PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim...
Transcript of PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim...
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
www.kejaksaan.go.id
PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA
OLEH :
DR. MUSLIKHUDDIN, SH. MH.
2
3
SISTEMATIKA
I. Selayang Pandang
II. Tahap Pengadaan Barang / Jasa
III. Prinsip Dasar Pengadaan Barang / Jasa
IV. Etika Pengadaan Barang / Jasa
V. Pola Penyimpangan Pengadaan Barang / Jasa
VI. Bentuk Korupsi Dalam Proses Pengadaan Barang / Jasa
VII. Keuangan Negara
VIII. Strategi Pemberantasan Korupsi Pengadaan Barang / Jasa
4
5
SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
1. KUHP khususnya BAB XXVIII tentang DelikJabatan
2. Peraturan Penguasan Perang Pusat Nomor : Prt/Peperpu/013/1958
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi
Pidana dan Penilikan Harta Benda.
3. UU No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
4. KeputusanPresiden Republik Indonesia No. 228 Tahun 1967 tanggal 2
Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi.
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan TPK.
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK.
8. Inpres No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan TPK.
6
PENGERTIAN KORUPSI
Dalam Black’s Law Disctionary (Henry Campbell Black; 1979 : 311.) “… an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of other. The act an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of others”.
Dapat diartikan : "... Tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan beberapa keuntungan konsisten dengan tugas resmi dan hak-hak lainnya. Tindakan orang resmi atau fidusia yang melawan hukum dan keliru menggunakan stasiun nya atau karakter untuk mendapatkan beberapa manfaat bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain “
KORUPSI
BAHASA LATIN CORRUPTION / CORRUPTUS
BAHASA INGGRIS CORRUPTION / CORRUPT
BAHASA BELANDA CORUPTIE
Secara harfiah istilah tersebut diartikan sebagai keburukan, kebusukan, atau ketidak-jujuran
RUMUS KORUPSI
C = M + D – A
C : corruption
M : monopoly power
D : discretion by officials
A : accountability
(peluang korupsi muncul karena adanya monopoli
kekuasaan, didukung oleh adanya kewenangan untuk
mengambil keputusan, namun tidak ada
pertanggungjawaban)
7
1. Merugikan keuangan negara dengan melawan hukum atau
penyalahgunaan wewenang (Pasal 2, Pasal 3)
2. Suap (Pasal 5, 6, 11, 12 a,b,c,d., Pasal 13)
3. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 10)
4. Pemerasan (Pasal 12 e,f,g)
5. Perbuatan curang (Pasal 7, 12 h)
6. Konflik kepentingan dalam pengadaaan (Pasal 12 i)
7. Gratifikasi (Pasal 12B, 12C)
8
RUANG LINGKUP TINDAK PIDANA KORUPSI
( UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 )
9
10
BARANG/JASA
SUMBER DAYA
PENGGUNA PENYEDIA
PRINSIP DASAR PENGADAAN B/J
PRINSIP
DASAR
5 3
6
1
2
EFEKTIF
EFISIEN
TERBUKA/ BERSAING
ADIL/TIDAK DISKRIMINATIF
AKUNTABEL
TRANSPARAN
2E2T2A
4
12
13
Tahap Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan pengelompokan kegiatannya
1. Tahap Persiapan Pengadaan, meliputi :
2. Tahap Proses Pengadaan, meliputi :
3. Tahap Pelaksanaan Kontrak
4. Tahap Evaluasi dan Pengawasan
a. Perencanaan pengadaan barang dan jasa
b. Pembentukan Panitia pengadaan barang dan jasa
c. Penetapan Sistem pengadaan barang dan jasa
d. Penyusunan Jadwal pengadaan barang dan jasa
e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
f. Penyusunan Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa
a. Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa
b. Penetapan Penyedia Barang dan Jasa
14
a. MELAKSANAKAN TUGAS SECARA TERTIB, DISERTAI RASA
TANGGUNG JAWAB UNTUK MENCAPAI SASARAN KELANCARAN
DAN KETEPATAN TERCAPAINYA TUJUAN PENGADAAN BARANG /
JASA ;
b. BEKERJA SECARA PROFESIONAL DAN MANDIRI ATAS DASAR
KEJUJURAN, SERTA MENJAGA KERAHASIAAN DOKUMEN
PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG SEHARUSNYA
DIRAHASIAKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA
PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG / JASA;
c. TIDAK SALING MEMPENGARUHI BAIK LANGSUNG MAUPUN
TIDAK LANGSUNG UNTUK MENCEGAH DAN MENGHINDARI
TERJADINYA PERSAINGAN TIDAK SEHAT;
d. MENERIMA DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEGALA
KEPUTUSAN YANG DITETAPKAN SESUAI DENGAN KESEPAKATAN
PARA PIHAK;
e. MENGHINDARI DAN MENCEGAH TERJADINYA PERTENTANGAN
KEPENTINGAN (CONFLIC OF INTEREST) PARA PIHAK YANG
TERKAIT, LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG DALAM
PROSES PENGADAAN BARANG/JASA; 15
f. MENGHINDARI DAN MENCEGAH TERJADINYA PEMBOROSAN DAN
KEBOCORAN KEUANGAN NEGARA DALAM PENGADAAN BARANG
/ JASA;
g. MENGHINDARI DAN MENCEGAH PENYALAHGUNAAN WEWENANG
DAN / ATAU KOLUSI DENGAN TUJUAN UNTUK KEUNTUNGAN
PRIBADI, GOLONGAN ATAU PIHAK LAIN YANG SECARA
LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG MERUGIKAN NEGARA;
h. TIDAK MENERIMA, TIDAK MENAWARKAN ATAU TIDAK
MENJANJIKAN UNTUK MEMBERI ATAU MENERIMA HADIAH.
IMBALAN BERUPA APA SAJA KEPADA SIAPAPUN YANG DIKETAHUI
ATAU PATUT DAPAT DIDUGA BERKAITAN DENGAN PENGADAAN
BARANG/JASA.
16
17
18
1. TAHAP PERSIAPAN.
POLA PENYIMPANGAN
penggelembungan (mark up) biaya pada rencana
pengadaan
pengadaan diarahkan untuk kepentingan produk
atau penyedia barang dan jasa tertentu
Perencanaan yang tidak realistis, terutama dari
sudut waktu pelaksanaan
Panitia bekerja secara tertutup, tidak jujur, dan
nampak dikendalikan oleh pihak tertentu
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ditutup-tutupi
Harga dasar tidak standar
Spesifikasi teknis mengarah pada produk tertentu
Dokumen lelang tidak standar
Dokumen lelang yang tidak lengkap
19
2. TAHAP PROSES PENGADAAN.
P
O
L
A
P
E
N
Y
I
M
P
A
N
G
A
N
(a) jangka waktu pengumuman singkat
(b) pengumuman tidak lengkap dan membingungkan (ambigious)
(c) penyebaran dokumen tender yang cacat
(d) pembatasan informasi oleh panitia agar hanya kelompok tertentu saja
yang memperoleh informasi lengkap
(e) aanwijzing dirubah menjadi tanya jawab
(f) upaya menghalangi pemasukan dokumen penawaran oleh oknum
tertentu agar peserta tertentu terlambat menyampaikan dokumen
penawarannya
(g) penggantian dokumen dilakukan dengan cara menyisipkan revisi
dokumen di dalam dokumen awal
(h) Panitia bekerja secara tertutup
(i) pengumuman pemenang tender hanya kepada kelompok tertentu
(j) tidak seluruh sanggahan ditanggapi
(k) surat penetapan sengaja ditunda pengeluarannya
20
3. TAHAP PENYUSUNAN KONTRAK & PENANDATANGANAN
KONTRAK.
4. TAHAP PELAKSANAAN KONTRAK & PENYERAHAN
BARANG DAN JASA.
Penandatanganan kontrak yang tidak dilengkapi dengan dokumen
pendukung atau dokumen fiktif dan
Penandatangan kontrak yang ditunda-tunda
Pekerjaan / Barang tidak sesuai dengan spesifikasi
Pekerjaan belum selesai, sudah dilakukan serah terima
P
O
L
A
P
O
L
A
21
5. TAHAP PENGAWASAN
6. PELAPORAN KEUANGAN DAN AUDIT
POLA PENYIMPANGAN
Kolusi antara Pelaksana Proyek dengan
Pengawas Proyek
Suap kepada Pengawas Proyek
Hasil Laporan Pengawas Proyek tidak sesuai
dengan hasil pekerjaan
POLA PENYIMPANGAN
Tidak Jujur
Dibeli
Meluluskan bukti-bukti akuntansi yang tidak
benar
22
23
a. PENYUAPAN VS UANG PELICIN.
a. Dalam jumlah besar
b. Diberikan kepada pejabat senior / pembuat keputusan
a. Jumlah kecil
b. Diberikan kepada pelaksana
24
b. Kartel atau Kolusi.
Kartel terbentuk oleh para peserta tender, tujuan untuk memanipulasi
pemenang tender, yang menguntungkan salah satu anggota kartel
tersebut.
Kolusi merupakan bentuk kesepakatan dari peserta tender. tujuan
menetapkan giliran pemenang tender atau kesepakatan pembayaran
kompensasi kepada pihak yang kalah dalam tender karena
memasukan penawaran yang lebih tinggi.
c. Struktur vs Situasional.
Struktur a. Terencana
b. Dipersiapkan dengan matang
c. Sistematik.
Situasional a. Tanpa rencana
b. Tidak dipersiapkan
c. Tidak Sistematik
KEUANGAN NEGARA
25
PENGERTIAN
1. PENJELASAN UMUM UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang PTPK.
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan
atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul
karena:
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat
pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian
dengan Negara.
26
2. Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara.
Semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
27
Pasal 2 huruf G UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
“kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan
daerah”
RUANG LINGKUP
28
29
30
31
1). Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi
yang bersangkutan.
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh
unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang
diawasi.
2). Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan.
Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.
32
3). Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan aktif dilakukan sebagai bentuk pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.
Pengawasan pasif merupakan pengawasan yang dilakukan
melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat
pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti
penerimaan dan pengeluaran.
4). Pengawasan berdasarkan kebenaran formil (rechtimatigheid) dan
pengawasan berdasarkan kebenaran materiil (doelmatigheid).
Pengawasan kebenaran formil (rechmatigheid) merupakan
pengawasan yang dilakukan terhadap setiappengeluaran apakah
telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebenarannya
didukung dengan bukti yang ada.
Pengawasan kebenaran materil (doelmatigheid) merupakan
pengawasan terhadap setiap pengeluaran apakah telah sesuai
dengan tujuan dikeluarkan anggaran dan telah memenuhi prinsip
ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya
yang serendah mungkin.
33
(a) Teori absolut (teori pembalasan)
Menurut teori absolut/teori pembalasan, bahwa syarat dan
pembenaran hukuman tercakup di dalam kejahatan itusendiri,
terlepas dari kegunaan praktikal yang diharapkan darinya. Dalam
konteks teori ini sanksi merupakan res absoluta ab effectu futuro
(keniscayaan yang terlepas dari dampaknyadi masa depan). Karena
orang telah melakukan korupsi, maka ia harus dihukum, quia
peccatum (karena telah melakukan dosa).
(b) Teori relatif (teori prevensi)
Teori relatif/prevensi memandang sanksi/hukuman adalah sebagai
sarana untuk mencegah kejahatan
(c) Teori gabungan.
Didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban
masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi dengan
menitikberatkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan
unsur yang lain maupun pada semua unsur yang ada.
34
35
FAKTOR PEMBEDA PERBUATAN PIDANA
ACTUS REUS MENS REA
Perbuatan melawan hukum /
melanggar hukum
Sikap batin jahat
Evil Mind / Wricked Mind
Aturan Pengadaan DOLUS
Willens
(Dikehendaki)
Wetens
(Diketahui)
/ CULPA
UU TPK / TPPU
Perpres No. 54
Tahun 2010
sebagaimana telah
diubah dan
ditambah dengan
Perpres No. 72
Tahun 2012
(sumber dana
APBN / APBD)
1.Permen BUMN
No. 5 Tahun
2008
2.Keputusan
Direksi (Sumber
dana BUMN /
BUMD / diluar
APBN / APBD)
36
37