Ptk eci heliza sma n 13 tebo
-
Upload
maryanto-sumringah-sma-9-tebo -
Category
Education
-
view
38 -
download
3
Transcript of Ptk eci heliza sma n 13 tebo
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X1
SMAN 13 TEBO
DISUSUN OLEH
E C I H E L I Z A , S . P d
S MA N E G ER I 1 3 T EB O
K A B U P A T EN TE B O
TA H U N PP E LA J A R A N 2 0 1 6 / 2 0 1 7
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB II KAJIAN TEORI 5
2.1. Pembelajaran Kooperatif 5
2.2. Pembelajaran Model Make A Match 6
2.3. Hasil Belajar 8
2.3. 1. Definisi Hasil Belajar 8
2.3. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 9
2.4. Kerangkan Berpikir 9
2.5. Hipotesis Penelitian 10
BAB III METODE PENELITIAN11
3.1. Karakteristik Subjek Penelitian dan Tempat Penelitian 11
3.2. Waktu Penelitian 11
3.3. Prosedur Penelitian 12
3.3.1. Perencanaan Tindakan 12
3.3.2. Pelaksanaan Tindakan 12
3.3.3. Observasi dan Evaluasi 13
3.3.4. Refleksi 13
3.4. Teknik Analisis Data 14
3.4.1. Sumber Data 14
3.4.2. Teknik Pengumpulan Data 14
3.4.3. Instrumen Pengumpulan Data 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan
merupakan modal besar dalam menghadapi persaingan. Akan tetapi kenyataannya system
pendidikan di Indonesia masih banyak mengalami masalah. Mutu pendidikan yang rendah
merupakan masalah yang dihadapi dunia pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan dapat
disebabkan proses pembelajaran yang belum efektif.
Pada umumnya pembelajaran banyak terpusat pada guru. Sehingga banyak ditemukan
beberapa kelemahan. Hal itu dapat di llihat pada saat proses pembelajaran berlangsung,
interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang
terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang
bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Meraka
cenderung belajar sendiri – sendiri, pengetahuan yang didapat bukan di bangun sendiri secara
bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri, karena siswa jarang menemukan jawaban
atas dasar permasalahan atau konsep yang dipelajari.
Hal ini dapat di lihat dari evaluasi yang diberikan guru kepada siswa. Nilai yang
diperoleh siswa dalam satu tahun belakangan ini siswa memperoleh nilai 60 ke atas tidak
lebih dari 25% tidak sampai pada KKM yang ditargetkan yaitu 73. Ternyata setelah di lihat
penyebab rendahnya nilai tersebut dikarenakan metode pembelajaran yang digunakan tidak
efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa
dalam pembelajaran hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa.
Untuk memperbaiki hal tersebut perlu di susun suatu pendekatan dalam pembelajaran
yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataann yang ada di
lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah penulis/ penulis mencoba mengembangkan
pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini
menenkankan bahwa manusia adalah manusia social (Lie, 2003:27; w
bugs.blogspot.com/2012). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2, Tarmizi;
Wordpress.com/2008) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
membantu siswa mempelajari isi akadenik dan hubungan sosial. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guru
meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas dengan menerapkan metode
pembelajaran make a match.
Teknik model pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994). Model pembelajaran make a match adalah salah satu model
pembelajaran yang berorientasi pada permainan. Menurut Suyatno
(2009:102;w.bugs.blogspot.com/2012) prinsip – prinsip model make a match antara lain :
a. Anak belajar melalui berbuat
b. Anak belajar melalui panca indera
c. Anak belajar melalui bahasa
d. Anak belajar melalui bergerak
Metode make a match akan membuat siswa menjadi aktif, karena dalam kegiatan ini
siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya atau berbicara akan tetapi mereka juga
melakukan aktivitas fisik yaitu mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang mereka
miliki. Siswa yang memiliki kartu soal mencari pasangan yang memiliki jawaban atas soal
yang dimilikinya begitu pula sebaliknya. Siswa yang dapat dan cepat dapat pasangannya
sebelum batas waktu yang ditentukan mendapatkan poin. Dengan demikian situasi
pembelajaran akan menjadi aktif, menarik, dan menyenangkan. Sehingga diharapkan dengan
model pembelajaran ini hasil belajar siswa akan lebih meningkat terutama pada pembelajaran
matematika.
Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan
kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X1 SMAN 13 Tebo”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
Apakah dengan penggunaan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika siswa kelas Kelas X1 SMAN 13
Tebo?
1.3 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat lebih terarah, jelas, dan tidak meluas, maka penulis membatasi
masalah ini difokuskan kepada materi “persamaan linear dua variabel”.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk :
1. Siswa tidak lagi merasakan pembelajaran yang membosankan dalam mata pelajaran
matematika
2. Guru dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran matematika
3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu
mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok
4. Seluruh siswa menguasai materi pelajaran secara tuntas sehingga hasil belajar lebih
meningkat
1.5 Manfaat Penelitian
Setelah selesai penulisan ini dilakukan, maka manfaat yang diperoleh adalah :
1. Siswa: Dapat mempermudah dalam memahami pelajaran matematika, meningkatkan
hasil belajar matematika, proses belajar mengajar lebih menyenangkan dan tidak
membosankan.
2. Guru : Dapat menggunakan pembelajaran kooperatif model make a match dalam
meningkatkan hasil belajar siswa, membantu guru dalam memperbaiki kualitas
pembelajaran, profesionalitas guru, dan menambah rasa percaya diri
3. Sekolah : dapat menjadi masukan dan wawasan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kondisi serta kualitas pembelajaran matematika
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pembelajaran Kooperatif
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada
dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana
siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang
kompleks, memeriksa informasi denganaturan yang ada dan merevisiknya bila perlu
(Soejadi dalam Teti Sobari, 2006:15)
Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang
berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan
catatan siswa sendiri. Guru tidak memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus
membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide – ide mereka, ini merupakan
kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide – ide mereka sendiri.
Arief Achmad menyatakan bahwa :“Metode Pembelajaran Cooperative Learning beranjak dari dasar pemikiran(getting better together) yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap nilai, serta keterampilan – keterampilan social yang bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat”.
Menurut Isjono bahwa :“Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras, dan satu sama lain saling membantu. Menurut Isjono bahwa tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar”.
Dengan demikian pembelajaran kooperatif membuat siswa bukan hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses pembelajaran, melainkan siswa juga
di tuntut untuk belajar dalam kelompoknya dengan cara belajar dari siswa lainnya, dan
sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.
Pembelajaran kooperatif sangat menekankan adanya kerja sama siswa dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Ibrahim
dan Warsono mengungkapkan bahwa ada beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif
yaitu :
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik
mereka sendiri
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam memiliki tujuan yang sama
d. Siswa harusnya membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga
akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses pembelajaran berlangsung
g. Siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditanganinnya
dalam kelompok kooperatif
Ciri – ciri pembelajaran kooperatif di atasakan membuat siswa bertanggung jawab
terhadap kelompoknyadan terhadap dirinya, karena setiap siswa dituntut untuk
memberikan yang terbaik untuk kelompoknya sehingga siswa termotivasi untuk belajar
demi kemajuan kelompoknya dan dirinya yang pada akhirnya dapat mendapatkan hasil
belajar yang memuaskan.
2.2 Pembelajaran Model Make A Match
Banyak model pembelajaran yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk menjadikan
proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, tidak membosankan, dan bermutu.
Sehingga aktivitas belajar siswa lebih baik yang akhirnya berpengaruh pada hasil belajar
siswa. Salah satu model pembelajarannya adalah make a match.
Pembelajaran kooperatif model make a match merupakan salah satu model
pembelajarana yang kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok – kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain.
Metode make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode
dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah
satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topic, dalam suasana yang menyenangkan.(Rusman, 2011:223)
Penerapan metode ini di mulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/ soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya di beri poin.
Langkah – langkah pembelajaran adalah sebagai berikut (Rusman, 2011:223) :
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang cocok
untuk sesi review satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
b. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban
c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang
d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu di beri poin
f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah
disepakati bersama
g. Setelah satu babak, kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya demikian seterusnya
h. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang
cocok
i. Guru bersama – sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran
(Tarmizi:2008)
Lie (2002: 55) Pembelajaran kooperatif tipe make a match berdasarkan temuan
dilapangan mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Adapun kelebihan pembelajaran kooperatif tipe make a match yaitu :
1. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).
2. Kerjasama antara sesame murid terwujud secara dinamis.
3. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh murid.
4. Murid mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana
menyenangkan.
Selain memiliki kelebihan dalam pembelajaran ini, juga terdapat kelemahan dalam penerapan
yaitu:
1. Diperlukan bi,bingan dari guru untuk melakukan kegiatan.
2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jagan sampai murid terlalu banyak bermain-main
dalam proses pembelajaran.
3. Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai.
4. Jika kelas anda termasuk gelas gemuk (lebih dari 30 orang/kelas) berhati-hatilah.
5. Memakan waktu yang banyak karna sebelum masuk kelas terlebih dahulu kita
mempersiapkan kartu-kartu.
2.3 Hasil Belajar
2.3.1 Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya yaitu
hasil dan belajar. Pengertian hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu yang di capai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Muhibbin Syah mengatakan
bahwa “Belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative
menetap sebagi hasil pengalaman dan interkasi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjukkan sesuatu yang dicapai oleh
seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.
Soedijanto mengatakan bahwa hasil belajar adalah “Tingkat penguasaan yang dicapai
oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuanpendidikan yang
ditetapkan”
Menurut Dimyati bahwa “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berkahirnya penggal
dan puncak proses belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan yang
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa (Sudjana:2005).
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diberikan kesimpulan bahwa hasil belajar
ialah perubahan sikap atau perilaku siswa akibat menjalani proses belajar dan perubahan
perilaku siswa tersebut disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan
yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Dimana perubahan itu terjadi pada perubahan
intelektual, perubahan pribadi siswa maupun perubahan dalam pengetahuan terutama
penguasaan materi.
2.3.2 Faktor – factor yang mempengaruhi hasil belajar
Pada dasarnya hasil belajar siswa yang baik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah
bukan hanya disebabkan oleh kecerdasana siswa itu saja, akan tetapi masih terdapat hal lain
yang juga menjadi factor penentu yang tidak dapat dipisahkan dalam mencapai keberhasilan
siswa. Secara garis besar, factor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu (Alisuf
Sabri,1995:59)
a. Factor internal atau factor yang terdapat di dalam diri peserta didik, dan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yakni fisiologis dan psikologis. Adapun yang termasuk
factor fisiologis antara lain kondisi kesehatan, kebugaran fisik, dan kondisi panca
inderanya terutama penglihatan dan pendegaran. Sedangkan yang dikategorikan
sebagai factor psikologis seperti minat, bakat, intelengensi, dan kebiasaan belajar.
b. Factor eksternal atau factor yang terdapat di luar diri peserta didik, dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu factor lingkungan dan instrumental. Factor
lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu factor lingkungan alam
dan factor lingkungan social. Yang termasuk factor lingkungan alam seperti keadaan
suhu dan kelembaban udara. Sedangkan yang termasuk lingkungan social baik
berwujud manusia atau representasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi
proses dan hasil belajar. Factor instrumental ini terdiri dari media pembelajaran,
kurikulum pembelajaran, serta model pembelajaran yang digunakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah sangat
dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu sendiri (internal) dan kualitas pembelajaran
(eksternal). Dan secara keseluruhan sangat berkaitan erat dan saling mendukung satu sama
lain.
2.4 Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan di kelas, pembelajarn matematika terasa monoton,
menggunakan metode pembelajaran konvensional, sedangkan hasil belajar juga rendah.
Model pembalajaran kooperatif tipe Make A Match diharapkan dapat memecahkan masalah
ini. Caranya adalah dengan guru membuat kartu – kartu dimana kartu tersebut berisi soal atau
jawaban. Sebelum melaksanakan model pembelajaran ini guru memberi pre test terlebih
dahulu kemudian dilaksanakan model pembelajaran make a match lalu kesimpulan dan
terakhir di laksanakan post test. Hasilnya, diharapkan proses pembelajaran di kelas tidak lagi
monoton dan menggunakan metode pembelajaran konvensional serta hasil belajar
matematika siswa juga meningkat.
Kondisi Awal Guru menggunakan metode konvensional
Hasil belajar siswa rendah
Tindakan Guru : menggunakan teknik mencari pasangan (make a match)
Siklus I
Siklus IIKondisi Akhir
Hasil belajar IPS siswa meningkat
2.5 Hipotesis
Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran model make a match diharapkan akan
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Karakteristik Subjek dan Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X1 semester ganjil SMA NEGERI 13
TEBO kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo dengan jumlah siswa 29 anak, yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Siswa laki – laki berjumlah 18 anak dan siswa perempuan 11 anak
2. Sekolah SMA Negeri 13 Kabupaten Tebo terletak di pinggir jalan. Transportasi yang
digunakan oleh siswa ada yang menggunakan kendaraan sendiri dan ada juga jalan kaki.
3. Pada umumnya pekerjaan orang tua siswa sebagai petani dan buruh yang memiliki
penghasilan yang rendah sehingga perhatian orang tua terhadap pendidikan kurang yang
berakibat kepada rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa
4. Rendahnya dukungan dari orang tua yang mengakibatkan siswa tidak termotivasi untuk
belajar dan mengerjakan tugas
5. Pembelajaran lebih terpusat pada guru
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di semester ganjil mulai pada bulan Januari 2016 – April
2016.
Tabel 1
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Uraian Kegiatan Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perencanaan Siklus 1 v v
2 Pelaksanaan Tindakan
Tindakan Siklus 1
v v
3 Observasi Siklus 1 v v
4 Refleksi Siklus 1 v
5 Perencanaan Siklus 2 v v
6 Pelaksanaan Tindakan Siklus
2
v v
7 Observasi Siklus 2 v v
8 Refleksi Siklus 2 v
9 Penyusunan Laporan
Penelitian
v v
10 Seminar Hasil Ptk v
11 Revisi Laporan Ptk v
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Perencanaan Tindakan
Sebelum dilakukannya penelitian tindakan kelas di buat berbagai input instrument
dan media pembelajaran pendukung yang akan digunakan untuk pelaksanaan penulisan
tindakan kelas, yaitu rencana pembelajaran yang akan dijadikan penelitian tindakan kelas.
Khususnya kompetensi dasar (KD) tentang : system persamaan linear dua variabel.
Selain itu akan dibuat juga perangkat pembelajaran yang berupa : (1) Lembar
Pengamatan Siswa (2) Lembar Observasi (3) Lembar Evaluasi.
3.3.2 Pelaksanaan Tindakan
Penulis membuat acuan program pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif
model make a match pada pokok bahasan uang. (1) Sebelum proses pembelajaran
dilaksanakan, (2) Guru memberikan tes kemampuan awal (pre test) kepada siswa.( 3)
Guru memberi penjelasan mengenai tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar yang
akan dicapai oleh siswa. (4) Guru menjelaskan materi dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya. (5) Kemudian guru melaksanakan permainan dengan model Make
A Match. (6) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topic yang
cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. (7)
Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang. (8) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/ kartu jawaban). (9) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu di beri poin. (10) Jika siswa tidak dapat mecocokkan kartunya
dengan kartu temannya akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama. (11)
Setelah satu babak kartu di kocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya.(12) Guru bersama - sama siswa membuat kesimpulan terhadap materi yang
dipelajari.(13) Tes kemampuan akhir setelah pembelajaran (post test).
3.3.3 Observasi dan Evaluasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran
yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah disusun. Observasi diperlukan
untuk merekam kejadian – kejadian selama proses pembelajaran berlangsung. Sebelum
memulai proses belajar mengajar berlangsung, guru sekaligus penulis melakukan tes
kemampuan awal (pre test) siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Memberikan tes
akhir (post test) kepada siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dengan model
pembelajaran Make A Match. Guru sekaligus penulis menilai hasil tes selanjutnya
dianalisis datanya. Observasi selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung.
Wawancara persepsi siswa tentang pembelajaran kooperatif model Make A Match.
3.3.4 Refleksi
Refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yang dilaksanakan guru selama
tindakan. Dari hasil refleksi, guru dapat mencatat berbagai kekurangan yang perlu
diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan ulang. Kekurangan yang
terjadi pada pra siklus akan diperbaiki pada siklus I dan begitu pula seterusnya
kekurangan yang terjadi pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari siswa kelas X1 SMAN 13 Tebo.
Hasil pembelajaran kooperatif model Make A Match diperoleh dari hasil tes yang
diberikan sebelum pembelajaran (pre test) dan setelah pembelajaran (post test).
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes
sebagai instrument penelitian. Jenis tes yang digunakan tes prestasi (achievement
test) yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah
mempelajari sesuatu. Jadi tes ini diberikan setelah siswa yang dimaksud
mempelajari hal – hal yang diteskan dalam hal ini menggunakan pembelajaran
kooperatif model Make A Match.
1. Sebelum memulai proses belajar mengajar, guru sekaligus penulis melakukan
tes kemampuan awal (pre test) siswa mengenai pokok bahasan yang akan
dipelajari
2. Guru memberikan tes akhir (post test) kepada siswa setelah mengikuti proses
belajar mengajar dengan pembelajaran kooperatif model Make A Match.
3. Guru sekaligus peneliti menilai hasil tes, kemudian dimasukkan ke dalam
blanko untuk selanjutnya dilakukan analisis data dan mempersiapkan laporan
penelitian
4. Observasi selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung
3.4.3 Instrumen Pengumpulan Data
1. Tes (Pre Test dan Post Test)
Lembar tes tertulis ini berupa pre test dan post test. Soal – soal pada pokok
bahasan yang dipelajari berbentuk pilihan ganda. Tes ini diberikan kepada
siswa kelas X1 sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif model Make A Match untuk memperoleh gambaran
hasil belajar siswa sebelum dan sesudah aktivitas siswa saat proses
pembelajaran.
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses
pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah disusun.
Observasi diperlukan untuk merekam kejadian – kejadian selama proses
pembelajaran berlangsung.