PUASA ARAFAH

10
PUASA ARAFAH 15 Oktober 2012 pukul 21:00 Sebagian kaum muslim berpuasa selama dua hari pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijah, akan tetapi tidak berpuasa pada hari-hari sebelumnya. Karena mereka beranggapan bahwa hal itu merupakan sunnah Nabi saw. atau hanya sekadar ikut-ikutan. Tanggal 8 Dzulhijah disebut puasa Tarwiyah dan tanggal 9 Dzulhijah disebut puasa Arafah. Untuk puasa Arafah tentu sudah dengan jelas kita ketahui bersama bahwa hukumnya sunnah muakkad, ada dalil-dalil shahih yg menguatkan, ditambah dengan keutamaannya yang amat besar. Untuk puasa Tarwiyah (8 Dzulhijah) inilah yang perlu diluruskan kembali. Mari kita simak beberapa penjelasan berikut. "TIDAK ADA satu hadits pun yang 'jelas dan tegas' menyatakan sunnah berpuasa pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijah)." TIDAK ADA DALIL yang SAH untuk puasa Tarwiyah. Adapun hadits yang ada adalah: "Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun". Dikatakan bahwa hadits ini dho’if. Namun, setelah diteliti sesuai "dirooyah" (cabang dari 'Ulumul Hadits yang mengkaji analisa perawi dan sanad) maka ulama menyimpulkan bahwa hadits ini sampai pada tingkatan MAUDHU' (tertolak/palsu). *Berkaitan dengan hadits dho’if (bukan maudhu’) terdapat 2 pendapat: 1. Boleh diamalkan/digunakan sebagai dalil jika itu HANYA TERKAIT FADHILAH AMAL yang tidak menyangkut aqidah dan hukum halal haram (pendapat ini lebih kuat). 2. Tetap tidak boleh diamalkan/digunakan. Nah, sedangkan hadits maudhu' adalah jenis hadits dho’if dengan tingkatan terendah sehingga banyak ulama juga membagi

description

Agama

Transcript of PUASA ARAFAH

Page 1: PUASA ARAFAH

PUASA ARAFAH

15 Oktober 2012 pukul 21:00

Sebagian kaum muslim berpuasa selama dua hari pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijah, akan tetapi tidak berpuasa pada hari-hari sebelumnya. Karena mereka beranggapan bahwa hal itu merupakan sunnah Nabi saw. atau hanya sekadar ikut-ikutan. Tanggal 8 Dzulhijah disebut puasa Tarwiyah dan tanggal 9 Dzulhijah disebut puasa Arafah. 

Untuk puasa Arafah tentu sudah dengan jelas kita ketahui bersama bahwa hukumnya sunnah muakkad, ada dalil-dalil shahih yg menguatkan, ditambah dengan keutamaannya yang amat besar.

Untuk puasa Tarwiyah (8 Dzulhijah) inilah yang perlu diluruskan kembali. Mari kita simak beberapa penjelasan berikut.

"TIDAK ADA satu hadits pun yang 'jelas dan tegas' menyatakan sunnah berpuasa pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijah)." TIDAK ADA DALIL yang SAH untuk puasa Tarwiyah. 

Adapun hadits yang ada adalah:

"Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun".

Dikatakan bahwa hadits ini dho’if. Namun, setelah diteliti sesuai "dirooyah" (cabang dari 'Ulumul Hadits yang mengkaji analisa perawi dan sanad) maka ulama menyimpulkan bahwa hadits ini sampai pada tingkatan MAUDHU' (tertolak/palsu).

*Berkaitan dengan hadits dho’if (bukan maudhu’) terdapat 2 pendapat:

1. Boleh diamalkan/digunakan sebagai dalil jika itu HANYA TERKAIT FADHILAH AMAL yang tidak menyangkut aqidah dan hukum halal haram (pendapat ini lebih kuat).

2. Tetap tidak boleh diamalkan/digunakan.

Nah, sedangkan hadits maudhu' adalah jenis hadits dho’if dengan tingkatan terendah sehingga banyak ulama juga membagi dalam tingkatan hadits tersendiri di bawah dho’if, artinya hadits terburuk (karena sebenarnya sama sekali bukan hadits, yaitu berasal dari perawi dusta)

KESIMPULAN 1: Kita perlu lebih memahami dasar/dalil dalam beramal, tidak cukup hanya sekadar ikut-ikutan, dan tidak boleh berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijah secara khusus dengan niat seperti hadits tersebut di atas.

Namun, kesimpulan tidak boleh berhenti sampai di sini. Beberapa pandangan yang tidak komprehensif lantas menyatakan sama sekali tidak boleh berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijah tersebut, bahkan menganggap amalan ini tertolak. Hal ini kurang tepat, mari kita simak penjelasan selanjutnya.

Page 2: PUASA ARAFAH

Prinsip berpuasa adalah boleh berpuasa kapan saja kecuali 6 hari terlarang (haram): 1 Syawal, 10, 11, 12, 13 Dzulhijah, dan 1 hari sebelum puasa Ramadhan*.

*Sebagian ulama hanya memakruhkan

Dengan demikian, pada prinsipnya puasa Tarwiyah adalah tidak dilarang. Namun, para ulama sepakat bahwa mengamalkan hadits maudhu’ (palsu) adalah terlarang. Oleh karena itu, dalam mengamalkan puasa Tarwiyah tidak boleh mendasarkan pada hadits yang palsu, akan tetapi boleh mengamalkannya dengan mendasarkan pada hadits shahih berikut ini:

Ibnu Abbas ra. meriwayatkan Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada SEPULUH HARI PERTAMA di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid).” (HR Bukhari, hadist ini shahih)

Beberapa istri Nabi mengatakan: "Adalah Rasulullah saw. berpuasa pada 9 hari awal Dzulhijah, hari ‘Asyura (10 Muharram), puasa 3 hari tiap bulan” (H.R. Abu Dawud, juga H.R. Ahmad dan H.R. Nasa'i, hadits ini shahih).

Rasul juga bersabda: “Jika kamu masuk ke dalam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka bersungguh-sungguhlah sampai hampir saja ia tidak mampu menguasainya (melaksanakannya).” (HR. Ad Darimi, hadits ini hasan)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN 2: Dengan demikian, puasa dapat dilakukan antara tanggal 1-9 Dzulhijah, dengan tidak terlalu fokus/mengistimewakan hari ke-8 Dzulhijah karena memang tidak ada dasar untuk berpuasa pada hari ke-8 secara khusus. Baik berpuasa penuh 9 hari atau pada sebagian harinya. Oleh karena itu, tetap boleh berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijah, namun niatnya adalah karena mengejar fadhilah atas hadits-hadits shahih/hasan tersebut  

Banyak dalil shahih menunjukkan keutamaannya yang amat besar, antara lain:

Dari Abi Qatadah ra., ia berkata Rasulullah saw. telah bersabda: "Puasa hari Arafah itu dapat menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang." (RIWAYAT JAMA'AH kecuali Bukhari dan Tarmidzi)

*Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya.

"Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu.” [Shahih riwayat Imam Muslim, Abu Dawud , Ahmad , Baihaqi, dan lain-lain]

 

Page 3: PUASA ARAFAH

Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada hari yang dimana Allah memerdekakan banyak hamba-hamba-Nya dari neraka daripada hari Arafah. Allah sesungguhnya mendekati mereka dan membangganggakan mereka kepada para Malaikat seraya berkata: Apa saja yang mereka inginkan? (akan Aku kabulkan)." (HR. Muslim, juga Tirmidzi, hadist ini shahih).

Apalagi bagi yang sedang melaksanakan ibadah haji. Ketika wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah hendaknya seseorang memperbanyak doa, berdzikir, dan membaca Al-Qur`an.

 

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Rasulullah saw. bersabda:

“Sebaik-baik doa adalah doa pada Hari Arafah.”

 

 

-semoga bermanfaat dan semoga kita bisa mendapatkan keutamaannya-- :

Puasa Arafah Sehari Sebelum Lebaran Idul Adha, Ini Keutamaannya

Puasa Sebelum Idul Adha biasa disebut dengan Puasa Arafah, Hukum melaksanakan ibadah puasa Arafah adalah sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan.

Puasa Arafah ini dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah, Tepat pada waktu jamaah haji sedang melaksanakan ibadah wukuf di Arafah, tepatnya sehari sebelum hari raya Idul Adha, yaitu pada hari Kamis (24/9/2015), dan puasa ini dikerjakan ketika jamaah haji sedang melakukan wukuf di Arafah, Rabu (23/9/2015).

Page 4: PUASA ARAFAH

Imam Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”

Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”

Puasa Arafah memiliki beberapa keistimewaan dan keutamaan, diantaranya:

1. Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya selama dua tahun, yakni tahun lalu dan tahun yang akan datang.

2. Allah SWT akan menjaganya untuk tidak berbuat dosa selama dua tahun.

3. Insyaallah dibebaskan dari api neraka.

Dalil yang tegas tentang keutamaan puasa arafah ini adalah hadits dari Abu Qatadah Al-Anshari Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa Arafah dihitung di sisi Allah sebagai menghapus (dosa) tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya”. (HR. Muslim)

Page 5: PUASA ARAFAH

Adakah hal lain yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan kemuliaan lainnya?

Di samping berpuasa pada hari Arafah, dianjurkan juga untuk memperbanyak amal-amal shalih lainnya seperti shalat sunnah, sedekah, zikir, takbir, tilawah Quran, berbakti kepada orang tua, dan amal-amal shalih lainnya.

Untuk itu, puasa Arafah sebaiknya kita pergunakan kesempatan semaksimal mungkin.

Insya Allah, amalannya bisa meninggikan derajat, memperbanyak catatan kebaikan, dan juga menghapuskan dosa-dosa.

Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).

Setelah kita mengetahui keutamaan puasa Arafah ini, tinggal yang penting prakteknya. sampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik.

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim)

Bingung, Puasa Arafah Ikut Siapa?

Sep 25, 2014Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Puasa 39 Komentar

Sebagian orang pada bingung, puasa Arafah akan ikut siapa? Karena jadwal wukuf di Arafah dan 9 Dzulhijjah nantinya di tanah air berbeda untuk tahun ini.

Puasa Arafah adalah amalan yang disunnahkan bagi orang yang tidak berhaji. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

�ام� �ع�د�ه� و�ص�ي �ى ب �ت �ة� ال ن �ه� و�الس� �ل �ى ق�ب �ت �ة� ال ن �ف�ر� الس� �ك �ن� ي �ه� أ �س�ب� ع�ل�ى الل ت �ح� ف�ة� أ � ع�ر� �و�م �ام� ي ص�ي�ه� �ل �ى ق�ب �ت �ة� ال ن �ف�ر� الس� �ك �ن� ي �ه� أ �س�ب� ع�ل�ى الل ت �ح� اء� أ ور� � ع�اش� �و�م ي

“Puasa Arqfah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Page 6: PUASA ARAFAH

Penglihatan Hilal Indonesia Jadi Rujukan

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

�ه� وا ل �م� ف�اق�د�ر� �ك �ي �ن� غ�م� ع�ل وا, ف�إ �ف�ط�ر� �م�وه� ف�أ �ت ي� أ �ذ�ا ر� �م�وه� ف�ص�وم�وا, و�إ �ت ي

� أ �ذ�ا ر� إ

“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080).

Hilal di negeri masing-masinglah yang jadi patokan, itulah maksud perintah hadits. Yang menguatkannya pula adalah riwayat dari Kuraib–, bahwa Ummu Fadhl bintu Al Harits pernah menyuruhnya untuk menemui Muawiyah di Syam, dalam rangka menyelesaikan suatu urusan.

Kuraib melanjutkan kisahnya, setibanya di Syam, saya selesaikan urusan yang dititipkan Ummu Fadhl. Ketika itu masuk tanggal 1 ramadhan dan saya masih di Syam. Saya melihat hilal malam jumat. Kemudian saya pulang ke Madinah. Setibanya di Madinah di akhir bulan, Ibnu Abbas bertanya kepadaku, “Kapan kalian melihat hilal?” tanya Ibnu Abbas. Kuraib menjawab, “Kami melihatnya malam Jumat.” “Kamu melihatnya sendiri?”, tanya Ibnu Abbas. “Ya, saya melihatnya dan penduduk yang ada di negeriku pun melihatnya. Mereka puasa dan Muawiyah pun puasa.” Jawab Kuraib.

Ibnu Abbas menjelaskan,

اه� �ر� و� ن� �ين� أ �ث �ال �م�ل� ث �ك �ى ن ت �ص�وم� ح� ال� ن �ز� � ن �ت� ف�ال ب �ة� الس� �ل �ي �اه� ل �ن �ي أ �ا ر� �ن �ك ل

“Kalau kami melihatnya malam Sabtu. Kami terus berpuasa, hingga kami selesaikan selama 30 hari atau kami melihat hilal Syawal.”

Kuraib bertanya lagi, “Mengapa kalian tidak mengikuti rukyah Muawiyah dan puasanya Muawiyah?”

Jawab Ibnu Abbas,

�ه� -صلى الله عليه وسلم- س�ول� الل �ا ر� ن م�ر�� �ذ�ا أ � ه�ك ال

“Tidak, seperti ini yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami.” (HR. Muslim no. 1087).

Ini jadi dalil bahwa hilal di negeri kita tidak mesti sama dengan hilal Kerajaan Saudi Arabia, hilal lokal itulah yang berlaku.

Kalau hilal negara lain terlalu dipaksakan berlaku di negeri ini, coba bayangkan bagaimana hal ini diterapkan di masa silam yang komunikasinya belum maju seperti saat ini. Tentu berita wukuf di Arafah sulit sampai ke negeri lain karena terkendalanya komunikasi. Syariat dulu dan syariat saat ini berlaku sama. Maka kesimpulan kami, hilal lokal lebih memudahkan kaum muslimin dalam menentukan moment penting mereka.

Page 7: PUASA ARAFAH

Imam Nawawi rahimahullah membawakan judul untuk hadits Kuraib, “Setiap negeri memiliki penglihatan hilal secara tersendiri. Jika mereka melihat hilal, maka tidak berlaku untuk negeri lainnya.”

Imam Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Hadits Kuraib dari Ibnu ‘Abbas jadi dalil untuk judul yang disampaikan. Menurut pendapat yang kuat di kalangan Syafi’iyah, penglihatan rukyah (hilal) tidak berlaku secara umum. Akan tetapi berlaku khusus untuk orang-orang yang terdekat selama masih dalam jarak belum diqasharnya shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 175). Namun sebagian ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa hilal internasionallah yang berlaku. Maksudnya, penglihatan hilal di suatu tempat berlaku pula untuk tempat lainnya. (Lihat Idem)

Hadits berikut pun menunjukkan yang jadi patokan adalah hilal. Hilal yang berlaku adalah di negeri masing-masing.

Bئ� ي ر�ه� ش� �ش� ع�ر�ه� و�ب �م�س� م�ن� ش� � ي �ض�ح�ى� ف�ال �ن� ي �م� أ �ح�د�ك اد� أ ر�� ر� و�أ �ع�ش� �ذ�ا د�خ�ل�ت� ال إ

“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)

Karena larangan yang disebut dalam hadits berlaku jika sudah terlihat hilal Dzulhijjah, maka demikian pula untuk puasa Arafah berpatokan pada hilal dan bukan pada wukuf.

Puasa Arafah Ikut Negeri Masing-Masing

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arafah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. (Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20: 47-48). Baca Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin secara lengkap di sini.

Kesimpulan dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, puasa Arafah mengikuti penanggalan atau penglihatan di negeri masing-masing dan tidak mesti mengikuti wukuf di Arafah. Kita harus berlapang dada karena para ulama berselisih pula dalam memberikan jawaban untuk masalah ini. Legowo itu lebih baik.

Wallahu a’lam, wallahu waliyyut taufiq.

Diselesaikan di siang hari selepas Zhuhur di Pesantren Darush Sholihin, 30 Dzulqo’dah 1435 H

Page 8: PUASA ARAFAH

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Milikilah buku karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang membahas qurban dan aqiqah secara lengkap dengan judul “Panduan Qurban dan Aqiqah”. Harga Rp.23.000,-, terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta