PSIKO KOGNITIF; Penalaran

22
PSIKOLOGI KOGNITIF PENALARAN Disusun Oleh: Afifah Gilang Raka Pratama M. Syifaul Qulub Reza Inspirawan IV A

Transcript of PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Page 1: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

PSIKOLOGI KOGNITIF

PENALARAN

Disusun Oleh:

Afifah

Gilang Raka Pratama

M. Syifaul Qulub

Reza Inspirawan

IV A

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2009

Page 2: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

BAB I

PENDAHULUAN

Page 3: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penalaran dan Logika

Studi mengenai penalaran (reasoning) berkaitan erat dengan bagaimana manusia

mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari premis langsung maupun tidak

langsung. Titik berat dari penalaran adalah bagaimana sesorang menarik suatu kesimpulan,

dan mengevaluasi apakah kesimpulan yang dihasilkan itu valid atau tidak valid. Penalaran

terlibat di dalam proses pemecahan masalah, kerana memang beberapa bentuk penalaran

biasanya merupakan bagian dari pemecahan masalah itu sendiri (Ellis dan Hunt, 1993).

Hampir semua orang sependapat bahwa penalaran dan pemecahan masalah meruapakn

komponen penting dari intelegensi manusia (Solso, 1988).

Studi-studi tentang penalaran secara historis berhubungan langsung dengan studi-

studi mengenai logika. Studi-studi tentang logika yang merupakan bagian dari filsafat dan

matematika, mencoba untuk memahami baik dan yang jelek, atau secara logika dikatakan

sebagai argumen shahih ataupun tidak shahih.

a. Logika

Menurut Solso (1988) logika adalah ilmu pengetahuan tentang berpikir.

Sementara itu, berpikir adalah proses umum untuk mempertimbangkan berbagai isu di

dalam pikiran manusia. Kesimpulan logis atau tidak logis secara tidak langsung sangat

tergantung pada keshahihan argumentasinya. Di sana terlihat bahwa ia tidak secara

jelas menguraikan aspek-aspek apa yang dikaji oleh logika ilmu berpikir.

Eysenck (1984) mengatakan bahwa yang pokok di dalam sistem logika ialah

seperangkat prinsip-prinsip atau aturan-aturan mengenai penarikan kesimpulan

(inferensi); aturan-aturan ini merupakan pernyataan yang menentukan kesimpulan-

kesimpulan tertentu yang mencerminkan kebenaran premis-premis yang mendahului

kesimpulan itu.

Kesimpulannya, logika adalah suatu sistem berpikir formal yang di dalamnya

terdapat seperangkat aturan atau prinsip untuk menarik kesimpulan yang shahih dari

premis-premis yang menjadi sumbernya.

Contoh: ”Semua manusia tentu akan mati”

”Sania adalah manusia”

Jadi ” Sania tentu akan mati juga”

Page 4: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Kesimpulan yang diturunkan dari premis-premis atau pangkal pikir akan sedemikian

rupa, sehingga di dalamnya tampak terpolakan oleh aturan-aturan yang logis.

Meskipun sistem logika memberikan aturan-aturan bagi penalaran yang benar,

namun tidak dapat menggambarkan secara tepat bagaimana kebanyakan orang bernalar

di dalam kehidupan sehari-hari. Sesungguhnya banyak pemikir berpendapat bahwa

manusia seringkali tidak logis di dalam bernalar mengenai sesuatu hal atau kejadian

tertentu.

b. Penalaran

penalaran atau sering juga disebut jalan pikiran, menurut Keraf (1991) adalah

suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju

satu kesimpulan. Menurut Soekadijo (1988) penalaran adalah aktivitas menilai

hubungan proposisi-proposisi yang disusun di dalam bentuk premis-premis, kemudian

menentukan kesimpulan-kesimpulan. Pendapat serupa juga diberikan oleh Kafie (1989)

bahwa penalaran merupakan jalan pikiran (proses) ketika orang akan mengambil

kesimpulan tertentu. Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penalaran

ialah suatu proses kognitif dalam menilai hubungan di antara premis-premis yang

akhirnya menuju pada penarikan kesimpulan tertentu.

B. Jenis Keterampilan Penalaran

Secara umum penalaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar; penalaran

induktif dan penalaran deduktif. Penalaran yang menghasilkan kesimpulan lebih luas

daripada premis-premisnya disebut penalaran induktif. Penalaran yang menghasilkan

kesimpulan yang tidak lebih luas daripada premis-premisnya disebut penalaran deduktif.

Lebih lanjut Ellis dan Hunt (1993) memberikan penjelasan secara singkat, bahwa

penalaran yang melibatkan pencapaian kesimpulan yang didasarkan atas asumsi-asumsi

yang diketahui kebenarannya disebut penalaran deduktif.

Contoh penalaran silogisme linier:

Maman lebih tinggi daripada Ja’far (1)

Ja’far lebih tinggi daripada Hamdan (2)

Jadi, Maman lebih tinggi daripada Hamdan (3)

Jika diasumsikan bahwa pernyataan pertama dan kedua benar, maka kesimpulan yang

mengikutinya juga benar. Penalaran deduktif sebagaimana dicontohkan itu, melibatkan

pencapaian suatu kesimpulan yang didasarkan atas asumsi-asumsi umum atau premis-

Page 5: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

premis yang shahih. Jika aturan-aturan logika deduktif diikuti, maka kesimpulan deduktif

harusnya dianggap shahih.

Sebaliknya, penalaran induktif adalah suatu proses penarikan kesimpulan berdasarkan

atas kejadian-kejadian khusus. Suatu induksi merupakan suatu yang cenderung dibenarkan

atas dasar pengalaman yang lalu, tetapi tentu tidak menjamin hal tersebut benar secara

mutlak.

Stenberg membagi keterampilan penalaran, atau disebut juga keterampilan intelektual

yang didasarkan atas teori sub-komponen dan tinjauan pemprosesan informasi kognitif

ditinjau dari kawasan tugas, keterampilan penalaran dibedakan menjadi dua: penalaran

induktif, dan penalaran deduktif. Penalaran induktif terdiri atas dua kelompok: analogi, dan

klasifikasi; sedang analogi terdiri dari dua sub bagian, yakni analogi hubungan sebab-

akibat, asosiasi, dan hubungan bagian-keseluruhan. Penalaran deduktif terbagi ke dalam

dua kelompok: silogisme kategorik dan silogisme linier, yang di dalamnya tidak memiliki

sub bagian yang lebih kecil seperti hal nya pada penalaran analogi-induktif.

Sternberg sendiri menamakan struktur pembagian keterampilan penalaran itu sebagai

sesuatu yang tidak lengkap, karena masih memungkinkan orang lain menambahkan jenis

penalaran lain di dalamnya. Ternyata memang demikian, ada jenis penalaran lain yang

belum termasuk pembagian menurut Sternberg, yakni penalaran kondisional yang oleh para

ahli dimasukkan ke dalam penalaran deduktif seperti Overton, Noveck, Black, dan

O’Brien. Dengan demikian, apa yang dikemukakan oleh Sternberg itu dapat ditambahkan

lagi, yaitu penalaran kondisional (proporsional).

Keterampilan Penalaran

Penalaran Induktif Penalaran Deduktif

Analogi Hubungan Analogi Penalaran Silogisme Silogisme Penalaran

Sebab akibat Hubungan bagian- Klasifikasi Kategorik Linier Kondisional

Total+asosiasi

C. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan informasi baru

berdasarkan informasi lama (yang tersimpan dalam ingatan). Penalaran deduktif bertujuan

Page 6: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang shahih, atau konklusi-koklusi yang benar

berdasarkan premis-premis atau pengamatan yang mendahuluianya. Studi-studi tentang

penalaran deduktif yang mendasarkan pada mekanisme mental hampir sama tua dengan

psikologi eksperimen. Oleh karena terdasapat masalah yang kontroversial berkaitan dengan

fenomena penalaran deduktif, beberapa penelitian juga masih terus dilakukan oleh para

ahli.

a. Teori Penarikan Kesimpulan

Menurut Johnson-Laird, Byrne, dan Tabossi (1989) terdapat tiga pandangan

pokok yang diajukan baik di dalam psikologi kognitif maupun intelegensi buatan.

1. Teori aturan Formal

Menurut teori aturan formal beranggapan bahwa mekanisme penarikan

kesimpulan meliputi langkah-langkah: (1) seseorang harus membentuk seperti pada

model logika mengenai premis-premis, dan membuat interpretasi di dalam bahasa

internal sehingga melahirkan struktur sinteksis, (2) aturan formal penyimpulan

digunakan untuk melahirkan kesimpulan-kesimpulan.

2. Teori Aturan Khusus Isi

Gagasan mengenai aturan khusus isi untuk penarikan kesimpulan pertama kali

diajukan dalam konteks intelegensi buatan atau tiruan, lalu dikaitkan dengan

pengembangan sistem hasil.

Orang-orang dibimbing oleh skema penalaran pragmatis; suatu aturan umum

yang dipakai untuk sekelompok tujuan khusus.

Contoh skema ”keperbolehan”; jika tindakan A dilakukan maka prakondisi B

harus dipuaskan, jika prakondisi B tidak terpuaskan maka tindakan A harus tidak

dilakukan.

3. Teori Model Mental

Teori ini memiliki asumsi bahwa model-model mental mempunyai struktur

yang sama seperti situasi-situasi yang direpresentasikan. Teori model mental telah

berhasil diuji oleh Johnson-Laird dan kawan-kawan (1989) baik dalam bentuk

premis kuantifikasi tunggal (misalnya, semua psikolog adalah eksperimental),

penalaran dua dimensi hubungan spatial, maupun penalaran proporsional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpulan yang meminta konstruksi

hanya satu model akan lebih mudah daripada yang melebihi satu model.

Setiap penalaran memiliki aturan-aturan penyimpulan tersendiri yang berbeda

satu dengan yang lain. Selama satu dasawarsa terakhir para peneliti lebih

Page 7: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

mencurahkan perhatiannya pada bagaimana pemprosesan informasi ketika orang-

orang sedang bernalar, sehingga menghasilkan kesimpulan menurut aturan-aturan

penalaran tertentu.

b. Silogisme Kategorik

Silogisme katagorik adalah suatu bentuk formal dari deduksi yang terdiri atas

proposisi-proposisi kategorik. Silogisme kategorik mencakup tiga langkah: premis

major, premis minor, dan kesimpulan

Contoh: Semua pahlawan adalah orang berjasa (1)

Kartini adalah seorang pahlawan (2)

Jadi, Kartini adalah orang yang berjasa (3)

Pada contoh, pertanyaan pertama merupakan premis major atau proposisi

universal. Pernyataan kedua sebagai premis minor, sedangkan pernyataan ketiga

adalah kesimpulan yang diturunkan dari premis pertama dengan bantuan dari

pernyataan kedua.

Bentuk Dasar Silogisme Kategorik

Premis major Semua M adalah P Semua buruh adalah pekerja

Premis minor Semua S adalah M Semua tukang batu adalah buruh

Kesimpulan Semua S adalah P Semua tukang batu adalah pekerja

Jenis kalimat yang digunakan di dalam silogisme kategorik

A Semua S adalah P Semua psikolog adalah jujur

B Tidak ada S adalah P Tidak ada pelajar adalah guru

I Beberapa S adalah P Beberapa pelajar adalah mahasiswa

O Beberapa S adalah bukan P Beberapa ilmuan adalah bukan pelajar

c. Silogisme Linier

Silogisme Linier didefinisikan sebagai suatu sistem penarikan kesimpulan

melalui dua premis atau lebih yang menggambarkan adanya hubungan diantara bagian-

bagian dari satu premis dengan premis lainnya. Bentuk silogisme linier biasanya

digunakan dengan lebel seperti: A > B dan B > C (A lebih besar daripada B; B lebih

besar daripada C).

Contoh: (1) Gajah kebih besar daripada harimau.

Harimau lebih besar daripada kucing.

Page 8: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Binatang apa yang paling besar?

Bagian premis yang tumpang tindih pada contoh adalah ”harimau”. Untuk dapat

menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu seseorang harus mencapai kesimpulan

yang menghubungkan antara bagian dari satu premis dengan premis lain yang tidak

tumpang tindih, dalam contoh adalah “gajah dan kucing”.

Pada penalaran ini selain adan bagian tertentu yang tumpang tindih diantara

premis-premisnya, juga terdapat kata sifat penghubung yang membandingkan bagian-

bagian di dalam suatu premis yang digunakan juga pada premis yang lain secara sejajar.

d. Penalaran Proporsional

Pada penalaran proporsional semua proposisi direpresentasikan melalui simbol:

”p dan q”, dan ketika diketahui ”p”, maka ”q” yang menjadi implikasi atau

kesimpulannya. Penalaran ini sering juga disebut penalaran kondisional atau penalaran

probabilistik, karena menggunakan kalimat bersyarat ”jika...maka”, yakni didasarkan

pada modus ponen dan kontra positif atau aturan modus tollen.

Contoh: Jika saya haus maka saya minum p q

Saya haus p

Oleh sebab itu, saya minum q

Aturan penalaran ini dapat juga diterangkan dengan simbol: ”jika p maka q; p

maka q:, dan ”jika p maka q; bukan q maka tidak p” sebagai hubungan antesedan dan

konsekuen.

Terdapat empat jenis pokok dari argumen modus ponen seperti contoh pada

tabel. Argumen 1 dan 2 merupakan contoh penarikan kesimpulan yang shahih (valid).

Argumen 3 dan 4 adalah contoh penyimpulan yang tidak shahih (invalid). Argumen

nomer 3 merupakan kasus yang sangat menarik, sebab kesalahan logika sering dibuat

seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun aktivitas ilmiah.

Argumen Modus Ponen bagi Penalaran Kondisional

1. jika Johan cerdas, maka ia kaya .p – q

Johan Cerdas p Shahih

Oleh karena itu, Johan kaya

2. Jika Johan cerdas, maka ia kaya p -- q

Johan tidak cerdas -q Shahih

Oleh karena itu, Johan tidak cerdas -p

3. Jika Johan cerdas, maka ia kaya p – q

Johan kaya q Tidak Shahih

Page 9: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Oleh karena itu, Johan cerdas p

4. Jika Johan cerdas, maka ia kaya p – q

Johan tidak cerdas -p Tidak Shahih

Oleh karena itu, Johan tidak kaya -q

Banyak penalaran ilmiah yang melibatkan tindakan prediksi dari sebuah teori,

pengujian hipotesis, dan pembuatan keputusan tertentu apabila hasil penelitian ternyata

mendukung teori itu.

D. Penalaran Induktif

Nisbett, Krantz, Jepson, dan Kunda (1983) berargumentasi bahwa penalaran induktif

merupakan aktivitas manusia dalam pemecahan masalah yang memiliki arti sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari dan berada dimana-mana. Pembentukan konsep, generalisasi

contoh-contoh, dan tindakan membuat prediksi, semuanya merupakan contoh-contoh

penalaran induktif.

Penalaran induktif dapat menjadi benar jika memenuhi tiga kriteria: prinsip statistik,

generalisasi, dan prediksi (Nisbett, Krantz, Jepson, dan Kunda, 1983). Penalaran induktif

harus memenuhi prinsip-prinsip statistik tertentu. Misalnya konsep-konsep seharusnya

dapat dilihat dan diterapkan dengan lebih meyakinkan apabila konsep-konsep itu memakai

jarak yang sempit di antara objek-objek yang didefinisikan secara jelas daripada konsep-

konsep yang memakai jarak yang luas, beraneka ragam, dan didefinisikan secara tidak jelas

yang dapat dikacaukan dengan objek di luar konsep itu. Pada generalisasi induktif

seharusnya lebih meyakinkan seandainya generalisasi didasarkan pada jumlah contoh yang

lebih besar dan juga bukan contoh yang menyimpang; juga seharusnya pertanyaan lebih

ditunjukan kepada variabilitas yang tinggi. Suatu prediksi seharusnya menjadi lebih dapat

dipercaya apabila didasarkan pada korelasi yang tinggi antara dimensi-dimensi dari

prediksi yang dibuat.

a. Penalaran Klasifikasi

Sebagai salah satu bentuk penalaran induktif, penalaran klasifikasi merupakan

suatu proses penarikan kesimpulan umum yang diturunkan dari beberapa contoh objek

atau peristiwa khusus yang serupa. Penalaran ini sering disebut generalisasi induktif.

Contoh: Adik saya adalah sarjana ekonomi UGM

Kakak saya adalah sarjana psikologi UGM

Saya sendiri adalah sarjana tekhnik UGM

Page 10: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Jadi, semua keluarga saya adalah sarjana UGM

Hasil penalaran generalisasi induktif juga disebut generalisasi. Penalaran ini

terutama digunakan untuk menemukan hukum, prinsip, penyusunan teori, atau

hipotesis.

b. Penalaran Analogi

Analogi atau sering disebut analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang

bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan

bahwa apa yang berlaku bagi peristiwa yang satu akan berlaku juga bagi yang lain

(Keraf, 1991).

Contoh: A kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker

B kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker

C kebanyakan merokok

Jadi, C juga terkena penyakit kanker

Pada contoh itu, apa yang dialami oleh A dan B sebagai penderita penyakit

kanker akibat kebanyakan merokok, juga diberlakukan pada C yang memiliki kebiasaan

serupa, yakni kebanyakan merokok, tanpa dibuktikan terlebih dahulu.

Penalaran analogi menurut Sternberg (1977) dapat menembus ke dalam

kehidupan sehari-hari. Seseorang menggunakan penalaran analogi ketika ia membuat

keputusan tentang suatu hal yang baru di dalam pengalamanya melalui penarikan

kesimpulan yang sejajar dengan sesuatu yang lama.

Di bidang pendidikan dan pengajaran, analogi merupakan suatu alat pengajaran

yang sangat berguna karena dapat mendorong transfer atau mapping tentang hubungan-

hubungan abstrak di antara kawasan pengetahuan yang telah dikenal dengan

pengetahuan yang kurang dikenal atau baru yang menjadi kawasan target (Zook dan Di

Vesta, 1991).

Psikologi diferensial sudah lama mengenal hubungan erat antara penalaran

analogi dengan inteligensi.

Spearman meyakini bahwa dapat dipastikan jika tes-tes analogi disusun dan

digunakan secara tepat akan memiliki korelasi dengan semua faktor ”g” (IQ). Raven

juga berpendapat serupa bahwa penalaran analogi merupakan pusat dari inteligensi

manusia. Kemampuan intelektual yang didefinisikan sebenarnya serupa dengan

kemampuan bernalar analogis, karena melibatkan kesadaran individu mengenai

hubungan-hubungan di antara ciri-ciri tertentu yang dialami.

Page 11: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

Penalaran analogi termasuk jenis penalaran yang banyak diteliti para ahli

psikologi kognitif baik yang menyangkut proses maupun strategi berpikir analogis.

Hasil penelitian Sternberg (1977) menemukan hubungan antara faktor ”g” atau general

intelligent dengan skor penalaran analogi sebagai berikut: people-piece 0.74, analogi

verbal 0.87, dan analogi geometrik 0.68. Ia lebih lanjut menyimpulkan bahwa penalaran

analogi dapat menjadi ukuran yang diandalkan bagi inteligensi umum, sebab banyak

aspek inteligensi yang tercakup di dalamnya.

Penalaran analogi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu analogi hubungan

sebab-akibat, dan hubungan bagian keseluruhan + asosiasi. Pada analogi hubungan

sebab-akibat, seseorang menganalogikan dua hal atau kejadian yang serupa menurut

sifat-sifat tertentu berdasarkan struktur hubungan sebab-akibat.

Analogi hubungan bagian-total atau bagian keseluruhan ialah proses

penyimpulan yang mempersamakan dua kejadian yang sebenarnya berbeda, karena

keduanya memiliki kesamaan sifat-sifat tertentu menurut strukrur hubungan bagian-

keseluruhan

E. Pendidikan dan Pelatihan Penalaran

a. Pendidikan dan Kemampuan Penalaran

Lehman, Lempert, dan Nisbet (1988) meneliti pengaruh berbagai bidang ilmu

yang diajarkan pada pendidikan Program Master terhadap kemampuan penalaran

mahasiswa. Berbagai bidang itu dikategorikan menjadi: bidang hukum termasuk

kategori non-ilmu pengetahuan,bidang kedokteran dan psikologi untuk kategori ilmu

pengetahuan probabilistik, dan bidang kimia untuk kategori ilmu pengetahuan

deterministik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang telah belajar

ilmu pengetauan probabilistik mengalami peningkatan pada kemampuan penalaran

statistik dan metodologis. Mahasiswa-mahasiswa yang telah belajar baik dibidang ilmu

pengetahuan probabilistik maupun non ilmu pengetahuan mengalami peningkatan

kemampuan penalaran kondisional. Bagi mahasiswa yang telah belajar dibidang ilmu

pengetahuan deterministik(kimia) tidak mengalami peningkatan apapun dari ketiga

penalaran tersebut.

Penelitian Longitudinal yang dilakukan oleh Lehman dan Nisbet (1990)

terhadap mahasiswa-mahasiswa program pendidikan sarjana muda atau setara dengan

S1 di Indonesia, mengenai kemampuan penalaran mereka setelah mengikuti program

ppada bidang pendidikan selama empat tahun. Berbagai bidang studi yang dipilih

Page 12: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

mahasiswa dikategorikan menjadi: ilmu sosial, yang meliputi antropologi, ekonomi,

ilmu politik, sosiologi, dan psikologi; untuk ilmu pengetahuan alam mencakup biologi,

kimia, mikrobiologi dan fisika; untuk humanistik meliputi komunikasi, bahasa inggris,

sejarah, jurnalistik, ilmu bahasa, dan filsafat. Penelitian ini menemukan bahwa

pendidikan dan pelatihan pada bidang ilmu-ilmu sosial mempunyai pengaruh yang

sangat besar terhadap kemampuan penalaran metodologi dan statistik. Sementara

itu,bidang ilmu pengetahuan alam dan humanistik pengaruhnya sangat kecil terhadap

kedua penalaran ini meskipun tetap ada. Program pendidikan dibidang ilmu

pengetahuan alam dan humanistik berpengaruh terhadap kemampuan penalaran

kondisional mengenai masalah sehari-hari sedangkan pada ilmu sosial tidak

berpengaruh sama sekali.

Temuan-temuan itu dapat disimpulkan bahwa suatu program pendidikan yang

diikuti oleh seseorang berpengaruh terhadap kemampuan penalaran tertentu. Perbedaan

pengaruh di antara berbagai bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan disebabkan oleh

perbedaan sistem masing-masing ilmu pengetahuan dan penekanannya.

b. Pelatihan Penalaran

Penalaran merupakan kemampuan berpikir atau keterampilan intelektual yang

dapat ditingkatkan melalui pelatihan secara langsung dan intensif. Adapun yang

dimaksud dengan pelatihan penalaran adalah serangkaian tugas mengerjakan soal-soal

atau problem-problem penalaran yang dilakukan secara berulang-ulang,sehingga

seseorang atau sekelompok orang menjadi lebih terampil didalam menarik kesimpulan

menurut prinsip-prinsip penalaran. Misalnya seseorang terampil menarik kesimpulan-

kesimpulan secara induktif karena ia menguasai prinsip-prinsip penalaran induktif.

Seseorang terampil menarik kesimpulan-kesimpulan secara deduktif, karena ia

menguasai prinsip-prinsip penalaran deduktif. Dengan demikian, pelatihan penalaran

tidak ditujukan untuk mengajarkan pengetahuan atau teori tentang prinsip-prinsip

penalaran tertentu tetapi lebih menekankan pada penguasaan prinsip-prinsip itu dan

penerapannya.

Suharnan dan Wirawan (1993) telah mengadakan penelitian eksperimental

untuk mengetahui pengaruh pelatihan penalaran terhadap keterampilan belajar konsep.

Subjek eksperimen adalah siswa sekolah SMA. Mereka dibagi menjadi 2 kelompok:

kelompok pertama adalah siswa-siswa yang diberi latihan penalaran induktif,dan

kelompok kedua diberi latihan penalaran deduktif. Berdasarkan analisi data tentang

nilai atau skor yang diperoleh mereka selama mengikuti pelatihan, menunjukkan bahwa

Page 13: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

siswa-siswa mengalami peningkatan keterampilan penalaran secara signifikan, baik

mereka yang tergabung dalam kelompok deduktif atau induktif.

Klauer (1996) mengadakan penelitian eksperimental dengan tujuan melatih

anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual tinggi (IQ 115-139) untuk

meningkatkan kemampuan berpikir induktif mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa mereka mengalami kenaikan kemampuan berpikir induktif dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dan sebelumnya, ia menyimpulkan

bahwa program pelatihan berpikir atau penalaran induktif dapat dilakukan secara

efektif kepada anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual tinggi ataupun

rerata/biasa.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

keterampilan penalaran yang merupakan bagian penting dari kemampuan berpikir atau

intelektual dapat ditingkatkan melalui serangkaian pelatihan yang secara sengaja

dirancang untuk itu. Dengan demikian tidak alasan yang cukup kuat bagi seseorang

untuk mengatakan bahwa keterampilan intelektual manusia tidak dapat ditingkatkan.

Page 14: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

BAB III

PENUTUP

Penalaran merupakan salah satu keterampilan intelektual penting dan biasanya menjadi

bagian dalam sistem logika. Sementara itu, logika merupakan bagian penting dari

proses berpikir dan pemecahan masalah, yang ketiganya tidak dapat dipisahkan antara

satu sama lainnya.

Secara garis besar penalaran dibagi menjadi dua macam: penalaran induktif dan

penalaran deduktif. Penalaran induktif, bermula dari hal-hal khusus menuju pada

kesimpulan umum atau sejajar, sementara penalaran deduktif bermula dari halhal yang

umum menuju kesimpulan yang khusus

Suatu program pendidikan (studi) yang ditempuh seseorang dapat mempengaruhi

kemampuan atau keterampilan penalaran tertentu. Hal ini disebabkan oleh sistem yang

berlaku pada disiplin ilmu yang diajarkan pada program studi itu.

Keterampilan penalaran baik penalaran induktif maupun penalaran deduktif dapat

ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan yang dirancang untuk iyu. Misalnya, jika

diharapkan anak-anak di sekolah memiliki keterampilan penalaran induktif, maka

mereka harus diberikan banyak tugas mengerjakan soal-soal penalaran induktif.

Page 15: PSIKO KOGNITIF; Penalaran

DAFTAR PUSTAKA

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Penerbit Srikandi

Surajiyo, dkk. 2006. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara