RANDAI
-
Upload
herry-n-hidayat -
Category
Documents
-
view
386 -
download
8
description
Transcript of RANDAI
RANDAI
Randai sebagai konsep teater:
1. Randai didukung kelompok masyarakat budaya dengan sistem kemasyarakatan yang jelas.
2. Randai merupakan gabungan beberapa bentuk kesenian.
3. Randai selalu berkembang yang memiliki peluang untuk selalu dikembangkan.
Dalam masyarakat tradisi Minangkabau, randai termasuk dalam posisi profane. Artinya, randai
terbebas dari segala kegiatan yang berhubungan dengan adat dan agama secara langsung. Randai
muncul sebagai bentuk dan dalam kategori pamenan ‘permainan’. Permainan di sini dapat berarti
ganda: memperagakan keterampilan dan kemampuan serta bermain dalam kata-kata dan imaji.
Oleh karenanya, randai bukanlah sesuatu yang suci dan yang disakralkan. Tak ada sangsi agama
maupun adat sehingga randai menjadi sebuah bentuk kesenian yang terbuka dan selalu
berkembang.
Randai mengandung bentuk demokratisasi kehidupan masyarakat Minangkabau.
Diperagakannya randai di gelanggang, menjadikan segala bentuk hukum dan etika adat takluk pada
hukum di gelanggang. Gelanggang menempatkan setiap individu dalam kedudukan yang sama.
Pimpinan randai disebut tuo randai yang sewaktu-waktu sekaligus bertindak sebagai guru silat.
Tuo randai ini juga bertindak sebagai sutradara, tetapi tidak seperti drama barat.
Konsepsi etika dan estetika dalam masyarakat Minangkabau, secara umum mengacu pada
ungkapan nan baik budi nan endah baso. Hal ini juga bisa dihubungkan dengan putiah kapeh dapek
diliek putiah hati bakaadaan. Artinya, segala hal yang baik menurut masyarakat Minangkabau adalah
segala hal yang jelas ada, dapat bermanfaat, dan berguna. Jika hati memang bersih, harus terlihat
dalam tingkah laku dan tindak tanduk.
1. Etika
a. Status dan fungsi seseorang tetap dihormati
Cerita dalam randai bukanlah cerita nyata. Penggunaan nama gelar penghormatan digantikan
dengan penyebutan sifat atau kelakuan tokoh.
b. Harkat manusia tetap dijaga
Harkat manusia sebagai laki-laki dan perempuan tetap dijaga. Pada waktu tertentu, tokoh
perempuan diperankan oleh laki-laki, tetapi peran perempuan tetap ada. Pemeran tokoh jahat tetap
bermain dalam randai. Jadi, hanya tokoh jahat yang dihilangkan, bukan pemeran.
c. Semua tokoh adalah “manusia”
Penafsiran cerita dilakukan sesuai keperluan dan citarasa masyarakat setempat.
d. Pemaafan
Pasambahan pada bagian awal dan akhir pertunjukkan adalah bentuk etika pemain dan
penonton randai.
2. Estetika
a. Harmoni
Basis harmoni dalam randai berdasar langkah ampek dalam silat. Basis tersebut menyebabkan
lingkaran randai mempunyai empat gerakan pula, mengecil dan membesar, maju dan mundur.
Pemain juga harus berpasangan sehingga jumlah harus genap.
b. Kekuatan kata
Kata dengan pengertiannya dalam randai dipahami bersama oleh pemain dan penonton.
Seorang tokoh dalam randai bukan dikenali melalui kostum atau make up melainkan pada kata yang
diucapkan. Misalnya kalimat “Manolah mamak kanduang janyo denai...” menunjukkan pemain
memerankan tokoh kemenakan dengan menyebut mamak kepada lawan bicara.
Oleh karena itu, randai tidak membutuhkan properti dan dekorasi panggung secara mutlak.
c. Konfigurasi nilai-nilai
Nilai-nilai hukum dan relevansinya dengan kenyataan dijajarkan sebagai sebuah konfigurasi.
Randai tidak memberikan arahan terhadap sebuah standar hukum, tetapi resume yang diambil
untuk satu bagian dijajar lagi untuk bagian berikutnya.
d. Tanpa simbol
Tidak ada unsur yang berhubungan dengan pemujaan karena tidak berhubungan dengan adat
dan agama. Semua gerak, musik, dan cerita berangkat dari ekspresi manusia terhadap alam.
3. Artistik
a. Keseragaman yang beragam
Walaupun tampak tidak serentak, pada satu momentum pemain akan bergerak serentak dan
bersamaan. Seorang pemain akan mengejar momentum tersebut agar bisa serentak dengan pemain
lain.
b. Tidak bermain dalam permainan
Pemain yang tidak berperan, duduk membentuk sebuah lingkaran. Setiap pemain yang tidak
sedang memerankan tokoh akan bergabung dengan pemain lain di situ. Mereka secara bersama-
sama berjalan membentuk lingkaran tersebut.
c. Penonton, pemain, pemeran
Dalam randai, anak randai memiliki 3 peran sekaligus. Sebagai pemeran ketika dia memerankan
seorang tokoh cerita dalam randai. Setelah peran itu selesai, ia menjadi pemain. Sewaktu duduk
melingkar bersama pemain yang tidak memerankan tokoh, ia adalah penonton.
Tidak semua penonton adalah pemain, tetapi pemain dapat menjadi penonton. Tidak semua
pemain adalah pemeran, tetapi semua pemain dapat berperan.
d. Rapport sebagai penjalin
Bertemunya citarasa pemain dengan citarasa penonton disebut rapport (istilah yang dipilih Dr.
Khaidil Anwar dari bahasa Perancis untuk istilah batamu rueh jo buku).
Randai selalu menghadirkan dua hal secara bergantian. Bila etika ditampilkan dalam cerita dan
penceritaan, estetika berada dalam garis lingkaran. Bila estetika tampil dalam tari dan nyanyian,
etika mengurung dalam lingkaran.