Referat Imunisasi

40
BAB I PENDAHULUAN Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yaitu preventif, kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif. Dua puluh tahuin terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan rehbilitatif. Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak terutam kelompok di bawah umur lima tahun. Penyediaan air bersih, nutrisi yang seimbang,pemberian air susu ibu eksklusif, menghindari pencemaran udara di dalam rumah, keluarga berencana dan vaksinasi merupakan upaya pencegahan. 1 Anak-anak di semua Negara secara rutin telah mendapat imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya sehingga imunisasi merupakan dasar kesehatan masyarakat. Namun disayangkan masih banyak negara berkembang yang masih belum dapat mencapai Universal Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang rendah. 1 Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI) atau Expanded Program on Immunisation (EPI) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional UCI pada akhir tahun 1982. UCI secara nasional dicapai pada tahun 1990 yaitu cakupan DTP 3, Polio 3 dan campak minimal 80% sebelum umur 1 tahun. Sedangkan cakupan DTP 1, 1

description

Imunisasi

Transcript of Referat Imunisasi

Page 1: Referat Imunisasi

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan

masyarakat yaitu preventif, kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif. Dua puluh tahuin terakhir,

upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan

rehbilitatif. Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya

akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak terutam kelompok di

bawah umur lima tahun. Penyediaan air bersih, nutrisi yang seimbang,pemberian air susu ibu

eksklusif, menghindari pencemaran udara di dalam rumah, keluarga berencana dan vaksinasi

merupakan upaya pencegahan.1

Anak-anak di semua Negara secara rutin telah mendapat imunisasi untuk mencegah

penyakit berbahaya sehingga imunisasi merupakan dasar kesehatan masyarakat. Namun

disayangkan masih banyak negara berkembang yang masih belum dapat mencapai Universal

Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang rendah.1

Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi (PPI)

atau Expanded Program on Immunisation (EPI) dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1997.

Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen

internasional UCI pada akhir tahun 1982. UCI secara nasional dicapai pada tahun 1990 yaitu

cakupan DTP 3, Polio 3 dan campak minimal 80% sebelum umur 1 tahun. Sedangkan cakupan

DTP 1, Polio 1 dan BCG minimal 90%. Imunisasi yang termasuk dalam PPI adalah BCG, Polio,

DTP, Campak dan Hepatitis B.1

Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.

Namun, Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa dua tahun terakhir

cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat

dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di negara kita. 2 Tiga ratus

enam orang anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006

sebagai akibat cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka

kejadian difteria yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus di

tahun 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi DPT tidak merata.1

1

Page 2: Referat Imunisasi

BAB II

IMUNOLOGIS IMUNISASI

Berbagai bahan organik baik yang hidup maupun yang mati, asal hewan, tumbuhan, jamur,

bakteri, virus parasit, debu rumah, uap, asap, berbagai iritan dalam polusi ditemukan dalam

lingkungan hidup dan kerja kita. Bahan-bahan tersebut setiap saat dapat masuk ke dalam tubuh

kita dan menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel badan

menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak dingginkan dan

perlu disingkirkan.

            Dilihat dari begitu kompleksnya bahaya mikroorganisme yang cukup mudah menyerang

kita, maka di dalam tubuh kita telah dikenal adanya sistem imunitas atau ketahanan tubuh kita

dalam menjaga diri dari mikrooorganisme tersebut. Sistem ini berperan dalam menolak,

mengusir serta membunuh bahan-bahan yang dapat membahayakan oegan tubuh.

            Sistem imun didalam tubuh kita mempunyai respons yang cukup bagus terhadap semua

bahan atau benda yang dianggap asing dan membahayakan tubuh. Respons imun ini secara garis

besar dibedakan menjadi non spesifik dan spesifik. Respons imun non spesifik umumnya

merupakan bawaan (innate) dalam arti bahwa respons terhadap benda asing dapat terjadi

meskipun tubuh sebelumnya belum pernah terkena zat atau benda tersebut. Sedangkan respons

imun spesifik  merupakan respons didapat (acqquired) yang timbul terhadap zat atau benda

tertentu dimana tubuh pernah terpapar sebelumnya.

            Secara fisiologis sistem imun yang kompeten mampu mempertahankan tubuh terhadap

invasi benda asing, akan tetapi dalam keadaan patologis sistem imun ini tidak cukup kuat untuk

mempertahankan homeostasis tubuh kita sehingga timul kelainan-kelainan fisiologis yang

ditimbulkan oleh lemahnya sistem imun, selain itu dalam keadaan patologis sistem imun yang

berfungsi mempertahankan tubuh malah balik merusak jaringan serta organ-organ tubuh itu

sendiri (autoimun).

II.1 Sistem Imunitas Tubuh

Yang dimaksud dengan sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh

untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik

2

Page 3: Referat Imunisasi

(innate) dan didapat atau spesifik (acquired). Pembagian di atas dimaksudkan hanya untuk

memudahkan pengertian dan pemahaman saja sebab antar ke dua sistem imun tersebut ada

kerjasama atau interaksi yang sangat erat

II.1.1. Sistem imun non-spesifik

Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi

serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung. Sistem ini

disebut non-spesifik karena tidak ditujukan untuk mikroorganisme tertentu, telah ada pada tubuh

kita dan siap berfungsi sejak lahir yang dapat berupa permukaan tubuh dan berbagai

komponennya. Yang meliputi sistem imun non-spesifik antara lain :

A. Pertahanan fisik/mekanik

Pertahanan fisik/mekanik meliputi kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan

bersin. Komponen-komponen tersebut merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.

B. Pertahanan Biokimia

            Beberapa mikroorganisme dapat masuk melalui klenjar sebaseus dan folikel rambut. pH

asam dari keringat, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi protein

membran sel kuman sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit. Sedangkan lisozim dalam

keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh dari kuman garam positif. Selain itu

air susu ibu juga mengandung laktooksidase dan asam neuraminik mempunyai sifat antibakterial

terhadap E.Coli dan Staphylicoccus. Asam khlorida dalam lambung,enzim proteotik,antibody

dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi

mikroba laktoferin dan transferin dalam serum akan mengikat besi yang merupakan metabolit

essential untuk hidupnya beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.

C. Pertahanan Humoral

            Pertahanan humoral meliputi komplemen, interferon serta C-reactive Protein.

Komplemen terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan membeikan proteksi terhadap

infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit.

Komplemen dapat diaktifkan secara langsung ataupun produknya (jalur alternatif dalam imunitas

non-spesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Sedangkan interferon

merupakan sitokin glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag aktif, NK cell serta sel tubuh

yang bernukleus. Interferon diproduksi sebagai respon terhadap infeksi virus. C-Reactuve

Protein merupakan protein fase akut.

3

Page 4: Referat Imunisasi

D. Pertahanan Seluler

             Yang termasuk pertahanan seluler dalam respon imun non-spesifik meliputi fagosit,

makrofag, sel NK serta sel mast.

II.1.2. Sistem Imun Spesifik

     Sistem imun spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh lapis kedua, jika sistem imun

non-spesifik tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal ini terjadi jika fagosit tidak

mengenali agen infeksius, karena hanya sedikit reseptor yang cocok untuk agen infeksius atau

agen tersebut tidak bertindak sebagai faktor antigen terlarut (aoluble antigen) yang aktif. Sistem

imun spesifik pada umumnya terjalin kerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara

sel T-makrofag. Ciri utama sistem imun spesifik adalah : 1) Spesifitas, 2) Diversitas, 3) Memory,

4) Spesialisasi , 5) Membatasi diri, 6) Membatasi self dari non-self.  

 Secara garis besar limfosit digolongkan dalam 2 populasi taitu limfosit t yang berfungsi

dalam respons imun selular dan limfosit B yang berfungsi dalam respons imun humoral.

Walaupun respons imun ini merupakan respon imun spesifik, pada dasarnya respons imun yang

terjadi merupakan interaksi antara limfosit dan fagosit.

            Imunitas humoral (terdiri limfosit B) berperan dalam pembentukan antibodi dan

menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Sedangkan imunitas seluler (terdiri dari sel T helper,sel T

sitotoksik, sel T helper akan mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba, sel T

helper mengaktifkan sel T sitotoksik untuk membunuh sel terinfeksi dan mengaktifkan limfosit B

(pada T-cell dependent antigen) untuk menghasilkan antibodi.

            Beberapa tipe imunitas humoral adalah aktif imunitas dan pasif imunitas. Aktif imunitas

ada yang didapat secara alam misalnya melalui respon terhadap bakteri atau sel yang terinfeksi

virus dan imunitas aktif buatan seperti vaksin. Sedangkan pada pasif imunitas juga ada 2 yaitu

didapat secara alam yaitu transfer antibodi dari ibu ke anak melalui plasenta dan didapat secara

buatan yaitu  pemberian serum sepert gamma globulin.

4

Page 5: Referat Imunisasi

II.2. Mekanisme Respons Imun

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa serangkaian respons imun terjadi melalui

interaksi dari sistem imun non spesifik dan spesifik melalui komponen-komponennya masing-

masing.

            Ketika antigen masuk atau menginvasi tubuh kita, yang merupakan pertahanan pertama

adalah respons non-spesifik. Ketika respons non-spesifik tidak dapat mengeliminasi maka

respons spesifik akan mengambil alih.

            Makrofag akan memfagosit antigen tersebut. Setelah di fagosit, fragmen-fragmennya

dpresentasikan atau dikenalkan bersama-sama dengan MHC II  ke permukaan dan diperkenalkan

serta mengaktifkan limfosit Th..

5

Page 6: Referat Imunisasi

            Terdapat dua jenis mikroorganisme yaitu intraselular dan ekstraselular. Jika terinfeksi

mikroorganisme intraseluler maka fragmen akan dipresentasikan bersamaan dengan MHC I yang

akan dikenali oleh sel T sitotoksik. Dengan stimulasi dari IL-2 yang dikeluarkan oleh Sel Th

teraktifasi maka sitotoksik akan berproliferasi dan membunuh sel yang terinfeksi tersebut.

            Sedangkan jika yang menginvasi adalah mikroorganisme ekstraselular, setelah fragmen

dipresentasikan bersama MHC II kemudian dikenali serta mengaktifkan limfosit Th dan

megeluarkan IL-2. Disamping itu ketika terjadi infeksi ekstraselular, selain makrofag, APC lain

juga ikut mempresentasikan antara lain limfosit B. Setelah limfosit Th teraktifasi dan limfosit B

juga mempresentasikan fragmen antigen bersamaan dengan MHC II, maka limfosit Th juga

mengenali fragmen yang telah dipresentasikan oleh limfosit B. Ketika limfosit Th berikatan

dengan limfosit B dan juga mengeluarkan IL-2, hal tersebut menstimulus limfosit B untuk

berproliferasi dan berdiferensiasi. Limfosit B akan berproliferasi menjadi limfosit B naif serta

berdiferensiasi menjadi limfosit B memori dan sel plasma yang akan memproduksi antibodi.

6

Page 7: Referat Imunisasi

BAB III

IMUNISASI

III.1. Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang

dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi pasif).3

III.2. Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari

dunia seperti keberhasilan imunisasi variola.1

III.3. Jenis Imunisasi

Imunisasi aktif adalah tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama

bertahun-tahun. Adapun tipe vaksin yang dibuat “hidup dan mati”. Vaksin yang hidup

mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan

merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari

bahan toksik yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid.1

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk

memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk

kekebalan tubuhnya. Antibodi yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau

pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus.1

Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke

janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang

ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat

terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A

(LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma

atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.1

Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama, sebab kadar zat-zat

anti yang meningkat dalam tubuh anak bukan sebagai hasil produksi tubuh sendiri, melainkan

7

Page 8: Referat Imunisasi

secara pasif diperoleh karena pemberian dari luar tubuh. Salah satu contoh imunisasi pasif adalah

Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak (measles). 1

III. 4. Jenis Vaksin

Pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

A. Live attenuated

Vaksin ini dibuat dari bakteri atau virus penyebab penyakit yang dilemahkan di

laboratorium dengan cara di biakkan berulang-ulang. Supaya dapat menimbulkan respon

imun , vaksin hidup attenuated harus berkembang biak didalam tubuh resipien. Suatu

dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang kemudian mengadakan replikasi di

dalam tubuh dan meningkat jumlahnya sampai cukup besar untuk memberikan

rangsangan suatu respon imun. Vaksin hidup ini bersifat labil dan dapat mengalami

kerusakan bila kena panas atau sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan

penyimpanan dengan baik dan hati-hati. Vaksin yang berasal dari virus hidup vaksin

campak, parotitis, rubella, polio,rotavirus dan demam kuning. Berasal dari bakteri hidup

vaksin BCG dan demam tifoid oral.1

B. Inactivated1

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media

pembiakan kemudian dibuat tidak aktif dengan penanaman bahan kimia. Vaksin ini selalu

membutuhkan dosis multiple. Pada umumnya, dosis pertama tidak menghasilkan

imunitas protektif tetapi hanya memacu atau menyiapkan system imun. Respon imun

protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Titer antibosi terhadap antigen

inactivated menurun setelah beberapa waktu. Sebagai hasilnya maka vaksin inactivated

membutuhkan dosis tambahan secara periodik. Vaksin yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated,contoh influenza, polio injeksi, rabies dan

hepatitis A

Seluruh bakteri yang inactivated ,contoh pertusis, tifoid, kolera dan lepra

Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-

seluler, tifoid Vi, lyme disease

Toksoid, contoh difteria, tetanus, botolinum

8

Page 9: Referat Imunisasi

Polisakarida murni contoh pneumokokus, meningokokus dan Haemophillus

influenza tipe B

Polisakarida konjugasi pneumokokus, meningokokus dan Haemophillus influenza

tipe B

III. 5. Jadwal Imunisasi

Jadwal imunisasi IDAI secara berkala dievaluasi untuk penyempurnaan, berdasarkan

perubahan epidemiologi penyakit, kebijakan Kementrian Kesehatan/ WHO, kebijakan global dan

pengadaan vaksinasi di Indonesia.1

Terdapat beberapa perbedaan antara jadwal imunisasi tahun 2011 dengan jadwal

rekomendasi IDAI tahun 2008, yaitu :

1. Pada jadwal imunisasi 2011 tidak dibedakan lagi antara vaksinasi PP wajib dan non PPI

(dianjurkan). Mengingat semua vaksinasi untuk mencegah kematian dan kecacatan harus

diberikan pada bayi dan anak

2. Vaksinasi varicela dapat diberikan sejak usia 12 bulan

3. Program BIAS mulai tahun 2011 memberikan vaksinasi Td untuk menggantikan vaksin

TD

4. Memasukkan vaksin rotavirus dalam jadwal imunisasi

Pemberian hepatitis B saat lahir sangat dianjurkan untuk menguirangi penularan hepatitis

B dari ibi ke bayinya sedini mungkin

Pemberian vaksinasi kombinasi dengan maksud untuk mempersingkat jadwal,

mengurangi jumlah suntikan dan mengurangi kunjungan.

Imunisasi campak hanya diberikan satu kali pada usia 9 bulan

Jadwal imunisasi Program Imunisasi Nasional Kementrian Kesehatan yang baru tetap

dapat dipergunakan bersama jadwal imunisasi IDAI.

Imunisasi wajib Program Pengembangan Imunisasi (PPI) mencakup vaksinasi terhadap 6

penyakit utama, yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak.

A. Vaksin BCG 4

Mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah dilemahkan.

9

Page 10: Referat Imunisasi

Pemberian : 1 kali pada umur antara 2-3 bulan secara intrakutan di daerah lengan

kanan atas (insertio musculus deltoideus)

Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C

Dosis : 0.05 ml

Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam

Efek samping : jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening

setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat

Indikasi kontra : tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau uji

mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat atau menahun.

B. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) 4

Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri

tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah

dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam

bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin

tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus

yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu

tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis

terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.

Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C

Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan umur antara 2-11 bulan secara intramuskular,

interval minimal 4 minggu

Kemasan : Vial 5 ml

Reaksi imunisasi :demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2

hari

Efek samping :Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan

pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam

tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya.

Indikasi kontra :Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam

kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan

10

Page 11: Referat Imunisasi

kekebalan.Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang

mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

C. Vaksin Tetanus4

Pada WUS atau ibu hamil, dosis primer diberi 2 kali, ke 3 kali waktu 6 bulan kemudian.

Diberikan 5 kali, ke 4 dan ke 5 diberikan interval minimal 1 tahun setelah pemberian ke 3 dan

ke-4.

Cara Pemberian dan Dosis :

• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok lebih dahulu agar suspensi menjadi homogen

• Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara im

atau sc dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan

dosis ke 3 setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada

WUS, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval

minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke 3 dan ke 4. Imunisasi TT dapat diberikan secara

aman selama masa kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.

• Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu

dengan ketentuan:

1. vaksin belum kadaluarsa

2. vaksin disimpan dalam suhu 2 0 C s/d 8 0 C

3. tidak pernah terendam air

4. sterilitasnya terjaga

• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari

berikutnya

D. Vaksin DT4

Dianjurkan pada usia 8 tahun (usia anak SD)

Cara Pemberian dan Dosis

• Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen

• Disuntikkan secara im atau sc dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak

usia di bawah 8 tahun. Untuk usia ≥ 8 tahun lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td

• Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu

11

Page 12: Referat Imunisasi

dengan ketentuan:

1. vaksin belum kadaluarsa

2. vaksin disimpan dalam suhu 20 C s/d 80 C

3. tidak pernah terendam air

4. sterilitasnya terjaga

• Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari

berikutnya.

E. Vaksin Polio4

Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II

dan III, yaitu (1) vaksin yang mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa

diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi

dilemahkan (sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak

dipakai di Indonesia.

Pemberian : diberikan 4 kali (Polio 1, 2, 3, 4) selang 4 minggu, umur antara 0-11

bulan

Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20º C

Dosis : 2 tetes mulut

Kemasan : vial, disertai pipet tetes

Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak ringan

Efek samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak seperti

polio sebenarnya.

Kontra Indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan

F. Vaksin Campak4

Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program imunisasi

dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi

dengan vaksin mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.

Pemberian : 1 kali, umur 9 bulan secara subcutan pada lengan kiri atas

Penyimpanan : Freezer, suhu -20º C

Dosis : setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml

12

Page 13: Referat Imunisasi

Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml

(aquadest)

Reaksi imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit

bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau

pembengkakan pada tempat penyuntikan.

Efek samping : sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya

pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan

tapi angka kejadiannya sangat rendah.

Kontra Indikasi : sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat

berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.

G. Vaksin Hepatitis B4

Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1

dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat

berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil

dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan

sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.

Reaksi imunisasi : nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau

pembengkakan. Menghilang dalam 2 hari.

Dosis :0.5 ml

Efek samping :selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti

Indikasi kontra :anak yang sakit berat.

H. Vaksin DPT/ HB (COMBO) 4

Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang

inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung

HbsAg murni dan bersifat non infectious.

Pemberian : diberikan 3 kali dosis pertama umur 2 bulan,dosis selanjutnya dengan

interval minimal 4 secara im 0,5 ml

Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali

Kemasan : Vial 5 ml

13

Page 14: Referat Imunisasi

Efek samping : gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam, pembengkakan dan

kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas,

meracau yang terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya

hilang dalam 2 hari

Kontra indikasi : gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius

keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadapn

komponen vaksin, penderia infeksi berat yang disertai kejang.

I.Vaksin Influenza

Vaksin trivalent influenza terdiri dari dua virus influenza subtipe A yaitu H3N2 dan H1N1

(starin California) serta virus influenza tipe B. Vaksin influenza diproduksi dua kali setahun

berdasarkan perubahan galur virus influenza yang bersirkulasi di masyarakat.

Pemberian : setiap tahun diberikan secara intramuscular pada paha anterolateral atau

deltoid

Dosis : umur 6-35 bulan 0,25 ml ; umur lebih dari sama dengan 3 tahun 0,5 ml ;

umur kurang dari sama denga 8 tahun untuk pertama kali diberikan 2 dosis dengan interval

minimal 4-6 minggu, pada tahun berikutnya hanya diberikan 1 dosis.

Indikasi kontra : untuk semua anak usia 6-23 bulan baik anak sehat maupun dengan risiko

( asma, penyakit jantung, penyakit sel sickle, HIV dan diabetes).

J. Vaksin Haemophillus Influenza tipe B (Hib)

Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugat yang beredar di Indonesia yaitu vaksin Hib yang berisi

PRP-T (capsular polysaccharide polyribosyl ribitol phosphate) dan PRP-OMP (PRP

berkonjugasi dengan outer membrane complex).

Pemberian : PRP-T diberikan pada umur2,4 dan 6 bulan sedangkan PRP-OMP

diberikan pada umur 2 dan 4 bulan. Keduanya diberikan secara intramuscular dan diulang

kembali pada umur 18 bulan.

Dosis : 0,5 ml

Kemasan : prefilled syringe

14

Page 15: Referat Imunisasi

K. Vaksin Pneumokokus

Terdapat dua jenis vaksin pneumokokus yang beredar di Indonesia, yaitu pneumokokus

polisakarida berisi polisakarida murni dan polisakarida konjugasi.

Pemeberian : diberikan pada umur 2-9 tahun secara intramuscular

Dosis : 5 ml

Kemasan : prefilled syringe

Indikasi kontra : umur lebih dari 2 tahun, risiko tinggi

L. Vaksin MMR

Pemberian : diberikan pada umur 15-18 bulan, minimal interval 6 bulan antara

pemberian vaksin campak dan MMR. Diberikan satu kali secara subkutan, diberikan ulangan

pada umur 6 tahun

Dosis : 0,5 ml

M. Vaksin Tifoid

Tersedia dua jenis vaktin tifoid di Indonesia yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral

(bakteri yang dilemahkan)

(1) Vaksin capsular Vi polysaccharide

Pemberian : pada umur lebih dari 2 tahun dan ulangan setiap 3 tahun

(2) Tifoid oral Ty21a

Pemberian : pada umur lebih dari 6 tahun, diberikan 3 dosis dengan interval

selang sehari. Ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun

Kemasan : kapsul

N. Vaksin Hepatitis A

Pemberian : pada umur lebih dari 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval

6-12 bulan secara intramuscular di daerah deltoid

Dosis : liquid 1 dosis/vial

Kemasan : vial

15

Page 16: Referat Imunisasi

O. Vaksin Varisela

Pemberian : untuk anak umur lebih dari sama dengan 1 tahun, diberikan satu

kali secara subkutan

Dosis : 0,5 ml

P. Vaksin Rotavirus

Pemberian :

(1) Monovalen diberikan pada umur 6-14 minggu secara oral 2 kali dengan interval 4

minggu

(2) Pentavalen diberikan pada umur 6-12 minggu secara oral 3 kali pemberian dengan

interval pemberian ke-1 dan ke-2 4-10 minggu, sedangkan ke-2 dan ke-3 4 minggu.

Q. Vaksin Human Papiloma Virus

Terdiri dari dua jenis yaitu bivalen dan quadrivalen.

(1) Bivalen terdiri dari HPV serotipe 16 dan 18

(2) Quadrivalen terdiri dari HPV serotipe 6,11,16 dan 18

Pemberian vaksin HPV dianjurkan pada umur 9-25 tahun dan 26-45 tahun.

III. 6. Kontraindikasi Imunisasi

Kontraindikasi pada imunisasi terdiri dari beberapa keadaan seperti : 4

A. Alergi atau asma (kecuali alergi terhadap komponen vaksin)

B. Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam<38,5°

C. Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah imunisasi

D. Dalam pengobatan antibiotic

E. Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS

F. Anak diberi ASI

G. Sakit kronis seperti jantung kronis, paru-paru, ginjal atau hati

H. Kondisi saraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sundrome

I. Prematur atau Berat Bayi Lahir Rendah

J. Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera

16

Page 17: Referat Imunisasi

K. Kurang gizi

III. 7. Tata CaraPemberian Imunisasi 1

A. Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan

dalam periode waktu tertentu. Apabila telah diencerkan, harus diperiksa terhadap tanda-

tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Jarum ukuran 21 yang steril dianjurkan untuk

mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan panjang 25 mm digunakan untuk

menyuntikkan vaksin.

B. Tempat suntikkan harus dibersihkan sebelum imunisasi

C. Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuscular atau subkutan dalam,

kecuali OPV yang diberikan peroral dan BCG yang diberikan dengan suntikan

intradermal.

D. Standar jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25 mm tetapi ada perkecualian

untuk beberapa hal, yaitu :

Pada bayi kurang bulan, umur dua bulan atau yang lebih muda dapat dipakai

jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm

Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan

panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarum ukuran 27 dengan panjang

12 mm

Untuk suntikkan intramuscular pada orang dewasa yang sangat gemuk dipakai

jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm

Untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27

dengan panjang 10 mm

E. Pada penyuntikan intramuskular perlu diperhatikan :

Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencapai otot

Suntikan dengan arah jarum 60-90o, lakukan dengan cepat

F. Perhatian untuk penyuntikan subkutan

Arah jarum 45o terhadap kulit

17

Page 18: Referat Imunisasi

BAB IV

KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

IV.1. Definisi KIPI

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan

imunisasi baik efek vaksin atau efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis

atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat

ditentukan.1

IV.2. Klasifikasi KIPI 4

A. Reaksi Vaksin, misal : induksi vaksin, potensiasi vaksin, sifat dasar vaksin

B. Kesalahan program, misal : salah dosis, salah lokasi dan cara penyuntikan, semprit

dan jarum tidak steril, kontaminasi vaksin dan alat suntik, penyimpanan vaksin salah

C. Kebetulan (coincidental), kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh

vaksin. Indikator faktor kebetulan diketemukannya kejadian yang sama disaat yang

sama pada kelompok populasi setempat tetapi tidak mendapat imunisasi.

D. Injection reaction, disebabkan rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan

penyuntikan, bukan dari vaksin. Misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada

tempat suntik, takut, pusing dan mual.

E. Penyebab tidak diketahui, yaitu penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan.

IV.3. Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis dapat timbul secara cepat atau lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal,

sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. 5

A. Reaksi Lokal

Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis

B. Reaksi SSP

18

Page 19: Referat Imunisasi

Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

C. Reaksi Lainnya

Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema

Reaksi anafilaksis

Syok anafilaksis

Artralgia

Demam tinggi >38,5oC

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)

Sindroma septik

Toksoid Tetanus

(DTP, DT, TT)

1. Syok anafilaksis

2. Neuritis brakhial

3. Komplikasi akut termasuk

kecacatan dan kematian

4 jam

2—28 hari

Tidak tercatat

Pertusis whole-cell

(DPwT)

1. Syok anafilaksis 4 jam

72 jam

19

Page 20: Referat Imunisasi

2. Ensefalopati

3. Komplikasi akut termasuk

kecacatan dan kematian

Tidak tercatat

Polio hidup (OPV) 1. Polio paralisis pada   resipien

imunokompromais

2. Komplikasi akut termasuk

kecacatan dan kematian

30 hari

6 bulan

Hepatitis B

1. Syok anafilaksis

2. Komplikasi akut termasuk

kecacatan dan kematian

4 jam

Tidak tercatat

Reaksi lokal paling sering terjadi pada pemberian vaksin inaktif, khususnya yang

mengandung ajuvan, seperti vaksin DTP. Reaksi lokal biasanya terjadi beberapa jam

setelah suntikan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri. Pada beberapa kasus,

reaksi lokal dapat menjadi lebih parah. Ini dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas

meskipun bukan alergi. Reaksi ini disebut reaksi arthus dan sering terjadi pada pemberian

tetanus toksoid dan difteri. Reaksi arthus disebabkan oleh titer antibodi yang terlalu

tinggi yang biasanya disebabkan oleh terlalu banyaknya dosis toksoid. 6

Reaksi sistemik berupa reaksi alergi dapat disebabkan oleh antigen vaksin sendiri,

komponen vaksin seperti materi sel kultur, stabilisator, preservatif, atau antibiotik yang

digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi alergi yang parah dapat

membahayakan jiwa, tetapi hal ini jarang terjadi. Berdasarkan estimasi dapat terjadi satu

kasus dari setengah juta dosis. Reaksi alergi dapat diperkecil dengan melakukan skrining

terlebih dahulu dengan wawancara sebelum dilakukan imunisasi. 6

Reaksi sistemik lebih merupakan gej ala umum, termasuk demam, malaise,

mialgia, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, dan lain-lain. Gejala ini dapat bersifat

umum, tidak spesifik, dan dapat terjadi pada orang yang diimunisasi dapat disebabkan

oleh vaksin atau oleh sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan vaksin, seperti infeksi

20

Page 21: Referat Imunisasi

virus lain. Reaksi sistemik sering terjadi pada pemberian vaksin sel utuh DTP Untuk

menghindari reaksi KIPI sistemik berat, perlu dilakukan anamnesa apakah ada riwayat

kejang pada keluarganya. 6

IV.4. Penanganan KIPI 4

IV.4.1.Penyebab karena vaksin

A. Reaksi lokal ringan

Gejala : nyeri, eritema, bengkak di daerah suntikan < 1 cm, timbul <48

jam setelah imunisasi

Penanganan : kompres hangat, jika nyeri mengganggu dapat diberi obat

(parasetamol)

B. Reaksi lokal berat

Gejala : Eritema/ indurasi > 8 cm nyeri bengkak dan manifestasi sistemik

Penanganan : kompres hangat dan parasetamol

C. Reaksi umum/sistemik

Gejala : demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, menggigil

Penanganan : berikan minum hangat dan selimut, parasetamol

D. Kolaps atau keadaan seperti syok

Gejala : anak tetap sadar tapi tidak bereaksi terhadap rangsangan, pada

pemeriksaan frekuensi nadi serta tekanan darah dalam batas normal

Penanganan : Rangsang dengan wewangian atau bau, bila tidak segera teratasi

dalam 30 menit, rujuk

E. Syok anafilaktik

Gejala :terjadi mendadak, kemerahan merata, oedem, urtikaria, sembab

kelopak mata, sesak, nafas bunyi, jantung berdebar kencang anak pingsan/tidak

sadar

Penanganan : suntikkan adrenalin 1:1.000 dosis 0.1 -0.3 ml,

subkutan/intramuskuler atau 0.01 ml/kgBB x maks dosis 0.05 ml/kali. Jika

21

Page 22: Referat Imunisasi

membaik suntikkan deksametason 1 ampul iv/im, pasang infus NaCl 0.9 %, rujuk

RS.

IV.4.2. Penyebab karena tata laksana program

A. Abses dingin

Gejala : Bengkak, keras, nyeri daerah suntikan. Karena vaksin

disuntikkan kondisi dingin

Penanganan : Kompres hangatdan parasetamol

B. Pembengkakan

Gejala : Bengkak disekitar suntikan karena penyuntikan kurang dalam

Penanganan : Kompres hangat

C. Sepsis

Gejala : Bengkak di sekitar suntikan, demam karena jarum suntik tidak

steril. Gejala timbul 1 minggu sesudah disuntikkan

Penanganan : Kompres hangat, parasetamol dan rujuk RS

D. Tetanus

Gejala : Kejang, dapat disertai demam, anak tetap sadar

Penanganan : Rujuk RS

E. Kelumpuhan/kelemahan otot

Gejala : Anggota gerak yang disuntik tidak bisa digerakkan terjadi karena

daerah penyuntikan salah

Penanganan : Rujuk RS untuk fisioterapi

IV.4.3. Penyebab karena faktor penerima/pejamu

A. Alergi

Gejala : Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak napas, eritema,

papula, gatal, tekanan darah menurun.

Penanganan : Deksamethason 1 ampul im/iv, jika berlanjut pasang infus NaCl

0.9%

B. Faktor Psikologis

Gejala : Ketakuan, berteriak, pingsan

22

Page 23: Referat Imunisasi

Penanganan : Tenangkan, beri minum hangat. Saat pingsan beri wewangian

atau alcohol. Setelah sadar beri minum teh manis hangat

IV.4.4. Koinsiden (faktor kebetulan)

A. Faktor kebetulan

Gejala : penyakit terjadi kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi.

Gejala dapat berupa salah satu gejala KPI diatas

Penanganan : Tangani sesuai gejala, cari informasi disekitar apakah ada kasus

serupa pada anak yang tidak diimunisasi dan kirim ke RS.

23

Page 24: Referat Imunisasi

BAB V

PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN

V.1. Rantai Vaksin

Rantai Vaksin adalah rangakaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari

pabrik sampai diberikan kepada pasien.1

Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin

sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang ditetapkan, meliputi :1,4

A. Lemari Es

B. Vaccine carrier : adalah alat untuk membawa vaksin dapat

mempertahankan suhu +2°C s/d +8°C relatif lama . Vaccine carrier dilengkapi dengan 4 buah

cool pack.

C. Kotak Dingin ( Cool pack ) : adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi

dengan air yang kemudian didinginkan pada lemari es selama 24 jam

D. Thermos : digunakan untuk membawa vaksin ke tempat pelayanan

imunisasi. Setiap thermos dilengkapi cool pack minimal 4 buah. Dapat mempertahankan suhu

kurang dari 10 jam, sehingga cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya lancar.

5. Cold Box digunakan apabila keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama.

6. Freeze Tag atau freeze watch : untuk memantau suhu pada waktu membawa vaksin

dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin.

Penyimpanan semua vaksin disimpan pada suhu 2°C sampai dengan 8°C

V.2. Kualitas Vaksin

24

Page 25: Referat Imunisasi

Untuk mempertahankan kualitas vaksin maka penyimpanan dan transportasi vaksin harus

memenuhi syarat rantai vaksin, yaitu : disimpan di dalam lemari es atau freezer dalam suhu 2o C

sampai dengan 8o C, tansportasi vaksin di dalam kotak dingin atau termos yang tertutup rapat,

tidak terendam air terlindung dari sinar matahari langsung, belum melewati tanggal kadaluarsa,

indicator suhu berupa VVM ( Vaccine Vial Monitor) atau freeze watch tag belum pernah di

bawah suhu 2oC atau di atas suhu 8oC dalam waktu cukup lama.1

A. VVM ( Vaccine Vial Monitor) digunakan untuk menilai apakah vaksin sudah pernah

terpapar suhu di atas 8oC dalam waktu lama dengan membandingkan warna kotak segi

empat dengan warna lingkaran disekitarnya

• Kondisi vaksin dapat digunakan warna segi empat bagian dalam lebih terang dari warna

gelap sekelilingnya.

• Kondisi vaksin harus segera digunakan warna segi empat bagian dalam sudah mulai

gelap namun masih terang dari warna gelap sekelilingnya.

• Kondisi vaksin tidak boleh digunakan warna segi empat bagian dalam sama gelap

B. Freeze watch atau freeze tag adalah alat untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar

suhu di bawah 0oC. Bila dalam freeze watch terdapat warna biru yang melebar

kesekitarnya atau dalam freeze tag ada tanda silang (X) berarti vaksin pernah terpapar

suhu di bawah 0oC yang dapat merusak vaksin mati (inaktif). Vaksin-vaksin tersebut

tidak boleh diberikan kepada pasien.

C. Warna dan Kejernihan, vaksin polio harus berwarna kuning oranye bila berubah

kemerahan atau pucat berarti pHnya telah berubah sehingga tidak stabil dan tidak boleh

diberikan kepada pasien. Vaksin toksoid atau polisakarida umumnya berwarna putih

jernih sedikit berkabut. Bila menggumpal atau banyak endapan berarti sudah pernah

beku, tidak boleh digunakan karena rusak. Untuk meyakinkan dapat dikocok terlebih

dahulu. Bila dikocok tetap emnggumpal atau mengendap berarti vaksin tidak boleh

digunakan karena rusak.

25

Page 26: Referat Imunisasi

BAB VI

KESIMPULAN

Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial yang

dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui pemberian antibodi (imunisasi pasif)

yang memiliki tujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan

penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat atau menghilangkannya dari dunia seperti

keberhasilan imunisasi variola. Imunisasi merupakan program pencegahan yang sudah

digalakkan di Indonesia sejak tahun 1997. Adapun imunisasi wajib yang harus diberikan pada

anak adalah BCG, Campak, DTP, Polio dan Hepatitis B. Namun sekarang IDAI tidak lagi

menetapkan adanya imunisasi wajib, semua anak harus mendapatkan semua imunisasi untuk

berbagai penyakit tanpa terkecuali. Dalam setiap imunisasi dapat terjadi kejadian ikutan pasca

imunisasi yang dapat berupa reaksi lokal maupun sistemik. Setiap reaksi tersebut dapat ditangani

dengan pemberian obat, kompres hangat ataupun dapat dirujuk ke RS.

Vaksin yang ada harus dijaga kualitasnya dengan alat-alat yang ada agar tidak rusak,

apabila kualitas dari vaksin tersebut berkurang ada beberapa indicator yang dapat dilihat seperti

warna dan kejernihannya, freeze tag ataupun VVMnya

26

Page 27: Referat Imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko.

Pedoman Imunisasi Indonesia Edisi Keempoat. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2011

2. Ismoedijanto. Perlunya Peningkatan Cakupan Vaksinasi Difteria pada Anak dan Remaja.

Dalam the 1st National Symposium on Immunisation, penyunting Hadinegoro SR, Widyastuti E,

Kadim M, Kaswandani N, Prawitasari T, Endyarni B. PKB IKA FKUI ke-54. Jakarta 2008. p

118-29.

3. Peter G, Lepow ML, McCracken GH, Philips CF. Report of the Committee on Infectious

Diseases. Illionis : American Academy of Pediatrics, 2004.

4. Probandari AN, Handayani S, Laksono NJD. Ketrampilan Imunisasi. Solo : Balai Penerbit

Universtis Sebelas Maret, 2013.

5. Chen RT . Safety of vaccines dalam: Plotkin SA, Mortimer WA, penyunting Vaccines 3th

Edition,2005.

6. Depkes RI. Kepmenkes RI tentang Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan KIPI, 2005.

27

Page 28: Referat Imunisasi

28