ptek03-13(2)

7
Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003 METODE LARVALCULTURESEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL Balai Penelitian Veteriner, Jl. R .E. Martadinata 30 Bogor Domba merupakan jenis ternak yang mudah dipelihara terutama di pedesaan dan bagi petani dijadikan sebagai uasaha sampingan dan tabungan . Karena sistim pemeliharaannya masih tradisional maka segi kesehatannya sering terabaikan, sehingga mudah sekali terserang penyakit terutama penyakit casing yang salah satunya adalah casing nematoda saluran pencernaan . Dengan pemeriksaan tinja akan diketahui apakah domba tersebut terinfeksi casing atau tidak . Dalam pemeriksaan tinja didapatkan hasil yang bervariasi tpg-nya antara domba yang satu dengan yang lainnya seperti terlihat pada Tabel 1 . Casing nematoda saluran pencernaan dari kelompok Strongyles yaitu Haemonchus sp., Cooperia sp., Oesophagostomum sp., Trichostrongylus sp. dan Bunostomum sp. merupakan yang terbanyak tpg-nya, yaitu 240 - 7240 . Untuk mengetahui berapa persentase masing-masingjenis telur casing tersebut dan sekaligus untuk menentukan jenis cacingnya maka dibuat pupukan larva (Larval Culture) dari tinja domba bersangkutan dengan cara melakukan identifikasi larvanya. Hasil identifikasi larva menunjukan, bahwa larva dari jenis casing Haemonchus sp . dan Trichostrongylus spp. merupakan yang tertinggi persentasenya, yaitu 9 - 85 % untuk Haemonchus sp.dan 33 - 66 % untuk Trichostrongylus sp. seperti terlihat pada Tabel 2 . Kedua jenis casing ini cukup berbahaya bagi domba yang terinfeksi, oleh karena itu perlu segera adanya penangnanan yang serius yaitu dengan pengobatan . Kata Kuncl : Domba, Tinja, Telur Larva. Zaenal Kosasih RINGKASAN PENDAHULUAN Ruminansia kecil yang terdiri dari domba dan kambing, merupakan ternak yang mempunyai nilai ekonomi cukup penting terutama bagi petani kecil di pedesaan . Ternak ini banyak dipelihara secara tradisional dan berfungsi sebagai tabungan, penghasil daging dan pupuk serta untuk mengisi pekerjaan bagi anggota keluarga. Oleh karena cara pemeliharaanya yang masih sederhana, sehingga faktor kesehatannya kurang diperhatikan dan ternak tersebut mudah sekali terserang penyakit terutama penyakit parasit casing . Parasit casing adalah semua jenis casing yang hidup sebagai parasit dalam tubuh hewan maupun manusia. Casing ini bisa hidup pada bagian-bagian tubuh seperti saluran pencernaan, hati, jantung, paru-paru, ginjal, kelopak mata, di dalam clan di bawah kulit dan organ tubuh lain ( Soulsby,1982 ). Penyakit casing dapat menginfeksi hampir merata pada semua ternak clan terjadinya infeksi lebih banyak pada musim hujan, dimana dapat terlihat dari kenaikkan jumlah telur casing yang ada dalam tinja (Beriajaya Dan Suhardono, 1997) . Penyakit casing khususnya casing nematoda saluran 74 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Transcript of ptek03-13(2)

Page 1: ptek03-13(2)

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

METODE LARVALCULTURESEBAGAITEKNIKUNTUKMENGIDENTIFIKASIJENISCACINGNEMATODASALURAN

PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor

Domba merupakan jenis ternak yang mudah dipelihara terutama di pedesaan dan bagi petani dijadikan sebagaiuasahasampingan dan tabungan . Karena sistim pemeliharaannya masih tradisional maka segi kesehatannya seringterabaikan, sehingga mudah sekali terserang penyakit terutama penyakit casing yang salah satunya adalah casingnematoda saluran pencernaan . Dengan pemeriksaan tinja akan diketahui apakah domba tersebut terinfeksi casingatau tidak . Dalam pemeriksaan tinja didapatkan hasil yang bervariasi tpg-nya antara domba yang satu denganyang lainnya seperti terlihat pada Tabel 1 . Casing nematoda saluran pencernaan dari kelompok StrongylesyaituHaemonchus sp., Cooperia sp., Oesophagostomum sp., Trichostrongylus sp. dan Bunostomum sp. merupakanyang terbanyak tpg-nya, yaitu 240- 7240 . Untuk mengetahui berapa persentase masing-masingjenis telurcasingtersebut dan sekaligus untuk menentukanjenis cacingnya maka dibuat pupukan larva (Larval Culture) dari tinjadomba bersangkutan dengan cara melakukan identifikasi larvanya. Hasil identifikasi larva menunjukan, bahwalarvadarijenis casing Haemonchus sp . dan Trichostrongylus spp. merupakan yang tertinggi persentasenya, yaitu9 - 85 % untuk Haemonchus sp.dan 33 - 66 % untuk Trichostrongylus sp. seperti terlihat pada Tabel 2 . Keduajenis casing ini cukup berbahaya bagi domba yang terinfeksi, oleh karena itu perlu segera adanyapenangnananyang seriusyaitu dengan pengobatan .

Kata Kuncl : Domba, Tinja, Telur Larva.

Zaenal Kosasih

RINGKASAN

PENDAHULUAN

Ruminansia kecil yang terdiri dari domba dan kambing, merupakan ternak yang mempunyai nilaiekonomi cukup penting terutama bagi petani kecil di pedesaan . Ternak ini banyak dipelihara secaratradisional dan berfungsi sebagai tabungan, penghasil daging dan pupuk serta untuk mengisi pekerjaanbagi anggota keluarga. Oleh karena cara pemeliharaanya yang masih sederhana, sehingga faktorkesehatannya kurang diperhatikan dan ternak tersebut mudah sekali terserang penyakit terutamapenyakit parasit casing .

Parasit casing adalah semuajenis casing yang hidup sebagai parasit dalam tubuh hewan maupunmanusia. Casing ini bisa hidup pada bagian-bagian tubuh seperti saluran pencernaan, hati, jantung,paru-paru, ginjal, kelopak mata, di dalam clan di bawah kulit dan organ tubuh lain ( Soulsby,1982 ).

Penyakit casing dapat menginfeksi hampir merata pada semua ternak clan terjadinya infeksi lebihbanyak pada musim hujan, dimana dapat terlihat dari kenaikkan jumlah telur casing yang ada dalamtinja (Beriajaya Dan Suhardono, 1997) . Penyakit casing khususnya casing nematoda saluran

74

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Page 2: ptek03-13(2)

pencernaan merupakan parasit cacing yang paling banyak ditemukan pada ruminansia kecil denganefek menghambat produktivitas ternak dan menyebabkan kematian pada ternak muda . Penurunanbobot badan pada ternak domba dilaporkan dapat mencapai kurang lebih 30 % (Beriajaya DanStevenson, 1986 ) dan angka kematian dapat mencapai 28 % pada ternak-ternak yang tidakmendapatkan pengobatan . Kematian umumnya terjadi karena hewan banyak kehilangan darah(Adiwinata DanSukarsih, 1992). Cacing nematodasaluran pencernaan yang paling banyakmenimbulkangangguan produksi adalah cacing Haemonchus contortus, Trichstrongylus spp. danOesophagostomun columbianum (Beriajaya DanCopeman, 1997). Cacing ini mempunyai siklus hidupyang langsung tanpa inang perantara dan melangsungkan keturunannya dengan cara bertelur. Telurtersebut akan keluar dari tubuh hewan bersama tinja, sehingga dengan pemeriksaan tinja mudahdiketahui apakah hewan tersebut terinfeksi cacing atau tidak. Telur cacing dalam tinja akan menetasmenjadi larva dengan tiga tahapan yaitu larva 1, larva 2 dan larva 3 atau disebutjuga larva infektifdan siap untuk kembali menginfeksi hewan yang memakan waktu satu minggu (Soulsby,1982) . Larvainfektif hidup di rumput dan hijauan, apabila tertelan oleh hewan sewaktu merumput,maka larva iniakan berkembang menjadi larva 4, kemudian menjadi larva 5, selanjutnya menjadi cacingmuda dankemudian menjadi cacing dewasa yang hidup di dalam abomasum dan usus . Metode larval culture(pemupukan larva) adalah metode untuk mengetahui jenis cacing yang ada dalam tubuh hewantersebut. Cacing nematoda saluran pencernaan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok Strongyles(Haemonchus sp. Cooperia sp. Oesophagostomum sp . Trichostrongy1us sp. Bunostomum sp.),kelompok Strongyloides dan kelompok cacing lainnya seperti Trichuris sp., Capillaria sp., Ascarissp. dan Moniezia sp . (Anonymous,1978) Dalam tulisan ini akan dibahas tentang cara mengidentifikasilarva cacing nematoda saluran pencernaan dari kelompok Strongyles untuk menentukan jenis cacingyang ada dalam tubuh hewan.

Prosedur

1. Sampel fnja

MATERI DAN METODE

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

Bahandan Alat

Bahan yang diperlukan terdiri dari air, sampel tinja domba, garam dapur, vermiculate dan lugol.Sedangkan alat-alat yang dipergunakan terdiri dari timbangan, botoljam/brand, petri disk, botol

plastik, pipet pastuer, cawan/baki kecil, sarung tangan (glove), hand spray, spidol, kertas label, kacahitung (Whitlock slide) dan mikroskop.

Tinja domba lokal sebanyak 30 sampel masing-masing dibagi menjadi 2 kelompok . Kelompokpertama sampel tinja ditimbang masing-masing sebanyak 3 gram dan masukkan ke dalam botolkaca Brand bermulut besar untuk pemeriksaan telur cacing per gram menggunakan uji apung dantambahkan air kran sebanyak 17 ml sehingga volumenya menjadi 20 ml, kemudian simpan dalam

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

75

Page 3: ptek03-13(2)

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

lemari es pada suhu 4 °C selama 4jam atau sampai tinja menjadi lunak. Dan kelompok yang keduauntuk pembuatan pupukan larva (larval culture) sampel tinja ditimbang sebanyak 5 - 10 gramdalam kantong plastik kemudian simpan dalam lemari es pada suhu 4 °C agar telur cacingnya tidakmenetas sebelum waktu pembuatan pupukan larva (larval culture) .

2. UjiApung

Sampel tinja dalam botol kaca Brand yangtelah berisi air sebanyak 20 ml diproses menggunakanmesin pengocok (mixer) hingga sampel kelihatan seperti larutan, kemudian tambahkan garamjenuh sebanyak 40 ml sehingga volumenya menjadi 60 ml . Selanjutnya larutan diambil/disedotsambil diaduk sampai merata/homogen menggunakan pipet yang bagian ujungnya telah dipasangsaringan berukuran 250 mm sesuai dengan ukuran telur cacing yang berdiameter 130 - 200 mm(Thienpont, et.al., 1979), sehingga sampah/kotoran dari larutan tinja tidak terbawa dan tidakmengganggu pandangan pada waktu dilakukan pemeriksaan dan penghitungan telur cacing.Kemudian larutan tinja tersebut dimasukkan ke dalam alat hitung kaca(Whitlock slide) dan hitungjumlah telur cacing yang ada berdasarkkan kelompoknya, yaitu kelompok Strongyles, Strongy-loides dan kelompok lainnya .

3. Pembuatan pupukan larva (Larval Culture)

Sampel tinja dimasukkan ke dalam cawan/baki kecil dan tambahkan vermiculate yang gunanyauntuk menjaga kelembaban dengan perbandigan 1 : 1 kemudian diaduk hingga campurannyakelihatan halus dan merata sambil diberi air secukupnya agar pupukan larva menjadi lembab tetapitidak basah . Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol brand/selai dan ratakanpermukaannya sambil ditekan perlahan hingga kelihatan agak padat, kemudian bersihkan dindingbotol bagian atas permukaan pupukan dari sisa kotoran yang menempel menggunakan kapas/tissue, selanjutnya botol tersebut ditutup agak longgar dan diberi label. Pupukan larva simpanpada suhu kamar dan tidak kena sinar matahari langsung selama 7 - 9 hari, setiap 2-3 hari sekalipupukan larva tersebut dilihat/diperiksa agar kelembabannyaterjaga dan bila kelihatan agak keringtambahkan air secukupnya dengan cara disemprot menggunakan hand spray. Setelah telur cacingmenetas dan kelihatan adanya larva cacing yang merayap ke atas melalui dinding botol, makalarva tersebut segera dipanen dengan cara botol bagian dalam disemprot menggunakan handspray secara perlahan atau botol pupukan larva tersebut diisi dengan air kran sampai penuhhingga rata dengan permukaan botol hingga tidak mengeluarkan gelembung udara, kemudiantutup dengan cawan petri dan balikkan sehingga posisinya kelihatan terbalik, selanjutnya sekelilingcawan petri bagian luar diisi air kran dan biarkan selama minimal 4 jam . Dengan menggunakanpipet pasteur, ambil larva yangkeluar dari dalam botol danberkumpul di dalamcawan petri kemudianpindahkan ke dalam botol plastik berukuran volume 100 ml dan simpan dalam lemari es agar tidakcepatrusak.

4 . Identifikasi Larva Cacing Nematoda Saluran PencernaanIdentifikasi larva dilakukan berdasarkan pedoman Manual MAFF (Anonymous, 1978 ; GeorgiDan Theodorides,1980 . Larva yangada dalam botol plastik diberi lugol beberapa tetes agar larvatersebut mati dan untuk memudahkan dalam pemeriksaan . Larva tersebut kemudian diambilsebanyak I - 2 ml menggunakan pipet pasteur sambiI diaduk dan di masukkan ke dalam alat hitungkaca Universal untuk dilakukan pemeriksaan/identifikasi dari masing-masingjenis larva di bawah

76

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Page 4: ptek03-13(2)

mikroskop dengan pembesaran 10 X clan di hitungjumlah larva tersebut sampai 100 . Proporsijumlah hasil penghitungan berdasarkan genus cacing dinyatakan dalam persentase .

Sebanyak 30 sampel tinja domba lokal asal Majalengka telah dilakukan pemeriksaan clanpenghitungan, baik dari jumlah maupun jenis telur cacingnya menurut kelompoknya. Sedangkanlarva cacingnya clihitung berdasarkan persentase . Pemeriksaan clan penghitungan telur cacingdilakukan menggunakan uji apung clan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 . Sedangkan pemeriksaan/ identifikasi clan penghitungan larva cacing hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 .

T~1sM- OWAW. .aMSw~f,1~RW~k Mpi1r itY?atYm MIC*14 +asx~wl

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

Gambar 1 . Bentuk ekor clan kepala Larva cacing nematoda saluran pencernaankelompok Strongyles (Georgi, et al ., 1980)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa infeksi cacing pada setiap ekordomba bervariasi antara sampeltinja yang satu dengan yang lainnya, yaitu berdasarkan hasil penghitungan telur per-gram (tpg) tinjauntuk setiap sampel antara 240-7240 clan perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapafaktor, antara lain jumlah cacing yang menginfeksi domba tersebut tidak sama clan jenis cacingnyaberbecla. Sedangkan hasil pupukan larva (Larval Culture) setelah dipanen clan diperiksa ternyata adabeberapa pupukan yang tidak menghasilkan larva yaitu sampel nomor 1844 clan 1693, artinya bahwadalam pupukan tersebut telur cacing tidak menetas yang kemungkinan hal ini disebabkan beberapafaktor, antara lain telur dalam tinja sudah rusak sebelum dilakukan pemupukan atau keadaan pupukanlarva terlalu basah sehingga pada saat telur menetas menjadi larva pada stadium 1 sudah mati ataurusak . Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 .

Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian

77

Page 5: ptek03-13(2)

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

Tabel 1 . Jumlah terlur cacing per-gram (tpg) dalam setiap sampel tinja

Keterangan :')

Trichuris sp . Capillaria sp ., Ascarais sp . dan Moniezia sp .Hasil identifikasi dari pupukan larva berdasarkan morfologi larva stadium ketiga (L3 ) seperti

terlihat pada Tabel 2 diketahui bahwa dari kelima jenis larva cacing (Gambar 1) . Haemonchus danTrichostrongy1us mempunyai persentase yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan larva yanglainnya . Artinya, bahwa infeksi cacing Haemonchus dan Trichostrongy1us terhadap hewanbarsangkutan lebih dominan. Jenis cacing ini merupakan jenis cacing nematode saluran pencernaanyang paling banyak menimbulkan gangguan produksi pada hewan domba (Beriajaya Dan Copeman,1997) . Oleh karena itu perlu segera adanya penanganan yang serius yaitu dengan melakukan tindakanpengobatan, sebab menurut Adiwinata Dan Sukarsih (1992), bahwa pengobatan yang terlambat akanmenyebabkan hewan menjadi kurus dan kemudia mati karena hewan banyak kehilangan darah .

78 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

No . Kode sampel -- rongyes ngyo s e ureac ng lain1549 560 u 111

2. 1131 680 0 03. 512 1160 0 04. 1853 760 0 05. 1940 2480 0 06. 1844 640 0 07. 1936 480 0 08. 1621 480 0 09 . 1781 1680 0 010 . 1901 2240 0 011 . 1721 1960 0 012 . 1736 1000 0 013 . 1832 1320 0 014 . 1693 280 0 015 . 1295 240 0 016 . 1374 3200 0 017 . 1083 1880 0 018 . 1312 3600 0 019 . 1341 2000 0 020 . 1134 1600 0 021 . 1077 640 0 022. 74 1000 0 023. 67 2960 0 024 . 77 4760 0 025 . 1332 4480 0 026 . 1316 4720 0 027 . 1321 2480 0 026 . 91 1840 0 029 . 1308 7240 0 030 . 117 3240 0 0

Page 6: ptek03-13(2)

Tabel . 2 . Penghitungan persentase larva cacing nematoda kelompok Strongyles

KESIMPULAN

Dengan melakukan pemeriksaan dan identifikasi larva cacing pada stadium ketiga, maka dapatdiketahui jenis cacing yang menginfeksi domba dan dapat diketahui pula jenis cacing yang manayang lebih dominan serta apakah cacing tersebut cukup berbahaya atau tidak sehingga dapat segeradilakukan usaha penanggulangannya .

UCAPAN TERIMA KASIH

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drh . Beriajaya, MS. staf peneliti ParasitologiBalitvet yang telah membantu dan membimbing saya dalam pembuatan tulisan ini danjugs tidak lupasaya ucapkan terima kasih kepada rekan teknisi di laboratorium Helminthologi, Parasitologi - Balitvetatas bantuannya .

DAFTAR BACAAN

Adiwinata, G. Dan Sukarsih . 1992 . Gambaran darah domba yang terinfeksi cacing nematoda saluranpencernaan secara alami di Kab. Bogor (Kec . Cijeruk, Jasinga dan Rumpin) . Penyakit Hewan24 (43) : 13-16.

Anonymous. 1978 . Manual ofVeterinary investigation laboratory techniques . Part 7 Parasitology.Refbook 368 : 1- 2 Ministry ofagriculture, fisheries and food . Middlesex UK.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

79

Kode sAmpel HMO Coop O0so Tricho Bunos

1640 85 1 2 0 11131 78 1 O 12 O612 07 6 10 18 O1863 88 1 4 7 O104D 41 13 12 36 O1844 O O O O O1035 71 a 6 1e 21621 62 14 6 28 O1781 87 4 6 4 O1001 72 1 6 22 O1721 04 3 2 2 O1730 46 12 13 26 61632 38 O 21 30 O1003 O O O O O1205 61 10 a 24 O1374 40 17 7 20 11083 70 7 O 17 O1312 73 4 4 10 O1341 33 O 1 O® O1134 00 10 7 18 O1077 64 10 6 31 O74 10 1 1 4 06 1157 63 8 2 37 O77 00 10 3 21 O1332 46 3 20 31 O1310 05 10 1 24 O

1321 64 7 2 30 101 70 4 11 16 O1308 20 12 0 40 1117 73 0 1 20 O

Page 7: ptek03-13(2)

Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2003

Beriajaya Dan Suhardono . 1997 . Penanggulangan nematodiosis pada ruminansia kecil secara terpaduantara manajemen, nutrisi dan obat cacing. Prosiding SeminarNasional Peternakan dan Veteriner1997 . Jilid I :110-120 .

Beriajaya And D.B . Copeman .

1997. An estimate of seasonality and intensity of infection withgastrointestinal nematodes in Sheep and Goats in West Java . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 .(4) :270-276.

Beriajaya And P. Stevenson . 1986 . Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as a resultof a gastrointestinal nematode infections . In Livestock Production and Disesase in the Tropic.(eds . M.R . Jainudeen, M. Mahyudin and J . Huhn) . Proc. 5'" Conf. Inst . Trop . Vet. Med . KualaLumpur Malaysia .

Georgi, Jay R And V.J . Theodorides . 1980. Parasitology for Veterinarians . ThirdEdition. Identifica-tion ofegg, ocyts and larvae : 161-195 .

Soulsby, E.J .L. 1982 . Helminths, Arthhropos and Protozoa ofDomesticated Animals . 7 b' . Baillere,Tindall and Cassell Ltd . London

Thienpont, D. Rochette, F. Vanparij, O.F.J . 1979 . Diagnosing helminthiasis through coprologicalexamination : 47-67 .

80 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan