Puppet Round 1

45
Puppet berdiri di sudut sambil memeluk Eustas—boneka panda miliknya. Matanya menatap kosong. Dia tidak mempedulikan keadaan di sekitarnya. Tidak dengan riuh ramai orang-orang—makhluk, tepatnya—di sekitarnya. Tidak juga dengan pandangan sepasang mata yang sesekali menatapnya. Bahkan interior kayu dengan ukiran cantik yang menambah kesan elegan pada dinding dan atap, atau hawa panas dari tubuh para makhluk yang berjumlah tepat empat puluh delapan termasuk dirinya, tidak mampu membuat gadis berambut hitam panjang dan memakai baju bergaya Victorian Style itu tergubris. Bisa dibilang, dia tidak peduli dengan apapun. Di samping kakinya, seekor kucing hitam tidur melingkar. Perutnya naik turun seiring napasnya yang tenang. Mengeluarkan bunyi dengkur halus yang membuat siapa saja terserang kantuk seketika saat berada di dekatnya. Kecuali bagi mereka yang memang takut atau tidak suka dengan kucing. ‘Pria berkacamata itu tidak ada,’ batin Puppet. Nama asli gadis itu sebenarnya Eumenides, tapi orang-orang lebih akrab memanggilnya Puppet. ‘Anak laki-laki berkulit gelap itu juga tidak ada.’ Rupanya Puppet mencari teman yang pernah satu tim dengannya. Seorang pemuda berkacamata dengan baju kotak-kotak; anak laki-laki berkulit gelap dengan rambut mohawk; dan seorang pemuda yang memiliki tampang seperti anak kecil serta rambut hijau acak-acakan. Lengkap dengan peralatan tidur serba putih. ‘Ah, Eophi masih ada.’

description

Euminedes/Puppet

Transcript of Puppet Round 1

Page 1: Puppet Round 1

Puppet berdiri di sudut sambil memeluk Eustas—boneka panda miliknya. Matanya menatap kosong. Dia tidak mempedulikan keadaan di sekitarnya. Tidak dengan riuh ramai orang-orang—makhluk, tepatnya—di sekitarnya. Tidak juga dengan pandangan sepasang mata yang sesekali menatapnya.

Bahkan interior kayu dengan ukiran cantik yang menambah kesan elegan pada dinding dan atap, atau hawa panas dari tubuh para makhluk yang berjumlah tepat empat puluh delapan termasuk dirinya, tidak mampu membuat gadis berambut hitam panjang dan memakai baju bergaya Victorian Style itu tergubris.

Bisa dibilang, dia tidak peduli dengan apapun.

Di samping kakinya, seekor kucing hitam tidur melingkar. Perutnya naik turun seiring napasnya yang tenang. Mengeluarkan bunyi dengkur halus yang membuat siapa saja terserang kantuk seketika saat berada di dekatnya. Kecuali bagi mereka yang memang takut atau tidak suka dengan kucing.

‘Pria berkacamata itu tidak ada,’batin Puppet. Nama asli gadis itu sebenarnya Eumenides, tapi orang-orang lebih akrab memanggilnya Puppet.

‘Anak laki-laki berkulit gelap itu juga tidak ada.’

Rupanya Puppet mencari teman yang pernah satu tim dengannya. Seorang pemuda berkacamata dengan baju kotak-kotak; anak laki-laki berkulit gelap dengan rambut mohawk; dan seorang pemuda yang memiliki tampang seperti anak kecil serta rambut hijau acak-acakan. Lengkap dengan peralatan tidur serba putih.

‘Ah, Eophi masih ada.’

Eophi. Nama pemuda berambut hijau. Anak itu terlihat sedang duduk berselimut di atas kasur putih sambil memeluk lututnya. Dan di sampingnya, masih di atas kasur putih, ada seekor naga kecil berwarna merah yang sedang meringkuk dan mendengkur. Benar-benar kelompok tidur.

Meskipun pandangan Puppet menyapu seluruh isi ruangan, namun tidak ada perubahan ekspresi berarti yang tergambar di wajahnya. Puppet bersandar di sisi dinding kayu yang berwarna cokelat tua dengan pigura-pigura foto menghias di beberapa tempat. Sudut ruangan adalah tempat

Page 2: Puppet Round 1

terbaik baginya untuk memantau semua aktifitas di dalam ruangan itu, tanpa harus berbaur di tengah-tengah peserta lain.

Peserta? Ya. Semua yang ada di sini adalah peserta dari turnamen Battle of Realms. Babak penyisihan sudah berlaludan dari jumlah yang berkumpul, kelihatannya hanya setengah yang berhasil lolos. Dari tim Puppet sendiri, hanya tersisa dua dari empat orang. Semua dikumpulkan dalam satu penginapan besar dengan tiga lantai dan saat ini mereka tengah berada di bar lantai satu.

Mungkin seharusnya ada ruang bawah tanah rahasia di penginapan itu.

Puppet seperti biasa, tetap hanyut dalam pikirannya sendiri sehingga sering melewatkan satu atau dua hal. Termasuk alasan mengapa kerumunan peserta itu mulai berteriak dan sang maid yang bernama Anastasia terlihat cukup kerepotan saat menangani pertanyaan-pertanyaan mereka.

Pandangan mata Puppet teralih ke arah pintu yang tiba-tiba membuka.

‘Silau,’ pikir Puppet. Cahaya matahari yang masuk melalui pintu memang sangat kontras dengan pencahayaan di dalam bar—tanpa lampu— karena hari masih siang. Cahaya hanya memanfaatkan sinar matahari yang masuk dari jendela-jendela kaca berkusen kayu dan lubang-lubang ventilasi yang jaraknya cukup tinggi di atas jendela. Dari sinar matahari yang masuk dari jendela dan bagai menyorot satu titik itu, bisa terlihat partikel-partikel debu berterbangan di udara.

Makhluk yang tadi membuka pintu depan, kini masuk ke dalam. Semua tertegun melihatnya. Makhluk ini hanya berukuran kurang lebih setengah meter, memakai seragam pelaut putih bergaris hijau, dan memegang kucing aneh. Dia melompat ke atas meja dan berkata, “hai.” Sementara semua sibuk memperhatikan wajahnya yang dihiasi garis hitam panjang pengganti mata dan sebuah mulut lebar yang selalu tersenyum.

Beberapa orang selain Puppet ada yang berteriak keras tentang hak cipta dan semacamnya.

‘Lucu sekali,’ batin Puppet. Puppet berjalan ke arah tengah agar dapat melihat makhluk itu lebih jelas. Langkah kakinya membuat Eve—kucing hitam yang sedari tadi asik tertidur di samping kakinya—terbangun.

Page 3: Puppet Round 1

Eve mengejar pemilik sepatu boots dengan hak wedges yang menjadi tuannya itu.

Di tengah ruangan, di sekitar mereka, masih melayang hologram-hologram yang memutar video tentang pemandangan. Ada yang hanya menampilkan layar putih, tapi suara yang keluar di video itu sangat ribut. Bagai serbuan badai yang menyapu segalanya. Atau tampilan tentang pertarungan antara dua ekor beruang kutub di tengah badai salju.

Ada juga video tentang kota di dalam air, hutan, tambang yang dihiasi warna oranye—kemungkinan api—, benteng raksasa bernuansa magis, padang pasir gersang tanpa tanda kehidupan, gang-gang gelap yang ramai penduduk, maupun kota padat produksi yang sepertinya melayang di atas langit.

Semua video menampilkan suara-suara yang berbeda. Derak api, gemuruh air, riuh suara manusia, denting besi dan alat-alat berat yang beradu, dan masih banyak suara yang tidak bisa dijelaskan satu-persatu.

Juga suara-suara para peserta lain yang semakin meninggi tanpa Puppet tahu sebabnya.

Puppet melewatkan penjelasan tentang video-video yang ditampilkan, yang ia tangkap hanyalah jika besok semua peserta harus melewati rintangan-rintangan seperti yang ada di video. Dan besok akan dijelaskan detilnya lebih lanjut.

Pada akhirnya, maid yang bernama Anastasia pamit undur diri. Menyisakan Puppet dan beberapa peserta lain yang masih berbincang. Dan makhluk mungil di atas meja yang bernama RNG-sama.

Puppet berjalan lurus ke arah meja, mendekati RNG-sama.

“Aku melihat napsu yang besar tentang membunuh ketika kau mengatakannya tadi. Napsu yang membuat aura hitam di sekitarmu tercipta,” sapa Puppet langsung ke poin yang ingin ia bicarakan pada RNG-sama.

RNG-sama tersenyum. Sekarang mulutnya membentuk huruf ‘V’ besar.

Page 4: Puppet Round 1

RNG-sama duduk di atas meja. Kucing aneh dengan bulu putih dan cokelat pastel berputar-putar di atas meja, mengejar buntutnya sendiri.

“Apa kau tertarik?” RNG-sama menjawab pertanyaan Puppet dengan pertanyaan. Nada suaranya sedikit rendah.

Puppet menatap lurus ke mata RNG-sama. Dia memperhatikan tiap detil yang dimiliki oleh mahluk mungil itu.

“Mata yang bagus,” ucap RNG-sama sesaat. “Warna merahnya selaras dengan darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Seharusnya, kau punya potensi menjadi sangat kuat dan liar. Tapi sepertinya, kau ini tipe yang anggun dan elegan. Dari mana asalmu?”

Puppet yang sedari tadi masih asik memperhatikan penampilan RNG-sama, tersadar jika dirinya sedang diajak bicara.

“Ahm… aku… aku dari Soragin.”

Entah alasan apa, ekspresi RNG-sama tiba-tiba berubah. Mulutnya menjadi garis lurus yang tipis dan seakan ada bayangan hitam di sekitar wajah bagian atasnya.

Puppet menaikkan satu alis. Dia merasa heran dengan perubahan ekspresi RNG-sama. Tiba-tiba RNG-sama seakan melihat sesuatu di punggung tangan kirinya yang tertutup seragam tangan panjang miliknya.

“Wah, aku sudah telat. Lain kali kita berbincang lagi, sampai jumpa.” RNG-sama menarik punggung leher si kucing aneh dan buru-buru pergi ke luar bar. Puppet kebingungan.

“Memangnya dia pakai jam tangan, tadi? Atau jam di sini memang transparan dan hanya bisa dilihat pemiliknya?” gumam Puppet tanpa sadar. Dia bertukar pandang dengan Eve yang mendongak ke arah dirinya. Tapi tetap tidak menemukan jawaban.

Page 5: Puppet Round 1

Puppet berbalik badan dan menemukan jika ruang bar itu hanya tersisa beberapa orang dan maid yang selalu terlihat mirip satu sama lain.

Sebenarnya sejak tadi Puppet sudah berniat berbincang dengan Eophi. Tapi ternyata Eophi sudah tidak ada dalam kerumunan yang tersisa.

Pada akhirnya Puppet berjalan menuju tangga dan berniat kembali ke kamarnya di lantai dua. Bertepatan dengan berbaliknya tubuh Puppet yang diikuti Eve, sekelebat bayangan hitam melintas di dekat jendela. Bayangan yang sangat cepat, seakan berusaha untuk tidak menarik perhatian siapapun yang ada di dalam bar.

Uap putih mengambang di langit-langit kayu berhiaskan lampu berwarna krem yang menerangi seluruh sisi kamar mandi berukuran lima belas meter persegi. Lengkap dengan perabotan-perabotan kayu yang masih menyajikan wangi mahoni dan sebuah kaca wastafel yang mulai terlihat berembun.

Puppet berendam dalam bak mandi oval berlapis porselen dengan sudut-sudut kayu membentuk segitiga dengan sisi datar di tengahnya yang digunakan untuk menaruh lilin aroma terapi. Sisi di tiap sudut memiliki ukiran cantik yang tak kalah dengan ukiran pada lemari di bawah wastafel.

Sesekali, Puppet bergerak dan menimbulkan gelembung-gelembung kecil dari cairan putih yang menenggelamkan dirinya hingga sebatas leher.

‘Susu sangat nyaman digunakan untuk mandi,’ pikir Puppet. Rambutnya dibungkus oleh handuk dan membuat gundukan besar di atas kepala. Puppet bersandar pada sisi kering bak mandi di belakangnya. Dia memejamkan matanya.

‘Biip!’

Sebuah suara yang muncul membuat Puppet membuka matanya.

Puppet melihat ke atas. Matanya terpana pada sebuah hologram yang muncul mengambang di langit-langit, tepat di depannya. Awalnya hologram itu hanya menampilkan garis-garis hijau-hitam dan suara seperti semut bertengkar, tapi kemudian hologram itu menampilkan sebuah sosok.

Page 6: Puppet Round 1

Sosok cantik dengan rambut pirang bergelombang, tulang pipi yang tinggi dan memakai jubah cokelat. Sosok itu hanya terlihat sebagian atas tubuhnya saja. Matanya yang berwarna hazel melirik ke seluruh sudut bagaikan anak kecil yang percaya jika ada kehidupan di dalam cermin—mencoba mencari titik temu di mana ada perbedaan antara kenyataan dan pantulan.

Puppet tidak bereaksi. Ia hanya melihat kelakuan Nokusa—Petinggi dari Soragin, Zuri (penyihir putih) yang memiliki pengetahuan tertinggi akan jenis-jenis obat—yang masih asik mengagumi ruangan di kamar mandi.

“Ah, halo, Puppet. Sepertinya aku muncul di waktu yang kurang tepat. Tapi aku sendiri juga terkejut! Sihir yang dimiliki dimensi tempat kau berada, sangat hebat! Mereka bisa membuatku berkomunikasi denganmu begitu saja! Sepertinya memang kita harus melakukan revolusi ….” Nokusa memutar bola matanya sambil tersenyum. Dia tak hentinya meracau. Ekspresinya sangat ceria, bahkan tidak terlihat seperti pemimpin.

“Kau belum memenuhi janjimu.” Puppet menyela dan berbicara dengan nada yang pelan namun tegas. “Dasar orang dewasa,” lanjutnya.

Seluruh perkataan Puppet membuat Nokusa terdiam. Ekspresinya yang ceria menjadi muram.

“Aku tidak mengatakan setelah kau lolos seleksi kau akan mendapatkan jawabannya, bukan? Yang kutahu, semua arena di turnamen yang akan kau hadapi nanti, akan memberikan petunjuk tentang jati diri maupun pertanyaan terbesar dalam hidup orang-orang yang mengikutinya,” jelas Nokusa.

“Itu membuktikan orang dewasa selalu menyembunyikan sesuatu. Bahkan ketika mereka bersikap baik.” Puppet kembali menyahut dengan kata-kata tajamnya. Dia benar-benar menyiratkan kebenciannya akan orang dewasa.

“Kau tidak boleh seperti itu,” sahut Nokusa sambil menghela napas. “Tidak selamanya orang dewasa yang kaulihat jahat akan berbuat jahat seperti kelihatannya. Juga tidak selamanya anak kecil yang terlihat polos, tidak akan berbuat jahat seperti keluguan yang ditampilkannya. Intinya… ah, sudahlah, aku menghubungimu dengan alasan lain.”

Diceramahi seperti itu, Puppet hanya diam saja. Dirinya bahkan tidak bergerak.

Page 7: Puppet Round 1

“Tim panitia menghubungiku karena aku masih bertanggung jawab penuh atas ikutnya dirimu dalam turnamen ini. Jadi, mereka mengijinkan tiap peserta untuk melakukan peningkatan kemampuan. Kemampuan itu berbatas hanya pada satu jenis saja.”

Mendengar kata peningkatan kemampuan, Puppet segera menyangga tubuhnya menggunakan siku pada pinggir-pinggir bak mandi. Dia berusaha untuk duduk lebih tegak.

“Awalnya aku bingung bagaimana caranya menyelaraskan waktu antara dimensi ini dengan Soragin, karena bagi para penyihir, peningkatan kemampuan hanya dapat dilakukan ketika bulan merah dan harus dilakukan di sini, bukan di dimensi lain,” sambungnya, “tapi sepertinya, dimensi tempat kau berada sekarang memiliki kekuatan khusus. Waktu berputar secara abnormal dan semua aturan dari seluruh dimensi, menjadi lenyap di sana. Dalam kata lain, peraturan yang berlaku adalah peraturan di sana. Dan peraturannya memperbolehkan kau mempelajari kemampuan baru.”

Puppet mendengarkan dengan seksama. Dia mulai berimajinasi tentang kemampuan baru itu.

“Karena kau pada dasarnya adalah Zuri, seharusnya kau hanya boleh menambahkan kemampuan tentang racikan obat. Tapi dalam kasusmu, kau mendapat ijin khusus. Kau bisa menambahkan sihir Obeah jika kau mau.”

Obeah adalah sihir kutukan dan alam yang sebenarnya hanya bisa dimiliki oleh ras laki-laki di Soragin, tapi kumpulan kertas milik mendiang ayah Puppet berkata lain. Penyihir perempuan, bisa menggunakan sihir Obeah dengan satu syarat: menggunakan media. Dalam kasus ini, Eustas—boneka panda milik Puppet—adalah media yang membuat Puppet bisa menggunakan sihir Obeah.

Puppet menggeleng atas jawaban untuk semua ucapan Nokusa. “Sihir Obeah jika dilakukan oleh wanita sangat tidak praktis sebenarnya. Lagipula, ada hal lain yang menarik perhatianku.”

“Apa itu?” tanya Nokusa.

“Ketika kembali ke sini, aku diantarkan pada sebuah ruangan yang menyemprotkan suatu gas. Ruangan itu tidak lebih dari sebuah lorong penghubung antar tempat berkumpul setelah melewati rintangan di gurun, menuju ke bagian luar penginapan ini. Awalnya tidak ada yang aneh, namun aku baru menyadari bahwa aku terpisah dari anggota timku yang lain. Dan yang lebih mengejutkan, baju di

Page 8: Puppet Round 1

bagian lengan yang sobek sebelumnya, kembali utuh seperti sediakala. Begitupula dengan luka di lenganku.”

Puppet mengambil napas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya. “Aku ingin kekuatan yang seperti itu.”

Nokusa mengerutkan kening tanpa menjawab. Sepertinya dia juga terlihat bingung.

“Jika ada yang sepraktis itu, kau bisa-bisa menggantikan kedudukanku nanti,” jawabnya.

Puppet mengangkat cairan susu di telapak tangannya dan membiarkan cairan itu mengalir di sela-sela jarinya. Dia terlihat berpikir. Kepalanya tertunduk.

“Bagaimana jika susu? Susu mengandung zat penetral paling bagus. Jika aku bisa memodifikasi bahan dari susu dengan pengetahuan, mungkin aku bisa menciptakan obat berbahan susu milikku sendiri.”

‘Obat berbahan susu!’ pikir Nokusa. ‘Anak ini bukan anak sembarangan.’

Jeda sedikit lama sebelum Nokusa menjawab, “sebenarnya, aku pernah tahu dan pernah membuat soal susu penyembuh. Tapi itu hanya bisa meregenerasi sel-sel dalam tubuh manusia, bukannya membuat utuh kembali baju yang sobek atau semacamnya.”

Nokusa berpikir sebentar, lalu melanjutkan, “tapi jika itu kau, sepertinya tidak ada yang mustahil. Mengingat kau sudah berapa kali mematahkan aturan di negeri ini. Akan kucarikan bahan-bahannya. Kau mau obatmu memiliki wangi dan rasa asli susu, atau bagaimana?”

Mendengar soal rasa, ekspresi Puppet sedikit melembut. “Berikan aku ekstrak ceri terbaik,” jawabnya.

Nokusa mengangguk tanda setuju dan mengatakan jika bahan-bahan akan tiba tepat ketika Puppet menyelesaikan mandinya. Hologram yang melayang di udara kini menghilang begitu saja. Puppet

Page 9: Puppet Round 1

menghela napas dan menengadah ke atas, lalu menutup matanya seakan ingin melebur menjadi satu dalam genangan putih susu itu.

Kiriman paket bahan-bahan sudah tiba di kamar Puppet. Gadis itu segera membuka bungkusannya dengan tidak sabar. Dalam paket itu, terdapat sebuah kompor spirtus, sebuah gelas kimia dan beberapa tabung reaksi. Tak ketinggalan bahan-bahan utama seperti susu, serbuk bunga krisan, ekstrak ceri, botol kecil berisi embun pagi, dan beberapa bahan lainnya yang bahkan Puppet sendiri baru melihat benda itu.

Gadis itu duduk bersimpuh di lantai sambil mengenakan kimono putih berbahan lembut dan rambut hitamnya terurai setengah basah.

Di paket juga tidak lupa disisipkan kertas petunjuk tahap-tahap meracik, baik waktu, tingkat kepanasan, mantra yang harus dibaca, dan beberapa persyaratan lain agar obat berhasil dengan rasio tinggi.

Puppet mengikuti seluruh instruksi dengan cermat. Tersungging sedikit senyum simpul di bibirnya. Dia terlihat sangat menikmati saat-saat meracik obat.

Dalam kertas petunjuk, diberitahukan juga bahwa Puppet harus menyetujui batasan sambil memilih mantra yang digunakan. Batasan yang dipilih Puppet adalah, setelah tiga jam dari titik awal sebuah benda atau tubuh mengalami kerusakan, maka obat tidak akan berguna lagi. Juga hasil akhir dari obat itu bergantung pada seberapa cepat obat digunakan setelah kerusakan dialami.

Beberapa jam sudah berlalu dan Puppet akhirnya berhasil mendapatkan racikan yang sudah tersimpan rapi dalam 7 tabung reaksi yang ditutup oleh penutup berbahan gabus. Cairan-cairan berwarna oranye pastel itu membuahkan senyum puas di wajah Puppet. Sementara di gelas kimia, masih tersisa sedikit cairan yang rencananya akan Puppet uji coba terlebih dahulu.

Puppet membawa gelas itu dan beranjak dari lantai kayu beralas karpet bulu. Dirinya berjalan ke arah kasur, ke tempat di mana ada gelas dan piring kosong bekas makan malamnya tadi. Puppet terlalu malas memanggil maid di penginapan ini untuk membawa kembali piring kotor itu. Lagipula, kebetulan buatnya. Dia jadi punya benda percobaan.

Page 10: Puppet Round 1

Gelas yang terbuat dari kaca itu diangkatnya tinggi-tinggi dan dilemparkannya ke dinding kayu.

Prang!

Gelas pecah namun tak begitu parah. Pecahannya masih besar-besar. Puppet menengok ke arah pintu. Berdoa agar tidak ada yang mendengar keributan barusan.

Pintu masih tetap sunyi dan tenang. Itu berarti tidak ada yang sadar atas keributan barusan. ‘Ya, sebaiknya memang tidak ada,’ pikir Puppet.

Puppet mulai menuang cairan dari gelas kimia ke atas pecahan-pecahan gelas kaca itu. Menuang semua isinya hingga tetes terakhir.

Beberapa detik berlalu. Tidak terjadi apa-apa.

‘Apa aku gagal?’ pikir Puppet.

Saat dia sibuk memikirkan jawaban, sebuah sinar merah muda menyelimuti pecahan-pecahan gelas secara perlahan. Puppet mengamatinya dengan seksama. Eve yang sedari tadi masih duduk di dekat tabung-tabung reaksi, melompat mendekat ke arah Puppet karena penasaran juga.

Pecahan-pecahan yang diselimuti sinar merah muda itu, secara perlahan melayang ke sekitar pecahan paling besar. Masing-masing dari mereka mulai menyatu dan membentuk gelas seperti sediakala. Pada akhirnya, mereka membentuk gelas utuh.

Puppet mengambil gelas itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Mengarahkan tangannya semakin mendekati lampu berwarna putih di atas kepalanya. Dia mencermati gelas itu baik-baik.

“Sempurna,” lirihnya. Dia memandang ke arah Eve dan tersenyum. Kucing itu mengeong.

Terakhir, yang paling penting dari semua urutan pembuatan obat, adalah pemberian nama. Nama harus diberikan ketika obat ditemukan.

Page 11: Puppet Round 1

“Miraria … esne,” gumam Puppet dalam bahasa Soragin. “Miraries!”

‘Miraries! Nama yang bagus,’ batin Puppet sambil tersenyum melihat ke arah gelas. Dia menaruh gelas kembali ke meja di samping tempat tidur dan berbicara ke Eve. “Simpan obat-obat itu. Namanya Miraries. Kau harus mengingatnya jika aku meminta obat yang itu, mengerti?”

Eve mengangguk dan ekornya yang lurus bergoyang. Kucing itu berjalan tenang ke arah kumpulan tabung-tabung reaksi yang berserak di lantai.

Ketika Eve sudah sampai di sana, muncul lingkaran sihir berwarna ungu dari tempatnya berpijak. Lingkaran itu lama kelamaan membesar dan menyebar ke dekat tabung-tabung reaksi. Tabung reaksi melayang di udara dan berkumpul jadi satu di atas kepala Eve. Dan dalam hitungan detik, tabung reaksi menghilang bersamaan dengan lingkaran sihir yang lenyap.

Puppet membereskan sisa-sisa pekerjaannya dan berniat untuk tidur. Menyiapkan dirinya sebelum besok pagi tiba.

Suara ketukan di pintu membangunkan Putri Tidur dan kucing hitamnya. Puppet mengusap mata dan berusaha bangkit sebisa mungkin.

“Hnnng—“ lirihnya sambil menguap. Dia merasa kurang tidur karena terlalu asik meracik obat semalam.

Sinar matahari membias melalui tirai hijau di jendela ruangan kamar Puppet yang cukup gelap. Ruangan itu hanya mempunyai tempat tidur, lemari, dan beberapa perabotan standar. Sebuah kamar penginapan biasa dengan kamar mandi di bagian dalam. Perpaduan interior barat dan timur.

Puppet turun dari tempat tidur dan berusaha mencari selopnya di lantai. Ruangan di kamar itu tidak memakai pendingin sama sekali, tapi hawa di sana sudah sejuk. Tidak dingin dan tidak panas. Udara yang memang sangat pas untuk tidur.

Page 12: Puppet Round 1

Gadis itu masih memakai piama yang disediakan dari penginapan dan berjalan menyeret kakinya menuju pintu. Gerak badannya sangat lambat dan terlihat malas. Dia memutar kunci dan menarik knop pintu.

Sosok di balik pintu membuat Puppet terkejut. Gadis itu mengira yang akan ditemuinya adalah maid yang biasa mengantarkan makanan atau paket ke kamarnya, namun kali ini tidak.

Yang ada di hadapannya adalah perempuan dengan rambut berwarna cokelat kemerahan yang dikuncir ekor kuda. Tingginya kurang lebih sama dengan Puppet, memakai rompi cokelat dengan dalaman kemeja putih dan celana pendek cokelat dengan rumbai di pinggulnya. Tak lupa, sebuah kacamata menghiasi wajahnya.

“Bonjour!” sapanya kepada Puppet—yang masih setengah sadar—sambil mengangkat telapak tangannya sebatas dada.

Puppet tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan gadis di depannya dengan nanar. Bahkan, Puppet melihat gadis itu dari atas sampai bawah. Dari rambut cokelat kemerahan hingga sepatu boots cokelat yang memiliki hiasan bintang dan menimbulkan bunyi gemerincing tiap kali dia bergerak.

“Ah! Mademoiselle! Apakah saya terlalu pagi membangunkan Anda? Tapi memang sudah seharusnya Anda bersiap, kurang dari tiga jam lagi, kita akan berangkat! Sarapan sudah siap di ruang makan, Mademoiselle, apa Anda mau ke bawah bersamaku? Aku akan dengan senang hati menunggu.”

Diserbu pertanyaan seperti itu, Puppet malah menelengkan kepalanya.

“Anda pasti yang kemarin berdiri di sudut ya? Apa Anda tidak mendengarkan perkataan Anastasia? Iya, dia bilang, posisi kamar di penginapan ini sudah diatur sesuai tim yang nanti akan maju. Coba lihat ke sana,” tunjuk sang gadis ke arah pintu kamar Puppet yang terbuka. Di pintu itu ada sebuah papan kecil bertuliskan A-02. “A-02 berarti tim A, nomor dua. Dan saya di sana,” tunjuk sang gadis pada pintu tetangga kamar Puppet yang terletak paling ujung di lorong itu. “A-01. Comprendre, Mademoiselle?”

Puppet masih belum menjawab. Dia merasa asing dengan sosok gadis di depannya. Puppet mundur selangkah.

Page 13: Puppet Round 1

Gadis berkacamata di depannya melakukan gerakan seperti mengendus ke dalam kamar Puppet. “Wangi manis. Kau sedang membuat sesuatu?” tanyanya sambil semakin memajukan tubuhnya mendekat ke arah Puppet.

“Ah! Semalam! Apa ada sesuatu yang terjadi? Saya mendengar seperti ada sesuatu yang … pecah?”

‘Dia mendengarnya!’ batin Puppet.

“Tidak ada,” jawab Puppet pelan.

“Ah, tentu saja! Saya pasti bermimpi. Terlalu larut untuk orang seanggun Anda, masih terjaga di malam tadi. Omong-omong, siapa nama Anda, Mademoiselle?”

“Puppet.”

“Enchanté, Puppet! Je suis Lexia, Lexia Gradlouis!”

Puppet tanpa sadar memiringkan kepalanya, mungkin bingung dengan bahasa yang digunakan gadis bernama Lexia ini. Sebenarnya di dimensi Alforea—tempat Puppet berada sekarang— ada sebuah kekuatan yang bernama ‘Penerjemah Bahasa.’ Kekuatan itu disadari oleh beberapa orang, namun ada juga beberapa yang tidak memedulikan hal itu. Puppet salah satunya.

Gadis itu makin bingung mengapa masih ada orang yang bahasanya terdengar asing. Namun sekali lagi, dia tidak peduli akan hal itu.

“Ah, maafkan saya, Mademoiselle, Anda pasti kebingungan. Itu tadi semacam salam perkenalan dari saya, Lexia.”

Puppet membentuk huruf O bulat pada mulutnya tanpa bersuara. Dia lalu mengatup mulutnya, mundur selangkah, dan berkata, “aku harus bersiap.”

Page 14: Puppet Round 1

“Hei! Tidakkah, Anda—“

Kali ini Puppet langsung meraih pintu tanpa menunggu lama, sekalipun Lexia sedikit berteriak dan mengatakan jika ingin melihat-lihat kamar Puppet. Tapi Puppet tetap menutup pintunya dengan anggun dan berjalan menuju kamar mandi, sementara di luar pintu, Lexia mendengus.

“Sial, padahal tadi aku sudah hampir bisa menyelidiki kemampuannya,” kata Lexia setengah kesal yang pada akhirnya berjalan melewati kamar Puppet, menuju ke kamar setelah Puppet. A-03.

Tangga kayu yang berkelok-kelok membuat gerakan Puppet saat menuruninya semakin lambat. Satu langkah. Jeda. Satu langkah lagi. Jeda. Begitu seterusnya sampai ada beberapa orang yang melintas melewatinya sambil mengoceh. Beruntung tangga kayu itu memiliki lebar yang bisa memuat dua orang dewasa ketika bersampingan.

Puppet menuruni tangga dengan sangat lambat sambil memeluk Eustas, dan Eve dengan sabar mengekornya di belakang. Meskipun sesekali kucing itu mengeong kesal.

“Kita masih punya waktu satu jam,” ucap Puppet sambil tetap memandang lurus dan melangkah perlahan. “Tak usah terburu-buru.”

Setelah beberapa saat, Puppet sampai di bawah pada akhirnya. Dia langsung menuju ke arah barat. Tempat ruang makan berada.

Wangi makanan yang bercampur aduk, menyambut Puppet dari depan pintu. Wangi dari ayam panggang, krim sup, atau roti panggang dan selai buah yang segar, semua berpadu dalam satu wangi yang membuat wanita dalam program diet sekalipun, akan melanggar pantangan makannya.

Belum lagi suara-suara peralatan makan perak yang bergesekkan dengan keramik. Menciptakan alunan merdu: irama dari rasa lapar yang dilarutkan oleh kunyahan cepat.

Puppet melihat ke sekelilingnya. Melihat ke arah kumpulan meja-meja besar dan bundar dengan huruf A sampai H di atasnya—tepat di tengah meja tersebut—yang dikelilingi oleh bermacam-macam

Page 15: Puppet Round 1

orang. Masing-masing dari mereka sibuk makan dengan lahapdan menimbulkan berbagai macam bunyi. Ada juga yang hanya sekadar minum teh dan makan kue.

“Silahkan, meja untuk tim A di sebelah sini.” Seorang maid yang terlihat sama dengan maid lainnya menyambut kedatangan Puppet sambil menunjuk ke sebuah meja dengan telapak tangannya. Maid itu berbicara namun tidak terlihat mulutnya bergerak. Dia lebih tepat disebut AI (Artificial Intelligence) ketimbang maid. Hanya saja, mungkin jika disentuh, maid itu memiliki tekstur kulit yang persis manusia biasa.

Maid itu mengantarkan Puppet pada sebuah meja berisi lima orang: seorang lelaki tua; anak kecil bertubuh tambun;pemuda berjubah biru tua dengan kacamata dan rambut hitam bergaya bob; pemuda lainnya dengan pakaian lusuh danheadphone di telinganya; dan yang terakhir, gadis berkacamata dengan rambut merah kecoklatan yang pagi ini baru saja mengunjungi kamar Puppet.

Puppet memperhatikan mereka satu persatu. Mulai dari yang paling ujung dan paling dekat dengan posisinya sekarang ini. Seorang lelaki tua berbaju hijau lumut ala tentara dengan sebuah peci hitam di atas kepalanya. Lelaki itu asik menyeruput kopi di atas piring ceper yang dipegangnya dengan tangan kanan, kemudian memasukkan pisang goreng dengan tangan kirinya. Pegangannya pada piring ceper sedikit bergetar, menandakan usianya yang sangat renta. Kunyahannya pada pisang goreng juga terlihat agak lama. Lelaki tua dan bungkuk itu bernama Kumirun.

Lalu pandangan Puppet berganti ke arah anak kecil yang duduk di samping Kumirun. Anak kecil dengan tubuh tambun, mempunyai poni hitam kebiruan yang menutupi mata, dan memakai pakaian berwarna oranye serta tudung biru. Anak yang sedang asik mengunyah paha kambing bakar—yang besarnya hampir setara dengan tubuhnya sendiri—itu bernama Bun.

Saat Puppet berniat untuk memerhatikan dua pemuda yang duduk berdampingan itu, sebuah teriakan mengagetkannya.

“Neng! Ebusetbengong aje! Duduk, Neng, di mari! Kagak pegel entu kaki?”

Rupanya teriakan yang membahana dan membuat jantung berpacu itu milik Kumirun. Kumis abu-abunya naik turun saat menegur Puppet. Sedetik kemudian, lelaki tua itu mulai terbatuk. Lagi-lagi Puppet sedikit bingung dengan gaya bahasa yang digunakan Kumirun. Puppet mengerti bahasanya sebagian, tapi sebagian lagi, dianggap hanya sebagai kata tambahan bagi Puppet—tidak mengandung arti yang penting.

Page 16: Puppet Round 1

Puppet dengan agak canggung melangkah. Gadis itu menempatkan dirinya di antara Lexia dan pemuda suram yang terlihat selalu asik dengan dunianya sendiri, Kazuki Tsukihiro. Di samping Kazuki—bersandar pada kursi yang diduduki Kazuki—sebuah pedang panjang setinggi orang dewasa yang sering disebut Nodachi.

Lexia membuang muka ketika Puppet tiba. Kuncir kudanya bergoyang seiring pergerakan kepalanya. Puppet bersikap tidak peduli atas kelakuan Lexia.

“Apa yang Anda inginkan untuk sarapan kali ini, Nona? Anda bisa memesan apapun. Mengingatsetelah ini babak satu akan segera dimulai, anda juga bisa memesan makanan-makanan berat, seperti Tuan Muda yang di sana,” tunjuknya pada Bun yang sekarang sedang melahap sosis-sosis gemuk dan berbumbu.

“Apapun ada?” tanya Puppet.

“Apapun,” ulang maid itu.

Puppet terlihat berpikir. Beberapa detik berlalu. Kemudian detik berganti menit. Semua yang ada di sana melihat ke arah gadis bertopi kecil itu. Mereka tampak sangat tidak sabaran.

“Kau benar-benar lelet ya?! Dasar Nona Manja!” Lexia membentak pada akhirnya. Dia terlihat sangat kesal. Di hadapan Lexia ada beberapa piring kosong yang ditumpuk dan mangkok berisi cairan kuning, kemungkinan keju.

Puppet memandangi Lexia. Lalu menoleh ke arah maid di dekat mereka. “Aku pesan pai ceri dan susu. Ada susu rasa jeruk?” kata Puppet pada akhirnya.

Maid itu mengangguk. “Hanya itu saja?” tanyanya.

Puppet mengangguk.

Page 17: Puppet Round 1

“Selera yang aneh!” Lexia melemparkan senyum bengis. Terbesit sangat jelas kekesalan di matanya.

Puppet memandangi Lexia dengan tajam. Beberapa detik sebelum akhirnya dia bersuara. “Apakah kau kesal karena tidak berhasil menggeledah kamarku?”

Bagai petir di siang bolong, Lexia terdiam. Matanya melotot kaget dan mukanya berubah pucat.

“Tu-tunggu! Menggeledah, maksudnya …?” Pemuda dengan rambut hitam dan mata yang nyaris berwarna putih di samping Lexia tampak kebingungan. Pemuda itu menatap Lexia, memohon jawaban dari gadis berpakaian ala Cowgirl itu.

Pandangan Puppet justru telah beralih ke anak kecil yang sekarang sudah berganti mengunyah kue tart cokelat sekarang. Di sekitar mulutnya Nampak bekas-bekas makanan. Baju oranye miliknya pun ternoda oleh sesuatu berwarna cokelat. Mungkin saus dari paha kambing yang tadi dimakannya.

“Hei, jelaskan tentang menggeledah! Apa itu yang sebenarnya kau lakukan ketika aku mandi dan bersiap di kamarku? Aku kira … aku kira kau memang berniat mengunjungiku. Aku kira ….” Pemuda itu masih meracau, sementara Lexia malah menengadah ke atas, seakan tidak terjadi apa-apa.

“Udeh, udeh!” teriak si Kumirun. “Berantem mulu lu pade! Mending kite, mumpung udeh lengkap, kenalan dah tuh atu-atu. Dimulai dari aye. Nama aye, Kumirun. Ku-mi-run! Jagoan dari Rawabangke!” serunya sambil menepuk dada dengan satu tangan. Tak lama, bunyi “Bruuuth” besar terdengar. Suara itu berasal dari pantat Kumirun. Semua serentak menutup hidung, kecuali pemuda di samping Puppet yang kelihatannya sedang mendengar lagu dari headphonenya.

“Aduh, maap dah. Ini bawah aye udeh dol!” Kumirun tertawa setelahnya.

“Bun jadi lapar lagi, bun~” seru anak laki-laki bertubuh tambun. “Bun harus bawa makanan. Di mana kakak yang tadi punya semua makanan? Makanan Bun habis, bun!”

Maid tadi kembali dan mengantarkan semua yang dipesan Puppet. Sebuah pai ceri yang cukup besar, kira-kira diameternya empat puluh senti, beserta susu berwarna oranye pastel. Setelah maid meletakkan semuanya, Bun meminta agar maid membawa beberapa makanan di dalam kotak.

Page 18: Puppet Round 1

“Nah, sekarang, Eneng yang di sono. Nyang baru dateng, kenalin diri diri dah,” tunjuk Kumirun pada Puppet.

“Puppet,” jawab Puppet singkat, lalu mengalihkan pandangannya pada Bun.

“Jadi namamu … Bun?” tanya Puppet.

Bun melihat ke arah Puppet. Ke arah pai ceri di hadapan Puppet, tepatnya. Mulut Bun sedikit menganga.

“Bun boleh minta itu, bun?” tunjuknya pada pai ceri yang sudah mulai dipotong-potong oleh Puppet.

Puppet tersenyum.

Setelah perkenalan-perkenalan singkat di meja makan tersebut, mereka akhirnya dipandu oleh maid yang terlihat paling berbeda dengan yang lainnya—Anastasia—menuju ke sebuah ruangan di bagian utara penginapan. Ruangan kosong yang luas namun tak ada apa-apa di dalamnya. Hanya ada lampu dan lantai kayu.

“Gara-gara Nona Manja itu, kita hampir telat! Makannya lebih lambat dari kuda betina yang sedang hamil!” ketus Lexia sambil menuding Puppet. Saat ini di pinggul Lexia terlihat ada sebuah pistol di bagian kanan dan parang di bagian kiri. Dan tangan kanan Lexia memegang sebuah cambuk berwarna cokelat.

“Baiklah, semuanya, tenang.” Anastasia menepuk kedua tangannya di depan dada, meminta perhatian. “Aku yang akan menjadi pemandu dalam tim ini. Karena ini tim A, dan A adalah inisialku,” jelasnya.

Berbeda dari maid lainnya yang menggunakan seragam hitam-putih, Anastasia mengenakan seragam dengan warna hitam-merah. Dan mulutnya bergerak seperti manusia biasa saat bicara.

Page 19: Puppet Round 1

Anastasia menjentikkan jarinya, lalu muncul hologram yang menampilkan sebuah tambang berpencahayaan temaram, lalu hologram berganti tempat di sisi lain tambang tersebut. Gambarnya menampilkan aliran lava yang meletup-meletup. Kemudian ditampilkan lagi mayat-mayat hidup dengan pakaian para pekerja tambang yang bergerak tak beraturan.

“Jadi, inilah tempat kalian akan bertanding nanti. Sebelumnya, saya akan menjelaskan peraturannya.” Anastasia berdeham sebentar. “Di tambang yang bernama Managua Gem’s Cave ini, pada dasarnya kalian hanya diharuskan untuk bertahan hidup sampai akhir. Kemenangan akan kalian dapatkan jika kalian bisa menjadi yang terakhir bertahan. Kalian juga bisa memanfaatkan segala peralatan tambang untuk bertarung. Dan pemenangnya hanya akan ada satu.”

“Tunggu,” sela Stellene. “Apakah itu berarti kami benar-benar harus saling membunuh?”

Anastasia tersenyum. “Tidak sepenuhnya. Lagipula, RNG-sama menentukan aturan khusus untuk tim ini.”

Mendengar kata RNG-sama, Puppet langsung bereaksi. “Aturan yang bagaimana?”

Senyum Anastasia semakin lebar. Dia menjentikkan jarinya lagi. Dan sebuah sinar muncul di tengah-tengah mereka.

Dari sinar tersebut, mulai terlihat beberapa makhluk seukuran bola basket yang memiliki warna berbeda-beda, sebuah titik besar sebagai mata, dan huruf V sebagai mulut. Makhluk itu melayang di udara dan memantul-mantul seperti bola.

Page 20: Puppet Round 1

“Ini namanya Ochew, makhluk inilah yang nantinya akan menjadi pemandu tetap masing-masing dari kalian,” Anastasia menjelaskan. Sedetik kemudian, makhluk-makhluk itu berpencar ke sisi masing-masing peserta. “Masing-masing warnanya, menyimbolkan sesuatu yang menarik dari diri kalian, dan sudah diatur sedemikian rupa oleh RNG-sama agar mereka bisa mengingatkan kalian berulang kali tentang aturan di dalam tambang.”

Ochew berwarna merah, memantul di udara dan menuju ke arah Puppet. Puppet memegang makhluk itu. Permukaan kulit Ochew lembut dan kenyal. “Mirip ceri,” gumam Puppet.

“Setelah ini, kalian hanya bisa melihat maupun mendengar suara dari Ochew kalian sendiri. Ochew milik kalian, tidak akan terdeteksi ataupun terlihat oleh orang lain.”

Perlahan, Ochew yang sudah berada di samping peserta lainnya, mulai memudar. Puppet hanya bisa melihat Ochew warna merah miliknya, begitu pula Bun hanya dapat melihat Ochew berwarna oranye di sampingnya. Kumirun mendapatkan Ochew berwarna hijau, Kazuki mendapat Ochew berwarna abu-abu, Lexia mendapat Ochew berwarna cokelat, dan Ochew milik Stellene berwarna biru safir.

Page 21: Puppet Round 1

“Dan sekarang, hal yang terpenting adalah, di dalam tambang nanti, RNG-sama ingin kalian melakukan sebuah permainan.” Anastasia terlihat bersemangat saat menjelaskannya. “Ini adalah sebuah permainan peran.”

“Pertama-tama, nama permainan ini adalah ‘Who Are You?’ Di permainan ini, ada empat peran yang akan saling berhubungan satu sama lain. Keempat peran tersebut adalah: Hero, Villain, Renegade dan Fortune Teller. Jadi karena ada enam peserta dalam satu tim, akan ada dua Hero, dua Villain, dan sisanya Renegade dan Fortune Teller. Sampai di sini ada yang ingin ditanyakan? Terutama kamu … Kazuki, ya?”

Semua menoleh ke arah pemuda lusuh dengan headphone di telinganya. Pemuda itu mengangguk pelan. “Aku tidak menyetel lagu, kok,” katanya.

“Uhm … penjelasannya sudah selesai?” tanya Lexia.

“Belum.” Anastasia menyahut sambil tersenyum. “Jadi … hal yang berbeda dari tim lainnya di sini adalah, munculnya sistem poin. Poin tersebut didapat dari peran-peran yang kalian mainkan di dalam tambang. Sekarang, ini adalah penjelasan poin untuk tiap peran,” ujar Anastasia sambil menjentikkan jarinya dan membuat layar di hologram berubah menjadi tulisan berisi informasi.

Kurang lebih beginilah bentuk tulisannya.

Hero :

Hanya diperbolehkan membunuh Villain dan Renegade.

Villainmati dengan cara apapun, poin +2 untuk satu Villain.

Renegademati dengan cara apapun, poin +1.

Fortune Teller dan Heropasangan terbunuh oleh diri sendiri, poin -2.

Fortune Teller dan Heropasangan terbunuh oleh orang lain, poin -1.

Memenuhi ketentuan di atas, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka masing-masing dari Hero dan Fortune Teller lainnya yang dibuat pingsan,

juga akan mendapat poin +3.

Villain :

Page 22: Puppet Round 1

Hanya diperbolehkan membunuh Hero, Fortune Tellerdan Renegade.

Villain pasangan mati oleh diri sendiri, poin -2.

Villain pasangan mati oleh orang lain, poin -1.

Hero mati dengan cara apapun, poin +2 untuk satu Hero.

Fortune Tellermati dengan cara apapun, poin +1.

Membunuh Renegade tidak akan mendapat poin tambahan.

Memenuhi ketentuan di atas, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka Villain yang dibuat pingsan, juga akan mendapat poin +3.

Fortune Teller :

Memiliki kemampuan khusus untuk melihat Ochew peserta lain yang akan menampilkan peran pemiliknya secara langsung.

Diproritaskan untuk membunuh Renegade. Membunuh Villain diperbolehkan, namun tidak akan mendapat tambahan poin.

Renegademati dengan cara apapun, poin +5 langsung didapatkan.

Hero mati oleh diri sendiri, poin -2 untuk tiap Hero.

Hero mati oleh orang lain, poin -1 untuk tiap Hero.

Renegade mati, poin +5, langsung menang dan akan dikembalikan ke kota. Jika role ini yang menang, maka Hero yang dibuat pingsan, juga akan mendapat poin masing-masing +3.

Renegade :

Semua peserta selain dirinya harus mati, masing-masing peserta yang mati dengan cara apapun akan menghasilkan poin +1, jika Ochew miliknya belum memberikan poin +1, itu berarti masih ada

peserta yang hidup.

Hanya akan menang jika menjadi yang terakhir hidup dan satu-satunya.

Untuk setiap peserta yang tidak berhasil terbunuh atau masih dalam kondisi pingsan dan sekarat, poin -1.

***

Semua peserta di tim A, memerhatikan layar hologram. Beberapa dari mereka mengangguk-angguk. Hanya Kumirun yang menyipitkan mata lalu geleng-geleng sambil bilang, “Neng, bisa dijelasin

Page 23: Puppet Round 1

aja kagak? Maklum aye ude tuir, udeh susah baca. Hehehehe.” Kumirun nyengir dan memperlihatkan giginya yang ompong beberapa

Anastasia tepok jidat. Jadilah pada akhirnya dia menjelaskan ulang dengan hati-hati dan pelan-pelan, karena telinga Kumirun yang juga susah diajak bekerja sama. Sampai akhirnya Kumirun nyerah dengan perkataan Anastasia yang bilang kalau Ochew bisa berbicara dan semua yang masih bingung bisa ditanyakan pada makhluk itu. Kumirun angguk-angguk sambil bertumpu pada tongkat cokelatnya, dan terlihat sesekali tongkatnya bergetar.

“Jadi, peran yang berhubungan, harus bekerja sama? Kok rasanya semakin sulit?! Lalu dari mana kita bisa mengetahui jika dia teman?” tanya Kazuki. Pada akhirnya dia mengamati juga semua teknis yang dijelaskan.

Anastasia terkekeh sedikit. “Itulah mengapa disebut permainan. Di dalam sana, kalian tidak akan mengetahui mana kawan dan mana lawan. Bahkan bagi Fortune Teller, jika dia berhasil membantu para Hero, tidak akan ada yang tahu jika setelahnya dia akan disikapi seperti apa oleh Hero yang dibantunya. Kawan adalah lawan.”

“Lalu …,” lanjut Anastasia, “setelah ini, kalian akan di teleport ke bagian-bagian berbeda di dalam tambang. Di dalam tambang, akan ada beberapa peta yang disebar di tempat-tempa tertentu. Sekali kalian sudah menemukan peta, maka Ochew akan merekam semua isi peta itu, sehingga kalian jangan takut jika peta hilang atau jatuh. TAPI ….” Anastasia meninggikan nada suaranya. “Di dalam tambang, ada beberapa jenis mayat hidup yang jika kalian tergigit olehnya, kalian akan masuk ke dalam halusinasi dan ditelan oleh kegilaan. Jenis yang seperti itu hanya ada tiga belas dari total kurang lebih enam ratus enam puluh enam mayat hidup di dalam tambang. Membunuh ketiga belas mayat hidup khusus, juga akan membuat seluruh mayat hidup sisanya berhenti bergerak. Tapi tentu saja, mayat hidup yang ini akan lebih kuat dari mayat hidup lainnya.”

Lexia mulai garuk-garuk kepala, Kumirun tiba-tiba kentut. Kali ini semua menutup hidung, tak terkecuali Kazuki.

“Masih ada yang ingin ditanyakan?” tanya Anastasia dengan suara yang sedikit sumbang karena berbicara sambil menutup hidung.

Mereka menggeleng. Bun mulai merogoh tas ranselnya dan mengambil kotak berisi daging ham.

Page 24: Puppet Round 1

“Kamu kok makan lagi? Bukan buat nanti bekalnya?” tanya Puppet yang melihat Bun mulai mengunyah.

“Bun lapar sekali, bun~”

“Baiklah. Kita pindah sekarang.” Anastasia mulai memasang tampang serius. Dia mengangkat kedua tangan dan menyuruh semua peserta berkumpul di sekelilingnya. Lalu Anastasia menutup mata.

Sinar merah kehitaman muncul di sekeliling mereka. Sinar itu menelan peserta tim A perlahan dari arah bawah, hingga seluruh tubuh mereka diselimuti lingkaran merah-hitam besar.

Saat sinar sudah menenggelamkan para peserta beserta Anastia di tengah, secara ajaib sinar hitam-merah mengilang dan menyisakan Anastasia yang perlahan membuka matanya. Lalu Anastasia berjalan ke luar ruangan.

Puppet membuka mata. Saat ini dirinya tengah berada di sebuah gua dengan tanah-tanah yang disangga kayu sebagai poros agar membentuk lorong. Sebuah lorong yang panjang dan mempunyai dua cabang.

Lampu pijar yang menggantung lemah tiap beberapa meter di langit-langit lorong tanah itu, sesekali bergoyang, entah karena suatu apa.

Puppet menerawang di sekelilingnya. Terlihat beberapa kotak kayu, tali tambang, beliung, dan beberapa perkakas ringan yang biasa digunakan untuk urusan pertukangan.

Perlahan, Puppet berjalan ke arah beliung karena penasaran. Puppet belum pernah melihat benda seperti itu sebelumnya.

Beliung yang sudah berkarat dan terbalut oleh tanah, teronggok begitu saja di atas kotak kayu. Puppet memegang ujung gagang kayunya dengan mencapit dua jari. Beliung sedikit terangkat lalu segera dilepas oleh Puppet.

Page 25: Puppet Round 1

‘Berat dan kotor,’ pikir Puppet sambil menghela napas.

[Jangan buang-buang waktu di sini.]

Suara dengan pitch tinggi dan terdengar seperti anak-anak, membuat Puppet berbalik ke belakang. Dia melihat Ochew merah yang ekspresinya tidak berubah sama sekali sejak tadi, tapi suaranya terdengar di pikiran Puppet. Hanya satu hal yang berbeda dari kondisinya ketika sebelum di teleport. Sekarang, ada tulisan “RENEGADE” di atas kepala Ochew.

‘Apa dia yang tadi bicara?’ batin Puppet.

[Iya, benar sekali.] Suara selanjutnya membuat mata Puppet sedikit melebar. Gadis itu bingung mengapa makhluk di hadapannya bisa mendengar apa yang dia pikirkan.

[Aku memang didesain seperti ini. Masing-masing Ochew didesain agar bisa menyesuaikan diri dengan peserta yang akan didampinginya. Dan khusus untuk dirimu, aku didesain bisa telepati, karena kamu adalah tipe pemikir, bukan yang hobi berteriak keras-keras.]

Puppet angguk-angguk, sementara Eve hanya memperhatikan benda merah melayang itu. Eve memang bisa melihat Ochew milik Puppet, tapi tidak bisa berinteraksi dengannya.

[Omong-omong, kamu dapat role Renegade. Sepertinya ini akan sulit.]

Puppet masih belum sepenuhnya mengerti soal permainan di dalm babak ini, namun suara geraman membuyarkan pikiran Puppet dan membuat Puppet dan yang lainnya menoleh ke salah satu cabang lorong. Suara geraman yang berasal dari pekerja tambang dengan baju sobek di beberapa sisi, kulit hijau pucat—terluka di beberapa bagian— mata melotot, kaki sebelah kanan yang patah dan berputar ke belakang, serta mulut membuka yang mengeluarkan rintihan pilu. Bukan pekerja tambang, tapi, mayat hidup pekerja tambang.

Makhluk itu sekarang sedang menyeret kaki patahnya menuju Puppet.

Page 26: Puppet Round 1

[Lahiya, Kong, aye serius dah, emang dibikinnye begini!]

Kumirun bersangga pada tongkatnya sambil sesekali mengelap keringat yang menetes di lehernya. Keningnya yang memang sudah punya banyak kerutan, kini tambah dibuat mengerut karena kebingungan dan kepanasan.

“Dah ah, lu mah bikin gue bingung aje, apaan dah rol rambut segala, kesian otak gue, udeh banyak keriput!” bentak Kumirun pada Ochew hijau dengan tulisan “VILLAIN” di atasnya.

[Role, Kong, bukan rol rambut, hadeh!] balas Ochew Kumirun dengan dialek betawi. Semua Ochew, BENAR-BENAR menyesuaikan diri dengan peserta yang dibimbingnya. Tidak terkecuali Ochew hijau yang satu ini.

[Dah, Kong, mending cari Hero, terus bunuh. Pake dah tu sekil lu nyang minta karomah. Daripade lu keburu meleleh kepanasan.]

Ya, daripada meleleh kepanasan atau jadi santapan mayat hidup yang sedang berjalan tak tentu arah, beberapa meter dari posisi Kumirun—sepertinya belum sadar akan kehadiran Kumirun. Tak jauh dari mereka pula, terdapat aliran lava dengan warna oranye dan meletup-letup, memanggil apa saja untuk masuk dan tenggelam di dalamnya. Kumirun harus memilih langkah selanjutnya. Hidup atau mati.

[Aye saranin nih, Kong, daripade elu cari Villain lainnye, terus elu yang kena getok dan die orang nyang malah lolos, mending elu duluan bunuh Heronya dah tuh.]

Kumirun mengangkat tongkatnya dan memukul bagian atas Ochew hijau miliknya. “Heh! Lu pikir nyawa manusie kagak ada harga, ape? Maen bunuh-bunuh aje…!”

[Tapi, Kong….]

Alih-alih mengerti oleh semua penjelasan Ochew di hadapannya, Kumirun malah mengeluarkan suara yang menarik perhatian para mayat hidup. Bunyinya, “BRUUUUUUUTHHH~” dan membuat bau yang sangat tidak sedap. Seketika, semua mayat hidup di sekitar sana, mulai berjalan terseok ke arah sumber bau.

Page 27: Puppet Round 1

“Bedeuh! Entu mayat malah ke sini. Ya Allah, selametin aye, Ya Allah. Aaamin!” Kumirun mengusap mukanya setelah berdoa.

Di sisi lain tambang, di sebuah ujung lorong yang menjadi batas penggalian jalur yang belum selesai.

Diakhiri oleh sebuah alat berat yang cukup besar, dan beberapa potongan tubuh hangus terbakar di sekitarnya, ada seorang pemuda yang sedang asik mengumpulkan batu permata.

‘Rubi, rubi, rubi… hihi!’ batin pemuda dengan rambut hitam bergaya bob lurus seleher yang saat ini sedang asik mengusap rubi merah dari serpihan-serpihan tanah dengan tangannya. Rubi itu baru saja ia temukan terpendam di sisi dinding tanah.

Sesekali pemuda yang bernama Stellene itu mengangkat rubi merah dengan bentuk yang masih tak beraturan ke arah cahaya lampu, memandang sesaat sambil angguk-angguk, lalu tersenyum dan memasukkan rubi tersebut ke dalam tas pinggangnya.

Stellene mengambil tongkat logam dengan ujung berbentuk bulan sabit yang sedari tadi ia sandarkan pada mesin penggali dan melanjutkan berjalan ke arah depan. Di samping Stellene, sedang melayang-layang Ochew berwarna biru, dengan tulisan “VILLAIN” di atasnya. Ochew itu bergerak—kadang berputar-putar—sambil mengimbangi langkah Stellene.

“Jadi, satu belokan di depan, ada ruang penuh permata?” tanya Stellene sambil menengok ke arah Ochewnya.

[Ya!] jawab Ochew biru penuh semangat.

“Tapi katanya harus kumpulkan peta dulu baru bisa tahu jalan?” tanya Stellene lagi.

[Kami bisa mendeteksi keadaan dalam radius tiga puluh meter, namun tidak bisa menyimpulkan apakah itu adalah jalan ke luar atau bukan. Jadi, potongan-potongan peta memang sangat dibutuhkan.]

Page 28: Puppet Round 1

Stellene angguk-angguk tanda mengerti. Pemuda yang pada dasarnya adalah Jeweller—orang yang sangat ahli dalam mengolah berbagai macam batu untuk diubah menjadi sebuah kekuatan baru—sangat antusias menuju ruang penuh permata.

Seperti yang telah dilakukannya pada para mayat hidup yang saat ini telah gosong dan hampir tersisa tulangnya saja, Stellene dapat mengubah batu rubi menjadi bola-bola api yang siap membumi hanguskan tubuh-tubuh tanpa nyawa itu. Dan benar saja, saat api mulai menggerogoti daging mereka, pergerakan mayat-mayat hidup mulai melemah, sampai akhirnya berhenti—tidak bergerak sama sekali.

Mayat hidup bukanlah rintangan sulit bagi pemuda ini. Hal yang lebih mengejutkan sedang menunggunya di depan sana.

Kembali ke Puppet.Saat ini, gadis itu sedang sibuk bermain dengan para mayat hidup. Jika tadi ada satu yang muncul dan bergerak ke arah Puppet, sebenarnya di belakang mayat hidup itu, ada beberapa yang lainnya.

Puppet tersandung gundukan tanah dan terjatuh saat ingin berlari. Eve mulai mengeong cemas.

[Apa yang kaulakukan, cepat gunakan kekuatanmu!] teriak Ochew di dalam pikiran Puppet.

Puppet bertumpu pada sikunya agar dapat bangun. Namun bukannya langsung berdiri dan lari, gadis itu hanya duduk di tanah seolah kelelahan. Puppet sibuk membersihkan siku bajunya yang dipenuhi noda tanah.

[Aku tidak mengerti mengapa RNG-sama memberikan role seperti ini pada gadis lemah! Huh!]

Ochew milik Puppet malah mulai berceramah, sementara mayat hidup di sekitar mereka makin mendekat. Mayat-mayat hidup di sana sebenarnya memiliki pergerakan yang sangat lambat. Hanya saja, Puppet sangat ceroboh dan bahkan lebih lambat dari para makhluk hidup.

“Eve,” panggilnya. Kucing hitam itu langsung sigap mendekat. Puppet memberikan sesuatu di telapak tangannya. Jarum transparan bernama Oratza yang keberadaannya hanya bisa dilihat oleh Puppet dan Eve.

Page 29: Puppet Round 1

Eve menggigit Oratza dan melompat melewati salah satu mayat hidup di depan mereka beberapa kali. Mayat hidup yang membawa linggis besar dan berada di dekat . Saat Eve kembali, Puppet mengambil kembali Oratza dari mulut Eve.

Oratza digunakan untuk mengambil sampel darah, dan saat ini Puppet sedang memperhatikan Eustas—boneka panda miliknya—dan mulai menusuk-nusuk Oratza pada Eustas.

Tak lama, mayat hidup yang membawa linggis itu mulai berjalan mundur, berbalik arah menuju salah satu makhluk hidup lainnya. Linggis yang dipegangnya diayunkan menuju kepala mayat hidup di depannya. Otomatis mayat hidup yang di depannya terjatuh.

“Ghaaaaaaaahhhh!” teriak mayat hidup yang terjatuh.

Dihantamkannya linggis besar hitam berkali-kali ke kepala si mayat hidup di tanah hingga terdengar bunyi ‘krakkk’ diiringi darah hitam mengalir. Beberapa hantaman lagi hingga isi otak mulai berserak. Lalu selang sedetik, kedua mayat hidup saling diam tanpa suara. Baik yang memegang linggis maupun yang kepalanya sudah menjadi bubur.

Total mayat hidup di sekitar Puppet ada empat. Dua yang lainnya dengan segera menghampiri ‘keributan’ yang ditimbulkan oleh kedua mayat hidup.

[Sepertinya mereka bereaksi terhadap suara. Kita harus menggunakan kesempatan ini untuk lari!] Ochew mulai mengomando pikiran Puppet, Puppet mengangguk dan segera berdiri.

“Eve. Aku butuh Gogora.”

Kucing hitam itu segera membuat lingkaran sihir dan memunculkan satu tube obat yang melayang di atas kepalanya. Puppet mengambil obat itu dan seketika tubuh Eve seperti menjadi batu. Efek dari penggunaan sihir yang membuat tubuh Eve tidak bisa bergerak selama enam puluh enam detik. Agak repot memang, tapi Puppet pada akhirnya juga menggendong Eve, dan mereka mengendap-ngendap di sisi kiri sambil berjalan melewati mayat hidup yang saat ini sedang baku hantam satu sama lain. Ada yang menggigit, memukul, dan bergulat di lantai sambil berteriak lirih.

Page 30: Puppet Round 1

Mereka meninggalkan kerumunan di belakang dan mengambil cabang yang kanan. Menurut informasi Ochew, cabang yang kiri terlihat ada reruntuhan tanah dan mungkin saja jalan buntu. Lorong di depan mereka terlihat sepi, tidak menampakkan tanda-tanda mayat hidup ataupun peserta lainnya.

‘Jadi aku benar-benar harus membunuh semuanya?’ batin Puppet, mencoba bertelepati dengan Ochew.

[Ya. Setidaknya bertahan hidup. Jika seperti yang kukatakan tadi, kamu harus bisa membuat mereka saling bunuh satu sama lain.]

‘Lalu bagaimana dengan anak kecil yang satu itu? Aku harus membunuhnya juga?’ balas Puppet dalam hati.

[Jika kau bisa, maka lakukanlah.]

Mereka berjalan lurus sampai tiba di sebuah tempat yang lebih luas dari lorong-lorong tadi. Tempat itu seperti menjadi titik temu antara beberapa cabang. Eve sudah bisa bergerak lagi sekarang dan turun dari gendongan Puppet. Di depan mereka saat ini, ada sebuah kursi dan meja makan. Dan seorang anak kecil bertubuh gempal yang duduk di atas kursi. Dialah Bun.

Meja di hadapan Bun terisi kotak-kotak makanan yang kosong melompong. Bun dan Puppet saling pandang, mereka diam seribu bahasa, sebelum Bun memulai percakapan.

“K-kamu dapat apa, bun?” tanya gnome kecil yang gempal dan matanya tertutup poni itu.

[Hati-hati,] ucap Ochew Puppet. [Tanyakan dulu apa role miliknya.]

Entah karena Ochew bentuknya bulat dan lucu, atau karena apa, Puppet ini sangat patuh dengan yang dikatakan Ochew.

“Kalau kamu apa?” tanya Puppet.

Page 31: Puppet Round 1

Bun diam sebentar, kemudian menjawab, “Hero, Bun~”

[Jawab kau juga Hero.] perintah Ochew Puppet.

‘Kenapa harus begitu?’ balas Puppet dalam hati.

[Sudah, ikuti saja.]

Puppet berpikir sebentar lalu tersenyum pada Bun. “Aku juga Hero, ayo kita cari Villainnya.”

Sebenarnya Puppet tidak pernah dan tidak akan bisa menyakiti anak kecil, hanya saja, berbohong adalah urusan lain. Gadis itu bisa melakukannya kapan saja dan kepada siapa saja.

Bun melompat dari kursinya dan berteriak girang. “Benarkah? Bagus sekali kalau begitu! Ayo! Bun sudah tidak sabar!”

Puppet mendekat ke arah Bun dan hanya tersenyum. “Sekarang, kita harus ke mana kira-kira?” tanya Puppet.

“Ah! Bun menemukan ini!” sergahnya sambil mengeluarkan secarik kertas kusam dari tas ranselnya.

Puppet mengambil kertas dari tangan Bun. Diperhatikannya gambar garis-garis tebal-tipis yang meliuk-liuk.

[Itu salah satu potongan peta! Biarkan aku melihatnya!] teriak Ochew Puppet.

Puppet mengarahkan lembaran itu tepat ke depan wajah Ochew.

“Kamu sedang apa, bun?” tanya Bun yang kebingungan melihat Puppet mengarahkan kertas pada udara kosong.

Page 32: Puppet Round 1

“Tidak apa,” jawab Puppet sambil menggeleng.

Saat Ochew mengatakan sudah selesai merekam semua yang tergambar di peta dan menghubungkannya dengan memori utama dalam program dirinya, makhluk itu segera berkata, [Itu peta bagian barat. Tempat ruang kepala eksekusi penggalian berada. Tanyakan pada anak ini, di mana dia dimunculkan oleh Anastasia.]

Puppet memasang tampang serius kali ini. “Bun, kalau boleh tahu, tempat kamu pertama tiba itu, seperti apa?”

“Bentuknya seperti ruang kendali, bun! Ada banyak monitor-monitor di sana. Dan banyak mayat hidup, bun! Salah satunya beracun, kalau kata Ochew. Tapi untung Bun bisa mengatasi mereka semua, bun~” sahut Bun dengan nada ceria seperti seorang anak saat sedang menceritakan nilai sembilan yang didapatkannya dari pelajaran berhitung di sekolahnya.

Mendengar itu, Puppet dan Ochewnya menyadari kalau Bun cukup kuat juga untuk ukuran seorang anak kecil. Maka mereka tak mau membuang waktu. Atas saran dari Ochew milik Bun yang tidak bisa dilihat Puppet, mereka melanjutkan berjalan ke arah cabang yang berada di belakang mereka. Karena cabang di depan sudah dilewati oleh Bun dan tidak ada jalan keluar di sana.

[Hati-hati, chew~] seru Ochew berwarna oranye milik Bun.

“Hati-hati kenapa, bun?” sahut Bun.

“Hmmm?” Puppet menoleh ke belakang sambil tetap berjalan karena mendengar Bun tiba-tiba berbicara sendiri.

“Ti-tidak apa-apa, bun. Hanya menjawab pertanyaan Ochew milik Bun, bun~” Bun menoleh sebentar sebelum Ochew miliknya menjawab pertanyaan Bun.

[Tidak, chew. Hanya saja, Ochew curiga kepada nona itu, chew~]

Page 33: Puppet Round 1

Puppet dan Bun terus melangkah melewati lorong yang mereka pilih hingga tiba di sebuah persimpangan lainnya. Kali ini, persimpangannya mempunyai tiga cabang, dan jalur yang berada di tengah, memiliki semacam rel kereta yang terbuat dari kayu. Terlepas dari itu semua, kulit-kulit mereka merasakan adanya perbedaan suhu yang cukup kontras ketika tiba. Bisa disimpulkan bahwa jalan di sini menuju pada suatu tempat.

Dari ujung cabang paling kanan yang terlihat lebih temaram dibanding cabang lainnya, terdengar suara kegaduhan.

“Di … di depan ada mayat hidup, bun! Dan seseorang lainnya, bun!” teriak Bun tetiba.

Puppet hanya memandangi makhluk gemuk di sampingnya tanpa niat bertanya mengapa ia bisa mengetahui keberadaan orang yang tidak terlihat. Lagipula, Puppet lebih terfokus kepada jalan di depan yang tanahnya mulai tidak rata.

Bun dan Puppet bersiaga, kalau-kalau ada serangan mendadak dari depan. Dari jauh terlihat sebuah sosok yang berlari. Derap langkahnya diiringi gemerincing aksesori yang menempel pada sepatu boots cokelatnya. Dialah Lexia, si Cowgirl.

“Heiyaaah!!!” teriaknya saat menarik salah satu mayat hidup yang terjerat di cambuknya, dan menghunus parang miliknya dengan tangan kiri ke leher mayat hidup tersebut.

Satu tebasan, kepala terpisah dari lehernya dan menggelinding di lantai. Darah hitam terciprat ke wajah Lexia.

“Gross!” teriaknya sambil mengusap wajah dengan lengan karena kedua tangannya penuh senjata.

Lexia mengibaskan parangnya agar darah mayat hidup yang tadi ia tebas meluncur pergi dan tidak menempel, lalu menaruh kembali benda tersebut ke sarungnya.

“Hati-hati,”celetuk Puppet pada Bun tanpa sadar.

Page 34: Puppet Round 1

Lexia berjalan mendekat ke Puppet dan Bun, tanpa satu patah kata pun. Lexia berhenti ketika ia sampai di ujung cabang.

“Ka-kamu apa… bun?” tanya Bun sambil menunjuk Lexia.

“Apanya yang apa?” Lexia menjawab pertayaan dengan pertanyaan. Matanya malah tajam memandangi Puppet.

“Role, bun. Kakak namanya Lexia kan ya? Dapat role apa, bun?”

“Sudah pasti dia Villain atau Renegade. Jika dia fortune teller, maka dia bisa mengetahui rolemu dan aku.” Puppet menyambar saat sadar bahwa kebohongannya bisa terungkap begitu saja jika dia tidak awas.

[Kau sudah mengerti cara bermain rupanya, gadis pintar.] ucap Ochew dalam pikiran Puppet.

‘Bukannya tadi kau yang menyebutku gadis lemah?’

Belum sempat Ochew Puppet menjawab, teriakan Lexia membuat mereka semua terkejut.

“ENAK SAJA! Aku hero, tahu? Role seperti itu memang sangat cocok untuk diriku!”

‘Gawat, bagaimana ini?’ batin Puppet.

“Ta-tapi kakak yang ini juga Hero, bun. Kalau Bun juga Hero, apakah ada tiga Hero? Bun bingung, bun!” Bun memegang kepalanya karena bingung.

sesosok mayat hidup yang membawa kapak besar dan menggunakan topi dengan senter di atasnya. Mayat hidup itu berjalan kikuk namun dengan pasti mengarah pada mereka.

Page 35: Puppet Round 1

[Itu salah satu yang memiliki racun! Hati-hati] seru Ochew dalam pikiran Puppet. Di belakang mayat hidup yang itu, terdengar suara raungan lirih yang sepertinya berasal dari mayat hidup lainnya.

‘Ada banyak ya?’ tanya Puppet dalam hati.

[Bisa jadi.]

Bun sudah mulai

Page 36: Puppet Round 1