Refer At
-
Upload
nuralitarp -
Category
Documents
-
view
32 -
download
4
Transcript of Refer At
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar
Anatomi
Hepar adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar
dengan berat sekitar 1500 gram, kurang lebih 2,5 % dari berat badan dewasa.
Hepar terdiri atas lobus dextra, lobus sinistra, lobus caudatus, lobus
quadratus.Secara anatomis, pada sisi anterosuperior oleh ligamentum Falsiformis
dibagi menjadi lobus dekstra dan sinistra. Pada sisi posterior, lobus kaudatus
terletak diantara v .cava inferior dan fissura ligamentum Venosum . Lobus ini
memiliki prosessus kaudatus ( berupa ismus jaringan hepar ) yang
menghubungkannya dengan lobus dekstra. Lobus kuadratus terletak antara fossa
vesika fellea dan fissura ligamentum Teres.1
Gambar 2.1 Anatomi Hepar
5
Batas hepar
Batas atas sejajar dengan ruangan interkostal V kanan
Batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri
Facies (permukaan) Hepar:
1. Facies diaphragmatika
a. berbentuk konveks
b. menempel dipermukaan bawah diaphragma dan dibagi lagi
menjadi facies anterior, superior, posterior dan dekstra
2. Facies visceralis (inferior)
a. agak datar dan melandai kebawah, kedepan dan ke sebelah
kanan dari facies posterior
b. Umumnya pembuluh darah besar dan duktus masuk keluar
porta hepatis yang terletak di facies visceralis, kecuali v.
hepatika yang muncul dari facies posterior
c. gambaran utamanya adalah struktur-struktur yang tersusun
membentuk huruf H.
Porta hepatis adalah hilus hepar dan dilengkapi oleh kedua lapisan
omentum minus yang pada sebelah kirinya terikat dengan ligamentum
venosum.Porta ini ditempati oleh duktus hepatika dekstra dan sinistra, a. hepatika
dekstra dan sinistra serta v. porta. Susunannya dari belakang ke depan adalah
vena-arteri-duktus.1
6
Duktus cystikus terletak pada sebelah kanan porta hepatis dan pada tempat
ini terdapat beberapa nodus limftikus. Nodus limfatikus ini bersama saraf
menempel diantara tepi bebas omentum minus. Di sebelah kanan porta terdapat
vesika fellea yang terletak dalam fossa.
Hepar dipertahankan pada tempatnya oleh :
Vena hepatica dan vena cava inferior. Seluruh vena hepatica
terletak intra hepatika dan masuk kedalam vena cava inferior ketika
melewati sulkus di facies posterior hepar.
Perlekatan lig. Triangularis kiri dan lig. Teres.
Organ visera dibawahnya (gaster dan fleksura hepatika kolon).
Hepar dihubungkan dengan dinding abdomen dan diaphragma oleh 5
ligamen yaitu :
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd
dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. Membagi hepar lobus
dekstra dan sinistra.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian
bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis
yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :
Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura
minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam
ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
7
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior
dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-
ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka: Merupakan fusi dari ligamentum
coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Hepar diproyeksikan pada dinding anterior abdomen setinggi
xiphisternum. Batas superior kiri adalah sic V, 7-8 cm dari linea mediana dan
kekanan pada sic V melengkung ke bawah membentuk batas kanan , dari iga 7
hingga 11 pada linea midaksilaris.
Fisiologi
Hati merupakan kelenjar terbesar tubuh, karena itu hati memiliki fungsi
yang komplek (Darmawan, 1973), yaitu :
1. Fungsi metabolisme
a. Karbohidrat, misalnya glukoneogenesis, mengubah galaktosa dan
fruktosa menjadi glukosa.
b. Protein, misalnya deaminasi asam amino, pembentukan ureum dari
amonia, pembentukan protein plasma seperti albumin.
c. Lemak, misalnya misalnya pembentukan sebagian besar lipoprotein,
kolesterol, dan fosfolipid, pembentukan empedu. 2
8
2. Fungsi pembekuan darah, yaitu sebagai sumber dari protrombin, fibrinogen,
dan mengabsorbsi vitamin K dengan garam empedu.
3. Fungsi detoksifikasi
a. Mengeksresikan zat-zat alamiah dan benda asing ke dalam bilier.
b. Untuk detoksifikasi produk-produk metabolik, obat dan toksin sebelum
dieksresikan ke urin.
c. Fungsi pertahanan tubuh Sel-sel Kupffer berperan dalam aktivitas
sistem retikuloendotelial dan fagosit bakteri serta debris dalam darah.
d. Fungsi vaskuler hati
Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai
1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung dan bekerja
sebagai filter karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum (Husadha,
1996). Hepar sendiri mampu mensekresikan enzim-enzim transaminase
disaat sel-sel mengalami gangguan. Kadar transaminase yang tinggi
biasanya menunjukkan kelainan dan nekrosis hati. Enzim-enzim tersebut
masuk dalam peredaran darah. Serum transaminase merupakan indikator
yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati. Enzim-enzim tersebut
diantaranya:
a. Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT)/ Aspartat
Aminotransferase (AST)
9
Enzim ini banyak dijumpai di jantung, otot-otot skelet dan ginjal.
Bilamana jaringan tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya
dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya
enzim intraseluler dan sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Kadar yang
sangat meningkat terdapat pada nekrosis hepatoselular ataupun infark
miokard. Kadar normal SGOT adalah 5-7 IU/100cc b. Serum Glutamat
Piruvat Transaminase (SGPT)/ Alanin Aminotransferase (ALT) Enzim ini
sebagaian besar dijumpai dalam hati, sedang dalam jantung dan otot-otot
skelet agak kurang jika dibandingkan degan SGOT. Kadar dalam serum
meningkat terutama pada kerusakan dalam hati, jika dibandingkan dengan
SGOT, enzim ini hanya didapatkan di dalam sitoplasma. Kadar normal
enzim ini 4-13 IU/100cc. Kenaikan serum transaminase tersebut akibat
adanya kerusakan sel-sel hati oleh karena virus, obat-obatan, atau toksin
yang menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalanjantung, dan
penyakit hati granulomatous dan yang disebabkan oleh alkohol. Kenaikan
kembali atau bertahannya enzim transaminase yang tinggi menunjukkan
berkembangnya kelainan dan nekrosis hati. SGPT/ALT merupakan serum
transaminase hati yang lebih spesifik untuk mengukur kerusakan sel hati.
Kadar SGPT juga lebih sensitif dan spesifik daripada kadar SGOT dalam
mendeteksi penyakit hati. Biasanya perbedaan ini tidak terlalu besar
sehingga tidak berguna mengukur kedua enzim secara rutin untuk
diagnosa klinis. Pada umumnya, kadar SGPT yang lebih tinggi daripada
SGOT ditemukan pada penyakit hati akut dan kadarnya agak lebih rendah
10
pada sirosis hati. Pada sirosis, dapat ditemukan SGPT meningkat tapi tak
begitu tinggi. SGOT lebih meningkat daripada SGPT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Kadar
SGPT merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling spesifik dan
banyak digunakan. Berdasarkan penelitian retrospektif, rasio SGOT/SGPT
> 1 tidak sensitif untuk mendiagnosis sirosis hati, namun pemeriksaan ini
mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi untuk derajat fibrosis. Namun,
suatu penelitian prospektif telah membuktikan hubungan yang kuat antara
hasil tes fungsi liver (seperti peningkatan SGPT) dua kali lipat dari batas
normal dalam minimal enam bulan terakhir dan sirosis hati yang
dibuktikan melalui biopsi hati. Pada seseorang dengan zat gizi dan
simpanan enzim intraselnya baik, kerusakan 1% sel hati akan
meningkatkan kadarnya dalam serum.2
2.2 Gambaran Radiologi Hepar Normal
Imaging pada hepar dapat dilakukan dengan menggunakan :
Ultrasonografi (USG)
Ultrasound (USG) sering merupakan pemeriksaan pertama yang
diminta pada pasien yang datang dengan nyeri kuadran kanan atas, tes
fungsi hati yang abnormal, atau dicurigai adanya keganasan. USG adalah
alat skrining yang sangat baik karena pemeriksaannya yang cepat dan
relatif murah dan tidak melibatkan radiasi . Dengan penggunaan teknik
warna Doppler, kelainan pembuluh darah hati termasuk trombosis vena
dan temuan hipertensi portal dapat diidentifikasi .Hal ini sangat berguna
11
dalam mengevaluasi patensi pembuluh pada pasien setelah transplantasi
hati.3
Aliran pembuluh darah dapat divisualisasikan oleh USG dengan
pencitraan Doppler , yang terdiri dari tigajenis : warna, spektral , atau
Power Doppler Imaging . Dalam pencitraan Doppler warna, sejenis
pameran kode-warna menghasilkan peta berwarna daripada pembuluh-
pembuluh.
a) Teknik pemeriksaan USG
Tiga irisan penting yang sangat berguna bagi penilaian hati
adalah longitudinal, transversal, dan subkostal. Ketiga irisan tersebut dapat
dihasilkan dengan menggunakan transduser linier, sektor, maupun
campuran (compound). Posisi penderita biasanya berbaring atau miring ke
kiri (leftlateral/decubitus) sambil menahan napas pada inspirasi dalam.
Jarak tiap-tiap irisan umumnya sekitar 1-2 cm sampai seluruh jaringan ikat
terlihat.
b) Indikasi
Indikasi pemeriksaan USG hati adalah :
1) Rasa nyeri perut kanan atas,
2) Pembesaran hati,
3) Terabanya massa di perut kanan atas,
4) Ikterik,
5) Gangguan kondisi badan yang tidak diketahui sebabnya,
6) Mencari kemungkinan metastasis di hati,
12
7) Menetapkan efusi pleura,
8) Pemeriksaan lengkap dengan melihat hasil pemeriksaan lain-lain,
9) Kelainan letak diafragma.
c) Gambaran USG hati normal
1) Parenkim hati terlihat sebagai jaringan dengan struktur eko
homogen dengan sonodensitas menengah.
2) Vena porta sebagai pembuluh anekoik dengan dinding tebal dan
berlanjut sampai hilus.
3) Vena hepatika sebagai pembuluh anekoik yang naik ke perifer
makin kecil, dengan dinding tipis. Batas vena hepatika homogen.
4) Ujung hepar lobus kanan dan kiri biasanya lancip.
5) Batas belakang lobus kanan yaitu diafragma merupakan garis tebal
yang mempunyai densitas eko tinggi.3
Gambar 2.2 Lobus HatiPotongan transversal menunjukan lobus kanan (RT), lobus kiri (LT) dan lobus kaudatus (CL). Vena Cava Inferior (C) terlihat
dibagian belakang lobus kaudatus.
13
Gambar 2.3 Potongan longitudinal menunjukan Vena Porta (P), Vena hepatika sinistra (H) dan vena cava inferior (IVC).
Gambar 2.4 Hubungan antara ekogenitas hati dan ginjal kanan. Longitudinal scan (A) Hati lebih rendah ekogenitasnya dari ginjal dalam keadaan normal (B) ekogenitas hati dan ginjal sama pada
keadaan sirosis hati (C) ekogenitas hati lebih tinggi dari ginjal pada steatotic hati.
Computerize Tomography Scan (CT-Scan)
Computed tomography ( CT ) yang sangat berguna untuk
mengevaluasi hati untuk kelainan difus dan kelainan fokal . Beberapa
protokol telah dikembangkan untuk mengoptimalkan deteksi dan
karakterisasi lesi hepar. Hal ini penting untuk memahami pemikiran dasar
di balik teknik ini untuk menyesuaikan pemeriksaan bagi seorang individu.
CT-scan non-kontrasenhanced digunakan pada pasien yang telah
mengalami penurunan fungsi ginjal, bagi mereka yang memiliki alergi
terhadap agen kontrasintravena (IV), atau ketika dicurigai terdapat lesi
14
dengan densitas tinggi. Kebanyakan pemeriksaan CT pada hepar
melibatkan injeksi bahan kontras IV bolus 100 sampai 150 mL dengan
pencitraan dinamis yang dilakukan pada fase yang berbeda. Keuntungan
dari CT-scan adalah identifikasi lesi ekstrahepatik sebagai sebagian dari
pemeriksaan komprehensif.3
CT-scan menggunakan sinar-x dan struktur berbentuk cincin yang
disebut gantry .Gantry berisi tabung x - ray , yang diarahkan ke deretan
detektor di sisi lain pada gantry . Pasien ditempatkan pada meja yang
bertahap ( aksial CT ) atau terus menerus( spiral CT ) bergeser melalui
pembukaan gantry . Tabung sinar-x berputar di sekitar pasien ,
memancarkan sinar terfokus pada pasien. Sinar yang dilemahkan diterima
oleh detektor.Sinyal ini ditransmisikan ke komputer, yang merekonstruksi
serangkaian gambar dua dimensi pada bidang transversalmelalui tubuh,
seperti memotong sepotong roti.
Pembuluh darah dapat ditunjukkan dengan menggunakan material
kontras iodinasi intravena yang disuntikkan, dan usus dapat ditunjukkan
dengan agen kontras oral. Gambar-gambar ini dapat direkonstruksi pada
bidang lain, disebut rekonstruksi multiplanar rekonstruksi, atau MPR , atau
dalam tiga dimensi. Kebanyakan CT-scan yang ada memiliki scanned
sistem detektor tunggal yang memungkinkan akuisisi gambar tunggal pada
waktu dengan setiap rotasi gantry .4
15
Gambar 2.5 CT scan menunjukkan hepar normal, pankreas
(kepala panah), dan saluran billiar, pada kedua hepar dan pankreas
(panah).
MRI
Magnetic resonance imaging ( MRI ) pada hepar yang lebih kurang
umum digunakan dari pada CT-Scan atau USG. MRI memiliki
ketersediaan yang lebih terbatas. MRI dapat menjadi metode tambahan
untuk pasien yang alergi terhadap agen kontras atau memiliki fungsi ginjal
yang buruk atau ketika temuan pada CT yang meragukan. MRI tampaknya
sedikit lebih sensitif dan spesifik dalam diagnosis lesi fokal daripada CT .
Deteksi lesi parenkim general dan karakterisasi, bersama-sama
dengan MR angiography, atau MRA, telah lebih ditingkatkan sangat
dengan penggunaan agen kontras intravena imaging-specific, biasanya
gadolinium.5
16
Gambar 2.5
Gambaran
hepar normal
pada MRI
2.3 Sirosis Hati
2.3.1 Definisi
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lrmbar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.6
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.7
Sirosi merupakan hasil yang muncul dari injuri hati kronis yang
ditunjukkan dengan beberapa proses patogenik yang terdiri dari inflamasi,
nekrosis, dan fibrosis/sirosis dan memiliki nilai mortalitas yang tinggi.8
Sirosis adalah sebuah kondisi yang ditetapkan secara histopatologis dan
mempunyai variasi dari manifestasi klinis dan komplikasi, sebagian yang dapat
17
mengancam hidup. (harison) Sirosis adalah penyakit kronis dengan
karakteristikyaitu destruksi difus dan regenerasi fibrotik sel hepatik.9
2.3.2 Etiologi
1. Hepatitis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh fibrosis yang padat dan lebar
Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.10
Gambar 2.6 Stary sky pada Hepatitis B Akut
2. Alkoholisme
Perubahan yang ditimbulkan akohol adalah akumulasi lemak secara
bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Minuman alkohol menimbulkan
efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolik yang mencangkup pembentukan trigliserida secara
berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya
18
oksidasi asam lemak. Individu yang mengonsumsi banyak alkohol dalam jumlah
berlebihan juga mungkin tidak makan selayaknya.2
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, dapat memacu terbentuk
jaringan yang luas. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis
hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-morfonuklear (PMN) di
hati. Tetapi tidak semua penderita lesi hepatitis alkoholik akan berkemabang
menjadi sirosis hati yang lengkap. Hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi
sirosis Laёnnec yang memiliki gambaran lembaran-lembaran jaringan ikat yang
tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul
halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya
hati untuk mengganti sel-sel yang rusak yang akhirnya hati akan menjadi menciut,
keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal. Penderita sirosis Laёnnec
lebih beresiko menderita karsinoma sel hati.2
3. Malnutrisi
Pola infiltrasi lemak yang sama pada sirosis alkoholik juga ditemukan
pada kwashiorkor, yaitu pola sirosis Laёnnec, yaitu terjadinya akumulasi lemak
secara bertahap di sel-sel hati (infiltrasi lemak) sampai akhirya hati akan menciut,
keras, dan tidak memiliki parenkim normal.2
4. Autoimun(sarkoidosis/inflammatory bowel disease)
Penyebab lain dari sirosis hati adalah hepatitis autoimun. Banyak pasien
dengan hepatitis autoimun (autoimmune hepatitis, AIH) hadir dengan sirosis yang
sudah menetap. Secara khas, pasien seperti ini tidak akan mendapatkan efek yang
19
menguntungkan dari terapi imunosupresif dengan glukokortikoid atau
azathioprine karena hepatitis autoimunnya akan “burned out”. Dalam situasi ini,
biopsi hati tidak memperlihatkan infiltrat inflamasi yang signifikan. Diagnose
dalam keadaan ini membutuhkan marker autoimun positif seperti antinuclear
antibody (ANA) atau anti-smooth-muscle antibody (ASMA). Saat pasien dengan
AIH hadir dengan sirosis dan inflamasi aktif disertai dengan peningkatan enzim
hati, akan ada keuntungan yang dapat dipertimbangkan dari pemakaian terapi
imunosupresif.10
5. Penyakit biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris. Penyebab
tersering sirosis biliaris adalah obstruktif biliaris paskahepatik. Statis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel
hati. Terbentuk lembar-lembar fibros di tepi lobulus, namun jarang memotong
lobulus seperti pada sirosis Laёnnec. Hati membesar, keras,bergranula halus, dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom
ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi, dan steatorea.10
6. Penyakit Wilson
Penyakit Wilson adalah gangguan yang didapat dari homeostasis cuprum dengan
kegagalan untuk mengekskresikan kelebihan jumlah cuprum, menyebabkan
akumulasi di hati. Gangguan ini relatif tidak umum terjadi. Penyakit Wilson
secara tipikal mempengaruhi remaja dan dewasa muda. Diagnosis membutuhkan
penentuan dari nilai ceruloplasmin, yang rendah; nilaicuprum urin 24-jam, yang
20
meningkat; temuan pemeriksaan fisik yang tipikal, termasuk Kayser-Fleischer
cincin korneal, dan temuan karakteristik biopsi hati.10
7. Defisiensi α1AT
Defisiensi alpha antitrypsin adalah hasil dari gangguan yang didapat yang
disebabkan dari kelipatan abnormal dari protein α1AT, yang menyebabkan
kegagalan sekresi dari protein hati.
8. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah penyakit yang didapat, dari metabolisme besi
yang menyebabkan meningkatnya endapan besi hepatik secara progresif, yang
dapat menyebabkan fibrosis portal yang akan berproses menjadi sirosis, gagal
hati, dan kanker hepatoseluler. Diagnosis dibuat berdasarkan studi serum besi
yang menunjukkan peningkatan saturasi transferrin dan peningkatan ferritin,
diikuti dengan abnormalitas diidentifikasi dengan analisis mutasi HFE. 10
8. Gagal jantung kanan
Pada gagal jantung kanan ada peningkatan tekanan vena yang dibawa via
vena cava inferior dan vena hepatika ke dalam sinusoid dari hati, yang
menyebabkan berdilatasi dan membesar dengan darah. Hati menjadi membesar
dan membengkak, dan dengan kongesti pasif jangka panjang dan iskemia relative
karena sirkulasi yang buruk, hepatosit sentrilobular dapat menjadi nekrosis,
menyeabkan fibrosis perisentral. Pola fibrotik ini dapat meluaske perifer dari
21
lobus ke luar sampai sebuah pola unik dari fibrosis menyebabkan sirosis dapat
muncul.10
2.3.3 Patofisiologi
1. Sirosis alkohol
Ethanol umunya diserap oleh usus kecil dan sebagian kecilnya oleh gaster.
Gastric alcohol dehydrogenase (ADH) memulai metabolism alkohol. Tiga sistem
enzim yang dihitung untuk metabolism alkohol di dalam liver. Hal ini melibatkan
ADH sitosol, microsomal ethanol oxidizing system (MEOS) dan katalase
peroksisimal. Mayoritas oksidasi etanol muncul via ADH untuk membentu
asetildehida, yang merupakan sebuah molekul tinggi reaktif yang dapat memiliki
efek multipel. Pada akhirnya, asetildehida akan dimetabolisme menjadi asetat oleh
aldehyde dehydrogenase (ALDH). Intake ethanol meningkatkan akumulasi
intraselular dari trigliserid dengan meningkatkan serapan asam lemak dan dengan
mengurangi oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein. Sintesis protein,
glikosilasi, dan sekresi terganggu. Oksidasi merusak sampai ke membrane
hepatosit muncul saat formasi oksigen reaktif; asetildehida adalah molekul sangat
reaktif yang berkombinasi dengan protein untuk membentuk aduksi protein
asetaldehida. Aduksi ini dapat mengganggu dengan aktivias enzim spesifik,
termasuk formasi mikrotubular dan protein hepatic. Dengan kerusakan hepatosit
yang dimediasi oleh asetaldehida, oksigen reaktif tertentu dapat menyebabkan
pengaktifan sel Kupffer. Sebagai hasilnya, sitokin profibrogenik diproduksi yang
memulai dan membuat aktivasi sel stelata, dengan resultan produksi berlebih
22
kolagen dan matriks ekstraselular. Jaringan ikat muncul dalam zona periportal dan
perisentral dan akhirnya menghubungkan trias portal dengan vena sentral
membentuk nodul regenerative. Kehilangan hepatosit terjadi, dan dengan
peningkatan produksi kolagen dan deposisi, bersaa dengan melanjutkan perusakan
hepatosit, hati berkontraksi dan menyusut ukurannya. Proses ini umumnya
memakan waktu dari tahun ke decade untuk muncul.
2. Sirosis hati biliaris
Lesi yang paling awal disebut chronic nonsuppurative destructive
cholangitis dan merupakan proses nekrosis inflamasi dari traktus porta. Duktus
bilier telah diinfiltrasi dengn limfosit dan mengalami kerusakan duktus. Fibrosis
ringan dan kadang stasis empedu dapat muncul. Dengan progresi, infiltrate
inflamasi akan kurang menonjol, tetapi angka dari duktus bilier akan dikurangi da
nada proliferasi dari duktus bilier yang lebih kecil. Peningkatan fibrosis
kemungkinan terjadi dengan ekspansi dari fibrosis periportal menjadi bridging
fibrosis. Akhirnya, sirosis, yang dapat mikronoduler dan makronoduler,
ditemukan.
3. Sirosis pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan
banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sel stelata (Stellate
cell) dalam keadaan normal mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan
matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan
23
perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung
secara terus menerus (misal : hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
Hepatitis virus yang kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis
C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Beberapa pasien yang terinfeksi dengan
virus hepatitis B dan terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis
yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif
kemudian menjurus pada sirosis, dan lanjut kanker hati.10
Penyakit hati kronis berasosiasi dengan kematian hepatosit, dengan
buktinya yaitu peningkatan nilai serum transaminase, yang menghasilkan dalam
inflamasi diikuti dengan fibrosis. Dengan hilangnya hepatosit, hati kehilangan
kemampuan untuk memetabolisme bilirubin (yang akan menyebabkan
peningkatan nilai bilirubin) dan untuk mensintesis protein, seperti faktor clotting
(menyebabkan peningkatan INR) dan transaminase (yang nilainya akan nampak
normal atau rendah). Saat fibrosis berkelanjutan, tekanan mulai meningkat pada
system porta, yang menyebakan pembesaran limpa dan timbulnya varises
esophagus.7
2.3.4 Manifestasi Klinis
Stigma Sirosis
a. Hiperesterogenisme sekunder6 :
24
Kerusakan hati menghancurkan katabolisme androgen
estrogen naik
o Spider nevi
o Palmar eritema
o Gynecomastia
o Artrofi testis
o Kolateral
b. Hipertensi portal6 :
o Varises esofagus : melena dan
hematemesis
o Asites
o Splenomegali
o Kolateral
o Hemoroid
o Oedem mukosa usus
Ikterus6
Pada kulit dan membrane mukosa akibat
bilirubinemia
Bila koonsentrasi bilirubin < 2 – 3 mg/dl tidak
begitu terlihat
Warna urin gelap seperti air teh
Hepatomegali6
Ukuran hati dapat normal, kecil, atau besar
25
Bila hati teraba :
o Hati sirotik
o Teraba keras
o Nodular
Fetor hepatikum6
Pintasan porto sistemik berat dimetil sulfid
meningkat bau nafas khas
2.3.5. Stadium Klinik
Stadium Kompensata10
Belum ada gejala klinik yang nyata
Dapat berlangsung lama (bertahun-tahun)
Sering ditemukan pada waktu general check up
Stadium Dekompensata10
Jelas ditemukan gejala klinik
Kadang-kadang datang dengan komplikasi
Ditemukan reaksi radang pada parenkim
2.3.6 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Gejala-gejala hiperesterogenisme sekunder
Gejala-gejala hipertensi porta
Hati mengecil, limpa membesar
Stigmata hepar kronik
26
2. Pemeriksaan lab
a. Tes Fungsi Hati
o Aminotransferase : AST meningkat dibandingkan ALT
o Alkali fosfatase : meningkat < 2 – 3x batas normal atas pada pasien
sirosis bilier primer
o Gamma glutamil transpeptidase : GGT meningkat pada alkoholik
kronik
o Bilirubin : kompensata (normal), dekomoensata (meningkat)
o Globulin : meningkat
o Albumin : menurun
o Waktu protrombin : memanjang mencerminkan derajat/tingkatan
disfungsi sintesis hati
o Natrium serum : menurun karena ketidakmampuan eksresi air bebas
3. Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi yang dikombinasikan dengan color flow Doppler,
merupakan alat yang paling baik untuk evaluasi pasien sirosis.
Ultrasonografi berguna untuk menggambarkan karakteristik morfologi
sirosis, termasuk irregularitas atau nodul dari tepi hati, perubahan struktur
dan tanda-tanda dari hipertensi portal, seperti vena portokolateral. Temuan
yang paling penting pada sirosis adalah iregularitas permukaan hati.
Ekogenisitas dari parenkim hati dipengaruhi oleh adanya fibrosis dan
regenerasi. Kekasaran dan peningkatan heterogenisitas eko hati dapat
menggambarkan adanya fibrosis dan regenerasi pada sirosis. Akan tetapi
27
gambaran ultrasonografi yang serupa dapat terlihat pada perlemakan hati
(fatty liver). Sehingga perubahan eko dari parenkim hati ini tidak cukup
untuk mendiagnosis sirosis hati.
Pola sonografi terkait dengan sirosis adalah:
1. Volume redistribusi - Pada tahap awal sirosis, hati dapat membesar,
sedangkan pada tahap lanjutan, hati sering kecil, dengan pembesaran
relatif lobus kaudatus dan lobus kiri, dan pengurangan ukuran lobus kanan.
Rasio lobus kaudatus ke lobus kanan dapat diturunkan dari scan melintang
dari hati langsung di bawah bifurkasi vena portal: ini adalah kurang dari
0,6 pada subjek normal dan lebih besar dari 0,65 pada sirosis, dengan
100% spesifisitas tetapi sensitivitas dari 84% dan 43% di dua seri yang
berbeda.
2. Echotexture kasar - Peningkatan echogenicity dan echotexture kasar
sering pada penyakit hati difus
3. Permukaan nodular - Ketidakteraturan dari permukaan hati
4. Regenerative dan nodul displastik - nodul regeneratif cenderung
isoechoic atau hypoechoic dengan perbatasan echogenic tipis. Nodul yang
besar pada Penyakit macronodular dapat memberikan nodularitas
permukaan ultrasonically. Nodul displastik dianggap premalignant.
Temuan USG lainnya pada sirosis terkait dengan komplikasi yaitu
kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal: ini termasuk asites,
splenomegali, pengembangan saluran vena kolateral dan kelainan lain
sistem vena porta.11
28
Gambar 2.7 Sirosis: [A] Redistribusi volume dengan pembesaran lobus kiri dan lobus kaudatus; B] Volume redistribusi dengan echotexture kasar; [C] scan
longitudinal menunjukkan kontur lobulated; [D] nodul hypoechoic kelompok kecil sepanjang seluruh parenkim hati .
Gambar 2.8 Pasien wanita berusia 58 tahun dengan tekstur eko yang kasar dan pembesaran lobus kiri hepar.
Sedangkan pada pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI sirosis pada
tahap awal , hati mungkin tampak normal pada pencitraan crosssectional . Dengan
perkembangan penyakit , heterogenitas dari parenkim hati dan nodularitas
permukaan yang diamati . Hipertrofi lobus kaudatus merupakan karakteristik
morfologi pada sirosis hati. Rasio melintang, lebar lobus kaudatus ke lobus kanan
lebih besar dari atau sama 0.65 merupakan indikator positif untuk diagnosis
29
sirosis dengan tingkat akurasi yang tinggi. Primary sclerosing cholangitis dan
primary biliary cirrhosis memiliki beberapa fitur khas dibandingkan dengan jenis
lain sirosis. Dalam primary sclerosing cholangitis menandakan stadium akhir
sirosis, hampir semua pasien yang diamati terdapat pembesaran pseudotumoral
dari lobus caudatus, bersama dengan atrofi segmen hati perifer. Beberapa striktur
tidak teratur seiring dengan intra dan ekstrahepatik saluran empedu juga diamati.
PBC merupakan tanda-tanda awal dari hipertensi portal,"Fibrosis lacelike," nodul
regeneratif, dan limfadenopati. Tahap akhir primary biliary cirrhosis memberikan
morfologis perubahan ukuran hati yang menyusut, firbrosis, yang dibedakan dari
etiologi lainnya.5
Gambar 2.9 morfologi sirosis Khas pada MRI. Potongan Melintang T2 (A) menunjukkan lobus kaudatus membesar, margin ringan lobulated hati (panah) dan
daerah atenuasi tinggi (panah) dari parenkim hati yang disebabkan oleh patchy fibrosis. T1 (B)diperoleh selama fase vena portal menunjukkan peningkatan
homogen hati dan lobus kaudatus kanan rasio 1,80.
30
Gambar 2.10 Morfologi sirosis Khas pada CT. CT vena porta menunjukkan sebuah lobus lateral kiri dan lobus kaudatus membesar (C), pembesaran fossa
kandung empedu dengan kandung empedu (g) mengalami herniasi ke arah dinding perut anterior, ditandai atrofi segmen medial lobus hati kiri (panah) dan
dari posterior lobus kanan hati (panah).
Hipertensi portal
Hipertensi portal terjadi ketika peningkatan resistensi terhadap aliran
portal dan / atau meningkat aliran darah Portal. Tekanan vena portal normal
adalah 5 sampai 10 mm Hg (14cm H2O). Hipertensi didefinisikan oleh tekanan
vena hepatika terjepit atau tekanan vena portal langsung lebih dari 5 mm Hg lebih
besar dari tekanan vena cava inferior, tekanan vena limpa dari lebih besar dari 15
mm Hg atau tekanan vena portal lebih besar dari 30 cm H2O. Sehingga terjadi
pembesaran pembuluh Portal ekstrahepatik, pengembangan spontan kolateral
portosistemik dan perlambatan aliran vena porta.
Pada orang dewasa, penyebab trombosis vena portal adalah trauma, sepsis,
HCC, karsinoma pankreas, pankreatitis, portacaval pirau, splenomegali dan
hiperkoagulasi. Hiperdinamik mengacu pada kondisi yang menyebabkan fistula
arteri Portal atau malformasi arteriovenous.
31
Sirosis merupakan penyebab paling umum dari hipertensi portal
intrahepatik. Sirosis menyebabkan kematian hepatoseluler dan degenerasi
parenkim dan regenerasi. Hal ini menyebabkan fibrosis yang mempengaruhi
venula pusat yang menguras sinusoid, serta sinusoid sendiri. Penyebab fibrosis
yaitu peningkatan resistensi terhadap aliran darah. Awalnya, volume aliran vena
porta dipertahankan, tetapi pada tekanan portal yang lebih tinggi. Karena proses
berlangsung, resistensi terhadap inflow di hati menyetarakan dengan resistensi
terhadap aliran di portosystemic. Pada titik ini, aliran Portal mulai dialihkan ke
dalam kolateral. Karena Portal inflow ke hati berkurang, aliran arteri hati
meningkat, dan arteri menjadi lebih besar dan lebih berliku-liku. 12
Beberapa temuan sonografi hipertensi portal.
Dilatations portal, vena mesenterika dan limpa semua indikator potensi
tekanan tinggi. Weinreb (1982) menemukan 13 mm sebagai potongan untuk batas
atas diameter vena portal normal. Pembesaran diameter vena porta merupakan
pertanda adanya hipertensi portal,tetapi ukuran normal vena portal tentu tidak
mengecualikan diagnosis. Pendekatan ini memiliki sensitivitas 80% dan
spesifisitas 100% dalam mendiagnosa hipertensi portal.
Berbagai teknik Doppler telah digunakan untuk mengevaluasi pasien yang
diduga hipertensi portal. Pengukuran sederhana kecepatan vena portal adalah
salah satu pendekatan tersebut. Kecepatan aliran vena Portal adalah sekitar 15 18
cm / detik.
32
Gambar 2.11 Pasien Laki-laki berusia 58 tahun dengan sirosis hepatis akibat hepatitis C kronik. Terdapat gambaran sirosis yang terkompensasi. A. Batas hepar
yang iregular B. Thrombosis vena porta
Gambar 2.12 A dan B Sirosis stadium lanjut. Pada potongan transversal terdapat nodul-nodul (gambar A) dan nodul kecil (gambar B) pada lobus kanan , asites
(AS). P – Vena porta, B – Lambung, G – kandung empedu.
33
Gambar 2.13 trombosis vena porta pada sirosis lanjut, dengan defisit sinyal Doppler ultrasonografi (panah).
Gambar 2.14 Aliran vena Portal: [A] pola normal Ondulatory; [B] Kehilangan aliran ondulatory, mempertahankan aliran hepatopetal normal; [C] Hepatofugal aliran vena portal seperti yang terlihat dengan warna biru di dalam
vena dan grafik di bawah baseline.
Normalnya , vena umbilikalis menghilang pada saat dilahirkan dan
berubah menjadi ligamentum teres hepatis. Pada beberapa pasien hal ini dappat
diidentifikasi sebagai gambaran hypoechoic sepanjang ligamentum teres. Ini
memanjang dari umbilikus ke aspek yang paling anterior dari pusat segmen vena
portal kiri. Pada individu tanpa hipertensi portal, tidak terdapat aliran pada vena
umbilikalis. Sedangkan pada hipertensi portal, vena umbilikalis mengalami
34
rekanalisadi dan menyebabkan aliran hepatofugal. Rekanalisasi Vena umbilikalis
sangat baik dilihat dengan memindai lobus kiri hati.
Gambar 2.15 Vena Gastrika kiri : dilatasi vena gastrika kiri pada scan longitudinal di bawah lobus hepar kiri
Gambar 2.16 Vena Umbilikalis pada USG dopler : Rekanalisasi vena umbilikalis dari ligamentum falciforme sampai dinding anterior abdomen pada
area umbilikalis
35
Gambar 2.17 sclerosing cholangitis primer di CT. (A) CT non-kontras menunjukkan lobulasi berat (panah) dari kontur hati dan kompensasi hipertrofi dari lobus kaudatus (panah). Daerah pinggiran hati yang hipodens karena atrofi. Fenomena hiperplasia segmental terkait dengan atrofi bagian lain dari hati yang dikenal sebagai kompleks atrofi-hipertrofi. (B) CT scan vena porta pada pasien yang berbeda dengan primary sclerosing cholangitis menunjukkan dilatasi tidak
teratur dari saluran empedu intra-hepatik (panah). Varises esofagus (panah) karena hipertensi portal.
Klasifikasi nodul pada lesi hepatoselular
1. Nodul Regeneratif
Lesi regeneratif meliputi nodul regeneratif, hiperplasia lobus dan segmen,
dan nodul hiperplasia fokal. Nodul regeneratif khas terjadi di hati sirosis dan
oleh karena itu disebut sebagai nodul sirosis. Hiperplasia lobus dan segmen, dan
nodul hiperplasia fokal biasanya terjadi pada non-sirosis hati. Nodul regeneratif
terbentuk akibat adanya nekrosis, perubahan sirkulasi, atau rangsangan lainnya .
Nodul dapat berupa monoacinar atau multiacinar, tergantung pada apakah nodul
mengandung satu atau lebih terminal portal tracts. Nodul regeneratif juga dapat
36
diklasifikasikan sesuai dengan ukuran baik sebagai micronodules (<3 mm) atau
macronodules (≥3 mm). Nodul regeneratif raksasa dengan diameter 5 cm telah
dijelaskan, tetapi sangat jarang. Pada sirosis hati, nodul regeneratif merupakan
makronodular yang biasanya ditemukan pada hepatitis B kronik atau
mikronodular (3 - 9 mm) pada sirosis yang disebabkan selain hepatitis B.
Kebanyakan nodul regeneratif sulit dideteksi oleh CT maupun MR karena terlalu
kecil atau terlalu mirip dengan parenkim hati. CT dapat mendeteksi nodul
regeneratif ketika berada disekitar hipodens jaringan fibrorik pada CT non-
kontras.
Pencitraan nodul regeneratif dengan MR memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi. Biasanya menunjukan gambaran isointense (Gambar. 2.11A) sampai
hypointense pada T2 , pada inflamasi disekitar septa fibrosis (Gambar. 2.11B)
dan isointense sampai hyperintense terhadap bagian belakang parenkim hati
pada T1. Akumulasi besi dalam nodul regeneratif dapat menyebabkan
hypointensity pada T2 (Gambar. 2.12A) karena medan magnet tidak homogen.
Gambar 2.18 Sirosis dan beberapa nodul regeneratif pada pencitraan MR. T1 gambar (A) menunjukkan beberapa nodul subcentimeter isointense (panah), dikelilingi oleh hipointens septa fibrosis. Pada T2 (B), nodul (panah) masih
isointense dan dikelilingi oleh hyperintense septa fibrosis lace-like yang tebal.
37
Gambar 2.19 Sirosis dan Nodul regeneratif siderotik pada MRI. T2 (A) menunjukkan multiple hypointense nodul (panah). T1 (B), nodul adalah
hypointense.
Gambar 2.20 Nodul regeneratif pada seorang pria 54-tahun dengan sirosis HCV diinduksi. T2-weighted (a) gambar unenhanced menunjukkan Heterogenitas
minimal parenkim hati, dengan nodul terlihat samar-samar dari berbagai ukuran (panah). (b) Gambar yang diperoleh setelah pemberian SPIO menunjukkan
ilangnya intensitas sinyal karena serapan fagositosis partikel SPIO dalam nodul (panah), yang tampak gelap dan dibatasi tajam. (c) double contrast- enhanced diperoleh setelah pemberian intravena dari agen kontras berbasis gadolinium
menunjukkan Reticuli fibrotik dengan sinyal intensitas tinggi akibat akumulasi ekstraseluler dari agen dengan berat molekul rendah. (d) Fotografi hati explanted
dari seorang wanita 67 tahun dengan sirosis HCV-diinduksi menunjukkan
38
permukaan luar dengan nodul regeneratif berbagai ukuran. (e) Photomicrograph (pembesaran 40x) dari sepotong spesimen yang ditampilkan di d menunjukkan proliferasi hiperplastik hepatosit dalam formasi nodular (panah) dikelilingi oleh
septa fibrosis (panah).
2. Nodul dysplasia atau neoplastik
Lesi displastik atau neoplastik sirosis termasuk displastik fokus dan nodul,
hepatoseluler karsinoma, dan beberapa adenoma hepatoseluler, meskipun yang
terakhir biasanya terjadi pada noncirrhotic hati. Dengan demikian, ada empat
kelas lesi yang khas ditemukan dalam hati sirosis: nodul regeneratif, fokus
displastik, displastik nodul, dan karsinoma hepatoseluler. Secara keseluruhan
lesi ini disebut sebagai cirrhosisassociated hepatocellular nodules.
Noduldisplastik dan neoplastik terdiri dari hepatosit yang menampilkan
karakteristik histologis pertumbuhan abnormal yang diduga disebabkan oleh
perubahan genetik. Lesi dengan gambaran displastik yang tidak memenuhi
kriteria histologis keganasan atau invasi digambarkan sebagai (a) fokus
displastik (diameter <1 mm ) atau (b) nodul displastik (≥1 mm). Nodul displastik
adalah nodul regenerasi yang mengandung sel atipikal tanpa tanda-tanda
histologi yang pasti dari keganasan, dan dianggap sebagai tanda awal proses
hepatocarcinogenesis. Transformasi nodul displastik menjadi ganas dapat
diidentifikasi 4 bulan setelah pertama kali ditemukan nodul. Nodul displastik
ditemukan pada 15-25% dari sirosis hati dan disubklasifikasikan atas dasar
derajat kelainan seluler, yaitu :
39
Low-grade (mengandung hepatosit dengan atypia ringan)
High-grade ( atypia ringan tetapi tidak cukup untuk mendiagnosis
keganasan)
Menurut pedoman terbaru dari American Association for the Study of
Liver Diseases (AASL), nodul displastik tidak seharusnya diperlakukan atau
dikelola sebagai kanker, dan pasien dengan diketahui atau dicurigai nodul
displastik tidak boleh dimonitor lebih agresif daripada pasien tanpa nodul.12
Seperti nodul regeneratif, nodul displastik juga diperdarahi terutama oleh
vena portal dan tidak menunjukkan peningkatan densitas arteri pada CT atau
MRI. Karena itu, peningkatan densitas arteri merupakan tanda hepatoseluler
karsinoma bukan nodul displastik, tapi ada banyak tumpang tindih dalam fitur
imaging antara nodul regeneratif, nodul displastik dan hepatoselulerkarsinoma.
Nodul displastik biasanya muncul hypointense pada parenkim hati pada gambar
T2 (Gambar. 2.21A), dan menunjukan hiperintensitas pada gambar T1 (Gambar.
2.22B), cukup berbeda dengan temuan khas untuk hepatocellular karsinoma.
Nodul displastik terdeteksi dan ditandai lebih baik dengan MR daripada CT;
Namun, diagnosis yang akurat dapat dilakukan hanya sekitar 15% dari kasus.
40
Gambar 2.21 Sirosis dan nodul displastik pada pencitraan MR. Pada T2 (a) menunjukkan batas hati yang tidak teratur, ascites perihepatik (a) dan massa
hypointense (panah). Pada T1 gambar (b), massa hiperintens (panah).
Gambar 2.22 Nodul regeneratif dan hepatocellular carcinoma pada seorang pria 57-tahun dengan sirosis. (a) T2 gambar menunjukkan karsinoma hepatoseluler
kecil (panah), yang memiliki intensitas sinyal tinggi dari nodul regeneratif sekitarnya, karena serapan fagositosis yang lebih rendah partikel SPIO. 1 minggu kemudian, sebelum (b) dan dalam tiga fase setelah (c-f) suntikan intravena dari
agen kontras berbasis gadolinium. The unenhanced gambar (b) tidak menunjukkan karsinoma hepatoseluler kecil, tapi gambar fase arteri hati (c) menunjukkan intensitas sinyal meningkat di karsinoma (panah). (d, e) vena
porta(d) dan keseimbangan (e) gambar fase menunjukkan pengosongan di pusat lesi, yang memiliki intensitas sinyal rendah dari parenkim hati, sementara bahan kontras dipertahankan dalam hasil lesi rim dalam sinyal hyperintense diduga dari
kapsul atau pseudokapsul. The multiple nodul regeneratif memiliki intensitas sinyal yang bervariasi b, isointense pada parenkim di c, dan sedikit kurang intens
dibandingkan dengan parenkim di e.
41
Karsinoma hepatoselular
Hepatocellular karsinoma adalah neoplasma ganas terdiri dari dediferensiasi
hepatosit. Lesi umumnya diklasifikasikan sebagai kecil (<2 cm diameter) atau
besar (≥2 cm). Klasifikasi makroskopik karsinoma hepatoseluler, digunakan
sejak tahun 1901, mencakup tiga jenis utama: nodular, massive, dan difus (7).
Karsinoma hepatoseluler nodular adalah lesi kecil dengan batas yang berbeda.
Karsinoma hepatoselular massive lebih besar dari yang nodular dan dapat terdiri
dari beberapa lesi kecil konfluen, sebuah lesi tunggal yang dominan , atau
kombinasi keduanya. Difus karsinoma hepatoseluler ditandai oleh beberapa
infiltrasi tumor. Pada tahun 1987, Kanai menggambarkan tiga besar subtipe dari
karsinoma hepatoseluler nodular:
nodul tunggal
nodul tunggal dengan pertumbuhan extranodular
multiple nodul yang berdekatan
Karsinoma hepatoselular biasa terjadi pada sirosis hati. Kehadiran kontras
lebih awal dengan pengosongan cepat pada vena porta dianggap sebagai tanda
hepatoselular karsinoma. Karakteristik hapatoselular karsinoma yaitu pada CT
non-kontras bermanifestasi sebagai lesi hipodens pada fase arterial. Gambaran
serupa pada pencitraan MR hepatoselular karsinoma biasanya hipointens pada T1
dan hiperintens pada T2. Karakteristik lain pada hepatoselular karsinoma yaitu
heterogenitas, mosaic appreance, multiplisitas, kapsulasi dan invasi vena porta
atau vena hepatika.
42
CT dan MR cukup akurat dalam mendiagnosis hepatoselullar karsinoma
dengan diameter nodul ≥ 2cm. Menurut ahli dari European Association for the
Study of the Liver (EASL) membedakan antara lesi berukuran kurang dari 2 cm
dan dengan diameter yang lebih besar harus selalu dikonfirmasi dengan biopsi.
Untuk massa yang lebih besar dari 2,0 cm, temuan karakteristik vaskularisasi
arteri harus terlihat di dua teknik pencitraan (misalnya, CT dan MRI), atau
hipervaskularisasi dalam satu teknik pencitraan dengan perlambatan
pengosongan di vena portal dapat mendiagnosis hepatoselular karsinoma tanpa
biopsi.
Gambar 2.23 Sirosis dan fokus konfluen fibrosis di pencitraan MR. T1 gambar (A) menunjukkan fokus konfluen fibrosis lesi (panah) di empat segmen sebagai daerah intensitas sedang hingga tinggi dibandingkan dengan hati. T1 gambar (B) menunjukkan low-intensitas dari fokus konfluen lesi fibrosis (panah). Terdapat
retraksi yang berdekatan (panah) dari kapsul hati. T1 yang ditingkatkan (C) tidak menunjukkan peningkatan yang jelas dari fokus konfluen fibrosis.
43
Gambar 2.24 Sirosis dan karsinoma hepatoseluler dengan mosaic apperance di pencitraan MR. T2 (A) menunjukkan tumor besar (panah) di lobus kanan hati yang sedikit hyperintense pada parenkim non-tumorous dan heterogen karena adanya beberapa daerah hypointense. T1 yang ditingkatkan (B) menunjukkan bahwa hanya bagian tepi tumor yang hiperintens (panah),
sedangkan sisanya hypointense. (C) Kapsul fibrotik (panah) sekitar lesi baik terlihat karena retensi kontras. Mosaic Appereance disebabkan perbedaan tingkat intensitas dan hasil dari pola pertumbuhan abnormal hepatoseluler karsinoma, yang mengandung nodul kecil dengan ddiselingi nekrosis, fibrosis, dan cystic atau degenerasi lemak. Kapsul dan pola mosaik terlihat lebih sering dengan meningkatnya diameter tumor.
Gambar 2.25 karakteristik nodul hepatoselular dan hubungannya dengan parenkim hati.
44
2.3.7 Komplikasi
1. Kegagalan hati (hepatic failure)
Akibat gagal hati yang paling berbahaya adalah:
Hipoalbuminemia
Hipertensi portal
Kolastasis
Hipertensi portal
- Tekanan vena portal yang normal: 5-10mmHg
- Hipertensi portal ≥ 15 – 20 mmHg
Varises esofagus :
- Melena : muntah darah berwarna hitam
- Hematemesis : BAB darah berwarna hitam
Etiologi :
- Ruptur varises esofagus
- Erosif gastritis
- Ulkus peptikum
- Malignancy
- Sindroma Mallory-Weiss
Pada hipertensi portal terjadi peningkatan tahanan pembuluh darah portal
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke dalam hati. Timbul kolateral (varises)
yang menyebabkan peningkatan vasodilator sehingga terjadi penurunan
sensitivitas vasokonstriktor. Penurunan vasokonstriktor akan menyebabkan
45
vasodilatasi perifer dan vasodilatasi splanknik yang akhirnya akan menyebabkan
asites.4
2. PSE (Porto Systemic Encephalopathy) : Koma hepatikum atlas patfis sylvia
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita
penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan
flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental diawali dengan
perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga
kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatic yang berakhir dengan koma
adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang fatal.
Hiperamonemia merupakan sebagian penyebab dari ensefalopati hepatik.4
3. Peritonitis bakterialis spontan (Spontaneousbacterialis peritonitis)
Infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal tanpa gejala namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.
4. Sindroma hepato-renal
Sindroma hepato-renal gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal jika
terjadi kerusakan hati lanjut penurunan perfusi ginjal penurunan filtrasi
glomerulus.
46
5. Asites
Penimbunan cairan bebas secara abnormal di rongga perut. Faktor yang
menyebabkan asites pada sirosis hati: hipertensi portal, hipoalbuminemia,
meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati, retensi natrium, gangguan
ekskresi air. Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen.
Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena
diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan
peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik
dengan pekak alih, gelombang cairan dan perut yang membengkak. 4
6. Hepatoma (kanker hati) : Hepatocellular carcinoma (HCC)
Karsinoma hepatoselular merupakan tumor ganas hati primer yang berasal
dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan
hepatoblastoma.1
7. Gangguan koagulasi darah
Gangguan koagulasi darah disebabkan oleh absorpsi lemak yang menurun
yang menyebabkan defisiensi vitamin K yang mempengaruhi faktor pembekuan.
Hal ini dapat mempengaruhi perdarahan saluran cerna.4