Refer At

62
TUMOR WILMS A. Anatomi Ginjal 1. Ukuran ginjal Ginjal kanan yang normal biasanya berukuran sedikit lebih kecil dari ginjal kiri. Pada laki-laki dan perempuan, ginjal mencapai ukuran maksimal pada usia 25 tahun, yaitu kira-kira 13 cm pada laki-laki dan 13,5 cm pada perempuan. Ukuran ini bertahan sampai kira-kira usia 50 pada laki-laki dan 35 - 40 tahun pada perempuan, dimana ginjal kemudian mulai menyusut, dengan penyusutan maksimal 1 - 1,5 cm pada laki-laki usia 80 tahun dan 1 cm pada usia 70 tahun. 2. Posisi normal Ginjal terletak retroperitoneal, di kedua sisi vertebrae. Ujung atas terletak kira-kira 1 cm lebih dekat ke vertebrae bila dibandingkan dengan ujung bawah. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri, tetapi pada 15% populasi, ginjal kiri yang terletak lebih rendah. Pada posisi anatomis, ginjal terletak di antara tulang rusuk terakhir dan vertebrae lumbalis III. Terdapat perbedaan lokasi antara 5 - 1,5 cm antara posisi tidur dan berdiri. Ginjal mengalami mobilitas

Transcript of Refer At

TUMOR WILMS

A. Anatomi Ginjal

1. Ukuran ginjal

Ginjal kanan yang normal biasanya berukuran sedikit lebih kecil dari

ginjal kiri. Pada laki-laki dan perempuan, ginjal mencapai ukuran maksimal

pada usia 25 tahun, yaitu kira-kira 13 cm pada laki-laki dan 13,5 cm pada

perempuan. Ukuran ini bertahan sampai kira-kira usia 50 pada laki-laki dan

35 - 40 tahun pada perempuan, dimana ginjal kemudian mulai menyusut,

dengan penyusutan maksimal 1 - 1,5 cm pada laki-laki usia 80 tahun dan 1 cm

pada usia 70 tahun.

2. Posisi normal

Ginjal terletak retroperitoneal, di kedua sisi vertebrae. Ujung atas

terletak kira-kira 1 cm lebih dekat ke vertebrae bila dibandingkan dengan

ujung bawah. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri,

tetapi pada 15% populasi, ginjal kiri yang terletak lebih rendah.

Pada posisi anatomis, ginjal terletak di antara tulang rusuk terakhir dan

vertebrae lumbalis III. Terdapat perbedaan lokasi antara 5 - 1,5 cm antara

posisi tidur dan berdiri. Ginjal mengalami mobilitas yang cukup banyak pada

saat seseorang bernapas. Umumnya, dapat terjadi pergeseran ke bawah

sebesar 3 cm pada saat inspirasi, dan pergeseran lebih besar pada perempuan.

Formasi lobus ginjal yang paling sering dijumpai adalah bentuk fetus.

Biasanya terdapat 3 bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu:

a. Mungkin terdapat tonjolan lokal pada batas lateral ginjal kiri atau

permukaan ujung superior yang lebih rata yang disebabkan oleh tekanan

lien. Bentuk ini disebut “pseudotumor” atau “tumor palsu”.

b. Mungkin didapatkan ginjal kiri yang lebih besar dan berbentuk lebih

menyerupai segitiga.

c. Mungkin ditemukan bentuk multi-lobus yang difus yang dapat terjadi

unilateral maupun bilateral. Pada bentuk ini, batas antar lobus dapat

terlihat seperti jaringan parut, tetapi dapat dibedakan dengan jaringan

parut dengan adanya fakta bahwa “jaringan parut” yang terlihat terletak

persis di antara calix.

Permukaan ginjal diliputi oleh capsula fibrosa renis yang tipis, tetapi

kuat. Di luar capsula fib rosa renis, ginjal ditutupi jaringan lemak yang cukup

tebal yang disebut capsula adiposa renis. Terdapat pula jaringan lemak yang

lebih tipis di dalam hilus renalis yang terletak di antara calix

renalis dan cortex yang disebut corpus adiposum sinus renalis. Corpus

adiposum sinus renalis terkadang menjulur keluar hilus renalis dan meliputi

a.renalis, v.renalis dan ureter.

3. Struktur ginjal

a. Cortex Renis

Cortex renis  mempunyai ketebalan kira-kira 12 mm dan mengandung

berbagai corpora renalis, tubuli yang meliuk-liuk, dan berbagai pembuluh

darah kecil.

b. Medulla Renis

Mendulla renis  mengandung kurang lebih 8 struktur yang

disebut pyramides renales. Dasar medulla renis berbatasan dengan cortex

renis dan puncaknya menjorok kedalam hilus renalis, yang

disebut papillae renales. Setiap struktur pyramides renales dibatasi satu

dengan lainnya oleh columna renalis. Columna renalis mengandung aa.

interlobares yang besar. Arteri-arteri ini berbelok tajam pada

dasar pyramides renales menjadi a.arcuata, dan membentuk garis batas

antara cortex dan medulla. A.arcuata kemudian bercabang-cabang secara

tegak lurus menjadi aa. lobulares yang masuk ke dalam cortex renis.

c.   Pelvis Renalis

Pelvis renalis adalah awal dari sistem pengumpulan urine yang pada

akhirnya berakhir di vesica urinaria. Pelvis renalis adalah ureter yang

melebar dan membentuk corong. Sebagian pelvis renalis teletak di dalam

hilus renalis, dan sisanya terletak diluar. Pelvis renalis bercabang-cabang

menjadi calix renalis major, yang kemudian bercabang kembali

menjadi calices renales minores, yang berakhir di foramina

papillaria. Calices renales minores adalah reseptor urine yang

diekskresikan pyramides renales, dan batas antara satu dengan lainnya

pada umumnya berjauhan.

2. Fungsi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah filtrasi plasma darah dan pembuangan beberapa

zat yang terlarut didalamnya, yang diantaranya adalah natrium, klorida,

sulfat,kalium, urea, glukosa, asam amino, dan lain-lain. Fungsi lain ginjal

adalah:

a. Reabsorbsi selektif oleh tubulus

b. Sintesa dan ekskresi oleh tubulus

c. Pengaturan asam-basa

d. Pengaturan cairan tubuh

e. Pengaturan osmosis yang berhubungan dengan molalitas

f. Pemeliharaan tekanan darah normal

g. Erythropoiesis

B. Definisi

Tumor Wilms merupakan keganasan genitourinarius yang paling sering

pada anak-anak, tumor ini adalah neoplasma embryonal triphasic yang

mengandung berbagai proporsi dari blastema, stroma dan epithelium. Nama

wilms diambil dari nama penemunya yaitu Dr. Max Wilms pada tahun 1899.

C. Insiden dan Epidemiologi

Insiden penyakit ini hampir sama di setiap negara, karena tidak ada

perbedaan ras, iklim, dan lingkungan, yaitu diperkirakan 8 per 1 juta anak

dibawah umur 15 tahun. Lebih sering disebelah kiri, bisa juga bilateral (sekitar

5%). 

Tumor wilms berasal dari blastema metanefrik, karena itu tumor ini

terdiri dari unsur blastema, epitel, dan  stroma, pada sediaan makroskopik

tampak sebagai tumor yang besar berwarna abu-abu dengan fokus perdarahan

atau nekrosis. Tumor wilms merupakan tumor intra abdominal yang terjadi pada

anak (0-19 tahun) dan tumor terbanyak pada ginjal.

Tumor Wilms terhitung 8% dari seluruh penyakit keganasan pada anak.

Usia puncak berada pada usia 2-4 tahun. Insidennya menempati tempat kelima

diantara kasus tumor solid pada anak, setelah tumor susunan saraf pusat,

lymphoma, neuroblastoma, dan sarkoma jaringan lunak. Frekuensi insidens

tumor wilms sekitar 0,8 kasus per 100.000 orang. . Sekitar 80% tumor ini terjadi

pada anak di bawah 6 tahun, dengan puncak insidens pada umur 2-4 tahun.

Tumor Wilms dapat juga dijumpai pada neonatus. Tumor Wilms terhitung 6%

dari seluruh penyakit keganasan pada anak.

Di Amerika Serikat sekitar 500 kasus baru didiagnosis setiap tahun. Di

India, jumlah kasus tumor wilms sebesar 3,5% dari sekitar 800 kanker pediatri

per tahun, dan menempati tempat ketiga diantara kasus tumor solid setelah tumor

otak dan neuroblastoma. Di Turki, dari January 1978 sampai dengan Desember

1996, 106 pasien didiagnosis tumor Wilms. Di Asia Tenggara 25-40% kasus

terjadi pada bayi. Tumor ini sangat jarang terjadi pada remaja dan dewasa. Di

Indonesia, di RSUD Dr. Soetomo, jumlah pasien tumor Wilms yang didiagnosis

dari tahun 1989 sampai dengan 2003 sebanyak 70 kasus.

D. Etiologi Willms Tumor

Ada 3 hipotesis yang diajukan sebagai etiologi tumor wilms yaitu:

a. Tumor wilms terjadi sporadic, tidak diketahui penyebabnya sebagai kelainan

kongenital yang dihubungkan dengan kelainan metanefrik blastema.

b. Berhubungan dengan syndrome malformasi genetik lainnya seperti Beckwith-

Wiedemann syndrome (makroglosi, gigantisme, dan hernia umbilikal), 20%

aniridia kongenital WAGR syndrome (Wilm’s Tumor, Aniridia,

Genitourinary malformation, Mental retardation), 30% Denys-Drash

syndrome (Wilms tumor, pseudohermaphroditism, glomerulopathy), 1%

Mutasi trisomi 18, Perlman’s syndrome, Simpson-Golabi-Behmel syndrome.

c. Familial

Gen WT1 (kromosom 11p13) diduga sebagai onkogen dominant terjadinya

tumor wilms, gen spesifik jaringan dari sel blastemal ginjal. Gen WT2

(kromosom 11p15). Hilangnya heterozygositas kromosom 1p dan 16q

meningkatkan mortalitas dan relaps tumor wilms. Tumor lokus FWT 1 dan

FWT2 (kromosom 17q dan 19q). Alterasi p53 pada kromosom 17p anaplastik.

E. Berdasarkan Gambaran Histologi

Meskipun sebagian besar pasien dengan diagnosis histologis tumor Wilms

mendapat kesembuhan melalui terapi yang ada saat ini, tetapi sekitar 10% pasien

mempunyai gambaran histopatologis yang menghasilkan prognosis yang lebih

buruk, dan pada beberapa tipe dengan insidens kekambuhan dan kematian yang

tinggi. Tumor wilms dapat dibedakan menjadi dua kelompok prognostik dengan

dasar histopatologinya, yaitu:

a. Histologi baik (favorable histology)

Secara histologis, tumor menyerupai perkembangan ginjal normal dengan tiga

tipe sel, yaitu blastemal, epitelial (tubulus), dan stromal. Tidak semua tumor

mengandung ketiga jenis sel secara bersamaan, dapat pula ditemukan tumor

yang hanya mengandung satu jenis sel yang membuat diagnosis menjadi sulit.

b. Histologi anaplastik (anaplastic histology)

Terdapat pleomorfisme dan atipia yang hebat pada sel-sel tumor yang dapat

fokal maupun difus. Anaplasia fokal tidak selalu berhubungan dengan

prognosis yang buruk, tetapi anaplasia difus selalu mempunyai prognosis yang

buruk (kecuali pada stadium I). Anaplasia berhubungan pula dengan resistensi

terhadap kemoterapi dan masih dapat terdeteksi setelah kemoterapi

preoperatif.

F. Berdasarkan Stadium Penyakit

Stadium tumor wilms ditentukan oleh hasil-hasil pemeriksaan pencitraan, dan

hasil-hasil operatif dan patologis yang didapatkan saat nefrektomi. Stadium

penyakit adalah sama, baik untuk tumor dengan histologi baik dan histologi

anaplastik, sehingga diagnosis harus menyebutkan kedua kriteria klasifikasi

(misalnya: stadium II, dengan histologi baik, atau stadium II dengan histologi

anaplastik).

Sistem klasifikasi berdasarkan stadium penyakit ini dibuat oleh National Wilms’

Tumor Study Group yang ke-V (NWTSG-V), sebagai berikut

1. Stage I (43% pasien)

Untuk tumor wilms Stage I, harus didapatkan satu atau lebih kriteria di bawah

ini:

a. Tumor terbatas pada ginjal dan telah dieksisi seluruhnya

b. Permukaan capsula renalis intak

c. Tumor tidak ruptur atau telah dibiopsi (biopsi terbuka atau biopsi jarum)

sebelum pengangkatan

d. Tidak ada keterlibatan pembuluh-pembuluh darah sinus renalis

e. Tidak ada sisa tumor yang terlihat dibelakang batas-batas eksisi

2. Stage II (23% pasien)

Untuk tumor wilms Stage II, harus didapatkan satu atau lebih kriteria di

bawah ini:

a. Tumor meluas ke belakang ginjal tetapi telah dieksisi seluruhnya

b. Terdapat ekstensi regional tumor (misalnya penetrasi ke kapsula renalis

atau invasi ekstensif ke sinus renalis)

c. Pembuluh-pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar parenkim ginjal

mengandung tumor

d. Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan atau terdapat bagian

tumor yang pecah selama operasi yang mengalir ke pinggang, tetapi tidak

melibatkan peritoneum.

e. Tidak ada tumor pada atau dibelakang batas-batas reseksi.

3. Stage III (23% pasien)

Terdapat tumor residual non hematogen dan melibatkan abdomen. Satu atau

lebih kriteria di bawah ini dapat ditemukan:

a. Tumor primer tidak dapat direseksi karena infiltrasi lokal ke struktur-

struktur vital.

b. Metastasis ke kelenjar getah bening abdominal atau pelvis (hilus renalis,

paraaorta, atau dibelakangnya)

c. Tumor telah berpenetrasi ke permukaan peritoneum

d. Dapat ditemukan implan-implan tumor di permukaan peritoneum

e. Pasca operasi tetap ditemukan tumor baik secara makroskopis maupun

mikroskopis.

f. Pecahnya tumor yang melibatkan permukaan peritoneum baik sebelum

atau saat operasi, atau trombus tumor yang transeksi

4. Stage IV (10% pasien)

Tumor wilms Stage IV didefinisikan sebagai adanya metastasis hematogen

(paru-paru, hepar, tulang atau otak), atau metastasis kelenjar getah bening di

luar regio abdomenopelvis.

5. Stage V (5% pasien)

Tumor wilms Stage V didefinisikan sebagai keterlibatan ginjal bilateral saat

dibuatnya diagnosis yang pertama kali. Untuk pasien-pasien dengan tumor

Wilms bilateral, harus ditentukan stadium untuk masing-masing ginjal sesuai

dengan kriteria diatas (Stage I – III) berdasarkan luasnya penyakit sebelum

biopsi dilakukan.

Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di

sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta.

Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian

mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium

lanjut menyebar ke ginjal kontralateral.

Stadium penyebaran tumor menurut TNM

T Tumor primer

T1 Tumor <7 cm terbatas pada ginjal

T2 Tumor >7 cm terbatas pada ginjal

T3 Tumor meluas sampai vena mayor, adrenal atau lemak perirenal

T3a Tumor menginvasi adrenal atau lemak perirenal tetapi masih dalam fascia

gerota

T3b Tumor sampai vena renal atau vena cava

T3c Tumor mencapai vena cava abdomen diafragma

T4 Tumor menginvasi fascia Gerota

N Metastasis limf

N0 Tidak ditemukan metastasis

N1 Ada metastasis limf

M Metastasis jauh

M0 Tidak ditemukan

M+ Ada metastasis jauh.

G. Gejala Klinis

Presentasi klinis yang sering adalah ditemukan adanya massa dalam abdomen

(90% dari seluruh gejala yang muncul). Biasanya pasien dibawa ke dokter oleh

orang tuanya karena diketahui perutnya membuncit, ada benjolan di perut sebelah

atas atau daerah lumbal.

Pada sepertiga dari penderita terdapat keluhan nyeri perut yang

sifatnya tidak spesifik. Nyeri ini biasanya disebabkan terjadinya

perdarahan intra tumoral. Pada 12-25% penderita didapatkan

hematuria. Ketiga gejala yaitu masa di abdomen, nyeri

abdomen, dan hematuria adalah trias klasik dari tumor ginjal.

Trias klasik tersebut disebut sebagai gejala utama. Gejala lain

yang mungkin didapatkan adalah akut abdomen karena ruptura

tumor intra peritoneal, febris, anemia, hipertensi, varicocele,

syndroma Curshing. Hipertensi didapatkan 25-63% dari

penderita, ini dapat disebabkan oleh ischemia ginjal karena

desakan tumor atau karena tumor memproduksi renin. Pada

sebagian besar penderita di abdomennya teraba massa yang

padat, permukaan rata, tidak nyeri tekan, unilateral. Massa

dapat sangat besar, melewati garis tengah, dan sulit digerakkan.

Pada keadaan seperti ini dinilai sebagai "inoperable". Pada lebih

kurang 15% penderita dijumpai kelainan yang lain seperti

aniridia (satu dan setiap 70 penderita tumor wlims), kelainan

genitalia seperti kriptorkismus, hipospadi , varicocele, kelainan

traktus urinarius seperti duplikasi, ginjal tapak kuda, ginjal

ektopik dan lain-lain, hemihipertrofi (2,9%), sindroma Beckwith-

Wiedemann (hipertropi visceral).

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan urinalisis dan sitologi urin sebaiknya dilakukan untuk

menemukan sisa-sisa sel tumor yang ikut dalam urin. Pemeriksaan ureum

kreatinin dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi ginjal masih baik.

Pemeriksaan rontgen dengan IVP ginjal, tumor wilms menunjukkan

adanya distorsi dan pendesakan dari sistem pelvikalis dan arah sumbu ginjal

biasanya tidak berubah, atau mungkin didapatkan ginjal non visualized (apabila

tumor sudah meluas), seringkali tampak dilatasi dari kaliks karena

tumor menyebabkan obstruksi. Bila massa tumor sangat besar

seringkali tidak tampak kontras pada ginjal yang bersangkutan.

Keadaan "non vizualized" ini dijumpai pada 7-30% kasus.

Sedangkan pada neuroblastoma terjadi pendesakan sistem kaliks ginjal ke kaudo-

lateral. Pielogram intravena juga dapat menunjukkan perubahan bayangan ginjal

dan gambaran pelviokaliks dan sekaligus memberi kesan mengenai faal ginjal.

Pemeriksaan IVP merupakan diagnostik awal untuk menentukan adanya massa

pada ginjal.

Foto thoraks merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi ada tidaknya

metastasis ke paru-paru. Pada foto polos abdomen diperiksa adanya

bayangan massa diukur penampangnya dan diperhatikan

melewati garis tengah atau tidak dan bayangan kalsifikasi. Pada

tumor wilms kalsifikasi biasanya berbentuk cincin atau kulit

telor, sedangkan pada neuroblastoma biasanya berbentuk

bercak-bercak.

Pemeriksaan USG pada tumor ini memperlihatkan massa solid yang

dominan dengan gambaran hipoekhoik karena fokus-fokus nekrosis di dalamnya.

Potongan sagital bagian ginjal yang terdapat tumor  akan tampak mengalami

pembesaran, lebih predominan sebagai massa hiperechoic dan menampakkan

area yang echotekstur heterogenus. Dengan USG, dapat dibedakan antara massa

ginjal dan massa non-ginjal, dan dapat mengidentifikasi antara Hydronephrosis

dan Multicystic Kidney atau Abdo- minal mass.

Gambar 2. Sagittal static US image obtained through the inferior right kidney

shows the large, predominantly hyperechoic mass, which is located in the

posteroinferior part of the kidney and contains areas of heterogeneous echotexture.

CT scan dapat memberi gambaran pembesaran ginjal dan sekaligus

menunjukkan pembesaran kelenjar regional atau infiltrasi tumor ke jaringan

sekitar. Pemeriksaan untuk mencari metastasis biasanya dengan CT scan otak.

Konfirmasi mengenai asal tumor intrarenal, yang biasanya menyingkirkan

neuroblastoma, deteksi massa multiple, penentuan perluasan tumor termasuk

keterlibatan pembuluh darah besar dan evaluasi dari ginjal yang lain. Pada

pemeriksaan CT tanpa penguatan (enhancement), tumor wilms khas timbul dari

ginjal sebagai massa yang tidak homogen dengan daerah densitas rendah yang

menunjukkan nekrosis. dapat memberi gambaran pembesaran ginjal dan

pembesaran kelenjar regional atau tumor ke jaringan sekitarnya.

Gambar 3. Tumor wilms pada anak-anak 4 tahun dengan massa di abdomen.

Massa heterogenus di ginjal kiri (panah besar) dan metastase bepar multipel

(panah kecil). Metastase hepar multipel dengan thrombus tumor di dalam vena

porta.

Gambar 4. CT scan abdomen pasien tumor Wilms

Pemeriksaan MRI tidak menambah

banyak keterangan untuk tumor wilms. Pada

umumnya hasil pencitraan menggunakan

gadolinium-enhanced MRI tumor wilms tampak

Gambar 5. a) Focal calcification at the upper pole of the right kidney. b) A large right renal

mass with calcification, invasive to the hepatic lobe. c) Focal calcification at the

upper pole of the right kidney (white arrow).

Gambar 6. Wilms tumor in a 3-year-old boy with an abdominal mass.

tidak homogen. MRI juga bermanfaat untuk magnetic resonance venography untuk

membantu diagnosis trombus pada vena renalis. MRI dapat menunjukkan informasi

penting untuk menentukan perluasan tumor di dalam vena cava inferior termasuk

perluasan ke daerah

intarkardial.

Pemeriksaan penunjang lain ialah biopsi jarum yang hanya dibenarkan

apabila tumor sangat besar sehingga diperkirakan akan sukar untuk mengangkat

seluruh tumor. Pungsi dilakukan sekadar untuk mendapatkan sediaan patologik

untuk kepastian diagnosis dan menentukan radiasi atau terapi sitostatika

prabedah untuk mengecilkan tumor.

Pemeriksaan histopatologis jaringan tumor merupakan diagnosis pasti,

sekaligus berguna menentukan stadium dan prognosis dari tumor wilms.

Gambar 8. Gambaran trifasik pada tumor wilms, adanya epithel, blastema dan strom

Gambar 6. Wilms tumor in a 3-year-old boy with an abdominal mass.

Gambar 9. Gambaran tumor wilms dengan unfavorable histology

I. Terapi Operatif

Menurut protokol NWTSG, langkah pertama dalam terapi tumor Wilms

adalah menentukan stadium penyakitnya, diikuti dengan nefrektomi radikal, jika

memungkinkan.

Preoperasi

Dalam penatalaksanaan tumor Wilms, kunci kesuksesan terletak pada terapi

secara multimodal, yang terdiri dari operasi, radiasi, dan kemoterapi. NWTSG

merekomendasikan kemoterapi preoperatif dalam situasi-situasi berikut ini.

1. Perluasan tumor ke dalam vena cava

Hal ini didapatkan pada 5% kasus tumor Wilms, dan berhubungan dengan

komplikasi-komplikasi bedah (40% kasus), meskipun di tangan ahli bedah

yang berpengalaman. Dimulainya kemoterapi setelah menentukan stadium

penyakit dan biopsi dapat menurunkan ukuran tumor dan trombus, dan

menurunkan pula insidens komplikasi bedah hingga 25%.

2. Tumor-tumor yang inoperable

Tumor-tumor yang besar yang melibatkan struktur-struktur vital membuat

reseksi menjadi sulit, insidens komplikasinya tinggi dan insidens pecahnya

tumor juga tinggi. Dengan kemoterapi ukuran tumor dapat diperkecil sehingga

insidens pecahnya tumor dapat diturunkan hingga 50%.

3. Tumor Wilms bilateral

Intraoperasi

Dibuat insisi abdominal transversa dan dilakukan eksplorasi abdominal.

Eksplorasi harus mencakup ginjal kontralateral dengan memobilisasi colon

ipsilateral dan membuka fascia Gerota. Jika terdapat tumor bilateral, nefrektomi

tidak dilakukan tetapi diambil spesimen-spesimen biopsi. Jika terdapat tumor

unilateral, dilakukan nefrektomi dan diseksi atau pengambilan sampel nodul

getah bening regional. Jika tumor tidak dapat direseksi, dilakukan biopsi-biopsi

dan nefrektomi ditunda hingga kemoterapi, yang pada sebagian besar kasus dapat

mengecilkan ukuran tumor.

Pada tumor Wilms bilateral (5% kasus), dilakukan eksplorasi bedah, biopsi-

biopsi dari kedua sisi, dan penentuan stadium penyakit yang akurat. Tindakan ini

diikuti dengan kemoterapi selama 6 minggu yang sesuai dengan stadium

penyakit dan histologi tumor. Kemudian, dilakukan pemeriksaan ulang

menggunakan pemeriksaan pencitraan, diikuti dengan operasi definitif berupa:

1. Nefrektomi radikal unilateral dan nefrektomi parsial pada sisi kontralateral

2. Nefrektomi parsial bilateral

3. Hanya nefrektomi unilateral saja, jika terdapat respons yang sempurna pada

sisi kontralateral

Pasca operasi

Protokol-protokol kemoterapi dan radioterapi pasca operasi didasarkan pada

penentuan stadium saat operasi dan mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh

NWTSG, sebagai berikut:

1. Stage I histologi baik dan histologi anaplasia atau stage II histologi baik

a. Nefrektomi

b. Vincristine dan actinomycin D (18 minggu) pasca operasi

2. Stage II anaplasia fokal atau stage III histologi baik dan anaplasia fokal

a. Nefrektomi

b. Iradiasi abdominal (1000 rad)

c. Vincristine, actinomycin D, dan doxorubicin (24 minggu)

3. Stage IV histologi baik atau anaplasia fokal

a. Nefrektomi

b. Iradiasi abdominal berdasarkan stadium lokal

c. Iradiasi pulmoner bilateral (1200 rad) dengan antibiotika profilaksis untuk q

Pneumocystis carinii

d. Kemoterapi dengan vincristine, actinomycin D, dan doxorubicin

4. Stage II dan stage IV anaplasia difus

a. Nefrektomi

b. Iradiasi abdominal

c. Iradiasi seluruh paru-paru untuk stage IV

d. Kemoterapi 24 bulan dengan vincristine, actinomycin D, doxorubicin,

etoposide, dan cyclophosphamide

J. Komplikasi

1. Obstruksi usus (7%)

2. Perdarahan (6%)

3. Infeksi, hernia (4%)

4. Komplikasi-komplikasi vaskuler (2%)

5. Cedera lien dan intestinal (1,5%)

K. Prognosis

Prognosa dari penderita tumor wilms ditentukan oleh banyak

faktor-faktor penyakit, tetapi pada umumnya dapat dibedakan

dalam faktor pembedahan dan faktor non pembedahan. Faktor

pembedahan sudah jelas tercermin dalam pembagian tumor

menurut stadiumnya, semakin tinggi stadium dari tumor

semakin jelek prognosanya. Faktor non pembedahan adalah

sifat natural dari tumor itu sendiri. Yang digolongkan dalam

faktor ini adalah :

1. Histologi Tumor.

Penentuan prognosa yang paling penting. Data dari NWTS

mendapatkan 2 years Survival rate untuk Favourable dan

Unfavourable histologi adalah 90% dan 54%. Ddata dari NWTS

menunjukkan bahwa 63% dari penderita yang meninggal adalah

penderita dengan jenis unfavourable histologi. Pasien-pasien dengan

tumor Wilms histologi baik mempunyai paling sedikit 80% harapan hidup dalam

4 tahun setelah diagnosis, bahkan pada pasien-pasien dengan penyakit stadium

IV.

2. Metastase Hematogen.

Metastase hematogen dari tumor Wilms adalah ke paru, hepar,

tulang dan otak. Metastase ke paru prognosanya lebih baik dari

pada metastase ke hepar.

3. Invasi ke kelenjar getah bening

Data dari NWTS 2, penderita dengan tumor tanpa invasi ke

kelenjar getah bening, survival ratenya mencapai 83%,

sedangkan penderita dengan invasi ke kelenjar getah bening

hanya mencapai 54%. Metastase dan kambuhnya tumor pasca

operasi dari penderita dengan kelenjar getah bening positive 3

kali lebih sering dibanding penderita dengan kelenjar getah

bening negative.

Ketiga faktor diatas tersebut sebagai faktor utama atau mayor.

Faktor non pembedahan lain yang juga mempengaruhi, dan disebut

sebagai faktor minor yaitu :

1. Umur penderita

Makin muda penderita, 2 tahun atau kurang, prognosa lebih

baik. Hal Ini berdasarkan kenyataan dari data NWTS 1, penderita

yang lebih muda, jenis hematologinya biasanya favourable dan

tumornya sendiri kurang ekstensive.

2. Berat dan besarnya tumor

Faktor ini masih merupakan tanda tanya. Data dari NWTS 1

membuktikan bahwa tumor yang kecil, kurang dari 250 gram,

jarang sekali kambuh. Tetapi penelitian dari NWTS 2 ternyata

faktor ini kurang pengaruhnya. Pembagian stadium menurut

sistem TNM, mencerminkan bahwa faktor ini masih dianggap

penting.

3. Ekstensi tumor ke vena renalis, vena cava dan organ intra

abdominal

Adanya thrombus tumor dalam vena renalis dan vena cava

menyebabkan lebih sering terjadi kekambuhan.

Sekitar 80 – 90% anak-anak yang didiagnosis tumor Wilms dapat bertahan hidup

dengan terapi yang ada saat ini. Histologi tumor dan stadium penyakit merupakan

faktor-faktor prognostik yang paling penting dalam kasus-kasus tumor unilateral.

Tumor-tumor bilateral dengan stadium tinggi berhubungan dengan prognosis yang

buruk. Prognosis untuk pasien-pasien yang mengalami kekambuhan adalah buruk,

dengan kemungkinan hidup rata-rata hanya 30 – 40% setelah terapi ulang.

TUMOR BULI

A. PENGERTIAN

Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung

kemih). Tumor buli-buli adalah tumor yang dapat berbentuk papiler, tumor non

invasif (insitur), noduler (infiltrat), atau campuran antara bentuk papiler dan

infiltrat. Tumor ini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama-kelamaan dapat

mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot, dan lemak perivesika yang

kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar.

Gambar 1. Bentuk tumor buli-buli

Tumor buli-buli merupakan 2% dari seluruh keganasan dan merupakan

keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah karsinoma prostat.

Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria daripada wanita dan angka

kejadiannya meningkat pada daerah industri.

B. KLASIFIKASI

1. Staging dan klasifikasi

Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-

MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :

a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui :

Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di

bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.

Tis : Carsinoma insitu (pre invasive Ca)

Tx : Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak

dapat dilakukan

To : Tanda-tanda tumor primer tidak ada

T1 : Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak

T2 : Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding

buli-buli

T3 : Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang

bergerak bebas dapat diraba di buli-buli

T3a : invasi otot yang lebih dalam

T3b : Perluasan lewat dinding buli-buli

T4 : Tumor sudah melewati struktur sebelahnya

T4a : Tumor mengadakan invasi ke dalam prostat, uterus, vagina

T4b : Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke

dalam abdomen

b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,

pemeriksaan klinis, lympography, urography, operatif

Nx : Minimal yang ditetapkan kelenjar limfe regional tidak dapat

ditemukan

No : Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar limfe regional

N1 : Pembesaran tunggal kelenjar limfe regional yang homolateral

N2 : Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar linfe

regional yang multipel

N3 : Massa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang

bebas antaranya dan tumor

N4 : Pembesaran kelenjar limfe juxta regional

c. M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,

pemeiksaan klinis, thorax foto, dan tes biokimia

Mx : Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan

adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan.

M1 : Adanya metastase jauh

M1a : Adanya metastase yang tersembunyi pada tes-tes biokimia

M1b : Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal

M1c : Metastase multiple terdapat dalam satu organ yang multiple

M1d : Metastase dalam organ yang multiple

Gambar 2. Stadium tumor

2. Tipe dan Lokasi

Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia, dan invasi

a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli-squamosa cell,

anaplastik, invasi yang dalam dan cepat matastasenya.

b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus.

c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak laki-laki, infiltrasi,

metastase cepat, dan biasanya fatal.

d. Primary malignant lymphoma, neurofibroma, dan pheochromacytoma,

dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing.

e. Ca daripada kulit, melanoma, lambung, paru, dan mamma mungkin

mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh

endometriosis dapat terjadi.

C. ETIOLOGI

Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan karsinogen yang

banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang mempengaruhi

seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah :

1. Pekerjaan, pekerja di pabrik kimia, laboratorium (senyawa amin aromatic)

2. Perokok, rokok mengandung amin aromatic dan nitrosamine

3. Infeksi saluran kemih, Escheria Coli dan Proteus yang menghasilkan

karsinogen

4. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan untuk pemakaian jangka panjang

dapat meningkatkan risiko karsinoma buli-buli.

D. PATOFISIOLOGI

Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada

vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film

kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya

obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di

dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang

menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap

penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe,

dan deposit sekunder pada hati atau paru.

Hidronefrosis diartikan sebagai suatu kondisi dimana pelvis dan kalises ginjal

berdilatasi, sedangkan definisi hidroureter merupakan dilatasi atau pelebaran dari

ureter. Penyebab tersering dari kedua kondisi ini sebagian besar adalah obstruksi.

Kelainan lain yang dapat menjadi penyebab adalah striktur, penyimpangan

pembuluh darah dan katup, tumor, batu, ataupun lesi di medulla

spinalis. Hidronefrosis dapat bervariasi dari yang ringan misalnya hidronefrosis

akibat kehamilan sampai yang dapat mengancam nyawa misalnya pionefrosis.

Untuk dapat membedakan kondisi akut dari kronis, secara garis besar dapat

dilihat dari gangguan anatomik parenkim ginjal yang minimal. Sementara untuk

lebih tepatnya, suatu hidronefrosis dapat dikatakan akut apabila terdapat

pengembalian fungsi ginjal secara utuh setelah penyebabnya dihilangkan.

Sedangkan dikatakan kronis bila setelah penyebabnya dihilangkan, fungsi ginjal

tidak kembali normal.

Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya

hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat

terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan

ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus,

dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya

hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus

juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi

hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang

reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya

nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielovena

dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal.

Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal.

F. MANIFESTASI KLINIK

1. Urine bercampur darah yang intermitten

2. Merasa panas waktu berkemih

3. Merasa ingin berkemih

4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya

mengalami kesulitan untuk berkemih

5. Nyeri suprapubik yang konstan

6. Panas badan dan merasa lemah

7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf

8. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis

9. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa : gejala obstruksi saluran

kemih bagian atas atau adanya edema tungkai. Edema tungkai ini

disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau

oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis.

G. KOMPLIKASI

1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi

2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck

3. Hydronefrosis oleh karena ureter mengalami oklusi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gross atau

micros hematuria.

b. Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat bakteri dan pus

dalam urine.

c. Right Finger Tapping (RFT) normal

d. Lymphopenia (N=1490-2930)

2. Radiologi

a. Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan

tumornya.

b. Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor

c. Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli

d. Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh

lymphe

3. Cystocopy dan biopsy

a. Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor

b. Biopsi dari lesi selalu dikerjakan secara rutin

4. Cystology

Pengecatan pada sediment urine terdapat transionil cel dari tumor

I. PENATALAKSANAAN

1. Operasi

a. Reseksi transuretral

1) Dilakukan pada tumor yang posisinya superfisial, tumor papiler,

inoperable tumor sebagai tindakan palliatif.

2) Bladder diakses melalui cystoscope yang dimasukkan melalui

urethra.

3) Diikuti oleh kemoterapi untuk mencegah tumbuhnya kembali sel

kanker yang tidak terangkat

4) Hematuria à keluhan yang umum timbul setelah prosedur reseksi

transurethra, dikontrol dengan kateter tiga cabang dan irigasi

kandung kemih

b. Cystectomy dan urine diversion

1) Prosedur pilihan untuk tumor stage B yang tidak bisa diatasi

melalui tindakan reseksi transurethra atau kemoterapi intravesika

2) Prosedur dilakukan jika tumor menginvasi dinding vesika, termasuk

trigone, atau saat tumor tidak dapat diatasi dengan metode

pembedahan yang lebih sederhana

3) Radical cystectomy à pengangkatan kandung kemih, urethra,

uterus, tuba falopii, ovarium, segmen anterior vagina(wanita);

kandung kemih, urethra, dan prostat (pria). Hingga lemak

perivesikal dan nodus limfe pelvis.

c. Cystectomy partial

1) Dilakukan jika klien tidak dapat mentoleransi prosedur cystectomy

radical atau jika ada tumor yang tidak dapat diangkat melalui

transurethral cystectomy

2) Hingga setengah bagian dari kandung kemih diangkat

3) Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali sangat tinggi

4) Setelah prosedur pembedahan kapasitas kandung kemih berkurang

hingga > 60 ml dan bertambah hingga 400 ml pada beberapa bulan

post pembedahan

2. Radioterapi

a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada

grade III-IV dan stage B2-C

b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu , dosis 3000-4000

Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval

cystoscopy, foto toraks, dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi

direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads

selama 2-3 minggu.

3. Kemoterapi

Obat-obat anti kanker :

a. Citral, 5 fluoro urasil

b. Topical chemotherapy yaitu thic-TEPA, chemoteraphy merupakan

paliatif. 5-fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan

bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam

buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita

dehidrasi 8-12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat

dibiarkan dalam buli-buli selama 2 jam.

GRAWITZ TUMOR

A. DEFINISI

Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai tumor Grawitz, Hipernefroma,

Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor. Adenokarsinoma ginjal adalah tumor

ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Serupa

dengan sel korteks adrenal tumor ini diberi nama hipernefroma yang dipercaya

berasal dari sisa kelenjar adrenal yang embrionik.

B. EPIDEMIOLOGI

Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan pada orang dewasa.

Kejadian tumor pada kedua sisi (bilateral) terdapat pada 2% kasus. Angka

kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1.

Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40

tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda.

Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun. Resiko

terjangkit tumor ini lebih tinggi pada perokok dan mereka yang terpajan

kadmium. Resiko terjadinya kanker sel ginjal meningkat 30x lipat pada orang

yang mengidap penyakit polikistik didapat sebagai penyulit dialisis kronis.

Insiden kanker sel ginjal telah terus meningkat. Hampir 51.190 diagnosis

baru dan 12.890 kematian dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 2007. Kulit

hitam memiliki tingkat sedikit lebih tinggi dari kanker sel ginjal dibandingkan

kulit putih. Alasan untuk hal ini adalah tidak jelas. Di Eropa kejadian RCC telah

dua kali lipat dalam periode 1975-2005, dicatat 3777 kematian di Inggris pada

tahun 2006; laki-laki 2372 orang, perempuan 1820 orang.

C. ETIOPATOLOGI

Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan

membelah secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali

dan menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak memerlukannya. Hal ini

akan menyebabkan terbentuknya suatu massa yang terdiri jaringan berlebihan,

yang dikenal sebagai tumor.

Tidak semua tumor merupakan kanker (keganasan). Tumor yang ganas

disebut tumor maligna. Sel-sel dari tumor ini menyusup dan merusak jaringan di

sekitarnya.

Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem

getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal

sebagai metastase tumor).

Tanpa penanganan proses lokal ini meluas dengan bertumbuh terus ke

dalam jaringan sekelilingnya dan dengan bermetastasis menyebabkan kematian.

Progesifitasnya berbeda-beda, karena itu periode sakit total bervariasi antara

beberapa bulan dan beberapa tahun.

Meskipun belum ada bukti kuat, diduga kejadian kanker ginjal

berhubungan dengan konsumsi kopi, obat-obatan jenis analgetika dan pemberian

estrogen. Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik

yang diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-

Lindau (hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal

bilateral) suatu kelainan herediter yang jarang. Jarang ditemukan bentuk familial

yang mengikuti pola dominan autosomal. Insidens pada ginjal tapal kuda dan

ginjal polikistik pada orang dewasa lebih tinggi daripada ginjal normal.

Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian

telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko

terjadinya kanker ginjal. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat

dengan timbulnya kanker ginjal.

Faktor resiko lainnya antara lain :

Kegemukan

Tekanan darah tinggi (hipertensi)

Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko

tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)

Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun

memiliki resiko tinggi)

Penyinaran

Penyakit Von Hippel-Lindau.

Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada

di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang

ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan

diresorbsi.

Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke

jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau vena renalis. Metastasis

tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang ,

adrenal dan ginjal kontralateral.

D. HISTOPATOLOGI

Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang

mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian

menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor bisa

berasal dari tubulus distal maupun duktus kolegentes.

Biasanya tumor ini disertai dengan pseudokapsul yang

terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan

tumor dan jaringan fibrosa. Tidak jarang ditemukan

kista-kista yang

berasal dari tumor

yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.

Fasia Gerota merupakan barier yang menahan

penyebaran tumor ke organ sekitarnya.

Pada irisan tampak berwarna kuning sampai oranye disertai daerah nekrosis dan

perdarahan, sedangkan pada gambaran histopatologik terdapat berbagai jenis sel,

yakni: clear cell (30 – 40%), granular (9 – 12%), sarkomatoid, papiler, dan bentuk

campuran. Yang paling sering adalah campuran sel jernih, sel bergranula dan sel

sarkomatoid. Inti yang kecil menunjukkan sifat ganas tumor. Sitoplasma yang jernih

diakibatkan adanya glikogen dan lemak. Disamping itu di beberapa kasus

menunjukkan adanya eosinofilia atau reaksi leukemoid dalam darah dan pada

sebagian kecil penderita timbul amiloidosis. Secara makroskopis ginjal terlihat

distorsi akibat adanya massa tumor besar yang berbenjol-benjol yang biasanya

terdapat pada kutub atas.

Hipernefroma kadang-kadang berbentuk kistik. Hal ini dapat memberikan masalah

diagnostik. Tumor biasanya berbatas tegas, tetapi beberapa menembus kapsula ginjal

dan menginfiltrasi jaringan lemak perinefrik. Perluasan ke dalam vena renalis

kadang-kadang dapat dilihat secara makroskopis sekali-sekali terlihat suatu massa

tumor padat meluas ke dalam vena kava inferior dan jarang ke dalam atrium kanan.

Gambaran mikroskopik clear cell renal cell carcinoma - di sebelah kanan gambar; non-tumor ginjal berada di sebelah kiri gambar. Sediaan nefrektomi. Pewarnaan HE.

E. KLASIFIKASI

Penelitian genetik terbaru telah mengubah pendekatan yang digunakan dalam

mengklasifikasikan karsinoma sel ginjal. Sistem berikut dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan tumor ini:

Clear cell renal cell carcinoma (VHL dan lainnya pada kromosom 3)

Papillary renal cell carcinoma (MET, PRCC) : trisomi 7, 6, 17

Chromophobe renal cell carcinoma : hipodiploid dengan kurangnya

kromosom 1, 2, 6, 10, 13, 17, 21

Collecting duct carcinoma

Gambaran mikroskopik clear cell renal cell carcinoma - Sediaan nefrektomi. Pewarnaan HE.

Gambaran mikroskopik papillary renal cell carcinoma – Menggambarkan vaskularisasi papil dengan sel busa. Pewarnaan HE.

Gambaran mikroskopik chromophobe renal cell carcinoma oncocytic variant - Pewarnaan HE

F. STADIUM

Robson membagi derajat invasi adenokarsinoma ginjal dalam 4 stadium yaitu:

Stadium 1 : tumor masih terbatas di dalam parenkim ginjal dengan fasia

gerota masih utuh

Stadium II : tumor invasi ke jaringan lemak perirenal dengan fasia gerota

masih utuh.

Stadium III : tumor invasi ke vena renalis atau vena kava atau limfonodi

regional.

IIIA : tumor menembus fasia gerota dan masuk ke v.renalis

IIIB : kelenjar limfe regional

IIIC : pembuluh darah lokal

Stadium IV : tumor ekstensi ke organ sekitarnya atau metastasis jauh (usus)

IVA : dalam organ sekitarnya, selain adrenal

IVB : metastasis jauh

TNM Tumor Grawitz

T : Tumor primer

T1 : Terbatas pada ginjal <2,5cm hingga >2,5 cm

T3 : Keluar ginjal, tidak menembus fasia gerota

T3a : Masuk adren atau jaringan perinefrik

T3b : Masuk v.renalis atau v.kava

T4 : Menembus fasia Gerota

N : Kelenjar regional atau hilus, para aorta, para kava

N0 : Tidak ada penyebaran

N1 : Kelenjar tunggal <5cm - >5 cm

G. GEJALA & TANDA

Keluhan umum berupa kelemahan, penurunan berat badan, dan tanda-tanda

anemia merupakan gejala-gejala yang paling awal dijumpai.

Didapatkan ketiga tanda trias klasik, yang merupakan tanda tumor dalam stadium

lanjut berupa:

1. Nyeri pinggang;

2. Hematuria; dan

3. Massa pada pinggang

Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas:

1. Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya

dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area

pada liver),

2. hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat

peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat

meningkatnya kadar rennin

Pasien juga mungkin mengalami gejala berikut: demam berulang yang terjadi

pada 9% dari pasien, intoleransi dingin, sakit punggung, kelelahan kronis, kaki

dan pergelangan kaki bengkak, kehilangan nafsu makan

H. DIAGNOSIS

Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba atau dirasakan benjolan di perut. Jika

dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:

Laboratorium

Pada pemeriksaan urinalisa dapat dijumpai adanya hematuri. Tetapi harus diingat

bahwa tidak adanya hematuri tidaklah dapat menyingkirkan kemungkinan

adanya tumor ganas ginjal. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai adanya

anemi, gangguan fungsi hepar, hiperkalsemia, dan peninggian laju endap darah.

Pencitraan

Sebelum pemakaian CT scan dan MRI berkembang luas, arteriografi selektif

merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis karsinoma ginjal. Gambaran

klasik arteriogram pada karsinoma ini adalah: neovaskularisasi, fistulae arterio-

venous, pooling bahan kontras dan aksentuasi pembuluh darah pada kapsul

ginjal. Pemberian infus adrenalin menyebabkan konstriksi pembuluh darah

normal tanpa diikuti konstriksi tumor.

Dengan meluasnya pemakaian ultrasonografi dan CT scan, kanker ginjal dapat

ditemukan dalam keadaan stadium yang lebih awal. Pemeriksaan PIV biasanya

dikerjakan atas indikasi adanya hematuria tetapi jika diduga ada massa pada

ginjal, pemeriksaan dilanjutkan dengan CT scan atau MRI.

Pemeriksaan radiologi pertama adalah foto polos abdomen berupa adanya

pembesaran bayangan ginjal dan kadang – kadang adanya kalsifikasi paad daerah

ginjal. Pada pemeriksaan pyelografi intravena dapat ditemukan adanya

perubahan bentuk pada collecting system yang merupakan tanda utama adanya

tumor dalam ginjal. Apabila ginjal yang terkena tidak berfungsinya pada

pemeriksaan ini, perlu dilakukan pemeriksaan retrograd pyelografi untuk melihat

perubahan bentuk tersebut.

Arteriografi ginjal masih merupakan langkah diagnostik yang penting pada

kecurigaan adanya tumor ganas ginjal, dan tanda yang khas yaitu adanya

neovaskularisasi.

Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan

pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri

renalis.

Untuk mencari metastasis perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks dan bone

survey.

USG

Apabila terdapat keraguan antara kista atau tumor padat ginjal, maka

pemeriksaan tersederhana dan murah adalah pemeriksaan ultrasonografi. Dalam

hal ini USG hanya dapat menerangkan bahwa ada massa solid atau kistik.

CT Scan

CT Scan berguna sebagai tambahan ketepatan dalam membedakan antara kista

atau tumor padat terutama dalam melakukan staging. Dapat juga dilakukan untuk

melihat adanya sisa tumor setelah pembedahan atau adanya rekurensi tumor

pasca bedah. CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada

karsinoma ginjal. Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam

mengetahui adanya penyebaran tumor pada vena renalis, vena cava, ekstensi

perirenal dan metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.

MRI

MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor. MRI

dapat mengungkapkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena cava

tanpa membutuhkan kontras, tetapi kelemahannya adalah kurang sensitif

mengenali lesi solid yang berukuran kurang dari 3 cm.

I. TERAPI

Jika terjadi hanya pada ginjal, yaitu sekitar 40% dari kasus, maka dapat

disembuhkan sekitar 90% dengan operasi. Jika telah menyebar di luar ginjal,

sering ke dalam kelenjar getah bening atau pembuluh darah utama dari ginjal,

maka harus diatasi dengan terapi tambahan, termasuk operasi cytoreductive. RCC

tahan terhadap kemoterapi dan radioterapi pada kebanyakan kasus, tetapi tidak

merespon dengan baik untuk imunoterapi dengan interleukin-2 atau interferon-

alfa, biologis, atau terapi bertarget. Dalam kasus tahap awal, cryotherapy dan

operasi adalah pilihan yang lebih disukai.

Cryotherapy laparoskopi juga dapat dilakukan pada lesi yang lebih kecil.

Biasanya biopsi diambil pada saat pengobatan. Intraoperatif USG dapat

digunakan untuk membantu penempatan petunjuk probe pembekuan. Dua freeze

atau thaw siklus tersebut kemudian dilakukan untuk membunuh sel-sel tumor.

Sebagaimana tumor tidak dihilangkan, penindaklanjutan lebih rumit dan tingkat

bebas penyakit keseluruhan tidak sebaik yang diperoleh dengan operasi

pengangkatan.

Pengobatan pilihan untuk tumor yang belum menunjukan tanda – tanda

metastase adalah radikal nefrektomi yaitu pengangkatan en bloc ginjal beserta

tumornya dan kapsul Gerota secaar intak. Tindakan ini dapat dilakukan melalui

sayatan thorakoabdominal atau transabdominal, dan sebelum melakukan

pengangkatan ginjal, didahului dengan kontrol terhadap –pembuluh darah (arteri

dan vena) ginjal. Pada pembedahan ini dapat sekaligus dilakukan pengangkatan

kelenjar suprarenal dan kelenjar getah bening, tetapi perlu atau tidaknya kedua

hal ini dilakukan masih diperdebatkan.

Apabila tidak ada metastasis maka pengobatan yang dianjurkan adalah

nefrektomi dengan harapan akan memperpanjang harapan hidup, mengurangi lesi

metastasis, meninggikan efektifitas pengobatan tambahan lainnya, mengurangi

keluhan setempat, dan mengurangi pengaruh kejiwaan terhadap adanya

keganasan. Namun karena angka mortalitas operasi pada tumor yang telah

mengalami metastasis relatif tinggi, maka operasi ini hanya dianjurkan bila

harapan hidup diperkirakan akan lebih dari 6 bulan.

Beberapa kasus yang sudah dalam stadium lanjut tetapi masih mungkin

untuk dilakukan operasi, masih dianjurkan untuk dilakukan nefrektomi paliatif.

Pada beberapa tumor yang telah mengalami metastasis, setelah tindakan

nefrektomi ini sering didahului dengan embolisasi arteri renalis yang bertujuan

untuk memudahkan operasi

Percutaneous, image-guided therapies, biasanya dikelola oleh ahli

radiologi, ditawarkan kepada pasien dengan tumor lokal, yang bukan sebagai

kandidat yang tepat untuk prosedur bedah. Prosedur semacam ini melibatkan

menempatkan probe melalui kulit dan masuk ke tumor dengan menggunakan

pencitraan real-time dari kedua ujung probe dan tumor dengan tomografi

komputer, USG, atau bahkan bimbingan MRI, dan kemudian menghancurkan

tumor dengan panas (frekuensi radio ablasi) atau dingin (cryotherapy). Modalitas

ini berada pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan operasi

tradisional dimana konfirmasi patologis kehancuran tumor menyeluruh adalah

tidak mungkin. Oleh karena itu, jangka panjang tindak lanjut sangat penting

untuk menilai kelengkapan ablasi tumor.

Radioterapi dapat diberikan sebagai pengobatan paliatif untuk keluhan

sakit akibat metastasis ke tulang. Pemberian imunoterapi dengan memakai

interferon atau dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di

negara-negara maju tetapi mahal biayanya.

Sebagian besar sitostatik yang tersedia saat ini tidak efektif untuk

pengobatan RCC. Penggunaannya tidak dapat direkomendasikan untuk

perawatan pasien dengan RCC metastasis, seperti tingkat respons yang sangat

rendah, sering hanya 5-15%, danrespon yang singkat. Penggunaan Tirosin kinase

(TK) inhibitor, seperti sebagai Sunitinib dan Sorafenib, dan Temsirolimus

dijelaskan dalam bagian yang berbeda.

Tahap metastasis dari karsinoma sel ginjal terjadi ketika penyakit

menyerang dan menyebar ke organ lain. Organ yang paling mungkin untuk

penyebarannya yaitu kelenjar getah bening terdekat, paru-paru, hati, tulang, atau

otak. Penyebaran karsinoma sel ginjal dianggap sebagai tantangan khusus untuk

ahli kanker, karena sekitar 70% dari pasien dengan karsinoma sel ginjal

mengembangkan metastasis selama penyakit mereka, dan kelangsungan hidup 5

tahun untuk pasien dengan metastasis karsinoma sel ginjal adalah antara 5-15%,

meskipun jauh lebih baik jika metastatectomy dan nephrectomy untuk

menghapus semua penyakit terlihat dilakukan. Bahkan jika metastasis tidak

dihapus, nephrectomy cytoreductive kadang-kadang digunakan dalam

pengobatan metastasis karsinoma sel ginjal, dan setidaknya 1 studi telah

mendukung penggunaan nephrectomy cytoreductive dalam "beberapa kasus"

metastasis karsinoma sel ginjal, mengutip tingkat respons diperbaiki untuk

interleukin -2 immunotherapy dan memperpanjang kelangsungan hidup.

Radioterapi dan kemoterapi memiliki peranan yang kurang pada terapi

karsinoma sel ginjal dibandingkan tipe keganasan lain, tetapi kadang-kadang

masih digunakan dalam pengobatan metastasis karsinoma sel ginjal. Radioterapi

digunakan pada metastase ke tulang untuk mengurangi rasa sakit dan

menurunkan resiko fraktur patologis, pada pasien dengan metastase otak, dan

untuk meredakan gejala penyakit metastasis ke hati, adrenal, atau paru-paru.

Interleukin-2 telah menjadi standar perawatan sejak tahun 1990-an untuk

metastasis karsinoma sel ginjal, walaupun tingkat respon rendah [7-16%]. Sekitar

setengah dari pasien yang merespon telah lama hidup panjang bebas dari

penyakit, dan beberapa dari pasien ini mungkin dapat disembuhkan dari penyakit

mereka. Namun, efek samping dari interleukin-2 sangat parah, termasuk fungsi

neutrofil menurun, meningkatkan risiko infeksi diseminata, termasuk pusat

infeksi kateter vena, septikemia, dan endokarditis bakteri, sindrom kebocoran

kapiler, yang dapat mengakibatkan infark miokard, gagal ginjal, angina,

hipotensi, perfusi organ berkurang, perubahan status mental, kegagalan paru

yang memerlukan intubasi, aritmia jantung, edema, dan perdarahan

gastrointestinal. Proleukin juga dapat mengakibatkan kelesuan dan mengantuk,

jika terapi interleukin-2 tidak dihentikan kelesuan dapat berlanjut ke koma.

Interleukin-2 juga dapat memperburuk penyakit autoimun yang sudah ada

sebelumnya. Eksasebarsi scleroderma, diabetes mellitus, tiroiditis, penyakit usus

inflamasi, gravis myesthinisa, nefritis, dan penyakit autoimun lainnya telah

dilaporkan. Efek samping neurologis juga dapat terjadi, termasuk ataksia,

kebutaan kortikal, halusinasi, psikosis, masalah berbicara, dan koma. Efek

samping lain termasuk sakit perut, kaku, demam, malaise, asthenia, asidosis,

takikardia, vasodialation, diare, muntah, luka mulut, kehilangan nafsu makan,

dermatitis, dyspnea, trombositopenia, dan anemia. Sehingga layaknya pasien

harus berada dalam kesehatan yang baik dengan fungsi kardiovaskular, hati,

paru, dan neurologis normal yang diterapi dengan interleukin-2.

Terapi adjuvant merupakan pengobatan sekunder yang dikerjakan setelah

semua kanker yang muncul telah baik dioperasi, diradiasi atau dihilangkan, untuk

mencegah (metastasis) tumbuhnya sel ganas baru muncul kembali. Muculnya sel

ganas kembali biasanya terjadi setelah sel mikro-kanker tetap dalam tubuh

setelah kanker primer telah dihilangkan. Saat ini tidak ada terapi adjuvant yang

disahkan untuk karsinoma sel ginjal, meskipun ada sejumlah uji klinis

mengeksplorasi efektivitas berbagai potensi pengobatan. Penggunaan sitokin

non-spesifik sejauh ini terbukti tidak efektif. Tidak seperti kanker lainnya,

karsinoma sel ginjal adalah yang paling resisten terhadap agen sitotoksik dan

sitostatik, yang sangat membatasi terapi adjuvant mungkin efektif. Uji dari

vaksin kanker, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau terapi biologis

(Nexavar, sutent) telah menemukan dengan sedikit keberhasilan, dan saat ini

standar perawatan untuk total pemotongan karsinoma sel ginjal berisiko tinggi

adalah observasi dengan pendekatan terhadap terapi lainnya. Tampaknya

beberapa bukti menunjukan bahwa kanker yang tidak sempurna dihilangkan

(margin bedah positif, keterlibatan adrenal, keterlibatan vena kava) dengan

radioterapi dapat mengurangi risiko penyakit lokal invasif, namun beberapa data

juga masih kurang. Ada juga sejumlah percobaan terapi Autolymphocyte (ALT)

yang telah menunjukkan berbagai tingkat keberhasilan. ALT adalah bentuk

immunotherapy rawat jalan memanfaatkan autologous angkat ex vivo yang

diaktifkan sel T disertai dengan simetidin dosis tinggi.

J. PROGNOSIS

Jika kanker belum menyebar, maka pengangkatan ginjal yang terkena dan

pengangkatan kelenjar getah bening akan memberikan peluang untuk

sembuh.Jika tumor telah menyusup ke dalam vena renalis dan bahkan telah

mencapai vena kava, tetapi belum menyebar sisi tubuh yang jauh, maka

pembedahan masih bisa memberikan harapan kesembuhan. Tetapi kanker ginjal

cenderung menyebar dengan cepat, terutama ke paru-paru.

Jika kanker telah menyebar ke tempat yang jauh, maka prognosisnya jelek

karena tidak dapat diobati dengan penyinaran, kemoterapi maupun hormon.

Banyak faktor yang mempengaruhi prognosa pada penyakit ini seperti :

keadaan klinis, stadium, derajat histologi dan ukuran tumor, laju endap darah dan

kelamin penderita. Secara umum, persentase harapan hidup 5 tahun adalah 79%

untuk stadium 1, 40% untuk stadium II, 24% untuk stadium III, dan 8% untuk

stadium IV.