RAHMAWATI_D021209… · Web viewmerupakan turunan dari misi perusahaan yang menjadi dasar dalam...
Transcript of RAHMAWATI_D021209… · Web viewmerupakan turunan dari misi perusahaan yang menjadi dasar dalam...
JURNAL
PROSES HUMAS DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY
(Studi Kasus Proses Humas oleh Public Affairs Department PT Djarum
dalam Corporate Social Responsibility Djarum Trees For Life
Program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah)
Oleh:
SUFI RAHMAWATI
D0212096
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
PROSES HUMAS DALAM PELAKSANAAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(Studi Kasus Proses Humas oleh Public Affairs Department PT Djarum dalam Corporate Social Responsibility Djarum Trees For Life
Program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah)
Sufi Rahmawati Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta
AbstractCommunication by corporate today has grown and grown, for example is
communication as the corporate's efforts to cover the audience needs for the image and positive behavior of corporate. Studies about customers showed the customer interests expansion from products to corporate. Corporate credibility is required for sustain. This situation requires the corporate to recognize and fulfill the customer needs beside demand of product. One of the way is doing communication with the audience by Corporate Social Responsibility. Therefore rules about the implementation of CSR was appear last decade.
Corporate in Indonesia who communicate with their audience for the sake of corporate sustainability was PT Djarum. For sample case, Djarum Trees For Life North Coast of Central Java Conservation Program which implemented through public relations process. Public relations process is one of PT Djarum’s management. Aim of this study is investigate the public relations process of Trees For Life North Coast of Central Java Conservation Program has been running from 2007 to 2013 in Mangunharjo, Semarang.
This research is a qualitative descriptive study with case study methods. The informants were selected based on purposive sampling technique. While data was collected using deep interview techniques and literature review. Then, data were analyzed using the validity and triangulation.
The study found that PT Djarum attempts to deliver the message about go green through their CSR program, Trees For Life North Coast of Central Java Conservation Program. To reach the audience and create mutual understanding on this program is done through public relations process that consists of fact finding, planning, action and communication, and evaluation. The level communication of the program is interpersonal communication, public communication, and mass communication. While the PR communication model which uses a combination of public information model and two-way symetris model.
Keywords: Public Relations Process, Communication Strategy, Corporate Social Responsibility
Pendahuluan
Corporate Social Responsibility atau CSR merupakan kegiatan yang wajib
dilaksanakan oleh perseroan sebagai tanggungjawab atas dampak usahanya
dengan tujuan untuk keberlangsungan perusahaan dan lingkungan. Akan tetapi
pelaksanaannya oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia masih belum maksimal.
PT BKP (Produsen Minyak Goreng), PT IDM (Pengolahan Ikan), dan PT
HNF (Industri Alat Berat) merupakan contoh perusahaan yang melanggar etika
pelaksanaan CSR, dimana perusahaan beroperasi tanpa memperoleh izin analisis
mengenai dampak lingkungan (amdal) dan hanya mendompleng Kawasan Industri
Gresik (Jawa Pos dalam www.academia.edu/8740277/CONTO_KASUS_
PELANGGARAN_ETIKA_BISNIS.com, diakses pada 18 Mei 2016 pukul 14.48
WIB).
Terra Choice pada November 2007 merilis studi mengenai greenwashing
atau klaim peduli lingkungan oleh perusahaan yang tidak diikuti aksi nyata.
Hasilnya menunjukkan bahwa 99% dari seratus delapan belas produk konsumen
umum di Amerika Utara masih melakukan greenwashing (Argenti, 2010: 148).
Pelanggaran dalam pelaksanaan CSR disebabkan oleh berkembangnya
paradigma bahwa CSR tidak wajib atau bersifat sukarela. Hal ini dikarenakan
konsep awal CSR yang sukarela dan hanya merupakan kewajiban moral dalam
etika bisnis, perundang-undangan yang mengatur mengenai CSR
membingungkan. Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dengan Undang-
Undang No. 25 tahun 2007 yang tidak tegas dalam menyatakan CSR sebagai
kewajiban perusahaan atau sekedar sukarela dan tidak disertai dengan peraturan
pelaksanaan (Fajar, 2010: 3).
Selain itu prinsip CSR dianggap bertentangan dengan prinsip ekonomi
bisnis dan efisiensi. Dimana tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan
sebesar-besarnya dan meminimalisasi pengeluaran. Padahal CSR akan
memperluas tanggung jawab perusahaan yang secara otomatis memperbesar
pengeluaran.
Pada dasarnya pelaksanaan CSR oleh perusahaan harus berlandaskan pada
Standard ISO 26000: 2010 Guidance on Social Responsibility dengan tujuh
komponen utama CSR, yaitu: lingkungan, pelibatan dan pengembangan
masyarakat, Hak Asasi Manusia, Praktik ketenagakerjaan, Praktik Operasi yang
Adil, Konsumen dan Tata Kelola Organisasi (Rusdianto, 2013:11). Inti
pengaturan tersebut adalah pemahaman umum bahwa CSR penting untuk
kelanjutan suatu organisasi. CSR dapat menjadi upaya meningkatkan kredibilitas
atau kepercayaan publik kepada perusahaan.
Dalam riset yang dilakukan Mc Kinsey and Co. pada 2007, menunjukkan
bahwa 95% CEO di Amerika setuju bahwa masyarakat memiliki harapan lebih
tinggi terhadap bisnis yang melakukan tanggung jawab kepada publik (Argenti,
2010: 125). Sementara dalam riset yang dilakukan oleh Cone/Duke University
terhadap masyarakat dewasa di Amerika Serikat berjudul Customer Behavior
Study Confirms Cause-Related Marketing Can Exponentially Increase Sales,
menunjukkan bahwa 85% responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa
yang dipasarkan oleh perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada
lingkungan. Dan sekitar 79% responden menyatakan sikap siap berganti merek
kepada merek perusahaan yang memiliki citra sosial yang positif
(www.conecomm.com/news-blog/cone-releases-first-cause-consumer-behavior-
study, diunduh pada 15 Juni 2016 pukul 23.33 WIB).
Hal tersebut menunjukkan adanya perluasan minat konsumen dari produk
menuju korporat. Semakin besar proporsi pihak yang merasa bahwa
kepentingannya benar-benar dipuaskan oleh perusahaan, semakin besar pula
kemungkinan perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan ekonomi dalam
jangka panjang. Sebaliknya, upaya pendongkrakan citra melalui pernyataan
kepedulian perusahaan namun tidak didukung oleh peningkatan kinerja, akan
membuat perusahaan tersebut dijauhi oleh pemangku kepentingannya, dan
mengalami kerugian. Oleh karena itu penting bagi sebuah perusahaan untuk
menjalankan program CSR demi menjaga kepercayaan publik dan keberlangsungan
perusahaan.
Mengingat urgensi pelaksanaan CSR, menuntut perusahaan untuk
memperhatikan dan mengupayakan pemenuhan kepentingan umum di atas
pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap produk semata. Salah satu caranya
adalah melakukan komunikasi dengan kyalayak melalui CSR.
CSR merupakan upaya efektif untuk menyampaikan pesan perusahaan
kepada khalayaknya. PT Djarum sebagai salah satu perusahaan yang rawan
dikaitkan dengan isu pelaksanaan CSR, menyadari pentingnya pelaksanaan CSR
bagi keberlangsungan perusahaan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh A+ CSR
kinerja CSR industri rokok pada tahun 2007 dianggap paling rendah oleh
masyarakat (www.csrindonesia.com). Dalam riset oleh Yhomas Kilian dan
Nadine Hennings (2014) yang berjudul Corporate Social Responsibility and
Environmental Reporting in Controversial Industries, menunjukkan bahwa
perusahaan di industri kotroversial lebih gencar dalam mengkomunikasikan isu
lingkungan melalui CSR sebagai bentuk tanggungjawab atas dampak
produksinya. Oleh karena itu PT Djarum melakukan komunikasi dengan khalayak
malalui CSR untuk memenuhi kebutuhan khalayak.
Dilatarbelakangi hal tersebut penulis tertarik melakukan studi kualitatif
mengenai bagaimana suatu perusahaan merencanakan dan menjalankan program
CSR melalui pendekatan komunikasi. Penulis memilih studi kasus proses
komunikasi humas yang dilaksanakan oleh Public Affairs Department PT Djarum
dalam CSR Trees For Life program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses komunikasi
humas oleh Public Affairs Department PT Djarum dalam Trees For Life Program
Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah yang dilaksanakan dari tahun 2007 hingga
2013 di Kelurahan Mangunharjo, Semarang.
Landasan Teori
Komunikasi
Komunikasi sebagai salah satu disiplin ilmu sosial selalu hadir dalam setiap
aspek kehidupan. Dalam perkembangannya komunikasi dipelajari dan
didefinisikan secara empiris oleh para filsuf sebagai suatu disiplin ilmu. Salah
satunya definisi komunikasi yang dikemukakan oleh Tommy Suprapto dalam
bukunya Pengantar Teori Komunikasi berikut:
“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu.” (Suprapto, 2006: 78)
Harold D. Lasswell merumuskan kegiatan komunikasi dengan menjawab
beberapa pertanyaan berikut: Who says? Says what? In which channel? To
whom? With what effect? (Ruslan, 2003: 99). Rumusan tersebut kemudian dikenal
dengan Formulasi Lasswell dan diturunkan dalam unsur-unsur komunikasi yang
terdiri dari komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek (McQuail &
Windahl, 1993:13). Formulasi tersebut sama dengan model komunikasi Wilbur
Schramm yang dikenal dengan S-M-C-R-E atau Source, Message, Channel,
Receiver, Effects (Ruslan, 2003: 102). Onong Uchjana Effendy (1990: 8)
mengemukakan komunikasi berfungsi untuk menyampaikan informasi (to
inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint), dan mempengaruhi (to
influence).
Untuk memudahkan mempelajari, komunikasi dibedakan berdasarkan
konteksnya dalam tingkatan komunikasi. Salah satu pendekatan konteks-konteks
komunikasi dikemukakan oleh G.R. Miller (dalam Deddy Mulyana, 2005: 78)
sebagai komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok,
komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa.
Dalam berkomunikasi ada beberapa metode yang dapat kita gunakan, yaitu
melalui jurnalistik (journalism), hubungan masyarakat (Public Relations),
periklanan (advertising), pameran (exhabition/ exposition), publisitas (publicity),
propaganda, perang urat saraf (psychological warfare), dan penerangan (Mulyana,
2005: 7-8). Penelitian ini meneliti unsur komunikasi komunikator. Secara lebih
mendetail, komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menggunakan metode
hubungan masyarakat (Public Relations).
Humas
Pada dasarnya konsepsi kehumasan telah muncul jauh sebelum periklanan
dan pemasaran berkembang. Lahirnya humas sebagai salah satu metode
komunikasi dipelopori oleh Ivy Lee, seorang jurnalis yang mendirikan sebuah
kantor publisitas pada tahun 1903 (Morrisan, 2008: 3-4). Di Indonesia profesi
humas diakui secara kelembagaan atau institusional sejak 13 Maret 1971 dengan
didirikannya Badan koordinasi Hubungan Masyarakat atau disingkat dengan
Bakohumas (Anggoro, 2000: 57). Menurut kamus yang diterbitkan oleh Institute
of Public Relations (IPR) pada November 1987 dalam Jefkins (1992: 9), humas
adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan
berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara niat baik dan saling
pengertian antara organisasi dengan khalayaknya.
Sebagai salah satu metode komunikasi, humas pun memiliki khalayak
yang umumnya disebut dengan stakeholders, terdiri atas: masyarakat umum,
calon pegawai/anggota, pegawai/anggota, mitra usaha, investor, distributor,
konsumen, pemimpin pendapat umum (opinion leader, media, dll), dan
pemerintah. (Anggoro, 200: 19)
Fungsi kehumasan terbagi menjadi dua, yaitu fungsi kehumasan internal
dan eksternal. Keberadaan humas internal disebut sebagai komunikasi pegawai,
yang terdiri dari komunikasi pegawai kepada pihak manajemen (upward
communications), komunikasi yang berlangsung antar sesama pegawai (sidewayss
communications), dan komunikasi dari pihak manajeman perusahaan kepada
pegawai (downward communications) (Abdurrachman, 2001: 211). Sementara
humas eksternal perannya membentuk pemahaman khalayak di luar lingkungan
perusahaan atau selain pegawai, diantaranya menjalin hubungan baik dengan
media (media relations), membangun hubungan untuk menyelesaikan
permasalahan masyarakat sebagai bentuk tanggungjawab sosial (community
relations), publisitas (pembuatan jurnal eksternal, literature edukatif, dll), seminar
dan konferensi, serta sponsorship (Abdurrachman, 2001: 174-197).
James E. Gruning (dalam Ruslan, 2003: 103-105) menjelaskan beberapa
model komunikasi humas dalam perkembangan konsep dan praktiknya sebagai
berikut:
a. Model Publicity or Press Agentry. Tujuannya untuk propaganda melalui
proses komunikasi satu arah (one way process), unsur kebenaran informasi
dianggap tidak penting selama menguntungkan pihak organisasi atau
perusahaan. Model ini dimanfaatkan untuk periklanan atau promosi produk.
b. Model Public Information. Untuk membangun kepercayaan publik dengan
cara menyebarkan informasi melalui komunikasi satu arah, sehingga
kebenaran informasi dan objektivitas pesan sangat diperhatikan. Umumnya
digunakan dalam organisasi nonprofit seperti pemerintahan, LSM dan lain
sebainya.
c. Model Two Way Asymmetrical. Komunikasi dua arah (two ways process)
untuk mempersuasi khalayak agar mau bekerjasama dan bertindak sesuai
harapan organisasi. Komunikator mendominasi dalam hal membangun
hubungan dan mengambil inisiatif. Model komunikasi humas ini banyak
digunakan dalam perusahaan bisnis yang kompetitif.
d. Model Two Way Symmetrical. Komunikasi dua arah yang dilakukan oleh
perusahaan bisnis dengan struktur perusahaan modern sebagai upaya
preventif maupun untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara
memperbaiki dan menyamakan pemahaman publik.
Sementara itu, Iriantara menambahkan proses komunikasi dalam humas
melalui dua tahap atau two step flow communication. Pesan yang bersumber dari
organisasi disampaikan kepada pemuka pendapat atau opinion leader. Lalu
melalui opinion leader, pesan akan menyebar kapada publik (Iriantara, 2004: 62).
Dalam menjalankan fungsinya, humas melalui tahapan yang disebut dengan
proses humas. Rhenald Khasali dalam bukunya Manajemen Public Relations
menjelaskan bahwa pelaksanaan proses humas sepenuhnya mengacu pada
pendekatan manajerial (Khasali, 1994: 32). Dengan kata lain, seorang praktisi
humas akan menggunakan konsep-konsep manajemen untuk memudahkan
pelaksanaan tugasnya. Yosal Iriantara (2004: 53) dalam bukunya Manajemen
Strategis Public Relations, proses humas merupakan proses yang berkelanjutan
sebagai respon perusahaan terhadap kondisi lingkungan dan publiknya hingga
objektif tercapai. Sementara itu, Rusady Ruslan mendefinisikan proses humas
sebagai aktivitas mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dan
lingkungan hidup yang baik sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu saling
memberikan manfaat bersama (Ruslan, 2014: 40).
Proses Humas menurut Scott M. Cutlip & Allen H. Center terdiri dari empat
langkah, yaitu: pencarian data, perencanaan/programming, aksi dan komunikasi,
serta evaluasi program (Morissan, 2008: 111). Rhenald Kasali (1994: 33)
menjelaskan proses humas secara terstruktur yaitu: pengumpulan fakta, definisi
permasalahan, perencanaan dan program, aksi dan komunikasi, serta evaluasi.
Sementara Rusady Ruslan (2014: 39) menjabarkan proses humas terdiri dari:
pencarian data atau permasalahan (fact finding), perencanaan (planning),
komunikasi (communication), dan evaluasi (evaluation).
Fact Finding. Merupakan langkah mengumpulkan fakta di awal untuk
mentukan permasalahan. Pencarian fakta ini berupa analisis lingkungan yang
dapat dilakukan melalui riset, analisis data perusahaan, riset media dan
pemberitaan, serta masih metode lainnya. Proses manajemen humas harus
menggenali dan memahami lingkungannya terlebih dahulu, apakah situasi dan
lingkungan menunjang atau menghambat kegiatan suatu organisasi/instansi
(Susanto, 1989:129).
Menurut Cutlip dan Center (Susanto, 1989:132-133) teknik yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data, diantaranya: melakukan survai langsung ke
masyarakat, mengadakan diskusi panel, mengadakan wawancara, dan melakukan
analisis isi pesan yang selama ini didapat oleh masyarakat.
Selanjutnya data yang diperoleh perlu dianalisis. Teknik dalam analisis
situasi yang lazim digunakan adalah analisis Strenght, Weakness, Opportunity,
dan Treath (analisis SWOT). Analisis ini dilakukan dengan untuk mengetahui
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan)
perusahaan yang mendukung mapun menghambat perusahaan dalam
melaksanakan program (Ruslan, 1998: 139). Analisis situasi dapat juga dilakukan
dengan menganalisa dan membandingkan situasi saat ini dengan situasi ideal yang
diharapkan oleh perusahaan. Dari analisis inilah kita akan memperoleh
permasalahan perusahaan yang harus diselesaikan (Cangara, 2013: 106).
Planning. Tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan. Perencanaan
merupakan langkah-langkah yang diambil atau pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah yang melibatkan banyak pihak atau stakeholder. Yosal
Iriantara (2004: 109-111) merumuskan perencanaan dan program dalam langkah-
langkah berikut: penentuan objektif, penentuan strategi komunikasi, taktik,
anggaran, staff dan evaluasi. Menurut Rusady Ruslan perencanaan terdiri dari
obyektif, strategi dan tak-tik, sarana, pelaku, dan anggaran dana (Ruslan,
2003:50).
Objektif merupakan turunan dari misi perusahaan yang menjadi dasar dalam
menentukan strategi. Rhenald Kesali dalam Manajemen Public Relations (1994:
58) menyarankan syarat-syarat penetapan obyektif, diantaranya: singkat dan jelas,
mencangkup batasan waktu yang spesifik, harus terukur, konsisten, serta realistis.
Selanjutnya penentuan strategi, dengan menjawab pertanyaan apa yang harus
dilakukan oleh perusahaan. Dalam penyusuan strategi komunikasi kita harus
menentukan khalayak atau target audience, tema, event dan media yang akan
digunakan (Iriantara, 2004: 110).
Dalam upaya mencapai komunikasi organisasi yang efektif diperlukan
klasifikasi khalayak, sehingga dapat ditentukan media dan metode yang
menjangkau khalayak. Khalayak terbagi atas khalayak utama dan sekunder
(Rhenald Khasali, 1994: 65).
Tema merupakan ide besar yang dibangun dari pesan yang ingin perusahaan
sampaikan melalui proses humas, serta harus konsisten dengan objektif. Sifat
pesan yang disampaikan tergantung pada tujuan komunikasinya, namun harus
bersifat informatif (Cangara, 2013, 114), jelas, relevan, aktual, jujur, kreatif,
dramatis atau bernilai berita (Iriantara, 2004: 110). Tema disampaikan kepada
khalayak melalui program dan media. Oleh karena itu tahapan selanjutnya adalah
pemilihan program dan media humas mempertimbangkan keterjangkauan
khalayak.
Ronald D. Smith dalam bukunya Strategic Planning for Public Relations
Second Edition (2005: 67) menjabarkan strategi humas dalam action strategies
dan communication strategies. Action strategies terdiri dari:
1. Organizational Performance : merupakan peningkatan kualitas organisasi,
kaitannya dengan kesiapan sumber daya internal perusahaan.
2. Audience Participation : pelibatan khalayak dalam kegiataan yang
dilaksanakan oleh organisasi, baik sebagai partisipan, pemberi masukan,
stakeholders, dan lain sebagainya.
3. Special Events : acara khusus yang diadakan oleh humas sebagai upaya
menjangkau dan berkomunikasi dengan khalayak.
4. Alliances and Coalitions : menjalin hubungan dengan pihak lain diluar
organisasi untuk bekerjasama mewujudkan tujuan bersama.
5. Sponsorship : kegiatan membiayai kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
lain dengan konsekuensi identitas perusahaan sebagai sponsor harus
dimunculkan.
6. Strategic Philanthopy : merupakan strategi humas yang dilakukan dengan
pendekatan sosial, charity, CSR, community relations, dan lain sebagainya.
Selanjutnya menentukan strategi komunikasi yang terdiri dari publikasi,
pemberitaan, dan transparasi informasi (Smith, 2005: 82). Penentuan strategi
komunikasi erat hubungannya dengan penentuan media komunikasi. Menurut
Ruslan, media yang dapat digunakan oleh seorang praktisi humas terdiri media
lini bawah dan media lini atas (Ruslan, 1998: 192). Iriantara (2004: 60-61)
membedakan media humas dalam media terkontrol dan media tak terkontrol.
Sementara menurut Hafied Cangara (2013: 121-122) media yang dapat digunakan
untuk komunikasi terdiri dari media lama dan media baru. Ujang Rusdianto
menambahkan media humas yang digunakan dalam CSR diantaranya laporan
keberlanjutan, media konvensional, media massa, dan media baru, worth of
mouth, dan lain sebagainya (Rusdianto, 2013: 57).
Dalam perencanaan strategi harus diselaraskan dengan penjadwalannya dan
anggaran dana yang dibutuhkan. Dalam merencanakan program, ditentukan pula
sumber daya atau sarana yang dibutuhkan serta staff yang bertanggungjawab atas
masing-masing program (Ruslan, 2003: 50).
Action and Communication. Setelah menentukan strategi, tahap selanjutnya
adalah menjabarkan strategi dalam strategi operasional yang lebih spesifik atau
disebut dengan taktik. Taktik merupakan penjabaran operasional dari suatu
strategi dimana dirincikan implementasi dari strategi (Ruslan, 1998: 134). Taktik
adalah implementasi dari perencanaan yang telah dibuat terdiri dari aksi dan
komunikasi. Tahapan ini menekankan pada mekanisme kontrol oleh humas
sebagai komunikator agar seluruh staff menjalankan tugas sehingga berjalan
sesuai dengan perencanaan, penjadwalan dan pendanaan, serta mencapai objektif
(Iriantara, 2004: 97).
Evaluation. Tahapan terakhir dari proses humas adalah evaluasi terhadap
strategi humas yang telah berjalan. Evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat
keberhasilan perencanaan. Metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
program diantaranya melalui riset khalayak maupun monitoring oleh pelaksana
program, dalam hal ini humas (Iriantara, 2004: 41). Cangara (2013: 149)
mengemukakan evaluasi terdiri dari evaluasi program (evaluasi summatif) untuk
mengukur apakah tujuan program tercapai, evaluasi manajemen (evaluasi
formatif) untuk mengevaluasi detail perencanaan, dan audit komunikasi
merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat efektivitas proses
komunikasinya. Ishak dan Koh Siew Leng (dalam Ruslan, 2003: 64) memberikan
indikator untuk mengevaluasi dan mengukur tingkat keberhasilan program,
diantaranya: audience coverage (khalayak yang dicapai), audience response
(respon khalayak), communication impact (pengaruh komunikasi), process of
influence (proses pengaruh).
Corporate Social Responsibility
Istilah Corporate Social Responsibility pertama sekali dikemukakan tahun
1953 oleh Howard Botton dalam bukunya yang berjudul The Social
Responsibilities of A Businessman yang menjelaskan tentang tanggung jawab
yang dapat diharapkan dari perusahaan dan semakin populer setelah kehadiran
buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business
(1998), karya John Elkington, yang membagi CSR dalam tiga fokus: profit, planet
dan people (Suharto, 2008).
Indira Januarti membedakan level tanggung jawab sosial perusahaan,
terdiri dari basic responsibility, organizational responsibility, dan societal
responsibility (Januarti dan Apriyanti, 2005; 227-243). Dalam konteks
komunikasi, CSR menjadi salah satu aspek pendekatan yang humas perusahaan
lakukan. Menurut Ruslan dalam Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi
(1998: 126), pendekatan ini disebut dengan pendekatan tanggung jawab sosial
humas yang menumbuhkan pemahaman bahwa perusahaan dan masyarakat
memiliki tujuan bersama dan harus dicapai bersama untuk memperoleh
keuntungan bersama. Oleh karena itu perusahaan perlu memiliki kapasitas untuk
berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan secara efektif. Sebab
komunikasi menjadi kunci keberhasilan aktivitas CSR (Rusdianto, 2013: 19).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif, yang memberikan uraian
mengenai suatu gejala sosial yang diteliti. Peneliti mendeskripsikan gejala
berdasarkan indikator-indikator yang dijadikan dasar dalam penelitian (Slamet,
2006: 16). Dengan metode penelitian studi kasus, dimana peneliti hanya memiliki
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang diteliti dan fokus penelitiannya
terletak pada fenomena kontemporer atau masa kini dalam kehidupan nyata (Yin,
2000: 1-2). Studi kasus digunakan dalam penelitian yang berkenaan dengan
pertanyaan penelitian “how” atau “why”.
Informan dalam penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling yaitu
memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data (Sutopo, 2002: 56).
Informan terdiri dari staff Public Affairs Department PT Djarum sebagai
pelaksana CSR Trees For Life program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah dan
sasaran program yaitu masyarakat Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu,
Semarang.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara mandalam
dan studi pustaka. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan
validitas dan triangulasi.
Hasil Penelitian
Salah satu perusahaan di Indonesia yang melakukan komunikasi dengan
publiknya demi keberlanjutan perusahaan adalah PT Djarum. Sebagai contoh
kasusnya Djarum Trees For Life Program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah
yang merupakan salah satu CSR PT Djarum di bidang lingkungan.
Tingkatan komunikasi dalam program ini berada pada tingkatan
komunikasi interpersonal, komunikasi publik dan komunikasi massa. Komunikasi
interpersonal menggunakan model two ways symetris, yaitu melalui komunikasi
interpersonal dengan opinion leader atau disebut dengan two step flow. Dalam
komunikasi ini melibatkan timbal balik dari khalayak berupa informasi, saran dan
evaluasi untuk menciptakan pengertian, kesepahaman dan dukungan berbagai
pihak untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan di Kelurahan Mangunharjo.
Semantara komunikasi publik menggunakan model public information,
yaitu penyebaran informasi kepada kelompok besar (dalam hal ini masyarakat
kelurahan Mangunharjo) melalui penyuluhan dalam special events. Selain itu juga
melalui komunikasi massa, dengan menyebarkan informasi melalui media massa,
yaitu website resmi Trees For Life mengenai pesan penghijauan Pantai Utara
Jawa Tengah.
Penelitian ini mengambil sudut pandang komunikator, dalam hal ini
Public Affairs TFL PT Djarum merupakan komunikator yang menyampaikan
pesan kepada khalayaknya yaitu masyrakat Mangunharjo. Pendekatan yang
dilakukan melalui pendekatan humas, karena program kerja dilaksanakan melalui
tahapan proses humas, yang terdiri dari:
a. Fact Finding
Proses pengumpulan fakta dilakukan melalui pengumpulan data
terkait (data wilayah, kependudukan, dan kerusakan lingkungan yang terjadi
di Kelurahan Mangunharjo), survai langsung ke lokasi, dan diskusi dengan
masyarakat, baik diskusi non-formal maupun dalam Forum Group
Discussion (FGD) yang sifatnya formal. Fakta yang terkumpul menghasilkan
analisis SWOT. Strenght (kekuatan): CSR Trees For Life PT Djarum konsen
menangani permasalahan lingkungan, sehingga sumber daya manusia
memadai dan berkompetensi. PT Djarum memiliki website terpadu yang
dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi, wilayak kerja PT Djarum
(Kudus) dekat dengan lokasi pelaksanaan program (Semarang) sehingga
memudahkan mobilitas dan efektivitas pelaksanaan program. Weakness
(kelemahan): Public Affairs yang tidak berkapasitas mempublikasikan pesan
secara massa, sehingga efektivitas penerimaan pesan tidak dapat dikontrol.
Selain itu, PT Djarum tidak melakukan pembibitan mangrove sendiri
dikarenakan lokasi pembibitan yang belum memadai. Sehingga PT Djarum
masih harus membeli bibit mangrove untuk ditanam di Mangunharjo.
Opportunity (peluang): belum banyak perusahaan yang melaksanakan CSR di
wilayah pesisir dan banyak pihak di luar PT Djarum yang berkompeten dan
fokus pada permasalahan lingkungan sehingga dapat diajak bekerjasama.
Treath (tantangan): ketidaktahuan masyarakat mengenai kerusakan
lingkungan dan solusinya.
Analisis situasi yang terjadi saat itu adalah abrasi merambah masuk ke
permukiman di Kelurahan Mangunharjo. Sedangkan situasi yang diharapkan
adalah permasalahan abrasi di Kelurahan Mangunharjo terselesaikan dan
kesejahteraan masyarakat meningkat. Situasi yang diharapkan tidak dapat
tercapai dikarenakan gap yang disebabkan oleh akar permasalahan rendahnya
kesadaran masyarakat Mangunharjo akan kerusakan lingkungannya. Selain
itu belum ada pihak yang konsisten dan fokus menangani permasalahan ini.
b. Planning
Objektif Djarum Trees For Life Program Konservasi Pantai Utara
Jawa Tengah sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat Mangunharjo
dalam pelestarian lingkungan.
2) Melibatkan partisipasi pihak-pihak yang berkompetensi dalam bidang
lingkungan.
3) Program dilaksanakan dalam satu periode penanaman 500.000 bibit
mangrove atau kurang lebih selama lima tahun.
Target khalayak dari Djarum TFL Program Konservasi Pantai Utara
Jawa Tengah terdiri dari target primer dan sekunder. Target primer
merupakan masyarakat Kelurahan Mangunharjo. Sementara target sekunder
merupakan stakeholders yang terdiri dari akademisi Universitas Diponegoro,
Badan Eksekutif dan Legislatif atau pemerintah yaitu: Kementerian
Lingkungan Hidup, Kehutanan, Kelautan, Badan Lingkungan Hidup Provinsi
dan Perikanan Provinsi, LSM dan asosiasi ( LSM Lingkungan BIOTA,
Indonesia International World Camp, dan komunitas-komunitas yang fokus
pada permasalahan lingkungan), konsumen yang merupakan masyarakat
umum, pers media, pemodal atau investor, serta supplier.
Tema dalam Djarum TFL Program Konservasi Pantai Utara Jawa
Tengah adalah “Lingkungan lestari adalah bekal untuk mewujudkan negeri
yang sehat dan nyaman”.
Strategi dalam Djarum TFL Program Konservasi Pantai Utara Jawa
Tengah terdiri dari aksi dan komunikasi. Strategi aksi meliputi persiapan
internal Public Affairs, beraliansi dan berkoalisi, mengadakan special events,
menghimpun partisipasi khalayak, sponsorship dan strategi philanthropy.
Sementara strategi komunikasi yang dilakukan melalui publikasi,
pemberitaan dan keterbukaan informasi.
Seluruh anggaran dalam Djarum TFL Program Konservasi Pantai
Utara Jawa Tengah berasal dari PT Djarum sendiri untuk periode pelaksanaan
2007 hingga 2013. Selanjutnya penanggungjawab kegiatan diserahkan kepada
satu orang dari Public Affairs TFL PT Djarum sebagai PIC, selebihnya hanya
membantu.
c. Action and Communication
Pelaksanaan aksi dalam Djarum TFL Program Konservasi Pantai
Utara Jawa Tengah meliputi persiapan internal dilakukan dengan
pengumpulan fakta-fakta terkait kerusakan lingkungan di Mangunharjo.
Beraliansi dan berkoalisi dengan pihak-pihak yang berkompeten untuk
mendukung pelaksanaan program, terdiri dari stakeholders atau target
khalayak sekunder. Special events berupa factory visit masyarakat
Mangunharjo dan Djarum Kemah Bakti Lingkungan pada tahun 2012 dan
2013. Lalu menghimpun partisipasi khalayak (masyarakat Mangunharjo)
untuk melakukan pembibitan, penanaman lima ratus ribu bibit mangrove, dan
perawatan. PT Djarum juga mendanai kegiatan yang diadakan oleh pihak-
pihak di luar PT Djarum selama sesuai dengan tema pelestarian lingkungan,
khususnya mangrove. Terakhir adalah pelaksanaan strategi philanthopy
dengan membeli bibit mangrove yang ditanam masyarakat Mangunharjo
untuk ditanam kembali bersama-sama.
Pelaksanaan strategi komunikasi terdiri dari surat undangan langsung
ke instansi tekait, menyebar informasi melalui worth of mouth dan internet
(website), dan media relations (menyediakan display stand dan press release
dalam setiap event).
d. Evaluation
Evaluasi dalam Djarum Trees For Life Program Konservasi Pantai
Utara Jawa Tengah untuk mengukur audience response (respon khalayak)
dan process of influence (proses pengaruh) melalui observasi khalayak secara
langsung, monitoring oleh pelaksanaan program, serta evaluasi jangka pendek
juga dilakukan setiap kali setelah pelaksanaan program.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Public Affairs PT
Djarum berupaya menyampaikan pesan penghijauan kepada khalayak dalam
Trees For Life Program Konservasi Pantai Utara Jawa Tengah melalui proses
humas yang terdiri dari fact finding, planning, action and communication, serta
evaluation. Komunikasi dalam program tersebut berada pada tingkatan
komunikasi interpersonal, publik, dan massa. Sementara model komunikasi
humas yang digunakan merupakan gabungan dari model public information dan
two ways symetris.
Saran
1. Strategi komunikasi untuk menjangkau target sekunder ditingkatkan, untuk
menyebarluaskan pesan penghijauan dan menghimpun dukungan target
sekunder demi keberlanjutan program.
2. Diperlukan evaluasi audience coverage dan communication impact untuk
mengetahui keterjangkauan khalayak dan efektivitas program dan
komunikasi.
3. Public Affairs hendaknya lebih andil dalam program melalui pembagian job
description yang terstruktur dan jelas sehingga memudahkan dan
meringankan pekerjaan, tidak hanya ditentukkan PIC saja.
4. Tanggapan khalayak terhadap Djarum TFL Program Konservasi Pantai Utara
Jawa Tengah positif dan dirasakan solutif, akan lebih baik apabila program
ini dilanjutkan dan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
A+ CSR Indonesia. (2013). Tantangan Peluang Perkembangan CSR Indonesia. <http://csrindonesia.com/tantangan-peluang-perkembangan-csr-indonesia/>, diakses pada 28 Juni 2016 pukul 21.46 WIB.
Abdurrachman, Oemi. (2001). Dasar-dasar Public Relations. Bandung: PT. Citra. Aditya Bakti.
Anggoro, M. Linggar. (2000). Teori dan Profesi Kehumasan Serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Argenti, Paul A. (2010). Komunikasi Korporat. Jakarta: Salemba Humanika. Cangara, Hafied. (2002). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Persada.Cone/Duke University. (2008). Consumer Behavior Study Confirms Cause-
Related Marketing can Exponentially Increase Sales. <www.conecomm.com/news-blog/cone-releases-first-cause-consumer-behavior-study>, diunduh pada 15 Juni 2016 pukul 23.33 WIB.
Effendy, Onong Uchjana. (1990). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda karya.
Fajar, Mukti. (2010). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indoensia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fitri, Desy. Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis. <www.academia.edu/ 8740277/CONTO_KASUS_PELANGGARAN_ETIKA_BISNIS.com>, diakses pada 18 Mei 2016 pukul 14.48 WIB.
H.B. Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.Iriantara, Yosal. (2004). Manajemen Strategi Public Relations. Bandung: Ghalia
Indonesia.Januarti, Indira, dan Dini Apriyanti. (2005). Pengaruh Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal MAKSI. Vol 5 No. 2.Kasali, Rhenald. (1994). Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
McQuail, Denis and Sven Windahl. (1993). Communication Models: for the study of mass communications, Second Edition. New York: Longman.
Morrisan. (2008). Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mulyana, Deddy. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rusdianto, Ujang. (2013). CSR Communications: a Framework for PR Practitioners. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ruslan, Rosady. (1998). Manajemen humas dan manajemen komunikasi: konsepsi dan aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ruslan, Rosady. (2008). Manajemen Public Relatoins & Media Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ruslan, Rosady. (2003). Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarata: PT Raja Grafindo Persada.
Slamet, Y. (2006). Metode Penelitian Sosial. Solo: Dabara Publisher.Smith, Ronald D. (2005). Strategic Planning for Public
Relations, Second. Edition. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.Suharto, E. (2005). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Corporate Social
Responsibility). Bandung: PT. Refika Aditama. (Crane dan Spence, 2008).Suprapto, Tommy. (2006). Pengantar Teori Komunikasi. Cetakan Ke-1.
Yogyakarta: Media Pressindo. Susanto, Astrid S. (1989). Komunikasi Dalam Teori dan Prakte. Jakarta: Bina
Aksara.Yin, Robert K. (2000). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.