical Perspectives
on Psychological Disorders. McGraw-Hill, New York:2009. 144-148
6. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III. FK Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 72
16
7. Social Phobia, available at : http://www.emedicine.com/ped/topic2660.htm
(diakses tanggal 3 maret 2013)
8. Causes of Phobias and causes of panic attacks, available at :
http://www.saviodsilva.net/ph/3.htm (diakses tanggal 3 maret 2013)
9. Social Phobia, available at : http://www.nmha.org/pbedu/anxiety/social.cfm
(diakses tanggal 3 maret 2013)
10. DSM-IV & DSM-IV-TR, social phobia, available at :
http://www.ship.edu/~cgboeree/freud.html (diakses tanggal 3 maret 2013)
17