PSB CAHAYA.doc
-
Upload
herman-santoso-pakpahan -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
Transcript of PSB CAHAYA.doc
MAKALAH
FISIKA DASAR II
CAHAYA
DISUSUN OLEH
ADI ROHANDI
KARNELASATRI
NORA ROTUA
RATIH PUSPITA DEWANTI
\
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGATAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA
DESEMBER, 2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat
dan anugerahNyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
memotifasi kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
”CAHAYA” untuk memenuhi proyek skala besar dari tugas Fisika Dasar II. Kami
memohon maaf jika terdapat banyak kekurangan dari makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karana itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotifasi
kami agar lebih baik dalam pembutan makalah selanjutnya. Akhirnya, kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Banjarbaru, Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI………………………..…………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......………….…………………………….........………….1
1.2 Tujuan…………………………..….………………………………………
1
1.3 Batasan Masalah…………………………..………………...……………..2
BAB II ISI
2.1 Negara Hukum di Indonesia…………………………………….……….3
2.2 Pembagian Hukum………………………………………………….....4
2.3 Hukum yang Terjadi di Indonesia…………………………………….4
2.4 Pengertian HAM…………………………………………………………6
2.5 Pembicaraan tentang HAM………………………………………………7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..9
3.2 Saran……………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cahaya menurut Newton (1642-1727) terdiri dari partikel-partilkel ringan
berukuran sangat kecil yang dipancarkan oleh sumbernya ke segala arah dengan
kecepatan yang sangat tinggi. Sementara menurut Huygens (1629-1695), cahaya
adalah gelombang seperti bunyi. Perbedaan antara keduanya hanya pada
frekuewensi dan panjang gelombang saja.
Pada zaman Newton dan Huygens hidup, orang-orang beranggapan bahwa
gelombang yang merambat pasti membutuhkan medium. Padahal ruang antara
bintang-bintang dan planet-planet merupakan ruang hampa (vakum) sehingga
menimbulkan pertanyaan apakah yang menjadi medium rambat cahaya matahari
sampai ke bumi jika cahaya merupakan gelombang seperti yang dikatakan
Huygens. Inilah kritik orang terhadap pendapat Huygens. Kritik ini dijawab oleh
Huygens dengan memperkenalkan zat hipotetik (dugaan) bernama eter. Zat ini
sangat ringan, tembus pandang dan memenuhi seluruh alam semesta. Eter
membuat cahaya yang berasal dari bintang-bintang sampai ke bumi.
Walaupun keberadaan eter belum dapat dipastikan di dekade awal Abad 20,
berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti Thomas Young
(1773-1829) dan Agustin Fresnell (1788-1827) berhasil membuktikan bahwa
cahaya dapat melentur (difraksi) dan berinterferensi. Gejala alam yang khas
merupakan sifat dasar gelombang bukan partikel. Percobaan yang dilakukan oleh
Jeans Leon Foulcoult (1819-1868) menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya
dalam air lebih rendah dibandingkan kecepatannya di udara. Padahal Newton
denganteori emisi partikelnya meramalkan kebaikannya. Selanjutnya Maxwell
(1831-1874) mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dibangkitkan oleh gejala
kelistrikkan dan kemagnetan sehingga tergolong gelombang elektomagnetik.
Sesuatu yang yang berbeda dengan gelombang bunyi yang tergolong gelombang
mekanik. Gelombang elekromagnetik dapat merambat dengan atau tanpa medium
dan kecepatan rambatnyapun amat tinggi bila dibandingkan dengan gelombang
bunyi. Gelombang elekromagnetik merambat dengan kecepatan 300.000 km/s.
Kebenaran pendapat Maxwell tak terbantahkan ketika Hertz (1857-1894) berhasil
membuktikan secara eksperimental yang disusun dengan penemuan-penemuan
berbagai gelombang yang tergolong gelombang elekromagnetik seperti sinar x,
sinar gamma, gelombang mikro RADAR dan sebagainya.
Dewasa ini pandangan bahwa cahaya merupakan gelombang elektomagnetik
umum diterima oleh kalangan ilmuwan, walaupun hasil eksperimen Michelson
dan Morley di tahun 1905 gagal membuktikan keberadaan eter seperti yang di
sangkakan keberadaan oleh Huygen dan Maxwell.
Di sisi lain pendapat Newton tentang cahaya menjadi partikel tiba-tiba
menjadi polpuler kembali setelah lebih dari 300 tahun tenggelam di bawah
populeritas pendapat Huygens. Dua fisikawan pemenang hadiah Nobel Max Plack
(1858-1947) dan Albert Einstein mengemukan teori mereka tentang foton.
Berdasarkan hasil penelitian tentang sifat-sifat termodinamika radiasi benda
hitam, Planck menyimpulkan bahwa cahaya di pancarkan dalam bentuk-bentuk
partikel kecil yang disebut kuanta. Gagasan Planck ini kemudian berkembang
menjadi teori baru dalam fisika yang disebut teori Kuantum. Dengan teori ini,
Einstein berhasil menjelaskan peristiwa yang dikenal dengan nama efek foto
listrik, yakni pemancaran elekton dari permukaan logam karena lagam tersebut di
sinari cahaya.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
a. Mengetahui pengertian cahaya dan sifat-sifatnya.
b. Menurunkan hukum Snellius dalam pembiasan cahaya.
c. Menjelaskan aplikasi hukum pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-
hari.
1.3 Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini tim penulis menggunakan metode ilmiah
dengan mencari bahan-bahan berupa jurnal, referensi dari perpustakaan, serta
artikel-artikel melalui media internet.
1.4 Batasan Masalah
Melalui makalah ini penulis akan membatasi masalah pada pendalaman
materi serta latihan yang dapat membantu pemahaman mengenai materi impuls,
momentum dan tumbukan.
BAB II
ISI
2.1 Cahaya
Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elekromagnetik
yang bisa dilihat dengan mata. Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1
meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458 detik.
Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik. Cahaya dibiaskan apabila
bergerak miring melalui medium yang berbeda seperti dari udara ke kaca lalu
melewati air. Keadaan ini disebut sebagai pembiasan cahaya. Hal ini karena
cahaya bergerak lebih cepat di medium yang kurang padat. Namun cahaya yang
datang dengan sudut datang 90 derajat, (tegak lurus) melalui medium yang
berbeda tidak dibiaskan. Contoh hal pembiasan dalam hal sehari-hari adalah
seperti pada kasus sedotan minuman yang kelihatan bengkok dan lebih besar di
dalam air, atau pada kasus dasar kolam kelihatan lebih cetek dari kedalaman
sebenarnya.
Pantulan cahaya itu lebih baik dan teratur pada permukaan yang rata.
Pantulan cahaya agak kabur pada permukaan yang tidak rata. Cermin dan
permukaan air yang jernih serta tenang adalah pemantul cahaya yang baik. Ini
membuat kita dapat melihat wajah dan badan kita di dalam cermin.
PEMANTULAN (REFLEKSI)
Gbr. Pemantulan (Refleksi)
Pada proses pemantulan berlaku:
• sinar datang d, garis normal N dan sinar pantul
p terletak pada bidang datar
• sudut datang (a) = sudut pantul (b)
PEMBIASAN (REFRAKSI)
Gbr. Pembiasan (Refraksi)
Pada proses pembiasan berlaku Hukum
SNELLIUS:
• sinar datang dari medium kurang rapat (n1)
menuju medium lebih rapat (n2) akan
dibiaskan mendekati garis normal, begitu juga
sebaliknya.
sin i / sin r = n2 / n1 = v1 / v2 = kontanta
• karena v = f . l dan f adalah konstan pada saat
sinar melalui bidang batas n1 - n2 maka sin i /
sin r = l1 / l2
PEMANTULAN SEMPURNA
Syarat terjadinya pemantulan sempurna:
• sinar datang dari n2 menuju ke n1, dimana n2 > n1
•sudut datang (i) lebih besar daripada sudut batas
(Fb) atau i > Fb
sin Fb = n1 / n2
CONTOH-CONTOH PEMBIASAN:
Benda tidak terlihat pada tempat sebenarnya
n2 / n1 = Y2 / Y1
Y1 = kedalaman sesungguhnya
Y2 = kedalaman semu
Gbr. Contoh Pembiasan 1
Pembiasan Oleh Keping Paralel
t = d sin (i - r)/cos r
d = tebal keping
t = pergeseran sinar ke luar terhadap sinar masukGbr. Contoh Pembiasan 2
PEMBIASAN PADA PRISMA
Gbr. Pembiasan Pada Prisma
Sudut deviasi d adalah sudut antara arah
sinar masuk dan arah sinar ke luar prisma.
d = i1 + r2 - b
Jika BA = BC Þ i1, maka deviasi menjadi
sekecil-kecilnya Þ deviasi minimum (dm).
sin 1/2 (b + dm) = n2/n1 sin 1/2 b
Jika b (sudut pembias prisma) kecil sekali (b < 15) maka Þ
dm = ( n2/n1 - 1)b