Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

8
28 RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC) Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia – Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir – Ds Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email : [email protected] Abstrak Coal fly ash (CFA) adalah limbah sisa pembakaran batubara yang termasuk ke dalam bahan beracun dan berbahaya (B3). Penelitian ini dimaksudkan untuk memanfaatkan alumina (Al 2 O 3 ) yang terkandung dalam CFA menjadi produk polyaluminum chloride (PAC), yaitu bahan koagulan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Proses preparasi PAC dari CFA merupakan modifikasi dari metode Park (1997) untuk membuat PAC dari tanah liat, karena komposisi bahan baku yang hampir sama. Proses preparasi meliputii leaching, kristalisasi, dekomposisi parsial, pelarutan dalam air, serta sentrifugasi. Leaching dilakukan pada temperatur 105 o C, dan waktu optimum yang diperoleh adalah 60 menit, yang memberikan persen recovery sebesar 41,2%. Untuk proses dekomposisi parsial diperoleh temperatur optimum 200 o C dan waktu optimum 200 menit, yang memberikan yield total 18,76 %. Uji kinerja terhadap produk PAC yang diperoleh dilakukan dengan metode Jar Test, dan dosis optimumnya adalah 761,6 ppm yang mampu menurunkan kekeruhan air limbah artificial dari 123,3 NTU menjadi 4,68 NTU. Kata kunci: Alumina, coal fly ash (CFA), polyaluminum chloride (PAC) PENDAHULUAN Batubara banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menghasilkan sisa pembakaran berupa gas dan abu. Abu batubara yang terdiri dari bottom ash (BA) dan coal fly ash (CFA) merupakan limbah padat yang mengandung senyawa-senyawa oksida yang dapat membahayakan lingkungan dan dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga harus ditangani secara tepat atau ditampung di tempat pembuangan tersendiri. Saat ini umumnya CFA dimanfaatkan sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton atau semen (Menteri Lingkungan Hidup, 2006). Sehubungan dengan meningkatnya jumlah PLTU berbahan bakar batubara di Indonesia, maka volume CFA juga meningkat. PLTU merupakan sektor yang paling banyak menggunakan batubara, yaitu 71,11% dari total konsumsi nasional sebesar 35,342 juta ton pada tahun 2005 (Pustekmira, 2006). Potensi limbah abu batubara yang dihasilkan sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar atau sebesar 2,51 juta ton per tahun. Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan pencarian teknologi tepat guna tentang pemanfaatan CFA untuk tujuan-tujuan produktif. Kandungan Al 2 O 3 yang cukup besar pada CFA (20-30 %) memungkinkan CFA untuk diolah menjadi Polyaluminum chloride (PAC). Pemilihan PAC (Al x (OH) x Cl 2x ) sebagai produk pada penelitian ini karena PAC merupakan koagulan pada pengolahan

description

Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut corundum atau α-aluminum oksida. Al2O3 dipakai sebagai bahan abrasif dan sebagai komponen dalam alat pemotong, karena sifat kekerasannya. Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya.aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum. Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam bauksit bijih aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2OAl2O3 yang terbentuk adalah alumina.

Transcript of Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

Page 1: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

28

RECOVERY ALUMINA (Al2O3) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

Ninik Lintang Edi Wahyuni

Teknik Kimia – Politeknik Negeri Bandung

Jl. Gegerkalong Hilir – Ds Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403

Email : [email protected]

Abstrak Coal fly ash (CFA) adalah limbah sisa pembakaran batubara yang termasuk ke dalam bahan beracun dan berbahaya (B3). Penelitian ini dimaksudkan untuk memanfaatkan alumina (Al2O3) yang terkandung dalam CFA menjadi produk polyaluminum chloride (PAC), yaitu bahan koagulan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Proses preparasi PAC dari CFA merupakan modifikasi dari metode Park (1997) untuk membuat PAC dari tanah liat, karena komposisi bahan baku yang hampir sama. Proses preparasi meliputii leaching, kristalisasi, dekomposisi parsial, pelarutan dalam air, serta sentrifugasi. Leaching dilakukan pada temperatur 105 oC, dan waktu optimum yang diperoleh adalah 60 menit, yang memberikan persen recovery sebesar 41,2%. Untuk proses dekomposisi parsial diperoleh temperatur optimum 200 oC dan waktu optimum 200 menit, yang memberikan yield total 18,76 %. Uji kinerja terhadap produk PAC yang diperoleh dilakukan dengan metode Jar Test, dan dosis optimumnya adalah 761,6 ppm yang mampu menurunkan kekeruhan air limbah artificial dari 123,3 NTU menjadi 4,68 NTU. Kata kunci: Alumina, coal fly ash (CFA), polyaluminum chloride (PAC) PENDAHULUAN Batubara banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menghasilkan sisa pembakaran berupa gas dan abu. Abu batubara yang terdiri dari bottom ash (BA) dan coal fly ash (CFA) merupakan limbah padat yang mengandung senyawa-senyawa oksida yang dapat membahayakan lingkungan dan dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga harus ditangani secara tepat atau ditampung di tempat pembuangan tersendiri. Saat ini umumnya CFA dimanfaatkan sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton atau semen (Menteri Lingkungan Hidup, 2006).

Sehubungan dengan meningkatnya jumlah PLTU berbahan bakar batubara

di Indonesia, maka volume CFA juga meningkat. PLTU merupakan sektor yang paling banyak menggunakan batubara, yaitu 71,11% dari total konsumsi nasional sebesar 35,342 juta ton pada tahun 2005 (Pustekmira, 2006). Potensi limbah abu batubara yang dihasilkan sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar atau sebesar 2,51 juta ton per tahun.

Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan pencarian teknologi tepat guna tentang pemanfaatan CFA untuk tujuan-tujuan produktif. Kandungan Al2O3 yang cukup besar pada CFA (20-30 %) memungkinkan CFA untuk diolah menjadi Polyaluminum chloride (PAC). Pemilihan PAC (Alx(OH)xCl2x) sebagai produk pada penelitian ini karena PAC merupakan koagulan pada pengolahan

Page 2: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

─────────────────────────────────────────────Vol. VII, No. 1, Mei 2011

Jurnal Sains dan Teknologi 29

air, dan koagulan ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis koagulan lainnya, yaitu: • PAC dapat bekerja pada tingkat pH

yang lebih lebar, sehingga tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, kecuali pada air tertentu. (http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/05/bahan-kimia-penjernih-air-ko- agulan).

• PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit yang dapat mengurangi pemakaian bahan pembantu.

• Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga menghemat penggunaan bahan netralisasi.

• PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa, karena gugus aktif alumina yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit. (http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/05/bahan-kimia-penjernih-air-koagulan).

Dari aspek ekonomi, PAC memiliki harga pasaran yang relatif tinggi, yaitu Rp 15000/kg, dibandingkan tawas dengan harga Rp 6000/kg. (Brataco Chemika Bandung, 20 Januari 2010).

Park (1997) memproduksi (PAC) dengan bahan baku tanah liat dengan proses kalsinasi, leaching, filtrasi, ekstraksi pelarut, kristalisasi, dekomposisi parsial hingga pelarutan di dalam air. CFA memiliki kemiripan komposisi dengan tanah liat, yaitu kandungan silika oksida (SiO2) dan aluminium oksida (Al2O3) dalam proporsi yang besar, serta memiliki kandungan senyawa oksida lain seperti ferro oksida (Fe2O3), kalsium oksida (CaO), magnesium oksida (MgO), natrium oksida (Na2O) dan kalium

oksida (K2O) yang tidak jauh berbeda, seperti ditunjukkan di Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Tanah Liat dan CFA Batubara (Sumber: Park,1997)

Komponen

% berat

Tanah liat

CFA

bituminous

sub bitumin

ous

lignite

SiO2 44,03 20-60 40-60 15-45 Al2O3 37,86 5-35 20-30 10-25 Fe2O3 1,46 10-40 4-10 4-15 CaO 1,85 1-12 5-30 15-40 MgO 0,78 0-5 1-6 3-10 Na2O 0,33 0-4 0-2 0-6 K2O 1,53 0-3 0-4 0-4 TiO2 0,20 - - - MnO 0,02 - - - H2O 11,32 - - - SO3 - 0-4 0-2 0-10 LOI - 0-15 0-3 0-5

Berdasarkan kemiripan komposisi antara CFA dan tanah liat, maka dilakukan percobaan pembuatan PAC dari bahan baku CFA dengan metoda Park yang dimodifikasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan teknologi proses tepat guna untuk membuat PAC (yang berfungsi sebagai koagulan) dari Alumina yang terdapat pada CFA (sisa pembakaran batubara di PLTU), yaitu mencari waktu optimum pada tahap leaching serta waktu dan temperatur optimum tahap dekomposisi parsial.

Analisis kualitas produk meliputi sifat fisik larutan PAC (densitas, viskositas, titik didih, warna, dan kekeruhan), sifat kimia ( pH dan konsentrasi), yield, serta kinerja PAC sebagai koagulan dalam mengendapkan partikel-patikel koloid yang terkandung di dalam air menggunakan metoda Jar Test dan membandingkannya dengan kinerja PAC komersial. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:

Page 3: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

Rintis Manfaati ── Recovery Alumina (Al2O3) ─────────────────────────────

Jurnal Sains dan Teknologi 30

a. Percobaan awal dilakukan untuk membuktikan bahwa proses dapat menghasilkan PAC. Percobaan ini terdiri dari tahap recovery alumina (Al2O3), kristalisasi (AlCl3.6H2O) (s), dekomposisi parsial (Alx(OH)x . Cl2x) (s), pelarutan dalam air (Alx(OH)x.Cl2x) (l), dan sentrifuga-si, seperti ditunjukkan di Gambar 1.

b. Percobaan penentuan kondisi proses optimum, dilakukan untuk mengeta-hui waktu optimum proses leaching, serta temperatur dan waktu proses dekomposisi parsial dengan mengalirkan gas nitrogen, dilanjut-kan dengan proses pelarutan PAC dalam air untuk memperoleh larutan PAC.

c. Uji kinerja produk PAC sebagai koagulan untuk mengendapkan kekeruhan air limbah artificial.

Percobaan awal Sebelum proses leaching (pada tahap recovery alumina), dilakukan pencucian untuk menghilangkan oksida-oksida seperti Fe2O3, Na2O, MgO, CaO, dan K2O yang dapat mengganggu reaksi antara HCl dengan alumina, dilanjutkan dengan filtrasi untuk mendapatkan cake. Cake yang diperoleh siap untuk proses leaching sesuai reaksi: Al2O3 + HCl 2 AlCl3 + 3 H2O

Hasil reaksi yang berupa cairan dipisahkan dari cakenya, kemudian dikristalisasi hingga diperoleh Aluminium Khlorida Heksahidrat sesuai reaksi: AlCl3 + 6 H2O(l) AlCl3.6H2O

Kristal dicuci dengan larutan HCl untuk menghilangkan kandungan FeCl3 yang ada. Kemudian kristal aluminium klorida heksahidrat didekomposisi parsial yang dilakukan pada temperatur

180oC selama 140 menit berdasarkan reaksi:

2(AlCl3.6H2O)Al2(OH)2Cl4+2HCl+ 10H2O

Gambar 1 Tahapan Penelitian

Produk yang diperoleh kemudian dilarutkan dalam air (15 g produk dekomposisi parsial dilarutkan di dalam 100 ml aquadest pada suhu 90 oC), dan dipisahkan dari padatan pengotor menggunakan sentrifus untuk menda-patkan larutan PAC yang jernih (Gambar 1).

residu

filtrat cake

N2

PAC

Alx(OH)x

AlCl3.6H2O

Pemisahan Fe2O3

CF

Pencucian CFA

Filtrasi

Leaching

HCl

filtrasi

kristalisasi

pencucian

Dekomposisi parsial

pelarutan

sentrifugasi

aquades

HCl 36%

aquades

Page 4: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

─────────────────────────────────────────────Vol. VII, No. 1, Mei 2011

Jurnal Sains dan Teknologi 31

Penentuan Kondisi Proses Optimum 1. Penentuan waktu optimum pada

proses leaching, antara 40 menit, 50 menit, 60 menit, 70 menit, dan 80 menit pada temperatur 105oC

2. Penentuan temperatur dan waktu optimum pada proses dekomposisi parsial: o Temperatur proses divariasikan

antara 140 oC, 160 oC, 180 oC, dan 200 oC selama 180 menit.

o Waktu proses divariasikan antara 140 menit, 160 menit, 180 menit, dan 200 menit dengan temperatur 200 oC.

Analisis Produk • Analisis sifat kimia dan sifat fisika,

yaitu warna, viskositas, densitas, titik didih, kekeruhan, pH dan konsentrasi

• Uji Kinerja Produk dilakukan dengan metoda Jar Test untuk mengetahui dosis optimum PAC pada pengen-dapan partikel koloid hingga meninggalkan kekeruhan terkecil dan endapan paling banyak. Kinerja produk PAC dibandingkan dengan PAC komersial dengan mengguna-kan dosis optimum penggunaan PAC. Uji pengendapan dilakukan pada air limbah artificial dengan kadar bentonit 1200 ppm, dengan mengamati volume endapan yang dihasilkan, pH dan kekeruhan air limbah artificial setelah ditambahkan PAC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Awal Untuk mendapatkan PAC dengan kualitas cukup baik dilakukan beberapa tahapan proses seperti ditunjukkan di Tabel 2. Kinerja produk dilihat dari kemampuan mengendapkan pengotor dalam sampel air limbah artificial dengan PAC 10-11% sesuai metode SNI 06-3822.1-2000.

Waktu Optimum Proses Leaching Leaching yang dilakukan dengan waktu bervariasi antara 40 s/d 80 menit, dan persen recovery alumina yang diperoleh ditunjukkan di Gambar 2

Tabel 2 Tahapan Proses Recovery Al2O3 Perlakuan Hasil

Leaching (tanpa pencucian), kristalisasi 60oC, 1 jam, dekomposisi tanpa N2

Kristal AlCl3.6H2O berwarna kecoklatan, kurang kering Larutan PAC 0,01%

Leaching (tanpa pencucian), kristalisasi 60oC, 3 jam, dekomposisi tanpa N2

Kristal AlCl3.6H2O kering, berwarna kecoklatan Larutan PAC 0,08%

Leaching (dengan pencucian), kristalisasi 60oC, 3 jam, dekomposisi dengan N2 (40 cc/min), pencucian AlCl3.6H2O dengan HCl 36% teknis

Produk kristal berwarna putih, larutan PAC jernih

Gambar 2 Hubungan Waktu Proses terhadap %recovery (Leaching Alumina)

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pada waktu 40 dan 50 menit nilai % recovery masih mengalami kenaikan,

Page 5: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

Rintis Manfaati ── Recovery Alumina (Al2O3) ─────────────────────────────

Jurnal Sains dan Teknologi 32

dan pada 60, 70, dan 80 menit nilai % recovery konstan (maksimum, 41,2 %). Persen recovery yang relatif kecil kemungkinan disebabkan oleh bentuk kristal oksida dalam CFA yang menyulitkan reaksi dengan HCl, maka ditetapkan waktu optimum proses leaching sebesar 60 menit.

Temperatur Optimum Proses Dekomposisi Parsial Proses dekomposisi parsial dilakukan dengan variasi temperatur (140, 160, 180, dan 200 oC) dengan waktu proses 180 menit memberikan % yield alumina yang bervariasi seperti yang ditunjukkan di Gambar 3.

Gambar 3 Hubungan Temperatur terhadap %Yield Alumina Proses Dekomposisi Parsial

Semakin tinggi temperatur proses maka % yield alumina (produk dekomposisi parsial) semakin besar, karena semakin banyak kristal aluminium chloride hexahydrate yang terdekomposisi. Proses dekomposisi hanya dilakukan sampai suhu 200 oC karena pada suhu yang lebih tinggi kristal aluminium chloride hexahydrate terdekomposisi lanjut menjadi alumina.

Berdasarkan Gambar 3, pada temperatur proses 200oC kandungan alumina dalam produk dekomposisi parsial yang dinyatakan dalam % yield alumina adalah sebesar 41,75% sehingga

temperatur 200 oC ditetapkan sebagai suhu optimum dekomposisi parsial. Waktu Optimum pada Proses Dekomposisi Parsial Penelitian dengan variasi waktu proses (140, 160, 180, dan 200 menit) dan temperatur optimum yang didapat dari percobaan sebelumnya yaitu 200 oC, memberikan % yield alumina yang bervariasi seperti ditunjukkan di Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan Waktu terhadap %Yield Alumina pada Proses Dekomposisi Parsial

Semakin panjang waktu proses, semakin besar % yield alumina di dalam produk dekomposisi parsial, dan nilai tertinggi dicapai pada waktu 200 menit (yield sebesar 45,53 %). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 200 oC adalah temperatur optimum dan 200 menit adalah waktu optimum untuk proses dekomposisi yang memberikan yield alumina total sebesar 18,76%.

Analisis Produk a. Analisis Sifat Kimia dan Fisika Analisis sifat kimia dan fisika dilakukan dengan membandingkan PAC dari CFA dengan PAC komersial. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan di Tabel 3, beberapa sifat kimia ataupun fisika (pH, titik didih, densitas) PAC hasil penelitian mendekati sifat PAC komersial, sehingga dapat disimpulkan

Page 6: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

─────────────────────────────────────────────Vol. VII, No. 1, Mei 2011

Jurnal Sains dan Teknologi 33

bahwa produk PAC yang dihasilkan mendekati kualitas PAC komersial. Tabel 3 Sifat Kimia dan Fisika PAC dari CFA

dan PAC Komersial Parameter PAC

Komersial PAC dari

CFA Kimia - pH - Konsentrasi

3,2 10%

3,4 8,3%

Fisika - Warna bening bening - Kekeruhan

(NTU) 103,7 85,27

- Titik didih 105oC 102oC - Densitas (g/cm3) 1,042 1,066 - Viskositas (cP) 300 150 - Specific Gravity 1,19 1,23 b. Uji Kinerja Produk Uji kinerja produk PAC dibandingkan dengan PAC komersial, dengan membandingkan dosis optimum penggunaan PAC. ditunjukkan Gambar 5,6 dan 7.

Gambar 5 Hubungan Konsentrasi PAC

Terhadap pH Air Limbah Artificial --▪-- PAC dari CFA --♦-- PAC komersial

Gambar 6 Hubungan Konsentrasi PAC

Terhadap Volume Endapan

--▪-- PAC dari CFA --♦-- PAC komersial

Gambar 7 Hubungan Konsentrasi PAC yang

Ditambahkan Terhadap Kekeruhan --▪-- PAC dari CFA --♦-- PAC komersial

Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi PAC (baik PAC dari CFA ataupun PAC komersial) yang ditambahkan maka pH air limbah artificial semakin turun /asam. Hal ini dikarenakan sifat PAC yang asam sehingga jika semakin besar konsentrasi PAC yang ditambahkan, pH air limbah artificial akan semakin asam. Pada konsentrasi PAC 311,53 ppm terlihat bahwa pH air limbah artificial paling tinggi yaitu 4,9 untuk PAC komersial dan pada konsentrasi PAC 255,45 ppm pH air limbah artificial 5,2 untuk PAC dari CFA. Akan tetapi nilai pH ini belum masuk ke dalam pH air yang aman untuk dikonsumsi yaitu 6,5-8,5.

Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa besarnya konsentrasi PAC yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap volume endapan yang dihasilkan. Pengamatan terhadap endapan dilakukan setelah air limbah artificial yang ditambahkan PAC didiamkan selama 30 menit. Dari Gambar 6, pada konsentrasi PAC 928,79 ppm dihasilkan volume endapan paling banyak yaitu sebesar 4 ml untuk PAC komersial dan pada konsentrasi PAC 761,61 ppm dihasilkan volume endapan 3 ml untuk PAC dari CFA.

Page 7: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

Rintis Manfaati ── Recovery Alumina (Al2O3) ─────────────────────────────

Jurnal Sains dan Teknologi 34

Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi PAC yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap kekeruhan akhir sampel. Pada konsentrasi PAC 928,79 ppm dihasilkan sampel dengan kekeruhan paling kecil yaitu 3,54 NTU (turun dari kekeruhan awal 123,3 NTU) untuk PAC komersial dan pada konsentrasi PAC 761,61 ppm dihasilkan sampel dengan kekeruhan paling kecil yaitu 4,68 NTU untuk PAC dari CFA dari kekeruhan awal yang sama. Berdasarkan Gambar 5,6 dan 7 dapat disimpulkan besarnya konsentrasi PAC untuk mengendapkan padatan yang terdapat pada sampel air limbah artificial dengan konsentrasi 1,25 ppm adalah 928,79 ppm untuk PAC komersial dan 761,61 ppm untuk PAC dari CFA. Pada penambahan PAC dengan konsentrasi tersebut dihasilkan air limbah artificial dengan volume endapan paling banyak dan menghasilkan kekeruhan paling kecil.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

• Recovery Alumina (Al2O3) dari Coal Fly Ash (CFA) dapat menghasilkan Polyaluminum Chloride (PAC) dengan tahapan proses leaching, kristalisasi, dekomposisi parsial, pelarutan dalam air, dan sentrifugasi

• Waktu optimum untuk proses leaching adalah 60 menit pada temperatur 105 oC

• Temperatur dan waktu dekomposisi parsial optimum adalah 200 oC dan 200 menit

• Persen recovery alumina pada proses leaching adalah 41,2 %

• Yield total recovery alumina dari CFA menjadi PAC adalah 18,76 %

• PAC yang dihasilkan mempunyai sifat fisik yang mendekati PAC komersial

• Dosis optimum PAC dari CFA untuk menjernihkan air limbah artificial 1,25 ppm dengan kekeruhan 123,3 NTU menjadi 4,68 NTU adalah 761,61 ppm.

Saran

• Perlu metode pemisahan Fe2O3 dari CFA yang lebih efektif selain menggunakan magnet.

• Perlu dilakukan analisis kandungan cake pada hasil filtrasi produk leaching untuk mengetahui kandungan Al2O3 yang tersisa.

• Perlu dicari metode alternatif proses kristalisasi AlCl3 x 6H2O yang lebih efisien dan efektif dari rotavapor.

• Perlu dilakukan variasi volume HCl 36 % untuk proses pencucian kristal AlCl3 x 6H20.

• Perlu dilakukan analisis kandungan FeCl3 dalam filtrat hasil pencucian kristal AlCl3 x 6H20.

• Perlu adanya teknik pemanasan yang lebih efektif pada proses dekompo-sisi parsial agar terjadi pemanasan yang lebih merata.

• Pada uji kinerja produk PAC sebaiknya diatur agar pH netral, se-hingga limbah hasil olahan dapat langsung digunakan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Tubagus Aryandi dan Endra, mahasiswa jurusan Teknik Kimia Polban, atas kontribusinya di dalam koleksi data penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brataco Chemika Bandung, Chemical Price List, Januari 2010

Page 8: Recovery Alumina (Al2o3) Dari Coal Fly Ash (Cfa) Menjadi Polyaluminum Chloride (Pac)

─────────────────────────────────────────────Vol. VII, No. 1, Mei 2011

Jurnal Sains dan Teknologi 35

Kajian Batubara Nasional. 2006, Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Teknologi Mineral dan Batubara (Pustekmira).

Menteri Lingkungan Hidup. 2006. Fly Ash sebagai Substitusi Semen. http://b3.menlh.go.id. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2009.

Park, K. Y. 1997. Production of Poly(aluminum chloride) and sodium silicate from clay. Konju National University, Korea.

Park, K.Y, dkk. 2000. Bench-Scale Decomposition of Aluminum Chloride Hexahydrate to Produce Poly(aluminum chloride). Konju National University, Korea.