Referat Acls

17
BAB I PENDAHULUAN ACLS (Advanced Cardiovascular Life Support) merupakan upaya tindak lanjut dalam resusitasi jantung paru (RJP) untuk mencegah serangan jantung, mengobati serangan jantung, dan mencapai sirkulasi spontan kembali (ROSC) setelah serangan jantung. Intervensi ACLS bertujuan untuk mencegah serangan jantung meliputi manajemen jalan napas, dukungan ventilasi, dan pengobatan bradiaritmia dan takiartmia. Penyebab kematian mendadak terbanyak adalah disebabkan karena masalah jantung, sehingga sering disebut Kematian Jantung Mendadak. Penyebab kematian jantung mendadak yang paling utama di negara-negara industri adalah penyakit jantung koroner. Sedangkan yang paling banyak berkaitan dengan irama jantung adalah fibrilasi ventrikel (75-80% kasus). Bradiaritmia hanya terjadi sekitar 5-10% kasus. Insiden kematian jantung mendadak dilaporkan 0.36 sampai 1.28 per 1000 penduduk di negara barat per tahun. Penelitian-penelitian ini hanya mencatat penderita yang mengalami kematian jantung mendadak yang dilakukan resusitasi oleh petugas emergensi atau diketahui oleh masyarakat sekitar, sehingga angka ini masih di bawah dari angka yang diharapkan di masyarakat. Resusitasi orang/pasien dengan henti jantung, dalam upaya mengembalikan sirkulasi ke sirkulasi spontan dengan tekanan darah yang adekuat secara langsung berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler). Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada Advanced Cardio- vascular Life Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac Arrest , 1

description

acls

Transcript of Referat Acls

BAB IPENDAHULUANACLS (Advanced Cardiovascular Life Support) merupakan upaya tindak lanjut dalam resusitasi jantung paru (RJP) untuk mencegah serangan jantung, mengobati serangan jantung, dan mencapai sirkulasi spontan kembali (ROSC) setelah serangan jantung. Intervensi ACLS bertujuan untuk mencegah serangan jantung meliputi manajemen jalan napas, dukungan ventilasi, dan pengobatan bradiaritmia dan takiartmia. Penyebab kematian mendadak terbanyak adalah disebabkan karena masalah jantung, sehingga sering disebut Kematian Jantung Mendadak. Penyebab kematian jantung mendadak yang paling utama di negara-negara industri adalah penyakit jantung koroner. Sedangkan yang paling banyak berkaitan dengan irama jantung adalah fibrilasi ventrikel (75-80% kasus). Bradiaritmia hanya terjadi sekitar 5-10% kasus. Insiden kematian jantung mendadak dilaporkan 0.36 sampai 1.28 per 1000 penduduk di negara barat per tahun. Penelitian-penelitian ini hanya mencatat penderita yang mengalami kematian jantung mendadak yang dilakukan resusitasi oleh petugas emergensi atau diketahui oleh masyarakat sekitar, sehingga angka ini masih di bawah dari angka yang diharapkan di masyarakat. Resusitasi orang/pasien dengan henti jantung, dalam upaya mengembalikan sirkulasi ke sirkulasi spontan dengan tekanan darah yang adekuat secara langsung berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada Advanced Cardio-vascular Life Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac Arrest, dikemukakan bahwa kunci bertahan hidup pada cardiac arrest adalah Basic Live Support (BLS) dan sistem ACLS yang terintegrasi dengan baik. Dasar berhasilnya ACLS adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang berkualitas, dan untuk VF/ pulseless VT diperlukan defibrilasi yang cepat dan tepat.

BAB IIPEMBAHASANI. HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian dan kerusakan otak menetap jika tindakan tidak adekuat. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 irama: ventricular fibrillation (VF), pulseless ventricular tachycardia (VT), pulseless electric activity (PEA), and asystole. VF menggambarkan aktivitas listrik jantung yang tidak teratur, sedangkan VT mewakili aktivitas listrik terorganisir miokardium ventrikel. Tak satu pun dari irama ini yang menghasilkan aliran darah yang baik. PEA menggambarkan kelompok heterogen irama listrik terorganisir yang terkait dengan adanya aktivitas ventrikel mekanis atau tidak yang tidak cukup untuk menghasilkan pulsasi. Asistol merupakan tidak terdeteksinya aktivitas listrik ventrikel dengan atau tanpa aktivitas listrik atrium.Penyebab henti jantung adalah sebagai berikut:1. Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada system konduksi (penyakit Lenegre, Sindrom Adams-Stokes, noda sinus sakit)2. Kekurangan oksigen akut, seperti henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi3. Kelebihan dosis obat, seperti digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, isoprenalin.4. Gangguan asam-basa/elektrolit, seperti kalium serum yang tinggi atau rendah, magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis.5. Kecelakaan, seperti syok listrik dan tenggelam.6. Reflex vagal, seperti peregangan sfingter ani, penekanan/penarikan bola mata.7. Anesthesia dan pembedahan8. Terapi dan tindakan diagnostic medis9. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis)Henti Jantung ditandai dengandenyut nadi besar tak teraba(a.karotis, femoralis dan radialis pada dewasa dan a.brakhialis pada bayi), disertaikebiruan(sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu(gasping, apnu),terlihat seperti mati(death like appearance),dilatasi pupil tak bereaksidengan rangsangan cahaya (45 detik setelah henti jantung) dan pasien berada dalam keadaantidak sadar.Kelangsungan hidup dari pasien dengan irama jantung di atas membutuhkan basic life support (BLS) dan sistem ACLS yang baik serta perawatan jantung pasca arrest yang terintegrasi. Dasar dari ACLS yang sukses adalah tergantung dari kualitas CPR (Cardiac Pulmonal Resucitation), dan untuk VF/VT tanpa denyut adalah usaha melakukan defibrilasi. Untuk korban VF, CPR dini dan defibrilasi cepat secara signifikan dapat meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup hingga ke rumah sakit. Sebagai perbandingan, terapi ACLS lain seperti beberapa obat dan tata laksana jalan napas, meskipun dikaitkan dengan peningkatan ROSC (Return of Spontaneous Circulation), belum terbukti meningkatkan tingkat kelangsungan hidup hingga ke rumah sakit.

Gambaran algortima di atas memperlihatkan algoritma pada cardiac arrest berdasarkan AHA 2010 ACLS. Secara keseluruhan algoritma ini sudah disederhanakan dan dirancang untuk meningkatkan CPR pada tatalaksana dari cardiac arrest. Periode pause CPR harus dibuat sesingkat mungkin, hanya pada saat memeriksa irama jantung, shock VF/VT, periksa nadi, atau memasang advanced airway.Pada keadaan tidak ada advanced airway, suatu kompresi-ventilasi yang sinkron dapat dilakukan dengan rasio 30:2, dengan kompresi jantung luar paling sedikit 100 kali permenit. Setelah memasang supraglottic airway atau endotrakea tube, dapat dilakukan kompresi jantung luar sedikitnta 100 kali permenit, dengan terus melakukan ventilasi tanpa berhenti. Ventilasi diberikan sebanyak 1 kali setiap 6 sampai 8 detik (8 sampai 10 kali permenit) dan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari berlebihnya jumlah ventilasi yang diberikan.

Selain kualitas tinggi CPR, satu-satunya terapi-irama yang terbukti meningkatkan kelangsungan hidup adalah defibrilasi dari VF/VT tanpa denyut. Oleh karena itu, intervensi ini dimasukkan sebagai bagian integral dari siklus CPR. Intervensi ACLS lain selama serangan jantung mungkin terkait dengan tingkat peningkatan ROSC tetapi belum terbukti meningkatkan kelangsungan hidup untuk diluar rumah sakit. Oleh karena itu, mereka dianjurkan sebagai pertimbangan dan harus dilakukan tanpa mengorbankan kualitas CPR atau defibrilasi tepat waktu. Dengan kata lain, akses vaskular, pemberian obat, dan tata laksana jalan napas tidak harus menyebabkan gangguan signifikan dalam kompresi dada atau keterlambatan defibrilasi. Tidak ada cukup bukti untuk merekomendasikan waktu tertentu atau urutan (order) dari pemberian obat dan tata laksana jalan napas lanjutan selama serangan jantung. Dalam kebanyakan kasus, waktu dan urutan intervensi sekunder ini akan tergantung pada jumlah penolong dalam resusitasi dan tingkat keterampilan mereka. Memahami pentingnya mendiagnosa dan mengobati penyebab yang mendasari adalah penting untuk pengelolaan semua serangan irama jantung. Selama manajemen serangan jantung, penolong harus mempertimbangkan H dan T untuk mengidentifikasi dan mengobati faktor yang mungkin telah menyebabkan arrest atau mungkin mempersulit upaya resusitasi.

Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular TachycardiaKetika monitor menampilkan irama VF/Pulseless VT maka sebaiknya langsung charge defibrillator, kemudian amankan sekitar supaya tidak terkena shock dengan mengucapkan clear, segera berikan sebuah shock, semua ini dilakukan secepat mungkin. RJP kemudian kembali dilanjutkan selama 2 menit setelah dilakukan shock, sebelum memeriksaan irama jantung dan nadi berikutnya.Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap melakukan CPR ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika sudah siap, CPR dihentikan dan shock kembali dilakukan. Setelah itu CPR langsung dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai irama dan nadi kembali. Penolong yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya digantikan setiap 2 menit untuk mengurangi kelelahan. Kualitas CPR sebaiknya dimonitor berdasarkan parameter mekanis dan fisiologi.Medikamentosa pada VF/VT mengunakan amiodarone. Amiodarone merupakan agen antiaritmia lapis pertama (first-line antiarrhythmic) pada cardiac arrest, karena secara kinis telah terbukti meningkatkan tercapainya Return of Spontaneous Circulation (ROSC) pasien VF dan Pulseless VT. Amiodarone harus dipertimbangkan ketika VF/VT yang tidak memberikan respon pada CPR, defibrillasi, dan terapi vasopressor. Jika tidak terdapat amiodarone, lidocaine dapat dipertimbangkan sebagai pengganti, tetapi dari beberapa study klinis, efek lidocaine tidak sebaik amiodarone dalam meningkatkan ROSC. Magnesium sulfat hanya dapat diberikan pada Torsades de pointes dengan interval QT yang memanjang.Diagnosis dan terapi pada penyakit dasar dari VF/VT adalah fundamental pada algoritma ini. Sering disebut 5H dan 5T yang sebenarnya merupakan penyebab reversibel dan dapat dikoreksi segera untuk mengembalikan irama jantung pada irama sinus. Pada VF/VT refrakter, ACS atau infark miokardium harus dipertimbangkan sebagai penyebab, reperfusi seperti coronary angiography dan PCI selama RJP, atau emergency cardiopulmonary bypass dapat dilakukan pada kasus ini. Jika pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai.

Pulseless Electrical Activity (PEA)/AsistoleKetika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus segera dilakukan, dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2 menit sebelum kembali menilai irama jantung. Jika setelah penilaian irama jantung didapatkan an organized rhythm, penilaian nadi harus dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan post-cardiac arrest harus segera dilakukan. Jika irama tetap asistole atau nadi tidak teraba (PEA), RJP harus kembali dilajutkan, kompresi jantung selama 2 menit, dan setelah itu nilai kembali irama jantung.Vasopressor dapat diberikan secepat mungkin dengan maksud untuk meningkatkan aliran darah miokardium dan cerebral (myocardial and cerebral blood flow) selama RJP dan pencapaian ROSC. Berdasarkan evidence yang ada, atropine selama PEA atau asistole, tidak memberikan efek terapeutik untuk ROSC. Karena alasan inilah, atropine tidak dipakai lagi pada algoritma cardiac arrest.PEA sering disebabkan oleh kondisi reversibel yang dapat di koreksi jika dapat teridentifikasi penyebanya. Oleh karena itu, setiap 2 menit periode dari RJP sebaiknya penolong melakukan penilain terhadap 5H dan 5T untuk menyelidiki kemungkinan penyebabnya. PEA dengan hipoksia, dapat dipasang segera advanced airway untuk mencapai oksigensi atau ventilasi yang adekuat. PEA yang disebabkan oleh severe volume loss atau sepsis dapat dikoreksi dengan kristaloid IV. PEA oleh kehilangan banyak darah, dapat dilakukan transfusi darah. Jika emboli paru dicurigai sebagai penyebab cardiac arrest, terapi fibrinolitik emperis dapat dilakukan. PEA oleh tension pneumothorax, needle decompression dapat dilakukan untuk terapi awal.Jika mungkin dapat dilakukan echocardiografi untuk mengetahui intravascular volume status, cardiac temponade, mass lesion (tumor, klot darah), kontraktilitas ventrikel kiri, dan pergerakan regional wall. Asistole biasanya merupakan end-stage rhythm yang terjadi setelah VF atau PEA, dengan prognosis yang buruk. Pada pasien yang telah menunjukkan ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai.

II. BRADIKARDI DAN TAKIKARDITidak stabil dan simptomatik adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan kondisi pasien dengan aritmia. Umumnya, tidak stabil mengacu pada suatu kondisi di mana fungsi organ vital yang akut gangguan atau serangan jantung sedang berlangsung atau akan berlangsung. Ketika aritmia menyebabkan pasien menjadi tidak stabil, intervensi segera dilakukan. Simptomatik menyiratkan bahwa aritmia adalah gejala yang menyebabkan jantung berdebar, pusing, atau dyspnea, tetapi pasien stabil dan tidak dalam bahaya. Dalam kasus tersebut lebih banyak waktu yang tersedia untuk memutuskan intervensi yang paling tepat. Dalam kedua kasus tidak stabil dan simptomatik penolong harus membuat penilaian, apakah itu adalah aritmia yang menyebabkan pasien menjadi tidak stabil atau simptomatik, misalnya, seorang pasien syok septik dengan takikardia sinus dari 140 denyut per menit tidak stabil; namun, aritmia adalah kompensasi fisiologis bukan penyebab ketidakstabilan. Oleh karena itu, kardioversi listrik tidak akan memperbaiki kondisi pasien ini.

BradikardiBradikardia adalah keadaan denyut jantung kurang dari 60 denyut per menit. Namun, ketika bradikardia adalah penyebab dari suatu gejala, denyut jantung dapat kurang dari 50 denyut per menit. Denyut jantung yang lambat mungkin fisiologis atau normal untuk beberapa pasien, sedangkan denyut jantung < 50 denyut per menit mungkin tidak memadai untuk sebagian orang lain. Algoritma Bradikardia berfokus pada manajemen bradikardia yang bermakna secara klinis (yaitu, bradikardi yang pantas untuk kondisi klinis). Karena hipoksemia merupakan penyebab umum dari bradikardia, evaluasi awal dari setiap pasien dengan bradikardia harus fokus pada tanda-tanda peningkatan kerja pernapasan (takipnea, retraksi interkostal, suprasternal retraksi, paradoks pernapasan perut) dan saturasi oksihemoglobin.

TakikardiTakikardia didefinisikan sebagai aritmia dengan denyut lebih dari 100 denyut per menit, meskipun, seperti dengan mendefinisikan bradikardia, tingkat takikardia lebih mungkin disebabkan aritmia dengan denyut lebih dari 150 denyut per menit. Denyut jantung yang cepat merupakan respons terhadap stres fisiologis (misalnya, demam, dehidrasi) atau kondisi lain yang mendasarinya. Ketika menghadapi pasien dengan takikardia, upaya yang harus dilakukan untuk menentukan apakah takikardia adalah mencari penyebab utama dari gejala yang muncul atau penyebab sekunder untuk kondisi yang mendasarinya. Banyak ahli menyarankan bahwa ketika denyut jantung >150 denyut per menit, tidak mungkin bahwa gejala ketidakstabilan disebabkan terutama oleh takikardia kecuali ada gangguan fungsi ventrikel.Takikardia dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, berdasarkan kompleks QRS, denyut jantung, dan keteraturan. Profesional ACLS harus mampu mengenali dan membedakan antara sinus takikardia, narrow-complex supraventricular tachycardia (SVT), dan wide-complex tachycardia. NarrowQRS-complex (SVT) tachycardias (QRS 0.12 second) Ventricular tachycardia (VT) and ventricular fibrillation (VF) SVT with aberrancy Pre-excited tachycardias (Wolff-Parkinson-White [WPW] syndrome) Ventricular paced rhythmsEvaluasi dan pengelolaan takiaritmia digambarkan dalam algoritma di bawah ini:

BAB IIIKESIMPULANSaat serangan jantung terjadi, kualitas tinggi tindakan CPR merupakan dasar keberhasilan intervensi ACLS berikutnya. Selama penyedia layanan kesehatan melakukan laju resusitasi kompresi dada dan kedalaman yang memadai, memungkinkan dada berdetak setelah setiap kompresi, meminimalkan gangguan dalam kompresi dada, dan menghindari ventilasi berlebihan, terutama dengan bantuan jalan napas. Kualitas CPR harus terus dipantau. Pemantauan fisiologis mungkin berguna untuk mengoptimalkan upaya resusitasi. Untuk pasien VF / VT tanpa denyut, getaran harus disampaikan segera dengan gangguan minimal dalam kompresi dada. Peningkatan kualitas CPR, kemajuan dalam perawatan pasca serangan jantung, dan meningkatkan penerapan secara keseluruhan melalui sistem perawatan yang komprehensif dapat membantu mengoptimalkan hasil dari pengobatan pasien serangan jantung yang diobati dengan intervensi ACLS.

DAFTAR PUSTAKANeumar, RW et al. 2010. Adult Advanced Cardiovascular Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Dalam jurnal the American Heart Association part 8.Admin. 2014. Bantuan hidup jantung lanjut (ACLS). Diunduh dari http://www.acls-indonesia.com/ pada 20 September 2014.Latief, SA. 2010. Resusitasi Jantung Paru. Dalam buku Petunjuk praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

13