PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Oleh : Venti Dini Rahmatika H0307087 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

Page 1: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Oleh :

Venti Dini Rahmatika

H0307087

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

Page 2: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :

Venti Dini Rahmatika

H0307087

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

Page 3: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 4: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT. Perkebunan

Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang”. Penulis

mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, M.Si selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

Pertanian/Agrobisnis.

3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya H, MP selaku Sekretaris Jurusan sekaligus sebagai

Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

Pertanian/Agrobisnis.

4. Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus

pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan

skripsi ini.

5. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP. MP selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan nasehat, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi sejak

awal sampai akhir penulisan.

6. Bapak Ir. Suprapto selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Susi Wuri Ani, SP. MP dan Bapak R. Kunto Adi, SP. MP yang bersedia

memberikan pengarahan dan bantuan pada beberapa materi skripsi yang belum

mengerti dengan baik.

8. Segenap dosen jurusan Agrobisnis Fakultas Pertanian dan seluruh dosen

Fakultas Pertanian FP yang membimbing selama kuliah juga staff TU yang telah

memberikan bantuannya dalam penyelesaian persyaratan administrasi.

9. Segenap keluarga besar PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Getas Afdeling

Assinan terimakasih atas kerjasamanya, bimbingannya, dan perhatiannya. Bapak

Page 5: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Yono, Pak Lasman, Pak Djadi, Pak Budi, Mas Anto dan lainnya yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu, jasa-jasa baik Bapak Ibu semua akan selalu melekat

dalam hatiku.

10. Keluarga tercinta, Inak Istiharah dan Amak Sardiman juga dua adik tersayang

Ardis Ikhlass Arrizki dan Raras Sukma Aulia. Terima kasih atas segala kasih

sayang, doa, dukungan baik moral maupun spiritual dan dorongan semangat

yang telah dilimpahkan selama ini. Kalian adalah anugerah terindah yang pernah

Allah berikan.

11. Keluarga besar yang ada di Lombok dan Ambarawa, Papuk Maksum, Papuk

Rohaini, Papuk Saki, Mbah Kakung, Mbah Putri, Bibi At, Paman Rus, Bulek

Sarimah, Paklek Harno, dek Ana, dek Yuni, Bibi Yah, Paman Romzi, Bulek Iin,

Paman Opi, Paman Dedi dan lainnya, atas doa dan semangat yang selalu

mengiringi penulis.

12. Kak Erwinsyah, terimakasih atas motivasi dan doa yang tercurah untuk penulis

13. Sahabatku tercinta Maha, Dewo, Fafa, Ian, Irsa, Adhi dan Didik. Terimakasih

atas persahabatan yang indah ini. Kalian akan selalu ada di hati.

14. Sahabat seperjuangan dan seperguruan, Sukma, Nofitri, Pepi (Bebebh), Rizky,

Nita, Echa, Alya, Dhea, Eka, Risma dan Lala yang senantiasa memberikan

dukungan dan motivasi. Terimakasih atas kenangan indah persahabatan yang

takkan pernah lekang oleh jrak dan waktu.

15. Teman-teman Agrobisnis 2007 Mumun, Ratna, Riska, Agnes, Tio, Dicky,

Rochmad, Memen, Bang Adam, Bella, Yoseph dan Prima dan ”HiBiTu”.Terima

kasih, bersama kalian banyak kenangan yang indah. Keep fighting kawand!!!

16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu penulis berharap adanya masukan guna perbaikan skripsi selanjutnya. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2011

Penulis

Page 6: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

RINGKASAN ................................................................................................ x

SUMMARY ................................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ..................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 9

II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 10 A. Penelitian Terdahulu .................................................................... 10 B. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 11

1. Kopi ................................................................................ 11 2. Daya Saing ............................................................................. 13 3. Keunggulan Komparatif dan keunggulan Kompetitif............. 14 4. Harga Bayangan .................................................................... 16 5. Kebijakan Pemerintah ....................................................... 18 6. Policy Analysis Matrix (PAM)................................................ 22

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ........................................... 28 D. Hipotesis ....................................................... 35 E. Asumsi-Asumsi Dasar .................................................................. 35 F. Pembatasan Masalah .................................................................... 35 G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................... 36

III. METODE PENELITIAN ................................................................... 38 A. Metode Dasar Penelitian .............................................................. 38 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ...................................... 38 C. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 38 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 38 E. Metode Analisis Data ................................................................... 39

IV. KEADAAN UMUM PERKEBUNAN ................................................ 48 A. Sejarah Perusahaan ....................................................................... 48

Page 7: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

B. Letak Geografis ............................................................................. 49 C. Struktur Organisasi ....................................................................... 50 D. Keadaan Karyawan Perkebunan ................................................... 50 E. Budidaya Tanaman Kopi .............................................................. 51

1. Budidaya Tanaman Kopi ......................................................... 51 2. Panen ................................................................................ 57

F. Pengolahan Kopi ........................................................................... 58 1. Pengolahan RWP (Robusta Wet Process) ................................ 58 2. Pengolahan RDP (Robusta Dy Process) .................................. 63

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 65 A. Produksi dan Produktivitas Tanaman di Kebun ........................... 65 B. Analisis Finansial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi .................... 66 C. Policy Analysis Matrix (PAM) ..................................................... 73 D. Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan Komparatif ................. 76 E. Dampak Kebijakan Pemerintah .................................................... 80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 87 A. Kesimpulan .................................................................................. 87 B. Saran ............................................................................................ 88

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89

Page 8: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2005-9 ...................... 2

2. Kinerja Produksi dan Ekspor Kopi pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Tahun 2005-9 ................................................................ 3

3. Fluktuasi Produksi Kopi PT Perkebunan Nusantara I (Persero) Menurut Kebun Tahun 2005-9........................................................... 5

4. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan kabupaten Semarang tahun 2005-9 ...................................................................................... 5

5. Tipe-Tipe Kebijakan Output Tradeable............................................. 19

6. Policy Analysis Matrix (PAM)........................................................... 23

7. Daftar Jumlah Karyawan Kebun Getas/Assinan Berdasar Afdeling dan Golongannya per 1 Januari 2010................................................. 50

8. Luas, Produksi dan Produktivitas Kopi PT perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2000-9 ............................ 65

9. Analisis financial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi Kering PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2009 (Rp/kg kopi kering) ................................................................... 67

10. Matriks PAM Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun getas/Assinan Tahun 2009 (Rp/kg kopi kering) ..... 74

11. Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2009 ............................................................... 77

12. Dampak Kebijakan pemerintah terhadap Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan ............... 80

Page 9: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Pengaruh Pajak pada Input Tradeable ......................................... 21

2. Pengaruh Subsidi Input Tradeable............................................... 22

3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................ 34

Page 10: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Alokasi Biaya Domestik dan Biaya Asing................................... 91

2. Perhitungan Output ...................................................................... 92

3. Biaya Amortisasi .......................................................................... 93

4. Biaya Penggunaan Input Produksi ............................................... 94

5. Konversi Perhitungan Biaya Output dan Input Tradeable Komoditi Kopi Tahun 2009 ......................................................... 95

6. Analisis Ekonomi ......................................................................... 96

7. Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan (Rp/ha luas tanam kopi) ............................................................... 98

8. Matriks PAM Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan .............................................. 99

Page 11: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

RINGKASAN

Venti Dini Rahmatika, 2011. Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kabupaten Semarang. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi dan Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan merupakan salah satu penghasil kopi dan eksportir kopi yang berperan dalam perekonomian nasional. Setiap komoditi harus memiliki daya saing untuk dapat bersaing di pasar internasional dan diminati oleh konsumen. Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan dalam mengusahakan kopi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

Metode dasar penelitian adalah deskriptif analisis dengan mengambil secara sengaja daerah penelitian PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kantor PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) dan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. Sumber data diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan pencatatan di instansi-instansi dan pihak-pihak terkait penelitian ini.

PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan memiliki Private Cost Ratio (PCR) sebesar 0,73 yang menunjukkan bahwa perusahaan memeiliki keunggulan kompetitif dan Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) sebesar 0,72 yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keunggulan komparatif dalam mengusahakan kopi kering. Nilai PCR dan DRCR itu dapat ditingkatkan sehingga meningkatkan daya saing yang dimiliki perusahaan untuk dapat terus bersaing di pasar internasional di era perdagangan bebas.

Dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan tercermin padan nilai Output Transfer (OT) sebesar 3.900.717,40; Input Transfer (IT) sebesar 260.213,20; Factor Transfer (FT) sebesar 3.019.544,34; Net Transfer (NT) sebesar 620.959,86; Nominal Protection Coefficient on Tradable Outputs (NPCO) sebesar 1,13; Nominal Protection Coefficient on Tradable Inputs (NPCI) sebesar 1,09; Effective protection coefficient (EPC) sebesar 1,13; Profitability coefficient (PC) sebesar 1,08 dan Subsidy Ratio to Producers (SRP) sebesar 0,02. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan mengeluarkan biaya input asing dan input domestik lebih tinggi dari harga seharusnya, tetapi kebebasan ekspor yang diberikan pemerintah memberikan kesempatan perusahaan untuk memperoleh penerimaan lebih besar sehingga keuntungannya pun lebih besar dari harga sebenarnya pad apasar persaingan sempurna. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah menguntungkan bagi pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

Page 12: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

SUMMARY Venti Dini Rahmatika. 2011. The Analysis of Coffee Competitive Power

(Coffea sp) at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan, Semarang Regency. Under the guidance of Dr. Ir. Mohd. Harisudin, Msi and Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Agriculture Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan is one of the producer an importer of coffee in Indonesia which means it has a role at national economic.Each comodity should have the competitive power to be able competing at international market and interested by consumer. Goverment policy also has influence of the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

This research is aimed to analyze the competitive advantages and comparative advantage, also to knew the goverment policy impact to the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan. The basic method of this research is analysis decriptive by incidentally taking research place at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan. This research uses seconder data which is taken from PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Office and Badan Pusat Statistik (BPS), Central Java. Data is got by observing, interviewing, and texting at relevant company.

PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan has 0,73 Private Cost Ratio (PCR), which shows us that the company has the competitive advantages and 0,72 Domestic Resources Cost Ratio (DRCR), which shows us that the company has comparative advantages at producing dry coffee. The rank of PCR and DRCR could be increased, so that it could increase competitive power of the company. In case to stay being competitive at international market and free trading era.

The goverment policy impact to the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan is seen at the value of Output Transfer as much 3.900.717,40 Input Transfer (IT) as much 260.213,20 Factor Transfer (FT) as much 3.019.544,34 Net Transfer (NT) as much 620.959,86 Nominal Protection Coeficient on Tradable Outputs (NPCO) as much 1,13 Nominal Protection Coeficient on Tradable Inputs (NPCI) as much 1, 09 Effective Protection Coefficient (EPC) as much 1,13 Profitability Coefficient (PC) as much 1,08 and Subsidy Ratio to Producer (SRP) as much 0,02. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan spends foreign and domestic input cost higher than the average cost.. But, the free export which is given by government gives the chance for company to get higher income than average cost. Completely, government policy gives benefit for coffee production of PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan

Page 13: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu

negara. Kegiatan perdagangannya sangat berarti dalam upaya pemeliharaan

dan kestabilan harga bahan pokok, penyediaan kesempatan kerja bagi

masyarakat, penggerak kegiatan ekonomi, peningkatan penerimaan negara dan

pendapatan negara. Kebijakan perdagangan Indonesia diarahkan pada

penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan. Kebijakan

tersebut meliputi usaha meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan

perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan

jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang

sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, mengembangkan

ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan

dan memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi

(Halwani, 2002).

Perdagangan luar negeri terutama ekspor, sangat penting peranannya

dalam perekonomian Indonesia. Devisa yang diperoleh dari ekspor merupakan

sumber pembiayaan pembangunan. Peningkatan penerimaan devisa dari

ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang terdiri dari

transaksi ekspor dan impor barang. Surplus ekspor menentukan surplus neraca

perdagangan (Halwani, 2002).

Pertanian merupakan salah satu sektor yang berororientasi ekspor

terutama sub sektor perkebunannya. Peran sub sektor perkebunan sebagai

penghasil devisa tidak diragukan lagi. Dibandingkan sektor non migas lainnya

sub sektor perkebunan memiliki keunggulan komparatif yaitu tersedianya

lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal, lokasi yang berada di kawasan

dengan iklim yang menunjang serta tersedianya tenaga kerja yang cukup

melimpah yang semuanya merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk

memperkuat daya saing harga produk-produk perkebunan Indonesia di pasar

dunia (BI, 2003).

1

Page 14: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Komoditi strategis perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit, karet,

kopi, teh dan lada. Kopi menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara

setiap tahunnya. Ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh keadaan kopi dunia

yang permintaannya terus mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi

kopi tersebut menyebabkan persaingan ekspor kopi dunia juga semakin ketat.

Munculnya Vietnam sebagai negara pengekspor kopi yang menguasai 11,45%

pasar kopi dunia menyebabkan kedudukan Indonesia bergeser menjadi posisi

keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Ekspor kopi Indonesia sendiri

mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2005 - 2009

Tahun Volume (Ton) Harga (US$/Ton)

Nilai (000 US$)

2005 442.800 1123,98 497.700 2006 411.500 1.417,25 583.200 2007 315.500 2.008,56 633.700 2008 467.900 2.113,70 989.000 2009 510.100 1.611,64 822.100

Sumber: Indikator Ekonomi, 2010

Berdasar Tabel 1. dapat diketahui bahwa volume ekspor kopi mengalami

fluktuasi dari tahun ke tahun. Lebih jauh melihat kinerja komoditi kopi dari

tahun ke tahun menunjukkan perbaikan terutama pada tahun 2008 yang

mengalami peningkatan nilai ekspor sebesar 56,06%. Bahkan dalam kurun

waktu 2005-2009 terjadi kenaikan nilai ekspor yaitu dari US$ 497 juta pada

tahun 2005 menjadi US$ 989 juta pada tahun 2008. Namun, pada tahun 2009

justru mengalami penurunan menjadi US$ 822 juta. Fluktuasi nilai ekspor

lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga kopi internasional yang tidak

menentu. Untuk menjaga kinerja ekspor komoditi kopi tersebut perlu

ditingkatkan produksi dan mutu kopi (Benyamin, Maria Y. 2009 dalam

Pusditan, 2009).

Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak

perkebunan kopi dan merupakan salah satu sentra produksi kopi terbesar di

samping Lampung, Sumatra Utara dan Jawa Timur. Salah satu perusahaan

perkebunan yang mengusahakan tanaman kopi di Jawa Tengah adalah PT

Page 15: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Perkebunan Nusantara IX (Persero). PTPN IX adalah perusahaan perkebunan

negara yang mengelola perkebunan milik negara di wilayah Jawa Tengah.

PTPN IX Jawa Tengah dituntut untuk terus meningkatkan produksi dan

efisiensi pengusahaan kopi untuk memperbesar daya saing kopi Indonesia.

Daya saing yang tinggi merupakan kekuatan utama untuk mampu bersaing

dalam pasar dunia yang semakin ketat. Daya saing yang tinggi tercermin dari

keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh

komoditi tersebut. Kinerja produksi dan ekspor kopi PTPN IX dapat dilihat

dari Tabel 2.

Tabel 2. Kinerja Produksi dan Ekspor Kopi pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Tahun 2005 - 2009

Tahun Produksi (kg) Ekspor (kg) % ekspor/produksi 2005 2.468.333 1.624.657 65,822006 1.513.569 1.272.000 84,042007 843.395 823.500 97,642008 1.422.853 683.400 48,032009 1.232.894 1.490.100 120,86

Sumber: PT Perkabunan Nusantara IX (Persero) Berdasar Tabel 2. dapat dilihat bahwa fluktuasi ekspor PTPN IX

mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Ekspor kopi PTPN IX tergantung pada

permintaan kopi oleh Jepang dan Italia yang menjadi negara tujuan ekspor.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, hampir setiap tahun PTPN IX

mengekspor lebih dari 50% produksinya kecuali tahun 2008 yang hanya

mengekspor 48,03% produksinya. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya

permintaan dari Jepang sebab harga kopi dunia mahal mencapai US$

2.113,70/ton. Harga kopi dunia yang tinggi menyebabkan permintaan kopi

menurun dan sebaliknya sehingga pada tahun 2009 permintaan kopi Jepang

meningkat.

Sisa kopi yang tidak diekspor akan dikonsumsi di dalam negeri dan

disimpan sebagai carry over stocks oleh pedagang dan eksportir sebagai

cadangan bila terjadi gagal panen (Kustiari, 2007 cit. Pusdatin, 2009). Kinerja

ekspor kopi dari perusahaan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Kondisi

paling parah penurunan ekspornya adalah dalam tahun 2007 sedangkan pada

Page 16: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

tahun 2008 sudah kembali mengalami peningkatan. Meski tak sebesar pada

tahun 2002, tetapi sudah cukup baik untuk memperbaiki kinerja ekspor kopi

Indonesia yang diharapkan akan lebih baik lagi pada tahun-tahun berikutnya.

Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dan upaya untuk dapat memperbaiki

keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. Potensi produksi kopi di PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang cukup baik dapat dijadikan sebagai

modal untuk menunjang peningkatan ekspor kopi.

Produksi kopi yang berfluktuasi disebabkan oleh iklim yang berubah tak

menentu dan sulit diperkirakan. Musim penghujan dan musim kemarau sangat

sulit untuk ditentukan. Oleh karena itu, perkiraan pemeliharaan dalam

budidaya kopi menjadi kurang tepat sehingga produksinya menjadi menurun

yang menyebabkan volume ekspor kopi PT Perkebunan Nusantara IX

(Persero) ikut menurun. Namun, penanganan budidaya kopi yang baik dengan

keadaan iklim yang tak menentu sudah mulai dapat diatasi sehingga produksi

kopi tahun 2008 sudah mulai dapat ditingkatkan kembali. Volume ekspor kopi

juga dipengaruhi oleh iklim yang akan menentukan kualitas biji kopi yang

dihasilkan oleh perkebunan. Iklim yang tidak menentu akan menyebabkan

kualitas biji kopi menjadi kurang baik sehingga tidak memenuhi standar

ekspor. Fluktuasi produksi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) pada tujuh

kebun kopi yang tersebar di tujuh kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 17: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Tabel 3. Fluktuasi Produksi Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Menurut Kebun Tahun 2005-2009

Kebun Produksi (kg)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Blimbing/Jallotigo, Kab. Batang

282.000 125.643 174.350 120.000 76.000

2 Sukamangli, Kab. Kendal

325.000 179.449 78.045 114.000 158.000

3 Merbuh, Kab. Kendal 60.000 24.554 3.280 - - 4 Ngobo Jatirunggo,

Kab. Semarang 200.000 117.860 74.860 100.000 46.000

5 Getas/Assinan, Kab. Semarang

926.333 602.156 344.384 698.853 768.000

6 Batujamus/Kerjoarum, Kab. Karanganyar

125.000 160.571 80.027 177.000 -

7 Jolong/Kalitelo, Kab. Pati 550.000 303. 336 88.449 213.000 184.000

Total 2.468.333 1.513.569 843.395 1.422.853 1.233.000

Sumber: Jawa Tengah dalam Angka

Berdasar Tabel 3. dapat diketahui bahwa produksi kopi tertinggi

dihasilkan oleh Kebun Getas/Assinan setiap tahunnya sejak tahun 2005 hingga

tahun 2009. Kebun Getas/Assinan menghasilkan rata-rata 650.518 kg dalam

kurun waktu lima tahun. Dapat disimpulkan bahwa produksi kopi Kebun

Getas/Assinan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ekspor kopi

PTPN IX. Hal itu harus didukung dengan produktivitas kebun yang tinggi agar

produksinya dapat terus meningkat. Produksi dan produktivitas Kebun

Getas/Assinan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas areal, Produksi dan Produktivitas Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang Tahun 2005 - 2009.

Tahun Luas areal (Ha) Produksi (kg) Produktivitas (kg/Ha) 2005 401,06 926.333 2.309,71 2006 396,41 602.156 1.519,02 2007 396,41 344.384 868,76 2008 396,41 698.853 1.762,96 2009 376,97 768.456 2.038,51

Sumber : Kantor Kebun Getas/Assinan PT PN IX

Berdasar Tabel 4. dapat dilihat bahwa produksi kopi Kebun

Getas/Assinan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi paling

rendah terjadi pada tahun 2007 yang kemudian dapat mulai ditingkatkan

Page 18: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

kembali pada tahun 2008 dan 2009. Hal itu disebabkan oleh penanganan yang

lebih baik terhadap budidaya kopi yang sudah mulai dapat beradaptasi dengan

iklim yang tidak menentu. Luas areal tanan kopi menurun pada tahun 2009

sebab seluas 19,44 ha tanaman kopi sudah tidak produktif lagi sehingga akan

diganti tanaman baru pada tahun 2010 mendatang. Produktivitas kopi Kebun

Getas/Assinan terus berusaha ditingkatkan agar dapat memproduksi kopi yang

lebih banyak dari segi kuantitas dan baik dalam segi kualitas sehingga dapat

meningkatkan kinerja ekspor kopi PTPN IX.

Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pengusahaan kopi Kebun

Getas/Assinan. Departemen Perdagangan (Depdag) memperketat pemberian

status Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dengan memberikan syarat wajib

ekspor minimal 200 ton kopi per tahun untuk dapat memperoleh status

Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) (Pusat Humas Depdag, 2009).

Penyempurnaan aturan itu diharapkan dapat memacu produksi kopi dalam

negeri untuk ekspor, termasuk Kebun Getas/Assinan yang mengusahakan

kopi kering gelondong untuk ekspor. Indonesia sedang berusaha

meningkatkan produksi kopi dalam negeri agar dapat bersaing dan merebut

pasar kopi dunia di tengah perdagangan bebas sebab permintaan kopi di pasar

internasional yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan

produksi dan perbaikan mutu dalam negeri sehingga kurang bisa bersaing

dengan negara pengekspor kopi besar seperti Brazil, Vietnam dan Columbia.

Menurut Hutabarat (2004) penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

10% pada kopi yang diekspor dalam bentuk olahan sedangkan tidak adanya

PPN untuk ekspor kopi dalam bentuk primer berdampak pada pengusahaan

kopi Kebun Getas/Assinan yang mengekspor kopi dalam bentuk biji kering

gelondong. Kebijakan tersebut dapat merangsang Kebun Getas/Assinan untuk

meningkatkan produktiviatasnya sehingga dapat terus ekspor karena tidak

dikenai PPN. Ditambah dengan adanya perjanjian perdagangan bebas yang

ditandatangani Indonesia yaitu AFTA menuntut Kebun Getas/Assinan

memproduksi kopi yang memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing

di pasar internasional maupun nasional.

Page 19: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

B. Rumusan Masalah

Munculnya negara Vietnam sebagai negara penghasil kopi yang

berkontribusi sebesar 11,45% terhadap total produksi dunia sedangkan

Indonesia hanya berkontribusi sebesar 8,95% akan semakin memberatkan

kinerja ekspor kopi Indonesia yang salah satu eksportirnya adalah PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero). Kinerja ekspor kopi PTPN IX

dipengaruhi oleh produktivitas kopi Kebun Getas/Assinan yang memiliki luas

areal untuk budidaya kopi mencapai 376,97 Ha atau 29,68% dari luas areal

tanam kopi PTPN IX seluruhnya. Produktivitas Kebun getas/Assinan

mengalami fluktuasi lima tahun terakhir ini yang mengalami penurunan

produktivitas kopi pada tahun 2005 hingga tahun 2007. Tahun 2005

produktivitasnya mencapai 2.309,71 kg/Ha menjadi 1.519,02 kg/Ha pada

tahun 2006. Produktivitas terendah terjadi pada tahun 2007 yang mencapai

868,76 kg/Ha. Namun, pada tahun 2008 mulai mengalami peningkatan

kembali menjadi 1.762,96 kg/Ha dan 2.038,51 kg/Ha pada tahun 2009.

Produktivitas tersebut sangat berpengaruh pada ekspor kopi PTPN IX dan

ekspor Indonesia.

Peran pemerintah juga sangat menentukan kinerja ekspor PTPN IX.

Kebijakan pemerintah yang berupa penetapan pajak ekspor, subsidi dan

kebijakan perdagangan dapat berdampak positif (menguntungkan) maupun

negatif (merugikan) bagi PTPN IX Kebun Getas/Assinan. Menurut Hutabarat

(2004) Penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diberlakukan sebesar 10%

yang pada komoditi kopi yang diekspor dalam bentuk olahan sedangkan kopi

yang diekspor dalam bentuk primer tidak dikenakan PPN. Kebijakan tersebut

menyebabkan eksportir tidak akan berusaha meningkatkan nilai tambah

produknya dalam bentuk olahan. Apabila pemberian pajak terhadap ekspor

dalam bentuk primer akan menyebabkan menurunnya ekspor dalam bentuk

primer sehingga harga bahan baku kopi dalam negeri akan menurun yang

diharapkan memperkuat industri hilir untuk mengolah kopi dalam bentuk

olahan seperti kopi bubuk. Keputusan pemerintah untuk mencukupi konsumsi

kopi olahan di dalam negeri terlebih dahulu dengan penetapan PPN tersebut

Page 20: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

sebenarnya dapat dilihat dari sisi lain. Apabila dapat mengeskpor kopi olahan

dengan kualitas tinggi maka kebutuhan kopi dalam negeri dapat dicukupi

dengan mengimpor kopi dengan kualitas yang lebih sehingga negara masih

memperoleh keuntungan dari ekspor tersebut.

Selain PPN, Departemen Perdagangan menetapkan quota minimal

ekspor kopi sebesar 200 ton kopi per tahun untuk dapat memperoleh status

Eksportir Terdaftar Kopi (ETK). Pembebasan pajak ekspor kopi diharapkan

dapat mendukung kebijakan tersebut dan dapat mendorong kinerja ekspor

kopi untuk memenuhi permintaan kopi di pasar internasional yang semakin

meningkat. Kebijakan yang diterapkan pemerintah selalu diarahkan pada

peningkatan produksi dalam negeri dan mendorong peningkatan daya saing

produk-produk dalam negeri agar dapat bersaing di pasar intenasional dari

segi kualitas maupun kuantitas.

Agar tetap mampu bersaing dalam pasar perdagangan yang makin ketat

persaingannya, masing-masing negara harus memiliki komoditas unggulan

perdagangan yang ketat persaingannya. Dalam mengunggulkan suatu

komoditas perlu landasan kuat yang menyangkut dua hal. Pertama, bagaimana

sistem produksi dilakukan mulai dari hulu hingga hilir efisien dalam alokasi

biaya sumberdaya domestik terhadap imbangan sumber daya asing pada

tingkat harga relatif dengan memasukkan unsur biaya sosial sekaligus

menggambarkan nilai kelangkaan yang sebenarnya, sehingga dicapai

keunggulan komparatif. Kedua, bagaimana perangkat kebijakan (produksi dan

pasar) atas komoditas tersebut dapat menurunkan biaya ekonomi yang paling

rendah tercermin dari ssitem produksi dan pasar yang efisien sehingga akan

dicapai keunggulan kompetitif.

Dari uraian di atas, maka dapat diperoleh beberapa rumusan

masalahnya yaitu :

1. Apakah PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

Getas/Assinan Kabupaten Semarang memiliki keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif dalam pengusahaan kopi?

Page 21: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi

kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

Getas/Assinan Kabupaten Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk :

1. Mengkaji keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam

pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah

Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

2. Mengkaji dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi

kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi:

1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

terutama yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), diharapkan dapat menjadi

bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perusahaan.

3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian duna

menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya.

Page 22: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Danang Nur Rachman (2006) mengenai Analisis Daya

Saing Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) (Persero) Kebun Jollong

Kabupaten Pati menunjukkan bahwa kopi yang diusahakan PT Perkebunan

Nusantara IX (Persero) Kebun Jollong Kabupaten Pati memiliki keunggulan

kompetitif dan keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh angka rasio biaya

privat dan biaya rasio biaya sumber daya domestik yang kurang dari satu. Tidak

adanya proteksi pemerintah terhadap input asing menyebabkan Kebun Jollong

harus membayar input domestik yang lebih mahal. Sebaliknya, pemerintah

melakukan proteksi terhadap output dan komponen biaya asing (tradeable)

sehingga keseluruhan Kebun Jollong memperoleh nilai tambah input asing lebih

tinggi dari seharusnya. Secara umum, kebun Jollong menerima keuntungan akibat

kebijakan pemerintah. Danang Nur Rachman (2006) menyarankan untuk

meningkatkan kualitas komoditi kopi agar tidak tertinggal dengan produk sejenis

dari luar negeri sehingga harga jual kopi dapat ditingkatkan dan menyusun

anggaran biaya yang cermat mengingat kondisi harga jual kopi dunia tidak stabil

sehingga efisiensi yang telah terjadi dapat dipertahankan.

Hasil penelitian Assaad dkk (2009) mengenai Keunggulan Komparatif

Komoditi Kakao dan Kopi di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usahatani

komoditi kakao dan kopi memiliki keunggulan komparatif. Keadaan tersebut

tercermin pada hasil hitung koefisien DRC (Domestic Resource Cost) yang secara

keseluruhan terjadi lebih kecil dari satu. Komoditi kopi di daerah ini merupakan

komoditi ekspor yang berpotensi tinggi. Hal ini tercermin sejak tahun 1989

sampai dengan 1998 koefisien RCA (Revealed Comparatif Adventage) memiliki

pertumbuhan relatif rata-rata lebih besar dari satu.

10

Page 23: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Kasymir (1994) dalam penelitiannya tentang Keunggulan Komparatif dan

Dampak Kebijakan pada komoditi kopi dalam Pengembangan Wilayah

Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa komoditi

kopi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Kebijakan pemerintah secara

keseluruhan tidak memberi insentif untuk petani produsen, pedagang/eksportir

dan konsumen akhir untuk berproduksi dan mengkonsumsi komoditi kopi melalui

kebijakan harga output. Terjadi pengalihan surplus dari petani produsen ke

pedagang/eksportir akibat posisi tawar yang lemah dalam pasar yang bersifat

oligopilistik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kopi

Tumbuhan kopi (Coffea Sp.) termasuk familia Rubiaceae yang dikenal

mempunyai sekittar 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 species. Genus

Coffea merupakan salah satu genus penting dengan beberapa jenis species

yang mempunyai nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersial,

terutama: Coffea Arabica L dengan hibridanya, Coffea Lierica dan Coffea

Canephora diantaranya varietas Robusta.

Tanaman kopi termasuk tumbuan tropik yang sangat mampu melakukan

penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan kawasan. Walaupun tumbuhan

tropik, tanamannya tidak menghendaki suhu tinggi dan memerlukan

tumbuhan naungan. Di daerah-daerah asal tumbuhan kopi di hutan-hutan

Afrika tumbuhan kopi ditemukan di bawah-bawah pohon-pohon besar di

hutan-hutan, dengan keadaan yang cukup lembab, terutama untuk tumbuhan

kopi arabika. Jenis tanaman arabika lebih cocok dibudidayakan di daerah

tropis di kawasan pegunungan pada ketinggian diatas 600 mdpl.

Kopi robusta dapat dibudidayakan di kawasan-kawasan di bawah 700

mdpl. Tanaman kopi cocok karenanya dibudidayakan secara komersial di

kawasan antara 20o Lintang Utara dan 20o Lintang Selatan. Indonesia terletak

Page 24: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

dalam kawasan ini dan memiliki kawasan yang cocok untuk budidaya kopi,

baik jenis arabika maupun robusta.

Kawasan-kawasan penghasil kopi dalam mengusahakan budidaya kopi

perlu memilih jenis tanaman dari klon-klon tanaman kopi yang seragam.

Seragam pula cara budidaya kopi dan cara-cara pengolahan biji kopinya.

Keseragaman hasil kebun yang demikian amat diperlukan oleh pabrik dan

industri kopi yang bekerja dalam skala besar dan harus menghasilkan produk-

produk yang seragam mutu dan mantap mutu hasilnya. Dibudidayakannya

tanaman kopi dari klon-klon yang seragam, diterapkannya cara pertanaman

dan prngolahan biji kopi yang sama akan menjamin dihasilkannya biji-biji

kopi yang sejenis, seragam mutu dan seragam ukuran. Ini dapat memantapkan

pasar dengan tingkat harga yang baik (Siswoputranto, 1993).

Kopi merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan yang

mempunyai kontribusi cukup nyata dalam perekonomian Indonesia, yaitu

sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku

industri, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan wilayah (Dirjen

perkebunan, 2006). Tingkat produktivitas tahun 2006 mencapai rata-rata

sebesar 700 kg biji kering per hektar per tahun,baru mencapai 60% dari

potensi produktivitas yang dimilikinya. Tingkat produksivitas tanaman kopi

Indonesia juga lebih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen utama

kopi dunia lainnya seperti Vietnam (1.540 kg/ha/th), Columbia (1.220

kg/ha/th) dan Brazil (1000 kg/ha/th). Apabila ditinjau dari arah kebijakan

umum pengembangan kopi tidak terlepas dari kebijakan umum pembangunan

perkebunan, yaitu memberdayakan di hulu dan memperkuat di hilir guna

menciptakan peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditi kopi, dengan

memberikan intensif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan

partisipasi seluruh stakeholder serta penerapan organisasi modern yang

berlandaskan pada penerapan IPTEK (Dirjen Perkebunan 2006 cit. Soetriono

2009).

Page 25: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

2. Daya Saing

Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau

antar daerah untuk mengasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang

relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan

internasional. Daya saing suatu komoditi dapat diukur dengan menggunakan

pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif

merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk

menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem

ekonomi yang terbuka (Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB, 1997/1998 cit.

Saptana et al., 2006).

Menurut Simatupang (1990) maupun Sudaryanto dan Simatupang

(1993), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing

(keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada

perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Aspek yang terkait

dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang

terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari sebuah

aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep

yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan

kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur

daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual (Saptana et al.,

2006).

Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi

pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukung sumber daya yang

ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan

maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan

pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah (baik

sektor produksi maupun pasar) karena rendahnya biaya transaksi (transaction

cost) (Monke dan Pearson, 1989). Sehingga komoditi yang dikembangkan

mempunyai daya saing (competitive) pada pasar yang lebih luas

Page 26: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

(internasional) dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain

(Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004).

Daya saing dalam artiannya merupakan penerapan manajeman dan

teknologi yang lebih efisien, produk lebih bermutu serta jenis yang memenuhi

selera dan permintaan pasar (Wahyudi, 1989). Semakin kaya atau banyak

sumber daya alam sebuah negara, semain besar permintaan domestik, serta

semakin banyak industri pendukung atau pelengkap di suatu negara maka

seakin kuat daya siang negara tersebut ditingkat internasional (Halwani,

2002).

3. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif

Suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam berproduksi jika

opportunity cost dalam produksi lebih rendah dari harga bayangan komoditi

tersebut. Keuntungan bersih (Net Social Profitability atau NSP) adalah

indikator dari keunggulan komparatif dengan dua penyesuaian yaitu seluruh

output diasumsikan merupakan komoditi tradeable yang diekspor atau

diimpor dan seluruh biaya input dibagi menjadi biaya tradeable dan faktor

domestik (Darsono, 2004).

Keunggulan komparatif diukur menggunakan nilai ekonomi atau sosial.

Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif berarti efisien secara

ekonomi. Perhitungan dengan nilai ekonomi selalu memakai harga bayangan

(shadow price) yang mengambarkan nilai ekonomi dari unsur biaya maupun

hasil. Keunggulan komparatif bersifat dinamis, artinya suatu negara yang

memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu harus mampu bersaing

dengan negara lain. Keunggulan komparatif bisa berubah karena faktor yang

mempengaruhinya berubah, yaitu perubahan ekonomi dunia, lingkungan

domestik dan teknologi.

Teori keunggulan komparatif mengutarakan, sebaiknya suatu negara

berspesialisasi dan mengeskpor barang-barang dimana suatu negara tersebut

Page 27: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

memiliki keunggulan komparatif. Artinya, dalam kontek biaya, setiap negara

akan memperoleh keuntungan jika mengeskpor barang-barang yang biaya

produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Atau dapat

pula diartikan produktivitas relatif yang dimiliki oleh negara tersebut dalam

memproduksi barang-barang yang diekspor adalah yang paling tinggi (Basri,

1992 cit. Malik, 2003).

Suatu negara akan mempunyai keunggulan komparatif apabila suatu

kemampuan untuk mendapatkan suatu barang yang dapat dihasilkan pada

suatu tingkat biaya yang relatif murah daripada barang-barang lain

(Darmanto, 1997). Sedangkan menurut Simatupang dan Pasandaran (1990)

suatu negara mempunyai keunggulan komparatif dalam menghasilkan suatu

komoditi jika biaya sosial (harga ekonominya) untuk menghasilkan suatu

tambahan satu unit komoditi tersebut lebih kecil dari harga di pelabuhan

(border price). Lebih lanjut dikatakan Simatupang dan Pasandaran (1990)

bahwa biaya produksi dinyatakan dalam nilai ekonomi atau nilai bayangan

harga produksi diukur dari pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga

biaya ekonomi.

Analisis keunggulan komparatif adalah analisis sosial (ekonomi) dan

bukan analisis finansial (privat). Inti dari analisis keunggulan komparatif

adalah pemisahan efek penggunaan sumberdaya (input) non tradeable dalam

proses produksi dari segala jenis input asing dan unsur lain (pajak dan subsidi)

yang mempengaruhi harga barang yang dihasilkan. Dari pengertian di atas

maka prosedur yang harus dilakukan dalam analisis keunggulan komparatif

meliputi alokasi biaya input tradeable (diperdagangkan) dan non tradeable

(tidak diperdagangkan), alokasi biaya tradeable dan non tradeable, dan

penentuan harga bayangan untuk input dan ouput serta nilai tukar rupiah

terhadap US $ (Exchange Rate). Untuk itu harga input dan output dihitung

dengan mengeluarkan subsidi dan pajak yang terkandung dalan harga aktual

di pasar (harga privat) (Nutrisia, 2004)

Page 28: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi

pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukug sumber daya yang

ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan

maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan

pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah (baik

sektor produksi maupun pasar) karena rendahnya biaya transaksi (transaction

cost) (Monke dan Pearson, 1989). Sehingga komoditi yang dikembangkan

mempunyai daya saing (competitive) pada pasar yang lebih luas

(internasional) dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain

(Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004).

Keunggulan kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk

memformulasi strategi pencapaian peluang profit melalui maksimisasi

penerimaan dari investasi yang dilakukan. Sekurang-kurangnya ada dua

prinsip pokok yang perlu dimiliki perusahaan untuk meraih keunggulan

kompetitif yaitu adanya nilai pandang pelanggan dan keunikan produk

(Mangkuprawira, 2007).

Suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika

perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing,

melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan

sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain (Kuncoro, 2008).

4. Harga Bayangan

Pudjo Sumarto (1991) menyatakan bahwa harga bayangan (shadow

price) merupakan suatu harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar,

tetapi harga barang tersebut dianggap mencerminkan nilai sosial

sesungguhnya dari suatu barang dan jasa. Harga bayangan digunakan untuk

menyesuaikan terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil

produksi. Sedangkan Gray et al. (1992) menyatakan bahwa shadow price dari

suatu produk atau faktor produk merupakan social opportunity cost, yaitu

Page 29: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif

terbaik. Shadow price dari suatu produk umumnya ditentukan penawaran dan

permintaan terhadap faktor produksi.

Penyebab terjadinya harga bayangan ada empat hal. Pertama, perubahan-

perubahan di dalam perekonomian yang terlalu cepat, sehingga mekanisme

pasar tidak sempat mengikutinya. Dengan adanya keadaan yang demikian

mengakibatkan harga tidak seimbang (disequilibrium) yang terjadi tidak

mencerminkan biaya atau hasil yang sesungguhnya. Kedua, proyek-proyek

yang terlalu besar dan tidak kelihatan (invisible), menyebabkan perubahan di

dalam harga pasar, baik untuk harga inputs maupun harga outputs, sehingga

tidak dapat diperoleh suatu harga pasar yang dapat dipakai untuk mengukur

nilainya. Ketiga, unsur-unsur monopolistis di dalam pasar, adanya pajak dan

subsidi, pada akhirnya menyebabkan harga pasar menyimpang dari ukuran

yang sebenarnya, baik dalam hal biaya maupun hasil sosial. Keempat,

berbagai macam inputs (biaya) dan outputs (keuntungan), sehingga dengan

adanya sebab-sebab teknis, administratif ataupun sosial, maka menyebabkan

tidak dapatnya dijual atau dibayar/dibeli dengan cara yang biasa. Efek-efek

ekstern semacam ini memerlukan penilaian menurut harga bayangan.

Beberapa cara yang digunakan dalam praktik untuk menentukan biaya

bayangan, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Untuk foreign exchange rate (nilai tukar luar negeri), biasanya dipakai

kurs resmi yang berlaku, yaitu kurs tukar yang ditentukan oleh

pemerintah walaupun sebetulnya besarnya harga bayangan ini kadang-

kadang lebih besar dari harga pasar ataupun kurs resmi.

b. Untuk barang dan jasa sering dipakai harga pasar internasional (world

market prices) atau harga perbatasan (border prices) karena keadaan

pasar internasional biasanya dianggap mendekati pasar sempurna

dibandingkan dengan keadaan pasar dalam negeri yang sering mendapat

proteksi (subsidi atau perlindungan).

Page 30: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

c. Untuk tenaga kerja

Jika di suatu daerah terdapat banyak pengangguran (disquised

unemployments), maka dipakai harga bayangan sama dengan nol, karena

biaya opportunity untuk tenaga kerja yang menganggur atau

pengangguran tak kentara adalah nol. Untuk suatu daerah pertanian, di

mana terdapat musim buruh banyak yang menganggur (disquised) dan

terdapat juga suatu musim lain yang memerlukan tenaga kerja yang ada,

maka biaya tenaga kerja harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.

Untuk menilai tenaga unskilled labour dalam membuka lahan (misalnya

hutan) di suatu perkebunan, maka dinilai setinggi jumlah yang diperlukan

untuk memberi penghidupan mereka. Khusus untuk skilled labour, di

dalam perhitungannya seringkali digunakan suatu harga bayangan lebih

besar dari upah atau gaji yang berlaku (Pudjosumarto, 2002).

5. Kebijakan Pemerintah

Hingga saat ini intervensi atau kebijakan pemerintah tetap dipraktekkan

dalam perdagangan internasional khususnya oleh negara yang sedang

berkembang untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah

tersebut diharapkan akan mampu menstabilkan harga, peningkatan

ketersediaan komoditi dalam negeri terutama pangan, peningkatan

pendapatan. Kebijakan pemerintah biasanya terdapat pada harga output dan

harga input produksi seperti pupuk dan pestisida.

Dalam teori perdagangan internasional dibedakan dua macam kebijakan

yaitu tariff barriers dan non-tariff barrier. Hambatan tarif adalah kebijakan

yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi harga, seperti

bea impor, pajak ekspor, dan subsidi. Hambatan non-tariff adalah kebijakan

yang langsung dikaitkan dengan kuantitas barang seperti: pembatasan ekspor,

impor, bahkan pelarangan. Semua instrumen kebijakan tersebut mempunyai

pengaruh yang besar terhadap perkembangan perdagangan internasional suatu

Page 31: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

negara, serta perkembangan dan kinerja produksi dalam negeri sendiri.

Implikasi kebijakan pemerintah biasanya diterapkan pada instrumen harga

output dan input (Malik, 2003).

a. Kebijakan di bidang output

Pengaruh kebijaksanaan Pemerintah pada harga output diterangkan

oleh Monke dan Pearson (1989) dapat dikelompokkan ke dalam delapan

tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Tabel 4).

Tabel 5. Tipe-tipe Kebijakan Harga Output Tradeable

NO Instrumen Dampak terhadap Produsen

Dampak terhadap Konsumen

1 Kebijakan Subsidi a. Tidak merubah

Harga Pasar dalam Negeri

b. Merubah harga Pasar Dalam Negeri

Subsidi kepada Produsen a. Pada Barang impor

(S + PI, S – PI) b. Pada Barang

Ekspor (S + PE, S – PE)

Subsidi kepada konsumen a. Pada Barang

Impor (S + CI, S – CI)

b. Pada barang ekspor (S + CE, S – CE)

2 Kebijakan

Perdagangan (Merubah Harga Pasar Dalam Negeri)

Hambatan pada Barang Impor (TPI)

Hambatan pada Barang Ekspor (TPE)

Sumber : Monke dan Pearson (1989)

Keterangan: S+PI = Subsidi positif kepada produsen untuk barang impor S-PI = Subsidi negatif (pajak) kepada produsen untuk barang

impor S+PE = Subsidi positif kepada produsen untuk barang ekspor S-PE = Subsidi negatif (pajak) kepada produsen untuk barang

ekspor S+CI = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang impor S-CI = Subsidi negatif (pajak) kepada konsumen untuk barang

impor S+CE = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang ekspor

Page 32: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

S-CE = Subsidi negative (pajak) kepada konsumen untuk barang ekspor

Terdapat dua instrumen kebijakan harga output yaitu kebijakan

subsidi dan perdagangan. Kebijakan subsidi adalah pembayaran dari atau

ke pemerintah. Bila dibayarkan kepada pemerintah disebut subsidi negatif,

sebaliknya bila dibayarkan oleh pemerintah disebut subsidi positif,

sehingga subsidi negatif merupakan kebalikan dari subsidi positif. Baik

subsidi positif maupun negatif dimaksudkan untuk menciptakan harga

domestik yang berbeda dari harga di pasar internasional untuk melindungi

produsen atau konsumen dalam negeri.

Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada

ekspor atau impor suatu komoditi, dapat berupa kuota maupun pajak.

Kebijakan perdagangan ekspor dilakukan untuk melindungi konsumen

dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah daripada harga di

pasar internasional. Pengenaan pajak ekspor maupun kuota ekspor

dilakukan agar produsen tidak menjual seluruh produknya ke pasar

internasional karena tertarik dengan harga yang lebih tinggi atau menjual

produknya di dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi sehingga

merugikan konsumen. Kebijakan perdagangan impor dilakukan untuk

melindungi produsen dalam negeri karena harga di pasar internasional

lebih rendah dari harga domestik. Pengenaan tarif impor maupun kuota

impor dilakukan agar produk impor yang dijual di dalam negeri menjadi

lebih mahal sehingga produk domestik tetap dapat bersaing dengan

produk dalam dalam negeri sehingga dengan sendirinya akan

menguntungkan produsen domestik.

b. Kebijakan di Bidang Input Tradeable

Kebijakan pemerintah juga terjadi pada input baik pada input

tradeable maupun non tradeable. Pada Gambar 1. dapat dilihat pengaruh

pajak pada input pertanian. Gambar 1. menunjukkan efek pajak terhadap

Page 33: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

input tradeable yang digunakan, dengan adanya pajak menyebabkan biaya

produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output

dalam negeri turun dari Q1 ke Q2 dan kurva penawaran bergeser keatas.

Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara

nilai output yang hilang (Q1CAQ2) dengan biaya produksi dari output

(Q2BCQ1).

Gambar 1. Pengaruh Pajak pada Input Tradeable Keterangan

Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke & Pearson (1989)

Q1 Q2

S

S’

Pw

P’

Q

P

CA

B

D

Page 34: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Gambar 2. Pengaruh Subsidi Input Tradeable Keterangan

Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke & Pearson (1989)

Gambar 2. menunjukkan dampak subsidi pada input tradeable.

Dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya

produksi lebih rendah sehingga kurva penawaran bergeser kekanan bawah

dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari

produksi sebesar ABC, yaitu perbedaan antara biaya produksi yang

bertambah karena peningkatan output dengan peningkatan nilai input.

6. Policy Analysis Matrix (PAM)

Untuk dapat mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki

keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui

bagaimana dampak dari suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat

dilakukan dengan menggunakan model Policy Analysis Matrix (PAM)

(Siregar et al., 1999). Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM)

dikemukakan oleh Monke dan Pearson (1989) merupakan sistem analisis yang

memasukkan berbagai kebijakan yang mempengaruhi penerimaan dan biaya

produksi pertanian. Suatu matriks yang disusun dengan memasukkan

komponen-komponen utamanya penerimaan, biaya dan keuntungan. PAM

dapat disusun untuk mempelajari masing-masing system produksi pertanian

C

B

A

S’

S D

Pw

Q

P

Q1 Q2

P’

Page 35: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dengan menggunakan data usahatani, pemasaran dari petani ke pengolah,

pengolahan dan pemasaran dari pengolah ke pedagang. Selanjutnya, dapat

ditaksir dampak kebijakan komoditi dan ekonomi makro dengan cara

membandingkan dengan tanpa ada kebijakan (Wahyudi, 1989).

Pada Policy Analysis Matrix (PAM), penerimaan, biaya dan keuntungan

dikelompokkan berdasar harga privat dan harga sosial. Harga privat adalah

harga yang benar-benar diterima oleh produsen. Sementara harga sosial

adalah harga yang berlaku jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna.

Selisih antara harga privat dengan harga sosial adalah angka transfer yang

digunakan untuk mengukur dampak dari kebijakan pemerintah (Wahyudi,

1989).

Tabel 6. Policy Analysis Matrix (PAM)

Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Tradeable Domestik

Privat A B C D

Sosial E F G H

Divergensi I J K L

Sumber: Monke and Pearson (1989)

Keterangan

- Keuntungan finansial/privat (D=A-B-C)

- Keuntungan ekonomis/sosial (H=E-F-C)

- Output transfer (I=A-E)

- Input transfer (J=B-F)

- Factor transfer (K=C-G)

- Net transfer (L=D- H atau L=I-J-K)

- Private cost ratio (PCR): C/(A – B)

- Domestic resource cost ratio (DRC): G/(E – F)

- Nominal protection coefficient on tradeable outputs (NPCO): A/E

Page 36: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

- Nominal protection coefficient on tradeable inputs (NPCI): B/F

- Effective protection coefficient (EPC): (A– B)/(E – F)

- Koefisien profitabilitas (PC): (A–B–C)/(E–F–G)or D/H

- Rasio subsidi untuk produsen (SRP): L/E or (D –H)/E

PAM terdiri dari dua set perhitungan. Pertama, perhitungan profitabilitas

(kemampuan menciptakan keuntungan) usaha tani atau pemanfaatan

sumberdaya alam; seperti tergambar secara horizontal, di mana tingkat

keuntungan dapat dilihat pada kolom paling kanan yang merupakan selisih

dari penerimaan (kolom paling kiri) dan pengeluaran/biaya (kolom-kolom di

tengah). Ada dua perhitungan profitabilitas, yaitu profitabilitas finansial atau

privat dan profitabilitas ekonomis atau sosial. Profitabilitas finansial atau

profitabilitas privat yang mengacu pada penerimaan dan pengeluaran aktual,

menunjukkan daya saing dari suatu sistem usaha tani pada tingkat teknologi

dan dalam lingkungan kebijakan tertentu. Sedangkan profitabilias

ekonomis/sosial, seperti terlihat di baris kedua adalah perhitungan untung-rugi

dengan menggunakan harga-harga ekonomis/sosial yang mencerminkan

keunggulan komparatif atau tingkat effisiensi dari suatu sistem usaha tani atau

penggunaan lahan. Nilai hasil usaha tani atau output (E) dan nilai asupan

pertanian (F), mengacu pada harga-harga internasional (dalam hal ini harga

c.i.f untuk barang dan jasa yang diimpor, dan harga f.o.b untuk barang dan

jasa yang diekspor) yang sudah terbebas dari berbagai kebijakan perdagangan

seperti pajak, subsidi dan tarif. Nilai faktor domestik (G) berupa modal,

tenaga kerja dan lahan yang digunakan dalam suatu sistem usaha

tani/penggunaan lahan, didekati dengan menduga nilai pengorbanan atas

penggunaan sumberdaya tersebut.

Kedua, effect of divergence, yaitu selisih antara hasil perhitungan dengan

menggunakan harga finansial dan hasil perhitungan dengan menggunakan

harga ekonomisnya, guna melihat derajat perbedaan sebagai akibat dari

adanya kebijakan pemerintah dan/atau ketidak-sempurnaan pasar. Perhitungan

Page 37: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

effect of divergences terlihat pada baris ketiga dalam Tabel 4. Meskipun baris

ketiga ini hanya melihat selisih antara perhitungan profitabilitas finansial dan

perhitungan ekonomis atas penerimaan, biaya dan keuntungan, baris ini

merupakan inti dari pendekatan PAM. Setiap perbedaan yang muncul, yaitu

selisih hasil perhitungan harga finansial dan harga ekonomisnya, memberikan

indikasi adanya dampak kebijakan atau kegagalan pasar dalam satu sistem

ekonomi (Budidarsono dan Kusuma, 2003).

Untuk mengukur dan menentukan keunggulan komparatif suatu komoditi

yang diproduksi di suatu daerah dan diperdagangkan digunakan alat analisis

Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Nisbah Biaya Sumberdaya

Domestik. Domestic Resource Cost (DRC), sebagai indikator untuk mengukur

atau menentukan keung-gulan komparatif dari suatu komoditi yang diproduksi

dan diperdagangkan. DRC adalah analisis rasio antara biaya sumberdaya

domestik dan nilai tambah yang diperoleh berdasarkan harga sosial.

Jika nilai DRC < 1 maka dapat disimpulkan bahwa komoditi yang

dikembangkan memiliki keunggulan komparatif, artinya sumberdaya

domestik yang harus dikorbankan untuk menghemat atau memperoleh devisa

dari kegiatan tersebut lebih kecil dari sumberdaya domestik yang tersedia

dikorbankan oleh sistem ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sehingga

apabila nilai DRC/SER semakin mendekati nol menunjukkan keunggulan

komparatif yang tinggi, oleh karena itu daerah yang memiliki nilai DRC/SER

lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain artinya komoditi yang

dikembangkan lebih mempunyai keunggulan komparatif di daerah tersebut

atau efisien menghadapi persaingan pemasaran komoditi serupa di pasaran

internasional.Sebaliknya, jika nilai DRC > 1 maka komoditi yang

dikembangkan tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif (Bautista, et.al,

1979 dalam Nurifah dkk., 2008).

Analog dengan konsep DRCR, maka Privat Cost Ratio (PCR) dapat

digunakan sebagai indikator keunggulan kompetitif. Pengertian keunggulan

Page 38: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

kompetitif dalam hal ini adalah biaya imbangan privat yang dikeluarkan guna

memperoleh satu unit devisa US$. Dalam hal ini semua biaya dan penerimaan

dihitung berdasarkan harga yang berlaku (prevailing price)

(Nurifah dkk., 2008).

Campur tangan pemerintah dapat terlihat dari besarnya Output Transfer

(OT) yang menunjukkan besarnya perbedaan penerimaan usahatani yang

benar-benar diterima oleh petani dengan penerimaan yang menggunakan

harga sosial. Jika nilai output transfer > 0 mengandung arti produsen

menerima harga riil yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga

bayangannya. Sedangkan Nominal Protection Coefficient Output (NPCO)

atau koefisien proteksi nominal efektif merupakan rasio antara penerimaan

yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung

berdasarkan harga sosial. NPCO digunakan untuk melihat apakah suatu

komoditi diproteksi atau tidak. Bila nilai NPCO < 1 berarti konsumen dan

produsen dalam negeri menerima harga yang lebih murah dari harga yang

sesungguhnya.

Dalam analisis Policy Analysis Matrix, dampak kebijakan pemerintah

terhadap faktor domestik dapat dilihat dari besarnya nilai Factor Transfer

(FT) sedangkan terhadap input tradeable dapat dilihat dari besarnya nilai

Transfer Input (TI). Besarnya dampak kebijakan pemerintah dalam hal input

dapat diketahui dari nilai Nominal Protection Coefficient Input (NPCI).

Dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable dapat

dilihat dari kebijakan perdagangan, subsidi dan pajak.

Nominal Protection Coefficient Input atau Koefisien Proteksi Nominal

Input merupakan rasio dari biaya input tradeable pada harga privat dan harga

sosial. Nilai Nominal Protection Coefficient Input > 1 menunjukkan adanya

proteksi untuk produsen input non tradeable sehingga penggunaan input

tersebut dirugikan karena adanya harga tinggi. Nilai Nominal Protection

Coefficient Input I < 1 menunjukan terdapatnya hambatan ekspor input atau

Page 39: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

terdapat subsidi input yang berarti mendorong produsen di dalam negeri untuk

menggunakan input tersebut.

Selain input tradeable, petani juga menggunakan input non tradeable

yang tidak diperdagangkan di pasar dunia. Besaran yang menunjukkan

perbedaan antara harga sosial dengan harga sesungguhnya yang diterima

produsen untuk pembayaran faktor produksi yang non tradeable disebut

transfer factor. Nilai input transfer merupakan selisih antara biaya input

tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai input transfer bisa bertanda

negatif dan bisa positif. Jika nilai input transfer bertanda positif (>1)

mempunyai arti terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input

tradeable yang merugikan pelaku usahatani karena membuat harga input

tradeable menjadi lebih mahal. Jika input transfer negatif, artinya petani

menerima manfaat dari kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input

tradeable yang menguntungkan produsen.

Kebijakan pemerintah dibidang input dan output dapat dilihat dari Net

Transfer (NT) atau Transfer Bersih, Profitability Coefficient (PC) atau

Koefisien keuntungan, Effective Protection Coefficient (EPC) atau Koefisien

proteksi efektif dan Subsidies Ratio to Producent (SRP) atau Rasio Subsidi

Produsen. Nilai Net Transfer merupakan selisih dari keuntungan bersih privat

dengan keuntungan bersih sosial. Apabila nilai Net Transfer <0 (negatif)

menunjukkan tidak ada insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi dan

apabila Net Transfer >0 (positif) mencerminkan tambahan surplus produsen

sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah.

Analisis Effective Protection Coefficient (EPC) merupakan gabungan

antara Nominal Protection Coefficient Output dengan Nominal Protection

Coefficient Input. Effective Protection Coefficient menggambarkan sampai

sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat

produksi domestik secara efektif. Profitability Coefficient (PC) merupakan

rasio antara keuntungan bersih berdasarkan harga privat dan sosial. Rasio ini

Page 40: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

menunjukkan pengaruh dari kebijakan yang menyebabkan keuntungan privat

berbeda dengan keuntungan sosial. Nilai Profitability Coefficient >1

mengandung arti bahwa keuntungan yang diterima petani lebih besar dari

keuntungan yang akan diterima apabila tidak ada campur tangan pemerintah

dan sebaliknya jika nilai Profitability Coefficient <1.

Effective Protection Coefficient (EPC) adalah rasio penerimaan privat

dikurangi biaya tradeable privat dengan penerimaan sosial dikurangi biaya

tradeable sosial. Nilai Effective Protection Coefficient >1 berarti terdapat

insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi, apabila nilai Effective

Protection Coefficient <1 kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan

untuk berproduksi dan kalau EPC=1 kebijakan pemerintah tidak menimbulkan

isentif pemerintah. Subsidies Ratio to Producer (SRP) merupakan persentase

rasio antara transfer bersih dengan penerimaan sosial (L/E). Rasio ini

menunjukkan proporsi transfer terhadap nilai output kebijakan pemerintah

atau penambahan/pengurangan penerimaan karena adanya kebijakan

pemerintah (Nutrisia, 2004).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah/ Kerangka Berpikir

Dalam era globalisasi perdagangan dan investasi saat ini, keberadaan

komoditi kopi Indonesia di pasar dunia harus bersaing dengan komoditi sejenis

asal dengara lain, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik.

Persaingan tersebut dapat mengancam keberlanjutan pengembangan komoditi

kopi di Indonesia yang pada gilrannya akan menghambat laju pertumbuhan

produksi dan ekspor, serta mempengaruhi kesejahteraan ekonomi petani kopi di

Indonesia.

Dalam mengunggulkan suatu komoditi perlu landasan kuat yang

menyangkut dua hal. Pertama, bagaimana sistem produksi dilakukan mulai dari

hulu hingga hilir efisien dalam alokasi biaya sumberdaya domestik terhadap

imbangan sumber daya asing pada tingkat harga relatif dengan memasukkan

Page 41: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

unsur biaya sosial sekaligus menggambarkan nilai kelangkaan yang sebenarnya,

sehingga dicapai keunggulan komparatif. Kedua, bagaimana perangkat kebijakan

(produksi dan pasar) atas komoditi tersebut dapat menurunkan biaya ekonomi

yang paling rendah tercermin dari ssitem produksi dan pasar yang efisien

sehingga akan dicapai keunggulan kompetitif (Darsono, 1999). Untuk dapat

mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki keunggulan

kompettitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui bagaimana dampak dari

suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan

model Policy Analysis Matrix (PAM) (Siregar et al., 1999).

Didalam melakukan analisis PAM ini terdapat empat langkah yaitu: (1)

Melakukan pemilahan input kedalam komponen tradeable dan non tradeable, (2)

melakukan penetapan harga privat dan harga sosial dari komponen tradeable dan

non tradeable, (3) dengan dasar (1) dan (2) tersebut dibuat analisis ouput dan

input berdasarkan harga sosial, dan (4) seperti hal (3) tetapi dilakukan dari matrik

PAM. Pemilahan input ke dalam komponen tradeable dan non tradeable

dilakukan dengan pendekatan keseluruhan (Nutrisia, 2004).

Setiap matrik mempunyai empat kolom yaitu kolom pertama adalah

penerimaan, kolom kedua adalah kolom biaya input yang dapat diperdagangkan

(tradeable input), kolom ketiga adalah kolom biaya non tradeable atau faktor

domestik (domestic factor) atau input domestik. Input yang dipergunakan dalam

usahatani seperti bibit, pestisida, pupuk, tenaga kerja, peralatan, tanah dan input

lainnya, dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan (tradeable input)

dan yang tidak dapat diperdagangkan atau non tradeable (domestic factor).

Kolom keempat adalah keuntungan, keuntungan privat yang terdapat dalam baris

pertama dihitung dari penerimaan dan biaya sesungguhnya diterima atau

dibayarkan, harga yang terjadi adalah harga sesungguhnya yang telah

dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau kegagalan pasar. Keuntungan sosial

merupakan perhitungan dengan nilai sosialnya (Monke and Pearson, 1989).

Page 42: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Dalam PAM, input yang digunakan dalam proses produksi dipisahkan

menjadi tradeable goods dan domestic goods. Input kategori pertama adalah

input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional sementara input kategori

kedua adalah input yang tidak dapat diperdagangkan di pasar internasional.

Monke and Pearson (1989) mengemukakan bahwa terdapat dua pendekatan

untuk memisahkan biaya kedalam komponen asing dan domestik yaitu

pendekatan total (total approach) dan pendekatan langsung (direct approach).

Pada pendekatan total, biaya suatu input dipecah ke dalam komponen asing dan

komponen domestik sedangkan dalam pendekatan langsung, semua biaya input

tradeable (input atau domestik) diperlakukan sebagai komponen biaya asing.

Pendekatan total lebih digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan proteksi

pemerintah, sedangkan pendekatan langsung lebih baik digunakan apabila harga-

harga input tradeable (impor atau domestik) dipengaruhi oleh perdagangan

internasional. Saat ini kebijakan pemerintah terhadap output dan input tidak lagi

menonjol seperti pada masa lalu sebagai persiapan menyambut era perdagangan

bebas sehingga analisis dalam penelitian ini menggunakan penelitian langsung.

PAM ini dapat memberi informasi tentang profitabilitas, efisiensi finansial

(keunggulan kompetitif), efisiensi ekonomi (keunggulan komparatif) suatu

komoditi sera dampak kebijakan pemerintah terhadap sistem komoditi tersebut.

Daya saing dapat diukur dari segi privat (finansial) dan dari segi sosial

(ekonomi). Dari segi privat, PCR menunjukkan keunggulan kompetitif, yaitu

kemampuan aktivitas ekonomi membayar faktor domestik pada harga privat.

Apabila nilai PCR < 1 artinya aktivitas ekonomi tersebut mampu membayar

faktor domestik pada harga privat yang berarti komoditi tersebut memiliki

keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dipandang sebagai criteria

relative daya saing financial suatu komoditi maka keunggulan komparatif

dipandang sebagai suatu ukuran relative daya saing komoditi dalam perdagangan

bebas yang bercirikan persaingan sempurna.

Page 43: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Dalam PAM, keunggulan komparatif dinyatakan dalam DRCR. Rasio Biaya

Sumberdaya Domestik merupakan rasio antara biaya domestik yang dihitung

dengan harga sosial dengan nilai tambah output dari biaya input tradeable,

menunjukkan indikator kemampuan aktivitas membiayai biaya faktor domestik

pada harga sosial. Dimana semua dinilai dengan harga bayangan (shadow price).

Bila nilai DRCR<1 maka aktivitas ekonomi dikatakan efisien secara ekonomi

dalam pemanfaatan sumber daya domestik untuk menghemat satu satuan devisa

sehingga aktivitas tersebut memiliki keunggulan komparatif. Tetapi bila nilai

DRCR > 1 maka pemenuhan kebutuhan domestik akan lebih menguntungkan

jika diimpor.

Dalam PAM, dampak kebijakan pemerintah dinyatakan dalam bentuk selisih

atau rasio antar anilai privat (finansial) dengan nilai sosial (ekonomi). Kriteria

yang berbentuk selisih dinyatakan dalam OT, IT, FT dan NT. Transfer Output

(OT) yaitu selisih antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat

dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. Nilai OT > 0 artinya

konsumen membeli dan produsen menerima dengan harga yang lebih tinggi dari

harga yang seharusnya, sebaliknya bila OT < 0 berarti ada transfer dari produsen

kepada masyarakat, maka masyarakat membeli atau produsen menerima dengan

harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.

Transfer input (IT) adalah selisih antara biaya input tradeable pada harga

privat dengan biaya input non tradeable pada harga sosial. Nilai IT menunjukkan

adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable. Nilai IT > 0

artinya besarnya transfer dari produsen kepada pemerintah melalui penerapan

kebijakan impor. untuk nilai IT < 0 menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah

atau distorsi pasar pada input tradeable yang menguntungkan produsen.

Nilai transfer faktor (FT) merupakan perbedaan harga antara harga privat

dan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran input non tradeable.

Nilai ini menunjukkan adanya kebijakan pemerintah pada input tradeable

terhadap produsen dan konsumen. Jika nilai FT positif berarti ada kebijakan yang

Page 44: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

melindungi produsen dengan pemberian subsidi. Transfer bersih (NT)

menunjukkan adanya insentif ekonomi bagi petani. Transfer Bersih dapat

dihitung dengan rumus L = D – H = I – J – K. Bila NT < 0 menunjukkan tidak

lagi ada insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi bagi petani.

Criteria dalam bentuk rasio dinyatakan dalam NPCO, NPCI, EPC, PC dan

SRP. Koefisien Proteksi Nominal Output (NCPO) merupakan rasio antara

penerimaan yang dihitung berdasar harga privat dengan penerimaan yang

dihitung secara harga sosial yang merupakan indikator dari transfer output. Jika

nilai NPCO > 1 berarti terdapat distorsi pasar atau kebijakan pemerintah yang

menyebabkan harga privat lebih besar dari harga sosial. Dengan kata lain ada

kebijakan pemerintah yang menghambat masuknya barang impor.

Koefisien Proteksi Nominal Input (NPCI) merupakan rasio dari biaya input

tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai NPCI >1 menunjukkan adanya

proteksi untuk produsen input domestik, sehingga pengguna input tersebut

dirugikan karena harganya jadi tinggi. Nilai NPCI < 1 menunjukkan terdapatnya

hambatan ekspor input atau terdapat subsidi input, yang berarti mendorong

produsen di dalam negeri untuk menggunakan input tersebut. Sedangkan

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) merupakan indikator untuk mengetahui apakah

suatu sektor produksi dilindungi atau tidak oleh kebijakan pemerintah. Nilai EPC

> 1 berarti terdapat insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi. Nilai EPC

= 1 berarti kebijakan tidak menimbulkan insentif produksi dan nilai EPC < 1

berarti kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan untuk berproduksi.

Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih

harga privat dan sosial dan merupakan indikasi yang menunjukkan dampak

insentif dari semua kebijakan. Apabila PC > 1 artinya secara keseluruhan

kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Sebaliknya jika PC

< 1 maka kebijakan pemerintah membuat keuntungan menjadi lebih kecil bila

dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan. Sedangkan Rasio subsidi untuk

produsen (SRP) merupakan proporsi dari penerimaan total pada harga sosial

Page 45: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

yang diperlukan apabila subsidi yang digunakan sebagai satu-satunya kebijakan

untuk menggantikan seluruh kebijakan komoditi dan ekonomi makro. Apabila

nilai SRP negatif artinya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen

mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangannya, sebaliknya

bila SRP positif artinya produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari

biaya imbangannya.

Keuntungan dibagi menjadi PP dan SP. Keuntungan privat (PP) dapat

dihitung dengan rumus D = A – B – C. Keuntungan privat diperoleh dengan

mengurangkan penerimaan atas dasar harga privat dengan biaya input (tradeable

dan domestik) yang dihitung atas dasar harga privat. Suatu aktivitas ekonomi

usahatani masih layak dijalankan jika keuntungan privat yang diperoleh positif

atau sekurang-kurangnya sama dengan nol. Keuntungan sosial (SP) dapat

dihitung dengan rumus H = E – F - G. Keuntungan sosialt diperoleh dengan

mengurangkan penerimaan atas dasar harga sosial dengan biaya input (tradeable

dan domestik) yang dihitung atas dasar harga sosial. Keuntungan sosial adalah

indikator keunggulan komparatif atau merupakan efisiensi dari suatu aktivitas

ekonomi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien.

Page 46: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Permintaan kopi

Ekspor kopi

Produksi kopi

Biaya Produksi

· B. Operasional · B. Tata Niaga

Penerimaan

· Input Tradeable · Input Non Tradeable

Keuntungan

Dampak Kebijakan Pemerintah

Harga privat Harga sosial

Divergensi

Policy Analysis Matrix (PAM)

Daya Saing

Keungg. Komparatif

Keungg. Kompetitif

Output Tradeable

Page 47: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

D. Hipotesis

1. Diduga pengusahaan kopi di PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa

Tengah Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang memiliki keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif.

2. Diduga kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi kopi

menyebabkan dampak positif bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)

Jawa Tengah Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

E. Asumsi-Asumsi Dasar

1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima pelaku ekonomi yang

dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili

biaya imbangan sosial yang sesungguhnya pada komoditi tradeable, harga

bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

3. Output bersifat tradeable (diperdagangkan di pasar internasional) yaitu kopi

dapat diperdagangkan di pasar internasional melalui ekspor.

4. Input dipisahkan dalam input tradeable (asing) dan input non tradeable

(domestik).

5. Eksternalitas sama dengan nol.

6. Tingkat teknologi yang digunakan selama pengusahaan dianggap tidak

berubah.

7. Tanaman kopi dianggap tumbuh normal, tidak ada serangan hama dan

penyakit yang parah sehingga produksi berjalan normal.

8. Distorsi pasar/harga terjadi karena pemerintah melakukan intervensi pada

komoditi yang dianalisis dan faktor-faktornya dalam bentuk kebijakan.

F. Pembatasan Masalah

1. Data yang digunakan adalah data tanaman kopi tahun 2000 – 2009.

2. Umur ekonomis kopi yaitu 40 tahun.

3. Perhitungan finansial dilakukan dalam nilai sekarang (present value) yaitu

tahun 2009.

Page 48: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

4. Daya saing tercermin pada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dilihat

dari segi ekonominya.

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Produksi yang dimaksud adalah produksi per herktar per tahun selama

periode analisis tanaman kopi yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg)

dalam bentuk kopi kering dengan kadar air 9% - 12%.

2. Biaya produksi adalah biaya produksi total per hektar per tahun selama

periode analisis tanaman kopi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). Biaya

produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel, yaitu biaya penyusutan,

biaya sewa, pajak, biaya pembelian input produksi dan biaya upah tenaga

kerja.

3. Penerimaan adalah penerimaan dari hasil penjualan produksi kopi per hektar

per tahun selama periode analisis tanaman kopi yang dinyatakan dalam

satuan rupiah (Rp).

4. Keuntungan merupakan selisih dari penerimaan total dengan biaya total dan

dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

5. Harga privat adalah harga-harga input maupun output yang didasarkan atas

harga berlaku di pasar yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi oleh

semua kebijakan pemerintah.

6. Harga sosial adalah harga-harga input maupun output yang merujuk pada

harga efisien, dimana tidak terdapat campur tangan pemerintah yang

mempengaruhi pembentukan harga.

7. Input non tradeable (domestik) adalah input yang tidak dapat

diperdagangkan di pasar internasional seperti pupuk kandang, tenaga kerja,

air dan listrik.

8. Input tradeable (asing) adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar

internasional atau kemungkinan dapat diperdagangkan di pasar internasional

Page 49: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

pupuk urea, obat-obatan, bahan bakar solar, mesin dan alat pengolah biji

kopi.

9. Harga bayangan adalah harga yang digunakan untuk menyesuaikan dengan

harga pada pasar persaingan sempurna yang mencerminkan harga sosialnya.

10. Harga f.o.b (free on board) kopi kering adalah harga kopi kering di

pelabuhan dalam negeri siap diekspor. Dalam hal ini pelabuhan yang

dimaksud adalah pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang merupakan

pelabuhan ekspor bagi kopi produksi kebun Getas/Assinan. Untuk

perhitungan shadow price, dari harga f.o.b ini harus dikurangkan segala

macam pajak (misalnya pajak ekspor) dan harus ditambahkan dengan subsidi

(misalnya subsidi ekspor). Harga f.o.b dihitung dalam satuan mata uang US

$ yang kemudian dikonversikan ke mata uang rupiah.

11. Harga c.i.f (cost, insurance, and freight) merupakan harga barang (input)

impor di pelabuhan dalam negeri yang mencakup harga barang itu di luar

negeri (f.o.b luar negeri) ditambah biaya asuransi dan ongkos

pengirimannya. Harga c.i.f dihitung dalam satuan mata uang US $ yang

kemudian dikonversikan ke mata uang rupiah.

12. Input tradeable yang diukur menggunakan f.o.b apabila nilai ekspornya lebih

tinggi daripada nilai impornya. Sedangkan input tradeable yang diukur

menggunakan c.i.f apabila nilai impornya lebih tinggi daripada nilai

ekspornya yaitu obat-obatan, pupuk urea, bahan bakar solar, mesin dan alat

pengolah biji kopi.

13. Kebijakan pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan

pemerintah untuk menpengaruhi jalannya perekonomian dalam usaha untuk

mencapai tujuan tertentu seperti kebijakan perdagangan, penetapan quota

ekspor, subsidi impor, pajak impor dan pajak ekspor.

14. Distorsi/kegagalan pasar pada komoditi kopi adalah suatu kondisi

penyimpangan pada pemasaran komoditi kopi, dimana tidak terjadi kondisi

Page 50: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

persaingan sempurna padahal seharusnya pasar dalam kondisi persaingan

sempurna.

15. Kurs valuta asing merupakan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah di

Bank Indonesia. Kurs valuta asing yang digunakan adalah nilai tukar Dollar

Amerika terhadap Rupiah di Bank Indonesia rata-rata selama tahun

penelitian yaitu tahun 2009.

16. Biaya tataniaga terdiri dari dua komponen biaya, yaitu biaya transportasi

(pengangkutan) dan biaya handling (penanganan).

17. Keunggulan komparatif adalah penggunaan sumberdaya domestik efisien

secara ekonomi yang dicerminkan dari nilai Domestic Resource Cost Ratio

(DRCR).

18. Keunggulan kompetitif adalah penggunaan sumber daya domestik efisien

secara finansial yang dicerminkan dari nilai Private Cost Ratio (PCR).

Page 51: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif analitis. Maksudnya adalah bahwa metode yang digunakan dalam

penelitian adalah memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada

pada masa sekarang yang aktual, kemudian data-data yang dikumpulkan mula-

mula disusun, dijelaskan dan dianalisis (Surakhmad, 1994).

Pelaksanaanya menggunakan teknik studi kasus, yaitu dengan mempelajari

secara mendalam tentang suatu masalah yang terjadi pada suatu obyek dalam

ruang lingkup yang terbatas dan mengambil kesimpulan berdasarkan kondisi

obyek tersebut (Yin, 1996).

B. Metode Penentuan Subyek Penelitian

Subyek penelitian diambil secara sengaja (purposive), yaitu PT Perkebunan

Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah dengan Lokasi Kebun Getas/Assinan dengan

pertimbangan bahwa produksi kopi Kebun Getas/Assinan paling tinggi dibanding

kebun kopi lain milik PT Perkebunan Nusantara IX (Persero). Produksi Kebun

Getas/Assinan mencapai lebih dari 40% dari total produksi tujuh kebun kopi PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero) sehingga berkontribusi besar dalam ekspor

kopi perusahaan. Oleh karena itu, penelitian dilakukan di Kebun Getas/Assinan

untuk mengetahui daya saingnya sehingga dapat dijadikan sebagai motivasi bagi

kebun lain untuk meningkatkan daya saingnya.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder tersebut diperoleh dari Kantor Perkebunan Nusantara IX dan Kantor

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

39

Page 52: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Pencatatan

Pencatatan adalah menyalin data sekunder yang relevan dengan

penelitian yang diperoleh dari kantor Kebun Getas/Assinan, Kantor PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah di Semarang dan Badan

Pusat Statistik Jawa Tengah.

2. Observasi (pengamatan)

Pengambilan data dengan melakukan pengamatan secara langsung di

lapangan terhadap obyek yang berkaitan dengan penelitian.

3. Wawancara

Pengambilan data secara langsung dengan mewawancarai berbagai

instansi yang menjadi narasumber untuk mendapatkan data yang terkait

dengan penelitian.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah:

1. Menentukan daya saing kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa

Tengah Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang dengan Policy Analysis

Matrix (PAM). Dalam PAM, analisis yang digunakan adalah dengan

perhitungan harga privat dan harga sosial. PAM merupakan matriks yang

menggambarkan perbandingan penerimaan, biaya input yang terdiri dari input

tradeable dan non tradeable dan keuntungan yang dihitung berdasar harga

privat dan harga sosial sehingga selisihnya merupakan divergensi. Harga

sosial dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan harga bayangan.

a. Menentukan Harga Bayangan

Sebelum menganalisis menggunakan PAM, perlu menentukan harga

bayangan untuk mengetahui harga sosial yang dibutuhkan dalam analisis

PAM. Harga pasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam

analisis ekonomi karena harga tersebut seringkali tidak menceriminkan

Page 53: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

biaya imbangan sosialnya (opportunity cost). Suatu komoditi akan

mempunyai biaya imbangan sosial yang sama dengan harga pasar jika

berada pada pasar persaingan sempurna, yang sulit ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang

mendekati biaya imbangan sosial atau harga bayangan, perlu dilakukan

penyesuaian terlebih dahulu terhadap harga pasar yang berlaku.

1) Nilai Tukar Bayangan

Harga bayangan nilai tukar dapat didekati dengan persamaan:

SER = OER / SCF

SER = shadow exchange rate (nilai tukar bayangan)

OER = official exchange rate (nilai tukar resmi)/ nilai tukar rata-rata

per tahun.

SCF = standard convension factor (faktor konversi standar)

Faktor konversi standar dapat diperoleh dengan persamaan:

SCF =

M = nilai impor

X = nilai ekspor

Tm = pajak impor

Tx = pajak ekspor

2) Harga Bayangan Output (biji kopi kering gelondongan)

Kopi merupakan komoditi eksportable sehingga perhitungannya

menggunakan harga di perbatasan yaitu f.o.b (free on board):

Harga Bayangan Kopi = (f.o.b x SER) – biaya tata niaga

3) Harga Bayangan Input

Input non tradeable (pupuk kandang dan bibit kopi) digunakan

harga bayangan sama dengan harga domestik. Sedangkan untuk input

tradeable (pupuk urea, obat-obatan, bahan bakar solar, mesin dan alat

Page 54: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

pengolah biji kopi) yang merupakan komoditi impor sehingga

perhitungannya adalah:

Harga Bayangan Input tradeable = (c.i.f x SER) + biaya tata niaga

4) Harga Bayangan Sewa Lahan

Harga bayangan sewa lahan didekati dengan harga sewa lahan

yang ada di daerah penelitan sebab tidak terdapat subsidi input bagi

lahan dari pemerintah.

5) Harga Bayangan Tenaga kerja

Harga bayangan tenaga kerja terdidik sama dengan harga

privatnya.

Harga Bayangan Tenaga Kerja Tak Terdidik

= Tingkat upah yang berlaku x tingkat kesempatan kerja

Tingkat kesempatan kerja di daerah penelitian sebesar 61,11%

yang diperoleh dari perbandingan tingkat kesempatan kerja yang

didekati dengan jumlah tenaga kerja yang terserap pada lapangan kerja

yang ada dengan angkatan kerja di daerah penelitian.

6) Harga Bayangan Operasional

Harga bayangan operasional adalah biaya operasional yang terdiri

dari listrik, air, telepon, bahan bakar solar, biaya umum dan PBB.

Harga bayangan listrik, air, dan telepon sama dengan harga privatnya.

Harga bayangan solar = c. i. f X SER + biaya tata niaga

Harga bayangan biaya umum sama dengan harga privatnya dan

harga bayangan PBB tidak dihitung karena pajak dalam analisis

ekonomi tidak dihitung.

7) Harga Bayangan Bunga Modal

Harga bayangan bunga modal sama dengan tingkat pengembalian

riil atas proyek-proyek pemerintah. Tingkat pengembalian riil yang

merupakan harga bayangan modal dapat ditentukan setelah

Page 55: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

menyesuaikan tingkat bunga riil dengan kebijakan pajak atau subsidi

modal yang dilakukan pemerintah.

Ib = Ib = tingkat bunga riil

in = tingkat bunga yang berlaku

f = tingkat inflasi

Tingkat bunga riil perlu disesuaikan dari penyimpangan-

penyimpangan untuk memperoleh tingkat pegembalian riil. Salah satu

bentuk penyimpangan yang sederhana adalah pajak atau subsidi.

Untuk memperoleh tingkat pengembalian riil dapat dilakukan dengan

pendekatan:

R – (R) (t) = ib

R = tingkat pengembalian riil

t = persentase pajak atau subsidi

Ib = tingkat bunga riil

Dalam analisis ekonomi, nilai pajak atau subsidi tidak

diperhitungkan, maka harga bayangan modal diperoleh dari tingkat

bunga riil (R=ib). Sedangkan untuk mengukur biaya modal untuk

perhitungan finansial atau privat digunakan suku bunga kredit bank

umum komersial yang berlaku pada tahun penelitian.

b. Policy Analysis Matrix (PAM)

1) Keuntungan Privat

D = A – B – C

D = keuntungan privat (Rp)

A = penerimaan dihitung atas dasar harga privat (Rp)

B = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

C = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

2) Keuntungan Sosial

H = E – F – G

Page 56: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

H = keuntungan sosial (Rp)

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

F = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

G = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

3) Nisbah Biaya Privat (Private Cost Ratio)

PCR =

PCR = nisbah biaya privat

A = penerimaan dihitung atas dasar harga privat (Rp)

B = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

C = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga privat

(Rp)

0 < PCR < 1 menunjukkan bahwa kebun Getas/Assinan memiliki

keunggulan kompetitif pada pengusahaan kopi. Nilai tersebut

menggambarkan proses produksi telah berjalan efisien. PCR > 1 dan

PCR < 0 menunjukkan bahwa kebun Getas/Assinan tidak memiliki

keunggulan kompetitif pada pengusahaan kopi. Nilai tersebut

menggambarkan proses produksi tidak efisien.

4) Nisbah Biaya Sumber Daya Domestik (Domestic Resource Cost Ratio)

DRCR =

DRCR = nisbah biaya sumber daya domestik

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

F = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

G = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga sosial

(Rp)

0 < DRCR < 1 menunjukkan bahwa kebun Getas/Assinan

memiliki keunggulan komparatif pada pengusahaan kopi. Nilai

tersebut menggambarkan proses produksi kopi telah berjalan secara

efisien secara ekonomi. DRCR > 1 dan DRCR < 0 menunjukkan

Page 57: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

bahwa kebun Getas/Assinan tidak memiliki keunggulan komparatif

pada pengusahaan kopi. Nilai tersebut menggambarkan proses

produksi kopi telah berjalan tidak efisien secara ekonomi.

2. Dampak Kebijakan Pemerintah dapat diukur dengan Policy Analysis Matrix

(PAM).

a. Transfer Output

I = A – E

I = Transfer output (Rp)

A = penerimaan dihitung atas dasar harga privat (Rp)

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

I > 0 (positif) menunjukkan bahwa nilai output yang diterima lebih

tinggi dari nilai seharusnya (sosial). Hal ini menunjukkan adanya insentif

dari pemerintah terhadap harga output. I < 0 (negative) menunjukkan

bahwa tidak ada proteksi pemerintah terhadap harga output sehingga

kebun Getas/Assinan menerima harga output yang lebih rendah dari

seharusnya.

b. Transfer Input

J = B – F

J = transfer input (Rp)

B = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

F = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

J > 0 (positif) menunjukkan bahwa kebun Getas/Assinan membayar

input tradeable lebih tinggi dari seharusnya. Hal ini disebabkan adanya

pajak yang diberikan pemerintah pada input tradeable yang digunakan. J

< 0 (negatif) menunjukkan adanya insentif dari pemerintah terhdap harga

input tradeable yang menyebabkan kebun Getas/Assinan membayar lebih

rendah dari harga seharusnya.

Page 58: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

c. Transfer Faktor

K = C – G

K = transfer faktor (Rp)

C = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

G = biaya input non tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

K > 0 (positif) menunjukkan bahwa biaya input domestik (modal

kerja, sewa lahan, upah tenaga kerja) yang dikeluarkan lebih besar dari

yang seharusnya. K < 0 (negatif) menunjukkan bahwa biaya input

domestik (modal kerja, sewa lahan, upah tenaga kerja) yang dikeluarkan

lebih kecil dari yang seharusnya.

d. Transfer Bersih

L = D – H = I – J – K

L = transfer bersih (Rp)

D = keuntungan privat/finansial (Rp)

H = keuntungan sosial (Rp)

I = Transfer output (Rp)

J = transfer input (Rp)

K = transfer faktor (Rp)

L > 0 (positif) menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah

memberikan keuntungan kepada kebun Getas/Assinan. L < 0 (negatif)

menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak memberikan keuntungan

kepada kebun Getas/Assinan.

e. Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient on

Output)

NPCO =

NPCO = koefisien proteksi output nominal

A = penerimaan dihitung atas dasar harga privat (Rp)

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

Page 59: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

NPCO > 1 menunjukkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang

menyebabkan harga privat lebih besar daripada harga di pasaran dunia

sehingga penerimaan privat kebun Getas/Assinan lebih tinggi dari

seharusnya jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna. NPCO < 1

menunjukkan bahwa penerimaan privat kebun Getas/Assinan lebih rendah

dari seharusnya jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna.

f. Koefisien Proteksi Input Nominal (Nominal Protection Coefficient on

Input)

NPCI =

NPCI = koefisien proteksi input nominal

B = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

F = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

NPCI > 1 menunjukkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang

menyebabkan kebun Getas/Assinan untuk membayar biaya input

tradeable lebih tinggi dari harga pada pasar persaingan sempurna. NPCI <

1 menunjukkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang menyebabkan

kebun Getas/Assinan untuk membayar biaya input tradeable lebih rendah

dari harga pada pasar persaingan sempurna.

g. Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection Coefficient)

Koefisien proteksi efektif berfungsi untuk mengetahui apa suatu

sektor produksi dilindungi oleh kebijakan pemerintah atau tidak.

EPC =

EPC = koefisien proteksi efektif

A = penerimaan dihitung atas dasar harga privat (Rp)

B = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga privat (Rp)

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

F = biaya input tradeable dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

EPC > 1 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada output dan

input tradeable secara keseluruhan memberi proteksi/ keuntungan bagi

Page 60: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

kebun Getas/Assinan. EPC < 1 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah

pada output dan input tradeable secara keseluruhan tidak memberi

proteksi/ keuntungan bagi kebun Getas/Assinan

h. Koefisien Keuntungan (Profitability Coefficient)

Koefisien keuntungan merupakan pengaruh dari kebijakan

pemerintah yang menyebabkan keuntungan privat/finansial Kebun

Getas/Assinan berbeda dengan keuntungan sosialnya.

PC =

PC = koefisien keuntungan

D = keuntungan privat (Rp)

H = keuntungn sosial (Rp)

PC > 1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan kebijakan

pemerintah memberi insentif pada kebun Getas/Assinan. PC < 1

menunjukkan bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah tidak

memberi insentif pada kebun Getas/Assinan.

i. Nisbah Subsidi bagi Produsen (Subsidy Ratio to Producers)

Nisbah subsidi bagi produsen merupakan rasio transfer bersih dengan

penerimaan sosial.

SRP =

SRP = nisbah subsidi bagi produsen

L = transfer bersih (Rp)

E = penerimaan dihitung atas dasar harga sosial (Rp)

Rasio ini menunjukkan proporsi penurunan penerimaan kotor Kebun

Getas/Assinan dengan tidak adanya kebijakan pemerintah.

Page 61: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

IV. KEADAAN UMUM PERKEBUNAN

A. Sejarah Perusahaan

Kebun Getas/Assinan merupakan gabungan dari 2 (dua) kebun yang

semua berdiri sendiri, yaitu:

1. Kebun Getas, dengan budidaya karet

2. Kebun Assinan/Banaran, dengan budidaya kopi dan kakao

Kebun Getas didirikan sejak tahun 1896 yang dikelola oleh FA. HG.

Th. Crone yang berkedudukan di Amsterdam, negeri Belanda dengan nama

CO Getas (Cultur Onderneming Getas) dan berkantor pusat di Semarang.

Selain Kebun Getas, kebun yang dikelola oleh FA. HG. Crone adalah Kebun

Ngobo, Kebun Jatirunggo, Kebun Assinan dan Kebun Batujamus. Sedang

Kebun Banaran didirikan oleh NV. Semadmij dengan nama CO Banaran pada

tahun 1905

Tahun 1950

Kebun Getas digabung dengan Kebun Assinan dengan nama Kebun

Getas/Assinan (CO Getas/Assinan)

Tahun 1957

Pada tanggal 10 Desember 1957 Kebun Getas/Assinan diambil alih oleh

RI berdasar surat nomor: Kpts – PM/0073/12/1957 dari Panglima Teritorial &

Teritorium IV Diponegoro, selaku Penguasa Militer dibawah pimpinan

Kolonel Soeharto, termasuk CO Banaran

Tahun 1969

Diadakan perubahan lagi, Kebun Getas dan Kebun Assinan/Banaran

menjadi:

- PN PERKEB JNAN XVIII Kebun Getas – Salatiga

- PN PERKEB JNAN XVIII Kebun Assinan/Banaran Ambarawa

Tahun 1973

Berdasar Akta Notaris di Jakarta nomor 98 tahun 1973 tanggal 31 Juli

1973 diadakan pengalihan bentuk perusahaan, dari Perusahaan Negara

Perkebunan XVIII menjadi PT Perkebunan XVIII (Persero)

49

Page 62: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tahun 1983

Berdasar Surat Keputusan Direktur Utama PT Perkebunan XVIII

(Persero) nomor : XVIII/14.1/KPT/366/VI/1982 tanggal 05 Agustus 1982

Kebun Getas dan Assinan/Banaran digabung (regrouping) sampai sekarang,

dengan beberapa perubahan dalam AD PT Perkebunan XVIII (Persero) yang

tertuang dalam akta:

- Akta Notaris Imas Fatimah, SH nomor: 107 tanggal 13 Agustus 1984

- Akta Pembetulan nomor 38 tanggal 08 Maret 1985, yang lebih disyahkan

oleh Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan nomor:

C.2.5436 HT 0104 tahun 1985 tanggal 26 Agustus 1985

Tahun 1996

Tanggal 11 Maret 1996, PT Perkebunan XVIII (Persero) digabung

dengan PT Perkebunan XV – XVI (Persero) dan berganti nama menjadi PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero)

B. Letak Geografis

PT Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas/Assinan sebagai

badan usaha dari PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Divisi Tanaman

Tahunan dengan komoditas utama tanaman karet, kopi, tebu dan agrowisata.

Kebun tersebut berada di wilayah Kabupaten Semarang yang mencakup

Kecamatan Pabelan, Tuntang dan Bringin hingga Kecamatan Bawen dan

Jambu. Secara administratif berbatasan dengan:

Utara : Kodya Semarang

Selatan : Kabupaten Magelang

Timur : Kabupaten Boyolali

Barat : Kabupaten Temanggung

Secara astronomis letak geografis Kabupaten Semarang berada di antara

110o 14’ 54,7” – 10o 39’ 33,3” Bujur Timur dan 7o 3’ 57” – 7o 30’ 00”

Lintang Selatan. Secara umum, Kebun Getas/Assinan berada pada ketinggian

antara 300 – 800 mdpl dengan topografi datar sampai bergelombang dan

sedikit berbukit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh RC

Getas/Assinan/Banaran adalah alluvial, regosol, mediteran latosol, andosol

Page 63: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dan grumosol dengan pH antara 6 – 7, struktur tanah remah, temperature

berkisar antara 23o – 26o C, kelembaban relatif berkisar 80 – 81%, penyinaran

matahari 60 – 65%. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguerson, tipe curah

hujan termasuk kelas B dengan curah hujan berkisar antara 2.288 – 3.000 mm

per tahun dengan jumlah hari hujan antara 160 – 210 hari per tahun dan

memiliki iklim tipe C.

C. Struktur Organisasi

Kebun Getas/Assinan dipimpin oleh seorang administrator yang

membawahi sindar kepala. Sinder kepala membawahi sinder kantor, sinder

kebun Begosari (karet), sinder kebun Tembir (karet), sinder kebun Galardowo

(karet), sinder teknik T/T Getas, sinder kebun Asskem (kopi), sinder kebun

Bandel (karet), sinder teknik T/T Banaran, manager Kakoba (Kampung Kopi

Banaran), pakam dan satpam.

D. Keadaan Karyawan Perkebunan

Kebun Getas/Assinan dapat berjalan dengan baik didukung oleh kinerja

dai karyawan yang dimilikinya. Jumlah karyawan yang bekerja di Kebun

Getas/Assinan dapat dilihat dai Tabel

Tabel 7. Daftar Jumlah Karyawan Kebun Getas/Assinan Berdasar Afdeling dan Golongannya per 1 Januari 2010

No Afdeling

Karyawan

Pimpinan Pelaksana IBs/dIID

Pembantu Pelaksana

IA

Lepas Teratur

Lepas lainnya Jumlah

1. Kantor Getas

2 20 - 10 1 33

2. T/T Getas

1 11 50 56 21 139

3. Tembir 1 8 77 48 46 180 4. Galardowo 1 11 77 82 71 242 5. Begosari 1 14 59 63 31 168

6. T/T Banaran

1 9 25 22 16 73

7. Bandel 1 14 17 12 154 198 8. Asskem 1 12 28 52 340 433 9. Kakoba - 3 4 37 17 61

Jumlah 9 102 337 382 697 1527

Sumber : Profil PT Perkebunan Nusantara IX Kebun Getas/Assinan

Page 64: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Kebun Getas/Assinan/Banaran memiliki 1527 karyawan yang terdiri

dari 9 orang pimpinan, 102 orang karyawan pelaksana IB s/d IID, 337 orang

karyawan pembantu pelaksana IA, 382 orang karyawan lepas teratur dan 697

orang karyawan lepas lainnya. Karyawan lepas jumlahnya paling banyak

sebab mereka biasanya bekerja pada waktu-waktu tertentu saja seperti

pembibitan, penanaman dan panen.

E. Budidaya Tanaman Kopi

1. Budidaya Tanaman Kopi

a. Pembibitan

Bibit yang digunakan adalah bibit kopi robusta klon 308.

Pembibitan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu stek sambung

berakar. Menyambung batang bawah kopi exelsa dengan kopi robusta

klonal sebagai batang atas. Kopi exelsa diyakini lebih tanaman hidup

pada tanah-tanah marjinal, perakaran kuat dan disinyalir tahan

serangan hama dan nematode. Namun, kopi exelsa ini tidak

dibudidayakan sebab buahnya kecil-kecil dan daunnya tebal juga tidak

terlalu diminati.

Untuk penyambungan bibit perlu diperhatikan ketajaman pisau,

sebaiknya dilaksanakan pagi hari (sebelum jam 10 selesai). Setelah bibit

disambung perlu ditutup dengan plastik (sungkup) secara individu

untuk melindungi terik matahari dan hujan. Tutup plastik (sungkup)

dibuka setelah sambungan bertunas yaitu + 3 minggu sampai 1 bulan

dari saat penyambungan. Tunas sambungan ditinggalkan satu yang baik

(jagur) pertumbuhannya. Wiwilan yang tumbuh dibawah sambungan

harus selalu dibuang agar tidak terjadi persaingan dengan tunas

sambungan. Pada umur 13-14 minggu bibit tersebut dipindahkan ke

polybag dengan mencampurkan tanah dengan pupuk kandang. Setelah

12 – 14 bulan, bibit kopi tersebut siap untuk ditanam.

Page 65: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

b. Penanaman

1) Persiapan lapangan

Agar penanaman kopi dapat berhasil baik, maka diperlukan

waktu persiapan sekitar 2 tahun atau ditentukan kondisi tanahnya.

Hal yang dapat dilakukan adalah membongkar tunggul sisa tanaman

lama, pemberantasan alang-alang, dan memberi ajir dengan jarak

2,5m x 2,5m.

2) Tanaman penaung

Tanaman kopi sangat memerlukan tanaman penaung. Tanaman

penaung ini bertujuan agar penyesuaian terhadap sinar matahari yang

masuk serta suhu yang optimal. Tanaman penaung yang digunakan

adalah tanaman lamtoro yang ditanam dengan jarak 5 X 5 m, disela-

sela lobang tanam dan ajir.

3) Membuat lubang tanam

Ditengah-tengah teras dibuat lubang tanaman dengan ukuran

80 x 80 x 80 cm.

4) Penanaman kopi

Penanaman bibit kopi dilakukan pada awal musim penghujan.

Penutupan lubang yang akan ditanam dibuat agak cembung agar

setelah mengendap menjadi rata dengan permukaan tanah.

c. Pemeliharaan tanaman kopi

1) Penyiangan

Penyiangan mutlak dilakukan karena rumput yang tumbuh

dapat mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi

serta dapat menjadi tanaman inang pertumbuhan hama dan penyakit.

Penyiangan dapat dilakukan dengan cara manual yaitu membabat

habis semua rumput/gulma yang ada kemudian ditumpuk disekitar

tanaman kopi untuk dijadikan pupuk ketika sudah membusuk.

2) Pemupukan organik dan anorganik

Pemupukan anorganik dilakukan 2 kali yaitu pemupukan

pertama pada bulan Maret- April dan pemupukan kedua dilakukan

Page 66: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

pada bulan Oktober- Nopember, dosis dan jenis pupuk yang

digunakan pemupukan tetap mengacu pada rekomendasi dari

Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) di Jember berdasarkan

analisis sampel tanah, daun dan biji kopi yang dikirimkan ke

Puslitkoka. Pupuk anorganik yang dianjurkan diberikan pada

tanaman kopi tahun 2007 adalah KCL, urea dan Sulfomag

sedangkan pada tahun 2008 Puslitkoka tidak menganjurkan Kebun

Getas/Assinan untuk memberikan pupuk anorganik pada tanaman

kopi. Produksi kopi turun pada tahun 2007 sehingga pada tahun 2008

tidak perlu diberikan pupuk sebab tanah areal penanaman kopi

dianggap sudah cukup memberikan nutrisi yang dibutuhkan tanaman

kopi. Namun, pada tahun 2009 Puslitkoka menganjurkan untuk

memupukkan urea saja dengan dosis 190 gr/pohon pada bulan Maret

– April saja pada tanaman kopi untuk memenuhi unsur Nitrogen

pada tanaman sehingga mendukung pertumbuhan vegetatifnya.

Pemupukan organik dilakukan terutama pada tanah yang

marginal dan kurang subur, yaitu memberikan pupuk kandang atau

kompos yang berasal dari kotoran ternak dan limbah kulit kopi yang

telah didekomposisi. Dosis untuk pemupukan organic yaitu 15-20

kg/pohon.

3) Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan tingkat

kerusakan yang ditimbulkan.

a) Hama tanaman kopi

i. Bubuk buah (Hipothenemus hampei).

Hama ini sangat merugikan produksi kopi karena

menurunkan mutu kopi dan penyusutan berat kopi.

Pengendalian hama ini dilakukan dengan cara mekanik yaitu

dengan mengambili buah kopi yang terserang kemudian

direbus dengan tujuan mematikan hama, dapat pula dilakukan

Page 67: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

pengambilan biji-biji kopi yang terjatuh agar tidak menjadi

inang hama.

ii. Kutu putih/ kutu dompolan (Planococcus citri)

Kutu putih terutama menyerang bungan dan buah kopi,

tetapi pada saat populasi hama tinggi dapat menyerang pucuk

tanaman, daun dan cabang muda. Bunga, buah dan dau muda

yang terserang akan mengalami kekeringan dan gugur.

Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan perlakuan

pengaturan naungan yang baik, sehingga kondisi tidak

memungkinkan untuk perkembangan kutu putih, selain itu

pengendalian dapat dilakukan dengan cara kimiawi

menyemprotkan Labrador dengan dosis 0,63 lt/ha atau

Matador dengan dosis 0,49 lt/ha.

iii. Kutu hijau (Coccus viridis)

Kutu hijau menyerang seluruh bagian tanaman yang

masih muda yaitu bunga, daun, cabang dan batang. Akibat

penusukan dan penghisapan cairan, bagian hijau yang

diserang menjadi kuningakhirnya akan mengering. Selain itu

tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tunas-tunas dan cabang

menjadi pendek dan tidak sehat. Pengendalian dapat

dilakukan dengan penaungan khususnya pada musim

penghujan agar kelembaban udara terjaga cukup baik, selain

itu dapat pengendalian dapat dilakukan dengan cara kimiawi

menyemprotkan Labrador dengan dosis 0,63 lt/ha atau

Matador dengan dosis 0,49 lt/ha yang juga akan dapat

mengendalikan semut geramang.

iv. Nematoda

Nematoda parasit yang sangat merugikan tanaman kopi

adalah (Patylenchus coffeae), gejala serangannya adalah

pertumbuhan tanaman tidak normal, daun kelihatan pucat,

Page 68: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

kering dan kemudian gugur, cabang mengering dan perlahan

mati, akarr serabutnya busuk dan mudah roboh.

Pengendalian hama nematode dapat dilakukan secara

terpadu yaitu : apabila tanaman masih dapat dipertahankan

dapat dibuat parit isolasi dari 4 tanaman yang terserang

dengan ukuran 60-80 cm, pemberian Furadan 3G dengan

dosis 35 gr/pohon, pemberuan pupuk kompos tambahan

dengan dosis 20 kg/pohon, adanya tenaga dan perlakuan

pengawasan khusus untuk perawatan.

b) Penyakit tanaman kopi

i. Cendawan akar coklat (Phellinus sp atau Fomes sp)

Gejala serangannya adalah daun-daunnya menguning

kemudian rontok, dan kadang ada juga daun menguning tapi

tetap menempel pada batang. Akar tunggang tertutup kerak

anyaman misselia jamur berwarna coklat.

Pengendalian yang dapat dilakukan sekeliling pohon

yang terserang dibuat parit isolasi sedalam 80-100 cm,

tanaman yang sudah parah harus segera didongkel dan diberi

serbuk belerang sebanyak 200gr, serta tidak boleh ditanami

selama 1 th, dilakukan perbaikan drainase, untuk tanaman

yang masih dapat dipertahankan dengan pemberian Callixin

CP.

ii. Jamur upas (Corticium salmonicolor)

Gejala awal serangan ditandai dengan adanya

misselium tipis menyerabut seperti sarang laba-laba pada

bagian cabang yang terserang. Selanjutnya misselium akan

membentuk bintil dan akhirnya berubah menjadi kemerahan.

Bila serangan terus terjadi maka akan mengakibatkan

tanaman yang diserang mengering dan daunnya layu.

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah diadakan

penganatan sedini mungkin, pengatyuran naungan dan

Page 69: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

pemberantasan gulma agar kebun tidak terlalu lembab,

batang yang masih dapat dipertahankan bias diolesi Calixin

RM, dan cabang yang terkena serangan parah harus segera

dipotong dan dibakar.

d. Penyulaman tanaman kopi

Agar dapat menjaga jumlah populasi tanaman kopi mendekati

standar, maka setiap tahun harus membuat pembibitan untuk kegiatan

sulam. Penyulaman dilakukan seperti pada saat penanaman pada

tanaman yang mati atau sudah tidak produktif lagi dengan

menggantikannya dengan tanaman baru.

e. Pemangkasan Tanaman Kopi

Kegiatan pemangkasan tanaman kopi pada dasarnya terdiri atas

pemangkasan bentuk yang bertujuan memperoleh kerangka dasar bagi

pertumbuhan cabang-cabang reproduksi dan untuk memperoleh

kerangka pohon yang kuat dan seimbang.

Pangkas pemeliharaan yang bertujuan agar pohon selalu bersih

sesuai cabang-cabang yang kita pelihara dan membuang cabang-cabang

yang tidak produktif (cabang sakit, cabang kering, cabang liar dan

wiwilan).

1) Pangkas bentuk

Pangkas bentuk dilakukan pada Tanaman Belum

Menghasilkan (TBM). Hendaknya dilakukan sebelum cabang-

cabang primer kehilangan potensinya (berbuah). Pangkas bentuk

bertujuan untuk memperkuat kondisi tanaman serta dapat terbentuk

pohon kopi yang berbatang tunggal. Apabila terdapat percabangan

maka percabangan tersebut tidak boleh saling menutupi sehingga

memperoleh sinar mataharis ecara merata.

Agar pangkas bentuk dapat berjalan dengan baik harus

dilakukan secara berkesinambungan bersamaan dengan pekerjaan

wiwil kasar yang pada umumnya dilaksanakan 2 bulan sekali.

2) Pangkas Kasar

Page 70: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Kegiatan pangkas kasar termasuk pemangkasan pemeliharaan

bertujuan mempertahankan kesinambungan kerangka tanaman yang

diperoleh dari pemangkasan bentuk dengan cara menghilangkan

cabang-cabang tidak produktif. Pangkas kasar dilakukan dengan

menghilangkan tunas air yang dilakukan tiga bulan sekali sebab

tunas air akan menyerap unsur hara tanaman. Apabila dibiarkan

maka akan menurunkan produktivitas tanaman kopi tersebut.

3) Pangkas Lepas Panen

Pangkas lepas panen dilakukan setelah semua biji kopi sudah

dipanen. Pangkas lepas panen dilakukan dengan membuang sisa-sisa

panen yang masih tertinggal pada batang agar tidak mengganggu

pertumbuhan buah selanjutnya.

2. Panen

Panen kopi mempedomani ISO-9000 kopi dan tahapan panen sebagai

berikut :

a) Petik longsong : Petik kopi yang terserang bubuk buah dan biasanya akan

merah lebih dulu.

b) Petik onclong : Petik buah kopi merah masak awal (merah masih sedikit

+ 1-1,5 %), petikan ini masih menggunakan tenaga harian.

c) Petik borongan : Dikerjakan setelah kopi banyak yang merah (panen

raya), dalam situasi yang normal rotasi petikan 14 hari sekali.

d) Petik racut : Petik semua buah kopi merah, hijau, hitam dikumpulkan

dan diusahakan agar tidak ada buah yang tersisa di kebun.

e) Petik lelesan : Mengambil semua buah yang masih tertinggal di lapangan

(di bawah pohon) guna menghilangkan sumber infeksi bubuk buah.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sortasi :

- Kopi merah dan hijau harus disendirikan.

- Daun serta sampah lainnya harus dihilangkan.

Setelah selesai sortasi hasilnya dicek, kalau sudah baik semua baru dimulai

penimbangan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penimbangan hasil sortasi :

Page 71: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

- Dicek apakah jarum timbangan dalam posisi Nol (0)

- Kopi merah ditimbang sendiri.

- Kopi hijau ditimbang sendiri.

F. Pengolahan Kopi

Pengolahan kopi robusta di pabrik kopi PT Perkebunan Nusantara IX

(Persero) Kebun Getas/Assinan yang terletak di Banaran ada 2 macam yaitu

Robusta Wet Process (RWP) dan Robusta Dry Process (RDP). Robusta Wet

Process (RWP) adalah pengolahan basah dimana membutuhkan tahapan-

tahapan tertentu serta membutuhkan biaya tinggi tetapi hasil dari proses ini

sangat menarik dari segi penampakan karena pada proses ini setiap aktifitas

dapat dikontrol hasilnya. Biji kopi yang diolah dengan RWP adalah buah

berbiji merah. Robusta Dry Process (RDP) sering diterapkan oleh masyarakat

karena biayanya murah dan cocok untuk produksi skala kacil. Biji kopi yang

diolah dengan RDP adalah buah berbiji hijau. Kelemahan RDP adalah

membutuhkan waktu pengeringan yang lama. Tujuan utama dari pengolahan

kopi pasca panen adalah menurunkan kadar air biji kopi menjadi 9%-12%.

Pada nilai kadar air tersebut kopi mempunyai sifat tidak mudah berubah

kondisi, sifat dan karakteristiknya dikarenakan pengaruh lingkungan.

1. Pengolahan RWP (Robusta Wet Process)

a. Bahan Baku

Kriteria bahan baku yang baik adalah buah kopi berwarna merah,

tepat masak, segar, sehat, tingkat kematangan homogen (seragam) dan

bebas kontaminasi. Pemisahan buah kopi dilakukan dikebun. Buah kopi

berwarna hijau yang terikut dengan buah kopi berwarna merah saat

pemetikan disendirikan karena pengolahan dipabrik untuk buah kopi

berwarna hijau dan merah berbeda. Setelah buah kopi disortasi di

kebun, pengangkutan ke pabrik harus dilaksanakan secepat mungkin

untuk menjaga kesegaran buah.

b. Bak Penerimaan

Kopi yang diangkut dari kebun dan telah sampai dipabrik segera di

uraikan pada bak penerimaan agar tidak terjadi penempelan karena

Page 72: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

panas dan lembab. Sebelum di uraikan dibak penerimaan dilakukan

penimbangan ulang untuk menyamakan data jumlah kopi yang diangkut

dari kebun. Apabila terjadi hujan diperjalanan tidak dilakukan

penimbangan ulang dikarenakan berat kopi sudah tercampur dengan air

hujan.

c. Bak Syphon

Setelah buah kopi gelondong dimasukkan di bak penerimaan tahap

selanjutnya adalah mengalirkannya ke bak syphon. Fungsi bak ini

adalah untuk memisahkan buah kopi yang baik dengan buah kopi yang

jelek serta kotoran yang terbawa dari kebun. Buah kopi yang baik akan

tenggelam sedangkan buah kopi yang jelek akan mengapung di

permukaan air. Buah kopi yang jelek disini adalah buah kopi

kambangan. Buah kopi kambangan ini dialirkan ke tempat khusus

kambangan dan nantinya proses pengeringannya juga berbeda dengan

buah kopi yang tenggelam atau berkualitas baik.

d. Raung Pulper

Setelah buah kopi masuk ke bak syphon maka tahap selanjutnya

adalah buah kopi tersebut masuk ke raung pulper untuk pengelupasan

kulit buah dan pencucian. Ketepatan penyetelan mesin ini akan

menghasilkan optimalisasi hasil. Bila mesin penyetelannya tidak tepat

akan menyebabkan cacat giling pada kopi, kulit tidak terkelupas dan

kulit tanduk rusak hal ini dapat menyebabkan kerugian.

e. Bak Cuci

Fungsi bak ini adalah sebagai penyempurna pencucian dan tempat

transit sebelum biji kopi masuk ketempat pengeringan. Kulit kopi yang

terbawa akan terpisah sehingga saat masuk ke bak penuntasan sudah

tidak ada kotoran kulit kopi lagi.

f. Bak Penuntasan

Tujuan dari proses penuntasan adalah agar kopi HS basah saat

masuk ke mesin pengeringan tidak dalam kondisi air yang berlebihan

Page 73: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

karena air yang berlebihan dapat merusak instalasi pemanas serta akan

mengurangi kalori panas mesin pengering.

g. Pengeringan

Proses pengeringan ada dua macam yaitu secara manual (Viss

Dryer) dan mekanis (Masson Dryer). Tujuan dari pengeringan adalah

menurunkan kadar air biji kopi dari 40%-55% menjadi 9%-12%. Faktor

terpenting dalam proses pengeringan baik menggunakan Viss Dryer

maupun Masson Dryer adalah pengaturan suhu serta pembalikan saat

proses pengeringan berlangsung. Pada tahapan dan waktu tertentu suhu

harus tepat. Kontrol dan pencatatan suhu dan kadar air harus

dilaksanakan saat proses pengeringan berlangsung.

Kebersihan sarana dan prasarana pengeringan sebelum dan sesudah

digunakan harus dijaga untuk menghindari kontaminasi dan bahaya

kebakaran. Percobaan penilaian mutu dan uji cita rasa biji kopi

dilakukan setelah pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui sedini mungkin adanya suatu penyimpangan.

1) Pengeringan Viss Dryer

Viss dryer merupakan sarana pengeringan yang berbentuk

rumah berlantai dua dengan lantai atas terbuat dari plat berlubang

(bordes). Sumber panas menggunakan kayu bakar dari tungku dan

kalori panas dari pembakaran tersebut dialirkan melalui lorong-

lorong yang terbuat dari plat besi. Yang perlu diperhatikan adalah

kontinuitas pembalikan. Pembalikan kopi saat pengeringan

dilakukan secara manual oleh tenaga manusia, hal inilah yang

efektifitas hasilnya kurang baik serta kurang efisien. Lama

pengeringan 38-40 jam dengan pengaturan suhu sebagai berikut :

40° C - 80° C selama 8 jam

80° C - 110° C selama 20 jam

80° C - 60° C selama 8 jam

60° C - 40° C selama 2 jam

Page 74: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

2) Pengeringan Masson Dryer

Masson dryer merupakan mesin pengering kopi dengan tromol

berputar secara mekanis berbahan bakar kayu dengan kapasitas 15

ton kopi basah. Masson dryer lebih efektif dibandingkan dengan

viss dryer dari sisi tenaga kerja dan waktu pengeringannya. Lama

pengeringan antara 18-20 jam dengan pengaturan suhu sebagai

berikut :

120° C selama 10 jam

110° C selama 2 jam

100° C selama 2 jam

90° C selama 2 jam

70° C selama 2 jam

40° C selama 2 jam

h. Bordes Kering

Bordes kering adalah suatu tempat penampungan kopi setelah

dikeringkan. Kopi yang telah dikeringkan ditampung pada bordes

kering ini untuk didinginkan minimal 24 jam sebelum digerbus. Tujuan

dari pendinginan ini adalah untuk menyeragamkan suhu dan kadar air

biji kopi hasil pengeringan agar saat digerbus kulit tanduk dan kulit ari

pecah.

i. Huller

Huller atau mesin gerbus adalah suatu mesin yang digunakan untuk

pengupasan kulit tanduk dan kulit ari biji kopi. Penyetelan mesin ini

harus tepat agar biji kopi yang digerbus tidak rusak dan cacat.

j. Sortasi I

Setelah biji kopi digerbus dan dimasukkan pada bak penampungan

sementara (bordes kering), tahap selanjutnya adalah penyortasian biji

kopi yang dilakukan oleh tenaga-tenaga borongan. Biji kopi yang

berlubang akibat bubuk buah dan biji yang pecah dipisahkan dari biji

kopi yang baik. Setelah proses tersebut selesai para pekerja borongan

secara bergantian membawanya ke QC (Quality Control) untuk

Page 75: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

pengontrolan biji kopi sebelum ditimbang. Bila para pekerja kurang

teliti dalam pemilihan awal sehingga masih ada biji kopi yang pecah

dan berlubang maka biji-biji tersebut harus disendirikan juga.

k. Ayak Biji L,M,S

Ayak biji kopi berdasarkan ukuran dilakukan dengan alat yang

dinamakan ayakan. Biji kopi yang telah disortasi antara biji yang baik

(superior) dengan biji yang jelek (inferior) diayak pada ayakan yang

berbeda. Untuk biji kopi yang baik (superior) dimasukkan pada ayakan

I, biji kopi yang telah ditimbang dimasukkan dalam mesin katador dan

mesin katador ini yang akan memompa biji-biji kopi keatas dan

menjatuhkannya ke ayakan. Ayakan I menghasilkan ukuran biji kopi

dengan ukuran L (diameter 7,5 mm) ,M (diameter 6,5 mm),S (diameter

5,5mm) dan krill untuk mutu 1 (RWP) sedangkan untuk RDP dibagi

menjadi mutu 1 dengan ukuran L dan S, mutu 4 dengan ukuran L dan S

serta mutu lokal. Sedangkan untuk biji kopi yang jelek (inferior)

dimasukkan dalam ayakan II. Ayakan II tidak menggunakan mesin

katador sehingga para pekerja memasukkan sendiri biji-biji kopi yang

telah ditimbang ke ayakan. Ayakan II menghasilkan mutu 4 dengan

ukuran L,M,S dan krill.

Setelah proses ayak selesai biji-biji kopi yang telah terpisah

menurut ukurannya dimasukkan dalam karung dan dikelompokkan

berdasar jenis, mutu dan ukurannya. Kemudian karung-karung berisi

kopi tersebut di simpan dalam gudang penyimpanan. Semakin lama

kopi disimpan maka dari segi kualitasnya rasa kopi tersebut makain

enak.

l. Sortasi Ii

Sortasi adalah proses pemisahan biji kopi berdasarkan nilai cacat

fisik yang ada pada setiap biji kopi secara berkelompok. Penilaian mutu

dan besaran nilai diperoleh dari pengambilan contoh kopi hasil sortasi

tenaga terpilih. Berdasarkan nilai cacat mutu kopi produksi PTPN IX

dapat digolongkan menjadi :

Page 76: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Mutu 1 apabila nilai cacat antara 0%-11%

Mutu 4 apabila nilai cacat antara 12%-80%

Mutu lokal apabila nilai cacat > 80%

2. Pengolahan RDP (Robusta Dry Process)

Pengolahan kopi tanpa mengupas kulit buah, buah kopi basah

langsung dikeringkan dengan panas sinar matahari atau mesin pengering

(Viss Dryer dan Masson Dryer).

a) Bahan Baku

Bahan baku pengolahan RDP yaitu kopi hasil sortasi di kebun

maupun hasil sortasi bak syphon, yang terdiri dari buah kopi hijau,

hitam atau kering dan terserang hama bubuk.

b) Pengeringan

Pengeringan RDP bisa dilakukan dengan penjemuran panas

matahari di lantai plester. Saat proses berlangsung kopi dibalik

secara berkala. Hamparan kopi yang terlalu tebal dapat

mengakibatkan tumbuhnya jamur karena lembab.

Tahap berikutnya adalah buah kopi hasil pengeringan awal

dimasukkan ke ruang pengeringan/bordes kering. Tanda proses

pengeringan selesai apabila kadar air telah mencapai 9% - 12%.

Untuk proses lainnya, sistem RDP sama dengan sistem RWP yaitu

menuju raung huller dan selanjutnya. Perbedaan yang sangat

mencolok adalah pada proses penjemuran panas matahari pada RDP.

Pada proses ini kulit ari dari sistem RDP tidak dapat lepas dari biji,

sehingga tampak kusam warnanya.

Page 77: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Produksi dan Produktivitas Tanaman di Kebun

Produksi kopi Kebun Getas/Assinan memberikan kontribusi yang cukup

besar bagi ekspor kopi PTPN IX. Kebun Getas/Assinan harus dapat

meningkatkan produksinya untuk mendukung peningkatan ekspor kopi PTPN

IX dari segi kuantitas.

Tabel 8. Luas, Produksi dan Produktivitas Kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan Tahun 2000 - 2009

Tahun Luas (ha) Produksi (kg) Produktivitas (kg/ha) 2000 401,06 703.321 1.753,66 2001 401,06 988.328 2.464,29 2002 401,06 685.215 1.708,51 2003 401,06 437.180 1.090,06 2004 401,06 680.355 1.696,39 2005 401,06 926.333 2.309,71 2006 396,41 602.156 1.519,02 2007 396,41 344.384 868,76 2008 396,41 698.853 1.762,96 2009 376,97 768.456 2.038,51

Sumber: Kantor Kebun Getas/Assinan PT PN IX

Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa luas areal penanaman kopi,

produksi dan produktivitas kopi Kebun Getas/Assinan mengalami fluktuasi dari

tahun ke tahun. Luas areal tanam kopi mengalami penurunan selama kurun

waktu sepuluh tahun terakhir. Luas tanam kopi tahun 2000 – 2005 yaitu 401,06

ha turun menjadi 396,41 ha pada tahun 2006. Penurunan luas tanam tersebut

dikarenakan konversi lahan penanaman kopi untuk ditanami karet karena

dianggap lebih menguntungkan bagi PTPN IX sehingga Kebun Getas/Assinan

dapat lebih fokus menangani komoditas kopi untuk dapat meningkatkan daya

65

Page 78: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

saingnya dari segi kualitas kopi yang lebih baik. Pada tahun 2009 luas lahan

tanam kopi berkurang lagi karena 19,44 ha tanaman kopi sudah tidak produktif

sehingga perlu dilakukan penanaman baru pada tahun 2010.

Perubahan luas areal tanam kopi berpengaruh terhadap produksi kopi

Kebun Getas/Assinan. Produksi kopi mengalami fluktuasi dimana produksi

kopi tertinggi pada tahun 2005 yaitu 926.333kg dan produksi terendah pada

tahun 2007 sebesar 344.384 kg. Produksi dan luas areal panen kopi tersebut

mempengaruhi fluktuasi produktivitas kopi Kebun Getas/Assinan. Produktivitas

tertinggi pada tahun 2001 yaitu 2.464,29 kg/ha luas tanam kopi sedangkan

produktivitas terendah pada tahun 2007 yaitu 868,76 kg/ha akibat banyaknya

bunga yang gugur karena angin kencang sehingga tidak banyak yang berbuah.

Fluktuasi produksi dan produktivitas kopi Kebun Getas/Assinan

disebabkan oleh keadaan cuaca yang kurang mendukung perkembangan

tanaman kopi. Tanaman kopi membutuhkan musim yang tegas untuk dapat

tumbuh dengan baik yaitu musim hujan selama enam bulan dan musim

kemarau yang tegas selama enam bulan. Keadaan cuaca yang tidak menentu

menyebabkan produksi kopi menjadi kurang baik sebab penyakit tanaman

berkembang pesat pada daerah-daerah yang lembab yang dapat mengganggu

produksi kopi. Angin kencang juga menyebabkan bunga tanaman kopi menjadi

berguguran sehingga produksi kopi menjadi menurun.

B. Analisis Finansial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi

Analisis finansial merupakan analisis yang dilakukan berdasar harga

privat sedangkan analisis ekonomi merupakan analisis yang dilakukan

menggunakan harga sosial yang didapatkan dari harga bayangan. Analisis

tersebut terdiri dari penerimaan dan biaya untuk mengetahui besarnya

keuntungan. Biaya pengusahaan kopi kering terdiri dari biaya produksi dan

biaya tata niaga.

Page 79: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Alokasi biaya produksi terdapat dua macam yaitu biaya input asing dan

biaya input domestik. Biaya input asing (produksi tradeable) adalah biaya

perdagangan dunia. Biaya input asing merupakan biaya yang 100% berasal dari

komponen asing sedangkan biaya input domestik merupakan biaya untuk

membayar input bukan termasuk komoditas perdagangan dunia. Alokasi

komponen domestik dan asing dapat diketahui dengan dua pendekatan yaitu

pendekatan langsung dan pendekatan total. Pendekatan langsung dapat

digunakan bila tambahan input asing dapat dipenuhi dari perdagangan antar

negara atau penawaran di pasar internasional. Sedangkan pendekatan total

digunakan bila produsen lokal dilindungi sehingga tambahan penawaran input

asing dapat diperoleh dari penawaran di pasar internasional jika mengalami

kekurangan. Saat ini kebijakan pemerintah terhadap output dan input tidak lagi

menonjol seperti pada masa lalu sebagai persiapan menyambut era perdagangan

bebas sehingga analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

langsung.

Page 80: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Tabel 9. Analisis Finansial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi Kering PT Perkebunan Nusantara (IX) Kebun Getas/Assinan (Rp/ha luas lahan tanam kopi)

NO KETERANGAN NILAI

FINANSIAL NILAI

EKONOMI A Output fisik (kg/ha) 2.038,51 2.038,51

Harga (Rp/kg) 17.468,11 15.194,15

Penerimaan 34.874.911,34 30.974.193,94

B Biaya Produksi 1 Pupuk urea 1.659.260,16 1.420.258,53

Pupuk kandang 2.493.189,72 2.493.189,72

2 Obat-obatan 268.694,86 232.046,57 3 Tenaga Kerja Terdidik 2.442.140,73 2.442.140,73

Tenaga Kerja Tak Terdidik 6.957.902,79 4.252.134,19

4 Bahan Bakar 333.815,58 349.252,30 5 Listrik dan air 1.467.446,92 1.467.446,92 6 Bi. pemeliharaan gedung 70.430,93 70.430,93

Biaya pemeliharaan mesin 240.628,45 240.628,45

Bi. pemeliharaan jalan, saluran air&teras

40.688,60 40.688,60

7 Alat dan perkakas kecil 179.907,77 179.907,77 8 Biaya Umum 4.419.142,44 4.419.142,44 9 Assuransi 98.400,94 98.400,94 10 Pajak 94.223,71 - 11 Sewa lahan 2.000.000,00 2.000.000,00 12 Penyusutan Gedung 211.491,03 211.491,03

Penyusutan Mesin 377.676,71 377.676,71

Penyusutan Kendaraan 96.034,07 96.034,07

P. Jalan,jembatan,saluran 158.406,67 158.406,67 13 Biaya Amortisasi 625.233,29 625.233,29 14 Bunga Modal 877.491,73 657.939,70 C Biaya tata niaga

Pengepakan 358.218,67 358.218,67

ke pabrik 578.266,87 578.266,87

ke pelabuhan 8.973,51 8.973,51

pengangkutan ke gudang 197.973,69 197.973,69

Total Biaya 26.255.639,84 22.975.882,30 Keuntungan 8.619.271,49 7.998.311,64

Sumber: Analisis Data Sekunder

Page 81: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

PTPN IX Kebun Getas/Assinan dapat menerima harga kopi yang lebih

tinggi dari harga sosialnya. Perusahaan menerima Rp 34.874.911,34/ha luas

tanam kopi sedangkan nilai analisis sosialnya Rp 30.974.193,94/ ha luas tanam

kopi. Setiap hektar luas tanam kopi menghasilkan 2.038,51 kg kopi kering

dengan harga kopi rata-rata yang diterima PTPN IX Kebun Getas/Assinan

sebesar Rp 17.468,11/kg sedangkan harga sebenarnya Rp 15.194,15/kg.

Perbedaan harga tersebut dikarenakan kopi Kebun Getas/Assinan memiliki

kualitas kopi yang tinggi untuk ekspor yaitu kualitas 1 dan 4 dengan ukuran L,

M dan S yang harganya berbeda-beda. Kualitas 1 merupakan standar mutu

paling tinggi yang dimiliki PTPN IX yang harganya cukup tinggi. Harga kopi

paling tinggi adalah kopi RWP mutu 1 ukuran M yang harganya mencapai Rp

21.597/kg sedangkan harga paling rendah untuk ekspor adalah kopi RDP

kualitas 4 dengan ukuran L dan S yaitu Rp 16.219/kg. Kopi yang tidak layak

ekspor dijual di dalam negeri dengan harga rata-rata Rp 12.518,00/kg.

Banyaknya produksi kopi dengan kualitas tinggi menyebabkan rata-rata harga

jual kopi Kebun Getas/Assinan menjadi lebih tinggi dari harga sebenarnya.

PT Perkeunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan sangat

memperhatikan kualitas dan kuantitas kopi agar tetap memiliki nilai jual yang

tinggi dan memenuhi standar ekspor. Kualitas ekspor kopi PTPN IX terdapat

empat standar mutu yaitu mutu 1, 2, 3 dan 4. Mutu 5 dan 6 tidak memenuhi

standar ekspor sehingga dikonsumsi di pasar dalam negeri. Standar mutu

tersebut dilihat dari tingkat kecacatan yang dimiliki biji kopi gelondong. Mutu

1 memiliki tingkat kecacatan paling rendah sedangkan mutu 6 memiliki tingkat

kecacatan paling tinggi sehingga mutu 5 dan 6 tidak layak untuk diekspor.

Namun, kopi Kebun Getas/Assinan hanya menghasilkan mutu 1 (cacat antara

0%-11%), mutu 4 (cacat antara 11%-80%) dan mutu lokal (cacat >80%). Hal

itu dimaksudkan agar lebih mudah dan mempercepat dalam sortasi karena

banyaknya tenaga kerja tak terdidik yang digunakan terlalu sulit membedakan

apabila dibagi menjadi enam mutu sehingga mutu 2 sudah termasuk dalam

Page 82: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

mutu 1 sedangkan mutu 3 termasuk dalam mutu 4. Selain tingkat kecacatan,

ukuran biji kopi yang layak ekspor ada tiga tingkatan yaitu dengan diameter 5,5

mm tergolong dalam ukuran S, diameter 6,5 mm tergolong dalam ukuran M

dan diameter 7,5 mm tergolong ke dalam ukuran L. Pengepakan biji kopi yang

telah disortir menurut ukuran dan standar mutunya dimasukkan ke dalam

karung goni berisi 25 kg dengan tinggi maksimal tumpukan karung sebanyak

12 tumpukan. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kualitas kopi agar tidak

rusak sehingga kualitas kopi tetap terjaga sampai ke negara tujuan.

Disamping kenampakan fisiknya, keunggulan yang dimiliki kopi Robusta

Kebun Getas/Assinan adalah rasanya yang khas. Kopi robusta lebih pahit

disbanding arabika sehingga lebih diminati karena memiliki kadar kafein yang

lebih tinggi. Biji kopi dengan kadar air 9% merupakan kadar air ideal untuk

disimpan agar dapat menjaga kualitas biji kopi sehingga tidak rusak dan

berubah rasa saat dikonsumsi meskipun telah disimpan cukup lama. Oleh

karena itu, kopi Robusta produksi Kebun Getas/Assinan tetap diminati

konsumen luar negeri maupun konsumen dalam negeri.

Biaya produksi kopi terdiri dari pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, bahan

bakar, listrik dan air, biaya pemeliharaan, alat dan perkakas kecil, biaya umum,

asuransi, pajak, sewa lahan, penyusutan, biaya amortisasi dan biaya bunga

modal. Biaya-biaya tersebut dialokasikan kembali pada komponen asing dan

komponen domestik. Pupuk urea, obat-obatan, bahan bakar, biaya pemeliharaan

mesin&peralatan, biaya penyusutan mesin&peralatan dan biaya penyusutan

kendaraan dialokasikan pada komponen asing. Biaya yang dialokasikan pada

komponen domestik terdiri dari biaya pupuk kandang, biaya tenaga kerja baik

terdidik maupun tidak terdidik, biaya listrik&air, biaya pemeliharaan gedung,

biaya pemeliharaan jalan, saluran air&teras, alat dan perkakas kecil, biaya

umum, asuransi, pajak, sewa lahan, biaya penyusutan alat dan biaya bunga

modal.

Page 83: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Biaya pupuk urea dengan analisis finansial Rp 1.659.260,16/ha luas

tanam kopi lebih tinggi dibanding nilai ekonominyanya yaitu

Rp 1.420.258,53/ha luas tanam kopi. Kebun Getas/Assinan membeli pupuk

lebih mahal Rp 71,67/kg dari harga yang sebenarnya. Biaya pembelian obat-

obatan sebesar Rp 268.694,86/ha luas tanam kopi berdasar analisis finansial

yang lebih tinggi Rp 36.648,29/ha luas tanam kopi bila dibandingkan dengan

perhitungan ekonomi yang mencapai Rp 232.046,57/ha luas tanam kopi. Hal itu

disebabkan oleh ketiadaan subsidi input untuk pupuk urea dan obat-obatan dari

pemerintah kepada perusahaan sehingga perusahaan membayar lebih tinggi dari

harga yang seharusnya. Kelebihan pembayaran tersebut dapat digunakan

pemerintah untuk memberikan subsidi bagi petani kecil. PTPN IX tidak pernah

menerima subsidi pupuk maupun obat-obatan sebab sudah dianggap mampu

membiayai produksinya dan masih tetap mendapatkan keuntungan yang dapat

digunakan untuk menjalankan usahanya.

Pemerintah memberikan subsidi bahan bakar sebesar Rp 265,57/lt

sehingga perusahaan hanya membayar biaya bahan bakar sebesar Rp

333.815,58/ha luas tanam kopi sedangkan nilai ekonominya Rp 349.252,30/ha

luas tanam kopi. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan Rp 240.628,45/ha

luas tanam kopi; biaya penyusutan mesin dan peralatan Rp 377.676,71/ha luas

tanam kopi dan biaya penyusutan kendaraan sebesar Rp 96.034,07/ha luas

tanam kopi. Pengeluaran biaya ketiga komponen biaya produksi tersebut tidak

terdapat campur tangan pemerintah dalam hal subsidi ataupun pembebanan

pajak impor.

PTPN IX Kebun Getas/Assinan membayar biaya pembelian pupuk

kandang, biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan saluran air, jembatan

dan teras, biaya pembelian alat dan perkakas kecil, penyusutan gedung dan

penyusutan jembatan dan saluran air sama dengan nilai ekonominya karena

tidak terdapat campur tangan pemerintah sehingga sudah mendekati pasar

persaingan sempurna. Analisis finansial tenaga kerja terdidik Rp

Page 84: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

2.442.140,73/ha luas tanam kopi nilainya sama dengan analisis ekonominya

karena sudah mendekati pasar persaingan sempurna sedangkan tenaga kerja tak

terdidik analisis ekonominya harus disesuaikan dengan keadaan tenaga kerja

daerah tersebut. Nilai finansial biaya tenaga kerja tak terdidik sebesar Rp

6.957.902,79/ha luas tanam kopi sedangkan nilai ekonominya sebesar Rp

4.252.134,19/ha luas tanam kopi sehingga selisihnya Rp 2.705.768,78/ha luas

tanam kopi. Hal itu disebabkan karena adanya insentif bagi karyawan lepas

Kebun Getas/Assinan yang bekerja lembur sehingga membayar upah tenaga

kerjanya lebih tinggi dari harga sebenarnya. Selain itu, adanya tingkat

pengangguran sebesar 38,89% menyebabkan Kebun Getas/Assinan

mengeluarkan biaya tenaga kerja tak terdidik lebih tinggi.

Biaya umum merupakan biaya yang rutin dikeluarkan yang terdiri dari

honorarium, juru tulis dan pembantu, pengangkutan, perijinan dan penginapan.

Asuransi digunakan untuk mesin dan kendaraan. Pajak yang dikeluarkan

perusahaan Rp 94.223,71/ha luas tanam kopi. Pada analisis ekonomi, pajak

tidak dihitung sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk pajak pada

analisis ekonomi. Biaya bunga modal berdasar analisis finansial sebesar Rp

877,491.73/ha luas tanam kopi. Biaya bunga modal yang dihitung dalam

penelitian ini adalah biaya bunga modal sendiri yaitu lahan, bangunan dan

peralatan. Biaya bunga modal yang dihitung berdasarkan analisis eknominya

sebesar Rp 657.939,70/ha luas tanam kopi. Hal itu disebabkan perhitungan

biaya bunga modal berdasar harga sosial mempertimbangkan tingkat inflasi

yang terjadi pada tahun 2009 sebesar 2,78%.

Biaya amortisasi merupakan biaya pengembalian investasi selama umur

ekonomis tanaman tahunan. Kopi dapat menghasilkan pada tahun ke lima

setelah tanam. Seluruh biaya yang dikeluarkan selama lima tahun tersebut

dimasukkan dalam biaya investasi. Dalam penelitian ini komponen biaya

domestik sebesar 8,86% dan komponen asing 93,14%. PTPN IX mampu

melakukan investasi pada suku bunga 10% sedangkan umur ekonomis tanaman

Page 85: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

kopi 40 tahun maka diperoleh biaya amortisasi dengan komponen domestik

sebesar Rp 575.837,80/ha luas tanam kopi dan komponen asingnya Rp

42.414,83/ha luas tanam kopi.

Biaya produksi terbesar adalah biaya tenaga kerja tak terdidik sebab

PTPN IX Kebun Getas/Assinan menggunakan tenaga kerja lepas dalam

sebagian besar kegiatannya seperti penanaman, pemupukan, penyemprotan,

pemanenan, penyortiran dan pengemasan. Sedangkan biaya terendah adalah

biaya pemeliharaan jalan, saluran air&teras karena perawatannya dilakukan

hanya apabila terjadi kerusakan dan kerusakan pun terjadi sangat jarang.

Biaya tata niaga terdiri dari biaya pengepakan Rp 358.218,67/ha luas

tanam kopi, biaya pengangkutan ke pabrik Rp 578.266,87/ ha luas tanam kopi,

biaya pengangkutan ke pelabuhan Rp 8.973,51/ ha luas tanam kopi dan biaya

pengangkutan ke gudang Rp 197.973,69/ ha luas tanam kopi. Biaya tata niaga

tertinggi adalah biaya pengangkutan ke pabrik sebab letak kebun ke pabrik

cukup jauh dan biji kopi yang diangkut ke pabrik dalam keadaan basah dan

dalam keadaan terpisah-pisah antara biji kopi yang baik dan yang cacat agar

lebih mudah dalam pemrosesan ke pabrik sehingga kendaraan yang digunakan

harus lebih banyak untuk mengangkut biji kopi yang sudah dipisahkan. Biaya

terendah adalah biaya pengangkutan ke pelabuhan sebab jarak pelabuhan

dengan gudang sangat dekat.

C. Policy Analysis Matrix (PAM)

Keunggulan komparatif dan keunggulan keunggulan kompetitif dapat

ditentukan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Pendekatan

PAM merupakan sistem analisis dengan memasukkan berbagai kebijakan yang

mempengaruhi penerimaan dan biaya produksi pertanian. Suatu matriks yang

disusun dengan memasukkan komponen-komponen utamanya penerimaan,

biaya dan keuntungan. PAM disusun untuk mempelajari masing-masing system

produksi pertanian dengan mempergunakan data usahatani dan pemasaran.

Page 86: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Selanjutnya, dapat ditaksir dampak kebijakan komoditas dan ekonomi makro

dengan cara membandingkan dengan tanpa adanya kebijakan dari pemerintah.

Matriks PAM Pengusahaan Kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan disusun

berdasar data biaya produksi, biaya pengolahan, biaya tata niaga dan harga jual

output dalam harga privat dan harga sosial. Harga privat merupakan harga input

dan output yang didasarkan atas harga berlaku di pasar yang mencerminkan

keadaan pasar yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Sedangkan harga

sosial merupakan harga input dan output yang merujuk pada harga dimana

dalam pasar tidak terdapat kebijakan pemerintah. Selisih analisis yang dihitung

atas dasar harga privat dengan harga sosial dihitung sebaai divergensi.

Tabel 10. Matriks PAM Pengusahaan Kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan Tahun 2009 (Rp/ha luas tanam kopi)

Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Asing Domestik

Privat 34.874.911,34 3.018.524,66 23.237.115,18 8.619.271,49 Sosial 30.974.193,94 2.758.311,46 20.217.570,84 7.998.311,64 Divergensi 3.900.717,40 260.213,20 3.019.544,34 620.959,86

Sumber: Analisis Data Sekunder Biaya input asing yang dikeluarkan PTPN IX memperoleh penerimaan

Rp 34.874.911,34 /ha luas tanam kopi yang berarti lebih tinggi Rp

3.900.717,40/ha luas tanam kopi dibanding analisis ekonomi berdasar harga

sosialnya. Harga kopi tersebut mengikuti perkembangan harga kopi dunia yang

tidak stabil sehingga PTPN IX Kebun Getas/Assinan harus dapat meningkatkan

mutu kopi agar tetap dapat memiliki harga yang cukup tinggi di pasar

internasional. Kebun Getas/Assinan dapat menjaga mutu kopi produksinya

sehingga tetap memiliki nilai jual tinggi sehingga dapat memperoleh

penerimaan yang lebih tinggi dari harga sebenarnya.

Setiap kegiatan usahatani membutuhkan biaya untuk melakukan

operasionalnya. Biaya input dalam Matriks PAM dibagi menjadi biaya input

asing dan biaya input domestik. Biaya input asing merupakan biaya yang

Page 87: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

dikeluarkan untuk input-input yang menjadi komoditas perdagangan dunia.

Sedangkan biaya input domestik adalah biaya yang dikeluarkan untuk input-

input yang bukan komoditas perdagangan dunia. Pemecahan komponen biaya

input menjadi biaya asing dan biaya domestik mendekatan pendekatan langsung

(direct approach). Pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya

input asing baik diimpor maupun produksi domestik dinilai sebagai komponen

biaya asing. Pendekatan ini digunakan apabila tambahan permintaan input asing

dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.

Biaya input asing berdasarkan harga privat yang dikeluarkan PTPN IX

Kebun Getas/Assinan sebesar Rp 3.018.524,66 /ha luas tanam kopi sehingga

divergensi terhadap biaya input asing berdasarkan harga sosialnya mencapai Rp

260.213,20/ha luas tanam kopi. Hal itu disebabkan karena biaya pembelian

pupuk urea, obat-obatan dan bahan bakar berdasarkan harga privat lebih mahal

dibanding biaya input tersebut berdasarkan harga sosialnya. Sedangkan biaya

input domestik berdasarkan harga privat sebesar Rp 23.237.115,18/ha luas

tanam kopi lebih mahal dibanding dengan biaya input domestik berdasar harga

sosialnya Rp 20.217.570,84/ha luas tanam kopi. Oleh karena itu divergensinya

mencapai Rp 3.019.544,34/ha luas tanam kopi. Hal itu disebabkan oleh

perbedaan biaya untuk pajak yang tidak terdapat pada biaya domestik

berdasarkan analisis ekonomi. Pajak merupakan ketetapan pemerintah

sedangkan analisis ekonomi tidak memasukkan komponen kebijakan

pemerintah dalam penetapan harga. Selain itu, biaya bunga modal yang

dihitung berdasar harga privat lebih tinggi daripada biaya bunga modal yang

dihitung berdasar harga sosialnya sebab perhitungan harga sosial dipengaruhi

oleh inflasi sehingga lebih kecil.

Keuntungan merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya input.

Keuntungan yang dihitung berdasar harga privat sebesar Rp 8.619.271,49/ha

luas tanam kopi lebih tinggi dibanding keuntungan yang dihitung berdasar

harga sosialnya sebesar Rp 7.998.311,64/ha luas tanam kopi. Divergensi yang

Page 88: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

merupakan selisih kentungan PTPN IX Kebun Getas/Assinan yang dihitung

berdasar harga privat dengan keuntungan yang dihitung berdasar harga

sosialnya sebesar Rp 620.959,86/ha luas tanam kopi. PTPN IX Kebun

Getas/Assinan masih menerima keuntungan yang lebih tinggi meskipun

membayar biaya input yang lebih mahal dibanding harga sosialnya.

Nilai Keuntungan Privat (Private Profitability) bertanda positif yaitu

8.619.271,49 artinya berdasarkan parameter keuntungan privat maka

pengusahaan kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan layak diusahakan.

Tingginya harga kopi dianalisis secara financial sebab PTP memiliki posisi

tawar yang cukup tinggi karena kualitas kopi PTP yang memang layak ekspor

sehingga terus mendapatkan permintaan dari Jepang dan Italia secara kontinyu

sesuai dengan kebutuhan mereka. Kopi tersebut memiliki standar yang tinggi

sehingga mampu dijual dengan harga yang lebih tinggi dari harga socialnya.

Menurut Malik (2003) dalam Nutrisia (2004) perhitungan keuntungan privat

menunjukkan persaingan sistem hasil yang dikaji pada tingkat tertentu, nilai

hasil tertentu dan dimana berlaku seperangkat kebijakan tertentu. Semakin

tinggi nilai keuntungan privat berarti sistem hasil semakin mampu bersaing.

Sedangkan nilai Keuntungan Sosial (Social Profitability)bertanda positif artinya

berdasarkan parameter keuntungan sosial maka pengusahaan kopi PTPN IX

Kebun Getas/Assinan layak diusahakan tanpa ada campur tangan pemerintah

dengan tingkat keuntungan Rp 7.998.311,64/ha luas tanam kopi.

D. Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan Komparatif

Daya saing adalah kemampuan suatu perodusen untuk memproduksi

suatu komoditi dengan mutu yang cukup baik dan biaya produksi yang cukup

rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat

diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memperoleh laba yang

mencukupi sehingga dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan produksinya

(riptanti, 2004). Daya saing kopi PT Perkebunan Nusantar IX (Persero) Kebun

Page 89: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Getas/Assinan diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif

dan kompetitif.

Menurut Basri (1992) dalam Nutrisia (2004) teori keunggulan komparatif

mengutarakan, sebaiknya suatu negara berspesialisasi dan mengeskpor barang-

barang dimana suatu negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Artinya,

dalam kontek biaya, setiap negara akan memperoleh keuntungan jika

mengeskpor barang-barang yang biaya produksinya relatif lebih rendah

dibandingkan dengan negara lain. Atau dapat pula diartikan produktivitas relatif

yang dimiliki oleh negara tersebut dalam memproduksi barang-barang yang

diekspor adalah yang paling tinggi.

Keunggulan kompetitif merupakan perluasan dari konsep keunggulan

komparatif yang diajukan oleh Michael Porter sebagai kesuksesan suatu

perusahaan dalam beroperasi pasar. Keunggulan kompetitif adalah alat untuk

mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keunggulan privat yang dihitung

berdasar harga pasar dan nilai uang yang berlaku. Keunggulan kompetitif

memberikan gambaran keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan

teknologi atau pemberlakuan kebijakan pemerintah.

Tabel 11. Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) PTPN IX Kebun Getas/Assinan Tahun 2009

Uraian Nilai

Private Cost Ratio (PCR) 0,73

Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) 0,72

Sumber: Analisis Data Sekunder

Nilai Private Cost Ratio (PCR) menunjukkan ukuran efisiensi secara

finansial, merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah

output dari biaya input yang diperdagangkan yang dihitung pada harga privat.

Efisiensi secara finansial dicapai bila nilai PCR lebih kecil dari satu. PCR

menunjukkan nilai 0,73 yang berarti untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah

Page 90: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

output pada harga privat hanya diperlukan 0,73 satuan biaya sumberdaya domestik

atau dalam kata lain aktivitas ekonomi mampu membayar faktor domestik atas

dasar harga privat sehingga PTPN IX Kebun Getas/Assinan memiliki

keunggulan kompetitif dalam mengusahakan kopi kering. Nilai tersebut

menggambarkan proses produksi kopi kering telah berjalan efisien secara

finansial. Sebagian besar produksi kopi Kebun Getas/Assinan merupakan mutu

1 dan mutu 4 yang merupakan kualitas ekspor sehingga memperoleh

penerimaan yang cukup tinggi dari ekspor kopinya ke Jepang dan Italia yang

sudah lebih dari lima belas tahun mengimpor kopi PTPN IX. Meskipun sama-

sama kopi robusta, tetapi kopi produksi Kebun Getas/Assinan mmemiliki

kekhasan tersendiri.

Analisis keunggulan komparatif adalah suatu analisis untuk menilai

aktivitas sosial dilihat dari segi pemanfaatan sumberdaya domestik yang

digunakan. Keuntungan sosial merupakan indikator tingkat efisiensi relatif

karena dalam perhitungan output dan input digunakan harga sosial yang

mencerminkan nilai oportunitasnya (social opportunity cost). Keunggulan

komparatif usahatani suatu komoditi dapat diketahui dengan nilai Domestic

Resource Cost Ratio. Analisis rasio antara biaya sumberdaya dan nilai tambah

yang dihitung dengan harga sosial disebut Domestic Resource Cost (DRC). Jika

Domestic Resource Cost diolah lebih lanjut disesuaikan dengan harga bayangan

nilai tukar terhadap US $, maka diperoleh nilai koefisien Domestic Resource

Cost Ratio (Nutrisia, 2004).

DRCR pengusahaan kopi kering PTPN IX Kebun Getas/Assinan sebesar

0,72 yang berarti untuk menghasilkan satu satuan output kopi pada harga sosial

diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik pada harga sosial sebesar 0,72

satuan sehingga dapat diketahui bahwa proses produksi kopi telah berjalan

secara efisien secara ekonomi. Nilai tersebut menggambarkan PTPN IX Kebun

Getas/Assinan memiliki keunggulan komparatif dalam mengusahakan kopi

kering. Nilai DRCR tersebut juga berarti bahwa untuk setiap dollar devisa

Page 91: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Negara yang dikelurkan untuk mengimpor komoditi kopi jika digunakan untuk

memproduksi di dalam negeri hanya dibutuhkan biaya sebesar 0,72 dollar.

Pemerintah dapat menghemat 0,28 dollar dari biaya impor yang harus

dikeluarkan. Oleh karena itu, lebih menguntungkan jika kopi diproduksi di

dalam negeri daripada melakukan impor. Iklim yang cocok bagi pengusahaan

kopi didukung dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi menyebabkan

produktivitas Kebun Getas/Assinan masih lebih tinggi dari produktivitas rata-

rata kopi di Indonesia, bahkan dapat melebihi produktivitas kopi rata-rata

Negara Vietnam yang merupakan pesaing terberat dalam ekspor kopi Indonesia.

Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial dalam

artian dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali yaitu

tanpa intervensi pemerintah sedangkan keunggulan kompetitif merupakan

ukuran kegiatan ekonomi pada kondisi aktual atau pada suatu perusahaan.

Kedua keunggulan tersebut mencerminkan daya saing yang dimiliki oleh suatu

perusahaan. PTPN IX Kebun Getas/Assinan telah memiliki daya saing yang

tercermin dalam keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang

dimilikinya dalam mengusahakan kopi kering.

Perdagangan bebas yang dianut oleh beberapa negara termasuk Indonesia

menuntut setiap negara untuk memiliki daya saing yang tinggi dalam

mengusahakan sebuah produk sehingga dapat diperdagangkan di pasar

internasional dengan menjaga kualitas dan kuantitas komoditi ekspor tersebut.

Meskipun sudah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, tetapi nilai

PCR dan DRCR yang tersebut masih dapat ditingkatkan lagi. Semakin nilainya

mendekati nol berarti semakin tinggi keunggulannya sebab efisiensinya juga

semakin tinggi sehingga PTPN IX Kebun Getas/Assinan harus dapat terus

meningkatkan daya saingnya dalam mengusahakan kopi kering agar tetap dapat

meningkatkan kinerja ekspornya. Namun, yang menjadi permasalahan yang

sering dihadapi adalah faktor eksternal diluar kontrol seperti fluktuasi harga di

Page 92: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

pasar dunia, fluktuasi nilai tukar, dan ada tidaknya distorsi baik yang disebabkan

oleh pasar maupun oleh kebijakan pemerintah.

E. Dampak Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan harga, kebijakan subsidi,

kebijakan impor dan ekspor dan kebijakan ekonomi makro seperti kebijakan

nilai tukar dan tingkat bunga. Kebijakan tersebut berpengaruh terhadap

pengusahaan kopi kering PTPN IX Kebun Getas/Assinan yang sudah

melakukan ekspor.

Menurut Nutrisia (2004) campur tangan pemerintah dapat menyebabkan

harga output berbeda dengan harga internasional. Kebijakan pemerintah dapat

berupa pajak, subsidi maupun kebijakan perdagangan. Kebijakan lain yang

dapat dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya saing produk ekspor dan

mengurangi produk impor dengan melakukan devaluasi nilai rupiah terhadap

mata uang asing. Dalam jangka pendek kebijakan ini dapat menjadikan produk

ekspor lebih murah dalam mata uang asing dan harga produk impor menjadi

lebih mahal. Dalam jangka panjang, kemungkinan akan terjadi peningkatan

harga barang di dalam negeri, terutama yang menggunakan input yang diimpor.

Hal ini pada akhirnya akan memperlemah daya saing produk ekspor.

Tabel 12. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Pengusahaan Kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan

Uraian Nilai Transfer Output 3.900.717,40 Transfer Input 260.213,20 Transfer Faktor 3.019.544,34 Transfer Bersih 620.959,86 Nominal Protection Coefficient on Tradable Outputs (NPCO) 1,13 Nominal Protection Coefficient on Tradable Inputs (NPCI) 1,09 Effective protection coefficient (EPC) 1,13 Profitability coefficient (PC) 1,08 Subsidy Ratio to Producers (SRP) 0,02

Page 93: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Sumber: Analisis Data Sekunder

Transfer Output menunjukkan perbedaan penerimaan yang benar-benar

diterima PTPN IX Kebun Getas/Assinan dengan penerimaan yang dihitung

berdasar harga social. Nilai Transfer Output menunjukkan nilai positif sebesar

3.900.717,40 yang berarti bahwa nilai output yang diterima lebih tinggi dari

nilai seharusnya. Hal ini menunjukkan adanya insentif dari pemerintah terhadap

harga output. Insentif yang diberikan pemerintah pada PTPN IX berupa

pembebasan pajak ekspor kopi dan pembebasan pembentukan harga antara

eksportir dengan negara tujuan ekspornya.

Nominal Protection Coefficient Output (NPCO) atau koefisien proteksi

nominal efektif merupakan rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan

harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. NPCO

digunakan untuk melihat apakah suatu komoditas diproteksi atau tidak. Nilai

NPCO bernilai positif menunjukkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang

menyebabkan harga privat lebih besar daripada harga di pasaran dunia sehingga

penerimaan privat kebun Getas/Asinan lebih tinggi dari seharusnya jika pasar

dalam keadaan persaingan sempurna. Nilai NPCO 1,13 menunjukkan bahwa

PTPN IX Kebun Getas/Assinan dapat menjual kopi dengan harga lebih tinggi

1,13 kali daripada harga sosialnya. Hal ini disebabkan oleh kualitas kopi PTPN

IX Kebun Getas/Assinan yang cukup tinggi. Tingginya permintaan kopi

kualitas 1 dan 4 dari negara Jepang dan Italia yang mengimpor kopi dari PTPN

IX setiap tahun menuntut PTPN IX untuk memproduksi kopi dengan kualitas

tinggi. Pemerintah tidak berpengaruh dalam penetapan harga tersebut dengan

memberikan kebebasan pada eksportir dengan negara pengimpor dalam

pembentukan harga disesuaikan dengan kesepakatan kualitas, kuantitas juga

harga yang disesuaikan dengan harga kopi dunia. Harga kopi di pasar

internasional pada tahun 2009 sebesar Rp 15.423,7/kg kopi kering sedangkan

PTPN IX yang memiliki beberapa kualitas ekspor dengan tingkat harga yang

berbeda-beda dapat menjual kopi dengan harga rata-rata Rp 17.468,11/kg kopi

Page 94: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

kering. Hal itu menunjukkan bahwa PTPN IX memiliki kualitas kopi yang baik

karena dapat menjual kopi dengan harga yang lebih tinggi dari standar harga

kopi dunia yaitu kopi kualitas 1 dengan nilai jual mencapai Rp 21.597,00/kg

kopi kering. Semakin tinggi kualitas kopi maka harganya akan semakin tinggi.

Kualitas yang tinggi tersebut mampu bersaing di pasar internasional

menujukkan bahwa produksi kopi Kebun Getas/Assinan memiliki daya saing

yang tinggi sehingga memiliki nilai jual kopi yang lebih tinggi dari harga

sebenarnya untuk menutup biaya produksi dan memperoleh keuntungan. Daya

saing tersebut tercermin dari keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitifnya.

Kebijakan ekspor yang diterapkan pemerintah berupa penetapan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) 10% untuk produk olahan. Pajak ekspor tidak

dikenakan untuk produk primer seperti kopi kering PTPN IX, tetapi penetapan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang olahan terasa

memberatkan bagi eksportir yang akan mengekspor kopi dalam bentuk olahan.

Penetapan PPN tersebut dimaksudkan pemerintah untuk mengurangi impor

produk kopi olahan dengan mencukupi kebutuhan produk olahan dalam negeri

dari produksi dalam negeri terlebih dahulu. Barang-barang olahan memiliki

nilai tambah yang tinggi sehingga nilai jualnya pun tinggi. Selain itu, ekspor

barang-barang olahan dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri di

pasar internasional. Padahal pemerintah dapat menyiasati pemenuhan produk

olahan dalam negeri dengan mengimpor kopi olahan yang memiliki harga yang

lebih rendah daripada nilai ekspor kopi dalam bentuk olahan yang memiliki

mutu yang jauh lebih tinggi. Namun, penetapan PPN tersebut menyebabkan

pengusaha enggan mengekspor produk olahan sehingga produk olahan seperti

kopi bubuk belum dapat diekspor, baru dikonsumsi oleh pasar dalam negeri.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai jual kopi yang lebih tinggi dalam

bentuk primer dapat dilakukan dengan menghasilkan kopi luwak. Kopi yang

proses pemisahan biji dengan kulitnya dilakukan oleh binatang luwak memiliki

Page 95: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

nilai jual yang sangat tinggi sebab hasilnya lebih nikmat dibanding kopi yang

diolah dengan mesin.

Kebijakan pemerintah terhadap input domestik dapat terlihat dari

Transfer Faktor bernilai positif sebesar 3.019.544,34 yang berarti bahwa biaya

input domesik yang dikeluarkan Kebun Getas/Assinan lebih besar dari yang

seharusnya.. Hal itu disebabkan oleh adanya pajak yang harus dibayarkan oleh

PTPN IX Kebun Getas/Assinan untuk menjalankan usahanya dan biaya bunga

modal yang dikeluarkan Kebun Getas/Assinan lebih besar dari yang seharusnya

karena tidak memperhitungkan tingkat inflasi. Pada perhitungan bunga modal

secara finansial sudah ditetapkan oleh masing-masing bank komersial. Hal itu

menyebabkan modal kerja Kebun Getas/Assinan menjadi lebih tinggi Rp

313.755,56/ha luas tanam kopi. Selain itu, biaya tenaga kerja yang dikeluarkan

PT Perkebunan Nusantara IX lebih tinggi Rp 2.7085.768,87/ha luas tanam kopi

dari harga sosialnya karena pemerintah hanya menetapkan Upah Minimun

Regional (UMR) sebesar Rp 800.000,00/orang/bulan dan untuk upah tenaga

kerja terdidik di daerah tersebut sebesar berkisar Rp 20.000,00/HKO sedangkan

perusahaan memberikan tambahan penghasilan dengan adanya insentif kepada

pekerja yang lembur dan pekerja yang memiliki prestasi yang baik. Perhitungan

upah tenaga kerja tak terdidik memperhitungkan tingkat pengangguran di

daerah penelitian. Kebun Getas/Assinan membayar upah tenaga kerja lepas

disesuaikan dengan tingkat kesulitan pekerjaannya dengan rata-rata Rp 22.500/

HKO dan rata-rata upah tenaga kerja terdidik sebesar Rp

1.009.444,95/bulan/bulan. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan Kebun

Getas/Assinan sama dengan nilai yang berlaku di daerah tersebut karena tidak

ada kebijakan pemerintah tentang sewa lahan.

Kebijakan pemerintah terhadap input asing terlihat dari Transfer Input

yang diperoleh dari analisis PAM. Nilai Transfer Input bernilai positif sebesar

260.213,20 menunjukkan bahwa Kebun Getas/Asinan membayar input

tradeable lebih tinggi 260.213,20 dari seharusnya. Besarnya dampak kebijakan

Page 96: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

pemerintah dalam hal input asing dapat diketahui dari nilai Nominal Protection

Coefficient on Tradable Inputs (NPCI) atau Koefisien Proteksi Input Nominal.

Nilai NPCI positif menunjukkan bahwa ada kebijakan pemerintah yang

menyebabkan kebun Getas/Asinan untuk membayar biaya input tradeable lebih

tinggi dari harga pada pasar persaingan sempurna. Nilai NPCI sebesar 1,09

menunjukkan bahwa PTPN IX Kebun Getas/Assinan membayar input asing

1,09 kali lebih tinggi dibanding harga sebenarnya. Hal ini disebabkan adanya

pajak impor yang diberikan pemerintah pada input tradeable yang digunakan.

Terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar terhadap input asing yang

merugikan pengusahaan kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan sebab membuat

biaya input asing menjadi lebih mahal. Pemerintah tidak memberikan subsidi

terhadap input tradeable berupa pupuk dan obat-obatan yang diimpor oleh

PTPN IX Kebun Getas/Assinan, tetapi memberikan subsidi terhadap bahan

bakar. Sedikitnya subsidi input tersebut menyebabkan Kebun Getas/Assinan

melakukan pengolahan kopi secara efisien dalam penggunaan input

produksinya.

Kebijakan pemerintah di bidang input dan output dapat dilihat dari

Transfer Bersih, Effective protection coefficient (EPC), Profitability coefficient

(PC) dan Subsidy Ratio to Producers (SRP). Nilai Transfer Bersih bernilai

positif sebesar 620.959,86 berarti menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah

terhadap input output memberikan keuntungan kepada kebun Getas/Assinan.

Hal itu terlihat dari keuntungan yang diperoleh Kebun Getas/Assinan lebih

besar dari yang seharusnya dengan adanya kebijakan pemerintah. Hal tersebut

dimaksudkan untuk memberikan insentif secara ekonomi bagi pengusahaan

kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan untuk dapat meningkatkan produksinya

dan mendorong daya saing.

Profitability coefficient (PC) atau koefisien keuntungan merupakan

pengaruh dari kebijakan pemerintah yang menyebabkan keuntungan

privat/finansial Kebun Getas/Asinan berbeda dengan keuntungan sosialnya.

Page 97: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Nilai PC merupakan indikasi yang menunjukkan dampak insentif dari semua

kebijakan input-output yang diterapkan oleh pemerintah berkaitan dengan

pengusahaan kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan. PC bernilai positif

menunjukkan bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberi insentif

pada Kebun Getas/Asinan. Nilai PC sebesar 1,08 menunjukkan bahwa

keuntungan finansial lebih tinggi 1,08 kali daripada keuntunagn sosialnya

akibat dari adanya kebijakan pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah pada

pengusahaan kopi PTPN IX Kebun Getas/Assinan diuntungkan karena Kebun

Getas/Assinan memperoleh keuntungan jauh lebih tinggi dari seharusnya. Secara

keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif bagi PTPN IX Kebun

Getas/Asinan. Kebijakan pemerintah yang menguntungkan tersebut dapat

mendorong Kebun Getas/Assinan untuk meningkatkan produksinya.

Effective protection coefficient (EPC) atau Koefisien proteksi efektif

merupakan gabungan NPCI dengan NPCO. EPC berfungsi untuk mengetahui

apa suatu sektor produksi dilindungi oleh kebijakan pemerintah atau tidak.

EPC bernilai1,13 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada output dan

input tradeable secara keseluruhan memberi keuntungan bagi Kebun

Getas/Assinan. Kebijakan pemerintah bertujuan untuk mendorong peningkatan

produksi kopi dalam negeri termasuk Kebun Getas/Assinan sebab secara

keseluruhan kebijakan pemerintah pada input dan output tradeable masih

menguntungkan bagi PTPN IX Kebun Getas/Asinan.

Sedangkan SRP merupakan rasio transfer bersih dengan penerimaan

sosial. SRP bernilai 0,02 menunjukkan proporsi penurunan penerimaan kotor

Kebun Getas/Asinan dengan tidak adanya kebijakan pemerintah. Apabila tidak

terdapat kebijakan pemerintah maka penerimaan kotor Kebun Getas/Assinan akan

menurun 0,02% yang berarti bahwa Kebun Getas/Assinan menerima subsidi positif

atau menerima inentif sebesar 0,02 satuan dengan adanya kebijakan pemerintah

dibanding dengan tidak adanya kebijakan pemerintah. Secara umum kebijakan

pemerintah yang ada memberikan dampak yang menguntungkan bagi PTPN IX

Page 98: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Kebun Getas/Assinan sehingga mendorong untuk meningkatkan daya saingnya di

pasar domestik maupun pasar internasional.

Kebijakan output mendorong untuk memperoleh penerimaan yang tinggi

dari produksi kopi dengan mutu tinggi yang dihasilkan PTPN IX Kebun

Getas/Assinan. Kebijakan pemerintah yang menetapkan PPN 10% bagi produk

olahan menyebabkan Kebun Getas/Assinan meningkatkan daya saing

produknya di pasar internasional dalam bentuk primer yang tidak terkena pajak

untuk memperoleh marjin keuntungannya dapat lebih tinggi. Kebijakan tersebut

selaras dengan pembebasan PPN bagi produk primer yang dapt mendukung

kebijakan pengetatan status ETK dengan syarat quota minimal ekspor sehingga

semakin banyak eksportir yang mendapatkan status ETK dan dapat produktif

mengekspor kopi.

Sedangkan kebijakan input yang ditetapkan pemerintah membuat Kebun

Getas/Assinan membayar biaya input lebih tinggi sehingga Kebun

Getas/Assinan berusaha untuk efisien dalam mengusahakan kopi dengan

memanfaatkan input-input yang ada secara optimal untuk menghasilkan kopi

dengan kualitas baik dan harga tinggi. Apabila harga kopi yang dihasilkan

kebun Getas/Assinan tinggi maka penerimaan yang diperoleh pun akan tinggi

sehingga memperoleh keuntungan yang tinggi. Untuk menghasilkan satu satuan

nilai tambah output hanya diperlukan biaya sumber daya domestik yang lebih

kecil dari satu baik pada harga privat maupun harga sosial. Hal itu

menunjukkan bahwa Kebun Getas/Assinan dapat mengusahakan kopi secara

efisien baik secara finansial maupun secara ekonomi sehingga dapat

disimpulkan bahwa Kebun Getas/Assinan memiliki keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif dalam mengusahakan kopi kering. Oleh karena itu,

kebijakan input dan kebijakan output secara keseluruhan berpengaruh dalam

pembentukan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif Kebun

Getas/Assinan.

Page 99: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa

kesimpulan berikut ini :

1. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan memiliki

Private Cost Ratio (PCR) sebesar 0,73 yang menunjukkan bahwa

perusahaan memeiliki keunggulan kompetitif dan Domestic Resources

Cost Ratio (DRCR) sebesar 0,72 yang menunjukkan bahwa perusahaan

memiliki keunggulan komparatif dalam mengusahakan kopi kering. Nilai

DRCR tersebut berarti bahwa untuk setiap dollar devisa Negara yang

dikelurkan untuk mengimpor komoditi kopi jika digunakan untuk

memproduksi di dalam negeri hanya dibutuhkan biaya sebesar 0,72 dollar.

Pemerintah dapat menghemat 0,28 dollar dari biaya impor yang harus

dikeluarkan sehingga lebih menguntungkan jika kopi diproduksi di dalam

negeri daripada melakukan impor.

2. Dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan kopi PT Perkebunan

Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan tercermin padan nilai Output

Transfer (OT) sebesar 3.900.717,40; Input Transfer (IT) sebesar

260.213,20; Factor Transfer (FT) sebesar 3.019.544,34; Net Transfer (NT)

sebesar 620.959,86; Nominal Protection Coefficient on Tradable Outputs

(NPCO) sebesar 1,13; Nominal Protection Coefficient on Tradable Inputs

(NPCI) sebesar 1,09; Effective protection coefficient (EPC) sebesar 1,13;

Profitability coefficient (PC) sebesar 1,08 dan Subsidy Ratio to Producers

(SRP) sebesar 0,02. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun

Getas/Assinan mengeluarkan biaya input asing dan input domestik lebih

tinggi dari harga seharusnya, tetapi kebebasan ekspor yang diberikan

pemerintah memberikan kesempatan perusahaan untuk memperoleh

penerimaan lebih besar sehingga keuntungannya pun lebih besar dari harga

sebenarnya. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah menguntungkan

87

Page 100: PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

bagi pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun

Getas/Assinan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut:

1. Keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif yang dimiliki PT

Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan harus terus

ditingkatkan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor

produksi terutama penggunaan tenaga kerja lepas yang lebih produktif

sehingga dapat menekan biaya tenaga kerja tak terdidik sehingga

perusahaan dapat menghemat biaya produksi.

2. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan juga dapat

meningkatkan daya saing produknya dengan meningkatkan produksi kopi

olahan yang sudah ada selama ini sebab nilai jualnya lebih tinggi dan

dikemas dengan baik sesuai dengan selera konsumen sehingga dapat

bersaing di pasar internasional.

3. Pengawasan terhadap setiap tahapan budidaya harus dilakukan lebih sering

dan lebih teliti seperti mencegah berkembangnya hama dan penyakit saat

budidaya untuk menghemat biaya penggunaan obat-obatan sehingga

menghasilkan biji kopi yang baik dengan produktivitas yang tinggi. Selain

itu, proses produksi kopi juga perlu pengawasan yang lebih teliti untuk

meminimalisasi kesalahan yang menyebabkan biji kopi menjadi rusak.

Dengan demikian, lebih banyak biji kopi bermutu baik maka rata-rata

penerimaan yang diperoleh PTPN IX Kebun Getas/Assinan pun lebih

tinggi sehingga dapat meningkatkan margin keuntungan.