Refer At
-
Upload
yudi-pranata -
Category
Documents
-
view
223 -
download
2
Transcript of Refer At
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 1/18
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Gagal Pulih (Frailty)
Pada Lansia
Referat Ilmu Penyakit Dalam
Oleh :
Yudi Pranata
54081001014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA2012
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 2/18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat dengan sangat cepat.
Indonesia memiliki jumlah penduduk 119,2 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah
menjadi 237,6 juta jiwa pada tahun 2010.1 Peningkatan tersebut jugan diikuti oleh
peningkatan umur harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 70,76 tahun pada tahun
2011 dengan rincian 68,26 tahun pada pria dan 73,38 tahun pada wanita.2
Menurut undang-undang no.13 tahun 1998, penduduk yang berusia lebih dari 60
tahun dikenal sebagai lanjut usia (lansia). Pada tahun 2010 tercatat lebih dari 18,03 juta jiwa (7,6%) penduduk Indonesia tergolong kelompok lansia. Dengan pertumbuhan
jumlah lansia 11,3% per tahun, diperkirakan jumlah lansia di Indonesia menjadi 28,8
juta jiwa pada tahun 2020.2 Mengingat lansia yang erat kaitannya dengan masalah
kesehatan degenarif dan produktifitas yang menurun, kita harus mulai memberikan
perhatian lebih terhadap lansia termasuk masalah kesehatan lansia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan memiliki andil yang besar
dalam peningkatan angka harapan hidup di Indonesia. Pencapaian ini disambut gembirasebagai suatu keberhasilan pembangunan bangsa yang berkesinambungan. Akan tetapi,
hal ini dapat juga menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan apabila tidak mendapat
perhatian lebih lanjut, terutama oleh praktisi kesehatan. Kesenjangan sosial, jumlah
tenaga dan fasilitas kesehatan yang tidak merata serta keberagaman tingkat pengetahuan
dapat menyebabkan variasi status kesehatan lansia mulai dari yang paling baik hingga
yang paling buruk.
Proses degenerasi pada lansia menyebabkan perubahan struktur dan penurunan
fungsi sistem tubuh yang diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap
gangguan kesehatan, apalagi yang disertai dengan penyakit sistemik seperti diabetes
melitus dan hipertensi. Bertambahnya umur seseorang yang diikuti dengan munculnya
gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif, dan
gangguan psikososial dapat mengakibatkan gagal pulih (frailty) pada lansia.
Gagal pulih saat ini menjadi istilah yang sangat dikenal dalam ilmu kedokteran
geriatri. Berbagai jurnal dan pembahasan ilmiah telah merujuk kepada perihal tersebut.
Hal ini dikarenakan dunia kedokteran diharapkan bukan sekedar mengupayakan
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 3/18
peningkatan kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit, akan tetapi juga
mengupayakan untuk meringankan kesakitan pasien hingga fase terminal. Tidak heran
jika praktisi kesehatan mulai mendalami berbagai penanganan terhadap pasien gagal
pulih khususnya lansia.
Gagal pulih bukanlah suatu penyakit melainkan kombinasi dari proses penuaan
alami dan berbagai masalah medis. Namun, tidak diragukan lagi bahwa penyakit
tertentu dapat berperan besar di dalamnya. Banyak orang sangat sulit untuk
mengartikan apa itu gagal pulih tapi kebanyakan akan tahu ketika mereka melihatnya.
Oleh karena itu, usaha untuk mendapatkan definisi yang paling tepat dan mendekati
perlu dilakukan .
Ketika keseragaman relatif akan pengertian gagal pulih telah didapat, maka
perlu dipikirkan cara menetapkan (mendiagnosis) bahwa seseorang telah jatuh pada
keadaan gagal pulih. Pentingnya hal ini disebabkan diagnosa yang salah akan
memberikan beban psikis, pembiayaan dan lama pengobatan yang merugikan. Kerugian
yang diderita bukan hanya oleh pasien akan tetapi juga oleh tenaga dan institusi
kesehatan.
Diagnosis yang tepat namun penanganan yang salah juga dapat berimbas buruk.
Perlu dirumuskan suatu langkah-langkah atau prosedur penatalaksanaan terhadap para
lansia yang didiagnosis gagal pulih sehingga fungsi tubuh saat ini dapat dipertahankan
dan kesakitan dapat diminimalisir sekecil mungkin. Tentunya penatalaksanaan tiap
orang tidak harus sama dan perlu disesuaikan dengan kondisi pasien, fasilitas dan
tenaga kesehatan yang ada.
Berdasarkan berbagai latar belakang di atas, referat ini saya susun untuk
mengetahui cara mendiagnosis gagal pulih pada lansia dan penatalaksanaannya.
Tentunya tidak lepas dari arahan dan bimbingan oleh pembimbing referat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mendiagnosis gagal pulih pada pasien lanjut usia ?
2. Bagaimana penatalaksanaan gagal pulih pada pasien lanjut usia ?
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 4/18
1.3 Tujuan Referat
1. Referat ini bertujuan untuk mengetahui cara mendiagnosis gagal pulih pada
pasien lanjut usia
2. Referat ini bertujuan untuk merumuskan penatalaksanaan gagal pulih pada
pasien lanjut usia.
1.4 Manfaat Referat
1.4.1 Aspek Ilmiah
a. Dengan mengetahui cara mendiagnosis gagal pulih pada lansia yang sedang
digunakan saat ini, diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan cara
mendiagnosis gagal pulih yang lebih spesifik dan akurat di masa yang akan
datang.
b. Dengan mengetahui rumusan penatalaksanaan gagal pulih pada lansia yang
diterapkan saat ini, diharapkan dapat menjadi dasar bagi pengembangan
penatalaksanaan gagal pulih pada lansia yang lebih komprehensif dan holistik di
masa yang akan datang.
c. Hasil referat ini dapat menjadi referensi bagi referat atau penelitian serupa di
masa yang akan datang
1.4.2 Aspek Praktis
a. Dengan mengetahui cara mendiagnosis gagal pulih pada lansia, diharapkan
tenaga kesehatan dapat terhindar dari suatu miss diagnosis atau kesalahan dalam
mendiagnosis gagal pulih pada lansia.
b. Dengan mengetahui rumusan penatalaksanaan gagal pulih pada lansia, tenaga
kesehatan atau institusi kesehatan dapat terhindar dari kesalahan dalam
menatalaksana gagal pulih yang dapat merugikan pasien.
1.4.3 Aspek Institusi
a. Dengan mengetahui cara mendiagnosis gagal pulih pada lansia, maka dapat
dinilai sejauh mana metode tersebut telah digunakan oleh tenaga kesehatan dan
atau institusi kesehatan sesuai dengan maksud dan tujuannya.
b. Dengan mengetahui rumusan penatalaksanaan gagal pulih pada lansia, maka
dapat diketahui apakah rumusan tersebut telah diterapkan secara benar dan
sistematik oleh institusi kesehatan yang bersangkutan.
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 5/18
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gagal Pulih
Istilah gagal pulih merupakan bagian penting dalam ilmu kedokteran geriatri
dalam satu dasawarsa terakhir. Namun, penelitian tentang gagal pulih masih dalam
perkembangan dan belum satu pun pengertian yang diakui sebagai suatu standar yang
dapat diterima secara universal. Salah satu pengertian yang paling diterima dan setujui
oleh banyak pihak adalah pengertian yang dibangun oleh konsensus studi kesehatan
kardiovaskular yang menyatakan bahwa gagal pulih adalah gejala-gejala biologis dari
penurunan cadangan dan ketahanan terhadap stres sehingga dari penurunan kumulatif di
beberapa sistem menyebabkan kerentanan yang merugikan.
Lebih dalam lagi, sindroma gagal pulih adalah suatu kondisi tubuh sebagai
akibat dari menurunnya kapasitas multisistem yang berisiko tinggi terhadap timbulnya
berbagai penyakit, trauma atau kondisi kesehatan negatif lainnya.3 Namun kondisi
tersebut dapat dicegah melalui intervensi tertentu. Contoh bentuk gagal pulih antara
lain: perawatan diri yang tidak terpelihara karena kelemahan dan keletihan (fatigue)
atau seseorang yang sering jatuh karena gaya berjalan yang tidak seimbang atau
kelemahan.
Gejala-gejala gagal pulih antara lain: penurunan berat badan secara progresif,kecepatan berjalan melambat, kekuatan cengkeraman tangan menurun, keletihan atau
daya tahan menurun, dan tingkat aktivitas fisik yang rendah. Apabila seseorang
menunjukkan tiga gejala atau lebih, maka disebut gagal pulih. Jika hanya menunjukkan
satu atau dua gejala disebut pregagal pulih, sedangkan tidak menujukkan gejala apapun
disebut tidak gagal pulih.4 Ketiga level tersebut tergantung pada usia, kondisi penyakit
kronis, fungsi kognitif, dan gejala depresif.
2.2 Prevalensi Gagal Pulih
Tennstedt, Sullivan dan McKinlay5 mendefinisikan gagal pulih sebagai
penggunaan perawatan dan ketergantungan pada satu aspek dari kegiatan hidup sehari-
hari atau ketergantungan dalam dua aspek dari aktivitas hidup sehari-hari atau
kemunduran mental atau kemampuan mobilitas yang menurun. Dengan definisi
tersebut, didapat 18,9% penduduk Massachusetts (Amerika Serikat) yang berusia 70
tahun atau lebih tergolong gagal pulih. Selanjutnya, Abernathy dan Lentjes7 melaporkan
14,2% hingga 15,2% dari populasi usia lanjut (65 tahun atau lebih) penduduk Calgary
(Provinsi Alberta, Kanada) bergantung kepada layanan perawatan rumah dan kesehatan
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 6/18
resmi. Angka ini cenderung bertambah karena masih terdapat sejumlah lansia yang
tidak menggunanakan layanan perawatan rumah dan kesehatan resmi. Dari estimasi di
atas, 17% dari mereka (lansia) berada pada risiko tinggi.
Jika menilik prevalensi lansia dengan gagal pulih berdasarkan tempat
perawatan, Robertson, et al menyatakan bahwa sebanyak 5-35% dirawat di rumah, 25-
40 dirawat di panti jompo dan 50-60% dirawat di rumah sakit. Hal ini akan sangat
menarik jika dapat diteliti lebih lanjut.
Untuk cerminan prevalensi gagal pulih pada lansia di benua asia , pemerintah
Jepang merilis bahwa 6,1% penduduk lansia di negaranya termasuk dalam kriteria gagal
pulih. Penelitian ini dilakukan oleh Department of public Health, Yamagata University,
School of Medicine. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa gagal pulih pada
lansia berhubungan erat dengan masalah psikososial. Sehingga, variable psikososial
juga harus dinilai selain variable fisik dalam menentukan frailty status pada lansia.
Untuk Indonesia, belum didapat data yag dapat dipublikasikan.
2.3 Penyebab Gagal Pulih
Penyebab gagal pulih pada lansia mencakup dimensi yang cukup luas.Menurut
Medical Council of Canada, beberapa diantaranya adalah :
2.3.1 Ekstrinsik
a. Lingkungan Sosial : Lansia yang diisolasi, miskin, penelantaran,
penganiayaan dan tinggal sendiri. b. Psikologis : Lansia dengan depresi
c. Fungsional : Lansia dengan dementia
2.3.2 Intrinsik
a. Penurunan energi yang diperoleh tubuh : gangguan pencernaan (kondisi
gigi geligi yang sudah ompong), malabsorpsi dan disfagia.
b. Peningkatan kebutuhan energi : Status katabolik
c. Efek samping obat : Obat dengan efek samping mual dan muntah.
d. Penyakit kronis : PPOK, kanker, penurunan penglihatan dan
pendengaran
2.4 Gejala dan Dasar Diagnosis6
Gagal pulih ditandai dengan empat gejala (Sarkisian, CA, 1996). Berikut gejala-
gejala tersebut dan cara mendiagnosisnya :
2.4.1 Kelemahan fisik (Impaired Physical Function)
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 7/18
Kelemahan fisik pada lansia dapat dicetuskan oleh beberapa faktor. Di
antaranya adalah gangguan neurologis, gangguan penglihatan, gangguan
muskuloskletal, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, kemampuan pemberi
perawatan, penyakit komorbid dan obat-obatan.
Pasien gagal pulih pada lansia dapat didiagnosis dengan indeks Katz. Indeks
katz merupakan instrument sederhana yang digunakan untuk menilai kemampuan
fungsional AKS (Aktivitas Kehidupan Sehari-hari). Indeks ini dapat juga digunakan
untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia. Adapun
aktivitas yang dinilai adalah bathing, dressing, toileting, transferring, continence dan
feeding dengan penilaian sbb:
2.4.1.1 Bathing
a.Mandiri : memerlukan bantuan untuk mandi hanya pada satu bagiantubuh atau dapat melakukan seluruhnya sendiri.
b. Tergantung : memerlukan bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh atau
tidak dapat mandi sendiri
2..4.1.2 Dressing
a. Mandiri : menaruh, mengambil, memakai dan menanggalkan pakaian
sendiri serta mengikat tali sepatu sendiri.
b. Tergantung : tidak dapat berpakaian sebagian.
2.4.1.3 Toileting
a. Mandiri : pergi ke toilet, duduk sendiri di kloset, memakai pakaian dalam
dan membersihkan kotoran sendiri.
b. Tergantung : mendapat bantuan orang lain
2.4.1.4 Transferring
a. Mandiri : berpindah dari dan ke tempat tidur, dari dan ke tempat duduk
(memakai/tidak memakai alat bantu) tanpa dibantu.
b. Tergantung : tidak dapat melakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain
2.4.1.5 Continence
a. Mandiri : dapat mengontrol BAB/BAK
b. Tergantung : tidak dapat mengontrol sebagian atau seluruhnya dengan
bantuan manual atau kateter
2.4.1.6 Feeding
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 8/18
a. Mandiri : mengambil makanan dari piring atau yang lainnya dan
memasukkan ke dalam mulut (tidak termasuk kemampuan memotong daging
dan menyiapkan makanan seperti mengoleskan mentega pada roti)
b. Tergantung : memelukan bantuan untuk makan atau tidak dapat makan
sendiri secara parenteral.
Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas dasar tersebut, kemudian di
klasifikasikan menjadi 7 tahapan, dan disebut sesuai dengan aktivitas yang bisa
dikerjakan sendiri. Tahapan aktivitas di atas kemudian disebut dengan Indeks Katz
secara berurutan sebagai berikut:
Indeks Katz A : mandiri untuk 6 aktivitas
Indeks Katz B : mandiri untuk 5 aktivitas
Indeks Katz C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain
Indeks Katz D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain
Indeks Katz E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu
fungsi lain
Indeks Katz F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting, transferring
dan satu fungsi lain
Indeks Katz G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas
2.4.2 Malnutrisi
Malnutrisi pada lansia dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Di antaranya
adalah hiposmia (penurunan penciuman aroma makanan), hipogeusia (penurunan
kemampuan mengecap rasa makanan), gangguan pada gigi dan mulut, gangguan
menelan dan berbicara, penurunan compliance lambung, waktu pengosonga lambung
yang lama, cholesterophobia (takut kolesterol), masalah ekonomi dan efek samping
obat.
Keadaan malnutrisi pada lansia dapat dinilai melalui beberapa indikator
berikut :
2.4.2.1 Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri adalah rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran.
Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran spesifik diperlukan.Pengukuran tersebut mencakup umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB), Lingkar
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 9/18
kepala, Indeks massa tubuh (IMT), berat badan relatif, rasio lingkar perut-lingkar
panggul, lingkar lengan atas (LLA), lingkar otot lengan atas (LOLA) dan lipatan trisep.
2.4.2.2 Biokimia Gizi
Jika antropometri digunakan untuk melihat kekurangan status gizi makro, maka
pemeriksaan biokimia digunakan untuk menilai status gizi mikro yang lebih tepat,
obyektif, dan hanya dilakukan orang yang terlatih. Pada umumnya yang dinilai yaitu:
zat besi, vitamin, protein, dan mineral. Contoh sampel berupa serum darah, urine,
rambut (untuk melihat Zn), feces, maupun biopsi jaringan. Plasma darah dapat
menghasilkan komponen darah (didapatkan dari darah yang disentrifugasi menjadi
serum yang lebih sensitif dibanding plasma dan sel-sel darah) yang bisa dihitung.
2.4.2.3 Tanda Klinis
Metode ini biasa digunakan untuk mendeteksi kumpulan gejala dan tanda-tanda
klinis yang berhubungan dengan kekurangan atau kelebihan gizi. Metode ini biasa
menggunakan pendekatan riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tanda klinis
yang berhubungan dengan malnutrisi seperti pucat pada konjungtiva mata yang anemis
karena kurang asupan besi (anemia defisiensi besi), edema dikarenakan rendahnya
asupan protein dan densitas tulang yang sangat rendah dikarenakan kurangnya asupan
kalsium.
2.4.2.4 Riwayat Diet
Metode ini dapat digunakkann untuk mendeteksi tahap awal terjadinya masalah
gizi. Jika seseorang memiliki riwayat asupan makanan atau zat gizi yang kurang makasecara langsung akan berdampak negatif terhadap status gizinya, begitu pula
sebaliknya. Dalam metode ini perlu digali kebiasaan lansia dalam keteraturan makan,
porsi makanan dan jenis makanan (kandungan karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan lainnya)
2.4.3 Depresi
Depresi pada lansia dapat dicetuskan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalahduka cita (kebanyakan dikarenakan kematian orang terdekat), penurunan hubungan dan
jaringan sosial, riwayat depresi sebelumnya, respon terhadap penyakit kronis serta
pengobatan dalam waktu yang lama.
Dalam mendiagnosis depresi pada lansia, perlu dinilai dengan cara-cara sebagai
berikut :
2.4.3.1 Yesavage Depression Scale (GDS)
Skala Depresi Geriatri (GDS) merupakan skala yang pertama kali diciptakan
oleh Yesavage. Skala ini telah diuji dan digunakan secara luas untuk mendiagnosis
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 10/18
depresi pada lansia. Skala ini terdiri atas kuesioner singkat di mana peserta diminta
untuk menanggapi 30 pertanyaan dengan menjawab ”Ya” atau ”Tidak” mengacu pada
bagaimana perasaan mereka pada hari pemeriksaan. Skor dari 0 - 9 dianggap normal, 10
- 19 menunjukkan depresi ringan dan 20 - 30 menunjukkan depresi berat. Pemeriksaan.
(Terlampir)
2.4.3.2 APGAR Keluarga (Smilks tein et al, 1982)
APGAR keluarga merupakan suatu alat skrining singkat yang dapat
digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia dalam keluarga. Terdiri atas 5
pertanyaan yang apabila dijawab ”Ya” bernilai 2. Interpretasi skala ini adalah apabila
skor 8-10 berarti fungsi keluarga sehat, 4-7 berarti fungsi keluarga kurang sehat dan 0-3
berarti fungsi keluarga sakit. (Terlampir)
2.4.3.3 Inventaris Depresi Beck
Metode ini berupa instruksi untuk memilih satu di antara pernyataan-pernyataan
yang paling menggambarkan perasaan pasien. Metode ini terdiri dari kelompok kategori
perasaan yang diwakili oleh tiap pernyataan dengan nilainya masing-masing. Apabila
total skor 0-4 berarti tidak ada depresi atau minimal, 5-7 berarti depresi ringan, 8-15
depresi sedang dan lebih dari 16 berarti depresi berat.
Hasil dari penggunaan skala di atas untuk mengukur status fungsional dan
psikososial harus diintepretasikan dengan memandang semua data yang diperoleh dari
pasien. Suatu gambaran lengkap pada pasien dapat ditentukan hanya setelah
menganalisa semua sumber data dengan hati-hati.
2.4.4 Penurunan Fungsi Kognitif
Penyebab-penyebab fisiologis, psikologis, dan multiple dari kerusakan kognitif
pada lansia selalu disertai dengan pandangan bahwa kerusakan mental adalah normal.
Standardisasi tes pemeriksaan suatu variasi tentang fungsi kognitif membantu
mengidentifikasi defisit-defisit yang berdampak pada seluruh kemampuan fungsi. Tes
formal dan sistemik dari status mental dapat membantu tenaga kesehatan menentukan
kemampuan mana yang terganggu dan memerlukan intervensi.
Beberapa tes yang digunakan untuk menilai tingkat kemapuan kognitif pada
lansia diantaranya adalah :
2.4.4.1 Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Terdiri atas 10 pertanyaan umum, singkat dan dapat dipahami oleh pasien. Jika
terdapat jawaban yang salah berarti bernilai satu. Pertanyaan bisa berkisar tentang
tanggal berapa hari ini?, dimana alamat anda? atau Berapa umur anda?.
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 11/18
2.4.4.2 Mini-mental state exam(MMSE)
Tes ini menguji aspek kognitif dari fungsi mental berupa orientasi, regristrasi,
perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa. Nilai kemungkinan sebesar 30,
dengan nilai 21 atau kurang merupakan indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Pemeriksaan hanya memerlukan waktu beberapa
menit. Pemeriksaan mini mental state exam mengukur beratnya kerusakan kognitif dan
mendemonstrasikan perubahan kognitif.
2.5 Penatalaksanaan Gagal Pulih Pada Lansia
Penatalaksanaan gagal pulih pada lansia tentunya mengacu pada gejala-gejala
yang menandakan seorang lansia tergolong dalam diagnosis gagal pulih. Beberapa
penatalaksanaan saling berhubungan dan menguatkan satu sama lain. Penatalaksanaan
tersebut terdiri dari :
2.5.1 Latihan Fisik
Latihan fisik pada lansia bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup yang
tidak hanya terpaku pada kesegaran jasmani saja, tetapi juga aspek rohani. Pemeriksaan
diri sebelum latihan perlu dilakukan untuk memastikan lansia sedang tidak sakit serta
menghindari timbulnya gangguan kesehatan pada saat latihan dan setelah latihan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain : memperhitungkan kemampuanfisik, melakukan pemanasan sebelum latihan inti, memperhatikan kemampuan awal
sebelum program latihan, menghindari beban latihan yang berlebihan serta tidak
melakukan hiperekstensi dan gerakan latihan yang terlalu cepat.
Latihan fisik untuk lansia dapat berupa aktifitas aerobik (jogging, senam,
bersepeda dan berenang), melatih kelenturan (strecthing) serta latihan menggunakan
beban untuk melatih kekuatan otot dan tulang. Untuk lansia yang lumpuh dapat
melakukan latihan aktif, latihan melakukan tahanan dan latihan pasif. Beberapa aktifitas
lain yang dapat tergolong latihan fisik yaitu berkebun, beternak, olahraga dan rekreasi.Tujuan latihan fisik ini adalah untuk meningkatkan kekuatan otot jantung,
menjaga keseimbangan tubuh, menjaga berat badan ideal, mencegah kontraktur dan
kekakuan sendi, mempertahankan fungsi tulang dan mengurangi resiko kanker.
Tentunya semuanya di dasari pada daya tahan, kelenturan dan kekuatan otot.
2.5.2 Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu
dengan pendekatan medik, psikososial, edukasional dan vokasional untuk mencapai
kemampuan fungsional yang optimal. Terapi okupasi terdiri dari :
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 12/18
1. Program fisioterapi : Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari
aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang
bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya :
a. Aktivitas di tempat tidur : Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif
lingkup gerak sendi
b. Mobilisasi : Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari
tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan dan melakukan aktifitas sehari-hari (mandi,
makan, berpakaian dan lain-lain)
2. Program Okupasiterapi : Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas
kehidupan sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan,
atau langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC,
yang dilatih adalah harus jongkok. Namun, bila tidak memungkinkan maka dibuat
modifikasi.
3. Program Ortotik-prostetik : Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas
pada lansia maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang atau alat
pengganti bagian tubuh yang diperlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk
lansia hal ini perlu dipikirkan pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat
diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudahdipakai dan lain-lain.
4. Program Terapi Wicara : Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk
latihan wicara saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita
dengan gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot
sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi
kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah dan lain-lain.
2.5.3 Modifikasi Lingkungan
Modifikasi lingkungan merupakan usaha untuk merubah lingkungan dan
keadaan sekitar subjek (lansia) agar mempermudah mobilitas sekaligus menjadikannya
lebih aman, nyaman dan jauh dari bahaya. Beberapa contoh modifikasi lingkungan
yang dapat dilakukan untuk lansia adalah :
a. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
b. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu.
c. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 13/18
d. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga
e. Gunakan lantai yang tidak licin.
f. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
dilewati untuk melintas.
g. Hindari penggunaan furnitur yang beroda.
2.5.4 Pemenuhan Nutrisi7
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya. Selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.
2.5.4.1 Pengelompokan Jenis Makanan
Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu : kelompok zat energi (bahan makanan yang mengandung karbohidrat dan
lemak), kelompok zat pembangun (kelompok ini meliputi makanan-makanan yang
banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati) dan kelompok zat
pengatur (bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin dan mineral).
2.5.4.2 Perhatian Terhadap Upaya Pemenuhan Nutrisi Lansia
Ketika seorang petugas kesehatan telah memahami pengelompokan jenis nutrisi,
maka terdapat beberapa kendala yang perlu diperhatikan dalam usaha memenuhi nutrisi
pada lansia yang harus diminimalisir. Di antaranya adalah :
a. berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi
atau ompong,
b. berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap
cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Esophagus (kerongkongan) mengalami pelebaran.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Gerakan usus atau gerak peristaltik lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi.
f. Penyerapan makanan di usus menurun.
2.5.4.3 Perencanaan Diet Untuk Lansia
Perencanaan makanan untuk lansia dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam, yang
terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 14/18
b. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu besar. Porsi makan
hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan lebih sering
dengan porsi yang kecil.
c. Banyak minum dan kurangi garam (tanpa gangguan gagal jantung). Dengan
banyak minum dapat memperlancar pengeluaran sisa makanan dan menghindari
makanan yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya hipertensi.
d. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dan lain-lain.
e. Bagi pasien lansia dengan proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan agar diberikan makanan yang mudah dicerna. Hindari makanan
yang terlalu manis, gurih dan goreng-gorengan. Bila kesulitan mengunyah
karena gigi rusak atau gigi palsu kurang baik, makanan harus lunak atau lembek
atau dicincang.
2.5.5 Terapi Psikologi dan Depresi8
Dalam menghadapi lansia, petugas medis harus memperhatikan keadaan
emosional lansia yang mempunyai ciri-ciri yang khas. Misalnya, apakah lansia tersebut
seorang yang tipe agresif atau konstruktif. Tidak lupa juga untuk memberikan motivasi
agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, bersosialisasi dan sebagainya.Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih
baik.
Terapi psikososial dapat dilakukan untuk mengatasi masalah psikoedukatif,
yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang
tidak efektif dan hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk
mengatasi masalah sosiokultural seperti keterbatasan dukungan dari keluarga , kendala
terkait faktor kultural dan perubahan peran sosial. Untuk terapi biologik lain dengan
pemberian obat antidepresan, terapi kejang listrik (ECT), terapi sulih hormon danTranscranial Magnetic Stimulation (TMS) harus dilakukan sesuai dengan indikasi.
2.5.6 Mempertahankan Fungsi Kognitif Pada Lansia9
Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan otak. Diantara
kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan proses penuaan dapat
berupa penurunan daya Ingat (memori), penurunan kemampuan penamaan (naming)
dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori
(speed of information retrieval from memory). Penurunan kemapuan kognitif pada
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 15/18
lansia dapat juga berupa penurunan intelegensia dasar (fluid intelligence) yang berarti
penurunan fungsi otak bagian kanan seperti kesulitan dalam komunikasi non-verbal,
pemecahan masalah, mengenal wajah orang, kesulitan dalam pemusatan perhatian dan
konsentrasi.
2.5.6.1 Gejala Penurunan Kemampuan Kognitif pada Lansia
Gejala-gejala penurunan tersebut ditandai dengan sering lupa, sering
mengulang kata-kata, cepat marah dan sulit di atur, kurang konsentrasi, tidak
mengenal dimensi waktu, kurang koordinasi gerakan dan rentan terhadap
kecelakaan (jatuh).
2.5.6.2 Strategi Melatih Kognitif
Dalam melatih fungsi kognitif lansia guna mencegah terjadinya penurunan yang lebih lanjut perlu dilakukan hal-hal berikut :
a. Menurunkan rasa cemas
b. Melatih teknik relaksasi
c. Biofeedback : menggunakan alat untuk menurunkan cemas dan
memodifikasi respon perilaku.
d. Systematic desenzatization : Dirancang untuk menurunkan perilaku yang
berhubungan dengan stimulus spesifik misalnya karena ketinggian atau
perjalanan melalui pesawat. Tehnik ini meliputi relaksasi otot denganmembayangkan situasi yang menyebabkan cemas.
e. Flooding : pasien segera diekspose pada stimuli yang paling memicu cemas
(tidak dilakukan secara berangsur – angsur) dengan menggunakan
bayangan/imajinasi
f. Pencegahan respon pasien : Pasien didukung untuk menghadapi situasi
tanpa melakukan respon yang biasanya dilakukan.
2.5.6.3 Terapi Kognitif
a. Latihan kemampuan sosial meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan
salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik terhadap diri sendiri
atau orang lain.
b. Aversion therapy : terapi ini menolong menurunkan perilaku yang tidak
diinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang
membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku maladaptif dilakukan
klien.
c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis
tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap
perilaku itu jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 16/18
diinginkan dan konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagal pulih adalah Suatu sindroma yang berhubungan dengan menurunnya
fungsi organ tubuh, kerusakan sistem fisiologis secara multipel dan berkurangnya
kemampuan untuk memulihkan kembali keseimbangan tubuh. Gejala-gejala sindroma
gagal pulih ditandai dengan kelemahan fisik (impaired physical function), malnutrisi,
depresi dan gangguan kognitif. Namun, progresivitas kondisi tersebut dapat dicegah
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 17/18
melalui diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.
Diperlukan beberapa instrument untuk mendiagnosis gagal pulih pada lansia.
Untuk menilai kelemahan fisik yang terjadi digunakan indeks Katz. Untuk menilai
malnutrisi pada lansia digunakan antropometri, biochemistry gizi, tanda klinis dan
riwayat diet. Untuk menilai tingkat depresi digunakan Yesavage Depression Scale
(GDS), APGAR keluarga dan inventaris depresi Beck. Sedangkan untuk menilai
penurunan fungsi kognitif digunakan Short Portable Mental Status Questionnaire
(SPMSQ) dan Mini-mental state exam (MMSE).
Penatalaksanaan untuk gagal pulih pada lansia harus dilakukan secara
komprehensif dan holistik mencakup keempat kriteria diagnosis di atas. Beberapa
penatalaksanaan dan intervensi yang dapat dilakukan berupa latihan fisik, terapi
okupasi, modifikasi lingkungan, pemenuhan nutrisi, terapi psikologi dan depresi serta
mempertahankan fungsi kognitif pada lansia.
3.2 Saran
Diperlukan tahapan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat bagi lansia yang
jatuh ke dalam kondisi gagal pulih. Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukan
tenaga medis yang ahli dan kompeten, serta saling berkolaborasi satu sama lain.
Intervensi hanya pada satu gejala saja tidak akan menghilangkan keluhan secara
keseluruhan. Ketika penerapan diagnosis dan tatalaksana telah dilaksanakan secara
sistematis maka tingkat kesakitan akan berkurang dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik (2011). Sensus Penduduk 2010 [online]. From
(http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?
tabel=1&daftar=1&id_subyek=12¬ab=1, diakses tanggal 25 Juli 2011 )
2. Bappenas. 2010. Indonesia menuju MDGs. Balai Pustaka. Jakarta
3. Darmojo-Boedi, Martono Hadi (editor). 2006. Buku Ajar Geriatri. Balai
5/16/2018 Refer At - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refer-at-55ab517ec6ce1 18/18
Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
4. Supariasa, 2001. Penilaian Status Kesehatan. EGC. Jakarta
5. Tennstedt, Sullivan and McKinlay. 2002. Managemnet in Elderly. UCLA, Los
Angeles, CA
6. Sarkisian, CA. 1996. Diagnose and Illness in Elderly. Toronto, Canada
7 Siregar Arifin, 2000. Upaya Perbaikan Gizi Lansia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU Bagian Gizi Masyarakat. Medan.
8. Clark, D.G and Cummings, J.L. 2007. Diagnosis and management of dementia.
Departments of neurology, psychiatry and bio-behavioral sciences. UCLA, Los
Angeles, CA. 2004.
9 Agate, 1999. Buku Ajar Geriatri. FK UI, Jakarta