RABU, 22 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN … fileH ARI ini, tepat 22 Desember, kita...

1
H ARI ini, tepat 22 Desember, kita memperingati Hari Ibu. Peringatan itu menunjukkan betapa penting arti dan peranan seorang ibu yang telah melahirkan dan merawat kita. Tema peringatan Hari Ibu kali ini adalah Kesetaraan perem- puan dan laki-laki untuk mem- bangun karakter bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang se- hat dan bermartabat. Makna tema tersebut adalah agar kaum perempuan dari berbagai latar budaya, agama, dan status sosial dapat setara dengan kaum laki-laki, yang ditandai dengan partisipasi perempuan di berbagai bidang. Yang jadi pertanyaan sudah- kah perempuan Indonesia di- selamatkan dari ketimpangan gender di segala bidang? Men- teri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menga- kui, agar tidak terpinggirkan, kaum perempuan Indonesia harus memiliki bekal pendidik- an yang memadai. Program pemberdayaan pe- merintah seyogianya harus lebih banyak melibatkan porsi peran perempuan. Semakin banyak perempuan yang diberi kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan pemba- ngunan, kian dapat memberi dampak yang sangat besar bagi perubahan nasib bangsa di masa datang. Linda mengakui, Indonesia masih memiliki sejumlah per- soalan dalam pemberdayaan perempuan. “Namun, sejumlah program dan kebijakan peme- rintah telah dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi perempuan Indonesia.” Dalam ranah politik misal- nya, partisipasi perempuan semakin meningkat. Proporsi perempuan di DPR-RI periode 1992-1997 hanya berkisar 12%. Pada masa reformasi, 1999- 2004, dari sekitar 500-an anggo- ta DPR, hanya 45 perempuan. Namun, pada pemilu 2004 anggota DPR-RI perempuan berjumlah 61 orang (11,5%) dan laki-laki 489 orang (88,5%). Pada pemilu 2009 jumlah ang- gota DPR-RI perempuan me- ningkat menjadi 101 orang (18,04%) dan laki-laki menjadi 459 orang (81,6%). Data 2008 menunjukkan, angka partisipasi sekolah perempuan pada tingkat pen- didikan dasar dan menengah menunjukkan angka yang cu- kup baik, dengan persentase masing-masing 97,98% dan 84,69%. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, jumlah kaum perempuan Indonesia yang ikut serta semakin sedikit. Hanya sekitar 54,59% kaum perempuan usia 16-18 tahun yang bisa bersekolah di tingkat menengah atas (SMA/SMK). Rendahnya partisipasi pe- rempuan di jenjang pendidikan atas lebih didasari oleh para- digma dan budaya yang bias gender. ”Perempuan masih dianggap hanya pendamping suami, sehingga tidak perlu pendidikan yang tinggi,” pa- parnya. Beri kesempatan Tahun ini angka kemiskinan mencapai sekitar 13,33%. Secara persentase angka ini terbilang rendah, tapi dilihat dari jumlah penduduk miskin Indonesia yang mencapai 31 juta jiwa, angka itu cukup tinggi. Linda mengatakan, dalam dimensi kemiskinan, kaum perempuan menjadi penerima konsekuensi terbesar. ”Tidak jarang kemiskinan dapat mem- perbesar ketidaksetaraan gen- der,” tuturnya. Di mata Linda, perempuan memiliki peran strategis dalam penanggulangan kemiskinan. Secara naluriah, umumnya perempuan memiliki etos kerja dan produktivitas lebih tinggi daripada kaum laki-laki pada bidang tertentu. Sayangnya, masih tumbuh stigma di masyarakat bahwa perempuan tidak cakap di du- nia kerja. Oleh karena itu, tugas paling berat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kata Linda, adalah mengubah paradigma masyarakat. Masyarakat dan pemerintah wajib disadarkan untuk mem- buka akses partisipasi yang seluas-luasnya untuk perem- puan. (S-1) cornel@ mediaindonesia.com RABU, 22 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 15 HARI IBU DALAM rangka mendukung kesetaraan dan keadilan gender di dalam rumah tangga, peran suami dan istri sebaiknya harus bertautan. Suami dan istri harus bekerja sama dalam mendidik anak. Seorang istri atau ibu wajib mendidik anak, tapi ayah juga harus berperan dan berpartisipasi aktif dalam mendidik anak. Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian Pember- dayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Safruddin Setia Budi menegaskan, suami juga harus mempunyai tanggung jawab yang sama. Meski begitu, ibu yang bekerja harus dapat membagi waktu baik itu mendidik anak dan juga bekerja dan mencari nafkah. Safruddin menambahkan, pendidikan terbagi menjadi tiga ranah, yakni pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pen- didikan masyarakat. Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidik- an keluarga adalah yang utama. Pendidikan keluarga seperti membina anak untuk dekat dengan agama juga penting untuk mencegah hal buruk di masya- rakat seperti narkoba. Dengan begitu, anak akan mempunyai benteng, dan orang tua juga harus memberi contoh dan menjelaskan bahaya dan akibat dari narkoba. Senada dengan Safruddin, psikolog Tika Bisono menga- takan peran ganda seorang perempuan menjadi ibu dan juga perempuan karier bukan merupakan masalah karena ibu sejak dulu tidak pernah bekerja sendiri. “Sejak dulu format ibu bekerja selalu bersama dengan ayah, kakek, dan nenek, anak- anak, pembantu, dan saudara kandung ibu. Ini adalah proses teamwork yang saling bersinergi,” kata Tika. Tika mengatakan, deskripsi kerja baik ibu maupun ayah adalah sama, yakni mendidik. Hal tersebutlah yang akan menjadi fak- tor kedekatan orang tua dengan anak dan efektif menjadi pagar moral bagi anak. Kedekatan emosional antara orang tua dan anak akan menjadi pagar moralitas, psikologi, dan edukasi anak agar terhindar dari pengaruh buruk. Sementara itu, Ketua Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Ve- ronica Colondam berpendapat bahwa ibu yang memiliki peran ganda harus lebih jeli dan berpikir selangkah lebih maju dan proaktif. Bagi setiap perempuan, menjadi seorang istri dan ibu adalah mandat dan ibadah, sedangkan karier hanyalah suplemen- ter. (Sus/S-1) Cornelius Eko Menarik Perempuan dari Kemarginalan Semakin banyak perempuan yang diberi kesempatan dalam kegiatan pembangunan akan berdampak bagi perubahan nasib bangsa di masa datang. Perlunya Sinergi dan Kerja Sama Safruddin Setia Budi Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian PP dan Perlindungan Anak Pendidikan terbagi menjadi tiga ranah, yakni pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat.’’ M ELALUI Dekrit Presiden No 316/1959, Pre- siden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu dan diraya- kan secara nasional hingga saat ini. Sejarah Hari Ibu, diawali dari pertemuan para pe- juang wanita dalam Kongres Perempuan pada 1928, tahun yang sama dengan Sumpah Pemuda. Sejumlah gerakan sosial dan pendidikan yang digalang perempuan Indo- nesia sudah ada sejak 1912 dengan diilhami perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, RA Kartini, dan Dewi Sartika. Pada 22 Desember 1928, organisasi-organisasi perem- puan mengadakan kongres pertama di Yogyakarta dan membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Perempuan Indonesia (Kowani). Kongres pada 22 Desember itulah yang ditetapkan Hari Ibu. Kesadaran ‘kaoem iboe’ waktu itu disebab- kan sangat sedikit sekali perempuan Indonesia yang bisa memperoleh akses pendidikan. Praktik perdagangan perempuan (trafcking), budaya kawin paksa, dan diskriminasi upah banyak terjadi kala itu. “Masalah perempuan Indonesia di masa lalu masih dijumpai pada saat ini, tetapi tentu dalam bentuk dan kadar yang berbeda,” terang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Per- lindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar ketika ditemui di kediamannya di Jakarta, akhir pekan lalu. Dari kongres itu, perempuan Indonesia akhirnya sadar, bahwa masalah perempuan tidak bisa dipecahkan sendiri-sendiri. Mereka juga paham bahwa pendidikan sejatinya men- jadi kunci bagi kaum wanita agar terbebas dari belenggu penindasan. Namun, yang paling penting dari peristiwa tersebut, menurut Linda, adalah lahirnya kesa- daran bahwa perempuan tidak hanya memiliki peran domestik dan sosial, tetapi perempuan punya peran politik yang berkewajiban menum- buhkan dan mendidik generasi yang utuh. “Tidak hanya berfungsi mendidik dan meme- lihara anak dan suami dalam keluarga, perem- puan Indonesia juga harus dapat menjalankan fungsi sebagai ibu yang mendidik anak bangsa,” ujar Linda yang sempat memegang jabatan Ketua Umum Kowani periode 2004-2009. Peringatan ke-82 Hari Ibu, menurut Linda, hendaknya bisa dijadikan sebagai momentum untuk merenung dan mengoreksi kekurangan dan kelemahan perempuan dalam mem- perjuangkan peranan dan kedudukannya dalam kancah dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perempuan dalam pembangunan Lebih lanjut Linda me- ngatakan kaum wanita merupakan suatu kelompok masyarakat yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam pembangunan. Sepanjang sejarah peradaban, negara- negara yang maju seperti saat ini pasti memiliki derajat kualitas perempuan yang tinggi. Dalam hematnya, perem- puan Indonesia memiliki fungsi utama sebagi peng- gerak pembangunan. Di ten- gah perkembangan zaman pada saat ini, memang tidak mungkin lagi untuk me- masung peran wanita Indonesia hanya dalam kungkungan rumah tangga. Peringatan ke-82 Hari Ibu mengambil tema Kesetaraan perempuan dan laki-laki untuk membangun karakter bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan bermartabat. Makna dari tema tersebut adalah agar kaum perempuan dari berbagai latar budaya, agama, dan status sosial memperingati perjuangan perempuan untuk dapat setara dengan kaum laki-laki, yang ditandai dengan partisipasi perempuan di berbagai bidang. Sebelum memasuki puncak acara peringatan ke-82 Hari Ibu yang digelar pada 22 Desember 2010 di Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, semarak peringatan didahului serangkaian kegiatan, antara lain ke- giatan seminar dan temu wicara, bakti sosial, zi- arah ke Tamam Makam Pahlawan Kalibata, serta pemberian penghargaan dan penganugerahan kepada para tokoh perempuan nasional. Linda mengatakan rangkaian kegiatan per- ingatan ke-82 Hari Ibu tidak mementingkan kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial. Sejumlah kegiatan sosial dan pemberdayaan menjadi bagian dari kegiatan PHI. Sebut saja mulai penanaman sejuta pohon di Tanjung Pasir yang diresmikan Ibu Negara Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Desember. Lalu bantuan bagi korban letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Bantuan khusus perempuan dan anak juga diberikan pada korban bencana Wasior, Mentawai, dan Merapi. Ibu adalah pencerah peradaban. Pasalnya, mereka adalah sosok pertama yang memperke- nalkan nilai-nilai agama, budaya, moral, penge- tahuan, dan keterampilan dasar. Ibu adalah pusat pembentukan nilai dan makna kehidupan. Selamat Hari Ibu. (S-25) Bukan sekadar Ibu dalam Keluarga MI/AGUNG WIBOWO Masalah perempuan Indonesia di masa lalu masih dijumpai pada saat ini.’’ Linda Amalia Sari Gumelar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak K EMATIAN ibu melahirkan masih menjadi problem kese- hatan masyarakat di Indone- sia. Jika dilihat dari parameter angka kematian ibu (AKI), saat ini Indo- nesia menduduki peringkat tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan jumlah 307/100.000 kelahiran hidup. Padahal, sesuai dengan target Mille- nium Deelopment Goals (MDGs) butir lima, Indonesia harus menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015. Menurunkan AKI memang bukan perkara mudah, mengingat penyebab- nya kompleks. Diperlukan aksi-aksi yang langsung menyentuh masyarakat untuk memberikan pendidikan menge- nai kesehatan dalam masa hamil dan melahirkan. Apa yang dilakukan bidan Siti Mun- tianah mungkin bisa menjadi teladan dalam upaya menurunkan AKI. Berawal dari keresahannya, bidan asal Batu, Malang, Jawa Timur, ini terjun langsung ke masyarakat memerangi penyebab- penyebab kematian ibu melahirkan di daerahnya. Di desa tempat ia tinggal, bidan Siti melihat banyak ibu hamil yang tidak memberikan perhatian cukup pada kehamilannya. Para ibu hamil tersebut tidak pernah berkomunikasi dengan tenaga kesehatan. ‘’Alasannya, takut dimintai bayaran, sedangkan ekonomi mereka pas-pasan, juga karena malu,’’ ujar Siti. Kondisi itu mendorongnya membuat program Pos Bhakti Bidan dengan fokus pada kesehatan ibu hamil. Pos Bhakti Bidan adalah program yang digelar PT Sari Husada dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Siti menyadari benar pentingnya kesehatan ibu di masa kehamilan un- tuk mengurangi risiko komplikasi saat melahirkan. Siti pun menyusun dan menjalankan program-program. Antara lain, penyuluhan kesehatan kehamilan, senam untuk ibu hamil, pemberian makanan tambahan ibu hamil dan vitamin serta melakukan penimbangan secara berkala sehingga berat bayi yang sedang dikandung ter- pantau. Ia juga melakukan penyuluhan pentingnya ASI eksklusif untuk bayi. Hasilnya cukup menggembirakan. Ia berhasil mengajak para ibu hamil di Batu untuk lebih peduli terhadap kesehatan pada masa kehamilan. Atas usahanya, ia dinobatkan menjadi salah satu dari sembilan bidan peraih penghargaan Srikandi Award 2010 tadi malam. “Sebelum Siti datang ke desa itu, rata-rata ada satu ibu melahirkan yang meninggal. Setelah Siti menjalankan programnya, semua ibu hamil bisa melahirkan dengan selamat,” ungkap dr Kartono Mohamad, salah satu dewan juri Srikandi Award 2010. Srikandi Award adalah gelaran tahunan yang diprakarsai PT Sari Husada dan IBI untuk mengapresiasi para bidan yang dinilai berperan dalam mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Para bidan yang wilayah kerjanya menjangkau pelosok desa merupakan sosok strategis untuk meningkatkan ke- sehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak. Sudah selayaknya bakti mereka mendapat apresiasi. (S-25) Bakti Bidan Siti Muntianah untuk Kaum Ibu SENAM HAMIL: Bidan Siti Muntianah sedang mengajarkan senam hamil sebagai persiapan menghadapi persalinan. Bidan asal Batu, Malang, Jawa Timur ini menjadi salah satu peraih Srikandi Award 2010. DOK SARI HUSADA

Transcript of RABU, 22 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN … fileH ARI ini, tepat 22 Desember, kita...

HARI ini, tepat 22 Desember, k i ta memperingati Hari Ibu. Peringatan itu

menunjukkan betapa penting arti dan peranan seorang ibu yang telah melahirkan dan merawat kita.

Tema peringatan Hari Ibu kali ini adalah Kesetaraan perem-puan dan laki-laki untuk mem-bangun karakter bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang se-hat dan bermartabat. Makna tema tersebut adalah agar kaum perempuan dari berbagai latar budaya, agama, dan status sosial dapat setara dengan kaum laki-laki, yang ditandai dengan partisipasi perempuan di berbagai bidang.

Yang jadi pertanyaan sudah-kah perempuan Indonesia di-selamatkan dari ketimpangan gender di segala bidang? Men-teri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menga-kui, agar ti dak terpinggirkan, kaum perempuan Indonesia harus memiliki bekal pendidik-an yang memadai.

Program pemberdayaan pe-merintah seyogianya harus lebih banyak melibatkan porsi peran perempuan. Semakin banyak perempuan yang diberi

kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan pemba-ngunan, kian dapat memberi dampak yang sangat besar bagi perubahan nasib bangsa di masa datang.

Linda mengakui, Indonesia masih memiliki sejumlah per-soalan dalam pemberdayaan perempuan. “Namun, sejumlah program dan kebijakan peme-rintah telah dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi perempuan Indonesia.”

Dalam ranah politik misal-nya, partisipasi perempuan semakin meningkat. Proporsi perempuan di DPR-RI periode 1992-1997 hanya berkisar 12%. Pada masa reformasi, 1999-2004, dari sekitar 500-an anggo-ta DPR, hanya 45 perempuan. Namun, pada pemilu 2004 anggota DPR-RI perempuan

berjumlah 61 orang (11,5%) dan laki-laki 489 orang (88,5%). Pada pemilu 2009 jumlah ang-gota DPR-RI perempuan me-ningkat menjadi 101 orang (18,04%) dan laki-laki menjadi 459 orang (81,6%).

Data 2008 menunjukkan, angka partisipasi sekolah perempuan pada tingkat pen-didikan dasar dan menengah menunjukkan angka yang cu-kup baik, dengan persentase masing-masing 97,98% dan 84,69%. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, jumlah kaum perempuan Indonesia yang ikut serta semakin sedikit. Hanya sekitar 54,59% kaum perempuan usia 16-18 tahun yang bisa bersekolah di tingkat menengah atas (SMA/SMK).

Rendahnya partisipasi pe-rem puan di jenjang pendidik an

atas lebih didasari oleh para-digma dan budaya yang bias gender. ”Perempuan masih dianggap hanya pendamping suami, sehingga tidak perlu pendidikan yang tinggi,” pa-parnya.

Beri kesempatanTahun ini angka kemiskinan

mencapai sekitar 13,33%. Secara persentase angka ini terbilang rendah, tapi dilihat dari jumlah penduduk miskin Indonesia yang mencapai 31 juta jiwa, angka itu cukup tinggi.

Linda mengatakan, dalam dimensi kemiskinan, kaum perempuan menjadi penerima konsekuensi terbesar. ”Tidak jarang kemiskinan dapat mem-perbesar ketidaksetaraan gen-der,” tuturnya.

Di mata Linda, perempuan

memiliki peran strategis dalam penanggulangan kemiskinan. Secara naluriah, umumnya perempuan memiliki etos kerja dan produktivitas lebih tinggi daripada kaum laki-laki pada bidang tertentu.

Sayangnya, masih tumbuh stigma di masyarakat bahwa perempuan tidak cakap di du-nia kerja. Oleh karena itu, tugas paling berat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kata Linda, adalah mengubah paradigma masyarakat.

Masyarakat dan pemerintah wajib disadarkan untuk mem-buka akses partisipasi yang seluas-luasnya untuk perem-puan. (S-1)

[email protected]

RABU, 22 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | HALAMAN 15HARI IBU

DALAM rangka mendukung kesetaraan dan keadilan gender di dalam rumah tangga, peran suami dan istri sebaiknya harus bertautan. Suami dan istri harus bekerja sama dalam mendidik anak. Seorang istri atau ibu wajib mendidik anak, tapi ayah juga harus berperan dan berpartisipasi aktif dalam mendidik anak.

Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian Pember-dayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Safruddin Setia Budi menegaskan, suami juga harus mempunyai tanggung jawab yang sama. Meski begitu, ibu yang bekerja harus dapat membagi waktu baik itu mendidik anak dan juga bekerja dan mencari nafkah.

Safruddin menambahkan, pendidikan terbagi menjadi tiga ranah, yakni pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pen-didikan masyarakat. Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidik-an keluarga adalah yang utama. Pendidikan keluarga seperti membina anak untuk dekat dengan agama juga penting untuk

mencegah hal buruk di masya-rakat seperti narkoba.

Dengan begitu, anak akan mempunyai benteng, dan orang tua juga harus memberi contoh dan menjelaskan bahaya dan akibat dari narkoba.

Senada dengan Safruddin, psikolog Tika Bisono menga-takan peran ganda seorang perempuan menjadi ibu dan juga perempuan karier bukan merupakan masalah karena ibu sejak dulu tidak pernah bekerja sendiri. “Sejak dulu format ibu bekerja selalu bersama dengan ayah, kakek, dan nenek, anak-

anak, pembantu, dan saudara kandung ibu. Ini adalah proses teamwork yang saling bersinergi,” kata Tika.

Tika mengatakan, deskripsi kerja baik ibu maupun ayah adalah sama, yakni mendidik. Hal tersebutlah yang akan menjadi fak-tor kedekatan orang tua dengan anak dan efektif menjadi pagar moral bagi anak. Kedekatan emosional antara orang tua dan anak akan menjadi pagar moralitas, psikologi, dan edukasi anak agar terhindar dari pengaruh buruk.

Sementara itu, Ketua Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Ve-ronica Colondam berpendapat bahwa ibu yang memiliki peran ganda harus lebih jeli dan berpikir selangkah lebih maju dan proaktif. Bagi setiap perempuan, menjadi seorang istri dan ibu adalah mandat dan ibadah, sedangkan karier hanyalah suplemen-ter. (Sus/S-1)

Cornelius Eko

Menarik Perempuan dari KemarginalanSemakin banyak perempuan yang diberi kesempatan dalam kegiatan pembangunan akan berdampak bagi perubahan nasib bangsa di masa datang.

Perlunya Sinergi dan Kerja Sama

Safruddin Setia BudiDeputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian PP dan Perlindungan Anak

Pendidikan terbagi menjadi tiga ranah, yakni pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat.’’

MELALUI Dekrit Pres iden No 316/1959, Pre-siden Soekarno

menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu dan diraya-kan secara nasional hingga saat ini.

Sejarah Hari Ibu, diawali dari pertemuan para pe-juang wanita dalam Kongres Perempuan pada 1928, tahun yang sama dengan Sumpah Pemuda. Sejumlah gerakan sosial dan pendidikan yang digalang perempuan Indo-nesia sudah ada sejak 1912 de ngan diilhami perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, RA Kartini, dan Dewi Sartika.

Pada 22 Desember 1928, organisasi-organisasi perem-puan mengadakan kongres pertama di Yogyakarta dan membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Perempuan Indonesia (Kowani). Kongres pada 22 Desember itulah yang ditetapkan Hari Ibu.

Kesadaran ‘kaoem iboe’ waktu itu disebab-kan sangat sedikit sekali perempuan Indonesia yang bisa memperoleh akses pendidikan. Praktik perdagangan perempuan (trafficking), budaya kawin paksa, dan diskriminasi upah banyak terjadi kala itu.

“Masalah perempuan Indonesia di masa lalu masih dijumpai pada saat ini, tetapi tentu dalam bentuk dan kadar yang berbeda,” terang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Per-lindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar ketika ditemui di kediamannya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dari kongres itu, perempuan Indonesia akhirnya sadar, bahwa masalah perempuan tidak bisa dipecahkan sendiri-sendiri. Mereka juga paham bahwa pendidikan sejatinya men-jadi kunci bagi kaum wanita agar terbebas dari belenggu penindasan.

Namun, yang paling penting dari peristiwa tersebut, menurut Linda, adalah lahirnya kesa-daran bahwa perempuan tidak hanya memiliki peran domestik dan sosial, tetapi perempuan punya peran politik yang berkewajiban menum-buhkan dan mendidik generasi yang utuh.

“Tidak hanya berfungsi mendidik dan meme-lihara anak dan suami dalam keluarga, perem-puan Indonesia juga harus dapat menjalankan fungsi sebagai ibu yang mendidik anak bangsa,” ujar Linda yang sempat memegang jabatan Ketua Umum Kowani periode 2004-2009.

Peringatan ke-82 Hari Ibu, menurut Linda, hendaknya bisa dijadikan sebagai momentum untuk merenung dan mengoreksi kekurangan dan kelemahan perempuan dalam mem-

perjuangkan peranan dan kedudukannya dalam kancah dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perempuan dalam pembangunan

Lebih lanjut Linda me-ngatakan kaum wanita merupakan suatu kelompok masyarakat yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam pembangunan. Sepanjang sejarah peradaban, negara-negara yang maju seperti saat ini pasti memiliki derajat kualitas perempuan yang tinggi.

Dalam hematnya, perem-puan Indonesia memiliki fungsi utama sebagi peng-gerak pembangunan. Di ten-gah perkembangan zaman pada saat ini, memang tidak mungkin lagi untuk me-

masung peran wanita Indonesia hanya dalam kungkungan rumah tangga.

Peringatan ke-82 Hari Ibu mengambil tema Kesetaraan perempuan dan laki-laki untuk membangun karakter bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan bermartabat. Makna dari tema tersebut adalah agar kaum perempuan dari berbagai latar budaya, agama, dan status sosial memperingati perjuangan perempuan untuk dapat setara dengan kaum laki-laki, yang ditandai dengan partisipasi perempuan di berbagai bidang.

Sebelum memasuki puncak acara peringatan ke-82 Hari Ibu yang digelar pada 22 Desember 2010 di Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, semarak peringatan didahului serangkaian kegiatan, antara lain ke-giatan seminar dan temu wicara, bakti sosial, zi-arah ke Tamam Makam Pahlawan Kalibata, serta pemberian penghargaan dan penganugerahan kepada para tokoh perempuan nasional.

Linda mengatakan rangkaian kegiatan per-ingatan ke-82 Hari Ibu tidak mementingkan kegiatan-kegiatan yang bersifat seremonial. Sejumlah kegiatan sosial dan pemberdayaan menjadi bagian dari kegiatan PHI. Sebut saja mulai penanaman sejuta pohon di Tanjung Pasir yang diresmikan Ibu Negara Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Desember. Lalu bantuan bagi korban letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Bantuan khusus perempuan dan anak juga diberikan pada korban bencana Wasior, Mentawai, dan Merapi.

Ibu adalah pencerah peradaban. Pasalnya, mereka adalah sosok pertama yang memperke-nalkan nilai-nilai agama, budaya, moral, penge-tahuan, dan keterampilan dasar. Ibu adalah pusat pembentukan nilai dan makna kehidupan. Selamat Hari Ibu. (S-25)

Bukan sekadar Ibu dalam Keluarga

MI/AGUNG WIBOWO

Masalah perempuan Indonesia di masa lalu masih dijumpai pada saat ini.’’

Linda Amalia Sari GumelarMenteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

KEMATIAN ibu melahirkan masih menjadi problem ke se-hatan masyarakat di Indone-sia. Jika dilihat dari parameter

angka kematian ibu (AKI), saat ini Indo-nesia menduduki peringkat tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan jumlah 307/100.000 kelahiran hidup.

Padahal, sesuai dengan target Mille-nium Deelopment Goals (MDGs) butir lima, Indonesia harus menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.

Menurunkan AKI memang bukan perkara mudah, mengingat penyebab-nya kompleks. Diperlukan aksi-aksi yang langsung menyentuh masyarakat untuk memberikan pendidikan menge-nai kesehatan dalam masa hamil dan melahirkan.

Apa yang dilakukan bidan Siti Mun-tianah mungkin bisa menjadi teladan dalam upaya menurunkan AKI. Berawal dari keresahannya, bidan asal Batu, Malang, Jawa Timur, ini terjun langsung ke masyarakat memerangi penyebab-penyebab kematian ibu melahirkan di daerahnya.

Di desa tempat ia tinggal, bidan Siti melihat banyak ibu hamil yang tidak memberikan perhatian cukup pada kehamilannya. Para ibu hamil tersebut tidak pernah berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.

‘’Alasannya, takut dimintai bayaran, sedangkan ekonomi mereka pas-pasan, juga karena malu,’’ ujar Siti.

Kondisi itu mendorongnya membuat program Pos Bhakti Bidan dengan fokus pada kesehatan ibu hamil. Pos Bhakti Bidan adalah program yang digelar PT Sari Husada dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Siti menyadari benar pentingnya kesehatan ibu di masa kehamilan un-tuk mengurangi risiko komplikasi saat melahirkan. Siti pun menyusun dan menjalankan program-program.

Antara lain, penyuluhan kesehatan kehamilan, senam untuk ibu hamil, pemberian makanan tambahan ibu hamil dan vitamin serta melakukan pe nimbangan secara berkala sehingga berat bayi yang sedang dikandung ter-pantau. Ia juga melakukan penyuluhan

pentingnya ASI eksklusif untuk bayi.Hasilnya cukup menggembirakan. Ia

berhasil mengajak para ibu hamil di Batu untuk lebih peduli terhadap kesehatan pada masa kehamilan. Atas usahanya, ia dinobatkan menjadi salah satu dari sembilan bidan peraih penghargaan Srikandi Award 2010 tadi malam.

“Sebelum Siti datang ke desa itu, rata-rata ada satu ibu melahirkan yang meninggal. Setelah Siti menjalankan programnya, semua ibu hamil bisa melahirkan dengan selamat,” ungkap dr Kartono Mohamad, salah satu dewan juri Srikandi Award 2010.

Srikandi Award adalah gelaran tahun an yang diprakarsai PT Sari Husada dan IBI untuk mengapresiasi para bidan yang dinilai berperan dalam mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan serta menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Para bidan yang wilayah kerjanya menjangkau pelosok desa merupakan sosok strategis untuk meningkatkan ke-sehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak. Sudah selayaknya bakti mereka mendapat apresiasi. (S-25)

Bakti Bidan Siti Muntianahuntuk Kaum Ibu

SENAM HAMIL: Bidan Siti Muntianah sedang mengajarkan senam hamil sebagai persiapan menghadapi persalinan. Bidan asal Batu, Malang, Jawa Timur ini menjadi salah satu peraih Srikandi Award 2010.

DOK SARI HUSADA