Proyek Potensi SDA

download Proyek Potensi SDA

of 13

description

potensi-potensi yang ada di DAS Citarum

Transcript of Proyek Potensi SDA

TUGAS IPENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR TEMPAT PROYEK DENGAN POTENSI SUMBER DAYA AIR (DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM JAWA BARAT)

OLEH :MUHAMMAD THAAHAA(1110923002)

DOSEN:Ir. DARWIZAL DAOED, MS

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS ANDALAS PADANG2015/2016

1. PENDAHULUANSumber Daya Air (SDA) merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Pertumbuhan manusia dan keterbatasan lahan dijadikan alasan berbagai permasalahan menyangkut sumber daya air walaupun hal-hal tersebut memang mempengaruhi, namun bumi merupakan tempat manusia untuk beribadah yang telah dilengkapi dengan sumber daya yang cukup oleh Allah S.W.T. Air dijadikan-Nya melalui suatu siklus sehingga ketersediaan air akan terus ada 100%, dengan teknologi manusia bisa memanajemen sumber daya tersebut, salah satunya manajemen air.Makalah ini akan sedikit membahas Daerah Aliran Sungai Citarum, Jawa Barat yang menjadi salah satu contoh tempat berpotensi yang bisa dijadikan proyek pengembangan sumber daya air. Materi dalam makalah ini bersumber dari http://en.Citarum.org dimana bertujuan untuk menambah wawasan disamping makalah ini merupakan tugas pertama yang diberikan oleh dosen penulis dalam matakuliah Pengembangan Sumber Daya Air, Teknik Sipil Universitas Andalas.

2. ISISungai Citarum adalah sungai purba terpanjang dan terbesar di Jawa Barat sepanjang 297 km (sumber lain 269 km) berhulu di kaki Gunung Wayang 60 km selatan Kota Bandung dan berhilir ke Utara Pulau Jawa di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi. DAS Citarum seluas 6.614 km2 dimana berpotensi sumber daya air diperkirakan 13 milyar m3/ tahun dengan pemanfatannya baru 7,5 milyar m3/tahun. Penduduk yang dilayani 25 juta jiwa (15 juta jiwa Jawa Barat, 10 juta jiwa Jakarta) dimana sungai ini merupakan sumber air baku 80% penduduk Jakarta. Sungai Citarum bisa mengairi daerah irigasi sekitar 420.000 ha dan menghasilkan tenaga listrik 1400 Megawatt.

2.1 HULU (CISANTI)Kawasan Cisanti merupakan daerah seluas 10 ha dengan 1.800 dpl (sumber lain 2.182 dpl) dimana seluas 6,5 ha merupakan kawasan Situ Cisanti yang menampung air sebesar 162.500 m3 dari 7 mata air: Pangsiraman, Pansiraman, Cikoleberes, Cikawedukan, Cikahuripan, Cisadane, Cihaniwung dan Cisanti.

Gambar 2.1 Situ Cisanti

2.2 HULU (DIMULAI SETELAH CISANTI)Kawasan hulu Citarum, Kertasari dengan kemiringan 30% telah menjadi daerah kritis akibat longsor dan erosi karena penduduk menjadikan lahan di hulu sebagai tanaman sayur yang terus meluas (37.000 ha tahun 2001) dan peternakan (hasil kotoran 1,5 kg/sapi). Sayuran banyak menggunakan pupuk dan memiliki akar serabut yang tidak kuat untuk menahan tanah sehingga longsor ketika hujan, ditambah limbah kotoran sapi tanpa penanganan khusus yang masuk ke sungai sehingga longsoran tersedimentasi pada saluran sungai dan beresiko banjir.

Gambar 2.2 Kawasan Kertasari

Kawasan hulu Citarum, Pacet dengan kemiringan 50% dimana awalnya areal hutan telah berubah menjadi daerah pertanian sayur.

Gambar 2.3 Kawasan PacetKawasan Majalaya yang merupakan kawasan industri dimana dominan bergerak di bidang tekstil, dari 600 industri hanya 10% menerapkan IPAL standar sehingga 1320 l/dt/hari limbah dibuang ditambah sampah domestic yang dibuang tanpa pengolahan.

Gambar 2.4 Sampah Industri dan Domestik Majalaya

Kawasan Bojongsoang dimana pada sungainya terjadi sedimentasi dan telah menjadi langganan banjir, pada daerah sungai yang tersedimentasi dimanfaatkan warga untuk persawahan.

Gambar 2.5 Kawasan Bojongsoang

Dayueh Kolot dan Baleendah merupakan kawasan langganan banjir. Dayeuh Kolot banjir akibat luapan S.Citarum, sedangkan Baleendah dilalui Sungai Citarum dan tempat bermuara Sungai Cikapundung dan Cisangkuy ditambah elevasi tanah kawasan yang lebih rendah dibanding elevasi banjir Sungai Citarum. Gambar 2.6 Pasar Dayueh Kolot (ki), Baleendah (ka) Desember2012Kampung Andir (Baleendah) dan Soerang memiliki sungai mati/ sungai tapal kuda (Oxbow) yang terkena normalisasi dan pelurusan sungai dimana statusnya adalah milik Negara, sungai mati ini dijadikan areal penambangan pasir yang kemudian dijadikan persawahan dan pembuangan sampah domestic oleh warga.

Gambar 2.7 Sungai Mati (Oxbow)

2.3 WADUK SAGULINGWaduk Saguling didirikan sejak Februari 1985 yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, memiliki luas 53 Km2, daya tamping 609 juta m3, kedalaman 92 m. Jumlah sedimentasi yang masuk ke waduk 8,2 juta m3/tahun sebanding dengan laju erosi 3mm/tahun dan sampah yang terjaring sebelum masuk ke waduk sekitar 250.000 m3/tahun.

Gambar 2.8 Sedimentasi di mulut waduk Saguling

Gambar 2.9 Waduk Saguling Air hujan yang mengalir ke Waduk Saguling membawa sisa-sisa pupuk nitrogen dan fosfor sehingga menyebabkan tumbuh subur eceng gondok. Waduk Saguling juga dijadikan tempat budidaya keramba ikan, sekitar 10 ton pakan/hari ditebar namun tidak semuanya termakan oleh ikan hingga mengendap membentuk zat sulfur di dasar waduk, dan ketika arus bawah air membawa zat sulfur ke atas membuat banyak ikan-ikan yang mati.

Gambar 2.10 Keramba Ikan dan Eceng Gondok di Waduk Saguling

2.4 ANTARA WADUK SAGULING DAN WADUK CIRATAWalaupun sedimen sudah cukup terendapkan di Waduk Saguling akan tetapi sungai tetap membawa endapan kearah hilir, sungai Citarum menjadi muara Sungai Cimeta, Cisarum, Cisokan, Cikundul dan Cibaladung yang juga membawa sedimen akibat permasalahan penggundulan hutan dan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman.

Gambar 2.11 Sungai Citarum Selepas Waduk Saguling

2.5 WADUK CIRATAWaduk Cirata terletak di Kecamatan Manis Kabupaten Bandung Barat yang dibangun sejak 1982-1987. Luas mencapai 6200 ha, daya tampung 2.165 milyar m3, kedalaman 105 m. Tahun 2007 dari penelitian diperoleh data sedimentasi di Waduk Cirata 146 juta m3 dengan laju sedimentasi 3,9 mm/tahun dimana lebih cepat kira-kira 3 kali dari laju rencana yaitu 1,2 mm/tahun.

Gambar 2.12 Sedimentasi di mulut Waduk Cirata (ki), Waduk Cirata (ka)

Budidaya keramaba ikan turut menyumbang permasalahan waduk, Keramba yang diizinkan 1% luas permukaan waduk atau 12.000 keramba, namun saat ini ada sekitar 50.000 keramba. Sedimentasi sisa pakan ikan membuat kualitas air menurun dan menyebabkan kontaminasi pada ikan dan korosi pada mesin pembangkit listrik.

Gambar 2.13 Budidaya Keramba Di Waduk Cirata

2.6 WADUK JATILUHUR/Ir. H. JUANDAWaduk Jatiluhur terletak di Kec.Jatiluhur Kabupaten Purwakarta, 110 m dpl. Dibangun selama 10 tahun (1957-1967). Luas Area 83 km2, daya tampung 3,5 milyar m3. Laju endapan 1 mm/tahun. Waduk ini serbaguna dimana digunakan untuk sumber baku air minum, PLTA dan zona rekreasi. Permasalahan sedimentasi terjadi akibat bawaan dari Waduk Cirata dan anak-anak sungai dihilir Cirata. Pada tahun 2008 jumlah keramba mencapai 14.000 unit dari 5000 yang diizinkan. Kualitas air juga terjadi masalah dimana COD melebihi ambang batas melebihi 10 mg/l. Gambar 2.14 Waduk Jatiluhur dan Budidaya Keramba Ikan

2.7 HILIR WADUK JATILUHURDi dekat wduk Jatiluhur terdapat zona industri sekitar 3000 ha, yaitu industri kertas, plastic dan makanan. Beberapa diantaranya membuang limbah tanpa proses IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ke Sungai Citarum. Begitu pula pada kawasan Teluk Jambe Kab. Karawang yang merupakan zona industri dan pemukiman.

Gambar 2.15 Limbah Industri Yang Keruh dan Berbusa

Gambar 2.16 Kawasan Industri Di Teluk Jambe

Gambar 2.17 Limbah Dari Pemukiman Teluk Jambe, Purwakarta2.8 MUARA SUNGAI CITARUM (KARAWANG)Sedimentasi di muara membuat pendangkalan dasar sungai sehingga ketika air pasang naik sungai mengalami banjir karena melebihi daya tampungnya. Sekitar 4.300 ha tambak di Muara Bendera/Gembong terancam hilang dan 2.500 ha terancam terkontaminasi akibat pencemaran dan sedimentasi.

Gambar 2.18 Muara Gembong, Muara Sungai Citarum2.9 SISTEM JARINGAN DRAINASE LAINSelain Sungai alamiah Citarum, waduk-waduk, bendungan, jaringan drainase yang ada pada Sungai Citarum yaitu Saluran Air Tarum Barat (Untuk memasok air ke wilayak DKI Jakarta) dan Timur (Karawang, Indramayu dan Subang).

Gambar 2.19 Selepas Waduk Jatiluhur, Tarum Barat dan Timur

Gambar 2.20 Saluran Pembagi Untuk Irigasi Pada Tarum TimurPembangunan Siphon atau terowongan di bawah sungai pada daerah Bekasi untuk menjaga kualitas pasokan air baku ke Jakarta juga dilakukan untuk mencegah air dari saluran Tarum Barat yang akan masuk ke saluran induk Tarum Barat bercampur dengan air sungai Bekasi yang sudah tercemar. Pembangunan siphon dilakukan sepanjang 98 m dilengkapi dengan 3 terowongan (barrel).Gambar 2.21 Siphon

3. KESIMPULANDAS Sungai Citarum sangat berpotensi dalam pengembangan sumber daya air. Permasalahan yang timbul dikarenakan perilaku dan kepentingan masyarakat yang menggunakan DAS Sungai Citarum. Penelitian dan usaha mengembalikan kondisi sungai yang baik telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak seperti Kementerian PU, Kementrian kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Bappenas dan berbagai pihak lain yang memiliki inisiatif baik dari pejabat lokal maupun masyarakat. Beberapa pemanfaatan DAS Sungai Citarum adalah untuk perairan pertanian, PLTA, budidaya ikan, sumber air baku untuk minum dan MCK serta wisata. Sistem yang dibangun untuk DAS Sungai Citarum adalah pembangunan waduk dan saluran irigasi dan siphon. Potensi sungai mati bekas kejadian alamiah maupun sudetan (pelurusan) dari Sungai Citarum maupun anak sungainya juga telah menjadi perhatian pemerintah, menurut pendapat penulis sungai mati juga dapat dijadikan sebagai badan air untuk menyimpan air sementara ketika banjir, namun bila dijadikan tempat pertanian dan penambangan pasir maka perlu manajemen dan sosialisasi yang baik agar tidak banjir pada DAS Sungai Citarum.