Publication_upload071026997350001193390257Dexa Media Jul-Sept07

41
DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103 COVER

Transcript of Publication_upload071026997350001193390257Dexa Media Jul-Sept07

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    COVER

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    DAFTAR ISI

    Cover

    SUMBANGAN TULISANRedaksi menerima partisipasi berupa tulisan, foto, dan

    materi lainnya sesuai dengan misi majalah ini. Tulisan yang

    tidak dimuat akan dikembalikan. Redaksi berhak mengedit

    atau mengubah tulisan/susunan bahasa tanpa mengubah

    isi yang dimuat apabila dipandang perlu.

    Pengantar Redaksi 105Petunjuk untuk Penulisan Dexa Media 106

    Tinjauan Pustaka: Manajemen Ulkus Kaki Diabetik 110 Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoiea batatas L)

    terhadap Hati setelah Aktivitas Fisik Maksimal dengan Melihat KadarAST dan ALT darah pada Mencit 116

    Masalah Avian Influenza di Indonesia 120

    Pengelolaan Demam Tak Terdiagnosis 124 Infark Plasenta dan Malformasi Tali Pusat dengan Kematian Janin

    dalam Kandungan 127

    Tinjauan Klinis Penanganan Oligihidramnion di Bagian Obstetri danGinekologi RSUP Sanglah Bali Tahun 2004 - 2006 131

    Laporan KasusAmebic Colitis dengan Gejala Darah Menetes dari Dubur 138

    Profil:Prof. Dr. H. Marwoto Mz, SpAn-KIC 141

    Lintasan PeristiwaDiabetes, Obesity and Cardiovascular LINK (DOC-LINK) 143

    Sekilas Dexa Medica Group Stimuno Semarakkan Bobo Fair 146 Equilab Tandatangan MOU CRO dengan Prodia 146

    Kalender Peristiwa 147Penelusuran Jurnal 148Daftar Iklan: Raivas, Stimuno, Toxilite

    PenasehatIr. Ferry Soetikno, M.Sc., M.B.A.

    Ketua Pengarah/Penanggung JawabDr. Raymond R. Tjandrawinata

    Pemimpin RedaksiDwi Nofiarny, Pharm., Msc.

    Redaktur PelaksanaTri Galih Arviyani, S.Kom.

    Staf Redaksidr. Della Manik Worowerdi CintakaweniDrs. Karyanto, MMLiana W. Susanto, Mbiomeddr. Lydia Fransisca Hermina Tiurmauli Tdr. Prihatinidr. Ratna KumalasariYohannes Wijaya, S.Si., Apt.

    Peer ReviewProf. dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D., Sp.And.Prof. Dr. dr. Darmono, Sp.PD-KEMDProf. Dr. dr. Djokomoeljanto, Sp.PD-KEMDJan Sudir Purba, M.D., Ph.D.Prof. Dr. Med. Puruhito, M.D., F.I.C.S., F.C.T.S.Prof. dr. Sudradji Soemapraja, Sp.OG.Prof. Dr. dr. H. Sidartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, FACEProf. dr. Wiguno Prodjosudjadi, Ph.D., Sp.PD-KGH

    Redaksi/Tata UsahaJl. R.S. Fatmawati Kav. 33Telp. (021) 7509575Fax. (021) 75816588Email: [email protected]

    Rekomendasi Depkes RI0358/AA/III/88

    Ijin Terbit1289/SK/Ditjen PPG/STT/1988

    Sidang Pembaca yang terhormat,

    Beberapa waktu yang lalu Tim redaksi Dexa Media meliput acara simposium Diabetes,Obesity and Cariovascular LINK (DOC-LINK) yang diadakan pada tanggal 14-15Juli 2007 di Jakarta. Harapan yang hendak diwujudkan pada penyelenggaraan padaacara tersebut adalah Youll enjoy being informed with the most updated diabetesYoull enjoy being informed with the most updated diabetesYoull enjoy being informed with the most updated diabetesYoull enjoy being informed with the most updated diabetesYoull enjoy being informed with the most updated diabetestreatments available to serve your community.treatments available to serve your community.treatments available to serve your community.treatments available to serve your community.treatments available to serve your community. Acara ini kami masukkan padarubrik Lintasan Peristiwa.

    Manajemen ulkus kaki diabetik yang merupakan salah satu judul dari rubriktinjauan pustaka yang membahas mengenai manajemen kaki diabetika terutamadifokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah.

    Judul lain pada rubrik tinjauan pustaka adalah Masalah Avian Influenza diIndonesia, masalah ini sepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasiyang ditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza.

    Kami dari redaksi terus mengundang para pembaca untuk berpartisipasi mengisilembaran majalah Dexa Media dengan memberikan hasil karya tulisannya berupaTinjauan Pustaka, Laporan Kasus, Artikel Penelitian.

    Salam!!!!!!!

    DEXA MEDIAjurnal kedokteran dan farmasi

    DARI REDAKSI

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

    Redaksi menerima tulisan asli/tinjauan pustaka, penelitian ataulaporan kasus dengan foto-foto asli dalam bidang Kedokteran danFarmasi.1. Tulisan yang dikirimkan kepada Redaksi adalah tulisan yang

    belum pernah dipublikasikan di tempat lain dalam bentukcetakan.

    2. Tulisan berupa ketikan dan diserahkan dalam bentuk disket,diketik di program MS Word dan print-out dan dikirimkan kealamat redaksi atau melalui e-mail kami.

    3. Pengetikan dengan point 12 spasi ganda pada kertas ukurankuarto (A4) dan tidak timbal balik.

    4. Semua tulisan disertai abstrak dan kata kunci (key words).Abstrak hendaknya tidak melebihi 200 kata.

    5. Judul tulisan tidak melebihi 16 kata, bila panjang harap di pecahmenjadi anak judul.

    6. Nama penulis harap di sertai alamat kerja yang jelas.7. Harap menghindari penggunaan singkatan-singkatan8. Penulisan rujukan memakai sistem nomor (Vancouver style),

    lihat contoh penulisan daftar pustaka.9. Bila ada tabel atau gambar harap diberi judul dan keterangan

    yang cukup.10. Untuk foto, harap jangan ditempel atau di jepit di kertas tetapi

    dimasukkan ke dalam sampul khusus. Beri judul dan keteranganyang lengkap pada tulisan.

    11. Tulisan yang sudah diedit apabila perlu akan kami konsultasikankepada peer reviewer.

    12. Tulisan disertai data penulis/curriculum vitae, juga alamat email(jika ada), no. telp/fax yang dapat dihubungi dengan cepat.

    Contoh Penulisan Daftar PustakaDaftar pustaka di tulis sesuai aturan Vancouver, diberi nomor sesuaiurutan pemunculan dalam keseluruhan tulisan, bukan menurut abjad.Bila nama penulis lebih dari 6 orang, tulis nama 6 orang pertama diikutiet al. Jumlah daftar pustaka dibatasi tidak lebih dari 25 buah dan terbitansatu dekade terakhir.Artikel dalam jurnal1. Artikel standar

    Vega KJ,Pina I, Krevsky B. Heart transplantation is associatedwith an increased risk for pancreatobiliary disease. Ann InternMed 1996; 124(11):980-3. Lebih dari 6 penulis: Parkin DM, ClaytonD, Black RJ, Masuyer E, Freidl HP, Ivanov E, et al. Childhood leu-kaemia in Europe after Chernobyl: 5 years follow-up. Br J Cancer1996; 73:1006-12

    2. Suatu organisasi sebagai penulisThe Cardiac Society of Australia and New Zealand. Clinical ExerciseStress Testing. Safety and performance guidelines. Med J Aust1996; 164:282-4

    3. Tanpa nama penulisCancer in South Africa (editorial). S Afr Med J 1994; 84:15

    4. Artikel tidak dalam bahasa InggrisRyder TE, Haukeland EA, Solhaug JH. Bilateral infrapatellarseneruptur hos tidligere frisk kvinne. Tidsskr Nor Laegeforen1996; 116:41-2

    5. Volum dengan suplemenShen HM, Zhang QE. Risk assessment of nickelcarcinogenicity and occupational lung cancer. EnvironHealth Perspect 1994; 102 Suppl 1:275-82

    6. Edisi dengan suplemenPayne DK, Sullivan MD, Massie MJ. Womens psychologicalreactions to breast cancer. Semin Oncol 1996; 23(1 Suppl2):89-97

    7. Volum dengan bagianOzben T, Nacitarhan S, Tuncer N. Plasma and urine sialic acidin non-insulin dependent diabetes mellitus. Ann ClinBiochem 1995;32(Pt 3):303-6

    8. Edisi dengan bagianPoole GH, Mills SM. One hundred consecutive cases of flaplacerations of the leg in ageing patients. N Z Med J 1990;107(986 Pt 1):377-8

    9. Edisi tanpa volumTuran I, Wredmark T, Fellander-Tsai L. Arthroscopic anklearthrodesis in rheumatoid arthritis. Clin Orthop 1995;(320):110-4

    10.Tanpa edisi atau volumBrowell DA, Lennard TW. Immunologic status of the

    cancer patient and the effects of blood transfusion on an-titumor responses. Curr Opin Gen Surg 1993;325-33

    11.Nomor halaman dalam angka romawiFischer GA, Sikic BI. Drug resistance in clinical oncologyand hematology. Introduction Hematol Oncol Clin North Am1995; Apr; 9(2):xi-xii

    Buku dan monograf lain12.Penulis perseorangan

    Ringsven MK, Bond D. Gerontology and leadership skillsfor nurses. 2nd ed. Albany (NY):Delmar Publishers; 1996

    13.Editor sebagai penulisNorman IJ, Redfern SJ, editors. Mental health care for elderypeople. New York:Churchill Livingstone; 1996

    14.Organisasi sebagai penulisInstitute of Medicine (US). Looking at the future of themedicaid program. Washington:The Institute; 1992

    15.Bab dalam bukuCatatan: menurut pola Vancouver ini untuk halaman diberi tanda p,bukan tanda baca titik dua seperti pola sebelumnya).Phillips SJ, Whisnant JP. Hypertension and stroke. In: LaraghJH, Brenner BM, editors. Hypertension: Patophysiology,Diagnosis and Management. 2nded. New York:Raven Press;1995.p.465-78

    16.Prosiding konferensiKimura J, Shibasaki H, editors. Recent Advances in clinicalneurophysiology. Proceedings of the 10th InternationalCongress of EMG and Clinical Neurophysiology; 1995 Oct 15-19; Kyoto, Japan. Amsterdam:Elsevier; 1996

    17.Makalah dalam konferensiBengstsson S, Solheim BG. Enforcement of data protection,privacy and security in medical information. In: Lun KC,Degoulet P, Piemme TE, editors. MEDINFO 92. Proceedings ofthe 7th World Congress on Medical Informatics; 1992 Sep 6-10; Geneva, Switzerland. Amsterdam:North-Hollan;1992.p.1561-5

    18.Laporan ilmiah atau laporan teknisDiterbitkan oleh badan penyandang dana/sponsor:Smith P, Golladay K. Payment for durable medi-calequipment billed during skilled nursing facility stays. Finalreport. Dallas(TX):Dept.of Health and Human Services (US),Office of Evaluation and Inspections; 1994 Oct. Report No.:HHSIGOEI69200860Diterbitkan oleh unit pelaksana:Field MJ, Tranquada RE, Feasley JC, editors. Health ServicesResearch: Work Force and Education Issues.Washington:National Academy Press; 1995. Contract No.:AHCPR282942008. Sponsored by the Agency for Health CarePolicy and Research

    19.DisertasiKaplan SJ. Post-hospital home health care: The elderysaccess and utilization [dissertation]. St. Louis (MO):Washington Univ.; 1995

    20.Artikel dalam koranLee G. Hospitalizations tied to ozone pollution: studyestimates 50,000 admissions annually. The Washington Post1996 Jun 21; Sept A:3 (col.5)

    21.Materi audio visualHIV + AIDS: The facts and the future [videocassette]. St.Louis (MO): Mosby-Year Book; 1995

    Materi elektronik22.Artikel jurnal dalam format elektronik

    Morse SS. Factors in the emergence of infection diseases.Emerg Infect Dis [serial online] 1995 jan-Mar [cited 1996 Jun5];1(1):[24 screens]. Available from: URL:HYPERLINK

    23.Monograf dalam format elektronikCDI, Clinical dermatology illustrated [monograph on CD-ROM]. Reeves JRT, maibach H. CMEA Multimedia Group,producers. 2nd ed. Version 2.0. San Diego: CMEA; 1995

    24.Arsip komputerHemodynamics III: The ups and downs of hemodynamics[computer program]. Version 2.2. Orlando [FL]: ComputerizedEducational Systems

    PETUNJUK PENULISAN

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 107

    Mekanisme kerjaRaivas mengandung Norepinephrine 1 mg/ml. Norepineprine

    merupakan suatu amin simpatomimetik yang bekerja melalui

    efek langsung terutama pada receptor -adrenergik dan 1-adrenergik, sehingga meningkatkan MAP (Mean Arterial

    Pressure) dengan cara meningkatkan tahanan pembuluh darah

    perifer/vasokonstriksi perifer dan efek inotropik positif pada

    jantung serta dilatasi arteri koroner, hasil akhirnya akan

    menyebabkan peningkatkan tekanan darah. Kekuatan kerja

    norepinephrine dominant pada receptor -adrenergik.

    Indikasi Untuk mengontrol tekanan darah pada keadaan hipotensi

    akut, seperti pheochromocytomectomy, sympathectomy,

    poliomyelitis, spinal anesthesia, infark miocard, septicemia,

    transfuse darah, dan lain-lain.

    Sebagai terapi tambahan pada henti jantung dan hipotensi

    berat.

    Memperbaiki dan mempertahankan tekanan darah yang

    adekuat setelah denyut jantung dan ventilasi jantung efektif

    tercapai dengan cara lain.

    Kontraindikasi Norepinephrine tidak boleh diberikan pada pasien hipotensi

    karena kekurangan volume darah, kecuali dalam keadaan

    emergensi untuk mempertahankan perfusi arteri koroner

    dan serebral sampai terapi penggantian volume darah dapat

    diberikan.

    Norepinephrine tidak boleh diberikan pada pasien dengan

    trombosis pembuluh darah mesenterium atau pembuluh

    darah perifer.

    Dosis dan Cara Pemberian Pemulihan tekanan darah pada keadaan hipotensi

    akut

    Kekurangan volume darah harus selalu diperbaiki secepat

    mungkin sebelum vasopressor diberikan. Jika sebagai salah

    satu tindakan emergensi, tekanan intra aorta harus

    dipertahankan untuk mencegah iskemia selebral atau arteri

    koroner, norepinephrine dapat diberikan sebelum dan

    bersamaan dengan penggantian volume darah.

    Pengenceran

    Norepinephrine harus diencerkan dalam larutan dextrose

    5% atau dextrose dan natrium klorida. Cairan yang

    mengandung dextrose ini secara signifikan akan melindungi

    dari kehilangan potensi karena oksidasi. Tidak dianjurkan

    pemberian norepinephrine didalam larutan natrium klorida

    saja.

    Dosis rata-rata

    Tambahkan satu ampul (4 mg norepinephrine) kedalam

    seribu ml larutan yang mengandung dextrose 5%. Tiap ml

    hasil pengenceran mengandung 4 mcg norepinephrine basa.

    Berikan larutan ini dengan infus intravena. Dosis awal 2-3

    ml (8-12 mcg) per menit, amati respon yang terjadi, atur

    kecepatan aliran untuk mencapai dan mempertahankan

    tekanan darah normal yang rendah.

    Dosis pemeliharaan rata-rata adalah 0,51 ml per menit

    (24 mcg).

    Dosis tinggi

    Pada semua kasus dosis norepinephrine harus dititrasi sesuai

    dengan respon pasien. Bila dibutuhkan dosis harian sangat

    besar (68 mg basa atau 17 ampul) juka pasien tetap

    hipotensi.

    Efek Samping Tubuh secara keseluruhan

    Kerusakan jaringan akibat iskemia karena vasokonstriksi yang

    kuat dan hipoksia jaringan

    Sistem kardiovaskular

    Bradikardia, aritmia

    Sistem saraf

    Ansietas, sakit kepala sementara

    Sistem respirasi

    Kesulitan bernafas

    Kulit dan struktur kulit

    Nekrosis ekstravasasi pada tempat injeksi

    SEKILAS PRODUK

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007108

    Raivas Lebih Superior Dibandingkan denganDopamine Persentase keberhasilan terapi dengan Raivas

    (norepinephrine) lebih baik jika dibandingkan dengan

    Parameter:

    - Systemic vascular resistance index > 1,100 dynes/

    cm5.m2 and/or mean systemic blood pressure 80mmHg

    - Cardiac index 4 L/min/m2

    - Oxygen delivery > 550 ml/min/m2

    - Oxygen uptake > 150 ml/min/m2

    Persentase keberhasilan terapi dengan RAIVAS (Norepinephrine) lebih baik jika dibandingkan dengan

    dopamine dalam mengatasi Septic Shock3

    Dopamine (dosis 2,5-25 mcg/kg/menit)

    Norepinephrine (dosis 0,5-5 mcg/kg/menit)

    Persentase Cardiac Dysrhythmia dengan RAIVAS (Norepinephrine) lebih rendah dibandingkan dengan dopamine4

    dopamine dalam mengatasi septik syok.

    Resiko terjadinya takhikardi dan aritmia lebih tinggi dengan

    dopamine.

    Uji Klinik

    Dopamine

    Daftar Pustaka1. Bridges EJ, Dukes MS. Cardiovascular aspects of

    septic shock. Crit Care Nurse 2005; 25(2):14-40

    2. Dellinger RP, et al. Surviving sepsis campaign

    guidelines for management of severe sepsis and

    septic shock. Crit Care Med 2004; 32(3):858-62

    Norepinephrine

    3. Martin C, et al. Norepinephrine or dopamine for

    treatment of hyperdynamic septic shock. Chest

    1993; 103(6):1826-31

    4. Grahe JJS, et al. The safety of dopamine versus

    norepinephrine as vasopressor therapy in septic

    shock. Chest 2005. (Abstract)

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    Manajemen Ulkus Kaki DiabetikJB Suharjo B CahyonoRS RK CharitasPalembang

    Abstrak. Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita diabetes melitus, angka kejadian kakidiabetik, seperti: ulkus, infeksi dan gangren kaki serta artropati Charcot semakin meningkat. Diperkirakansekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasiulkus diabetika terutama ulkus kaki diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebutmemerlukan tindakan amputasi. Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan untuk mencegah danmenghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menanganipasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh,melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka serta menilai adatidaknya infeksi. Membedakan apakah ulkus kaki diabetik disebabkan oleh faktor neuropati atau penyakitarteri perifer sangatlah penting karena revaskularisasi perlu dilakukan bila terdapat gangguan arteri perifer.Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner, melalui upaya;mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agarselalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik,

    kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.

    PendahuluanSalah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang seringdijumpai adalah kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikansebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot.Sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalananpenyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetikaterutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara penderita kakidiabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi.1 Muha Jmelaporkan satu di antara 5 penderita ulkus DM memerlukantindakan amputasi.2 Berdasarkan studi deskriptif dilaporkanbahwa 630% pasien yang pernah mengalami amputasidikemudian hari akan mengalami risiko re-amputasi dalamwaktu 1-3 tahun kemudian setelah amputasi pertama. EbskovB. melaporkan, sebanyak 23% pasien memerlukan re-amputasiekstremitas ipsilateral dalam waktu 48 bulan setelah amputasiyang pertama.3

    Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer,deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat.4 Neuropatiperifer mempunyai peranan yang sangat besar dalamterjadinya kaki diabetika akibat hilangnya proteksi sensasinyeri terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DMdilatarbelakangi oleh neuropati.5

    Perawatan ulkus baik konservatif maupun amputasimembutuhkan biaya yang sangat mahal.6 Rata-rata biayauntuk perawatan kaki diabetika dibutuhkan $2687/pasien/tahun atau $4595/ulkus/episode, 80% dari biaya tersebutdigunakan untuk membiayai rawat inap.7

    Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan untukmencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah.Upaya tersebut dilakukan dengan cara: (1) Melakukanidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi amputasi, (2)

    Memberikan pengobatan segera dan efektif pada keadaan dimana terjadi gangguan luka akut. 8

    Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akanmenangani pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapatmelakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, menilaiada tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebabterjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka.

    Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secarakomprehensif dan multidisipliner.5 Manajemen kaki diabetikadilakukan secara tim, yang melibatkan banyak keahlian,seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi, kardiologi,infeksi), bedah (vaskular, podiatric, plastik, orthopedi), ahlisepatu, fisioterapi, perawat, ahli gizi, fisioterapi, dansebagainya. Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganankaki diabetik masih bersifat terfragmentasi, belum dilakukansecara multidisipliner. Tanpa pendekatan secara tim, dokterspesialis tertentu cenderung melakukan terapi yang berfokuspada spesialisasinya sendiri. Contohnya, dokter bedah tulanglebih memfokuskan debridemen atau amputasi saja dankurang memikirkan pengendalian metabolik, kebutuhannutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus ulang,bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien.

    Manajemen ulkus diabetik perlu dilakukan secaramultidisipliner dan komprehensif melalui upaya; mengatasipenyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban(off loading), perawatan luka dan menjaga luka agar selalu lembab(moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dantindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.9

    Patogenesis Ulkus DiabetikPenyebab terjadinya ulkus kaki diabetik bersifat multifaktorial.Faktor penyebab tersebut dapat dikatagorikan menjadi 3

    TINJAUAN PUSTAKA

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

    DIABETES MELLITUS

    TraumaNeuropati

    Penebalan struktur kapiler

    Makrovasku

    Aliran darah menuru

    ISKEMIA

    Anemkekurangan

    MOTOR SENSORI AUTONOMI

    Kelemahan atropi

    Deformitas

    Stress berlebihan

    Tekanan plantar meningkat

    Hilang dari sensasi untuk perlindungan

    Deformitas struktur

    Anhidrosis kulit kering

    Tonus simpatik menurun

    Charcot

    ULKUS KAKI DIABETIK

    AMPUTASI

    kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitasanatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologipada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer,penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitasyang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka.Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropatiCharcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris.Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupunkronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya)merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.10

    Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkankerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahanotot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus,pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) danbersama dengan adanya neuropati memudahkanterbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadiakibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunansensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki.Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasisimpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) danterbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabutmotorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinyaartropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibatmakrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguanyang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinyaiskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadipenyebab terjadinya ulkus juga mempersulit prosespenyembuhan ulkus kaki.(lihat bagan)9

    Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagimenjadi 3 katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemiadan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetikadisebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalahakibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia.11

    Gambar 1. Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik9

    Penilaian Ulkus Kaki DiabetikMelakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangatpenting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi.Penilaian ulkus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaanfisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitasharian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus,deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saatberaktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedangdikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasisebelumnya. Pemeriksaan fisik diarahkan untukmendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan adatidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangiterjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer,trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukanpemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya deformitas.

    Deskripsi UlkusDeskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran,kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakanuntuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yangdilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasibiasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkanlesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingindan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perludigambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat,edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai denganbantuan probe steril . Probe dapat membantu untukmenentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkantendon, tulang atau sendi.2 Berdasarkan penelitian Reiber,lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal danplantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%)dan daerah dorsum (11%).12

    Ulkus Akibat NeuropatiApabila ulkus telah terjadi beberapa bulan danbersifat asimptomatik maka perlu dicurigai bahwaulkus dilatarbelakangi oleh faktor neuropati. Padaulkus neuropati karakter ulkus berupa lesi punchedout di area hiperkeratotik, lokasi kebanyakkan diplantar pedis, kulit kering, hangat dan warna kulitnormal, adanya kalus (kapal). Sedangkan untukmenentukan faktor neuropati sebagai penyebabterjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaanrefleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris,pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan ujimonofilamen. Uji monofilamen merupakanpemeriksaan yang sangat sederhana dan cukupsensitif untuk mendiagnosis pasien yang memilikirisiko terkena ulkus karena telah mengalamigangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tesdikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapatmerasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagianyang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalahdi sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di

    antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.5,11

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

    Variabel PenjelasanPemeriksaan dermatologi Keadaan kulit

    Keadaan ulkus, gangren, infeksi: Ukuran, kedalaman, lokasi, tepi, eksudatAda tidaknya fisura dan kalus

    Etiologi ulkus NeuropatikIskemikNeuroiskemia

    Pemeriksaan neuromuskular Deformitas struktural - hammertoes, bunion - deformitas charcot - hallux valgus/rigiditasRiwayat amputasi sebelumnyaKeterbatasan gerak pada sendiGangguan berjalanKeadaan otot - atrofi

    - kontrakturAda tidaknya infeksi Eritema, edema, bau, pus

    Kultur dan sensitivitas pusOsteomielitis Curigai bila ulkus besar dan dalam

    Foto radiologi tulangKultur dan sensitivitas tulang

    Derajat infeksi (lihat tabel 4) Infeksi ringanInfeksi sedangInfeksi berat

    Pemeriksaan vaskular Pemeriksaan fisik:

    - Kulit (sianotik, eritema, dingin)

    USG colour DopplerAngiografi

    Pemeriksaan neurologi Persepsi vibrasi (garpu tala 128 cps)Tes monofilamen Semmes WeinsteinPemeriksaan refleks tendon patela/Achilles

    Klasifikasi ulkus Lihat tabel 3

    - foot drop

    Uji probe to bone

    CT scan / MRI

    - Palpasi (arteri femoralis/popliteal/dorsalis pedis/tibialis posterior)

    Transcutaneous oxygen tension (TcP02)Pemeriksaan Ankle Branchial Index (ABI)

    Tabel 1. Penilaian klinis ulkus dan deformitas kaki diabetik

    Tabel 2. Perbedaan ulkus neuropati dan vaskular

    Evaluasi Status VaskularPenyakit arteri perifer pada pasien DM kejadiannya 4 kali lebihsering dibandingkan pasien non DM. Faktor risiko lain selainDM yang memudahkan terjadinya penyakit arteri periferoklusif adalah merokok, hipertensi dan hiperlipidemia. Arteriperifer yang sering terganggu adalah arteri tibialis dan arteriperoneal terutama daerah antara lutut dan sendi kaki. Adanyaobstruksi arteri tungkai bawah ditandai dengan keluhan nyerisaat berjalan dan berkurang saat istirahat (claudication), kulitmembiru, dingin, ulkus dan gangren. Iskemi menyebabkanterganggunya distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkussulit sembuh. Secara klinis adanya oklusi dapat dinilai melaluiperabaan nadi arteri poplitea, tibialis dan dorsalis pedis.11,13

    Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakanbeberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ABI), transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler ataumenggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtractionangiography (DSA), magnetic resonance angiografi (MRA) ataucomputed tomography angigraphy (CTA).14,15

    Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-

    Pemeriksaan Neuropati VaskularKulit

    Teraba normal

    Refleks ankle Refleks menurun / tak ada NormalSensitivitas lokal Menurun NormalDeformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada

    Otot kaki atrofiCalus

    Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kakiKarakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik

    Ankle branchial index (ABI) Normal (>1)

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

    purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi padapenderita DM tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderitaDM menurun karena adanya penurunan fungsi lekosit, gangguanneuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan lekositosis tidakdijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam tungkai.17

    Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksimerupakan hal penting dalam manajemen ulkus DM. Elemenkunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus DM disingkatmenjami PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection,and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpainfeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dansubkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atauinfeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpaiadanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat dibagimenjadi dua, yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/nonlimb-threatening infections (derajat 1 dan 2), dan infeksi yangmengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan 4).18

    Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpaulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas kuman. Metodeyang dipilih dalam melakukan kultur adalah aspirasi pus/cairan.Namun standar kultur adalah dari debridemen jaringan nekrotik.Kuman pada infeksi kaki diabetik bersifat polimikrobial.Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan.

    Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikankomplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akanmempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadiulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis.Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinisbila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalamserta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigaiadanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaanrontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaandilakukan sebelum 1021 hari gambaran kelainan tulang belumjelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih seringsulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropatineuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena disamping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapatmemberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probelogam steril dapat membantu menegakkan osteomielitis karenamemiliki nilai prediksi positif sebesar 89%. Untuk lebihmemastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantukarena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan padapemeriksaan kultur tulang.19,20

    Tabel 4. Klasifikasi klinis infeksi ulkus diabetika18

    Manajemen Ulkus Kaki DiabetikManajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensifmelalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalulembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasidan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.

    Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akanmempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke,penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dansebagainya harus dikendalikan.

    DebridemenTindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting padakasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagaiupaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik padaluka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringannekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkankuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harusdiirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dandilakukan dressing (kompres).21

    Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitudebridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridemenbedah. 21,22 Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasiluka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalamrangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemensecara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogensecara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akanmenghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasiakan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridemenyang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.

    Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorangterkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzimproteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringannekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloiddapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagifagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskanjaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung(Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untukdebridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapatmenghancurkan jaringan nekrotik.

    Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang palingcepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1)mengevakuasi bakteri kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotiksehingga dapat mempercepat penyembuhan, (3) menghilangkanjaringan kalus, (4) mengurangi risiko infeksi lokal.23

    Mengurangi beban tekanan (off loading)Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan bebanyang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropatipermukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau lukamenjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupuniritasi kronis sepatu yang digunakan.

    Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidakmendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalahmengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapatmempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang

    Grade Tingkat infeksi Manifestasi klinis1 Tanpa infeksi Tidak tampak tanda inflamasi atau pus pada ulkus2 Ringan

    3 Sedang

    - Selulitis > 2 cm sekitar ulkus- Kebocoran sistem limfatika- Abses di jaringan dalam

    4 Berat

    Dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada perabaan dan indurasi), luas selulitis/eritema 1 keadaan berikut:

    - Gangren, dengan melibatkan jaringan otot, tulang dan tendonPasien mengalami infeksi dengan gangguan sistemik atau metabolik yang tidak stabil (demam, takikardi, hipotemsi, bingung, muntah, lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 107

    sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalankaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable castwalker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.

    Total contact cast merupakan metode off loading yang palingefektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitianAmstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secarasignifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%.TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dandirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secaramerata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karetsehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kakisisi depan dan belakang (tumit).5,24

    Perawatan lukaPerawatan luka modern menekankan metode moist wound healingatau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akanmenjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjagaagar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket denganbahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadapgas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen pentingdalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalahbagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehinggadapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapafaktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yangakan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, adatidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapajenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,dan sebagainya, seperti dapat dilihat pada tabel 5.9

    Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressingyang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka:21

    - Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yanglembab

    - Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untukluka luka tertentu yang akan diobati

    - Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetapkering selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab

    - Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dantidak menyebabkan maserasi pada luka

    - Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yangbersifat tidak sering diganti

    - Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkaurongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.

    - Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.

    Tabel 5. Perawatan luka menggunakan kompres atau terapi topikal9

    Pengendalian InfeksiPemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman.Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersediaantibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kakidiabetik yang terinfeksi. Pada tabel 6 dapat dilihat antibiotikayang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkusdiabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksiyang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifatpolimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentukcoccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob)antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secarainjeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infectiondapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin,fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi beratyang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapaalternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin +metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin ataufluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. 18 Pada infeksiberat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu ataulebih.25

    Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadilebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitisdi samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksibedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteralselama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melaluifoto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksisampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat,biasanya memerlukan waktu 2 minggu.25

    Tabel 6. Antibiotika empiris yang disarankan pada ulkus kakidiabetik terinfeksi25

    RevaskularisasiUlkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkankemudian hari akan menyerang tempat lain apabilapenyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukanrevaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban,perawatan luka, tidak akan memberikan hasil optimal apabilasumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan. Tindakanendovaskular (angioplasti transluminal perkutaneus (ATP) danatherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkanjumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bilaoklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan panjang

    Antibiotika alternatif

    Ringan/sedang (oral)

    Derajat infeksi dan rute pemberian

    Antibiotika yang direkomendasikan

    Cephalexin 500 mg/6 jam Amoxicillin/clavulanate/12 jam Clindamycin 300 mg/8 jam

    Levofloxacin 750/2 u jam Clindamycin 300 mg/8 jam Trimethoprim-sulfamethoxazole 960/12 jam

    Berat/sedang intravena sampai stabil, ganti oral)

    Ampicilin/sulbactam 3 gram/6 jam Clindamycin 450 mg/6 jam + Ciprofloxacin 750 mg/12 jam

    Piperacillin/tazobactam 3,3 gram/6 jam Clindamycin 600 mg/8 jam + Ceftazidime 2 gram/8 jam

    Mengancam jiwa (intravena lebih lama)

    Imipenem/cilastatin 500 mg/6 jam Clindamycin 900 mg/8 jam + Tobramycin 5,1 mg/KgBB/24 jam + ampicillin 50 mg/KgBB/6 jam

    Vancomycin 15 mg/KgBB/12 jam + aztreonam 2 gram/8 jam + metronidazole 7,5 mg/KgBB/6 jam

    Kategori Indikasi Kontra-indikasiTransparent film

    Hydrogels Lesi basah

    Foam Lesi kering

    Hydrocolloids Lesi basah dan dalam

    Calcium alginates Lesi kering

    Antimicrobial dressing

    Preparat debridemen Lesi basah

    Luka yang kering, terutama untuk luka yang sulit dibungkus (plantar)

    Lesi dengan infeksi Lesi basah

    Luka yang kering/nekrotik Sediaan berupa gel dengan komposisi 95% air atau gliserinMembersihkan luka dengan granulasi dan eksudat Preparat mengandung polyurethrane foam yang memiliki kemampuan mengabsorbsiDigunakan untuk lesi kering/nekrotik dengan eksudat minimalPreparat bersifat absorbent sehingga bermanfaat pada lesi basah/banyak eksudat

    Preparat berisi silver/iodine Lesi dengan infeksi/untuk mencegah infeksi

    Alergi terhadap komponen obat

    Preparat mengandung enzim/zat kimiawi (papain urea, collagenase) Lesi nekrotik sebagai alternatif debridemen bedah

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007108

    atherosklerosis

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    TINJAUAN PUSTAKA

    Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu(Ipomoiea batatas L) terhadap Hatisetelah Aktivitas Fisik Maksimal denganMelihat Kadar AST dan ALT Darah pada Mencit

    I M Jawi *, Dewa Ngurah Suprapta**, I W P Sutirtayasa**** Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana** Fakultas Pertanian Universitas Udayana*** Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar

    Abstrak. Aktivitas fisik berat dapat meningkatkan produksi radikal bebas sehingga terjadi ketidakseimbanganantara prooksidan dan antioksidan yang akan menimbulkan oxidative stress. Oxidative stress dapatmenimbulkan kerusakan sel termasuk sel hati sehingga terjadi peningkatan kadar AST, ALT dan bilirubin.Pemberian berbagai antioksidan eksogen dapat dianjurkan untuk menghindari kerusakan jaringan akibatpengaruh oksidasi dari radikal bebas. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak umbi ubi jalar ungu lokal Bali,terhadap kerusakan jaringan hati akibat aktivitas fisik maksimal telah dilakukan penelitian di LaboratoriumFarmakologi FK UNUD, pada 40 ekor mencit balb/C jantan dewasa, dengan rancangan randomized controlgroup posttest only design. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 10 ekor. Kelompok yang diberikanbeban maksimal yang diawali pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu, baik yang diolah maupun yang tidakdiolah, menunjukan terjadi penurunan yang signifikan dari AST dan ALT dibandingkan kelompok tanpapemberian ekstrak ( p

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

    antioksidan pencegah, yang terdiri dari superoxide dismutase,catalase dan glutathione peroxidase.

    Antioksidan non enzimatik disebut juga antioksidanpemecah rantai. Antioksidan pemecah rantai terdiri darivitamin C, vitamin E dan beta karoten.5,6

    Selain vitamin E dan vitamin C ternyata beberapa flavonoidyang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiatantioksidan. Pada penelitian tentang flavonoid lemon terhadapoxidative stress pada tikus yang diberikan beban fisik berat,ditemukan terjadi efek preventive terhadap jaringan termasukjaringan hati.14

    Pemberian ekstrak Brussels sprouts terhadap tikus selama37 hari juga dapat melindungi kerusakan jaringan akibatoxidative stress.15 Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalahzat warna alami yang disebut antosianin. Kadar antosianincukup tinggi terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan sepertimisalnya: bilberries (vaccinium myrtillus L), red wine, anggur.16

    Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas PertanianUniversitas Udayana di Bali ditemukan bahwa tumbuhan beratubi jalar ungu yang umbinya mengandung antosianin cukuptinggi yaitu berkisar antara 110 mg sampai 210 mg/100 gram.17

    Pemanfaatan jenis ubi jalar ungu tersebut telah diteliti dan telahdikembangkan dalam berbagai bentuk suplemen yang siappakai. Penelitian mengenai kemampuan ubi jalar ungu sebagai

    antioksidan secara pasti pada darah dan berbagai organ tubuhbelum ada. Sementara budidaya tanaman ini tidak sulit untukdikembangkan maka penelitian tentang khasiat antioksidandari air umbi ubi jalar ungu perlu dilakukan khususnyaterhadap hati, mengingat hati merupakan organ yang besardalam tubuh dan memiliki fungsi yang amat penting danrentan terhadap pengaruh radikal bebas. Apakah pemberiansuplemen ekstrak umbi ubi jalar ungu terhadap mencit dapatmeningkatkan antioksidan non enzimatik setelah pemberianbeban maksimal sehingga aktivitas AST dan ALT darah lebihrendah dan mencerminkan kerusakan jaringan hati yang lebihringan?

    Masalah inilah yang ingin diteliti dengan asumsi bahwapemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu dapat melindungijaringan hati sehingga aktivitas AST dan ALT lebih rendahdibandingkan tanpa pemberian ekstrak tersebut.

    Metode PenelitianHewan percobaan pada penelitian ini adalah 40 ekor mencitjantan dewasa jenis Balb/C. Mencit dikelompokan menjadi 4kelompok, masing-masing 10 ekor, yaitu 1 kelompok sebagaikontrol (kelompok 1), 3 kelompok sebagai kelompok perlakuanmasing-masing 10 ekor. Perlakuan adalah renang maksimalsampai hampir tenggelam tanpa ekstrak umbi ubi jalar ungu(kelompok 2).

    Terhadap kelompok 3 dan 4 diberikan perlakuan renangmaksimal yang sebelumnya diberikan ekstrak umbi ubi jalarungu tanpa diolah (kelompok 3) dan ekstrak umbi ubi jalarungu yang sudah difermentasi (kelompok 4), masing-masingselama satu minggu dengan dosis 0,5 cc/ekor/hari, secara oral(sonde).

    Rancangan penelitian adalah eksperimental laboratorisdengan rancangan randomized control group posttest only design.

    Semua mencit diadaptasikan selama satu minggu dikandang hewan coba Bagian Farmakologi Fakultas KedokteranUNUD, dan diberikan makan dan minum sepuasnya. Setelahmasa adaptasi selama 1 minggu dilakukan penelitian padakelompok kontrol. Darah mencit diambil secara intrakardialsebanyak 1 cc dan dikirim ke Laboratorium Patologi KlinikFK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untuk dilakukanpemeriksan kadar AST dan ALT dengan Synchron CX System.Terhadap tiga kelompok perlakuan dilakukan prosedursebagai berikut.

    Kelompok perlakuan tanpa ekstrak umbi ubi jalar ungudiberikan perlakuan renang maksimal sampai hampirtenggelam dengan waktu rata-rata 50 menit. Satu hari setelahrenang maksimal dilakukan pengambilan darah secaraintrakardial sebanyak 1 cc. Darah dikirim ke LaboratoriumPatologi Klinik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untukdilakukan pemeriksan aktivitas AST dan ALT dengan SynchronCX Systems.

    Terhadap kelompok 3 diberikan perlakuan renang maksimalsetelah diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu dengan dosis 0,5cc/ekor setiap hari selama satu minggu. Setelah istirahat 1 haridilakukan pengambilan darah seperti kelompok 2.

    Terhadap kelompok 4 diberikan perlakuan renangmaksimal setelah diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu yangsudah difermentasi/dalam bentuk sirup, diencerkan 2 kali

    Antioksidan dibedakanmenjadi dua kelompok yaituantioksidan enzimatik

    dan non enzimatik.Antioksidan enzimatikdisebut juga antioksidan

    pencegah, yang terdiri darisuperoxide dismutase,

    catalase dan glutathioneperoxidase. Sedangkan

    antioksidan nonenzimatik disebut juga

    antioksidan pemecah rantai.Antioksidan pemecah rantaiterdiri dari vitamin C, vitamin

    E dan beta karoten.5,6

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

    dengan dosis 0,5 cc/ekor setiap hari selama satu minggu.Setelah istirahat 1 hari dilakukan pengambilan darah sepertikelompok 2.

    Ekstrak ubi jalar segar dibuat dengan mencuci danmengupas umbi ubi jalar ungu segar, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 2x2x2 cm. Ubi jalar tersebut ditimbang100 gram dan ditambah 1 liter aquades lalu diblender selama5 menit. Hasil blenderan ini disaring dengan 3 lapis kainsaringan kemudian dipanaskan hingga mendidih lebih kurang45 menit. Kandungan antosianin dari ekstrak ini adalah 42,5-47,7 mg/100 ml. Ekstrak ini kemudian didinginkan dan siapdigunakan pada penelitian.

    Sirup ubi jalar ungu dibuat dengan prosedur sebagaiberikut: umbi ubi jalar ungu yang didapat dari lapangan dicucidengan air bersih kemudian dikupas kulitnya. Setelah dikupasubi jalar ini dipotong-potong melintang dengan ketebalan 2-2,5 cm. Potongan ubi jalar tersebut dikukus selama 1 jamhingga lunak. Ubi jalar tersebut didinginkan kemudianditempatkan dalam suatu tempat untuk dilakukan fermentasidengan menambahkan ragi tape yang dibeli dipasar.Fermentasi ini dilakukan selama 4 hari. Hasil fermentasi (tape)tersebut dicampur dengan air minum yang bersih denganperbandingan 1 kg ubi jalar ( tape) ditambah air 2 liter laludiblender dan disaring dengan tiga lapis kain kasa. Cairanyang diperoleh dari penyaringan tersebut ditambahkan gulapasir. Campuran terakhir direbus selama 3 jam sehinggakandungan gula kira-kira 70%. Komposisi dari sirup ini adalahgula 70%, etanol 1 % dan antosianin 38,7-41,2 mg/100 ml.Dalam penelitian ini sirup diencerkan 2 kali.

    Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan ujihomogenitas serta normalitas dengan K_S dan dilanjutkandengan uji Anova dan LSD. Uji statistik tersebut dilakukandengan program SPSS secara komputerisasi.

    Hasil PenelitianHasil penelitian efek dari ekstrak umbi ubi jalar ungu terhadapaktivitas enzim AST dan ALT pada mencit yang diberikanbeban maksimal dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Aktivitas enzim AST dan ALT pada ke empatkelompok mencit

    Keterangan: Kelompok kontrol (1) adalah kelompok yang tidak

    diberikan perlakuan dan hanya diberikan makan danminum sepuasnya.

    Kelompok perlakuan (2) adalah kelompok yangdiberikan beban maksimal berupa renang maksimal

    tanpa diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu. Kelompok perlakuan (3) adalah kelompok yang

    diberikan beban maksimal berupa renang maksimal yangsebelumnya diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu tanpadiolah selama 1 minggu dengan dosis 0,5 cc setiap harisecara oral.

    Kelompok perlakuan (4) adalah kelompok yang diberikanbeban maksimal berupa renang maksimal yang sebelumnyadiberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu yang sudah diolahmenjadi sirup dengan dosis 0,5 cc dengan pengenceran 2 kali,setiap hari secara oral selama satu minggu.

    PembahasanPada penelitian ini terjadi peningkatan ALT dan AST setelahaktivitas fisik berupa renang maksimal/sampai hampirtenggelam. Peningkatan tersebut secara statistik sangatbermakna (p

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

    kelompok mencit yang diberikan ektrak umbi ubi jalar unguyang tidak diolah adalah 298,3. Kadar AST pada kelompokyang diberikan ektrak umbi ubi jalar yang diolah/sirupadalah 188,1. Secara statistik penurunan tersebut sangat

    signifikan (p

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    Masalah Avian Influenza di IndonesiaTantur SyahdrajatStaf Dokter Unit Kesehatan BAZNAS RI

    Abstrak. Kasus avian influenza (flu burung) pada manusia telah terjadi di Indonesia. Untuk itu, masalah inisepatutnya menjadi perhatian, terutama karena komplikasi yang ditimbulkannya dan ancaman pandemiinfluenza. Flu burung disebabkan oleh virus influenza A H5N1. Penularannya dari unggas ke manusia. Belumada bukti ilmiah penularan antar manusia di masyarakat. Virus ini dapat memicu respon imun yang tidakcukup sehingga menyebabkan gejala respirasi berat dan kegagalan multisistem. Gejala penyakit ini amatbervariasi, mulai dari seperti flu dan dapat memburuk dengan cepat menjadi pneumonia berat yang dapatmenyebabkan kematian. Pemeriksaan laboratorium untuk mengenali penyakit ini adalah deteksi antigen cepat,isolasi virus dengan kultur, PCR, dan tes serologi. Jika seseorang diduga terjangkit flu burung, terapi antivirusdiberikan secepatnya tanpa menunggu konfirmasi laboratorium. Saat ini belum ada vaksin yang efektif untukmanusia. Masyarakat medis, pemerintah maupun masyarakat pada umumnya sudah selayaknya bekerjasamauntuk mengatasi masalah flu burung ini. Langkah-langkah yang perlu diambil antara lain adalah penelitian,upaya promosi kesehatan, deteksi dini dan penanganan secepatnya.

    Kata Kunci: avian influenza, virus influenza A H5N1, unggas, antivirus

    PendahuluanAkhir tahun 2003 flu burung mulai merebak di Asia tetapibaru diberitakan awal tahun 2004. Penyakit flu burung yangdisebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1 pada unggasdikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam,Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesiadan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burungdan transportasi unggas yang terinfeksi.1,2

    Pada bulan Januari 2004 Departemen Pertanianmengumumkan secara resmi, terjadi pertama kali kasus avianinfluenza menyerang unggas di Indonesia. Pada bulan Juli 2005ditemukan untuk pertama kali di Indonesia kasus flu burungpada manusia. Indonesia menyusul Thailand, Vietnam, danKamboja yang sudah terlebih dahulu melaporkan terjadinyainfeksi flu burung subtipe H5N1 pada manusia. Data dariDepkes menunjukkan hingga 7 April 2007 jumlah kumulatifkasus H5N1 pada manusia yang sudah dikonfirmasilaboratorium 94 orang, 74 orang di antaranya meninggal dunia.Jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak di dunia.Indonesia juga menduduki peringkat teratas dalam hal casefatality rate (CFR) dengan angka kematian kasus mencapai78,72% melebihi Vietnam yang angkanya 45,16%.3

    Untuk menangani masalah flu burung, pemerintah telahmengambil langkah-langkah umum seperti melaksanakanrespons cepat di daerah atau wilayah yang belum terjangkitsebagai tindakan kewaspadaan dini dengan intensifikasisurveilans epidemiologi terutama terhadap kasus influenzadan pneumonia. Pemerintah menyiagakan 44 rumah sakit diseluruh Indonesia untuk menerima rujukan perawatan/observasi penderita yang diduga terjangkit flu burung,menginstruksikan kepada pemerintah provinsi untukmeningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadapkemungkinan berjangkitnya flu burung di wilayah masing-

    masing. Pemerintah juga meningkatkan upaya penyuluhankesehatan masyarakat dan membangun jaringan kerja denganberbagai pihak agar masyarakat sadar dan waspada akanadanya flu burung di daerah sekitarnya.4

    Kasus avian influenza di Indonesia ini sudah sepatutnyamenjadi perhatian, terutama karena komplikasi yangditimbulkannya dan ancaman pandemi influenza. Dalamwaktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupapneumonia dan apabila tidak dilakukan tatalaksana denganbaik dapat menyebabkan kematian. Sementara itu,kekhawatiran ancaman pandemi influenza mengingat adanyakemungkinan munculnya strain yang mendapatkankemampuan mutasi atau rekombinasi materi genetik denganvirus influenza manusia sehingga virus ini akan sangat patogendan dapat bertransmisi.1

    Avian InfluenzaAvian influenza atau flu burung disebabkan oleh subtipetertentu dari virus influenza A pada populasi binatang,terutama ayam. Infeksi virus avian influenza A (H5N1) padamanusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1997 danmenyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9dan H7 juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia.5

    Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B,dan tipe C. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin(H) dan Neuraminidase (N). Influenza pada manusiadisebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2. Sedangkanavian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2.Strain yang sangat virulen penyebab flu burung adalah subtipeA H5N1.6,7

    Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipevirion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuahnukleokapsid heliks simetris yang dikelilingi 8 segmen

    TINJAUAN PUSTAKA

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

    negative-stranded RNA. Bagian dalam selubung dibatasi matriksprotein (M) dan bagian luar oleh peplomer glikoprotein-hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakanhomotrimer dari membran glikoprotein kelas I dan molekulneuraminidase (NA) berbentuk cendawan yang merupakan

    tetramer dari membran protein kelas II.1

    Strain H5N1 yang virulen berbeda dari strain avian yanglain, ini terletak pada hubungan antara pemecahan HA danderajat virulensi. Pada strain yang virulen, HA terdiri daribanyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan, yangdipecah secara intraseluler oleh protease endogen. Sedangkanpada kasus strain avian yang avirulen seperti virus influenzaA non-avian, HA kehilangan residu asam amino dasar,karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease. Selainitu, semua tipe virus influenza A secara antigenik labil,beradaptasi dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuhdan kekurangan mekanisme untuk proof reading; karenanyakonstan. Perubahan kecil dan permanen pada komposisiantigen sangat sering terjadi yang dikenal dengan antigenic drift.Karakteristik penting lain adalah antigenic shift akibat reassortmentmateri genetik dari spesies yang berbeda sehingga menghasilkanvariabilitas pada HA spikes, menjaga struktur dasar virus tetapkonstan.1

    Pada proses antigenic drift terjadi perubahan susunanasam amino pada waktu gen melakukan enconding antigen

    permukaan setiap kali virus bereplikasi sehinggamenghasilkan galur baru. Sedangkan pada proses antigenicshift terjadi bila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbedamenginfeksi penjamu lain yang akan menghasilkan virusbaru yang kemungkinan mampu untuk menginfeksipenjamu lain termasuk manusia.8

    Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air sampai 4 haripada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada 0C. Di dalamtinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapatbertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan 60Cselama 30 menit atau 56C selama 3 jam dan dengan deterjen,desinfektan misalnya formalin, serta cairan yangmengandung iodin.2,6

    Hasil studi menunjukkan bahwa unggas yang sakitmengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlahbesar dalam kotorannya. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu peternakan, bahkan dapatmenyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain.Secara umum virus flu burung tidak menyerang manusia,namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebihganas dan menyerang manusia. Penularan penyakit inikepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virustersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggasyang terserang flu burung. Belum ada bukti terjadipenularan dari manusia ke manusia.6,9

    PatogenesisPenyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada selepitel saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri(replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisissel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel salurannapas. Pada tahap awal, respons imun innate akanmenghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi re-exposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesifikmengembangkan memori imunologis yang akanmemberikan respons lebih cepat. Replikasi virus akanmerangsang pembentukan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-a yang kemudian masuk ke sirkulasisistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti

    Virus H5NI dapatbertahan hidup di airsampai 4 hari pada suhu

    22C dan lebih dari 30 haripada 0C. Di dalam tinja

    unggas dan dalam tubuhunggas yang sakit dapat

    bertahan lebih lama.Virus akan mati pada

    pemanasan 60C selama 30menit atau 56C selama 3jam dan dengan deterjen,

    desinfektan misalnyaformalin, serta cairan yang

    mengandung iodin.2,6

    Penularan penyakit inikepada manusia dapat

    melalui udara yang tercemarvirus tersebut, baik yang berasal

    dari tinja atau sekreta unggasyang terserang flu burung.Belum ada bukti terjadi

    penularan dari manusia kemanusia.6,9

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

    demam, malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifatself limiting dan virus terbatas pada saluran nafas.10

    Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicurespons imun yang tidak cukup sehingga menyebabkanrespons inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untukmenghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin)berperan pada patogenitas dari strain ini. Pada infeksiH5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasivirus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yangjustru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas danberat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitisinterstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi danedema intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit darikapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan jugafibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak selmediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenaldengan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Difusioksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapatmerusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction).10,11,12

    Gejala KlinisMasa inkubasi virus flu burung (dari kontak dengan unggassampai gejala pertama) antara 3-7 hari. Penyakit flu burungditandai dengan beberapa gejala yang bervariasi danberbeda dari orang ke orang, seperti gejala yang miripdengan flu biasa tetapi cenderung lebih sering dan cepatmemburuk dan dapat menjadi radang paru (pneumonia).Gejalanya bisa berupa demam sekitar 38C, lemas, sakittenggorok, batuk, pilek, sesak napas, perdarahan hidungdan gusi, konjungtivitis, sakit kepala, tidak nafsu makan,muntah, nyeri perut, dan diare. Gejala-gejala ini kemudiandiikuti oleh kondisi memburuk dalam hitungan hari, timbulpneumonia, dan ketika masuk RS sudah harus mendapatperawatan di ICU dan mendapat perawatan mesin

    pernapasan/ventilator.7,9

    Pemeriksaan LaboratoriumIdentifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza Aberupa deteksi antigen langsung, isolasi pada kultur sel, ataudeteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-PCR). Tes serologi untukmengukur antibodi spesifik influenza A meliputi teshaemagglutination inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tesneutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untukmendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenzaA. Spesimen diambil dari aspirasi nasofaring, aspirasiendotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimaluntuk deteksi virus influenza A adalah aspirasi nasofaringdalam 3 hari sejak timbulnya gejala.1,5

    DiagnosisWHO pada bulan Agustus 2006 membuat definisi baru tentangkasus infeksi virus influenza H5N1.10

    1. Orang yang dalam investigasi yakni seseorang yang telahdiputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang dalamkesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenaikemungkinan infeksi H5N1.

    2. Kasus suspek yakni seseorang dengan penyakit saluran napasbawah yang tidak bisa dijelaskan disertai demam >38oC, batukdan sesak atau kesulitan bernapas dan satu atau lebih keadaandi bawah ini (dalam 7 hari sebelum terjadi gejala):a. Kontak dekat (jarak 1 meter) dengan orang (merawat,

    berbicara, bersentuhan) yang dicurigai, probabel atauyang sudah dipastikan menderita avian influenza.

    b. Terpapar ayam, unggas atau bangkai unggas,lingkungan tercemar kotoran unggas di daerah yangdicurigai atau dipastikan terjadi infeksi H5N1 padaunggas atau manusia dalam satu bulan terakhir.

    c. Mengkonsumsi bahan baku atau produk ternak ayamyang tidak dimasak sempurna di daerah yang dicurigaiatau telah dikonfirmasi ada kasus H5N1 pada unggasatau manusia dalam 1 bulan terakhir.

    d. Kontak dengan binatang (bukan unggas) yang sudahdipastikan tertular H5N1.

    e. Kontak dengan bahan pemeriksaan (hewan maupunmanusia) yang dicurigai mengandung H5N1.

    3. Kasus probabelDefinisi 1: kriteria kasus suspek dan satu atau lebihkeadaan di bawah ini:- infiltrat atau bukti suatu pneumonia akut pada

    gambaran foto toraks ditambah bukti gagal napas(hipoksemia, takipnoe berat) atau

    - konfirmasi laboratorium positif untuk influenza Atetapi untuk infeksi H5N1 belum terbukti positif

    Definisi 2: seseorang yang meninggal karena penyakitsaluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya,secara epidemiologi dengan kasus probabel atau konfirmavian influenza.

    4. Kasus pasti (confirm) yakni kasus suspek atau probabelDAN satu dari hasil laboratorium ini:a. Kultur virus menunjukkan positif influenza A/H5N1b. PCR positif H5N1

    Masa inkubasi virus flu burung(dari kontak dengan unggas

    sampai gejala pertama) antara 3-7 hari. Penyakit flu burung

    ditandai dengan beberapa gejalayang bervariasi dan berbeda dari

    orang ke orang, seperti gejalayang mirip dengan flu biasa

    tetapi cenderung lebih seringdan cepat memburuk dan

    dapat menjadi radang paru(pneumonia).

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007106

    c. Peningkatan titer antibodi netralisasi untuk H5N1 empatkali lipat atau lebih antara fase akut dan fase konvalesen.Titer antibodi netralisasi harus 1:80 atau lebih tinggi

    d. Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1:80 atau lebihdari serum hari 14 atau sesudahnya setelah gejala timbuldan suatu hasil positif menggunakan assay yang berbeda.(misalnya HI 1:60 atau lebih, atau Western Blot)

    PenatalaksanaanJika flu burung diduga terjadi pada seseorang, pengobatanhendaknya dilakukan secepatnya tanpa menunggu konfirmasilaboratorium. Terapi untuk infeksi strain H5N1 sama sepertivirus influenza yang lain. Namun, strain H5N1 sekarang telahmenunjukkan resistensi terhadap amantadin dan rimantadin,dua antivirus yang umum digunakan untuk virus influenza.Antivirus lain yang merupakan inhibitor neuraminidase(oseltamivir dan zanamivir) masih efektif untuk strain H5N1.Dosis oseltamivir yang diberikan 2 kali 75 mg selama 7 hari.Untuk anak dosisnya 2 mg/kgbb/hari.9,10,13,14

    Terapi simtomatik yang diberikan dapat berupa antitusif,bronkodilator, serta antipiretik. Sedangkan terapi suportif yangdiberikan berupa oksigenasi, hidrasi, antibiotik, sertakortikosteroid. Jika kondisi pasien terus memburuk maka perludipasang ventilator untuk membantu proses pernapasan.9

    Orang yang berisiko mendapat flu burung atau yangterpajan dapat diberikan pencegahan dengan oseltamivir 75mg dosis tunggal selama 1 minggu. Hingga kini belum adavaksin yang definitif. 9,10,13,14

    Upaya PencegahanUpaya pencegahan dapat dilakukan pada unggas dan manusia.Upaya pencegahan pada unggas berupa pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung serta vaksinasi pada unggasyang sehat.2

    Sedangkan pada manusia, khususnya bagi kelompokberisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang) antara lainsering mencuci tangan dengan sabun. Pekerja yang langsungmemegang dan membawa binatang yang sakit sebaiknyamenggunakan desinfektan, menggunakan alat pelindung diriseperti baju pelindung, sarung tangan karet, masker, kaca matagoogle dan sepatu boot, serta melapor bila mengidap gejala-gejala pernafasan, infeksi mata, dan gejala flu lainnya.7

    Masyarakat umum hendaknya menjaga daya tahan tubuh denganmemakan makanan bergizi dan istirahat cukup. Masyarakat juga

    hendaknya mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu memilihunggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit padatubuhnya) serta mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasakpada suhu 80C selama 1 menit, sedangkan telur unggas perludipanaskan pada suhu 64C selama 5 menit.2

    PenutupMasyarakat medis, pemerintah maupun masyarakat awamsudah selayaknya bekerjasama untuk mengatasi masalah fluburung di Indonesia. Langkah-langkah yang perlu diambilantara lain adalah penelitian, upaya promosi kesehatan, deteksidini dan penanganan secepatnya.

    Penelitian laboratorium maupun epidemiologi sangatpenting untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalammengenai penyakit ini agar dapat dilakukan pencegahan danpenanganan yang lebih tepat. Upaya promosi kesehatandiperlukan agar masyarakat senantiasa melaksanakan prinsipkerja higienis serta menerapkan pola hidup sehat.

    Sedangkan deteksi dini penyakit dan penanganansecepatnya diperlukan agar terhindar dari komplikasi penyakityang berat. Untuk itu, masyarakat dan penyedia jasa layanankesehatan hendaknya diberikan pendidikan mengenai penyakitini bagaimana gejala dan bahayanya serta apa yang perludilakukan agar penyakit ini dapat terdeteksi sebelum berlanjut.

    Upaya-upaya dari penelitian hingga penatalaksanaan masalahflu burung tersebut harus terus-menerus dikembangkan. Kitaberharap dapat ditemukan cara-cara yang lebih baik untukmenangani masalah ini. Dengan demikian diharapkan tidakterjadi lagi kasus flu burung khususnya di Indonesia. Padaakhirnya, flu burung hanyalah salah satu bagian dari begitubanyak masalah kesehatan yang harus dihadapi.

    Daftar Pustaka1. Padhi S, Panigrahi PK, Mahapatra A, et al. Avian influenza A (H5N1): a

    preliminary review. IJMM 2004; 22:143-6

    2. Kristina, Isminah, Wulandari L. Flu burung. Available from: http://

    www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/fluburung1.htm.; 2005

    3. Depkes. Kasus flu burung Indonesia paling banyak di dunia. Avail-

    able from:http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=view

    article&sid=255; 2007

    4. Depkes. Langkah Departemen Kesehatan merespon kasus positif

    flu burung. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php?

    option=news&task=viewarticle&sid=1056.; 2005

    5. WHO. Recommended laboratory tests to identify avian influenza A

    virus in specimens from humans. Available from: http://www.who.int/

    entity/csr/disease/avian_influenza/guidelines/avian_ labtests2 .pdf.; 2005

    6. Depkes. Waspada flu burung. Available from: http://www.depkes.go.id/

    index.php?option=articles&task=viewarticle& artid=214.; 2005

    7. Aditama TY. Avian influenza (flu burung). Prosiding simposium; Aula

    FKUI, 27 Juli 2005. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

    Respirasi FKUI dan unit CME/CPD FKUI; 2005

    8. Soepandi PZ. Influenza burung pada manusia. Prosiding simposium;

    Aula FKUI, 27 Juli 2005. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu

    Kedokteran Respirasi FKUI dan unit CME/CPD FKUI; 2005

    9. Aditama TY. Flu burung di manusia. Jakarta: Penerbit UI; 2006

    10. Redaksi infeksi.com. Manajemen klinis kasus flu burung. Available from:

    http://www.infeksi.com/newsdetail.php?Ing=in&doc=845.; 2007

    11. Wilson ME. Avian influenza in humans: why so lethal? Journal Watch

    Infectious Diseases. 2003. Available from http:// infectious-

    diseases.jwatch.org/cgi/ content/full/2003/110/1

    12. Barclay WS, Zambon M. Pandemic risks from bird flu. BMJ 2004; 328: 238-9

    13. Aditama TY. Perkembangan terbaru pengobatan flu burung. Cermin

    Dunia Kedokteran 2006; 151:55-7

    14. The Writing Committee of the WHO Consultation on Human Influenza A/

    H5. Current concepts avian influenza A (H5N1) infection in Humans.

    NEJM 2005; 353:1374-85

    Antivirus lain yang merupakaninhibitor neuraminidase

    (oseltamivir dan zanamivir) masihefektif untuk strain H5N1. Dosis

    oseltamivir yang diberikan 2 kali75 mg selama 7 hari. Untuk anakdosisnya 2 mg/kgbb/hari.9,10,13,14

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pengelolaan Demam Tak TerdiagnosisDjoni Djunaedi* Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana** Fakultas Pertanian Universitas Udayana*** Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Unud/RSUP Sanglah, Denpasar

    Abstrak. Definisi pengelolaan demam tak terdiagnosis/fever unknowns origin (FUO) yang dikemukakan oleh

    Peterdorf dan Beeson pada tahun 1961 mempersyaratkan kehadiran demam >38.30C yang berlangsung dalam

    beberapa kesempatan, dengan durasi demam >3 minggu, disertai kegagalan menemukan diagnosis penyebabdemam meskipun telah dilakukan inpatients investigation selama 1 minggu.1,2 Dalam perkembanganselanjutnya, Durack dan Street mengusulkan suatu sistem klasifikasi FUO, yaitu: classic FUO, nosocomialFUO, neutropenic FUO (immune deficient FUO), HIV-associated FUO atau HIV virus related FUO.1,3

    Persoalan yang muncul adalah mengenai langkah-langkah yang harus dikerjakan untuk mengeliminasi demamnon-FUO dan mencari secara sistematis penyebab yang melandasi FUO agar kepada pasien dapat diberikanterapi yang tepat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk menuliskan berbagaipengetahuan mengenai strategi diagnostik dan pengelolaan pasien dengan FUO.

    PendahuluanDefinisi FUO yang dikemukakan oleh Peterdorf dan Beesonpada tahun 1961 mempersyaratkan kehadiran demam>38.30C yang berlangsung dalam beberapa kesempatan,dengan durasi demam >3 minggu, disertai kegagalanmenemukan diagnosis penyebab demam meskipun telahdilakukan inpatients investigation selama 1 minggu.1,2 Dalamperkembangan selanjutnya, Durack dan Street mengusulkansuatu sistem klasifikasi FUO, yaitu: classic FUO, nosocomialFUO, neutropenic FUO (immune deficient FUO), HIV-associatedFUO atau HIV virus related FUO.1,3

    Dalam klasifikasi baru ini, persyaratan demam >38.30Charus dimiliki oleh setiap klasifikasi FUO. Hanya saja padaclassic FUO evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya 3 hariuntuk pasien rawat inap di rumah sakit, atau 3 kalikunjungan untuk pasien luar (pasien rawat jalan), ataumelalui investigasi ambulatoris secara cerdas dan intensifselama 1 minggu tanpa dapat menemukan penyebabdemam. Nosocomial FUO mencakup pasien yang dirawat dirumah sakit 24 jam tanpa suatu sumber infeksi yang jelasyang mungkin telah diderita oleh pasien yang bersangkutansebelum ia dirawat di rumah sakit. Penetapan diagnosisnosocomial FUO mempersyaratkan evaluasi selama 3 haritanpa keberhasilan menemukan penyebab demam.Neutropenic FUO (immune deficient FUO) mempersyaratkanpasien dengan hitung neutrofil 500/mm3 atau didugahitung neutrofil dapat menuju kepada level tersebut dalam1-2 hari berikutnya tanpa penyebab demam yang jelas.Diagnosis neutropenic FUO dapat ditetapkan apabila tidak

    ditemukan penyebab spesifik setelah melalui masapengamatan selama 3 hari termasuk sekurang-kurangnya 2hari masa kultur. Dan HIV-associated FUO mempersyaratkanperiode >4 minggu bagi pasien rawat jalan atau >3 hari bagipasien rawat inap dengan infeksi HIV. Diagnosis HIV-associated FUO ditetapkan jika tidak ditemukan sumberinfeksi setelah dilakukan pengamatan secara cermat selama3 hari termasuk 2 hari masa inkubasi kultur. Meskipuninfeksi akut HIV merupakan penyebab penting classic FUO,perlu diingat bahwa virus juga menyebabkan pasien yangbersangkutan rentan terhadap infeksi oportunistik.

    Persoalan yang muncul adalah mengenai langkah-langkah yang harus dikerjakan untuk mengeliminasi demamnon-FUO dan mencari secara sistematis penyebab yangmelandasi FUO agar kepada pasien dapat diberikan terapiyang tepat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini,penulis mencoba untuk menuliskan berbagai pengetahuanmengenai strategi diagnostik dan pengelolaan pasien denganFUO.

    Strategi DiagnostikSejalan dengan penggunaan secara luas preparat antibiotik danperkembangan pesat teknologi diagnostik (invasif maupunnon-invasif), terjadi pula perubahan temuan mengenai polapenyakit di samping membawa dampak pada teknik diagnosisyang memungkinkan eliminasi pasien dengan penyakitspesifik dari terdiagnosis sebagai FUO.4-8

    1. Penggalian riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.Pendekatan terhadap pasien demam harus diawali dengan

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007104

    menggali riwayat penyakit secara komprehensif danmelakukan pemeriksaan fisik serta uji laboratoris secaramemadai. Langkah pertama dimulai dengan melakukankonfirmasi mengenai riwayat demam dan mencatat polademam. Pola demam yang klasik seperti intermittent,relapsing sustained, dan temperature-pulse disparity dapatbermanfaat dalam menetapkan diagnosis penyebab FUO.Informasi mengenai keluhan mencakup onset, durasi danperiodisitas harus digali secara cermat. Selain itu, perludiperhatikan mengenai riwayat perjalanan yang barudilakukan oleh pasien, kedekatan pasien dengan hewanpeliharaan atau hewan lain, lingkungan kerja dan kontakterakhir pasien dengan orang lain yang mengalami keluhanserupa. Terhadap pasien yang baru kembali dari daerahendemis tuberkulosis atau malaria, indeks kecurigaanterhadap penyakit tersebut harus ditingkatkan. Sedangkanterhadap pasien yang kontak dengan hewan peliharaanatau hewan lain, berbagai penyakit yang biasa menyeranghewan-hewan tersebut harus dipikirkan.Riwayat keluarga harus diteliti secara cermat untukmenggali penyebab demam bawaan (hereditary causes offever) seperti familial Mediterranean fever. Riwayat kesehatanjuga harus diperiksa pada kondisi seperti limfoma, demamrematik, atau gangguan abdominal sebelumnya (sepertiinflammatory abdominal disease) sebab reaktivasi berbagaigangguan tersebut dapat menyebabkan demam. Demikianpula, drug-induced fever harus dipertimbangkan pada pasienyang sedang memperoleh terapi obat-obatan termasuk over-the-counter drugs, diet pills dan pemakaian herbal, disamping occupational exposure, kebiasaan minum minumanyang mengandung alkohol dan pemakaian obat-obatanjenis psikotropika, hobi, dan aktivitas seksual. Potentiallydiagnostic clues tidak selalu dapat diperoleh daripemeriksaan awal dan oleh karena itu pemeriksaan harusdikerjakan secara berulang.9 Contoh: Oslers nodes, Janewaylesions dan congjunctival petechiae kemungkinan besar tidakditemukan pada pemeriksaan awal pasien denganendokarditis. Bercak merah pada penyakit Stills yangberlangsung dalam waktu sangat singkat dan nodul padakelenjar prostat juga seringkali terlewatkan padapemeriksaan awal. Pemeriksaan secara cermat juga harusdilakukan pada kulit, mukosa dan sistem limfatik selainpalpasi abdomen untuk menemukan massa atauorganomegali.

    2. Pemeriksaan laboratoris dan radiologisBeberapa tes tertentu (seperti hitung darah lengkap, ESR(erythrocyte sedimentation rate), uji kimia rutin termasuk ujienzim hati, analisis dan kultur urin, 2 set kultur darah danfoto toraks) harus dikerjakan pada kunjungan awal sebelumdiagnosis FUO ditetapkan. Langkah selanjutnya tergantungpada kondisi abnormal yang ditemukan pada pemeriksaanfisik, usia pasien, riwayat penyakit pasien yangbersangkutan, dan hasil laboratoris awal. Penggunaanantibiotik terhadap demam dengan penyebab yang tidakdiketahui tidak dianjurkan sebab dapat mengaburkandiagnosis berbagai penyakit infeksi yang berbeda.

    3. Prosedur dan uji saring diagnostikPemilihan dan penetapan penggunaan imaging harus

    didasarkan pada temuan mengenai riwayat demam danpemeriksaan fisik (contoh: suatu cardiac murmur dengankultur darah (-) harus diikuti dengan pemeriksaantransthoracic echocardiogram atau, jika perlu, transesophagealechocardiogram) (periksa tabel 1). Bagaimanapun juga cost-effective individualized approach perlu dipertimbangkandalam melakukan berbagai pemeriksaan untuk penetapandiagnosis. Pemeriksaan ultrasonografi abdomen, sonografipelvis, atau CT scanning perlu dikerjakan lebih awal dalamproses diagnostik untuk menemukan penyebab FUOseperti abses intra-abdominal atau keganasan tergantungpada hasil evaluasi sebelumnya. Pemanfaatan berbagai testersebut termasuk biopsi langsung telah terbukti dapatmereduksi kebutuhan untuk tindakan operatif yang lebihinvasif. Penggunaan MRI perlu dipertimbangkan untukmemperjelas kondisi yang ditemukan melalui teknik lainatau jika diagnosis tetap meragukan. Penggunaanradionucleotide scanning seperti gallium 67, technetium Tc 99matau indium-labeled leukocytes dianjurkan untuk mendeteksikondisi inflamasi dan lesi neoplastik yang seringkali tidakterdiagnosis melalui CT scan, meskipun berbagai testersebut cendrung tidak dapat mendeteksi collagen vasculardisease dan kondisi miselanus yang lain.

    Tabel 1. Diagnostic imaging in patients with FUO*

    * = Diambil dari Gelfand JA, Callahan MV, 2005 2

    CT = Computed TomographyMRI = Magnetic Resonance ImagingPET = Positron Emission Tomography

    Prosedur endoskopik mungkin membantu dalammenetapkan diagnosis inflammatory bowel disease dansarkoidosis. Prosedur pemeriksaan PET nampaknyamemiliki nilai prediktif negatif yang cukup tinggi dalammenyingkirkan inflamasi sebagai penyebab FUO. Namunkarena keterbatasan sarana yang tersedia, masih diperlukanpembuktian lebih lanjut mengenai kecanggihan PETdalam menyingkirkan penyebab demam. Prosedurpengujian yang lebih invasif seperti pungsi lumbal ataubiopsi sumsum tulang, hati, dan kelenjar limfe sebaiknyadikerjakan hanya apabila kecurigaan klinis mengindikasikanuntuk dilakukan berbagai tes tersebut atau sumber demamtetap tidak terdiagnosis setelah dilakukan evaluasi secaraintensif. Jika diagnosis pasti tetap tidak dapat ditemukandan kompleksitas kasus semakin meningkat maka konsultasikepada pakar penyakit infeksi, rhematologist atau oncologistmungkin membantu.

    Prosedur dan uji sasaran lebih lanjut. Arteritis

    Imaging Possible diagnosesChest radiograph

    Abscess, malignancy

    Gallium 67 scan Infection, malignancyIndium-labeled leukocytes Occult septicemiaTechnetium Tc 99m

    MRI of brain Malignancy, autoimmune conditionsPET scan Malignancy, inflammation

    Bacterial endocarditis

    Venous Doppler study Venous thrombosis

    Tuberculosis, malignancy, Pneumocystis carinii pneumonia

    CT of abdomen or pelvis with contrast agent

    Acute infection and inflammation of bones and soft tissue

    Transthoracic or transesophageal echocardiography

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 105

    temporalis, salah satu penyebab tersering FUO pada orangdewasa usia lanjut, tidak memiliki serologic marker yangspesifik. Nyaris pada semua pasien ditemukan peningkatanmenyolok ESR (umumnya >50 mm/hari, kadang mencapai>100 mm/hari) dan sebagian besar dari pasien inimenunjukkan keluhan polimialgia rematika tanpa disertainyeri kepala atau gangguan visual. Penetapan diagnosiskadang-kadang membutuhkan biopsi arteri temporalis danhendaknya dikerjakan melalui konsultasi denganrheumatologist.

    Kehadiran endokarditis infektif perlu diwaspadai apabiladitemukan murmur. Apabila pada kultur darah awal tidakditemukan patogen, maka kultur harus diulang danpembiakan harus dikerjakan dalam waktu yang lebih lama.Selain itu, dilakukan pemeriksaan ekhokardiografi untukmelihat kemungkinan valvular vegetations dan absesmiokardial yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan CTscan rutin. Tuberkulosis milier juga seringkali sulitdidiagnosis pada pemeriksaan awal. Foto toraks pertamabiasanya masih menunjukkan gambaran paru normal,namun foto paru pada perkembangan selanjutnya barumenampakkan pola milier.

    Diagnosis disseminated histoplasmosis dan infeksimikobakterial non-tuberkulosis terutama kompleksMycobacterium avium dapat ditetapkan melalui biakan darahdengan teknik lysis centrifugation dan biopsi organ terkait.Biopsi hati terhadap pasien dengan peningkatan kadaralkalin fosfat dan/atau transaminase, dapat bermuara padaditemukannya berbagai kejadian keganasan dan prosesgranulomatus dalam hati. Demikian pula terhadap pasiendengan pansitopenia, perlu dilakukan biopsi sumsum tulanguntuk pemeriksaan kultur dan histologis.

    PengelolaanIntervensi terapi untuk menetapkan diagnosis FUO tidakdianjurkan.5 Pemberian kostikosteroid kepada pasiendengan berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi dapatmenunjukkan respons sementara yang pada gilirannyabermuara pada corticosteroid-induced immune suppression.Dilaporkan bahwa naproxen dapat mengurangi demamyang disebabkan oleh keganasan tapi tidak dapatmengurangi demam akibat infeksi, dan oleh karena itupemberian preparat ini dapat membantu membedakan FUOakibat tumor versus infeksi. Namun laporan ini masihmemerlukan verifikasi lebih lanjut.

    Apabila pasien dengan FUO secara klinis berada dalamkeadaan stabil dan penyebab infeksi gagal ditemukanmeskipun sudah dilakukan upaya maksimal, maka kepadayang bersangkutan lebih baik dilakukan observasiberkelanjutan (melalui kerjasama antara pakar infeksi dandokter pribadi pasien) daripada dilakukan tes diagnostikyang invasif. Kepada pasien dianjurkan untuk istirahat danminum cairan yang banyak serta menghentikan berbagaiobat-obatan yang selama ini dikonsumsi. Untukmenurunkan demam dapat diberikan acetaminophen atauaspirin. Dapat pula diberikan vitamin C (250500 mg2xsehari), beta-carotene (15.00050.000 IU per hari), zinc (1030 mg per hari), herbs (e.i. Echinacea purpurea, Achillea

    millefolium) untuk membantu meningkatkan kinerja sistemkekebalan tubuh dan mengurangi inflamasi.

    Langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam upayamenetapkan diagnosis FUO beserta upaya terapinya (terutamaterhadap classic FUO) dapat dilihat pada gambar 1.

    Gambar 1. Approach to patients with classic FUO** = Diambil dari Roth AR, Basello GM, 20039

    Bertolak dari kajian di depan, dapat disimpulkan bahwapada dasarnya tidak ada terapi spesifik untuk kasus FUOsampai dengan penyakit yang mendasari FUO tersebutditemukan. Apabila penyebab FUO sudah ditemukan makaterapi diberikan sesuai dengan penyebab tersebut.

    Daftar Pustaka1. Durack DT, Street AC. Fever of unknown origin reexamined and

    redefined. Curr Clin Top Infect Dis 1991; 11:35-51

    2. Gelfand JA, Callahan MV. Fever of unknown origin. In: Kasper DL,

    Braundwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. eds.

    Harrisons Principles of Internal Medicine. Vol I. 16th

    ed. New York:

    McGraw-Hill Company; 2005.p.116-121

    3. Amin K, Kauffman A. Fever of unknown urigin: A strategy approach to

    this diagnostic dilemma. Postgraduate Med 2003; 114(3):69-75

    4. Guebert G, Lee I, Wisneskil L, et al. Fever of unknown origin. Maryland

    Med Centr Prog; 2004

    5. Gantz NM, Brown RB, Berk SL, et al. Manual of clinical problems in infectious

    disease. 5th Ed. NY: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.p.325-30

    6. Polsdorfer R. Fever of unknown origin (FUO, pyrexia of unknown ori-

    gin). Available from: http://www.umm.edu/ 2006

    7. Schleyer AM. Fever of unknown origin (FUO). Available from: http://

    wwwdepts.washington.edu/gim/clinical/CHMPTeachedocs/Fever.pdf 2005

    8. Stoppler MC. Unexplained fever a difficult diagnosis. Available from:

    http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ 2006

    9. Roth AR, Basello GM. Approach to the patient with fever of unknown

    origin. J Am Fam Phy. 2003; 68(11):2223-8

    Fever >38C x 3 weeks; 1 week of intelligent dan invasive investigation

    Physical exam Repeat history

    Laboratory testing:CBC, Diff, smear, ESR, CRP, urinanalysis, liver function tests, muscle enzymes, VDRL, HIV, CMV, EBV, ANA, RF, SPEP, PPD, control skin tests, creatinine, electrolytes, Ca, Fe, transferrin, TIBC, vitamin B12,

    acute/adolescent serum set aside

    Cultures blood, urine, sputum, fluids as appropriate

    Potentially diagnostic clue No potentially diagnostic clue

    Directed exam CT of chest, abdomen, pelvis with IV or PO contrast, colonoscopy

    67Ga scan, 111In PMN scan

    - +- +

    - +

    Needle biopsy, invasive testing

    Diagnosis No diagnosis

    Specific therapy Empiric therapy Watchfull waiting

    Anti-TB therapy, antimicrobial therapy Colchicine, NSAIDs

    Steroids

  • DEXA MEDIA, No. 3, Vol. 20, Juli - September 2007 103

    Infark Plasenta dan Malformasi TaliPusat dengan Kematian Janin dalamKandunganBetty, HM Nadjib Dahlan Lubis*, Ronny Siddik**, A. Harkingto Wibisono** Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran USU, Medan** Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran USU/RSUP HAM, Medan

    Abstrak. Plasenta merupakan organ unik dan sangat vital bagi kehidupan embrio imatur maupun fetus semasadalam kandungan, karena pertukaran metabolit antara janin dan ibu berlangsung di plasenta. Villus hemokhorialplasenta hampir seluruhnya terdiri dari darah janin. Vili terendam di dalam darah ibu dan pertukaran metabolitantara janin dan ibu berlangsung secara difusi gas. Oleh sebab itu kehidupan janin dalam kandungan sangattergantung pada kea