Rabbit Test

31
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Studi mengenai efek panas setelah pemberian larutan tertentu secara intravena dimulai sebelum abad ke-19. Pada 1894, Sanarelli menunjukkan kultur larutan Ebert bacillus, yang bebas dari mikroorganisme, tapi dapat menyebabkan intoksikasi yang diikuti dengan demam ketika diinjeksi pada hewan, bahkan beberapa terjadi kematian. Pada abad ke-19, istilah “injection fever” telah digunakan untuk menunjukkan reaksi demam yang terdapat setelah administrasi beberapa larutan. Pemberian produk secara intravena pada abad ke-20, meningkatkan jumlah kecelakaan yang terjadi akibat pirogen, menyebabkan para peneliti membuat serangkaian evaluasi mengenai hal ini. Pada 1912, Hort dan Penfold membuat nama “pyrogenic” untuk “air” yang ketika diinjekkan menyebabkan “hipertermia”. Istilah ini juga digunakan Florance Seibert pada tahun 1923 yang menyebutkan senyawa pirogenik sebagai “hyperthermising” atau zat yang menyebabkan hipertermi, yang mengandung bakteri mati-intak maupun disintegrasi, patogenik maupun tidak, atau lebih pada produk metabolik bakteri, seperti 1

Transcript of Rabbit Test

Page 1: Rabbit Test

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Studi mengenai efek panas setelah pemberian larutan tertentu secara

intravena dimulai sebelum abad ke-19. Pada 1894, Sanarelli menunjukkan

kultur larutan Ebert bacillus, yang bebas dari mikroorganisme, tapi dapat

menyebabkan intoksikasi yang diikuti dengan demam ketika diinjeksi pada

hewan, bahkan beberapa terjadi kematian. Pada abad ke-19, istilah

“injection fever” telah digunakan untuk menunjukkan reaksi demam yang

terdapat setelah administrasi beberapa larutan. Pemberian produk secara

intravena pada abad ke-20, meningkatkan jumlah kecelakaan yang terjadi

akibat pirogen, menyebabkan para peneliti membuat serangkaian evaluasi

mengenai hal ini.

Pada 1912, Hort dan Penfold membuat nama “pyrogenic” untuk “air”

yang ketika diinjekkan menyebabkan “hipertermia”. Istilah ini juga

digunakan Florance Seibert pada tahun 1923 yang menyebutkan senyawa

pirogenik sebagai “hyperthermising” atau zat yang menyebabkan

hipertermi, yang mengandung bakteri mati-intak maupun disintegrasi,

patogenik maupun tidak, atau lebih pada produk metabolik bakteri, seperti

protein denaturasi, endotoksin, atau eksotoksin. Jadi, pirogen eksogen

merupakan senyawa yang bila diadministrasikan pada manusia dan hewan

akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

Semua produk farmasi dengan berbagai macam rute harus memenuhi

kriteria safety dan efficacy. Produk parenteral merupakan sediaan dengan

pemberian injeksi dengan melalui kulit atau membran mukosa langsung

menuju sistem biologis, melewati mekanisme pertahanan tubuh. Dengan

demikian sediaan parenteral memiliki kriteria yang lebih ketat jika

dibandingkan dengan rute pemberian lain. Hal ini disebabkan karena

resiko pemberian secara parenteral yang lebih besar dibandingkan dengan

pemberian dengan tipe lain.

1

Page 2: Rabbit Test

Produk parenteral memiliki standar purity (kemurnian) dan safety

(keamanan) yang berbeda dari produk lain. Selain harus memenuhi standar

potensi dan stabilitas, sediaan parenteral harus memenuhi standar terkait

mikroba (sterilitas dan pirogen), parameter fisik (bebas dari kontaminasi

partikel), dan parameter kimia (isotonisitas, kapasitas dapar). Untuk

mencapai standar tersebut dibutuhkan usaha pada formulasi maupun level

manufaktur.

Untuk mengetahui apakah produk parenteral memenuhi syarat bebas

pirogen, maka dilakukan pengujian. Salah satu metode pengujiannya

adalah Rabbit Test. Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian pirogen

terhadap sediaan parenteral dengan metode Rabbit test. Tujuan dari

praktikum ini agar praktikan dapat mengetahui dan memahami uji

pirogenitas dengan metode Rabbit Test. Pengujian dilakukan dengan

mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang disebabkan penyuntikan

intravena sediaan uji steril.

I.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Praktikan dapat mengetahui dan memahami uji pirogenitas dengan

metode Rabbit Test.

2. Praktikan mampu melaksanakan uji pirogenitas dengan metode Rabbit

Test.

2

Page 3: Rabbit Test

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 PROGEN

Pirogen adalah racun (toksin) yang menimbulkan demam bila

diberikan secara intravena dalam jumlah tertentu (Goeswin Agus, 2009).

Ada dua kelas utama pirogen, yaitu endogenus dan eksogenus. Pirogen

endogen merupakan senyawa yang diproduksi oleh tubuh setelah

seseorang mengkonsumsi pirogen eksogen. Respon ini merupakan

mediator utama dari proses demam. Senyawa pirogenik yang paling poten

adalah yang diproduksi oleh bakteri gram negatif (endotoksin), akan tetapi

gram positip dan fungi juga menghasilkan pirogen dengan potensi yang

lebih rendah. Selain pirogen beberapa senyawa lain juga diketahui

menyebabkan reaksi piretik ini, yaitu steroid, virus, bahan kimia dan obat

tertentu. Akan tetapi, yang paling menjadi perhatian industri farmasi

adalah, eksogenus pirogen yang paling penting, yaitu endotoksin.

Endotoksin, disebut juga LPS, merupakan komponen utama dari

membran terluar bakteri gram negatif. Endotoksin tersusun dari

polisakarida hidrofilik, yang terikat secara kovalen dengan kandungan

lipid yang hidrofobik (Lipid A). LPS dari sebagian besar spesies bakteri

tersusun dari tiga bagian yang berbeda, yaitu: bagian antigen-O,

oligosakarida inti (core oligosacharida) dan Lipid A.

Lipid A merupakan bagian yang paling konservatif, dan merupakan

bagian yang menjadi penyebab aktifitas biologi endotoksin, misalnya

toksisitas endotoksin. Bagian hidrofobik dari endotoksin tersebut tersusun

secara heksagonal, sehingga secara struktur lebih rigid (kuat)

dibandingkan dari molekul lain. Bagian oligosakarida inti memiliki

struktur konservatif dengan bagian dalam berupa 3-deoxy-D-manno-2-

octulosonic acid (KDO)-heptose region, terdapat lima tipe inti yang

berbeda, sedangkan spesies salmonella memiliki hanya satu tipe. Antigen-

O secara umum tersusun dari sekuens oligosakarida yang identik (masing-

masing terdiri dari 3-8 monosakarida), yang spesifik sesuai jenisnya.

3

Page 4: Rabbit Test

Molar mass dari monomer endotoksin bervariasi dari 10-20 KD,

bervariasi tergantung pada ikatan oligosakaridanya, akan tetapi ada juga

yang mencapai 70 KD. Telah diketahui bahwa endotoksin membentuk

berbagai agregat supra-molekular di larutan yang mengandung air, yang

disebabkan oleh interaksi non-polar antara ikatan lemak dan juga jembatan

yang dihasilkan antara gugus fosfat oleh kation divalen. Berbagai studi

telah dilakukan yang menghasilkan bahwa pada larutan aquous,

endotoksin dapat self assemble menjadi berbagai bentuk, seperti lamela,

kubik dan heksagonal, dengan diameter hingga 0,1 mikrometer, dan

memiliki stabilitas yang tinggi tergantung pada sifat larutan (pH, ion,

surfaktan).

Endotoksin dihasilkan pada jumlah besar pada saat sel mati dan selama

pertumbuhan dan pembelahan. Endotksin memiliki sifat haet-stable dan

tidak dapat dihancurkan dengan kondisi sterilisasi biasa, karena banyak

pirogen tahan terhadap proses autoklaf, dan dapat lolos filtrasi dengan

ukuran pori-pori 0,2 mikrometer yang biasa digunakan untuk sterilisasi

akhir.

Endotoksin baru bisa diinaktivasi ketika diekspos pada suhu 2500C

selama lebih dari 30 menit, atau 1800C selama lebih dari 3 jam. Asam dan

alkali dengan kekuatan minimal 0,1 M dapat juga digunakan untuk

menghancurkan endotoksin pada skala laboratorium.

Level endotoksin maksimum untuk aplikasi intravena pada produk

farmasi dan biologi adalah 5 endotoksin unit (EU) per kg berat badan per

jam yang dicantumkan pada farmakope. Istilah EU menunjukan aktivitas

biologis endotoksin. Sebagai contoh, 100 pg standar endotoksin EC-5 dan

120 pg endotoksin dari Eschercia coli O111:B4 memiliki aktivitas 1 EU.

Untuk memenuhi persyaratan ini, merupakan tantangan bagi industri

farmasi.

II.2 DEPIROGENASI

Depirogenasi bahan, alat dan wadah pada produksi sediaan farmasi

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu inaktivasi (destruksi) atau removal.

A. Inaktivasi

Inaktivasi biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia

(contohnya oksidasi, alkilasi, atau hidrolisis endotoksin). Metode

4

Page 5: Rabbit Test

tersebut tidak banyak digunakan untuk depirogenasi bahan awal

dan air. Bila menggunakan metode ini maka harus memperhatikan

bahan kimia yang digunakan untuk memastikan tidak adanya efek

samping.

Inaktivasi dengan panas kering merupakan metode yang efektif

untuk inaktivasi pirogen pada alat-alat gelas dan minyak yang

tahan panas, juga bubuk tahan panas. Temperatur yang disarankan

untuk insinerasi adalah 170-350 deg C. Suhu yang paling umum

digunakan adalah 2500C selama 30 menit (Remington: 45 menit).

Suhu lain bisa digunakan 6500C selama 1 menit atau 1800C selama

4 jam. Dengan suhu yang lebih rendah membutuhkan waktu

insinerasi selama 1 hingga 12 jam.

B. Removal

Removal pirogen secara fisik lebih menguntungkan dari pada

penambahan bahan kimia karena tidak ada bahan kimia yang

ditambahkan pada bahan yang akan di sterilisasi.

1. Rinsing

Atau dilusi bahan/ alat dengan air bebas pirogen

merupakan cara yang efektif untuk menghilangkan pirogen.

2. Destilasi

Metode ini merupakan metode yang cukup umum

digunakan untuk raw water dimana pirogen merupakan

bahan yang tidak menguap dan dengan demikian tidak akan

ada pada destilat.

3. Ultrafiltrasi

Merupakan teknik separasi berdasarkan pada ukuran

partikel molekul endotoksin. Endotoksin aktif merupakan

suatu agregat dengan berat lebih dari 10.000 D. Kombinasi

ultrafiltrasi dengan ukuran pori 0,1 mikrometer dengan

filter sterilisasi (0,2 mikrometer) digunakan untuk sediaan

larutan LVP. Penggunaan depth filter dilakukan dengan

cara melewatkan larutan pada katridge atau pad yang

tersusun dari kaolin, alumunium oksida atau keiselguhr.

5

Page 6: Rabbit Test

Endotoksin dihilangkan dengan cara absorpsi

elektrostatik atau obstruksi mekanis. Selain itu,

dikembangkan juga suhu filter bermuatan, dimana media

filter diberi muatan positif yang dapat meningkatkan

afinitas terhadap endotoksin yang bermuatan negatif.

4. Adsorpsi

Adsorpsi menggunakan charcoal biasa juga digunakan.

Akan tetapi bahan ini merupakan adsorben kuat untuk

banyak obat, terutama dalam bentuk larutan, dan biasanya

sulit dihilangkan dari larutan akhir. Adsorbsi yang lain yang

bisa digunakan adalah adsorpsi pada suspensi barium sulfat.

5. Reverse Osmosis

Reverse osmosis diikuti dengan deionisasi merupakan

metode yang diketahui berhasil digunakan untuk

menghilangkan berbagai kontaminan pada air, termasuk

endotoksin.

6. Resin ion-exchange dan gamma irradiasi

Merupakan metode yang digunakan juga untuk

menghilangkan endotoksin dari sediaan parenteral.

III.3 TEKNIK DETERMINASI ENDOTOKSIN

Prosedur detail mengenai uji pirogen dan uji bakteri endotoksin telah

dijelaskan dengan lengkap pada farmakope.

Untuk pengujian pirogen, digunakan kelinci, dimana hewan coba

diukur peningkatan suhu tubuhnya setelah diinjeksi IV larutan steril yang

diuji. Digunakan kelinci oleh karena respon fibrilnya mirip dengan

manusia. Farmakope telah mensyaratkan, apabila tidak dipersyaratkan

untuk melakukan uji bakteri endotoksin, maka uji ini harus dilakukan pada

semua larutan parenteral dimana volume konsumsinya untuk dosis tunggal

adalah 15 ml atau lebih.

Kerugian dari rabbit test ini adalah biaya yang mahal dan waktu yang

panjang untuk pengujian; tidak dapat dikuantifikasi dan larutan parenteral

6

Page 7: Rabbit Test

tertentu (misalnya yang mengan dung fosfat kalium disis tinggi) akan

memberikan respon pirogen.

Uji untuk bakteri endotoksin, diketahui sebagai Limulus Amoebocyte

Lysate (LAL) test. Uji ini merupakan uji yang telah umum dilakukan di

industri farmasi dimana diperlukan hasil yang terkuantifikasi. Basis dari

uji ini adalah lysate dari amoebocyte yang berasal dari darah Horseshoe

Crab (Limulus polyphemus), dengan penambahan endotoksin, akan terjadi

clotting atau gelasi, sehingga menimbulkan turbiditas atau presipitasi.

Saat ini telah dikembangkan kit untuk uji LAL ini yang banyak

digunakan di industri. Uji ini telah banyak digunakan untuk uji air dan

end-process-testing untuk sediaan parenteral, radiofarmasi dan alat-alat

kesehatan.

Rhodes dan Hoft mengemukakan alasan mengapa pengujian LAL lebih

disukai dibandingkan dengan pengujian pirogen pada kelinci untuk

radiofarmasetikal:

1. Pengujian lebih sensitif

2. Pengujian lebih cepat

3. Memerlukan material uji dalam jumlah kecil

4. Keduanya, baik kontrol positif maupun kontrol negatif, dapat

dilakukan untuk setiap pengujian

5. Tidak menyebabkan kelinci mengandung bahan radio aktif

sehingga lebih disukai dari segi keamanan radiologi.

6. Lebih murah dan lebih mudah disimpan.

Akan tetapi terdapat beberapa kerugian dari metode LAL ini.

Beberapa faktor sangat mempengaruhi hasil uji, yaitu pH larutan uji,

sumber reagen yang digunakan, konsentrasi kation (kalsium atau

magnesium) pada larutan uji, dan level agregasi dari bakteri juga

mempengaruhi hasil uji. Sedangkan keuntungan dari metode LAL adalah

waktu singkat untuk uji, relatif murah, mudah dilakukan, dan

terkuantifikasi.

7

Page 8: Rabbit Test

BAB III

PERCOBAAN

III.1 PERALATAN

1. Alat suntik bebas pirogen

2. Alat kaca bebas pirogen

3. Jarum bebas pirogen

4. Termometer

5. Kandang kelinci

6. Timbangan

III.2 BAHAN

1. Kelinci dewasa yang sehat

2. NaCl 0,9% bebas pirogen

3. Larutan Uji

III.3 PROSEDUR KERJA

Uji pirogenitas menurut FI edisi III adalah sebagai berikut:

A. Kondisi hewan uji:

Hewan percobaan digunakan kelinci yang selama seminggu

sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan bobot badan. Kelinci

tidak dapat digunakan uji pirogenitas jika:

1. 3 hari sebelumnya telah digunakan untuk pengujian

pirogenitas dan memberikan hasil negatif.

2. 3 minggu sebelumnya telah digunakan untuk pengujian

pirogenitas, sediaan uji tidak memenuhi syarat.

3. Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas

dan respon rata-rata kelompok kelinci melebihi 1,20.

B. Alat

Digunakan termometer atau termometer listrik dengan

ketelitian skala 0,10 dan dapat dimasukkan ke dalam rektum kelinci

sedalam lebih kurang 5 cm.

8

Page 9: Rabbit Test

Alat suntik dibuat dari kaca atau bahan lain yang cocok, tahan

pemanasan pada suhu 2500.

C. Sediaan uji

Dibuat dari zat uji dengan melarutkan atau mengencerkan

dengan larutan natrium klorida P steril bebas pirogen atau jika zat uji

berupa larutan yang sesuai dapat langsung digunakan.

D. Prosedur Kerja

Terdiri dari uji pendahuluan dan pengujian pendahuluan.

D.1 Uji pendahuluan

1. 1 jam sebelum pengujian masukkan kelinci ke dalam kotak

kelinci sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak

leher yang longgar, badannya bebas hingga kelinci dapat duduk

dengan bebas.

2. 1 sampai 3 hari sebelum pengujian, suntikkan intravena 10 ml

per kg bobot badan dengan larutan NaCl P 0,9% steril bebas

pirogen dalam ruangan yang tenang.

3. Perbedaan suhu ruangan terhadap suhu pemeliharaan tidak

boleh lebih dari 30.

4. Selama 1 malam hingga pengujian selesai kelinci tidak di beri

makan dan selama waktu pengujian tidak diberi minum.

5. Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30

menit dimulai 90 menit sebelum penyuntikan hingga 3 jam

sesudah penyuntikan dengan larutan NaCl P 0,9% steril bebas

pirogen.

6. Kelinci yang menunjukkan beda suhu lebih besar dari 0,60 tidak

dapat digunakan untuk pengujian utama.

D.2 Pengujian utama

1. Lakukan pengujian menggunakan sekelompok hewan

percobaan terdiri dari 3 ekor kelinci.

2. Hangatkan sediaan uji hingga suhu lebih kurang 38,50,

suntikkan perlahan-lahan ke dalam vena auricularis tiap

kelinci.

9

Page 10: Rabbit Test

3. Kecuali dinyatakan lain, waktu penyuntikkan tidak

melebihi 4 menit dan volume sediaan uji tidak kurang dari

0,5 ml dan tidak lebih dari 10 ml per kg berat badan.

4. Jika pengujian gagal, ulangi pengujian hingga 4 kali, tiap

kali menggunakan 1 kelompok yang terdiri dari 3 ekor

kelinci.

D.3 Penafsiran hasil

Suhu awal tiap kelinci adalah suhu rata-rata pembacaan suhu

dengan interval 30 menit dan dilakukan 40 menit sebelum penyuntikan

sediaan uji.

Suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang dicatat selama 3 jam

setelah penyuntikan sediaan uji.

Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit

dimulai 90 menit sebelum penyuntikan hingga 3 jam setelah

penyuntikan sediaan uji.

Selisih antara suhu inisial dan suhu maksimum tiap kelinci

dinyatakan sebagai suhu respon. Jika suhu respon negatif, dianggap

nol.

Kelinci dinyatakan memenuhi syarat jika perbedaan suhu awal

antara kelinci yang satu dengan yang lain tidak lebih dari 10.

Kelinci dinyatakan tidak memenuhi syarat jika perbedaan suhu

awalnya lebih besar dari 0,20, suhu awal lebih kecil dari 38,00 dan tidak

lebih besar dari 39,80.

Sediaan uji dinyatakan memenuhi syarat jika jumlah respon tidak

melebihi kolom 2 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat jika jumlah

respon melebihi kolom 3 untuk tiap kelompok.

Jika jumlah respon terletak antara kolom 2 dan kolom 3, pengujian

diulangi. Jika pengujian ke- 4 jumlah respon melebihi 6,600 sediaan uji

dinyatakan tidak memenuhi syarat.

10

Page 11: Rabbit Test

DAFTAR

Jumlah kelinci Sediaan uji memenuhi syarat

jika jumlah respon tidak

melebihi

Sediaan uji tidak

memenuhi syarat

jika jumlah respon

melebihi

3 1,200 2,700

6 2,800 4,300

9 4,500 6,00

12 6,600 6,600

Pengujian pirogen menurut FI edisi IV adalah sebagai berikut:

I. Kondisi hewan uji

1. Gunakan kelinci dewasa yang sehat.

2. Masukkan satu ekor kelinci ke kandang/ ruangan dengan

suhu 20-230C.

3. Tempatkan kandang pada ruangan yang tidak menimbulkan

kegelisahan pada kelinci.

4. Jika kelinci belum pernah digunakan, maka adaptasikan

kelinci selama 7 hari.

5. Kelinci tidak boleh digunakan, jika:

a. Lebih dari satu kali dalam jangka waktu 48 jam.

b. Sebelum 2 minggu setelah dilakukan uji pirogen, kelinci

mengalami kenaikan suhu maksimum 0,600C.

c. Telah digunakan untuk melakukan uji sediaan yang

mengandung pirogen dalam jangka waktu sebelum 2

minggu.

6. Pada waktu pengujian, kelinci tidak boleh diberi makan,

boleh diberi minum, tetapi dibatasi.

II. Prosedur kerja:

1. Siapkan alat dan bahan uji.

2. Lakukan pengujian di ruang terpisah (agar tidak

menimbulkan kegelisahan pada kelinci).

11

Page 12: Rabbit Test

3. Masukkan kelinci dalam kotak penyekap sehingga kelinci

tertahan dan letak leher longgar (jika menggunakan

transmisator).

4. Tentukan suhu awal kelinci, 30 menit sebelum disuntikan

larutan uji.

5. Atur suhu awal kelinci, tidak boleh lebih dari 39,80C dan

beda suhu tiap kelinci dalam 1 kelompok tidak boleh lebih

dari 10C.

6. Suntikan 10 ml/ KgBB, melalui vena tepi telinga 3 ekor

kelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu 10 menit.

7. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu di konstitusi

seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan

disuntikan dengan dosis seperti yang tertera pada etiket.

8. Jika uji pirogen pada alat kesehatan, maka cuci permukaan

alat yang berhubungan langsung dengan tubuh atau jaringan

tubuh pasien dan air bilasan pencucian alat kesehatan yang

di ujinya.

9. Hangatkan larutan pada suhu 370C ± 20C sebelum

penyuntikan.

10. Rekam suhu berturut-turut setelah 1 jam pertama

penyuntikan sampai jam ke-3, suhu di ukur setiap 30 menit.

III. Penafsiran hasil

1. Setiap penurunan suhu di anggap nol.

2. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun

menunjukkan kenaikan suhu 0,50C atau lebih, lanjutkan

pengujian dengan 5 ekor kelinci.

3. Jika tidak lebih dari 3 ekor, dari total 8 ekor kelinci masing-

masing mengalami kenaikan suhu 0,50C atau lebih, tetapi

suhu total dari 8 ekor kelinci maksimum 3,30C, maka

sediaan dianggap bebas pirogen.

12

Page 13: Rabbit Test

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL

A. Pengamatan bobot kelinci selama 1 minggu

Tabel 4.1 Bobot kelinci

Identitas

Kelinci

Hari-Jam pengamatan Bobot (Kg) Keterangan

Kelinci 1

Selasa, 17 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,55 kg Citra

Rabu, 18 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,55 kg Citra

Kamis, 19 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,56 kg Citra

Jumat, 20 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,58 kg Citra

Sabtu, 21 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,58 kg Citra

Minggu, 22 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,59 kg Ghina

Senin, 23 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,60 kg Ghina

Kelinci 2 Selasa, 17 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,64 kg Ghina

Rabu, 18 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,64 kg Ghina

Kamis, 19 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,64 kg Ghina

Jumat, 20 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,65 kg Novia

Sabtu, 21 – 09 – 2013; 12.30 1,70 kg Novia

13

Page 14: Rabbit Test

WIB

Minggu, 22 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,72 kg Novia

Senin, 23 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,72 kg Novia

Kelinci 3

Selasa, 17 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,80 kg Novia

Rabu, 18 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,83 kg Bu Ela

Kamis, 19 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,83 kg Bu Ela

Jumat, 20 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,83 kg Bu Ela

Sabtu, 21 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,84 kg Bu Ela

Minggu, 22 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,86 kg Bu Ela

Senin, 23 – 09 – 2013; 12.30

WIB

1,86 kg Bu Ela

Kesimpulan:

Dari ketiga kelinci yang diamati, tidak ada satupun kelinci yang mengalami

penurunan berat badan selama satu minggu. Jadi ketiga kelinci tersebut memenuhi

persyaratan sebagai hewan percobaan pada uji pendahuluan.

14

Page 15: Rabbit Test

B.Uji pendahuluan

Waktu pelaksanaan: 24 september 2013

Larutan uji: Larutan NaCl 0,9% steril bebas pirogen

Keterangan mengenai penyuntikan: Volume penyuntikkan masing-masing kelinci adalah

sebesar 10 ml/kg BB. Penyuntikan dilakukan secara intravena.

Penyuntikan :

Kelinci 1 : 1,60 kg x 10 ml = 16 ml

Kelinci 2 : 1,72 kg x 10 ml = 17,2 ml

Kelinci 3 : 1,86 kg x 10 ml = 18,6 ml

Pencatatan suhu tubuh kelinci adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Uji pendahuluan

Identitas Kelinci Jam pengamatan Suhu (oC) Keterangan (nama

pelaksana

Kelinci 1

07.00 WIB 36,0 Citra

07.30 WIB 36,1 Citra

08.00 WIB 36,1 Citra

08.05 WIB (Penyuntikan) Citra

08.35 WIB 36,1 Citra

09.05 WIB 36,1 Citra

09.35 WIB 36,2 Citra

10.05 WIB 36,2 Ghina

10.35 WIB 36,2 Ghina

11.05 WIB 36,2 Ghina

Kelinci 2 07.05 WIB 36,2 Ghina

07.35 WIB 36,2 Ghina

08.05 WIB 36,3 Ghina

08.10 WIB (penyuntikan) Ghina

08.40 WIB 36,5 Bu Ela

15

Page 16: Rabbit Test

09.10 WIB 36,5 Bu Ela

09.40 WIB 36,5 Bu Ela

10.10 WIB 36,5 Bu Ela

10.40 WIB 36,5 Bu Ela

11.10 WIB 36,5 Bu Ela

Kelinci 3

07.10 WIB 35,5 Bu Ela

07.40 WIB 35,5 Novia

08.10 WIB 35,6 Novia

08.15 WIB (Penyuntikan) Novia

08.45 WIB 35,6 Novia

09.15 WIB 35,7 Novia

09.45 WIB 35,8 Novia

10.15 WIB 35,8 Novia

10.45 WIB 35,8 Novia

11.15 WIB 35,8 Novia

Kesimpulan:

Dari ketiga kelinci yang telah diuji pendahuluan, tidak satupun kelinci menunjukkan

perbedaan suhu atau kenaikan suhu lebih dari 0,6oC sehingga dapat disimpulkan bahwa

ketiga kelinci tersebut dapat digunakan untuk pengujian utama.

B. Uji Utama (menurut FI edisi IV)

Waktu Pelaksana: Kamis, 26 September 2013

Larutan Uji: Calcii Glukonas injeksi 10%

Keterangan mengenai penyuntikkan:

Dosis untuk manusia adalah sebesar 10% = 10 gram/100ml = 0.1 gram/ml

Konversi dari manusia (70 kg) ke kelinci adalah 0,07

Dosis untuk kelinci = 0,1 gram/ml x 0,07 = 0.007 gram/ml = 7 mg/ml

Penyuntikan :

16

Page 17: Rabbit Test

Kelinci 1 : 1,60 kg/1,50 kg x 7 mg/ml = 7,5 mg + WFI ad 16 ml

Kelinci 2 : 1,72 kg/1,50 kg x 7 mg/ml = 8,0 mg + WFI ad 17,2 ml

Kelinci 3 : 1,86 kg/1,50 kg x 7 mg/ml = 8,7 mg + WFI ad 18,6 ml

Tabel 4.3 Uji utama

Identitas

Kelinci

Jam

pengamatan

Suhu (oC) Keterangan

(nama

pelaksana)

Keterangan

(suhu

respon)

Kelinci 1

07.00 WIB 36,2 Citra

0,5

07.30 WIB (Penyuntikan) Citra

08.30 WIB 36,6 Citra

09.00 WIB 36,7 Citra

09.30 WIB 36,7 Citra

10.00 WIB 36,7 Ghina

10.30 WIB 36,7 Ghina

Kelinci 2

07.00 WIB 36,5 Ghina

0,5

07.30 WIB (Penyuntikan) Ghina

08.30 WIB 36,8 Ghina

09.00 WIB 36,9 Ghina

09.30 WIB 37,9 Bu Ela

10.00 WIB 37,0 Bu Ela

10.30 WIB 37,0 Bu Ela

Kelinci 3

07.00 WIB 35,8 Bu Ela

0,3

07.30 WIB (Penyuntikan) Novia

08.30 WIB 36,0 Novia

09.00 WIB 36,0 Novia

09.30 WIB 36,1 Novia

10.00 WIB 36,1 Novia

10.30 WIB 36,1 Novia

17

Page 18: Rabbit Test

Kesimpulan:

Dari ketiga kelinci diatas ada dua kelinci yang mengalami kenaikan suhu lebih atau

sama dengan 0,5oC sehingga pengujian dilanjutkan dengan lima ekor kelinci. (FI IV, 1995)

Tabel 4.4 Uji tambahan

Identitas

Kelinci

Jam

pengamatan

Suhu (oC) Keterangan

(nama

pelaksana

Keterangan

(suhu

respons)

Kelinci 4

12.00 WIB 36,6 Citra

0,2

12.30 WIB (Penyuntikan) Citra

13.30 WIB 36,7 Citra

14.00 WIB 36,8 Citra

14.30 WIB 36,8 Citra

15.00 WIB 36,8 Citra

15.30 WIB 36,8 Citra

Kelinci 5

12.00 WIB 37,0 Ghina

0,4

12.30 WIB (Penyuntikan) Ghina

13.30 WIB 37,2 Ghina

14.00 WIB 37,4 Ghina

14.30 WIB 37,4 Ghina

15.00 WIB 37,4 Ghina

15.30 WIB 37,4 Ghina

Kelinci 6

12.00 WIB 37,3 Novia

0,4

12.30 WIB (Penyuntikan) Novia

13.30 WIB 37,5 Novia

14.00 WIB 37,5 Novia

14.30 WIB 37,5 Novia

15.00 WIB 37,7 Novia

15.30 WIB 37,7 Novia

Kelinci 7 12.00 WIB 36,8 Bu Ela 0,3

12.30 WIB (Penyuntikan) Bu Ela

13.30 WIB 37,0 Bu Ela

18

Page 19: Rabbit Test

14.00 WIB 37,0 Bu Ela

14.30 WIB 37,1 Bu Ela

15.00 WIB 37,1 Bu Ela

15.30 WIB 37,1 Bu Ela

Kelinci 8

12.00 WIB 36,5 Ghina

0

12.30 WIB (Penyuntikan) Ghina

13.30 WIB 36,4 Citra

14.00 WIB 36,3 Citra

14.30 WIB 36,3 Bu Ela

15.00 WIB 36,3 Bu Ela

15.30 WIB 36,3 Bu Ela

Kesimpulan:

Setelah dilakukan pengujian kembali pada 5 ekor kelinci, tidak ada satupun dari 5

ekor kelinci tersebut mengalami kenaikan suhu lebih dari atau sama dengan 0,5oC, serta

jumlah kenaikan suhu maksimum dari 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3oC yakni hanya 2,6oC

(0,5 + 0,5 + 0,3 + 0,2 + 0,4 + 0,4 + 0,3 + 0), maka dinyatakan sediaan memenuhi syarat bebas

pirogen.

IV.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan uji pirogen terhadap sediaan uji yaitu injeksi calcii

glukonas 10%. Uji pirogen ini menggunakan metode Rabbit Test. Pengujian dilakukan pada

kelinci yang sehat dan memenuhi syarat sebagai hewan percobaan uji pirogen sebagaimana

tercantum dalam Farmakope Indonesia.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam uji pirogen ini adalah alat suntik bebas

pirogen, alat kaca bebas pirogen, jarum bebas pirogen, kandang kelinci, dan termometer

dengan tingkat ketelitian skala 0,10C. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan NaCl

0,9% steril bebas pirogen, dan larutan sediaan yang akan di uji.

Uji pirogen dilakukan menurut FI edisi III, yang terdiri dari beberapa tahap yaitu:

pengamatan bobot kelinci selama 1 minggu, uji pendahuluan dan uji utama. Pada praktikum

19

Page 20: Rabbit Test

kali ini dilakukan pengamatan bobot kelinci selama 1 minggu, dan uji pendahuluan (menurut

FI edisi III) dan uji utama (menurut FI edisi IV).

Pengamatan bobot kelinci dilakukan selama 1 minggu dari tanggal 17 - 23 september

2013. Pengamatan dilakukan terhadap 3 ekor kelinci, dan dari ke-3 ekor kelinci tersebut,

tidak satupun kelinci yang mengalami penurunan berat badan (lihat tabel 4.1). Jadi ke-3 ekor

kelinci tersebut dapat digunakan atau memenuhi syarat sebagai hewan percobaan pada uji

pendahuluan.

Uji pendahuluan dilaksanakan pada tanggal 24 september 2013. Larutan uji yang

digunakan adalah larutan NaCl 0,9% steril bebas pirogen. Volume penyuntikan 10 ml/

KgBB, secara intravena ke dalam vena auricularis dari masing-masing kelinci. Perbedaan

suhu ruangan terhadap suhu pemeliharaan tidak boleh lebih dari 30. Selama 1 malam hingga

pengujian selesai kelinci tidak di beri makan dan selama waktu pengujian tidak diberi minum.

Catat suhu badan kelinci dengan interval tidak lebih dari 30 menit dimulai 90 menit sebelum

penyuntikan hingga 3 jam sesudah penyuntikan dengan larutan NaCl 0,9% steril bebas

pirogen. Kelinci yang menunjukkan beda suhu lebih besar dari 0,60C tidak dapat digunakan

untuk pengujian utama. Dari hasil pengamatan, dari ke-3 kelinci tersebut tidak satupun

kelinci yang menunjukkan beda suhu lebih dari 0,60C (lihat tabel 4.2). Sehingga ke-3 kelinci

tersebut dapat digunakan pada pengujian utama.

Pengujian utama dilaksanakan pada tanggal 26 september 2013. Pengujian dilakukan

menurut FI edisi IV. Sediaan yang di uji adalah injeksi calcii glukonas 10%. Volume

penyuntikan 10 ml/ KgBB, secara intravena ke dalam vena auricularis dari masing-masing

kelinci. Penyuntikan dilakukan dalam waktu 10 menit. Untuk perhitungan dosis, dilakukan

konversi dari dosis manusia (70 kg) ke kelinci (1,5 kg) yaitu 0,007. Tentukan suhu awal

kelinci, 30 menit sebelum disuntikan larutan uji. Suhu awal kelinci tidak boleh lebih dari

39,80C dan beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih dari 1 0C. Catat suhu

berturut-turut setelah 1 jam pertama penyuntikan sampai jam ke-3, suhu di ukur setiap 30

menit. Setiap penurunan suhu di anggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor

kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,50C atau lebih, lanjutkan pengujian dengan 5 ekor

kelinci. Dari hasil pengamatan, ada 2 kelinci yang mengalami kenaikan suhu lebih dari atau

sama dengan 0,50C yaitu kelinci 1 dan 2 (lihat tabel 4.3). Sehingga pengujian dilanjutkan

dengan 5 ekor kelinci.

20

Page 21: Rabbit Test

Pengujian tambahan dilakukan pada 5 ekor mencit. Perlakuan sama dengan halnya

pada uji utama. Jika tidak lebih dari 3 ekor, dari total 8 ekor kelinci masing-masing

mengalami kenaikan suhu 0,50C atau lebih, tetapi suhu total dari 8 ekor kelinci maksimum

3,30C, maka sediaan dianggap bebas pirogen. Setelah dilakukan pengamatan dan pencatatan

kenaikan suhu dari ke-5 ekor kelinci tersebut, ternyata tidak ada satupun dari 5 ekor kelinci

tersebut mengalami kenaikan suhu lebih dari atau sama dengan 0,5oC, serta jumlah kenaikan

suhu maksimum dari 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3oC yakni hanya 2,6oC (0,5 + 0,5 + 0,3

+ 0,2 + 0,4 + 0,4 + 0,3 + 0), maka dinyatakan sediaan memenuhi syarat bebas pirogen.

Dari percobaan uji pirogen terhadap sediaan uji injeksi calcii glukonas 10%, dapat

disimpulkan bahwa injeksi calcii glukonas tersebut memenuhi syarat bebas pirogen, karena

hanya 2 ekor kelinci dari 8 ekor kelinci yang diuji, yang mengalami kenaikan suhu lebih dari

atau sama dengan 0,50C, dan jumlah kenaikan suhu maksimum dari 8 ekor kelinci tidak lebih

dari 3,3oC yakni hanya 2,6oC.

IV.3 PENDALAMAN MATERI

Uji pirogen dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan uji (sediaan parenteral) bebas

dari pirogen. Uji pirogen ini sangat penting, karena pirogen yang ada dalam sediaan, jika

disuntikan ke tubuh manusia dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh atau demam. Selain

itu pirogen memberikan efek vasokontriksi, dilatasi pupil, depresi nafas, dan peningkatan

tekanan darah. Mungkin reaksi yang muncul juga adalah nyeri pada persendian dan

punggung, sakit kepala, mual dan malaise, shok endotoksin, kerusakan jaringan tubuh dan

kematian. Akan sangat berbahaya untuk pasien dengan kondisi sakit yang menerima LVP

(Large Volume Parenteral) yang mengandung endotoksin.

Salah satu metode uji pirogen adalah Rabbit Test. Digunakan kelinci sebagai hewan

coba. Hal ini dikarenakan kelinci memiliki respon fibriel yang mirip dengan manusia.

Pada uji pirogenitas, penyuntikan dilakukan pada pembuluh vena. Hal ini bertujuan

agar obat atau sediaan uji yang disuntikan, langsung terdistribusi ke dalam aliran darah.

Sehingga efek panas dari pirogen dapat langsung diamati.

Penyuntikan dilakukan pada vena auricularis, karena vena auricularis adalah vena

terbesar yang ada pada tubuh kelinci. Sehingga vena dapat dengan mudah dicari dan dilihat.

21

Page 22: Rabbit Test

Sebelum dilakukan uji pirogen terhadap kelinci, perlu dilakukan pengadaptasian

terhadap kelinci, dengan tujuan untuk menghindari hasil yang positif palsu, kelinci

mengalami kenaikan suhu tubuh bukan disebabkan oleh sediaan uji, melainkan kelinci stress

dengan lingkungan yang baru karena sebelumnya tidak diadaptasikan terlebih dahulu.

[email protected]

22