QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

12
Lembar Tugas Mandiri QBD 7 Nama : Nurul Falahiyyah Bahri NPM : 1406527955 1. Resusitasi Jantung Paru Terlambatnya penanganan pada korban bencana dapat menyebabkan cacat dan gangguan. Resusitasi jantung paru merupakan langkah awal untuk mencegah kematian akibat gangguan fungsi vital. Terdapat 3 jenis tingkat kematian diantaranya kematian klinis (clinical death), kematian biologis (biological death) lalu mati otak (brain death ). Kematian klinis ditandai oleh henti jantung dan henti napas. Usaha RJP ditujukan demi mencegah tingkat kematian dari kematian klinis ke kematian otak. 1 menurut yang dibuat oleh American Heart Assosiation pada tahun 2010, chain of survival (rantai bertahan hidup) pada korban henti jantung dan henti napas, antara lain 2 : 1. rekognisi atau mengenali tanda-tanda bahwa korban mengalami henti jantung. Tanda-tanda tersebut berupa ketiadaan pernapasan normal, ketiadaan respon pasien terhadap suara ataupun cubitan, dan tidak terabanya denyut nadi arteri besar ( radialis,karotis, femoralis). 3 2. Meminta bantuan misalnya menelpon rumah sakit 3. Aplikasikan CPR/PRJ 4. Gunakan AED untuk defibrilasi 5. Bantuan hidup lanjutan 6. Tindakan post-Resusitasi 1.1Cara melakukan Resusitasi Jantung Paru RJP harus segera diaplikasikan pada korban yang mengalami henti jantung, aturan terdahulu AHA mengenai rekognisi henti jantung meliputi “lihat – dengarkan – rasakan nafas korban” dirasa membuang terlalu banyak waktu, oleh karena itu saat ini AHA menetapkan bahwa korban yang napasnya terlihat tidak normal mengalami indikasi henti jantung. RJP diharapkan mampu

description

jawaban Pengben QBD 7

Transcript of QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

Page 1: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

Lembar Tugas Mandiri QBD 7

Nama : Nurul Falahiyyah Bahri

NPM : 1406527955

1. Resusitasi Jantung Paru

Terlambatnya penanganan pada korban bencana dapat menyebabkan cacat dan gangguan. Resusitasi jantung paru merupakan langkah awal untuk mencegah kematian akibat gangguan fungsi vital. Terdapat 3 jenis tingkat kematian diantaranya kematian klinis (clinical death), kematian biologis (biological death) lalu mati otak (brain death ). Kematian klinis ditandai oleh henti jantung dan henti napas. Usaha RJP ditujukan demi mencegah tingkat kematian dari kematian klinis ke kematian otak. 1 menurut yang dibuat oleh American Heart Assosiation pada tahun 2010, chain of survival (rantai bertahan hidup) pada korban henti jantung dan henti napas, antara lain2 :

1. rekognisi atau mengenali tanda-tanda bahwa korban mengalami henti jantung. Tanda-tanda tersebut berupa ketiadaan pernapasan normal, ketiadaan respon pasien terhadap suara ataupun cubitan, dan tidak terabanya denyut nadi arteri besar ( radialis,karotis, femoralis).3

2. Meminta bantuan misalnya menelpon rumah sakit3. Aplikasikan CPR/PRJ4. Gunakan AED untuk defibrilasi5. Bantuan hidup lanjutan6. Tindakan post-Resusitasi

1.1Cara melakukan Resusitasi Jantung Paru

RJP harus segera diaplikasikan pada korban yang mengalami henti jantung, aturan terdahulu AHA mengenai rekognisi henti jantung meliputi “lihat – dengarkan – rasakan nafas korban” dirasa membuang terlalu banyak waktu, oleh karena itu saat ini AHA menetapkan bahwa korban yang napasnya terlihat tidak normal mengalami indikasi henti jantung. RJP diharapkan mampu melancarkan kembali darah ke otak dan jantung.Berikut langkah-langkah untuk melakukan RJP :

1. COMPRESSION/ KOMPRESI DADAKompresi dada merupakan tehnik dasar dalam CPR karena merupakan tehnik yang paling mudah dilakukan bahkan bagi pemula. Cara melakukan kompresi dada yaitu:a. Berlutu dekat dengan dada pasien. Tempatkan bagian pangkal salah stau tangan pada

tengah bawah dari sternum ( 2 jari ke arah cranial dari proceus xyphoideus), jika tidak memungkinkan untuk menetukan letak seperti yang telah dijelaskan, letakkan tangan di daerah sternum untuk menghindari terjadinya fraktur pada rusuk. Jari-jari tangan bisa diletakkan menghadap ke atas menjauhi dada atau saling menjalin.3

Page 2: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

b. Pastikan kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci. Posisikan pundak dalam keadaan tegak lurus dengan tangan. Lakukan kompresi dengan cepat dan tenaga yang kuat sedalam kurang lebih 5 cm pada orang dewasa dan 4 cm pada bayi. 2,3

c. Lepaskan tekanan dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Laman\ waktu pelepasan dada harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan tetap menempel pada dada pasien dan tidak boleh berubah posisi. Pelepasan tekanan dada ini berguna untuk memberi kesempatan darah kembali ke jantung

d. Lakukan CPR dengan memberi 2 kali napas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi siklus sebanyak 5 kali (2 menit).

2. Airway/Membuka Jalur PernapasanUntuk melakuka n napas buatan, kita perlu mengetahui cara membuka jalur pernapasan. Berikut cara membuka jalur pernapasan:a. Head-tilt/chin-lift maneuver, letakkan salah satu di dahi korban, tekan dahi ke arah

belakang agar kepala pasien berada dalam posisi mendongak. Letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang, kemudian angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub. Metode ini ditujukan untuk membersihkan jalur napas dari sumbatan lidah

b. Jaw thrust, metode yang satu ini cocok untuk digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher. Metode ini dilakukan dengan meletakkan tangan pada kedua sisi sudut rahang bawah kemudia dilanjutkan dengan mengangkat mandibula ke atas sehingga posisi kepala sedikit mendongak

3. BREATHING/PEMBERIAN NAPAS BUATAN

Untuk melakukan bantuan napas, pertama-tama jepit hidung sehingga lubang hidung

tertutup, ambil napas normal, letakkan bibir meliputi mulut pasien, hembuskan udara

sampai dada korban terlihat naik (kurang lebih 1 detik), beri waktu hingga dinding dada

kembali turun dan ulangi. . Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali dan bantuan napas

sebanyak 2 kali.

2. Move and Lifting

Tehnik moving dan lifting dibagi menjadi jadi 3 tergantung dari situasi dan kedaan suatu

bencana. Pembagian tersebut antara lain :

a. Perpindahan gawat darurat (emergency move), dilakukan secara cepat dan tanpa

stabilisasi spinal, serta dilakukan saat ada bahaya yang mendesak yang membahayakan

penolong dan korban. Teknik-tehnik melakukan emergency move antara lain:

Page 3: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

Shirt drag, memposisikan tangan baju secara sempurna dan menarik baju korban

blanket drag , meletakkan selimut dibawah korban lalu kemudian menariknya

Armpit-forearm drag, memposisikan diri di belakang korban, meletakkan tangan

di ketiak korban, tarik bagian atas lengan korban

b. Perpindahan dalam keadaan mendesak (urgent move), dilakukan secara cepat dan

memperhatikan imobilasasi spinal korban, serta dilakukan saat kondisi lingkungan aman

namun korban dalam keadaan yang berbahaya misalnya korban kecelakaan mobil. Hal

yang dapat dilakukan adalah memindahkan korban secara cepat ke atas backboard dengan

tetap memperhatikan imobilisasi spinal korban

c. Perpindahan dalam keadaan tidak mendesak (non- urgent move), dilakukan saat kondisi

lingkungan aman dan pasien dalam keadaan stabil. Walaupun korban dalam keadaan

stabil, penolong harus tetap mewaspadai adanya cedera spinal pada korban,oleh karena itu

lakukan tehnik berikut dengan tetap memperhatikan imobilisasi spinal korban:

Direct ground lift, dua atau lebih penolong mengangkat korban langsung dari

tanah seperti cara menggendong bayi

Extremity lift, dua orang penolong mengangkat korban pada bagian alat gerak

(ekstremitas). Satu orang penolong dalam posisi arm-pit forearm drag dan yang

lain mengangkat korban di bagian lutut.

Draw sheet, meletakkan seprei di bawah korban, dan mengangkat korban dengan

seprei tersebut (tidak menarik seperti pada blanket drag)

Dalam teknik moving dan lifting, penolong membutuhkan beberapa alat bantu diantaranya :

Stretcher a. Wheel stretcher, tandu yang memiliki roda dan tempat berbaringnya pasien

berupa kasurb. Portable stretcher, ringan dan tanpa rodac. Scoop stretcher, bisa dilepas menjadi 2 bagian , untuk mengangkat korban

dari kedua sisid. Basket stretcher, memiliki alat pelindung di sepanjang stretcher bentuknya

seperti perahue. Flexible stretcher, merupakan stretcher yang bisa dilipatf. Bariatric stretcher, bisa mengangkut beban hingga 800 kg

Stair chair, prinsipnya sama tapi stretcher tetapi korban diangkut dalam keadaan duduk

Page 4: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

Backboard, papan keras untuk mengangkut korban dengan imobilisasi spinal, memiliki tempat pegangan bagi penolong dan disertai dengan belt untuk menjaga posisi korban, dapt mengapung di air.

Full Body Vacuum Mattress, matras yang dapat menutupi seluruh tubuh pasien dilengkapi dengan belt untuk memastikan spinal imobilisasi, biasanya digunakan pada korban yang diturunkan dari puncak tebing

Kendrik Extrication Device, backboard kecil untuk memastika imobilisasi spinal korban (dipasangkan hanya pada bagian kepala dan punggung pasien), bisa digunakan ketika pasien dalam keadaan duduk 5

3. Imobilisasi Pasien Patah TulangCidera pada tulang ada dua jenis yaitu, dislokasi dan fraktur. Patah tulang atau fraktur sendiri terdiri dari beberapa jenis diantaranya fraktur tertutup dan fraktur terbuka.pada korban cidera tulang harus ada penggeseran tulang ke posisi normal (realigned). Setelah dilakukan realigned perlu dilakukan imobilisasi untuk mencegah terjadinya pergerakan pada bagian yang patah sehingga bisa mengurangi nyeri dan mencegah cedera lain di daerah sekitar fraktur. Tanpa imobilisasi penyembuhan fraktur akan berlangsung lebih lama dan tulang sulit untuk kembali ke posisi normal. Alat-alat yang digunakan dalam imobilisasi fraktur, antara lain:a. Gips (casts), berguna mencegah kontraksi otot dan pergerakan sendi di atas dan di

bawah daerah fraktur. Sebelum mengaplikasikan gps, dokter perlu membungkus daerah yang cedera terlebih dahulu. Bagian dalam gips berupa lapisan berbahan kapas untuk melindungi kulit dari tekanan. Bagian luarnya terdiri atas plaster atau fiberglass. Plaster berwarna putih dan cepat mengeras serta sangat efektif untuk mencegah pergerakan tulang. Setelah seminggu penggunaan plaster, gips diganti dengan yang berbahan fiberglass. Bahan fiberglass bersifat lebih ringan, kuat dan tahan lama.6,7

b. Bidai (splint), biasanya korban patah tulang diimobilisasi dengan bidai sebelum diaplikasikan dengan gips. Bidai berupa batang yang terbuat dari kayu, fiberglass , alumunium atau plaster yang diaplikasikan dengan pengikat yang elastic. Sling mencegah adanya tekanan di area pembengkakakn pada fraktur dengan memberikan ruang terhadap inflamasi tersebut. Dengan bidai, kita masih bisa mengkompres area yang bengkak.6

c. Neck collar, digunakan pada korban cidera leher. Neck collar berfungsi untuk membantu leher dalam posisi normal dan membantu leher untuk menyokong kepala.8

4. Menghentikan pendarahan

Seberapapun parahnya pendarahan, jika tidak dilakukan suatu kontrol akan menyebabkan terjadinya schok. Kontrol pada pendarahan eksternal antara lain :

1. Penekanan langsung, tutpi area luka dengan kain kasa dan lakukan penekanan. Kain kasa berfungsi untuk mempercepat terjadinya pembekuan darah. Jika pendarahan menembus kain kasa, jangan pindahkan kain kasa tersebut, namun tekan luka dengan

Page 5: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

kain kasa baru di atas kain kasa sebelumnya. Penggunaan kain kasa bisa digantikan dengan anduk kering.9

2. Jika penekanan langsung kurang efektif, lakukan elevasi area pendarahan di atas posisi jatung. Misal lengan kita mengalami pendarahan, elevasikan lengan sampai berada di atas posisi jantung. Hal ini berguna agar darah yang mengalir ke area pendarahan berkurang. Perlu diingat bahwa saat mengelevasi tetap aplikasikan penekanan langsung. 9

3. Melakukan penekanan pada titik tekan untuk mencegah banyaknya aliran darah yang menuju area pendarahan. Ada tiga poin titik tekan yaitu arteri branchialis (penekanan di daerah antara siku dan bahu), arteri femoral (penekanan di daerah inguinal), dan arteri popliteal (penekanan di lutut bagian belakang). Perlu dipastikan titik penekanan harus lebih dekat ke jantung daripada luka. 9

4. Torniquet digunakan tiga cara sebelumnya tidak berhasil. Penggunaan torniquet sebenarnya sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Untuk mengaplikasikan torniquet, prtama gunakan material yang tidak elastis (sperti anduk atau cravat), lipat memanjang dengan lebar 1 -2 inci, kemudian ikatkan sekitar 5 inci di atas area pendarahan. Ikatkan batang pada sisa simpul torniquet untuk mengencangkan torniquet. Pilin batang pada torniquet hingga pendarahan berhenti. 10

Pada pendarahan internal, penolong harus mengetahu ciri-ciri pendarahan internal, yaitu adanya pembengkakan, memar, nyeri dan warna keunguan. Hal tersebut disebabkan akibat benturan bagian tubuh kita dengan benda asing yang cukup keras atau akibat ada benda yang menembus tubuh sehingga merusak pembuluh darah. Pendarahan internal bisa diatasi dengan pemberian obat seperti heparin. 11

Pendarahab dapat mengakibat timbulnya shock. Shock diakibatkan karena aliran darah keotak, jantung dan organ tubuh lainnya terhambat. Penologn harus bisa mengenali tanda-tanda shock misalnya kegelisahan, nyeri dada, pasien tampak kebingungan, detak jantung cepat, dan lain-lain. Untuk mengatasi pasien yang mengalami shock, letakkan pasien di permukaan yang rata, elevasikan kaki pasien setinggi 12 inchi. Jaga pasien dalam keadaan nyaman, dan tahan untuk melakukan pergerakan badan dan kepala serta tahan agar tidak minum.12

5. Alat pelindung diriMenjaga keamaanan sangatlah penting, oleh karena itu seorang tenaga kesehatan harus menggunakan alat pelindung diri, yang terdiri atas13: Sarung tangan lateks, untuk menghindari kontak dengan cairan tubuh korban. Kacamata pelindung, karena mata bisa menjadi pintu gerbang masuknya kuman Baju pelindung, mencegah merembesnya cairan tubuh dari pakaian Masker penolong , mencegah masuknya kuman dari udara Masker resusitasi paru, masker yang digunakan dalam memberikan bantuan napas Helm, mencegah terjadinya cedera akibat benturan saat melakukan pertolongan

Pada dasarnya semua cairan tubuh bisa dianggap menularkan penyakit. Untuk menghindari penularan tersebut, tenaga kesehatan harus melakukan tindakan preventif

Page 6: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

seperti mencuci tangan dan membersihkan perlatan dengan cara dicuci (membersihkan dengan sabun dan air), desinfeksi (menggunakan bahan kimia untuk membunuh bakteri patogen), dan sterilisasi (menggunakan bahan kimia atau pemanasan untuk membunuh semua mikroorganisme). 13

6. Perbedaan Pertolongan Pertama Pada Korban Saat Kehidupan Sehari-Hari Dan Pada Saat Terjadinya Bencana

Pada Kondisi bencana keadaan cenderung tidak kondusif selain itu korban yang telah meninggal atau sekarat tidak akan mengalami penyelamatan. Pada saat bencana jumlah tim penolong tidak mencukupi dibandingkan korban yang ada. Peralatan saat bencana juga tidak memadai karena kejadiaanyya cenderung mendadak. Transportasi ke daerah bencana cenderung tidak mencukupi akibat hilangnya akses ke daerah bencana.

7. TRIASE BENCANA

Triase merupakan proses mengurutkan korban tergantung dari kondisi korban. Hal ini ditujukan untuk menyelamatkan nyawa yang masih bisa diselamatkan sebanyak mungkin. START yang merupakan kepanjangan dari Simple Triage and Rapid Treatment dikembangkan utnuk membantu penolong mengurutkan korban dalam waktu kurang dari 30 detik. Metode START dilakukan melihat 3 pengamatan pada Respirasi, Perfusi dan Status Mental (RPM). Untuk mempermudah triase korban, timpenolong memberikan tanda berupa warna pada korban (biasanya dengan stiker atau kertas warna), ada 4 kode warna, yaitu :

1. Merah atau Immideate, yaitu korban yang menunjukkan hasil pengamatan RPM berupa : kecapatan nafas lebih dari 30 kali/menit, pulsa radialis tidak terasa, tidak menjawab pertanyaan penolong misalnya: “buka mata anda” . Korban bertanda merah ini harus menjadi prioritas utama

2. Kuning atau delayed, merupakan pasien berprioritas sedang. Pasien ini menunjukkan hasil positif pada pengamatan RPM namun keadaan bisa memburuk jika dibiarkan terlalu lama

3. Hijau atau minor, kategori ini termasuk prioritas rendah karena pasien menunjukkan hasil positif pemeriksaan RPM dan pasien masih bisa berjalan

4. Hitam atau dead, pasien ini tidak menjadi prioritas karena telah meninggal dunia.

Page 7: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955
Page 8: QBD 7_PB-11_Nurul_1406527955

REFERENSI :

1. Rujito L. Resusitasi Jantung Paru dan Otak. Modul Skill Lab A. Lab. Ketrampilan Medik PPD Unsoed

2. CPR Review. American Heart Association. (Accesed February 14 2015) Accesed http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S676.full

3. Cardiac arrest. (Accesed February 14 2015). Accesed from http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6169

4.airways : https://ambulance.qld.gov.au/docs/02_cpp_airway.pdf

5. http://emt-training.org/lifting-moving.php 1-6 lifting and moving patient

6. Overview of fracture , dislocation and sprain. The Merck Manual. (Accesed February 14 2015). Accesed from http://www.merckmanuals.com/home/injuries_and_poisoning/fractures_dislocations_and_sprains/overview_of_fractures_dislocations_and_sprains.html .

7. Casts Type and Maintenance Instruction. University Rochester Medical Center http://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeID=90&ContentID=P02750

8. Iliades C. How a neck braces work to relief pain. Everyday health. (Accesed February 14 2015). Accesed from http://www.everydayhealth.com/neck-pain/neck-brace.aspx .

9. Brouhard R. How to control bleeding. about health. (Accesedd February 14 2015) Accesed from http://firstaid.about.com/od/bleedingcontrol/ss/bleedingsteps_4.htm#step-heading .

10. Brouhard R. How to use torniquet. About Health .(Accesed February 14 2015). Accesed from http://firstaid.about.com/od/bleedingcontrol/ss/07_tourniquet_3.htm#step-heading .

11. Wedro B. Internal Bleeding (cont). Medicinenet. (Accesed February 15 2015). Accesed http://www.medicinenet.com/internal_bleeding/page1.htm

12. Rachel N. Hypovolemik shock. Helathline (Updated July 22 2012. ). (accesed February 15 2015). Accesed http://www.healthline.com/health/hypovolemic-shock#Overview1.

13. Pertolongan pertama. palang merah indonesia. ( Updated 23 Desember 2011) (Accesed February 15 2015). Accesed from http://www.pmi-gunungkidul.or.id/berita-128-pertolongan-pertama.html .

14. Simple Triage and Rapid Treatment. Community Emergency Respon Team Los Angeles. (Accesed February 15 2015). Accesed from http://www.cert-la.com/triage/start.htm