RANDAI

4
RANDAI Randai sebagai konsep teater: 1. Randai didukung kelompok masyarakat budaya dengan sistem kemasyarakatan yang jelas. 2. Randai merupakan gabungan beberapa bentuk kesenian. 3. Randai selalu berkembang yang memiliki peluang untuk selalu dikembangkan. Dalam masyarakat tradisi Minangkabau, randai termasuk dalam posisi profane. Artinya, randai terbebas dari segala kegiatan yang berhubungan dengan adat dan agama secara langsung. Randai muncul sebagai bentuk dan dalam kategori pamenan ‘permainan’. Permainan di sini dapat berarti ganda: memperagakan keterampilan dan kemampuan serta bermain dalam kata-kata dan imaji. Oleh karenanya, randai bukanlah sesuatu yang suci dan yang disakralkan. Tak ada sangsi agama maupun adat sehingga randai menjadi sebuah bentuk kesenian yang terbuka dan selalu berkembang. Randai mengandung bentuk demokratisasi kehidupan masyarakat Minangkabau. Diperagakannya randai di gelanggang, menjadikan segala bentuk hukum dan etika adat takluk pada hukum di gelanggang. Gelanggang menempatkan setiap individu dalam kedudukan yang sama. Pimpinan randai disebut tuo randai yang sewaktu-waktu sekaligus bertindak sebagai guru silat. Tuo randai ini juga bertindak sebagai sutradara, tetapi tidak seperti drama barat. Konsepsi etika dan estetika dalam masyarakat Minangkabau, secara umum mengacu pada ungkapan nan baik budi nan endah baso. Hal ini juga bisa dihubungkan dengan putiah kapeh dapek diliek putiah hati bakaadaan. Artinya, segala hal yang baik menurut masyarakat Minangkabau adalah segala hal yang jelas ada, dapat bermanfaat, dan

description

Randai mengandung bentuk demokratisasi kehidupan masyarakat Minangkabau.

Transcript of RANDAI

Page 1: RANDAI

RANDAI

Randai sebagai konsep teater:

1. Randai didukung kelompok masyarakat budaya dengan sistem kemasyarakatan yang jelas.

2. Randai merupakan gabungan beberapa bentuk kesenian.

3. Randai selalu berkembang yang memiliki peluang untuk selalu dikembangkan.

Dalam masyarakat tradisi Minangkabau, randai termasuk dalam posisi profane. Artinya, randai

terbebas dari segala kegiatan yang berhubungan dengan adat dan agama secara langsung. Randai

muncul sebagai bentuk dan dalam kategori pamenan ‘permainan’. Permainan di sini dapat berarti

ganda: memperagakan keterampilan dan kemampuan serta bermain dalam kata-kata dan imaji.

Oleh karenanya, randai bukanlah sesuatu yang suci dan yang disakralkan. Tak ada sangsi agama

maupun adat sehingga randai menjadi sebuah bentuk kesenian yang terbuka dan selalu

berkembang.

Randai mengandung bentuk demokratisasi kehidupan masyarakat Minangkabau.

Diperagakannya randai di gelanggang, menjadikan segala bentuk hukum dan etika adat takluk pada

hukum di gelanggang. Gelanggang menempatkan setiap individu dalam kedudukan yang sama.

Pimpinan randai disebut tuo randai yang sewaktu-waktu sekaligus bertindak sebagai guru silat.

Tuo randai ini juga bertindak sebagai sutradara, tetapi tidak seperti drama barat.

Konsepsi etika dan estetika dalam masyarakat Minangkabau, secara umum mengacu pada

ungkapan nan baik budi nan endah baso. Hal ini juga bisa dihubungkan dengan putiah kapeh dapek

diliek putiah hati bakaadaan. Artinya, segala hal yang baik menurut masyarakat Minangkabau adalah

segala hal yang jelas ada, dapat bermanfaat, dan berguna. Jika hati memang bersih, harus terlihat

dalam tingkah laku dan tindak tanduk.

1. Etika

a. Status dan fungsi seseorang tetap dihormati

Cerita dalam randai bukanlah cerita nyata. Penggunaan nama gelar penghormatan digantikan

dengan penyebutan sifat atau kelakuan tokoh.

b. Harkat manusia tetap dijaga

Harkat manusia sebagai laki-laki dan perempuan tetap dijaga. Pada waktu tertentu, tokoh

perempuan diperankan oleh laki-laki, tetapi peran perempuan tetap ada. Pemeran tokoh jahat tetap

bermain dalam randai. Jadi, hanya tokoh jahat yang dihilangkan, bukan pemeran.

c. Semua tokoh adalah “manusia”

Page 2: RANDAI

Penafsiran cerita dilakukan sesuai keperluan dan citarasa masyarakat setempat.

d. Pemaafan

Pasambahan pada bagian awal dan akhir pertunjukkan adalah bentuk etika pemain dan

penonton randai.

2. Estetika

a. Harmoni

Basis harmoni dalam randai berdasar langkah ampek dalam silat. Basis tersebut menyebabkan

lingkaran randai mempunyai empat gerakan pula, mengecil dan membesar, maju dan mundur.

Pemain juga harus berpasangan sehingga jumlah harus genap.

b. Kekuatan kata

Kata dengan pengertiannya dalam randai dipahami bersama oleh pemain dan penonton.

Seorang tokoh dalam randai bukan dikenali melalui kostum atau make up melainkan pada kata yang

diucapkan. Misalnya kalimat “Manolah mamak kanduang janyo denai...” menunjukkan pemain

memerankan tokoh kemenakan dengan menyebut mamak kepada lawan bicara.

Oleh karena itu, randai tidak membutuhkan properti dan dekorasi panggung secara mutlak.

c. Konfigurasi nilai-nilai

Nilai-nilai hukum dan relevansinya dengan kenyataan dijajarkan sebagai sebuah konfigurasi.

Randai tidak memberikan arahan terhadap sebuah standar hukum, tetapi resume yang diambil

untuk satu bagian dijajar lagi untuk bagian berikutnya.

d. Tanpa simbol

Tidak ada unsur yang berhubungan dengan pemujaan karena tidak berhubungan dengan adat

dan agama. Semua gerak, musik, dan cerita berangkat dari ekspresi manusia terhadap alam.

3. Artistik

a. Keseragaman yang beragam

Walaupun tampak tidak serentak, pada satu momentum pemain akan bergerak serentak dan

bersamaan. Seorang pemain akan mengejar momentum tersebut agar bisa serentak dengan pemain

lain.

b. Tidak bermain dalam permainan

Pemain yang tidak berperan, duduk membentuk sebuah lingkaran. Setiap pemain yang tidak

sedang memerankan tokoh akan bergabung dengan pemain lain di situ. Mereka secara bersama-

sama berjalan membentuk lingkaran tersebut.

c. Penonton, pemain, pemeran

Page 3: RANDAI

Dalam randai, anak randai memiliki 3 peran sekaligus. Sebagai pemeran ketika dia memerankan

seorang tokoh cerita dalam randai. Setelah peran itu selesai, ia menjadi pemain. Sewaktu duduk

melingkar bersama pemain yang tidak memerankan tokoh, ia adalah penonton.

Tidak semua penonton adalah pemain, tetapi pemain dapat menjadi penonton. Tidak semua

pemain adalah pemeran, tetapi semua pemain dapat berperan.

d. Rapport sebagai penjalin

Bertemunya citarasa pemain dengan citarasa penonton disebut rapport (istilah yang dipilih Dr.

Khaidil Anwar dari bahasa Perancis untuk istilah batamu rueh jo buku).

Randai selalu menghadirkan dua hal secara bergantian. Bila etika ditampilkan dalam cerita dan

penceritaan, estetika berada dalam garis lingkaran. Bila estetika tampil dalam tari dan nyanyian,

etika mengurung dalam lingkaran.