Refer At

download Refer At

of 24

description

at

Transcript of Refer At

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHHipertensi merupakan masalah medis yang sering ditemukan pada kehamilan. Hipertensi pada kehamilan menjadi penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin, dan neonatus 30. Prevalensi hipertensi berkisar 10-15% dari seluruh kehamilan di negara maju 1. Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Saat ini penyebab kematian maternal tertinggi antara lain disebabkan oleh hipertensi (16%), perdarahan (13%), abortus (8%), dan sepsis (2%) 2. Ibu hamil dengan hipertensi berpotensi mengalami komplikasi fatal antara lain Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), perdarahan otak, gangguan fungsi hati dan gagal ginjal akut. Sedangkan pada janin akan berakibat pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, dan mortalitas perinatal3.Pada penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko kehamilan sebagai berikut: preeklampsia 10-25%, abruption 0,7-1,5%, kelahiran premature kurang dari 37 minggu 12-34%, dan hambatan pertumbuhan janin 8-16%. Risiko bertambah dengan hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama dengan didapatnya preeklampsia sampai 50% 23.Di Indonesia morbiditas dan mortalitas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun daerah 31.Penanganan hipertensi pada kehamilan dimulai dengan deteksi dini, pemberian terapi dan penilaian prognostik terhadap ibu dan janin 6. Perubahan hemodinamik, ginjal dan adaptasi tubuh yang terjadi selama kehamilan menyebabkan deteksi dini sulit dilakukan. Perkembangan pada industri farmasi memberikan pilihan obat antihipertensi yang luas sehingga diharapkan penanganan hipertensi pada kehamilan lebih baik 7.

B. TUJUAN PENULISANUntuk mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan komplikasi, hipertensi pada kehamilan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI PADA KEHAMILANA. DEFINISISaat ini masih belum ada keseragaman dalam hal definisi hipertensi pada kehamilan. Defini hipertensi dalam kehamilan dapat berupa kenaikan tekanan darah pada trimester kedua, atau tekanan darah pada trimester yang sama dengan sebelum hamil 23. Saat ini banyak yang mengunakan definisi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan nilai absolut tekanan darah (tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg) 11. Beberapa literatur membedakan tekanan darah berdasarkan tingkatan yaitu Hipertensi ringan bila tekanan darah sistolik antara 140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik antara 90-109 mmHg. Hipertensi berat bila tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg 15,16.

B. KLASIFIKASIKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 ialah 31 :1. Hipertensi kronikHipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.2. Preeklampsia-eklampsiaPreeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ koma.

3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.4. Hipertensi gestasional (transcient hypertension) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.

C. ETIOLOGITerdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut 311. Primigravida, primipaternitas.2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.3. Umur yang ekstrim.4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia.5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.6. Obesitas.

D. PATOGENESISPenyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah 31 :1. Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis member cabang arteria spiralis.Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini member dampak penurunan tekanan darah, penurunan resitensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotelSebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Akibat sel endotel terpapar dengan peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel maka akan terjadi : Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi trombiksan (TXA2): suatu vasokonstriktor kuat.Perubahan khas pada pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliasis). Peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. Peningkatan faktor koagulasi3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janinPada perempuan hamil normal, repon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam medulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G dalam plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu.Selain itu, adanya sel HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan kondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan tejadinya Immune-Malaadption pada preeklampsia.Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibandingkan pada normotensif.4. Teori adaptasi kardiovaskularPada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor. Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin.Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester pertama. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu5. Teori genetikAda faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menetukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.6. Teori defisiensi gizi (teori diet)Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. 7. Teori stimulus inflamasiTeori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas menjadi jauh lebih besar, dibandingkan reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. E. MANIFESTASI KLINISDiagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria bila terjadi protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2, atau kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejala berikut : Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg Proteinuria + 5 gr/24 jam atau 3 pada tes celup Oliguria ( 20 minggu menetap 12 minggu postpartum Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

2. Preeklampsia- Eklampsia

a. Preeklampsia Kriteria minimal : Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu Disertai proteinuria 300 mg / 24 jam atau +1 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik atau rasio protein: kreatinin urine 0.3 Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis Tekanan darah 160/110 mmHg Proteinuria 2.0 g/24 jam atau +2 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik. Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya Trombosit < 100.000/l Hemolisis mikroangiopati peningkatan LDH Peningkatan kadar serum transaminase ALT atau AST Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya Nyeri epigastrium yang menetap

b. Eklampsia Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Wanita hipertensi dengan proteinuria 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /l pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

4. Hipertensi gestasional

Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

G. DIAGNOSIS BANDING Kejang, bisa disebabkan ensefalopati hipertensi, epilepsi, tromboemboli, intoksikasi obat, trauma, hipoglikemia, hipokalsemia, atau alkalosis. Koma, bisa disebabkan epilepsi, sinkop, intoksikasi alkohol atau obat, asidosis, hipoglikemia 32.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANGHipertensi pada kehamilan diantaranya hipertensi gestasional dengan atau tanpa proteinuria, dapat menyebabkan perubahan kondisi hematologi, ginjal dan hati yang berpengaruh terhadap prognosis dan hasil akhir kehamilan baik pada ibu maupun janin. Pemeriksaan laboratorium rutin dianjurkan untuk mengevaluasi pasien dengan hipertensi pada kehamilan.Pemeriksaan laboratorium pada pasien hipertensi pada kehamilan 8 :Hemoglobin dan hematokritHemokonsentrasi dapat membantu diagnosis hipertensi gestasional baik dengan atau tanpa proteinuria. Menunjukkan derajat keparahan. Nilai rendah pada kasus yang berat kemungkinan karena hemolisis

Hitung TrombositNilai < 100.000 x 109 kemungkinan penggunaan pada mikrovaskular. Dapat menggambarkan keparahan dan meramalkan kepulihan post partum pada pasien HELLP

AST, ALT SerumPeningkatan menunjukkan komplikasi pada hepar, semakin tinggi menunjukkan keparahan

LDH serumPeningkatan menunjukkan hemolisis dan komplikasi hepar. Dapat menggambarkan keparahan dan meramalkan pulih post partum pada pasien HELLP

Protein urine (urine tampung 24 jam)Standart kuantitatif proteinuria. Jumlah > 2g/hari perlu pengawasan ketat. Jika > 3 g/hari perlu dipikirkan terminasi

UrinalisisTes dipstik mempunyai false positif dan negatif yang signifikan. Jika hasil dipstik ( 1) perlu dikonfirmasi urine tampung 24 jam. Hasil negatif tidak menyingkirkan proteinuria, terutama jika TTD 90 mmHg

Asam Urat serumPeningkatan kadar dapat membantu diagnosis banding hipertensi gestasional dan mencerminkan keparahan

Kreatinin serumUmumnya menurun pada kehamilan normal. Peningkatan dapat menggambarkan tingkat keparahan. Pemeriksaan klirens kreatinin 24 jam mungkin diperlukan

Pada kondisi dimana hipertensi baru diketahui saat kehamilan pada wanita yang sebelumnya sehat atau kasus resiko tinggi preeklampsia, diperlukan evaluasi rawat inap jangka pendek untuk membedakan hipertensi primer atau sekunder melalui prosedur diagnostik dan menentukan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan serta managemen yang sesuai. Pemeriksaan kerusakan target organ meliputi hipertrofi ventrikel kiri, retinopati dan penyakit ginjal. Beberapa penulis menganjurkan pemeriksaan ultrasonografi adrenal dan pemeriksaan kadar metanephrine urine dan normetanephrine pada semua wanita hamil dengan hipertensi disebabkan pada pheochromocytoma mungkin tanpa gejala dan jika tidak didiagnosa sebelum melahirkan dapat fatal 22. Ultrasonografi berguna untuk menentukan umur kehamilan dan menentukan perkembangan janin, selain itu juga menghitung gerak janin, mengamati denyut jantung janin, nonstress test atau profil biofisik untuk menilai kondisi fetus pada wanita dengan hipertensi. Abnormalitas pada doppler arteri uterina dan arteri fetus, serta ultrasonografi doppler vena berguna sebagai faktor prediksi dalam perkembangan preeklampsi dan hasil perinatal 13.

I. PENATALAKSANAANSecara umum tujuan tata laksana hipertensi pada kehamilan yaitu menurunkan angka kematian ibu dan janin. Hal tersebut diantaranya melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah, mencegah perkembangan penyakit dan timbulnya kejang eklampsia, meminimalkan resiko pada janin, dan dilakukan terminasi kehamilan jika resiko ibu atau janin pada kehamilan yang dilanjutkan melebihi resiko melahirkan dan prematuritas. Setelah diagnosis hipertensi dibuat pengelolaan berikutnya harus berdasarkan pada kondisi klinis keseluruhan, diantaranya gejala dan tanda pada ibu, dan evaluasi kondisi janin sebelum mengelompokkan pada kondisi ringan, sedang atau berat untuk selanjutnya dipikirkan perlu tidaknya masuk rumah sakit.

Indikasi rawat jalan dan rawat inap hipertensi pada kehamilan 3Indikasi evaluasi dan manajemen rawat jalan hipertensi pada kehamilan Tekanan darah sistolik < 140mmHg dan diatolik < 90 mmHg 1+ pada pemeriksaan urin dipstik pada satu kunjungan Tidak ada kerusakan target organ Jumlah trombosit normal Pasien dianjurkan kontrol lebih sering minimal 1 minggu sekali untuk dilakukan evaluasi pada ibu (keluhan, tekanan darah, pemeriksaan darah terutama trombosit, asam urat dan enzim hepar) dan janin

Indikasi evaluasi dan manajemen rawat inap hipertensi pada kehamilan Didapatkan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg Proteinuria berulang > 1+ pada dipstik atau rasio protein : kreatinin > 30 mg/mmol Hiperurisemia Trombositopenia < 100 x 109 /L Adanya kelainan organ Pada USG didapatkan oligohydramnion atau pertumbuhan janin yang inadekuat Perawatan secara konservatif atau terminasi ditentukan oleh perkembangan penyakit, evaluasi janin dan status serviks

Indikasi perawatan konservatif Usia kehamilan < 34 minggu Tekanan darah terkontrol dan stabil (sistolik 150-160 mmHg atau TDD > 100-110 mmHg atau terdapat kerusakan target organ contohnya hipertrofi ventrikel kiri atau 9 penurunan fungsi ginjal. Target tekanan darah yang ingin dicapai adalah TDS < 140 150 mmHg dan TDD < 90 100 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) < 105 125 mmHg. Belum ada data yang definitive dan lengkap mengenai keamanan target terapi tekanan darah pada wanita hamil dengan hipertensi 18.Pemilihan abat antihipertensi pada kehamilan hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor antara lain efikasi obat, pengalaman dan familiar terhadap obat, pengetahuan dosis dan interaksi obat, efek samping terhadap ibu dan janin, efek terhadap aliran darah uteroplasenta, onset dan durasi kerja obat, kemudahan dalam penggunaan, dan kelompok obat yang harus dihindari 26,28.The Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan obat-obat pada kehamilan berdasarkan resiko terhadap janin dengan satu diantara lima huruf kategori A, B, C, D dan X. Klasifikasi ini tidak dapat digunakan untuk wanita yang menyusui 28.Tabel obat-obat antihipertensi pada wanita hamil 28

2-Adrenergic agonis Metildopa (faktor resiko B) merupakan agen lini pertama pada hipertensi dalam kehamilan Dosis yang digunakan 0.75g 3 g / hari terbagi dalam 3 dosis Efek samping diantaranya kelemahan, sedasi yang bersifat sementara, depresi dan penurunan ketahanan mental, mulut kering, penurunan libido, tanda-tanda parkinson dan hiperprolaktinemia, peningkatan serum transaminase dan anemia hemolitik Metildopa dapat menyebabkan bradikardi dan henti sinus Pada pasien dengan disfungsi SA Node dan hipersensitif sinus karotis

Antagonis Kanal Kalsium Nifedipin (faktor resiko : C) telah merupakan obat lini kedua dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan setelah metildopa. Dosis yang digunakan 30 mg 120 mg / hari dengan sediaan lepas lambat Kejadian hipotensi meternal dan distress janin pada penggunaan nifedipin kerja pendek sehingga menyarankan penggunaan nifedipin kerja panjang Pemberian MgSO4 pada wanita hamil yang mendapatkan CCB menyebabkan hipotensi berat dan hambatan neuromuskular Verapamil (faktor resiko : C) efektif dan aman digunakan untuk mencegah efek takikardi yang disebabkan -mimetik dengan efek relaksasi jaringan pada otot uterus

Vasodilator Hydralazine (faktor resiko : C) adalah vasodilator arteri sering digunakan untuk terapi kombinasi pada hipertensi untuk kehamilan karena efek hipotensinya minimal Dosis yang sering digunakan 75 mg 150 mg /hari terbagi dalam 3 dosis Efek samping perinatal setelah pemberian intravena diantaranya lupoid-like syndrome dan trombositopenia pada bayi baru lahir.

-adrenoseptor antagonis Labetolol (faktor resiko: C) merupakan kombinasi antagonis 1 dan adrenoseptor dengan efek vasodilatasi dapat menurunkan tekanan darah tanpa mengganggu aliran darah uteroplasenta Pemberian labetolol tidak didapatkan efek samping hambatan pertumbuhan janin maupun hipoglikemi pada neonatus. Labetolol diberikan intravena selama anestesi umum dapat mencegah takikardi dan reaksi hipertensi saat intubasi. Dosis yang sering digunakan 200 mg 2.5 gr / hari terbagi dalam 2 dosis

Atenolol (faktor resiko : C) mempunyai kecenderungan efek samping berat janin lahir rendah sehingga penggunaan atenolol sebaiknya dihindari pada awal kehamilan

Diuretik Penggunaan diuretik sebagai antihipertensi diperbolehkan hanya jika penggunaannya telah berlangsung lama sebelum kehamilan Loop diuretik terutama furosemide (faktor resiko C) diindikasikan pada kehamilan jika didapatkan gagal jantung berat, edema paru, atau oliguria meskipun mempunyai resiko hiperbilirubinemia neonatus Penggunaan hydrochlorothiazid (faktor resiko B) mempunyai efek samping trombositopenia neonatus, ikterus, pankreatitis maternal, hipokalemia dan hiponatremia dimana pada beberapa penelitian efek samping yang didapatkan sama dengan pasien yang tidak diterapi diuretik. Dosis hydrochlorothiazid yang digunakan 12.5 mg 50 mg/hari Spironolakton bersifat kontraindikasi jika digunakan pada wanita hamil karena efek antiandrogenik pada percobaan hewan.

ACE Inhibitor dan Angiotensin II receptor antagonis Faktor resiko C pada trisemester 1; D pada trisemester 2 dan 3 Dapat menyebabkan oligohidramnion, hambatan pertumbuhan janin, hipoplasi pulmonal, kontraktur persendian, gagal ginjal neonatus, hipotensi. Penggunaan obat golongan ini sebaiknya dihindari pada wanita yang merencanakan kehamilan.

Obat antihipertensi berat untuk hipertensi berat pada kehamilan

Penatalaksanaan Pada Preeklampsia dan Eklampsia1) Penderita preeklampsia berat harus segera masuk Rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).2) Perawatan yang penting pada preeklampsia dan eklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.3) Oleh karenaitu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.4) Cairan yang diberikan berupa :a. 5% Ringer-dekstrose atau cairan daram faali, jumlah tetesan: < 125 cc/jamb. Infus dektrose 5% yng tiap 1 liternya diselingi dengna infus Ringer Laktat (60-125cc/jam) 500cc.Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.5) Diberikan antasida untuk menetralisir asalam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yan sangat asam.6) Diet yang cuukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. 7) Pemberian obat anti kejang- MgSO4- Diazepam- FenitoinMagnesium sulfat lebih efektif diberikan sebagai anti kejang, cara kerja magnesium sulfat ialah mengahambat atau menurunkan asetikolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulft, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan iuo magnesium) kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. 3Cara pemberian: Loading dose: initial dose4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10cc) selama 15 menit.Meintenance dose:Diberikan infus dalam larutan Ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya meintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam. Syarat-syarat pemberian MgSO4: Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukans 10% = 1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit. Refleks patella (+) kuat. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas. Magnesium Sulfat dihentikan bila: Ada tanda-tanda intoksiskasi Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir Dosis teraupetik dan toksis MgSO4- Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl- Hilangnaya refleks tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl- Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl-Terhentinya jantung >30 mEq/liter > 36 mg/dlPemberian Magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).

J. KOMPLIKASITergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liverenzimes, low platelet count), ablasi retina, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas 31.

BAB IIIKESIMPULAN

Hipertensi merupakan masalah medis tersering ditemukan dalam kehamilan berkomplikasi pada 10 15% dari jumlah kehamilan di negara maju dan penyebab penting mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Definisi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan nilai absolut tekanan darah (tekanan darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg). Klasifikasi Hipertensi dalam kehamilan yang banyak dianut saat ini adalah menurut Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy yang terdiri dari hipertensi kronis, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronis superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional. Pemeriksaan laboratorium rutin dianjurkan untuk mengevaluasi perubahan kondisi hematologi, ginjal dan hati yang berpengaruh terhadap prognosis dan hasil akhir kehamilan baik pada ibu maupun janin. Secara umum tujuan tata laksana hipertensi pada kehamilan adalah sama yaitu menurunkan angka kematian ibu dan janin Management hipertensi pada kehamilan meliputi konseling pra kehamilan, terapi non farmakologi, dan terapi farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Umans JG. Hypertension in Pregnancy. In : Lip GYH, Hall JE, eds. Comprehensive Hypertension, 1st ed. Philadelphia : Mosby Elsevier , 2007 : 669 -667. 2. Khan KS, Wojdyla D, Say L, et al . WHO analysis of causes of maternal death : A systematic review. Lancet 2006; 367 : 1066. 3. BCRCP Obstetric Guidelines 11 Hypertension in Pregnancy (www.rcp.gov.bc.ca), 2006. 4. Brown MA. Diagnosis and Classification of Preeclampsia and Other Hypertensive Disorders of Pregnancy. In : Belfort MA, Thornton S, Saade GR, eds. Hypertension in Pregnancy, 1st ed. New York : Marcel Dekker. 2002 : 1 16. 5. Folic M, Folic N, Varjacic M, Jakovjevic M, Jankovic S. Antihypertensive Drug Therapy for Hypertensive Disorders in Pregnancy. Asta MedicaMedianae 2008; 47(3) : 65 72. 6. McCarthy FG, Kenny LC. Hypertension in Pregnancy. Current Obstetrics & Gynaecology 2009; 16(3): 315 -320. 7. August P, Lindheimer MD. Chronic Hypertension. In : Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG, eds. Chesleys Hypertensive Disorders in Pregnancy, 2nd ed. Stanford : Appleton & Lange. 2009 : 605 633. 8. Cifkova R. Hypertension in Pregnancy. In : Mancia G, Grassi G, Kjeldsen SE, eds. Manual of Hypertension of the European Society of Hypertension, 1st ed. London : Informa Healthcare, 2008 : 281 -287.9. Kaplan NM. Hypertension with Pregnancy and the Pill. In : Kaplan NM, Victor RG,eds. Clinical Hypertension, 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2010; 15 : 411-430. 10. Lindheimer MD, Taler SJ, Cunningham FG. ASH Position Paper : Hypertension in Pregnancy. Jclin Hypertens 2009: 11 : 214 - 225. 11. Levine RJ, Ewel MG, Hauth JC et al. Should definition of pre-eclampsia include a rise in diastolic blood pressure of > 90 mmHg in association with proteinuria ? Am J Obstet Gynecol 2000; 183 : 787-792 12. Feldman D. Ambulatory Blood Pressure during Pregnancy. In : White WB, eds. Clinical Hypertension and Vascular Disease. Humana Press Inc, 2007; 15 : 369 387. 13. Chichel LS, Breborowicz GH, Tykarski A. Treatment of arterial hypertension in pregnancy. Archives of Perinatal Medicine, 2007; 13(2) : 7 -16. 14. Khalil AA, Cooper DJ, Harrington KF. Pulse wave analysis: A preliminary study of a novel technique for the prediction of pre-eclampsia. BJOG, 2009; 116 : 268-276. 15. NICE Guidelines. Hypertension in pregnancy : the management of hypertensive disorders during pregnancy (www.nice.org.uk), 2009. 16. Management of hypertension in pregnancy [database on the Internet]. UpToDate 18.2 2010. Avalilable from www.uptodate.com 17. Cunningham FG et al. Pregnancy Hypertension. In : William Obstetrics, eds. 23rd ed. USA : The McGraw Hill Companies, 2010; 34 : 706b- 756. 18. Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy. Journal of Clinical Hypertension,2001; 3(2) : 75 88. 19. Maynard SE, Min JY, Merchan J, Lim KH, et al. Excess placental soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) may contribute to endothelial dysfunction, hypertension, and proteinuria in preeclampsia. J Clin Invest, 2003; 111 : 649 658 20. Davison JM, Homuth V, Jeyabalan A, Conrad KP, et al. New aspects in the pathophysiology of preeclampsia. J Am Soc Nephrol, 2004; 15 : 2440 2448. 21. Hauth JC, CunninghamFG. Preeclampsia - Eclampsia. In : Lindheimer MD, Roberts JM, Cunningham FG, eds. Chesleys Hypertensive Disorders in Pregnancy, 2nd ed. Stanford : Appleton & Lange. 2009 : 213 227. 22. Rossi GP, Seccia TM, Pessina AC. Clinical use of laboratory tests for identification of secondary form of arterial hypertension. Crit Rev Clin Lab Sci, 2007; 44 : 1 -85. 23. Moutquin JM, Garner PR, Burrows RF, Rey E, et al. Report of Canadian Hypertension Society Consensus Conference : 2. Nonpharmacologic management and prevention of hypertensive disorders in pregnancy. Can Med Assoc J, 1997; 157(7) : 907 919. 24. Abalos E, Duley L, Steyn D, Henderson-Smart D. Antihypertensive drug therapy for mild to moderate hypertension during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev. 2007; CD002252 25. Von Dadelszen P, Magee LA. Antihypertensive medications in management of gestational hypertension-preeclampsia. Clin Obstet Gynecol, 2005; 48 : 441-59. 26. Sibai BM, Barton JR. Expectant management of severe preeclampsia remote from term: patient selection, treatment, and delivery indications. Am JObstet Gynecol, 2007; 196 : 511 519. 27. William K. Hypertension in pregnancy. British Columbia Reproductive Care Program, 2000. 28. Ghanem FA, Movahed A. Use of antihypertensive drugs during pregnancy and lactation. Cardiovascular therapeutics, 2008. pp 38 49. 29. JOGC Guidelines. Diagnosis, Evaluation and Managenent of the Hypertensive Disorders of Pregnancy : Treatment of Hypertensive Disorders of Pregnancy. JOGC, 2008; 32: S34-35. 30. Sudoyo, AW. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI. Pp 614-15.31. Prawirodiharjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp.530-61.32. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Pp.271-3.

4