Pustakawan diAsiaTenggara

7
m Irwedia pustaka Oleh: Murniaty P: y:m €iM%5iM mimt y ^ V in : i IJ : : : ::iiillisiii© Pustakawan diAsiaTenggara Pendahuluan Indonesia akan menjadi tuan rumah Kongres Pustakawan se- Asia Tenggara ke-15 (CONSAL XV) yang akan diadakan di Denpasar, Bali pada tanggal 28 - 31 Mei 2012. Pada kongres tersebut akan berkumpul pustakawan se-Asia Tenggara untuk menginformasikan berbagai hal terbaru di dunia perpustakaan dan kepustakawanan. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai ajang promosi bidang perpustakaan di Indonesia sekaligus ajang promosi kesenian dan budaya Indonesia. Namun, sayangnya pertemuan para pustakawan biasanya luput dari perhatian masyarakat umumnya dan media massa khususnya. Padahal peran pustakawan dan perpustakaan bagi masyarakat sangat penting, jika dibandingkan dengan profesi lain, seperti dokter misalnya, sehingga apabila terdapat pertemuan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pasti akan banyak dipublikasikan oleh media massa. CONSAL {Congress of Southeast Asian Librarians) merupakan kongres pustakawan se-Asia Tenggara yang diadakan setiap 3 tahun sekali dan diselenggarakan secara bergilir di masing-masing negara anggota, khususnya negara- negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmardan Brunei Darussalam. Dalam setiap kongres yang di adakan di masing-masing negara anggota, biasanya yang menjadi tuan rumah/panitia adalah Perpustakaan Nasional dan Ikatan/Asosiasi Profesi Pustakawan yang ada pada masing-masing negara anggota. Di Indonesia sendiri kegiatan ini ditangani oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bersama-sama dengan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI). CONSAL sebagai ajang pertemuan para pustakawan di Asia Tenggara merupakan sarana yang tepat untuk mengadakan tukar pengalaman dan tukar pikiran dalam mengembangkan pengetahuan tentang perpustakaan dan profesi pustakawan serta mengantisipasi perkembangan dunia perpustakaan dan kepustakawanan di masa depan. Selain kegunaannya bagi perkembangan dunia perpustakaan dan profesi pustakawan, kongres ini juga dapat memberi sumbangan kepada bertambah eratnya saling pengertian dan persahabatan serta kerjasama saling bermanfaat antara bangsa-bangsa di kawasan Asian Tenggara. Sejakdi mulainya Kongres Pustakawan se-Asia Tenggara yang pertama di Singapura pada tanggal 14- 16Agustus 1970 sampai dengan yang terakhir Kongres ke 14 yang diadakan di Vietnam pada tanggal 19 - 22 April 2009, telah banyak (Pustakawan Muda Pada Perpustakaan USU dan Pustakawan Berprestasi Harapan I tahun 2010) Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 23

Transcript of Pustakawan diAsiaTenggara

Page 1: Pustakawan diAsiaTenggara

m Irwedia pustaka

Oleh: Murniaty

P: y:m €iM%5iM mimt y ^ V in

: i IJ :: • :::iiillisiii© Pustakawan diAsiaTenggara

Pendahuluan Indonesia akan menjadi tuan

rumah Kongres Pustakawan se-

Asia Tenggara ke-15 (CONSAL XV)

yang akan diadakan di Denpasar,

Bali pada tanggal 28 - 31 Mei

2012. Pada kongres tersebut

akan berkumpul pustakawan

se-Asia Tenggara untuk

menginformasikan berbagai hal

terbaru di dunia perpustakaan

dan kepustakawanan. Kegiatan

ini dapat dijadikan sebagai ajang

promosi bidang perpustakaan

di Indonesia sekaligus ajang

promosi kesenian dan budaya

Indonesia. Namun, sayangnya

pertemuan para pustakawan

biasanya luput dari perhatian

masyarakat umumnya dan media

massa khususnya. Padahal peran

pustakawan dan perpustakaan

bagi masyarakat sangat penting,

jika dibandingkan dengan profesi

lain, seperti dokter misalnya,

sehingga apabila terdapat

pertemuan Ikatan Dokter

Indonesia (IDI) pasti akan banyak

dipublikasikan oleh media massa.

CONSAL {Congress of

Southeast Asian Librarians)

merupakan kongres pustakawan

se-Asia Tenggara yang diadakan

setiap 3 tahun sekali dan

diselenggarakan secara bergilir

di masing-masing negara

anggota, khususnya negara-

negara ASEAN seperti Indonesia,

Malaysia, Singapura, Thailand,

Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos,

Myanmardan Brunei Darussalam.

Dalam setiap kongres yang

di adakan di masing-masing

negara anggota, biasanya yang

menjadi tuan rumah/panitia

adalah Perpustakaan Nasional

dan Ikatan/Asosiasi Profesi

Pustakawan yang ada pada

masing-masing negara anggota.

Di Indonesia sendiri kegiatan

ini ditangani oleh Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia

bersama-sama dengan Ikatan

Pustakawan Indonesia (IPI).

CONSAL sebagai ajang

pertemuan para pustakawan

di Asia Tenggara merupakan

sarana yang tepat untuk

mengadakan tukar pengalaman

dan tukar pikiran dalam

mengembangkan pengetahuan

tentang perpustakaan dan

profesi pustakawan serta

mengantisipasi perkembangan

dunia perpustakaan dan

kepustakawanan di masa

depan. Selain kegunaannya

bagi perkembangan dunia

perpustakaan dan profesi

pustakawan, kongres ini juga

dapat memberi sumbangan

kepada bertambah eratnya saling

pengertian dan persahabatan

serta kerjasama saling bermanfaat

antara bangsa-bangsa di kawasan

Asian Tenggara.

Sejakdi mulainya Kongres

Pustakawan se-Asia Tenggara

yang pertama di Singapura pada

tanggal 1 4 - 16Agustus 1970

sampai dengan yang terakhir

Kongres ke 14 yang diadakan

di Vietnam pada tanggal 19

- 22 April 2009, telah banyak

(Pustakawan Muda Pada Perpustakaan USU dan Pustakawan Berprestasi Harapan I tahun 2010)

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 3

Page 2: Pustakawan diAsiaTenggara

masalah-masalah dan gagasan-

gagasan yang dibicarakan yang

berkaitan dengan kemajuan

dunia perpustakaan dan profesi

pustakawan di kawasan Asia

Tenggara, khususnya negara-

negara anggota CONSAL. Tetapi

mungkin kita perlu mengkaji

apakah setelah 14 kali CONSAL

melakukan kongres banyak

manfaat yang telah didapat

dari kegiatan kongres tersebut.

Tentunya yang diharapkan oleh

semua negara peserta CONSAL,

setelah kongres ada perubahan-

perubahan yang dilakukan

dalam hal pengembangan

dunia perpustakaan dan profesi

kepustakawan di masing-masing

negara peserta.

Berdasar latar belakang

di atas maka dalam tulisan

ini penulis ingin mengetahui,

setelah pelaksanaan CONSAL XIV

sejauhmana peran CONSAL dalam

mengembangkan profesionalisme

pustakawan di Asia Tenggara.

Dari CONSAL I Sampai CONSAL XIV

Sesuai dengan jadwal kongres

yang diadakan setiap 3 tahun

sekali dan dilakukan secara bergilir

di masing-masing negara anggota,

maka setiap negara anggota

CONSAL, khususnya negara-

negara ASEAN seperti Indonesia,

Malaysia, Singapura, Thailand,

Filipina, Kamboja, Vietnam, Laos,

Myanmar dan Brunei Darussalam

sudah pernah menjadi tempat

penyelenggaraan CONSAL.

Sejak di mulainya CONSAL

yang pertama di Singapura pada

tanggal 1 4 - 1 6 Agustus 1970

sampai dengan yang terakhir

CONSAL XIV di Vietnam pada

tanggal 19 - 22 April 2009, maka

negara-negara anggota CONSAL

sudah 14 kali melakukan kongres.

Selanjutnya pada tanggal 28 -

31 Mei 2012 akan dilaksanakan

CONSAL ke XV di Indonesia (Bali).

Untuk lebih jelasnya pelaksanaan

CONSAL I sampai CONSAL XIV

dengan masing-masing tema

yang dijadikan acuan pada setiap

kongres dapat diuraikan sebagai

berikut:

• CONSAL1 Tema : Prospek Baru Untuk

Kerjasama Asia Tenggara

Lokasi: Singapura

Tanggal: 14-16 Agustus 1970

• CONSAL II Tema: Pendidikan dan

Pelatihan Perpustakaan

Lokasi: Manila, Filipina

Tanggal: 1-14 Desember 1973

• CONSAL III Tema: Perpustakaan Terpadu

dan Jasa Dokumentasi dalam

Framework NATIS

Lokasi: Jakarta, Indonesia

Tanggal: 1-5 Desember 1975

• CONSAL IV Tema: Kerjasama Regional

Untuk Pengembangan

Layanan Informasi Nasional

Lokasi: Bangkok, Thailand

Tanggal: 5-9 Juni 1978

. CONSALV Tema: Akses Informasi

Lokasi: Kuala Lumpur, Malaysia

Tanggal: 25-29 Mei 1981

• CONSAL VI Tema: Perpustakaan dalam

Revolusi Informasi

Lokasi: Singapura

Tanggal: 30 May-3 Juni 1983

• CONSAL VII Tema: Perpustakaan untuk

Pembangunan Desa di Asia

Tenggara

Lokasi: Manila, Filipina

Tanggal: 12-21 Februari 1987

• CONSALVIII Tema :Tantangan Baru Layanan

Perpustakaan di Dunia

Berkembang

Lokasi: Jakarta, Indonesia

Tanggal: 11-14 Juni 1990

• CONSAL IX Tema : Dimensi Masa Depan dan

Pengembangan Perpustakaan

Lokasi: Bangkok,Thailand

Tanggal: 2-7 Mei 1993

• CONSALX Tema: Perpustakaan di

Pengembangan Nasional

Lokasi: Kuala Lumpur, Malaysia

Tanggal: 21-25 Mei 1996

• CONSAL XI Tema : Melangkah ke Dalam

Milenium Baru :Tantangan Bagi

Perpustakaan dan

Profesional Informasi

Lokasi: Suntec City, Singapura

Tanggal: 26-28 April 2000

• CONSALXII Tema: Pemberdayaan Informasi:

Meningkatkan Pengetahuan

Lokasi: Utama Konferensi

Hall, international Convention

Centre, Bandar Sri Begawan,

Brunei Darussalam

Tanggal: 20-23 Oktober 2003

• CONSALXII I Tema: CONSALdi Persimpangan:

Tantangan Bagi Kerjasama

Regional Yang Lebih Besar

Lokasi :The Edsa Shangri-La,

Manila, Filipina

Tanggal: 25-30 Maret 2006

• CONSAL XIV Tema: Menuju Perpustakaan

Dinamis dan Layanan

Informasidi Negara-negara Asia

Tenggara

Lokasi: Hanoi, Vietnam

Tanggal: 19-24 April 2009

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 24

Page 3: Pustakawan diAsiaTenggara

pustakawan

(Sumber: http://www.consal.org/

index.php)

Bila dilihat dari tema-tema

yang digaungkan pada setiap

kongres sebenarnya telah banyak

masalah-masalah dan gagasan-

gagasan yang dibicarakan yang

berkaitan dengan kemajuan

dunia perpustakaan dan profesi

pustakawan di kawasan Asia

Tenggara, khususnya negara-

negara anggota CONSAL.

Tetapi apakah setiap tema dan

bahasan materi kongres tersebut

kemudian diimplementasikan

oleh pustakawan di setiap

perpustakaan dari masing-

masing negara anggota CONSAL,

hal inilah yang masih harus diteliti

lebih jauh lagi.

Profesiorialisme Pustakawan Pustakawan diakui sebagai

suatu jabatan profesi dan sejajar

dengan profesi-profesi lain

seperti profesi dokter, peneliti,

guru, dosen, hakim, dan Iain-

lain. Profesi secara umum

diartikan sebagai pekerjaan.

Menurut Sulistyo-Basuki (1991)

ada beberapa ciri dari suatu

profesi seperti (1) adanya sebuah

asosiasi atau organisasi keahlian,

(2) terdapat pola pendidikan

yang jelas, (3) adanya kode etik

profesi, (4) berorientasi pada jasa,

(5) adanya tingkat kemandirian.

Karena pustakawan merupakan

suatu profesi, maka untuk

menjadi pustakawan seseorang

harus tunduk kepada ciri-ciri

profesi tersebut.

Menurut Saleh (2004): "suatu

jabatan umumnya sangat terkait

dengan masalah profesionalisme.

Istilah profesionalisme biasanya

dikaitkan dengan penguasaan

pengetahuan, keterampilan,

dan perilaku dalam mengelola

dan melaksanakan pekerjaan/

tugas dalam bidang tertentu.

Profesionalisme pustakawan

tercermin pada kemampuan

(pengetahuan, pengalaman,

keterampilan) dalam mengelola

dan mengembangkan

pelaksanaan pekerjaan di

bidang kepustakawanan

serta kegiatan terkait lainnya

secara mandiri. Kualitas hasil

pekerjaan inilah yang akan

menentukan profesionalisme

mereka. Ini artinya bahwa di

dalam melaksanakan tugas

kepustakawanannya secara

profesional maka seorang

pustakawan harus memiliki

sejumlah kompetensi, yaitu

kemampuan untuk melaksanakan

suatu tugas/ pekerjaan yang

didasari atas pengetahuan,

keterampilan dan sikap sesuai

dengan unjuk kerja yang

dipersyaratkan. Pustakawan

profesional dituntut menguasai

bidang ilmu kepustakawanan,

memiliki keterampilan dalam

melaksanakan tugas/pekerjaan

kepustakawanan, melaksanakan

tugas/pekerjaannya dengan

motivasi yang tinggi yang

dilandasi oleh sikap dan

kepribadian yang menarik, demi

mencapai kepuasan pengguna".

Lebih lanjut Saleh (2004)

mengatakan:"apabila pustakawan

Indonesia ingin bersaing di

dalam memperebutkan pasar

kerja baik di ASEAN maupun di

dunia, mau tidak mau Indonesia

harus membuat standar

kompetensi bagi pustakawan.

Standar kompetensi ini sebaiknya

mengacu kepada standar

kompetensi pustakawan yang

berlaku di negara maju seperti

Inggris dan Amerika. Standar

tersebut kemudian dijadikan

acuan dalam melakukan

sertifikasi profesi". Jadi seorang

pustakawaan yang memiliki

sertifikat profesi sebagai

pustakawan pelayanan referensi/

reference librarian misalnya, dia

akan diakui sebagai reference

librarian dimanapun ia bekerja.

Dengan demikian maka pasar

kerja pustakawan Indonesia akan

menjadi lebih luas. Sebaliknya,

standar kompetensi pustakawan

ini akan menjadi filter untuk

tenaga kerja yang akan masuk

ke Indonesia. Pustakawan

dari negara lain tidak bisa

sembarangan masuk dan bekerja

di perpustakaan-perpustakaan di

Indonesia.

Berkaitan dengan hal

tersebut, menurut Saleh

(2004) konsekuensinya adalah

pustakawan di Indonesia harus

meningkatkan kualitasnya

sehingga standar kompetensi

yang akan dibuat dapat

mendekati standar kompetensi

yang berlaku di negara maju.

Jika tidak, ada dua hal yang

akan terjadi sebagai akibat

dari diberlakukannya standar

kompetensi ini. Pertama,

jika nilai-nilai pada standar

kompetensi dibuat dengan

standar rendah agar cukup

banyak pustakawan yang

bisa lolos dalam uji sertifikasi

kompetensi. Namun karena

standarnya rendah, maka

sertifikat kita mungkin tidak

diakui di tingkat internasional.

Jika ini terjadi maka pustakawan

Indonesia sulit masuk ke negara

lain, dan sebaliknya pustakawan

dari negara lain dengan

mudahnya masuk ke Indonesia.

Kedua, nilai-nilai pada standar

kompetensi dibuat tinggi. Namun

resikonya mungkin banyak

pustakawan Indonesia yang tidak

bisa lolos dalam uji sertifikasi.

Keuntungannya, pustakawan

Indonesia bisa"laku"di negara

lain, dan pustakawan dari negara

lain dapat difilter untuk masuk ke

Indonesia.

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 5

Page 4: Pustakawan diAsiaTenggara

Peran Organisasi Profesi Pustakawan dan Manfaatnya Bagi Pustakawan dan Masyarakat

Melihat begitu pentingnya

kompetensi dan profesionalisme

kepustakawanan, maka perlu

kiranya kita melihat bagaimana

peran organisasi profesi

pustakawan pada pustakawan

itu sendiri serta sejauhmana

manfaatnya bagi masyarakat pada

umumnya.

Di Indonesia organisasi

kepustakawanan disebut

dengan IPI (baca: l-Pe-l) (Ikatan

Pustakawan Indonesia). IPI sudah

berdiri sejak tahun 1973dan

diakui keberadaannya oleh

pemerintah. Selain IPI pustakawan

memiliki ISIPII (Ikatan Sarjana

llmu Perpustakaan dan Informasi

Indonesia), ATPUSI (Asosiasi

Tenaga Perpustakaan Seluruh

Indonesia), apisi (Asosiasi Pekerja

Informasi Sekolah Indonesia),

dan CONSAL (Congress of

Southeast Asian Librarians)

sebagai organisasi pustakawan

pada tingkat regional serta

IFLA [International Federation of

Library Association) pada tingkat

internasional. Adapun peran dari

organisasi profesi pustakawan

menurut Zen (2009) adalah:

1. Menjamin kompetensi profesional pustakawan.

2. Meningkatkan status profesi dengan menentukan

persyaratan, standar, dan

norma minimal pustakawan.

3. Meningkatkan mutu profesi melalui berbagai kegiatan dan

aktifitas kepustakawanan.

4. Mengawasi kegiatan dan

prilaku pustakawan dengan

kode etik, tata tertib disertai

dengan sanksi-sanksinya.

5. Memonitor peraturan

perundang-undangan yang

mempengaruhi perpustakaan

dan layanan.

6. Menciptakan, memelihara

dan mendorong manajemen

layanan perpustakaan yang

memuaskan pemustaka.

7. Meningkatkan kajian

dan penelitian bidang

perpustakaan dan informasi.

8. Melakukan kerjasama dengan

asosiasi sejenis dan badan-

badan lain, nasional atau

internasional

Sedangkan manfaat organisasi

profesi pustakawan bagi

masyarakat menurut Zen (2009)

antara lain:

1. Mendapatkan layanan

bermutu.

2. Ikut memasyarakatkan

perpustakaan.

3. Memberikan apresiasi

terhadap pustakawan.

4. Mengenal perpustakaan dan

segala kegiatannya.

Melihat begitu besarnya

peran organisasi pustakawan

dalam dunia kepustakawanan

di Indonesia maka kita perlu

mengkaji apakah IPI sebagai

organisasi profesi pustakawan di

Indonesia sudah berperan seperti

apa yang dikatakan oleh Zulfikar

Zen tersebut bagi perkembangan

dunia kepustakawanan di

Indonesia dan sudah memiliki

banyak manfaat bagi masyarakat

Indonesia pada umumnya?

Sebagai organisasi profesi

pustakawan maka tentunya

IPI diharapkan oleh para

pustakawan di Indonesia dapat

dijadikan sebagai sarana untuk

meningkatkan kompetensi

pustakawan yaitu kemampuan

(pengetahuan, pengalaman,

keterampilan) dalam mengelola

dan mengembangkan

pelaksanaan pekerjaan di bidang

kepustakawanan serta kegiatan

terkait lainnya. IPI juga harus

dapat menunjukkan jalan bagi

pengembangan karir pustakawan,

baik di tingkat nasional,

regional, maupun internasional.

Organisasi pustakawan ini

juga yang menetapkan kode

etik profesi pustakawan dan

melaksanakan sanksi atas

pelanggaran etika pustakawan.

Dalam perkembangannya

organisasi ini belumlah tampil

sebagai organisasi profesi yang

berwibawa. IPI dirasakan oleh

sebagian orang belum mandiri,

keuangan IPI masih banyak

tergantung pada subsidi dan

bantuan instansi di bidang

perpustakaan di Indonesia

(Perpustakaan Nasional Rl)

dan Badan-badan lain, baik

pemerintah maupun swasta.

Di samping itu, keterlibatan

para anggota IPI belum dapat

dilaksanakan secara optimal.

Seharusnya pustakawan sebagai

anggota IPI harus benar-benar

diberdayakan. Adapun upaya-

upaya pemberdayaan anggota

yang perlu dilakukan adalah

peningkatan kualitas anggota

dengan jalan kaderisasi anggota,

akreditasi menjadi anggota,

pelatihan, dan pendidikan dalam

arti yang luas.

Pendidikan dalam pengertian

ini bukan semata-mata

pengajaran pada anggota,

melainkan lebih dari pada

itu yaitu menumbuhkan

kepercayaan diri anggota sesuai

dengan perkembangan zaman

dan dapat menjawab tantangan

zaman, terlebih untuk mampu

bersaing dalam era informasi

dan globalisasi sekarang ini

dan dalam skala yang lebih

luas yaitu regional ataupun

internasional. Di samping itu IPI

harus memberikan kenyakinan

untuk membuka peluang agar

anggota dapat lebih berkarya

dan berpartisipasi aktif dalam

era sekarang ini, dengan

segala aktivitas, kreatifitas dan

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 26

Page 5: Pustakawan diAsiaTenggara

ea lm«fe pustakawan

berbagai inovasi yang dapat

diimplementasikan secara nyata.

Namun pantas juga

dicatat dalam kurun waktu

perkembangannya hingga

saat ini IPI juga telah berhasil

menyelesaikan berbagai

programnya, seperti (1)

Pembentukan Pengurus Daerah

maupun Cabang di beberapa

provinsi Indonesia: (2).Membantu

memperjuangkan profesi

pustakawan sebagai tenaga

fungsional (3)Mempromosikan

perpustakaan di kalangan

masyarakat dan pemerintahan,

(4) Melakukan kerjasama dengan

organisasi lain yang terkait

dengan profesi pustakawan

dan kegiatan perpustakaan

(5). Memberikan pembinaan

terhadap anggota dengan

berbagai kegiatan ilmiah,

(6). Memberikan pembinaan

terhadap lembaga pendidikan

pustakawan, baik pendidikan

formal, nonformal dan informal,

(7) Membina hubungan

dengan I FLA, dan CONSAL, (8)

Menyelenggarakan kongres 3

tahun sekali dan terakhir adalah

(9) usaha untuk membantu

pemerintah khususnya para ahli

di bidang ilmu perpustakaan

dalam melakukan sertifikasi

pustakawan agar profesi

pustakawan dapat diakui sebagai

tenaga yang profesional dalam

menjalankan tugasnya.

Mencermati perubahan

yang semakin besar, organisasi

profesi pustakawan Indonesia

hendaknya berupaya melakukan

berbagai perbaikan dan

pengembangan layanan

terbaiknya bagi kepentingan

masyarakat secara terencana

dan berkesinambungan. Dengan

demikian organisasi profesi ini

tidak akan kehilangan arah baik

dalam rangka pengambilan

keputusan, maupun dalam

rangka meningkatkan mutu

organisasi profesi.

Peran CONSAL Dalam Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan Di Asia Tenggara

Peningkatan kualitas profesi

pustakawan memang perlu

mendapat dukungan banyak

pihak, terutama dari pemerintah

dan masyarakat. Dukungan

dapat diberikan tidak hanya

dalam bentuk perhatian dan

dana, tetapi juga dukungan

dalam berbagai bentuk kegiatan-

kegiatan kepustakawan, baik

yang bersifat nasional, regional,

maupun internasional. Salah satu

bentuk kegiatan pustakawan

yang bersifat regional adalah

CONSAL (Congress of Southeast

Asian Librarians). CONSAL

mengadakan kongres setiap tiga

tahun sekali secara bergiliran di

masing-masing negara anggota

peserta CONSAL.Indonesia sudah

pernah menjadi tuan rumah

penyelenggara, yakni CONSAL

III pada bulan Desember 1975di

Jakarta dan CONSAL VIII pada

bulan Juni 1990. Acara tersebut

dibuka oleh Presiden Rl Soeharto.

Untuk General Congress CONSAL

XV mendatang, juga akan

diadakan di Indonesia, tepatnya

di Denpasar Bali pada bulan Mei

2012. Rencananya kongres itu

akan dibuka oleh Presiden Rl

Soesilo Bambang Yudhoyono dan

diperkirakan sekitar lima ratus

sampai seribu orang pustakawan

akan hadir di sana pada acara

puncaknya.

Kongres menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2005)

adalah: pertemuan besar para

wakil organisasi (politik, sosial,

profesi) untuk mendiskusikan

dan mengambil keputusan

mengenai pelbagai masalah.

CONSAL sebagai wadah

pertemuan Pustakawan se-

Asia Tenggara muncul karena

adanya kebutuhan bersama dari

pustakawan-pustakawan di Asia

Tenggara dalam hal perlunya

melakukan kerjasama regional

di dalam mengembangkan

dunia perpustakaan dan

kepustakawanan di antara

negara-negara anggota. Dalam

kongres ini masing-masing

negara peserta mengirimkan

delegasinya, biasanya adalah

Kepala Perpustakaan, Ikatan atau

Asosiasi Pustakawan danwakil

pustakawandari berbagai

jenis perpustakaan, untuk

mendiskusikan dan mengambil

keputusan mengenai berbagai

masalah kepustakawanan yang

ada sesuai dengan tema dari

kongres pada saat itu.

Sebagai kongres yang

berskala regional, selama ini

relatif masih belum terlihat

peran CONSAL secara

maksimal, misalnya dalam

upaya meningkatkan kuantitas

dan kualitas kepustakawanan

di Asia Tenggara. Terlebih

lagi peran CONSAL pada

masyarakat di Asia Tenggara

pada umumnya khususnya di

Indonesia. Beberapa hal yang

dapat dijadikan catatan bahwa

CONSAL belum berperan secara

maksimal dalam meningkatkan

profesionalisme pustakawan di

Asia Tenggara misalnya:

1. CONSAL sebagai kegiatan

pertemuan akbar

pustakawan se-Asia Tenggara

belum tersentuh oleh

pustakawan-pustakawan

di lapisan bawah. Selama

ini CONSAL lebih banyak

dihadiri oleh kaum elite

pustakawan, yang notabene

adalah para pejabat-pejabat

pustakawan ataupun

kepala-kepala perpustakaan

yang terkadang bukan

pustakawan. Akibatnya

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 2 7

Page 6: Pustakawan diAsiaTenggara

seringkali kegiatan kongres

yang diadakan setiap 3 tahun

sekali banyaktidakdiketahui

oleh pustakawan-pustakawan

di lapisan bawah. Demikian

juga dengan hasil-hasil

keputusan dari forum CONSAL

juga seringkali tidak diketahui

oleh para pustakawan di

lapisan bawah. Seharusnya

CONSAL dapat menjadi

jembatan perantara dalam

meningkatkan hubungan

dan komunikasi di antara

pustakawan-pustakawan pada

lapisan bawah tersebut.

2. Sebagai perhimpunan

pustakawan di AsiaTenggara,

CONSAL seharusnya dapat

menjadi motivator bagi

para pustakawan di Asia

Tenggara untuk sama-

sama maju, berkembang,

dan bekerjasama saling

menguntungkan satu sama

lain, karena masing-masing

negara anggota CONSAL

sama-sama memiliki ragam

budaya yang sangat unikyang

perlu diketahui oleh negara-

negara lain.

3. CONSAL juga perlu

mendukung terbentuknya

kerjasama dalam bidang

pengembangan pelayanan

perpustakaan, misalnya

dengan membentukjaringan

kerjasama yang berbasis

teknologi informasi karena

sekarang ini infrastruktur

yang ada di perpustakaan

sudah sangat mendukung,

misalnya jaringan internet

yang sudah semakin murah

dan mendunia. Juga perlu

diprakarsai pembuatan

"Katalog Induk" untuk negara-

negara di kawasan ASEAN.

4. "Standarisasi Perpustakaan

untuk Kawasan ASEAN"juga

belum ada. Seharusnya ada

upaya bagi negara-negara

anggota CONSAL untuk

membuat standar- standar

tertentu, sehingga setiap

negara memiliki target dan

berusaha untuk mencapai

standar-standar tersebut.

Misalnya di tahun 2020

perpustakaan-perpustakaan

di Asia Tenggara sudah

memiliki "Pangkalan Data

Bersama".

5. CONSALjuga perlu

memprakarsai penerbitan

"Jurnal CONSAL" sebagai

sarana komunikasi di antara

pustakawan-pustakawan di

Asia Tenggara. Bagaimana

mungkin setiap anggota

dari masing-masing negara

mempunyai'rasa memiliki

CONSAL'bila sarana

komunikasi antar anggota

seperti jurnal saja tidak

ada. Seperti kita ketahui

jurnal juga dapat berfungsi

sebagai media komunikasi

di antara para peneliti. Jika

CONSAL memiliki jurnal,

maka hasil-hasil penelitian

bidang perpustakaan dan

kepustakawanan akan dapat

diterbitkan dan diketahui

serta dibaca oleh seluruh

pustakawan dari masing-

masing negara peserta dan

juga negara-negara lainnya.

6. Delegasi CONSAL pada

tingkat 'nasional' harus

memiliki website tersendiri,

sehingga pustakawan di

Indonesia dapat menyalurkan

ide-idenya yang pada

akhirnya semua ide dan

gagasan-gagasan baru

tersebut dapat dibicarakan

sebagai isu nasional yang

akan dibawa ke pertemuan

CONSAL di tingkat

regional. Dengan demikian

pustakawan Indonesia akan

dapat berinteraksi secara

nasional tetapi berskala

regional (ASEAN). Hasil-hasil

keputusan dari pertemuan

kongres tersebut dapat di

publikasikan di website

CONSAL sehingga dapat

diketahui oleh seluruh

pustakawan dari negara-

negara peserta.

7. CONSALjuga diharapkan

dapat menjembatani

"PertukaranTenaga

Pustakawan"antar negara-

negara anggota, mencontoh

ide"Pertukaran Pelajar"

seperti yang selama ini

sudah sering dilakukan. Hal

ini akan dapat memotivasi

hubungan baikdi antara

pustakawan, mendekatkan

hubungan diantara mereka

dan menimbulkan perasaan

"senasib" sebagai pustakawan.

Juga dapat dijadikan sebagai

sarana berbagi informasi,

pengetahuan, keterampilan

dan menambah pengalaman

yang berbeda mengenai

bidang kerja kepustakawanan.

8. CONSALjuga seharusnya

dapat memberikan informasi

tentang "Job & Career" bagi

pustakawan-pustakawan

yang ingin berkiprah secara

regional/internasional.

Sebagai contoh: sebagai

Pustakawan Muda saya

tentunya memiliki harapan-

harapan untuk dapat

berkarir sebagai pustakawan

profesional di Asia Tenggara,

misalnya Malaysia. Ada

baiknya jika CONSAL dapat

membantu merealisasikan

hal-hal seperti ini.

Berdasarkan beberapa

catatan tersebut, kita dapat

melihat bahwa masih banyak

masalah-masalah penting yang

harus diperhatikan, ditangani

dan diselesaikan oleh CONSAL.

Beberapa masalah bahkan

28 Vol. 19 No. 1 Tahun 2012

Page 7: Pustakawan diAsiaTenggara

pustaka an

sangat urgen untuk segera

direalisasikan, seperti misalnya

penerbitan jurnal CONSAL

sebagai media komunikasi

bagi setiap pustakawan di Asia

Tenggara dan sebagai media

publikasi terhadap berbagai

bentuk tulisan dan hasil-hasil

penelitian para pustakawan.

Karena media komunikasi seperti

website CONSAL yang selama

ini sudah ada, penulis menilai

masih belum diberdayakan

secara maksimal. Masih banyak

informasi-informasi penting

yang belum dimuat di website

CONSAL, misalnya tentang hasil-

hasil keputusan penting yang

harus dilakukan oleh setiap

pustakawan di setiap negara

peserta. Dengan adanya media

komunikasi seperti jurnal maka

keberadaan CONSAL akan lebih

memasyarakat di kalangan

pustakawan di Asia Tenggara,

bukan hanya sekedar dikenal

ketika kongres akbar akan

berlangsung.

Namun tidak dipungkiri

bahwa CONSALjuga sudah

memiliki beberapa prestasi,

misalnya sebagai organisasi

kepustakawanan yang telah

ada sejak tahun 1970 CONSAL

masih mampu untuk terus eksis

hingga saat ini. CONSALjuga

telah berhasil menyelenggarakan

kongres I sampai ke XIV.

CONSALjuga turut memberi

sumbangan kepada bertambah

eratnya saling pengertian

dan persahabatan serta

kerjasama saling bermanfaat

dalam dunia perpustakaan

dan kepustakawanan antara

bangsa-bangsa di kawasan Asian

Tenggara.

Penutup Di tahun 2012, Perpustakaan

Nasional Rl bersama Ikatan

Pustakawan Indonesia (IPI)

dipercaya menjadi tuan rumah

Kongres Pustakawan se-Asia

Tenggara (CONSAL) di Kuta, Bali.

Kesempatan ini hendaknya dapat

dijadikan sarana oleh IPI untuk

dapat lebih berperan secara

maksimal dalam memajukan

dunia perpustakaan dan profesi

pustakawan di Indonesia karena

IPI sebagai jembatan komunikasi

para pustakawan dalam setiap

pertemuan CONSAL.

Melalui organisasi IPI

diharapkan para pustakawan

dapat mereformasi diri demi

pengembangan kualitas

perpustakaan. Profesionalisme

para pustakawan turut mendukung

kualitas suatu perpustakaan. Jika

aneka aspek di atas teraktualisasi

secara baik maka visi dan misi

perpustakaan yakni wadah

penyedia informasi demi

kecerdasan masyarakat pun dapat

mencapai hasilnya. Pustakawan

yang bekerja secara profesional

juga dapat mengembangkan karir

pustakawannya ke tingkat regional/

internasional.

CONSAL sebagai wadah

pertemuan Pustakawan se-

Asia Tenggara muncul karena

adanya kebutuhan bersama dari

pustakawan-pustakawan di Asia

Tenggara dalam hal perlunya

melakukan kerjasama regional di

dalam mengembangkan dunia

perpustakaan dan kepustakawanan

di antara negara-negara anggota.

Namun sebagai kongres yang

berskala regional, selama ini relatif

masih belum terlihat peran CONSAL

secara maksimal, misalnya dalam

upaya meningkatkan kuantitas

dan kualitas kepustakawanan

di Asia Tenggara. Terlebih lagi

peran CONSAL pada masyarakat

di Asia Tenggara pada umumnya

khususnya di Indonesia. Hendaknya

setiap tema yang diusung dalam

setiap kongres CONSALjuga hasil-

hasil keputusan kongres dapat

diaplikasikan secara nyata di

setiap jenis perpustakaan. Jadi

bukan hanya sekedar slogan

semata.

Perpustakaan Nasional

Rl dan Ikatan Pustakawan

Indonesia sebagai delegasi

utama {Executive Board) pada

setiap penyelenggaraan

CONSAL hendaknya mampu

menyampaikan berbagai aspirasi

para pustakawan di Indonesia

dalam setiap pertemuan

CONSAL. Dengan demikian

CONSAL secara nyata akan

dapat berperan secara mak-

simal dalam mengembangkan

profesionalisme pustakawan

di Asia Tenggara, khususnya di

Indonesia, a

Corsgrees of Southeast As ian Librarians. 201 \. About CONSAL: Sonferences.Sumber: http://www. consai.org/index.php?o

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Batai Pustaka.

Masruroh. 2007. Organisasi Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia. Makajaft. D3 Perpustikaan Dan informasi Mam, Fakultas AdabUniversitas Islam Negeri Sunan KalifagaYogyarkarta.

Saleh, A. R. 2004. Manfaat Standar Kompetensi dan Etika profesi Dalam Peningkatan Profesionalisme Pustakawan.Sumber: http:// repository.ipb.ac.id/

Soeharto, 1990. Sambutan Presiden Pada Upacora Pembukaan Kongres Pustakawan Asia Tenggara Ke-8 Pada Tanggal 11 Juni 1990 Di tstana NegaraSumber: http:// ki-lembagaanfiTt". pnri.go.id/pdf/

Sutistyo-Basuki. 1991. Pengantar llrnu Perpustakaan. Jakarta: Gra media Pustaka Utama.

Zen, Z. 2009. Penfmgnya Asosiasi Profesional. Sumber: http^/staff. ui.ac.id/intemal/131408288/ publSkasi/ACEHIAINPRQFESI.ppt

Vol. 19 No. 1 Tahun 2012 29