Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

2
Berita Aktual SM Cetak Suara Warga Entertainmen Gaya Kejawen Layar Lelaki Sehat Sport Wanita Surat Pembaca Home Berita Utama Semarang & Sekitarnya Lintas Muria Lintas Pantura Lintas Solo Lintas KeduBanyumas Yogyakarta Internasional Ekonomi & Bisnis Wacana Olahraga Hiburan & Seni Hukum Perempuan Ragam Pendidikan Kesehatan Teknologi Kampus Arsip SM Cetak WACANA 08 April 2008 Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN l Oleh Sutopo Patria Jati PEMERINTAH terlihat mulai gerah melihat fenomena ketidakrasionalan biaya tunjangan kesehatan yang sudah bertahuntahun terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Praktik pemborosan ini makin mengkhawatirkan, karena secara signifikan mulai menggerogoti kemampuan BUMN sebagai lokomotif pendapatan keuangan negara. Mengantisipasi kondisi ini, pemerintah secara khusus mengeluarkan kebijakan baru berupa Surat Edaran Menteri Negara BUMN No: SE01/MBU/2008 tanggal 15 Januari 2008, dengan salah satu prioritasnya berupa program rasionalisasi tunjangan/fasilitas asuransi kesehatan bagi komisaris/direksi serta karyawan BUMN. Bagi masyarakat awam, tentu akan sulit memahami mengapa muncul inefisiensi biaya kesehatan di BUMN. Jangankan masyarakat, bahkan pemerintah pun seperti merasa kecolongan dengan keadaan ini. Meneg BUMN mensinyalir, berdasarkan laporan sebuah BUMN, ternyata biaya kesehatan mencapai Rp 1,2 juta per orang/tahun. Apabila diakumulasi dengan jumlah personil seluruh BUMN, sekitar 1.000.000 orang (belum jelas apakah termasuk pensiunan dan keluarganya), dana yang harus dikeluarkan negara bisa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun. Jika data itu ternyata belum memasukkan para pensiunan dan anggota keluarga yang selama ini juga ikut ditanggung pemerintah, maka total biaya akan berlipat mendekati Rp 5 triliun / tahun. Sebuah pemborosan uang negara yang sungguh luar biasa! Sekilas pemerintah akan membuat terobosan awal yang menjanjikan, melalui beberapa klausul. Antar lain semua BUMN diimbau agar minimal melakukan benchmarking dengan produk PT Askes, khususnya Askes Gold untuk level karyawan/pensiun dan Askes Diamond/Platinum bagi komisaris/direksi. Di sisi lain, BUMN masih diberi kebebasan untuk merancang pemberian tunjangan kesehatan, baik dikelola secara internal maupun menggunakan jasa asuransi kesehatan eksternal dengan syarat harus mempertimbangkan efisiensi, sustainabilitas dan kemampuan masingmasing. Syarat lain, jika akan dikelola secara internal, total biaya tunjangan kesehatannya tidak boleh melampaui total biaya premi asuransi yang ditawarkan pihak eksternal. Masalahnya, kalau tak hati hati, masih banyak celah kemungkinan terjadinya problem inefisiensi dan ketidakadilan yang lebih kompleks. Alihalih ingin mengurangi biaya kesehatannya, mungkin jumlah biaya premi askes yang kelak jadi beban rutin untuk dibayarkan kepada pihak askes eksternal, nilainya justru lebih besar dibandingkan jumlah total biaya riil yang dikeluarkan saat ini Ketimpangan Sebagai ilustrasi sederhana untuk menggambarkan fenomena ketimpangan ini, kita bisa melihat benchmark dari perjanjian kerja sama tahun ini antara PT Askes dan DPR RI, yang memilih produk Askes Platinum (setara level minimal bagi direksi/komisaris BUMN) untuk semua anggota Dewan beserta anggota keluarga sebanyak 2.044 jiwa. Dalam hal ini, kebutuhan total premi setahun mencapai Rp 23,9 miliar (lihat website PT Askes, 28/02/2008). Hal ini berarti biaya preminya sekitar Rp 11,6 juta per jiwa/tahun. Jika proyeksi premi yang sama akhirnya dimakmumi begitu aja untuk semua direksi/komisaris BUMN yang diperkirakan komposisinya sekitar 10 persen dari total personel BUMN, maka dana tunjangan kesehatan yang mesti digelontorkan mencapai Rp 1,2 triliun per tahun, hanya untuk para pembesar BUMN. Sedangkan untuk premi produk Askes Gold (proyeksi level minimal bagi karyawan dan pensiunan BUMN), jika merujuk yang selama ini ditawarkan PT Askes dengan besaran yang bervariasi antara Rp 100.000 Rp 150.000 per bulan (tergantung kelas perawatan), maka kebutuhan premi sebesar Rp 1,2 juta Rp 1,8 juta per tahun. Dengan proyeksi jumlah karyawan yang mesti ditanggung sekitar 900 ribu orang dan jika premi ini ternyata juga akan ditelan bulatbulat oleh BUMN, maka kebutuhan dana tunjangan kesehatan untuk karyawannya bisa mencapai Rp 1, 5 triliun per tahun. Dengan demikian jumlah premi tunjangan kesehatan untuk pejabat dan karyawan BUMN diperkirakan akan mengeruk uang negara sekitar Rp 3 triliun per tahun! Jumlah ini mendekati total biaya untuk menutup kebutuhan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi 76,4 juta peserta maskin (masyarakat miskin) tahun 2008, yang alokasinya hanya sebesar Rp 4,6 triliun. Tragisnya lagi, jika dibandingkan dengan nasib peserta askes wajib/sosial bagi sekitar 15 juta orang PNS / TNIPolri beserta keluarga, yaitu dengan premi sekitar 2 persen dari ratarata gaji pokoknya Rp 1,5 juta per bulan, maka kebutuhan untuk peserta askes wajib/ sosial ini hanya sebesar Rp 450 miliar per tahun. Dengan demikian, biaya premi kesehatan selama satu tahun di BUMN tersebut akan lebih dari cukup untuk menjamin kesehatan semua anggota PNS/TNIPolri beserta pensiunan dan keluarganya selama hampir tujuh tahun! Ini jelas merupakan bentuk penistaan yang luar biasa terhadap sesama ”abdi negara”.

description

Ketidak rasional biaya kesehatan di BUMN Indonesia

Transcript of Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

Page 1: Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

 

Berita Aktual SM Cetak Suara Warga Entertainmen Gaya Kejawen Layar Lelaki Sehat Sport Wanita Surat Pembaca

 

Home

Berita Utama

Semarang & Sekitarnya

Lintas Muria

Lintas Pantura

Lintas Solo

Lintas Kedu ­Banyumas

Yogyakarta

Internasional

Ekonomi & Bisnis

Wacana

Olahraga

Hiburan & Seni 

Hukum

Perempuan

Ragam

Pendidikan

Kesehatan

Teknologi

Kampus

Arsip SM Cetak

 

WACANA

08 April  2008

Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

l Oleh Sutopo Patria Jati

PEMERINTAH  terlihat mulai gerah melihat fenomena ketidakrasionalan biaya tunjangan kesehatan yang sudah bertahun ­tahun terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Praktik pemborosan ini makin mengkhawatirkan, karena secara signifikan mulai menggerogoti kemampuan BUMN sebagai lokomotif pendapatan keuangan negara. 

Mengantisipasi kondisi ini, pemerintah secara khusus mengeluarkan kebijakan baru berupa Surat Edaran Menteri Negara BUMN No: SE­01/MBU/2008 tanggal 15 Januari 2008, dengan salah satu prioritasnya berupa program rasionalisasi tunjangan/fasilitas asuransi kesehatan bagi komisaris/direksi serta karyawan BUMN. 

Bagi masyarakat awam, tentu akan sulit memahami mengapa muncul inefisiensi biaya kesehatan di BUMN. Jangankan masyarakat, bahkan pemerintah pun seperti merasa kecolongan dengan keadaan ini. Meneg BUMN mensinyalir, berdasarkan laporan sebuah BUMN, ternyata biaya kesehatan mencapai Rp 1,2 juta per orang/tahun. 

Apabila diakumulasi dengan jumlah personil seluruh BUMN, sekitar 1.000.000 orang (belum jelas apakah termasuk pensiunan dan keluarganya), dana yang harus dikeluarkan negara bisa mencapai Rp1,2 triliun per tahun. Jika data itu ternyata belum memasukkan para pensiunan dan anggota keluarga yang selama ini juga ikut ditanggung pemerintah, maka total biaya akan berlipat mendekati Rp 5 triliun / tahun. Sebuah pemborosan uang negara yang sungguh luar biasa! 

Sekilas pemerintah akan membuat terobosan awal yang menjanjikan, melalui beberapa klausul. Antarlain semua BUMN diimbau agar minimal melakukan benchmarking dengan produk PT Askes, khususnya Askes Gold untuk level karyawan/pensiun dan Askes Diamond/Platinum bagi komisaris/direksi. 

Di sisi lain, BUMN masih diberi kebebasan untuk merancang pemberian tunjangan kesehatan, baik dikelola secara internal maupun menggunakan jasa asuransi kesehatan eksternal dengan syarat harus mempertimbangkan efisiensi, sustainabilitas dan kemampuan masing ­masing.   

Syarat lain, jika akan dikelola secara internal, total biaya tunjangan kesehatannya tidak boleh melampaui total biaya premi asuransi yang ditawarkan pihak eksternal. Masalahnya, kalau tak hati ­hati, masih banyak celah kemungkinan terjadinya problem inefisiensi dan ketidakadilan yang lebih kompleks. 

Alih ­alih ingin mengurangi biaya kesehatannya, mungkin jumlah biaya premi askes yang kelak jadi beban rutin untuk dibayarkan kepada pihak askes eksternal, nilainya justru lebih besar dibandingkan jumlah total biaya riil yang dikeluarkan saat ini

Ketimpangan

Sebagai ilustrasi sederhana untuk menggambarkan fenomena ketimpangan ini, kita bisa melihat benchmark dari perjanjian kerja sama tahun ini antara PT Askes dan DPR RI, yang memilih produk Askes Platinum (setara level minimal bagi direksi/komisaris BUMN) untuk semua anggota Dewan beserta anggota keluarga sebanyak 2.044 jiwa. Dalam hal ini, kebutuhan total premi setahun mencapai Rp 23,9 miliar (lihat website PT Askes, 28/02/2008). 

Hal ini berarti biaya preminya sekitar Rp 11,6 juta per jiwa/tahun. Jika proyeksi premi yang sama akhirnya dimakmumi begitu aja untuk semua direksi/komisaris BUMN yang diperkirakan komposisinya sekitar 10 persen dari total personel BUMN, maka dana tunjangan kesehatan yang mesti digelontorkan mencapai Rp 1,2   triliun per tahun, hanya untuk para pembesar BUMN. 

Sedangkan untuk premi produk Askes Gold (proyeksi level minimal bagi karyawan dan pensiunan BUMN), jika merujuk yang selama ini ditawarkan PT Askes dengan besaran yang bervariasi antara Rp 100.000  ­ Rp 150.000 per bulan (tergantung kelas perawatan), maka kebutuhan premi sebesar Rp 1,2 juta  ­ Rp 1,8 juta per tahun.   

Dengan proyeksi jumlah karyawan yang mesti ditanggung sekitar 900 ribu orang dan jika premi ini ternyata juga akan ditelan bulat ­bulat oleh BUMN, maka kebutuhan dana tunjangan kesehatan untuk karyawannya bisa mencapai Rp 1, 5 triliun per tahun. 

Dengan demikian jumlah premi tunjangan kesehatan untuk pejabat dan karyawan BUMN diperkirakan akan mengeruk uang negara sekitar Rp 3 triliun per tahun! Jumlah ini mendekati total biaya untuk menutup kebutuhan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi 76,4 juta peserta maskin (masyarakat miskin) tahun 2008, yang alokasinya hanya sebesar Rp 4,6 triliun. 

Tragisnya lagi, jika dibandingkan dengan nasib peserta askes wajib/sosial bagi sekitar 15 juta orang PNS / TNI­Polri beserta keluarga, yaitu dengan premi sekitar 2 persen dari rata­rata gaji pokoknya Rp 1,5 juta per bulan, maka kebutuhan untuk peserta askes wajib/ sosial ini hanya sebesar Rp 450 miliar per tahun. Dengan demikian, biaya premi kesehatan selama satu tahun di BUMN tersebut akan lebih dari cukup untuk menjamin kesehatan semua anggota PNS/TNI ­Polri beserta pensiunan dan keluarganya selama hampir tujuh tahun! Ini jelas merupakan bentuk penistaan yang luar biasa terhadap sesama ”abdi negara”.  

Oleh karena itu, meski semua BUMN tersebut nantinya berhasil menjalankan program rasionalisasi biaya kesehatannya sesuai dengan arahan Meneg BUMN, kita jangan terlalu berharap akan muncul keadilan yang lebih bermartabat bagi sesama warga negara maupun sesama abdi negara lain yang seharusnya dilindungi hak azasinya untuk memeroleh pelayanan kesehatan yang sama, sesuai denganamanat konstitusi kita. (32)

—Sutopo Patria Jati, staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Jateng. 

© 2008 suaramerdeka.com. All rights reserved

Groups

Page 2: Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

 

Berita Aktual SM Cetak Suara Warga Entertainmen Gaya Kejawen Layar Lelaki Sehat Sport Wanita Surat Pembaca

 

Home

Berita Utama

Semarang & Sekitarnya

Lintas Muria

Lintas Pantura

Lintas Solo

Lintas Kedu ­Banyumas

Yogyakarta

Internasional

Ekonomi & Bisnis

Wacana

Olahraga

Hiburan & Seni 

Hukum

Perempuan

Ragam

Pendidikan

Kesehatan

Teknologi

Kampus

Arsip SM Cetak

 

WACANA

08 April  2008

Rasionalitas Tunjangan Kesehatan BUMN

l Oleh Sutopo Patria Jati

PEMERINTAH  terlihat mulai gerah melihat fenomena ketidakrasionalan biaya tunjangan kesehatan yang sudah bertahun ­tahun terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Praktik pemborosan ini makin mengkhawatirkan, karena secara signifikan mulai menggerogoti kemampuan BUMN sebagai lokomotif pendapatan keuangan negara. 

Mengantisipasi kondisi ini, pemerintah secara khusus mengeluarkan kebijakan baru berupa Surat Edaran Menteri Negara BUMN No: SE­01/MBU/2008 tanggal 15 Januari 2008, dengan salah satu prioritasnya berupa program rasionalisasi tunjangan/fasilitas asuransi kesehatan bagi komisaris/direksi serta karyawan BUMN. 

Bagi masyarakat awam, tentu akan sulit memahami mengapa muncul inefisiensi biaya kesehatan di BUMN. Jangankan masyarakat, bahkan pemerintah pun seperti merasa kecolongan dengan keadaan ini. Meneg BUMN mensinyalir, berdasarkan laporan sebuah BUMN, ternyata biaya kesehatan mencapai Rp 1,2 juta per orang/tahun. 

Apabila diakumulasi dengan jumlah personil seluruh BUMN, sekitar 1.000.000 orang (belum jelas apakah termasuk pensiunan dan keluarganya), dana yang harus dikeluarkan negara bisa mencapai Rp1,2 triliun per tahun. Jika data itu ternyata belum memasukkan para pensiunan dan anggota keluarga yang selama ini juga ikut ditanggung pemerintah, maka total biaya akan berlipat mendekati Rp 5 triliun / tahun. Sebuah pemborosan uang negara yang sungguh luar biasa! 

Sekilas pemerintah akan membuat terobosan awal yang menjanjikan, melalui beberapa klausul. Antarlain semua BUMN diimbau agar minimal melakukan benchmarking dengan produk PT Askes, khususnya Askes Gold untuk level karyawan/pensiun dan Askes Diamond/Platinum bagi komisaris/direksi. 

Di sisi lain, BUMN masih diberi kebebasan untuk merancang pemberian tunjangan kesehatan, baik dikelola secara internal maupun menggunakan jasa asuransi kesehatan eksternal dengan syarat harus mempertimbangkan efisiensi, sustainabilitas dan kemampuan masing ­masing.   

Syarat lain, jika akan dikelola secara internal, total biaya tunjangan kesehatannya tidak boleh melampaui total biaya premi asuransi yang ditawarkan pihak eksternal. Masalahnya, kalau tak hati ­hati, masih banyak celah kemungkinan terjadinya problem inefisiensi dan ketidakadilan yang lebih kompleks. 

Alih ­alih ingin mengurangi biaya kesehatannya, mungkin jumlah biaya premi askes yang kelak jadi beban rutin untuk dibayarkan kepada pihak askes eksternal, nilainya justru lebih besar dibandingkan jumlah total biaya riil yang dikeluarkan saat ini

Ketimpangan

Sebagai ilustrasi sederhana untuk menggambarkan fenomena ketimpangan ini, kita bisa melihat benchmark dari perjanjian kerja sama tahun ini antara PT Askes dan DPR RI, yang memilih produk Askes Platinum (setara level minimal bagi direksi/komisaris BUMN) untuk semua anggota Dewan beserta anggota keluarga sebanyak 2.044 jiwa. Dalam hal ini, kebutuhan total premi setahun mencapai Rp 23,9 miliar (lihat website PT Askes, 28/02/2008). 

Hal ini berarti biaya preminya sekitar Rp 11,6 juta per jiwa/tahun. Jika proyeksi premi yang sama akhirnya dimakmumi begitu aja untuk semua direksi/komisaris BUMN yang diperkirakan komposisinya sekitar 10 persen dari total personel BUMN, maka dana tunjangan kesehatan yang mesti digelontorkan mencapai Rp 1,2   triliun per tahun, hanya untuk para pembesar BUMN. 

Sedangkan untuk premi produk Askes Gold (proyeksi level minimal bagi karyawan dan pensiunan BUMN), jika merujuk yang selama ini ditawarkan PT Askes dengan besaran yang bervariasi antara Rp 100.000  ­ Rp 150.000 per bulan (tergantung kelas perawatan), maka kebutuhan premi sebesar Rp 1,2 juta  ­ Rp 1,8 juta per tahun.   

Dengan proyeksi jumlah karyawan yang mesti ditanggung sekitar 900 ribu orang dan jika premi ini ternyata juga akan ditelan bulat ­bulat oleh BUMN, maka kebutuhan dana tunjangan kesehatan untuk karyawannya bisa mencapai Rp 1, 5 triliun per tahun. 

Dengan demikian jumlah premi tunjangan kesehatan untuk pejabat dan karyawan BUMN diperkirakan akan mengeruk uang negara sekitar Rp 3 triliun per tahun! Jumlah ini mendekati total biaya untuk menutup kebutuhan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bagi 76,4 juta peserta maskin (masyarakat miskin) tahun 2008, yang alokasinya hanya sebesar Rp 4,6 triliun. 

Tragisnya lagi, jika dibandingkan dengan nasib peserta askes wajib/sosial bagi sekitar 15 juta orang PNS / TNI­Polri beserta keluarga, yaitu dengan premi sekitar 2 persen dari rata­rata gaji pokoknya Rp 1,5 juta per bulan, maka kebutuhan untuk peserta askes wajib/ sosial ini hanya sebesar Rp 450 miliar per tahun. Dengan demikian, biaya premi kesehatan selama satu tahun di BUMN tersebut akan lebih dari cukup untuk menjamin kesehatan semua anggota PNS/TNI ­Polri beserta pensiunan dan keluarganya selama hampir tujuh tahun! Ini jelas merupakan bentuk penistaan yang luar biasa terhadap sesama ”abdi negara”.  

Oleh karena itu, meski semua BUMN tersebut nantinya berhasil menjalankan program rasionalisasi biaya kesehatannya sesuai dengan arahan Meneg BUMN, kita jangan terlalu berharap akan muncul keadilan yang lebih bermartabat bagi sesama warga negara maupun sesama abdi negara lain yang seharusnya dilindungi hak azasinya untuk memeroleh pelayanan kesehatan yang sama, sesuai denganamanat konstitusi kita. (32)

—Sutopo Patria Jati, staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Jateng. 

© 2008 suaramerdeka.com. All rights reserved

Groups