Prosiding, 2014

126

Transcript of Prosiding, 2014

Page 1: Prosiding, 2014
Page 2: Prosiding, 2014

PROSIDING Workshop Strategi Nasional

“Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang”

ISBN : 978-602-9096-11-8

Penanggung Jawab :

Ir. Ahmad Saerozi

Ir. Nina Juliaty, MP

Tata Letak :

Iin Syahfitri, S.Sos

Maria Anna Raheni, S.Sos

Dipublikasikan Oleh :

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja

Samarinda – Kalimantan Timur

Telp. 0541- 206364

Fax. 0541 – 742298

Email. [email protected]

Website http://www.diptero.or.id

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya dari buku ini dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi, micro film dan cetak, tanpa izin penerbit

Page 3: Prosiding, 2014

PROSIDING Workshop Strategi Nasional

“Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang” Pontianak, 14 Mei 2014

Editor:

Dr. Rizki Maharani

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa 2014

Page 4: Prosiding, 2014

i

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang i

Pontianak, 14 Mei 2014

KATA PENGANTARProsiding “Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea PenghasilTengkawang” ini disusun sebagai salah satu inisiasi penyusunan strategi nasionalterhadap perlindungan jenis Shorea penghasil Tengkawang. Kegiatan ini merupakansalah satu kegiatan dalam ITTO Project PD 586/10 Rev. 1 (F) “Operational Strategiesfor the Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood ofIndigenous People in Kalimantan” hasil kerjasama antara Balai Besar PenelitianDipterokarpa (B2PD) dan International of Tropical Timber Organization (ITTO).Workshop ini diselenggarakan berdasarkan hasil-hasil penelitian Tengkawangterintegrasi yang telah dilakukan sepanjang kegiatan ITTO PD 586/10 Rev.1 (F) dandukungan penelitian awal dalam kegiatan DIPA (B2PD). Semua hasil penelitiantersebut terangkum dalam sebuah formulasi yang diawali dengan assesment berbagaireferensi hasil-hasil penelitian tentang tengkawang termasuk hasil-hasil pelatihan,sosialisasi dan diseminasi yang diadakan di berbagai tempat di Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Assesment dengan menguraikan faktor-faktor biofisik, sosial ekonomi, konservasi dan pendukung yakni tentang kearifanlokal dan peraturan.Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukungkegiatan workshop ini. Harapannya agar di masa datang, seluruh kegiatan yangterangkum dalam Workshop ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yangberkepentingan.

Kepala Balai BesarIr. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001

Page 5: Prosiding, 2014

ii

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ii

Pontianak, 14 Mei 2014

DAFTAR ISIKata Pengantar………………………………………………………………………………………………………. iDaftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………… iiLaporan Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa ……………………………………………. ivSambutan Gubernur Provinsi Kalimantan Barat …………………………………………………… viArahan dan Pembukaan Kepala Badan Litbang Kehutanan …………………………………… ixPELAKSANAAN WORKHOPI. Rumusan Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan PrioritasDan Beberapa Indikator Terkait …………………………………………………………………….. 1II. Materi Diskusi ……………………………………………………………………………………………… 18III. Diskusi …………………………………………………….………………………………………………….. 24IV. Kesimpulan Diskusi Kelompok …………………………………………………….……………….. 30MAKALAH PENUNJANG1. Agroforestri Tengkawang Dalam Pembangunan BerkelanjutanOleh : Sri Purwaningsih dan Abdurachman …………………………………………………… 472. Asosiasi Jenis Pohon Tengkawang Di Hutan Penelitian Labanan,Kabupaten Berau, Kalimantan TimurOleh : Amiril Saridan …………………………………………………….……………………………. 543. Pengaruh Dosis Dan Kolonisasi Hifa Pada Penambahan InokulanAlami (Ektomikoriza) Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea Pinanga AsalKHDTK Labanan Di PersemaianOleh : Karmilasanti dan Nilam Sari ………………………………….……………………………. 614. Pengemasan Lemak Tengkawang dalam BambuOleh : Andrian Fernandez dan Rizki Maharani ………………………………….………….. 695. Potensi Lemak Tengkawang sebagai Alternatif Pembuatan Permen CokelatOleh : Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes ………………………………….……… 736. Riap Diameter Tengkawang Rambai (Shorea Pinanga Scheff) di HutanAlam Labanan Berau, Kalimantan TimurOleh : Abdurachman ………………………………….…………………………….…………………… 787. Serangan Hama Buah dan Daun pada Jenis Shorea Penghasil TengkawangOleh : Ngatiman dan Andrian Fernandez ………………………………….………….………. 838. Evaluasi Awal Uji Spesies-Provenan Jenis-Jenis Shorea Penghasil Tengkawangdi KHDTK Labanan, Kalimantan TimurOleh : Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan ………………………………….………………… 88

Page 6: Prosiding, 2014

iii

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang iii

Pontianak, 14 Mei 2014

9. Potensi Pohon Tengkawang, Tingkat Generasi Alaminya dan Pola SebaranPohon Tengkawang di Kalimantan BaratOleh : M. Fajri dan Nilamsari ………………………………….…………………………….……… 95LAMPIRANJADWAL ACARA …………………………….…………………………….………………………………….. 103DAFTAR HADIR PESERTA …………………………….…………………………….…………………… 104

Page 7: Prosiding, 2014

iv

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang iv

Pontianak, 14 Mei 2014

LAPORAN PENYELENGGARAANKEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA

Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik TengkawangPontianak, 14 Mei 2014

Bismilahirrohmanirrohim,Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili olehBapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak GubernurProvinsi Kalimantan Barat, Perwakilan Lembaga Donor “International TropicalTimber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinanorganisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, danpelopor Pengembangan Tengkawang yang kami muliakan.Assalamu’alaikum Wr.Wb. (Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian).Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, karenahari ini atas perkenan-Nya kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini, dalamrangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatan Pengembangan Tengkawang, yaitu“Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Perlindungan Tengkawang”.Workshop ini merupakan salah satu Rangkain Program Kerjasama antaraKementerian Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)bekerjasama dengan lembaga internasional “International Tropical TimberOrganization (ITTO)”. Program ini merupakan program pengembangan Tengkawangsecara terpadu melalui judul kerjasama : “Operational Strategies for the Conservationof Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous Peoplein Kalimantan”, dengan durasi waktu tiga tahun (Juli 2011-Juni 2014).Dalam pelaksanaannya seluruh ragkaian kegiatan pengembangan Tengkawangdilakukan di 5 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Barat (Bengkayang, Sekadau,Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu), 3 pilot kabupaten di provinsi Kalimantan Timur(Samarinda, Kutai Kartanegara dan Berau) dan 1 pilot kabupaten di provinsiKalimantan Utara (Malinau). Pemilihan lokasi pilot project tersebut didasarkan padapertimbangan potensi penyebaran alami Tengkawang dan kontribusi yang signifikanterhadap perekonomian masyarakat lokal.Meskipun tengkawang telah nyata berkontribusi dan layak untuk diprioritaskan,bahkan dilindungi dan terlarang untuk ditebang (PP No. 7/1999 dan KeputusanMenteri Kehutanan No.692/Kpts-II/1998), namun kelestarian keragaman genetiktengkawang masih terancam. Pengaruh pemanenan hutan dan biji tengkawang sertafragmentasi hutan mengarahkannya pada penurunan atau bahkan lenyapnyakeragaman genetik di tingkat spesies dan populasi, merubah struktur interpopulasi,meningkatkan kemungkinan inbreeding dan penyimpangan genetik. Kondisi inimengakibatkan rentannya kelestarian keragaman genetik.

Page 8: Prosiding, 2014

v

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang v

Pontianak, 14 Mei 2014

Keterlibatan dan komitmen semua pihak diperlukan untuk membangunperlindungan/ konservasi jenis tengkawang secara terintegrasi dan masif. Strategidan tindakan yang tepat bagi upaya konservasi jenis tengkawang sangat pentinguntuk segera dikembangkan. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menyusun suatuformulasi khusus dalam rangka mendukung upaya strategi nasional yang jelas danaplikatif bagi kepentingan konservasi genetik jenis tengkawang.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tujuan dari kegiatan workshop ini adalah :1. Membangun pemahaman melalui berbagi (sharing) gagasan dan informasi antarpihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagai tambahan referensipenyusunan formula strategi perlindungan tengkawang dalam rangkamendukung action plan strategi nasional konservasi genetik tengkawang2. Membangun kesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strateginasional perlindungan jenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuksetiap tindakan terintegrasi yang merupakan bagian dari usaha konservasi jenistengkawang di Indonesia3. Memperkenalkan beberapa output terkait konservasi jenis tengkawang yangmerupakan inisiasi dari action plan pendukungWorkshop ini akan dilaksanakan hari ini selama 1 hari penuh dengan jumlah pesertasebanyak 70 orang yang meliputi kalangan stakeholder, civitas akademika, LSM Lokalserta para penggiat, pemerhati, dan pelopor Pengembangan Tengkawang.Sedangkan untuk narasumber akan disampaikan dari Universitas Tanjungpura,Pontianak, Kalimantan Barat; Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Balai BesarPenelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, Balitbanghut,Kemenhut, dengan LSM Lokal (PRCF) sebagai Fasilitator.Demikian yang dapat kami sampaikan, besar harapan kami agar acara ini dapatberjalan lancar dan mampu memberikan kontribusi nyata pada upaya pengembangandan perlindungan Tengkawang di masa yang akan datang. Terima Kasih.Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.Salam Sejahtera dan Salam Tengkawang. Kepala Balai BesarIr. Ahmad SaeroziNIP. 19591016 198802 1 001

Page 9: Prosiding, 2014

vi

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang vi

Pontianak, 14 Mei 2014

SAMBUTAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN BARATWorkshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Selamat Pagi, Salam Damai dan Sejahtera untuk kita semua.Yang saya hormati Bapak Menteri Kehutanan Republik Indonesia yang diwakili olehBapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bapak Kepala BalaiBesar Peneltian Dipterokarpa, Perwakilan Lembaga Donor “International TropicalTimber Organization (ITTO)”, para pimpinan lembaga pemerintah, para pimpinanorganisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat, pemerhati, danpelopor Pengembangan Tengkawang yang saya cintai dan yang saya banggakan.(Alhamdullillah) Puji syukur atas berkat dan rahmat Tuhan YME (Allah SWT), hari inikita hadir di tempat ini, dalam rangka menghadiri salah satu rangkaian kegiatanPengembangan Tengkawang, yaitu “Workshop Nasional tentang Strategi NasionalPerlindungan Tengkawang”. Melalui kegiatan ini, diharapkan agar Tengkawang yangmerupakan “Primadona” dan”Maskot” Kalimantan Barat dapat kembali “Bersinar” ,sekaligus untuk membulatkan tekad dan langkah-langkah nyata kita dalammendukung program perlindungan/konservasi jenis Tengkawang yang hampirpunah dan terlupakan ini .Oleh karena itu, pada kesempatan pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih danpenghargaan terhadap Kementerian Kehutanan, dimana melalui Program KegiatanKerjasama Penelitian dan Pengembangan Tengkawang antara Balai Besar PenelitianDipterokarpa dan International Tropical Timber Organization (ITTO) ini, merupakansuatu prakarsa dan inisiasi untuk menggerakkan kita semua agar Tengkawang yangkita cintai benar-benar bisa memiliki potensi atau nilai tambah yang layak untukdiprioritaskan . Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, termasuklembaga pemerintah terkait yang juga telah berupaya sekuat tenaga dalammendukung program ini, dan tentunya tak lepas dukungan dari organisasikemasyarakatan serta para penggiat, pemerhati dan pelopor PengembanganTengkawang yang selama ini tak kenal lelah dalam perjuangannya menjadikanTengkawang untuk tetap eksis di tengah kuatnya terpaan konversi maupuneksploitasi yang mengancam keberadaannya.Para Hadirin yang saya hormati,Jika kita berbicara tentang Tengkawang, maka Tengkawang sangat identik denganlambang kebanggaan (Maskot) masyarakat setempat (warga Dayak) di KalimantanBarat. Selain jenisnya beragam, potensi keberadaannya juga sangat besar dantersebar hampir di seluruh daerah di Kalimantan Barat. Tengkawang (terutama buahTengkawang) sudah sejak lama mampu mendatangkan nilai tambah yang cukuppenting dalam kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Secara tradisional,

Page 10: Prosiding, 2014

vii

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang vii

Pontianak, 14 Mei 2014

lemak/minyak Tengkawang digunakan untuk memasak (pengganti minyak goreng),penyedap masakan dan untuk ramuan obat-obatan. Dalam perkembangannya, didunia industri, Tengkawang diekspor ke manca negara karena minyak tengkawangsangat berpotensi digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasidan kosmetika. Pada masa lalu tengkawang juga dipakai dalam pembuatan lilin,sabun, margarin, pelumas dan sebagainya. Untuk itulah mengapa Tengkawangsempat menjadi “Primadona”/kebanggaan warga kami, selain nilai ekonominya yangtinggi dan merupakan cash income bagi masyarakat setempat, keseluruhan pohonnyadapat dimanfaatkan dan mengandung nilai-nilai penting diantaranya nilai sosial,budaya dan ekologi yang sangat tinggi, bahkan mengandung nilai sakral khusus bagimasyarakat setempat.Saudara-saudara sekalian,Di Kalimantan Barat masih banyak ditemukan pohon Tengkawang yang dipeliharadalam suatu kawasan hutan masyarakat yang dikenal dengan Tembawang (sebutanmasyarakat setempat/Dayak). Pada daerah ini pohon Tengkawang dipelihara denganbaik untuk diambli buahnya. Setiap kali musim pohon Tengkawang berbuah, hutantersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat pemilik Tembawang tersebut. UmumnyaTengkawang hidup berdampingan dengan tanaman buah-buahan maupun tanamanperkebunan yang sengaja ditanam oleh masyarakat pemilik tembawang. Tembawangini telah ada ratusan tahun yang lalu dan diwariskan secara turun temurun olehnenek moyang mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa Tengkawang melalui Tembawangtelah diupayakan pelestariaannya. Upaya pelestarian hutan masyarakat(Tembawang) ini, secara tradisional merupakan salah satu kearifan lokal masyarakatsekitar hutan. Tanpa adanya kearifan lokal tersebut, kemungkinan besar pohonTengkawang sulit dijumpai lagi. Hal ini mengingat maraknya konversi hutan menjadiareal perkebunan dalam skala besar di Kalimantan.Saudara sekalian yang berbahagia,Adanya dilema antara upaya pelestarian dan godaan kuat untuk mengkonversi lahanTengkawang, menuntut kita memikirkan langkah-langkah konkrit dalam halmelindungi pohon Tengkawang dari terancam punah, serta mendorong peningkatannilai tambah Tengkawang sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat. Untukitu, maka dipandang perlu untuk membangun pemahaman melalui berbagi (sharing)gagasan dan informasi antar pihak terkait tentang keberadaan tengkawang sebagaitambahan referensi penyusunan formulasi langkah-langkah konkrit dalam wujud“action plan” strategi nasional perlindungan jenis tengkawang; membangunkesepakatan bersama dalam menciptakan formulasi strategi nasional perlindunganjenis tengkawang sebagai panduan dan dasar untuk setiap tindakan terintegrasi yangmerupakan bagian dari usaha konservasi jenis tengkawang di Indonesia.Saudara-saudara, itulah sebagian besar poin yang ingin saya sampaikan karena yanghadir di tempat ini sesungguhnya adalah pahlawan-pahlawan Tengkawang. Oleh

Page 11: Prosiding, 2014

viii

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang viii

Pontianak, 14 Mei 2014

karena itu, saya bangga, saya berterima kasih tapi tugas belum rampung. Mari teruskita tingkatkan upaya kita, kerja keras kita, bangun koordinasi, sinergi, dansinkronisasi sebaik-baiknya. Saya mengajak organisasi internasional, lembagapemerintahan terkait dan para pejuang Tengkawang untuk bekerja sama dan salingmendukung agar tugas mulia tetapi penuh tantangan ini dapat kita laksanakandengan baik.Demikian kata sambutan yang dapat kami sampaikan, semoga segala tujuan danharapan kita diberi kelancaran dan dikabulkan oleh Tuhan YME (Allah SWT). Aamiin(Ya Robbal 'Alamiin). Pada kesempatan ini saya Gubernur Provinsi Kalimantan Baratmenyatakan “Workshop Nasional tentang Strategi Nasional PerlindunganTengkawang” dibuka dengan resmi.Terima kasih……Selamat Pagi dan Salam Tengkawang.GubernurProvinsi Kalimantan BaratttdDrs. Cornelis, MH

Page 12: Prosiding, 2014

ix

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang ix

Pontianak, 14 Mei 2014

ARAHAN DAN PEMBUKAANKEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANANWorkshop Nasional tentang Strategi Nasional Genetik Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014Selamat PagiSalam damai dan sejahtera bagi kita semuaYang saya hormati Bapak Gubernur Prov. Kalimantan Barat (mewakili) besertajajarannyaSaudara Kepala Balai Besar Penelitian DipterokarpaPara Pimpinan Lembaga Pemerintah Daerah Propivinsi dan Kabupaten/Kota se-Kalimantan BaratPara Dosen, Mahasiswa dan segenap Civitas AkademikaPara pimpinan organisasi kemasyarakatan dan terkhusus kepada para penggiat,pemerhati, dan pelopor Pengembangan tengkawang, sertaPara peserta workshop dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,Puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridho-Nya, pada hari ini kita dapat berkumpul bersama dalam keadaan sehat dan penuhsemangat untuk mengikuti acara “Workshop Nasional tentang Strategi NasionalPerlindungan Tengkawang”.Terlebih dahulu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasiterhadap dukungan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan semua pihakterkait terhadap keseluruhan rangkaian program pengembangan tengkawang yangmerupakan program kerjasama penelitian pengembangan terpadu antaraKementerian Kehutanan dengan International Tropical Timber Organization (ITTO)melalui judul program kerjasama: “Operational Strategies for the Conservation ofTengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenous People inKalimantan”.Saya menyambut baik penyelenggaraan workshop ini sebagai salah satu wujud nyatadari upaya bersama, antara pemerintah, civitas akademika, lembaga swadayamasyarakat, dunia usaha serta masyarakat, untuk terus mencari upaya dan peluangguna memanfaatkan secara optimal HHBK jenis tengkawang di samping tingginyapemanfaatan tegakan/kayu tengkawang. Keterlibatan dan komitmen semua pihakinilah yang diperlukan untuk membangun perlindungan/konservasi jenistengkawang secara terintegrasi dan masif. Dimana pada masa mendatang dapat

Page 13: Prosiding, 2014

x

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang x

Pontianak, 14 Mei 2014

mendorong pengambilan strategi dan tindakan yang tepat bagi upaya konservasijenis tengkawang.Saya juga memberikan penghargaan yang sangat tinggi atas inisiatif dari Balai BesarPenelitian Dipterokarpa (B2PD), yang ditunjuk sebagai executing agency, yangmempelopori kegiatan Pengembangan dan Perlindungan tengkawang, baik melaluiprogram rutin (DIPA) maupun dukungan dari lembaga donor Internasional, ITTO.Hasil-hasil yang dicapai workshop ini sangat ditunggu oleh masyarakat, khususnya diKalimantan Barat yang merupakan host dari program ini. Saya sungguh berharapdalam kesempatan yang baik ini agar B2PD sebagai sebuah center of excellence,mampu bertindak lebih kreatif, lebih inovatif menawarkan gagasan-gagasan segardalam menciptakan teknologi tepat guna yang baru. Semua itu sangat besar artinyabagi kembalinya tengkawang sebagai salah satu primadona dan sekaligus mampumengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali “memperjuangkan”tengkawang sebagai salah satu penopang perekonomian mereka.Hadirin yang saya hormati,HHBK memang bagian yang sangat penting dari sumber daya kekayaan alam yangberpotensi tinggi. Fokus kehutanan yang di masa lalu memang ada pada kayu, yangberkontribusi signifikan untuk pemasukan negara dan penyedia lapangan kerja.Sejalan dengan potensi dan produksi, potensi kayu pun berkurang, dan perhatianmulai dialihkan pada HHBK. HHBK sekarang dianggap setara, bahkan merupakanproduk masa depan kehutanan. Sebuah studi mengklaim, bahwa dari seluruh potensihutan, kontribusi kayu hanya kurang dari 5%. Oleh karena itu Menhut membuatpokja, untuk mengembangkan HHBK di sentra-sentra HHBK. Karena setelahdiidentifikasi dan telah diputuskan dalam Kepmen, ada lebih dari 400 jenis HHBK.Dipilihlah HHBK prioritas yang terbatas, yang dianggap sangat potensial. HHBK jugapenting karena ke depannya, produk kehutanan yang penting adalah produk-produkyang disebut sebagai biomaterial, seperti obat-obatan, herbal, kosmetik, dll. Karenakayu sebenarnya adalah produk yang mudah disubstitusi, mudah diganti oleh produklain walau suatu saat kayu langka. Contoh subsitusi adalah adanya baja ringan,furnitur dari bahan sintesis dll. Biomaterial akan makin tinggi prospek ke depannya,karena kesadaran kita yang mulai muncul bahwa produk keseharian kita lebihdiharapakan berasal dari produk-produk alami daripada yang berbahan sintetis.Misalnya kulit manggis sebagai penghalus kulit dan obat-obatan. tengkawang adalahsalah satu yang sangat berpotensial untuk biomaterial. HHBK juga penting karenasangat berkaitan erat dengann pendapatan masyarakat. Kayu umumnya diusahakanoleh perusahaan besar, sementara HHBK biasanya diusahakan oleh masyarakat atauperusahaan kecil. HHBK juga penting dengan adanya rencana trend ke depan yaituekonomi hijau yang menjadi sasaran dunia. Ekonomi hijau berarti baik bahan baku,proses, produk, da pengolahan limbahnya, semua ramah lingkungan. HHBK pentinguntuk penyedia energi ramah lingkungan.

Page 14: Prosiding, 2014

xi

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang xi

Pontianak, 14 Mei 2014

Dari 4 provinsi di Kalimantan, Kalimantan Barat memiliki potensi tengkawangtertinggi diikuti oleh Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun hanyaKalimantan Barat yang dari dulu sampai sekarang masih memiliki pasar tengkawangsekaligus pabrik pengolahannya. Selain secara tradisional, beberapa komoditasdihasilkan oleh masyarakat setempat. Dalam dunia industri, minyak tengkawang(green butter) biasa diekspor ke mancanegara dan digunakan sebagai penggantilemak coklat, bahan farmasi dan bahan kosmetik. . Ironisnya harga buah tengkawanghanya Rp 1000 sam Rp 2000 per kilo, hal ini lah yang menyebabkan daya tarik bisnistengkawang menjadi berkurang. Seiring dengan berjalannya waktu, pengusahaantengkawang dianggap kurang menjanjikan dan kalah bersaing dengan kompetitorbaru lainnya, yaitu karet dan sawit. Namun bila mengingat potensinya, harusnya takterjadi hal demikian. Persoalan mungkin terletak pada mekanisme tata niagatengkawang yang mengakibatkan harga tengkawang di tingkat petani menjadirendah. Jika dibenahi, tengkawang pasti tak kalah dengann karet dan sawit. Tidaksalah jika akhirnya para petani memilih sawit dan karet dibanding tengkawang.Pemerintah harus mencari penyebabnya. Hal demikian bukan hanya terjadi padaHHBK tengkawang, HHBK lain juga demikian. Contohnya getah jernang yang memilikiharga puluhan juta di Singapura tapi rendah di tingkat petani. Demikian juga dengangemor atau menyan.Tak dapat dipungkiri jika tengkawang memberikan kontribusi signifikan bagimasyarakat lokal, baik berupa pemanfaatan HHBK maupun kayunya. Target utamadari program pengembangan dan perlindungan ini adalah masyarakat. Oleh karenaitu perlu pemikiran dan perumusan yang mendalam agar masyarakat dapat turutserta memberikan/membangun informasi sekaligus penerima manfaat (dari, olehdan untuk masyarakat). Masyarakat demikian akan memiliki pengetahuan dankemampuan untuk mengakses dan memanfaatkan informasi serta menjadikaninformasi sebagai nilai tambah dalam peningkatan kualitas kehidupan. Kitamenyakini bahwa penciptaan teknologi tepat guna yang inovatif adalah salah satukunci pengembangan tengkawang saat ini, sebagai upaya pemulihan ekonominya.Kontribusi perekonomian ini tentunya tidak lepas dari upaya perlindungan terhadaptegakan pohon jenis tengkawang itu sendiri, agar pemanfaatan HHBK dimaksuddapat terus lestari dan berkesinambungan.Workshop ini harus disambut baik dan hendaknya menjadi awal langkah nyata yangmempertemukan stakeholder tengkawang untuk menemukan cara dan upayabagaimana meningkatkan profile potensi tengkawang dalam bentuk strategi nasionalkonservasi tengkawang dan perannya dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.Jangan sampai menyesal jika suatu saat tengkawang punah padahal akhirnyadiketahui bahwa tengkawang sangat dibutuhkan. Gemor misalnya, sudah langka, danbahkan dicari oleh Jepang, yang berarti gemor mempunyai suatu potensi tertentuyang belum diketahui oleh kita.

Page 15: Prosiding, 2014

xii

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang xii

Pontianak, 14 Mei 2014

Proyek ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan progam-program selanjutnya dantak harus tergantung pada proyek ITTO saja. Diakui bahwa dana penelitian hanyalahkurang dari 10% dari anggaran dan HHBK masih mendapat perhatian yang kurang.Diharapkan ke depannya semua itu akan berubah ke arah yang lebih proporsional.Langkah awalnya adalah, agar pemerintah daerah dapat memberi suntikan teknologiyang dapat mensinergikan antara energi dan industri.Untuk itu pada kesempatan ini, diharapkan para pihak yang terlibat dalam prosesdiskusi (masyarakat, pemerintah, NGO, entrepreneur dan masyarakat lokal) dapatmengetahui dan perlindungan tengkawang dalam rangka mendukung action planstrategi nasional konservasi genetik tengkawang.Demikian prakata dari saya, semoga bermanfaat.Selamat pagi dan salam sejahtera.membuka pemikiran serta ide tentang upaya perumusan formula strategiKepala Badan Litbang KehutananKementerian KehutananttdPutera Parthama, Ph.DNIP. 19580502 198603 1 001

Page 16: Prosiding, 2014

Makalah Utama

Prosiding Workshop

Strategi Nasional

Konservasi Genetik Jenis Shorea

Penghasil Tengkawang

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

2014

Page 17: Prosiding, 2014

1

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 1

Pontianak, 14 Mei 2014

RUMUSAN FORMULASI STRATEGI PERLINDUNGAN TENGKAWANG

BERDASARKAN PRIORITAS DAN BEBERAPA INDIKATOR TERKAIT

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

MEMBANGUN KOMITMEN

Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya

(1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7

tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa, yang di dalamnya

termasuk menyebutkan 13 species

tengkawang yang dilindungi.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan

dan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998,

bahwa tengkawang termasuk species yang

dilindungi dan tidak boleh ditebang,

sekalipun penebangan tersebut dilakukan

untuk kegiatan yang berkaitan dengan

pembangunan jalan, proyek transmigrasi,

kegiatan usaha budidaya perkebunan dan

pertanian.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

Page 18: Prosiding, 2014

2

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 2

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(3) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 357/Kpts-II/1998 tentang

pengelolaan dan pemanfaatan kawasan

pelestarian plasma nutfah di hutan produksi.

Dengan demikian keberadaan populasi

tengkawang dalam hutan alam perlu

dimasukkan ke dalam kawasan pelestarian

plasma nutfah.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(4) Pengawasan disertai pengecekan melalui

studi tentang pengaruh pemanenan di hutan

alam produksi terhadap kerusakan habitat

alami tengkawang, serta dampaknya

terhadap regenerasi, pertumbuhan serta

keragaman genetiknya.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pengguna

fleksibel Utama sebagai

pelaksana

Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati

(5) Penerbitan aturan mengenai perlindungan

jenis tengkawang yang seharusnya

menyebut semua species Shorea spp. yang

menghasilkan tengkawang.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(6) Penerbitan aturan teknis pada tingkat

Kementerian Kehutanan mengenai

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

Utama sebagai

pengguna dan

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

Page 19: Prosiding, 2014

3

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 3

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

pembangunan areal konservasi sumberdaya

genetik di areal hutan alam.

pembuat kebijakan pelaksana penilai

(7) Penerbitan aturan mengenai pembangunan

hutan tanaman produksi tengkawang yang

dikelola secara lestari.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(8) Penerbitan aturan mengenai pemanenan

tengkawang dari hutan tanaman produksi.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasil

hutan kayu dan non kayu tengkawang yang

berasal dari hutan tanaman produksi yang

dikelola secara lestari.

Utama Pemerintah

Pusat sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(10) Peninjauan kembali peraturan pemerintah

terkait dengan konservasi genetik,

pemasaran dan eksport biji tengkawang

Utama sebagai

penyusun kebijakan

dan fasilitator

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

(11) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA

tentang konservasi tengkawang dari

budidaya, pemasaran, dan konservasi di

tingkat propinsi dan dapat diturunkan di

tingkat kabupaten.

Utama sebagai

penyusun kebijakan

dan fasilitator

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Utama sebagai

fasilitator dan

penilai

Page 20: Prosiding, 2014

4

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 4

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(12) Penerbitan aturan mengenai perlindungan

status plot konservasi eks-situ dan in-situ

yang telah dibangun/ditetapkan sebagai

sumber penghasil tengkawang (khususnya

hutan alam) dari alih fungsi lahan

Utama sebagai

pembuat kebijakan

dan pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(13) Penerbitan dan penegakan aturan hukum

yang pasti terhadap para pelaku penebang

tengkawang di areal hutan/yang dilindungi,

mulai dari pekerja lapangannya hingga

pembeli dari produk kayu.

Utama sebagai

pembuatan

kebijakan dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Fleksibel Utama sebagai

pelaksana

(14) Menginisiasi dan mengembangkan pasar

international dalam bentuk rantai pasar (market-

chain) ke pasar-pasar Eropa dengan isu produk ramah lingkungan

Utama Pemerintah

Pusat dan

Pemerintah Propinsi

sebagai pembuat

kebijakan dan

fasilitator

utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel utama sebagai

fasilitator dan penilai

(Perg. Tinggi dan

Masyarakat Sipil,

termasuk Badan

Internasional)

(15) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasi

harga untuk menjamin kualitas dan pasar. Utama sebagai

Pembuat Kebijakan

Utama sebagai

pelaksana kebijakan

utama sebagai

pelaksana kebijakan

utama sebagai

pendamping

(16) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengatur

perdagangan dan pelaporan biji tengkawang

agar dapat terdata secara baik dengan harga

yang layak di tingkat petani.

Utama Pemerintah

Pusat dan

Pemerintah Propinsi

utama sebagai

pengguna dan

pelaksana

Fleksibel utama sebagai

fasilitator dan

penilai

Page 21: Prosiding, 2014

5

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 5

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

sebagai pembuat

kebijakan dan

fasilitator

Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang

(17) Memberikan data aktual kepada lembaga

IUCN untuk merevisi status kelangkaan

semua species tengkawang (revisi IUCN

redlist).

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(18) Inventarisasi potensi tengkawang di hutan

alam dan tanaman untuk menetapkan base

line sumberdaya genetik.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(19) Penunjukan/penetapan areal konservasi

sumberdaya genetik in situ yang

representatif.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(20) Pengelolaan areal konservasi sumberdaya

genetik in situ dengan memperhatikan

komponen ekosistem alami.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(21) Pembangunan areal konservasi sumberdaya

genetik ex situ yang representatif.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

Page 22: Prosiding, 2014

6

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 6

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

pelaksana

(22) Pembentukan Desa/kabupaten konservasi

genetik tengkawang

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(23) Peremajaan kembali pohon-pohon

tengkawang, agar ada regenerasi

pertumbuhan tengkawang

Utama (Dinas

Kehutanan) sebagai

pembuat kebijakan

dan pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

(Masyarakat Adat)

(24) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,

agar memiliki kewajiban memelihara dan

membudidayakan tengkawang pada areal

yang telah dan dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar.

Utama

sebagai Pembuat

kebijakan

Utama

sebagai Penerima dan

Pelaksana kebijakan

Utama

sebagai Penerima

Utama

sebagai pelaksana

(25) Pengembangan pola agroforestri atau

tumpang sari, dengan tanaman utama

tengkawang yang dikombinasi dengan

tanaman karet atau sawit, bahkan dengan

tanaman padi dan palawija.

Utama

Sebagai Pelaksana

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Pelaksana

Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi

(26) Perumusan strategi pemuliaan tengkawang

untuk tujuan produksi kayu, buah dan

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator dan

Page 23: Prosiding, 2014

7

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 7

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

kandungan lemak nabati. pelaksana

(27) Penetapan populasi dasar tengkawang

dengan basis genetik yang luas.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(28) Pembangunan populasi pemuliaan dan

populasi propagasi / sumber benih

termuliakan.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(29) Pengembangan hutan tanaman produksi

tengkawang.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(30) Memberdayakan masyarakat melalui

pembangunan hutan tanaman rakyat

tengkawang.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator

(31) Pendampingan dari lembaga masyarakat,

pemerintah dan BUMN lembaga untuk

kegiatan usaha pengusahaan tengkawang di

tingkat petani: pemanenan, pengolahan,

dan pemasaran agar terbentuk kemandiri

masyarakat dalam mengelola produk biji

tengkawang. Pendampingan tersebut dalam

bentuk:

(1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawang

Utama dan

memfasilitasi

Rutin dan kontinyu

sebagai penunjang

Utama dan

memfasilitasi dan

sebagi pendukung

(1) Kerjasama

Utama dan

memfasilitasi

- berpartisipasi aktif

sebagai penerima

manfaat

- (1) Rutin dan

kontinyu

Mediasi :

(1) Masy. sipil

Page 24: Prosiding, 2014

8

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 8

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

sebagai bahan baku multi produk

(2) Analisa usaha ekonomi tengkawang

(3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam

konservasi tengkawang

- Dinas Kehutanan

- Koperasi

- Dinas terkait

lainnya

(2) Kerjasama

(3) kerjasama

- (2) – sda --

- (3) -- sda ---

(2) Perg Tinggi,

kerjasama

(3) Masy. Adat dan

masy. sipil

(32) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif

untuk diversifikasi produk buah

tengkawang, sehingga mempunyai nilai jual

dan daya saing yang lebih baik di pasaran

dan terhindar dari permainan harga oleh

tengkulak.

Fasilitator

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

(Masyarakat Adat)

(33) Peningkatan kapasitas masyarakat dengan

mengadakan penyuluhan teknologi Tepat

Guna (TTG) pengolahan buah tengkawang

dan memfasilitasi pelatihan pengolahan

buah tengkawang diantaranya

pengembangan produk turunan dan

peningkatan mutu produk berbasis

tengkawang

Utama

sebagai Fasilitator

Utama

sebagai Penerima

Utama

sebagai Penerima

Utama

sebagai Pelaksana

(Masyarakat Sipil)

(34) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,

membantu pengolahan produksi dan tata-

niaganya (program Bapak Asuh). Mengingat

panen tengkawang yang tidak rutin. Skala

Fasilitator

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

(Masyarakat Adat)

Page 25: Prosiding, 2014

9

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 9

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

dan lokasi pabrik lebih cocok yang bersifat

menengah (di kecamatan) dan kecil (di

desa).

Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik

(35) Pemahaman peran keragaman genetik untuk

konservasi genetik tengkawang perlu

ditingkatkan

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(36) Pemahaman tentang konservasi genetik dari

para pihak perlu disamakan

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

Meningkatkan kerjasama para pihak

(37) Meningkatkan dan memperluas

keterlibatkan para pihak dalam berbagai

bentuk jejaring, pertemuan, riset, pelatihan,

lokakarya, dan lain-lain

Utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

Utama sebagai mitra

dan pengguna

Utama sebagai mitra

dan pengguna

Utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

(38) Memperkuat kemitraan dalam konservasi

genetik dan pengembangan tengkawang

antara pemerintah, lembaga

pendidikan/penelitian, perusahaan, lembaga

masyarakat dan masyarakat berdasarkan

kapasitas masing-masing dan mengacu pada

komitmen

Utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

Utama sebagai mitra

dan pengguna

Utama sebagai mitra

dan pengguna

Utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

Page 26: Prosiding, 2014

10

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 10

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(39) Meningkatkan kerjasama kegiatan

konservasi tengkawang dari para pihak

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang

(40) Pembentukan lembaga konservasi tingkat

propinsi/ kabupaten dan masyarakat untuk

kegiatan konservasi tengkawang, termasuk

mengelola plot/areal konservasi genetik

tengkawang

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pengguna

Utama sebagai

pengguna

Utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

(41) Pembentukan forum komunikasi yang

mewadahi semua stakeholder pada tingkat

pusat dan daerah untuk mendukung kegiatan

konservasi tengkawang

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

(42) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi

seperti kelompok usaha bersama atau

Koperasi Unit Desa (KUD) dan CU,

termasuk pemantapan koperasi/kelompok

usaha, CU yang sudah ada, terutama di

sentra-sentra pemasaran biji tengkawang di

tingkat petani penghasil.

Fasilitator

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

Utama

sebagai Pelaksana

(Masyarakat Adat

dan Masyarakat

Sipil)

Page 27: Prosiding, 2014

11

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 11

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(43) Pembentukan sekretariat bersama komoditas

biji tengkawang dan hasil hutan non kayu

lainnya di tingkat kabupaten, untuk:

- mengkoordinasikan aktivitas produksi-

pemasaran-termasuk pendataan hasil.

- memantapkan informasi tentang hasil

hutan secara komprehensive akan lebih

terdata dengan baik.

Utama (Pemda

setempat) sebagai

fasilitator dan

pengguna

utama sebagai mitra

dan pengguna

utama sebagai

pengguna

utama sebagai

fasilitator dan

pengguna

PEMUTAKHIRAN DATA

Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang

(44) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data)

tengkawang baik potensi pohon/tegakannya

maupun hasil biji tengkawang, volume

produk olahan (salai) sampai ke pemasaran

dalam negeri dan ekspor

Utama sebagai

fasilitator

Fleksibel sebagai

pelaksana/pemberi

informasi

Fleksibel sebagai

pelaksana/pemberi

informasi

Utama sebagai

fasilitator

pelaksana

(45) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan eks-

situ tengkawang yang telah dibangun , dan

populasi tengkawang yang mempunyai

potensi cukup tinggi sebagai calon lokasi

plot konservasi in-situ

Utama sebagai

fasilitator dan

penerima

Fleksibel sebagai

pelaksana/pemberi

informasi

Fleksibel sebagai

pelaksana/pemberi

informasi

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Page 28: Prosiding, 2014

12

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 12

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang

(46) Inventarisasi informasi keragaman genetik

tengkawang yang telah dilakukan

Utama sebagai

fasilitator

Fleksibel sebagai

pemberi informasi

Fleksibel sebagai

pemberi informasi

Utama sebagai

pelaksana

(47) Koleksi materi genetik yang mewakili

sebaran dan potensi sebaran tengkawang

Utama sebagai

fasilitator

Fleksibel sebagai

pelaksana

Fleksibel sebagai

pelaksana

Utama sebagai

pelaksana

(48) Analisis keragaman genetik populasi

tengkawang dilakukan menggunakan

penanda molekuler

Utama sebagai

fasilitator

Fleksibel Fleksibel Utama sebagai

pelaksana

(49) Potensi variasi genetik dan sebarannya

dievaluasi untuk pemetaan sebaran

keragaman genetik tengkawang

Utama sebagai

fasilitator

Fleksibel Fleksibel Utama sebagai

pelaksana

SOSIALISASI DAN DISEMINASI

Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan

produksi

(50) Pemberian pemahaman mengenai seluk-

beluk jenis tengkawang.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

Page 29: Prosiding, 2014

13

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 13

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitat

untuk berbagai jenis tengkawang.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatan

tengkawang hanya boleh dilakukan pada

tegakan hutan tanaman produksi yang

dikelola berdasarkan prinsip kelestarian

hutan.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(53) Pelatihan teknik silvikultur intensif

tengkawang.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(54) Pelatihan teknik pemanenan buah

tengkawang yang ramah lingkungan.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawang

untuk meningkatkan nilai tambah dan

kesejahteraan masyarakat.

Utama sebagai

fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional para

penyusun kebijakan konservasi genetik

tanaman

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

Page 30: Prosiding, 2014

14

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 14

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(57) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten

dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi

terfokus tentang prospek tengkawang dari

aspek konservasi, aspek multiguna dan

aspek ekonomi dan pemasaran

Utama sebagai

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

fasilitator

(58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintah

dan peraturan yang terkait kepada para

pelaksana konservasi genetik tengkawang

tentang perlindungan tengkawang dengan

segala konsekuensinya ditingkat

masyarakat, swasta dan para terkait

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana dan

evaluator

(59) Sosialisasi tentang peran penting konservasi

genetik tengkawang terhadap kegiatan

konservasi tengkawang secara keseluruhan

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai p

(60) Penyusunan manual pembangunan plot

konservasi eks-situ dan in-situ tengkawang

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(61) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-

peraturan yang berhubungan dengan

konservasi genetik

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

Page 31: Prosiding, 2014

15

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 15

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(62) Penyusunan metode pemanenan berbasis

konservasi genetik

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(63) Tersedianya guideline untuk pemantauan

dan inventarisasi populasi tengkawang

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(64) Pembuatan website tentang konservasi

tengkawang yang memuat berbagai

informasi tentang tengkawang, termasuk

peraturan, buku/manual dan hasil pertemuan

Utama sebagai

fasilitator dan

pelaksana

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

(65) Lokakarya dan Diskusi terfokus di

Kampung/ Desa tentang prospek

tengkawang dari aspek konservasi, aspek

multiguna dan aspek ekonomi dan

pemasaran

Utama

Sebagai Pelaksana

dan Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama sebagai

Pelaksana

(Masyarakat sipil dan

Prguruan Tinggi)

(66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten

dalam bentuk Lokakarya dan Diskusi

terfokus tentang prospek tengkawang dari

aspek konservasi, aspek multiguna dan

aspek ekonomi dan pemasaran

Utama sebagai

Pelaksana

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Fasilitator

(67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsi

tentang kebijakan-kebijakan tentang prospek

Utama Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Pelaksana

Page 32: Prosiding, 2014

16

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 16

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

tengkawang dari aspek konservasi, aspek

multiguna dan aspek ekonomi dan

pemasaran agar dapat mendorong

pembuatan PERDA Tengkawang

(68) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku

laporan ini dari bidang pengembangan

budidaya yaitu bidang provenance, bidang

genetik, dan bidang sosial ekonomi perlu

dikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebih

akurat.

Utama Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Pelaksana;

Balai Besar

Penelitian

Dipterokarpa

Samarinda

(69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-

peraturan, PERDA, buku-laporan

Utama

Sebagai Pelaksana

dan Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

Utama

Sebagai Penerima

MONITORING DAN EVALUASI

(70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh

kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan

kebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya

terhadap kelestarian eksosistem alami

tengkawang serta kelestarian hutan tanaman

produksi.

Utama sebagai

pembuat kebijakan

dan fasilitator

Utama sebagai

pelaksana dan

penerima

Utama sebagai

penerima

Utama sebagai

pelaksana

Page 33: Prosiding, 2014

17

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 17

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATOR

PRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUAN

TINGGI

(71) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh

kegiatan yang berhubungan dengan

konservasi genetik tengkawang dan

pemasaran, meliputi budidaya, penanaman

dan pemanenan tengkawang serta terhadap

seluruh kegiatan pemeliharaan dan

pengayaan plot korservasi in-situ dan eks-

situ untuk mengetahui pengaruhnya

terhadap keragaman genetik

Utama sebagai

fasilitator dan

penerima

Utama sebagai

pemberi informasi

Utama sebagai

pemberi informasi

Utama sebagai

pelaksana

Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura)

Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada)

Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)

Page 34: Prosiding, 2014

13

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 13

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATORPRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI

(51) Pemberian pemahaman kesesuaian habitatuntuk berbagai jenis tengkawang.

Utama sebagaifasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(52) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatantengkawang hanya boleh dilakukan padategakan hutan tanaman produksi yangdikelola berdasarkan prinsip kelestarianhutan.

Utama sebagaifasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(53) Pelatihan teknik silvikultur intensiftengkawang.

Utama sebagaifasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(54) Pelatihan teknik pemanenan buahtengkawang yang ramah lingkungan.

Utama sebagaifasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(55) Pelatihan pengolahan lemak tengkawanguntuk meningkatkan nilai tambah dankesejahteraan masyarakat.

Utama sebagaifasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(56) Pelaksanaan workshop tingkat nasional parapenyusun kebijakan konservasi genetiktanaman

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

Page 35: Prosiding, 2014

14

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 14

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATORPRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI

(57) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupatendalam bentuk Lokakarya dan Diskusiterfokus tentang prospek tengkawang dariaspek konservasi, aspek multiguna danaspek ekonomi dan pemasaran

Utama sebagaipelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaifasilitator

(58) Sosialisasi tentang kebijakan pemerintahdan peraturan yang terkait kepada parapelaksana konservasi genetik tengkawangtentang perlindungan tengkawang dengansegala konsekuensinya ditingkatmasyarakat, swasta dan para terkait

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana danevaluator

(59) Sosialisasi tentang peran penting konservasigenetik tengkawang terhadap kegiatankonservasi tengkawang secara keseluruhan

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagai p

(60) Penyusunan manual pembangunan plotkonservasi eks-situ dan in-situ tengkawang

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(61) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-peraturan yang berhubungan dengankonservasi genetik

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

Page 36: Prosiding, 2014

15

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 15

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATORPRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI

(62) Penyusunan metode pemanenan berbasiskonservasi genetik

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(63) Tersedianya guideline untuk pemantauandan inventarisasi populasi tengkawang

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(64) Pembuatan website tentang konservasitengkawang yang memuat berbagaiinformasi tentang tengkawang, termasukperaturan, buku/manual dan hasil pertemuan

Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

(65) Lokakarya dan Diskusi terfokus diKampung/ Desa tentang prospektengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi danpemasaran

UtamaSebagai Pelaksanadan Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

Utama sebagaiPelaksana(Masyarakat sipil danPrguruan Tinggi)

(66) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupatendalam bentuk Lokakarya dan Diskusiterfokus tentang prospek tengkawang dariaspek konservasi, aspek multiguna danaspek ekonomi dan pemasaran

Utama sebagaiPelaksana

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Fasilitator

(67) Pertemuan multi pihak di tingkat propinsitentang kebijakan-kebijakan tentang prospek

Utama UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Pelaksana

Page 37: Prosiding, 2014

16

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 16

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATORPRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI

tengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi danpemasaran agar dapat mendorongpembuatan PERDA Tengkawang

(68) Pembuatan dokumen dalam bentuk bukulaporan ini dari bidang pengembanganbudidaya yaitu bidang provenance, bidanggenetik, dan bidang sosial ekonomi perludikritisi untuk mendapatkan hasil yang lebihakurat.

Utama UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Pelaksana;Balai BesarPenelitianDipterokarpaSamarinda

(69) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan, PERDA, buku-laporan

UtamaSebagai Pelaksanadan Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

UtamaSebagai Penerima

MONITORING DAN EVALUASI

(70) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruhkegiatan yang berkaitan dengan pembuatankebijakan, pelaksanaan, dan dampaknyaterhadap kelestarian eksosistem alamitengkawang serta kelestarian hutan tanamanproduksi.

Utama sebagaipembuat kebijakandan fasilitator

Utama sebagaipelaksana danpenerima

Utama sebagaipenerima

Utama sebagaipelaksana

Page 38: Prosiding, 2014

17

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 17

Pontianak, 14 Mei 2014

NO INDIKATORPRIORITAS PADA

PEMERINTAH SWASTA MASYARAKAT PERGURUANTINGGI

(71) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruhkegiatan yang berhubungan dengankonservasi genetik tengkawang danpemasaran, meliputi budidaya, penanamandan pemanenan tengkawang serta terhadapseluruh kegiatan pemeliharaan danpengayaan plot korservasi in-situ dan eks-situ untuk mengetahui pengaruhnyaterhadap keragaman genetik

Utama sebagaifasilitator danpenerima

Utama sebagaipemberi informasi

Utama sebagaipemberi informasi

Utama sebagaipelaksana

Tim Perumus : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura) Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada) Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH Yogyakarta)

Page 39: Prosiding, 2014

18Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

II. MATERI DISKUSI

Pembicara:• Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc (Universitas Tanjung Pura)• Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah Mada)• Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko (BPPTH Yogyakarta)Fasilitator:• Imanul HudaSejak jaman dahulu kita sudah sering mendengar dan akrab dengan tengkawang,mungkin orang tua kita jaman dulu ada yang petani, pengumpul pengolah atau pemasartengkawang dan pemakai. Saat ini jika kita bicara tentang tengkawang sepertibernostalgia, karena dulu cerita dan berita tentang tengkawang sangat sering kitadengar, misalnya penelitian tentang tengkawang, seminar tentang tengkawang,penebangan hutan tengkawang dll. Kondisi sekarang, tengkawang digunakan secaralebih luas misalnya untuk kosmetik, bahan pencampur farmasi dan coklat, pelumas danbahkan untuk bahan bakar pesawat.Pemaparan materi akan disampaikan oleh 3 pemateri tentang formulasi perlindungantengkawang berdasarkan prioritas dan beberapa indikatornya:• Bidang Ekonomi : Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc• Bidang Konservasi Ekosistem : Dr. Sapto Indrioko• Bidang Konservasi Genetik : Dr. Anthonius YPBC WidyatmokoA. Bidang ekonomiGenerasi sekarang sudah mengkonversi hutan tengkawang dengan tanaman lain karetdan bahkan sawit, tanaman pangan, hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan.Pertumbuhan tengkawang di asia tenggara terutama di hutan Indonesia masih banyak,ada 10 s/d 13 jenis tengkawang yang potensial untuk dikembangkan (lampiran slide).Proses penyalaian yang sangat sederhana menyebabkan buah salai tidak terlalu bersihdan kering betul sehingga hasil akhirnya masih ada aroma tengik. Ini berpengaruh padaharga jual, selain itu ditingkat petani rantai pemasarannya sangat panjang belum lagisoal pungutan pembayaran di dalam perjalanan.Kontrak penjualan dari pedagang antara, ada perjanjian di Sanggau, di Bodok, sistemkontraknya harga Rp 9000/kg kalau perjanjiannnya bisa menghasilkan 1000 ton, inidilihat dari hasil panen, tapi bagaimana kalau tidak bisa memenuhi kontrak, sangatvariatif sekali baik di tingkat petani maupun di penyalur (lihat lampiran slide).

Page 40: Prosiding, 2014

19Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Di Ensaid Panjang ada pohon tengkawang yang dikelola secara komunal masyarakat,tengkawang tumbuh di tembawang yang mereka miliki secara adat. Artinya ini bisadikelola dengan kelembagaan yang diperkuat sistem administrasi dan manajemennya.Unsur penunjang ini sudah cukup kuat, ada potensi, ada pengelolaan dan dilengkapi lagidengan adanya pemasaran yang terkelola dengan baik, sehingga kita bisa sekaligusmelakukan pelestarian tengkawang yang bisa menjamin sektor ekonominya. Olehkarena itu perlu disusun suatu formulasi strategi perlindungan tengkawang.Perlu memperluas jejaring kerjasama pengelolaan tengkawang, baik dalam maupunluar, kemitraan antar dinas terkait dan pelaksana di lapangan dipandang penting.Matriks formulasi mencakup 5 indikator, yaitu:• Membangun komitmen- Kebijakan dan regulasi tengkawang berbasis masyrakat- Pembentukan, pemantapan lembaga ekonomi untuk tata niaga tengkawang- Kerjasama parapihak diatur dalam nota kesepemahaman di tingkat provinsi- Rehabilitasi dan pengembangan pohon tengkawang pada target lokasi

• Sosialisasi- Lokakarya dan diskusi terfokus di desa- Lokakarya multipihak di tingkat kabupaten- Pertemuan multipihak di tingkat provinsi

• Penyusunan dokumen dan Deseminasi- Pembuatan dokumen dalam bentuk laporan- Menyebar luaskan dokumen

• Perbaikan atau pemantapan data- Perbaikan up dating data tengkawang- Penelusuran informasi2 sebelumnya- Di tingkat petani pengumpul, pedagang antara dan exporter- Produksi biji tengkawang ditingkat petani

• Monitoring dan evaluasi- Kegiatan budidaya pemasaran dan konservasi terus dipantau dan dievaluasi

B. Bidang Konservasi EkosistemBeberapa indikator terkait bidang konservasi ekosistem mencakup 3 indikatorberdasarkan prioritas:• Membangun komitmen- Penegakan aturan terkait pelestarian sumber daya hayati pada umumnya dantengkawang pada khususnya- Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkanprinsip kelestarian sumberdaya hayati- Menghilangkan tekanan atau gangguan antropogenik terhadap sebaran alamtengkawang

Page 41: Prosiding, 2014

20Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

- Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati danproduksi• Sosialisasi dan DiseminasiSosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukungkelestarian sumberdaya hayati dan produksi• Monitoring dan evaluasiBidang konservasi Pengelolaan Sumber Daya Alam perlu dikelola dan dijaga padasemua tingkatan mulai dari ekosisten, spesies dan genetik. Di hutan khusus seperti diKalimantan dengan potensi terbesar tengkawang memiliki ekosistem yang menunjanguntuk pemuliaan tanaman, walaupun demikian di Kalimantan pun beberapa tipe daerahyang tergenang air, ditepi sungai, di daerah yang tapak agak atas, tengkawang hidupdengan beberapa jenis tanaman lain, diperlukan hara dan penyinaran matahari penuh.Kalau ingin melestarikan tengkawang, dibuat kondisi hutan alam tegakan yang hampirsama dengan ekosistem yang bagus.Sudah ada aturannya bahwa tidak boleh melakukan penebangan jenis-jenis Shorea, ada13 jenis, semestinya bisa ditegakkan, jika sudah aturan bahwa jenis tanaman yangdilindungi, maka setiap yang mengusahakan tengkawang harus memperhatikan hal ini,perguruan tinggi akan memfasilitasinya. Tengkawang termasuk spesies yang dilindungidan tidak boleh di tebang, oleh karena itu sangat diistimewakan harus dilindungi.Keputusan Menteri Kehutanan melindungi kawasan pelestarian plasma nutfah, yangdikelola untuk KPH, meliputi pengawasan dan pengecekan, ada study mengenaipemanenan. Ada pengusaha pemilik HPH di dalam kawasan ada potensi tengkawangsehingga perlu pengamanan, saat penebangan, penyaradan sehingga anakan alamtengkawang baik tingkat semai, tiang dan pancang, tidak akan rusak akibatpembalakan, terutama soal keragaman genetik. Kalau ada yang mati maka akanberpengaruh pada keragaman genetik, sehingga berakibat pada kelestariannya. Perlujuga penerbitan aturan yang mencakup apakah semua shorea, termasuk tengkawang,karena ada sekitar 13 Shorea penghasil tengkawang yang ada di Indonesia.Tentang pengelolaan dan pemanfaatan kawasan pelestarian plasma nutfah di hutanproduksi. Dengan demikian keberadaan populasi tengkawang dalam hutan alam perludimasukkan ke dalam kawasan pelestarian plasma nutfah. Tengkawang dihutan alam,maka ekosistemnya harus di jaga, aturan tentang ini sebenarnya dalam keputusanKemenhut sudah termaktub dalamnya ex-situ, in-situ, seed-bank, dan sumber benih.Pengawasan disertai pengecekan melalui studi tentang pengaruh pemanenan di hutanalam produksi terhadap kerusakan habitat alami tengkawang, serta dampaknyaterhadap regenerasi, pertumbuhan serta keragaman genetiknya.Kalau kita bicara tentang kelestarian hasil, maka kita melakukan pemuliaan denganmemperhatikan kelestarian hasil, dengan adanya pelarangan terhadap penebangantengkawang perlu diwadahi dengan aturan yang khusus, perspektif ke depan mengenai

Page 42: Prosiding, 2014

21Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

potensi tengkawang perlu di siapkan aturan pemanenannya, terutama di dalam hutantanaman produksi. Misalnya ada log trading, maka perlu peredaran hasil hutan kayunon tengkawang, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pembuatkebijakannya.Memberikan data aktual kepada lembaga IUCN untuk merevisi status kelangkaan semuaspecies tengkawang (revisi IUCN redlist). Kita perlu menghilangkan tekanan, pengaruhmanusia secara langsung dan tidak langsung, terutama terhadap hutan alam, sebagaipenyanggah kehidupan, secara optimun hutan bisa dilestarikan, mestinya kita plothutan tanaman, perlu memberikan data aktual kepada lembaga IUCN. Lembaga inimenerbitkan berbagai jenis tumbuhan yang termasuk katagori langka dan memilikiprospek punah atau tidak dan kritis. Supaya kita semua memberikan perhatian bahwasebetulnya tengkawang kita dalam kondisi bagaimana, secara umum di Kalimantan diIndonesia bagaimana kondisinya. Dikatakan jika dalam kondisi kritis makadikhawatirkan dalam 10 thn kedepan punah, maka probility kepunahannya, adabeberapa kriteria dari daftar kondisi. Perlu upaya konservasi, kita juga mengupayakanpembudidayaan supaya tidak berharap saja pada hutan alam untuk melakukanpemuliaan. Inventarisasi potensi tengkawang di hutan alam dan tanaman untukmenetapkan base line sumberdaya genetik. Menetapkan base line, supaya punyagambaran kondisinya sekarang, dulu bisa menjadi maskot dan kondisi sekarangbagaimana sebarannya, sehingga bisa memastikan apa yang akan dilakukan ke depan.Penunjukan/penetapan areal konservasi sumberdaya genetik in situ yang representatif.Penanaman kembali areal bekas kegiatan pembalakan dengan tanaman tengkawangkembali atau areal lain dengan tengkawang harus memperhatikan hara tanah.Pengelolaan areal konservasi sumberdaya genetik in situ dengan memperhatikankomponen ekosistem alami. Pengelolaan areal dengan kondisi ekologis dan genetissecara alami, semua komponen harus di jaga, sementara jenis-jenis yang menggangguharus dihilangkan. Pembangunan areal konservasi sumberdaya genetik ex situ yangrepresentatif. Diperlukan untuk melihat kemampuan tanaman beradaptasi denganlingkungannya untuk tumbuh dan berkembang.Perumusan strategi pemuliaan tengkawang untuk tujuan produksi kayu, buah dankandungan lemak nabati, perlu penanganan yang serius dan komitmen yang tinggi.Penetapan populasi dasar tengkawang dengan basis genetik yang luas. Jika dalamjumlah banyak ketersediaan jenisnya di alam maka akan mudah. Pembangunanpopulasi pemuliaan dan populasi propagasi / sumber benih termuliakan.Pengembangan hutan tanaman produksi tengkawang. Memberdayakan masyarakatmelalui pembangunan hutan tanaman rakyat tengkawang. Pemberian pemahamanbahwa pemanfaatan tengkawang hanya boleh dilakukan pada tegakan hutan tanamanproduksi yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian hutan. Pelatihan tekniksilvikultur intensif tengkawang. Pelatihan teknik pemanenan buah tengkawang yang

Page 43: Prosiding, 2014

22Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

ramah lingkungan. Pelatihan pengolahan lemak tengkawang untuk meningkatkan nilaitambah dan kesejahteraan masyarakat.Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pembuatankebijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terhadap kelestarian eksosistem alamitengkawang serta kelestarian hutan tanaman produksi. Pemberian pemahamanmengenai seluk beluk tengkawang, yang masuk dalam daftar kemenhut diperjelas jenis-jenisnya sehingga bisa diketahui dengan jelas mana yng terancam punah dan tidakC. Bidang Konservasi GenetikKonservasi genetik merupakan indikatornya. Strategi konservasi genetik untuktengkawang pasti berbeda dengan konservasi jenis tanaman lainnya. Karenatengkawang di ambil buahnya sehingga strategi konservasinya juga berbeda, kalautengkawang diambil buahnya sehingga kalau buahnya banyak kita lupa menanam ataumeninggalkan buah dengan variasi yang baik untuk pemuliaan tanaman, harusdisisakan yang terbaik.Variasi genetik dilihat dari :• Pertumbuhan• Daya Tahan/adaptasi• Kandungan• Sifat kayu• MorfologiVariasi genetik dimulai dari :• Antar genis• Satu jenis• Antar populasi• Dalam populasi• Antar individuStatus suatu jenis, tanaman yang punah biasanya memiliki 4 faktor• Jumlahnya /ukuran populasinya sedikit• Jumlah individunya• Meregenerasinya lemah• Penebangan/pemanenn yang besar tidak sebanding dengan kemampuanmeregenerasi/budidayanya lambatVariasi genetiknya, kalau semua klon artinya tidak ada variasinya, jika terserang hamamaka akan lama, tapi jika variasinya besar ada atau tinggi maka kita tidak khawatirHal-hal yang perlu diperhatikan dalam konservasi genetik:• Besaran variasi genetik,• Distribusi variasi genetik• Degradasi variasi genetik. Umumnya semakin tinggi tanaman di atas tanahnya,semakin banyak populasi tingkat semainya,

Page 44: Prosiding, 2014

23Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Keragaman genetik dan jarak genetik pohon-pohon yang tersisa dalam tegakan alam,baik dari sebaran individunya dan populasi maupun sebaran alamnya antar populasimisalnya Ramin, Ulin, Kalau keragaman genetiknya sudah berkurang, maka lihat lagidistribusinya, jarak genetiknya, kalau tinggi maka kita masih bisa merasa aman.Contohnya:• keragaman dan jarak genetik ramin berdasarkan penanda RAPD• keragaman dan jarak genetik ulinFormulasi kebijakan Bidang Konservasi Genetik perlu keterlibatan baik pemerintahpusat maupun pemerintah daerah, akademisi, peneliti, pelaku, pendamping, sehinggakita tidak perlu takut lagi tengkawang hilang dari bumi Borneo ini. Indikatornya:• Pemutakhiran data, inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang• Membangun komitmen, membangun kesepahaman tentang konservasi genetik• Kegiatan konservasi genetik, pembangunan dan penetapan konservasi insitu daneksitu, pembentukan desa konservasi, membangun plot pemanenan berbasiskonservasi genetik• Sosialisasi, workhsop para penyusun kebijakan nasional dan provinsi/kabupaten,sosialisasi peraturan pemerintah, peran penting konservasi,• Penyusunan buku dan deseminasi, manual pembangunan plot insitu dan eksitu,guidline untuk pemantauan inventarisasi, website ttg konservasi tengkawang• Monitoring dan evaluasi, kegiatan budidaya penananman, dan pemanenantengkawang

Page 45: Prosiding, 2014

24Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

III. DISKUSI

A. Sesi Pertama

• Pertanyaan dan tanggapan peserta

Disperindagkop Sanggau:Bagaimana hasil pertemuan hari ini bisa ditindaklanjuti dengan masyarakat, yang kitasampaikan hari ini sangat baku, teoritis, kita lupa bagaimana mempraktekkannya diluar. Jika tidak salah tengkawang di larang eksport, lalu apa opsi yang dilakukanmasyarakat, mau suplai kemana, harga tidak terlalu tinggi, sejak ada pembatasa berupapasal yang mengatakan hasil hutan pertanian dan hasil hutan lainnya sebenarnya free.Jadi artinya dilematis, kalau semua warga Sanggau tanam tengkawang kemanamenjualnya, opsinya bagaimana kalau sudah menanam. Khawatir menjadi persoalan,kita anti sawit tapi ternyata sawit mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,masyarakata perlu solusi, apa jalan keluarnya, jangan hanya ada litbang (sulitberkembang) analisis sosialnya bagaimana menjadikan masyarakat sejahtera.Bagaimana hasil hari ini bisa ditindaklanjuti, jangan hanya menjadi konsep formulasiyang tidak ditindaklanjuti.Pak Sugiri (Disperindag Provinsi):Menarik karena buah ini dikatakan akan punah karen tidak ada aksi konservasinya,tengkawang tentunya menjadi ellip nut mengapa menjadi komuditi yang tinggi karenadiminati pasar, karena bisa menjadi kebutuhan hidup untuk kosmetik, lipgloss, diMalaysia 3300/kg di Amerika 75 rb berarti mempunyai nilai, sementara itu pemerintahmelarang eksport biji tengkawang, minyak boleh, karena masuk dalam PP no 7 dasarutama untuk memayungi itu, kita perlu atur tataniaga minyak tengkawng dari petanisampai ekportir, perlu hasil riset, yang mendorong kebijakan-kebijakan baik tingkatperda dari petani sampai provinsi sampai ekspor, pola pikir petani dan pedagangberbeda. Petani genjot di produksi sedangkan penjual di pasarnya yang digenjot.Peluang kerjasama dengan Malaysia yang bisa menghambat transaksi bebas, tapi jikaada pelarangan maka ada penyelundupan, karena permintaan terus ada.Kemarin ada kunjungan dari buyer Belanda dan Malaysia, yang datang bertamu dengankami, maka perlu pembinaan kerjasama di kabupaten, difasilitasi stakeholder baiktingkat kabupaten dan pusat. Jangan ekspor kalau banjir berlimpah, harga bisa turunnilainya 4 000 an kalau sudah dalam bentuk minyak skala industri ikm saja janganindustri besar kita kejar, nah yang untung besar pasti masyarakat/petani pengolahnya.Sebelumnya saya mengharapkan ada tata niaga, kebijakan nasional provinsi dan daerahbagaimana mengerem yang keluar ke Malaysia tanpa ijin dan dokumen, apalagimenghadapi MEA 2015, kita harus bisa menelorkan kegiatan nyataHarus komitmen dan kesepemahaman, untuk bersama, petani dimainkan oleh pasartidak ada protek.

Page 46: Prosiding, 2014

25Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Harus ada tata niaga dan regulasi yang jelas mengenai pemasaran tengkawangkedepannya, ada pasar /permintaan tengkawang dari Belanda dan Malaysia, hanya sajakita belum tahu kualitas, kwantitas dan kontinuitas produksi tengkawang secara pastishng belum bisa menjamin dan memastikan kerjasamanya.Pak Khairul (desa Nanga Yen):Kalau dibilang hampir punah, memang sudah hampir punah, sekarang kami sebagaimasyarakat menanyakan bagaiman mengembangkan itu lagi, kami sudah membentukkoperasi Produsen, kami fokuskan penelitian tengkawang, tengkawang yang ada yangberumur 40 thn, kami menginginkan penelitian buahnya, kalau pokok-pokoknya didalam hutan masih banyak menurut kami, pihak pemerintah mau mendampingi kamiagar harga lebih baik.Lemaknya kemarin di tempat saya dibuat, jadi untuk lemaknya bagaiman caranya kamimengolahnya, kami minta pihak pemerintah turun ke masyarakat langsung bagaimanapengempresnya yang dijepit dengan kayu kami tidak mampu kalau jumlahnya berton-ton. Potensi masih banyak di daerah, hanya saja perlu pendampingan baik dari NGOmaupun pemerintah soal pemasaran produk dan pengolahan hasil yang masihmenggunakan cara tradisional.• Tanggapan pembicara

Ibu Augustine:Analisa sosial dan formulasinya, nanti kita lihat sama-sama pas diskusi kelompok kitaakan kemas semuanya satu persatu, termasuk siapa melakukan apa, supaya jelastupoksinya.Pertanyaan Pak sugiri: Jangan sampai menjual dalam bentuk buah supaya ada nilaitambah, jangan sampai nanti harga jatuh karena kwalitasnya yang sudah menurun, jadikita harus bisa buat rambu-rambu, wilayah pembuat kebijakan nantinya.Sawit karet dan hutan, saat ini sawit paling seksi, karet yang diinginkan, tengkawangtidak, tapi dulu ya, manusia ini memang begitu, saat ini kita kondisikan dimanatengkawang punyai nilai yang kita angkat.Kajian ini secara nasional akan kita angkat, bagaimana kita kemas lagi, bicaratengkawang jangan tanggung-tanggung basah, basahkan sekali.Tidak bisa kita menghambat masyarakat menjual dengan jalur tidak resmi, karenakemampuan pasar dalam negeri untuk membeli memang masih rendah.Pak Sapto:Tidak bisa diselesaikan dalam satu aspek saja harus beberapa 2 atau lebih aspek terkaitmisalnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga kita harus mendorong darisemua hal, kita berupaya melihat dari semua aspek, dan komitmen harus di yakinkan,kita tahu menjelang punah, tapi bagaimana bisa membuat nilai tambah sehingga bisadikonservasi, bisa dimanfaatkan, bisa didiversifikasi produknya dan bisa diterima pasardan berdampak pada peningkatan pendapatan petani, jadi komplek.

Page 47: Prosiding, 2014

26Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Tidak mengekspor dalam bentuk buah salai ini menjadi tantangan,buat kita bukanhanya menjual dalam bentuk buah salai, tapi harus bisa mengolahnya menjadi produkjadi dapat harga dengan nilai baik.Bagaimana kita buat pengolahan sederhana, bukan level pabrik, misalnya koperasi digunung kidul yang mewadahi hasil hutan rakyat, ini legal dan dikelola masyarakat,terutama level kecamatan, seandainya koperasi di sini bisa diberdayakan bisa untukmeningkatkan pola olahan sampai penjualannya ini yang menjadi masalah utama,sehingga petani bisa mendapatkan posisi tawar tinggi.Tata niaga ini bisa kita menyiapkan stakholdernya, kalau ada pelakunya yang akanmelakukan eksport, difasilitasi perijinannya, pengemasannya.Pak Anton:Soal barang produksi adalah antara suply dan demand, buyer dari luar datang kitatinggal mengatur bagaimana menjual, tapi kalau harus berbenturan dengan aturanpemerintah, mungkin status faktor karena misalnya jual biji tidak boleh, minyak boleh,artinya memang ada nilai tambah dulu baru menjual sehingga berdampak padakesejahteraan masyarakat.Kalau populasi tengkawang banyak maka bisa merubah regulasi ini, karena stoktengkawang saat ini kurang banyak, maka dibuat aturan untuk mengatur ini, saya ambilcontoh misalnya China membangun perkebunan cendana, sehingga untuk memenuhikebutuhan china sudah biss sendiri, bagaimana dengan tengkawang kalau akhirnyatingkat kebutuhan tinggi akan dikembangkan oleh negara lain, maka harga bisa turun,karena semua negara lain bisa memilih produk yang sama dari negara berbeda.Tentang tata niaga, dengan adanya koperasi atau kerjasama dengan pihak luar, tidakdalam bentuk biji tapi sudah di olah, sehingga petani bis meningkatkan pendapatan dankesejahteraan, apalagi sudah di-diversifikasi produk sehingga bisa efektif dan efisienmeningkatIbu Augustine:Belanda dan Jerman akan menampung hasil minyak tengkawang, teman-teman NGOakan sangat membantu ini. Karena tengkawang bukan hanya sebagai bahan pencampurkosmetik dan farmasi saja bahkan bisa pengganti bahan bakar pesawat, dan ini akandilirik.Saya ingatkan Jerman dan Belanda lebih suka kerja dengan NGO jadi tolonglah pihakpemerintah bisa bangun kerjsama yang baik dengan pengiat-pengiat yang langsungmelakukan pendampingan kepada masyarakat mulai dari kelembagaan, diversifikasiproduk dan pemasarannya.Kita lihat secara lebih jelas lagi nanti pada matrik lebih baik, bagaimana peran-peranmasing-masing untuk meningkatkan kesejahteraan.

Page 48: Prosiding, 2014

27Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

B. Sesi Kedua

• Pertanyaan dan tanggapan peserta

Deman Huri:Saya membantu membuat film dokumenter dan tulisan di hutan alam Sangasit,Bengkayang, dimana tengkawang masih banyak sekali disini. Sebenarnya tengkawangdan kayu termasuk sumber daya alam yang resorsis, artinya bisa di pulihkan dengancara penanaman kembali, kerusakan terbesar disebabkan oleh manusinya, kalaumemang mau penanamannya sangat mudah, penanaman tengkawang yang dilakukanmasyarakat sangat mudah dan terbukti berhasil tumbuh, hanya saja pengaturan tataniaganya yang mesti di fasilitasi, juga teknologi pengolahannya masih sangat sederhanahanya dengan alat kepit yang terbuat dari kayu belian, harus ada peralatan yangdisiapkan untuk bisa memperbaiki hasil.Sedangkan pemasarannya masih pasar dengan sistim rentenir, buah dijual di Malaysiakemudian di ekspor ke Swiss, di Swiss digunakan sebagai pencampur coklat dan kitatahu bahwa Swiss adalah produsen coklat terbaik di dunia. Seharusnya kalau kita bisakelola dengan baik, maka petani tengkawang akan bisa lebih baik lagi.Di Bengkayang tengkawang banyak hidup di kawasan hutan adat, bagaimana ijinpengelolaan kawasan, saat ini di Bengkayang sudah masuk HTI dan sawit sudah masukkedalam kawasan hutan adat, bagaimana akan mempertahankannyaPak Sulaiman (YPSBK Sanggau):Upaya konservasi menyusun rencana aksi, budidaya, kebijakan semua sudah dibuat dansemua saya setuju, ada masyarakat yang melakukan perlindungan terhadap hutan adatyang sekaligus memelihara tengkawang yang ada didalamnya, yang terpenting adainsentiflah untuk pelaku2 pelestari ini yang bisa mendorong semangat pelestaritengkawang.Kalau hutan kota, taman kota, kalau ada kegiatan diakitkan dengan penanaman kembalidengan tanaman tengkawang ini, yang saya inginkan adasedikit insentif buat pelestaritengkawang.Pak Rupinus (Sanggau):Tengkawang bukan hanya dilihat dari sisi ekonomi, ekologi tetapi yang terpenting nilaisosial budayanya nilai eksotiknya bahwa masyarakat dayak, ini menentukan sistemkekerabatan didalam keluarga besar mereka, tengkawang ini ditanam oleh komunalmasyarakat, mereka bersama-sama menanamnya dan ketika panen juga bersama, baikyang dilakukan dulu oleh ortua mereka jaman dulu maupun sekarang, ini nilaipentingnya.Dampak tengkawang bagaiman bisa memberi nilai tambah, perlu kita bahas bersamasehingga bisa kita perkirakan kondisinya di 5 atau 10 tahun kedepan, karena kemarinkami menyalainya banyak tapi binggung mau menjualnya kemana.Kita lihat memang sekarang sawit berdampak langsung dan bagus bagi perekonomianmasyrakat, jadi bagaimana jika tengkawang bisa juga seperti itu.

Page 49: Prosiding, 2014

28Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Pak Suhartian (LEH):Tadi dikatakan bahwa akan ada Launching alat pengolahan tengkawang, dulu kitapernah mendiskusikan alat ini di Sanggau, Workshop juga. Alat yang akandilaunchingkan ataupun yang akan di buat nantinya harus disesuaikan dengankapasitas produksi tengkawang itu sendiri sehingga bisa efektif, dan mudah dalampenggunaannya oleh masyarakat.Apakah ini baru prototype, sudah dalam pengujiankah kapasitasnya, karena masyarakatsangat berharap sekali dengan alat ini, dan saat ini masyarakat juga sangat berharapakses pasarnya kemana, kalau ada tolong beri rekomendasi.Pak Damianus (Bengkayang):Berita tentang perkembangan tengkawang pasti berbeda menurut daerah dankabupaten, tidak ada tata petani tengkawang, Bengkayang ada petani dan sadarmenanam tengkawang, tengkawang ini di dalam hutan berdekatan 200 ha pulltengkawang usianya, banyaknya, kami pertahankan, dengan Bupati dan Dinaskehutanan, sehingga hutan ini dikukuhkan di thn 2002 jadi hutan adat oleh menterikehutanan, posisinya masih utuh sampai sekarang, bahkan mau digusur oleh HTIMalaysia untuk sawit, kami tidak mau.Perekonomian di daerah kami seluas ditunjang dengan pertanian dan perkebunan,sahang, jagung, padi, karet dan tengkawang, di tahun ini berbuah 2 kali, padahal dariteorinya 3 thn sampai 5 thn.tengkawang ini ada yang ditanam masyarakat ada yang ditanam Tuhan, kami tidak adananam memang sudah ada, di pinggir2 sungai, dari ukuran kecil sampai yang besar.Meskipun belum dapat harga yang baik tapi kami tidak akan menebang pohon apalagihanya karena sawitPak Hendra (Kepala Desa Nanga Yen):Kayu tengkawang biasa digunakan untuk bangunan fasilitas umum, kami tidak tahu adaaturan mengenai pelarangan penebangan pohon tengkawang, mungkin perludisosialisasikan lagi peraturan tersebut karena kalau tidak banyak dari kami disalahkankarena melanggar aturan yang ada.Pada tahun 2010 ada proyek gerhan di Kapuas Hulu, bibit yang ditanam adalah bibitgaharu, karet dan tengkawang, tapi yang banyak ditanam masyarakat adalah karet dangaharu, perlu ditindaklanjuti lagi untuk penanaman tengkawang lagi.Kesepakatan pembuatan peta pemukiman dan hutan lindung• Tanggapan pembicara

Pak Anton:Kekhawatiran kami dengan semakin berkurangnya pohon tengkawang jadi sirna karenabapak sudah menyakinkan kami tidak akan menebang hutan pohon tengkawang. Kitatahu potensinya sangat besar, apalagi ada permintaan yang bagus akan minyaktengkawang, jadi memang harus kita perbaiki tata kelola dan mengatur sistemnya.

Page 50: Prosiding, 2014

29Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Daerah yang akan kita tunjuk sebagai in-situ untuk pengembangan tengkawang,ternyata sudah dalam kondisi yang baik, tengkawang akan mudah diregenerasi ditempat asalnya, mungkin karena alih fungsi lahan yang mempengaruhi semakinberkurangnya pohon tengkawang. Kemungkinan pengembangan ex- situ menjadialternatif untuk meningkatkan potensi tengkawang kedepannya.Potensi tengkawang masih sangat besar di Bengkayang, dan tengkawang di Bengkayangmematahkan teori tengkawang berbuah 4 s/d 5 tahun sekarang bahkan bisa berbuahtiap tahun, hanya saja belum ada pasar yang baik dan harga yang cukup memadai.Meskipun demikian kami tidak akan menebang pohon adalah pernyataan yang sangatmemuaskan buat kita semua.Pak Sapto:Kriteria pembangunan hutan kota ¼ ha pun 29ias, dan masih ada ketentuan lainnyalagi, coba nanti lihat lagi, hanya untuk formasi ek-situ dan keragaman genetik, ini yangharus kita perhatikan, memang harus ada perhitungan berapa jumlah induk, kalau disini masih banyak populasi jenis dan keragaman genetiknya tinggi maka Pontianak29ias tetap mempertahankan maskotnya, mungkn tidak semua jenis, pilih beberapajenis saja, sekedar etalase tengkawang, kalau eksitu biasanya ada banyak keberagamanjenis.Peran BPDAS di sini bagaiman, mereka punya tupoksi untuk membangun hutanbersama rakyat BPDAS PS ada program yang mengakomodir kebutuhan rakyat,membantu baik sisi teknis maupun sisi bibitnyaIbu Augustine:Insentive YPSBK pernah menerima ini, insentif untuk masyarakat ini di kemas untukdiskusi kita nanti.Hutan kota, tawaran baik, di Fakultas Kehutanan punya areal, bu Debby bagaimana kitajadikan areal hutan epndidik seluas 5000 ha yang dikelola Fahutan kita tanami untukek-situ tengkawang.Pelayanan finansial bagi masyarakat akan diperhitungkan, akses pasar, baik, semuabarang produksi kita perhitungkan.

Page 51: Prosiding, 2014

30Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

IV. KESIMPULAN DISKUSI KELOMPOK

Fasilitator:Imanul Huda, S.HutMetode Diskusi:Seluruh peserta dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan profesi dan tupoksinyamasing-masing. Ada 3 kelompok, yaitu: Kelompok Stakeholders, Kelompok NGO danKelompok Enterpreneur/Masyarakat Lokal Pemilik tengkawang.Hasil Diskusi:Dalam diskusi kelompok ini, semua persoalan dikemas satu persatu termasuk langkahstrategis pemecahannya, termasuk siapa melakukan apa, sehingga jelas tupoksinya.Analisa formulasi strategi perlindungan tengkawang diarahkan berdasarkan prioritasdan beberapa indikator terkait.Penyusunan Formulasi strategi ini dibagi menjadi 3 (tiga) bidang utama , yaitu BidangSosial Ekonomi (pembahas : Ibu Augustine), Bidang Ekologi Ekosistem (pembahas : PakSapto) dan Bidang Konservasi Genetik (pembahas : Pak Anton). Keseluruhan bidangtersebut dijabarkan dalam tabel formulasi berikut :

Page 52: Prosiding, 2014

31Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Tabel 2.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas Dan Beberapa Indikator Terkait

Bidang Sosial Ekonomi

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdat

3.1. MEMBANGUN KOMITMEN3.1.1. Kebijakan dan Regulasi Tengkawang Berbasis Masyarakat(1) Peninjauan kembali peraturan terkait pemasaran danekspor biji tengkawang dengan mengubah kebijakanlama yakni agar bisa mengekspor supaya ada pasarbaru dan tidak monopoliUtama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan pengguna

utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai(Perguruan Tinggi danMasyarakat Sipil)(2) Menginisiasi dan mengembangkan pasarinternational dalam bentuk rantai pasar (market-chain) ke pasar-pasar Eropah dengan isu produkramah lingkungan

Utama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan fasilitatorutama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai(Perg. Tinggi danMasyarakat Sipil,termasuk BadanInternasional)(3) Pelaksanaan standarisasi produk dan standarisasiharga untuk menjamin kualitas dan pasar. Utama sebagaiPembuat Kebijakan Utama sebagaipelaksanakebijakan utama sebagaipelaksanakebijakan utama sebagaipendamping(4) Pembuatan Surat Edaran (SE) mengaturperdagangan dan pelaporan biji tengkawang agardapat terdata secara baik dengan harga yang layak ditingkat petani.

Utama Pemerintah Pusatdan Pemerintah Provinsisebagai pembuat kebijakandan fasilitatorutama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel utama sebagaifasilitator dan penilai

(5) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDA tentangkonservasi tengkawang dari budidaya, pemasaran, Utama Pemerintah Provinsidan DPRD Kalbar sebagai utama sebagaipengguna dan utama sebagaipengguna dan utama sebagaiPenyusun dan

Page 53: Prosiding, 2014

32Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdatdan konservasi di tingkat provinsi dan dapatditurunkan di tingkat kabupaten. fasilitator pelaksana pelaksana fasilitator(6) Penegakan hukum yang pasti terhadap pelakupenebang tengkawang di areal hutan/yangdilindungi, mulai dari pekerja lapangannya hinggapembeli dari produk kayu.

Utamasebagai PelaksanaPeraturan Utamasebagai Penerima UtamaSebagai Penerima Utamasebagai Pelaksana(7) Perlindungan terhadap sumber penghasiltengkawang (khususnya hutan alam) dari alih fungsilahan UtamaSebagai Pembuat kebijakandan Pelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana3.1.2. Pembentukan/Pemantapan Lembaga Ekonomi untuk Tata Niaga Tengkawang(8) Pembentukan/pengadaan lembaga ekonomi sepertikelompok usaha bersama atau Koperasi Unit Desa(KUD) dan CU, termasuk pemantapankoperasi/kelompok usaha, CU yang sudah ada,terutama di sentra-sentra pemasaran bijitengkawang di tingkat petani penghasil.

Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat danMasyarakat Sipil)(9) Lembaga ekonomi: menampung dan memasarkanproduk biji tengkawang agar proses tata niaga dapatberjalan wajar dan harga jual yang layak diterimamasyarakat sebagai produsen biji tengkawang. Untukitu perlu:- Pendampingan dan pengorganisasi pasar bersamadi tingkat petani,- Fasilitasi dan penguatan usaha ekonomi produktifmasyarakat untuk memperpendek rantai pasardari petani ke pembeli besar

Fasilitator Fleksibelsebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utama sebagaiPendamping(Masyarakat Sipil)

Page 54: Prosiding, 2014

33Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdat(10) Pembentukan sekretariat bersama komditas bijitengkawang dan hasil hutan non kayu lainnya ditingkat kabupaten, untuk:

- mengkoordinasikan aktivitas produksi-pemasaran-termasuk pendataan hasil.- memantapkan informasi tentang hasil hutan secarakomprehensive akan lebih terdata dengan baik.

Utama (Pemda setempat)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaipengguna utama sebagaifasilitator danpengguna(10) Pendampingan dari lembaga masyarakat,pemerintah dan BUMN lembaga untuk kegiatanusaha pengusahaan tengkawang di tingkat petani:pemanenan, pengolahan, dan pemasaran agarterbentuk kemandiri masyarakat dalam mengelolaproduk biji tengkawang. Pendampingan tersebutdalam bentuk:(1) Penyuluhan-pelatihan biji tengkawangsebagai bahan baku multi produk(2) Analisa usaha ekonomi tengkawang(3) Penyuluhan sosiologi budaya dalam konservasitengkawang

Utama dan memfasilitasiRutin dan kontinyu sebagaipenunjang- Dinas Kehutanan- Koperasi- Dinas terkait lainnya

Utama danmemfasilitasi dansebagi pendukung(1) Kerjasama(2) Kerjasama(3) kerjasama

Utama danmemfasilitasi- berpartisipasiaktif sebagaipenerima manfaat- (1) Rutin dankontinyu- (2) – sda --- (3) -- sda ---

Mediasi :(1) Masy. sipil(2) Perg Tinggi,kerjasama(3) Masy. Adat danmasy. sipil(11) Perlu adanya teknologi efisien dan efektif untukdiversifikasi produk buah tengkawang, agar bernilaijual dan daya saing yang lebih baik di pasaran danterhindar dari permainan harga oleh tengkulak. Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)(12) Peningkatan kapasitas masyarakat denganmengadakan penyuluhan teknologi Tepat Guna(TTG) pengolahan buah tengkawang dan Utamasebagai Fasilitator Utamasebagai Penerima Utamasebagai Penerima Utamasebagai Pelaksana

Page 55: Prosiding, 2014

34Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdatmemfasilitasi pelatihan pengolahan buahtengkawang diantaranya pengembangan produkturunan dan peningkatan mutu produk berbasistengkawang

(Masyarakat Sipil)(13) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa,membantu pengolahan produksi dan tata-niaganya(program Bapak Asuh). Mengingat panentengkawang yang tidak rutin. Skala dan lokasi pabriklebih cocok yang bersifat menengah (di kecamatan)dan kecil (di desa).

Fasilitator Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)3.1.2. Kerjasama Para Pihak Diatur dalam Nota Kesepahaman di Tingkat Provinsi(14) Memperluas keterlibatan para pihak dalam bentukjejaring, pertemuan, riset, pelatihan, lokakaryatermasuk dengan Balai Besar Penelitian Dipterokarpadi Samarinda

Utama (Pemda setempat)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaifasilitator danpengguna(15) Memperkuat kemitraan pengembangan tengkawangantara dinas terkait, masyarakat sipil, masyarakat;berdasarkan kapasitas masing-masing dan mengacupada komitmen.Utama (Dinas Kehutanan)sebagai fasilitator danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaimitra danpengguna utama sebagaifasilitator danpengguna

3.1.3. Rehabilitasi dan Pengembangan Pohon Tengkawang pada Ttarget Lokasi(16) Peremajaan kembali pohon-pohon tengkawang, agarada regenerasi pertumbuhan tengkawang Utama (Dinas Kehutanan)sebagai pembuat kebijakandan pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana Utamasebagai Pelaksana(Masyarakat Adat)(17) Perusahaan yang beroperasi di sekitar desa, agarmemiliki kewajiban memelihara dan Utamasebagai Pembuat kebijakan Utamasebagai Penerima Utamasebagai Penerima Utamasebagai pelaksana

Page 56: Prosiding, 2014

35Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdatmembudidayakan tengkawang pada areal yang telahdan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. dan Pelaksanakebijakan(18) pengembangan pola agroforestri atau tumpang sari,dengan tanaman utama tengkawang yangdikombinasi dengan tanaman karet atau sawit,bahkan dengan tanaman padi dan palawija.konservasi

UtamaSebagai Pelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana3.2. SOSIALISASI(19) Sosialisasi terkait kebijakan Pemerintah, tentangperlindungan tengkawang dengan segalakonsekuensinya ditingkat masyarakat, swasta danpara terkait

Utama sebagai pelaksanadan fasilitasi:- Dinas KehutananPemda setempat

UtamaSebagai Penerimadan terukur utamasebagai penerimadan terukur Utamasebagai Pelaksana danEvaluator3.2.1. Lokakarya dan Diskusi Terfokus di Kampung/Desa(20) Lokakarya dan Diskusi terfokus di Kampung/ Desatentang prospek tengkawang dari aspek konservasi,aspek multiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran UtamaSebagai Pelaksana danPenerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima Utama sebagaiPelaksana (Masyarakatsipil dan PrguruanTinggi)3.2.2. Lokakarya Multi Pihak di Tingkat Kabupaten(21) Pertemuan multi pihak di tingkat kabupaten dalambentuk Lokakarya dan Diskusi terfokus tentangprospek tengkawang dari aspek konservasi, aspekmultiguna dan aspek ekonomi dan pemasaran Utama sebagaiPelaksana UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Fasilitator

Page 57: Prosiding, 2014

36Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdat

3.2.3. Pertemuan Multi Pihak di Tingkat Provinsi(22) Pertemuan multi pihak di tingkat provinsi tentangkebijakan-kebijakan tentang prospek tengkawangdari aspek konservasi, aspek multiguna dan aspekekonomi dan pemasaran agar dapat mendorongpembuatan PERDA tengkawangUtama UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana

3.3. PENYUSUNAN DOKUMEN DAN DISEMINASI(24) Pembuatan dokumen dalam bentuk buku laporan inidari bidang pengembangan budidaya yaitu bidangprovenance, bidang genetik, dan bidang sosialekonomi perlu dikritisi untuk mendapatkan hasilyang lebih akurat.Utama UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Pelaksana;Balai Besar PenelitianDipterokarpaSamarinda(25) Menyebar-luaskan dokumen: Peraturan-peraturan,PERDA, buku-laporan UtamaSebagai Pelaksana danPenerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima UtamaSebagai Penerima

3.4. PERBAIKAN/PEMANTAPAN DATA(26) Perbaikan/pemantapan data (Updating-data)tengkawang baik potensi pohon/tegakannya maupunhasil biji tengkawang sampai ke pemasaran dalamnegeri dan ekspor perlu dilakukan. Kegiatanpendataan dilakukan dgn menelusuri dari berbagaisumber dan melalui kegiatan penelitian bersamaUtamaSebagai Fasilitator danPelaksana dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur UtamaSebagai Fasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi dan masyarakatsipil) dan terukur

Page 58: Prosiding, 2014

37Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

PemerintahSwasta-Pedagang

Pengumpul MasyarakatPerguruan Tinggi,

Lembaga MasyarakatAdat

(27) Penelusuran informasi-informasi sebelumnyasupaya diperoleh database tengkawang dari semuaaspek UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukurUtamaSebagai Fasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur

3.4.1. Tahap Pertama di Tingkat Petani Pengumpul, Pedagang Antara, dan Eksportir(28) Mendata volume produk olahan dan volumepemasaran. Alasannya data ini relatif tersedia danberkelompok pada tempat/ sentra produksi danpemasaran tertentu.UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur

Utama SebagaiFasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur3.4.2. Tahap Kedua Produksi Panen Biji Tengkawang di Tingkat Petani.(29) Mendata jumlah pohon tengkawang, volume panenbiji mentah, volume produk olahan (salai) danvolume pemasaran. Alasannya petani penghasiltersebar sporadis sehingga memerlukan penanganankhusus mulai dari kabupaten, kecamata, dan desa.

UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukur Utama sebagaipemberi informasidan terukurUtama SebagaiFasilitator danpelaksana (PerguruanTinggi, masyarakatsipil) dan terukur

3.5. MONITORING DAN EVALUASI(30) Kegiatan budidaya, pemasaran, dan konservasi perluterus di pantau dan di evaluasi agar pelaksanaanyadapat lebih dipertanggung-jawabkan danterdokumentasi dengan baik.UtamaSebagai Fasilitator danPenerima dan terukur Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipelaksana (PerguruanTinggi & masyarakatsipil) dan terukur

Page 59: Prosiding, 2014

38Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Tabel 3.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait

Bidang Konservasi Ekosistem

No IndikatorTitik Prioritas

Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi

MEMBANGUN KOMITMEN

Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya(1) Menegakkan Peraturan Pemerintah No 7tahun 1999 tentang Pengawetan JenisTumbuhan dan Satwa, yang di dalamnyatermasuk menyebuntukan 13 speciestengkawang yang dilindungi.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai

(2) Menegakkan Keputusan Menteri Kehutanandan Perkebunan No 692/Kpts-II/1998, bahwatengkawang termasuk species yang dilindungidan tidak boleh ditebang, sekalipunpenebangan tersebut dilakukan untukkegiatan yang berkaitan denganpembangunan jalan, proyek transmigrasi,kegiatan usaha budidaya perkebunan danpertanian.

Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai

(3) Menegakkan Keputusan Menteri KehutananNomor 357/Kpts-II/1998 tentangpengelolaan dan pemanfaatan kawasanpelestarian plasma nutfah di hutan produksi.Dengan demikian keberadaan populasitengkawang dalam hutan alam perludimasukkan ke dalam kawasan pelestarianplasma nutfah.

Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai

Page 60: Prosiding, 2014

39Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No IndikatorTitik Prioritas

Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi(4) Pengawasan disertai pengecekan melaluistudi tentang pengaruh pemanenan di hutanalam produksi terhadap kerusakan habitatalami tengkawang, serta dampaknya terhadapregenerasi, pertumbuhan serta keragamangenetiknya.Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipengguna fleksibel Utama sebagaipelaksana

Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati(5) Penerbitan aturan mengenai perlindunganjenis tengkawang yang seharusnya menyebutsemua species Shorea spp. yang menghasilkantengkawang.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(6) Penerbitan aturan teknis pada tingkatKementerian Kehutanan mengenaipembangunan areal konservasi sumberdayagenetik di areal hutan alam.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(7) Penerbitan aturan mengenai pembangunanhutan tanaman produksi tengkawang yangdikelola secara lestari. Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(8) Penerbitan aturan mengenai pemanenantengkawang dari hutan tanaman produksi. Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai(9) Penerbitan aturan mengenai peredaran hasilhutan kayu dan non kayu tengkawang yangberasal dari hutan tanaman produksi yangdikelola secara lestari.Utama PemerintahPusat sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipengguna danpelaksana Fleksibel Utama sebagaifasilitator danpenilai

Menghilangkan tekanan / gangguan antropogenik terhadap sebaran alam tengkawang(10) Memberikan data aktual kepada lembagaIUCN untuk merevisi status kelangkaan semuaspecies tengkawang (revisi IUCN redlist). Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Page 61: Prosiding, 2014

40Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No IndikatorTitik Prioritas

Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi(11) Inventarisasi potensi tengkawang di hutanalam dan tanaman untuk menetapkan baseline sumberdaya genetik. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(12) Penunjukan/penetapan areal konservasisumberdaya genetik in situ yang representatif. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(13) Pengelolaan areal konservasi sumberdayagenetik in situ dengan memperhatikankomponen ekosistem alami. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(14) Pembangunan areal konservasi sumberdayagenetik ex situ yang representatif. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana

Mendorong domestikasi tengkawang untuk kelestarian sumberdaya hayati dan produksi(15) Perumusan strategi pemuliaan tengkawanguntuk tujuan produksi kayu, buah dankandungan lemak nabati. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator danpelaksana(16) Penetapan populasi dasar tengkawang denganbasis genetik yang luas. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(17) Pembangunan populasi pemuliaan danpopulasi propagasi / sumber benihtermuliakan. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(18) Pengembangan hutan tanaman produksitengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(19) Memberdayakan masyarakat melaluipembangunan hutan tanaman rakyattengkawang. Utama sebagaipembuat kebijakan Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaifasilitator

Page 62: Prosiding, 2014

41Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No IndikatorTitik Prioritas

Pemerintah Swasta Masyarakat Perguruan Tinggi

SOSIALISASI DAN DISEMINASI

Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi(20) Pemberian pemahaman mengenai seluk-belukjenis tengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(21) Pemberian pemahaman kesesuaian habitatuntuk berbagai jenis tengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(22) Pemberian pemahaman bahwa pemanfaatantengkawang hanya boleh dilakukan padategakan hutan tanaman produksi yangdikelola berdasarkan prinsip kelestarianhutan.Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana

(23) Pelatihan teknik silvikultur intensiftengkawang. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(24) Pelatihan teknik pemanenan buahtengkawang yang ramah lingkungan. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana(25) Pelatihan pengolahan lemak tengkawanguntuk meningkatkan nilai tambah dankesejahteraan masyarakat. Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksanaMONITORING DAN EVALUASI(26) Monitoring dan evaluasi terhadap seluruh ke-giatan yang berkaitan dengan pembuatan ke-bijakan, pelaksanaan, dan dampaknya terha-dap kelestarian eksosistem alami tengkawangserta kelestarian hutan tanaman produksi.

Utama sebagaipembuatkebijakandanfasilitatorUtama sebagaipelaksana danpenerima Utama sebagaipenerima Utama sebagaipelaksana

Page 63: Prosiding, 2014

42Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

Tabel 4.Formulasi Strategi Perlindungan Tengkawang Berdasarkan Prioritas dan Beberapa Indikator Terkait

Bidang Konservasi Genetik

No Indikator

Titik Prioritas

Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat

LembagaMasyarakat,Perusahaan

A PEMUTAKHIRAN DATA

A.1 Inventarisasi sebaran populasi dan potensi tengkawang(1) Data sebaran dan potensi populasitengkawang diiventarisasi dan diper-baharuimelalui laporan dari para pihak daninventarisasi langsung ke lapanganUtama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(2) Inventarisasi populasi tengkawang yangmempunyai potensi cukup tinggi sebagaicalon lokasi plot konservasi in-situ Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(3) Inventarisasi plot konservasi in-situ dan eks-situ tengkawang yang telah dibangun danpotensinya Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi(4) Data data dan informasi mengenaipemanfaatan/pemanenen buah tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi Fleksibel sebagaipelaksana/pemberiinformasi

A.2 Inventarisasi data keragaman genetik tengkawang(5) Inventarisasi informasi keragaman genetiktengkawang yang telah dilakukan Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipemberi informasi Fleksibel sebagaipemberi informasi(6) Koleksi materi genetik yang mewakilisebaran dan potensi sebaran tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana Fleksibel sebagaipelaksana(7) Analisis keragaman genetik populasitengkawang dilakukan menggunakanpenanda molekuler Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel Fleksibel

Page 64: Prosiding, 2014

43Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat

LembagaMasyarakat,Perusahaan(8) Potensi variasi genetik dan sebarannya dieva-luasi untuk pemetaan sebaran keragamangenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Fleksibel Fleksibel

B MEMBANGUN KOMITMEN

B.1 Membangun kesepahaman tentang konservasi genetik(9) Pemahaman peran keragaman genetik untukkonservasi genetik tengkawang perluditingkatkan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(10) Pemahaman tentang konservasi genetik daripara pihak perlu disamakan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerimaB.2 Kebijakan dan Regulasi(11) Peninjauan kembali peraturan pemerintahterkait dengan konservasi genetik tanaman,khususnya tengkawang Utama sebagaipenyusunkebijakan danfasilitator

Utama sebagaipenyusun danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(12) Pembuatan regulasi dalam bentuk PERDAtentang konservasi genetik tengkawang Utama sebagaipenyusunkebijakan danfasilitator

Utama sebagaipenyusun danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(13) Perlindungan tentang status plot konservasieks-situ dan in-situ yang telahdibangun/ditetapkan dan pemanfaatannya Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(14) Penegakan hukum yang pasti terhadap parapelaku pemanenan/penebangan di lokasi plotkonservasi Utama sbgi pem-buatan kebijakandan pelaksana Utama sebagaipenerima danpelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima

Page 65: Prosiding, 2014

44Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat

LembagaMasyarakat,Perusahaan

B.3 Kerjasama para pihak(15) Meningkatkan keterlibatkan para pihakdalam berbagai bentuk pertemuan gunamembahas konservasi genetik tengkawang Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(16) Memperkuat kemitraan dalam konservasigenetik tengkawang antara pemerintah,lembaga pendidikan/penelitian, perusahaan,lembaga masyarakat dan masyarakatUtama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana

(17) Meningkatkan kerjasama kegiatan konservasitengkawang dari para pihak Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksanaB.4 Pembentukan Lembaga untuk konservasi genetik tengkawang(18) Pembentukan lembaga konservasi tingkatprovinsi/ kabupaten dan masyarakat untukkegiatan konservasi tengkawang, termasukmengelola plot/areal konservasi genetiktengkawang

Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(19) Lembaga konservasi berusaha agar potensipopulasi tengkawang semakin meningkat dankeberlangsungan plot/areal konservasi danpemanfaatannya di masa mendatang tetapterjaga

Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(20) Pembentukan forum komunikasi yangmewadahi semua stakeholder pada tingkatpusat dan daerah untuk mendukung kegiatankonservasi tengkawang

Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana

Page 66: Prosiding, 2014

45Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat

LembagaMasyarakat,Perusahaan

C KEGIATAN KONSERVASI GENETIK(21) Penetapan dan Pengembangan konservasi in-situ sekaligus sebagai sumber benih Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaifasilitator danpengguna Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(22) Pembangunan plot konservasi eks-situ, danpemanfataannya sebagai sumber benih dimasa mendatang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipengguna Utama sebagaipengguna(23) Pembentukan Desa/kabupaten konservasigenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(24) Pemeliharaan dan evaluasi plot konservasigenetik tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana(25) Pembangunan plot pemanenan berbasiskonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagai fasili-tator dan pelaksana Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksanaD SOSIALISASI(26) Workshop tingkat nasional para penyusunkebijakan konservasi genetik tanaman Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(27) Workshop tingkat provinsi/kabupatendengan melibatkan lembaga masyarakat,perusahaan dan masyarakat Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(28) Sosialisasi tentang peraturan pemerintah danperaturan yang terkait kepada parapelaksana konservasi genetik tengkawang Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(29) Sosialisasi tentang peran penting konservasigenetik tengkawang terhadap kegiatankonservasi tengkawang secara keseluruhan Utama sebagaifasilitator danpelaksana Utama sebagaipelaksana danevaluator Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima

Page 67: Prosiding, 2014

46Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang

Pontianak, 14 Mei 2014

No Indikator

Titik Prioritas

Pemerintah Perguruan Tinggi,Lembaga Penelitian Masyarakat

LembagaMasyarakat,Perusahaan

E PENYUSUNAN BUKU DAN DISEMINASI(30) Penyusunan manual pembangunan plotkonservasi eks-situ dan in-situ tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(31) Pembuatan buku saku mengenai Peraturan-peraturan yang berhubungan dengankonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(32) Penyusunan metode pemanenan berbasiskonservasi genetik Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(33) Tersedianya guideline untuk pemantauan daninventarisasi populasi tengkawang Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima(34) Data sebaran potensi populasi tengka-wangter-update minimal 5 tahun sekali Utama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima danpemberi informasi Utama sebagaipenerima dan pemberiinformasi(35) Pembuatan website tentang konservasitengkawang yang memuat berbagai infor-masi tentang tengkawang, termasuk pera-turan, buku/manual dan hasil pertemuanUtama sebagaifasilitator Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipenerima Utama sebagaipenerima

F MONITORING DAN EVALUASI(36) Kegiatan budidaya, penanaman danpemanenan tengkawang dipantau untukmengetahui pengaruhnya terhadapkeragaman genetikUtama sebagaifasilitator danpenerima Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipemberi informasi Utama sebagaipemberi informasi

(37) Kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plotkorservasi in-situ dan eks-situ dimonitor dandievaluasi Utama sebagaifasilitator danpenerima Utama sebagaipelaksana Utama sebagaipelaksana danpemberi informasi Utama sebagaipelaksana dan pemberiinformasi

Page 68: Prosiding, 2014

Makalah Tambahan

Prosiding Workshop

Strategi Nasional

Konservasi Genetik Jenis Shorea

Penghasil Tengkawang

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

2014

Page 69: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 47

Pontianak, 14 Mei 2014

AGROFORESTRI TENGKAWANG DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Sri Purwaningsih1 dan Abdurachman2 1)Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis

Jl. Raya Ciamis Banjar Km 4, Ds Pamalayan Ciamis Telp. (0265) 771352, Fax. (0265)

775866

2) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda

Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda ; Telp. (0541) 205364, Fax. (0541) 742298

Email: sripurwa1985@gmail. com

ABSTRAK

Tengkawang merupakan jenis Shorea dari famili Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi tinggi,

sehubungan dengan pemanfaatan hasil berupa buah dan batangnya dapat juga digunakan sebagai

kayu pertukangan. Jenis ini termasuk yang dilindungi, sementara itu keberadaannya di hutan alam

semakin sedikit. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan praktek pengelolaan tengkawang dalam

rangka menjaga keberadaannya. Agroforestri merupakan salah satu pengelolaan yang dapat

dilakukan dimana prakteknya dalam masyarakat berupa tembawang dan gupung yang merupakan

manifestasi dari kearifan lokal. Pengelolaan ini mendukung pembangunan berkelanjutan karena

mencakup nilai ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Kata Kunci: Tengkawang, Agroforestri, Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN

Tengkawang merupakan salah

satu jenis famili Dipterocarpaceae yang

banyak terdapat di Hutan Alam

Kalimantan. Jenis ini dapat menghasilkan

kayu dan komoditi hasil hutan bukan

kayu (HHBK) berupa biji (Winarti, dkk.,

2004). Menurut Winarni, dkk., (2004)

jenis HHBK yang diperoleh berupa: biji.

Biji tengkawang (Borneo Illipe nut)

merupakan HHBK yang penting sebagai

bahan baku lemak nabati. Karena sifatnya

yang khas, lemak tengkawang berharga

lebih tinggi dibanding minyak nabati lain

seperti minyak kelapa, dan digunakan

sebagai bahan pengganti minyak coklat,

bahan lipstik, minyak makan dan bahan

obat-obatan.

Walaupun jenis ini dilindungi dari

kepunahan berdasarkan PP No.7/1999

dan dilarang ditebang menurut Kepmen

No.692/Kpts-II/1998. Tetapi, keberadaan

tengkawang di hutan alam sudah sangat

sedikit. Salah satu penyebabnya adalah

pembalakan liar yang semakin marak

serta eksploitasi oleh sebagian besar

pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil

Hutan Kayu (IUPHHK) yang dilakukan

tanpa mengindahkan aspek kelestarian

jenis penghasil tengkawang (Heriyanto

dan Mindawati, 2008). Selain itu, tahun-

tahun belakangan ini kayu tengkawang

banyak yang ditebang karena harga

buahnya yang relatif rendah dan

permintaan pasar akan komoditi kayu

tengkawang yang meningkat seiring

dengan semakin habisnya kayu-kayu di

Kalimantan. Tengkawang dipungut dari

pohon yang tumbuh di hutan alam untuk

memenuhi ekspor ke luar negeri dengan

harga yang cukup menjanjikan sebagai

komoditi non migas. Saat ini jenis

tersebut sudah langka karena banyak

ditebang dan diperdagangkan kayunya

tetapi tidak diimbangi dengan upaya-

upaya penanaman agar lestarai.

Tingginya permintaan pasar akan buah

tengkawang dan menurunnya

ketersediaan pohon penghasil

tengkawang di hutan alam menuntut

Page 70: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 48

Pontianak, 14 Mei 2014

perhatian kita untuk mengkonservasi

jenis pohon penghasil tengkawang.

Agroforestri tengkawang

merupakan salah satu alternatif

menjanjikan yang dapat dilakukan untuk

menjaga kelestarian tengkawang.

Sesungguhnya masyarakat mulai paham

arti pentingnya tengkawang bagi

kehidupan sehingga secara tidak

langsung telah melakukan praktek

agroforestri dalam penanamannya baik di

pekarangan maupun di kebun. Hal ini

merupakan bentuk kearifan lokal dari

masyarakat untuk menjaga keanekaragam

hayati khususnya tengkawang. Tulisan ini

bertujuan untuk mengenal keuntungan

praktek agroforestri tengkawang dalam

pembangunan berkelanjutan.

II. TENGKAWANG DAN

KEGUNAANNYA

Tengkawang merupakan jenis

kayu Shorea dari keluarga

Dipterocarpaceae. Banyak penamaan

untuk Tengkawang selain nama

ilmiahnya antara lain dalam bahasa

Inggris disebut Illipe nut atau Borneo

tallow nut. Dalam bahasa Dayak Iban

disebut Engkabang, bahasa Dayak

Kanayatn disebut Angkabatgn,, Dayak

Kenyah Kawang dan Kokawang. Di

Kalimantan ada puluhan jenis

tengkawang dan hingga saat ini ada 13

jenis tengkawang yang sudah ditetapkan

sebagai jenis kayu yang dilindungi di

Indonesia dari kepunahan berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun

1999, di antaranya adalah Shorea

stenoptera (Tengkawang Tungkul) yang

buahnya relatif lebih besar dibandingkan

dengan jenis lain, Shorea pinanga

(Tengkawang Rambai) jenis tengkawang

ini buahnya tidak begitu besar, tetapi

mengandung minyak lebih banyak, selain

itu ada Shorea mecystopteryx

(Tengkawang Layar), Shorea semiris

(Tengkawang Terendak), Shorea

beccariana (Tengkawang Tengkal),

Shorea micrantha (Tengkabang

Bungkus), Shorea singkawang

(Sengkawang Pinang) dan jenis lain-

lainnya (Heri, 2013).

Pohon tengkawang adalah

tanaman hutan yang baru akan berbuah

pada usia 8-9 tahun dengan masa panen

raya 3-5 tahun sekali. Setiap tahun

umumnya akan ada panen tengkawang di

Kalimantan Barat, hanya biasanya lokasi

yang pada tahun sebelumnya pernah

panen raya, kemungkinan besar pada

tahun berikutnya akan tidak panen raya,

melainkan lokasi lain. Biasanya kalau

jumlah buah tidak begitu banyak yang

jatuh pada musimnya, masyarakat enggan

untuk mengambil, dibiarkan begitu saja

jatuh ditanah, karena tidak memadai

untuk di jual. Dengan demikian biasanya

binatang liar di hutan terutama babi yang

mencari dan memakannya, saat ini

biasanya babi hutan terlihat lebih gemuk

(Heri, 2013).

Pohon tengkawang ini biasanya

berbunga pada bulan Agustus- Oktober

dan baru akan matang dan jatuh pada

bulan Januari- Maret. Setiap pohon dapat

menghasilkan 250-400 kg buah

tengkawang atau sekitar 600 kg perhektar

buah yang belum diproses. Buah

tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak

dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke

tanah lembab akan segera berkecambah

dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini

lekas tumbuh karena tidak memiliki masa

dormansi. Pada waktu biji berkecambah,

kandungan minyak pada biji menurun

dengan cepat. Oleh karena itu buah

tengkawang harus dikumpulkan secepat

mungkin setelah jatuh (Heri, 2013).

Pemanfaatan tengkawang dapat

dirasakan langsung oleh masyarakat yang

diperoleh dari buah (biji) Tengkawang.

Selama ini, ketika musim buah tiba

masyarakat terutama di Kalimantan Barat

menjual biji atau buah tengkawang yang

sudah dibuang kulit luarnya dengan cara

mengasapkannya atau di “salai” terlebih

dahulu hingga kulitnya mudah

dilepaskan, kemudian baru dijemur. Sete-

lah cukup kering, biji-biji tersebut dijual

Page 71: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 49

Pontianak, 14 Mei 2014

dan diangkut ke kota untuk proses

selanjutnya. Secara tradisional, biji

Tengkawang memberi manfaat sebagai

penyedap masakan, ramuan obat-obatan,

dan minyak goring (ITTO, 2011).

Sementara itu dalam bidang

industri, biji tengkawang merupakan

salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu

(HHBK) yang penting sebagai bahan

baku lemak nabati. Karena sifatnya yang

khas, lemak tengkawang berharga lebih

tinggi dibanding minyak nabati lain

seperti minyak kelapa, Pemanfaatan

lemak tengkawang sebagian besar hanya

dalam industri coklat, yang ditujukan

untuk meningkatkan titik leleh lemak

coklat terutama lemak coklat yang

berasal dari Amerika Latin. Minyak

tengkawang dalam industri makanan

dikenal dengan nama cacao butter

substitute, yang digunakan sebagai

pengganti minyak coklat. Pada industri

farmasi dan kosmetika dikenal dengan

nama oleum shorea yang dapat

digunakan sebagai bahan baku kosmetik

dan obat-obatan. Minyak tengkawang

juga cocok digunakan pada industri

margarine, coklat, sabun, lipstik dan

obat-obatan; karena memiliki

keistimewaan, yaitu titik lelehnya yang

tinggi berkisar antara 34 – 39 °C. Selain

untuk pangan, prospek yang baik dari

minyak tengkawang yang dikenal dengan

nama vegetable thallow atau illip nut,

dapat dipakai sebagai minyak pelumas

mesin, pembuatan sabun, peti kemas,

harde kernseep, bahan baku pembuatan

lilin, stearine, dan palmitat. Nilai gizi

yang tinggi serta sifat titik cairnya yang

juga tinggi bukan saja cocok sebagai

pengganti minyak cokelat, tetapi juga

sebagai penambah campuran minyak

coklat agar mutunya menjadi lebih baik

dan tahan disimpan pada suhu panas

(Departemen Pertanian, 1990 dalam

Winarni, dkk., 2004). Ekstrak lemak

tengkawang memberi nilai tambah yang

sangat tinggi yaitu mencapai 200%.

Setiap tahun harga minyak tengkawang

selalu meningkat, pada tahun 1994

bernilai US$ 1,85 per kg dan pada tahun

1998 bernilai US$ 2,87 per kg. Sejak

tahun 1996 tidak tercatat ekspor biji

tengkawang, kemungkinan besar terserap

habis untuk memproduksi lemak

tengkawang (Sumadiwangsa, 2001 dalam

Winarni, dkk., 2004).

III. AGROFORESTRI

TENGKAWANG DALAM

PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan

adalah pembangunan yang dapat

memenuhi kebutuhan kita saat ini tanpa

menghilangkan kemampuan generasi

yang akan dating untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Pembangunan

berkelanjutan dapat dicapai apabila

memenuhi tiga syarat yaitu terlanjutkan

secara ekologi, ekonomi, dan social

budaya (Asdak, 2012). Secara ekologi,

hidup selaras dan tidak “melawan”

hukum lingkungan. Secara ekonomi,

menghasilkan komoditi yang bernilai

ekonomis. Secara sosial dan budaya,

adanya partisipasi masyarakat dan

terjaganya nilai-nilai kearifan lokal

masyarakat.

Agroforestri merupakan gabungan

ilmu kehutanan dengan agronomi, yang

memadukan usaha kehutanan dengan

pembangunan pedesaan untuk

menciptakan keselarasan antara

intensifikasi pertanian dan pelestarian

hutan (Hairiah dkk, 2002). Agroforestri

dipandang sebagai salah satu bentuk

pengelolaan yang berkelanjutan karena

memiliki keunggulan dalam hal

produktivitas, diversitas, kemandirian dan

stabilitas (Hairiah dkk., 2003). Pada

prakteknya agroforestri terdiri atas dua

atau lebih tanaman yang tumbuh

bersama-sama atau bergiliran pada lahan

yang sama. Pemilihan jenis tanaman

hendaknya mempertimbangkan aspek

teknis dan non teknis sehingga tujuan

dari agroforestri tercapai dengan baik

Page 72: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 50

Pontianak, 14 Mei 2014

Pada prinsipnya pemilihan jenis

untuk agroforestri mengkombinasikan

jenis tanaman daur pendek, menengah,

dan panjang. Pemilihan jenis mempunyai

andil yang cukup besar dalam

keberhasilan produksi pola tanam,

sehingga pemilihan jenis setidaknya

memenuhi criteria aspek ekologi dan

sosial ekonomi. Dasar pemilihan jenis

secara umum seperti yang dikemukan

oleh F/Fred Winrock International (1992)

dalam Mile (2007) dapat dijadikan salah

satu acuan. Pemilihan jenis ini

memperhatikan unsur – unsur sebagai

berikut :

a. Mudah beradaptasi terhadap kondisi

tanah dan iklim yang ada

b. Tahan terhadap hama dan penyakit

c. Sedikit biaya dan waktu untuk

pengolahan

d. Tahan terhadap kekeringan dan

tekanan iklim lainnya

e. Toleran terhadap perlakuan

pemangkasan dan trubusan

f. Memiliki pertumbuhan awal yang

cepat

g. Mempunyai percabangan rendah

yang dapat dengan mudah dipotong

dengan peralatan sederhana dan

mudah diangkut

h. Mempunyai kadar air kayu yang

rendah sehingga mudah dikeringkan

i. Mempunyai karakteristik akar yang

baik

Tengkawang merupakan salah satu

jenis alternatif yang dikembangan dalam

agroforestri. Pohon tengkawang ini bisa

hidup berdampingan dengan tanaman

jenis lain, sehingga dengan demikian

tanaman hutan ini dapat dijadikan

tanaman yang bisa mempertahankan

keberadaan hutan yang mendukung

model pengelolaan agro-forest dan

terlebih lagi bisa menghasilkan minyak

nabati organik atau green butter yang

dapat menyehatkan masyarakat.

Praktek pengembangan

tengkawang secara agroforestri

diterapkan oleh masyarakat di areal bekas

kampung (Tembawang) dan bekas ladang

(Gupung). Tembawang adalah sistem

penggunaan lahan oleh masyarakat lokal

Kalimantan Barat dan merupakan suatu

ekosistem unik dengan nilai-nilai yang

sangat tinggi. Dalam pengelolaannya,

masyarakat membagi sistem Tembawang

menjadi : (i) Tembawang umum/

komunal, yang dapat diman-faatkan

secara bersama-sama oleh penduduk

dalam satu desa atau lebih; (ii)

Tembawang khusus/individual,

merupakan warisan turun temurun atau

yang disebut pula sebagai Gupung.

Gupung ini ada yang dianggap sebagai

tempat keramat (religius) bagi

masyarakat lokal dan merupakan suatu

kebanggaan bagi garis keturunan tertentu

(ITTO, 2011).

Tembawang sebagai manifestasi

dari agroforestri lokal merupakan salah

satu praktek pengelolaan lahan yang

mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pengelolaan ini tidak hanya

menguntungkan dipandang dari aspek

ekonomi, tetapi juga mampu menjaga

nilai-nilai ekologi dan sosial budaya.

Nilai sosial budaya yang luhur yaitu

memikirkan kebutuhan generasi yang

akan datang, sementara pemanfaatan

mengandung nilai ekonomi. Nilai-nilai

sosial budaya dan ekonomi yang

terintegrasi menciptakan suatu nilai

ekologi. Agroforestri tembawang

merupakan sistem pengelolaan lahan

yang memiliki tiga komponen tersebut,

bukan hanya sekedar sistem agroforestri

yang memiliki berbagai jenis tumbuhan

yang membentuk lapisan-lapisan tajuk,

tetapi juga mengandung nilai-nilai yang

sangat luhur (Soeharto, 2010).

Nilai Ekologi. Agroforestri

tembawang sudah terbukti memiliki nilai

ekologi yang tinggi. Berbagai jenis

tumbuhan yang ada di dalamnya

menyediakan jasa ekosistem, berupa: (1)

pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan,

misalnya sumber bahan makanan dan

obat-obatan; (2) sebagai jasa pengatur

sistem, misalnya penyedia air; (3) sebagai

jasa dalam budaya, misalnya perekat

Page 73: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 51

Pontianak, 14 Mei 2014

hubungan kekerabatan dan (4) sebagai

pendukung kehidupan misalnya menjaga

tingkat kesuburan tanah. Di dalam

agroforestri tembawang tumbuh berbagai

jenis tumbuhan penghasil pangan seperti

buah-buahan, penghasil karbohidrat dan

tumbuhan obat. Berbagai jenis tumbuhan

dengan tajuk berlapis-lapis mampu

memberikan perlindungan terhadap

kesuburan tanah, baik melalui masukan

bahan organik yang berasal dari seresah

yang jatuh, maupun dari kemampuan

menahan terpaan air hujan yang dapat

merusak struktur tanah. Hal ini

menunjukkan agroforestri tembawang

mampu memberikan jasa pendukung

sistem kehidupan yang berpengaruh

positif terhadap system tata air yang ada

di dalamnya. Struktur kanopi yang

menyerupai hutan memungkinkan

berbagai jenis satwa datang ke sistem ini,

baik untuk mencari makan maupun

bertempat tinggal. Dinamika pergerakan

satwa dan cara mencari makannya secara

tidak langsung dapat membantu

penyerbukan dan pemencaran biji yang

pada akhirnya berperan dalam pengaturan

sistem regenerasi tumbuhan. Pepohonan

pada sistem tembawang yang mencapai

umur puluhan tahun berpotensi besar

dalam menyerap karbondioksida dari

udara sehingga memiliki peranan dalam

pengaturan iklim makro, namun terutama

terhadap iklim mikro di sekitarnya

(Soeharto, 2010).

Nilai Ekonomi. Pembangunan

agroforestri tembawang tidak

memerlukan tenaga kerja dan modal yang

besar, demikian pula untuk

pengelolaannya. Agroforestri tembawang

dikelola secara minimal, tidak ada

pembersihan gulma, pemupukan apalagi

pengendalian hama penyakit.

Pembabatan tumbuhan yang tidak

berguna hanya dilakukan saat akan panen

untuk mempermudah pemanenan. Hasil

dari agroforestri tembawang multi

produk. Biji tengkawang yang merupakan

maskot daerah Kalimantan Barat sudah

sejak ratusan tahun yang lalu

dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor,

bahkan sebelum perang dunia kedua

ekspor biji tengkawang pernah mencapai

3.600 ton setahun (Departemen

Kehutanan, 1986 dalam Winarni, dkk.,

2004). Komoditi biji tengkawang dijual

dalam bentuk bahan mentah yang hampir

keseluruhannya untuk ekspor dan hasil

olahannya diimpor kembali oleh

Indonesia dalam bentuk bahan jadi dan

bahan setengah jadi untuk industri.

Dalam dunia perdagangan, minyak

tengkawang dikenal dengan nama green

butter, karena mirip mentega yang

berwarna hijau atau disebut juga Borneo

tallow (minyak dari Kalimantan),

sementara bahasa perdagangan yang

lebih sering dipergunakan adalah

tengkawang oil (BPS, 1999 dalam

Winarni, dkk., 2004). Beberapa hasil dari

sistem agroforestri tembawang seperti

lateks (getah tanaman karet), biji

tengkawang, getah perca dari jenis

nyatuh dan getah jelutung merupakan

produkekspor. Sementara itu, hasil buah-

buahan seperti durian, nangka, mangga,

cempedak, duku, rambutan, langsat,

rotan, gula merah, ijuk dan lain-lain

mereka jual ke pasar dan hasil

penjualannya digunakan untuk membeli

kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian

kebutuhan sehari-hari masyarakat Dayak

hampir seluruhnya dapat dipenuhi dari

hasil produksi dalam sistem agoforestri

tembawang (Soeharto, 2010).

Nilai Sosial Budaya. Pengelolaan

agroforest tembawang yang diatur

kepemilikan dan pemanfaatannya

berdasarkan kelompok-kelompok

masyarakat, mulai dari pemanfaatan

pribadi, keluarga inti, keluarga besar

hingga ke tingkat desa mengandung nilai-

nilai sosial budaya yang sangat tinggi.

Kepatuhan antar anggota masyarakatnya

merupakan manifestasi dari rasa

tanggung jawabnya terhadap aturan.

Demikian pula, dengan perijinan

penebangan pohon yang hanya

diperbolehkan bilamana ada ijin dari

seluruh anggota keluarga besar. Aturan-

Page 74: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 52

Pontianak, 14 Mei 2014

aturan ini sudah menjadi pembatas dari

kerusakan dan kepunahan akibat

pemanfaatan dan penebangan pohon yang

tanpa memperhatikan kemampuan

regenerasi dari pohon tersebut.

Agroforest tembawang yang dimiliki dari

satu generasi ke generasi berikutnya

hingga mencapai lima atau enam generasi

yang mengandung nilai keberlanjutan

bagi generasinya. Penanaman dan

pemeliharaan pohon berumur panjang

seperti tengkawang, jelutung, nyatoh dan

kemenyan merupakan pemikiran jauh ke

depan, artinya tidak hanya berfikir untuk

dirinya tetapi juga memikirkan generasi

berikutnya. Agroforest tembawang juga

merupakan sistem yang telah

dikembangkan sejak ratusan tahun lalu,

sehingga merupakan bagian dari tradisi,

kebudayaan dan kebiasaan masyarakat

Dayak (Soeharto, 2010).

IV. PENUTUP

Tengkawang merupakan salah

satu hasil hutan non kayu yang banyak

dimanfaatkan masyarakat lokal di

Kalimantan yang semakin langka

keberadaanya. Pengembangan secara

agroforestri merupakan salah satu cara

untuk menjaga kelestariannya karena

dinilai menguntungkan baik secara

ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Tembawang dan gupung merupakan

praktek agroforertri yang dikembangkan

masyarakat sebagai manifestasi dari

kearifan lokal yang dianutnya. Praktek

pengembangan ini merupakan salah satu

kegiatan yang mendukung pembangunan

berkelanjutan karena mampu mencakup

nilai ekonomi, ekologi, dan sosial

budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak. 2012. Kajian Lingkungan Hidup

Strategis: Jalan Menuju

Pembangunan Berkelanjutan. UGM

Press. Yogyakarta.

Hairiah, K; Widianto; S Rahayu; B. Lusiana.

2002. Wanulcas : Model Simulasi

Untuk Sistem Agroforestri. Bogor :

ICRAF.

Heri. V. 2013. Tengkawang dari Kalimantan

Barat. Suara Bekakak edisi 1.

Diakses dari www.riakbumi.or.id

[02/06/14]

Heriyanto, N. M & N. Mindawati. 2008.

Konservasi Jenis Tengkawang

(Shorea spp) pada Kelompok Hutan

Sungai Jelai-Sungai Delai-Sungai

Seruyan Hulu di Provinsi Kalimantan

Barat. Info Hutan Vol. V No. 3 : 281-

287.

ITTO. 2011. Potensi Tengkawang di Lahan

Masyarakat Lokal Kalimantan Barat.

Brief Info No. 4 November 2011.

Diakses dari http://forda-mof.org

[02/06/14]

Keputusan Menteri Kehutanan Dan

Perkebunan Nomor : 692/Kpts-

Ii/1998 Tentang Perubahan

Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang

Perubahan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor

261/Kpts-Iv/1990 Tentang Pohon-

Pohon Di Dalam Kawasan Hutan

Yang Dilindungi.

Mile, MY. 2007. Prinsip – prinsip Dasar

dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam,

dan Teknik Produksi Agribisnis

Hutan Rakyat. Info Teknis Vol. 5

No. 2.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 1999 Tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan

Satwa.

Soeharto, B. 2010. Tengbawang: Bukan

Sekedar Sistem Agroforestri. Diakses

dari

http://outputs.worldagroforestry.org/r

ecord/5477/files/MA10365.PDF

[02/06/14]

Winarni, I; S. Sumadiwangsa; & D.

Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat

Page 75: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 53

Pontianak, 14 Mei 2014

Tumbuh, Jenis dan Diameter Batang

terhadap Produktivitas Pohon

Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal

Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1,

Juni 2004 : Hal 23-33

Page 76: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 54

Pontianak, 14 Mei 2014

ASOSIASI JENIS POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIAN

LABANAN, KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Amiril Saridan

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tengkawang tumbuh dengan baik di hutan tropis yang dikenal sebagai penghasil buah dan lemak

tengkawang yang merupakan jenis pohon yang dilindungi keberadaannya, untuk kepentingan

masyarakat di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi jenis tengkawang

di Hutan Penelitian Labanan. Dalam penelitian ini digunakan plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha)

yang dibagi dalam 25 sub-plot berukuran 20 x 20 m. Hasil analisis jenis pohon tercatat sebanyak

123 jenis/ha dengan kerapatan pohon sebanyak 537 batang/ha dan untuk dipterokarpa terdapat 24

jenis/ha dengan kerapatan 167 batang/ha, sedangkan jenis tengkawang tercatat sebanyak 3 jenis

meliputi Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton, S.pinanga Scheff. dan S.seminis Sym.. Jenis

yang dominan antara lain: Dipterocarpus tempehes V. Sl. (NPJ = 23.68%), Mallotus muticus

(Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%), Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%),

Elateriospermum tapos Blume (NPJ =11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%) dan Shorea

macrophylla (de Vriese) Ashton (NPJ = 8.62%). Dari perhitungan pasangan jenis pohon

tengkawang dengan 7 jenis pohon dominan menunjukkan bahwa tidak satupun pasangan jenis yang

berasosiasi bersifat nyata, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre tabel

pada taraf uji 1% maupun 5%, yang mengindikasikan bahwa pasangan jenis pohon tengkawang

dengan jenis dominan memiliki kecenderungan untuk hidup bersama lebih kecil, dibandingkan

dengan pasangan jenis yang tidak memiliki kecenderungan untuk hidup secara bersama.

Kata kunci: Asosiasi, tengkawang, nilai penting, jenis

I. PENDAHULUAN

Hutan tropis kaya akan berbagai

jenis flora terutama jenis dipterokarpa

yang merupakan penyusun utama tegakan

dalam hutan. Hutan dipterokarpa

merupakan tipe hutan hujan yang sangat

penting (Ediriweera, et al, 2008). Salah

satu jenis yang terpenting adalah

tengkawang yang banyak tumbuh di

hutan tropis di Indonesia dan

dipertahankan untuk tidak ditebang, hal

ini disebabkan pohon tengkawang

merupakan pohon penghasil buah yang

dapat digunakan untuk bahan komestik,

obat-obatan dan sumber nabati yang

bernilai tinggi bagi kehidupan

masyarakat di sekitar hutan. Yusliansyah

et al. (2007), menyebutkan buah

tengkawang dapat diproses untuk diambil

minyaknya digunakan sebagai bahan

pengolahan makanan (coklat), kosmetik,

sabun dan lilin. Beberapa jenis

tengkawang di Indonesia dilindungi

keberadaannya seperti yang tercantum

dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun

1999 yang meliputi S. gyberstiana, S.

Pinanga Scheff., S. compressa, S.

Seminis Sym, S. martiniana, S.

Mecistopteryx Ridl., S. Beccariana

Burck, S. micrantha, S. Palembanica

Miq., S. lepidota dan S. singkawang.

Tengkawang untuk hidupnya perlu

adanya keterkaitan dan interaksi dengan

jenis lainnya yang merupakan satu

kesatuan dalam ekosistem hutan.

Bunyavejchewin, et al (2003)

menyebutkan distribusi spasial dalam

hutan merupakan salah satu petunjuk

eksistensi satu jenis terhadap jenis

lainnya hingga terbentuk suatu asosiasi.

Asosiasi adalah suatu tipe komunitas

yang khas, ditemukan dengan kondisi

yang sama dan berulang dibeberapa

Page 77: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 55

Pontianak, 14 Mei 2014

lokasi. Asosiasi dicirikan dengan adanya

komposisi floristik yang mirip, memiliki

fisiognomi yang seragam dan sebarannya

memiliki habitat yang khas (Mueller-

Dombois dan Ellenberg, 1974; Barbour et

al., 1999). Asosiasi terbagi menjadi

asosiasi positif dan asosiasi negatif.

Asosiasi positif terjadi apabila suatu jenis

pohon hadir secara bersamaan dengan

jenis pohon lainnya dan tidak akan

terbentuk tanpa adanya jenis pohon

lainnya tersebut, sedangkan asosiasi

negatif terjadi apabila suatu jenis pohon

tidak hadir secara bersamaan

(McNaughton dan Wolf, 1992).

Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh informasi mengenai asosiasi

jenis pohon tengkawang dan jenis lain di

hutan Penelitian Labanan Kabupaten

Berau, Kalimantan Timur.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

hutan penelitan Labanan, berdasarkan SK

Menhut Nomor 121/Menhut-II/2007

mempunyai luas kawasan sebesar 7900

hektar yang terletak di Desa Labanan,

Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten

Berau, Propinsi Kalimantan Timur. Tipe

hutan penelitian Labanan adalah hutan

campuran dipterokarpa dataran rendah,

karena sebagian besar banyak didominasi

oleh jenis–jenis dari suku dipterokarpa

dan sedikitnya terdapat 76 jenis

dipterokarpa di areal ini.

B. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang diperlukan

adalah semua jenis pohon yang

mempunyai ukuran diameter 10 cm dan

keatas, termasuk jenis pohon

tengkawang. Sedangkan peralatan yang

digunakan meliputi phiband, kompas,

pita ukur, cat, kuas, tally sheet dan

parang.

C. Prosedur Kerja Untuk mengetahui asosiasi jenis

pohon tengkawang dilakukan pembuatan

plot berukuran 100 m x 100 m (1 ha).

Dari plot tersebut dibuat jalur sebanyak 5

jalur penelitian yang berukuran 20 x 100

m (0.2 ha), kemudian dibuat sub-plot

sebanyak 25 buah yang berukuran 20 x

20 m (0.04 ha). Pengamatan dilakukan

terhadap semua jenis pohon yang terdapat

dalam sub-plot penelitian yang

berdiameter ≥ 10 cm. Data yang

dikumpulkan meliputi semua individu

pohon yang berdiameter ≥10 cm dan

keatas yang meliputi nomor pohon, nama

jenis dan diameter pohon setinggi dada.

D. Analisis data

Analisis data dilakukan

menggunakan program Microsoft Excel

2007 yang meliputi:

1. Nilai Penting Jenis (NPJ) dengan

menggunakan rumus menurut

Mueller-Dombois dan Ellenberg

(1974) yaitu:

NPJ (%) = KR + DoR + FR

KR (%) = Jumlah individu suatu jenis dalam plot

X 100 Jumlah individu seluruh jenis dalam plot

FR (%) = Jumlah kehadiran suatu jenis dalam plot

X 100 Jumlah kehadiran seluruh jenis dalam plot

DoR (%) = Jumlah Luas Bidang Dasar suatu jenis

X 100 Jumlah Luas Bidang Dasar seluruh jenis

Keterangan :

KR= Kerapatan Relatif

FR= Frekuensi Relatif

DoR= Dominasi Relatif

Page 78: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 56

Pontianak, 14 Mei 2014

2. Assosiasi Jenis

Asosiasi jenis pohon tengkawang

dengan jenis dominan dilakukan dengan

menggunakan tabel kontingensi 2x2

(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974)

sebagai berikut:

Tabel 1. Bentuk tabel kontingensi asosiasi jenis

Jenis A

Jenis B

Ada

Tidak ada

Jumlah

Ada a b a + b

Tidak ada c d c + d

Jumlah a + c b + d N = a + b + c + d

Keterangan :

a = Jumlah petak yang mengandung jenis A dan jenis B

b = Jumlah petak yang mengandung jenis A saja, jenis B tidak

c = Jumlah petak yang mengandung jenis B saja, jenis A tidak

d = Jumlah petak yang tidak mengandung jenis A dan jenis B

N = Jumlah semua petak

Untuk mengetahui adanya

kecenderungan berasosiasi atau tidak,

digunakan Chi-square Test dengan

formulasi sebagai berikut:

X2 = (ad – bc)2 x N .

(a+b) (c+d) (a+c) (b+d)

Nilai Chi-square hitung, kemudian

dibandingkan dengan nilai Chi-square

tabel pada taraf uji 1% dan 5%, masing-

masing dengan nilai 6,63 dan 3,84.

Apabila nilai Chi-square hitung > nilai

Chi-square tabel, maka asosiasi bersifat

nyata. Apabila nilai Chi-square hitung <

nilai Chi-square tabel, maka asosiasi

bersifat tidak nyata. Selanjutnya untuk

mengetahui tingkat atau kekuatan

asosiasi, maka dihitung koefisien asosiasi

(C) menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Bila ad ≥ bc, maka C = ad – bc

(a+b) (b+d)

2. Bila bc > ad dan d > a, maka C = ad – bc

(a+b) (b+c)

3. Bila bc > ad dan a > c, maka C = ad – bc

(a+d) (c+d)

Nilai positif atau negatif dari hasil

perhitungan menunjukkan asosiasi positif

atau negatif antara pasangan jenis.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kerapatan dan Nilai Penting Jenis

Berdasarkan hasil analisis data

vegetasi yang telah dilakukan terdapat

sebanyak 123 jenis/ha dengan kerapatan

jenis mencapai 537 batang/ha. dengan

jumlah bidang dasar 30.58 m2/ha. Untuk

jenis dipterokarpa terdapat sebanyak 24

jenis/ha yang terdiri dari 5 marga yaitu

Dipterocarpus (3 jenis), Hopea (1 jenis),

Parashorea (2 jenis), Shorea (15 jenis)

dan Vatica (3 jenis), sedangkan untuk

jenis tengkawang terdapat 3 jenis

meliputi Shorea macrophylla, S.pinanga

dan S.seminis. Di areal ini masih banyak

ditemukan jenis-jenis dipterokarpa yang

merupakan penyusun utama tegakan

hutan dipterokarpa. Purwaningsih (2004)

yang menyebutkan sebagian besar hutan

primer yang masih tersisa di wilayah

Kalimantan vegetasinya masih banyak

didominasi oleh suku dipterokarpa,

sehingga sering disebutnya sebagai Hutan

dipterokarpa. Apannah dan Turnbull

(1998) menyebutkan bahwa Kalimantan

dan Sumatera merupakan pusat

pertumbuhan dipterokarpa di hutan

tropika basah. Dari 123 jenis pohon yang

terdapat areal penelitian tersebut jenis

yang mendominasi areal penelitian

Page 79: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 57

Pontianak, 14 Mei 2014

adalah Dipterocarpus tempehes (NPJ =

23.68%), Mallotus muticus (NPJ

=14.61%), Shorea smithiana (NPJ =

12.39%), Elateriospermum tapos (NPJ

=11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%),

Shorea parvifolia (NPJ = 8.91% dan

Shorea macrophylla (NPJ = 8.62%)

seperti tertera pada Tabel 1. Pratiwi dan

Garsetiasih (2007) menyebutkan bahwa

secara ekologis nilai vegetasi ditentukan

oleh fungsi species dominan yang

merupakan hasil interaksi dari

komponen-komponen yang ada dalam

ekosistem tersebut. Species dominan

merupakan species yang mempunyai nilai

tertinggi di dalam ekosistem yang

bersangkutan, sehingga jenis-jenis

tersebut dapat mempengaruhi kestabilan

di dalam ekosistem. Jenis yang dominan

merupakan jenis yang mampu menguasai

tempat tumbuh dan mengembangkan diri

sesuai kondisi lingkungannya yang secara

keseluruhan atau sebagian besar berada

pada tingkat yang paling atas dari semua

jenis yang berada dalam suatu komunitas

vegetasi.

Tabel 1. 7 (tujuh) jenis pohon yang mempunyai nilai penting terbesar di Hutan Penelitian

Labanan, Kalimantan Timur.

Nomor

Jenis Nilai Penting

(%)

1 Dipterocarpus tempehes V. Sl. 23.68

2 Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw 14.61

3 Shorea smithiana Sym. 12.39

4 Elateriospermum tapos Blume 11.53

5 Syzygium sp 10.72

6 Shorea parvifolia Dyer 8.91

7 Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton 8.62

B. Asosiasi Jenis

Hasil perhitungan asosiasi jenis

tengkawang dengan 7 jenis pohon

dominan yang memiliki nilai penting

jenis 8 % dan keatas (Tabel 1),

menunjukkan bahwa nilai Chi-square

hitung lebih kecil dibandingkan nilai Chi-

square tabel baik pada taraf uji 1% dan

5%, hal ini mengindikasikan bahwa tidak

ada korelasi yang nyata atau asosiasi

bersifat tidak nyata antara 7 jenis pohon

dominan tersebut dengan jenis

tengkawang. Apabila dilihat dari hasil

perhitungan koefisien asosiasi (C) yang

digunakan sebagai parameter untuk

mengetahui tingkat atau kekuatan

asosiasi, nilai koefisien asosiasinya ada

yang besifat positif dan negatif seperti

tertera pada Tabel 2. Terdapat 9 jenis

pohon yang memiliki nilai koefisien

asosiasi (C) yang positif yaitu: Shorea

macrophylla dengan Syzygium sp

(C=0.31), Shorea macrophylla dengan

Mallotus muticus (C=0.61), Shorea

macrophylla dengan Dipterocarpus

tempehes (C=1.00), Shorea pinanga

dengan Shorea parvifolia (C=0.17),

Shorea pinanga dengan Elateriospermum

tapos (C=0.28) Shorea pinanga dengan

Mallotus muticus (C=1.00), Shorea

pinanga dengan Dipterocarpus tempehes

(C=1.00), Shorea seminis dengan

Syzygium sp (C=0.85) dan Shorea

seminis dengan Mallotus muticus

(C=0.10). Sedangkan yang mempunyai

nilai negative antara lain: Shorea

macrophylla dengan Shorea parvifolia

(C=-0.25), Shorea macrophylla dengan

Elateriospermum tapos (C=-0.04),

Shorea macrophylla dengan Shorea

smithiana (-0.19), Shorea pinanga

dengan Syzygium sp (C=-1.78), Shorea

pinanga dengan Shorea smithiana (C=-

0.19) dan Shorea seminis dengan Shorea

parvifolia (C=-0.41). Adanya nilai

koofisien asosiasi (C) positif,

Page 80: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 58

Pontianak, 14 Mei 2014

mengindikasikan bahwa walaupun tidak

ada hubungan yang nyata antara ke-7

jenis pohon dominan tersebut dengan

jenis tengkawang, tetapi mereka masih

bisa hidup secara bersama-sama dan tidak

saling mengganggu satu sama lainnya

dan secara tidak langsung jenis tersebut

mempunyai hubungan baik atau

ketergantungan antara satu dengan jenis

yang lainnya. Barbour et al. (1999)

menyebutkan bahwa apabila jenis

berasosiasi secara positif, maka akan

menghasilkan hubungan spasial positif

terhadap pasangannya. Jika pasangan

didapatkan dalam sampling, maka

kemungkinan besar akan ditemukan

pasangan lainnya tumbuh di dekatnya.

Sedangkan yang mempunyai nilai

koefisien assosiasi negatif, berarti bahwa

pasangan jenis tersebut tidak

menunjukkan adanya toleransi untuk

hidup bersama pada area yang sama atau

tidak ada hubungan timbal balik yang

saling menguntungkan, khususnya dalam

pembagian ruang hidup. Fajri dan

Saridan (2012), menyebutkan bahwa

assosiasi negatif berarti secara tidak

langsung beberapa jenis mempunyai

kecenderungan untuk meniadakan atau

mengeluarkan yang lainnya atau juga

berarti dua jenis mempunyai pengaruh

atau reaksi yang berbeda dalam

lingkungannya.

Tabel 2. Asosiasi jenis pohon tengkawang dengan jenis pohon dominan di Hutan

Penelitian Labanan, Berau, Kalimantan Timur

Jenis X2t (1%) X2t

(5%) X2t

Tipe C

asosiasi

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea

parvifolia Dyer

6,63

3,84 1.10

negative - 0.25

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan

Syzygium sp

6,63 3,84 0.62 positif +

0.31

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan

Elateriospermum tapos Blume

6,63 3,84 0.62 negative - 0.04

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan Shorea

smithiana Sym.

6,63 3,84 2.24 negative

-0.19

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan

Mallotus muticus (Muell.Arg.) Airy Shaw

6,63 3,84 2.06 positif +

0.61

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton dengan

Dipterocarpus tempehes V. Sl.

6,63 3,84 2.94 positif +

1.00

Shorea pinanga Scheff dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3,84 0.09 positif +

0.17

Shorea pinanga Scheff dengan Syzygium sp 6,63 3,84 3.86 negatif -1.78

Shorea pinanga Scheff dengan Elateriospermum tapos

Blume

6,63 3,84 0.22 positif +

0.28

Shorea pinanga Scheff dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3,84 0.41 negative - 0.19

Shorea pinanga Scheff dengan Mallotus muticus

(Muell.Arg.) Airy Shaw

6,63 3,84 1.02 Positif +1.00

Shorea pinanga Scheff dengan Dipterocarpus

tempehes V. Sl.

6,63 3,84 0.54 positif +

1.00

Shorea seminis Sloot. dengan Shorea parvifolia Dyer 6,63 3,84 0.06 negative -0.41

Shorea seminis Sloot. dengan Syzygium sp 6,63 3,84 1.39 positif +

0.85

Shorea seminis Sloot. dengan Elateriospermum tapos

Blume

6,63 3,84 0.49 negative -0.39

Shorea seminis Sloot. dengan Shorea smithiana Sym. 6,63 3,84 0.65 negative - 0.19

Page 81: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 59

Pontianak, 14 Mei 2014

Shorea seminis Sloot. dengan Mallotus muticus

(Muell.Arg.) Airy Shaw

6,63 3,84 0.02 positif +

0.10

Shorea seminis Sloot. dengan Dipterocarpus tempehes

V. Sl.

6,63 3,84 0.38 negative -0.67

Keterangan: + asosiasi positif, - asosiasi negatif

* Berbeda nyata pada taraf uji 1%

** Berbeda nyata pada taraf uji 5%

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut dapat

ditarik beberapa kesimpulan bahwa : di

areal penelitian terdapat sebanyak 124

jenis pohon per hektar dengan kerapatan

537 batang/ha dengan jumlah bidang

dasar sebesar 30.58 m2/ha. Untuk jenis

dipterokarpa terdapat sebanyak 23

jenis/ha, sedangkan untuk jenis

tengkawang terdapat 3 jenis meliputi

Shorea macrophylla (de Vriese) Ashton,

S.pinanga Scheff dan S.seminis Sloot..

Jenis yang mendominasi areal penelitian

adalah Dipterocarpus tempehes V.Sl.

(NPJ = 23.68%), Mallotus muticus

(Muell.Arg.) Airy Shaw (NPJ =14.61%),

Shorea smithiana Sym. (NPJ = 12.39%),

Elateriospermum tapos Blume (NPJ

=11.53%), Syzygium sp (NPJ =10.72%),

Shorea parvifolia Dyer (NPJ = 8.91%

dan Shorea macrophylla (de Vriese)

Ashton (NPJ = 8.62%). Tidak satupun

pasangan jenis yang berasosiasi bersifat

nyata atau positif, hal ini ditunjukkan dari

hasil uji Chi-square hitung < Chi-squre

tabel, dengan demikian asosiasi bersifat

tidak nyata. Terdapat 9 pasangan jenis

yang mempunyai nilai koefisien asosiasi

(C) positif, mengindikasikan bahwa

walaupun tidak ada hubungan yang nyata

antara ke-7 jenis pohon dominan tersebut

dengan jenis tengkawang, tetapi mereka

masih bisa hidup secara bersama-sama

dan tidak saling mengganggu satu sama

lainnya. Demikian juga adanya pasangan

jenis yang mempunyai koefisien asosiasi

negative yang mengidikasikan bahwa

pasangan jenis tersebut tidak

menunjukkan adanya toleransi untuk

hidup secara bersama dalam suatu ruang

tumbuh.

DAFTAR PUSTAKA

Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A

Review of Dipterocarps: taxonomy,

ecology and silviculture. CIFOR,

Bogor.

Barbour, B.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts.

1999. Terrestrial plant ecology. The

Benjamin/Cummings. New york.

Bunyavejchewin, S, JV La Frankie, PJ Baker,

M Kanzaki, PS Ashton dan T

Yamakura. 2003. Spatial Distribution

Patterns of the Dominant Canopy

Dipterocarps Species in a Seasonal

Dry vergreen Forest in Western

Thailand. Forest Ecology and

management Journal. Vol. 175.

Elsevier.

Ediriweera, S, BMP Singhakumara, MS

Ashton. 2008. Variation in Canopy

Structure, Light and Soil Nutrition

Across Elevation of a Sri Lanka

Tropical Rain Forest. Forest Ecology

and Management Journal. Vol. 256.

Elsevier.

Fajri, M; Saridan, A. 2012. Kajian Ekologi

Parashorea melaanonan Merr Di

Hutan Penelitian Labanan, Berau.

Jurnal Dipterokarpa Volume 6 No.2

Desember 2012. Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa. Samarinda.

Yusliansyah; Supartini; S.E.Prasetya. 2007.

Rangkuman Hasi-Hasil Penelitian

dan Non Kayu Dipterokarpa. Balai

Besar Penelitian Dipterokarpa.

Samarinda.

McNaughton, S.J. and W.L. Wolf. 1992.

Ekologi umum. Edisi kedua.

Penerjemah: Sunaryono P. dan

Srigandono. Penyunting: Soedarsono.

Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Page 82: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 60

Pontianak, 14 Mei 2014

Mueller-Dombois, D. and H. Ellenberg.

1974. Aims and method of vegetation

ecology. John Wiley & Sons Inc.

Toronto.

Purwaningsih. 2004. Review: Sebaran

ekologi jenis-jenis dipterocarpaceae

di Indonesia. Jurnal Biodiversitas

Vol. 5 No.2.

Pratiwi dan R. Garsetiasih. 2007. Sifat fisik

dan Kimia Tanah Tanah Serta

Komposisi Vegetasi Di Taman

Wisata Alam Tangkuban Parahu,

Provinsi Jawa Barat. Jurnal

Penelitian Hutan dan Konservasi

Alam, Bogor.

Page 83: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 61

PENGARUH DOSIS DAN KOLONISASI HIFA PADA PENAMBAHAN

INOKULAN ALAMI (EKTOMIKORIZA) TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI

Shorea pinanga ASAL KHDTK LABANAN DI PERSEMAIAN

Karmilasanti dan Nilam Sari Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulan alami terhadap

pertumbuhan semai Shorea pinanga di persemaian dan pengaruh kolonisasi hifa dengan

penambahan inokulan alami. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap penyediaan bibit dan

inokulasi ektomikoriza, penanaman dan pemeliharaan di persemaian. Pengamatan dan pengukuran

dilakukan terhadap variabel tanaman yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, pembentukan tunas dan

kematian semai. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji

sidik ragam dengan 5 perlakuan dosis inokulan alami yaitu 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram dan

20 gram kemudian dilakukan uji lanjut LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis

memberikan pengaruh terhadap setiap variabel pertumbuhan yang berbeda-beda. Untuk semua

variabel pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan. Dosis 10

gram pada variabel pertambahan tinggi memberikan respon pertumbuhan terbaik, dosis 15 gram

untuk pertambahan jumlah daun, dan pada variabel pertambahan diameter, tunas baru dan

persentase kematian semai terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami). Sedangkan

pengaruh terhadap kolonisasi hifa menunjukan bahwa dosis inokulan alami sebesar 20 gram

memberikan penambahan jumlah hifa delapan belas kali lipat lebih banyak dibanding dengan

kontrol.

Kata kunci : Dosis inokulan alami, pertumbuhan semai, mikoriza, Shorea pinanga.

I. PENDAHULUAN

Salah satu Hasil Hutan Bukan

Kayu (HHBK) yang potensial untuk

dikembangkan di pulau Kalimantan

adalah biji tengkawang sebagai bahan

baku lemak nabati (Suharisno, 2009).

Karena sifatnya yang khas, lemak

tengkawang berharga lebih tinggi

dibanding minyak nabati lain seperti

minyak kelapa dan digunakan sebagai

bahan pengganti minyak coklat, bahan

lipstik, minyak makan dan bahan obat-

obatan (Anggraeni et al ., 1995). Di

Indonesia terdapat 13 jenis pohon

penghasil tengkawang yang tersebar

terutama di Kalimantan dan sebagian

kecil di Sumatera (Al Rasyid et al.,

1991).

Shorea pinanga Scheff, tingginya

dapat mencapai 23,5 m, batang bebas

cabang tinggi, tumbuh baik pada

punggung-punggung bukit (Soeprijadi et

al., 2008). Nama daerah dari S.pinanga

adalah Brunai : kawang, meranti langgai

bukit; Indonesia : awang boi (Kalimantan

Selatan bagian Timur), tengkawang

biasa, tengkawang rambai (Kalimantan

Barat); Malaysia : kawang pinang

(Sabah), meranti langgai bukit (Serawak).

Pohon berukuran sedang hingga besar,

banir kecil dengan tinggi 1,5 meter, daun

jorong hingga bulat telur menyempit,

benang sari 15, kepala sari seperti bola

memanjang (Riniarti, 2002).

Beberapa jenis meranti dan pohon

penghasil tengkawang diantaranya

Shorea pinanga tidak berbuah setiap

tahun. Secara periodik panen raya terjadi

setelah musim kemarau yang kering

sekitar empat tahun sekali. Apabila

pengambilan bibit dilakukan setelah masa

Page 84: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 62

berbuah lewat, maka selanjutnya

pengumpulan bibit hanya dapat dilakukan

dengan sistem cabutan.

Berdasarkan hasil analisis

mikrobiologi, fungi ektomikoriza

merupakan salah satu jenis

mikroorganisme yang dapat berasosiasi

dengan tengkawang (S.pinanga) yaitu

jumlah koloni dalam satu gram sampel

fungi ektomikoriza berjumlah 1.100.000

koloni. Dengan adanya asosiasi fungi

ektomikoriza ini dapat meningkatkan

serapan N,P, dan K, meningkatkan

ketahanan terhadap senyawa beracun,

juga ketahanan terhadap berbagai

pathogen tanah dengan terbentuknya

mantel hifa yang melindungi akar secara

fisik sehingga berpengaruh baik terhadap

pertumbuhan tanaman (Zuliana, 2008).

Tanah mempunyai sifat fisik yang

baik dan sering mengandung populasi

seimbang mikrosimbion yang telah

beradaptasi, sehingga anakan/cabutan

dimungkinkan terinokulasi secara alami

dan disebut sebagai inokulan alami.

Lebih dari itu tanah akan melekat pada

jaringan mikoriza sehingga dapat

menyerap guncangan ketika anakan

dipindahkan ke lapangan. Khususnya

pada anakan berakar telanjang, mikoriza

dapat juga mengurangi resiko

pengeringan pada akar selama

pengangkutan (Schmidt, 2000).

Hifa eksternal pada mikoriza

dapat menyerap unsur fosfat dari dalam

tanah, dan segera diubah menjadi

senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat

kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan

dipecah menjadi fosfat organik yang

dapat diserap oleh sel tumbuhan secara

tidak langsung (Dewi, 2007).

Beberapa pustaka yang ada

diperkuat dengan pendapat R. Nussbaum

et al (1995), yang menyatakan sejumlah

kecil top soil dari tanah sekitar pohon

induk diberikan pada setiap polybag

untuk memastikan adanya infeksi

mikoriza pada anakan/cabutan. Dan cara

efesien agar tanaman bagian akarnya

bermikoriza adalah dengan cara inokulan

alami, karena tanah dari bawah tegakan

induk di duga mampu bersimbiosis

dengan spora yang sesuai dengan

inangnya/pohon induknya.

Menurut Omon (2009) pemberian

inokulan tablet mikoriza yang dikemas

dari satu jenis fungi mikoriza terhadap

pertumbuhan kelima jenis Shorea, belum

efektif mengingat setiap fungi mikoriza

memiliki peran spesifik. Artinya

pemberian inokulan tablet mikoriza

dengan hanya spesifik satu fungi untuk

lima jenis Shorea belum memberikan

pertumbuhan efektif karena setiap spesies

memiliki karakteristik dan kebutuhan

hara yang berbeda dibanding dengan

inokulan alami yang dapat menularkan

langsung fungi mikoriza yang sesuai

dengan karakteristik pohon induknya.

Dengan kondisi tersebut, maka

penularan mikoriza dengan pemberian

inokulan alami pada anakan/cabutan yang

disemai di persemaian diharapkan

mampu mengurangi keperluan akan

pupuk di persemaian sehingga

mengurangi biaya pemeliharaan di

persemaian dan efek negatif terhadap

serangan hama dan penyakit akibat

penggunaan pupuk.

Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh dosis

inokulan alami terhadap pertumbuhan

semai Shorea pinanga di persemaian

dan pengaruh kolonisasi hifa pada akar

dengan penambahan inokulan alami.

Melalui penelitian ini diharapkan tersedia

informasi standar dosis pemberian

inokulan alami yang mampu memberikan

pertumbuhan terbaik yang menghasilkan

bibit bermutu secara generatif di

persemaian.

II. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pengambilan cabutan dan

pengambilan tanah di bawah tegakan

induk jenis Shorea pinanga berasal dari

areal KHDTK Labanan Kabupaten

Page 85: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 63

Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

Sedang lokasi pembibitan jenis Shorea

macrophylla dilakukan di persemaian

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

(B2PD) Samarinda. Penelitian dilakukan

pada pertengahan tahun 2011 dan dimulai

dengan pengambilan tanah di bawah

tegakan induk Shorea pinanga sebagai

campuran media di persemaian.

Selanjutnya pengambilan cabutan di

lapangan, setelah itu disemai pada

polybag dengan campuran media top soil

+ inokulan alami dengan dosis yang

sudah ditetapkan, kemudian terakhir bibit

ditutup dengan sungkup. Setelah 2 bulan

sungkup dibuka dan dilakukan

pengukuran selama 3 kali dari bulan

September s/d Nopember 2011.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan untuk

kegiatan penelitian di persemaian adalah

bahan generatif (anakan alam hasil

cabutan) jenis Shorea pinanga, top soil,

polybag ukuran (20 x 30 cm), plastik

sungkup, pipa plastik, bambu, sarlon,

label, tali tukang dan tanah di bawah

pohon induk sebagai campuran media

bibit. Sedangkan peralatan yang

digunakan adalah penggaris, kaliper,

mikroskop, timbangan digital, oven,

cutter, alat tulis dan kamera.

C. Prosedur Kerja

Tahapan pembibitan di persemaian

di lakukan setelah pengambilan cabutan

di lapangan. Cabutan yang diambil di

lapangan terlebih dahulu diseleksi untuk

mencari bibit yang berkualitas menurut

SNI 01-5006.1-2006 yaitu kokoh teguh,

batang tunggal dan utuh, sehat dan

pangkal batang berkayu. Setelah itu

dilakukan kegiatan sebagai berikut :

- Cabutan yang sudah disiapkan,

disemai langsung ke polybag ukuran

20 x 30 cm, yang telah diisi media

semai yaitu campuran top soil +

inokulan alami dengan dosis berikut :

A. Jenis Shorea pinanga :

1. Shorea pinanga + top soil

sebagai kontrol;

2. Shorea pinanga + top soil +

inokulan alami 5 gram per

polybag;

3. Shorea pinanga + top soil +

inokulan alami 10 gram per

polybag;

4. Shorea pinanga + top soil +

inokulan alami 15 gram per

polybag;

5. Shorea pinanga + top soil +

inokulan alami 20 gram per

polybag.

- Pemeliharaan dilakukan secara rutin

meliputi : penyiraman, penyiangan,

pembukaan naungan/sarlon sesuai

dengan kebutuhan sinar matahari

bagi pertumbuhan bibit dan lainnya.

- Pengamatan dan pengukuran bibit

dilakukan setiap 1 bulan sekali

sampai bibit siap tanam.

- Parameter yang diamati dalam

penelitian ini adalah tinggi bibit

(cm), diameter bibit (mm), jumlah

daun dan tunas baru.

- Pengukuran tinggi bibit dilakukan

dengan menggunakan

mistar/penggaris diukur mulai dari

pangkal batang sampai titik tumbuh

teratas selama 3 bulan.

- Pengukuran diameter batang bibit

menggunakan kaliper dan diukur

pada ketinggian sekitar 10 cm di atas

pangkal batang.

- Pengamatan pertambahan jumlah

daun dan tunas baru dilakukan

setelah bibit berumur 2 bulan.

- Selanjutnya dilakukan pengamatan

kolonisasi hifa pada akar dengan cara

menghitung biomassa semai.

Biomassa semai dihitung dengan

memisahkan bagian akar dan batang

kemudian diukur panjang akar dan

jumlah hifa pada tanaman, setelah itu

dioven pada suhu 103±2oC selama 3

hari. Pengamatan dilakukan secara

acak pada unit percobaan. Data

biomassa diperoleh pada tahap

Page 86: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 64

pengukuran awal penanaman dan

akhir pengukuran.

D. Analisis Data

Parameter yang diukur adalah

pengaruh dosis inokulan alami terhadap

pertumbuhan cabutan semai Shorea

pinanga diantaranya : tinggi bibit (cm),

diameter bibit (mm), pertambahan jumlah

daun dan tunas baru. Analisis data yang

digunakan adalah uji sidik ragam atau

analisis variance (ANOVA), kemudian

dilakukan uji lanjut LSD.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik

Ragam Pengaruh Pemberian dosis

inokulan alami Terhadap

Pertumbuhan Semai Shorea

pinanga asal Labanan di

Persemaian

Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian dosis inokulan alami terhadap

pertambahan riap tinggi, riap diameter, pembentukan tunas baru, penambahan

jumlah daun dan persentase kematian pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan

Perlakuan Dosis 0

gram

Dosis

5 gram

Dosis

10 gram

Dosis

15 gram

Dosis 20

gram Signifikan

Riap tinggi (cm) 2.18a 2.37a 2.66b 2.45a 2.42a 0.015 s

Riap diameter (mm) 0.62a 0.34b 0.42b 0.39b 0.43b 0.000 ss

Daun baru 0.85a 0.84a 1.44b,c 1.64b,c 1.31b 0.000 ss

Tunas baru 0.76a 0.18b 0.38b,c 0.41c 0.39c 0.028 s

Mati 0.29a 0.19b 0.18b 0.18b 0.19b 0.009 ss

Keterangan :

ns : non signifikan

s : signifikan

ss : sangat signifkan

1. Pertambahan Tinggi (Riap Tinggi)

Hasil analisis sidik ragam pada

Tabel 1 menunjukkan pengaruh

perlakuan inokulan alami terhadap

pertambahan tinggi semai jenis Shorea

pinanga memberi hasil yang signifikan

atau berbeda nyata dengan rerata

pertambahan tinggi (riap tinggi) terbaik

pada dosis 10 gram (2,66 cm). Hal

tersebut disebabkan karena pada

pemberian dosis inokulan lebih dari 10

gram diduga dapat menurunkan serapan

unsur hara pada tanaman sehingga

pertumbuhan tanaman terhambat.

Unsur-unsur yang berguna dalam

meningkatkan pertumbuhan tinggi

tanaman seperti P, Cu, dan Zn yang

terkandung dalam inokulan alami dapat

diserap dengan baik oleh tanaman dengan

bantuan mikoriza (fungi) yang

diinokulasi pada media dengan dosis

yang sesuai dengan sifat genetika dan

morfologi dari tanaman tersebut.

Fosfor merupakan kunci

kehidupan. Disebut kunci kehidupan

karena P mendorong pertumbuhan akar.

Untuk itu pada tanaman tingkat semai

juga perlu P dengan dosis yang sesuai

untuk merangsang pertumbuhan akar.

Tetapi jika kekurangan atau berlebihan

akan menyebabkan

kekerdilan/pertumbuhan terhambat.

Sedangkan untuk K, karena berperan

terhadap 50 enzim penting baik langsung

maupun tidak langsung, maka

pemupukan juga mestinya diberikan.

Keseimbangan pemberian dosis

hendaknya seimbang, karena

dikhawatirkan timbul reaksi saling

mengusir.

2. Pertambahan Jumlah Daun

Page 87: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 65

Hasil analisis sidik ragam pada

Tabel 1 menunjukkan pengaruh

perlakuan inokulan alami terhadap

pertambahan jumlah daun semai jenis

Shorea pinanga memberi hasil yang

sangat signifikan atau sangat berbeda

nyata dengan jumlah daun terbanyak

pada dosis 15 gram. Hal ini diduga pada

dosis 0 gram, 5 gram, 10 gram dan 20

gram dapat menurunkan penyerapan

unsur hara pembentuk daun khususnya

nitrogen yang mengakibatkan

pembentukan daun terhambat. Sehingga

Pemberian inokulan alami dengan dosis

15 gram dianggap sebagai dosis

standar/optimum yang dapat berpengaruh

terhadap pertumbuhan daun secara

maksimal pada jenis shorea pinanga.

Fungi mikoriza yang terdapat

pada inokulan alami tersebut mampu

meningkatkan serapan hara berupa Mg,

Mn, Cl. Unsur Mg berperan sebagai

penyusun klorofil, unsur Mn berperan

sebagai elemen struktural kloroplas,

sedangkan Cl berpengaruh terhadap

evolusi O2 di dalam kloroplas.

Keberadaan unsur ini dapat mempercepat

pembentukan daun pada tanaman, jumlah

daun pada tiap tanaman menunjukkan

intensitas pertumbuhan (Setiadi (2006)

dalam Rossiana (2010).

3. Pertambahan Diameter (Riap

Diameter)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa

pengaruh perlakuan inokulan alami

terhadap pertambahan diameter (riap

diameter) memberi hasil yang sangat

signifikan atau sangat berbeda nyata

dengan pertumbuhan terbaik pada dosis 0

gram (kontrol/tanpa inokulan alami)

dibandingkan dengan dosis yang lain, hal

ini berarti semai Shorea pinanga cukup

mampu beradaptasi dengan tanah

persemaian/top soil. Tanah

persemaian/top soil mengandung unsur

hara dalam hal ini nitrogen yang cukup

dan mampu diserap oleh tanaman untuk

mempercepat pertumbuhan kambium

tanpa adanya fungi mikoriza pada

inokulan alami. Fungi mikoriza yang

berperan adalah hifa yang menempel

pada akar cabutan semai Shorea pinanga

pada saat diambil di lapangan yang

mampu bersimbiosis dengan spora pada

media top soil untuk menularkan

mikoriza pada tanaman.

4. Pembentukan Tunas Baru

Pengaruh perlakuan inokulan alami

terhadap pembentukan tunas baru

memberi hasil signifikan atau berbeda

nyata dengan pertambahan jumlah tunas

terbanyak pada dosis 0 gram (kontrol).

Hal ini menunjukan semai Shorea

pinanga mengalami pembentukan tunas

tanpa adanya inokulan alami. Tunas

terbentuk dari batang, dimana

pertumbuhan batang ditandai adanya

pertumbuhan kambium. Sesuai dengan

hasil yang didapat bahwa pertambahan

diameter batang yang terbaik pada dosis

0 gram (kontrol/tanpa inokulan alami),

maka jika perlakuan terbaik untuk

pertambahan diameter adalah dosis 0

gram (kontrol) maka otomatis

pertambahan tunas baru juga terbaik pada

dosis tersebut. Hal ini sesuai dengan

pendapat Youn and Werner, (1982) dan

Dwi Joseputro (1983) dalam Mashudi et

al., (2008) bahwa tanaman menstimulasi

tumbuhnya tunas baru pada axiler batang.

Sehingga peningkatan diameter semai

mengindikasikan tumbuhnya tunas baru

atau cabang pada semai tersebut.

5. Kematian Semai

Pengaruh inokulan alami terhadap

kematian semai adalah sangat berbeda

nyata atau sangat signifikan. Dimana

hasil yang diperoleh disebutkan bahwa

pada perlakuan 0 gram (kontrol/tanpa

inokulan alami) paling banyak semai

Shorea pinanga mati, karena tanpa fungi

mikoriza (inokulan alami) maka

kemampuan semai untuk tumbuh dan

bertahan pada kondisi yang jauh dari

habitat aslinya sangat kecil. Hal ini

sesuai dengan pendapat Delvian (2008)

dalam Setiani, L (2010) menyatakan

Page 88: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 66

bahwa dengan adanya hifa fungi mikoriza

kelembaban di sekitar akar naik sehingga

penyerapan air menjadi lebih mudah.

B. Pengaruh Kolonisasi Hifa pada

Akar dengan penambahan

Inokulan Alami

Pada dosis yang sesuai

penambahan inokulan alami akan

memberikan pertumbuhan maksimal dan

menambah kolonisasi hifa yang

menempel di akar seperti tersaji pada

Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah kolonisasi hifa dan kadar air pada awal penanaman sampai dengan akhir

pengamatan pada semai Shorea pinanga umur 5 bulan

Awal penanaman akhir pengamatan

Kontrol Inokulan 20 gram

KA batang 176.61 305.56 180.51

KA akar 183.08 124.27 179.17

T/R 1.09 4.00 3.77

Jumlah hifa yang menempel

pada permukaan akar 0.67 3.28 12.33

Pengamatan terhadap jumlah hifa

yang menempel pada akar menjadi

parameter pendukung yang diamati untuk

melihat berapa banyak fungi mikoriza

yang mampu terinjeksi melalui inokulan

alami. Seperti tersaji pada Tabel 2

menunjukan bahwa di awal penanaman

jumlah hifa yang terlihat sebesar 0.67 dan

setelah di tambah inokulan alami menjadi

12.33, sedang kontrol jumlah hifanya

hanya sebesar 3.28. Dengan demikian

penambahan inokulan alami dengan dosis

20 gram menambah jumlah hifa delapan

belas kali lipat menjadi lebih banyak.

Artinya dosis 20 gram inokulan alami

mampu menularkan lebih banyak fungi

mikoriza pada akar tanaman. Walaupun

ada beberapa parameter pertumbuhan

memberikan hasil terbaik tanpa

penambahan fungi mikoriza (inokulan

alami) seperti pertambahan diameter

semai dan pembentukan tunas baru. Hal

ini disebabkan dari sifat genetik dan

morfologi semai itu sendiri serta kondisi

awal pada saat diambil di lapangan.

Untuk semai Shorea pinanga yang

kondisi awalnya bervariasi seperti tinggi,

diameter, jumlah daun maka pada saat

berpindah tempat akan cenderung

beradaptasi dengan lingkungan dan

perlakuan terhadap ketahanan hidup dan

tingkat pertumbuhannya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengaruh inokulan alami terhadap

variabel pertumbuhan tinggi semai

Shorea pinanga umur 5 bulan

memberikan hasil yang signifikan pada

dosis 10 gram, untuk variabel

pertambahan jumlah daun memberikan

hasil yang sangat signifikan pada dosis

15 gram, untuk variabel pertambahan

diameter dan persentase kematian semai

memberikan hasil sangat signifikan pada

dosis 0 gram (kontrol/tanpa inokulan),

sedang untuk pembentukan tunas baru

memberikan hasil signifikan pada dosis 0

gram (kontrol/tanpa inokulan).

Sedangkan untuk pengaruh kolonisasi

hifa terhadap penambahan inokulan alami

menunjukan bahwa dosis inokulan alami

sebesar 20 gram memberikan

penambahan jumlah hifa delapan belas

kali lipat lebih banyak dibanding dengan

kontrol. Fungi mikoriza (inokulan alami)

pada semai Shorea pinanga yang berasal

dari KHDTK Labanan umur 5 bulan

berfungsi pada pertambahan tinggi dan

penambahan jumlah daun.

B. Saran

Page 89: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 67

Sebaiknya dilakukan penelitian

lanjutan di lapangan untuk mengetahui

respon pertumbuhan bibit Shorea

pinanga yang diberikan perlakuan

inokulan alami atau penularan mikoriza

dengan metode inokulasi yang berbeda

utamanya pada penanaman di lahan-lahan

kritis.

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H,

Hendarsyah D. 1991. Vedemikum

Dipterocarpaceae. Badan Litbang

Kehutanan. Jakarta.

Anggraeni, I.M.D, Wiharta dan Masano.

1995. Tengkawang Dalam Pohon

Kehidupan. Yayasan Prosea

Indonesia. Bogor.

Dewi, R.I. 2007. Peran Prospek dan Kendala

dalam Pemanfaatan Endomikoriza.

Skripsi Fakultas Pertanian

Universitas Padjajaran Jatinangor.

Bandung.

Mashudi, Adinugraha, Dedi Setiadi, dan

Anita. 2008. Pertumbuhan Tunas

Tanaman Pulai pada Beberaa Tinggi

Pangkasan dan Dosis Pupuk NPK.

Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan

Vol. 2 No. 2. Balai Besar Penelitian

Bioteknologi dan Pemuliaan

Tanaman Hutan. Yogyakarta.

Omon, R. M. 2009. Pengaruh Dosis Tablet

Mikoriza Terhadap Beberapa Jenis

Stek Meranti di HPH PT ITCIKU,

Balikpapan Kalimantan Timur.

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol.6 No.4, September 2009. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hutan

Tanaman. Bogor.

R. Nussbaum, J Anderson dan T Spencer.

1995. Factors Limiting the Growth of

Indigenous tree seedling Planted on

Degraded Rainforest Soils in Sabah,

Malaysia, Forest Ecology and

Management, vol. 74, hal. 149-159.,

file : sdarticle_5a.pdf).

Riniarti, M. 2002. Perkembangan Kolonisasi

Ektomikoriza dan Pertumbuhan

Semai Dipterocarpaceae dengan

Pemberian Asam Oksalat dan Asam

Humat serta Inokulasi Ektomikoriza.

Tesis Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Rossiana, N. 2010. Penurunan Kandungan

Logam Berat dan Pertumbuhan

Tanaman Sengon Paraserianthes

falcataria L (Nielsen). Universitas

Padjajaran. Bandung.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan

Benih Tanaman Hutan Tropis dan

Sub Tropis 2000. Danida Forest Seed

Centre. Direktorat Jenderal

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

Sosial Departemen Kehutanan. PT.

Gramedia. Jakarta.

Setiani, L. 2010. Studi Keanekaragaman

Fungi Ektomikoriza di Bawah

Tegakan Meranti (Shorea spp) pada

Areal Cagar Alam Mandor

Kabupaten Landak Kalimantan

Barat. Skripsi Fakultas Kehutanan

Universitas Tanjungpura. Pontianak.

SNI 01-5006.1-2006. Mutu Bibit Bagian 1 :

Mangium, Ampupu, Gmelina,

Sengon, Tusam, Meranti dan

Tengkawang. Badan Standardisasi

Nasional. Jakarta.

Soeprijadi, D, Sukirno DP, Adriyanti D,

Adriana, Nurjanto H, Indrioko S.

2008. Butir-butir Harapan dari

Meranti. Direktorat Bina

Pengembangan Hutan Alam,

Direktorat Jenderal Bina Produksi

Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Suharisno. 2009. Grand Strategy

Pengembangan Hasil Hutan Bukan

Kayu Nasional. Ditjen RLPS.

Jakarta.

Zuliana. 2008. Studi Keberadaan

Ektomikoriza di Bawah Tegakan

Shorea spp di Kawasan Bukit Siling

Bangai Hutan Lindung Gunung

Belungai Desa Lumut Kecamatan

Toba Kabupaten Sanggau. Skripsi

Fakultas Kehutanan Universitas

Tanjungpura. Pontianak.

Page 90: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 69

Pontianak, 14 Mei 2014

PENGEMASAN LEMAK TENGKAWANG DALAM BAMBU

Andrian Fernandes dan Rizki Maharani

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda

email: [email protected]

ABSTRAK

Pada masa panen Tengkawang, penduduk lokal di Kalimantan Barat akan mengolah biji menjadi

lemak Tengkawang. Secara tradisional lemak Tengkawang dikemas dan disimpan agar dapat

digunakan untuk jangka waktu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara

pengemasan lemak Tengkawang secara tradisional. Penelitian dilakukan pada November 2013

hingga Februari 2014 dengan cara mewawancarai pengolah lemak Tengkawang di Kabupaten

Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa secara tradisional lemak Tengkawang disimpan dalam bambu dan

dapat bertahan hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai bahan yang mudah diperoleh memiliki

keunggulan sebagai bahan yang ramah lingkungan dan memiliki ekstrak yang berfungsi sebagai

bahan anti mikroorganisme.

Kata kunci : lemak Tengkawang, pengemasan tradisional, bambu, Kalimantan Barat.

I. PENDAHULUAN

Penggunaan hasil hutan non kayu

dapat memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap perekonomian

masyarakat sekitar hutan (Jensen, 2009).

Pada masa panen, pohon Tengkawang

yang produktif dapat menghasilkan buah

250-400 kg/pohon (Sumarhani, 2007).

Buah tengkawang tergolong dalam jenis

rekalsitran, sehingga tidak dapat

disimpan dalam jangka waktu lama. Oleh

karena itu penduduk lokal telah

mengembangkan pembuatan lemak dari

biji Tengkawang.

Tengkawang sebagai bahan baku

lemak nabati telah dikenal sejak dulu.

Brown, et al. (1975) telah

mempublikasikan kandungan

hidrokarbon minyak dari biji Shorea

stenoptera. Di sisi lain, untuk daerah

Kalimantan Barat, pengolahan dan

penggunaan lemak tengkawang secara

tradisional telah dilakukan secara turun-

temurun.

Jahurul (2012) menyebutkan

bahwa buah tengkawang dari jenis S

stenoptera mengandung 40-60% lemak

yang dapat dimakan. Artinya pada masa

panen, akan didapatkan lemak

Tengkawang dalam jumlah besar. Lemak

Tengkawang yang dihasilkan pasti akan

dikemas dan disimpan agar dapat

digunakan untuk jangka waktu yang

lama. Oleh karena itu, penelitian ini

betujuan untuk mengetahui cara

pengemasan lemak Tengkawang secara

tradisional.

II. METODE PENELITIAN

Untuk mengetahui proses

pengemasan lemak tengkawang,

dilakukan pengamatan di daerah yang

mengolah lemak tengkawang secara

tradisional. Penelitian dilakukan pada

November 2013 hingga Februari 2014.

Lokasi pengamatan berada di tiga

kabupaten di Kalimantan Barat, yaitu

Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas

Hulu dan Kabupaten Bengkayang.

Penelitian dilaksanakan dengan cara

mewawancarai pembuat lemak

tengkawang secara tradisional.

Page 91: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 70

Pontianak, 14 Mei 2014

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Pengemasan lemak Tengkawang pada Kabupaten Bengkayang, Sintang dan

Kapuas Hulu Kabupaten Bengkayang Sintang Kapuas Hulu

Desa Desa Sahan Desa Ensaid Panjang Desa Nanga Yen

Tempat penyimpanan

lemak

Diameter bambu Paling besar, diameter

bagian dalam bambu

sekitar 5 cm.

Diameter dalam

bambu sekitar 4 cm.

Diameter dalam

bambu sekitar 4 cm

dan 1 cm.

Panjang bambu Panjang minimal 1

ruas bambu, maksimal

mencapai 3 m.

Panjang berkisar

antara 40 cm hingga

100 cm.

Panjang bambu sekiar

30-40 cm.

Harga jual 1 ruas bambu berisi

lemak sekitar 1,5-2 kg,

dengan harga

Rp.150.000,-.

1 kg Rp.90.000,-. Belum memiliki harga

jual.

Tempat penyimpanan

bambu yang berisi

lemak tengkawang

Diletakkan di dapur. Diletakkan dalam

lemari khusus.

Diletakkan di dapur.

Corrales, et al (2014)

menyebutkan bahwa sistem pengemasan

makanan harus memperhatikan tingkat

keamanan dan keuntungan pembuat

makanan. Selama ini lemak tengkawang

secara tradisional dikemas dalam batang

bambu. Bambu sangat mudah didapatkan

dari lingkungan sekitar desa penghasil

Tengkawang. Dari tabel 1, menunjukkan

adanya perbedaan ukuran bambu yang

digunakan pada tiga kabupaten di Kalbar.

Selain itu bambu adalah bahan yang kuat

dan dapat melindungi lemak tengkawang

secara fisik apabila dipindahkan atau

dikirim ke luar daerah.

Gambar 1. Lemak tengkawang dalam bambu dari Bengkayang (kiri) dan Kapuas Hulu

(kanan)

Page 92: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 71

Pontianak, 14 Mei 2014

Saat membeli produk makanan

atau minuman, konsumen sangat melihat

kemasan yang kuat (kemasan tidak

mudah rusak), menarik, memberikan rasa

yang khas pada produk dan memiliki ciri

khas (Becker, et al, 2011). Bambu

memiliki bentuk yang bulat dengan

rongga di tengah batang. Bambu

memiliki kulit atau lapisan luar dengan

warna yang khas. Babalis, et al (2013)

menjelaskan bahwa pengemasan produk

untuk produk-produk saat ini tidak hanya

menarik namun juga menggunakan bahan

yang ramah lingkungan.

Bambu sebagai bahan alami dapat

terdekomposisi secara alami bila tidak

dipergunakan lagi. Buonocore (2014)

menjelaskan bahwa bahan-bahan yang

dapat terdekomposisi secara alami yang

berasal dari polimer dan selulosa sangat

disarankan untuk digunakan sebagai

bahan pengemasan makanan. Di sisi lain,

Rubio, et al (2006) menyebutkan bahwa

penggunaan kemasan dari bahan biologis

dapat meningkatkan kualitas bahan

makanan menjadi bahan yang lebih

menyehatkan bila dibandingkan dengan

kemasan buatan pabrik seperti kemasan

plastik.

Berdasarkan informasi pembuat

lemak tengkawang menyatakan bahwa

lemak tengkawang yang disimpan dalam

bambu masih aman untuk dikonsumsi

hingga sekitar lima tahun. Afrin, et al

(2012) menjelaskan bahwa bambu

merupakan bahan yang ramah lingkungan

dan memiliki ekstrak yang berfungsi

sebagai bahan anti mikroorganisme.

Kemasan makanan yang bersifat

anti mikroorganisme merupakan

implementasi dari sebuah inovasi di

bidang teknologi makanan (Corrales, et

al, 2014). Artinya para pengolah lemak

Tengkawang di jaman dulu telah

melakukan inovasi di bidang pengemasan

lemak Tengkawang, hanya belum

mengetahui teori ilmiah yang mendasari

mengapa lemak Tengkawang yang

dikemas dalam bambu dapat awet untuk

jangka panjang.

Velasco, et al (2014) menjelaskan

bahwa pengemasan makanan tidak hanya

berfungsi untuk mempertahankan kualitas

makanan dalam kemasan, namun juga

berguna untuk memperoleh perhatian

konsumen dan merupakan salah satu cara

dalam mengkonservasi makanan tersebut.

Artinya lemak tengkawang dalam bambu

dapat dijual sebagai bahan makanan dan

juga oleh-oleh khas Kalimantan Barat.

Dengan membeli lemak dalam bambu

dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat pemilik tengkawang, dan

dalam jangka panjang akan

menyukseskan program konservasi

tengkawang.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan informasi pembuat

lemak tengkawang menyatakan bahwa

lemak tengkawang yang disimpan dalam

bambu masih aman untuk dikonsumsi

hingga sekitar lima tahun. Bambu sebagai

bahan yang mudah diperoleh memiliki

keunggulan sebagai bahan yang ramah

lingkungan dan memiliki ekstrak yang

berfungsi sebagai bahan anti

mikroorganisme.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan

kepada pak Nadu (Bengkayang), pak

Nikun (Sintang), pak Choirul (Kapuas

Hulu), dan teman-teman pendamping dari

PRCF Indonesia. Ucapan terimakasih

juga dihaturkan kepada ITTO PD 586/10

Ref (F) atas dukungan program- program

terkait Perlindungan dan Pemanfaatan

Tengkawang

DAFTAR PUSTAKA

Afrin, T, T Tsuzuki, RK Kanwar dan X

Wang. 2012. The Origin of the

Antibacterial Property of Bamboo.

The Journal of The Textile Institute.

Vol. 103. No. 8. Hal. 844-849.

Taylor and Francis Online.

Page 93: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 72

Pontianak, 14 Mei 2014

Babalis, A., J Ntintakis, D Chaidas dan A

Makris. 2013. Design andn

Developmnet of Innovative

Packaging for Agricultural Product.

6th International Conference on

Information and Communication

Technology in Agriculture, Food and

Environment (HAICTA 2013).

Procedia Technology Journal. Vol.

8. Hal. 575-579. Elsevier.

Becker, L, TJL van Rompay, HNJ

Schifferstein dan M Galetzka. 2011.

Tough Package, Strong Taste : The

Influence of Packaging Design on

Taste Impressions and Product

Evaluations. Food Quality and

Preference Journal. Vol. 22. Hal. 17-

23. Elsevier.

Brown, S. O., R. J. Hamilton dan S. Shaw.

1975. Hydrocarbons from Seeds.

Phytochemistry Journal. Vol. 14.

Hal. 2726. Pergamon Press.

Buonocore, G. 2014. Safety of Food and

Beverage : Packaging Material and

Auxiliary Items. Encyclopedia of

Food Safety. Vol. 3 : Food,

Materials, Technologies and Risks.

Hal. 384-396. Academic Press.

Corrales, M., A. Fernandez dan JH Han.

2014. Chapter 7 – Antimicrobial

Packaging Systems. Innovations in

Food Packaging. 2nd Edition. Hal.

133-170. Academic press.

Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini,

F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM

Sharif, AKM Omar. 2012. Cocoa

Butter Fats and Possibilities of

Substitution in Food Products

Concerning Cocoa Varieties,

Alternative Source, Extraction

Methods, Composition, and

Characteristics. Journal of Food

Engineering. Vol. 117. Hal. 467-476.

Elsevier.

Jensen, A. 2009. Valuation of Non-timber

Forest Product Value Chain. Forest

Policy and Economics Journal. Vol.

11. Hal 34-41. Elsevier.

Rubio, AL, R Gavara dan JM Lagaron. 2006.

Bioactive Packaging : Turning Foods

into Healthier Foods Through

Biomaterials. Trends in Food Science

and Technology Journal. Vol. 17.

Hal. 567-575. Elsevier.

Sumarhani. 2007. Pemanfaatan dan

Konservasi Jenis Meranti Merah

Penghasil Tengkawang. Info Hutan

Vol IV (2) : 177-185.

Velasco, C, AS Montejo, FM Ramos dan C

Spence. 2014. Predictive Packaging

Design : Tasting Shapes, Typefaces,

Names, and Sounds. Food Quality

and Preference Journal. Vol. 34.

Hal. 88-95. Elsevier.

Page 94: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 73

Pontianak, 14 Mei 2014

POTENSI LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF

PEMBUATAN PERMEN COKLAT

Rina Wahyu Cahyani dan Andrian Fernandes

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. W. Syahrani No. 68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Coklat merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi, selain memiliki cita rasa

yang enak, coklat juga sangat berguna bagi kesehatan. Dalam perkembangan jaman, pihak industri

berusaha mencari pengganti lemak coklat atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter Replacer (CBR).

CBR dibedakan menjadi Cocoa Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa Butter Substitutes (CBS).

Salah satu CBE adalah lemak Tengkawang. Lemak tengkawang berpotensi sebagai bahan

pengganti lemak coklat karena memiliki sifat yang mirip dengan coklat, sehingga berpotensi

sebagai bahan baku permen coklat. Pada masa panen perlu diantisipasi untuk mengolah dan

menyimpan lemak tengkawang yang jumlahnya sangat besar. Di masa datang perlu dilakukan

diversifikasi produk lainnya yang berbahan baku lemak tengkawang.

Kata kunci : lemak coklat, lemak tengkawang, CBE

I. PENDAHULUAN

Coklat merupakan salah satu jenis

makanan yang banyak dikonsumsi, selain

memiliki cita rasa yang enak, coklat juga

sangat berguna bagi kesehatan (El-

kalyoubi, et al, 2011). Permen coklat juga

dapat digunakan sebagai bahan untuk

orang-orang yang membutuhkan

ketahanan tubuh yang tinggi, misalnya

pendaki gunung, anggota SAR,dan lain-

lain. Di bidang kesehatan, coklat

mengandung flavanoid yang berfungsi

sebagai antioksidan alami untuk

menangkal radikal bebas dalam tubuh.

Cokelat mengandung serotonin, anti-

depresan alami. Coklat juga merangsang

produksi endorphin yang dapat

menghilangkan perasaan depresi dengan

menciptakan perasaan bahagia dan

senang (Macdiarmid dan Hetherington,

1995).

Permen coklat dibuat dengan

mencampurkan mencampur lemak coklat

(cocoa butter), bubuk coklat ,gula halus,

serta beberapa bahan lain yang dibuat

adonan kemudian dicetak (Koswara, S.,

2009). Lemak coklat (cocoa butter)

sebagai bahan utama dalam pembuatan

permen coklat terkandung dalam biji

coklat (Theobroma cacao), hal tersebut

mempengaruhi harga lemak coklat

sehingga menjadi relatif lebih mahal

dibandingkan lemak tumbuhan lain.

Tanaman coklat hanya dibudidayakan di

beberapa negara seperti Côte d’Ivoire

(40% dari produksi kakao dunia), sekitar

33% dihasilkan oleh Ghana, Indonesia

dan Nigeria, dan 5 % dihasilkan di Brasil

(Rice, and Greenberg, 2003).

Dalam perkembangan jaman,

produsen permen berusaha mencari

bahan alternatif pengganti lemak coklat

atau yang dikenal sebagai Cocoa Butter

Replacer (CBR). Beberapa bahan yang

termasuk CBR antara lain: minyak kelapa

sawit, lemak biji mangga, minyak biji

bunga matahari dan lemak tengkawang

(Jahurul et al, 2013) . CBR diartikan

sebagai lemak non-lauric yang bisa

menggantikan lemak coklat baik sebagian

atau secara lengkap dalam permen coklat

atau produk makanan lain. Komposisi

asam lemak dalam CBR mirip dengan

lemak coklat tetapi dengan kandungan

trigliserida lebih banyak atau justru lebih

Page 95: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 74

Pontianak, 14 Mei 2014

sedikit. CBR dibedakan menjadi Cocoa

Butter Equivalent (CBE) dan Cocoa

Butter Substitutes (CBS). Cocoa Butter

Equivalent (setara lemak coklat)

mempunyai sifat fisik dan sifat kimia

yang sama dengan lemak coklat,

sehingga bisa dicampur dengan lemak

coklat dalam jumlah tertentu tanpa

mengubah sifat produk akhir. Sedangkan

Cocoa Butter Substitutes (pengganti

lemak coklat) mempunyai sifat fisik yang

mirip dengan lemak coklat tetapi

mempunyai sifat kimia yang sama sekali

berbeda.

Salah satu jenis CBE yang paling

potensial adalah lemak tengkawang yang

diekstrak dari biji tengkawang. Lipp dan

Anklam (1998) menyebutkan bahwa biji

tengkawang (Borneo Illipe nut)

merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan

Kayu (HHBK) yang penting sebagai

bahan baku lemak nabati yang bernilai

tinggi sebagai pengganti coklat. Sebagai

hasil tambahan bila produksi biji telah

menurun, kayunya dapat dipungut untuk

dimanfaatkan sebagai salah satu jenis

kayu bernilai tinggi yang banyak diminati

baik untuk industri kayu lapis maupun

industri kayu gergajian.

II. POTENSI TENGKAWANG

SEBAGAI COCOA BUTTER

EQUIVALENT (CBE)

Biji tengkawang atau illipe nut

mengandung lemak (green butter) yang

dapat di olah menjadi minyak goreng,

pengganti coklat, bahan farmasi,

kosmetik, sabun dan margarine. Beberapa

jenis pohon Shorea sp. yang dikenal

sebagai peghasil utama biji tengkawang

yaitu Shorea macrophylla, S.

palembanica, S. splendida, S. stenoptera

dan S. gibbosa (Soerianegara dan

Lemmens, 1997).

Pohon tengkawang sudah sejak

turun temurun di tanam terutama oleh

masyarakat Dayak di Kalimantan, bahkan

ada banyak yang tumbuh liar di hutan,

karena pohon ini lebih mudah tumbuh di

lahan basah seperti daerah rawa dan di

bantaran sungai. Sehingga saat buah jatuh

kemudian hanyat dibawa air lalu tumbuh

di sepanjang tepi sungai. Namun tahun-

tahun belakangan ini kayu tengkawang

banyak yang ditebang karena harga

buahnya yang relatif rendah dan ada

permintaan pasar akan komoditi kayu

tengkawang ini meningkat seiring dengan

semakin habisnya kayu-kayu di

Kalimantan. Meskipun begitu

Kalimantan Barat masih menduduki

peringkat terbanyak di dunia yang

menghasilkan biji tengkawang, walaupun

tidak ada data pasti yang menyebutkan

berapa jumlah produksinya setiap kali

panen dalam tahun-tahun terakhir ini.

Pohon tengkawang ini biasanya

berbunga pada bulan Agustus-Oktober

dan baru akan matang dan jatuh pada

bulan Januari-Maret. Setiap pohon dapat

menghasilkan 250-400 kg buah

tengkawangatau sekitar 600 kg perhektar

buah yang belum diproses. Buah

tengkawang berbiji tunggal. Jika tidak

dipungut, buah tengkawang yang jatuh ke

tanah lembab akan segera berkecambah

dalam 2-3 hari. Buah tengkawang ini

lekas tumbuh karena tidak memiliki masa

dormansi. Pada waktu biji berkecambah,

kandungan minyak pada biji menurun

dengan cepat. Oleh karena itu buah

tengkawang harus dikumpulkan secepat

mungkin setelah jatuh.

Proses pengolahan buah

tengkawang menjadi lemak diawali

dengan pemisahan biji dari daging buah.

Pemisahan ini dapat dilakukan dengan

cara perendaman dalam air mengalir dan

penjemuran di atas bara api

(pengasapan). Biji tengkawang yang

mengandung lemak tersebut selanjutnya

di ekstrak dengan cara perebusan,

pengempaan atau penggunaan bahan

kimia. Lemak yang diperoleh selanjutnya

dimurnikan dengan cara penetralan dalam

alkali, pemucatan dan penghilangan bau.

Page 96: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 75

Pontianak, 14 Mei 2014

Proses pengolahan biji

tengkawang menjadi lemak, relatif lebih

sederhana dibandingkan dengan

pengolahan biji kakao. Sebagai

perbandingan untuk mendapatkan lemak

kakao biji-biiji kakao diproses untuk

menghasilkan sejumlah produk kakao,

termasuk cokelat. Tahap pertama adalah

pemanggangan (roasting), diikuti oleh

pemecahan (cracking) dan pelepasan dari

biji (de-shelling) untuk menghasilkan biji

yang disebut nibs. Biji (nibs) ini

kemudian digiling dengan berbagai

metode menjadi berbentuk pasta, yaitu

coklat cair (chocolate liquor) atau pasta

kakao. "Cairan" ini kemudian diproses

lebih lanjut menjadi cokelat dengan

mencampurkan (lebih banyak) lemak

kakao dan gula (kadang-kadang

ditambahkanva nila sebagai perasa dan

lesitin sebagai pengemulsi), dan

kemudian dimurnikan, dihaluskan

dengan coche, lalu dipanaskan dan

didinginkan berulang kali (tempered).

Metode lain adalah dengan

memisahkannya menjadi kakao bubuk

dan lemak kakao menggunakan mesin

tekanan hidrolik (hydraulic press).

Proses pemisahan ini menghasilkan

sekitar 50% lemak kakao dan 50% kakao

bubuk. Kakao bubuk standar memiliki

kandungan lemak sebesar 10-12%.

Lemak kakao digunakan dalam produksi

cokelat batangan, produk gula lain,

sabun, serta produk kosmetik.

III. KANDUNGAN DALAM BIJI

COKLAT DAN BIJI

TENGKAWANG

Perbandingan karakteristik lemak

kakao dan lemak tengkawang bisa dilihat

pada tabel di bawah ini:

Parameter Tengkawang (Fernandes, et al,

2013)

Kakao (JB cocoa,

Singapura)

Indeks bias 1,461 1,456-1,459

Titik leleh 34 32-36

FFA (asam lemak bebas) 1,36 <1,75

Bilangan Iod 12,61 32-38

Bilangan penyabunan 187,05 188-198

Warna Kuning Muda Putih Kekuningan

Perbandingan presentase relatif Komposisi asam lemak dalam lemak kakao dan lemak

tengkawang:

Profil Methyl Ester Asam Lemak Tengkawang (Shorea macrophylla)

(Nesaretnam dan Ali ,1992)

Kakao

(Jahurul et al, 2013)

C16=0 (asam palmitat) 16 25-33,7

C18=0 (asam stearat) 46,7 33,7-40,2

C18=1 (asam oleat) 33,2 26,3-35

C18=2 (asam linoleat) 0,0921 1,7-3%

Dalam dunia industri, asam

palmitat dijadikan bomb, dan umum

digunakan ketika perang dunia (napalm).

Selain itu, asam palmitat tidak digunakan

secara luas. Asam palmitat umum

terkandung dalam minyak kelapa sawit

dan makanan berlemak tinggi

(junkfood).

Asam stearat digunakan sebagai

bahan baku kosmetik, lilin, plastik, untuk

memperkeras sabun, dsb. Senyawa ester

dari asam stearat digunakan sebagai

bahan baku shampoo, sabun, dan

Page 97: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 76

Pontianak, 14 Mei 2014

kosmetik lainnya. Asam stearat juga

digunakan dalam industri makanan dalam

pembuatan permen. Asam oleat

digunakan dalam dunia farmasi, yaitu

sebagai bahan pelarut dan pengental

untuk obat-obatan tertentu. Asam oleat

juga digunakan sebagai bahan pelarut dan

pengental untuk bahan aerosol. Asam

linoleat digunakan sebagai bahan

pembuat sabun dan pengental. Dalam

industri makanan, asam linoleat

digunakan sebagai suplemen karena di

dalam tubuh, asam linoleat akan

disintesis menjadi asam arakhidonat yang

sangat bermanfaat bagi tubuh.

Berdasarkan perbandingan

karakteristik serta kandungan asam lemak

dalam lemak kakao dan lemak

tengkawang didapatkan adanya

kemiripan sifat baik fisik maupun

kimianya, Hal ini sesuai dengan definisi

lemak tengkawang sebagai Cocoa Butter

Equivalent (Setara Lemak Kakao),

sehingga cocok digunakan sebagai bahan

baku alternatif dalam pembuatan permen.

Kadar asam stearat pada lemak

tengkawang relatif lebih tinggi

dibandingkan lemak coklat, hal ini akan

berpengaruh pada titik leleh yang lebih

tinggi pada hasil akhir produk permen.

IV. KESIMPULAN

Lemak tengkawang berpotensi

sebagai bahan pengganti lemak coklat

karena memiliki sifat yang mirip dengan

coklat, sehingga berpotensi sebagai bahan

baku permen coklat. Pada masa panen

perlu diantisipasi untuk mengolah dan

menyimpan lemak tengkawang yang

jumlahnya sangat besar. Di masa datang

perlu dilakukan diversifikasi produk

berbahan baku lemak tengkawang.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih dihaturkan

kepada ITTO PD 586/10 Ref (F) atas

dukungan program- program terkait

Perlindungan dan Pemanfaatan

Tengkawang. Ucapan terimakasih juga

dihaturkan kepada seluruh pihak terkait

yang mendukung terlaksanya kegiatan

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

El-Kalyoubi, M., MF Khallaf, A

Abdelrashid, dan EM Mostafa. 2011.

Quality Characteristics of Chocolate

– Containing Some Fat Replacer.

Annals of Agricultural Science

Journal. Vol. 56, No. 2. Hal. 89-96.

Fernandes, A., M. Fajri, S. Sunarta dan T.

Widowati. 2013. Dari Pohon Hingga

Minyak Tengkawang. Makalah

dalam Pelatihan Teknologi Tepat

Guna Tengkawang di Sanggau 25-26

Maret 2013. Tidak dipublikasikan.

Jahurul, MHA, ISM Zaidul, NAN Norulaini,

F Sahena, S Jinap, J Azmir, KM

Sharif, AKM Omar. 2013. Cocoa

Butter Fats and Possibilities of

Substitution in Food Products

Concerning Cocoa Varieties,

Alternative Source, Extraction

Methods, Composition, and

Characteristics. Journal of Food

Engineering. Vol. 117. Isue 4. Hal.

467-476. Elsevier.

Koswara,S., 2009. Teknologi Pembuatan

Permen. Ebook.com. diakses 21

April 2014.

Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of

Cocoa Butter and Alternative Fats for

Use in Chocolate – Part A.

Compositional Data. Food Chemistry

Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier.

Macdiarmid, J. I., dan Hetherington, M.M.

1995. Mood Modulation by Food : an

Exploration of affect and cravings in

“chocolate addicts”. British Journal

of Clinical psychology. Vol 34. Hal :

129-138.

Nesaretnam, K dan AR bin Mohd Ali. 1992.

Engabkang (Illipe) – an Excellent

Component for Cocoa Butter

Equivalent Fat. Journal Science Food

Agriculture. Vol. 60. Hal. 15-20.

Page 98: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 77

Pontianak, 14 Mei 2014

Rice, Robert A. & Greenberg, Russell, 2003,

Natural History. Jul/Aug 2003, Vol.

112 Issue 6, p36. 8p. 8 Color

Photographs.

Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors).

1997. Plant Resources of SouthEast

Asia No. 5 (1). Timber Trees:

Commercial timbers. Prosea, Bogor.

Page 99: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 78

Pontianak, 14 Mei 2014

RIAP DIAMETER TENGKAWANG RAMBAI (Shorea pinanga Scheff)

DI HUTAN ALAM LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Abdurachman

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda

Jl. A.W Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Usaha melestarikan tanaman dengan melakukan kegiatan penanaman memerlukan informasi

pertumbuhan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengembangannya. Penelitian ini

bertujuan untuk memberikan informasi dari riap diameter tengkawang rambai (Shorea pinanga

Scheff) yang berada di hutan alam.. Penelitian dilakukan di hutan alam Labanan, Kabupaten Berau,

Kalimantan Timur. Pengambilan data dilakukan pada plot penelitian sebanyak 3 plot dengan

ukuran plot masing-masing seluas 4 (200 m x 200 m). Pohon yang diukur semua pohon

tengkawang rambai (Shorea pinanga Scheff) yang berdiameter ≥10 cm. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa Shorea pinanga Scheff di hutan alam memiliki kecenderungan untuk dapat

tetap bertahan yang ditunjukkan dengan sebaran diameter yang bertingkat dari kecil hingga besar

yaitu Diameter terkecil 10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm, bila pohon besar mati maka pohon

yang kecil dapat menggantikannya, adapun riap diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th dengan

galat baku 0,07 cm

Kata kunci : Shorea pinanga Scheff, riap diameter, hutan alam

I. PENDAHULUAN

Hutan alam Indonesia memiliki

keanekaragaman yang tinggi dengan

menghasilkan sumber devisa bagi negara

baik berupa kayu maupun non kayu yang

lebih di kenal dengan HHBK (hasil hutan

bukan kayu). Kekayaan alam ini perlu

dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu

informasi tumbuhan ini sangat diperlukan

baik mengenai sebaran jenis dalam suatu

kawasan maupun besarnya riap dari suatu

jenis.

Salah satu jenis yang dapat

menghasilkan keduanya yaitu kayu dan

non kayu adalah Shorea pinanga Scheff

yang merupakan salah satu jenis

penghasil buah tengkawang yang

menghasilkan minyak nabati, selain itu

memiliki ukuran besar. Dengan demikian

usaha penanaman jenis ini perlu

digalakkan. Tengkawang rambai (Shorea

pinanga Scheff) termasuk dalam marga

Shorea yang berada dalam famili

Dipterocarpaceae. Di Indonesia Meranti

ini tersebar di pulau Kalimatan. Jenis ini

tumbuh dalam hutan primer, khusus pada

punggung-punggung bukit di bawah

ketinggian 700 m dpl. Pohon ini memiliki

ukuran yang sangat besar, tingginya dapat

mencapai 50 m dengan diameternya

dapat mencapai 130 cm, batang tinggi,

lurus, berbentuk silinder; banir tebal,

curam sederajat, tinggi dan bentangan

mencapai 1,5 m, cekung, bulat.

(Soerianegara dan Lemmens, 1994 dan

Newman et.al., 1999).

Untuk menjaga agar jenis pohon

penghasil tengkawang tersebut terhindar

dari kepunahan, maka pemerintah telah

mengeluarkan PP No.7/1999 untuk

melindungi dari kepunahan dan Kepmen

No.692/Kpts-II/1998 yang melarang

penebangan dari jenis ini.

Sehubungan dengan hal tersebut,

tulisan ini dimaksudkan untuk

memberikan informasi mengenai riap

pohon Shorea pinanga Scheff di hutan

alam Labanan, dengan harapan informasi

ini dapat digunakan sebagai bahan

Page 100: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 79

Pontianak, 14 Mei 2014

masukan dalam usaha penenaman dan

budidaya jenis pohon tersebut.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi

Lokasi penelitian terletak di areal

hutan Labanan, merupakan plot

penelitian permanen kerjasama antara

Balai Penelitian Kehutanan Samarinda,

PT Inhutani I Berau dan Berau Forest

management Project (BFMP) di mana

plot ini sebelumnya merupakan kegiatan

Silvicultural Tecniques for the

Regeneration of Logged Over Forest in

East Kalimantan (STREK) Project yang

berada di Berau Kalimantan Timur. Pada

saat ini masuk dalam lokasi KHDTK

hutan penelitian Labanan. Berada pada

ketinggian antara 100 – 350 m dpl. Jenis

tanah didominasi oleh Podsolik Haplik

(Typic Paleudults) dan Podsolik cromik

(Typic Hapluduts). Tanah-tanah tersebut

memiliki tekstur lempung, lempung liat

berpasir hingga lempung berliat dan liat

berwarna coklat kekuning-kuningan

dengan struktur gumpal tak bersudut

hingga bersudut. Tipe iklim menurut

Schmidt dan Ferguson (1951) lokasi

penelitian memiliki nilai Q = 16,17%

tergolong tipe iklim B (Q = 14.3-33.3%),

sementara di bagian selatan memiliki

nilai Q = 4,20% termasuk tipe iklim A

dengan curah hujan rata-rata 2.500- 3.000

mm per tahun. Suhu udara maksimum

350C terjadi pada bulan September dan

Nopember dan terendah 330C pada bulan

Januari. Suhu udara minimum tertinggi

220C terjadi pada bulan Mei dan Juni dan

minimum terendah 210C terjadi pada

bulan Februari dan Agustus.

B. Pengumpulan data lapangan

Data di lapangan diperoleh dari

pengukuran pohon Shorea pinanga

Scheff yang berada pada plot penelitian

permanen sebanyak 3 plot di hutan

primer, setiap plot berukuran 200 m x

200 (4 ha). Plot berbentuk bujur sangkar

yang dibagi kedalam empat kuadran

dengan luas masing-masing 1 ha.

pengukuran dilakukan dengan sensus

100% untuk semua pohon Shorea

pinanga Scheff yang terdapat dalam plot

penelitian.

C. Analisis data

Menghitung diameter (d) dan riap

diameter (Rd)

Diameter Pohon diperoleh dari

konversi keliling sebagai berikut:

(Dephut, 1992)

D = K /

Dimana:

D = diameter pohon (cm)

K = keliling pohon (cm)

= konstanta phi = 3,1415

Riap diameter pohon diperoleh dari

rumus berikut:

Rd = d n - d (n-1)

Dimana:

Rd = riap diameter pohon (cm/th)

d n = diameter tahun ke-n

d (n-1) = diameter tahun ke (n-1)

Data dari hasil pengukuran

selanjutnya diolah dalam bentuk

perhitungan berdasarkan Snedecor &

Cochran (1989) sebagai berikut :

a. Nilai rataan (x)

nXX i /

b. Nilai simpangan baku (sd) dan ragam

(S²)

1

/)( 22

n

nxxSd

1

/)( 22

2

n

nxxS

c. Nilai galat baku (Se)

)1(

/)( 22

nn

nxxSe

Dimana: xi = nilai pengamatan individu ke i

n = ukuran sample pangamatan

Page 101: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 80

Pontianak, 14 Mei 2014

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sebaran dan Pergeseran Diameter

Dari hasil dua pengukuran, baik

yang pertama maupun yang kedua,

sebaran diameter yang diklasifikasikan ke

dalam kelas kelas diameter dengan

interval 10 cm dimana didapat kelas

diameter terkecil adalah 10 cm dan

tertinggi 70 cm yang diperoleh di

lapangan terlihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada dua periode pengukuran

Kelas Diameter Jumlah pohon Jumlah pohon

10 27 22

20 5 6

30 8 5

40 5 9

50 2 3

60 1 2

70 0 1

Dari Tabel 1 tersebut terlihat

bahwa jumlah pohon terbanyak berada

pada kelas diameter kecil dan secara

umum makin besar makin sedikit.

Kondisi terjadi pada 2 periode

pengukuran yang dilakukan. Model

merupakan suatu yang umum terjadi di

hutan alam untuk semua jenis yang ada,

untuk satu jenis yang diamati pada

penelitian ini, hal yang sama terjadi pula.

Bentuk sebaran dari dua periode

pengukuran dan juga pergeseran diameter

yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1

berikut ini.

Gambar 1. Kurva sebaran dan pergeseran diameter Shorea pinanga Scheff di hutan alam

Pada Gambar 1 tersebut terlihat

bahwa dari dua periode pengukuran, dua

kurva sebaran diameter hampir

menyerupai J terbalik. Walaupun pada

sebaran ini hanya pada satu jenis yang

tumbuh di alam, ternyata bentuknya mirip

pada hutan alam pada umumnya bila

dibuat untuk semua jenis, seperti yang

dilaporkan tetang sebaran diameter di

hutan alam (Abdurachman, 2013;

0

5

10

15

20

25

30

10 20 30 40 50 60 70

Jum

lah

po

ho

n

Kelas Diameter (cm)

Pengukuran 1 Pengukuran 2

Page 102: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 81

Pontianak, 14 Mei 2014

Susanty dan Setiawan, 2013). Dari

sebaran itu terlihat pula bahwa secara

alami jenis ini telah membentuk suatu

sistem untuk mempertahankan diri dari

kepunahan dengan logika pohon yang

besar akan mati dan akan diganti oleh

pohon yang lebih kecil, walaupun pada

hutan alam pohon yang besar belum tentu

lebih tua dari pohon yang kecil.

Pada Gambar 1 itu pula terlihat

bahwa dengan berjalannya pengamatan

dari dua peride pengukuran, ada

pergeseran jumlah pohon pada kelas-

kelas diameter, dimana jumlah pohon

pada diameter 10 cm jumlahnya

berkurang dan masuk pada kelas

diatasnya, hal ini berarti ada pertumbuhan

dengan bertambahnya diameter, demikian

pula pada kelas diameter diatasnya.

Pergeseran ini merupakan gejala yang

umum terjadi dalam pembuatan sebaran

diameter di dalam membandingkan 2

pengukuran yaitu pengukuran pertama

dan kedua.

2. Riap Diameter

Perhitungan riap diameter yang

didapat berdasarkan dengan menghitung

riap tahunan. Hasil perhitungan riap

diameter untuk jenis Shorea pinanga

Scheff ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Nilai rataan, simpangan baku, ragam dan galat baku dari Shorea pinanga Scheff

Peubah Rataan Simpangan baku Ragam Galat baku

Diameter (cm) 0,41 0,30 0.09 0,07

Shorea pinanga Scheff

merupakan salah satu jenis dari jenis

shorea yang pada umumnya memiliki

pertumbuhan yang cukup besar

sebagaimana yang dinyatakan oleh

Susanty (2013) bahwa Jenis shorea spp.

Mempunyai kontribusi besar terhadap

rataan diameter kelompok jenis

Dipterocarpaceae, untuk hutan bekas

tebangan setelah 3 tahun adalah 0,97 –

2,15 cm 2th1.

Nilai riap diameter seperti yang

tertera pada Tabel 2 di atas yaitu 0,41

cm/thn sedikit lebih kecil dari nilai riap

Shorea spp pada hutan bekas tebangan,

hal ini wajar karena niali ini diperoleh

dari hutan primer yang memiliki tingkat

kerapatan tinggi dan kondisi yang sudah

tetap dalam arti untuk membantu

percepatan dengan masuknya sinar

matahari dan ruang tumbuh dari pohon

yang ada didalamnya. Pada penelitian

lain Susanty dan Suhendang (2013) yang

menyatakan riap diameter rataan setelah

penebangan akan lebih besar

dibandingkan pada kondisi hutan primer,

terutama terjadi karena adanya respon

pembukaan ruang tumbuh setelah

penebangan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian,

Shorea pinanga Scheff di hutan alam

memiliki kecenderungan untuk dapat

tetap bertahan yang ditunjukkan dengan

sebaran diameter yang bertingkat dari

kecil hingga besar yaitu diameter terkecil

10 cm dan terbesar adalah 72,4 cm , bila

pohon besar mati maka pohon yang kecil

dapat menggantikannya. Adapun riap

diameter dari jenis ini adalah 0,41 cm/th

dengan galat baku 0,07 cm.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, 2013. Model struktur tegakan

hutan primer di Sangai, Kalimantan

Tengah. Prosiding Restorasi

Ekosistem Dipterokarpa Dalam

Rangka Peningkatan Produktivitas

Hutan. Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa. Samarinda.

Dephut. 1992. Manual Kehutanan.

Departemen Kehutanan. Jakarta.

Keputusan Menteri Kehutanan Dan

Perkebunan Nomor : 692/Kpts-

Ii/1998 Tentang Perubahan

Keputusan Menteri Kehutanan

Page 103: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 82

Pontianak, 14 Mei 2014

Nomor 58/Kpts-Ii/1996 Tentang

Perubahan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

54/Kpts/Um/2/1972 Jo Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 261/Kpts-

Iv/1990 Tentang Pohon-Pohon Di

Dalam Kawasan Hutan Yang

Dilindungi

Newman, M. F., P.F Burgess and T.C

Whitmore. 1999. Pedoman

Identifikasi Pohon-Pohon

Dipterocarpaceae Pulau Kalimantan.

Yayasan PROSEA. Bogor.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 1999 Tentang

Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan

Satwa.

Snedecor, G. and W.G. Cochran. 1989.

Statistical Methods Eighth Edition.

The Iowa State University Press.

Ames Iowa. USA

Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J.

(Eds.). (1994) Timber trees: Major

ommercial timbers. Plant resources

of South-East Asia No. 5 (1). Prosea,

Bogor, Indonesia.

Susanty F.H 2013. Keragaan Karakteristik

Biometrik Hutan Dipterocarpaceae

Campuran di Kalimantan Timur.

[disertasi]. Bogor: Program

Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor. Bogor

Susanty F.H dan A. Setiawan 2013. Studi

Pemulihan Tegakan Setelah

Penebangan Dengan Pendekatan

Model Struktur Tegakan. Prosiding

Restorasi Ekosistem Dipterokarpa

Dalam Rangka Peningkatan

Produktivitas Hutan. Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa. Samarinda

Susanty F.H dan E. Suhendang 2013. Riap

Individu Dan Tegakan Periodik

Hutan Dipterocarpaceae Setelah

Penebangan. Prosiding Restorasi

Ekosistem Dipterokarpa Dalam

Rangka Peningkatan Produktivitas

Hutan. Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa. Samarinda

Page 104: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 83

Pontianak, 14 Mei 2014

SERANGAN HAMA BUAH DAN DAUN PADA JENIS SHOREA PENGHASIL

TENGKAWANG

Ngatiman dan Andrian Fernandes

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jl. A. W. Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda; Telp. (0541) 206364, Fax. (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Tengkawang merupakan jenis tanaman kehutanan penghasilkan buah yang dapat digunakan

sebagai lemak nabati pengganti coklat. Dalam budidaya jenis Shorea penghasil Tengkawang

ditemukan serangan hama pada buah dan daunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memberikan informasi mengenai serangan hama pada buah dan daun jenis Shorea penghasil

tengkawang. Metode yang digunakan adalah pengamatan secara langsung pada buah Shorea

mecistopteryx yang terserang hama. Sedangkan pengamatan hama daun dilaksanakan dengan cara

mengamati bibit Shorea stenoptera di persemaian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

serangan hama pada buah S mecistopteryx mengakibatkan biji kehilangan daya kecambah.

Sedangkan hama daun di persemaian terdiri atas ulat kantung dan kutu daun. Ulat kantung

mengakibatkan daun berlubang-lubang dan kutu daun mengakibatkan daun menjadi kering. Hasil

penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi awal yang sangat penting dalam rangka

membudidayakan jenis Shorea penghasil tengkawang, khususnya di persemaian.

Kata kunci : Tengkawang, hama, ulat kantung, kutu daun

I. PENDAHULUAN

Tengkawang (Shorea spp)

merupakan salah satu jenis tanaman

kehutanan yang tumbuh di hutan hujan

tropis. Keberadaan tengkawang di habitat

alaminya saat ini mulai berkurang dan

sulit ditemukan (Istono dan Hidayati,

2010). Buah tengkawang dapat

digunakan sebagai sumber lemak nabati

pengganti coklat yang bernilai tinggi

(Lipp dan Anklam, 1998). Lemak dari

buah tengkawang juga dipergunakan

sebagai bahan baku kosmetik dan obat-

obatan (Rahman, et al., 2011).

Dalam pengembangan (budidaya)

tanaman tengkawang ditemukan

permasalahan yang perlu diketahui dan

dipertimbangkan dengan baik agar tidak

menimbulkan kerugian. Kerugian dapat

terjadi akibat adanya serangan hama pada

buah dan daun tengkawang di

persemaian. Tujuan penelitian ini adalah

untuk memberikan informasi mengenai

hama buah dan daun pada jenis Shorea

penghasil Tengkawang. Manfaat dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui

gejala dan bentuk serangan hama buah

dan daun pada jenis Shorea penghasil

Tengkawang.

II. BAHAN DAN METODE

PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah buah tengkawang,

bibit tengkawang, kantung plastik,

gunting stek, penggaris dan kamera. Buah

tengkawang (S mecistopteryx) diperoleh

dari Desa Sahan, Kabupaten

Bengkayang, Kalbar pada bulan Januari

2014. Buah dikumpulkan dari buah yang

jatuh di bawah pohon induk. Buah yang

terserang hama dipisahkan dari buah

yang baik. Buah yang terserang hama

kemudian dimasukkan ke dalam kantung

plastik yang lembab dan dibawa ke Lab.

Hama Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa (B2PD). Selanjutnya buah

dipindahkan ke toples plastik untuk

mengetahui bentuk imago dari hama buah

tersebut.

Page 105: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 84

Pontianak, 14 Mei 2014

Pengataman hama daun di

persemaian dilaksanakan dari bulan

Desember 2013 hingga Mei 2014. Hama

pada daun tengkawang terdiri atas ulat

kantung dan kutu daun. Pengamatan

dilakukan dengan cara melihat gejala dan

bentuk kerusakan daun yang

ditimbulkannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hama pada buah tengkawang

Buah tengkawang dari jenis S

mecistopteryx yang terserang hama

ditandai dengan adanya lubang pada

buah. Lubang tersebut menembus kulit

dan sayap buah hingga ke bagian daging

buah. Serangan hama dalam bentuk larva

yang sudah berlanjut pada bagian luar

lubang terdapat kotoran larva berbentuk

butiran-butiran coklat kehitaman.

Sebagian besar dalam satu buah

ditemukan satu lubang, bahkan beberapa

buah dapat ditemukan lebih dari satu

lubang serangan hama. Buah yang

terserang hama tidak dapat berkecambah,

karena larva memakan daging buah.

Larva, pupa dan imago dari hama buah

tengkawang disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Hama pada buah tengkawang

a = larva, b = pupa dan c = imago (kupu-kupu)

Proses terjadinya serangan hama

(bentuk larva) pada buah diduga pada

saat buah masih berada di pohon atau

belum jatuh ke lantai hutan. Hal ini

berdasarkan pengamatan di lapangan,

buah yang jatuh dan masih segar telah

terindikasi adanya serangan hama

ditandai oleh adanya lubang gerek.

Serangan hama buah juga terjadi

pada jenis meranti (Shorea spp) lainnya.

Namun terdapat perbedaan bentuk

imagonya. Pada buah tengkawang, imago

berupa kupu-kupu, sedangkan pada jenis

meranti (S leprosula) imagonya

berbentuk kumbang moncong. Natawiria

(1989) menyebutkan bahwa serangan

hama terhadap lembaga buah lebih fatal

akibatnya dibandingkan dengan serangan

pada perikarp buah. Serangan hama pada

buah mengakibatkan terjadinya

perubahan warna buah, buah berguguran,

buah berlubang-lubang, muncul butiran-

butiran kotoran dari lubang gerek dan

pengeluaran resin dari luka buah.

2. Hama ulat kantung pada daun

tengkawang

Hama ulat kantung (Psychidae,

Lepidoptera) menyerang bibit

Tengkawang (S stenoptera) menyerang

pada bulan April 2014. Ciri serangan ulat

kantung adalah daun berlubang-lubang

karena larva memakan daging daun dan

urat daun. Ulat daun biasanya menyerang

secara berkelompok, yang

mengakibatkan daun menjadi rusak berat.

Ulat kantung dan bentuk kerusakan pada

daun dapat dilihat pada gambar 2.

a

b

c

Page 106: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 85

Pontianak, 14 Mei 2014

Gambar 2. a = ulat kantung dan b = kerusakan daun akibat serangan ulat kantung

Berbagai ulat kantung diketahui

aktif makan pada pagi hari (07.00-09.00)

dan sore hari saat matahari tidak terik

lagi. Ulat kantung makan dengan cara

menjulurkan kepalanya dan kaki yang

bertumpu pada daun dengan posisi

kantung menggantung ke bawah atau

tegak ke atas (Suharti, et al, 2000).

3. Hama kutu daun pada daun

tengkawang

Hama kutu daun menyerang bibit

tengkawang (Shorea stenoptera)

memiliki ciri serangan daun menjadi

kering, menggulung pada bagian tepi

daun dan bahkan daun menjadi rontok.

Kutu daun memakan bagian epidermis

bawah daun secara berkelompok.

Brennan (2013) menjelaskan bahwa kutu

daun menyerang secara berkoloni,

sehingga dapat merusak daun secara

cepat dan sulit diberantas.

Serangan kutu daun di persemaian

terjadi pada bulan Desember 2013 ketika

musim hujan. Karnawati dan Balfas

(2009) menjelaskan bahwa kutu daun

menyerang pada akhir musim hujan.

Kerusakan akibat serangan kutu daun

dapat dilihat pada gambar 3 sebagai

berikut.

Gambar 3. Kerusakan daun akibat serangan kutu daun

a = kutu daun, b = epidermis bawah daun hilang akibat serangan kutu daun.

a

b

a

b

Page 107: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 86

Pontianak, 14 Mei 2014

Serangan kutu daun yang cukup

berat dapat mengakibatkan daun kering,

rontok dan bahkan bibit dapat

kehilangan seluruh daunnya. Elyes, et al

(2011) menyebutkan bahwa kutu daun

dapat menghilangkan jaringan pada

daun, sehingga proses fotosintesis

terganggu. Dalam jangka panjang daun

dapat mengalami kerusakan serta

keguguran sebelum waktunya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Serangan hama pada buah

tengkawang (S mecistopteryx)

mengakibatkan buah tidak dapat

berkecambah

2. Serangan hama ulat kantung pada

daun tengkawang (S stenoptera)

mengakibatkan daun berlubang-

lubang.

3. Kutu daun menyerang epidermis

daun tengkawang (S stenoptera)

pada permukaan bawah daun dan

mengakibatkan daun kering serta

rontok.

4. Serangan hama ulat daun dan kutu

daun yang cukup berat dapat

menghambat program penanaman,

karena harus memelihara kembali

bibit hingga siap tanam.

Saran

1. Sebelum melakukan

pengecambahan buah tengkawang

dilakukan seleksi buah agar tingkat

perkecambahan buah tinggi.

2. Dalam pemeliharaan bibit

Tengkawang di persemaian perlu

dilakukan pengamatan secara

periodik untuk mengetahui ada

tidaknya serangan hama pada bibit

agar kerusakan bibit dapat

dihindari.

V. UCAPAN TERIMAKASIH

Penghargaan dan ucapan

terimakasih disampaikan untuk ITTO

PD 586/10 Rev. 1 (F) atas dukungan

material bahan penelitian dan pihak-

pihak yang telah membantu

terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brennan, EB. 2013. Agronomic Aspect of

Strip Intercropping Lecture with

Alyssum for Biological Control of

Aphids. Biological Control Journal.

Vol. 65. Hal. 302-311. Elsevier.

Eyles, A, D Smith, EA Pinkard, I Smith, R

Cokrey, S Elms, C Beadle dan C

Mohammed. 2011. Photosynthetic

Responses of Field-grown Pinus

radiate Trees to Artificial and Aphid-

induced Defoliation. Tree Physiology

Journal. Vol. 31. Hal. 592-603.

Oxford University Press.

Istono dan T. Hidayati. 2010. Studi Potensi

dan Penyebaran Tengkawang (Shorea

spp) di Areal IUPHHK-HA PT.

Intracawood Manufacturing, Tarakan,

Kaltim. Jurnal Silvikultur Tropika.

Vol. 1. No. 1.

Karnawati, E dan R Balfas. 2009.

Pengendalian Kutu Daun Dengan

Beberapa Pestisida Nabati dan

Beuveria bassiana. Prosiding

Lokakarya Nasional IV Akselerasi

Inovasi Teknologi Jarak Pagar

menuju Kemandirian Energi. Balai

Penelitian Tanaman Tembakau dan

Serat, Malang. Hal. 75-78.

Lipp, M. dan E. Anklam. 1998. Review of

Cocoa Butter and Alternative Fats for

Use in Chocolate – Part A.

Compositional Data. Food Chemistry

Journal. Vol. 62 (1) : 73-97. Elsevier.

Natawiria, D. 1989. Teknik Pengendalian

Hama Hutan Tanaman Industri,

Informasi Teknis no. 4. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hutan.

Bogor.

Rahman, NFA, M Basri, MBA Rahman,

RRNZRA Rahman dan AB Salleh.

2011. High Yield Lipase-catalyzed

Synthesis of Engkabang Fat Esters for

the Cosmetic Industry. Bioresource

Technology Journal. Vol. 102 : 2168-

2176. Elsevier.

Page 108: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 87

Pontianak, 14 Mei 2014

Suharti, M., I. R. Sitepu, W. Darniati dan I.

Anggraeni. 2000. Uji Efikasi

Beberapa Agen Pengendali Biologi

Nabati dan Kimia Terhadap Ulat

Kantung. Buletin Hutan no. 624.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Page 109: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 88

EVALUASI AWAL UJI SPESIES-PROVENAN JENIS-JENIS Shorea PENGHASIL

TENGKAWANG DI KHDTK LABANAN, KALIMANTAN TIMUR

Deddy Dwi Nur Cahyono dan Rayan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Samarinda

Jl. A.W. Syahrani No.68 Sempaja, Samarinda; Telp.(0541) 206364, Fax (0541) 742298

Email: [email protected]

ABSTRAK

Jenis-jenis Shorea penghasil tengkawang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah

satu produk HHBK unggulan. Peningkatan produktivitas dan kualitas diperlukan untuk memenuhi

tuntutan konsumen yang semakin meningkat. Program pemuliaan merupakan salah satu pendekatan

yang dapat dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut. Tahun 2011 Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa Samarinda memulai dengan membangun plot uji spesies-provenan. Sebanyak 4

spesies dari 4 provenan diuji di KHDTK Labanan untuk mengetahui kombinasi spesies-provenan

yang paling unggul pada tapak tersebut. Plot uji dirancang menggunakan Rancangan Acak

Lengkap Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu asal provenan dan spesies. Digunakan 4 blok,

setiap blok terdiri dari 12 plot (kombinasi spesies-provenan) dan dalam setiap plot terdiri dari 25

treeplot (5x5 pohon). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa perbedaan spesies-provenan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter pada umur 1 tahun,

sedangkan pertumbuhan tinggi tidak demikian. Pada akhir pengamatan, persentase hidup berkisar

12-35,53% dan terbaik dicapai oleh Shorea gysbertsiana dari Haurbentes. Pertumbuhan tinggi pada

kisaran 8,8-27,18 cm dan terbaik dicapai oleh S. macrophylla dari Gunung Bunga sedangkan

pertumbuhan diameter dengan kisaran 1,55-3,64 mm dan terbaik oleh S. gysbertsiana dari Bukit

Baka.

Kata kunci : Tengkawang, provenan, uji spesis-provenan, pertumbuhan

I. PENDAHULUAN

Sektor kehutanan telah mampu

memberikan manfaat tidak hanya dalam

bentuk produk kayu saja, namun juga

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Jenis

HHBK sangat beragam dan salah satunya

adalah buah tengkawang yang dihasilkan

dari jenis-jenis Shorea. Buah tengkawang

dapat diolah menghasilkan minyak/lemak

yang digunakan sebagai bahan dasar

untuk pembuatan coklat, margarine,

malam, sabun serta bahan kosmetik

seperti lipstik (Winarni et. al., 2005).

Seperti diketahui bahwa sampai sekarang

buah tengkawang memiliki nilai manfaat

yang tinggi bagi masyarakat disekitar

hutan khususnya di Kalimantan Barat

yang masih menggantungkan sebagian

hidupnya dari hasil hutan.

Di Indonesia terdapat 13 jenis

pohon penghasil tengkawang.

Sebarannya mencakup wilayah

Kalimantan dan sebagian kecil Sumatera.

Pengusahaan buah tengkawang oleh

masyarakat tersebut diatas utamanya

masih mengandalkan dari hutan alam. Di

Kalimantan Barat pada umumnya, buah

tengkawang dikumpulkan dari jenis

Shorea stenoptera dan S. pinanga

(Jafarsidik dan Oetdja 1982; Appanah

dan Turnbull, 1998). Produksi buah pada

pohon tengkawang cukup menjanjikan.

Pohon tengkawang yang baru belajar

berbuah mampu menghasilkan 50-100 kg

biji kering per pohon. Hasil rata-rata

tengkawang pada umur 80 tahun pada

panen raya berkisar 250-400 kg biji per

pohon, sedangkan diluar panen raya

hanya berkisar 50-100 kg

(Sumadiwangsa, 2001).

Melihat jumlah produksi tersebut,

buah tengkawang memiliki potensi untuk

terus dikembangkan sesuai permintaan

pasar. Peningkatan produktivitas dan

kualitas sangat diperlukan untuk

Page 110: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 89

memenuhi tuntutan konsumen yang

semakin meningkat. Program pemuliaan

merupakan salah satu pendekatan yang

dapat dilakukan untuk memenuhi harapan

tersebut. Dengan program pemuliaan

dapat dilakukan uji untuk meningkatkan

kualitas genetik melalui proses seleksi

dan persilangan.

Dalam upaya untuk meningkatkan

produktivitas dan kualitas tersebut, Balai

Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)

Samarinda membangun plot uji spesies-

provenan jenis-jenis Shorea penghasil

tengkawang. Upaya ini perlu secara

periodik dievaluasi agar dapat memantau

potensi tanaman. Rencana tahapan

kegiatan pemuliaan yang akan dilakukan

mencakup eksplorasi dan pengumpulan

materi genetik dari beberapa populasi,

pembibitan dan seleksi (Hardjana dan

Rayan, 2011), pembangunan plot uji

spesies-provenan, evaluasi dan seleksi

plot uji spesies-provenan, pembangunan

tegakan benih provenan (TBP) hingga

perbanyakan menggunakan materi

generatif hasil dari TBP.

Tulisan ini menggambarkan

pembangunan plot uji spesies-provenan

dan evaluasi awal sebagai bagian dari

tahapan kegiatan pemuliaan jenis-jenis

Shorea penghasil tengkawang. Uji ini

bertujuan untuk mengetahui spesies dan

provenan dengan daya adaptabilitas dan

pertumbuhan yang unggul pada tapak

yang diuji. Kombinasi spesies-provenan

yang terbaik selanjutnya dapat digunakan

untuk membangun TBP sebagai populasi

perbanyakan.

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Plot uji spesies-provenan

dibangun di Kawasan Hutan Dengan

Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kec.

Teluk Bayur, Kab. Berau, Kaltim. Secara

geografis lokasi berada pada posisi

01o53’52.0” LU dan 117o11’43.5” BT.

Kondisi plot merupakan dataran dengan

topografi yang landai. Plot uji dibangun

pada tahun 2011. Evaluasi dilaksanakan

secara periodik sampai dengan tahun

2013.

B. Objek Pengamatan dan Alat

Objek pengamatan adalah

tanaman jenis-jenis tengkawang pada plot

uji spesies-provenan yaitu S.

gysbertsiana, S. macrophylla, S. pinanga

dan S. stenoptera dari beberapa populasi

(Tabel 1). Sedangkan alat yang

digunakan meliputi kaliper, meteran,

tallysheet dan alat tulis.

Tabel 1. Informasi sumber benih dari 4 provenan

Provenan Jumlah

lokasi

Letak geografis Rata-rata

tinggi

tempat

(m dpl)

Lokasi administratif

LS/X BT/Y

Bukit Baka 9 647222-

653668

9915674-

9879702 177,9 Kab. Seruyan, Kalteng

Gunung Bunga 10 010 30’2,02”-

010 30’3,93”

1100 42’1,88”-

1100 42’2,90” 84,3 Kab. Ketapang, Kalbar

Haurbentes 6 NA NA 250 Kab. Bogor, Jabar

Sungai Runtin 13 010 16’1,10”-

010 17’1,87”

1100 06’1,21”-

1100 07’1,90” 154,3 Kab. Ketapang, Kalbar

Keterangan NA : data tidak tersedia; Jumlah lokasi = lokasi tempat pengumpulan benih

C. Parameter yang Diamati

Karakter atau sifat yang diukur

adalah persentase hidup, tinggi dan

diameter tanaman. Tinggi tanaman diukur

menggunakan meteran dari pangkal

batang yang berbatasan dengan

permukaan tanah sampai pucuk,

sedangkan diameter tanaman diukur

Page 111: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 90

menggunakan kaliper dengan ketelitian 2

digit pada ketinggian 10 cm dari pangkal

batang.

D. Pengolahan dan Analisis Data

Rancangan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap

Berblok yang terdiri dari 2 faktor yaitu

asal provenan (P) dan spesies (S). Faktor

P terdiri dari 4 provenan yaitu Bukit

Baka, Gunung Bunga, Haurbentes dan

Sungai Runtin serta faktor S terdiri dari 4

spesies yaitu S. gysbertsiana, S.

macrophylla, S. pinanga dan S.

stenoptera. Dalam penelitian ini faktor S

bersarang (nested) dalam faktor (P).

Digunakan 4 blok, setiap blok terdiri dari

12 plot (kombinasi species-provenan) dan

dalam setiap plot terdiri dari 25 pohon

per plot (tree plot), jarak tanam 5x5 m.

Data hasil pengukuran kemudian

dihitung nilai persentase hidup (1) dan

pertumbuhannya (2). Untuk menentukan

nilai tersebut digunakan persamaan :

Persentase hidup (%) =Jumlah tanaman yang hidup

Jumlah seluruh bibit yang ditanam x 100%...........(1)

𝑃 = 𝑞2 − 𝑞......…………..............................(2) dimana P = Pertumbuhan tanaman. q1 = Pengukuran awal. q2 = Pengukuran akhir.

Data kemudian dianalisis varian

menggunakan Minitab 16 untuk

mengetahui variasi antar faktor yang

diuji. Apabila menunjukkan perbedaan

yang nyata akan dilanjutkan dengan uji

Tukey untuk melihat perbedaannya.

Model matematis yang digunakan adalah

sebagai berikut (Steel dan Torie, 1995) :

Yijk = μ + Bi + Pj + Sk(Pj) + Eijk

dengan : Yijk : rata-rata pengamatan pada ulangan ke-i, asal

provenan ke-j, spesies ke-k

μ : rerata umum pengamatan;

Bi : pengaruh ulangan ke-i;

Pj : pengaruh provenan ke-j;

Sk(Pj) : pengaruh spesies ke-k dalam provenan ke-j;

Eijk : random error

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kemampuan Adaptasi Tanaman

Kondisi lingkungan plot uji sangat

mempengaruhi daya adaptasi tanaman

yang akan dikembangkan. Dalam

kegiatan ini, kemampuan adaptasi

didekati dengan persen hidup tanaman.

Sampai dengan umur 2 tahun, terjadi

variasi pada persentase hidup, yaitu

berkisar antara 12-35,53% (

Tabel 2). Shorea gysbertsiana dari

Haurbentes merupakan kombinasi

spesies-provenan terbaik dalam hal

persentase hidup (35,53%).

Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa tidak terdapat satu pun kombinasi

spesies-provenan yang memiliki

persentase hidup mencapai 50%.

Persentase hidup yang rendah

menunjukkan bahwa pada sebagian besar

tanaman ternyata kurang mampu

beradaptasi dengan kondisi lingkungan

yang baru di Labanan.

Tabel 2. Rata-rata persentase hidup tanaman pada plot uji spesies-provenan

Provenan Spesies Persentase hidup (%)

1 tahun 2 tahun

Bukit Baka

S. gysbertsiana 65 14,67

S. macrophylla 70 14

S. pinanga 74 21

S. stenoptera 82 23

Gunung Bunga S. gysbertsiana 81 16

S. macrophylla 79 17,33

Haurbentes

S. gysbertsiana 83 35,53

S. macrophylla 78 12

S. pinanga 76 26

S. stenoptera 95 27,27

Page 112: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 91

Provenan Spesies Persentase hidup (%)

1 tahun 2 tahun

Bukit Baka

S. gysbertsiana 65 14,67

S. macrophylla 70 14

S. pinanga 74 21

S. stenoptera 82 23

Sungai Runtin S. gysbertsiana 72 18

S. macrophylla 76 20

Pada usia 1 tahun setelah tanam,

tanaman masih mampu bertahan dengan

persen hidup rata-rata 77,58%, namun

pada umur 2 tahun turun menjadi 20,4%.

Kondisi tersebut diduga karena pengaruh

lingkungan yang kering dan temperatur

yang tinggi yaitu pada periode Juni-

Nopember 2012 dengan rata-rata curah

hujan yang lebih rendah dari biasanya

(Rayan et. al., 2012). Hal ini juga telah

dijelaskan bahwa di daerah tropis,

pengaruh curah hujan dan temperatur

sangat menentukan tingkat keberhasilan

suatu jenis tanaman dapat beradaptasi

(Soeseno dan Idris, 1975).

Kondisi serupa juga dialami pada

uji spesies pada plot konservasi ek-situ

yang berlokasi di RPH Carita Banten.

Terjadi kondisi dimana di tengah musim

hujan ternyata terdapat kemarau selama 2

bulan sehingga menyebabkan banyak

tanaman uji mengalami kematian. Jenis

dari famili Dipterocarpaceae pada tingkat

semai sangat peka terhadap perubahan

lingkungan (Hani dan Rahman, 2007).

Jika dicermati lebih lanjut bahwa

pada umur 2 tahun, 3 spesies dari

provenan Haurbentes termasuk dalam 3

urutan teratas persentase hidup. Spesies

dari provenan Haurbentes merupakan ras

lahan yang awalnya berasal dari

Kalimantan. Informasi ini

menggambarkan bahwa spesies tersebut

yang telah beradaptasi di Haurbentes

cenderung menunjukkan kemampuan

beradaptasi pula di Labanan. Indikasi

awal menunjukkan bahwa tanaman yang

masih survive di Labanan merupakan

spesies-provenan dari pohon induk yang

memiliki genetik unggul yang tahan

terhadap kondisi lingkungan yang kering.

Kemampuan penyesuaian untuk dapat

survive ini akan sangat membantu dalam

hal seleksi di masa mendatang.

B. Pertumbuhan Tinggi dan Diameter

Pada pengamatan umur 2 tahun

dapat diketahui bahwa tinggi tanaman

bervariasi antara 65,44-111,51 cm (rata-

rata 92,54 cm), sedangkan diameter

berkisar 7,66-11,23 mm (rata-rata 9,55

mm). Untuk perhitungan pertumbuhan

tinggi dan diameter seperti pada

Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter jenis-jenis tengkawang

Provenan Spesies Pertumbuhan tinggi (cm) Pertumbuhan diameter (mm)

1 tahun 2 tahun 1 tahun 2 tahun

Bukit Baka

S. gysbertsiana 7,30 12,00 1,61 3,64

S. macrophylla 6,53 20,88 1,08 2,02

S. pinanga 5,67 9,54 2,54 2,75

S. stenoptera 5,55 17,14 1,76 2,50

Gunung Bunga S. gysbertsiana 8,37 22,05 1,24 2,51

S. macrophylla 17,44 27,18 1,63 2,45

Haurbentes S. gysbertsiana 6,45 13,72 1,10 2,05

Page 113: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 92

S. macrophylla 6,47 13,21 0,91 1,59

S. pinanga 8,07 17,83 0,92 1,70

S. stenoptera 4,82 8,80 1,15 1,55

Sungai Runtin S. gysbertsiana 6,42 12,05 1,01 1,57

S. macrophylla 6,62 17,15 1,43 2,95

Pertumbuhan tinggi maupun

diameter tanaman secara keseluruhan

mengalami peningkatan baik itu pada

umur 1 atau 2 tahun setelah tanam. Pada

umur 1 tahun rata-rata pertumbuhan

tinggi sebesar 7,19 cm sedangkan pada

pertumbuhan diameter sebesar 1,33 mm.

Kemudian pada umur 2 tahun, rata-rata

pertumbuhan tinggi sebesar 15,02 cm,

sedangkan pada pertumbuhan diameter

rata-ratanya meningkat menjadi 2,18 mm.

Peningkatan pertumbuhan diameter umur

2 tahun dibanding 1 tahun mencapai 1,63

kalinya sedangkan pertumbuhan tinggi

lebih besar lagi mencapai 2,08 kali.

Untuk mengetahui pengaruh dari

faktor yang diuji dilakukan analisis

varian. Hasil analisis varian seperti pada

tabel 4.

Tabel 4. Analisis varian untuk pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tengkawang pada plot uji

spesies-provenan umur 1 dan 2 tahun Sumber

Variasi

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Sig

Per

tum

bu

hsn

tin

gg

i

Umur 1 tahun

Blok 3 121,1 203,6 1,62ns 0,188

Provenan 3 2584,2 916,2 7,30** 0,000

Spesies (Provenan) 8 1018,8 127,4 1,01ns 0,429

Error 118 14811,6 125,5

Total 132 18535,7

Umur 2 tahun

Blok 3 1184,6 518,2 2,332ns 0,079

Provenan 3 2408,7 898,9 4,02** 0,009

Spesies (Provenan) 8 1740,2 217,5 0,97ns 0,460

Error 118 26364,6 223,4

Total 132 31698,1

Per

tum

bu

han

dia

met

er

Umur 1 tahun

Blok 3 3,730 1,707 1,36ns 0,260

Provenan 3 36,113 13,174 10,46** 0,000

Spesies (Provenan) 8 20,725 2,591 2,06* 0,045

Error 118 148,598 1,259

Total 132 209,167

Umur 2 tahun

Blok 3 23,360 7,168 2,77* 0,045

Provenan 3 49,016 17,391 6,73** 0,000

Spesies (Provenan) 8 21,590 2,699 1,04ns 0,407

Error 118 305,017 2,585

Total 132 398,983

Keterangan : * = signifikan, ** = sangat signifikan, ns = tidak signifikan

Hasil analisis varian baik itu

untuk pertumbuhan tinggi maupun

diameter menunjukkan bahwa provenan

berpengaruh sangat signifikan pada umur

1 dan 2 tahun, sedangkan kombinasi

faktor spesies-provenan hanya

berpengaruh signifikan pada

pertumbuhan diameter umur 1 tahun saja.

Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan

diantara spesies-provenan, maka

dilakukan uji Tukey (tabel 5).

Page 114: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 93

Tabel 5. Hasil uji Tukey untuk pertumbuhan diameter tanaman tengkawang pada plot uji spesies-

provenan umur 1 tahun

Provenan Jenis Rata-rata Grouping

Bukit Baka S. pinanga 3,1 A

Bukit Baka S. gysbertsiana 2,9 A B

Gunung Bunga S. macrophylla 2,6 A B C

Bukit Baka S. stenoptera 2,3 A B C

Sungai Runtin S. macrophylla 1,5 A B C

Gunung Bunga S. gysbertsiana 1,5 A B C

Bukit Baka S. macrophylla 1,5 A B C

Haurbentes S. stenoptera 1,3 B C

Haurbentes S. gysbertsiana 1,2 B C

Sungai Runtin S. gysbertsiana 1,2 B C

Haurbentes S. macrophylla 1,1 B C

Haurbentes S. pinanga 0,8 C

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil uji lanjut menunjukkan

bahwa 3 rangking teratas pertumbuhan

diameter dicapai oleh jenis S. pinanga

dari Bukit Baka, S. gysbertsiana dari

Bukit Baka dan S. macrophylla dari

Gunung Bunga. Rata-rata pertumbuhan

diameter terbaik hasil uji lanjut oleh S.

pinanga dari Bukit Baka mencapai 3,1

mm atau dengan kata lain memiliki riap

1,55 mm per tahun.

Hasil yang didapat ini jauh lebih

rendah bila dibandingkan dengan uji

yang dilakukan Soekotjo (2007) di PT

Sari Bumi Kusuma Kalteng. Pada umur

tanaman 2 tahun di lokasi tersebut,

pertumbuhan tinggi jenis S. stenoptera

mampu mencapai 164,77 cm sedangkan

jenis S. macrophylla mencapai 128,87

cm. Untuk rata-rata diameter juga lebih

baik yaitu 32,8 mm dan 27,5 mm bila

dibandingkan dengan rata-rata di

Labanan hanya berada di kisaran 8,30-

9,35 mm untuk jenis S. stenoptera dan

9,85-11,91 mm untuk S. macrophylla.

Bahkan uji jenis di PT Sarmiento

Parakantja Timber Kalteng pada umur

tanaman 16 bulan masih memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan

dengan Labanan. Pada lokasi tersebut,

jenis S. macrophylla memiliki rata-rata

tinggi 224,06 cm sedangkan S. stenoptera

198,84 cm.

Perbedaan yang sangat jauh ini

dapat dipahami, karena tanaman yang

ditanam di Labanan merupakan spesies-

provenan di luar habitat asalnya sehingga

memerlukan adaptasi jika dibandingkan

dengan tanaman yang ditanam tidak jauh

dari habitatnya. Masih perlu dilakukan

evaluasi lanjutan hingga diperoleh

informasi pertumbuhan yang lebih

lengkap. Informasi dan evaluasi

pertumbuhan ini sangat perting untuk

seleksi. Hal ini karena terdapat hubungan

yang nyata antara diameter dan jenis

pohon dengan produksi buah

tengkawangnya. Makin besar diameter

maka akan menghasilkan buah

tengkawang yang semakin banyak

(Winarni et. al., 2004). Jenis pohon

dengan genotip penghasil biji tinggi

nantinya dapat dikembangkan sebagai

sumber bibit sehingga pada generasi

berikutnya produktivitas akan meningkat.

Untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, pada plot uji spesies-provenan

perlu dilakukan tindakan silvikultur.

IV. KESIMPULAN

Hasil evaluasi awal pada umur 2

tahun menunjukkan bahwa persentase

hidup terbaik dicapai oleh S. gysbertsiana

dari Haurbentes. Sementara itu

pertumbuhan tinggi terbaik dicapai S.

Page 115: Prosiding, 2014

Pontianak, 14 Mei 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 94

macrophylla dari Gunung Bunga

sedangkan pertumbuhan diameter oleh S.

gysbertsiana dari Bukit Baka.

DAFTAR PUSTAKA

Appanah, S. and J.M. Turnbull. 1998. A

Review of Dipterocarp : Taxonomy,

Ecology and Silviculture. Center for

International Forestry Research.

Bogor. Indonesia

Hani, A. dan E. Rahman. 2007. Evaluasi

Ketahanan Hidup Tanaman Uji

Spesies dan Konservasi Ek-Situ

Dipterocarpaceae Di RPH Carita

Banten. Info Teknis Vol. 5 No. 1 Juli

2007. Balai Besar Penelitian

Bioteknologi dan Pemuliaan

Tanaman Hutan. Yogyakarta : 1-6

Hardjana, A.K dan Rayan. 2011.

Pertumbuhan Bibit Tengkawang

(Shorea spp) Asal Biji Dari Populasi

Hutan Alam Kalimantan di

Persemaian B2PD Samarinda. Jurnal

Penelitian Dipterokarpa. Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa Samarinda.

Vol. 5 No. 2, Desember 2011 : 61-72

Jafarsidik dan Oetdja. 1982. Pengenalan

Jenis Pohon Penghasil Tengkawang.

Balai Penelitian Hutan. Bogor.

Rayan, D.D.N. Cahyono, Supriadi dan Y.

Makkalo. 2012. Laporan Hasil

Penelitian Tahun 2012 Bioteknologi

dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Populasi Pemuliaan Untuk Jenis-

jenis HHBK Prioritas (Shorea spp

Penghasil Tengkawang). Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa. Samarinda

(Tidak Dipublikasikan)

Sumadiwangsa, S. 2001. Nilai Dan Daya

Guna Penanaman Pohon

Tengkawang (Shorea spp) di

Kalimantan. Buletin Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan Vol. 2

No. 1. Badan Litbang Kehutanan

Jakarta : 51-59

Soekotjo. 2007. Pengalaman Dari Uji Jenis

Dipterokarpa Umur 4,5 Tahun Di

PT. Sari Bumi Kusuma Kalteng.

dalam Prosiding Seminar

Pengembangan Hutan Tanaman

Dipterokarpa dan Ekspose

TPII/SILIN. Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa. Samarinda

Soeseno, O.H. dan Idris. 1975. Silviks.

Yayasan Pembina Fakultas

Kehutanan UGM. Yogyakarta

Steel, R.G.D & J.H. Torrie. 1995. Prinsip

dan Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D.

Setyawan. 2004. Pengaruh Tempat

Tumbuh, Jenis Dan Diameter Batang

Terhadap Produktivitas Pohon

Penghasil Biji Tengkawang. Jurnal

Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 No. 1

Juni 2004. Puslitbang Hasil Hutan.

Bogor : 23-33

Winarni, I., E.S. Sumadiwangsa dan D.

Setyawan. 2005. Beberapa Catatan

Pohon Penghasil Biji Tengkawang.

Info Hasil Hutan Vol. 11 No. 1 April

2005 Puslitbang Hasil Hutan. Bogor

: 17-25

Page 116: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 95

Pontianak, 14 Mei 2014

POTENSI POHON TENGKAWANG, TINGKAT GENERASI ALAMINYA DAN POLA

SEBARAN POHON TENGKAWANG DI KALIMANTAN BARAT

Oleh :

M. Fajri dan Nilam Sari

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Jln. A. Wahab Syahrani No. 68, Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur, Telp. 0541-

206364

Email : [email protected]

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

Ringkasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pohon tengkawang, tingkat regenerasi

alaminya serta pola sebarannya. Metode pengambilan data di dilapangan dengan membuat plot

pengamatan seluas 100 m x 100 m untuk mengukur potensi dan tingkat regenerasi alami pohon

tengkawang serta pola sebaran pohonnya di kebun masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa potensi pohon tengkawang di Dusun Sanjan, pada plot 1 jenis Shorea macrophylla sebesar

89,56 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 52, 29 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla

sebesar 22,87 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar 0,9 m³. Potensi pohon tengkawang di dusun

Sanke, pada plot 1, jenis Shorea macrophylla sebesar 11,76 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar

44,3 m³. Pada plot 2, jenis Shorea macrophylla sebesar 97,65 m³, jenis Shorea stenoptera sebesar

81,77 m³. Untuk regenerasi, alami tingkat anakan dan sapihan di dusun Sanjan pada plot 1,

jumlah semai 15 batang/ha, sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan

berjumlah 5 batang/ha. Regenerasi alami di dusun Sanke, Pada plot 1, jumlah semai 15 batang/ha,

jumlah sapihan 6 batang/ha. Pada Plot 2, jumlah semai 12 batang/ha, sapihan 5 batang/ha. Untuk

sebarannya, pohon penghasil buah tengkawang ini menyebar secara acak dan merata di area studi.

Kata kunci : Tengkawang, Pemanenan, lestari

I. PENDAHULUAN

Pohon tengkawang telah dikenal

baik sebagai penghasil biji tengkawang

dan kayu meranti merah. Kedua produk

tersebut memiliki nilai komersial tinggi

dan telah diperniagakan secara luas,

terutama untuk tujuan ekspor. Biji

tengkawang mengandung minyak lemak

nabati untuk bahan obat-obatan, mentega,

minyak goreng, kosmetika dan lain-lain

(Yusliansyah et al., 2007). Pemanfaatan

kayu ini umumnya untuk konstruksi

ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah

tangga, dinding rumah dan bahan kertas

(Martawijaya et al., 1981). Pengusahaan

tanaman tengkawang cukup menjanjikan,

menurut Winarni et al. (2005) apabila

dinilai maka dalam 1 ha pohon

tengkawang akan menghasilkan

pendapatan sebesar Rp 82,5 juta (biji

tengkawang) dan Rp 24 – 48 juta (kayu

meranti), yaitu apabila pohon tersebut

sudah tidak mampu memproduksi buah

tengkawang lagi.

Masyarakat Dayak dan Melayu di

Kalimantan Barat telah banyak

membudidayakan tanaman ini secara

agroforestry, dikenal sistem tembawang

untuk dipanen buahnya sebagai sumber

Page 117: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 96

Pontianak, 14 Mei 2014

penghidupannya (Sorensen, 1996).

Pemungutan buah tengkawang juga

banyak dilakukan masyarakat di populasi

alaminya, baik di kebun milik

masyarakat, di hutan adat maupun di

hutan alam, dimana mereka harus

bersaing dengan binatang pemburu

seperti babi yang sangat menyukai buah

tengkawang untuk dimakan (Seibert,

1996; Sorensen, 1996). Disisi lain

meskipun pohon tengkawang termasuk

jenis yang dilindungi, masih dijumpai

penebangan pohon ini sehingga

populasinya di alam semakin berkurang

(Seibert, 1996). Pemungutan buah

tengkawang oleh masyarakat dalam

jumlah besar tanpa menyisakan buah

untuk regenerasi tegakan tengkawang

dapat menyebabkan tidak adanya

regenerasi tanaman tengkawang. Apabila

kondisi ini berlangsung terus menerus

tidak akan dapat memenuhi kebutuhan

produk buah tengkawang dan dapat

mengarah pada kepunahan pohon

tengkawang (Kholik, A dan Hardjana

K.A, 2011).

Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang,

Kabupaten Sanggau dan Dusun Sanke,

Desa Meragun, Kabupaten Sekadau,

Kalimantan Barat merupakan 2 lokasi

perkampungan masyarakat dayak yang

masih memiliki potensi kebun

tengkawang. Masyarakatnya masih

banyak yang memiliki kebun

tengkawang, mereka masih

memanfaatkan buah dan pohon

tengkawang tersebut sebagai bagian dari

kegiatan sosial ekonomi mereka. Oleh

karena berdasarkan informasi tersebut

maka dilakukan kegiatan penelitian

dengan tujuan untuk mengetahui seberapa

besar potensi pohon tengkawang di ke-2

lokasi tersebut, bagaimana pola

sebarannya dan tingkat generasi

alaminya.

II. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di lakukan di

Dusun Sanjan, Desa Sei Mawang,

Kabupaten Sanggau, dan Dusun Sanke,

Desa Meragun, Kabupaten Sekadau,

Propinsi Kalimantan Barat. Lokasi ini

dipilih karena dari hasil informasi yang

diperoleh dan studi literatur yang ada,

lokasi ini memiliki potensi dan sebaran

pohon tengkawang yang lebih bagus.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan penelitian yang digunakan

adalah pohon Tengkawang dengan

tingkat regenerasi permudaan pohon

tengkawang. Alat penelitian yang

digunakan adalah label pohon, kompas,

clinometers, meteran, phi band, GPS dan

ATK.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan pada plot

pengamatan seluas 100 m x 100 m,

kemudian menghitung tingkat kerapatan

regenerasi alami permudaan pohon

tengkawang dan mengukur potensi pohon

tengkawang yang ada di kebun milik

masyarakat, dengan menghitung jumlah

pohon, diameter dan tinggi bebas cabang

pohon tengkawang. Untuk mengukur

tinggi pohon menggunakan rumus tinggi

dengan menggunakan Heling atau

clinometer (Ruchaemi, 2003,

Sutarahardja,1979). Cara menghitung

tingginya dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

H= Htop-Hb/Hp-Hb X 3 m

Dimana :

Htop = Skala persen puncak pohon

Hp = Skala persen ujung galah

Hb = Skala persen dasar pohon

3m = Tinggi galah yang digunakan

D. Analisis Data

Analisa dalam kegiatan penelitian,

meliputi :

Page 118: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 97

Pontianak, 14 Mei 2014

1. Pengolahan data dalam kegiatan ini,

baik yang berhubungan dengan

kerapatan regenerasi permudaan alami

pohon dan potensi pohon tengkawang,

menggunakan perangkat lunak

Microsoft Excel.Data yang diperoleh

akan dianalisis dengan menggunakan

program Microsoft Excel 2007.

2. Potensi Pohon Tengkawang dengan

menggunakan rumus :

a. Kerapatan= Jumlah Individu

Luas Contoh

b. Volume pohon dihitung berdasarkan

faktor bentuk (Ruchaemi, 2007)

berikut:

V = ¼ . d2.t.f

Dimana :

V = Volume pohon bebas cabang

(m3)

π = Konstanta (3,141592654)

d = Diameter pohon setinggi dada

atau 20 cm di atas banir (cm)

t = Tinggi batang bebas cabang

(m)

f = Angka bentuk pohon (0,6)

Dengan ketentuan:

1). Tinggi pohon total (m), dihitung

100 x diameter (cm) atau T =

D (Sutisna, 2000).

2). Bila tinggi berdasarkan diameter

lebih dari 40 m, maka tinggi

dianggap maksimum = 40 m

(Sutisna, 2000).

3). Tinggi batang (bebas cabang)

ditaksir 0,65 tinggi pohon total,

sehingga dalam menghitung

volume batang, tinggi

dikalikan 0,65 (Suyana, 2003).

4). Faktor bentuk batang bebas

cabang yang digunakan di

Hutan Labanan Berau,

Kalimantan Timur adalah 0,6

(Suyana, 2003).

3. Menghitung tingkat regenerasi

permudaan tingkat semai, pancang

dapat diperoleh dengan menggunakan

rumus :

Kerapatan=Jumlah Individu

Luas Contoh

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Pohon Tengkawang di

Dusun Sanjan dan Dusun Sanke

Berdasarkan hasil kegiatan pada

area studi di Dusun Sanjan, Desa Sei

Mawang, Kabupaten Sanggau dan Dusun

Sanke Desa Meragun, Kabupaten

Sekadau dengan membuat 2 plot

penelitian seluas 1 hektar/plot pada

masing-masing area studi bisa dijelaskan

sebagai berikut : hasil inventarisasi di

area studi ditemukan 2 jenis tengkawang

yaitu Shorea macrophylla dan Shorea

stenoptera. Pada studi area juga banyak

ditemukan tanaman dari jenis-jenis yang

lainnya seperti durian, cempedak,

nangka, karet, nyatoh. Tanaman-tanaman

tersebut ditanam juga oleh pemilik kebun

sebagai sumber makanan dan obat-

obatan.

Page 119: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 98

Pontianak, 14 Mei 2014

Grafik 1. Potensi pohon tengkawang di dusun Sanjan.

Grafik 2. Potensi Pohon Tengkawang di dusun sanke.

Dari hasil data pada Grafik 1 di

atas dapat terlihat bahwa, pada Plot 1,

pohon tengkawang dari jenis Shorea

macrophylla dengan diameter antara 30,2

cm – 103,8 cm, mempunyai kerapatan

jenis 28 pohon/hektar, dengan luas basal

area 9,86 m², dan volume kayu sebasar

89,56 m³, sedangkan pohon tengkawang

dari jenis Shorea stenoptera dengan

diameter antara 43 cm – 100,2 cm

mempunyai kerapatan jenis 12

pohon/hektar, dengan luas basal area 5,46

m² dan volume kayu sebesar 52, 29 m³.

Pada plot 2, pohon tengkawang dari jenis

Shorea macrophylla dengan diameter 60

cm – 87 cm mempunyai kerapatan jenis 7

pohon/hektar,dengan luas basal area 2,5

m², dan volume kayu sebasar 22,87 m³,

sedangkan pohon tengkawang dari jenis

Shorea stenoptera dengan diameter 36

cm mempunyai kerapatan jenis 1

pohon/hektar, dengan luas basal area 0,1

m² dan volume kayu sebesar 0,9 m³

Hasil inventarisasi pada Grafik 2

terlihat bahwa untuk pohon tengkawang

dari jenis Shorea macrophylla dengan

diameter antara 23,9 cm – 98,8 cm

mempunyai kerapatan jenis 29

pohon/hektar, dengan luas basal area

1,62 m², dan volume kayu sebasar 11,76

2812 7 19,86 5,46 2,5 0,1

89,56

52,29

22,870,9

020406080

100

S. m

acro

ph

ylla

S. s

ten

oft

era

S. m

acro

ph

ylla

S. s

ten

oft

era

Plot 1 Plot 2

Potensi Pohon Tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten Sanggau

KJ (Pohon/Ha)

BA (m²)

V (m³)

29 2037 35

1,62 5,8 12,94 9,1611,76

44,3

97,6581,77

020406080

100120

S. m

acro

ph

ylla

S. s

ten

oft

era

S. m

acro

ph

ylla

S. s

ten

oft

era

Plot 1 Plot 2

Potensi Pohon Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau, Kalbar

KJ (Pohon/Ha)

BA (m²)

V (m³)

Page 120: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 99

Pontianak, 14 Mei 2014

m³, sedangkan pohon tengkawang dari

jenis Shorea stenoptera dengan diameter

20,3 cm – 103,9 cm mempunyai

kerapatan jenis 20 pohon/hektar, dengan

luas basal area 5,8 m² dan volume kayu

sebesar 44,3 m³. Pada plot 2, pohon

tengkawang dari jenis Shorea

macrophylla dengan diameter antara 34,3

cm – 92 cm mempunyai kerapatan jenis

37 pohon/hektar, dengan luas basal area

12,94 m², dan volume kayu sebasar 97,65

m³, sedangkan pohon tengkawang dari

jenis Shorea stenoptera dengan diameter

21,2 cm – 86,7 cm mempunyai kerapatan

jenis 35 pohon/hektar, dengan luas basal

area 9,16 m² dan volume kayu sebesar

81,77 m³.

B. Regenerasi Alami Pohon

Tengkawang

1. Regenerasi Alami Pohon

Tengkawang di Kebun Masyarakat

Regenerasi alami pohon penghasil

buah tengkawang sangat penting, karena

ini akan mempengeruhi keberadaaan

jenis pohon ini kedepannya. Regenerasi

alami bisa bagus bila tingkat produksi

anakan alam pohon penghasil buah

tengkawangnya tinggi terjadi secara

alami dan tanpa ada gangguan baik hama

maupun manusianya.

Untuk pohon penghasil buah

tengkawang di Dusun Sanjan, Kabupaten

Sanggau dan Dusun Sanke, Kabupaten

Sekadau, karena buahnya diambil untuk

dijual oleh masyarakatnya, maka ketika

buah ini dipanen apakah masyarakatnya

juga menyisakan buah tersebut untuk

menjaga kelestarian pohon tengkawang

tersebut. Untuk itu maka dilakukan

pengamatan terhadap regenerasi alami

dari pohon penghasil buah tengkawang

ini seperti Grafik 3 dan 4 berikut ini :

Grafik 3. Potensi Anakan dan sapihan di Plot 1 dan 2, Dusun Sanjan.

10

4

9

45

23

1

0

2

4

6

8

10

12

Anakan Sapihan Anakan Sapihan

Plot 1 Plot 2

Tan

aman

Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanjan, Kab. Sanggau

S. macrophylla

S. stenoptera

Page 121: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 100

Pontianak, 14 Mei 2014

Grafik 4. Potensi Anakan dan Sapihan di plot 1dan 2 Dusun Sanke

Berdasarkan hasil pengamatan

dan perhitungan di area studi (Dusun

Sanjan) dengan membuat 2 plot

penelitian seluas 1 hektar (bisa dilihat

pada grafik 3). Pada Plot 1, untuk tingkat

semai, memiliki jumlah 15 batang/ha atau

sekitar 24,59 % total dari permudaan

tengkawang di area studi. Untuk tingkat

pancang berjumlah 6 batang/ha atau

sekitar 9,8 % total populasi pohon

tengkawang di area studi. Pada Plot 2,

untuk tingkat semai, memiliki jumlah 12

batang/ha atau sekitar 48 % total dari

permudaan tengkawang di area studi.

Untuk tingkat pancang berjumlah 5

batang/ha atau sekitar 20 % total populasi

permudaan tengkawang di area studi

Melihat kondisi di atas bahwa

jumlah semai di area studi masih cukup

bagus karena mempunyai persentase yang

cukup tinggi, tetapi untuk tingkat

pancang jumlah persentasenya cukup

rendah karena mempunyai persentase di

bawah 20 %, hal ini mungkin di

pengaruhi oleh hama dan penyakit,

kondisi lingkungan yang kurang

mendukung (iklim mikro yang kurang

mendukung), dan adanya kegiatan

pembersihan kebun yang dilakukan oleh

pemilik kebun.

Untuk area studi di Dusun Sanke

bisa dilihat pada grafik 4. Pada Plot 1,

untuk tingkat semai, memiliki jumlah 15

batang/ha atau sekitar 24,59 % total dari

permudaan tengkawang di area studi.

Untuk tingkat pancang berjumlah 6

batang/ha atau sekitar 9,8 % total

populasi pohon tengkawang di area studi.

Pada Plot 2, untuk tingkat semai,

memiliki jumlah 12 batang/ha atau

sekitar 48 % total dari permudaan

tengkawang di area studi. Untuk tingkat

pancang berjumlah 5 batang/ha atau

sekitar 20 % total populasi permudaan

tengkawang di area studi

Karena masa pemanenan buah

tengkawang dan tingkat produktifitas

buah tengkawang sangat minim

informasinya karena belum banyak

penelitian-penelitian yang membahas

masalah ini. Maka untuk melihat

kelestarian dari pohon-pohon penghasil

buah tengkawang ini dilakukan

pengamatan dan penghitungan terhadap

tingkat regenerasi alami pohon penghasil

buah tengkawang di kebun masyarakat.

Menurut Alrasyid (2006), syarat untuk

mendukung kelestarian produksi

permudaan di hutan alam yaitu untuk

tingkat semai diatas standar 40% dan

untuk pancang diatas 60%, kecuali untuk

tiang dibawah standar 75%, tetapi

jumlahnya hampir sama dengan kondisi

semula (hutan utuh).

C. Pola Sebaran Pohon Tengkawang

10

4

10

65

2

9

4

0

2

4

6

8

10

12

Anakan Sapihan Anakan Sapihan

Plot 1 Plot 2

Tan

aman

Potensi Tingkat Anakan dan Sapihan Tengkawang di Plot 1 dan 2 Dusun Sanke, Kab. Sekadau

S. macrophylla

S. stenoptera

Page 122: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 100

Pontianak, 14 Mei 2014

Dari hasil pengambilan data

sebaran pohon penghasil buah

tengkawang (S. macrophylla dan S.

stenoptera) di area studi, selanjutnya di

buat peta sebaran pohonnya yang bisa di

lihat pada Grafik 5 berikut ini :

Grafik 5. Pola Sebaran Pohon Tengkawang di kebun masyarakat

Dari peta sebaran pohon penghasil

buah tengkawang dapat kita lihat bahwa

pohon penghasi buah tengkawang ini

menyebar secara acak dan merata di area

studi. Area studi berada di pinggir sungai,

termasuk daerah yang mempunyai

karakter topografi landai dan datar. Jenis

ini di area studi sangat banyak terdapat di

daerah lembah pinggiran sungai, jarang

terdapat di daerah perbukitan atau tempat

dengan kondisi topografi yang curam dan

sangat curam.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian memperlihatkan

bahwa potensi pohon tengkawang masih

sangat baik pertumbuhannya, walaupun

dikelola pada kebun-kebun masyarakat,

akan tetapi kondisi ini masih bisa

menyelamatkan pohon tersebut dari

kepunahan akibat ekploitasi pohon

tengkawang oleh orang yang tidak

bertanggungjawab pada habitatnya.

Untuk itu sangat di perlukan

pembudidayaan jenis pohon tengkawang

baik oleh masyarakat maupun oleh

instansi-instansi pemerintah atau

perusahaan yang bergerak dalam bidang

kehutanan.

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid, H. 2006. Potensi Permudaan

Alam Di Areal tegakan Tinggal

Hutan Alam Ramin campuran.

Prosiding Workshop Nasional

“Policy Option On The

Conservation And Utilization Of

Ramin”,Bogor.

Martawijaya A., I. Kartasudjana., K.

Kadir, dan S.A. Prawira. 1981.

Atlas Kayu Indonesia. Jilid I.

Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

Ruchaemi. A. 2007. Ilmu ukur kayu dan

inventarisasi tegakan. Laboratorium

Biometrika Hutan. Fakultas

Kehutanan Universitas

Mulawarman Samarinda.

0

20

40

60

80

100

0 20 40 60 80 100

Sebaran pohon di Tengkawang

Pohon lain

S. macrophylla

S. stenoptera

Page 123: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 101

Pontianak, 14 Mei 2014

Ruchaemi, A. 2003. Ilmu Ukur Kayu.

Lab Biometrika Hutan. Fakultas

Kehutanan. Universitas

Mulawarman. Samarinda.

Seibert B. 1996. Food from Dipterocarps:

Utilization of the tengkawang

species group for nut and fat

production. In book: Dipterocarp

forest ecosystems. Editor Schulte

A. dan D. Schone. Word Scientific

Publishing Co. Singapore.

Sorensen K. W. 1996. Traditional

management of Dipterocarp forests:

Examples of community forestry by

indigenous communities. In book:

Dipterocarp forest ecosystems.

Editor Schulte A. dan D. Schone.

Word Scientific Publishing Co.

Singapore.

Sutarahardja, S. 1979. Ilmu Ukur Hutan.

Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Sutisna, M. 2000. Hasil Penelitian.

Dalam: Sutisna, M. dan Suyana, A.

1997-2000. Laporan Akhir Tahun

Ke-3 Penelitian Kajian Penjarangan

TPTI. Kerja sama Penelitian Antara

Balai Penelitian Kehutanan

Samarinda dan Fakultas Kehutanan

Universitas Mulawarman,

Samarinda.

Suyana, A. 2003. Dampak Penjarangan

Terhadap Struktur dan Riap

Tegakan di Hutan Produksi Alami

PT. Inhutani I Berau Kalimantan

Timur. Tesis, Universitas

Mulawarman, Samarinda.

Winarni, I., Sumadiwangsa, S.,

Setyawan, S., 2005. Beberapa

Catataan Pohon Penghasil Biji

Tengkawang. Info Hasil Hutan

Volume 11 No. 1/April/2005: 17-

25. Bogor.

Yusliansyah, Supartini. dan S. E.

Prasetya. 2007. Rangkuman hasil-

hasil penelitian kayu dan non kayu

dipterokarpa. Balai Besar Penelitian

Dipterokarpa. Samarinda.

Page 124: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 102

Pontianak, 14 Mei 2014

Jadwal Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang

Waktu Materi Pemateri Ket.

08:00 – 08:30 Registrasi peserta Panitia

08:30 – 09:30

Menyanyikan Lagu

Kebangsaan Indonesia

Raya

Laporan panitia

Pembukaan

Keynote speech

Pembacaan doa

Kepala Balai Besar Penelitian Dipterokarpa

(B2PD)

Gubernur Provinsi Kalimantan Barat

(sekaligus membuka acara)

Kepala Badan Litbang Kehutanan

MC

09:30 - 09:45 Rehat kopi*

09:45 – 13:00

Formulasi perlindungan

tengkawang berdasarkan

prioritas dan beberapa

indikator terkait:

Bidang ekonomi

Bidang konservasi

ekosistem

Bidang konservasi

genetic

Ir. Augustine Lumangkun, M.Sc

(Universitas Tanjung Pura)

Dr. Sapto Indrioko (Universitas Gajah

Mada)

Dr. Anthonius YPBC Widyatmoko ( BPPTH

Yogyakarta)

Fasilitator

(PRCF)

13:30 – 14:00 ISHOMA*

14:00 – 15:45

Diskusi dan perumusan

rencana tindakan strategis

perlindungan genetik jenis

tengkawang

PRCF Indonesia Fasilitator

15:45 – 16:00 Rehat kopi

16:00 – 16:30 Penutupan Kepala B2PD/yang mewakili MC

Catatan : * Pemutaran film hasil penelitian integrasi jenis Shorea penghasil tengkawang dan beberapa produk/output terkait.

Page 125: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 103

Pontianak, 14 Mei 2014

Daftar Hadir Peserta Workshop Nasional tentang Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang No Nama Instansi

1 Purwati Fahutan Untan

2 Evi Wardinar Fahutan Untan

3 Ari Sukiryo BPDAS

4 Ribut Biro Litbang Prop. Kalbar

5 Sugini Disperindag Prop. Kalbar

6 Y. Sudaryanti BKSDA Kalbar

7 Agustina H Fahutan Untan

8 Imam Mulyo S BPHP Wil X

9 Romiyanto, S.Pd LPHD Desa Sri Wangi

10 Musmulyadi LPHD Desa Na- Jemah,

Kapuas Hulu

11 Herkulanus Yansen Desa Entakai I, Sanggau

12 Arpianto Desa Entakai, Sanggau

13 Yun Santija Ulfa Sekda

14 Dharmawan Sekda

15 Fahruddin Sekda

16 Henry Dishut Prop. Kalbar

17 Blasius Bulin Desa Sijuah, Sanggau

18 Rufinus Sanggau

19 Donasa Tilon Sanggau

20 Mundus Sanggau

21 Nina Asiidar BP4K Sanggau

22 Damianus Mdu BKD

23 Hendra Wisnu Wartha LPHD Kapuas Hulu

24 Saiful Fahmi LPHD Kapuas Hulu

25 M. Syafrani Dishut Prop. Kalbar

26 Sulaiman YPSBK

27 Lukasius Sanggau

28 F. Lukas Sanggau

29 Rohadi Bengkayang

30 Alexius Bengkayang

31 Asep Bengkayang

32 Dery Efendi Bengkayang

33 M. Idham Fak Kehutanan Untan

34 Iskandar Fak. Kehutanan Untan

35 Y. Ponco LIPD/LSM

36 Abang Amirulah LEH/ SKD

37 Sarno Disperindagkop Sekda

38 M. Yusuf YASBK Sanggau

Page 126: Prosiding, 2014

Prosiding Workshop Strategi Nasional Konservasi Genetik Jenis Shorea Penghasil Tengkawang 104

Pontianak, 14 Mei 2014

39 Imam Suprapto Poktan Bengkayan

40 Agustinus Poktan Bengkayang

41 Zainal Abdisyah Hutbun Bky

42 Suhartian Lembaga Energi Hijau

43 Karsmo R Dishut Prov

44 Agatha Suryani Dishutbung Sekadau

45 Utin Ramdiana Dishutbun Skd

46 M. Siswadi Poktan Skd

47 Juslian Poktan Skd

48 Agus Aswandi Petani

49 Widki Priatna Pendamping

50 Eka P Saputra Perindagkop

51 Deman LPS Air

52 Ridwan LPS Air

53 Farah Diba Untan

54 FX Tajok Pengelola Hutan Desa

55 Wahyudi Petani

56 Teguh Setda Kalbar