Referat DIC Rev

16
PENDAHULUAN Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau koagulasi intravaskuler diseminata merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan aktivasi sistem koagulasi secara akut, sistemik yang mengakibatkan komplikasi trombotik sebagai akibat pembentukan fibrin intravaskuler yang dapat berlanjut menjadi perdarahan diffus akibat dari konsumsi trombosit maupun faktor pembekuan. Komplikasi ttrombotik dan deposit fibrin intravaskuler dpat terjadi pada pembulih darah mikro maupun makro. (1,2,3,4) Pengangktifan sistem koagulasi tersebut bisa terjadi pada berbagai jenis kelainan termasuk sepsis, infeksi berat, penyakit keganasan, penyakit pembuluh darah, trauma, shock, penyakit hepar dan komplikasi kehamilan seperti abrupsi plasenta, emboli ketuban, selain itu dapat juga terjadi pada kasus – kasus keracunan dan reaksi transfusi. (1,4,5) Pada semua kondisi tersebut dapat menyebabkan teraktivasinya sistem koagulasi yang diperantari oleh sitokin sebagai bagian dari respon inflamasi dan teraktivasinya substansi prokoagulan. (5) Aktivasi sistem koagulasi dan pengaktifan respon inflamasi tersebut dapat mengakibatkan terbentuknua trombosis pembulih darah mikro dan akan berlanjut pada kegagalan organ yang multipel. Bukti-bukti ini dapat diketahui dari temuan autopsi maupun studi bakteremia atau endotoksemia dengan menggunakan model binatang. (1,5) Pada sepsis adanya koagulasi intravaskular disseminata merupakan prediktor independen untuk gagal organ dan kematian, dengan angka kematian sebesar 43% untuk sepsis dengan DIC, dibandingkan 27 % pada sepsis tanpa DIC. (1) Koagulasi intravaskular diseminata bukanlah suatu penyakit tersendiri melainkan suatu sindroma yang terjadi akibat suatu kondisi klinik yang jelas. Tidak ada tes laboratorium yang memiliki spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DIC. Tidak ada tes laboratorium tunggal yang dapat menunjukkan atau menegakkan DIC tersebut, melainkan beberapa tes laboratorium dengan ditunjang dengan penilaian klinik dapat digunakan untuk mendiagnosis DIC. Diagnosis DIC ditegakkan atas dasar kombinasi trombohemoragik sistemik yang meyertai suatu kondisi klinik, serta hasil pemeriksaan laboratorium yang merupakan bukti adanya pengaktifan sistem koagulasi maupun sistem fibrinolisis, konsumsi inhibitor koagulasi dan bukti secara biokimiawi tentang adanya gagal organ. (1,4,5) Berbagai studi dilakukan untuk memahami patogenesis dari koagulasi intravaskular diseminata tersebut agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang eoptimal mungkin mengingat angka kematian yang masih tinggi pada pasien ini. Kunci terapi untuk abnormalitas koagulasi 1

description

Referat DIC Rev

Transcript of Referat DIC Rev

PENDAHULUANDisseminated intravascular coagulation (DIC) atau koagulasi intravaskuler diseminata merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan aktivasi sistem koagulasi secara akut, sistemik yang mengakibatkan komplikasi trombotik sebagai akibat pembentukan fibrin intravaskuler yang dapat berlanjut menjadi perdarahan diffus akibat dari konsumsi trombosit maupun faktor pembekuan. Komplikasi ttrombotik dan deposit fibrin intravaskuler dpat terjadi pada pembulih darah mikro maupun makro.(1,2,3,4) Pengangktifan sistem koagulasi tersebut bisa terjadi pada berbagai jenis kelainan termasuk sepsis, infeksi berat, penyakit keganasan, penyakit pembuluh darah, trauma, shock, penyakit hepar dan komplikasi kehamilan seperti abrupsi plasenta, emboli ketuban, selain itu dapat juga terjadi pada kasus kasus keracunan dan reaksi transfusi. (1,4,5) Pada semua kondisi tersebut dapat menyebabkan teraktivasinya sistem koagulasi yang diperantari oleh sitokin sebagai bagian dari respon inflamasi dan teraktivasinya substansi prokoagulan.(5)Aktivasi sistem koagulasi dan pengaktifan respon inflamasi tersebut dapat mengakibatkan terbentuknua trombosis pembulih darah mikro dan akan berlanjut pada kegagalan organ yang multipel. Bukti-bukti ini dapat diketahui dari temuan autopsi maupun studi bakteremia atau endotoksemia dengan menggunakan model binatang.(1,5) Pada sepsis adanya koagulasi intravaskular disseminata merupakan prediktor independen untuk gagal organ dan kematian, dengan angka kematian sebesar 43% untuk sepsis dengan DIC, dibandingkan 27 % pada sepsis tanpa DIC.(1) Koagulasi intravaskular diseminata bukanlah suatu penyakit tersendiri melainkan suatu sindroma yang terjadi akibat suatu kondisi klinik yang jelas. Tidak ada tes laboratorium yang memiliki spesifisitas yang tinggi untuk mendiagnosis DIC. Tidak ada tes laboratorium tunggal yang dapat menunjukkan atau menegakkan DIC tersebut, melainkan beberapa tes laboratorium dengan ditunjang dengan penilaian klinik dapat digunakan untuk mendiagnosis DIC. Diagnosis DIC ditegakkan atas dasar kombinasi trombohemoragik sistemik yang meyertai suatu kondisi klinik, serta hasil pemeriksaan laboratorium yang merupakan bukti adanya pengaktifan sistem koagulasi maupun sistem fibrinolisis, konsumsi inhibitor koagulasi dan bukti secara biokimiawi tentang adanya gagal organ.(1,4,5)Berbagai studi dilakukan untuk memahami patogenesis dari koagulasi intravaskular diseminata tersebut agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang eoptimal mungkin mengingat angka kematian yang masih tinggi pada pasien ini. Kunci terapi untuk abnormalitas koagulasi tersebut adalah mengatasi penyakit yang mendasarinya dan terapi suportif untuk perbaikan abnormalitas koagulasinya.(1,4,5)

FISIOLOGI HEMOSTASIS

Pemahaman tentang dasara hemostasis sangatlah penting. Pemahaman yang baik selain akan meningkatkan pengertian tentang patofisiologi kelainan trombohrmoragik, juga membantu dalam membuat interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pendekatan terapi.(6) Hemostasis berasal dari kata haima yang berarti darah dan stasis yang berarti berhenti, merupakan proses yang amat komplek, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. (6,7) Pada sistem koagulasi terdapat beberapa mekanisme kontrol antara lain sifat antikoagulan dari sel endotel normal, inhibitor faktor koagulan aktif sistemik dan produksi enzim fibrinolitik untuk melarutkan bekuan fibrin. Adanya ganguan hemostasis disebabkan karena adanya defek dari salah datu atau lebih dari tahapan proses koagulasi.(6)Berikut adalah komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis1. Pembuluh darah2. Trombosit3. Kaskae faktor koagulasi4. Inhibitor koagulasi5. Fibrinolosis

Peran pembuluh darahPembuluh darah normal terdiri dari tunika intima, media dan adventitia. Tunika intima terdiri atas satu lapis sel endotel yang bersifat nontrombogenik dan lapisan membrana elastis. Tunika media terdisri atas otot polos yang ukurannya sagat tergantung dari jenis pembuluh darahnya vena atau arteri. Tunika adventitia terdiri dari membrana elastis eksterna dan jaringan ikat.(6) Jika terjadi kerusakan pembuluh darah maka akan dikeluarkanlah endotelin-1 atau substansi lain yang menyebabkan vasokonstriksi. Endotelinj-1 dalam sirkulasi bekrerja sebagai kemoatraktan, menarik leukosit dan trombosit. Endotelin -1 bersama trombin menginduksi sel endotel mengekspresi berbagai molekul adesi, termasduk integrin dan selektin yang memfasilitasi adesi. Sel endotel juga mengandung proteoglikan seperti heparin sulfat, kondroitin sulfat, dermatan sulfat dan trombomodulin. Proteoglikan mampu menghambat aktifasi dari proteasi serin. Trombomodulin merupakan proteoglikan yang terikat pada sel endotel sebagai reseptor trombin. Ketika trombin terikat pada trombomodulin maka trombin akan berubah kemampuannya dan akan menurunkan kemampuannya dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin, mengaktifkan trombosit dan mengaktifkan faktor XIII. Trombomodulin yang terikat pada trombin akan mengaktifkan proten C akan akan berperan menghambat faktor Va dan VIIa.(6,7)

Peranan trombositTrombosit dihasilkan oleh sumsum tulang dari jalur megakariositosis melalui fragmentasi sitoplasma megakariosit. Produksi trombosit siatur oleh trobopoeitin yang dihasilkan oleh liver dan ginjal.(6) Begitu trombosit terktifasi maka trombosit akan mengalami kontraksi dan membentuk psudopodia. Kontraksi trombosit tersebut akan menyebabkan robeknya membrana organela pada trombosit yang akan mengeluarkan senyawa ke sirkulasi. Senyawa tersebut akan merangsang trombosit yang lain untuk beragregasi dan berikatan pada pseudopodia tadi. Selain itu juga akan mengeluarkan serotinin sebagai vasokonstriktor. Sehingga terbentuknya agregasi trombosit dan fibrin akan menyebabkan terjadinya sumbat primer.(6,7)

Kaskade protein koagulasiProtein koagulasi sering ditulis dengan angka romawi meskipun beberapa tidak. Untuk memahami proses koagulasi maka secara garis besar pembentukan fibrin digambarkan dalam empat reaksi kunci antara lain1. Pembentukan faktor IXa ( sistem kontak atau intrinsik )2. Pembentukan faktor Xa3. Pembentukan trombin ( F IIa)4. Pembentukan fibrin

Pembentukan faktor IXa Sistem ini terjadi melalui jalur kontak atau intrinsik. Diawali dari pengaktifan faktor XII atau hageman. Pengaktifan faktor XII menjadi XIIa dilakukan oleh fosfolipif kolagen, kalikrein dan kolagen subendotel. Faktor XIIa itu sendiri sebagai protein serin. Faktor XIIa tersebut akan mengubah faktor XI menjadi XIa. Faktor Xia bersama ion Ca akan mengubah faktor IX menjadi IXa. Faktor IXa tersebut nantinya akan sebagai enzim pembentukan faktor Xa. Selain itu faktor XIIa sendiri akan mengubah prekalikrein menjadi kalikrein seperti diketahui kalikrein tersebut adalah salah satu senyawa yang akan mengaktifkan faktor XII sendiri. Selaijn itu kalikrein nantinya akan sebagai senyawa dalam proses fibrinolisis yangakan mengubah plasminogen menjadi plasmin.(6,7,8)

Pembentukan faktor XaPembentukan faktor Xa akan melibatkan jalur kontak atau intrinsik dan jalur ekstrinsik. Dari jalur ekstrinsik yang berperan adalah faktor jaringan atau trombproplastin, ion kalsium dan faktor VII. Pengaktifan faktor VII disebabkan oleh faktor jaringan yang senula ada pada menbrana sel endotel karena mengalami injuri maka akan terlepas ke sirkulasi, bersama dengan ion Ca maka akan membentuk kopmlek TF/F VIIa. Komplek tersebut akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa. Selain itu akan mengaktifkan faktor IX menjadi IXa dari jalur intrinsik yang nantinya faktor IXa akan berperan dalam pembentukan faktor Xa. Faktor Xa akan mengubah protronbin menjadi trombin. Namun trombin yang terbentuk melalui jalur ini nantinya akan diamplifikasi melalui pengaktifan faktor V, faktor VII dan faktor IX oleh trombin. Disebutkan bahwa aktifasi faktor IXa dan VIIa memegang peranan penting dalam peningkatan faktor Xa.(6,7,8)

Pembentukan trombinDalam reaksi ini dibutuhkan substrat faktor II atau protrombin, enzim faktor Xa dan kofaktor V serta ion Ca. Peran kofaktor sngat penting untuk menjmin hanya enzim dan substrat yang tepat yang akan masuk dalam komplek pembentukan.(6)

Pembentukan fibrinPada tahap ini terdapat dua proses yang pertama adalah dengan terbentuknya trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer yang larut yang disebut dengan polimerasi I. Kemudian trombin akan mengaktifkan faktor XIII menjadi XIIIa ebagai faktor penyetabil fibrin dengan cara mengubah fibrin yang larut menjadi tidak larut yang disebut polimerase II.(6)

Selain pemahaman kita terhadap sistem koagulasi, perlu diketahui pada proses ini juga terdapat sistem fibrinolisis. Ini dimaksudkan agar pembentukan fibrin yang terjadi tidak berlebihan dan ada pada sistem yang seimbang. Pada proses ini akan diperantarai oleh senyawa plasmin. Plasmin ini yang akan memperantarai proses degradasi dari fibrin. Terbebtuknya plasmin dari plasminogen terdapat dua jalur yaitu dari tissue plasminogen acatifator dan urokinase plasminogen actifator. Sedangkan agar fibrinolisis tidak terjadi berlebihan akan dikontrol oleh beberapa proses yaitu PAI atau plasminogen activator inhibitor yang bekerja menghambat dari kerja plasminogen aktivator serta adanya antiplasmin dan makroglobulin yang akan mengurangi aktifitas dari plasmin. Sedangkan PAI itu sendiri kerjanya akan dihambat oleh protein C yang teraktifasi dari terikatnya trombin pada reseptor trombomodulin sel endotel.(6,7,8)

Sistem inhibitorPada sistem koagulasi akan terdapat pengaturan-pengaturan oleh sistem inhibitor. Inhibitor ini bertugas untuk membatasi koagulasi yang berlebihan, agar pem bentukan fibrin terbatas pada daerah yang mengalami injuri saja untuk mencegah terjadinya koagulasi yang patologis. Beberapa inhibitor yang penting adalah antitrombin III, protein C, protein S, dan TFPI ( tissue factor pathway inhibitor). Antitrombin IIImerupakan inhibitor fisiologi yang kuat. Kerjanya akan dikuatkan oleh heparin. Antitrombin III merupakan glikoprotein yang disintesis hepar yang menghambat aktifitas trombin, Xa dan dalam taraf lebih rendah menghambat IXa, XIa, XIIa dan kalikrein. Protein C diaktifkan oleh trombin yang berikatan dengan reseptor trobomodulin pada sel endotel. Aktifasi protein C tersebut akan menginhibisi F Va dan VIII. Selain itu akan menginhibisi perubahan fibrinogen menjadi fibrin oleh pengaruh trombin. Protein C juga bekerja pada proses fibrinolisis yang akan menghambat kerja PAI. Protein S sendiri adalah sebagai kofaktor dari protein C.(1,6,7,8)

PATOGENESIS DICSebagian besar dari pemahaman patogenesis DIC didapatkan dari studi model binatang dan pasien manusia dengan sepsis berat.(2) Sebagian besar penderita sepsis mempunyai abnormalitas koagulasi. Sebesar 50 % 70 %, dan hampir 35 % memenuhi kriteria DIC.(1) Trombositoprenia didapatkan pada pada 35 % - 50 % penderita sepsis dengan kondisi kritisd dan trombositopenia ini mempunyai korelasi dengan beratnya sepsis.(2) Mediator paling penting yang menyebabkan gangguan sistem koagulasi ke arah status prokoagulan adalah sitokin. Interleukin-6 merupakan sitokin utama yang mengaktifasi kuagulasi. Tumor necrisis factor secara tidak langsung juga berperan terhadap aktifasi sistem koagulasi melalui interleukin-6. (3) Terdapat saling pengaruh yang sangat besar antara sistem koagulasi dengan sistem inflamasi, dimana sistem inflamasi dapat mengaktifkan sistem koagulasi, dan sistem koagulasi juga dapat mempengaruhi sistem inflamasi juga.(1) Di dalam proses DIC ditunjukan adanya pembentukan fibrin sistemik sebagai akibat adanya beberapa mekanisme yang terjadi secra simultan yaitu (1,3)1. Peningkatan pembentukan trombin2. Penekanan jalur antikoagulan fisiologis3. Gangguan fibrinolisis4. Pengaktifan jalur inflamasi

Peningkatan aktifitas koagulasi ( pembentukan trombin)Pembentukan atau generasi trombin secara sistemik terbuksti diperantarai dari jalur ekstrinsik ( faktor jaringan faftor VIIa) dan bukan dari jalur kontak atau intrinsik. Pada percobaan binatang ( endotoksemia), blokade pada jalur ekstrinsik ini akan menyebabkan hambatan secara total pada pembentukan trombin, sedangkan blokade pada jalur intrinsik atau kontak tidak mencegah pengaktifan koagulasi seitemik. (1,2,3) Meskipin sistem kontak atau intrinsik tersebut tidak memegang peran penting pada pengaktifan sistem koagulasi namun sistem intrinsik memegang peran penting pada kejadian shock pada sepsis melalui pelepasa kinin dan bradikinin pada pengaktifan kinin-kalikrein.(1) Seperti diketahui faktor jaringan terdapat pada sejumlah sel dalam tubuh termasuk dalam membran sel endotel, yang tidak secara langsung kontak dengan tubuh namun akan lepas di sirkulasi ketika adanya kerusakan sel tersebut.(1,6) Namun pada sepsis akibat rangsangan sitokin proinflamasi akan terjadi ekspresi maupun sitesis faktor jaringan oleh sel mononuklear yang bersirkulasi, yang selanjutnya akan mengakibatkan pengaktifan koagulasi secara sistemik. (1,3)Trombosit sendiri juga mempunyai peranan penting dalam patogenesis abnormalitas koagulasi tersebut. Adanya mediator proinflamasi seperti platelet activating factor akan akan dapat mengaktifkan trombosit.(1)

Penekanan jalur antikoagulan fisiologisSepeti diketahui dalam sistem koagulasi terdapat beberapa mekanisme inhibisi fisiologis untuk mengatur agar koagulasi tidak berlebihan diantaranya antitrombin III, protein C, dan TFPI ( tissue factor pthway inhibitor). Pada DIC sistem tersebut akan tersupresi.(1.3) Antitrombin III merupakan inhibitor protease serin dan inhibitor utama untuk trombin. Adanya gangguan pada jalur antikoagulan fisiologis akan makin meningkatkan pembentukan trombin dan selanjutnya terbetuk fibrin. Pada pasien dengan DIC kadar antitrombin plasma mengalami penurunan secara nyata. Adapun penurunan tersebut disebabkan karena konsumsi yang berlebihan, degradasi oleh enzim elastase yang dilepaskan neutrofil, sistesis yang menurun olrh hepar dan kehilangan karena kebocoran melalui kapiler pembuluh darah.(1,3) Pada kondisi fisiologis protein C diaktifkan oleh trombin yang terikat pada reseptor trombomodulin pada sel endotel. Aktifasi protein C tersebut akan menyebabkan inhibitor pada perubahan fibrinogen menjadi fibrin selain itu juga pada faktor Va dan VIII.(1,6) Disfungsi endotel menyebabkan gangguan pada protein C selama proses inflamasi.(1,3) Kadar protein C akan turun selama proses DIC yang disebabkan karena peningkatan konsumsi, penurunan sisntesis oleh liver , kebocoran kapiler, penurunan regulasi ekspresi trombomodulin dapa sel endotel oleh sitokin inflamasi terutama TNF dan interleukin-1.(1)Tissue fakctor pathway inhibitor (TFPI) merupakan protease inhibitor yang mengikat komplek faktor jaringan-faktor VIIa. Pemberian rekombinan TFPI secara nyata mengakibatkan hambatan total pada pembentukan trombin yang diinduksi oleh endotoksin.(1,3) Hal ini memberikan bukti kuat terhadap peranan faktor jaringan terhadap DIC.(1)

Hambatan fibrinolisisStudi pada model binatang dengan DIC menunjukkan bahwa sistem fibrinolisis secara nyata tersupresi pada puncak aktifasi sistem koagulasi. (3) Tersupresinya sistem fibrinolisis tersebut disebabkan karena terdapatnya peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor (PAI).(1,3) seperti diketahui bahwa PAI tersebut berperan pada inhibitor plasminogen activator tipe jaringan yang nantinya bersama dengan urokinase akan mengubah plasmonogen menjadi plasmin yang berperan dalam proses fibrinolisis. Namun karena adanya peningkatan PAI tersebut maka maka akan terdapat hambatan pada proses fibrinolisis sehingga terjadilah trombosis mikrovaskuler.(1)

Pengaktifan sistem inflamasiMekanisme lain yang tidak kalah penting pada DIC adalah pengaktifan inflamasi oleh karena aktifasi sistem koagulasi. Aktifasi protein koagulasi akan dapat merangsang sel endotrel menghasilkan mediator sitokin proinflamasi. Terlebih lagi Protein C aktif mempunyai efek anti-inflamasi dari hambatanya terhadap produksi TNF, interleukin-1, interleukin-8, interleukin-6 oleh monosit makrofag. Pada DIC terjadi penekanan terhadap protein C sehingga akan mengakibatkan kondisi proinflamasi.(1)Jadi jalur inflamasi dan koagulasi dapat berinteraksi satu dengan yang lain di dalam satu lingkaran yang meningkatkan respon lebih lanjut dan mengakibatkan gangguan pengaktifan sistem koagulasi lebih lanjut.(1,3)

DIAGNOSIS DICManifestasi klinik yang paling sering pada DIC berupoa perdarahan, trombosis atau keduanya dan sering mengakibatkan disfungsi satu atau lebih organ. Sedangkan menurut Bick, definisi DIC (kriteria minimal) adalah suatu kelainan trombohemoragik yang menyertai kondisi klinik yang jelas, serta adanya bukti laboratorium dengan adanya aktifasi koagulan, aktifasi fibrinolisis, konsumsi inhibitor dan bukti biokimiawi adanya kerusakan gagak organ seperti peningkatan kadar ureum dan kreatinin, LDH, ( lactat dehidrogenase).(1)Disebutkan bahwa tidak ada satu tes laboratorium yang dapat menunjukkan suatu kondisi DIC. Diagnosis DIC seharusnya berdasarkan kepada pendekatan klinik yang sesuai dan berbagai pemeriksaan labooratorium yang relevan.(5) Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk diagnosis pada pasien DIC membutuhkan refkesi terhadap perubahan fungsi hemostasis. Pemeriksaan untuk fungsi hemostatisis seperti protrombin time (PT), activated tromboplastin time (aPTT), hitung trombosit membrikan bukti penting pada derajat kumsumsi dan aktifasi dari faktor koagulasi.(2,5) Berdasarkan analisis pada lima laporan pada pasien DIC dengan sampel berjimlah 900 orang ditemukan bahwa terdapat kondisi abnormalitas laboratorium yang terjadi adalah trombositopenia, peningkatan produk drgradasi fibrin, pemanjangan PT maupun aPTT dan kadar fibrinogen yang rendah.(5) Selain itu kadar rendah dari faktor koagulan plasma terutama faktor V dan VII, serta inhibisi antikoagulan seperti antitrombin dan protein C.(1) Kusus untuk fibrinogenemia kadang hanya ditemukan kondisi tersebut pada kasus DIC yang berat hal ini disebabkan karena fibrinogen merupakan suatu reaktan fase akut, sehingga kadarnya sering dalam batas normnal dalam jangka waktu yang lama.Sehingga sensitifitas kadar fibrinogen plasma untuk diagnosis DIC rendah.(1,5) FDP maupun D- dimer juga mempunyai spesifisitas yang rendah karena banyak kondisi klinik yang menyertai keadaan tersebutseperti trauma, operasi yang baru saja dilakukan, inflamasi, dan keadaan romboemboli. (1) Oleh karena itu tidak ada pemeriksaan laboratorium baik tunggal maupun kelompok yang cukup sensitif maupun spesifik untuk menegakkan diagnosis secara pasti dari kondisi DIC tersebut, (1,2,5) International Soceiety on trombosis and haemostasis atau ISHT telah melakukan suatu kajian tentang diagnosis DIC dengan sistem scor. Sistem skor yang merupakan pemeriksaan laboratorium sederhana serta lima langkah algoritme diagnosis untuk menghitung skor DIC telah dikaji dengan bukti prospektif sensitivitas 93% serta spesifisitas 98% dan yang penting beratnya DIC menurut skor ini khusus berhubungan dengan mortalitas pada pasien sepsis. Studi tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan sepsis dan DIC berdasarkan pada sistem skor tersebut mempunyai angka mortalitas yang besar secara signifikan sebesar 47 % dibandingkan 237 % pada pasien tanpa DIC berdasarkan sistem skor tersebut. (1,5)

Table II. ISTH Diagnostic Scoring System for DIC.(5)

Scoring system for overt DICRisk assessment: Does the patient have an underlying disorderknown to be associated with overt DIC?If yes: proceedIf no: do not use this algorithmOrder global coagulation tests (PT, platelet count, fibrinogen,fibrin related marker)Score the test results Platelet count (>100 109/l = 0,