Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

15
Nama : Satrio Nugroho NPM : 1406585721 Kelas : Pascasarjana Hukum Ekonomi Sore Kelas B Dosen : HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK DI INDONESIA Transisi Politik Menuju Demokrasi 1. Dari Otoritarianisme ke Demokrasi : Kemunculan Negara- Negara Demokrasi Baru Menurut Samuel P. Hunington, dalam dua dekade terakhir ini, kita melihat terjadinya revolusi politik yang luar biasa dimana transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi telah terjadi di lebih dari 40 negara. Deraan krisis ekonomi dan moneter yang menimpa beberapa saat lalu semakin menimbulkan tuntutan akan adanya perubahan, hal ini memperlihatkan bahwa faktor internasional secara langsung atau tidak langsung mungkin mengkondisi dan mempengaruhi jalannya transisi, namun para partisipan utama dan pengaruh-pengaruh dominan dalam setiap perubahan tetap berasal dari dalam negeri. Perubahan di berbagai negara menunjukkan bahwa berbagai cara transisi- transisi dikondisika dan dibentuk oleh keadaan keadaan

description

HAM

Transcript of Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Page 1: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Nama : Satrio Nugroho

NPM : 1406585721

Kelas : Pascasarjana Hukum Ekonomi Sore Kelas B

Dosen :

HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK DI INDONESIA

Transisi Politik Menuju Demokrasi

1. Dari Otoritarianisme ke Demokrasi : Kemunculan Negara-Negara Demokrasi

Baru

Menurut Samuel P. Hunington, dalam dua dekade terakhir ini, kita melihat

terjadinya revolusi politik yang luar biasa dimana transisi dari otoritarianisme menuju

demokrasi telah terjadi di lebih dari 40 negara. Deraan krisis ekonomi dan moneter

yang menimpa beberapa saat lalu semakin menimbulkan tuntutan akan adanya

perubahan, hal ini memperlihatkan bahwa faktor internasional secara langsung atau

tidak langsung mungkin mengkondisi dan mempengaruhi jalannya transisi, namun

para partisipan utama dan pengaruh-pengaruh dominan dalam setiap perubahan

tetap berasal dari dalam negeri. Perubahan di berbagai negara menunjukkan bahwa

berbagai cara transisi-transisi dikondisika dan dibentuk oleh keadaan keadaan

historis yang mungkin unik untuk setiap negara, namun mengambil pola-pola yang

telah diramalkan dengan melihat berbagai unsur.

2. Reposisi Hubungan Sipil – Militer

Menurut Hunington, sesungguhnya semua rezim otoritarian, apaun tipenya

mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu hubungan antara sipil dan militer yang

tidak begitu diperhatikan. Dalam rezim militer tidak ada kontrol sipil, dan pemimpin

serta organisasi milter sering melakukan fungsi yang luas dan bervariasi yang jauh

Page 2: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

dari misi milter yang normal.dalam sistem monarki tradisional, militer berperan hanya

sebagai “Penjaga Malam” atau dalam sistem pemerintahan disebut sebagai

pertahanan keamanan. Fungsi inilah yang dibedakan secara tajam dengan fungsi

sipil yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara kecuali

pertahanan dan keamanan.

Pada negara maju, pemetaan kedua fungsi militer dan sipil sudah bisa berjalan

seimbang, dimana masing-masing berperan sebagaimana fungsinya, tidak tumpang

tindih dan intervensi, walaupun ada intervensi yang terjadi adalah sipil

mempengaruhi militer bukan sebaliknya. Dimana dalam konteks transisi menuju

demokrasi di indonesia diperoleh reposisi hubungan sipil-milier dalam arti

menyeluruh, dan tidak hanya terbatas pada bidang politik saja.

3. Perumusan Kebijakan Baru Untuk Menyelesaikan Hubungan dengan Rezim

Sebelumnya

Solon membagi membagi masyarakat kedalam beberapat kelas dimana pada

tingkat pertama berkaitan dengan masalah pemberian “perlindungan yang besar”

bagi populasi penduduk, yang kita namakan sebagai kekuasaan hukum yang

didalamnya termasuk instrumen-instrumen hukum. Tingkat kedua masyarakat baru

memerlukan tatanan sosial baru. Ketiga, berkaitan dengan penanganan masa

lampau, adalah salah untuk menghina pihak-pihak yang dulu kaya dan berkuasa.

Keempat, mungkin penegasan Solon untuk melakukan pemihakan bukan

meruapakan hal yang tidak bealasan.

4. Demiliterisasi Tidak Hanya dengan Militer

Salah satu hal yang paling fundamental alah segala sesuatu yang berkaitan

dengan imaji kita terhadap kedudukan dan peranan militer, yang kemudian menjadi

institusi yang secara optimal diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan

Page 3: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

bangsa, suatu konsepsi yang kemudian banyak dinyatakan dalam penyusunan

konstitusi tertulis dari beberapa negara, yang dikaitkan dengan ideologi-ideologi

keamanan nasional, yang mengaplikasikan bahwa kekuatan militer harus memiliki

monopoli yang tidak dapat dipersengketakan tentang hal-hal apa saja yang menjadi

kepentingan mereka, dan kapan dan dimana hal tersebut dapat menjadi ancaman.

Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik

1. Kasus Pembunuhan Steven Biko di Afrika Selatan

Pada tanggal 18 Agustus 1977, Steven Biko, pendiri dari Gerakan Kesadaran

Kaum Kulit Hitam (Black Consciousness Movement) dan pemimpin kulit hitam yang

paling kharismatis yang muncul di Afrika dalam masa penahanan yang panjang dari

Nelson Mandela, di tahan di suatu pos polisi penghadang jalan. Dia kemudian

meninggal dunia pada tanggal 12 September 1977, terbaring telanjang diatas tikar

dari lantai batu di rumah sakit penjara Pretoria, dengan mulut penuh bekas pukulan

dan berbusa. Pembunuhan terhadapnya merupakan salah satu bentuk kejahatan

dari sederetan kekejaman mengerikan yang banyak terjadi selama diterapkannya

system apartheid di Afrika Selatan, suatu sistem yang diberi label oleh Majelis

Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai suatu kejahatan terhadap

kemanusiaan.

2. Makna Keadilan dalam Proses Rekonsiliasi

Ntsiki Biko, janda dari Steven Biko, ternyata menghendaki agar para pembunuh

suaminya dihukum. Sebelum para pembunuh Steven Biko mengajukan permohonan

untuk mendapatkan amnesty dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan,

Ntsiki Biko telah mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan,

dengan tuntutan bahwa kewenangan Komisi untuk memberikan amnesty adalah

Page 4: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

inkonstitusional dan bertentangan dengan hukum internasional. Dalam putusannya,

walaupun menyatakan simpati terhadap Ntsiki Biko, Mahkamah Konstitusi menolak

kedua argument tersebut.

Dalam putusannya pada tanggal 16 Februari 1999, Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi Afrika Selatan kemudian menyatakan menolak untuk memberikan

amnesti terhadap para pembunuh Steven Biko, berdasarka dua alasan sebagai

berikut :

I. para pembunuh Bio belum memberikan kesaksiannya dengan sejujur-jujurnya

tentang kematian Biko kepada Komisi; dan

II. pembunuhan Biko tidak terkait dengan suatu tujuan politik.

3. Perspektif Hukum Internasional

Sebagaimana diketahui, dalam berbagai transisi, fungsi khusus dari

penghukuman dan amnesti harus dibandingkan; dan prioritas relatif di antara kedua

hal tersebut tidak dapat disusun secara teoritis. Perspektif ini, terlihat ganjil

dihadapan perspektif hukum internasional yang menyatakan bahwa “states to punish

certain human rights rimes commited in their territorial jurisdiction”, termasuk,

khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan. Banyak pihak yang berpendapat

bahwa kewajiban internasional untuk menghukum berbagai kejahatan yang

dilakukan paa masa lalu akan menolong untuk “assure that governments do not

forego trials simply because it seems politically expedient to do so”.

Pengalaman Beberapa Negara

1. Beberapa Negara Amerika Latin

a. Beberapa Karakteristik Transisi Politik di Amerika Latin dan Eropa Selatan

Page 5: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Transisi politik yang terjadi di negara Eropa Selatan berbeda dengan yang

terjadi di Amereka Latin, faktor-faktor internasional lebih menguntungkan transisi

politik yang terjadi di negara-negara Eropa Selatan. Dalam analisisnya, O’Donnell

mencatat adanya heteroginitas yang lebih tinggi di Amerika Latin daripada di Eropa

Selatan.

b. Beberapa Rezim “Otoriterisme Birokratis” atau “Tradisional”

Dapat dikatakan Amerika Latin cenderung untuk lebih heterogen daripada Eropa

Selatan, yang dilihat oleh para ahli sebagai “Otoriterisme birokratis” atau

“Tradisional” yang memiliki unsur-unsur patrimonialis.

c. Peru Sebagai Suatu Negara Otoriterisme “Populis”

Pada kasus Peru, meskipun peran sentral yang dimainkan angkatan bersenjata

atau kalangan militernya membedakan otoriterisme mereka, dimana peran sentral

dimainkan oleh gerakan-gerakan politik sipil yamh diarahkan oleh kepemimpinan

yang sangat dipersonalisasikan.

d. Perbedaan dengan Rezim Birokratik Otoriter

Pada rezim Peru terdapat orientasi antioligarkis untuk memperluas industri dan

peran ekonomi negara yang belum maju dan ketiadaan menyingkirkan sektor rakyat

seperti pada birokratik otoriter. Rezim Peru mendapatkan dukungan dari fraksi-fraksi

perkotaan dan sektor pertanian berbeda dengan birokratik otoriter. Walaupun rezim

Peru kurang sistematik dan keras dalam represi dibandingkan birokratik otoriter

e. Beberapa Kasus Lainnya

Kasus lainnya adalah Chile, tergolong kepada birokratik otoriter,Chile melakukan

langkah-langkah yang sangat terbatas, mudah dibalikkan dan tidak pasti menuju

liberalisasi, rezim ini menunjukkan banyak kemerosotantetapi tidak mau tunduk

kepada oposisi yang ditimbulkannya.

Page 6: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Pada Meksiko terjadi revolusi terlembaga yang menunjukkan kesinambungan

yang mengagumkan dalam sistem kepemimpinan, berbeda dengan rezim birokratik

otoriter dalam tingkat pelembagaannya yang relatif tinggi dan, oleh karenanya dalam

kemampuannya untuk menangani suatu masalah yang menghantui relatif berbeda

dalam hal peranan angkatan bersenjata dalam struktur kekuasaan yang

mengandalkan dukungan dari rakyat.

2. Beberapa Negara Non-Amerika Latin

a. Politik dan Kekuasaan Kehakiman Yunani

Pada intinya, dapat dikatakan peranan hakim dalam proses kembar dari transisi

menuju demokrasi dan konsolidasi di Yunani memegang peranan yang krusial,

sistem kekuasaan kehakiman memegang peranan sentral terhadap penyelesaian

kasus-kasus yang berhubungan dengan pihak lain melalui otoriter. Sebagai suatu

hal yang berbeda secara tajam dengan pejabat pengadilan di negara-negara

common law, yang secara sadar dan sengaja menentukan peranannya yang

berpengaruh secara politis terhadap perkembangan dan penciptaan peraturan-

peraturam hukum, hakim di yunani ditetapkan untuk melakukan langkah sebaai

suatu yang hanya berkedudukan sebagai operator penegakan hukum dari

penguasa.

b. Konsepsi”Jalan Tengah” di Jerman dan Cekoslovakia

Naik Jerman maupun Cekoslovakia telah mengalami berbagai rezim pada masa

lalu, Dibandingkan dengan kasus dimana negara-negara demokrasi modern

berupaya menggunakan sarana hukum untuk menghadapi kejahatan rezim masa

lalu, Republik Federal Jerman cenderung mengupayakan penyelesaian dan

mendapatkan keuntungan atas hal tersebut.

c. Perspektif Beberapa Negara Lainnya

Page 7: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Berbeda dengan transisi yang melalui negoisasi sebagaimana Argentina dan

Chile, dalam konteks yang sama perspektif Negara Eropa Tengah, Pemerintah

Jerman memberikan suatu keuntungan kelembagaan yang tidak dapat dipungkiri jika

dibandingkan dengan negara bekas komunis, seperti Polandia dan Hungaria, tidak

seperti kasus dimana norma demokratis dan budaya hukum liberal harus

direkomendasikan sendiri dari dasar, para penyusun kebijkan dapat menikmati

keuntungan suatu kondisi unik dari unifikasi nasional, dimana hasilnya Republik

Federal Jerman menawarkan suatu rekaman keadilan transnasional yang

tampaknya tetap tidak ada bandingannya dalam era pasca komunis.

BAB III

KEADILAN TRANASIONAL

A. Pengantar

1. Pemutusan kaitan dengan Masa Lalu, Pencarian Jalan Baru

a. Menghukum Masa Lalu, Atau Membiarkan Kaitan dengannya Tetap Eksis

Konsepsi keadilan transisional membawa hal ini, Sejak Perang Dunia II banyak

negara telah melepaskan diri dari kediktatoran dan tumbuh berbeda berdasarkan

atas latar belakang mereka masing-masing.

b. Pencarian Kebenaran, Rekonsiliasi, dan Keadilan

Kebenaran, Rekonsiliasim dan keadilan memberikan manfaat yang berbeda-

beda dalam proses transisi, dan prioritas yang diberikan kepada masing-masing

juga berbeda antar bangsa yang satu dengan yang lain. Perbedaan kondisi masa

lalu membuat upaya-upaya penyelesaian berbagai permasalahan yang terjadi

sebelumnya terutama masalah-masalah yang berkaitan dengan pelanggaran-

pelanggaran HAM berat menjadi berbeda,

2. Empat Permasalahan Utama: Politik Memori

Page 8: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

a. Empat Permasalahan Utama

Ruti G. Teitel, menyatakan bahwa dalam berbagai keadaan deawasa ini, ketika

muncul gerakan-gerakan politik besar-besaran dari pemerintah yang nonliberal,

muncul suatu permasalahan utama terkait dengan perlakuan terhadap pelaku

kejahatan di masa lalu suatu negara terhadap masa depannya..

b. Beberapa Sanksi Terhadap Kejahatan HAM Berat; Putusan Pengadilan

Nuremberg

Pertanyaan yang timbul adalah “apakah para pelaku kejahatan HAM harus

dihukum?”, banyak negara akan menjawab “Ya”. Hal itulah diantaranya yang

menyebabkan berbagai negara memiliki norma-norma hukum pidana, disamping

hukum pidana , hukum internasional juga termasuk bidang hukum yang telah

mengandung berbagai norma yang berkaitan dengan penuntutan dan pemberian

hukuman.

Pengadilan Nuremberg memiliki kewenangan untuk mengadili dan menghukum

orang-orang yang turut berkonspirasi melakukan kejahatan terhadap perdamaian

(crimes again peace), kejahatan perang (war crimes), dan kejahatan terhadap

kemanusiaan (Crimes against humanity) sebagaimana yang diatur dalam Piagam

yang dibentuk oleh negara-negara yang memegang kekuasaan utama (Major

Powers)yang mengatur yuridiksi dan fungsi dari Pengadilan Nuremberg.

Disamping ketiga tindak pidana tersebut dalam Statuta Roma juga diatur adanya

jenis kejahatan genosida (genocide), yakni sejumlah tindakan yang bertujuan untuk

melakukan penghancuran seluruh atau sebagian kelompok tertentu. Inilah yang

membedakan genosida degan kejahatan kemanusiaan lainnya. Yang menarik

adalah, Weston, Falk, dan D’Amato kemudian mempertanyakan apakah Fair jika kita

mengatakan bahwa pengadilan Nuremberg adalah sukses dalam hal “kekuatan

Page 9: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

mengikat dan efeknya” bagi hukum internasional dalam berhadapan dengan para

pemimpin dari negara yang merdeka? Ataukah hanya sekedar exercise dari

“keadilan pihak yang menang”.

c. Politik Memori

De Brito, Gonzales-Enriquez, dan Aguilar menyatakan bahwa salah satu di

antara permasalahan-permasalahan politik dan etika yang dihadapi selama transisi

politik rezim otoriter atau totaliter ke rezim demokratis adalah bagaimana untuk

menghadapi berbagai hal yang berkaitan dengan represi masa lalu. Menutur Teitel,

masalah keadilan transisional muncul di dalam konteks yang khusus dari transisi –

suatu pergeseran dalam tata pemerintahan.

3. Beberapa Wacana tentang “Transitology” dan “Consolidology”

Sehubungan kedua subdisiplin tersebut, Schmitter melihat adanya kemungkinan

terjadinya kontradiksi di antara tahapan-tahapan dari proses perubahan rezim dan

ilmu-ilmu semu yang mencoba untuk menjelaskan hal tersebut. Schmitter

berpendapat bahwa secara pribadi harus membuat suatu pergeseran epistemologis

agar dapat mengikuti perubahan-perubahan tingkah laku para perannya itu sendiri,

B. Konteks Internasional pada Waktu Transisi

Menurut Kritz, pemerintahan-pemerintahan asing didorong untuk memainkan

suatu peranan baik dalam bentuk pemberian perlindungan bagi mereka yang

berasal dari rezim sebelumnya atau menfasilitasi ekstradisi mereka untuk diadili.

Hukum internasional menempatkan institusi-institusi dan proses-proses yang

melampaui hukum dan politik domestik.Dalam periode perubahan politik, hukum

internasional menawarkan suatu kontruksi alternatif dari hukum yang, walaupun

terdapat suatu perubahan politik yang substansial, tetap berlangsung dan kekal.

Dalam periode perubahan politik yang terus menerus, hukum internasional

Page 10: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

menawarkan suatu konsep mediasi yang berguna. Norma-norma hukum positif

internasional didefiniskan dalam berbagai konvensi, traktat, kebiasan-kebiasaan.

C. Keadilan dalam Masa Transisi Politik

Dalam perdebatan tentang hubungan hukum dan keadilan dengan liberalisasi,

terdapat 2 (dua) pandangan yang saling berhadapan, yakni pandangan kelompok

realis versus kelompok idealis, dalam kaitannya dengan kenyataan bahwa hukum

harus menunjang pembangunan demokrasi.

D. Dilema Penerapan Aturan Hukum

Dalam periode transisi politik yang substansial, timbul suatu dilema tentang

penghormatan terhadap aturan-aturan hukum, dimana hal ini berkaitan dengan

permasalahan keadilan bagi rezim yang menggantikan. Menurut Teitel, dalam

periode transformasi politik, maslah legalitas adalah berbeda dengan masalah dalam

teori hukum seabgaimana politik terhadap hukum.

Page 11: Rangkuman HAM Dalam Transisi Politik Di Intonesia

Pendapat