PTK 1 - SLB (Kontruvistik Tuna Grahita Ringan)

download PTK 1 - SLB (Kontruvistik Tuna Grahita Ringan)

of 76

description

PENELITIAN TINDAKAN KELAS UNTUK TUNA GRAHITA RINGAN DENGAN MEDIA KONTRUVISTIK

Transcript of PTK 1 - SLB (Kontruvistik Tuna Grahita Ringan)

JUDUL:

MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PEMBULATAN BILANGAN MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK PADA SISWA KELAS III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B DHARMAWANITA KABUPATEN TANA TORAJA

Oleh:

Lukas SattuNip. 19640416 198703 1 021DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGAKABUPATEN TANA TORAJASEPTEMBER 2012

LEMBAR PENGESAHAN IDENTITASLaporan hasil Penelitian Tindakan Kelas Dengan Judul:

MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PEMBULATAN BILANGAN MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK PADA SISWA KELAS III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B DHARMAWANITA KABUPATEN TANA TORAJAAdalah benar disusun oleh:

Nama : Lukas SattuNIP : 19640416 198703 1 021Pangkat Gol/Ruang : Pembina, IV/a

Dapat diterima dan disahkan sebagai laporan hasil penelitian tindakan kelas dalam pengembangan profesi guru dan untuk disebarluaskan atau didokumentasikan pada perpustakaan sekolah.

Tana Toraja, September 2012

Disetujui,

Kepala Perpustakaan,Peneliti

________________________Lukas Sattu

NIP.NIP. 19640416 198703 1 021

Mengetahui,

Kepala Sekolah

M. L. Manglili, S.Pd.

NIP. 19631227 198703 1 013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penyusunan karya tulis ini ditujukan untuk pengembangan profesi guru dalam pembelajaran sekaligus juga untuk mengatasi problema hasil belajar siswa yang kurang. Harapan penulis kedepan, isi ataupun topik yang dibahas dalam karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pelaku pendidikan lainnya.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak.

Atas bantuan dari berbagai pihak, penulis serahkan hanya kepada kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, semoga jasa-jasa baiknya mendapat imbalan, Amin. Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULLEMBAR PENGESAHAN

iKATA PENGANTAR

iiDAFTAR ISI

iii ABSTRAK

ivBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Rumusan Masalah

7

C. Tujuan Penelitian

7

D. Manfaat Penelitian

7BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka

8

B. Kerangka Pikir

20

C. Hipotesis Tindakan

22BAB III METODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis Penelitian

23B. Fokus Penelitian

23C. Setting Penelitian

25D. Teknik Pengumpulan Data

26E. Prosedur Penelitian

27F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan

31BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Deskripsi Hasil Penelitian

33B. Pembahasan

41BAB V PENUTUPA. Kesimpulan

48

B. Saran

48DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

ABSTRAK

Lukas Sattu 2012. MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PEMBULATAN BILANGAN MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISTIK PADA SISWA KELAS III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B DHARMAWANITA KABUPATEN TANA TORAJAPenelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pada mata pelajaran matematika melalui penerapan pendekatan konstuktivistik pada siswa kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita kabupaten Tana Toraja.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 pada siswa kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja. Selama penelitian ini berlangsung dalam dua siklus perubahan-perubahan yang terjadi atas murid dapat dikemukakan bahwa melalui penerapan pendekatan konstruktivistik pemahaman murid terhadap konsep pembulatan di kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja maningkat. Serta nilai pembelajaran matematika mengalami peningkatan.BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan dasar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan Seni (IPTEKS), yang berpengaruh pada kehidupan manusia dan berperan sebagai alat bantu sekaligus sebagai pelayanan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Menurut Aisyah (2007: 1.3) matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkebangan teknologi modern, mempunyai peranan dalam berbagai disiplin dan memajemukkan daya pikir manusia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan matematika itu dalam kehidupan setiap manusia, sehingga memberikan tantangan bagi setiap pendidik untuk meningkatkan kualitas hasil belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan sekolah terutama pada tingkat Sekolah Dasar (SD).

Belajar matematika adalah belajar tentang konsep dan struktur matmatika yang terdpat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur, memisahkan hubungan yang terdapat dalam struktur dan mengkategorisasikan antara struktur. Hal ini sejalan dengan pendapat Djaali (Russefendi, 1992: 12) yang mengemukakan bahwa: pada hakekatnya belajar matematika suatu aktivitas mental untuk memahami hubungan, simbol, struktur matematika ke situasi yang nyata. Dengan demikian maka pengertian belajar dalam konteks matematika adalah memperoleh pengetahuan baru dengan memanipulasi simbol dan struktur matematika. Matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena matematika berperan sebagai alat bantu sekaligus melayani terhadap ilmu-ilmu lainnya. Maka dari itu, pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan matematika dengan mengadakan perubahan dan pembenahan secara terus menerus baik dari segi kurikulum, pengadaan buku pengajaran dan alat-alat serta berbagai macam pendekatan dalam pengajaran di Sekolah.

Piaget (Muhsetyo, 2005: 19) mengatakan bahwa anak-anak usia sekolah dasar (7 12 tahun) masih berada pada tahap operasional konkret, dimana pada usia anak tersebut masih sulit bagi mereka untuk menanggapi hal-hl yang bersifat abstrak. Oleh karena itu dalam proes belajar mengajar guru perlu menggunakan benda-benda konkret atau benda-benda tiruan sebagai alat peraga atau media dalam pengajaran matematika.

Dengan penggunaan benda-benda kongkret memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang baik sehingga meningkatkan prestasi belajar murid dapat terwujud. Selain itu murid dapat melihat langsung pengertian konsep-konsep dari suatu materi pada benda-benda konkret yang sedang diperagakan. Peserta didik dapat meningkatkan motivasi dan minat murid dalam belajar matematika. Pelajaran matematika yang bersifat abstrak, deduktif dan berjenjang adalah dengan memanipulasi objek-objek abstrak, deduktif dan berjenjang adalah dengan memanipulasi objek-objek abstrak dalam bentuk benda-benda konkret.

Kajian matematika yang tidak kalah pentingnya untuk konsep adalah bilangan. Bilangan merupakan bahan pertama dan utama yang diajarkan kepada anak sekolah dasar pada setiap jenjang kelas mulai dari keas I sampai kelas VI. Hampir seluruh bagian matematika diidentikkan dengan menghitung. Jika menghitung maka tak akan lepas dari penggunaan bilangan. Selain itu bagian matematika yang lain di sekolah dasar seperti geometri dan pengolahan data selalu berhubungan dengan bilangan. Bilangan dalam geometri berhubungan kuantitas ukuran. Baik ukuran panjang, lebar, tinggi, luas, maupun volume. Sedangkan penggunaan bilanga dalam pengolahan data berhubungan dengan data itu sendiri, sampai pengolahannya berupa rata-rata, persentase dan jumlah data. Selain diperlukan penguasaan konsep bilangan, juga tak kalah pentingnya adalah operasi antara bilangan itu sendiri..

Pengukuran pada bangun geometri atau pengukuran dalam pengumpulan data hasilnya tidak ada yang pas tepat, tetapi hanya merupakan nilai pendekatan atau hasil pembulatan. Misalnya tinggi seseorang yang dikatakan 156 centi meter (cm), maka ukuran tersebut bukan tepat 156 cm, tapi kurang atau lebih sedikit dan dilakukan pembulatan ke satuan cm terdekat. Ini menunjukkan bahwa pembulatan perlu dikuasai oleh murid.

Berdasarkan studi pendahuluan di Kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja ditemukan bahwa salah satu materi pelajaran yang sulit dikuasai oleh murid adalah materi pembulatan, sementara pembulatan merupakan salah satu bahan ajar yang diperlukan dalam pengukuran dan pengumpulan data. Pembulatan bisa dilakukan ke puluhan, atau ratusan, bahkan ke ribuan terdekat.

. Pembelajaran yang dilakukan guru dalam mengajar pembulatan langsung menyatakan bahwa untuk membulatkan ke puluhan terdekat maka angka satuan kurang dari 5 dibulatkan ke bawah menjadi 0, angka satuan sama dengan 5 atau lebih maka dibulatkan menjadi 1 puluhan. Guru tidak menggunakan alat peraga dan tidak menjelaskan mengapa aturan pembulatan dilakukan seperti itu.. Sementara banyak benda atau alat di sekeliling murid yang dapat dijadikan alat bantu dalam memahami pembultan. Ini berarti bahwa guru lebih cenderung menekankan murid untuk menghafal cara pembulatan.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa murid relatif pasif terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru dikarenakan tidak adanya peletakan dasar bagaimana pembulatan dan contoh penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memahami konsep abstrak murid memerlukan benda-benda konkret (real) sebagai perantara untuk visualisasinya (Suherman, 2001: 23). Benda-benda konkret atau alat peraga itu sangat berarti bagi murid untuk dibentuk dan dapat digunakan untuk menyelesaikan latihan-latihan terkait dengan pembulatan yang diberikan oleh guru. Selanjutnya Burner (Darhim, 1992: 109) dalam teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar mengajar murid sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-benda atau alat peraga. Dengan alat peraga tersebut murid dapat melihat langung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya agar manipulasi benda-benda tersebut dapat dikuasai sepenuhnya oleh murid.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis akan menerapkan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran konsep pembulatan di kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman murid terhadap konsep pembulatan dan dapat menggunakan konsep tersebut dalam pembelajaran matematika selanjutnya.. Pembelajaran menurut konstruktivistik merupakan suatu kondisi dimana guru membantu murid untuk membangun pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui konsep internalisasi sehingga pengetahuan itu dapat terkonstruksi kembali, Tanwey Gerson (Suherman, 2001: 97). Fungsi pembelajaran adalah membangun pemahaman terhadap informasi (pengetahuan). Proses membangun pemahaman inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar, sebab pemahaman materi yang dipelajari akan bermakna. Implementasinya dalam matematika murid mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas. Dalam proses ini murid berusaha menyelesaikan latihan-latihan dalam matematika. Murid sendiri yang harus menemukan dan mentransfer pengetahuan yang dipelajri, karena itu strategi konstruktivistik merupakan pengajaran yang berpusat pada murid. Guru berperan menyediakan fasilitas dan membimbing murid.

Dalam pendekatan ini para murid diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan yang lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah. Dalam kelas konstruktivistik seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasekan masalah dan mendorong murid untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan masalah.

Ketika murid memberikan jawaban, guru belum dapat memberikan jawaban yang sebenarnya namun guru tetap mengarahkan murid dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Sebagaimana Cobb and Steffe (Suherman, 2001: 73) menyatakan bahwa pandangan konstruktivistik guru harus secara terus menerus menyadarkan untuk menncoba melihat keduanya aksi murid dengan dirinya dari sudut pandang murid. Murid diberikan kesempatan untuk berpikir sesuai kemampuannya sehingga ditemukan berbagai warna dalam proses ini karena melihat aksi dalam mengkonstruksi pengetahuannya.

Dalam belajar konstruktivistiktik murid didorong dan dibimbing untuk menemukan sendiri rumus-rumus atau teorema-teorema yang sedang dipelajari. Murid dibiasakan untuk menemukan masalah-masalah yang kompleks sesuai dengan tingkat berpikirnya. Gagasan tidak dapat dikomunikasikan maknanya jika diberikan langsung kepada murid, melainkan murid sendiri membentuk makna tersebut. Ini berarti bahwa murid berkontruksi dalam menemukan makna terkait dengan masalah-masalah yang tengah dihadapi. Setelah murid selesai memecahkan masalah barulah mereka diajar secara formal oleh guru dan guru menyajikan secara matematis proses atau pekerjaan yang telah mereka selesaikan. Guru menjelaskan dan membenarkan pekerjaan yang telah diselesaikan oleh murid sehingga murid memperoleh makna baru selanjutnya akan menjadi pengetahuan bagi murid. Sehingga belajar matematika secara konstruktivistik akan meningkatkan pengetahuan dan prestasi murid. Carpenter (Wardani, 1999: 19) mengatakan bahwa pendekatan konstruktivistik yang digunakan dalam matematika telah mampu meningkatkan prestasi murid. Penulis memilih sub pokok bahasan pembulatan karena terdapat dalam KTSP kelas III semester satu. Selanjutnya berdasarkan penelitian di sekolah yang bersangkutan, pembelajaran pembulatan belum tergarap secara maksimal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah pokok yang menjadi fokus kajian yaitu apakah pemahaman murid terhadap konsep pembulatan dapat ditingkatkan melalui penerapan pendekatan konstruktivistik di Kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman murid terhadap konsep pembulatan dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik di kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja.

.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretisa. Menjadi acuan bagi guru untuk menyelesaikan masalah matematika khususnya materi pembulatan.

b.Sebagai acuan bagi peneliti lain yang relevan dengan penelitian ini2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada sekolah yang bersangkutan khususnya pada materi pembulatan.

b. Memotivasi guru sekolah dasar dalam mengembangkan sistem pembelajaran matematika

c. Menciptakan kreativitas murid dalam menyelesaikan masalah matematika khususnya materi pembulatanr melalui kerja kelompok. BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Pemahaman Konsep Pembulatan dalam Pembelajaran Matematika SDa. Belajar matematika

Belajar matematika pada hakekatnya adalah melakukan kegiatan mental sebagaimana dinyatakan oleh Hudoyo (Aisyah, dkk, 2007: 5). Dalam belajar matematika seseorang dituntut mempersiapkan mentalnya dalam proses penerimaaan pengetahuan baru yang disertai tindakan-tindakan kongkret melalui penyelesaian matematika. Dalam mengajar matematika guru dapat memotivasi muridnya mencapai pemahamn dalam belajar melalui pendekatan belajat yang tepat. Pemahaman merupakan terjemahan istilah undestanding. Grous (Suherman, 2001: 30) berpendapat bahwa memahami matematika adalah membuat hubungan. Dalam kamus besar konsep pembulatan(Depdikbud, 1984) melalui pemahaman berarti pengertian yang mendalam. Melalui pemahaman suatu konsep lebih mudah diketahui.

b. Pembelajaran matematika SD

Pembelajaran matematika SD adalah belajar tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika, hal ini sejalan dengan Bruner (Aisyah, 2007: 1-6) yang mnyatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-onsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasa yang dipelajari serta mencapai hubungan-hubungan antar konsep tersebut.

Oleh karena itu, adalah tugas guru untuk pertama menyampaikan konsepnya dulu kemudian baru melatihkan cara menghitung untuk pemahaman konsep guru perlu memberi latihan bervariasi. Sedangkan untuk memahirkan pemahaman murid perlu latihan rutin berulang. Bila pengetahuan matematika SD masih standar, perlu diadakan bimbingan pada murid tersebut berdasarkan kesulitan yang dialami oleh murid.

Dalam menyajikan matematika SD perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan berpikir murid. Di mana pada umumnya murid SD yang masih berumur sekitar 7-12 tahun, menurut Piaget (Subarinah, 2006: 3) menyatakan bahwa murid itu berada pada tingkat operasi kompleks, tetapi mereka bukan mampu secara langsung melakukan operasi tersebut. Secara formal, mereka dapat bernalar induktif, tetapi masih sangat lemah dalam bernalar deduktif dan masih mengalami kesulitan dalam memahami ide (gagasan) yang abstrak sehingga, dalam pembelajaran matematika di SD diperlukan alat peraga yang bisa dimanipulasi oleh murid. Alat peraga selain membantu memahami konsep yang dipelajari juga dapat menarik perhatian dan motivasi murid dalam mempelajari matematika.

Menurut Burner (Aisyah, dkk, 2007: 5) belajar matematika adalah belajar tentang konsep dan sturktur-struktur matematika yang terdapat di dalamnya. Materi yang dipelajari serta memacu hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika itu, murid harus menemukan kateraturan dengan cara mengutak atik bahan-bahan yang dihubungkan dengan keteraturan yang sudah dimiliki oleh murid.

Dengan demikian, murid dalam belajar haruslah terlibat aktif apabila peserta didik akan kreatif, bila diberi kesempatan merancang, membuat sesuatu dan manuliskan ide atau gagasan, dan akan lebih bagus lagi diberi kesempatan untuk memanipulasi bena=benda (alat peraga abcus) yang diteliti murid akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikan, kemudian murid dihubungkan dengan keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikan kemudian murid dihubungkan dengan peraturan intuitif yang telah melekat pada diri murid.

c. Pemahaman konsep pembulatan

Pembulatan yang dipelajari di SD kelas III meliputi pembulatan suatu bilangan ke puluhan, ratusan, atau ribuan terdekat. Menurut Sinaga, dkk (2007) pembulatan ke puluhan terdekat adalah jika satuannya kurang dari lima maka dibulatkan ke bawah sedangkan jika sama atau lebih dari lima dibulatkan ke atas. Demikian pula dengan pembulatan ke ratusan terdekat, jika bilangan puluhan kurang dari 50 maka dibuatkan ke bawah, dan jika puluhannya sama dengan 50 atau lebih maka dibuloatkan ke atas. Sedangkan pembulatan ke ribuan terdekat dilakukan dengan cara jika ratusannya kurang dari 500 maka di bulatkan ke bawah dan jika ratusannya lebih dari 500 maka dibulatkan ke atas.

Untuk membantu konsep pembulatan baik ke puluhan, ratusan, atau ribuan terdekat, maka murid perlu memahami yang mana bilangan puluhan, ratusan, atau ribuan. Contoh puluhan adalah 0, 10, 20, 30, 40, dan seterusnya. Bilangan puluhan yang satuannya adalah angka 0. Contoh ratusan adalah 0, 100, 200, 300, dan seterusnya, yakni bilangan yang angka puluhan dan satuannya adalah 0. Sedangkan ribuan terfekat adalah bilangan yang angka ratusan, puluhan, dan satuannya adalah 0, seperti 0, 1000, 2000, 3000, dan seterusnya.

Alat peraga yang dapat digunakan adalah kartu-kartu bilangan puluhan, ratusan, dan atau kartu-kartu ribuan. Misalnya untuk menentukan puluhan terdekat dari bilangan 87 maka diberikan kartu puluhan 80 dan 90, kemudian meletakkan bilangan 1 sampai 9 diantara kedua bilangan puluhan tersebut.

Kemudian meminta murid menentukan yang mana lebih dekat dari 87 apakah 80 atau 90. Murid dapat menggunakan alat ukur atau melihat bahwa 87 lebih dekat ke 90. Dengan memberikan bebrapa contoh atau tugas yang serupa diharapkan murid dapat mengkonstruksi sendiri aturan pembulatan dan dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya memperkirakan panjang alat-alat sekolahnya ke dalam satuan desimeter terdekat.

d. Tujuan pemahaman konsep pembulatan

Pemahaman konsep pembulatan bertujuan untuk mencapai salah satu indikator pembelajaran matematika di SD. Selain itu, murid dapat menaksir jumlah nilai berdasarkan pembulatan terdekat sehingga taksirannya tidak berbeda jauh dari kenyataan.. Misalnya memperkirakan harga sejumlah buku dan pinsil berdasarkan ribuan terdekat.e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep pembulatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman konsep pembulatan bagi murid antara lain adalah: 1) pengetahuan awal murid tentang nilai tempat dari suatu bilangan, 2) kemampuan murid mengukur, dan 3) penguasaan operasi dasar dalam matematikaf. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Mengajar Guru

Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi metode mengajar guru secara umum serupa dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya. Slameto (2003: 54) membagi faktor belajar menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1) Faktor Intern

Faktor intern dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor jasmaniah, dan faktor psikologis.

a) Faktor jasmaniahBagian dari faktor jasmaniah meliputi kesehatan, dan cacat tubuh. Proses belajar mengajar akan terganggu jika kesehatan terganggu. Agar guru dapat mengajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi, dan ibadah.b) Faktor Psikologis

Menurut Slameto (2003: 55) Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi mengajar. Faktor-faktor itu adalah: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan

Dari ketujuh faktor yang disebutkan oleh Slameto di atas, faktor perhatian, minat, motif, dan kesiapan mungkin dapat dipengaruhi oleh orang lain seperti guru. Perhatian, minat, dan motif dapat ditingkatkan dengan metode mengajar yang bervariasi dan penggunaan lat-alat peraga saat mengajar.

2) Faktor eksternMenurut Syah (1995: 137) Faktor ekstern terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial

a) Faktor lingkungan sosialLingkungan sosial sekolah seperti guru, staf administrasi, dan teman-teman kelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang murid. Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial murid adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar rumah murid tersebut.

b) Faktor lingkungan nonsosialFaktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal murid dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan jarak rumah ke sekolah.

Dari faktor ektern dan intern di atas, penulis memfokuskan diri hanya pada faktor motivasi, karena motivasi berhubungan pula dengan minat, perhatian, dan lingkungan murid

2. Pendekatan Konstruktivistik

a. Pengertian

Esensi dari teori konstruktivistik adalah murid itu sendiri yang harus menemukan dan mentransefer informasi-informasi yang nakan dijadikan miliknya. Peranan guru adalah menyediakan fasilitas dan membimbing murid menemukan dan menstranfer informasi itu. Sebagaimana Slavin (Wardani, 1999: 4) mengatakan bahwa teori belajar konstruktivistik adalah teori yang berpendapat bahwa murid itu sendiri yang harus menemukan dan mentrasformasi informasi komplek, mengecek informai baru, kemudian dibandingkan dengan aturan lama dan merevisi aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Hal ini diperkuat oleh Anders (Wardani, 1999: 5) bahwa konstruktivistik adalah pandangan tentang belajar mengajar yang menempatkan pelajar belajar sendiri arti atau mengetahui dari pengalaman dan inrteraksi dengan yang lain dan peranan guru menyediakan pengalaman yang berarti bagi murid. Berdasarkan kedua pendapat di atas maka pandangan konstruktivistik dalam belajar adalah murid sendiri yang membangun pengetahuan yang dimilikinya.

b. Ciri-ciri pendekatan konstruktivistik

Ciri-ciri pembelajaran matematika sesuai dengan pendekatan konstruktivistik menurut Hudoyo (Inganah, 2003: 12) antara lain

murid terlihat aktif dalam belajarnya, 2) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan skemata (jaringan konsep) yang dimiliki oleh murid, 3) orientasi pembelajaran adalah pemecahan masalah. Agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai secara optimal maka harus disediakan lingkungan belajar yang konstruktivistik pula. Menurut Mustaji dan Sugiarso (Aisyah, 2007: 7)

Karasteristik utama belajar pendekatan konstruktivis adalah 1) belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya terkonstruksi oleh masing-masing individu, 2) belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalan kefiatan bersama dan memiliki sudut pandang yang berbeda, 4) belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan saling berbagi saran dan kritik oleh teman sebaya.

Pendapat tersebut di atas identik dengan penjelasan Strommen (Latri, 2003: 11) bahwa konstruktivistik adalah sebuah teori hasil penelitian Piaget. Dasar pemikiran fundamental konstruktivistik, bahwa murid secara aktif mengkonstruk pengetahuanannya. Sehingga belajar menurut pandangn ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tngkah laku. Belajar merupakan proses menata diri mengatasi komplik kognitif yang berasaldari pengalaman nyata, bacaan, dan renungan, Mustafa (Latri, 2003: 11). Belajar dipandang sebagai proses yang aktif untuk membengun pengetahuannya dengan dunia sekitar dengan memuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki serta pengetahuan yang sedang dipelajari.

c. Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivistik

Prinsip-prinsip pembelajaran menurut pendekatan konstruktivistik, (Aisyah, 2007: 9) adalah

1) menciptakan lingkungan dunia nyata dengan menggunakan konteks yang relevan, 2) menekankan pada pendekatan realistik guna mememcahkan masalah dunia nyata, 3) analisis strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah dilakukan oleh sswa, 4) tujuan pembelajaran tidak dipaksakan tetapi dinegosiasikan bersama, 5) menekankan antar hubungan konseptual dan dan menyediakan perspektif anda mengenai isi, 6) evaluasi merupakan alat analisis diri sendiri, 7) menyediakan alat dan lingkungan yang membentu murid menginterprestasikan perspektif ganda tentang dunia, 8) belajar harus dikontrol secara internal oleh murid sendiri dan dimediasi oleh guru mengikuti model negosiasi. Aktivitas guru di kelas dipengaruhi oleh paham mereka tetntng pembelajaran.

Selanjutnya dalan pendangan konstruktivistik, bahwa murid sendiri yang harus emenmukan dan mentransfer pengetahuan yang dipelajari. Oleh karena itu strategi konstruktivistik merupakan pelajaran yang dapat membangun pengetahuan dengan cara dikonstruksi sendiri oleh murid. Dalam kegiatan, konstruktivistik lebih menekankan pada pembelajaran top down dalam arti pembelajaran matematika dengan cara mebeiasakan murid memecahkan masalah yang kompleks dan guru membimbing pemecahannya.

Berg (Wardhani, 1999: 17) menyatakan bahwa menurut pendekatan konstruktivistik materi atau pelajaran baru harus disambungkan dengan konsepsi awal murid yang sudah ada atau membongkar konsep lama dan membangun kembali jika konsep yang ada menyimpang dari konsep yang sudah ada. Materi matematika yang dipelajari oleh murid tersusun dalam struktur yang hirarkis dan bagian-bagiannya saling berhubungan. Oleh karena itu untuk mempelajari suatu topik matematika selalu ada topik matematika lain sebaga prasyaratnya.

Dalam pembelajaran matematika perlu adanya konstruksi interaksi antar murid untuk membangun iklim belajar yang konstruktivistik pula. Sebagaimana dikemukakan oleh Piaget dan Vygostky (Wardani, 1999: 18) bahwa perlu adanya hakekat sosial atau interaksi dalam belajar. Keduanya menyarankan penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang beragam untuk mengupayakan perubahan konseptual. Banyak materi matematika yang cocok bila dipelajari secara berkelompok. Hal ini untuk memahami murid dalam kelas yang berasal dari ragam yang berbeda seperti perbedaan individu dalam kelas.

Perbedaan individu di kelas berimplikasi bahwa guru diisyaratkan untuk mempertimbangkan bagaimana menerapkan pembelajaran matemarika agar dapat melayani secara cukup perbedaan-perbedaan individu murid. Guru harus memandang murid sebagai suatu totalitas yang heterogen dalam memahami sesuatu yang tengah dihadapinya. Hal ini agar pemahaman terhadap pembelajaran konsep matematika dapat terkonstruksi. Terkait dengan hal tersebut Grouws (Latri, 2003: 13) menyatakan bahwa pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik adalah mebantu murid untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalaui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali.

Secara utuh pandangan konstruktivistik dalam pembelajaran matematika tehadap murid pada dasarnya adalah lebih menekankan untuk menkonstruksi sendiri pengetahuan matematka yang dipelajari melalui konteks atau budaya dan dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Sisiwa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari sedangkan guru hanya akan mamberikan bantuan jika diperlukan. Diantaranya adalah menyediakan pengalaman belajar berupa obyek-obyek yang ada dilingkungan murid sehngga pengetahuan dapat terkonstruksi secara maksimal. Sebab pengalaman bersentuhan langsung dengan abyek belajar murid dapat meberikan makna dan pengalaman yang sangat berarti bagi murid. Dengan cara ini murid dapat menjalani proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa konsep. Ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajari. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Suparno (Latri, 2003:12) pengetahuan yang diperoleh murid selama pembelajaran marupakan hasil bentukan sendiri.

d. Langkah-langkah pendekatan konstruktivis

Adapun langkah-langkah pendekatan konstruktivis menurut Latri, (2003:15) dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep.

1) Fase eksplorasi

Pada fase eksplorasi guru menyediakan kesempatan kepada murid untuk mengungkapkan gagasannya yang mungkin bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan serta suatu analisis mengenal mengapa murid mempunyai gagasan demikian. Di samping itu juga membawa para murid pada identifikasi suatu pola keteraturan dalam fenomena yang diselidiki. Pada fase ini guru menyiapkan alat peraga dan membiarkan murid untuk memegang, membolak-balik, membicarakan apa saja tentang alat yang mereka pegang dalam hal ini kartu-kartu puluhan, ratusan, dan ribuan.

Pada fase ini, guru dapat melakukan penilaian awal yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Hal ini dapat dilakukan secara tertulis atau lisan misalnya memberikan pertanyaan yang berkaitan tentang kartu-kartu yang diberikan. Tujuannya untuk menggali pengetahuan awal murid, melalui pertanyaan yang sesuai dengan pengalaman, lingkungan anak, atau sesuai dengan topik yang akan diajarkan.

2) Fase pengenalan konsep

Fase pengenalan konsep dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki dan didiskusikan dalam konteks yang telah diamati selama fase eksplorasi.

Pada fase ini dilakukan pengenalan konsep puluhan, ratusan, dan ribuan melalui kegiatan membaca bilangan atau kartu, membandingkan banyaknya angka pada kartu, dan mengukur jarak letak suatu bilangan ke bilangan lainnya. Kemudian menentukan bilangan yang terdekat dari suatu bilangan yang telah ditentukan..

Setelah murid memahami bilangan puluhan, ratusan, atau ribuan terdekat, murid diarahkan untuk merumuskan aturan dalam menentukan bilangan terdekat yang dimaksudkan Dengan demikian memberikan kesempatan kepada murid untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif. Contohnya angka Puluhan (10, 15, 35, ...), angka ratusan (100, 150, 350,) dan angka ribuan (1000, 2000, 3000,)3) Fase aplikasi konsep

Langkah terakhir adalah fase aplikasi konsep. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada murid untuk memantapkan konsep dengan menyelesaikan soal-soal yang pembulatan ke puluhan, ratusan, dan ribuan terdekat dari suatu bilangan. sesuai dengan konsep yang telah dipelajari, murid mengemukakan permasalahan yang muncul berkaitan dengan konsep, dan murid menyelesaikan soal-soal yang bervariasi sesuai dengan konsep yang telah dipelajarinya. Selain itu aplikasi konsep dapat dilakukan dengan memberikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya berhubungan dengan satuan ukuran dan pengumpulan data.

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan kegiatan prapenelitian ditemukan bahwa kemampuan murid masih rendah dalam penguasaan konsep pembulatan. Rendahnya kemampuan murid tersebut disebabkan oleh bebrapa hal, yaitu 1) murid pasif dalam menerima pelajaran, 2) murid tidak dapat mengotak-atik alat peraga, 3) guru cenderung menggunakan metode ceramah, serta tidak menggunakan alat peraga..Penelitian ini mengkaji apakah pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman murid terhadap konsep pembulatan. Untuk mencapai tujuan maka penelitian ini melibatkan berbagai kegiatan aktif yang dapat mmotivasi murid untuk memecahkan masalah-masalah terkait dengan konsep pembulatan. Dalam melakukan kegiatan pmbelajaran terkait dengan konsep pembulatan dapat digunakan berbagai alat peraga yang kontruktivistik untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep pembulatan pada murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja. Untuk mengefektifkan pembelajaran maka digunakan pemndekatan yang sesuai dengan masalah yang dikaji selama kegiatan penelitian.

Untuk meningkatkan kemampuan murid dalam memahami konsep pembulatan maka diusahakann meminimalisir atau bahkan meniadakan penyebab tersebut. Untuk mengaktifkan murid, mengotak-atik alat peraga, guru tidak menggunakan metode ceramah, serta melengkapi media pembelajaran, maka pendekatan konstruktivis sangat tepat untuk dilakukan oleh guru.

Esensi dari teori konstruktivistik adalah murid itu sendiri yang harus menemukan dan mentransfer informasi-informasi yang nakan dijadikan miliknya. Peranan guru adalah menyediakan fasilitas dan membimbing murid menemukan dan menstranfer informasi itu. Untuk membimbing sendiri pengetahuan maka murid hasrus aktif dan mengunakan alat peraga yang sesuai, dan oleh karena itu guru sebagai fasilitator harus menyiapkan media atau alat peraga untuk membentuk pengetahuan murid tersebut.

Jika pendekatan konstruktivis dilaksanakan guru sesuai dengan tepat maka penyebab rendahnya pemahaman konsep pembulatan dapat dikurangi. Dengan demikian dapat diharapakan tercapainya peningkatan pemahaman konsep pembulatan.

Gambar 2.1 Skema Kerangka PikirC. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir maka hipotesis tindakan dalam penelitin ini adalah: Jika menggunakan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran maka kemampuan murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja memahami konsep pembulatan akan meningkat

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kompilasi metode penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Hal ini dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kajian yang diangkat dalam penelitian ini. Keterlibatan peneliti sangat mendominasi dalam kegiatan penelitian mulai dari merencanakan, merancang, melaksanakan, mngumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mebuat laporan. Oleh karena itu, penelitian tindakan partisipan karena peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian dari awal sampai berakhirnya penelitian.

Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Umar, A dan Kaco, N, 2007: 21) Proses penelitian tindakan merupakan sebuah siklus atau proses daur ulang yang terdiri dari empat aspek fundamental diawali dari apek mengembangkan perencanaan kemudian melakukan tindakan sesuai dengan rencana, observasi/pengamatan terhadap tindakan, dan diakhiri dengan melakukan refleksi. Kegiatan penelitian ditempuh dalam suatu tahapan sehingga pemahaman murid terhadap konsep pembulatan diharapkan dapat tercapai secara maksimal.

B. Fokus Penelitian

Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah 1) kemampuan murid memahami konsep pembulatan, dan 2) penerapan pendekatan konstruktivis oleh guru.

1. Kemampuan pemahaman konsep pembulatan adalah pengetahuan yang dimiliki untuk membulatkan suatu bilangan ke nilai terdekat yang diinginkan.Indikator dari kemampuan pemahaman konsep pembulatan meliputi: a) menentukan nilai puluhan terdekat dari suatu bilangan, b) menentukan nilai ratusan terdekat dari suatu bilangan, c) menentukan nilai ribuan terdekat dari bilangan empat angka, d) menggunakan konsep pembulatan bilangan terdekat dalam kehidupan sehari-hari

2. Penerapan pendekatan konstruktivis adalah pandangan tentang belajar mengajar yang menempatkan pelajar belajar sendiri arti atau mengetahui dari pengalaman dan inrteraksi dengan yang lain dan peranan guru menyediakan pengalaman yang berarti bagi murid. Indikator dari penerapan pendekatan konstruktivis yaitu jika langkah berikut ini terjadi atau dilaksanakan.:a. Fase eksplorasi1) Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan benda-benda di sekitarnya yang bernilai puluhan, ratusan, ribuan

2) Guru membagikan kartu bilangan, kartu puluhan, ratusan, dan ribuan tiap kelompok

3) Murid mengamati, mengutak-atik kartu yang telah dibagikan oleh guru

4) Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid5) Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

b. Fase pengenalan konsep

1) Guru menyuruh murid mengurutkan kartu bilangan berdasarkan besarnya bilangan yang ada pada kartu

2) Murid menentukan nilai bilangan terdekat setelah menempatkan sebuah kartu antara dua kartu lainnya

3) Murid diarahkan untuk menemukan aturan untuk menentukan nilai terdekat baik ke puluhan, ratusan, maupun puluhan.

4) Murid menemukan aturan untuk menentukan konsep pembulatan

c. Fase aplikasi konsep1) Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

2) Murid melaporkan hasil pekerjaannya

3) Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid4) Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

C. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja. Alasan pemilihan sekolah ini adalah a) masih ditemukan murid yang belum memahami konsep pembulatan, b) belum diterapkannya pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran matematika, c) adanya dukungan dari kepala sekolah dan guru setempat untuk melaksanakan kegiatan peelitian di sekolah yang bersangkutan, d) merupakan tempat tugas mengajar peneliti selama ini. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013.

Subjek penelitian ini adalah murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja yang terdaftar pada tahun pelajaran 2012/2013. dengan jumlah murid 31 orang yang terdiri dari 19 laki-laki dan 12 Perempuan.D. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian diperoleh dari hasil pekerjaan murid berupa soal yang diberikan oleh peneliti meliputi 1) tes untuk menjaring, latihan soal yang diberikan pada saat pembelajaran, dan tes akhir tindakan, 2) hasil wawancara dari guru matematika, 3) hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung.

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari keseluruhan murid kelas III namun ditemukan indikasi pada beberapa murid setelah melakukan tindakan awal dari peneliti terhadap keseluruhan murid, sehingga obyek penelitian berfokus pada beberapa murid yang kurang maksimal pembelajarannya.

Pengumpulan data dalam penelitin ini diperoleh dari tes, wawancara, observasi dengan uraian sebagai berikut:1. Tes

Tes dilakukan untuk mmperoleh informasi tentang pemahaman murid terhadap konsep pembulatan. Tes dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu awal penelitian, akhir setiap tindakan dan pada akhir setelah diberikan serangkaian tindakan. Tes yang diberikan berbentuk isian atau uraian singkat. 2. Dokumentasi

Dokumentasi diperlukan untuk mengetahui keadaan dan situasi murid selama proses belajar mengajar. jika informasi tidak diperoleh dari tes yang diberikan kepada murid atau melalui pengamatan. Dokumentasi tertulis diambil dari pekerjaan murid, sedangkan keadaan dan situasi pembelajaran didokumentasikan dengan kamera. 3. ObservasiPengamatan dilaksanakan oleh teman guru dalam pelaksanaan tindakan yaitu guru kelas III

E. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini terlebih dahulu melaksanakan tes awal berupa tes diagnostik untuk mengetahui kemampuan awal murid sebelum diberikan tindakan di samping observasi. Observasi awal dilakukan untuk mengetahui ketetapan tindakan yang akan diberikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika. Dari hasil evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika murid yaitu melalui pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik.

Berdasarkan refleksi awal maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan prosedur sebagai berikut:Pelaksanaan Siklus I

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini yaitu:

a. Membuat skenario pelaksanaan tindakan

b. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas saat pendekatan konstruktivistikme dilaksanakan.

c. Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu murid memahami konsep-konsep pembulatan dengan baik.

d. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh murid.

2. Pelaksaan Tindakan

Tindakan yang telah dirancang dilaksanakan oleh peneliti yang bertindak sebagai guru matematika kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja. Pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Skenario pembelajaran yang akan dibuat minimal mengandung hal-hal berikut:a. Fase eksplorasi1) Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan benda-benda di sekitarnya yang bernilai puluhan, ratusan, ribuan

2) Guru membagikan kartu bilangan, kartu puluhan, ratusan, dan ribuan tiap kelompok

3) Murid mengamati, mengutak-atik kartu yang telah dibagikan oleh guru

4) Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid

5) Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peragab. Fase pengenalan konsep

1) Guru menyuruh murid mengurutkan kartu bilangan berdasarkan besarnya bilangan yang ada pada kartu

2) Murid menentukan nilai bilangan terdekat setelah menempatkan sebuah kartu antara dua kartu lainnya.

3) Murid diarahkan untuk menemukan aturan untuk menentukan nilai terdekat baik ke puluhan, ratusan, maupun puluhan.

4) Murid menemukan aturan untuk menentukan konsep pembulatan

c. Fase aplikasi konsep1) Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

2) Murid melaporkan hasil pekerjaannya

3) Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid4) Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar3.. Observasi

Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Proses observasi dilakukan oleh satu orang dari guru atau teman sejawat untuk mengamati guru dalam kelas selama pelaksanaan tindakan. Pengamatan juga dilakukan terhadap prilaku dan aktivitas murid selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari prilaku guru terhadap murid selama proses pembelajaran.

d. Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus berikutmya.

Demikian seterusnya terjadi perputaran pada setiap siklus. Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus. dalam siklus I dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai serta apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki. Kelemahan dan kekurangan dalam setiap siklus akan diamati untuk direfleksi dan diperbaiki pada siklus berikutnya.

Gambar 3.1 Skema Alur TindakanPelaksanaan Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, dilakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai pada siklus ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan

1. Tehnik Analisi Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pegumpulan data. Analiis data dilakukan secara deskriptif dari semua data yang terkumpul Data yang terkumpul disaring untuk memperoleh informasi tentang perkembangan pembelajaran termasuk aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki oleh murid. Perkembangan-perkembangan oleh setiap siklus dapat menjadi acuan untuk melihat tindakan keberhasilan penelitian. Aspek yang diamati dalam penelitian ini adalah hasikerja murid. (tes mormatif, lembar kerja murid dan aktivitas guru dan murid selama pembelajaran).

Pengecekan keabsahan data atau validasi dapat dilakukan melalui diskusi dengan guru dan teman sejawat. Selain itu keabsahan data dapat dilakukan dengan membandingkan dan mengecek kembali informasi yang diperoleh melalui tes, wawancara, pengamatan, dan catatan lapangan. Atau dengan membandingkan seluruh pengamat dengan hasil wawancara. Pengecekan keabsahan data dilakukan untuk memvalidkan informasi yang diperoleh guna melaksanakan tindakan selanjutnya.

2. Indikator KeberhasilanIndikator keberhasilan dalam penelitian tindakan ini meliputi indikator proses dan hasil dalam penelitian pendekatan kontrutivistik. Bila target ketuntasan belajar klasikal siswa tidak mencapai nilai 7,5 maka dilaksanakan siklus tambahan. Jadi dari segi hasil belajar penelitian ini dianggap berhasil apabila murid secara klasikal mencapai nilai 7,5. Dari segi proses ditandai oleh keaktifan murid dalam pembelajaran. Terlaksananya pembelajaran ditandai dengan rencana dan tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontruktivistik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANPada bagian ini akan dibahas hasil-hasil penelitian setelah pelaksanaan penerapan pendekatan konstruktivistik kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam memahami konsep pembulatan dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja. Setelah diterapkan metode diskusi kelompok kecil dari siklus I ke siklus II. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu sebagai berikut:

A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Sebelum melakukan penelitian terlalu jauh hal yang pertama yang dilakukan oleh guru adalah bagaimana merencanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik. Dalam hal ini bagaimana penelitian melakukan telaah terhadap kurikulum, khususnya kurikulum sekolah dasar. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standard kompetensi yang ingin dicapai pada materi belajar luas bangun datar yaitu membuat skenario pembelajaran, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, membuat lembar kerja murid, membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas saat pendekatan konstruktivistik, membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu murid memahami konsep-konsep matematika dengan baik, mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh murid. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Adapun pelaksanaan tindakan pada siklus I ini berlangsung selama 1 kali pertemuan dengan lama waktu setiap pertemuan adalah 4 x 35 menit. Pertemuan berupa pemberian tes kemampuan awal untuk mengetahui pemahaman murid terhadap materi yang akan diberikan sekaligus menyelidiki apakah pengetahuan prasyarat tentang materi yang akan diajarkan telah dimiliki oleh murid.

Pelaksanaan tes kemampuan yang diberikan kepada murid berkaitan dengan bagaimana memahami dalam memahami konsep pembulatan murid sendiri yang membangun pengetahuan yang dimilikinya.

c. Tahap observasi dan evaluasi

Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar siklus I. Tes hasil belajar yang diberikan berbentuk teks bacaan sebagaimana tercantum pada lampiran.Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh gambaran bahwa kemampuan murid selama mengikuti kegiatan pembelajaran Konsep pembulatan cukup baik. Hal ini diindikasikan oleh:

1) Rata-rata persentase kehadiran murid yang mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I sebesar 95%.

2) Rata-rata persentase murid yang memperhatikan pembahasan materi pelajaran sebesar 85%.

3) Rata-rata persentase murid yang melaksanakan kegiatan lain pada saat pembahasan materi pelajaran 12%.

4) Rata-rata persentase murid yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti 15%.

5) Rata-rata persentase murid yang masih perlu bimbingan dalam memahami konsep pembulatan 20%.

6) Rata-rata persentase murid yang mampu membangun pengetahuannya sendiri 40%.

7) Rata-rata persentase murid yang mengerjakan tugas/PR sebesar 90%.

Berdasarkan hasil evaluasi yaitu berupa tes hasil belajar murid diperoleh tabel statistik deskriptif sebagai berikut dimana untuk uraian lengkapnya dapat dilihat pada lampiran hasil tes siswa. Skor tertinggi yang dicapai siswa adalah 10 sedangkan skor terendah diperoleh oleh siswa adalah 4,00.

Tabel 4.1. Persentase skor hasil belajar Konsep pembulatan kelas murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja pada siklus ISkorKategoriFrekuensiPersentase (%)

0 20

21 40

41 60

61 80

81 100Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi5

12

13

116,1

38,7

41,9

3,2

Jumlah3199,8

Sumber: Hasil analisis data d. Tahap Refleksi

Setelah melalui tahapan pelaksanaan serta sekaligus tahapan observasi dan diakhiri dengan evaluasi hasil belajar murid maka selanjutnya dilakukan tahap refleksi, berdasarkan hasil observasi dan evaluasi diperoleh informasi bahwa:

1. Perencanaan, bahwa dalam tahap pelaksanan siklus I guru telah membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas saat pendekatan konstruktivistikme dilaksanakan. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan semua kegiatan yang dilakukan baik guru maupun murid.Guru membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu murid memahami konsep-konsep pembulatan dengan baik. Kemudian guru mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh murid.

2. Pelaksanaan tindakan, pelaksanaan pendekatan konstruktivis dalam memahami materi pembulatan dalam hal ini melalui 3 fasi yaitu a. Fase eksplorasi, dalam fase ini guru menyakan benda di sekitarnya yang bernilai puluhan, ratusan, ribuan kepada murid. Guru menggunakan media kartu, kemudian membagikan kepada tiap kelompok dalam jumlah puluhan, ratusan, dan ribuan. Murid mengamati, mengutak-atik kartu yang telah dibagikan oleh guru. Guru kemudian bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid dan murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

b. Fase pengenalan konsep, dalam fase ini guru menyuruh murid mengurutkan kartu bilangan berdasarkan besarnya bilangan yang ada pada kartu serta murid menentukan nilai bilangan terdekat setelah menempatkan sebuah kartu antara dua kartu lainnya. Setelah itu murid diarahkan untuk menemukan aturan untuk menentukan nilai terdekat baik ke puluhan, ratusan, maupun puluhan. Sehingga murid menemukan aturan untuk menentukan konsep pembulatan

c. Fase aplikasi konsep, dalam fase ini guru membagikan LKS untuk setiap kelompok, setelah selesai pekerjaan murid melaporkan hasil pekerjaannya. Dari hasil pekerjaan murid guru membandingkan hasil kerja seluruh murid , untuk lebih jelasnya guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar3. Observasi, guru mengamati aktivitas yang dilakukan murid pada saat belajar, masih terdapat murid yang melakukan kegiatan lain pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung karena sebelumnya murid telah terbiasa pasif dalam menerima materi pengajaran. Selain itu masih terdapat murid yang tidak mengumpulkan tugas/PR dan murid yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal latihan.

Gambaran persentase ketuntasan belajar murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja sebesar 70,9% atau 22 dari 31 murid termasuk dalam kategori tuntas dan 29,1% atau 9 dari 31 murid termasuk dalam kategori tidak tuntas, berarti terdapat 9 murid yang memerlukan perhatian khusus pada siklus II karena mereka belum mencapai ketuntasan individual. Hal ini menunjukkan belum tercapainya ketuntasan klasikal sebesar 15%. Serta masih terdapat murid yang melakukan kegiatan lain pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung karena sebelumnya murid telah terbiasa pasif dalam menerima materi pengajaran. Selain itu masih terdapat murid yang tidak mengumpulkan tugas/PR dan murid yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal latihan, sehingga perlu dilanjutkan pada siklus II dengan memperhatikan aspek-aspek di atas.

2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan

Pada tahapan ini peneiliii merancang kembali rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai kelanjutan materi dari siklus I dengan memperhatikan rekomendasi dari siklus I, kegiatan perencanaan membuat skenario pelaksanaan tindakan, membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana suasana belajar mengajar di kelas saat pendekatan konstruktivistikme dilaksanakan, Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu murid memahami konsep-konsep pembulatan dengan baik,Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai oleh murid.

b. Tahap Pelakasanaan

Adapun pelaksanaan tindakan pada siklus II ini berlansung selama 2 kali pertemuan dengan lama waktu setiap pertemuan adalah 4 x 35 menit. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan pendekatan konstruktivistik, dimana setelah proses pendekatan konstruktivistik dilanjutkan dengan pemberian rangkuman dan sintesis sebagaimana tersaji pada RPP.a. Fase Eksplorasi, guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan benda-benda di sekitarnya yang bernilai puluhan, ratusan, ribuan, membagikan kartu bilangan, kartu puluhan, ratusan, dan ribuan tiap kelompok, murid mengamati, mengutak-atik kartu yang telah dibagikan oleh guru, guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid, murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga.

b. Fase Pengenalan Konsep, guru menyuruh murid mengurutkan kartu bilangan berdasarkan besarnya bilangan yang ada pada kartu, murid menentukan nilai bilangan terdekat setelah menempatkan sebuah kartu antara dua kartu lainnya, murid diarahkan untuk menemukan aturan untuk menentukan nilai terdekat baik ke puluhan, ratusan, maupun puluhan, murid menemukan aturan untuk menentukan konsep pembulatan

c. Fase Aplikasi Konsep, guru membagikan LKM untuk setiap kelompok Murid melaporkan hasil pekerjaannya, guru membandingkan hasil kerja seluruh murid, guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benarc. Tahap Observasi

Pada tahap ini dilaksanakaan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi berupa tes hasil belajar siklus I setelah pertemuan. Tes hasil belajar yang dibrikan berbentuk uraian sebanyak 2 item sebagaimana tercantum pada lampiran.

Berdasarkan hasil obsevasi diperoleh gambar bahwa minat dan motivasi murid selama mengikuti kegiatan pembelajaaran konsep pembulatancukup baik. Hal ini diindikasikan oleh:

1. Rata-rata persentase kehadiran murid yang mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I sebesar 100%.

2. Rata-rata persentase murid yang memperhatikan pembahasan materi pelajaran sebesar 95%.

3. Rata-rata persentase murid yang melaksanakan kegiatan lain pada saat pembahasan materi pelajaran 5%.

4. Rata-rata persentase murid yang mengajukan pertanyaan tentang tentang materi pelajaran yang belum dimengerti 50%.

5. Rata-rata persentase murid yang masih perlu bimbingan dalam memahami konsep pembulatan 5%.

6. Rata-rata persentase murid yang mampu membangun pengetahuannya sendiri 80%.

7. Rata-rata persentase murid yang mengerjakan tugas/PR sebesar 100%.

Berdasarkan hasil evaluasi yaitu berupa tes hasil belajar murid diperoleh peningkatan kemampuan dalam memahami konsep pembulatan melalui pendekatan konstruktivistik mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya.. Hal ini berarti hasil belajar murid pada siklus II dari penerapan strategi pembelajaran pendekatan konstruktivistik tergolong tinggi.

Tabel 4.2. Persentase skor hasil belajar Konsep pembulatan kelas murid kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja siklus IISkorKategoriFrekuensiPersentase (%)

0 20

21 40

41 60

61 80

81 100Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi10

2132,3

67,7

Jumlah3199,9

Sumber: Hasil Analisis data lampiran hal 70Berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan siklus I ke siklus II yaitu berupa tes hasil belajar murid diperoleh peningkatan kemampuan dalam memahami konsep pembulatan melalui pendekatan konstruktivistik mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya.. Hal ini berarti hasil belajar murid pada siklus II dari penerapan strategi pembelajaran pendekatan konstruktivistik tergolong tinggi atau murid sudah mencapai standard ketuntasan sehingga tidak pelu lagi dilanjutkan ke siklus III.

B. Pembahasan

Pada analisis kualitatif diperoleh data darim pengamatan guru pada saat pembelajaran berlangsung dan tugas yang telah diberikan. Dalam hal ini yang menjadi fokus pengamatan adalah sikap, kesungguhan dan tanggapan-tanggapan murid.

Dari awal penelitian berlangsung hingga berakhirnya siklus I tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada murid yaitu:

a.Perhatian murid terhadap proses pembelajaran makin baik. Dalam hal ini ditandai dengan kuantitas murid yang bertanya meningkat.

b.Keberanian murid untuk memahami konsep pembulatan dengan kemampuan sendiri. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa murid yang mampu menyelesaikan soal dengan kemampuan sendiri.

c.Jumlah murid yang mengerjakan tugas mengalami peningkatan, sebaliknya murid yang tidak mengumpulkan tugas yang diberikan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan keadaan sebelum berlangsung penelitian ini.Pada siklus II, perubahan-perubahan dasar ditemukan pada murid adalah sebagai berikut:

a.Perhatian murid pada proses pembelajaran dibandingkan siklus sebelumnya semakin baik. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya jumlah murid yang mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran matematika. Jika pada siklus I rata-rata persentase jumlah ketidakhadiran murid adalah sebanyak 95% maka pada siklus II meningkat menjadi 100%.

b.Kesungguhan murid dalam mengerjakan tiap tugas yang diberikan juga mengalami peningkatan jika dibandingkan siklus I. Pada siklus I rata-rata persentase 90% maka pada siklus II meningkat menjadi 100%.c.Kemampuan murid menyelesaikan soal dengan kemampuan sendiri meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya murid yang mengacungkan tangan untuk menceritakan masalah di depan kelas

Pada pertemuan awal siklus I, semangat dan keaktifan murid mengikuti kegiatan belajar mengajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan hampir tidak mengalami perubahan yang berarti dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan penelitian ini.

Tes yang diberikan pada pertemuan pertama, walaupun umumya murid mengerjakan tugas tersebut dari pengamatan terhadap jawaban yang diberikan dan penguasaan mereka terhadap jawaban itu menunjukkan bahwa mereka hanyalah mencontoh jawaban dari temannyan yang dianggap mampu, tanpa mengetahui bagaimana penyelesaian yang sebenarnya dari tugas tersebut.

Dari pengamatan juga diketahui bahwa masalah murid sebagian besar dalam menyelesaikan soal melihat pekerjaan dari temannya yang telah lebih dahulu menyelesaikan soal.

Dari tugas kelompok yang diberikan umumnya murid masih sangat lemah dalam konsep dasar yang seharusnya telah mereka kuasai. Utamanya konsep menyelesaikan soal, murid yang demikian sangat kesulitan mengikuti materi yang diajarkan. Pada siklus ini motivasi murid untuk memberikan jawaban yang benar untuk setiap tugas yang diberikan masih sangat kurang. Dari segi sikap terhadap ;proses pembelajaran Konsep pembulatan pada awal-awal pertemuan siklus 1 tidak jauh beda dengan proses pembelajaran sebelum penelitian dilakukan. Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya murid sudah mulai tertarik. Ini terlihat dari berkurangnya murid yang tidak hadir pada setiap belajar konsep pembulatan. Hal ini juga disebabkan karena contoh-contoh soal yang diberikan hampir seluruhnya berkaitan langsung dengan kegiatan sehari-hari murid.

Secara umum dapat dikatakan bahwa siklus ini murid sudah mulai menampakkan sikap positif terhadap mata pelajaran matematika. Hal ini diiringi dengan adanya beberapa murid yang antusias menaggapi tugas-tugas yang di berikan,walaupun yang banyak memberikan komentar maupun jawaban adalah berkisar pada murid tertentu.

Proses pembelajaran pada siklus II ini tidak jauh berbeda dengan siklus sebelumnya saat berlangsungnnya proses pembelajaran. Murid yang mengajukan pertanyaan hanya tertentu yakni murid yang memperoleh nilai baik saja. Demikian halnya dengan jawaban dari pertanyaan balik guru, hampir tidak ada murid yang menjawabnya.

Dalam mengerjakan soal latihan yang diberikan umumnya murid masih selalu memerlukan bimbingan dari guru. Walaupun demikian perhatian murid terhadap pelajaran konsep pembulatan telah dianggap positif. Hal ini terlihat dari jawaban setiap murid.

Pada akhir pertemuan siklus II terlihat kesungguhan murid dalam mengikuti proses pembelajaran mengalami kemajuan. Hal tersebut terlihat oleh jawaban murid menyelesaikan tugas-tugas dengan model tugas mandiri dan individual. Tugas ini di ramu sedemikian rupa sehingga murid termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Pada pelaksanaan siklus ini walaupun dari segi pemahaman materi hampir tidak ada perbedaan. Akan tetapi dari segi sikap murid terhadap mata pelajaran matematika, minat, berupa keinginan untuk mengetahui materi yang disajikan oleh guru ataupun kesungguhan murid dalam proses pembelajaran mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari jumlah murid yang hadir mengikuti pelajaran.

Pendapat murid terhadap mata pelajaran Konsep pembulatan pada proses pembelajaran yang mereka alami, umumnya murid menganggap bahwa konsep pembulatan ini adalah mata pelajaran yang mudah dimengerti. Pada sebagian kecil murid mengaku bangga dan merupakan kepuasan tersendiri jika dapat memecahkan masalah melalui diskusi kelompok.

Pada awal siklus I umumnya murid menganggap bahwa itu sesuatu yang tidak penting. Namun setelah berlangsungnya pelaksanaan siklus I hingga siklus II, di mana pada hampir semua contoh-contoh soal selalu dikaitkan dengan keadaan lingkungan sehingga pada akhirnya mereka mengerti tentang manfaat konsep pembulatan dalam kehidupan.

Mengenai soal-soal latihan yang diberikan dan dikerjakan di kelas umumnya mereka masih sulit menjawab. Sebagian murid biasanya mengerti penjelasan guru di kelas. Namun jika sudah belajar di rumah atau mengerjakan tugas, maka penjelasan guru sudah terlupa lagi. Apalagi kalau berselang beberapa hari setelah dijelaskan oleh guru.

Umumnya murid melibatkan profil guru yang mengajar sehingga terkadang mereka membandingkan antara guru konsep pembulatan dengan guru mata pelajaran lain.

Saran yang diajukan murid terhadap proses pembelajaran dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Mereka umumnya menyarankan agar guru dalam menjelaskan materi pelajaran jangan terlalu cepat dan selalu mengulang-ulang, sebab sebagian besar murid biasanya belum, mengerti namun takut bertanya.

2. Pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung diupayakan agar guru konsisten dalam menerapkan aturan main kegiatan pembelajaran sedemikian sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung dengan aktif.

3. Agar dalam memberikan soal-soal latihan dikerjakan di sekolah jangan terlalu sulit dan diupayakan mirip dengan contoh soal yang dijelaskan.

BAB V

PENUTUPA. Kesimpulan

Selama penelitian ini berlangsung dalam dua siklus perubahan-perubahan yang terjadi atas murid dapat dikemukakan bahwa melalui penerapan pendekatan konstruktivistik pemahaman murid terhadap konsep pembulatan di kelas III.B TUNA GRAHITA RINGAN SDL-B Dharmawanita Kabupaten Tana Toraja maningkat. Serta nilai pembelajaran matematika mengalami peningkatan.B. Saran-saran

Setelah melihat hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka penulis menyarankan:

1. Agar strategi pembelajaran dengan pemdekatan konstruktiv disusun sedemikian rupa sehingga menjadi model pembelajaran yang lebih efektif terhadap pokok-pokok bahasan tertentu.

2. Diupayakan sedini mungkin untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami, baik oleh murid maupun guru dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat didasarkan dari refleksi berupa perubahan yang terjadi ketika proses pembelajaran berlangsung ataupun diambil dari tanggapan murid itu sendiri.

3. Agar pihak yang berwenang lebih memperhatikan mutu pendidikan dengan lebih memberikan dukungan moril dan material dalam setiap mengembangkan model pembelajaran yang dianggap cocok untuk diterapkan.DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas Dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Depdiknas

Darhim. 1992. Work Shop Matematika. Jakarta: Depdikbud

Djuanda Dadan. 2006. Pembelajaran Konsep pembulatan Yang Komunikatif dan Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas

Inganah, Sitti. 2003. Model Pembelajaran Segi Empat Dengan pendekatan Realistik Pada Murid Kelas 2 SLTP Negeri 3 Batu. Tesis. Universitas Negeri Malang.

Irianto Agus. 2003. Statistik Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Padang: Kencana Perenada Media Group.

Latri. 2003. Pembelajaran Volume Kubus Dan Balok secara Konstruktivistik Dengan Menggunakan alat peraga di Kelas 5 SD Negeri Watampone. Tesis. Malang: Universitas Negeri MalangMappiare 2007. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Murid Kelas II SMP Negeri 1 Palakka Watampone Negeri 1 Salomekko Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivistikme. Skripsi Tidak Diterbitkan: STKIP Muhammadiah Bone

Moleong, L. 2000. Metodologi Penelitian Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja 1 Rosdakarya

Muhsetyo, Gatot, dkk. 2005. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Muslimin, dkk. 2008. Panduan Penulisan Skripsi. Makassar: Prodi PGSD FIP UNM.

Nurkancana, 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Nur, Mohamad, dkk. 1999. Teori Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Malang

Rakhmat, Cece. 1998. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: DepdikbudRussefendi, 1992. Dasar Matematika Modern. Untuk Guru. Bandung: Tarsito

Sinaga, dkk. 2007. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas III. Jakarta: Erlangga.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (edisi II). Jakarta: .Rineka Cipta. Soewito, dkk 1991. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Depdikbud

Subarinah, 1981.:Matematika, Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.

Suherman, Erman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan matematia FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Sukamto. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti

Suparno P. 2001. Filsafat Konstruktivistikme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: KanisiunSyah. 1995. Proses Belajar Mengajar: Bandung . Tarsito.Umar, A dan Kaco, N. 2007. Penelitian Tindakan Kelas: Pengantar ke Dalam Pemahaman Konsep dan Aplikasi. Makassar: Badan Penerbit UNM

Wardhani, Sri. 1999. Konstruktivistikme. Jakarta: Depdikbud

Yuwono, Ipung. 2001. Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Universitas Negeri Malang. Depdiknas

Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus I)Satuan Pendidikan:SDL-B DharmawanitaMata Pelajaran:Matematika

Pokok Bahasan:Operasi Hitung Bilangan

Sub Pokok Bahasan:Pembulatan

Kelas/Semester:III/1

Alokasi Waktu:4 x 35 menit

A. Standar Kompetensi

Memahami dan menggunakan sifat-sifat pengerjaan hitung bilangan dalam menyelesaikan masalahB. Kompetensi Dasar

Mengadakan penaksiran dan pembulatan.

C. Indikator

Membulatkan hasil pengerjaan hitung dalam puluhan, ratusan, dan ribuan terdekat

D. Tujuan Pembelajaran

1. Murid dapat melakukan pembulatan ke puluhan terdekat

2. Murid dapat melakukan pembulatan ke ratusan terdekat

3. Murid dapat melakukan pembulatan ke ribuan terdekat

4. Murid dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pembulatan

E. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

1. Pendekatan pembelajaran konstruktivistik2. Metode Pembelajaran: ceramah bervariasiF. Langkah-langkah PembelajaranPertemuan Pertama (1)A. Kegiatan Awal (5 menit)

1. Berdoa

2. Absensi

3. Mengecek kebersihan kelas

4. Apersepsi

B. Kegiatan Inti (55 menit)

1. Fase Eksplorasi

a. Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan bilangan-bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan.

b. Guru membagikan alat peraga berupa kartu-kartu bilangan, kartu bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan

c. Murid mengamati alat peraga yang telah dibagikan oleh guru

d. Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada muride. Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

2. Fase Pengenalan Konsep

a. Guru meminta murid mengurutkan kartu bilangan dimulai dari bilangan puluhan tertentu sampai ke puluhan berikutnya.

b. Guru menunjuk bilangan tertentu, dan meminta murid menentukan lebih dekat ke ujung bawah (paling kecil) atau ke atas (paling besar)

c. Murid diarahkan untuk menemukan pembulatan ke puluhan terdekat bilangan yang ditunjukkan oleh guru

d. Murid merumuskan aturan pembuloatan ke puluhan terdekat.

e. Cara di atas dilakukan berulang untuk pembulatan ke ratusan dan ribuan terdekat.

3. Fase Aplikasi Konsep

a. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

b. Murid melaporkan hasil pekerjaannya

c. Guru membandingkan hasil kerja seluruh muridd. Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Guru menyampaikan keberhasilan pembelajaran secara umum

2. Guru dan murid menyimpulkan materi

3. Guru memotivasi murid4. Menutup pelajaran dengan berdoa

Pertemuan Kedua (2) A. Kegiatan Awal (5 menit)

1. Berdoa

2. Absensi

3. Mengecek kebersihan kelas

4. Apersepsi

B. Kegiatan Inti (55 menit)

1. Fase Eksplorasi

a. Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan bilangan-bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan.

b. Guru membagikan alat peraga berupa kartu-kartu bilangan, kartu bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan

c. Murid mengamati alat peraga yang telah dibagikan oleh guru

d. Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid

e. Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

2. Fase Pengenalan Konsep

a. Guru meminta murid mengurutkan kartu bilangan dimulai dari bilangan puluhan tertentu sampai ke puluhan berikutnya.

b. Guru menunjuk bilangan tertentu, dan meminta murid menentukan lebih dekat ke ujung bawah (paling kecil) atau ke atas (paling besar)

c. Murid diarahkan untuk menemukan pembulatan ke puluhan terdekat bilangan yang ditunjukkan oleh guru

d. Murid merumuskan aturan pembuloatan ke puluhan terdekat.

e. Cara di atas dilakukan berulang untuk pembulatan ke ratusan dan ribuan terdekat.

3. Fase Aplikasi Konsep

a. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

b. Murid melaporkan hasil pekerjaannya

c. Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid

d. Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Guru menyampaikan keberhasilan pembelajaran secara umum

2. Guru dan murid menyimpulkan materi

3. Guru memotivasi murid

4. Menutup pelajaran dengan berdoa

G. Media dan Sumber PembelajaranA. Media1. Kartu bilangan puluhan, ratusan dan ribuan

2. LKS

B. Sumber Belajar1. Kurikulum KTSP

2. Sinaga, dkk. 2007. Terampil berhitung matematika untuk SD Kelas III. Hal 56-58. Jakarta: Erlangga

H. Alat Penilaian

1. Tes Tertulis (terlampir)

2. Lisan

Tes tertulis : Tulislah pembulatannya sampai puluhan, ratusan, dan ribuan terdekat

1. 65 dibulatkan menjadi

2. 804 dibulatkan menjadi

3. 5.981 dibulatkan menjadi

Kriteria penilaian Skor Perolehan

Rumus : NA

x 10 =............

Skor maksimum

Skor Maksimal : 10 (jumlah Soal 10)

Ket : NA : Nilai Akhir

10 10

NA : x 10 = = 10

10 10

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus II)Satuan Pendidikan:SDL-B DharmawanitaMata Pelajaran:Matematika

Pokok Bahasan:Operasi Hitung Bilangan

Sub Pokok Bahasan:Pembulatan

Kelas/Semester:III/1

Alokasi Waktu:2 x 35 menit

A. Standar Kompetensi

Menggunakan sifat-sifat operasi hitung, factor, kelipatan bilangan bulat serta menggunakannya dalam kehidupan sehari-hariB. Kompetensi Dasar

Melakukan dan menggunakan sifat-sifat operai hitung bilangan dalam pemecahan masalahC. Indikator

Membulatkan hasil pengerjaan hitung dalam puluhan, ratusan, dan ribuan terdekat

D. Tujuan Pembelajaran

1. Murid dapat melakukan pembulatan ke puluhan terdekat2. Murid dapat melakukan pembulatan ke ratusan terdekat

3. Murid dapat melakukan pembulatan ke ribuan terdekat

4. Murid dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pembulatan

E. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

1. Pendekatan pembelajaran konstruktivistik

4. Metode Pembelajaran: ceramah bervariasi

F. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan Pertama (1)

A. Kegiatan Awal (5 menit)

1. Berdoa

2. Absensi

3. Mengecek kebersihan kelas

4. Apersepsi

B. Kegiatan Inti (55 menit)

1. Fase Eksplorasi

a. Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan bilangan-bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan.

b. Guru membagikan alat peraga berupa kartu-kartu bilangan, kartu bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan

c. Murid mengamati alat peraga yang telah dibagikan oleh guru

d. Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid

e. Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

2. Fase Pengenalan Konsep

a. Guru meminta murid mengurutkan kartu bilangan dimulai dari bilangan puluhan tertentu sampai ke puluhan berikutnya.

b. Guru menunjuk bilangan tertentu, dan meminta murid menentukan lebih dekat ke ujung bawah (paling kecil) atau ke atas (paling besar)

c. Murid diarahkan untuk menemukan pembulatan ke puluhan terdekat bilangan yang ditunjukkan oleh guru

d. Murid merumuskan aturan pembuloatan ke puluhan terdekat.

e. Cara di atas dilakukan berulang untuk pembulatan ke ratusan dan ribuan terdekat.

3. Fase Aplikasi Konsep

a. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

b. Murid melaporkan hasil pekerjaannya

c. Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid

d. Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Guru menyampaikan keberhasilan pembelajaran secara umum

2. Guru dan murid menyimpulkan materi

3. Guru memotivasi murid

4. Menutup pelajaran dengan berdoa

Pertemuan Kedua (2)A. Kegiatan Awal (5 menit)

1. Berdoa

2. Absensi

3. Mengecek kebersihan kelas

4. Apersepsi

B. Kegiatan Inti (55 menit)

1. Fase Eksplorasi

a. Guru bertanya kepada murid untuk menyebutkan bilangan-bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan.

b. Guru membagikan alat peraga berupa kartu-kartu bilangan, kartu bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan

c. Murid mengamati alat peraga yang telah dibagikan oleh guru

d. Guru bertanya kepada murid tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid

e. Murid menjawab pertanyaan dari guru terkait dengan alat peraga

2. Fase Pengenalan Konsep

a. Guru meminta murid mengurutkan kartu bilangan dimulai dari bilangan puluhan tertentu sampai ke puluhan berikutnya.

b. Guru menunjuk bilangan tertentu, dan meminta murid menentukan lebih dekat ke ujung bawah (paling kecil) atau ke atas (paling besar)

c. Murid diarahkan untuk menemukan pembulatan ke puluhan terdekat bilangan yang ditunjukkan oleh guru

d. Murid merumuskan aturan pembuloatan ke puluhan terdekat.

e. Cara di atas dilakukan berulang untuk pembulatan ke ratusan dan ribuan terdekat.

3. Fase Aplikasi Konsep

a. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

b. Murid melaporkan hasil pekerjaannya

c. Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid

d. Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

C. Kegiatan Akhir (10 menit)

1. Guru menyampaikan keberhasilan pembelajaran secara umum

2. Guru dan murid menyimpulkan materi

3. Guru memotivasi murid

4. Menutup pelajaran dengan berdoa

G. Media dan Sumber Pembelajaran1. Media

a. Kartu bilangan puluhan, ratusan dan ribuan

b. LKS

2. Sumber Belajar

a. Kurikulum KTSP

b. Sinaga, dkk. 2007. Terampil berhitung matematika untuk SD Kelas III. Hal 58-60. Jakarta: Erlangga

H. Alat Penilaian

1. Tes Tertulis (terlampir)

2. Lisan

Tes tertulis : Tulislah pembulatannya sampai puluhan, ratusan, dan ribuan terdekat

1. 11 dibulatkan menjadi

2. 340 dibulatkan menjadi

3. 1.470 dibulatkan menjadi

Kriteria penilaian Skor Perolehan

Rumus : NA

x 10 =............

Skor maksimum

Skor Maksimal : 10 (jumlah Soal 10)

Ket : NA : Nilai Akhir

10 10

NA : x 10 = = 10

10 10

Lampiran 3. Lembar Kegiatan Murid (LKM)NAMA :

NIS :

LEMBAR KEGIATAN MURID1. Susunlah kartu bilangan mulai dari bilangan 60, 61, 62, sampai 70

b. Tulislah semua bilangan antara 60 dan 70 yang lebih dekat ke 60 dari pada ke 70

c. Tulislah semua bilangan antara 60 dan 70 yang lebih dekat ke 70 dari pada ke 60

d. Dari susunan itu isilah titik-titik berikut

1). Pembulatan ke puluhan terdekat dari 64 adalah......

2) Pembulatan ke puluhan terdekat dari 68 adalah.....

3) Jika satuannya kurang dari 5 maka di bulatkan ke .........., dan jika satuannya sama dengan atau lebih dari 5 maka dibulatkan ke..............

2. Pembulatan ke ratusan terdekat dari:

a. 178 adalah ....

b. 329 adalah....

c. 5657 adalah....

2. Pembulatan ke ribuan terdekat dari:

a. 5198 adalah ....

b. 5918 adalah......

10

Skor : X 100 =..

10Lampiran 4. Lembar Tes FormatifNAMA :

NIS :

TES FORMATIFPETUNJUK :

1. Tulislah nama dan NIM Anda pada tempat yang disediakan

2. Perhatikanlah baik-baik soal sebelum menjawab

SOAL :A. Tulislah pembulatan sampai puluhan terdekat

1. 14 dibulatkan menjadi . . . .

2. 145 dibulatkan menjadi......

3. 2488 dibulatkan menjadi.....

B. Tulislah pembulatan sampai ratusan terdekat

1. 125 dibulatkan menjadi........

2. 3763 dibulatkan menjadi.........

C. Tulislah pembulatan sampai ribuan terdekat

1. .8399 dibulatkan menjadi.............

2. 3996 dibulatkan menjadi........

10

Skor : X 100 =..

10Lampiran 5. Lembar Observasi Penggunaan Pendekatan Konstruktivistik

No.Nama MuridIndikator Pendekatan KonstruktivistikSkor

EksplorasiPengenalan KonsepAplikasi Konsep

1234123451234

1.Hasrullah 53

2.Yusril 53

3.Surianto Lakasi 53

4.Rahman Farid 61

5.Farid Wahyudi 61

6.Handiman Tri W. 61

7.Muh. Irsyad 61

8.Muh. Salahuddin 46

9.Jasul Nur 46

10.Nur Hidayahtullah 46

11.Ahmad Ringan 53

12.Awal Adiaksa 46

13.Suardi Bahtiar 46

14.Muh. Hasman 53

15.Rizki B 53

16.Adil Fikrandi 53

17.Muh. Hidayat 53

18.Fatur Ramadhan 46

19.Jumri 69

20.A. Nasyitul Fauziah 38

21.Suci Azharianti 61

22.Nur Fadillah Dahlan 53

23.St. Rahman 53

24.Aruna Hidayat 53

25.Nur Fadeliah Ridwan 46

26.Nur Fadillah Juma 46

27.Rini Adriani 46

28.Asma Nurkasina 61

29.Ratna 46

30.Marini Astuti 53

31.Devi Novianti 61

Keterangan:

Indikator

X 100 =

Jumlah IndikatorKeterangan :

a. Fase Eksplorasi

1. Murid menyebutkan bilangan-bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan.

2. Guru membagikan alat peraga berupa kartu-kartu bilangan, kartu bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan

3. Murid mengamati alat peraga yang telah dibagikan oleh guru

4. Guru bertanya tentang alat peraga yang telah diberikan kepada murid

5. Murid menjawab pertanyaan guru terkait dengan alat peragab. Fase Pengenalan Konsep

1. Murid mengurutkan kartu bilangan dimulai dari bilangan puluhan tertentu sampai ke puluhan berikutnya.

2. Murid menentukan lebih dekat ke ujung bawah (paling kecil) atau ke atas (paling besar)

3. Murid diarahkan untuk menemukan pembulatan ke puluhan terdekat bilangan yang ditunjukkan oleh guru

4. Murid merumuskan aturan pembuloatan ke puluhan terdekat.

5. Murid melakukan pembulatan ke ratusan dan ribuan terdekat.

c. Fase Aplikasi Konsep

1. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok

2. Murid melaporkan hasil pekerjaannya

3. Guru membandingkan hasil kerja seluruh murid

4. Guru menjelaskan kembali jawaban dari murid jika terdapat jawaban yang belum benar

Lampiran 6. Daftar Nilai Matematika Murid Dengan Menggunakan Pendekatan KonstruktivistikNo.Nama siswaJenis KelaminTes Awal Siklus ITes Akhir Siklus IIKetuntasan

Siklus ISiklus II

1.HasrullahL696090

2.YusrilL1010100100

3.Surianto LakasiL91090100

4.Rahman FaridL81080100

5.Farid WahyudiL81080100

6.Handiman TL71070100

7.Muh. IrsyadL81080100

8.Muh. SalahuddinL484080

9.Jasul NurL595090

10.Nur HidayahtullahL71070100

11.Ahmad RinganL595090

12.Awal AdiaksaL595090

13.Suardi BahtiarL61060100

14.Muh. HasmanL71070100

15.Rizki BL81080100

16.Adil Fikrandi AmirL484080

17.Muh. HidayatL696090

18.Fatur RamadhanL81080100

19.JumriL696090

20.A. Nasyitul F.P81080100

21.Suci AzhariantiP91090100

22.Nur Fadillah D.P81080100

23.St. RahmanP91090100

24.Aruna HidayatP696090

25.Nur Fadeliah R.P71070100

26.Nur Fadillah JumaP81080100

27.Rini AdrianiP91090100

28.Asma NurkasinaP71070100

29.RatnaP81080100

30.Marini AstutiP71070100

31.Devi NoviantiP797090

% Siswa yang tuntas85 %100 %

% Siswa yang tidak tuntas15 %0 %

Lampiran 7. Format Observasi Proses Pembelajaran

Materi

: Pembulatan

Siklus

: INo.Aktivitas GuruYaTidakKet

SKSTS

1.

2.

3.

Kegiatan Awal

1. Membuka pelajaran dengan salam

2. Menginformasikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan

3. Menyampaikan tujuan pembelajaran

Kegiatan Inti

A. Fase Eksplorasi

1. Mengungkapkan pengetahuan awal yang dimiliki murid

2. Mempersilahkan murid berdiskusi berkaitan dengan pemahaman murid yang dimilikinya

3. Melacak pengetahuan murid tentang keliling persegi

B. Fase Pengenalan Konsep

1. Memberi kesempatan kepada murid untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya

2. Menjawab pertanyaan murid jika ada yang mengajukan pertanyaan

3. Menggali penguasaan konsep melalui alat peraga yang dimanipulatif murid

4. Memberi respon dengan segera terhadap kesulitan maupun kemajuan murid dalam memecahkan masalah

5. Mengarahkan murid untuk menemukan rumus

C. Fase Aplikasi Konsep

1. Membagikan LKS kepada murid

2. Meminta murid mendiskusikan jawabannya secara berkelompok

3. Meminta kepada murid yang jawabannya berbeda dengan teman lainnya

4. Meminta murid membuat rangkuman materi

Kegiatan Akhir

1. Memberikan tes

2. Mengecek pemahaman murid

3. Menutup pelajaranYa

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Keterangan:

S : Setuju

KS : Kurang Setuju

TD : Tidak Setuju

80

90

123456789

Kemampuan Murid

Masih Rendah

Aspek Guru:

Cenderung menggunakan metode ceramah

Tidak mnggunakan alat perga

Aspek murid:

Kurang trampil dalam membulatkan.

Cenderung pasif dalam menerima pelajaran

Pendekatan konstruktivis pada pembelajaran Konsep Pembulatan

Fase eksplorasi

Fase Pengenalan konsep

Fase aplikasi konsep

MENINGKATKAN PEMAHAMAN MURID TENTANG KONSEP PEMBULATAN

Ide awal

Diagnosis masalah

Refleksi

Analisis

Evakuasi

Observasu

Siklus I

Tindakan Siklus I

Persiapan Pembelajaran

Pelaksanaan

Evaluasi

Menyusun rencana siklus I`

Belum Berhasil

Refleksi

Analisis

Evakuasi

Observasi Siklus II

Tindakan Siklus II

Persiapan Pembelajaran

Pelaksanaan

Evaluasi

Menyusun rencana siklus II

Berhasil

Kesimpulan

52

51