qagama

download qagama

If you can't read please download the document

description

pendidikan agama islam

Transcript of qagama

BAB 1Konsep Ketuhanan dalam Islam

Topik ini berisi pembahasan tentang masalah keimanan dan pengkajian kembali dalam masalah tersebut. Sebagian aspek keimanan mendapatperhatian dan pengkajian yang begitu intensif, sehingga mudah didapat di tengah masyarakat. Aspek yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan harus diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan.Sesungguhnya amalan lahiriah berupaibadahmahdhahdanmuamalahtidak akan mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta perilaku keseharian.Pendidikanmodern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina jiwa generasi mendatang, dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar pikir dan akal budi mereka, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agarpintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar, pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalamberinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tercermin dalam aturanmuamalatdan dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jikakehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan.

Siapakah Tuhan itu?Perkataanilah, yang selalu diterjemahkan Tuhan, dalam al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat al-Furqan ayat 43.Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataanilahdipakai oleh Firaun untuk dirinya sendiri:Dan Firaun berkata: Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku.Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataanilahbisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Firaun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataanilahdalam al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal(mufrad: ilaahun),ganda(mutsanna: ilaahaini),dan banyak(jama: aalihatun).Bertuhannol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang definisiTuhanatauIlahyang tepat, berdasarkan logika al-Quran adalah sebagai berikut:Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehinggamanusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.Perkataandipentingkanhendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.Ibnu Taimiyah memberikan definisial-ilahsebagai berikut:Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempatberpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.(M. Imaduddin, 1989: 56).Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Quran setiap manusia pasti mempunyai sesuatuyang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologiatau angan-angan (utopia) mereka.Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat Laa illaha illaa Allah. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

A.Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan1. Pemikiran BaratYang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifatpenelitian rasional maupun pengalaman batin.Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:a. DinamismeMenurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, sepertimana(Melanesia),tuah(Melayu), dansyakti(India).Manaadalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius.Meskipunmanatidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.b.AnimismeDi samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik,mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh. c. PoliteismeKepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.d. HenoteismePoliteisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional). e.MonoteismeKepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkahmenjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan.(Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).2. Pemikiran Umat Islam Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu fahamyang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialahyang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalanganumat Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya fahamJabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.Embrio ketegangan politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan melakukan gerakannya.Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib.Akibatnya terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Dendam yang dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok Syiah, dan 3) Kelompok Khawarij.Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya. Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat perjanjian damai baikpihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain membuat pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik (pengajian) muncul pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar. Sebagian pendapat mengatakan bahwa mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku politik yangterlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka dinilai sebagai pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin beralasan bahwa iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau mereka bukan mukmin berarti mereka kafir.Sebelum guru besarnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dimajukan tentang dosa besar tersebut, seorang peserta pengajian yang bernama Wasil ibnu Atha mengajukan jawaban, bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir melainkan diantara keduanya.Hasan Al-Bashry sebagai pembina pengajian tersebut memeberikan komentar, terhadap jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa besar termasuk yang terlibat dalam perjanjian damai termasuk kelompok fasik. Wasil membantah komentar gurunya itu, karena orangyang fasik lebih hina dimata Allah ketimbang orang yang kafir. Akibat polemik tersebut Wasil bersama beberapa orang yang sependapat dengannya memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal Al-Bashry. Peserta pengajian yang tetap bergabung bersama Hasan Al-Bashry mengatakan, Itazala Wasil anna. (Wasil telah memisahkan diri dari kelompok kita.) Dari kata-kata inilah Wasil dan pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH. (Lebih jelasnya lihat Harun Nasution dalam Teologi Islam).Kelompok Muktazilah mengajukankonsep-konsep yang bertentangan dengan konsep yang diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh penguasa politik pada waktu itu, yaitu Sunni. Berarti Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). DoktrinMuktazilah terkenal dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya

Janji dan ancaman Tuhan (al-waad dan al-waid)

Keadilan Tuhan (al-adalah)

Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)

Amar Maruf dan Nahi Munkar.

Dari lima azas tersebut menurut Muktazilah Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan Qadariah.Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak. Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun.Karena itu ia mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.

3. Konsep Ketuhanan dalam IslamIstilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalamAl-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut: Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam doa maupun acara-acararitual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut; Jikakepada mereka ditanyakan, Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari dan bulan? Mereka pasti akan menjawab Allah.Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalamsuratAl-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yangdijaukan padasuratAl-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah

BAB 2Hakekat ManusiaMenurut Pandangan Islam

Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total bukan sekedarparsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan, binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki kepekaan tentang yang sakral.[4]Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai alam dan jagad raya yangmaha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali ke-Maha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut pandangan Islam:1.Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.[5]Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :

Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yangtidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya,bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.2.Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri masing- masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman Allahdalam Q.S. Al-Araf 189:

Dialah yang menciptakanmu dari satu diriFirman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan: Seorangdarikamu tidak berimansebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya sendiri(Diriwayatkan oleh Bukhari) Senyummu kepada kawan adalah sedekah(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubunganitu manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.[6]Selain itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.[7]3.Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi sudah dipikulkan kepundak manusia pada saat berada dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-Araf ayat 172 sebagai berikut: Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul Engkau Tuhan kami dan kamibersaksi.Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya.[8]

BAB 3KEIMANAN DAN KETAQWAAN

A.Pengartian ImanKebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerjaamina-yamanu-amananyang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percayamenunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.Dalam surat al-Baqarah 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan denganlisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani waamalun bil arkaan).Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.Istilah iman dalam al-Quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa: 51 yang dikaitkan denganjibti(kebatinan/idealisme) danthaghut(realita/naturalisme).Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan katabathil,yaituwalladziinaaamanuu bil baathili.Bhatilberarti tidak benar menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan katakaafiratau dengan kataAllah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah (yuminuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Quran, mengandung arti positif.Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai imanhaq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut imanbathil.B. Wujud ImanAkidah Islam dalam al-Quran disebut iman.Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalampendengaran manusia.Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalamajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.C. Proses Terbentuknya ImanSpermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezeki yanghalalan thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yangmuttaqin, maka suami isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yangdisengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela.Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah.Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalammencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran.Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang menampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara tidak langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut); bahkan secara tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebuttingkah laku terpola.Dalam keadaan tertentu sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui satu campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi.Dalam hal inidijelaskan beberapa prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologiknya :1. Prinsip pembinaan berkesinambunganProses pembentukan iman adalah suatu proses yang panjang, terus menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi, agar dapat membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif dalammenghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.2. Prinsip internalisasi dan individuasiSesuatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatanuntuk menghayatinya melalui satu peristiwainternalisasi(yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) danindividuasi(yakni usaha menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan alamiah, dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk utuh, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai satuproduk akhir semata-mata.Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagaiproses(internalisasi dan indidivuasi). Implikasi metodologiknya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini berarti bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.3. Prinsip sosialisasiPada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti, bila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu satubentuk tingkah laku terpola baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologiknya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu dengan hanya memperhatikan kemampuan-kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.4. Prinsip konsistensi dan koherensiNilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten yaitu secara tetap dan konsekwen, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologiknya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnyatingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya, dan konsekwensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah nampak, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.5. Prinsip integrasiHakekat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematik kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologiknya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan ketrampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.D. Tanda-tanda Orang BerimanAl-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia pahami sebelumnya.2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120,al-Maidah:12,al-Anfal:2,at-Taubah: 52,Ibrahim: 11,Mujadalah: 10, danat-Taghabun: 13).3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 danal-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalatuntuk membina kualitas imannya.4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal:3 danal-Mukminun: 4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3, 5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah dan Sunnah Rasul.Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim.Abu Ala Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.4. Senantiasa jujur dan adil.5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.6. Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.9. Patuh, taat,dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.(A. Toto Suryana AF, et.al, 1996: 69).E. Korelasi Keimanan dan KetakwaanKeimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitutauhid teoritis(tauhid rububiyyah)dantauhid praktis(tauhid uluhiyyah). Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, danpemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. KalimatLaa ilaaha illallah(Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhidpraktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengartianyakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadatasyhadu allaa ilaaha illa Alah,(Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan ModernDi antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang sudahestablished, sehingga sulit sekali memperbaikinya.Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alampikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam.Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dimungkinkan sebagai masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103, sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum adaaan), yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman kehancuran.Adopsi modernisme (westernisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis.Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambahterpuruk. Hal ini karena diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qurani, karena pragmatis dan oportunis.Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat beratdan dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang besar.Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.2. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan ModernPengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan bendaOrang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. KalauAllah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah suratal-Fatihahayat 1-7.b. Imanmenanamkansemangat berani menghadapi mautTakut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantaramanusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko.Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:Di mana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh(an-Nisa4: 78).c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-seganmelepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi.Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah:Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud). (Hud, 11: 6).d. Iman memberikan ketentraman jiwaAcapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguandan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah), seperti dijelaskan firman Allah:(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. (ar-Rad, 13: 28).Seorang yang beriman tidak pernah ragu pada keyakinannya terhadap Qadla dan Qadar. Dia mengetahui dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa Qadla dan Qadar Allah telah tertulis di dalam kitab.Qadar adalah apa yang dapat dijangkau oleh kemauan dan iradah manusia. Allah telah menciptakan manusia serta dilengkapi dengan nikmat berupa akal dan perasaan. Melalui akal dan iradahnya, manusia dapat berbuat berbagai hal dalam batas iradah yang dianugerahkan Allah kepadanya.Di luar batas kemampuan iradah manusia, Qadla dan Qadar Allahlah yang berlaku. Orang-orang yang selalu hidup dalam lingkungan keimanan, hatinya selalu tenang dan pribadinya selalu terang dan mantap. Allah memberi ketenangan dalam jiwanya dan ia selalu mendapat pertolongan dan kemenangan. Inilah nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hambaNya yang mukmin dan anugerah Allah berupa nur Ilahi ini diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya.Orang mukmin mengetahui bahwa mati adalah satu kepastian. Oleh sebab itu dia tidak takut menghadapi kematian, bahkan dia menunggu kematian. Hal ini diyakini sepenuhnya selama hayat dikandung badan. Keberanian selalu mendampingi hati seorang mukmin.Seorang mukmin yang dalam hidupnya mengalami atau menghadapi masalah, baik materi, kejiwaan, atau kemasyarakatan, mungkin masalah itu terasa berat untuk ditanggulangi. Tetapi dekatnya dengan Allah dan rasa tawakkal atau penyerahan diri yang bulat kepada Allah, serta iman dengan Qadla dan Qadar dapat meringankan pengaruh tekanan yang berat. Dalam keadaan yang seperti ini, kalau seorang beriman ditimpa malapetaka, ia akan bersabar dan memohon rahmat kepada yang memiliki segala rahmat. Dengan demikian ketenangan akan meliputi hati mukmin. Dia yakin bahwa Allah akan mengabulkan doanya, meneguhkan hatinya, serta memberikan kemenangan. (ar-Raad 28, al-Fath 4).Kalau Allah telah menurunkan ketenangan dalam hati, maka hati menjadi mantap, segala krisis dapat dilalui, keseimbangan hormon tetap mantap, dan keserasiankimiawi tubuh berjalan dengan wajar. Dalam keadaan demikian segala penderitaan dan tekanan jiwa akan berganti dengan perasaan bahagia dan ketenangan.e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah :Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya, akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.(an-Nahl, 16: 97).f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuenIman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuatdengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah.Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah:Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (al-Anaam, 6: 162)g. Iman memberikan keberuntunganOrang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.Hal ini sesuai dengan firman Allah:Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (al-Baqarah, 2: 5).h. Iman mencegah penyakitAkhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.Hal itu karena semua gerak dan kegiatan manusia, baik yang dipengaruhi oleh kemauan seperti makan, minum, berdiri, melihat dan berfikir, maupun yang tidak dipengaruhi kemauan seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah tidak lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Organ-organ tubuh yang melaksanakan proses bio-kimia ini bekerjadi bawah perintah hormon. Kerja bermacam-macam hormon diatur oleh hormon yang diproduksi oleh kelenjarhipofise, yang terletak di samping bawah otak. Pengaruh dan keberhasilan kelenjarhipofiseditentukan olehgen(pembawa sifat) yang dibawa manusia semenjak ia masih berbentukzygotdalam rahim ibu. Dalam hal ini iman mampu mengatur hormon dan selanjutnya membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak manusia.Jika karena pengaruh tanggapan, baik indera maupun akal, terjadi perobahan fisiologis tubuh (keseimbangan hormon terganggu), seperti takut, marah, putus asa, dan lemah, maka keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena itu orang-orang yang dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkenapenyakit modern, seperti darah tinggi, diabetes, dan kanker.Sebaliknya jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas moral dan akhlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak pernah ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan.Hal itu akan menyebabkan tingginya produksi adrenalin dan persenyawaan kimia lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi tubuh serta lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia. Pada waktu itu timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera

BAB 4Implementasi Iman Dan Taqwa1.Pemantapan Iman danTaqwaMasa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang dominan.Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era pembangunan.Keunggulan generasi pelopor akan di ukur ditengah masyarakat dengan pengetahuan dan pemahaman (identifikasi) permasalahan yang dihadapi umat, dengan equalisasi mengarah kepada kaderisasi (patah tumbuh hilang berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan penswadayaan kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan generasi pelopor menjadirelevansituntutan agama dalam menatap kedepan.Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi.Usaha kearah pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan pemantapanAkidah Agama pada generasi mendatang.Political action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses pembangunanmelalui integrasi aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.

2.Melemahnya Jati DiriKelemahan mendasar ditengah perkembangan zaman adalah melemahnya jati diri, dankurangnya komitmen kepada nilai luhur agama yang menjadi anutan bangsa. Isolasi diri karena tidak berkemampuan menguasai bahasa dunia (politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung dengan hilangnya percaya diri. Kurangnya kemampuan dalam penguasaanteknologi dasaryang akan menopang perekonomian bangsa, dipertajam oleh kurangnya minat menuntut ilmu, menjadikan isolasi diri masyarakat bertambah tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran serta diera-kesejagatan(globalisasi), dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di negeri sendiri.Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa mesti disejalankan dengan pengokohan lembaga keluarga (extended family), dan peran serta masyarakat pro aktif menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat, di masyarakatMinangkabau adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah).Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa wajar tumbuh menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif menopang pembangunan bangsa.Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi lemah.

3.ArusGlobalisasiMenjelang berakhirnya alafkeduamemasuki millenium ketiga, abad duapuluh satu ditemui lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya. Era globalisasi adalah era perubahan cepat. Dunia akan transparan, terasa sempit seakan tanpa batas.Hubungan komunikasi, informasi, transportasi menjadikan jarak satu sama lain menjadi dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Arus globalisasi juga menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern.Arus kesejagatan (globalisasi) secara dinamik memerlukan penyesuaian kadar agar arus kesejagatan tidak mencabut generasi dari akar budaya bangsanya. Sebaliknya arus kesejagatan mesti di rancang bisa merobah apa yang tidak di kehendaki.Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa memperhitungkan jati diri akan menyisakan malapetaka. Globalisasi menyisakan banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik, tatanan, sistim, perebutan kesempatan menyangkut banyak aspek kehidupan kemanusiaan.Globalisasi juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap Muslim harus arif dalam menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman. Kejelian dalam menangkap ruh zaman (zeitgeist) mampu men- jaring peluangpeluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan.Diantara yang menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk menciptakan kemakmuran masyarakat.

4.Paradigma TauhidParadigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia menjadi abid, hamba yang mengabdi kepada Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan ajaran syariy mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri (self help), sesuai dengan eksistensi manusia itu di jadikan.Manusia pengabdi (abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah Islamiah merupakan sendi fundamental dari dinul Islam, dan titik dasar paling awal untukmenjadikan seorang muslim.Akidah adalah keyakinan bulat tanpa ragu, tidak sumbing dengan kebimbangan, membentuk manusia dengan watak patuh dan ketaatan yang menjadi bukti penyerahan total kepada Allah.Akidah menuntun hati manusia kepada pembenaran kekuasaan Allah secara absolut. Tuntunan Akidah membimbing hati manusia merasakan nikmat rasa aman dan tentram dalam mencapai Nafsul Mutmainnah dengan segala sifat-sifat utama.Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan akan lahir prilaku fatalistis dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis dan pesimis. Sikap negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu pelopor penggerak pembangunan. Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar berbentuk energi ruhaniah yang mampu mendorong manusia untuk hidup inovatif.

Problematika, Tantangan dan Resiko Dalam Kehidupan ModernProblem-problem manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya dampak negatif (residu), mulai dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan, munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro yaitu berlobangnya lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud pembentukandiri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebihsering lagi setiap khatib pada hari jumat atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah).Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lainbahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah percaya, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudahmengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai wujud implementasi darikeimanannya.Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik nalurikemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang.Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimanadikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih, menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.Beberapa problem yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:Problem dalam Hal EkonomiSemakin lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya merupakan homo economicus, yaitu merupakan makhluk yang memenuhi kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya sebagai homo religious yang erat dengan kaidah kaidahmoral. Ekonomi kapitalisme materialisme yang menyatakan bahwa berkorban sekecil kecilnya dengan menghasilkan keuntungan yang sebesar besarnya telah membuat manusia menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah.

Problem dalam Bidang MoralPada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan ikatan nilai moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu berkiblat kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok ukur suatu kemajuan.

Problem dalam Bidang AgamaTantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih dihadapkan kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang bisa berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin beribadah juga bisa menjadi seorang koruptor.

Problem dalam Bidang KeilmuanMasalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris, eksperimental, dan terukur lebihditekankan. Dengan kata lain sesuatu dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan ilmuwan karena keterbatasan rasio manusia dalam memahaminya.Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal istilah falsifikasi. Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat gugur ketika ada penemuan baru yang lebih akurat. Sangat jauh dan bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda tidak salah lihat, maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut faham atheis (tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah masalah dalam bidang keilmuan yang telah tersebut di atas.Pengaruh Modernisasi dalam Kehidupan IslamDalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini, manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai ketingkat mesin akibat pengaruh morenisasi. Roh dan kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat manusia berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita pada kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-orang Islam yangsecaraperlahan-lahan menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupabahwa sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.Kondisi diatas meluaskan segala hal dalam aspek kehidupan manusia. Sehingga tidak mengherankan ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai tradisional juga terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas sosial kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri. Peningkatan intensitas dan kapasitan kehidupan serta peradaban manusia denganberbagai turunannya itu juga meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik pada level individu ataupun level kolektif. Moralitas, etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju keseimbangan baru searah dengan laju modernisasi. Pegerakan ini tentu saja mengguncang perspektif individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan yang telaha ada selama ini.Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan ekonomi, politik, dan sebagainya. Itulah sebabnya, ketikamasyarakat modern tak dapat mengakomodasikan apa yang tersedia di lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model dari negara imperialis yang menjadi pusat-pusat kekuatan dunia. Secara politis, mereka berlindung pada negara-negara tersebut. Terbukalahkemungkinan konfrontasi antara kekuatan eksternal dengan kekuatan internal (kekuatan Islam) bila Islam hendak ditampilkan sebagai kekuatan nyata. Morernisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan, diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting dari semua adalah seberapa besar peran Islam dalam menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang lebih maju dan beradab. Bagi kita semua, ada atau tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi tidak menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah benar-benar diterima secara global, secara mendunia oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur darimodernnya pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi umat Islam adalah modern dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertaiterwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.

BAB 5MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

Konsep Masyarakat MadaniKonsep masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep civil society. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.Makna Civil Society Masyarakat sipil adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata societies civilis dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikirMontesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).Antara Masyarakat Madani dan CivilSociety sebagaimana yang telahdikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi Islami. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market. Merujuk pada Bahmueller (1997).2.1.1 Pengertian Masyarakat MadaniMasyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba ayat 15:Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)adalah Tuhan yang Maha Pengampun.2.1.2 Masyarakat Madani Dalam SejarahAda dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:1) Masyarakat Saba, yaitu masyarakat dimasa Nabi Sulaiman.2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Quran sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.2.1.3 Karakteristik Masyarakat MadaniAda beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidakmementingkan diri sendiri.7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkanhukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.14. Berakhlak mulia.Dari beberapa ciri tersebut, kiranyadapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yangseluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cairyang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakatmadani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanansosial.4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.7. Adanya jaminan,kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat sipilisme yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perludiwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihanterhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memilikikelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untukmeletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis kemunculan masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama dalam membangun masyarakat bangsa.Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat sipil (civil society), yang kemudian diterjemahkan sebagai masyarakat Madani. Gagasan masyarakat sipil merupakan tujuanutama dalam membongkar masyarakat Marxis. Masyarakat sipil menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri individual dan pemenuhan maksud-maksud pribadi secara bebas, dan merupakan bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik (dalam kontekstatanan sosial) atau berbeda dari negara. Masyarakat sipil, memiliki dua bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral) dan bidang sosial ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih. Gellner:1996).Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja jauh lebih penting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakan kemakmuran sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak mempertimbangkanperanan agama ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua partisipan tersebut (masyarakat komersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukan kebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian yang lebih sempit ialah bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik dalam konteks tatanan sosial di mana pemisahan seperti ini telah terjadi dan mungkin.Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal, dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan spesialisme mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanannegara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya, masyarakat sipil.Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan masyarakat Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis kita lebih mudah secara langsung me-refer kepada masyarakatnya Ibnu Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat Madani. Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. AlNaquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadiMedinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syariat agama di bawah suatu perlindungan hukum.Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankansistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam masyarakat madani.Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT (sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat(49) ayat 13.Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam, pluralisme merupakan karunia Allah yang bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis. Ia (pluralitas) jugamerupakan sumber dan motivator terwujudnya vividitas kreativitas (penggambaran yang hidup) yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan (Muhammad Imarah:1999).Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta manakala umat Islam memiliki sikap inklusif dan mempunyai kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan identitas sejati atas parameter-parameter autentik agama tetap terjaga.Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara sesama Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000) menyatakan bahwa tujuan Islam tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama. Namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan seiring dan saling menghormati satu sama lain. Sebagaimana halitu pernah dicontohkan Rasulullah Saw. di Madinah. Setidaknya landasan normatif dari sikap toleransi dapat kita tilik dalam firman Allah yang termaktub dalam surat Al-Anam ayat 108.Ketiga,adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih dikenal dengan istilahmusyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai perbedaan konsep demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti membatasi hanya pada wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di dalam Alquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-Mujadilah:11).Ketiga prinsip dasar setidaknya menjadi refleksi bagi kita yang menginginkan terwujudnya sebuah tatanan sosial masyarakat madani dalam konteks hari ini. Paling tidak hal tersebut menjadi modal dasaruntuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.