PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN...

50
PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Wilmar Salim S.T., M.Reg.Dev., Ph.D. 9 Oktober 2020

Transcript of PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN...

Page 1: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANI NS T I T U T T E KNO L O G I B AND U N G

Wilmar Salim S.T., M.Reg.Dev., Ph.D.

9 Oktober 2020

Page 2: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Biodata Singkat Wilmar Salim

Pekerjaan: Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Bandung sejak 1998

Bidang keahlian: kepranataan pengembangan wilayah

Jabatan: Kepala Pusat Penelitian Infrastruktur dan Kewilayahan

Jabatan sebelumnya: Ketua Program Magister dan Doktor Perencanaan Wilayah

dan Kota (2012-2016); Visiting Associate Professor di Hiroshima University (2016)

Publikasi terakhir: Local Governance and Access to Urban Services: Political and

Social Inclusion in Indonesia, bab dalam Governance for Urban Services oleh

Shabbir Cheema (Editor).

2

Page 3: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Kerangka Pemaparan

Profil PPIK

Hasil-hasil Riset PPIK 2018 dan 2019

Usulan Riset Dampak Pandemi COVID-19

Kajian Pengembangan Kawasan Industri Jawa Barat

Kajian Ketahanan Daerah Menghadapi Dampak Pandemi COVID-19

3

Page 4: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Profil PPIK

4

Page 5: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

VISI dan MISI PPIK

Visi

Menjadi lembaga riset unggulan nasional yg memproduksi dan

mendesiminasi pengetahuan serta turut serta dalam memandu arah

perkembangan wilayah dan pengelolaan infrastrukur yang terpadu dan

berkelanjutan.

Misi

1. Menyelenggarakan seluruh proses penelitian tentang infrastruktur dan

kewilayahan serta mengomunikasikannya pada berbagai pihak yang

berkepentingan

2. Menjawab persoalan nasional dan daerah yang terkait dengan

pengembangan wilayah dan infrastruktur berbasis hasil riset

3. Memperkuat kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam

merencanakan pengembangan wilayah dan infrastruktur.

5

Page 6: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PPIK mensinergikan beberapa

kelompok keahlian untuk

menghasilkan penelitian yang

inovatif dan integratif dengan

memperhatikan berbagai

aspek dalam pengembangan

infrastruktur dan kewilayahan

Keahlian

Perencanaan dan

Perancangan Kota

Keahlian Sistem

Infrastruktur Wilayah

dan Kota

Keahlian Teknik

Sumber Daya Air

Keahlian Teknologi

Pengelolaan

Lingkungan

Keahlian Perumahan

dan Permukiman

PPIK

Keahlian Pengelolaan

Pembangunan dan

Pengembangan

Kebijakan

Keahlian

Perencanaan Wilayah

dan Perdesaan

Keunikan dan Keunggulan PPIK6

Page 7: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

7

Program dan Manfaat PPIK

INNOVATIVE AND SYNERGIC RESEARCH

INFORMATIVE REFERENCE DATA AND INFORMATION

COMMUNITY SERVICES

TRAINING FOR PRACTITIONERS, LOCAL GOVERNMENT, AND SOCIETY

Berkontribusi dalam penelitian yang sinergis dengan tema-tema inovatif

Memberikan data dan informasi terkait infrastruktur dan pengembangan

wilayah secara menarik, terintegrasi dan up to date

Berkontribusi dalam formulasi kebijakan infrastruktur dan pengembangan

wilayah, baik untuk Pemerintah maupun Pemerintah Daerah

Memberikan pelatihan peningkatan kapasitas baik kepada pemerintah,

maupun praktisi di bidang peraturan zonasi, pengembangan

metropolitan, serta perencanaan berbasis lingkungan

Page 8: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

FOKUS PENELITIAN

A. Penataan ruang di kawasan

DAS Citarum

B. Kelembagaan pengelolaan

DAS Citarum

PENGELOLAAN MEGA URBAN

DAN INFRASTRUKTUR

PERKOTAAN

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN DAN PESISIR

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

A. Mega-urbanisasi dan

pembangunan infrastruktur

wilayah IndonesiaA. Pengembangan perdesaan dan

pesisir berbasis kelompok kreatif

B. Pengembangan perdesaan

berbasis reforma agraria

C.Penguatan kelompok nelayan dan

peningkatan produktivitas nelayan

D. Peningkatan pelayanan dasar

daerah perbatasan

B. Sistem pengelolaan transportasi perkotaan

terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya,

dan Cirebon Raya

C.Sistem Kelembagaan Pengelolaan

Kawasan Jabodetabek, Bandung Raya,

dan Cirebon Raya

D. Pengembangan pusat – pusat aktivitas

baru (kota kecil menengah) di Jawa Barat

8

Page 9: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PETA JALAN PENELITIAN 9

Page 10: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

HASIL RISET UNGGULAN PPIK2019

10

Page 11: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Publikasi Jurnal 11

1. Nurdini, Allis; Isnandya, Adhitya Rizky; Hadianto, Nur Fitra; Ulvianti, Fitri. Forthcoming. Morphology of Undeveloped Settlement Area in the South-West of Java Island: Space

Syntax Analysis. Paper will be submitted to Journal of Architecture and Urbanism (Q2).

2. Faoziyah, Uly; Salim, Wilmar. Forthcoming. Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the Implementation of Village Funds (Dana Desa) in

Indonesia. Journal of City and Regional Planning.

3. Maryati, Sri; Humaira, An Nisaa’ Siti; Febriani, Yovita Tisarda. Forthcoming. Benefit Distribution of Community Based Infrastructure: Agriculture Road in Garut Regency.

Sustainability

4. Sudradjat, Arief; Nastiti, Anindrya; Ramadhani, Radiyah. Forthcoming. The Effect of Underdeveloped Regions on Downstream Water Quality. Paper will be submitted to

Resources Planning and Management.

Page 12: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

12Journal of Regional and City Planning

vol. 31, no. 2, page. 97-121, August 2020

DOI: 10.5614/jpwk.2020.31.2.1

ISSN 2502-6429 online © 2020 ITB Institute for Research and Community Services

Seeking Prosperity Through Village

Proliferation: An Evidence of the

Implementation of Village Funds (Dana Desa) in

Indonesia

Uly Faoziyah1 and Wilmar Salim2

[Received: 16 January 2020; accepted in final version: 11 June 2020]

Abstract. Through Law No. 6 of 2014 concerning Villages, the government of Indonesia carries

out a significant evolution by giving higher authority to the lowest level of regional government,

namely the village level. This law also serves as a legal basis for the government of Indonesia to

allocate village funds (dana desa) sourced from the Indonesian national budget (APBN) that are

intended for villages to finance governance, development, community development, and village

community empowerment. After almost five years of implementing this policy, the great

euphoria over the high amount of village funds provided (approximately 1 billion rupiahs per

village) caused a harsh polemic about the increasing rate of village proliferation in Indonesia.

This proliferation at the micro-level not only increases the burden on the central government

but also its shows that the welfare of many communities at the regional level is still

questionable. Therefore, using spatial analysis and descriptive statistics, this study aimed to

identify patterns of village proliferation in Indonesia from the perspective of the number of

villages, the amount of village funding, poverty levels, and village development, and their

impact on regional development. The results showed that 60.56% of regions that experienced

village proliferation were able to reduce poverty levels in their area, but not all of these regions

were able to reduce the percentage of underdeveloped villages and increase development at the

village level. Then, related to village funding, 25.35% of regions that experienced proliferation

got a significant rise in village funding, but were still unable to reduce poverty rates.

Keywords. Prosperity, village funds (dana desa), proliferation.

[Diterima: 16 Januari 2020; disetujui dalam bentuk akhir: 11 Juni 2020]

Abstrak. Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Indonesia

melakukan evolusi yang signifikan dengan memberikan otoritas yang lebih tinggi ke tingkat

terendah pemerintah daerah, yaitu di tingkat desa. Undang-undang ini juga berfungsi sebagai

dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia untuk mengalokasikan dana desa (dana desa) yang

bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dimaksudkan bagi

desa untuk membiayai pemerintahan, pembangunan, pengembangan masyarakat, dan

pemberdayaan masyarakat desa. Setelah hampir lima tahun menerapkan kebijakan ini, euforia

besar dari jumlah dana desa yang disediakan mencapai sekitar 1 miliar rupiah per desa,

menyebabkan polemik yang keras tentang peningkatan laju pemekaran desa di Indonesia.

1 School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha

10 Bandung, Indonesia, E-mail: [email protected]. 2 School of Architecture, Planning and Policy Development, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha

10 Bandung, Indonesia, E-mail: [email protected].

106 Uly Faoziyah and Wilmar Salim

division occurring due to regional specificity. By the central government, as stated by the

Ministry of Finance (2017), nagari is considered a designation for village in West Sumatra

Province (Vel & Bedner, 2015). However, the results of interviews conducted with government

officials in West Sumatra Province showed that a nagari is not a village, but rather a collection

of villages that are in a government-level position between a subdistrict and a village (jorong).

If village funds are given at the nagari government level, this becomes a weakness in West

Sumatra Province due to the small number of funds allocated. This encourages districts in West

Sumatra Province to conduct or facilitate proliferation at the village level.

Figure 2. Map of the increase of the number of villages in city districts in Indonesia in the

2015-2018 period. Source: Analysis results, 2019.

Village Fund

The first year of implementing the village fund policy in Indonesia was 2014. In that year, the

government issued a budget of 20.76 trillion rupiahs with an increase of 184% in 2018 to 60

trillion rupiahs. The allocation was concentrated in Java at 6.50 trillion (34.02%) and this

percentage increased until 2018. Sumatra, also in western Indonesia, had the lowest increase in

village funds, at 167%. Hence, the portion of funds villages experienced a decline to 26.48% of

the total allocation. Furthermore, eastern Indonesia, which had a high level of regional

expansion, as was the case in Papua, the overall contribution of village funds declined by

0.01%. This also happened in Kalimantan, which experienced a contribution decrease of 0.04%.

However, this did not occur on the island of Sulawesi, where the growth of village funds

increased rapidly compared to other islands in eastern Indonesia.

Table 2. Development of village funds 2015-2018.

No Island

Total Amount of Village Fund

(Billion Rp) Percentage (%) Growth

(%) 2015 2018 2015 2018

1 Java 6,499.78 19,228.00 34,02 35,62 196

2 Sumatra 6,257.05 16,712.35 28,22 26,48 167

3 Bali-Nusa

Tenggara

1,300.10 3,873.43 6,06 6,33 198

4 Kalimantan 1,811.95 5,132.80 8,18 8,14 183

5 Sulawesi 2,376.26 6,838.89 10,86 11,01 188

6 Maluku 625.08 1,750.31 2,80 2,75 180

7 Papua 1,968.96 5,614.56 9,68 9,67 185

Total 20,766.20 60,000.00 100 100 184

Source: Analysis results, 2019

108 Uly Faoziyah and Wilmar Salim

Figure 3. Village fund map per village in regencies/cities in Indonesia 2018 (above) and

percentage of increase in village funds (below). Source: Analysis results, 2019.

Figure 4. Average increased percentage of village funds per village.

Source: Analysis results, 2019.

Page 13: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

13

Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the

Implementation of Village Funds (Dana Desa) in Indonesia

109

Village Proliferation And Development In Indonesia

Figure 5 shows that development disparities occur in Indonesia, where regions with high

poverty rates are in eastern Indonesia, particularly in Papua and the Nusa Tenggara islands.

Where South Tangerang City had a poverty rate of only 1.69%, the poverty rate in Deiyai

Regency, Papua, was 43.49%. Almost all regencies/cities in Papua had poverty rates of more

than 29% in 2018. Not only faced with high poverty levels, these regions also experienced

difficulties in reducing poverty levels, even seeing an increase in poverty in the period 2015-

2018. For example, Deiyai Regency, Papua experienced a significant increase in poverty by

4.55%, from 38.16% to 42.71%. Thus, it is a huge challenge for such regions to conduct

regional expansion to narrow the area of public services.

Furthermore, it can be seen that at the districts/cities experiencing territorial reform at the

village level there has been an increase in poverty by 0.478%. This was particularly the case on

the islands of Sulawesi, Bali, and Nusa Tenggara, where village-level expansion increased

poverty by 5.43% and 2.23%. In Papua, proliferation reduced poverty by 1.42%, which means

that the spread in this region was positively correlated with an increasing reach of public

services so that poverty could decrease. Furthermore, in areas that did not experience regional

integration at the village level, in general, poverty rates declined in all regions in Indonesia.

Interestingly, in regions that did not experience proliferation Papua experienced a significant

increase in poverty.

Figure 5. Regional expansion and poverty rates in Indonesia. Source: Analysis results, 2019.

Table 4. Percentage of decreasing/increasing poverty rates associated with regional expansion.

No Island

Percentage of Decrease/ Increase of Poverty Rate (%)

Increase

(Village Proliferation) Not Change Decrease

1 Java -2.81 -1.46 -1.02

2 Sumatra -0.08 -0.39 -0.38

3 Bali-Nusa Tenggara 2.23 0.39 -

4 Kalimantan -0.22 -0.12 -1.04

5 Sulawesi 5.43 0.34 -0.76

6 Maluku -0.25 0.26 -0.82

7 Papua -1.42 3.98 -1.80

Source: Analysis results, 2019

114 Uly Faoziyah and Wilmar Salim

as growth center in influencing development in villages. The percentage of regencies/cities

included in this category was 46.48%.

The second and third patterns showed an increase in village funds that was not high but could

reduce poverty and village development, albeit insufficiently. What distinguishes both types is

that in the second pattern proliferation was followed by a decrease in the percentage of

disadvantaged villages, while in the third pattern there was an increase in the percentage of

disadvantaged communities. The percentage of regencies/cities included in this category was

9.82% and 4.22% respectively.

As many as 25.35% of districts that experienced division at the village level comprise the fourth

pattern. This pattern illustrates that although the village funds obtained were high and reduced

the percentage of disadvantaged villages and encouraged development at the village level, the

poverty level increased. This pattern occurred in some islands of Nusa Tenggara and regions of

Kalimantan and Papua with vast areas.

The fifth to seventh patterns illustrate that the village funds obtained per village were generally

low in the regions while the poverty level increased. In the fifth pattern, which occurred in

mountainous areas in Papua, although the number of underdeveloped villages decreased, the

development in communities, especially related to infrastructure and accessibility, was still not

proper due to the extent of the area and the location of isolated regions. The sixth pattern

occurred in island, which is a new autonomous region. The number of underdeveloped villages

in this region experienced an increase, which means that the division was done to decrease

poverty that occurred between the parent region and the autonomous region. The last pattern,

which occurred in middle mountainous areas in Papua, division was not able to reduce poverty

or decrease the number of disadvantaged villages, while village development was still limited.

Table 6. Village proliferation patterns in Indonesia.

Category

Number of

Districts/

Cities

Village

Fund Per

Village

Poverty

Under-

developed

Village

Village

Development Location

Category 1 66 (46.48%) High Decrease Decrease Good Java Island

Category 2 14

(9.86%)

Low Decrease Decrease Not good Mostly in

Northern Papua

Category 3 6

(4.22%)

Low Decrease Increase Not good West Sumatra,

South Sumatra

Category 4 36

(25.35%)

High Increase Decrease Good Mostly in Nusa

Tenggara,

Kalimantan,

Papua (large

district)

Category 5 6

(4.22%)

Low Increase Decrease Not good Middle

mountains in

Papua

Category 6 6

(4.22%)

Low Increase Increase Good Island (a new

autonomous

district)

Category 7 8

(5.63%)

Low Increase Increase Not good Middle

mountains in

Papua

Source: Analysis results, 2019

Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the

Implementation of Village Funds (Dana Desa) in Indonesia

115

Figure 10. Patterns of village expansion in Indonesia.

Source: Analysis results, 2019.

The patterns of village proliferation in Indonesia that were found show that, although village

funds per village obtained by each community increased significantly, this does not mean that

the increase in development that occurred in the region was a direct result of proliferation.

Instead, other factors drove this development. For example, in the first pattern in Java, a

significant decrease in the number of disadvantaged villages was more owed to the given

conditions in Java, which has far better resources than other regions in Indonesia. This influence

is more likely if the area is located close to a growth center.

Despite having raised village funds and being able to reduce poverty levels, the development

level in these villages did not improve. This was caused by the diverse characteristics of

Indonesia’s territory, such as extensive administrative areas, isolated areas, and archipelago

regions. This makes the village funds insufficient to finance inter-regional accessibility. For this

reason, the village funds must be integrated with funding schemes from the district, provincial,

or national governments.

Discussion: Its Impact on Regional Development

Nijkamp and Abreu (2009) describe regional development as a multidimensional concept with

dynamic variations in socioeconomic conditions, including policy factors that are implemented

in an area. Decentralization policies in various countries have significantly changed the

landscape of regional development. Although the practice of this policy is not easy (Imron,

2011; Balaguer-Coll et al., 2010b; Firman, 2009; Colfer & Capistrano, 2005; BInte, 2004), the

granting of power to lower levels of government means greater trust given to locals to

contribute actively in the decision-making processes in their region. The participation of agents

who understand the conditions in the field is expected to provide output in the form of

policies/programs/activities that adequately represent regional needs. Furthermore, this will

encourage community welfare.

The dynamics in this policy are wide-ranging. One is proliferation as a form of territorial

reform. At the beginning of regional autonomy implemented in Indonesia, division occurred at

the provincial and district/city levels. Initially, this expansion was based on efforts to increase

the reach of public services. The motives that then emerged were not only related to gaining

power, but also to being able to manage regional allocation funds. This condition triggered

dishonest practices from candidates/regional heads (Bardhan & Mookherjee, 2006; Firman,

2009, 2013). The impact of proliferation on economic growth and improvement in welfare has

not yet been widely proven (Faoziyah & Salim, 2016). Considering many problems with

98 Uly Faoziyah and Wilmar Salim

Pemekaran di tingkat mikro ini tidak hanya meningkatkan beban pemerintah pusat tetapi juga

pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat di tingkat daerah masih dipertanyakan. Oleh

karena itu, dengan menggunakan analisis spasial dan statistik deskriptif, penelitian ini

bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola pemekaran desa di Indonesia dari perspektif jumlah

desa, jumlah dana desa, tingkat kemiskinan, dan pembangunan desa, dan dampaknya terhadap

pembangunan daerah. Hasilnya adalah 60,56% daerah yang mengalami pemekaran desa

mampu mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah mereka, tetapi tidak semua daerah ini

mampu mengurangi persentase desa tertinggal dan mampu meningkatkan pembangunan di

tingkat desa. Kemudian, terkait dengan dana desa, 25,35% daerah yang mengalami proliferasi

mendapatkan kenaikan yang signifikan dalam dana desa, tetapi mereka masih melumpuhkan

untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

Kata kunci. Kemakmuran, dana desa, pemekaran.

Introduction

Decentralization is seen as a prescription to expand the range of responsibilities of a central

government by providing resource management to external organizations (local governments)

(Faguet, 2014; Balaguer-Coll et al., 2010; Asante & Ayee, 2008; Bardhan, 2002), so the

provision of public goods will be more in line with heterogeneous community preferences and

needs (Oates, 2008). Significant changes in the governance system in Indonesia have been made

through decentralization, which is implemented on a legal basis in the form of law No. 22 of

1999 on Regional Government. More authority is given to districts/cities, which are considered

to have a better understanding of the problem.

After fifteen years of implementation of this decentralization policy in Indonesia, amidst high-

complexity problems related to the implementation of Law No. 6 of 2014 on Villages as

described by Lewis (2015), Firman (2009), Fitrani et al. (2005), and Hadiz (2004), the

government of Indonesia has decided to extend decentralization to the village level. The village

government has the authority to determine the development in its region and can empower local

communities in their villages. This is intended to increase the closeness of service providers to

the community and improve the performance of the delivery of public services. This law is a

symbol of the central government’s attention to villages, which is home to 60% of the

Indonesian population (Hehamahua, 2015) and strengthens the village’s position as subject of

development. Additionally, it is in line with the regional autonomy goals that seek to create

local self-reliance and development of local potentials (Rakhman, 2019).

One form of granting this authority is realized through the provision of village funds at 1 billion

rupiahs per village per year to be managed by the village government. Even taking into account

the regional budget for communities as 10% of the total regional budget, Puspasari (2015)

estimated that each village in Indonesia has the opportunity to receive 1.4 billion rupiahs

annually. The euphoria about the high amount of funds for local communities was followed by

serious polemics at both the central and regional levels. This was due to the increasing desire for

local proliferation at the village level, which is supported by Law No. 6 of 2014, which

facilitates the formation of villages. This desire for proliferation increases the burden on the

central government in allocating village funds. On the other hand, its effectiveness in improving

community welfare on a regional scale remains a big question, so it is not yet known whether

the territorial reform at the village scale can improve well-being or will only be an opportunity

to obtain funds from the central government.

Page 14: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

INSTITUT

TEKNOLOGI

BANDUNG

RESEARCH

CENTER FOR

INFRASTRUCTURE

AND REGIONAL

DEVELOPMENT

(PUSAT

PENELITIAN

INFRASTRUKTUR

DAN

KEWILAYAHAN)-DR. SRI MARYATI,

ST., MIP.

-AN NISAA’ SITI

HUMAIRA, ST.

-YOVITA TISARDA

FEBRIANI, ST.

Corresponding

Author:

[email protected]

Inhibiting Factors in Achieving the Goal of Farm Road

Infrastructure Provision in Increasing Rural Economy

Results from Garut District Case Study

INTRODUCTION

METHODS

INHIBITING FACTORS

IMPACTS GENERATED

FROM FARM ROAD

DEVELOPMENT

Authors would like to thank to ITB

who have supported this research

through the scheme of Riset

Unggulan ITB

ACKNOWLEDGMEN

T

Time-

saving in

transporting

the crops

and

equipment

2-3xConnect

ing

isolated

villagesInput Process Output Outcome• The

availibility of

the land

while the

land is

privately-

owned.

• Limited

funds for

development

and

maintenance

.

• The construction

was carried out in

stages due to

inadequate

funding

compared to the

length of the road

built.

• Road

maintenance is

carried out with

community-based

scheme.

• The road network

was built long

time ago and

• Length and

quality of the

farm road

adjusts to the

grant.

• The network

is damaged

caused by

inadequate

maintenance

and has no

status

improvement.

The road

pavement is

stony.

• Agricultu

ral land

conversi

on. RECOMMENDATIONS

• There is a need for

obtaining various sources

of funding for building and

maintaining farm roads

• Institutional management

of community-based farm

roads needs to be

intensified

Reduction

in

production

cost

(transport

cost)

25-

40%Increase in

land value

Up to

3x

higher

Page 15: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

15

Page 16: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Publikasi Prosiding 16

1. Sudradjat, Arief; Burhanudin, Muhammad; Nurohman, Fajar. 2019. Contrasting Climate Induced Variability of the Upper Citarum River Baseflow and Eventflow during Early 20th Century and Recent Decades. Proceeding in 6th Environmental Management and Technology Conference (ETMC 2019)

2. Maryati, Sri; Humaira, An Nisaa’ Siti; Febriani, Yovita Tisarda. 2019. The Impact of Farm Roads on Economic and Physical Aspects of Rural Areas, Case Study: Padaawas Village, Garut Regency. Paper presented in Endinamosis 2019: The 3rd International Conference on Rural Development and Community Empowerment 1. Bandung, Indonesia November 2-3, 2019 held by Center for Rural Areas Empowerment – ITB

3. Faoziyah, Uly; Salim, Wilmar. 2019. Seeking Prosperity Through Village Proliferation: An Evidence of the Implementation of Village Funds (Dana Desa) in Indonesia. Paper presented in Endinamosis2019: The 3rd International Conference on Rural Development and Community Empowerment 1. Bandung, Indonesia November 2-3, 2019 held by Center for Rural Areas Empowerment – ITB

4. Maryati, Sri; Humaira, An Nisaa’ Siti; Febriani, Yovita Tisarda. 2019. Exploration of the Impact of Infrastructure Development: the Case of Construction of Farm and Production Road. Paper presented in International Conference on Science, Infrastructure Technology and Regional Development (ICoSITeR) 2019, Lampung Selatan, 23-25 Oktober 2019, held by ITERA (Institut

Teknologi Sumatera)

Page 17: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

HASIL RISET UNGGULAN PPIK2018

17

Page 18: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

1.Maninggar, N., Hudalah, D., Sutriadi, R & Firman, T. (accepted). Low-tech industry, regional innovation system, and inter-actor collaboration in Indonesia: The case of Pekalongan batik industry. Asia Pacific Viewpoint

2.Hudalah, D., Nurrahma, V., Sofhani, T.F., & Salim, W.A. (2019). Connecting Fragmented Enclaves through Network? Managing Industrial Parks in Jakarta-Bandung Urban Coridor. Cities 88, 1-9. doi: 10.1016/j.cities.2019.01.005

3.Hudalah, Delik. 2017. Governing Industrial Estates on Jakarta’s Peri-urban Fringe: From Shadow Government to Network Governance. Singapore Journal of Tropical Geography

4.Riawan, Edi., Kardhana, Hadi., Wahyu Hadi, Tri., Kurniadi Mihardja,Dadang., Sapiie, Benyamin. 2017. Hydrological Simulation on the Role of Diurnal and semidiurnal Characteristics of Rainfall against Peak Discharge in the CiliwungWatershed. The Third International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment, September 2017

5.Wibowo, S.S. The Development of Walking Environment Measures for Indonesia Cities. Journal of Technology and Social Science J. Tech. Soc. Sci., Vol.1, No.1, ISSN pp. 2432-5686, Japan.

6.Mardiati, R., Trilaksono, B.R., Gondokaryono, Y.S., Wibowo, S.S. Motorcycle’s trajectory tracking model based on polynomial least-squares approximation. Advanced Science Letters Vol. 23 (Issue No. 5): pp 4537-4541, May

7.Suyono, R.S., Tamin, O.Z., Wibowo, S.S., Purboyo, H. Application of Modified Rapid Impact Assessment Matrix (Riam) for Multi Actor-Sustainability Appraisal of Public Transport (Case: Jabodetabek Area, Indonesia). International Journal of Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 11, Number 3 (2016) pp 1960-1973, Research India Publications.

8.Suyono, R.S., Tamin, O.Z., Wibowo, S.S., Purboyo, H. Challenging for Strategic Sustainability Appraisal Implementation for Transport Policy Evaluation in Developing Countries. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, ISSN 1819-6608.

9.Agustien, M., Sjafruddin, A., Lubis, H.A.S., Wibowo, S.S. An Analysis of out of Home Non Work Activity Timing and Mode Behavior Based on Traffic Congestion Condition. Procedia Engineering Vol.125 ( 2015 ) 504 – 511, Elsevier.

JURNAL INTERNASIONAL (PUBLISHED/ ACCEPTED)

Page 19: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

1.Juliana, Imroatul C., M, Cahyono., Kardana, Hadi., M, Widjaja. submitted. Sensitivity Analysis of Roof Catchment Area and Storage Tank Capacity to The Rainwater Harvesting System Performance. MATEC Web of Conference.

2.Nurdini, Allis. Kampong Community and Resilience Capacity: Implication for Riverside Redevelopment Programs in Indonesia. Under Review Journal Housing Studies

3.Hudalah, Delik. (resubmitted). The rescaling of urban environment in Java: The emergence of a megacorridor and the politics of large-scale infrastructure development. Geoforum

4.Salim, Wilmar and Faoziyah, Uly. Forthcoming. The Effect of Large-scale Infrastructure on Land Use Change: The case of Toll Road and High-Speed Railway Development in West Java. Paper submitted to Global Environmental Change.

5.Salim, W and Faoziyah, U. The Impact of Land Use Changes on Food Security Assessments: Case Study of the Citarum Watershed in Indonesia. Under review in Journal Food Security

6.Sudradjat, A. et al. Flood and Drought Resilience Measurement at Andir Urban Village, Indonesia. Under Review in Journal of Water Resources Planning and Management

7.Submitted to Journal of Engineering and Technological Sciences entitled “The Diurnal and Semidiurnal Patterns of Rainfall and its Correlation to the Streamflow Characteristics in the Ciliwung Watershed, West Java, Indonesia.”

8.“Development of Treatment Technology Feasibility Assessment use Log Reduction Value (LRV) in Water Treatment based on Water Source Condition (Case Study: Bandung City).”

JURNAL INTERNASIONAL (SUBMITTED)

Page 20: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

• Supply 80% air permukaan ke Jakarta dan

memberikan pengairan sawah sebesar 5%

dari total sawah di Indonesia

• Sumber air lebih dari 2000 industry

• Sumber air minum 9 juta penduduk

• 3 Waduk besar (Waduk Sagulung, Cirata,

dan Jatiluhur)

• Penyedia pangan tidak hanya bagi

wilayahnya, tapi juga Prov. Jawa Barat,

Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta

• Sungai paling tercemar di dunia

(Blacksmith Institute, 2013; Royal Haskoning

DHV, 2012)

• Supply air bersih Metropolitan Bandung

Raya 3.800 l/s, jauh lebih rendah daripada

permintaan 5000 l/s (ADB 2017)

Sungai Citarum memiliki

peran strategis di tingkat nasional, tapi

menghadapi isu-isu

lingkungan yang krusial

Dampak Perubahan Guna Lahan terhadap Ketahanan Pangan di DAS Citarum

Page 21: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PENDAHULUAN

Sumber: Dewan Ketahanan Pangan & World Food Programme (2015)

Beberapa kabupaten menunjukkan kerentanan pangan yang rawan(Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur)

• Hanya mempertimbangkan 3 pilar ketahanan pangan

• Belum spesifik fokus pada isu-isu pertanian(hanya produksi pangan yang spesifik)

PETA KETAHANAN PANGAN PULAU

JAWA 2013

Diperlukan indikator yang lebih mampu menggambarkankompleksitas ketahanan pangan di DAS Citarum• Alih fungsi lahan pertanian tinggi (118,71 km2 lahan

pertanian beralih fungsi pada periode 2008-2015)• Perkembangan kawasan yang pesat (2 kawasan

metropolitan terbesar di Indonesia serta rencanapembangunan infrastruktur skala besar)

• Kesejahteraan petani lokal• Akses merata terhadap sumber pangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

pengaruh indikator lain yang dianggap lebih

mewakili ketahanan pangan di DAS Indonesia untuk memberikan masukan bagi perumusan

kebijakan yang meningkatkan ketahanan

pangan Indonesia.

Page 22: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

DAS Citarum menghasilkan 40,95% daritotal beras Prov. Jawa Barat, tapiluasan sawahnya mengalamipenurunan. Pada periode 2008-2015, 118,71 km2 lahan pertanian telahmengalami konversi. Kab. Bogor misalnya, tiap tahun lahan pertanianmenurun 2,26%

Sumber: Pengolahan Data BPS 2018

Prosentase petani gurem menurun2,17% pada periode 2003-2013, tapi di tingkat kabupaten prosentasenyamasih sangat tinggi. Bahkan pada Kabupaten Cianjur, hampir 1 dari 2 petani tidak memiliki lahan.

Sumber: Pengolahan Data Sensus Pertanian 2018

Gambaran umum

Page 23: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Sumber: Pengolahan Data Sensus Pertanian 2018

Rumah tangga petani di DAS Citarum memilikilahan pertanian yang relatif lebih luas, tapimasih banyak lahan pertanian yang dikuasaioleh masyarakat dari luar kabupaten tersebut. Pendapatan petani di DAS Citarum sedikitlebih tinggi sebesar 0,62 juta rupiah daripadapetani di kab/kota lain di Jawa Barat, tapi 30% lebih rendah daripada upah minimum regional pada kabupaten di DAS Citarum.

Peningkatan pendapatan di Provinsi JawaBarat jauh lebih rendah daripadapeningkatan harga pangan. Pada tahun 2013, peningkatan pendapatan di bawah 3% per tahun, sementara peningkatan harga panganmencapai 5,86%. Di DAS Citarum, ketidakseimbanganpeningkatan harga pangan paling tinggi di Kab. Bogor dan Bekasi yang berada di sekitarMetropolitan Jabodetabek

Sumber: Pengolahan Data Sensus Pertanian 2018

Rasio Pertumbuhan Pendapatan terhadap

Harga Beras 2013

Kondisi Pertanian

Page 24: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Temuan Studi: Ketahanan Pangan Daerah

Page 25: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Ketahanan pangan di DAS Citarum saat ini masih rendah yang mana hal ini terkait denganlokasi kabupaten. Semakin dekat wilayah tersebut dengan wilayah metropolitan, makaketahanan pangannya semakin rendah akibat semakin tingginya konversi lahan pertanian

Tiga indikator yang berpengaruh dalam model ketahanan pangan, yaitu laju perubahanguna lahan pertanian, prosentase lahan pertanian yang dikuasai oleh petani, serta rasiopeningkatan harga pangan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.

Isu alih fungsi lahan dalam penurunan ketahanan pangan di DAS Citarum sangatsignifikan. Hal ini terkait dengan banyaknya pusat pertumbuhan maupun infrastrukturstrategis yang direncanakan di wilayah DAS Citarum yang keseluruhannya melintasi atauberada di sekitar lahan pertanian produktif. Pengendalian perubahan penggunaan lahanpertanian melalui mekanisme penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum efektif untuk mengurangi laju penurunan lahan pertanian.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat mengambil peran dengan berupaya untukmenyusun kebijakan yang mengintegrasikan kepentingan seluruh stakeholder, tidakhanya mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai konsumen produk pertanianyang berhak mendapatkan produk pangan layak dan bernutrisi, tapi juga harusmempertimbangkan kepentingan produsen lokal, dalam hal ini petani lokal.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Page 26: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PROPOSAL RISET UNGGULAN PPIK 2020PANDEMI COVID-19 DARI PERSPEKTIF PENGEMBANGAN

WILAYAH, INFRASTRUKTUR, DAN LINGKUNGAN

26

Page 27: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

GAMBARAN UMUM RU PPIK 2020

Latar Belakang

1. Dampak Pandemi COVID-19 yang begitu besar bagi hampir seluruh negara di

dunia pada tahun 2020 seluruh negara.

2. Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah kasus konfirmasi COVID-19

tertinggi di Asia Tenggara.

3. Pandemi COVID-19 memberikan dampak tidak langsung berbagai sektor

seperti ekonomi, sosial, infrastruktur, dan lingkungan.

4. Perlunya mengkaji besaran, jangka waktu, dan sikap masyarakat terhadap

dampak langsung dan tidak langsung di berbagai sektor dan wilayah.

27

Page 28: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

GAMBARAN UMUM RU PPIK 2020

Tujuan

Mengidentifikasi dampak COVID-19 terhadap pengembangan perkotaan dan

perdesaan di Indonesia dan respon terhadap dampak tersebut.

Sasaran

1. Teridentifikasinya hubungan antara dinamika penyebaran COVID-19 dengan

interaksi antar wilayah yang ditunjukkan oleh pergerakan manusia.

2. Teridentifikasinya dampak COVID-19 terhadap pembangunan wilayah

perkotaan dan perdesaan.

3. Teridentifikasi respon masyarakat dan pemerintah terhadap pandemi COVID-19

di wilayah perkotaan dan perdesaan.

28

Page 29: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

GAMBARAN UMUM RU PPIK 2020

Ruang lingkup materi

1. Dimensi sosial dan ekonomi masyarakat

Dampak pandemic COVID-19 terhadap kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat

2. Dimensi infrastruktur dan lingkungan

Pengelolaan infrastruktur sanitasi (MCK) yang adaptif terhadap pengembangan

wilayah perkotaan di masa panca pandemic COVID-19 dan kondisi lingkungan

khususnya wilayah sungai sebelum dan selama pandemi COVID-19 berlangsung.

29

Page 30: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

GAMBARAN UMUM RU PPIK 2020

Ruang lingkup wilayah

1. Lingkup makro - skala nasional

Mengidentifikasi dinamika penyebaran COVID-19 yang berbeda-beda pada tiap

kota/kabupaten di Indonesia

2. Lingkup meso - wilayah perkotaan dan daerah penyangganya

Melihat dampak COVID-19 terhadap wilayah perkotaan yang terhubung secara

ekonomi dan sosial dengan wilayah sekitarnya baik berupa kota/desa.

3. Lingkup mikro - wilayah permukiman di kota /desa

Dampak COVID-19 terhadap pembangunan wilayah secara lebih spesifik di masing-

masing lokasinya.

30

Page 31: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

BEBERAPA JUDUL DALAM PENELITIAN RU PPIK 2020

Model Infrastruktur Komunal di Permukiman Informal-Padat

Penduduk untuk Mitigasi Dampak Pandemi COVID-19

Contingent Workers dan Ketangguhan Lokal dalam Perspektif

Perencanaan Kota

Hilirisasi Produk Inovasi dalam rangka Penanggulangan Kasus Covid-

19

Analisis Hubungan Aktivitas Manusia dan Kualitas Air Sungai di

Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pendekatan Deep

Learning dan Remote Sensing

Regional Impacts of COVID-19

31

Page 32: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Model Infrastruktur Komunal di Permukiman

Informal-Padat Penduduk untuk Mitigasi

Dampak Pandemi COVID-19

TujuanMembuat model tata kelola spasial sarana prasarana yang dapat:

1. Mengantisipasi kemungkinan penyebaran wabah COVID-19

2. Memitigasi dampak penyebaran wabah COVID-19

3. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat

Di kawasan permukiman informal padat penduduk yang merupakan kawasan yang sangatrentan dan cenderung terabaikan dalam penanganan COVID-19 saat ini

Wilayah StudiKawasan Lebak Siliwangi, Kota Bandung

32

Page 33: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Contingent Workers dan Ketangguhan Lokal

dalam Perspektif Perencanaan Kota

TujuanMengetahui karakteristik pergerakan dan karakteristik penggunaan teknologi informasi dan komunikasipekerja contingent untuk kemudian dibandingkan dengan kelompok pekerja non contingent

Sasaran1. Mengidentifikasi kemunculan pekerja contingent dan non-contingent beserta atributnya, seperti

jarak dan lama perjalanan, serta ongkos perjalanan yang dikeluarkan untuk bekerja, lokasi bekerja, dan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan.

2. Mengidentifikasi karakteristik penggunaan teknologi informasi dan komunikasi kedua kelompokpekerja dan preferensi kedua kelompok pekerja terhadap penggunaan teknologi informasi dankomunikasi untuk bekerja.

3. Mengidentifikasi muncul atau tidaknya pergeseran organisasi bekerja di tempat bekerja pendudukpekerja karena kemunculan kelompok pekerja contingent dan perkembangan teknologi informasidan komunikasi

Wilayah StudiKota Garut

33

Page 34: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Hilirisasi Produk Inovasi dalam

rangka Penanggulangan Kasus Covid-19

TujuanMengembangkan aplikasi terkait model spasial kerentanan kawasan di wilayah metropolitan Jabodetabekyang dibangun dari data-data sosio-demografi, ekonomi, aksesibilitas dan lingkungan terbangun.

PendekatanMembuat model matematis dan spasial dari kombinasi metode Ordinary Least Square, Weighted Overlay Analysis, dan Geographically Weighted Regression

Output1. Hasil analisis yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat terkait penentuan zona dan indeks

kerentanan terhadap Covid-19, jalur logistik bantuan Covid-19, lokasi test Covid-19 yang amandan mudah diakses, manajemen transportasi publik dalam menunjang kegiatan perkotaan.

2. Hasil analisis penentuan jalur logistik barang produksi, operasionalisasi bisnis berbasis zona kerentanan, identifikasi konsumen baru (market shifting) dari perspektif spasial

Wilayah StudiJabodetabek

34

Page 35: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Analisis Hubungan Aktivitas Manusia dan Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pendekatan Deep Learning dan Remote Sensing

TujuanMengidentifikasi hubungan antara aktivitas manusia dengan kualitas air di DAS Cikakembang pada khususnya, dan DAS Citarum pada umumnya

Pendekatan1. Memodelkan kualitas air sungai Cikakembang yang dikalibrasi terhadap data kualitas air

pengamatan primer dan sekunder serta data debit aliran air baik observasi maupun debit sintetis.

2. Mengaitkan hasil model dengan model kegiatan manusia dengan data yang bersumber dari pengindraan jauh (remote sensing) dengan pengolahan data menggunakan metode berbasis deep learning

Wilayah StudiKecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung

35

Page 36: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Regional Impacts of COVID-19

TujuanMengidentifikasi dampak langsung dan tidak langsung pandemi COVID-19 terhadap

pergerakan masyarakat dan produktivitas ekonomi wilayah.

PendekatanMelihat korelasi antara jumlah kasus, kebijakan pembatasan pergerakan, dan

produktivitas ekonomi wilayah (PDRB).

Wilayah Studi34 provinsi di Indonesia

36

Page 37: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

37

Page 38: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Kajian Forum KomunikasiPengembangan Kawasan IndustriJawa Barat2019

38

Page 39: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

SEKTOR INDUSTRIUNGGULAN

KELEMBAGAAN

LALU LINTAS

SUMBER DAYA AIR

ENERGI

BISNIS

MAKRO

MIKRO

PENGEMBANGAN

KORIDOR INDUSTRI

JAWA BARATLOKASI

SOSIAL EKONOMI

Page 40: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

SEKTOR UNGGULAN

Penilaian dilakukan

dengan

mempertimbangkan:

1. Dukungan Sumber

Daya Alam

2. Dukungan Sumber

Daya Manusia

3. Dukungan

Infrastruktur

4. Dukungan Industri

Lainnya

5. Peluang Pasar

Komoditas

6. Pesaing Memenuhi

Pasar

7. Dukungan

Kebijakan• Pengembangan industri pengolahan logam

• Peningkatan sumber daya manusia industri elektronik

• Pengefektifan moda transportasi lain selain jalan raya

• Mengembangkan jaringan serta modal untuk pengusaha-

pengusaha lokal

• Pengembangan kapasitas produksi industri skala besar.

• Aglomerasi berbagai rantai produk konten kreatif (hulu ke hilir).

Termasuk perangkat keras yang diperlukan dalam produksi

konten kreatif.

• Pengembangan pasar industri konten kreatif

• Kerjasama antar pemangku kepentingan

INDUSTRI

KONTEN KREATIF

INDUSTRI

APLIKASI DAN

GAMES

INDUSTRI

TRANSPORTASI

INDUSTRI

TEKNOLOGI

INFORMASI DAN

KOMUNIKASI

INDUSTRI

ELEKTRONIK

SEM

AK

IN

UN

GG

UL

• Pengembangan perangkat lunak yang mendukung

pengembangan sektor industri lainnya khususnya sektor

industri unggulan di Indonesia

• Pengolahan barang-barang mentah secara lokal

• Pengembangan pengolahan barang-barang non tambang yang

dibutuhkan dalam industri transportasi

• Peningkatan keterkaitan sekolah vokasi dengan kebutuhan

tenaga kerja, Meningkatkan kualifikasi standar produksi barang

lokal, serta pengembangan transportasi murah ramah

lingkungan

• Pengaktivan moda transportasi selain jalan raya• Peningkatan keterkaitan antar produk dan pengembangan

kebijakan terkait penggunaan informasi teknologi dan

komunikasi

Page 41: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

KATAGORI

INDUSTRI

JENIS INDUSTRI

INDUSTRI

RAMAH

LINGKUNGAN

(Seluruh wilayah)

Industri konten kreatif

INDUSTRI

RAMAH

LINGKUNGAN

BERSYARAT

RINGAN

(Seluruh wilayah)

Industri alat ukur, industri

bermotor roda empat atau lebih,

industri karoseri, industri pesawat

terbang dan perlengkapannya,

industri kendaraan, senjata atau

amunisi perang, industri

percetakan, industri produksi film,

video dan program televisi

INDUSTRI

RAMAH

LINGKUNGAN

BERSYARAT

BERAT

(Wilayah

Tertentu)

Industri komponen, industri

transportasi kapal, industri alat

optik, industri peralatan fotografi,

industri alat uji, industri alat

radiasi, serta industri peralatan

komunikasi

Penilaian pengembangan industri ramah

lingkungan memperhatikan 1) material, 2) air,

3) peluang eco product, 4) peluang

reprocessing

Kebutuhan Kelembagaan• Kelembagaan pengelolaan lingkungan terintegrasi dalam mengelola antar kawasan

industri -> Kebutuhan pengembangan tim koordinasi lingkungan yang dipimpin oleh DLH

Prov. Jabar dan memiliki anggota OPD provinsi dan kab/kota bidang LH dan industri,

komunitas masyarakat, pengelola KI

• Mekanisme insentif dan disinsentif dalam pengelolaan lingkungan terintegrasi dan

berkelanjutan

41,25% berada di

sawah

25,96% berada di

kebun/perkebunan

NILAI JASA LINGKUNGAN

US$ 861,25

JUTA

JASA LINGKUNGAN sebagai proxy untuk menilai

valuasi terhadap lingkungan yang akan

memudahkan untuk melakukan manajemen terhadap

lingkungan yang efektif. Perubahan tutupan lahan di

sekitar industri berkorelasi erat dengan

penurunan signifikan pada hampir semua katagori

jasa lingkungan, khususnya kemampuan dalam

penyediaan regulasi dan supply air (>65%),

kemampuan kontrol erosi (63,97%), serta jasa kontrol

biologi, habitat, siklus nutrient (60%).

Page 42: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

MAKRO-> ANTAR KAWASAN

INDUSTRI DAN WIL SEKITAR

Dematerialisation dan

decarbonizing

MIKRO -> TIAP

PERUSAHAAN

INDUSTRI

Re-design dalam

proses produksi

MESO -> KAWASAN

INDUSTRI

Fasilitas komunal dalam KI

KONSEP INDUSTRIAL

ECOSYSTEMPola hubungan antar tahapan

pengembangan industri, secara

terintegrasi dan mempertimbangkan

unsur lingkungan, sehingga terwujud

ekosistem industri yang berkelanjutan

LEVEL

KEBIJAKAN

BIDANG

Peraturan

Pemerintah

Pengembangan WPPI

Peraturan

Menteri

Perindustrian

Arahan

Pengembangan WPPI

di Provinsi Jawa Barat

Peraturan

Menteri

Lingkungan

Hidup

Instrumen Lingkungan

Hidup (Aturan

pendetailan dari PP

No. 46 Tahun 2017

tentang Instrumen

Ekonomi Lingkungan

Hidup)

Arahan Kelembagaan

Lingkungan Hidup

Peraturan

Daerah

Tingkat

Provinsi

Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

Kelembagaan

Lingkungan Hidup di

tingkat provinsi

Instrumen Ekonomi

Lingkungan Hidup di

tingkat provinsi

Peraturan

Daerah

Tingkat

Kabupaten/

Kota

Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

di tingkat kab/kota

Mekanisme

Pengaduan

Lingkungan Hidup

KEBUTUHAN

KEBIJAKAN

Pengembangan forum

komunikasi dan

bekerjasama dg Badan

Pengelola Dana Lingkungan

Hidup.

Penerapan kompensasi dan

reward untuk jasa

ekosistem

Page 43: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

KELEMBAGAAN

• Belum adanya pelaku usaha yang akan mengisi Kawasan industri yang

akan dikembangkan

• Kurangnya partisipasi masyarakat dalam koordinasi pengembangan

industri Masyarakat sekitar perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri

yang dikembangkan sehingga dapat menyerap tenaga kerja dengan baik dan

dilibatkan dalam forum koordinasi dan koordinasi dengan Disnakertrans.

• Belum adanya calon pengelola utama Kawasan Perlu dipastikan pihak

yang akan mengelola Kawasan industri yang akan dikembangkan (apakah

pemilik lahan atau pihak lain)

• Belum adanya pembagian kewenangan yang jelas dalam pengembangan

industri antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten

ISU KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN REBANA

• Kelembagaan dalam pengembangan Kawasan industri Rebana didominasi

oleh peran dari pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten.

• Proses koordinasi didominasi oleh arahan top-down dari Gubernur Jawa Barat

kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat.

• PT. RNI memiliki koordinasi dengan Bappeda dalam proses revisi RTRW

Kabupaten Subang guna penetapan Kawasan peruntukan industri yang baru.

• Dalam pengembangan Kawasan industri lintas kabupaten, koordinasi yang

terbentuk antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah masih minim

terutama dalam pembagian wewenang dalam penataan ruang dan pekerjaan

umum.

KELEMBAGAAN

DALAM INDUSTRI

LEMBAGA YANG TERLIBAT

Internal

Stakeholders

(Individual Actor)

Pelaku Usaha/Pengusaha; Masyarakat

sekitar Kawasan Industri (Kabupaten

Subang)

Internal

Stakeholders

(Collective Actor)

Perusahaan/Tenant; Dinas Perindustrian

Provinsi Jawa Barat; Dinas UMKM,

Koperasi, Perindustrian Kabupaten Subang;

Bappeda Provinsi Jawa Barat; Bappeda

Kabupaten Subang

External

Stakeholders

Kementerian Perindustrian; Badan

Koordinasi Penanaman Modal; Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Provinsi Jawa Barat;

Page 44: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

KELEMBAGAAN

• Bappeda Provinsi Jawa Barat• DPMPTSP Provinsi Jawa Barat• Bupati Kabupaten Subang• Bupati Kabupaten Cirebon• Bupati Kabupaten Majalengka• Bappeda Kabupaten Subang• Bappeda Kabupaten Cirebon• Bappeda Kabupaten Majalengka• Dinas Bina Marga & Penataan Ruang

Prov. Jabar• Dinas Perumahan dan Pemukiman

Pemerintah Daerah Prov. Jabar• Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Pemerintah Daerah Prov. Jabar• PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)• PT. Perkebunan Nusantara VIII

• Dinas Lingkungan Hidup PemerintahDaerah Prov. Jabar

• Dinas Sumber Daya Air (PSDA) Pemerintah Daerah Prov. Jabar

• Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Pemerintah Daerah Prov. Jabar

• Dinas Perhubungan Pemerintah Daerah Prov. Jabar

• Dinas Koperasi UMKM, Perdagangandan Perindustrian Kabupaten Subang

• Dinas Perindustrian dan PerdaganganKabupaten Cirebon

• Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Majalengka

• Himpunan Kawasan Industri• Perusahaan dan/atau dinas terkait

lainnya

KETUAGUBERNUR JAWA BARAT

KOORDINATORDINAS PERINDUSTRIAN

JAWA BARATSEKRETARIS

SEKRETARIS DAERAH JAWA BARAT

ANGGOTA

WAKIL KETUAWAKIL GUBERNUR JAWA

BARAT

Bentuk koordinasi Lembaga

yang sesuai dalam

pengembangan WPPI adalah

FORUM KOORDINASI

melalui penandatanganan

MOU. Forum koordinasi

dikoordinasi oleh Dinas

Perindustrian Jawa Barat

LEVEL KEBIJAKAN BIDANG

Peraturan Pemerintah Pengembangan WPPI

Peraturan Menteri

Perindustrian

Arahan Pengembangan WPPI di Provinsi Jawa

Barat

Peraturan Daerah tingkat

Provinsi

Pedoman koordinasi Kelembagaan dalam

Pengembangan Kawasan Industri Rebana

Surat Keputusan Gubernur

Provinsi Jawa Barat

Forum koordinasi Lembaga dalam pengembangan

Kawasan Industri Rebana

KEBUTUHAN KEBIJAKAN

MEKANISME PENJAMINAN KEBERLANJUTAN FORUM

Page 45: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Kajian Ketahahan Daerah MenghadapiDampak Pandemi COVID-19DIKLAT PENJENJANGAN FUNGSIONAL PERENCANA (JFP) MUDA 2020

45

Page 46: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Meningkat

nya

jumlah

terkonfirm

asi Covid

Menurunnya Daya Beli

Terhambatnya distribusibarang/jasa

PHK

Menurunnyapendapatan masyarakat

Menurunnya kunjnganwisata

Menurunnya transportasiangkutan yang beroperasi

Meningkatnya konsumsilistrik, gas

Menurunnya konsumsiakomodasi dan makan/minum

Terhambatnya supply bahan baku

Menurunnya konsumsi/ permintaan

produk pertanian dan perikanan

Deflasi barang/jasa

Menurunnya investasi

Meningkatnya TPT

Menurunnya Pendapatan Asli Daerah

Perdagangan

Industri Pengolahan

Akomodasi

Transportasi

Pariwisata

Meningkatnya konsumsi internet

dan jaringan komunikasi

Informasi danKomunikasi

Menurunnya omsetUMKM

Melambatnyapertumbuhan ekonomi

Menurunnya kemampuanmasyarakat membayar pajak

PSBB

Terhambatnya proses produksi

Ekonomi Makro

Optimalisasi layananinformasi dankomunikasi

SUB SEKTOR TERDAMPAK

DAMPAK TIDAK

LANGSUNGDAMPAK LANGSUNG

GUNCANG

ANSTIMULI

E

K

O

N

O

M

I

Rantai Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sub Sektor pada Sektor Ekonomi

SEKTOR TERDAM

PAK

Refokusing APBD

Tertundanya pemb. infrastruktur

Infrastruktur

Page 47: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Rantai Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap

Ketahanan Sosial Masyarakat

Meningkatnya KasusCOVID-19 dan belum

ditemukan vaksin

COVID-19Pelayanan kesehatan

terhambat

Proses belajar-mengajar terhambat

Angka kematian ibu, bayi

dan balita meningkat

Peningkatan Angka kesakitan

(morbiditas)

Berkurangnya pendapatanrumah sakit

Angka harapan hidup berpotensi menurun

Belum semua daerah tercakupjaringan internet cepat

Tingkat stress anaksekolah bertambah

Banyak anak putus sekolah

Tidak semua mempunyai laptop/ handphone untuk melaksanakan PJJ

Biaya Kuota Internet Bertambah

47

Page 48: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

BAHAYA DAN DAMPAK PADA ASPEK LINGKUNGAN

Peningkatanpenggunaan air bersih

Polusi udara

Penurunan muka air tanah

Peningkatanpenggunaan sabundan detergen

Peningkatanproduksi sampahrumah tangga

Peningkatanpencemaran air sungai

Peningkatantimbulan sampah

Penurunan pencemaran udara

Sumber DayaAir

Pelayanan Persampahan

Kesehatan

DAMPAK LANGSUNG

SEKTOR TERDAMPAK

DAMPAK TIDAK LANGSUNG

PenerapanPSBB, WFH, dan protokolkesehatan

GANGGUAN

Peningkatankasus Covid19

STIMULI

Page 49: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

Dampak Covid19 Sarana PrasaranaC

ovid

-19

Lonjakan jumlah

pasien

Peningkatan

Komsumsi

Rumah Tangga

Perubahan

Aktivitas

Pendidikan

Meningkat Rs rujukan

Meningkat Penularan

tenaga medis

Meningkat konsumsi listrik

Meningkat konsumsi

internet

Bertambah alat

pendukung

belajar(laptop,

smartphone)

Dampak Dampak Turunan Sarana PrasaranaTerdampak

(Jumlah/Kapasitas)

Menurun penguna

transportasi

Menurun aktifitas sosial

(ibadah, pesta, arisan)

Perubahan

Aktivitas Solsial

Ekonomi lainnya

Menurun pengunjung

pasar, mall

Ruang rawat, Lab, Alkes,

Pembankitan &

Penyaluran Tenagalistrik

Jalan

BTS/penyaluran jaringan

Telekomunikasi

Mesjid, gedung

pertemuan, pasar,

kendaraan

Issue

Pemenuhan

Sarana

terdampak

covid19

Meningkat konsumsi Air PDAM & Penyaluran

Tenagalistrik,

Issu terdampakBerdasarkan

Keresahan Masyarakat

Penyedia Jasa

Kesehatan (Rumah

Sakit)

Penyedia Jasa Listrik

(PLN Persero)

Penyedia Jasa Air

(PDAM)

Penyedia Jasa

Telekomunikasi

(Telkom/Telkomsel/ind

osat/XL dll)

*Keresahan masyarakat sumbermedia* Masing-masing orang

menganalisis beda-beda Isue

yang menjadi keresahan di

daerah masing-masing

Page 50: PUSAT PENELITIAN INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHANbappeda.jabarprov.go.id/wp-content/uploads/2020/10/PPIK...terpadu di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Cirebon Raya C.Sistem Kelembagaan

HATUR NUHUN

50

Kontak

Gedung PAU, Lt. 4

Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia

E-mail: [email protected]