Refer At

30
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Referat ini diajukan oleh: Nama : Danil Anugrah Jaya (2008730007) Program Studi : Pendidikan Dokter Judul : “Ensafalitis Toxoplasma” Tanggal Persentasi : 3 oktober 2012 Telah diketahui kebenarannya dan disahkan oleh Pembimbing sebagai bagian persyaratan yang diperlukan dalam menempuh masa kepaniteraan stase Neurology, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pembimbing dr. Susanto Sp. S i

description

m

Transcript of Refer At

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Referat ini diajukan oleh:Nama: Danil Anugrah Jaya (2008730007)Program Studi: Pendidikan DokterJudul: Ensafalitis ToxoplasmaTanggal Persentasi : 3 oktober 2012Telah diketahui kebenarannya dan disahkan oleh Pembimbing sebagai bagian persyaratan yang diperlukan dalam menempuh masa kepaniteraan stase Neurology, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Pembimbing

dr. Susanto Sp. S

KATA PENGANTARDengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul:Ensefalitis toksoplasma Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan referat ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan referat ini.Akhirnya penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Cianjur, 3 oktober 2012Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHANiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARivDAFTAR TABELvPENDAHULUAN1PEMBAHASAN22.1. Definisi22.2. Etiologi22.3. Daur Hidup32.4. Patofisiologi42.5. Gejala Klinis62.6. Diagnosis72.6.1. Pemeriksaan Serologi72.6.2. Pemeriksaan cairan serebrospinal72.6.3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)82.6.4. CT scan82.6.5. Biopsi otak92.7 Penatalaksanaan92.8. Pencegahan12KESIMPULAN15DAFTAR PUSTAKA16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus hidup toksoplasma gondii 7Gambar 2. CT scan pada Ensephalitis serebri12Gambar 3. Algoritma management toxoplasmosis15

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Hubungan infeksi oportunistik dengan jumlah sel CD4 pada penderita HIV10

14

BAB IPENDAHULUAN

Ensefalitis toxoplasma merupakan jenis infeksi oportunistik sistem saraf pusat (SSP) yang banyak dijumpai pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Toksoplasma gondii, suatu parasit bersel satu, dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi ini menyebabkan gejala yang bersifat subakut dengan disfungsi fokal disertai gambaran ensefalitis non fokal. Sebelum ditemukannya obat antiretrovirus yang digunakan sebagai pencegahan, ensefalitis toksoplama terjadi pada 60% pasien infeksi HIV. Gejala neurologis sebagai manifestasi awal acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditemukan pada 7-20% kasus dan 30-70% penderita AIDS akan mengalami gangguan neurologis.1Di Indonesia sendiri, menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita terinfeksi HIV tahun 2002 diestimasikan sebanyak 90.000-130.000 orang. Sebagian besar tersangka HIV ini merupakan pengguna obat narkotika suntik (Intravenous drug users ).2Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi kelainan neurologis. Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV adalah ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis criptococcal, CMV ensefalitis dan progressive multifocal leukoencephalopathy.3Manifestasi klinis fokal biasanya berhubungan dengan lesi hemisfer, mempunyai predileksi di basal ganglia, sedang lesi batang otak jarang ditemukan. Gejala non fokal yang ditemukan dapat berupa sakit kepala, demam, penurunan kesadaran, letargi, dan delerium kadang-kadang sampai koma. Dengan pemeriksaan Computerized Tomography (CT scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI), lesi multipel pada korteks dan subkortikal (thalamus dan ganglia basalis) dapat temukan. Gambaran CT scan menyerupai gambaran abses. Pemeriksaan serologis terhadap toksoplasma dan biopsi otak dapat membantu diagnosis.1

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. DefinisiDisebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Infeksi pada otak yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.32.2. Etiologi Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. 4Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstraseluler. Bentuk intraseluler berbentuk bulat atau lonjong menempel di leukosit dan bersikulasi dalam aliran darah dan menuju jaringan, sedang bentuk ekstraseluler bebas dalam aliran darah berbentuk seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.4Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentuknya antibodi namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap masih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan tubuh. 4

2.3. Daur HidupToxoplasma gondiihidup dalam 3 bentuk : thachyzoite, tissue cyst(yang mengandung bradyzoites) dan oocyst( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara, (termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cystatau oocystdiikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites ,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.5Tissue cystada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67o C, didinginkan sampai -20o C atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelialdengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah menelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun. 5Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan Feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak.5Tissue cystmenjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takizoit ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.5Gambar 1. Siklus hidup toksoplasma gondii . 4

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas Pada 2.4. Patofisiologipasien yang terinfeksi HIV, jumlah cluster of differentiation (CD4) limfosit T dapat menjadi prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystiscarinii, CD4 200 sel/mL. 6kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS.4Imunitas seluler yang diperantarai oleh sel T, makrofag dan aktivitas dari sitokin tipe 1 (interleukin [IL]-12 dan interferon [IFN]-gamma) berperan penting dalam infeksi T gondii kronis. Interleukin 12 diproduksi oleh antigen presenting cells seperti sel dendrit dan makrofag. IL-12 akan menstimulasi produksi dari IFN-gamma, suatu mediator mayor untuk proteksi pejamu melawan intraseluler patogen. IFN-gamma kemudian akan menstimulasi anti aktivitas T-gondii, tidak hanya dari makrofag tapi juga dari sel nonfagositosis. Produksi dari IL-12 dan IFN-gamma distimulasi oleh CD-154 (juga dikenal sebagai ligand CD40) pada infeksi T.gondii pada manusia. CD 154 (primer diekspresi pada aktivasi CD4 T sel) bekerja dengan diperantarai oleh sel dendrit dan makrofag untuk mengsekresi IL-12, yang akan kembali meningkatkan produksi dari IFN-gamma oleh sel T. TNF-alfa adalah sitokin esensial lain untuk mengendalikan infeksi kronis T gondii. 7Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.4Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4< 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

Tabel 1.Hubungan infeksi oportunistik dengan jumlah sel CD4 pada penderita HIV

2.5. Gejala KlinisEnsefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.4Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.7Ditemukan adanya movement disorder pada pasien ini diduga berhubungan dengan letak lesi, yaitu pada ganglia basalis. Movement disorder terjadi akibat disfungsi dari struktur ganglia basalis.7

2.6. Diagnosis2.6.1. Pemeriksaan SerologiPada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti-T gondii IgG dan IgM. Pemeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer IgG dan IgM T gondii yang biasa dilakukan adalah dengan Sabin-Feldman dye test, tapi pemeriksaan ini tidak tersedia di Indonesia. Deteksi antibodi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), agglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. Anti bodi IgM hilang dalam beberapa minggu setelah infeksi. 8

2.6.2. Pemeriksaan cairan serebrospinalMenunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.82.6.3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)Digunakan Mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktifkarena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.92.6.4. CT scanPemeriksaan CT scan menunjukkan adanya lesi hipodens, multiple, bilateral dan menyangat setelah pemberian kontras, seperti ringlike pattern pada 70-80% kasus7. Lesi ini berpredileksi di ganglia basalis dan hemispheric corticomedullary junction. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibanding CT Scan. Ditemukannya lesi pada pemeriksaan CT Scan ataupun MRI tidak patognomonik untuk ensefalitis toxoplasma. Lesi ini harus didiagnosis banding dengan limfoma SSP dan criptococcus.9

Gambar 2. CT scan pada Ensephalitis serebri 7

2.6.5. Biopsi otakUntuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak2.7 PenatalaksanaanAAN Quality Standards subcommittee (1998) merekomendasikan penggunaan terapi empirik pada pasien yang diduga ensefalitis toxoplasma selama 2 minggu, kemudian dimonitor lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara klinis maupun radiologi, diagnosis adanya ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan terapi ini dapat di teruskan.10 Lebih dari 90% pasien menunjukkan perbaikan klinis dan radiologik setelah diberikan terapi inisial selama 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk dilakukan biopsi otak.10, 11a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.10, 11b. Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya. 10, 11c. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. 10, 11d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam. 10, 11e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang. 10, 11f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis. 10, 11g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200. 10, 11Tindak lanjut CT scan / MRI harus dilakukan sekitar 2 minggu setelah mulai pengobatan untuk memastikan respon pengobatan, dilakukam setiap 4-6 minggu sampai terdapat penyelesaian massa lesi. 10, 11Pasien dengan tanda-tanda klnis dan gambaran pemeriksaan penunjang menunjukan diagnosis toksoplasmosis jarang gagal pengobatan anti-toksoplasmosis klasik. Jika memang terjadi kegagalan, penggunaan terapi pengganti, misalnya azitromisin, klaritromisin, atovakuon, trimetreksat, doksisiklin. Harus diingat bahwa pasien yang gagal merespon pengobatan anti-toksoplasmosis mungkin memiliki patologi lain atau bersamaan, misalnya limfoma, tuberculoma, atau progresif multi-focal leucoencephalopathy. biopsi otak dapat membantu untuk memperoleh diagnosis dan memudahkan pengobatan. 10

Gambar 3. Algoritma management toxoplasmosis. 11

2.8. Pencegahan

Pencegahan (Profilaksis primer)T gondii-seronegatif, orang terinfeksi HIV harus diinstruksikan tentang langkah-langkah untuk mencegah akuisisi infeksi T.gondii Orang-orang ini harus makan daging hanya jika dimasak dengan baik (suhu internal 116 C) dan harus mencuci tangan setelah menyentuh daging yang kurang matang. Buah-buahan dan sayuran harus dicuci sebelum dikonsumsi. Pasien harus menghindari kontak dengan bahan-bahan yang mungkin terkontaminasi dengan kotoran kucing, dan sarung tangan harus dipakai selama berkebun. Kotoran kucing harus dibuang setiap hari untuk menghindari pematangan ookista, dan kotak sampah dapat dibersihkan oleh paparan air mendidih selama 5 menit.11Profilaksis primer terhadap toksoplasmosis dianjurkan dalam T gondii-seropositif pasien dengan sel T CD4 jumlah 6 bulan) peningkatan CD4 T-sel sampai > 200 / uL pada kombinasi ART. Meskipun belum ada penelitian yang secara langsung ditujukan kriteria untuk restart profilaksis, maka akan lebih bijaksana untuk reinisiatif profilaksis primer dan sekunder pada pasien yang CD4 T-sel jumlah menurun menjadi