Pruritus

8
Pruritus Pruritus ialah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai penyakit kulit, maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine materia. Pruritus esensial disebabkan oleh atau berasosiasi dengan banyak keadaan. Ada kalanya disebut pruritus simptomatik. 1 Pruritus bervariasi dalam hal durasi, lokalisasi, dan tingkat keparahannya. Rasa gatal dapat dirasakan hanya pada satu tempat, beberapa tempat, maupun bisa juga dirasakan di seluruh permukaan tubuh. Pruritus yang muncul bisa hanya ringan saja, atau sangat hebat, menetap, dan menyebabkan stress mental. Pruritus kronis dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. 2 Patofisiologi Pruritus Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri. Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik

description

iseanad

Transcript of Pruritus

Page 1: Pruritus

Pruritus

Pruritus ialah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.

Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai penyakit kulit,

maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine materia. Pruritus esensial disebabkan oleh

atau berasosiasi dengan banyak keadaan. Ada kalanya disebut pruritus simptomatik.1

Pruritus bervariasi dalam hal durasi, lokalisasi, dan tingkat keparahannya. Rasa gatal dapat

dirasakan hanya pada satu tempat, beberapa tempat, maupun bisa juga dirasakan di seluruh

permukaan tubuh. Pruritus yang muncul bisa hanya ringan saja, atau sangat hebat, menetap,

dan menyebabkan stress mental. Pruritus kronis dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.2

Patofisiologi Pruritus

Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus.

Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal

bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia

grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus

spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron

ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri.

Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik perhatian terhadap stimulus

yang tidak terlalu berbahaya (mild surface stimuli), sehingga diharapkan ada antisipasi untuk

mencegah sesuatu terjadi. Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran

dan penemuan teknik mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf C dapat diukur

menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil menemukan serabut saraf yang

terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls gatal, dan dengan demikian telah mengubah

paradigma bahwa pruritus merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan.3

Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli, tickling sensation) merupakan saraf yang

sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah ditemukan

serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer,

maupun di sistem saraf pusat.4 Ini merupakan serabut saraf tipe C – tak termielinasi. Hal ini

Page 2: Pruritus

dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade

terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi.4

Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya menghantarkan sensasi pruritus.

Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal (merespons

stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor

mekano-insensitif, yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus

kimiawi. Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut dengan histamin

negatif), sedangkan hanya 5% yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan

demikian, histamine adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain

dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang

oleh temperatur.3

Macam-macam penyebab pruritus:

1. Pruritus Gravidarum

Merupakan pruritus yang diinduksi oleh estrogen dan kadang – kadang ada

hubungannya dengan kolestasis (obstruksi dan stasis di dalam saluran empedu).

Pruritus terutama terdapat pada trimester terakhir kehamilan, mulai pada abdomen

atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada kalanya pruritus disertai anoreksia,

nausea, atau muntah. Obyektif terlihat ekskoriasi akibat bekas garukan. Pruritus akan

menghilang sesudah penderita melahirkan, tetapi dapat residif pada kehamilan

berikutnya. Ikterus kolestatik timbul setelah penderita mengalami pruritus 2 – 4

minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh garam empedu dalam kulit.

2. Senilitas

Kulit senil yang kering dan mudah menderita fisur (chapped skin) mudah menjadi

pruritik. Pruritus dapat terjadi dengan atau tanpa reaksi inflamatorik. Rasa gatal

terjadi oleh karena stimulasi yang amat ringan, seperti gosokan dengan pakaian atau

perubahan suhu di sekitar penderita. Lokalisasi tersering ialah daerah genital eksterna,

perineal, dan perianal.

Page 3: Pruritus

Selain pruritus senilis sine materia pada orang tua, ada pula pruritus yang merupakan

permulaan dermatitis eksfoliativa generalisata (eritroderma). Kadang – kadang

terdapat genesis dermatitis seboroik atau psoriasis.

3. Penyakit Hepar

Pruritus hepatikum merupakan gejala kutan yang utama pada penyakit hati dan

biasanya disertai kolestasis. Pruritus dianggap berasosiasi dengan garam empedu,

intensitas perasaan gatal sebanding dengan konsentrasi garam empedu di dalam darah,

tidak sebanding dengan derajat warna kuning kulit.

Pruritus sebagai ekspresi kolestasis merupakan tanda adanya obstruksi pada empedu

(obstructive billiary disease). Perasaan gatal lebih banyak bila penyakit disertai

ikterus. Obstruksi dapat berlokalisasi intra atau ekstra-hepatal.

Pruritus dapat pula sebagai efek samping obat – obat yang memberi obstruksi biliar

intra-hepatal, misalnya klorpromazin, intra atau ekstra-hepatal, misalnya

klorpromazin, metil-testosteron, dan pil kontrasepsi.

Bila ada ikterus tanpa pruritus, maka penyebabnya anemia hemolitik anhepatik atau

hepatitis infeksiosa. Pada 20% penderita sirosis hepatis dapat timbul pruritus

generalisata, yang disertai erupsi papular dan prurigo. Pada 10 – 40% penderita

dewasa dengan hepatitis dapat timbul pruritus yang sinkron dengan elevasi garam

asam biliar.

4. Penyakit Endokrin

Pruritus terdapat pada diabetes melitus, tirotoksikosis, dan miksedema.

Hiperparatiroid sekunder pada penyakit gagal ginjal menahun sering dijumpai.

Pada keadaan tersebut, terdapat kenaikan kadar hormon paratiroid dalam plasma,

yang menyebabkan penurunan ekskresi karena Ca dalam serum tidak berubah.

Pruritus disebabkan oleh adanya deposit kalsium fosfat di kulit. Pruritus pada

miksedema jarang dilaporkan, mekanismenya belum jelas.1

5. Penyakit Ginjal

Pruritus generalisata mempunyai insidens sampai 80% pada penyakit gagal ginjal

menahun. Kulit penderita yang kering (xerosis) karena terdapat atrofi kelenjar

Page 4: Pruritus

keringat. Selain itu terdapat pula gangguan metabolisme Ca dan Fosfor, sedangkan

kadar Magnesium dalam serum meninggi. Keadaan uremia menyebabkan pruritus,

diduga penyebabnya adalah bahan – bahan yang mengalami retensi karena ginjal

gagal mengeksresinya. Hal tersebut dapat diobati dengan hemodialisis secara teratur

dan intensif. Bila dengan dialisis tidak terjadi perbaikan, maka harus dipikirkan

adanya hiperparatiroid.1

Paratiroidektomi dapat bermanfaat, namun biasanya hanya terjadi perbaikan

sementara, dan tidak berhasil pada sebagian besar pasien.2

6. Penyakit Neoplastik

Pruritus dapat merupakan keluhan pada penderita dengan keganasan intern, terutama

pada yang berasal dari sistem limforetikuler. Pada penyakit Hodgkin, insidensnya

dapat berlangsung berbulan – bulan, sebelum penyakit mendasar diketahui.

7. Mikosis Fungoides

Mikosis fungoides merupakan limfoma maligna yang progresif. Pruritus timbul sangat

dini, yaitu pada waktu lesi kulit masih tidak khas dan belum terdapat infiltrasi

maligna. Pruritus dapat bersifat menetap dan intoleran.

8. Penyakit Lain

Pada beberapa penyakit lain, penderita dapat mengeluh adanya pruritus:1,5

a. Penyakit Pirai (Gout)

b. Hipertensi Arteriosklerotik, pruritus dirasakan seluruh tubuh sebelum timbulnya

apopleksia.

c. Polisitemia Rubra Vera, penyakit dapat disertai pruritus dan urtikaria. Biasa

ditemukan pada usia 50-an. Pria sedikit lebih banyak daripada wanita. Biasanya

pruritus muncul terutama setelah mandi dengan air panas (pruritus akuagenik).

d. Defisiensi Besi, pruritus disebabkan oleh defisiensi besi dan tidak oleh anemia,

sebab pemberian zat besi sebelum timbulnya anemia sudah menghilangkan

pruritusnya.

9. Pruritus Neurologik

Page 5: Pruritus

Defisit saraf sentral atau perifer dapat menyebabkan pruritus.

10. Pruritus Psikologik

Respons garukan berbeda dengan pruritus karena penyebab lain. Pada gatal karena

penyakit organik terdapat korelasi antara sensasi gatal dengan beratnya respons garuk.

Pada gatal psikologik, respons garukan lebih kecil daripada derajat gatal subjektif.

Akibatnya ialah tampak lebih sedikit efek garukan dan lebih banyak picking (bekas

cubitan), serta tidak dijumpai gangguan tidur.1 Gangguan psikologik yang paling

sering menjadi penyebab adalah neurosis ansietas, tetapi pasien – pasien psikosis

mono-delusional seperti parasitofobia juga menderita pruritus. Akan tetapi, pasien –

pasien ini terlalu yakin dalam memberikan penjelasan mengenai penyebab pruritus

yang mereka alami.2

Daftar Pustaka

1. Buku merah

2. Brown RG, Burns T. Lecture notes: dermatology. Edisi ke-8. Jakarta:

Erlangga.2005.h.180-5.

3. Greaves MW. Recent advances in pathophysiology and current management of itch.

Ann Acad Mes Singapore. 2007 Sep;36(9):788-92

4. Burns T. Breathnach S. Cox N. Griffiths C. (editor). Rook’s textbook of

dermatology: volume 1, eight edition. Oxford: Wiley-Blackwell Publishers; 2010.

p.931-48.

5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga.2006.h.321.