Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

16
MEKANISME NYERI Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn.M.Si SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2017

Transcript of Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

Page 1: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

MEKANISME NYERI

Oleh :

Luh Putu Dea Sasmita Pralambari

dr. Ida Bagus Gde Sujana,SpAn.M.Si

SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2017

Page 2: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

2.1 Definisi Nyeri ............................................................................................. 3

2.2 Klasifikasi Nyeri ........................................................................................ 3

2.3 Mekanisme Nyeri ....................................................................................... 5

2.4 Efek Samping Nyeri ................................................................................... 11

BAB III. SIMPULAN ...................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri yang pada umumnya merupakan manifestasi klinis dari suatu penyakit

adalah gejala awal yang membuat sebagian besar orang datang ke suatu pelayanan

kesehatan. Nyeri selalu bersifat subjektif dan bervariasi berdasarkan waktu dan

lamanya berlangsung (transient, intermittent, atau persistent), intensitas (ringan,

sedang, berat), kualitas (tajam, tumpul, terbakar), serta penjalarannya (superfisial,

dalam, difus).

Secara biologis, stimuli yang muncul akibat nyeri disebabkan oleh adanya

kerusakan jaringan. Nyeri adalah bentuk pengalaman yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau potensial. Hal ini tidak diragukan lagi

menyebabkan suatu sensasi pada satu atau lebih bagian tubuh. Sensasi tersebut

juga dapat mengakibatkan perasaan tidak enak pada diri sehingga dapat juga

dikatakan sebagai pengalaman emosional.

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, seperti contoh

yaitu menurut jenisnya (nosiseptik, neurogenik, dan psikogenik), menurut

timbulnya nyeri (akut dan kronik), menurut penyebabnya (onkologik dan non-

onkologik), dan menurut derajat nyerinya (ringan, sedang, dan benar).

Nyeri terkadang memberikan dampak serius bagi penderitanya. Dampak

yang ditimbulkan biasanya secara fisiologis dan psikologis. Riwayat nyeri yang

diderita seorang pasien harus digali dengan teliti termasuk identifikasi onset dan

progesivitas penyakit sehingga penyedia layanan kesehatan dapat fokus pada

bagaimana terjadinya nyeri, dari nyeri lokal hingga nyeri yang menyebar atau

pengalaman nyeri multipel. Semua pasien berhak atas pemeriksaan nyeri yang

adekuat termasuk lokasi, intensitas, kualitas, onset, durasi, obat penghilang nyeri,

faktor pemicu, efek nyeri, dan respon terhadap pengobatan sebelumnya.

Terapi nyeri dengan mengikuti “WHO Three Step Analgesic Ladder” adalah

garis besar strategi terapi farmakologi yang terdiri dari tiga tangga langkah

analgesik menurut WHO. Penggunaan obat analgesik non opiat adalah awal mula

dari pengobatan, apabila nyeri masih terasa, tambahkan obat opioid lemah

misalnya kodein, terakhir apabila nyeri masih belum reda atau menetap maka

Page 4: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

2

2

disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin. Umumnya, prinsip

“Three Step Analgesic Ladder” dapat diterapkan untuk nyeri akut maupun kronik

dengan tetap ada perbedaan. Pada nyeri kronis, mengikuti langkah tangga 1-2-3.

Sebaliknya pada nyeri akut mengikuti langkah tangga 3-2-1. Pada setiap langkah

dapat ditambahkan obat pembantu apabila dirasakan perlu.

Page 5: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara aktual atau potensial.1

Nyeri sesungguhnya merupakan tanda yang bernilai subyektif, sebab seorang

tenaga kesehatan tidak bisa menilai seberapa nyeri tersebut mempengaruhi

kualitas seseorang serta mengetahui seperti apa nyeri tersebut dirasakan.

2.2 Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, yaitu:

1. Nyeri berdasarkan jenis

Menurut jenisnya, nyeri dapat dibagi menjadi tiga yaitu nyeri nosiseptik

nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik.2 Nyeri nosiseptik adalah nyeri yang

diakibatkan oleh noksius (trauma, penyakit, atau proses radang). Nyeri neurogenik

adalah nyeri yang diakibatkan karena adanya lesi, disfungsi, atau gangguan pada

sistem saraf pusat atau perifer. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang timbul

dipengaruhi oleh mental, emosi, dan perilaku seseorang.

2. Klasifikasi berdasarkan anatomi

Beberapa nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tubuh, contohnya

nyeri punggung, nyeri pelvis, sakit kepala, dan lainnya yang merujuk pada satu

lokasi pada bagian tubuh.3

3. Klasifikasi berdasarkan durasi

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasaran seberapa lama durasi nyeri tersebut

dirasakan. Hal tersebut dikarenakan nyeri memiliki hubungan dengan kerusakan

jaringan, inflamasi, atau proses dari suatu penyakit sehingga akan menimbulkan

suatu durasi yang dapat dihitung berdasarkan berapa jam, hari, maupun minggu.3

4. Klasifikasi berdasarkan etiologi

Cara lainnya untuk mengklasifikasikan nyeri adalah berdasarkan etiologi

nyeri itu sendiri. Cara ini dilakukan untuk membedakan apakah nyeri yang timbul

merupakan nyeri somatogenik atau nyeri psikogenik.3 Hal ini dapat dilakukan

Page 6: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

4

dengan melakukan pemeriksaan fisik, imaging, dan laboratorium. Namun, apabila

semua hasil menunjukkan nilai normal, maka nyeri dapat dipastikan berasal dari

konflik fisik atau psikopatologi.

5. Klasifikasi berdasarkan keparahan

Kerap kali nyeri diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya.

Umumnya dasar yang digunakan untuk menilai adalah angka 0-10 dengan 0

diinterpretasikan dengan tidak dirasakannya nyeri dan 10 diinterpretasikan dengan

sangat nyeri.3 Selain itu, tingkat keparahan nyeri juga dapat dinilai menggunakan

skala pengukuran lainnya.

6. Klasifikasi berdasarkan timbulnya nyeri

Berdasarkan timbulnya, nyeri dapat dibedakan menjadi dua yaitu nyeri akut

dan nyeri kronik.3 Nyeri akut adalah nyeri disertai dengan kerusakan jaringan

yang nyata (pain with nociception). Sebaliknya nyeri kronis adalah nyeri yang

dapat terjadi tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang nyata (pain without

nociception).2 Nyeri akut dapat dibagi lagi menjadi dua tipe, yaitu somatik dan

viseral.

Nyeri somatik diklasifikasikan menjadi superfisial dan dalam. Nyeri

somatik superfisial adalah nyeri akibat nosiseptif yang timbul dari kulit, jaringan

subkutan, dan membran mukus.4 Sedangkan nyeri somatik timbul dari otot,

tendon, sendi, dan tulang. Nyeri viseral adalah nyeri yang timbul akibat proses

dari suatu penyakit atau fungsi abnormal organ dalam atau yang melindunginya.4

Subtipe nyeri viseral dibagi menjadi empat yaitu true localized visceral pain,

localized parietal pain, referred visceral pain, and referred parietal pain.

7. Klasifikasi berdasarkan kualitas nyeri

Berdasarkan kualitas, nyeri diklasifikan menjadi dua jenis yaitu nyeri cepat

dan nyeri lambat.5 Nyeri cepat adalah nyeri yang singkat dan memiliki tempat

yang jelas sesuai rangsang yang diberikan. Sebagai contoh misalnya nyeri tusuk,

nyeri pembedahan. Sedangkan nyeri lambat adalah nyeri yang sulit dilokalisir dan

tidak berhubungan dengan rangsang misalnya rasa terbakar, rasa berdenyut atau

ngilu.

Page 7: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

5

2.3 Mekanisme Nyeri

Sistem saraf memiliki peran penting bagi manusia. Salah satu peran penting

tersebut adalah menghantarkan impuls yang nantinya diterjemahkan sebagai

sebuah informasi tentang adanya ancaman atau cedera. Sebelum mempelajari

bagaimana perjalanan nyeri, ada baiknya untuk mengetahui reseptor nyeri yang

merupakan awal sebelum impuls nyeri dihantarkan melalui sistem saraf. Reseptor

tersebut dinamakan nosiseptor.6 Nosiseptor merupakan aferen primer yang

menerima stimulus noksius pada saraf perifer. Stimulus noksius yang dimaksud

adalah suhu (>42oC), bahan kimia (pH), maupun mekanik.7 Nosiseptor dibagi

menjadi tiga tipe akson, yaitu akson Aβ, Aδ, dan C.4 Tipe pertama termasuk

mekanoreseptor yang berespon terhadap pinch dan pinprick. Tipe kedua adalah

silent nociceptors yang hanya merespon apabila terdapat inflamasi, dan tipe ketiga

yang merupakan nosiseptor polymodal mechanoheat. Ilustrasi letak dan jenis

noksius pada setiap akson dapat dilihat pada gambar 1.

Perbedaan diameter dan terbungkus atau tidaknya akson dengan mielin

menyebabkan perbedaan pada penghantaran impuls menuju kornu dorsalis. Akson

A merupakan akson yang bermielin dan memungkinkan potensial aksi berpindah

sangat cepat (20 m/s) ke sistem saraf pusat (SSP).6 Sedangkan akson C yang tidak

bermielin akan menghantarkan impuls lebih lambat (2 m/s).6 Selain itu, terdapat

pula perbedaan pada sifat dari nyeri yang ditimbulkan. Serabut A akan

Gambar 1. Perbedaan lokasi akson pada

terminal sentral.

Page 8: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

6

dipersepsikan sebagai nyeri yang bersifat menusuk atau tajam, sedangkan

stimulus pada serabut C akan dipersepsikan sebagai nyeri tumpul dan seperti

terbakar.4

Secara umum, terdapat empat proses yang terjadi pada perjalanan impuls

nyeri, yaitu:

Transduksi : Penerimaan stimulus nyeri atau noksius oleh nosiseptor yang

selanjutnya diubah menjadi impuls elektrik.

Transmisi : Penghantaran impuls elektrik dari saraf perifer menuju kornu

dorsalis di medula spinalis kemudian ke talamus melalui traktus

spinotalamikus dan selanjutnya diterusnya ke korteks serebri.

Modulasi : Proses perubahan transmisi impuls nyeri yang melibatkan

Descending Modulatory Pain Pathways (DMPP) sehingga dapat

menyebabkan proses peningkatan impuls nyeri (eksitasi) atau

penurunan impuls nyeri (inhibisi).

Persepsi : Hasil akhir yang menimbulkan suatu perasaan subyektif yang

dikenal sebagai nyeri.

Transmisi nyeri dari nosiseptor perifer hingga CNS

Perjalanan nyeri sebenarnya adalah lalu lintas dua arah yang terdiri dari

jalur asenden dan desenden.7 Nyeri disalurkan melalui tiga jalur neuronal yang

mentrasmisikan stimulus noksius dari perifer menuju korteks serebri. Pada

awalnya, jalur proyeksi transmisi informasi nyeri menuju otak dimulai saat neuron

aferen primer yang disebut nosiseptor mendapatkan stimulus noksius dan

menyampaikannya pada neuron urutan kedua di pusat relay nosisepsi bernama

kornu dorsalis yang terletak di medula spinalis.6 Proses penerimaan stimulus

tersebut dinamakan transduksi.

Saat impuls telah diterima oleh nosiseptor, selanjutnya impuls tersebut akan

diubah menjadi aktivitas listrik. Aktivitas listrik yang timbul diakibatkan karena

adanya potensial aksi yang merupakan perubahan cepat pada potensial membarn

yang menyebar secara cepat di sepanjang membran serat saraf. Potensial aksi

dimulai dari tahap istirahat. Membran dikatakan menjadi terpolarisasi selama

tahap ini karena adanya potensial membran negatif. Kemudian, dilanjutkan

Page 9: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

7

dengan tahap depolarisasi. Pada saat ini, membran menjadi permeabel terhadap

ion natrium, sehingga sejumlah besar ion natrium bermuatan positif berdifusi ke

dalam akson. Akibat hal tersebut, keadaan terpolarisasi dinetralisasi oleh ion

natrium bermuatan postif yang mengalir masuk dan potensial meningkat dengan

cepat ke arah positif. Keadaan ini disebut depolarisasi. Selanjutnya tahap yang

terakhir adalah tahap repolarisasi. Pada tahap ini, ketika membran sangat

permeabel terhadap ion natrium, kanal natrium mulai tertutup dan kanal kalium

terbuka yang kemudian menyebabkan difusi ion kalium yang berlangsung cepat

ke bagian luar dan membentuk kembali potensial membran istirahat negatif yang

normal.8

Aksi potensial yang melewati nosiseptor tersentisisasi menyebabkan

pelepasan neuropeptida seperti substansi P, cholecytokinin (CCK), dan calcitonin

gene-related peptide (CGRP) oleh ujung perifer yang berkontribusi pada

pengerahan faktor-faktor dari serum dan sel inflamatorik pada lokasi cedera.7

Substansi P berperan dalam pengeluaran bradikinin lebih lanjut dan sumber

pelepasan histamin dari sel mast serta serotonin (5-HT) dari trombosit, yang

selanjutnya meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan iritabilitas

nosiseptor. Saat rangsangan terjadi secara terus-menerus, eksitabilitas nosiseptor

akan meningkat sehingga menyebabkan ambang batas aktivasi menurun dan

respon terhadap rangsangan akan meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan

meningkatnya sensitivitas pada daerah cedera akibat mekanisme perifer yang

disebut sensitisasi perifer atau hiperalgesia primer.4

Gambar 2. Proses transduksi pada saraf perifer.

Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63;1981, and ehlet H et al . Anesth Anlg. 1993;77;1049

Page 10: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

8

Setelah proses transduksi terjadi, neuron urutan pertama akan bersinap

dengan neuron urutan kedua. Selain bersinap dengan neuron urutan kedua, akson-

akson pada neuron urutan pertama mungkin juga bersinap dengan interneuron,

neuron simpatik, dan neuron ventral horn motor saat berada di kornu dorsalis.4

Terminal sentral aferen primer pada kornu dorsalis menduduki lokasi yang

berbeda. Skema representasi proyeksi spinal serat aferen primer dapat dilihat pada

gambar 2.

Setelah serat aferen memasuki medula spinalis, serat-serat tersebut

selanjutnya memisahkan diri sesuai dengan ukuran, lebar, serat bermielin terletak

lebih medial, dan serat yang tidak bermielin terletak di lateral. Serat-serat nyeri

Gambar 3. Serat C tidak bermyelin bersinap dengan interneuron di lamina I

(marginal layer) dan II (substantia gelatinosa of Rolando [SGR]). Serat

cutaneous Aδ berproyeksi pada lamina I, II, V, dan serat Aβ berterminasi

primer pada lamina III-V di kornu dorsalis.

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shaver S. (2015). Handbook of Pharmacology and

Physiology in Anesthetic Practice Third Edition. Wolters Kluwer.

Gambar 3. Proses transmisi menuju traktus

spinothalamikus.

Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63;1981, and ehlet

H et al . Anesth Anlg. 1993;77;1049

Page 11: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

9

memungkinkan untuk menaiki dan menuruni satu sampai tiga segmen medula

spinalis pada traktus Lissauer’s sebelum bersinap dengan neuron urutan kedua

dalam gray matter pada kornu dorsalis ipsilateral.4 Pada umumnya, serat-serat

nyeri berhubungan dengan neuron urutan kedua melalui interneuron. Jalur mayor

pada neuron urutan kedua adalah traktus spinothalamikus yang terletak

anterolateral di dalam white matter dari medula spinalis.

Traktus asenden ini dapat dibagi menjadi dua yaitu traktus lateral dan

traktus medial. Traktus spinotalamus lateral (neospinotalamus) berproyeksi

umumnya menuju nukelus posterolateral ventral pada talamus yang membawa

aspek nyeri seperti lokasi, intensitas, dan durasi. Sedangkan traktus spinotalamus

medial (paleospinotalamus) berproyeksi pada talamus medial dan bertanggung

jawab untuk mediasi autonomi dan persepsi emosional yang tidak menyenangkan

terhadap nyeri.4 Beberapa serat spinothalamus juga berproyeksi pada

periaqueductal grey dan medula rostral ventral sehingga dengan demikian

memungkinkan untuk menjadi hubungan yang penting antara jalur asenden dan

desenden. Serat-serat kolateral juga berproyeksi pada sistem pengaktifan retikuler

dan hipotalamus. Hal tersebut mungkin bertanggung jawab dalam timbulnya

respon pada nyeri.

Gambar 4. Proses modulasi yang menghantarkan

impuls asenden dan desenden.

Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63;1981, and ehlet H et

al . Anesth Anlg. 1993;77;1049

Page 12: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

10

Neuron urutan ketiga terletak pada thalamus dan mengirimkan serat menuju

area somatosensori I dan II di postcentral gyrus pada korteks parietal dan dinding

superior pada fisura sylvian secara berturut-turut.6 Persepsi dan pemisahan

lokalisasi nyeri bertempat di area kortikal tersebut. Selain itu, neuron proyeksi

lainnya juga melibatkan korteks cingulate dan insular melalui hubungan dengan

brainstem dan amygdala yang berperan sebagai komponen afektif dari

pengalaman nyeri.6

Gambar 5. Proses perjalanan nyeri menuju CNS

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shaver S. (2015). Handbook of

Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice Third Edition.

Wolters Kluwer.

Gambar 6. Proses persepsi pada korteks

somatosensori.

Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63;1981, and ehlet H

et al . Anesth Anlg. 1993;77;1049

Page 13: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

11

Dalam proses perjalan nyeri terdapat suatu teori yang dikenal sebagai gate

theory yang menyebutkan bahwa informasi stimulus nyeri akan diproyeksikan ke

regio supraspinal brain apabila pintu terbuka.6 Sedangkan stimulus nyeri tidak

akan terasa apabila pintu tertutup oleh impuls inhibisi. Teori ini berhubungan

dengan jalur asenden desenden pada proses transmisi nyeri. Jalur desenden

berasal dari korteks somatosensori dan hipotalamus. Neuron-neuron talamus

menurun ke midbrain dan bersinaps pada jalur asenden pada medula spinalis dan

menghambat sinyal-sinyal saraf yang menuju ke atas. Hasilnya akan terjadi

penurunan nyeri (analgesia). Beberapa sifat analgesia ini juga merupakan hasil

timulasi neurotransmiter opioid alami seperti endorfin, dinorfin, dan enkefalin.7

2.4 Efek Samping Nyeri

Nyeri merupakan suatu pertanda adanya suatu kerusakan pada jaringan, oleh

sebab itu nyeri harus ditangani untuk alasan hak asasi dan juga untuk

memodifikasi respon terhadapat cedera yang terjadi. Besar respon terhadap cedera

yang terjadi berbanding lurus terhadap kerusakan jaringan dan pada akhirnya akan

mengakibatkan perubahan fisiologis. Selain efek fisiologis, efek psikologis juga

dapat terganggu dan dapat menjadi berbahaya meskipun terkadang diremehkan.

1. Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh nyeri dan cedera merupakan

akibat aktivasi sistem saraf pusat dan perifer. Respon stres yang ditimbulkan

meliputi respon sistem metabolik akibat dilepaskan hormon neuroendokrin,

pelepasan sitokin lokal seperti interleukin (IL), dan tumor necroting factor

(TNF) pada lokasi cedera yang menyebabkan perubahan fisiologis tubuh.7

Perubahan fisiologis pada sistem endokrin terjadi pada peningkatan

jumlah hormon katabolik seperti adrenocorticotrophic hormonr (ACTH),

antidiuretic hormone (ADH), kortisol, hormon pertumbuhan, katekolamin,

angiotensin II, aldosteron, glukoagon, IL-1, IL-6, dan TNF. Selain itu juga

terjadi penurunan jumlah hormon anabolik, yaitu insulin dan testosteron.

Peningkatan katekolamin, aldosteron, ADH, kortisol, angiotensin II, dan

prostaglandin akan mengakibatkan retensi air dan natriun, serta peningkatan

ekskresi kalium dan cairan ekstrasel fungsional serta perpindahan cairan ke

Page 14: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

12

intrasel sehingga keseimbangan aliran air dan elektrolit tubuh juga akan

terganggu.

2. Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis yang terjadi akibat nyeri berbeda-beda pada setiap

individu. Hal tersebut diakibatkan perbedaan seperti kultur budaya,

pengalaman, makna nyeri, tingkat rasa takut dan kecemasan, kepribadian,

dan kemampuan kontrol terhadap suatu kejadian. Beberapa contoh reaksi

psikologis akibat kegagalan dalam meredakan nyeri adalah ansietas,

insomnia, demoralisasi, depresi, sulit berkonsentrasi, dan berinteraksi sosial

hingga tidak mampu berkomunikasi terhadap orang lain.7

Page 15: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

13

BAB III

SIMPULAN

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

yang disertai oleh kerusakan jaringan secara aktual dan potensial. Nyeri dapat

diklasifikasikan berdasarkan tujuh faktor, yaitu berdasarkan jenis, anatomi, durasi,

etiologi, keparahan, timbulnya nyeri, dan kualitas nyeri.

Secara umum, perjalanan nyeri terjadi melalui empat proses. Proses tersebut

adalah transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Apabila nyeri tidak ditangani

dengan baik, pasien dapat mengalami efek samping yaitu perubahan fisiologis dan

psikologis.

Page 16: Oleh : Luh Putu Dea Sasmita Pralambari dr. Ida Bagus Gde ...

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali N, Lewis M. (2015). Understanding Pain, An Introduction for Patients

and Caregivers. Rowman & Littlefield.

2. Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan

Reanimasi. Jakarta: Indeks.

3. Butler SH, Chapman CR, Turk DC. (2001). Bonica’s Management of Pain

Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

4. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. (2013). Morgan & Mikhail’s

Clinical Anesthesiology Fifth Edition. Mc Graw Hill Education.

5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. (2002). Petunjuk Praktis Anestesiologi

Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shaver S. (2015). Handbook of

Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice Third Edition. Wolters

Kluwer.

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia.

(2009). Panduan Tatalaksana Nyeri Operatif. Jakarta: PP IDSAI.

8. Hall JE. (2014). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

Keduabelas. Saunders Elsevier.