RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA
-
Upload
ghoez-rider -
Category
Documents
-
view
3.518 -
download
62
Transcript of RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA
RANGKUMANMATERI AGAMA HINDU
KELAS X
OLEH:
Drs. IDA BAGUS PUTU PUTERA
DISUSUN BERDASARKAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMK N 1 GIANYAR
SAMBUTAN KEPALA SMK N 1 GIANYAR
Om Swastyastu
Dengan menghaturkan angayubagia ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, saya Kepala SMK Negeri 1 Gianyar menyambut dengan
baik atas terbitnya “Rangkuman Materi Agama Hindu” untuk kelas X SMK Negeri 1
Gianyar. SMK Negeri 1 Gianyar yang telah dinyatakan mengacu pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai efektif dilaksanakan tahun 2007.
Sebagaimana diketahui KTSP lebih menitikberatkan pada pencapaian tingkat
kompetensi daripada penguasaan materi semata, lebih mengakomodasikan keragaman
kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang ada pada lingkungan sekolah, serta
memberikan kebebasan yang lebih kepada pelaksana untuk mengembangkan dan
melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
Atas terbitnya buku ini, saya sampaikan penghargaan kepada Drs. Ida Bagus
Putu Putera, semoga buku ini dapat mempermudah siswa dan guru agama Hindu dalam
mempelajarinya, memahami, dan mengimplementasikan ajaran Agama Hindu dalam
kehidupan sehari-hari. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
melimpahkan Wara Nugraha-Nya.
Om Santih, Santih, Santih Om
Gianyar, 1 Januari 2010
Kepala Sekolah SMK N 1 Gianyar
GDE SUMARDANA,S.Pd, MM. NIP. 19631231 198711 1 026
ii
KATA PENGANTAR
OM SWASTYASTU
Rasa angayu bagia dan pujastuti kami haturkan kepada Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugrahaNya sehingga kami dapat
menyusun “Rangkuman Materi Agama Hindu” untuk SMK N 1 Gianyar kelas X.
Materi buku ini kami susun berdasarkan standar isi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), sehingga dapat digunakan sebagai pendamping bagi siswa dan guru
dalam kegiatan pembelajaran.
Kami menyadari isi buku ini banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran
yang konstruktif dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pada
edisi berikutnya.
Semoga “Rangkuman Materi Agama Hindu” ini ada manfaatnya dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan Agama Hindu, khususnya di SMK Negeri 1 Gianyar.
Om Santih, Santih, Santih Om
Denpasar, 1 januari 2010
Penyusun
Drs. Ida Bagus Putu Putera, M.SiNIP. 19651231 198606 1 040
iii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I SEJARAH AGAMA HINDU............................................................... 1
1. Zaman Weda......................................................................................... 1
2. Zaman Brahmana.................................................................................. 2
3. Zaman Upanisad................................................................................... 3
BAB II KEPEMIMPINAN............................................................................... 7
a. Tipe Kharismatis................................................................................... 8
b. Tipe Paternalistis.................................................................................. 8
c. Tipe Militeristis.................................................................................... 8
d. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)........................................... 9
e. Tipe Laissez Faire................................................................................. 9
f. Tipe Populistis...................................................................................... 10
g. Tipe Administratif atau Eksekutif........................................................ 10
h. Tipe Demokrasi.................................................................................... 10
BAB III YADNYA (KRAMING SEMBAH).................................................. 14
BAB IV HARI SUCI........................................................................................ 17
BAB V SUSILA............................................................................................... 20
BAB VI TEMPAT SUCI.................................................................................. 24
BAB VII ATMA SRADDHA.......................................................................... 27
iv
BAB I
SEJARAH AGAMA HINDU
Sejarah perkembangan agama Hindu di India dapat kita ketahui dari kitab-
kitab suci Hindu yang terhimpun dalam Weda Sruti, Weda Smrti, Itihasa,
Upanisad, Purana dan yang lainnya. Bangsa dravida sebagai penduduk asli negeri
India dinyatakan telah memiliki perdaban yang bernilai sangat tinggi, hal ini
dibuktikan dengan diketemukannya beberapa peninggalan kuno seperti; area
siwanataraja, meterai berlukiskan burung elang, meterai bergambarkan orang
duduk bersila, bekas rumah pemukiman yang tertata dengan baik, latra, jalan yang
lebar, saluran air yang dalam dan lebar, sandal yang terbuat dari bahan kaca, arca
teracota yang tokoh spiritual, dan yang lainnya.
Hindu adalah nama sebuah agama besar dunia yang memiliki umur sangat
tua. Sebagai agama tertua, agama Hindu juga disebut-sebut menjadi pembuka
sejarah peradaban umat manusia yang ada di muka bumi ini. Agama Hindu pada
mulanya dinyatakan berkembang di lembah sungai Sindhu, India bagian barat
yaitu termasuk daerah Punjab.
Berdasarkan penemuan peninggalan-peninggalan tersebut diatas
membuktikan bahwa perkembangan agama Hindu di India, berlangsung dalam
kurun waktu yang sangat panjang. Hal ini didasari oleh pendapat Govinda Das
Hinduism Madras, bahwa perkembangan agama Hindu di India dibagi menjadi 3
(tiga) zaman. Ketiga pembagian zaman yang dimaksud adalah:
1. Zaman Weda.
2. Zaman Brahmana.
3. Zaman Upanisad.
Ketiga zaman Hindu di India itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai
berikut di bawah ini.
1. Zaman Weda
Zaman Weda di India dinyatakan telah dimulai sejak datangnya bangsa
Arya yang berasal dari laut Kaspia ± 2500 tahun sebelum masehi, dengan
menempati wilayah lembah sungai sindhu, yang juga dikenal dengan Punjab
1
atau daerah lima aliran sungai. Bangsa Arya adalah tergolong ras bangsa Indo
Eropa, yang terkenal sebagai bangsa pengembara cerdas, tangguh dan trampil.
Zaman Weda merupakan zaman penulisan kitab suci yang pertama yaitu
Reg.Veda.
Kehidupan umat beragama Hindu pada masa ini didasarkan atas
ajaran-ajaran yang tercantum pada Weda Samhita, yang lebih banyak
menekankan pada pembacaan perafalan ayat-ayat veda secara oral, yaitu
dengan menyanyikan dan mendengarkan secara berkelompok. Weda adalah
kitab suci dan sumber ajaran agama Hindu. Semua ajaran agama Hindu
bernafaskan dan dijiwai oleh Weda. Oleh karena itu agama Hindu mengakuti
kewenangan Weda. Weda adalah wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, yang diyakini oleh umatnya bersifat anadi-ananta yaitu tidak
berawal dan berakhir serta kapan diturunkan, berlaku sepanjang zaman.
Namun demikian dikalangan para sarjana Hindu dan barat seperti ; Lokamaya
Tilakshastri dan Bal Gangadhar, masing-masing telah berkesepakatan bahwa
Weda sebagai kitab suci Hindu diwahyukan disekitar ± 6000 tahun sebelum
masehi dan ± tahun 4000 sebelum masehi oleh para Maharsi. Ada tujuh
Maharsi sebagai penerirna wahyu Weda, dianataranya ; Grtsamada,
Wiswamitra, Airi, Bharadwaja, Wasistba, Kanwa dan Wamadewa. Disamping
itu ada juga disebutkan Maharsi lainnya seperti Wiyasa, Swayambhu dan yang
lainnya. Pada zaman Wedalah penulisannya dilaksanakan. Adapun disebut-
sebut sebagai penulis Weda antara lain ; Rg. Weda ditulis oleh Maharsi
Pulaha, Sama Weda oleh Maharsi Jaimini, Yajur Weda oleh Maharsi
Waisampayana, dan AtharwaWeda oleh Maharsi Sumantu. Weda sebagai
sumber ajaran agama Hindu terdiri dari kitab-kitab : Sruti, dan Smerti. Kitab-
kitab Sruti manurut sifat dan isinya dibedakan menjadi empat bagian, antara
lain ; Mantra, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.
2. Zaman Brahmana
Zaman Brahrnana ditandai dengan terbitnya kitab-kitab Brahmana
sebagai bagian dari kitab Weda Sruti yang juga disebut karma kanda. Kitab-
kitab Brahmana berisikan doa-doa serta penjelasan upacara korban dan
2
kewajiban-kewajiban keagamaan. Perkembangan agama Hindu pada zaman
Brahmana merupakan zaman peralihan dari zaman Weda Sainhita menuju
zaman Brahmana. Kehidupan keagamaan pada zaman Brahmana terpusatkan
pada keaktifan bathin atau rohani dalam pelaksanaan upacara korban. Dengan
demikian kedudukan kaum Brahmana mendapatkan petlindungan yang
istimewa, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Chandragupta
Maurya (322-298) sebelum masehi di kerajaan Magadha dimana, Brahmana
Canakya atau Kautilya diposisikan sebagai pembantu kerajaan.
Adapun ciri-ciri utama lainnya para Brahmana mendapatkan posisi
yang ideal pada masa itu adalah:
1. Upacara korban atau yajna mendapat porsi yang dominant.
2. Para Brahmana atau Pendeta menjadi golongan yang terhormat dan
berkuasa.
3. Kelompok-kelompok masyarakat pasraman berkembang dengan suburnya.
4. Pemujaan dewa-dewa menjadi berkembang fungsinya.
5. Terbitnya berbagai kitab-kitab sutra.
Sedangkan kehidupan masyarakat dikelompokan menjadi 4 (empat)
asrama sesuai dengan warna dan dharmanya masing-masing, antara lain:
1. Brahmacari asrama atau masa belajar.
2. Grhastha asrama atau masa berumah tangga.
3. Wanaprastha asraina atau masa bertapa.
4. Sanyasin, yaitu masa pengabdian hidup secara penuh demi kepentingan
dharma tanpa mengenal kembali kekampung halamannya.
3. Zaman Upanisad
Berakhirnya zaman Brahmana dilanjutkan dengan zaman Upanisad.
Kehidup-an beragama pada zaman ini bersumber pada ajaran-ajaran kitab
Upanisad yang tergolong kitab-kitab Weda sruti yang dijelaskan secara
filosofis. Pada zaman ini pula konsepsi akan keyakinan terhadap Pancasradha
dijadikan titik tolak dan penentu dalam penerapan ajaran agama oleh para arif-
bijaksana dan para Maharsi. Disamping itu konsepsi tujuan hidup dan tujuan
3
agama (Catur Purusartha dan Moksartham jagadhita ya caiti dharma)
diformulasikan menjadi lebih jelas lagi.
Kata Upanisad berarti duduk dekat dengan guru untuk menerima
wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia. Ajaran upanisad hanya
diberikan oleh para gurunya kepada murid-murid yang setia dan patuh
bertempat di tengah hutan dengan jumlah yang terbatas dan sistem pasraman.
Ajaran upanisad disebut pula dengan nama rahasiopadesa atau aranyaka yang
artinya ajaran rahasia yang ditulis di tengah hutan. Adapun isi pokok ajaran
upanisad itu adalah berhubungan dengan pembahasan tentang hakekat
Pancasradha tattwa. Disebut-sebut sampai saat ini banyak jumlah kitab-kitab
upanisad itu ada 108 buah kitab.
Dengan sistem pengajaran pasraman itu akhimya timbulah berbagai
aliran filsafat keagamaan yang masing-masing menunjukkan untuk
menemukan kebahagiaan (moksa) dengan caranya sendiri-sendiri. Adapun
jumlah aliran filsafat yang ada pada saat itu sebanyak 9 (sembilan) jenis yang
disebut juga dengan nama Nawa Darsana, antara lain;•
1. Kelompok Astika (Sad Darsana), terdiri dan:
a. Nyaya c. Mimamsa e. Yoga
b. Waesisika d. Samkhya f. Wedanta
2. Kelompok Nastika (Tri Darsana), terdiri dari:
a. Budha
b. Carwaka
c. Jaina.
Demikianlah perkembangan agama Hindu di India dan berkembang ke
Negara-negara lain di seluruh dunia seperti:
Mesir (Afrika)
Sebuah prasasti dalam bentuk incripsi yang berhasil digali di Mesir
berangka tahuh 1280 S.M. Isinya memuat tentang perjanjian antara raja
Ramases II dengan bangsa Hittite. Dalam perjanjian yang dilaksanakan oleh
Raja Ramases II dengan bangsa Hittite tersebut, Maitravaruna sebagai dewa
kembar dalam Weda telah dinyatakan sebagai saksi. Maitravaruna adalah
sebutan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep ke Tuhanan agama Hindu.
4
Raja-raja Mesir dijaman purbakala mempergunakan nama-nama seperti;
Ramesee I, Rameses II, Rameses III dan seterusanya. Tentang kata Rameses,
mengingatkan kita kepada Rama yang terdapat dalam kitab Ramayana.
Mexico
Mexico terbilang negeri yang sangat jauh dari India. Masyarakat
negeni ini dikatakan telah terbiasa merayakan sebuah hari raya pesta-ria yang
disebut dengan hari Rama-Sita. Waktu hari pesta-ria ini memiliki hubungan
erat dengan waktu hari suci Dussara atau Navaratri dalam agama Hindu
“India”. Penduduk jaman purbakala yang ada di daerah-daerah “Mexico”
adalah orang-orang Astika yaitu orang-orang yang percaya degan keberadaan
Weda-Weda. Festipal Rama-Sita yang dirayakan oleh masyarakat Mexico
dapat disamakan dengan perayaan hari Dussara atau Navaratri. Penemuan
patung Ganesa kita hubungkan dengan area Ganéesa sebagai putra Dewa Siwa
dalam mithelogi Hindu. Masyarakat Astika adalah suku bangsa Aztec itu
sendiri yang kebanyakan diantara mereka memiliki kepercayaan memuja
Dewa Siwa.
Kota Kalifornia
Kalifomia adalah sebuah Kota yang terdapat di Amerika. Nama Kota
ini diperkirakan memiliki hubungan dengan kata Kapila Aranya Di Kota
Kalifornia terdapat Cagar Alam Taman Gunung Abu “Ash Mountain Park”
dan sebuah Pulau Kuda “Horse Island” di Alaska - Amerika Utara.
Kita mengenal kisah dalam kitab Purana tentang keberadaan Raja
Sagara dan enam puluh ribu (60.000) putra-putranya yang dibakar abis hingga
menjadi abu oleh Maharsi Kapila. Raja Sagara memerintahkan kepada putra-
putranya untuk menggali bumi menuju ke Patala-loka dalam rangka kepergian
mereka mencari kuda untuk persembahan. Oleh putra-putra Raja Sagara, kuda
yang dicari itu diketemukan di lokasi Maharsi Kapila mengadakan tapabrata.
Oleh karena kedatangan mereka “putra raja sagara” mengganggu proses
tapabrata beliau, akhimya Maharsi Kapila memandang putra-putra raja itu
dengan pandangan amarah sampai mereka musnah menjadi abu.
Kata Patala-loka memiliki arti negeri dibalik India, yaitu benua
Amerika. Kata Kalifornia memiliki kedekatan dengan kata Kapila Aranya.
5
Kondisi ini memungkinkan sekali karena secara nyata dapat kita ketahui
bahwa di Amerika terdapat cagar alam Taman Gunung Abu yang
kemungkinan sekali berasal dan abunya putra-putra raja Sagara yang
berjumlah enampuluh ribu dan nama pulau kuda yang diambil dari nama kuda
persembahan raja sagara.
Australia
Penduduk negeri Kangguru ini memiliki jenis tarian tradisional yang
disebut dengan “Siwa Dance” atau “Tan Siwa”. Siwa Dance adalah semacam
tarian yang umum berlaku diantara penduduk asli Australia.
Indonesia
Dari India pengaruh agama Hindu menyebar ke seluruh dunia, dan
akhimya sampailah di Indonesia.
Bersamaan dengan berkembangnya pengaruhb Hindu keseluruh dunia
termasuk Indonesia, maka terjadilah akulturasi antara kebudayaan asli
Indonesia dengan kebudayaan India yang dijiwai oleh agama Hindu. Pengaruh
agama Hindu dapat diterima oleh bangsa Indonesia dengan damai “santhi”.
Dengan demikian perkembangan agama Hindu di Indonesia menjadi sangat
subur dan berpariasi, sebagaimana bukti-bukti yang ada dan kita ketahui,
seperti Kerajaan. Kutai, kerajaan Tarumanegara, kerajaan Kaling, kerajaan
Majapahit yang merupakan jaman keemasan Agama Hindu di Indonesia.
6
BAB II
KEPEMIMPINAN
Pemimpin dan kepemimpinan ibarat mata uang. Dapat berfungsi bila
kedua sisinya untuh dan saling mengisi. Bila salah satu tidak ada maka tidak dapat
berfungsi sebagaimana yang kita harapkan. Untuk dapat dan bisa menjadi seorang
pemimpin tidaklah mudah, semuanya itu memerlukan perjuangan, pengorbanan,
pembelajaran tentang hal-hal yang berbubungan dengan pemimpin dan
kepemimpinannya itu.
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas/tindakan untuk
mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai
tujuan. Seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dinyatakan berfungsi untuk
menggiatkan atau menggerakkan bawahannya. Fungsi menggerakkan adalah
fungsi pembimbingan dan pemberian pemimpin serta menggerakkan orang-orang
atau kelompok orang-orang itu agar suka dan mau bekerja. Dalam hal ini fungsi
pimpinan adalah sangat penting. Karena biar bagaimanapun juga rapmya
perencanaan yang dilakukan oleh pemimpin serta tertibnya pengorganisasian
ataupun tepatnya penempatan orang, ini belum menjamin dapat bergeraknya
organisasi kearah sasaran atau tujuan.
Menggerakkan orang mengandung arti untuk menjadikan para bawahan
sadar dengan tugas yang diembannya tanpa menunggu perintah atasannya, ini
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Untuk itu seorang pemimpin perlu
memiliki kecakapan, ketekunan, keuletan, pengalaman serta kesabaran. Dan untuk
itu masing-masing pimpinan perlu mengetahui watak bawahannya.
Misalnya orang yang berwatak halus, semestinya juga diperintah secara
halus. Karena bila diperlakukan secara kasar atau keras mungkin sekali bisa
membuat yang bersangkutan menjadi kecewa, tidak bergairah, tidak bersemangat
dan tidak tertutup kemungkinan menjadi putus asa. Demikian pula sebaliknya
kalau bawahannya berwatak kasar atau keras, bila disuruh secara halus mungkin
rnenganggap atasannya lemah. Untuk mengetahui watak seseorang secara pasti
memang sulit, tetapi dalam situasi seperti ini dapat dibantu dengan mengenali
tipe-tipe seseorang yang dipimpin maupun yang memimpin.
7
Ada beberapa tipe-tipe kepemimpinan, antara lain:
a. Tipe Kharismatis
Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal
yang bisa dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar
sebab-sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma begitu besar. Dia
dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-
kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin
itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar.
b. Tipe Paternalistis
Tipe Patemalistis adalah tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan
sifat-sifat antara lain sebagai berikut:
a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,
atau anak sendiri yang perlu dikembangikan.
b. Dia bersikap terlalu melindungi (Overly protective).
c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan sendiri.
d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada
bawahannya untuk berinisiatif.
e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pemah memberikan
kesempatan pada pengikut atau bawahnnya untuk mengembangkan
imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
f. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
c. Tipe Militeristis
Tipe ini sifatnya seperti kemiliter-militeran. Namun hanya gaya
luarnya saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama,
tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami,
8
bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan
kepemimpinan organisasi militer (seorang tokoh militer).
Adapun sifat-sifat pemimpin militeritis adalah:
a. Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap
bawahannya, keras sangat otoriter, kaku dan sering-kali kurang bijaksana.
b. Menghendaki keputusan mutlak dari bawahan.
c. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda
kebesaran yang berlebih-lebihan.
d. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin
kader/mayat).
e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritik-kritik dari bawahannya.
f. Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
d. Tipe Otokratis (Outhorltative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan
sebagai pemain tunggal pada a oneman show. Dia berambisi sekali untuk
merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi
dengan bawahannya. Anak buahnya tidak pernah diberi infonnasi secara
mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua
pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan
pribadi penimpin sendiri.
e Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan Laissez Faire ini, seorang pemimpin praktis
tidak memimpin; dia membiarkan kelompokknya dan setiap orang berbuat
semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpi simbul, dan biasanya tidak
memiliki ketrampilan tekhnis. Sebab duduknya sebagai Direktur atau
pemimpin, Ketua Dewan, Komandan, Kepala, biasanya diperolehnya melalui
penyogokkan, suapan atau berkat sistem nepotisme.
9
f. Tipe Populistis
Prof. Peter Worsley dalam bukunya : The Third World, mendifinisikan
kepemimpinan Populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan
solidaritas rakyat-misalnya IR. Soekarno dengan ideologi Marhaenismenya
yang menekankann masalah kesatuan nasional, nasionalisme dan sikap yang
berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan-pengisapan serta
penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing (luar negeri).
Pemimpin dan kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada
nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan
kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan
jenis ini mengutamakan penghidupan (kembali) Nasionalisme. Dan oleh Prof.
S.N. Eisenstadt, populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional.
g. Tipe Administratif atau Eksekutf
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administratif secara efektif. Sedang para
pemimpinnya terdiri dan teknorat dan administratur-administratur yang
mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan
demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk
memerintah, yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya dan
usaha pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini
diharapkan adanya perkembangan tekhnis yaitu teknologi, industri,
manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat.
h. Tipe Demokrasi
Tipe kepemimpinan demokratis pada umumnya berorientasi pada
manusia, dan memberikan bimbingan yang efesien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada
rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
Kekuatan kepemimpinan demokrasi ini bukan terletak pada “person atau
individu pemimpin”, tetapi kekuatannya justru terletak pada partisipasi aktif
dari setiap warga/kelompok.
10
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau
mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengikuti keahlian
para spesialis dengan bidang masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas
setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepe-
mimpinan demokrasi juga sering disebut sebagai kepemimpinan group
developer.
Pemimpin yang ideal dan yang diharapkan oleh orang-orang yang
dipimpinnya adalah pemimpin yang mau dan mampu lebih mendahulukan
tugas (kewajiban) dari pada mempergunakan wewenangnya. Hal ini
mengingatkan kita dalam hidup dan kehidupan ini, lebih mengutamakan tugas
dan kewajiban dan pada hak dan wewenang. Kewajiban dan hak serta tugas
dan wewenang adalah dua hal yang sangat sulit dipisahkan, karena tidak ada
tugas yang dapat dilaksanakan oleh seseorang tanpa ada wewenangnya, dan
sebaliknya tidak ada hak yang dapat ‘diperoleh oleh seseorang tanpa
melaksanakan tugas atau kewajibannya terlebih dahulu.
Kitab Tata Nagara Majapahit, karya Prof.M.Yamin dalam parwa III,
rnenyebutkan ada “empat sifat utama” yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin (swamin, raja). Keempat sifat utama itu disebut dengan istilah
“Catur Kotamaning Nrpati” yang terdiri dari:
a. Jnana wisesa sudha : artinya seorang pemimpin atau swamin hendaknya
memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Maksudnya adalah seorang
pemimpin harus mengerti dan mengahayati ajaran-ajaran agama.
b. Kaprahitaning praja : yaitu seorang pemimpin harus mampu menunjukkan
belas kasihan kepada masyarakat. Maksudnya adalah seorang pemimpin
harus dengan betul-betul menolong masyarakat yang menderita dengan
perbuatan nyata, baik yang bersifat jasmaniah (material) maupun yang
bersifat moral (rohaniah) yang ideal.
c. Kawiryan : artinya seorang pemimpin harus berwatak pemberani atau
pantang menyerah. Maksudnya adalah untuk menegakkan pengetahuan
yang suci dan menolong rakyat yang menderita harus dilaksanakan dengan
penuh keberanian, karena melaksanakan pengetahuan yang suci dan
11
membela masyarakat yang menderita akan penuh dengan tantangan dan
resiko.
d. Wibawa : artinya seorang pemimpin atau swamin harus berwibawa
terhadap bawahannya dan masyarakatnya. Seoranmg pemimpin akan
berwibawa apabila melaksanakan pengetahuan suci dan membela
kepentingan masyarakat yang menderita dan memiliki keberanian.
Lontar. Raja Pati Gundala ada menyebutkan bahwa seorang pemimpin
atau swamin harus memiliki 3 (tiga) upaya untuk menghubungkan dirinya
dengan masyarakat yang dipimpinnya, yang disebut dengan istilah “Tri Upaya
Sandhi”, yang terdiri dari:
a. Rupa: artinya seorang pernimpin atau swamin harus mengamat-amati
wajah dari pada masyarakatnya, karena roman muka dan masyarakatnya
dapat memberikan gambaran tentang keadaan bathin yang sesungguhnya
dan masyarakatnya. Wajah yang akan menggambarkan apakah rakyatnya
itu sedang dalam keadaan kesusahan.
b. Wangsa: artinya suku (bangsa). Seorang pemimpin harus mengetahui
susunan masyarakatnya (stratifikasi sosial) yang dipinpinnya. Dengan
pengetahuan tersebut seorang pemimpin akan dapat menentukan sistem
pendekatan atau motivasi yang harus dilakukan untuk masyarakat tersebut.
c. Guna: artinya seorang pemimpin atau swamin harus mengtahui tingkat
pengertian dan pengetahuan, dan ketrampilan (akal) yang dimiliki oleh
masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam kitab Ramayana, Sri Rama mengajarkan kepada Gunawan
Wibhisanna tentang kepemimpinan yang disebut dengan nama “Asta Brata”.
Gunawan Wibhisana adalah pemimpin yang disiapkan untuk memimpin
negara atau kerajaan Alengka Pura. Asta brata adalah delapan landasan
mental/moral bagi seorang pemimpin. Ajaran ini juga termuat dalam kitab
hukum Hindu yang disebut “Manawa Dharmasastra”.
Untuk dapat menjadi seorang pemimpin yang sukses dan berhasil
mewujudkan tujuan kepemimpinan, maka ia hendaknya dengan sngguh-
ungguh mamahami, mengerti, menyikapi, dan melaksanakan dasar-dasar
12
kewajiban, tanggung-jawab, serta kewenangan yang bijak sebagai pemimpin.
Demikianlah semuanya itu telah diajarkan melalui sastra-sastra agama Hindu.
Pemimpin yang seperti tersebut di ataslah yang patut diteladani dalam
pengabdian hidup ini. Dengan demikian masyarakat yang dipimpin dan para
pemimpin dapat bekerjasama dengan utuh dalam membangun bangsa dan
Negara ini.
13
BAB III
YADNYA (KRAMANING SEMBAH)
Setiap hari umat Hindu wajib melaksanakan persembahyangan. Dalam
kurun waktu satu hari umat kita diwajibkan melaksanakan persembahyangan tiga
kali. Apakah sembahyang itu? Kata sembahyang berasal dari kata sembah berarti
memuja atau menghormat. Hyang adalah Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang
Widhi Wasa. Sembahyang adalah memuja/menghormat kepada Sang Hyang
Widhi Wasa untuk memohon keselamatan dan ketenangan bathin. Badan kita ini
perlu selamat dan rohani kita perlu ketenangan. Dengan demikian pengabdian
hidup ini akan terarah dan terpusat. Sembahyang bagi kita adalah merupakan
salah satu unsur dari pada yajna. Dengan yajna semua ini ada dan dengan yajna
pula kita mengabdikan hidup ini. Siapapun orangnya suka beryajna hidupnya akan
selalu tenang dan damai, karena dalam praktiknya kita dididik untuk
menumbuhkan keiohklasan hidup. Beryajna bagi umat Hindu adalah merupakan
salah satu kewajiban hidup dalam kehiduan ini. Kata yajna berasal dari bahasa
sankerta dan akar kata “Yaj” yang berarti memuja, ‘korban suci, persembahan,
dan menjadikan suci. Beryajna dapat berarti: melakukan pemujaan, mengaturkan
persembahan, melakukan korban suci, dan melakukan perbuatan untuk menjadi
suci. Sekecil apapun bentuk-bentuk yajna yang dipersembahkan oleh umat,
belumlah dipandang lengkap apabila tanpa dilkuti dengan upacara
persembahyangan. Dengan sembahyang umat dapat merasakan getaran yang
dipujanya. Semakin khusuk umat bersembahyang, maka akan semakin hebat
getaran yang dipujanya dapat dirasakan.
Kata sembahyang dinyatakan berasal dari bahasa Jawa Kuna, dan kata
“Sembah” dan “Hyang”. Kata “sembah” berarti menghormat, takluk, menghamba,
dan permohonan. Dan kata “Hyang” berarti dewa, dewi, terhormat dan suci.
Sembahyang dapat diartikan meng-hormat atau takluk kehadapan para dewa-dewi
sebagai manifestasi Tuhan Hyang Maha Esa guna memohon kesucian lahir dan
bathin. Pada saat sembahyang, umat biasanya mempergunakan sarana tertentu
baik yang bersifat niskala (tidak nampak) maupun sekala (nyata); diantaranya:
pikiran, bunga, dan yang lainnya.
14
Sembahyang yang dilakukan oleh umat Hindu sesungguhnya sangat
bermanfaat, diantaranya adalah dapat meningkatkan kesucian hati dan pikiran,
menumbuhkan keihklasan, rasa aman, ketenangan jiwa, cinta kasih, mengatasi
perbudakan material, melestarikan alam semesta, memelihara kesehatan jasmani,
dan yang lain-nya. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dalam bersembahyang
itu diperlukan sarana untuk itu. Sarana yang dipergunakan itupun mengandung
penuh makna, seperti halnya: bunga Bunga sebagai persembahan mengandung
makna kesucian, cinta kasih dan yang lainnya.
Pada saat umat Hindu melakukan persembahyangan selain
mempersembahkan sesaji/banten juga dilantumkan berbagai macam mantra atau
doa. Pelantunan mantra/doa yang baik dan benar dapat menambahkan hening dan
khusuknya hati umat pada saat bersembahyang. Diantaranya mantra-mantra
tersebut adalah “Om prasadha stithi sarira suci nirmala ya namah swaha”. Mantra
ini biasanya dilantumkan saat umat menyatakan pribadinya telah duduk dengan
sempurna kehadapan-Nya. Banyak jenis mantra lagi yang patut disampaikan oleh
umat tatkala bersembahyang. Bait-bait mantra itu sedapat mungkin mesti
dilafalkan oleh umat pada saat bersembahyang. Adapun langkah-langkah
persiapan dalam rangka sembahyang perlu diketahui antara lain:
1. Asuci laksana yaitu membersihkan badan, pakaian, dan yang lainnya.
2. Mempersiapkan sarana ; bunga, kwangen, air dan dupa.
3. Menentukan tempat duduk sesuai kenyamanan masing-masing.
4. Menentukan sikap sembahyang, sesuai situasi dan kondisi (silasana atau
bajrasana).
5. Dilanjukan dengan : pranayama, setelah itu melaksanakan Puja Trisandya.
Setelah Puja Tri Sandya dilanjutkan dengan mengadakan Panca Sembah,
yang urutan-urutannya sebagai berikut:
a. Sembah Puyung, ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Sang Hyang
Siwaraditya. Dengan mantram sebagai berikut ; “Om atma tattwatma suddha
main sewaha.
b. Menyembah Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Hyang Aditya.
Dengan mantram “Om adityasya paramjyoti, rakta teja namo stute, sweta
pankaja madhyastha, bhaskara ya namo state.
15
c. Memuja Ista Dewa, dalam prabhawanya sebagai Siwa, dengan mantra “Om
nama dewa adhisthanaya sarwa wyapi wai siwaya, padmasana eka
prathisthaya, ardhanareswarya namo namah.
d. Menyembah Tuhan sebagai pemberi anugrah, dengan mantra “Om anugraha
manohara, dewa dattanugrahaka, arcanam sarwa pujanam namah sarwa
nugrahaka.
e. Sembah puyung, dengan mantra “Om dewa suksma parsma acintya ya nama
swaha.
f. Mohon Tirtha.
g. Mohon Bija.
Demikianlah yang mesti dilakukan oleh umat Hindu untuk dapat
menikmati keheningan pikiran dan ketenangan hatinya. Dalam pikiran yang
hening dan hati yang tenang maka akan tumbuh inspirasi hidup untuk
mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan dalam kehidupan ini.
16
BAB IV
HARI SUCI
Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari-hari besar
keagamaan. Demikian pula dalam agama Hindu banyak sekali memiliki hari-hari
suci keagamaan seperti hari raya Nyepi, Galungan, Kuningan, Saraswati,
Siwaratri dan yang lainnya.
Hari-hari suci bagi umat Hindu merupakan hari yang sangat baik untuk
melakukan pemujaan kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) beserta
segala manifestasi-Nya. .Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari -
hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.
Untuk menentukan hari-hari suci didasarkan atas perhitungan wewanan,
pawukon, tanggal panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan di dalam Wariga
yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning (baik-buruknya) hari atau dewasa.
Hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat disebut hari raya atau
rerahinan gumi (jagat). Sedangkan hari suci yang dirayakan oleh kelompok
kelompok tertentu disebut dengan nama odalan atau piodalan. Hari suci adalah
hari yang dianggap istimewa dan disucikan oleh umat Hindu. Pada hari suci itu
biasanya ada suatu kejadian istimewa yang bermanfaat akan keselamatan dan
kerayuan pribadi atau kelompoknya. Dengan demikian umat Hindu bersangkutan
merasa berkewajiban melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa beserta manifestasinya atau prabhawa-Nya. Disamping itu bagi umat Hindu
hari-hari suci tersebut dipandang sebagai hari yang baik untuk melaksanakan
yajna.
Berbagai macam proses, pninsip dan ketentuan yang melatar-bekangi
perhitungan dan pelaksanaan atau perayaan hari-hari suci agama Hindu itu.
Adapun dasar pethitungan yang dimaksucld seperti;
1. Sistem perhitungan wara, yaitu perhitungan yang didasarkan atas adanya
wewaran, misalnya perpaduan antara Tri wara dengan Panca wara dan Sapta
wara.
2. Sistem perhitungan wuku, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas
pawukon, yakni dari wuku sinta sampai dengan watugunung.
17
3. Sistem pranatamasa, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas sasih.
4. Sistem tithi, yaitu perhitungan hari suci yang dihubungkan dengan peredaran
bulan, seperti purnama dan tilem.
5. Sistem naksatra, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan
musim atau yang bersifat musiman.
6. Sistem yoga, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan letak-
letak tata surya atau planet-planet angkasa, mengingat keberadaan planet-
planet tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan terutama
manusia.
7. Sistem karana, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan
pertemuan antara bulan dengan matahari.
Demikian dasar perhitungan pelaksanaan hari suci agama Hindu yang di-
rayakan setiap 15 hari, 30 hari, 35 hari, 210 hari dan 360 hari sekali. Perayaan
hari-hari suci yang dimaksud sudah tentu memiliki tujuan yang ingin diwujudkan
yakni “keselamatan/kerahayuan” bhuwana alit dan bhuwana agung sebagaimana
mana tersuratkan dalam kitab suci Weda yakni terwujudnya moksartham jagadhita
ya ca iti dharma.
Perhitungan baik buruknya hari ada didasarkan atas pananggal dan panglong:
1. Tangal atau pananggal disebut juga Sukia Paksa yang beranti bulan terang
(setelah bulan mati) yaitu hari-hari setelah tilem; seperti hari pertama setelah
tilem disebut tanggal apisan (tanggal: 1), hari kedua tanggal pindo (tanggal: 2)
dan seterusnya sampai tanggal: 14 yang disebut purwani, dan tanggal :15
disebut purnama.
2. Panglong disebut juga Kresna Paksa yang berarti bulan gelap (waktu bulan
gelap) yaitu hari-hari setelah purnama; seperti hari pertama setelah purnama
disebut panglong apisan (pang;1) , han kedua disebut pang:2, dan seterusnya
sampai panglong 14 yang disebut juga purwani, dan pang. 15 disebut tilem
Tanggal atau pananggal dan panglong itu mempunyai perhitungan baik
dan buruk hari (ala-ayu), disamping itu ada pula perhitungan sedang (tidak baik.
dan tidak buruk atau madia).
18
Demikian pula apabila pananggal panglong itu bertemu dengan sapta
wara, panca wara, sasih, dan yang lainnya, maka akan muncul padewasan baik
dan buruk (ala-ayu).
19
BAB V
SUSILA
Inti ajaran agama Hindu terdiri dari tiga bagian yang disebut Tri Kerangka
agama Hindu. Tri Kerangka agama Hindu tersebut terdiri dari tattwa (filsafat),
susila (etika), dan upacara (ritual). Ketiga aspek ini merupakan satu jalinan yang
sangat erat hubungannya, dan satu dengan yang lain saling isi-mengisi. Jika
diibaratkan seperti sebutir telur, upacara adalah kulit telor, susila adalah putih
telur, dan tattwa adalah kuning telur. Bila salah satu bagian ini tidak ada atau
rusak maka telur tersebut akan rusak. Pada bab ini akan dibahas bagian kedua dari
Tri Kerangka agama Hindu tersebut yaitu Susila/Etika.
Kata susila berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata “Su”
artinya baik, dan “Sila” artinya tingkah laku. Jadi susila adalah tingkah laku yang
baik. Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila dalam
kalimat: “Sila ngaranya angraksa acara rahayu”. Kata susila mengandung
pengertian prbuatan baik atau tingkah laku yang baik. Manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, selalu ketergantungan satu dengan
yang lainnya. Dalam hidup bersama ini diperlukan adanya suatu peraturan-
peraturan untuk mengatur kebidupan ini. Peraturan atau pedoman dalam
bertingkah laku yang baik disebut tata susila.
Maka dari itu timbul suatu ajaran yang disebut Tat Twam Asi. Tat Twam
Asi berarti itu adalah engkau (Tuan), semua makhluk itu adalah Engkau,
Engakaulah awal mula roh (Jiwatman) dan Sat (prakerti) semua makhluk. :Hamba
ini adalah makhluk yang berasal dariMu, oleh karena itu Jiwatmanku dan
prakertiku tunggal dengan Jiwatman dan prakerti semua makhluk. Oleh karena itu
aku adalah Engkau, aku adalah Brahman “Aham Brahma Asmi”. Demikianlah
tercantum di dalam kitab Brhadaranyaka Upanisad. Ajaran susila ini hendaknya
diusahakan oleh setiap manusia. Jadi prinsip dasar dan susila Hindu adalah adanya
satu Atman yang meresapi segalanya. Ia merupakan roh terdalam dari semua
makhluk, yang merupakan kesadaran murni. Bila kamu merugikan tetanggamu
sebenamya kamu merugikan dirimu sendiri. Bila kamu merugikan makhluk hidup
lainnya, sebenarnya kamu merugikan dirimu sendiri, karena segenap alam tiada
20
lain adalah dirimu sendiri. Inilah ajaran susila Hindu yang merupakan dasar
kebenaran methapisik yang mendasari segala kode etik Hindu. Atman atau sang
diri adalah satu. Satu kehidupan bergetar dalam semua makhluk. Di antara
makhluk hidup, manusia merupakan makhluk paling istimewa, makhluk yang
paling sempurna karena memiliki tri pemana (bayu, sabda, idep). Dengan idep
manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mampu
melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik.
Ajaran susila hendaknya diterapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini,
karena dunia inilah tempat kita berkarma. Pembenahan diri sendiri merupakan
prioritas yang utama, di samping pembenahan diri dalam hubungan dengan orang
lain. Kelahiran kita merupakan tangga untuk naik ke sorga. Oleh karena itu,
kesempatan ini kita abdikan untuk meningkatkan diri dalam kebajikan agar tidak
jatuh ke neraka. Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu
meningkatkan sifat-sifat baik dan mulia yang ada pada dirinya. Pada dasarnya
dalam diri manusia ada dua kecendrungan, yaitu kecendrungan berbuat baik dan
kecendrungan berbuat buruk. Sri Kresna di dalam kitab Bhagawadgita membagi
kecendrungan budhi manusia menjadi dua bagian, yaitu:
1. Daiwi Sampad, yaitu sifat-sifat kedewaan.
2. Asun Sampad, yaitu sifat-sifat keraksasaan.
Manusia di dalam bertingkah laku sangat dipengaruhi oleh tiga sifat yang
disebut Triguna, yang terdiri dari:
a. Satwam/satwa adalah sifat tenang.
b. Rajas/rajah adalah sifat dinamis.
c. Tamas/tamah adalah sifat lamban.
Dengan demikian secara umum dikatakan bahwa Tn guna adalah V tiga
macam sifat manusia yang mempengaruhi kehidupan manusia. Tri guna ini
terdapat pada setiap orang hanya saja ukurannya berbeda-beda. Tri guna ini
merupakan tiga macam elemen atau nilai-nilai yang ada hubungannya dengan
karakter dari makhluk hidup khususnya manusia. Perbedaan ukuran masing-
masing Tri guna dalam diri seseorang menyebabkan pembawaan dari manusia
yang satu berbeda dengan yang lainnya.
21
Apabila kekuatan sattwam mengungguli rajah dan tamah, maka Atma
mencapai moksa/kelepasan. Bila sattwam dan rajah sama kuatnya, maka Atma
mencapai sorga. Jika kekuatan sattwam, rajah, dan tamah. berimbang, maka
menjelmalah Atma sebagai manusia. Jika sifat rajah yang lebih unggul dari
sattwam dan tamah, menyebabkan Atma jatuh ke alam neraka. Apabila sifat
tamah yang lebih unggul dari sattwam dan rajah, maka Atma menjelma menjadi
binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Dasa mala tergolong kedalam kelompok asubha karma, di samping tri
mala, sad ripu, sad atatayi, dan sapta timira. Dasa mala merupakan sumber dari
kedursilaan, yaitu bentuk perbuatan yang bertentangan dengan susila, yang
cendrung kepada kejahatan. Semua perbuatan yang bertentangan dengan susila
hendaknya kita hindari dalam hidup ini agar terhindar dari penderitaan.
Ada sepuluh macam sifat yang tidak baik atau kotor yang disebut dasa
mala. Adapun pembagian dari dasa mala tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tandri artinya orang yang malas, suka makan dan tidur saja, tidak tulus,
hanya ingin melakukan kejahatan.
2. Kleda axtinya berputus asa, suka menunda dan tidak mau memahami
maksud orang lain. Sikap putus asa, suka menunda-nunda suatu pekerjaan
adalah merupakan sikap yang didominasi oleh sifat-sifat tamas.
3. Leja artinya berpikiran gelap, bernafsu besar dan gembira melakukan
kejahatan. Pikiran paling menentukan kualitas prilaku manusia dalam
kehidupan di dunia ini. Pikiranlah yang mengatur gerak sepuluh indria
sehingga disebut Raja Indria. Kalau Raja Indria tidak baik maka indria yang
lain pun menjadi tidak baik pula.
4. Kutila artinya menyakiti orang lain, pemabuk, dan penipu. Menyakiti dan
membunuh makhluk lain, lebih-lebih manusia merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan ajaran agama. Kutil juga berarti pemabuk. Orang yang
suka mabuk maka pikirannya akan menjadi gelap. Pikiran yang gelap akan
membuat orang tersebut melakukan hal-hal yang bersifat negatif termasuk
menyakiti orang lain, menipu dan sebaginya. Di dalam pergaulan ia akan
terlihat kasar dalam berkata atau pun bertindak, suka menyakiti orang lain.
22
5. Kuhaka artinya pemarah, suka mencari-cari kesalahan orang lain, berkata
sembarangan, dan keras kepala. Bila kita emosi atau marah, kita
mengeluarkan cairan adrenalin dalam darah kita. Ini memiliki pengaruh
penurunan kekebalan pada badan kita sehingga kita akan menjadi sakit.
Sebaliknya bila kita dipenuhi dengan kasih sayang dan kedamaian dalam
pikiran, maka kita akan mengeluarkan cairan endorfin yang dapat
menambah sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah penyakit.
6. Metraya adalah suka berkata menyakiti hati, sombong, irihati dan suka
menggoda istri orang lain.
7. Megata artinya berbuat jahat, berkata manis tetapi pamrih. Lain dimulut lain
dihati, berkata manis karena ada udang dibalik batu, adalah perbuatan yang
sering dilakukan oleh orang yang terlalu pamrih.
8. Ragastri artinya bernafsu dan suka memperkosa. Ragastri merupakan sifat-
sifat yang bertentangan dengan ajaran agama. Sifat-ifat seperti itu sifat-sifat
asuri sampat/sifat-sifat keraksasaan. Memperkosa kehormatan orang lain
adalah perbuatan terkutuk dan hina.
9. Bhaksa Bhuana artinya suka menyakiti orang lain, penipu, dan hidup
berpoya-poya. Berpoya-poya bararti mempergunakan harta melebihi batas
normal. Hal ini tidak baik dan melanggar dharma, yang dapat berakibat tidak
baik pula. Sering kita lihat di masyarakat, bahwa kekayaan yang berlimpah
jika penggunaannya tidak didasari oleh dharma pada akhimya justru
menyebabkan orang akan masuk neraka, seperti mabuk, mencari wanita
penghibur dan sebagainya.
10. Kimburu artinya penipu dan pencuri terhadap siapa saja tidak pandang bulu,
pendengki dan irihati. Sifat dengki dan irihati merupakan salah satu sifat
yang kurang baik (asubha karma) yang patut dihilangkan.
23
BAB VI
TEMPAT SUCI
Tempat suci bagi penganut agama merupakani sarana atau salah satu alat
untuk mengadakan kontak atau hubungan ke hadapan Tuhan yang dipujanya.
Ditempat inilah umat melakukan konsentrasi memuja kebesaran Ida Sang Hyang
Widhi Wasa sebagai sumber dari segala sumber yang ada. Di samping itu
keberadaan tempat suci suatu agama juga merupakan salah satu persyaratan untuk
mendapatkan pengakuan dari negara. Tempat suci umat Hindu disebut dengan
nama Pura. Tempat suci umat Hindu selain disebut dengan nama pura, juga
disebut dengan nama Kahyangan atau Parhyangan dan Sanggah atau Merajan.
Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi
Wasa besrta manifestasinya. Selain itu pura juga merupakan benteng umat Hindu
yang bersifat rohaniah agar terlepas dari pengaruh-pengaruh yang kurang baik
dalam kehidupan ini. Pura sebagai tempat suci pada umumnya dibagi menjadi tiga
areal dalam satu komplek berbentuk garis horizontal. Adapun areal pura yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Jeroan merupakan areal atau bagian terdalam dari pura, di mana pada bagian
ini diletakan atau dibangun pelinggih-pelinggih utama yang melambangkan
alam atas atau Swah Loka.
2) Jaba Tengah merupakan bagian tengah dari pura, areal ini melambangkan
bagian tengah dari alam semesta yang disebut Bhuwah Loka.
3) Jaba Sisi merupakan bagian luar dari Pura. Areal ini melambangkan alam
bawah dan alam semesta yang disebut Bhur Loka.
Berdasarkan fugsinya, Pura dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1) Pura Jagat (umum) adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk
memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta, segala macam prabhawaNya.
2) Pura Kawitan (khusus), adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk
memuja Atma Sidha dewata (roh suci leluhur)
Tempat suci bagi umat Hindu pada umumnya disebut “Pura”. Bila kita
mengadakan pengamatan langsung dalam kehidupan masyarakat Hindu maka kita
akan dapat lihat banyak Pura disekitarnya, lebih-lebih bila kita mengadakan
24
pengamatan itu di sekitar masyarakat di Bali. Dunia memberikan nama bahwa
Pulau Bali adalah sebagai pulau seribu Pura. Adapun jenis-jenis Pura itu bila
dikelompokkan maka akan terdapat berbagai jenis Pura, diantaranya adalah : Pura
Umum, Pura Teritorial, Pura Fungsional, dan Pura Khwitan.
Pura Umum adalah Pura yang disungsung oleh semua lapisan umat Hindu.
Penyungsung Pura ini tidak lagi membedakan klen, profesi ataupun ikatan
wilayah. Pura Umum dikelompokkan lagi menjadi 3 (tiga) jenis diantaranya
adalah : Pura Kahyangan Jagat, Pura Catur Lokaphala, dan Pura Dang
Kahyangan.
Pura Teritorial adalah jenis Pura yang memiliki ciri-ciri kesatuan wilayah
sebagai tempat pemujaan Desa Pekraman. Pada Pura ini yang berkewajiban untuk
mempertanggung jawabkan secara penuh adalah masyarakat Hindu yang menjadi
anggota Desa Pekraman yang bersangkutan. Adapun yang tergolong jenis Pura
Teritorial adalah Pura Kahyangan Tiga, yang terdiri dari : Pura Desa, Pura Puseh,
dan Pura Dalem.
Pura Fungsional adalah Pura yang penyungsungnya didasarkan atas
adanya ikatan kekaryaan/profesi, seperti Pura Subak yang disungsung oleh para
petani tanah basah, Pura Alas Arum disungsung oleh para petani lahan kering,
Pura melanting disungsung oleh para pedagang, dan Pura segara disungsung oleh
para Nelayan.
Pura Kawitan adalah Pura yang penyungsungnya didasarkan atas ikatan
keturunan/klen. Adapun jenis pemujaan ini adalah : Sanggah/Pemerajan
keluarga/da-dia, Sanggah/Pemerajan Paibon, Pura Panti, dan Pura Pedarman.
Pura sebagai tempat suci bagi umat Hindu hendaknya tetap dijaga
kesuciannya dengan menegakkan tata tertib masuk Pura, seperti misalnya tentang
hal ; berpakaian, sikap atau prilaku seseorang untuk memasuki Pura, dan kesucian
seseorang yang memasuki Pura itu. Bila seseorang dalarn keadaan cuntaka baik
secara pribadi maupun Umum, dilarang untuk masuk areal tempat suci/Pura itu.
Keberadaan Pura sebagai tempat suci sebenarnya mempunyai fungsi ganda dalam
artian selain digunakan untuk kegiatan-kegiatan kesucian, juga berfungsi untuk
kegiatan pendidikan serta mengembangkan ethika.
25
Demikianlah Pura sebagai tempat suci bagi umat Hindu, hendaknya dapat
difungsikan sesuai dengan keperluannya dan dilestarikan keberadaannya karena
sangat bermanfaat bagi umat baik dalam hubungan rohani maupun jasmani.
Semakin tersucikannya Pura itu maka tujuan umat untuk mewujudkan “Jagadhita.
dan moksa” dalam kehidupan ini semakin jelas adanya.
26
BAB VII
AMTA SRADDHA
Sraddha/keyakinan sebagai dasar kepercayaan Hindu bersumber pada
pustaka suci Weda, yang tersebar pada naskah sruti dan smrti. Dengan memahami
dasar sraddha maka pelaksanaan ajaran Agama akan semakin mantap. Dasar
pelaksanaan ajaran agama Hindu ada 5 (lima) keyakinan yang disebut Panca
Sraddha, yaitu:
1. Percaya kepada adanya Brahman
2. Percaya kepada adanya Atman
3. Percaya kepada adanya Karmaphala
4. Percaya kepada adanya Punarbhawa
5. Percaya kepada aclanya Moksa.
Kelima sraddha ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga
merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan tidak dapat berjalan sendiri-
sendiri. Namun pada pembahasan ini hanya menjelaskan tentang sraddha yang
kedua yaitu Atma Sraddha, Atma sebagai sumber hidup.
Atma merupakan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Brahman). Dari segi etimologi kata Atma berasal dari bahasa sanskerta yang
berarti jiwa atau roh. Atma merupakan hidupnya hidup. Atma dalam Agama
Hindu dipandang sebagai kesadaran sejati yang memberikan hidup kepada badan
jasmani. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa pada hakekatnya Atma itu
adalah Brahman. Hal ini dinyatakan dengan kalimat “Brahman atman aikyam” .
artinya Brahman dan Atma itu tunggal adanya. Brahman adalah asas kosmis atau
asas alam semesta, sedangkan atma adalah asas hidup manusia. Atma juga disebut
Jiwa karena ia memberikan hidup pada raga atau badan jasmani. Jiwa yang masuk
dan memberikan hidup pada makhluk hidup disebut Jiwatman.
Dengan demikian Atma memiliki peranan yang sangat penting di dalam
tubuh/badan dibandingkan dengan organ-organ yang lain. Ketika anggota-anggota
tubuh satu-persatu meninggalkan badan, orang itu masih hidup, namun pada
waktu Atma meninggalkan badan tubuh akan mati. Demikianlah keberadaan
Atman sebagai hidupnya hidup dan semua kesadaran tubuh berasal dari Atma.
27
Dari uraian tersebut dapat kita sebutkan tentang fungsi Atma adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai sumber hidup citta (alam pikiran) dan badan.
2. Bertanggung jawab atas baik buruknya segala perbuatan
3. Sebagai sumber tenaga hidup dan suksma sanira.
Pada hakekanya Atma adalah Brahman. Dalam kitab upanisad disebutkan
“Brahman Atman Aikyam” yang artinya : Brahman dan Atman itu adalah satu
adanya. Brahman adalah asas kosmos atau asas alam semesta, sedangkan Atman
adalah hidup manusia atau asas prdadi. Cara mewujudkan hakekat Brahman
dalam kehidupan ini adalah dengan terlebih dahulu memahami sifat-sifat dari
Atman itu sendiri, yang pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang sama dengan
sifat-sifat Brahman. Adapun sifat-sifat Atma adalah sebagai berikut:
1. Acchodya artinya tidak terlukai oleh senjata.
2. Adahya artinya tidak terbakar oleh api.
3. Akledya artinya tidak terkeringkan oleh angin.
4. Acesya artinya tidak terbasahi oleh air.
5. Nitya artinya abadi
6. Sarwagatah artinya ada dimana-mana.
7. Sthanu artinya tidak berpindah-pindah.
8. Acala artinya tidak bergerak.
9. Sanatana artinya selalu sama/kekal.
10. Awyakta artinya tidak dilahirkan.
11. Achintya artinya tidak terlahirkan.
12. Awikara artinya tidak berubah.
Seperti telah disebutkan bahwa Atma merupakan percikan kecil dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa (Brahman). Atma merupakan kesadaran yang sejati,
yang memberikan hidup kepada makhluk hidup. Atma merupakan asas hidup
manusia atau asas pribadi. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa Atman
memiliki peran yang sangat penting dibandingkan dengan organ-organ yang
lainnya. Jika anggota-anggota tubuh yang lain satu-persatu meninggalkan badan,
orang itu masih hidup, namun jika Atman meninggalkan tubuh maka orang itu
28
akan mati. Demikianlah keberadaan Atman sebagai hidupnya hidup dan semua
kesadaran tubuh berasal dari Atman.
Atma merupakan bagian dari Paratma yang memiliki sifat-sifat kesucian
yang sama dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Namun setelah Atma masuk
kedalam tubuh, iapun kena pengaruh maya dengan segala wujudnya. Karena
pengaruh maya maka Atma menikmati wisayanya dan Atma menjadi Awidya,
sehingga tidak lagi mengetahui atau menyadari sifat-sifat aslinya. Awidya inilah
menyebabkan Atma semakin jauh dari asalnya yaitu Brahman. Jadi manusia lahir
dalam keadaan awidya yang menyebabkan ketidak sempurnaannya. Atma tidak
pernah mengalami kelahiran dan kematian, tetapi badan manusia mengalami
kematian.
Jadi hanya badan yang hancur namun Atmanya tetap kekal. Apabila badan
berpisah dengan jiwatma maka pada waktu itu manusia disebut mati. Jiwatma
yang kekal itu akan mengalami sorga dan neraka sesuai dengan perbuatannya.
Jiwatma itu tidak menetap selamanya disana, ia akan turun lagi mengambil wujud
baru sesuai dengan karmawesananya. Kelahiran itu bukan hanya sekali tetapi
berulang-ulang yang disebut Punarbhawa. Penjelmaan terus berlanjut sampai
sampai suatu saat jiwatma sadar akan hakekat dirinya sendiri serta dapat
melepaskan dirinya dari ikatan maya dan manunggal dengan Brahman (Moksa).
Bahwa pada dasarnya Atma adalah Brahman yang seutuhnya. Namun
karena keterbatasan kemampuan seseorang tidak mengetahui bahwa Atman yang
ada pada dirinya itu sesungguhnya adalah Brahman. Brahman (Atma) sebagai
sumber hidup, sedangkah alam pikiran dan badan wadahnya adalah alat untuk
hidup. Badan/tubuh manusia terdiri dari tiga lapis badan yang disebut Tri Sarira.
Tri Sarira terdiri dari:
1. Sthula sarira yaitu badan kasar terdiri dari : tulang , daging, otot, sumsum,
darah dan kulit, yang semuanya itu dibentuk oleh unsur-unsur Panca
mahabhuta,
2. Suksma sarira yang dibentuk oleh budhi, manah dan ahamkara.
3. Antahkarana sarira yaitu badan penyebab.
29