PROSIDING - eprints.umsida.ac.ideprints.umsida.ac.id/784/1/Prosiding Konferensi Nasional...

359
KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 – 21 OKTOBER 2017 Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | i PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PkM-CSR 2017 Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PENDIDIKAN ISBN: 978-602-50607-2-4 Editor: Rudy Pramono Adolf J. N. Parhusip Kulit Muka: Sigit Pamungkas Penerbit: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pelita Harapan Lippo Village Karawaci, Tangerang -15811 (t) +62-21.5460901 ; (f) +62-21.5460910 e-mail: [email protected] Web: www.uph.edu Cetakan I, Oktober 2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Hak Cipta Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh bagian isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit @ Oktober 2017

Transcript of PROSIDING - eprints.umsida.ac.ideprints.umsida.ac.id/784/1/Prosiding Konferensi Nasional...

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | i

PROSIDING

KONFERENSI NASIONAL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PkM-CSR 2017

Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam

Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat

TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PENDIDIKAN

ISBN: 978-602-50607-2-4

Editor: Rudy Pramono

Adolf J. N. Parhusip

Kulit Muka: Sigit Pamungkas

Penerbit:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Pelita Harapan

Lippo Village Karawaci, Tangerang -15811

(t) +62-21.5460901 ; (f) +62-21.5460910

e-mail: [email protected]

Web: www.uph.edu

Cetakan I, Oktober 2017

Hak cipta dilindungi Undang-Undang Hak Cipta

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh bagian isi buku ini tanpa

izin tertulis dari penerbit

@ Oktober 2017

mailto:[email protected]://www.uph.edu/

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | ii

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PkM-CSR 2017

Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam

Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat

TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PENDIDIKAN

Reviewer:

Dr. Adolf J.N. Parhusip (Universitas Pelita Harapan)

Dr. Hananto (Universitas Pelita Harapan)

Kholis Audah, Ph.D (Universitas Swiss German)

Dr. Nila K. Hidayat (Universitas Swiss German)

Friska Natalia, Ph.D. (Universitas Multimedia Nusantara)

Rangga, Ph.D. (Universitas Multimedia Nusantara)

Irwan Trinugroho, S.E., M.Sc., Ph.D. (Universitas Sebelas Maret)

Margono, S.Kom. (Universitas Sebelas Maret)

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | iii

PROSIDING

KONFERENSI NASIONAL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

PkM-CSR 2017

Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha

dalam Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat

TEKNOLOGI TEPAT GUNA DAN PENDIDIKAN

Surakarta, Solo Jawa Tengah

19 21 Oktober 2017

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Pelita Harapan

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | iv

KATA PENGANTAR

Pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas

kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat yang miskin dan

membutuhkan adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi

sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap

orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba

kekurangan dan objek pasif penerima pelayanan belaka, melainkan sebagai

orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk

perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan

mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan yang terkait dengan

aspek manusia, sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kelembagaan.

Melalui pemberdayaan masyarakat dapat terwujud penyediaan sumber

daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan bagi masyarakat untuk

meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga masyarakat bisa

menemukan masa depan yang lebih baik. Amanah inilah yang diemban

dalam salah satu tri darma perguruan tinggi.

Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: Dharma pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat. Dalam dharma pendidikan, perguruan

tinggi diharapkan melakukan peran pencerdasan masyarakat dan transmisi

budaya. Dalam dharma penelitian, perguruan tinggi diharapkan melakukan

temuan-temuan baru ilmu pengetahuan dan inovasi kebudayaan untuk

kesejahteraan masyarakat. Dalam dharma pengabdian kepada masyarakat,

perguruan tinggi diharapkan melakukan pelayanan kepada masyarakat

untuk ikut mempercepat proses peningkatan kesejahteraan dan kemajuan

masyarakat. Melalui dharma pengabdian kepada masyarakat inilah

perguruan tinggi juga akan memperoleh umpan balik dari masyarakat

tentang tingkat kemajuan dan relevansi ilmu yang dikembangkan

perguruan tinggi itu. Keberadaan Perguruan Tinggi mempunyai

kedudukan dan fungsi penting dalam pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat diupayakan secara bersama-sama antara

perguruan tinggi dan dunia usaha. Keduanya merupakan aset nasional

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | v

yang sangat menentukan bagi kemajuan bangsa, terlebih bila ada

kerjasama yang saling menguntungkan atau kemitraan. Kerjasama antara

perguruan tinggi dan dunia usaha merupakan ajang untuk saling melengkapi

sehingga kedua belah pihak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Pertumbuhan dunia usaha akan turut memacu laju pertumbuhan ekonomi

nasional. Dalam hal ini, perguruan tinggi berperan sebagai katalisator. Perguruan

tinggi melalui lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

merupakan mitra kerja dunia usaha. Kerjasama perguruan tinggi dengan dunia

usaha dapat mengembangkan lebih lanjut bidang pengabdian kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) dunia usaha bisa

bermitra dengan perguruan tinggi. Pertumbuhan sebuah perusahaan dan

perkembangan sebuah perguruan tinggi, juga harus bisa dinikmati oleh

masyarakat di sekitarnya. Ketiga elemen inilah yang kemudian bersinergi

membentuk konsep pembangunan berkelanjutan.

Dunia usaha adalah salah satu pilar utama dalam sinergi yang sekaligus dapat

memberikan dua bentuk dukungan: pendanaan dan non-pendanaan. Apapun

bentuk dukungan yang diberikan, dunia usaha berkepentingan langsung untuk

memastikan masyarakat berkembang taraf hidupnya, karena hanya dengan berada

di tengah masyarakat yang berdayalah dunia usaha dapat berkembang secara

berkelanjutan pula. CSR selain menyumbang pada pembangunan berkelanjutan

juga suatau bentuk peran serta dunia usaha untuk turut meningkatkan

kesejahteraan, pendidikan, ketErampilan, pengetahuan (berbagai aspek sosial,

ekonomi dan lingkungan hidup) masyarakat dan lingkugan sekitarnya.

Dipandang dari perspektif pembangunan yang lebih luas, CSR menunjuk pada

kontribusi perusahaan terhadap konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable

development), yakni pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan generasi saat

ini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi masa depan. Dengan pemahaman

bahwa dunia bisnis memainkan peran kunci dalam penciptaan kerja dan

kesejahteraan masyarakat, CSR secara umum dimaknai sebagai sebuah cara

dengan mana perusahaan berupaya mencapai sebuah keseimbangan antara

tujuan-tujuan ekonomi, lingkungan dan sosial masyarakat, seraya tetap merespon

harapan-harapan para pemegang saham (shareholders) dan pemangku

kepentingan (stakeholders).

Konferensi Nasional PkM dan CSR ke-3 tahun 2017 diselenggarakan di Kampus

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Konferensi ini dapat terselenggara berkat

kerjasama antar lembaga antara Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | vi

Pelita Harapan, Universitas Mulimedia Nusantara dan Universitas Swiss German,

Tangerang, yang mengambil tema Optimalisasi Peran Perguruan Tinggi dan

Dunia Usaha dalam Pemberdayaan Masyarakat merupakan wadah pertemuan

dan diskusi bagi akademisi dan praktisi dari perguruan tinggi, dunia usaha, dan

para pihak lain untuk meningkatkan perannya dalam usaha pemberdayaan

masyarakat dan menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kegiatan konferensi ini diikuti oleh 150 orang peserta dan 100 pemakalah yang

akan membagikan pengalaman dan pembelajarannya dalam kegiatan

pemberdayaan masyarakat dan tanggung jawab sosial perusahaan. Makalah yang

disampaikan dalam Konferensi Nasional PkM dan CSR ke-3 tahun 2017

dirangkum dalam 3 buah buku prosiding yang, yaitu buku pertama bidang

Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Kesehatan; buku kedua bidang Teknologi Tepat

Guna dan Pendidikan; buku ketiga bidang Teknologi Informasi, Komunikasi, dan

Lingkungan. Buku prosiding hasil Konferensi ini diharapkan dapat menjadi

sarana berbagi dan belajar mengenai kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan

CSR yang diselenggarakan berbagai pihak dalam rangka untuk pemberdayaan

masyarakat untuk kesejahteraan bangsa.

Ketua Panitia

PkM dan CSR 2017

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | vii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

PEMANFAATAN BOTOL PLASTIK BEKAS UNTUK MEDIA SISTEM

TANAM VERTIKULTUR SEBAGAI PELATIHAN TANAM SAYURAN

KELOMPOK DASA WISMA DESA MARGO MAKMUR KAB. MESUJI

Dedi Putra dan Neneng Rulianti

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI KOPI BUBUK SUOH MELALUI

PEMANFAATAN IPTEKS DI SUOH, LAMPUNG BARAT

Nurfiana, Sri Karnila, dan Hendra Kurniawan

PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTRICHOPORASI DALAM

MENINGKATKAN KWALITAS BIBIT KOPI LIBERIKA TUNGKAL JAMBI

DI DESA SERDANG JAYA

Gusniwati, Elis Kartika, Lizawati, dan Made Deviani

PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI USAHA BUDIDAYA DAN

PENGOLAHAN TOGA MENJADI MINUMAN SEHAT PADA POSDAYA

TABLIGH KELURAHAN TEJOSARI KECAMATAN METRO TIMUR KOTA METRO

Handoko Santoso

PEMANFAATAN MIKROORGANISME PADA PENGOLAHAN LIMBAH

KANDANG UNTUK MENGATASI PENYAKIT KOPI LIBERIKA (KASUS

KKN-PPM DI KECAMATAN BETARA)

Elis Kartika, Gusniwati dan Lizawati

COTUVER PEMBUATAN DONAT TRADISIONAL MENGGUNAKAN IPTEK

MESIN PADA USAHA SUSI DONAT DAN ERA DONAT DI TABING KOTA PADANG

Idwar, Alvin Alfian, YofinaMulyati, EnnyArita

PENGGUNAAN KONDENSOR TAMBAHAN DAN SEPARATOR DILENGKAPI

KACA DUGA PADA UKM PENYULINGAN CENGKEH DAN NILAM WONOKOYO

Windi Atmaka, Lia Umi Khasanah, Kawiji, Godras Jati Manuhara, Rohula Utami,

Adhitya Pitara Sanjaya

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGOLAH LIMBAH MENJADI

PUPUK DAN INSEKTISIDA DAN PENERAPANNYA PADA TANAMAN PADI

Made Deviani Duaja, Johannes, dan Buhaira

TART GULUNG UBI UNGU

Nurbaya Busthanul Heliawaty Nurdin Lanuhu dan Layla Ramadhani Husain P.

Iv

Vii

1

15

28

38

47

59

72

84

93

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | viii

PENGEMBANGAN UNIT USAHA KAMPUS VIRTUAL LAW OFFICE

Budi Endarto, Fitra Mardiana, dan M. Harist Murdani

IMPLEMENTASI GREEN ECONOMY MELALUI PEMANFAATAN LIMBAH

RUMAH TANGGA SEBAGAI USAHA PRODUKTIF DI POLANHARJO

KABUPATEN KLATEN

Nurul Istiqomah, Izza Mafruhah, dan Evi Gravitiani

PEMANFAATAN LIMBAH AYAM SEBAGAI PUPUK ORGANIK DI UKM

PETERNAKAN AYAM TUMBUH TEPAT DESA NGADIREJO,

MOJOGEDANG, KARANGANYAR

Mujiyo, Sumarno, dan Suryono

PEMBERDAYAAN USAHA MAKANAN TRADISIONAL MELALUI

INTRODUKSI TEKNOLOGI TEPAT GUNA

Jonet Ariyanto Nugroho, Leny Noviani, dan Suharno

PEMBINAAN INOVASI DAN KREATIVITAS MASYARAKAT HOME

INDUSTRI KACANG SANGRAI DI KRANGGAN - TANGSEL, BANTEN

Tukhas Shilul Imaroh, Hapzi Ali, dan Arifatul Bahirah

USAHA MIKRO WORKSHOP KAYU DALAM MENGEMBANGKAN

KITCHEN SET SEBAGAI DESAIN INTERIOR RUMAH

Anis Rahmawati dan Ida Nugroho Saputro

KARAKTERISASI PICKUP GITAR ELEKTRIK PRODUK RADIX

Ihan Martoyo, Joshua Hutabarat, Herman Kanalebe, Junita

PENGEMBANGAN LAMPU PJU BERTENAGA SURYA OFF-GRID UNTUK

EDUKASI LINGKUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

TANGERANG DAN TANGERANG SELATAN

Henri P. Uranus, Endrowednes Kuantama, Mario Gracio A. Rhizma, Kuniwati

PEMANFAATAN POTENSI LOKAL SEBAGAI BAHAN BAKU SOUVENIR

DI PANTAI KRAKAL

Nurmiyati, Murni Ramli, Yudi Rinanto, Muzzazinah

PELATIHAN PENGEMBANGAN DESAIN PRODUK KERAJINAN KERAMIK DI

SENTRA KERAMIK KEBON JAYANTI KECAMATAN KIARACONDONG BANDUNG

Atin Hafidiah

PERBAIKAN PROSES DAN KEMASAN TAHU PONG PRODUKSI UKM AL

AMIN DI KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

NHR Parnanto, L.U. Khasanah, dan D. Ishartani

109

124

135

143

153

172

181

202

221

232

248

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | ix

IbM GURU-GURU SMK TEKNIK BANGUNAN MELALUI

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN BUKU AJAR

Sri Sumarni

PENGUATAN KELOMPOK NELAYAN MELALUI KOPERASI DI KABUPATEN

PANDEGLANG

Kusumajanti, Ni Putu Eka Widiastuti, dan Asep Kamaluddin

PELATIHAN MANAJEMEN KEUANGAN UNTUK MENINGKATAN

KEMAMPUAN TENANT DALAM MENGELOLA KEUANGAN USAHANYA

PADA PROGRAM IPTEK BAGI KEWIRAUSAHAAN DI UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SIDOARJO

Nihlatul Qudus Nirwana Sukma,Wiwik Sulistiyowati, dan Ida Agustina Saidi

POTENSI JANGGELAN SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DI PACITAN

Supriyadi, Sumani, Joko Winarno, Halwa Latief Naja

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK USAHA TENANT MELALUI

PELATIHAN DESAIN PRODUK PADA PROGRAM IPTEK BAGI

KEWIRAUSAHAAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

Wiwik Sulistiyowati

PERAN SERVICE LEARNING COMMUNITY DALAM

MENGAPLIKASIKAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF MELALUI

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

David Christian dan Andry M. Panjaitan

PERAN SERTA MAHASISWA UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

MELALUI PROGRAM SERVICE LEARNING PROYEK DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Kusuma Wardhani dan Tikno Iensufiie

PENGEMBANGAN USAHA MELALUI PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN

BAGI USAHA TELUR ASIN DERWATI KOTA BANDUNG

Siti Patimah

PENDIDIKAN KEUANGAN DAN PENGETAHUAN KEPEMIMPINAN

BAGI GENERASI MUDA

Margaretha Lingga

257

266

282

291

300

305

320

335

345-350

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 1

PEMANFAATAN BOTOL PLASTIK BEKAS UNTUK MEDIA

SISTEM TANAM VERTIKULTUR SEBAGAI PELATIHAN

TANAM SAYURAN KELOMPOK DASA WISMA DESA

MARGO MAKMUR KAB. MESUJI

Dedi Putra1 dan Neneng Rulianti2

1,2Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, Lampung [email protected]

ABSTRAK

Limbah yaitu buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun rumah tangga yang lebih dikenal sebagai sampah. Limbah sering dibiarkan

begitu saja karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis. Hal ini lah yang

mengakibatkan terjadinya penumpukkan sampah. Di lingkungan kita banyak sekali

jenis limbah yang masih dapat dimanfaatkan, salah satunya yaitu botol plastik bekas.

Terdapat banyak sekali manfaat yang bisa di peroleh dari limbah botol plastik ini,

salah satunya yaitu dapat dimanfaatkan untuk media sistem tanam vertikultur.

Vertikultur yaitu budidaya tanaman secara vertikal dan sistem bertingkat. Sistem

tanam vertikultur ini akan kami perkenalkan kepada kelompok Dasa Wisma desa

Margo Makmur kabupaten Mesuji, melalui program pelatihan. Dasa Wisma

merupakan kelompok ibu-ibu berasal dari 10 kepala keluarga atau lebih yang

bertetangga untuk mempermudah jalannya suatu program PKK. Program yang

dicanangkan oleh kelompok Dasa Wisma ini yaitu menanam sayuran. Tujuan dari

program ini adalah memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan

sempit yang produktif dengan aplikasi vertikultur serta dapat menghemar

pengeluaran rumah tangga dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri. Dengan

media tanam vertikultur berupa botol plastik bekas terdapat banyak manfaat yang

diperoleh yaitu mudah untuk didapatkan, dapat mengurangi penumpukan limbah

atau barang-barang bekas yang dapat menimbulkan pencemaran, sehingga dapat

menjaga kelestarian lingkungan, selain itu akan lebih menghemat biaya dari pada

menggunakan media lainnya seperti pot dan sebagainya. Hasil yang didapa yaitu

lahan kurang produktif yang ada di desa margo makmur kab. Mesuji menjadi lebih

produktif karena aplikasi teknik vertikular serta kebutuhan rumah tangga dapat

dihemar karena berkurangnya pengeluaran akibat kebutuhan akan sayur yang

sekarang dapat diambil dari hasil kebun sayur di dasa wisma desa tersebut.

Kata kunci: Botol Plastik, Vertikultur, Dasa Wisma

mailto:[email protected]

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 2

PENDAHULUAN

Limbah yaitu buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun rumah tangga yang lebih dikenal sebagai sampah. Limbah terbagi menjadi

dua jenis yaitu limbah organik dan anorganik. Biasanya limbah organik dapat mudah

hancur seperti kotoran hewan, sisa sayuran dan lain-lain. Namun untuk limbah

anorganik tidak dapat hancur dengan sendirinya, seperti kaca, botol dan sebagainya.

Limbah sering dibiarkan begitu saja karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.

Hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya penumpukkan sampah (Supriati, 2014).

Penumpukan sampah tidak hanya terjadi di daerah perkotaan saja, namun di daerah

pedesaan juga masih banyak terdapat penumpukan sampah akibat dari limbah

anorganik tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat kurang mengerti bahwa limbah

tersebut sebenarnya masih dapat di manfaatkan kembali. Di lingkungan kita banyak

sekali jenis limbah yang masih dapat dimanfaatkan, salah satunya yaitu botol plastik

bekas. Terdapat banyak sekali manfaat yang bisa di peroleh dari limbah botol plastik

ini, salah satunya yaitu dapat dimanfaatkan untuk media sistem tanam vertikultur.

Menurut Soffer et. Al., (1988) Vertikultur itu sendiri diambil dari

istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem

budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Vertikultur dapat

diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanaman

dilakukan secara bertingkat. Teknik budidaya ini tidak memerlukan lahan yang luas,

bahkan dapat dilakukan pada rumah yang tidak memiliki halaman sekalipun.

Pemanfaatan teknik vertikultur ini memungkinkan untuk berkebun dengan

memanfaatkan tempat secara efisien. Secara estetika, taman vertikultur berguna

sebagai penutup pemandangan yang tidak menyenangkan atau sebagai latar

belakang yang menyuguhkan pemandangan yang indah dengan berbagai warna.

Dalam perkembangan selanjutnya, teknik vertikultur menurut Lukman (2012) juga

dimanfaatkan untuk bercocok tanam di pekarangan yang sempit bahkan tidak

memiliki pekarangan sedikit pun. Bercocok tanam secara vertikultur sebenarnya

tidak berbeda dengan bercocok tanam di kebun maupun di ladang. Mungkin sekilas

bercocok tanam secara vertikultur terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat sederhana.

Tingkat kesulitannya tergantung dari model yang digunakan. Model yang sederhana,

mudah diikuti dan dipraktekan. Bahkan bahan-bahan yang digunakan mudah

ditemukan, sehingga dapat diterapkan oleh ibu-ibu rumah tangga.

Sistem tanam vertikultur ini akan kami perkenalkan kepada kelompok Dasa Wisma

Desa Margo Makmur Kabupaten Mesuji, melalui program pelatihan. Dalam

kegiatan ini disediakan modul untuk peserta pelatihan agar pemahaman masyarakat

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 3

tentang teknik budidaya tanaman secara vertikultur dapat diterima dengan mudah.

Dasa Wisma merupakan kelompok ibu-ibu berasal dari 10 kepala keluarga atau lebih

yang bertetangga untuk mempermudah jalannya suatu program PKK. Program yang

dicanangkan oleh kelompok Dasa Wisma ini yaitu menanam sayuran. Tujuan dari

program ini adalah kebutuhan akan sayur keluarga dapat terpenuhi dan menambah

penghasilan keluarga atau dapat mengurangi pengeluaran keluarga dari pembelian

kebutuhan akan sayuran. Pelatihan ini akan menambah wawasan bagi kelompok

tersebut yaitu adanya alternatif baru dalam bercocok tanam. Dengan media tanam

vertikultur berupa botol plastik bekas terdapat banyak manfaat yang diperoleh yaitu

mudah untuk didapatkan, dapat mengurangi penumpukan limbah atau barang-barang

bekas yang dapat menimbulkan pencemaran, sehingga dapat menjaga kelestarian

lingkungan, selain itu akan lebih menghemat biaya dari pada menggunakan media

lainnya seperti pot dan sebagainya.

METODE

Dalam kegiatan ini tim kami melakukan observasi atau meninjau langsung di lokasi.

Lingkungan yang masih asri dan lahan yang sempit namun terdapat banyak dijumpai

sampah seperti botol plastik dibuang sembarangan dan dibiarkan begitu saja. Melalui

observasi ini kami bermaksud untuk memanfaatkan kembali botol plastik bekas

tersebut, sehingga membantu mengurangi sampah yang ada. Metode yang

selanjutnya kami gunakan dalam kegiatan ini yaitu wawancara. Wawancara ini

bertujuan untuk mengetahui seperti apa keadaan lingkungan tersebut dan apa saja

program kelompok Dasa Wisma. Dari sinilah kami dapat melakukan kegiatan

pengabdian kepada masyarakat tersebut melalui kegiatan pelatihan yang kami

usulkan. Adapun sumber yang berhasil kami wawancarai yaitu: 1). Kepala kampung

Margo Makmur, Bapak Suratno, 2). Ketua PKK kampung Margo Makmur, Ibu

Semi, 3). Ketua kelompok Dasa Wisma kampung Margo Makmur, Ibu May Nurlaili

dan 4). Anggota kelompok Dasa Wisma kampung Margo Makmur. Adapun proses

dalam Kegiatan akan dilaksanakan di Desa Margo Makmur Kabupaten Mesuji,

dengan peserta atau mitra yaitu kelompok Dasa Wisma Desa Margo Makmur.

Adapun kegiatan yang dilakukan seperti gambar 1.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 4

Gambar 1. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan vertikul

Tujuh (7) Tahapan yang kami lakukan dalam menjalankan tahapan ini yaitu kami

bekerjasama dengan aparatur desa ter khusus melalui dasa wisma ibu-ibu PKK di

Desa Margo Makmur Kabupaten Mesuji. Hal ini dilakukan karena sasaran utama

kami yaitu ibu-ibu yang tidak bekerja sehingga dapat membantu ibu-ibu tersebut

dalam melaksanakan program tanam sayuran dengan memperkenalkan sistem

vertikular yang bisa berdampak tehadap pengurangan pengeluaran rumah tangga di

desa tersebut. Maka kami buatlah program pelatihan ini dengan nama pelatihan

pemanfaatan botol plastik dengan menggunakan media sistem vertikular.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelatihan teknik budidaya tanaman secara vertikultur dilaksanakan sebanyak tiga

kali yaitu dengan metode penyuluhan sekaligus praktik langsung dengan satu contoh

serta penyuluhan mengenai pemanfaatan dan kegunaan program teknik budidaya

tanaman secara vertikultur. Menurut Nitisapto (1993), sistem pertanian vertikal

sementara dimaksudkan untuk memafaatkan ruang kearah vertikal, dengan mengatur

media tumbuh dalam wadah/kolom supaya pertanaman dapat susun ke atas.

Model, bahan, ukuran, wadah vertikultur sangat banyak, tinggal disesuaikan

disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pribadi. Pada umumnya adalah berbentuk

persegi panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa undak-

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 5

undakan atau sejumlah rak. Bahan dapat berupa berupa bambu atau pipa paralon,

kaleng bekas, bahkan lembaran lembaran karung beras sekalipun, karena salah satu

filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita.

Adapun tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara

lain selada, kangkung, bayam, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang,

mentimun dan tanaman sayuran lainnya.

Perlu teknik dan keterampilan khusus serta ketelatenan agar budidaya sayuran

dengan sistem verticulture dapat berkembang dan menjadi sumber pendapatan bagi

ibu rumah tangga didesa margo makmur kab. mesuji. Untuk itu telah disusun

Pelatihan Budidiaya Sayuran Sistem Verticulture selama 3 hari dengan ruang

lingkup materi meliputi: penyemaian benih, perawatan benih, memindahkan bibit ke

botol plastik serta perawatan tamanan dan pemanenan sayuran. Adapun tahapan

sebagai berikut:

Tahap Obervasi, Wawancara, dan Perizinan

Kegiatan Program pengabdian masyarakat dimulai dari tahap observasi,wawancara

dan perizinan dengan berbagai macam pihak yang menjadi stakeholder dalam

kegiatan ini. Pihak-pihak tersebut antara lain adalah: 1). Kepala kampung Margo

Makmur, Bapak Suratno, 2). Ketua PKK kampung Margo Makmur, Ibu Semi, 3).

Ketua kelompok Dasa Wisma kampung Margo Makmur, Ibu May Nurlaili dan 4).

Anggota kelompok Dasa Wisma kampung Margo Makmur. Jadi tim pengabdian

masyarakat mendiskusikan kepada pihak terkait mengenai proses pelatihan dan

waktu pelatihan yang akan dilaksanakan oleh tim bersama ibu-ibu PKK dasa wisma

di desa tersebut. Adapun hal yang disepakti yaitu sebagai berikut: (1) Menetapkan

tujuan, sasaran dan pelaksanaan pelatihan penanaman vertikular dengan media botol

plastik termasuk membentuk komunitas PKK di Desa tersebut. (2) Menentukan

mekanisme, dan tahap-tahap Program pelatihan vertikular.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 6

Gambar 2. Observasi dan sosialisasi

Tahap Persiapan Pelatihan

Tahap ini merupakan tahap yang mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan

mendukung kegiatan pelatihan ini. Persiapannya adalah mengenai tempat dan lokasi

yang akan kami gunakan untuk kegiatan pelatihan, pembuatan modul pelatihan

sebagai media pemaparan saat kegiatan pelatihan, persiapan media dan peralatan

tanam sayuran seperti botol plastik bekas, kawat tali, bambu, pupuk kandang, benih

dan lain sebagainya. Serta sarana yang lainnya akan dipersiapkan secara bertahap

dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhan (Nazarudin, 2002). Pada tahap ini tim

melakukan persiapan mengenai pelatihan yang akan dilaksanan di desa. Membeli

bahan-bahan dan peralatan serta perlengkapan kegiatan pelatihan.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 7

Gambar 3. Persiapan alat, bahan, dan benih dalam kegiatan pelatihan

Pelatihan Sistem Vertikular dengan menggunakan Botol Plastik

Pemanfaatan teknik vertikultur ini memungkinkan untuk berkebun dengan

memanfaatkan tempat secara efisien. Secara estetika, taman vertikultur berguna

sebagai penutup pemandangan yang tidak menyenangkan atau sebagai latar

belakang yang menyuguhkan pemandangan yang indah dengan berbagai warna.

Dalam perkembangan selanjutnya, teknik vertikultur juga dimanfaatkan untuk

bercocok tanam di pekarangan yang sempit bahkan tidak memiliki pekarangan

sedikit pun (Rasapto dkk, 2006). Bercocok tanam secara vertikultur sebenarnya tidak

berbeda dengan bercocok tanam di kebun maupun di ladang. Mungkin sekilas

bercocok tanam secara vertikultur terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat sederhana.

Tingkat kesulitannya tergantung dari model yang digunakan. Model yang sederhana,

mudah diikuti dan dipraktekan. Bahkan bahan-bahan yang digunakan mudah

ditemukan, sehingga dapat diterapkan oleh ibu-ibu rumah tangga (Sutanto, 2013).

Adapun tahapan pelatihan sebagai berikut:

Penyemaian Benih dan perawatan Dengan Sistem Vertikular

Wadah semai benih menggunakan botol plastik yang banyak dibuang sebagai limbah

di desa tersebut. Botol plastik dilubangi wadah jika belum memiliki lubang untuk

drainase (aliran air). Busa styrofoam juga dapat digunakan sebagai media

penyemaian yang cukup praktis karena tidak memelurkan tanah dan dapat digunakan

berulang-ulang (Cahyono, 2014).

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 8

Gambar 4. Penyemaian bibit

Benih-benih berukuran kecil seperti bayam, cabai, tomat, dan sawi dapat langsung

ditebar dalam media semai. Untuk benih yang beukuran besar seperti kangkung,

dapat langsung ditanam didalam polibag. Adapun langkah-langkah menyemai benih

pada wadah botol plastik menurut Suwandi (2009) sebagai berikut:

1. Buat alur penanaman menggunaka kayu dengan kedalaman 2 3 cm

2. Tebar benih sesuai alur secara perlahan dan jangan bertumpuk

3. Tutup benih yang telah ditebar dengan media tanam secara merata, kemudian

tempatkan wadah penyemaian di lokasi yang teduh dan agak gelap.

4. Biasanya, benih akan berkecmbah setelah satu minggu. Bila telah muncul 3

4 helai daun, pindahkan bibit ke wadah vertikular.

Memindahkan bibit pada media botol plastik

Ketika sudah muncul 1-2 helai daun, tandanya benih sudah bisa dipindahkan ke

dalam media botol plastik. Saat memindahkan benih terlebih dahulu sayuran

dibasahi agar mudah dilepas. Kemudian letakkan di botol plastik yang sudah terisisi

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 9

pupuk, sehingga bagian akarnya dengan menaburkan pupuk organik. Tanaman pun

siap untuk tumbuh dengan tahapan perawatan selanjutnya (Supriati dkk, 2014).

Gambar 5. Pemindahan Bibit ke dalam Botol Plastik

Perawatan dan pengawasan tanaman dengan sistem Vertikular

Perawatan tanaman ini bertujuan agar ibu-ibu daswisma mengetahui dan memahami

cara perawatan tanaman itu sendiri, dimulai dari penyiraman sampai penanganan

hama dan penyakit yang menyerang. Dengan begitu, warga desa margo makmur

kabupaten mesuji diharapkan dapat memaksimalkan produksi tanaman.

Gambar 6. Melakukan perawatan dan pengawasan terkait penanaman veritikular

Pengawasan kegiatan yang bertujuan untuk mendampingi para peserta pelatihan

untuk membahas permasalahan dan hambatan yang dihadapi selama pembudidayaan

tanaman secara vertikultur. Melalui kegiatan ini diharapkan masalah yang dihadapi

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 10

warga terkait dengan pelatihan dapat dicari solusinya agar tujuan dari kegiatan ini

dapat tercapai.

Gambar 7. Foto bersama kelompok dasa wisma dalam rangkaian pelatihan

Hasil Pencapaian Pelatihan Tanaman Vertikular dengan menggunakan Media

Botol Plastik

Berikut ini merupakan identifikasi ketercapaian ditinjau dari luaran program

pelatihan:

1. Terciptanya lingkungan hijau yang bebas dari pencemaran dan sampah

Kegiatan pelatihan ini menggunaan media tanam sayuran yaitu berupa botol

plastik bekas. Adanya pemanfaatan media ini membantu mewujudkan

lingkungan yang bebas dari sampah botol blastik, karena tidak lagi terdapat

tumpukan sampah botol plastik yang merusak pemandangan dan mencemari

lingkungan. Selain itu menanam sayuran dapat melestarikan lingkungan hijau.

Tanaman hijau dapat menyerap polusi, sehingga udara segar khas pedesaan

masih dapat diselamatkan dan dilestarikan.

2. Terbentuknya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan barang bekas

Melalui sosialisasi dan pelatihan yang telah dilaksanakan, masyarakat mulai

mengerti bahwa barang bekas masih dapat dimanfaatkan untuk berbagai media,

seperti pada kegiatan pelatihan barang bekas yang digunakan yaitu botol plastik

dapat digunakan sebagai media menanam sayuran.

3. Menghasilkan sayuran yang bernilai ekonomis sehingga dapat mengurangi

pengeluaran rumah tangga.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 11

Melalui program menanam sayuran masyarakat dapat mengurangi pengeluaran

untuk membeli sayuran, karena sayuran dapat dihasilkan sendiri. Selain

kebutuhan akan sayur keluarga terpenuhi, sayuran yang dihasilkan pun dapat

dijual sebagai tambahan penghasilan keluarga.

4. Pembelajaran baru dalam menanam sayuran dan menambah wawasan kelompok

dasa Wisma

Tidak hanya terpenuhinya program menanam sayuran yang telah dicanangkan

oleh PKK, tetapi juga melalui pelatihan ini masyarakat khususnya kelompok

dasa wisma memperoleh pembelajaran baru dalam hal menanam sayuran yaitu

adanya wawasan bertanam sayuran dengan sistem tanam vertikultur atau cara

tanam bertingkat.

Analisa Log Frame Dalam Kegiatan Pelarihan Sistem Vertikular

Berikut merupakan ketercapain hasil ditinjau dari analisa log frame.

Tabel 1.1. Analisa Log frame berdasarkan hasil yang dicapai

No Kegiatan Indikator Keberhasilan Hasil Kegiatan

1 Observasi dan

Sosialisasi

1. Tim pelaksana program mendapat gambaran

umum mayarakat

sasaran.

2. Menjalin mitra hasil analisa stakeholder.

3. Analisa stakeholder dan analisa kebutuhan untuk

perencanaan kegiatan.

Tercapainya MoU dengan mitra dan perizinan dari

aparatur kampong

Tercapainya pembuatan jadwal kegiatan yang

disepakati oleh pihak

pelaksana dan pihak

sasaran program.

2 Pembuatan

modul

Tersedianya modul

pelatihan

Terciptanya modul pelatihan

3 Pelatihan Tanam

Sayuran

Pembuatan tempat

penyemaian benih dan

menyemai benih.

Dilakukannya pembuatan

tempat penyemaian benih dan

menyemai benih.

4 Pelatihan Tanam

Sayuran

Pengadaan media dan

bahan bahan tanam

sayuran teknik vertikultur.

Dilakukannya pengadaan

media dan bahan tanam

sayuran teknik vertikultur.

5 Pelatihan Tanam

Sayuran

Pemindahan dan

penanaman benih hasil

penyemaian kedalam

media tanam.

Dilakukannya pemindahan

dan penanaman benih hasil

penyemaian kedalam media

tanam.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 12

6 Pelatihan Tanam

Sayuran

Program menanam sayuran Terpenuhinya program

menanam sayuran pada

kelompok Dasa Wisma

7 Pelatihan Tanam

Sayuran

Perawatan terhadap

sayuran.

Sayuran tumbuh bagus,

terhindar dari hama dan

binatang lain.

8 Pelatihan Tanam

Sayuran

Memanen sayuran Dilakukannya pemanenan

hasil tanam

9 Evaluasi Evaluasi Mengetahui perkembangan

tanaman serta tingkat

keberhasilan pemanfaatan

botol plastik.

Sumber: Hasil Pelaksanaan Pelatihan, 2017

Potensi Berkelanjutan

Aspek terpenting pada program pengabdian masyarakat yaitu potensi berkelanjutan.

Keberlanjutan program Pemanfaatan Botol Plastik Bekas untuk Media Tanam

Sayuran dengan Teknik Vertikultur dapat didukung dengan dimulainya tanam

sayuran teknik vertikultur di kediaman Ibu ketua PKK dan ketua kelompok Dasa

Wisma. Dengan begitu dapat menjadi contoh bagi masyarakat yang lain. Untuk

kedepannya botol plastik bekas ini tidak hanya dapat digunakan sebagai media tanam

sayuran, tetapi juga masih banyak manfaat-manfaat lain salah satunya dapat

digunakan untuk seni kerajinan.

Keberlanjutan program Pemanfaatan Botol Plastik Bekas untuk Media Tanam

Sayuran dengan Teknik Vertikultur juga mampu mendukung beberapa segi aspek

kehidupan, seperti:

1. Aspek Sosial

Ketika masyarakat memanfaatkan barang bekas seperti botol plastik untuk

media tanam sayuran, maka akan mengurangi penumpukan sampah. Dengan

menanam sayuran dapat melestarikan lingkungan hijau dan juga menjaga udara

segar khas pedesaan.

2. Aspek Ekonomi

Ketika masyarakat menanam sayuran sendiri maka kebutuhan akan sayur dapat

terpenuhi selain itu dapat mengurangi pengeluaran untuk membeli sayuran

karena sayuran dapat dihasilkan sendiri. Jika sayuran yang dihasilkan telah

cukup untuk kebutuhan sayur setiap hari maka dapat dijual dan hasilnya dapat

menambah penghasilan keluarga (Saparinto, 2013). Selain itu ada hasil atau

manfaat lain dari sayuran yang ditanam salah satunya yaitu dapat diproduksi lagi

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 13

menjadi bentuk yang berbeda seperti diolah menjadi kerupuk atau jenis makanan

lain yang dapat dipasarkan dan menambah penghasilan dari penjualan tersebut.

3. Aspek Pendidikan

Dari kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu Pemanfaatan Botol Plastik Bekas

untuk Media Tanam Sayuran dengan Teknik Vertikultur memberikan wawasan

dan pengetahuan baru dalam menanam sayuran bagi masyarakat khususnya

anggota Dasa Wisma Desa Margo Makmur, bahwa dalam menanam sayuran

tidak hanya dilakukan seperti menanam pada umumnya yaitu langsung di lahan

tetapi ada teknik lain yang dapat digunakan. Selain itu adanya pengetahuan baru

bahwa limbah dimana dalam hal ini yaitu botol plastik bekas, masih dapat

dimanfaatkan kembali. (Rukmana dkk, 1994)

SIMPULAN

Adapun kesimpulan dari kegiatan pelatihan ini yaitu:

1. Kegiatan pelatihan ini membentuk kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan

barang bekas, terutama botol plastik bekas yang dapat dimanfaatkan sebagai

media tanam untuk menanam sayuran dengan sistem tanam vertikultur.

2. Kegitan pelatihan ini membantu mewujudkan lingkungan yang bebas dari

sampah botol blastik dan menjaga lingkungan tetap hijau.

3. Melalui kegiatan pelatihan ini, masyarakat khususnya kelompok dasa wisma

memperoleh pembelajaran baru dalam hal menanam sayuran yaitu adanya

wawasan menanam sayuran dengan sistem tanam vertikultur atau cara tanam

bertingkat.

4. Kelebihan dari sistem pertanian vertikultur adalah :

(a) efisiensi penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak

dibandingkan sistem konvensional, (b) penghematan pemakaian pupuk dan

pestisida, (c) kemungkinan tumbuhnya rumput dan gulma lebih kecil,(d) dapat

dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam wadah tertentu,

(e) mempermudah monitoring/pemeliharaan tanaman

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 14

DAFTAR REFERENSI

Cahyono, B. 2014. Teknik Budidaya Daya dan Analisis Usaha Tani Selada. CV.

Aneka Ilmu. Semarang. 114 hal.

Lukman, Liferdi. (2012). Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur.

Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran; (hal : 1-6)

Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. PT

Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal.

Rasapto, Pujo. (2006). Budaya Sayuran dengan Vertikultur. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 424-429.

Rukmana, Rahmat (1994). Kangkung. Yogyakarta : Kanisius.

Saparinto, C. 2013. Gown Your Own Vegetables-Paduan Praktis Menenam Sayuran

Konsumsi Populer di Pekaranagan. Lily Publisher. Yogyakarta. 180 hal.

Soffer, H and D.W Burger. 1988. Effect Of Dissolved Oxygen Concentration In

Aero-Hidroponics On The Formation And Gowth Of Adventitous Roots.

Jornal of the American Society Horticultural Science. 113 (2) : 218-221.

Supriati, Y dan E. Herlina. 2014. 15 Sayuran Organik Dalam Pot. Penebar Swadaya.

Jakarta. 148 hal.

Suwandi, 2009. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jurusan Budidaya

Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Sutanto. 2003. Potensi Penanaman Vertikal dengan Media Tanah, Arang Sekam dan

Pupuk Kandang. IPB. Bogor. 17 :12-13

Nitisapto, M. 1993. Budidaya Sayuran Sistem Pertanian Vertikal. Jurusan Ilmu

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakrta.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 15

PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI KOPI BUBUK

SUOH MELALUI PEMANFAATAN IPTEKS DI SUOH,

LAMPUNG BARAT

Nurfiana1, Sri Karnila2, Hendra Kurniawan3

Institut Informatika dan Bisnis Darmajaya

[email protected]

ABSTRAK

Desa Bandar Rejo Kecamatan Bandar Negeri Suoh atau lebih dikenal dengan Suoh

adalah sebuah daerah yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Bukit

Barisan Selatan. Daerah Suoh merupakan salah satu sentra perkebunan kopi rakyat

di Lampung. Namun permasalahan yang muncul adalah disaat panen raya harga biji

kopi cenderung murah sehingga petani merugi. Petani biasanya menjual biji kopi

langsung ke pedagang kecil atau pengepul yang sudah menjadi langgananya. Guna

menambah nilai jual biji kopi, mitra IbM menjual kopi dalam bentuk bubuk. Usaha

kopi bubuk ini merupakan usaha rumahan yang dikelola masing-masing UKM

dengan dibantu anggota keluarga. Produksi bubuk kopi yang dilakukan oleh UKM

terdiri dari 3 proses, yaitu penyangraian biji kopi, penggilingan biji kopi menjadi

bubuk kopi dan pengemasan bubuk kopi. Semua proses tersebut masih

menggunakan cara-cara tradisional sehingga kapasitas produksi belum dapat

memenuhi kebutuhan pasar. Kegiatan Pengabdian Ipteks bagi Masyarakat (IbM) di

daerah Suoh bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi kopi bubuk melalui:

(1). Sosialisasi kegiatan IbM, (2). Pelatihan penggunaan mesin sangrai, mesin

penggiling kopi menjadi bubuk kopi dan alat pengemas bubuk kopi,

(3).Pendampingan jarak jauh dan (4). Evaluasi hasil kegiatan pengabdian kepada

masyarakat. Hasil kegiatan IbM yang diperoleh mitra adalah meningkatnya jumlah

produksi kopi bubuk sebesar 70%, hal ini dikarenakan mitra mengganti proses

produksi cara tradisional dengan peralatan/teknologi yang lebih modern. Melalui

pendampingan jarak jauh, mitra memperluas usahanya dengan memanfaatkan

peralatan yang diperoleh dari kegiatan IbM yaitu menerima sangrai biji kopi dan

kacang tanah serta penggilingan biji kopi dari warga sekitar.

Kata kunci: Suoh, kopi bubuk, mesin sangrai, mesin penggiling kopi, sealer

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 16

PENDAHULUAN

Desa Bandar Rejo Kecamatan Bandar Negeri Suoh atau lebih dikenal dengan Suoh

adalah sebuah daerah yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Bukit

Barisan Selatan (TNBBS). Daerah ini secara administrasi berada di wilayah

Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Menuju daerah Bandar Negeri Suoh

dari Kota Bandar Lampung dapat melalui beberapa jalur, seperti Kota Agung - Kab.

Tanggamus, Batubrak (Liwa) - Lampung Barat, Sukabumi - Lampung Barat atau

Sekincau Lampung Barat. Untuk jalur terpendek menuju suoh melalui Kota Agung

dengan jarak tempuh 147 Km (Sumber: google maps). Daerah Suoh terletak di

dataran rendah (lembah) dengan ketinggian 170-350 mdpl dan dikelilingi oleh

perbukitan. Suoh memiliki suhu rata-rata yang rendah, Suhu maksimum di daerah

ini dapat 26 C dengan banyaknya curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm/thn.

Sedangkan untuk jumlah hari hujan berkisar 186 h/thn. Kondisi ini sangat cocok

untuk bercocok tanam kopi, dan daerah Suoh memang salah satu sentra perkebunan

kopi rakyat di Lampung. Kopi robusta Lampung Barat menjadi bagian dalam

Indikasi Geografis Kopi Robusta Lampung. Saat ini, produksi kopi robusta mencapai

48.098 ton/tahun dengan luas lahan 53.559 ha dan produktivitas 965 kg/ha/tahun

salah satunya disumbang dari daerah Suoh (Asdiyansyah, 2015).

Pemanenan buah kopi dilakukan sekali dalam setahun, yaitu mulai awal petik sekitar

bulan Juni dan berakhir pada bulan September. Permasalahan yang muncul adalah

disaat panen raya harga biji kopi cenderung di bawah harga standar sehingga petani

cendrung merugi. Petani biasanya menjual kopi di pedagang kecil yang sudah

menjadi langgananya. Harga biji kopi sangat berfluktuasi, pada saat panen raya harga

biji kopi kering per 1 kg dibeli pedangang eceran dengan harga Rp.10.000 sampai

Rp.12.0000 sedangkan bila tidak panen harganya mencapai Rp.15.000 sampai

Rp.17.500. Harga jual yang relatif rendah tidak sebanding dengan biaya yang

dihabiskan selama proses pemeliharaan kebun kopi, proses panen dan penanganan

pasca panen (Penyuluhmuda2, 2013).

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 17

Gambar 1. Proses pengeringan kopi dengan bantuan panas matahari

Gambar 1 memperlihatkan proses pengeringan kopi setelah dipanin. Kopi dijemur

di bawah panas matahari sampai kopi kering dan siap dibawa ke penggilingan untuk

memisahkan kulit dan biji kopi. Beberapa masyarakat Suoh, yang kemudian menjadi

mitra perguruan tinggi, tidak langsung menjual kopi dalam bentuk biji namun

mengolahnya menjadi bubuk kopi untuk meningkatkan nilai jual kopi.

Pak Jumadi dan Pak Arifin (mitra PKM) menjual kopi dalam bentuk bubuk kopi.

Usaha Kecil Menengah (UKM) ini merupakan usaha rumahan yang dikelola masing-

masing UKM dengan dibantu keluarganya. Produksi bubuk kopi yang dilakukan

oleh UKM Pak Jumadi dan Pak Arifin terdiri dari 4 tahapan, yaitu pemilihan biji

kopi, penyangraian biji kopi, penggilingan biji kopi menjadi bubuk kopi dan

pengemasan bubuk kopi. Seluruh proses pengolahan kopi menjadi bubuk kopi

dilakukan dengan peralatan dan cara tradisional seperti terlihat pada gambar 2.

Pemilihan biji kopi yang akan disangrai dilakukan dengan cara penampian

menggunakan alat tampi atau tampah.

Penyangraian biji kopi dilakukan menggunakan alat sangrai berkapasitas 5kg biji

kopi, yang terbuat plat besi berbentuk silinder sedangkan pemanasnya menggunakan

kayu bakar. Untuk mendapatkan pemanasan yang merata dilakukan dengan memutar

alat sangrai tersebut menggunakan tangan di atas tungku pemanas (gambar 3).

Dalam satu hari mitra hanya dapat menyangrai kopi sebanyak dua kali karena

keterbatasan tenaga kerja dan waktu.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 18

Gambar 2. Alat penyangrai kopi

Gambar 3. Proses menyangrai kopi

Gambar 4. Kopi hasil proses sangrai

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 19

Proses penyangraian biji kopi memakan waktu kurang lebih 1,5 jam yang ditandai

dengan munculnya asap yang keluar dari alat sangrai jika kopi sudah mulai matang.

Selesai disangrai (gambar 4), selanjutnya biji kopi hasil sangrai didinginkan sebentar

kemudian dibawa ke penggilingan. Setelah proses penggilingan, tahap selanjutnya

yaitu proses pengemasan bubuk kopi. Bubuk kopi dikemas dalam plastik ukuran

1/4kg dan 1/2kg. Kopi bubuk dijual langsung oleh UKM, ada juga yang dijual

dengan cara dititipkan pada pedagang kecil atau warung disekitar daerah Suoh.

Peralatan dan proses yang masih tradisional menyebabkan jumlah produksi kopi

bubuk masih sedikit sehingga permintaan pembeli melalui warung-warung

terkadang tidak terpenuhi. Dengan cara ini mitra hanya dapat memproduksi

maksimal bubuk kopi sebanyak 10kg/hari. Hal ini dikarenakan proses penyangraian

yang lama karena menggunakan tenaga manusia dan setelah proses sangrai selesai,

mitra membutuhkan waktu untuk membawa ke tempat penggilingan agar menjadi

bubuk kopi. Meskipun tingkat permintaan tergolong tinggi terutama untuk oleh-oleh

ketika datang ke Suoh, namun kopi bubuk suoh belum dikenal oleh masyarakat di

luar kecamatan Suoh. Hal ini disebabkan mitra belum memberikan label pada

kemasan kopi bubuk. Konsumen hanya tahu bahwa yang dibeli adalah asli kopi

bubuk produksi Suoh karena konsumen membeli langsung ke mitra atau konsumen

bertanya langsung kepada pemilik warung.

Penerapan teknologi pengolahan bubuk kopi baru diterapkan oleh sebagian kecil

perusahaan pengolahan kopi, hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi, modal,

teknologi dan manajemen usaha (Deperindag, 2009). Pengabdian masyarakat terkait

pengolahan kopi sudah banyak dilakukan baik untuk peningkatan mutu proses

produksi kopi bubuk (Riwayati, Suwardiyono, & Purwanto, 2016) maupun untuk

meningkatkan profit unit produksi kopi bagi kelompok tani ( (Purnomo & Fauzi,

2016). Pengolahan kopi bubuk banyak banyak dilakukan oleh masyarakat baik

industri kecil maupun besar yang dilakukan secara manual maupun mekanis.

Produksi kopi bubuk dimulai dari penyangraian dan diakhiri dengan penggilingan,

dimana proses penyangraian bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma, warna

dan kadar air (Syah, Yusminar, & Maulana, 2013).

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas (jumlah) produksi

bubuk kopi Suoh dengan memanfaatkan iptek bagi masyarakat berupa pemberian

dan pelatihan pengoperasian mesin penyangrai biji kopi, mesin penggiling biji kopi

setelah disangrai dan mesin pengemasan kopi bubuk Suoh. Pembuatan label

kemasan kopi bubuk suoh diharapkan dapat mengenalkan produk lokal ini ke pangsa

pasar yang lebih luas.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 20

METODE

Sebelum dimulainya pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, pengabdi

terlebih dahulu melakukan identifikasi permasalahan yang dihadapi mitra melalui

wawancara dan observasi ke lokasi secara langsung. Informasi dari hasil identifikasi

diperoleh bahwa jumlah produksi bubuk kopi terbatas karena proses produksi masih

menggunakan cara-cara tradisional dan jumlah peralatan yang kurang memadai,

keuangan belum dikelola dengan baik karena minimnya pengetahuan dibidang

pembukuan, kemasan kurang rapi dan belum memiliki label pada kemasan.

Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut maka pengabdi menawarkan solusi

penerapan ipteks dalam usaha meningkatkan produktivitas dan penjualan kopi bubuk

milik mitra.

Metode pengabdian kepada masyarakat menggunakan Participatory Rural Apraisal

(PRA), yaitu metode pendidikan kepada masyarakat. Metode PRA memiliki

kelebihan yaitu keterlibatan secara aktif antara masyarakat sebagai subyek dan

perguruan tinggi sebagai fasilitator. Metode pendidikan kepada masyarakat

dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan penerapan ipteks. Perguruan tinggi

melalui pengabdi memberikan pelatihan dan pendampingan, sedangkan masyarakat

Suoh sebagai mitra berperan aktif mengikuti pelatihan, diskusi permasalahan yang

dihadapi dan praktek langsung penggunaan teknologi pengolahan bubuk kopi.

Lokasi Pengabdian

Lokasi Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan di desa Bandar Rejo

Kecamatan Banda Negeri Suoh atau lebih dikenal dengan Souh. Sebuah daerah yang

berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Prosedur Pengabdian

Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat meliputi: Sosialisasi,

Pelatihan, Pendampingan dan Evaluasi. Sosialisasi dilaksanakan secara klasikal,

yaitu menghadirkan peserta dalam suasana kelas belajar atau ruang pertemuan.

Peserta dari kegiatan yaitu mitra pengabdian kepada masyarakat, masyarakat dan

perangkat desa Suoh. Sosialisasi dilakukan untuk menyampaikan kepada masyarakat

program yang akan dijalankan serta meminta peran aktif masyarakat untuk

pelaksanaan kegiatan tersebut. Pelatihan yang diberikan berupa pelatihan

penggunaan teknologi mesin penyangrai biji kopi, mesin penggiling biji kopi dan

alat pengepakan kemasan bubuk kopi (sealer). Pelatihan ini bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas produksi Bubuk Kopi Suoh. Pelatihan pengelolaan

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 21

administrasi (pembukuan) dilakukan agar mitra dapat menghitung besarnya biaya

produksi, hasil penjualan, dan laba yang didapatkan.

Penggunaan mesin untuk menggantikan alat sangrai manual sehingga tidak perlu

mengeluarkan banyak tenaga dan tidak perlu lagi membolak-balikan bahan yang

disangrai secara manual. Menggunakan mesin sangrai yang bekerja dengan cara

otomatis tentu akan membuat kinerja lebih baik dan menguntungkan. Cara kerja dari

mesin sangrai ini yaitu menyangrai produk dengan suhu pemanas yang dapat

disesuaikan dengan sistem otomatis. Mesin sangrai yang digunakan oleh mitra

memiliki kapasitas 10kg/proses (Mesin Pertanian, 2015).

Pendampingan selama kegiatan pengabdian berlangsung dilakukan agar penerapan

ipteks benar-benar berhasil. Mitra dapat bertanya terkait permasalahan yang terjadi

dan pengabdi dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Tahap terakhir

dari kegiatan ini yaitu evaluasi kegiatan guna melihat sejauh mana keberhasilan

penerapan teknologi untuk membantu produktivitas kopi bubuk Suoh serta

menghitung peningkatan hasil produksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sosialisasi Kegiatan IbM

Sebelum melakukan sosialisasi tentang akan adanya kegiatan IbM kepada

masyarakat Suoh, tim pengabdian kepada masyarakat terlebih dahulu meminta izin

kepada kepala desa Banjar Rejo kecamatan Bandar Negeri Suoh. Tim meminta

kepada kepala desa setempat untuk dapat membantu pelaksanaan kegiatan ini.

Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh warga setempat dan perangkat desa. Masyarakat

Suoh sangat antusias dengan adanya program ini (gambar 5). Masyarakat berharap

akan ada program-program lain yang melibatkan masyarakat Suoh agar hasil

pertanian yang masyarakat dapatkan memiliki nilai jual tinggi.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 22

Gambar 5. Sosialisasi kegiatan IbM.

Dari hasil diskusi selama kegiatan sosialisasi diperoleh kesepakatan bahwa

masyarakat Suoh setuju dengan adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat

berupa penerapan teknologi untuk peningkatan produksi kopi bubuk dan setuju

mengikuti pelatihan yang sarankan oleh pengabdi.

Ipteks yang Diterapkan

Guna meningkatkan jumlah produksi kopi bubuk Suoh, maka tim pengabdian

kepada masyarakat menerapkan Ipteks untuk proses pengelolaan produksi mulai dari

penyangraian hingga pengemasan. Pada proses penyangraian biji kopi, masyarakat

diperkenalkan dengan mesin sangrai yang digerakkan oleh listrik, sedangkan untuk

mengolah biji kopi yang telah disangrai menggunakan mesin penggiling yang

digerakkan dengan mesin diesel (gambar 6). Alat pengemas atau sealer digunakan

agar kemasan lebih rapi. Pemberian merek dagang ditambahkan agar kemasan lebih

menarik dengan desain yang menyertakan keindahan alam suoh, yaitu salah satu

objek wisata danau cermin.

Gambar 6. Mesin sangrai biji kopi dan mesin penggiling kopi

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 23

Pelatihan

Pelatihan dan uji coba cara mengoperasikan mesin penyangrai kopi serta mesin

penggiling kopi dilakukan oleh mitra seperti tampak pada gambar 7. Melalui

pelatihan ini mitra memperoleh pengetahuan penggunaan mesin produksi sehingga

dapat peningkatan produksi bubuk dapat ditingkatkan. Penggunaan mesin sangrai

menghasilkan kematangan biji kopi yang merata sampai kedalam biji kopi. Uji coba

alat dilakukan oleh mitra untuk memperoleh perkiraan waktu proses penyangraian

serta tingkat kematangan yang sesuai dengan kriteria rasa dan warna kopi bubuk. Uji

coba alat pengiling kopi dilakukan untuk mendapatkan ukuran butir bubuk kopi yang

sesuai kriteria (gambar 8). Pelatihan pemakaian mesin pengemas (sealer) diikuti

oleh ibu-ibu dengan antusias hingga diperoleh hasil kemasan yang baik (gambar 9).

Percobaan pengemasan dengan sealer dilakukan oleh mitra berulang-ulang sampai

peserta yakin dapat melakukannya dengan benar.

Gambar 7. Uji coba mesin sangrai

Gambar 8. Uji coba mesin penggiling

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 24

Gambar 9. Uji coba alat pengemas (sealer)

Desain merek kemasan yang awalnya ditawarkan oleh pengabdi menggunakan

kertas label berwarna dinilai kurang ekonomis oleh mitra, sehingga mitra membuat

gambar sablon dari gambar desain sebelumnya yang dicetak (sablon) pada plastik

kemasanan Kopi Bubuk Suoh (gambar 10).

Gambar 10. Produk Kopi Bubuk Suoh

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa melalui pelatihan dan uji coba penggunaan

mesin produksi mita memiliki keterampilan dalam meningkatkan kapasitas dan

waktu produksi. Waktu rata-rata proses sangrai yang dibutuhkan menggunakan

mesin sangrai adalah 1 jam sedangkan waktu yang digunakan alat tradisional

membutuhkan waktu 1,5 jam. Kapasitas produksi untuk dua kali proses dapat

menghasilkan kopi sangrai sebanyak 17-20 kg. Hal ini menunjukkan peningkatan

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 25

produksi sebesar lebih dari 70% dengan jumlah proses yang sama, namun waktu

yang lebih singkat.

Pendampingan

Karena jarak yang jauh antara kampus dan lokasi mitra, maka kegiatan

pendampingan dilakukan melalui monitoring jarak jauh. Kontak dengan mitra

dilakukan untuk menanyakan apa saja permasalahan yang terjadi dan memberikan

solusi. Melalui pendampingan, mitra berniat mengembangkan usahanya tidak hanya

pada pembuatan dan penjualan kopi bubuk namun dengan peralatan yang ada mitra

menerima pemanggangan (sangrai) kopi atau kacang tanah, serta penggilingan kopi

dari penduduk sekitar (gambar 11).

Gambar 11. Pengembangan usaha Kopi Bubuk Souh

SIMPULAN

Berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilaksanakan maka dapat

diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan pengabdian telah berjalan secara keseluruhan dan target luaran

telah terpenuhi.

2. Mitra terlibat langsung dan berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi,

pelatihan dan pendampingan.

3. Masyarakat Suoh memiliki keterampilan dalam mengoperasikan mesin

penyangrai, mesin penggiling kopi dan sealer untuk mengemas bubuk kopi.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 26

4. Meningkatnya jumlah produksi kopi bubuk sebesar 70% dengan waktu

produksi yang lebih singkat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat menyampaikan ucapan

terima kasih kepada : 1) Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat

Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) yang telah mendanai kegiatan pengabdian ini; 2)

Lembaga Penelitian, Pengembangan Pembelajaran dan Pengabdian kepada

Masyarakat (LP4M) IIB Darmajaya yang telah memberikan kesempatan untuk

melaksanakan tugas ini; 3) Mahasiswa IIB Darmajaya dan masyarakat (mitra) dan

di kecamatan Suoh, Lampung Barat.

DAFTAR REFERENSI

Asdiyansyah, J. (2015, April 1). http://www.duajurai.com/2015/04/01/advertorial-

prioritas-pembangunan-lampung-barat-menuju-kesejahteraan-rakyat/.

Retrieved April 15, 2015, from www.duajurai.com

Deperindag. (2009). Roadmap Industri Pengolahan Kopi, Laporan Direktorat

Jenderal Industri Agro dan Kimia. Jakarta: Departemen Perindustrian .

Mesin Pertanian. (2015). Mesin Sangrai Kopi. Retrieved September 2017, 13, from

Agrowindo Web site:

http://mesinpertanian.com/Mesin_Sangrai_Mesin_Penyangrai_Penyangrai

_Kopi.html

Penyuluhmuda2. (2013).

http://bp4kkabsukabumi.net/index.php?option=com_content&task=view&i

d=414&Itemid=76. Retrieved April 16, 2015, from

http://bp4kkabsukabumi.net

Purnomo, B. H., & Fauzi, M. (2016). PENINGKATAN PROFIT UNIT PRODUKSI

KOPI BUBUK KELOMPOK TANI KOPI SIDOMULYO, KABUPATEN

JEMBER MELALUI PENGEMBANGAN PRODUK BARU: BUBUK

KOPI LUWAK IN VITRO YANG DIKEMAS DALAM BENTUK

SACHET TWO IN ONE. Seminar Nasional APTA (pp. 418-423). Jember:

Universitas Jember.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 27

Riwayati, I., Suwardiyono, & Purwanto, H. (2016). PENINGKATAN MUTU

PROSES PRODUKSI KOPI BUBUK BAGI MASYARAKAT KLASTER

KOPI DI DESA GAJAH KUMPUL KECAMATAN BATANGAN PATI.

Inovasi Teknik Kimia, 1-5.

Syah, H., Yusminar, & Maulana, O. (2013). Karakteristik Fisik Bubuk Kopi Arabika

Hasil Penggilingan Mekanis dengan Penambahan Jagung dan Beras Ketan.

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian, 32-37.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 28

PENERAPAN TEKNOLOGI BIOTRICHOPORASI DALAM

MENINGKATKAN KWALITAS BIBIT KOPI LIBERIKA

TUNGKAL JAMBI DI DESA SERDANG JAYA

Gusniwati1*, Elis Kartika1, Lizawati1 dan Made Deviani1

1Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Jl. Raya Jambi Muara Bulian KM 15 Jambi

* [email protected]

ABSTRAK

Kopi Liberika Tungkal Jambi merupakan kopi spesifik lokasi Tanjung Jabung Barat

yang sedang giat giatnya dikembangkan. Desa Serdang Jaya yang merupakan salah

satu desa sentra kopi Liberika Tungkal Jambi. Pertanaman kopi pada umumnya

sudah tua, tanpa pemupukan dan banyak terserang penyakit.. Biotrichoporasi adalah

teknologi untuk mengatasi penyakit Jamur Akar Putih pada akar dan penyakit karat

pada daun, kedua penyakit ini merupakan penyakit utama tanaman kopi.Jadi dengan

teknologi ini limbah padat dan cair dari kandang sapi difermentasi dengan

Trichoderma sp. Setelah itu diberikan ke pembibitan kopi yang terlebih dahulu sudah

dilakukan penyusuan menjadi tanaman kopi kaki ganda. Kaki ganda adalah bibit

kopi dua batang disambung secara penyusuan menjadi satu batang. Kegiatan

penerapan teknologi yang dilakukan di Desa Serdang Jaya dan yang menjadi mitra

adalah KWT RT 1 dan KT RT 3. Kelompok tani ini adalah gabungan dari beberapa

RT. Metoda pendekatan yang dilakukan adalah melalui bimbingan, penyuluhan dan

demonstrasi plot (demplot). Evaluasi kegiatan dilakukan dengan menilai keaktifan

seluruh anggota Kelompok Tani sejak penyuluhan, DEMPLOT dan kegiatan

perawatan tanaman dan keberlanjutan membuat teknologi BIOTRICHOPORASI

dan teknologi ini tetap digunakan dalam pertanaman kopi. Seluruh kegiatan mulai

sosialisasi program sampai pembuatan laporan membutuhkan waktu selama 8 bulan.

Evaluasi dilakukan berdasarkan tabel evaluasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada Masyarakat ini menambah pengetahuan

kelompok tani kopi dalam perbayakan trichoderma dan manfaatnya, 70 % dari

peserta yang ikut penyuluhan sudah dapat membuat pupuk kompos dari kulit buah

kopi, 50 % dari peserta yang hadir sewaktu penyuluhan sudah bisa melakukan

penyambungan bibit kopi.

Kata Kunci: Biotrichoporasi, kaki ganda, bibit kopi, trichoderma sp

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 29

PENDAHULUAN

Analisis Situasi

Kondisi dan Lokasi Mitra

Desa Serdang Jaya, Kecamatan Betara adalah salah satu desa sentra sentra produksi

kopi liberika. Desa ini sebenarnya sudah mendapat bantuan dari PEMDA setempat

untuk dibina dalam bidang perkebunan, namun pembinaannya belum merata dan

dalam RPJP Kabupaten Tanjung Jabung Barat sudah masuk dalam daftar desa yang

akan dibina secara mandiri terutama untuk tanaman lokal specifik daerah mulai pada

tahun 2016.

Jumlah penduduk Desa Serdang Jaya adalah 1.446 jiwa, dengan jumlah laki-laki

815 jiwa dan dari jumlah tersebut 67,34 persen adalah usia produktif. Sedangkan

jumlah perempuan 631 jiwa, dan dari 65,21 persen adalah usia produktif (Biro Pusat

Statistik, 2014).

Masyarakat di desa ini adalah masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai suku, Jawa,

Bugis, Madura dan Melayu. Hal ini merupakan suatu dinamika dalam masyarakat

untuk dapat lebih maju lagi. Mata pencarian penduduk sebagian besar adalah petani

dan yang dominan adalah petani kopi. Namun hanya beberapa orang saja yang kebun

kopinya sudah diremajakan, sebagian besar kebun kopi petani yang ada sudah tidak

produktif karena sudah tua dengan usia lebih dari 50 tahun dengan tingkat persentase

serangan penyakit yang tinggi, sehingga untuk penghasilan hanya mengharapkan

tanaman pinang yang ditanam sebagai tanaman peneduh bagi tanaman kopi.

Luas desa ini adalah 82 km persegi. Sebagian besar wilayah ini adalah kebun kopi

rakyat. Penduduk setempat pada umumnya adalah petani kopi dan pinang (60

persen), peternak (25 persen) dan pedagang (15 persen). Desa Serdang Jaya terdiri

dari 8 RT yaitu dengan jumlah KK per RT 13 KK sampai 15 KK.

Masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan IbM (Mitra IbM) adalah warga yang

tergabung dalam suatu kelompok tani kopi, yang merupakan kumpulan petani kopi,

satu RT terdiri dari 10 sampai 15 KK, jadi setiap kelompok tani kopi adalah wakil

dari 15 KK yang dikenal dengan Kelompok Tani RT1 sampai KT RT 8. Mitra IbM

ada 2 yaitu Kelompok Tani RT1 dan Kelompok Tani RT 3.

Kelompok RT 1 yang akan menjadi sasaran kegiatan ini adalah petani kopi yang

tergabung dari 5 parit (dusun). Kelompok ini berdiri pada Tahun 1996, dengan

jumlah anggota 45 orang. Rata-rata pendidikan anggota kelompok tani ini adalah

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 30

SMP kebawah. Selanjutnya Kelompok tani kopi RT3 yang akan menjadi sasaran

kegiatan ini adalah petani kopi yang tergabung dari 6 parit. Kelompok ini berdiri

pada Tahun 1998, dengan jumlah anggota 54 orang. Rata-rata pendidikan anggota

kelompok ini adalah SMP kebawah. Pada umumnya petani ini tidak bekerja (80

persen), sisanya ada yang juga berdagang.

Pada umumnya petani di desa ini dalam budidaya kopi hanya menanam tanpa

perawatan. Namun, ada beberapa petani yang sudah mulai memberi pupuk namun

hanya sekali. Pupuk dari kandang sudah digunakan terutama pupuk kandang sapi

dan campuran dari limbah ternak. Namun penggunaan limbah ternak pada

pertanaman kopi mereka hanya sebatas pupuk dasar dan tidak difermentasi. Dalam

pemupukan selanjutnya sangat tergantung kepada pupuk kimia yaitu pupuk Urea,

TSP dan KCl. Harga pupuk yang mahal, langka dan lambat datangnya membuat

tanaman kopi tidak dipupuk.

Secara umum petani di Desa ini memelihara ternak dihalaman belakang rumah,

seperti ayam dan kambing. Hanya petani tertentu yang mempunyai sapi. Namun sapi

ini pada umumnya dilepas sehingga kotoran sapi berserakan disekitar rumah dan

jalanan antar desa. Belum tampak adanya pemanfaatan dari kotoran ternak. Keadaan

ini disebabkan petani tidak mengetahui cara memfermentasi kotoran ternak apalagi

dengan menggunakan biodekomposer. Menurut para petani dengan dibiarkan

sampai beberapa waktu dapat langsung diambil dan digunakan.

Penanaman kopi yang sekarang menjadi target Dinas Perkebunan dan membutuhkan

sosialisasi adalah Program 3Re. Program 3Re adalah program Rehabilitasi,

Replanting dan Reuse. Rehablitasi kebun kopi adalah kegiatan untuk memulihkan

kondisi kebun ke keadaan yang lebih baik, sehingga produktivitasnya meningkat.

Rehabilitas tanaman kopi ditujukan pada populasi tanaman yang telah berkurang

karena kesalahan kultur teknis, serangan hama dan penyakit serta kekeringan yang

mengakibatkan produktivitas tanaman per hektar rendah atau tidak menguntungkan

untuk diusahakan. Replanting adalah usaha menggantikan tanaman kopi yang secara

ekonomis tidak menguntungkan lagi karena produktivitasnya rendah sehingga perlu

diganti dengan yang baru untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi. -- Perluasan

kegiatan, perluasan adalah menanam tanaman kopi di areal baru yang lingkungannya

sesuai dengan persyaratan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi.

Reuse adalah kegiatan untuk menggunakan kembali tanaman kopi yang sudah tidak

produktif dengan teknologi topworking.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 31

Pada umumnya petani sudah mendengar metode 2in1 namun dalam pelaksanannya

masih belum mengetahui caranya dan hasilnya bagaimana. Apalagi teknologi pupuk

organik BIOTRICHOPORASI yang masih belum diketahui.

Untuk meningkatkan hasil dari introduksi 2in1 maka perlu dicari alternatif budidaya

yang berbasis organik, dalam budidaya tersebut tidak menggunakan input yang

berbahan kimia, artinya tidak perlu membeli pupuk anorganik, sehingga pengeluaran

untuk membeli pupuk dapat dikurangi.

Jamur akar putih (JAP) disebabkan oleh Rigidoporous microporus dan karat daun

yang disebablan oleh Hemileia vastatrix merupakan penyakit yang banyak

menyerang tanaman kopi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Provinsi Jambi.

Penyakit ini merupakan momok untuk petani kopi terutama kopi rakyat. Jamur Akar

Putih termasuk penyakit yang sulit diatasi jika dilihat dari akibat yang

ditimbulkannya. Prevalensi serangan penyakit tertinggi terjadi pada tanaman muda

berumur 2 3 tahun, meskipun juga dapat menyerang tanaman berumur enam

tahun. Serangan pada umur tiga tahun dapat mengakibatkan kematian dalam waktu

enam bulan sejak terinfeksi dan pada umur enam tahun menyebabkan kematian

setelah setahun terserang. Infeksi penyakit akar putih terjadi karena persinggungan

akar sehat dengan sisa-sisa akar tanaman lama yang mengandung spora cendawan

ini. Penyebarannya bisa dengan bantuan angin yang menerbangkan spora ini. Spora

yang jatuh di tunggul atau sisa tanaman yang mati akan membentuk koloni. Dari

tunggul ini jamur menjalar ke akar dan akhirnya menginfeksi akar tanaman yang

sehat di sekitarnya.

Petani di Desa ini menggunakan Bayleton untuk mengatasi JAP, namun tunggul

tanaman mati biasanya tidak dibuang, sehingga dapat terjadi penularan lewat akar

ke tanaman kopi di sekelilingnya. Petani mengatasi penyakit ini dengan penggunaan

pestisida sintetik Bayleton dan Dithane M-45. Dengan meningkatnya harga

pestisida sintetik dan semakin luasnya serangan penyakit ini menyebabkan petani

akhirnya tidak menyemprot tanaman kopi yang terserang dan hanya membiarkan

saja.

Pemupukan pada tanaman kopi dilakukan dengan menggunakan pupuk sintetik atau

sama sekali tidak dipupuk. Dengan menurunnya produksi maka kemampuan petani

untuk membeli pupuk semakin kurang. Selain hal tersebut juga karena harga pupuk

yang mahal dan ketersediannya tidak teratur. Keberadaan pupuk di pasaran sulit

diperoleh, harus melalui GAPOKTAN dan sangat dibatasi, pada waktu tertentu

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 32

terutama bulan Maret sampai Mei, suplai pupuk mulai tidak teratur, akibatnya petani

tidak memberi pupuk

Berdasarkan penjelasan di atas maka masalah utama di Desa Sedang Jaya, adalah

tingginya serangan penyakit Jamur Akar Putih dan karat daun karena rehabilitasi

kebun yang rendah, pemeliharaan tanaman yang tidak teratur misalnya dalam

pemupukan, keadaan ini menurunkan ketahanan tanaman terhadap serangan

penyakit.

Permasalahan Mitra

Desa Serdang Jaya adalah salah satu desa di Kecamatan Betara yang mempunyai

areal perkebunan kopi yang sangat luas, namun sebagian besar adalah pohon kopi

tua. Peremajaan tanaman kopi menjadi terhambat, karena banyak tanaman muda

yang mati pada umur 2 4 tahun karena serangan jamur akar putih dan karat daun.

Peremajaan tanaman kopi yang dilakukan di lahan bekas penanaman kopi tua

menyebabkan persentase tanaman yang terserang JAP dan karat daun pada tanaman

yang diremajakan meningkat.

Infeksi penyakit akar putih terjadi karena persinggungan akar sehat dengan sisa-

sisa akar tanaman lama yang mengandung spora cendawan ini demikian juga infeksi

karat daun karena tepung jamur Hemileia vastatrix. Penyebarannya bisa dengan

bantuan angin yang menerbangkan spora ini. Tanaman sakit ditandai oleh adanya

bercak-bercak berwarna kuning muda pada sisi bawah daun, kemudian berubah

menjadi kuning tua. Di bagian ini terbentuk tepung berwarna jingga cerah (oranye)

dan tepung ini adalah uredospora jamur H. vastatrix. Bercak yang sudah tua

berwarna coklat tua sampai hitam, dan kering. Daun-daun yang terserang parah

kemudian gugur dan tanaman menjadi gundul. Tanaman yang demikian menjadi

kehabisan cadangan pati dalam akar-akar dan rantingrantingnya, akhirnya tanaman

mati.

Sebagian besar petani kurang memperhatikan adanya penyakit jamur akar tersebut,

karena tidak mengetahui bagaimana caranya. Keadaan ini lama-kelamaan

menyebabkan meningkatnya tanaman kopi yang terserang jamur akar putih, situasi

ini menjadi lebih buruk karena tanaman kurang dipupuk. Petani hanya menggunakan

pupuk kandang ayam dan kotoran sapi seadanya. Keadaan ini menyebabkan

rendahnya produksi tanaman. Peremajaan tanaman sudah dilakukan namun

terkendala oleh jamur akar putih dan jamur Hemileia vastatrix

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 33

Berdasarkan uraian diatas maka perlu di lakukan bimbingan, penyuluhan dan

DEMPLOT untuk mengatasi masalah-masalah berikut:

1. Penyakit jamur akar putih dan pada karat daun pada tanaman kopi, dimulai

dari pembibitan.

2. Ketergantungan pada ketersediaan pupuk anorganik di pasaran.

METODE PELAKSANAAN

Solusi yang ditawarkan

Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah pendidikan kepada masyarakat melalui:

1. Mengadakan ceramah tentang Teknologi BIOTRICHOPORASI, yaitu

inovasi baru, yang memanfaatkan perananan mikroorganime dan ekstrak

tanaman. Mikroorganisme yang digunakan berperan meningkatkan ketahanan

tanaman terhadap penyakit (induksi ketahanan) dan produktivitas tanaman.

Trichoderma sp. dapat digunakan sebagai komponen pengendali hayati, yang

diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman. Trichoderma berfungsi

sebagai biodekomposer (Trichokompos) dan biofungisida.

2. Mengadakan penyuluhan dan demontrasi cara perbanyakan biodekomposer

Trichoderma sp.

3. Mengadakan penyuluhan dalam bentuk ceramah dan demonstrasi tentang cara

mempersiapkan Bibit kopi 2 in 1, yaitu bibit kopi dengan akar ganda.

4. Mengadakan diskusi dan tanya jawab tentang materi yang diberikan.

5. Pemantauan secara berkala, dengan site visited ke lokasi DEMPLOT dua

minggu sekali

Rencana Kegiatan

Rencana kegiatan yang telah disepakati bersama adalah :

1. Melakukan bimbingan, penyuluhan dan demonstrasi plot (DEMPLOT) cara

mendapatkan bibit kopi dengan akar ganda,

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 34

2. Melakukan bimbingan, penyuluhan dan DEMPLOT cara membuat pupuk

organik padat dan cair BIOPORASI dengan biodekomposer Trichoderma sp.

dan cara membuat Trichoderma sp.

Kontribusi Partisipasi Mitra

1. Mengumpulkan seluruh anggota Kelompok Tani RT I dari Dusun Parit I

dan Kelompok Tani RT 3 dari dusun Parit 3.

2. Mempersiapkan tempat untuk bimbingan dan penyuluhan (bisa bersamaan

dengan DEMPLOT)

3. Mempersiapkan lahan untuk demonstrasi plot.

4. Mempersiapkan bahan dan peralatan untuk demonstrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pendampingan alih teknologi di Desa Serdang Jaya tentang pemanfaatan

kulit kopi menjadi pupuk biotrikoporasi yang diaplikasikan pada bibit kopi berkaki

ganda dengan 2 cara yaitu penyampaian teori melalui penyuluhan dilanjutkan

dengan pelatihan dan demplot tentang cara perbanyakan jamur trichoderma,

pembuatan pupuk trikokompos kulit kopi, teknik membuat bibit kopi berkaki dua.

Penyuluhan dan pelatihan Pembuatan biotrichoporasi padat dengan

menggunakan bahan baku dari kulit buah kopi

Agar kegiatan berjalan optimal maka pada tahap awal kegiatan dipilih kelompok tani

yang akan terlibat dalam kegiatan dan lokasi untuk demplot. Setelah ditentukan

lokasi pengkajian teknologi, dilakukan sosialisasi dengan kepala desa dan Ketua

kelompok dengan tujuan untuk memperkenalkan teknologi yang akan dikaji dan

menentukan jadwal pelaksanaan dan persiapan tempat.

Sebelum dilakukan pembuatan pupuk biotrichoporasi dari kulit kopi terlebih dahulu

dilakukan penyuluhan dan pelatihan perbanyakan trichoderma masyarakat tidak

kesulitan dalam memperoleh biodekomposer nantinya. Dalam perbanyakan

trichoderma tim mempersiapkan starter trichoderma di laboratorium dengan

menggunakan beras sebagai media inokulum selama 2 minggu. Untuk perbanyakan

trichoderma ditingkat petani digunakan ampas kelapa yang sudah disterilkan.

Masyarakat merespon dengan baik dengan menydiakan ampas kelapa dan peralatan

yang diperlukan.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 35

Setelah masyarakat tau memperbanyak trichoderma maka kegiatan selanjutnya

adalah pembuatan pupuk organik dari kulit buah kopi. Persiapan kegiatan ini

dilakukan bersama sama dengan mitra, yang mana mitra membantu dalam

penyediaan limbah kulit kopi dan pupuk kandang. Proses pengomposan

membutuhkan waktu 30 hari, dan menghasilkan kompos dengan visual baik, yaitu

remah dan tidak lengket. Selama proses pengomposan dilakukan petani tim

melakukan pendampingan untuk melakukan pengamatan sampai kompos jadi.

Berdasarkan pengamatan, petani menunjukkan respons yang besar terhadap materi

yang dilatihkan. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi petani hadir sampai 70 %,

baik pada kegiatan penyuluhan maupun pelatihan seperti banyaknya pertanyaan

yang diajukan petani apabila dirasakan mereka kurang memahami sesuatu yang

disampaikan oleh tim. Permasalahan yang disampaikan petani adalah apabila setelah

pengkajian selesai dan petani ingin menerapkan secara berkelanjutan, karena

sulitnya mendapatkan trichoderma sebagai dekomposer untuk pengolahan kompos.

Kegiatan ini direspon dengan baik oleh kelompok masyarakat yang menjadi mitra

terlihat dengan banyaknya anggota yang hadir pada waktu pelaksanaan penyuluhan.

Dalam pembuatan pupuk mitra dibantu dana untuk bak kompos sebanyak 4 buah.

Gambar 1. Penyuluhan dan Pelatihan perbanyakan trichoderma dan pupuk

Biotrichoporasi padat

Kelompok tani kopi libtukom sekarang sudah bisa memproduksi sendiri trichoderma

padat dengan menggunakan ampas kelapa sebagai media perbanyakan dan mereka

sudah langsung menggunakannya pada tanaman kopi.

Pupuk kompos yang sudah jadi tidak saja digunakan untuk tanaman kopi, tapi juga

digunakan untuk tanaman sayuran yang mereka usahakan.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 36

Melakukan penyusuan untuk memperoleh bibit kopi librerika berkaki ganda.

Tahap awal dari kegiataan ini adalah mempersiapkan bibit untuk batang bawah. Bibit

kopi yang digunakan adalah bibit kopi unggul yang di peroleh dari penangkar bibit

yang terdapat di Desa Mekar jaya. Kemudian dilakukan penggabungan 2 bibit

kedalam 1 polybag dan dipelihara selama satu bulan.

Gambar 2. Penyuluhan dan pelatihan membuat bibit akar ganda

Dalam penyambungan bibit kopi dilakukan agak terlambat karena terkendala oleh

musim kemarau sehingga penyambungan baru dilakukan setelah ada hujan.

Kegiatan penyusuan ini dilakukan bertahap oleh kelompok sampai semua bibit

selesai disusukan. Satu minggu kemudian dilakukan pemantauan untuk melihat hasil

kerja dari kelompok tani yang sudah dilatih. 50 persen dari peserta yang hadir sudah

dapat membuat bibit kopi liberika tungkal jambi berkaki ganda.

Monitoring dan evaluasi

Setelah semua kegiatan dilaksanakan 2 minggu kemudian dilakukan monitoring

tentang keberhasilan perbanyakan trichoderma, mengecek biotrichoporasi yang telah

dibuat dan memantau pemeliharaan bibit yang sudah dilakukan penyusuan.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 37

Hasil monitoring terlihat bahwa yang mau terus memperbanyak trichoderma adalah

ibu ibu yang mengikuti pelatihan sedang kan pembuatan kompos dan perbanyakan

bibit kaki ganda dilakukan oleh semua anggota yang aktif. Terlihat dari seluruh

anggota yang terdaftar yang aktif melaksanakan sekitar 70 %.

SIMPULAN

1. Pelaksanaan kegiatan pengabdian pada Masyarakat ini dapat menambah pengetahuan kelompok tani kopi dalam perbayakan trichoderma dan

manfaatnya

2. 70 % dari peserta yang ikut penyuluhan sudah dapat membuat pupuk biotrichoporasi dengan bahan baku kulit buah kopi.

3. 50 % dari peserta yang hadir sewaktu penyuluhan sudah bisa melakukan penyambungan bibit kopi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima Kasih kami ucapkan pada Universitas Jambi yang telah memberikan dana

untuk terselenggaranya pengabdian pada Masyarakat ini.

DAFTAR REFERENSI

Biro Pusat Statistik. 2014. Tanjung Jabung Barat Dalam Angka.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2009. Pemanfaatan Trichokompos

pada Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi,

Jambi.

Rajawali Phara Jaya. 2004. Bio Organic Soil Treatment. PT Rajawali Phara Jaya.

Jakarta.

Sitosu Agro Cemerlang. 2005. Bio Organic Soil Treatment. PT Sitosu Agro

Cemerlang. Jakarta. Sitosu Agro Cemerlang. 2009. Bio Organic Soil

Treatment. PT Sitosu Agro Cemerlang. Jakarta

Yovita. 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 38

PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI USAHA

BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN TOGA MENJADI

MINUMAN SEHAT PADA POSDAYA TABLIGH

KELURAHAN TEJOSARI KECAMATAN METRO

TIMUR KOTA METRO

Handoko Santoso

Dosen Kopertis Wilayah 2 Dpk pada FKIP- Universitas Muhammadiyah Metro;

[email protected]

ABSTRAK

Permasalahan yang masih dihadapi oleh keluarga sasaran pengabdian adalah masih

rendahnya tingkat ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Belum terpenuhinya kebutuhan keluarga ini yang kemudian dikatagorikan sebagai

keluarga Pra-Sejahtera (Keluraga Pra-KS). Penentuan kategori kaluarga Pra-KS ini

diantaranya dari aspek ekonomi. Faktor penyebab kondisi ini diantaranya kurangnya

pemahaman keluarga akan arti pentingnya memanfaatkan lahan pekarangan untuk

tanaman produktif yang bisa menambah pengasilan keluarga. Diperlukan upaya

pembinaan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga. Pengabdian kepada

masyarakat ini bertujuan meningkatkan pemahaman Kepala Keluarga akan arti

pentingnya pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman Toga (Jahe, Temu Lawak,

Kunyit) yang bernilai ekonomis. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menumbuhkan

kesadaran pentingnya membentuk usaha bersama untuk memanfaatkan tanaman

rimpang tersebut menjadi produk yang bisa djual dan menghasilkan keuntungan.

Kegiatan dilakukan dengan cara memberikan pelatihan budidaya tanaman Toga

(Jahe, Temu Lawak, dan Kunyit) dan wirausaha. Kegiatan dilakukan pada 05 Januari

sampai dengan 3 Pebruari 2017 di Posdaya Tabligh, Kelurahan Tejosari, Kecamatan

Metro Timur, Kota Metro. Hasil yang diperoleh dari kegiatan Pengabdian ini adalah

1) Meningkatnya pemahaman peserta tentang pentingnya pemanfaatan lahan

pekarangan untuk budidaya tanaman Toga (Jahe, Kunyit, Temu Lawak), mengalami

peningkatan sebesar 16 % . 2) Ada empat belas (14) Kepala Keluarga (KK) peserta

sudah melakukan budidaya tanaman Jahe, Kunyit, atau Temu Lawak di lahan

pekarangan. 3) Terwujud rintisan usaha bersama pembuatan ekstrak minuman sehat

berbahan baku jahe, temu lawak dan kunyit. Nama usahanya Sehat Sari dengan

produksi 20 Kg/bulan.

Kata Kunci: ekonomi keluarga, minuman sehat, pemberdayaan

mailto:[email protected]

KONFERENSI NASIONAL PkM-CSR KE-3 TAHUN 2017 | SURAKARTA, 19 21 OKTOBER 2017

Teknologi Tepat Guna dan Pendidikan | 39