Quo Vadis Jabatan Wakil Menteri1

19
Quo Vadis 1 Jabatan Wakil Menteri: Dalam Perspektif Reformasi Birokrasi di Indonesia Pendahuluan Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang menganut sistem presid 2 adalah merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasan eksekutif dipilih mela pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif , sedangkan jabatan menteri adalah jabatan yang bersifat politis. Dengan kata lain, menteri diangkat d oleh presiden sesuai dengan kebijakan politik presiden. Menteri melaksanakan dan fungsinya sesuai dengan visi dan misi yang diusungoleh presiden serta bertanggung-jawab penuh kepada presiden. Menteri memimpin lembaga departemen dan non-departemen sesuai dengan nomenklatur yang disusun oleh presiden. Lem kementerian dibuat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Contoh tugas 1 Quo vadisadalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahannya secara harafiah "Kemana engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan dari kitab Perjanjian Injil Yohanes, bab 16 ayat 5. "tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi?" Kalimat ini merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan pada Yesus Kristus oleh Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan hendak melarikan diri dari misinya beresiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia berbalik kembali ke Roma di mana ia kemudian disalibkan dan menjadi martir di sana. Semenjak dahulu, kalimat ini seringkali dipergunakan, oleh berbagai kalangan. Salah satu contoh yang s terkenal ialah judul buku dalam bahasa Indonesia: Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926 , karangan Kacung Marijan (Jakarta:Erlangga) pada tahun 1992. Quo Vadis, juga merupakan sebuah film mengenai penindasan umat Kristiani oleh Nero, Kaisar Romawi, berdasarkan sebuah b yang dikarang oleh Henryk Sienkiewicz, seorang Novelis Polandia di tahun 1896. Film ini died tahun 1951 dan merupakan box office yang memenangkan Golden Globe Awards. Diakses dari www. id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin, dialses 21 November 2011. 2 Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekani untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terh negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya Ibid 1

Transcript of Quo Vadis Jabatan Wakil Menteri1

Quo Vadis1 Jabatan Wakil Menteri: Dalam Perspektif Reformasi Birokrasi di Indonesia

Pendahuluan Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang menganut sistem presidensial2 adalah merupakan sistem pemerintahan dimana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif, sedangkan jabatan menteri adalah jabatan yang bersifat politis. Dengan kata lain, menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden sesuai dengan kebijakan politik presiden. Menteri melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan visi dan misi yang diusung oleh presiden serta bertanggung-jawab penuh kepada presiden. Menteri memimpin lembaga departemen dan non-departemen sesuai dengan nomenklatur yang disusun oleh presiden. Lembaga kementerian dibuat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Contoh tugasQuo vadis adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahannya secara harafiah: "Kemana engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan dari kitab Perjanjian Baru, Injil Yohanes, bab 16 ayat 5. "tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi?" Kalimat ini merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan pada Yesus Kristus oleh Santo Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan hendak melarikan diri dari misinya yang beresiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berbalik kembali ke Roma di mana ia kemudian disalibkan dan menjadi martir di sana. Semenjak dahulu, kalimat ini seringkali dipergunakan, oleh berbagai kalangan. Salah satu contoh yang sangat terkenal ialah judul buku dalam bahasa Indonesia: Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, karangan Kacung Marijan (Jakarta:Erlangga) pada tahun 1992. Quo Vadis, juga merupakan judul sebuah film mengenai penindasan umat Kristiani oleh Nero, Kaisar Romawi, berdasarkan sebuah buku yang dikarang oleh Henryk Sienkiewicz, seorang Novelis Polandia di tahun 1896. Film ini diedarkan tahun 1951 dan merupakan box office yang memenangkan Golden Globe Awards. Diakses dari www. id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin, dialses 21 November 2011. 2 Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Ibid1

1

pemerintah di bidang hubungan luar negeri diemban oleh Kementerian Luar Negeri. Kementerian negara departemen dilengkapi dengan struktur organisasi yang pada umumnya terdiri dari Sekretaris Jenderal (Sekjen), Direktorat Jenderal (Dirjen), Inspektur Jenderal (Itjen) dan Badan (Pasal 9 ayat 2 UU No. 39 tahun 2008). Sedangkan kementerian negara non-departemen memiliki Sekretaris, Inspektorat dan Deputi. Struktur organisasi yang ada sebelumnya dianggap belum mencukupi dan belum mampu mengcover semua tugas-tugas kementerian negara, sehingga pemerintah mengangkat jabatan wakil menteri. Beberapa waktu yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik beberapa pejabat negara sebagai wakil menteri. Adapun pejabatpejabat yang diangkat sebagai wakil menteri tersebut adalah:

Tabel 1. Daftar Wakil Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid 2No Jabatan Nama Dr. Bayu Krisnamurti Dr. Alex Retra Ubun Dr. Mahendra Siregar Dr. Hermanto Dardak Dr. Bambang Susantono Triyono Wibowo, SH Sjafrie Sjamsoeddin Prof. Dr. Fasli Jalal Anny Ratnawati 1 Wakil menteri pertanian 2 Wakil menteri perindustrian 3 Wakil menteri perdagangan 4 Wakil menteri pekerjaan umum 5 Wakil menteri perhubungan 6 Wakil menteri luar negeri 7 Wakil menteri pertahanan 8 Wakil menteri pendidikan 9 Wakil menteri keuangan Sumber: Diambil dari berbagai sumber

Logika berpikir yang digunakan dalam mengangkat jabatan wakil menteri tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi kementerian negara. Sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengenal adanya jabatan wakil menteri, jabatan tertinggi pada kementerian negara dipegang oleh menteri sebagai pembantu presiden. Namun, mengikuti perkembangan jaman dan kompleksitas fungsifungsi kementerian sehingga dirasa perlu untuk mengangkat wakil menteri yang bertugas membantu menteri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Wakil menteri

2

diberikan kewenangan untuk membantu tugas-tugas kepemimpinan menteri, termasuk mewakili menteri dalam sidang-sidang kabinet jika menteri berhalangan, juga menghadiri sidang-sidang setingkat menteri di diberbagai forum. Namun, wakil menteri tidak memiliki hak suara dalam sidang-sidang kabinet dan tidak berwenang mengambil keputusan dalam berbagai forum. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis arti penting jabatan wakil menteri, apakah perlu diangkat seorang wakil menteri untuk membantu menteri dalam menjalankan tugas dan fungsi kementerian negara? Lebih jauh tulisan ini akan menguraikan kaitan antara pengangkatan jabatan wakil menteri dengan reformasi birokrasi yang digagas oleh pemerintahan SBY jilid kedua, apakah pengisian jabatan wakil menteri tersebut sudah sesuai dengan semangat reformasi birokrasi atau justeru kebalikannya dan apa implikasi dari jabatan wakil menteri yang dilantik oleh pemerintahan SBY? Kerangka berpikir yang coba dibangun adalah reformasi birokrasi pada kementerian negara bukan hanya terbatas pada komposisi dan hubungan antar kementerian negara, melainkan juga harus dilihat dari aspek komposisi internal struktur organisasi kementerian negara. Memahami Organisasi: Konstruksi Teoritik Sebelum membahas lebih jauh tentang jabatan wakil menteri pada kementerian negara, sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu hakikat (nature) organisasi untuk mengetahui karakter organisasi. Organisasi didefinisikan secara beragam oleh para ahli, tergantung dari cara pandang melihat organisasi itu. Berikut ini akan diinventarisir beberapa definisi tersebut. 1. Max Weber3 A circle of people who are acustomed to obidience the orders of leaders and who have a personal interest in the continue of the domination by virtue of their own participation and the resulting benefits, have devided among themselves the exercise of those fungctions wich will serve ready for the exercise. Dwigh Waldo4 Organization may be defined as the structure of authoritative and habitual personal interactions in a administrative system.3

2.

Micahel M. Harmon dan Richard T. Mayer, Organization Theory for Public Administration, Little, Brown and Company, Boston, 1986, halaman 18. 4 Ibid.

3

3. 4.

Victor A. Thompson5 Organization is a highly rationalized and impersonal integration of a large number of specialists cooperating to achieve some announced specific objective Chester I. Barnard6 Organization defined as a system of conciously coordinated personal activities or forces of two or more persons. Dari definisi organisasi di atas, dapat ditarik benang merah dari definisi yang

diberikan oleh para ahli tersebut, bahwa organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama dalam suatu wadah untuk mencapai tujuan bersama. Selanjutnya, ada beberapa karakteristik organisasi, diantaranya:7 1. Adanya pembagian kerja, kekuasaan, responsibilitas, komunikasi, pembagian (divisions) yang tidak diacak atau memakai pola tradisonal, tetapi dijalankan untuk mencapai tujuan yang jelas 2. Kekuasaan dari seseorang atau lebih untuk mengontrol kegiatan organisasi 3. Penggantian personel dengan memindahkan orang-orang yang tidak menyukai pekerjaannya dan memberikan pekerjaan lain pada mereka. Dalam melaksanakan mandat organisasi, organisasi bekerja berdasarkan struktur yang dibentuk. Mandat organisasi adalah segala sesuatu yang ditugaskan untuk dilaksanakan oleh organisasi. Struktur organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek sehingga manajer harus jeli dalam menyusun strutur organisasi. Menurut Robbins, ada beberapa dimensi yang mempengaruhi struktur organisasi:8 1. Kompleksitas, merujuk kepada tingkat diferensiasi yang ada di dalam organisasi. Diferensiasi terbagi atas; (a) diferensiasi horizontal mempertimbangkan pemisahan horizontal diantara unit-unit, (b) diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman hierarki organisasi, dan (3) diferensiasi spasial meliputi tingkat sejauh mana lokasi fasilitas dan para pegawai tersebar secara geografis. dan secara langsung mencapai tujuan organisasi.

Nicholas Henry, Public Administration and Public Affairs (Fifth Edition), Englewood Cliffs, New Jersey, 1992, halaman 49. 6 Ibid. 7 David H. Rosenblom dan Deborah D. Goldman J.D, Public Administration: Understanding Management, Politics and Law in the Public Sector, Random House, New York, 1986, halaman 118. 8 Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Fungsi, Arcan, Jakarta, 1994, halaman 91-115.

5

4

2.

Formalisasi, merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi

itu distandardisasikan. Jika sebuah pekerjaan sangat diformalisasikan, maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya dan bagaimana harus melakukannya. 3. Sentralisasi, merujuk kepada tingkat di mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Sementara itu, Keban melihat bahwa sentralisasi merupakan bagian dari dispersi otoritas. Dispersi otoritas berkenaan dengan bagaimana mengatur pembagian kewenangan untuk memutuskan atau mengambil keputusan tentang suatu masalah. Dispersi otoritas bisa dilakukan dengan desentralisasi, yaitu dengan mendelegasikan otoritas kepada tingkat yang lebih rendah dan dapat pula dilakukan dengan sentralisasi, yakni dengan pemusatan pengambilan keputusan pada tingkat yang lebih tinggi.9 Menyusun struktur organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Kesesuaian (matching) struktur organisasi dengan beban tugas dan fungsi merupakan jaminan bagi efisiensi dan efektivitas organisasi. Artinya, semua beban tugas dan fungsi organisasi harus dibagi habis ke dalam struktur organisasi yang dibentuk. Tidak boleh ada pekerjaan dan fungsi yang tidak dimanifestasikan dalam badan dan unit yang ada dalam struktur organisasi. Organisasi merupakan entitas yang dinamis dan berkembang sesuai dengan dinamika lingkungannya. Orgaisasi yang Di samping itu, perombakan struktur organisasi baik penambahan maupun perampingan struktur organisasi harus memperhatikan aspek objektif fungsi dan tugas struktur organisasi yang akan ditambah dan dilikuidasi. Apabila kondisi objektif organisasi memaksa organisasi untuk menambah struktur baru maka manajer harus mengakomodasi tuntutan untuk membentuk struktur baru. Sebaliknya, jika fungsi dan tugas suatu struktur organisasi sudah tidak relevan dan tidak dibutuhkan lagi maka manajer harus menghapus struktur tersebut. Wakil Menteri: Efektivitas atau Pemborosan?Yeremias T. Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu, Gava Media, Yogyakarta, 2004, halaman 139.9

5

Sebelum adanya jabatan wakil menteri, secara umum struktur kementerian negara terdiri dari Sekjen, Irjen dan Dirjen. Dalam menjalankan tugasnya menteri juga dibantu oleh staf ahli. Jumlah Sekjen dan Irjen pada setiap kementerian hanya satu unit, sedangkan besaran Dirjen tergantung pada kompleksitas tugas dan fungsi masingmasing kementerian. Sekjen adalah unit organisasi yang mengurus urusan rumah-tangga kementerian, sedangkan Irjen berfungsi sebagai supervisi yang mengawasi semua unit organisasi, termasuk menteri. Pelaksanaan tugas-tugas teknis dan administratif kementerian dijalankan oleh Dirjen. Misalnya, pada Kementerian Pendidikan Nasional, urusan perguruan tinggi dilaksanakan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Sementara itu, jabatan staf ahli dipegang oleh para pakar yang menguasai bidang tertentu dan bertugas memberikan masukan dan analisis kepada menteri. Gambar 1. Struktur Organisasi Kementerian Secara UmumMenteri

Staf Ahli

Sekretaris Jenderal

Inspektur Jenderal

Direktur Jenderal

Sejak jabatan wakil menteri dibentuk, secara otomatis struktur organisasi kementerian menjadi bertambah. Pertambahan struktur organisasi ini berimplikasi pada struktur organisasi secara keseluruhan. Melihat kepada tugas, fungsi dan kewenangannya maka jabatan wakil menteri merupakan jabatan struktural yang berada satu tingkat di bawah menteri, tetapi berada satu level di atas staf ahli. Berikut ini gambar susunan organisasi kementerian pascadibentuknya jabatan wakil menteri.

Gambar 2. Struktur Organisasi Kementerian Pasca dibentuknya Jabatan Wakil MenteriMenteri

6

Wakil Menteri Staf Ahli

Sekretaris Jenderal

Inspektur Jenderal

Direktur Jenderal

Gambar 3. Contoh Struktur Organisasi Kementerian Luar NegeriMenteri Luar Negeri

Wakil Menteri

Staf Ahli: - Bidang Politik, Hukum, Keamanan - Bidang Ekonomi, Sosial, Budaya - Bidang Hubungan Inspektur Jenderal Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Direktur Jenderal Multilateral

Sekretaris Jenderal Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Direktur Jenderal Amerika dan Eropa

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian

Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler

Dari struktur tersebut dapat dipahami bahwa terdapat penambahan satu nomenklatur pada kementerian negara sejak dibentuknya jabatan wakil menteri. Secara teoritis hal ini akan berdampak kepada struktur organisasi kementerian secara

7

keseluruhan. Bertambahnya unit organisasi berarti bertambah pula sumber daya manusia, jabatan, anggaran dan fasilitas serta sarana dan prasarana. Jelas ini menjadi beban bagi organisasi. Apabila struktur yang baru dibentuk tersebut memiliki fungsi yang sangat urgent maka tidak akan ada persoalan. Namun, jika unit organisasi yang baru dibentuk kurang memiliki relevansi dan urgensitas peranan maka akan menjadi beban yang akan menyedot anggaran organisasi. Menurut pendapat penulis, pengangkatan jabatan wakil menteri kurang memikirkan aspek kompleksitas struktur organisasi. Banyak pihak yang sudah mahfum bahwa jumlah kementerian KIB jilid 2 terlalu gemuk dan tambun. 35 kementerian negara dinilai terlalu tambun dan gemuk. Seharusnya, struktur organisasi KIB jilid 2 bisa lebih ramping dari itu. Wakil menteri adalah jabatan struktural tertinggi di Indonesia dengan grade eselon 1. Dulu jabatan eselon 1 ini dipegang oleh Sekjen, Irjen dan Dirjen. Dengan bertambahnya jabatan wakil menteri maka pada setiap akan bertambah satu pos jabatan lagi pada organisasi kementerian. Pada titik ini, semakin kuatlah stigma bahwa KIB memang tambun dan gemuk. Pemerintah tidak memiliki sensitivitas bagi pembentukan struktur organisasi yang ramping tetapi efektif. Dalam penyusunan struktur organisasi, aspek kompleksitas seharusnya menjadi perhatian para manejer di sektor publik karena organisasi publik adalah milik publik yang dibiayai dengan uang publik. Dewasa ini berkembang tuntutan untuk menyusun organisasi publik yang miskin struktur kaya fungsi.10 Dalam pembentukan jabatan wakil menteri, aspek kompleksitas struktur dan fungsi kurang menjadi landasan utama sehingga terjadi pembengkakan struktur organisasi. Lebih jauh, hal ini akan membebani anggaran negara karena negara dipaksa menambah dana untuk memenuhi kebutuhan jabatan wakil menteri. Dalam kacamata awam, bertambahnya jabatan berarti bertambah mobil dinas, rumah dinas, jabatan, tunjangan, sarana dan prasarana lainnya. Pembentukan jabatan wakil menteri jelas bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang menjadi visi dan misi pemerintahan SBY. Pembentukan jabatan wakil menteri juga dapat menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap pemerintah daerah, karena di tengah upaya pemerintah pusat merampingkan struktur organisasiKonsep organisasi publik yang miskin struktur tetapi kaya fungsi ini digagas oleh Wahyudi Kumorotomo. Lebih jelasnya, baca Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.10

8

pemerintah daerah dengan mengesahkan PP No. 41 Tahun 2007, tetapi pemerintah pusat menambah struktur organisasi baru di kementerian. Dalam pandangan Thoha, pemerintah masih setengah hati dalam melakukan reformasi birokrasi karena proses reformasi yang dijalankan masih parsial. Berikut ini pernyataan Thoha mengenai proses reformasi birokrasi di Indonesia.Lembaga birokrasi pemerintah menurut penjelasan dari pemerintah telah banyak mengalami perubahan, akan tetapi secara strategis saya memandangnya belum banyak dilakukan reformasi yang menyeluruh. Saya sering mengatakan rancang bangun (grand design) reformasi birokrasi pemerintah belum ada. Adapun yang dilaksanakan adalah reformasi yang tidak ada sambungannya satu reformasi dengan reformasi yang lain dalam birokrasi pemerintah. Sebagai contoh reformasi pelayanan publik antara satu departemen dengan departemen lain tidak ada sambungannya, demikian pula antara pemerintah daerah yang satu dengan yang lain tidak ada kaitannya. Sehingga ada daerah yang sudah baik pelayanannya tetapi pemerintah daerah lain tidak ada perubahan. Ini menunjukkan pelaksnaan reformasi yang tidak menyeluruh.11

Reformasi birokrasi adalah proses perubahan pada seluruh dimensi organisasi birokrasi pemerintah. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan terhadap aspek struktur dan kultur organisasi. Konig mengungkapkan bahwa reformasi administrasi tidak hanya diarahkan pada penyederhanaan prosedur administratif, tetapi juga merombak sistem secara keseluruhan, meyediakan perangkat hukum dan memperbaiki struktur serta mengubah perilaku birokrat yang kontraproduktif dengan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien.12 Dari segi struktur pemerintah harus melakukan reassesment terhadap struktur dan tata kerja organisasi pemerintah. Apakah struktur tersebut sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya atau tidak adalah pertanyaan kunci yang harus dijawab pada aspek ini. Selain itu, perubahan pada budaya kerja atau kultur organisasi mutlak dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan responsivitas organisasi pemerintah. Budaya-budaya Asal Bos Senang, korup, tidak cepat tanggap terhadap perubahan dan lainnya harus dirubah dengan budaya kerja yang berorientasi hasil dan responsif terhadap kebutuhan publik.

Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi Pemerintah, Makalah yang disampaikan pada Konfrensi Administrasi Negara di FISIPOL-UGM, 29 Juni 2008, halaman 1. 12 Klaus Konig, Administrative Sciences and Administrative Reforms, Strategies for Administrative Reform, Edited By: Gerald E. Caiden dan Heinrich Sledentopf, LexingtonBooks, Lexington, 1982, halaman 20.

11

9

Dilihat dari segi kewenangannya, jabatan wakil menteri bukanlah jabatan yang strategis. Wakil menteri hanya berhak mewakili menteri dan tidak punyak hak mengambil keputusan serta hak suara dalam sidang-sidang kabinet. Wakil menteri adalah subordinasi menteri karena kewenangan utama tetap berada di tangan menteri. Wakil menteri merupakan jabatan birokrasi tertinggi di Indonesia, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan tanpa persetujuan menteri. Fenomena ini semakin menguatkan tendensi dikotomi politik-birokrasi di Indonesia. Jika pemerintah benar-benar ingin mengefektifkan kementerian negara dengan membentuk jabatan wakil menteri seharusnya wakil menteri juga diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Namun, kewenangan ini tetap dipegang oleh menteri karena pembantu presiden yang bertugas mengejawantahkan kebijakan politik presiden adalah menteri bukan wakil menteri. Akibatnya, wakil menteri hanya menjadi ban serap menteri yang mengkilap. Fenomena pengangkatan jabatan wakil menteri dapat menimbulkan impikasi politik dan kebijakan dimana presiden dapat menambah lagi jabatan wakil menteri pada kementerian yang lain. Menteri-menteri yang lain bisa ikut-ikutan meminta kepada presiden untuk membentuk jabatan wakil menteri pada kementeriannya. Akhirnya, struktur kementerian negara menjadi semakin tambun karena setiap kementerian bisa memiliki jabatan wakil menteri. Dengan fungsinya terbatas, jabatan wakil menteri jelas tidak akan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi kementerian. Jabatan wakil menteri hanya menambah beban keuangan negara, tetapi tidak memiliki fungsi dan peranan yang signifikan. Untuk menjalankan peran mewakili menteri dalam sidang-sidang kabinet dan pada forumforum regional dan internasional, tidak perlu dibentuk jabatan wakil menteri. Presiden dapat menambahkan fungsi tersebut kepada Sekjen, Dirjen dan Irjen. Jabatan wakil menteri baru dibentuk jika fungsi-fungsi baru tidak bisa dilimpahkan kepada unit internal organisasi kementerian. Kesimpulan Pemerintahan presiden SBY sebaiknya mengevaluasi kinerja wakil menteri yang telah dilantik. Pemerintah juga meninjau kembali kebijakan pengangkatan wakil menteri. Jabatan wakil menteri belum memiliki signifikansi tugas dan kewenangan bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi kementerian, sehingga belum tepat

10

untuk diterapkan. Dalam perspektif reformasi birokrasi, pengangkatan jabatan wakil menteri hanya menciderai semangat reformasi birokrasi karena menambah beban negara akibat tambunnya organisasi pemerintah.

11

Referensi Harmon, Micahel M.dan Richard T. Mayer. 1986. Organization Theory for Public Administration. Boston: Little, Brown and Company. Henry, Nicholas. 1992. Public Administration and Public Affairs (Fifth Edition). New Jersey: Englewood Cliffs. David H. Rosenblom dan Deborah D. Goldman J.D, Public Administration: Understanding Management, Politics and Law in the Public Sector, Random House, New York, 1986, halaman 118. Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta: Gava Media. Konig, Klaus. 1982. Administrative Sciences and Administrative Reforms. Strategies for Administrative Reform. Edited By: Gerald E. Caiden dan Heinrich Sledentopf,. Lexington: LexingtonBooks. Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Fungsi. Jakarta: Arcan. Thoha, Miftah. 2008. Reformasi Birokrasi Pemerintah. Makalah yang disampaikan pada Konfrensi Administrasi Negara di FISIPOL-UGM, 29 Juni 2008. UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

12

Sistem presidensialDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasSistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu: Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait. Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan. Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaranpelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Sistem pemerintahan presidensialCiri-ciri pemerintahan presidensial yaitu : Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif). Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan PresidensialKelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial: Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.

13

Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. Legisla tif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial: Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

Kepemimpinan NegaraOPINI | 17 October 2011 | 10:29 72 4 Nihil Dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini cukup menegangkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aturan dan tatanan kenegaraan yang ada. Konstelasi sosial politik yang dilahirkan selama ini, setidaknya sejak didengungkannya reformasi dalam semua aspek kehidupan, belum membawa perubahan yang sangat berarti bagi masyarakat secara luas. Malah sebaliknya, masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang sulit. Infrastruktur dan regulasi yang semrawut, degradasi moralitas, sosial politik yang tidak stabil, dan pemimpin yang bermental tempe adalah kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat ssat ini. Maka wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua orang. Salah satu yang membuat cedera bangsa Indonesia saat ini belum sembuh secara total diantaranya adalah masyarakat belum menemukan satria piningit (pemimpin) yang mampu membawa masyarakat ke arah yang lebih berarti. Persoalan mendasar dari fenomena tersebut adalah terjadinya degradasi kepercayaan (trusting leader) terhadap pemimpin negara. Alasan sederhana yang dikemukakan adalah pemimpin yang pernah lahir dan sebelumnya dipercaya rakyat, tidak mampu mengangkat kehidupan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Bahkan dalam pandangan sebagian rakyat Indonesia, justru pemimpin-pemimpin yang ada semakin membawa keterpurukan yang sudah terjadi sebelumnya. Secara sederhana, pemimpin bisa diartikan sebagai seseorang yang dipercaya oleh para pengikutnya (konstituen) untuk mengatasi persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak, memiliki responsibility yang tinggi, memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, bermoral, tangguh dan berani menghadapi tantangan apapun, disayangi dan

14

disenangi oleh para pengikutnya, dan mampu membawa lembaga atau institusi yang dia pimpin menuju perubahan yang konstruktif. Manifestasi dari seorang pemimpin adalah dia tidak hanya seorang manajer yang handal, namun juga seorang perencana yang baik, melakukan proses kerja secara maksimal dan mampu menunjukkan hasil yang memuaskan banyak pihak. Dan yang terpenting adalah memiliki banyak cara untuk menghadapi persoalan yang timbul. Karena itu, bila dihubungkan dengan sosok pemimpin Indonesia saat ini, kemampuan-kemampuan seperti di atas sepenuhnya belum dimiliki. Konsepsi dan logika kepemimpinan dalam transisi masyarakat Indonesia sekarang mungkin sangat beragam. Hal ini disebabkan konstruksi pemikiran (logika) tentang pemimpin yang dibangun selama ini juga bervariasi antara satu dengan lainnya. Hal tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh budaya dari masyarakat atas model kepemimpinan yang mereka pandang. Model kepemimpinan masyarakat Jawa berbeda dengan model kepemimpin masyarakat Sumatera, juga berbeda dengan model kepemimpin masyarkat di daerah lainnya. Di Jawa, misalnya, mereka menganggap kepemimpinan merupakan proses yang sakral dan tunggal. Karena itu, model yang dibentuk lebih didasarkan pada trah dan hubungan keluarga. Anggapan bahwa pemimpin dilahirkan oleh keluarga pemimpin tetap mendominasi ranah berpikir masyarakat. Konsepsi seperti demikian bisa kita lihat dalam model kepemimpinan yang dijalankan mantan Presiden Suharto beberapa tahun yang lalu. Hal ini bertentangan dengan konsepsi model kepemimpinan demokrasi yang mensyaratkan adanya sirkulasi kepemimpinan. Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi pemimpin. Dalam konsepsi kepemimpinan demokrasi, logika yang dipakai sebagian besar adalah pengetahuan dan keluasaan wawasan, dan bukan berdasarkan trah dan hubungan kekeluargaan. Salah satu pondasi dasar dari pandangan dan pemikiran demokrasi adalah kemajemukan dan menghargai perbedaan. Selain itu, Demokrasi juga dipandang sebagai nilai bersama suatu bangsa dalam membangun sistem pemerintahan negara yang bersumber dari rakyat. Dengan kata lain, demokrasi menjadi sebuah pre-skripsi yang bermuatan nilai moral dan menjadi sebuah norma. Keberhasilan suatu bangsa dan suatu negara tidak hanya diukur dari neraca perekonomian, tingkat kesejahteraan dan pendidikan, tetapi juga diukur melalui seberapa jauh suatu bangsa dan negara melaksanakan demokrasi dengan bentuk tertentu dari demokrasi yang dianggap sebagai bentuk ideal sebagai patokan ukuran keberhasilan pelaksanaan demokrasi. Untuk memahami demokrasi, ada dua pendekatan yang sering digunakan para ilmuwan politik hukum. Pertama, secara normatif dimana demokrasi dipahami sebagai sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh suatu negara (demokrasi diartikan sebagai tujuan atau resep tentang bagaimana demokrasi itu seharusnya). Pengertian umum ini dapat dilihat dari ungkapan bahwa demokrasi itu adalah pemerintahan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat.

15

Kedua, secara empiris dimana demokrasi berkenaan dengan perwujudannya dalam kehidupan politik praktis dan sistem politik yang ada. Banyak teori tentang demokrasi itu berada pada tingkat normatif, sementara literatur tentang demokratisasi dicirikan oleh pendekatan empiris. Kriteria-kriteria untuk melihat sebuah bentuk pemerintahan demokratis atau tidak bersumber pada pendekatan empiris ini. Walaupun penerapan demokrasi di beberapa tempat melahirkan bentuk demokrasi yang beragam, akan tetapi ada kriteria universal yang berlaku bagi semua tempat yang melaksanakan demokrasi. Kriteria universal untuk mengukur demokrasi itu dapat dibagi menjadi lima (Afan Gaffar, 2000) yaitu, pertama, akuntabilitas, yang berarti setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Kedua, Rotasi kekuasaan. Bahwa dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur serta damai. Tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Ketiga, rekrutmen politik terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan adanya suatu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik dengan dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Keempat, pemilihan umum. Bahwa dalam suatu negara demokrasi pemilu dilakukan secara teratur dan setiap warga negara yang sudah cukup dewasa mempunyai hak untuk dipilih serta memilih tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Dan kelima, menikmati hak-hak dasar, yang berarti setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk didalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menikmati kebebasan pers, dan hak untuk berkumpul dan berserikat. Dalam segala bentuk pemerintahan, demokrasi tentunya merupakan suatu bentuk yang paling baik, atau paling tidak ia memiliki kelemahan paling sedikit dibandingkan bentuk pemerintahan lainnya. Bentuk pemerintahan yang demokratislah yang menjadi substansi dari reformasi dan menjadi kehendak segenap rakyat Indonesia, termasuk pula model kepemimpinan yang hendak diselenggarakan didalamnya. Persoalannya, di tengah derasnya arus demokratisasi ala barat saat ini, bagaimana sebetulnya konsep kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi yang bersumber dari nilai dan norma yang dianut oleh Bangsa Indonesia? Penjabaran dari konsep ini nantinya diharapkan akan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kepemimpinan Indonesia di era demokrasi. Duabelas tahun telah berjalan sejak reformasi semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara digulirkan, dinamika kehidupan sosial dan politik bangsa saat ini kembali memanas. Pasang surut nilai kepercayaan masyarakat terhadap tatanan politik yang ada dan kepemimpinan yang diselenggarakan terus terjadi. Salah satu sumbernya adalah dimana konstelasi sosial politik yang dilahirkan selama ini, dirasakan masih jauh dari harapan masyarakat secara luas. Malah tak jarang masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi yang serba sulit. Infrastruktur dan regulasi yang masih semrawut, degradasi moralitas, sistem politik yang tidak stabil, dan sebagainya adalah kondisi-kondisi yang dihadapi masyarakat saat ini. Karena itu, wajar apabila kemudian masyarakat menuntut perlunya perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan berkepentingan bagi semua

16

orang. Dan itu perlu dimulai dari modal kepemimpinan yang memenuhi harapan masyarakat. Sayangnya, kecenderungan masyarakat Indonesia masih menganggap persoalan kepemimpinan merupakan ranah yang hanya bisa dimasuki oleh sebagian kecil orang. Dalam kepercayaannya, mereka merupakan orang-orang pilihan dari Sang Maha Pencipta, dan dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin dalam masyarakat. Persoalan simbolisasi juga merupakan satu hal yang penting bagi kepercayaan yang dianut masyarakat. Simbol-simbol yang dibawa oleh seorang pemimpin sangat berbeda dengan simbol yang dibawa masyarakat awam. Penggambaran paling jelas bisa sama-sama kita lihat dalam proses pemerintahan sekarang.

17

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, diubah sebagai berikut: 1.Ketentuan Pasal 70 ayat (3) Pasal 70 dari Perpres 47-2009 (1)Wakil Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. (2)Wakil Menteri merupakan pejabat karir dan bukan merupakan anggota Kabinet. (3)Pejabat karir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural eselon I.a. dihapus, sehingga Pasal 70 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 70 (1)Wakil Menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. (2)Wakil Menteri merupakan pejabat karier dan bukan merupakan anggota Kabinet. (3)Dihapus." 2.Di antara Pasal 70 dan Pasal 71 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakti Pasal 70A yagn berbunyi sebagai berikut: "Pasal 70A Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Wakil Menteri diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a." 3.Ketentuan Pasal 91 ayat (1)

3.Ketentuan Pasal 91 ayat (1) Pasal 91 dari Perpres 47-2009 (1)Wakil Menteri, Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan adalah jabatan struktural eselon I.a. (2)Staf Ahli adalah jabatan struktural eselon I.b atau serendah-rendahnya eselon II.a. (3)Kepala Biro, Direktur, Asisten Deputi, Kepala Pusat, Inspektur, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan, dan Sekretaris Inspektorat Jenderal

18

adalah jabatan struktural eselon II.a. (4)Kepala Bagian, Kepala Bidang, dan Kepala Subdirektorat adalah jabatan struktural eselon III.a. (5)Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a. diubah, sehingga Pasal 91 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 91 (1)Sekretaris Kementerian Koordinator, Sekretaris Jenderal, Sekretaris Kementerian, Deputi, Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Kepala Badan adalah jabatan struktural eselon I.a. (2)Staf Ahli adalah jabatan struktural eselon I.b atau serendah-rendahnya eselon II.a. (3)Kepala Biro, Direktur, Asisten Deputi, Kepala Pusat, Inspektur, Sekretaris Direktorat Jenderal, Sekretaris Badan, dan Sekretaris Inspektorat Jenderal adalah jabatan struktural eselon II.a. (4)Kepala Bagian, Kepala Bidang, dan Kepala Subdirektorat adalah jabatan struktural eselon III.a. (5)Kepala Subbagian, Kepala Subbidang, dan Kepala Seksi adalah jabatan struktural eselon IV.a." Pasal II

19