Refer At

63
4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar Anatomi Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar dengan berat sekitar 1500 gram, kurang lebih 2,5 % dari berat badan dewasa. Hepar terdiri atas lobus dextra, lobus sinistra, lobus caudatus, lobus quadratus.Secara anatomis, pada sisi anterosuperior oleh ligamentum Falsiformis dibagi menjadi lobus dekstra dan sinistra. Pada sisi posterior, lobus kaudatus terletak diantara v .cava inferior dan fissura ligamentum Venosum . Lobus ini memiliki prosessus kaudatus ( berupa ismus jaringan hepar ) yang menghubungkannya dengan lobus dekstra. Lobus kuadratus terletak antara fossa vesika fellea dan fissura ligamentum Teres. 1

Transcript of Refer At

Page 1: Refer At

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar

Anatomi

Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar

dengan berat sekitar 1500 gram, kurang lebih 2,5 % dari berat badan dewasa.

Hepar terdiri atas lobus dextra, lobus sinistra, lobus caudatus, lobus

quadratus.Secara anatomis, pada sisi anterosuperior oleh ligamentum Falsiformis

dibagi menjadi lobus dekstra dan sinistra. Pada sisi posterior, lobus kaudatus

terletak diantara v .cava inferior dan fissura ligamentum Venosum . Lobus ini

memiliki prosessus kaudatus ( berupa ismus jaringan hepar ) yang

menghubungkannya dengan lobus dekstra. Lobus kuadratus terletak antara fossa

vesika fellea dan fissura ligamentum Teres.1

Gambar 2.1 Anatomi Hepar

Page 2: Refer At

5

Batas hepar

Batas atas sejajar dengan ruangan interkostal V kanan

Batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri

Facies (permukaan) Hepar:

1. Facies diaphragmatika

a. berbentuk konveks

b. menempel dipermukaan bawah diaphragma dan dibagi lagi

menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra

2. Facies visceralis (inferior)

a. agak datar dan melandai kebawah, kedepan dan ke sebelah

kanan dari facies posterior

b. Umumnya pembuluh darah besar dan duktus masuk keluar

porta hepatis yang terletak di facies visceralis, kecuali v.

hepatika yang muncul dari facies posterior

c. gambaran utamanya adalah struktur-struktur yang tersusun

membentuk huruf H.

Porta hepatis adalah hilus hepar dan dilengkapi oleh kedua lapisan

omentum minus yang pada sebelah kirinya terikat dengan ligamentum

venosum.Porta ini ditempati oleh duktus hepatika dekstra dan sinistra, a. hepatika

dekstra dan sinistra serta v. porta. Susunannya dari belakang ke depan adalah

vena-arteri-duktus.1

Page 3: Refer At

6

Duktus cystikus terletak pada sebelah kanan porta hepatis dan pada tempat

ini terdapat beberapa nodus limftikus. Nodus limfatikus ini bersama saraf

menempel diantara tepi bebas omentum minus. Di sebelah kanan porta terdapat

vesika fellea yang terletak dalam fossa.

Hepar dipertahankan pada tempatnya oleh :

Vena hepatica dan vena cava inferior. Seluruh vena hepatica

terletak intra hepatika dan masuk kedalam vena cava inferior ketika

melewati sulkus di facies posterior hepar.

Perlekatan lig. Triangularis kiri dan lig. Teres.

Organ visera dibawahnya (gaster dan fleksura hepatika kolon).

Hepar dihubungkan dengan dinding abdomen dan diaphragma oleh 5

ligamen yaitu :

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd

dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. Membagi hepar lobus

dekstra dan sinistra.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian

bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis

yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :

Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura

minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam

ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus

Page 4: Refer At

7

communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior

dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-

ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis ki-ka: Merupakan fusi dari ligamentum

coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Hepar diproyeksikan pada dinding anterior abdomen setinggi

xiphisternum. Batas superior kiri adalah sic V, 7-8 cm dari linea mediana dan

kekanan pada sic V melengkung ke bawah membentuk batas kanan , dari iga 7

hingga 11 pada linea midaksilaris.

Fisiologi

Hati merupakan kelenjar terbesar tubuh, karena itu hati memiliki fungsi

yang komplek (Darmawan, 1973), yaitu :

1. Fungsi metabolisme

a. Karbohidrat, misalnya glukoneogenesis, mengubah galaktosa dan

fruktosa menjadi glukosa.

b. Protein, misalnya deaminasi asam amino, pembentukan ureum dari

amonia, pembentukan protein plasma seperti albumin.

c. Lemak, misalnya misalnya pembentukan sebagian besar lipoprotein,

kolesterol, dan fosfolipid, pembentukan empedu. 2

Page 5: Refer At

8

2. Fungsi pembekuan darah, yaitu sebagai sumber dari protrombin, fibrinogen,

dan mengabsorbsi vitamin K dengan garam empedu.

3. Fungsi detoksifikasi

a. Mengeksresikan zat-zat alamiah dan benda asing ke dalam bilier.

b. Untuk detoksifikasi produk-produk metabolik, obat dan toksin sebelum

dieksresikan ke urin.

c. Fungsi pertahanan tubuh Sel-sel Kupffer berperan dalam aktivitas

sistem retikuloendotelial dan fagosit bakteri serta debris dalam darah.

d. Fungsi vaskuler hati

Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai

1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung dan bekerja

sebagai filter karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum (Husadha,

1996). Hepar sendiri mampu mensekresikan enzim-enzim transaminase

disaat sel-sel mengalami gangguan. Kadar transaminase yang tinggi

biasanya menunjukkan kelainan dan nekrosis hati. Enzim-enzim tersebut

masuk dalam peredaran darah. Serum transaminase merupakan indikator

yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati. Enzim-enzim tersebut

diantaranya:

a. Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT)/ Aspartat

Aminotransferase (AST)

Page 6: Refer At

9

Enzim ini banyak dijumpai di jantung, otot-otot skelet dan ginjal.

Bilamana jaringan tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya

dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya

enzim intraseluler dan sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Kadar yang

sangat meningkat terdapat pada nekrosis hepatoselular ataupun infark

miokard. Kadar normal SGOT adalah 5-7 IU/100cc b. Serum Glutamat

Piruvat Transaminase (SGPT)/ Alanin Aminotransferase (ALT) Enzim ini

sebagaian besar dijumpai dalam hati, sedang dalam jantung dan otot-otot

skelet agak kurang jika dibandingkan degan SGOT. Kadar dalam serum

meningkat terutama pada kerusakan dalam hati, jika dibandingkan dengan

SGOT, enzim ini hanya didapatkan di dalam sitoplasma. Kadar normal

enzim ini 4-13 IU/100cc. Kenaikan serum transaminase tersebut akibat

adanya kerusakan sel-sel hati oleh karena virus, obat-obatan, atau toksin

yang menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalanjantung, dan

penyakit hati granulomatous dan yang disebabkan oleh alkohol. Kenaikan

kembali atau bertahannya enzim transaminase yang tinggi menunjukkan

berkembangnya kelainan dan nekrosis hati. SGPT/ALT merupakan serum

transaminase hati yang lebih spesifik untuk mengukur kerusakan sel hati.

Kadar SGPT juga lebih sensitif dan spesifik daripada kadar SGOT dalam

mendeteksi penyakit hati. Biasanya perbedaan ini tidak terlalu besar

sehingga tidak berguna mengukur kedua enzim secara rutin untuk

diagnosa klinis. Pada umumnya, kadar SGPT yang lebih tinggi daripada

SGOT ditemukan pada penyakit hati akut dan kadarnya agak lebih rendah

Page 7: Refer At

10

pada sirosis hati. Pada sirosis, dapat ditemukan SGPT meningkat tapi tak

begitu tinggi. SGOT lebih meningkat daripada SGPT, namun bila

transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Kadar

SGPT merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling spesifik dan

banyak digunakan. Berdasarkan penelitian retrospektif, rasio SGOT/SGPT

> 1 tidak sensitif untuk mendiagnosis sirosis hati, namun pemeriksaan ini

mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi untuk derajat fibrosis. Namun,

suatu penelitian prospektif telah membuktikan hubungan yang kuat antara

hasil tes fungsi liver (seperti peningkatan SGPT) dua kali lipat dari batas

normal dalam minimal enam bulan terakhir dan sirosis hati yang

dibuktikan melalui biopsi hati. Pada seseorang dengan zat gizi dan

simpanan enzim intraselnya baik, kerusakan 1% sel hati akan

meningkatkan kadarnya dalam serum.2

2.2 Gambaran Radiologi Hepar Normal

Imaging pada hepar dapat dilakukan dengan menggunakan :

Ultrasonografi (USG)

Ultrasound (USG) sering merupakan pemeriksaan pertama yang

diminta pada pasien yang datang dengan nyeri kuadran kanan atas, tes

fungsi hati yang abnormal, atau dicurigai adanya keganasan. USG adalah

alat skrining yang sangat baik karena pemeriksaannya yang cepat dan

relatif murah dan tidak melibatkan radiasi . Dengan penggunaan teknik

warna Doppler, kelainan pembuluh darah hati termasuk trombosis vena

dan temuan hipertensi portal dapat diidentifikasi .Hal ini sangat berguna

Page 8: Refer At

11

dalam mengevaluasi patensi pembuluh pada pasien setelah transplantasi

hati.3

Aliran pembuluh darah dapat divisualisasikan oleh USG dengan

pencitraan Doppler , yang terdiri dari tigajenis : warna, spektral , atau

Power Doppler Imaging . Dalam pencitraan Doppler warna, sejenis

pameran kode-warna menghasilkan peta berwarna daripada pembuluh-

pembuluh.

a) Teknik pemeriksaan USG

Tiga irisan penting yang sangat berguna bagi penilaian hati

adalah longitudinal, transversal, dan subkostal. Ketiga irisan tersebut dapat

dihasilkan dengan menggunakan transduser linier, sektor, maupun

campuran (compound). Posisi penderita biasanya berbaring atau miring ke

kiri (leftlateral/decubitus) sambil menahan napas pada inspirasi dalam.

Jarak tiap-tiap irisan umumnya sekitar 1-2 cm sampai seluruh jaringan ikat

terlihat.

b) Indikasi

Indikasi pemeriksaan USG hati adalah :

1) Rasa nyeri perut kanan atas,

2) Pembesaran hati,

3) Terabanya massa di perut kanan atas,

4) Ikterik,

5) Gangguan kondisi badan yang tidak diketahui sebabnya,

6) Mencari kemungkinan metastasis di hati,

Page 9: Refer At

12

7) Menetapkan efusi pleura,

8) Pemeriksaan lengkap dengan melihat hasil pemeriksaan lain-lain,

9) Kelainan letak diafragma.

c) Gambaran USG hati normal

1) Parenkim hati terlihat sebagai jaringan dengan struktur eko

homogen dengan sonodensitas menengah.

2) Vena porta sebagai pembuluh anekoik dengan dinding tebal dan

berlanjut sampai hilus.

3) Vena hepatika sebagai pembuluh anekoik yang naik ke perifer

makin kecil, dengan dinding tipis. Batas vena hepatika homogen.

4) Ujung hepar lobus kanan dan kiri biasanya lancip.

5) Batas belakang lobus kanan yaitu diafragma merupakan garis tebal

yang mempunyai densitas eko tinggi.3

Gambar 2.2 Lobus HatiPotongan transversal menunjukan lobus kanan (RT), lobus kiri (LT) dan lobus kaudatus (CL). Vena Cava Inferior (C) terlihat

dibagian belakang lobus kaudatus.

Page 10: Refer At

13

Gambar 2.3 Potongan longitudinal menunjukan Vena Porta (P), Vena hepatika sinistra (H) dan vena cava inferior (IVC).

Gambar 2.4 Hubungan antara ekogenitas hati dan ginjal kanan. Longitudinal scan (A) Hati lebih rendah ekogenitasnya dari ginjal dalam keadaan normal (B) ekogenitas hati dan ginjal sama pada

keadaan sirosis hati (C) ekogenitas hati lebih tinggi dari ginjal pada steatotic hati.

Computerize Tomography Scan (CT-Scan)

Computed tomography ( CT ) yang sangat berguna untuk

mengevaluasi hati untuk kelainan difus dan kelainan fokal . Beberapa

protokol telah dikembangkan untuk mengoptimalkan deteksi dan

karakterisasi lesi hepar. Hal ini penting untuk memahami pemikiran dasar

di balik teknik ini untuk menyesuaikan pemeriksaan bagi seorang individu.

CT-scan non-kontrasenhanced digunakan pada pasien yang telah

mengalami penurunan fungsi ginjal, bagi mereka yang memiliki alergi

terhadap agen kontrasintravena (IV), atau ketika dicurigai terdapat lesi

Page 11: Refer At

14

dengan densitas tinggi. Kebanyakan pemeriksaan CT pada hepar

melibatkan injeksi bahan kontras IV bolus 100 sampai 150 mL dengan

pencitraan dinamis yang dilakukan pada fase yang berbeda. Keuntungan

dari CT-scan adalah identifikasi lesi ekstrahepatik sebagai sebagian dari

pemeriksaan komprehensif.3

CT-scan menggunakan sinar-x dan struktur berbentuk cincin yang

disebut gantry .Gantry berisi tabung x - ray , yang diarahkan ke deretan

detektor di sisi lain pada gantry . Pasien ditempatkan pada meja yang

bertahap ( aksial CT ) atau terus menerus( spiral CT ) bergeser melalui

pembukaan gantry . Tabung sinar-x berputar di sekitar pasien ,

memancarkan sinar terfokus pada pasien. Sinar yang dilemahkan diterima

oleh detektor.Sinyal ini ditransmisikan ke komputer, yang merekonstruksi

serangkaian gambar dua dimensi pada bidang transversalmelalui tubuh,

seperti memotong sepotong roti.

Pembuluh darah dapat ditunjukkan dengan menggunakan material

kontras iodinasi intravena yang disuntikkan, dan usus dapat ditunjukkan

dengan agen kontras oral. Gambar-gambar ini dapat direkonstruksi pada

bidang lain, disebut rekonstruksi multiplanar rekonstruksi, atau MPR , atau

dalam tiga dimensi. Kebanyakan CT-scan yang ada memiliki scanned

sistem detektor tunggal yang memungkinkan akuisisi gambar tunggal pada

waktu dengan setiap rotasi gantry .4

Page 12: Refer At

15

Gambar 2.5 CT scan menunjukkan hepar normal, pankreas

(kepala panah), dan saluran billiar, pada kedua hepar dan pankreas

(panah).

MRI

Magnetic resonance imaging ( MRI ) pada hepar yang lebih kurang

umum digunakan dari pada CT-Scan atau USG. MRI memiliki

ketersediaan yang lebih terbatas. MRI dapat menjadi metode tambahan

untuk pasien yang alergi terhadap agen kontras atau memiliki fungsi ginjal

yang buruk atau ketika temuan pada CT yang meragukan. MRI tampaknya

sedikit lebih sensitif dan spesifik dalam diagnosis lesi fokal daripada CT .

Deteksi lesi parenkim general dan karakterisasi, bersama-sama

dengan MR angiography, atau MRA, telah lebih ditingkatkan sangat

dengan penggunaan agen kontras intravena imaging-specific, biasanya

gadolinium.5

Page 13: Refer At

16

Gambar 2.5

Gambaran

hepar normal

pada MRI

2.3 Sirosis Hati

2.3.1 Definisi

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

arsitektur hati yang normal oleh lembar-lrmbar jaringan ikat dan nodul-nodul

regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.6

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium

akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.7

Sirosi merupakan hasil yang muncul dari injuri hati kronis yang

ditunjukkan dengan beberapa proses patogenik yang terdiri dari inflamasi,

nekrosis, dan fibrosis/sirosis dan memiliki nilai mortalitas yang tinggi.8

Sirosis adalah sebuah kondisi yang ditetapkan secara histopatologis dan

mempunyai variasi dari manifestasi klinis dan komplikasi, sebagian yang dapat

Page 14: Refer At

17

mengancam hidup. (harison) Sirosis adalah penyakit kronis dengan

karakteristikyaitu destruksi difus dan regenerasi fibrotik sel hepatik.9

2.3.2 Etiologi

1. Hepatitis

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh fibrosis yang padat dan lebar

Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran

nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau

parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.10

Gambar 2.6 Stary sky pada Hepatitis B Akut

2. Alkoholisme

Perubahan yang ditimbulkan akohol adalah akumulasi lemak secara

bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Minuman alkohol menimbulkan

efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya

sejumlah gangguan metabolik yang mencangkup pembentukan trigliserida secara

berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya

Page 15: Refer At

18

oksidasi asam lemak. Individu yang mengonsumsi banyak alkohol dalam jumlah

berlebihan juga mungkin tidak makan selayaknya.2

Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, dapat memacu terbentuk

jaringan yang luas. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis

hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-morfonuklear (PMN) di

hati. Tetapi tidak semua penderita lesi hepatitis alkoholik akan berkemabang

menjadi sirosis hati yang lengkap. Hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi

sirosis Laёnnec yang memiliki gambaran lembaran-lembaran jaringan ikat yang

tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul

halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya

hati untuk mengganti sel-sel yang rusak yang akhirnya hati akan menjadi menciut,

keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal. Penderita sirosis Laёnnec

lebih beresiko menderita karsinoma sel hati.2

3. Malnutrisi

Pola infiltrasi lemak yang sama pada sirosis alkoholik juga ditemukan

pada kwashiorkor, yaitu pola sirosis Laёnnec, yaitu terjadinya akumulasi lemak

secara bertahap di sel-sel hati (infiltrasi lemak) sampai akhirya hati akan menciut,

keras, dan tidak memiliki parenkim normal.2

4. Autoimun(sarkoidosis/inflammatory bowel disease)

Penyebab lain dari sirosis hati adalah hepatitis autoimun. Banyak pasien

dengan hepatitis autoimun (autoimmune hepatitis, AIH) hadir dengan sirosis yang

sudah menetap. Secara khas, pasien seperti ini tidak akan mendapatkan efek yang

Page 16: Refer At

19

menguntungkan dari terapi imunosupresif dengan glukokortikoid atau

azathioprine karena hepatitis autoimunnya akan “burned out”. Dalam situasi ini,

biopsi hati tidak memperlihatkan infiltrat inflamasi yang signifikan. Diagnose

dalam keadaan ini membutuhkan marker autoimun positif seperti antinuclear

antibody (ANA) atau anti-smooth-muscle antibody (ASMA). Saat pasien dengan

AIH hadir dengan sirosis dan inflamasi aktif disertai dengan peningkatan enzim

hati, akan ada keuntungan yang dapat dipertimbangkan dari pemakaian terapi

imunosupresif.10

5. Penyakit biliaris

Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris. Penyebab

tersering sirosis biliaris adalah obstruktif biliaris paskahepatik. Statis empedu

menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel

hati. Terbentuk lembar-lembar fibros di tepi lobulus, namun jarang memotong

lobulus seperti pada sirosis Laёnnec. Hati membesar, keras,bergranula halus, dan

berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom

ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi, dan steatorea.10

6. Penyakit Wilson

Penyakit Wilson adalah gangguan yang didapat dari homeostasis cuprum dengan

kegagalan untuk mengekskresikan kelebihan jumlah cuprum, menyebabkan

akumulasi di hati. Gangguan ini relatif tidak umum terjadi. Penyakit Wilson

secara tipikal mempengaruhi remaja dan dewasa muda. Diagnosis membutuhkan

penentuan dari nilai ceruloplasmin, yang rendah; nilaicuprum urin 24-jam, yang

Page 17: Refer At

20

meningkat; temuan pemeriksaan fisik yang tipikal, termasuk Kayser-Fleischer

cincin korneal, dan temuan karakteristik biopsi hati.10

7. Defisiensi α1AT

Defisiensi alpha antitrypsin adalah hasil dari gangguan yang didapat yang

disebabkan dari kelipatan abnormal dari protein α1AT, yang menyebabkan

kegagalan sekresi dari protein hati.

8. Hemokromatosis

Hemokromatosis adalah penyakit yang didapat, dari metabolisme besi

yang menyebabkan meningkatnya endapan besi hepatik secara progresif, yang

dapat menyebabkan fibrosis portal yang akan berproses menjadi sirosis, gagal

hati, dan kanker hepatoseluler. Diagnosis dibuat berdasarkan studi serum besi

yang menunjukkan peningkatan saturasi transferrin dan peningkatan ferritin,

diikuti dengan abnormalitas diidentifikasi dengan analisis mutasi HFE. 10

8. Gagal jantung kanan

Pada gagal jantung kanan ada peningkatan tekanan vena yang dibawa via

vena cava inferior dan vena hepatika ke dalam sinusoid dari hati, yang

menyebabkan berdilatasi dan membesar dengan darah. Hati menjadi membesar

dan membengkak, dan dengan kongesti pasif jangka panjang dan iskemia relative

karena sirkulasi yang buruk, hepatosit sentrilobular dapat menjadi nekrosis,

menyeabkan fibrosis perisentral. Pola fibrotik ini dapat meluaske perifer dari

Page 18: Refer At

21

lobus ke luar sampai sebuah pola unik dari fibrosis menyebabkan sirosis dapat

muncul.10

2.3.3 Patofisiologi

1. Sirosis alkohol

Ethanol umunya diserap oleh usus kecil dan sebagian kecilnya oleh gaster.

Gastric alcohol dehydrogenase (ADH) memulai metabolism alkohol. Tiga sistem

enzim yang dihitung untuk metabolism alkohol di dalam liver. Hal ini melibatkan

ADH sitosol, microsomal ethanol oxidizing system (MEOS) dan katalase

peroksisimal. Mayoritas oksidasi etanol muncul via ADH untuk membentu

asetildehida, yang merupakan sebuah molekul tinggi reaktif yang dapat memiliki

efek multipel. Pada akhirnya, asetildehida akan dimetabolisme menjadi asetat oleh

aldehyde dehydrogenase (ALDH). Intake ethanol meningkatkan akumulasi

intraselular dari trigliserid dengan meningkatkan serapan asam lemak dan dengan

mengurangi oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein. Sintesis protein,

glikosilasi, dan sekresi terganggu. Oksidasi merusak sampai ke membrane

hepatosit muncul saat formasi oksigen reaktif; asetildehida adalah molekul sangat

reaktif yang berkombinasi dengan protein untuk membentuk aduksi protein

asetaldehida. Aduksi ini dapat mengganggu dengan aktivias enzim spesifik,

termasuk formasi mikrotubular dan protein hepatic. Dengan kerusakan hepatosit

yang dimediasi oleh asetaldehida, oksigen reaktif tertentu dapat menyebabkan

pengaktifan sel Kupffer. Sebagai hasilnya, sitokin profibrogenik diproduksi yang

memulai dan membuat aktivasi sel stelata, dengan resultan produksi berlebih

Page 19: Refer At

22

kolagen dan matriks ekstraselular. Jaringan ikat muncul dalam zona periportal dan

perisentral dan akhirnya menghubungkan trias portal dengan vena sentral

membentuk nodul regenerative. Kehilangan hepatosit terjadi, dan dengan

peningkatan produksi kolagen dan deposisi, bersaa dengan melanjutkan perusakan

hepatosit, hati berkontraksi dan menyusut ukurannya. Proses ini umumnya

memakan waktu dari tahun ke decade untuk muncul.

2. Sirosis hati biliaris

Lesi yang paling awal disebut chronic nonsuppurative destructive

cholangitis dan merupakan proses nekrosis inflamasi dari traktus porta. Duktus

bilier telah diinfiltrasi dengn limfosit dan mengalami kerusakan duktus. Fibrosis

ringan dan kadang stasis empedu dapat muncul. Dengan progresi, infiltrate

inflamasi akan kurang menonjol, tetapi angka dari duktus bilier akan dikurangi da

nada proliferasi dari duktus bilier yang lebih kecil. Peningkatan fibrosis

kemungkinan terjadi dengan ekspansi dari fibrosis periportal menjadi bridging

fibrosis. Akhirnya, sirosis, yang dapat mikronoduler dan makronoduler,

ditemukan.

3. Sirosis pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.

Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan

banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sel stelata (Stellate

cell) dalam keadaan normal mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan

matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan

Page 20: Refer At

23

perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung

secara terus menerus (misal : hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel

stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di

dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

Hepatitis virus yang kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis

C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Beberapa pasien yang terinfeksi dengan

virus hepatitis B dan terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis

yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif

kemudian menjurus pada sirosis, dan lanjut kanker hati.10

Penyakit hati kronis berasosiasi dengan kematian hepatosit, dengan

buktinya yaitu peningkatan nilai serum transaminase, yang menghasilkan dalam

inflamasi diikuti dengan fibrosis. Dengan hilangnya hepatosit, hati kehilangan

kemampuan untuk memetabolisme bilirubin (yang akan menyebabkan

peningkatan nilai bilirubin) dan untuk mensintesis protein, seperti faktor clotting

(menyebabkan peningkatan INR) dan transaminase (yang nilainya akan nampak

normal atau rendah). Saat fibrosis berkelanjutan, tekanan mulai meningkat pada

system porta, yang menyebakan pembesaran limpa dan timbulnya varises

esophagus.7

2.3.4 Manifestasi Klinis

Stigma Sirosis

a. Hiperesterogenisme sekunder6 :

Page 21: Refer At

24

Kerusakan hati menghancurkan katabolisme androgen

estrogen naik

o Spider nevi

o Palmar eritema

o Gynecomastia

o Artrofi testis

o Kolateral

b. Hipertensi portal6 :

o Varises esofagus : melena dan

hematemesis

o Asites

o Splenomegali

o Kolateral

o Hemoroid

o Oedem mukosa usus

Ikterus6

Pada kulit dan membrane mukosa akibat

bilirubinemia

Bila koonsentrasi bilirubin < 2 – 3 mg/dl tidak

begitu terlihat

Warna urin gelap seperti air teh

Hepatomegali6

Ukuran hati dapat normal, kecil, atau besar

Page 22: Refer At

25

Bila hati teraba :

o Hati sirotik

o Teraba keras

o Nodular

Fetor hepatikum6

Pintasan porto sistemik berat dimetil sulfid

meningkat bau nafas khas

2.3.5. Stadium Klinik

Stadium Kompensata10

Belum ada gejala klinik yang nyata

Dapat berlangsung lama (bertahun-tahun)

Sering ditemukan pada waktu general check up

Stadium Dekompensata10

Jelas ditemukan gejala klinik

Kadang-kadang datang dengan komplikasi

Ditemukan reaksi radang pada parenkim

2.3.6 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik

Gejala-gejala hiperesterogenisme sekunder

Gejala-gejala hipertensi porta

Hati mengecil, limpa membesar

Stigmata hepar kronik

Page 23: Refer At

26

2. Pemeriksaan lab

a. Tes Fungsi Hati

o Aminotransferase : AST meningkat dibandingkan ALT

o Alkali fosfatase : meningkat < 2 – 3x batas normal atas pada pasien

sirosis bilier primer

o Gamma glutamil transpeptidase : GGT meningkat pada alkoholik

kronik

o Bilirubin : kompensata (normal), dekomoensata (meningkat)

o Globulin : meningkat

o Albumin : menurun

o Waktu protrombin : memanjang mencerminkan derajat/tingkatan

disfungsi sintesis hati

o Natrium serum : menurun karena ketidakmampuan eksresi air bebas

3. Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi yang dikombinasikan dengan color flow Doppler,

merupakan alat yang paling baik untuk evaluasi pasien sirosis.

Ultrasonografi berguna untuk menggambarkan karakteristik morfologi

sirosis, termasuk irregularitas atau nodul dari tepi hati, perubahan struktur

dan tanda-tanda dari hipertensi portal, seperti vena portokolateral. Temuan

yang paling penting pada sirosis adalah iregularitas permukaan hati.

Ekogenisitas dari parenkim hati dipengaruhi oleh adanya fibrosis dan

regenerasi. Kekasaran dan peningkatan heterogenisitas eko hati dapat

menggambarkan adanya fibrosis dan regenerasi pada sirosis. Akan tetapi

Page 24: Refer At

27

gambaran ultrasonografi yang serupa dapat terlihat pada perlemakan hati

(fatty liver). Sehingga perubahan eko dari parenkim hati ini tidak cukup

untuk mendiagnosis sirosis hati.

Pola sonografi terkait dengan sirosis adalah:

1. Volume redistribusi - Pada tahap awal sirosis, hati dapat membesar,

sedangkan pada tahap lanjutan, hati sering kecil, dengan pembesaran

relatif lobus kaudatus dan lobus kiri, dan pengurangan ukuran lobus kanan.

Rasio lobus kaudatus ke lobus kanan dapat diturunkan dari scan melintang

dari hati langsung di bawah bifurkasi vena portal: ini adalah kurang dari

0,6 pada subjek normal dan lebih besar dari 0,65 pada sirosis, dengan

100% spesifisitas tetapi sensitivitas dari 84% dan 43% di dua seri yang

berbeda.

2. Echotexture kasar - Peningkatan echogenicity dan echotexture kasar

sering pada penyakit hati difus

3. Permukaan nodular - Ketidakteraturan dari permukaan hati

4. Regenerative dan nodul displastik - nodul regeneratif cenderung

isoechoic atau hypoechoic dengan perbatasan echogenic tipis. Nodul yang

besar pada Penyakit macronodular dapat memberikan nodularitas

permukaan ultrasonically. Nodul displastik dianggap premalignant.

Temuan USG lainnya pada sirosis terkait dengan komplikasi yaitu

kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal: ini termasuk asites,

splenomegali, pengembangan saluran vena kolateral dan kelainan lain

sistem vena porta.11

Page 25: Refer At

28

Gambar 2.7 Sirosis: [A] Redistribusi volume dengan pembesaran lobus kiri dan lobus kaudatus; B] Volume redistribusi dengan echotexture kasar; [C] scan

longitudinal menunjukkan kontur lobulated; [D] nodul hypoechoic kelompok kecil sepanjang seluruh parenkim hati .

Gambar 2.8 Pasien wanita berusia 58 tahun dengan tekstur eko yang kasar dan pembesaran lobus kiri hepar.

Sedangkan pada pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI sirosis pada

tahap awal , hati mungkin tampak normal pada pencitraan crosssectional . Dengan

perkembangan penyakit , heterogenitas dari parenkim hati dan nodularitas

permukaan yang diamati . Hipertrofi lobus kaudatus merupakan karakteristik

morfologi pada sirosis hati. Rasio melintang, lebar lobus kaudatus ke lobus kanan

lebih besar dari atau sama 0.65 merupakan indikator positif untuk diagnosis

Page 26: Refer At

29

sirosis dengan tingkat akurasi yang tinggi. Primary sclerosing cholangitis dan

primary biliary cirrhosis memiliki beberapa fitur khas dibandingkan dengan jenis

lain sirosis. Dalam primary sclerosing cholangitis menandakan stadium akhir

sirosis, hampir semua pasien yang diamati terdapat pembesaran pseudotumoral

dari lobus caudatus, bersama dengan atrofi segmen hati perifer. Beberapa striktur

tidak teratur seiring dengan intra dan ekstrahepatik saluran empedu juga diamati.

PBC merupakan tanda-tanda awal dari hipertensi portal,"Fibrosis lacelike," nodul

regeneratif, dan limfadenopati. Tahap akhir primary biliary cirrhosis memberikan

morfologis perubahan ukuran hati yang menyusut, firbrosis, yang dibedakan dari

etiologi lainnya.5

Gambar 2.9 morfologi sirosis Khas pada MRI. Potongan Melintang T2 (A) menunjukkan lobus kaudatus membesar, margin ringan lobulated hati (panah) dan

daerah atenuasi tinggi (panah) dari parenkim hati yang disebabkan oleh patchy fibrosis. T1 (B)diperoleh selama fase vena portal menunjukkan peningkatan

homogen hati dan lobus kaudatus kanan rasio 1,80.

Page 27: Refer At

30

Gambar 2.10 Morfologi sirosis Khas pada CT. CT vena porta menunjukkan sebuah lobus lateral kiri dan lobus kaudatus membesar (C), pembesaran fossa

kandung empedu dengan kandung empedu (g) mengalami herniasi ke arah dinding perut anterior, ditandai atrofi segmen medial lobus hati kiri (panah) dan

dari posterior lobus kanan hati (panah).

Hipertensi portal

Hipertensi portal terjadi ketika peningkatan resistensi terhadap aliran

portal dan / atau meningkat aliran darah Portal. Tekanan vena portal normal

adalah 5 sampai 10 mm Hg (14cm H2O). Hipertensi didefinisikan oleh tekanan

vena hepatika terjepit atau tekanan vena portal langsung lebih dari 5 mm Hg lebih

besar dari tekanan vena cava inferior, tekanan vena limpa dari lebih besar dari 15

mm Hg atau tekanan vena portal lebih besar dari 30 cm H2O. Sehingga terjadi

pembesaran pembuluh Portal ekstrahepatik, pengembangan spontan kolateral

portosistemik dan perlambatan aliran vena porta.

Pada orang dewasa, penyebab trombosis vena portal adalah trauma, sepsis,

HCC, karsinoma pankreas, pankreatitis, portacaval pirau, splenomegali dan

hiperkoagulasi. Hiperdinamik mengacu pada kondisi yang menyebabkan fistula

arteri Portal atau malformasi arteriovenous.

Page 28: Refer At

31

Sirosis merupakan penyebab paling umum dari hipertensi portal

intrahepatik. Sirosis menyebabkan kematian hepatoseluler dan degenerasi

parenkim dan regenerasi. Hal ini menyebabkan fibrosis yang mempengaruhi

venula pusat yang menguras sinusoid, serta sinusoid sendiri. Penyebab fibrosis

yaitu peningkatan resistensi terhadap aliran darah. Awalnya, volume aliran vena

porta dipertahankan, tetapi pada tekanan portal yang lebih tinggi. Karena proses

berlangsung, resistensi terhadap inflow di hati menyetarakan dengan resistensi

terhadap aliran di portosystemic. Pada titik ini, aliran Portal mulai dialihkan ke

dalam kolateral. Karena Portal inflow ke hati berkurang, aliran arteri hati

meningkat, dan arteri menjadi lebih besar dan lebih berliku-liku. 12

Beberapa temuan sonografi hipertensi portal.

Dilatations portal, vena mesenterika dan limpa semua indikator potensi

tekanan tinggi. Weinreb (1982) menemukan 13 mm sebagai potongan untuk batas

atas diameter vena portal normal. Pembesaran diameter vena porta merupakan

pertanda adanya hipertensi portal,tetapi ukuran normal vena portal tentu tidak

mengecualikan diagnosis. Pendekatan ini memiliki sensitivitas 80% dan

spesifisitas 100% dalam mendiagnosa hipertensi portal.

Berbagai teknik Doppler telah digunakan untuk mengevaluasi pasien yang

diduga hipertensi portal. Pengukuran sederhana kecepatan vena portal adalah

salah satu pendekatan tersebut. Kecepatan aliran vena Portal adalah sekitar 15 18

cm / detik.

Page 29: Refer At

32

Gambar 2.11 Pasien Laki-laki berusia 58 tahun dengan sirosis hepatis akibat hepatitis C kronik. Terdapat gambaran sirosis yang terkompensasi. A. Batas hepar

yang iregular B. Thrombosis vena porta

Gambar 2.12 A dan B Sirosis stadium lanjut. Pada potongan transversal terdapat nodul-nodul (gambar A) dan nodul kecil (gambar B) pada lobus kanan , asites

(AS). P – Vena porta, B – Lambung, G – kandung empedu.

Page 30: Refer At

33

Gambar 2.13 trombosis vena porta pada sirosis lanjut, dengan defisit sinyal Doppler ultrasonografi (panah).

Gambar 2.14 Aliran vena Portal: [A] pola normal Ondulatory; [B] Kehilangan aliran ondulatory, mempertahankan aliran hepatopetal normal; [C] Hepatofugal aliran vena portal seperti yang terlihat dengan warna biru di dalam

vena dan grafik di bawah baseline.

Normalnya , vena umbilikalis menghilang pada saat dilahirkan dan

berubah menjadi ligamentum teres hepatis. Pada beberapa pasien hal ini dappat

diidentifikasi sebagai gambaran hypoechoic sepanjang ligamentum teres. Ini

memanjang dari umbilikus ke aspek yang paling anterior dari pusat segmen vena

portal kiri. Pada individu tanpa hipertensi portal, tidak terdapat aliran pada vena

umbilikalis. Sedangkan pada hipertensi portal, vena umbilikalis mengalami

Page 31: Refer At

34

rekanalisadi dan menyebabkan aliran hepatofugal. Rekanalisasi Vena umbilikalis

sangat baik dilihat dengan memindai lobus kiri hati.

Gambar 2.15 Vena Gastrika kiri : dilatasi vena gastrika kiri pada scan longitudinal di bawah lobus hepar kiri

Gambar 2.16 Vena Umbilikalis pada USG dopler : Rekanalisasi vena umbilikalis dari ligamentum falciforme sampai dinding anterior abdomen pada

area umbilikalis

Page 32: Refer At

35

Gambar 2.17 sclerosing cholangitis primer di CT. (A) CT non-kontras menunjukkan lobulasi berat (panah) dari kontur hati dan kompensasi hipertrofi dari lobus kaudatus (panah). Daerah pinggiran hati yang hipodens karena atrofi. Fenomena hiperplasia segmental terkait dengan atrofi bagian lain dari hati yang dikenal sebagai kompleks atrofi-hipertrofi. (B) CT scan vena porta pada pasien yang berbeda dengan primary sclerosing cholangitis menunjukkan dilatasi tidak

teratur dari saluran empedu intra-hepatik (panah). Varises esofagus (panah) karena hipertensi portal.

Klasifikasi nodul pada lesi hepatoselular

1. Nodul Regeneratif

Lesi regeneratif meliputi nodul regeneratif, hiperplasia lobus dan segmen,

dan nodul hiperplasia fokal. Nodul regeneratif khas terjadi di hati sirosis dan

oleh karena itu disebut sebagai nodul sirosis. Hiperplasia lobus dan segmen, dan

nodul hiperplasia fokal biasanya terjadi pada non-sirosis hati. Nodul regeneratif

terbentuk akibat adanya nekrosis, perubahan sirkulasi, atau rangsangan lainnya .

Nodul dapat berupa monoacinar atau multiacinar, tergantung pada apakah nodul

mengandung satu atau lebih terminal portal tracts. Nodul regeneratif juga dapat

Page 33: Refer At

36

diklasifikasikan sesuai dengan ukuran baik sebagai micronodules (<3 mm) atau

macronodules (≥3 mm). Nodul regeneratif raksasa dengan diameter 5 cm telah

dijelaskan, tetapi sangat jarang. Pada sirosis hati, nodul regeneratif merupakan

makronodular yang biasanya ditemukan pada hepatitis B kronik atau

mikronodular (3 - 9 mm) pada sirosis yang disebabkan selain hepatitis B.

Kebanyakan nodul regeneratif sulit dideteksi oleh CT maupun MR karena terlalu

kecil atau terlalu mirip dengan parenkim hati. CT dapat mendeteksi nodul

regeneratif ketika berada disekitar hipodens jaringan fibrorik pada CT non-

kontras.

Pencitraan nodul regeneratif dengan MR memiliki sensitivitas yang lebih

tinggi. Biasanya menunjukan gambaran isointense (Gambar. 2.11A) sampai

hypointense pada T2 , pada inflamasi disekitar septa fibrosis (Gambar. 2.11B)

dan isointense sampai hyperintense terhadap bagian belakang parenkim hati

pada T1. Akumulasi besi dalam nodul regeneratif dapat menyebabkan

hypointensity pada T2 (Gambar. 2.12A) karena medan magnet tidak homogen.

Gambar 2.18 Sirosis dan beberapa nodul regeneratif pada pencitraan MR. T1 gambar (A) menunjukkan beberapa nodul subcentimeter isointense (panah), dikelilingi oleh hipointens septa fibrosis. Pada T2 (B), nodul (panah) masih

isointense dan dikelilingi oleh hyperintense septa fibrosis lace-like yang tebal.

Page 34: Refer At

37

Gambar 2.19 Sirosis dan Nodul regeneratif siderotik pada MRI. T2 (A) menunjukkan multiple hypointense nodul (panah). T1 (B), nodul adalah

hypointense.

Gambar 2.20 Nodul regeneratif pada seorang pria 54-tahun dengan sirosis HCV diinduksi. T2-weighted (a) gambar unenhanced menunjukkan Heterogenitas

minimal parenkim hati, dengan nodul terlihat samar-samar dari berbagai ukuran (panah). (b) Gambar yang diperoleh setelah pemberian SPIO menunjukkan

ilangnya intensitas sinyal karena serapan fagositosis partikel SPIO dalam nodul (panah), yang tampak gelap dan dibatasi tajam. (c) double contrast- enhanced diperoleh setelah pemberian intravena dari agen kontras berbasis gadolinium

menunjukkan Reticuli fibrotik dengan sinyal intensitas tinggi akibat akumulasi ekstraseluler dari agen dengan berat molekul rendah. (d) Fotografi hati explanted

dari seorang wanita 67 tahun dengan sirosis HCV-diinduksi menunjukkan

Page 35: Refer At

38

permukaan luar dengan nodul regeneratif berbagai ukuran. (e) Photomicrograph (pembesaran 40x) dari sepotong spesimen yang ditampilkan di d menunjukkan proliferasi hiperplastik hepatosit dalam formasi nodular (panah) dikelilingi oleh

septa fibrosis (panah).

2. Nodul dysplasia atau neoplastik

Lesi displastik atau neoplastik sirosis termasuk displastik fokus dan nodul,

hepatoseluler karsinoma, dan beberapa adenoma hepatoseluler, meskipun yang

terakhir biasanya terjadi pada noncirrhotic hati. Dengan demikian, ada empat

kelas lesi yang khas ditemukan dalam hati sirosis: nodul regeneratif, fokus

displastik, displastik nodul, dan karsinoma hepatoseluler. Secara keseluruhan

lesi ini disebut sebagai cirrhosisassociated hepatocellular nodules.

Noduldisplastik dan neoplastik terdiri dari hepatosit yang menampilkan

karakteristik histologis pertumbuhan abnormal yang diduga disebabkan oleh

perubahan genetik. Lesi dengan gambaran displastik yang tidak memenuhi

kriteria histologis keganasan atau invasi digambarkan sebagai (a) fokus

displastik (diameter <1 mm ) atau (b) nodul displastik (≥1 mm). Nodul displastik

adalah nodul regenerasi yang mengandung sel atipikal tanpa tanda-tanda

histologi yang pasti dari keganasan, dan dianggap sebagai tanda awal proses

hepatocarcinogenesis. Transformasi nodul displastik menjadi ganas dapat

diidentifikasi 4 bulan setelah pertama kali ditemukan nodul. Nodul displastik

ditemukan pada 15-25% dari sirosis hati dan disubklasifikasikan atas dasar

derajat kelainan seluler, yaitu :

Page 36: Refer At

39

Low-grade (mengandung hepatosit dengan atypia ringan)

High-grade ( atypia ringan tetapi tidak cukup untuk mendiagnosis

keganasan)

Menurut pedoman terbaru dari American Association for the Study of

Liver Diseases (AASL), nodul displastik tidak seharusnya diperlakukan atau

dikelola sebagai kanker, dan pasien dengan diketahui atau dicurigai nodul

displastik tidak boleh dimonitor lebih agresif daripada pasien tanpa nodul.12

Seperti nodul regeneratif, nodul displastik juga diperdarahi terutama oleh

vena portal dan tidak menunjukkan peningkatan densitas arteri pada CT atau

MRI. Karena itu, peningkatan densitas arteri merupakan tanda hepatoseluler

karsinoma bukan nodul displastik, tapi ada banyak tumpang tindih dalam fitur

imaging antara nodul regeneratif, nodul displastik dan hepatoselulerkarsinoma.

Nodul displastik biasanya muncul hypointense pada parenkim hati pada gambar

T2 (Gambar. 2.21A), dan menunjukan hiperintensitas pada gambar T1 (Gambar.

2.22B), cukup berbeda dengan temuan khas untuk hepatocellular karsinoma.

Nodul displastik terdeteksi dan ditandai lebih baik dengan MR daripada CT;

Namun, diagnosis yang akurat dapat dilakukan hanya sekitar 15% dari kasus.

Page 37: Refer At

40

Gambar 2.21 Sirosis dan nodul displastik pada pencitraan MR. Pada T2 (a) menunjukkan batas hati yang tidak teratur, ascites perihepatik (a) dan massa

hypointense (panah). Pada T1 gambar (b), massa hiperintens (panah).

Gambar 2.22 Nodul regeneratif dan hepatocellular carcinoma pada seorang pria 57-tahun dengan sirosis. (a) T2 gambar menunjukkan karsinoma hepatoseluler

kecil (panah), yang memiliki intensitas sinyal tinggi dari nodul regeneratif sekitarnya, karena serapan fagositosis yang lebih rendah partikel SPIO. 1 minggu kemudian, sebelum (b) dan dalam tiga fase setelah (c-f) suntikan intravena dari

agen kontras berbasis gadolinium. The unenhanced gambar (b) tidak menunjukkan karsinoma hepatoseluler kecil, tapi gambar fase arteri hati (c) menunjukkan intensitas sinyal meningkat di karsinoma (panah). (d, e) vena

porta(d) dan keseimbangan (e) gambar fase menunjukkan pengosongan di pusat lesi, yang memiliki intensitas sinyal rendah dari parenkim hati, sementara bahan kontras dipertahankan dalam hasil lesi rim dalam sinyal hyperintense diduga dari

kapsul atau pseudokapsul. The multiple nodul regeneratif memiliki intensitas sinyal yang bervariasi b, isointense pada parenkim di c, dan sedikit kurang intens

dibandingkan dengan parenkim di e.

Page 38: Refer At

41

Karsinoma hepatoselular

Hepatocellular karsinoma adalah neoplasma ganas terdiri dari dediferensiasi

hepatosit. Lesi umumnya diklasifikasikan sebagai kecil (<2 cm diameter) atau

besar (≥2 cm). Klasifikasi makroskopik karsinoma hepatoseluler, digunakan

sejak tahun 1901, mencakup tiga jenis utama: nodular, massive, dan difus (7).

Karsinoma hepatoseluler nodular adalah lesi kecil dengan batas yang berbeda.

Karsinoma hepatoselular massive lebih besar dari yang nodular dan dapat terdiri

dari beberapa lesi kecil konfluen, sebuah lesi tunggal yang dominan , atau

kombinasi keduanya. Difus karsinoma hepatoseluler ditandai oleh beberapa

infiltrasi tumor. Pada tahun 1987, Kanai menggambarkan tiga besar subtipe dari

karsinoma hepatoseluler nodular:

nodul tunggal

nodul tunggal dengan pertumbuhan extranodular

multiple nodul yang berdekatan

Karsinoma hepatoselular biasa terjadi pada sirosis hati. Kehadiran kontras

lebih awal dengan pengosongan cepat pada vena porta dianggap sebagai tanda

hepatoselular karsinoma. Karakteristik hapatoselular karsinoma yaitu pada CT

non-kontras bermanifestasi sebagai lesi hipodens pada fase arterial. Gambaran

serupa pada pencitraan MR hepatoselular karsinoma biasanya hipointens pada T1

dan hiperintens pada T2. Karakteristik lain pada hepatoselular karsinoma yaitu

heterogenitas, mosaic appreance, multiplisitas, kapsulasi dan invasi vena porta

atau vena hepatika.

Page 39: Refer At

42

CT dan MR cukup akurat dalam mendiagnosis hepatoselullar karsinoma

dengan diameter nodul ≥ 2cm. Menurut ahli dari European Association for the

Study of the Liver (EASL) membedakan antara lesi berukuran kurang dari 2 cm

dan dengan diameter yang lebih besar harus selalu dikonfirmasi dengan biopsi.

Untuk massa yang lebih besar dari 2,0 cm, temuan karakteristik vaskularisasi

arteri harus terlihat di dua teknik pencitraan (misalnya, CT dan MRI), atau

hipervaskularisasi dalam satu teknik pencitraan dengan perlambatan

pengosongan di vena portal dapat mendiagnosis hepatoselular karsinoma tanpa

biopsi.

Gambar 2.23 Sirosis dan fokus konfluen fibrosis di pencitraan MR. T1 gambar (A) menunjukkan fokus konfluen fibrosis lesi (panah) di empat segmen sebagai daerah intensitas sedang hingga tinggi dibandingkan dengan hati. T1 gambar (B) menunjukkan low-intensitas dari fokus konfluen lesi fibrosis (panah). Terdapat

retraksi yang berdekatan (panah) dari kapsul hati. T1 yang ditingkatkan (C) tidak menunjukkan peningkatan yang jelas dari fokus konfluen fibrosis.

Page 40: Refer At

43

Gambar 2.24 Sirosis dan karsinoma hepatoseluler dengan mosaic apperance di pencitraan MR. T2 (A) menunjukkan tumor besar (panah) di lobus kanan hati yang sedikit hyperintense pada parenkim non-tumorous dan heterogen karena adanya beberapa daerah hypointense. T1 yang ditingkatkan (B) menunjukkan bahwa hanya bagian tepi tumor yang hiperintens (panah),

sedangkan sisanya hypointense. (C) Kapsul fibrotik (panah) sekitar lesi baik terlihat karena retensi kontras. Mosaic Appereance disebabkan perbedaan tingkat intensitas dan hasil dari pola pertumbuhan abnormal hepatoseluler karsinoma, yang mengandung nodul kecil dengan ddiselingi nekrosis, fibrosis, dan cystic atau degenerasi lemak. Kapsul dan pola mosaik terlihat lebih sering dengan meningkatnya diameter tumor.

Gambar 2.25 karakteristik nodul hepatoselular dan hubungannya dengan parenkim hati.

Page 41: Refer At

44

2.3.7 Komplikasi

1. Kegagalan hati (hepatic failure)

Akibat gagal hati yang paling berbahaya adalah:

Hipoalbuminemia

Hipertensi portal

Kolastasis

Hipertensi portal

- Tekanan vena portal yang normal: 5-10mmHg

- Hipertensi portal ≥ 15 – 20 mmHg

Varises esofagus :

- Melena : muntah darah berwarna hitam

- Hematemesis : BAB darah berwarna hitam

Etiologi :

- Ruptur varises esofagus

- Erosif gastritis

- Ulkus peptikum

- Malignancy

- Sindroma Mallory-Weiss

Pada hipertensi portal terjadi peningkatan tahanan pembuluh darah portal

sehingga terjadi penurunan aliran darah ke dalam hati. Timbul kolateral (varises)

yang menyebabkan peningkatan vasodilator sehingga terjadi penurunan

sensitivitas vasokonstriktor. Penurunan vasokonstriktor akan menyebabkan

Page 42: Refer At

45

vasodilatasi perifer dan vasodilatasi splanknik yang akhirnya akan menyebabkan

asites.4

2. PSE (Porto Systemic Encephalopathy) : Koma hepatikum atlas patfis sylvia

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita

penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan

flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan

perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga

kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatic yang berakhir dengan koma

adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang fatal.

Hiperamonemia merupakan sebagian penyebab dari ensefalopati hepatik.4

3. Peritonitis bakterialis spontan (Spontaneousbacterialis peritonitis)

Infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal tanpa gejala namun dapat timbul demam dan nyeri

abdomen.

4. Sindroma hepato-renal

Sindroma hepato-renal gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,

peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal jika

terjadi kerusakan hati lanjut penurunan perfusi ginjal penurunan filtrasi

glomerulus.

Page 43: Refer At

46

5. Asites

Penimbunan cairan bebas secara abnormal di rongga perut. Faktor yang

menyebabkan asites pada sirosis hati: hipertensi portal, hipoalbuminemia,

meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati, retensi natrium, gangguan

ekskresi air. Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen.

Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena

diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan

peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik

dengan pekak alih, gelombang cairan dan perut yang membengkak. 4

6. Hepatoma (kanker hati) : Hepatocellular carcinoma (HCC)

Karsinoma hepatoselular merupakan tumor ganas hati primer yang berasal

dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan

hepatoblastoma.1

7. Gangguan koagulasi darah

Gangguan koagulasi darah disebabkan oleh absorpsi lemak yang menurun

yang menyebabkan defisiensi vitamin K yang mempengaruhi faktor pembekuan.

Hal ini dapat mempengaruhi perdarahan saluran cerna.4