RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

49
RANGKUMAN MATERI AGAMA HINDU KELAS X OLEH: Drs. IDA BAGUS PUTU PUTERA DISUSUN BERDASARKAN

Transcript of RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Page 1: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

RANGKUMANMATERI AGAMA HINDU

KELAS X

OLEH:

Drs. IDA BAGUS PUTU PUTERA

DISUSUN BERDASARKAN

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SMK N 1 GIANYAR

Page 2: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

SAMBUTAN KEPALA SMK N 1 GIANYAR

Om Swastyastu

Dengan menghaturkan angayubagia ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, saya Kepala SMK Negeri 1 Gianyar menyambut dengan

baik atas terbitnya “Rangkuman Materi Agama Hindu” untuk kelas X SMK Negeri 1

Gianyar. SMK Negeri 1 Gianyar yang telah dinyatakan mengacu pada Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai efektif dilaksanakan tahun 2007.

Sebagaimana diketahui KTSP lebih menitikberatkan pada pencapaian tingkat

kompetensi daripada penguasaan materi semata, lebih mengakomodasikan keragaman

kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang ada pada lingkungan sekolah, serta

memberikan kebebasan yang lebih kepada pelaksana untuk mengembangkan dan

melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Atas terbitnya buku ini, saya sampaikan penghargaan kepada Drs. Ida Bagus

Putu Putera, semoga buku ini dapat mempermudah siswa dan guru agama Hindu dalam

mempelajarinya, memahami, dan mengimplementasikan ajaran Agama Hindu dalam

kehidupan sehari-hari. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa

melimpahkan Wara Nugraha-Nya.

Om Santih, Santih, Santih Om

Gianyar, 1 Januari 2010

Kepala Sekolah SMK N 1 Gianyar

GDE SUMARDANA,S.Pd, MM. NIP. 19631231 198711 1 026

ii

Page 3: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

KATA PENGANTAR

OM SWASTYASTU

Rasa angayu bagia dan pujastuti kami haturkan kepada Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugrahaNya sehingga kami dapat

menyusun “Rangkuman Materi Agama Hindu” untuk SMK N 1 Gianyar kelas X.

Materi buku ini kami susun berdasarkan standar isi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), sehingga dapat digunakan sebagai pendamping bagi siswa dan guru

dalam kegiatan pembelajaran.

Kami menyadari isi buku ini banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran

yang konstruktif dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pada

edisi berikutnya.

Semoga “Rangkuman Materi Agama Hindu” ini ada manfaatnya dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan Agama Hindu, khususnya di SMK Negeri 1 Gianyar.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 1 januari 2010

Penyusun

Drs. Ida Bagus Putu Putera, M.SiNIP. 19651231 198606 1 040

iii

Page 4: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN........................................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I SEJARAH AGAMA HINDU............................................................... 1

1. Zaman Weda......................................................................................... 1

2. Zaman Brahmana.................................................................................. 2

3. Zaman Upanisad................................................................................... 3

BAB II KEPEMIMPINAN............................................................................... 7

a. Tipe Kharismatis................................................................................... 8

b. Tipe Paternalistis.................................................................................. 8

c. Tipe Militeristis.................................................................................... 8

d. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)........................................... 9

e. Tipe Laissez Faire................................................................................. 9

f. Tipe Populistis...................................................................................... 10

g. Tipe Administratif atau Eksekutif........................................................ 10

h. Tipe Demokrasi.................................................................................... 10

BAB III YADNYA (KRAMING SEMBAH).................................................. 14

BAB IV HARI SUCI........................................................................................ 17

BAB V SUSILA............................................................................................... 20

BAB VI TEMPAT SUCI.................................................................................. 24

BAB VII ATMA SRADDHA.......................................................................... 27

iv

Page 5: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB I

SEJARAH AGAMA HINDU

Sejarah perkembangan agama Hindu di India dapat kita ketahui dari kitab-

kitab suci Hindu yang terhimpun dalam Weda Sruti, Weda Smrti, Itihasa,

Upanisad, Purana dan yang lainnya. Bangsa dravida sebagai penduduk asli negeri

India dinyatakan telah memiliki perdaban yang bernilai sangat tinggi, hal ini

dibuktikan dengan diketemukannya beberapa peninggalan kuno seperti; area

siwanataraja, meterai berlukiskan burung elang, meterai bergambarkan orang

duduk bersila, bekas rumah pemukiman yang tertata dengan baik, latra, jalan yang

lebar, saluran air yang dalam dan lebar, sandal yang terbuat dari bahan kaca, arca

teracota yang tokoh spiritual, dan yang lainnya.

Hindu adalah nama sebuah agama besar dunia yang memiliki umur sangat

tua. Sebagai agama tertua, agama Hindu juga disebut-sebut menjadi pembuka

sejarah peradaban umat manusia yang ada di muka bumi ini. Agama Hindu pada

mulanya dinyatakan berkembang di lembah sungai Sindhu, India bagian barat

yaitu termasuk daerah Punjab.

Berdasarkan penemuan peninggalan-peninggalan tersebut diatas

membuktikan bahwa perkembangan agama Hindu di India, berlangsung dalam

kurun waktu yang sangat panjang. Hal ini didasari oleh pendapat Govinda Das

Hinduism Madras, bahwa perkembangan agama Hindu di India dibagi menjadi 3

(tiga) zaman. Ketiga pembagian zaman yang dimaksud adalah:

1. Zaman Weda.

2. Zaman Brahmana.

3. Zaman Upanisad.

Ketiga zaman Hindu di India itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai

berikut di bawah ini.

1. Zaman Weda

Zaman Weda di India dinyatakan telah dimulai sejak datangnya bangsa

Arya yang berasal dari laut Kaspia ± 2500 tahun sebelum masehi, dengan

menempati wilayah lembah sungai sindhu, yang juga dikenal dengan Punjab

1

Page 6: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

atau daerah lima aliran sungai. Bangsa Arya adalah tergolong ras bangsa Indo

Eropa, yang terkenal sebagai bangsa pengembara cerdas, tangguh dan trampil.

Zaman Weda merupakan zaman penulisan kitab suci yang pertama yaitu

Reg.Veda.

Kehidupan umat beragama Hindu pada masa ini didasarkan atas

ajaran-ajaran yang tercantum pada Weda Samhita, yang lebih banyak

menekankan pada pembacaan perafalan ayat-ayat veda secara oral, yaitu

dengan menyanyikan dan mendengarkan secara berkelompok. Weda adalah

kitab suci dan sumber ajaran agama Hindu. Semua ajaran agama Hindu

bernafaskan dan dijiwai oleh Weda. Oleh karena itu agama Hindu mengakuti

kewenangan Weda. Weda adalah wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa, yang diyakini oleh umatnya bersifat anadi-ananta yaitu tidak

berawal dan berakhir serta kapan diturunkan, berlaku sepanjang zaman.

Namun demikian dikalangan para sarjana Hindu dan barat seperti ; Lokamaya

Tilakshastri dan Bal Gangadhar, masing-masing telah berkesepakatan bahwa

Weda sebagai kitab suci Hindu diwahyukan disekitar ± 6000 tahun sebelum

masehi dan ± tahun 4000 sebelum masehi oleh para Maharsi. Ada tujuh

Maharsi sebagai penerirna wahyu Weda, dianataranya ; Grtsamada,

Wiswamitra, Airi, Bharadwaja, Wasistba, Kanwa dan Wamadewa. Disamping

itu ada juga disebutkan Maharsi lainnya seperti Wiyasa, Swayambhu dan yang

lainnya. Pada zaman Wedalah penulisannya dilaksanakan. Adapun disebut-

sebut sebagai penulis Weda antara lain ; Rg. Weda ditulis oleh Maharsi

Pulaha, Sama Weda oleh Maharsi Jaimini, Yajur Weda oleh Maharsi

Waisampayana, dan AtharwaWeda oleh Maharsi Sumantu. Weda sebagai

sumber ajaran agama Hindu terdiri dari kitab-kitab : Sruti, dan Smerti. Kitab-

kitab Sruti manurut sifat dan isinya dibedakan menjadi empat bagian, antara

lain ; Mantra, Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad.

2. Zaman Brahmana

Zaman Brahrnana ditandai dengan terbitnya kitab-kitab Brahmana

sebagai bagian dari kitab Weda Sruti yang juga disebut karma kanda. Kitab-

kitab Brahmana berisikan doa-doa serta penjelasan upacara korban dan

2

Page 7: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

kewajiban-kewajiban keagamaan. Perkembangan agama Hindu pada zaman

Brahmana merupakan zaman peralihan dari zaman Weda Sainhita menuju

zaman Brahmana. Kehidupan keagamaan pada zaman Brahmana terpusatkan

pada keaktifan bathin atau rohani dalam pelaksanaan upacara korban. Dengan

demikian kedudukan kaum Brahmana mendapatkan petlindungan yang

istimewa, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Chandragupta

Maurya (322-298) sebelum masehi di kerajaan Magadha dimana, Brahmana

Canakya atau Kautilya diposisikan sebagai pembantu kerajaan.

Adapun ciri-ciri utama lainnya para Brahmana mendapatkan posisi

yang ideal pada masa itu adalah:

1. Upacara korban atau yajna mendapat porsi yang dominant.

2. Para Brahmana atau Pendeta menjadi golongan yang terhormat dan

berkuasa.

3. Kelompok-kelompok masyarakat pasraman berkembang dengan suburnya.

4. Pemujaan dewa-dewa menjadi berkembang fungsinya.

5. Terbitnya berbagai kitab-kitab sutra.

Sedangkan kehidupan masyarakat dikelompokan menjadi 4 (empat)

asrama sesuai dengan warna dan dharmanya masing-masing, antara lain:

1. Brahmacari asrama atau masa belajar.

2. Grhastha asrama atau masa berumah tangga.

3. Wanaprastha asraina atau masa bertapa.

4. Sanyasin, yaitu masa pengabdian hidup secara penuh demi kepentingan

dharma tanpa mengenal kembali kekampung halamannya.

3. Zaman Upanisad

Berakhirnya zaman Brahmana dilanjutkan dengan zaman Upanisad.

Kehidup-an beragama pada zaman ini bersumber pada ajaran-ajaran kitab

Upanisad yang tergolong kitab-kitab Weda sruti yang dijelaskan secara

filosofis. Pada zaman ini pula konsepsi akan keyakinan terhadap Pancasradha

dijadikan titik tolak dan penentu dalam penerapan ajaran agama oleh para arif-

bijaksana dan para Maharsi. Disamping itu konsepsi tujuan hidup dan tujuan

3

Page 8: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

agama (Catur Purusartha dan Moksartham jagadhita ya caiti dharma)

diformulasikan menjadi lebih jelas lagi.

Kata Upanisad berarti duduk dekat dengan guru untuk menerima

wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia. Ajaran upanisad hanya

diberikan oleh para gurunya kepada murid-murid yang setia dan patuh

bertempat di tengah hutan dengan jumlah yang terbatas dan sistem pasraman.

Ajaran upanisad disebut pula dengan nama rahasiopadesa atau aranyaka yang

artinya ajaran rahasia yang ditulis di tengah hutan. Adapun isi pokok ajaran

upanisad itu adalah berhubungan dengan pembahasan tentang hakekat

Pancasradha tattwa. Disebut-sebut sampai saat ini banyak jumlah kitab-kitab

upanisad itu ada 108 buah kitab.

Dengan sistem pengajaran pasraman itu akhimya timbulah berbagai

aliran filsafat keagamaan yang masing-masing menunjukkan untuk

menemukan kebahagiaan (moksa) dengan caranya sendiri-sendiri. Adapun

jumlah aliran filsafat yang ada pada saat itu sebanyak 9 (sembilan) jenis yang

disebut juga dengan nama Nawa Darsana, antara lain;•

1. Kelompok Astika (Sad Darsana), terdiri dan:

a. Nyaya c. Mimamsa e. Yoga

b. Waesisika d. Samkhya f. Wedanta

2. Kelompok Nastika (Tri Darsana), terdiri dari:

a. Budha

b. Carwaka

c. Jaina.

Demikianlah perkembangan agama Hindu di India dan berkembang ke

Negara-negara lain di seluruh dunia seperti:

Mesir (Afrika)

Sebuah prasasti dalam bentuk incripsi yang berhasil digali di Mesir

berangka tahuh 1280 S.M. Isinya memuat tentang perjanjian antara raja

Ramases II dengan bangsa Hittite. Dalam perjanjian yang dilaksanakan oleh

Raja Ramases II dengan bangsa Hittite tersebut, Maitravaruna sebagai dewa

kembar dalam Weda telah dinyatakan sebagai saksi. Maitravaruna adalah

sebutan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep ke Tuhanan agama Hindu.

4

Page 9: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Raja-raja Mesir dijaman purbakala mempergunakan nama-nama seperti;

Ramesee I, Rameses II, Rameses III dan seterusanya. Tentang kata Rameses,

mengingatkan kita kepada Rama yang terdapat dalam kitab Ramayana.

Mexico

Mexico terbilang negeri yang sangat jauh dari India. Masyarakat

negeni ini dikatakan telah terbiasa merayakan sebuah hari raya pesta-ria yang

disebut dengan hari Rama-Sita. Waktu hari pesta-ria ini memiliki hubungan

erat dengan waktu hari suci Dussara atau Navaratri dalam agama Hindu

“India”. Penduduk jaman purbakala yang ada di daerah-daerah “Mexico”

adalah orang-orang Astika yaitu orang-orang yang percaya degan keberadaan

Weda-Weda. Festipal Rama-Sita yang dirayakan oleh masyarakat Mexico

dapat disamakan dengan perayaan hari Dussara atau Navaratri. Penemuan

patung Ganesa kita hubungkan dengan area Ganéesa sebagai putra Dewa Siwa

dalam mithelogi Hindu. Masyarakat Astika adalah suku bangsa Aztec itu

sendiri yang kebanyakan diantara mereka memiliki kepercayaan memuja

Dewa Siwa.

Kota Kalifornia

Kalifomia adalah sebuah Kota yang terdapat di Amerika. Nama Kota

ini diperkirakan memiliki hubungan dengan kata Kapila Aranya Di Kota

Kalifornia terdapat Cagar Alam Taman Gunung Abu “Ash Mountain Park”

dan sebuah Pulau Kuda “Horse Island” di Alaska - Amerika Utara.

Kita mengenal kisah dalam kitab Purana tentang keberadaan Raja

Sagara dan enam puluh ribu (60.000) putra-putranya yang dibakar abis hingga

menjadi abu oleh Maharsi Kapila. Raja Sagara memerintahkan kepada putra-

putranya untuk menggali bumi menuju ke Patala-loka dalam rangka kepergian

mereka mencari kuda untuk persembahan. Oleh putra-putra Raja Sagara, kuda

yang dicari itu diketemukan di lokasi Maharsi Kapila mengadakan tapabrata.

Oleh karena kedatangan mereka “putra raja sagara” mengganggu proses

tapabrata beliau, akhimya Maharsi Kapila memandang putra-putra raja itu

dengan pandangan amarah sampai mereka musnah menjadi abu.

Kata Patala-loka memiliki arti negeri dibalik India, yaitu benua

Amerika. Kata Kalifornia memiliki kedekatan dengan kata Kapila Aranya.

5

Page 10: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Kondisi ini memungkinkan sekali karena secara nyata dapat kita ketahui

bahwa di Amerika terdapat cagar alam Taman Gunung Abu yang

kemungkinan sekali berasal dan abunya putra-putra raja Sagara yang

berjumlah enampuluh ribu dan nama pulau kuda yang diambil dari nama kuda

persembahan raja sagara.

Australia

Penduduk negeri Kangguru ini memiliki jenis tarian tradisional yang

disebut dengan “Siwa Dance” atau “Tan Siwa”. Siwa Dance adalah semacam

tarian yang umum berlaku diantara penduduk asli Australia.

Indonesia

Dari India pengaruh agama Hindu menyebar ke seluruh dunia, dan

akhimya sampailah di Indonesia.

Bersamaan dengan berkembangnya pengaruhb Hindu keseluruh dunia

termasuk Indonesia, maka terjadilah akulturasi antara kebudayaan asli

Indonesia dengan kebudayaan India yang dijiwai oleh agama Hindu. Pengaruh

agama Hindu dapat diterima oleh bangsa Indonesia dengan damai “santhi”.

Dengan demikian perkembangan agama Hindu di Indonesia menjadi sangat

subur dan berpariasi, sebagaimana bukti-bukti yang ada dan kita ketahui,

seperti Kerajaan. Kutai, kerajaan Tarumanegara, kerajaan Kaling, kerajaan

Majapahit yang merupakan jaman keemasan Agama Hindu di Indonesia.

6

Page 11: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB II

KEPEMIMPINAN

Pemimpin dan kepemimpinan ibarat mata uang. Dapat berfungsi bila

kedua sisinya untuh dan saling mengisi. Bila salah satu tidak ada maka tidak dapat

berfungsi sebagaimana yang kita harapkan. Untuk dapat dan bisa menjadi seorang

pemimpin tidaklah mudah, semuanya itu memerlukan perjuangan, pengorbanan,

pembelajaran tentang hal-hal yang berbubungan dengan pemimpin dan

kepemimpinannya itu.

Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas/tindakan untuk

mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai

tujuan. Seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dinyatakan berfungsi untuk

menggiatkan atau menggerakkan bawahannya. Fungsi menggerakkan adalah

fungsi pembimbingan dan pemberian pemimpin serta menggerakkan orang-orang

atau kelompok orang-orang itu agar suka dan mau bekerja. Dalam hal ini fungsi

pimpinan adalah sangat penting. Karena biar bagaimanapun juga rapmya

perencanaan yang dilakukan oleh pemimpin serta tertibnya pengorganisasian

ataupun tepatnya penempatan orang, ini belum menjamin dapat bergeraknya

organisasi kearah sasaran atau tujuan.

Menggerakkan orang mengandung arti untuk menjadikan para bawahan

sadar dengan tugas yang diembannya tanpa menunggu perintah atasannya, ini

bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Untuk itu seorang pemimpin perlu

memiliki kecakapan, ketekunan, keuletan, pengalaman serta kesabaran. Dan untuk

itu masing-masing pimpinan perlu mengetahui watak bawahannya.

Misalnya orang yang berwatak halus, semestinya juga diperintah secara

halus. Karena bila diperlakukan secara kasar atau keras mungkin sekali bisa

membuat yang bersangkutan menjadi kecewa, tidak bergairah, tidak bersemangat

dan tidak tertutup kemungkinan menjadi putus asa. Demikian pula sebaliknya

kalau bawahannya berwatak kasar atau keras, bila disuruh secara halus mungkin

rnenganggap atasannya lemah. Untuk mengetahui watak seseorang secara pasti

memang sulit, tetapi dalam situasi seperti ini dapat dibantu dengan mengenali

tipe-tipe seseorang yang dipimpin maupun yang memimpin.

7

Page 12: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Ada beberapa tipe-tipe kepemimpinan, antara lain:

a. Tipe Kharismatis

Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik

dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia

mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal

yang bisa dipercaya. Sampai sekarangpun orang tidak mengetahui benar

sebab-sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki kharisma begitu besar. Dia

dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-

kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Kuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan

berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin

itu memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat besar.

b. Tipe Paternalistis

Tipe Patemalistis adalah tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan

sifat-sifat antara lain sebagai berikut:

a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,

atau anak sendiri yang perlu dikembangikan.

b. Dia bersikap terlalu melindungi (Overly protective).

c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil

keputusan sendiri.

d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada

bawahannya untuk berinisiatif.

e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pemah memberikan

kesempatan pada pengikut atau bawahnnya untuk mengembangkan

imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.

f. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

c. Tipe Militeristis

Tipe ini sifatnya seperti kemiliter-militeran. Namun hanya gaya

luarnya saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama,

tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami,

8

Page 13: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

bahwa tipe kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan

kepemimpinan organisasi militer (seorang tokoh militer).

Adapun sifat-sifat pemimpin militeritis adalah:

a. Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap

bawahannya, keras sangat otoriter, kaku dan sering-kali kurang bijaksana.

b. Menghendaki keputusan mutlak dari bawahan.

c. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda

kebesaran yang berlebih-lebihan.

d. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin

kader/mayat).

e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritik-kritik dari bawahannya.

f. Komunikasi hanya berlangsung searah saja.

d. Tipe Otokratis (Outhorltative, Dominator)

Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan

paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan

sebagai pemain tunggal pada a oneman show. Dia berambisi sekali untuk

merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi

dengan bawahannya. Anak buahnya tidak pernah diberi infonnasi secara

mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua

pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan

pribadi penimpin sendiri.

e Tipe Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan Laissez Faire ini, seorang pemimpin praktis

tidak memimpin; dia membiarkan kelompokknya dan setiap orang berbuat

semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan

kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh

bawahan sendiri. Dia merupakan pemimpi simbul, dan biasanya tidak

memiliki ketrampilan tekhnis. Sebab duduknya sebagai Direktur atau

pemimpin, Ketua Dewan, Komandan, Kepala, biasanya diperolehnya melalui

penyogokkan, suapan atau berkat sistem nepotisme.

9

Page 14: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

f. Tipe Populistis

Prof. Peter Worsley dalam bukunya : The Third World, mendifinisikan

kepemimpinan Populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan

solidaritas rakyat-misalnya IR. Soekarno dengan ideologi Marhaenismenya

yang menekankann masalah kesatuan nasional, nasionalisme dan sikap yang

berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan-pengisapan serta

penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing (luar negeri).

Pemimpin dan kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada

nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan

kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan

jenis ini mengutamakan penghidupan (kembali) Nasionalisme. Dan oleh Prof.

S.N. Eisenstadt, populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional.

g. Tipe Administratif atau Eksekutf

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administratif secara efektif. Sedang para

pemimpinnya terdiri dan teknorat dan administratur-administratur yang

mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan

demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk

memerintah, yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya dan

usaha pembangunan pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini

diharapkan adanya perkembangan tekhnis yaitu teknologi, industri,

manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat.

h. Tipe Demokrasi

Tipe kepemimpinan demokratis pada umumnya berorientasi pada

manusia, dan memberikan bimbingan yang efesien kepada para pengikutnya.

Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada

rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.

Kekuatan kepemimpinan demokrasi ini bukan terletak pada “person atau

individu pemimpin”, tetapi kekuatannya justru terletak pada partisipasi aktif

dari setiap warga/kelompok.

10

Page 15: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau

mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengikuti keahlian

para spesialis dengan bidang masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas

setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Kepe-

mimpinan demokrasi juga sering disebut sebagai kepemimpinan group

developer.

Pemimpin yang ideal dan yang diharapkan oleh orang-orang yang

dipimpinnya adalah pemimpin yang mau dan mampu lebih mendahulukan

tugas (kewajiban) dari pada mempergunakan wewenangnya. Hal ini

mengingatkan kita dalam hidup dan kehidupan ini, lebih mengutamakan tugas

dan kewajiban dan pada hak dan wewenang. Kewajiban dan hak serta tugas

dan wewenang adalah dua hal yang sangat sulit dipisahkan, karena tidak ada

tugas yang dapat dilaksanakan oleh seseorang tanpa ada wewenangnya, dan

sebaliknya tidak ada hak yang dapat ‘diperoleh oleh seseorang tanpa

melaksanakan tugas atau kewajibannya terlebih dahulu.

Kitab Tata Nagara Majapahit, karya Prof.M.Yamin dalam parwa III,

rnenyebutkan ada “empat sifat utama” yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin (swamin, raja). Keempat sifat utama itu disebut dengan istilah

“Catur Kotamaning Nrpati” yang terdiri dari:

a. Jnana wisesa sudha : artinya seorang pemimpin atau swamin hendaknya

memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Maksudnya adalah seorang

pemimpin harus mengerti dan mengahayati ajaran-ajaran agama.

b. Kaprahitaning praja : yaitu seorang pemimpin harus mampu menunjukkan

belas kasihan kepada masyarakat. Maksudnya adalah seorang pemimpin

harus dengan betul-betul menolong masyarakat yang menderita dengan

perbuatan nyata, baik yang bersifat jasmaniah (material) maupun yang

bersifat moral (rohaniah) yang ideal.

c. Kawiryan : artinya seorang pemimpin harus berwatak pemberani atau

pantang menyerah. Maksudnya adalah untuk menegakkan pengetahuan

yang suci dan menolong rakyat yang menderita harus dilaksanakan dengan

penuh keberanian, karena melaksanakan pengetahuan yang suci dan

11

Page 16: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

membela masyarakat yang menderita akan penuh dengan tantangan dan

resiko.

d. Wibawa : artinya seorang pemimpin atau swamin harus berwibawa

terhadap bawahannya dan masyarakatnya. Seoranmg pemimpin akan

berwibawa apabila melaksanakan pengetahuan suci dan membela

kepentingan masyarakat yang menderita dan memiliki keberanian.

Lontar. Raja Pati Gundala ada menyebutkan bahwa seorang pemimpin

atau swamin harus memiliki 3 (tiga) upaya untuk menghubungkan dirinya

dengan masyarakat yang dipimpinnya, yang disebut dengan istilah “Tri Upaya

Sandhi”, yang terdiri dari:

a. Rupa: artinya seorang pernimpin atau swamin harus mengamat-amati

wajah dari pada masyarakatnya, karena roman muka dan masyarakatnya

dapat memberikan gambaran tentang keadaan bathin yang sesungguhnya

dan masyarakatnya. Wajah yang akan menggambarkan apakah rakyatnya

itu sedang dalam keadaan kesusahan.

b. Wangsa: artinya suku (bangsa). Seorang pemimpin harus mengetahui

susunan masyarakatnya (stratifikasi sosial) yang dipinpinnya. Dengan

pengetahuan tersebut seorang pemimpin akan dapat menentukan sistem

pendekatan atau motivasi yang harus dilakukan untuk masyarakat tersebut.

c. Guna: artinya seorang pemimpin atau swamin harus mengtahui tingkat

pengertian dan pengetahuan, dan ketrampilan (akal) yang dimiliki oleh

masyarakat yang dipimpinnya.

Dalam kitab Ramayana, Sri Rama mengajarkan kepada Gunawan

Wibhisanna tentang kepemimpinan yang disebut dengan nama “Asta Brata”.

Gunawan Wibhisana adalah pemimpin yang disiapkan untuk memimpin

negara atau kerajaan Alengka Pura. Asta brata adalah delapan landasan

mental/moral bagi seorang pemimpin. Ajaran ini juga termuat dalam kitab

hukum Hindu yang disebut “Manawa Dharmasastra”.

Untuk dapat menjadi seorang pemimpin yang sukses dan berhasil

mewujudkan tujuan kepemimpinan, maka ia hendaknya dengan sngguh-

ungguh mamahami, mengerti, menyikapi, dan melaksanakan dasar-dasar

12

Page 17: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

kewajiban, tanggung-jawab, serta kewenangan yang bijak sebagai pemimpin.

Demikianlah semuanya itu telah diajarkan melalui sastra-sastra agama Hindu.

Pemimpin yang seperti tersebut di ataslah yang patut diteladani dalam

pengabdian hidup ini. Dengan demikian masyarakat yang dipimpin dan para

pemimpin dapat bekerjasama dengan utuh dalam membangun bangsa dan

Negara ini.

13

Page 18: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB III

YADNYA (KRAMANING SEMBAH)

Setiap hari umat Hindu wajib melaksanakan persembahyangan. Dalam

kurun waktu satu hari umat kita diwajibkan melaksanakan persembahyangan tiga

kali. Apakah sembahyang itu? Kata sembahyang berasal dari kata sembah berarti

memuja atau menghormat. Hyang adalah Tuhan Yang Maha Esa/Sang Hyang

Widhi Wasa. Sembahyang adalah memuja/menghormat kepada Sang Hyang

Widhi Wasa untuk memohon keselamatan dan ketenangan bathin. Badan kita ini

perlu selamat dan rohani kita perlu ketenangan. Dengan demikian pengabdian

hidup ini akan terarah dan terpusat. Sembahyang bagi kita adalah merupakan

salah satu unsur dari pada yajna. Dengan yajna semua ini ada dan dengan yajna

pula kita mengabdikan hidup ini. Siapapun orangnya suka beryajna hidupnya akan

selalu tenang dan damai, karena dalam praktiknya kita dididik untuk

menumbuhkan keiohklasan hidup. Beryajna bagi umat Hindu adalah merupakan

salah satu kewajiban hidup dalam kehiduan ini. Kata yajna berasal dari bahasa

sankerta dan akar kata “Yaj” yang berarti memuja, ‘korban suci, persembahan,

dan menjadikan suci. Beryajna dapat berarti: melakukan pemujaan, mengaturkan

persembahan, melakukan korban suci, dan melakukan perbuatan untuk menjadi

suci. Sekecil apapun bentuk-bentuk yajna yang dipersembahkan oleh umat,

belumlah dipandang lengkap apabila tanpa dilkuti dengan upacara

persembahyangan. Dengan sembahyang umat dapat merasakan getaran yang

dipujanya. Semakin khusuk umat bersembahyang, maka akan semakin hebat

getaran yang dipujanya dapat dirasakan.

Kata sembahyang dinyatakan berasal dari bahasa Jawa Kuna, dan kata

“Sembah” dan “Hyang”. Kata “sembah” berarti menghormat, takluk, menghamba,

dan permohonan. Dan kata “Hyang” berarti dewa, dewi, terhormat dan suci.

Sembahyang dapat diartikan meng-hormat atau takluk kehadapan para dewa-dewi

sebagai manifestasi Tuhan Hyang Maha Esa guna memohon kesucian lahir dan

bathin. Pada saat sembahyang, umat biasanya mempergunakan sarana tertentu

baik yang bersifat niskala (tidak nampak) maupun sekala (nyata); diantaranya:

pikiran, bunga, dan yang lainnya.

14

Page 19: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Sembahyang yang dilakukan oleh umat Hindu sesungguhnya sangat

bermanfaat, diantaranya adalah dapat meningkatkan kesucian hati dan pikiran,

menumbuhkan keihklasan, rasa aman, ketenangan jiwa, cinta kasih, mengatasi

perbudakan material, melestarikan alam semesta, memelihara kesehatan jasmani,

dan yang lain-nya. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dalam bersembahyang

itu diperlukan sarana untuk itu. Sarana yang dipergunakan itupun mengandung

penuh makna, seperti halnya: bunga Bunga sebagai persembahan mengandung

makna kesucian, cinta kasih dan yang lainnya.

Pada saat umat Hindu melakukan persembahyangan selain

mempersembahkan sesaji/banten juga dilantumkan berbagai macam mantra atau

doa. Pelantunan mantra/doa yang baik dan benar dapat menambahkan hening dan

khusuknya hati umat pada saat bersembahyang. Diantaranya mantra-mantra

tersebut adalah “Om prasadha stithi sarira suci nirmala ya namah swaha”. Mantra

ini biasanya dilantumkan saat umat menyatakan pribadinya telah duduk dengan

sempurna kehadapan-Nya. Banyak jenis mantra lagi yang patut disampaikan oleh

umat tatkala bersembahyang. Bait-bait mantra itu sedapat mungkin mesti

dilafalkan oleh umat pada saat bersembahyang. Adapun langkah-langkah

persiapan dalam rangka sembahyang perlu diketahui antara lain:

1. Asuci laksana yaitu membersihkan badan, pakaian, dan yang lainnya.

2. Mempersiapkan sarana ; bunga, kwangen, air dan dupa.

3. Menentukan tempat duduk sesuai kenyamanan masing-masing.

4. Menentukan sikap sembahyang, sesuai situasi dan kondisi (silasana atau

bajrasana).

5. Dilanjukan dengan : pranayama, setelah itu melaksanakan Puja Trisandya.

Setelah Puja Tri Sandya dilanjutkan dengan mengadakan Panca Sembah,

yang urutan-urutannya sebagai berikut:

a. Sembah Puyung, ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Sang Hyang

Siwaraditya. Dengan mantram sebagai berikut ; “Om atma tattwatma suddha

main sewaha.

b. Menyembah Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Sang Hyang Aditya.

Dengan mantram “Om adityasya paramjyoti, rakta teja namo stute, sweta

pankaja madhyastha, bhaskara ya namo state.

15

Page 20: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

c. Memuja Ista Dewa, dalam prabhawanya sebagai Siwa, dengan mantra “Om

nama dewa adhisthanaya sarwa wyapi wai siwaya, padmasana eka

prathisthaya, ardhanareswarya namo namah.

d. Menyembah Tuhan sebagai pemberi anugrah, dengan mantra “Om anugraha

manohara, dewa dattanugrahaka, arcanam sarwa pujanam namah sarwa

nugrahaka.

e. Sembah puyung, dengan mantra “Om dewa suksma parsma acintya ya nama

swaha.

f. Mohon Tirtha.

g. Mohon Bija.

Demikianlah yang mesti dilakukan oleh umat Hindu untuk dapat

menikmati keheningan pikiran dan ketenangan hatinya. Dalam pikiran yang

hening dan hati yang tenang maka akan tumbuh inspirasi hidup untuk

mewujudkan kesejahtraan dan kebahagiaan dalam kehidupan ini.

16

Page 21: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB IV

HARI SUCI

Pada hakekatnya semua agama memiliki hari suci atau hari-hari besar

keagamaan. Demikian pula dalam agama Hindu banyak sekali memiliki hari-hari

suci keagamaan seperti hari raya Nyepi, Galungan, Kuningan, Saraswati,

Siwaratri dan yang lainnya.

Hari-hari suci bagi umat Hindu merupakan hari yang sangat baik untuk

melakukan pemujaan kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) beserta

segala manifestasi-Nya. .Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari -

hari yang baik untuk melaksanakan yadnya.

Untuk menentukan hari-hari suci didasarkan atas perhitungan wewanan,

pawukon, tanggal panglong, dan sasih. Hal ini banyak dijelaskan di dalam Wariga

yaitu pedoman untuk mencari ala-ayuning (baik-buruknya) hari atau dewasa.

Hari suci yang dirayakan oleh seluruh umat disebut hari raya atau

rerahinan gumi (jagat). Sedangkan hari suci yang dirayakan oleh kelompok

kelompok tertentu disebut dengan nama odalan atau piodalan. Hari suci adalah

hari yang dianggap istimewa dan disucikan oleh umat Hindu. Pada hari suci itu

biasanya ada suatu kejadian istimewa yang bermanfaat akan keselamatan dan

kerayuan pribadi atau kelompoknya. Dengan demikian umat Hindu bersangkutan

merasa berkewajiban melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa beserta manifestasinya atau prabhawa-Nya. Disamping itu bagi umat Hindu

hari-hari suci tersebut dipandang sebagai hari yang baik untuk melaksanakan

yajna.

Berbagai macam proses, pninsip dan ketentuan yang melatar-bekangi

perhitungan dan pelaksanaan atau perayaan hari-hari suci agama Hindu itu.

Adapun dasar pethitungan yang dimaksucld seperti;

1. Sistem perhitungan wara, yaitu perhitungan yang didasarkan atas adanya

wewaran, misalnya perpaduan antara Tri wara dengan Panca wara dan Sapta

wara.

2. Sistem perhitungan wuku, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas

pawukon, yakni dari wuku sinta sampai dengan watugunung.

17

Page 22: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

3. Sistem pranatamasa, yaitu perhitungan hari suci yang didasarkan atas sasih.

4. Sistem tithi, yaitu perhitungan hari suci yang dihubungkan dengan peredaran

bulan, seperti purnama dan tilem.

5. Sistem naksatra, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan

musim atau yang bersifat musiman.

6. Sistem yoga, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan letak-

letak tata surya atau planet-planet angkasa, mengingat keberadaan planet-

planet tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan terutama

manusia.

7. Sistem karana, yaitu hari suci yang dirayakan berdasarkan perhitungan

pertemuan antara bulan dengan matahari.

Demikian dasar perhitungan pelaksanaan hari suci agama Hindu yang di-

rayakan setiap 15 hari, 30 hari, 35 hari, 210 hari dan 360 hari sekali. Perayaan

hari-hari suci yang dimaksud sudah tentu memiliki tujuan yang ingin diwujudkan

yakni “keselamatan/kerahayuan” bhuwana alit dan bhuwana agung sebagaimana

mana tersuratkan dalam kitab suci Weda yakni terwujudnya moksartham jagadhita

ya ca iti dharma.

Perhitungan baik buruknya hari ada didasarkan atas pananggal dan panglong:

1. Tangal atau pananggal disebut juga Sukia Paksa yang beranti bulan terang

(setelah bulan mati) yaitu hari-hari setelah tilem; seperti hari pertama setelah

tilem disebut tanggal apisan (tanggal: 1), hari kedua tanggal pindo (tanggal: 2)

dan seterusnya sampai tanggal: 14 yang disebut purwani, dan tanggal :15

disebut purnama.

2. Panglong disebut juga Kresna Paksa yang berarti bulan gelap (waktu bulan

gelap) yaitu hari-hari setelah purnama; seperti hari pertama setelah purnama

disebut panglong apisan (pang;1) , han kedua disebut pang:2, dan seterusnya

sampai panglong 14 yang disebut juga purwani, dan pang. 15 disebut tilem

Tanggal atau pananggal dan panglong itu mempunyai perhitungan baik

dan buruk hari (ala-ayu), disamping itu ada pula perhitungan sedang (tidak baik.

dan tidak buruk atau madia).

18

Page 23: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Demikian pula apabila pananggal panglong itu bertemu dengan sapta

wara, panca wara, sasih, dan yang lainnya, maka akan muncul padewasan baik

dan buruk (ala-ayu).

19

Page 24: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB V

SUSILA

Inti ajaran agama Hindu terdiri dari tiga bagian yang disebut Tri Kerangka

agama Hindu. Tri Kerangka agama Hindu tersebut terdiri dari tattwa (filsafat),

susila (etika), dan upacara (ritual). Ketiga aspek ini merupakan satu jalinan yang

sangat erat hubungannya, dan satu dengan yang lain saling isi-mengisi. Jika

diibaratkan seperti sebutir telur, upacara adalah kulit telor, susila adalah putih

telur, dan tattwa adalah kuning telur. Bila salah satu bagian ini tidak ada atau

rusak maka telur tersebut akan rusak. Pada bab ini akan dibahas bagian kedua dari

Tri Kerangka agama Hindu tersebut yaitu Susila/Etika.

Kata susila berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata “Su”

artinya baik, dan “Sila” artinya tingkah laku. Jadi susila adalah tingkah laku yang

baik. Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti kata sila dalam

kalimat: “Sila ngaranya angraksa acara rahayu”. Kata susila mengandung

pengertian prbuatan baik atau tingkah laku yang baik. Manusia merupakan

makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, selalu ketergantungan satu dengan

yang lainnya. Dalam hidup bersama ini diperlukan adanya suatu peraturan-

peraturan untuk mengatur kebidupan ini. Peraturan atau pedoman dalam

bertingkah laku yang baik disebut tata susila.

Maka dari itu timbul suatu ajaran yang disebut Tat Twam Asi. Tat Twam

Asi berarti itu adalah engkau (Tuan), semua makhluk itu adalah Engkau,

Engakaulah awal mula roh (Jiwatman) dan Sat (prakerti) semua makhluk. :Hamba

ini adalah makhluk yang berasal dariMu, oleh karena itu Jiwatmanku dan

prakertiku tunggal dengan Jiwatman dan prakerti semua makhluk. Oleh karena itu

aku adalah Engkau, aku adalah Brahman “Aham Brahma Asmi”. Demikianlah

tercantum di dalam kitab Brhadaranyaka Upanisad. Ajaran susila ini hendaknya

diusahakan oleh setiap manusia. Jadi prinsip dasar dan susila Hindu adalah adanya

satu Atman yang meresapi segalanya. Ia merupakan roh terdalam dari semua

makhluk, yang merupakan kesadaran murni. Bila kamu merugikan tetanggamu

sebenamya kamu merugikan dirimu sendiri. Bila kamu merugikan makhluk hidup

lainnya, sebenarnya kamu merugikan dirimu sendiri, karena segenap alam tiada

20

Page 25: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

lain adalah dirimu sendiri. Inilah ajaran susila Hindu yang merupakan dasar

kebenaran methapisik yang mendasari segala kode etik Hindu. Atman atau sang

diri adalah satu. Satu kehidupan bergetar dalam semua makhluk. Di antara

makhluk hidup, manusia merupakan makhluk paling istimewa, makhluk yang

paling sempurna karena memiliki tri pemana (bayu, sabda, idep). Dengan idep

manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mampu

melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik.

Ajaran susila hendaknya diterapkan di dalam kehidupan kita di dunia ini,

karena dunia inilah tempat kita berkarma. Pembenahan diri sendiri merupakan

prioritas yang utama, di samping pembenahan diri dalam hubungan dengan orang

lain. Kelahiran kita merupakan tangga untuk naik ke sorga. Oleh karena itu,

kesempatan ini kita abdikan untuk meningkatkan diri dalam kebajikan agar tidak

jatuh ke neraka. Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu

meningkatkan sifat-sifat baik dan mulia yang ada pada dirinya. Pada dasarnya

dalam diri manusia ada dua kecendrungan, yaitu kecendrungan berbuat baik dan

kecendrungan berbuat buruk. Sri Kresna di dalam kitab Bhagawadgita membagi

kecendrungan budhi manusia menjadi dua bagian, yaitu:

1. Daiwi Sampad, yaitu sifat-sifat kedewaan.

2. Asun Sampad, yaitu sifat-sifat keraksasaan.

Manusia di dalam bertingkah laku sangat dipengaruhi oleh tiga sifat yang

disebut Triguna, yang terdiri dari:

a. Satwam/satwa adalah sifat tenang.

b. Rajas/rajah adalah sifat dinamis.

c. Tamas/tamah adalah sifat lamban.

Dengan demikian secara umum dikatakan bahwa Tn guna adalah V tiga

macam sifat manusia yang mempengaruhi kehidupan manusia. Tri guna ini

terdapat pada setiap orang hanya saja ukurannya berbeda-beda. Tri guna ini

merupakan tiga macam elemen atau nilai-nilai yang ada hubungannya dengan

karakter dari makhluk hidup khususnya manusia. Perbedaan ukuran masing-

masing Tri guna dalam diri seseorang menyebabkan pembawaan dari manusia

yang satu berbeda dengan yang lainnya.

21

Page 26: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Apabila kekuatan sattwam mengungguli rajah dan tamah, maka Atma

mencapai moksa/kelepasan. Bila sattwam dan rajah sama kuatnya, maka Atma

mencapai sorga. Jika kekuatan sattwam, rajah, dan tamah. berimbang, maka

menjelmalah Atma sebagai manusia. Jika sifat rajah yang lebih unggul dari

sattwam dan tamah, menyebabkan Atma jatuh ke alam neraka. Apabila sifat

tamah yang lebih unggul dari sattwam dan rajah, maka Atma menjelma menjadi

binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Dasa mala tergolong kedalam kelompok asubha karma, di samping tri

mala, sad ripu, sad atatayi, dan sapta timira. Dasa mala merupakan sumber dari

kedursilaan, yaitu bentuk perbuatan yang bertentangan dengan susila, yang

cendrung kepada kejahatan. Semua perbuatan yang bertentangan dengan susila

hendaknya kita hindari dalam hidup ini agar terhindar dari penderitaan.

Ada sepuluh macam sifat yang tidak baik atau kotor yang disebut dasa

mala. Adapun pembagian dari dasa mala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tandri artinya orang yang malas, suka makan dan tidur saja, tidak tulus,

hanya ingin melakukan kejahatan.

2. Kleda axtinya berputus asa, suka menunda dan tidak mau memahami

maksud orang lain. Sikap putus asa, suka menunda-nunda suatu pekerjaan

adalah merupakan sikap yang didominasi oleh sifat-sifat tamas.

3. Leja artinya berpikiran gelap, bernafsu besar dan gembira melakukan

kejahatan. Pikiran paling menentukan kualitas prilaku manusia dalam

kehidupan di dunia ini. Pikiranlah yang mengatur gerak sepuluh indria

sehingga disebut Raja Indria. Kalau Raja Indria tidak baik maka indria yang

lain pun menjadi tidak baik pula.

4. Kutila artinya menyakiti orang lain, pemabuk, dan penipu. Menyakiti dan

membunuh makhluk lain, lebih-lebih manusia merupakan perbuatan yang

bertentangan dengan ajaran agama. Kutil juga berarti pemabuk. Orang yang

suka mabuk maka pikirannya akan menjadi gelap. Pikiran yang gelap akan

membuat orang tersebut melakukan hal-hal yang bersifat negatif termasuk

menyakiti orang lain, menipu dan sebaginya. Di dalam pergaulan ia akan

terlihat kasar dalam berkata atau pun bertindak, suka menyakiti orang lain.

22

Page 27: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

5. Kuhaka artinya pemarah, suka mencari-cari kesalahan orang lain, berkata

sembarangan, dan keras kepala. Bila kita emosi atau marah, kita

mengeluarkan cairan adrenalin dalam darah kita. Ini memiliki pengaruh

penurunan kekebalan pada badan kita sehingga kita akan menjadi sakit.

Sebaliknya bila kita dipenuhi dengan kasih sayang dan kedamaian dalam

pikiran, maka kita akan mengeluarkan cairan endorfin yang dapat

menambah sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah penyakit.

6. Metraya adalah suka berkata menyakiti hati, sombong, irihati dan suka

menggoda istri orang lain.

7. Megata artinya berbuat jahat, berkata manis tetapi pamrih. Lain dimulut lain

dihati, berkata manis karena ada udang dibalik batu, adalah perbuatan yang

sering dilakukan oleh orang yang terlalu pamrih.

8. Ragastri artinya bernafsu dan suka memperkosa. Ragastri merupakan sifat-

sifat yang bertentangan dengan ajaran agama. Sifat-ifat seperti itu sifat-sifat

asuri sampat/sifat-sifat keraksasaan. Memperkosa kehormatan orang lain

adalah perbuatan terkutuk dan hina.

9. Bhaksa Bhuana artinya suka menyakiti orang lain, penipu, dan hidup

berpoya-poya. Berpoya-poya bararti mempergunakan harta melebihi batas

normal. Hal ini tidak baik dan melanggar dharma, yang dapat berakibat tidak

baik pula. Sering kita lihat di masyarakat, bahwa kekayaan yang berlimpah

jika penggunaannya tidak didasari oleh dharma pada akhimya justru

menyebabkan orang akan masuk neraka, seperti mabuk, mencari wanita

penghibur dan sebagainya.

10. Kimburu artinya penipu dan pencuri terhadap siapa saja tidak pandang bulu,

pendengki dan irihati. Sifat dengki dan irihati merupakan salah satu sifat

yang kurang baik (asubha karma) yang patut dihilangkan.

23

Page 28: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB VI

TEMPAT SUCI

Tempat suci bagi penganut agama merupakani sarana atau salah satu alat

untuk mengadakan kontak atau hubungan ke hadapan Tuhan yang dipujanya.

Ditempat inilah umat melakukan konsentrasi memuja kebesaran Ida Sang Hyang

Widhi Wasa sebagai sumber dari segala sumber yang ada. Di samping itu

keberadaan tempat suci suatu agama juga merupakan salah satu persyaratan untuk

mendapatkan pengakuan dari negara. Tempat suci umat Hindu disebut dengan

nama Pura. Tempat suci umat Hindu selain disebut dengan nama pura, juga

disebut dengan nama Kahyangan atau Parhyangan dan Sanggah atau Merajan.

Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi

Wasa besrta manifestasinya. Selain itu pura juga merupakan benteng umat Hindu

yang bersifat rohaniah agar terlepas dari pengaruh-pengaruh yang kurang baik

dalam kehidupan ini. Pura sebagai tempat suci pada umumnya dibagi menjadi tiga

areal dalam satu komplek berbentuk garis horizontal. Adapun areal pura yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Jeroan merupakan areal atau bagian terdalam dari pura, di mana pada bagian

ini diletakan atau dibangun pelinggih-pelinggih utama yang melambangkan

alam atas atau Swah Loka.

2) Jaba Tengah merupakan bagian tengah dari pura, areal ini melambangkan

bagian tengah dari alam semesta yang disebut Bhuwah Loka.

3) Jaba Sisi merupakan bagian luar dari Pura. Areal ini melambangkan alam

bawah dan alam semesta yang disebut Bhur Loka.

Berdasarkan fugsinya, Pura dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1) Pura Jagat (umum) adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk

memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta, segala macam prabhawaNya.

2) Pura Kawitan (khusus), adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk

memuja Atma Sidha dewata (roh suci leluhur)

Tempat suci bagi umat Hindu pada umumnya disebut “Pura”. Bila kita

mengadakan pengamatan langsung dalam kehidupan masyarakat Hindu maka kita

akan dapat lihat banyak Pura disekitarnya, lebih-lebih bila kita mengadakan

24

Page 29: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

pengamatan itu di sekitar masyarakat di Bali. Dunia memberikan nama bahwa

Pulau Bali adalah sebagai pulau seribu Pura. Adapun jenis-jenis Pura itu bila

dikelompokkan maka akan terdapat berbagai jenis Pura, diantaranya adalah : Pura

Umum, Pura Teritorial, Pura Fungsional, dan Pura Khwitan.

Pura Umum adalah Pura yang disungsung oleh semua lapisan umat Hindu.

Penyungsung Pura ini tidak lagi membedakan klen, profesi ataupun ikatan

wilayah. Pura Umum dikelompokkan lagi menjadi 3 (tiga) jenis diantaranya

adalah : Pura Kahyangan Jagat, Pura Catur Lokaphala, dan Pura Dang

Kahyangan.

Pura Teritorial adalah jenis Pura yang memiliki ciri-ciri kesatuan wilayah

sebagai tempat pemujaan Desa Pekraman. Pada Pura ini yang berkewajiban untuk

mempertanggung jawabkan secara penuh adalah masyarakat Hindu yang menjadi

anggota Desa Pekraman yang bersangkutan. Adapun yang tergolong jenis Pura

Teritorial adalah Pura Kahyangan Tiga, yang terdiri dari : Pura Desa, Pura Puseh,

dan Pura Dalem.

Pura Fungsional adalah Pura yang penyungsungnya didasarkan atas

adanya ikatan kekaryaan/profesi, seperti Pura Subak yang disungsung oleh para

petani tanah basah, Pura Alas Arum disungsung oleh para petani lahan kering,

Pura melanting disungsung oleh para pedagang, dan Pura segara disungsung oleh

para Nelayan.

Pura Kawitan adalah Pura yang penyungsungnya didasarkan atas ikatan

keturunan/klen. Adapun jenis pemujaan ini adalah : Sanggah/Pemerajan

keluarga/da-dia, Sanggah/Pemerajan Paibon, Pura Panti, dan Pura Pedarman.

Pura sebagai tempat suci bagi umat Hindu hendaknya tetap dijaga

kesuciannya dengan menegakkan tata tertib masuk Pura, seperti misalnya tentang

hal ; berpakaian, sikap atau prilaku seseorang untuk memasuki Pura, dan kesucian

seseorang yang memasuki Pura itu. Bila seseorang dalarn keadaan cuntaka baik

secara pribadi maupun Umum, dilarang untuk masuk areal tempat suci/Pura itu.

Keberadaan Pura sebagai tempat suci sebenarnya mempunyai fungsi ganda dalam

artian selain digunakan untuk kegiatan-kegiatan kesucian, juga berfungsi untuk

kegiatan pendidikan serta mengembangkan ethika.

25

Page 30: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Demikianlah Pura sebagai tempat suci bagi umat Hindu, hendaknya dapat

difungsikan sesuai dengan keperluannya dan dilestarikan keberadaannya karena

sangat bermanfaat bagi umat baik dalam hubungan rohani maupun jasmani.

Semakin tersucikannya Pura itu maka tujuan umat untuk mewujudkan “Jagadhita.

dan moksa” dalam kehidupan ini semakin jelas adanya.

26

Page 31: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

BAB VII

AMTA SRADDHA

Sraddha/keyakinan sebagai dasar kepercayaan Hindu bersumber pada

pustaka suci Weda, yang tersebar pada naskah sruti dan smrti. Dengan memahami

dasar sraddha maka pelaksanaan ajaran Agama akan semakin mantap. Dasar

pelaksanaan ajaran agama Hindu ada 5 (lima) keyakinan yang disebut Panca

Sraddha, yaitu:

1. Percaya kepada adanya Brahman

2. Percaya kepada adanya Atman

3. Percaya kepada adanya Karmaphala

4. Percaya kepada adanya Punarbhawa

5. Percaya kepada aclanya Moksa.

Kelima sraddha ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga

merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan tidak dapat berjalan sendiri-

sendiri. Namun pada pembahasan ini hanya menjelaskan tentang sraddha yang

kedua yaitu Atma Sraddha, Atma sebagai sumber hidup.

Atma merupakan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa

(Brahman). Dari segi etimologi kata Atma berasal dari bahasa sanskerta yang

berarti jiwa atau roh. Atma merupakan hidupnya hidup. Atma dalam Agama

Hindu dipandang sebagai kesadaran sejati yang memberikan hidup kepada badan

jasmani. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa pada hakekatnya Atma itu

adalah Brahman. Hal ini dinyatakan dengan kalimat “Brahman atman aikyam” .

artinya Brahman dan Atma itu tunggal adanya. Brahman adalah asas kosmis atau

asas alam semesta, sedangkan atma adalah asas hidup manusia. Atma juga disebut

Jiwa karena ia memberikan hidup pada raga atau badan jasmani. Jiwa yang masuk

dan memberikan hidup pada makhluk hidup disebut Jiwatman.

Dengan demikian Atma memiliki peranan yang sangat penting di dalam

tubuh/badan dibandingkan dengan organ-organ yang lain. Ketika anggota-anggota

tubuh satu-persatu meninggalkan badan, orang itu masih hidup, namun pada

waktu Atma meninggalkan badan tubuh akan mati. Demikianlah keberadaan

Atman sebagai hidupnya hidup dan semua kesadaran tubuh berasal dari Atma.

27

Page 32: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

Dari uraian tersebut dapat kita sebutkan tentang fungsi Atma adalah

sebagai berikut:

1. Sebagai sumber hidup citta (alam pikiran) dan badan.

2. Bertanggung jawab atas baik buruknya segala perbuatan

3. Sebagai sumber tenaga hidup dan suksma sanira.

Pada hakekanya Atma adalah Brahman. Dalam kitab upanisad disebutkan

“Brahman Atman Aikyam” yang artinya : Brahman dan Atman itu adalah satu

adanya. Brahman adalah asas kosmos atau asas alam semesta, sedangkan Atman

adalah hidup manusia atau asas prdadi. Cara mewujudkan hakekat Brahman

dalam kehidupan ini adalah dengan terlebih dahulu memahami sifat-sifat dari

Atman itu sendiri, yang pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang sama dengan

sifat-sifat Brahman. Adapun sifat-sifat Atma adalah sebagai berikut:

1. Acchodya artinya tidak terlukai oleh senjata.

2. Adahya artinya tidak terbakar oleh api.

3. Akledya artinya tidak terkeringkan oleh angin.

4. Acesya artinya tidak terbasahi oleh air.

5. Nitya artinya abadi

6. Sarwagatah artinya ada dimana-mana.

7. Sthanu artinya tidak berpindah-pindah.

8. Acala artinya tidak bergerak.

9. Sanatana artinya selalu sama/kekal.

10. Awyakta artinya tidak dilahirkan.

11. Achintya artinya tidak terlahirkan.

12. Awikara artinya tidak berubah.

Seperti telah disebutkan bahwa Atma merupakan percikan kecil dari Ida

Sang Hyang Widhi Wasa (Brahman). Atma merupakan kesadaran yang sejati,

yang memberikan hidup kepada makhluk hidup. Atma merupakan asas hidup

manusia atau asas pribadi. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa Atman

memiliki peran yang sangat penting dibandingkan dengan organ-organ yang

lainnya. Jika anggota-anggota tubuh yang lain satu-persatu meninggalkan badan,

orang itu masih hidup, namun jika Atman meninggalkan tubuh maka orang itu

28

Page 33: RANGKUMAN MATERI AGAMA BPK IDA BAGUS PUTRA

akan mati. Demikianlah keberadaan Atman sebagai hidupnya hidup dan semua

kesadaran tubuh berasal dari Atman.

Atma merupakan bagian dari Paratma yang memiliki sifat-sifat kesucian

yang sama dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Namun setelah Atma masuk

kedalam tubuh, iapun kena pengaruh maya dengan segala wujudnya. Karena

pengaruh maya maka Atma menikmati wisayanya dan Atma menjadi Awidya,

sehingga tidak lagi mengetahui atau menyadari sifat-sifat aslinya. Awidya inilah

menyebabkan Atma semakin jauh dari asalnya yaitu Brahman. Jadi manusia lahir

dalam keadaan awidya yang menyebabkan ketidak sempurnaannya. Atma tidak

pernah mengalami kelahiran dan kematian, tetapi badan manusia mengalami

kematian.

Jadi hanya badan yang hancur namun Atmanya tetap kekal. Apabila badan

berpisah dengan jiwatma maka pada waktu itu manusia disebut mati. Jiwatma

yang kekal itu akan mengalami sorga dan neraka sesuai dengan perbuatannya.

Jiwatma itu tidak menetap selamanya disana, ia akan turun lagi mengambil wujud

baru sesuai dengan karmawesananya. Kelahiran itu bukan hanya sekali tetapi

berulang-ulang yang disebut Punarbhawa. Penjelmaan terus berlanjut sampai

sampai suatu saat jiwatma sadar akan hakekat dirinya sendiri serta dapat

melepaskan dirinya dari ikatan maya dan manunggal dengan Brahman (Moksa).

Bahwa pada dasarnya Atma adalah Brahman yang seutuhnya. Namun

karena keterbatasan kemampuan seseorang tidak mengetahui bahwa Atman yang

ada pada dirinya itu sesungguhnya adalah Brahman. Brahman (Atma) sebagai

sumber hidup, sedangkah alam pikiran dan badan wadahnya adalah alat untuk

hidup. Badan/tubuh manusia terdiri dari tiga lapis badan yang disebut Tri Sarira.

Tri Sarira terdiri dari:

1. Sthula sarira yaitu badan kasar terdiri dari : tulang , daging, otot, sumsum,

darah dan kulit, yang semuanya itu dibentuk oleh unsur-unsur Panca

mahabhuta,

2. Suksma sarira yang dibentuk oleh budhi, manah dan ahamkara.

3. Antahkarana sarira yaitu badan penyebab.

29