RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

171
DRAFT LAPORAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Disiapkan oleh: Tim Pendamping DPRD Kabupaten Boyolali DEWAN PERWAKILAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI 2018

Transcript of RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

Page 1: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

DRAFT LAPORAN

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

TENTANG

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Disiapkan oleh:

Tim Pendamping DPRD Kabupaten Boyolali

DEWAN PERWAKILAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

2018

Page 2: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI
Page 3: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

i

KATA PENGANTAR

Rasa syukur ke hadlirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, kami

ucapkan atas selesainya penulisan Naskah Akademik untuk Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan

(IMB)). Penyusunan Naskah Akademik sebagai bagian dari aktivitas

perancangan peraturan perundang-undangan telah diwajibkan secara yuridis

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.

Naskah Akademik ini berisi kajian secara holistik dan futuristik

terhadap materi muatan yang akan dinormakan dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang IMB baik dari aspek filosofis, sosiologis, maupun

yuridis. Dengan demikian, maka Naskah Akademik merupakan bahan awal

yang memuat gagasan-gagasan tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup dan

materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang IMB. Bersama

Naskah Akademik ini dilampirkan Rancangan Peraturan Kabupaten Boyolali

tentang IMB sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Guna penyusunan Naskah Akademik ini telah dilakukan penelitian

pendahuluan yang ditujukan untuk mengumpulkan data-data yang

diperlukan, baik data primer maupun data sekunder. Sehubungan dengan itu,

pada kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu memperkaya data dan informasi baik secara langsung

maupun tidak langsung bagi penyusunan Naskah Akademik ini.

Akhirnya, semoga Naskah Akademik ini dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dan bahan dasar, sehingga dapat memudahkan

pembahasan Peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang IMB

oleh Pejabat yang berwenang.

Semarang, 2018

Penyusun

Page 4: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... i

Daftar Isi ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 2

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik .................... 2

D. Metode Penelitian dan Penyusunan Naskah Akademik ...................... 3

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS .......................... 1

A. Kajian Teoretis .................................................................................. 1

B. Kajian Terhadap Asas dan Prinsip Hukum yang Terkait Dengan

Penyusunan Norma Peraturan Daerah Tentang IMB. ......................... 12

C. Kajian Terhadap Praktek Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada Serta

Peran Serta Masyarakat .................................................................... 16

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT ......................................................................................... 1

Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait Dengan

IMB .................................................................................................... .. 1

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 1

4.1 Landasan Filosofis ........................................................................... 1

4.2 Landasan Sosiologis ........................................................................ 3

4.3 Landasan Yuridis ........................................................................... 5

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG IMB ... ........ 1

5.1 Jangkauan dan Arah Pengaturan ..................................................... 1

5.2 Ruang Lingkup ............................................................................... 2

BAB VI PENUTUP ........................................................................... 1

Page 5: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan pembangunan sebagai akibat dari peningkatan

realisasi investasi di Kabupaten Boyolali, perlu diimbangi dengan upaya

pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Pengaturan

dan pengendalian dilakukan dengan tujuan agar terjadi kesesuaian

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan terkendalinya pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan fungsi sehingga perencanaan tata ruang

bisa berlangsung optimal. Selain itu, pengaturan dan pengendalian

bertujuan untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal,

seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan, menjamin

keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam

penyelenggaraan bangunan, maka setiap pendirian bangunan harus

berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah Daerah

Kabupaten Boyolali selama ini sudah memiliki dasar hukum dalam

pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan yaitu Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali Nomor 6 tahun 2013 tentang Izin Mendirikan

Bangunan. Dengan diberlakukannya. Pemerintah Nomor 18 Tahun

2016 tentang Perangkat Daerah, maka Pemerintah Kabupaten Boyolali

telah menyusun Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16 Tahun

2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah, serta untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat dunia usaha akan pelayanan publik

yang prima, maka dipandang perlu untuk menyusun Peraturan Daerah

Baru mengenai Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali.

Peraturan Daerah yang baru ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

pelaksanaan pemberian izin untuk melakukan pengaturan dan

pengendalian pelaksanaan pembangunan.

Page 6: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-2

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu disusun Rancangan

Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan melalui

pembuatan Naskah Akademik sebagai dasar dalam perumusan

Rancangan Peraturan Daerah.

1.2. Identifikasi Permasalahan

Naskah akademik ini akan menganalisis 4 (empat) permasalahan

yang terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kabupaten Boyolali. Empat permasalahan tersebut antara lain:

a. Permasalahan apa yang dihadapi dalam perizinan bangunan di

Kabupaten Boyolali serta bagaimana permasalahan tersebut dapat

diatasi?

b. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar

pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan

negara dalam penyelesaian masalah tersebut?

c. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,

yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut?

d. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan, dan arah pengaturan?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan penyusunan Naskah Akademik Raperda tentang Izin

Mendirikan Bangunan Kabupaten Boyolali, sebagai berikut

a. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi dalam Izin

Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali;

b. Menyusun sinkronisasi dan harmonisasi hukum dengan dokumen

perencanaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

c. Menyusun Naskah Akademik serta rancangan Perda tentang

Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali.

Page 7: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-3

1.4. Metode

a. Teknik Pengumpulan Data

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali dipergunakan metode

penelitian yuridis normatif, terutama dengan dukungan data

sekunder baik dari PD maupun BPS. Sedangkan terkait dengan

peraturan perundangan dan kebijakan pembangunan daerah

menjadi pedoman bagi arah dan tujuan dalam penyusunan Raperda.

Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan

Bangunan di Kabupaten Boyolali dilengkapi dengan hasil penelitian

serta karya ilmiah lainnya yang memuat norma-norma hukum dan

kajian ilmiah yang terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan di

Kabupaten Boyolali. Sementara data primer diperoleh dari

wawancara mendalam dengan nara sumber terpilih dan para

pemangku kepentingan pembangunan yang memiliki perhatian dalam

penyusunan ini. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan

adalah sebagai berikut :

1) FGD (Focus Group Discussion)

Metode ini dipergunakan untuk mendapatkan tanggapan dan

sumbangan pemikiran dari pemangku kepentingan pembangunan

daerah Kabupaten Boyolali, berdasarkan hasil FGD maka akan

diperoleh informasi tentang kondisi yang telah dilakukan dalam

penyusunan Raperda Izin Mendirikan Bangunan.

2) Dokumentasi

Dokumentasi dipergunakan untuk mengumpulkan data

sekunder dari PD pengampu urusan di Kabupaten Boyolali, baik

data terkait Izin Mendirikan Bangunan serta data statistik lainnya

yang relavan dalam penyusunan naskah akademik ini. Kegiatan

penelusuran studi pustaka yang akan terutama kajian

Page 8: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-4

harmonisasi peraturan hukum terkait dan langkah kebijakan

yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali.

Kajian harmonisasi peraturan perundang-undangan baik nasional,

daerah maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan

referensi terkait lainnya.

b. Metode Analisis Data

1) Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan dalam proses penyusunan Naskah

Akademis dilaksanakan dengan eksplorasi atau pemetaan

permasalahan terkait. Metode identifikasi permasalahan yang

dipergunakan dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

tentang Izin Mendirikan Bangunan adalah Metode Rules (aturan),

Opportunity (kesempatan), Capacity (kemampuan),

Communication (komunikasi), Interset (kepentingan), Capacity

(kemampuan), dan Ideology (ideologi) atau disingkat ROCCIPI.

Metode tersebut dipergunakan untuk menggali dan

mengidentifikasi permasalahan terkait dengan pengaturan tentang

Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan.

Permasalahan yang akan dikaji dalam Rancangan Peraturan

Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan, melalui penelusuran

atas :

1) Rule (PeraturanPerundang-undangan),

2) Opportunity (Peluang),

3) Capacity (Kapasitas),

4) Communication (Komunikasi),

5) Interest (Kepentingan),

6) Process (Proses), dan

7) Ideology (Ideologi) yang terkait dengan pentingnya suatu

peraturan perundangan disusun.

Pada hakekatnya, ROCCIPI merupakan instrumen yang dapat

memudahkan legislator atau perancang peraturan perundang-

undangan untuk memahami fakta-fakta yang relevan, baik yang

Page 9: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-5

bersifat yuridis maupun non yuridis. Selanjutnya, fakta dimaksud

diperlukan untuk mengkaji apakah Rancangan Peraturan

Perundang-undangan yang akan dibuat nantinya, dapat

dilaksanakan dan ditegakkan.

2) Analisis Penyusunan Peraturan Perundangan

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus

berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan yang baik

dan ideal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dan

kecacatan dalam pembentukan norma. Asas-asas pembentukan

peraturan perundangundangan yang baik menurut I.C. van der

Vlies dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving dibagi

dalam dua kelompok yaitu:

1) Asas-asas formil:

a) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling),

yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan

harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk apa

dibuat;

b) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste

orgaan), yakni setiap jenis peraturan perundang-undangan

harus dibuat oleh lembaga atau organ pembentuk peraturan

perundagundagan yang berwenang; peraturan

perundangundangan tersebut dapat dibatalkan

(vernietegbaar) atau batal demi hukum (vanrechtswege

nieteg), bila dibuat oleh lembaga atau organ yang tidak

berwenang;

c) Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het

noodzakelijkheidsbeginsel);

d) Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel

van uitvoerbaarheid), yakni setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus didasarkan pada perhitungan

bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk

nantinya dapat berlaku secara efektif di masyarakat karena

Page 10: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-6

telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis,

maupun sosiologis sejak tahap penyusunannya;

e) Asas konsensus (het beginsel van de consensus).

2) Asas-asas materiil:

a) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van

duidelijke terminologie en duidelijke systematiek);

b) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

c) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het

rechtsgelijkheidsbeginsel);

d) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);

e) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual

(het beginsel van de individuele rechtsbedeling).

Selain itu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan, mengingatkan kepada pembentuk undang-undang

agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik dan asas materi muatan. Dalam

membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan

berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang baik, yang meliputi:

1) Asas kejelasan tujuan yaitu bahwa setiap Pembentukan

peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang

jelas yang hendak dicapai.

2) Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan

harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk

Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal

demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat

yang tidak berwenang.

3) Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

Page 11: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-7

undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan

yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan

Perundang-undangan.

4) Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan

efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam

masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

5) Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap

Peraturan Perundang-undangan dibuat Karena memang benar-

benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam engatur kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6) Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan

Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika,

pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai

macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7) Asas keterbukaan adalah bahwa dalam Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan

demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan

yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang akan

disusun juga harus mencerminkan asas:

1) Asas pengayoman, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus berfungsi memberikan pelindungan

untuk menciptakan ketentraman masyarakat;

2) Asas kemanusiaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan

penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat

Page 12: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-8

setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional;

3) Asas kebangsaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak

bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4) Asas kekeluargaan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

5) Asas kenusantaraan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan

seluruh wilayah Indonesia dan Materi muatan Peraturan

Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian

dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6) Asas bhinneka tunggal ika, bahwa Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus memperhatikan keragaman

penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah

serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara;

7) Asas keadilan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara;

8) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat

membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama,

suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;

9) Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap Materi

Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat

mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan

kepastian;

Page 13: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-9

10) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa

setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,

antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan

bangsa dan negara;

11) Asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-

undangan yang bersangkutan”, antara lain:

a) dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada

hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana,

dan asas praduga tak bersalah;

b) dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian,

antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan

itikad baik.

Asas-asas tersebut merupakan dasar berpijak bagi

pembentuk peraturan perundang-undangan dan penentu

kebijakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan.

Semua asas di atas, harus terpateri dalam diri penentu kebijakan

yang akan membentuk peraturan perundang-undangan yang

biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk pertanyaan dalam

setiap langkah yang ditempuh. Di luar asas-asas di atas, dalam

ilmu hukum atau ilmu perundang-undangan, diakui adanya

beberapa teori atau asas-asas yang selalu mengikuti dan

mengawali pembentukan peraturan perundang-undangan dan

secara umum teori dan asas-asas terserbut dijadikan acuan dalam

pembentuk peraturan perundang-undangan.

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan, ada

beberapa teori yang perlu dipahami yakni teori jenjang norma.

Hans Nawiasky, salah satu murid Hans Kelsen, mengembangkan

teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan

suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya “Allgemeine

Rechtslehre” mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans

Kelsen, suatu norma hukum negara selalu berlapis-lapis dan

berjenjang yakni norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan

Page 14: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

I-10

bersumber pada norma yang lebih tinggi dan begitu seterusnya

sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma

dasar. Dari teori tersebut, Hans Nawiasky menambahkan bahwa

selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang, norma hukum juga

berkelompok-kelompok. Nawiasky mengelompokkan menjadi 4

kelompok besar yakni :

1. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara);

2. Staatsgrundgezets (aturan dasar negara);

3. Formell Gezetz (undang-undang formal);

4. Verordnung dan Autonome Satzung (aturan pelaksana dan

aturan otonom).

Kelompok norma di atas hampir selalu ada dalam tata

susunan norma hukum di setiap negara, walaupun istilahnya dan

jumlah norma yang berbeda dalam setiap kelompoknya.

Di Indonesia, norma fundamental negara adalah Pancasila

dan norma ini harus dijadikan bintang pemandu bagi perancang

dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Penempatan

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara

adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan

Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar

dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga

setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Page 15: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-1

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1. Kajian Teoritis

a. Konsep Negara Hukum

Istilah negara hukum seringkali dipertukarkan dengan istilah

rule of law ataupun rechtsstaat. Pemakaian kedua istilah tersebut secara

bergantian untuk menggantikan istilah negara hukum terkesan

mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda. Rule

of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan

rechtsstaat merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa

Kontinental. Berdasarkan latar belakang dan dari sistem hukum yang

melatarbelakanginya tentu saja akan memunculkan perbedaan. Namun

dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan lagi

karena kedua konsep tersebut mengarah pada pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.1

Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX

meskipun pemikiran itu sudah muncul sebelum abad tersebut. Istilah

rule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert

Venn Dicey tahun 1885 dengan judul “Introduction to the Study of the

Law of the Constitution”. Namun satu abad sebelum A.V.Dicey

sebenarnya di Amerika Serikat telah muncul istilah yang memiliki

makna yang serupa dengan rule of law yaitu: “government of laws, not of

men”. Intinya adalah negara akan menjauhkan diri dari pemerintahan

absolut (tanpa pembatasan kekuasaan). Istilah “a government of laws

and not of men” pertama kali dikenalkan John Adams di tahun 1774

dalam artikelnya di Boston Gazette. Prinsip ini juga yang dipakai hakim

1 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi

tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Surabaya: Peradaban, 2007, hlm. 67.

Page 16: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-2

John Marshall dalam mengadili perkara Marbury v Madison yang

akhirnya melahirkan konsep judicial review.2

Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey terdiri dari

tiga aspek. Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular

law untuk menentang pengaruh dan meniadakan kesewenang-

wenangan, hak prerogatif, serta kekuasaan diskresi yang luas dari

pemerintah. Kedua, persamaan di hadapan hukum atau penundukan

secara sama dari semua golongan kepada hukum umum dari negara

yang dilaksanakan oleh peradilan umum. Artinya, tidak ada orang yang

berada di atas hukum sehingga baik pejabat maupun warga negara

biasa wajib mentaati hukum yang sama. Implikasinya adalah tidak

adanya peradilan administrasi. Ketiga, konstitusi adalah hasil dari the

ordinary law of the land. Hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi

merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan

ditegaskan oleh peradilan. Dengan demikian konstitusi dalam rule of law

adalah konstitusi yang berdasarkan pada hak-hak asasi manusia.3

Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey kemudian

berkembang lebih jauh. International Commission of Jurists di tahun

1959 (deklarasinya dikenal sebagai Deklarasi Delhi) merumuskan ciri-

ciri yang seharusnya ada dalam rule of law. Ciri-ciri tersebut yaitu:4

a. keberadaan pemerintahan yang representatif;

b. penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan

Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia di Tahun 1950;

c. tiadanya hukum pidana yang berlaku surut;

2 Brian Z. Tamanaha, “Rule of Law in The United States”, dalam Asian Discourses of

Rule of Law, ed.Randall Peerenboom, London: RoutledgeCurzon, 2004, hlm. 58.

3 A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Pengantar Studi

Hukum Konstitusi, diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 264.

Lihat juga Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi

tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm. 75.

4 Alex Carroll, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education

Limited, 2007, hlm. 46.

Page 17: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-3

d. adanya hak untuk mengajukan gugatan terhadap negara;

e. adanya hak atas pengadilan yang adil termasuk di antaranya adalah

pemberlakuan praduga tak bersalah, bantuan hukum, dan hak atas

upaya hukum banding;

f. peradilan yang mandiri;

g. adanya pengawasan atas peraturan perundang-undangan yang

berfungsi sebagai pelaksana undang-undang.

A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengemukakan tiga aspek rule of

law yang menjadikan rule of law lebih layak dipilih ketimbang negara

berdasarkan kekuasaan belaka. Pertama, rule of law mewujudkan

tatanan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat (law and order) dan

bukannya kondisi anarki yang memunculkan tiadanya rasa aman bagi

individu. Stabilitas, menurut Bradley dan Ewing, adalah prakondisi bagi

eksistensi sistem hukum. Kedua, rule of law berdasarkan pada prinsip

fundamental yang penting, yaitu bahwa pemerintahan dijalankan

dengan mengacu pada hukum dan setiap kasus yang terjadi diselesaikan

melalui putusan pengadilan. Ketiga, rule of law mengacu pada

pengumpulan pendapat, baik tentang bagaimana wewenang yang

seharusnya dimiliki oleh pemerintah dan bagaimana seharusnya

wewenang tersebut dijalankan.5

Seperti halnya rule of law, konsep rechtsstaat juga mengalami

perkembangan dari konsep klasik hingga ke konsep modern. Konsep

klasik diistilahkan sebagai klassiek liberale en democratische rechtsstaat

atau democratische rechtsstaat. Sedangkan konsep modern, khususnya

di Belanda, biasa disebut sociale rechtsstaat atau juga disebut sociale

democratische rechtsstaat.

Prinsip-prinsip dasar dari rechtsstaat yang bersifat liberal dan

demokratis, menurut Van Der Pot sebagaimana dikutip Hadjon, meliputi

tiga aspek. Pertama, adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang

5 A.W.Bradley dan K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson

Education Limited, 2007, hlm. 99.

Page 18: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-4

memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan

rakyat. Kedua, adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi:

kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen,

kekuasaan kehakiman yang bebas dan tidak hanya menangani sengketa

antara individu rakyat tetapi juga antara penguasa dan rakyat dan

pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang

(wetmatig bestuur). Ketiga, diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan

rakyat (vrijheidsrechten van de burger). Ciri-ciri tersebut menunjukkan

prinsip sentral rechtsstaat adalah pada pengakuan dan perlindungan

hak-hak asasi manusia serta kebebasan dan persamaan.6

Konsep sociale rechtsstaat merupakan varian dari liberale

rechsstaat yang memunculkan interpretasi baru terhadap hak-hak

klasik dengan memunculkan konsep hak-hak sosial, konsepsi baru

tentang kekuasan politik dalam hubungannya dengan kekuasaan

ekonomi, konsepsi baru tentang makna kepentingan umum, dan

karakter baru dari wet dan wetgeving. Interpretasi terhadap hak-hak

klasik tentang kebebasan dan persamaan memunculkan pandangan

bahwa kebebasan dan persamaan bukan hanya bersifat formal yuridis

saja tetapi secara riil dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan

pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan kultural. Legitimasi

kekuasaan politik dilihat dari sudut pandang kaitannya dengan

kekuasaan ekonomi. Kepentingan umum tidak diartikan sebagai

kepentingan negara atau kepentingan kaum borjuis tetapi kepentingan

dari demokratisasi nasional, yaitu setiap orang dapat menjadi bagian

dari cabang kekuasaan. Watak undang-undang dalam konsep liberal

yang restriktif dan sebagai instrumen stabilitasi mulai luntur karena

fungsi pembentukan undang-undang hanyalah sebagai landasan yuridis

formal bagi kebijakan pemerintah yang berorientasi sosial. Dengan

demikian watak ratio scripta atau aturan tertulis dalam undang-undang

direduksi menjadi instrumen hukum untuk mewujudkan kebijakan.

6 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi

tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm.71.

Page 19: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-5

Pergeseran-pergeseran tersebut mengarahkan sociale rechsstaat pada

tiga unsur pokok: hak-hak dasar, peluang ekonomi, dan distribusi

sosial.7

Pendapat yang serupa tentang konsep rechtsstaat juga

dikemukakan oleh Van Wijk dan Konijnbelt. Menurutnya rechtsstaat

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:8

a. pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), yang meliputi

kewenangan yang dinyatakan dengan tegas, tentang perlakuan yang

sama, dan tentang kepastian hukum;

b. jaminan atas hak-hak asasi;

c. pembagian kekuasaan yang meliputi struktur kewenangan atau

desentralisasi dan tentang tentang pengawasan dan kontrol;

d. pengawasan oleh kekuasaan peradilan.

Keempat unsur tersebut serupa dengan unsur rechtsstaat

menurut Zippelius yang menyatakan bahwa rechtsstaat memiliki unsur

pemerintahan menurut hukum, jaminan hak asasi, pembagian

kekuasaan, dan pengawasan yudisial terhadap pemerintah.9

b. Konsep Wewenang

Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara

dan hukum administrasi. Wewenang dalam hukum tata negara

dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam

konsep hukum publik wewenang berkaitan dengan kekuasaan.

Sedangkan wewenang, jika mengacu pada pengertian authority dalam

Black’s Law Dictionary, diartikan sebagai: “the right or permission to act

legally on another’s behalf; the power of one person to affect another’s

7 Ibid, hlm.73.

8A.Hamid S.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden

yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, Fakultas

Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990, hlm.45.

9 Ibid.

Page 20: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-6

legal relations by acts done in accordance with the other’s manifestation of

assent; the power delegated by a principal to an agent.”10

Menurut Van Maarseveen, sebagaimana dikutip Philipus M.

Hadjon, wewenang terdiri atas tiga komponen, yaitu:11

a. pengaruh, menunjukkan bahwa wewenang ditujukan untuk

mengendalikan perilaku subjek hukum;

b. dasar hukum, yaitu wewenang harus memiliki dasar hukum;

c. konformitas, menunjukkan bahwa adanya standar wewenang.

Wewenang dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu:

a. atribusi

Atribusi menurut Van Wijk dan Konijnenbelt merupakan cara normal

dalam memperoleh wewenang pemerintahan. Atribusi dalam

memperoleh wewenang membuat keputusan (besluit) bersumber

langsung kepada undang-undang dalam arti materiil. Dengan

demikian yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang

berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.12

b. Delegasi

Tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang

menjelaskan pengertian delegasi. Pengertian delegasi dapat mengacu

pada pengertian yang dirumuskan oleh Algemene Wet Bestuursrecht

(AWB) Artikel 10:13, yaitu: “Onder delegatie wordt verstaan: het

overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het

nemen van besluiten aan een ander die deze onder eigen

verantwoordelijkheid uitoefent (terjemahan GALA: ‘Delegation’ means

the transfer by an administrative authority of its power to make orders

10 Black Law’s Dictionary, Eds. Bryan A.Garnet et.al, St.Paul: West Publishing, 2009,

hlm.152.

11 Philipus M.Hadjon, Tentang Wewenang, Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas

Airlangga Nomor 5 dan 6 Tahun XII (September – Desember 1997), hlm.1.

12 Ibid, hlm.3.

Page 21: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-7

to another one, who assumes responsibility for the exercise of this

power)”

Dengan demikian konsep delegasi merupakan konsep pengalihan

wewenang dari satu badan tata usaha negara kepada badan tata

usaha negara lainnya. Tanggung jawab atas wewenang tersebut

menjadi tanggung jawab delegataris (yang menerima wewenang). Hal

tanggung jawab inilah yang nantinya membedakan konsep delegasi

dan mandat.

c. Mandat

Mandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan

kepada bawahan misalnya untuk membuat keputusan atas nama

pejabat yang member mandat. Keputusan itu merupakan keputusan

pejabat yang memberi mandat.13 Pengertian yang serupa dapat dilihat

pada Artikel 10:1 AWB, bahwa mandat disebut sebagai: “…de

bevoegdheid om in naam van een bestuursorgaan besluiten te nemen.”

(…the power to make orders in the name of an administrative

authority). Dengan demikian tanggung jawab jabatan tetap pada

pemberi. Inilah yang membedakan antara mandat dan delegasi. Oleh

karena itu penerima mandat tidak dapat menjadi tergugat dalam

sengketa tata usaha negara.14 Selain itu pembeda antara mandat dan

delegasi adalah pemberi mandat dapat menggunakan lagi wewenang

atas mandat tersebut.

Setiap wewenang dibatasi oleh isi/materi wewenang, wilayah

wewenang, dan waktu. Jika wewenang yang dilaksanakan melampaui

batas-batas tersebut maka yang timbul adalah kondisi-kondisi

berikut:15

13 Ibid, hlm.12.

14 Lihat Pasal 1 Angka 12 UU PTUN.

15Philipus M.Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum Universitas

Airlangga Surabaya, 10 Oktober 1994.

Page 22: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-8

a. onbevoegdheid ratione materiae atau ketidakwenangan karena

materi yaitu pemerintah oleh peraturan perundang-undangan

tidak diberikan wewenang untuk melakukan tindakan yang

dilakukannya. Misalnya, seorang walikota tidak berwenang untuk

mencabut Peraturan Daerah karena Peraturan Daerah hanya

dapat dicabut oleh Peraturan Daerah yang dibuat bersama-sama

oleh walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

b. Onbevoegdheid ratione loci atau ketidakwenangan karena

pemerintah tidak berwenang untuk melakukan tindakan

pemerintahan di wilayah tersebut. Misalnya, Pemerintah Kota

Salatiga tidak berhak untuk membuat Peraturan Daerah yang

mengatur rencana tata ruang wilayah yang cakupan wilayahnya

termasuk wilayah Kabupaten Boyolali.

c. Onbevoegdheid ratione temporis atau ketidakwenangan

pemerintah karena terlampauinya batas waktu. Misalnya,

tindakan pemerintah dilakukan dengan mengacu pada peraturan

perundang-undangan yang tidak berlaku lagi.

Wewenang memang memiliki batas, tetapi bisa terjadi suatu kondisi

tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan padahal tindakan

pemerintah diperlukan dalam kondisi tersebut. Hal ini bisa saja terjadi

karena tidak mungkin semua kondisi diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Di sinilah pentingnya konsep diskresi atau

freies ermessen.16

Menurut Darumurti, diskresi dapat didefinisikan sebagai bentuk

wewenang pada badan atau pejabat pemerintah yang memungkinkan

mereka untuk melakukan pilihan-pilihan dalam mengambil tindakan

16 Diskresi (discretionary power) merupakan konsep hukum administrasi Inggris.

Sedangkan freies ermessen merupakan konsep hukum administrasi Jerman. Kedua istilah

ini biasa digunakan untuk menyebut kekuasaan bebas. Untuk selanjutnya akan

digunakan istilah diskresi sebagai istilah untuk kekuasaan bebas. Lihat Philipus M.Hadjon

et.al, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2011, hlm.14.

Page 23: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-9

hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup tindakan

pemerintah. Diskresi dimiliki oleh pemerintah karena pemerintah

harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi

masyarakat (public service) yang mengakibatkan pemerintah tidak

boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak

dengan dalih terjadi kekosongan pengaturan hukum. Pemerintah

diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam lapangan

kehidupan masyarakat dan pemerintah dituntut untuk bertindak aktif

di tengah dinamika kehidupan masyarakat.17

Namun diskresi bukan berarti bebas tanpa batas sama sekali. Black’s

Law Dictionary menjelaskan discretion sebagai: “wise conduct and

management; cautious discernment; prudence” atau “individual

judgement; the power of free decision making”.18 Sedangkan

administrative discretion diartikan sebagai: “a public official’s or

agency’s power to exercise judgement in the discharge of its duties”.19

Pengertian diskresi menurut Black’s Law Dictionary ini menunjukkan

bahwa di balik kebebasan untuk membuat keputusan terdapat juga

aspek kehati-hatian yang perlu diperhatikan. Kebebasan bertindak

yang ada dalam konsep diskresi tidak dapat dilakukan dengan benar-

benar bebas. Kebebasan bertindak dalam diskresi tidak pula

menunjukkan bahwa administrasi negara bebas dari Undang-Undang.

Menurut Kranenburg, sebagaimana dikutip Hadjon, kebebasan yang

dimaksud dalam diskresi adalah kebebasan karena tidak ada

pengaturan. Diskresi perlu dilakukan karena Undang-Undang tidak

merinci apa yang terjadi secara konkret dan hal itulah yang harus

dicari sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu tetap ada keterikatan

pada peraturan perundang-undangan saat tindakan pemerintah

17 Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2012, hlm.57 – 58.

18 Black’s Law Dictionary, Op.cit, hlm.534.

19 Ibid.

Page 24: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-10

dilakukan atas dasar diskresi.20 Perlunya batasan-batasan dalam

diskresi juga dikemukakan oleh Ronald Dworkin yang menganalogikan

diskresi sebagai lubang roti donat yang dikelilingi oleh pembatasnya

berupa roti itu sendiri. Secara paradoksal, diskresi tidak akan eksis

jika tidak terdapat batasan-batasan yang mengelilinginya.21

Tidak absolutnya kebebasan bertindak juga diutarakan Matthew

Groves, sebagaimana dikutip Enrico Simanjuntak, yang

mendefinisikan diskresi sebagai: “…choice-namely, that an official who

is granted power to act or decide is also granted the freedom to choose

from a range of possible outcomes which an exercise of that power might

allow. But administrative law has long decreed that this freedom is not

absolute. Even the most discretionary powers are not taken to be

arbitrary power.”22

Konsep diskresi yang penting bagi kajian ini adalah bahwa ketika

diskresi digunakan dalam pemerintahan maka berlaku perlindungan

hukum kepada badan/pejabat yang bersangkutan. Perlindungan

hukum bagi badan/pejabat yang melakukan diskresi adalah jaminan

imunitas dari tindakan judicial review oleh hakim. Hal ini terkenal

dengan adagium “kebijakan tidak dapat diadili”. Dalam hukum tata

negara atau hukum administrasi Amerika Serikat, isu pengujian

terhadap kebijakan termasuk dalam kategori political question atau

nonjusticiable issue yaitu pengadilan akan menahan diri untuk tidak

melakukan intervensi (self-restraint) atas kekuasaan pemerintah yang

sifatnya sangat teknikal. Menurut Cass R. Sunstein, sebagaimana

dikutip Darumurti, dasar pertimbangan pengadilan untuk tidak

melakukan intervensi terhadap tindakan diskresi pemerintah adalah

20 Philipus M.Hadjon, Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan, Surabaya:

Djumali, 1985, hlm.45.

21 Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Cambridge: Harvard University Press,

1978, hlm.31.

22 Enrico Simanjuntak, Peradilan Administrasi dan Problematika Peraturan Kebijakan,

Varia Peradilan Tahun XXVI Nomor 305 April 2011, hlm.33

Page 25: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-11

argumen pragmatisme, yaitu judges lack expertise and they are not

politically accountable.23

c. Konsep Teoretis Perizinan

Kajian teoretis aspek perizinan bangunan terkait dengan aspek

hukum dalam perizinan. Persoalan perizinan akan menjadi menarik

dilihat jika dihubungkan dengan tatanan negara yang ada sekarang.

Pelaksanaan negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh

semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya.

Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintah

harusnya ditempatkan dalam dimensi negara hukum yang demokratis.

Oleh karena itu tentu perizinan tidak dapat dipahami asal maunya

aparatur pemerintah tetapi harus memperhatikan hak-hak warga

negara dalam kehidupan demokrasi. Adanya perizinan bukanlah

menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya mampu menciptakan

harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.24

Pengendalian setiap kegiatan atau perilaku individu atau

kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki

kesamaan seperti dispensasi dan konsesi.25 Perizinan sebagai salah satu

instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa

diterapkan sebagai salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah

daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum

kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang

dijadikan landasannya, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip

pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggungjawab publik.26

23 Krishna D. Darumurti, Op.cit, hlm.36 – 37.

24 Agus Ngadino, “Perizinan dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”, Makalah,

Universitas Sriwijaya, hlm. 4.

25 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta

Mas, 1988, hlm. 129.

26 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,

Bandung: Nuansa, 2009, hlm. 99.

Page 26: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-12

Menurut Sjachran Basah, izin merupakan perbuatan hukum

administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam

hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.27 Izin juga dapat

diartikan sebagai persetujuan penguasa berdasarkan peraturan

pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.28

Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah

sebagai norma penutup untuk menerapkan peraturan perundang-

undangan dan mewujudkan keadaan tertentu dalam negara hukum.

Izin adalah instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis

untuk mengemudikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan

pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari

ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Adapun dalam dalam arti

sempit menyatakan bahwa izin adalah pengikatan aktivitas-aktivitas.29

2.2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan

Norma.

Dalam penyusunan peraturan perudangan, termasuk

peraturan daerah terdapat ciri-ciri penting yang harus termuat dalam

peraturan perundangan, antara lain sebagai berikut :

a. Bersifat umum dan komprehensif. Peraturan perundangan

hendaknya memuat kajian yang berifat lengkap, luas dan tidak

bersifat multi tafsir.

27 Ibid, hlm. 92.

28 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia,

1983, hlm. 94.

29 Agus Ngadino, Op.cit, hlm. 8.

Page 27: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-13

b. Bersifat universal, karena ia diciptakan untuk menghadapi

peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk

konkritnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk

mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu.

c. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya

sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan perundang-undangan

untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukan

peninjauan kembali.

Istilah perundang-undangan (legal drafting) merupakan istilah

yang lazim dipakai dalam khasanah akademis maupun praktis yaitu

penyusunan konsep atau hukum perancangan tentang topik yang akan

diatur melalui peraturan daerah. Lebih jelasnya adalah cara

penyusunan rancangan peraturan sesuai tuntutan, teori, asas, dan

kaidah perancangan peraturan daerah. Dalam kerangka pembentukan

peraturan, legal drafting memperhatikan asas pembentukan Peraturan

Daerah yang baik, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Kejelasan tujuan.

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat.

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.

4. Dapat dilaksanakan.

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan.

6. Kejelasan rumusan, dan

7. Keterbukaan (Sugeng Istanto, 2007, h.20)30.

Penjelasan dari masing-masing asas tersebut, dikemukakan

secara ringkas sebagai berikut :

1. Asas kejelasan tujuan: setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus mempunyai tujuan yang jelas dan hendak dicapai..

2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat: setiap jenis

peraturan daerah harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk

peraturan daerah yang berwenang. Peraturan daerah tersebut dapat

30 F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, CV. Ganda, Yogyakarta, 2007

Page 28: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-14

dibatalkan atau batal demi hukum apabila bertentangan dengan

ketentuan yang dibuat oleh lembaga/pejabat atau peraturan yang

lebih tinggi.

3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan: dalam

pembentukan peraturan daerah harus benar-benar memperhatikan

materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan daerahnya. Materi

yang termuat dalam Raperda Izin Mendirikan Bangunan di

Kabupaten Boyolali, materi utama berdasarkan ketentuan yang lebih

tinggi.

4. Asas dapat dilaksanakan: setiap pembentukan peraturan daerah

harus memperhitungkan efektivitas peraturan daerah tersebut di

dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Hal ini sudah tercantum naskah ini.

5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan: setiap pembentukan

peraturan daerah yang dibuat memang karena benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Raperda Izin Mendirikan

Bangunan Kabupaten Boyolali, ini berguna bagi dalam upaya

pemerintah Kabupaten Boyolali dalam memberikan arahan kepada

dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan.

6. Asas kejelasan rumusan: setiap peraturan daerah harus memenuhi

persyaratan teknis penyusunan peraturan daerah, sistematika dan

pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam

interpretasi dalam pelaksanaannya.

7. Asas keterbukaan: dalam proses pembentukan peraturan daerah

mulai perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan,

seluruh lapisan masyarakat perlu diberi kesempatan yang seluas-

luasnya untuk mengetahui dan memberikan masukan dalam proses

pembuatan peraturan daerah agar peraturan yang terbentuk menjadi

populis dan efektif.

Page 29: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-15

Disamping beberapa asas tersebut, dalam kerangka

pembentukan peraturan daerah dibentuk berdasarkan beberapa asas

sebagai berikut :

1. Asas Tata Susunan Peraturan Daerah (lex superior derogate lex

inferiori) yaitu peraturan daerah yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan daerah yang lebih tinggi. Dalam hal

ini, penyusunan Raperda tidak bertentangan dengan aturan yang

lebih tinggi.

2. Asas lex specialis derogate lex generalis : peraturan daerah yang

lebih khusus mengesampingkan peraturan daerah yang lebih umum.

3. Asas lex posterior derogate lex priori : peraturan daerah yang

lahir kemudian mengenyampingkan peraturan daerah yang lahir

terlebih dahulu jika materi yang diatur peraturan daerah tersebut

sama.

4. Asas Keadilan: setiap peraturan daerah harus mencerminkan

keadilan bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.

5. Asas Kepastian hukum: setiap peraturan daerah harus dapat

menjamin kepastian hukum dalam upaya menciptakan ketertiban

dalam masyarakat.

6. Asas Pengayoman: setiap peraturan daerah harus berfungsi

memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman

masyarakat.

7. Asas Mengutamakan Kepentingan Umum: dalam peraturan daerah

harus memperhatikan keseimbangan antara berbagai kepentingan

dengan mengutamakan kepentingan umum.

8. Asas Kebhinekatunggalikaan: materi muatan peraturan daerah

harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan

golongan, kondisi khusus daerah,sistem nilai masyarakat daerah,

khususnya yang menyangkut masalah-masalah yang sensitif dalam

kehidupan masyarakat.

Selain asas-asas diatas, perlu diperhatikan juga beberapa

ketentuan yang biasanya terdapat dalam penyusunan peraturan

daerah:

Page 30: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-16

1. Ketentuan Pidana perlu memperhatikan asas legalitas, asas tiada

hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, asas

praduga tidak bersalah (presumption of innocence).

2. Ketentuan Perdata perlu memperhatikan beberapa asas yang lazim

ada seperti asas terbuka dan kebebasan berkontrak, asas

kesepakatan dalam perjanjian berlaku, asas perjanjian yang berlaku

seperti undang-undang misalnya perjanjian internasional (pacta sunt

servanda), asas kesepakatan dalam perjanjian, asas itikad baik dalam

pelaksanaan perjanjian.

2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta

Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, telah

diidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam praktik

penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Boyolali. Praktik

penyelenggaraan selama ini mengalami kesulitan di lapangan karena

adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Berikut ini

adalah beberapa praktik dan permasalahan yang telah diidentifikasi

berdasarkan data empiris.

a. Tersebarnya dasar hukum Perda yang terkait IMB di Kabupaten

Boyolali

Permasalahan pokok dalam perizinan bangunan di Kabupaten

Boyolali adalah tersebarnya dasar hukum terkait perizinan bangunan

antara Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung serta Peraturan

Daerah yang mengatur IMB dalam beberapa Perda. Kabupaten

Boyolali telah memiliki Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor

10 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung. Perda No. 10 Tahun 2012

juga mengatur dengan cukup spesifik perihal penerbitan IMB (Pasal

15 - Pasal 20).

Sebelumnya IMB diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali

Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan tertentu juncto

Page 31: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-17

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 21 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Retribusi Perizinan Tertentu. Hal ini menimbulkan perizinan

bangunan di Kabupaten Boyolali tidak didasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang tersusun secara sistematis, melainkan

pada peraturan perundang-undangan yang tersebar dan saling

tumpang tindih. Hal ini berdampak pada praktik penerbitan IMB,

pimpinan SKPD yang terkait, dalam hal ini Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Boyolali, seringkali

harus membuat kebijakan secara kasuistis ketika muncul

permasalahan.

b. Praktik pembatalan permohonan IMB

Seringkali pemohon melakukan pembatalan permohonan IMB oleh

pemohon ketika retribusi sudah dibayar. Jika mengacu pada Pasal 12

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Permendagri No. 32

Tahun 2010), Bupati/Walikota menerbitkan IMB paling lambat 7

(tujuh) hari sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima.

Oleh karena itu penerbitan IMB setelah pembayaran retribusi IMB

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Namun Perda yang sudah ada saat ini tidak mengatur mekanisme

yang harus ditempuh ketika permohonan IMB dibatalkan oleh

pemohon ketika retribusi justru sudah dibayar. Pembatalan tersebut

akan menyulitkan bagi Pemerintah Kabupaten Boyolali karena

retribusi yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kepada

pemohon. Di sisi lain, pemohon akan merasa dirugikan. Oleh sebab

itu perlu kepastian hukum terhadap permasalahan ini berupa

pengaturan secara tegas dan juga kejelasan pengaturan batas waktu

pembatalan permohonan IMB. Kejelasan pengaturan batas waktu

pembatalan tersebut akan berdampak bagi pemohon sehingga

permohonan yang diajukan nantinya telah dipertimbangkan terlebih

dahulu oleh pemohon.

Page 32: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-18

c. Keringanan retribusi sudah diatur tetapi tidak diatur batasannya

Berdasarkan Pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor

13 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan tertentu juncto Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 21 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Retribusi Perizinan Tertentu, Bupati dapat memberikan keringanan,

pengurangan, atau pembebasan retribusi atas permohonan wajib

retribusi.. Namun tidak diatur secara jelas batasan bagi Bupati untuk

memberikan pembebasan atau pengurangan retribusi. Hal ini karena

Peraturan Bupati tentang Tata cara pemberian keringanan,

pengurangan dan pembebasan retribusi belum ada.

Jika mengacu pada Pasal 23 Permendagri No. 32 Tahun 2010,

Bupati/Walikota dapat memberikan keringanan retribusi IMB

berdasarkan kriteria bangunan fungsi sosial dan budaya serta

bangunan fungsi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Selain itu Bupati/Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi

IMB berdasarkan kriteria fungsi keagamaan dan bangunan bukan

gedung sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial.

Pengaturan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 menunjukkan

bahwa daerah diberikan wewenang untuk mengatur lebih rinci

perihal pembebasan dan keringanan dengan tetap mengacu pada

kriteria tersebut.

Oleh karena itu perlu pengaturan yang lebih detil terkait pembebasan

dan pengurangan retribusi tetapi lebih tepat jika diatur dalam

Peraturan Bupati sebagaimana didelegasikan oleh Pasal 32 Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi

Perizinan tertentu juncto Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali

Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah

Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu.

Pengaturan tersebut idealnya tetap mengacu pada kriteria yang telah

diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010.

Page 33: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

II-19

2.4. Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam Undang-

Undang Atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek Beban Keuangan

Negara.

Pengaturan Perda tentang Izin Mendirikan Bangunan

Kabupaten Boyolali, secara umum berimplikasi meningkatnya beban

keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Boyolali. Penambahan beban

keuangan daerah ini disebabkan karena dalam Perda tersebut diatur

berbagai ketentuan tentang aktivitas/kegiatan Perangkat Daeah (PD)

Pemerintah Kabupaten Boyolali yang mengatur tentang pelaksanaan

kebijakan, pengelolaan, pengawasan dan penegakan Perda yang

kesemuanya berkonsekuensi pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Boyolali, terutama untuk :

a. Penyusunan peraturan pelaksanaanya dalam bentuk Peraturan

Bupati yang terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten

Boyolali,

b. Penyelenggaraan sosialisasi kepada segenap pemangku kepentingan

(stakeholders) pembangunan yang menangani perizinan meendirikan

bangunan. Dalam penyeleenggaraan ini PD dapat bekerjasama

dengan media massa, baik radio, televisi dan media cetak lainnya

agar Raperda Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Boyolali

terlaksana dengan baik.

c. Program dan kegiatan yang dirancang untuk pelaksanaan

penyelenggaraan perizinan mendirikan bangunan.

Page 34: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-1

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS

DAN YURIDIS

4.1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan argumentasi yang

memberikan dasar bahwa peraturan yang disusun telah

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum

yang menggambarkan suasana kebatinan serta falsafah bangsa

Indonesia. Gambaran suasana kebatinan dan falsafah bangsa

Indonesia bersumber pada Pancasila dan Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19451.

Penyusunan Raperda Izin Mendirikan Bangunan di

Kabupaten Boyolali memperhatikan mempertimbangkan pandangan

hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan

serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Landasan Filosofis yang dianut dalam penyusunan Raperda

Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali adalah sebagai

berikut:

a. Setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan

kenegaraan di KAbupaten Boyolali harus berdasarkan nilai-nilai

Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan,

sebagaimana tercantum dalam Pancasila. Nilai-nilai Pancasila itu

menjadi landasan, dasar serta motivasi atas segala perbuatan

baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan

kenegaraan. Secara ringkas nilai-nilai Pancasila yang harus

diwujudkan adalah sebagai berikut:

1) Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung nilai

bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan

tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

1Lampiran UU Nomor 12 tahun 2011.

Page 35: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-2

2) Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,

terkandung nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.

3) Sila ketiga: Persatuan Indonesia, terkandung nilai bahwa

negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia

monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk

sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama

di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa

suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.

4) Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,

terkandung nilai bahwa hakikat negara adalah sebagai

penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu

dan makhluk sosial. Hakikat rakyat merupakan sekelompok

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang

bersatu dan bertujuan mewujudkan harkat dan martabat

manusia dalam suatu wilayah negara. Rakyat merupakan

subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari, oleh dan

untuk rakyat. Oleh karena itu, rakyat merupakan asal mula

kekuasaan negara.

5) Sila kelima: Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia,

terkandung nilai bahwa tujuan negara adalah tujuan dalam

hidup bersama yakni di dalamnya harus ada nilai keadilan

yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan

sosial).

b. Cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil,

dan makmur;

c. Tujuan nasional dengan dibentuknya pemerintahan sebagaimana

tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

Page 36: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-3

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia;

d. Tugas pokok setelah kemerdekaan adalah menjaga kemerdekaan

serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan

demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan

berkesinambungan;

4.2. Landasan Sosiologis

Peraturan Daerah harus mempunyai landasan sosiologis, atau

keberlakuan faktual yaitu ‘kebutuhan dan aspirasi ril masyarakat’,

yang mendasari mengapa Peraturan Daerah mengenai hal tertentu

harus dibentuk dalam suatu Daerah.

Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan

pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan

harapan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah

didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar

bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima

secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu

banyak memerlukan pengerahan institusional untuk

melaksanakannya.

Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang

hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula

kecenderungan-kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat.

Tanpa memasukan faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka

peraturan perundang-undangan hanya sekedar merekam seketika

(moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan

kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal dari dinamika

masyarakat. Bahkan peraturan perundang-undangan akan menjadi

konservatif karena seolah-olah pengukuhan kenyataan yang ada. Hal

ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan perundang-undangan

yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat.

Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh negara dengan

harapan dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara

Page 37: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-4

sadar tanpa kecuali. Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi

bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memperhatikan

secara lebih seksama setiap gejala sosial masyarakat yang

berkembang. Terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu

pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di

pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya

berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum

yang hidup dalam masyarakat.

Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka peraturan

perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya

berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law

tersebut. Dalam kondisi yang demikian maka peraturan perundang-

undangan tidak mungkin dilepaskan dari gejala sosial yang ada di

dalam masyarakat tadi.

Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan

perizinan bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda Izin

Mendirikan Bangunan memiliki landasan sosiologis. Landasan

sosiologis adanya pengaturan Izin Mendirikan Bangunan yaitu

perlunya perizinan bangunan yang dapat:2

a. Mewujudkan pengawasan, pengendalian, dan penertiban

bangunan.

b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin

keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan.

c. Mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata

bangunan dan serasi dengan lingkungannya.

Landasan sosiologis tersebut memperlihatkan adanya

kontribusi atau dampak dari perizinan bangunan terhadap

lingkungan, baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan hidup

lainnya. Agar perizinan bangunan dapat menjamin ketertiban

pendirian bangunan sehingga terwujud sesuai dengan fungsinya,

diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan.

2 Mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2010.

Page 38: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-5

4.3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau

yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan

hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur

sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.

Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah

ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih,

jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya

berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,

atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan di

Kabupaten Boyolali diperlukan untuk memberikan kepastian hukum

terhadap perizinan mendirikn bangunan di Kabupaten Boyolali.

Landasan hukum yang menjadi dasar peraturan perundangan

dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan di Kabupaten Boyolali, sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung

b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah Sebagaimana Telah Diubah

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun

2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Page 39: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

IV-6

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2002 tentang Bangunan Gedung

Page 40: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

VI - 1

BAB VI P E N U T U P

6.1 Kesimpulan

a) Untuk memenuhi aspirasi, kebutuhan masyarakat dan dunia usaha akan

pelayanan publik yang prima serta dengan diundangkannya Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor

05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan, maka Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali sebagaimana tersebut di atas sudah tidak

sesuai lagi sehingga perlu diganti. Oleh karena itu dipandang perlu

menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan.

b) Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan-ketentuan mengenai fungsi dan

klasifikasi bangunan gedung, pemberian IMB, persyaratan permohonan

penerbitan IMB, tata cara penyelenggaraan IMB, retribusi IMB, dokumen

IMB, pembinaan, peran pemerintah daerah dan masyarakat, sanksi

administratif dan pelaporan.

c) Pengaturan fungsi bangunan gedung dimaksudkan agar bangunan

gedung maupun prasarana dan sarana bangunan gedung yang didirikan

sejak awal telah ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan

mendirikan dapat memenuhi persyaratan administratif maupun teknis.

Fungsi dimaksud harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

dan/atau Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten Boyolali.

d) Pengaturan persyaratan administratif dimaksudkan agar masyarakat

mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk

mendirikan bangunan gedung, baik dari kejelasan status tanahnya,

kejelasan status kepemilikan bangunan gedung maupun kepastian

hukum bahwa bangunan gedung maupun prasarana dan sarana

bangunan gedung telah memperoleh persetujuan dari pemerintah darah

dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan. Kejelasan hak atas tanah

adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan bangunan gedung maupun

Page 41: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

VI - 2

prasarana dan sarana bangunan gedung, meskipun dalam peraturan

daerah ini dimungkinkan adalanya bangunan gedung yang didirikan di

atas tanah milik orang lain/pihak lain dengan perjanjian.

e) Pengaturan bangunan gedung serta prasarana dan saranan bangunan

gedung dilandasi oleh azas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan

keserasian bangunan gedung dan lingkungannya bagi masyarakat yang

berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu masyarakat

diupayakan untuk terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif dan

bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan

bangunan gedung untuk kepentingan sendiri, tetapi juga dalam

meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib

penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.

f) Pokok Elaborasi teori penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan

sebagai suatu proses kegiatan atau proses pengaturan mulai dari

penerimaan, pencatatan, penyimpanan dengan menggunakan sistem

tertentu, menemukan kembali dengan cepat dan tepat,

penggunaan, pemeliharaan, penyusutan dan pemusnahan arsip. Ada

beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam manajemen arsip, yakni:

penyediaan arsip yang benar, pelayanan arsip secara tepat, penyajian

informasi yang dapat disajikan secara tepat dan lengkap, serta

penggunaan biaya yang dapat dipertanggung jawabkan.

6.2 Saran

1. Sesuai dengan Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten

Boyolali Tahun 2018, agar Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan yang telah disusun Naskah Akademik dan Lampiran

Rancangan Peraturan Daerahnya, segera dilakukan pembahasan bersama

antara Bupati dengan DPRD.

Page 42: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

VI - 3

2. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan untuk

mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik dan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan lebih

lanjut melalui kegiatan seperti sosialisasi dan dengar pendapat dalam

rangka konsultasi publik dengan pihak terkait, baik pemaduserasian

dengan instansi pemerintah terkait maupun Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) dan Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Kabupaten Boyolali.

Page 43: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-1

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BERKAITAN DENGAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan sangat penting

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini

pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolai tentang Izin Mendirikan

Bangunan. Melalui evaluasi dan analisis ini akan menunjukan:

Pertama, kejelasan kewenangan dari pembuat peraturan perundang-

undangan. Dalam konteks Peraturan Daerah Kabupaten Boyolai, kewenangan

yang dimiliki pemerintahan daerah Kabupaten Boyolai mendasarkan kepada

ketentuan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang menyatakan: pemerintahan daerah berhak menetapkan

peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan.

Kedua, kesesuaian jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang

diatur, dalam hubungan ini adanya perintah oleh peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

Ketiga, penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah

sesuai dengan teknik penyusunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 57 Undang-Undang ini menyatakan bahwa penyusunan Naskah

Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolai dilakukan sesuai

dengan teknik penyusunan Naskah Akademik. Kemudian Pasal 64 Undang-

Undang tersebut menyatakan penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-

undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-

undangan yang menjadi lampiran sebagai bagian tak terpisahkan dari

undang-undang ini.

Page 44: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-2

Keempat, perlunya harmonisasi baik secara horizontal maupun vertikal sesuai

dengan tata urutan peraturan perundanggan-undangan yang dalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tertata pada Pasal 7 ayat (1) yang

menyebutkan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kelima, evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan juga diperlukan

untuk menggambarkan kebutuhan hukum posistif seperti Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan.

Beberapa Peraturan Perundang-undangan terkait dengan pembentukan

Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

a. Pasal 1 menetapkan :

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,

yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,

baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan

yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan

konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan

pembongkaran.

3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan

bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan,

Page 45: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-3

termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan

secara berkala.

4. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan

gedung beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi.

5. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti

bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau

prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

6. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan

seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan

bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam tenggang

waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan

gedung.

7. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta

pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk

mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan

aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang

dikehendaki.

8. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan

seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan

bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.

9. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok

orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai

pemilik bangunan gedung.

10. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung

dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepa-

katan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan

dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan

gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

Page 46: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-4

b. Pasal 5 mengatur :

(1) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan,

usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus.

(2) Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah

tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.

(3) Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.

(4) Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan,

perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan

penyimpanan.

(5) Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,

kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan

umum.

(6) Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi

pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan

oleh menteri.

(7) Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.

c. Pasal 6 mengatur :

(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam

Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota.

(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin

mendirikan bangunan.

Page 47: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-5

d. Pasal 39 menetapkan :

Bangunan gedung dapat dibongkar apabila :

a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;

b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung

dan/atau lingkungannya;

c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.

e. Pasal 40 ayat (2) menetapkan :

Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung

mempunyai kewajiban:

a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung yang memenuhi

persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya;

b. memiliki izin mendirikan bangunan (IMB);

c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan

rencana teknis yang telah disahkan dan dilakukan dalam batas

waktu berlakunya izin mendirikan bangunan;

a. meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan

rencana teknis bangunan gedung yang terjadi pada tahap

pelaksanaan bangunan.

f. Pasal 44 menetapkan :

Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban

pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini

dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

g. Pasal 45 menetapkan :

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dapat

berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan pembangunan;

c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan

pembangunan;

Page 48: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-6

d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan

gedung;

e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;

f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;

g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau

i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10%

(sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah

dibangun.

(3) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) ditentukan oleh berat dan ringannya pelanggaran yang

dilakukan.

h. Pasal 48 menetapkan :

(1) Peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung yang

telah ada dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini,

dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan

yang baru berdasarkan undang-undang ini.

(2) Bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sebelum berlakunya undang-

undang ini izinnya dinyatakan masih tetap berlaku.

(3) Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin

mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini diberlakukan,

untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan

sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang ini.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 49: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-7

a. Pasal 12 ayat (1) menetapkan :

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan

f. sosial.

b. Urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum khususnya sub urusan

Bangunan Gedung, dan Penataan Bangunan dan Lingkungannya yang

menjadi kewenangan Kabupaten/Kota meliputi :

a. Penyelenggaraan bangunan gedung di wilayah Daerah

kabupaten/kota, termasuk pemberian izin mendirikan bangunan

(IMB) dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.

b. Penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungannya di Daerah

kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung.

a. Pasal 1 angka 6 menetapkan :

Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau

merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif

dan persyaratan teknis yang berlaku.

b. Pasal 1 angka 7 menetapkan :

Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan

yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah

untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.

Page 50: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-8

c. Pasal 8 mengatur :

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan

administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi

bangunan gedung.

(2) Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari

pemegang hak atas tanah;

b. status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. izin mendirikan bangunan gedung.

(3) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata

bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

(4) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis untuk bangunan

gedung adat, bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung

darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi

bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi sosial

dan budaya setempat.

d. Dalam Pasal 14 mengatur:

(1) Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib

memiliki izin mendirikan bangunan gedung.

(2) Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan

gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses

permohonan izin mendirikan bangunan gedung.

(3) Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana

kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap

orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan

bangunan gedung.

(4) Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk

lokasi yang bersangkutan dan berisi:

Page 51: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-9

a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi

bersangkutan;

b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan

tanah dan KTB yang diizinkan;

d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung

yang diizinkan;

e. KDB maksimum yang diizinkan;

f. KLB maksimum yang diizinkan;

g. KDH minimum yang diwajibkan;

h. KTB maksimum yang diizinkan; dan

i. jaringan utilitas kota.

(5) Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan-

ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan.

(6) Keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) dan ayat (5), digunakan sebagai dasar penyusunan

rencana teknis bangunan gedung.

e. Pasal 15 mengatur :

(1) Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)

wajib melengkapi dengan:

a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda

bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11;

b. data pemilik bangunan gedung;

c. rencana teknis bangunan gedung; dan

d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan

gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap

lingkungan.

Page 52: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-10

(2) Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan

teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan

mempertimbangkan pendapat publik.

(3) Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang telah

memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis

disetujui dan disahkan oleh bupati/walikota, kecuali untuk

Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan

gedung fungsi khusus oleh Pemerintah dalam bentuk izin

mendirikan bangunan gedung.

(4) Izin mendirikan bangunan gedung merupakan prasyarat untuk

mendapatkan pelayanan utilitas umum kabupaten/kota.

f. Pasal 112 ayat (1) menetapkan :

Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui

mekanisme penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi

kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan

penetapan pembongkaran bangunan gedung.

g. Pasal 113 ayat (1) menetapkan :

Pemilik dan/atau pengguna yang melanggar ketentuan Peraturan

Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif, berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan pembangunan;

c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan

pembangunan;

d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan

gedung;

e. pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;

f. pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;

g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

Page 53: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-11

h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau

i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Izin

Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

a. Pasal 1 menetapkan :

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:

1. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

2. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,

yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,

baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

3. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil

pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,

sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah

dan/atau air, yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau

tempat tinggal.

4. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan

bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat

permanensi, tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi,

ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi

bangunan gedung sebagai dasar pemenuhan persyaratan

administrasi dan persyaratan teknis.

5. Izin mendirikan bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah

perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon

untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar

dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

6. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok

orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan

Page 54: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-12

izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, dan untuk

bangunan gedung fungsi khusus kepada Pemerintah.

7. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha,

kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut

hukum sah sebagai pemilik bangunan.

8. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat

RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang

memuat zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang (block plan).

9. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK,

adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat

rencana tapak atau tata letak dan tata bangunan beserta prasarana

dan sarana lingkungan serta utilitas umum.

10. Rencana tata bangunan dan lingkungan, yang selanjutnya disingkat

RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program

bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan

rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana,

dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

11. Keterangan rencana kabupaten/kota adalah informasi tentang

persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota pada lokasi tertentu.

12. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah

pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

13. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat

penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan gedung.

14. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah

pembekuan IMB.

Page 55: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-13

b. Pasal 2 mengatur :

Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip:

a. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;

b. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;

c. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan

d. aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan,

keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan.

c. Pasal 3 mengatur :

(1) Bupati/Walikota memanfaatkan pemberian IMB untuk:

a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;

b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang

menjaminkeandalan bangunan dari segi keselamatan,

kesehatan, kenyamanan, dankemudahan;

c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata

bangunandan serasi dengan lingkungannya; dan

d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

(2) Pemilik IMB mendapat manfaat untuk:

a. pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan; dan

b. memperoleh pelayanan utilitas umum seperti

pemasangan/penambahan jaringan listrik, air minum,

hydrant, telepon, dan gas.

d. Pasal 4 menetapkan :

Bupati/Walikota dalam menyelenggarakan pemberian IMB berdasarkan

pada:

a. Peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan; dan

b. RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.

e. Pasal 6 mengatur :

(1) Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada Bupati/Walikota.

(2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. bangunan gedung; atau

b. bangunan bukan gedung.

Page 56: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-14

(3) IMB bangunan gedung atau bangunan bukan gedung

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembangunan baru,

merehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/pemugaran.

f. Pasal 8 menetapkan :

Bangunan bukan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

(2) huruf b terdiri atas:

a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan

golf, dan lain-lain sejenisnya;

b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;

c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;

d. septic tank/bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain

sejenisnya;

e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;

f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;

g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;

h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan perumahan, dan

lain-lain sejenisnya;

i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air,

gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/telepon, dan lain-

lain sejenisnya;

j. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan

k. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain

sejenisnya.

g. Pasal 22 mengatur :

(1) Retribusi pelayanan pemberian IMB sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 ayat (1) merupakan retribusi golongan perizinan tertentu.

(2) Retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan

pada setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

(3) Pemberian IMB untuk bangunan milik Pemerintah atau

pemerintah daerah tidak dikenakan retribusi.

Page 57: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-15

(4) Retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

peraturan daerah.

h. Pasal 25 mengatur :

(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan

bangunan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang

membidangi perizinan dan/atau pengawasan.

(2) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis

bangunan, dan keandalan bangunan.

(3) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan

masyarakat, dan pengenaan sanksi.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor

05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan, sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat Nomor 06/PRT/M/2017 tentang Perubahan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor

05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan.

a. Pasal 1 menetapkan :

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat IMB

adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali

untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada

pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,

memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung

sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang

berlaku.

Page 58: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-16

2. IMB bertahap adalah IMB yang diberikan secara bertahap oleh

pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun bangunan gedung baru.

3. IMB pondasi adalah bagian dari IMB bertahap yang diberikan oleh

pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun konstruksi pondasi bangunan gedung, yang merupakan

satu kesatuan dokumen IMB.

4. Permohonan IMB adalah permohonan yang dilakukan pemilik

bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan

IMB.

5. Bangunan gedung sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi

sederhana.

6. Bangunan gedung tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau

teknologi tidak sederhana.

7. Bangunan gedung khusus adalah bangunan gedung yang memiliki

penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan

pelaksanaannya memerlukan penyelesaian atau teknologi khusus.

8. Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan

gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa

fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya.

9. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan

gedung sebagai dasar pemenuhan tingkat persyaratan administratif

dan persyaratan teknisnya.

10. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan

yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan

Page 59: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-17

konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan

pembongkaran bangunan gedung.

11. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung

beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik

fungsi.

12. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian

bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau

prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

13. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang

rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/ atau

teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

14. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta

pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk

mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya

atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

15. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disingkat

RTRW Nasional adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah

Nasional yang telah ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

16. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat

RTRW Provinsi adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah Provinsi

yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota yang selanjutnya

disingkat RTRW kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata

ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan

peraturan daerah kabupaten/kota.

Page 60: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-18

18. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah

penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota ke

dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.

19. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang

persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan

disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan

zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

20. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat

RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program

bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,

rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman

pengendalian pelaksanaan.

21. Keterangan Rencana Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat

KRK adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan

lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten/kota

pada lokasi tertentu.

22. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar

bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana

tata bangunan dan lingkungan.

23. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan

gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan

lingkungan.

Page 61: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-19

24. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka

di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi

pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana

tata bangunan dan lingkungan.

25. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah

angka persentase perbandingan antara luas tapak basement dan

luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai

sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan

lingkungan.

26. Dokumen Rencana Teknis adalah gambar teknis bangunan gedung

dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana,

pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri

atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana utilitas, serta

rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan

teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.

27. Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan

Gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan

pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses

pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran

bangunan gedung.

28. Penilaian Dokumen Rencana Teknis adalah evaluasi terhadap

pemenuhan persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek

lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.

29. Persetujuan Rencana Teknis adalah pernyataan tertulis tentang telah

dipenuhinya seluruh persyaratan dalam rencana teknis bangunan

gedung yang telah dinilai.

Page 62: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-20

30. Pengesahan Dokumen Rencana Teknis adalah pernyataan hukum

dalam bentuk pembubuhan tanda tangan pejabat yang berwenang

serta stempel atau cap resmi, yang menyatakan kelayakan dokumen

yang dimaksud dalam persetujuan tertulis atas pemenuhan seluruh

persyaratan dalam rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk

izin mendirikan bangunan gedung.

31. Pemohon adalah orang atau badan hukum, kelompok orang, atau

perkumpulan yang mengajukan permohonan IMB kepada

pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI

Jakarta.

32. Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok

orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik

bangunan gedung.

33. Perencana Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau

badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang

perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan

dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

34. Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat TABG adalah

tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan

bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam

proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan

terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian

masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan

anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan

kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

35. Retribusi IMB adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian IMB yang disediakan dan/ atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan

yang meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan

Page 63: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-21

pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana

teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap

memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas

bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan

pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan

dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati

bangunan tersebut.

36. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha

dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan

gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli,

yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

37. Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian

wilayah dari Daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat.

38. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP

adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses

dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian

produk pelayanan melalui satu pintu.

39. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri

yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

40. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan

urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah otonom.

41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Page 64: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-22

b. Pasal 2 menetapkan :

(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman

penyelenggaraan IMB bagi Pemerintah Daerah.

(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:

a. mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan

administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai

dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara

tertib untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung; dan

b. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan IMB.

c. Pasal 3 menetapkan :

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:

a. persyaratan permohonan penerbitan IMB;

b. tata cara penyelenggaraan IMB;

c. retribusi IMB;

d. dokumen IMB; dan

e. pembinaan.

d. Pasal 4 mengatur :

(1) Pembagian fungsi bangunan gedung meliputi:

a. fungsi hunian;

b. fungsi keagamaan;

c. fungsi usaha;

d. fungsi sosial budaya; dan

e. fungsi khusus.

(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat memiliki lebih dari 1 (satu) fungsi.

(3) Bangunan gedung didirikan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW

Nasional, RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota, RDTR/Penetapan

Zonasi kabupaten/kota, dan/atau RTBL.

e. Pasal 6 mengatur :

(1) Klasifikasi bangunan gedung ditentukan berdasarkan:

Page 65: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-23

a. tingkat kompleksitas;

b. tingkat permanensi;

c. tingkat risiko kebakaran;

d. zonasi gempa;

e. lokasi;

f. ketinggian; dan

g. kepemilikan.

(2) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. bangunan gedung sederhana;

b. bangunan gedung tidak sederhana; dan

c. bangunan gedung khusus.

(3) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. bangunan gedung darurat atau sementara;

b. bangunan gedung semi permanen; dan

c. bangunan gedung permanen.

(4) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat risiko

kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. bangunan gedung tingkat risiko kebakaran rendah;

b. bangunan gedung tingkat risiko kebakaran sedang; dan

c. bangunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi.

(5) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan zonasi gempa,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan

berdasarkan percepatan puncak batuan dasar meliputi:

a. zona < 0,05 g;

b. zona 0,05 – 0.1 g;

c. zona 0,1 – 0.15 g;

d. zona 0,15 – 0.2 g;

e. zona 0,2 – 0.25 g;

f. zona 0,25 – 0.3 g;

Page 66: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-24

g. zona 0,3 – 0.4 g;

h. zona 0,4 – 0,5 g;

i. zona 0,5 – 0,6 g;

j. zona 0,6 – 0,7 g;

k. zona 0,7 – 0,8 g;

l. zona 0,8 – 0,9 g;

m. zona 0,9 – 1,0 g;

n. zona 1,0– 1,2 g;

o. zona 1,2 – 1,5 g;

p. zona 1,5 – 2,0 g; dan

q. zona > 2,0 g.

(6) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. bangunan gedung di lokasi padat;

b. bangunan gedung di lokasi sedang; dan

c. bangunan gedung di lokasi renggang.

(7) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

a. bangunan gedung bertingkat tinggi;

b. bangunan gedung bertingkat sedang; dan

c. bangunan gedung bertingkat rendah.

(8) Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:

a. bangunan gedung milik negara;

b. bangunan gedung milik badan usaha; dan

c. bangunan gedung milik perorangan.

f. Pasal 7 mengatur :

(1) Klasifikasi bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB

ditentukan berdasarkan kompleksitas bangunan gedung yang

meliputi:

a. bangunan gedung sederhana;

Page 67: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-25

b. bangunan gedung tidak sederhana; dan

c. bangunan gedung khusus.

(2) Bangunan gedung sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a meliputi:

a. bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai; dan

b. bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai.

(3) Bangunan gedung tidak sederhana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b meliputi:

a. bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk kepentingan

umum; dan

b. bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum.

g. Pasal 8 menetakan :

Persyaratan permohonan penerbitan IMB meliputi:

a. persyaratan administratif; dan

b. persyaratan teknis.

h. Pasal 9 mengatur :

(1) Setiap orang dan/atau badan hukum termasuk instansi

pemerintah yang mengajukan permohonan IMB harus memenuhi

seluruh persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang

diatur dalam Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam pengajuan permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), pemerintah daerah harus:

a. melayani permohonan IMB sesuai dengan ketentuan di dalam

Peraturan Menteri ini; dan

b. menyampaikan persyaratan permohonan IMB dengan jelas.

i. Pasal 10 mengatur :

(1) Persyaratan administratif meliputi:

a. data pemohon;

b. data tanah; dan

c. dokumen dan surat terkait.

Page 68: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-26

(2) Data pemohon dan data tanah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a dan huruf b berlaku sama untuk bangunan gedung

sederhana, tidak sederhana, dan khusus sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7.

j. Pasal 11 mengatur :

(1) Data pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)

huruf a terdiri dari:

a. formulir data pemohon; dan

b. dokumen identitas pemohon.

(2) Formulir data pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a memuat informasi paling sedikit:

a. nama pemohon;

b. alamat pemohon; dan

c. status hak atas tanah.

(3) Dokumen identitas pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b berupa:

a. fotokopi KTP pemohon atau identitas lainnya; dan

b. surat kuasa dari pemilik bangunan dalam hal pemohon bukan

pemilik bangunan.

k. Pasal 12 mengatur :

(1) Data tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf

b paling sedikit memuat:

a. surat bukti status hak atas tanah yang diterbitkan oleh

pemerintah daerah dan/atau pejabat lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan;

b. data kondisi atau situasi tanah yang merupakan data teknis

tanah; dan

c. surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa.

(2) Dalam hal pemilik bangunan gedung bukan pemegang hak atas

tanah, harus disertakan surat perjanjian pemanfaatan atau

Page 69: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-27

penggunaan tanah yang merupakan perjanjian tertulis antara

pemilik bangunan gedung dengan pemegang hak atas tanah.

l. Pasal 13 mengatur :

(1) Dokumen dan surat terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 ayat (1) huruf c untuk bangunan gedung sederhana 1 (satu)

lantai terdiri dari:

a. fotokopi KRK; dan

b. formulir terkait.

(2) Formulir terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

antara lain:

a. surat pernyataan untuk mengikuti ketentuan dalam KRK;

b. surat pernyataan menggunakan persyaratan pokok tahan

gempa; dan

c. surat pernyataan menggunakan desain prototipe.

m. Pasal 14 mengatur ;

(1) Dokumen dan surat terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 ayat (1) huruf c untuk bangunan gedung sederhana 2 (dua)

lantai terdiri dari:

a. dokumen pendukung; dan

b. formulir terkait.

(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a meliputi:

a. fotokopi KRK; dan

b. data perencana konstruksi jika menggunakan perencana

konstruksi.

(3) Formulir terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

berupa:

a. surat pernyataan untuk mengikuti ketentuan dalam KRK; dan

b. surat pernyataan menggunakan desain prototipe.

Page 70: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-28

n. Pasal 15 mengatur :

(1) Dokumen dan surat terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 ayat (1) huruf c untuk bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus terdiri dari:

a. dokumen pendukung; dan

b. formulir terkait.

(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a meliputi:

a. fotokopi KRK; dan

b. data perencana konstruksi.

(3) Formulir terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

antara lain:

a. surat pernyataan untuk mengikuti ketentuan dalam KRK;

b. surat pernyataan menggunakan perencana konstruksi

bersertifikat;

c. surat pernyataan menggunakan pelaksana konstruksi

bersertifikat; dan

d. surat pernyataan menggunakan pengawas/manajemen

konstruksi yang bertanggung jawab kepada pemohon.

o. Pasal 16 menetapkan :

Ketentuan mengenai format persyaratan administratif sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1)

huruf c, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 15 ayat (3)

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Menteri ini.

p. Pasal 17 mengatur :

(1) Persyaratan teknis meliputi:

a. data umum bangunan gedung; dan

b. dokumen rencana teknis bangunan gedung.

(2) Data umum bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a paling sedikit memuat:

Page 71: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-29

a. nama bangunan gedung;

b. alamat lokasi bangunan gedung;

c. fungsi dan/atau klasifikasi bangunan gedung;

d. jumlah lantai bangunan gedung;

e. luas lantai dasar bangunan gedung;

f. total luas lantai bangunan gedung;

g. ketinggian bangunan gedung;

h. luas basement;

i. jumlah lantai basement; dan

j. posisi bangunan gedung.

(3) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

a. rencana arsitektur;

b. rencana struktur; dan

b. rencana utilitas.

(4) Posisi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf j ditentukan berdasarkan informasi Global Positioning

System (GPS) yang diambil di titik tengah bangunan gedung.

q. Pasal 18 mengatur :

(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 1 (satu)

lantai dapat disediakan sendiri oleh pemohon dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. memenuhi persyaratan pokok tahan gempa; dan

b. menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 1

(satu) lantai.

(2) Desain prototipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah.

(3) Dalam hal tidak menggunakan desain prototipe sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b, pemohon harus menyediakan

dokumen rencana teknis.

Page 72: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-30

(4) Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat digambar oleh:

a. perencana konstruksi; atau

b. pemohon.

(5) Dokumen rencana teknis yang digambar oleh pemohon

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat digambar

secara sederhana dengan informasi yang lengkap.

(6) Persyaratan pokok tahan gempa dan desain prototipe bangunan

gedung sederhana 1 (satu) lantai sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

r. Pasal 19 mengatur :

(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua)

lantai disediakan oleh pemohon dengan menggunakan jasa

perencana konstruksi.

(2) Dalam hal pemohon tidak mampu menggunakan jasa perencana

konstruksi, dokumen rencana teknis disediakan sendiri oleh

pemohon dengan menggunakan desain prototipe bangunan

gedung sederhana 2 (dua) lantai.

(3) Desain prototipe bangunan gedung 2 (dua) lantai sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat Menteri dan/atau pemerintah

daerah.

(4) Desain prototipe yang ditetapkan oleh pemerintah daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah.

s. Pasal 20 mengatur :

(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua)

lantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 paling sedikit

memuat:

a. rencana arsitektur;

Page 73: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-31

b. rencana struktur; dan

c. rencana utilitas.

(2) Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

paling sedikit memuat:

a. gambar situasi atau rencana tapak;

b. gambar denah;

c. gambar tampak; dan

d. gambar potongan.

(3) Rencana struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

paling sedikit memuat:

a. gambar rencana pondasi termasuk detailnya; dan

b. gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya.

(4) Rencana utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

paling sedikit memuat:

a. gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air

kotor, limbah cair, dan limbah padat;

b. gambar jaringan listrik yang terdiri dari gambar sumber,

jaringan, dan pencahayaan; dan

c. gambar pengelolaan air hujan dan sistem drainase dalam

tapak.

t. Pasal 21 menetapkan :

Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus harus disediakan oleh pemohon dengan

menggunakan perencana konstruksi.

u. Pasal 22 mengatur :

(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

paling sedikit memuat:

a. rencana arsitektur;

b. rencana struktur; dan

c. rencana utilitas.

Page 74: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-32

(2) Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

paling sedikit memuat:

a. gambar situasi atau rencana tapak;

b. gambar denah;

c. gambar tampak;

d. gambar potongan;

e. gambar detail arsitektur; dan

f. spesifikasi umum perampungan bangunan gedung.

(3) Rencana struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

paling sedikit memuat:

a. perhitungan struktur untuk bangunan gedung dengan

ketinggian mulai dari 3 (tiga) lantai, dengan bentang struktur

lebih dari 3 (tiga) meter, dan/atau memiliki basement;

b. hasil penyelidikan tanah;

c. gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

d. gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya;

e. gambar rencana rangka atap, penutup, dan detailnya;

f. spesifikasi umum struktur; dan

g. spesifikasi khusus.

(4) Dalam hal bangunan gedung memiliki basement, rencana struktur

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus disertai

dengan gambar rencana basement termasuk detailnya.

(5) Dalam hal spesifikasi umum dan spesifikasi khusus sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) huruf f dan huruf g memiliki model atau

hasil tes, maka model atau hasil tes harus disertakan dalam

rencana struktur.

(6) Rencana utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

paling sedikit memuat:

a. perhitungan utilitas yang terdiri dari perhitungan kebutuhan

air bersih, kebutuhan listrik, penampungan dan pengolahan

limbah cair dan padat, dan beban kelola air hujan;

Page 75: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-33

b. perhitungan tingkat kebisingan dan/atau getaran;

c. gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air

kotor, limbah cair, limbah padat, dan persampahan;

d. gambar sistem pengelolaan air hujan dan drainase dalam

tapak;

e. gambar sistem instalasi listrik yang terdiri dari gambar sumber

listrik, jaringan, dan pencahayaan;

f. gambar sistem proteksi kebakaran yang disesuaikan dengan

tingkat risiko kebakaran;

g. gambar sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan;

h. gambar sistem transportasi vertikal;

i. gambar sistem komunikasi intern dan ekstern;

j. gambar sistem penangkal/proteksi petir; dan

k. spesifikasi umum utilitas bangunan gedung.

(7) Penyusunan dokumen rencana teknis bangunan gedung harus

mengacu pada persyaratan teknis bangunan gedung sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

v. Pasal 23 menetapkan :

Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)

harus memuat rencana penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi

penyandang disabilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

w. Pasal 24 menetepkan :

Pengaturan penyelenggaraan IMB meliputi:

a. pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung;

b. pembagian kewenangan penerbitan IMB;

c. tahapan penyelenggaraan IMB;

d. IMB bertahap;

e. Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB;

f. Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi;

g. Pembekuan dan pencabutan IMB;

Page 76: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-34

h. Pendataan bangunan gedung;

i. IMB untuk bangunan gedung yang dibangun kolektif; dan

j. Penyelenggaraan IMB di daerah.

x. Pasal 25 mengatur :

(1) Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 huruf a diatur melalui penerbitan IMB

untuk:

a. pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana

bangunan gedung;

b. renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan

gedung, meliputi pembaruan, peremajaan atau

penyempurnaan;

c. rehabilitasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan

gedung melalui upaya pemulihan kondisi suatu bangunan

gedung cagar budaya agar dapat dimanfaatkan secara efisien

untuk fungsi kekinian dengan cara perbaikan atau perubahan

tertentu dengan tetap menjaga nilai kesejarahan, arsitektur,

dan budaya; dan

d. pelestarian atau pemugaran.

(2) Penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan kegiatan:

a. penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung; dan

b. perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.

y. Pasal 26 mengatur:

(1) Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a melalui mekanisme:

a. pemilik bangunan gedung mengusulkan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung dalam permohonan IMB; dan

b. pemerintah daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung.

Page 77: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-35

(2) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b melalui mekanisme:

a. pemilik bangunan gedung mengusulkan permohonan baru IMB

dengan mengajukan dokumen rencana teknis bangunan

gedung sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam

RTRW Nasional, RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota,

RDTR/Penetapan Zonasi kabupaten/kota, dan/atau RTBL;

dan

b. pemilik bangunan gedung memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah.

(3) Bagi daerah yang belum memiliki RTRW kabupaten/kota, dan/

atau RDTR/Penetapan Zonasi kabupaten/kota, dan/atau RTBL,

pemerintah daerah menerbitkan IMB yang berlaku sementara.

(4) IMB yang berlaku sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Apabila RTRW kabupaten/kota, dan/atau RDTR/Penetapan

Zonasi kabupaten/kota, dan/atau RTBL untuk lokasi yang

bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah

ditetapkan, fungsi bangunan gedung yang tidak sesuai dengan

RTRW kabupaten/kota, RDTR/Penetapan Zonasi kabupaten/kota,

dan/atau RTBL yang telah ditetapkan dilakukan penyesuaian

paling lama 5 (lima) tahun, kecuali untuk rumah tinggal tunggal

paling lama 10 (sepuluh) tahun, sejak pemberitahuan penetapan

RTRW oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung.

(6) Dalam penyesuaian fungsi bangunan gedung sebagaimana

dimaksud pada ayat (5), pemilik bangunan gedung harus

mengajukan permohonan perubahan IMB.

z. Pasal 27 mengatur :

(1) Pembagian kewenangan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 24 huruf b diatur sebagai berikut:

Page 78: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-36

a. pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk

DKI Jakarta menerbitkan IMB untuk bangunan gedung

sederhana, tidak sederhana, dan khusus; dan

b. pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk

DKI Jakarta dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan

IMB untuk bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai kepada

kecamatan.

(2) Dalam hal penerbitan IMB untuk bangunan gedung sederhana 1

(satu) lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI

Jakarta harus:

a. melakukan mekanisme pembinaan dan pengawasan;

b. mengalokasikan anggaran biaya operasional penerbitan IMB;

c. memberikan pelatihan sumber daya manusia; dan

b. mengkompilasi data bangunan gedung berdasarkan penerbitan

IMB di kecamatan.

aa. Pasal 28 mengatur :

Tahapan penyelenggaraan IMB meliputi:

a. proses prapermohonan IMB;

b. proses permohonan IMB;

c. proses penerbitan IMB; dan

d. pelayanan administrasi IMB.

bb. Pasal 29 menetapkan :

Proses prapermohonan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

huruf a meliputi:

a. permohonan KRK oleh pemohon kepada pemerintah daerah; dan

b. penyampaian informasi persyaratan permohonan penerbitan IMB

oleh pemerintah daerah kepada pemohon.

cc. Pasal 30 mengatur :

(1) Pemohon harus mengajukan permohonan KRK sebelum

mengajukan permohonan IMB.

Page 79: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-37

(2) Pemohon KRK harus mengisi surat pernyataan untuk mengikuti

ketentuan dalam KRK.

(3) Pemerintah daerah harus memberikan KRK untuk lokasi yang

bersangkutan kepada pemohon.

(4) KRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi ketentuan

meliputi:

a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi

bersangkutan;

b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

b. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan

tanah dan KTB yang diizinkan;

c. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung

yang diizinkan;

d. KDB maksimum yang diizinkan;

e. KLB maksimum yang diizinkan;

f. KDH minimum yang diwajibkan;

g. KTB maksimum yang diizinkan;

h. jaringan utilitas kota; dan

i. keterangan lainnya yang terkait.

(5) Dalam KRK dicantumkan ketentuan khusus yang berlaku untuk

lokasi yang bersangkutan antara lain:

a. lokasi yang terletak pada kawasan rawan bencana gempa;

b. kawasan rawan longsor;

c. kawasan rawan banjir; dan

d. lokasi yang kondisi tanahnya tercemar.

(6) KRK digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis

bangunan gedung.

dd. Pasal 31 mengatur :

(1) Pemerintah daerah harus menyampaikan informasi persyaratan

permohonan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal

29 huruf b.

Page 80: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-38

(2) Dalam hal rencana pengajuan permohonan IMB bangunan gedung

sederhana, pemerintah daerah harus menyampaikan informasi

mengenai desain prototipe dan persyaratan pokok tahan gempa.

ee. Pasal 32 mengatur :

(1) Pemohon harus mengurus perizinan dan/atau rekomendasi teknis

lain dari instansi berwenang untuk permohonan IMB bangunan

gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan bangunan

khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) antara lain:

a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UKL-UPL);

c. Ketentuan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan

d. Surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT).

ff. Pasal 33 mengatur :

(1) Proses permohonan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

ayat (1) huruf b merupakan pengajuan surat permohonan IMB

kepada pemerintah daerah dengan melampirkan dokumen

persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

(2) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan

administratif dan persyaratan teknis.

(3) Dalam hal persyaratan administratif dan/atau persyaratan teknis

tidak lengkap, pemerintah daerah mengembalikan dokumen

permohonan IMB.

(4) Pengembalian dokumen permohonan IMB sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilengkapi surat pemberitahuan kelengkapan

persyaratan.

gg. Pasal 34 menetapkan :

Page 81: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-39

Proses penerbitan IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)

huruf c meliputi:

a. penilaian dokumen rencana teknis;

b. persetujuan tertulis; dan

b. penerbitan dokumen IMB.

hh. Pasal 35 mengatur :

(1) Penilaian dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 34 huruf a merupakan evaluasi terhadap dokumen rencana

teknis dengan memperhatikan data umum bangunan gedung.

(2) Penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan mengikuti persyaratan teknis

bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(3) Dalam hal dokumen rencana teknis tidak sesuai dengan

persyaratan teknis bangunan gedung, pemerintah daerah

mengembalikan surat permohonan IMB, dokumen persyaratan

administratif, dan dokumen persyaratan teknis.

(4) Pengembalian surat permohonan IMB, dokumen persyaratan

administratif, dan dokumen persyaratan teknis sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilengkapi surat pemberitahuan hasil

penilaian dokumen rencana teknis.

ii. Pasal 36 mengatur :

(1) Dalam hal penilaian dokumen rencana teknis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 huruf a untuk bangunan gedung tidak

sederhana untuk kepentingan umum dan bangunan gedung

khusus, maka pemerintah daerah harus mendapatkan

pertimbangan teknis dari TABG.

(2) Pertimbangan teknis yang disusun oleh TABG sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan masukan untuk memberikan

persetujuan pemenuhan persyaratan teknis oleh pemerintah

daerah.

Page 82: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-40

(3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai

kesimpulan dari hasil pengkajian berupa nasihat, pendapat, dan

pertimbangan profesional secara tertulis.

(4) TABG memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) setelah melakukan pengkajian terhadap pemenuhan

kesesuaian persyaratan teknis dengan ketentuan meliputi:

a. fungsi bangunan gedung;

b. klasifikasi fungsi bangunan gedung;

c. persyaratan teknis bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum dan bangunan khusus;

d. persyaratan bangunan gedung yang menimbulkan dampak

penting terhadap lingkungan;

e. tata bangunan; dan

f. keandalan bangunan gedung.

(5) TABG memiliki batas waktu dalam melakukan pengkajian

pemenuhan persyaratan teknis meliputi:

a. bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dan bangunan gedung khusus dengan ketinggian 1 (satu)

sampai dengan 8 (delapan) lantai paling lama 8 (delapan) hari

kerja; dan

b. bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dan bangunan gedung khusus dengan ketinggian lebih dari 8

(delapan) lantai paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.

jj. Pasal 37 mengatur :

(1) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat

(1) menyatakan:

a. dokumen sesuai dengan persyaratan teknis; atau

b. dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

(2) Terhadap pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b, TABG memberikan saran teknis pada bagian yang

tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

Page 83: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-41

(3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

bersifat final.

(4) Dalam hal dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pemerintah daerah

mengembalikan surat permohonan IMB, dokumen persyaratan

administratif dan dokumen persyaratan teknis kepada pemohon.

(5) Dalam hal pertimbangan teknis menyatakan dokumen tidak

sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b pemohon dapat mengajukan permohonan IMB

yang baru.

kk. Pasal 38 mengatur :

(1) Pemerintah daerah membuat persetujuan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 huruf b atas dokumen rencana teknis

yang telah memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. paraf pada setiap lembar dokumen rencana teknis; dan

b. surat persetujuan dokumen teknis.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh

petugas yang melakukan penilaian dokumen rencana teknis.

ll. Pasal 39 mengatur :

(1) Penerbitan dokumen IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

huruf c dilaksanakan melalui mekanisme:

a. pemerintah daerah menghitung dan menetapkan nilai

retribusi;

b. pemohon melakukan pembayaran retribusi dan menyerahkan

bukti pembayaran retribusi (Surat Setor Retribusi Daerah)

kepada pemerintah daerah;

c. pemerintah daerah mengesahkan dokumen rencana teknis;

dan

d. pemerintah daerah menerbitkan dokumen IMB.

Page 84: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-42

(2) Penghitungan dan penetapan nilai retribusi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Pembayaran retribusi oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dilakukan setelah pemohon mendapatkan Surat

Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).

(4) Pengesahan dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c dilakukan dengan pembubuhan tanda tangan dan

cap pada dokumen rencana teknis oleh pejabat PTSP yang

berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

mm. Pasal 40 menetapkan :

Pelayanan administrasi IMB meliputi:

a. pembuatan duplikat dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai

pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak, dengan

melampirkan surat keterangan hilang dari instansi yang

berwenang;

b. pemecahan dokumen IMB sesuai dengan perubahan pemecahan

dokumen IMB dan/atau kepemilikan tanah dan perubahan data

lainnya, atas permohonan yang bersangkutan; dan

c. permohonan IMB untuk bangunan gedung yang sudah terbangun

dan belum memiliki IMB.

nn. Pasal 41 menetapkan :

Tahapan penyelenggaraan IMB berdasarkan penggolongan bangunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, dan huruf c

sesuai dengan Lampiran III yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

oo. Pasal 42 menetapkan :

Ketentuan mengenai format surat pemberitahuan kelengkapan, surat

pemberitahuan hasil penilaian dokumen rencana teknis, surat

pertimbangan teknis oleh TABG sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Page 85: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-43

33, Pasal 35, dan Pasal 36 sesuai dengan Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

pp. Pasal 43 menetapkan :

Pada pembangunan bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum dan bangunan gedung khusus, pemerintah

daerah mempertimbangkan penerbitan IMB bertahap yang

merupakan satu kesatuan dokumen sepanjang tidak melampaui

batas waktu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

qq. Pasal 44 mengatur :

(1) Pemerintah daerah dapat menerbitkan IMB bertahap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 43 untuk bangunan gedung tidak

sederhana untuk kepentingan umum dan bangunan gedung

khusus dengan ketentuan:

a. memiliki ketinggian bangunan lebih dari 8 (delapan) lantai

dan/atau luas bangunan di atas 2000 (dua ribu) meter

persegi; dan

b. menggunakan pondasi dalam lebih dari 2 (dua) meter.

(2) Penerbitan IMB bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui proses penerbitan IMB pondasi dan

dilanjutkan dengan penerbitan IMB.

(3) Pengajuan permohonan IMB bertahap sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus dilakukan dalam waktu bersamaan dalam

satu kesatuan dokumen permohonan.

rr. Pasal 45 mengatur :

(1) Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB dihitung

sejak pengajuan permohonan IMB meliputi:

a. IMB bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai paling lama

3 (tiga) hari kerja;

b. IMB bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai paling lama

4 (empat) hari kerja;

Page 86: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-44

c. IMB bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk

kepentingan umum paling lama 7 (tujuh) hari kerja;

d. IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan

umum dan bangunan gedung khusus dengan ketinggian 1

(satu) sampai dengan 8 (delapan) lantai paling lama 12 (dua

belas) hari kerja;

b. IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan

umum dan bangunan gedung khusus dengan ketinggian

lebih dari 8 (delapan) lantai paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja; dan

c. IMB pondasi untuk bangunan gedung tidak sederhana

untuk kepentingan umum dan bangunan gedung khusus

paling lama 18 (delapan belas) hari kerja.

(2) Ketentuan lebih jelas mengenai jangka waktu proses permohonan

dan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai

dengan Tahapan Penyelenggaraan IMB sebagaimana diatur

dalam Lampiran III.

ss. Pasal 46 menetapkan :

Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f antara lain:

a. perubahan akibat kondisi, ukuran lahan kavling atau persil yang

tidak sesuai dengan rencana teknis dan/atau adanya kondisi

eksisting di bawah permukaan tanah yang tidak dapat diubah

atau dipindahkan seperti jaringan prasarana dan benda cagar

budaya;

b. perubahan akibat perkembangan kebutuhan pemilik bangunan

gedung seperti penampilan arsitektur, penambahan atau

pengurangan luas dan jumlah lantai, dan tata ruang-dalam; dan

c. perubahan fungsi atas permintaan pemilik bangunan.

tt. Pasal 47 menetapkan :

Proses administrasi perubahan perizinan meliputi:

Page 87: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-45

a. perubahan rencana teknis yang dilakukan untuk penyesuaian

dengan kondisi lapangan dan tidak mempengaruhi sistem

struktur dituangkan dalam gambar terbangun (as built

drawings);

b. perubahan rencana teknis yang mengakibatkan perubahan pada

arsitektur, struktur, dan utilitas harus melalui permohonan

baru IMB; dan

c. perubahan rencana teknis karena perubahan fungsi harus melalui

proses permohonan baru dengan proses sesuai dengan

penggolongan bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB.

uu. Pasal 48 mengatur :

(1) Pelanggaran pada masa konstruksi bangunan gedung yang tidak

sesuai dengan dokumen IMB dikenakan sanksi administratif

berupa pembekuan dan pencabutan IMB sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan teknis mengenai pembekuan dan pencabutan IMB

diatur secara terpisah dalam Peraturan Daerah.

vv. Pasal 49 mengatur :

(1) Pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24 huruf h dilakukan bersamaan dengan proses penerbitan

IMB.

(2) Pendataan bangunan gedung baru dilakukan berdasarkan data

pada surat permohonan IMB.

(3) Pendataan bangunan gedung harus dilakukan secara keseluruhan

dengan sistem terkomputerisasi paling lama 3 (tiga) tahun

setelah diundangkan Peraturan Menteri ini.

(4) Pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis pendataan

bangunan gedung.

ww. Pasal 50 menetapkan :

Page 88: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-46

IMB berfungsi sebagai prasyarat untuk mendapatkan pelayanan

utilitas umum antara lain penyambungan jaringan listrik, air

minum, telepon, dan gas. Penyelenggaraan IMB untuk bangunan

gedung yang dibangun kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal

24 huruf i, seperti bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal,

dan rumah deret di satu kawasan, prinsipnya mengikuti proses

penyelenggaraan IMB pada bangunan gedung tidak sederhana bukan

untuk kepentingan umum.

xx. Pasal 52 mengatur :

(1) Penyelenggaraan IMB di daerah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 24 huruf j merupakan bagian dari pengaturan

penyelenggaraan bangunan gedung di daerah.

(2) Penyelenggaraan bangunan gedung di daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan daerah tentang

bangunan gedung.

yy. Pasal 53 menetapkan :

Retribusi IMB meliputi:

a. jenis kegiatan dan objek yang dikenakan retribusi;

b. penghitungan retribusi IMB;

c. indeks penghitungan besarnya retribusi IMB; dan

d. harga satuan (tarif) retribusi IMB.

zz. Pasal 54 mengatur :

(1) Jenis kegiatan yang dikenakan retribusi IMB sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 53 huruf a meliputi:

a. pembangunan baru;

b. rehabilitasi atau renovasi berupa perbaikan atau perawatan,

perubahan, perluasan atau pengurangan; dan

c. pelestarian atau pemugaran.

(2) Objek yang dikenakan retribusi IMB sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 53 huruf a meliputi:

a. bangunan gedung; dan

Page 89: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-47

b. prasarana bangunan gedung.

aaa. Pasal 55 mengatur :

(1) Nilai retribusi IMB Pondasi mengikuti nilai retribusi IMB yang

dihitung sementara oleh pemerintah daerah.

(2) Nilai retribusi IMB Pondasi dibayarkan sebagian dari nilai retribusi

IMB berdasarkan perhitungan sementara oleh pemohon

sebelum IMB Pondasi diterbitkan.

(3) Saat pengambilan Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD) IMB

pondasi, pemohon wajib menyerahkan formulir surat

pernyataan akan membayar nilai retribusi IMB yang tersisa

sesuai dengan perhitungan rinci yang dilakukan kembali setelah

perhitungan sementara oleh pemerintah daerah.

(4) Untuk dapat memperoleh dokumen IMB, pemohon harus

membayar nilai retribusi IMB yang tersisa berdasarkan

perhitungan kembali yang rinci oleh pemerintah daerah.

bbb. Pasal 56 menetapkan :

Penghitungan retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53

huruf b meliputi:

a. komponen retribusi dan biaya;

b. penghitungan besarnya retribusi; dan

c. tingkat penggunaan jasa.

ccc. Pasal 57 menetapkan :

Komponen retribusi dan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

56 huruf a meliputi:

a. retribusi pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung untuk

kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi dan

pelestarian/pemugaran; atau

b. retribusi administrasi IMB meliputi pemecahan dokumen IMB,

pembuatan duplikat dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai

pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak, pemutakhiran

Page 90: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-48

data atas permohonan pemilik bangunan gedung, dan/atau

perubahan non teknis lainnya; dan

c. retribusi penyediaan formulir Permohonan IMB, termasuk biaya

Pendaftaran Bangunan Gedung.

ddd. Pasal 58 mengatur :

(1) Penghitungan besarnya retribusi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 56 huruf b meliputi:

a. besarnya retribusi yang dihitung; dan

b. penghitungan besarnya retribusi mengikuti rumus.

(2) Besarnya retribusi yang dihitung dengan penetapan meliputi:

a. komponen retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57

ditetapkan sesuai permohonan yang diajukan;

b. lingkup kegiatan yang meliputi pembangunan bangunan

gedung baru, rehabilitasi atau renovasi bangunan gedung

meliputi perbaikan atau perawatan, perubahan, perluasan

atau pengurangan, dan pelestarian atau pemugaran; dan

c. volume atau besaran kegiatan, indeks, harga satuan

retribusi untuk bangunan gedung, dan untuk prasarana

bangunan gedung.

(3) Penghitungan besarnya retribusi mengikuti rumus meliputi:

a. pembangunan bangunan gedung baru;

b. rehabilitasi atau renovasi, pelestarian atau pemugaran; dan

c. pembangunan prasarana bangunan gedung.

eee. Pasal 59 menetapkan :

Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56

huruf c atas pemberian layanan IMB menggunakan indeks

berdasarkan fungsi, klasifikasi, dan waktu penggunaan bangunan

gedung serta indeks untuk prasarana bangunan gedung sebagai

tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan dengan

cakupan kegiatan.

Page 91: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-49

fff. Pasal 60 menetapkan :

Indeks penghitungan besarnya retribusi IMB meliputi:

a. penetapan indeks tingkat penggunaan jasa;

b. skala indeks; dan

c. daftar kode.

ggg. Pasal 61 mengatur :

(1) Penetapan indeks tingkat penggunaan jasa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 60 huruf a sebagai faktor pengali

terhadap harga satuan retribusi untuk mendapatkan besarnya

retribusi meliputi:

a. indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan

gedung; dan

b. indeks untuk penghitungan besarnya retribusi prasarana

bangunan gedung.

(2) Indeks untuk penghitungan besarnya retribusi bangunan gedung

ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan fungsi dan

klasifikasi setiap bangunan gedung dengan mempertimbangkan

spesifikasi bangunan gedung pada:

a. tingkat kompleksitas;

b. tingkat permanensi;

c. tingkat risiko kebakaran bangunan gedung;

d. tingkat zonasi gempa di kawasan setempat;

e. kepadatan bangunan gedung di peruntukan lokasi

pembangunan;

f. ketinggian atau jumlah lantai;

g. kepemilikan bangunan gedung; dan

h. jangka waktu penggunaan bangunan gedung.

hhh. Pasal 61A menetapkan :

Dalam hal pembangunan gudang untuk UMKM seluas maksimal

1.300 m2 (meter persegi), indeks terintegrasi perhitungan besarnya

retribusi IMB dikalikan 0,5 (nol koma lima).

Page 92: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-50

iii.Pasal 62 menetapkan :

Skala indeks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b

ditetapkan berdasarkan peringkat terendah hingga tertinggi dengan

mempertimbangkan kewajaran perbandingan dalam intensitas

penggunaan jasa.

jjj.Pasal 63 mengatur :

(1) Daftar kode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf c untuk

mengidentifikasi indeks penghitungan retribusi IMB guna

ketertiban administrasi dan transparansi.

(2) Indeks untuk penghitungan retribusi IMB yang belum terdapat

dalam daftar kode dapat diterapkan oleh pemerintah daerah

sesuai dengan jenis konstruksi prasarana bangunan gedung

yang ada di masing-masing daerah.

kkk. Pasal 64 mengatur :

(1) Harga satuan atau tarif retribusi IMB ditetapkan oleh pemerintah

daerah sesuai dengan peringkat skala wilayah administratif

kabupaten/kota atau pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta

berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat dan

pertimbangan lainnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Harga satuan atau tarif retribusi IMB sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

a. bangunan gedung; dan

b. prasarana bangunan gedung.

lll.Pasal 65 mengatur :

(1) Harga satuan atau tarif retribusi IMB pada bangunan gedung

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a

meliputi:

a. harga satuan retribusi dinyatakan per-satuan luas lantai

bangunan bangunan gedung (m²) yang nilainya ditetapkan

sesuai dengan penggolongan peringkat skala;

Page 93: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-51

b. penetapan besar harga satuan retribusi dalam satu provinsi;

c. harga satuan retribusi bangunan gedung hanya 1 (satu) tarif

setiap kabupaten/kota.

(2) Harga satuan retribusi dinyatakan per-satuan luas lantai

bangunan bangunan gedung (m²) yang nilainya ditetapkan

sesuai dengan penggolongan peringkat skala sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. kabupaten besar, kabupaten sedang, kota besar, kota

metropolitan; dan

b. kabupaten kecil, kota sedang serta kota kecil.

(3) Penetapan besar harga satuan retribusi dalam satu provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat ditetapkan

bahwa harga satuan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf a dapat melebihi harga satuan retribusi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b.

(4) Harga satuan retribusi bangunan gedung hanya 1 (satu) tarif

setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c harus memenuhi ketentuan:

a. luas bangunan gedung dihitung dari garis sumbu dinding

atau kolom;

b. luas teras, balkon dan selasar luar bangunan gedung,

dihitung setengah dari luas yang dibatasi oleh garis sumbu-

sumbunya;

c. luas bagian bangunan gedung seperti kanopi dan pergola

yang berkolom dihitung setengah dari luas yang dibatasi

oleh garis sumbu-sumbunya;

d. luas bagian bangunan gedung seperti seperti kanopi dan

pergola tanpa kolom dihitung setengah dari luas yang

dibatasi oleh garis tepi atap konstruksi tersebut; dan

e. luas overstek atau luifel dihitung setengah dari luas yang

dibatasi oleh garis tepi konstruksi tersebut.

Page 94: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-52

mmm. Pasal 66 mengatur :

(1) Harga satuan atau tarif retribusi IMB pada prasarana

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64

ayat (2) huruf b ditetapkan sesuai dengan penggolongan

peringkat skala wilayah, meliputi:

a. kabupaten besar, kabupaten sedang, kota metropolitan dan

kota besar; dan

b. kabupaten kecil, kota sedang dan kota kecil.

(2) Jenis prasarana dan satuan untuk penetapan harga satuan atau

tarif retribusi IMB ditetapkan sesuai dengan penggolongan

peringkat skala wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. konstruksi pembatas, pengaman, atau penahan, per-m2;

b. konstruksi penanda masuk lokasi, per-m’ atau unit standar;

c. konstruksi perkerasan, per-m2;

d. konstruksi penghubung, per-m2, atau unit standar;

e. konstruksi kolam atau reservoir bawah tanah, per-m2;

f. konstruksi menara, per-unit standar dan pertambahannya;

g. konstruksi monumen, per-unit standar dan

pertambahannya;

h. konstruksi instalasi atau gardu, per-m2;

i. konstruksi reklame, per-unit standar dan pertambahannya;

dan

j. konstruksi bangunan lainnya yang termasuk prasarana

bangunan gedung yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

(3) Penetapan besar harga satuan retribusi dalam satu provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan bahwa

harga satuan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dapat melebihi harga satuan retribusi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b.

nnn. Pasal 67 menetapkan :

Page 95: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-53

Ketentuan mengenai Retribusi IMB sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 ayat (3), Pasal 57, Pasal 58, Pasal 60, Pasal 62, Pasal 63,

dan Pasal 64 sesuai dengan Lampiran V yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

ooo. Pasal 68 mengatur :

(1) Dokumen IMB diterbitkan dengan Keputusan Bupati/Walikota

atau Gubernur untuk Provinsi DKI Jakarta.

(2) Dokumen IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditandatangani oleh pejabat yang menyelenggarakan IMB atas

nama Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Provinsi DKI

Jakarta.

(3) Contoh dokumen IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sesuai dengan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

ppp. Pasal 69 mengatur :

(1) Pembinaan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh

Pemerintah dan/atau pemerintah provinsi sebagai pelaksanaan

tugas dekonsentrasi, dalam rangka meningkatkan kemampuan

dan kemandirian pemerintah daerah dan masyarakat dalam

memenuhi ketentuan teknis untuk terwujudnya penataan

bangunan gedung yang berkelanjutan serta keandalan

bangunan gedung.

(2) Pembinaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. peran pemerintah;

b. peran pemerintah daerah; dan

c. peran masyarakat.

qqq. Pasal 71 mengatur :

(1) Peran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

ayat (2) huruf b meliputi:

a. pengaturan;

Page 96: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-54

b. pemberdayaan; dan

c. pengawasan.

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dilakukan melalui:

a. penyusunan peraturan daerah tentang bangunan gedung

yang memuat pengaturan terkait penyelenggaraan IMB;

b. penyusunan peraturan kepala daerah terkait IMB sebagai

pengaturan pelaksanaan peraturan daerah tentang

bangunan gedung;

c. penyebarluasan norma, standar, pedoman, dan kriteria

(NSPK) terkait IMB kepada masyarakat dan penyelenggara

bangunan gedung.

(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

a. pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung;

dan

b. pemberdayaan kepada masyarakat.

(4) Pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan untuk

menumbuhkembangkan kesadaran akan peran, hak, dan

kewajiban, serta meningkatkan kemampuan dalam

penyelenggaraan bangunan gedung dan IMB melalui:

a. pendataan bangunan gedung;

b. sosialisasi atau diseminasi; dan

c. bimbingan teknis dan pelatihan.

(5) Pemberdayaan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) huruf b dilakukan terhadap masyarakat yang belum

mampu memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung

sederhana dan bangunan gedung tidak sederhana melalui:

a. pendampingan pembangunan bangunan gedung secara

bertahap;

Page 97: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-55

b. penyediaan percontohan rumah tinggal yang memenuhi

persyaratan teknis, meliputi dokumen rencana teknis

prototipe rumah, rumah tinggal tunggal sederhana (rumah

inti tumbuh, dan rumah sederhana sehat), dan rumah

deret sederhana; dan

c. bantuan penataan bangunan dan lingkungan yang sehat

dan serasi.

(6) Pemberdayaan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan bersama-sama dengan

masyarakat.

(7) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

dilakukan melalui mekanisme proses penerbitan IMB sesuai

dengan Peraturan Menteri ini.

rrr. Pasal 72 mengatur :

(1) Peran masyarakat dilakukan untuk membantu pemerintah daerah

dengan mengikuti prosedur dan memperhatikan nilai sosial

budaya setempat.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan mekanisme melaporkan secara tertulis kepada

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melalui sarana yang

mudah diakses terkait indikasi bangunan gedung yang tidak

laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan

dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau

lingkungan.

(3) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat

berdasarkan fakta dan pengamatan secara objektif serta

perkiraan kemungkinan secara teknis gejala konstruksi

bangunan gedung yang tidak laik fungsi.

sss. Pasal 73 menetapkan :

Penyelenggaraan IMB untuk bangunan prasarana bangunan gedung

berupa konstruksi bangunan yang berdiri sendiri dan tidak

Page 98: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-56

merupakan pelengkap yang menjadi satu kesatuan dengan

bangunan gedung atau kelompok bangunan gedung pada satu tapak

kaveling atau persil, prinsipnya mengikuti proses penyelenggaraan

IMB pada bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan

umum dan bangunan gedung khusus dengan persyaratan teknis

yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

ttt. Pasal 74 mengatur :

(1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki peraturan daerah

mengenai penyelenggaraan IMB, pemerintah daerah harus

membuat peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan

Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak

tanggal pengundangan Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam hal Pemerintah Daerah belum memiliki peraturan daerah

mengenai penyelenggaraan IMB, maka ketentuan Peraturan

Menteri ini diberlakukan sampai dengan diundangkannya

Peraturan Daerah mengenai penyelenggaraan IMB.

(3) Dalam hal Pemerintah Daerah telah memiliki peraturan daerah

dan/atau peraturan kepala daerah mengenai penyelenggaraan

IMB sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan harus

menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini dalam jangka

waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan

Peraturan Menteri ini.

(4) Permohonan IMB yang telah diajukan dan sedang diproses

sebelum diundangkannya Peraturan Menteri ini, diproses

berdasarkan ketentuan dalam peraturan daerah atau peraturan

kepala daerah yang berlaku hingga diperbaruinya peraturan

daerah atau peraturan kepala daerah tersebut.

uuu. Pasal 75 mengatur :

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Page 99: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-57

Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku.

(2) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, peraturan

perundang-undangan lain yang berkaitan dengan IMB

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

5.1 Jangkauan dan arah pengaturan.

Bangunan gedung maupun prasarana dan sarana bangunan gedung

sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang

sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produkstifitas, dan

jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung yang

telah diatur dalam undang-undang tentang bangunan gedung, perlu

ditindaklanjuti dengan peraturan operasional di daerah.

Hal ini bertujuan mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal,

berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya

Bangunan gedung, prasarana dan sarana bangunan gedung merupakan salah

satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan

bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali perlu dilakukan

penertiban dan penataan bangunan serta pengendalian pemanfaatan ruang

melalui izin mendirikan bangunan. Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan

Page 100: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-58

bangunan dan menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta

mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung,

maka perlu pengaturan izin mendirikan bangunan yang dituangkan dalam

Peraturan Daerah.

Arah pengaturan materi muatan Peraturan Daerah Izin Mendirikan

Bangunan mengatur mengenai Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan

Gedung yang tujuannya untuk memberikan arahan dan pedoman kepada

pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan izin mendirikan bangunan,

menyangkut kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Disamping itu

juga memberikan dasar hukum pelaksanaan pembangunan gedung maupun

pembangunan bukan gedung.

5.2 Ruang Lingkup

5.2.1 Judul

Judul Peraturan Daerah yang akan disusun adalah Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan.

5.2.2 Konsideran

Konsideran menimbang Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang

Izin Mendirikan Bangunan, memuat dasar pertimbangan yang mendasari Izin

Mendirikan Bangunan, yaitu:

1. bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali perlu

dilakukan penertiban dan penataan bangunan serta pengendalian

pemanfaatan ruang melalui izin mendirikan bangunan;

2. bahwa untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan dan

menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta mewujudkan

kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, telah

ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 6 Tahun 2013

tentang Izin Mendirikan Bangunan;

Page 101: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-59

3. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat Nomor 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan

Bangunan, maka Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf b

sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu diganti;

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud angka 1, angka

2, dan angka 3, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan.

5.2.3 Dasar Hukum

Dasar hukum mengingat, harus memuat landasan yuridis peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar penyusunan Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan. Adapun landasan

yuridis yang menjadi dasar penyusunan peraturan daerah ini meliputi:

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-

daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42).

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049).

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5059).

Page 102: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-60

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5679).

9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532).

10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103).

11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 6041).

12. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 199).

13. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 221).

14. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali Tahun 2011-2031

Page 103: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-61

(Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 119).

15. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 10 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2012

Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2012

Nomor 138).

5.2.4 Materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan, memuat pasal-pasal yang mengatur mengenai:

1. Ketentuan umum.

Bab ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian

istilah, dan frasa yang digunakan terkait. Dalam Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan ini, bab

ketentuan umum memuat:

1) Daerah adalah Kabupaten Boyolali.

2) Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3) Bupati adalah Bupati Boyolali.

4) Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan

usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

Page 104: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-62

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi

kolektif dan bentuk usaha tetap.

6) Bangunan adalah setiap hasil pekerjaan manusia yang dipergunakan

untuk suatu tujuan tertentu yang tersusun terletak pada tanah atau

bertumpu kepada batu-batu landasan beserta kelengkapannya dalam

batas satu kepemilikan, baik yang berbentuk bangunan ruangan

ataupun bukan.

7) Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya

berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi

sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian

atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan

sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

8) Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

9) Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan

seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun

atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan

mengadakan bangunan.

10) Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan/atau

menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang

berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.

11) Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas kelengkapan

di dalam dan di luar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan

terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

12) Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah

perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk

bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik

bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,

Page 105: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-63

mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis.

13) IMB bertahap adalah IMB yang diberikan secara bertahap oleh

Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun bangunan gedung baru.

14) IMB pondasi adalah bagian dari IMB bertahap yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun konstruksi pondasi bangunan gedung, yang merupakan

satu kesatuan dokumen IMB.

15) Permohonan IMB adalah permohonan yang dilakukan pemilik

bangunan gedung kepada Pemerintah Daerah untuk mendapatkan

IMB.

16) Bangunan gedung sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi

sederhana.

17) Bangunan gedung tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau

teknologi tidak sederhana.

18) Bangunan gedung khusus adalah bangunan gedung yang memiliki

penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan

pelaksanaannya memerlukan penyelesaian atau teknologi khusus.

19) Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan gedung

yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi

keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya.

20) Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan

gedung sebagai dasar pemenuhan tingkat persyaratan administratif

dan persyaratan teknisnya.

21) Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan

yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,

serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan

gedung.

Page 106: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-64

22) Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung

beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik

fungsi.

23) Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian

bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana

dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

24) Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang

rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/ atau

teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

25) Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan

bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan

keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai

dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

26) Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah

hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Boyolali yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali.

27) Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah

penjabaran dari RTRW.

28) Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun

untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam

rencana rinci tata ruang.

29) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat

RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program

bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,

rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman

pengendalian pelaksanaan.

Page 107: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-65

30) Keterangan Rencana Kabupaten Boyolali yang selanjutnya disebut KRK

adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan

yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah pada lokasi tertentu.

31) Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar

bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata

bangunan dan lingkungan.

32) Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan

gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai

sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

33) Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar

bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan

dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

34) Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah

angka persentase perbandingan antara luas tapak basement dan luas

lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

35) Dokumen Rencana Teknis adalah gambar teknis bangunan gedung dan

kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan

rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana

arsitektur, rencana struktur, rencana utilitas, serta rencana spesifikasi

teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung

sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.

36) Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan

Gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan

pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses

Page 108: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-66

pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran

bangunan gedung.

37) Penilaian Dokumen Rencana Teknis adalah evaluasi terhadap

pemenuhan persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek

lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.

38) Persetujuan Rencana Teknis adalah pernyataan tertulis tentang telah

dipenuhinya seluruh persyaratan dalam rencana teknis bangunan

gedung yang telah dinilai.

39) Pengesahan Dokumen Rencana Teknis adalah pernyataan hukum

dalam bentuk pembubuhan tanda tangan pejabat yang berwenang

serta stempel atau cap resmi, yang menyatakan kelayakan dokumen

yang dimaksud dalam persetujuan tertulis atas pemenuhan seluruh

persyaratan dalam rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk IMB

gedung.

40) Pemohon adalah orang atau badan hukum, kelompok orang, atau

perkumpulan yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah

Daerah.

41) Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok

orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik

bangunan gedung.

42) Perencana Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau

badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang

perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan

dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

43) Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat TABG adalah

tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan

bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam

proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan

terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian

masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan

Page 109: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-67

anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan

kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

44) Retribusi IMB adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian IMB yang disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan yang

meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan

pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan

dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar

bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian

bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang

meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan

bagi yang menempati bangunan tersebut.

45) Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha

dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan

gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang

berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

2. Maksud, Tujuan, dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu mengatur tentang maksud, tujuan, dan ruang lingkup

peraturan daerah. Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman

penyelenggaraan IMB bagi Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah ini

bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai

dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk

menjamin keandalan teknis bangunan gedung; dan mewujudkan kepastian

hukum dalam penyelenggaraan IMB. Ruang lingkup Peraturan Daerah

meliputi: fungsi dan klasifikasi bangunan gedung; pemberian IMB;

persyaratan permohonan penerbitan IMB; tata cara penyelenggaraan IMB;

retribusi IMB; dokumen IMB; pembinaan; peran Pemerintah Daerah dan

masyarakat; sanksi administrtif; dan pelaporan.

Page 110: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-68

3. Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai Fungsi dan Klasifikasi

Bangunan Gedung yang meliputi:

a. Bangunan meliputi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

b. Pembagian fungsi bangunan gedung meliputi:

1) fungsi hunian;

2) fungsi keagamaan;

3) fungsi usaha;

4) fungsi sosial budaya; dan

5) fungsi khusus.

c. Fungsi bangunan gedung dapat memiliki lebih dari 1 (satu) fungsi.

d. Bangunan gedung didirikan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW

dan/atau RDTR.

e. Fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal

manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,

rumah tinggal susun, dan rumah tinggal sementara.

f. Fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan

gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan

bangunan kelenteng.

g. Fungsi mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan

usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan,

perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan bangunan

gedung tempat penyimpanan.

h. Fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat

melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan,

laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum.

Page 111: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-69

i. Fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional

atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di

sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang meliputi

bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan

keamanan, dan bangunan sejenis.

j. Bangunan bukan gedung dapat berupa:

1) konstruksi pembatas/penahan/pengaman berupa pagar,

tanggul/retaining wall, turap batas kavling/persil;

2) konstruksi penanda masuk lokasi berupa gapura dan gerbang;

3) konstruksi perkerasan berupa jalan, lapangan upacara, lapangan

olah raga terbuka;

4) konstruksi penghubung berupa jembatan, box culvert, jembatan

penyeberangan;

5) konstruksi kolam/reservoir bawah tanah berupa kolam renang,

kolam pengolahan air, reservoir bawah tanah;

6) konstruksi menara berupa menara antena, menara reservoir,

cerobong;konstruksi monumen berupa tugu, patung;

7) konstruksi instalasi/gardu berupa instalasi listrik, instalasi

telepon/komunikasi, instalasi pengolahan; dan/atau

8) konstruksi reklame/papan nama berupa billboard, papan iklan,

papan nama.

k. Klasifikasi bangunan gedung ditentukan berdasarkan:

1) tingkat kompleksitas;

2) tingkat permanensi;

3) tingkat risiko kebakaran;

4) zonasi gempa;

5) lokasi;

6) ketinggian; dan

7) kepemilikan.

Page 112: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-70

l. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi:

1) bangunan gedung sederhana;

2) bangunan gedung tidak sederhana; dan

3) bangunan gedung khusus.

m. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi meliputi:

1) bangunan gedung darurat atau sementara;

2) bangunan gedung semi permanen; dan b

3) angunan gedung permanen.

n. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat risiko kebakaran

meliputi:

1) bangunan gedung tingkat risiko kebakaran rendah;

2) angunan gedung tingkat risiko kebakaran sedang; dan

3) angunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi.

o. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan zonasi gempa, ditetapkan

berdasarkan percepatan puncak batuan dasar meliputi:

1) zona < 0,05 g;

2) zona 0,05 – 0.1 g;

3) zona 0,1 – 0.15 g;

4) zona 0,15 – 0.2 g;

5) zona 0,2 – 0.25 g;

6) zona 0,25 – 0.3 g;

7) zona 0,3 – 0.4 g;

8) zona 0,4 – 0,5 g;

9) zona 0,5 – 0,6 g;

10) zona 0,6 – 0,7 g;

11) zona 0,7 – 0,8 g;

12) zona 0,8 – 0,9 g;

13) zona 0,9 – 1,0 g;

14) zona 1,0– 1,2 g;

15) zona 1,2 – 1,5 g;

16) zona 1,5 – 2,0 g; dan

Page 113: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-71

17) zona > 2,0 g.

p. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi meliputi:

1) bangunan gedung di lokasi padat;

2) bangunan gedung di lokasi sedang; dan

3) bangunan gedung di lokasi renggang.

q. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian meliputi:

1) bangunan gedung bertingkat tinggi;

2) bangunan gedung bertingkat sedang; dan

3) bangunan gedung bertingkat rendah.

r. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan meliputi:

1) bangunan gedung milik negara/Daerah;

2) bangunan gedung milik badan usaha; dan

3) bangunan gedung milik perorangan.

s. Klasifikasi bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB ditentukan

berdasarkan kompleksitas bangunan gedung yang meliputi:

1) bangunan gedung sederhana;

2) bangunan gedung tidak sederhana; dan

3) bangunan gedung khusus.

t. Bangunan gedung sederhana meliputi:

1) bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai; dan

2) bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai.

u. Bangunan gedung tidak meliputi:

1) bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk kepentingan

umum; dan

2) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum.

4. Pemberian IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pemberian IMB meliputi :

Page 114: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-72

a. Setiap orang atau badan yang akan membangun baru, mengubah,

memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan di Daerah

wajib memiliki IMB.

b. IMB diberikan oleh Kepala Perangkat Daerah yang membidangi

perizinan.

c. Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip:

1) prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif;

2) pelayanan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu;

3) keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan

4) aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan,

keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan.

d. Bupati memanfaatkan pemberian IMB untuk:

1) pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;

2) mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin

keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan;

3) mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata

bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan

4) syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

e. Pemilik IMB mendapat manfaat untuk:

1) pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan;

2) memperoleh pelayanan utilitas umum daerah yang meliputi

penyambungan jaringan listrik, air minum, telepon dan gas; dan

3) memperoleh manfaat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

5. Persyaratan permohonan penerbitan IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai persyaratan permohonan

penerbitan IMB meliputi:

a. persyaratan administratif; dan

b. persyaratan teknis.

Page 115: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-73

c. Setiap orang dan/atau badan hukum termasuk instansi pemerintah

yang mengajukan permohonan IMB harus memenuhi seluruh

persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

d. Dalam pengajuan permohonan IMB, Pemerintah Daerah harus:

1) melayani permohonan IMB; dan

2) menyampaikan persyaratan permohonan IMB dengan jelas.

e. Persyaratan administratif meliputi:

1) data pemohon;

2) data tanah; dan

3) dokumen dan surat terkait.

f. Data pemohon dan data tanah berlaku sama untuk bangunan gedung

sederhana, tidak sederhana, dan khusus.

g. Persyaratan teknis meliputi:

1) data umum bangunan gedung; dan

2) dokumen rencana teknis bangunan gedung.

h. Data umum bangunan gedung paling sedikit memuat:

1) nama bangunan gedung;

2) alamat lokasi bangunan gedung;

3) fungsi dan/atau

4) klasifikasi bangunan gedung;

5) jumlah lantai bangunan gedung;

6) luas lantai dasar bangunan gedung;

7) total luas lantai bangunan gedung;

8) ketinggian bangunan gedung; luas basement;

9) jumlah lantai basement; dan

10) posisi bangunan gedung.

i. Dokumen rencana teknis bangunan gedung paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

Page 116: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-74

j. Posisi bangunan gedung ditentukan berdasarkan informasi Global

Positioning System (GPS) yang diambil di titik tengah bangunan gedung.

k. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai

dapat disediakan sendiri oleh pemohon dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) memenuhi persyaratan pokok tahan gempa; dan/atau

2) menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 1

(satu) lantai.

l. Desain prototipe dapat ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai

dengan kondisi daerah.

m. Dalam hal tidak menggunakan desain prototipe, pemohon harus

menyediakan dokumen rencana teknis.

n. Dokumen rencana teknis dapat digambar oleh:

1) perencana konstruksi; atau

2) pemohon.

o. Dokumen rencana teknis yang digambar oleh pemohon dapat digambar

secara sederhana dengan informasi yang lengkap.

p. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai

disediakan oleh pemohon dengan menggunakan jasa perencana

konstruksi.

q. Dalam hal pemohon tidak mampu menggunakan jasa perencana

konstruksi, dokumen rencana teknis disediakan sendiri oleh pemohon

dengan menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 2

(dua) lantai.

r. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai

paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

s. Rencana arsitektur paling sedikit memuat:

1) gambar situasi atau rencana tapak;

Page 117: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-75

2) gambar denah; gambar tampak; dan

3) gambar potongan.

t. Rencana struktur paling sedikit memuat:

1) gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

2) gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya; dan

3) gambar rencana atap termasuk detailnya.

u. Rencana utilitas paling sedikit memuat:

1) gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor,

limbah cair, dan limbah padat;

2) gambar jaringan listrik yang terdiri dari gambar sumber, jaringan,

dan pencahayaan; dan

3) gambar pengelolaan air hujan dan sistem drainase dalam tapak.

v. Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus harus disediakan oleh pemohon dengan

menggunakan perencana konstruksi.

w. Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

x. Rencana arsitektur paling sedikit memuat:

1) gambar situasi atau rencana tapak;

2) gambar denah;

3) gambar tampak;

4) gambar potongan;

5) gambar detail arsitektur; dan

6) spesifikasi umum perampungan bangunan gedung.

y. Rencana struktur paling sedikit memuat:

1) perhitungan struktur untuk bangunan gedung dengan ketinggian

mulai dari 3 (tiga) lantai, dengan bentang struktur lebih dari 3 (tiga)

meter, dan/atau memiliki basement;

Page 118: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-76

2) hasil penyelidikan tanah;

3) gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

4) gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya;

5) gambar rencana rangka atap, penutup, dan detailnya;

6) spesifikasi umum struktur; dan

7) spesifikasi khusus.

z. harus disertai dengan gambar rencana basement termasuk detailnya.

aa. Dalam hal spesifikasi umum dan spesifikasi khusus memiliki model

atau hasil tes, maka model atau hasil tes harus disertakan dalam

rencana struktur. paling sedikit memuat:

1) perhitungan utilitas yang terdiri dari perhitungan kebutuhan air

bersih, kebutuhan listrik, penampungan dan pengolahan limbah

cair dan padat, dan beban kelola air hujan;

2) perhitungan tingkat kebisingan dan/atau getaran;

3) gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor,

limbah cair, limbah padat, dan persampahan;

4) gambar sistem pengelolaan air hujan dan drainase dalam tapak;

5) gambar sistem instalasi listrik yang terdiri dari gambar sumber

listrik, jaringan, dan pencahayaan;

6) gambar sistem proteksi kebakaran yang disesuaikan dengan tingkat

risiko kebakaran; dan

7) gambar sistem penangkal petir.

bb. Rencana arsitektur harus memuat rencana penyediaan fasilitas dan

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6. Tata cara penyelenggaraan IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai tata cara penyelenggaraan IMB

meliputi:

a. Pengaturan penyelenggaraan IMB meliputi:

Page 119: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-77

1) pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung;

2) tahapan penyelenggaraan IMB;

3) IMB bertahap;

4) Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB;

5) Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi;

6) Pendataan bangunan gedung;

7) IMB untuk bangunan gedung yang dibangun kolektif; dan

8) Penyelenggaraan IMB.

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung diatur melalui

penerbitan IMB untuk:

1) pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana

bangunan gedung;

2) renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung,

meliputi pembaruan, peremajaan atau penyempurnaan;

3) rehabilitasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung

melalui upaya pemulihan kondisi suatu bangunan gedung cagar

budaya agar dapat dimanfaatkan secara efisien untuk fungsi

kekinian dengan cara perbaikan atau perubahan tertentu dengan

tetap menjaga nilai kesejarahan, arsitektur, dan budaya; dan

4) pelestarian atau pemugaran.

c. Penerbitan IMB dilakukan dengan kegiatan: penetapan fungsi dan

klasifikasi bangunan gedung; dan perubahan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung.

d. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung melalui mekanisme:

1) pemilik bangunan gedung mengusulkan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung dalam permohonan IMB; dan

2) Pemerintah Daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan

gedung.

e. Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung melalui mekanisme:

1) Pemilik bangunan gedung mengusulkan permohonan baru IMB

dengan mengajukan dokumen rencana teknis bangunan gedung

Page 120: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-78

sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW atau

RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL; dan

2) Pemilik bangunan gedung memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah.

f. Bagi wilayah yang belum ditentukan dalam RTRW atau

RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL, IMB yang

diterbitkan berlaku sementara.

g. IMB yang berlaku sementara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

h. Apabila RTRW, dan/atau RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali,

dan/atau RTBL untuk lokasi yang bersangkutan telah ditetapkan, fungsi

bangunan gedung yang tidak sesuai dengan RTRW, RDTR/Penetapan

Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL yang telah ditetapkan

dilakukan penyesuaian paling lama 5 (lima) tahun, kecuali untuk rumah

tinggal tunggal paling lama 10 (sepuluh) tahun, sejak pemberitahuan

penetapan RTRW oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan

gedung.

i. Dalam penyesuaian fungsi bangunan gedung, pemilik bangunan gedung

harus mengajukan permohonan perubahan IMB.

j. Tahapan penyelenggaraan IMB, meliputi:

1) proses prapermohonan IMB;

2) proses permohonan IMB;

3) proses penerbitan IMB; dan

4) pelayanan administrasi IMB.

k. Proses prapermohonan IMB meliputi:

1) permohonan KRK oleh pemohon kepada Pemerintah Daerah; dan

2) penyampaian informasi persyaratan permohonan penerbitan IMB

oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon.

l. Pemohon harus mengajukan permohonan KRK sebelum mengajukan

permohonan IMB.

Page 121: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-79

m. Pemohon KRK harus mengisi surat pernyataan untuk mengikuti

ketentuan dalam KRK.

n. Pemerintah Daerah harus memberikan KRK untuk lokasi yang

bersangkutan kepada pemohon.

o. KRK) berisi ketentuan sesuai RTRW atau RDTR/Penetapan Zonasi

Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL meliputi:

1) fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi

bersangkutan;

2) ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

3) jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah

dan KTB yang diizinkan;

4) garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang

diizinkan;

5) KDB maksimum yang diizinkan;

6) KLB maksimum yang diizinkan;

7) KDH minimum yang diwajibkan;

8) KTB maksimum yang diizinkan;

9) jaringan utilitas kota; dan

10) keterangan lainnya yang terkait.

p. Dalam KRK dicantumkan ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi

yang bersangkutan antara lain:

1) lokasi yang terletak pada kawasan rawan bencana gempa;

2) kawasan rawan longsor;

3) kawasan rawan banjir; dan

4) lokasi yang kondisi tanahnya tercemar.

q. KRK digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan

gedung.

r. Pemerintah Daerah harus menyampaikan informasi persyaratan

permohonan penerbitan IMB.

Page 122: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-80

s. Dalam hal rencana pengajuan permohonan IMB bangunan gedung

sederhana, Pemerintah Daerah harus menyampaikan informasi

mengenai desain prototipe dan persyaratan pokok tahan gempa.

t. Pemohon harus mengurus perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain

dari instansi berwenang untuk permohonan IMB bangunan gedung

tidak sederhana untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

u. Perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain, antara lain:

1) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

2) Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL-UPL); dan

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) atau Izin Perubahan

Penggunaan Tanah (IPPT).

v. Proses permohonan IMB merupakan pengajuan surat permohonan IMB

kepada Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dengan

melampirkan dokumen persyaratan administratif dan persyaratan

teknis.

w. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan harus melakukan

pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan administratif dan

persyaratan teknis.

x. Dalam hal persyaratan administratif dan/atau persyaratan teknis tidak

lengkap, Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan

mengembalikan dokumen permohonan IMB.

y. Pengembalian dokumen permohonan IMB dilengkapi surat

pemberitahuan kelengkapan persyaratan.

z. Permohonan IMB meliputi:

1) bangunan gedung; atau

2) bangunan bukan gedung.

aa. IMB bangunan gedung atau bangunan bukan gedung berupa

pembangunan baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau

merawat bangunan.

Page 123: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-81

bb. Proses penerbitan IMB meliputi:

1) penilaian dokumen rencana teknis;

2) persetujuan tertulis; dan

3) penerbitan dokumen IMB.

cc. Penilaian dokumen rencana teknis merupakan evaluasi terhadap

dokumen rencana teknis dengan memperhatikan data umum

bangunan gedung.

dd. Penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung dilakukan

mengikuti persyaratan teknis bangunan gedung sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

ee. Dalam hal dokumen rencana teknis tidak sesuai dengan persyaratan

teknis bangunan gedung, Pemerintah Daerah mengembalikan surat

permohonan IMB, dokumen persyaratan administratif, dan dokumen

persyaratan teknis.

ff. Pengembalian surat permohonan IMB, dokumen persyaratan

administratif, dan dokumen persyaratan teknis dilengkapi surat

pemberitahuan hasil penilaian dokumen rencana teknis.

gg. Dalam hal penilaian dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung

tidak sederhana untuk kepentingan umum, maka Kepala Perangkat

Daerah yang membidangi perizinan harus mendapatkan pertimbangan

teknis dari TABG.

hh. Pertimbangan teknis yang disusun oleh TABG merupakan masukan

untuk memberikan persetujuan pemenuhan persyaratan teknis oleh

Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan.

ii. Pertimbangan teknis sebagai kesimpulan dari hasil pengkajian berupa

nasihat, pendapat, dan pertimbangan profesional secara tertulis.

jj. TABG memberikan pertimbangan teknis setelah melakukan pengkajian

terhadap pemenuhan kesesuaian persyaratan teknis dengan ketentuan

meliputi:

1) fungsi bangunan gedung;

2) klasifikasi fungsi bangunan gedung;

Page 124: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-82

3) persyaratan teknis bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum dan bangunan khusus;

4) persyaratan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting

terhadap lingkungan; tata bangunan; dan

5) keandalan bangunan gedung.

kk. TABG memiliki batas waktu dalam melakukan pengkajian pemenuhan

persyaratan teknis meliputi:

1) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan

bangunan gedung khusus dengan ketinggian 1 (satu) sampai

dengan 8 (delapan) lantai paling lama 8 (delapan) hari kerja; dan

2) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan

bangunan gedung khusus dengan ketinggian lebih dari 8 (delapan)

lantai paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.

ll. Pertimbangan teknis menyatakan:

a. dokumen sesuai dengan persyaratan teknis; atau

b. dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

mm. Terhadap pertimbangan teknis, TABG memberikan saran teknis pada

bagian yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

nn. Pertimbangan teknis bersifat final.

oo. Dalam hal dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis, Kepala

Perangkat Daerah yang membidangi perizinan mengembalikan surat

permohonan IMB, dokumen persyaratan administratif dan dokumen

persyaratan teknis kepada pemohon.

pp. Dalam hal pertimbangan teknis menyatakan dokumen tidak sesuai

dengan persyaratan teknis pemohon dapat mengajukan permohonan

IMB yang baru.

qq. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan membuat

persetujuan tertulis atas dokumen rencana teknis yang telah

memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung.

rr. Persetujuan meliputi:

1) paraf pada setiap lembar dokumen rencana teknis; dan

Page 125: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-83

2) surat persetujuan dokumen teknis.

ss. Persetujuan dibuat oleh petugas yang melakukan penilaian dokumen

rencana teknis.

tt. Penerbitan dokumen IMB dilaksanakan melalui mekanisme:

1) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menghitung

dan menetapkan nilai retribusi;

2) pemohon melakukan pembayaran retribusi dan menyerahkan

bukti pembayaran retribusi (Surat Setor Retribusi Daerah) kepada

Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan;

3) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan

mengesahkan dokumen rencana teknis; dan

4) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menerbitkan

dokumen IMB.

uu. Penghitungan dan penetapan nilai retribusi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

vv. Pembayaran retribusi oleh pemohon dilakukan setelah pemohon

mendapatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).

ww. Pengesahan dokumen rencana teknis dilakukan dengan pembubuhan

tanda tangan dan cap pada dokumen rencana teknis oleh pejabat

PTSP yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

xx. Pelayanan administrasi IMB, meliputi:

1) legalisasi atas fotocopy IMB;

2) pembuatan duplikat dokumen IMB sebagai pengganti dokumen

IMB yang hilang atau rusak, dengan melampirkan surat

keterangan hilang dari instansi yang berwenang;

3) pemecahan dokumen IMB sesuai dengan perubahan pemecahan

dokumen IMB dan/atau kepemilikan tanah dan perubahan data

lainnya (balik nama) atas permohonan yang bersangkutan; dan

4) permohonan IMB untuk bangunan gedung yang sudah terbangun

dan belum memiliki IMB.

Page 126: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-84

yy. Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan penyelenggaraan IMB

berdasarkan penggolongan bangunan diatur dengan Peraturan

Bupati.

zz. Ketentuan lebih lanjut mengenai format surat pemberitahuan

kelengkapan, surat pemberitahuan hasil penilaian dokumen rencana

teknis, surat pertimbangan teknis oleh TABG diatur dengan Peraturan

Bupati.

aaa. Pada pembangunan bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum, Kepala Perangkat Daerah yang membidangi

perizinan mempertimbangkan penerbitan IMB bertahap yang

merupakan satu kesatuan dokumen sepanjang tidak melampaui batas

waktu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

bbb. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dapat

menerbitkan IMB bertahap untuk bangunan gedung tidak sederhana

untuk kepentingan umum dengan ketentuan:

a. memiliki ketinggian bangunan lebih dari 8 (delapan) lantai

dan/atau luas bangunan di atas 2.000 (dua ribu) meter persegi;

dan

b. menggunakan pondasi dalam lebih dari 2 (dua) meter.

ccc. Penerbitan IMB bertahap dilakukan melalui proses penerbitan IMB

pondasi dan dilanjutkan dengan penerbitan IMB.

ddd. Pengajuan permohonan IMB bertahap harus dilakukan dalam waktu

bersamaan dalam satu kesatuan dokumen permohonan.

eee. Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB, dihitung sejak

pengajuan permohonan IMB meliputi:

1) IMB bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai paling lama 3

(tiga) hari kerja untuk bangunan yang menggunakan desain

prototipe;

2) IMB bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai paling lama 4

(empat) hari kerja untuk bangunan yang menggunakan desain

prototipe;

Page 127: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-85

3) IMB bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk kepentingan

umum paling lama 7 (tujuh) hari kerja;

4) IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dengan ketinggian 1 (satu) sampai dengan 8 (delapan) lantai paling

lama 12 (dua belas) hari kerja;

5) IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dengan ketinggian lebih dari 8 (delapan) lantai paling lama 30 (tiga

puluh) hari kerja; dan

6) IMB pondasi untuk bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum paling lama 18 (delapan belas) hari kerja.

fff. Ketentuan lebih jelas mengenai jangka waktu proses permohonan dan

penerbitan IMB sesuai dengan Tahapan Penyelenggaraan IMB, diatur

dengan Peraturan Bupati.

ggg. Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi

antara lain:

1) perubahan akibat kondisi, ukuran lahan kavling atau persil yang

tidak sesuai dengan rencana teknis dan/atau adanya kondisi

eksisting di bawah permukaan tanah yang tidak dapat diubah atau

dipindahkan seperti jaringan prasarana dan benda cagar budaya;

2) perubahan akibat perkembangan kebutuhan pemilik bangunan

gedung seperti penampilan arsitektur, penambahan atau

pengurangan luas dan jumlah lantai, dan tata ruang-dalam; dan

3) perubahan fungsi atas permintaan pemilik bangunan.

hhh. Proses administrasi perubahan perizinan meliputi:

1) perubahan rencana teknis yang dilakukan untuk penyesuaian

dengan kondisi lapangan dan tidak mempengaruhi sistem struktur

dituangkan dalam gambar terbangun (as built drawings);

2) perubahan rencana teknis yang mengakibatkan perubahan pada

arsitektur, struktur, dan utilitas harus melalui permohonan baru

IMB; dan

Page 128: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-86

3) perubahan rencana teknis karena perubahan fungsi harus

melalui proses permohonan baru dengan proses sesuai dengan

penggolongan bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB.

iii. Pada masa konstruksi bangunan gedung harus sesuai dengan dokumen

IMB.

jjj.Pendataan bangunan gedung dilakukan bersamaan dengan proses

penerbitan IMB.

kkk. Pendataan bangunan gedung baru dilakukan berdasarkan data

pada surat permohonan IMB.

lll.Pendataan bangunan gedung harus dilakukan secara keseluruhan

dengan sistem terkomputerisasi paling lama 3 (tiga) tahun sejak

diundangkan Peraturan Daerah ini.

mmm. Pendataan bangunan gedung dilaksanakan sesuai dengan pedoman

teknis pendataan bangunan gedung oleh instansi yang berwenang

melaksanakan pengawasan bangunan gedung.

nnn. IMB berfungsi sebagai prasyarat untuk mendapatkan pelayanan

utilitas umum antara lain penyambungan jaringan listrik, air

minum, telepon, dan gas.

ooo. Penyelenggaraan IMB untuk bangunan gedung yang dibangun

kolektif, seperti bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal,

dan rumah deret di satu kawasan, wajib mengikuti proses

penyelenggaraan IMB pada bangunan gedung tidak sederhana

bukan untuk kepentingan umum.

ppp. Penyelenggaraan IMB merupakan bagian dari pengaturan

penyelenggaraan bangunan gedung.

qqq. Penyelenggaraan bangunan gedung diatur dengan Peraturan

Daerah tentang bangunan gedung.

7. Retribusi IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai retribusi IMB meliputi:

Page 129: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-87

a. Pelayanan pemberian IMB dikenakan retribusi golongan perizinan

tertentu.

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai retribusi IMB diatur dengan Peraturan

Daerah tersendiri.

8. Dokumen IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai dokumen IMB, meliputi:

a. Dokumen IMB diterbitkan berupa Surat Izin.

b. Dokumen IMB ditandatangani oleh Kepala Perangkat Daerah yang

membidangi perizinan atas nama Bupati.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dokumen IMB diatur dengan

Peraturan Bupati.

9. Pembinaan

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pembinaan, meliputi:

a. Pembinaan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala

Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dalam rangka

meningkatkan kemampuan dan kemandirian Pemerintah Daerah dan

masyarakat dalam memenuhi ketentuan teknis untuk terwujudnya

penataan bangunan gedung yang berkelanjutan serta keandalan

bangunan gedung.

b. Pembinaan berupa pengembangan, pemantauan dan evaluasi pemberian

IMB.

10. Peran Pemerintah Daerah dan masyarakat

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai peran Pemerintah Daerah dan

masyarakat, meliputi:

a. Peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan bangunan meliputi:

Page 130: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-88

1) pengaturan;

2) pemberdayaan; dan

3) pengawasan.

b. Pengaturan dilakukan melalui:

1) penyusunan Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang

memuat pengaturan terkait penyelenggaraan IMB;

2) penyusunan peraturan bupati terkait IMB sebagai pengaturan

pelaksanaan Peraturan Daerah tentang bangunan gedung; dan

3) penyebarluasan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK)

terkait IMB kepada masyarakat dan penyelenggara bangunan

gedung.

c. Pemberdayaan meliputi:

1) pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung; dan

2) pemberdayaan kepada masyarakat.

d. Pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung dilakukan

untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan peran, hak, dan

kewajiban, serta meningkatkan kemampuan dalam penyelenggaraan

bangunan gedung dan IMB melalui:

1) pendataan bangunan gedung;

2) sosialisasi atau diseminasi; dan

3) bimbingan teknis dan pelatihan.

e. Pemberdayaan kepada masyarakat dilakukan terhadap masyarakat yang

belum mampu memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung

sederhana dan bangunan gedung tidak sederhana melalui:

1) pendampingan pembangunan bangunan gedung secara bertahap;

2) penyediaan percontohan rumah tinggal yang memenuhi persyaratan

teknis, meliputi dokumen rencana teknis prototipe rumah, rumah

tinggal tunggal sederhana (rumah inti tumbuh, dan rumah

sederhana sehat), dan rumah deret sederhana; dan

3) bantuan penataan bangunan dan lingkungan yang sehat dan

serasi.

Page 131: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-89

f. Pemberdayaan kepada masyarakat dapat dilakukan bersama-sama

dengan masyarakat.

g. Pengawasan dilaksanakan oleh Kepala Perangkat Daerah yang

membidangi perizinan dalam rangka meningkatkan ketaatan terhadap

pelaksanaan IMB dan peraturan bangunan gedung melalui mekanisme

proses penerbitan IMB.

h. Peran masyarakat dilakukan untuk membantu Pemerintah Daerah

dengan mengikuti prosedur dan memperhatikan nilai sosial budaya

setempat.

i. Peran masyarakat dilakukan dengan mekanisme melaporkan secara

tertulis kepada Pemerintah Daerah melalui sarana yang mudah diakses

terkait indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan/atau

berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna,

masyarakat, dan/atau lingkungan.

j. Laporan tertulis dibuat berdasarkan fakta dan pengamatan secara

objektif serta perkiraan kemungkinan secara teknis gejala konstruksi

bangunan gedung yang tidak laik fungsi.

11. Sanksi administrtif

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai sanksi administrtif, meliputi:

a. Setiap orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak

berbadan hukum yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah

ini dikenakan sanksi administratif.

b. Sanksi administratif, berupa :

1) peringatan tertulis;

2) pembatasan kegiatan pembangunan;

3) penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan

pembangunan;

4) penghentian sementara atau tetap pemanfaatan bangunan gedung;

5) pembekuan;

Page 132: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-90

6) pencabutan IMB; dan

7) pembongkaran.

c. Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Bupati.

12. Pelaporan.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pelaporan, meliputi:

a. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menyampaikan

laporan secara keseluruhan atas kegiatan pelayanan IMB yang akan

diproses maupun yang sudah terbit kepada Bupati.

b. Laporan dilakukan secara berkala.

13. Ketentuan Lain-lain.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan lain-lain, meliputi:

a. Penyelenggaraan IMB untuk bangunan prasarana bangunan gedung

berupa konstruksi bangunan yang berdiri sendiri dan tidak merupakan

pelengkap yang menjadi satu kesatuan dengan bangunan gedung atau

kelompok bangunan gedung pada satu tapak kaveling atau persil,

prinsipnya mengikuti proses penyelenggaraan IMB pada bangunan

gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dengan persyaratan

teknis yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

b. Bagi perusahaan yang mempunyai Izin Investasi Langsung Konstruksi,

dapat melaksanakan pembangunan sambil mengurus IMB.

14. Ketentuan Penyidikan

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan penyidikan, meliputi:

a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi

wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana perizinan.

Page 133: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-91

b. Penyidik berwenang:

1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana;

2) melakukan tindakan pertama pada saat itu juga ditempat

kejadian;

3) memerintahkan berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal tersangka;

4) melakukan penyitaan benda atau surat;

5) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

6) memanggil orang untuk didengar sebagai tersangka atau saksi;

7) mendatangkan orang lain yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

8) mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk

dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa

tersebut bukan merupakan tindak pidana atau selanjutnya

melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut

umum, tersangka dan keluarganya; dan mengadakan tindakan

lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut

Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

tentang Hukum Acara Pidana.

15. Ketentuan Pidana

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan pidana, Setiap

orang atau badan yang mendirikan bangunan tanpa IMB atau IMB-nya

dicabut, dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan/atau

bangunannya dibongkar.

16. Ketentuan Peralihan.

Page 134: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-92

Ketentuan Peralihan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang

Izin Mendirikan Bangunan memuat aturan mengenai: Pada saat

Peraturan Daerah ini mulai berlaku, permohonan IMB yang telah

diajukan dan sedang diproses sebelum diundangkannya Peraturan

Daerah ini, diproses berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

17. Ketentuan Penutup

Ketentuan penutup Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin

Mendirikan Bangunan memuat rumusan norma tentang pencabutan dan

ketidakberlakuan peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan

yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 6 Tahun 2013 tentang

Izin Mendirikan Bangunan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor

6 Tahun 2013 tentang Izin Mendirikan Bangunan tetap berlaku sepanjang

belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan

Daerah ini.

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, sudah harus

diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah

ini diundangkan.

Ketentuan Penutup perlu memuat rumusan norma bahwa Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan mulai

berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,

pengundangan Peraturan Daerah ini ditempatkan dalam Lembaran

Daerah Kabupaten Boyolali.

Page 135: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

III-93

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan

B. Saran

1. Sesuai dengan Program Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten

Boyolali Tahun 2018, agar Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan yang telah disusun Naskah Akademik dan Lampiran

Rancangan Peraturan Daerahnya, segera dilakukan pembahasan bersama

antara Bupati dengan DPRD.

2. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan untuk

mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik dan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan lebih

lanjut melalui kegiatan seperti sosialisasi dan dengar pendapat dalam

rangka konsultasi publik dengan pihak terkait, baik pemaduserasian

dengan instansi pemerintah terkait maupun Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) dan Perguruan Tinggi (PT) yang ada di Kabupaten Boyolali.

Page 136: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-1

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

5.1 Jangkauan dan arah pengaturan.

Bangunan gedung maupun prasarana dan sarana bangunan gedung

sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang

sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produkstifitas, dan

jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung yang

telah diatur dalam undang-undang tentang bangunan gedung, perlu

ditindaklanjuti dengan peraturan operasional di daerah.

Hal ini bertujuan mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal,

berjati diri serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya

Bangunan gedung, prasarana dan sarana bangunan gedung merupakan salah

satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan

bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali perlu dilakukan

penertiban dan penataan bangunan serta pengendalian pemanfaatan ruang

melalui izin mendirikan bangunan. Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan

bangunan dan menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta

mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung,

maka perlu pengaturan izin mendirikan bangunan yang dituangkan dalam

Peraturan Daerah.

Page 137: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-2

Arah pengaturan materi muatan Peraturan Daerah Izin Mendirikan

Bangunan mengatur mengenai Bangunan Gedung dan Bangunan Bukan

Gedung yang tujuannya untuk memberikan arahan dan pedoman kepada

pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan izin mendirikan bangunan,

menyangkut kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Disamping itu

juga memberikan dasar hukum pelaksanaan pembangunan gedung maupun

pembangunan bukan gedung.

5.2 Ruang Lingkup

5.2.1 Judul

Judul Peraturan Daerah yang akan disusun adalah Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan.

5.2.2 Konsideran

Konsideran menimbang Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang

Izin Mendirikan Bangunan, memuat dasar pertimbangan yang mendasari Izin

Mendirikan Bangunan, yaitu:

1. bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali perlu

dilakukan penertiban dan penataan bangunan serta pengendalian

pemanfaatan ruang melalui izin mendirikan bangunan;

2. bahwa untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan dan

menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta mewujudkan

kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, telah

ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 6 Tahun 2013

tentang Izin Mendirikan Bangunan;

3. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan

Perumahan Rakyat Nomor 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan

Bangunan, maka Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf b

sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu diganti;

Page 138: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-3

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud angka 1, angka

2, dan angka 3, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin

Mendirikan Bangunan.

5.2.3 Dasar Hukum

Dasar hukum mengingat, harus memuat landasan yuridis peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar penyusunan Peraturan Daerah

Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan. Adapun landasan

yuridis yang menjadi dasar penyusunan peraturan daerah ini meliputi:

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-

daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42).

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247).

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049).

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5059).

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Page 139: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-4

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5679).

9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532).

10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103).

11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 6041).

12. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 199).

13. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 221).

14. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 9 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali Tahun 2011-2031

(Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 119).

Page 140: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-5

15. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 10 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2012

Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2012

Nomor 138).

5.2.4 Materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan, memuat pasal-pasal yang mengatur mengenai:

1. Ketentuan umum.

Bab ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian

istilah, dan frasa yang digunakan terkait. Dalam Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan ini, bab

ketentuan umum memuat:

1) Daerah adalah Kabupaten Boyolali.

2) Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3) Bupati adalah Bupati Boyolali.

4) Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan

usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi

kolektif dan bentuk usaha tetap.

Page 141: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-6

6) Bangunan adalah setiap hasil pekerjaan manusia yang dipergunakan

untuk suatu tujuan tertentu yang tersusun terletak pada tanah atau

bertumpu kepada batu-batu landasan beserta kelengkapannya dalam

batas satu kepemilikan, baik yang berbentuk bangunan ruangan

ataupun bukan.

7) Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya

berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi

sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian

atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan

sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

8) Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan

konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau

seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.

9) Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan

seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun

atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan

mengadakan bangunan.

10) Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan/atau

menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang

berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.

11) Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas kelengkapan

di dalam dan di luar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan

terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

12) Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah

perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk

bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik

bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,

mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis.

Page 142: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-7

13) IMB bertahap adalah IMB yang diberikan secara bertahap oleh

Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun bangunan gedung baru.

14) IMB pondasi adalah bagian dari IMB bertahap yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk

membangun konstruksi pondasi bangunan gedung, yang merupakan

satu kesatuan dokumen IMB.

15) Permohonan IMB adalah permohonan yang dilakukan pemilik

bangunan gedung kepada Pemerintah Daerah untuk mendapatkan

IMB.

16) Bangunan gedung sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi

sederhana.

17) Bangunan gedung tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan

karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau

teknologi tidak sederhana.

18) Bangunan gedung khusus adalah bangunan gedung yang memiliki

penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan

pelaksanaannya memerlukan penyelesaian atau teknologi khusus.

19) Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan gedung

yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi

keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya.

20) Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan

gedung sebagai dasar pemenuhan tingkat persyaratan administratif

dan persyaratan teknisnya.

21) Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan

yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,

serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan

gedung.

Page 143: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-8

22) Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung

beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik

fungsi.

23) Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian

bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana

dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

24) Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang

rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/ atau

teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

25) Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan

bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan

keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai

dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

26) Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah

hasil perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Boyolali yang telah

ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali.

27) Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah

penjabaran dari RTRW.

28) Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun

untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam

rencana rinci tata ruang.

29) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat

RTBL adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program

bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,

rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman

pengendalian pelaksanaan.

Page 144: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-9

30) Keterangan Rencana Kabupaten Boyolali yang selanjutnya disebut KRK

adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan

yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah pada lokasi tertentu.

31) Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar

bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata

bangunan dan lingkungan.

32) Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah

angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan

gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai

sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

33) Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka

persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar

bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan

dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

34) Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah

angka persentase perbandingan antara luas tapak basement dan luas

lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

35) Dokumen Rencana Teknis adalah gambar teknis bangunan gedung dan

kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan

rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana

arsitektur, rencana struktur, rencana utilitas, serta rencana spesifikasi

teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung

sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.

36) Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan

Gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan

pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses

Page 145: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-10

pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran

bangunan gedung.

37) Penilaian Dokumen Rencana Teknis adalah evaluasi terhadap

pemenuhan persyaratan teknis dengan mempertimbangkan aspek

lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.

38) Persetujuan Rencana Teknis adalah pernyataan tertulis tentang telah

dipenuhinya seluruh persyaratan dalam rencana teknis bangunan

gedung yang telah dinilai.

39) Pengesahan Dokumen Rencana Teknis adalah pernyataan hukum

dalam bentuk pembubuhan tanda tangan pejabat yang berwenang

serta stempel atau cap resmi, yang menyatakan kelayakan dokumen

yang dimaksud dalam persetujuan tertulis atas pemenuhan seluruh

persyaratan dalam rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk IMB

gedung.

40) Pemohon adalah orang atau badan hukum, kelompok orang, atau

perkumpulan yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah

Daerah.

41) Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok

orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik

bangunan gedung.

42) Perencana Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau

badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang

perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan

dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

43) Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat TABG adalah

tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan

bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam

proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan

terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian

masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan

Page 146: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-11

anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan

kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

44) Retribusi IMB adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian IMB yang disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan yang

meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan

pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan

dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar

bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian

bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang

meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan

bagi yang menempati bangunan tersebut.

45) Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha

dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan

gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang

berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

2. Maksud, Tujuan, dan Ruang Lingkup Peraturan Daerah

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu mengatur tentang maksud, tujuan, dan ruang lingkup

peraturan daerah. Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman

penyelenggaraan IMB bagi Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah ini

bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai

dengan fungsi dan tata ruang, yang diselenggarakan secara tertib untuk

menjamin keandalan teknis bangunan gedung; dan mewujudkan kepastian

hukum dalam penyelenggaraan IMB. Ruang lingkup Peraturan Daerah

meliputi: fungsi dan klasifikasi bangunan gedung; pemberian IMB;

persyaratan permohonan penerbitan IMB; tata cara penyelenggaraan IMB;

retribusi IMB; dokumen IMB; pembinaan; peran Pemerintah Daerah dan

masyarakat; sanksi administrtif; dan pelaporan.

Page 147: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-12

3. Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai Fungsi dan Klasifikasi

Bangunan Gedung yang meliputi:

a. Bangunan meliputi bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.

b. Pembagian fungsi bangunan gedung meliputi:

1) fungsi hunian;

2) fungsi keagamaan;

3) fungsi usaha;

4) fungsi sosial budaya; dan

5) fungsi khusus.

c. Fungsi bangunan gedung dapat memiliki lebih dari 1 (satu) fungsi.

d. Bangunan gedung didirikan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW

dan/atau RDTR.

e. Fungsi hunian mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal

manusia yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,

rumah tinggal susun, dan rumah tinggal sementara.

f. Fungsi keagamaan mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

ibadah yang meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan

gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan

bangunan kelenteng.

g. Fungsi mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan

usaha yang meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan,

perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan bangunan

gedung tempat penyimpanan.

h. Fungsi sosial dan budaya mempunyai fungsi utama sebagai tempat

melakukan kegiatan sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung

pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan,

laboratorium, dan bangunan gedung pelayanan umum.

Page 148: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-13

i. Fungsi khusus mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan

kegiatan yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional

atau yang penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di

sekitarnya dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang meliputi

bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan

keamanan, dan bangunan sejenis.

j. Bangunan bukan gedung dapat berupa:

1) konstruksi pembatas/penahan/pengaman berupa pagar,

tanggul/retaining wall, turap batas kavling/persil;

2) konstruksi penanda masuk lokasi berupa gapura dan gerbang;

3) konstruksi perkerasan berupa jalan, lapangan upacara, lapangan

olah raga terbuka;

4) konstruksi penghubung berupa jembatan, box culvert, jembatan

penyeberangan;

5) konstruksi kolam/reservoir bawah tanah berupa kolam renang,

kolam pengolahan air, reservoir bawah tanah;

6) konstruksi menara berupa menara antena, menara reservoir,

cerobong;konstruksi monumen berupa tugu, patung;

7) konstruksi instalasi/gardu berupa instalasi listrik, instalasi

telepon/komunikasi, instalasi pengolahan; dan/atau

8) konstruksi reklame/papan nama berupa billboard, papan iklan,

papan nama.

k. Klasifikasi bangunan gedung ditentukan berdasarkan:

1) tingkat kompleksitas;

2) tingkat permanensi;

3) tingkat risiko kebakaran;

4) zonasi gempa;

5) lokasi;

6) ketinggian; dan

7) kepemilikan.

Page 149: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-14

l. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat kompleksitas meliputi:

1) bangunan gedung sederhana;

2) bangunan gedung tidak sederhana; dan

3) bangunan gedung khusus.

m. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat permanensi meliputi:

1) bangunan gedung darurat atau sementara;

2) bangunan gedung semi permanen; dan b

3) angunan gedung permanen.

n. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan tingkat risiko kebakaran

meliputi:

1) bangunan gedung tingkat risiko kebakaran rendah;

2) angunan gedung tingkat risiko kebakaran sedang; dan

3) angunan gedung tingkat risiko kebakaran tinggi.

o. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan zonasi gempa, ditetapkan

berdasarkan percepatan puncak batuan dasar meliputi:

1) zona < 0,05 g;

2) zona 0,05 – 0.1 g;

3) zona 0,1 – 0.15 g;

4) zona 0,15 – 0.2 g;

5) zona 0,2 – 0.25 g;

6) zona 0,25 – 0.3 g;

7) zona 0,3 – 0.4 g;

8) zona 0,4 – 0,5 g;

9) zona 0,5 – 0,6 g;

10) zona 0,6 – 0,7 g;

11) zona 0,7 – 0,8 g;

12) zona 0,8 – 0,9 g;

13) zona 0,9 – 1,0 g;

14) zona 1,0– 1,2 g;

15) zona 1,2 – 1,5 g;

16) zona 1,5 – 2,0 g; dan

Page 150: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-15

17) zona > 2,0 g.

p. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan lokasi meliputi:

1) bangunan gedung di lokasi padat;

2) bangunan gedung di lokasi sedang; dan

3) bangunan gedung di lokasi renggang.

q. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan ketinggian meliputi:

1) bangunan gedung bertingkat tinggi;

2) bangunan gedung bertingkat sedang; dan

3) bangunan gedung bertingkat rendah.

r. Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan kepemilikan meliputi:

1) bangunan gedung milik negara/Daerah;

2) bangunan gedung milik badan usaha; dan

3) bangunan gedung milik perorangan.

s. Klasifikasi bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB ditentukan

berdasarkan kompleksitas bangunan gedung yang meliputi:

1) bangunan gedung sederhana;

2) bangunan gedung tidak sederhana; dan

3) bangunan gedung khusus.

t. Bangunan gedung sederhana meliputi:

1) bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai; dan

2) bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai.

u. Bangunan gedung tidak meliputi:

1) bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk kepentingan

umum; dan

2) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum.

4. Pemberian IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pemberian IMB meliputi :

Page 151: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-16

a. Setiap orang atau badan yang akan membangun baru, mengubah,

memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan di Daerah

wajib memiliki IMB.

b. IMB diberikan oleh Kepala Perangkat Daerah yang membidangi

perizinan.

c. Pemberian IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip:

1) prosedur yang sederhana, mudah dan aplikatif;

2) pelayanan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu;

3) keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha; dan

4) aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan,

keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan.

d. Bupati memanfaatkan pemberian IMB untuk:

1) pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;

2) mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin

keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan;

3) mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata

bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan

4) syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.

e. Pemilik IMB mendapat manfaat untuk:

1) pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan;

2) memperoleh pelayanan utilitas umum daerah yang meliputi

penyambungan jaringan listrik, air minum, telepon dan gas; dan

3) memperoleh manfaat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

5. Persyaratan permohonan penerbitan IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai persyaratan permohonan

penerbitan IMB meliputi:

a. persyaratan administratif; dan

b. persyaratan teknis.

Page 152: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-17

c. Setiap orang dan/atau badan hukum termasuk instansi pemerintah

yang mengajukan permohonan IMB harus memenuhi seluruh

persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

d. Dalam pengajuan permohonan IMB, Pemerintah Daerah harus:

1) melayani permohonan IMB; dan

2) menyampaikan persyaratan permohonan IMB dengan jelas.

e. Persyaratan administratif meliputi:

1) data pemohon;

2) data tanah; dan

3) dokumen dan surat terkait.

f. Data pemohon dan data tanah berlaku sama untuk bangunan gedung

sederhana, tidak sederhana, dan khusus.

g. Persyaratan teknis meliputi:

1) data umum bangunan gedung; dan

2) dokumen rencana teknis bangunan gedung.

h. Data umum bangunan gedung paling sedikit memuat:

1) nama bangunan gedung;

2) alamat lokasi bangunan gedung;

3) fungsi dan/atau

4) klasifikasi bangunan gedung;

5) jumlah lantai bangunan gedung;

6) luas lantai dasar bangunan gedung;

7) total luas lantai bangunan gedung;

8) ketinggian bangunan gedung; luas basement;

9) jumlah lantai basement; dan

10) posisi bangunan gedung.

i. Dokumen rencana teknis bangunan gedung paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

Page 153: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-18

j. Posisi bangunan gedung ditentukan berdasarkan informasi Global

Positioning System (GPS) yang diambil di titik tengah bangunan gedung.

k. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai

dapat disediakan sendiri oleh pemohon dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) memenuhi persyaratan pokok tahan gempa; dan/atau

2) menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 1

(satu) lantai.

l. Desain prototipe dapat ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai

dengan kondisi daerah.

m. Dalam hal tidak menggunakan desain prototipe, pemohon harus

menyediakan dokumen rencana teknis.

n. Dokumen rencana teknis dapat digambar oleh:

1) perencana konstruksi; atau

2) pemohon.

o. Dokumen rencana teknis yang digambar oleh pemohon dapat digambar

secara sederhana dengan informasi yang lengkap.

p. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai

disediakan oleh pemohon dengan menggunakan jasa perencana

konstruksi.

q. Dalam hal pemohon tidak mampu menggunakan jasa perencana

konstruksi, dokumen rencana teknis disediakan sendiri oleh pemohon

dengan menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 2

(dua) lantai.

r. Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai

paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

s. Rencana arsitektur paling sedikit memuat:

1) gambar situasi atau rencana tapak;

Page 154: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-19

2) gambar denah; gambar tampak; dan

3) gambar potongan.

t. Rencana struktur paling sedikit memuat:

1) gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

2) gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya; dan

3) gambar rencana atap termasuk detailnya.

u. Rencana utilitas paling sedikit memuat:

1) gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor,

limbah cair, dan limbah padat;

2) gambar jaringan listrik yang terdiri dari gambar sumber, jaringan,

dan pencahayaan; dan

3) gambar pengelolaan air hujan dan sistem drainase dalam tapak.

v. Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus harus disediakan oleh pemohon dengan

menggunakan perencana konstruksi.

w. Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan

bangunan gedung khusus paling sedikit memuat:

1) rencana arsitektur;

2) rencana struktur; dan

3) rencana utilitas.

x. Rencana arsitektur paling sedikit memuat:

1) gambar situasi atau rencana tapak;

2) gambar denah;

3) gambar tampak;

4) gambar potongan;

5) gambar detail arsitektur; dan

6) spesifikasi umum perampungan bangunan gedung.

y. Rencana struktur paling sedikit memuat:

1) perhitungan struktur untuk bangunan gedung dengan ketinggian

mulai dari 3 (tiga) lantai, dengan bentang struktur lebih dari 3 (tiga)

meter, dan/atau memiliki basement;

Page 155: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-20

2) hasil penyelidikan tanah;

3) gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

4) gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya;

5) gambar rencana rangka atap, penutup, dan detailnya;

6) spesifikasi umum struktur; dan

7) spesifikasi khusus.

z. harus disertai dengan gambar rencana basement termasuk detailnya.

aa. Dalam hal spesifikasi umum dan spesifikasi khusus memiliki model

atau hasil tes, maka model atau hasil tes harus disertakan dalam

rencana struktur. paling sedikit memuat:

1) perhitungan utilitas yang terdiri dari perhitungan kebutuhan air

bersih, kebutuhan listrik, penampungan dan pengolahan limbah

cair dan padat, dan beban kelola air hujan;

2) perhitungan tingkat kebisingan dan/atau getaran;

3) gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor,

limbah cair, limbah padat, dan persampahan;

4) gambar sistem pengelolaan air hujan dan drainase dalam tapak;

5) gambar sistem instalasi listrik yang terdiri dari gambar sumber

listrik, jaringan, dan pencahayaan;

6) gambar sistem proteksi kebakaran yang disesuaikan dengan tingkat

risiko kebakaran; dan

7) gambar sistem penangkal petir.

bb. Rencana arsitektur harus memuat rencana penyediaan fasilitas dan

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6. Tata cara penyelenggaraan IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai tata cara penyelenggaraan IMB

meliputi:

a. Pengaturan penyelenggaraan IMB meliputi:

Page 156: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-21

1) pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung;

2) tahapan penyelenggaraan IMB;

3) IMB bertahap;

4) Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB;

5) Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi;

6) Pendataan bangunan gedung;

7) IMB untuk bangunan gedung yang dibangun kolektif; dan

8) Penyelenggaraan IMB.

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung diatur melalui

penerbitan IMB untuk:

1) pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana

bangunan gedung;

2) renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung,

meliputi pembaruan, peremajaan atau penyempurnaan;

3) rehabilitasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung

melalui upaya pemulihan kondisi suatu bangunan gedung cagar

budaya agar dapat dimanfaatkan secara efisien untuk fungsi

kekinian dengan cara perbaikan atau perubahan tertentu dengan

tetap menjaga nilai kesejarahan, arsitektur, dan budaya; dan

4) pelestarian atau pemugaran.

c. Penerbitan IMB dilakukan dengan kegiatan: penetapan fungsi dan

klasifikasi bangunan gedung; dan perubahan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung.

d. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung melalui mekanisme:

1) pemilik bangunan gedung mengusulkan fungsi dan klasifikasi

bangunan gedung dalam permohonan IMB; dan

2) Pemerintah Daerah menetapkan fungsi dan klasifikasi bangunan

gedung.

e. Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung melalui mekanisme:

1) Pemilik bangunan gedung mengusulkan permohonan baru IMB

dengan mengajukan dokumen rencana teknis bangunan gedung

Page 157: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-22

sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW atau

RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL; dan

2) Pemilik bangunan gedung memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh

Pemerintah Daerah.

f. Bagi wilayah yang belum ditentukan dalam RTRW atau

RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL, IMB yang

diterbitkan berlaku sementara.

g. IMB yang berlaku sementara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

h. Apabila RTRW, dan/atau RDTR/Penetapan Zonasi Kabupaten Boyolali,

dan/atau RTBL untuk lokasi yang bersangkutan telah ditetapkan, fungsi

bangunan gedung yang tidak sesuai dengan RTRW, RDTR/Penetapan

Zonasi Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL yang telah ditetapkan

dilakukan penyesuaian paling lama 5 (lima) tahun, kecuali untuk rumah

tinggal tunggal paling lama 10 (sepuluh) tahun, sejak pemberitahuan

penetapan RTRW oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan

gedung.

i. Dalam penyesuaian fungsi bangunan gedung, pemilik bangunan gedung

harus mengajukan permohonan perubahan IMB.

j. Tahapan penyelenggaraan IMB, meliputi:

1) proses prapermohonan IMB;

2) proses permohonan IMB;

3) proses penerbitan IMB; dan

4) pelayanan administrasi IMB.

k. Proses prapermohonan IMB meliputi:

1) permohonan KRK oleh pemohon kepada Pemerintah Daerah; dan

2) penyampaian informasi persyaratan permohonan penerbitan IMB

oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon.

l. Pemohon harus mengajukan permohonan KRK sebelum mengajukan

permohonan IMB.

Page 158: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-23

m. Pemohon KRK harus mengisi surat pernyataan untuk mengikuti

ketentuan dalam KRK.

n. Pemerintah Daerah harus memberikan KRK untuk lokasi yang

bersangkutan kepada pemohon.

o. KRK) berisi ketentuan sesuai RTRW atau RDTR/Penetapan Zonasi

Kabupaten Boyolali, dan/atau RTBL meliputi:

1) fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi

bersangkutan;

2) ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;

3) jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah

dan KTB yang diizinkan;

4) garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang

diizinkan;

5) KDB maksimum yang diizinkan;

6) KLB maksimum yang diizinkan;

7) KDH minimum yang diwajibkan;

8) KTB maksimum yang diizinkan;

9) jaringan utilitas kota; dan

10) keterangan lainnya yang terkait.

p. Dalam KRK dicantumkan ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi

yang bersangkutan antara lain:

1) lokasi yang terletak pada kawasan rawan bencana gempa;

2) kawasan rawan longsor;

3) kawasan rawan banjir; dan

4) lokasi yang kondisi tanahnya tercemar.

q. KRK digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan

gedung.

r. Pemerintah Daerah harus menyampaikan informasi persyaratan

permohonan penerbitan IMB.

Page 159: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-24

s. Dalam hal rencana pengajuan permohonan IMB bangunan gedung

sederhana, Pemerintah Daerah harus menyampaikan informasi

mengenai desain prototipe dan persyaratan pokok tahan gempa.

t. Pemohon harus mengurus perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain

dari instansi berwenang untuk permohonan IMB bangunan gedung

tidak sederhana untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

u. Perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain, antara lain:

1) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

2) Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL-UPL); dan

3) Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP) atau Izin Perubahan

Penggunaan Tanah (IPPT).

v. Proses permohonan IMB merupakan pengajuan surat permohonan IMB

kepada Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dengan

melampirkan dokumen persyaratan administratif dan persyaratan

teknis.

w. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan harus melakukan

pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan administratif dan

persyaratan teknis.

x. Dalam hal persyaratan administratif dan/atau persyaratan teknis tidak

lengkap, Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan

mengembalikan dokumen permohonan IMB.

y. Pengembalian dokumen permohonan IMB dilengkapi surat

pemberitahuan kelengkapan persyaratan.

z. Permohonan IMB meliputi:

1) bangunan gedung; atau

2) bangunan bukan gedung.

aa. IMB bangunan gedung atau bangunan bukan gedung berupa

pembangunan baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau

merawat bangunan.

Page 160: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-25

bb. Proses penerbitan IMB meliputi:

1) penilaian dokumen rencana teknis;

2) persetujuan tertulis; dan

3) penerbitan dokumen IMB.

cc. Penilaian dokumen rencana teknis merupakan evaluasi terhadap

dokumen rencana teknis dengan memperhatikan data umum

bangunan gedung.

dd. Penilaian dokumen rencana teknis bangunan gedung dilakukan

mengikuti persyaratan teknis bangunan gedung sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

ee. Dalam hal dokumen rencana teknis tidak sesuai dengan persyaratan

teknis bangunan gedung, Pemerintah Daerah mengembalikan surat

permohonan IMB, dokumen persyaratan administratif, dan dokumen

persyaratan teknis.

ff. Pengembalian surat permohonan IMB, dokumen persyaratan

administratif, dan dokumen persyaratan teknis dilengkapi surat

pemberitahuan hasil penilaian dokumen rencana teknis.

gg. Dalam hal penilaian dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung

tidak sederhana untuk kepentingan umum, maka Kepala Perangkat

Daerah yang membidangi perizinan harus mendapatkan pertimbangan

teknis dari TABG.

hh. Pertimbangan teknis yang disusun oleh TABG merupakan masukan

untuk memberikan persetujuan pemenuhan persyaratan teknis oleh

Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan.

ii. Pertimbangan teknis sebagai kesimpulan dari hasil pengkajian berupa

nasihat, pendapat, dan pertimbangan profesional secara tertulis.

jj. TABG memberikan pertimbangan teknis setelah melakukan pengkajian

terhadap pemenuhan kesesuaian persyaratan teknis dengan ketentuan

meliputi:

1) fungsi bangunan gedung;

2) klasifikasi fungsi bangunan gedung;

Page 161: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-26

3) persyaratan teknis bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum dan bangunan khusus;

4) persyaratan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting

terhadap lingkungan; tata bangunan; dan

5) keandalan bangunan gedung.

kk. TABG memiliki batas waktu dalam melakukan pengkajian pemenuhan

persyaratan teknis meliputi:

1) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan

bangunan gedung khusus dengan ketinggian 1 (satu) sampai

dengan 8 (delapan) lantai paling lama 8 (delapan) hari kerja; dan

2) bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan

bangunan gedung khusus dengan ketinggian lebih dari 8 (delapan)

lantai paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.

ll. Pertimbangan teknis menyatakan:

a. dokumen sesuai dengan persyaratan teknis; atau

b. dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

mm. Terhadap pertimbangan teknis, TABG memberikan saran teknis pada

bagian yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis.

nn. Pertimbangan teknis bersifat final.

oo. Dalam hal dokumen tidak sesuai dengan persyaratan teknis, Kepala

Perangkat Daerah yang membidangi perizinan mengembalikan surat

permohonan IMB, dokumen persyaratan administratif dan dokumen

persyaratan teknis kepada pemohon.

pp. Dalam hal pertimbangan teknis menyatakan dokumen tidak sesuai

dengan persyaratan teknis pemohon dapat mengajukan permohonan

IMB yang baru.

qq. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan membuat

persetujuan tertulis atas dokumen rencana teknis yang telah

memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung.

rr. Persetujuan meliputi:

1) paraf pada setiap lembar dokumen rencana teknis; dan

Page 162: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-27

2) surat persetujuan dokumen teknis.

ss. Persetujuan dibuat oleh petugas yang melakukan penilaian dokumen

rencana teknis.

tt. Penerbitan dokumen IMB dilaksanakan melalui mekanisme:

1) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menghitung

dan menetapkan nilai retribusi;

2) pemohon melakukan pembayaran retribusi dan menyerahkan

bukti pembayaran retribusi (Surat Setor Retribusi Daerah) kepada

Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan;

3) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan

mengesahkan dokumen rencana teknis; dan

4) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menerbitkan

dokumen IMB.

uu. Penghitungan dan penetapan nilai retribusi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

vv. Pembayaran retribusi oleh pemohon dilakukan setelah pemohon

mendapatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).

ww. Pengesahan dokumen rencana teknis dilakukan dengan pembubuhan

tanda tangan dan cap pada dokumen rencana teknis oleh pejabat

PTSP yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

xx. Pelayanan administrasi IMB, meliputi:

1) legalisasi atas fotocopy IMB;

2) pembuatan duplikat dokumen IMB sebagai pengganti dokumen

IMB yang hilang atau rusak, dengan melampirkan surat

keterangan hilang dari instansi yang berwenang;

3) pemecahan dokumen IMB sesuai dengan perubahan pemecahan

dokumen IMB dan/atau kepemilikan tanah dan perubahan data

lainnya (balik nama) atas permohonan yang bersangkutan; dan

4) permohonan IMB untuk bangunan gedung yang sudah terbangun

dan belum memiliki IMB.

Page 163: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-28

yy. Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan penyelenggaraan IMB

berdasarkan penggolongan bangunan diatur dengan Peraturan

Bupati.

zz. Ketentuan lebih lanjut mengenai format surat pemberitahuan

kelengkapan, surat pemberitahuan hasil penilaian dokumen rencana

teknis, surat pertimbangan teknis oleh TABG diatur dengan Peraturan

Bupati.

aaa. Pada pembangunan bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum, Kepala Perangkat Daerah yang membidangi

perizinan mempertimbangkan penerbitan IMB bertahap yang

merupakan satu kesatuan dokumen sepanjang tidak melampaui batas

waktu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

bbb. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dapat

menerbitkan IMB bertahap untuk bangunan gedung tidak sederhana

untuk kepentingan umum dengan ketentuan:

a. memiliki ketinggian bangunan lebih dari 8 (delapan) lantai

dan/atau luas bangunan di atas 2.000 (dua ribu) meter persegi;

dan

b. menggunakan pondasi dalam lebih dari 2 (dua) meter.

ccc. Penerbitan IMB bertahap dilakukan melalui proses penerbitan IMB

pondasi dan dilanjutkan dengan penerbitan IMB.

ddd. Pengajuan permohonan IMB bertahap harus dilakukan dalam waktu

bersamaan dalam satu kesatuan dokumen permohonan.

eee. Jangka waktu proses permohonan dan penerbitan IMB, dihitung sejak

pengajuan permohonan IMB meliputi:

1) IMB bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai paling lama 3

(tiga) hari kerja untuk bangunan yang menggunakan desain

prototipe;

2) IMB bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai paling lama 4

(empat) hari kerja untuk bangunan yang menggunakan desain

prototipe;

Page 164: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-29

3) IMB bangunan gedung tidak sederhana bukan untuk kepentingan

umum paling lama 7 (tujuh) hari kerja;

4) IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dengan ketinggian 1 (satu) sampai dengan 8 (delapan) lantai paling

lama 12 (dua belas) hari kerja;

5) IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum

dengan ketinggian lebih dari 8 (delapan) lantai paling lama 30 (tiga

puluh) hari kerja; dan

6) IMB pondasi untuk bangunan gedung tidak sederhana untuk

kepentingan umum paling lama 18 (delapan belas) hari kerja.

fff. Ketentuan lebih jelas mengenai jangka waktu proses permohonan dan

penerbitan IMB sesuai dengan Tahapan Penyelenggaraan IMB, diatur

dengan Peraturan Bupati.

ggg. Perubahan rencana teknis dalam tahap pelaksanaan konstruksi

antara lain:

1) perubahan akibat kondisi, ukuran lahan kavling atau persil yang

tidak sesuai dengan rencana teknis dan/atau adanya kondisi

eksisting di bawah permukaan tanah yang tidak dapat diubah atau

dipindahkan seperti jaringan prasarana dan benda cagar budaya;

2) perubahan akibat perkembangan kebutuhan pemilik bangunan

gedung seperti penampilan arsitektur, penambahan atau

pengurangan luas dan jumlah lantai, dan tata ruang-dalam; dan

3) perubahan fungsi atas permintaan pemilik bangunan.

hhh. Proses administrasi perubahan perizinan meliputi:

1) perubahan rencana teknis yang dilakukan untuk penyesuaian

dengan kondisi lapangan dan tidak mempengaruhi sistem struktur

dituangkan dalam gambar terbangun (as built drawings);

2) perubahan rencana teknis yang mengakibatkan perubahan pada

arsitektur, struktur, dan utilitas harus melalui permohonan baru

IMB; dan

Page 165: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-30

3) perubahan rencana teknis karena perubahan fungsi harus

melalui proses permohonan baru dengan proses sesuai dengan

penggolongan bangunan gedung untuk penyelenggaraan IMB.

iii. Pada masa konstruksi bangunan gedung harus sesuai dengan dokumen

IMB.

jjj.Pendataan bangunan gedung dilakukan bersamaan dengan proses

penerbitan IMB.

kkk. Pendataan bangunan gedung baru dilakukan berdasarkan data

pada surat permohonan IMB.

lll.Pendataan bangunan gedung harus dilakukan secara keseluruhan

dengan sistem terkomputerisasi paling lama 3 (tiga) tahun sejak

diundangkan Peraturan Daerah ini.

mmm. Pendataan bangunan gedung dilaksanakan sesuai dengan pedoman

teknis pendataan bangunan gedung oleh instansi yang berwenang

melaksanakan pengawasan bangunan gedung.

nnn. IMB berfungsi sebagai prasyarat untuk mendapatkan pelayanan

utilitas umum antara lain penyambungan jaringan listrik, air

minum, telepon, dan gas.

ooo. Penyelenggaraan IMB untuk bangunan gedung yang dibangun

kolektif, seperti bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal,

dan rumah deret di satu kawasan, wajib mengikuti proses

penyelenggaraan IMB pada bangunan gedung tidak sederhana

bukan untuk kepentingan umum.

ppp. Penyelenggaraan IMB merupakan bagian dari pengaturan

penyelenggaraan bangunan gedung.

qqq. Penyelenggaraan bangunan gedung diatur dengan Peraturan

Daerah tentang bangunan gedung.

7. Retribusi IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai retribusi IMB meliputi:

Page 166: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-31

a. Pelayanan pemberian IMB dikenakan retribusi perizinan tertentu.

b. Pengenaan retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

8. Dokumen IMB

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai dokumen IMB, meliputi:

a. Dokumen IMB diterbitkan berupa Surat Izin.

b. Dokumen IMB ditandatangani oleh Kepala Perangkat Daerah yang

membidangi perizinan atas nama Bupati.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dokumen IMB diatur dengan

Peraturan Bupati.

9. Pembinaan

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pembinaan, meliputi:

a. Pembinaan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala

Perangkat Daerah yang membidangi perizinan dalam rangka

meningkatkan kemampuan dan kemandirian Pemerintah Daerah dan

masyarakat dalam memenuhi ketentuan teknis untuk terwujudnya

penataan bangunan gedung yang berkelanjutan serta keandalan

bangunan gedung.

b. Pembinaan berupa pengembangan, pemantauan dan evaluasi pemberian

IMB.

10. Peran Pemerintah Daerah dan masyarakat

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai peran Pemerintah Daerah dan

masyarakat, meliputi:

a. Peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan bangunan meliputi:

1) pengaturan;

Page 167: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-32

2) pemberdayaan; dan

3) pengawasan.

b. Pengaturan dilakukan melalui:

1) penyusunan Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang

memuat pengaturan terkait penyelenggaraan IMB;

2) penyusunan peraturan bupati terkait IMB sebagai pengaturan

pelaksanaan Peraturan Daerah tentang bangunan gedung; dan

3) penyebarluasan norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK)

terkait IMB kepada masyarakat dan penyelenggara bangunan

gedung.

c. Pemberdayaan meliputi:

1) pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung; dan

2) pemberdayaan kepada masyarakat.

d. Pemberdayaan kepada penyelenggara bangunan gedung dilakukan

untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan peran, hak, dan

kewajiban, serta meningkatkan kemampuan dalam penyelenggaraan

bangunan gedung dan IMB melalui:

1) pendataan bangunan gedung;

2) sosialisasi atau diseminasi; dan

3) bimbingan teknis dan pelatihan.

e. Pemberdayaan kepada masyarakat dilakukan terhadap masyarakat yang

belum mampu memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung

sederhana dan bangunan gedung tidak sederhana melalui:

1) pendampingan pembangunan bangunan gedung secara bertahap;

2) penyediaan percontohan rumah tinggal yang memenuhi persyaratan

teknis, meliputi dokumen rencana teknis prototipe rumah, rumah

tinggal tunggal sederhana (rumah inti tumbuh, dan rumah

sederhana sehat), dan rumah deret sederhana; dan

3) bantuan penataan bangunan dan lingkungan yang sehat dan

serasi.

Page 168: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-33

f. Pemberdayaan kepada masyarakat dapat dilakukan bersama-sama

dengan masyarakat.

g. Pengawasan dilaksanakan oleh Kepala Perangkat Daerah yang

membidangi perizinan dalam rangka meningkatkan ketaatan terhadap

pelaksanaan IMB dan peraturan bangunan gedung melalui mekanisme

proses penerbitan IMB.

h. Peran masyarakat dilakukan untuk membantu Pemerintah Daerah

dengan mengikuti prosedur dan memperhatikan nilai sosial budaya

setempat.

i. Peran masyarakat dilakukan dengan mekanisme melaporkan secara

tertulis kepada Pemerintah Daerah melalui sarana yang mudah diakses

terkait indikasi bangunan gedung yang tidak laik fungsi dan/atau

berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna,

masyarakat, dan/atau lingkungan.

j. Laporan tertulis dibuat berdasarkan fakta dan pengamatan secara

objektif serta perkiraan kemungkinan secara teknis gejala konstruksi

bangunan gedung yang tidak laik fungsi.

11. Sanksi administrtif

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai sanksi administrtif, meliputi:

a. Setiap orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak

berbadan hukum yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah

ini dikenakan sanksi administratif.

b. Sanksi administratif, berupa :

1) peringatan tertulis;

2) pembatasan kegiatan pembangunan;

3) penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan

pembangunan;

4) penghentian sementara atau tetap pemanfaatan bangunan gedung;

5) pembekuan;

Page 169: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-34

6) pencabutan IMB; dan

7) pembongkaran.

c. Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Bupati.

12. Pelaporan.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai pelaporan, meliputi:

a. Kepala Perangkat Daerah yang membidangi perizinan menyampaikan

laporan secara keseluruhan atas kegiatan pelayanan IMB yang akan

diproses maupun yang sudah terbit kepada Bupati.

b. Laporan dilakukan secara berkala.

13. Ketentuan Lain-lain.

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan lain-lain, meliputi:

a. Penyelenggaraan IMB untuk bangunan prasarana bangunan gedung

berupa konstruksi bangunan yang berdiri sendiri dan tidak merupakan

pelengkap yang menjadi satu kesatuan dengan bangunan gedung atau

kelompok bangunan gedung pada satu tapak kaveling atau persil,

prinsipnya mengikuti proses penyelenggaraan IMB pada bangunan

gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dengan persyaratan

teknis yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

b. Bagi perusahaan yang mempunyai Izin Investasi Langsung Konstruksi,

dapat melaksanakan pembangunan sambil mengurus IMB.

14. Ketentuan Penyidikan

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan penyidikan, meliputi:

a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi

wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana perizinan.

Page 170: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-35

b. Penyidik berwenang:

1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana;

2) melakukan tindakan pertama pada saat itu juga ditempat

kejadian;

3) memerintahkan berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal tersangka;

4) melakukan penyitaan benda atau surat;

5) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

6) memanggil orang untuk didengar sebagai tersangka atau saksi;

7) mendatangkan orang lain yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

8) mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk

dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa

tersebut bukan merupakan tindak pidana atau selanjutnya

melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut

umum, tersangka dan keluarganya; dan mengadakan tindakan

lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut

Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang

tentang Hukum Acara Pidana.

15. Ketentuan Pidana

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan

Bangunan perlu memuat aturan mengenai ketentuan pidana, Setiap

orang atau badan yang mendirikan bangunan tanpa IMB atau IMB-nya

dicabut, dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan/atau

bangunannya dibongkar.

Page 171: RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI

V-36

16. Ketentuan Peralihan.

Ketentuan Peralihan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang

Izin Mendirikan Bangunan memuat aturan mengenai: Pada saat

Peraturan Daerah ini mulai berlaku, permohonan IMB yang telah

diajukan dan sedang diproses sebelum diundangkannya Peraturan

Daerah ini, diproses berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

17. Ketentuan Penutup

Ketentuan penutup Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin

Mendirikan Bangunan memuat rumusan norma tentang pencabutan dan

ketidakberlakuan peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan

yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 6 Tahun 2013 tentang

Izin Mendirikan Bangunan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor

6 Tahun 2013 tentang Izin Mendirikan Bangunan tetap berlaku sepanjang

belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan

Daerah ini.

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, sudah harus

diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah

ini diundangkan.

Ketentuan Penutup perlu memuat rumusan norma bahwa Peraturan

Daerah Kabupaten Boyolali tentang Izin Mendirikan Bangunan mulai

berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,

pengundangan Peraturan Daerah ini ditempatkan dalam Lembaran

Daerah Kabupaten Boyolali.