RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH …
Transcript of RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH …
1
RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS TANAH
DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER –
SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
RICKY DHARMAWAN
100801075
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS TANAH
DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER –
SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains
Diajukan Oleh :
RICKY DHARMAWAN
100801075
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERSETUJUAN
Judul : Rancang Bangun Alat Pengukur Resistivitas Tanah
dengan menggunakan Metode Konfigurasi Wenner
Schlumberger Berbasis Mikrokontroller ATMega
8535
Kategori : Skripsi
Nama : Ricky Dharmawan
NIM : 100801075
Program Studi : Sarjana (S1) Fisika
Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di:
Medan, Januari 2017
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 1,
Drs. Takdir Tamba,M.Eng.Sc
NIP.196006031986011002
Disetujui Oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua,
Dr. Marhaposan Situmorang
NIP.195510301980131003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PERNYATAAN
RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS TANAH
DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI WENNER –
SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, November 2016
Ricky Dharmawan
100801075
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul RANCANG BANGUN ALAT PENGUKURAN RESISTIVITAS
TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE KONFIGURASI
WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS MIKROKONTROLLER
ATMEGA 8535. Dan tidak lupa juga shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sebagai teladan dan motivator sepanjang masa.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Mester Sitepu,M.Eng,M.Phill
dan Dr. Takdir Tamba, M.Eng.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya untuk dapat membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga kepada Dr. Marhaposan
Situmorang dan Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku ketua Departemen dan
sekretaris Departemen Fisika FMIPA-USU, Dr. Kerista Sebayang,M.S selaku
dekan FMIPA USU beserta semua Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika
FMIPA USU.
Tidak lupa ucapan terima kasih yang setinggi – tingginya penulis
sampaikan kepada kedua orang tua yang ku sayangi kepada ayahanda Zulkarnain
Karim dan Ibunda Nurlena atas doa dan dukungannya, baik moril maupun materil
serta adik – adik tersayang (Rezza Fikrih Utama dan Yuni Anggriani) yang selalu
memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini, begitu juga ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada rekan – rekan terbaik di kuliah (Fadly, Nasrul,
Anthony, Jantiber, dan Wiharja), rekan – rekan Fisika 010, abang dan adik – adik
seperjuangan di Jurusan Fisika atas bantuan, semangat, doa, dan dukungannya.
Medan, Agustus 2016
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR RESISTIVITAS
TANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE
KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER BERBASIS
MIKROKONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRAK
Pendeteksian resistivitas tanah telah berhasil dilakukan dengan menggunakan
metode konfigurasi Wenner – Schlumberger. Pengukuran resistivitas tanah
dilakukan dengan melakukan pengukuran pada permukaan tanah yang sebelum
diberikan tambahan media oli dan pengukuran setelah diberikan tambahan media
oli. Instrumen yang digunakan adalah resistivitymeter yang dilengkapi dengan
empat buah elektroda yang memiliki kemampuan dalam pembacaan output respon
tegangan akibat arus yang diinjeksikan ke dalam permukaan tanah melalui dua
buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensial yang secara terprogram oleh
Mikrokontroller ATMega 8535. Sumber arus pada instrument tersebut berupa
sumber tegangan DC sebesar 12 volt yang berasal dari sebuah aki motor. Pada
percobaan dengan menggunakan oli dilakukan 5 kali pengamatan yaitu : pada saat
30 menit, 2 jam, 4 jam , 6 jam ,1 hari setelah oli dituangkan di lokasi pengujian.
Kata kunci : Resistivitas tanah, konfigurasi Wenner - Schlumberger, Mikrontroller
ATMega 8535
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
DESIGN TOOLS MEASURING SOIL RESISTIVITY BY
USING CONFIGURATION WENNER – SCHLUMBERGER
BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRACT
Detection of soil resistivity have been successfully performed using the
configuration method Wenner – Schlumberger. Soil resistivity measurements
carried out by performing measurements on the soil surface before being given
additional oil media and media measurement after given additional oil. The
instrument used was resistivitymeter equipped with four electrodes that have the
ability in the reading of the output voltage response as a result of current injected
into the ground through two current electrodes and two potential electrodes are
programmed by the microcontroller ATMega 8535. The current source in the
instrument in the form of a DC voltage source of 12 volts coming from a
motorcycle batteries.In experiments using oil carried 5 times observation, namely:
at the time of 30 minutes, 2 hours, 4 hours, 6 hours, 1 day after the oil is poured in
the test location.
Keywords : Soil resistivity , configuration Wenner – Schlumberger ,
Microcontroller ATMEGA 8535
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar ix
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Lokasi Penelitian 3
1.7 Metodologi Penelitian 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Metode Geolistrik 6
2.1.1 Konfigurasi Dipole 7
2.1.2 Konfigurasi Wenner 7
2.1.3 Konfigurasi Schlumberger 8
2.1.4 Konfigurasi Wenner – Schlumberger 10
2.2 Transistor 11
2.3Mikrokontroller ATMega 8535 12
2.3.1 Konfigurasi PIN ATMega 8535 16
2.3.2 Peta Memori ATMega 8535 18
2.3.3 Program Memory 18
2.3.4 EEPROM Data Memory 18
2.3.5 Pemprograman ATMega 8535 dengan Bahasa C 19
2.4Resistivitas 20
2.5Konstanta Dielektrik dan Probes 21
2.6DC - AC Inverter 21
2.7Display 21
2.8Quart Crystal 22
2.9 Controller 22
Bab 3. Metodologi Penelitian
3.1 Tempat Penelitian 23
3.2 Peralatan dan Bahan Komponen
3.2.1 Peralatan 23
3.2.2 Bahan dan Komponen 23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
3.3 Diagram Blok Cara Kerja Alat 24
3.4Diagram Alir Penelitian 25
3.5 Skematik rangkaian 26
3.5.1 Pengujian
a. Rangkaian Mikrokontroller ATMega 8535 27
b. Pengukuran dengan menggunakan oli dan tanpa oli 28
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Data hasil penelitian 29
4.1.1 Data pengukuran tanpa oli 29
4.1.2 Data pengukuran menggunakan oli dengan
waktu yang telah ditentukan(n=1)
a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 34
b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 35
c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 36
d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 37
e. Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 38
4.1.3 Data pengukuran menggunakan oli dengan
waktu yang telah ditentukan (n=2)
a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 39
b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 40
c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 41
d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 42
e. Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 43
4.1.4 Data pengukuran menggunakan oli dengan
waktu yang telah ditentukan (n=3)
a. Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 44
b. Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 45
c. Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 46
d. Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 47
e, Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 48
4.2 Hasil dan Pembahasan
4.2.1 Pembahasan 51
a. Pengukuran setelah 30 menit penuangan oli 52
b. Pengukuran setelah 2 jam penuangan oli 52
c. Pengukuran setelah 4 jam penuangan oli 53
d. Pengukuran setelah 6 jam penuangan oli 54
e. Pengukuran setelah 24 jam penuangan oli 54
Bab 5. Kesimpulan Dan Saran
5.1 Kesimpulan 55
5.2 Saran 55
Daftar Pustaka 57
Lampiran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai resistivitas bantuan 20
Tabel 4.1.1Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli 29
Tabel 4.1.2 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=1) 35
Tabel 4.1.3 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=2) 39
Tabel 4.1.4 Data pengukuran dengan waktu yang telah ditentukan (n=3) 44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Konfigurasi Wenner 9
Gambar 2.2 Konfigurasi Schlumberger 11
Gambar 2.3 Konfigurasi Wenner – Schlumberger 13
Gambar 2.4 Diagram Blok ATMEGA 8535 19
Gambar 2.5 Konfigurasi Pin ATMEGA 8535 19
Gambar 2.6 Peta Memori Program 21
Gambar 2.7 EEPROM Data Memory 21
Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem 29
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian 33
Gambar 4.1 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 33
oli dengan n = 1
Gambar 4.2 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 35
oli dengan n = 2
Gambar 4.3 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan 36
oli dengan n = 3
Gambar 4.4 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 42
penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam,
dan 1 hari dengan n = 1
Gambar 4.5 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 47
penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam,
dan 1 hari dengan n = 2
Gamabr 4.6 Grafik pengukuran dengan menggunakan oli setelah 52
penuangan selama 30 menit,2 jam, 4 jam, 6 jam,
dan 1 hari dengan n = 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang menggunakan medan
potensial listrik bawah permukaan sebagai objek pengamatan utamanya. Kontras
resistivity yang ada pada batuan akan mengubah potensial listrik bawah pada
permukaan tersebut sehingga bisa kita dapatkan suatu bentuk anomali dari daerah
yang akan kita amati.
Dalam pengukuran resisitivitas nya itu sendiri akan menggunakan metode
geolistrik dengan konfigurasi Wenner – Sclumberger. Metode Wenner –
Schlumberger adalah metode dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan
catatan faktor pengali „‟n‟‟ adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 atau
(C2-P2) dengan P1-P2. Instrumen yang digunakan adalah resistivitymeter yang
dilengkapi dengan empat buah elektroda yang memiliki kemampuan dalam
pembacaan output respon tegangan akibat arus yang diinjeksikan ke dalam
permukaan tanah menggunakan dua buah elektroda arus dan dua buah elektroda
potensial. Sakka (2011) mengatakan bahwa tujuan survey geolistrik tahanan jenis
adalah mengetahui perbedaan tahanan jenis (resistivitas) bawah permukaan bumi
dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi. Pemgukuran dengan
konfigurasi Schlumberger menggunakan 4 elektroda, masing – masing 2 elektroda
arus dan 2 elektroda potensial. Metode geolistrik sendiri dapat digunakan untuk
mendeteksi lapisan batubara pada posisi miring, tegak dan sejajar bidang
perlapisan di bawah permukaan.
Struktur bawah permukaan kemungkinan merupakan suatu sistem perlapisan
dengan nilai resistivitas yang berbeda – beda. Banyak faktor yang mempengaruhi
nilai resistivitas ini antara lain : homogenitas tiap tanah, kandungan mineral
logam, kandungan aquifer (misalnya : air, minyak, dan gas), porositas,
permeabilitas, suhu, dan umur geologi tanah. Adanya kenyataan ini menunjukkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
bahwa bila dilakukan pengukuran di permukaan, maka yang diukur bukan
resistivitas yang sebenarnya, melainkan kombinasi nilai resistivitas berbagai
macam tanah, baik karena variasi maupun vertikal. Nilai resistivitas di setiap titik
akan memiliki besar yang berbeda, sehingga menyebabkan bidang equipotensial
menjadi tidak beraturan.
Di dalam ilmu geofisika, ada beberapa metode untuk mengetahui keadaan
geologi bawah tanah, diantaranya : metode resitivity, geomagnetic, dan seismic.
Adapun di dalam penelitian ini digunakan metode resistivitas yang dalam
pengoperasiannya menggunakan konfigurasi Wenner – Schlumberger.
Oleh karena itu, penulis mencoba merancang dan membuat alat pengukuran
resistivitas tanah dengan metode resisitivitas menggunakan konfigurasi Wenner,
yang mana dengan adanya alat ini, kita dapat mengetahui nilai hambatan jenis,
dengan diketahuinya sebuah nilai hambatan jenis, kita dapat mengetahui
perlapisan tanah, menentukan jenis tanah, kandungan tanah, dan potensi tanah
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka penulis
merumuskan beberapa hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini.
Diantaranya:
1. Bagaimana merancang alat ukur resistivitas tanah dengan menggunakan
mikrokontroller ATMega 8535 yang telah diprogram secara integritasi.
2. Bagaimana merancang alat pengukuran resistivitas tanah yang dapat bekerja
secara berkala.
3. Bagaimana menganalisis tegangan output dari elektroda metode konfigurasi
Wenner – Schlumberger sebagai indikator dari resistivitas tanah.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan,
maka perlu ada pembatasan masalah penelitian :
1. Mikrokontroller yang digunakan adalah jenis Atmega 8535.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
2. Pengukuran menggunakan empat elektroda, dengan metode resistivitas dan
konfigurasi Wenner – Schlumberger.
3. Arus yang digunakan adalah arus DC.
4. Subjek yang akan dideteksi adalah resistivitas tanah.
5. Menampilkan hasil resistivitas tanah pada LCD.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah:
1. Untuk memperkirakan jenis tanah sesuai dengan resistivitas.
2. Untuk mengetahui resistivitas dari tanah yang diuji.
3. Untuk mengetahui perubahan resistivitas ketika tanah dituangkan oleh oli.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah:
1. Mengetahui jenis tanah sesuai dengan resistivitas.
2. Mengetahui perubahan resistivitas tanah sebelum dan sesudah diberikan oli.
3. Mengetahui resistivitas tanah pada faktor geometri tertentu.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Merpati Ujung No.24 Komplek Polri Tanjung
Selamat.
1.7 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian ini meliputi :
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Pada bagian ini menjelaskan tempat berlangsungnya penelitian dan
waktu pelaksanaan penelitian.
2. Peralatan, bahan dan komponen
Berisi daftar peralatan, bahan dan komponen yang digunakan selama
penelitian berlangsung.
3. Diagram Blok
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Pada bagian ini meliputi diagram blok cara kerja alat dan diagram alir
program. Pada diagram blok cara kerja alat menjelaskan setiap bagian
dari rangkaian yang digunakan pada alat sedangkan pada diagram alir
program menjelaskan program pada alat.
4. Prosedur Penelitian
Pada Sub bab ini menjelaskan tahapan – tahapan proses penelitian,
meliputi perancangan dan pengujian rangkaian sistem sensor terhadap
sampel, metode perhitungan resistivitas tanah dengan menggunakan
metode konfigurasi Wenner – Schlumberger.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah sebagai media berpori dapat dimodelkan sebagai rangkaian resistor
R yang mewakili konduktivitas, nilai R dipengaruhi rasio antara air dan udara di
dalam pori. Nilai R meningkat dengan semakin dominannya udara di dalam pori,
karena udara merupakan penghantar listrik yang jelek. Dari paparan hal di atas,
dikethaui bahwa untuk mengetahui kadar apa saja yang terkandung di dalamnya
dapat digunakan berbagai macam teknik. Besarnya tahanan jenis tanah pada setiap
daerah tidaklah sama. Beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan jenis yaitu :
Keadaan struktur tanah antara lain ialah struktur geologinya, seperti tanah liat,
tanah rawa, tanah berbatu, tanah berpasir, tanah gambut dan sebagainya. Unsur
kimia yang terkandung dalam tanah, seperti garam, logam, dan mineral – mineral
lainnya. Keadaan iklim, basah atau kering, temperature tanah dan jenis tanah.
Pengukuran tahanan jenis tanah yang ada pada saat ini umumnya
dilakukan dengan metode empat titik (4-Point Measurement). Kesulitan yang
biasa dijumpai dalam mengukur tahanan jenis tanah adalah bahwa dalam
kenyataannya komposisi tanah tidaklah homogen pada seluruh volume tanah,
dapat bervariasi secara vertikal maupun horizontal, sehingga pada lapisan tertentu
mungkin terdapat dua atau lebih jenis tanah dengan tahanan jenis yang berbeda.
Untuk mengetahui struktur bawah permukaan yang lebih dalam, maka
jarak masing – masing elektroda arus dan elektroda potensial ditambah secara
bertahap. Semakin besar spasi elektroda maka efek penembusan arus ke bawah
makin dalam, sehingga batuan yang lebih dalam akan dapat diketahui sifat – sifat
fisisnya. Pemakaian metode geolistrik adalah untuk mendeteksi informasi –
informasi tersebut pada dasarnya menggunakan fenomena alam yang
berhubungan dengan kondisi batuan didalam bumi. Pengukuran resistivitas tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti homogenitas tanah, kandungan air,
porositas, permeabilitas, dan kandungan mineral. Metoda geolistrik resistivity
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
memanfaatkan sifat ketahanan batuan terhadap listrik, yang dipengaruhi oleh nilai
– nilai seperti kandungan mineral logam dan non-logam, dan kandungan air.
2.1 Metode Geolistrik
Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang pada ke
empat buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda
AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi
Wenner – Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan
sendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah
permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda
favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan
tanah permukaan dengan biasa survei yang relatif murah. Metode ini merupakan
salah satu metoda geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan
kedalaman lapisan batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Prinsip
pelaksanaan survey ketahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus listrik
melalui elektroda arus dan mengukur responnnya (tegangan) pada elektroda
potensial dalam suatu susunan (konfigurasi) tertentu.
Metode geolistrik merupakan suatu metode geofisika yang dimanfaatkan
untuk mengetahui keadaan di bawah permukaan tanah. Salah satunya ialah untuk
mengetahui resistivitas dan resistivitas semu yang terjadi dibawah permukaan
tanah dengan memanfaatkan nilai tahanan jenis ataupun dengan nilai dari sensor
konduktivitasnya.
Spontaneous potensial yaitu tegangan listirk alami yang pada umunya
terdapat pada lapisan batuan yang disebabkan oleh adanya larutan penghantar
yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral – mineral
pada lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak homogenan
lapisan lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak homogenan
lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila
digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang
dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami
tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda
MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar. Adapun macam – macam
konfigurasi tersebut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
2.1.1 Konfigurasi Dipole
Konfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu
pasangan elektroda arus (AB) yang disebut “Current Dipole” dan pasangan
elektroda potensial (MN) yang disebut “Potensial Dipole”. Pada konfigurasi
Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak
simetris. Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara “Current
Dipole” dan “Potensial Dipole” diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan
jarak elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan dari konfigurasi
Dipole dibandingkan konfigurasi Wenner – Schlumberger, karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang terdapat lebih dalam. Dalam
hal ini diperlukan alat pengukur tegangan yang “high impedance” dan “high
accuracy”.
2.1.2 Konfigurasi Wenner
Konfigurasi wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-
empat buah elektrodanya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik
tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB.
Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN
tetap sepertiga jarak AB. Konfigurasi Wenner lebih sederhana dalam peletakan
elektroda arus (AB) dan potensial (MN) yang dipertahankan pada jarak yang
sama.
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan
tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena
elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat
ukur multimeter dengan impedansi yang relative lebih kecil. Dapat juga
digunakan dengan suplai daya yang lebih rendah daripada Konfigurasi
Schlumberger. Tegangan pada elektroda MN yang relatif besar sangat cocok
untuk pemakaian sistem elektronika mikrokontroller sebagai pengolah data untuk
dikalibrasi sesuai dengan kebutuhan alat yang akan dibuat. Konfigurasi wenner
mempunyai ciri jarak antar elektroda adalah sama, sehingga memberikan faktor
geometri k = 2πa, yang diperoleh dari :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
K = 2π (1
𝐴𝑀−
1
𝑀𝐵−
1
𝐴𝑁+
1
𝑁𝐵)
Adapun persamaan resistivitas pada Metode Wenner adalah :
ρ = 2πa𝑉
𝐼
Keterangan :
ρ = resistivitas (Ω.m)
a = jarak antar elektroda (m)
V = beda potensial (volt)
I = kuat arus (ampere)
b a b
A M N B
Gambar 2.1 Konfigurasi Wenner
2.1.3 Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi ini diambil dari nama Conrad Schlumberger yang merintis
metode geolistrik pada tahun 1920-an. Adapun keunggulan dari konfigurasi
schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non homogenitas
lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas
semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Sedangkan kelemahannya
adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan didekat permukaan yang bisa
berpengaruh terhadap hasil perhitungan, selain itu juga dalam pembacaan dalam
elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh,
sehingga diperlukannya alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik „high
I
V
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
impedance‟ dengan akurasi yang tinggi yang bisa mendisplay tegangan minimal 4
digit atau 2 digit dibelakang, atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim
arus yang mempunyai tegangan DC yang sangat tinggi.
Keunggulan konfigurasi Schlumberger adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2. Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak P1P2 dibuat sekecil –
kecilnya, sehingga jarak P1P2 secara teoritis tidak tidak berubah. Tetapi karena
keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak C1C2 sudah relative besar
maka jarak P1P2 hendaknya diubah. Perubahan jarak P1P2 hendaknya tidak lebih
besar dari 1/5 jarak C1C2.
Beda potensial yang terdapat antara P1 dan P2 diakibatkan oleh injeksi arus
pada C1 dan C2 adalah :
ΔV= 𝑉𝑀- 𝑉𝑁= Iρ
2𝜋
1
𝐶1𝑃1−
1
𝐶2𝑃1 −
1
𝐶1𝑃2−
1
𝐶2𝑃2
ρ = ΔV
𝐼2𝜋
1
𝐶1𝑃1−
1
𝐶2𝑃1 −
1
𝐶1𝑃2−
1
𝐶2𝑃2
1
Besaran 2𝜋 1
𝐶1𝑃1−
1
𝐶2𝑃1 −
1
𝐶1𝑃2−
1
𝐶2𝑃2
1
Disebut faktor geometri konfigurasi elektroda (K) [10].
Parameter yang diukur yaitu : jarak antar stasiun dengan elektroda-
elektroda (AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang
dihitung yaitu : tahanan jenis(R) dan factor Geometri (k). Factor geometri (k)
dapat dicari dengan rumus:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Secara umum factor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah sebagai
berikut :
k = π AB 2−MN 2
4MN
Dimana :
ρ : Resistivitas Semu
AB : Spasi Elektroda Arus (m)
MN :Spasi Elektroda Potensial (m), dengan syarat bahwa MN < 1/5 AB
(menurut Schlumberger)
k : Faktor Geometri
b a b
A M N B
Gambar 2.2 Konfigurasi Schlumberger
2.1.4 Konfigurasi Wenner – Schlumberger
Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem
aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalah
perbandingan jarak antara elektroda C1-P1 (atau C2-P2) dengan spasi antara P1-
P2 seperti pada Gambar 3. Jika jarak antar elektroda potensial (P1 dan P2) adalah
a maka jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na + a. Proses penentuan
resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis
lurus (Sakka, 2001). Disamping itu cakupan horizontal lebih baik, penetrasi
maksimum dari konfigurasi ini 15% lebih baik dari konfigurasi Wenner. Dan
untuk meningkatkan penyelidikan kedalaman maka jarak antara elektroda P1-P2
ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n yang sama sampai pada
elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1-P2 ditingkatkan menjadi
3a.
I
V
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
Dimana faktor geometri konfigurasi Wenner – Schlumberger ditentukan
sebagai berikut :
K = 2π(n+1)a
Sedangkan untuk mencari Resistivitas pada konfigurasi Wenner –
Schlumberger ditentukan sebagai berikut :
ρ = K ∆𝑉
𝐼
Dimana K adalah faktor geometri yang tergantung oleh penempatan
elektroda di permukaan dan ρ adalah resistivitas (tahanan jenis). Maka nilai
resistivitas untuk metode Wenner – Schlumberger dapat dihitung dengan faktor
geometri K.
na a na
A M N B
Gambar 2.3 Konfigurasi Wenner - Schlumberger
2.2 Transistor
Transistor merupakan komponen semikonduktor yang digunakan sebagai
penguat, pemotong (Switching), stabilisasi tegangan , modulasi sinyal dan fungsi
fungsi lainnya. Transistor diperlukan untuk menguatkan arus yang masuk pada
rangkaian listrik, atau pada komponen listrik tertentu, agar arus yang masuk tepat
pada rangkaian atau komponen tersebut, sehingga komponen dapat bekerja secara
optimal.
Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, dimana berdasarkan arus
inputnya atau tegangan inputnya, memungkinkan pengaliran listrik yang sangat
akurat dari sirkuit sumber listriknya.
Dalam rangkaian analog transistor digunakan dalam amplifier atau
penguat, contohnya seperti penguat sinyal radio, pengeras suara, dan sumber
listrik stabil. Dalam rangkaian digital transistor digunakan sebagai saklar
I
V
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
berkecepatan tinggi, yang beberapa fungsinya adalah sebagai memori, logic gate,
dan komponen – komponen lainnya.
Salah satu fungsi transistor adalah sebagai saklar yaitu bila berada pada
dua daerah kerjanya yaitu daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off).
Transistor akan mengalami perubahan kondisi dari menyumbat ke jenuh dan
sebaliknya. Transistor dalam keadaan menyumbat dapat dianalogikan sebagai
saklar dalam keadaan terbuka, sedangkan dalam keadaan jenuh seperti saklar yang
menutup.
2.3 Mikrokontroller ATMega 8535
Mikrokontroler adalah suatu mikroprosesor yang sudah dilengkapi
dengan perangkat masukan/keluaran (I/O) dan peripheral lainnya yang
terintegrasi di dalam sepotong kristal silicon kecil yang dirancang untuk
keperluan pengendalian sebuah sistem. Mikrokontroller dalam rancangan ini
adalah jenis AVR yaitu ATMEGA8535. Mikrokontroller berfungsi sebagai
deteksi tegangan sensor sekaligus sebagai kalibrator untuk memperoleh nilai
resistivitas tanah. Mikrokontroller diprogram dengan bahasa C dengan editor CV
AVR Versi 2.0.4.9. Input mikrokontroller dari sensor diprogram pada port yaitu
PA.0 yang merupakan masukan analog dari mikrokontroller sedangkan output
mikrokontroller adalah sebuah display LCD. Dalam hal ini diprogram pada port
C, yaitu PC O hingga PC 7 pada pin 22 hingga pin 29. Pin 9 merupakan pin reset
sedangkan pin 12 dan 13 adalah masukan clock dari kristal.
Mikrokontroller sesuai dengan namanya adalah suatu alat atau komponen
pengontrol atau pengendali yang berukuran mikro atau kecil. Bila dibandingkan
dengan mikroprosesor, mikrokontroller jauh lebih unggul kerena terdapat
berbagai alasan diantaranya :
1. Tersedianya Input/Outout
I/O dalam mikrokontroller sudah tersedia, sementara pada mikroprosesor
dibutuhkan IC tambahan untuk menangani I/O tersebut, IC yang dimaksud
adalah PPI 8255.
2. Memori Internal
Memori merupakan media untuk menyimpan program dan data sehingga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
mutlak harus ada. Mikroprosesor belum memiliki memori internal
sehingga memerlukan IC memori eksternal
Dengan kelebihan-kelebihan diatas mikroprosesor tetap digunakan sebagai
dasar dalam mempelajari mikrokontroller. Inti kerja dari keduanya adalah sama,
yakni sebagai pegendali suatu sistem.
Dengan menggunakan mikrokontroller maka:
1. Sistem elektronik akan menjadi lebih ringkas.
2. Rancang bangun sistem elektronik akan lebih cepat karena sebagian besar
dari sistem adalah perangkat lunak yang mudah dimodifikasi.
3. Pencarian gangguan lebih muah ditelesuri karena sistemnya yang kompak.
Namun tidak sepenuhnya mikrokontroller bisa komponne IC TTl dan
CMOS yang sering kali masih diperlukan untuk aplikasi kecepatan tinggi
atau sekedar menambah jumlah saluran input dan output (I/O) dengan kata
lain, mikrokontroller adalah versi mini atau mikro dari sebuah komputer
karena mikrokontroller sudah mengandung beberapa bagian yang
langsung dimanfaatkan, misalnya port paralel, port serial, komparator,
konversi digital ke analog (DAC), konversi analog ke digital (ADC), dan
sebagainya hanya menggunakan Sistem Minimum yang tidak rumit.
Mikrokontroller adalah otak dari suatu sistem elektronika seperti halnya
mikroprosesor sebagai otak komputer. Namun mikrokontroller memiliki nilai
tambah karena didalamnya sudah terdapat memori dan sistem input/output dalam
suatu kemasan IC. Mikrokontroller AVR (Alf and Vegard’s RISC processor)
standart memiliki arsitektur 8-bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode
16-bit dan sebagian besar instriksi dieksekusi dalam satu siklus clock. Berbeda
dengan instruksi MCS-51 yang membutuhkan 12 siklus clock karena memiliki
arsitektur CISC (seperti komputer).
Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga
ATTiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT89RFxx. Pada dasarnya
yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan
fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka dikatakan
hampir sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel, yaitu
ATMega8535. Selain mudah didapatkan dan lebih murah ATMega 8535 juga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Untuk tipe AVR ada 3 jenis yaitu ATTiny,
AVR klasik, dan ATMega. Perbedaannya hanya pada fasilitas dan I/O yang
tersedia serta fasilitas lainnya seperti ADC, EEPROM, dan lain sebagainya. Salah
satu contohnya adalah ATMega8535. Memiliki teknologi RISC dengan kecepatan
maksimal 16 MHz membuat ATMega 8535 lebih cepat bila dibandingkan dengan
varian MCS51. Dengan fasilitas yang lengkap tersebut menjadikan ATMega 8535
sebagai mikrokontroller yang powerfull. Adapun diagram blok ATMega 8535
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4 Diagram blok ATMega 8535 (Lingga,2006)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ATMega 8535 memiliki bagian sebagai
berikut :
1. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, Port D.
2. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.
3. Tiga buah Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan.
4. CPU yang terdiri atas 32 buah register.
5. Watchdog timer dengan osilator internal.
6. SRAM sebesar 512 byte.
7. Memori Flash sebesar 8 kb dengan kemampuan Read While Write.
8. Unit interupsi internal dan eksternal.
9. Port antarmuka SPI.
10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.
11. Antarmuka komparator analog.
12. Port USART untuk komunikasi serial
Kapabilitas detail dari ATMega 8535 adalah sebagai berikut:
1. Sistem mikroprosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16
MHz.
2. Kapasitas memori flash 8 Kb, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM
(Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) sebesar 512
byte.
3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel.
4. Portal komunikasi serial (USART) dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.
5. Enam pilihan mode sleep menghemat penggunaan daya listrik.
2.3.1 Konfigurasi PIN ATMega 8535
Mikrokontroller ATMega 8535 mempunyai pin sebanyak 40 buah, dimana
32 pin diantaranya untuk keperluan port I/O yang dapat menjadi pin input/output
sesuai konfigurasi. Pada 32 tersebut terbagi atas 4 bagian (port), yang masing-
masing terdiri dari 8 pin. Pin lainya digunakan untuk keperluan rangkaian osilator,
supplay tegangan, reset, serta tegangan reverensi untuk ADC. Konfigurasi pin
ATMega 8535 digambarkan sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
Gambar 2.5 Konfigurasi Pin ATMega 8535
Dari gambar diatas dapat dijelaskan secara fungsional konfigurasi pin ATMega
8535 adalah sebagai berikut :
VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.
GND merupakan pin ground.
Port A (PA0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan pin masukan ADC
Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu Timer/Counter, komparator analog dan SPI.
Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu TWI, komparator analog dan Timer Oscilator.
Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu komparator analog, interupsi eksternal dan komunikasi serial.
RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroler.
XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal.
AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
2.3.2 Peta Memori ATMega 8535
ATMega memiliki dua jenis memori yaitu Data Memory dan Program
Memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM Memory untuk
menyimpan data.
2.3.3 Program Memory
ATMega memiliki On-Chip In-System Reprogrammable Flash Memory
untuk menyimpan program. Untuk alasan keamanan, program memory dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section dan Application Flash Section. Boot
Flash Section digunakan untuk menyampaikan program Boot Loader, yaitu
program yang harus dijalankan pada saat AVR reset atau pertama kali diaktifkan.
Application Flash Section digunakan untuk menyampaikan program
aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini
sebelum menjalankan program Boot Loader. Berdasarkan memori Boot Flash
Section dapat deprogram dari 128 word sampai 1024 word tergantung setting pada
konfigurasi bit di register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program
pada Application Flash Section juga sudah aman.
Gambar 2.6. Peta Memori Program
2.3.4 EEPROM Data Memory
ATMega 8535 memiliki EEPROM 8 bit sebesar 512 byte untuk
menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan sistem address register, data register
dan control register yang dibuat khusus untuk EEPROM. Alamat EEPROM
dimulai dari $000 sampai $1FF.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
EEPROM
$000
$01FF
Gambar 2.7. EEPROM Data Memori
2.3.5 Pemograman ATMega 8535 dengan Bahasa C
Bahasa C adalah bahasa pemograman yang dapat dikatakan berada pada
bahasa pemograman tingkat rendah (bahasa yang berorientasi pada mesin).
Pembuat bahasa C adalah Brian W. Kernighan dan Dennis M. Ritchie pada tahun
1972. C adalah bahasa pemigraman terstruktur, yang membagi program dalam
bentuk blok. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam pembuatan dan
pengembangan program. Program yang ditulis dengan menggunakan bahasa C
mudah sekali dipindahkan dari satu jenis program ke bahasa program lain. Hal ini
karena adanya standarisasi bahasa C yaitu berupa standar ANSI (American
National Standart Institut) yang dijadikan acuan oleh para membuat kompiler.
Pengembangan sebuah sistem menggunakan mikrokontroller AVR buatan
ATMEL menggunkan software AVR STUDIO dan CodeVision AVR. AVR
STUDIO merupakan software yang digunakan untuk bahasa assembly yang
mempunyai fungsi yang sangat lengkap, yaitu digunakan untuk menulis program,
kompilasi, simulasi dan download program ke IC mikrokontroller AVR.
Sedangkan CodeVisionAVR merupakan software C-cross compiler, dimana
program dapat ditulis dengan menggunakan bahasa C,CodeVision memiliki IDE
(Integrated Development Environment) yang lengkap, dimana penulisan program,
compile, link, pembuatan code mesin (assembler) dan dowwnload program ke
chip AVR dapat dilakukan dengan CodeVision, selain itu ada fasilitas terminal,
yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler yang sudah diprogram.
Proses download program ke IC mikrokontroller AVR dapat menggunakan
System Programmable Flash on-Chip mengizinkan memori program untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.
Pengembangan sebuah sistem menggunakan mikrokontroller AVR buatan
ATMEL menggunakan software AVR Studio dan Code Vision AVR. AVR Studio
merupakan software yang digunakan untuk bahasa assembly yang mempunyai
fungsi yang sangat lengkap, yaitu digunakan untuk menulis program, kompilasi,
simulasi dan download program ke IC mikrokontroler AVR.
Sedangkan Code Vision AVR merupakan software C-cross Complier,
dimana program dapat ditulis dalam bahasa C, CodeVision memiliki IDE
(Integrated Development Environment) yang lengkap dimana penulis program,
compile, link, pembuatan kode mesin (assembler) dan download program ke chip
AVR dapat dilakukan dengan menggunakan Code Vision, selain itu ada fasilitas
terminal, yaitu melakukan komunikasi serial dengan mikrokontroler yang sudah
diprogram. Proses download program ke IC mikrokontroler AVR dapat
menggunakan System Programmable Flash On. Chip mengizinkan memori
program untuk diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.
2.4 Resistivitas
Resistivitas adalah resistansi yang terukur antara muka – muka yang
berlawanan dari sebuah kubus yang memiliki rusuk – rusuk sepanjang 1 cm.
resistivitas jenis ini didapatkan secara tidak langsung, dalam arti nilai awal yang
didapatkan adalah nilai resistansinya yang didapatkan sebagai akibat adanya sifat
menahan arus sehingga menimbulkan beda potensial pada titik ukur. Pada kondisi
sebenarnya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan ρ yang berbeda beda.
Potensial yang terukur adalah nilai medan potensial oleh medium berlapis.
Dengan demikian resistivitas yang terukur di permukaan bumi bukanlah nilai
resistivitas yang sebenarnya melainkan resistivitas semu. Resistivitas semu yang
terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang
dianggap sebagai satu lapisan homogen. Resistivitas semu ini dirumuskan seperti
pada persamaan 1:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
dengan ρa merupakan resistivitas semu, K merupakan faktor geometri, ∆V
merupakan beda potensial dan I merupakan kuat arus. Pada kenyataannya, bumi
merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyai nilai
resistivitas yang berbeda.Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu
yang dihitung dari pengukuran perbedaan potensi antar elektroda yang
ditempatkan dibawah permukaan.
Suatu resistivitas itu sangat bergantung terhadap besar atau tidak kuat nya
arus yang ditancapkan pada tanah yang hendak dilakukan pengujian. Semakin
besar jarak spasi antara elektroda M dan elektroda N, maka nilai resistivitas yang
terhitung akan semakin kecil dan begitu juga sebaliknya.
2.5 Konstanta Dielektrik dan Probes
Konstanta dielektrik adalah ukuran kepolaritasan material dalam medan
listrik. Konstanta dielektrik menentukan kapasitas induktif efektif dari suatu
material batuan dan merupakan respon static untuk medan – medan listrik baik
AC maupun DC. Probes yang digunakan dalam perancangan tugas akhir ini
Material Resistivity (Ohm-Meter)
Air (Udara)
Pyrite (Pirit) 0.01-100
Quartz (Kwarsa) 500-800000
Calcite (Kalsit) 1×1012-1×1013
Rock Salt (Garam Batu) 30-1×1013
Granite (Granit) 200-10000
Andesite (Andesit) 1.7×102-45×104
Basalt (Basal) 200-100000
Limestoes (Gamping) 500-10000
Sandstone (Batu Pasir) 200-8000
Shales (Batu Tulis) 20-2000
Sand (Pasir) 1-1000
Clay (Lempung) 1-100
Ground Water (Air Tanah) 0.5-300
Sea Water (Air Asin) 0.2
Magnetite (Magnetit) 0.01-1000
Dry Gravel (kerikil kering) 600-10000
Alluvium (Aluvium) 10-800
Gravel (Kerikil) 100-60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
adalah batang elektroda penghantar yang terbuat dari bahan metal / logam yang
dapat menghantarkan listrik atau bersifat konduktif. Pemilihan bahan probes yang
digunakan didasarkan pada daya hantar listrik atau konduktivitas .
2.6 DC – AC Inverter
DC-AC Inverter adalah peralatan elektronika yang digunakan untuk
menghasilkan tegangan AC dari sumber daya DC seperti baterai, accumulator,
inverter yang umum bekerja dalam dua tahap :
1) Mengubah masukan DC menjadi AC
2) Menaikkan level tegangan AC dengan menggunakan tranformator
sebagai penaik tegangan AC
2.7 Display
Display adalah rangkaian yang berfungsi menampilkan hasil pengukuran,
dalam hal ini adalah nilai resistivitas tanah display yang digunakan M1632. Data
yang akan ditampilkan diberikan oleh mikrokontroller melalui bus data. Bus
kontrol pada display yaitu pin RS berfungsi memilih register LCD, sedangkan pin
RW digunakan untuk mengatur arah baca tulis data dan pin clock berfungsi
sebagai pin sinkronisasi dengan clock.
2.8 Quart Crystal
Quart Crystal adalah komponen elektronika pembangkit sinyal clock yang
diperlukan utnuk menjalankan mikrokontroller. Penggunaan clock pada sistem
microprocessor mutlak diperlukan untuk sinkronisasi aktivitas seluruh komponen
digital yang terlibat didalamnya, makin besar clock, makin cepat pula proses yang
dilakukan sistem tersebut.
2.9 Controller
Controller digunakan untuk mendeteksi perbedaan potensial dari
elektroda, data analog tersebut diubah menjadi digital kemudian dikalibrasi
dengan program untuk mendapatkan nilai sebenarnya. Kemudian dikeluarkan
berupa tampilan display LCD.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Merpati Ujung No.24 Komplek Polri Tanjung
Selamat
3.2 Peralatan, Bahan dan Komponen
3.2.1 Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian dan perancangan ini
melibatkan beberapa perlengkapan dan bahan-bahan antara lain sebagai berikut :
a. Alat ukur resistivitas tanah.
b. Komputer pribadi (PC) dan perlengkapannya.
c. Alat- alat ukur listrik.
d. Peralatan/perkakas (tool set).
e. Perangkat lunak pembantu dan lain-lain.
3.2.2 Bahan dan Komponen
Bahan dan komponen elektronika yang digunakan dalam penelitian dan
pembuatan sistem sensor adalah sebagai berikut :
- 6 buah probe logam tembaga
- Baterai motor 12 Volt
- Rangkaian kendali (Mikrokontroller dan periferal).
- Penjepit buaya
- Kapasitor.
- Chasis rancangan .
- Kabel-kabel dan sebagainya.
- Display LCDM1632
- Controller
- Sensor elektroda logam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
- Regulator 7805
- Dioda Kristal
- Trimpod
- Resistor
3.3 Diagram Blok Cara Kerja Alat
Diagram blok dalam penelitian merupakan rangkaian beberapa alat yang saling
berhubungan dan terintegrasi untuk melakukan kerja yang sama. Berikut adalah
diagram blok cara kerja alat dalam melakukan pengukuran resistivitas tanah :
Gambar 3.1. Diagram Blok Sistem
Keterangan :
1. Blok Tanah yang akan diuji : Mempersiapkan tanah yang akan diuji
beserta lintasan pemetaan yang akan diukur resistivitas tanah nya.
2. Blok Alat ukur resistivitas tanah : Terjadinya interaksi dengan tanah yang
diuji pada saat pengukuran sedang berlangsung. Terdiri dari elektroda
arus yang terhubung dengan supply tegangan dan elektroda detektor beda
potensial yang terjadi akibat adanya injeksi arus dalam tanah sebagai
input/data resistivitas tanah yang terhubung dengan pengkondisi sinyal.
3. Blok Mikrokontroller ATMega 8535 : Sebagai sistem deteksi tegangan
sensor sekaligus sebagai kalibrator untuk memperoleh nilai resistivitas
tanah. Data hasil pengukuran dari sensor yang berbentuk sinyal analog,
kemudian akan dikonversi menjadi sinyal digital oleh Analog to Digital
Converter (ADC) yang berada pada mikrokontroller sehingga dapat
diproses lebih lanjut oleh mikrokontroller.
4. Blok Display LCD : Data yang telah diproses akan ditampilkan dalam
bentuk tegangan output sensor dan nilai resistivitas sebagai indikator
resistivitas tanah.
Tanah yang
akan diuji LCD
A
D 8535
Alat ukur
resistivitas
tanah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
3.4 Diagram Alir Penelitian
Berikut adalah diagram alir penelitian dan perangcangan yang
menggambarkan tahap-tahap penelitian dari awal hingga selesai:
T
Y
Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian
Start
Inisialisasi sistem dan
nilai awal tegangan
Kalibrasi Sensor
Data Tegangan
Hasil
Kalibrasi
Valid? Y
Output Hasil Kalibrasi
Berupa Tegangan, Kuat Arus,
Resistivitas Pada LCD
Stop
Sensor Baca
Tegangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Vcc
PC4
PC5
PA0 PC6
PC7
PC0
PC1
PC2
PA2
ATMEGA
8535
PA3
Grd
Reset
LCD DISPLAYM 1632
AN
780
5
A
+12V
Batere
+5V
Vref
10K
7
+5V
11
12
13
14
1/3/16
40
38
37
Rs
MSensor Konduktivitas
NSensor Konduktifitas
Rs
+5V
+5V
Xtal 4 MHZ
11
B
+5V
1
1819
2021
14
15
16
4 5 6
Reset
12
13
2/15
100µF/25V
3.5 Skematik Rangkaian Seluruh Sistem Alat Pengukur Resistivitas Tanah
Gambar 3.3 Rangkaian alat pengukur resistivias tanah
menggunakan elektroda konfigurasi Wenner – Schlumberger
berbasis Mikrokontroller Atmega 8535
Gambar rangkaian diatas terdiri atas rangkaian catu daya (power supply).
Catu daya di rangkaian ini menggunakan baterai 12 Volt, dioda, dan kapasitor
serta menggunakan IC Regulator AN 7805 untuk keluaran +− 5 volt. Baterai 12
Volt ini berfungsi sebagai sumber tegangan untuk mikrokontroller dan sensor.
Sensor yang digunakan adalah sensor konduktivitas dengan menggunakan
konfigurasi Wenner – Schlumberger, yang terdiri dari empat buah probe yang
disusun sejajar dengan aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk
konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda A-M (atau N-B)
dengan proses penentuan resistivitas menggunakan 4 buah elektroda yang
diletakkan dalam sebuah garis lurus. Jarak antar probe sebesar 0,5 m, panjang
probe 30 cm dan lebar probe 2 mm.
Probe AB dihubungkan dengan sumber arus sebagai injeksi arus ke dalam tanah
(probe A ke 5 volt sedangkan probe B ke ground), kemudian probe MN
dihubungkan ke pengkondisi sinyal yang telah terhubung ke port data (port A)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
pada mikrokontroller dan akan menghasilkan data sebagai deteksi tegangan dalam
tanah berupa beda potensial (tegangan keluaran).
Rangkaian minimum standar mikrokontroller dihubungkan dengan
rangkaian pengkondisi sinyal dan LCD.
- Rangkaian minimum standar mikrokontroller yang digunakan adalah
rangkaian standar yang menggunakan baterai 12 volt yang terhubung pada
pin 7 (Vcc) dan pin 11 (Ground).
- Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi untuk mengkondisikan sinyal
keluaran dari sensor, baik dipertahankan ataupun dikuatkan agar dapat
diproses oleh mikrokontroller. Terdiri dari IC regulator AN7805 sebagai
IC yang digunakan untuk menstabilkan tegangan 5V.
- LCD yang digunakan adalah LCD M1632 karakter 16x2, hanya mampu
menampilkan angka dan huruf sebanyak 2 baris dengan 16 karakter setiap
barisnya. Dengan pin PC4, pin PC5, pin PC6, pin PC7, pin PC0, pin PC1,
dan pin PC2 pada mikronkontroller.
3.5.1 Pengujian
A. Rangkaian Mikrokontroller ATmega 8535
Pengujian pada rangkaian mikrokontroller ATmega 8535 ini dapat dilakukan
dengan menghubungkan rangkaian ini dengan rangkaian power supply sebagai
sumber tegangan. Pin 7 dihubungkan dengan sumber tegangan 12 volt, sedangkan
pin 11 dihubungkan dengan ground. Kemudian data tegangan yang masuk diukur
pada pin PA2 untuk diproses untuk menghasilkan data resistivitas. Dari hasil
pengujian didapatkan tegangan potensial pada pin PA2 dan PA3 sebesar 34,68.
Langkah selanjutnya adalah memberikan program sederhana pada mikrokontroller
ATmega 8535, program yang diberikan adalah program untuk menampilkan
karakter pada LCD.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
B. Pengukuran dengan menggunakan oli dan tanpa menggunakan oli
dengan konfigurasi Wenner – Schlumberger
Prosedur yang dilakukan dalam pengukuran resistivitas tanah menggunakan
metode konfigurasi Wenner – Schlumberger adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan lintasan pengukuran yang akan dilakukan.
2. Diukur panjang lintasan yang akan digunakan pada penelitian.
3. Dilakukan pengukuran resistivitas dengan tanpa menggunakan oli.
4. Ditentukan spasi jarak yang akan digunakan pada penelitian.
5. Dilakukan spasi jarak pada penelitian sesuai dengan metode konfigurasi
Wenner – Schlumberger.
6. Disiapkan peralatan alat ukur resistivitas tanah.
7. Ditancapkan 4 buah elektroda yang digunakan pada lintasan pengukuran.
8. Dihubungkan penjepit buaya dengan masing masing elektroda, 2 untuk
elektroda arus dan 2 untuk elektroda potensial.
9. Dinyalakan catu daya, lalu amati tegangan potensial dan resistivitas yang
ditampilkan pada LCD.
10. Dilakukan pengamatan hingga variasi pengukuran terakhir.
11. Dilakukan selanjutnya pengukuran dengan menggunakan oli.
12. Ditentukan spasi jarak yang akan digunakan pada penelitian.
13. Dilakukan spasi jarak pada penelitian sesuai dengan metode konfigurasi
Wenner – Schlumberger.
14. Ditancapkan 4 buah elektroda yang digunakan pada lintasan pengukuran.
15. Dihubungkan penjepit buaya dengan masing – masing elektroda, 2 untuk
elektroda arus dan 2 untuk elektroda potensial.
16. Dituangkan oli pada titik pusat lintasan pengukuran.
17. Dilakukan pengukuran setelah 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 24 jam setelah
penuangan oli.
18. Dinyalakan catu daya, lalu amati tegangan potensial dan resistivitas yang
ditampilkan pada LCD.
19. Dilakukan pengamatan hingga variasi pengukuran terakhir.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data hasil penelitian
Terdapat 2 model pengukuran yang berhasil dilakukan. Pada pengukuran
model pertama dilakukan dengan tanpa menggunakan tambahan oli pada tanah
yang akan dilakukan pengujian, sedangkan pada model pengukuran kedua
dilakukan dengan penambahan oli pada tanah yang akan dilakukan pengujian.
Pada proses pengujian dan pengambilan data metode yang digunakan di lapangan
adalah metode konfigurasi Wenner – Schlumberger dengan faktor spasi elektroda
0,5 meter.
Konfigurasi ini digunakan karena memiliki sistem aturan spasi yang
konstan dan faktor n yaitu perbandingan jarak antara elektroda C1 – P1 (C2 –
P2).Elektroda yang dipakai dalam pengujian ini adalah sebanyak 6 buah.
4.1.1 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
n = 1
Tabel 4.1 Data Pengukuran Dengan Tanpa Menggunakan Oli
n AB MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 2,43 0,22 3,14 34,68
1 2 0,5 2,68 0,2 3,14 42,076
1 2,5 0,5 2,89 0,19 3,14 47,76
1 3 0,5 2,99 0,22 3,14 42,675
1 3,5 0,5 3,26 0,21 3,14 48,745
1 4 0,5 3,47 0,20 3,14 54,48
1 4,5 0,5 3,78 0,23 3,14 51,61
1 5 0,5 3,98 0,21 3,14 59,51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
1 5,5 0,5 4,24 0,20 3,14 66,658
1 6 0,5 4,55 0,25 3,14 57,148
1 6,5 0,5 4,71 0,23 3,14 64,30
1 7 0,5 4,89 0,21 3,14 73,12
1 7,5 0,5 5,15 0,25 3,14 64,68
1 8 0,5 5,32 0,24 3,14 69,60
1 8,5 0,5 5,54 0,22 3,14 79,07
1 9 0,5 5,78 0,25 3,14 72,59
1 9,5 0,5 5,93 0,24 3,14 77,58
1 10 0,5 6,22 0,21 3,14 93,00
1 10,5 0,5 6,47 0,26 3,14 78,14
1 11 0,5 6,66 0,25 3,14 83,65
1 11,5 0,5 6,83 0,23 3,14 93,244
Dari tabel 4.1 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka
semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan
semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :
Gambar 4.1 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
dengan n=1
0
20
40
60
80
100
1.5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5 9,5 10,5 11,5
resi
stiv
itas
(Ω
m
jarak elektroda (m)
jarak elektroda (m) vs resistivitas (Ωm)
n=1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
n = 2
Tabel 4.2 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
n AB MN ΔV(mV) I(mA) k ρ(Ωm)
2 3 0,5 2,67 0,25 9,42 100,605
2 4 0,5 2,93 0,24 9,42 115,002
2 5 0,5 3,28 0,22 9,42 140,443
2 6 0,5 3,57 0,26 9,42 129,35
2 7 0,5 3,95 0,24 9,42 155,04
2 8 0,5 4,22 0,22 9,42 180,69
2 9 0,5 4,68 0,27 9,42 163,28
2 10 0,5 4,92 0,25 9,42 185,36
2 11 0,5 5,29 0,23 9,42 216,66
2 12 0,5 5,76 0,27 9,42 184,56
2 13 0,5 5,95 0,26 9,42 215,57
2 14 0,5 6,39 0,24 9,42 250,81
2 15 0,5 6,61 0,28 9,42 222,38
2 16 0,5 6,96 0,26 9,42 252,166
2 17 0,5 7,25 0,25 9,42 273,18
2 18 0,5 7,44 0,29 9,42 241,67
2 19 0,5 7,83 0,27 9,42 273,18
2 20 0,5 8,11 0,26 9,42 293,83
2 21 0,5 8,48 0,31 9,42 257,68
2 22 0,5 8,72 0,29 9,42 283,25
2 23 0,5 8,98 0,28 9,42 302,11
Dari tabel 4.1.1 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka
semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan
semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Gambar 4.2 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
dengan n=2
n = 3
Tabel 4.3 Data pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
n AB MN ΔV(mV) I(mA) k ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 3,01 0,26 18,84 218,11
3 6 0,5 3,45 0,23 18,84 282,6
3 7,5 0,5 3,88 0,21 18,84 348,09
3 9 0,5 4,23 0,27 18,84 295,16
3 10,5 0,5 4,67 0,26 18,84 338,39
3 12 0,5 4,98 0,24 18,84 390,93
3 13,5 0,5 4,33 0,28 18,84 291,35
3 15 0,5 4,69 0,27 18,84 327,26
3 16,5 0,5 4,97 0,26 18,84 360,13
3 18 0,5 5,35 0,29 18,84 347,57
3 19,5 0,5 5,86 0,27 18,84 408,89
3 21 0,5 6,36 0,25 18,84 479,29
050
100150200250300350
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
resi
stiv
ita
s (Ω
m)
Jarak elektroda
Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)
n=2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
3 22,5 0,5 6,78 0,31 18,84 412,05
3 24 0,5 7,49 0,30 18,84 470,37
3 25,5 0,5 7,77 0,29 18,84 504,78
3 27 0,5 8,58 0,32 18,84 505,15
3 28,5 0,5 8,96 0,31 18,84 544,54
3 30 0,5 9,53 0,29 18,84 619,12
3 31,5 0,5 9,94 0,32 18,84 585,22
3 33 0,5 10,55 0,3 18,84 662,54
3 34,5 0,5 10,86 0,28 18,84 730,72
Dari tabel 4.1.2 dapat di lihat bahwa semakin luas jarak AB dan MN maka
semakin tinggi beda potensial dan resistivitasnya maka kuat arus yang dihasilkan
semakin kecil. Dari tabel diatas didapatlah grafik sebagai berikut :
Gambar 4.3 Grafik pengukuran dengan tanpa menggunakan oli
dengan n = 3
0100200300400500600700800
4.5 6
7,5 9
10,5 12
13,5 15
16,5 18
19,5 21
22,5 24
25,5 27
28,5 30
31,5 33
34,5
resi
stiv
itas
(Ω
m)
Jarak elektroda
Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)
n=3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tabel 4.1.2Datapengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah
ditetapkan dengan (n = 1)
a) Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 2,61 0,38 3,14 21,567
1 2 0,5 2,72 0,38 3,14 22,48
1 2,5 0,5 2,81 0,35 3,14 25,21
1 3 0,5 2,9 0,33 3,14 27,59
1 3,5 0,5 2,93 0,31 3,14 29,68
1 4 0,5 2,97 0,29 3,14 32,16
1 4,5 0,5 3,01 0,37 3,14 25,544
1 5 0,5 3,04 0,34 3,14 28,075
1 5,5 0,5 3,12 0,29 3,14 33,78
1 6 0,5 3,19 0,4 3,14 25,0415
1 6,5 0,5 3,28 0,36 3,14 28,61
1 7 0,5 3,34 0,3 3,14 34,96
1 7,5 0,5 3,47 0,44 3,14 24,76
1 8 0,5 3,62 0,38 3,14 29,913
1 8,5 0,5 3,81 0,35 3,14 34,181
1 9 0,5 3,98 0,45 3,14 27,771
1 9,5 0,5 4,51 0,40 3,14 35,40
1 10 0,5 4,69 0,32 3,14 46,021
1 10,5 0,5 5,22 0,5 3,14 32,782
1 11 0,5 5,48 0,45 3,14 38,238
1 11,5 0,5 5,63 0,30 3,14 58,93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
b) Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 3,63 0,28 3,14 40,71
1 2 0,5 4,2 0,232 3,14 56,85
1 2,5 0,5 6,21 0,21 3,14 92,85
1 3 0,5 7,51 0,3 3,14 78,604
1 3,5 0,5 7,98 0,244 3,14 102,69
1 4 0,5 8,23 0,226 3,14 114,35
1 4,5 0,5 9,34 0,377 3,14 78,21
1 5 0,5 9,88 0,32 3,14 96,94
1 5,5 0,5 11,17 0,31 3,14 113,142
1 6 0,5 12,62 0,39 3,14 101,85
1 6,5 0,5 14,09 0,351 3,14 126,05
1 7 0,5 15,55 0,31 3,14 157,5
1 7,5 0,5 16,67 0,38 3,14 137,75
1 8 0,5 17,99 0,36 3,14 176,91
1 8,5 0,5 19,12 0,32 3,14 188
1 9 0,5 21,51 0,39 3,14 173,18
1 9,5 0,5 22,48 0,36 3,14 196,08
1 10 0,5 23,11 0,32 3,14 226,77
1 10,5 0,5 23,8 0,44 3,14 169,85
1 11 0,5 24,17 0,39 3,14 194,6
1 11,5 0,5 24,83 0,35 3,14 222,76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
c) Data pengukuran setelah 4 jam penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 3,85 0,24 3,14 50,37
1 2 0,5 4,88 0,22 3,14 69,65
1 2,5 0,5 5,76 0,2 3,14 90,43
1 3 0,5 6,6 0,29 3,14 71,46
1 3,5 0,5 7,3 0,23 3,14 99,66
1 4 0,5 8,43 0,2 3,14 132,35
1 4,5 0,5 9,86 0,32 3,14 96,75
1 5 0,5 11,84 0,3 3,14 123,93
1 5,5 0,5 13,57 0,25 3,14 170,439
1 6 0,5 12,11 0,35 3,14 108,644
1 6,5 0,5 14,58 0,32 3,14 143,067
1 7 0,5 15,39 0,3 3,14 161,082
1 7,5 0,5 15,8 0,42 3,14 118,124
1 8 0,5 15,93 0,4 3,14 125,05
1 8,5 0,5 16,26 0,38 3,14 134,36
1 9 0,5 16,49 0,45 3,14 115,06
1 9,5 0,5 17,03 0,42 3,14 127,32
1 10 0,5 17,6 0,39 3,14 141,703
1 10,5 0,5 18,03 0,46 3,14 123,07
1 11 0,5 18,55 0,43 3,14 135,46
1 11,5 0,5 19,07 0,4 3,14 149,7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
d) Data pengukuran setelah 6 jam penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 4,08 0,23 3,14 55,700
1 2 0,5 4,32 0,2 3,14 67,824
1 2,5 0,5 4,88 0,2 3,14 76,616
1 3 0,5 5,15 0,25 3,14 64,684
1 3,5 0,5 5,38 0,2 3,14 84,466
1 4 0,5 5,67 0,19 3,14 93,70
1 4,5 0,5 5,99 0,28 3,14 67,174
1 5 0,5 6,17 0,25 3,14 77,495
1 5,5 0,5 6,41 0,22 3,14 91,488
1 6 0,5 6,80 0,28 3,14 76,257
1 6,5 0,5 7,23 0,26 3,14 87,316
1 7 0,5 7,56 0,23 3,14 103,21
1 7,5 0,5 7,97 0,3 3,14 83,42
1 8 0,5 8,24 0,28 3,14 92,41
1 8,5 0,5 8,55 0,25 3,14 107,388
1 9 0,5 8,67 0,32 3,14 85,074
1 9,5 0,5 9,23 0,3 3,14 96,61
1 10 0,5 9,69 0,29 3,14 104,92
1 10,5 0,5 10,11 0,35 3,14 90,70
1 11 0,5 10,58 0,32 3,14 103,82
1 11,5 0,5 11,123 0,3 3,14 116,42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
e) Data pengukuran setelah 24 jam penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
1 1.5 0,5 3,71 0,26 3,14 44,806
1 2 0,5 3,92 0,26 3,14 47,341
1 2,5 0,5 4,27 0,24 3,14 55,865
1 3 0,5 4,59 0,32 3,14 45,04
1 3,5 0,5 4,98 0,3 3,14 52,124
1 4 0,5 5,14 0,28 3,14 57,64
1 4,5 0,5 5,63 0,35 3,14 50,51
1 5 0,5 5,88 0,32 3,14 57,6975
1 5,5 0,5 6,28 0,28 3,14 70,426
1 6 0,5 6,667 0,4 3,14 52,336
1 6,5 0,5 7,03 0,39 3,14 56,6
1 7 0,5 7,41 0,35 3,14 66,48
1 7,5 0,5 7,62 0,42 3,14 56,97
1 8 0,5 7,94 0,38 3,14 65,61
1 8,5 0,5 8,33 0,38 3,14 68,83
1 9 0,5 8,69 0,45 3,14 60,64
1 9,5 0,5 9,11 0,42 3,14 68,108
1 10 0,5 9,45 0,39 3,14 76,08
1 10,5 0,5 10 0,46 3,14 68,26
1 11 0,5 10,71 0,44 3,14 76,43
1 11,5 0,5 11,82 0,4 3,14 92,787
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Gambar 4.4 Grafik Pengukuran dengan menggunakan oli setelah penuangan
selama 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n=1
Tabel 4.1.3 Datapengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah
ditetapkan dengan (n = 2)
a) Data pengukuran setelah 30 menit penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
2 3 0,5 2,62 0,35 9,42 70,5154
2 4 0,5 2,7 0,32 9,42 79,5
2 5 0,5 3,04 0,32 9,42 89,49
2 6 0,5 2,92 0,32 9,42 85,9575
2 7 0,5 2,9 0,3 9,42 91,06
2 8 0,5 2,94 0,3 9,42 92,32
2 9 0,5 3,03 0,3 9,42 95,142
2 10 0,5 3,08 0,35 9,42 82,896
2 11 0,5 3,13 0,28 9,42 105,302
2 12 0,5 3,2 0,28 9,42 107,657
2 13 0,5 3,28 0,25 9,42 123,6
0
50
100
150
200
250
1.5 2
2,5 3
3,5 4
4,5 5
5,5 6
6,5 7
7,5 8
8,5 9
9,5 10
10,5 11
11,5
resi
stiv
itas
(Ω
m)
Jarak elektroda
Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)
30 menit
2 jam
4 jam
6 jam
24 jam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
2 14 0,5 3,36 0,24 9,42 131,88
2 15 0,5 3,47 0,32 9,42 102,15
2 16 0,5 3,5 0,24 9,42 137,375
2 17 0,5 3,6 0,22 9,42 154,145
2 18 0,5 3,8 0,32 9,42 111,8625
2 19 0,5 4,1 0,28 9,42 137.9357
2 20 0,5 4,27 0,23 9,42 174,88
2 21 0,5 5,2 0,38 9,42 128,90
2 22 0,5 5,53 0,31 9,42 168,04
2 23 0,5 5,65 0,26 9,42 204,70
b) Data pengukuran setelah 2 jam penuangan oli
n AB/2 MN/2 ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
2 3 0,5 2,8 0,3 9,42 87,92
2 4 0,5 3,85 0,26 9,42 139,5
2 5 0,5 3,61 0,24 9,42 141,69
2 6 0,5 3 0,32 9,42 88,31
2 7 0,5 3,22 0,25 9,42 121,32
2 8 0,5 3,87 0,222 9,42 164,21
2 9 0,5 3,05 0,3 9,42 95,77
2 10 0,5 3,11 0,25 9,42 117,18
2 11 0,5 3,72 0,3 9,42 116,808
2 12 0,5 3,81 0,29 9,42 123,76
2 13 0,5 3,83 0,24 9,42 150,32
2 14 0,5 3,9 0,27 9,42 136,1
2 15 0,5 4 0,28 9,42 134,6
2 16 0,5 3,91 0,24 9,42 153,5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
2 17 0,5 3,84 0,25 9,42 144,69
2 18 0,5 4,12 0,24 9,42 161,71
2 19 0,5 4,28 0,26 9,42 155,07
2 20 0,5 4,36 0,24 9,42 171,13
2 21 0,5 4,86 0,24 9,42 190,755
2 22 0,5 5 0,26 9,42 181,15
2 23 0,5 5,17 0,25 9,42 194,8
c) Data pengukuran 4 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
2 3 0,5 2,96 0,3 9,42 92,94
2 4 0,5 3,87 0,2 9,42 182,27
2 5 0,5 4,23 0,3 9,42 135,02
2 6 0,5 4,34 0,37 9,42 110,49
2 7 0,5 3,7 0,25 9,42 139,42
2 8 0,5 3,86 0,23 9,42 158,09
2 9 0,5 5,8 0,33 9,42 165,56
2 10 0,5 5,72 0,3 9,42 179,61
2 11 0,5 6` 0,27 9,42 196,93
2 12 0,5 5,68 0,38 9,42 140,84
2 13 0,5 5,86 0,32 9,42 172,50
2 14 0,5 7,3 0,24 9,42 286,53
2 15 0,5 7,21 0,28 9,42 242,57
2 16 0,5 6,72 0,25 9,42 253,21
2 17 0,5 7,1 0,32 9,42 209,01
2 18 0,5 7,14 0,32 9,42 210,2
2 19 0,5 7,3 0,27 9,42 254,69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
2 20 0,5 8 0,28 9,42 269,14
2 21 0,5 6,62 0,41 9,42 152,09
2 22 0,5 7,23 0,33 9,42 207,24
2 23 0,5 7,31 0,29 9,42 237,45
d) Data pengukuran 6 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
2 3 0,5 3,11 0,36 9,42 81,38
2 4 0,5 3,2 0,3 9,42 100,48
2 5 0,5 4,4 0,25 9,42 165,79
2 6 0,5 3,2 0,34 9,42 88,66
2 7 0,5 3,4 0,28 9,42 114,36
2 8 0,5 3,9 0,2 9,42 183,69
2 9 0,5 6 0,32 9,42 176,63
2 10 0,5 6,78 0,28 9,42 228,09
2 11 0,5 7,11 0,22 9,42 304,44
2 12 0,5 6,2 0,32 9,42 182,51
2 13 0,5 6 0,36 9,42 157
2 14 0,5 7,32 0,27 9,42 255,37
2 15 0,5 7,28 0,3 9,42 228,59
2 16 0,5 7 0,36 9,42 193,94
2 17 0,5 7,34 0,3 9,42 230,48
2 18 0,5 7,58 0,3 9,42 238
2 19 0,5 7,27 0,27 9,42 253,64
2 20 0,5 6,86 0,35 9,42 185
2 21 0,5 7,93 0,48 9,42 156
2 22 0,5 7,41 0,3 9,42 232,674
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
2 23 0,5 8,3 0,27 9,42 289,58
e) Data pengukuran 24 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
2 3 0,5 6 0,3 9,42 188,4
2 4 0,5 6,16 0,28 9,42 207,24
2 5 0,5 7,04 0,22 9,42 301,44
2 6 0,5 7,3 0,28 9,42 275,064
2 7 0,5 7,82 0,26 9,42 294,66
2 8 0,5 8,15 0,27 9,42 284,344
2 9 0,5 8,47 0,29 9,42 275,13
2 10 0,5 8,83 0,3 9,42 277,262
2 11 0,5 9,03 0,28 9,42 303,8
2 12 0,5 9,57 0,33 9,42 273,18
2 13 0,5 10,18 0,37 9,42 259,18
2 14 0,5 10,72 0,31 9,42 325,75
2 15 0,5 11,25 0,31 9,42 341,85
2 16 0,5 12 0,3 9,42 376,8
2 17 0,5 12,56 0,33 9,42 358,53
2 18 0,5 13,36 0,39 9,42 322,7
2 19 0,5 13,72 0,36 9,42 359,01
2 20 0,5 14,69 0,35 9,42 395,37
2 21 0,5 15,33 0,42 9,42 343,83
2 22 0,5 15,8 0,41 9,42 363,01
2 23 0,5 16,22 0,35 9,42 436,55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Gambar 4.5 GrafikPengukuran dengan menggunakan oli setelah penuangan
selama 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n = 2
Tabel 4.1.4 Datapengukuran menggunakan oli dengan waktu yang telah
ditetapkan (n = 3)
a) Data pengukuran 30 menit setelah penuangan oli.
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 4,33 0,24 18,84 339,91
3 6 0,5 4,83 0,22 18,84 413,63
3 7,5 0,5 5,54 0,20 18,84 521,87
3 9 0,5 5,87 0,26 18,84 425,35
3 10,5 0,5 6,31 0,24 18,84 495,34
3 12 0,5 6,69 0,22 18,84 572,91
3 13,5 0,5 6,94 0,28 18,84 466,96
3 15 0,5 7,41 0,26 18,84 536,94
3 16,5 0,5 7,86 0,25 18,84 592,33
3 18 0,5 8,32 0,31 18,84 505,64
3 19,5 0,5 8,84 0,29 18,84 574,29
0
100
200
300
400
500
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
resi
stiv
itas
(Ω
m)
Jarak elektroda
Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)
30 menit
2 jam
4 jam
6 jam
24 jam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
3 21 0,5 9,31 0,26 18,84 674,62
3 22,5 0,5 9,52 0,33 18,84 543,51
3 24 0,5 9,96 0,3 18,84 625,41
3 25,5 0,5 10,52 0,27 18,84 734,06
3 27 0,5 11,03 0,35 18,84 593,73
3 28,5 0,5 11,65 0,33 18,84 665,11
3 30 0,5 12,31 0,31 18,84 748,13
3 31,5 0,5 12,82 0,36 18,84 670,91
3 33 0,5 13,31 0,32 18,84 783,63
3 34,5 0,5 14,03 0,3 18,84 882,02
b) Data pengukuran 2 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 4,28 0,23 18,84 350,59
3 6 0,5 4,67 0,2 18,84 439,91
3 7,5 0,5 5,38 0,19 18,84 533,47
3 9 0,5 5,81 0,25 18,84 437,84
3 10,5 0,5 6,47 0,24 18,84 499,81
3 12 0,5 6,88 0,23 18,84 563,56
3 13,5 0,5 7,44 0,26 18,84 539,11
3 15 0,5 7,82 0,24 18,84 613,87
3 16,5 0,5 8,44 0,22 18,84 722,77
3 18 0,5 8,82 0,29 18,84 572,99
3 19,5 0,5 9,53 0,27 18,84 664,98
3 21 0,5 10,21 0,25 18,84 769,43
3 22,5 0,5 10,77 0,31 18,84 654,54
3 24 0,5 11,43 0,3 18,84 717,8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
3 25,5 0,5 12,55 0,28 18,84 844,44
3 27 0,5 13,11 0,35 18,84 705,69
3 28,5 0,5 14,03 0,33 18,84 800,96
3 30 0,5 14,97 0,3 18,84 940,12
3 31,5 0,5 15,55 0,39 18,84 751,19
3 33 0,5 16,23 0,38 18,84 804,67
3 34,5 0,5 16,93 0,35 18,84 911,32
c) Data pengukuran 4 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 5,11 0,21 18,84 495,22
3 6 0,5 5,52 0,19 18,84 547,35
3 7,5 0,5 6,03 0,18 18,84 631,14
3 9 0,5 6,53 0,23 18,84 534,89
3 10,5 0,5 7,12 0,2 18,84 670,70
3 12 0,5 7,68 0,19 18,84 761,53
3 13,5 0,5 8,22 0,24 18,84 645,27
3 15 0,5 8,53 0,23 18,84 698,72
3 16,5 0,5 8,98 0,2 18,84 845,92
3 18 0,5 9,38 0,26 18,84 679,69
3 19,5 0,5 9,67 0,24 18,84 759,09
3 21 0,5 10,02 0,22 18,84 858,08
3 22,5 0,5 10,51 0,29 18,84 682,79
3 24 0,5 11,12 0,26 18,84 805,77
3 25,5 0,5 11,67 0,24 18,84 916,095
3 27 0,5 11,99 0,34 18,84 659,4
3 28,5 0,5 12,36 0,33 18,84 705,64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
3 30 0,5 12,72 0,3 18,84 798,82
3 31,5 0,5 13,21 0,38 18,84 654,94
3 33 0,5 13,68 0,36 18,84 715,92
3 34,5 0,5 14,22 0,33 18,84 811,83
d) Data pengukuran 6 jam setelah penuangan oli
n AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 5,34 0,22 18,84 457,3
3 6 0,5 5,65 0,2 18,84 532,23
3 7,5 0,5 6,43 0,18 18,84 673,01
3 9 0,5 6,88 0,24 18,84 540,08
3 10,5 0,5 7,41 0,23 18,84 606,98
3 12 0,5 7,89 0,2 18,84 743,24
3 13,5 0,5 8,18 0,27 18,84 570,78
3 15 0,5 8,82 0,25 18,84 664,67
3 16,5 0,5 9,26 0,26 18,84 670,99
3 18 0,5 9,75 0,28 18,84 656,04
3 19,5 0,5 10,28 0,25 18,84 774,7
3 21 0,5 11,09 0,26 18,84 803,59
3 22,5 0,5 11,92 0,31 18,84 724,43
3 24 0,5 12,78 0,29 18,84 830,26
3 25,5 0,5 13,45 0,26 18,84 974,61
3 27 0,5 14,22 0,33 18,84 811,83
3 28,5 0,5 15,05 0,32 18,84 886,07
3 30 0,5 15,93 0,3 18,84 1000,4
3 31,5 0,5 16,39 0,37 18,84 834,56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
3 33 0,5 16,85 0,36 18,84 881,82
3 34,5 0,5 17,76 0,31 18,84 1079,35
e) Data pengukuran 24 jam setelah penuangan oli
N AB/2 MN ΔV(mV) I(mA) K ρ(Ωm)
3 4.5 0,5 6,21 0,26 18,84 449,97
3 6 0,5 6,63 0,24 18,84 520,46
3 7,5 0,5 7,37 0,21 18,84 661,194
3 9 0,5 7,89 0,27 18,84 550,55
3 10,5 0,5 8,51 0,25 18,84 641,313
3 12 0,5 9,11 0,24 18,84 715,135
3 13,5 0,5 9,37 0,29 18,84 602,5
3 15 0,5 9,99 0,3 18,84 627,37
3 16,5 0,5 10,52 0,26 18,84 762,3
3 18 0,5 10,92 0,32 18,84 642,92
3 19,5 0,5 11,63 0,3 18,84 730,36
3 21 0,5 12,21 0,29 18,84 793,23
3 22,5 0,5 12,86 0,36 18,84 673,01
3 24 0,5 13,56 0,32 18,84 798,345
3 25,5 0,5 13,98 0,29 18,84 908,22
3 27 0,5 14,76 0,39 18,84 713,021
3 28,5 0,5 15,56 0,36 18,84 814,31
3 30 0,5 16,27 0,34 18,84 901,549
3 31,5 0,5 17,58 0,42 18,84 788,59
3 33 0,5 18,21 0,39 18,84 879,68
3 34,5 0,5 18,74 0,32 18,84 1103,32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Gambar 4.6Grafik Pengukuran dengan menggunakan oli setelah penuangan
selama 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 1 hari dengan n = 3
Dari tabel 4.1.2 , 4.1.3, 4.1.4 , 4.1.5 dapat di lihat bahwa semakin luas
jarak maka beda potensial dan resistansinya menjadi tinggi namun kuat arusnya
berbanding terbalik. Setelah oli dituangkan lalu dilakukan pengukuran setelah 30
menit penuangan oli dapat kita lihat bahwa terjadi kenaikan hasil dari beda
potensial dan resistivitasnya. Setelah itu dilakukan lagi pengulangan pengukuran
setelah 2, 4, 6 jam setelah penuangan oli maka pada hasil pengukurannya
diperoleh terjadi kenaikan nilai dari beda potensial dan resistivitasnya namun
terjadi penurunan nilai pada kuat arus.
Resistivitas semu pada setiap lapisannya memiliki nilai yang berbeda ini
dipengaruhi oleh kuat arus, beda potensial, dan faktor geometri yang dilakukan
pada saat pengukuran itu dilakukan.
. Nilai beda potensial semakin besar bila yang ditunjukkan adalah sebagai
berikut :
𝜌1 <𝜌2<𝜌3. dst.
𝑉1 <𝑉2<𝑉3. dst.
𝐼1 <𝐼2<𝐼3. dst.
Ini disebabkan oleh resistivitas semu (ρ) pada lapisan tanah berbeda,
semakin dalam lapisan tanah maka semakin besar resistivitas semu (ρ) tanah
0200400600800
10001200
4.5 7,5 10,5 13,5 16,5 19,5 22,5 25,5 28,5 31,5 34,5
resi
stiv
itas
(Ω
m)
Jarak elektroda
Jarak elektroda vs resistivitas (Ωm)
30 menit
2 jam
4 jam
6 jam
24 jam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
tersebut sehingga kuat arus yang diberikan semakin rendah. Ini bisa dilihat pada
rumus yang ada bahwa :
ρ = K.∆𝑉
𝐼
Resistivitas semu (ρ) berbanding lurus dengan beda potensial (ΔV), yang
berarti hambatan jenis semakin besar nilainya maka tegangan yang diberikan juga
semakin besar dan sebaliknya .
Resistivitas semu (ρ) berbanding terbalik dengan nilai kuat arus yang
artinya hambatan jenis semakin besar, maka nilai kuat arus yang diberikan
semakin rendah/kecil.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
4.2 Hasil dan Pembahasan
4.2.1 Pembahasan
Untuk menghitung faktor geometri Konfigurasi Wenner – Schlumberger
digunakan perhitungan dengan rumus :
K = πn(n+1)a
Sedangkan untuk mendapatkan hasil perhitungan terhadap resistivitas semu (ρa)
maka digunakan rumus :
ρa = k ΔV
𝐼
Sehingga hasil perhitungan dari percobaan pengukuran resistivitas tanah
dengan menggunakan konfigurasi wenner – schlumberger dapat dilihat pada tabel
diatas.
Terdapat 2 macam pengukuran yang berhasil dilakukan. Data percobaan
lintasan yang telah ditentukan dapat dilihat pada tabel 4.1 hingga tabel 4.1.5
Pada penelitian metode yang digunakan adalah resistivitas konfigurasi Wenner –
Schlumberger dengan spasi elektroda 0,5 meter.
Elektroda yang dipakai sebanyak 6 buah sehingga panjang spasi divariasikan
sesuai kebutuhan pengujian. Pada pengukuran ini juga menggunakan 4 Liter Oli
sebagai variasi pengukuran.
Berdasarkan hasil resistivitas diatas kita dapat memperkirakan jenis – jenis
material yang berada didalam tanah berdasarkan tabel dibawah ini.
Material Resistivity (Ohm-Meter)
Air (Udara)
Pyrite (Pirit) 0.01-100
Quartz (Kwarsa) 500-800000
Calcite (Kalsit) 1×1012-1×1013
Rock Salt (Garam Batu) 30-1×1013
Granite (Granit) 200-10000
Andesite (Andesit) 1.7×102-45×104
Basalt (Basal) 200-100000
Limestoes (Gamping) 500-10000
Sandstone (Batu Pasir) 200-8000
Shales (Batu Tulis) 20-2000
Sand (Pasir) 1-1000
Clay (Lempung) 1-100
Ground Water (Air Tanah) 0.5-300
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
a) Pengukuran menggunakan oli 30 menit setelah penuangan oli
n = 1
Pada pengukuran n = 1 diperkirakan berada di lapisan batu pasir, lempung,
siltstone, dan alluvium.
n = 2
Pada pengukuran n = 2 diperkirakan berada di lapisan batu siltstone dan
alluvium yang bercampur dengan air tanah
n = 3
Pada pengukuran n = 3 diperkirakan berada di lapisan batu pasir dan kerikil
yang bercampur dengan air tawar dan alluvium.
b) Pengukuran menggunakan oli 2 jam setelah penuangan oli
n = 1
Pada pengukuran n = 1 diperkirakan berada di lapisan lempung, siltstone, dan
alluvium yang bercampur dengan air tawar.
n = 2
Pada pengukuran n = 2 diperkirakan berada dilapisan lempung, siltstone, dan
alluvium yang bercampur dengan air tawar.
n = 3
Pada pengukuran n = 3 diperkirakan berada dilapisan batu dan kerikil.
c) Pengukuran menggunakan oli 4 jam setelah penuangan oli
n = 1
Pada pengukuran n = 1 diperkirakan berada di lapisan yang bercampur dengan
beberapa material berupa batu pasir dan kerikil yang bercampuran dengan air
tawar dan alluvium.
n = 2
Sea Water (Air Asin) 0.2
Magnetite (Magnetit) 0.01-1000
Dry Gravel (kerikil kering) 600-10000
Alluvium (Aluvium) 10-800
Gravel (Kerikil) 100-60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Pada pengukuran n = 2 diperkirakan berada di lapisan air tawar dan alluvium
yang bercampur dengan lapisan siltstone, granit, dan basal.
n = 3
Pada pengukuran n = 3 diperkirakan berada di lapisan batu pasir dan batu
gamping yang bercampur dengan air tanah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Suatu benda yang berada dalam tanah dengan nilai tahanan jenis
tertentu, bisa dicari dengan menggunakan metode geolistrik dan
prinsip konfigurasi Wenner – Schlumberger.Nilai resistivitas yang
kecil menunjukkan struktur tanah semakin padat dan dapat
mengalirkan arus listrik dengan lebih baik. Resisistivitas bergantung
terhadap jenis batuan atau material yang berada di bawah permukaan.
Semakin dalam permukaan berarti nilai resisitivitasnya semakin kecil.
2. Semakin besar volume oli yang dituangkan ke dalam lapisan tanah
maka semakin besar pula tegangan output yang dihasilkan. Hasil
tegangan output dari sensor tersebut kemudian digunakan untuk
mengetahui nilai resistivitas semu pada permukaan tanah yang diteliti
dan memiliki hubungan erat, sehingga tegangan output dari sensor
dapat digunakan sebagai detector resistivitas tanah.
3. Dari tabel 4.1.2 , tabel 4.1.3, tabel 4.1.4 , tabel 4.1.5 dapat di lihat
bahwa semakin luas jarak elektroda maka beda potensial dan
resistansinya menjadi tinggi namun kuat arusnya berbanding terbalik.
Setelah oli dituangkan lalu dilakukan pengukuran setelah 30 menit
penuangan oli bahwa terjadi kenaikan hasil dari beda potensial dan
resistivitasnya.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dicari dan digunakan logam jenis lain yang tidak mudah
korosif. Dalam penelitian ini, sebaiknya pengukuran pada resistivitas
tanah dilakukan pada tanah yang tidak berair sebab akan
mengakibatkan terjadinya nilai resistivitas yang tidak stabil.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
2. Sebaiknya penelitian dilakukan pada hari yang sama untuk lintasan
pengukuran yang sama, untuk menghindari terjadi perubahan suhu
akibat cuaca yang tidak menentu.
3. Sebaiknya penelitian berikutnya menggunakan metode konfigurasi
selain Wenner – Schlumberger.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
DAFTAR PUSTAKA
Broto, Sudarmo, 2008. Pengolahan Data Geolistrik dengan Metode Schlumberger
Daryanto, 2010,“Teknik Mekatronika”,Penerbit Satu Nusa,Bandung.
Herman,R., 2001,”An Introduction to Electrical Resistivity in Geophysics”,
John Willey and Sons Ltd,New York.
Rangkuti,Syahban, 2011,”Mikrokontroller Atmel AVR”, Edisi Pertama
Penerbit Informatika,Jakarta.
Robinson, Coruh. 1988. Basics Exploration Geophysics. Canada : John Willey
And Son Inc.
Sakka, 2002,”Metoda Geolistrik Tahanan Jenis”,UNHAS,Makassar.
Santoso, Joko, 2002,”Pengantar Teknik Geofisika”,ITB,Bandung.
Telford,W.M,1982,”AppliedGeophysics”,CambridgeUniversity Press,Cambridge.
Telford, Geldart and Sheriff. 1976. Applied Geophysics, 2nd
edition, Cambridge
University Press, New York.
Vingoe, P. 1972. Electrical Resistivity Surveying. Geophysical Memorandum
Wardhana,Lingga, 2006, “Belajar Sendiri Mikrokontroller AVR seri ATMEGA
8535”, Edisi Petama,Penerbit Andi,Yogyakarta.
Waluyo.2001. Panduan Workshop Eksplorasi Geofisika : Metode Resistivitas.
Yogyakarta : Laboratorium Geofisika UGM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Lampiran A
Kode Bahasa Program
#include <mega8535.h>
#include <lcd.h>
#include <delay.h>
#include <stdio.h>
#asm
.equ __lcd_port=0x15 ;PORTC
#endasm
#define ADC_VREF_TYPE 0x00
unsigned int read_adc(unsigned char adc_input)
ADMUX=adc_input|ADC_VREF_TYPE;
ADCSRA|=0x40;
while ((ADCSRA & 0x10)==0);
ADCSRA|=0x10;
return ADCW;
unsigned int A,vA,vM,vN,REF,R,vB;
unsigned long I,B,s,L;
char buf[16];
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
void main(void)
PORTA=0x00;
DDRA=0x00;
PORTB=0x00;
DDRB=0xFF;
PORTC=0x00;
DDRC=0x00;
PORTD=0xFF;
DDRD=0x00;
ADMUX=ADC_VREF_TYPE;
ADCSRA=0x85;
SFIOR&=0xEF;
lcd_init(16);
lcd_gotoxy(0,0);
lcd_putsf(" RANC ALAT UKUR");
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_putsf("RESISTANSI TANAH");
delay_ms(1000);
lcd_clear();
A = 1023;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
vA = 49;
while (1)
REF = read_adc(0);
vB = read_adc(1)*49/1023;
vM = read_adc(2)*49/1023;
vN = read_adc(3)*49/1023;
I = (vA - vB); //mikro ampere
s = (((vM*vN)/2))/100; //mV
L = ((vA * vB)/2)/100;
R = (((314*vM)/10)*((L*L)-(s*s)))/(2*s*I);
lcd_clear();
sprintf(buf,"Ref: %i",REF);
lcd_gotoxy(0,0);
lcd_puts(buf);
sprintf(buf,"vB : %i",vB);
lcd_gotoxy(8,0);
lcd_puts(buf);
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
sprintf(buf,"vM : %i",vM);
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_puts(buf);
sprintf(buf,"vN : %i",vN);
lcd_gotoxy(8,1);
lcd_puts(buf);
delay_ms(2000);
lcd_clear();
sprintf(buf," R : %i",R);
lcd_gotoxy(0,0);
lcd_puts(buf);
delay_ms(2000);
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Vcc
PC4
PC5
PA0 PC6
PC7
PC0
PC1
PC2
PA2
ATMEGA
8535
PA3
Grd
Reset
LCD DISPLAYM 1632
AN
780
5
A
+12V
Batere
+5V
Vref
10K
7
+5V
11
12
13
14
1/3/16
40
38
37
Rs
MSensor Konduktivitas
NSensor Konduktifitas
Rs
+5V
+5V
Xtal 4 MHZ
11
B
+5V
1
1819
2021
14
15
16
4 5 6
Reset
12
13
2/15
100µF/25V
LAMPIRAN B
GAMBAR RANGKAIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA