Refer At
-
Upload
rizky-zulfa-afrida -
Category
Documents
-
view
26 -
download
2
Transcript of Refer At
TUMOR WILMS
A. Anatomi Ginjal
1. Ukuran ginjal
Ginjal kanan yang normal biasanya berukuran sedikit lebih kecil dari
ginjal kiri. Pada laki-laki dan perempuan, ginjal mencapai ukuran maksimal
pada usia 25 tahun, yaitu kira-kira 13 cm pada laki-laki dan 13,5 cm pada
perempuan. Ukuran ini bertahan sampai kira-kira usia 50 pada laki-laki dan
35 - 40 tahun pada perempuan, dimana ginjal kemudian mulai menyusut,
dengan penyusutan maksimal 1 - 1,5 cm pada laki-laki usia 80 tahun dan 1 cm
pada usia 70 tahun.
2. Posisi normal
Ginjal terletak retroperitoneal, di kedua sisi vertebrae. Ujung atas
terletak kira-kira 1 cm lebih dekat ke vertebrae bila dibandingkan dengan
ujung bawah. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri,
tetapi pada 15% populasi, ginjal kiri yang terletak lebih rendah.
Pada posisi anatomis, ginjal terletak di antara tulang rusuk terakhir dan
vertebrae lumbalis III. Terdapat perbedaan lokasi antara 5 - 1,5 cm antara
posisi tidur dan berdiri. Ginjal mengalami mobilitas yang cukup banyak pada
saat seseorang bernapas. Umumnya, dapat terjadi pergeseran ke bawah
sebesar 3 cm pada saat inspirasi, dan pergeseran lebih besar pada perempuan.
Formasi lobus ginjal yang paling sering dijumpai adalah bentuk fetus.
Biasanya terdapat 3 bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu:
a. Mungkin terdapat tonjolan lokal pada batas lateral ginjal kiri atau
permukaan ujung superior yang lebih rata yang disebabkan oleh tekanan
lien. Bentuk ini disebut “pseudotumor” atau “tumor palsu”.
b. Mungkin didapatkan ginjal kiri yang lebih besar dan berbentuk lebih
menyerupai segitiga.
c. Mungkin ditemukan bentuk multi-lobus yang difus yang dapat terjadi
unilateral maupun bilateral. Pada bentuk ini, batas antar lobus dapat
terlihat seperti jaringan parut, tetapi dapat dibedakan dengan jaringan
parut dengan adanya fakta bahwa “jaringan parut” yang terlihat terletak
persis di antara calix.
Permukaan ginjal diliputi oleh capsula fibrosa renis yang tipis, tetapi
kuat. Di luar capsula fib rosa renis, ginjal ditutupi jaringan lemak yang cukup
tebal yang disebut capsula adiposa renis. Terdapat pula jaringan lemak yang
lebih tipis di dalam hilus renalis yang terletak di antara calix
renalis dan cortex yang disebut corpus adiposum sinus renalis. Corpus
adiposum sinus renalis terkadang menjulur keluar hilus renalis dan meliputi
a.renalis, v.renalis dan ureter.
3. Struktur ginjal
a. Cortex Renis
Cortex renis mempunyai ketebalan kira-kira 12 mm dan mengandung
berbagai corpora renalis, tubuli yang meliuk-liuk, dan berbagai pembuluh
darah kecil.
b. Medulla Renis
Mendulla renis mengandung kurang lebih 8 struktur yang
disebut pyramides renales. Dasar medulla renis berbatasan dengan cortex
renis dan puncaknya menjorok kedalam hilus renalis, yang
disebut papillae renales. Setiap struktur pyramides renales dibatasi satu
dengan lainnya oleh columna renalis. Columna renalis mengandung aa.
interlobares yang besar. Arteri-arteri ini berbelok tajam pada
dasar pyramides renales menjadi a.arcuata, dan membentuk garis batas
antara cortex dan medulla. A.arcuata kemudian bercabang-cabang secara
tegak lurus menjadi aa. lobulares yang masuk ke dalam cortex renis.
c. Pelvis Renalis
Pelvis renalis adalah awal dari sistem pengumpulan urine yang pada
akhirnya berakhir di vesica urinaria. Pelvis renalis adalah ureter yang
melebar dan membentuk corong. Sebagian pelvis renalis teletak di dalam
hilus renalis, dan sisanya terletak diluar. Pelvis renalis bercabang-cabang
menjadi calix renalis major, yang kemudian bercabang kembali
menjadi calices renales minores, yang berakhir di foramina
papillaria. Calices renales minores adalah reseptor urine yang
diekskresikan pyramides renales, dan batas antara satu dengan lainnya
pada umumnya berjauhan.
2. Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah filtrasi plasma darah dan pembuangan beberapa
zat yang terlarut didalamnya, yang diantaranya adalah natrium, klorida,
sulfat,kalium, urea, glukosa, asam amino, dan lain-lain. Fungsi lain ginjal
adalah:
a. Reabsorbsi selektif oleh tubulus
b. Sintesa dan ekskresi oleh tubulus
c. Pengaturan asam-basa
d. Pengaturan cairan tubuh
e. Pengaturan osmosis yang berhubungan dengan molalitas
f. Pemeliharaan tekanan darah normal
g. Erythropoiesis
B. Definisi
Tumor Wilms merupakan keganasan genitourinarius yang paling sering
pada anak-anak, tumor ini adalah neoplasma embryonal triphasic yang
mengandung berbagai proporsi dari blastema, stroma dan epithelium. Nama
wilms diambil dari nama penemunya yaitu Dr. Max Wilms pada tahun 1899.
C. Insiden dan Epidemiologi
Insiden penyakit ini hampir sama di setiap negara, karena tidak ada
perbedaan ras, iklim, dan lingkungan, yaitu diperkirakan 8 per 1 juta anak
dibawah umur 15 tahun. Lebih sering disebelah kiri, bisa juga bilateral (sekitar
5%).
Tumor wilms berasal dari blastema metanefrik, karena itu tumor ini
terdiri dari unsur blastema, epitel, dan stroma, pada sediaan makroskopik
tampak sebagai tumor yang besar berwarna abu-abu dengan fokus perdarahan
atau nekrosis. Tumor wilms merupakan tumor intra abdominal yang terjadi pada
anak (0-19 tahun) dan tumor terbanyak pada ginjal.
Tumor Wilms terhitung 8% dari seluruh penyakit keganasan pada anak.
Usia puncak berada pada usia 2-4 tahun. Insidennya menempati tempat kelima
diantara kasus tumor solid pada anak, setelah tumor susunan saraf pusat,
lymphoma, neuroblastoma, dan sarkoma jaringan lunak. Frekuensi insidens
tumor wilms sekitar 0,8 kasus per 100.000 orang. . Sekitar 80% tumor ini terjadi
pada anak di bawah 6 tahun, dengan puncak insidens pada umur 2-4 tahun.
Tumor Wilms dapat juga dijumpai pada neonatus. Tumor Wilms terhitung 6%
dari seluruh penyakit keganasan pada anak.
Di Amerika Serikat sekitar 500 kasus baru didiagnosis setiap tahun. Di
India, jumlah kasus tumor wilms sebesar 3,5% dari sekitar 800 kanker pediatri
per tahun, dan menempati tempat ketiga diantara kasus tumor solid setelah tumor
otak dan neuroblastoma. Di Turki, dari January 1978 sampai dengan Desember
1996, 106 pasien didiagnosis tumor Wilms. Di Asia Tenggara 25-40% kasus
terjadi pada bayi. Tumor ini sangat jarang terjadi pada remaja dan dewasa. Di
Indonesia, di RSUD Dr. Soetomo, jumlah pasien tumor Wilms yang didiagnosis
dari tahun 1989 sampai dengan 2003 sebanyak 70 kasus.
D. Etiologi Willms Tumor
Ada 3 hipotesis yang diajukan sebagai etiologi tumor wilms yaitu:
a. Tumor wilms terjadi sporadic, tidak diketahui penyebabnya sebagai kelainan
kongenital yang dihubungkan dengan kelainan metanefrik blastema.
b. Berhubungan dengan syndrome malformasi genetik lainnya seperti Beckwith-
Wiedemann syndrome (makroglosi, gigantisme, dan hernia umbilikal), 20%
aniridia kongenital WAGR syndrome (Wilm’s Tumor, Aniridia,
Genitourinary malformation, Mental retardation), 30% Denys-Drash
syndrome (Wilms tumor, pseudohermaphroditism, glomerulopathy), 1%
Mutasi trisomi 18, Perlman’s syndrome, Simpson-Golabi-Behmel syndrome.
c. Familial
Gen WT1 (kromosom 11p13) diduga sebagai onkogen dominant terjadinya
tumor wilms, gen spesifik jaringan dari sel blastemal ginjal. Gen WT2
(kromosom 11p15). Hilangnya heterozygositas kromosom 1p dan 16q
meningkatkan mortalitas dan relaps tumor wilms. Tumor lokus FWT 1 dan
FWT2 (kromosom 17q dan 19q). Alterasi p53 pada kromosom 17p anaplastik.
E. Berdasarkan Gambaran Histologi
Meskipun sebagian besar pasien dengan diagnosis histologis tumor Wilms
mendapat kesembuhan melalui terapi yang ada saat ini, tetapi sekitar 10% pasien
mempunyai gambaran histopatologis yang menghasilkan prognosis yang lebih
buruk, dan pada beberapa tipe dengan insidens kekambuhan dan kematian yang
tinggi. Tumor wilms dapat dibedakan menjadi dua kelompok prognostik dengan
dasar histopatologinya, yaitu:
a. Histologi baik (favorable histology)
Secara histologis, tumor menyerupai perkembangan ginjal normal dengan tiga
tipe sel, yaitu blastemal, epitelial (tubulus), dan stromal. Tidak semua tumor
mengandung ketiga jenis sel secara bersamaan, dapat pula ditemukan tumor
yang hanya mengandung satu jenis sel yang membuat diagnosis menjadi sulit.
b. Histologi anaplastik (anaplastic histology)
Terdapat pleomorfisme dan atipia yang hebat pada sel-sel tumor yang dapat
fokal maupun difus. Anaplasia fokal tidak selalu berhubungan dengan
prognosis yang buruk, tetapi anaplasia difus selalu mempunyai prognosis yang
buruk (kecuali pada stadium I). Anaplasia berhubungan pula dengan resistensi
terhadap kemoterapi dan masih dapat terdeteksi setelah kemoterapi
preoperatif.
F. Berdasarkan Stadium Penyakit
Stadium tumor wilms ditentukan oleh hasil-hasil pemeriksaan pencitraan, dan
hasil-hasil operatif dan patologis yang didapatkan saat nefrektomi. Stadium
penyakit adalah sama, baik untuk tumor dengan histologi baik dan histologi
anaplastik, sehingga diagnosis harus menyebutkan kedua kriteria klasifikasi
(misalnya: stadium II, dengan histologi baik, atau stadium II dengan histologi
anaplastik).
Sistem klasifikasi berdasarkan stadium penyakit ini dibuat oleh National Wilms’
Tumor Study Group yang ke-V (NWTSG-V), sebagai berikut
1. Stage I (43% pasien)
Untuk tumor wilms Stage I, harus didapatkan satu atau lebih kriteria di bawah
ini:
a. Tumor terbatas pada ginjal dan telah dieksisi seluruhnya
b. Permukaan capsula renalis intak
c. Tumor tidak ruptur atau telah dibiopsi (biopsi terbuka atau biopsi jarum)
sebelum pengangkatan
d. Tidak ada keterlibatan pembuluh-pembuluh darah sinus renalis
e. Tidak ada sisa tumor yang terlihat dibelakang batas-batas eksisi
2. Stage II (23% pasien)
Untuk tumor wilms Stage II, harus didapatkan satu atau lebih kriteria di
bawah ini:
a. Tumor meluas ke belakang ginjal tetapi telah dieksisi seluruhnya
b. Terdapat ekstensi regional tumor (misalnya penetrasi ke kapsula renalis
atau invasi ekstensif ke sinus renalis)
c. Pembuluh-pembuluh darah sinus renalis dan/atau di luar parenkim ginjal
mengandung tumor
d. Tumor sudah pernah dibiopsi sebelum pengangkatan atau terdapat bagian
tumor yang pecah selama operasi yang mengalir ke pinggang, tetapi tidak
melibatkan peritoneum.
e. Tidak ada tumor pada atau dibelakang batas-batas reseksi.
3. Stage III (23% pasien)
Terdapat tumor residual non hematogen dan melibatkan abdomen. Satu atau
lebih kriteria di bawah ini dapat ditemukan:
a. Tumor primer tidak dapat direseksi karena infiltrasi lokal ke struktur-
struktur vital.
b. Metastasis ke kelenjar getah bening abdominal atau pelvis (hilus renalis,
paraaorta, atau dibelakangnya)
c. Tumor telah berpenetrasi ke permukaan peritoneum
d. Dapat ditemukan implan-implan tumor di permukaan peritoneum
e. Pasca operasi tetap ditemukan tumor baik secara makroskopis maupun
mikroskopis.
f. Pecahnya tumor yang melibatkan permukaan peritoneum baik sebelum
atau saat operasi, atau trombus tumor yang transeksi
4. Stage IV (10% pasien)
Tumor wilms Stage IV didefinisikan sebagai adanya metastasis hematogen
(paru-paru, hepar, tulang atau otak), atau metastasis kelenjar getah bening di
luar regio abdomenopelvis.
5. Stage V (5% pasien)
Tumor wilms Stage V didefinisikan sebagai keterlibatan ginjal bilateral saat
dibuatnya diagnosis yang pertama kali. Untuk pasien-pasien dengan tumor
Wilms bilateral, harus ditentukan stadium untuk masing-masing ginjal sesuai
dengan kriteria diatas (Stage I – III) berdasarkan luasnya penyakit sebelum
biopsi dilakukan.
Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di
sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta.
Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian
mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium
lanjut menyebar ke ginjal kontralateral.
Stadium penyebaran tumor menurut TNM
T Tumor primer
T1 Tumor <7 cm terbatas pada ginjal
T2 Tumor >7 cm terbatas pada ginjal
T3 Tumor meluas sampai vena mayor, adrenal atau lemak perirenal
T3a Tumor menginvasi adrenal atau lemak perirenal tetapi masih dalam fascia
gerota
T3b Tumor sampai vena renal atau vena cava
T3c Tumor mencapai vena cava abdomen diafragma
T4 Tumor menginvasi fascia Gerota
N Metastasis limf
N0 Tidak ditemukan metastasis
N1 Ada metastasis limf
M Metastasis jauh
M0 Tidak ditemukan
M+ Ada metastasis jauh.
G. Gejala Klinis
Presentasi klinis yang sering adalah ditemukan adanya massa dalam abdomen
(90% dari seluruh gejala yang muncul). Biasanya pasien dibawa ke dokter oleh
orang tuanya karena diketahui perutnya membuncit, ada benjolan di perut sebelah
atas atau daerah lumbal.
Pada sepertiga dari penderita terdapat keluhan nyeri perut yang
sifatnya tidak spesifik. Nyeri ini biasanya disebabkan terjadinya
perdarahan intra tumoral. Pada 12-25% penderita didapatkan
hematuria. Ketiga gejala yaitu masa di abdomen, nyeri
abdomen, dan hematuria adalah trias klasik dari tumor ginjal.
Trias klasik tersebut disebut sebagai gejala utama. Gejala lain
yang mungkin didapatkan adalah akut abdomen karena ruptura
tumor intra peritoneal, febris, anemia, hipertensi, varicocele,
syndroma Curshing. Hipertensi didapatkan 25-63% dari
penderita, ini dapat disebabkan oleh ischemia ginjal karena
desakan tumor atau karena tumor memproduksi renin. Pada
sebagian besar penderita di abdomennya teraba massa yang
padat, permukaan rata, tidak nyeri tekan, unilateral. Massa
dapat sangat besar, melewati garis tengah, dan sulit digerakkan.
Pada keadaan seperti ini dinilai sebagai "inoperable". Pada lebih
kurang 15% penderita dijumpai kelainan yang lain seperti
aniridia (satu dan setiap 70 penderita tumor wlims), kelainan
genitalia seperti kriptorkismus, hipospadi , varicocele, kelainan
traktus urinarius seperti duplikasi, ginjal tapak kuda, ginjal
ektopik dan lain-lain, hemihipertrofi (2,9%), sindroma Beckwith-
Wiedemann (hipertropi visceral).
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urinalisis dan sitologi urin sebaiknya dilakukan untuk
menemukan sisa-sisa sel tumor yang ikut dalam urin. Pemeriksaan ureum
kreatinin dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi ginjal masih baik.
Pemeriksaan rontgen dengan IVP ginjal, tumor wilms menunjukkan
adanya distorsi dan pendesakan dari sistem pelvikalis dan arah sumbu ginjal
biasanya tidak berubah, atau mungkin didapatkan ginjal non visualized (apabila
tumor sudah meluas), seringkali tampak dilatasi dari kaliks karena
tumor menyebabkan obstruksi. Bila massa tumor sangat besar
seringkali tidak tampak kontras pada ginjal yang bersangkutan.
Keadaan "non vizualized" ini dijumpai pada 7-30% kasus.
Sedangkan pada neuroblastoma terjadi pendesakan sistem kaliks ginjal ke kaudo-
lateral. Pielogram intravena juga dapat menunjukkan perubahan bayangan ginjal
dan gambaran pelviokaliks dan sekaligus memberi kesan mengenai faal ginjal.
Pemeriksaan IVP merupakan diagnostik awal untuk menentukan adanya massa
pada ginjal.
Foto thoraks merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi ada tidaknya
metastasis ke paru-paru. Pada foto polos abdomen diperiksa adanya
bayangan massa diukur penampangnya dan diperhatikan
melewati garis tengah atau tidak dan bayangan kalsifikasi. Pada
tumor wilms kalsifikasi biasanya berbentuk cincin atau kulit
telor, sedangkan pada neuroblastoma biasanya berbentuk
bercak-bercak.
Pemeriksaan USG pada tumor ini memperlihatkan massa solid yang
dominan dengan gambaran hipoekhoik karena fokus-fokus nekrosis di dalamnya.
Potongan sagital bagian ginjal yang terdapat tumor akan tampak mengalami
pembesaran, lebih predominan sebagai massa hiperechoic dan menampakkan
area yang echotekstur heterogenus. Dengan USG, dapat dibedakan antara massa
ginjal dan massa non-ginjal, dan dapat mengidentifikasi antara Hydronephrosis
dan Multicystic Kidney atau Abdo- minal mass.
Gambar 2. Sagittal static US image obtained through the inferior right kidney
shows the large, predominantly hyperechoic mass, which is located in the
posteroinferior part of the kidney and contains areas of heterogeneous echotexture.
CT scan dapat memberi gambaran pembesaran ginjal dan sekaligus
menunjukkan pembesaran kelenjar regional atau infiltrasi tumor ke jaringan
sekitar. Pemeriksaan untuk mencari metastasis biasanya dengan CT scan otak.
Konfirmasi mengenai asal tumor intrarenal, yang biasanya menyingkirkan
neuroblastoma, deteksi massa multiple, penentuan perluasan tumor termasuk
keterlibatan pembuluh darah besar dan evaluasi dari ginjal yang lain. Pada
pemeriksaan CT tanpa penguatan (enhancement), tumor wilms khas timbul dari
ginjal sebagai massa yang tidak homogen dengan daerah densitas rendah yang
menunjukkan nekrosis. dapat memberi gambaran pembesaran ginjal dan
pembesaran kelenjar regional atau tumor ke jaringan sekitarnya.
Gambar 3. Tumor wilms pada anak-anak 4 tahun dengan massa di abdomen.
Massa heterogenus di ginjal kiri (panah besar) dan metastase bepar multipel
(panah kecil). Metastase hepar multipel dengan thrombus tumor di dalam vena
porta.
Gambar 4. CT scan abdomen pasien tumor Wilms
Pemeriksaan MRI tidak menambah
banyak keterangan untuk tumor wilms. Pada
umumnya hasil pencitraan menggunakan
gadolinium-enhanced MRI tumor wilms tampak
Gambar 5. a) Focal calcification at the upper pole of the right kidney. b) A large right renal
mass with calcification, invasive to the hepatic lobe. c) Focal calcification at the
upper pole of the right kidney (white arrow).
Gambar 6. Wilms tumor in a 3-year-old boy with an abdominal mass.
tidak homogen. MRI juga bermanfaat untuk magnetic resonance venography untuk
membantu diagnosis trombus pada vena renalis. MRI dapat menunjukkan informasi
penting untuk menentukan perluasan tumor di dalam vena cava inferior termasuk
perluasan ke daerah
intarkardial.
Pemeriksaan penunjang lain ialah biopsi jarum yang hanya dibenarkan
apabila tumor sangat besar sehingga diperkirakan akan sukar untuk mengangkat
seluruh tumor. Pungsi dilakukan sekadar untuk mendapatkan sediaan patologik
untuk kepastian diagnosis dan menentukan radiasi atau terapi sitostatika
prabedah untuk mengecilkan tumor.
Pemeriksaan histopatologis jaringan tumor merupakan diagnosis pasti,
sekaligus berguna menentukan stadium dan prognosis dari tumor wilms.
Gambar 8. Gambaran trifasik pada tumor wilms, adanya epithel, blastema dan strom
Gambar 6. Wilms tumor in a 3-year-old boy with an abdominal mass.
Gambar 9. Gambaran tumor wilms dengan unfavorable histology
I. Terapi Operatif
Menurut protokol NWTSG, langkah pertama dalam terapi tumor Wilms
adalah menentukan stadium penyakitnya, diikuti dengan nefrektomi radikal, jika
memungkinkan.
Preoperasi
Dalam penatalaksanaan tumor Wilms, kunci kesuksesan terletak pada terapi
secara multimodal, yang terdiri dari operasi, radiasi, dan kemoterapi. NWTSG
merekomendasikan kemoterapi preoperatif dalam situasi-situasi berikut ini.
1. Perluasan tumor ke dalam vena cava
Hal ini didapatkan pada 5% kasus tumor Wilms, dan berhubungan dengan
komplikasi-komplikasi bedah (40% kasus), meskipun di tangan ahli bedah
yang berpengalaman. Dimulainya kemoterapi setelah menentukan stadium
penyakit dan biopsi dapat menurunkan ukuran tumor dan trombus, dan
menurunkan pula insidens komplikasi bedah hingga 25%.
2. Tumor-tumor yang inoperable
Tumor-tumor yang besar yang melibatkan struktur-struktur vital membuat
reseksi menjadi sulit, insidens komplikasinya tinggi dan insidens pecahnya
tumor juga tinggi. Dengan kemoterapi ukuran tumor dapat diperkecil sehingga
insidens pecahnya tumor dapat diturunkan hingga 50%.
3. Tumor Wilms bilateral
Intraoperasi
Dibuat insisi abdominal transversa dan dilakukan eksplorasi abdominal.
Eksplorasi harus mencakup ginjal kontralateral dengan memobilisasi colon
ipsilateral dan membuka fascia Gerota. Jika terdapat tumor bilateral, nefrektomi
tidak dilakukan tetapi diambil spesimen-spesimen biopsi. Jika terdapat tumor
unilateral, dilakukan nefrektomi dan diseksi atau pengambilan sampel nodul
getah bening regional. Jika tumor tidak dapat direseksi, dilakukan biopsi-biopsi
dan nefrektomi ditunda hingga kemoterapi, yang pada sebagian besar kasus dapat
mengecilkan ukuran tumor.
Pada tumor Wilms bilateral (5% kasus), dilakukan eksplorasi bedah, biopsi-
biopsi dari kedua sisi, dan penentuan stadium penyakit yang akurat. Tindakan ini
diikuti dengan kemoterapi selama 6 minggu yang sesuai dengan stadium
penyakit dan histologi tumor. Kemudian, dilakukan pemeriksaan ulang
menggunakan pemeriksaan pencitraan, diikuti dengan operasi definitif berupa:
1. Nefrektomi radikal unilateral dan nefrektomi parsial pada sisi kontralateral
2. Nefrektomi parsial bilateral
3. Hanya nefrektomi unilateral saja, jika terdapat respons yang sempurna pada
sisi kontralateral
Pasca operasi
Protokol-protokol kemoterapi dan radioterapi pasca operasi didasarkan pada
penentuan stadium saat operasi dan mengikuti pedoman yang dikeluarkan oleh
NWTSG, sebagai berikut:
1. Stage I histologi baik dan histologi anaplasia atau stage II histologi baik
a. Nefrektomi
b. Vincristine dan actinomycin D (18 minggu) pasca operasi
2. Stage II anaplasia fokal atau stage III histologi baik dan anaplasia fokal
a. Nefrektomi
b. Iradiasi abdominal (1000 rad)
c. Vincristine, actinomycin D, dan doxorubicin (24 minggu)
3. Stage IV histologi baik atau anaplasia fokal
a. Nefrektomi
b. Iradiasi abdominal berdasarkan stadium lokal
c. Iradiasi pulmoner bilateral (1200 rad) dengan antibiotika profilaksis untuk q
Pneumocystis carinii
d. Kemoterapi dengan vincristine, actinomycin D, dan doxorubicin
4. Stage II dan stage IV anaplasia difus
a. Nefrektomi
b. Iradiasi abdominal
c. Iradiasi seluruh paru-paru untuk stage IV
d. Kemoterapi 24 bulan dengan vincristine, actinomycin D, doxorubicin,
etoposide, dan cyclophosphamide
J. Komplikasi
1. Obstruksi usus (7%)
2. Perdarahan (6%)
3. Infeksi, hernia (4%)
4. Komplikasi-komplikasi vaskuler (2%)
5. Cedera lien dan intestinal (1,5%)
K. Prognosis
Prognosa dari penderita tumor wilms ditentukan oleh banyak
faktor-faktor penyakit, tetapi pada umumnya dapat dibedakan
dalam faktor pembedahan dan faktor non pembedahan. Faktor
pembedahan sudah jelas tercermin dalam pembagian tumor
menurut stadiumnya, semakin tinggi stadium dari tumor
semakin jelek prognosanya. Faktor non pembedahan adalah
sifat natural dari tumor itu sendiri. Yang digolongkan dalam
faktor ini adalah :
1. Histologi Tumor.
Penentuan prognosa yang paling penting. Data dari NWTS
mendapatkan 2 years Survival rate untuk Favourable dan
Unfavourable histologi adalah 90% dan 54%. Ddata dari NWTS
menunjukkan bahwa 63% dari penderita yang meninggal adalah
penderita dengan jenis unfavourable histologi. Pasien-pasien dengan
tumor Wilms histologi baik mempunyai paling sedikit 80% harapan hidup dalam
4 tahun setelah diagnosis, bahkan pada pasien-pasien dengan penyakit stadium
IV.
2. Metastase Hematogen.
Metastase hematogen dari tumor Wilms adalah ke paru, hepar,
tulang dan otak. Metastase ke paru prognosanya lebih baik dari
pada metastase ke hepar.
3. Invasi ke kelenjar getah bening
Data dari NWTS 2, penderita dengan tumor tanpa invasi ke
kelenjar getah bening, survival ratenya mencapai 83%,
sedangkan penderita dengan invasi ke kelenjar getah bening
hanya mencapai 54%. Metastase dan kambuhnya tumor pasca
operasi dari penderita dengan kelenjar getah bening positive 3
kali lebih sering dibanding penderita dengan kelenjar getah
bening negative.
Ketiga faktor diatas tersebut sebagai faktor utama atau mayor.
Faktor non pembedahan lain yang juga mempengaruhi, dan disebut
sebagai faktor minor yaitu :
1. Umur penderita
Makin muda penderita, 2 tahun atau kurang, prognosa lebih
baik. Hal Ini berdasarkan kenyataan dari data NWTS 1, penderita
yang lebih muda, jenis hematologinya biasanya favourable dan
tumornya sendiri kurang ekstensive.
2. Berat dan besarnya tumor
Faktor ini masih merupakan tanda tanya. Data dari NWTS 1
membuktikan bahwa tumor yang kecil, kurang dari 250 gram,
jarang sekali kambuh. Tetapi penelitian dari NWTS 2 ternyata
faktor ini kurang pengaruhnya. Pembagian stadium menurut
sistem TNM, mencerminkan bahwa faktor ini masih dianggap
penting.
3. Ekstensi tumor ke vena renalis, vena cava dan organ intra
abdominal
Adanya thrombus tumor dalam vena renalis dan vena cava
menyebabkan lebih sering terjadi kekambuhan.
Sekitar 80 – 90% anak-anak yang didiagnosis tumor Wilms dapat bertahan hidup
dengan terapi yang ada saat ini. Histologi tumor dan stadium penyakit merupakan
faktor-faktor prognostik yang paling penting dalam kasus-kasus tumor unilateral.
Tumor-tumor bilateral dengan stadium tinggi berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Prognosis untuk pasien-pasien yang mengalami kekambuhan adalah buruk,
dengan kemungkinan hidup rata-rata hanya 30 – 40% setelah terapi ulang.
TUMOR BULI
A. PENGERTIAN
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung
kemih). Tumor buli-buli adalah tumor yang dapat berbentuk papiler, tumor non
invasif (insitur), noduler (infiltrat), atau campuran antara bentuk papiler dan
infiltrat. Tumor ini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama-kelamaan dapat
mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot, dan lemak perivesika yang
kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar.
Gambar 1. Bentuk tumor buli-buli
Tumor buli-buli merupakan 2% dari seluruh keganasan dan merupakan
keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah karsinoma prostat.
Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria daripada wanita dan angka
kejadiannya meningkat pada daerah industri.
B. KLASIFIKASI
1. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-
MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di
bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
Tis : Carsinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx : Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak
dapat dilakukan
To : Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 : Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak
T2 : Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding
buli-buli
T3 : Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang
bergerak bebas dapat diraba di buli-buli
T3a : invasi otot yang lebih dalam
T3b : Perluasan lewat dinding buli-buli
T4 : Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a : Tumor mengadakan invasi ke dalam prostat, uterus, vagina
T4b : Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke
dalam abdomen
b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,
pemeriksaan klinis, lympography, urography, operatif
Nx : Minimal yang ditetapkan kelenjar limfe regional tidak dapat
ditemukan
No : Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar limfe regional
N1 : Pembesaran tunggal kelenjar limfe regional yang homolateral
N2 : Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar linfe
regional yang multipel
N3 : Massa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang
bebas antaranya dan tumor
N4 : Pembesaran kelenjar limfe juxta regional
c. M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
pemeiksaan klinis, thorax foto, dan tes biokimia
Mx : Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan
adanya metastase jauh, tak dapat dilaksanakan.
M1 : Adanya metastase jauh
M1a : Adanya metastase yang tersembunyi pada tes-tes biokimia
M1b : Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c : Metastase multiple terdapat dalam satu organ yang multiple
M1d : Metastase dalam organ yang multiple
Gambar 2. Stadium tumor
2. Tipe dan Lokasi
Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia, dan invasi
a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli-squamosa cell,
anaplastik, invasi yang dalam dan cepat matastasenya.
b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus.
c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak laki-laki, infiltrasi,
metastase cepat, dan biasanya fatal.
d. Primary malignant lymphoma, neurofibroma, dan pheochromacytoma,
dapat menimbulkan serangan hipertensi selama kencing.
e. Ca daripada kulit, melanoma, lambung, paru, dan mamma mungkin
mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh
endometriosis dapat terjadi.
C. ETIOLOGI
Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan karsinogen yang
banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang mempengaruhi
seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah :
1. Pekerjaan, pekerja di pabrik kimia, laboratorium (senyawa amin aromatic)
2. Perokok, rokok mengandung amin aromatic dan nitrosamine
3. Infeksi saluran kemih, Escheria Coli dan Proteus yang menghasilkan
karsinogen
4. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan untuk pemakaian jangka panjang
dapat meningkatkan risiko karsinoma buli-buli.
D. PATOFISIOLOGI
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada
vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film
kandung kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya
obstruksi ureter, hal tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di
dekat orifisium ureter dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang
menekan ureter. CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap
penyebab intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe,
dan deposit sekunder pada hati atau paru.
Hidronefrosis diartikan sebagai suatu kondisi dimana pelvis dan kalises ginjal
berdilatasi, sedangkan definisi hidroureter merupakan dilatasi atau pelebaran dari
ureter. Penyebab tersering dari kedua kondisi ini sebagian besar adalah obstruksi.
Kelainan lain yang dapat menjadi penyebab adalah striktur, penyimpangan
pembuluh darah dan katup, tumor, batu, ataupun lesi di medulla
spinalis. Hidronefrosis dapat bervariasi dari yang ringan misalnya hidronefrosis
akibat kehamilan sampai yang dapat mengancam nyawa misalnya pionefrosis.
Untuk dapat membedakan kondisi akut dari kronis, secara garis besar dapat
dilihat dari gangguan anatomik parenkim ginjal yang minimal. Sementara untuk
lebih tepatnya, suatu hidronefrosis dapat dikatakan akut apabila terdapat
pengembalian fungsi ginjal secara utuh setelah penyebabnya dihilangkan.
Sedangkan dikatakan kronis bila setelah penyebabnya dihilangkan, fungsi ginjal
tidak kembali normal.
Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya
hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat
terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan
ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus,
dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya
hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus
juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi
hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang
reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya
nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielovena
dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal.
Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal.
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Urine bercampur darah yang intermitten
2. Merasa panas waktu berkemih
3. Merasa ingin berkemih
4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya
mengalami kesulitan untuk berkemih
5. Nyeri suprapubik yang konstan
6. Panas badan dan merasa lemah
7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
8. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis
9. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa : gejala obstruksi saluran
kemih bagian atas atau adanya edema tungkai. Edema tungkai ini
disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau
oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis.
G. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
3. Hydronefrosis oleh karena ureter mengalami oklusi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gross atau
micros hematuria.
b. Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat bakteri dan pus
dalam urine.
c. Right Finger Tapping (RFT) normal
d. Lymphopenia (N=1490-2930)
2. Radiologi
a. Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan
tumornya.
b. Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
c. Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli
d. Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh
lymphe
3. Cystocopy dan biopsy
a. Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
b. Biopsi dari lesi selalu dikerjakan secara rutin
4. Cystology
Pengecatan pada sediment urine terdapat transionil cel dari tumor
I. PENATALAKSANAAN
1. Operasi
a. Reseksi transuretral
1) Dilakukan pada tumor yang posisinya superfisial, tumor papiler,
inoperable tumor sebagai tindakan palliatif.
2) Bladder diakses melalui cystoscope yang dimasukkan melalui
urethra.
3) Diikuti oleh kemoterapi untuk mencegah tumbuhnya kembali sel
kanker yang tidak terangkat
4) Hematuria à keluhan yang umum timbul setelah prosedur reseksi
transurethra, dikontrol dengan kateter tiga cabang dan irigasi
kandung kemih
b. Cystectomy dan urine diversion
1) Prosedur pilihan untuk tumor stage B yang tidak bisa diatasi
melalui tindakan reseksi transurethra atau kemoterapi intravesika
2) Prosedur dilakukan jika tumor menginvasi dinding vesika, termasuk
trigone, atau saat tumor tidak dapat diatasi dengan metode
pembedahan yang lebih sederhana
3) Radical cystectomy à pengangkatan kandung kemih, urethra,
uterus, tuba falopii, ovarium, segmen anterior vagina(wanita);
kandung kemih, urethra, dan prostat (pria). Hingga lemak
perivesikal dan nodus limfe pelvis.
c. Cystectomy partial
1) Dilakukan jika klien tidak dapat mentoleransi prosedur cystectomy
radical atau jika ada tumor yang tidak dapat diangkat melalui
transurethral cystectomy
2) Hingga setengah bagian dari kandung kemih diangkat
3) Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali sangat tinggi
4) Setelah prosedur pembedahan kapasitas kandung kemih berkurang
hingga > 60 ml dan bertambah hingga 400 ml pada beberapa bulan
post pembedahan
2. Radioterapi
a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada
grade III-IV dan stage B2-C
b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu , dosis 3000-4000
Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval
cystoscopy, foto toraks, dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi
direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads
selama 2-3 minggu.
3. Kemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a. Citral, 5 fluoro urasil
b. Topical chemotherapy yaitu thic-TEPA, chemoteraphy merupakan
paliatif. 5-fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan
bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam
buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita
dehidrasi 8-12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat
dibiarkan dalam buli-buli selama 2 jam.
GRAWITZ TUMOR
A. DEFINISI
Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai tumor Grawitz, Hipernefroma,
Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor. Adenokarsinoma ginjal adalah tumor
ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Serupa
dengan sel korteks adrenal tumor ini diberi nama hipernefroma yang dipercaya
berasal dari sisa kelenjar adrenal yang embrionik.
B. EPIDEMIOLOGI
Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan pada orang dewasa.
Kejadian tumor pada kedua sisi (bilateral) terdapat pada 2% kasus. Angka
kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1.
Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40
tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda.
Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun. Resiko
terjangkit tumor ini lebih tinggi pada perokok dan mereka yang terpajan
kadmium. Resiko terjadinya kanker sel ginjal meningkat 30x lipat pada orang
yang mengidap penyakit polikistik didapat sebagai penyulit dialisis kronis.
Insiden kanker sel ginjal telah terus meningkat. Hampir 51.190 diagnosis
baru dan 12.890 kematian dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 2007. Kulit
hitam memiliki tingkat sedikit lebih tinggi dari kanker sel ginjal dibandingkan
kulit putih. Alasan untuk hal ini adalah tidak jelas. Di Eropa kejadian RCC telah
dua kali lipat dalam periode 1975-2005, dicatat 3777 kematian di Inggris pada
tahun 2006; laki-laki 2372 orang, perempuan 1820 orang.
C. ETIOPATOLOGI
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan
membelah secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali
dan menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak memerlukannya. Hal ini
akan menyebabkan terbentuknya suatu massa yang terdiri jaringan berlebihan,
yang dikenal sebagai tumor.
Tidak semua tumor merupakan kanker (keganasan). Tumor yang ganas
disebut tumor maligna. Sel-sel dari tumor ini menyusup dan merusak jaringan di
sekitarnya.
Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem
getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal
sebagai metastase tumor).
Tanpa penanganan proses lokal ini meluas dengan bertumbuh terus ke
dalam jaringan sekelilingnya dan dengan bermetastasis menyebabkan kematian.
Progesifitasnya berbeda-beda, karena itu periode sakit total bervariasi antara
beberapa bulan dan beberapa tahun.
Meskipun belum ada bukti kuat, diduga kejadian kanker ginjal
berhubungan dengan konsumsi kopi, obat-obatan jenis analgetika dan pemberian
estrogen. Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik
yang diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-
Lindau (hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal
bilateral) suatu kelainan herediter yang jarang. Jarang ditemukan bentuk familial
yang mengikuti pola dominan autosomal. Insidens pada ginjal tapal kuda dan
ginjal polikistik pada orang dewasa lebih tinggi daripada ginjal normal.
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian
telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko
terjadinya kanker ginjal. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat
dengan timbulnya kanker ginjal.
Faktor resiko lainnya antara lain :
Kegemukan
Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko
tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)
Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun
memiliki resiko tinggi)
Penyinaran
Penyakit Von Hippel-Lindau.
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada
di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang
ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan
diresorbsi.
Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke
jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau vena renalis. Metastasis
tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang ,
adrenal dan ginjal kontralateral.
D. HISTOPATOLOGI
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang
mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian
menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor bisa
berasal dari tubulus distal maupun duktus kolegentes.
Biasanya tumor ini disertai dengan pseudokapsul yang
terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan
tumor dan jaringan fibrosa. Tidak jarang ditemukan
kista-kista yang
berasal dari tumor
yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Fasia Gerota merupakan barier yang menahan
penyebaran tumor ke organ sekitarnya.
Pada irisan tampak berwarna kuning sampai oranye disertai daerah nekrosis dan
perdarahan, sedangkan pada gambaran histopatologik terdapat berbagai jenis sel,
yakni: clear cell (30 – 40%), granular (9 – 12%), sarkomatoid, papiler, dan bentuk
campuran. Yang paling sering adalah campuran sel jernih, sel bergranula dan sel
sarkomatoid. Inti yang kecil menunjukkan sifat ganas tumor. Sitoplasma yang jernih
diakibatkan adanya glikogen dan lemak. Disamping itu di beberapa kasus
menunjukkan adanya eosinofilia atau reaksi leukemoid dalam darah dan pada
sebagian kecil penderita timbul amiloidosis. Secara makroskopis ginjal terlihat
distorsi akibat adanya massa tumor besar yang berbenjol-benjol yang biasanya
terdapat pada kutub atas.
Hipernefroma kadang-kadang berbentuk kistik. Hal ini dapat memberikan masalah
diagnostik. Tumor biasanya berbatas tegas, tetapi beberapa menembus kapsula ginjal
dan menginfiltrasi jaringan lemak perinefrik. Perluasan ke dalam vena renalis
kadang-kadang dapat dilihat secara makroskopis sekali-sekali terlihat suatu massa
tumor padat meluas ke dalam vena kava inferior dan jarang ke dalam atrium kanan.
Gambaran mikroskopik clear cell renal cell carcinoma - di sebelah kanan gambar; non-tumor ginjal berada di sebelah kiri gambar. Sediaan nefrektomi. Pewarnaan HE.
E. KLASIFIKASI
Penelitian genetik terbaru telah mengubah pendekatan yang digunakan dalam
mengklasifikasikan karsinoma sel ginjal. Sistem berikut dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan tumor ini:
Clear cell renal cell carcinoma (VHL dan lainnya pada kromosom 3)
Papillary renal cell carcinoma (MET, PRCC) : trisomi 7, 6, 17
Chromophobe renal cell carcinoma : hipodiploid dengan kurangnya
kromosom 1, 2, 6, 10, 13, 17, 21
Collecting duct carcinoma
Gambaran mikroskopik clear cell renal cell carcinoma - Sediaan nefrektomi. Pewarnaan HE.
Gambaran mikroskopik papillary renal cell carcinoma – Menggambarkan vaskularisasi papil dengan sel busa. Pewarnaan HE.
Gambaran mikroskopik chromophobe renal cell carcinoma oncocytic variant - Pewarnaan HE
F. STADIUM
Robson membagi derajat invasi adenokarsinoma ginjal dalam 4 stadium yaitu:
Stadium 1 : tumor masih terbatas di dalam parenkim ginjal dengan fasia
gerota masih utuh
Stadium II : tumor invasi ke jaringan lemak perirenal dengan fasia gerota
masih utuh.
Stadium III : tumor invasi ke vena renalis atau vena kava atau limfonodi
regional.
IIIA : tumor menembus fasia gerota dan masuk ke v.renalis
IIIB : kelenjar limfe regional
IIIC : pembuluh darah lokal
Stadium IV : tumor ekstensi ke organ sekitarnya atau metastasis jauh (usus)
IVA : dalam organ sekitarnya, selain adrenal
IVB : metastasis jauh
TNM Tumor Grawitz
T : Tumor primer
T1 : Terbatas pada ginjal <2,5cm hingga >2,5 cm
T3 : Keluar ginjal, tidak menembus fasia gerota
T3a : Masuk adren atau jaringan perinefrik
T3b : Masuk v.renalis atau v.kava
T4 : Menembus fasia Gerota
N : Kelenjar regional atau hilus, para aorta, para kava
N0 : Tidak ada penyebaran
N1 : Kelenjar tunggal <5cm - >5 cm
G. GEJALA & TANDA
Keluhan umum berupa kelemahan, penurunan berat badan, dan tanda-tanda
anemia merupakan gejala-gejala yang paling awal dijumpai.
Didapatkan ketiga tanda trias klasik, yang merupakan tanda tumor dalam stadium
lanjut berupa:
1. Nyeri pinggang;
2. Hematuria; dan
3. Massa pada pinggang
Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas:
1. Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya
dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area
pada liver),
2. hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat
peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat
meningkatnya kadar rennin
Pasien juga mungkin mengalami gejala berikut: demam berulang yang terjadi
pada 9% dari pasien, intoleransi dingin, sakit punggung, kelelahan kronis, kaki
dan pergelangan kaki bengkak, kehilangan nafsu makan
H. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba atau dirasakan benjolan di perut. Jika
dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:
Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalisa dapat dijumpai adanya hematuri. Tetapi harus diingat
bahwa tidak adanya hematuri tidaklah dapat menyingkirkan kemungkinan
adanya tumor ganas ginjal. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai adanya
anemi, gangguan fungsi hepar, hiperkalsemia, dan peninggian laju endap darah.
Pencitraan
Sebelum pemakaian CT scan dan MRI berkembang luas, arteriografi selektif
merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis karsinoma ginjal. Gambaran
klasik arteriogram pada karsinoma ini adalah: neovaskularisasi, fistulae arterio-
venous, pooling bahan kontras dan aksentuasi pembuluh darah pada kapsul
ginjal. Pemberian infus adrenalin menyebabkan konstriksi pembuluh darah
normal tanpa diikuti konstriksi tumor.
Dengan meluasnya pemakaian ultrasonografi dan CT scan, kanker ginjal dapat
ditemukan dalam keadaan stadium yang lebih awal. Pemeriksaan PIV biasanya
dikerjakan atas indikasi adanya hematuria tetapi jika diduga ada massa pada
ginjal, pemeriksaan dilanjutkan dengan CT scan atau MRI.
Pemeriksaan radiologi pertama adalah foto polos abdomen berupa adanya
pembesaran bayangan ginjal dan kadang – kadang adanya kalsifikasi paad daerah
ginjal. Pada pemeriksaan pyelografi intravena dapat ditemukan adanya
perubahan bentuk pada collecting system yang merupakan tanda utama adanya
tumor dalam ginjal. Apabila ginjal yang terkena tidak berfungsinya pada
pemeriksaan ini, perlu dilakukan pemeriksaan retrograd pyelografi untuk melihat
perubahan bentuk tersebut.
Arteriografi ginjal masih merupakan langkah diagnostik yang penting pada
kecurigaan adanya tumor ganas ginjal, dan tanda yang khas yaitu adanya
neovaskularisasi.
Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan
pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri
renalis.
Untuk mencari metastasis perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks dan bone
survey.
USG
Apabila terdapat keraguan antara kista atau tumor padat ginjal, maka
pemeriksaan tersederhana dan murah adalah pemeriksaan ultrasonografi. Dalam
hal ini USG hanya dapat menerangkan bahwa ada massa solid atau kistik.
CT Scan
CT Scan berguna sebagai tambahan ketepatan dalam membedakan antara kista
atau tumor padat terutama dalam melakukan staging. Dapat juga dilakukan untuk
melihat adanya sisa tumor setelah pembedahan atau adanya rekurensi tumor
pasca bedah. CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada
karsinoma ginjal. Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam
mengetahui adanya penyebaran tumor pada vena renalis, vena cava, ekstensi
perirenal dan metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
MRI
MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor. MRI
dapat mengungkapkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena cava
tanpa membutuhkan kontras, tetapi kelemahannya adalah kurang sensitif
mengenali lesi solid yang berukuran kurang dari 3 cm.
I. TERAPI
Jika terjadi hanya pada ginjal, yaitu sekitar 40% dari kasus, maka dapat
disembuhkan sekitar 90% dengan operasi. Jika telah menyebar di luar ginjal,
sering ke dalam kelenjar getah bening atau pembuluh darah utama dari ginjal,
maka harus diatasi dengan terapi tambahan, termasuk operasi cytoreductive. RCC
tahan terhadap kemoterapi dan radioterapi pada kebanyakan kasus, tetapi tidak
merespon dengan baik untuk imunoterapi dengan interleukin-2 atau interferon-
alfa, biologis, atau terapi bertarget. Dalam kasus tahap awal, cryotherapy dan
operasi adalah pilihan yang lebih disukai.
Cryotherapy laparoskopi juga dapat dilakukan pada lesi yang lebih kecil.
Biasanya biopsi diambil pada saat pengobatan. Intraoperatif USG dapat
digunakan untuk membantu penempatan petunjuk probe pembekuan. Dua freeze
atau thaw siklus tersebut kemudian dilakukan untuk membunuh sel-sel tumor.
Sebagaimana tumor tidak dihilangkan, penindaklanjutan lebih rumit dan tingkat
bebas penyakit keseluruhan tidak sebaik yang diperoleh dengan operasi
pengangkatan.
Pengobatan pilihan untuk tumor yang belum menunjukan tanda – tanda
metastase adalah radikal nefrektomi yaitu pengangkatan en bloc ginjal beserta
tumornya dan kapsul Gerota secaar intak. Tindakan ini dapat dilakukan melalui
sayatan thorakoabdominal atau transabdominal, dan sebelum melakukan
pengangkatan ginjal, didahului dengan kontrol terhadap –pembuluh darah (arteri
dan vena) ginjal. Pada pembedahan ini dapat sekaligus dilakukan pengangkatan
kelenjar suprarenal dan kelenjar getah bening, tetapi perlu atau tidaknya kedua
hal ini dilakukan masih diperdebatkan.
Apabila tidak ada metastasis maka pengobatan yang dianjurkan adalah
nefrektomi dengan harapan akan memperpanjang harapan hidup, mengurangi lesi
metastasis, meninggikan efektifitas pengobatan tambahan lainnya, mengurangi
keluhan setempat, dan mengurangi pengaruh kejiwaan terhadap adanya
keganasan. Namun karena angka mortalitas operasi pada tumor yang telah
mengalami metastasis relatif tinggi, maka operasi ini hanya dianjurkan bila
harapan hidup diperkirakan akan lebih dari 6 bulan.
Beberapa kasus yang sudah dalam stadium lanjut tetapi masih mungkin
untuk dilakukan operasi, masih dianjurkan untuk dilakukan nefrektomi paliatif.
Pada beberapa tumor yang telah mengalami metastasis, setelah tindakan
nefrektomi ini sering didahului dengan embolisasi arteri renalis yang bertujuan
untuk memudahkan operasi
Percutaneous, image-guided therapies, biasanya dikelola oleh ahli
radiologi, ditawarkan kepada pasien dengan tumor lokal, yang bukan sebagai
kandidat yang tepat untuk prosedur bedah. Prosedur semacam ini melibatkan
menempatkan probe melalui kulit dan masuk ke tumor dengan menggunakan
pencitraan real-time dari kedua ujung probe dan tumor dengan tomografi
komputer, USG, atau bahkan bimbingan MRI, dan kemudian menghancurkan
tumor dengan panas (frekuensi radio ablasi) atau dingin (cryotherapy). Modalitas
ini berada pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan operasi
tradisional dimana konfirmasi patologis kehancuran tumor menyeluruh adalah
tidak mungkin. Oleh karena itu, jangka panjang tindak lanjut sangat penting
untuk menilai kelengkapan ablasi tumor.
Radioterapi dapat diberikan sebagai pengobatan paliatif untuk keluhan
sakit akibat metastasis ke tulang. Pemberian imunoterapi dengan memakai
interferon atau dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di
negara-negara maju tetapi mahal biayanya.
Sebagian besar sitostatik yang tersedia saat ini tidak efektif untuk
pengobatan RCC. Penggunaannya tidak dapat direkomendasikan untuk
perawatan pasien dengan RCC metastasis, seperti tingkat respons yang sangat
rendah, sering hanya 5-15%, danrespon yang singkat. Penggunaan Tirosin kinase
(TK) inhibitor, seperti sebagai Sunitinib dan Sorafenib, dan Temsirolimus
dijelaskan dalam bagian yang berbeda.
Tahap metastasis dari karsinoma sel ginjal terjadi ketika penyakit
menyerang dan menyebar ke organ lain. Organ yang paling mungkin untuk
penyebarannya yaitu kelenjar getah bening terdekat, paru-paru, hati, tulang, atau
otak. Penyebaran karsinoma sel ginjal dianggap sebagai tantangan khusus untuk
ahli kanker, karena sekitar 70% dari pasien dengan karsinoma sel ginjal
mengembangkan metastasis selama penyakit mereka, dan kelangsungan hidup 5
tahun untuk pasien dengan metastasis karsinoma sel ginjal adalah antara 5-15%,
meskipun jauh lebih baik jika metastatectomy dan nephrectomy untuk
menghapus semua penyakit terlihat dilakukan. Bahkan jika metastasis tidak
dihapus, nephrectomy cytoreductive kadang-kadang digunakan dalam
pengobatan metastasis karsinoma sel ginjal, dan setidaknya 1 studi telah
mendukung penggunaan nephrectomy cytoreductive dalam "beberapa kasus"
metastasis karsinoma sel ginjal, mengutip tingkat respons diperbaiki untuk
interleukin -2 immunotherapy dan memperpanjang kelangsungan hidup.
Radioterapi dan kemoterapi memiliki peranan yang kurang pada terapi
karsinoma sel ginjal dibandingkan tipe keganasan lain, tetapi kadang-kadang
masih digunakan dalam pengobatan metastasis karsinoma sel ginjal. Radioterapi
digunakan pada metastase ke tulang untuk mengurangi rasa sakit dan
menurunkan resiko fraktur patologis, pada pasien dengan metastase otak, dan
untuk meredakan gejala penyakit metastasis ke hati, adrenal, atau paru-paru.
Interleukin-2 telah menjadi standar perawatan sejak tahun 1990-an untuk
metastasis karsinoma sel ginjal, walaupun tingkat respon rendah [7-16%]. Sekitar
setengah dari pasien yang merespon telah lama hidup panjang bebas dari
penyakit, dan beberapa dari pasien ini mungkin dapat disembuhkan dari penyakit
mereka. Namun, efek samping dari interleukin-2 sangat parah, termasuk fungsi
neutrofil menurun, meningkatkan risiko infeksi diseminata, termasuk pusat
infeksi kateter vena, septikemia, dan endokarditis bakteri, sindrom kebocoran
kapiler, yang dapat mengakibatkan infark miokard, gagal ginjal, angina,
hipotensi, perfusi organ berkurang, perubahan status mental, kegagalan paru
yang memerlukan intubasi, aritmia jantung, edema, dan perdarahan
gastrointestinal. Proleukin juga dapat mengakibatkan kelesuan dan mengantuk,
jika terapi interleukin-2 tidak dihentikan kelesuan dapat berlanjut ke koma.
Interleukin-2 juga dapat memperburuk penyakit autoimun yang sudah ada
sebelumnya. Eksasebarsi scleroderma, diabetes mellitus, tiroiditis, penyakit usus
inflamasi, gravis myesthinisa, nefritis, dan penyakit autoimun lainnya telah
dilaporkan. Efek samping neurologis juga dapat terjadi, termasuk ataksia,
kebutaan kortikal, halusinasi, psikosis, masalah berbicara, dan koma. Efek
samping lain termasuk sakit perut, kaku, demam, malaise, asthenia, asidosis,
takikardia, vasodialation, diare, muntah, luka mulut, kehilangan nafsu makan,
dermatitis, dyspnea, trombositopenia, dan anemia. Sehingga layaknya pasien
harus berada dalam kesehatan yang baik dengan fungsi kardiovaskular, hati,
paru, dan neurologis normal yang diterapi dengan interleukin-2.
Terapi adjuvant merupakan pengobatan sekunder yang dikerjakan setelah
semua kanker yang muncul telah baik dioperasi, diradiasi atau dihilangkan, untuk
mencegah (metastasis) tumbuhnya sel ganas baru muncul kembali. Muculnya sel
ganas kembali biasanya terjadi setelah sel mikro-kanker tetap dalam tubuh
setelah kanker primer telah dihilangkan. Saat ini tidak ada terapi adjuvant yang
disahkan untuk karsinoma sel ginjal, meskipun ada sejumlah uji klinis
mengeksplorasi efektivitas berbagai potensi pengobatan. Penggunaan sitokin
non-spesifik sejauh ini terbukti tidak efektif. Tidak seperti kanker lainnya,
karsinoma sel ginjal adalah yang paling resisten terhadap agen sitotoksik dan
sitostatik, yang sangat membatasi terapi adjuvant mungkin efektif. Uji dari
vaksin kanker, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau terapi biologis
(Nexavar, sutent) telah menemukan dengan sedikit keberhasilan, dan saat ini
standar perawatan untuk total pemotongan karsinoma sel ginjal berisiko tinggi
adalah observasi dengan pendekatan terhadap terapi lainnya. Tampaknya
beberapa bukti menunjukan bahwa kanker yang tidak sempurna dihilangkan
(margin bedah positif, keterlibatan adrenal, keterlibatan vena kava) dengan
radioterapi dapat mengurangi risiko penyakit lokal invasif, namun beberapa data
juga masih kurang. Ada juga sejumlah percobaan terapi Autolymphocyte (ALT)
yang telah menunjukkan berbagai tingkat keberhasilan. ALT adalah bentuk
immunotherapy rawat jalan memanfaatkan autologous angkat ex vivo yang
diaktifkan sel T disertai dengan simetidin dosis tinggi.
J. PROGNOSIS
Jika kanker belum menyebar, maka pengangkatan ginjal yang terkena dan
pengangkatan kelenjar getah bening akan memberikan peluang untuk
sembuh.Jika tumor telah menyusup ke dalam vena renalis dan bahkan telah
mencapai vena kava, tetapi belum menyebar sisi tubuh yang jauh, maka
pembedahan masih bisa memberikan harapan kesembuhan. Tetapi kanker ginjal
cenderung menyebar dengan cepat, terutama ke paru-paru.
Jika kanker telah menyebar ke tempat yang jauh, maka prognosisnya jelek
karena tidak dapat diobati dengan penyinaran, kemoterapi maupun hormon.
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosa pada penyakit ini seperti :
keadaan klinis, stadium, derajat histologi dan ukuran tumor, laju endap darah dan
kelamin penderita. Secara umum, persentase harapan hidup 5 tahun adalah 79%
untuk stadium 1, 40% untuk stadium II, 24% untuk stadium III, dan 8% untuk
stadium IV.