PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok...

280
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA (SiNaFi) Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia SiNaFi Seminar Nasional Fisika ISBN: 978-602-74598-0-9

Transcript of PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok...

Page 1: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

PROSIDINGSEMINAR NASIONAL FISIKA(SiNaFi)

Departemen Pendidikan FisikaFakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pendidikan Indonesia

SiNaFi

Seminar

Nas

iona

l Fisi

ka

ISBN: 978-602-74598-0-9

Page 2: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

PROSIDINGSEMINAR NASIONAL FISIKA (SiNaFi)

“Riset sebagai dasar pengembangan inovasi pembelajaran Fisikadan pengembangan berbagai bidang keilmuan Fisika”

Bandung, 21 November 2015

Terbitan Tahun 2015

Tim Penyunting:Dr. Parsaoran Siahaan, M.Pd.

Ridwan Efendi, M.Pd.Agus Fany Chandra, M.Pd.

Dr. Wiendartun, M.Si.Dr. Andi Suhandi, M.Si.

Dr. Mohammad Arifin, M.Si.

Departemen Pendidikan FisikaFPMIPA, UPI

Page 3: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi)“Riset sebagai dasar pengembangan inovasi pembelajaran Fisika dan pengembanganberbagai bidang keilmuan Fisika”

Bandung, Indonesia: Departemen Pendidikan Fisika 2015

ISBN : 978-602-74598-0-9

Desain Sampul dan Tata Letak:Ridwan Efendi

Penerbit:Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI

Redaksi:Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung, IndonesiaTelp: (022) 2004548Fax: (022) 2004548Email: [email protected]: http://fisika.upi.edu/

Cetakan pertama, November 2015

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan caraapapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

Page 4: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

i

KATA PENGANTAR

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) yang dilaksanakan pada 21 November2015 di Bandung merupakan kegiatan ilmiah yang terselenggara berkatdukungan dari Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia. Seminar inimerupakan wadah untuk bertukar pikiran bagi para peneliti, dosen, guru, danmahasiswa Pendidikan Fisika dan Fisika tentang berbagai aspek Fisika yang telahdipelajarinya.

Seminar ini menampilkan 3 pembicara kunci yang berasal dari DirjenGuru Kemendikbud, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan DepartemenPendidikan Fisika. Lebih dari 100 peserta dari berbagai universitas dan sekolahakan menyajikan hasil penelitian dan inovasinya di seminar ini. Partisipan dariberbagai kalangan juga hadir di seminar ini. Topik-topik yang disampaikan cukupberagam, mulai dari Pendidikan Fisika, Fisika teoretik, dan Fisika terapan.

Panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telahmendukung dan membantu terselenggaranya acara SiNaFi. Semoga kegiatan inibermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 21 November 2015Ketua Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPI

Dr. Dadi Rusdiana, M.Si.NIP. 196810151994031002

Page 5: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iDAFTAR ISI ................................................................................................................. iiJADWAL ACARA SINAFI 2015 ............................................................................ vi

PEMBICARA SESI UTAMAKebijakan tentang Pengembangan Profesionalisme Guru ............................................. 1Sumarna Surapranata, Ph.D

Kecenderungan Riset Mutakhir Berbagai Bidang Kelimuan Fisika dan KonstribusiFisikawan Indonesia untuk Perkembangan Kelimuan Fisika ........................................ 2Prof. Dr. Zaaki Suud

Konsekuensi Perubahan Kurikulum Sekolah Menengah bagi LPTK danImplementasi Pembelajaran Fisika di Sekolah ................................................................. 3Drs. I Made Padri, M.Pd.

PEMBICARA SESI PARALELPendidikan FisikaModel Praktikum Concrete-Representational-Abstract (CRA) UntukMeningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Alat-alat Optik.......... 4Adam Malik, Syifa Nur Utami, Diah Mulhayatiah

Profil Kemampuan Argumentasi Siswa Melalui Model PembelajaranArgumen-Based Sains Inquiry ................................................................................................. 9Agus Budiyono

Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi Penemuan Untuk MeningkatkanPrestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati

Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi Ilmiah Siswa SMA Negeridi Kota Bandung pada Materi Kinematika Gerak Lurus................................................ 18D.R. Badruzzaman, I. Kaniawati, S. Utari

Disain Model Pembelajaran Fisika Untuk Mengembangkan Karakter Intrapersonaldan Hasil Belajar Mahasiswa................................................................................................ 22Derlina

Study Literasi Pengaruh Pengintegrasian Stem Dalam Learning Cycle 5eTerhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Pada Pembelajaran Fisika .......... 30Dewi Susanti Kaniawati, Ida Kaniawati, Irma Rahma Suwarma

Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kognitif Dan KeterampilanBerhipotesis Siswa Smp Melalui Penerapan Metode Demonstrasi Interaktif ........... 40Ely Maryam RNI, Parlindungan Sinaga

Page 6: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

iii

Pengembangan Media Simulasi Virtual Sebagai Alat Bantu Konstruksi KonsepsiSiswa Pada Pembelajaran Fisika Materi Pemuaian Zat ................................................... 43Fauzi Nur Hidayat, Andi Suhandi

Review Bahan Ajar Fisika SMA Berdasarkan Cakupan Literasi Sains danPenggunaan Multirepresentasi ............................................................................................ 47Hanifah Zakiya, Parlindungan Sinaga, Evi Rohyani

Mengukur Perubahan Sikap dan Keyakinan Siswa Terhadap Fisika danPembelajaran Fisika Menggunakan Tes Class................................................................... 52I. B. Kurniawan, I. M.SariPengembangan Program Pembelajaran Berbasis Pendekatan Pembelajaran SaintifikUntuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Calon Guru Fisika....................... 59Ida Wahyuni, Khairul Amdani, Muhti Hamjah

Pengembangan Program PPG SM-3T Berbasis Pemodelan, Supervisi Klinis dan PLPMelalui Lesson Study Untuk Meningkatkan Kompetensi Calon Guru FisikaProfesional .............................................................................................................................. 68Ida Kaniawati, I Made Padri, Setiya Utari, Unang Purwana

Optimalisasi Penggunaan Media KIT Optik Melalui Penerapan Model PembelajaranIquiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Pemantulan Cahaya(Penelitian Tindakan Kelas di SMP N 2 Ngamprah Kabupaten Bandung Barat) ...... 78Isrifah, Saeful Karim, Selly Ferranie, Duden Saepuzaman

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan Konsep Siswa Melalui ModelKooperatif Tipe STAD Pada Getaran dan Gelombang di Kelas VIII F SMPN 36Bandung ................................................................................................................................... 83Kokom Komariah1*, Muslim2, M.Gina Nugraha2, Hikmat

Pola Hubungan Kemampuan Berpikir Logis dan Karakter Siswa Sekolah MenengahPertama Pada Kasus Lingkungan ........................................................................................ 88Maryam Fauziyah, Winny Liliawati, dan Mimin Iryanti

Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep pada Materi Gerak Lurus menggunakanModel Pembelajaran Inquiry Terbimbing di kelas VII.B SMPN 34 Bandung .............. 93Mayasari, Ahmad Samsudin, Yuyu Rahmat Tayubi, Muhamad Gina Nugraha

Penerapan Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) UntukMengurangi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Suhu dan Kalor ..................................... 100Meliyani Hasanah, Ida Kaniawati, Iyon Suyana, Endi Suhendi, Achmad Samsudin

Analisis Materi Ajar Fisika Yang Digunakan di SMA Berdasarkan Level PenggunaanMulti Representasi dan Pembekalan Keterampilan Pemecahan Masalah ................... 112Merta Simbolon, Parlindungan SinagaPengaruh Penerapan Model ICARE (Introduction, Connect, Apply, Reflect, andExtend) Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa SMK ..................................................... 119Mis MuhartiPengembangan Bahan Ajar Fisika Umum Berbasis Inkuiri dan Blended Learning .... 123Motlan, Karya Sinulingga, dan Jurubahsa Sinuraya

Page 7: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

iv

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Pembelajaran Perpindahan KalorMelalui Multimedia Komputer ............................................................................................ 130Nur Eli Purnamasari, Ida Kaniawati, Endi Suhendi, Parsaoran Siahaan

Upaya Meningkatkan Aktifitas Belajar dan Pemahaman Konsep Melalui ModelPembelajaran Inkuiri di Kelas VIII 6 SMP Negeri 3 Bandung ........................................ 136Prikasih, Unang Purwana, M. Gina Nugraha

Meningkatkan Aktivitas Belajar, Kognitif dan Karakter Peserta Didik SMP MelaluiPenelitian Tindakan Kelas Dengan Menerapkan Model Pembelajaran KoperatifTipe Numbered Head Together (NHT) .......................................................................... 142Ratna Yuliantina, Parlindungan Sinaga

Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Pendekatan Inquiry Melalui MetodePicture and Picture (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas VII SMPN 9 CimahiTahun 2015) ........................................................................................................................... 148Rina Rochmiati , Saeful Karim, Selly Ferranie, Duden Saepuzaman

Pengembangan Simulasi Virtual Untuk Pembelajaran Fisika Yang BerorientasiPengubahan Konsepsi Siswa Pada Perubahan Wujud Zat ............................................ 153Sanny S Silaban, Andi Suhandi

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Yang Dipadukan denganStrategi Peer Instruction Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Siswa PadaMateri Suhu dan Kalor ......................................................................................................... 159Shinta Faramita

Analisis Video-Animasi-Teks-Narasi (VATeN) pada Pembelajaran Fisika SMAMateri Kesetimbangan Benda Tegar.................................................................................. 165Silka Abyadati

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui Pembelajaran BerbasisMultimedia Komputer Pada Materi Alat Optik ............................................................... 169Rd. Risma Farissa Nur’asiah, Parsaoran Siahaan, Achmad Samsudin, dan Endi Suhendi

Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan Lensa Melalui PenerapanMetode Eksperimen Siswa Kelas VIII.5 SMP Negeri 3 Bandung................................. 174Sri Rahayu1*, Andhy Setiawan2, M. Ghina Nugraha

Pola Hubungan Penguasaan Konsep dan Karakter Siswa SMP Mengenai Isu SainsPada Kasus Gunung Meletus ............................................................................................... 179Sri Wulandari, Winny Liliawati, dan Heni RusnayatiUpaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Optik Siswa SMP Menggunakan KombinasiPembelajaran Berbasis Masalah dengan Poster Session(Penelitian Tindakan kelas di SMPN 9 Cimahi Kelas VIIG)........................................... 185Sulastri, Saeful Karim, Duden Saepuzaman

Page 8: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

v

Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Komunikasi Siswa Melalui ModelPembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Materi Sistem Organ ManusiaDi Kelas 8 A SMP Negeri 48 Bandung .............................................................................. 196Teti Rochana Yulianti1, Heni Rusnayati

Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan MotivasiBelajar dan Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Pokok Bahasan Listrik StatisBagi Siswa Kelas XII IPA 3 Di SMAN Jatinunggal............................................................ 204Usuludin Latif

Study Literasi Pengaruh Penerapan Dual-Situated Learning Model (DSLM) dalamPembelajaran Fisika Terhadap Penurunan Kuantitas Siswa Yang Miskonsepsi ......... 210Wini Windiani, Dadi Rusdiana

Penerapan Pendekatan Historis Untuk Meningkatkan Minat dan Pemahaman SiswaTentang Simbol-Simbol Dan Satuan Pada Pelajaran IPA................................................ 215Sanurung, Ari Widodo

Membangun Bangsa Indonesia Yang Melek Teknologi Melalui PengembanganPendidikan Teknologi Pada Pendidikan Dasar dan Menengah ..................................... 218Didi Teguh Chandra

Peningkatan Kompetensi Literasi Sains Setelah Diterapkan Levels Of Inquiry ........ 230Mohamad Nur Fajar Sidiq, Setiya Utari, Winny Liliawati

Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction Untuk Meningkatkan PemahamanKonsep Siswa Bidang Studi Fisika ..................................................................................... 238David E. Tarigan, Rona Saharah

FisikaPengembangan Aplikasi Sensor Magnetik GMR Untuk Deteksi Perubahan SifatMagnetik Minyak Goreng..................................................................................................... 244Ahmad Aminudin, Dadi Rusdiana, M.Djamal

Interpretasi Anomali Magnetik Untuk Mengidentifikasi Struktur Geologi BawahPermukaan Lautdi Perairan Luwuk Sulawesi Tengah..................................................... 248Dinar Ginanjar, Nanang Dwi Ardi, Catur Purwanto

Telaah Evolusi Orbit 42 Asteroid Phas............................................................................. 255Judhistira Aria Utama, Waslaluddin

Rancang Sensor Kapasitif Interdigit Untuk Deteksi Ukuran Beras ............................. 263Tri Sutrisna, Ahmad Aminudin, Agus Danawan

Page 9: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi)Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

1

KEBIJAKAN TENTANG PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

Sumarna Surapranata, Ph.D.Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

ABSTRAK

Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru ialah Kompetensi Pedagogik, KompetensiKepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional. Untuk itu perlupengembangan keprofesian guru yang berkelanjutan dan penilaian kinerja guru. Tujuanpengembangan keprofesian yang berkelanjutan ialah1).Meningkatkan kompetensi guruuntuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan .2).Meningkatkan kompetensi guruuntuk memenuhi kebutuhannya dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalammemenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni dimasa mendatang.3).Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinyasebagai tenaga profesional.4). Menumbuhkan rasa cinta dan bangga memiliki profesisebagai guru.5).Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.Pelaksanaan penilaian kinerja guru dilakukan terhadap guru yang profesional, karena harkatdan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan keprofesi annya, Untukmemberi pengakuan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dansebagai penghargaan atas prestasi kerjanya, maka penialaian kinerja Guru harus dilakukandi semua satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah,pemerintahdaerah, dan masyarakat

ABSTRACT

Competencies required of teachers is Pedagogical Competence, Personalitycompetence, social competence, and professional competence. For that we needongoing professional development of teachers and teacher performance appraisal.Interest continuous professional development ialah 1)Increasing teacher competenceto achieve competency standards set .2) Increasing competence of teachers to meetthe need to facilitate the learning process of students in meeting the demands of thedevelopment of science, technology and art in the future. 3) Actualizing teacherswho have a strong commitment to carry out their duties and functions as a powerprofessional.4). Fostering a sense of love and proud to have a profession as guru.5)increasing image, dignity, and the dignity of the teaching profession in society.Implementation of teacher performance appraisal conducted on a professionalteacher, because the dignity of a profession is determined by the quality of serviceprofessionalism, to acknowledge that every teacher is a professional in his field andin recognition of their achievements, then performance appraisal teachers should bedone in all units formal education organized by the government, local

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: teacher, professional development, teachers competencies,techer performanceappraisal

Page 10: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi)Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

2

THE ROLE OF COMPUTER SIMULATION IN THE NUCLEAR PHYSICS ANDNUCLEAR TECHNOLOGY EDUCATION

Zaki Su’udDept. of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bandung Institute of

Technology, Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia.Email: [email protected]

ABSTRAK

Fisika Nuklir mengenai fenomena nuklir seperti struktur nuklir dan reaksi nuklir yang di alammenjadi lebih kompleks dalam perkembangan terakhir. Eksplorasi fenomena fisika nuklirsecara umum perlu maju alat mekanik kuantum yang bagi banyak mahasiswa sarjana danpascasarjana dalam fisika dianggap sangat sulit. Penggunaan simulasi komputer dapatsecara signifikan mengurangi ketinggian penghalang dalam mempelajari fenomena fisikanuklir. Masalah serupa terjadi di pendidikan teknologi nuklir khususnya fisika reaktor.Meningkatnya permintaan untuk akurasi yang lebih tinggi dan kinerja dalam sistem energinuklir dan aplikasi nuklir lainnya membutuhkan alat-alat matematika dan fisik yangkompleks untuk mewakili fenomena. Eksplorasi fitur keselamatan melekat, minimalisasilimbah radiactive, non-proliferasi alam, dll perlu alat matematika yang kompleks untukmenganalisa yang bagi banyak mahasiswa sarjana dan pascasarjana dianggap terlalurumit. Namun penggunaan simulasi komputer kuat secara signifikan dapat mengurangikesulitan itu dan membuat fenomena yang kompleks menjadi sederhana untuk dianalisis.Dalam presentasi ini beberapa contoh alat simulasi komputer di fisika nuklir dan teknologinuklir pendidikan dibahas. struktur nuklir dan program yang terkait hamburan nuklir dariberbagai tool pemrograman dianalisis dan efektivitas mereka dibahas. Demikian pulabeberapa simulasi komputer untuk menganalisis sistem energi nuklir canggih dibahas danpenggunaannya dalam pendidikan nuklir dijelaskan.

ABSTRACT

Nuclear Physics concerning nuclear phenomena such as nuclear structure and nuclearreactions which in nature become more complex in the recent development. Exploration ofnuclear physics phenomena in general need advanced quantum mechanical tools which formany undergraduate and graduate students in physics are considered very difficult. The useof computer simulation may significantly reduce the height of barrier in studying nuclearphysics phenomena. Similar problems occurs in the education of nuclear technologyespecially the reactor physics. The growing demand for higher accuracy and performance inthe nuclear energy system and other nuclear applications needs complex mathematical andphysical tools to represent the phenomena. The exploration of inherent safety feature,minimization of radiactive waste, non-proliferation nature, etc. need complex mathematicaltool to analyze which for many undergraduate and graduate students are considered toocomplicated. However the use of powerfull computer simulation can significantly reduce thatdifficulty and make the complex phenomena become simpler to be analyzed. In thispresentation some example of computer simulation tools in the nuclear physics and nucleartechnology educations are discussed. Nuclear structure and nuclear scattering relatedprogram from various programming tools are analyzed and their effectiveness arediscussed. Similarly some computer simulations to analyze advanced nuclear energysystem are discussed and their usage in the nuclear educations are described.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Nuclear Physics, computer simulation, Nuclear Technology Education

Page 11: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi)Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

3

RELEVANSI KURIKULUM PROGRAM PENDIDIKAN FISIKADENGANPENYEMPURNAANKURIKULUM SEKOLAH MENENGAH2013

DAN TUNTUTAN PROFESIONALISME GURU

I Made PadriDepartemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPI

Jl. Setiabudhi 229, Bandung, Indonesia.

Email:

ABSTRAK

Sesuai dengan penyempurnaanpola pikir yang digunakan dalam pengembanagn kurikulum2013, maka guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus mampu bertindaksebagai agen pembelajaran (learning agent) dengan selalu meningkatkankemampuannyabaik dalam kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial.Sehubungan dengan penyempurnaan pola pikir dan tuntutanprofesionalisme guru tersebut, maka Program Studi Pendidikan Fisika DepartemenPendidikan Fisika FPMIPA UPI sebagai salah satu LPTK yang menghasilkan calon gurufisika perlu mengkaji apakah kurikulum dan implementasinya dalam praktikpembelajarannyamasih relevan dengan penyempurnaan pola pikir pengembangankurikulum 2013 dan tuntutan profesionalisme guru tersebut ? Hasil studi dokumentasi danobservasi menunjukkan bahwa struktur dan karakteristik kurikulum ProgramStudiPendidikan Fisika FPMIPA UPI masih relevan dengan tuntutan profesionalisme gurutersebut, akan tetapi materi kurikulum dan implementasinya dalam praktek pembelajarandari masing-masing mata kuliah yang berkaitan langsung dengan MKKP Fisika perludisempurnakan agar menjadi lebih relevan dengan penyempurnaan pola pikir yangdipergunakan dalam pengembangan kurikulum 2013 serta tuntutan profesionalisme guruseperti yang dikemukakan dalam Standar Nasional Pendidikan.

ABSTRACT

In accordance with the improvement mindset that is used in the development of curriculum2013, the professional teachers in performing their duties should be able to act as agents oflearning (learning agent) with meningkatkankemampuannya always good in pedagogicalcompetence, personal competence, professional competence, and competencesosial.Sehubungan with refinement mindset and demands professionalism of teachers, theEducation Program physics Department of physics Education FPMIPA UPI as one LPTKwhich generates prospective physics teachers need to assess whether the curriculum andits implementation in practice pembelajarannyamasih relevant to the improvement mindsetcurriculum development in 2013 and the demands of professionalism of the teacher? Theresults of documentation studies and observations indicate that the structure andcharacteristics of the curriculum ProgramStudi Physics Education FPMIPA UPI still relevantto the demands of professionalism of the teacher, but the curriculum and its implementationin practice of learning from each subjects directly related to MKKP Physics needs to berefined to be more relevant to the improvement mindset that is used in curriculumdevelopment in 2013 as well as the demands of professionalism of teachers as proposed inthe National Education Standards.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: the professionalism of teachers, learning agent, MKPP Physics

Page 12: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

MODEL PRAKTIKUM CONCRETE-REPRESENTATIONAL-ABSTRACT (CRA)UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

Adam Malik1*, Syifa Nur Utami2, Diah Mulhayatiah3

Prodi Pendidikan Fisika, UIN Sunan Gunung Djati [email protected]

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan Keterampilan Proses Sains (KPS)siswa dengan menggunakan model praktikum Concrete Represent Abstract (CRA) padamateri alat-alat optik. Metode penelitian yang digunakan pre-experimental dengan desainone group pretest-posttest design dengan subjek penelitian siswa kelas X MIA 3 SMAN 1Margahayu. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes uraian. Uji Wilcoxon pair testdigunakan untuk menguji hipotesis peningkatan KPS siswa. Hasil penelitian menunjukkanbahwa terdapat peningkatan KPS dengan N-gain sebesar 0,78 berkategori tinggi.. Dengandemikian dapat disimpulkan model praktikum CRA dapat meningkatkan KPS siswa kelas XMIA 3 SMAN 1 Margahayu.

ABSTRACTThis research show the application of the CRA lab model in improving Science ProcessSkills (SPS) students on the material optical instruments. Pre-experimental design methodwith one group pretest-posttest design implemented on class X MIA 3 SMAN 1 Margahayu.The instrument in form of test description. Wilcoxon pair test was used to examinehypothesis an increase in KPS students. The results showed that there is an increase N-SPS with a gain of 0,78 category is high. So we concluded learning lab model CRA canimprove the SPS students class X MIA 3 SMAN 1 Margahayu.

© 2016 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : CRA, Science Process Skills

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran fisika hendaknyamembekalkan keterampilan ilmiah peserta didiksecara mandiri. Suatu keterampilan diperlukandalam mempelajari fisika untuk memudahkansiswa memahaminya dengan baik dan benar.Salah satu keterampilan yang dapatdikembangkan siswa dalam mempelajari fisikaadalah keterampilan proses sains. Keterkaitanketerampilan proses sains dalam pembelajarandiperlukan untuk mempersiapkan siswa agardapat menemukan fakta atau teori sendiri.Keterampilan proses sains juga sangat pentingbagi siswa sejalan dengan pembelajaran fisikayang berorientasi pada produk, proses dansikap ilmiah melalui keterampilan proses sains.

Pada kenyataannya berdasarkan hasilstudi pendahuluan di SMAN 1 Margahayu,diperoleh kesimpulan bahwa siswa masihkurang dilatihkan keterampilan proses sainsnya

terutama dalam hal mengamati, memprediksi,merencanakan percobaan, menggunakan alatdan bahan bahkan siswa tidak dapatmenjelaskan hasil praktikum yang telahdilakukan. Padahal jenis praktikum yangdilaksanakan masih bersifat cookbook labdimana siswa hanya mengikuti petunjuk yangterdapat pada LKS.

Model pembelajaran yang tepat sangatdiperlukan, terutama model pembelajarandengan tahapan yang jelas untuk dapatmengajak siswa secara aktif melakukanpengamatan dan dapat menjelaskan hasilpraktikum yang telah dilakukan. Sehingga darikegiatan tersebut siswa dilatih untukmenemukan fakta atau teori sendiri. Selain itu,kegiatan tersebut diharapkan mampumengembangkan keterampilan proses sainssiswa yang diperlukan untuk memperoleh,mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan

Page 13: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Malik, dkk, -Model Praktikum Concrete-Representational Abstract (CRA) 5

teori sains, baik berupa keterampilanintelektual, keterampilan fisik (manual) maupunketerampilan sosial (Rustaman, 2005). Selainitu, berdasarkan tuntutan pembelajaran sainsmasa kini keterampilan proses sains yangpaling mendasar dikembangkan adalahketerampilan mengamati yang dapatdikembangkan di kelas melalui praktikum.Sebagaimana menurut Sunarya, dkk (2013: 70)bahwa dengan praktikum siswa dapatmengembangkan keterampilan dasareksperimen. Hal tersebut menjadi saranaterjadinya orientasi pembelajaran sains yangberorientasi pada proses, produk dan hasil.Model pembelajaran yang dianggap berpotensimampu meningkatkan keterampilan prosessains siswa salah satunya adalah modelpembelajaran Concrete RepresentationalAbstract (CRA).

Model pembelajaran CRA adalah suatumodel pembelajaran yang dapat membantusiswa untuk memvisualisasikan apa yang adadi pikiran mereka dengan mengintegrasikanketiga aspek yaitu Concrete, Representationaldan Abstract. Maksud istilah Concrete tahapdimana siswa melakukan pembelajaranmenggunakan benda-benda nyata. IstilahRepresentational adalah tahap penjelasan darikonsep konkret ke dalam representasi sepertidalam bentuk gambar atau grafik. IstilahAbstract tahap dimana siswamenginterpretasikan suatu konsep ke dalambentuk matematis atau secara simbolik (Martini,2014: 11).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnyamengenai penerapan model pembelajaran CRA(Heckler, 2010; Arvianto dan Masduki, 2011;Furner dan Marinas, 2014; Sarfo et.al, 2014:Hinton et.al, 2014; Martini, 2014; Pratiwi, 2014;Supriati, 2013) diperoleh kesimpulan CRAdapat meningkatkan kemampuan representasiabstrak siswa, pemahaman konsep danprestasi belajar siswa, kelancaran siswa dalamperhitungan matematika, pemecahan masalahsiswa dan keterampilan generik sains siswa.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode preexperimental dengan desain one group pretest-posttest design (Frankel and Wallen, 2007)Subjek penelitian siswa X MIA 3 SMAN 1Margahayu yang dipilih dengan teknik simplerandom sampling. Instrumen yang digunakanuntuk mengukur keterampilan proses sainssiswa menggunakan tes uraian sebanyak

sepuluh soal. Penilaian KPS siswamenggunakan rublik penskoran dengan skalamaksimal 4. Peningkatan KPS siswa diperolehdari nilai N-gain yang diperoleh denganmenggunakan rumus Cheng, KK, et al (2004).Uji hipotesis menggunakan Wilcoxon macthpairs dikarenakan data tidak berdistribusinormal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peningkatan keterampilan proses sainssiswa yang dinilai dari jawaban pretest danposttest siswa setelah diterapkan modelpembelajaran CRA terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Rata-rata Nilai Pretest,Posttest dan N-Gain KPS Siswa

Tes NilaiMaksimal Nilai G <g>

Pre-test 100 48,40

39,52 0,78Post-test 100 87,92

Kriteria Tinggi

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh rata-ratanilai pretest sebesar 48,40 dan posttestsebesar 87,92. Rata-rata peningkatanketerampilan proses sains siswa (N-gain)sebesar 0,78 berkategori tinggi.

Hal ini disebabkan karena selama prosespembelajaran siswa dikondisikan untuk belajardengan benda konkret secara langsung danmenemukan fakta dan teori sendiri. Salahsatunya dengan cara diberikan suatu fenomenakemudian diminta untuk mengamati fenomenayang terjadi melalui praktikum, meramalkanberbagai kemungkinan dan memecahkanmasalah melalui diskusi kelompok kemudianmemvisualisasikan hasil dari praktikum danmenginterpretasikan konsep atau teori yangdidapat dari hasil praktikum ke dalam bentukmatematis berupa persamaan ataupun rumus.Keterampilan proses sains menuntut siswauntuk dapat aktif dalam melakukan kegiatanpraktikum dan terampil dalam menggunakansuatu alat praktikum sehingga siswa tertantangdan termotivasi untuk menemukan fakta atauteori secara mandiri. Selain itu, modelpraktikum CRA menekankan pada aspek,demonstrasi siswa (melalui tahap Concrete)dan pemahaman siswa. Hal ini sesuai denganpendapat Syuhada (2014:101) yangmenyatakan model praktikum CRA membantusiswa untuk memvisualisasikan suatu konsepkonkret ke dalam bentuk gambar atau grafik

Page 14: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

6 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016

(Representational), membantu siswa untukmenginterpretasikan suatu konsep ke dalambentuk matematis berupa persamaan ataurumus dari suatu konsep (Abstract) dan siswamenjadi lebih aktif dan kreatif.

Perolehan nilai rata-rata untuk setiapindikator keterampilan proses sains siswaterlihat pada Gambar 1.

Keterangan:1: mengamati 6. menggunakan alat dan bahan2: mengelompokkan 7. berkomunikasi3: menafsirkan 8. merencanakan percobaan4: berhipotesis 9. Menerapkan konsep5: mengajukan pertanyaan 10. Meramalkan

Gambar 1. Peningkatan Rata-rata SetiapIndikator Keterampilan Proses Sains Siswa

Berdasarkan Gambar 1 diperoleh N-gainKPS tertinggi terdapat pada indikatorberkomunikasi dengan nilai sebesar 0,92berkategori tinggi. Hal ini dikarenakan padasetiap pertemuan, siswa selalu dilibatkan dalamaktivitas berhipotesis sebelum praktikumdimulai dan menerapkannya pada konsep yangtelah dipelajari sehingga siswa tidak hanyamemperhatikan instruksi dari guru namunmereka mampu menanyakan dugaansementara mengenai praktikum yang akandilakukan terkait materi yang guru berikan. Halini sesuai Setyaningrum, dkk (2013: 84) yangmenyatakan praktikum salah satu metodepembelajaran fisika yang ditempuh oleh guruuntuk membantu siswa memahami ilmu fisika.Dalam pelaksanaan praktikum di laboratoriumtidak lepas dari pengamatan (observation) danpercobaan (experiment), dari keduanya akanberkaitan erat, karena akan berhubungandengan hasil percobaan yang dilakukan.

N-gain indikator KPS terendah terdapatpada indikator meramalkan dengan nilaisebesar 0,47 berkategori sedang. Hal inidikarenakan siswa belum dapat meramalkanatau memprediksi suatu fenomena denganbaik. Sehingga ketika siswa diberikanpertanyaan mengenai prediksi suatu fenomenasiswa belum dapat menjelaskan secara tepatdan prediksi yang siswa berikan masih berupapengetahuan secara umum yang bersifatcommon sense yang tidak didasarkan padateori.

Pokok bahasan yang dikaji padapenelitian ini terdiri dari tiga sub konsep yaitumenganalisis cara kerja alat-alat optik padamata dan kacamata beserta sifat-sifatpembentukan bayangannya, menganalisis carakerja alat-alat optik pada lup beserta sifat-sifatpembentukan bayangannya, menganalisis carakerja alat-alat optik pada mikroskop besertasifat-sifat pembentukan bayangannya.Rekapitulasi rata-rata nilai pretest dan posttestsetiap sub konsep terlihat pada Gambar 2.

Keterangan:1. Menganalisis cara kerja alat-alat optik pada mata dankacamata beserta sifat-sifat pembentukan bayangannya,2. Menganalisis cara kerja alat-alat optik pada lup besertasifat-sifat pembentukan bayangannya3. Menganalisis cara kerja alat-alat optik pada mikroskopbeserta sifat-sifat pembentukan bayangannya

Gambar 2. Peningkatan Rata-rata KeterampilanProses Sains pada Setiap Indikator Sub Konsep

Berdasarkan Gambar 2 untuk N-gaintertinggi terdapat pada indikator sub konsepmenganalisis cara kerja alat-alat optik pada lupbeserta sifat-sifat pembentukan bayangannyadengan nilai sebesar 0,80 berkategori tinggi.Hal ini disebabkan karena pada sub konsep luptersebut lebih mudah dipahami jikadibandingkan dengan konsep lainnya.

N-gain terendah terdapat pada indikatorkonsep menganalisis cara kerja alat-alat optikpada mikroskop beserta sifat-sifat

Page 15: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Malik, dkk, -Model Praktikum Concrete-Representational Abstract (CRA) 7

pembentukan bayangannya dengan nilaisebesar 0,72 berkategori tinggi. Hal inidikarenakan pada sub konsep tersebut lebihsulit dipahami oleh siswa dan membutuhkanwaktu yang lebih lama ketika siswa melakukanpraktikum..

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapatdisimpulkan bahwa terdapat peningkatanketerampilan proses sains siswa kelas X MIASMAN 1 Margahayu setelah diterapkan modelpembelajaran CRA pada materi alat-alat optikdengan rata-rata nilai N-gain secarakeseluruhan sebesar 0,78 termasuk kategoritinggi.

Indikator KPS meramalkan memiliki N-gain paling rendah jika dibandingkan denganindikator lainnya. Indikator tersebutmenanyakan prediksi mengenai alasan darisuatu peristiwa yang disajikan dalam bentukgambar dan cerita. Untuk meningkatkanindikator KPS tersebut sebaiknya gurumemberikan pertanyaan yang menuntut siswauntuk memprediksi suatu fenomena yangterjadi dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Arvianto dan Masduki. 2011. PenggunaanMultimedia Pembelajaran UntukMeningkatkan Pemahaman KonsepSiswa Dengan Pendekatan InstruksionalConcrete Representational Abstract(CRA). Prodi Matematika: Surakarta.[Online]. Tersedia:https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/569/MAK-ILHAM-(170-179).pdf?sequence=1. [10 Desember2014, pukul 16.14 ].

Cheng, KK, et al., 2004, Using onlinehomework system enhances studentslearning of physics concepts in anintroductory physics course, AmericanJournal of Physics, vol. 72, no. 11, pp. 1447-1453.

Fraenkel, JR & Wallen, NE 2007, How todesign and evaluate research ineducation, 6th edn, McGraw-Hill Book Co,New York.

Furner & Marinas. 2014. Addressing mathanxiety in teaching mathematics usingphotography and geogebra: FloridaAtlantic University and Barry University.

[Online]. Tersedia:http://archives.math.utk.edu/ICTCM/VOL26/S125/paper.pdf. [20 Juni 2015, pukul15.26 ].

Hinton, et al. 2014. Building MathematicalFluency for Students with Disabilities orStudents At-Risk for MathematicsFailure: Auburn University, Alabama.(Volume 2, Nomor 4, October 2014). [14Nei 2015, pukul 09.20WIB]

Heckler, Andrew F. 2010. Concrete vs. AbstractProblem Formats: A Disadvantage ofPrior Knowledge. Ohio State University:colombus [Diunduh 19 Desember 2014,pukul 22:32].

Martini, 2014. Penerapan PendekatanPembelajaran CRA (Concrete-Representational-Abstract) untukMeningkatkan Keterampilan GenerikSains Pada Konsep Termokimia. SkripsiFTK UIN Sunan Gunung Djati Bandung.Tidak Diterbitkan.

Pratiwi, Anisa Gleis. 2014. Penerapan ModelPembelajaran CRA (Concrete-Representational-Abstract) pada KonsepLaju Reaksi. Skripsi FTK UIN SunanGunung Djati Bandung. Tidak Diterbitkan.

Rustaman, Nuryani. 2005. Strategi BelajarMengajar Biologi. Malang: UniversitasNegeri Malang.

Sarfo, et al. 2014. Towards the Solution ofAbysmal Performance in Mathematics inJunior High Schools: Comparing thePedagogical Potential of two DesignedInterventions: EJREP. [Online]. Tersedia:http://www.investigacion-psicopedagogica.org/revista/articulos/34/english/Art_34_930.pdf [Diunduh 20 Juni2015, pukul 15.22].

Setyaningrum, dkk. 2013. EfektivitasPelaksanaan Praktikum Fisika SiswaSMA Negeri Kabupaten Purworejo:Universitas Muhamadiyah Purworejo.(Volume 3, Nomor 1). [07 Juni 2015,pukul 19.03 WIB].

Sunarya dkk. 2013. Pembelajaran PraktikumBerbasis Inkuiri Terbimbing untukMeningkatkan Keterampilan Berpikir KritisSiswa SMA pada Materi Laju Reaksi.[Online]. Tersedia:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=199845&val=6592&title=PEMBELAJARAN%20PRAKTIKUM%20BERBASIS%20INKUIRI%20TERBIMBING%20U

Page 16: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

8 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2016

NTUK%20MENINGKATKAN%20KETERAMPILAN%20BERPIKIR%20KRITIS%20SISWA%20SMA%20%20PADA%20MATERI%20LAJU%20REAKSI [4 Juli 2015,pukul 23.14]

Supriati Gita. 2013. Penerapan ModelPembelajaran CRA (Concrete-Representational-Abstract) untukMengembangkan Keterampilan GenerikSains pada Konsep Larutan Penyangga.Skripsi FTK UIN Sunan Gunung DjatiBandung. Tidak Diterbitkan.

Syuhada. 2014. Facilitating Student with DownSyndrome to Recognized Shapes UsingConcrete-Representation-Abstract (CRA)Approach. [Online]. Tersedia:https://tematematikaku.files.wordpress.com/2014/10/pendekatan-cra-dalam-meningkatkan-kemampuan-pemahaman.pdf [Online]. Tersedia: [01April 2015, pukul 19.50].

Page 17: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PROFIL KEMAMPUAN ARGUMENTASI SISWA MELALUI MODELPEMBELAJARAN ARGUMEN-BASED SAINS INQUIRY (ABSI)

Agus BudiyonoMahasiswa Magister Pendidikan Fisika SPs UPI

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profile kemampuan argumentasi siswa setelahdiberi perlakuan menggunakan model pembelajaran argument-based science inquiry.Metode penelitian yang digunakan adalah metode True eksperiment dengan disain posttestonly design adapun subjek penelitiannya adalah salah satu kelas XI pada Madrasah AliahNegeri Pamekasan Jawa Timur tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 34 siswa. Instrumenpenelitian yang digunakan adalah tes kemampuan argumentasi pada materi elastisitas yangterdiri dari enam bagian soal dan masing-masing bagian terdapat pertanyaan tentang klaim,data, pembenaran dan dukungan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan argumentasisiswa berada pada kategori tinggi. Hal itu terlihat dari hasil tes kemampuan argumentasisiswa yakni sebanyak 97,06% berada pada kategori tinggi, sedangkan 2,94% berada padakategori sedang dan 0% berada pada kategori rendah.

ABSTRACT

The purpose of this research was to know argument ability of student after treatment ofargument based science inquiry model teaching. The method was a true experimentalmethod with posttest only design. the subject of research was one of the class XI at StateIslamic Senior High School Pamekasan East Java academic year 2015/2016, as 34student. The research instrument was the argument ability test on the elasticity subject thatconsist of six questions and each question contain about the claim, data, warrants andbackings element. The results showed the student's argument ability was in high category. Itwhas seen from the results of argument ability test that was 97.06% high category, while2,94% medium category and 0% low category.

© 2016 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : Argument ability, ABSI model

PENDAHULUAN

Kemampuan argumentasi merupakan Hallain yang perlu dikembangkan dalampembelajaran fisika. Kuhn (2010)mengungkapkan Konsep ilmu sebagaiargumen, dan pandangan bahwa terlibat dalamargumentasi ilmiah harus menjadi peran kuncidalam pendidikan sains. konsepsi sainssebagai argumen telah datang secara luas danmenganjurkan sebagai hal dasar untukpendidikan sains. tujuan pendidikan sains tidakhanya penguasaan konsep-konsep ilmiah,tetapi juga belajar bagaimana untuk terlibatdalam wacana ilmiah. Untuk mencapaiterlaksananya wacana ilmiah, siswa harus

memiliki kemampuan argumentasi yang dalampembelajarannya melatihkan siswa untukterbiasa berargumentasi.

Toulmin (dalam Robertshaw danCampbell, 2013: 200) mengajukan skema yangmendeskripsikan struktur suatu argumentasiyang disebut sebagai Toulmin’s ArgumentPattern (TAP). Komponen utama dalam TAPadalah kemampuan siswa dalam memberikanpendapat (claim), kemampuan siswamemberikan dan menganalisis data,kemampuan memberikan pembenaran(warrant), kemampuan memberikan dukungan(backing), serta kemampuan siswa dalammembuat sanggahan (rebuttal) terhadappermasalahan.

Page 18: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

10 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Model pembelajaran ABSI merupakanmodel pembelajaran argumentasi yangberbasiskan pada inkuiri sains. sintakspembelajaran model ABSI mengadopsi padapembelajaran Science Writing Heuristic (SWH)Hasancebi (2012) yang teridiri dari tujuhtahapan yaitu; (a) eksplorasi pemahamansebelum pembelajaran, (b) partisipasi aktifdalam kegiatan praktikum, (c) menulis secaraindividu pengertian kegiatan praktikum, (d)bertukar pikiran dan membandingkaninterpretasi data dalam kelompok kecil, (e)membandingkan ide-ide sains dengan bukuteks atau sumber lainnya, (f) refleksi danmenulis secara individu dan (g) ekplorasipemahaman setelah pembelajaran.

Masalah dalam penelitian ini adalahkemampuan argumentasi siswa yang masihrendah, sehingga perlu adanya perlakuanmenggunakan model pembelajaran berbasisargumentasi. Adapun model yang dianggapmampu memberikan dampak yang baikterhadap kemampuan argumentasi siswaadalah argument-based science inquiry (ABSI).Demirbag dan Gunel (2014) melaporkan bahwakemampuan argumentasi siswa menjadi baiksetelah diterapkan model pembelajaran ABSI.Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkanprofil kemampuan argumentasi siswa setelahmendapatkan perlakuan berupa pembelajarandengan model ABSI pada materi elastisitas.

METODE

Pada penelitian ini digunakan metodeTrue eksperiment dengan disain posttest onlydesign (Sugiyono, 2012: 76).

Keterangan :X : Pembelajaran melalui ABSIO1 : Tes Kemampuan Argumentasi

Adapun subjek penelitiannya adalahsalah satu kelas XI pada Madrasah AliahNegeri Pamekasan Jawa Timur tahun pelajaran2015/2016 sebanyak 34 siswa yang dipilihmenggunakan sampel acak kelas (Sugiono,2012: 83).

Instrumen penelitian yang digunakanadalah tes kemampuan argumentasi padamateri elastisitas yang terdiri dari enam bagiansoal dan masing-masing bagian terdapatpertanyaan tentang klaim, data, pembenarandan dukungan.

Setelah hasil tes di dapat selanjutnyadilakukan skoring berdasarkan rubrik diatas.Setelah skoring dilakukan maka langkahselanjutnya dilakukan kategorisasi, yaitupengelompokan skor yang diperoleh oleh siswadalam kategori tinggi, sedang dan rendah.Kategorisasi skor dijelaskan pada tabel 1:

Table 1. Rentang kategorisasi kemampuan argumentasiNo Rentang skor Kategori1 61-90 Tinggi2 31-60 Sedang3 0-30 Rendah

Diadaptasi dari Sukarno (2013)

Setelah kategorisasi dilakukanselanjutnya adalah melakukan persentasepada masing-masing kategori, yaitu kategoritinggi, kategori sedang dan kategori rendah.Persentase kategori ini dilakukan dengantujuan untuk memfasilitasi dominasikemampuan argumentasi siswa. Prosespersentase dilakukan dengan menggunakanrumus berikut:% = 100% (Sugiono, 2012)

Keterangan:x : Jumlah siswa pada tiap kategorin : jumlah siswa keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil data yang diperoleh terdapatperbedaan pada ke 34 sampel yang diberi tes.Adapun hasil tes dan kategorisasi disajikanpada tabel 2:

Tabel 2. Data distribusi kemampuan argumentasi

Jumlahsampel

Kategori Persentase (%) TotalRendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi34 0 1 33 0 2,94 97,06 100,00

X O1

Page 19: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Budiono, -Profil Kemampuan Argumentasi Siswa 11

Berdasarkan tabel 2 diatas dapatterlihat bahwa kemampuan argumentasi siswasetelah mendapatkan pembelajaranmenggunakan model ABSI berada padakategori tinggi sebanyak 33 siswa, kategorisedang sebanyak 1 siswa dan tidak adasatupun yang berada pada kategori rendah,

dengan persentase masing-masing 97,06%pada kategori tinggi, 2,94% pada kategorisedang dan 0% pada kategori rendah. Untukmendapatkan gambaran yang lebih jelas danakurat, berikut ini adalah persentasi data dalambar chart.

Gambar 1: Diagram Bar Chart Kategorisasi Kemampuan ArgumentasiBerdasarkan diagram bar chart pada

gambar 1, tampak bahwa kemampuanargumentasi siswa berada pada kategori tinggiyakni sebanyak 33 siswa. Hal ini menunjukkanbahwa model pembelajaran ABSI memberikandampak yang baik terhadap kemampuanargumentasi siswa.

Kemampuan argumentasi siswa yangterdapat pada kategori tinggi ini tidak lepas dariperan model pembelajaran ABSI yangmemberikan peluang yang sangat besarkepada siswa untuk dapat menyampaikanargumentasinya dalam diskusi kelompokmaupun diskusi kelas. Dengan latihanargumentasi yang cukup waktu memberikandampak yang sangat baik terhadapkemampuan argumentasi siswa.

Hal diatas sejalan dengan penelitianyang dilakukan oleh Demirbag dan Gunel(2014) yang melaporkan bahwa kemampuanargumentasi siswa menjadi baik setelahditerapkan model pembelajaran ABSI.

PENUTUP

Hasil penelitian menujukkan bahwamodel pembelajaran ABSI memberikan dampakyang positif terhadap kemampuan argumentasisiswa. Hal itu terlihat bahwa sebanyak 97,06%dari 34 siswa berada pada kategori tinggisetelah pembelajaran menggunakan modelABSI. Untuk itu peneliti menyarankan agar paratenaga pendidik dapat menerapkan modelpembelajaran ABSI ini sebagai upayamenfasilitasi dan meningkatkan kemampuanargumentasi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Demirbag, M. & Gunel, M. 2014. IntegratingArgument-Based Science Inquiry withModal Representations: Impact onScience Achievement, Argumentation,and Writing Skills. EducationalSciences: Theory and Practice 14(1),386-391.

Hasancebi dan Yesildag F. 2012. Overview ofObstacles in the Implementation of theArgumentation Based Science InquiryApproach and PedagogicalSuggestions. Mevlana InternationalJournal of Education. 2 (3), 79-94

Kuhn, Deanna. 2010. Teaching and LearningScience as Argument. Issues andTrends. 810-824

Robertshaw, B. & Campbell, T. 2013.Constructing Arguments: InvestigatingPre-Service Science Teacher’sArgumentation Skills in a Socio-Scientific Context. Science EducationInternational Journal. 24 (2), 195-211

Sugiyono. (2011). Metode PenelitianPendidikan: Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung : PenerbitAlfabeta.

Sukarno, Permanasari, A. & Hamidah, I. (2013).The Profile of Science Process Skill(SPS) Student at Secondary HighSchool (Case Study in Jambi).International Journal of ScientificEngineering and Research. 1 (1),page. 79-83.

0

5

10

15

20

25

30

35

Kategorisasi

Tinggi

Sedang

Rendah

Page 20: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUANUNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS

VIII PADA POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

Arip Nurahman1*, Asep Sutiadi2, Heni Rusnayati2,1SMKN 1 Raja Desa, Kecamatan Raja Desa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Indonesia

2Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada ranahkognitif melalui penerapan model pembelajaran fisika berbasis penemuan yangdikhususkan pada konsep Hukum Newton. Pendekatan berbasis penemuan diharapkandan dipercaya dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam berbagai aspek salahsatunya prestasi belajar yang menunjukkan tingkat penguasaan materi fisika yang dicapaisiswa setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yangdiharapkan. Peneliti melakukan studi mengenai proses pembelajaran fisika berorientasipenemuan bagi siswa SMP pada materi Hukum Newton dengan desain one group pretest-posttest. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII B pada semester genap tahun ajaran2013-2014 di salah satu SMP negeri di Kota Bandung sebanyak 34 siswa. Pengumpulandata dilakukan melalui tes, observasi dan wawancara. Hasil penelitian menginformasikanbahwa skor rata-rata pretest 69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar 80,29 serta nilai rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,35 dengan kategori sedang. Penelitimenyimpulkan pembelajaran ini dapat dikatakan memberikan dampak positif terhadapprestasi belajar siswa yang menunjukkan bahwa siswa mampu mengorganisir danmembangun pengetahuan dengan baik.

ABSTRACT

This study focused on efforts to improve student achievement in cognitive through theapplication of physics based discovery learning model that is devoted to the concept ofNewton's Law. Discovery-based approach is expected and is believed to develop students'skills in various aspects of one study that showed achievement levels achieved mastery ofphysics students after participating in the learning process in accordance with the expectededucational purposes. Researchers conducted a study on the process of learning physicsfor the discovery oriented junior high school students in Newton's law of matter with designone group pretest-posttest. Subjects were students of class VIII B in the second semester ofthe academic year 2013-2014 in one of the junior high school in Bandung as many as 34students. Data collected through tests, observations and interviews. The results of the studyinforms that the average pretest score 69.56 and posttest mean score of 80.29 and anaverage value of 0.35 with a normalized gain medium category. Researchers conclude thisstudy can be said to have a positive impact on student achievement that shows thatstudents are able to organize and construct knowledge well.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran IPA ditandai olehmunculnya metode ilmiah yang terwujud

melalui serangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikapilmiah. Dalam hal ini peserta didik harusmampu mengembangkan pengalaman untukdapat merumuskan masalah, menyusun dan

Page 21: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 13

mengajukan hipotesis, merancang eksperimen,menguji hipotesis melalui eksperimen,mengumpulkan data, mengolah danmenafsirkan data, serta mengkomunikasikanhasil eksperimen. Dengan prosespembelajaran tersebut diharapkan hasil belajarpeserta didik dapat memenuhi StandarKompetensi Lulusan (SKL) yang mencakupsikap, pengetahuan dan keterampilan(Depdiknas, 2007).

Namun, berdasarkan hasil observasipenulis di salah satu SMP Negeri di KotaBandung menunjukkan bahwa proses belajarmengajar fisika di kelas lebih dominan kepadaproses menghafalkan fakta, prinsip atau teori.Selain itu, peserta didik lebih banyakmempelajari suatu konsep dengan caramendengar informasi tanpa disertai denganmelakukan sendiri.

Berdasarkan kondisi di atas, makadiperlukan pendekatan yang lebih aplikatif bagipeserta didik, yang bisa menjadikan pesertadidik memiliki kemampuan ber-sains.Pembelajaran berbasis penemuan (discoverylearning) diharapkan dan dipercaya bisamenjadi jawaban bagi permasalahan di atas.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalahpenelitian kuantitatif, metode yang digunakandalam penelitian ini adalah metode penelitianeksperimen semu (quasy eksperimental).Desain penelitian merupakan rancanganbagaimana penelitian dilaksanakan. Desainpenelitian yang digunakan adalah one grouppretest-posttest design.

Subyek penelitian ini adalah seluruhsiswa kelas VIII B semester 2 tahun ajaran2013/2014 dengan jumlah siswa sebanyak 34siswa di salah satu SMP Negeri di Bandung.

Teknik pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah : tesprestasi belajar, observasi dan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Keterlaksanaan PembelajaranPada penelitian ini, penelitian dilakukan

sebanyak dua kali pembelajaran. Pembelajaranke-1 dengan pokok bahasan Hukum I dan IINewton. Pembelajaran ke-2 dengan pokokbahasan Hukum III Newton. Berikut data yangdiperoleh dari penelitian seperti dinyatakanpada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)Kategori

1 91,3 Sangat baik

2 95,6 Sangat baik

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan secaramaksimal oleh guru. Hal tersebut ditunjukkandengan presentase keterlaksanaannya padapembelajaran pertama 95,6% dengan kategori

sangat baik dan pembelajaran kedua 91,3%dengan kategori sangat baik. Sedangkan hasilrekapitulasi respon siswa terhadap proses yangterjadi selama pembelajaran dinyatkan padaTabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Observasi Respon Siswa Terhadap Setiap Kegiatan dalamPembelajaran

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Page 22: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

14 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengankategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhanamengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukan

percobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawabbahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Hal

tersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baik

Aktiv

itas G

uru

(%)

Pembelajaran ke- 1

14 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengankategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhanamengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukan

percobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawabbahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Hal

tersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baik

91,3

95,6

88

90

92

94

96

Pertemuan Pembelajaran

Aktiv

itas G

uru

(%)

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

14 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengankategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhanamengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukan

percobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawabbahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Hal

tersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baik

Page 23: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 15

dan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandu

pembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post Test

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pembelajaran ke- 1

Skor

Rat

a-ra

ta (%

)

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 15

dan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandu

pembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post Test

76,2

80,9

727476788082

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pertemuan Pembelajaran

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

69,56 80,29

10,73

020406080

100

Skor

Rat

a-ra

ta (%

)

Profil Tes

pre test post test Range

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 15

dan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandu

pembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post Test

Page 24: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

16 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pada gambar 3 terlihat bahwa skor rata-rata posttest lebih besar dibandingkan denganskor rata-rata pretest pada pembelajaran yangtelah dilakukan dengan range sebesar 10,73.Hasil tersebut memberikan nilai peningkatan(gain) sebesar 0,35 dengan kategori sedang.Walaupun peningkatan yang didapatkan tidaksignifikan, secara keseluruhan, pembelajaranmemberikan dampak positif terhadap prestasibelajar siswa yang menunjukkan bahwa siswamampu mengorganisir dan membangunpengetahuan dengan baik. Peningkatanprestasi belajar siswa yang masih sedang inisejalan dengan belum semua siswa merespondengan baik setiap kegiatan dalampembelajaran. Hal ini disebabkan oleh belumterbiasanya siswa dengan pembelajaran yangdilakukan, Selain itu juga, catatan observermengungkapkan bahwa pembelajaran yangdilakukan terlalu cepat sehingga siswa tidakmenangkap secara utuh materi ajar yangdiberikan pada pertemuan tersebut.

Melalui pembelajaran berorientasipenemuan ini, siswa tidak hanya mampumencapai prestasi belajar yang diharapkantetapi juga siswa belajar bekerja ilmiah.Sehingga, anggapan bahwa pembelajaranfisika hanya menghapal konsep dan prinsipdalam proses menguasai pengetahuan dapatdirubah dengan pembelajaran ini, dimanamelalui pembelajaran berorientasi penemuansiswa bukan menguasai prinsip dan konsepmelalui menghapal tetapi melalui prosespenemuan yang proses penemuannyamengasah kemampuan berpikir siswa.Kegiatan pembelajaran berorientasi penemuanpada topik Hukum Newton I, II, dan III di kelasVIII pada salah satu SMPN di Kota Bandungberjalan dengan baik, namun hanyamenghasilkan rata-rata gain 0,35 yangberkategori sedang ini dikarenakan nilai rata-rata pre-test sudah tinggi. Mengapa hasil pre-test atau tes awal sudah tinggi? Inidimungkinkan siswa sebelumnya sudahmemahami soal-soal yang diberikan dan kelasVIII B ini merupakan salah satu kelas yangcukup baik menurut penuturan guru pamong.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan di salah satu SMP Negeri di KotaBandung kelas VIII semester II mengenaipembelajaran fisika berorientasi penemuan,diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajarsiswa setelah pembelajaran meningkat. Hal

tersebut ditunjukkan dengan skor rata-ratapretest 69,56 dan skor rata-rata posttestsebesar 80,29 serta Nilai rata-rata gainternormalisasi sebesar 0,35 dengan kategorisedang.

Pada penelitian ini didapatkanpeningkatan kemampuan prestasi belajar yangtidak terlalu signifikan, maka perlu adaperbaikan dari segi pelaksanaanpembelajarannya agar peningkatannya menjadilebih signifikan dan dicoba untuk materi lainuntuk mengetahui konsistensi peningkatannya.Peneliti juga diharapkan lebih memperbaikikualitas percobaan dan demontrasi yangdilakukan di dalam kelas.

Sebaiknya siswa diobservasi secaraberkelompok sehingga observer siswa lebihfokus dan bisa memberikan banyak feed backyang bagus untuk ke depannya dan. Selain itu,agar dampak dari setiap kegiatan pembelajaranbagi setiap siswa dapat diamati dan dicermatisehingga setiap siswa dapat terfasilitasi denganbaik pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP. (2006). Panduan PenyusunanKurikulum Tingkat Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Clark, Donald. (2000). Learning Domain orBloom’s Taxonomy [On line]. Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [20 Juli 2014]

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2004: StandarKompetensi, Mata Pelajaran Fisika,Sekolah Menengah Atas danMadrasah Aliyah. Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Hake, Richard. R. (1997). InteractiveEngagement Methods In IntroductoryMechanics Courses. Tersedia :http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2014]

Martawijaya, Agus, dkk. (2010). Discoverydalam pendidikan. ProgramPascasarjana Universitas NegeriMakasar: Makasar.

Munaf, Syambasri. (2001). Evaluasi PendidikanFisika. Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI Bandung.

Panggabean, Luhut .P. (2001). Statistika Dasar.Jurusan Pendidikan Fisika – FakultasPendidikan Matematika dan Ilmu

Page 25: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 17

Pengetahuan Alam –UniversitasPendidikan Indonesia.

Ridwan, Sa’adah. (2000). Identifikasi danPenanggulangan Kesulitan BelajarSiswa dalam Mempelajari KonsepCahaya di Kelas II G SLTPN 12Bandung. Tesis pada Program PascaSarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Sagala, S. (2008). Konsep dan MaknaPembelajaran. Bandung : CV.Alfabeta.

Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran dalamImplementasi Kurikulum BerbasisKompetensi. Jakarta: KencanaPrenada.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung:Tarsito.

Syaodih-Sukmadinata, N. (2011). MetodePenelitian Pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Page 26: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PROFIL KONSISTENSI REPRESENTASI DAN KONSISTENSI ILMIAH SISWASMA NEGERI DI KOTA BANDUNG PADA MATERI KINEMATIKA GERAK

LURUS

D.R. Badruzzaman1, I. Kaniawati2*, S. Utari3*1,2,3 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

[email protected]@yahoo.com

[email protected]

ABSTRAK

Informasi mengenai profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa SMA Negeridi Kota Bandung belum diketahui. Padahal kedua kemampuan ini sangat penting dimilikisiswa. Konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah berkaitan dengan pemahamankonsep dan kemampuan siswa dalam menggunakan multi representasi. Penelitian deskriptifyang dilakukan bertujuan untuk mengetahui profil konsistensi representasi dan konsistensiilmiah siswa SMA Negeri di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalahmetode survey. Dari 395 siswa yang menjadi sampel penelitian ditemukan bahwa 34%siswa berada pada tingkat konsisten untuk kategori konsistensi representasi, 29% cukupkonsisten, dan 36% tidak konsisten. Sedangkan untuk kategori konsistensi ilmiahditemukan 13% siswa konsisten, 25% cukup konsisten, dan 62% tidak konsisten. Hasil inimenunjukkan bahwa meskipun sudah memiliki kemampuan dalam menggunakan multirepresentasi, sebagian besar siswa masih belum memahami dengan benar konsep-konsepyang ada pada materi kinematika gerak lurus. Format representasi soal mempengaruhirespon jawaban siswa.

ABSTRACT

Information about the profile of representational consistency and scientific consistency statehigh school students’ in Bandung is unknown. In fact, both of these capabilities is veryimportant to have. Representational consistency and scientific consistency related withunderstanding the concept and the student's ability to use multiple representations. Adescriptive study aimed to find profile of representational consistency and scientificconsistency state high school students in Bandung. The method used is a survey method.From 395 samples of the research, it found that 34% of students are consistent forrepresentational consistency category, 29% are moderately consistent, and 36% areinconsistent. As for the scientific consistency, it found that 13% of students are consistent,25% are moderately consistent, and 62% are inconsistent. These results indicate thatalthough it already has the ability to use multiple representations, most of students still donot understand the concept motion in one dimension properly. Representational formataffect response of the answers students.

© 2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: scientific consistency, representational consistency

PENDAHULUAN

Konsistensi representasi merupakankemampuan menggunakan representasi yangberbeda secara konsisten (baik benar atausalah) pada soal-soal yang memiliki konteksdan konten yang sama, sedangkan konsistensi

ilmiah merupakan kasus khusus darikonsistensi representasi yang hanya dimilikijika dari segi representasi dan dari segi ilmiahjawaban siswa benar (Nieminen dkk. 2010).

Konsistensi representasi dan konsistensiilmiah sangat penting dimiliki siswa sebabkemampuan ini berkaitan dengan pemahaman

Page 27: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 19

konsep. Sebagai contoh, siswa yang benar-benar paham terhadap konsep ia tidak akanterkecoh dan akan konsisten denganjawabannya meskipun soal yang disajikanmengalami perubahan konstruksi soal ataudirepresentasikan dalam bentuk berbeda.Asumsi ini diperkuat dengan hasil penelitianNieminen dkk. (2012, hlm. 1) yang menemukanbahwa terdapat hubungan positif yang kuatantara tingkat konsistensi representasi pra-instruksi dengan peningkatan pembelajaranpada konsep gaya. Hal ini berarti tingkatkonsistensi representasi siswa sebelum prosespembelajaran mempengaruhi peningkatanpemahaman konsep siswa.

Selain berkaitan dengan pemahamankonsep, konsistensi representasi dankonsistensi ilmiah juga berkaitan dengankemampuan siswa dalam menggunakan multirepresentasi. Beberapa penelitian (Nieminendkk. 2010, hlm. 1; Suhandi & Wibowo, 2012,hlm. 1; Ainsworth, 1999, hlm. 134)menunjukkan bahwa multi representasimemerankan peranan yang sangat penting dankerap kali dibutuhkan dalam memahamikonsep, memecahkan masalah, menanamkanpemahaman konsep, serta membangunpemahaman yang lebih mendalam.

Melihat betapa pentingnya konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah akan tetapigambaran mengenai profil konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah siswabelum diketahui, maka penelitian dilakukanuntuk mengetahui profil konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah siswa.

Salah satu penelitian yang pertama kalimengukur tingkat konsistensi representasi dankonsistensi ilmiah siswa adalah penelitian yangdilakukan Nieminen dkk. (2010). Penelitiantersebut dilakukan di salah satu SMA yangberada di Finlandia dengan jumlah sampel 168siswa. Instrumen yang digunakan diberi namaR-FCI (Representational Variant of the ForceConcept Inventory). Instrumen terdiri darisembilan tema, dimana dalam setiap tematerdapat tiga soal isomorfik (konten dankonteksnya sama) dengan representasiberbeda. Istilah tema digunakan untukkelompok paket tiga soal isomorfik denganrepresentasi berbeda. Tingkatan konsistensidigolongkan menjadi tiga tingkatan yaknikonsisten (consistent), cukup konsisten(moderately consistent), dan tidak konsisten(inconsistent).

Dengan menggunakan konten materi,jumlah representasi, dan jumlah sampel yangberbeda, penelitian serupa dilakukan untukmengetahui profil konsistensi representasi dankonsistensi ilmiah siswa. Berbeda denganpenelitian sebelumnya (Nurzaman, 2014;Aminudin dkk. 2013; Nieminen dkk. 2010) yanghanya menggunakan tiga soal isomorfik padasetiap tema, pada penelitian ini setiap tematerdiri dari empat soal isomorfik. Jika padapenelitian sebelumnya representasi yangdisajikan pada setiap tema isinya berbedaantara satu tema dengan tema yang lain (misal,Tema 1: Verbal, Gambar, Matematis; Tema 2:Grafik, Piktorial, Verbal), pada penelitian iniformat representasi yang disajikan pada setiaptema terdiri dari representasi verbal, gambar,matematis, dan grafik. Dengan cara ini,kesulitan siswa saat menginterpretasikanrepresentasi tertentu dapat dideskripsikan.

Informasi mengenai profil konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah diharapkandapat memberikan masukkan bagi guru dalammengidentifikasi sejauh mana pemahamankonsep siswa. Dengan mengetahui tingkatpemahaman konsep dan mengetahui jenisrepresentasi yang dianggap sulit dimengertisiswa, guru diharapkan dapat merencanakandan melaksanakan proses pembelajaran yanglebih baik sehingga pemahaman konsep siswamenjadi lebih mendalam. Dengan menyediakanbahan ajar yang kaya akan representasi, gurudiharapkan dapat membantu siswa dalammemahami konsep fisika yang sulit dipahami.

METODE

Populasi pada penelitian ini adalahseluruh siswa SMA Negeri kelas X di KotaBandung yang telah mempelajari materikinematika gerak lurus. Teknik sampling yangdigunakan yakni cluster random sampling.Teknik ini digunakan karena objek yang diteliticukup banyak dan juga karena adanyabeberapa permasalahan seperti keterbatasandana, waktu, tenaga, dan masalah perizinan.

Karena penelitian deskriptif yangdilakukan bertujuan untuk mengetahui profilkonsistensi representasi dan konsistensi ilmiahsiswa SMA Negeri di Kota Bandung, metodepenelitian yang digunakan adalah metodesurvey dengan memberikan tes pada siswasetelah terlaksananya proses pembelajaran.

Untuk menentukan sampel penelitian, 27SMA Negeri yang berada di Kota Bandung

Page 28: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

20 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

dibagi menjadi tiga kelompok/ cluster.Pengelompokkan ditentukan berdasarkanurutan passing grade dalam kota tahun 2014sehingga diperoleh sekolah dengan kategoricluster tinggi, sedang, dan rendah. Dari tiapcluster diambil satu sekolah untuk dijadikansampel penelitian. Jumlah sampel yangdiperoleh yakni 395 siswa dari total populasi7808 siswa. Berdasarkan perhitunganmenggunakan rumus Isaac dan Michael,ukuran sampel tersebut sudah representatifdengan taraf kesalahan 5%. Adapun rumusIsaac dan Michael yang digunakan adalahsebagai berikut:= . . .( − 1) + . .

dengan dk=1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%.P = Q = 0,5. d = 0,05.s = jumlah sampel. N = jumlah populasi.

(Sugiyono, 2012, hlm. 124)

Instrumen yang digunakan berupa tesuntuk mengukur tingkat konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah siswa. Tesdisajikan dalam bentuk pilihan ganda denganlima pilihan jawaban. Instrumen terdiri dari 28soal dengan tujuh tema. Setiap tema terdiri dariempat soal dengan konteks dan konten yangsama tetapi disajikan dalam bentukrepresentasi berbeda (verbal, gambar,matematis, dan grafik). Dari hasil uji cobainstrumen dan judgement dari tiga orang ahli,soal-soal pada instrumen yang digunakan telahdinyatakan valid dan reliabel.

Pada instrumen yang digunakan, secaraberurutan jawaban A, B, C, D, dan E pada soalrepresentasi verbal setara dengan jawaban A,B, C, D, dan E pada soal representasi gambar,matematis, dan grafik. Dengan kata lain,jawaban B pada soal representasi verbaladalah setara atau berhubungan denganjawaban B pada soal representasi gambar,

matematis, dan grafik. Dan jawaban D padasoal representasi verbal setara denganjawaban D pada soal representasi gambar,matematis, dan grafik.

Penyesuaian skor konsistensi dilakukankarena terdapat empat butir soal dalam satutema. Dari hasil penyesuaian skor konsistensiyang merujuk pada teknik penskoran Nieminendkk. (2010, hlm. 4) diperoleh kriteria skorkonsistensi representasi dan konsistensi ilmiahsebagai berikut:1. Skor 3, jika memilih empat pilihan

jawaban yang berhubungan (dari segirepresentasi) dari empat butir soal dalamsatu tema.

2. Skor 2, jika memilih tiga pilihan jawabanyang berhubungan (dari segirepresentasi) dari empat butir soal dalamsatu tema.

3. Skor 1, jika memilih dua pilihan jawabanyang berhubungan (dari segirepresentasi) dari empat butir soal dalamsatu tema.

4. Skor 0, jika tidak ada satu pun pilihanjawaban yang saling berhubungan (darisegi representasi) dari empat butir soaldalam satu tema.Untuk konsistensi representasi,

penskoran berlaku selama siswa memilihpilihan jawaban yang berhubungan dari segirepresentasi, baik jawabannya benar maupunsalah. Sedangkan untuk konsistensi ilmiah,penskoran berlaku hanya jika jawaban siswabenar. Jika jawaban siswa salah, meskipunsiswa memilih jawaban yang berhubungan darisegi representasi, siswa tersebut tidak akanmendapatkan skor konsistensi. Untuk lebihjelas, perhatikan contoh perhitungan skorkonsistensi representasi dan konsistensi ilmiahpada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh perhitungan skor konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah untuk Tema 5(T5) dengan pilihan jawaban benar A.

NamaSiswa

Nomor Soal Skor5 12 19 26 KR* KI**A A A A

Siswa 1 B A E C 0 0Siswa 2 E E B C 1 0Siswa 3 B B B B 3 0Siswa 4 D C A A 1 1Siswa 5 D D D A 2 0Siswa 6 A A A A 3 3Siswa 7 B A A A 2 2Siswa 8 B B A A 1 1

*Konsistensi Representasi** Konsistensi Ilmiah

Page 29: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 21

Dari empat butir soal yang disajikan padaTabel 1, karena Siswa 6 memilih empat pilihanjawaban yang setara atau berhubungan disertaidengan jawaban yang benar (A, A, A, A), makaia mendapatkan skor tiga untuk konsistensirepresentasi dan skor tiga untuk konsistensiilmiah. Untuk Siswa 3, karena siswa memilihempat pilihan jawaban yang berhubungan (B,B, B, B) tetapi jawaban yang dipilihnya salah,maka ia hanya mendapatkan skor tiga untukkonsistensi representasi tetapi tidakmendapatkan skor untuk konsistensi ilmiah.Untuk siswa 5, karena memilih tiga pilihanjawaban yang berhubungan tetapi jawabanyang dipilihnya salah (D, D, D), maka ia hanyamendapat skor dua untuk konsistensirepresentasi dan skor nol untuk konsistensiilmiah.

Untuk mengetahui tingkatan (level)konsistensi representasi dan konsistensi ilmiahmasing-masing siswa, skor rata-rata dariseluruh tema dikalkulasi. Dengan kata lain,skor dari tiap-tiap tema dijumlahkan kemudiandibagi banyaknya tema.= ∑∑Keterangan:SK = Skor Konsistensi Rata-rata∑ = Jumlah skor konsistensi dari

keseluruhan tema∑ = Jumlah temaKarena terdapat tujuh tema, skor

konsistensi rata-rata akan berada di antara noldan tiga. Hasil perhitungan skor konsistensirata-rata yang diperoleh kemudiandiinterpretasikan ke dalam Tabel 2.

Tabel 2. Tingkatan konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah berdasarkan perhitungan skorrata-rata

LevelKonsistensi Skor Rata-rata Kategori

Level I 2,55 ≤ SR ≤ 3,00 Konsisten(Consistent)

Level II 1,80 ≤ SR < 2,55 Cukup Konsisten(ModeratelyConsistent)

Level III 0,00 ≤ SR < 1,80 Tidak Konsisten(Inconsistent)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konsistensi RepresentasiTingkat konsistensi representasi siswa

ditentukan berdasarkan skor konsistensi rata-rata yang diperoleh siswa. Dari hasil

perhitungan dan analisis data, tingkatkonsistensi representasi siswa secarakeseluruhan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase tingkat konsistensi representasi siswa (n = 395).Tingkat

KonsistensiJumlahSiswa

PersentaseJumlah Siswa

(%)Konsisten 136 34Cukup Konsisten 116 29Tidak Konsisten 143 36

Berdasarkan data pada Tabel 3,sebanyak 136 siswa dinyatakan konsistenuntuk kategori konsistensi representasi. Hal inimenunjukkan bahwa siswa sudah dapatmenggunakan multi representasi secarakonsisten terlepas dari jawabannya benar atausalah. Namun, dari 136 siswa yang dinyatakankonsisten, hanya 27% siswa saja yangkonsisten benar dan sisanya konsisten salah.Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang dapatmenggunakan multi representasi belum tentu

memahami konsep fisika dengan benar.Asumsi ini diperkuat oleh pernyataan Nieminendkk. (2010, hlm. 8) yang juga menemukanbahwa “… the ability to interpret multiplerepresentations is a necessary but not sufficientcondition for the correct scientificunderstanding of physics concepts.” Namun,walau tidak menjamin siswa memahami konsepfisika dengan benar, pemahaman siswaterhadap representasi tetaplah dibutuhkanuntuk memfasilitasi pembelajaran. Penelitian

Page 30: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

22 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Nieminen dkk. (2012, hlm. 7) yang menemukanadanya hubungan positif yang kuat antaratingkat konsistensi representasi pra-instruksidengan peningkatan pembelajaran padakonsep gaya menunjukkan bahwa tingkatkonsistensi representasi siswa sebelum prosespembelajaran mempengaruhi peningkatanpemahaman konsep siswa.

Selain menghitung skor rata-rata yangdiperoleh masing-masing siswa, skor rata-ratakonsistensi representasi dari 395 sampel siswapada setiap tema juga dikalkulasi sebagaimanaditunjukkan pada Tabel 4. Tujuannya untukmengetahui pada konsep mana saja siswabanyak yang tidak konsistensi representasi.

Dari hasil analisis data ditemukan bahwatingkat konsistensi representasi siswabergantung pada konsep dan konteks yangdisajikan. Data pada Tabel 4 menunjukkanbahwa siswa paling konsistensi representasipada konsep Gerak Lurus Beraturan (GLB),sedangkan pada konsep Gerak Lurus BerubahBeraturan (GLBB) siswa terlihat kesulitan saatmenginterpretasikan representasi. Hal inimendukung hasil penelitian Nieminen dkk.(2010, hlm. 8) yang juga menemukan bahwakonsistensi representasi dan konsistensi ilmiahsiswa bergantung pada tema yang disajikan.

Tabel 4. Persentase skor rata-rata konsistensi representasi pada setiap tema (n = 395).

Tema KonsepPersentase Skor Rata-rataKonsistensi RepresentasiSiswa pada Setiap Tema

(%)T1 Jarak dan

Perpindahan72

T2 KecepatanRata-rata

70

T3 KelajuanRata-rata

66

T4 PercepatanRata-rata

74

T5 GLB 82T6 GLBB 58T7 Kecepatan

Sesaat69

Banyaknya siswa yang lebih konsistensirepresentasi pada konsep GLB kemungkinandisebabkan karena soal-soal pada konsep inilebih mudah untuk dimengerti dibandingkansoal-soal pada konsep GLBB. Asumsi lainkemungkinan berkaitan dengan kemampuanspasial. Hal ini didasarkan pada pernyataanNieminen dkk. (2012, hlm. 7) yangmenyatakan bahwa hubungan kuat antaratingkat konsistensi representasi pra-instruksidengan peningkatan pembelajaran padakonsep gaya kemungkinan dipengaruhi olehfaktor kecerdasan (general intelligence) dankemampuan spasial (spatial ability). Beberapakemampuan dasar dalam proses spasial dapatmembawa perubahan signifikan padapemahaman konsep siswa yang mana hal inidapat mempengaruhi strategi dan responjawaban siswa (Kozhevnikov dkk. 2007, hlm.567). Kemampuan spasial merupakankemampuan merepresentasi, mentransformasi,

membangkitkan, dan mengingat kembaliinformasi simbolik nonlinguistik (Linn &Petersen, 1985, hlm. 1482). Kemampuan initerdiri dari tiga kategori yakni persepsi spasial,rotasi mental, dan visualisasi mental.

Namun karena hal ini masih berupaasumsi, penyebab mengapa siswa lebihbanyak yang konsistensi representasi padakonsep GLB dan tidak konsistensi representasipada konsep GLBB belum bisa diketahuisecara spesifik.

Bila memperhatikan Gambar 1, rata-ratasiswa tidak konsistensi representasi saatmenginterpretasikan representasi grafik (T2,T3, T4, dan T5) dan matematis (T1, T6, danT7). Kesulitan siswa saat menginterpretasikanrepresentasi grafik dan matematiskemungkinan disebabkan karena siswa kurangbisa membaca dan mengerti maksud darirepresentasi yang disajikan.

Page 31: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 23

Gambar 1. Format representasi yang menyebabkan siswa tidak konsistensi representasi padasetiap tema.

Persamaan matematis dalam fisikabiasanya terdiri dari simbol-simbol. Simbol-simbol ini mengekspresikan suatu konsepseperti percepatan, kecepatan, atau posisisuatu benda. Jika siswa kurang begitu familiardengan simbol-simbol atau lupa dengankosakata simbol yang disajikan dalam soal, adakemungkinan siswa tidak akan sanggupmenyelesaikan soal. Menurut Sherin (2001,hlm. 520), pernyataan dalam bentuk matematis(misalnya v = v0 + at) ini perlu siswa ingat atauturunkan dari beberapa persamaan lain yangsebelumnya siswa ingat. Jika tidak, siswadipastikan tidak akan sanggup menyelesaikansoal.

Selain representasi matematis, banyakpula siswa yang tidak konsistensi representasisaat menginterpretasikan representasi grafik.Penyebab mengapa siswa banyak yangkesulitan saat menginterpretasikanrepresentasi grafik dapat dijelaskanberdasarkan pernyataan beberapa penelitisebelumnya. Menurut Kozhevnikov dkk. (2007,hlm. 560), menginterpretasikan grafik gerak

(motion graphs) membutuhkan penerjemahankeabstrakan representasi grafik ke dalamperistiwa gerak yang nyata. Ketikamenginterpretasikan suatu grafik, siswa harusbisa menentukan fitur-fitur grafik yangberhubungan dengan bagian konsep fisika(McDermott dkk. 1987, hlm. 504). Siswa yangtidak bisa membuat grafik disebabkan karenasiswa tidak memiliki alat mental (mental tools)untuk digunakan pada konstruksi tingkat tinggiatau kurang mencukupinya kemampuanpenalaran logis seperti berpikir spasial danpenalaran proporsional (proportional reasoning)(Berg & Smith dalam Roth & McGinn, 1997,hlm 93).

2. Konsistensi IlmiahTingkat konsistensi ilmiah siswa

ditentukan berdasarkan skor konsistensi rata-rata yang diperoleh masing-masing siswa. Darihasil perhitungan dan analisis data, tingkatkonsistensi ilmiah siswa secara keseluruhanditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase tingkat konsistensi ilmiah siswa (n = 395).Tingkat

KonsistensiJumlahSiswa

PersentaseJumlah Siswa

(%)Konsisten 51 13CukupKonsisten 99 25

TidakKonsisten 245 62

Berdasarkan data pada Tabel 5,sebanyak 62% siswa dinyatakan tidakkonsistensi ilmiah. Hal ini berarti sebagianbesar siswa masih belum memahami konsep-konsep pada materi kinematika gerak lurusdengan benar. Data pada Tabel 6

menunjukkan bahwa siswa lebih konsistensiilmiah pada konsep GLB (T5), sedangkan padakonsep kecepatan sesaat (T7) persentase skorrata-rata konsistensi ilmiahnya paling rendahbahkan sangat rendah.

0

10

20

30

40

50

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7

Rep

rese

ntas

i Err

or (%

)

Verbal Gambar Matematis Grafik

Page 32: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

24 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Tabel 6. Persentase skor rata-rata konsistensi ilmiah pada setiap tema (n = 395).

Tema KonsepPersentase Skor Rata-rataKonsistensi Ilmiah Siswa

pada Setiap Tema(%)

T1 Jarak danPerpindahan

66

T2 KecepatanRata-rata

46

T3 KelajuanRata-rata

57

T4 PercepatanRata-rata

66

T5 GLB 76T6 GLBB 48T7 Kecepatan

Sesaat3

Tabel 7. Respon jawaban siswa untuk konsep kecepatan sesaat pada tiap representasi (n = 395).Tema Nomor

ItemFormat

RepresentasiPilihan Jawaban (%)

A B C D E -T7 7 Verbal 7,6 7,6 60 19 4,8 1,3

14 Gambar 9,6 5,1 70 8,9 5,1 121 Matematis 15 10 54 14 3,8 2,528 Grafik 4,6 10 71 10 3,8 0,5

Rendahnya persentase jumlah siswayang konsistensi ilmiah pada T7 menunjukkanbahwa dari segi pemahaman konsep dan darisegi representasi, soal-soal pada T7 sangatsulit dipahami siswa. Tabel 7 menunjukkanbahwa jumlah siswa yang memilih jawaban C(salah) persentasenya lebih tinggi (bahkanpaling tinggi) daripada persentase jumlah siswayang memilih jawaban B (benar). Hal inimenunjukkan bahwa siswa masih banyak yang

miskonsepsi pada konsep ini. Siswa yangkurang terampil atau kurang ahli (novice)beranggapan bahwa kecepatan kedua bolaakan sama ketika bola pada lintasan A danbola pada lintasan B berada pada posisi danwaktu yang sama (lihat Gambar 2). Padahalkenyataannya, hal ini tidak benar. Sebab bolaA bergerak dipercepat sedangkan bola Bbergerak dengan kecepatan konstan.

Gambar 2. Salah satu soal representasi gambar untuk tema tujuh (T7) dengan konsep kecepatansesaat

Dari hasil pengolahan data, hampir 94%siswa mendapatkan skor nol saat menghadapi

soal-soal konsep kecepatan sesaat. Hal inimengejutkan, sebab skor nol untuk konsistensi

24 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Tabel 6. Persentase skor rata-rata konsistensi ilmiah pada setiap tema (n = 395).

Tema KonsepPersentase Skor Rata-rataKonsistensi Ilmiah Siswa

pada Setiap Tema(%)

T1 Jarak danPerpindahan

66

T2 KecepatanRata-rata

46

T3 KelajuanRata-rata

57

T4 PercepatanRata-rata

66

T5 GLB 76T6 GLBB 48T7 Kecepatan

Sesaat3

Tabel 7. Respon jawaban siswa untuk konsep kecepatan sesaat pada tiap representasi (n = 395).Tema Nomor

ItemFormat

RepresentasiPilihan Jawaban (%)

A B C D E -T7 7 Verbal 7,6 7,6 60 19 4,8 1,3

14 Gambar 9,6 5,1 70 8,9 5,1 121 Matematis 15 10 54 14 3,8 2,528 Grafik 4,6 10 71 10 3,8 0,5

Rendahnya persentase jumlah siswayang konsistensi ilmiah pada T7 menunjukkanbahwa dari segi pemahaman konsep dan darisegi representasi, soal-soal pada T7 sangatsulit dipahami siswa. Tabel 7 menunjukkanbahwa jumlah siswa yang memilih jawaban C(salah) persentasenya lebih tinggi (bahkanpaling tinggi) daripada persentase jumlah siswayang memilih jawaban B (benar). Hal inimenunjukkan bahwa siswa masih banyak yang

miskonsepsi pada konsep ini. Siswa yangkurang terampil atau kurang ahli (novice)beranggapan bahwa kecepatan kedua bolaakan sama ketika bola pada lintasan A danbola pada lintasan B berada pada posisi danwaktu yang sama (lihat Gambar 2). Padahalkenyataannya, hal ini tidak benar. Sebab bolaA bergerak dipercepat sedangkan bola Bbergerak dengan kecepatan konstan.

Gambar 2. Salah satu soal representasi gambar untuk tema tujuh (T7) dengan konsep kecepatansesaat

Dari hasil pengolahan data, hampir 94%siswa mendapatkan skor nol saat menghadapi

soal-soal konsep kecepatan sesaat. Hal inimengejutkan, sebab skor nol untuk konsistensi

24 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Tabel 6. Persentase skor rata-rata konsistensi ilmiah pada setiap tema (n = 395).

Tema KonsepPersentase Skor Rata-rataKonsistensi Ilmiah Siswa

pada Setiap Tema(%)

T1 Jarak danPerpindahan

66

T2 KecepatanRata-rata

46

T3 KelajuanRata-rata

57

T4 PercepatanRata-rata

66

T5 GLB 76T6 GLBB 48T7 Kecepatan

Sesaat3

Tabel 7. Respon jawaban siswa untuk konsep kecepatan sesaat pada tiap representasi (n = 395).Tema Nomor

ItemFormat

RepresentasiPilihan Jawaban (%)

A B C D E -T7 7 Verbal 7,6 7,6 60 19 4,8 1,3

14 Gambar 9,6 5,1 70 8,9 5,1 121 Matematis 15 10 54 14 3,8 2,528 Grafik 4,6 10 71 10 3,8 0,5

Rendahnya persentase jumlah siswayang konsistensi ilmiah pada T7 menunjukkanbahwa dari segi pemahaman konsep dan darisegi representasi, soal-soal pada T7 sangatsulit dipahami siswa. Tabel 7 menunjukkanbahwa jumlah siswa yang memilih jawaban C(salah) persentasenya lebih tinggi (bahkanpaling tinggi) daripada persentase jumlah siswayang memilih jawaban B (benar). Hal inimenunjukkan bahwa siswa masih banyak yang

miskonsepsi pada konsep ini. Siswa yangkurang terampil atau kurang ahli (novice)beranggapan bahwa kecepatan kedua bolaakan sama ketika bola pada lintasan A danbola pada lintasan B berada pada posisi danwaktu yang sama (lihat Gambar 2). Padahalkenyataannya, hal ini tidak benar. Sebab bolaA bergerak dipercepat sedangkan bola Bbergerak dengan kecepatan konstan.

Gambar 2. Salah satu soal representasi gambar untuk tema tujuh (T7) dengan konsep kecepatansesaat

Dari hasil pengolahan data, hampir 94%siswa mendapatkan skor nol saat menghadapi

soal-soal konsep kecepatan sesaat. Hal inimengejutkan, sebab skor nol untuk konsistensi

Page 33: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 25

ilmiah berarti tidak ada satupun pilihan jawabansiswa yang setara dari keempat formatrepresentasi yang disajikan. Kalaupun ada,dipastikan jawabannya salah. Dari hasil ujicoba instrumen, tingkat kesukaran soal padakonsep kecepatan sesaat (T7) ini memangtergolong sukar (verbal, gambar, dan grafik)dan sedang (matematis).

Miskonsepsi yang terjadi pada T7 inipernah dijumpai pada beberapa penelitiansebelumnya. Trowbridge & McDermott (1980,

hlm. 1022) menemukan bahwa siswamempercayai ketika dua buah benda beradapada posisi yang sama, keduanya akanmemiliki kecepatan yang sama meskipunbenda yang satu bergerak dengan kecepatankonstan sedangkan benda lain bergerakdiperlambat. Heckler (2011, hlm. 256)menemukan bahwa dari 90 siswa, sebanyak40% siswa memilih jawaban B (salah) dan 60%siswa menjawab A (benar) ketika menghadapisoal pada Gambar 3.

Gambar 3. Soal pada penelitian Heckler (2011, hlm. 256) yang mirip dengan soal-soal pada T7.

Gambar 4. Salah satu soal representasi gambar untuk tema 2 (T2) dengan konsep kecepatanrata-rata

Selain konsep kecepatan sesaat, konsepkecepatan rata-rata pada tema dua (T2) jugamenarik untuk dibahas. Ketika berbicaratentang rata-rata, perhitungan yang biasadigunakan yakni menjumlahkan seluruh datakemudian dibagi banyaknya data. Perhitunganini sepertinya digunakan sebagian siswa saatmenentukan kecepatan rata-rata. Siswamengira kecepatan rata-rata dapat ditentukandengan menjumlahkan kecepatan, kemudian

dibagi banyaknya kecepatan yang ada.Padahal dalam fisika, kecepatan rata-ratadidefinisikan sebagai perpindahan dibagiselang waktu. Miskonsepsi ini ditunjukkandengan banyaknya siswa yang memilihjawaban A (salah) (lihat Tabel 8) yang dapatditentukan dengan cara menjumlahkankecepatan dari titik A ke B dan kecepatan dariB ke C, kemudian dibagi dua (lihat Gambar 4).Berdasarkan data ini, sebaiknya guru memberi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 25

ilmiah berarti tidak ada satupun pilihan jawabansiswa yang setara dari keempat formatrepresentasi yang disajikan. Kalaupun ada,dipastikan jawabannya salah. Dari hasil ujicoba instrumen, tingkat kesukaran soal padakonsep kecepatan sesaat (T7) ini memangtergolong sukar (verbal, gambar, dan grafik)dan sedang (matematis).

Miskonsepsi yang terjadi pada T7 inipernah dijumpai pada beberapa penelitiansebelumnya. Trowbridge & McDermott (1980,

hlm. 1022) menemukan bahwa siswamempercayai ketika dua buah benda beradapada posisi yang sama, keduanya akanmemiliki kecepatan yang sama meskipunbenda yang satu bergerak dengan kecepatankonstan sedangkan benda lain bergerakdiperlambat. Heckler (2011, hlm. 256)menemukan bahwa dari 90 siswa, sebanyak40% siswa memilih jawaban B (salah) dan 60%siswa menjawab A (benar) ketika menghadapisoal pada Gambar 3.

Gambar 3. Soal pada penelitian Heckler (2011, hlm. 256) yang mirip dengan soal-soal pada T7.

Gambar 4. Salah satu soal representasi gambar untuk tema 2 (T2) dengan konsep kecepatanrata-rata

Selain konsep kecepatan sesaat, konsepkecepatan rata-rata pada tema dua (T2) jugamenarik untuk dibahas. Ketika berbicaratentang rata-rata, perhitungan yang biasadigunakan yakni menjumlahkan seluruh datakemudian dibagi banyaknya data. Perhitunganini sepertinya digunakan sebagian siswa saatmenentukan kecepatan rata-rata. Siswamengira kecepatan rata-rata dapat ditentukandengan menjumlahkan kecepatan, kemudian

dibagi banyaknya kecepatan yang ada.Padahal dalam fisika, kecepatan rata-ratadidefinisikan sebagai perpindahan dibagiselang waktu. Miskonsepsi ini ditunjukkandengan banyaknya siswa yang memilihjawaban A (salah) (lihat Tabel 8) yang dapatditentukan dengan cara menjumlahkankecepatan dari titik A ke B dan kecepatan dariB ke C, kemudian dibagi dua (lihat Gambar 4).Berdasarkan data ini, sebaiknya guru memberi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 25

ilmiah berarti tidak ada satupun pilihan jawabansiswa yang setara dari keempat formatrepresentasi yang disajikan. Kalaupun ada,dipastikan jawabannya salah. Dari hasil ujicoba instrumen, tingkat kesukaran soal padakonsep kecepatan sesaat (T7) ini memangtergolong sukar (verbal, gambar, dan grafik)dan sedang (matematis).

Miskonsepsi yang terjadi pada T7 inipernah dijumpai pada beberapa penelitiansebelumnya. Trowbridge & McDermott (1980,

hlm. 1022) menemukan bahwa siswamempercayai ketika dua buah benda beradapada posisi yang sama, keduanya akanmemiliki kecepatan yang sama meskipunbenda yang satu bergerak dengan kecepatankonstan sedangkan benda lain bergerakdiperlambat. Heckler (2011, hlm. 256)menemukan bahwa dari 90 siswa, sebanyak40% siswa memilih jawaban B (salah) dan 60%siswa menjawab A (benar) ketika menghadapisoal pada Gambar 3.

Gambar 3. Soal pada penelitian Heckler (2011, hlm. 256) yang mirip dengan soal-soal pada T7.

Gambar 4. Salah satu soal representasi gambar untuk tema 2 (T2) dengan konsep kecepatanrata-rata

Selain konsep kecepatan sesaat, konsepkecepatan rata-rata pada tema dua (T2) jugamenarik untuk dibahas. Ketika berbicaratentang rata-rata, perhitungan yang biasadigunakan yakni menjumlahkan seluruh datakemudian dibagi banyaknya data. Perhitunganini sepertinya digunakan sebagian siswa saatmenentukan kecepatan rata-rata. Siswamengira kecepatan rata-rata dapat ditentukandengan menjumlahkan kecepatan, kemudian

dibagi banyaknya kecepatan yang ada.Padahal dalam fisika, kecepatan rata-ratadidefinisikan sebagai perpindahan dibagiselang waktu. Miskonsepsi ini ditunjukkandengan banyaknya siswa yang memilihjawaban A (salah) (lihat Tabel 8) yang dapatditentukan dengan cara menjumlahkankecepatan dari titik A ke B dan kecepatan dariB ke C, kemudian dibagi dua (lihat Gambar 4).Berdasarkan data ini, sebaiknya guru memberi

Page 34: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

26 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

perhatian lebih saat mengajarkan konsep kecepatan rata-rata.

Tabel 8. Respon jawaban siswa untuk konsep kecepatan rata-rata pada tiap representasi (n =395).

Tema NomorItem

FormatRepresentasi

Pilihan Jawaban (%)A B C D E -

T2 2 Verbal 22 2,8 8,6 12 53 0,59 Gambar 20 3,3 10 12 53 0,3

16 Matematis 21 3,8 6,8 10 58 0,523 Grafik 17 2,3 15 14 51 0,3

Selain konsep kecepatan sesaat, konsepkecepatan rata-rata pada tema dua (T2) jugamenarik untuk dibahas. Ketika berbicaratentang rata-rata, perhitungan yang biasadigunakan yakni menjumlahkan seluruh datakemudian dibagi banyaknya data. Perhitunganini sepertinya digunakan sebagian siswa saatmenentukan kecepatan rata-rata. Siswamengira kecepatan rata-rata dapat ditentukandengan menjumlahkan kecepatan, kemudiandibagi banyaknya kecepatan yang ada.

Padahal dalam fisika, kecepatan rata-ratadidefinisikan sebagai perpindahan dibagiselang waktu. Miskonsepsi ini ditunjukkandengan banyaknya siswa yang memilihjawaban A (salah) (lihat Tabel 8) yang dapatditentukan dengan cara menjumlahkankecepatan dari titik A ke B dan kecepatan dariB ke C, kemudian dibagi dua (lihat Gambar 4).Berdasarkan data ini, sebaiknya guru memberiperhatian lebih saat mengajarkan konsepkecepatan rata-rata.

Tabel 9. Respon jawaban siswa untuk konsep kecepatan rata-rata pada tiap representasi (n =395).

Tema NomorItem

FormatRepresentasi

Pilihan Jawaban (%)A B C D E -

T2 2 Verbal 22 2,8 8,6 12 53 0,59 Gambar 20 3,3 10 12 53 0,3

16 Matematis 21 3,8 6,8 10 58 0,523 Grafik 17 2,3 15 14 51 0,3

3. Konsistensi Representasi danKonsistensi Ilmiah BerdasarkanCluster SekolahBerdasarkan data pada Gambar 5 dan

Gambar 6, siswa-siswa cluster sedang dapatdikatakan lebih konsistensi representasi dankonsistensi ilmiah dibandingkan siswa-siswacluster tinggi dan cluster rendah. Hasil ini

kurang begitu merepresentasikan tingkatancluster sekolah. Sampel sekolah cluster tinggidengan nilai passing grade paling tinggiseharusnya berpeluang memiliki persentasejumlah siswa dengan tingkat konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah lebihbanyak dibandingkan sekolah cluster lain.

Gambar 5. Persentase tingkat konsistensi representasi siswa berdasarkan cluster sekolah.

0102030405060708090

100

Kelompok1(n = 123)ClusterTinggi

Kelompok2(n = 139)ClusterSedang

Kelompok3(n = 133)ClusterRendah

Jum

lah

Sisw

a (%

)

Konsisten Cukup Konsisten Tidak Konsisten

Page 35: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 27

Gambar 6. Persentase tingkat konsistensi ilmiah siswa berdasarkan kelompok/ cluster sekolah

Namun hal ini bukannya tidak mungkin,sebab nilai passing grade suatu sekolahbiasanya ditentukan berdasarkan jumlahpeminat dan nilai Ujian Nasional (UN) siswa,sedangkan soal-soal Ujian Nasional tidakmenguji kemampuan konsistensi representasidan konsistensi ilmiah siswa. Alasan keduamengapa hal ini bisa terjadi kemungkinanberkaitan dengan proses pembelajaran dikelas. Walau passing grade siswanya lebihtinggi, proses pembelajaran yang terjadi disekolah cluster tinggi tidaklah menjamin lebihbaik dibandingkan sekolah cluster sedang.Namun asumsi ini tidak didukung dengan dataobservasi dari tiap sampel cluster sekolah,sehingga diperlukan penelitian lanjutan untukmengetahui kebenaran asumsi ini.

Kemungkinan lain mengapa kejanggalanini bisa terjadi disebabkan karena saatpengambilan data untuk sampel sekolah clustertinggi, rentang waktu yang digunakan cukupberjauhan dengan topik materi yang diujikan,sehingga bias materi kemungkinan terjadi. Halini berbeda dengan sampel sekolah clustersedang dan rendah, dimana pengambilan datadilakukan setelah pemberian materi baru sajaselesai dipelajari.

4. Hubungan Konsistensi Representasidan Konsistensi IlmiahBerbeda dengan konsistensi

representasi, konsistensi ilmiah sangatmemperhatikan kebenaran jawaban siswa.Tabel 9 menunjukkan bahwa siswa terlihatlebih konsistensi representasi daripadakonsistensi ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwameskipun siswa dapat menggunakan multirepresentasi, hal ini tidaklah menjamin siswamemahami konsep fisika dengan benar.Asumsi ini diperkuat oleh pernyataan Nieminen(2013, hlm. 44) yang menyatakan bahwa “Itwas found that although a student exhibitsrepresentational consistency in relation to aphysical concept, it does not necessarily meanthat he/she understands that concept correctlyin scientific means.”

Namun seperti yang telah dijelaskansebelumnya, walau tidak menjamin siswamemahami konsep fisika dengan benar,pemahaman siswa terhadap representasitetaplah dibutuhkan untuk memfasilitasipembelajaran, sebagaimana diungkapkanNieminen dkk. (2012, hlm. 7) bahwa “… anunderstanding of representations is required forthe adequate use of scientific concepts.”

Tabel 10. Persentase jumlah siswa tingkat konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa(n = 395).

TingkatKonsistensi

KonsistensiRepresentasi

(%)

KonsistensiIlmiah

(%)Konsisten 34 13Cukup Konsisten 29 25Tidak Konsisten 36 62

Karena hasil penelitian menunjukkanbahwa siswa lebih konsistensi representasidaripada konsistensi ilmiah, maka dilakukan

analisis untuk mengetahui ada tidaknyahubungan antara konsistensi representasidengan konsistensi ilmiah. Teknik Korelasi

0102030405060708090

100

Kelompok1(n = 123)ClusterTinggi

Kelompok2(n = 139)ClusterSedang

Kelompok3(n = 132)ClusterRendah

Jum

lah

Sisw

a (%

)

Konsisten Cukup Konsisten Tidak Konsisten

Page 36: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

28 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Product Moment digunakan untuk mengetahuihubungan antara konsistensi representasidengan konsistensi ilmiah.

Dari hasil perhitungan diperoleh koefisienkorelasi sebesar 0,881 yang berarti terdapathubungan yang signifikan antara skor rata-ratakonsistensi representasi dengan skor rata-ratakonsistensi ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwaketika konsistensi representasi siswa naik,konsistensi ilmiah siswa juga ikut naik. Dengankata lain, semakin siswa memahami multirepresentasi, semakin paham pula siswaterhadap konsep. Hal ini menyanggah hasilpenelitian Sriyansyah (2015, hlm. 69) yangmenemukan bahwa tidak ada korelasi yangsignifikan antara konsistensi ilmiah dengankonsistensi representasi (n = 30 siswa).

Berdasarkan analisis data ditemukanbahwa tidak ada satupun siswa yangmendapatkan skor rata-rata konsistensi ilmiahyang lebih besar dari skor rata-rata konsistensirepresentasi. Hal ini menunjukkan bahwawalau terdapat hubungan yang signifikanantara konsistensi representasi dengankonsistensi ilmiah, terdapat kecenderungandimana siswa yang konsistensi representasi

belum tentu konsistensi ilmiah tetapi siswayang konsistensi ilmiah pasti konsistensirepresentasi.

5. Pengaruh Format RepresentasiAdanya perbedaan persentase jumlah

siswa yang jawabannya benar antar formatrepresentasi dalam satu tema menunjukkanbahwa pemahaman siswa terhadap konsepdan kemampuan siswa dalam memecahkansoal dipengaruhi oleh format representasi yangdisajikan (lihat Gambar 7).

Hal seperti ini ditemukan pula padabeberapa penelitian sebelumnya. Nieminen(2013, hlm. 44) menemukan bahwa formatrepresentasi dapat memberikan pengaruhterhadap pemahaman konsep siswa. Meltzer(2005, hlm. 473) menemukan bahwa beberapasiswa memberikan jawaban yang tidakkonsisten ketika diberikan soal yang samatetapi disajikan dengan representasi berbeda.Sedangkan Kohl & Finkelstein (2005, hlm. 10)menemukan bahwa meskipun soalnyaisomorfik, terdapat perbedaan kinerja(performance) siswa pada setiap formatrepresentasi yang disajikan.

Gambar 7. Persentase jumlah siswa yang menjawab dengan benar pada tiap-tiap konsep (n =395)

PENUTUP

Dari 395 sampel penelitian yangdiperoleh dari tiga SMA Negeri di KotaBandung, ditemukan bahwa tingkat konsistensirepresentasi siswa SMA Negeri di KotaBandung pada materi kinematika gerak lurusadalah 34% konsisten, 29% cukup konsisten,dan 36% tidak konsisten. Untuk cluster tinggi

ditemukan 43% siswa konsisten, 30% cukupkonsisten, dan 27% tidak konsisten. Untukcluster sedang 55% konsisten, 29% cukupkonsisten, dan 16% tidak konsisten. Dan untukcluster rendah 5% konsisten, 29% cukupkonsisten, dan 66% tidak konsisten.

Untuk kategori konsistensi ilmiahditemukan bahwa 13% siswa konsisten, 25%cukup konsisten, dan 62% tidak konsisten.

0102030405060708090

100

Jaw

aban

Ben

ar (%

)

Verbal Gambar Matematis Grafik

Page 37: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D.R. Badruzzaman, dkk, - Profil Konsistensi Representasi dan Konsistensi 29

Untuk cluster tinggi 10% konsisten, 38% cukupkonsisten, dan 52% tidak konsisten. Clustersedang 28% konsisten, 28% cukup konsisten,dan 44% tidak konsisten. Dan cluster rendah0% konsisten, 10% cukup konsisten, dan 90%tidak konsisten.

Selain itu ditemukan pula bahwa formatrepresentasi yang disajikan dalam soalmempengaruhi pemahaman konsep dankemampuan siswa dalam memecahkan soal.

Adanya hubungan yang signifikan antarakonsistensi representasi dengan konsistensiilmiah menunjukkan bahwa semakin siswamemahami multi representasi, semakin pahampula siswa terhadap konsep. Namun terdapatkecenderungan dimana siswa yang konsistensirepresentasi belum tentu konsistensi ilmiahtetapi siswa yang konsistensi ilmiah pastikonsistensi representasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. 1999. The functions of multiplerepresentations. Computers & Education,33(2-3), 131-152. doi: 10.1016/S0360-1315(99)00029-9

Aminudin, D., Sutiadi, A., dan Samsudin, A.2013. Profil konsistensi representasi dankonsistensi ilmiah siswa SMP padakonsep gerak. WePFi, 1(3), 1-8.

Heckler, A.F. 2011. The Ubiquitous Patterns ofIncorrect Answers to Science Questions:The Role of Automatic, Bottom-upProcesses. Psychology of Learning andMotivation, 55, 227-261.

Kohl, P.B. dan Finkelstein N.D. 2005. Studentrepresentational competence and self-assessment when solving physicsproblems. Physical Review ST PhysicsEducation Research, 1(1), 010104-1 -010104-11. doi:10.1103/PhysRevSTPER.1.010104

Kozhevnikov, M., Motes, M.A., dan Hegarty, M.2007. Spatial visualization in physicsproblem solving. Cognitive Science,31(4), 549-579. doi:10.1080/15326900701399897

McDermott, L.C., Rosenquist, M.L., dan vanZee, E.H. 1987. Student difficulties inconnecting graphs and physics: examplesfrom kinematics. American Journal ofPhysics, 55(6), 503-513. doi:10.1119/1.15104

Meltzer, D.E. 2005. Relation between students’problem-solving performance and

representational format. AmericanJournal of Physics, 73(5), 463-478. doi:10.1119/1.1862636

Nieminen, P., Savinainen, A., dan Viiri, J. 2010.Force concept inventory-based multiple-choice test for investigating students’representational consistency. PhysicalReview ST Physics Education Research,6(2), 020109-1 020109-12. doi:10.1103/PhysRevSTPER.6.020109

Nieminen, P., Savinainen, A., dan Viiri, J. 2012.Relation between representationalconsistency, conceptual understanding ofthe force concept, and scientificreasoning. Physical Review ST PhysicsEducation Research, 8(1), 010123-1 010123-10. doi:10.1103/PhysRevSTPER.8.010123

Nieminen, P. 2013. Representationalconsistency and the learning of forces inupper secondary school physics.Disertasi Doktoral pada University ofJyväskylä: Diterbitkan.

Nurzaman, I. 2014. Peningkatan konsistensirepresentasi dan konsistensi ilmiah siswaSMA pada mata pelajaran fisika melaluimodel Pembelajaran Berbasis Masalah(PBM). Skripsi Sarjana pada FPMIPAUniversitas Pendidikan Indonesia: Tidakditerbitkan.

Roth, W.M. dan McGinn, M.K. 1997. Graphing:cognitive ability or practice? ScienceEducation, 81(1), 91-106. doi:10.1002/(SICI)1098-237X(199701)81:1<91::AID-SCE5>3.0.CO;2-X

Sherin, B.L. 2001. How students understandphysics equations. Cognition andInstruction, 19(4), 479-541. doi:10.1207/S1532690XCI1904_3

Sriyansyah, S.P. 2015. Penerapanpembelajaran konseptual interaktifdengan pendekatan multirepresentasiuntuk meningkatkan konsistensi ilmiahdan menurunkan kuantitas mahasiswayang miskonsepsi pada materitermodinamika. Tesis pada SekolahPasca Sarjana, Universitas PendidikanIndonesia: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. 2012. Metode penelitian bisnis(pendekatan kuantitatif, kualitatif, danR&D. Bandung: Alfabeta.

Page 38: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

30 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Suhandi, A. dan Wibowo, F.C. 2012.Pendekatan multirepresentasi dalampembelajaran usaha-energi dan dampakterhadap pemahaman konsepmahasiswa. Jurnal Pendidikan FisikaIndonesia, 8, 1-7.

Trowbridge, D.E. dan McDermott, L.C. 1980.Investigation of student understanding ofthe concept of velocity in one dimension.American Journal of Physics, 48(12),1020-1028. doi: 10.1119/1.12298

Page 39: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

DISAIN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGEMBANGKANKARAKTER INTRAPERSONAL DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

DerlinaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan

Jl. Willem Iskandar Psr V Medan [email protected]

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan mendeskripsikan model pembelajaran fisika umumberbasis pendidikan karakter untuk mengembangkan karakter intrapersonal danmeningkatkan hasil belajar mahasiswa. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiapsiklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi. dan refleksi. Hasil belajardiperoleh dari tes hasil belajar, karakter mahasiswa diperoleh melalui lembar observasi.Setelah penerapan model pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada materi pokokdinamika, momentum dan impuls diperoleh peningkatan hasil belajar dan karakterintrapersonal mahasiswa.

ABSTRACT

This classroom action research objectives to describe the general physics learning modelbased character education to develop intrapersonal character and improve student learninguotcomes. The research was conducted in three cycles. Each cycle consists of the stagesof planning, implementation, observation, and reflection. Learning outcomesacquired fromthe tests of learning outcomes, student character acquired from observation sheet. Aftergeneral physics learning model based character educationimplemented in the subjectmatter dynamics, momentum and impulse acquired increase in learning outcome andstudent interpersonal character.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords:Learning model based character education, learning outcomes and studentcharacter.

PENDAHULUAN

Harapan besar Universitas Negeri Medan(Unimed) untuk menjadi universitas berkaraktertercermin dalam motto “ Unimed CharacterBuilding University”. Berbagai macam kegiatandilakukan dalam upaya mereleasikan mottotersebut yang berkaitan dengan pembelajaranmaupun bidang lainnya. Khusus untuk bidangpembelajaran dilakukan denganmengintegrasikan pendidikan karakter dalamkegiatan pembelajaran. Pengintegrasianpendidikan karakter dalam kegiatanpembelajaran di kelas memerlukan disain danperencanaan yang matang. Berkaitan denganhal tersebut perlu didisain model pembelajaranyang dapat mengembangkan karaktermahasiswa. Penelitian ini bertujuan untukmendeskripsikan model pembelajaran fisika

umum berbasis pendidikan karakter untukmengembangkan karakter intrapersonal danmeningkatkan hasil belajar mahasiswa.

METODE

Subjek penelitian ini adalah mahasiswaProgram Studi Pendidikan Fisika angkata 2015.Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalahpelaksanaan model pembelajaran fisika umumberbasis pendidikan karakter pada materipokok momentum dan impuls untukmeningkatkan hasil belajar danmengembangkan karakter mahasiswa.Penelitian merupakan penelitian tindakan kelasyang dilakukan dalam tiga siklus. Tiap siklusterdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,observasi dan refleksi.

Page 40: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

32 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Aspek karakter mahasiswa diperolehmelalui lembar observasi pada setiap sikluspembelajaran. Hasil belajar diperoleh melaluites hasil belajar. Data hasil belajar dianalisismenggunakan analisis deskriptif. Untukmengetahui peningkatan hasil belajarmahasiswa digunakan uji gain denganketentuan jika : (1) jika N-gain > 70%, kategoritinggi; (2) 30% ≤ N-gain ≤ 70%, kategorisedang; dan (3) N-gain < 30%, kategori rendah(Hake & Richard, R, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Pembelajaran Fisika BerbasisPendidikan Karakter (PFBPK)

Model Pembelajaran Fisika UmumBerbasis Pendidikan Karakter (PFBPK) dapatdiuraikan sebagai suatu model pembelajaranfisika umum yang menekankan kepada prosespenyelesaian masalah yang dihadapimahasiswa dalam kelompok-kelompok keciluntuk memahami fisika agar terbentuk karakterrasa syukur, rasa ingi tahu, tanggung jawab,tekun, jujur dan teliti, PFBPK ini dimodifikasidari pembelajaran kooperatif dan inquirytraining.

Dalam model PFBPK, pembelajarandidesain sedemikian rupa untuk menekankanpentingnya komunikasi dan belajar yangbermakna. Komunikasi dalam pembelajaran inidapat dari dosen kepada mahasiswa, darimahasiswa ke mahasiswa atau dari mahasiswake dosen. Model PFBPK mengikuti teoripembelajaran yang menganut pahamkonstruktivis yang mengatakan bahwa belajarterjadi ketika mahasiswa membangunpengetahuannya sendiri.

Model PFBPK memberikan kesempatankepada mahasiswa melakukan aktivitas belajaryang potensial melalui penyelesaian masalahyang menuntut mahasiswa mencari solusi yangtidak segera ditemui , karena dengan instruksiyang berpusat pada masalah akan menstimulirusaha mahasiswa belajar, mahasiswa akantertantang membangun pemahaman fisikanyadengan cara memecahkan masalah.Menyajikan solusinya melalui presentasi didepan kelas, dan belajar dengan metode-metode yang digunakan mahasiswa lain.

Model PFBPK memiliki 3 ciri utama, yakni:Pertama, model PFBPK merupakan

rangkaian kegiatan aktivitas pembelajaran,artinya dalam implementasi Model PFBPK adasejumlah kegiatan yang harus dilakukan

mahasiswa. Model PFBPK tidak mengharapkanmahasiswa hanya mendengar, mencatat,kemudian menghapal materi pelajaran, akantetapi melalui Model PFBPK mahasiswa aktifberpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolahdata, dan akhirnya menyimpulkan.

Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkanuntuk menyelesaikan masalah. Model PFBPKmenempatkan masalah sebagai kata kunci dariproses pembelajaran. Artinya, tanpa masalahmaka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

Ketiga, pemecahan masalah dilakukandengan menggunakan pendekatan berpikirsecara ilmiah. Berpikir dengan menggunakanmodel ilmiah adalah proses berpikir deduktifdan induktif. Proses berpikir ini dilakukansecara sistematis dan empiris. Sistematisartinya berpikir ilmiah dilakukan melaluitahapan – tahapan tertentu, sedangkan empirisartinya proses penyelesaian masalahdidasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Tahapan Model Pembelajaran FisikaBerbasis Pendidikan Karakter

Ada 7 tahapan pembelajaran melalui ModelPFBPK, yaitu:1. Menyampaikan tujuan dan memotivasimahasiswa. Pada tahap ini dilakukan aktivitasyakni melakukan apersepsi, membukapelajaran serta memfokuskan suasana kelaspada kegiatan pembelajaran. Memberimotivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran.Dosen mengajukan pertanyaan untuk menggalikonsep mahasiswa tentang materi pelajaransebelumnya dan kaitannya dengan materipelajaran yang akan dipelajari2. Menyajikan informasi tentang materipelajaran.3. Mengorganisasikan mahasiswa ke dalamkelompok-kelompok belajar. Pada tahap inidilakukan beberapa aktivitas antara lain:mengorientasikan mahasiswa merumuskanmasalah yang akan diselesaikan. Menganalisismasalah, yaitu langkah mahasiswa meninjaumasalah dari berbagai sudut pandang.Merumuskan hipotesis, yaitu langkahmahasiswa merumuskan berbagaikemungkinan pemecahan sesuai denganpengetahuan yang dimilikinya.4. Melakukan penyelidikan. Pada tahap iniaktivitas mahasiswa adalah mengumpulkandata, mencari dan menggambarkan informasiyang diperlukan untuk pemecahan masalah.Melaksanakan eksperimen, menguji hipotesis,yaitu langkah mahasiswa mengambil atau

Page 41: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Derlina, - Disain Model Pembelajaran Fisika Untuk Mengembangkan 33

merumuskan kesimpulan sesuai denganpenerimaan dan penolakan hipotesis yangdiajukan. Merumuskan rekomendasipemecahan masalah, yaitu langkah mahasiswamenggambarkan rekomendasi yang dapatdilakukan sesuai hasil pengujian hipotesis dankesimpulan.5. Presentase hasil penyelidikan. Pada tahapini aktivitas mahasiswa adalah melakukanpresentase hasil penyelidikan yang merekaperoleh kepada kelompok lain secarabergantian. Setiap kelompok diharuskanmengajukan pertanyaan kepada kelompokpenyaji.6. Mengevaluasi hasil penyelidikan. Pada tahapini Dosen membantu mahasiswa melakukanrefleksi, mengevaluasi hasil pekerjaankelompok sekaligus merangkum pembelajaran.7. Memberi penghargaan. Pada tahap iniDosen memberi penghargaan melalui pujian-pujian terhadap bagian-bagian (capaian-capaian) tugas yang paling baik sekaligusmenyampaikan informasi penting untukpertemuan berikutnya.

Sistim Sosial

Sistim sosial merupakan deskripsigambaran peranan dosen mahasiswa dalaminteraksi pembelajaran. Dalam pembelajaranmahasiswa memiki peran serta kesempatanyang sama untuk memberikan ide, gagasanatau pendapat yang relevan dan dapatdidiskusikan bersama-sama, tetapi harus tetapmengacu pada penyelesaian masalah yangdisajikan dari awal.

Dalam model PFBPK, interaksi antarmahasiswa terjadi pada tahapanpengorganisasian mahasiswa dalam kelompok-kelompok belajar. Pada tahap ini mahasiswaberkesempatan berkolaborasi, salingmemberikan ide dan pendapat, berusahamempertahankan pendapat, saling bertanya,saling membantu dan menanggapi sertamenyamakan pendapat untuk menyelesaikanmasalah yang akan diselesaikan. Pada saatinteraksi masing – masing individu dankelompok diharuskan mengikuti aturanberdiskusi seperti menghargai, percaya diri,serta berbesar hati jika pendapatnya tidakditerima oleh peserta kelompok. Dalam sistimsosial ini sangat ditekankan untukmenyelesaikan masalah seperti yang disepakatibersama, dengan sistim sosial seperti inidiharapkan dapat membentuk karakter percaya

diri, kerjasama, tanggung jawab dan salingmenghargai dalam diri mahasiswa.

Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi berkenaan denganbagaimana peran dosen dalam memperlakukanmahasiswa dalam pembelajaran, termasukbagaimana respon dosen terhadap ide,pendapat dan pertanyaan dari mahasiswa.Model PFBPK berlandaskan pahamkonstruktivis dengan penekanan pada karakterdengan ciri utama pembelajaran berbasis padamahasiswa. Dalam pembelajaran dosenberperan sebagai fasilitator, sebagai moderator,sebagai motivator. Sebagai fasilitator, dosenmenyediakan fasilitas belajar serta melayanimahasiswa agar dapat menyelesaikanpermasalahan pembelajaran. Sebagaimoderator, dosen berperan sebagai pemimpinjalannya diskusi dan presentase. Peran dosensangat penting untuk menengahi perbedaanpendapat yang tidak dapat diselesaikan olehmahasiswa. Sebagai motivator, dosen berperanmemberi motivasi, mendorong mahasiswauntuk aktif melakukan penyelidikan,mengumpulkan data dengan hati-hati dan jujurserta bertanggung jawab dalam menyelesaikanpermasalahan pembelajaran. Reaksi yangpaling penting yang harus dilakukan dosenadalah membantu mahasiswa melakukanpenyelidikan, tetapi bukan melakukanpenyelidikan itu sendiri untuk keperluanmahasiswa. Selain itu tugas dosen menjagaagar penyelidikan tetap terarah pada prosespenyelidikan itu sendiri.

Landasan teori yang mendukung ModelPFBPK

Model PFBPK didasarkan pada teoribelajar konstruktivis yang mengatakan belajarbukanlah sekadar menghafal, akan tetapiproses mengkonstruksi pengetahuan melaluipengalaman. Pengetahuan bukanlahseperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidahyang siap diterima mahasiswa dari dosen, akantetapi hasil dari proses mengkonstruksi yangdilakukan setiap mahasiswa. Pembentukanpengetahuan dilakukan melalui penciptaanstruktur-struktur kognitif yang terjadi ketikamahasiswa berinteraksi secara aktif denganlingkungan. Konstruktivisme menyatakanbahwa pengetahuan akan terbentuk atauterbangun di dalam pikiran mahasiswa sendiri

Page 42: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

34 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

ketika ia berupaya untuk mengorganisasikanpengalaman barunya berdasar pada strukturkognitif yang sudah ada di dalam pikirannya.

Teori belajar lain yang mendasari modelPFBPK adalah teori belajar penemuan(discovery learning) dari Jerome Bruner.Menurut Bruner belajar dengan menemukandapat memfasilitasi pembentukan pengetahuansecara aktif oleh mahasiswa yang dengansendirinya akan memberikan hasil yang lebihbaik karena akan lebih mudah dipahami danlebih lama bertahan dalam ingatan mahasiswa.Pengetahuan yang diperoleh dengan belajarpenemuan beberapa keunggulan yakni: (1)pengetahuan yang diserap akan lebih bertahanlama daripada yang diperoleh dengan cara lain,(2) hasil belajar penemuan memilki efektransfer yang lebih baik, artinya pengetahuanyang diperoleh dapat digunakan pada situasibaru, dan (3) belajar penemuan akanmengembangkan daya nalar dan kemampuanberpikir mahasiswa.

Agar terjadi proses belajar ataupembentukan pengetahuan baru pada dirimahasiswa diharapkan dosen dapat merancangdan melaksanakan pembelajaran. Pembelajaranadalah suatu rangkaian peristiwa yangmempengaruhi mahasiswa sedemikian rupasehingga perubahan perilaku atau pembentukanpengetahuan baru yang disebut sebagai hasilbelajar terfasilitas. Defenisi ini memberi maknapembelajaran adalah kegiatan yang sengajadirancang oleh dosen sehingga dapatmemfasilitasi terjadinya proses belajar pada dirimahasiswa. Kegiatan-kegiatan apa saja yangharus dilakukan oleh dosen dan mahasiswadalam sebuah pembelajaran serta bagaimanakondisi umum yang terjadi dalam suatupembelajaran agar tercapai kompetensipembelajaran merupakan bagian daripembahasan teori pembelajaran. Teoripembelajaran adalah kondisi umum agar terjadiproses pembelajaran.

Sistim Pendukung

Model PFBPK dapat berjalan dengan baiksecara efektif dan efisien, dosen diharapkanmerancang pembelajaran sedemikian rupaberlandaskan teori pembelajaran kostruktivisdan nilai-nilai karakter yang diwujudkan dalamsetiap fase-fase pembelajaran. Dalampenelitian ini dikembangkan perangkatpembelajaran sebagai pendukung modelPFBPK yakni RPP dan bahan ajar serta

instrumen penilaian hasil belajar dan karaktermahasiswa.

Dampak Instruksional dan PengiringDampak langsung penerapan model

PFBPK dalam pembelajaran adalah agarmahasiswa dapat mengkonstruksi konsep-konsep fisika melalui pemecahan masalahdengan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil, yang pada akhirnya dapatmeningkatkan hasil belajar mahasiswa.

Dampak pengiring dengan model PFBPKadalah mahasiswa menyadari betapapentingnya nilai-nilai karakter dalam kehidupan,mahasiswa mengetahui apa itu karakter,mengapa seseorang harus berkarakter danbagaimana caranya agar seseorang memilikikarakter yang baik. Fisika bukan lagi dipandangsuatu pembelajaran yang membosankanmelainkan pembelajaran yang menyenangkan,yang dapat membuat mahasiswa menyadarikeagungan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapatmeningkatkan rasa ingin tahu, rasa percayadiri, tanggung jawab, dan merasakan manfaatkerjasama yang baik. Selain itu model PFBPKmembuat mahasiswa terbiasa berpikir kritis,dan berpikir logis.

Peningkatan Hasil Belajar danPerkembangan Karakter Mahasiswa

Siklus I

Pembelajaran Fisika Umum BerbasisPendidikan Karakter (PFBPK) untukmeningkatkan hasil belajar danmengembangkan karakter mahasiswadilaksanakan dengan langkah-langkah (1)Menyampaikan tujuan dan memotivasimahasiswa. Pada tahap ini dilakukan aktivitasyakni melakukan apersepsi, membukapelajaran serta memfokuskan suasana kelaspada kegiatan pembelajaran. (2) Menyajikaninformasi tentang materipelajaran.(3)Mengorganisasikan mahasiswa kedalam kelompok-kelompok belajar. Pada tahapini dilakukan beberapa aktivitas antara lain:mengorientasikan mahasiswa merumuskanmasalah yang akan diselesaikan sertamerumuskan hipotesis.(4) Melakukanpenyelidikan. Pada tahap ini mahasiswamengumpulkan data, melaksanakaneksperimen, menguji hipotesis.(5) Presentasehasil penyelidikan. (6) Mengevaluasi hasilpenyelidikan dan (7)Memberi penghargaan.

Page 43: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Derlina, - Disain Model Pembelajaran Fisika Untuk Mengembangkan 35

Karakter mahasiswa dikembangkanmelalui kegiatan penyelidikan yang terteradalam LKM. Aktivitas eksperimen dalam LKMmendukung pengembangan karaktermahasiswa. Selama proses pembelajarankarakter mahasiswa diamati melalui lembarobservasi. Pada siklus I pemanfaatan waktubelum optimal karena beberapa kelompokmerasa kebingungan tidak dapat merumuskanmasalah dan merumuskan hipotesis. Mahasiwabelum terbiasa mengerjakan LKM yang diawalidengan perumusan masalah dan perumusanhipotesis. Selama ini mahasiswa secaralangsung mengerjakan LKM sesuai prosedurtanpa memperhatikan terlebih dahulu apapermasalahan yang harus diselesaikan,sedangkan pengetahuan dibangun olehmahasiswa melalui perbuatan belajar yangbiasa dilakukannya (Holzer, S. M. dan Raul, H.Andruet. 2010). Mahasiswa ragu-ragumengajukan pertanyaan yang berkaitan dengankonsep dinamika, momentum dan impulssehingga mengalami kesulitan merumuskanhipotesis. Dosen menjelaskan keterkaitanantara perumusan masalah dan perumusanhipotesis serta mengkaitkannya dengan materiyang telah dijelaskan sebelumnya. Pada saatmelakukan penyelidikan dosen secara seksamamemperhatikan ketelitian dan kejujuranmahasiswa dalam mengumpulkan danmenuliskan data hasil percobaan. Dosenmeminta mahasiswa mengulang kembalipenyelidikan yang mereka lakukan untukmemastikan agar mahasiswa benar-benarmelaksanakan percobaan sesuai petunjuk,misalnya jika diminta melakukan pengukurantiga kali harus dilakukan tiga kali. Mahasiswayang tidak jujur melaporkan data dimintakembali melakukan penyelidikan. Hal inidilakukan untuk melatih ketelitian dan kejujuranmahasiswa. Pelaksanaan percobaaan sepertiini berbeda dari yang dilakukan selama ini

dimana dosen kurang menekankan padakebenaran data yang diperoleh mahasiswa.

Siklus II

Pembelajaran pada siklus II lebih terarahsesuai rencana pembelajaran yang telahdirevisi berdasarkan refleksi pada siklus I.Mahasiswa sudah mulai terbiasa denganaktivitas sesuai model PFBPK yang diterapkandan karakter mahasiswa mulai tampak.Mahasiswa lebih tekun dan serius melakukaneksperimen, jika pada siklus I masih adabeberapa kelompok mahasiswa yang tidakmelaporkan hasil pengamatan secara jujur,pada siklus II ini hanya satu kelompok yangmencoba tidak jujur dan belum bertanggungjawab menyelesaikan LKM. Mahasiswa lebihaktif melakukan penyelidikan meskipun masihmeminta bantuan dan arahan dari dosen.Dosen lebih mengintensifkan kegiatanpengamatan terhadap proses pembelajaranberjalan sebagaimana target yang diharapkan.Pemanfaatan waktu sudah mulai optimal,karena mahasiswa mulai menyadari kalau tidakserius dan main-main akan diminta mengulangkembali penyelidikannya.

Siklus III

Rencana pembelajaran untuk siklus IIItelah sedemikian rupa berdasarkan hasilrefleksi siklus I dan II. Mahasiswa sudah mulaimerasakan pembelajaran yang menyenangkan[3]. Pembelajaran yang menyenangkanmerupakan kunci utama bagi mahasiswa untukmeningkatkan hasil belajarnya . Dosen terusmemperhatikan proses pembelajaran sesuairencana dengan demikian hasil belajarmahasiswa mengalami peningkatan dankarakter mahasiswa mulai berkembang.Peningkatan hasil belajar mahasiswa dapatdilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Belajar Mahasiswa

Keterangan NilaiTertinggi

NilaiTerendah

Nilairata-rata

KetuntasanKlasikal

Siklus I 70 45 55,5 25Siklus II 85 60 68,5 60Siklus III 90 65 83,5 88

Hasil belajar mahasiswa mengalamipeningkatan pada setiap siklus, dari siklus I ke

siklus II diperoleh peningkatan N-gain sebesar29,2 % (kategori rendah), dari siklus II ke siklus

Page 44: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

36 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

III Ngain 47,6% (kategori sedang). Hasilpenelitian menyimpulkan bahwa model PFBPKdapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa,hal ini dikarenakan dalam pembelajaranmahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaranmengerjakan LKM mulai dari merumuskanmasalah, merumuskan hipotesis, melakukanpercobaan, diskusi menganalisis data sertamengkomunikasikan hasilnya merupakanaktivitas yang memacu peningkatan hasilbelajar mahasiswa (Walker, 2003); Silberman,2007;Hamalik, (2007); Kennedy (2007);Sardiman (2007); Yerigan (2008).

Model PFBPK yang diterapkanmemberikan kesempatan seluas-luasnyakepada mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan

pembelajaran melalui percobaan dan diskusiuntuk menyelidiki permasalahan -permasalahan pembelajaran. Aktivitasmahasiswa dalam percobaan dan diskusi dapatmengembangkan karakter mahasiswa.Pengembangan karakter sebagai hasil belajardapat diketahui dari adanya perubahan tingkahlaku mahasiswa Dale, et all (2010). Karakteryang di observasi adalah karakter intrapersonalterdir yakni karakter rasa syukur, rasa ingintahu, tanggung jawab, ketelitian,ketekunan,kejujuran, dan percaya diri. Hasil analisismenunjukkan bahwa karakter mahasiswamengalami perkembangan seperti disajikanpada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi Data Perkembangan Karakter Intrapersonal Mahasiswa

Keterangan: MT (mulai tampak), MB (mulai membudaya)

Berdasarkan pada Tabel 2 karakter mahasiswadapat dikembangkan, karakter rasa syukur,rasa ingin tahu, tanggung jawab, ketelitian,kejujuran, percaya diri dan toleran berada padakategori mulai tampak, hanya pada aspekketekunan dan kerjasama berada pada kategorimulai membudaya. Perkembangan karakter initerjadi karena fisika adalah suatu kumpulanpengetahuan yang tersusun secara sistematisyang diperoleh melalui serangkaian metodeilmiah dan sikap ilmiah (A.T. Collette and &Chiapetta, 1994). Tujuan pembelajaran fisikaadalah mengembangkan pemahamanmahasiswa tentang gejala alam,mengembangkan keterampilan yang diperlukanuntuk mendapatkan pengetahuan baru sertamengembangkan sikap-sikap positif (Sauri,200) Fisika sebagai proses mengisyaratkanpembelajarannya dilakukan secara inkuiridengan serangkaian kegiatan dalam metodeilmiah mulai dari pengamatan, pengumpulandata, pengajuan hipotesis, melakukanpercobaan, menganalisis data, menarikkesimpulan serta mengkomunikasikannya

kepada orang lain. Langkah–langkah inidilakukan secara sistematis dalam metodeilmiah sehingga dapat mengembangkankarakter teliti, jujur dan tangggung jawab dalamdiri mahasiswa. Kegiatan berbasis inkurimembantu mahasiswa berpikir kritis danberpikir ilmiah (Christina. 2000; Luginbuh, L.2010. akan mengembangkan Selain itupengamatan secara riil tentang fakta – faktaalam membuat mahasiswa melihat keterkaitanantara fisika sebagai sains dengan kemajuanteknologi. Pengetahuan mahasiswa tentangketerkaitan fisika, kemajuan teknologi danlingkungan dapat membentuk karakter perduliterhadap lingkungan sekitar, sebagaimanadikatakan Sahin, (2006) bahwa fisika sebagaisains berkaitan dengan teknologi.

Pengamatan tentang fakta alam dalampembelajaran fisika dapat meningkatkan rasasyukur mahasiswa. Melalui pengamatanmahasiswa dapat melihat keteraturan dankeindahan alam, menyadari Keagungan TuhanYang Maha Esa yang telah menciptakan alam

No. Karakter Nilai karakter Rerata KategoriSiklus 1 Siklus 2 Siklus 3

1. Rasa syukur 1,9 1,9 2,1 2,0 MT2. Rasa ingin tahu 1,9 2,1 2,4 2,1 MT3. Tanggung jawab 1,7 2,1 2,4 2,1 MT

4. Ketelitian 1,8 2,3 2,4 2,2 MT5. Ketekunan 2,6 3,4 3,8 3,3 MB6. Kejujuran 2,4 2,1 2,3 2,3 MT7. Percaya diri 2,0 2,1 2,2 2,1 MTRerata 2,1 2,3 2,5 2,3 MT

Page 45: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Derlina, - Disain Model Pembelajaran Fisika Untuk Mengembangkan 37

begitu sempurna sehingga dapat menciptakankesejahteraan bagi umat manusia. Pemahamanalam melalui sudut pandang fisika dapatmenumbuhkan karakter keagungan danKekuasaan Allah SWT sang pencipta alamsemesta, dapat meningkatkan keperdulianterhadap semua makhluk (Zubaedi, 2011).Pembelajaran fisika berbasis pendidikankarakter yang dilakukan melalui kerja kelompoksecara kolaboratif membentuk keperibadiansiswa ke arah yang positif.Terjadi interaksiantara mahasiswa yang satu denganmahasiswa yang lain. Mahasiswa yang memilkikemampuan lebih akan membantu teman yangmemiliki kemampuan kurang untuk secarabersama-sama dalam team dapat denganpenuh tanggung jawab untuk mencapai tujuanbersama. Dalam pembelajaran mahasiswasecara bergantian menjadi tutor sebaya.Menurut TO.Pride, et all (2005) tutorial dapatmeningkatkan keterampilan memecahkanmasalah. Konsep persandingan dalampembelajaran fisika berbasis pendidikankarakter dapat mengembangkan nilai-nilaidemokrasi, partisipasi, toleransi serta pedulipada lingkungan (Suma, 2014). Selain itupembelajaran secara koperatif dan kolaborasidapat mengurangi efek negatif dari persaingandan meningkatkan efek dari persandingan(Lickona, 1989).

PENUTUP

Pembelajaran Fisika Umum BerbasisPendidikan Karakter (PFBPK) untukmeningkatkan hasil belajar danmengembangkan karakter mahasiswadilaksanakan dengan langkah-langkah (1)Menyampaikan tujuan dan memotivasimahasiswa. (2) Menyajikan informasi tentangmateri pelajaran.(3)Mengorganisasikanmahasiswa ke dalam kelompok-kelompokbelajar. (4) Melakukan penyelidikan. (5)Presentase hasil penyelidikan. (6)Mengevaluasi hasil penyelidikan dan (7)Memberi penghargaan. Penerapan PFBPKdalam pembelajaran dapat meningkatkan hasilbelajar dan mengembangkan karakterintrapersonal mahasiswa Prodi PendidikanFisika pada materi pokok dinamika, omentumdan impuls.

Ucapan terima kasih

Ucapan terimakasih yang tulus disampaikankepada Pimpinan Unimed yang telahmembantu dalam penyediaan dana untukpelaksanaan penelitian dan semua pihak yangturut membantu sehingga penelitian danpenulisan artikel ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

A.T. Collette and & Chiapetta E. L. Chiapetta,Science Instruction in the Middle &Secondary School, New York: MaxwellMacmillanInternational (1994).

Charvalo. 2005. Relation Involving Science,Technology, and Environment inStudent Prespectives. Education ofSciences, 5 (3).

Christina Hant. 2000. What is Pupose of ThisExperiments? Or Can Students

Learn Something From DoingExperiments. Journal of Research inScience Teaching, 655-675.

Dale. H. Schunk, Paul R. Pintrich. Judith, L,Meece.2010. Motivation inEducation. Third Edition, New Jersey,Pearson Prentice Hall.

Hake & Richard, R. 2002. Relationship ofIndividual Student Normalized LearningGains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores onMathematics and Spatial Visualization.

Hamalik, O. 2007. Kurikulum danPembelajaran. Jakarta : Bumi danAksara.

Holzer, S. M. dan Raul, H. Andruet. 2010.ActiveLearning in the Classroom. Journal ofVirginia Polytechnic. Institute and StateUniversity. pp 1-10.

Ibrahim, M. 2007. Pembelajaran BerdasarkanMasalah. Buku Ajar MahasiswaUniversitas Negeri Surabaya (2007).

Khan, Manzoor, Ali. 2009. Teachng of Heat andTemperature by HypotheticalInquiry Approach A Sample of InquiryTeaching, Journal of physicsTeacher Education, 5(2), pp 43 -64.

Kennedy, Ruth. 2007. In Class Debates: FertileGround the Active Learning and theCultivation of Critical Thinking and OralCommunication Skills. InternationalJournal of Teaching and Learning inHigher Education. 19/2: pp 183 – 190.

Lickona, Thomas. 1989. Eduacating ForCharacter, USA, Bantam Books, 187-188.

Luginbuh, L. 2010. Self Monitoring to MimimizeStudent Resistance to Inquiry. Journalof Physics Teacher Education, 5(3), pp11 – 23.

Page 46: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

38 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Sahin, Nurretin. 2006, Student TeacherAttitudes Concering be Understandingthe Nature of Science. Internationaleducation Journal, 7(1),51-55.Sardiman. Interaksi dan MotivasiBelajar Mengajar (2007), Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sauri, Sofyan, 2000. Revitalisasi PendidikanSains dalam Pembentukan KarakterAnak Bangsa untuk MenghadapiTantangan Global, Makalah dalam file.Upi. edu, Diakses dari di internet.

Silberman, 2007.M. Active Learning 101Strategi Pembelajaran Aktif.Translated by Sarjuli et al. Yogyakarta:Pustaka Insan Madani.

Suma Ketut.2014. MengembangkanKeterampilan Generik dan NilaiKarakter Melalui Pembelajaran Fisika,Prosiding Nasional Simposium FisikaNasional, 749 – 757.

S.S. Gamze, C. Serap, and E. Mustafa.2008.The Effects of Problem solvinginstruction on Physics achievment,problem solving performance andstrategy Use, Am.J. Phys. Educ.,Vol.2. No. 3.

T.O. Pride, S. Vokos, and L,C. Mc. Dermott.2005. The Challenge of MatchingLearning Assesments to TeachingGoals: An example from the workenergy and Impulse momentumTheorems, American Journal of Physics,66 (2), pp14– 57.

P. Heller, R. Keith., & S. Anderson. 1992.Teaching Problem Solving ThroughCooperative Grouping, Part 1: GroupVersus Individual Problem Solving,American Journal of Physics, 60 (7),pp.627-636.

Walker, S.E. 2003. Active Learning Strategiesto Promote Critical Thinking. Journal ofAthletic Training. 38 ,pp 263 – 265.

Yerigan, T. 2008. Getting Active in theClassroom . Journal of CollegeTeaching & Learning 5/6 : pp.20 – 24.

Yulianti, D., S. Khanafiyah, Sugiyanto.2012.Penerapan Virtual EksperimentBerbasis Inkuiri untuk MengembangkanKemandirian Mahasiswa. JurnalPendidikan Fisika Indonesia, 8, pp 127– 134.

Zubaedi. 2011.Desain Pendidikan Karakter,Konsepsi dan Apilkasinya dalamLembaga Pendidikan. KencanaPrenada Media Group. 295.

Page 47: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

STUDY LITERASI PENGARUH PENGINTEGRASIAN PENDEKATAN STEMDALAM LEARNING CYCLE 5E TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA

Dewi Susanti Kaniawati1*, Ida Kaniawati1 Irma Rahma Suwarma1

1Program Studi Pendidikan Fisika, Sekolah Pascasarjana, Program Magister UPI Bandung*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswadalam menghadapi abad 21. Kemampuan ini dapat dicapai apabila dalam pembelajaran siswadibiasakan belajar dengan berbasis masalah. Science, Tecknology, Engineering and Mathematic(STEM) Education merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menggunakan pendekatanantar ilmu dimana pengaplikasiannya dilakukan dengan pembelajaran aktif berbasis permasalahan.Dalam pendekatan STEM guru melalui topik yang dibahas menghubungkan antara sains danteknologi melalui teknik rekayasa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untukmengintegrasikan STEM adalah Learning Cycle 5E. Model ini terdiri dari lima tahapan yaituEngagement, Exploration Explanation, Elaboration dan Evaluation. Mengintegrasikan STEM dalamlearning cycle 5E menekankan siswa untuk selalu aktif dalam pembelajaran berbasis masalahdengan menggunakan produk teknologi. Hal memungkinkan siswa belajar dengan lebih bermaknasehingga kemampuan pemecahan masalah siswa tinggi karena siswa lebih paham terhadapkonsep secara utuh dan maksimal.

ABSTRACT

Problem Solving Skills is one capability that should be owned by the students in the the 21stcentury. This capability can be achieved when the student learning familiarized withproblem-based learning. Science, Tecknology, Engineering and Mathematic (STEM)Education is a learning approach that uses an approach in which science is done with itsapplication-based active learning problems. In the approach to STEM, teachers through thetopics discussed links between science and technology through engineering techniques.One model of learning that can be used to integrate STEM is the Learning Cycle 5E. Thismodel consists of five phases, namely Engagement, Exploration Explanation, Elaborationand Evaluation. STEM integrate the 5E learning cycle emphasizes the students to alwaysbe active in problem-based learning using technology products. It allows students to learn tobe more meaningful to students' problem-solving skills high because students more conceptunderstanding as a whole and a maximum.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords : Learning Cycle 5E, Problem Solving Skill, STEM Education

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi dan informasidalam beberapa waktu belakangan ini semakinpesat. Bangsa yang akan mengalami berbagaikemajuan terlebih dahulu adalah bangsa yangmampu berinovasi menciptakan berbagaiproduk teknologi. Semua itu dimungkinkan jikabangsa tersebut menguasai aspek ilmu

pengetahuan teknologi (IPTEK). Indonesiasebagai negara besar dengan kekayaansumber daya alam (SDA) serta sumber dayamanusia (SDM) yang melimpah, sudahseharusnya menjadi bangsa yang mampumemainkan peran besar dalam perkembangantersebut.

Tetapi kenyataannya saat ini SDMIndonesia hanya melimpah secara kuantitas

Page 48: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

40 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

saja belum memenuhi aspek kualitas. BangsaIndonesia menyukai dan paling banyakmenggunakan hasil teknologi, namun tidakmau mempelajari atau kurang berminat untukmenguasai IPTEK. Menurut Kaniawati (2014)Salah satu indikator kurangnya kemampuan

kita di bidang sains adalah raihan siswaIndonesia pada tes PISA dan TIMSS yangsangat memprihatinkan seperti terlihat padatabel 1:

Tabel 1. Hasil PISA 2012 Siswa IndonesiaMath Reading Science

Rata-RataSkor

375 396 382

Ranking 63 dari 64

Tabel 2. Hasil TIMSSRata-rata Skor Math Science

2007 397 4272011 386 406

Penurunan -11 -21

Berdasarkan fakta tersebut Indonesiaharus menyesuaikan pola pendidikan yangmemasukan aspek Science, Tecknology,Engineering and Mathematic (STEM) dalampembelajaran di sekolah agar tumbuh minatpada bangsa Indonesia untuk menyukai danmenguasai sains, teknologi, rekayasa danmatematika.

Individu yang didik dengan pendekatanSTEM diharapkan memiliki hard skills yangdiimbangi dengan soft skills, karena dalamproses pembelajaran yang dilakukan denganmetode active learning yang meliputikomunikasi, kolaborasi, pemecahan masalah,kepemimpinan, kreativitas dan lain-lain.Tujuan pendidikan di Indonersia danpengembangan kualitas pendidikan harusbergeser tidak hanya sekedar mencari nilaidan syarat kelulusan tetapi memilikipemahaman yang luas yang diimbangidengan kemampuan kreativitas dan problemsolving yang baik. Atau berkembangnya hardsklill diimbangi dengan soft skills.

Beberapa penelitian pendidikan yangmengintegrasikan STEM dalam pembelajaranfisika telah dilakukan oleh beberapa kampus /sekolah di luar negeri dan di dalam negeri.Salah satu model pembelajaran tersebutmenggunakan learning cycle 5E diantaranya:1. Sevil Ceylan tahun 2014 dalam

Improving A Sample Lesson Plan ForSecondary Within The STEM Education(By Model 5E)

2. Dona Clen tahun 2011 dalam 5 E ModelUse For elementary STEM Education diMaryland Departement Education

3. Pradeep M Dass tahun 2014 dalamTeaching STEM Effectively With TheLearning Cycle Approach

4. Irma Rahma dkk tahun 2014 dalam FirstImplementation of STEM educationChallenge In Indonesia yaitu PenerapanSTEM Education pada siswa SD danSMP Muhamadiyah 8 Bandung dalampelajaran IPA.

Dari hasil penelitian tersebut dilaporkanbahwa dengan mengintegrasikan STEMdalam pembelajaran peningkatan keaktifandan kreativitas siswa cukup tinggi dan siswamampu memahmi konsep dengan baik.Sehingga peneliti dalam hal ini akan mengkajipengaruh pengintegrasian STEM dalamlearning cycle 5E terhadap peningkatankemampuan pemecahan masalah siswa padapembelajaran fisika

PEMBAHASANA. STEM Education1. Pengertian STEM Education

STEM adalah singkatan dari Science,Tecknology, Engineering and Mathematic.Istilah STEM pertama kali dikenal tahun 1990-an. Pada waktu itu kantor NSF (NationalScience Fondation) Amerika serikatmenggunakan istilah SMET sebagaisingkatan Science Mathematics, Engineeringand Technology , Namun seorang pegawaiNSF melaporkan bahwa SMET seperti SMUTdalam pengucapannya sehingga digantilahmenjadi STEM. Jadi dalam konteks IndonesiaSTEM merujuk pada empat bidang ilmu

Page 49: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dewi Susanti Kaniawati, dkk, - Studi Literasi Pengaruh Pengintegrasian 41

pengetahuan yaitu sains, teknologi, teknik danmatematika.

Sedangkan pendidikan STEM merujukkepada pengintegrasian konsep desainteknologi dan rekayasa dalam pengajaran danpembelajaran sains/ matematika di kurikulumsekolah. Selain itu pendidikan STEM jugadapat didefinisikan sebagai suatu pendekatanpembelajaran yang mengintegrasikan STEMdengan ilmu lain. . Pada umumnyapengintegrasian pendidikan STEM dapatdilaksanakan mulai tingkat SD sampaiperguruan tinggi. INi mungkin dilakukankarena aspek pelaksanaan STEM sepertikecerdasan, kreatifitas dan kemampuandesain tidak bergantung kepada usia. Inisiatifpengintegrasian STEM dalam kurikulumpendidikan di sekolah merupakan salah satuusaha untuk meningkatkan minat siswa dalambidang STEM. Pengintegrasian STEM tidakhanya dapat dilakukan antara salah satubidang komponen STEM tetapi juga dapatmengintegrasikan antara komponen STEMdengan bidang ilmu lainnya.

Seorang pendidik STEM adalah guru atauprofesional lain yang mempersiapkan siswauntuk mencari peluang yang terkait denganbidang studi yang melibatkan matematika,ilmu pengetahuan, teknologi, dan rekayasa.Menurut Ihsanul (2015) “STEM merupakansebuah alat untuk bisa mengembangkan polapikir dan mengasah pemikiran kritis siswa.Meskipun difokuskan pada ilmu eksakta, tidakmengesampingkan unsur sosialnya.”Sedangkan Nenny (2015) menyatakan “STEM merupakan sebuah metodepembelajaran yang menggunakanpendekatan antar ilmu dan pengaplikasiannyadidampingi dengan pembelajaran aktifberbasis permasalahan.”

Di sekolah, pendidik STEM sering kaliadalah guru matematika, Ketrampilan Teknik,Sains (IPA). Idealnya, belajar dalam disiplinSTEM terjadi melalui diterapkan pengalamandan kegiatan yang melibatkan integrasi daridua atau lebih bidang ini, dan bukan terpisah-pisah tanpa komunikasi antar guru-guruMatematika, Ketrampilan Teknik dan IPAseperti di kebanyakan sekolah-sekolah diIndonesia. Dengan demikian, siswa dapatbelajar baik matematika dan sains sebagaicara untuk memahami fenomena alam sepertibadai atau situasi buatan manusia.

Menurut Bybee (dalam Rustaman, 2013)“ Pergerakan pendidikan STEM saat ini tidak

sekecil periode NSES tetapi menyamaikecepatan gerak inovasi pesawat Sputnik.Oleh karena itu Indonesia dipandang perluuntuk mulai menerapkan pendekatan STEMdalam pembelajaran agar bangsa Indonesiatidak ketinggalan oleh bangsa lain dalam halkemajuan teknologi.

Melalui pendekatan STEM siswa akanmemiliki cara berpikir yang berbeda danmengembangkan daya kritis dan membentuklogika berpikir, sehingga bisa diaplikasikan diberbagai lini. Selain itu, para siswa akanterbiasa memecahkan masalah dengan baik.Pendidikan berbasis STEM akan membentukSDM yang mampu bernalar serta berpikirkritis, logis, dan sistematis. Contohnya dalamkasus proses belajar dalam bentuk teamwork. Siswa pasti akan berhubungan satusama lain untuk memecahkan sebuahmasalah.

Pendidik STEM berkonsentrasi padapembelajaran berbasis proyek dan bekerja kearah problem solving dan problem-posing,yang dapat melibatkan pengetahuan dankegiatan yang melintasi disiplin STEM,sehingga siswa dan guru bekerja sama danbelajar lintas konten yang berbeda. Banyakkampus jurusan pendidikan mulaimempersiapkan guru-guru STEM untukmerancang, melaksanakan, dan menilaikegiatan kelas yang meliputi proyek danpembelajaran berbasis masalah, danmelibatkan penyelidikan yang mendalam,berpikir kritis, dan berbagai bentukkomunikasi, kolaborasi dan penilaian.

Pendekatan STEM dalam pembelajaranfisika dalah menggunakan proses desain yaituselama siswa mengerjakan tantangan dalamproyek mereka, berikanlah pertanyaan-pertanyaan arahan di bawah ini sesuaidengan UK SPAC (2010) yaitu :

1. Bertukar Pikiran Ide apa yang dapat menjawab

tantangan yang diberikan? Dari semua ide yang telah ada, bisa

sekreatif apakah kamu?2. Desain

Dari ide yang muncul saat bertukarpikiran dengan teman kelompok, idemana yang memungkinkan untukdiaplikasikan?

Masalah apa saja yang perlu siswapecahkan untuk membangun proyekmereka?

Page 50: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

42 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Dapatkah siswa menggambar sketsauntuk menjelaskan desain mereka?

3. Construct (membangun) Bahan/material apa saja yang kamu

perlukan? Berapa biaya yang diperlukan? Apa yang dapat siswa pelajari dari projek

yang dilakukan siswa lain?4. Test, Evaluasi dan Desain Ulang

Mengapa siswa memilih ide ini untukdipertahankan?

Apa tujuan yang ingin dicapai siswa? Apa kriteria desain siswa berhasil dalam

menyelesaikan masalah?5. Berbagi Solusi

Apa yang menjadi bentuk terbaik daridesain siswa? Mengapa?

Apa langkah-langkah yang sudahdikerjakan untuk menjalankan proyek ini?

Apa masalah yang paling sulit dihadapi? Apakah siswa pernah melakukan sesuatu

beberapa kali untuk membuat projeknyaberhasil?

B. Model Pembelajaran Siklus 5ELearning Cycle merupakan model

pembelajaran sains yang berbasis inquiry danberpusat pada siswa. Model pembelajaransiklus belajar (learning cycle) awalnyadikembangkan oleh Robert Karplus. Model inididasarkan pada teori Piaget denganpendekatan konstruktivisme. Karena itu,model pembelajaran ini merancang suatupembelajaran dimana siswa akanmembangun dan menemukanpengetahuannya sendiri.

Learning Cycle menekankan padakemampuan siswa dalam menggunakanpenyelidikan ilmiah dalam mencaripengetahuan atau pengalaman belajarbermakna dengan dasar konstruktivisme.Siklus belajar, terdiri dari rangkaian tahapankegiatan (fase) yang diorganisasikansedemikian rupa sehingga siswa dapatmencapai kompetensi-kompetensi yang harusdikuasai dengan belajar aktif.

Learning cycle mengalamiperkembangan dari 3E, menjadi 5E kemudian7E. Menurut karplus model pembelajaransiklus belajar 3E terdiri dari tiga tahapan yaitufase eksplorasi, pengenalan konsep, danaplikasi konsep. Selama fase eksplorasi,kegiatan yang dilakukan berupa tanya jawab,tes awal, demonstrasi dan percobaan.Kemudian pada fase pengenalan konsep

dilanjutkan dengan melakukan kegiatanberupa diskusi, perolehan konsep baru,penjelasan, pemantapan dan penyimpulan.Dan fase yang terakhir adalah aplikasi konsepyaitu memberikan tambahan contoh konsepatau melakukan tugas baru yaitu demonstrasiberdasarkan demonstrasi yang telahdilakukan sebelumnya.

Model siklus 5E adalah modelpembelajaran yang memiliki lima tahapankegiatan yaitu: Engagement (Menarik minatsiswa untuk belajar), Exploration (Tahappenyelidikan kelompok), Explanation (Tahapmenjelaskan), Elaboration (Tahap analisisdata), dan Evaluatio (Tahap Menilai).

Untuk lebih jelasnya, maka tahapan-tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:1) Engange (ide, rencana pembelajaran

dan pengalaman)Tahap dimana siswa dan guru akanmemberikan informasi dan pengalamantentang pertanyaan awal, memberitahusiswa tentang ide dan rencanapembelajaran sekaligus memotivasi siswaagar lebih berminat untuk mempelajarikonsep dan memperhatikan guru dalammengajar. Tahap ini dapat dilakukandengan demonstrasi, diskusi danmembaca untuk mengembangkan rasaingin tahu siswa..

2) Explore (menyelidiki)Tahap yang membawa siswa untukmemperoleh pengetahuan danpengalaman langsung yang berhubungandengan konsep yang akan dipelajari.Siswa dapat mengobservasi, bertanyadan menyelidiki konsep dari bahan-bahanpembelajaran yang telah disediakansebelumnya melalui kegiatan praktikumnyata atau menggunakan bantuanteknologi dan rekayasa.

3) Explain (menjelaskan)Tahap yang didalamnya berisi ajakanterhadap siswa untuk menjelaskankonsep-konsep dan definisi-definisi awalyang mereka dapatkan ketika tahapeksplorasi. Kemudian dari definisi dankonsep yang telah ada dan kemudiandidiskusikan sehingga pada akhirnyamenuju konsep dan definisi yang lebihilmiah.

4) Elaborate (menerapkan)Tahap ini bertujuan menerapkan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsepdan keterampilan-keterampilan pada

Page 51: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dewi Susanti Kaniawati, dkk, - Studi Literasi Pengaruh Pengintegrasian 43

permasalahan-permasalahan yangberkaitan dengan contoh dari pelajaranyang dipelajari.

5) Evaluate (menilai)Tahap ini melakukan evaluasi dari hasilpembelajaran yang telah dilakukan. Gurudapat menggunakan berbagai teknikevaluasi. Guru diharapkan secara terusmenerus dapat mengobservasi danmemperhatikan siswa terhadapkemampuan dan keterampilanya untukmenilai tingkat pengetahuan dan ataukemampuanya, kemudian melihatperubahan pemikiran siswa terhadappemikiran awalnya.

C. Kemampuan Pemecahan MasalahSalah satu tujuan pendidikan di Indonesia

adalah menjadikan peserta didik mampumenyelesaikan permasalahan dalamkehidupan sehari-hari. Tujuan ini menjadikanpembelajaran tidak hanya sebataspenguasaan terhadap konsep saja melainkanpeserta didik mampu menggunakan konsep-konsep tersebut untuk menyelesaikanpermasalahan yang ada disekitarnya.

“Suatu masalah dapat didefinisikansebagai kesulitan yang terjadi pada diriseseorang ketika menghadapi suatu kasusyang solusi tidak didapatkan secara langsung”(Gok T dan Silay: dalam Ratnaningsih 2015).Pengertian tersebut memiliki arti bahwamasalah bisa hadir dalam bentuk apapun.Dalam hal ini problem solver tidak akanmenemukan solusi atas permasalahantersebut secara instan melainkan melaluisebuah proses. Selain itu unsur kesulitanbukan merupakan unsur intrisik yang dimilikisuatu permasalahan melainkan lebihbergantung pada karakteristik problem solver.

Untuk memenuhi kebutuhannya,manusia selalu dihadapkan dengan berbagaimacam masalah, yang memerlukan kita untukmencari jalan keluar dengan berbagaiketerampilan dan kemampuan untukmemecahkannya. Ruseffendi (Osarizalsyam,2006) menyatakan bahwa pemecahanmasalah adalah pendekatan yang bersifatumum yang lebih mengutamakan proses daripada hasil.

Riset telah membuktikan mengenaiproses pemecahan masalah. Gerace, J. W. etal (2005), mengatakan bahwa kemampuanpemecahan masalah seorang siswa tidakhanya tergantung pada tingkat

kematangannya tetapi juga ditentukan daripermasalahan yang mereka sendirimengalaminya. Ia menyimpulkann bahwakemampuan untuk memecahkan suatumasalah, tidak hanya ditentukan oleh polapikir melainkan dipengaruhi oleh kerja ataupelatihan.

Dengan demikian pembelajaran yangbernuansa pemecahan masalah harusdirancang sedemikian rupa sehingga mampumerangsang siswa untuk berfikir danmendorong menggunakan pikirannya secarasadar untuk memecahkan masalah. Belajarpemecahan masalah pada hakekatnyaadalah belajar berpikir (learning to think) ataubelajar bernalar (learning to reason), yaituberpikir atau bernalar mengaplikasikanpengetahuan-pengetahuan yang telahdiperoleh sebelumnya untuk memecahkanmasalah-masalah baru yang belum pernahdijumpai (Leeuw dalam Osarizalsyam, 2006).

Heller, et. al. (Huffman, 1997)mengatakan bahwa untuk meningkatkankemampuan pemecahan masalah (problemsolving) yang dihadapi siswa dalam ilmufisika dapat dilakukan dengan memberikanstrategi bagaimana memecahkan masalahtersebut. Dalam penelitian ini strategipemecahan masalah yang digunakan adalahstrategi pemecahan masalah yangdikembangkan oleh Heler, et.al. Strategi itumengacu pada lima tahapan pemecahanmasalah meliputi:

1. Memfokuskan masalah (focus theproblem)

2. Menguraikan secara konsep fisika(describe the physics)

3. Merencanakan solusi (plan thesolution)

4. Melaksanakan rencana pemecahanmasalah (execute the plan)

5. Memberikan evaluasi pada solusi(evaluate the solution).Untuk memfokuskan permasalahan

dapat dikembangkan deskriptif kualitatif dalambentuk gambar atau kata-kata yang dapatmembantu siswa dalam menemukan pokokpermasalahannya. Pada langkahmenguraikan atau menjabarkan aspekfisikanya siswa dapat menyederhanakanpermasalahan jika mungkin dalam bentukgambar dan mengajukan hubungan-hubunganyang berguna. Langkah selanjutnya adalahmerencanakan solusi. Pada langkah ini siswadapat membuat suatu kerangka persamaan

Page 52: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

44 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

berdasarkan hubungan yang telah diajukandalam langkah sebelumnya. Pada langkahmelaksanakan rencana pemecahan masalahsiswa dapat memanipulasi persamaan-persamaan, memasukkan bilangan-bilanganyang diketahui, dan memecahkan masalahaljabarnya. Terakhir siswa harusmengevaluasi jawabannya dan memastikanbahwa jawaban tersebut sudah memuaskan.

Dari beberapa cara pemecahanmasalah yaitu Mettes, Polya dan Hellerterdapat persamaan yaitu sama-samamenggunakan pola pikir tingkat tinggi dimanajawaban tak serta merta dapat diperolehtanpa melalui tahapan-tahapannya. Namunperbedaan yang paling dominan ada padalangkah Heller yaitu adanya langkah evaluasiyang menggambarkan simpulan dari seluruhlangkah.

Penyusunan soal merujuk padapendapat Brownell (Osarizalsyam, 2006),yaitu masalah yang akan diajukan bersifatdapat dipahami oleh siswa, baik daripertimbangan materi, konsep yang sedangdiajarkan, maupun dari penyusunan soal itusendiri. Tetapi dari apa yang mereka ketahuitersebut tidak secara langsung dapatdiperoleh solusinya. Pemberian skor atasjawaban berdasarkan langkah-langkah yangdikembangkan oleh Heller, et.al yang dapatdilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Pedoman Pemberian SkorSoal Pemecahan Masalah

Skor

Kriteria Pemecahan Masalah

Fokusmasalah

Gambaransecar

afisika

Merencanakan

penyelesaian

Melaksanakan

rencana

Mengevaluasi

penyelesaian

0Tidaktahu

Tidakada

Tidakada

rencana

Tidakada

kemajuan

Tidakada

1 Kurangmenginterpretasi

soal

Mengetahui

sedikitvariab

el

Persamaan

matematis tidak

berhubungan

Tidakcocok

menyelesaikan

Menemui

kesalahan

matematis

2 Memahami

permasalahan

Gambaran

kuranglengka

p

Persamaan

matematis benar

Menyelesaikan

tapi tidaklengkap

Mangalami jalanbuntudan

berhenti3

Membuat

lengkap

Menyelesaikan

rencanalengkap

Menyelesiakan

tapisalah

memanipulasiangka

4 Lengkapmelanjut

kan

Lengkapdan

tuntas

Skor

Kriteria Pemecahan Masalah

Fokusmasalah

Gambaransecar

afisika

Merencanakan

penyelesaian

Melaksanakan

rencana

Mengevaluasi

penyelesaian

penyelesaian

SkorMaks.

2 3 2 4 4

Sumber: Huffman, D (1997)

Menurut John Dewey (Ratnaningsih, 2015)pemecahan masalah dapat dilakukan denganenam tahap, seperti Tabel 4.

Tabel 4. Tahapan Pemecahan MasalahNo. Tahap-Tahap Kemampuan Yang Diperlukan

1. Merumuskanmasalah

Mengetahui dan merumuskanmasalah secara jelas

2. Menelaahmasalah

Menggunakan pengetahuan untukmemperinci, menganalisismasalah dari berbagai sudut.

3. Merumuskanhipotesis

Berimajinasi dan menghayatiruang lingkup, sebab akibat danalternatif penyelesaian

4. Mengumpulkandanmengelompokkan datasebagai bahanpembuktianhipotesis

Kecakapan mencari danmenyusun data. Menyajikan datadalam bentuk diagram, gambar,dan tabel

5. Pembuktianhipotesis

Kecakapan menelaah danmembahas data.Kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung.Keterampilan mengambilkeputusan dan kesimpulan.

6. Menentukanpilihanpenyelesaian

Kecakapan membuat alternatifpenyelesaian.Kecakapan menilai pilihan denganmemperhitungkan akibat yangakan terjadi pada setiap pilihan.

Pengembangan kemampuan pemecahanmasalah membutuhkan koordinasi danintegrasi beragam keterampilan. Pengetahuandasar atas konsep dan fakta, pengetahuanmetode-metode heuristik terlibat dalampemecahan masalah yang efektif. Salah satukomponen untuk meningkatkan kemampuanpemecahan masalah adalah memberikanumpan balik dan bimbingan untukmemungkinkan siswa mengimplementasikanketerampilan yang diinginkan dan jugamemperkenalkan metode-metode heuristik

Page 53: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dewi Susanti Kaniawati, dkk, - Studi Literasi Pengaruh Pengintegrasian 45

dan mencontohkan penggunaannya. Guruatau teman sendiri dapat mengamati kinerjasiswa dan memberikan umpan balik sertadukungan sehingga memungkinkan merekamemecahkan masalah dengan sukses.

Salah satu cara menilai pemecahanmasalah dalam pendidikan sains dilakukandengan menggunakan analisis tugasprosedural. Hal ini didasarkan pada anggapanbahwa tahapan pemahaman masalah identikdengan tahapan memperoleh pengetahuanyang digunakan oleh para perencana sistempengajaran. Analisis tugas prosedural(procedural task analysis atau task analysisatau task hierarchi analysis), digunakan untukmemecahkan tugas menjadi beberapakomponen, mengorganisasikan hubunganantara masing-masing tugas dan untukmenghasilkan penyelesaian masalah denganefektif dan tepat (Depdiknas, 2008).

(Heller, 1999) Pemecahan masalahdalam fisika dapat dilakukan dalam limatahap, seperti Tabel 5:

Tabel 5. Tahap-Tahap Pemecahan MasalahMenurut Heller

NoTahapPemecahanMasalah

Uraian

1.Memvisualisasi

kan masalah

Menggambar sketsa yangmenyatakan situasi masalah.

Mengidentifikasi variabel yangdiketahui dan tidak diketahui.

Menyatakan kembali pertanyaan. Mengidentifikasi pendekatan

umum terhadap masalah, sepertikonsep dan prinsip fisika yangsesuai dengan situasi masalah.

2.

Mendeskripsika

n konsep fisika

berdasarkan

masalah

Menggunakan prinsip yang telahdiidentifikasi untuk membuatdiagram.

Menuliskan simbol yang relevandengan variabel yang diketahuidan tidak diketahui.

Menuliskan simbol yang spesifikuntuk variabel yang dicari.

Mendeskripsikan hubungankualitatif dari variabel-variabelyang terdapat pada masalah.

3.Merencanakan

solusi

Nyatakan permasalahan denganpersamaan matematika.

Tuliskan persamaan lain yangdibutuhkan untuk menyelesaikanmasalah.

4.Melaksanakan

rencana solusiSubstitusikan semua variabel yangdiketahui ke dalam persamaan yangsesuai dan melakukan perhitungan.

5.

Mengecek dan

mengevaluasi

solusi

Cek apakah permasalahan telahterselesaikan seluruhnya.Mengevaluasi apakah jawaban yangdiperoleh masuk akal.

D. Hubungan Pendekatan STEM ,Learning Cycle 5E dan KemampuanPemecahan Masalah

Berdasarkan observasi masih rendahnyakemampuan pemecahan masalah siswadalam pembelajaran fisika, padahal tuntuntankurikulum saat ini juga mengharapkan agarkemampuan siswa mampu menjawabtantangan abad 21 diantaranya kemampuanpemecahan masalah. Apalagi fisika yang eratkaitannya dengan teknologi dan informasi.Untuk itu diperlukan suatu modelpembelajaran yang cocok dan dapatmemfasilitasi siswa agar mendapatkanpengalaman belajar sehingga sampai padatujuan pembelajaran Fisika. Salah satu modelyang cocok dalam membelajarkan siswaadalah model siklus belajar 5 E. Rustamanet.al (2005:173) menyatakan bahwa salahsatu model pembelajaran yang dilandasikonstruktivisme dan berperan dalammeningkatkan penguasaan konsep danketerampilan berpikir adalah model siklusbelajar (Learning Cycle).

Pengintegrasian STEM diharapkan dapatmemperkuat setiap fase pembelajaran 5E.Penerapan Sains, Teknologi, Rekayasa danMatematika pada siklus 5E membuat fase 5Edapat mengoptimalkan kemampuan siswadalam pemecahan masalah. Dengan prosesmengalami seorang siswa mampu mengenaliprosedur atau proses menghitung yang benardan tidak benar serta mampu menyatakandan menafsirkan gagasan untuk memberikanalasan induktif dan deduktif sederhana baiksecara lisan, tertulis, ataumendemonstrasikan (Depdiknas, 2004). Jikasiswa sudah menguasai konsep fisika denganbaik maka siswa tersebut akan mampumembawa konsep tersebut ke dalam bentukpersoalan lain dengan kemampuanpemecahan masalah

Selanjutnya, hubungan antaraPengintegrasian STEM, Learning Cycle 5Ekemampuan pemecahan masalah siswadapat dilihat dalam Tabel 6:

Tabel 6. Hubungan Sintaks Learning Cycle5E dan Pendekatan STEM

Siklus5E

Objek /Kegiatan

DeskripsiPelajaran

Sciencestandar

STEM

Engage Benda,situasi,pertanyaandigunakan untuk

Selamaaktivitas inisiswa diberitantanganuntukmendesain

Menggunakaninformasidariberbagaivariasi

Keterampilan danprosesteknologi: Mendes

ain

Page 54: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

46 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Siklus5E

Objek /Kegiatan

DeskripsiPelajaran

Sciencestandar

STEM

menariksiswa

Menghubungkanapa yangsiswaketahuidenganyangharussiswalakukan

danmengkonstruksirangkaianlistrik arussearah

percobaan

Memilihalat danbahan

Explore Objekdanfenomenadiselidiki

Selamakegiatan inisiswamengaplikasikanpengetahuan danmenghubungkandenganSTEM yangdigunakan

Realisasibahwatidak adadesainyangsempurna tetapiharusdicobamenciptakancontohdesainyangterbaik

Mencariformulayangteratur

Menggunakanstrategipenggunaanalat

MembuatmodelMatematika

Explain Siswamenjelaskanpemahamanmerekatentangkonsepbaru danketerampilandikenalkansebagaikonsepyangjelas

Siswamenjelaskan padakelompoklain hasildarikelompoknya danmenjelaskan produksidankesuksesan/kegagalanselamakegiatan

Fisika:Menelitidanmenggunakankonseplistrikarussearah

Menjelaskansesuatuyang tidakdapatdikerjakan,gagal atautidakterhubung

Elaborate

Menggunakankonseppadakonteksdanmembangunpemahaman danketerampilan

Siswamemperluaspengetahuan melaluiberbagaicara untukmengkreasikanrangkaiandanmembuathubungandengankehidupannyata

Menngunakanvariabelyangdiubah

Menyelidiki danmenggambarkanbagaimana modelmatematika bekerjasetelahvariabeldiubahdansesuatu didalamdunianyatasesuaidengankonseptersebut.

Evaluate

Siswadinilaipengetahuan,keterampilan dansikapselamaKBM

Sebagaipenilaiansiswa dinilaiselamaKBM.Bagaimanasiswa dapatmenjelaskan arus listrik

Penerapan faktadanpemberianargumen.Mengembangkanpenjelasanmelalui

Siklus5E

Objek /Kegiatan

DeskripsiPelajaran

Sciencestandar

STEM

danmenghubungkanteknologiSTEM

prosesdan faktaobservasi

Sumber (Maryland State Departement Of Education)

Tabel 7. Sintaks Learning Cycle 5E ,Pendekatan STEM, dan Kemampuan

Pemecahan Masalah

Sintaks5E Penerapan Sintaks Esensi

STEMKPM

Engage Mengajukanpertanyaan

MenjelaskanMasalah

Sains Memvisualisasikanmasalah

Explore Mengembangkandan menggunakanmodel

Memikirkanhipotesa

Merencanakanpenyelidikan

MengumpulkanData

Menganalisis DataMenggunakanMatematika

Sains,Teknologi,Rekayasa,Matematika

Mendeskripsikankonsepfisikaberdasarkanmasalah.Merencanakansolusi,Melaksanakanrencanasolusi

Explain Menganalisis danmenginterpretasiData

Menjelasankangagasan

Memberikanargumentberdasarkan fakta

Merancang solusi Mengkomunikasik

an

Sains,Teknologi,Matematika Mengecek

solusi

Elaborate

Penggunaan danPenerapanPengetahuanSTEM

Sains,Teknologi,Rekayasa,Matematika

Mengecekdanmengevaluasi solusi

Evaluate

Penggunaan danPenerapanPengetahuanSTEM

Sains,Teknologi,Rekayasa,Matematika

Mengevaluasi solusi

PENUTUPDari pembahasan di atas, sangat cocok

sekali apabila pengitegrasian STEM dalamlearning cycle 5E diterapkan dalampembelajaran fisika untuk meningkatkan

Page 55: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dewi Susanti Kaniawati, dkk, - Studi Literasi Pengaruh Pengintegrasian 47

kemampuan pemecahan masalah denganasumsi sebagai berikut.1. Melalui pengintegrasian STEM dalam

learning cycle 5E diterapkan dalampembelajaran fisika akan melibatkan siswadalam pembelajaran aktif yangmenghubungkan sains dengan produkteknologi

2. Pembelajaran STEM memfasilitasi proseslatihan berpikir untuk mengembangkankemampuan pemecahan masalah dalamproduk teknologi sederhana

3. Dalam pembelajarn STEM siswamengalami pengalaman langsung dalammendesain produk teknologi. Hal ini akanlebih berbekas pada ingatan siswa dandiharapkan tumbuh minat siswa untukmemahami menguasai teknologi

DAFTAR PUSTAKA

Bybee, R.et.al. (2006). The BSCS 5EInstructional Model: Origins,Effectivenessand Applications. [Online].Tersedia:http://www.bscs.org/pdf/bscs5eexecsummary. pdf. [30 Maret 2012].

Costa, A. (1985). Depeloping Minds. Virginia:ASCD Publications.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 SMA(KTSP) Pedoman KhususPengembangan Silabus dan PenilaianMata Pelajaran Fisika. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2008). Pengembangan Modelpendidikan kecakapan hidup. Tersedia: www.puskur.net

Dona Clen (2011) 5 E Model Use Forelementary STEM Education. Maryland :Maryland Departement Education

Heller, K & P. Heller.(2010). CooperativeProblem Solving in Physics A User’sManual. [Online].Tersedia:http://www.aapt.org/Conferences/newfaculty/upload/Coop-Problem-Solving-Guide.pdf

____________.(1999). CooperativeGroupProblem Solving inPhysics.National Science Foundation(NSF), the Department of Education,Fund for improving Post-SecondaryEducation (FIPSE), and by the

University of Minnesota, University ofMinnesota

Huffman, D. (1997). Effect of explicit problemsolving instruction on high schoolstudents’ problem-solving performanceand conceptual understanding ofphysics. Journal of Research In ScienceTeaching Vol. 34, No. 6, Pp. 551–570(1997).

Kaniawati, Ida (2013) Implementation OfSTEM Education As A Challenge toImprove Student 21st Century Skill InIndonesia. Proposal Penelitian.Bandung: UPI

Lee, Jong-Yeon, dkk. (2010). Developmentand Implementation of a Web-basedTool to Support Creative ProblemSolving (CPS). International Journal forEducational Media andTechnology.Vol.4, No.1, pp.21-36.

Pradeep M Dass (2015). Teaching STEMEffectively With The Learning CycleApproach Journal K-12 STEM Educationvol 1 Jan-Maret 2015 PP 5-12

Rahma, Irma dkk (2013). First Implementationof STEM education Challenge InIndonesia. Laporan. Bandung : UPI

Ratnaningsih, Dwi (2015). PenerapanStrategiCooperative Problem Solving (CPS)dalam Model Novick untukMeningkatkanPemahaman Konsepdan KemampuanPemecahan MasalahSiswa SMA.Tesis.Bandung : UPI. Tidak diterbitkan

Rustaman, Nuryani (2013) The NextGeneration Science Standars andScience-Tecnology-Engineering-Mathematics Education Movement : TheChallenge Faced) in Preparing ReflectiveScience Teacher. Makalah InternationalConference of Teacher Education (UPI-UPSI). Bandung : UPI

Rustaman. dkk. (2005). Strategi BelajarMengajar Biologi. Malang: Penebit UNM

Sevil Ceylan (2014) Improving A SampleLesson Plan For Secondary Within TheSTEM Education (By Model 5E) Journal :Science Direct

Page 56: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

48 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Osarizalsyam. (2006). Penerapan ModelPembelajaran Kooperatif tipe DuaTinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)Pada Konsep Ekosistem untukKemampuan Pemecahan Masalah danHasil Belajar siswa. Tesis PPS UPIBandung: Tidak Diterbitkan.

UK-SPEC (2010).Chartened Engineer andIncorporate engineer Satndart. LondonEngineering Council UK.

Page 57: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENELITIAN TINDAKAN KELAS UNTUK MENINGKATKAN KOGNITIF DANKETERAMPILAN BERHIPOTESIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN

METODE DEMONSTRASI INTERAKTIF

Ely Maryam RNI1*, Parlindungan Sinaga21SMP Negeri 9 Cimahi

2Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengalaman mengajar IPA di SMP Kota Cimahi sejak mulai diberlakukannya kurikulum2013 yang menekankan bahwa pendekatan pembelajarannya menggunakan metode ilmiah,menunjukkan bahwa proses dan hasil belajar siswa masih jauh dibawah standar yangditetapkan sekolah. Setelah melakukan refleksi faktor-faktor yang menyebabkan hal ituialah bahwa pada saat proses pembelajaran siswa kurang berani mengemukakanpendapat, alasan, ide dan menanggapi fenomena fisika yang ditunjukkan dalam kelas.Siswa belum terbiasa untuk menggunakan nalarnya dalam menganalisis fenomena yangditunjukkan guru. Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah dengan penerapan metodedemonstrasi interaktif dapat meningkatkan prestasi belajar dan keterampilan berhipotesissiswa SMP. Dari hasil tindakan siklus I menunjukkan hasilnya belum mencapai indikatoryang ditetapkan. Refleksi siklus I menunjukkan bahwa : siswa belum terampil dalammerumuskan hipotesis secara tertulis, alat demonstrasi yang digunakan kurang memenuhisyarat, guru belum mengoptimalkan nalar siswa untuk berhipotesis. Hasil refleksi dipakaiuntuk membuat rencana tindakan siklus II. Setelah dilakukan tindakan siklus II didapatkanbahwa indikator keberhasilan penelitian pada kemampuan siswa membuat hipotesisdengan benar dan hasil belajar siswa ternyata sudah tercapai. Kesimpulan dari penelitianini bahwa masalah rendahnya kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapat, alasan,ide dan menanggapi fenomena fisika serta rendahnya kognitif siswa dapat ditingkatkandengan penerapan metode demonstrasi interaktif sebanyak dua siklus.

ABSTRACT

This study focused on efforts to improve student achievement in cognitive through theapplication of physics based discovery learning model that is devoted to the concept ofNewton's Law. Discovery-based approach is expected and is believed to develop students'skills in various aspects of one study that showed achievement levels achieved mastery ofphysics students after participating in the learning process in accordance with the expectededucational purposes. Researchers conducted a study on the process of learning physicsfor the discovery oriented junior high school students in Newton's law of matter with designone group pretest-posttest. Subjects were students of class VIII B in the second semester ofthe academic year 2013-2014 in one of the junior high school in Bandung as many as 34students. Data collected through tests, observations and interviews. The results of the studyinforms that the average pretest score 69.56 and posttest mean score of 80.29 and anaverage value of 0.35 with a normalized gain medium category. Researchers conclude thisstudy can be said to have a positive impact on student achievement that shows thatstudents are able to organize and construct knowledge well.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

Page 58: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi
Page 59: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Elly Maryam RNI, dkk, - Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan 49

PENDAHULUAN

Selama implementasi kurikulum 2013pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri di kotaCimahi banyak ditemukan kesulitan dalampelaksanaan proses pembelajaran di kelas.Pendekatan pembelajaran IPA yang dianjurkanpada Kurikulum 2013 ialah pendekatan saintifikatau metode ilmiah, inquiri dan metodepenemuan. Implementasi metode pembelajaranseperti itu akan berhasil apabila siswa aktifdalam proses pembelajaran di kelas. Siswaharus sudah terbiasa untuk mengajukanpertanyaan, menanggapi pertanyaan guruataupun pertanyaan dari siswa lainnya, tidaktakut mengemukakan pendapat atau ide ataumemprediksi fenomena apa yang akan terjadipada saat eksperimen.

Kondisi aktivitas siswa selamaimplementasi kurikulum IPA 2013 pada matapelajaran IPA adalah sebaga berikut: jumlahsiswa yang mau menjawab pertanyaan yangdiajukan guru ialah 21,87%, jumlah siswayang mau mengemukakan pendapat terhadappermasalahan ialah 25%, jumlah siswa yangberani memprediksi fenomena apa yang akanterjadi pada saat eksperimen 37,5%. Jumlahsiswa yang berani mengajukan pertanyaanialah 31,25%.

Kondisi aktivitas siswa dalam prosespembelajaran dikelas seperti itu membawadampak pada prestasi akademik siswa.Berdasarkan data dari tahun sebelumnya, hasilulangan harian IPA pada Kompetensi Dasar 3.1di kelas IX dalam skala 0-100, nilai terendahyang dicapai siswa 40; nilai tertinggi yangdicapai 100; nilai rata-rata ulangan harianadalah 69,53; dan jumlah siswa yang nilainyamencapai KKM adalah 11 dari 32 siswa(34,37%), dengan KKM yakni sebesar 75sesuai yang ditetapkan sekolah. Hasil belajarini dalam kategori rendah.

Permasalahan tersebut perlu diupayakanuntuk dicarikan solusinya agar tidak berdampaklebih jauh terhadap ketidaktercapaian standarkompetensi lulusan. Permasalahan utama yangteridentifikasi dalam melaksanakanpembelajaran dengan metode saintifik danmetode inquiri ialah siswa kurang berani ataumungkin juga merasa takut atau malu ketikadiminta untuk menjawab pertanyaan ,memberikan tanggapan terhadap pernyataan,mengajukan pendapat. Metode pembelajaranyang secara teoritis memiliki potensi untukmendorong siswa agar aktif dalam

pembelajaran didalam kelas ialah metodeinteraksi demonstratif. Pada metodepembelajaran ini siswa didorong untukmenanggapi pertanyaan , memprediksifenomena yang akan terjadi pada suatudemonstrasi. meminta siswa untuk menaggapipertanyaan maupun pernyataan teman.Metode demonstrasi interaktif juga dapatmengatasi keterbatasan jumlah alat peragayang tersedia di sekolah. Satu set alatpercobaan fisika dengan menggunakan metodepembelajaran demonstrasi interaktif masih bisamengakomodasi tuntutan kurikulum 2013 yaitumetode ilmiah dan inquiri. Pada metodepembelajaran ini para siswa diminta untukmengamati fenomena fisika danmengemukakan hipotesis tentang apa yangakan terjadi dengan fenomena tersebut apabilakondisinya atau parameternya diubah. Metodepembelajaran ini mendorong terjadinyakeaktifan siswa di kelas melalui interaksiberupa diskusi antara guru dengan siswamaupun siswa dengan siswa

Berdasarkan latar belakang di atas, makarumusan masalah dalam penelitian ini adalah“Apakah penerapan metode demonstrasiinteraktif dapat meningkatkan kognitif danketerampilan berhipotesis siswa SMP padakonsep listrik statis?”.

Hipotesis tindakan dalam penelitian iniadalah “Dengan penerapan metodedemonstrasi interaktif prestasi belajar danketerampilan berhipotesis siswa pada kelas IXA di salah satu SMP diKota Cimahi TahunPelajaran 2015/2016 dapat meningkat”.

Indikator keberhasilan dalam penelitian iniadalah 1) tindakan penerapan metodedemonstrasi interaktif dikatakan berhasilapabila 75% dari siswa dapat mengemukakanhipotesis sesuai fenomena yang ditunjukkan, 2)hasil tes kognitif 75%, dan apabila 75% ataulebih siswa berhasil mencapai nilai 75 ataulebih.

Berdasarkan batasan masalah yangdirumuskan di atas, maka tujuan penelitian iniadalah untuk meningkatkan kognitif danketerampilan berhipotesis siswa kelas IX-A disalah satu SMP Negeri di Cimahi pada konseplistrik statis dengan metode demonstrasiinterakif.

Penelitian yang penulis laksanakandiharapkan memberikan manfaat bagi pelakudan komponen-komponen kegiatan belajarmengajar, diantaranya : a) bagi guru dapatmengembangkan metode pembelajaran ini

Page 60: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

50 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

pada materi lain yang mempunyai karakteristikyang sama, b) bagi siswa dapat menjadikansuasana belajar lebih segar danmenyenangkan sehingga keterampilanberhipotesis meningkat yang berdampak padapeningkatan pemahaman konsep fisika, c) bagisekolah dapat dijadikan salah satu sumberinformasi untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh sekolah.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX-Adi salah satu SMP Negeri di kota Cimahi tahunpelajaran 2015/2016, dengan jumlah siswa 30orang yang terdiri dari 6 putra dan 24 putri yangsedang mempelajari pokok bahasan listrikstatis. Peneliti bertindak sebagai pelakutindakan dan dibantu oleh beberapa orangobserver.

Sumber dalam penelitian ini adalah siswadan guru yang diobservasi oleh observerdengan menggunakan format yang telahdisediakan. Jenis data yang didapatkan meliputidata kuantitatif yang terdiri dari: a) hasilobservasi terhadap keterampilan berhipotesissiswa; b) hasil belajar berupa kemampuankognitif C1, C2, dan C3; c) hasil observasi guruterhadap pelaksanaan pembelajaran metodedemonstrasi interaktif.

Pengolahan data observasiketerlaksanaan keterampilan berhipotesissiswa, dilakukan dengan cara mencaripersentase keterlaksanaan metodedemonstrasi interaktif. Adapun langkah-langkahyang penulis lakukan untuk mengolah datatersebut adalah sebagai berikut:a. Pengolahan data hasil observasi dilakukan

dengan menghitung persentase jawabanhasil hipotesis dengan formulasi sebagaiberikut:

(%) = ∑ℎ∑ℎ ℎ × 100%b. Pengolahan data terhadap skor tes

dimaksudkan untuk mengetahui peningkatanhasil belajar siswa setelah kegiatanpembelajaran. Pengolahan data hasil belajardilakukan dengan menghitung hasil belajardengan formulasi berikut:

X =N

X

Ketuntasan belajar secara individu (KBI)

Rumus yang digunakan untuk menghitungketuntasan belajar secara individu digunakanrumus:

%100seluruhnyasoaljumlah

benarjawabanjumlahKBI

Untuk mengetahui ketuntasan belajar klasikaldigunakan rumus :

seluruhnyasiswajumlah

nilaidengansiswaKBK

75

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Siklus I, observer mengamatikegiatan pembelajaran sampai selesai. Penelitimelakukan penelitian hasil pekerjaan siswadalam melakukan hipotesis dan hasil tes belajarsiswa sebagai evaluasi yang diberikan untukpenilaian secara individual. Keterlaksanaanmetode pembelajaran yang dilakukan oleh guruyang telah diobservasi oleh observer sesuaidengan lembar observasi yang telah dibuat.diperoleh 82,61% metode demonstrasi interaktifterlaksana. Akan tetapi, masukan dari observerterdapat evaluasi untuk perbaikanpembelajaran pada siklus berikutnya , yakni:lebih mengoptimalkan alat dan bahan yangakan digunakan sehingga memenuhi syarat,cara menggantungkan alat denganmenggunakan statif dengan satu tali.Memberikan penguatan kepada siswa tentangarti berhipotesis, sehingga siswa dapatmengemukakan hipotesis beserta alasannyadengan tepat. Dengan model alat yang kecilkurang telihat oleh semua siswa, sehingga agarsemua siswa bisa mengamati dengan jelasdemonstrasi yang dilakukan, akanmenggunakan webcam dalam penayangannya.

Keterampilan berhipotesis siswa selamapelaksanaan tindakan dalam kegiatanpembelajaran di kelas diobservasi dengan caramenghitung jumlah siswa yang melakukanhipotesis yang telah ditentukan dalam lembarkerja. Berdasarkan hasil observasiketerampilan berhipotesis, didapatkan siswayang sudah mampu merumuskan hipotesissejumlah 12 orang (40%) dari 30 orang siswa.

Hasil observasi menunjukkan bahwaketerampilan siswa dalam melakukan hipotesismasih rendah, hal ini kemungkinan disebabkanbeberapa faktor, diantaranya siswa belumberani untuk mengemukakan pendapat, belumterbiasa untuk melakukan hipotesis.

Page 61: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Elly Maryam RNI, dkk, - Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan 51

Setelah kegiatan pembelajaranberlangsung sesuai dengan rencana tindakanyang mengacu pada metode demonstrasiinteraktif, maka dilakukanlah analisa terhadaphasil tes belajar siswa yang dilakukan padatahap akhir pembelajaran. Jumlah siswa yanghadir sebanyak 30 siswa. Dari jumlah tersebut,siswa yang nilainya mencapai atau melebihiKKM sebanyak 1 siswa atau 3,33% darikeseluruhan jumlah siswa dan siswa yangbelum mencapai KKM sebanyak 29 siswa atau96,67%.

Setelah dilakukan tindakan siklus I, makapeneliti mengadakan diskusi dengan observeruntuk merefleksikan dan menganalisis kegiatantindakan dan hasil penelitian siklus I.Berdasarkan seluruh data penelitian yangdidapat, peneliti dapat menentukan tahap manasaja yang perlu di revisi atau ditambah. Refleksiyang dilakukan berdasarkan aspek-aspek yangbelum mencapai keberhasilan sesuai targetyang telah ditentukan. Refleksi dan analisis inidilakukan berdasarkan tindakan yang dilakukanpada siklus I.

Metode demonstrasi interaktif yangdilakukan oleh guru dalam pembelajaran dikelas pada tahap pendahuluan, kegiatan inti,dan penutup sudah terlaksana, walaupundemikian terdapat kekurangan pada saatpelaksanaan pengajarannya, diantaranya:kurangnya guru dalam melibatkan siswa untukmelakukan demonstrasi yang dilaksanakan,dan tidak memberikan kesempatan kepadasiswa untuk terlibat dalam diskusi kecil denganteman sebelah terdekat mereka.

Keterampilan siswa dalam melakukanhipotesis belum mendapatkan hasil yang baik.Hal ini disebabkan karena siswa belummengerti arti hipotesis, sehingga belum terbiasamengemukakan berhipotesis dan masih sulituntuk diungkapkan. Kemampuan siswa dalammelakukan hipotesis diperoleh sebesar 40%,sedangkan hasil belajar siswa dalamketuntasan belajar sebesar 3,33% (keduanyamasih belum memenuhi syarat pencapaianKKM). Berdasarkan refleksi dan analisisterhadap hasil penelitian pada siklus I,disimpulkan bahwa indikator keberhasilanpenelitian pada kemampuan berhipotesisdengan benar dan hasil belajar denganmenggunakan pencapaian 75 % siswa harusmencapai KKM ternyata belum tercapai. Olehkarena itu, diperlukan tindakan perbaikan padasiklus II.

Setelah dilakukan tindakan siklus II, makapeneliti mengadakan diskusi dengan observerdan guru mitra untuk merefleksikan sertamenganalisis tindakan-tindakan dan hasil-hasilpenelitian yang sudah dilaksanakan pada siklusII. Refleksi yang dilakukan sesuai target yangtelah ditentukan yakni kegiatan pembelajarandengan metode demonstrasi interaktif. Kegiatanpembelajaran yang dilaksanakan oleh gurudengan metode demonstrasi interaktif padasiklus II menunjukkan 90% dari keseluruhanprosedur pembelajaran, terlaksana. Adapunaktivitas siswa dalam melakukan hipotesis82,76% dari jumlah seluruh siswa, danpencapaian hasil belajar diperoleh 79,31%artinya telah melampaui KKM yang menunjukan23 siswa yang telah memperoleh nilai lebih dari75.

Berdasarkan refleksi dan analisisterhadap hasil penelitian pada siklus II,disimpulkan bahwa indikator keberhasilanpenelitian pada kemampuan siswa melakukanhipotesis dengan benar adalah 82,76%, danhasil belajar dengan menggunakan pencapaian75% siswa harus mencapai KKM ternyatasudah tercapai dengan persentase siswa yangmencapai nilai KKM adalah 79,31%.

PENUTUP

Permasalahan rendahnya aktivitas siswadalam pembelajaran IPA dan rendahnyaprestasi akademik siswa dapat ditingkatkandengan melatih siswa mampu berhipotesismelalui penerapan metode demonstrasiinteraktif sebanyak dua siklus. Melalui aktivitasberhipotesis mendorong siswa untukmenggunakan nalarnya sehingga jugaberdampak pada peningkatan prestasiakademiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Macam-macam metode pembelajaran, tersediadi:http://googleweblight.com/2011/2012.

Keterampilan proses sains (Bag 2 ) tersedia dihttp://fisika21.wordpress.com/2012.

Sukis Wariyono, 2008, Buku Paket Belajar IPAuntuk kelas IX SMP /Mts, Jakarta, PusatPerbukuan Depdiknas.

Keterampilan proses sains,tersedia diwww.eurekapendidikan.com/2015.

Page 62: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL SEBAGAI ALAT BANTUKONSTRUKSI KONSEPSI SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA MATERI

PEMUAIAN ZAT

Fauzi Nur Hidayat1*, Andi Suhandi2

1,2Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian pengembangan media simulasi virtual pada pembelajaran fisika, gunamengkonstruksi atau merekonstruksi konsepsi siswa pada materi Pemuaian Zat. Padapenelitian ini, media simulasi virtual diaplikasikan dengan pendekatan pembelajarankonstruktivisme yaitu model pembelajaran Interactive Conceptual Instruction (ICI). Mediasimulasi virtual digunakan untuk siswa lebih mudah mengkonstruksi konsep dan jugamampu merekonstruksi konsep siswa apabila terdapat miskonsepsi. Penelitian ini dilakukanpada salah satu SMA di Bandung Barat dengan metode campuran (mix method) kualitatif-kuantitatif. Sampel penelitian ditentukan dengan purposive sampling, dengan kriteria yangdijadikan sebagai sampel adalah siswa kelas X pada materi Pemuaian Zat. Dariperbandingan rata-rata N-Gain yang dinormalisasi <g> dan peningkatan pemahamankonsep siswa dari sebelum hingga sesudah penggunaan media simulasi virtual pada siswaserta melihat konsistensi konsepsi siswa. Diharapkan bahwa pengembangan mediasimulasi virtual dapat mengkonstruksi konsepsi siswa pada materi Pemuaian Zat.Penggunaan media simulasi virtual sebagai alat bantu pembelajaran dapat meningkatkanpemahaman konsep siswa secara keseluruhan sebesar 66% dan hal ini termasuk dalamkategori sedang. Sedangkan untuk konsistensi konsepsi siswa secara keseluruhantermasuk kedalam level cukup konsisten.

ABSTRACT

This research has aim to implement virtual simulation media to construct students conceptson the topic of expansion in physics. This research is use Interactive Conceptual Instruction(ICI) as an approach while the method that will be used is mix method. This research isconducted in order to implement the developing of virtual simulation media that expect thestudents are easier to construct students’ concept also reconstruct students’ concept if thereis misconception of the students. Sampling technique of this research is purposivesampling. In this research, the instruments that used are observation sheet and test (pre-test and post-test). The conclusion of the results shown that students can construct theirconcept is in medium category, It seen from the results test that is 66% medium category.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: developing of virtual simulation media, concepts’ construction

PENDAHULUAN

Depdiknas (2003) indikator tentang fungsidan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMAadalah sebagai sarana Menguasaipengetahuan, konsep dan prinsip fisika, sertamemiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap

ilmiah. Karakteristik pembelajaran fisika yangabstrak dalam materi pembelajaran tentumenjadi tantangan tersendiri, dalam haleksperimen terdapat materi fisika yang dapatdilakukan di laboratorium nyata namun terdapatpula konten materi fisika yang tidak dapatdilakukan di laboratorium nyata. Hal ini lah

Page 63: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Fauzi Nur Hidayat, dkk, - Pengembangan Media Simulasi Virtual 53

yang hingga kini dirasa masih menjadipersoalan besar dalam pengajaran fisika diSMA. Materi suhu dan kalor sub konseppemuaian yang merupakan materi untuk siswaSekolah Menengah Atas (SMA) kelas X,memiliki karakteristik konsep yang abstrak dansangat sulit dijelaskan oleh guru terkait prosesyang terjadi sebenarnya secara mikroskopikyaitu proses yang terjadi.

Simulasi virtual dapat memvisualisasikanperilaku makroskopis dan mikroskopis suatufenomena sehingga dapat membantu siswamengamati fenomena yang tidak dapat diamatisecara langsung, dan menghubungkannyadengan fenomena yang dapat diamati secaralangsung (Srisawasdi dan Siriporn, 2014).

Masalah dalam penelitian ini adalahApakah media simulasi virtual yangdikembangkan efektif digunakan sebagai alatbantu dalam pembelajaran fisika yangberorientasi konstruksi konsepsi pada materisuhu dan kalor subkonsep pemuaian bendayang Bersifat Mikroskopis). Honey dan Hilton(2011:18) mengungkapkan bahwa simulasimampu menyediakan representatif visual darisebuah teori yang sangat sulit untuk dihadirkanpada lingkungan statis seperti, teks book sains,namun merupakan hal yang penting untukdipahami mengapa suatu materi tersebutbersifat seperti yang diamati. Hingga saat inimedia untuk membantu pembelajaran terkaitmateri pemuaian pada sub konsep suhu dankalor belum tersedia. Maka dari itu penelitimerasa tertarik untuk memberikan suatugagasan untuk mendisain danmengembangkan sebuah media simulasi virtualsebagai alat bantu memahamkan konseppemuaian benda pada materi suhu dan kalor.

METODE

Pada penelitian ini digunakan metodecampuran (mix method) dengan desainembedded experimental model yang artinyacampuran tidak berimbang (Creswell, 2014).Tes kemampuan pemahaman konsepdilakukan sebelum dan setelah siswamendapatkan pembelajaran menggunakanmedia simulasi virtual dengan modelpembelajaran Interactive ConceptualInstruction (ICI).

Keterangan :X : Pembelajaran melalui ABSIO : Pretest dan Posttest pemahamankonsep

Adapun subjek penelitiannya adalahsalah satu kelas XI pada salah satu SMA dibandung barat 2015/2016 sebanyak 30 siswayang dipilih menggunakan sampel acak kelas(Sugiono, 2012: 83).

Instrumen penelitian yang digunakanadalah tes kemampuan pemahaman konseppada materi pemuaian zat yang terdiri daridelapan belas soal.

Setelah hasil tes di dapat selanjutnyadilakukan skoring berdasarkan rubrik diatas.Setelah skoring dilakukan maka langkahselanjutnya dilakukan kategorisasi, yaitupengelompokan skor yang diperoleh oleh siswadalam kategori tinggi, sedang dan rendah.Kategorisasi skore dapat dijelaskan pada Tabel1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil data yang diperoleh terdapatperbedaan pada ke 30 sampel yang diberi tes.Adapun hasil tes dan kategorisasi disajikanpada Gambar 1.

Tabel 1. Kriteria Nilai N-gain (Hake, 1999)

Nilai N-gain Kriteria

Tinggi >0,7 (>70%)

Sedang 0,3-0,7 (30%-70%)

Rendah <0,3 (<30%)

Gambar 1 menunjukkan rata-rata nilaipretest yang diperoleh siswa sebesar 40,37%,rata-rata posttest yang diperoleh sebesar

79,81% dan rata-rata N-gain yang diperolehsebesar 66%. Nilai N-gain tersebutmenunjukkan bahwa efektifitas penggunaan

O X O

Page 64: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

54 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

media media simulasi virtual sebagai alat bantukonstruksi konsepsi siswa menunjukan

presentase sebesar 66% dan hal ini termasukkedalam kategori sedang.

Gambar 1. Hasil Test Pemahaman Konsep Siswa

Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian (Eliyawati, 2013) yang menyatakanbahwa penggunaan media dapat meningkatkansimulasi virtual pada kategori sedang. Hasilpenelitian ini sejalan juga dengan pendapat(Mayer dan Moreno, 2003) yang menyatakanbahwa media pembelajaran dapat menciptakanpembelajaran yang lebih bermakna.Selanjutnya (latip, 2015) menjelaskan bahwaefektifitas pembelajaran menggunakan mediasimulasi virtual memiliki dampak yang positif.

PENUTUP

Hasil penelitian ini menujukkan bahwamedia simulasi virtual sebagai alat bantupembelajaran guna mengkonstruksi ataumerekonstruksi konsepsi siswa, memberikandampak yang positif terhadap kemampuanpemahaman konsep siswa. Hal itu terlihat darinilai N-gain dengan presentase sebesar 66%dan hal ini termasuk kedalam kategori sedang.Untuk itu peneliti menyarankan agar paratenaga pendidik dapat menerapkanmenggunakan media simulasi virtual sebagaialat bantu pembelajaran guna memfasilitasikonsep fisika yang abstrak sehingga pesertadidik akan memahami secara lebih nyata danmampu meningkatkan pemahaman konsepsiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, JW. (2014). Research DesignPendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed.Yogyakarta :PustakaPelajar

Fan, X., dan Geelan, D. (2012).Effectiveness of active instruction

with simulation on misconceptions insenior secondary physics classroomin Mainland China. Paper presentedat the 43rd Annual ASERAConference, University of theSunshine Coast

Hake, R. R., (1998). Interactive-EngagementVersus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey ofMechanics Tes Data For IntroductoryPhysics Course, Am. J. Phys. 66 (1)64-74

Srisawasdi & Siriporn Kroothkeaw. (2014)Supporting Student’s ConceptualDevelopment of Light Refraction bySimulation-based Open Inquiry withDual-situated Learning Model. JurnalComputer Education. Springer.

Sugiyono. (2011). Metode PenelitianPendidikan: Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung : PenerbitAlfabeta.

Suhandi et al,.(2008). Efektifitas PenggunaanMedia Simulasi Virtual padaPendekatan Pembelajaran KonseptualInteraktif dalam MeningkatkanPemahaman Konsep danMeminimalkan Miskonsepsi. LaporanPenelitian Hibah Kompetitif UPI.Bandung. FMIPA UPI.

020406080100

54 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

media media simulasi virtual sebagai alat bantukonstruksi konsepsi siswa menunjukan

presentase sebesar 66% dan hal ini termasukkedalam kategori sedang.

Gambar 1. Hasil Test Pemahaman Konsep Siswa

Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian (Eliyawati, 2013) yang menyatakanbahwa penggunaan media dapat meningkatkansimulasi virtual pada kategori sedang. Hasilpenelitian ini sejalan juga dengan pendapat(Mayer dan Moreno, 2003) yang menyatakanbahwa media pembelajaran dapat menciptakanpembelajaran yang lebih bermakna.Selanjutnya (latip, 2015) menjelaskan bahwaefektifitas pembelajaran menggunakan mediasimulasi virtual memiliki dampak yang positif.

PENUTUP

Hasil penelitian ini menujukkan bahwamedia simulasi virtual sebagai alat bantupembelajaran guna mengkonstruksi ataumerekonstruksi konsepsi siswa, memberikandampak yang positif terhadap kemampuanpemahaman konsep siswa. Hal itu terlihat darinilai N-gain dengan presentase sebesar 66%dan hal ini termasuk kedalam kategori sedang.Untuk itu peneliti menyarankan agar paratenaga pendidik dapat menerapkanmenggunakan media simulasi virtual sebagaialat bantu pembelajaran guna memfasilitasikonsep fisika yang abstrak sehingga pesertadidik akan memahami secara lebih nyata danmampu meningkatkan pemahaman konsepsiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, JW. (2014). Research DesignPendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed.Yogyakarta :PustakaPelajar

Fan, X., dan Geelan, D. (2012).Effectiveness of active instruction

with simulation on misconceptions insenior secondary physics classroomin Mainland China. Paper presentedat the 43rd Annual ASERAConference, University of theSunshine Coast

Hake, R. R., (1998). Interactive-EngagementVersus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey ofMechanics Tes Data For IntroductoryPhysics Course, Am. J. Phys. 66 (1)64-74

Srisawasdi & Siriporn Kroothkeaw. (2014)Supporting Student’s ConceptualDevelopment of Light Refraction bySimulation-based Open Inquiry withDual-situated Learning Model. JurnalComputer Education. Springer.

Sugiyono. (2011). Metode PenelitianPendidikan: Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung : PenerbitAlfabeta.

Suhandi et al,.(2008). Efektifitas PenggunaanMedia Simulasi Virtual padaPendekatan Pembelajaran KonseptualInteraktif dalam MeningkatkanPemahaman Konsep danMeminimalkan Miskonsepsi. LaporanPenelitian Hibah Kompetitif UPI.Bandung. FMIPA UPI.

Pre-test Post-test N-gain

54 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

media media simulasi virtual sebagai alat bantukonstruksi konsepsi siswa menunjukan

presentase sebesar 66% dan hal ini termasukkedalam kategori sedang.

Gambar 1. Hasil Test Pemahaman Konsep Siswa

Hasil penelitian ini sejalan denganpenelitian (Eliyawati, 2013) yang menyatakanbahwa penggunaan media dapat meningkatkansimulasi virtual pada kategori sedang. Hasilpenelitian ini sejalan juga dengan pendapat(Mayer dan Moreno, 2003) yang menyatakanbahwa media pembelajaran dapat menciptakanpembelajaran yang lebih bermakna.Selanjutnya (latip, 2015) menjelaskan bahwaefektifitas pembelajaran menggunakan mediasimulasi virtual memiliki dampak yang positif.

PENUTUP

Hasil penelitian ini menujukkan bahwamedia simulasi virtual sebagai alat bantupembelajaran guna mengkonstruksi ataumerekonstruksi konsepsi siswa, memberikandampak yang positif terhadap kemampuanpemahaman konsep siswa. Hal itu terlihat darinilai N-gain dengan presentase sebesar 66%dan hal ini termasuk kedalam kategori sedang.Untuk itu peneliti menyarankan agar paratenaga pendidik dapat menerapkanmenggunakan media simulasi virtual sebagaialat bantu pembelajaran guna memfasilitasikonsep fisika yang abstrak sehingga pesertadidik akan memahami secara lebih nyata danmampu meningkatkan pemahaman konsepsiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, JW. (2014). Research DesignPendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed.Yogyakarta :PustakaPelajar

Fan, X., dan Geelan, D. (2012).Effectiveness of active instruction

with simulation on misconceptions insenior secondary physics classroomin Mainland China. Paper presentedat the 43rd Annual ASERAConference, University of theSunshine Coast

Hake, R. R., (1998). Interactive-EngagementVersus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey ofMechanics Tes Data For IntroductoryPhysics Course, Am. J. Phys. 66 (1)64-74

Srisawasdi & Siriporn Kroothkeaw. (2014)Supporting Student’s ConceptualDevelopment of Light Refraction bySimulation-based Open Inquiry withDual-situated Learning Model. JurnalComputer Education. Springer.

Sugiyono. (2011). Metode PenelitianPendidikan: Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D. Bandung : PenerbitAlfabeta.

Suhandi et al,.(2008). Efektifitas PenggunaanMedia Simulasi Virtual padaPendekatan Pembelajaran KonseptualInteraktif dalam MeningkatkanPemahaman Konsep danMeminimalkan Miskonsepsi. LaporanPenelitian Hibah Kompetitif UPI.Bandung. FMIPA UPI.

Page 65: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

Review Bahan Ajar Fisika SMA Berdasarkan Cakupan Literasi Sains danPenggunaan Multirepresentasi

Hanifah Zakiya1*, Parlindungan Sinaga2, Evi Rohyani3

Universitas Pendidikan [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mereview bahan ajar fisika SMA berdasarkan cakupan literasi sainsdan penggunaan multirepresentasI. Berdasarkan hasil studi PISA 2006, 2009, dan 2012mengidentifikasikan bahwa kemampuan literasi sains siswa masih sangat rendah.Berdasrakan kajian literatur terdapat tiga hal yang paling berpengaruh dalam pembelajaranyaitu pembelajaran oleh guru, bahan ajar yang digunakan dan siswa dimana kualitas bahanajar memiliki peranan yang sangat penting dibandingkan pembelajaran oleh guru. Makadilakukan studi pendahuluan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif untukmengetahui deskripsi bahan ajar yang digunakan oleh siswa di sekolah. Berdasarkan hasilanalisis, bahan ajar yang digunakan oleh guru ternyata baru berorientasi pada pengetahuansains dan belum berorientasi pada komponan literasi sains lainya sehingga bahan ajarlebih menekankan pada kemampuan kognitif. Modus representasi yang dominandigunakan dalam bahan ajar adalah modus representasi teks dan modus representasimatematis. Berdasarkan hasil analisis data, mengingat pentinya kemampuan literasi sainsmaka perlu dikembangkan bahan ajar dengan menggunakan multimodus representasi yangberorientasi pada pembekalan kemampuan literasi sains siswa.

ABSTRACT

This research aimed to develop physics teaching materials based on the science literacyand the use of multiple modes of representation. The results of the PISA study in 2006,2009 and 2012 indicated that the literacy skills of science students were still very low.Based on the review of the literature, the most influential thing in learning process areteachers, the teaching materials used and the students. The quality of teaching materialshad more important role than teaching by teachers. For this reason, the preliminary studywas carried out by using a qualitative descriptive research method to determine thedescription of the teaching materials used at school. The analysis results showed that theteaching material used was science knowledge-oriented and did not include other scienceliteracy components. Consequently, it only emphasized on students’ cognitive skills. Thedominant modes of representation used in teaching materials were text and mathematicalrepresentation modes. Therefore, it was necessary to develop teaching materials usingmultiple modes of representation with science literacy oriented in order to improve students’ability.

© 2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : Teaching material, Scientific Literacy, Multimode Representation

PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi yang sangatpesat pada abad 21 yang disebabkan pesatnyakemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) membawa dampak positif dan negatifterhadap Indonesia. Dampak positifnya yaitumeningkatkan kualitas hidup dengan berbagaikemudahan. Disisi lain, perkebangan IPTEKdapat berdampak negatif yaitu permasalahan

Page 66: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

56 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

krisis ekonomi, etika, moral dan isu-isu globalseperti pemanasan global, krisis energi,pencemaran, dan kerusakan lingkungan hidup.Permasalahan ini tidak saja mengkhawatirkanindividu perorangan tapi juga masyarakatglobal dan masalah tersebut hanya dapatdiselesaikan melalui sarana komunikasi dankerjasama antar orang-orang yangmemandang diri mereka sendiri sebagaimasyarakat global.

Sebagai tanggapan dari dampak negatifkemajuan IPTEK yang sangat pesat, makaperlu pembaharuan yang disebut literasi sainsdalam pendidikan formal dan informal (Liu,2009). Literasi sains penting baik di tingkatnasional dan internasional sebagai manusiamenghadapi utama tantangan dalammenyediakan air yang cukup dan makanan,mengendalikan penyakit, menghasilkan energiyang cukup dan beradaptasi denganperubahan iklim (UNEP, 2012).

Pentingnya literasi sains dalampendidikan formal tergambar pada tingkatnasional (Indonesia) yang mengacu padatujuan pendidikan nasional. Pentingnyapencapaian kemampuan literasi sains siswaIndonesia dapat ditemukan baik secara teoridan fakta pada isi kurikulum yang ada.Kurikulum yang dirancang memiliki tujuan yangsejalan dengan tujuan pendidikan IPA saat ini,yaitu untuk mencapai manusia yang meleksains (Scientific Literacy). Secara teoritis,pengetahuan yang diharapakan dalamkurikulum KBK, KTSP dan Kurikulum 2013 jugadimuat dalam domain pengetahuan yangdikembangkan dalam Programme forInternational Student Assessment (PISA) yaitumemuat kompetensi Sikap, Pengetahuan, danketerampilan secara terpadu.

Kemampuan literasi sains siswa dievaluasi setiap tiga tahun sekali oleh PISA.Indonesia. Studi PISA yang telah dilakukanlebih menekankan pada literasi sains, meliputikompetensi mengidentifikasi isu-isu sains,menjelaskan fenomena ilmiah, danmenggunakan bukti ilmiah untuk mengambilkeputusan dan berkomunikas(OECD,2012).Rerata skor siswa Indonesia pada studi PISAtahun 2000, 2003, 2006, dan 2009 berurut-turutadalah 393, 395 395, dan 383. Hasil ini dibawah rerata skor internasional danmencerminkan bahwa literasi sains siswaIndonesia masih sangat rendah. Rendahnyaliterasi sains siswa Indonesia tersebut bisamenjadi salah satu gambaran bahwa

pembelajaran sains di Indonesia membutuhkanperbaikan.

Menurut Depdikbud (2013) capaiansiswa Indonesia yang tidak menggembirakandalam beberapa kali laporan yang dikeluarkanPISA disebabkan antara lain banyaknya materiuji yang ditanyakan di PISA tidak terdapatdalam kurikulum Indonesia. Secara khusus,menurut Balitbang Depdikbud (2011)rendahnya literasi sains siswa Indonesia dapatdijadikan indikator bahwa pembelajaran sainsyang terjadi di Indonesia belum memberikanpenekanan pada penerapan dalam dunianyata.

Bila dilihat dari sudut pandang interaksidalam pemebelajaran Menurut Chingos (2012),interaksi inti dalam kegiatan pembelajarantejadi antar pendidik, siswa dan materi/bahanajar. Dimana siswa berinteraksi dengansesama individu (guru dan rekan-rekanya) danbahan ajar (buku teks, buku kerja, instruksionalsoftware, konten berbasis web, pekerjaanrumah, proyek-proyek, kuis, dan tes).Berdasarkan penjelasan di atas maka bahanajar memiliki interaksi penting dalam prosespembelajaran.

Telah banyak dilakukan penelitian untukmeningkatkan kemampuan lietrasi sains,penelitian-penelitian yang dilakukan padastategi dan model-model yang rancang dalamkegiatan di kelas yang dilakukan guru dalamkegiatan pembelajaran. Seperti, peningkatankemampuan literasi sains adalahmenggunakan Reading Infusion (Fang danWei, 2010), penerapan strategi pembelajaranseperti strategi membaca dan menulis padatugas awal dalam pembelajaran (Istiqlal, 2013).Berdasarkan penelitian tentang kemampuanliterasi sains ditemukan kendala-kendala danfaktor-faktor pendukung agar dapatmeningkatkan kemampuan literasi sains.

Menurut Inayah (2014) dalampenelitianya tentang analisis literasi lingkungansiswa mengungkapkan bahwa penggunaanbahan ajar buku suplemen berbasis pendidikanlingkungan, memberikan saran bahwa dalampencapaian literasi sains perlu adanya peranguru dalam pemanfaatan bahan ajar gunamerangngsang kemampuan siswa dalamdimensi literasi. Perancangan bahan ajar untukmeningkatkan literasi sains menurut Lemke(2004) dalam pengembangan literasi sainstidak berarti memahami fenomena ilmiah dankonsep saja. Namun sebaliknya, literasi sainsberarti kemampuan membentuk makna kolektifdengan representasi visual, hubungan

Page 67: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Hanifah Zakiya, dkk, -Review Bahan Ajar Fisika SMA 57

matematika, operasi manual atau teknis dankonsep verbal. Kemudian Hand, Gunel dan Ulu(2009) memperkuat pandangan tentang literasiilmiah dengan berbagai modus darirepresentasi.

Ada kesepakatan dalam pembelajaransains itu melibatkan praktek pembelajaranrepresentasi, untuk menciptakan prosespenalaran, kebiasaan pikiran, dan alasan yangmendukung praktek tersebut (Norris & Phillips,2003). Berbagai macam bentuk representasiyang kemudian disebut multirepresentasi.Menurut Ainsworth (2006) multiple repersentasidapat memberikan keuntungan ketika sesorangmempelajari sejumlah ide baru yang kompleks.Sehingga multirepresentasi sangat pentingdalam pembelajaran sains seperti fisikadikarenakan fisika meruppakan ilmu yangmempelajari berbagai fenomen-fenomena alamyang melibatkan berbagai besaran-besaranfisis yang saling terkait. Misalkan fenomenamobil yang bergerak, ketika mobil gerak adabeberapa besaran fisis yang saling terkait yaitubesaran jarak (meter) dan waktu (sekon).Kemdian meter dan sekon saling terkait dalammenjelaskan kecepatan mobil yang dapatdiamati fenomena ini dari spidometer. Gurudapat menjelasakan fenomena itu denganmenghubungan besaran fisis antara meter dansekon. Hubungan tersebut dapat di tampilkandalam berbagai bentuk representasi(multireprsentasi), seperti pepresentasi grafik,representasi matematis, representasi fotofenomena mobil bergerak, representasi verbaldan representasi diagram.

Menurut Prain (2014), siswa perlubelajar tentang sifat multi representasi dalampenyelidikan ilmiah, untuk membuatrepresentasi yang berbeda-beda pada konsepyang sama dalam konteks sains, yangmerupakan bagian dari perkembangan umumsiswa dalam konteks literasi sains. Perpektifbaru dalam literasi sains menyatakan gambardan teks multimrepresentasi lainnya selalumenjadi bagian penting dari isi materi(contentarea) di ruang kelas yang meliputipengetahuan, praktik, dan belajar(Drapper,2015). Menurut Prain (2007) siswayang mengetahui beragam hubungan antararepresentasi menunjukkan pemahamankonseptual yang lebih baik daripada siswayang tidak memiliki pengetahuanmultirepresentasi.

Menurut Waldrip dan Prain (2006)tentang representasi mengungkapkan 'multiple'

representasi sebagai acuan pada praktikpengulangan dalam menyajikan konsep yangsama melalui berbagai bentuk modus, sepertiverbal, grafis dan numerik, maupun siswamemparkan berbagai konsep yang samasecara berulang kali. Selanjutnya 'Multi-modus'representasi merujuk pada penggunaankonsep sains yang saling dikaitkan denganberbagai modus yang berbeda untuk dalammenjelaskan wacana sains untuk mewakilipenalaran ilmiah dan temuan. SelanjutnyaAinsworth (1999) menyatakan perlumenggabungkan dua atau lebih bentukmultirepresentasi yang dikenal dengan multimodus representasi dengan caramengintegrasikan modus representasi verbal(teks/narasi) dengan satu atau lebih modusrepresentasi visual, sehingga dihasilkan uraiantertulis yang kohesif dan komprehensif dalammemaparkan suatu konsep atau fenoemena.

Berdasarkan hasil kajian teori di atas,maka dilakukan pengumpulan data terkaitdeskripsi bahan ajar yang digunakan disekolah. Sehingga masalah dari penelitian iniadalah :1. Bagaimana persepsi siswa terhadap bahan

ajar yang digunakan dalam pembelajaranfisika?

2. Bagaimanakah karakteristik bahan ajar yangbiasa digunakan ditinjau dari segikandungan komponen-komponen literasisainsnya?

3. Bagaimana karakteristik multimodusrepresentasi dalam bahan ajar yang biasadigunakan di sekolah?

METODEBerdasarkan latar belakang, masalah

dan tujuan penelitian yaitu memperolehgambaran tentang bahan ajar yang biasadigunakan di sekolah maka metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian deskriptif kualitatif. Sumber datadalam penelitian ini adalah angket siswa,wawancara dan bahan ajar atau buku fisikayang digunakan di sekolah, terdiri atas 2buku.Teknik pengumpulan data ada dua teknikcara, pertama menggunakan angket untukmemperoleh persepsi siswa terhadap bahanajar yang biasa digunakan, keduamenggunakan teknik analisis dokumen bukufisika SMA kelas XI untuk memperoleh muatankompetensi-kompetensi litetrasi sain danmuatan jenis-jenis multimodus representasi

Page 68: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

58 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

yang digunakan. Data hasil analisis dokumendinyatakan dalam bentuk persentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tingkat

persetujuan siswa terhadap bahan ajar yangbiasa digunakan adalah sebesar 68.9%(Tidak setuju mendekati setuju) dan tingkatpersetujuan siswa sebesar 75% (Setuju,mendekati sangat setuju) untuk penggunaanmultimodusrepresentasi dalam buku ataubahan ajar fisikanya.

Kemudian berikut poin pentingberdasarkan hasil wawancara:a). Pendapat siswa terhap buku atau bahan

ajar yaitu banyak siswa yang tidak puasdan kurang tertarik dengan buku fisikayang digunakan, siswa kesulitanmeamahami asal-usul konsep dan rumusfisika, buku fisika dinilai rumit karenakurangnya gambar dan grafik yangmemudahkan siswa berilustrasi.

b). Harapan siswa terhadap buku ataubahan ajar fisika mendatang terdapat isibuku yaitu banyak diberikan penjelasanuntuk memahami suatu rumus, lebihbanyak penurunan rumus yang dikaitkandengan kehidupan sehari-hari, bukudapat mudah dipahami sebelum proses

pembelajaran dikelas berlangsung,penggunaan berbagai ilustrasi, gambardan grafik sehingga memudahkan siswamemahami dan mengilustrasikan konsepfisika.Buku fisika menggunakan bahasayang sederhana. Terhadap tampilan bukuatau bahan ajar fisika, siswa berharapabuku fisika menggunakan huruf yangtidak kaku, Harapan siswa tampilan(layout) buku yaitu gambar yangberwarna (fullcolour), dan penggunaanjenis huruf yang tidak kaku.

2. Hasil analisis komponen literasi sains padabuku atau bahan ajar fisika disajikan dalamtabel 1. Berdasarkan hasil analisis ternyatakomponen literasi sains yang palingmendominasi adalah komponenpengetahuan sains, dan sedikit sekalibagian buku yang menyajikan penyelidikanterhadap hakikat sains, sains sebagai caraberpikir dan interaksi sains dengan teknologidan masyarakat.

3. Karakteristik bahan ajar ditinjau dari segimultimodus representasi yang digunakandisajikan dalam tabel 3. Berdasarkan hasilanalisis ternyata representasi yang palingbanyak digunakan dalam bahan ajar adalahmodus represebtasi matematis dan modusrepresentasi verbal.

Tabel 1. Review bahan ajar dari segi komponen literasi sainsJenis Pengetahuan Buku Satu

(%)Buku Dua

(%)Pengetahuan sains 57 74Penyelidikan terhdap hakikat sains 15 13Sains sebagai cara berpikir 10 7Interaksi sains teknologi danmasyarakat 18 6

Tabel 2. Karakteristik bahan ajar dari segi multirepresentasiJenis Multimodus representasi Buku Satu

(%)Buku Dua

(%)Representasi teks 37 29Representasi matematis 33 42Representasi gambar /grafik 17 12Representasi diagram 14 16

Data diatas memberikan gambaranbahwa buku ajar fisika yang beredar umumnyamenekankan pada kumpulan pengetahuansains dan banyak menggunakan bentukrepresentasi matematis dan representasiverbal.

Hal diatas mengindikasikan bahwa perlumemfasilitasi siswa untuk mengembangankankomponen-komponen literasi sains. Salah satubentuk cara yang dapat memfasilitasinya

dengan memvariasikan modus representasiyang digunakan dalam bahan ajar atau bukufisika siswa. Maka perlu pengembangan bahanajar fisika yang berorientasi pada pembekalankemampuan literasi sains siswa SMA.

Beberapa kajian teoritis dalampembelajaran sains khususnya fisika harusmelibatkan praktek pembelajaran representasi,untuk menciptakan proses penalaran,kebiasaan pikiran, dan alasan yang mendukung

Page 69: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Hanifah Zakiya, dkk, -Review Bahan Ajar Fisika SMA 59

praktik dalam pebelajaran (Norris & Phillips,2003). Menurut Prain (2014), siswa perlubelajar tentang sifat multi representasi dalampenyelidikan ilmiah, untuk membuatrepresentasi yang berbeda-beda pada konsepyang sama dalam konteks sains, yangmerupakan bagian dari perkembangan umumsiswa dalam konteks literasi sains. Pengunaanberbagai bentuk mulltrepresentasi dalammenjelaskan berbagai fenomena alam yangkemudian disebut multimousrepresentasimemberikan pengaruh terhdap pemahamankonseptual yang lebih baik daripada siswa yangtidak memiliki pengetahuan multirepresentasi.

Maka berdasarkan hasil analisispenelitian dan hasil kajian teori maka perludikembangkan bahan-bahan ajar yangmenggunakan multimodus representasi yangberorientasi pada pembekalan kemampuanliterasi sains siswa.

PENUTUPBerdasarkan hasil analisis, bahan ajar

yang digunakan oleh guru ternyata belumberorientasi pada domain literasi sains karenabahan ajar yang digunakan lebih menekankanpada pengetahuan sains (kemampuan kognitif).

Jenis modus representasi yang palingbanyak digunakan adalah modus representasiverbal (teks) dan modus representasimatematis. Padahal siswa setuju jika banyakdigunakan representasi berupa gambar-gambarseperti grafik, diagram, dan foto fenomena alamdi buku fisika sangat kerena itu sangatmembantu mereka dalam mengilustrasikan danproses memahamai konsep fisika. Sehinggadibutuhkan bahan ajar dengan menggunakanberbagai multimodus representasi yangberorientasi pada pembekalan kemampuanliterasi sains siswa.

DAFTAR PUSTAKAAinsworth, Shaaron. 2006.“A Conceptual

Framework For Considering LearningWith Multiple Representations”. School ofPsychology and Learning SciencesResearch Institute.

Ainsworth, S. 1999. “The Functions of MultipleRepresentations”. Computers &Education, 33, 131- 152

Chingos, M, Matthew..2012. Choosing BlindlyInstructional Materials, TeacherEffectiveness, And The CommonCore.Brouwn center on education policeatBrookings.

Depdikbud .2013. Materi Pelatihan Diklat Narasumber Nasional Kurikulum 2013, ArahanMenteri Pendidikan dan Kebudayaantentang Pengembangan Kurikulum 2013

Drapper, Jo, Roni. Wimmer,J, Jennifer. 2015.Acknowledging, Noticing, andReimagining Disciplinary Instruction: ThePromise of New Literacies for GuidingResearch and Practice in TeacherEducation. Action in

Hand, Brian. Gunel, Murat. Ulu, Cuneyt. 2009.Sequencing Embedded MultimodalRepresentations in a Writing to LearnApproach to the Teaching of Electricity.Journal Of Research In Science TeachingVol. 46, No. 3, Pp. 225–247

Inayah .2014.Analisis literasi lingkungan siswapada penggunaan bahan ajar bukusuplemen berbasis pendidikanlingkungan. Prosiding seminar NasionalPendidikan IPA. Jakarta : UIN SyarifHidayatullah

Lemke, J. (2004). The literacies of science. InE.W. Saul (Ed.), Crossing borders inliteracy and science instruction (pp 33-47). Newark: International ReadingAssociation

Liu, Xiufeng.2009. Beyond Science Literacy:Science and the Public. k@ata:International Journal of Environmental &Science Education, Vol. 4, No. 3, 301-311

Norris, S. P., & Phillips, L. M. .2003. Howliteracy in its fundmental sense is centralto scientific literacy. Science Education,87, 224-240.). University

OECD. (2012). PISA 2015 Draft ScienceFramework.

Prain,Vaughan.2007. Learning from Writing inSecondary Science: Some theoretical andpractical implications. k@ta: InternationalJournal of Science Education Vol. 28, Nos2–3, 15, pp. 179–201

UNEP. 2012. Emerging Issues In Our GlobalEnvironment 2012. United NationsEnvironment Programme.UnitedKingdom: Publishing Services Section,UNON, Nairobi Teacher Education, 37:3,251-264 of Nottingham: vol 183-198

Waldrip, Bruce Prain, Vaughan..2006. AnExploratory Study of Teachers’ andStudents’ Use of Multi‐modalRepresentations of Concepts in PrimaryScience, International Journal of ScienceEducation, 28:15, 1843-1866

Page 70: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

MENGUKUR PERUBAHAN SIKAP DAN KEYAKINAN SISWA TERHADAP FISIKA DANPEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN TES CLASS

I. B. Kurniawan1, I. M.Sari2*

1,2Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pada penelitian ini kami mengukur perubahan sikap dan keyakinan siswa terhadap fisikadan pembelajaran fisika dengandengan menggunakan instrumen Colorado LearningAttitudes about Science Survey (CLASS) setelah diterapkannya metode pembelajaranReading, Presenting, and Questioning (RPQ). Data hasil penelitian menunjukkanpenerapan metode pembelajaran Reading, Presenting, and Questioning (RPQ)meningkatkan sikap dan keyakinan siswa terhadap fisika dan pembelajaran fisikasecarakeseluruhan sebesar +5,34%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metodepembelajaran Reading, Presenting, and Questioning (RPQ) memiliki potensi yangsubstansial untuk meningkatkan sikap dan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika.

ABSTRACT

In this research we measured the shifts in students’ attitudes and beliefs about physics andlearning physics with the Colorado Learning Attitudes about Science Survey (CLASS ) afterthe Reading, Presenting, and Questioning (RPQ) method implemented. The data show thatthe method improved students’ attitudes and beliefs about physics and learning physics withthe overall improvement of +5.34%. This result shows that the method may have asubstantial potential for improving students’ attitudes and beliefs about physics and learningphysics.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: attitude, belief, CLASS

PENDAHULUAN

Penelitian dalam bidang pendidikan fisikatelah banyak mengalami perkembangan.Dalam beberapa dekade terakhir, komunitasriset pendidikan fisika banyak melakukanpenelitian tentang sikap dan keyakinan siswaterhadap fisika sebagai ilmu pengetahuan danpembelajaran fisika. Beberapa instrumenpenilaian telah dikembangkan dengan tujuanuntuk menentukan dan mengevaluasikeyakinan siswa tentang bagimana fisikasebagai sains bekerja dan bagaimana fisikaseharusnya dipelajari (Marusˇic dan Slisˇko,2012).

Tedapat empat instrumen penilaian yangterkenal untuk mengukur keyakinan siswatentang fisika dan pembelajaran fisika, yaitu

Maryland Physics Expectation Survey (MPEX),Views About Science Surey (VASS),Epistemological Beliefs Assessment aboutPhysical Science (EBAPS), dan ColoradoLearning Attitude about Science Survey(CLASS) (Marusˇic dan Slisˇko, 2012). Hasil-hasil temuan penelitian dengan menggunakanintrumen-instrumen penilaian tersebut sangatberagam.

Dengan menggunakan tes CLASS yangtelah dimodifikasi, Gray et al. (2008)menemukan bahwa siswa mengetahuikeyakinan ahli fisika terhadap fisika danpembelajaran fisika, tetapi keyakinan siswatidak sama dengan keyakinan ahli fisikaterhadap fisika dan bagaimana seharusnyafisika dipelajari. Hal ini terjadi karena parasiswa tidak meyakini bahwa apa yang diyakini

Page 71: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

IB. Kurniawan, dkk, -Mengukur Perubahan Sikap dan Keyakinan 61

oleh para ahli fisika tersebut valid, relevan, ataubermanfaat bagi diri siswa sendiri. Sebagaicontoh, siswa mengetahui bahwa para ahlifisika memandang fisika sebagai suatukerangka konsep-konsep yang koheren yangmenggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena fisika. Sedangkan siswa seringkalimemandang fisika sebagai kumpulanpotongan-potongan informasi yang tidak salingberkaitan yang dibuat oleh orang yang punyaotoritas, seperti guru atau penulis buku(Marusˇic dan Slisˇko, 2012).

Redish et al. (1998) menemukan bahwaskor MPEX yang menunjukan keyakinan siswasecara keseluruhan memburuk daripadaberubah menjadi seperti keyakinan para ahli(expertlike) selama satu semester perkuliahanpengantar fisika. Begitu juga mahasiswa yangterdaftar dalam perkuliahan yangmenggunakan kurikulum berbasis riset danmendapatkan nilai gain konseptual yangsignifikan yang diukur menggunakan instrumenpengukuran konseptual seperti Force andMotion Conceptual Evaluation (FCME)(Thornton dan Sokolof, dalam Marusˇic danSlisˇko, 2012) pada umumnya tidakmenunjukan peningkatan yang diinginkandalam keyakinan tentang aspek-aspekpembelajaran sains, seperti yang diukurdengan MPEX atau CLASS (Otero & Gray,2008). Menurut Marusˇic dan Slisˇko (2012)hasil penelitian tersebut menunjukan bahwapembelajaran konseptual tidak selalu pastiberkaitan dengan peningkatan berpikir siswamenjadi seperti pemikiran para ahli (expertlikethinking) tentang pengetahuan danpembelajaran sains. Namun sebaliknya,Perkins et al. (2005) dari hasil penelitiannyadengan menggunakan instrumen CLASSmenemukan bahwa sikap dan keyakinan siswamemainkan peran yang signifikan untukmeningkatkan nilai gain ternormalisasipengetahuan konseptual dan retensi siswadalam pembelajaran fisika. Keyakinan yangdimaksud adalah keyakinan yang hampir samadengan keyakian para ahli fisika tentang fisikadan juga bagaimana seharusnya fisikadipelajari. Perkins et al. (2005) menyatakan “wesee that students who come into a course withmore favorable beliefs are more likely toachieve high learning gains”.

Rendahnya perubahan sikap dankeyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika menurut Gray et al. (2008)mengindikasikan bahwa pengalaman-

pengalaman pendidikan siswa baik yang formalataupun yang informal telah gagal untukmenghadirkan pengalaman yang membuatsiswa merasakan bahwa keyakinan sepertipara ahli (expertlike beliefs) bermanfaat,relevan, dan pelu.

Hasil pengukuran tes CLASS terhadapperubahan sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dapat digunakan sebagai umpan balikuntuk meningkatkan kualitas prosespembelajaran fisika. Hal ini menjadi temuanyang menarik dan menjadi tantangan untukmengembangkan pembelajaran yang tujuannyauntuk menjadikan siswa memiliki keyakinanseperti para ahli, para pendidik harusberkonsentrasi untuk menemukan cara –melalui praktik pembelajaran atau rancangankurikulum- yang tidak hanya memberitahukankepada siswa tentang bagaimana para ahlifisika memandang fisika, tetapi lebih fokuspada bagaimana menjadikan pandangan paraahli tersebut benar-benar terasa bermanfaatdan relevan bagi siswa (Gray et al., 2008).Semua hal tersebut menunjukkan bahwapentingnya dilakukan pengukuran terhadapperubahan sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dan pembelajaran fisika, karena hasilnyadapat digunakan sebagai salah satu bahanevaluasi proses pembelajaran untukmeningkatkan kualitas pembelajaran fisika.

METODE

Populasi pada penelitian ini adalahseluruh siswa kelas IX pada salah satu MTs diKabupaten Tasikmalaya yang terdiri dari empatkelas. Adapun yang menjadi sampel dalampenelitian ini adalah siswa kelas IX-A, sampelini dipilih secara purposive sampling. TesCLASS dilakukan dua kali, yaitu pretest padasaat sebelum melakukan proses pembelajarandengan menerapkan metode pembelajaranReading, Presenting, and Questioning (RPQ),dan posttest yang dilakukan setelah melakukanproses pembelajaran untuk tiga kali pertemuan.

Penskoran yang dilakukan dalam tesCLASS cukup sederhana, yaitu denganmenghitung persentase respon siswa terhadappernyataan yang ada dalam CLASS, baik yangsesuai dengan respon para ahli atau yang tidaksesuai dengan respon para ahli. seperti yangdiungkapkan oleh Adams et al. (2006):

Scoring is done by determining, for eachstudent, the percentage of responses forwhich the student agrees with the experts’

Page 72: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

62 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

view (“percent favorable”) and thenaveraging these individual scores todetermine the average percent favorable.The average percent unfavorable isdetermined in a comparable manner.

Selain untuk mengetahui perubahansikap dan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika dari rata-rata persentaseskor total secara keseluruhan, dari data hasiltes CLASS juga dapat dianalisis perubahansikap dan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika untuksetiap kategori daridelapan kategori yang terdiri dari PersonalInterest, Real World Connection, ProblemSolving General, Problem Solving Confidence,Problem Solving Sophistication, Sense Making/ Effort, Conceptual Connection (disebut jugaConceptual Understanding), dan AppliedConceptual Understanding, untuk setiapkategori terdiri dari empat sampai delapanpernyataan yang mencirikan aspek yangsepesifik dari pemikiran siswa tentang sikapdan keyakinannya. Total seluruh pernyataanyang termasuk ke dalam delapan kategoritersebut ada 27 pernyataan, selain itu, adasembilan pernyataan tambahan yang tidaktermasuk kedalam delapan kategori tersebut.Seluruh pernyataan yang termasuk kedalamdelapan kategori tersebut ditambah dengansembilan pernyataan tambahan telah terujivaliditas maupun reliabilitasnya (Adams et al,2006). Total seluruh pernyataan dalam lembartes CLASS versi ketiga (CLASS v3) terdiri dari42 pernyataan, namun dari total 42 pernyataantersebut, terdapat enam pernyataan yang tidakdiberi skor (Adams et al, 2006).Keenampernyataanini tidak diberi skor karena dua diantaranya sedang dalam perbaikan(pernyataan nomor 7, dan 41), tiga pernyataanlagi tentang gaya belajar (pernyataan nomor 4,9, dan 33) dan oleh karena itu tidakmendapatkan respon yang konsisten dari paraahli, dan satu pernyataan lagi digunakan untukmenemukan siswa yang tidak serius mengikutites (pernyataan nomor 31). (Gray et al., 2008).

Sebelum menghitung persentase skorCLASS, terlebih dahulu dilakukan penskorandengan cara menskor tiap respon siswa untuksetiap item pernyataan. Setiap pernyataanterdiri dari lima pilihan respon yangmenggambarkan sikap dan keyakinan siswaterhadap fisika dan pembelajaran fisika denganskala 5 poin likertyaitu: sangat tidak setuju,tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju.Dalam penskoran,respon sangat setujudengan respon setuju diperlakukan dengan

sama, begitu juga untuk respon sangat tidaksetuju dan tidak setuju (Adams et al., 2006).Nilai untuk setiap respon terhadap pernyataanini adalah +1 untuk respon siswa yang setujudengan ahli (disebut juga skor “favorable”), 0untuk netral, dan -1 untuk tidak setuju denganahli (disebut juga skor “unfavorable”).

Data rata-rata persentase hasil pretestdan posttest dengan menggunakan tes CLASSini, harus ditentukan seberapa besar selisihnyayang disebut shift. Nilai shift inilah yangmenunjukkan seberapa besar persentaseperubahan sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dan pembelajaran fisika. Langkah-langkah secara rincinya diuraikan Madsen etal. (2015) sebagai berikut:

This shift is found by:(i) determining, for each student, the

percentage of the responses that arein agreement with the expert answeron the pre- and post-test,

(ii) averaging these individual scores tofind the average percent expertlikeon the pre- and post-test for theentire class, and

(iii)substracting the pretest averagepercent expertlike from the post-testaverage percent expertlike.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini kita akan menganalisishasil tes CLASS secara keseluruhan dan hasiltes CLASS untuk setiap kategori. Persentasehasilpretest dan posttestyang menunjukan skorfavorable siswa dapat dilihat pada Tabel 1 dan2.1. Hasil Tes CLASS Secara Keseluruhan

Secara keseluruhan, perubahan sikapdan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika setelah diterapkannyametode pembelajaran Reading, Presenting,and Questioning (RPQ), yaitu sebesar +5,34%hasil inipun tidak terlalu jauh berbeda denganhasil pengukuran dengan menggunakan tesCLASS terhadap siswa setelah diterapkannyametode pembelajaran Reading, Presenting,and Questioning (RPQ) yang dilakukan olehMarusˇic dan Slisˇko (2012) yaitu sebesar+5,8%.

Nilai persentase ini bertanda positif yangmenunjukkan bahwa terdapat peningkatanpada skor posttest hasil tes CLASS setelahditerapkannya metode pembelajaran Reading,Presenting, and Questioning (RPQ).Hasil inimenunjukkan bahwa siswa secara keseluruhan

Page 73: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

IB. Kurniawan, dkk, -Mengukur Perubahan Sikap dan Keyakinan 63

mengalami progres perubahan sikap dankeyakinan terhadap fisika dan pembelajaranfisika mendekati sikap dan keyakinan para ahli(expertlike) setelah mengalami prosespembelajaran fisika, dan tentu saja perubahan

sikap dan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika ini masih dapat terusditingkatkan.

Tabel 1. Rekapitulasi Persentase Skor “Favorable” Tes CLASS Secara KeseluruhanPretest (%) Posttest (%) Shift (%)

35,90 41,24 5,34

Tabel 2. Rekapitulasi Persentase Skor “Favorable” Tes CLASS Berdasarkan KetegoriNo Kategori Pretest

(%)Posttest (%) Shift (%)

1 Semua Kategori 41,12 47,93 6,81

2 Personal Interest 64,10 78,21 14,11

3 Real WorldConnection

46,15 57,69 11,54

4 Problem SolvingGeneral

47,12 53,85 6,73

5 Problem SolvingConfidence

51,92 50 -1,92

6 Problem SolvingSophistication

16,67 17,95 1,28

7 SenseMaking/Effort

54,95 64,84 9,89

8 ConceptualConnection

12,82 14,10 1,28

9 Applied ConceptualUnderstanding

6,59 7,69 1,10

2. Hasil Tes CLASS BerdasarkanKategoriHasil tes CLASS berdasarkan kategori dapat

dianalisis sebagai hasil tes CLASS untukseluruh kategori, dan hasil tes CLASS untuksetiap kategori. Hasil tes CLASS untuk seluruhkategori menunjukkan perubahan sikap dankeyakinan siswa sebesar +6,81%, hal ini berartisetelah mengalami proses pembelajaran fisika,rata-rata siswa mengalami perubahan yangpositif dalam sikap dan keyakinanya terhadapfisika dan pembelajaran fisika. Adapun, untukperubahan sikap dan keyakinan siswa untuksetiap kategorinya menunjukan nilai yangberbeda-beda.

Tabel II menunjukan bahwa perubahansikap dan keyakinan siswa untuk setiap

kategori berada dalam jangkauan dari mulaiperubahan terendah -1,92% (Problem SolvingConfidence) sampai perubahan tertinggi+14,11% (Personal Interest). Data-data inimenunjukkan bahwa untuk setiap kategoridalam CLASS secara lebih sepesifik, setelahditerapkannya metode pembelajaran Reading,Presenting, and Questioning (RPQ), selainterdapat peningkatan perubahan sikap dankeyakinan siswa, juga terdapat penurunan padakategori tertentu.

Dari tabel II dapat dilihat bahwa untukkategori yang mengalami peningkatan yangrelatif besar yaitu pada Personal Interest(+14,11%), Real World Connection (+11,54%),Sense Making/Effort(+9,89%), dan Problem

Page 74: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

64 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Solving General (+6,73%). Hasil tes CLASSpada kategori Problem Solving Sophistication,Conceptual Connection, Applied ConceptualUnderstandingmengalami peningkatan,namunmasih relatif rendah, dan pada kategoriProblem Solving Confidence bernilai negatif,hal ini berarti terjadi penurunan.

Kategori Personal Interest mengalamipeningkatan yang paling besar karena selamaproses pembelajaran pada penelitian ini materipembelajaran mengenai tata surya dan jugaberkaitan dengan bahasan alam semesta dapatmembangkitkan ketertarikan dan rasa ingintahu yang besar dari dalam diri siswa. Selainitu, siswa juga yakin bahwa materi yangdipelajarinya akan bermanfaat dalamkehidupannya di luar sekolah, hal iniditunjukkan oleh respon yang tertinggi untukitem nomor 11 (Saya tidak puas sampai sayapaham mengapa sesuatu itu terjadi demikian)dan item nomor 14 (Saya belajar fisika untukmempelajari pengetahuan yang akanbermanfaat dalam kehidupan saya di luarsekolah) untuk kategori Personal Interest,mayoritas respon siswa sama seperti responahli untuk kedua item tersebut.

Untuk kategori Real World Connection,perubahan sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dan pembelajaran fisika juga meningkat,yaitu sebesar +11,54% . kategori ini merupakankategori terbesar kedua setelah kategoriPersonal Interest. Dalam kategori Real WorldConnection, siswa diminta untuk meresponsetiap pernyataan yang menunjukkan bahwasiswa yakin terhadap gagasan-gagasan yangdipelajari dalam pembelajaran fisika itu relevandan berguna dalam berbagai konteks dunianyata yang luas. Siswa merasakan bahwaketerampilan berpikir rasional yang dilatihkanselama pembelajaran fisika itu bermanfaatdalam kehidupan siswa sehari-hari, sekitar84,62% siswa setuju dengan respon para ahlifisika untuk pernyataan nomor 30(Keterampilan berpikir yang digunakan untukmemahami fisika bisa jadi bermanfaat dalamkehidupan sehari-hari saya).

Dalam kategori Problem Solving General,siswa diminta untuk merespon peryataan yangmenunjukkan sikap dan keyakinanya tentangperanan rumus-rumus matematika untukmenyatakan hubungan diantara besaran-besaran fisika. Seperti yang dinyatakan olehMistades et al. (2001):

In the Problem Solving (General)category, the students are asked howthey view the role of mathematical

formulas in expressing relationshipsbetween physical quantities.

Data pada tabel II menunjukkan bahwa sikapdan keyakian siswa untuk kategori ProblemSolving General ini mengalami perubahanpositif sebesar +6,73%, jika dilihat dari hasilskor tiap item untuk pernyataan yang termasukkedalam kategori Problem Solving General,mayoritas siswa sekitar 92,31% setuju denganpara ahli fisika bahwa hampir setiap orang pastibisa memahami fisika jika mereka berusaha.Hal ini ditunjukan oleh respon mayoritas siswaterhadap pernyataan item nomor 16 (Hampirsetiap orang mampu memahami fisika jikamereka berusaha).

Pada kategori Problem SolvingConfidence perubahannya negatif, yaitusebesar -1,92%, artinya untuk kategori ProblemSolving Confidence terjadi penurunan sikap dankeyakinan siswa. Hal ini bisa jadi karena dalamproses pembelajaran ini, mayoritas siswa masihkurang tumbuh rasa percaya dirinya dalammengerjakan soal-soal fisika ketika merekamengalami kemandegan dalam mengerjakansoal-soal fisika. Hal ini terlihat dari responmayoritas siswa terhadap pernyataan itemnomor 40 (Jika saya mandeg dalammengerjakan soal fisika, tidak mungkin sayaakan menyelesaikannya dengan cara sayasendiri), mayoritas siswa merespon setujudengan pernyataan ini, sedangkan para ahlifisika merespon tidak setuju pada pernyataanini. Hasil ini menunjukkan bahwa, dalamproses pembelajaran dengan menggunakanmetodeReading, Presenting, and Questioning(RPQ) harus lebih mengakomodasi lagi proses-proses yang bisa mewujudkan pengalamanyang baik bagi siswa untuk tetap percaya diridalam menyelesaikan soal-soal fisika jika siswamerasa mandeg ketika mencobamenyelesaikanya. Hal ini sangat penting untukdiperhatikan karena kategori inilah yangmenunjukkan bahwa siswa memiliki rasapercaya diri yang bagus dalam menemukancara untuk menyelesaikan permasalahan fisika.Seperti yang dinyatakan oleh Mistades et al.(2011): “The Problem Solving (Confidence)category probes if students are able to figureout a way to solve physics problems”.

Dalam kategori Problem SolvingSophistication, siswa diminta untuk meresponpernyataan yang menunjukan apakah siswamampu untuk menerapkan metode yang telahdigunakannya dalam menyelesaikanpermasalahan fisika pada permasalahan atau

Page 75: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

IB. Kurniawan, dkk, -Mengukur Perubahan Sikap dan Keyakinan 65

situasi lain yang berkaitan. Mistades et al.(2011) menyatakan:

The Problem Solving (Sophistication)category determines if students are ableto apply a method used to solve onephysics problem to another relatedproblem/situation.

Dari data pada tabel II dapat dilihat bahwauntuk kategori Problem Solving Sophistication,siswa juga mengalami perubahan sikap dankeyakinan sebesar +1,28%. Dari analisis butiritem diperoleh bahwa sebesar 54,85% siswasetuju dengan respon ahli bahwa merekamerasa senang menyelesaikan permasalahanfisika, butir item yang menunjukkan hal iniadalah nomor 25 (saya senang menyelesaikansoal-soal fisika).

Selanjutnya, untuk kategori SenseMaking/Effort yang menunjukkan bahwaapakah siswa berusaha untuk menggunakaninformasi yang tersedia dan memaknaiinformasi yang didapatkannya dalampembelajaran fisika. Seperti yang dinyatakanoleh Mistades et al. (2011):

This category probes whether the learnermakes the effort to use the availableinformation and make sense out of theinformation in learning physics.

Dari tabel II dapat dilihat bahwa untuk kategoriSense Making/Effort, perubahan sikap dankeyakinan siswa adalah sebesar +9,89%,perubahan ini merupakan perubahan terbesarketiga setelah Real World Connection danPersonal Interest. Hal ini berarti bahwa setelahmengalami proses pembelajaran fisika denganmenerapkan metode Reading, Presenting, andQuestioning (RPQ), siswa lebih berusaha lagidalam memahami dan memaknai fenomena-fenomena alam dengan menggunakanpengetahuan fisika yang telah dipelajarinya, initerlihat dari hasil posttest sekitar 92,31% siswasetuju dengan respon para ahli untuk itemnomor 11 (saya tidak puas sampai saya pahammengapa sesuatu itu terjadi demikian).

Untuk kategori Conceptual Connection,dan kategori Applied ConceptualUnderstanding, siswa mengalami perubahansikap dan keyakinan yang positif sebesar+1,28% dan +1,10%. Jika dibandingkan denganperubahann sikap dan keyakinan siswa padakategori lainnya yang bernilai positif, duakategori ini termasuk kalompok kategori yangperubahannya relatif kecil. Hal ini bisa jadikarena mayoritas siswa masih melihat fisikasebagai kumpulan informasi-informasi yang

tidak saling berkaitan. Seperti yangdiungkapkan oleh Mistades et al. (2011):

Student who emphasize science simplyas a collection of facts fail toconceptualize the integrity and coherenceof the whole structure of physics.Sedangkan, menurut Redish et al. (1998)

siswa seharusnya memandang fisika sebagaisuatu struktur yang koheren dan konsisten.

PENUTUP

Penelitian ini dilakukan untuk mengukurperubahan sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dan pembelajaran fisika setelahditerapakanya metode pembelajaran Reading,Presenting, and Questioning (RPQ) denganmenggunakan Colorado Learning Attitudesabout Science Survey (CLASS). Dari hasilpenelitan dapat disimpulkan bahwa setelahditerapkannya metode pembelajaran Reading,Presenting, and Questioning (RPQ), secarakeseluruhan terjadi perubahan positif padasikap dan keyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika, hal ini juga sejalan dengantemuan dari Marusˇic dan Slisˇko (2012) yangmemperkuat temuan ini.

Hasil pengukuran dengan menggunakantes CLASS pada penelitian ini juga menunjukanbahwa dari delapan kategori yang ada dalamCLASS, siswa mengalami perubahan positifdalam sikap dan keyakinan terhadap fisika danpembelajaran fisika dalam kategori: PersonalInterest, Real World Connections, ProblemSolving General, Problem SolvingSophistication, Sense Making / Effort,Conceptual Connection, dan AppliedConceptual Understanding. Dengan perubahanpositif sikap dan keyakinan terbesar padaempat kategori yaitu Personal Interest, RealWorld Connections, Sense Making / Effort,danProblem Solving General. Sedangkan untukkategori Problem Solving Sophistication,Conceptual Connection, dan AppliedConceptual Understanding perubahannyamasihrelatif rendah jika dibandingkan dengan empatkategori yang memiliki nilai perubahan positiftertinggi.

Selain itu, dari hasil penelitian jugaditemukan bahwa dalam kategori ProblemSolving Confidence, perubahan sikap dankeyakinan siswa memiliki nilai yang negatif. Halini merupakan sebuah tantangan bagi pendidikuntuk merancang proses pembelajaran yangmemberikan pengalaman kepada siswa untuk

Page 76: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

66 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

meningkatkan rasa percaya diri dalammenyelesaiakan permasalahan fisika, terutamaketika siswa merasa mandeg dalammenyelesaikan permasalahan fisika.

Hasil-hasil pengukuran dengan tesCLASS sangat bermanfaat untuk mengujikeefektifan dari suatu metode pembelajaranyang diterapkan terhadap perubahan sikap dankeyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika, perubahan sikap dankeyakinan siswa terhadap fisika danpembelajaran fisika ini penting untukdiperhatikan karena perubahan yang positifdalam sikap dan keyakinan siswa terhadapfisika dan pembelajaran fisika memiliki potensidampak positif pada pembelajaran fisikasebagai salah satu cabang sains, seperti yangdikemukakan oleh Milner-Bolotin et al. (2011)“Improving Students’ attitudes might have apotential positive effects on students’ sciencelearning”.Penelitian lebih lanjut tentu diperlukan untuklebih memperluas dan memperdalampembahasan, dengan melakukan pengukurantes CLASS pada materi pelajaran fisika yangberagam serta dengan menggunakan metodepembelajaran yang bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, W. K.et al. (2006). “New instrument formeasuring student beliefs about physicsand learning physics: The ColoradoLearning Attitudes about Science Survey”.Physical Review Special Topics – PhysicsEducation Research. 8, (010101), 1-14.

Madsen, A. et al. (2015). “How physicsinstruction impacts students’ beliefs aboutlearning physics: A meta-analysis of 24studies”. Physical Riview Special Topics –Physics Education Research. 11,(010115), 1-19.

Milner-Bolotin, M.et al. (2011). “Attitudes aboutscience and conceptual physics learningin university introductory physicscourses”. Physical Review Special Topics– Physics Education Research. 7,(020107), 1-9.

Grey, K. E.et al. (2008). “Students know whatphysicists believe, but they don’t agree: Astudy Using the CLASS survey”. PhysicalReview Special Topics – PhysicsEducation Research. 4, (020106), 1-30.

Marušić,M. dan Sliško, J.(2012).“Effects of twodifferent types of physics learning on theresults of CLASS test”. Physical ReviewSpecial Topics – Physics EducationResearch. 8, (010107), 1-12.

Mistades, V.et al. (2001). “TransformativeLearning: Shifts in Students’ Attitudestoward Physics Measured with theColorado Learning Attitudes aboutScience Survey”. International Journal ofHumanities and Social Science. 1, (7), 45-52.

Otero, V. K. Dan Gray, K. E. (2008). “Attitudinalgains across multiple universities usingthe Physics and Everyday Thinkingcurriculum”. Physical Review SpecialTopics – Physics Education Research. 4,(020104), 1-7.

Perkins, K. K.et al. (2005). “CorrelatingStudents Beliefs With Student LearningUsing The Colorado Learning Attitudesabout Science Survey”. AIP Conf. Proc.790, (61), 1-4.

Redish, E. F.et al. (1998). “StudentExpectations in IntroductoryPhysics”.American Journal of Physics. 66,(212), 1-17.

Page 77: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATANPEMBELAJARAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN

GENERIK SAINS CALON GURU FISIKA

Ida Wahyuni1), Khairul Amdani2), Muhti Hamjah3)

Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri [email protected])

ABSTRAK

Sesuai tujuan utama penelitian telah terwujud program pembelajaran berbasis pendekatanpembelajaran saintifik (P2BPS) untuk meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswacalon guru fisika pada mata kuliah fisika umum. Program pembelajaran yang disusunmeliputi (1) silabus, (2) rencana pembelajaran (RP), (3) bahan ajar, (4) lembar kerjamahasiswa (LKM), dan (5) instrumen keterampilan generik sains. Target khusus yang ingindicapai adalah mengembangkan keterampilan generik sains mahasiswa yakni pengamatanlangsung, pengamatan tidak langsung, kesadaran akan skala besaran, menggunakanbahasa simbolik, berpikir taat azas, melakukan inferensi, membangun konsep, memahamihukum sebab akibat, dan membuat pemodelan matematika.

ABSTRACT

According to the main objectives has been realized the Learning Program Based ScientificLearning Approach (LPBSLA) to promote thegeneric science skill to student of prospectivephysics teacher in general pgysics course. Prepared learning program that includes (1)syllabus, (2) lesson plan (LP), (3) learning materials, (4) student work sheet (SWS), and (5)Instrument of generic science skills. The specific targets to be achieved is to promotegeneric science skills of students there are direct observation, indirect observation, sensesof magnitude scale, use of symbolic language, think of obey the principle, do inference,build the concept, understand the law of cause and effect, and make mathematicalmodeling.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Program Based Scientific Learning Approach (LPBSLA), generic science skill

PENDAHULUAN

Perkembangan Sains dan Teknologi telahmemberikan pengaruh terhadap duniapendidikan (Nicholl, 2002). Tantangan masadepan, kompetensi yang dibutuhkan,perkembangan pengetahuan dan teknologimemerlukan manusia-manusia yangberkualitas. Pendidikan memiliki peranan yangsangat penting dalam menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Berbagaiindikator menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih rendah. Antaralain Human Development Report (United NationDevelopment Report (2011) menyatakanbahwa Human Development Index (HDI)

Indonesia menduduki posisi ke- 125 dari 187negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia beradajauh di bawahnya. Rendahnya kemampuanberpikir siswa dalam matematika dan sainstidak terlepas dari proses penyiapan calon guruitu sendiri oleh Lembaga Kependidikan TenagaKependidikan (LPTK). Salah satu faktor pentingyang menyebabkan rendahnya kinerja gurudalam pendidikan sains adalah kurangnyaguru-guru yang dipersiapkan dengan baik(Pujiani, dkk, 2011).

Fisika sebagai bagian dari sains perludibelajarkan dengan pendekatan saintifk,namun fakta di lapangan menunjukkan bahwapembelajaran fisika masih bersifat teroretis,

Page 78: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

68 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

melalui metode ceramah, diskusi danpenyelesaian soal (Depdiknas 2002). Halsenada juga terjadi pada pembelajaran fisikaumum di jurusan fisika FMIPA Unimed. Hasilstudi pendahuluan dalam 5 tahun terakhirsuasana pembelajaran fisika di jurusan fisikamengalami pergeseran dari pembelajaran yangsepenuhnya berpusat pada dosen menjadiseolah-olah berpusat pada mahasiswa. Secaraumum dosen melaksanakan melaksanakanpembelajaran dengan langkah-langkahpembelajaran (1) dosen membagi tugasmahasiswa dalam bentuk kelompok, (2) di luarkelas mahasiswa berdiskusi menyelesaikantugas kelompok, (3) secara bergantianmahasiswa menyajikan hasil diskusinya danditanggapi oleh kelompok lain, (4) dosenmenyempurnakan jawaban kelompok penyajijika ada pertanyaan yang tidak bisa dijawabatau yang jawabannnya kurang lengkap.

Di sisi lain secara umum dalampembelajaran dosen cenderung menekankanketerampilan berpikir tingkat rendah. Siswadiharapkan menerima informasi sebanyak-banyaknya dari dosen, kemudiannenyelesaikan dengan tes dengan baik(Bassham et al, 2007). Pembelajaran ini masihbanyak dilakukan oleh dosen meskipunmenurut Zoller et al (2007) pembelajaranseperti ini hanya dapat mengembangkankemampuan berpikir tingkat rendah sehinggatidak dapat membekali siswa untuk dapatmenghadapi permasalahan dalmkehidupannya.

Sejalan dengan hal itu pemerintah melaluipermendikbud no. 81 A tahun 2013mengharuskan guru untuk melaksanakankurikulum 2013 yang mengamanatkan esensipendekatan saintifik dalam pembelajaran. Agardapat melaksanakan pembelajaran saintifik,calon guru perlu memiliki kemampuan generiksains, sebagaimana dikatakan Gibb (2002)bahwa kemampuan generik sains merupakankemampuan dasar yang perlu dimiliki olehcalon guru fisika. Hal ini didasarkan pada tujuanpembelajaran fisika sebagai proses yaitumeningkatkan kemampuan berpikir siswa,sehingga siswa tidak hanya mampu danterampil dalam bidang psikomotorik, melainkanjuga mampu berpikir sistematis, obyektif, dankreatif. Untuk memberikan penekanan lebihbesar pada aspek proses, siswa perlu diberikankemahiran seperti mengamati, menggolongkan,mengukur, berkomunikasi, menafsirkan data,dan bereksperimen secara bertahap sesuaidengan tingkat kemampuan berpikir siswa dan

materi perkuliahan yang sesuai dengankurikulum. (NSTA, 2003).Kemahiran berpikirmerupakan modal dasar bagi mahasiswa dalammenghadapi permasalahan dan mampumenyelesaikan permasalahan, baik selamadalam perkuliahan maupun dalam melakukantugas-tugas pekerjaan kelak. Secara umum,berpikir merupakan suatu proses kognitif, suatuaktifitas mental untuk memperolehpengetahuan. Kemahiran berpikir selaluberkembang dan dapat dikembangkan(Nickerson, et al dalam Liliasari, 2005).

Uraian di atas menunjukkan betapapentingnya calon guru memiliki keterampilangenerik sains, sehingga dalam penelitian iniperlu dikembangkan program pembelajaranberbasis pendekatan saintifik untukmeningkatkan keterampilan generik sainsmahasiswa.

Keterampilan Generik SainsKeterampilan generik sains adalah

keterampilan yang bermanfaat untuk semuamahasiswa, berguna, dan menjadi dasar untukdapat beradaptasi dengan perkembangankehidupan bermasyarakat. Keterampilangenerik dapat digunakan untuk semua jenispekerjaan, yang mencakup kemampuankognitif, personal, dan interpersonal yangberhubungan dengan kepegawaian.Keterampilan generik juga sangat bergunauntuk melanjutkan pendidikan dan kesuksesankarier.

Keterampilan generik merupakankemampuan intelektual hasil perpaduan atauinteraksi kompleks antara pengetahuan danketerampilan. Keterampilan generik adalahstrategi kognitif yang dapat berkaitan denganaspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.Dalam pembelajaran fisika umum keterampilangenerik sains merupakan kemampuan berpikirdan bertindak mahasiswa berdasarkanpengetahuan sains yang dimilikinya, yangdiperoleh dari hasil belajar sains.

Menurut Brotosiswoyo (2000)kemampuan generik sains dalam pembelajaranIPA dapat dikategorikan menjadi sembilanindikator yaitu pengamatan langsung,pengamatan tak langsung, kesadaran akanskala besaran (sense of scale), menggunakanbahasa simbolik, berpikir dalam kerangkalogika taat azas,melakukan inferensi logika,memahami hubungan sebab akibat, membuatpemodelan matematika dan membangunkonsep abstrak yang fungsional.

Page 79: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Wahyuni, dkk, -Pengembangan Program Pembelajaran Berbasis Pendekatan 69

Pendekatan Pembelajaran SaintifikProses pembelajaran dengan berbasis

pendekatan saintifik bercirikan dimensipengamatan, penalaran, penemuan,pengabsahan, dan penjelasan tentang suatukebenaran. Proses pembelajaran berbasispada fakta atau fenomena yang dapatdijelaskan dengan logika atau penalarantertentu, bukan sebatas tafsiran atau intuisi danprasangka, khayalan, legenda, atau dongengsemata.

Langkah-langkah Pembelajaran denganPendekatanSaintifik1). Mengamati

Kegiatan mengamati dalam pembelajarandilakukan dengan menempuh langkah-langkahmenentukan objek apa yang akan diobservasi,membuat pedoman observasi sesuai denganlingkup objek yang akan diobservasi,menentukan secara jelas data-data apa yangperlu diobservasi, baik primer maupunsekunder, menentukan di mana tempat objekyang akan diobservasi, menentukan secarajelas bagaimana observasi akan dilakukanuntuk mengumpulkan data agar berjalan mudahdan lancar2). Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasimahasiswa untuk meningkatkan danmengembangkan ranah sikap, keterampilan,dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,pada saat itu pula dia membimbing ataumemandu mahasiswanya belajar dengan baik.Ketika dosen menjawab pertanyaanmahasiswanya, ketika itu pula dia mendorongasuhannya itu untuk menjadi penyimak danpembelajar yang baik.3) Menalar

Penalaran adalah proses berpikir yanglogis dan sistematis atas fakta-kata empirisyang dapat diobservasi untuk memperolehsimpulan berupa pengetahuan. Penalarandimaksud merupakan penalaran ilmiah, meskipenakaran nonilmiah tidak selalu tidakbermanfaat. Terdapat dua cara menalar, yaitupenalaran induktif dan penalaran deduktif.Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik simpulan dari fenomena atauatribut-atribut khusus untuk hal-hal yangbersifat umum. Jadi, menalar secara induktifadalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individualatau spesifik menjadi simpulan yang bersifatumum.

Penalaran deduktif merupakan caramenalar dengan menarik simpulan daripernyataan-pernyataan atau fenomena yangbersifat umum menuju pada hal yang bersifatkhusus. Pola penalaran deduktif dikenaldengan pola silogisme. Cara kerja menalarsecara deduktif adalah menerapkan hal-halyang umum terlebih dahulu untuk kemudiandihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yangkhusus.

4) MencobaUntuk memperoleh hasil belajar yang

nyata atau otentik, mahasiswa harus mencobaatau melakukan percobaan, terutama untukmateri atau substansi yang sesuai. Pada matapelajaran IPA, misalnya,mahasiswa harusmemahami konsep-konsep IPA dan kaitannyadengan kehidupan sehari-hari. Mahasiswaharus memiliki keterampilan proses untukmengembangkan pengetahuan tentang alamsekitar, serta mampu menggunakan metodeilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkanmasalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

METODE

Desain penelitian dan pengembanganyang digunakan adalah mengikuti model yangdiusulkan oleh Borg et al (2003) dengantahapan meliputi: (1) pengumpulan data daninformasi, (2) perencanaan, (3) pembuatanrancangan produk, (4) uji coba kelompok kecil,(5) revisi produk awal, (6) uji coba kelompokbesar, (7) revisi produk akhir dan (8)diseminasi. Tahapan-tahapan di atas dapatdiringkas menjadi 4 tahap yakni Define, Design,Develop dan Disseminate yang disebut modelpengembangan (4D) (Thiagarajan et al. (1974).

Prosedur Penelitian dan PengembanganP2BPS

1. Analisis Kebutuhan (Define)

Analisis kebutuhan ini dilakukan untukmengumpulkan berbagai informasi yangberkaitan dengan produk yang akandikembangkan. Pengumpulan berbagaiinformasi ini dilakukan melalui studi literatur danstudi lapangan.

a. Studi Literatur

Page 80: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

70 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Studi literatur dilakukan untuk mengkajikompetensi dasar mata kuliah fisika umum,keterampilan generik sains dan teori-teori sertatemuan penelitian sebagai dasar untukmerancang draft P2BPS.

b. Studi LapanganStudi lapangan dilakukan dengan maksud

untuk mengumpulkan data berkenaan dengan :(1) Fasilitas pendukung pembelajaran, meliputilaboratorium fisika umum dan buku-buku fisikaumum yang digunakan sebagai sumber belajaroleh dosen dan mahasiswa; (2) hambatan yangdihadapi oleh dosen fisika umum dalammelaksanakan pembelajaran; dan (3)pandangan dosen fisika umum terhadappembelajaran dan assesment keterampilangenerik sains.

2. Perancangan draft P2BPS (design)Hasil-hasil yang diperoleh pada studi

literatur dan studi lapangan digunakan sebagaibahan untuk merancang produk awal (draft)P2BPS.a. Validasi Pakar

DraftP2BPS yang sudah dirancang,selanjutnya, divalidasi oleh 2 orang ahli dandua orang praktisi (dosen berpengalaman).Masukan-masukan yang diberikan oleh paraahli dan praktisi digunakan untukmenyempurnakan draft P2BPS.

b . Uji Coba Kelompok Kecil dan Revisi ProdukUji coba kelompok kecil dilaksanakan

disalah satu kelas program studi pendidikanfisika. Rancangan penelitian yang digunakanpada uji coba kelompok kecil ini adalah onegroup pretest posttest design.

c. Uji Coba Kelompok Besardan RevisiProduk

P2BPS yang telah disempurnakanberdasarkan hasil-hasil uji coba kelompok kecil,selanjutnya, diuji coba pada skala yang lebihbesar (implementasi). Uji coba ini dilaksanakandi dua kelas paralel yang ada di jurusan fisikaFMIPA Unimed. Pada kelas eksperimenditerapkan P2BPS, sedangkan pada kelaskontrol diterapkan program pembelajarankonvensional yang biasa digunakan olehdosen-dosen fisika umum. Uji coba kelompokbesar ini menggunakan rancangan eksperimenkuasi, yaitu control group pretest-posttestdesign:

Produk akhir dari penelitian danpengembangan ini berupa program

pembelajaran berbasis penedakatan saintifik(P2BPS) yang telah teruji yang dapatmeningkatkan keterampilan generik sainsmahasiswa.

Analisis DataData yang diperoleh pada penelitian dan

pengembangan terdiri atas data kualitatif dankuantitatif. Data kualitatif berupa : 1)karakteristik P2BPS; 2) keunggulan-keunggulandan kendala dalam mengimplementasikanP2BPS; dan 3) tanggapan dosen danmahasiswa terhadap P2BPS. Data kuantitatifberupa skor keterampilan generik sainsmahasiswa.

Data kualitatif dianalisis secara deskriptif.Sementara itu, data kuantitatif dianalisisdengan menggunakan statistik inferensial.Analisis data kuantitatif pada tahap uji cobakelompok kecil dilakukan sebagai berikut. Jikaskor tes awal dan skor tes akhir berdistribunormal, maka uji beda rerata dilakukan denganmenggunakan uji t (untuk dependent mean).Sebaliknya, jika skor tes awal dan skor tes akhirberdistribusi tidak normal, maka uji beda reratadilakukan dengan uji Wilcoxon signed-rank.

Analisis data kuantitatif pada tahap ujicoba kelompok besar dilakukan sebagaiberikut. Jika % g pada masing-masingkelompok (kontrol dan eksperimen)berdistribusi normal dan varians keduakelompok homogen, maka uji beda % gdilakukan dengan menggunakan uji t (untukindependent mean). Sebaliknya, jika % g padamasing-masing kelompok berdistribusi tidaknormal dan/atau varians kedua kelompok tidakhomogen, maka uji beda % g dilakukan denganuji Mann Whitney. Semua uji ini menggunakanSPSS versi 16 pada taraf signifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Studi LapanganStudi lapangan dilakukan dengan maksud

untuk mengumpulkan data berkenaan denganfasilitas pendukung pembelajaran, meliputilaboratorium fisika umum dan buku-buku fisikaumum yang digunakan sebagai sumber belajaroleh dosen dan mahasiswa, hambatan yangdihadapi oleh dosen fisika umum dalammelaksanakan pembelajaran, pandangandosen fisika umum terhadap pembelajaran danassesment keterampilan generik sains.

Hasil penelusuran terhadap perangkatpembelajaran seperti GBPP/Silabus, hand out,

Page 81: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Wahyuni, dkk, -Pengembangan Program Pembelajaran Berbasis Pendekatan 71

diktat, kontrak kuliah dan Satuan AcaraPerkuliahan (SAP) yang dikemas denganmodel pembelajaran kooperatif sudah dimilikioleh dosen. Informasi yang diperoleh dosencenderung melaksanakan pembelajarandengan model ini karena mudah dilakukan dandapat diikuti oleh mahasiswa. Langkah –langkah pembelajaran berkaitan dengan modelini adalah dengan memberikan tugas tentangmateri pokok tertentu, diskusi kelompok yangdilanjutkan dengan presentase serta ditanggapioleh kelompok lain. Dari aktivitas pembelajaranyang dirancang dan dilaksnakan oleh dosenpembelajaran belum dapat memberikesempatan kepada mahasiswa untukmelakukan metode ilmiah yang dapatmengembangkan keterampilan berpikirgeneriks sains.

Hasil observasi dan wawancara dengandosen fisika umum, sesungguhnya tidakditemukan kendala yang berarti untukmelaksanakan pembelajaran berbasispendekatan saintifik. Kendala teknis yangdikeluhkan oleh dosen adalah terbatasnyawaktu jam pertemuan untuk mempersiapkandan melaksanakan pembelajaran dengandemonstrasi dan eksperimen denganmengunakan media dan alat peraga. Fasilitaslaboratorium keterbatasan jumlah set alatuntuk mendukung proses pembelajaran dantidak terintegrasinya mata kuliah teori danpraktikum merupakan faktor lain yang membuatdosen cenderung melaksanakan pembelajarandengan model kooperatif yang belum dapatmemfasilitasi mahasiswa untukmengembangkan keterampilan generiknya.Dalam kaitan ini dosen berpendapatpelaksanaan pembelajaran fisika umum yangdilaksanakan terpisah dengan praktikum fisikaumum sebaiknya dilaksanakan secaraterintegrasi, dengan demikian pembelajaranberbasis pendekatan saintifik dapatdiimplementasikan dengan baik.

Berkaitan dengan keterampilan generikssains mahasiswa, dosen menyatakanketerampilan tersebut dapat dikembangkanpada mata kuliah praktikum fisika umum.

Berkaitan dengan hasil belajarmahasiswa, semua dosen menyatakan bahwahasil belajar fisika umum tergolong rendah. Halini terlihat dari banyaknya mahasiswa yangbelum mencapai standar lulus (skor 70).Masalah penilaian yang dilakukan oleh dosenmasih menonjolkan dengan penggunaan tes(paper and pencil test) berupa tes obyektif dan

essaymenyebabkan aspek keterampilangenerik sains mahasiswa belum terukurdengan baik.

Sumber belajar pendukung fisika umumberbentuk buku tersedia dalam berbagai juduldi ruang baca fisika, tapi 83% mahasiswamenyatakan jarang membaca buku tersebutkarena sulit dipahami. Mahasiswa cenderungmembaca buku-buku fisika SMA karenamereka memiliki buku tersebut dan lebih mudahdipahami. Sumber lain yang digunakan olehmahasiswa adalah diktat perkuliahan fisikaumum. Diktat perkuliahan fisika umum yangdisusun oleh Tim Dosen dikembangkan dariberbagai sumber dan referensi yang relevannamun belum menggambarkan pembelajaranberbasis pendekatan saintifik.

Hasil Pengembangan Program

Hasil penelitian pada tahun pertama iniadalah tersusunnya draft programpembelajaran mata kuliah Fisika Umumdengan rancangan pembelajaran berbasispendekatan saintifik untuk meningkatkanketerampilan generik sains mahasiswa calonguru fisika. Draft program pembelajaran yangdihasilkan adalah prototipe ProgramPembelajaran Berbasis Pendekatan Scientifik(P2BPS)yang terdiri dari:

Rencana Pembelajaran Instrumen keterampilan generik sains Bahan Ajar Lembar Kerja Mahasiswa

Karakteristik Program PembelajaranBerbasis Pendekatan Scientifik (P2BPS)

Program pembelajaran berbasispendekatan saintifik (P2BPS) adalah prosespembelajaran yang dirancang sedemikian rupaagar mahasiswa dapat membentuk danmenemukan sendiri pengetahuannya melaluiserangkaian metode ilmiah melalui tahapanmengamati, merumuskan masalah,merumuskan hipotesis, mengumpulkan datadengan berbagai cara (melakukan eksperimen),mengolah dan mengassosiasi data, menarikkesimpulan serta mengkomunikasikanpengetahuan yang ditemukan. Kegiatanpembelajaran di awali dengan pengajuanmasalah konstekstual yang nyata ditemukandan dilihat oleh mahasiswa dalam kehidupansehari-hari. Masalah yang diajukan dicaripemecahannya melalui penyelidikan dalamkelompok, dinalisis serta dikomonukasikan.

Page 82: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

72 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pembelajaran memberi kesempatan yangseluas-luasnya kepada mahasiswa melakukanberbagai aktivitas, untuk membangun danmenemukan konsep fisika mereka sendirimelalui proses mengamati, berpikir, bertanyadan berkomunikasi dalam situasi fisika. Dimulaidengan menghadapi suatu situasi berpusatpada masalah yang diberikan untuk untukmenuju masalah lain, melalui investigasi, inkuiridan pemecahan masalah. Semua aktivitas inimenyebabkan peningkatan kemampuangenerik sains mahasiswa calon guru fisika.

Proses pembelajaran dengan berbasispendekatan saintifik bercirikan dimensipengamatan, penalaran, penemuan,pengabsahan, dan penjelasan tentang suatukebenaran. Proses pembelajaran berbasispada fakta atau fenomena yang dapatdijelaskan dengan logika atau penalarantertentu, bukan sebatas tafsiran atau intuisi danprasangka, khayalan, legenda, atau dongengsemata.

Rancangan P2BPS yang dihasilkandalam penelitian ini dilakukan dengan langkah:mengorientasi mahasiswa pada masalah,mengorganisasi penyelidikan dalam kelompokataupun individu, menganalisis hasilpenyelidikan, menyajikan dan mengevaluasihasil penyelidikan. Langkah-langkahpembelajaran dengan program pembelajaranberbasis pendekatan saintifiksecara rincidilakukan sebagai berikut:

Kegiatan AwalDosen menyapa mahasiswa, memberikan

motivasi tentang keterkaitan materi pelajarandengan kehidupan sehari-hari, melakukanapersepsi dengan tanya jawab tentang materisebelumnya. Dosen menjelaskan tujuanpembelajaran (learning outcome).

Kegiatan Inti Dosen menyajikan informasi dan

melakukan demonstrasi yang memuatsituasi masalah yang berkaitan denganmateri yang akan dipelajari.

Mahasiswa mengamati demonstrasi daninformasi yang disajikan oleh dosen.

Dosen mengarahkan mahasiswa untukduduk bersama kelompok yang telahditentukan diawal pembelajaran.

Dosen membagikan LKM Mahasiswa secara kolaboratif diskusi

dengan kelompok k untukmenyelesaikan masalah dengan cara

berbagi atau sharing dalam kegiatankerja kelompok.

Dosen membimbing mahasiswamelakukan penyelidikan (eksperimen)untuk menyelesaikan LKM.

Setiap kelompok bekerja secara aktifmenyelesaikan masalah dari LKM,mahasiswa melakukan aktivitas berbagisehingga menemukan suatupenyelesaian masalah ataukesepakatan kelompok.

Mahasiswa menganalisis data hasilpenyelidikan, mengasosiasi untuk dapatmenarik kesimpulan.

Beberapa mahasiswa diminta untukmemperesentasikan hasil kerjakelompoknya, sedangkan kelompokbukan penyaji diminta untukmemberikan tanggapan terhadap halyang dipresentasikan.

Dosen berperan sebagai moderatorsekaligus fasilitator yang memberikesempatan kepada seluruh mahasiswauntuk berpendapat terbuka.

Kegiatan Akhir

Dengan bimbingan dosen, mahasiswamerangkum tentang materi pelajaran.

Dosen melakukan refleksi denganmengajukan pertanyaan secaralangsung kepada mahasiswa tentanghal-hal yang diperoleh. Kesan dansaranmahasiswa mengenaipembelajaran waktu itu dan hal-hal yangbelum dipahami untuk dipelajari dirumah.

Berdasarkan rancangan P2BPS di atasdapat diidentifikasi karakteristiknya sebagaiberikut: Aktivitas pembelajaran di awali dengan

pengajuan masalah konstekstual yangnyata ditemukan mahasiswa dalamkehidupan sehari-hari yang berkaitandengan topik yang dipelajari. Aktivitaspembelajaran untuk menyelesaikanmasalah merupakan kunci utama dalampembelajaran.

Proses penyelesaian masalah dilakukandengan menggunakan pendekatanilmiah yakni adalah proses berpikirdeduktif dan induktif secara sistematisdan empiris. Sistematis artinya berpikirilmiah dilakukan melalui tahapan –tahapan tertentu, sedangkan empiris

Page 83: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Wahyuni, dkk, -Pengembangan Program Pembelajaran Berbasis Pendekatan 73

artinya proses penyelesaian masalahdidasarkan pada data dan fakta yangjelas ditemukan mahasiswa

Pembelajaran berpusat padamahasiswa. Mahasiswa secara aktifbekerja menyelesaikan masalah dalamkelompok-kelompok belajar di bawahbimbingan dosen.

Belajar berlangsung secara kolaboratif.Mahasiswa mendiskusikan masalah,merumuskan hipotesis, merencanakandan melaksanakan penyelidikan,mengassosiasi data, menarikkesimpulan serta mengkomunikasikanhasil penyelidikannya, semuanyadilakukan secara kolaboratif dalamdiskusi kelompok.

Proses penyelidikan dapat dilakukansecara individu dan kelompok. Aktivitasindividu dilakukan ketika mahasiswamembaca literatur dari berbagaisumber, seperti buku, jurnal,mengakses internet atau dari sumberlainnya.

Proses penyelidikan melibatkanketerampilan proses sains dalammembangun konsep. Kegiataneksperimen akan memfasilitasimahasiswa untuk melakukan observasi,mengajukan pertanyaan, merumuskanhipotesis, menginterpretasi danmenafsirkan data serta menarikkesimpulan.

Pembelajaran berlangsung denganinkuiri terbimbing. Ketika mahasiswamengalami kesulitan dalampenyelesaian masalah, mahasiswadibimbing oleh dosen sebagai fasilitator.

Hasil Validasi AhliUntuk mengetahui validitas teoritis dari draftP2BPS beserta perangkat pembelajaranpendukungnya, dua orang ahli dilibatkan padavalidasi ini. Dalam memvalidasi draft P2BPSpara ahli dipandu oleh format expert judgment.Secara umum para ahli setuju dengan draftyang dikembangkan dengan memberikanbeberapa komentar dan masukan.

Pembahasan

Program pembelajaran berbasispendekatan saintifik berkaitan erat denganmetode ilmiah yang pada dasarnya adalahmerupakan kegiatan inkuiri, yaitu kegiatan

proses berpikir untuk memahami sesuatu yangdimulai dari pertanyaan. Aktivitas belajar inkuiridi awali dengan mengajukan pertanyaan yangterkait dengan permasalahan yang sedangdikaji, merumuskan hipotesis jika diperlukan,melakukan dan mengolah data hasileksperimen. Keseluruhan kegiatan inkuiri inidikemas dalam pembelajaran pendekatansaintifik dengan aktivitas utama observasi,bertanya, melakukan eksperimen (percobaan),assosiasi dan membangun jaringan(komunikasi).

Aktivitas pembelajaran saintifik yangdikembangkan dilakukan secara fleksibel,disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai.Pada suatu pertemuan mungkin dilakukanobservasi terlebih dahulu sebelum memintamahasiswa mengajukan pertanyaan, tetapipada pertemuan yang lain mahasiswamengajukan pertanyaan terlebih dahulusebelum melakukan percobaan dan observasi.

Kegiatan observasi dilakukan denganmenggunakan panca indra untuk memperolehinformasi mengenai sesuatu. Suatu bendadapat diobservasi untuk mengetahuikarakteristiknya secara kualitatif ataupunkuantitatif, melalui pengamatan langsungataupun tidak langsung. Pengamatan secaralangsung dilakukan seperti mengamatibayangan yang dibentuk oleh cermin dan lensa,mengamati bunyi yang dihasilkan suatu sumberbunyi, mengamati gelombang yang terjadi padatali dan sebagainya. Pengamatan tidaklangsung dilakukan dengan mengukur kuatarus dan tegangan listrik. Pengamatan dapatjuga dilakukan dengan mengamati simulasi,flash, atau media pembelajaran lainnya.

Pengamatan yang cermat sangatdibutuhkan untuk menganalisis suatupermasalahan. Fakta dan konsep yang diamatioleh mahasiswa akan mendorong mahasiswamengajukan beberapa pertanyaan terkaitdengan hal tersebut. Pertanyaan yang diajukandapat menggiring mahasiswa untuk melakukaneksperimen untuk dapat menjawab pertanyaanyang diajukan. Kegiatan untuk mengaktifkanmahasiswa untuk bertanya dapat dilakukandengan berbagai cara misalnya memintamahasiswa menuliskan tiga pertanyaanberkaitan dengan hasil pengamatannyaterhadap bayangannya pada cermin datar.

Pelaksanaan eksperimen dapat dimulaidengan merumuskan hipotesis untukmempermudah mahasiswa membuatrancangan eksperimen. Pengumpulan data

Page 84: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

74 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

hasil fakta-fakta hasil percobaan fisika dapatdilakukan dengan menggunakan alat ukursebagai alat bantu indera dalam mengamatipercobaan/gejala alam. Keterbatasan pancaindra menyebabkan beberapa gejala dalammateri fisika umum tidak dapat diamati secaralangsung dan hanya dapat diketahui melaluipengukuran dengan menggunakan suatu alattertentu. Kuat arus dan tegangan listrik,merupakan salah satu fakta yang ada tetapitidak dapat dilihat, didengar, atau diciumbaunya sehingga pengukurannya dilakukandengan menggunakan alat seperti voltmeter,amperemeter, test-pen, dan lain-lain, demikianjuga halnya materi fisika modern penuhdengan objek-objek yang tidak dapat dilihatmata, seperti molekul atom, proton, elektron,dan sebagainya. Melalui pengukuranmahasiswa dihadapkan pada berbagai ukuranobjek yang diamati dari yang kecil sampai yangbesar. Kegiatan eksperimen menanamkankesadaran tentang sense of scales padamahasiswa. Selain itu banyak fakta dalamfisika, khusunya fakta yang dapat diungkapkansecara kuantitatif, yang tidak dapatdiungkapkan dengan bahasa komunikasisehari-hari, sehingga untukmengkomunikasikannya diperlukan bahasasimbolik. Misalnya pada materi cahaya untukmelukiskan pembesaran atau pengecilan.

Informasi dan data yang diperoleh darihasil eksperimen selanjutnya dianalisis untukmendapatkan keterkaitan informasi yang ada,menemukan kecenderungan dari keterkaitandata serta menarik kesimpulan berdasarkankecenderungan data. Pengolahan data melatihkemampuan menalar (kemampuanmengasosiasi). Pengolahan data berdasarkanmetode ilmiah dapat mengembangkanketerampilan generiks sains mahasiswa sepertiketerampilan konsistensi logis, hubungansebab akibat, pemodelan matematika danketerampilan membangun konsep, karenamahasiswa akan menemukan kerangka logika(hubungan logis antar variabel), memahamiaturan-aturan, berargumentasi berdasarkanaturan, menjelaskan masalah berdasarkanaturan serta menarik kesimpulan dari suatugejala berdasarkan aturan/hukum-hukumterdahulu. Melalui analisis data mahasiswadapat menyatakan hubungan antar variabel,dapat memperkirakan penyebab gejala alam.Misalnya mahasiswa dapat melihat kaitan antarkuat hambatan, tegangan dan kuat arus sertadapat memprediksi hal yang akan terjadi jikasuatu variabel dimanipulasi. Assosiasi dapat

dilakukan secara induktif yaitu mengasosiasidari hal yang khusus ke hal yang umum.Assosiasi secara induktif menggunakan buktikhusus seperti fakta, data dan informasi khususuntuk menarik kesimpulan umum. Sebaliknyaassosiasi dapat juga dilakukan secara deduktif,yakni menggunakan fakta, data dan informasiumum ke fakta, data dan informasi yangbersifat khusus.

Membangun jaringan adalah kegiatanmahasiswa untuk membentuk jaringan padatingkat kelas. Aktivitas belajar dalam tingkatkelas dilakukan untuk menyampaikan hasilhasil kerja kelompok kepada kelompok lain.Pada kegiatan ini mahasiswa menyajikanmengenai tentang hasil pengamatan, hasilanalisis dan kesimpulan yang mereka perolehsementara yang lain menanggapi. Tanggapanmahasiswa dapat berupa pertanyaan,sanggahan atau dukungan terhadap materiyang disajikan kelompok penyaji. Kegiatanmembentuk jaringan dapat membantumahasiswa untuk mengembangkan sikap jujur,teliti, toleransi, percaya diri, kemampuanberkomunikasi dengan bahasa yang baik danbenar serta singkat dan jelas. Semua kegiatanpembelajaran dapat mencapai ranah tujuanpembelajaran kognitif, afektif dan psikomotorserta dapat meningkatkan keterampilangeneriks sains mahasiswa.

PENUTUP

Berdasarkan pada hasil penelitian yangtelah dilakukan, dapat diambil kesimpulansbagai berikut:

1) Program pembelajaran yang telahdihasilkan pada tahun I dari rencana 2tahun adalah prototipe programpembelajaran berbasis pendekatansaintifik (P2BPS) untuk meningkatkanketerampilan generik sains mahasiswacalon guru fisika beserta perangkatpendukungnya yang meliputi: (1)Silabus, (2) Rencana Pembelajaran, (3)Instrumen keterampilan generiks sains,lembar kerja mahasiswa (LKM) dan (5)bahan ajar .

2) Prototipe P2BPS yang dihasilkan dalampenelitian ini dilakukan denganlangkah: mengorientasi mahasiswapada masalah, mengorganisasipenyelidikan dalam kelompok ataupunindividu, menganalisis hasilpenyelidikan, menyajikan danmengevaluasi hasil penyelidikan.

Page 85: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Wahyuni, dkk, -Pengembangan Program Pembelajaran Berbasis Pendekatan 75

3) Keterampilan generik sains yangdikembangkan terdiri dari indikatorpengamatan langsung, pengamatantidak langsung, bahasa simbolik,kerangka logika taat azas, pemodelanmatematika, membangun konsep,konsistensi logis, hubungan sebabakibat dan kesadaran akan skala.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih yang tulus disampaikankepada Pimpinan Unimed yang telahmembantu dalam penyediaan dana untukpelaksanaan penelitian dan semua pihak yangturut membantu sehingga penelitian danpenulisan laporan ini dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., &Wallace, J.M. 2007. Critical Thinking: AStudent’s Introduction. 3nd Edition. NewYork: McGraw-Hill Company.Inc.

Borg, W.R. & Gall, M.D., J. P. Gall. 2003.Educational Research and Introduction.7th Edition. Boston: Allyn & Bacon.

Brotosiswoyo, B.S. 2000. “HakekatPembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi”dalam Hakekat Pembelajaran MIPA danKiat pembelajaran Fisika di PerguruanTinggi. Disusun oleh Tim Penulis PekertiBidang MIPA. Jakarta: Proyekpengembangan Universitas Terbuka.Depdiknas

Depdiknas. 2002. Pengembangan SistemPendidikan Tenaga Kependidikan Abadke 21 (SPTK-21). Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Gibb, J. 2002. The Collection of ResearchReading on Generics Skill in VET. Online: http://www. Ncvr.edu.

Ginting, E. M, R.Tarigan, Abu Bakar.2006.Menerapkan Prinsip CTL(Contextual Teaching Ang Learning)Untuk Meningkatkan Daya NalarMahasiswa Pada Mata Kuliah FisikaDasar di Jurusan Fisika FMIPA Unimed.Medan.

McMillan, J.H., & Schumacher, S. 2001.Research in Education: A ConceptualIntroduction. 5th Ed. New York: AddisionWesley Longman, Inc.

Nicholl, J, M., Rose, C. 2002. AcceleratedLearning For The 21st Century, Alihbahasa Dedy Ahimsa. Bandung :NuansaCendekia

NSTA. 2003. Standards for Science TeacherPreparation. National Science TeachersAssociation in Collaboration with theAssociaUnited Nations for DevelopmentProgramme.Human Development Report2011.http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/IDN.html (Diakses 15 Juli 2012).

Pujiani, Ni. Made, Liliasari, Dhani Herdiwijaya.2011. Pembekalan Keterampilanlaboratorium untuk MeningkatkanKeterampilan Generik Sains Calon Gurupada Bidang Astronomi. ProsidingSeminar Nasional Penelitian, Pendidikandan Penenerapan MIPA, UniversitasNegeri Yogyakarta.

Savinainem, A. & Scott,P. 2002. “the ForceConcept Inventory: A. Tool for MonitoringStudent Learning.” Physics Education.

Thiagarajan, S., Semmel, D. S., & Semmel, m.L. 1974. Instructional. Development forTraining Teacher of Exceptional Children.Minnesota: Indiana University.

Zoller, U., Ben-Chaim, D. & Ron, S. 2000. TheDisposition toward Critical Thinking ofHigh School and University SciencesStudents: An Inter-Inta Israeli-ItalianStudy. International Journal of ScienceEducation. 22(6), 571-582.

Page 86: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN PROGRAM PPG SM-3T BERBASIS PEMODELAN,SUPERVISI KLINIS DAN PLP MELALUI LESSON STUDY UNTUK

MENINGKATKAN KOMPETENSI CALON GURU FISIKA PROFESIONAL

Ida Kaniawati*, I Made Padri, Setiya Utari, Unang PurwanaDepartemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kompetensi calon Guru Fisikaprofesional melalui PPG SM-3T Berbasis Pemodelan, Supervisi Klinis dan ProgramLatihan Profesi (PLP) melalui Lesson Study. Penelitian ini merupakan penelitianpengembangan (research and development), yaitu mengembangkan Program PPGbagi Guru Fisika yang dapat menghasilkan Guru profesional. Setting penelitianadalah dosen, guru pamong dan peserta PPG selama proses Workshop SubjectSpecific Pedagogy (WSSP) dan proses PLP. Jumlah peserta PPG sebagai subjekpenelitian adalah 16 orang dan jumlah guru pamong sebanyak 6 orang, sertajumlah sekolah mitra sebanyak 6 sekolah. Setelah WSSP berbasis Pemodelan dansupervisi klinis diterapkan, hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatankemampuan akademik peserta PPG SM3T sebesar 0,39 pada kategori sedang.Kemampuan pembuatan perangkat pembelajaran rata-rata sebesar 80,3. Setelahditerapkan PLP berbasis supervisi klinis dan Lesson Study terdapat peningkatankemampuan penyusunan perangkat pembelajaran fisika dan pelaksanaanpembelajaran yaitu sebesar 0,37 pada kategori sedang. Respon mahasiswasetelah diterapkan WSSP berbasis Pemodelan, dan PLP melalui kegiatan supervisiklinis dan Lesson study rapa-rata memberikan tanggapan positif.

ABSTRACT

This study will be carried out for 8 months. Implementation of the program PPG BC-3T-Based Modeling held on WSSP before Peer teaching activities as much as 5times on different physics topics. Master models implemented by the supervisorand teacher tutor. Implementation of clinical supervision on the activities carried outpeer teaching by lecturers and teachers tutor, each participant had the opportunityto perform 5 times with different physics topics. PLP through Lesson Studyactivities have been carried out with the collaboration of participants PPG,Supervisor and Master Guardian, which became the model teacher is one of theparticipants in the school PLP PPG Partners. Each partner school carry one openlesson, observernya are all participants PPG, mamong teachers and lecturers. Inthis program has been implemented as much as 6 times Lesson study.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Professional Teacher Education, Modeling, PPL-based Lesson Studyand Clinical Supervision

Page 87: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 77

PENDAHULUAN

Tujuan jangka pendek ini adalah untukmeningkatkan kompetensi calon Guru Fisikaprofesional melalui PPG SM-3T BerbasisPemodelan, Supervisi Klinis dan PLP melaluiLesson Study, sedangkan tujuan jangkapanjangnya adalah untuk mengembangkanmodel Pendidikan Profesional Guru yangbermutu. Dengan adanya model program PPGini diharapkan dapat menghasilkan guruprofesional yang memiliki kompetensipedagogik, kompetensi kepribadian,kompetensi sosial, dan kompetensi profesionalsesuai dengan UU RI No. 14 Th. 2005. Padatahun 2014 ini Program Studi Pendidikan FisikaFPMIPA UPI memperoleh amanah untukmenyelenggarakan Program PPG SM-3Tberasrama bagi calon guru fisika sebanyak 16orang peserta yang berasal dari S1 4 LPTK diIndonesia. Berdasarkan pengalaman dari PPGBasic Science serta untuk mensukseskanprogram PPG SM-3T maka dibutuhkan suatupenelitian tentang penyelenggaraan PPGtersebut.

Prinsip-prinsip pembelajaran yangmendapat perhatian khusus dalam programPPG, antara lain adalah: Keaktifan pesertadidik, Higher order thinking, Dampak pengiring,Pemanfaatan teknologi informasi,Pembelajaran Kontekstual, Penggunaan

strategi dan model pembelajaran yangbervariasi dalam mengaktifkan peserta didik,dan Prinsip learning by doing. Tidak hanyadiperlukan dalam pembentukan keterampilan,melainkan juga pada pembentukanpengetahuan dan sikap. Dengan prinsip ini,pengetahuan dan sikap terbentuk melaluipengalaman dalam menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan termasuk mengatasimasalah-masalah yang dihadapi di lapangan.Proses pembelajaran dalam Program PPGlebih menekankan kepada partisipasi aktifPeserta melalui model pembelajaran workshopatau lokakarya dengan bimbingan atau asuhandosen dan guru pamong.Penerapan Pemodelan dalamPenyelenggaraan WSSP

Pada kegiatan WSSP mahasiswadibimbing oleh dua orang dosen dan satuorang guru pamong. Sebelum mahasiswamenyusun perangkat pembelajaran dalambentuk RPP, bahan ajar (LKS, handout/ modul,media audio-visual), dosen dan guru pamongbekerjasama merancang pembelajaran untukmelaksanakan pemodelan. Kegiatan inibertujuan agar mahasiswa dapat memperolehgambaran secara konkrit bagaimanamelaksanakan kegiatan pembelajaran terutamadalam mengimplementasikan pembelajarantahapan pendekatan saintifik yang dianjurkanoleh kurikulum 2013, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Pembelajaran Pendekatan Saintifik

Implementasi tahapan pembelajaransaintifik diperagakan oleh dosen modelberdasarkan contoh perangkat pembelajaranyang telah disusun bentuk RPP, bahan ajar(LKS, handout/ modul, media audio-visual).Kegiatan ini sangat dibutuhkan oleh mahasiswaPPG terutama dalam melaksanakan interaksibelajar mengajar antara guru dan peserta didiksehingga dapat mencapai Kompetensi Inti danKompetensi Dasar yang tertuang dalamKurikulum 2013.

Pelaksanaan supervisi klinis berlangsungdalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahapberikut :

Tahap perencanaan awal. Pada tahapini beberapa hal yang harusdiperhatikan adalah: (1) menciptakansuasana yang intim dan terbuka, (2)mengkaji rencana pembelajaran yangmeliputi tujuan, metode, waktu, media,evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yangterkait dengan pembelajaran, (3)menentukan fokus obsevasi, (4)

Observing(mengamati

)

Questioning(menanya)

Associating(menalar)

Experimen-ting

(mencoba)

Networking(membentuk

Jejaring)

Page 88: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

78 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

menentukan alat bantu (instrumen)observasi, dan (5) menentukan teknikpelaksanaan obeservasi.

Tahap pelaksanaan observasi. Padatahap ini beberapa hal yang harusdiperhatikan, antara lain: (1) harusluwes, (2) tidak mengganggu prosespembelajaran, (3) tidak bersifat menilai,(4) mencatat dan merekam hal-hal yangterjadi dalam proses pembelajaransesuai kesepakatan bersama, dan (5)menentukan teknik pelaksanaanobservasi.

Tahap akhir (diskusi balikan). Padatahap ini beberapa hal yang harusdiperhatikan antara lain: (1) memberipenguatan; (2) mengulas kembali tujuanpembelajaran; (3) mengulas kembalihal-hal yang telah disepakati bersama,(4) mengkaji data hasil pengamatan, (5)tidak bersifat menyalahkan, (6) datahasil pengamatan tidak disebarluaskan,(7) penyimpulan, (8) hindari saransecara langsung, dan (9) merumuskankembali kesepakatan-kesepakatansebagai tindak lanjut proses perbaikan.(Taufiq, A. 2007).

Implementasi PLP-PPG melalui LessonStudy

Lesson study merupakan modelpembinaan profesi pendidik melalui pengkajianpembelajaran secara kolaboratif danberkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsipkolegalitas dan mutual learning untukmembangun komunitas belajar (Hendayana,2007). Lesson Study dilaksanakan dalam tigatahapan yaitu Plan (merencanakan), Do(melaksanakan), dan See (merefleksi) yangberkelanjutan. Pada tahap plan bertujuan untukmerancang pembelajaran yang dapatmembelajarkan siswa dan berpusat padasiswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasiaktif dalam proses pembelajaran. Pada tahapini peserta PPG melakukan analisispermasalahan yang dihadapi dalampembelajaran. Permasalahan dapat berupamateri bidang studi, bagaimana menjelaskansuatu konsep. Permasalahan dapat jugaberupa pedagogi tentang metoda pembelajaranyang tepat agar pembelajaran lebih efektif danefisien atau permasalahan pembelajaran.Selanjutnya peserta PPG berdiskusi mencarisolusi terhadap permasalahan terhadappermasalahan yang dihadapi yang dituangkandalam rancangan pembelajaran atau lesson

plan, teaching materials berupa mediapembelajaran.

Berdasarkan latar belakang dan kajianteoritis tersebut, maka sangat perlu dilakukansebuah penelitian berupa PengembanganProgram PPG SM-3T Berbasis Pemodelan,Supervisi Klinis dan PLP Melalui Lesson Studyuntuk Meningkatkan Kompetensi Calon GuruFisika Profesional.

Pembatasan dan Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di

atas maka fokus penelitian yang akandilaksanakan berkaitan dengan peningkatankemampuan akademik, kemampuanpenyusunan perangkat pembelajaran, danmelaksanakan pembelajaran melalui kegiatanWSSP berbasis pemodelan, PLP melaluikegiatan supervisi klinis dan Lesson study.Dengan demikian perumusan masalahpenelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi programPPG SM-3T Berbasis Pemodelan,Supervisi klinis dan PLP melaluiKegiatan Lesson Study?

2. Bagaimana peningkatan kemampuanakademik dan kemampuan penyusunanperangkat pembelajaran setelahditerapkan WSSP berbasis pemodelandan supervisi klinis?

3. Bagaimana peningkatan kemampuanpenyusunan perangkat pembelajaranfisika dan pelaksanaan pembelajaransetelah diterapkan PLP berbasissupervisi klinis dan Lesson Study?

4. Bagaimana respon mahasiswa setelahditerapkan WSSP berbasis Pemodelan,dan PLP melalui kegiatan supervisiklinis dan Lesson study?

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Memperoleh Model Program PPG SM-

3T Berbasis Pemodelan, Supervisi klinisdan PLP melalui Kegiatan Lesson Studyyang dapat meningkatkan kompetensicalon guru Fisika profesional.

2. Memperoleh gambaran tentangpeningkatan kemampuan akademik dankemampuan penyusunan perangkatpembelajaran setelah diterapkan WSSPberbasis Pemodelan dan supervisiklinis.

3. Memperoleh gambaran tentangkemampuan penyusunan perangkatpembelajaran fisika dan pelaksanaan

Page 89: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 79

pembelajaran setelah diterapkan PLPberbasis supervisi klinis dan LessonStudy.

4. Memperoleh gambaran responmahasiswa setelah diterapkan WSSPberbasis Pemodelan, dan PLP melaluikegiatan supervisi klinis dan Lessonstudy.

Urgensi PenelitianPenelitian ini dilatarbelakangi oleh

rendahnya kemampuan akademik, lemahnyakemampuan dalam menyusun perangkatpembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif danmenyenangkan serta lemahnya kemampuanmahasiswa dalam mengimplementasikanpembelajaran, maka sangat diperlukanpenelitian yang dapat menghasilkan:1. Model pelaksanaan program PPG yang

dapat meningkatkan kompetensi calon gurufisika profesional melalui kegiatan WSSPberbasis Pemodelan, Supervisi klinis danPLP melalui Lesson study.

2. Model penilaian kompetensi calon gurufisika profesional dalam kegiatan WSSPberbasis Pemodelan, Supervisi klinis danPLP melalui Lesson study.

3. Model pembimbingan PLP yang dapatmeningkatkan kompetensi calon guru fisikamelalui kegiatan supervisi klinis dan Lessonstudy.

METODE

Penelitian ini adalah penelitianpengembangan (research and development),yaitu mengembangkan Program PPG bagiGuru Fisika yang dapat menghasilkan Guruprofesional. Tahap Studi Pendahuluanmerupakan tahap identifikasi terhadapkemampuan awal peserta PPG SM-3T padaaspek kemampuan akademik dan pedagogi.Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperolehbahwa para peserta PPG masih memilikikemampuan yang rendah. Hal ini disebabkankarena pengalaman yang diperoleh selamaprogram pengabdian selama 1 tahun di daerah3T masih belum membekali kemampuanprofesional Guru. Pada Tahap Perencanaandilakukan dalam bentuk Pleno 2 denganmenerapkan Pemodelan. Pemodelan dilakukanoleh salah seorang dosen atau guru Pamongdihadapan peserta PPG, sehingga pembelajranyang inovatif, kreatif, efektif danmenyenangkan menjadi konkrit dihadapan

peserta PPG. Juga diprogramkan supervisiklinis ketika mahasiswa mempresentasikanhasil WSSP berupa perangkat Pembelajaran(RPP, Skenario Pembelajaran dan LKS). PadaTahap Pengembangan dilakukan dengan Ujiahli oleh dosen senior yang berpengalamandalam pembelajaran fisika. Uji ini dilakukanuntuk mengetahui kelayakan instrumen yangdapat mengukur aspek dari Kompetensi GuruProfesional. Setting penelitian adalah dosen,guru pamong dan peserta PPG selama prosesWorkshop SSP (Subject Specific Pedagogy)dan proses PLP. Jumlah peserta PPG sebagaisubjek penelitian adalah 16 orang dan jumlahguru pamong sebanyak 6 orang, serta jumlahsekolah mitra sebanyak 6 sekolah. InstrumenPenelitian untuk Penilaian Kompetensi GuruProfesional yang terdiri dari: Penilaianperangkat pembelajaran, PenilaianPelaksanaan Pembelajaran, PenilaianPortofolio serta penilaian sikap dankepribadian.

Landasan pengembangan modelpembelajaran ini sepenuhnya berpijak padaprofil permasalahan, kebutuhan, potensi yangdimiliki, serta temuan-temuan lain yangdiperoleh pada penelitian tahap pertama (needassesment). Dengan demikian, pengumpulandan penganalisisan data pada fase identifikasimasalah difokuskan untuk memperolehinformasi kemampuan guru fisika yangprofesional. Prosedur Penelitian dapat dilihatpada Gambar 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penerapan Pemodelan dalamPenyelenggaraan WSSP

Pada kegiatan WSSP mahasiswadibimbing oleh dua orang dosen dan satuorang guru pamong. Sebelum mahasiswamenyusun perangkat pembelajaran dalambentuk RPP, bahan ajar (LKS, handout/modul,media audio-visual), dosen dan guru pamongbekerjasama merancang pembelajaran untukmelaksanakan pemodelan. Kegiatan inibertujuan agar mahasiswa dapat memperolehgambaran secara konkrit bagaimanamelaksanakan kegiatan pembelajaran terutamadalam mengimplementasikan pembelajarantahapan pendekatan saintifik yang dianjurkanoleh kurikulum 2013. Implementasi tahapanpembelajaran saintifik diperagakan oleh dosenmodel berdasarkan contoh perangkatpembelajaran yang telah disusun bentuk RPP,

Page 90: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

80 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

bahan ajar (LKS, handout/modul, media audio-visual). Kegiatan ini sangat dibutuhkan olehmahasiswa PPG terutama dalammelaksanakan interaksi belajar mengajarantara guru dan peserta didik sehingga dapatmencapai Kompetensi Inti dan KompetensiDasar yang tertuang dalam Kurikulum 2013

Hasil monitoring kegiatan WSSPdengan menyebarkan angket kepada pesertaPPG dapat dirangkum saran dan Masukan daripeserta PPG:1. Peserta PPG memerlukan peningkatan

penguatan konten fisika, minimal kontenfisika SMA,

2. Peserta PPG memerlukan evaluasi materisoal-soal UN PPG atau soal SMA &SNMPTN,

3. Peserta PPG memerlukan peningkatankegiatan eksplorasi alat atau eksperimen dilaboratorium dan penggunaan mediapembelajaran lainnya,

4. Peserta PPG memerlukan informasi yanglebih jelas terhadap tugas yang harusdikerjakan ( kadang-kadang tugas yangdiberikan belum jelas),

5. Peserta PPG memerlukan persepsi yangsama dari setiap dosen tentangimplementasi kurikulum 2013,

6. Peserta PPG mengharapkan agarpelaksanaan perkuliahan disesuaikandengan jadwal yang telah ditentukan,

7. Peseta PPG mengharapkan agar dosenlebih komunikatif dan lebih sabar dalamproses pembelajaran,

8. Peserta PPG berpendapat bahwapembuatan RPP belum dapat maksimalkarena keterbatasan waktu (1-2RPP/malam),

9. Peserta PPG mengharapkan agar GuruPamong lebih komunikatif dalammemberikan informasi mengenaiimplementasi kurikulum 2013 di sekolahmasing-masing (Hubungan antara regulasidengan kondisi nyata di sekolah),

10. Peserta PPG mengharapkan agar GuruPamong bersedia menjadi "guru model "pada salah satu topik pembelajaran,

11. Peserta PPG mengharapkan agar GuruPamong dapat hadir sesuai denganjadwal, dan

12. Peseta PPG berpendapat bahwa tugasmembuat RPP dapat dilakukan secaraberkelompok (agar bisa didiskusikan).

Gambar 2. Prosedur PenelitianKegiatan pemodelan tersebut sangat

bermanfaat bagi mahasiswa PPG untukmemperoleh mengalaman langsung tentangpembelajaran berbasis Pendekatan saintifik

yang disarankan oleh Kurikulum 2014.Mahasiswa selain menjadi peserta didik, jugaada mahasiswa yang berperan menjadiobserver dengan instrumen pengamatan

PERANCANGANPROGRAM PPG SM-3T

BERBASIS PEMODELAN,SUPERVISI KLIIS DANPPL MELALUI LESSON

STUDY

IDENTIFIKASIAWAL

KEMAMPUANAKADEMIK FISIKA

UJI AHLI

Desain Program PPGSM3T berbasis

Pemodelan, SupervisiKlinis dan PLP melaluiLesson Study (Draft 1)

Desain Program PPGSM3T berbasis

Pemodelan, SupervisiKlinis dan PLP melaluiLesson Study (Draft 3)

UJI MODEL

Desain Program PPGSM3T berbasis

Pemodelan, SupervisiKlinis dan PLP melaluiLesson Study (Draft 2)

MODEL Program PPGSM3T

Evaluasi dan Revisi I

Evaluasi dan Revisi II

Uji Terbatas

Uji lebih luas

PRODUK :1. Perangkat WSSP PPG SM-3T2. Perangkat Instrumen Penilaian PPG

SM-3T3. Video Pembelajaran implemntasi

Pemodelan dalam WSSP, danImplementasi PLP berbasis LessonStudy

INDIKATOR HASILo Peningkatan kompetensi akademik

dan pedagodiko Peningkatan kompetensi profesional

peserta PPGo Model Program PPG SM-3T

Desain Program PPG SM3T berbasisPemodelan, Supervisi Klinis dan PLP

melalui Lesson Study

Page 91: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 81

dengan aspek sebagai berikut: KegiatanObserving (Mengamati), Questioning(menanya), Associating (menalar),Experimenting (mencoba) dan Networking(membentuk Jejaring). Setelah kegiatanpemodelan dilanjutkan refleksi terhadap setiaptahapan kegiatan pembelajaran. Implementasiprogram PPG SM-3T Berbasis Pemodelandilaksanakan pada kegiatan WSSP sebelumPeer teaching sebanyak 5 kali pada topik fisikayang berbeda. Guru model dilaksanakan olehDosen Pembimbing dan Guru Pamong.Pelaksanaan supervisi klinis dilaksanakan padakegiatan peer teaching oleh dosen pembimbingdan guru pamong, setiap peserta memperolehkesempatan 5 kali tampil dengan topik fisikayang berbeda.

Implementasi PPL-PPG melalui LessonStudy

Lesson study merupakan modelpembinaan profesi pendidik melalui pengkajianpembelajaran secara kolaboratif danberkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsipkolegalitas dan mutual learning untuk

membangun komunitas belajar. (Hendayana,2007). Lesson Study dilaksanakan dalam tigatahapan yaitu Plan (merencanakan), Do(melaksanakan), dan See (merefleksi) yangberkelanjutan. Pada tahap plan bertujuan untukmerancang pembelajaran yang dapatmembelajarkan siswa dan berpusat padasiswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasiaktif dalam proses pembelajaran. Pada tahapini Peserta PPG melakukan analisispermasalahan yang dihadapi dalampembelajaran. Permasalahan dapat berupamateri bidang studi, bagaimana menjelaskansuatu konsep. Permasalahan dapat jugaberupa pedagogi tentang metoda pembelajaranyang tepat agar pembelajaran lebih efektif danefisien atau permasalahan pembelajaran.Selanjutnya peserta PPG berdiskusi mencarisolusi terhadap permasalahan terhadappermasalahan yang dihadapi yang dituangkandalam rancangan pembelajaran atau lessonplan, teaching materials berupa mediapembelajaran. Jadwal Kegiatan PPL PPGSM3T Pendidikan Fisika adaah sebagaiberikut:

Tabel 1. Jadwal Lesson Study pada Kegiatan PLP PPG SM3T Pendidikan Fisika

No Nama Sekolah PPL Jadwal OpenLesson

Nama GuruModel

Materi

1 SMA A 6 Nopember 2014 AN Hukum Newton II

2 SMA B Rabu, 5 Nopember2014

RB Hukum Newton II

3 SMA C 4 Nopember 2014 RN Gerak HarmonisSederhana

4 SMA D 30 Oktober 2014 EP Gerak melingkar5 SMA E 10 Nopember 2014 NS Hk. Newton6 SMA F 14 Nopember 2014 UM Hukum Newton

PLP melalui Kegiatan Lesson Studytelah dilaksanakan dengan kolaborasi PesertaPPG, Dosen pembimbing dan Guru Pamong,yang menjadi guru model adalah salah satupeserta PPL PPG di sekolah Mitra. Setiapsekolah mitra melaksanakan satu kali openlesson, observernya adalah semua pesertaPPG, guru mamong, dan dosen pembimbing.Pada program ini telah dilaksanakan sebanyak6 kali Lesson study. Gambar kegiatanpembelajaran pada open lesson dapat dilihatpada Gambar 3.

Kegiatan Lesson study pada PLP PPGsangat memberikan manfaat kepada peserta

PPG sebagai model, dan sebagai observer,juga bagi guru pamong dan dosenpembimbing. Manfaat yang diperoleh antaralain: Memperoleh pengalaman dalam menyusun

perangat pembelajaran sertamengimplementasikannya,

Memperoleh masukan dari berbagai pihakberdasarkan hasil observasi terhadap siswasecara mendalam,

Dapat meningkatkan kualitas pembelajaranberdasarkan hasil masukan dari paraobserver.

Page 92: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

82 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 3: Pelaksanaan Pembelajaran pada saat Open Lesson

Kemampuan Akademik dan profesionalPeserta PPG SM3T

a. Hasil WorkshopPenilaian kegiatan WSSP terdiri dari

aspek penilaian Partisipasi dalam Workshop,Penilaian Silabus dan Penilaain RPP dengan

instrumen terlampir. Daftar nilai PelaksanaanWSSP dirata-ratakan berdasarkan BidangWSSP yaitu Mekanika, Termodinamika,Gelombang Optik, Listrik Magnet dan FisikaModern. Daftar nilai PPG SM3T PendidikanFisika ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar Nilai Wssp Ppg Sm3t Pendidikan Fisika Tahun 2014

No KodePeserta

Mekanika

Termodinami

kaGelombang Optik

ListrikMagnet

FisikaModern

Rata-rata

1 ANU 91,67 85,33 92,67 77,67 86,33 86,732 KL 87,17 82,67 88,17 78,67 83,67 84,073 NS 88,67 86,67 89,67 81,67 87,67 86,874 RBI 87,17 83,00 88,17 75,67 84,00 83,605 AM 81,00 77,67 82,00 73,00 78,67 78,476 RN 80,50 83,67 81,50 65,33 84,67 79,137 SA 84,00 79,67 85,00 68,33 80,67 79,538 WK 78,83 78,33 79,83 69,67 79,33 77,209 DS 85,83 76,00 86,83 65,33 77,00 78,2010 EP 81,00 78,67 82,00 72,00 79,67 78,6711 JN 83,50 78,00 84,50 69,00 79,00 78,8012 NF 83,50 80,67 84,50 72,33 81,67 80,5313 NR 76,00 78,67 77,00 76,67 79,67 77,6014 ES 64,50 79,67 65,50 71,33 80,67 72,3315 UM 87,33 82,67 88,33 71,67 83,67 82,73

Page 93: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 83

Kegiatan Peerteaching menggunakaninstrumen penilaian RPP dan penilaian skorkemampuan praktek pembelajaran sebesar77.9.

Selain penilaian peer teaching,mahasiswa juga diuji kemampuanakademiknya dengan tes tulis berbentuk PGyang terdiri dari kompetensi pedagogik dankompetensi profesional. Setelah WSSP

berbasis Pemodelan dan supervisi klinisditerapkan terjadi peningkatan kemampuanakademik Peserta PPG SM3T sebesar 0,39pada kategori sedang. Peningkatankemampuan akademik dapt dilihat padaGambar 3.

Gambar 3. Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T Pendidikan Fisika

Kemampuan pembuatan perangkatpembelajaran rata-rata sebesar 80,3. Setelahditerapkan PPL berbasis supervisi klinis danLesson Study terdapat peningkatankemampuan penyusunan perangkatpembelajaran fisika dan pelaksanaanpembelajaran yaitu sebesar 0,37 pada kategorisedang. Gambar 4 menunjukkan kemampuan

profesional yang membandingkan kemampuanpengembangan perangkat pembelajaran danpraktek pembelajaran pada saat Workshopdibandingkan kemampuan profesional padasaat PLP PPG SM3T.

Gambar 4. Diagram Kemampuan Profesional Peserta PPG Fisika SM3T

01020304050607080

1 2 3

Skor

Tes

Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T

0,0020,0040,0060,0080,00

100,00

1 2 3

Skor

Kemampuan Profesional PPG SM3T

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 83

Kegiatan Peerteaching menggunakaninstrumen penilaian RPP dan penilaian skorkemampuan praktek pembelajaran sebesar77.9.

Selain penilaian peer teaching,mahasiswa juga diuji kemampuanakademiknya dengan tes tulis berbentuk PGyang terdiri dari kompetensi pedagogik dankompetensi profesional. Setelah WSSP

berbasis Pemodelan dan supervisi klinisditerapkan terjadi peningkatan kemampuanakademik Peserta PPG SM3T sebesar 0,39pada kategori sedang. Peningkatankemampuan akademik dapt dilihat padaGambar 3.

Gambar 3. Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T Pendidikan Fisika

Kemampuan pembuatan perangkatpembelajaran rata-rata sebesar 80,3. Setelahditerapkan PPL berbasis supervisi klinis danLesson Study terdapat peningkatankemampuan penyusunan perangkatpembelajaran fisika dan pelaksanaanpembelajaran yaitu sebesar 0,37 pada kategorisedang. Gambar 4 menunjukkan kemampuan

profesional yang membandingkan kemampuanpengembangan perangkat pembelajaran danpraktek pembelajaran pada saat Workshopdibandingkan kemampuan profesional padasaat PLP PPG SM3T.

Gambar 4. Diagram Kemampuan Profesional Peserta PPG Fisika SM3T

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

No Peserta

Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T

TES AWAL

TES AKHIR

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

No Peserta

Kemampuan Profesional PPG SM3T

Rata-rata Workshop

Rata-rata PPL

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 83

Kegiatan Peerteaching menggunakaninstrumen penilaian RPP dan penilaian skorkemampuan praktek pembelajaran sebesar77.9.

Selain penilaian peer teaching,mahasiswa juga diuji kemampuanakademiknya dengan tes tulis berbentuk PGyang terdiri dari kompetensi pedagogik dankompetensi profesional. Setelah WSSP

berbasis Pemodelan dan supervisi klinisditerapkan terjadi peningkatan kemampuanakademik Peserta PPG SM3T sebesar 0,39pada kategori sedang. Peningkatankemampuan akademik dapt dilihat padaGambar 3.

Gambar 3. Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T Pendidikan Fisika

Kemampuan pembuatan perangkatpembelajaran rata-rata sebesar 80,3. Setelahditerapkan PPL berbasis supervisi klinis danLesson Study terdapat peningkatankemampuan penyusunan perangkatpembelajaran fisika dan pelaksanaanpembelajaran yaitu sebesar 0,37 pada kategorisedang. Gambar 4 menunjukkan kemampuan

profesional yang membandingkan kemampuanpengembangan perangkat pembelajaran danpraktek pembelajaran pada saat Workshopdibandingkan kemampuan profesional padasaat PLP PPG SM3T.

Gambar 4. Diagram Kemampuan Profesional Peserta PPG Fisika SM3T

Kemampuan Akademik Fisika Peserta PPG SM3T

TES AWAL

TES AKHIR

Kemampuan Profesional PPG SM3T

Rata-rata Workshop

Rata-rata PPL

Page 94: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

84 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Respon mahasiswa setelah diterapkan WSSPberbasis Pemodelan, dan PLP melalui kegiatansupervisi klinis dan Lesson study rata-ratamemberikan tanggapan positif.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Implementasi program PPG SM-3T Berbasis

Pemodelan dilaksanakan pada kegiatanWSSP sebanyak 5 kali pada topik fisikayang berbeda. Guru model dilaksanakanoleh Dosen pembimbing dan Guru pamong.Supervisi klinis dilaksanakan pada kegiatanpeer teaching oleh dosen pembimbing danguru pamong, setiap peserta memperolehkesempatan 5 kali tampil dengan topik fisikayang berbeda. PLP melalui Kegiatan LessonStudy telah dilaksanakan dengan kolaborasiPeserta PPG, Dosen pembimbing dan GuruPamong, yang menjadi guru model adalahsalah satu peserta PLP PPG di sekolahMitra. Setiap sekolah mitra melaksanakansatu kali open lesson, observernya adalahsemua peserta PPG, guru mamong, dandosen pembimbing. Pada program ini telahdilaksanakan sebanyak 6 kali Lesson study.

2. Setelah WSSP berbasis Pemodelan dansupervisi klinis diterapkan terjadipeningkatan kemampuan akademik PesertaPPG SM3T sebesar 0,39 pada kategorisedang. Kemampuan pembuatan perangkatpembelajaran rata-rata sebesar 80,3.

3. Setelah diterapkan PLP berbasis supervisiklinis dan Lesson Study terdapatpeningkatan kemampuan penyusunanperangkat pembelajaran fisika danpelaksanaan pembelajaran yaitu sebesar0,37 pada kategori sedang.

4. Respon mahasiswa setelah diterapkanWSSP berbasis Pemodelan, dan PLPmelalui kegiatan supervisi klinis dan Lessonstudy rata-rata memberikan tanggapanpositif.

Berdasarkan program yang telah dilaksanakanmaka beberapa rekomendasi untukpenyelenggaraan PPG sebagai berikut:a. Kegiatan Workshop dan penguatan materi

sebaiknya dilakukan secara terintegrasib. Kegiatan Pemodelan sebaiknya dilakukan

sebelum peserta melakukan peer teachingsehingga peserta PPG memperoleh contohkonkrit tentang pembelajaran berbasissaintifik yang disarankan kurikulum 2013

c. Untuk meningkatkan kualitas PPL dansupervisi sebaiknya dilaksanakan Lessonstudy yaitu plan, do, dan see pada saatmahasiswa PPL, sehingga dapat diperolehmanfaat bagi peserta PPL, dosenpembimbing dan Guru Pamong sertasekolah sebagai mitra untuk meningkatkankualitas pembelajaran fisika menjadi lebihbaik.

d. Penguatan materi khususnya fisika masihsangat dibutuhkan sehingga prodi tetapmengusulkan ada kegiatan tersebut untukdapat menguasai konten fisika secara baikdan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Taufiq. 2007. Supervisi Bimbingan danKonseling (Bahan Pelatihan BK di Cikole).Bandung.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang RepublikIndonesia No. 20 tahun 2003 TentangSistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Depdiknas. (2007). Peraturan MenteriPendidikan Nasional Nomor 16 Tahun2007 Tentang Standar KualifikasiAkademik & Standar Kompetensi Guru.Jakarta.

Hendayana, S dkk.(2007). Lesson study suatustrategy untuk meningkatkankeprofesionalan pendidik (pengalamanIMSTEP-JICA). UPI Press. Bandung.

Iim Waliman, dkk. 2001. Supervisi Klinis (ModulManajemen Berbasis Sekolah). Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

Kemendikbud. (2013). Panduan ProgramPendidikan Profesi Guru Prajabatan(Pasca Program SM-3T). Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Peraturan PemerintahNo.32 tahun 2013 Perubahan Atas PPNo.19 tahun 2005 Tentang StandarNasional Pendidikan. Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Peraturan MenteriPendidikan dan Kebudayaan Nomor 54Tahun 2013 Tentang Standar KompetensiLulusan. Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Peraturan MenteriPendidikan dan Kebudayaan No.64tahun 2013 Tentang Standar Isi. Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Peraturan MenteriPendidikan Nasional Nomor 65 Tahun2013 Tentang Standar Proses. Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No.66tahun 2013 Tentang Standar Penilaian.Jakarta.

Page 95: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Ida Kaniawati, dkk, - Pengembangan Program PPG SM-3T 85

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No.69tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar danStruktur Kurikulum SMA-MA. Jakarta.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No.81atahun 2013 Tentang ImplementasiKuriklum. Jakarta.

Kemendikbud. (2014). Implementasi Kurikulum2013 (Modul Pelatihan ImplementasiKurikulum 2013 Tahun Ajaran2014/2015). Jakarta.

Page 96: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

OPTIMALISASI PENGGUNAAN MEDIA KIT OPTIK MELALUI PENERAPANMODEL PEMBELAJARAN IQUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN KONSEP PEMANTULAN CAHAYA(Penelitian Tindakan Kelas di SMP N 2 Ngamprah Kabupaten Bandung Barat)

Isrifah1*, Saeful Karim2, Selly Ferranie2, Duden Saepuzaman21SMPN2 Ngamprah Kabupaten bandung Barat

2Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI*tisrifah @yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi masih banyak siswa yang belum mencapai KKM terutamauntuk pencapaian hasil belajar konsep optic.Data menunjukkan hampir setiap tahunnyatidak kurang dari 75% di bawah KKM.Upaya perbaikan yang dilakukan yaitu memperbaikipembelajaran inquiri terbimbing dengan mengoptimalkan penggunaan kit.Berdasarkanliterature penggunaan kit dengan model pembelajaran inquri terbimbing mampumeningkatkan hasil belajar siswa.Data yang dikumpulkan berupa tes pemahaman konsep,lembar kerja siswa, lembar observasi, dan angket. Penelitian ini terdiri dari tiga siklusdengan topic masing masing , yaitu Hukum Pemantulan dan Cermin Datar, Cermin Cekungdan Cermin Cembung. Hasil penelitian menunjukkan prosentasi jumlah siswa yangmencapai KKM untuk tiap tiap siklus masing masing 0%, 59%, dan 100%.Indikatorkeberhasilan yang ditetapkan adalah 85% siswa mencapai nilai KKM dengan nilai KKM80.Pada siklus ke-3 sudah tercapai indicator keberhasilan.

ABSTRACT

This research is motivated by many students who have not reached Kriteria KetuntasanMinimal (KKM) to the achievement of learning outcomes optic concept. Data shows almostevery year not less than 75% below the KKM. Improvement exercise that is to improve theinquiry learning guided by optimizing the use of the kit. Based on the literature the use ofkits with inquri guided learning model can improve student-learning outcomes. The datacollected in the form of test understanding of concepts, student worksheets, observationsheets and questionnaires. This study consisted of three cycles with each topic, namely theLaw of Reflection and Mirror Flat, Mirror Concave and Convex Mirror. The results show thepercentage of the number of students who reach KKM for each of each cycle respectively0%, 59% and 100%. Indicators of success are 85% of students reaching the KKM with theKKM 80. At the 3rd cycle has been reached indicator of success.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords : KIT’s media, Guided Inqury Models

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengalaman penelitisebagai guru sebagian besar tingkatpemahaman siswa tidak menyukai pelajaranfisika hal ini karena dalam pembelajaran masihbersifat hafalan belum teraplikasi dalamkehidupan nyata juga masih berpusat kepadaguru,Siswa belum ada keinginan untukberinquiri. Guru sebanyak mungkin

menyampaikan materi, siswa hanya sebagaipenampung dan penghafal informasi.Gurumengajar hanya selesai materi sesuai tuntutankurikulum.Tidak ada evaluasi apakah siswamemahami konsep yang di sampaikan guruatau tidak. Siswa tidak sadar apa yang iapelajari karena tidak membekas dalamkehidupannya. Guru hanya ceramah danmemberikan soal-soal, serta gambar dipapantulis. Kurangnya siswa dibawa kepada

Page 97: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Isrifah, dkk, - Optimalisasi Penggunaan Media KIT Optik 87

mentafakkuri alam semesta untuk melakukanpraktikum dengan alat peraga, padahal belajarfisika untuk membuktikan secara ilmiahmelakukan praktikum dengan alat peragasangat menyenangkan. Jika pola ini terusmenerus maka siswa akan kehilangan konseptentang apa yang ia pelajari dan tidak punyakemampuan untuk memecahkan masalah .

Di SMPN 2 Ngamprah pelajaran IPA jauhdi bawah KKM agar mencapai KKM harusremedial berkali-kali.di kelas yang berjumlah 35siswa yang mencapai KKM hanya 7 siswa yaitu25% ini terjadi di tiap kelas terutama fisika babcahaya perlu perhatian dan penyelesaian yangtepat. Pada pemantapan kelas 9 menjelangUN pelajaran kelas 8 di bahas kembali saatdihadapkan dengan soal-soal prediksi UN babcahaya dari 35 siswa yang menjawab benar 5orang hal ini selalu berulang terus. Kalaumelihat data perolehan nilai IPA kelas 9, 3tahun terakhir rata-rata 4. Yang lebihmengejutkan lagi saat US 31 maret 2015 rata-rata IPA 3.9 .khusus soal bab cahaya dari 315siswa yang menjawab benar adalah 7 siswa.Menurut para siswa mereka tidak bisamengerjakan karena susah menghapal rumus,jarak fokus belum terbayangkan karena belumpernah melakukan praktikum ditambah lagihitungan matematika lemah.

Pembelajaran yang biasa berlangsungbiasanya berupa sebagian besar ceramah,menulis dan menggambar di papan tulis,latihan soal-soal yang kurang variatif sehinggasiswa cenderung menghapal rumus dankurang bisa menemukan konsep untukmenyelesaikan soal-soal. Proses belajarmengajar seperti ini diduga membuat anakjenuh dan tidak menyukai pelajarannyaterutama IPA sehingga siswa. Kurangmemahami konsep Maka dari itu optimalisasipenggunaan KIT IPA dengan modelpembelajaran inquiri terbimbing diharapkandapat menjawab permasalahan yang dihadapisiswa. Perlu adanya upaya perbaikan prosespembelajaran yang tadinya berpusat kepadaguru menjadi pembelajaran bersifat padasiswa sehingga diharapkan terlibat aktif dalammembangun pengetahuan , sikap dan perlaku.Sehubungan dengan itu Robert B, Sund(Hamalik 2004) mengatakan, penemuan terjadiapabila individu terlibat, terutama dalampenggunaan proses mentalnya untukmenemukan beberapa konsep dan prinsip.Seorang siswa harus menggunakan segenapkemampuannya, dan bertindak sebagai

seorang ilmuwan (scientist) yang melakukaneksperimen dan mampu melakukan prosesmental berinquiri yang digambarkan dengantahapan-tahapan yang dilalui.

Model pembelajaran inquiri terbimbingyaitu model pembelajaran dimana siswadilatihkan untuk menemukan pengetahuannyasendiri dengan bimbingan guru sehinggamenghasilkan pembelajaran yang bermaknadan lebih meningkatkan hasil belajar siswayang telah dilakukan penelitian oleh Bakke(2013). Pada pembelajaran ini siswa akandihadapkan pada tugas-tugas yang relevanuntuk diselesaikan baik melalui diskusikelompok maupun individual agar mampumenyelesaikan masalah maupun menarikkesimpulan secara mandiri denganmemaksimalkan penggunaan KIT IPA.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnyapenggunaan alat peraga berupa KIT OPTIKternyata dapat meningkatkan pemahamantentang optik yang awalnya tidak memenuhiKKM setelah Penggunaan KIT IPA OPTIKdapat memenuhi KKM.

Melalui media pembelajaran KIT OPTIKdiharapkan dapat membantu meningkatkanpemahaman siswa materi PemantulanCahaya.yang sangat penting yaitu :

Membantu pengembangan konsep-konsepIPA.

Media dapat memberi dasar yang konkrituntuk berpikir sehingga dapat mengurangiterjadinya verbalisme

Memberikan pengalaman yang nyata yangdapat menumbuhkan kegiatan sendiri

Menimbulkan pemikiran yang teratur danberkesinambunganPenggunaan KIT IPA akan menuju

keberhasilan dengan langkah-langkah berikut ;Guru harus menyakinkan diri bahwa

1. Para siswa mengetahui nama yang benardari bagian-bagian peralatan

2. Guru harus memberikan petunjuk yangjelas bagaimana cara menggunakannya

3. Guru meminta siswa untuk melakukanpengamatan yang teliti dan menujjukkanbagaimana mengamati suatu percobaandan fokus perhatian

4. Guru harus selalu memperhatikan bahwapara siswa dapat mencatat hasilpengamatan dari apa yang benar-benarmereka lihat dan perhatikan

5. Siswa harus menulis pengamatan masing-masing di buku catatan atau LKS yangtelah di sediakan.

Page 98: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

88 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Dengan KIT OPTIK dan pembelajaraninquiri ini diharapkan siswa dapat menemukankonsep materi yang mereka pelajari.Sehinggapenulis Judul penelitiannya adalah “Pembelajaran Inquiri dan OptimalisasiPenggunaan KIT OPTIK IPA BahasanPemantulan Cahaya di Kelas 8E SMP Negeri2 Ngamprah Kabupaten Bandung Barat ”

Dalam penelitian ini yang menjadimasalah utama adalah : Kesulitan siswa kelas8 memahami konsep pemantulan cahaya.Untuk mengatasi masalah kesulitan siswadalam memahami konsep pemantulan cahayadapat dilakukan dengan menggunakan mediakit optik yang dapat menyajikan fakta hokumpemantulan cahaya,, sinar-sinar istimewa,bayangan. Benda dengan menggunakancermin datar,cekung dan cembung, Olehkarena itu , penulis merumuskan hipotesistindakan “ Media Pembelajaran kit optik denganmodel pembelajaran inquiri terbimbing dapatmeningkatkan pemahaman siswa .

Penelitian ini bertujuan untukmengidentifikasi dan mendeskripsikan hal-halyang berkaitan dengan pelaksanaanpembelajaran Pemantulan Cahaya denganModel Pembelajaran Inquiri Terbimbing danOptimalisasi Penggunaan KIT OPTIK IPA diKelas 8 SMP Negeri 2 Ngamprah KabupatenBandung Barat dan dampaknya bagipemahaman konsep selama ini di anggaprumit dan sulit.

METODE

Tempat Penelitian dilaksanakan di SMPNegeri 2 Ngamprah Jalan SomawinataTanimulya Ngamparah Kabupaten BandungBarat 40552.Penelitian dilakukan minggupertama bulan maret hingga minggu pertamabulan September 2015. Sebagai populasisekaligus sampel penelitian adalah siswa kelas8E SMP Negeri 2 Ngamprah yang berjumlahtotal 34 siswa yang terdiri atas 4 siswa laki-lakidan 30 siswa perempuan.

Penelitian tindakan kelas atau ClassroomAction Researrch yang merupakan salah satuupaya untuk memperbaiki dan meningkatkanmutu pembelajaran di kelasnya.

Seperti yang dikemukakan oleh suryantobahwa manfaat penelitian tindakan kelas yaituguru dituntut untuk selalumencoba,mengubah,mengembangkan,dan

meningkatkan gaya mengajarnya agar dapatmelahirkan model pembelajaran yang sesuaidengan kelasnya,kemudian dari aspekpengembangan kurikulum guru akan lebihbertanggung jawab terhadap pengembangankurikulum dalam level sekolah atau kelasnyadan dapat meningkatkan profesionalisme gurudalam pembelajaran.

Penentuan Indikator KeberhasilanBersumber pada hasil yang diperoleh dari nilaiawal dan nilai akhir yang mencerminkanpemahaman siswa yang dibelajarkan padakonsep Pemantulan Cahaya diharapkanadanya peningkatan pemahaman sesuai nilaiyang diperoleh masing-masing siswa.Minimal85% dari jumlah siswa memahami konsep(KKM=80) yaitu 85% dari jumlah siswatermotivasi belajar dengan menngunakanmodel inquiri terbimbing dengan media kitoptik.

Data penelitian dikumpulkan dan disusunmelelui tehnik pengumpulan data meliputi:sumber data,jenis data,tehnik pengumpulandata, dan instrumen yang digunakan. Datapenelitian meliputi tes tulis hasil belajar, lembarobservasi guru dan siswa, serta angket siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi yng telahdilakukan dalam 3 siklus kegiatan pelaksanaantindakan kelas diperoleh data bahwa aktifitassiswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaranmengalami kenaikan pada siklus 1 65% padasiklus 2 80% dan siklus 3 menjadi 95% hal inidisebabkan pada siklus 1 siswa masih awamdengan kit sehingga perlu diarahkan sehinggakegiatan inti di metode inquiri banyak yangbelum terlaksana sesuai tabel 1. Juga karenaLKS susah dipahami oleh siswa sehinggacenderung diam.

Pada siklus 2 aktifitas siswa dalampembelajaran mulai meningkat menjadi 80%karena siswa mulai bersahabat dengan kit opticLKS sudah lebih sederhana terjadi kerja samaantar kelompok juga diskusi kelas kegiatan intipembelajan inquiri terbimbing sudah terlaksanasesuai tabel 2.aktifitas siswa dalampembelajaran lebih terarah dan terkondisikandengan perhatian yang cukup penuh dari guru

Pada siklus 3 aktifitas siswa dalampembelajaran mulai meningkat karena di saatpendahuluan guru membuat komitmen dengansiswa bahwa yang aktif akan mendapatkanreward berupa permen setiap menjawabsehingga saat diskusi dan praktikum sangat

Page 99: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Isrifah, dkk, - Optimalisasi Penggunaan Media KIT Optik 89

tampak kerja sama antar kelompok danantosias siswa saat di minta menjawabpertanyaan dan merumuskan kesimpulan.Aktifitas Guru

Observasi yang dilakukan oleh rekanguru yang bertindak sebagai observer.Aktifitasguru saat siklus 1 belum cukup karena aktifitasinti inquiri banyak tidak terlaksana sesuaitabel1. Hal ini disebabkan karena masih belumterbiasa dengan metode inquiri juga karenaadanya observer., adanya tulisan saatmenerangkan terlalu kecil dan spidol yangkurang terang. Sesuai hasil refleksi pada tabel1 maka pada siklus 2 aktifitas guru meningkatbaik menjadi 80% karena sudah terbiasadengan inquiri hal ini dipandang sesuaikenyataan dimana aktifitas guru banyakberfungsi sebagai fasilitator tampak saatpraktek guru selalu mengecek aktifitas anakdan mengarahkan siswa untuk selaluterkondisikan pada pelajaran.juga pada siklus 3semakin meningkat menjadi 95% karena telahmemancing untuk aktif dan permen dankalimat-kalimat pujian yaitu guru dalam hal iniberfungsi sebagai fasilitator baik dalammenjelaskan konsep pembelajaran maupuntehnis operasional.

Kendala Yang DitemukanKendala awal adalah kesulitan

memahami petunjuk LKS , akibatnya aktifitasinti siswa dan guru tidak terlaksana SeluruhnyaTulisan dipapan tulis kurang besar sehinggasiswa susah memahami apa yang dijelaskanguru dipapan tulis. Pada pelaksanaan siklus 2guru menunjuk siswa.

Pemahaman KonsepHasil belajar siswa yang ditunjukkan

oleh nilai yang diperoleh siswa mengalamikenaikan yang cukup signifikan.jikadibandingkan dengan hasil test sebelummenggunakan metode inquiri dengan media kitrata-rata siswa 48,3 , setelah pembelajarandiperoleh siklus 1 rata-rata 73,02tetapi yangmencapai KKM 0% walaupun belummencapai keberhasilan namun sudah adapeningkatan. Pada siklus 2, 59% mengalamipeningkatan dan 100% tuntas. Inimenunjjukkan bahwa model pembalajaraninquiri terbimbing dengan media kit optic dapatmeningkatkan konsep pemahaman siswa .

Tanggapan siswa terhadap media kit danmodel pembelajaran

Untuk mengetahui tanggapan siswaterhadap model pembelajaran dan media kitoptic guru mengadakan wawancara denganobserver dan lembar kuesioner menunjjukanbahwa siswa sangat semangat danmenyenangi saat belajar walaupun awalnyaagak bingung untuk mengoperasikan namunakhirnya menyenangkan karena belajar denganmembuktikan ilmu yang didapat dengankehidupan yang terjadi. Sehingga pelajaranmenjadi bermakna.

PENUTUP

Dari hasil analisis dan pembahasan padabab IV menunjukkan bahwa Pembelajaranpada materi PEMANTULAN CAHAYA denganmenggunakan medel Inquiri Terbimbingdengan optimalisasi KIT OPTIK dapatmeningkatkan pemahaman konsep siswa,pelajaran jadi bermakna karena dihadapkandengan kenyataan dan teraplikasi dalamkehidupan Siswa terlihat semangat danmenyenangkan. Terbukti pada akhirnya semuaanak bisa dinyatakan Memahami konsep . Darihasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ;

1) Pemahaman siswa pada konseppemantulan cahaya mengalamipeningkatan setelah siswa mengikutikegiatan pembelajaran model inquiriterbimbing dengan menggunakan mediakit optic pembelajaran meningkat terlihatdari hasil belajar yaitu siklus 1 0% ,siklus 2 59% dan siklus 3 100% sesuaitabel.

2) Selama kegiatan pembelajaran terjadiinteraksi positif antar siswa . aktifitasbelajar tercipta saat mereka belajardalam suasana yang menyenangkandan mereka semangat dan senang untukbelajar

3) Para siswa merasa senang belajardengan model pembelajaran inquiridengan menggunakan media kit opticterlihat dari hasil angket bahwa 98%mengatakan menyenangkan

Berdasarkan hasil analisis danpembahasan, masih ditemukan kelemahan dankekurangan. Beberapa hal untuk perbaikanberikutnya diantaranya. Pertama, iperlukan

Page 100: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

90 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

waktu yang cukup dan kreatifitas yang tinggiuntuk menciptakan model inquiri denganmenggunakan kit optic agar menyenangkandan bermakna. Kedua, Pada materi optic agarlebih efisien dan efektif karena menggunakancermin kombinasi sebaiknya pertemuan 1.Praktek ke2 melukis bayangan ke 3 aplikasisoal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdiyah, Muniroh. 1983. Eksperimen tentangPenggunaan Metode PemberianTugas/Pekerjaan Rumah, dan CeramahHasil Belajar Anak dalam Bidang StudiIPA. Diktat.

Arikunto, Suharsimi.1993. Dasar-DasarEvaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara

Dimyati dan Mudjiono.1994.Belajar danPembelajaran. Jakarta: P2MTK DiktiDikbud

Gumelar, Awan.2001.Kapita SelektaManajemen Berbasis Sekolah (MBS).Bandung: Gatra PrimaKarya

Imansyah, Ali Pandi.1982.Dikdaktik MetodikPendidikan Umum.

Muhibbin Syah.1995. Psikologi PendidikanDengan Pendekatan Baru. Bandung :Rosda Karya.

Prianto.2001.Peranan Minat DalamPendidikan.Jakarta: Depdikbud.

Stamboel, Conny Semiawan.1982. Prinsip danTeknik Pengukuran dan Penelitian diDunia Pendidikan. Jakarta : Mutiara

Zainal, Abidin, dkk.1981. Pemilihan danPenggunaan Media dalam ProsesBelajar Mengajar.

E. Mulyasa (2009), Praktek Penelitian TindakanKelas, Bandung, Rosda Karya.

Sugeng Irianto, (2008), IPA Kelas 8, Bandung,Elisa Surya Dwitama,

Munif Chatib, (2011), Gurunya Manusia”,Bandung, Kaifah

Oemar Hamalik (1980), Media Pendidikan,Bandung, Transito.

Page 101: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PENGUASAAN KONSEPSISWAMELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD PADA GETARAN DAN

GELOMBANGDI KELAS VIII F SMPN 36 BANDUNG

Kokom Komariah1*, Muslim2, M.Gina Nugraha2, Hikmat2

1SMPN 36 Bandung2Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi dengan rendahnya aktivitas dan penguasaan konsep siswapada pelajaran IPA, penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan Aktivitas dan PenguasaanKonsep melalui Model Kooperatif Tipe STAD di salah satu SMP kelas VIII.di Bandung.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.Dilakukandalam 2 kali siklus. Setiap siklus terdiri dari kegiatan: perencanaan, tindakan, observasi danrefleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode observasi, dan test (pre-test dan post- test pada setiap siklus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keaktifandan penguasaan konsep dalam mengikuti pembelajaran melalui Model Kooperatif TipeSTAD pada pembahasan Getaran dan Gelombang mengalami peningkatan.Pada prasiklusnilai keaktipan rata- rata siswa hanya mencapai 40.63 % (13 siswa) dari 32 siswapenguasaan konsep siswa rata-rata 48.00. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, nilairerata keaktipan siswa meningkat menjadi 63,10% (20 siswa) penguasaan konsep 56.60sementara pada siklus II, nilai rata-rata keaktipan siswa mencapai 78.13% (25 siswa)penguasaan konsep rata–rata 69.06. Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa pembelajaran kooferatif model STAD dapat meningkatkan keaktipan danpenguasaan konsep siswa, namun perlu adanya penguasan pengelolaan kelas yangmaksimal dalam pengelolaan kelas.

ABSTRACT

This research is motivated by the low activity and mastery of concepts students in sciencesubjects, the study was carried out to improve the Activities and Control Concept throughCooperative Model STAD type in class VIII. SMP in Bandung. The method used in thisresearch is kelas.Dilakukan action in two cycles. Each cycle consists of the followingactivities: planning, action, observation and reflection. Collecting data in this study with theobservation method, and test (pre-test and post-test at each cycle. The results of this studyindicate that the activity and mastery of concepts in following through Model Cooperativelearning STAD type on the discussion Vibrations and Waves experienced peningkatan.Padaprasiklus keaktipan value of the average student only reached 40.63% (13 students) of 32student mastery of concepts students on average 48.00. After the action on the first cycle,the average value of keaktipan students increased to 63.10% (20 students) mastery ofconcepts 56.60 while in the second cycle, the average value keaktipan students reached78.13% (25 students) mastery of the concept of an average of 69.06. Based on the results ofthis study concluded that the learning kooferatif STAD model can improve keaktipan andmastery of concepts students, but the need for mastery of classroom management maximumclassroom management.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

Page 102: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

92 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

PENDAHULUAN

Pembelajaran IPA, yang dirasakan seringdilaksanakan melalui kegiatan satu arahdengan berbagai alasan sehingga guru menjadipusat kegiatan pembelajaran. Dalam metodesatu arah, guru memberikan informasi tanpamemberikan kesempatan kepada siswa untukmencari dan membuktikan konsep – konsepIPA. Akibatnya pengajaran IPA hanyalahpengajaran yang memindahkan ilmu dari gurukepada siswa. Hal ini berdampak padarendahnya aktivitas dan hasil belajar siswatidak sesuai dengan harapan guru dan orangtua. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harusberusaha melaksanakan kegiatanpembelajaran yang memberikan kesempatanseluas – luasnya kepada siswa untuk mencariinformasi dan membuktikan konsep – konsepIPA melalui proses penemuan secaralansung.Untuk itu siswa diharapkanmampumengembangkan penemuan-penemuanmelalui proses pembelajaran sehingga dapatmenerapkan dalam kehidupan sehari-hari,siswa mampu merencanakan percobaan,berkomunikasi, bertanya, menyampaikanpendapat, mengambil kesimpulan danmembuat laporan sehingga dalam prosespembelajaran terjadi komunikasi antara siswadengan guru antara siswa dengan siswasehingga proses pembelajaran berjalan aktif,kreatif inovatif dan menyenangkan tidakmonoton dan bersipat satu arah (teacheroriented) . Hal ini sesuai dengan tujuanpembelajaran yang tertuang dalam KurikulumTingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ),implementasi KTSP di sekolah menuntut paraguru dan siswa lebih kreatif dan memilikimotivasi dalam pembelajaran di kelas.

Proses pembelajaran pada setiap satuanpendidikan dasar dan menegah harus interaktif,inspiratif, menyenangkan, menantang danmemotivasi siswa untuk berperan aktif sertamemberikan ruang yang cukup bagi siswasebagai pelajar untuk mengembangkankreativitas dan kemandirian sesuai denganbakat, minat dan perkembangan fisik sertapsikologis peserta didik ( Permendiknas RINo.41,2007:6 dalam Dr. Supinah), berdasarkanpermen tersebut menunjukkan bahwa peranaktif siswa dalam pembelajaran merupakansatu keharusan, hal ini menunjukan bahwamengajar yang didesain guru harusberorientasi pada aktivitas siswa, sehiggadapat berpartipasi aktif yang akhirnya siswamemiliki pengalaman belajar yang bermakna

dan menyenangkan, sedangkan guru berperansebagai pasilitator dan motivator.

Sebagai guru IPA SMP, penelitimerasakan adanya masalah pada prosespembelajaran dan penguasaan konsep siswakelas VIII-F di SMPN 36 Bandung, jikadikaitkan dengan tujuan pengembanganpengetahuan dan aktivitas dalam prosespembelajaran. Penguasaan konseppembelajaran IPA pada umumnya masihrendah begitu juga dengan aktivitas siswaselama proses kegiatan pembelajaranberlangsung. Sebagai fokus penelitian saat iniyang peneliti amati pada materi Getaran danGelombang, siswa yang di amati 32 siswa,padaprasiklusnilaiaktivitas rata-ratahanyamencapai 40.63% (13 siswa ) dari 32siswa hasil belajar siswa rata-rata 48.00. daridata tersebut aktivitas maupun hasil belajarsiswa sangat rendah.

Berdasarkan kenyataan tersebut penelitiberupaya menemukan cara untukmeningkatkan aktivitas dan penguasaankonsep siswa sesuai dengan harapan. Salahsatu alternatif pemecahan masalah tersebutdengan cara memberikan kesempatan kepadasiswa untuk berinteraksi langsung dengansiswa lain dalam satu kelompok dan salingmembantu anggota kelompoknya, masing-masing. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwasiswa kls VIII sudah mulai bisa bekerjasamaberbagi dengan siswa lain, menyampaikanpendapat menghargai teman, bertanya padaguru, maka peneliti memutuskan untukmenerapkan salah satu model pembelajaranKooperatif Tipe STAD, siswa dibentukkelompok kecil beranggotakan atara 4 – 5siswa.

Menurut Slavin (2007 dalamRusman,2010:201) Pembelajaran kooperatifmenggalakkan siswaberinteraksi secara aktifdan positif dalam kelompok. Sementaramenurut pandangan Piaget dan Vigotsky(Rusman, 2010 ) adanya hakekat sosial darisebuah proses belajar dan juga tentangpenggunaan kelompok – kelompok belajardengan kemampuan anggotanya yangberagam sehingga terjadi perubahankonseptual.

Disamping aktivitas dan kreatifitas yangdiharapkan dalam sebuah proses pembelajarandituntut interaksi yang seimbang antara gurudengan siswa, siswa dengan siswa, siswadengan guru . Dalam proses belajar diharapkanadanya komunikasi banyak arah yangmemungkinkan terjadinya aktivitas dan

Page 103: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Kokom Komariah, dkk, - Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan 93

kreativitas yang diharapkan serta mampumeningkatkan hasil belajar.

Pembelajaran kooperatif adalah strategipembelajaran yang memiliki partisipasi siswadalam satu kelompok kecil untuk salingberinteraksi (Nurulhayati,2002:25 dalamRusman,2010:203). Dalam sistem belajar yangkooperatif siswa belajar bekerja sama dengananggota lainnya. Dalam model ini siswamemiliki dua tanggung jawab yaitu merekabelajar untuk dirinya sendiri dan membantusesama anggota kelompok untuk belajar.Siswa belajar bersama dalam sebuahkelompok kecil dan mereka dapatmelakukukannya seorang diri. Pelaksanaanprinsip dasar pokok sistem pembelajarankooperatif dengan benar akan memungkinkanguru mengelola kelas dengan lebihefektif.Dalam pembelajaran kooperatif prosespembelajaran tidak harus belajar dari gurukepada siswa. Siswa dapat salingmembelajarkan sesamasiswa lainnya.Pembelajaran oleh rekan sebaya(peerteaching) lebih efektif dari padapembelajaran oleh guru.

Model pembelajaran kooperatifmerupakan model pembelajaran yang banyakdigunakan dan menjadi perhatian sertadianjurkan oleh para ahli pendidikan.Hal inidikarenakan berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh Slavin (1995, dalamRusman,2010:205)dinyatakan bahwa: (1)penggunaan pembelajaran kooperatif dapatmeningkatkan prestasi belajar siswa danmeningkatkan hubungan sosial, sikap toleransidan menghargai pendapat orang lain, (2) siswadapat berpikir kritis,memecahkan masalah, danmengintregasikan pengalaman denganpengetahuan. Dengan alasan tersebutpembelajaran kooperatif diharapkan dapatmeningkatkan kualitas pembelajaran.

Model-model pembelajaran kooperatif,terdapat beberapa jenis model dalampembelajaran kooperatif diantaranya ModelStudent Teams Achievement Division ( STAD) .Model ini dikembangkanoleh Robert Slavin dkk.Menurut Slavin (2007, dalamRusman,2010:213) Student TeamsAchievement Division ( STAD)merupakanvariasi pembelajaran kooperatif yang paling

banyak diteliti. Seperti hasil penelitian yangdilakukan oleh Putu Ayu Nopiandari (2013)penerapan pembelajaran ModelStudent TeamsAchievement Division ( STAD)mampumeningkatkan aktivitas dan prestasi belajarsiswa.

METODE

Penelitian ini merupakan PenelitianTindakan Kelas (PTK), diterapkan di Kelas VIII-F SMPN 36 Bandung dengan jumlah 32siswa,terdiri dari 20 perempuan, laki-laki 12PTK ini diawali dengan tahap mendiagnosamasalah-masalah yang perlu diangkat,masalahyang dianggap perlu dan mendesak untukdiadakanya penelitian sebagai bahan untukditeliti, masalah yang menjadi fokus penelitiandiantaranya adalah tentang prosespembelajaran dan hasil pembelajaran,khususnya pada materi fisika yaitu materiGetaran dan Gelombang ,sesuai dengan materiyang sedang berlangsung.Hasil diagnosadigunakan untuk menetukan pokokpermasalahan dan membuat langkah-langkahPTK yang terdiri dari perencanaan,pelaksanaan, pengamatan, evaluasi danrefleksi, ditunjukan dengan bagan berikut.

Sesuai dengan rancangan PTK tersebutmaka instrumen penelitian adalah: 1) Silabusdan RPP Getaran dan gelombang, 2) LembarPengamatan Aktivitas Guru,3) LembarObsevasi aktivitas siswa, 4) test pretes danpos-test Penguasaan konsep.

Data yang telah dikumpulkan dianalisissecara deskriptif. Analisis terutama dilakukanpada tahap refleksi, data hasil refleksi padasiklus ke I digunakan untuk mengetahuiaktivitas pembelajaran dan penguasaankonsep, data tersebut digunakan sebagaidasar perbaikan pembelajaran pada siklusselanjutnya, sedangkan data test dari hasil pre-test dan postest digunakan sebagai dasarpengambilan keputusan terhadap keberhasilantindakan. Penelitian ini dikatakan berhasil jikaterdapat peningkatan pada aktivitas siswamaupun penguasaan konsep jika dibandingkansebelumnya.

Page 104: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

94 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 1. Desain Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Keterlaksanaan PembelajaranHasil analisis data tentang pembelajaran

model kooperatif tipe staddalam materi getarandan gelombang hasil penelitian Siklus 1 padatahap perencanaan disiapkan silabus, RPPbeserta kelengkapannya, lembar observasiaktivitas guru, aktivitas siswa dan tes ( pretestdan postest ). Pada siklus I Konsep Getarandan Gelombang, diawali pretes untukmengetahui pemahaman siswa. Pelaksanaansiklus I diawali dengan memotivasi siswa untukmengarahkan pada konsep yang akan dibahas,selanjutnya guru mulai menerapkan langkah –langkah pembelajaran kooperatif tipeSTAD,dengan penyampaian tujuan yang harusdicapai siswa, selanjutnya presentasi materidari guru, siswa berkelompok secaraheterogen, guru menjelaskan prosespembelajaran yang harus dilakukan oleh setiapkelompok, guru membagikan lembar kerja yangharus dikerjakan bersama, siswa melakukanpembelajaran sesuai dengan langkah –langkahyang ada di LKS, siswa mempresentasikanhasil diskusi, guru mengevaluasi dan memandusiswa membuat resume hasil pembelajaran.Pada saat pembelajaran terdapat 2 orangobserver yang melakukan pengamatanterhadap aktivitas pembelajaran. Setelah siklusI selesai siswa diberikan post test.

sesuai dengan hasil pengamatan siklusIuntuk meningkatkan aktivitas dan penguasaankonsep siswa, Keaktivan siswa dinilai dengankinerja perkelompok hasil penilaian aktivitaspada siklus I mencapai 65%, sementara hasil

penguasaankonsep mencapai rata-rata 50berdasarkan analisis tersebut tampak padapembelajaran siklus I belum mencapai indikatorkeberhasilan aktivitas belajar maupunpenguasaan konsep.

Hasil penelitian siklus II, diawali denganperencanaan pada tahap perencanaanperangkat pembelajaran yang diperbaiki terdiridari RPP beserta kelengkapannya daninstrumen penelitian denganmemasukanperbaikan atas kelemahan pada siklus I.Perbaikan tersebut berupa penekanan kasusyang mengarah kepada tema pada kegiatankeaktivan, perbaikan LKS, pertukaran posisiduduk, dan pertukaran anggota kelompok,klarifikasi konsep pada kegiatan refleksi/penutup.Tema pada siklus II adalah “gelombang.

Pelaksanaan tindakan kegiatan aktivitaspada siklus I, pembelajaran siklus II diawalidengan memotivasi siswa melalui 2kegiatanyaitumemasukkan jari ke dalam air, siswa diberipertanyaan apa yang terjadi pada air ? apakahzat antara ikut menjalar bersama gelombang?Selanjutnya guru beserta murid memasukangabus di atas permukaan air siswa mengamatidan menjawab pertanyaan dari kegiatantersebut apakah gabus ikut menjalar?Selanjutnya siswa bersama kelompokmendiskusikan untuk menjawab pertanyaandengan bantuan LKS berkaitan dengan materigelombang.Dua Observer mengamati kegiatanaktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran.Setelah siklus 2 berakhir siswa diberikan posttest untuk mengetahui penguasaan konsep.hasil pengamatan aktivitas guru denganmenggunakan kooferatif STAD diperoleh hasil

Page 105: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Kokom Komariah, dkk, - Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Penguasaan 95

Dari sklus II 95,8%, sementara hasilpenguasaan konsep siswa dari siklus II didapat

rata-rata 69,09. Berdasarkan hasil pengamatanmaka dapat dibuat Tabel 1.

Tabel 1. Resume Hasil PenelitianNo. Komponen Hasil %

SiklusI

Siklus II

1. Aktivitas guru 73 95,802. Aktivitas Siswa 65.00 79

Tes Pengetahuan3. Pretest 38,44 41.884. Postest 50.00 69.06

Berdasarkan Tabel di atas tampak bahwakualitas aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasilbelajar siswa mengalami peningkatan meskipuntidak terlalu nampak perubahan dari siklus I kesiklus II.Peningkatan aktivitas dan hasil belajarsiswa ini tidak terlepas dari penerapanpembelajaran model kooperatif tipe STAD.

PENUTUP

Berdasarkan data pembahasan hasilpenelitian maka dapat ditarik kesimpulanbahwa Model Kooperatif Tipe Stad mampumeningkatkan aktivitas dan hasil belajar Padamateri getaran dan gelombang di kelas VIII-FSMPN 36 Bandung.tahun pelajaran2014/2015 semester genap.

Peningkatan aktivitas siswa dalamproses belajar mengalami peningkatan, jugaterhadap hasil belajar mencapai 69.06.sementara aktivitas siswa menigkat menjadi81.25.Hal ini sangat relevan dengan hasilpenelitian yang dilakukan oleh Putu Ayu (2013 )bahwa dengan menggunakan modelpembelajaran kooperatif Tipe Stad dapatmeningkatkan aktivitas dan prestasi siswa.Mengingat pelaksanaan Penelitian TindakanKelas hanya berlangsung dua siklus danpenelitian instrumen belum standar makakepada guru IPA yang hendak meneliti ulangpenggunaan Model Kooperatif TipeStad,diharapkan dapat lebih ditingkatkankualitasnya baik frekuensi maupun instrumenpenilaiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Harmuni, 2012. Strategi Pembelajaran.Yogyakarta: Insani Madani.

H.Martin, 2002.Petunjuk Guru BelajarBiologiSekolah Lanjutan TingkatPertama Kelas 2 DepartemenPendidikan Nasional.

OemarH. 2011. Proses BelajarMengajar.Jakarta: BumiAksara

Rusman, 2014. Model – model Pembelajaran.Jakarta Raja Grafindo Persada.

Muslimin I,Wahono, W.2013. Modul PLPG IlmuPengetahuan Alam. Surabaya: BadanPengembangan Sumber Daya ManusiaPendidikan kebudayaan dan PenjaminMutu Pendidikan ( BPSDMP- PMP )

Wijaya, K. Dedi, D. 2010. “Mengenal PenelitianTindakan Kelas” Jakarta: Indeks

PutuAyu N, 2013. Penerapan Modelpembelajaran kooperatif Tipe STADUpaya Meningkatkan Aktivitas danPrestasi belajar Dalam pembelajaranBangun datar: Skripsi Sarjana FKIPUniversitas Mahasaraswati: Denpasar

Page 106: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

POLA HUBUNGAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGISDAN KARAKTER SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA KASUS

LINGKUNGAN

Maryam Fauziyah1*, Winny Liliawati2, dan Mimin Iryanti3

Program Studi Pendidikan FisikaFPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan kemampuan berpikir logis dankarakter siswa SMP pada kasus Lingkungan.Penelitian dilakukan dengan metode surveycross sectional pada 79 siswa SMP (usia 13-14 tahun) dari tiga sekolah di Kota Bandungdengan menggunakan instrument TOLT (Test of Logical Thinking) dan TDM (Tes DilemaMoral). Dari penelitian diperoleh bahwa kemampuan berpikir logis siswa di Kota Bandungdengan tingkat perkembangan intelektual operasional kongkrit lebih banyak (n=38)dibandingkan siswa dengan perkembangan intelektual transisi (n=29) dan operasionalformal (n=12).Untuk semua tingkat perkembangan intelektual tersebut, karakter siswa SMPdi Kota Bandung pada komponen aspek moral action masih rendah dibandingkan moralknowing dan moral feeling.Siswa dengan tingkat perkembangan intelektual kongkrit unggulpada moral feeling, sedangkan siswa dengan tingkat perkembangan intelektual transisiunggul pada moral knowing dan moral action.Adapun siswa dengan tingkat perkembanganintelektual formal tidak memiliki keunggulan pada tiga komponen karakter baik tersebut,bahkan cenderung sangat rendah pada moral action.

ABSTRACT

The aim of this researchis investigated the patterns of logical thinking ability and characterrelationship of Junior High School students in terms of environment. The method that usedin this research is survey cross sectional that involved 79 Junior High students (age from13 to 14) in three Junior High School in Bandung. The instrument of this research usedTOLT(Test ofLogicalThinking) andTDM(Test Dilema Moral). The results of the researchshowed that the logical thinking ability of Junior High School students in Bandung with thelevel of concrete operational intellectual development(n=38) is more than students withtransition intellectual (n=29) and formal operational (n=12). For all levels of the intellectualdevelopment, the character of Junior High School students in Bandung on the moral actionaspects is lower than moral knowing and moral feeling. The studentwith the level ofconcrete operational intellectual development is the most excellent in moral feeling, thestudents with the level of transition intellectualis the most excellent in moral knowing andmoral action,and the students with the level of formal operational has not excellent in thethree good components, it is tend very low in moral action.

© 2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci :karakter, kemampuan berpikir logis, tingkatperkembangan intelektual

PENDAHULUANPerkembangan ilmu pengetahuan tidak

terlepas dari usaha manusia untuk menggalilebih luas terhadap segala fenomena alam.IlmuPengetahuan Alam (IPA) atau natural science

Page 107: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Maryam Fauziyah, dkk, - Pola Hubungan Kemampuan Berpikir Logis 97

dipandang sebagai suatu metode sistematikuntuk dapat mengamati fenomena alam melaluiobservasi dan eksperimen terkontrol[1].Dengan demikian, pembelajaran IPA disekolah tentu diharapkan agar siswa pahamterhadap fenomena alam secara ilmiah,memahami konsep dengan baik, dan mampumengaplikasikannya secara fleksibel dalamkehidupan sehari-hari.Tentu saja hal tersebutdapat dicapai jika siswa memiliki sikap interestterhadap sains dan memiliki kemampuanberpikir logis yang baik.

Selain pembelajaran IPA di sekolah yangcenderung menekankan aspek pengetahuandan keterampilan siswa, pendidikan karakterpun perlu dimunculkan agar siswa menjadiindividu yang jujur, bertanggung jawab,berperilaku baik dan berakhlak mulia.Dengandasar itu pula, pemerintah terus melakukanpengembangan pembelajaran agar mampumemunculkan aspek religius, sikap,pengetahuan, dan keterampilan yang baik padadiri siswa. Hal ini sebagaimana tercantum padaUU No 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional, bahwasanya pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan hal tersebut, penelitimendapatkan suatu pemikiranbahwa untukmenjadi pribadi yang unggul harus adakesejalanan antara kemampuan berpikir logisdan karakter.Dalam penelitian ini, penelitimencoba mengungkapkan bagaimana pola

hubungan kemampuan berpikir logis dankarakter siswa.Dengan demikian diperlukansuatu alat ukur yang mampu mengidentifikasikedua aspek tersebut.

Peneliti mengambil rujukan dari jurnalThe Development and Validation of a GroupTest of Logical Thinking oleh Kenneth G. Tobindan William Capie [2], mengenai suatuinstrument tes yang dikenal dengan nama Testof Logical Thinking (TOLT) yang merupakanpengembangan dari TOLT sebelumnya.Instrumen ini terdiri dari 10 butir soal, dimanaindikator yang diukur yaitu penalaranproporsional, probabilistik, pengontrolanvariabel, korelasional, dan kombinatorial.Instrumen ini mampu mengukur sejauh manakemampuan berpikir logis siswa denganmengkaitkan sesuai pembagian tingkatperkembangan kognitif menurut Piaget.Batasan yang diambil Tobin dan Capie adalahpada tingkat perkembangan intelektualoperasional kongkrit (7-12 tahun), operasionalformal (12-18 tahun), dan disisipkan aspek‘transisi’ antara tingkat perkembanganoperasional kongkrit dan operasional formal.

Selanjutnya, dalam pengukuran karaktersiswa, peneliti menggunakan instrumen TesDilema Moral (TDM).Instrumen tersebut berisisuatu permasalahan lingkungan berikutpertanyaannya yang memunculkan perasaandilematis pada diri siswa.Indikator-indikatoryang menjadi pengukuran karakter siswadirujuk dari buku Educating for Character karyaLickona.Menurut Lickona terdapat tigakomponen karakter baik, yaitu pengetahuanmoral (moral knowing), perasaan moral (moralfeeling), dan tindakan moral (moralaction)[3].Indikator-indikator pada komponenkarakter baik digambarkan pada Gambar 1.

Page 108: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

98 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 1. Indikator masing-masing komponen karakter baik

METODE

Penelitian dilakukan pada 79 siswa SMPkelas 8 dan 9 (rentang usia 13-14 tahun) di tigasekolah yang masuk pada cluster I(n=28),cluster II(n=17), dan cluster III(n=34) di KotaBandung. Pemilihan sample dipilih secaraacak. Setiap siswa diberi satu paket instrumenyang terdiri atas instrumen TOLT dan TDM.

Instrumen TOLT terdiri atas soal pilihanganda beralasan dan soal uraian. Untuk soalpilihan ganda beralasan, siswa diberi skor 1untuk jawaban benar dan alasan benar, jikasalah satu tidak terpenuhi bernilai 0. Adapununtuk soal uraian, siswa diberi skor 1 jikajawaban seluruhnya tepat dan 0 jika salah satutidak terpenuhi.Dari skor yang diperoleh siswapada instrumen TOLT, akan terlihat bagaimanakemampuan berpikir logis siswa tersebutyangselanjutnya dikategorikan kedalam tingkatperkembangan intelektual menurut Piaget.

Kemudian pada instrumen TDM, jawabansiswa masih bersifat kualitatif. Untuk itu, agardata tersebut dapat diukur, maka jawabansiswa dianalisis kedalam indikator-indikatorpada komponen karakter baik menurut Lickona.Misalnya, pada komponen moral feeling jikajawaban siswa menunjukkan rasa empati makaindikator empati bernilai 1, berlaku sebaliknya,jika jawaban tidak menunjukkan empati makapada indikator tersebut bernilai 0. Begitupunpada komponen moral knowing danmoralaction. Selanjutnya skor indikator pada masing-masing komponen karakter baik dijumlahkansehingga kini diperoleh data karakter siswasecara kuantitatif. Pada komponen moralknowing jika semua indikator terpenuhi makaskornya 6 danmoral feeling skornya 6. Untukmoral action karena keterbatasan instrumenyang peneliti buat tidak mampu mengukurindikator kebiasaan, maka indikator yang diukur

hanya dua macam, yaitu kompetensi dankeinginan, sehingga jika terpenuhi skornya 2.

Selanjutnya berdasarkan hasil dari keduainstrumen tersebut siswa dikelompokkanberdasarkan tingkat perkembanganintelektualnya, sehingga terdapat tiga kelompoksiswa yaitu (1) kelompok siswa dengan tingkatperkembangan intelektual operasiona kongkrit,(2) transisi, dan (3) tingkat perkembanganintelektual operasional formal. Kemudian daritiga kelompok tersebut dianalisis bagaimanakomponen karakter moral knowing, moralfeeling, danmoral actionnya.

Dengan demikian, setiap siswa akanterukur sejauh mana kemampuan berpikirlogisnya yang dilihat dari tingkat perkembanganintelektualnya dan bagaimana karakter siswadari pencapaian tiap indikator pada komponenkarakter baik tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil tes kemampuanberpikir logis dalam bentuk instrumen TOLT,dari 79 siswa SMP di Kota Bandung, sebanyak38 siswa masih berada dalam tingkatperkembangan intelektual operasional kongkrit,29 siswa dalam tingkat perkembanganintelektual transisi, dan 12 siswa dalam tingkatperkembangan intelektual formal. Jika kitaanalisis berdasarkan tahap-tahapperkembangan kognitif menurut Piaget, anakdengan usia 12-18tahun berada pada tahapoperasional formal [4]. Dengan demikian,siswaSMP dengan usia kisaran 13-14 tahunidealnyaberada padatingkat perkembangan intelektualoperasional formal.Adapun pengukuranpenalaran moral untuk masing-masing tingkatperkembangan intelektual berdasarkaninstrumen TDM disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Persentase komponen karakter pada masing-masing tingkat perkembangan intelektualPerkembangan

Intelektual

KarakterMoral

KnowingMoral

FeelingMoralAction

Konkret 80 % 90 % 66 %Transisi 81% 87 % 69 %

Formal 80 % 88 % 58 %

Berdasarkan Tabel 1, karakter siswapada komponen moral action masih rendah

dibandingkan dengan komponen moralknowing maupun moral feeling.

Page 109: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Maryam Fauziyah, dkk, - Pola Hubungan Kemampuan Berpikir Logis 99

Pada komponen moral knowing danmoral felling dari enamindikator yang diukur,rata-rata siswa SMP di Kota Bandung beradadalam kisaran 80-90% atau mencapai sekitar4-5 indikator. Pada komponen moral actionmenunjukkan angka dibawah 70% hal ini dapatdimaknai bahwadari dua indikator yang diukur,masih terdapat sebagian siswa yang hanyamencapai satu indikator.

Adapun jika kita tinjau persentaseindikator komponen karakter baik tersebutsecara spesifik pada kelompok siswa dengantingkat perkembangan intelektual operasionalkongkrit, transisi, dan operasional formal, hasilperolehan peneliti disajikan dalam grafik padagambar 2, gambar 3, dan gambar 4.

Gambar 2. Grafik persentase indikator moral knowingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 3. Grafik persentase indikator moral feelingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 4. Grafik persentase indikator moral actionpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

0

20

40

60

80

100

120

Kesadaranmoral

Pengetahuanmoral

020406080

100120

Hati nurani Harga diri

0

50

100

150

Kompetensi

Maryam Fauziyah, dkk, - Pola Hubungan Kemampuan Berpikir Logis 99

Pada komponen moral knowing danmoral felling dari enamindikator yang diukur,rata-rata siswa SMP di Kota Bandung beradadalam kisaran 80-90% atau mencapai sekitar4-5 indikator. Pada komponen moral actionmenunjukkan angka dibawah 70% hal ini dapatdimaknai bahwadari dua indikator yang diukur,masih terdapat sebagian siswa yang hanyamencapai satu indikator.

Adapun jika kita tinjau persentaseindikator komponen karakter baik tersebutsecara spesifik pada kelompok siswa dengantingkat perkembangan intelektual operasionalkongkrit, transisi, dan operasional formal, hasilperolehan peneliti disajikan dalam grafik padagambar 2, gambar 3, dan gambar 4.

Gambar 2. Grafik persentase indikator moral knowingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 3. Grafik persentase indikator moral feelingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 4. Grafik persentase indikator moral actionpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Pengetahuanmoral

Perspektif Pemikiranmoral

Pengambilankeputusan

Pengetahuandiri

Kongkrit Transisi Formal

Harga diri Empati Menyukaikebaikan

Kendali diri Kerendahanhati

Kongkrit Transisi Formal

Kompetensi KeinginanKongkrit Transisi Formal

Maryam Fauziyah, dkk, - Pola Hubungan Kemampuan Berpikir Logis 99

Pada komponen moral knowing danmoral felling dari enamindikator yang diukur,rata-rata siswa SMP di Kota Bandung beradadalam kisaran 80-90% atau mencapai sekitar4-5 indikator. Pada komponen moral actionmenunjukkan angka dibawah 70% hal ini dapatdimaknai bahwadari dua indikator yang diukur,masih terdapat sebagian siswa yang hanyamencapai satu indikator.

Adapun jika kita tinjau persentaseindikator komponen karakter baik tersebutsecara spesifik pada kelompok siswa dengantingkat perkembangan intelektual operasionalkongkrit, transisi, dan operasional formal, hasilperolehan peneliti disajikan dalam grafik padagambar 2, gambar 3, dan gambar 4.

Gambar 2. Grafik persentase indikator moral knowingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 3. Grafik persentase indikator moral feelingpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Gambar 4. Grafik persentase indikator moral actionpada masing-masing tingkat perkembanganintelektual

Pengetahuandiri

Kerendahanhati

Page 110: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

100 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Peneliti menemukan bahwa pada moralknowing, indikator kesadaran moral,pengetahuan moral, pemikiran moral,pengambilan keputusan dan pengetahuan diriuntuk masing-masing tingkat perkembanganintelektual siswa SMP secara umum tinggi,namun indikator perspektif masih rendah.Selanjutnya pada moral feeling, indikator hatinurani, harga diri, empati, menyukai kebaikan,kendali diri, dan kerendahan diri hampir meratauntuk masing-masing tingkat perkembanganintelektual, hanya saja siswa dengan tingkatperkembangan intelektual operasional formalrendah pada indikator empati. Adapun padamoral action, untuk semua tingkatperkembangan intelektual siswa, rendah padaindikator kompetensi. Hal ini dapat dimaknaibahwa siswa SMP di Kota Bandungmempunyai keinginan dalam berkarakter yangbaik, namun mereka kurang mampu mengubahpenilaian dan perasaan moral ke dalamtindakan yang efektif.

PENUTUP

Dari hasil analisis data yang telahdipaparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwakemampuan berpikir logis siswa SMP di KotaBandungpada tahap perkembanganoperasionalkongkrit masih lebih banyak (n=38)dibandingkan siswa dengan perkembanganintelektual transisi (n=29) dan operasionalformal (n=12). Untuk semua tingkatperkembangan intelektual tersebut, karaktersiswa SMP di Kota Bandung pada aspek moralaction masih rendah dibandingkan moralknowing dan moral feeling.Berdasarkan hasilpengolahan data yang disajikan pada tabel 1,siswa dengan tingkat perkembangan intelektualkongkrit unggul pada moral feeling, sedangkansiswa dengan tingkat perkembangan intelektualtransisi unggul pada moral knowing dan moralaction. Adapun siswa dengan tingkatperkembangan intelektual formal tidak memilikikeunggulan pada tiga komponen karakter baiktersebut, bahkan cenderung sangat rendahpada moral action.

Mengacu dari hasil tersebut, adabeberapa hal yang menjadi tinjauan peneliti,pertama kemampuan berpikir logis siswa SMPdi Kota Bandung masih rendah, yaitu masihdominan pada tahap perkembangan intelektualkongkrit, dimana seharusnya berdasarkan teorikognitif Piaget usia siswa SMP pada kisaran13-14 tahun sudah berada pada tahapperkembangan intelektual formal.Dengandemikian, dalam proses pembelajaran disekolah diperlukan suatu metode pembelajaranyang mampu mengasah kemampuan logikaberpikir siswa.

Kemudian, menyikapi aspek moral actionyang rendah, guru bisa melatih siswa untukmelakukan aksi kebaikan, salah satunyadengan memberikan tugas individu membuatdaftar kebaikan yang dilakukan.Guru harusterus mengarahkan dan memantauperkembangan siswa sehingga tugas tersebutdapat bermakna dan memberikan hasil yangdiharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Widowati, Asri. 2008. Diktat PendidikanSains.Yogyakarta: FMIPA UNY

Tobin, Kenneth G dan William Capie. 1981. TheDevelopment and Validation of a GroupTest of Logical Thinking. JurnalEducatioanal and PsycologicalMeasurement Vol.41, 413-423

Lickona, Thomas. (1991). Educating forCharacter. Jakarta: Bumi Aksara

Budiningsih, Asri. (2004). Belajar danPembelajaran. Yogyakarta: Rinika Cipta

Page 111: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI GERAKLURUS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TERBIMBING

DI KELAS VII.B SMPN 34 BANDUNG

Mayasari1*, Ahmad Samsudin2, Yuyu Rahmat Tayubi2, Muhamad Gina Nugraha2

1SMPN 34 Bandung2Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Pendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, IndonesiaEmail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan konseppada materi gerak lurus..Model pembelajaran yang digunakan adalah inkuiri terbimbing yang mana pada modelpembelajaran ini berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa,sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkankreativitas dalam memecahkan masalah.. Peranan guru dalam pembelajaran denganmetode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator.Metode Penelitian yangdigunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan tiga siklus.. Penelitian dilakukan dikelas VII.B SMPN 34 Bandung .Teknik pengumpulan data yaitu penilaian kognitif ,menggunakan instumen pretes dan postes dalam bentuk pilihan ganda setiap siklusnyaterdiri dari 10 soal . Hasil yang diperoleh dari penilaian kognitif pada siklus I rata rataperolehan pre-test 39 dan postes 49.33 , siklus II pre-test 55,67 dan post-test 67.33 ,siklus III pre-test 37,67 dan post-test 69 sehingga diperoleh n-gain siklus I adalah 0,12(rendah) siklus II adalah 0,26 (rendah) dan siklus III adalah 0,50 (sedang) .dan dari angkettanggapan siswa terhadap pembelajaran ada 87 % dari 30 siswa menyatakan menyenangimodel pembelajaran inkuiri terbimbing. Dari hasil penelitian dapat dikatakan pembelajaraninkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa

ABSTRACT

This study aims to improve the mastery of concepts in a straight motion of matter .. Thelearning model used is guided inquiry which in this model seeks to instill the basics ofscientific thinking on students, so in the learning process students are learning themselves,develop creativity in solve the problem .. the teacher's role in learning by inquiry method isas mentors and fasilitator.Metode Research used is classroom action research with threecycles .. the study was conducted in classes VII.B SMPN 34 Bandung .Teknik datacollection that cognitive assessment, using the instrument pretest and posttest in the form ofmultiple choice each cycle consisting of 10 questions. The results of cognitive assessmentin the first cycle average gains 39 pre-test and post-test 49.33, the second cycle of pre-testpost-test 55.67 and 67.33, the third cycle of pre-test and post-test 37.67 69 thus obtained n-gain the first cycle was 0.12 (lower) the second cycle was 0.26 (low) and the third cyclewas 0.50 (moderate) .and of the questionnaire responses of students to learning there are87% of the 30 students expressed please guided inquiry learning model , From the researchit can be said guided inquiry learning can improve students' mastery of concepts

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

PENDAHULUAN

Pembelajaran adalah suatu konsep daridua dimensi kegiatan ( belajar dan mengajar )

yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencaaian tujuan ataupenguasaan sejumlah kompetensi danindicatornya sebagai gambaran hasil belajar [1]

Page 112: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

102 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pada kegiatan pembelajaran disekolahsejauh ini metode yang digunakan guru yaitukebanyakan metode ceramah walaupunterkadang menggunakan metode demonstrasi,dan praktikum tetapi masih kurang melibatkansiswa sehingga masih banyak siswa yangkurang aktif, interaksi siswa kurang optimal,distribusi kemampuan cenderung terpusat padasiswa kelompok atas saja, sehingga hasilbelajar secara kolektif belum menunjukkanpeningkatan.

Berdasarkan hasil angket pada siswa kelasVII.B SMPN 34 tentang tanggapan siswaterhadap pelajaran IPAadalah yangmenganggap pelajaran IPA sulit 60% sedang28% dan menganggap mudah 12% ternyatakebanyakan siswa menganggap pelajaran IPAitu sulit sehingga tidak menyukai pelajaran IPA.Mata pelajaran IPA hanya dianggap sebagaisekumpulan rumus yang harus mereka hafaldan sederetan angka yang harus merekahitung.

Hal tersebut diatas diperkuat dengankenyataan Hasil belajar siswa masih rendahberdasarkan data dari guru pengajar ( peneliti )nilai IPA pada ulangan harian rata rata 67,5..masih dibawah kriteria ketuntasan minimum.Hal ini menunjukkan proses pembelajaranbelum memenuhi harapan dan tuntutankurikulum yang ditetapkan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebutpada tatap muka berikutnya peneliti akanberusaha memperbaiki proses pembelajaranmelalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitudengan menggunakan model pembelajaranInquiry Terbimbing. Model pembelajaran iniberupaya menanamkan dasar-dasar berfikirilmiah pada diri siswa, sehingga dalam prosespembelajaran ini siswa lebih banyak belajarsendiri, mengembangkan kreativitas dalammemecahkan masalah. Siswa benar-benarditempatkan sebagai subjek yangbelajar.Peranan guru dalam pembelajarandengan metode inquiry adalah sebagaipembimbing dan fasilitator.Tugas guru adalahmemilih masalah yang perlu disampaikankepada kelas untuk dipecahkan. Namundimungkinkan juga bahwa masalah yang akandipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guruselanjutnya adalah menyediakan sumberbelajar bagi siswa dalam rangka memecahkanmasalah.Bimbingan dan pengawasan gurumasih diperlukan, tetapi intervensi terhadapkegiatan siswa dalam pemecahan masalahharus dikurangi.Kegiatan ini diawali daripengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan

dengan kegiatan-kegiatan bermakna untukmenghasilkan temuan yang diperolah sendirioleh siswa. Dengan demikian pengetahuan danketerampilan yang diperoleh siswa tidak darihasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasilmenemukan sendiri dari fakta yangdihadapinya sehinggaakan lebih lama diingatsiswa dan informasi yang diperoleh siswa akanlebih mantap apabila diikuti dengan bukti-buktiatau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.

Berhubungan dengan hal diatas, penelititertarik untuk menggunakan modelpembelajaran Inquiry Terbimbingkhususnyapada materi gerak lurus sebagai salah satuusaha untuk meningkatkan pemahaman siswamelalui penelitian tindakan kelas.

Sanjaya (2006;196) menyatakan bahwaada beberapa hal yang menjadi ciri utamastrategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategiinkuiri menekankan kepada aktifitas siswasecara maksimal untuk mencari danmenemukan, artinya pendekatan inkuirimenempatkan siswa sebagai subjek belajar.Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanyaberperan sebagai penerima pelajaran melaluipenjelasan guru secara verbal, tetapi merekaberperan untuk menemukan sendiri inti darimateri pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruhaktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untukmencari dan menemukan sendiri dari sesuatuyang dipertanyakan, sehingga diharapkandapat menumbuhkan sikap percaya diri (selfbelief). Artinya dalam pendekatan inkuirimenempatkan guru bukan sebagai sumberbelajar, akan tetapi sebagai fasilitator danmotivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaranbiasanya dilakukan melalui proses tanya jawabantara guru dan siswa, sehingga kemampuanguru dalam menggunakan teknik bertanyamerupakan syarat utama dalam melakukaninkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategipembelajaran inkuiri adalah mengembangkankemampuan intelektual sebagai bagian dariproses mental, akibatnya dalam pembelajaraninkuiri siswa tidak hanya dituntut agarmenguasai pelajaran, akan tetapi bagaimanamereka dapat menggunakan potensi yangdimilikinya. Sanjaya (2006:202) menyatakanbahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkahuntuk membina suasana atau iklimpembelajaran yang kondusif. Hal yangdilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

Page 113: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Mayasari, dkk, - Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep 103

Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajaryang diharapkan dapat dicapai oleh siswa

Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yangharus dilakukan oleh siswa untuk mencapaitujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah,mulai dari langkah merumuskanmerumuskan masalah sampai denganmerumuskan kesimpulan

Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatanbelajar. Hal ini dilakukan dalam rangkamemberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalahMerumuskan masalah merupakan langkah

membawa siswa pada suatu persoalan yangmengandung teka-teki.Persoalan yangdisajikan adalah persoalan yang menantangsiswa untuk memecahkan teka-teki itu.Teka-teki dalam rumusan masalah tentu adajawabannya, dan siswa didorong untuk mencarijawaban yang tepat. Proses mencari jawabanitulah yang sangat penting dalam pembelajaraninkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebutsiswa akan memperoleh pengalaman yangsangat berharga sebagai upayamengembangkan mental melalui prosesberpikir.3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara darisuatu permasalahan yang dikaji.Sebagaijawaban sementara, hipotesis perlu diujikebenarannya.Salah satu cara yang dapatdilakukan guru untuk mengembangkankemampuan menebak (berhipotesis) padasetiap anak adalah dengan mengajukanberbagai pertanyaan yang dapat mendorongsiswa untuk dapat merumuskan jawabansementara atau dapat merumuskan berbagaiperkiraan kemungkinan jawaban dari suatupermasalahan yang dikaji.4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitasmenjaring informasi yang dibutuhkan untukmenguji hipotesis yang diajukan. Dalampembelajaran inkuiri, mengumpulkan datamerupakan proses mental yang sangat pentingdalam pengembangan intelektual. Prosespemgumpulan data bukan hanya memerlukanmotivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapijuga membutuhkan ketekunan dan kemampuanmenggunakan potensi berpikirnya.5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukanjawaban yang dianggap diterima sesuaidengan data atau informasi yang diperoleh

berdasarkan pengumpulan data.Mengujihipotesis juga berarti mengembangkankemampuan berpikir rasional. Artinya,kebenaran jawaban yang diberikan bukanhanya berdasarkan argumentasi, akan tetapiharus didukung oleh data yang ditemukan dandapat dipertanggungjawabkan.6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah prosesmendeskripsikan temuan yang diperolehberdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untukmencapai kesimpulan yang akurat sebaiknyaguru mampu menunjukkan pada siswa datamana yang relevan.

Untuk menemukan jawaban pertanyaantersebut siswa dibagi dalam beberapakelompok untuk melakukan sejumlah kegiataneksperimen dengan menggunakan LembarKerja Siswa ( LKS ) yang telah disusun olehguru. Adapun pembagian kelompok dilakukanoleh guru dengan memperhatikanheterogenitas kemampuan siswa sesuaidengan model pembelajaran InquiryTerbimbing.

Berdasarkan penelitian-penelitianterdahulu terdapat peningkatan hasil belajarsiswa dengan menggunakan ModelPembelajaran Inquiry Terbimbing . Seperti hasilpenelitian di bawah ini.

Danar anizar ,Penerapan PembelajaranInkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) TerhadapMinat dan Hasil Belajar Biologi Siswa KelasVII.2 SMPN 34 Pekanbaru Tahun Ajaran2013/2014. Penerapan model inkuiri terbimbingdalam upaya meningkatkan kemampuanmerumuskan kesimpulan materi gerak lurusberaturan dan gerak lurus berubah beraturanpada siswa SMPN 6 kelas VII.3 Malang tahunajaran 2007 oleh 2008 oleh Irma AprildaSinaga.

Tujuan penelitian ini adalahMeningkatkan pemahaman konsep siswakelas VII. B SMPN 34 Bandung , denganmenggunakan model pembelajaran InquiryTerbimbing

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalahpenelitian kuantitatif, metode yang digunakandalam penelitian ini adalah metode penelitianeksperimen semu (quasy eksperimental).Desain penelitian merupakan rancanganbagaimana penelitian dilaksanakan. Desain

Page 114: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

104 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

penelitian yang digunakan adalah one grouppretest-posttest design.

Subyek penelitian ini adalah seluruhsiswa kelas VIII B semester 2 tahun ajaran2013/2014 dengan jumlah siswa sebanyak 34siswa di salah satu SMP Negeri di Bandung.

Teknik pengumpulan data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah : tesprestasi belajar, observasi dan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Keterlaksanaan PembelajaranPada penelitian ini, penelitian dilakukan

sebanyak dua kali pembelajaran. Pembelajaranke-1 dengan pokok bahasan Hukum I dan IINewton. Pembelajaran ke-2 dengan pokokbahasan Hukum III Newton. Berikut data yangdiperoleh dari penelitian seperti dinyatakanpada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)Kategori

1 91,3 Sangat baik

2 95,6 Sangat baik

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan secaramaksimal oleh guru. Hal tersebut ditunjukkandengan presentase keterlaksanaannya padapembelajaran pertama 95,6% dengan kategori

sangat baik dan pembelajaran kedua 91,3%dengan kategori sangat baik. Sedangkan hasilrekapitulasi respon siswa terhadap proses yangterjadi selama pembelajaran dinyatkan padaTabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Observasi Respon Siswa Terhadap Setiap Kegiatan dalamPembelajaran

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengankategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhanamengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukan

percobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawabbahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Page 115: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Mayasari, dkk, - Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep 105

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Aktiv

itas G

uru

(%)

Pembelajaran ke- 1

Mayasari, dkk, - Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep 105

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

91,3

95,6

88

90

92

94

96

Pertemuan Pembelajaran

Aktiv

itas G

uru

(%)

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

Mayasari, dkk, - Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep 105

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehinggahasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisika

siswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun denganberorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkanpada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Page 116: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

106 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post TestPada gambar 3 terlihat bahwa skor rata-

rata posttest lebih besar dibandingkan denganskor rata-rata pretest pada pembelajaran yangtelah dilakukan dengan range sebesar 10,73.Hasil tersebut memberikan nilai peningkatan(gain) sebesar 0,35 dengan kategori sedang.Walaupun peningkatan yang didapatkan tidaksignifikan, secara keseluruhan, pembelajaranmemberikan dampak positif terhadap prestasibelajar siswa yang menunjukkan bahwa siswamampu mengorganisir dan membangunpengetahuan dengan baik. Peningkatanprestasi belajar siswa yang masih sedang ini

sejalan dengan belum semua siswa merespondengan baik setiap kegiatan dalampembelajaran. Hal ini disebabkan oleh belumterbiasanya siswa dengan pembelajaran yangdilakukan, Selain itu juga, catatan observermengungkapkan bahwa pembelajaran yangdilakukan terlalu cepat sehingga siswa tidakmenangkap secara utuh materi ajar yangdiberikan pada pertemuan tersebut.

Melalui pembelajaran berorientasipenemuan ini, siswa tidak hanya mampumencapai prestasi belajar yang diharapkantetapi juga siswa belajar bekerja ilmiah.

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pembelajaran ke- 1Sk

or R

ata-

rata

(%)

106 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post TestPada gambar 3 terlihat bahwa skor rata-

rata posttest lebih besar dibandingkan denganskor rata-rata pretest pada pembelajaran yangtelah dilakukan dengan range sebesar 10,73.Hasil tersebut memberikan nilai peningkatan(gain) sebesar 0,35 dengan kategori sedang.Walaupun peningkatan yang didapatkan tidaksignifikan, secara keseluruhan, pembelajaranmemberikan dampak positif terhadap prestasibelajar siswa yang menunjukkan bahwa siswamampu mengorganisir dan membangunpengetahuan dengan baik. Peningkatanprestasi belajar siswa yang masih sedang ini

sejalan dengan belum semua siswa merespondengan baik setiap kegiatan dalampembelajaran. Hal ini disebabkan oleh belumterbiasanya siswa dengan pembelajaran yangdilakukan, Selain itu juga, catatan observermengungkapkan bahwa pembelajaran yangdilakukan terlalu cepat sehingga siswa tidakmenangkap secara utuh materi ajar yangdiberikan pada pertemuan tersebut.

Melalui pembelajaran berorientasipenemuan ini, siswa tidak hanya mampumencapai prestasi belajar yang diharapkantetapi juga siswa belajar bekerja ilmiah.

76,2

80,9

727476788082

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pertemuan Pembelajaran

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

69,56 80,29

10,73

020406080

100

Skor

Rat

a-ra

ta (%

)

Profil Tes

pre test post test Range

106 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkanbahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post TestPada gambar 3 terlihat bahwa skor rata-

rata posttest lebih besar dibandingkan denganskor rata-rata pretest pada pembelajaran yangtelah dilakukan dengan range sebesar 10,73.Hasil tersebut memberikan nilai peningkatan(gain) sebesar 0,35 dengan kategori sedang.Walaupun peningkatan yang didapatkan tidaksignifikan, secara keseluruhan, pembelajaranmemberikan dampak positif terhadap prestasibelajar siswa yang menunjukkan bahwa siswamampu mengorganisir dan membangunpengetahuan dengan baik. Peningkatanprestasi belajar siswa yang masih sedang ini

sejalan dengan belum semua siswa merespondengan baik setiap kegiatan dalampembelajaran. Hal ini disebabkan oleh belumterbiasanya siswa dengan pembelajaran yangdilakukan, Selain itu juga, catatan observermengungkapkan bahwa pembelajaran yangdilakukan terlalu cepat sehingga siswa tidakmenangkap secara utuh materi ajar yangdiberikan pada pertemuan tersebut.

Melalui pembelajaran berorientasipenemuan ini, siswa tidak hanya mampumencapai prestasi belajar yang diharapkantetapi juga siswa belajar bekerja ilmiah.

Page 117: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Mayasari, dkk, - Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep 107

Sehingga, anggapan bahwa pembelajaranfisika hanya menghapal konsep dan prinsipdalam proses menguasai pengetahuan dapatdirubah dengan pembelajaran ini, dimanamelalui pembelajaran berorientasi penemuansiswa bukan menguasai prinsip dan konsepmelalui menghapal tetapi melalui prosespenemuan yang proses penemuannyamengasah kemampuan berpikir siswa.Kegiatan pembelajaran berorientasi penemuanpada topik Hukum Newton I, II, dan III di kelasVIII pada salah satu SMPN di Kota Bandungberjalan dengan baik, namun hanyamenghasilkan rata-rata gain 0,35 yangberkategori sedang ini dikarenakan nilai rata-rata pre-test sudah tinggi. Mengapa hasil pre-test atau tes awal sudah tinggi? Inidimungkinkan siswa sebelumnya sudahmemahami soal-soal yang diberikan dan kelasVIII B ini merupakan salah satu kelas yangcukup baik menurut penuturan guru pamong.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan di salah satu SMP Negeri di KotaBandung kelas VIII semester II mengenaipembelajaran fisika berorientasi penemuan,diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajarsiswa setelah pembelajaran meningkat. Haltersebut ditunjukkan dengan skor rata-ratapretest 69,56 dan skor rata-rata posttestsebesar 80,29 serta Nilai rata-rata gainternormalisasi sebesar 0,35 dengan kategorisedang.

Pada penelitian ini didapatkanpeningkatan kemampuan prestasi belajar yangtidak terlalu signifikan, maka perlu adaperbaikan dari segi pelaksanaanpembelajarannya agar peningkatannya menjadilebih signifikan dan dicoba untuk materi lainuntuk mengetahui konsistensi peningkatannya.Peneliti juga diharapkan lebih memperbaikikualitas percobaan dan demontrasi yangdilakukan di dalam kelas.

Sebaiknya siswa diobservasi secaraberkelompok sehingga observer siswa lebihfokus dan bisa memberikan banyak feed backyang bagus untuk ke depannya dan. Selain itu,agar dampak dari setiap kegiatan pembelajaranbagi setiap siswa dapat diamati dan dicermatisehingga setiap siswa dapat terfasilitasi denganbaik pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP. (2006). Panduan PenyusunanKurikulum Tingkat Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Clark, Donald. (2000). Learning Domain orBloom’s Taxonomy [On line]. Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [20 Juli 2014]

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2004: StandarKompetensi, Mata Pelajaran Fisika,Sekolah Menengah Atas danMadrasah Aliyah. Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Hake, Richard. R. (1997). InteractiveEngagement Methods In IntroductoryMechanics Courses. Tersedia :http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2014]

Martawijaya, Agus, dkk. (2010). Discoverydalam pendidikan. ProgramPascasarjana Universitas NegeriMakasar: Makasar.

Munaf, Syambasri. (2001). Evaluasi PendidikanFisika. Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI Bandung.

Panggabean, Luhut .P. (2001). Statistika Dasar.Jurusan Pendidikan Fisika – FakultasPendidikan Matematika dan IlmuPengetahuan Alam –UniversitasPendidikan Indonesia.

Ridwan, Sa’adah. (2000). Identifikasi danPenanggulangan Kesulitan BelajarSiswa dalam Mempelajari KonsepCahaya di Kelas II G SLTPN 12Bandung. Tesis pada Program PascaSarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Page 118: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN)UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP SUHU DAN

KALOR

Meliyani Hasanah*, Ida Kaniawati, Iyon Suyana, Endi Suhendi, Achmad SamsudinDepartemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan miskonsepsi siswa padakonsep suhu dan kalor dengan diterapkannya model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain). Sampel penelitian adalah 31 siswa kelas X MIA 6 di salah satuSMA Negeri di Kota Cimahi yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 20 siswaperempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu(Quasi Experiment) dengan desain penelitian pretest and posttest one groupdesign. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa tes diagnostikmiskonsepsi, lembar observasi, dan wawancara. Dalam dua kali pertemuankegiatan pembelajaran POE terlaksana dengan rerata presentase aktivitas gurusebesar 91,67% dan aktivitas siswa sebesar 82,14%. Sebelum diberikan treatmentbesarnya miskonsepsi siswa pada konsep suhu dan kalor yaitu 32,25%. Setelahdilakukan pembelajaran POE, miskonsepsi siswa berkurang menjadi 21,43%.Adanya pengurangan miskonsepsi siswa sebesar 10,82% mengindikasikan bahwamodel pembelajaran POE dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep suhudan kalor.

ABSTRACT

This study aims to determine students' misconceptions decline in the concept oftemperature and heat with the implementation of learning model POE (Predict-Observe-Explain). The sample was 31 students of class X MIA 6 in one of the highschools in Cimahi consisting of 11 male students and 20 female students. Themethod used is a quasi-experimental research (Quasi Experiment) study designwith one group pretest and posttest design. Data collection techniques used in theform of diagnostic tests misconceptions, observation sheets, and interviews. In twomeetings POE learning activities implemented with the average percentage of91.67% of teacher activity and student activity amounted to 82.14%. Before thetreatment is given the magnitude of misconceptions students on the concept oftemperature and heat that is 32.25%. After learning POE, misconceptions studentswas reduced to 21.43%. Reduction in student misconceptions of 10.82% indicatesthat the learning model POE can reduce misconceptions the students to theconcept of temperature and heat.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringmenemukan fenomena alam yang sangat erat

dengan fisika, tetapi karena kurang pahamnyakita akan konsep tersebut seringkali kitamenganggapnya hal biasa. Mengingat betapasulitnya fisika di tiap jenjang pendidikan, maka

Page 119: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Meliyani Hasanah, dkk, - Penerapan Model Pembelajaran POE 109

penguasaan konsep fisika siswa juga akanmenjadi berbeda. Perbedaan penguasaankonsep akan memungkinkan siswa menjadisalah dalam menafsirkan konsep terkait materifisika. Ketika mereka memandang konsep yangmereka yakini itu benar, maka mereka bisa sajamengalami miskonsepsi. Miskonsepsi adalahkonsepsi awal siswa yang yang tidak dapatmembuktikan sebuah gambaran fenomenafisika secara lebih jelas dan tidak sesuaidengan hukum-hukum fisika (Demirci, 2005).Miskonsepsi seperti ini juga terjadi padakonsep suhu dan kalor. Suparno (2005)menemukan banyak siswa yang beranggapanbahwa suatu benda yang mempunyai suhuyang lebih tinggi akan selalu membutuhkankalor/ panas yang besar pula. Salah satupenyebab siswa mengalami miskonsepsiadalah proses pembelajaran yang kurangefektif (Yuliati, 2004). Dari hasil studipendahuluan yang telah dilakukan di salah satuSMA di Kota Cimahi, didapatkan data bahwasebanyak 35,25% siswa masih miskonsepsipada konsep suhu dan kalor. Temuansementara penelitian ini menunjukkan bahwapengetahuan konsep siswa pada matapelajaran fisika terutama dalam konsep suhudan kalor masih tergolong rendah dan masihbelum sesuai dengan konsepsi ilmiah.Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa diSMA tersebut, diperoleh informasi bahwa ketikabelajar Fisika metode pembelajaran yangsering digunakan adalah metode ceramah danlatihan soal-soal sehingga dapatmengindikasikan bahwa metode pembelajarantersebut dapat menjadi salah satu penyebabsiswa mengalami miskonsepsi. Maka,pembelajaran kooperatif merupakan alternatifyang tepat untuk memecahkan masalahtersebut. Dalam pembelajaran kooperatif, siswadibentuk kedalam beberapa kelompok kecil danbekerja bersama-sama dalam mencapai tujuanpembelajaran dengan semua potensi yang adapada masing-masing individu dalam kelompok(Rorong, 2012). Salah satu pembelajarankooperatif yang cocok digunakan dalam materikalor adalah POE (Predict-Observe-Explain).Dengan model pembelajaran tersebut, gurudapat membantu siswa untuk menemukansendiri pemahaman konsep yang utuh melaluidemonstrasi dan kegiatan eksperimen. Dalamtahap pembelajaran POE terdapat tahappredict dimana siswa membuat sebuah prediksiterkait fenomena yang diberikan oleh guru,kemudian siswa menjawab prediksi mereka

pada tahap observe dimana siswa melakukanobservasi terhadap fenomena yang sedangdihadapi. Selanjutnya siswa dapat menjelaskanfenomena yang diamati dari simulasi komputertersebut pada tahap explain. Tahapanpembelajaran POE dapat menjadi strategipengajaran yang efektif untuk memfasilitasipemahaman siswa terhadap suatu konsep(Kearney, 2004). Pembelajaran POE ini dapatmenjadi salah satu cara untuk mengurangimiskonsepi siswa karena pada tahap predict,sebelumnya guru mengidentifikasi miskonsepsisiswa sehingga pada tahap explain, guru dapatmemperbaiki konsepsi siswa yang salahdengan memberi penguatan pada konsep yangmasih belum dipahami siswa. Penelitian untukmengurangi miskonsepsi siswa pada konsepsuhu dan kalor sudah banyak dilakukan akantetapi masih sedikit peneliti yang menggunakanmetode pembelajaran POE, sehingga tujuandari penelitian ini adalah untuk mengetahuipengurangan miskonsepsi siswa pada konsepsuhu dan kalor dengan penerapan modelpembelajaran kooperatif POE (Predict-Observe-Explain).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitianini adalah metode kuasi eksperimen denganbentuk desain penelitian pretest and posttestone group design. Dalam penelitian ini satukelas diberi perlakuan (treatment) berupapenerapan model pembelajaran POE. Sebelumdiberikan perlakuan, kelas tersebut diberikansebuah tes awal untuk mengetahui konsepsiawal siswa sehingga dapat diidentifikasimiskonsepsi awal siswa. Kemudian diberikanperlakuan berupa penerapan pembelajaranPOE selama dua kali pertemuan. Setelahdiberikan perlakuan, kelas tersebut diberikantes akhir untuk mendiagnostik miskonsepsiakhir siswa sehingga dapat diketahuipenurunan miskonsepsi siswa pada konsepsuhu dan kalor. Desain tersebut dapatdigambarkan pada Gambar 1.

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 31siswa dari kelas X IPA di salah satu SMA dikota Cimahi. Siswa yang terlibat terdiri dari 11siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.Pengambilan sampel dilakukan melalui teknikpurposive sampling. Sampel dipilihberdasarkan nilai ulangan harian Fisika yangternyata menunjukkan masih banyak siswayang slah dalam menjawab soal berbentuk

Page 120: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

110 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

90,48

92,86

88909294

pertemuan 1 pertemuan 2pers

enta

se (%

)

Keterlaksanaan Aktivitas Guru

85,7178,57

70

80

90

pertemuan 1 pertemuan 2

pers

enta

se (%

)

Keterlaksanaan Aktivitas Siswa

konsep. Maka dari itu kelas tersebut dianggapcocok untuk dijadikan sampel penelitian. Datayang dikumpulkan berupa data hasil tesdiagnostik miskonsepsi yang dilakukan ketikasiswa melakukan tes awal dan tes akhir. Tujuandari pemberian tes diagnostik ini adalah untukmelihat pengurangan miskonsepsi siswasetelah pembelajaran dengan menerapkanmodel pembelajaran POE. Pengumpulan dataobservasi dilakukan menggunakan lembarobservasi yang diisi oleh dua observer. Lembarobservasi yang digunakan terdiri dari lembar

observasi keterlaksanaan aktivitas siswa danguru yang dibuat dengan skala Guttman“terlaksana-tidak terlaksana”. Dalam lembarobservasi, observer memberikan cheklist jikatahapan-tahapan dalam pembelajaran memangdilaksanakan. Data observasi ini digunakanuntuk mendukung apakah pembelajaran sudahterlaksana sesuai RPP atau tidak. Wawancaradilakukan untuk studi pendahuluan penelitianini. Teknik wawancara yang dilakukan adalahwawancara tidak terstruktur denganmenggunakan pedoman wawancara.

KelasTes

AwalPerlakuan

TesAkhir

Eksperimen O X O

Keterangan: X = perlakuan berupa penerapan model pembelajaran POEO = instrumen tes berupa tes dignostik untuk mengukur miskonsepsi siswa

Gambar 1. Pola Desain Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 8 dan10 Juni 2015 selama dua kali pertemuan. Kelasyang dijadikan sampel penelitian diberikanperlakuan berupa model pembelajaran POEpada materi suhu dan kalor. Topikpembelajaran memuat beberapa konsep yaitusuhu, pemuaian, pengaruh kalor terhadapperubahan suhu, dan pengaruh kalor terhadapperubahan wujud. Proses pembelajarandilaksanakan dengan berpanduan padaRencana Pelaksaan Pembelajaran dan

skenario pembelajaran yang telah dibuat.Penerapan model pembelajaran POE dapatdilihat keterlaksanaannya melalui lembarobservasi yang telah diisi oleh observer.Lembar observasi tersebut dapatmengidentifikasi aktivitas guru dan siswa dalampembelajaran apakah terlaksana sesuaidengan skenario pembelajaran atau tidak.

Gambar 2 dan 3 menunjukkan hasilobservasi yang telah dilakukan oleh observerterkait keterlaksanaan aktivitas guru dan siswapada pembelajaran pertemuan pertama dankedua:

Gambar 2. Diagram Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru

Page 121: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Meliyani Hasanah, dkk, - Penerapan Model Pembelajaran POE 111

91,6782,14

708090

100

guru siswapers

enta

se (%

)

Rerata Keterlaksanaan Aktivitas Gurudan Siswa

Gambar 3. Diagram Persentase Keterlaksanaan Aktivitas SiswaGambar 4 tersebut menunjukkan bahwa

rerata keterlaksanaan aktivitas guru lebih besardaripada aktivitas siswa. Hal ini dikarenakanguru sudah mengetahui skenariopembelajarannya sehingga dapat menjalankanaktivitas pembelajaran secara sistematis.

Sedangkan siswa masih terpaku pada perintahguru dalam menjalankan aktivitaspembelajarannya. Aktivitas guru sebesar91,67% dan aktivitas siswa sebesar 82,14%menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatanpembelajaran POE terlaksana.

Gambar 4. Diagram Rerata Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan Siswa

Setelah dilakukan pembelajaran POEakhirnya diperoleh data tes awal dan tes akhirsiswa. Melalui kedua tes ini maka akandiketahui penurunan miskonsepsi siswa. Tidakhanya miskonsepsi yang berkurang, tetapi

kategori lainnya juga mengalami penurunanpada kategori lucky guess, guess, lack ofknowledge dan peningkatan pada kategoriscientific conception seperti yang terlihat padaGambar 5.

Gambar 5. Grafik Persentase Hasil Diagnosis Jawaban Siswa

Setelah dilakukan pembelajaran denganPOE, persentase siswa yang termasuk dalamkategori miskonsepsi berkurang menjadi21,43% dan persentase siswa yang scientificconception bertambah menjadi 73,04% sepertiyang diperlihatkan pada Gambar 1.4.Persentase miskonsepsi pada saat tes akhirlebih kecil dibandingkan saat tes awal dantermasuk dalam kategori miskonsepsi rendah.Siswa yang masih lucky guess dan guess jugaberkurang persentasenya menjadi sebesar 3%dan 2,07%. Sisanya merupakan siswa yangmasih lack of knowledge sebanyak 0,46%.

Penurunan miskonsepsi siswa pada tiap subkonsep suhu dan kalor dapat diketahui dariGambar 6.

Dari Gambar 6 didapatkan informasibahwa terjadi penurunan miskonsepsi padasub konsep yang kategori miskonsepsinyatinggi yaitu kalor jenis dan pemuaian. Besarnyamiskonsepsi kalor jenis sebelum diberikantreatment adalah 36% dan berkurangmiskonsepsinya menjadi 25% yang termasukkategori miskonsepsi rendah. Sedangkan besarmiskonsepi pada sub konsep pemuaiansebelum treatment diberikan adalah 44% dan

31,5710,14

32,2517,28 8,76

73,04

321,43

2,07 0,460

20406080

pers

enta

se (%

)

Kategori Diagnostik

Presentase Hasil Diagnosis Jawaban Siswa

tes awal

tes akhir

Page 122: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

112 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

20%27%

36%29%

44%

14%21%

25%

13%

24%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Suhu Kalor Kalor Jenis PerubahanWujud

Pemuaian

pers

enta

se (%

)

Sub Konsep Suhu dan Kalor

Rekapitulasi Pengurangan Miskonsepsi Tiap SubKonsep Suhu dan Kalor

tes awal

tes akhir

berkurang menjadi 24% yang termasukkategori miskonsepsi rendah.

Gambar 6. Rata-rata Skor Pre Test dan Post Test

Setelah diberikan treatment, miskonsepsisiswa pada sub konsep suhu dan kalor masihada walaupun mengalami penurunan. Hal inidikarenakan:1. Pada saat tahap prediksi siswa menjawab

asal-asalan. Mereka menjawab sesuaidengan apa yang mereka ingin ucapkan.Ada beberapa siswa yang menjawabdengan konsep yang mereka tahu danada siswa yang menjawab sesuai denganpengalaman mereka langsung.

2. Pada saat tahap observasi siswa tidakfokus dalam melakukan pengamatan. Adabeberapa siswa yang main-main denganparaktikum atau eksperimen yangdiberikan sehingga mereka tertinggalinformasi dengan kelompok lainnya. Halini menyebebkan mereka mengambil datapenelitian dengan tidak benar.

3. Pada saat guru menjelaskan adabeberapa siswa yang tidakmemperhatikan sehingga mereka tidakmemahami konsepsi yang benar.

Dari pembahasan di atas dapat diketahuibahwa pelaksanaan pembelajaran POE dapatmengurangi miskonsepsi siswa. Walaupuntidak semua miskonsepsi hilang tetapi metodepembelajaran tersebut dapat menambahpemahaman konsep siswa. Tidak mudah dalammenghilangkan miskonsepsi siswa karenasiswa cenderung memiliki pengetahuan yangdibawa dari pengalaman mereka sendirisehingga konsep yang sudah tertanam dalampemikiran mereka cenderung akan bertahan

lama. Masih ada juga sedikit siswa yangtermasuk kategori lucky guess, guess dan lackof knowledge. Mereka yang termasuk kategoritersebut merupakan siswa yang sebelumpembelajaran POE mengalami miskonsepsi.Persentase miskonsepsi setelah diberikanperlakuan mengalami penurunan sebesar10,82% dengan perhitungan gainternormalisasi untuk penurunan miskonsepsibesarnya 0,36 yang termasuk kategori sedang.Tidak semua miskonsepsi siswa dapatdihilangkan. Miskonsepsi yang masih dimilikisiswa dapat terjadi karena beberapa faktordiantarannya aktivitas siswa pada tahapanpembelajaran POE yang masih belumterlaksana dengan baik dan juga konsep siswayang sudah tertanam lama susah untukdihilangkan. Siswa cenderung untuk menjawabpertanyaan dengan jawaban atas pengalamanmereka karena konsep itulah yang mudahdiingat siswa.

PENUTUP

Berdasarkan dari hasil penelitian dapatdikatakan bahwa pembelajaran denganmenerapkan model pembelajaran POE(Predict-Observe-Explain) dapat mengurangimiskonsepsi siswa pada konsep suhu dankalor. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitusetelah melihat data bahwa masih ada siswayang mengalami miskonsepsi, maka penelitianini tidak boleh berhenti. Perlu ada tanggapandari guru dan pihak terkait sehingga dapat

Page 123: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Meliyani Hasanah, dkk, - Penerapan Model Pembelajaran POE 113

dilakukan tindak lanjut terhadap siswa-siswayang masih mengalami miskonsepsi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Demirci, N. (2005). A Study About Students’Misconceptions In Force And MotionConcepts By Incorporating A Web-Assisted Physics Program. The TurkishOnline Journal of Educational Technology– TOJET, 4 (7), hlm. 40-48

Kearney, M. (2004). Classroom Use ofMultimedia-Supported Predict-Observe-Explain Task in a Social ContructivistLearning Environment. Springer LinkResearch in Science Education, 4(34),hlm. 427-453.

Rorong, A. R. (2012). Pengaruh ModelPembelajaran Kooperatif Tipe STADterhadapa Hasil Belajar Siswa pada MataDiklat Menganalisa Rangkaian Listrikdengan Mengontrol Kemampuan AwalSiswa. (Skripsi). Jurusan PendidikanTeknik Elektro, Universitas NegeriManado, Manado.

Suparno. P. (2005). Miskonsepsi danPerubahan Konsep dalam PendidikanFisika. Jakarta: Gramedia

Yuliati, L. (2004). Miskonsepsi dan RemediasiPembelajaran IPA. Bandung: Tidakditerbitkan

Page 124: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9ANALISIS MATERI AJAR FISIKA YANG DIGUNAKAN DI SMA BERDASARKAN

LEVEL PENGGUNAAN MULTI REPRESENTASI DAN PEMBEKALANKETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

Merta Simbolon1*, Parlindungan Sinaga21,2Universitas Pendidikan IndonesiaEmail: [email protected]

Abstrak

Dalam pembelajaran, terjadi interaksi penting antara siswa, guru, dan bahan ajar.Bahanajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman belajarmandiridan guru sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan pembelajaran.Kriteria bahanajar yang baik harus mampu menanamkan kemampuan kognitif dan pemecahanmasalah sertamemuat beberapa representasi yang terintegrasi atau yang disebutmultimodus representasi dalam menjelaskan konsep fisika.Berdasarkan studi lapangansecara deskriptif yang dilakukan peneliti, diperoleh bahwa bahan ajar yang digunakansiswa di sekolah masih berupa bahan ajar yang hanya berorientasi pada penanamankognitif dan kurang memuat representasi yang beragam dalam menjelaskankonsep.Wawancara dengan beberapa siswa juga menunjukkan bahwa bahan ajartersebut membosankan karena terlalu banyak memuat turunan rumus fisika namunkurang menyajikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari tentang konseptersebut.Hal ini berakibat pada rendahnya kognitif dan pemecahan masalah siswa darihasil test.Dari permasalahan tersebut perlu dilakukan pengembangan bahan ajar yangberorientasi pada penanaman kognitif dan pemecahan masalah.

ABSTRACT

In the study, there was a significant interaction between students, teachers and teachingmaterials. Teaching materials provide an opportunity for students to gain experience ofselflearning and the teacher as a facilitator in the implementation of learning. Criteria forgood teaching materials must be able to instill the cognitive and problemsolving abilitiesand contains several integrated representations or called multimodus representation inexplaining the concept of physics. Based on a descriptive field study conducted byresearchers, found that the teaching materials used by students in the school was still ateaching material that is only oriented and less cognitive load planting a diverserepresentation in explaining the concept. Interviews with some of the students alsoshowed that the instructional materials boring because too much load derivative formulasof physics but less present problems in the daily life of the concept. This resulted in lowercognitive and problemsolving student test results. Of these problems need to bedevelopmentoriented teaching materials planting cognitive and problemsolving.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: cognitive,instructional materials, multimodus representation, problem solving

PENDAHULUAN

Pembelajaran fisika sebagai salah satucabang dari IPA dapat menjadi wahana bagipeserta didik untuk mempelajari diri sendiri danalam sekitar, serta prospek pengembangan lebihlanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupansehari-hari. Proses pembelajaran ini menekankan

pada pemberian pengalaman langsung untukmengembangkan kompetensi agar memahamialam sekitar secara ilmiah. Chingos (2012)mengatakan bahwa banyak faktor yangmempengaruhi proses pembelajaran siswa.Pembelajaran siswa terutama terjadi melaluiinteraksi dengan orang lain (guru dan teman-temannya) serta bahan ajar. Bahan ajar

Page 125: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Merta Simbolon, dkk, - Analisis Materi Ajar Fisika Yang Digunakan di SMA 115

digambarkan sebagai objek nyata atau objekfisik dimana disediakan suara, gambar ataukeduanya untuk merangsang indera selamapengajaran (Agina-Obu, 2005). Sugiarto (2011)menyatakan buku ajar adalah buku yangdisusun untuk kepentingan prosespembelajaran baik yang bersumber dari hasil-hasil penelitian atau hasil dari sebuahpemikiran tentang sesuatu atau kajian bidangtertentu yang kemudian dirumuskan menjadibahan pembelajaran.

Bahan ajar yang digunakan dalam prosespembelajaran terdiri atas beberapa bentuk.Berikut ini beberapa pengklasifikasian bahanajar mulai dari berdasarkan bentuknya, carakerja, dan sifatnya (Prastowo, 2011) yaitu (1)Menurut bentuknya, terdiri atas bahan ajarcetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandangdengar, dan bahan ajar interaktif, (2) Menurutsifatnya, terdiri atas bahan ajar cetak, bahanajar berbasis teknologi, dan bahan ajar untukproyek, (3) Menurut cara kerjanya, terdiri atasbahan ajar yang diproyeksikan, bahan ajaryang tidak diproyeksikan, bahan ajar komputer,bahan ajar video, dan bahan ajar audio.

Ada dua klasifikasi utama dalam halfungsi bahan ajar, yaitu (1) fungsi bahan ajarberdasarkan pihak yang memanfaatkan bahanajar.Pihak yang memanfaatkan bahan ajar inidibagi dalam dua kategori yaitu: guru dansiswa. (a) Bagi guru atau pendidik, bahan ajarakan dapat memposisikan pendidik sebagaifasilitator, dapat menghemat waktu mengajar,meningkatkan proses pendidikan agar menjadilebih efektif, sebagai pedoman dalam prosespembelajaran, dan sebagai alat evaluasi. (b)Bagi siswa, cara belajar dapat lebih nyamankarena siswa dapat belajar lebih mandiridimana saja dan kapan saja asal sesuaidengan kecepatannya dan sesuai denganurutan yang dipilihnya. Selain itu, bahan ajarjuga berfungsi mengarahkan aktivitasnyadalam proses pembelajaran. (2) fungsi bahanajar menurut strategi pembelajaran yangdigunakan dapat dibedakan lagi menjadi tigamacam yaitu fungsi dalam pembelajaranklasikal, fungsi dalam pembelajaran individual,fungsi dalam pembelajaran kelompok(Prastowo, 2011)

Pentingnya bahan ajar telah diteliti olehbeberapa peneliti.Eniayeju (2005) menjelaskanbahan ajar sebagai material yang menyediakanpengalaman nyata bagi siswa yang inginmeningkatkan intelektualnya. Lebih lanjut, Igwe(2000) menyatakan bahwa bahan ajar

membuat proses belajar mengajar lebih mudahdipahami dan lebih nyata. Peneliti lain yangjuga mengungkapkan pentingnya bahan ajardalam proses pembelajaran siswa yaitu Amodu(2014), Utibe (2015), Bass Kollofel (2012),Emmanuel (2015), Oladejo (2011), Aina (2013),dan Mboto (2011). Bahan ajar jugamemungkinkan siswa dapat mempelajari suatukompetensi dasar atau KD secara runtut dansistematis sehingga secara akumulatif mampumenguasai semua kompetensi secara utuh danterpadu (Depdiknas, 2006). Bahan ajar menjadisarana penting yang digunakan oleh siswaselama proses pembelajaran dan sebagaisumber belajar yang sangat penting, bahanajar diharapkan dapat memenuhi kebutuhansiswa untuk menambah wawasan danmencapai pembelajaran bermakna. Untukmemenuhi hal ini, pemerintah mengharapkankreativitas guru sebagai pendidik untuk mampumengembangkan bahan ajar agar menjadisumber belajar yang tepat dan sesuai dengankebutuhan siswa. Seperti yang tercantumdalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun2005 Pasal 20, mengindikasikan bahwa gurudiharapkan untuk dapat mengembangkanBahan Ajar. Harapan ini kemudian dipertegasdalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional(Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentangStandar Proses yang antara lain mengaturtentang perencanaan proses pembelajaranyang mensyaratkan bagi pendidik pada satuanpendidikan untuk mengembangkan rencanapelaksanaan pembelajaran (RPP). Adapunsalah satu elemen dalam RPP adalah sumberbelajar.

Sesuai dengan uraian di atas, dapatdinyatakan bahwa guru diharapkan mampumemiliki sikap yang kreatif dan inovatif dalammengembangkan bahan ajar sesuai dengankarakteristik dan kebutuhan siswanya.Bahanajar yang digunakan merupakan bahan ajaryang mampu membelajarkan siswa.Bahan ajaryang dikembangkan guru seharusnya dapatmenjawab atau memecahkan masalah ataupunkesulitan belajar.Di dalam bahan ajar terdapatsejumlah materi yang sulit untuk dipelajarisiswa ataupun dibelajarkan guru. Kesulitantersebut dapat terjadi antara lain disebabkanmateri tersebut bersifat abstrak, rumit, danasing. Untuk mengatasi kesulitan tersebut perludikembangkan bahan ajar yang tepat. Apabilamateri pembelajaran yang akan disampaikanbersifat abstrak, maka bahan ajar harusmampu membantu siswa menggambarkan

Page 126: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

116 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

sesuatu yang abstrak tersebut, misalnyadengan penggunaan gambar, foto, bagan,ataupun skema. Apabila materi pembelajarancukup rumit, maka harus dapat disajikandengan cara sederhana, sesuai dengan tingkatberpikir siswa.Penguasaan Konsep

Menurut Rosser (Dahar, 2011), konsepadalah suatu abstraksi yang mewakili satukelas obyek-obyek, kejadian-kejadian,kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan,yang mempunyai atribut-atribut yang sama.Orang mengalami stimulus yang berbeda-beda,maka orang membentuk konsep sesuai denganpengelompokkan stimulus dengan caratertentu. Oleh karena konsep-konsep itu adalahabstraksi-abstraksi yang berdasarkanpengalaman dan tidak ada dua orang yangmempunyai pengalaman persis sama, makakonsep-konsep yang dibentuk orang mungkinberbeda juga. Walaupun konsep yang dibentukitu berbeda, tetapi konsep itu cukup serupauntuk dapat dikomunikasikan denganmenggunakan nama-nama atau atribut-atributpada konsep-konsep tersebut yang telah dapatditerima bersama. Dengan kata lain bahwasuatu konsep merupakan suatu abstraksimental yang mewakili satu kelas stimulus-stimulus. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa suatu konsep telah dipelajari, bila yangdiajarkan dapat menampilkan perilaku-perilakutertentu.Dalam hal ini, Penguasaan konsepdapat diartikan sebagai kemampuan siswadalam memahami fisika secara ilmiah, baikkonsep secara teori maupun penerapannyadalam kehidupan sehari-hari. Seorang siswadikatakan telah menguasai konsep apabila iamampu mendefinisikan konsep,mengidentifikasi, dan memberi contoh, ataubukan contoh dari konsep, sehingga dengankemampuan ini ia bisa membawa suatu konsepdalam bentuk lain yang tidak sama denganbuku teks. Dengan penguasaannya seorangsiswa mampu mengenali prosedur atau prosesmenghitung yang benar dan tidak benar sertamampu menyatakan dan menafsirkan gagasanuntuk memberikan alasan induktif dan deduktifsederhana baik secara lisan, tertulis, ataumendemonstrasikan (BSNP, 2006). Jadi, jikasiswa sudah menguasai konsep fisika denganbaik maka siswa tersebut akan mampumembawa konsep tersebut ke dalam bentukpersoalan lain yang ada hubungannya dengankonsep itu.Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalahdianggap penting dalam pembelajaran IPAsecara khusus fisika. Hal ini tertulis dalamPermendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwapada tingkat SMA/MA, pelajaran fisikadipandang penting untuk diajarkan sebagaimata pelajaran tersendiri dengan beberapapertimbangan. Pertama, selain memberikanbekal ilmu kepada peserta didik, matapelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahanauntuk menumbuhkan kemampuan berpikir yangberguna untuk memecahkan masalah di dalamkehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaranfisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebihkhusus yaitu membekali peserta didikpengetahuan, pemahaman dan sejumlahkemampuan yang dipersyaratkan untukmemasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggiserta mengembangkan ilmu dan teknologi.Dalam permendiknas tersebut jelas tertuangbahwa target dalam pembelajaran fisika adalahmampu memahami konsep dan memilikikemampuan pemecahan masalah (problemsolving) yang baik. Namun pada kenyataannya,pencapaian siswa di sekolah masih jauh dariyang diharapkan. Hasil belajar siswa padatingkat kognitif masih di bawah standar dantentu saja pencapaian kognitif yang rendahakan menghasilkan pemecahan masalah yangrendah juga. Hal ini dibuktikan dari hasil testyang dilakukan Henny (2014) di salah satuSMA di kota Bandung dimana skor rata-ratapencapaian hasil test penguasaan konsepsiswa sebesar 30% dari skor ideal. Hal yangsama terjadi pada hasil perolehan skor siswaketika diberikan test pemecahan masalah(problem solving) di salah satu SMA di kotaBandung dimana pencapaian skor rata-ratakelas sebesar 20% dari skor ideal. Hasiltemuan peneliti melalui observasi jugamenunjukkan bahwa rata-rata kemampuankognitif siswa dalam mata pelajaran fisika yangdiperoleh dari nilai UTS sebesar 60.Nilai inimasih di bawah standar kelulusan minimal.Soal test yang diberikan guru dalam ujian jugahanya berorientasi pada kognitif berupa soalhitungan tanpa membekalkan siswakemampuan pemecahan masalah.

Omosewo (1980) menyatakan bahwacara terbaik untuk membantu siswa dalambelajar adalah dengan membawa merekaberhadapan langsung dengan objek ataufenomena dalam konsep yang dipelajari.Ketikaobjek dalam kehidupan nyata tidakmemungkinkan, maka alternatif bagi guruadalah menggunakan representasi.Menurut

Page 127: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Merta Simbolon, dkk, - Analisis Materi Ajar Fisika Yang Digunakan di SMA 117

Rosengrant, Etkina & heuvalen (2006)representasi merupakan sesuatu yangmewakili, menggambarkan atau menyimbolkanobjek dan atau proses sehingga dalam suatukonsep dapat disajikan dalam berbagai bentuk.Representasi ini membantu guru dalammenyampaikan pembelajaran secara lebihefektif dan bermakna kepada siswa yangmemiliki kemampuan memahami konsep dalamrepresentasi yang berbeda sehingga siswadapat menerima, memahami,mempertahankan,dan mengaplikasikan pengalaman belajarnyauntuk mencapai tujuan pendidikan secarakeseluruhan.

Berdasarkan masalah yang diidentifikasidi atas, maka perlu dilakukan pengembanganbahan ajar menggunakan multimodusrepresentasi yang berorientasi padapenanaman kognitif dan pembekalankemampuan pemecahan masalah siswa SMA.Multi Representasi

Dalam proses terjadinya fenomena fisika,terdapat berbagai besaran fisis yang salingberkaitan sehingga dalam menjelaskanbesaran fisis yang saling berkaitan tersebut,dibutuhkan berbagai representasi yangberbeda atau yang disebut multi representasi.Menurut Waldrip (2008) multi representasiadalah sebuah konsep yang dijelaskan dalamberbagai representasi yang meliputi verbal,grafik, matematis, dan simbol.Menurut Dabutar(2007), seseorang yang membaca/memahamiteks yang disertai gambar, aktivitas yangdilakukanya adalah memilih informasi yangrelevan dari teks, membentuk representasiproporsional berdasarkan teks tersebut, dankemudian mengorganisasi informasi verbalyang diperoleh ke dalam mental model verbal.Dalam pembelajaran, siswa memilih informasiyang relevan dari gambar, lalu membentukimage dan mengorganisasi informasi visualyang dipilih ke dalam mental mode visual.Menurut Schnotz dan Bannert dalam Dabutar(2007), pemahaman melalui teks dan gambardapat mendukung pembentukan mental modemelalui berbagai route (yang juga ditunjangoleh latar belakang pengetahuan sebelumnyaatau prior knowledge).

Menurut Ainsworth (1999), berbagairepresentasi tersebut perlu dipadukan menjadisebuah integrasi kuat yang disebut multimodusrepresentasi. Multimodus didefenisikan olehPrain dan Waldrip (2006) sebagai penggunaanmode yang berbeda untuk menghadirkanpenalaran dan temuan ilmiah. Representasi ini

berupa representasi deskriptif (verbal, grafik,tabel eksperimen, matematika, diagrampiktorial, dan kinestetik untuk menggambarkansebuah konsep atau proses. Denganrepresentasi yang terintegrasi, siswa akan lebihmudah memahami konsep sebab ketika kurangmemahami dengan satu representasi, makasiswa akan terbantu dengan representasi lainyang masih terintegrasi. Setiap siswa memilikikemampuan representasi yang berbedasehingga dalam memahami konsep tidak bisadigunakan hanya satu representasi.

METODE PENELITIAN

Dalam studi pendahuluan penelitian ini,data dikumpulkan secara deskriptif dan melaluitest. Untuk mengetahui persepsi guru dansiswa terhadap bahan ajar yang digunakan disekolah, peneliti melakukan wawancara semiterstruktur. Peneliti juga mengambil datatentang penguasaan kognitif siswa dari hasilujian UTS yang terbaru sedangkan untuk hasilpemecahan masalah siswa, peneliti melakukanuji test tertulis. Untuk mengetahui secaramendalam proses pembelajaran siswa, penelitijuga melakukan analisis terhadap bahan ajaryang selama ini digunakan oleh guru dan siswadalam pembelajaran serta analisis terhadapsoal-soal ujian yang diberikan guru. Data akandisajikan secara deskriptif berupa pemaparanmengenai hasil wawancara maupun analisissedangkan untuk hasil penguasaan kognitif dankemampuan pemecahan masalah akandisajikan dalam bentuk data kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Terhadap Bahan AjarBahan ajar yang digunakan oleh guru

dan siswa dalam proses pembelajaranselama ini hanyalah bahan seadanya yangdisumbangkan oleh pemerintah. Gurubidang studi fisika di sekolah tersebutmenyatakan belum ada inisiatif dari sekolahuntuk meminta siswa membeli buku lainyang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.Berdasarkan analisis yang dilakukan penelititerhadap bahan ajar yang digunakan dalamproses pembelajaran tersebut, terdapatbeberapa kekurangan, diantaranya:a. Isi dan penyajiannya kurang sesuai

dengan tuntutan dalam kurikulum fisikadimana siswa diharapkan mampu bukanhanya memahami konsepnya tetapi

Page 128: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

118 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

mampu menggunakannya dalampemecahan masalah. Bahan ajar yangdigunakan hanya berorientasi padapenguasaan konsep dengan penyajianrumus-rumus fisika beserta turunannya.Namun, meskipun berorientasi padapenguasaan kosep, konsep yangdisajikan juga masih kurang mendalam.Penyajian hanya sebatas pemberianinformasi ringkas mengenai materi yangtertulis dalam judul. Ada banyak konsepfisika dalam bahan ajar tersebut yangbahkan langsung menyajikan rumus danpengerjaan soal latihan tanpa pengantardarimana asalnya persamaan tersebutditemukan.Temuan Kesidau & Roseman,2002 juga menyatakan kritikan merekayang menunjukkan bahwa materi-materidalam bahan ajar yang banyak digunakanmencakup topik berlevel rendah, hanyaberfokus kepada teknik kosa-kata, gagaluntuk mempertimbangkan prioritas utamasiswa tentang sains, miskin akanpenjelasan sains yang berhubungandengan kejadian dunia yang nyata, danmemberikan siswa sedikit kesempatanuntuk mengembangkan suatu penjelasandari sebuah kejadian. Masalah lain yangditemukan yaitu materi yang diterimasiswa selama pembelajaran seringkalihanya berupa konsep-konsep tanpamengetahui manfaatnya dalampemecahan masalah fenomena fisikapadahal banyak fenomena fisika yangsangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

b. Bahan ajar yang digunakan dalampembelajaran tersebut juga tidakmembekalkan siswa dalam kemampuanpemecahan masalah. Bahan ajar tersebuttidak melatihkan siswa tahap-tahapdalam penyelesaian masalah denganmenggunakan konsep yang telahdiberikan sebelumnya. Padahal sepertiyang tertulis dalam Permendiknas Nomor22 tahun 2006 bahwa dalam tingkatSMA/MA, fisika bukan hanya diharapkanmampu menguasai konsep sajamelainkan juga harus memilikikemampuan pemecahan masalah sebabkemampuan ini dianggap penting untukdimiliki siswa dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari.

c. Setiap siswa memiliki kemampuanmenggunakan representasi dalammemahami konsep yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, sebuah bahan ajar yangbaik hendaknya memuat beberaparespresentasi yang terintegrasi dalammenjelaskan tiap-tiap konsepnya.Namun, hal ini tidak ditemukan dalambahan ajar yang digunakan siswa danguru. Bahan ajar tersebut kebanyakanhanya memuat representasi verbalberupa teks dan representasi matematisdalam menuliskan persamaan-persamaan matematisnya. Sementararepresentasi yang lain khususnya yangbersifat visual sangat minimpenggunaannya. Padahal penggunaanrepresentasi visual seperti gambar,diagram, grafik, dan tabel akan sangatmenarik perhatian dan minat siswa dalammembaca dan mempelajarinya. Selainitu, tentu saja akan sangat membantusiswa yang memiliki kemampuanrepresentasi visual dalam memahamikonsep tersebut.

2. Analisis Terhadap Hasil Wawancaraa. Guru

Berdasarkan wawancara dengan guru,peneliti memperoleh beberapa temuan,diantaranya: guru-guru yang mengajar disekolah tersebut khususnya dalambidang fisika tidak pernah melakukanpengembangan bahan ajar sesuaidengan karakteristik dan kebutuhansiswanya. Bahan ajar yang digunakanhanyalah bahan ajar seadanya yangtersedia di perpustakaan hasilsumbangan dari pihak pemerintah.Meskipun guru tersebut mengakumenyadari kekurangan-kekuranganbahan ajar tersebut, namun belum adausaha untuk mengembangkan bahan ajarlain atau sekedar mengusulkanpenyediaan bahan ajar lain yang lebihsesuai ke pihak kurikulum sebagaipengambil keputusan di sekolah.Kenyataan lain yang ditemukan penelitiadalah bahwa tidak semua siswa yangmemiliki bahan ajar berupa buku karenaketerbatasan jumlah yang diberikan olehpemerintah ke sekolah. Sebagian siswayang tidak mendapat buku, harusmenggunakan buku lain yang ada diperpustakaan sekolah hasil pemberianatau sumbangan dari alumni-alumnisekolah tersebut. Bahkan ketika ditelusurilagi, ada seluruh siswa dalam satu kelasyang bahkan tidak memiliki buku

Page 129: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Merta Simbolon, dkk, - Analisis Materi Ajar Fisika Yang Digunakan di SMA 119

pembelajaran.Keterbatasan,ketidakseragaman, dan ketidaklengkapanbahan ajar tentu menjadi hambatan besardalam proses pembelajaran.

b. SiswaHasil temuan yang diperoleh penelitidalam wawancara dengan siswa yaitu:sikap siswa yang merasa bosanmembaca buku pelajaran yang digunakandalam proses pembelajaran. Buku fisikatersebut lebih banyak memuat rumus-rumus dan kurang dalam penyajianfenomena fisika dan pembekalanpenggunaan konsep tersebut dalampenyelesaian masalah.Siswa mengakubahwa ketika dihadapkan dengan soal,mereka tidak paham harus menggunakankonsep mana dan bagaimana caramenyelesaikannya.Hal ini menunjukkankurangnya pelatihan dalam pembekalankemampuan penyelesaianmasalah.Dalam wawancara dengansiswa yang tidak memiliki buku fisika dikelas, diperoleh temuan bahwa kesulitansiswa dalam memahami konsep fisikasemakin bertambah. Selama prosespembelajaran, mereka hanyamengandalkan penggunaan LKS yangtentu saja sangat minim denganpemaparan konsep tetapi fokus padakumpulan soal-soal. Hal ini juga berakibatpada ketergantungan siswa denganpenjelasan konsep dari guru di kelas.

3. Analisis Terhadap Hasil Testa. Kemampuan Kogntif

Untuk hasil kemampuan kognitif siswa,peneliti mengambil data dari hasil UjianTengah Semester (UTS) siswa yangterbaru. Dari hasil test tersebut diperolehtemuan bahwa rata-rata hasilkemampuan kognitif siswa sebesar 50.Nilai ini masih berada di bawah KKMhasil belajar yang ditentukan sekolahsebesar 75. Hal ini tentu erat kaitannyadengan permasalahan dalam bahan ajarsiswa dan proses pembelajaran di kelas.

b. Kemampuan Pemecahan MasalahKetika peneliti menganalisis soal-soalujian yang diberikan guru kepada siswa,bentuk soal tersebut hanya berupa soalhitungan yang mengharapkanpemanfaatan rumus-rumusfisika.Kenyataan ini didukung oleh

pernyataan siswa dalam wawancarabahwa memang soal seperti itulah yangselalu mereka kerjakan dan latihkan. Soalyang berorientasi pada perhitunganseperti ini tentu tidak bisa mewakiligambaran kemampuan pemecahanmasalah siswa sehingga penelitimelakukan test pemecahan masalahuntuk mendapatkan hasil yang lebihakurat. Instrumen soal yang digunakandalam test ini terdiri atas 8 butir soal yangmenguji kemampuan siswa dalammemecahkan masalah berdasarkan datadan masalah, memberi alasan terhadapsolusi yang diberikannya, memberikanstrategi dan alasan atas strategi yangdipilihnya, dan mendeskripsikanpermasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Temuan yang diperoleh dari hasiltest tersebut adalah perolehan skorkemampuan pemecahan masalah siswahanya 20 % dari skor ideal. Nilai inisangat jauh dari yang diharapkan.Hampirdi semua aspek skor siswa rendah baikdalam memberikan alasan, menawarkansolusi, maupun dalam mendeskripsikanmasalah.Kenyataan ini tentu sejalandengan pembelajaran yang diterimasiswa yang tidak membekalkankemampuan pemecahan masalah, bahanajar yang berorientasi pada kemampuankognitif, dan soal latihan yang hanyamelatihkan hitungan-hitungan matematis.

PENUTUPBahan ajar dan guru memiliki interaksi

yang sangat penting dengan peserta didik.Olehkarena itu, kedua unsur ini haruslah dijagakualitasnya sesuai dengan harapan dankebutuhan siswa. Jika bahan ajar yangdisediakan di sekolah tidak sesuai dengankarakteristik dan kebutuhan siswa, maka gurusebagai fasilitator dalam proses pembelajaranharus melakukan pengembangan bahan ajaryang menyesuaikan dengan orientasipembelajaran yang ditargetkan dalam fisika.Ada banyak teknik-teknik pengembanganbahan ajar yang dapat dipilih oleh guru. Guruharuslah lebih kreatif dan inovatif dalammelaksanakan proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Agina-Obu, T.N. (2005). The Relevance ofInstructional Materials in Teaching and

Page 130: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

120 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Learning in Robert-Okah.I & Uzoeshi,K.C. (Ed). Theories are Practice ofTeaching, Port Harcourt: HareyPublication

Aina. (2013). Instructional Materials andImprovisation in Physics Class:Implications for Teaching and Learning.IOSR Journal of Research & Method inEducation (IOSR-JRME). Volume 2,Issue 5

Ainsworth, S. (1999).The functions of multiplerepresentations. Computers &Education, 33(2-3), 131-152

Amodu, (2014). Towards Effective Teaching ofPhysics Through the Use of RelevantInstructional Materials.InternationalJournal Of Multidisciplinary SciencesAnd Engineering, Vol. 5, No. 3

Chingos, M. M dan Whitehurst, G. J.(2012).Choosing Blindly InstructionalMaterials, Teacher Effectiveness, AndThe Common Core: Brown Centre

Dabutar, J. (2007). Pengaruh MediaPembelajaran terhadap Hasil Belajar.UPI

Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar.Jakarta. Erlangga

Emmanuel. (2015). Influence ofImprovisedteaching InstructionalMaterials on Chemistry Students’Performance in Senior SecondarySchools in Vandeikya LocalGovernment Area of Benue State,Nigeria.International Research inEducation Vol. 3, No. 1

Eniayeju, I. E. (2005).Improvisation of EffectiveLearning of Physics: The AsabaEducation Technical and ScienceEducation Journal, 1 (1), 92-93

Henny. (2014). Penerapan PembelajaranGeneratif dengan Strategi ProblemSolving untuk MeningkatkanPemahaman Konsep dan KemampuanPemecahan Masalah Siswa SMA padaMateri Fluida Statis. Tesis PendidikanIPA Pascasarjana UPI

Igwe, I. O., Arop, B. A. & Ibe, J. O. (2013).Problems of Improvising InstructionalMaterials for the Teaching and Learningof Chemistry.STAN Annual Conference

Irwandani (2014).Multi Representasi SebagaiAlternatif Pembelajaran Dalam Fisika.Disertasi IAIN Raden Intan Lampung

Kesidou, S., & Roseman, J. E. (2002).How welldo middle school science programsmeasure up? Findings from Project2061’s curriculum review.Journal ofResearch in Science Teaching, 39(6)

Kollofel, B. (2012). Exploring The RelationBetween Visualizer–VerbalizerCognitive Styles And Performance WithVisual Or Verbal Learning Material.Elsevier, Computer and Education

Mboto, F. A., Ndem, N. U. & Stephen, U.(2011). Effects of Improvised materialson Student’s Achievement andRetention of the Concept ofRadioactivity.African ResearchReview,An International Multi-DisciplinaryJournal, Ethiopia, 5(1), 342-348

Oladejo, M. A., Olosunde, G. R., Ojebisi, A. O.& Isola, O. M. (2011). InstructionalMaterials and Student AcademicAchievement in Physics, Some PolicyImplications. European JournalofHumanities and Social Science, 2(1),187-190

Omosewo, I.A. (1980). Vocational Education inNigeria, Lagos.Longman Publication

Prastowo, A. (2013). Panduan Kreatif MembuatBahan Ajar Inovatif.Jakarta: Diva Press

Rosengrant, D., E. Etkina, and A.V. Heuvelen.(2005). inProceedings of the 2005PERC. AIP Conference :Proceedings

Sugiarto. (2011). Landasan PengembanganBahan Ajar. Materi WorkshopPenyusunan Buku Ajar Bagi DosenPoliteknik Kesehatan KemenkesSemarang

Utibe, (2015). Problems of improvisinginstructional materials for the teachingand learning of physics in akwa ibomstate secondary schools, nigeria. BritishJournal of Education Vol.3, No.3

Waldrip, B, dkk. (2010). Using multi-modalrepresentations to improve learning injunior secondary science. Internationaljournal of science education 40: 65-80

Page 131: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGARUH PENERAPAN MODEL ICARE(INTRODUCTION, CONNECT, APPLY, REFLECT, AND EXTEND) TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA SMK

Mis MuhartiMahasiswa Megister Pendidikan Fisika, SPs UPI

Emai: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan pembelajarandengan menggunakan model ICARE dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa.Metode penelitian yang digunakan adalah pre-experimental dengan desain penelitian one-group pretest-posttest yang dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan NegeriKabupaten Bangka Tengah dengan sampel siswa kelas X Teknik Sepeda Motor semester 2pada tahun ajaran 2014/2015. Instrumen tes kemampuan kognitif pada materi elastisitasberbentuk uraian. Pengumpulan data dilakukan dengan pretest dan posttest untukmengukur peningkatan kemampuan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan penerapanmodel ICARE dapat meningkatkan kemampuan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari N-Gainkemampuan kognitif sebesar 0,66. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model ICAREefektif dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa.

ABSTRACT

This research aimed to get an overview of the application of learning by using ICAREmodels in improving students' cognitive abilities. The research method used was pre-experimental of research design with one-group pretest-posttest were conducted in oneVocational High School of Central Bangka regency with a sample of class X MotorcycleEngineering 2nd semester in the academic year 2014/2015. Cognitive ability testinstruments on the elasticity of the material in the form of a description. Data was collectedby pretest and posttest to measure improvements in cognitive ability. The results showedthe application of ICARE models can improve cognitive abilities. It can be seen from the N-Gain cognitive ability by 0.66. It can be concluded that the application of the model ICAREeffective in improving students' cognitive abilities.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : Cognitive Abbility, Model ICARE

PENDAHULUAN

Pembelajaran dalam kurikulum 2013mengkedepankan pengalaman personalmelalui observasi, asosiasi, bertanya danmengkomunikasikan yang berpusat padapeserta didik. Dalam era gelobalisasi padasaat ini, sangat dibutuhkan sumber dayamanusia yang berkualitas tinggi yangdiharapkan mampu bersaing dengan bangsalain. Terwujudnya sumber daya manusia yangberkualitas tinggi tidak terlepas dari jalurpendidikan. Sekolah Menengah Kejuruan

merupakan salah satu jalur pendidikan yangdapat mewujudkan hal tersebut.

Fisika merupakan salah satu pelajaranyang ada pada SMK teknologi. Fisika adalahilmu yang mempelajari tentang kejadian alam,pembelajaran ini memungkinkan penelitiandengan percobaan, pengukuran apa yangdidapat, menyajikan secara matematis, danberdasarkan peraturan-peraturan umum(Druxes, 1986).

Agar ilmu fisika dapat diterima dandiserap oleh siswa, maka peran seorang gurufisika bukanlah untuk menstransfer

Page 132: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

122 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

pengetahuan yang telah ia miliki kepadasiswa, tetapi lebih sebagai mediator danfasilitator yang membantu siswa agar dapatmengkonstruksi pengetahuan mereka secaracepat dan efektif (Suparno, 2013). Hal inisejalan dengan Inhelder & Piaget yangmengungkapkan bahwa belajar sainsmerupakan suatu proses konstruktif yangmenghendaki partisipasi aktif siswa (dalamDahar, 2011).

Kenyataan menunjukkan bahwapembelajaran fisika pada umumnya masihmenggunakan metode ceramah. Guru lebihmendominasi kegiatan pembelajaran. Haltersebut merupakan salah satu penyebab hasilbelajar peserta didik rendah terlihat dari masihbanyaknya nilai kemampuan kognitif pesertadidik yang berada dibawah Kriteria KetuntasanMinimal (KKM).

Menurut Sudjana (2005) hasil belajarsiswa hakikatnya adalah perubahan tingkahlaku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalampengertian yang luas mencakup ranah kognitif,efektif, dan psikomotor. Ketiga ranah tersebutyang banyak dinilai oleh guru adalah ranahkognitif. Ranah kognitif menurut Sudijono,

adalah ranah yang mencakup kegiatan mental(otak), ranah ini berkaitan dengan kemampuanpara peserta didik dalam menguasai isi bahanpengajaran, mencakup penggunaan konsepdan kaidah yang telah dimiliki, terutama bilasedang menghadapi suatu problem (dalamNurhayati, 2015).

Kemampuan kognitif menurut taksonomiBloom yang direvisi Anderson dan Kratwohlada dua dimensi yaitu dimensi pengetahuandan dimensi proses kognitif. Dimensipengetahuan terdiri dari: pengetahuan faktual,pengetahuan konseptual, pengetahuanprosedural, pengetahuan metakognitif. Dimensiproses kognitif terdiri dari mengingat(remember), memahami (understand),menerapkan (apply), menganalisis (analyze),menilai (evaluate), dan berkreasi (create).

Model ICARE merupakan modelpembelajaran yang berpusat pada siswa.Model ICARE memiliki lima tahapan yangmerupakan kepanjangan dari Introduction,Connect, Apply, Reflect, dan Extend.Komponen dasar dari model ICARE yangdikembangkan Hoffman dan Ritchie terdapatdalam Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan Model ICARE(Byrum, 2012)

Tahapan KeteranganIntroduction The introduction section places the module within the

context of the course and clearly states objectives,prerequisites, motivation, and other orientation materials

Connect The connect section is for presenting new information tothe learner as facts, concepts, and/ or processes tostudents with real world examples

Apply The section allows the learner to apply the informationlearned in “connect” to real world tasks or assignments.

Reflect The reflect section allows student to articulate what theyhave learned in the previous sections through

Extend Allows students to further their knowledge with optionallearning activities and materials.

Dalam model ICARE siswamengkontruksi pengetahuannya sendiri danguru hanya menjadi fasilitator. Hal inibersesuaian dengan pendapat Anagnostopoulo(2002) yang menyatakan bahwa pembelajarandengan model ICARE, penekanannyadifokuskan pada tahapan “apply” dan/atau“reflect”, sehingga pendekatannya lebih kearah pendekatan konstruktivis dan gurumenjadi fasilitator.

Tujuan dari penelitian ini adalah Untukmendapatkan gambaran tentang peningkatan

kemampuan kognitif siswa sebagai efekpenerapan pembelajaran model ICARE.METODE

Penelitian ini dilakukan denganmengunakan metode eksperimen awal ataupre-experimental. Metode ini dipilih sesuaidengan tujuan penelitian yang hanya inginmelihat efek penerapan model ICARE(Introduction, Connect, Apply, Reflect, AndExtend) terhadap peningkatan hasil belajarkemampuan kognitif. Desain penelitian yang

Page 133: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Mis Muharti, - Pengaruh Penerapan Model ICARE 123

digunakan adalah one-group pretest-postest(Fraenkel, 2012). Dalam desain one-grouppretest-posttest kelompok subjek tunggal diberipretest/tes awal (T), perlakuan (X), danposttest/tes akhir (T). Instrumen pada saatpretest dan posttest sama, tetapi diberikandalam waktu yang berbeda.

Sampel penelitian adalah siswa kelas XTeknik Sepeda Motor di salah satu sekolahmenengah kejuruan di Bangka Tengah.

Teknik pengumpulan data menggunakaninstrumen tes kemampuan kognitif yangdikembangkan sendiri dalam bentuk uraian.Teknik pengembangan instrumen teskemampuan kognitif yang dilakukan sebelumproses pembelajaran adalah validitas isi olehpakar (judgment expert), uji reliabilitas, dayapembeda, dan tingkat kemudahan.

Teknik analisis data dilakukan dengancara melihat perubahan positif dari hasil tesawal dan tes akhir yang dinyatakan dengannilai rata-rata N-gain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peningkatan kemampuan kognitif siswadiidentifikasi dari hasil tes awal dan tes akhirsiswa setelah pembelajaran dengan modelICARE dengan menggunakan perhitunganrata-rata gain yang dinormalitas <g>.Peningkatan kemampuan kognitif siswadigambarkan pada diagram skor rata-rata tesawal, tes akhir dan N-gain kemampuan kognitifterlihat pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwasiswa mengalami peningkatan kemampuankognitif, dengan persentase skor rata-ratasebelum pembelajaran adalah 8,44 menjadi69,06 dari skor ideal 100 setelah pembelajarandengan model ICARE. Hasil perhitungan rata-rata N-gain menunjukkan bahwa peningkatankemampuan kognitif siswa sebesar 0,66 yangberada pada kategori sedang. Hasil penelitiantersebut hanya untuk melihat peningkatankemampuan kognitif siswa bukan untuk melihatkeunggulan dari model ICARE karenapenelitian ini hanya menggunakan satu kelassehingga tidak dapat untuk dibandingkan.

Peningkatan yang terjadi menunjukkanbahwa siswa telah mengalami proses belajarmengajar. Sejalan yang dikemukakan olehGagne (dalam Dahar, 2011), belajarmerupakan suatu proses dimana organismeberubah prilakunya yang diakibatkan olehpengetahuan. Hasil belajar tersebut dapatberupa pengetahuan, keterampilan, sikap dannilai, adaptasi dengan lingkungan danperkembangan pemikiran.

Penerapan model ICARE dalampembelajaran menunjukan bahwa pembelajardengan dapat meningkatkan kemampuankognitif. Hal ini sejalan dengan penelitian yangdilakakukan Maskur (2012), bahwapembelajaran menggunakan strategi ICAREdalam pembelajaran di SMA 2 Kudus,menunjukkan bahwa siswa yang mendapatskor > KKM (73) sebesar 93,33%.

8,44

69,06

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Tes Awal Tes Akhir

Rat

a-ra

ta S

kor

Kem

ampu

anK

ogni

tif

0,66

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

<g>

Rat

a-ra

ta G

ain

yang

dino

rmal

isas

i

Gambar 1. Diagram persentase rata-rata perolehan skor kemampuan kognitif siswa pada tesawal, tes akhir, dan rata-rata gain yang dinormalisasi <g>

PENUTUP Berdasarkan tujuan penelitian dan hasilmaka dapat disimpulkan bahwa model ICARE

Page 134: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

124 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

yang diterapkan dalam pembelajaran dapatmeningkatkan kemampuan kognitif siswa.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan :a) perlu ada kelas kontrol atau pembandinguntuk melihat efektifitas dari model ICARE.Saran ini ditujukan untuk peneliti, mahasiswaLPTK (Lembaga Pendidikan TenagaKependidikan), dan guru-guru fisika.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, W.L. & David, R.K. 2001. Ataxonomi for learning, teaching andasessing. A revision of bloom’staxonomy of educational objectives.USA: Addison Wesley Longman.

Anagnostopoulo, K. 2002. Designing to learnand learning to design: An overview ofinstructional design models. [Online].Tersedia di:http://www.jiscinfonet.ac.uk/InfoKits/effective-use-of-VLEs/resources/ltsn-instructional-design-models/view.Diakses 25 Februari 2015.

Byrum, D. 2013. Instructional moduledevelopment using the ICARE modelwith novice designers. In R. McBride &M. Searson (Eds.), Proceedings ofSociety for Information Technology &Teacher Education InternationalConference (hlm. 5016-5022).Chesapeake, VA: Association for theAdvancement of Computing inEducation (AACE).

Dahar, R.W. 2011. Teori-teori belajar. Jakarta:Erlangga.

Druxes, H. 1986. Kompendium didaktik fisika(Terjemahan). Bandung: Remaja Karya.

Fracnkell,J.R dan Wallen,N. 1993. How todesign and evaluate research ineducation, N.Y:Mc.Graw Hill.

Maskur, A., Budi, W., & Rochmad. 2012.Pembelajaran matematika denganstrategi icare beracuan konstruktivismeuntuk meningkatkan kemampuanberpikir kreatif materi dimensi tiga.Journal of Primary Educational, 1(2),hlm. 85-90.

Nurhayati, D.S. 2015. Penerapan PembelajaranIPA Terpadu Tipe SHARED BerbasisPraktikum untuk MeningkatkanKemampuan Kognitif danMendeskripsikan Sikap TerhadapScience Siswa SMP. Tesis padaUniversitas Pendidikan Indonesia: TidakTiterbitkan.

Suparno, P.SJ. 2013. Metodologi pembelajaranfisika kontruktivistik & menyenangkan.Yogyakarta: Penerbit USD.

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil ProsesBelajar Mengajar. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Page 135: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR FISIKA UMUM BERBASIS INKUIRI DANBLENDED LEARNING

Motlan1*, Karya Sinulingga2, dan Jurubahsa Sinuraya3

FMIPA, Universitas Negeri MedanEmail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan bahan ajar fisika umum berbasisinkuiri blended learning untuk meningkatkan capaian kompetensi mata kuliah fisika umum I.Tahapan yang dilakukan dalam kegiatan ini diadaptasi dari model disain Dick dan Careyyaitu: mengidentifikasi tujuan instruksional, melakukan analisis instruksional, menganalisiskarakteristik peserta didik dan konteks, merumuskan tujuan khusus pembelajaran,mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan memilih bahan ajar,merancang dan melaksanakan evaluasi formatif, dan melakukan revisi bahan ajar. Isibahan ajar ini dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan inkuiri. Pelaksanaan evaluasiformatif dilaksanakan melalui empat tahapan, yaitu: (1) uji para ahli berjumlah 3 orang, (2)uji perorangan berjumlah 3 orang mahasiswa, (3) uji kelompok kecil berjumlah 15 orangmahasiwa, dan (4) uji kelompok besar berjumlah 30 orang mahasiswa. Instrumenpengumpul data digunakan angket, dan tes hasil belajar. Berdasarkan hasil analisis danpembahasan data yang diperoleh dari uji coba, bahan ajar fisika umum berbasis inkuiri danblended learning bahan ajar fisika umum berbasis inkuiri dan blended learning secarakeseluruhan sudah penilaian penilaian yang baik, dan layak digunakan sebagai bahan ajar.dan peningkatan capaian kompetensi adalah cukup efektif (<g> 0,62>.

ABSTRACT

The main objective of this research was to produce physics teaching material bases inquiryblended learning. The material was used to improve the competence achievement onsubject General Physics I. The steps which has carried out in this activity was adapted fromdesign model Dick and Carey : identify instructional objectives, analyze instructional,analyze the characteristics of students and context, formulate the specific goals of learning,developed and choose teaching materials, design and implement formative evaluation, andrevise teaching materials. The contents of the teaching materials was equipped with inquiryquestions. Implementation of formative evaluation was carried out in four steps : (1) testing3 experts (2) testing individual testing totalling 3 students (3) testing small group totalling 15students and (4) testing the large group totalling 30 students. The instruments for gettingdata were questionnaire and achievement test. Based on analysis and discussion of datafrom test, the teaching materials of general physics based on inquiry and blended learninghad been given a good assesment and it was fit to use as material teaching. Theimprovement of competence achievement was quite effective (<g>0,62)

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Teaching Material, Based on Inquiry, and Blended Learning

PENDAHULUAN

Penguasaan pengetahuan, konsep, danprinsip fisika, keterampilan mengembangkanpengetahuan, keterampilan dan sikap percaya

diri dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi merupakansalah satu tujuan pembelajaran fisika yangtercantum dalam kurikulum fisika SMA/MA

Page 136: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

126 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

tahun 2013. Tujuan tersebut menuntut tigaaspek pendidikan yang diajarkan yaitu aspekkognitf, keterampilan, dan sikap. Sedangkankompetensi yang akan dicapai oleh mahasiswaadalah mampu menerapkan metode ilmiahuntuk menyelidiki fenomena alam, sertamenerapkan konsep, prinsip, dan hukum dalamcakupan materi fisika umum dalammemecahkan persoalan-persoalan fisikasederhana.

Salah satu pendekatan untuk mencapaikompetensi tersebut adalah, pedekatanpembelajaran yang berpusat pada mahasiswa(student center learning/SCL ). Sejak tahunajaran 2008/2009 Unimed mewajibkanmenerapkannya, kemudian disempurnakandengan penguatan pada soft skill, namunupaya perbaikan belum dapat menghasilkankompetensi Fisika Umum yang optimal. Hal initergambar pada DPNA Fisika Umum tahunajaran: 2009/2010, 2010/2011. 2011/2012,dan2012/2013, dan 2013/2014 secara rata-rataadalah <70 (belum kompeten).

Belum optimalnya kompetensi tersebutdisebabkan oleh berbagai faktor antara lainbahan ajar Fisika Umum yang digunakanmahasiswa masih dalam bentuk buku cetak,isinya cenderung masih berorientasi”kognitif”mahasiswa, sehingga pemanfaatannya masihterbatas.

Upaya peningkatan capaian kompetensiFisika Umum telah dilakukan oleh Motlan, dkk.,(2012) melalui pengembangan disain metodeinkuiri berbasis blended learning. Uji validasiskor rata-rata tes kompetensi adalah 71,96 (lebih besar dari skor standar minimal yaitu 70).

Strategi inkuiri adalah rangkaiankegiatan pembelajaran yang menekankan padaproses berpikir secara kritis dan analitis untukmencari dan menemukan sendiri jawaban darisuatu masalah yang dipertanyakan (Nurhadi,2014). Kegiatan inkuiri dapat meningkatkankemampuan mahasiswa untuk belajar (Gulo,2002).

Beberapa kelebihan strategi inkuiri adalah:(a) lebih menekankan kepada pengembanganaspek kognitif, afektif dan psikomotor secaraseimbang, (b) memberikan ruang kepadamahasiswa untuk belajar sesuai dengan gayabelajar, (c) dapat melayani kebutuhan yangmemiliki kemampuan di atas rata-rata, (d)dapat mengembangkan kemampuan berpikir,dan (e) kriteria keberhasilan prosespembelajaran dengan menggunakan metodepembelajaran inkuiri bukan ditentukan olehpenguasaan materi pelajaran, akan tetapi juga

aktivitas mencari dan menemukan sesuatumelalui proses berpikir (Sanjaya, 2006).Strategi inkuiri dapat melibatkan secaramaksimal seluruh kemampuan-kemampuanuntuk mencari dan menyelidiki secarasistematis, kritis, analisis. Penggunaan teknikpendekatan masalah dapat merumuskanpenemuannya sendiri Juliarti (2007).Kurangnya pengetahuan dan pengalamanmahasiswa dalam berinkuiri, diperlukanpengalaman belajar tambahan dari sumber lainselain pengalaman belajar di kelas yaitu darisitus-situs yang ada di internet, atau bahan ajarlain yang di dalamnya ada kegatan berinkuiri,lembar kegiatan mahasiswa berbasis inkuiri,dan lain sebagainya (Motlan, dkk, 2012).

Kegiatan belajar dapat dirancang di luartatap muka melalui pengembangan bahan ajarberbasis inkuiri dan selanjutnya di upload kebeberapa situs atau web site yang ada diinternet. Perpaduan bahan ajar berbasis inkuiri(bahan cetak) dan bahan ajar berbasis inkuiriyang di upload di web site dinamakan bahanajar berbasis inkuiri dan blended learning.

Graham yang dikutip oleh Ates (2009)menjelaskan tiga alasan pemillihan strategipembelajaran berbasis blended learningsebagai salah satu bentuk pembelajaran, yaituuntuk: (a) memperbaiki kualitas pendidikan, (b)meningkatkan jumlah layanan dan bersifatfleksibel, dan (c) mengurangi biaya.

Beberapa manfaat dari penerapanpembelajaran berbasis blended learningadalah: (a) proses belajar mengajar tidakhanya tatap muka, tetapi menambah waktupembelajaran dengan memanfaatkan teknologidunia maya (internet) (b) memudahkan danmempercepat proses komunikasi non-stopantara pengajar dan mahasiswa. (c)mahasiswa dan pengajar dapat diposisikansebagai pihak yang belajar. (d) membantuproses percepatan pengajaran. Kekurangannyaadalah belum tersedia bahan ajar yangberkaitan dengan strategi inkuiri dan websiteyang ada di internet. Oleh karena itu sangatdiperlukan dan mendesak dilakukan kegiatanpengembangan bahan ajar berbasis inkuiri danblended learning beserta perangkat pendukunglainnya yang dibutuhkan.

METODE

Jenis penelitian ini adalah adalahResearch and Development (penelitian danpengembangan). Metode inkuiri dan belendedlearning diadaptasi dari model disain Dick dan

Page 137: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Motlan, dkk, - Pengembangan Bahan Ajar Fisika Umum 127

Carey (2009) dengan tahapan: (1) analisiskompetensi, (2) analisis karakteristikmahasiswa, (3) analisis sumber belajar (4)merumuskan tujuan pembelajaran, (5)mengembangkan tes, (6) mendesain strategipembelajaran, (7) mengembangkan bahan ajar(8) Merencanakan dan melaksanakan tesformatif.

Tes formatif bertujuan untukmendapatkan kelemahan-kelemahan disainbahan ajar fisika umum berbasis blendedlearning yang digunakan untuk merevisimetode inkuiri berbasis blended learningsehingga produk yang dihasilkan menjadi lebihbaik dari sebelumnya.

Pelaksananaan tes formatif ini inidilaksanakan melalui empat tahapan, yaitu: (1)review oleh ahli bidang studi; (2) evaluasi satu-satu, (3) uji coba kelompok kecil, dan (4) ujicoba kelompok besar/lapangan.

Instrumen yang digunakan untukpengumpulan data adalah angket dan teskompetensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengembangan bahan ajar fisikaumum I berbasis inkuiri dan blended learning :1) Analisis Kompetensi

Analisis kompetesi dilakukan terhadapGBPP/Silabus Mata Kuliah Fisika Umum I yangterdapat dalam GBPP/Silabus Fisika ProdiPendidkan Fisika FMIPA Unimed. kompetensiyang dianalisis hanya yang berkaitan denganaspek kognitif.

2) Analisis Karakteristik MahasiswaAnalisis karakteristik mahasiswa yang

dimaksud dalam penelitian ini terbatas pada 3(tiga) bagian, yaitu: (1) pencatatan dokumennilai ujian nasional (UNA) mata pelajaranFisika, dan (2) tes kemampuan awal fisika, dan(3) persepsi mahasiswa terhadap kebutuhaninternet dalam pembelajaran fisika.

Hasil analisis menggambarkan bahwa nilaiujian nasional (UN) kurang berkontribusiterhadap nilai pretes fisika umum. Sebanyak90% nilai UN kedua kelompok sampel sudahmencapai nilai 70 (nilai standar minimal untuklulus mata kuliah, sedangkan nilai pretes fisikaumum I tidak ada satu orang mahasiswa (0%)dari kedua kelompok mencapai nilai 70.

Persepsi mahasiswa terhadap pentingnyaIT/ICT adalah baik,. sebahagian besarresponden mahasiswa (58%) menyatakan

menggunakan internet dalam penyelesaiantugas-tugas yang diberikan dosen, oleh karenaitu bahan ajar yang berkaitan dengan internetperlu dikembangkan.

3) Analisis Sumber BelajarSumber belajar yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah buku ajar fisika umum I,situs internet, dan sumber lain yang relevan.Bahan ajar fisika umum I dan situs internetyang ditetapkan oleh dosen merupakansumber belajar wajib untuk menyelesaikantugas-tugas yang telah dituliskan dalamkontrak perkuliahan mata kuliah fisika umum I.

4) Merumuskan tujuan pembelajaranRumusan tujuan pembelajaran yang

dihasilkan dalam kegiatan ini terbatas padaaspek kognitif yang diadaptasi dari teori kognitifBloom. Pemilihan aspek didasarkan pada hasiltes kompetensi 3 tahun terakhir masih sangatrendah. Tes kompetensi yang digunakan masihterbatas pada aspek kognitif.

5) Mengembangkan tes dan tugasmahasiswaTes kompetensi fisika umum

dikembangkan berdasarkan rumusankompetensi dasar yang telah dirumuskansebelumnya. Jumlah tes kompetensi yang telahdikembangkan adalah 3 jenis tes, teskompetensi 1 berjumlah 25 soal, teskompetensi 2 berjumlah 20 soal, dan teskompetensi 3 berjumlah 25 soal. Bentuk tesadalah pilihan berganda dengan 5 lima pilihanjawaban.

6) Disain Strategi PembelajaranStrategi pembelajaran yang digunakan

mengacu pada strategi inkuiri, hakekat sains,dan prinsip blended learning. Urutan utamaadalah: membuat pertanyaan yang dapatmengarahkan mahasiswa melakukan inkuiri,merumuskan hipotesis oleh mahasiswa,mengumpulkan data, menguji hipotesis danpembahasan, membuat kesimpulan,prensentasi atau mengkomunikasi-kan hasilpenyelidikan.

7) Mengembangkan bahan ajarPengembangan bahan ajar fisika umum I

berbasis inkuiri dan blended learning mengacukepada rumusan kompetensi, karakteristikmahasiswa, dan kondisi belajar. Bahan ajarberbasis inkuiri dan blended learning yang

Page 138: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

128 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

dimaksudkan dalam adalah bahan ajar dalambentuk buku cetak. Struktur utama bahan ajaryang telah dikembangkan adalah: materipokok, kompetensi, penjelasan konspep materipokok bahan ajar, contoh-contoh soal,pertanyaan-pertanyaan inkuiri, soal-soallatihan, format penyusunan laporanpenyelidikan, dan lainnya yang relevan.Beberapa bagian penting dari bahan ajartersebut diupload pada sebuah situs internalyang dapat dikases oleh mahasiswa sesuaipetunjuk yang dibuat dalam kontrakperkuliahan.

8) Merencananakan dan melaksanakan tesformatif

Tes formatif bertujuan untukmendapatkan kelemahan disain metode inkuiriberbasis blended learning, kemudian dilakukanrevisi.

Tes formatif dilaksanakan melalui empattahapan, yaitu: (a) review oleh ahli bidangstudi; (b) evaluasi satu-satu, (c) uji coba

kelompok kecil, dan (d) uji coba kelompokbesar/lapangan.a. Reviewer Ahli.

uji coba perangkat-bahan ajar yangtelah dihasilkan melibatkan tiga orang reviewerahli yaitu 1) ahli materi , 2) ahli strategi, dan 3)ahli media. reviewer merupakan dosen tetapdi jurusan Fisika FMIPA Universitas NegeriMedan dan dosen tetap Jurusan TeknikBangunan FT Universitas Negeri Medan.

Aspek-aspek yang dinilai oleh ketigareviewer ahli terhadap bahan ajar yangdihasilkan adalah relevansi, keakuratan,kelengkapan sajian, kesesuaian dengankosnep SCL, penggunaan bahasa,keterbancaan dan inovasi isi bahan ajar. Hasilpenilaian dari ketiga reviewer ahli diharapkanmempunyai kesamaan walaupun latarbelakang keahlian diantara ketiga reviewer adaperbedaan.

Hasil penilaian ketiga reviewer ahlidigambarkan seperti yang terdapat padaGambar 1.

Gambar 1. Skor Penilaian Reviewer

Ketiga reviewer ahli mempunyaipenilaian yang sama terhadap bahan ajarberbasis inkuiri dan blended learning yangtelah Skor ini menunjukkan bahwa bahan ajarberbasis inkuiri dan blended learning Fisikaumum I yang telah dihasilkan melalui kegiatanpenelitian pengembangan sudah layakdigunakan.b) Uji Coba Satu-satu (One-to-One)

Subjek yang dilibatkan dalam evaluasisatu-satu ini adalah mahasiswa berjumlah 3orang yang setara dengan populasi sasaran,

bertujuan untuk menilai dan mengomentariperangkat bahan ajar berbasis inkuiri danblended learning fisika umum I yang telahdikembangkan. Ketiga mahasiswa inimempunyai kemampuan yang berbeda, yaitusatu orang memiliki kemampuan di atas rata-rata (tinggi), satu orang memiliki kemampuanrata-rata (sedang) dan satu orang lagi memilikikemampuan di bawah rata-rata (rendah).Penilaian kemampuan mahasiswa ini diperolehdari dokumentasi DPNA Fisika umum Imahasiswa di Jurusan Fisika FMIPA

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

Diagram 1 skor penilaian reviewer

Penilai I

Penilai II

Penilai III

Page 139: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Motlan, dkk, - Pengembangan Bahan Ajar Fisika Umum 129

Universitas Negeri Medan. Dengan demikianketiga mahasiswa diasumsikan dapat mewakilikemampuan seluruh mahasiswa.

Sebelum memberikan komentar, terlebihdahulu diberikan penjelasan maksud dantujuan pengembangan program ini, serta caramemberikan masukan. Setelah pemberianinformasi (bimbingan) selesai dan sudah jelasbagi mahasiswa maksud dan tujuannya,selanjutnya secara individual ketiga mahasiswadiminta untuk menilai dan memberi komentar isibuku ajar Fisika umum I.

Tujuan dilaksanakannya uji coba satusatu ini adalah untuk mengidentifikasi danmengurangi kesalahan-kesalahan secara nyatayang terdapat dalam bahan ajar fisika umum Iseperti halnya: kesalahan ketik, kata-kata yanghilang, gambar yang tidak sesuai, kesalahanpenggunaan huruf besar atau huruf kecil danuntuk mendapatkan komentar dari mahasiswatentang isi atau materi pembelajaran.c) Uji Coba Kelompok Kecil

Uji coba kelompok kecil melibatkan 10orang mahasiswa yang setara dengan populasisasaran, bertujuan untuk menilai danmengomentari draf bahan ajar berbasis inkuiridan blended learning fisika umum I yang telahdikembangkan. Ke 10 orang mahasiswa inimempunyai kemampuan yang berbeda, yaitu 4orang di atas rata-rata (tinggi), 3 orang memiliki

kemampuan rata-rata (sedang), dan 2 oranglagi di bawah rata-rata (rendah).

Pelaksanaan uji coba kelompok kecildimulai dengan pretes untuk mengetahuigambaran kemampuan awal sebelummenggunakan produk bahan ajar hasil kegiatanpengembangan, pemberian produk bahan ajarkepada mahasiswa untuk dipelajari,memberikan petunjuk penggunaan bahan ajardan tes kompetensi berbasis blended learning.Bahan ajar fisika umum I dan perangkatpendukung lainnya dapat diakses olehmahasiswa. Setelah penggunaan bahandilanjutkan pada seluruh mahasiswa,selanjutnya diberikan tes kompetensi (postes)untuk mengetahui tingkat kompetensi yangdicapainya.

Karena katerbatasan waktu, bahan ajaryang diujikan terbatas pada bahan ajar yangberkaitan dengan keperluan tes kompetensi 1yang memuat materi pokok vektor, kinematika,dinamika dan usaha dan energi. Demikian jugates kompetensi yang diujicobakan dalamkegiatan tahun pertama (tahun 2015) initerbatas pada tes kompetensi 1 dari tiga teskompetensi yang telah dikembangkan.

Adapun deskripsi hasil uji coba kelompokkecil adalah seperti yang terdapat padaGambar 2.

Gambar 2. Skor Ujicoba Kelompok Kecil

Gambar 2 menggambarkan bahwahasil uji kelompok kecil, 10 orang mahasiswauji coba pada materi pokok vektor, kinematika,dinamika dan usaha dan energi: skor terendah45, dan skor tertinggi 70. Gambaran skorpretes untuk tes kompetensi 1 yang telahmencapai standar kompetensi minimalberjumlah 2 orang (20%) , yang belummencapai standar kompetensi minimalberjumlah 8 orang (80%). Berbeda halnya

dengan hasil postes, skor terendah 70 danskor tertinggi 95. Skor postes kesepuluhkesepuluh responden sudah mencapai skorstandar kompetensi minimal. Dengan demikianbahan ajar berbasis inkuiri dan blendedlearning dari sudut pandang kelompok kecilsudah layak digunakan sebagai bahan ajarfisika umum I.

Uji Kelompok Besar

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pretes 70 45 45 50 50 65 60 55 65 70

Postes 90 95 85 85 75 90 80 85 70 95

0

20

40

60

80

100

skor

tes m

ahas

iswa

Page 140: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

130 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

uji kelompok besar bahan ajar berbasisinkuiri dan blended learning beserta caramenggunakannnya diberikan dan dilatihkankepada 30 mahasiswa sebagaimana dalamkelas yang sebenarnya (kelas besar).

Setelah penggunaan bahan ajar diberikankepada seluruh anggota kelompok besar dantelah selesai dipelajari oleh seluruh mahasiswa,selanjutnya diberikan tes kompetensi.

Kemudian diukur kenaikan capaiankompetensi dari skor pretes danmengkaitkannya dengan nilai standar minimalkelulusan yang digunakan oleh Unimed.

Pelaksanaan postes pada kelompok besarsama dengan pelaksanaan pretes, yangberbeda hanya jumlah mahasiswa yang dites.Deskripsi hasil uji coba kelompok besar terterapada Gambar 3.

Gambar 3. Skor Ujicoba Kelompok BesarGambar 3 menunjukkan bahwa seluruh

mahasiswa uji coba kelompok besar mengalamipeningkatan capaian kompetensi setelahmenggunakan bahan ajar berbasis inkuri danblended learning. Peningkatan tersebuttercermin dari peningkatan skor pretes dan skorpostes. skor pretes minimal 45 dan tertinggi75, skor pretes yang belum mencapai standarkompetensi minimal berjumlah 24 orang (28%),dan skor pretes yang mencapai skor standarkompetensi minimal (≥ 70) berjumlah 6 orang(20%). Gambaran skor postes adalah skorminimal 65 dan skor tertinggi 95. Skor postesyang belum mencapai standar kompetesiminimal berjumlah 2 orang (7%), skor postesyang telah mencapai standar kompetensiminimal berjumlah 28 orang (97%).

Efektifitas penggunaan bahan ajarterhadap capaian kompetensi fisika umum Imenggunakan gain normalisasi denganpersamaan yang dikemukanan (Bao, 2006)

scorepretestscoreimum

scorepretestscoreposttestg

max

Skor gain normalisai diperoleh <g> = 0,62 ,cukup efektif dalam meningkatkan kompetensifisika umum I.

Salah satu kelemahan yang dihadapimahasiswa dalam menggunakan blendedlearning adalah ketika mengikuti tes

kompetensi (uji coba kelompok besar) sesuaijadwal yang telah disepakati, karenapenggunaan internet secara bersamaanmenyebabkan kelambatan login sementara ituwaktu berjalan terus. Cara penanggulanganadalah dengan mengatur program waktudimana perhitungan jam ujiannya dihitung dariproses login berhasil.

PENUTUP

Simpulan penelitian adalah: “Bahan ajarfisika umum berbasis ahli menggambarkanbahwa secara keseluruhan sudah memberikanpenilaian yang baik dan layak digunakansebagai bahan ajar fisika umum I. Hasil uji cobaterbatas menggambarkan bahwa bahan ajartersebut cukup efektif untuk meningkatkancapaian hasil belajar.”

Bahan ajar berbasis inkuiri dan blendedlearning dapat digunakan oleh tim dosen fisikaumum dan mahasiswa sebagai salah satu bahanajar alternatif dalam perkuliahan fisika umum.Pemanfaatan blended learning masih mengalamikendala pada saat login. Oleh karena itu disarankankepada mahasiswa agar tetap login secara berulangsampai login berhasil, karena perhitungan waktuujian saat login berhasil sampai batas waktu yangtelah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252827282930

Series 1

Series 2

0102030405060708090

100

Axis

Title

Page 141: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Motlan, dkk, - Pengembangan Bahan Ajar Fisika Umum 131

Ates, A. (2009). The Handbook of BlendedLearning Gllobal Perspective, LocalDesigns. Turkish Online Journl of DistaceEducation. TOJDE Oktober ISSN 1302-1302 Volume 10 Number: 4 Book Review3.

Alberta Learning. (2004), Focus on Inquiry,Canada: the Crown in Right of Alberta,as represented by the Minister ofLearning.

Dick, W., dan Carey,L. (1994). The SystematicDesign of Instruction. New York: HapperCollion Publisher.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar,Jakarta: Erlangga

Heinze, A., and Procter,C. (2003). Reflectionson The Use of Blended Learning.

Juliarti, R. R.S. (2007). Perbedaan HasilBelajar Mahasiswa Yang MenerapkanMetode Inkuiri Dengan MetodePembelajaran Langsung Pada Materipokok besaran Dan Satuan Di Kelas XSemester I SMA Negeri 1 Tanah Jawa,,Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Murni, S. (2007). Upaya Meningkatkan HasilBelajar Mahasiswa Dengan Menerapkan

Metode Inkuiri Pada Pokok BahasanGetaran Dan Gelombang Kelas VIIISemester I SMPN 8 Binjai T,A,2006/2007, Skripsi, FMIPA, Unimed,Medan.

Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaandan Jawaban. Malang: Grasindo

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajara.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tindangan, M. (2007). Implementasi StrategiInkuiri Biologi SMP Serta PengaruhnyaTerhadap Kemampuan Berpikir TingkatTinggi. Didaktika. 8(2),147-154).

Wati, Devi Taulina, Siti Zubaidah, dan SusriyatiMahanal. (2009). Penerapan MetodeInkuiri Dipadu dengan ReciprocalTeaching pada Mata Pelajaran Sainsuntuk Meningkatkan Kemampuan Perpikirdan Aktivitas Siswa Kelas V MadrasahIbtidayah Wahid Hasyim III Malang. JurnalCendekia. 2(1), 11-22.

Winarni, Endang Widi (2009). PengembanganModel Pembelajaran InkuiriTerbimbing dan Masyarakat Belajaruntuk Meningkatkan PemahamanKonsep dan Life Skills Siswa SekolahDasar. Jurnal Pendidikan Dasar. 19(1),1-7

Page 142: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA PEMBELAJARANPERPINDAHAN KALOR MELALUI MULTIMEDIA KOMPUTER

Nur Eli Purnamasari1*, Ida Kaniawati1, Endi Suhendi1, Parsaoran Siahaan1

Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia1*

Email: nur_purnamasari @ymail.com

ABSTRAK

Kemampuan berpikir kritis yang akan ditingkatkan dalam penelitian ini yaitu kemampuanberhipotesis, memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan, menyimpulkan,keterampilan memberikan alasan, serta mencari persamaan dan perbedaan. Tujuan daripenelitian ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi perpindahankalor. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan multimedia komputer karena denganmultimedia komputer dapat menyalurkan pesan serta merangsang kemampuan berpikir danperhatian siswa saat pembelajaran berlangsung. Metode penelitian yang digunakan adalahpre-experimental dengan desain penelitian one-group pretest-posttest design. Subjekpenelitian sebanyak 26 orang siswa di salah satu SMP di kota Bandung. Peningkatankemampuan berpikir kritis siswa diketahui melalui analisis gain ternormalisasi dari skorpretest dan posttest pada setiap pertemuan. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa pada aspek berhipotesis sebesar 0,65 (sedang),memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan sebesar 0,62 (sedang),menyimpulkan sebesar 0,55 (sedang), keterampilan memberikan alasan sebesar 0,56(sedang), serta mencari persamaan dan perbedaan sebesar 0,69 (sedang).

ABSTRACT

Critical thinking ability to be increased in this study is interring hypotheses, select criteria tojudge possible solutions, conclutions, ability to give reasons, and then seeing similaritiesand differences. The purpose of this study to increase critical thinking ability of students inheat transfer learning. To achieve these purpose, used the multimedia computer can delivermessages, stimulate thinking ability, and then respect students when learning takes place.The research method used was pre-experimental with one group pretest and posttestdesign. Research subjects were 26 students at junior high school in Bandung. The resultsfound that the use of multimedia computer can be increased critical thinking ability. It showsthat the value of normalized gain at interring hypotheses of 0,65 (medium), select criteria tojudge possible solutions of 0,62 (medium), conclutions of 0,55 (medium), ability to givereasons of 0,56 (medium), and then seeing similarities and differences of 0,69 (medium).

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: critical thinking ability, multimedia computer, heat transfer

PENDAHULUAN

Pada pelaksanaan pembelajaran di kelas,guru masih mendominasi, sedangkan siswahanya sebagai penerima informasi yangmendengarkan dan mencatat materi yangdisampaikan guru, sehingga kurang melatihkansiswa untuk berpikir kritis. Seharusnyapembelajaran dibuat semenarik mungkinsehingga minat siswa dalam belajar IPA cukup

tinggi. Misalnya, untuk membuat siswa senangdalam belajar IPA, dapat menggunakangambar-gambar dan pola-pola yang menarikyang disenangi siswa melalui multimediakomputer. Selain itu, jika dilihat dari soal tesulangan yang digunakan untuk mengukurketercapaian pembelajaran, jarang sekaliditemukan soal-soal yang mampu mengukurkemampuan berpikir kritis siswa. Soal tesulangan yang digunakan hanya soal hitungan

Page 143: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Nur eli Purnamasari, dkk, - Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 133

yang menuntut siswa hanya sekedarmenghafal rumus, sehingga kemampuanberpikir ktitis siswa sangat rendah.

Pembelajaran dengan bantuanmultimedia komputer diharapkan dapatmenumbuhkan kemampuan berpikir kritissiswa. Selain itu, alasan lain penggunaanmultimedia komputer dalam penelitian ini,berdasarkan penelitian terdahulu. Adapunpenelitian terdahulu yang menyatakan bahwapenggunaan multimedia interaktif padapembelajaran kesetimbangan kimia dapatmeningkatkan penguasaan konsep danketerampilan berpikir kritis siswa (Fathan dkk.,2013, hlm 76).

Kemampuan berpikir kritis sangatdiperlukan dalam proses pembelajaran karenaberkaitan dengan bagaimana siswa berpikirdan mengajukan permasalahan secara kritistentang konsep IPA yang dipelajari.Kemampuan berpikir kritis termasuk ke dalamaspek keterampilan yang perlu dilatihkankepada siswa agar mampu bersaing di tingkatdunia. Tuntutan keterampilan tersebut sejalandengan tujuan mata pelajaran IlmuPengetahuan Alam (IPA) yaitu membudayakankemampuan berpikir kritis. Pembelajaran IPA ditingkat SMP mengutamakan pemberianpengalaman belajar yang mampumenumbuhkan kemampuan berpikir, bersikapdan bertindak ilmiah, serta berkomunikasisiswa (Depdiknas, 2006). Berdasarkan haltersebut, peneliti memanfaatkan pembelajaranmenggunakan multimedia komputer untukmeningkatkan kemampuan berpikir kritis siswapada pembelajaran perpindahan kalor.

Kemampuan Berpikir KritisBerpikir dapat didefinisikan sebagai

proses mental yang dapat menghasilkanpengetahuan. Menurut Orlich (dalam Sidharta,2007, hlm. 27), jika dilihat dari sisi tujuanpembelajaran, ‘berpikir dapat digolongkandalam tiga golongan yang saling terkait yaituberpikir kritis, berpikir pemecahan masalah,dan berpikir kreatif. Karakteristik berpikir kritisditandai dengan adanya berpikir evaluatif,reflektif, logis, dan sistematis.’

Pada dasarnya Ennis (1985, hlm. 68)mengembangkan berpikir kritis ke dalam duaaspek besar yaitu “aspek pembentukan watak(dispositions) dan aspek kemampuan (ability).”Pada penelitian ini, diamati aspek kemampuan(ability) yang meliputi 5 kemampuan berpikirkritis yang terbagi kedalam 5 sub kemampuan

dan 5 indikator berpikir kritis, yaitu memilihkriteria yang mungkin sebagai solusipermasalahan, keterampilan memberikanalasan, mencari persamaan dan perbedaan,berhipotesis, menyimpulkan.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalahmetode pre-experimental. Metode pre-experimental adalah metode penelitian yangdigunakan untuk mengetahui pengaruh suatuvariabel terhadap variabel lain tanpa adanyavariabel kontrol. Oleh karena itu, dalampenelitian ini hanya digunakan satu kelas sajayaitu kelas eksperimen tanpa adanya kelaskontrol. Desain penelitian yang digunakanadalah one-group pretest-posttest design.Adapun tahapan-tahapan penelitian yangdilakukan yaitu studi pustaka, perancanganinstrumen penelitian, uju coba instrumen, tahapimplementasi.

Pada tahap studi pustaka, dilakukanpengumpulan informasi dengan mempelajarikurikulum di SMP yang dijadikan sampelberkaitan dengan karakteristik mata pelajarandan alokasi waktu yang tersedia.

Pada tahap perancangan instrumen,dirancang dengan mengacu kepada StandarKompetensi dan Kompetensi Dasar sertaindikator-indikator pembelajaran dan indikatorkemampuan berpikir kritis.

Pada tahap uji coba instrumen, dilakukanuntuk mengetahui validitas, reliabilitas, dayapembeda, dan tingkat kesukaran dari instrumenyang telah dibuat. Dari hasil uji coba, terdapatbeberapa butir soal yang tidak memenuhisyarat. Selanjutnya, butir soal yang tidakmemenuhi syarat tersebut diperbaiki. Instrumenpenelitian yang telah diperbaiki digunakanuntuk tes awal dan tes akhir siswa.Tahap implementasi, dilakukan pada siswakelas VII salah satu SMP di Kota Bandung.Sebelum pembelajaran dimulai, dilakukan tesawal terlebih dahulu. Kemudian dilakukanpembelajaran dengan bantuan multimediakomputer. Setelah itu, dilakukan tes akhir untukmengetahui peningkatan kemampuan berpikirkritis. Langkah-langkah penelitian yangdilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Data dalam penelitian ini diperolehmelalui kegiatan tes untuk mengetahuipeningkatan kemampuan berpikir kritis. Testerdiri dari 15 butir soal pilihan ganda. Tes inidilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal

Page 144: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

134 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

(pretest) dan tes akhir (posttest). Pengolahandata hasil tes kemampuan berpikir kritis diawali

dengan menghitung skor pretest dan posttest.

Gambar 1. Alur Penelitian

Kemudian, untuk mengetahuipeningkatan kemampuan berpikir kritis,dilakukan pengolahan menggunakanpersamaan gain ternormalisasi <g> yangdikembangkan oleh Hake (dalam Sundayana,2014, hlm. 151) sebagai berikut.

⟨ ⟩ = −−Kriteria gain ternormalisasi dapat dilihat padaTabel 1 berikut.

Tabel 1. Kriteria Gain Ternormalisasi⟨ ⟩ Kriteria(⟨ ⟩) ≥ 0,7 Tinggi0,7 > (⟨ ⟩) ≥ 0,3 Sedang(⟨ ⟩) < 0,3 RendahHake (dalam Sundayana, 2014, hlm. 151)

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengan

kategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhana

Page 145: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Nur eli Purnamasari, dkk, - Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 135

mengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukanpercobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawab

bahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator kemampuan berpikir kritis yangdikembangkan adalah kemampuanberhipotesis, memilih kriteria yang mungkinsebagai solusi permasalahan, menyimpulkan,keterampilan memberikan alasan, serta

mencari persamaan dan perbedaan.Penggunaan multimedia komputer dalampembelajaran perpindahan kalor dapatmeningkatkan ke lima indikator kemampuanberpikir kritis yang dikembangkan. Peningkatankemampuan berpikir kritis dari ke lima indikatordapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peningkatan setiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Keterangan:1. Berhipotesis.2. Memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan.3. Menyimpulkan.4. Keterampilan memberikan alasan.5. Mencari persamaan dan perbedaan.

0,65 0,620,55 0,56

0,69

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

1 2 3 4 5

Gain

Ter

norm

alisa

si

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Page 146: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

136 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Peningkatan yang terjadi pada seluruhindikator kemampuan berpikir kritis yangdikembangkan menunjukkan bahwapenggunaan multimedia komputer dapatmembantu mengembangkan kemampuanberpikir kritis. Hal ini didukung denganpenelitian yang dilakukan oleh Fathan, dkk(2013), yang menyatakan bahwa penggunaanmultimedia komputer pada pembelajaran dapatmeningkatkan keterampilan berpikir kritis. Halini dikarenakan pembelajaran menggunakanmultimedia komputer dapat menyalurkanpesan, merangsang perhatian dan kemauansiswa, sehingga dapat mendorong siswa untuk

terlibat secara aktif selama prosespembelajaran.

Peningkatan kemampuan berpikir kritistertinggi terjadi pada mencari persamaan danperbedaan dengan nilai N-Gain 0,69. Padaawal pembelajaran, siswa masih bingung saatditanya perbedaan antara konduksi dankonveksi. Setelah melihat tayangan animasipada multimedia komputer, siswa dapatmenyebutkan persamaan dan perbedaanantara konduksi dan konveksi. Adapuntayangan animasi yang diperlihatkan padasiswa ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. (a) Pergerakan partikel-partikel zat padat pada peristiwa konduksi; (b) Pergerakanpartikel-partikel zat cair pada peristiwa konveksi

Berdasarkan tayangan animasitersebut, siswa dapat menyebutkan perbedaankonduksi dan konveksi. Adapun jawaban siswa

terkait perbedaan konduksi dan konveksiditunjukkan Gambar 4.

Gambar 4. Jawaban siswa terkait perbedaan konduksi dan konveksi

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data danpembahasan, maka dapat disimpulkan bahwakemampuan berpikir kritis siswa dapatmeningkat dengan bantuan multimediakomputer. Indikator kemampuan berpikir kritisyang paling dikuasai siswa adalah mencaripersamaan dan perbedaan, dengan nilai gainternormalisasi sebesar 0,69 yang menunjukkankategori sedang, sedangkan indikatorkemampuan berpikir kritis yang kurang dikuasaisiswa adalah menyimpulkan, dengan nilai gainternormalisasi sebesar 0,55 menunjukkankategori sedang.

Penggunaan mulimedia komputer padapenelitian yang telah dilakukan, dapat dijadikansalah satu alternatif untuk meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa dalampembelajaran perpindahan kalor. Akan tetapi,kemampuan berpikir kritis yang menjadi acuandalam penelitian harus dipelajari lebihmendalam agar tidak terjadi kekeliruan saatpembuatan instrumen maupun saatpengambilan data penelitian.

(a) (b)

Page 147: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Nur eli Purnamasari, dkk, - Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 137

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Mata Pelajaran Fisika UntukSekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Jakarta:Depdiknas.

Ennis, R.H. 1985. Goals for A Critical ThikingCurriculum. Costa, A.L. (Ed).Developing Minds A Resource Book forTeaching Thinking. Alexandra, Virginia:Assosiation for Supervisions andCurriculum Development (ASCD): 68-71.

Fathan, F., Liliasari., & Rohman, I. 2013.Pembelajaran Kesetimbangan Kimiadengan Multimedia Interaktif untukMeningkatkan Penguasaan Konsep danKeterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA.Jurnal Riset dan Praktik PendidikanKimia, 1 (1), hlm. 76-83.

Sidharta. 2007. Keterampilan BerpikirKompleks dan Implementasinya dalamPembelajaran IPA. Bandung:Departemen Pendidikan Nasional.

Sundayana, R. 2014. Statistika PenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta.

Page 148: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA MENINGKATKAN AKTIFITAS BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEPMELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DI KELAS VIII 6 SMP NEGERI 3

BANDUNG

Prikasih*1, Unang Purwana2, M. Gina Nugraha21SMP Negeri 3 Bandung

2Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPIEmail: [email protected]

ABSTRAK

Rendahnya aktiviitas belajar dan pemahaman konsep diakibatkan oleh ketidak seriusandan motivasi siswa yang rendah. Oleh karena itu perlu adanya inovasi pembelajaran yangdapat meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep yang baik yaitu melaluimodel pembelajaran inkuiri. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas danpemahaman konsep pada materi pembiasan cahaya. Metode yang digunakan yaitupenelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Aktivitas yang diukur yaitu visual, oral, danwriting menggunakan lembar observasi, dan pemahaman konsep menggunakan tes tertulis.Hasil yang diperoleh pada siklus pertama aktifitas visual merupakan aktifitas yang palingtinggi yang dilakukan siswa mencapai 57,68 % dan terjadi peningkatan nilai rata-ratapemahaman konsep 69,27 dengan n-gain sebesar 0,47 (interpetasi sedang). Pada sikluskedua aktifitas visual tetap mencapai yang paling tinggi yaitu sebesar 87,43 % dan nilairata-rata pemahaman konsep 77,78 dengan n-gain 0,63 (interpretasi sedang) sehinggamodel pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktifitas siswa dan dapat meningkatkanpemahaman konsep pembiasan cahaya.

ABSTRACT

Low activity of students and the lack of understanding concepts caused by lack ofseriousness and low motivation of students. Therefore is need for innovation learning thatcan improve student activity and a good undestanding concept, namely through inquirylearning model.The purpose of this research to improve the activity and understanding ofthe concept on light refraction. The method is classroom action research with two cycles.Student activity which measured is visual activity, oral activity, and writing activity, usingobservation sheet and undestanding concept using written test. The results obtained in thefirst cycle is visual activity reaches highest results at 57,68% and the average value ofunderstanding consept increase at 69,27 with n-gain 0,47 (moderate interpretation). Then,in the second cycle, the highest result remains reached by visual activity at 87,43% and theaverage value of understanding concept at 77,78 with n-gain 0,63 (moderate interpretation).The conclusion is inquiry learning model can improve student activity and understandingconcept of light refraction.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: student Activity, Inquiry, Conceptual Understanding

PENDAHULUAN

Proses pembelajaran IPA seyogianyamengacu pada pencapaian tujuanpembelajaran agar tercipta suasana belajaryang aktif, menyenangkan serta berpusat pada

siswa. Berdasarkan data hasil ulangan harianIPA menunjukkan bahwa kemampuan siswakelas VIII.6 dalam memahami konsepcenderung masih tergolong rendah. Hal iniditunjukkan oleh nilai rata-rata dalam aspekmemahami konsep mencapai 65. Siswa dapat

Page 149: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

138 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

menyatakan konsep di luar kepala tetapi tidakmampu memahami maknanya. guru juga masihmenemukan beberapa siswa yang hanyaduduk, diam, kurang konsentrasi bahkan adasiswa yang tidak memperhatikan gurunyasehingga pada saat proses pembelajaranaktifitas siswa tersebut belum optimal danbelum sesuai yang diharapkan. Pada prosespembelajaran di kelas VIII.6 ditemukanbeberapa masalah diantaranya yaitu metodepembelajaran yang kurang tepat sehinggasiswa bersikap pasif, siswa hanya menyimakpenjelasan guru saja tanpa dilibatkan siswasecara aktif. Hal tersebut menyebabkan siswatidak serius melakukan aktifitas pembelajaran.Maka dilakukan penelitian tindakan kelassebagai upaya meningkatkan prosespembelajaran menjadi lebih berkualitas melaluimodel pembelajaran Inkuiri. Dari hasilpenelitian Schlenker dalam Joyce et al (1992 :198) menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapatmeningkatkan pemahaman sains, produktifdalam berpikir kreatif, siswa menjadi terampildalam memperoleh dan menganalisisinformasi. Inti dari pembelajaran inkuiri adalah

siswa dilibatkan dalam penyelidikan nyatadengan menghadapkan mereka pada masalah.Tahapan yang digunakan dalam model Inkuiriadalah Penyajian Masalah (Confrontation withthe problem). Pengumpulan Data (DataGathering verivication), PembuktianPengumpulan data percobaan, Mengatur,merumuskan, menjelaskan. dan TahapanAnalisis Proses Inquiri ( Joyce et al. 1992 :199).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitianini adalah Penelitian Tindakan Kelas(Classroom Action Research). Desainpenelitian ini dikembangkan oleh Kemmis danMc. Taggart.(Arikunto : 2010 : 105) Penelitianini menggunakan sistem spiral refleksi diri yangdimulai dengan perencanaan (planning),tindakan (acting) pengamatan (observing)reflektif (reflecting).Secara skematis modelpenelitian tindakan kelas digambarkan padaGambar 1.

Gambar 1. Model Kemmis & Mc Taggart

Sebelum penelitian dimulai siswadiberikan pretes sebagai acuan awal dalammenentukan seberapa besar kontribusi model

Inkuiri untuk meningkatkan aktifitas belajar danpemahaman konsep. Kemudian dilaksanakanpembelajaran sesuai dengan rencana model

RENCANA

RENCANAYANGDIREVISI

REFLEKSI

TINDAKAN&OBSERVASI

REFLEKSI

RENCANAYANGDIREVISI

TINDAKAN&OBSERVASI

KESIMPULAN

Page 150: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Prikasih, dkk, - Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep 139

Inkuiri, selanjutnya diakhir pembelajaran padasetiap siklus dilakukan postes. Subjek dalampenelitian adalah siswa kelas VIII.6 SMPNegeri 3 Kota Bandung tahun ajaran 2014-2015. Sebanyak 32 orang yang terdiri dari 13orang laki-laki dan 19 orang siswa perempuan.

Untuk mendapatkan data, instrumen yangdigunakan adalah: Instrumen Pembelajaran berupaRPP, bahan ajar dan LKS sedangkan instrumenpenggumpulan data berupa lembar observasiketerlaksanaan pembelajaran, lembar observasiaktifitas belajar dan tes pemahaman konsepsebanyak 15 soa jenisl Pilihan Ganda. Data yangdiperoleh kemudian diolah dan dianalisis denganmenggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif.Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahuipemahanan konsep siswa dalam konseppembiasan cahaya. Data ini berasal dari hasilpretes-postes yang diberikan pada siswasedangkan analisis kualitatif digunakan untuk

menganalisis data oberservasi keterlaksanaanpembelajaran Inkuiri dan aktifitas belajar.

Mengolah data kuantitatif dengan mencari nilaigain ternormalisasi yaitu nilai gain yang diperolehsiswa dengan gain maksimum yaitu gain tertinggiyang mungkin diperoleh siswa.< > = =

(Hake, 1999)Keterangan :<g> = gain ternormalisasiSf = Nilai postesSi = Nilai pretesSI = Nilai Ideal (Nilai Maksimum)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil observasi keterlaksanaan modelpembelajaran Inkuiri di tunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Keterlaksana Model Pembelajaran

No TahapanPembelajaran

Persentasesiklus 1

PersentaseSiklus 2

1 Pendahuluan 83,33 87,50

2 Penyajian-masalah 77,78 100

3 Pengumpulanpembuktian

91,67 100

4 Pengumpulanpercobaan

91,67 100

5 Mengatur, rumus,jelaskan

86,67 100

6 Analisis proses inkuiri 94,44 100

7 Penutup 75,00 100

Rata-rata 86,67 98,33

Berdasarkan data pada Tabel 1 didapatpersentase keterlaksanaan pembelajaran siklus1 tahap Pengumpulan data - pembuktian danpengumpulan data- percobaan 91,67 % baiksekali. Sedangkan tahap penyajian masalahdengan keterlaksanaan 77,78 % kategorisedang. Hal ini disebabkan siswa belumterbiasa melakukan kegiatan demonstrasi didepan kelompoknya dan belum pernahmencoba mengidentifikasi masalah sendiri.Pada siklus 2 masih menggunakanpembelajaran Inkuiri dengan rata-rataketerlaksanaan 98,33 % kategori baik sekali

yang berarti semua tahapan suadah sesuaidengan indikatornya.Berdasarkan data Tabel 2 baik pada siklus 1maupun pada siklus 2 kelompok biru palingtinggi aktifitas belajarnya terlihat darikekompakan serta antusias kelompok yangsangat baik sedangkan kelompok putihmerupakan kelompok yang paling rendahaktifitas belajarnya. Walaupun sudah terlihatadanya perubahan namun masih ada siswayang kurang seius mengikuti pembelajaran.Kelompok kuning merupakan kelompok yangaktifita belajarnta tidak meningkatrekapitulasi

Page 151: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

140 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

hasil observasi aktifitas belajar siklus 1 dapatdilihat dalam Tabel 3.

Tabel 2. Rerata Aktifitas belajar siswaNama

KelompokRata-rata persentaseAktifitas Belajar (%)

Siklus 1 Siklus 2 <g>Pink 55,54 75,56 ,45Kuning 94,42 94,42 0,00Biru 95,54 100 1,00Merah 60 82,23 0,56Orange 93,35 95,35 0,30Putih 47,22 75 0,53

Tabel 3. Persentase rata-rata aktifitas Siklus 1JenisAktifitas

Persentase rata-rata Aktifitas siswa dalamkelompok (%)

Pink Kuning Biru Merah Orange PutihVisual 55 60,42 77,5 37,75 54,17 35,42Oral 63,33 44,43 60 53,33 63,88 61,11Writing 45 56,48 60 65 66,67 50

Tabel 4. Rekapitulasi hasil observasi aktifitas belajar siklus 2

JenisAktifitas

Persentase rata-rata Aktifitas siswa dalamkelompok (%)Pink Kuning Biru Merah Orage Putih

Visual 72,5 92,50 100 91,67 95,83 77,10Oral 73,33 83,31 100 66,67 94,44 66,67Writing 70,00 65,00 100 70,00 91,67 66,67

Pada dasarnya di siklus 2 aktifitas siswaterhadap proses pembelajaran sangat baik, halini terlihat dari peningkatan presentase aktifitasbelajar yang ditunjukkan siswa selama prosespembelajaran. Rata-rata setiap kelompokmengalami perubahan aktifitas belajarnya, baikaktifitas visual, aktifitas oral maupun aktifitasmenulis. Nilai rata-rata Aktifitas visual di siklus1 merupakan paling tinggi yakni sebesar 57,68sedangkan di siklus 2 aktifitas yang palingtinggi dilakukan oleh siswa adalah aktifitasvisual yakni sebesar 88,27. Aktifitas visualmendapat nilai tertinggi dikarenakan padaaktifitas visual paling sering dan paling mudahdilakukan oleh semua siswa. Kegiatan yangtermasuk aktifitas visual diantaranya adalahmengambil, menyiapkan alat, menggunakanalat, mengamati penyelidikan, terlibat aktifdalam pembelajaran.

Pemahaman konsep diukur denganmenggunakan tes yang terdiri dari 15 item dandibatasi hanya pada aspek kemampuanpengetahuan faktual dan konseptual saja.Untuk mendapatkan gambaran peningkatan

aspek kemampuan setiap item ditabulasikandalam bentuk tabel nilai pretes, postes, gaindan gain yang ternormalisasi atau N-gainseperti ditunjukkan pada Tabel 5, Tabel 6, danTabel 7.

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwaPemahaman konsep faktual dengan n-gainsebesar 0,79 (interpretasi tinggi) memperolehpeningkatan yang lebih tinggi dibandingkandengan pemahaman konseptual dengan n-gain 0,31 (interpretasi sedang). TesPemahaman konsep dikakukan pada sietiapakhir siklus untuk menghitung gain yangternormalisasi. Berdasarkan tabel 4.6. Nilairata-rata pemahaman konsep pada siklus 1terlihat ada peningkatan sebesar 34,05dengan N-gain 0,47 interpretasi sedang.Sedangkan di siklus 2 terjadi peningkatansebesar 40,96 dengan N-gain 0,63 interspretasisedang.

Page 152: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Prikasih, dkk, - Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep 141

Tabel 5. Nilai rerata Pemahaman konsep Berdasarkan aspek Pemahaman KonsepNo Aspek Pretes postes Gain <g>1 Faktual 20 29 9 0,752 Konseptual 8 11 3 0,123 Konseptual 13 27 14 0,744 Faktual 6 22 16 0,625 Konseptual 6 11 5 0,196 Faktual 9 30 21 0,917 Faktual 20 32 12 1,008 Faktual 20 32 12 1,009 Konseptual 3 31 28 0,9610 Konseptual 9 32 23 1,0011 Konseptual 19 27 8 0,3512 Konseptual 5 27 22 0,8113 Konseptual 1 24 23 0,7414 Konseptual 13 27 14 0,7315 Faktual 24 30 6 0,75

Tabel 6. Presentase nilai rata-rata tes pemahaman konsepPretes(%)

Postes(%)

Gain(%)

<g>

Faktual 50,77 89,74 38,97 0,79Konseptual 23,61 75,35 51,74 0.31

Tabel 7. Presentase nilai rata-rata tes pemahaman konsep

Pretes (%) Postes %) <g> InterpretasiSiklus 1 35,42 69,47 0,47 SedangSiklus 2 36,82 77,78 0,63 Sedang

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengolahan dananalisis data pada siklus 1 dapat dikatakanbahwa model pembelajaran inkuiri dapatmeningkatkan aktifitas belajar danPembelajaran Inkuiri dapat jugai meningkatkanpemahaman konsep pembiasan cahaya.

Dari hasil penelitian, penulismenyarankan bahwa Inkuiri dapat dijadikansalah satu alternatif model pembelajaran IPA.Selanjutnya supaya penelitiannya jelas dantearah variabel yang ditelitinya tidak terlalubanyak.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S 2010. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Bumi Aksara

Aqib dkk 2013. Penelitian Tindakan Kelas.Bandung : Yrama Widya

Dahar, R.W 1989 Teori-teori Belajar, Jakarta.Erlangga

Hake R.R 1999. Analilizing Change/ GainScorer USA : Departement of PhysicsIndiana Universitywww.physics.indiana.edu

Handayani, B.A 2010, Penerapan strategipembelajaran Inquiri dalampembelajaran IPA untuk meningkatkanpemahaman konsep pada materi sifatCahaya dikelas V SDN Kacapiring KotaBandung, PGSD FIP UPI

Joyce, B. et al 1992. Model of Teaching. 4 nded. Boston, Allyn and Bacon

Jufri, W 2013 Belajar dan Pembelajaran Sains,Bandung, Pustaka Renka Cipta

Majid, A 2005, Perencanaan Pembelajaran,Bandung, Remaja Rosdakarya

Page 153: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

142 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Sanjaya, W 2007. Strategi PembelajaranBerorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta. Kencana Perdana Media Group

Sardiman, A.M (2008), Interaksi dan MotivasiBelajar Mengajar, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada

Trianto, (2012), Mendesain ModelPembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta,Kencana Prenada Media Group

Wasis dkk 2009, Ilmu Pengetahuan Alamuntuk SMP dan MTs Kelas VIII,Departemen Pendidikan Nasional

Zubaidah dkk 2014. Buku Guru IlmuPengetahuan Alam. Jakarta.Depdiknas

Page 154: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR, KOGNITIF DAN KARAKTER PESERTA DIDIKSMP MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS DENGAN MENERAPKAN MODEL

PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE NUMBEREDHEAD TOGETHER (NHT)

Ratna Yuliantina1 , Parlindungan Sinaga21SMP Negeri IX Cimahi

2Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan IndonesiaE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Refleksi terhadap proses pembelajaran pada beberapa tahun terakhir inimenunjukkan bahwa rendahnya aktivitas peserta didik di kelas dalam melakukanpengamatan dan rendahnya kemauan siswa untuk membaca dirumah, tidakmelengkapi catatan, mengandalkan teman saat berdiskusi dan mengerjakan tugas.Selain itu juga ditemukan bahwa rendahnya karakter dalam kedisiplinan, tanggungjawab dan kerja sama dengan teman. Hal tersebut berimbas pada rendahnya hasilbelajar. Permasalahan pembelajaran tersebut dicoba diatasi dengan melakukanpenelitian tindakan kelas (PTK). Hipotesis tindakannya ialah model pembelajaranNHT dapat meningkatkan keaktifan dan karakter peserta didik .Peningkatankarakter dan peningkatan aktivitas siswa tercapai setelah dilaksanakan tindakansebanyak dua siklus. Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwapenggunaan model pembelajaran koperatif tipe NHT membuat peserta didik maubersungguh-sungguh dalam belajar dengan cara membaca buku sumber danmelengkapi catatan, berusaha dalam menyelesaikan tugas, berani bertanya danmengemukakan pendapat serta memiliki karakter positif yang diharapkan sepertidisiplin, tanggung jawab, dan bekerjasama. Demikian pula pemahaman terhadapmateri semakin meningkat sehingga hasil belajar menjadi lebih baik.

ABSTRACT

Reflection on the learning process in the last few years have shown that low activityof students in a class in making observations and the low willingness of students toread at home, do not complete the record, relying on a friend when discussing andwriting tasks. It also found that the lack of character in discipline, responsibility andworking together with friends. This is a low impact on learning outcomes. Learningproblems are being addressed by doing classroom action research (PTK). Thehypothesis is that the learning model NHT actions can enhance the activity andcharacter of learners .Peningkatan character and increase the activity of studentsachieved after the action carried out by two cycles. Based on data from the resultsof this study concluded that the use model of cooperative learning NHT makesstudents want to be serious in learning by reading books source and complete therecord, trying to complete the task, dare to ask and express opinions as well ashaving positive characteristics to be expected such as discipline, responsibility, andcooperation. Similarly, increasing the understanding of the material so that thelearning outcomes for the better.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI BandungKeywords: discovery approach, learning physics, student achievement

Page 155: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

144 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

PENDAHULUAN

Salah satu kompetensi inti (KI) yangterdapat di dalam kurikulum 2013 berkaitandengan karakter, sebagai salah satu upayamencapai tujuan pendidikan nasional. Gurusebagai ujung tombak pelaksana kurikulumadalah penanggung jawab kegiatan prosesbelajar mengajar di kelas melalui pembelajaranyang dikelolanya. Guru juga harus mampumenciptakan kondisi yang memungkinkanpeserta didik dapat saling berinteraksi baikdengan guru maupun dengan teman-temannyayang mampu menumbuhkan karakter terpuji.Karakter siswa yang baik secara psikologidapat menghasilkan prestasi akademik yangbaik pula.

Kendala dalam belajar yang dialami pesertadidik saat ini adalah rendahnya minat belajar.Hal itu salah satunya akibat kemajuan dalamteknologi informatika, yang membuat merekasulit memiliki waktu untuk membaca bukusumber karena waktu luang yang mereka milikidigunakan untuk bermain game atau aktif dimedia sosial. Akibat minimnya informasi yangmereka miliki mengenai materi yang akandipelajari, membuat peserta didik enggan untukbertanya maupun menjawab pertanyaan guru,selain itu mereka tidak memiliki keinginanuntuk menyampaikan pendapat. Hanyapeserta didik tertentu yang beranimengacungkan tangan untuk menjawabpertanyaan guru. Tentu saja hal ini membuatdaya serap sebagian besar peserta yang lainmenjadi rendah karena tidak adanya keaktifanyang dilakukan peserta didik dalammemperoleh pengetahuan.

Karakter peserta didik yang cenderungmengabaikan sikap disiplin dan tanggungjawab, membuat mereka kurang menghormatiguru serta tidak menghargai teman-temannyakarena kecenderungan mengandalkan temandalam menyelesaikan tugas. Tentu hal inisangat mengkhawatir-kan karena peserta didikkita adalah generasi penerus bangsa yangdiharapkan memiliki perilaku ilmiah sepertibersikap rendah hati, memiliki rasa ingin tahu,obyektif, jujur, teliti, cermat, tekun, terbuka,kritis, kreatif, inovatif, dan peduli lingkungan,serta memiliki rasa tanggung jawab baikterhadap dirinya maupun terhadap bangsa dannegara.

Hasil evaluasi yang dilakukan dalam tigatahun terakhir menunjukkan bahwa, terjadirentang nilai yang menyolok antara nilaitertinggi dengan nilai rata-rata di kelas, hal ini

terjadi karena kurang aktifnya peserta didik dantidak terjaganya karakter positif pada diripeserta didik dalam KBM. Tercatat hanyasekitar 3-5 orang (15%) peserta didik di dalamsatu kelas yang mencapai KKM, dan pesertadidik yang memiliki nilai di atas KKM lebihkurang hanya 4 orang (12%). Tanggung jawabdan kedisiplinan peserta didik dalammengerjakan tugas pun masih rendah, akibatkejenuhan dan apatis terhadap pembelajaran.Tugas oleh guru yang seharusnya dikerjakanpeserta didik di rumah, selalu dikerjakan disekolah, baik sebelum KBM dimulai bahkanada juga yang mengerjakan tugas saat KBMsedang berlangsung.

Refleksi terhadap proses pembelajaranyang selama ini dilakukan diperoleh beberapatemuan yang menghambat prestasi belajarpeserta didik terhadap hasil pembelajaran IPAdi SMPN 9 Cimahi, tempat peneliti bertugassebagai pengajar. Dari temuan diperolehbahwa keaktifan peserta didik di kelas sangatrendah demikian pula dengan karakter positifpeserta didik yang kurang diperhatikan, hal iniberimbas kepada rendahnya hasil belajarpeserta didik.

Proses belajar akan bermakna apabilaproses belajar melibatkan keaktifan pesertadidik. Tingkat keaktifan belajar dan karakterpositif yang dapat dilihat antara lain darisemangat belajar, rasa percaya diri, sikapmenghargai saat kegiatan belajar, bertanggungjawab dalam menyelesaikan tugas yangdiberikan tentu dapat menjadi tolak ukur darikualitas pembelajaran itu sendiri

Untuk mengatasi masalah ini, dalampembelajaran akan dicobakan modelpembelajaran koperatif tipe NHT. Pembelajarankoperatif merupakan strategi pembelajaranyang mengutamakan adanya kerjasamapeserta didik dalam kelompok untuk mencapaitujuan pembelajaran. Dalam pembelajarankoperatif tipe NHT mengedepankan aktivitaspeserta didik dalam mencari, mengolah, danmelaporkan informasi dari berbagai sumber,yang akhirnya dipresentasikan di dalam kelas(Rahayu, 2006).

Hipotesis penelitian tindakan kelas iniialah pembelajaran dengan model koperatiftipe NHT dapat membentuk perilaku kerjasama, sikap menghargai, bertanggung jawabterhadap tugas yang diberikan dan dapatmeningkatkan prestasi akademik siswaAdapun sebagai indikator keberhasilan dalampembelajaran ini jika 75% peserta didik aktifmelaksanakan diskusi (berani mengajukan dan

Page 156: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 145

menjawab pertanyaan), 75% aktif mengerjakantugas, 75% melakukan studi pustaka, 75%melengkapi catatan, 75% mengamati torso,75% mengalami perubahan karakter (disiplin,komunikatif, tanggung jawab danbekerjasama), serta 80% dari siswa memilikiprestasi akademik sama atau lebih tinggi dariKKM.

METODE

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 KotaCimahi, dimana lokasi sekolah berada dikecamatan Cimahi Selatan, kota Cimahi.Adapun waktu penelitian dilaksanakan padaminggu pertama dan minggu ketiga bulanAgustus dan minggu kedua bulan Septembertahun 2015. Subyek penelitian adalah pesertadidik kelas IX L SMP Negeri 9 Cimahi dimanajumlah peserta didik ada 30 orang terdiri atas14 orang laki-laki dan 16 orang perempuan.

Penelitian tindakan kelas ini direncanakandalam beberapa siklus secara berkelanjutanpada semester ganjil. Setiap siklus denganmelaksanakan satu kompetensi dasarsebanyak tiga kali pertemuan. Setiap siklusdilaksanakan dengan langkah-langkahperencanaan, pelaksanaan tindakan,pengamatan dan refleksi. Prosedur penelitiandiawali dengan perencanaan, di mana padatahap ini menyusun beberapa format yangdigunakan dalam mengumpulkan data, seperti :membuat rencana pelaksanaan pembelajar-an,membuat tes tertulis sebagai bahan evaluasi,membuat format observasi aktivitas pesertadidik, membuat LKS, membuat angket, danmembuat jadwal kegiatan.

Tahap perencanaan diikuti dengan tahappengamatan/observasi dengan menggunakanformat pengamatan untuk mengamati : situasiKBM, keaktifan peserta didik, karakter rasaingin tahu peserta didik melalui studi pustaka,karakter tanggung jawab, bekerjasama,toleransi peserta didik dalam kelompok.Setelah pengamatan, maka dilakukanpengolahan hasil tes tertulis, hasil observasidan angket, serta melaksanakan refleksi. Untukmelihat keberhasilan pembelajaran inidigunakan lembar observasi. Prosespengamatan dilakukan oleh guru yangbersangkutan dan beberapa observer. Hasilpengamatan dianalisis untuk menentukankeberhasilan penelitian dan merencanakantindakan berikutnya.

Nilai ulangan harian peserta didik diperolehsetelah melakukan ulangan/post test padaakhir proses pembelajaran. Hasil observasi danulangan harian peserta didik pada siklus kesatudibandingkan dengan siklus-siklus selanjutnya.

Kegiatan belajar mengajar dalam bentukkoperatif tipe NHT pada siklus 1 dilaksanakanpada minggu pertama sampai dengan mingguke tiga bulan Agustus 2015. Penelitian dimulaidengan diberikannya pre test pada pertemuanpertama untuk mengukur sejauh manakemampuan awal peserta didik di kelas IX-L.Setelah pre test, dilaksanakan pembagiankelompok dan pemberian tugas untukmelakukan studi pustaka yaitu mempelajarimateri sistem ekskresi. Peserta didik jugamendapatkan informasi mengenai penilaiansikap yang akan dilakukan. Dengan diberikanpenugasan membaca dan pemberian informasipemberlakuan nilai, maka peserta didikmemiliki motivasi untuk meningkatkan keaktifandan menjaga karakter positif yang diharapkan.

Pada pertemuan kedua, peserta didikmelaksanakan model pembelajaran kopera-tiftipe NHT, setiap peserta didik bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan guru tapisaling bekerja sama dalam kelompoknya untukmencapai tujuan pembelajaran. Pertemuanketiga, selain masih melakukan penilaianterhadap keaktifan dan karakter juga dilakukanpenilaian berupa post test dimana soal-soal tesyang pernah diberikan pada peserta didik saatpre test. Hal ini digunakan untuk mengukursejauh mana pemahaman materi yang telahmereka dapatkan dengan melakukanpembelajaran menggunakan modelpembelajaran koperatif tipe NHT.

Adapun untuk menghitung nilai rata-ratakelas pada masing-masing siklus,digunakanrumus :

(Sudjana, 2009)Keterangan :

X = Rata-rata kelas∑X = Jumlah seluruh skorN = Banyaknya siswa

Untuk menghitung ketuntasan belajar secaraindividu, digunakan rumus :

(Usman Syamsudin, 2010 : 30)

Page 157: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

146 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Untuk menghitung ketuntasan belajar klasikal,digunakan rumus :

(Mulyasa, 2004)Untuk menghitung keaktifan dan karakterpeserta didik di kelas, digunakan rumus:

P(%) = Keaktifan/karakter peserta didik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas dari siklus 1 yangmeliputi kegiatan tindakan pembelajaran terdiriatas tiga kali pertemuan, sehingga dapatmelihat dan mengukur : aktivitas peserta didik,karakter peserta didik, aktivitas guru selama

tindakan pembelajaran, dan hasil belajarpeserta didik

Pada siklus 1 keberhasilan aktivitasterlihat pada kegiatan peserta didik dalammengerjakan tugas (96,5%) danmemperhatikan guru saat memberikanpenjelasan (93,1%). Adapun kedisiplinanmengerjakan tugas tepat waktu mencapai96,6%. Namun demikian pada siklus 1 tidakada peserta didik yang mencapai ketuntasanbelajar. Nilai yang diperoleh di bawah 75. Halini terjadi karena peserta didik belumtermotivasi untuk mengamati torso atau carta,melakukan studi pustaka, berdiskusi denganteman satu kelompok, bertanya pada guru atauteman, mendengarkan jawaban atau pendapatteman, dan mengemukakan pendapat. Selainitu, karakter peserta didik dalam halberkomunikasi, tanggung jawab, danbekerjasama masih sangat rendah. Hasilevaluasi ditunjukkan pada Tabel 1 hinggaTabel 3.

Tabel 1. Persentase Aktivitas Peserta Didik dalam kelompokNo. Aktivitas yang diamati Siklus I1. Mengamati torso/charta 27,5%2. Melakukan studi pustaka 51,7%3. Mengerjakan tugas 96,5%4. Berdiskusi dengan

kelompok51,7%

5. Melengkapi catatan 41,3%

Tabel 2. Persentase aktivitas peserta didik di kelasNo. Aktivitas yang diamati Siklus I1. Memperhatikan guru

yang memberikanpenjelasan

93,1%

2. Bertanya pada guru atauteman

51,7%

3. Mendengarkan jawabanatau pendapat teman

62%

4. Mengemukakanpendapat

10,3%

Tabel 3. Persentase Karakter Peserta DidikNo. Karakter yang diamati Siklus I1. Disiplin 96,6%2. Komunikatif 58,6%3. Tanggung jawab 31%4. Bekerjasama 68,9%

Refleksi Siklus Pembelajaran ISetelah dilakukan siklus pembelajaran I,

maka dilakukan diskusi bersama observer

untuk menemukan masalah-masalah saatpembelajaran. Masalah tersebut antara lain:guru kurang memperhatikan aktivitas peserta

Page 158: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Nurahman, dkk, - Penerapan Pembelajaran Fisika Berorientasi 147

didik secara merata, peserta didik masihmengandalkan temannya saat mengerjakantugas dalam pembuatan laporan kelompok,banyaknya peserta didik yang tidak melengkapicatatan, 85% peserta didik langsung membacaLKS bukan membaca bahan ajar atau bukupaket sebagai buku sumber dalammelaksanakan pembelajaran, kurang rincinyatugas yang diminta pada peserta didiksehingga peserta didik bersikap pasif, tidakmelakukan pengamatan torso ataupunmelakukan kegiatan eksperimen. keterampilanberkomunikasi peserta didik yang terbatassehingga kesulitan untuk mengajukanpendapat, serta rasa segan untuk bertanya danmenjawab, guru harus lebih memotivasipeserta didik, agar dapat membuat kesimpulansendiri dari proses pembelajaran yangdilakukan, guru harus lebih berperan dalampenguatan sehingga dapat meningkatkanperhatian dalam belajar, tingginya bebankognitif menyebabkan 100% peserta didik tidakmengalami ketuntasan saat post test, karenaitu guru harus mengacu pembelajaran sesuaiindikator.

Kelemahan-kelemahan ini didiskusikanbersama observer, sehingga menghasilkanbeberapa perbaikan yang dapat dijadikanbahan bagi peneliti untuk mengadakanperubahan, diantaranya : lebih memotivasipeserta didik untuk meningkatkan minatmembaca, mengajak peserta didik untukmelengkapi catatan, meminta peserta didikuntuk lebih aktif, selalu menjaga karakter baikyang telah dimiliki, melakukan perubahandalam pembuatan LKS dan soal evaluasidengan mengacu pada indikator dalam silabus.

Siklus Pembelajaran IIPada siklus II, kegiatan dibagi menjadi tiga

kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, gurumenyampaikan tujuan dan manfaatmempelajari sistem koordinasi. Guru jugamenyampaikan kegiatan belajar yang dilakukanyaitu koperatif tipe NHT, di mana peserta didikmasih bersama kelompok pada siklus I. Gurumeminta peserta didik untuk lebih aktif maubertanya, menjawab, membantu teman yangkesulitan, membaca informasi dari berbagaisumber belajar serta melengkapi catatan. Gurumemuji peserta didik yang telah berperansangat baik dalam proses pembelajaran sertamenampilkan perubahan karakter.Penghargaan berupa pujian dan reward

diharapkan dapat membuat peserta didik untuklebih termotivasi sehingga dapat memberikanhasil yang baik.

Pada pertemuan pertama, guru memintapeserta didik untuk membaca dan melengkapicatatan mengenai sistem reproduksi sebagaibahan untuk pertemuan yang kedua.Pertemuan kedua diawali dengan pemberianpujian terhadap peserta didik yang sudahmembaca dan melengkapi catatan padaminggu lalu. Kegiatan dilanjutkan denganmeminta peserta didik berada dalam kelompokyang sama, untuk melaksanakan tahapeksplorasi, di mana peserta didik membahaspenyakit yang menyerang sistem reproduksidengan membaca dari berbagai sumber.Peserta didik menger-jakan soal sesuai dengannomor yang ditugaskan.

Pada tahap eksplorasi, terlihat adanyapeningkatan aktivitas dari masing-masinganggota kelompok. Banyak peserta didik yangmengajukan pertanyaan baik pada temandalam kelompok maupun guru, dan banyakjuga peserta didik yang mau membantu temanyang kesulitan dalam mengerjakan tugas yangdiberikan.

Pada tahap elaborasi, peserta didikdengan nomor yang sama maju ke depan danmenyampaikan hasil tugasnya sebagai bahanpresentasi. Terlihat karakter yang menonjolyaitu disiplin, bekerja sama, dan kemampuanberkomunikasi yaitu menyampaikan hal yangdiketahui serta mendengarkan teman saatmenyampaikan suatu pendapat.

Tahap konfirmasi peserta diminta untukmembuat kesimpulan sendiri, peserta didikyang tahu dapat menyampaikan kesimpulandari pembelajaran yang didapat pada hari itu.Guru memberikan reward dan penguatan,memberi kesempatan untuk bertanya danselalu memotivasi peserta didik agar terusbelajar.

Pada siklus 2 peserta didik yang mencapaiketuntasan belajar ada 24 orang (80%)

Refleksi siklus Pembelajaran IIPeserta didik lebih aktif dan mengalami

perubahan karakter yang cukup menonjol.Mereka lebih berani menyampaikan pendapatkarena diberi kebebasan memahami materi dariberbagai sumber belajar, melengkapi catatandan mau membaca materi yang akan dipelajarimembuat mereka memiliki rasa percaya dirisaat mengerjakan soal evaluasi sehinggamendapatkan hasil evaluasi yang mereka

Page 159: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

148 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

harapkan. Hal ini terjadi juga karenapengurangan beban kognitif di manarancangan LKS dan soal-soal evaluasi dibuatsesuai dengan indikator.

Berikut ini Tabel 4 hingga Tabel 6 yangmenggambarkan persentase aktivitas pesertadidik selama belajar dalam kelompok maupundi dalam kelas, maupun persentase karakterpesertase didik.

Tabel 4.Persentase Aktivitas Peserta Didik Dalam kelompokNo. Aktivitas yang

diamatiSiklus

ISiklus

II1. Mengamati

torso/charta27,5% 96,5%

2. Melakukan studipustaka

51,7% 75%

3. Berdiskusi dengankelompok

51,7% 93,1%

4. Melengkapi catatan 41,3% 93,1%

Tabel 5. Persentase Aktivitas Peserta Didik Di KelasNo. Aktivitas yang diamati Siklus

II1. Bertanya pada guru atau

teman75,8%

2. Mendengarkan jawabanatau pendapat teman

86,3%

3. Mengemukakan pendapat 79.3%

Tabel 6. Persentase Karakter Peserta DidikNo. Karakter yang diamati Siklus II1. Komunikatif 75,8%2. Tanggung jawab 93,1%3. Bekerjasama 89,6%

PENUTUP

Berdasarkan temuan dan analisis datayang diperoleh saat melakukan penelitiantindakan kelas di kelas IX L SMP Negeri 9Cimahi, dapat disimpulkan bahwapermasalahan rendahnya prestasi akademikaktivitas dan karakter siswa dapat dapatditingkatkan hingga mencapai indikator yangditetapkan dengan melakukan pembelajaranIPA menggunakan model pembelajarankooperatif tipe NHT sebanyak dua siklusdengan tiap siklus terdiri dari tiga pertemuan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2004. Guru dalam ProsesBelajar Mengajar, Bandung : SinarBaru Algesindo.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. PsikologiBelajar, Jakarta : Rineka Cipta.

Hasibuan dan Moedjiono. 2006. Proses BelajarMengajar. Bandung : PT. RemajaRosda Karya.

Https://bundanouf.blogspot.com. 2013. AnakPendiam-Pasif di Kelas.Https://ekokhoerula.blogspot.com. 2013.

Aktivitas Belajar Siswa.Https://herdy07.wordpress.com. 2009. Model

Pembelajaran NHT.

Page 160: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN INQUIRYMELALUI METODE PICTURE AND PICTURE

(Penelitian Tindakan Kelas di kelas VII SMPN 9 Cimahi tahun 2015)

Rina Rochmiati*1 , Saeful Karim2, Selly Ferranie2, Duden Saepuzaman21 SMP Negeri 9 Cimahi ,

2 Departemen Pendidikan Fisika, FMIPA, UPIEmail: [email protected]

ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi ditemukannya kesulitan siswa dalam memahami materiklasifikasi mahluk hidup. Selain itu pula, siswa terlihat kurang aktif dalam pembelajaran.Upaya perbaikan yang dilakukan yaitu memperbaiki proses pembelajaran yang tadinyahanya bersifat pembelajaran ceramah menjadi pembelajaran yang lebih berfokus padasiswa. Pembelajaran inkuiri dengan metode picture and picture diharapkan mampumemfasilitasi siswa untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Cara pengumpulan datadengan menggunakan lembar observasi untuk guru dan siswa, lembar kerja siswa,tes hasilbelajar dan angket siswa.Instrumen yang digunakan adalah RPP, Gambar-gambar mahklukHidup, LKS, dan Tes hasil belajar. Cara mengolah data dengan melihat hasil observasi gurudan siswa, hasil tes siswa dan ketuntasan belajarnya yang mencapai KKM. Hasil tes yangdiperoleh melalui metode picture and picture menunjukkan adanya peningkatan hasil belajarsebesar 59,1% (sikus I) menjadi 69,7% Siklus II, dan 75,8% (siklus III) Sedangkanketuntasan belajarnya mengalami peningkatan dari 40,63% (pada siklus I) siswa yangtuntas 12 orang , menjadi 71,87% (pada siklus II) siswa yang tuntas 23 orang , dan 75,01%(pada siklus III) siswa yang tuntas 27 orang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwametode picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

ABSTRACT

This research is motivated discovery of student difficulties in understanding the materialclassification of living things. Besides that, students were less active in learning.Improvement exercise which is to improve the learning process that was merely a lecturelearning becomes more focused on the learning of students. Inquiry learning with pictureand picture method is expected to facilitate students to obtain optimal learning results. Thedata collected by using observation sheets for teachers and students, student worksheets,achievement test and questionnaire siswa. Instrumen used are lesson plans, images beingslive, worksheets, and test results belajar. Cara process data by looking at the teacherobservation and students, student test results and mastery learning which reached KKM.The test results were obtained through the method of picture and picture showed anincrease of 59.1% learning outcomes (cycle I) to 69.7% in Cycle II, and 75.8% (cycle III)While mastery learning has increased from 40.63% (the first cycle) students who complete12, being 71.87% (the second cycle) students who complete 23, and 75.01% (the thirdcycle) students who completed 27 people.. The third cycle into 79.16%. Therefore it can beconcluded that the method of picture and picture can improve learning outcomes student.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords : Learning outcome, Picture and Picture Method

PENDAHULUAN

IPA berkaitan dengan cara mencari tahu(inquiry) tentang alam secara sistematis,sehingga bukan hanya sebagai penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, tetapi juga merupakan suatu prosespenemuan. Pembelajaran IPA di sekolahmenengah diharapkan dapat menjadi wahanabagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri

Page 161: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

150 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

dan alam sekitar, serta pengembangan lebihlanjut dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataannya proses belajarmengajar tentang klasifikasi makhluk hidupmasih dilakukan dengan metode ceramah,tanya jawab dan diskusi serta pemberian tugasdari buku paket saja, ditambah lagi denganmateri ini luas dan detil, mengakibatkanaktivitas siswa tidak berkembang. Hal inidikarenakan karena siswa hanya bergantungpada guru saja dan tidak termotivasi untukmencari sumber-sumber informasi lain.Perolehan ilmu secara tranfer knowledge

hanya membantu siswa dalam jangka waktutertentu saja, mungkin setelah materi tersebutselesai.

Kemampuan mengingat siswa yangsingkat akan mempengaruhi hasil belajar siswaterutama pada aspek kognitif. Hal tersebutdapat dilihat dari hasil perolehan nilai harianpada semester ganjil siswa kelas VII SMPN 9Cimahi tahun pembelajaran 2013/2014khususnya pada pelajaran IPA materi tentangklasifikasi makhluk hidupdapat dilihat padaTabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

No. TahunAjaran

JumlahPeserta

Jumlah siswayang tuntas

1 2010/2011 194 74

2 2011/2012 195 82

3 2012/2013 198 79

4 2013/2014 196 81

Rendahnya hasil belajar yang diperolehsiswa dan kurang maksimalnya guru mengelolapembelajaran di kelas selama ini, makapermasalahan yang muncul adalah bagaimanaupaya guru untuk meningkatkan hasil belajardan aktivitas siswa dengan menggunakanpendekatan yang tepat. Pada materi klasifikasimakhluk hidup, banyak dibutuhkanpengamatan terhadap organisme yang ada dilingkungan sekitar sehingga siswa dapatmemahami dengan jelas serta dapatmengingatnya dalam jangka waktu lama dantidak mudah lupa. Apabila organisme tidakditemukan maka dapat menggunakan gambar-gambar berwarna yang menarik sehinggasiswa merasa senang untuk belajar. Salah satupendekatan yang dapat meningkatkan hasilbelajar dan aktivitas siswa yaitu denganpendekatan inquiry yaitu melalui model Pictureand Picture.Menurut Zainal Aqib ( 2014 : 8 )Metode picture and picture lebih ditekankanpada gambar-gambar. Berikut ini adalahlangkah-langkah dalam model pembelajaran ini:

a. Guru menyampaikan kompetensi yangingin dicapai

b. Guru menyajikan materi sebagaipengantar

c. Guru menunjukkan/memperlihatkangambar-gambar berkaitan dengan materi

d. Guru menunjuk/memanggil siswa secarabergantian memasang /mengurutkangambar-gambar menjadi urutan yanglogis

e. Guru menanyakan alasan /dasarpemikiran urutan gambar tersebut

f. Dari alasan/urutan gambar tersebut gurumulai menanamkan konsep/materi sesuaidengan kompetensi yang ingin dicapai

g. Kesimpulan/rangkumanBerdasarkan hal tersebut di atas,

maka penulis mengadakan penelitian yangberjudul “ Upaya Peningkatan Hasil Belajar danKeaktifan Siswa Dengan Pendekatan InquiryMelalui Metode Picture And Picture PadaMateri Klasifikasi Makhluk Hidup di Kelas VIISMP Negeri 9 Cimahi “

METODE

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakandi SMP Negeri 9 Cimahi pada semester 2 tahunpelajaran 2014/2015. Adapun subyek penelitianini adalah kelas VII G, dengan jumlah siswa 32orang, terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16siswa perempuan. Lokasi sekolah berada dijalan Maharmartanegara no. 206 Cimahi.

Page 162: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Rina Rochmiati, dkk, - Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan 151

Karakteristik akademik siswa kelas ini adalahheterogen. Penelitian tindakan kelas inipelaksanaanya dalam 3 siklus secaraberkelanjutan dalam 1 (satu) semester. Siklus Idilaksanakan dalam satu kali pertemuan padaminggu ke tiga bulan April. Siklus IIdilaksanakan dalam satu kali pertemuan padaminggu ke tiga bulan Mei dan siklus IIIdilaksanakan satu kali pertemuan. Proseduryang ditempuh penulis dalam PenelitianTindakan Kelas ini adalah prosedur yangdigunakan model Kemmis dan Mc Taggatdengan sistem model spiral refleksi dimulaidengan rencana, tindakan, pengamatan,refleksi, dan perencanaa kembali merupakandasar untuk suatu rencana pemecahanpermasalahan (Kasbolah, 1999: 113).

Alat Pengumpul data yang digunakanmeliputi Lembar pengamatan guru, Lembarobservasi keaktifan siswa, Lembar tes hasilbelajar siswa, Pedoman angket, dan LembarKerja Siswa.

Kriteria Ketuntasan Kelas ≥ 80 %, kelasdianggap tuntas berdasarkan pelaksanaanproses belajar mengajar, setiap siswadikatakan tuntas belajarnya (ketuntasanindividual) jika jawaban mencapai KKM, dansuatu kelas dikatakan tuntas belajarnya(ketuntasan klasikal) jika dalam suatu kelastersebut terdapat ≥ 80 % siswa yang telahtuntas belajarnya (Depdikbud dalam Trianto,2009:204).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan data ,diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa59,06 dan ketuntasan belajar kelas 40,63 %.Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar belummencapai keberhasilan yang telah ditentukan.Secara umum, hasil belajar untuk setiap siklusdiapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil BelajarNo Hasil Belajar Nilai Rata-rata Kelas Ketuntasan Belajar (%)

1 Siklus I 5,91 40,63

2 Siklus II 6,97 71,87

3 Siklus III 7,58 80,37

Beberapa hal yang menjadi bahan refleksiuntuk setiap siklus sebagai berikut.Siklus I

1. Kurang adanya koordinasi dengan hal-hal yang harus diobservasi.

2. Jumlah siswa dalam setiap kelompokterlalu banyak, sehingga beberapa siswatidak fokus pada tugas yang harusmereka kerjakan.

3. Pada pertemuan berikutnya jumlahsiswa harus diefektifkan menjadi 4 orang.

4. Ada beberapa siswa yang didugamengalami kesulitan belajar. Untukmengurangi kesulitan belajar sebaiknyadiberikan motivasi.

5. Guru tidak memberikan kesempatansiswa untuk bertanya karenakemungkinan waktu yang dipandangsudah tidak memungkinkan. Hal inipenting untuk memfasilitasi

ketidakmampuan siswa dalammemahami konsep yang dipelajari.

6. Hendaknya ada penguatan tentangtujuan dan dasar klasifikasi makhlukhidup

7. Dalam RPP harus dioperasionalkan lagidalam segi waktu

8. Petunjuk pengisian Lembar Kerja Siswadibuat lebih operasional sehingga siswamudah memahami tugas yang harusdilakukan.

9. Siswa secara umum terlihat antusiasmengikuti pembelajaran.

10. Siswa terlihat cukup terbiasa dengankerja kelompok, nampak dari adanyapembagian tugas yang baik antaranggota kelompok.

Siklus II

Page 163: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

152 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

1. Keterlaksanaan model dan tahapan-tahapannya sudah terlaksana, tetapihasil belajar masih perlu ditingkatkanlagi.

2. Gambar-gambar makhluk hidup yang dibuat agar diperbesar lagi.

3. Instrumen tes yang digunakanhendaknya lebih mengacu pada prosesbelajar.

4. Siswa masih ada yang belum memahamipetunjuk yang harus dilakukan dalamlembar kerja siswa.

Siklus III1. Keterlaksanaan model dan tahapan-

tahapannya sudah terlaksana, tetapihasil belajar masih bisa ditingkatkankembali.

2. Gambar-gambar makhluk hidup yang dibuat agar diperbesar lagi agar siswalebih jelas.

3. Instrumen tes yang digunakanhendaknya lebih mengacu pada prosesbelajar agar siswa mudah memahamipetunjuk dalam melaksanakan tugas.

PENUTUP

Penerapan metode picture and picturepada pembelajaran klasifikasi mahkluk hidupdapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifansiswa kelas VII G SMP Negeri 9 Cimahi. Hal iniditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata , dan ketuntasan belajar kelas dari siklus Isampai siklus III.

Hasil penelitian secara keseluruhanterlihat bahwa hasil belajar siswa mengalamipeningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasilbelajar siswa pada setiap siklus mengalamipeningkatan, pada siklus I hasil belajarpersentasenya dari 5,91 % menjadi 6,97 %pada siklus II. Dan pada siklus III menjadi 7,58%. Sedangkan ketuntasan belajar siswa jugamengalami peningkatan pada siklus Ipresentasenya 40,63% siswa yang tuntas 12orang, pada siklus II presentasenya 71,87%siswa yang tuntas 23 orang, sedangkan padasiklus III presentasenya 80,37 % siswa yangtuntas 27 orang. Dan keaktifan siswa padasiklus I persentasenya 72,75 % menjadi 75,01% pada siklus II. Pada siklus III menjadi

79,16%. Oleh karena itu dapat disimpulkanbahwa keaktifan siswa melalui metode pictureand picture dapat meningkatkan hasil belajarsiswa.

Tanggapan siswa terhadap penerapanmetode picture and picture pada pembelajaranklasifikasi mahkluk hidup dikelas VII G SMPNegeri 9 Cimahi adalah positif, hal iniditunjukkan dengan hasil analisis angket yangmenunjukkan 97 % siswa yang menyatakansangat setuju dan setuju terhadap penerapanmetode picture and picture di kelasnya

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008).Penelitian TindakanKelas. Jakarta Bumi Aksara.

Dimyati dan Mujiono. (1994). Belajar danPembelajaran. Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.Daryanto. (2007).Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Rineka Cipta.Hamalik, O. (2001). Proses Belajar Mengajar.

Jakarta : Bumi Aksara.Nana Sudjana. (2005).Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar.Bandung : PT.Remaja Rosdikarya.Ras Eko, (2011). Model Pembelajaran Picture

and Picture.Tersedia: www.ras-

eko.com/2011/05/20/model-pembelajaran-Picture-and-

Picture.html.Sardiman, AM. (2007). Interaksi dan Motivasi

belajar mengajar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.Silberman Melvin L, (2014). active LEARNING.

Bandung: Nuansa Cendekia.Slameto. (2003). Belajar dan faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta : PT RinekaCipta.

Sriyono. (1992).Teknik Belajar Mengajar dalamCBSA. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Syaodih, N. (2003). Landasan Psikologi ProsesPendidikan.Bandung : PT RemajaRosda Karya.

Page 164: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN SIMULASI VIRTUAL UNTUK PEMBELAJARAN FISIKAYANG BERORIENTASI PENGUBAHAN KONSEPSI SISWA PADA PERUBAHAN

WUJUD ZAT

Sanny S Silaban1*, Andi Suhandi2

Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan IndonesiaEmail: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan media simulasi virtual yang dapatdigunakan untuk mengubah konsepsi siswa materi perubahan wujud zat padapembelajaran Fisika di SMA. Berdasarkan studi literatur hasil penelitian sebelumnya,ditemukan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi perubahanwujud zat. Miskonsepsi yang dialami siswa harus diremediasi karena akan mempengaruhibagaimana pemahamannya terhadap konsep fisika dan penerapannya dalam kehidupansehari-hari. Materi perubahan wujud zat merupakan materi yang abstrak dan bersifatmikroskopis, sehingga dibutuhkan suatu media yang dapat memvisualisasikan fenomenaperubahan wujud zat untuk meremediasi miskonsepsi siswa. Metode yang digunakandalam penelitian ini adalah metode pengembangan Research and Development (R & D).Simulasi virtual dikembangkan dengan menggunakan program animasi dan divalidasi olehahli pembelajaran fisika dan media pembelajaran. Penelitian ini berhasil mengembangkanmedia simulasi virtual yang berorientasi pengubahan konsepsi siswa pada materiperubahan wujud zat.

ABSTRACT

A study was conducted to develop virtual media simulation that can be used to remediatestudent’s conception on change of matters in senior high school. Based on study ofliteratures and the results of studied before, finding that many students misconceptions inthe material change of matter. Student’s misconceptions must be remediated because it willinfluence on stunden’s comprehension in physics conception and the application on dailylife. The change of matter is abstrack and microscopic material,with the result that needed amedia to visualize the change of matter to remediate student’s misconceptions. Thisresearch design used was Research and Development (R&D). The virtual simulation wasdeveloped by using animation program and judged good by the experts of physics andeducational media. The results showed that virtual simulation that has been developed tochange student’s conception.

© 2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : pengembangan, perubahan konsepsi, perubahan wujud zat,simulasi virtual

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi dan tujuanpembelajaran Fisika adalah menguasaipengetahuan, konsep dan prinsip fisika, sertamemiliki pengetahuan, keterampilan dan sikapilmiah (Depdiknas, 2003). Semua konsepsiyang dipahami oleh siswa berkembang daripengalaman hidup sehari-hari dan berubahpada saat tertentu. Masing-masing siswamemiliki konsepsi awal yang mereka dapatkan

dari berbagai peristiwa yang dialaminya dankonsep itu mungkin menyesatkan. Kartal danYalvac (2011) mengatakan, ketika siswamendefenisikan konsepsi tertentu berbedadengan konsepsi ilmiah ,maka terjadilahmiskonsepsi. Miskonsepsi akan membuatsiswa mengambil kesimpulan yang berbedawalaupun diberi fenomena atau masalah yangsama. Perubahan Wujud Zat merupakan salahsatu materi Fisika yang dekat dan banyakditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Page 165: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

154 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Namun proses perubahan wujud zat yangbersifat mikroskopis dan tidak bisa diamatilangsung mengakibatkan siswa banyakmengalami kesulitan dalam memahami konsepperubahan wujud zat sehingga banyak yangmengalami miskonsepsi.

Kartal dan Yalvac (2011) menemukandalam penelitiannya bahwa siswa mengalamimiskonsepsi pada materi perubahan wujud.Miskonsepsi yang dialami siswa antara lain;penguapan hanya terjadi pada saat airmendidih dan ketika es berubah menjadi air,volumenya tidak berubah. Alwan (2010) dalampenelitiannya juga menemukan miskonsepsiyang dialami siswa pada materi perubahanwujud zat yaitu : suhu paling tinggi yang dapatterjadi pada suatu zat adalah suhu pada saatmendidih dan ketika benda menyerap ataumelepas kalor, kepadatan benda tidak akanberubah.

Penerapan konsep perubahan wujud zatbanyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika memanaskan air,membuat es batu, embun pagi dan lain-lain.Jika siswa mengalami miskonsepsi pada materiperubahan wujud zat, maka pemahaman siswapada aplikasinya dalam kehidupan juga akansalah. Untuk mengatasi terjadinya pemahamanyang salah akan aplikasi konsep perubahanwujud zat, maka miskonsepsi yang dialamisiswa harus diremediasi. Proses pergantiankonsepsi siswa dengan konsep yang dapatditerima secara ilmiah dikenal denganpengubahan konseptual (Suparno, 2013).Pengubahan konsepsi siswa dapat diawalidengan membuat siswa merasa tidak puasdengan konsepsinya yang telah ada,ketidakpuasan itu akan menimbulkan konflikdalam pikiran siswa (konflik kognitif). Konflikkognitif menuntut adanya suatu pembuktianakan konsepsi yang benar secara ilmiah untukmeyakinkan siswa akan pengubahan konsepsiyang dialaminya. Pada saat terjadi konflikkognitif pada siswa, akan terjadiketidakseimbangan karena perbedaan antarakonsepsi yang selama ini dipahami siswadengan konsep yang diajarkan oleh guru,sehingga lebih mudah untuk menawarkankonsepsi yang baru yang sesuai dengankonsepsi ilmiah.

Pembuktian akan konsepsi yang benarsecara ilmiah dapat dilakukan denganpengamatan secara langsung. Namun konsepperubahan wujud zat bersifat mikroskopik tidakdapat diamati secara langsung oleh siswa.

Untuk itu dibutuhkan media yang dapatmemvisualisasikan proses perubahan wujudzat, baik secara mikroskopis maupunmakrokopis. Salah satu media yang dapatdigunakan adalah media simulasi virtual.Penelitian yang dilakukan oleh Suhandi et al(2008) menunjukkan bahwa simulasi virtualdapat meningkatkan pemahaman konsep siswadan meremediasi miskonsepsi. Melalui simulasivirtual, siswa dapat menggali danmengkonstruksi konsepsinya melaluipengamatan yang sesuai dengan konsepsiilmiah sehingga terhindar dari miskonsepsi.

Media simulasi virtual yang banyakdigunakan dalam pembelajaran Fisikabersumber dari Physics Education Technology(PhET), namun proses perubahan wujud zattidak disimulasikan secara miskroskopis danmakroskopis dalam PhET. Ketersediaan mediasimulasi dari sumber lain juga sangat terbatas.Sementara itu, guru fisika mengalami kesulitandalam mengembangkan media pembelajaranfisika berbantuan komputer yang interaktif, userfriendly, dan efektif digunakan sebagai strategipengubahan konsepsi untuk menghilangkanmiskonsepsi siswa (Mardana, 2004).

Berdasarkan paparan di atas, makadipandang perlu melakukan suatu penelitianpengembangan media untuk mengembangkansimulasi virtual untuk pembelajaran fisika yangberorientasi pada pengubahan konsepsi siswapada materi perubahan wujud zat.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitianpengembangan. Pelaksanaan penelitiandirancang dengan tahapan tersaji padaGambar.1. Pengumpulan data pada penelitianini menggunakan lembar validasi dandokumentasi. Lembar validasi digunakan untukmengumpulkan data tentang kelayakan mediasimulasi yang dikembangkan pada tahap ujivalidasi oleh ahli konten dan mediapembelajaran. Data yang diperoleh daripenilaian ahli, dianalisis dengan melakukanpenskoran, kemudian dideskripsikan secarakualitatif untuk mengetahui kategoripenilaian. Kategori yang dimaksud adalah 3,01< Rata-rata skor < 4,00; Sangat Baik; 2,01 <Rata-rata skor < 3,00; Baik; 1,00 < Rata-rataskor < 2,00; Cukup Baik; dan Rata-rata skor <1,00; Kurang Baik.

Page 166: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sanny S. Silaban, dkk, - Pengembangan Simulasi Virtual 155

Gambar 1: Diagram proses penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk yang dikembangkan adalah mediasimulasi virtual untuk pembelajaran fisika yangberorientasi pengubahan konsepsi siswa padamateri perubahan wujud zat di SMA. Prosesperubahan wujud zat yang disimulasikanmeliputi proses melebur, membeku, menguap,mengembun, menyublim dan mengkristal.Produk dikembangkan dengan menggunakansoftware aplikasi Macromedia Flash. Produkdikembangkan dengan cara: (1) Penyusunandraf awal produk, pada tahap ini dilakukanpembuatan rancangan draf awal produk yangakan dikembangkan dengan cara membuatstoryboard dan flowchart. Pembuatanstoryboard dan flowchart dengan merujukkepada konsep materi perubahan wujud zat;(2) Pengembangan draf produk ataupembuatan produk media simulasi virtual yangberbasis pengubahan konsepsi pada materiperubahan wujud zat dengan merujuk kepada

storyboard yang telah disusun; (3) Validasimedia oleh pakar secara teknis; (4) Validasimedia oleh pakar secara konten mater; (5)Evaluasi dan perbaikan media. Hasilpengembangan berupa program komputerMacromedia Flash, yang dapatmemvisualisasikan proses perubahan wujudzat secara mikroskopis dan makroskopis padalayar komputer

Desain media yang dikembangkanberisikan beberapa tampilan yaitu tampilanawal, tampilan menu dan tombol navigasi.Tampilan awal media merupakan tampilan awalketika aplikasi simulasi dibuka. Ketikapengguna membuka aplikasi simulasi, makatampilan awal yang muncul adalah layardengan enam menu perubahan wujud zat dantombol informasi. Tombol informasi berisiinformasi tentang peneliti sebagai pengembangmedia. Tampilan Awal simulasi ditunjukkanpada Gambar 2.

Gambar 2: Tampilan Awal Simulasi

Page 167: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

156 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pengguna dapat memilih prosesperubahan wujud zat yang akan ditampilkandengan memilih menu pada tampilan awal.Sebagai contoh, jika pengguna inginmenampilkan proses mencair, maka penggunamemilih pada menu “MENCAIR”. Pada layardengan menu “MENCAIR”, ditampilkan prosesmencair. Zat yang digunakan dalam simulasi iniadalah H2O berwujud padat (es) kemudiandipanaskan dengan jumlah kalor yang tetapsebanyak 4200 Joule dan massa 0,2 Kg,hingga berubah wujud menjadi cair (air). Suhupada proses mencair dimulai dari -150C, danakan bergerak naik ketika es dipanaskan.Proses perubahan wujud zat dari es menjadi airdimulai pada suhu yang tetap ketika suhu

sudah mencapai 00C. Sebelum tombol navigasiMULAI dipilih, maka simulasi menampilkanwujud es secara makroskopis dan mikroskopis.Gerakan dan Ikatan antar molekul ditampilkan.,sehingga dapat menvisualisasikan bagaimanaperubahan gerakan dan ikatan antar molekulketika terjadi perubahan wujud zat. Ketikatombol MULAI dipilih, maka api pada komporakan menyala merah, gerakan molekul essemakin cepat, ikatan molekul menjadi tidakteratur namun tetap pada kelompoknya dan esperlahan berubah menjadi air secarakeseluruhan. Jika ingin mengulangi prosessimulasi, pengguna dapat memilih tombolnavigasi ULANGI. Tampilan “MEMBEKU”merupakan kebalikan dari proses mencair.

Gambar 3: Tampilan Proses Mencair

Pada layar dengan menu MENGUAP,akan ditampilkan simulasi proses perubahanwujud cair (air) menjadi gas (uap). Tampilanproses menguap dimulai dengan menampilkanair dan susunan serta gerakan molekulnya.Suhu air dimulai dari 250C dan akan naik terussampai 1000C ketika dipanaskan. Ketikapengguna memilih tombol navigasi MULAi,maka proses pemanasan akan dimulai. Suhuakan bergerak naik. Molekul air akan bergeraksemakin cepat dan ikatan antar molekul mulaiputus sehingga molekul lepas dari ikatannya.Air perlahan berubah menjadi uap air. ProsesMENGEMBUN dimulai dari proses menguapkemudian pada uap air, ditambah denganwadah yang berisi potongan es untukmendinginkan uap air yang telah lepas dariikatannya. Penambahan potongan es dimulaiketika proses penguapan sudah terjadi, yaitupada suhu 400C. Uap air yang didinginkanmenempel dibawah wadah tempat esdilteakkan. Dan secara mikroskopi, uap air

akan bergerak semakin melambat danberikatan dengan molekul uap air lainnya yangada di udara.

Pada layar MENYUBLIM, akanditampilkan kapur baru/kamper (C10H10O6)dalam tampilan makroskopis dan mikroskopis.Ketika tombol MULAI dipilih, maka api padakompor akan menyala dan proses menyublimmulai. Molekul penyusun kamper akanbergerak semakin cepat dan kemudianikatannya putus dan lepas ke udara. Kamperakan habis seiring dengan lepasnya molekulkamper ke udara. Prose menyublim akanberlanjut terus hingga semua kamper berubahmenjadi gas. MENGKRISTAL diawalli denganproses menyublim. Sebuah wadah yang diisi esdimasukkan ketika proses menyublim sudahterjadi. Uap hasil menyublim yang lepas keudara didinginkan dan bergerak semakinlambat, hingga akhirnya berikatan kembali danmenempel pada bagian bawah wadah berisi

Page 168: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sanny S. Silaban, dkk, - Pengembangan Simulasi Virtual 157

es. Pengguna dapat memilih tombol navigasiULANGI jika ingin mengulangi simulasi.

Gambar 4. Tampilan Proses Mengembun

Gambar 5. Tampilan Proses Mengkristal

Validasi media simulasi virtual yangdikembangkan dilakukan oleh ahli konten fisikadan ahli media. Ahli konten menilai simulasidari segi kesesuaian media simulasi dengankurikulum, hubungan antara materi dengankompetensi dasar, sistematika penyajian materiuntuk mencapai kompetensi, pertimbanganterhadap kesulitan materi, kesesuaian anatarsimulasi virtual yang ditampilkan dengankonten/materi, relevansi materi denganvisualisasi dan simulasi yang diberikan , dankesesuain media dalam menekankan aspekmiskroskopis. Ahli media menilai dari aspekkualitas desain media simulasi virtual yaitu :semua tombol navigasi mudah ditemukan,menarik dan berfungsi; jenis huruf, ukuranhuruf, warna huruf dan tataletak huruf yangdigunakan; kejelasan simulasi, ukuran simulasi,dan tata letak simulasi; tampilan backgroundmedia simulasi; dan komposisi warna tampilanyang digunakan pada simulasi virtual. Dari segiinteraktifitas media simulasi virtual, kemudahanpenggunaan tombol navigasi, kejelasan

pertautan tombol ke halaman lain, kemudahanstruktur materi dimengerti dan penggunaanbahasa yang sederhana dan jelas. Secaraumum, kualitas media simulasi virtual yangdikembangkan dalam penelitian ini memilikikualitas yang sangat baik. Hal ini diketahuimelalui nilai yang diberikan oleh ahli konten danmedia dengan rata-rata skor 3,53. Oleh karenaitu, media simulasi virtual pada konsepperubahan wujud zat ini dinyatakan layak untukdigunakan sebagai media media pembelajaranFisika yang berorientasi pengubahan konsepsipada siswa SMA.

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengembangan dananalisis data hasil validasi, dapat disimpulkanbahwa pada penelitian ini berhasilmengembangkan media simulasi virtual yangberorientasi pengubahan konsepsi siswa padamateri perubahan wujud zat, dengankarakteristik sebagai berikut : (1) media

Page 169: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

158 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

menampilkan proses perubahan wujud zatsecara makroskopis sekaligus mikroskopis; dan(2) mencakup simulasi fenomena mencair,membeku, menguap, mengembun, menyublimdan mengkristal; (3) simulasi fenomenamencair, membeku, menguap, danmengembun menggunakan H2O. Simulasifenomena menyublim dan mengkristalmenggunakan C6H12O (kamper); (4) dilengkapidengan tombol navigasi sehingga mudahdigunakan (user friendly); (4) tampilan menarikdan komunikatif; (5) tampilan dengan simulasivisual tanpa audio (suara); (6) dibuat dengansoftware macromedia flash; dan (7) mediasimulasi dapat digunakan secara offline (tanpaterhubung ke internet).

.DAFTAR PUSTAKA

Alwan, Almahdi.(2010) Misconception of Heatand Temperature Among PhysicsStudents. ScienceDirect. ProcediaSocial and Behavioral Scinences.

Kartal, T., Ozturk, N., dan Yalvac, H.G.(2011).Misconceptions of SciencesTeacher Candidats about Heat andTemperature. ScienceDirect. ProcediaSocial and Behavioral Scinences.

Mardana. (2004). Pengembangan ModelSimulasi Komputer BerorientasiKonstruktivisme Sebagai InovasiTeknologi Pembelajaran PengubahMiskonsepsi Untuk Meningkatkan HasilBelajar Fisika Siswa SMU.JurnalPendidikan dan Pengajaran IKIP NegeriSingaraja, No. 4 TH. XXXVII Oktober2004.

Suhandi, A, dkk.(2008). Efektifitas PenggunaanMedia Simulasi Virtual pada PendekatanPembelajaran Konseptual Interaktifdalam Meningkatkan PemahamanKonsep dan Meminimalkan Miskonsepsi.Laporan Penelitian Hibah Kompetitif UPI.Bandung. FMIPA UPI

Suparno, Paul .2013. Miskonsepsi &Perubahan Konsep dalam PendidikanFisika. Gramedia. Jakarta.

Page 170: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING YANGDIPADUKAN DENGAN STRATEGI PEER INSTRUCTION UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI SUHU DANKALOR

Shinta FaramitaProgram Studi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Program Magister UPI Bandung

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan kognitifantara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukan denganstrategi peer instruction (PI) dan siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri terbimbingtanpa PI pada materi suhu dan kalor. Adapun sintaks model pembelajaran inkuiriterbimbing yang digunakan, yaitu: 1) Identifikasi dan perumusan masalah, 2) Pembuatanhipotesis, 3) Pengujian hipotesis, 4) Analisis data, dan 5) Penarikan kesimpulan. Metodepenelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi dengan desain The Matching Pretest-Postest Control Group. Sampel penelitian terdiri dari 66 siswa kelas X semester genaptahun ajaran 2014/2015 di salah satu SMA negeri kota Banjar. Uji hipotesis dilakukandengan menggunakan uji-t pada nilai N-gain rata-rata kemampuan kognitif siswa. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yangdipadukan dengan strategi PI secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuankognitif siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing tanpa PI.Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yangdipadukan dengan strategi PI lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswadibandingkan dengan penerapan model inkuiri terbimbing tanpa PI.

ABSTRACT

This study has been conducted to investigate the comparisons of students’ cognitive abilitesand self-efficacy enhancement between students who has been subjected guided inquiryteaching model combined with peer instruction (PI) strategy and students who has beensubjected guided inquiry learning model with no PI strategy on heat and temperature subjectmatter. Syntax of Guided Inquiry learning model are: 1) Problems identifying and formulating,2) Hyphoteses formulating, 3) Hyphoteses examining, 4) Data analyzing, and 5) Conclusionmaking. Study method used is quasi experiment with the matching pretest-postest controlgroup design. The sample of study consisted 66 second semester tenth-grade student atone of high school at Banjar city, for academic year 2014/2015. Hypotheses test in this studyis performed with T-test on the value of cognitive abilities’s average N-gain. Study resultsshowed the implementation of guided inquiry combined PI strategy can be more significanltyimprove students’ cognitive abilities than the implementation of guided inquiry with no PI. Itcan be concluded that the implementation of guided inquiry combined PI strategy can bemore effectively improve students’cognitive than the implementation of guided inquiry with noPI.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: cognitive ability, guided inqury, heat and temperature, peer instruction.

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan pembelajaran fisikayang tertuang di dalam kerangka Kurikulum2013 ialah siswa dapat menguasai konsep danprinsip serta mempunyai keterampilan

mengembangkan pengetahuan, dan sikappercaya diri sebagai bekal untuk melanjutkanpendidikan pada jenjang yang lebih tinggi sertamengembangkan ilmu pengetahuan danteknologi (Kemdikbud, 2014). Denganmengasumsikan bahwa hal kompleks berawal

Page 171: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

160 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

dari hal yang sederhana, maka tujuanpembelajaran ini akan dapat dicapai jikadidukung dengan kemampuan kognitif yangmemadai.

Pembelajaran bermakna bertujuanmembantu siswa dalam hal mentransferpengetahuan yang dimiliki sehingga dapatmenyelesaikan masalah yang disesuaikandengan tingkat kemampuan kognitif yangmereka miliki, mulai dari mengingat hinggamencipta (Anderson dan Krathwohl, 2001).Menurut Burger dan Tarbird (2013),penguasaan konsep berawal dari pemahamanyang kokoh. Pemahaman mendasar yang tipisdan rapuh akan membuat sejumlah faktaterlihat terisolasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluanmenunjukkan bahwa pada prosespembelajaran fisika berlangsung belum cukupbaik dalam mengembangkan kemampuankognitif siswa. Hasil tes kemampuan kognitifberada dalam kategori rendah, menunjukkansiswa tidak mampu menyelesaikan soal-soalfisika, baik yang mencakup konsep dasarataupun pengembangan. Hasil observasimemperlihatkan bahwa proses pembauraninformasi masih terpusat kepada guru sebagaisatu-satunya sumber informasi. Padahal telahbanyak penelitian yang menyatakan bahwapenggunaan metode pembelajaran yangterpusat pada guru kurang efektif dalammemfasilitasi siswa memahami konsep-konsepdasar (Crouch dan Mazur, 2001; Tolga 2012).Guru sebaiknya mempertimbangkan aktivitasdiskusi efektif sebagai alternatif kegiatan yangdapat menunjang kemampuan kognitif siswa.

Model pembelajaran inkuiri terbimbingdapat mengembangkan cara berpikir ilmiahsiswa dengan menempatkan mereka sebagaipembelajar aktif dalam memecahkan masalahdan memperoleh pengetahuan daripenyelidikan sehingga dapat menguasaikonsep-konsep sains Model ini mampumengembangkan keinginan dan motivasi siswauntuk mempelajari prinsip dan konsep fisika(Kurniawati, Wartono, dan Diantoro, 2014).Namun, mengingat bahwa kegiatan diskusiantar siswa di dalam kelas seringkali tidakrelevan dengan materi pembelajaran di dalamkelas maka model pembelajaran ini perlu

dipadukan dengan strategi ataupun metodepembelajaran yang dapat memaksimalkankegiatan diskusi siswa.

Peer Instruction (PI) merupakan strategipembelajaran yang berpusat pada siswa didalam kelas dengan mentransfer informasi dariluar kelas dan membaurkan informasi di dalamkelas dengan melibatkan siswa untukmempersiapkan diri mereka di luar kelasmelalui penugasan Pre Class Reading (PCR)dan menjawab pertanyaan berupa Tes Konsep(ConcepTest) yang diikuti dengan dua kali sesivoting. Voting pertama dilakukan siswa secaraindividu, dan voting kedua dilakukan siswasetelah kegiatan diskusi. Dengan adanya duakali sesi voting maka dapat dianalisisperubahan konseptual siswa setelahmemperoleh intervensi dari teman sejawatnya.Disinilah hal utama yang membedakankegiatan diskusi dalam PI dengan kegiatandiskusi biasa. Penggunaan istilah ConcepTestdapat diubah menjadi Tes Kognitif, sesuaidengan tujuan instruksional yang ingin dicapai.Maka akan lebih optimal, untuk selanjutnyapenggunaan istilah ‘Tes Konsep’ digantidengan ‘Tes Kognitif’.

Dengan asumsi bahwa kemampuankognitif siswa selalu berkembang, makapenelitian ini bertujuan melihat peningkatankemampuan kognitif siswa yang mendapatkanpembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukandengan strategi PI dibandingkan dengan siswayang mendapatkan pembelajaran inkuiriterbimbing tanpa PI.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode eksperimen kuasi.Desain penelitian yang digunakan adalah TheMatching Pretest-Postest Control Group Design(Gambar 1). Penelitian ini dilakukan di salahsatu SMA Negeri di kota Banjar, Provinsi JawaBarat. Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh siswa kelas X di salah satu SMA Negeridi kota Banjar pada semester genap tahunakademik 2014/2015. Pemilihan sampeldilakukan mnggunakan teknik cluster randomsampling melalui pengundian.

pre postKelas Eksperimen M O x1 OKelas Kontrol M O x2 O

Gambar 1. The matching pretest-postest control group design dengan pengundianKeterangan:M = menandakan bahwa pemilihan subjek berasal dari kelompok yang setara (matching).

Page 172: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Shinta Faramita, - Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 161

O = tes kemampuan kognitif siswa.x1 = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukan dengan PI.x2 = penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing tanpa PI.

Tabel 1. Perbedaan tahapan pembelajaran konvensional, pembelajaran inkuiri terbimbing,pembelajaran Peer Instruction, dan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukan dengan

Peer InstructionTahap

pembelajarankonvensional

Tahap strategipembelajaran Peer

Instruction

Tahap pembelajaran inkuiriterbimbing

Tahap pembelajaran inkuiriterbimbing yang dipadukan

dengan Peer Instruction

(di luar kelas) Penugasan pre-classreading - Penugasan pre-class reading

Pendahuluan

Voting pertama,diskusi, dan votingkedua Tes Kognitif I

Identifikasi dan perumusanmasalah

Voting pertama Tes Kognitif I

Identifikasi dan perumusanmasalah secara berdiskusi

Pembuatan hipotesis Pembuatan hipotesis secaraberdiskusi

Inti

Pengujian hipotesis Pengujian Hipotesis secaraberdiskusi

Analisis data Analisis data secaraberdiskusiUmpan balik denganberdiskusi

Penutup

Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulansecara berdiskusiVoting kedua Tes Kognitif IPenjelasan guru

Voting pertama,diskusi, voting keduaTes Kognitif II

Voting pertama, diskusi,voting kedua Tes Kognitif II

Guru melakukanremediasi jikadiperlukan

Remediasi (jika diperlukan)

Data kemampuan kognitif siswa diperolehmelalui tes kemampuan kognitif yang diberikandi awal dan di akhir pembelajaran. Teskemampuan kognitif materi suhu dan kaloryang digunakan terdiri dari 21 soal pilihanganda yang menggunakan kerangkaTaksonomi Anderson. Perbandinganpeningkatan kemampuan kognitif siswa kelaseksperimen dan kelas kontrol secara umumdilihat dari nilai N-gain rata-rata yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil uji normalitas dan

homogenitas data N-gain mengguanakanbantuan piranti lunak SPSS 20.0, menujukkanbahwa data nilai N-gain rata-rata kedua kelastersebut adalah terdistribusi normal danmemiliki varian yang sama (homogen).Selanjutnya, berdasarkan hasil uji T denganEqual Variance Assumed, diperoleh nilaisignifikansi sebesar 0,000. Dengan

menggunakan tingkat kepercayaan sebesar95% (α = 0,05), maka diperoleh nilai signifikansihasil perhitungan lebih kecil daripada α (Sig. ≤0,05). Dengan demikian, dapat diambilkesimpulan bahwa penerapan pembelajaraninkuiri terbimbing yang dipadukan dengan PIsecara signifikan dapat lebih meningkatkankemampuan kognitif siswa dibandingkanpembelajaran inkuiri terbimbing tanpa PI. Inkuiriterbimbing sebagai bagian dari inkuiri lab,menuntut siswa dapat melaksanakan kegiatanilmiah dalam upaya mengumpulkan data-datauntuk melihat hubungan antar variabel melaluiserangkaian pertanyaan pembimbing. Dalaminkuiri terbimbing siswa diberikan tujuan kinerjayang jelas, misalnya mengetahui hubunganantar variabel (Wenning, 2005). Padapertemuan pertama, siswa terlihat sangatkesulitan dalam merumuskan hipotesispercobaan yang mereka lakukan. Meskipunpersentase hasil keterlaksaan aktivitas

Page 173: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

162 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

pembelajaran pertemuan pertamamenunjukkan nilai sebesar 100% pada tahapidentifikasi dan perumusan masalah, namuntidak semua siswa dapat merumuskan hipotesis

dengan benar. Rumusan hipotesis yang dibuatsebagian besar siswa tidak sesuai dengan yangseharusnya.

Gambar 2. Diagram batang perbandingan hasil tes kemampuan kognitif siswa

Gambar 3. Diagram batang perbandingan hasil tes kemampuan kognitif siswauntuk setiap aspek kognitif

Tabel 2. Hasil uji hipotesis peningkatan kemampuan kognitif siswa untuk setiap aspekSumber

DataAspek Kognitif

Asymp.Sig.

Interpretasi

N-gainkelas

eksperimendan kelaskontrol

C1-Mengingat 0.000 Terdapat perbedaan rata-rata pada kedua kelasC2-Memahami 0.001 Terdapat perbedaan rata-rata pada kedua kelas

C3-Mengaplikasikan 0.552Tidak terdapat perbedaan rata-rata pada keduakelas

C4-Menganalisis 0.010 Terdapat perbedaan rata-rata pada kedua kelas

Adapun penyebab siswa kesulitanmerumuskan hipotesis, diantaranya:1. Siswa belum familiar dengan istilah variabel

dan hipotesis,2. Siswa belum dapat membedakan variabel

bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol,3. Siswa belum memahami pentingnya

membuat hipotesis percobaan,4. Hipotesis yang dibuat siswa tidak

menunjukkan hubungan antar variabel,5. Hipotesis yang dibuat siswa tidak sesuai

dengan dengan variabel yang percobaanyang telah mereka tentukan,

6. Siswa merasa kurang yakin dengandengan kemampuan membuat hipotesis yangmereka miliki, sehingga mereka cenderung

untuk meniru rumusan hipotesis teman yangmereka anggap lebih pintar.

Untuk mengatasi kendala kesulitan dalammerumuskan hipotesis, maka guru menjelaskankepada siswa definisi variabel bebas, variabelterikat, variabel kontrol dan hipotesispercobaan, disertai dengan contoh. Gurumemberi pemahaman kepada siswa mengenaipentingnya merumuskan hipotesis dan sebagaibagian dari kegiatan ilmiah. Selama prosespembelajaran berlangsung guru hanyaberperan sebagai fasilitator melalui serangkaianpertanyaan arahan. Selain itu guru jugamemberi motivasi mengenai bagaimanaseharusnya memandang kesulitan sebagaisebuah tantangan. Sehingga siswa menyadaribahwa perasaan bingung, cemas, dan merasa

Page 174: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Shinta Faramita, - Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 163

tidak percaya diri dalam proses belajar ituadalah hal yang lumrah dan wajar. Perasaanbingung menandakan adanya pengunaan danpenyesuaian skema kognitif.

Pemahaman dasar siswa yang kokohakan terlihat dari kekonsistenan merekamenggunakan sebuah istilah/definisioperasional. Hambatan yang dimiliki siswadalam hal memahami hal-hal mendasar yangsederhana akan mempengaruhi perkembangankognitif mereka. Berbagai hambatan ini dapatdengan mudah ditemui dalam prosespembelajaran di dalam kelas. Misalnya saatguru meminta siswa melihat hubungan antarvariabel percobaaan yang akan merekalakukan, terdapat ketidakkonsistenanpenggunaan istilah suhu (T) dan perubahansuhu (∆T). Pembelajaran inkuiri terbimbingmenuntut siswa dapat menganalisis data hasilpercobaan. Berdasarkan wawancara dengansiswa, , diketahui bahwa mereka belum pernahmendapat pembelajaran berbasis hands-onyang menuntut mereka hingga dapatmenganalisis. Hal inilah yang menjaditantangan berat bagi mereka. Aktivitasmenganalis data erat kaitannya denganaktivitas pengujian. Meskipun siswa memilikidata, siswa belum terbiasa melakukan analisis.Hal inilah yang menjadi tantangan berat bagimereka. Untuk mengatasi masalah ini gurumenekankan kepada siswa pentingnyamengikuti prosedur percobaan dengan teliti,gigih, dan jujur. Dengan demikian hasil yangdiharapkan akan sesuai dengan harapan.Hasilnya, pada pertemuan kedua dan ketigakemampuan analisis data siswa mengalamipeningkatan.

Proses berpikir manusia untukmenghubungakan data atau fakta yang adasehingga sampai pada suatu kesimpulan. Perluditekankan kepada siswa bahwa kemampuanmenganalisis siswa adalah kompetensi dasaryang ingin dicapai. Dengan penalaran yangtepat, siswa dapat melihat hubungan antarvariabel dan memahami pola-pola yangterbentuk dari data yang ada. Analisis yangbaik berarti ketepatan pengorganisasian danpenyajian semua gagasan. Namun, padapertemuan pertama peneliti menemukankendala teknis berupa kelemahan siswa dalammenentukan hubungan kausalitas. Tentu sajahal ini mempengaruhi kemampuan analisissiswa.

Kenyataan di lapangan membuktikanbahwa kegiatan berinkuiri bukanlah hal yang

sulit di kelas asalkan siswa sejak dini telahdibiasakan untuk dapat menentukan variabel,membuat hipotesis, dan membuat asosiasiyang logis untuk melihat hubungan antarvariabel, ditambah dengan pemberian motivasikepada siswa. Hal ini terlihat pada pertemuankedua dan ketiga terjadi peningkatanpersentase siswa yang dapat merumuskanhipotesis dengan benar.

Berdasarkan data N Gain kemampuankognitif siswa untuk setiap aspek (Gambar 3),dapat kita amati bahwa siswa kelas eksperimenmemiliki rata-rata N Gain yang lebih tinggidibandingkan siswa kelas kontrol. Hasil ujihipotesis menggunakan data N Gain rata-ratamenunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaanrata-rata pada kedua kelas, terkecuali padaaspek kognitif C3 (Tabel 2). Berdasarkan Tabel4.8, kelompok data yang memiliki Asymp.Sig.>0,05 hanyalah kelompok data nilai N-gainrata-rata pada aspek kognitif C3. Sehinggadapat disimpulkan bahwa tidak terdapatperbedaan peningkatan kemampuan kognitifyang signifikan untuk aspek kemampuankognitif C3 antara kelas eksperimen dan kelaskontrol. Sementara, untuk kelompok data nilaiN-gain rata-rata untuk aspek kognitif C1, C2,dan C4 memiliki Asymp. Sig.<0,05. Sehinggadapat disimpulkan bahwa penerapan modelpembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukanstrategi PI secara signifikan dapat lebihmeningkatkan kemampuan kognitif untuk aspekkemampuan kognitif C1, C2, dan C4dibandingkan penerapan model inkuiriterbimbing tanpa PI.

Tidak adanya perbedaan peningkatanyang signifikan pada kemampuan kognitifuntuk aspek C3 antara kedua kelas inidikarenakan siswa telah familier dengan soal-soal yang diujikan pada pretest dan postest.umumnya siswa sudah mengetahui jenispengetahuan yang harus digunakan.Familiaritas soal yang diujikan menjadi alasanutama siswa dapat memilih konsep danprosedur yang tepat untuk digunakan. Adanyaperbedaan peningkatan pada kedua kelas ini,dimana kemampuan Mengaplikasikan siswakelas kontrol lebih tinggi dibandingkan siswakelas eksperimen disebabkan siswa pada kelaskontrol lebih terbiasa dalam hal drilling soaldibanding siswa kelas eksperimen. Meskipundemikian, peningkatan kemampuanMengaplikasikan siswa kelas eksperimendiyakini disebabkan siswa kelas tersebut benar-benar memahami konsep-konsep dasar yang

Page 175: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

164 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

mendukung proses kognitif yang lebih tinggi.Berbeda halnya dengan peningkatan siswakelas kontrol yang diyakini disebabkan olehdrilling soal yang dilakukan, bukan daripenguasaan konsep dasar yang dimiliki.

Siswa yang memiliki prestasi akademi diatas rata-rata, terus berupaya meningkatkanpenguasaan konsep dari sub materi ke submateri lainnya dan terus bergerak menjajakisub materi bahkan sub materi yang lebih majudi depan. Mereka akan tertarik melihatfenomena-fenomena baru dan akan berupayamenjelaskan fenomena baru tersebutmenggunakan pengetahuan yang telah merekamiliki.

Pembelajaran inkuiri terbimbing melatihkemampuan dan keterampilan siswa dalammenyelidiki fenomena alam melalui kegiatanpraktikum, sehingga melalui proses ini siswadapat memahami konsep yang terujikebenarannya. Kemudian dengan adanya tesKognitif sebagai bagian dari strategipembelajaran PI dapat memperkuat skemakognitif yang telah dibangun siswa. Hal inisejalan dengan pernyataan Ausubel yangmenyatakan bahwa agar sebuah pembelajaranmenjadi bermakna, maka konsep baru atauinformasi baru yang diperoleh siswa harusdikaitkan dengan konsep-konsep yang telahada dalam struktur kognitif siswa (Dahar, 1996).

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data yangdilakukan dalam penelitian ini, maka dapatdisimpulkan bahwa penerapan modelpembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukandengan strategi PI secara signifikan dapat lebihmeningkatkan kemampuan kognitif siswadibandingkan dengan model pembelajaraninkuiri terbimbing tanpa PI.

Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan mengenai penerapan modelpembelajaran inkuiri terbimbing yang dipadukanpeer instruction pada materi suhu dan kalor,peneliti memberikan beberapa saran sebagaiberikut: 1) Pada tahapan analisis dan penarikankesimpulan menggunakan model pembelajaraninkuiri terbimbing yang dipadukan peerinstruction masih banyak menghabiskan waktudalam kegiatan diskusi, baik kegiatan diskusikelompok maupun diskusi kelas. Untuk itu perlupengorganisaian bentuk diskusi yang jelassehingga kegiatan diskusi dapat dioptimalkan,2) Guru harus selalu berinovasi dalam halmengembangkan pembelajaran di kelas

dengan memanfaatkan teknologi. Salah satumedia yang dapat membantu ClickerClassroom atau Clasroom Response System(CRS). Dengan demikian diharapkanterciptanya pembelajaran fisika yang efektif dikelas, 3) Pemberian modul dan penugasan Pre-Class Reading sebaiknya dilakukan secaraonline. Hal ini bertujuan agar guru dapatmemonitoring aktivitas belajar siswa secaraakurat. Selain itu, komunikasi antara-guru dansiswa yang terjalin akan lebih efisien dan hematwaktu.

DAFTAR PUSTAKA

Kemdikbud. (2014). Materi PelatihanImplementasi Kurikulum 2013 tahunajaran 2014, MATA Pelajaran FisikaSMA/SMK. Jakarta: tidak diterbitkan.

Anderson, W. L. & Krathwohl (Editor). (2010).Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,Pengajaran, dan Asessmen. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Burger, E. & Starbird, M. (2013). 5 ElemenBerpikir Efektif. Jakarta: KepustakanPopuler Gramedia.

Mazur, E. & Crouch, C. (2001). A PeerInstruction: Ten Years of Experiences andResults. Am. J.Phys. 69 (9), pp. 970-977.

Tolga. (2012). The Effect of Peer Intruction onStudents’ Conceptual Learning andMotivation. Asian-Pacific on ScienceLearning and Teaching, Vol. 13, Issue 1,Article 1.

Kurniawati, I. D., Wartono, & Diantoro. (2014).Pengaruh Pembelajaran InkuiriTerbimbing yang dipadukan dengan Peerinstruction Terhadap Penguasaan Konsepdan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol.10, 36-46.

Wenning, C. J. (2005). Levels of Inquiry:Hierarchies of Pedagogical Practices andInquiry Proccesses. J. Phys. Tchr. Educ.Online 2(3), 3-11.

Dahar, R. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta:Erlangga.

Page 176: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

Analisis Video-Animasi-Teks-Narasi (VATeN) pada Pembelajaran FisikaSMA Materi Kesetimbangan Benda Tegar

Silka AbyadatiDepartemen Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Proses transfer ilmu Fisika yang masih bersifat abstrak memerlukan media pembelajaranyang tepat, baik dari segi konten maupun dari segi manfaat. Kemajuan ICT saat inimemberikan peluang dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu pembelajaran disekolah. Dengan fasilitas software yang memiliki keunggulan dalam hal tampilan dankepraktisan, media berbantuan komputer banyak dipilih untuk mengkomunikasikan materipembelajaran kepada peserta didik. Video dan animasi merupakan tayangan yang dapatmenyajikan peristiwa sehari-hari dan kondisi fisis dari fenomena Fisika pada materiKesetimbangan Benda Tegar. Dengan dilengkapi teks dan narasi suara, tayangan videodan animasi dapat membantu guru dalam mentransfer konsep Fisika kepada siswa. Video-Animasi-Teks-Narasi (VATeN) dapat diintegerasikan dalam pembelajaran sebagai mediapembelajaran Fisika berbasis Konstruktivis yang memiliki komponen: 1) Penyampaianargument dan diskusi; 2) Konflik konseptual dan dilemma; 3) Pengungkapan Ide; 4) Solusidengan material yang sesuai; 5) Refleksi dan investigasi; 6) Pemenuhan kebutuhan siswa;dan 7) Kebermaknaan dengan contoh fenomena nyata.

ABSTRACT

The transferring process of Physics concept, which still abstract, needs a learning materialhelping both for the content and also the usefulness. The development of ICT, nowadays,give an opportunity to use a computer as a tool for teaching and learning in a school. Withthe upgraded software, computer based instruction are choosen to deliver the lesson tostudents. Video and animation are a presentation that can show a real-life phenomena andphysical condition related with Rigid Body Equilibrium. Embedded with on screen text andnarration, the showing of Video and Animation can help a teacher to deliver the Physicsconcept. Video-Animation-Text-Narration (VATeN) can be integrated into Physics teachingand learning as a tools that based on Konstruktivis concept, which have some components:1) Arguments and discussion; 2) Conceptual confict and dillemas; 3) Sharing idea withothers; 4) Materials and resources targeted toward solutions; 5) Reflection andinvestigation; 6) Meeting students’ needs; and 7) Making meaning, real-life examples.

©2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : ICT, Kesetimbangan Benda Tegar, VATeN

PENDAHULUAN

Salah satu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)yang erat kaitannya dengan peristiwa dikehidupan sehari-hari adalah Fisika. Konsep-konsep materi di dalam pelajaran Fisika masihbersifat abstrak, sehingga dalam prosesmemahaminya diperlukan penghayatan yangmendalam. Proses transfer konsep Fisika inimemerlukan media penyampaian yang komu-

nikatif, seperti: alat peraga, video, animasi,gambar maupun teks. Gredler (2011)menyatakan bahwa media tidak hanya terbataspada alat-alat berbantuan komputer, tetapiseorang guru pun dapat menjadi mediakomunikasi untuk mentransfer konsep Fisikakepada siswa.

Pembelajaran Fisika yang dilakukan ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) diha-rapkan dapat memberikan pengalaman yang

Page 177: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

166 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

bermakna kepada siswa, dimana siswa dapatmengkaitkan konsep Fisika dengan fenomenadi kehidupan sehari-hari. Dengan mengetahuiketerpakaian ilmu Fisika yang dipelajari, siswaakan merasa tertantang dan menganggap ilmuFisika adalah ilmu yang penting bagikehidupan. Fisika tidak lagi menjadi ilmu yanghanya berkaitan dengan rumus matematis danhitungan.

Bagaimanapun, saat ini proses transferkonsep Fisika dari guru kepada murid masihmengalami kendala. Ilmu Fisika yang bersifatabstrak dan mengandung kondisi-kondisi fisisyang kasat mata masih membuat siswa merasabingung. Hal ini menyebabkan siswa masihkesulitan dalam memahami konsep Fisika.Lebih jauh, pemahaman konsep Fisika yangkurang baik juga akan menghambat siswadalam mengaplikasikan ilmu Fisika dalamkehidupan sehari-hari.

Penggunaan media berbantuan perang-kat komputer diharapkan dapat membantusiswa dalam memahami konsep Fisika yangabstrak. Selain mudah dioperasikan, mediakomputer juga dianggap lebih praktis dan dapattidak memerlukan banyak waktu dalampengoperasiannya. Program komputer berupavideo kehidupan sehari-hari dapat mena-yangkan fenomena nyata yang sulit dihadirkandi dalam kelas, misalnya: dongkrak hidrolikpada materi Hukum Pascal, teropong bintangpada materi Alat optik, dan konstruksi jembatanyang biasa dibahas pada materi kesetim-bangan benda tegar.

Tayangan animasi komputer juga dapatmembantu menghadirkan kondisi fisis darifenomena Fisika, misalnya gaya-gaya yangbekerja pada kondisi setimbang jembatan.Adanya animasi yang dipadukan dengan videoini dapat memberikan contoh aplikasi konsepFisika pada siswa sehingga pemahamankonsep akan lebih mudah

PEMBAHASANICT di dalam Pembelajaran Fisika

Perkembangan Information and Commu-nication Technologies (ICT) atau TeknologiInformasi dan Komunikasi membuka kesem-patan dunia pendidikan untuk memanfaatkanfasilitas berbantuan komputer di dalam prosesbelajar mengajar. Siswa yang mengalamiproses belajar dengan bantuan multimediaberbasis komputer, memiliki hasil belajar Fisikayang lebih baik dibandingkan dengan siswa lain

yang belajar Fisika dengan lingkungan belajarberpusat pada guru (Adegoke, 2010).

Salah satu bentuk ICT ada multimediayang merupakan kombinasi teks, gambar,suara, animasi dan video yang ditayangkanoleh komputer. Ketika multimediamemungkinkan pengguna untuk mengkontrolkapan dan apa yang akan ditayangkan, makakondisi ini disebut dengan multimedia interaktif.Adapun hipermedia adalah multimedia yangmemiliki fasilitas link sehingga pengguna dapatmemilih tayangan apa yang akan disajikan(Issue, Antwi, & Anderson, 2015). Keunggulanpeng-gunaan multimedia terletak padakemudahan penggunaan dan keefektifan waktupembe-lajaran.

Video-Animasi-Teks-Narasi (VATeN)

Video dapat memberikan tayangan nyatadari kejadian sehari-hari. Penggunaan videodalam pembelajaran Fisika (Fadaei, Daraei, &Ley, 2013) telah menciptakan pembelajaranyang interaktif, menarik minat siswa danmeningkatkan hasil belajar. PembelajaranFisika dengan menggunakan kontekskehidupan sehari-hari akan membantu siswauntuk memahami konsep Fisika lebih baik danmempelajari Fisika dengan cara yangmemberikan makna/ manfaat. Fenomenasehari-hari ini dapat dihadirkan melaluitayangan video sehingga guru dapat mem-bantu siswa untuk mengaitkan konsep Fisikayang sedang dipelajari dengan contoh feno-mena di kehidupan nyata. Hal ini dapatmeningkatkan minat siswa dalam mempelajariFisika dan berpikir lebih kreatif (Ng & Nguyen,2006)

Turunnya aktifitas belajar siswa terhadapFisika, bukan disebabkan oleh minat yangrendah, namun lebih karena kurangnya animasiyang diintegerasikan dalam lingkungan belajar.Oleh karena itu, diperlukan langkah untukmengintegerasikan animasi ke dalam pembe-lajaran konsep Fisika untuk meningkatkanmotivasi dan ketertarikan siswa (Su & Yeh,2015). Animasi dapat memberikan visualisasidari konsep Fisika yang masih abstrak.

Penggunaan teks tertulis (on-screen text)pada tayangan video maupun animasi dapatmenyajikan poin penting dari materi Fisika,seperti: bentuk persamaan fungsional maupunistilah. Selain dalam bentuk tulisan yangmuncul bersama dengan video maupunanimasi, teks juga dapat diucapkan berupanarasi.

Page 178: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Silka Abyadati, - Analisis Video-Animasi –Teks-Narasi (VATeN) 167

Penggunaan media animasi, teks dannarasi (Adegoke, 2010, 2011) menunjukkanhasil belajar siswa yang lebih baikdibandingkan dengan siswa yang hanyamenggunakan animasi-teks maupun animasi-narasi. Hal ini berhubungan dengan cara kerjaotak (Working Memory/ WM) manusia dalammenerima informasi berupa bentuk visual(video, animasi, teks tertulis) dan audio (narasi)

yang akan disimpan dalam ingatan jangkapanjang (Long Term Memory/ LTM). HubunganWM dan LTM ini seperti skema jangka panjangyang dapat memudahkan transfer informasiyang datang melalui WM pada LTM. Gambar 1menunjukkan representasi dari komponenutama pada susunan kognitif otak manusia.

Gambar 1: Representasi Susunan Kognitif Otak Manusia

Meskipun cara kerja otak setiap individuberbeda, siswa yang memiliki pengetahuanawal tentang materi yang akan dipelajari, akanlebih mudah untuk menguasai materi tersebutpada tahap selanjutnya (Hatsidimitris &Hatsidimitris, 2013). Penayangan videorekaman dan kejadian sehari-hari, merupakansalah satu cara untuk memberikan gambaranawal pada siswa tentang materi yang akandipelajari selanjutnya.

Penggunaan VATeN dalam PembelajaranFisika

Konsep konstruktivis telah lama dipakaidalam pembelajaran Sains, khususnya Fisika.Konsep ini merupakan teori pengetahuan danpembelajaran dimana seseorang membangunpengetahuannya sendiri melalui prosespenyelesaian masalah dan memaknai ilmu baruyang didapatkan berdasar ilmu pengetahuanyang sebelumnya sudah dimiliki (Ȕltanir, 2012).Konsep konstruktivis ini sesuai dengankarakteristik pelajaran Fisika yang memerlukankebermaknaan dalam proses pembelajarannya.Siswa diharapkan dapat membangun konsepFisika yang dipelajari berdasarkan ilmu awaldan pengalaman kegiatan kelas.

Aspek-aspek konstruktivis menurutTenenbaum, G (2001) antara lain : 1)Penyampaian argument dan diskusi; 2) Konflikkonseptual dan dilemma; 3) Pengungkapan Ide;4) Solusi dengan material yang sesuai; 5)

Refleksi dan investigasi; 6) Pemenuhankebutuhan siswa; dan 7) Kebermaknaandengan contoh fenomena nyata. Media VATeNdigunakan sebagai salah satu sumber belajaryang dapat memberikan contoh fenomenakehidupan nyata, sehingga proses belajar siswapun akan lebih bermakna karena siswamengetahui keterapakaian konsep Fisika yangmereka pelajari untuk kehidupan sehari-hari.

Salah satu model pembelajaran berbasiskonstruktivis adalah model InterpretationConstruction (ICON) dimana siswa akanberhadapan dengan kasus dari suatu fenomenatertentu, membuat interpretasi secaraberkelompok, mencari informasi tentang kasustersebut, dan mendiskusikan ide yang munculdi dalam kelompok. Pendekatan pembelajaranyang dipakai adalah berbasis kelompok (group-based teaching and learning) (Fardanesh,2006). Strategi pembelajaran dapat dilakukandengan langkah-langkah: a) Observasi; b)Interpretasi; c)Kontekstualisasi; d) MembangunKonsep; e) Kolaborasi; f) Interpretasi ganda;dan g) Manifestasi ganda.

Salah satu materi Fisika yang dapat digalilebih dalam untuk mengungkap contoh dalamkehidupan sehari-hari adalah materi BendaTegar. Pembahasan tentang dinamika BendaTegar dapat disajikan melalui tayangan videodilengkapi dengan animasi sebagai penjelaskondisi fisis yang muncul pada fenomenaterkait.

Page 179: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

168 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Bagaimanapun, meski tayangan videodan animasi ini lebih unggul dari tayangangambar statis, penelitian menyarankan bahwaperan guru dalam pengoperasian media inisangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan agarsiswa tidak terlalu terbebani dengan materivisual yang terlalu berlebih. Beberapa teknikyang dapat dilakukan oleh guru adalah denganmemainkan tombol pause and play, mengulangkonsep yang kompleks dengan tombol rewind,memberikan narasi pada animasi secarasinkron, dan menjelaskan tayangan dengancara dan bahasa yang sesuai dengankemampuan siswa.

PENUTUP

Dari pembahasan tentang VATeNmemberikan gambaran bahwa tayangan videodan animasi dapat dipakai sebagai mediapembelajaran Fisika yang dapat menyajikancontoh peristiwa sehari-hari dan memunculkankondisi fisis berkaitan dengan konsep Fisikayang dipelajari. VATeN akan lebih menarikkarena adanya teks dan narasi suara yangkemunculannya secara sinkron dengan videodan animasi. Guru tetap memegang peranandalam proses operasional VATeN dengantujuan agar siswa tidak terbebani dengantayangan yang terlalu lama atau banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Adegoke, B. A. (2010). Integrating animations ,narratives and textual information forimproving Physics learning, 8(2), 725–748.

Adegoke, B. A. (2011). EFFECT OFMULTIMEDIA INSTRUCTION ONSENIOR SECONDARY SCHOOLSTUDENTS ’ ACHIEVEMENT INPHYSICS. European Journal ofEducational Studies, 3(3), 537–550.

Fadaei, A. S., Daraei, S., & Ley, C. M. (2013).Interactive multimedia related to real life , amodel to teach physics in high school,1(1), 7–12.

Fardanesh, H. (2006) A Classification ofConstructivist Instructional Design Modelsbased on Learning and TeachingApproaches. Tarbiat Modares University.

Hatsidimitris, G., & Hatsidimitris, G. (2013).Knowledge Management & E-Learninganimations animations, 5(3), 334–344.

Issue, V., Antwi, V., & Anderson, I. K. (2015).Effect of Computer Assisted Instruction onStudents ’ Interests and Attitudes inLearning Electricity and Magnetism in aGhanaian Senior High School Abstract :,4(4), 302–315.

Ng, W., & Nguyen, V. T. (2006). Investigatingthe integration of everyday phenomenaand practical work in physics teaching inVietnamese high schools, 7(1), 36–50.

Su, K., & Yeh, S. (2015). EffectiveAssessments of Integrated Animations toExplore College Students ’ PhysicsLearning Performances. Procedia - Socialand Behavioral Sciences, 176, 588–595.doi:10.1016/j.sbspro.2015.01.514

Tenenbaum, G. (2001). Constructivistpedagogy in conventional on- campus anddistance learning practice : an exploratoryinvestigation, 11, 87–111.

Ȕltanir, E. (2012). An Epistemological GlanceAt The Constructivist Approach :Constructivist Learning In Dewey , Piaget ,And MontessorI, 5(2).

Page 180: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUIPEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA KOMPUTER PADA MATERI ALAT

OPTIK

Rd. Risma Farissa Nur’asiah*, Parsaoran Siahaan, Achmad Samsudin, dan Endi SuhendiDepartemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswadengan diterapkannya pembelajaran berbasis multimedia komputer. Materi yangdituangkan ke dalam multimedia komputer adalah materi alat optik untuk jenjang sekolahmenengah pertama yang meliputi sub pokok bahasan mata, kacamata, kamera, dan lup.Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental dengan desain One GroupPretest-Posttest Design. Subjek penelitian yaitu siswa kelas IX di salah satu SMP Negeri diKota Bandung sebanyak 35 orang. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa diketahuimelalui analisis gain yang dinormalisasi dari skor pretest dan posttest pada setiappembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis multimediakomputer mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada aspekmengidentifikasi kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin sebesar 0,49(sedang), mencari persamaan dan perbedaan sebesar 0,46 (sedang), memberikan alasansebesar 0,35 (sedang), membuat hipotesis sebesar 0,26 (rendah), dan memilih kriteriauntuk mempertimbangkan solusi yang mungkin sebesar 0,37 (sedang). Secara keseluruhandiperoleh peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan kategori sedang padamasing-masing topik alat optik yang dipelajari.

ABSTRACT

This study aims to identify the increase of students' critical thinking skills with the applicationof multimedia computer-based learning. Material used in the multimedia computer wasoptical devices for junior high school level that included eyes, glasses, camera, andmagnifying glass. The method used was Pre-Experimental design with One Group Pretest-Posttest Design. The research subjects were 35 9th grade students in one of junior highschools in Bandung. The increase of students’ critical thinking skills was identified throughthe analysis of normalized gain of pretest and posttest scores in each lesson. The resultsshowed that the multimedia computer-based learning can improve students' critical thinkingskills in aspects of identifying criteria for judging possible answers by 0.49 (moderate),seeing similarities and differences by 0.46 (moderate), ability to give reason by 0.35(moderate), making the hypothesis by 0.26 (low), and selecting criteria to judge possiblesolution by 0.37 (moderate). Overall, the increase of students’ critical thinking skills wasobtained in the category of moderate in each topic of optical devices learned.

©2015 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: optical devices, critical thinking skills, multimedia computer

PENDAHULUAN

Kemampuan berpikir kritis termasuk kedalam kemampuan penting yang harus dimilikisiswa sehingga perlu dilatihkan selama prosespembelajaran. Tuntutan keterampilan tersebut

sejalan dengan tujuan mata pelajaran IlmuPengetahuan Alam yaitu untuk membudayakanberpikir kritis, kreatif, dan mandiri. Sebagaisalah satu cabang IPA, pembelajaran Fisika ditingkat SMP mengutamakan pemberianpengalaman belajar yang mampu

Page 181: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

170 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikapdan bertindak ilmiah serta berkomunikasi siswasebagai kebutuhan kompetensi masa depanpeserta didik (Depdiknas, 2006).

Pada kenyataannya, kemampuan berpikirkritis siswa masih kurang menjadi fokusperhatian dalam proses pembelajaran. Datastudi pendahuluan menunjukkan bahwasebanyak 65% siswa mengaku kesulitanmenjawab permasalahan Fisika meskipunsering mengerjakan latihan soal. Kesulitan inidialami siswa terutama ketika menyelesaikanpermasalahan Fisika yang berbeda dengansoal-soal yang biasa dilatihkan ataudicontohkan guru. Saat pembelajaran, siswayang berpartisipasi secara aktif sepertibertanya atau mengemukakan pendapat masihtergolong sedikit. Selain itu, dilihat dariketerampilan siswa dalam bertanya danmenjawab pertanyaan, memberikan alasan,berhipotesis, dan menentukan solusipermasalahan masih sangat rendah. Hal inimengindikasikan bahwa kemampuan berpikirkritis siswa masih rendah.

Kemampuan berpikir kritis siswa dapatdilatihkan dengan lebih mudah apabila prosespembelajaran berpusat pada siswa (studentcentered). Selain itu, pembelajaran yangdilakukan di dalam kelas pun harus mengikutiperkembangan zaman agar proses belajarlebih menarik dan tidak monoton, terlebih lagipada materi pelajaran yang cukup sulit ataukurang disukai siswa. Salah satu upaya yangdapat dilakukan adalah dengan menggunakanmultimedia komputer dalam prosespembelajaran.

Fathan dkk (2013, hlm. 79)mengungkapkan bahwa pembelajaran denganmenggunakan multimedia dapat digunakanuntuk menyalurkan pesan (berkomunikasi),merangsang pikiran, perasaan, perhatian danmotivasi siswa, sehingga dapat mendorongproses belajar. Pembelajaran tidak lagi bersifatteacher oriented namun bersifat studentoriented. Siswa dapat secara aktifbereksplorasi materi, berelaborasi danmengkonfirmasikan temuannya secara mandiri,namun cukup menyenangkan (Muhammaddalam Fathan dkk, 2013, hlm. 79).Pembelajaran seperti ini dapat merangsangkemampuan berpikir kritis siswa.

Materi pembelajaran alat-alat optikmerupakan salah satu materi Fisika yang cukupsulit dikuasai siswa dan menuntut siswa untukberpikir secara kritis. Penggunaan multimediakomputer pada pembelajaran alat-alat optik

diharapkan dapat melatih kemampuan berpikirkritis siswa dengan cara yang lebih menarikdan menyenangkan.

Aspek kemampuan berpikir kritis yangdimaksud dalam penelitian ini terdiri dari limaindikator pada aspek kemampuan (ability) yangdiadaptasi dari Ennis (1985), yaitumengidentifikasi kriteria untukmempertimbangkan jawaban yang mungkin,mencari persamaan dan perbedaan,memberikan alasan, membuat hipotesis, danmemilih kriteria untuk mempertimbangkansolusi yang mungkin. Penelitian dilakukanuntuk mengetahui peningkatan kemampuanberpikir kritis siswa setelah diterapkannyapembelajaran berbasis multimedia komputerpada materi alat optik.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitianini yaitu metode Pre-Experimental dengandesain penelitian One Group Pretest PosttestDesign. Populasi dalam penelitian ini adalahsiswa kelas IX salah satu SMP negeri di KotaBandung yang terdiri dari sembilan kelas,sedangkan sampelnya adalah salah satu kelasIX di sekolah tersebut, yaitu sebanyak 35 siswayang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 18 siswaperempuan dengan rentang usia 14-16 tahun.Teknik pemilihan sampel yang digunakanadalah teknik purposif sampling.

Instrumen penelitian berupa instrumentes. Data yang diperoleh yaitu data kuantitatifdengan teknik pengumpulan data melaluikegiatan tes untuk mengetahui kemampuanberpikir kritis siswa. Peningkatan kemampuanberpikir kritis siswa diketahui melalui analisisgain yang dinormalisasi dari skor pretestdan posttest berdasarkan persamaan berikut.

Besarnya nilai gain yang dinormalisasidikategorikan sebagai berikut.Tinggi : g ≥ 0,7Sedang : 0,3 ≤ g < 0,7Rendah : g < 0,3

(Hake dalam Sundayana, 2014, hlm. 151)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran alat-alat optik berbasismultimedia komputer dilakukan dalam empatpertemuan, masing-masing pertemuanmempelajari tentang sub pokok bahasan mata,

Page 182: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Rd. Risma Farissa Nur’asiah, dkk, - Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 171

kacamata, kamera, dan lup. Hasil analisis gainyang dinormalisasi pada masing-masing

pertemuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Gain yang Dinormalisasi Tiap Pertemuan

Pertemuan Nilai Rata-rata <g> KategoriPre-test Post-test1 1,83 3,63 0,57 Sedang2 2,37 3,97 0,59 Sedang3 1,43 3,60 0,60 Sedang4 1,89 3,63 0,57 Sedang

Tabel 1 menunjukkan adanyapeningkatan kemampuan berpikir kritis padasetiap pertemuan dengan kategori sedang.Seperti yang ditemukan pada beberapapenelitian sebelumnya (Samsudin & Liliawati,2011; Wiyono, 2012; dan Fathan dkk, 2013),penelitian ini juga menunjukkan bahwapemberian treatment dengan menggunakanmultimedia komputer dapat meningkatkankemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini karenapemanfaatan multimedia komputer dapatmerangsang pikiran dan perhatian siswa untukterlibat aktif dalam pembelajaran. Peningkatanyang paling tinggi terjadi pada pertemuan ketiga, yaitu dengan skor N-Gain sebesar 0,60,sedangkan peningkatan yang paling rendahterjadi pada pertemuan pertama dan ke empatdengan skor N-Gain yang sama yaitu 0,57.

Peningkatan kemampuan berpikir kritispaling rendah wajar terjadi pada pertemuanpertama (<g>=0,57) karena siswa baru pertamakali mendapatkan treatment pembelajaranmenggunakan multimedia komputer. Padapertemuan pertama, siswa belum terlatih untukberpikir secara kritis sehingga belum terbiasadalam menjawab soal-soal yangmengidentifikasi aspek-aspek kemampuanberpikir kritis. Pada pertemuan berikutnya,terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritisyang lebih tinggi (pertemuan dua <g>=0,59 danpertemuan tiga <g>=0,60). Hal ini terjadi karenasiswa lebih terlatih berpikir secara kritis melaluitreatment yang diberikan sehingga mulaiterbiasa menyelesaikan soal-soal berpikir kritis.

Pola kemampuan berpikir kritis siswayang meningkat secara berkala ditunjukkanpada pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga, namun pola yang berbeda ditunjukkanpada pertemuan keempat. Peningkatankemampuan berpikir kritis pada pertemuan keempat (<g>=0,57) justru lebih kecil daripertemuan sebelumnya. Faktor yangmempengaruhi hal tersebut diantaranyapenggunaan multimedia komputer padapertemuan ke empat memiliki porsi yang lebihsedikit dibandingkan pertemuan-pertemuansebelumnya. Hal ini disebabkan pada subpokok bahasan lup tidak terlalu banyak konsepyang dapat dituangkan ke dalam multimediakomputer. Sebagaimana diungkapkan olehHasrul (2010) bahwa penggunaan multimediakomputer dalam pembelajaran merupakansebuah teknologi baru yang memiliki potensibesar untuk mengubah cara belajar. Multimediakomputer mendukung proses belajar menjadistudent oriented karena dapat merangsangpikiran dan perhatian siswa sehinggaberpotensi untuk mengembangkan kemampuanberpikir kritis siswa (Fathan, 2013, hlm. 79).

Aspek kemampuan berpikir kritis yangdiamati dalam penelitian ini meliputi 5 indikator,yaitu mengidentifikasi atau merumuskan kriteriauntuk mempertimbangkan jawaban yangmungkin, mencari persamaan dan perbedaan,memberikan alasan, membuat hipotesis, danmemilih kriteria yang mungkin sebagai solusipermasalahan. Peningkatan pada setiapindikator kemampuan berpikir kritis disajikandalam Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Gain yang Dinormalisasi tiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Indikator Nilai Rata-rata <g> KategoriPre-test Post-testMengidentifikasi kriteria untukmempertimbangkan jawaban yang mungkin 1,51 3,26 0,50 Sedang

Mencari persamaan dan perbedaan 1,63 3,20 0,47 SedangMemberikan alasan 1,74 3,20 0,45 SedangMembuat hipotesis 1,00 2,14 0,29 RendahMemilih kriteria yang mungkin sebagai solusi 1,63 3,03 0,42 Sedang

Page 183: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

172 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

permasalahan

Peningkatan kemampuan berpikir kritissiswa juga terjadi pada setiap indikator yangdiamati. Berdasarkan Tabel 2, tampak bahwapencapaian peningkatan tertinggi terdapat padaindikator mengidentifikasi atau merumuskankriteria untuk mempertimbangkan jawabanyang mungkin (<g>=0,50). Hal ini terjadi karenakemampuan tersebut berada pada tahapanterendah dalam aspek kemampuan berpikirkritis, yaitu pada aspek memberikan penjelasandasar. Pemikiran kritis siswa yang dibutuhkanpada kemampuan ini masih sederhana danbelum terlalu kompleks dibandingkan dengankeempat indikator lainnya. Selain itu,kemampuan mengidentifikasi atau merumuskankriteria untuk mempertimbangkan jawabanyang mungkin cukup mudah dilatihkan kepadasiswa selama proses pembelajaranberlangsung.

Kemudian, peningkatan yang palingrendah terdapat pada indikator membuathipotesis (<g>=0,29). Ditinjau dari tingkatkesukarannya, soal-soal membuat hipotesispada umumnya berkategori sukar dan soal-soalmengidentifikasi kriteria untukmempertimbangkan jawaban yang mungkinpada umumnya berkategori sedang. Hal inidisebabkan indikator membuat hipotesistermasuk ke dalam aspek inferensi(menyimpulkan) yang berada pada tahapanketiga dalam aspek kemampuan berpikir kritis.Dalam menjawab soal-soal yangmengidentifikasi kemampuan membuathipotesis, dibutuhkan penalaran siswa yanglebih kompleks sebelum siswa menarik suatukesimpulan sehingga diperoleh peningkatanyang paling rendah pada indikator tersebut.

Kemampuan membuat hipotesismerupakan salah satu kemampuanmenyimpulkan (inferring) yang didefinisikansebagai kemampuan untuk menghubungkanberbagai petunjuk (clue) dan fakta atauinformasi dengan pengetahuan yang telahdimiliki untuk membuat suatu prediksi hasilakhir yang terumuskan (Suprapto, 2008). Untukmengajarkan kemampuan inferring,pertama‑tama proses kognitif harus dipecah kedalam beberapa langkah, yaitu mengidentifikasipertanyaan atau fokus kesimpulan yang akandibuat, mengidentifikasi fakta yang diketahui,mengidentifikasi pengetahuan yang relevanyang telah diketahui sebelumnya, dan membuatperumusan prediksi hasil akhir. Dengandemikian, dibutuhkan waktu yang tidak singkat

untuk melatih kemampuan membuat hipotesiskepada siswa dan harus dilakukan secarakontinu. Hal ini pula yang menyebabkanpeningkatan kemampuan kemampuan berpikirkritis siswa yang paling rendah adalah padaindikator membuat hipotesis.

Sementara itu, penggunaan multimediakomputer cukup efektif untuk meningkatkankemampuan mengidentifikasi atau merumuskankriteria untuk mempertimbangkan jawabanyang mungkin. Hal ini terjadi karena dengandigunakannya multimedia komputer, siswadapat lebih mudah mengidentifikasi berbagaiinformasi yang dituangkan dalam simulasi,animasi, maupun video yang ditampilkan. Olehkarena itu, diperoleh peningkatan kemampuanberpikir kritis siswa yang paling tinggi padaindikator mengidentifikasi kriteria untukmempertimbangkan jawaban yang mungkin.

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telahdilakukan, disimpulkan bahwa penggunaanmultimedia komputer dalam pembelajaran alatoptik dapat SMP dengan perolehan gainternormalisasi berkategori sedang pada setiappertemuan. Peningkatan kemampuan berpikirkritis juga terjadi pada setiap indikatorkemampuan berpikir kritis dengan peningkatanyang paling tinggi pada indikatormengidentifikasi atau merumuskan kriteriauntuk mempertimbangkan jawaban yangmungkin dan peningkatan paling rendah padaindikator membuat hipotesis.

Secara praktis, penggunaan multimediakomputer dapat dijadikan salah satu alternatifuntuk meningkatkan kemampuan berpikir kritissiswa. Akan tetapi, penggunaan multimediakomputer pada penelitian ini belum dapatmelatih kemampuan membuat hipotesisdengan baik. Untuk melatih kemampuanberhipotesis, multimedia komputer dapatdigunakan sebagai pendukung pembelajaran,namun percobaan dengan alat riil harus tetapdilakukan agar siswa memperoleh pengalamansecara langsung. Selain itu, kegiatanpercobaan yang dilakukan pun harus terencanadengan baik disertai dengan arahan pertanyaanyang dapat melatih siswa untuk berhipotesis.

DAFTAR PUSTAKA

Page 184: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Rd. Risma Farissa Nur’asiah, dkk, - Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis 173

Depdiknas. 2006. Mata Pelajaran Fisika UntukSekolah Menengah Pertama (SMP) /Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta:Depdiknas.

Ennis, R. H. 1985. A logical basis for measuringcritical thinking skills. EducationalLeadership, 43 (2), hlm. 44-48.

Fathan, F., Liliasari, & Rohman, I. 2013.Pembelajaran kesetimbangan kimiadengan multimedia interaktif untukmeningkatkan penguasaan konsep danketerampilan berpikir kritis siswa SMA.Jurnal Riset dan Praktik PendidikanKimia, 1 (1), hlm. 76-83.

Hasrul. 2010. Langkah-langkah PengembanganPembelajaran Multimedia Interaktif.Jurnal MEDTEK, 2 (1).

Samsudin, A. & Liliawati W. 2011. Efektivitaspembelajaran fisika denganmenggunakan media animasi komputerterhadap peningkatan keterampilanberpikir kritis siswa SMA. ProsidingSeminar Nasional Penelitian,Pendidikan, dan Penerapan MIPA,Fakultas MIPA, Universitas NegeriYogyakarta (hlm. F85-F91).

Sundayana, R. 2014. Statistika PenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprapto. 2008. Menggunakan KeterampilanBerpikir untuk Meningkatkan MutuPembelajaran. [Online]. Diakses darihttps://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/06/13/menggunakanketrampilan-berpikir-untuk-meningkatkan-mutu-pembelajaran/

Wiyono, K. 2012. Pengembangan modelmultimedia interaktif adaptifpendahuluan fisika zat padat untukmeningkatkan penguasaan konsep danketerampilan berpikir kritis mahasiswacalon guru. (Disertasi). Bandung:Program Pascasarjana UPI.

Page 185: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PEMBIASAN LENSA MELALUIPENERAPAN METODE EKSPERIMEN SISWA KELAS VIII.5 SMP NEGERI 3 BANDUNG

Sri Rahayu1*, Andhy Setiawan2, M. Ghina Nugraha3

1SMP Negeri 3 Bandung2Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPI

Email: [email protected]

ABSTRAK

Berdasarkan data hasil ulangan IPA umumnya menunjukkan hasil yang rendah sebagaicontoh hasil UTS kelas VIII.5 tahun ajaran 2014/2015 adalah sebsesar 69,49. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan pemahaman konsep pembiasan padalensa dengan menggunakan metode eksperimen pada siswa kelas VIII.5 SMP Negeri 3Bandung. Adapun subjek penelitian terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Setiapsiklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasilpostes siklus I diperoleh peningkatan rata-rata kelas dari 40,61 menjadi 69,09 denganketuntasan belajar postes 72,72% dari ketuntasan belajar hasil pretes 15,15%. Pada siklus IIrata-rata kelas hasil postes menjadi 63,94 dari 28,48 dengan ketuntasan belajar 75,76% dari3,03%. Nilai rata-rata gain ternormalisasi cenderung meningkat dari 0,48 ( pada siklus I )menjadi 0,50 (pada siklus II). Secara umum penerapan metode eksperimen pada penelitianini dapat meningkatkan pemahaman konsep pembiasan pada lensa dengan kriteria sedang.

ABSTRACT

The objective of researchwas to find out how to improve the understanding of refractionconcept on lens through the practice of experiment method for the student of class VIII.5Junior High School 3 Bandung. The subjects of the research consisted of 33 students, 13 ofwhich are boys and 20 girls. This research was a class action. Research which consisted of 2cycles. Each cycle consisted of 4 phases which were planning,action, observation andreflection. At the first cycle the class median rose from 40,61 become 69,09 with studyexhaustiveness 72,72% out of pretest study exhaustiveness 15,15%. At the second cycle theclass median as the result of the post test become 63,94 from 28,48 with studyexhaustiveness 75,76% out of 3,03%. The median of normalized gain rose from 0,48 (at thefirst cycle) became 0,50 ( at the second cycle ). Generally the practice of experiment methodin this research can improve the understanding of refraction concept on lens with moderatecriteria.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: discovery approach, learning physics, student achievement

PENDAHULUAN

Dari pengalaman selama ini, matapelajaran IPA dianggap sulit untuk dimengerti,

siswa kurang tertarik pada pelajaran tersebut.Hal ini mungkin terjadi akaibat metode padaproses belajar mengajar menggunakan metodeyang hanya tertuju pada satu arah sehingga

Page 186: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sri Rahayu, dkk, - Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan 175

siswa kurang terlibat di dalamnya. Guru hanyamemberikan pemahaman IPA secara teoritisakibatnya hasil belajar rendah. Salah satu carasupaya siswa tertarik dan termotivasi untukterlibat dalam pembelajaran adalah denganpemilihan metode yang tepat sehingga siswamudah mencerna konsep-konsep yangdiberikan dengan melihat fenomena alamsecara langsung. Salah satunya adalah denganmetode eksperimen.

Menurut Djamarah dalam Heriawan dkk(2012) Metode eksperimen adalah carapenyajian pelajaran, dimana siswa melakukanpercobaan dengan mengalami sendiri sesuatuyang dipelajari. Dengan mengalami sendirisesuatu yang dipelajari diharapkan siswamampu menggali konsep dari hasil mengamatipercobaan yang dilakukannya.

Schoenherr dalam Heriawan dkk (2012)mengatakan bahwa Metode eksperimen adalahmetode yang sesuai untuk pembelajaran sains,karena metode eksperimen mampumemberikan kondisi belajar yang dapatmengembangkan kemampuan berfikir dankreatifitas secara optimal. Dari pernyataantersebut dapat dikatakan bahwa metodeeksperimen bisa dijadikan salah satualternative untuk meningkatkan pemahamansiswa pada konsep IPA. Hasil Penelitian

sejenis pernah dilakukan oleh Waruhu.Ermaliana M.Pd dan Arif, Samsul.

Berdasarkan atas permasalahan di atas,maka tujuan penelitian tindakan ini adalahmeningkatkan pemahaman konsep pembiasanpada lensa melalui penerapan metodeeksperimen pada siswa kelas VIII.5 di SMPNegeri 3 Bandung .

METODE

Penelitian yang telah dilakukanmerupakan penelitian tindakan kelas (PTK).Menurut Aqib (2008:3) Penelitian Tindakanadalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diri dengantujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehinggahasil belajar siswa meningkat.

Dalam penelitian ini penelitimenggunakan model spiral Taggart. Dalammodel penelitian ini terdapat empat komponenyaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act),pengamatan (observe) dan refleksi (reflect). (Arikunto, 2014:20).

Adapun Skema Penelitian menurutKemmis dan Taggart adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Penelitian

Data yang telah diperoleh dari penelitiankemudian diolah dan dianalisis denganmenggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisisdata yang menunjukkan proses interaksi yangterjadi selama pembelajaran, yaitu respon

terhadap penerapan metode eksperimen dalampembelajaran IPA. Data yang dianalisis berasaldari lembar observasi. Sedangkan analisiskuantitatif digunakan untuk mengetahuipemahaman konsep siswa dalampembelajaran IPA. Data ini berasal dari hasil

Perencanaan

Pelaksanaan

PerencanaanRefleksi

SIKLUS I

Pengamatan

PelaksanaanRefleksi SIKLUS II

Pengamatan

?

Page 187: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

176 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

tes yang diberikan pada siswa.Instrumen yangdigunakan penguasaan konsep dengan soalpilihan ganda. Peningkatan penguasaankonsep dari pretes dan postes siklus I dansiklus II.Sampel penelitian diambil dari siswakelas VIII.5 SMP N 3 Bandung dengan jumlahsiswa laki-laki 13 orang dan perempuan 20.Peningkatan pemahaman konsep ditentukanmenggunakan rata-rata gain ternormalisasimenurut Hake sebagai berikut:

Keterangan: <g> = gain ternormalisasiSr = skor postesSi = skor pretes

Tabel Interpretasi Nilai Nilai Rata-rata GainTernormalisasi

Nilai <g> InterpretasiPeningkatan

0,7 < (g) ≤ 1,00 tinggi0,3< (g )≤ 0,7 sedang0,0 < (g) ≤ 0,3 rendah

Hake (1999)

Menurut Aqip (2008) penelitiandikatakan berhasil jika hasil penelitian ituberkualifikasi baik atau sangat baik. Kriteria iniberlaku untuk hasil pembelajaran juga padaaspek pembelajaran, yang meliputi aktivitassiswa dan guru. Adapun taraf keberhasilantindakan dan hasil pembelajaran adalahsebagai berikut:

Tabel Taraf Keberhasilan Pembelajaran danTindakan dalam Proses Pembelajaran

Tingkatkeberhasilan

Kualifikasi

85 – 100 % Sangat Baik65 – 84 % Baik55 – 64 % Kurang0 – 54 % Sangat Kurang

Aqib (2008:160)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukanterlihat perbedaan hasil pretes dan postesSiklus I ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, danGambar 3.

Tabel 1. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus I

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Tabel 2. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep SiswaSiklus I Pretes Postes <g> Kriteria

PeningkatanRata - rata 40,61 69,91 0,48 Sedang

0

10

20

30

40

50

60

70

40,61

Nilai Rata-rata Pretes, Postes dan Presentase <g> Siklus I

<g> = <Sf> - <Si>100 - <Si>

176 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

tes yang diberikan pada siswa.Instrumen yangdigunakan penguasaan konsep dengan soalpilihan ganda. Peningkatan penguasaankonsep dari pretes dan postes siklus I dansiklus II.Sampel penelitian diambil dari siswakelas VIII.5 SMP N 3 Bandung dengan jumlahsiswa laki-laki 13 orang dan perempuan 20.Peningkatan pemahaman konsep ditentukanmenggunakan rata-rata gain ternormalisasimenurut Hake sebagai berikut:

Keterangan: <g> = gain ternormalisasiSr = skor postesSi = skor pretes

Tabel Interpretasi Nilai Nilai Rata-rata GainTernormalisasi

Nilai <g> InterpretasiPeningkatan

0,7 < (g) ≤ 1,00 tinggi0,3< (g )≤ 0,7 sedang0,0 < (g) ≤ 0,3 rendah

Hake (1999)

Menurut Aqip (2008) penelitiandikatakan berhasil jika hasil penelitian ituberkualifikasi baik atau sangat baik. Kriteria iniberlaku untuk hasil pembelajaran juga padaaspek pembelajaran, yang meliputi aktivitassiswa dan guru. Adapun taraf keberhasilantindakan dan hasil pembelajaran adalahsebagai berikut:

Tabel Taraf Keberhasilan Pembelajaran danTindakan dalam Proses Pembelajaran

Tingkatkeberhasilan

Kualifikasi

85 – 100 % Sangat Baik65 – 84 % Baik55 – 64 % Kurang0 – 54 % Sangat Kurang

Aqib (2008:160)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukanterlihat perbedaan hasil pretes dan postesSiklus I ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, danGambar 3.

Tabel 1. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus I

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Tabel 2. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep SiswaSiklus I Pretes Postes <g> Kriteria

PeningkatanRata - rata 40,61 69,91 0,48 Sedang

Pretes Postes Presentase <g>

40,61

69,09

48

Nilai Rata-rata Pretes, Postes dan Presentase <g> Siklus I

Pemahaman Konsep

<g> = <Sf> - <Si>100 - <Si>

176 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

tes yang diberikan pada siswa.Instrumen yangdigunakan penguasaan konsep dengan soalpilihan ganda. Peningkatan penguasaankonsep dari pretes dan postes siklus I dansiklus II.Sampel penelitian diambil dari siswakelas VIII.5 SMP N 3 Bandung dengan jumlahsiswa laki-laki 13 orang dan perempuan 20.Peningkatan pemahaman konsep ditentukanmenggunakan rata-rata gain ternormalisasimenurut Hake sebagai berikut:

Keterangan: <g> = gain ternormalisasiSr = skor postesSi = skor pretes

Tabel Interpretasi Nilai Nilai Rata-rata GainTernormalisasi

Nilai <g> InterpretasiPeningkatan

0,7 < (g) ≤ 1,00 tinggi0,3< (g )≤ 0,7 sedang0,0 < (g) ≤ 0,3 rendah

Hake (1999)

Menurut Aqip (2008) penelitiandikatakan berhasil jika hasil penelitian ituberkualifikasi baik atau sangat baik. Kriteria iniberlaku untuk hasil pembelajaran juga padaaspek pembelajaran, yang meliputi aktivitassiswa dan guru. Adapun taraf keberhasilantindakan dan hasil pembelajaran adalahsebagai berikut:

Tabel Taraf Keberhasilan Pembelajaran danTindakan dalam Proses Pembelajaran

Tingkatkeberhasilan

Kualifikasi

85 – 100 % Sangat Baik65 – 84 % Baik55 – 64 % Kurang0 – 54 % Sangat Kurang

Aqib (2008:160)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukanterlihat perbedaan hasil pretes dan postesSiklus I ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, danGambar 3.

Tabel 1. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus I

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Tabel 2. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep SiswaSiklus I Pretes Postes <g> Kriteria

PeningkatanRata - rata 40,61 69,91 0,48 Sedang

<g> = <Sf> - <Si>100 - <Si>

Page 188: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sri Rahayu, dkk, - Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan 177

Gambar 2. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus IPeningkatan dari hasil pretes dan postes

digambarkan dalam Gambar 2. Dari siklus Iternyata penguasaan konsep pembiasan padalensa mengalami peningkatan. Hal ini terjadikarena penggunaan metode eksperimen dapatmelibatkan siswa dalam proses belajarmengajar sehingga terlihat siswa sangatantusias mengikuti setiap langkahpembelajaran. Akan tetapi masih ada beberapasiswa yaitu 29,41% siswa masih berada di

bawah KKM maka penelitian dilanjutkandengan siklus II

Berdasarkan hasil refleksi siklus Iterdapat beberapa perbaikan diantaranya padasiklus I dalam LKS terdapat 3 kegiatan, dalamsiklus II hanya 2 kegiatan.Sebelum kegiatanguru menjelaskan LKS lebih terarah sehinggasiswa lebih paham dengan apa yang harusdilakukan.Setelah perbaikan terlihat hasil siklusII dalam Tabel 3, Tabel 4, dan Gambar 3.

Tabel 3. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus ITes Nilai rata-rata KKM (%)

Ketuntasan(%) Tidak Tuntas

Pretes 28,48 60 3,03 96,97Postes 63,94 60 75,76 24,24

Tabel 4. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep Siswa Siklus IISiklus II Pretes Postes < g > Kriteria

Rata – rata 28,48 63,94 0,50 Sedang

Gambar 3. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

Perubahan hasil dari siklus I dan hasilSiklus II dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar

4. Adapun perbandingan gain ternormalisasidapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 5. Perubahan hasil dari siklus I dan hasil Siklus IIRata-rata Postes <g>Siklus I 69,09 0,48Siklus II 63,94 0,50

Gambar 4. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

0

20

40

60

80

Pretes

Nilai Rata-rata Pretes, Postes dan Presentase <g> Siklus II

60

70

Nilai rata-rata hasil post test Siklus I

Sri Rahayu, dkk, - Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan 177

Gambar 2. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus IPeningkatan dari hasil pretes dan postes

digambarkan dalam Gambar 2. Dari siklus Iternyata penguasaan konsep pembiasan padalensa mengalami peningkatan. Hal ini terjadikarena penggunaan metode eksperimen dapatmelibatkan siswa dalam proses belajarmengajar sehingga terlihat siswa sangatantusias mengikuti setiap langkahpembelajaran. Akan tetapi masih ada beberapasiswa yaitu 29,41% siswa masih berada di

bawah KKM maka penelitian dilanjutkandengan siklus II

Berdasarkan hasil refleksi siklus Iterdapat beberapa perbaikan diantaranya padasiklus I dalam LKS terdapat 3 kegiatan, dalamsiklus II hanya 2 kegiatan.Sebelum kegiatanguru menjelaskan LKS lebih terarah sehinggasiswa lebih paham dengan apa yang harusdilakukan.Setelah perbaikan terlihat hasil siklusII dalam Tabel 3, Tabel 4, dan Gambar 3.

Tabel 3. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus ITes Nilai rata-rata KKM (%)

Ketuntasan(%) Tidak Tuntas

Pretes 28,48 60 3,03 96,97Postes 63,94 60 75,76 24,24

Tabel 4. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep Siswa Siklus IISiklus II Pretes Postes < g > Kriteria

Rata – rata 28,48 63,94 0,50 Sedang

Gambar 3. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

Perubahan hasil dari siklus I dan hasilSiklus II dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar

4. Adapun perbandingan gain ternormalisasidapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 5. Perubahan hasil dari siklus I dan hasil Siklus IIRata-rata Postes <g>Siklus I 69,09 0,48Siklus II 63,94 0,50

Gambar 4. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

Pretes Postes Presentase<g>

28,48

63,9450

Nilai Rata-rata Pretes, Postes dan Presentase <g> Siklus II

Pemahaman Konsep

60

70

Nilai rata-rata hasil post test Siklus INilai rata-rata hasil post test Siklus II

63,94

Sri Rahayu, dkk, - Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Pembiasan 177

Gambar 2. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus IPeningkatan dari hasil pretes dan postes

digambarkan dalam Gambar 2. Dari siklus Iternyata penguasaan konsep pembiasan padalensa mengalami peningkatan. Hal ini terjadikarena penggunaan metode eksperimen dapatmelibatkan siswa dalam proses belajarmengajar sehingga terlihat siswa sangatantusias mengikuti setiap langkahpembelajaran. Akan tetapi masih ada beberapasiswa yaitu 29,41% siswa masih berada di

bawah KKM maka penelitian dilanjutkandengan siklus II

Berdasarkan hasil refleksi siklus Iterdapat beberapa perbaikan diantaranya padasiklus I dalam LKS terdapat 3 kegiatan, dalamsiklus II hanya 2 kegiatan.Sebelum kegiatanguru menjelaskan LKS lebih terarah sehinggasiswa lebih paham dengan apa yang harusdilakukan.Setelah perbaikan terlihat hasil siklusII dalam Tabel 3, Tabel 4, dan Gambar 3.

Tabel 3. Tabel Rata-rata pretes dan Postes Siklus ITes Nilai rata-rata KKM (%)

Ketuntasan(%) Tidak Tuntas

Pretes 28,48 60 3,03 96,97Postes 63,94 60 75,76 24,24

Tabel 4. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rata-rata Pemahaman Konsep Siswa Siklus IISiklus II Pretes Postes < g > Kriteria

Rata – rata 28,48 63,94 0,50 Sedang

Gambar 3. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

Perubahan hasil dari siklus I dan hasilSiklus II dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar

4. Adapun perbandingan gain ternormalisasidapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 5. Perubahan hasil dari siklus I dan hasil Siklus IIRata-rata Postes <g>Siklus I 69,09 0,48Siklus II 63,94 0,50

Gambar 4. Nilai Rata-Rata Pretes, Postes, dan Persentase Gain Ternormalisasi Siklus II

Page 189: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

178 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain Ternormalisasi Siklus I dan Siklus II

PENUTUP

Ternyata dari hasil siklus I dan hasilsiklus II terdapat kenaikan hasil pemahamankonsep. Berdasarkan hasil penelitian,diperoleh bahwa dengan metode eksperimendapat meningkatkan pemahaman konseppembiasan pada siswa kelas VIII.5 di SMPNegeri 3 Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Samsul (2009) Penerapan MetodeEksperimen untuk Meningkatkan HasilBelajar IPA Pokok Bahasan TumbuhanHijau Siswa Kelas V SDNDandanggendis Kecamatan NgulingKabupaten Pasuruan. Skripsi, ProgramStudi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,Jurusan Kependidikan Sekolah Dasardan Pra Sekolah, Fakultas IlmuPendidikan, Universitas Negeri Malan.

Aqib, Zainal dkk (2008) Penelitian TindakanKelas, Bandung : Yrama Widya.

Arikunto. S. (2014) Penelitian Tindakan Kelas,Jakarta : Bumi Aksara.

Hakehttp://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf

Heriawan dkk (2012) Metodologi Pembelajaran,Serang – Banten : LP3G

Waruhu Ermaliana (2013) PTK MeningkatkanHasil Belajar Siswa Melalui PenggunaanMetode Eksperimen Pada MataPelajaran IPA Kelas V SDN 014648Padang Mahondang Kec. Pulau RakyatKab. Asahan-Sumut http://winner-rafah.blogspot.co.id/2013/07/meningkatkan-hasil-belajar-siswa.html

178 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain Ternormalisasi Siklus I dan Siklus II

PENUTUP

Ternyata dari hasil siklus I dan hasilsiklus II terdapat kenaikan hasil pemahamankonsep. Berdasarkan hasil penelitian,diperoleh bahwa dengan metode eksperimendapat meningkatkan pemahaman konseppembiasan pada siswa kelas VIII.5 di SMPNegeri 3 Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Samsul (2009) Penerapan MetodeEksperimen untuk Meningkatkan HasilBelajar IPA Pokok Bahasan TumbuhanHijau Siswa Kelas V SDNDandanggendis Kecamatan NgulingKabupaten Pasuruan. Skripsi, ProgramStudi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,Jurusan Kependidikan Sekolah Dasardan Pra Sekolah, Fakultas IlmuPendidikan, Universitas Negeri Malan.

Aqib, Zainal dkk (2008) Penelitian TindakanKelas, Bandung : Yrama Widya.

Arikunto. S. (2014) Penelitian Tindakan Kelas,Jakarta : Bumi Aksara.

Hakehttp://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf

Heriawan dkk (2012) Metodologi Pembelajaran,Serang – Banten : LP3G

Waruhu Ermaliana (2013) PTK MeningkatkanHasil Belajar Siswa Melalui PenggunaanMetode Eksperimen Pada MataPelajaran IPA Kelas V SDN 014648Padang Mahondang Kec. Pulau RakyatKab. Asahan-Sumut http://winner-rafah.blogspot.co.id/2013/07/meningkatkan-hasil-belajar-siswa.html

0,4550,46

0,4650,47

Perbandingan Nilai Rata -rata Gain yangDinormalisasi

0,480,50

178 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 5. Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain Ternormalisasi Siklus I dan Siklus II

PENUTUP

Ternyata dari hasil siklus I dan hasilsiklus II terdapat kenaikan hasil pemahamankonsep. Berdasarkan hasil penelitian,diperoleh bahwa dengan metode eksperimendapat meningkatkan pemahaman konseppembiasan pada siswa kelas VIII.5 di SMPNegeri 3 Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Samsul (2009) Penerapan MetodeEksperimen untuk Meningkatkan HasilBelajar IPA Pokok Bahasan TumbuhanHijau Siswa Kelas V SDNDandanggendis Kecamatan NgulingKabupaten Pasuruan. Skripsi, ProgramStudi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,Jurusan Kependidikan Sekolah Dasardan Pra Sekolah, Fakultas IlmuPendidikan, Universitas Negeri Malan.

Aqib, Zainal dkk (2008) Penelitian TindakanKelas, Bandung : Yrama Widya.

Arikunto. S. (2014) Penelitian Tindakan Kelas,Jakarta : Bumi Aksara.

Hakehttp://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf

Heriawan dkk (2012) Metodologi Pembelajaran,Serang – Banten : LP3G

Waruhu Ermaliana (2013) PTK MeningkatkanHasil Belajar Siswa Melalui PenggunaanMetode Eksperimen Pada MataPelajaran IPA Kelas V SDN 014648Padang Mahondang Kec. Pulau RakyatKab. Asahan-Sumut http://winner-rafah.blogspot.co.id/2013/07/meningkatkan-hasil-belajar-siswa.html

Page 190: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

POLA HUBUNGAN PENGUASAAN KONSEP DAN KARAKTER SISWA SMPMENGENAI ISU SAINS PADA KASUS GUNUNG MELETUS

Sri Wulandari1*, Winny Liliawati1, dan Heni Rusnayati1

1Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasPendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan karakter telah menjadi pusat perhatian bagi pendidikan Indonesia saat ini.Banyaknya kasus-kasus moral yang terjadi pada siswa sekolah menengah pertamakhususnya di kota Bandung merupakan salah satu dampak dari kesalahan pendidikan yangcenderung lebih banyak menekankan pembelajaran pada aspek kognitif dan mengabaikanaspek lainnya terutama dalam aspek penanaman karakter. Pengumpulan data padapenelitian ini dilakukan dengan metode survey cross sectional terhadap 40 siswa SMP daridua sekolah di kota Bandung. Data yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga hasilnyamemberikan suatu pola hubungan antara penguasaan konsep siswa yang diukur denganTest Penguasaan Konsep dan karakter siswa yang diukur melalui Tes Dilema Moral padakasus gunung meletus.. Data yang dihasilkan untuk siswa dengan tingkat penguasaankonsep tinggi yaitu sebanyak (n=21), tingkat penguasaan konsep sedang sebanyak (n=13)dan tingkat penguasaan konsep rendah sebanyak (n=6). Pola yang dihasilkan dari hasilanalisis kedua data tersebut diperoleh bahwa siswa dengan tingkat penguasaan konsepsedang unggul di ketiga aspek karakter moral knowing, moral feeling, dan moral actiondibandingkan dengan siswa yang mempunyai tingkat penguasaan konsep tinggi danrendah.

ABSTRACT

Character education has become the center of attention for education in Indonesia today.The number of cases of moral happened to middle school students especially in the city isone of the effects of errors that tend to be more education emphasizes learning on cognitiveaspects and ignore other aspects, especially in the aspect of character cultivation.Collecting data in this study was conducted using a cross-sectional survey of the 40 juniorhigh school students from two schools in the city of Bandung. The data obtained andanalyzed so that the results provide a pattern of relationships between students' mastery ofconcepts measured by Mastery Test concept and character of students is measuredthrough test Moral Dilemmas in case of volcanic eruption.. Data generated for students witha high level of mastery of concepts is counted (n = 21), the level of mastery of conceptsbeing counted (n = 13) and a low level of mastery of the concept of total (n = 6). Patterngenerated from the analysis of both the data showed that students with a superior level ofmastery of concepts currently in the third aspect of the character of moral knowing, moralfeeling, and moral action than students with high levels of high and low mastery of concepts.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keyword: students' mastery of concepts, character, dan Moral Dilemmas Test (TDM).

PENDAHULUAN Dalam Undang-undang Republik IndonesiaNo. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 3 tentangSistem Pendidikan Nasional menyatakan

Page 191: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

180 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

bahwa “Pendidikan Nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentukkarakter serta peradaban bangsa yangbermartabat dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa, bertujuan untukberkembangnya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratisserta bertanggung jawab” [1].

Mengacu pada tujuan nasional pendidikantersebut, salah satu jalan yang dapat ditempuhadalah pendidikan harus mampumengembangkan karakter positif yang dimilikioleh siswa. Namun, fakta yang terjadi dilapangan adalah strategi pembelajaran yangdigunakan selama ini terkesan masih sebagaimisi penerusan informasi. Fakta, konsep,prinsip, dan nilai-nilai yang diajarkan cenderungtidak berkaitan dengan kehidupan nyata yangdialami oleh siswa. pembelajaran yangmengarah pada pendekatan integratif jugabelum terlaksana. Tema-tema yang dipelajariterhenti sampai pada pengenalan kognitif tidaksampai pada pengembangan kemampuansosial, moral, dan keimanan [2]. Hal ini tentumenjadi salah satu penyebab maraknyapemberitaan mengenai perilaku remaja yangjauh menyimpang dari tujuan pendidikannasional. Pemberitaan yang sering sekali kitadengar dan menjadi sorotan media adalahmasalah demoralisasi remaja. Demoralisasiremaja adalah sebuah kemerosotan moral dikalangan remaja yang diteliti semakin lamasemakin meningkat.

Berdasarkan data penelitian dari KOMNASPerlindungan Anak tahun 2008 pada 17 kotabesar di Indonesia, diperoleh informasi bahwa:62,7% remaja dari 4.726 responden sudahtidak perawan dan 21,2% mengaku pernahaborsi. Setelah itu KOMNAS perlindungan anakjuga melakukan penelitian serupa di tahun2012, hasilnya sangat mengejutkan, 97% dari4.726 responden mengatakan pernahmenonton pornografi, 93,7% mengaku sudahtidak perawan, dan 21,26% pernah melakukanaborsi [3].

Mengingat demoralisasi sangat berbahayabagi masa depan bangsa Indonesia, makadalam pidato peringatan Hari PendidikanNasional (Hardiknas) 2010 di Istana Negara,presiden Susilo Bambang Yudhoyonomenyampaikan perlunya pendidikan karakter.Pendidikan karakter merupakan tanggungjawab bersama pemerintah, masyarakat,

keluarga, dan sekolah tempat anak belajar [4].Atas dasar itulah mulai berkembang model-model pembelajaran yang berorientasi padapendidikan karakter di Indonesia. beberapapeneliti mulai mencoba mengembangkanmodel pembelajaran yang tepat sasaransehingga pada proses pembelajaran siswadapat menguasai konsep materi yang diajarkantanpa mengabaikan aspek pembentukankarakter dalam diri siswa melalui prosespembelajaran. Seperti yang dilakukan oleh AsriBudiningsih dalam Jurnal penelitian danEvaluasi Pendidikan, ia melakukan modelpembelajaran Dilema Moral dan Kontemplasidengan Strategi Kooperatif untuk mengetahuikeefektifan model tersebut dalammengintegrasikan nilai pemahaman konseptualdengan karakter siswa. hasil yang diperolehadalah penggunaan strategi kooperatifmembuat siswa mampu melakukan kerjasamadi dalam kelompok: 35,13% siswa dalamkategori sangat baik, 56,76% dalam kategoribaik, dan 8,1% dalam kategori sedang.

Oleh karena banyaknya peneliti yangmencoba merancang model pembelajaranyang tepat untuk mengintegrasikan aspekkarakter dalam materi ajar, maka dalam paperini peneliti mencoba mencari terlebih dahulukaitan antara penguasaan konsep dan karaktersiswa. apakah ada hubungan antarapenguasaan konsep siswa dengan karakter?Jika ada, bagaimana hubungan antarkeduanya? Berdasarkan pertimbangantersebut, peneliti melakukan penelitian untukmengungkap bagaimana pola hubungan antarapenguasaan konsep dengan karakter siswa.

Penguasaan Konsep dalam paper inidiukur dengan instrumen Test PenguasaanKonsep yang mengacu pada tingkatpenguasaan konsep berdasarkan taksonomiBloom revisi yang dikutip dari Lorin W.Anderson dan David R. Krathwohl sebagaiberikut:a. Mengingat (remember), adalah

kemampuan mengungkapkan kembalifakta, konsep, prinsip dan prosedur yangtelah dipelajari dan tersimpan dalammemori jangka panjang (long termmemory)

b. Memahami (understand), adalahmembangun pengertian dari pesaninstruksional termasuk pesan secara lisan,tulisan dan komunikasi secara grafis

c. Menerapkan (apply) adalah kemampuanuntuk menyelesaikan atau menggunakan

Page 192: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sri Wulandari, dkk, - Pola Hubungan Penguasaan Konsep dan Karakter 181

prosedur yang dipelajarinya pada suatukeadaan.

d. Menganalisis (analyze) adalahkemampuan untuk menganalisa suatuinformasi atau suatu situasi tertentumenjadi komponen-komponen sehinggainformasi tersebut menjadi jelas

e. Mengevaluasi (evaluation) adalahkemampuan untuk membuat pertimbangansuatu penilaian terhadap sesuatuberdasarkan ukuran-ukuran atau standaryang diterapkan

f. Menciptakan (create) adalah keampuanuntuk menyusun kembali unsur-unsur kedalam suatu pola atau struktur baru. [5]

Konsep-konsep merupakan dasar-dasaruntuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan, danpada akhirnya denga konsep tersebut manusiadapat memecahkan masalah dalam kehidupansehari-hari. Berdasarkan hasil tes penguasaankonsep, kita dapat mengkategorikan tarafpenguasaan konsep siswa. Berdasarkananalisis statistika, peneliti mengkategorikanpenguasaan konsep siswa adalah sebagaiberikut:

Komponen lain yang diukur setelahpenguasaan konsep adalah karakter. Karakterdiartikan sebagai sifat manusia pada umumnyayang bergantung pada faktor kehidupannyasendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak,atau budi pekerti yang menjadi ciri khasseseorang atau sekelompok orang. karaktermerupakan nilai-nilai perilaku manusia yangberhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dankebangsaan yang terwujud dalam pikiran,sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatanberdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya, dan adat istiadat. Karakterdapat juga diartikan sama dengan akhlakbangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yangberkarakter adalah bangsa yang berakhlakdan berbudi pekerti. Sebaliknya, bangsa yangtidak berkarakter adalah bangsa yang tidakberakhlak atau tidak memiliki standar normadan perilaku yang baik.

Pembentukan karakter dalam diri siswatidak lepas dari peran guru, karena segalasesuatu yang dilakukan oleh guru mampumempengaruhi karakter siswa. Karakterterbentuk dari tiga macam bagian yang salingberkaitan yakni moral knowing, moral feeling,dan moral action. [6]

Berikut ini adalah komponen karakteryang baik menurut Lickona adalah sebagaiberikut:1. Moral Knowing (Pengetahuan moral) terdiri

dari:a. kesadaran moralb. pengetahuan nilai moralc. penentuan perspektifd. pemikiran morale. pengambilan keputusanf. pengetahuan pribadi.

2. Moral Feeling (Perasaan moral) terdiri dari:a. hati nuranib. harga diric. empatid. mencintai kebaikane. kendali dirif. kerendahan hati.

3. Moral Action (Tindakan moral), terdiri dari:a. Kompetensib. Keinginanc. kebiasaan.

Seseorang dikatakan memiliki karakteryang baik apabila mempunyai ketiga aspekmoral tersebut. Ketiga hal ini diperlukan untukmengarahkan suatu kehidupan moral dalamrangka membentuk kedewasaan moral.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah mix-method (kuantitatif-kualitatif). Dengan menggunakan metodesurvey cross sectional, sehingga pengumpulandata hanya dilakukan satu kali saja di beberapasekolah yang ada di kota Bandung tanpa adanyatreatment (perlakuan terhadap responden).

Setelah data diperoleh, data dianalisis dankemudian siswa dikelompokkan berdasarkantingkat penguasaan konsep tinggi, sedang danrendah. Pengelompokkan ini diperoleh berdasarkanrubrik penilaian yang dibuat oleh peneliti denganmetode statistika.

Setelah siswa dikelompokkan berdasarkantingkat penguasaan konsep yang dimiliki, kemudiansiswa diberikan tes karakter baik atau tes dilemamoral untuk mengukur sejauh mana moralknowing, moral feeling dan moral action yangtertanam dalam diri siswa. Tes Dilema Moral yangdiberikan mengangkat kasus-kasus sains yangberkaitan dengan tema gunung meletus. Kasus-kasus tersebut dirancang sedemikian rupasehingga mampu menciptakan pemikiran danperasaan dilematis dalam diri siswa.

Page 193: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

182 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Siswa mengungkapkan apa yang merekapikirkan, rasakan, dan tindakan yang akan ialakukan setelah membaca kasus-kasus dalamtes dilema moral yang disajikan. Data siswadianalisis berdasarkan aspek karakter yangterkandung di dalam uraian tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari analisis yangdilakukan dalam setiap jawaban siswakemudian dikelompokkan berdasarkan tingkatpenguasaan konsep dan berdasarkan aspekkarakter yang dimiliki oleh siswa. Berdasarkananalisis data, peneliti menemukan suatu polatertentu yang menghubungkan antara tingkatpenguasaan konsep dengan tipe karakter yangdominan pada diri siswa. Pola masing-masingaspek moral knowing moral feeling, dan moralaction dalam kategori penguasaan konseptinggi (n=21), sedang (n=13), dan rendah (n=6)disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 1,Gambar 2, dan Gambar 3.

Dari grafik pada Gambar 1, Gambar 2, danGambar 3, peneliti menemukan bahwa padamoral knowing, indikator kesadaran moral,mengetahui nilai moral, dan pengambilan

keputusan hampir merata di setiap tingkatanpenguasaan konsep tinggi, sedang dan rendah.namun ketiganya menunjukkan indikatorpengambilan perspektif yang masih rendah.sedangkan siswa dengan penguasaan konseprendah ternyata rendah pada indikatorpenalaran moral dan pengetahuan diri.Selanjutnya pada moral feeling, indikator hatinurani, harga diri, empati, menyukai kebaikan,dan kerendahan hati hampir merata untukmasing-masing tingkat penguasaan konsep,hanya saja siswa dengan tingkat penguasaankonsep tinggi ternyata rendah pada indikatorempati dan kontrol diri. Sedangkan untuk siswadengan penguasaan konsep sedang ternyatarendah dalam indikator kontrol diri namun tinggidalam indikator empati.. Adapun pada moralaction, untuk semua tingkat penguasaankonsep, ternyata tinggi dalam indikatorkehendak namun rendah dalam indikatorkompetensi. Hal ini dapat dimaknai bahwasiswa SMP di Kota Bandung mempunyaikehendak dalam berkarakter yang baik, namunmereka kurang mampu mengubah penilaiandan perasaan moral ke dalam tindakan yangefektif.

Gambar 1. Grafik Moral Knowing pada tiga aspek penguasaan konsep

Page 194: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sri Wulandari, dkk, - Pola Hubungan Penguasaan Konsep dan Karakter 183

Gambar 2. Grafik Moral Feeling pada tiga aspek penguasaan konsep

Gambar 3. Grafik Moral Action pada tiga aspek penguasaan konsep

Setelah diperoleh grafik moral knowing,moral feeling, dan moral action pada tiap aspekpenguasaan konsep, selanjutnya dicari pola

hubungan secara umum antara aspekpenguasaan konsep dan karakter siswasebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan penguasaan konsep dan karakter

PenguasaanKonsep

KarakterMoral

KnowingMoralFeeling

MoralAction

Tinggi 84,92% 79% 76,19%Sedang 89,74% 87,18% 80,77%Rendah 61,11% 86,11% 75%

Analisis data yang diperoleh dari tabeltersebut adalah ternyata penguasaan konseptinggi yang dimiliki oleh siswa bukanlah faktordeterminasi dari reaksi perasaan dan tindakanseseorang jika dihadapkan oleh suatupermasalahan. ternyata siswa denganpenguasaan konsep tinggi hanya unggul diaspek moral knowing nya yaitu 84,92%sedangkan pada aspek moral feeling hanya79% dan sangat berbeda jauh pada aspekmoral action yang hanya mencapai 76,19%.Untuk siswa dengan tingkat penguasaan

konsep sedang ternyata unggul di ketiga aspekkarakter moral knowing, moral feeling, danmoral action dibandingkan dengan siswa yangmempunyai tingkat penguasaan konsep tinggidan rendah. sedangkan untuk siswa dengantingkat penguasaan konsep rendah ternyatamempunyai karaker paling rendah pada aspekmoral knowing dan moral action, sedangkanuntuk moral feeling, siswa dengan penguasaankonsep rendah mencapai 86,11% mendudukiperingkat kedua dibandingkan siswa denganpenguasaan konsep sedang.

Page 195: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

184 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Walaupun dari hasil analisis diperolehnilai yang paling tinggi dalam aspek karaktertertentu, bukan berarti memiliki nilai rendahpada aspek yang lainnya. Persentase yangditunjukkan dalam tabel pun mengindikasikanbahwa setiap siswa memiliki aspekpengetahuan, perasaan, dan tindakan moralyang hampir seimbang. Hanya sajapengelompokkan ini dimaksudkan untukmelihat di ranah karakter mana yang menjadiunggulan siswa, sehingga keuntungannyadalam pembelajaran, pendidik dapatmenerapkan metode yang sekiranya efektifditerima oleh siswa sesuai karakter yangdimiliki siswa.

PENUTUP

Hasil analisis memberikan suatu polaantara Penguasaan Konsep dan KarakterSiswa yang diukur dengan Test PenguasaanKonsep dan Tes Dilema Moral. Pola yangdihasilkan adalah penguasaan konsep tinggibukanlah faktor determinasi dari reaksiperasaan dan tindakan seseorang jikadihadapkan oleh suatu permasalahan. ternyatasiswa dengan tingkat penguasaan konsepsedang memiliki keunggulan pada tiga aspekkarakter baik yaitu moral knowing, moralfeeling, dan moral action dibandingkan dengansiswa yang mempunyai tingkat penguasaankonsep tinggi dan rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional. 2003.Jakarta: Dokumen Negara.

Budiningsih, Asri. 2009. Moral Dilemma ModelAnd Contemplation With CooperativeLearning Strategy. Jurnal Penelitiandan Evaluasi Pendidikan Vol. 12, No.1, Th. 2009

Harahap,Saiful.2012.Bias Gender.[online]Tersedia:http://www.kompasiana.com/infokespro/komisi-nasional-perlindungan-anak-komnas-pa-bias-gender_550e2571813311c32cbc61d6.[28 September 2015]

Yudoyono, Susilo Bambang. 2010. AgendaPembangunan PendidikanNasional.Sambutan Presiden RI diIstana Negara tanggal 11 Mei 2010.

Anderson, L.2001. A Taxonomy for LearningTeaching and Assesing. New York :Longman

Thomas Lickona, “Character Matters,Persoalan Karakter. BagaimanaMembantu Anak MengembangkanPenilaian yang Baik, Integritas, danKebijakan Penting Lainnya”, PenerbitPT Bumi Aksara, jakarta, 2012, p. 81

Page 196: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPTIK SISWA SMPMENGGUNAKAN KOMBINASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

DENGAN POSTER SESSION(Penelitian Tindakan kelas di SMPN 9 Cimahi kelas VIIG)

Sulastri 1*, Saeful Karim2, Duden Saepuzaman21 SMP Negeri 9 Cimahi ,

2 Departemen Pendidikan Fisika, FMIPA [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesulitan siswa dalam melukiskan pemantulan bayanganpada cermin dan lensa. Selain itu, ditemukan pula kekeliruan siswa sering tertukarnya penentuansifat bayangan serta penggunaan formula antara lensa dan cermin. Perlu adanya upaya untukmengatasi hal tersebut misalnya diperlukan metode pembelajaran yang bertujuan dapat mengatasimasalah diatas sehingga hasil belajar siswa meningkat. Salah satu cara yang dapat membangkitkanhasil belajar siswa dalam belajar IPA adalah menerapkan metode Pembelajaran Berbasis Masalahyang dikombinasi dengan Poster Session. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas(Classrom Action Research), yang setiap siklusnya mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan,pengamatan dan refleksi. Proses pengambilan data dalam penelitian ini melalui observasi,wawancara, dokumentasi dan tes hasil belajar. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa nilairata-rata yang tergolong sangat baik pada siklus 1 = 3,23 % dan siklus 2 = 16,12 % dan yangtergolong baik pada siklus 1 = 25,80 % dan siklus 2 = 67,74 % dan yang tergolong cukup padasiklus 1 =35,48 % dan siklus 2 = 16,12 % dan di siklus I masih ada siswa yang belum tuntassebesar 35,48 % sedangakan di siklus II sudah tuntas seluruhnya.

ABSTRAC

This research is motivated by the difficulty of students in delineating shadow reflection in themirror and lens. In addition, also found a mistake students often confuse the determinationof the nature of the shadow as well as the use of formulas between the lens and the mirror.Should the effort to overcome this example, required learning method that aims toovercome the above problems so that increased student learning outcomes. One way thatcan arouse student learning outcomes in learning science is to apply Problem BasedLearning method in combination with the Poster Session. This type of research is aclassroom action research (Classrom Action Research), which each cycle includesplanning, implementation, observation and reflection. The process of taking data in thisresearch through observation, interviews, documentation and test results of learning. Basedon the results of the study found that the average values were classified as excellent incycle 1 = 3.23% and cycle 2 = 16.12% and are quite good at cycle 1 = 25.80% and cycle 2= 67.74% and which is quite in cycle 1 = 35.48% and cycle 2 = 16.12% and in the first cyclethere are students who have not completed at 35.48% while the second cycle is complete inits entirety.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci : Learning Outcome, Problem Based Learning, Poster Session

PENDAHULUAN Penelitian ini dilatarbelakangi olehpemahaman konsep Fisika siswa yang masihrendah. Hal ini didasarkan pada nilai yang

Page 197: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

186 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015 1-11

diperoleh siswa. Berdasarkan pengalamanpeneliti selama 23 tahun mengajar kelas VIII,ditemukan kesulitan terbanyak siswa terdapatpada materi optik geometris. Analisis lebihlanjut terhadap jawaban siswa ditemukan siswabanyak mengalami kesulitan dalam beberapahal sebagai berikut; melukiskan pemantulanbayangan pada cermin datar, melukiskanpemantulan bayangan pada cermin cekungmelukiskan pemantulan bayangan pada cermincembung melukiskan pembiasan bayanganpada Lensa cekung melukiskan pembiasanbayangan pada lensa cembung Seringtertukarnya sifat bayangan pada cermin danlensa penerapan menggunakan rumus optic.

Adanya kesulitan di atas, penelitimenduga pembelajaran yang berlangsungbelum bisa memfasilitasi kemampuan siswadalam hal menyelesaikan persoalan-persoalanoptik geometris. Sehingga salah satu alternatifyang bisa diupayakan adalah penerapanpembelajaran yang mampu memfasilitasikemampuan siswa. Pemilihan modelpembelajaran yang tepat sangat dibutuhkanagar pembelajaran menjadi sangat menariktidak membosankan pemilihan modelPembelajaran Berbasis Masalah yangdikombinasi dengan pembelajaran modelPoster Session ,diawali dengan ekperimenadalah pilihan yang dirasa sangatlah tepatkarena diharapkan dapat meningkatkankemampuan menyelesaikan masalah optikgiometri sehingga pada akhirnya dapatmenjaidi solusi dalam menngatasi kesulitanbelajar optik hal ini sesuai pendapat Usman (2000 : 4 )

Adapun Langkah-langkah PembelajaranBerbasis Masalah megacu pada pendapatUsman ( 2000 : 4 ) memiliki tahapan sebagaiberikut.1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

Menjelaskan logistik yang dibutuhkan.Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitaspemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikandan mengorganisasikan tugas belajaryang berhubungan dengan masalahtersebut (menetapkan topik, tugas,jadwal, dll.)

3. Guru mendorong siswa untukmengumpulkan informasi yang sesuai,eksperimen untuk mendapatkanpenjelasan dan pemecahan masalah,pengumpulan data, hipotesis, pemecahanmasalah.

4. Guru membantu siswa dalammerencanakan menyiapkan karya yangsesuai seperti laporan dan membantumereka berbagi tugas dengan temannya.

5. Guru membantu siswa untuk melakukanrefleksi atau evaluasi terhadappenyelidikan mereka dan proses-prosesyang mereka gunakanSedangkan Langkah-langkah

pembelajaran Poster Session menurut ErnaSusilowati ( 2011 : 8 ) adalah sebagi berikut1. Membagi peserta didik menjadi beberapa

kelompok kecil terdiridari 5-6 anggota.2. Sarankan bahwa salah satu cara untuk

kelebihan yang dimilikikelas adalahdengan membuat rangkuman kelompok.

3. Guru menyiapkan bahan diskusi yangakan diberikan pada masing – masingkelompok siswa

4. Guru membagi kelas menjadi beberapakelompok dan meminta siswa untukmendiskusikan sebuah permasalahanyang terkait topik dalam pembelajaran.

5. Guru meminta siswa untuk berdiskusi6. Guru memina siswa untuk menuangkan

hasil diskusi dalam bentuk gambar atauposter

7. Guru meminta setiap kelompok untukmempresentasikan dan menjelaskangambar yang dibuat oleh kelompoknya

8. Beri siswa beberapa pertanyaan untukmengecek pemahaman siswa terhadapmateri

9. Guru memberikan penjelasan,membarikan informasi sebenarnya danpenguataan terhadap materi.

10. Memberikan penghargaan kelompokDalam model pembelajaran terdapat

strategi pencapaian kompetensi siswa denganpendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Tidak ada model pembelajaran yang palingefektif untuk semua mata pelajaran atau untuksemua materi Dengan mempertimbangkantahapan diatas peneliti meyakini. Bahwa solusidari masalah optik giometris yang mampumemfasilitasi kemampuan siswa.Dalam halmenyelesaikan persoalan-persoalan optikgeometris Adalah dengan menggunakanModel Pembelajaran Berbasis Masalah yangdikombinasi dengan metode pembelajaranPoster Session Metode pembelajaran postersession adalah metode presentasi Alternatifyang merupakan sebuah cara yang tepat untukmenginformasikan kepada siswa secara cepat,menangkap imajinasi mereka, danmengundang pertukaran ide di antara mereka.

Page 198: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sulastri, dkk, - Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Optik 187

Teknik ini juga merupakan sebuah cara ceritatentang grafik dan gambar yangmemungkinkan siswa mengekspresikanpersepsi dan perasaan mereka tentang topikyang sekarang sedang didiskusikan dalamsebuah lingkungan yang tidak menakutkan.Metode pembelajaran poster session ini hanyabisa digunakan untuk materi yang bergambar.

Mungkin akan timbulpertanyaan,mengapa harus dikombinasi antaraModel Pembelajaran Berbasis Masalah denganpembelajaran model Poster Session ? Menurutpenulis karena permasalahan yang dihadapioleh penulis adalah tentang masalah –masalah yang muncul dalam konsep optikgiometris maka model pembelajaran berbasismasalah adalah solusinya tetapi karenamasalahnya menyangkut kesulitan siswadalam melukiskan gambar maka penulis cobakombinasikan dengan model poster session

Dalam landasan teori diungkapkan teori-teori dari berbagai sumber yang mendukungpenelitian meskipun demikian dari sejumlahpustaka tersebut mengkaji objec yang sama.Namun masing-masing pustaka memiliki ciritersendiri., perbedaan ini timbul karena memilikiperbedaan latar belakang pandangan danpenelitian yang diperoleh masing-masingahli.Sesuai latar belakang masalah dan tujuanpenelitian ini, pembahasan kajian teori berisitinjauan yang berkaitan dengan PembelajaranBerbasis Masalah ( Problem-based Learning =PBL ), Poster Session, Optik Giometri dan hasilbelajar.

Pembelajaran, Menurut Usman ( 2000 :4 )“ … proses pembelajaran merupakan suatuproses yang mengandung serangkaianperbuatan guru dan siswa atas dasarhubungan timbal balik yang berlangsung dalamsituasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”Proses pembelajaran merupakan interaksisemua komponen atau unsur yang terdapatdalam pembelajaran yang satu sama lain salingberhubungan dalam sebuah rangkaian untukmencapai tujuan. Menurut Sudjana (1989 : 30 )yang termasuk dalam komponen pembelajaranadalah “ tujuan, bahan, metode dan alat sertapenilaian “Metode mengajar yang digunakanguru hampir tidak ada yang sisa-sia, karenametode tersebut mendatangkan hasil dalamwaktu dekat atau dalam waktu yang relatiflama.Hasil yang dirasakan dalam waktu dekatdikatakan seabagi dampak langsung(Instructional effect) sedangkan hasil yangdirasakan dalam waktu yang reltif lama disebut

dampak pengiring (nurturant effect) biasanyabekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful BahriDjamarah, 2000:194 )

Model pembelajaran Poster Sessiomenurut Erna Susilowati ( 2011 : 8 ) adalahstrategi pembelajarn berkelompok dimanasiswa dalam kelas dikelompokkan menjadibeberapa kelompok diskusi, dimana hasildiskusi dituangkan kedalam bentuk gambaruntuk kemudian dipresentasikan. Kelebihandan kekurangan metode poster session

Kelebihan dari metod eposter sessionadalah:1. Peserta didik menjadi siap memulai

pelajaran, karena peserta didika. belajar terlebih dahulu.2. Peserta didik aktif bertanya dan mencari

informasi.3. Materi dapat diingat lebih lama.4. Kecerdasan peserta didik diasah pada

saat peserta didik mencari informasitentang materi tanpa bantuan guru.

5. Mendorong tumbuhnya keberanianmengutarakan pendapat.Kekurangan dari metode poster session

adalah:1. Peserta didik yang jarang memperhatikan

atau bosan jika bahasan dalam metodetersebut tidak disukai.

2. Pelaksanaan metode harus dilakukanoleh pendidik yang kreatif, sedangkantidak semua pendidik memiliki karaktertersebut.

3. Pola pikir dan karakter peserta didik yangberbeda-bedaHasil belajar terdiri dari dua suku kata,

yaitu hasil dan belajar. Hasil berarti sesuatuyang diadakan oleh usaha. Sedangkan belajarberarti tahapan perubahan tingkah laku pesertadidik yang positif sebagai hasil interaksiedukatif dengan lingkungan yang melibatkanproses kognitif. Jadi, hasil belajar adalahsesuatu yang diperoleh dari usaha perubahantingkah laku peserta didik sebagai hasilinteraksi edukatif dengan lingkungan yangmelibatkan proses kognitif. Sedangkan dalamsystem pendidikan nasional rumusan tujuanpendidikan, baik tujuan kurikuler maupuntujuan intruksional, menggunakan klasifikasihasil belajar dari Benyamin Bloom yang secaragaris besar membaginya menjadi tiga ranahyaitu:1. Ranah kognitif: berkenaan dengan hasil

belajar intelektual yang terdiri dari enamaspek, yaitu pengetahuan/ingatan,

Page 199: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

188 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015 1-11

pemahaman,aplikasi, analisis, sintesis,dan evaluasi. Kedua aspek pertamadisebut kognitif tingkat rendah dankeempat aspek berikutnya termasukkognitif tingkat tinggi.

2. Ranah afektif: berkenaan dengan sikapyang terdiri dari lima aspek,yaknipenerimaan, jawaban atau reaksi,penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah psikomotorik: berkenaan denganhasil keterampilan dan kemampuanbertindak. Ada enam aspek ranahpsikomotorik, yaitu,(a) gerakan refleks,(b) keterampilan gerakan dasar, (c)kemampuan perceptual, (d)keharmonisan/ketepatan, (e) gerakanketerampilan kompleks, (f) gerakanekpresif dan interpretative. Ketiga ranahtersebut merupakan objek penilaian hasilbelajar.Secara umum, cakupan materi optik

geometri terdiri dari konsep :a. Pemantulan

a. Cermin Datarb. Cermin Ckungc. Cermin Cembung

b. Pembiasana. Lensa Cekungb. Lensa CembungRumusan masalah penelitian ini adalah “

Bagaimana Penerapan Pembelajaran BerbasisMasalah yang dikombinasikan dengan PosterSeason dapat meningkatkan KemampuanMenyelesaikan Masalah Optik Giometri padaSiswa Kelas VIII-G SMP Negeri 9 Cimahi TP2014 / 2015 ? “

METODEDalam penelitian ini penulis mengambil

lokasi di SMP Negeri 9 Cimahi denganpertimbangan bahwa penulis bekerja padasekolah tersebut sehingga memudahkan dalampengambilan data dan memahami kondisisiswa

Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitubulan April s.d juni 2015. Bulan aprildigunakan untuk perencanaan dan penyusunaninstrumen. Bulan mei digunakan untukmengambil data, sedangkan bulan juni untukanalisa data dan penyusunan laporan

Subjek dalam penelitian ini adalah siswakelas VIII G SMP Negeri 9 Cimahi denganjumlah siswa 31 orang yang terdiri dari 8 siswalaki-laki dan 23 siswa perempuan

Prosedur yang ditempuh penulis dalamPenelitian Tindakan Kelas ini adalah prosedur

yang digunakan model Kemmis dan McTaggat dengan sistem model spiral refleksidimulai dengan rencana, tindakan,pengamatan, refleksi, dan perencanaa kembalimerupakan dasar untuk suatu rencanapemecahan permasalahan (Kasbolah, 1999: 1

Langkah-langkah yang dilakukan dalamprosedur penelitian adalah:a. Perencanaan Tindakan Mengadakan penelitian awal yang

bertujuan mencari permasalahan yangterjadi yang perlu untuk dipecahkan.Kegiatan ini dilakukan melalui observasiterhadap berlangsungnya prosespembelajaran optik giometri denganmenggunakan teknik Poster Season padaSiswa Kelas VIII-G SMP Negeri 9 Cimahi

Menyusun rencana pembelajaran optikgiometrioptik giometri denganmenggunakan teknik Poster Season padaSiswa Kelas VIII-G SMP Negeri 9 Cimahi

Menyiapkan intrumen pengumpulan datauntuk digunakan dalam tahappelaksanaan tindakan.

b. Pelaksanaan TindakanDalam tahap pelaksanaan tindakan ini,

kegiatan dilakukan baik oleh guru maupunsiswa dengan langkah sebagai berikut:

a. Tahap awal pembelajaranb. Tahap pertengahan pembelajaranc. Tahap akhir pembelajaran

c. ObservasiKegiaiau observasi dilakukan bersama

dengan pelaksanaan tindakan. Pertama penulismelakukan observasi selama berlangsungnyaproses pembelajaran menerapkan konsepoptikgiometri dengan menggunakan teknik PosterSeason Tahap ini dimaksudkan untukmengetahui sejauh mana kesiapan dankemampuan pemahaman siswa mengenai caramelukis bayangan pada optik giometri Keduapenulis merekam data-data dan membuatcatatan lapangan secara lengkap mengenaihal-hal yang terjadi selama prosespembelajaran menerapkan konsep optikgiometri dengan menggunakan teknik PosterSeasond. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan pentinguntuk memahami dan memberi maknaterhadap proses dan hasil perubahan yangterjadi sebagai akibat dari adanya tindakan. Haltersebut disebabkan karena refleksi merupakankegiatan analisis, interperensi dan eksplanasiterhadap semua informasi yang diperoleh darihasil observasi. Seluruh data yang didapat dari

Page 200: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sulastri, dkk, - Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Optik 189

hasil observasi kemudian dianalisis danditafsirkan, sehingga dapat diketahui apakahtindakan yang dilakukan telah mencapai tujuan.Tafsiran hasil observasi dijadikan dasar untukmelaksanakan evaluasi sehingga dapatdisusun langkah-langkah pembelajaran optikgiometri dengan menggunakan teknik PosterSeason media gambar dalam pelaksanaantindakan berikutnya. Adapun langkah-langkahpada siklus ini adalah sebagai berikut:1. Siklus 1

1) Kegiatan pembelajaranmenggunakan prosedurpembelajaran optik giometri denganmenggunakan teknik PosterSeason dengan indikator yangdicapai adalah kemampuan siswadalam melukis bayangan padacermin datar ,cermin cekung dancermin cembung..

2) Penulis melakukan pembelajaranmenerapkan konsep optik giometridengan menggunakan metodeekperimen yang dikombinasidengan teknik Poster Season

3) Penulis melakukan penelitianterhadap hasil pembelajaranmenerapkan konsep optik giometridengan menggunakan metodeekperimen yang dikombinasidengan teknik Poster Seasondilanjutkan dengan analiaisberdasarkan lembar observasi.

4) Penulis berdiskusi dengan temansejawat (observer ) mengenai hasilpembelajaran berdasarkan hasilobservasi untuk perbaikan padatindakan selanjutnya.

5) Refleksi 1 pada kegiatan ini menentukanrancangan pembelajaran yang akan dilakukanpada siklus selanjutnya.2. Siklus II(1) Kegiatan pembelajaran menggunakan

prosedur pembelajaran optik giometridengan menggunakan teknik PosterSeason dengan indikator yang dicapaiadalah kemampuan siswa dalam melukisbayangan pada lensa cekung dan lensacembung..

(2) Penulis melakukan pembelajaranmenerapkan konsep optik giometridengan menggunakan metode ekperimenyang dikombinasi dengan teknik PosterSeason dengan scenario pembelajaranhasil perbaikan siklus I

(3) Penulis melakukan penelitian terhadaphasil pembelajaran menerapkan konsepoptik giometri dengan menggunakanmetode ekperimen yang dikombinasidengan teknik Poster Season dilanjutkandengan analiais berdasarkan lembarobservasi. dengan scenario pembelajaranhasil perbaikan siklus I

2) Peneliti berdiskusi dengan teman sejawatmengenai hasil pembelajaranberdasarkan hasil observasi untukperbaikan pada tindakan selanjutnya.

3) Refleksi 2 pada kegiatan ini menentukanrancangan pembelajaran yang akandilakukan pada siklus selanjutnya apabilabelum memenuhi kriteria.

Teknik Pengumpulan DataTeknik yang digunakan dalam

pengumpulan data adalah :1) Teknik observasi

Teknik ini digunakan untuk memperolehdata gambaran siswa kelas VIII-G SMPNegeri 9 Cimahi

2) Teknik wawancaraTeknik ini digunakan untuk dapatmeningkatkan cara menyelesaikankesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan Masalah Optik Giometri yangdialami siswa selama mengikuti prosespembelajaran dengan Poster Season

3) Studi pustakaTeknik ini digunakan untuk

menginterprestasikan dari data hasil ekperimenkedalam bentuk gambar4) Teknik tes

Teknik ini digunakan untuk memperolehdata kemampuan hasil belajar menerapkankonsep. Optik giometri pada siswa kelas VIII-GSMP Negeri 9 Cimahi3.4 Teknik Perngolahan Data

Teknik pengolahan yang dilakukan adalahtahapan pengumpulan data, kodifikasi dankategori data. Pada tahap ini akan dikumpulkandata yang diperoleh dari berbagai intrumen.Kemudian diberi kode tertentu sesuai denganjenis dan sumbernya. Untuk memudahkanpenyusunan kategori data dan perumusansejumlah hipotesis mengenai rencana tindakan,peneliti melakukan interprestasi terhadapkeseluruhan data penelitian.1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian inidiperoleh dari : (1) Data kuantitatif bentuknyates diperoleh melalui nilai ulangan siswa, (2)Data kualitatif bentuknya non test yang

Page 201: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

190 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015 1-11

diperoleh melalui hasil gambar, pengamatanaktivitas siswa, hasil observasi dan tanggapandari obserser, kolaborator, kuisioner siswa danwawancara siswa2. Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian adalah alat untukmemperoleh data (Sudjana, 1988: 58).Berdasarkan pengertian tersebut, alatpenelitian yang digunakan adalah:

Instrumen dalam penelitian ini meliputi:Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),laporan kegiatan siswa siklus I, laporankegiatan siswa siklus I, lembar pengamatan/observasi pada saat praktikum, lembarpengamatan/ observasi pada saat diskusi,lembar observasi kolaborator, soal ulanganharian1) Catatan lapangan adalah mencatat

segala sesuatu yang terjadi selamakegiatan pelaksanaan tindakanberlangsung.

2) Lembar pengamatan adalah formatpencapaian kemampuan menerapkankonsep besaran fisika danpengukurannya dengan menggunakanteknik inkuiri dan kesulitan yang dihadapisiswa selama pelaksanaan tindakanberlangsung.

3) Wawancara untuk mengetahui kesulitandan pendapat siswa slama mengikutiproses pembelajaran.

4) Lembar tes lembar isian yang berupapertanyaan dan lembar isian yang harusdijawab siswa selama kegiatan belajar.

3. Teknik Pengumpulan Dataa. Tes, dilakukan setelah selesai tiap-

tiap siklus.b. Non-Tes, diperoleh dari hasil

observasic. Kamera sebagai dokumentasi

Validasi Data dan Analisis Data1. Validasi Data

Validasi data diperoleh untukmemperoleh data hasil penelitian yangakurat. Dalam penelitian inimenggunakan dua sumber data yaitudata kuantitatif bentuknya tes ulangansharian siswa dan data kualitatifbentuknya non tes yang diperoleh daripengamatan. Validasi butir soal ulanganharian dalam penelitian ini berupapenyusunan kisi-kisi butir soal sebeluminstrumen atau butir soal tes tersebutdisusun. Dengan butir soal yang disusunmengacu pada kisi-kisi butir soal

diharapkan akan menjadi instrument yangvalid

2. Analisis DataAnalisis data dalam penelitian ini

menggunakan analisis data kuantitatifdan data kualitatif. Analisis datakuantitatif dengan membandingkanulangan tiap siklus. Analisis datakualitatif dengan membandingkanaktivitas belajar siswa tiap siklus.Indikator Kinerja

Indikator kinerja dalam penelitian inidiharapkan pada akhir siklus II terjadipeningkatan yaitu:1. Sekurang-kurangnya 85% siswa

kelas VIIIG SMP Negeri 9 Cimahimendapat nilai ulangan hariankonsep Optik sama atau lebih dariKKM yaitu 75.

2. Sekurang-kurangnya 85% siswakelas VIIIG SMP Negeri 9 Cimahimempunyai respon belajar baik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Implementasi Siklus IDari hasil pengamatan penulis terhadap

aktivitas siswa kelas VIII G SMP Negeri 9Cimahi. selama pembelajaran berlangsungsetiap siklus adalah sebagai berikut.1. Perencanaan

Dalam perencanaan penelitian tindakankelas ini, penulis menyusun rencanapelaksanaan kegiatan pembelajaran padaKompetensi Dasar 6.3 Menyelidiki sifat-sifatcahaya dan hubungannya dengan berbagaibentuk cermin dan lensa,sebagai bentukpencapaian KD diatas dikembangkan indikatorkompetensinya sebagai berikut1) Mengembangkan instrumen observasi/

pengamatan untuk siswa,2) Pengamatan aktivitas siswa pada saat

kegiatan ekperimen melalui hasil gambar,3) Hasil belajar siswa setelah kegiatan

belajar mengajar.

2. Pelaksanaan

Page 202: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sulastri, dkk, - Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Optik 191

Pelaksanaan siklus 1 dianalisisberdasarkan proses pembelajaran yang terjadiyang didukung data hasil observasi temansejawat, data observasi siswa, dan hasil belajarsiswa.a. Situasi Kelas

Ketika penulis melaksanakan tindakanpada siklus 1, penulis meminta bantuan temansejawat sebagai observer dengan bimbingandan arahan seorang dosen pembimbing dariUPI untuk merefleksikan kekurangan darikegiatan pembelajaran yang dilaksanakan

Selama pelaksanaan kegiatan belajarmengajar penulis mengacu pada skenario yangtercantum di RPP kemudian dibandingkandengan hasil observasi, dicatat beberapakejadian penting antara lain : Diawal pelaksanaan siswa masih bingung

untuk memulai aktipitas praktium, sebelumada petunjuk umum dari guru.

Selanjutnya siswa sangat aktif dan kritisdalam fisik maupun berfikir

Karena tugas di LKS terlalu banyak, ketikadiskusi kelompok masih ada siswa yangsibuk menyelesaikan LKS yang harusdiumpulkan

Ketika game untuk menarik kesimpulan adasiswa yang prustasi karena tidakmendapatkan kesempatan untuk menjawabpertanyaan

3. RefleksiBerdasarkan hasil observasi obserser

dan analisis video selama pembelajaran siklus Iberlangsung ada beberapa hal yangdipandang masih belum optimal

Adapun hal tersebut adalah sebagaiberikut :1. Manajer waktu yang kurang sesuai dengan

RPP, dimana tahapan pengisian LKS yangdirencanakan selama 10 menit ternyatamenjadi 25 menit menurut siswa disebabkankarena banyaknya pertanyaan yang terlalubanyak di LKS sehingga sebagai alternativesolusi dibembelajaran selanjutnya LKSdibuat lebih sederhana tanpa mengurangikemampuan yang ingin dilatihkan.

2. Siswa merasa kesulitan dalam memulaipraktikum, hal ini terjadi karena sebagiansiswa tidak memahi petunjuk yang ada diLKS sebagai alternative solusidibembelajaran selanjutnya maka LKShendaknya disertai petunjuk pengisian LKSsupaya lebih jelas.

3. Diskusi kelas dipandang kurang efektifdisebabkan karena anggota dari tiapkelompok tidak semuanya terlibat aktifdalam diskusi ataupun pengisian LKSmaupun ekperimen hai ini dimungkinkankarena tidak ada pembagian tugas yangjelas atau karena jumlah kelompok yangterlalu banyak yaitu tiap kelompok terdiri dari8 orang sehingga kecenderungan diskusidikuasai oleh siswa yang pintar sebagaialternative solusi dibembelajaranselanjutnya maka dibuat kelompok lebihkecil yang terdiri dari 4 - 5 orang

4. Pada tahapan diskusi kelas guru kurangmemfasilitasi kelompok untuk menjawabdan mengemukakan pendapat hal ini terjadikarena kelompok tersebut kurang dalampengumpulan poin sebagai alternative solusidibembelajaran selanjutnya maka guruharus dapat memfasilitasi semua kelompokyang mau berpendapat ataupun menjawabpertanyaan.

4. Hasil Belajar Siklus IRata-rata hasil penilaian materioptik

giometrisiswa kelas VIII G SMP Negeri 9Cimahi dengan menggunakan teknik PosterSeason pada Siswa Kelas VIII-G SMP Negeri9 Cimahi dapat diklasifikasikan sepertiditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwakeberhasilan/ketuntasan belajar dari 31 siswakelas VIII G SMP Negeri 9 Kota Cimahi dalammenyelesaikan masalah yang ada dalam optikgiometri dengan metode Poster Session adalahsebagai berikut.20 siswa dengan kategori cukup (tuntas) =

64,51%11 siswa dengan kategori kurang (b tuntas)

= 35,48 %

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Tes Siswa pada Siklus IPeringkat Nilai Hasil (%) Ket

Page 203: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

192 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015 1-11

SangatBaik(SB)

90 < AB ≤100

3,23 % Tuntas

Baik(B) 80 < B ≤90

25,80 % Tuntas

Cukup(C) 70 < C ≤80

35,48 % Tuntas

Kurang(K) ≤ 70 35,48 % BelumTuntas

Dari 31 siswa keberhasilan pembelajaranpada siklus 1 yang tergolong tuntas 20 siswadan 11 siswa masih belum tuntas.berati 35,48% siswa yang belum tuntas dan 64,51 % siswayang tuntas artinya target .Sekurang-kurangnya85% siswa kelas VIIIG SMP Negeri 9 Cimahimendapat nilai ulangan harian konsep Optiksama atau lebih dari KKM yaitu 75. Belumtercapai

Hasil Implementasi Siklus IIDari hasil pengamatan penulis terhadap

aktivitas siswa kelas VIII G SMP Negeri 9Cimahi. selama pembelajaran berlangsungsetiap siklus II adalah sebagai berikut.1. Perencanaan

Perencanaan penelitian tindakan kelaspada siklus II merupakan penyemprnaanpelaksanaan pembelajaran pada siklu I padakonsep Lensa Cembung dan Lensa Cekungsebagai bentuk pencapaian KD diatasdikembangkan indikator kompetensinyasebagai berikut1) Mengembangkan instrumen observasi/

pengamatan untuk siswa,2) Pengamatan aktivitas siswa pada saat

kegiatan ekperimen melalui hasil gambar,3) Hasil belajar siswa setelah kegiatan

belajar mengajar.

2. PelaksanaanPelaksanaan siklus 1I dianalisis

berdasarkan proses pembelajaran yang terjadiyang didukung data hasil observasi temansejawat, data observasi siswa, dan hasil belajarsiswa. Tetapi hanya difokuskan pada dua halutama yaitu : situasi kelas dan hasil belajarsiswa.

Selama pelaksanaan kegiatan belajarmengajar penulis mengacu pada skenario yangtercantum di RPP Revisi dan LKS revisi yangmerupakan penyempurnaan dari RPP pada

siklus I kemudian dibandingkan dengan hasilobservasi3. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi obserserdan analisis video selama pembelajaran siklusII berlangsung ada beberapa hal yangdipandang merupakan perbaikan daripembelajaran pada siklus I

Adapun hal tersebut aalah sebagaiberikut :1. Tidak terlihat kebingungan pada siswa

dalam memulai aktipitas praktium,2. Selanjutnya siswa sangat aktif dan kritis

dalam fisik maupun berfikir3. siswa menyelesaikan LKS revisi yang sdh

disederhanakan tepat pada waktunya4. Ketika game untuk menarik kesimpulan

seluruh siswa mendapatkan kesempatanyang sama dalam menjawab /mengemukakan pendapat sesuaikecepatannya dalam mengacung.

4. Hasil Belajar Siklus IIRata-rata hasil penilaian materioptik

giometrisiklus II siswa kelas VIII G SMP Negeri9 Cimahi dengan menggunakan teknik PosterSeason pada Siswa Kelas VIII-G SMP Negeri9 Cimahidapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Pada penelitian ini, penelitian dilakukansebanyak dua kali pembelajaran. Pembelajaranke-1 dengan pokok bahasan Hukum I dan IINewton. Pembelajaran ke-2 dengan pokokbahasan Hukum III Newton. Berikut data yangdiperoleh dari penelitian seperti dinyatakanpada Tabel 1.

Dari 31 siswa keberhasilan pembelajaranpada siklus II semuanya tergolong tuntas,dengan kriteria 25 siswa tergolong baik dan 5siswa tergolong cukup. 2 siswa dengankategori cukup dengan nilai 7,5 nilai KKM IPASMP Negeri 9 Cimahi artinya target .Sekurang-kurangnya 85% siswa kelas VIIIG SMP Negeri9 Cimahi mendapat nilai ulangan harian

Page 204: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sulastri, dkk, - Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Optik 193

konsep Optik sama atau lebih dari KKM yaitu75. Telah tercapai tercapai

Kurang : < 6,00

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Siswa pada Siklus II

Peringkat Nilai Hasil (%) KetSangatBaik(SB)

90 < AB ≤100

16,12 % Tuntas

Baik(B) 80 < B ≤90

67,74 % Tuntas

Cukup(C) 70 < C ≤80

16,12 % Tuntas

Kurang(K) ≤ 70 - -

Terlihat Sekurang-kurangnya 85% siswakelas VIIIG SMP Negeri 9 Cimahi mempunyairespon belajar baik telah tercapai

Berdasarkan hasil tes menerapkankonsep optik giometridengan menggunakanteknik Poster Seasonsiswa kelas VIII G SMPNegeri 9 Cimahi setiap siklusnya dapat terlihatsebagai berikut:1) Berdasarkan hasil penilaian optik giometri

dengan menggunakan teknik PosterSeason pada siklus 1, terlihat nilai rata-rata siswa 73,10 dan pada siklus II terlihatnilai rata-rata siswa 83,50 Berdasarkanhasil rata-rata tersebut maka kenaikanprestasi siswa pada siklus 1 ke siklus 2adalah 10,4 ini berarti ada kenaikanprestasi siswa dari siklus 1 ke siklus 2.

2) Berdasarkan tabel pengamatan kegiatansiswa pada saat kegiatan belajarmengajar berlangsung ada peningkatanyang signifikan. Hal tersebut terbuktidengan adanya perubahan dalam darisiklus I ke siklus II. Sekurang-kurangnya85% siswa mempunyai respon belajarbaik telah tercapai .

3) Berdasarkan tabel penilaian hasil Tessiswa, terlihat nilai rata-rata yangtergolong sangat baik pada siklus 1 =3,23 % dan siklus 2 = 16,12 % dan yangtergolong baik pada siklus 1 = 25,80 %dan siklus 2 = 67,74 % dan yangtergolong cukup pada siklus 1 =35,48 %dan siklus 2 = 16,12 % dan di siklus Imasih ada siswa yang belum tuntassebesar 35,48 % sedangakan di siklus IIsudah tuntas seluruhnya. Ini berarti adapeningkatan dari siklus 1 ke siklus 2dengan hasil peningkatan yang signifikan

Sekurang-kurangnya 85% siswa kelasVIIIG SMP Negeri 9 Cimahi mendapatnilai ulangan harian konsep Optik samaatau lebih dari KKM yaitu 75. Telahtercapai

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis danpembahasan terhadap hasil penelitianmengenai menerapkan konsepoptikgiometridengan menggunakan teknik PosterSeasonsiswa kelas VIII G SMP Negeri 9 Cimahidapat ditarik kesimpulan bahwa:1. Penggunaan teknik Poster Season untuk

meningkatkan kemampuan menerapkankonsep optik giometri. Karena denganteknik Poster Seasoni siswa akan lebihmudah untuk menerapkan konsepbesaran fisika dan pengukurannya.

2. Penggunaan teknik Poster Season dapatmeningkatkan kemampuan menerapkankonsep optik giometrisiswa kelas VIII GSMP Negeri 9 Cimahi. Hal tersebutterbukti dengan hasil penelitian sebagaiberikut: 73,10 dan pada siklus II terlihatnilai rata-rata siswa menjadi 83,50a) Berdasarkan hasil penilaian optik

giometri dengan menggunakanteknik Poster Season pada siklus 1,terlihat nilai rata-rata siswa 73,10dan pada siklus II terlihat nilai rata-rata siswa 83,50 Berdasarkan hasilrata-rata tersebut maka kenaikanprestasi siswa pada siklus 1 kesiklus 2 adalah 10,4 ini berarti ada

Page 205: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

194 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015 1-11

kenaikan prestasi siswa dari siklus1 ke siklus 2.

b) Berdasarkan tabel pengamatankegiatan siswa pada saat kegiatanbelajar mengajar berlangsung adapeningkatan yang signifikan. Haltersebut terbukti dengan adanyaperubahan dalam dari siklus I kesiklus II. Sekurang-kurangnya 85%siswa mempunyai respon belajarbaik telah tercapai .

c) Berdasarkan tabel penilaian hasilTes siswa, terlihat nilai rata-ratayang tergolong sangat baik padasiklus 1 = 3,23 % dan siklus 2 =16,12 % dan yang tergolong baikpada siklus 1 = 25,80 % dan siklus2 = 67,74 % dan yang tergolongcukup pada siklus 1 =35,48 % dansiklus 2 = 16,12 % dan di siklus Imasih ada siswa yang belum tuntassebesar 35,48 % sedangakan disiklus II sudah tuntas seluruhnya.Ini berarti ada peningkatan darisiklus 1 ke siklus 2 dengan hasilpeningkatan yang signifikanSekurang-kurangnya 85% siswakelas VIIIG SMP Negeri 9 Cimahimendapat nilai ulangan hariankonsep Optik sama atau lebih dariKKM yaitu 75. Telah tercapai

Sebagai penutup uraian karya tulis ilmiahini, penulis paparkan beberapa saran untukguru dan calon guru dalam meningkatkankompetensinya . Adapun saran yang penulispaparkan adalah sebagai berikut:1. Buat LKS dengan petunjuk dan tindakan

yang jelas sehingga tidak membuat siwabingung

2. Sesuaikan waktu dengan LKS yangharus dikerjakan siswa sehingga siswadapat mengerjakan LKS tepat waktu

3. Usahakan pembagian kelompok tidakterlalu banyak cukup 4-5 orang agarseluruh siswa dapat berkontribusi padakelompoknya.

4. Dalam game atau kesimpulan usahakanada pemerataan kesempatan pada siswasehingga semua siswa mendapat

kesempatan yang sama dalam menjawabatau mengemukakan pendapatnya,sehingga tidak ada siswa yang prustasikarena tidak diberi kesempatan.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta:Erlangga.

Facione, A. Peter. 1990. Critical Thinking: AStatement of Expert Consensus forPurposes of Educational Assessmentand Instruction. Executive Summary“The Delphi Report”. CaliforniaAcademic Press: California

Sugiyarti, Yenik. 2005. MeningkatkanKeterampilan Berpikir Kritis Dan HasilBelajar Siswa SMPN 1 TambakromoKabupaten Pati Melalui PembelajaranMatematika Berbasis Masalah. SkripsiSarjana Pada FMIPA Universitas NegeriSemarang: Diterbitkan.

Amin, M. (1987.8). Mengajarkan IlmuPengetahuan Alam (IPA) DenganMenggunakan Metode “Discovery” dan“Inquiry”. Jakarta: ProyekPengembangan Lembaga PendidikanTenagaKependidikan, DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud.

Aqib, Zainal.(2008.14). Penelitisan TindakanKelas Untuk Guru. Bandung: YramaWidya.

Brotosiswoyo, B. S. (2001.10 ). HakikatPembelajaran MIPA Fisika Di PerguruanTinggi. Jakarta: Pusat Antar UniversitasDepartemen Pendidikan Nasional.Depdiknas. (2006.24). KurikulurnTingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas.

Erman, S. Ar. (2001.9). Penelitian PendidikanMatematika. Bandung: UPI.

Gintings, Abdorrakhman. (2008). Esensi PraktisBelajar & Pembelajaran. Bandung:Humaniora.

Hartono.(2006.7). Pembelajaran FisikanModern bagi mahasiswa calon Guru.Disertasi Doktor pada sPs UPI : tidakditerbitkan.

Moerwani, P. dkk. (2001.15). HakikatPembelajaran MIPAEDUCARE: JurnalPendidikan dan Budaya.http://educare.e-fkipunla.net Generated:20 February, 2010, 14:19.

Page 206: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sulastri, dkk, - Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Optik 195

Rahman, T. et al. (2007.6). “Peran Praktikumdalam Membekali Kemampuan genericpada Calon Guru”. Makalah padaseminar Internasional pendidikan IPA ISPs UPI, Bandung.

Rustaman, et.al. (2003.12). Strategi BelajarMengajar. Jurusan Pendidikan Biologi.FPMIPA UPI Bandung : Tidakditerbitkan.Sudjana, Nana. (1988,152). TuntunanPenyusunan Karya Ilmiah. Bandung:Sinar Baru.

Yamin, Martinis. (2007.12). StrategiPembelajaran Berbasis Kompetensi.Jakarta: Gaung Prasada Press.

Susilowati Erna (2011 , 8) Penerapan StrategiPembelajaran Poster Session.Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiya

Hamalik Oemar, (2008. 27), Proses BelajarMengajar, Jakarta: Bumi Aksara

Dimyati dan Mujiono, (2009.9) Belajar danPembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Hardini Isriani, (2012.23 ),StrategiPembelajaran t Terpadu,Yogyakarta :familia

Suryani Nunuk Dr dan Agung Leo. Drs. (2012.16 ) Strategi BelajarMengajar,Yogyakarta, Ombak

Page 207: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASISISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

PADA MATERI SISTEM ORGAN MANUSIA DI KELAS 8 A SMP NEGERI 48BANDUNG

Teti Rochana Yulianti1*, Heni Rusnayati21SMPN 48 Bandung, Jawa Barat, Indonesia

2Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasPendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajardan kemampuan komunikasi siswa Masalah yang dapat dirumuskan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut :Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung kelas VIII semester IImengenai pembelajaran fisika berorientasi penemuan, diperoleh kesimpulanbahwa prestasi belajar siswa setelah pembelajaran meningkat. Hal tersebutditunjukkan dengan skor rata-rata pretest 69,56 dan skor rata-rata posttestsebesar 80,29 serta Nilai rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,35 dengankategori sedang.

.

ABSTRACT

The research objective of this class action is to improve learning outcomes andcommunication skills problem that can be formulated in this study are asfollows: Based on the research that has been done in one of the Junior HighSchool in Bandung VIII class the second semester to learning physicsdiscovery-oriented, obtained conclusion that student achievement after learningincreased. This is indicated by the average score of 69.56 pretest and posttestmean score of 80.29 and the average value of the normalized gain of 0.35 withmedium category

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

PENDAHULUAN

Mata pelajaran IPA di tingkat SMPmerupakan mata pelajaran yang berfungsiuntuk memperluas wawasan pengetahuantentang materi dan energi, meningkatkanketerampilan ilmiah, menumbuhkan sikapilmiah dan kesadaran/kepedulian pada produkteknologi melalui penerapan teori/prinsip IPAyang sudah dikuasai sebelumnya, serta

kesadaran pada kebesaran Tuhan Yang MahaEsa. (Karhami, S.Karim A, 1998:3)

Fakta yang sering terjadi di lapanganadalah guru dianggap sumber belajar yangpaling benar. Proses pembelajaran yang terjadimemposisikan siswa sebagai pendengarceramah guru. Akibatnya proses belajarmengajar cenderung membosankan danmenjadikan siswa malas belajar. Sikap anakdidik yang pasif tersebut ternyata tidak hanya

Page 208: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 197

terjadi pada mata pelajaran tertentu saja tetapipada hampir semua mata pelajaran termasukpelajaran IPA.

Keberhasilan proses kegiatan belajarmengajar pada pembelajaran IPA dapat diukurdari keberhasilan siswa yang mengikutikegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapatdilihat dari tingkat keaktifan, pemahaman,penguasaan, materi serta hasil belajar siswa (Saraswati, 2003 ) . Semakin tinggi keaktifan,pemahaman dan penguasaan materi sertahasil belajar maka semakin tinggi pula tingkatkeberhasilan pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi di kelas VIIIA SMP N 48 Bandung, hasil belajar IPAtergolong masih rendah. Nilai rata-rata ulanganharian siswa adalah 58,61, hanya 39% atau 14siswa dari 36 siswa yang mencapai nilaiminimal sama dengan KKM sebesar 72. Prosespembelajaran yang biasa dilakukanmenggunakan interaksi antar kelompok melauikegiatan diskusi . Kegiatan tersebut memilikikelemahan diantaranya peserta diskusimendapat informasi yang terbatas, dapatdikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara/ oleh orang yang ingin menonjolkan diri, bagimurid yang tidak ikut aktif ada kecendrunganuntuk melepaskan diri dari tanggung jawab ,kecendrungan untuk bermain sendiri,terkadang tema yang didiskusikan melewatijalur, banyak waktu terpakai,dan interaksiantar siswa belum maksimal.

Salah satu cara untuk mengembangkaninteraksi edukatif yang baik adalah melaluipenerapan model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw . Model pembelajaran jigsawmerupakan salah satu model pembelajaranyang paling tepat untuk meningkatkankemampuan kerja sama siswa dalam diskusisehingga dapat meningkatkan hasil belajarsiswa. Model pembelajaran jigsawmerupakan model dimana siswa belajar dalamkelompok kecil yang terdiri atas empat sampaidengan enam orang secara heterogen danbekerja sama saling ketergantungan yangpositif dan bertanggung jawab secara mandiri.Dengan pembelajaran jigsaw, siswa memiliki

banyak kesempatan untuk mengemukakanpendapat dan mengolah informasi yang didapatdan dapat meningkatkan keterampilanberkomunikasi, anggota kelompok bertanggungjawab atas keberhasilan kelompoknya danketuntasan bagian materi yang dipelajari dandapat menyampaikan kepada kelompoknya.(Rusman dalam Aris, 2014 : 90)

Masalah yang dapat dirumuskan dalampenelitian ini adalah sebagai berikut :1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran

IPA pada materi pokok sistem organ denganmenerapkan model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw di kelas VIII A SMP Negeri48 Bandung.

2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajarsiswa pada materi pokok sistem organdengan menerapkan model pembelajarankooperatif tipe jigsaw di kelas VIII ASMP Negeri 48 Bandung.

3. Bagaimanakah peningkatan kemampuankomunikasi siswa pada materi pokoksistem organ dengan menerapkan modelpembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikelas VIII A SMP Negeri 48 Bandung.

Adapun tujuan penelitian tindakan kelasini adalah untuk meningkatkan hasil belajardan kemampuan komunikasi siswa dalammateri sistem organ manusia padapembelajaran IPA kelas VIII A SMP Negeri 48Bandung.

METODE

Subyek Penelitian adalah siswa kelas 8ASMP Negeri 48 Bandung, terdiri dari 18 siswalaki-laki dan 18 siswa perempuan , sedangkanpelaksanaan penelitian dilaksanakan selamapada bulan April sampai Mei 2015.

Metode yang digunakan dalam penelitianini yaitu metode penelitian tindakan kelas , PTKdilakukan melalui suatu siklus mulaiperencanaan, pelaksanaan tindakan, observasidan refleksi. Prosedur pelaksanaan penelitianyang akan dilakukan dapat digambarkan padaGambar 1.

Page 209: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

198 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas

SIKLUS I1) Perencanaan (planning) siklus I

Perencanaan siklus I adalah sebagaiberikut:

a) Merencanakan media yang digunakanadalah model jantung dan cartaperedaran darah.

b) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)yang terdiri dari enam sub konsep yaituLKS tentang jantung, komponen darah,saluran darah, pembekuan darah,transfusi darah dan kelainan/ penyakitpada sistem peredaran darah.

c) Menyusun instrument evaluasi (pre-testdan post-test) serta menyusuninstrument observasi Tes evaluasiyang dibuat adalah sebanyak 10 butirsoal pilihan ganda.

d) Membuat skenario pembelajaran sesuaidengan model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw.

e) Mengkonsultasikan instrumen penelitiankepada dosen pembimbimg.

2) Tindakan ( Action) siklus ILangkah ini merupakan pelaksanaantindakan dengan melakukan langkah-langkah pembelajaran tentang materi sistemperedaran darah dalam pembelajaran IPAdengan menggunakan model pembelajarankooperatif tipe jigsaw.

.3) Tahap observasi dan evaluasi siklus 1

Dalam penelitian ini pelaksanaan observasidilakukan oleh tiga orang observer yangmengobservasi keterlaksanaanpembelajaran kooperatif tipejigsaw,mengobservasi aktifitas guru dan

aktifitas siswa , jika terdapat aktifitas atautidak dilengkapi dengan catatan,sedangkan yang dievaluasi adalah nilaiformatif siswa.

4) Tahap Analisis dan Refleksi siklus IData yang akan dianalisis adalah sebagaiberikut :Lembar observasi keterlaksanaanpembelajaran kooperatif tipe jigsaw., lembarobservasi kemampuan komunikasi siswadan nilai test.Pelaksanaan refleksi dilaksanakan di dalamruangan dengan observer setelah prosespembelajaran selesai, Data yang direfleksiadalah lembar observasi keterlaksanaanpembelajaran kooperatif tipe jigsaw, lembarobservasi kemampuan komunikasi siswadan nilai test.

SIKLUS II1) Perencanaan (planning) siklus II

Perencanaan tindakan siklus II adalahsebagai berikut:a) Merencanakan media yang digunakan

adalah carta pernapasanb) Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS)

yang terdiri dari tiga sub konsep yaituLKS alat pernapasan, pernapasan perutdan dada serta penyakit sistempernapasan

c) Menyusun instrument evaluasi (pre-testdan post-test) serta menyusuninstrument observasi untuk mengamatidan mengevaluasi proses pembelajarandengan penerapan model pembelajarancooperatif tipe jigsaw. Tes evaluasi yangdibuat adalah sebanyak 10 butir soalpilihan ganda.

PERENCANAAN

SIKLUSII

PENGAMATAN

PELAKSANAAN

REFLEKSI

Page 210: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 199

d) Membuat skenario pembelajaran sesuaidengan model pembelajaran kooperatiftipe jigsaw.

e) Mengkonsultasikan instrumen penelitiankepada dosen pembimbimg.

2) Tindakan ( Action) siklus IILangkah ini merupakan pelaksanaantindakan dengan melakukan langkah-langkah pembelajaran tentang materi sistempernapasan dalam pembelajaran IPAdengan menggunakan model pembelajarankooperatif tipe jigsaw.

3) Tahap observasi dan evaluasi siklus IIDalam penelitian ini pelaksanaan observasidilakukan oleh tiga orang observer yangmengobservasi keterlaksanaanpembelajaran kooperatif tipe jigsaw,mengobservasi aktifitas guru dan aktifitassiswa , jika terdapat aktifitas atau tidakdilengkapi dengan catatan, sedangkan yangdievaluasi adalah nilai formatif siswa.

4) Tahap Analisis dan Refleksi siklus ISumber Data adalah siswa sebagaisumber data hasil belajar siswa dan hasilobservasi kemampuan komunikasi siswa.Serta guru sebagai sumber dataketerlaksanaan model pembelajarankooperatif tipe jigsaw

Jenis Data berupa data kualitatif, didapatdari lembar observasi yang diisi oleh observer,dan data kuantitatif didapat dari hasil tesformatif siswa. Data yang akan dianalisisadalah lembar observasi keterlaksanaanpembelajaran kooperatif tipe jigsaw., lembarobservasi kemampuan komunikasi siswa dannilai test. Pelaksanaan refleksi dilaksanakan didalam ruangan dengan observer setelahproses pembelajaran selesai, Data yangdirefleksi adalah lembar observasiketerlaksanaan pembelajaran kooperatif tipejigsaw., lembar observasi kemampuankomunikasi siswa.dan nilai test.

Analisis Hasil belajar siswaHasil belajar siswa: dianalisis apakah

jumlah siswa yang memperoleh nilai mencapaiKKM untuk kompetensi yang diujikan telahmenunjukkan ketercapaian indikatorkeberhasilan atau belum.

Hasil belajar siswa telah mencapai indikatorkeberhasilan apabila 75% dari seluruh siswatelah mencapai hasil belajar minimal samadengan KKM sebesar 72.

Hasil belajar siswa ditentukandengan cara berikut:= ∑ ∑ x

100 (skala 0-100)

(Arifin, 2009: 232)

Ketuntasan secara klasikal dihitung denganmenggunakan rumus:

= ∑∑ 100%Tabel Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar

Tingkatkeberhasilan

Kriteria

≥ 80 % Sangat tinggi

60 % -79 % Tinggi

40 % - 59 % Sedang

20 % - 39 % Rendah

≤ 20 % Sangat rendah

Analisis Hasil Observasi KegiatanPembelajaranDalam mengolah dan menganalisis dataketercapaian proses pembelajaran dilakukanpenjumlahan aspek ketercapaian dari hasilobservasi aktivitas guru dan siswa.Persentase pencapaian pembelajarandidapatkan dari jumlah aspek aktivitasterlaksana dibagi jumlah seluruh aktivitasdikalikan 100%.Tabel pencapaian pembelajaran

Persentase Kriteria

80 – 100 Baik sekali

66 -79 Baik

56 – 65 Cukup

40 – 55 Kurang

30 – 39 Gagal

Page 211: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

200 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Analisis Kemampuan Komunikasi siswa dalamkelompok

Format penilaian kemampuan siswa dalamkelompok disajikan pada Tabel PenilaianKemampuan Komunikasi Siswa DalamKelompok

kel KodeSiswa

Aspek YangDinilai

Jmlsiswa

kat

T MI MP

Keterangan :T : bertanya, MI : memberi informasi

MP : menjawab pertanyaan

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Observasi Respon Siswa Terhadap Setiap Kegiatan dalamPembelajaran

Pembelajaran ke-Persentase

Keterlaksanaan (%)

Kategori

1 76.2 Baik

2 80.9 Baik

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwaproses pembelajaran dilaksanakan diresponsecara baik oleh siswa. Hal tersebutditunjukkan dengan presentase respon siswapada pembelajaran pertama 76,2% dengankategori baik dan pembelajaran kedua 80,9%dengan kategori baik.

Sebanyak 20 siswa yang diwawancaramenyatakan bahwa pembelajaran ini lebihterasa aktif, karena mereka dapat melakukanpercobaan dan demonstrasi sederhanamengenai konsep Hukum Newton I, II dan III.Tujuh orang siswa yang diwawancaramenyatakan ada kendala saat melakukanpembelajaran berorientasi penemuan yaitu adadiantara teman mereka yang sering berebutalat, dan tidak bekerja sama saat melakukan

percobaan dan demonstrasi, 30 orang siswasetelah diwawancara merasa puas dan senangterhadap metode pembelajaran ini.

Sebanyak 21 orang siswa yangdiwawancara dapat menjawab dengan tepatHukum I Newton, 10 orang siswa menjawabbahwa Hukum II Newton adalah F = m . a,serta sebanyak 32 siswa menjawab bahwaHukum III Newton adalah mengenai aksi-reaksi.

Hasil Pengukuran Prestasi BelajarSecara garis besar, dari data skor pretest

dan posttest yang didapatkan dinyatakan padaTabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Gain TernormalisasiRata-rata

% pre-test

Rata-rata %

post-test

Rata-rata

gain <g>Kriteria

69,56 80,29 0,35 Sedang

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapatpeningkatan prestasi belajar siswa aspek C1,C2, dan C3 didapatkan skor rata-rata pretest69,56 dan skor rata-rata posttest sebesar80,29. Nilai rata-rata gain ternormalisasisebesar 0,35 dengan kategori sedang.

Tabel 1 yang memperlihatkan persentaseketerlaksanaan pembelajaran kesatu mencapai91,3% dan kedua mencapai 95,6% sehingga

hasil tersebut dikategorikan sangat baik. Selaindari hasil observasi, prestasi belajar fisikasiswa mengalami peningkatan dengan gain0,35 dengan kriteria sedang.

Hasil observasi yang dilakukan selamapembelajaran yang menyangkut aktivitas gurudalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam draft rencana pelaksanaanpembelajaran yang telah disusun dengan

Page 212: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 201

berorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkan

pada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkan

bahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Aktiv

itas G

uru

(%)

Pembelajaran ke- 1

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pembelajaran ke- 1

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 201

berorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkan

pada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkan

bahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

91,3

95,6

88

90

92

94

96

Pertemuan PembelajaranAk

tivita

s Gur

u (%

)

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

76,2

80,9

727476788082

Aktif

itas S

iswa

(%)

Pertemuan Pembelajaran

Pembelajaran ke- 1 Pembelajaran ke-2

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 201

berorientasi pembelajaran penemuan padapembelajaran pertama dan kedua ditunjukkan

pada Gambar 1.

Gambar 1: Rekapitulasi Kegiatan Pembelajaran yang Dilakukan Guru

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwaaktivitas guru selama proses pembelajarandilaksanakan secara maksimal oleh guru. Haltersebut ditunjukkan dengan presentasekegiatan yang terlaksana pada pembelajaranpertama 91,3% dengan kategori sangat baikdan pembelajaran kedua 95,6% dengankategori sangat baik. Adapun ketercapaiantersebut tidak mencapai 100% karena karenafaktor penguasaan kelas dan pengaturan waktupembelajaran yang dilakukan oleh guru masihbelum maksimal. Namun, pada pembelajarankedua tingkat ketercapaiannya lebih baikdaripada pembelajaran pertama. Artinya,

pelaksanaan dalam melaksanakanpembelajaran berorientasi penemuan perlupenyesuaian bagi guru dalam memandupembelajaran jika belum terbiasamelaksanakan proses pembelajaran seperti ini.

Selain itu, aktivitas guru selamapembelajaran direspon baik oleh siswawalaupun hasilnya tidak sempurna tetapi masihtergolong pada respon yang baik. Hal tersebutditunjukkan dengan tingkat respon siswaterhadap kegiatan pembelajaran padapembelajaran pertama dan kedua yangditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2: Rekapitulasi Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkanbahwa respon siswa terhadap setiap kegiatanyang terjadi selama pembelajaran pertamasebanyak 76,2% yang termasuk kategori baikdan pembelajaran kedua 80,9% yang termasukkategori sangat baik. Namun, ada beberapacatatan para observer yang menunjukkan

bahwa walaupun kegiatan pembelajaran yangharus guru lakukan terlaksana dan responsiswa cukup baik, namun ada beberapakendala yaitu ketersediaan alat dan pengaturanwaktu, masih banyak siswa yang tidakmerespon ketika distimulus.

Page 213: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

202 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Proses pembelajaran yang diikuti siswasecara langsung berdampak pada prestasibelajar siswa karena selama prosespembelajaran siswa dibimbing dan diarahkanguru untuk membangung konsep danpengetahuan sendiri yang berakibat padatercapainya prestasi belajar yang diharapkan.

Hal tersebut ditunjukkan oleh data skor pretestdan posttest siswa yang dituangkan ke dalamdiagram rata-rata skor pretest dan posttest tesprestasi belajar siswa seperti yang tercantumpada Gambar 3.

Gambar 3: Rata-rata Skor Pre Test dan Post TestPada gambar 3 terlihat bahwa skor rata-

rata posttest lebih besar dibandingkan denganskor rata-rata pretest pada pembelajaran yangtelah dilakukan dengan range sebesar 10,73.Hasil tersebut memberikan nilai peningkatan(gain) sebesar 0,35 dengan kategori sedang.Walaupun peningkatan yang didapatkan tidaksignifikan, secara keseluruhan, pembelajaranmemberikan dampak positif terhadap prestasibelajar siswa yang menunjukkan bahwa siswamampu mengorganisir dan membangunpengetahuan dengan baik. Peningkatanprestasi belajar siswa yang masih sedang inisejalan dengan belum semua siswa merespondengan baik setiap kegiatan dalampembelajaran. Hal ini disebabkan oleh belumterbiasanya siswa dengan pembelajaran yangdilakukan, Selain itu juga, catatan observermengungkapkan bahwa pembelajaran yangdilakukan terlalu cepat sehingga siswa tidakmenangkap secara utuh materi ajar yangdiberikan pada pertemuan tersebut.

Melalui pembelajaran berorientasipenemuan ini, siswa tidak hanya mampumencapai prestasi belajar yang diharapkantetapi juga siswa belajar bekerja ilmiah.Sehingga, anggapan bahwa pembelajaranfisika hanya menghapal konsep dan prinsipdalam proses menguasai pengetahuan dapatdirubah dengan pembelajaran ini, dimanamelalui pembelajaran berorientasi penemuansiswa bukan menguasai prinsip dan konsepmelalui menghapal tetapi melalui proses

penemuan yang proses penemuannyamengasah kemampuan berpikir siswa.Kegiatan pembelajaran berorientasi penemuanpada topik Hukum Newton I, II, dan III di kelasVIII pada salah satu SMPN di Kota Bandungberjalan dengan baik, namun hanyamenghasilkan rata-rata gain 0,35 yangberkategori sedang ini dikarenakan nilai rata-rata pre-test sudah tinggi. Mengapa hasil pre-test atau tes awal sudah tinggi? Inidimungkinkan siswa sebelumnya sudahmemahami soal-soal yang diberikan dan kelasVIII B ini merupakan salah satu kelas yangcukup baik menurut penuturan guru pamong.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telahdilakukan di salah satu SMP Negeri di KotaBandung kelas VIII semester II mengenaipembelajaran fisika berorientasi penemuan,diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajarsiswa setelah pembelajaran meningkat. Haltersebut ditunjukkan dengan skor rata-ratapretest 69,56 dan skor rata-rata posttestsebesar 80,29 serta Nilai rata-rata gainternormalisasi sebesar 0,35 dengan kategorisedang.

Pada penelitian ini didapatkanpeningkatan kemampuan prestasi belajar yangtidak terlalu signifikan, maka perlu adaperbaikan dari segi pelaksanaanpembelajarannya agar peningkatannya menjadilebih signifikan dan dicoba untuk materi lain

69,56 80,29

10,73

020406080

100

Skor

Rat

a-ra

ta (%

)

Profil Tes

pre test post test Range

Page 214: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Teti Rochana Yulianti, dkk, - Upaya Peningkatan Hasil Belajar 203

untuk mengetahui konsistensi peningkatannya.Peneliti juga diharapkan lebih memperbaikikualitas percobaan dan demontrasi yangdilakukan di dalam kelas.

Sebaiknya siswa diobservasi secaraberkelompok sehingga observer siswa lebihfokus dan bisa memberikan banyak feed backyang bagus untuk ke depannya dan. Selain itu,agar dampak dari setiap kegiatan pembelajaranbagi setiap siswa dapat diamati dan dicermatisehingga setiap siswa dapat terfasilitasi denganbaik pada pertemuan-pertemuan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP. (2006). Panduan PenyusunanKurikulum Tingkat Satuan PendidikanDasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Clark, Donald. (2000). Learning Domain orBloom’s Taxonomy [On line]. Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/bloom.html [20 Juli 2014]

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2004: StandarKompetensi, Mata Pelajaran Fisika,Sekolah Menengah Atas danMadrasah Aliyah. Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Hake, Richard. R. (1997). InteractiveEngagement Methods In IntroductoryMechanics Courses. Tersedia :http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM-2b.pdf, accessed on. [20 Juli 2014]

Martawijaya, Agus, dkk. (2010). Discoverydalam pendidikan. ProgramPascasarjana Universitas NegeriMakasar: Makasar.

Munaf, Syambasri. (2001). Evaluasi PendidikanFisika. Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI Bandung.

Panggabean, Luhut .P. (2001). Statistika Dasar.Jurusan Pendidikan Fisika – FakultasPendidikan Matematika dan IlmuPengetahuan Alam –UniversitasPendidikan Indonesia.

Ridwan, Sa’adah. (2000). Identifikasi danPenanggulangan Kesulitan BelajarSiswa dalam Mempelajari KonsepCahaya di Kelas II G SLTPN 12Bandung. Tesis pada Program PascaSarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Page 215: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUKMENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MEMECAHKANMASALAH FISIKA POKOK BAHASAN LISTRIK STATIS BAGI SISWA KELAS

XII IPA 3 DI SMAN JATINUNGGAL

Usuludin Latif*

Guru Mata pelajaran Fisika SMAN Jatinunggal Kab. SumedangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaranfisika dengan menggunakan model pembelajaran Rancangan penelitian yang digunakanadalah penelitian tindakan kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuansiswa dalam memecahkan masalah adalah hasil belajar siswa melalui tes awal (pre test)dan tes akhir (post test) pada akhir siklus. Sedangkan instrument untuk mengetahui minatbelajar siswa melalui angket dan dokumentasi. Teknik analisis data secara deskriptifkualitatif. Keabsahan data dilakukan dengan observasi dan membuat catatan dokumentasidisetiap akhir pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan motivasibelajar siswa yang dapat fisika dilihat dari indikator yaitu: (1) siswa yang aktif untukbertanya kepada teman sebelum tindakan sebesar 74%, setelah tindakan menjadi (81%),(2) siswa yang berani bertanya kepada guru sebelum tindakan 47%, setelah tindakanmenjadi 70%), (3) siswa berpartisipasi dalam diskusi kelompok sebelum tindakan 66,21%,setelah tindakan menjadi 84,83%. Peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkanmasalah fisika dapat dilihat dari hasil nilai rata-rata tes awal yang hanya 3,16 dan diakhirtindakan nilai rata-rata menjadi 9,22. Serta terdapat 13 siswa (45%) yang mampumenyelesaikan soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi dari sebelumnya hanya ada 2siswa. Dengan demikian melalui penerapan metode Problem Solving siswa menjadi lebihtermotivasi dalam belajar fisika dan prestasi hasil belajarpun menjadi lebih meningkat.

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine students' motivation in physics by using modelstudy design used is classroom action research. The instrument used to measure students'skills in problem solving is student learning outcomes through the initial test (pre-test) andfinal test (post test) at the end of the cycle. While the instrument to determine studentinterest through a questionnaire and documentation. The data analysis technique isdescriptive qualitative. Data validation was done by observing and making notes at each endof the lesson documentation. The results of this study showed an increase in students'motivation to physics seen from the following indicators: (1) an active student to ask a friendbefore action of 74%, after the act becomes (81%), (2) students who dared to ask theteacher before action 47%, after the action to be 70%), (3) students participate in groupdiscussions before action 66.21%, after the act became 84.83%. Improving the ability ofstudents to solve physics problems can be seen from the average value of the initial testswere only 3.16 and end measures the average value to 9.22. And there are 13 students(45%) were able to resolve the matter with a degree of difficulty is higher than ever there areonly 2 students. Thus through the application of methods Problem Solving students becomemore motivated to learn physics and achievement of results belajarpun be further increased.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: approach to discovery, learning physics, student achievement

Page 216: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Usuludin Latif, dkk, - Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving 205

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan rangkaianproses kegiatan yang berkesinambungan. Olehkarena itu, agar proses pembelajaran dapatberjalan dengan baik seorang guru diharapkanmampu menghubungkan kemampuan awalsiswa dengan pengetahuan yang barusehingga terjadi kesinambungan pengetahuan.Ketika siswa mengalami kesulitan dalampembelajaran seorang guru tidak bolehkehilangan fokus untuk tetap senantiasamembuat siswa tertarik belajar. Adalah tugasguru untuk dapat mendeteksi kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar karena inimerupakan bagian dari cara menghormati haksiswa untuk belajar.

Setelah berlangsungnya kegiatanpembelajaran fisika di kelas XII, tampakkesulitan-kesulitan yang dialami siswa.Kesulitan yang paling menonjol adalahkemampuan siswa yang rendah dalammemecahkan masalah fisika yang diberikanoleh guru dan siswa selalu berhentimenyelesaikan karena faktor ketidaktahuan.Ketidaktahuan siswa bisa disebabkan karenamemang tidak memahami topik yang sedangdipelajari maupun ketidaktahuan tindakan apayang harus dilakukan selanjutnya. Kesulitanyang dialami siswa sebenarnya sudah dapatdideteksi dengan mengamati ekspresi wajahdan tubuh serta pergerakan mata. Beberapasikap yang ditunjukkan oleh siswa yangmengalami kesulitan belajar adalah:- Siswa hanya menyalin catatan siswa atau

catatan guru di papan tulis- Siswa mencoba menyembunyikan

catatannya dari perhatian guru- Siswa hanya menonton siswa lain yang

sedang melakukan aktifitas, baik secaraindividu maupun kelompok

- Siswa tidak hanya jadi pendengar denganpikiran yang kosong

Melihat kondisi di atas, maka harussegera dilakukan tindakan agar motivasi belajarsiswa tumbuh dan secara bersamaan siswadapat memahami pelajaran yang sedangdipelajarinya yang ditunjukkan dengankemampuan dalam penyelesaian masalah(problem solving) fisika.

Ada beberapa ragam metodepembelajaran inovatif dengan pendekatanberpusat pada siswa (student centeredlearning). Metode-metode antara lain adalah: a)

berbagi informasi; (b) belajar dari pengalaman(experience Based); (c) pembelajaran melaluipemecahan masalah (problem solving based).

Problem Solving dapat diartikan sebagairangkaian aktivitas pembelajaran yangmenekankan kepada proses penyelesaianmasalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat3 ciri utama dari problem solving.

1. Problem solving merupakan rangkaianaktivitas pembelajaran, artinya dalamimplementasi Problem Solving adasejumlah kegiatan yang harus dilakukansiswa. Problem Solving tidakmengharapkan siswa hanya sekedarmendengarkan, mencatat, kemudianmenghafal materi pelajaran, akan tetapimelalui problem solving siswa aktifberpikir, berkomunikasi, mencari danmengolah data, dan akhirnyamenyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untukmenyelesaikan masalah. problemsolving menempatkan masalah sebagaikata kunci dari proses pembelajaran.Artinya, tanpa masalah maka tidakmungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan denganmenggunakan pendekatan berpikirsecara ilmiah. Berpikir denganmenggunakan metode ilmiah adalahproses berpikir deduktif dan induktif.Proses berpikir ini dilakukan secarasecara sistematis dan empiris.Sistematis artinya berpikir ilmiahdilakukan melalui tahapan-tahapantertentu; sedangkan empiris artinyaproses penyelesaian masalahdidasarkan pada data dan fakta yangjelas.

Untuk dapat menyelesaikan masalah,peserta didik dituntut dapat menguasai konsep,juga dapat memiliki cara kerja yang berbedasesuai dengan penguasaan materi yangberhubungan dengan soal yang bersangkutanbahkan dapat juga menggabungkannyadengan konsep fisika yang relevan.

Melalui metode problem solving siswaakan banyak dibekali kemampuan untukmengaplikasikan konsep yang diterimanyadalam permasalahan nyata yang adadisekitarnya, termasuk permasalah ketika nantimenghadapi ujian nasional. Dengan demikiandiharapkan siswa akan memiliki kemampuan

Page 217: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

206 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

yang memadai dalam memahami materi fisikayang dipelajarinya secara utuh.

Kemampuan dasar peserta didik dalammenyelesaikan permasalahan fisika yangrendah menuntut strategi pembelajaran tertentuagar metode problem solving dapat diterapkansecara efektif dan hasilnya dapat bermanfaat.Salah satu metode yang dapat diterapkanbersamaan dengan penerapan metode belajarproblem solving adalah metode diskusikelompok kecil atau Metode Buzz Group. Padametode ini cara pembahasan suatu masalahyaitu dengan membagi peserta didik dalambeberapa kelompok kecil. Agar kerja kelompokmenjadi lebih hidup maka anggota kelompokterdiri atas antara tiga dan maksimal sampaiempat orang untuk membahas suatu masalahyang diakhiri dengan penyampaian hasil.Aktifitas kerja kelompok akan semakin hidupketika permasalahan yang dihadapai olehsetiap kelompok dijadikan permainan denganpemberian penghargaan bagi kelompok yangterlebih dahulu berhasil menyelesaikanpermasalahan dengan benar.

Tuntutan waktu belajar yang terbatasdengan semakin dekat dengan masa akhirbelajar siswa bagi siswa kelas XII, makametode belajar problem solving dalamkelompok-kelompok kecil dapat dijadikanpilihan dengan harapan dapat segeramengatasi kesulitan-kesulitan siswa dalammemecahkan masalah-masalah fisika.

Diperlukan media tambahan agar kerjakelompok lebih hidup dan kesulitan-kesulitanbelajar siswa secara individu dapat diatasi.Penggunaan media papan tulis dengan ukurankecil dan sebua spidol untuk mencatatkan hasilkerja dapat dijadikan sebagai sarana kerjasama memecahan masalah dalam kelompokkecil.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitianini, apakah penerapan metode problem solvingmelalui strategi kelompok-kelompok kecil dapatmeningkatkan motivasi belajar siswa dan dapatmeningkatkan kemampuan siswa dalammemecahkan masalah fisika? Penelitian inibertujuan untuk meningkatkan motivasi belajarsiswa dan meningkatkan kemampuan siswadalam memecahkan masalah fisika pada pokokbahasan Listrik Statis karena materi ini secarabersamaan berlangsung secaraberkesinambungan dengan waktu belajarsiswa.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitiantindakan kelas (PTK), yaitu suatu penelitianyang dilakukan oleh guru di kelasnya sendirimelalui refleksi diri yang bertujuan untukmemperbaiki atau meningkatkan prosespembelajaran dan hasil belajar siswa dikelasnya. Secara umum pelaksanaan tindakanpada penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiapsiklus dilaksanakan sesuai dengan perubahanyang ingin dicapai yaitu untuk meningkatkanmotivasi belajar dan kemampuan memecahkanmasalah fisika. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap,yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,observasi, dan refleksi.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswakelas XII IPA 3 SMAN Jatinunggal KabupatenSumedang yang berjumlah 29 siswa yangterdiri atas 7 siswa laki-laki dan 22 siswaperempuan. Siswa di bagi menjadi 10kelompok dengan 1 kelompok kecil terdiri dari 2orang. Instrumen yang digunakan dalampenelitian ini adalah instrumen tes dan non tesyang berbentuk angket. Instrumen tesdigunakan untuk mengukur kemampuan siswadalam memecahkan masalah yang terdiri atastes awal (pre test) dan tes akhir (post test) padaakhir siklus. Sedangkan instrument non tesuntuk mengetahui minat belajar siswa melaluiangket dan dokumentasi.

Teknik analisis data dilakukan secaradeskriptif kualitatif, yaitu suatu analisis datayang menggambarkan temuan-temuan dalamproses pembelajaran dengan pernyataan logis.Keabsahan data dilakukan dengan observasidan membuat catatan dokumentasi disetiapakhir pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum melakukan tindakan, terlebihdahulu dilakukan pengambilan data melalui tesawal (pre-test). Tujuan dilakukan tes awaladalah untuk melihat kemampuan awal siswabaik kemampuan konsep dasar maupunkemampuan dalam menyelesaikan permasalahfisika secara matematis. Data hasil test awalmenunjukkan rata-rata kemampuan dasarsiswa adalah 3,16. Kemampuan dasar awaltersebut terdiri dari pemahaman konsep dasarlistrik statis yang diperoleh sewaktu kelas IX diSMP/MTs dan kemampaun dalammemecahkan permasalahan fisika dalambentuk analisis perhitungan matematis.

Page 218: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Usuludin Latif, dkk, - Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving 207

Tabel 1. Skor hasil pre-test dan post-test kemampuan dasar fisika

Indikator pengamatan Skor Rata-rata pre-test

Skor Rata-rata post-test

SkorMaksimal

Pemahaman konsep dasarfisika listrik statis 2,37 4,66 7

Kemampuan memecahanmasalah fisika 0,79 4,55 6

Skor Total 3,16 9,22 13Berdasarkan data catatan guru hasil

pemantauan selama kegiatan belajar fisika dikelas XII IPA 3, tidak lebih dari 5 siswa yangtampak mempunyai motivasi untuk belajarFisika. Rendahnya motivasi belajar siswa dapatdilihat dari kurangnya aktifitas belajar siswa,baik untuk menyelesaikan permasalahan fisikamaupun keinginan untuk mengetahui lebihdalam konsep fisika. Keberanian siswa untukbertanya ketika tidak tahu permasalahan baiksecara langsung ke guru maupun bertanya keteman sebangku juga sangat kurang.Kecenderungan siswa diam dan bermain-maindengan alat tulis karena bingung apa yangharus ditulis atau dikerjakan untuk dapatmenyelesaikan permasalah yang diberikan olehguru.

Berdasarkan data tes awal, dan kondisiyang terjadi dibuatlah perencanaan denganmengelompokan siswa ke dalam 10 kelompok

yang masing-masing anggota kelompoksebanyak 3 orang siswa dan ada satukelompok yang terdiri hanya 2 siswa.Kemampuan setiap anggota kelompokdiusahakan heterogen dengan tujuan akanterjadi transfer pengetahuan dari siswa yangmampu kepada siswa yang kurang atau tidakmampu. Dan ketika dalam kegiatanpembelajaran terdapat kelompok yangmengalami kesulitan dalam belajar makaanggota kelompok dapat ditukar dengananggota kelompok yang aktifitas belajarnyaberjalan.

Pada kegiatan di siklus 1 hanya terjadisatu kali penukaran anggota kelompok akibatsatu kelompok mengalami kesulitan dalambelajar dan secara umum semua siswa terlihataktif belajar baik secara individu maupunsecara kelompok seperti diperlihatkan padadokumentasi foto siklus 1.

Gambar 1. Aktifitas belajar siswa pada siklus 1Pada siklus pertama hanya ada 4

permasalahan fisika yang bisa dibahas olehsetiap kelompok. Rendahnya permasalahanfisika yang dapat diselasaikan karenakemampuan hitung matematika siswa secararata-rata sangat rendah. Ketergantunganpenyelesaian hitungan dengan kalkulatorpuncukup tinggi, ditunjukkan semua kelompokdalam menyelesaikan perhitunganmenggunakan kalkulator.

Pada permasalahan yang pertama,penggunaan kalkulator masih bisa ditoleransi,namun pada permasalahan kedua danseterusnya siswa dilarang menggunakankalkulator. Akibatnya, waktu untukmenyelesaikan permasalahan fisika menjadilebih lama. Namun demikian, secara umumsemua kelompok dapat menyelesaikanpermasalahan yang dibahas berkaitan denganpenerapan hukum Coulomb.

Page 219: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

208 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pada kegiatan pembelajaran di siklus 1semua kelompok berani bertanya kepada guruketika mengalami kesulitan menyelesaikanpermasalahan. Kecenderungan setiapkelompok ingin mendapat perhatian juga cukuptinggi dan tampak kepuasan diraut muka siswaketika kelompoknya dapat menyelesaikanpermasalahan yang sedang dibahas dandinyatakan benar oleh guru.

Setelah melakukan refleksi dari siklus 1,dilakukan perencanaan tindakan untuk sikluske-2 dengan lebih menitikberatkan padaaplikasi permasalahan fisika yang lebih tinggi.Aktifitas belajar yang sudah hidup pada siklus 1diharapkan tetap dijaga pada siklus ke-2.

Hasil pengamatan pada siklus-2 motivasibelajar siswa semakin baik. Diskusi dalamkelompok-kelompok kecilpun semakin ramaidan siswa berani bertanya kepada guru ketikasiswa mengalami kesulitan dalammenyelesaikan permasalahan dan berdiskusidengan teman dalam kelompok lain. Untukmengatasi permasalan perhitungan vektorpada penyelesaian permasalah fisika, gurumemberikan sentuhan pemahaman tambahansehingga dari 3 permasalah pokok yangdibahas dapat diselesaikan. Hasil kerja siswadalam kelompok seperti ditampilkan padaGambar 2.

Gambar 2. Hasil penyelesaian permasalahan fisika

Kegiatan belajar kemudian diakhiridengan tes akhir (post-test), dengan hasilseperti telah diuraikan pada table 1.Berdasarkan hasil tes akhir secara keseluruhanterjadi kenaikan yang skor rata-ratakemampuan siswa dalam menyelesaikanpermasalahan fisika. Ada 26 siswa yangmampu memberikan penyelesaianpermasalahan meskipun jawabannya masihbelum bisa dikatakan sempurna dan ditemukan13 siswa yang mampu menyelasaikanpermasalahan fisika dengan tingkat kesulitanlebih tinggi. Namun demikian, masih terdapat 3siswa yang belum mampu mengembangkankemampuan dalam menyelesaikanpermasalahan fisika. Dengan demikian secaraklasikal pemberian metode problem solvingdapat meningkatkan kemampuan siswa dalammenyelesaikan permasalahan fisika padapokok bahasan Listrik statis.

Hasil dari angket untuk mengetahuimotivasi belajar fisika siswa setelah melaluitindakan dalam dua siklus adalah (1) siswayang aktif untuk bertanya kepada teman

sebelum tindakan sebesar 74%, setelahtindakan menjadi (81%), (2) siswa yang beranibertanya kepada guru sebelum tindakan 47%,setelah tindakan menjadi 70%, (3) siswaberpartisipasi dalam diskusi kelompok sebelumtindakan 66,21%, setelah tindakan menjadi84,83%. Dengan demikian dapat disimpulkansecara umum siswa menjadi lebih termotivasidalam belajar fisika dan secara bersamaankemampuan menyelesaikan permasalahanfisika meningkat.

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data penelitiandan pembahasan maka diperoleh kesimpulansebagai berikut : (1) Penerapan metodepembelajaran problem solving dapatmeningkatkan motivasi belajar siswa, hal inidapat dilihat dari aktifitas belajar yang tetapfocus untuk menyelsaikan permasalah yangdiberikan dan dari meningkatnya skor rata-rataindicator-indikator untuk melihat motivasi

Page 220: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Usuludin Latif, dkk, - Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving 209

belajar siswa pada akhir siklus. (2) Penerapanmetode pembelajaran problem solving jugadapat meningkatkan kemampuan siswa dalammemecahkan masalah fisika pada pokokbahasan listrik statis. Hal ini terlihat dari hasiltes akhir yang meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. & Prasetya, J.T. 1997. StrategiBelajar Mengajar. Pustaka Setia:Bandung

Departemen Pendidikan Nasional. 2006.Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006tentang Standar Isi untuk SatuanPendidikan Dasar dan Menengah,Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006.Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006tentang Standar Kompetensi Lulusanuntuk Satuan Pendidikan Dasar danMenengah. Jakarta.

Kokom Komariah. 2011. Penerapan MetodePembelajaran Problem Solving ModelPolya Untuk Meningkatkan KemampuanMemecahkan Masalah Bagi Siswa KelasIX J Di SMPN 3 Cimahi. ProsidingSemnas Penelitian Pendidikan danPenerapan MIPA FPMIPA UNY, 181-218

Sifa Siti Mukrimah. 2014. 53 Metode BelajarDan Pembelajaran Plus Aplikasinya. UPI:Bandung

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yangMempengaruhinya Edisi Revisi. PTRineka Cipta: Jakarta

Sukidin, Basrowi, Suranto. 2008. ManajemenPenelitian Tindakan Kelas. InsanCendekia: Jakarta

Tim Ahli JICA untuk SISTTEMS. 2008. BukuPetunjuk Guru Untuk Pembelajaran YangLebih Baik. Depdiknas: Jakarta

Trianto. 2009. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif: Konsep, Landasan,dan Implementasinya pada KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Kencana: Jakarta.

Page 221: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

STUDY LITERASI PENGARUH PENERAPAN DUAL-SITUATED LEARNINGMODEL (DSLM) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA TERHADAP PENURUNAN

KUANTITAS SISWA YANG MISKONSEPSI

Wini Windiani1*, Dadi Rusdiana2

1Program Studi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Program Magister UPI Bandung2 Program Studi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Program Magister UPI Bandung

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Miskonsepsi pada siswa harus direduksi sedini mungkin agar tidak terbawa pada jenjangpendidikan yang lebih tinggi. Miskonsepsi sangat sulit untuk diubah hanya denganmenggunakan pembelajaran secara tradisonal, karena proses pengubahan konsepsi siswamelibatkan pemahaman konsep siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran yangmemberikan pengalaman pada siswa dapat mengubah konsepsi siswa yang salah menjadikonsep yang benar, karena konsepsi awal yang siswa bawa dan yakini kebenarannyadapat dibenturkan dengan pengalaman nyata yang siswa temukan dari pembelajarantersebut. Miskonsepsi dapat diatasi melalui model pembelajaran Dual-situated LearningModel (DSLM). DSLM tersusun dari enam tahap, yaitu; (1) pengujian atribut konsep ilmiahsiswa, (2) memeriksa miskonsepsi siswa, (3) menganalisis mental set siswa yang lemah,(4) mendesain kejadian pembelajaran dua situasi, (5) melaksanakan pembelajaran duasituasi, (6) menantang siswa dengan situasi yang baru. Dengan DSLM memungkinkansiswa untuk menguji konsepsi yang dimilikinya. DSLM memiliki keunggulan yaitu, dapatmemfasilitasi restrukturisasi konsep yang melibatkan pemahaman, proses dan hirarki darikonsep itu sendiri. Sehingga miskonsepsi siswa benar-benar dapat diatasi.

ABSTRACT

Students misconceptions should be reduced as soon as possible, so as not to carry onhigher education. Misconceptions is very difficult to be changed only by traditional learning,because the process of students 'conceptual change involve students' understanding ofconcepts based on experience. Learning that gaves the student experience able to changestudents' conceptions from misconceptions becomes nature science, due to studentspreconceptions take and believe the truth can be blasted with a real experience by thediscovery learning. Misconseptions can be solved by Dual-situated Learning Model (DSLM).The DSLM is composed of six major stages: (1) examining the atributes of the scienceconcept, (2) probing students misconceptions of the science concept, (3) analyzing whichmenta sets students lack, (4) designing dual-situated learning events, (5) instructing withdual-situated learning event, (6) instructing with challenging situated learning event. DSLMcan facilitate restructuring of concept that involve understanding matter, process andhierarchical attributes. And students misconceptions can be addressed.

© 2013 Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keyword: Dual-situated learning model (DSLM), Misconception, conceptual change

PENDAHULUAN

Setiap siswa, sebelum mengikuti prosespembelajaran formal di sekolah, sudahmembawa konsep tertentu yang merekakembangkan lewat pengalaman hidup merekasebelumnya. Konsepsi awal tersebut dapat

sesuai dengan konsep ilmiah tetapi dapat jugatidak sesuai dengan konsep ilmiah. Biasanyakonsepsi awal itu kurang lengkap atau kurangsempurna, maka perlu dikembangkan ataudibenahi dalam pembelajaran formal disekolah. Disinilah pentingnya memperhatikan

Page 222: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Wini Windiani, dkk, - Study Literasi Pengaruh Penerapan Dual-Situated 211

konsepsi awal siswa sebelum prosespembelajaran dilakukan.

Keselarasan antar konsep-konsep dasaryang dimiliki siswa seringkali dipengaruhi olehpemahaman awal yang diperoleh siswasebelum memasuki kelas untuk memperolehpengajaran di bawah bimbingan guru. Namun,pemahaman awal tersebut seringkalibertentangan dengan konsep yangdikemukakan para ilmuan. Kondisi tersebutdisebut dengan miskonsepsi. Penyebabmiskonsepsi secara umum diidentifikasikedalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru,buku teks, konteks, dan metode mengajar.Pengalaman pembelajaran yang tidak sesuaidengan konsep ilmiah dapat menyebabkansiswa miskonsepsi. Miskonsepsi pada siswaharus direduksi sedini mungkin agar tidakterbawa pada sekolah tingkatan selanjutnya(perguruan tinggi).

Solusi untuk memperbaiki pengalamanbelajar sehingga terbebas dari hal yang dapatmembuat miskonsepsi adalah denganmemperbaiki proses pembelajaran yaitudengan menerapkan model pembelajaran yangtepat di kelas. Proses pembelajaran yangterjadi perlu pendekatan yang dapat membuatsiswa membangun pemikiran secara ilmiah danmembuat pemikiran analisis siswa(Alwan,2011). Agar miskonsepsi siswa berkurangmaka proses pembelajaran harus sesuaidengan pengalaman siswa (Alwan, 2011).

Dari hasil studi pendahuluan yangdilakukan dikelas XI disalah satu SMA Negeridi kota Banjar, pembelajaran Fisika padamateri suhu dan kalor masih meninggalkanberbagai miskonsepsi yang dialami siswa.Berdasarkan tes tulis dan wawancara yangpeneliti lakukan diperoleh beberapamiskonsepsi terkait materi suhu dan kalordiantaranya,1) kalor sama dengan panas, 2)benda bersuhu rendah tidak memiliki kalor, 3)suhu dari suatu benda dipengaruhi oleh ukurandari benda tersebut, 4) dua buah benda yangmemiliki suhu berbeda bila disentuhkan tidakakan terjadi perpindahan kalor (tidak terjadikesetimbangan termal).

Untuk mengurangi kuantitas miskonsepsipada siswa perlu digunakan suatu modelpembelajaran yang efektif. Salah satunyaadalah Dual-Situated Learning Model (DSLM).Penelitian yang dilakukan oleh She (2004)menunjukkan bahwa DSLM dapat memfasilitasiperubahan konsep siswa secara radikal yangmelibatkan pemahaman masalah, proses dan

hirarki. Sehingga perubahan konsepsi siswayang salah menjadi konsepsi ilmiah terbentuk.PEMBAHASAN

A. Dual-Situated Learning Model (DSLMPembelajaran Dual-Situated Learning

Model (DSLM) dikembangkan oleh She padatahun 2001. Model ini dibangun dalamkerangka teoritis dari teori pendidikan sainsdan psikologi kognitif yang dibangun olehPiaget, 1974; Postner, 1982; Steinberg &Clement, 1997; Rea Ramirez & Clement, 1998.DSLM adalah model pembelajaran yang lebihmenekankan pada ontologi(hakikat)pemahaman konsep siswa dan pengubahankonsepsi siswa. Dual menunjukan bahwamodel ini memiliki dua fungsi dalam banyaksegi. Pertama, pengubahan konsepsi dibangunatas dua hal yaitu konsepsi ilmiah dankeyakinan siswa akan konsepsi ilmiah tersebut.Yang kedua, proses pengubahan konsepsidiciptakan dari disonansi(ketidakcocokan)siswa terhadap konsepsi awal siswa. Baik ituperbaikan tehadap pemahaman lama ataumengkonstruk pemahaman baru siswa. Prosespenciptaan disonansi dibutuhkan untukmerangsang dan menguji kembali konsep yangsiswa miliki. Proses pengubahan konsepsi jugaharus menguji keyakinan siswa terhadapkonsepsi ilmiah baik secara ontologi maupunepistimologinya. Situated-learning berartipembelajaran harus dikondisikan dalamkarakter asli siswa baik dari konsepsi ilmiahyang siswa miliki dan juga keyakinan siswaakan konsep itu sendiri.

DSLM tersusun dari enam tahap, yaitu;(1) pengujian atribut konsep ilmiahsiswa(examining attributes of the scienceconcept), (2) memeriksa miskonsepsi siswa(probing stundents misconceptions of thescience concept), (3) menganalisis mental setsiswa yang lemah(analyzing which mental setsstudent lack), (4) mendesain kejadianpembelajaran dua situasi (designing dualsituated learning events), (5) melaksanakanpembelajaran dua situasi (dual situatedlearning model), (6) menantang siswa dengansituasi yang baru (challenging situated learningevent).

Tahapan-tahapan pada DSLM dapatdengan pasti mengatasi miskonsepsi padamasing-masing siswa. Pada tahap pertamapembelajaran DSLM melalui diskusi panel,guru beserta beberapa orang yang dianggapahli (dosen, rekan mgmp) merumuskan

Page 223: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

212 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

beberapa konsep penting dari materi yangakan disajikan. Konsep-konsep penting iniselanjutnya disebut sebagai Mental Set. Tahapkedua, setelah mental set terbentuk gurumelakukan pengujian dengan cara melakukantes tertulis atau wawancara kepada siswauntuk mengecek miskonsepsi siswa. Tahapberikutnya guru menganalisis hasil tes setiapsiswa untuk mengetahui mental set mana sajayang lemah (lack). Pengujian mental set yanglemah ini bertujuan untuk restrukturisasikonsep ilmiah siswa dan identifikasi mental setyang miskonsepsi yang dialami siswa. Setelahtahap satu sampai tiga dilakukan tahapberikutnya guru merancang pembelajaran yangakan berlangsung di kelas (dual-situatedlearning event). tahap satu sampai empat

berlangsung di luar jam pembelajaran (di luarkelas). Tahap berikutnya adalah dual-situatedlearning event, pembelajaran berlangsungseperti yang telah diracangkan ditahapsebelumnya, dimana hanya mental set yanglemah/ mengalami miskonsepsi saja yang akandiuji untuk diperbaiki. Setelah dual-situatedlearning event berlangsung, tahap berikutnyaguru memberikan tantangan kepada siswauntuk menguji apakah perubahan konsep telahberhasil atau tidak. Rancangan tantanganyang diberikan guru sebaiknya harusmengkombinasikan keseluruhan mental setsiswa yang lemah.

Gambar 1. Mekanisme pembelajaran Dual-situated Learning Model (DSLM)

B. MiskonsepsiKonsepsi siswa yang berbeda dari

konsep ilmiah yang diterima secara umumdisebut sebagai miskonsepsi, prakonsepsi,kerangka berfikir alternative, atau ilmu anak(Treagust, 1988). Suparno (2013) memandangmiskonsepsi sebagai pengertian yang tidakakurat akan konsep, penggunaan konsep yangsalah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,kekacauan konsep-konsep yang berbeda danhubungan hierarkis konsep-konsep yang tidakbenar. Dari pengertian di atas miskonsepsidapat diartikan sebagai suatu konsepsi yangtidak sesuai dengan pengertian ilmiah ataupengertian yang diterima oleh para ilmuwan.Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsisiswa yang tidak cocok dengan konsepsi parailmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi.Konsepsi tersebut pada umumnya dibangunberdasarkan akal sehat (common sense) atau

dibangun secara intuitif dalam upaya memberimakna terhadap dunia pengalaman merekasehari-hari dan hanya merupakan eksplanasipragmatis terhadap dunia realita. Miskonsepsisiswa mungkin pula diperoleh melalui prosespembelajaran pada jenjang pendidikansebelumnya.

Miskonsepsi yang dialami oleh siswaakan sangat menghambat pada prosespenerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam diri siswa, sehinggaakan menghalangi keberhasilan siswa dalamproses belajar lebih lanjut (Klammer, 1998).Oleh karena itu, miskonsepsi perlu diidentifikasilebih awal sehingga guru dapat menentukanmetode pembelajaran apa yang tepat dilakukandidalam kelas. Hingga saat ini masih terdapatkesulitan dalam membedakan antara siswa-siswa yang mengalami miskonsepsi dan yangtidak tahu konsep (lack of knowledge).Identifikasi dari tidak tahu konsep (lack ofknowledge) dan miskonsepsi sangat penting

Page 224: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Wini Windiani, dkk, - Study Literasi Pengaruh Penerapan Dual-Situated 213

karena remediasi tidak tahu konsep (lack ofknowledge) atau miskonsepsi dapatmemerlukan metode pembelajaran yangberbeda (Pesman & Eryilmaz, 2010).

Merujuk pada hasil penelitian, informasimengenai miskonsepsi siswa dapat diketahuimelalui beberapa teknik diantaranya yaituwawancara, tes pilihan ganda, dan two-tiermultiple-choice test(Pesman, 2005),merupakan alat tes yang cukup suksesuntuk mendiagnosis miskonsespi dan mudahuntuk dinilai, tetapi senada dengan pendapatHasan, Bagayoko dan Kelly(Pesman, 2005).Two-tier Test tidak dapat membedakan

miskonsepsi dengan kurangnyapengetahuan(lack of knowledege) ataukurangnya konsep (lack of concept), makaHasan, Bagayoko dan Kelly(Pesman, 2005)mengembangkan Three-tier-test. Alat test inimerupakan pengembangan dari two–tier-testyang dikombinasikan dengan CertainyResponse Index(CRI). Kriteria siswa yangmengalami miskonsepsi dan siswa yangmengalami lack of knowledege atau lack ofconcept seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Kombinasi Jawaban One-tier, Two-tier dan Three-tier (Kaltakci, 2007)Analisis Tingkat Soal Kategori Tipe Jawaban

One-tier Memahami konsep Jawaban benarMiskonsepsi Jawaban salah

Two-tier Memahami konsep Jawaban benar + alasan benarError Jawaban salah + alasan benar

MiskonsepsiJawaban benar + alasan salahJawaban salah + alasan salah

Three-tier Memahami konsep Jawaban benar + alasan benar + yakin

Lack of knowledge

Jawaban benar + alasan benar + tidak yakinJawaban salah + alasan benar + tidak yakinJawaban benar + alasan salah + tidak yakinJawaban salah + alasan salah + tidak yakin

Error Jawaban salah + alasan benar + yakin

MiskonsepsiJawaban benar + alasan salah + yakinJawaban salah + alasan salah + yakin

Tabel 1 menunjukan bahwa denganmenganalisis kombinasi jawaban siswa padatwo-tier test dan indeks keyakinan, kemampuansiswa dalam memahami konsep dapatdibedakan yaitu antara siswa yang memahamikonsep, mengalami miskonsepsi, error dan lackof knowledge.

C. Model Pembelajaran DSLM terhadapPenurunan Kuantitas Siswa yangMiskonsepsiPembelajaran yang tepat untuk mengurangimiskonsepsi adalah pembelajaran yangdapat menghadirkan ketidakcocokan(disonansi) bagi siswa dan pembelajaranyang dapat memberikan kesempatan agarpenguatan terhadap suatu konsepdilakukan secara berulang. Ketidakcocokan(disonansi) adalah suatu kondisi dimanasiswa mengalami perbedaan dan benturanpemahaman dari permasalah yang adasebelumnya dengan konsep baru yangsesuai dengan pendapat para ahli. DSLM

dapat memfasilitasi keduanya. Tahapan-tahapan tertentu dari model pembelajaranDSLM dapat menciptakan disonansi bagisiswa, menemukan secara tepat penyebabmiskonsepsi yang dialami siswa secaratepat dan mendalam. DSLM juga dapatmemfasilitasi restrukturisasi konsep baikproses maupun hirarki.

PENUTUP

Dari pembahasan diatas, sangat cocoksekali apabila diterapkan pembelajaran Dual-situated Learning Model (DSLM) untukmenurunkan kuantitas siswa yang miskonsepsi.Dengan asumsi, melalui pembelajaran DSLMperubahan konsepsi siswa akan terjadi, siswayang mengalami miskonsepsi dapat dengantepat langsung diatasi pada mental set yanglemah. Proses pengubahan konsepsi dapatmenguji keyakinan siswa terhadap konsepsiilmiah baik secara ontologi maupunepistimologinya. Model pembelajaran ini

Page 225: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

214 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

melibatkan beberapa ahli (tenaga professional)untuk merancangkan mental setnya, hal inidapat menjadi kelebihan sekaligus kekurangantersendiri bagi pembelajaran DSLM itu sendiri.Kelebihannya, rancangan pembelajaran didiskusikan dengan sangat baik sehinggamiskonsepsi setiap siswa setiap mental set.Kekurangannya, membutuhkan waktu yangcukup lama untuk mempersiapkanpembelajaran yang akan berlangsung di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Alwan, A.A. (2010). Misconception of heat andtemperature Among physics students.Procedia Social and BehavioralSciences.12, 600-614.

Kaltacki, D & Didis, N. (2007). “Identification ofPre-service Physics teacher’sMisconception on Gravity Concept: AStudy tith a 3-Tier Misconception test”.Sixth International Conference of theBalkan Physical Union: AmericanInstirute of Physics.

She, H. C. (2004). Fostering RadicalConceptual Change through DualSituated Learning Model. Journal ofResearch in Science Teaching, vol 41,no 2, 14-164.

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi & PerubahanKonsep Pendidikan Fisika. Jakarta:Grasindo.

Treagust, D. F. (1988). Development and use ofdiagnostic tests to evaluate students’misconceptions in science. InternationalJournal of Science Education. 10, (4),159-169.

Pesman, H. & Eryilmaz, A. (2010).Development of a Three-Tier Test toAssess Misconceptions About SimpleElectric Circuits. The Journal ofEducational Research. 103, hlm. 208-222.

Page 226: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN PENDEKATAN HISTORIS UNTUK MENINGKATKAN MINAT DANPEMAHAMAN SISWA TENTANG SIMBOL-SIMBOL DAN SATUAN PADA

PELAJARAN IPA

Sanurung1 dan Ari Widodo21SMPN 9 CIMAHI, [email protected]

2Fakultas Pend. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UPI [email protected]

ABSTRAK

Dari hasil pengamatan yang penulis lakukan dikelas yang penulis ajar terlihat bahwasebagian besar siswa cenderung menghafal materi pelajaran yang diberikan oleh guru.Hasil kajian yang penulis lakukan terhadap pencapaian siswa menunjukkan bahwa hanya49% siswa yang mencapai kritetria kentuntasan minimal (KKM 75) hal ini menunjukkanperlunya perbaikan pada pelajaran IPA. Dalam pelajaran IPA simbol dan satuan memegangperanan yang sangat penting namun sayangnya banyak siswa yang kurang memahamisimbol dan satuan. Oleh karena itu peneliti memfokuskan pada peningkatan pemahamantetang simbol dan satuan. Pendekatan yang peneliti pilih adalah pendekatan historis karenapendekatan ini menggambarkan sejarah penemuan konsep dasar yang didalamnyamengandung ide dasar tentang simbol dan satuan. Penelitian ini merupakan penelitiantindakan kelas yang dilakukan di salah satu kelas yang peneliti nilai mengalami banyakmasalah tentang simbol dan satuan. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket dantes hasil belajar. Hasil penelitian menunjukkan penggunaaan pendekatan historis bisameningkatkan minat dan ketuntasan belajar siswa.

ABSTRACT

From the observation that the author did in the class who writes that it appears that moststudents tend to memorize the course material given by the teacher. The results of thestudy conducted by the author to the achievement of the students showed that only 49% ofstudents who achieve a minimum kentuntasan kritetria (KKM 75) it demonstrated the needfor improvements in science lessons. In science this symbol and the unit plays a veryimportant but unfortunately a lot of students who do not understand the symbols and units.Therefore, researchers focused on increasing understanding of neighbor symbols and units.The approach which the researchers chose is a historical approach, since this approachillustrates the history of the discovery of the basic concepts that contain a basic idea aboutthe symbols and units. This research is a class act who performed in one of the classes thatinvestigators encountered many problems concerning the value of symbols and units. Datawere collected using a questionnaire and tests of learning outcomes. The results showedthe use of a historical approach can increase student interest and mastery learning.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keyword : Historical approach, student interest, symbol and units

PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatar belakangi olehmasalah-masalah yang dialami oleh peneliti.Berdasarkan hasil pengamatan di kelas yangpeneliti ajar yaitu siswa masih cenderungmenghafal materi pelajaran. Selain itu siswakurang terlibat aktif dalam kegiatanpembelajaran di kelas. Siswa kurang

memberikan keberanian dalam menyampaikanpertanyaan atau pendapat kepada guru,sehingga siswa sudah dianggap memahami isimateri, namun setelah dievaluasi, hasilnyamasih belum memahami isi materi yang telahdipelajari. Sama halnya dengan pemahamansiswa terhadap simbol dan satuan fisika materimassa jenis suatu bahan Hal ini dapatdirasakan peneliti ketika setiap kali memberikan

Page 227: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

216 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

materi perhitungan biasanya simbol dansatuannya tidak dituliskan, bahkan lainpertanyaan lain pula symbol yang dituliskanOleh sebab itu materi hitungan apapun yangdiberikan rata-rata hanya sebagian siswa yangmampu mampu menyelesaikan. Selain itu dariwawancara dengan siswa merekamengungkapkan bahwa fisika merupakanmateri yang sangat sulit belum mencoba sudahpasrah terlebih dahulu padahal mereka tidakpunya minat atau ketertarikan untuk mencobamenjawab sendiri. Mereka beranggapan bahwafisika adalah momok yang sangat menakutkanuntuk dipelajari sehingga biasanya siswa hanyadiam tidak mengerjakan juga tidak bertanya.

Berdasarkan pengalaman penelitidilapangan bahwa kegagalan dalam belajarrata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yangtidak memiliki dorongan belajar, banyakdiantara mereka yang hanya datang duduk,diam tanpa mencatat. Penerapan pendekatanhistoris ini dimaksudkan untuk meningkatkanminat dan pemahaman tentang simbol dansatuan fisika siswa karena melalui pendekatanini sejarah penemuan konsep dasar yangdidalamnya mengandung ide dasar tentang simboldan satuan sehingga dari apa yang mereka lihatakan timbul dengan sendiri ketertarikan untukmemahami bahwa ternyata apabila dijelaskantidak secara abstrak maka siswa akan lebihmudah memahami dan mengingat apa yangpernah dia lihat.

Berdasarkan hal tersebut diatas munculpermasalahan sebagai berikut :1. Apakah penerapan pendekatan historis

dapat meningkatkan minat siswa?2. Apakah penerapan pendekatan historis

dapat meningkatkan pemahaman tentangsimbol dan satuan siswa?Berdasarkan rumusan masalah tersebut

maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapaioleh peneliti adalah sebagai berikut :1. Untuk mengetahui penerapan pendekatan

historis dapat meningkatkan minat siswa.2. Untuk mengetahui penerapan pendekatan

historis dapat meningkatkan pemahamantentang simbol dan satuan siswa.Penelitian tindakan kelas ini diharapkan

dapat memberikan manfaat bagi siswa guru,sekolah, maupun bagi peneliti

METODE

Subyek penelitian ini adalah siswa kelasVIIE SMPN 9 Cimahi, Kota Cimahi. Yangberjumlah 36 orang 18 orang laki-laki dan 18

orang perempuan yang mempunyai latarbelakang ekonomi sosial yang berbeda-beda.Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakanselama 3 bulan yakni pada bulan September –November 2015. Subyek penelitian inimerupakan kelas yang diajar langsung olehpeneliti sehingga tidak menghambat prosesbelajar mengajar. Teknik pengumpulan datauntuk minat siswa diambil sebelum dansesudah dilaksanakannya tindakan denganmenggunakan skala sikap. Data pemahamantentang simbol dan satuan setelahdilaksanakan tindakan diambil denganmenggunakan preetest dan postest denganmenggunakan uji N-Gain. Sebelum tindakandilakukan peneliti melakukan analisis awalsiswa dengan mengambil nilai Ujian tengahsemster, menganalisis tugas, menganalisismateri dan perumusan tujuan pembelajaran.Adapun tahapan penelitian ini adalah sebagaiberikut :

a) Perencanaan tindakan siklus IUntuk mengatasi masalah yang dihadapi

maka penulis menerapkan pembelajarandengan menggunakan pendekatan historis,menyiapkan perangkat pembelajaran berupa(RPP, LKS dan vidio sejarah penemuanmateri, alat dan bahan praktikum) menyusuninstrumen penelitian berupa angket dan teshasil belajar, menetapkan indikator untukmengukur tingkat ketercapaian penyelesaianmasalah sebagai akibat dilakukannyatindakan.

b) Pelaksanaan tindakan ISetelah semua instrumen siap maka padasiklus ini dilakukan pembelajaran materi massajenis benda beraturan yang dilaksanakan padatanggal 07 Oktober 2015 (dilakukan dalam satukali pertemuan). Dalam pelaksanaan tindakanini, yang dilakukan antara lain sebagai berikut:Pertemuan Pertama (alokasi waktu : 2 x 40menit).Guru memberikan apersepsi dan motivasiberupa gambar-gambar yang berkaitandengan materi massa jenis selama 5 menit.Guru menyampaikan tujuan pembelajaran danmengingatkan tentang keselamatan kerjadalam melakukan percobaan.Guru menyajikan vidio tentang sejarah awalmula ditemukannya rumus massa jenis danmemberikan penguatan-penguatan kepadasiswa bagaimana ilmuan tersebut didalammemecahkan masalah membutuhkan kerja

Page 228: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sanurung, dkk, -Penerapan Pendekatan Historis 217

keras, keuletan dan sabar sehingga patutdicontoh.Guru membagi menjadi 5 kelompok kemudianmemberikan suatu masalah yang setiapkelompok memecahkan sendiri masalahtersebut sampai pada pengambilankesimpulan.Guru memeberikan angket dan tespemahaman tentang simbol dan satuan diakhirpembelajaran.c) Refleksi

Setiap akhir pembelajaran dilakukan reviewkekurangan-kekurangan yang dilakukan padaproses pembelajaran sehingga padapertemuan selanjutnya dilakukan perbaikansesuai dari hasil refleksi pada pertemuansebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Minat SiswaMinat siswa terhadap materi pelajaran IPA

dapat dilihat pada tiap-tiap indikator yakni padaindikator pertama yaitu kesukaan (bergairah

dan mempunyai inisiatif untuk belajar) terdapat4,4 (87,4%) ini berarti bahwa siswa tersebutsangat bergairah dalam mengikuti pelajarandengan menggunakan pendekatan historis, halini dapat dilihat dari banyaknya siswa yangmenanyakan materi pelajaran lain yang bisamenggunakan pendekatan historis. indikatorkedua yaitu ketertarikan (terhadap pelajarandan guru) 4,1 (81,5%), walaupun pada awalpembelajaran siswa masih nampak kurangtertarik terhadap sajian materi yang diberikanaoleh guru namun setelah dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga siswa merasa tertarikdengan pelajaran yang diberikan oleh guruyang penyajiannya menggunakan pendekatanhistoris, indikator ketiga yaitu perhatian(konsentrasi dalam belajar) 4,5 (90%), hal inidapat ditunjukkan banyaknya siswa yang inginmelakukan sendiri percobaan yang diberikanoleh guru dan banyak bertanya pada temandan guru apabila ada yang kurang dipahami.indikator keempat 4,1 atau (83%). Secarakeseluruhan skor total dari minat siswaterhadap pelajaran IPA setelah diberi perlakuanditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Grafik minat siswa terhadap pelajaran IPA

Grafik pada Gambar 1 menujukkanbahwa dari keempat indikator minat 20(55,56%) sangat berminat dan 16 (44,44%)berminat mengikuti mata pelajaran IPAkhususnya materi massa jenis suatu bahan.

2. Hasil Belajar SiswaNilai tes pemahaman tentang simbol dan

satuan pada materi massa jenis suatu bahandengan menggunakan pendekatan historis

berdasarkan hasil refleksi tiap pertemuan dapatdilihat pada tabel dan grafik diatas dari 36jumlah siswa yang menjadi subyek penelitian15 siswa (41,7%) yang berada pada kategoritinggi, 21 siswa (58,3%) berada pada kategorisedang. Sedangkan pada kategori rendah0siswa (0,00%). Ini berarti bahwa setelahdiberikan tindakan pemahaman tentang simboldan satuan siswa meningkat secara signifikan.

Sanurung, dkk, -Penerapan Pendekatan Historis 217

keras, keuletan dan sabar sehingga patutdicontoh.Guru membagi menjadi 5 kelompok kemudianmemberikan suatu masalah yang setiapkelompok memecahkan sendiri masalahtersebut sampai pada pengambilankesimpulan.Guru memeberikan angket dan tespemahaman tentang simbol dan satuan diakhirpembelajaran.c) Refleksi

Setiap akhir pembelajaran dilakukan reviewkekurangan-kekurangan yang dilakukan padaproses pembelajaran sehingga padapertemuan selanjutnya dilakukan perbaikansesuai dari hasil refleksi pada pertemuansebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Minat SiswaMinat siswa terhadap materi pelajaran IPA

dapat dilihat pada tiap-tiap indikator yakni padaindikator pertama yaitu kesukaan (bergairah

dan mempunyai inisiatif untuk belajar) terdapat4,4 (87,4%) ini berarti bahwa siswa tersebutsangat bergairah dalam mengikuti pelajarandengan menggunakan pendekatan historis, halini dapat dilihat dari banyaknya siswa yangmenanyakan materi pelajaran lain yang bisamenggunakan pendekatan historis. indikatorkedua yaitu ketertarikan (terhadap pelajarandan guru) 4,1 (81,5%), walaupun pada awalpembelajaran siswa masih nampak kurangtertarik terhadap sajian materi yang diberikanaoleh guru namun setelah dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga siswa merasa tertarikdengan pelajaran yang diberikan oleh guruyang penyajiannya menggunakan pendekatanhistoris, indikator ketiga yaitu perhatian(konsentrasi dalam belajar) 4,5 (90%), hal inidapat ditunjukkan banyaknya siswa yang inginmelakukan sendiri percobaan yang diberikanoleh guru dan banyak bertanya pada temandan guru apabila ada yang kurang dipahami.indikator keempat 4,1 atau (83%). Secarakeseluruhan skor total dari minat siswaterhadap pelajaran IPA setelah diberi perlakuanditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Grafik minat siswa terhadap pelajaran IPA

Grafik pada Gambar 1 menujukkanbahwa dari keempat indikator minat 20(55,56%) sangat berminat dan 16 (44,44%)berminat mengikuti mata pelajaran IPAkhususnya materi massa jenis suatu bahan.

2. Hasil Belajar SiswaNilai tes pemahaman tentang simbol dan

satuan pada materi massa jenis suatu bahandengan menggunakan pendekatan historis

berdasarkan hasil refleksi tiap pertemuan dapatdilihat pada tabel dan grafik diatas dari 36jumlah siswa yang menjadi subyek penelitian15 siswa (41,7%) yang berada pada kategoritinggi, 21 siswa (58,3%) berada pada kategorisedang. Sedangkan pada kategori rendah0siswa (0,00%). Ini berarti bahwa setelahdiberikan tindakan pemahaman tentang simboldan satuan siswa meningkat secara signifikan.

Sanurung, dkk, -Penerapan Pendekatan Historis 217

keras, keuletan dan sabar sehingga patutdicontoh.Guru membagi menjadi 5 kelompok kemudianmemberikan suatu masalah yang setiapkelompok memecahkan sendiri masalahtersebut sampai pada pengambilankesimpulan.Guru memeberikan angket dan tespemahaman tentang simbol dan satuan diakhirpembelajaran.c) Refleksi

Setiap akhir pembelajaran dilakukan reviewkekurangan-kekurangan yang dilakukan padaproses pembelajaran sehingga padapertemuan selanjutnya dilakukan perbaikansesuai dari hasil refleksi pada pertemuansebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Minat SiswaMinat siswa terhadap materi pelajaran IPA

dapat dilihat pada tiap-tiap indikator yakni padaindikator pertama yaitu kesukaan (bergairah

dan mempunyai inisiatif untuk belajar) terdapat4,4 (87,4%) ini berarti bahwa siswa tersebutsangat bergairah dalam mengikuti pelajarandengan menggunakan pendekatan historis, halini dapat dilihat dari banyaknya siswa yangmenanyakan materi pelajaran lain yang bisamenggunakan pendekatan historis. indikatorkedua yaitu ketertarikan (terhadap pelajarandan guru) 4,1 (81,5%), walaupun pada awalpembelajaran siswa masih nampak kurangtertarik terhadap sajian materi yang diberikanaoleh guru namun setelah dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga siswa merasa tertarikdengan pelajaran yang diberikan oleh guruyang penyajiannya menggunakan pendekatanhistoris, indikator ketiga yaitu perhatian(konsentrasi dalam belajar) 4,5 (90%), hal inidapat ditunjukkan banyaknya siswa yang inginmelakukan sendiri percobaan yang diberikanoleh guru dan banyak bertanya pada temandan guru apabila ada yang kurang dipahami.indikator keempat 4,1 atau (83%). Secarakeseluruhan skor total dari minat siswaterhadap pelajaran IPA setelah diberi perlakuanditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Grafik minat siswa terhadap pelajaran IPA

Grafik pada Gambar 1 menujukkanbahwa dari keempat indikator minat 20(55,56%) sangat berminat dan 16 (44,44%)berminat mengikuti mata pelajaran IPAkhususnya materi massa jenis suatu bahan.

2. Hasil Belajar SiswaNilai tes pemahaman tentang simbol dan

satuan pada materi massa jenis suatu bahandengan menggunakan pendekatan historis

berdasarkan hasil refleksi tiap pertemuan dapatdilihat pada tabel dan grafik diatas dari 36jumlah siswa yang menjadi subyek penelitian15 siswa (41,7%) yang berada pada kategoritinggi, 21 siswa (58,3%) berada pada kategorisedang. Sedangkan pada kategori rendah0siswa (0,00%). Ini berarti bahwa setelahdiberikan tindakan pemahaman tentang simboldan satuan siswa meningkat secara signifikan.

Page 229: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

218 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Grafik Uji N-Gain nilai pemahaman tentang simbol dan satuan fisika

Diawal pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis, siswa padaumumnya menunjukkan perilaku yang pasif dankaku. Mereka cenderung tidak menunjukkanrespon secara aktif pada kegiatanpembelajaran yang disajikan oleh guru,kekakuan ini muncul karena peran guruberubah dari seorang informator menjadifasilitator atau seorang moderator. Akan tetapisejalan dengan berjalannya tindakan-tindakanyang dilakukan oleh guru, sikap siswa mulaiberubah. Perubahan ini ditunjukkan dalambentuk perilakunya, siswa menampakkanantusias.

Perkembangan sikap siswa yang lainterlihat saat melakukan praktikum didalamkelompok. Diawal tindakan masing-masingmemperlihatkan keegoisannya, mereka sukaruntuk bekerjasama sehingga didalam setiapkelompok hanya beberapa orang yang terlihataktif selebihnya hanya diam menunggujawaban dari teman kelompoknya. Setelahdirefleksi oleh guru yang menekankan sifatyang perlu dicontoh dari seorang ilmuan yaknibekerja keras, ulet, tekun dan mau berbagiilmu. Penguatan-penguatan yang diberikan olehguru ini mampu mengurangi sifat egoisme danmau menerima dengan memperlihatkanaktivitas kerjasama diantara siswa.

Dalam pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis ini, selainmemudahkan dalam memahami mata pelajaranmereka juga mengetahui bagaimana asal muladitemukannya materi dan rumus tersebutsehingga dari penjelasan sejarah tersebutmereka mengetahui bahwa jika mencari volumebenda yang tidak beraturan makamenggunakan alat ukur gelas ukur yang diisidengan air yang simbolnya adalah V untukmencari massa maka menggunakan alat ukurneraca yang satuannya adalah kg atau gram.

Siswa juga terampil dalam mengonversi satuansehingga untuk mencari massa jenis suatubahan dianggap mudah. Mengingat sejarahpenemuan materi tersebut mereka bisamempraktekkan sendiri karena pemahamankonsepnya tidak dijelaskan secara abstrak akantetapi secara faktual sehingga memberikanketertarikan dan kemudahan didalammenyelesaikan soal-soal yang diberikan olehguru.

Dalam kegiatan tanya jawab pada awalnyasiswa terihat ragu-ragu, bahkan mempunyaiperasaan takut untuk mengemukakan jawabanatau pertanyaan sehingga mereka memilihuntuk diam. Akan tetapi setelah gurumemberikan penguatan-penguatan danbersikap akrab bersahabat, siswa mulai mauberbicara, mengemukakan pendapatnya,bertanya tentang hal-hal yang belumdimengerti. Bahkan dalam pertemuanselanjutnya siswa terlihat sangat antusias danmulai terbuka baik dengan guru maupundengan teman kelompoknya. Tindakan guru inisudah memenuhi kompetensi yang diisyaratkanoleh Uzer Usman (1995:19) yaitu kemampuanmenciptakan iklim belajar mengajar yang tepatmelalui pengelolaan kelas yang baik yangmungkin siswa merasaa aman untuk belajar,seperti belajar sambil bermain dan bekerja.Pernyataan tersebut diperjelas olehWinataputra (2001:134) yang mengemukakanbahwa proses pembelajaran akan berhasilapabila guru dapat mengkondisikan kegiatanbelajar secara efektif.

Temuan yang sangat penting juga adalahadanya peningkatan minat dan pemahamansimbol-simbol dan satuan fisika setelahmengikuti kegiatan pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis yangdilakukan oleh guru. Nilai rata-rata siswasebelum dilakukan tindakan yakni 43.

218 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Grafik Uji N-Gain nilai pemahaman tentang simbol dan satuan fisika

Diawal pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis, siswa padaumumnya menunjukkan perilaku yang pasif dankaku. Mereka cenderung tidak menunjukkanrespon secara aktif pada kegiatanpembelajaran yang disajikan oleh guru,kekakuan ini muncul karena peran guruberubah dari seorang informator menjadifasilitator atau seorang moderator. Akan tetapisejalan dengan berjalannya tindakan-tindakanyang dilakukan oleh guru, sikap siswa mulaiberubah. Perubahan ini ditunjukkan dalambentuk perilakunya, siswa menampakkanantusias.

Perkembangan sikap siswa yang lainterlihat saat melakukan praktikum didalamkelompok. Diawal tindakan masing-masingmemperlihatkan keegoisannya, mereka sukaruntuk bekerjasama sehingga didalam setiapkelompok hanya beberapa orang yang terlihataktif selebihnya hanya diam menunggujawaban dari teman kelompoknya. Setelahdirefleksi oleh guru yang menekankan sifatyang perlu dicontoh dari seorang ilmuan yaknibekerja keras, ulet, tekun dan mau berbagiilmu. Penguatan-penguatan yang diberikan olehguru ini mampu mengurangi sifat egoisme danmau menerima dengan memperlihatkanaktivitas kerjasama diantara siswa.

Dalam pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis ini, selainmemudahkan dalam memahami mata pelajaranmereka juga mengetahui bagaimana asal muladitemukannya materi dan rumus tersebutsehingga dari penjelasan sejarah tersebutmereka mengetahui bahwa jika mencari volumebenda yang tidak beraturan makamenggunakan alat ukur gelas ukur yang diisidengan air yang simbolnya adalah V untukmencari massa maka menggunakan alat ukurneraca yang satuannya adalah kg atau gram.

Siswa juga terampil dalam mengonversi satuansehingga untuk mencari massa jenis suatubahan dianggap mudah. Mengingat sejarahpenemuan materi tersebut mereka bisamempraktekkan sendiri karena pemahamankonsepnya tidak dijelaskan secara abstrak akantetapi secara faktual sehingga memberikanketertarikan dan kemudahan didalammenyelesaikan soal-soal yang diberikan olehguru.

Dalam kegiatan tanya jawab pada awalnyasiswa terihat ragu-ragu, bahkan mempunyaiperasaan takut untuk mengemukakan jawabanatau pertanyaan sehingga mereka memilihuntuk diam. Akan tetapi setelah gurumemberikan penguatan-penguatan danbersikap akrab bersahabat, siswa mulai mauberbicara, mengemukakan pendapatnya,bertanya tentang hal-hal yang belumdimengerti. Bahkan dalam pertemuanselanjutnya siswa terlihat sangat antusias danmulai terbuka baik dengan guru maupundengan teman kelompoknya. Tindakan guru inisudah memenuhi kompetensi yang diisyaratkanoleh Uzer Usman (1995:19) yaitu kemampuanmenciptakan iklim belajar mengajar yang tepatmelalui pengelolaan kelas yang baik yangmungkin siswa merasaa aman untuk belajar,seperti belajar sambil bermain dan bekerja.Pernyataan tersebut diperjelas olehWinataputra (2001:134) yang mengemukakanbahwa proses pembelajaran akan berhasilapabila guru dapat mengkondisikan kegiatanbelajar secara efektif.

Temuan yang sangat penting juga adalahadanya peningkatan minat dan pemahamansimbol-simbol dan satuan fisika setelahmengikuti kegiatan pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis yangdilakukan oleh guru. Nilai rata-rata siswasebelum dilakukan tindakan yakni 43.

218 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 2: Grafik Uji N-Gain nilai pemahaman tentang simbol dan satuan fisika

Diawal pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis, siswa padaumumnya menunjukkan perilaku yang pasif dankaku. Mereka cenderung tidak menunjukkanrespon secara aktif pada kegiatanpembelajaran yang disajikan oleh guru,kekakuan ini muncul karena peran guruberubah dari seorang informator menjadifasilitator atau seorang moderator. Akan tetapisejalan dengan berjalannya tindakan-tindakanyang dilakukan oleh guru, sikap siswa mulaiberubah. Perubahan ini ditunjukkan dalambentuk perilakunya, siswa menampakkanantusias.

Perkembangan sikap siswa yang lainterlihat saat melakukan praktikum didalamkelompok. Diawal tindakan masing-masingmemperlihatkan keegoisannya, mereka sukaruntuk bekerjasama sehingga didalam setiapkelompok hanya beberapa orang yang terlihataktif selebihnya hanya diam menunggujawaban dari teman kelompoknya. Setelahdirefleksi oleh guru yang menekankan sifatyang perlu dicontoh dari seorang ilmuan yaknibekerja keras, ulet, tekun dan mau berbagiilmu. Penguatan-penguatan yang diberikan olehguru ini mampu mengurangi sifat egoisme danmau menerima dengan memperlihatkanaktivitas kerjasama diantara siswa.

Dalam pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis ini, selainmemudahkan dalam memahami mata pelajaranmereka juga mengetahui bagaimana asal muladitemukannya materi dan rumus tersebutsehingga dari penjelasan sejarah tersebutmereka mengetahui bahwa jika mencari volumebenda yang tidak beraturan makamenggunakan alat ukur gelas ukur yang diisidengan air yang simbolnya adalah V untukmencari massa maka menggunakan alat ukurneraca yang satuannya adalah kg atau gram.

Siswa juga terampil dalam mengonversi satuansehingga untuk mencari massa jenis suatubahan dianggap mudah. Mengingat sejarahpenemuan materi tersebut mereka bisamempraktekkan sendiri karena pemahamankonsepnya tidak dijelaskan secara abstrak akantetapi secara faktual sehingga memberikanketertarikan dan kemudahan didalammenyelesaikan soal-soal yang diberikan olehguru.

Dalam kegiatan tanya jawab pada awalnyasiswa terihat ragu-ragu, bahkan mempunyaiperasaan takut untuk mengemukakan jawabanatau pertanyaan sehingga mereka memilihuntuk diam. Akan tetapi setelah gurumemberikan penguatan-penguatan danbersikap akrab bersahabat, siswa mulai mauberbicara, mengemukakan pendapatnya,bertanya tentang hal-hal yang belumdimengerti. Bahkan dalam pertemuanselanjutnya siswa terlihat sangat antusias danmulai terbuka baik dengan guru maupundengan teman kelompoknya. Tindakan guru inisudah memenuhi kompetensi yang diisyaratkanoleh Uzer Usman (1995:19) yaitu kemampuanmenciptakan iklim belajar mengajar yang tepatmelalui pengelolaan kelas yang baik yangmungkin siswa merasaa aman untuk belajar,seperti belajar sambil bermain dan bekerja.Pernyataan tersebut diperjelas olehWinataputra (2001:134) yang mengemukakanbahwa proses pembelajaran akan berhasilapabila guru dapat mengkondisikan kegiatanbelajar secara efektif.

Temuan yang sangat penting juga adalahadanya peningkatan minat dan pemahamansimbol-simbol dan satuan fisika setelahmengikuti kegiatan pembelajaran denganmenggunakan pendekatan historis yangdilakukan oleh guru. Nilai rata-rata siswasebelum dilakukan tindakan yakni 43.

Page 230: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Sanurung, dkk, -Penerapan Pendekatan Historis 219

Meningkat setelah diberikan tindakan yakni79.5 Begitupulan dengan minat siswa dariempat indikator yang ada

semangat untuk belajar, mencontoh sifat-sifat yang diterapkan oleh ilmuan. Merekabukan lagi menjadi pendengar atau penerimainformasi, tetapi menjadi siswa yang proaktifdalam proses pembelajaran karena mendapatfasilitas yang memadai untuk memahami materipelajaran.

Berdasarkan tes pemahaman simbol-simbol dan satuan sebelum dan sesudahpelaksanaan tindakan yang dianalisis secaradskriptif memperlihatkan bahwa penerapanpendekatan historis terhadap pelajaran IPAkhususnya materi massa jenis suatu bahansetelah diuji dengan menggunakan N-Gaindiperoleh skor rata-rata total 15 (41,7%) beradapada kategori tinggi dan 21 (58,30%) beradapada kategori sedang dan 0 (0,00%) beradapada kategori rendah.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan dapat disimpulkan bahwa:penerapan pendekatan historis dapatmeingkatkan minat belajar IPA pada siswakelas VII SMP Negeri 9 Cimahi. Pembelajarandengan menggunakan pendekatan ini dari satusiklus yang dilakukan diperoleh hasilpemahaman tentang simbol dan satuanmengalami peningkatan frekuensi dari kategorirendah menjadi kategori tinggi .

Berdasarkan kesimpulan yang telahdikemukakan diatas, maka diajukan saran-saran sebagai berikut:1. Hendaknya guru menggunakan

pendekatan historis pada materi bahan ajaryang sesuai untuk meningkatkan minatbelajar IPA.

2. Karena penerapan pendekatan historisdalam pembelajaran IPA memperlihatkanhasil yang baik, maka diharapkanpendekatan ini diterapkan juga pada matapelajaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Catur. 2006. Studi Kolerasu antaraStatus Sosial Ekonomi Orang Tua denganMinat Siswa Sekolah Menengah Pertamauntuk Melanjutkan ke Sekolah MenengahKejuruan. Skripsi Tidak diterbitkan. Jakarta:Jurusan Teknik Elektro Fakultass TeknikUniversitas Negeri Jakarta.

Rasyd, Abdul. 2010. Peningkatan Aktivitas,Minat dan Hasil Belajar Fisika MelaluiPendekatan Belajar Tuntas dengan Modul.Tesis. Tidak diterbitkan. Makassar: ProgramPascasarjana Universitas Negeri Makassar.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yangMempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Wulandari suci, 2013. Pendekatan dalam IPA.Makalah. Tidak diterbitkan. Sidoarjo.Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Page 231: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

MEMBANGUN BANGSA INDONESIA YANG MELEK TEKNOLOGI MELALUIPENGEMBANGAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI PADA PENDIDIKAN DASAR

DAN MENENGAH

Didi Teguh ChandraDepartemen Pendidikan Fisika, UPI, Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

Teknologi merupakan konsep yang sangat luas, kompleks, dan komprehensif. Konsepteknologi selalu berhubungan dengan teknologi modern dan teknologi tradisional sertaberhubungan dengan perubahan sosial dan budaya masyarakat. Selain itu teknologi adalahproses yang dilakukan manusia untuk membuat hidupnya lebih nyaman, dimana dalamproses tersebut keinginan manusia dipenuhi dengan cara memecahkan masalah,menerapkan pengetahuan, mengembangkan peralatan serta menghasilkan suatu karyateknologi. Dengan demikian teknologi perlu diperkenalkan sejak dini kepada seluruh bangsaIndonesia agar dapat berperan serta dalam Masyarakat Global. Hal ini disebabkan karenateknologi pada saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, dan pada tahun-tahun mendatang intensitas keterlibatan teknologi dalam kehidupan manusia akan semakintinggi. Untuk itu perlu dikembangkan Pendidikan Teknologi pada Pendidikan Dasar diIndonesia dimana pendidikan umum yang baik harus mencakup orientasi kearah teknologimutakhir. Gagasan ini telah dianggap sebagai titik awal perkembangan pendidikanteknologi secara nasional sebagai suatu mata pelajaran baru di dalam pendidikan umumbagi seluruh siswa.

ABSTRACTechnology is a very broad concept, complex, and comprehensive. The concept oftechnology is always in touch with modern technology and traditional technologies as wellas related to the social and cultural changes in society. In addition the technology is aprocess that humans do to make life more comfortable, which in the process of humandesire is filled with ways to solve problems, apply knowledge, develop equipment andtechnology to produce a work. Thus the technology needs to be introduced early on to theentire nation of Indonesia in order to participate in the Global Community. This is becausethe technology nowadays has become part of human life, and in the coming years theintensity of the involvement of technology in human life will be higher. For it is necessary todevelop Education Technology in Basic Education in Indonesia where a good generaleducation should include orientation towards advanced technology. This idea has beenconsidered as a starting point for the development of national technology education as anew subject in general education for all students.

© 2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords : Technology Education, Basic and Midle Education, Technology Literacy

PENDAHULUAN

Karakteristik umum masyarakat globalyang dapat dijadikan petunjuk sebagai cirimasyarakat masa depan, antara lain:kecenderungan globalisasi yang makin kuat,perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi(Iptek) yang makin cepat, perkembanganteknologi dan informasi memudahkan

komunikasi lintas negara sehingga batasnegara tidak jelas lagi, sertakebutuhan/tuntutan peningkatan layananprofesional dalam berbagai segi kehidupanmanusia. Teknologi sebagai bagian darimasyarakat global dapat bersinergi denganbudaya, perilaku dan bakat manusia, hal inidapat membuat manusia menjadi sangatterampil atau sangat produktif. Keunggulan

Page 232: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D. Teguh Chandara, Membangun Bangsa Indonesia yang Melek Teknologi 221

daya saing manusia ditentukan oleh teknologidan produktivitas. Untuk menghadapipercepatan perubahan dalam masyarakatglobal tersebut dibutuhkan insan-insan yangberkualitas, handal dan mempunyai daya saingtinggi, sehingga mampu menghadapi segalatantangan dan menjawab persoalan yang adaserta menguasai ilmu pengetahuan danteknologi (Habibie, 2010).

Agar dapat berperan aktif dalampengembangan dan tidak menjadi obyeknegara yang menguasai teknologi, bangsaIndonesia perlu mempersiapkan diri sedini dansebaik mungkin dalam penguasaan danpengembangan teknologi. Oleh sebab itupeningkatan kualitas sumber daya manusiayang memiliki kemampuan ilmu pengetahuandan teknologi harus mendapat prioritas dalampembangunan nasional, khususnyapembangunan pendidikan nasional. Salah satuupaya yang terencana, terstruktur, dan terukurdalam meningkatkan kualitas sumber dayamanusia adalah melakukan inovasi di bidangpendidikan formal dengan memperkenalkanilmu pengetahuan dan teknologi sebagai suatukerangka berpikir kepada peserta didik secaralebih dini. Sementara itu teknologi pada saat inisudah menjadi bagian dari kehidupan manusia,manusia tidak dapat dipisahkan dari teknologibahkan sangat bergantung pada teknologi,kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada saatteknologi yang sangat dibutuhkan oleh manusiabermasalah maka kehidupan manusia jugaterganggu. Sedangkan pada tahun-tahun yangakan datang intensitas keterlibatan teknologidalam kehidupan manusia akan semakin tinggi,maka bangsa yang tidak mempersiapkan diridengan baik akan semakin tertinggal danmenjadi obyek negara lain yang menguasaiteknologi. Untuk itu perlu dikembangkanprogram pendidikan teknologi bagi pendidikandasar.

LANDASAN PENGEMBANGAN PTD1. Landasan Yuridis

Secara eksplisit landasan yuridismengacu pada tuntutan UUD 1945 Pasal 28Cayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orangberhak mengembangkan diri melaluipemenuhan kebutuhan dasarnya, berhakmendapatkan pendidikan dan memperolehmanfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,seni dan budaya demi meningkatkan kualitashidupnya dan demi kesejahteraan umatmanusia”, UUD 1945 Pasal 31 ayat 5

menyatakan bahwa ”Pemerintah memajukanilmu pengetahuan dan teknologi denganmenjunjung tinggi nilai-nilai agama danpersatuan bangsa untuk kemajuan peradabanserta kesejahteraan umat manusia”. TuntutanUUD 1945 tersebut mengamanatkan bahwaPemerintah diharuskan mengembangkan danmemajukan teknologi, berhak mendapatkanpendidikan, serta memperoleh manfaat dariilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain Undang-Undang No. 20 Tahun2003 tentang Sisdiknas, hal lain yang menjadipertimbangan hukum bagi pengembanganmata pelajaran Pendidikan Teknologi Dasar(PTD) adalah: Undang-Undang No. 17 Tahun2007 Rencana Pembangunan Jangka PanjangNasional (RPJPN) 2005-2025 dinyatakanbahwa: pembangunan manusia sebagai insanmenekankan pada manusia yang berharkat,bermartabat, bermoral dan memiliki jati diriserta karakter tangguh baik dalam sikapmental, daya pikir maupun daya ciptanya.Dalam Intruksi Presiden Republik Indonesia(Inpres) No. 6 Tahun 2009 tentangpengembangan ekonomi kreatif, yaitumelakukan kajian dan revisi kurikulumpendidikan dan pelatihan agar lebihberorientasi pada pembentukan kreativitas dankewirausahaan pada anak didik sedinimungkin. Intruksi Presiden Republik Indonesia(Inpres) No. 1 Tahun 2010 tentang percepatanpelaksanaan prioritas pembangunan nasional,dinyatakan bahwa penyempumaan kurikulumdan metode pembelajaran aktif berdasarkannilai-nilai budaya bangsa untuk membentukdaya saing dan karakter bangsa.

2. Landasan TeoritikDalam Standards for Technological

Literacy (ITEA, 2000), teknologi berhubungandengan bagaimana manusia memodifikasialam sesuai dengan kebutuhan danmaksudnya. Hutchinson & Kartnitzigh (1994),mengemukakan, bahwa teknologi adalahproses yang dilakukan manusia untukmembuat hidupnya lebih nyaman. Di manadalam proses teknologi keinginan manusiadipenuhi dengan cara memecahkan masalah,menerapkan pengetahuan, mengembangkanperalatan serta menghasilkan suatu karyateknologi. Sedangkan Ploegmakers(Doornekamp, 1995) menyatakan bahwateknologi adalah suatu bidang aktivitasmanusia (di dalamnya terdapat produk dan

Page 233: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

222 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

proses) yang didasarkan pada akumulasipengetahuan dan keterampilan.

Menurut Nuh (2004) esensi teknologidikelompokkan menjadi 4, yaitu: Pertama,teknologi terkait dengan ide atau pikiran yangtidak akan pernah berakhir, keberadaanteknologi bersama dengan keberadaan budayaumat manusia; Kedua, teknologi merupakankreasi dari manusia, sehingga tidak alami danbersifat artificial; Ketiga, Teknologi merupakanhimpunan dari pikiran (set of mind), sehinggateknologi tidak dapat dibatasi atau bersifatuniversal, tergantung dari sudut pandanganalisis; dan Keempat, teknologi bertujuanuntuk memfasilitasi human endeavour (ikhtiarmanusia), sehingga teknologi harus mampumeningkatkan performansi (kinerja)kemampuan manusia.

Parlemen Eropa (1972) menyatakan:Saat ini (maksudnya tahun 1972) dan masayang akan datang anak tumbuh danberkembang dalam dunia yang penuh denganteknologi. derajat keterlibatan anak denganteknologi akan menentukan perkembanganpengetahuan dan minat mereka terhadapteknologi.

Sementara itu pengetahuan tentangteknologi telah menjadi gejala sosial budayayang tidak mudah untuk dibendung.perkembangan teknologi yang sangat cepatmenyebabkan bidang dan karakteristikpekerjaan masa mendatang tidak mudahdiprediksi. untuk itulah diperrlukan pendidikanteknologi yang mampu menyesuaikan diridengan perkembangan mendatang.

Model proses teknologi ditunjukkan olehGambar 1, sedangkan model pengembanganPendidikan Teknologi untuk SD, SMP dan SMAyang berlandaskan masyarakat dan lingkunganmencakup enam area teknologi ditopang olehtiga pilar yaitu: energi, materi, dan informasi.Substansi PTD mencakup ketiga domain PTDmengandung prinsip sains, Technologicalliteracy, kreativitas siswa, dan prinsip PGBUsaling kaitan dan berhubungan, ditunjukkanpada Gambar 2. Berdasarkan model tersebutselanjutnya dikembangkan bahan ajar,peralatan, dan pembelajaran PTD SD, SMPdan SMA.

Gambar 1. Model Alur Pengembangan Teknologi (Webber, 1997)

Teknologi merupakan konsep yangsangat luas, kompleks dan komprehensif.Konsep teknologi selalu berhubungan denganteknologi modern dan teknologi tradisional sertaberhubungan dengan perubahan sosial dan

budaya masyarakat. Webber (1997)menyatakan bahwa teknologi adalah suatu halyang berkaitan dengan perancangan,pembuatan/ konstruksi dan penggunaan suatuperalatan benda kerja sebagai pemecahannya.

Menggunakan dan Memelihara

BudayaAlam

Mendisain

Standar/Nilai

Kebutuhan/harapan

Sains/Teknologi

Standar dan Nilai-Nilai Masyarakat

MemproduksiMateri

Energi

Informasi

Produk

Limbah

Page 234: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D. Teguh Chandara, Membangun Bangsa Indonesia yang Melek Teknologi 223

Gambar 2. Pengembangan Program PTK SD, SMP dan SMA

3. Landasan EmpirikDirektorat Pembinaan SD dan SMP sejak

tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 telahmelakukan upaya pengembangan programPendidikan Teknologi Dasar (PTD) yang terdiridari beberapa tahap (Chandra, 2006). Tahap-1,program PTD awal pengembangan pada tahun1997, diimplementasikan pada empat SMPSwasta bekerjasama dengan PemerintahBelanda. Tahap-2, tahun 2000 dikembangkanpada 10 SMP Swasta lain dengan rupiah murni.Tahap-3, tahun 2001 Dikembangkan pada 15SMP Swasta. Tahap-4, tahun 2003dikembangkan pada 10 SMP Negeri, danTahap-5, tahun 2005-2010 PTD menjadi salahsatu ciri keinternasionalan SMP SBI/RSBIterintegrasi ke dalam mata pelajaran TIK.

Studi komparasi dengan kurikulumteknologi luar negeri telah memperluas danmemperkaya gambaran pendidikan teknologiyang sedang dan akan dikembangkan diIndonesia sehingga dihasilkan konteks yanglebih luas untuk menafsirkan kurikulumteknologi yang akan dikembangkan diIndonesia. Kajian ini dapat memfasilitasitersedianya akses informasi untuk menimbangkekuatan dan kelemahan relatif kurikulumteknologi yang berlaku di di suatu negara sertamemantau kemajuan implementasi kurikulumtersebut di negara yang dipelajari. Hasil studitersebut digunakan untuk menstimulasi

pengembangan kurikulum PendidikanTeknologi Dasar (PTD) dengan bukti-buktipendukung yang otentik dan rasional sehinggadapat mengarahkan kebijakan nasional dalammengembangkan dan mengimplementasikanPendidikan Teknologi Dasar (PTD) diIndonesia.

Tabel 1 menunjukkan perbandingankurikulum dari 6 negara yaitu: Australia, Inggris,Perancis, Belanda, Swedia, dan AmarikaSerikat. Implementasinya adalah sebagaibahan dalam melaksanakan penguatankurikulum Pendidikan Teknologi dan Komputer(PTK) nasional. Mengacu pada kurikulumpendidikan teknologi dari enam negara,dinyatakan teknologi harus dikaji oleh semuaanak baik laki-laki maupun perempuan. Semuakurikulum di enam negara maju tersebutmenekankan pentingnya belajar teknologi yangditekankan pada pengaruh teknologidimasyarakat, khusus Swedia menekankanpentingnya sejarah teknologi. Prancis adalahsatu-satunya negara yang tidak langsungmerujuk ke penelitian tentang hubungan antarateknologi dan lingkungan. Di semua negarayang di kaji, pembelajaran teknologimenekankan pada bagaimana merencanakan,memproduksi, dan mengevaluasi teknologi.

LINGKUNGAN DAN MASYARAKAT

AREA TEKNOLOGI

Teknologidan

masyarakat

Penggunaan ProdukTeknologi

PembuatanProduk

Teknologi

DOMAIN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DANKOMPUTER

Program PTD

Page 235: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

224 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Tabel 1. Perbandingan Kurikulum dari 6 Negara

Negara DasarPemikiran

Tujuan Konten Pembelajaran

Australia Setiap orangdihadapkanpada teknologisetiap hari, olehkarena itumereka harusbelajar tentangteknologi.

Mempersiapkankemampuanagar dapatberadaptasidimasa depan,termasukkemampuanproblem solving,mengolahinformasi dankomputasi,Technologicalliteracy,lingkunganglobal, moral,etika, dankeadilan sosial.

Menanggapitantangan secarakritis, menemukanide, menemukansolusi, merancang,dan membuatproduk.

Teknologi wajibdipelajari olehsiswa laki-lakimaupunperempuan disekolah dasardan sekolahmenengah.Teknologidisertakansebagai salahsatu dari bidangstudi yangdipelajari siswa.

Inggris Mempersiapkansiswaberpartisipasidalam erateknologidimasa depanyang selaluberubahdengan cepat.Melaluipendidikanteknologimereka belajaruntuk berpikirkreatif danintervensi untukmeningkatkankualitas hidup.

Menjadi mandiridan kreatif dalammemecahkanmasalah, baiksebagai individumaupun sebagaianggota tim,mengembangkanberbagaigagasan untukmerancang danmembuat produkdan sistem,dapatmenggabungkanpraktisketerampilan,estetika,masalah sosialdan lingkunganyangmencerminkandanmengevaluasidesain teknologi,danpenggunaan,serta efek-efeknya.

Merencanakan, danmengkomunikasikanide. Bekerja denganalat, peralatan,bahan, dankomponen untukmembuat kualitasproduk.Mengevaluasiproses dan produk.Mengetahui danmemahami bahan-bahan dankomponen.

Teknologimerupakansalah satu matapelajaran inti disekolah danakan diteliti olehsemua anakbaik laki-lakimaupunperempuan.

Perancis Teknologimerupakanbagian darikehidupanmanusia yang

Memperjelashubungan yanglebih mendalamantara bekerja,produk, dan

Mempelajari sistem,teknis pelaksanaandan caramenggunakanteknologi, belajar

Belajarteknologidengandihadapkanpada situasi

Page 236: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D. Teguh Chandara, Membangun Bangsa Indonesia yang Melek Teknologi 225

Negara DasarPemikiran

Tujuan Konten Pembelajaran

penting, untukitu teknologimerupakanmata pelajaranwajib diPerancis untukSekolah Dasardan SekolahMenengah.

kebutuhanmanusia, danpengaruhteknologi padamasyarakat danbudaya.

menggunakanbahasa yang baikdan benar.Mempelajari metodeteknologi sebagaiproblem solving.Belajarmenggunakankeahlian untukmemecahkanmasalah.Menggunakanperalatan dansistem kontrol.

konkret yangmemerlukanaplikasipengetahuan,carapelaksanaandanketerampilan.Keterampilan iniuntukmemperkayapengetahuansiswa selamaproses belajar.

Belanda Teknologimerupakanmasa depanmanusia yangsangat penting.Teknologiadalah suatuupaya untukmembuat hidupmanusia lebihmudah, lebihnyaman, danlebihmenyenangkan.

Tujuan umumyang hendakdicapai adalahsebagai berikut:Belajar untukberpikir tentangprosespembelajarandan masa depan.Teknologi adalahbelajar dari tigaperspektif:Teknologi danMasyarakat,Teknis Produk,SistemMerancang, danMembuatProduk.

Materi pendidikanteknologidikembangkandari tiga perspektif:Teknologi danMasyarakat, TeknisProduk dan Sistem,Merancang danMembuat Produkdengan prinsipdisaining, making,and usingberlandaskan padatiga pilar yaitu:materi, energi, daninformasi. Areateknologi yangmenjadi materiPendidikanTeknologi padapendidikan dasaradalah: teknologikonstruksi, teknologiproduksi, teknologikonversi energi, danteknologitransportasi danlogistik.

Pendidikanteknologidilaksanakandalampembelajaranyang terpisahberdiri sendiridengan namaBasicTechnologyEducation(BTE). BTEsudah masukmasuk kedalamkurikulum inti,dengandemikian BTEdilaksanakanuntuk anak laki-laki dan anakperempuan.BTE diajarkanpadapandidikandasar mulai daritingkat SekolahDasar sampaiSekolahMenengahAtas.

Swedia Siswa perlumengerti esensidari ilmu-ilmuteknis terutamasebuahpemahamantentangdampak dari

Tujuan utamadari pendidikanteknologi diSwedia adalahuntuk:meningkatkankesadaran akanteknologi,

Materi pelajaranyang tercakupdalam dokumenkurikulummenunjukkanbahwa teknologi,hubungan budayadengan teknologi

Pendidikanteknologimerupakanupaya untukuntukmemperkenalkan ilmu-ilmuteknologi

Page 237: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

226 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Negara DasarPemikiran

Tujuan Konten Pembelajaran

produksiteknologi,masyarakat,lingkungan fisik,dan kondisikehidupan.Keahlian teknisyang menjadiprasyaratpenting untukmengkontroldanmenggunakanteknologi.

perkembanganteknologi, sertapengaruhnyateknologiterhadapbudaya. Selainitu dipelajaridampak positifdan dampaknegatif dariteknologi.

yang berdasarkantradisi tahu carayang telah dicapaimelalui kerja praktis.Perkembanganteknologi saat inilebih didasarkanpada penelitianilmiah dansistematis daripadapembangunan yangtelah berlaku padamasa lalu dan yangakan datang.

melalui aktivitasnyata yangmelibatkansiswa dalamdunia teknologi.Pendidikanteknologiditawarkan bagianak laki- lakidanperempuan.

KONSEP PTD

Pendidikan teknologi adalah suatu kajiantentang teknologi yang memberikankesempatan kepada siswa belajar proses danpengetahuan yang berhubungan denganteknologi yang diperlukan untuk memecahkanmasalah dan memperluas kemampuanmanusia (ITEA, 2001). Komponen yangmenjadi esensi pengembangan pendidikanteknologi ada tiga, yaitu: area teknologi, pilarteknologi, dan domain teknologi. Area teknologiadalah apa yang akan dipelajari teknologi, pilarteknologi adalah apa yang diproses olehteknologi, dan domain teknologi adalahkemampuan apa yang ingin dicapai denganpendidikan teknologi.

Area teknologi yang dipelajari dalamPendidikan Teknologi Dasar (PTD) dalam matapelajaran Pendidikan Teknologi meliputi:teknologi konstruksi, teknologi produksi,teknologi energi, teknologi transportasi danlogistik, Pendidikan Teknologi, serta teknologibio. Pilar teknologi mencakup energi, informasi,dan komunikasi. Domain teknologi meliputi:teknologi dan masyarakat, produk teknologi dankesisteman, serta pembuatan produk teknologisederhana dengan prinsip PGBU (Pikir,Gambar, Buat, dan Uji).

Ruang lingkup Pendidikan Teknologimeliputi aspek-aspek sebagai berikut:1. Domain Pendidikan Teknologi Dasar (PTD)

Domain Pendidikan Teknologi adalahsuatu fokus bahan kajian dan pembelajarantentang teknologi yang digunakan sebagaiacuan dalam mengembangkan standarkompetensi dan kompetensi dasar matapelajaran Pendidikan Teknologi Ada tigadomain PTD, yaitu:

a. Teknologi dan MasyarakatFokus bahan kajian dan pelajarannyameliputi: (1) Kehidupan sehari-hari, (2)industri, (3) profesi, dan (4) lingkunganhidup.

b. Produk Teknologi dan SistemFokus bahan kajian dan pelajarannyameliputi tiga pilar teknologi yaitu: (1) bahan,(2) energi, dan (3) informasi, di mana setiapbahan kajian dijelaskan melalui analisissistem IPO, yaitu: input, proses, dan output.

c. Perancangan dan Pembuatan KaryaTeknologiFokus bahan kajian dan pelajarannya,meliputi: (1) pemecahan masalah teknik,(2) perancangan, (3) pembuatan, dan (4)penggunaan dan perancangan ulang.

d. Pilar TeknologiPilar teknologi adalah aspek-aspek yangdiperlukan dalam menghasilkan produkteknologi. Pilar teknologi bersama domainPTD membentuk standar kompetensi dankompetensi standar mata pelajaran PTD.Pilar teknologi mencakup: (a) bahan, (b)energi, dan (3) informasi.

e. Area TeknologiArea teknologi adalah batas kawasanteknologi yang dijadikan acuan dalammenjabarkan/mengembangkan standarkompetensi dan kompetensi dasar padakawasan tersebut. Area teknologi inimencakup: (1) teknologi konstruksi, (2)teknologi transportasi dan logistik, (3)Pendidikan Teknologi dan Komputer, (4)teknologi produksi, (5) teknologi energi, dan(6) bio teknologi.

Domain PTD dan Pilar Teknologimembentuk standar kompetensi dankompetensi dasar PTD. Selanjutnya dari

Page 238: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D. Teguh Chandara, Membangun Bangsa Indonesia yang Melek Teknologi 227

standar kompetensi dan kompetensi dasar PTDbersama area teknologi dapat diturunkan kedalam sejumlah standar kompetensi dankompetensi dasar area teknologi. Standarkompetensi dan kompetensi dasar setiap areateknologi dapat diturunkan lagi ke dalamsejumlah standar kompetensi dan kompetensidasar sub area teknologi.

PENTINGNYA PTD MASUK KURNAS

Pendidikan Teknologi Dasar (PTD)merupakan suatu studi atau kajian yangmengacu pada teknologi dengan memberikankesempatan kepada siswa mendiskusikan isu-isu tentang teknologi dan masyarakat.Disamping itu siswa juga belajar memahamidan menangani alat-alat teknologi danmenghasilkan atau membuat peralatanteknologi sederhana melalui aktivitas mendisaindan membuat. Sesuai definisi yangdikemukakan oleh International TechnologyEducation Association (2001), pendidikanteknologi adalah studi tentang teknologi yangmemberikan kesempatan kepada siswa untukbelajar tentang proses dan pengetahuan yangberhubungan dengan teknologi yang diperlukanuntuk memecahkan masalah dan memperluaskemampuan manusia.

Dalam aktivitas pembelajaran PendidikanTeknologi, siswa mempunyai kesempatanuntuk mengenal dunia teknologi danmemperoleh pengetahuan teknologi danketerampilan. Pendidikan Teknologi sangatefektif dalam meningkatkan sikap positif,kreativitas, inovasi, pemecahan masalah,berpikir kritis, serta mengembangkan jiwakewirausahaan dalam teknologi danmempersiapkan mereka untuk menujumasyarakat masa depan teknologi.

Pendidikan Teknologi Dasar (PTD)mengembangkan keterampilan berpikirteknologi untuk pencapaian kompetensi(pengetahuan, keterampilan, dan sikap).Keterampilan berpikir (berpikir dasar danberpikir kompleks), pengetahuan kontemporer,mengembangkan sikap positif terhadap alatteknologi sebagaimana kompetensi dasar untukhidup dan berhasil di masa yang akan datangmerupakan kunci dari Pendidikan Teknologi.Keterampilan berpikir dalam PendidikanTeknologi adalah kemampuan untuk mengakuisuatu permasalahan, mengaplikasikanpengetahuan, memecahkan masalah melaluipencarian berbagai macam alternatif jawaban,

membuat keputusan, mengkomunikasikantemuan/fakta-fakta baru, menguji danmengevaluasi hasil kerja. Oleh karena ituPendidikan Teknologi lebih berorientasi padaproses untuk menghasilkan produk yang lebihinovatif.

Sebagai contoh, kajian yang dilakukanterhadap Standar Teknologi Literasi yangdikembangkan oleh Amerika. StandarIsi Teknologi menentukan apa yang setiapsiswa harus tahu dan yang dapat dilakukanagar melek teknologi. Ada total 20 standarliterasi teknologi yang secara umum terbagidalam dua jenis: Pertama, apa yang siswaharus tahu dan mengerti tentang teknologi, danKedua, apa yang mereka harus mampulakukan. Jenis pertama, yang bisa disebutstandar "kognitif", menetapkan pengetahuandasar tentang teknologi - cara kerjanya, dantempatnya di dunia - bahwa siswa harusmemiliki agar melek teknologi. Jenis kedua,standar "proses", menggambarkan kemampuansiswa harus dimiliki. Kedua jenis standar salingmelengkapi. Sebagai contoh, seorang siswadapat diajarkan di kuliah tentang proses desain,tetapi kemampuan untuk benar-benarmenggunakan proses desain danmenerapkannya untuk menemukan solusi untukmasalah teknologi hanya datang dengantangan-pengalaman. Demikian juga, sulit untukmelakukan proses desain secara efektif tanpamemiliki beberapa pengetahuan teoritisbagaimana hal itu biasanya dilakukan. Contohstandar isi Literasi teknologi ditunjukkan padaTabel 2.

PENUTUP

Pendidikan Teknologi Dasar (PTD)dikembangkan dan diimplementasikan padajenjang SMP sejak tahun 1997. Dalampengembangan dan implementasinya, programPTD telah di uji melalui pilot project beberapatahap, dan dalam pelaksanaannya dievaluasiyang berkelanjutan dan proses uji publik, sertadilakukan pengembangan terus menerussampai dengan saat ini. Respon masyarakatdari beberapa sekolah yang selama ini telahmengembangkan dan melaksanakan PTD jugabaik, dalam arti para siswa sangat menyenangidan sangat antusias dalam mengikutipembalajaran PTD. PTD dari awalpengembangannya tahun 1997 sampai saat inimasih tetap berjalan di beberapa sekolah,bahkan beberapa sekolah telah

Page 239: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

228 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

mengembangkannya menjadi lebih baik dari awal pengembangannya.Tabel 2. Standar Isi Literasi Teknologi

Komponen Standar1

Siswa akan mengembangkanpemahaman tentang sifat teknologi.Termasuk memperoleh pengetahuan

tentang:

1. Karakteristik dan ruang lingkup teknologi.2. Konsep inti dari teknologi.3. Hubungan antara teknologi dan

hubungan antara teknologi dan bidanglainnya.

2Siswa akan mengembangkan

pemahaman tentang Teknologi danMasyarakat. Ini termasuk belajar tentang:

4. Budaya, sosial, ekonomi, dan politik efekteknologi.

5. Efek teknologi terhadap lingkungan.6. Peran masyarakat dalam pengembangan

dan penggunaan teknologi.7. Pengaruh teknologi pada sejarah.

3Siswa akan mengembangkan

pemahaman tentang Desain. Ini termasukmengetahui tentang:

8. Atribut desain.9. Teknik desain.10. Peran pemecahan masalah, penelitian

dan pengembangan, penemuan daninovasi, dan eksperimentasi dalampemecahan masalah.

4Siswa akan mengembangkan

Kemampuan untuk Dunia Teknologi. Initermasuk menjadi mampu:

11. Terapkan proses desain.12. Penggunaan dan mempertahankan

produk dan sistem teknologi.13. Menilai dampak dari produk dan sistem.

5Siswa akan mengembangkan

pemahaman tentang Dunia yangDirancang. Ini termasuk memilih dan

menggunakan:

14. Teknologi medis.15. Pertanian dan terkait bioteknologi.16. Energi dan kekuasaan teknologi.17. Teknologi informasi dan komunikasi.18. Teknologi transportasi.19. Teknologi manufaktur.20. Teknologi konstruksi.

Dengan demikian sangat rasionalPendidikan Teknologi dikembangkan diIndonesia, dan dimasukan dalam kurikulumnasional dalam satu mata pelajaran yangberdiri sendiri mulai dari SD, SMP, SMA, danSMK.

DAFTAR PUSTAKA

Blazely, Lloyd D, et.al.1997. Science Study,Jakarta: The Japan Grant Fondation.

Chandra, Didi Teguh.2006. PanduanPengembangan dan ImplementasiProgram PTD SMP, DirektoratPembinaan SMP, Ditjen Mandikdasmen,Depdiknas, Jakarta.

Dewey,John. 1970. How we Think. New York:Thirteenth Yearbook of the society-Harper

Fsicher,Robert B. 1975. Ccience, Man, andSociety. Toronto: W.B. SaubdersCompany.

Gagne, Robert M. 1985. The Conditions ofLearning : And Theory ofInstruction.New York: CBS ColledgePublishing

Hunt,Andrew. 1988. SATIS Approaches .International Journal Education. Vol 10 .No. 4.

Joyce,Bruce . 1980. Models of Teaching. NewJersey : Prentice-Hall, Inc.

MPT Team. 1997. Metodologi PengajaranTeknik. Bandung: Technical TeacherUpgrading Center.

Novherryon. 2000. Modul PendekatanPemecahan Masalah, Bandung: PusatPengembangan Penataran GuruTeknologi Bandung.

Page 240: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

D. Teguh Chandara, Membangun Bangsa Indonesia yang Melek Teknologi 229

Pinto. 1997. Sistem Pendidikan Teknologi,Petunjuk Proyek danPerkembangannya. Jakarta: TerasSejahtera dan Hispanodidactica,S.A.

Slimming, David. 1998. ImplementasiPelaksanaan Kurikulum 1994, SSEP.Jakarta.

Sumaji, dkk. 1998. Dimensi Pendidikan IPA danPengembangannya Sebagai Ilmu.Universitas Sanata Darma. PenerbitKanisius. Yogyakarta.

Winataputra, Udin S. 1992. Strategi BelajarMengajar IPA, Depdikbud, Dikdasmen,Jakarta.

Weber, Ruud. 1997. Basic TechnologyEducation (BTE) Curriculum Indonesia.Educaplan, Kenisspecialisten,Enschede. The Netherlands.

Yager, Robert E. 1983. Defining ScienceEducation As A Dicipline (Editorial).Journal of Research in ScienceTeaching. 20 (3).

Page 241: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENINGKATAN KOMPETENSI LITERASI SAINS SETELAH DITERAPKANLEVELS OF INQUIRY

Mohamad Nur Fajar Sidiq1*, Setiya Utari1, Winny Liliawati1

1Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasPendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Capaian literasi sains siswa Indonesia masih tergolong rendah pada PISA 2012. Hanyakurang dari 42% siswa Indonesia dapat menguasai literasi sains pada level 1, sedangkantidak lebih dari 25% siswa Indonesia lainnya tidak mampu mencapai literasi sains padalevel 1. Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa melatihkan literasi sains dengankegiatan pembelajaran sains yang berbasis inkuiri belum diterapkan dengan baik disekolah. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasamenggunakan pembelajaran berbasisinkuiri dan kurangnya kemampuan guru yang komperhensif mengenai penggunaanpembelajaran inkuiri di kelas. Levels of Inquiry kemudian diterapkan sebagai alternatif solusidari masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk medapatkan gambaran datakompetensi literasi sains siswa setelah diterapkan pembelajaran berbasis inkuiri yaitu levelsof inquiry. Penelitian ini menggunakan desain one group pretest-posttest design pada kelassampel berjumlah 41 siswa. Kompetensi literasi sains siswa dilihat melalui perhitunganeffect size pada setiap aspek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai effect size padaaspek mengidentifikasi isu ilmiah adalah 0,884, menjelaskan fenomena secara ilmiahadalah 0,494, dan menggunakan bukti ilmiah adalah 0,467.

ABSTRACThe achievement of scientific literacy of students Indonesia is still low in PISA 2012. Onlyless than 42% of Indonesian students can master the science literacy at level 1, while nomore than 25% of other Indonesian students are not able to achieve scientific literacy atlevel 1. The results of field observations indicate that melatihkan scientific literacy withscience-based learning activities inquiry has not been implemented well in school. This isdue to students not terbiasamenggunakan inquiry-based learning and the lack of ability ofteachers Comprehensive about the use of inquiry learning in the classroom. Levels ofInquiry is then applied as an alternative solution to the problem. The aim of this study was toobtain a snapshot of data after the students' science literacy competency applied inquiry-based learning that levels of inquiry. The design of this study one group pretest-posttestdesign on a sample class numbered 41 students. Competence of students' science literacythrough the calculation of effect size seen in every aspect. The results showed that theeffect size in the aspect of identifying scientific issues is 0.884, explaining phenomenascientifically is 0.494, and the use of scientific evidence is 0,467.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: science literacy, levels of inquiry, competencies domain.

PENDAHULUAN

Scientific literacyatau literasi sains adalahpengetahuan dan pemahaman terhadapkonsep sains dan proses sains yangdibutuhkan untuk pengambilan keputusan

personal, partisipasi dalam bermasyarakat danberbudaya, serta produktivitas ekonomi. (NRC,1996). Literasi sains juga didefinisikan sebagaikemampuan menggunakan pengetahuan sains,mengidentifikasi pertanyaaan dan menarikkesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam

Page 242: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 231

rangka memahami serta membuat keputusanberkenaan dengan alam dan perubahan yangdilakukan terhadap alam melalui aktivitasmanusia (Firman, 2007). Literasi sains ataumelek sains tidak hanya berpengaruh padaperkembangan teknologi dan sains, namunsecara luas juga berpengaruh terhadapkehidupan manusia yang mencerminkanbudaya suatu komunitas (Sandy, 2013). Baginegara demokrasi industrialisasi,literasi sainssangat penting dimiliki oleh setiap orang. Hal inidianggap penting karena dalam kegiatanindustri, sebagian besar proses pengambilankeputusan melibatkan sains dan teknologi.Sedangkan dalam negara demokrasi,keputusan diambil oleh warganya sendiri(Hobson, 2003). Sehingga penting agar setiapwarganya mengetahui dan mengerti tentang isusains dan teknologi. Oleh karena itu, literasisains perlu dilatihkan melalui kegiatanpembelajaran sains. (Wenning, 2006).

OECD (Organization for EconomicCooperation and Development) melaluiprogram yang bernama PISA (Program forInternational Student Assessment), mengukurdan menguji kualitas literasi sains di berbagaiNegara. OECD mendefinisikan bahwa literasisains dapat diukur melalui empat domain, yaitukompetensi ilmiah, pengetahuan ilmiah, sikapilmiah, dan konteks alamiah dan areaaplikasinya.Definisi literasi sains di atasmenerangkan bahwa siswa harus dapatmenggunakan pengetahuan berbasis bukti danmenggunakan skill tersebut dalam situasikehidupan sehari-hari (Soobard danRannikmäe, 2011). Dengan kata lain, siswaharus dapat menggunakan kemampuanseorang ilmuwan dalam mengambil data,mencari penjelasan akan fenomena-fenomenailmiah yang ada, mengintepretasi data, sertamengenal karakteristik utama dalampenyelidikan ilmiah (Zuriyani, 2012). Olehkarena itu, dalam penelitian ini peneliti lebihmemfokuskan pada domain kompetensi literasisains.

Data PISA tahun 2012 menyatakan bahwaIndonesia ada pada peringkat yang tidakmemuaskandalam tes PISA tersebut, yaitumenempati peringkat 64 dari 65 negara. Lebihlanjut dipaparkan bahwa 41,9% siswaIndonesia hanya menguasai literasi sains padalevel 1 dan 24,7% di bawah level 1. Hal inimenunjukkan bahwa siswa Indonesia masihmengalami kesulitan menggunakanpengetahuannya. Mereka hanya memiliki

pengetahuan umum yang hanya bisaditerapkan pada situasi sederhana (Utari,2015).

Berdasarkan observasi yang dilakukanpadasalah satu SMA di Kota Bandung,lemahnya literasi sains siswa ini disebabkankarena kurangnya kegiatan yang memfasilitasisiswa dalam mengembangkan kemampuanliterasi sains dengan baik dalam pembelajaranIPA di kelas.Kegiatan pembelajaran IPA dikelas lebih cenderung pada meningatpersamaan dan mengerjakan soal. Siswa tidakdiberikan fenomena-fenomena ilmiah yangdekat dengan kehidupan sehari-harinya.Kegiatan eksperimen juga masih menggunakansistem cookbook. Sehingga kegiatan yangberorientasi proses seperti melatihkankemampuan analisis, menghubungkan danmenjelaskan konsep berdasarkan informasiilmiah yang tersedia bisa dipastikan tidakterjadi selama proses pembelajaran. Salah satusolusi untuk mengatasi permasalahanpembelajaran dan dapat meningkatkankemampuan literasi sains adalah denganmenerapkan pendekatan inkuiri (Arief, 2015).Namun pada kenyataannya, guru hanyamenggunakan pendekatan pembelajaran inkuiritanpa memiliki kemampuan yang komperhensiftentang cara penggunaannya di kelas(Wenning, 2010). Penelitian untuk melatihkanliterasi sains dengan menggunakanpembelajaran berbasis inkuiri telah banyakdilakukan. Penelitian oleh Gormally et al.(2009) menunjukkan adanya peningkatanliterasi sains siswa dengan melakukanpembelajaran berbasis inkuiri berupa instruksiinkuiri lab. Arief (2015) melakukan penelitiandengan menerapkan levels of inquiry dalamusaha melatihkan literasi sains siswa SMP.Oleh karena itu, peneliti melihat peluangmelakukan penelitian dengan menerapkanlevels of inquiry untuk melatihkan literasi sainssiswa SMA.

Levels of inquirymerupakan pembelajaranyang dapat memudahkan guru dalammelatihkan kemampuan inkuiri secara bertahapdan berkesinambungan serta memperhatikantingkat intelektual siswa (Liliawati dkk, 2014).Tahapan tersebut diantaranya, DiscoveryLearning, Interactive Demonstration, InquiryLesson, Inquiry Lab, Real-World Applicationdan Hypothetical Inquiry (Wenning, 2015).Tahapan tersebut disusun berurutanberdasarkan kecerdasan intelektual siswa danpihak yang mengontrol dalam pembelajaran

Page 243: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

232 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

(Liliawati dkk, 2014 dan Arief 2015). Semakintinggi tahapan levels of inquiry, maka semakintinggi tingkat intelektual siswa yang digunakandalam proses pembelajaran. Sebaliknya,semakin tinggi tahapan levels of inquiry, maka

semakin rendah kontrol guru sehingga siswaakan semakin aktif dalam kegiatanpembelajaran. Secara garis besar, hierarkilevels of inquiry digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hierarki Tahapan Pembelajaran dalam Levels of Inquiry

Discovery learning berfokus bukan untukmencari aplikasi dari sebuah konsep ataupengetahuan, namun lebih pada membangunpengertian atau pengetahuan berdasarkanpengalaman siswa (Wenning, 2005). MenurutWenning (2005), interactive demonstrationsecara umum berisi kegiatan guru yangmemanipulasi (mendemonstrasikan) sebuahalat ilmiah dan kemudian mengajukanpertanyaan penyelidikan tentang apa yangakan terjadi (prediksi) atau bagaimana sesuatutersebut dapat terjadi (penjelasan). Padatahapan inquiry lesson, kegiatan pembelajaranlebih ditekankan pada percobaan ilmiah yanglebih kompleks (Wenning, 2005). Dalamtahapan inquiry lab, siswa diminta untukmerancang kegiatan eksperimen sendiri untukmendapatkan data secara kuantitatif. Tahapanreal-world applications, kemampuan prosessains kemudian masuk pada tingkatan atautahapan yang lebih tinggi, yaitu kemampuanuntuk mengaplikasikan konsep yang telahdidapatnya pada situasi yang baru (Wenning,2005). Tahapan hypothetical inquiry dapatdilakukan dalam dua bentuk, yaitu PureHypothetical Inquiry atau Applied HypotheticalInquiry. Kedua bentuk tersebut bertujuan sama,yaitu untuk mengembangkan penjelasantentang mengapa hal-hal tersebut dapatbekerja melalui kegiatan yang mereka lakukan(Wenning, 2011). Perbedaan keduanya terletakpada hasil akhir atau implikasi dari tahapan ini.Pure hypothetical inquiry adalah penelitianbuatan yang tidak mengharapkan hasil akhirberupa aplikasi pada kehidupan nyata, ataulebih tepatnya hanya bertujuan untukmembangun pengertian mengenai bagaimanaalam ini bekerja. Sedangkan appliedhypothetical inquiry dilaksanakan untukmengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telahdidapat ke dalam masalah baru.

Berdasarkan uraian latar belakang dan uraianteori di atas, maka dalam penelitian ini penelitiberusaha untuk mendapatkan gambaran profildomain kompetensi literasi sains siswa setelahditerapkan pembelajaran berbasis inkuiri yaitudengan levels of inquiry.METODE

Metode penelitian yang digunakanadalah eksperimen lemah (pre experiment).Metode ini dipilih karena penelitian inimasih merupakan tahap pengembanganlevels of inquiry untuk dapat diterapkandalam pembelajaran fisika di sekolah.Berdasarkan tujuan penelitian yaitumendapatkan gambaran data domainkompetensi literasi sains setelah diterapkanlevels, maka dalam penelitian ini terdapatdua variabel, yaitu penerapan levels ofinquiry dalam pembelajaran fisika sebagaivariabel bebas, dan tiga aspek kompetensiliterasi sains sebagai variabel terikat.

Desain penelitian ini menggunakan one-group pretest-posttest design. Satukelompok diukur atau diamati bukan hanyasetelah diberikan treatmenttetapi jugasebelum diberikan treatment (Fraenkel,2012). Desain ini digunakan sesuai dengantujuan penelitian ini yaituuntukmendapatkan gambaran profil domainkompetensi literasi sains siswa setelahditerapkan pembelajaran dengan levels ofinquiry, bukan untuk membandingkanpenerapan levels of inquiry dengan modelpembelajaran berbasis inkuiri lainnya.Gambaran one-group pretest-posttestdesign digambarkan pada Gambar 2.

Page 244: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 233

Gambar 2. One-Group Pretest-Posttest Design

Subyek penelitian ini adalah siswa kelasX pada salah satu SMA di Kota Cirebontahun pelajaran 2014/2015. Sampelpenelitian diambil secara non acak yaitusiswa kelas X MIA 4. Jumlah siswa kelas XMIA 4 sebanyak 41 orang. Namun, padasaat penelitian, hanya 39 orang yangmemenuhi data penelitian. Sehinggasampel untuk analisis data hanyaberjumlah 39 orang siswa.

Instrumen penelitian yang digunakanadalah soal tes literasi sains. Soal tesliterasi sains ini digunakan untuk mengukurkompetensi literasi sains sebelum dansetelah diterapkan levels of inquiry. Dataskor literasi sains tersebut kemudiandianalisis dengan menggunakan effectsize.Tujuan utama penggunaan effectsizedalam penelitian dengan satu kelompokpartisipan adalah untuk melihat gambarandata yang terukur yang dapat digunakanuntuk membandingkan hasil penelitianmenggunakan metode one-group pretest-posttest design dengan desain penelitianserupa yang menggunakan desainpenelitian lainnya (Dunst, 2004). Apabilasebaran data pada pretes dan postesmemiliki variansi tinggi dan korelasidiantara pretes dan postes tersebut rendah,maka dapat menggunakan persamaanberikut untuk mengukur d Cohen (Dunst,2004) ( ) = ( − )… ..Keterangan : M1 = Mean Pretest

M2 = Mean PosttestSDpooled = Std. Deviasi Pooled

Apabila data pretes dengan postesnonoverlapping atau korelasi diantarakedua data tersebut tinggi, makapersamaan yang digunakan adalahsebagaiberikut (Dunst, 2004) := ( − )

2(1 − )Keterangan : M1 = Mean Pretest

M2 = Mean PosttestSDpooled = Std. Deviasi Pooledr = Koefisien Korelasi

pretest-posttest

Untuk desain penelitian satukelompok partisipan dengan perbandingandata pada keadaan awal dan setelahintervensi dengan menggunakan treatment,maka Sidgurdsson dan Swanson danSasche-Lee merekomendasikan untukmenghitung effect sizemenggunakanstandar deviasi pooled(Dunst, 2004) yang dapat dicarimenggunakan : = ( + )2Keterangan : SD1 = Std. Deviasi Pretest

SD2 = Std. Deviasi PosttestSemakin besar nilai effect size, maka

semakin besar juga pengaruh penerapanlevels of inquiry dalam meningkatkankompetensi literasi sains siswa.Penelitian ini dilakukan selama 5x45 menit danmembahas mengenai alat optik. Denganrincian 45 menit pretest, 3x45 menit treatment,dan 45 menit posttest.Pada tahapan discoverylearning, siswa mempelajari bahwa prosesterjadinya perbesaran bayangan pada kamera

Page 245: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

234 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

terjadi karena sebuah alat optik, yaitu lensacembung. Tahapan interactive demonstrationmemperlihatkan kepada siswa bahwa lensacembung belum tentu selalu memperbesarbayangan. Dalam tahapan ini juga siswadiminta untuk memprediksi kemungkinanhubungan yang terjadi ketika bayangan yangdibentuk oleh lensa cembung diperkecil. Padatahapan inquiry lesson, siswa diminta untukmemprediksikan faktor-faktor yangmenyebabkan perbesaran bayangan danmencoba membuat prediksi matematis sertamerancang percobaan untuk membuktikanprediksi tersebut. Rancangan percobaan yangsudah dibuat oleh siswa kemudiandilaksanakan pada tahapan inquiry lab, dimanaproses ini bertujuan mendapatkan gambarandata melalui percobaan untuk membuktikanprediksi matematis yang diberikan padatahapan sebelumnya. Pada tahapan real-worldapplication, siswa mempelajari prosesterjadinya bayangan pada alat-alat yangmenggunakan prinsip optika seperti mikroskopdan teleskop. Pada tahapan ini juga siswadiminta mencari persamaan perbesaranbayangan pada mikroskop dan teleskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, jumlah pertemuandirencanakan berlangsung dalam 5x45 menit.Namun dalam pelaksanaannya, penelitiandilakukan selama 6x45 menit dimanapenerapan levels of inquiry dilakukan selamakurang dari 3x45 menit yang tersebar dalam 3xpertemuan. Hal ini dilakukan karena pada padapertemuan kedua, waktu yang dialokasikantidak cukup karena banyak menghabiskanwaktu untuk persiapan percobaan padatahapan inquiry lab dan mobilisasi menuju lab.Sehingga tahapan real-world applicationdilaksanakan pada pertemuan berikutnya.Sebelum diberikan treatment, subjek diberikanpretest yang bertujuan untuk mengetahuikompetensi literasi sains awal yang dimilikisiswa. Kemudian, subjek diberikan treatmentmenggunakan levels of inquiry selama total 129menit 11 detik. Setelah diberikan perlakuan,kemudian subjek diberikan posttest untukmengetahui kompetensi literasi sains akhirsiswa. Berikut ini disajikan rata-rata hasil pretesdan postes untuk masing-masing aspekkompetensi literasi sains setelah diterapkanlevels of inquiry. Skor Rata-rata Pretest danPostest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sainsdigambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Skor Rata-rata Pretest dan Postest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sains

Skor maksimal untuk aspekmengidentifikasi isu ilmiah adalah 13.Sedangkan untuk aspek menjelaskanfenomena secara ilmiah adalah 7, dan aspekmenggunaka bukti ilmiah adalah 6.Berdasarkan skor rata-rata pretes dan postesdi atas, dapat dikatakan bahwa terjadipeningkatan kompetensi literasi sains setelahditerapkan levels of inquiry.Peningkatan skor

rata-rata tertinggi didapatkan pada aspekmengidentifikasi isu ilmiah, dan peningkatanskor rata-rata terendah didapatkan pada aspekmenggunakan fenomena secara ilmiah.Namun, peningkatan skor rata-rata tersebutmasih belum cukup merepresentasikanpeningkatan kompetensi literasi sains yangsebenarnya, karena perbedaan skor maksimaluntuk masing-masing aspek. Oleh karena itu,

Skor

rata

-rat

a

234 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

terjadi karena sebuah alat optik, yaitu lensacembung. Tahapan interactive demonstrationmemperlihatkan kepada siswa bahwa lensacembung belum tentu selalu memperbesarbayangan. Dalam tahapan ini juga siswadiminta untuk memprediksi kemungkinanhubungan yang terjadi ketika bayangan yangdibentuk oleh lensa cembung diperkecil. Padatahapan inquiry lesson, siswa diminta untukmemprediksikan faktor-faktor yangmenyebabkan perbesaran bayangan danmencoba membuat prediksi matematis sertamerancang percobaan untuk membuktikanprediksi tersebut. Rancangan percobaan yangsudah dibuat oleh siswa kemudiandilaksanakan pada tahapan inquiry lab, dimanaproses ini bertujuan mendapatkan gambarandata melalui percobaan untuk membuktikanprediksi matematis yang diberikan padatahapan sebelumnya. Pada tahapan real-worldapplication, siswa mempelajari prosesterjadinya bayangan pada alat-alat yangmenggunakan prinsip optika seperti mikroskopdan teleskop. Pada tahapan ini juga siswadiminta mencari persamaan perbesaranbayangan pada mikroskop dan teleskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, jumlah pertemuandirencanakan berlangsung dalam 5x45 menit.Namun dalam pelaksanaannya, penelitiandilakukan selama 6x45 menit dimanapenerapan levels of inquiry dilakukan selamakurang dari 3x45 menit yang tersebar dalam 3xpertemuan. Hal ini dilakukan karena pada padapertemuan kedua, waktu yang dialokasikantidak cukup karena banyak menghabiskanwaktu untuk persiapan percobaan padatahapan inquiry lab dan mobilisasi menuju lab.Sehingga tahapan real-world applicationdilaksanakan pada pertemuan berikutnya.Sebelum diberikan treatment, subjek diberikanpretest yang bertujuan untuk mengetahuikompetensi literasi sains awal yang dimilikisiswa. Kemudian, subjek diberikan treatmentmenggunakan levels of inquiry selama total 129menit 11 detik. Setelah diberikan perlakuan,kemudian subjek diberikan posttest untukmengetahui kompetensi literasi sains akhirsiswa. Berikut ini disajikan rata-rata hasil pretesdan postes untuk masing-masing aspekkompetensi literasi sains setelah diterapkanlevels of inquiry. Skor Rata-rata Pretest danPostest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sainsdigambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Skor Rata-rata Pretest dan Postest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sains

Skor maksimal untuk aspekmengidentifikasi isu ilmiah adalah 13.Sedangkan untuk aspek menjelaskanfenomena secara ilmiah adalah 7, dan aspekmenggunaka bukti ilmiah adalah 6.Berdasarkan skor rata-rata pretes dan postesdi atas, dapat dikatakan bahwa terjadipeningkatan kompetensi literasi sains setelahditerapkan levels of inquiry.Peningkatan skor

rata-rata tertinggi didapatkan pada aspekmengidentifikasi isu ilmiah, dan peningkatanskor rata-rata terendah didapatkan pada aspekmenggunakan fenomena secara ilmiah.Namun, peningkatan skor rata-rata tersebutmasih belum cukup merepresentasikanpeningkatan kompetensi literasi sains yangsebenarnya, karena perbedaan skor maksimaluntuk masing-masing aspek. Oleh karena itu,

7,62

4,083,46

9,10

5,004,31

1 2 3

1. Mengidentifikasi Isu2. Menjelaskan fenomena secara ilmiah

3. Menggunakan fakta ilmiah

Pretest

Posttest

234 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

terjadi karena sebuah alat optik, yaitu lensacembung. Tahapan interactive demonstrationmemperlihatkan kepada siswa bahwa lensacembung belum tentu selalu memperbesarbayangan. Dalam tahapan ini juga siswadiminta untuk memprediksi kemungkinanhubungan yang terjadi ketika bayangan yangdibentuk oleh lensa cembung diperkecil. Padatahapan inquiry lesson, siswa diminta untukmemprediksikan faktor-faktor yangmenyebabkan perbesaran bayangan danmencoba membuat prediksi matematis sertamerancang percobaan untuk membuktikanprediksi tersebut. Rancangan percobaan yangsudah dibuat oleh siswa kemudiandilaksanakan pada tahapan inquiry lab, dimanaproses ini bertujuan mendapatkan gambarandata melalui percobaan untuk membuktikanprediksi matematis yang diberikan padatahapan sebelumnya. Pada tahapan real-worldapplication, siswa mempelajari prosesterjadinya bayangan pada alat-alat yangmenggunakan prinsip optika seperti mikroskopdan teleskop. Pada tahapan ini juga siswadiminta mencari persamaan perbesaranbayangan pada mikroskop dan teleskop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, jumlah pertemuandirencanakan berlangsung dalam 5x45 menit.Namun dalam pelaksanaannya, penelitiandilakukan selama 6x45 menit dimanapenerapan levels of inquiry dilakukan selamakurang dari 3x45 menit yang tersebar dalam 3xpertemuan. Hal ini dilakukan karena pada padapertemuan kedua, waktu yang dialokasikantidak cukup karena banyak menghabiskanwaktu untuk persiapan percobaan padatahapan inquiry lab dan mobilisasi menuju lab.Sehingga tahapan real-world applicationdilaksanakan pada pertemuan berikutnya.Sebelum diberikan treatment, subjek diberikanpretest yang bertujuan untuk mengetahuikompetensi literasi sains awal yang dimilikisiswa. Kemudian, subjek diberikan treatmentmenggunakan levels of inquiry selama total 129menit 11 detik. Setelah diberikan perlakuan,kemudian subjek diberikan posttest untukmengetahui kompetensi literasi sains akhirsiswa. Berikut ini disajikan rata-rata hasil pretesdan postes untuk masing-masing aspekkompetensi literasi sains setelah diterapkanlevels of inquiry. Skor Rata-rata Pretest danPostest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sainsdigambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Skor Rata-rata Pretest dan Postest Tiap Aspek Kompetensi Literasi Sains

Skor maksimal untuk aspekmengidentifikasi isu ilmiah adalah 13.Sedangkan untuk aspek menjelaskanfenomena secara ilmiah adalah 7, dan aspekmenggunaka bukti ilmiah adalah 6.Berdasarkan skor rata-rata pretes dan postesdi atas, dapat dikatakan bahwa terjadipeningkatan kompetensi literasi sains setelahditerapkan levels of inquiry.Peningkatan skor

rata-rata tertinggi didapatkan pada aspekmengidentifikasi isu ilmiah, dan peningkatanskor rata-rata terendah didapatkan pada aspekmenggunakan fenomena secara ilmiah.Namun, peningkatan skor rata-rata tersebutmasih belum cukup merepresentasikanpeningkatan kompetensi literasi sains yangsebenarnya, karena perbedaan skor maksimaluntuk masing-masing aspek. Oleh karena itu,

Page 246: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 235

untuk mendapatkan gambaran peningkatankompetensi literasi sains pada masing-masingaspek, maka digunakan perhitungan effect sizedari rata-rata skor pretes dan postes siswa.

Effect size penerapan levels of inquiry dalammeningkatkan kompetensi literasi sains siswaditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4: Effect Size Kompetensi Literasi Sains

Berdasarkan gambar diagram di atas,diperoleh gambaran bahwa aspekmengidentifikasi isu ilmiah mendapatkanpeningkatan paling tinggi. Sedangkanaspek menjelaskan fenomena secarailmiah dan menggunakan menggunakanfakta ilmiah mendapatkan peningkatanyang hampir sama. Berdasarkan tabelkriteria effect size oleh Cohen (1988),aspek mengidentifikasi isu ilmiah

menempati kriteria peningkatan yangbesar. Sedangkan untuk kedua aspeklainnya, hanya menempati kriteria sedang.Perbedaan perolehan effect size padamasing-masing aspek kompetensi literasisains disebabkan oleh perbedaan jumlahaspek yang dilatihkan dalam levels ofinquiry. Sebaran aspek yang dilatihkandalam setiap tahapan levels of inquirydapat dijelaskan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan Pada Setiap Tahapan Levels ofInquiry

Tahapan Levels ofInquiry

Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan

AspekMengidentifikasi

Isu Ilmiah

AspekMenjelaskanFenomena

Secara Ilmiah

AspekMenggunakan

Bukti Ilmiah

Discovery Learning 3 3 0InteractiveDemonstration 4 1 1

Inquiry Lessons 2 2 2Inquiry Lab 1 2 1Real-World Application 0 1 3Jumlah 10 9 7

Sebaran di atas menggambarkan bahwatahapan levels of inquiry tidak melatihkan setiapaspek kompetensi literasi sains dengan merata.

Levels of inquiry lebih banyak melatihkan aspekmengidentifikasi isu ilmiah dibandingkan aspekmenjelaskan fenomena secara ilmiah dan

Effe

ct S

ize

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 235

untuk mendapatkan gambaran peningkatankompetensi literasi sains pada masing-masingaspek, maka digunakan perhitungan effect sizedari rata-rata skor pretes dan postes siswa.

Effect size penerapan levels of inquiry dalammeningkatkan kompetensi literasi sains siswaditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4: Effect Size Kompetensi Literasi Sains

Berdasarkan gambar diagram di atas,diperoleh gambaran bahwa aspekmengidentifikasi isu ilmiah mendapatkanpeningkatan paling tinggi. Sedangkanaspek menjelaskan fenomena secarailmiah dan menggunakan menggunakanfakta ilmiah mendapatkan peningkatanyang hampir sama. Berdasarkan tabelkriteria effect size oleh Cohen (1988),aspek mengidentifikasi isu ilmiah

menempati kriteria peningkatan yangbesar. Sedangkan untuk kedua aspeklainnya, hanya menempati kriteria sedang.Perbedaan perolehan effect size padamasing-masing aspek kompetensi literasisains disebabkan oleh perbedaan jumlahaspek yang dilatihkan dalam levels ofinquiry. Sebaran aspek yang dilatihkandalam setiap tahapan levels of inquirydapat dijelaskan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan Pada Setiap Tahapan Levels ofInquiry

Tahapan Levels ofInquiry

Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan

AspekMengidentifikasi

Isu Ilmiah

AspekMenjelaskanFenomena

Secara Ilmiah

AspekMenggunakan

Bukti Ilmiah

Discovery Learning 3 3 0InteractiveDemonstration 4 1 1

Inquiry Lessons 2 2 2Inquiry Lab 1 2 1Real-World Application 0 1 3Jumlah 10 9 7

Sebaran di atas menggambarkan bahwatahapan levels of inquiry tidak melatihkan setiapaspek kompetensi literasi sains dengan merata.

Levels of inquiry lebih banyak melatihkan aspekmengidentifikasi isu ilmiah dibandingkan aspekmenjelaskan fenomena secara ilmiah dan

0,884

0,494 0,467

1 2 3

1. Mengidentifikasi Isu2. Menjelaskan fenomena secara ilmiah

3. Menggunakan fakta ilmiah

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 235

untuk mendapatkan gambaran peningkatankompetensi literasi sains pada masing-masingaspek, maka digunakan perhitungan effect sizedari rata-rata skor pretes dan postes siswa.

Effect size penerapan levels of inquiry dalammeningkatkan kompetensi literasi sains siswaditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4: Effect Size Kompetensi Literasi Sains

Berdasarkan gambar diagram di atas,diperoleh gambaran bahwa aspekmengidentifikasi isu ilmiah mendapatkanpeningkatan paling tinggi. Sedangkanaspek menjelaskan fenomena secarailmiah dan menggunakan menggunakanfakta ilmiah mendapatkan peningkatanyang hampir sama. Berdasarkan tabelkriteria effect size oleh Cohen (1988),aspek mengidentifikasi isu ilmiah

menempati kriteria peningkatan yangbesar. Sedangkan untuk kedua aspeklainnya, hanya menempati kriteria sedang.Perbedaan perolehan effect size padamasing-masing aspek kompetensi literasisains disebabkan oleh perbedaan jumlahaspek yang dilatihkan dalam levels ofinquiry. Sebaran aspek yang dilatihkandalam setiap tahapan levels of inquirydapat dijelaskan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan Pada Setiap Tahapan Levels ofInquiry

Tahapan Levels ofInquiry

Kompetensi Literasi Sains yang Dilatihkan

AspekMengidentifikasi

Isu Ilmiah

AspekMenjelaskanFenomena

Secara Ilmiah

AspekMenggunakan

Bukti Ilmiah

Discovery Learning 3 3 0InteractiveDemonstration 4 1 1

Inquiry Lessons 2 2 2Inquiry Lab 1 2 1Real-World Application 0 1 3Jumlah 10 9 7

Sebaran di atas menggambarkan bahwatahapan levels of inquiry tidak melatihkan setiapaspek kompetensi literasi sains dengan merata.

Levels of inquiry lebih banyak melatihkan aspekmengidentifikasi isu ilmiah dibandingkan aspekmenjelaskan fenomena secara ilmiah dan

Page 247: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

236 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

aspek menggunakan bukti ilmiah. Namunperbedaan tersebut tidak dapat menjadi acuanbahwa peningkatan kompetensi literasi sainspada aspek mengidentifikasi isu ilmiah haruslebih besar dibandingkan kedua aspek lainnya.Seperti pada penelitian penerapan levels ofinquiry dalam meningkatkan literasi sains yangdilakukan oleh Arief (2015),perbedaanpeningkatanterbesar terdapat pada aspekmenggunakan bukti ilmiah. Bahkan penelitianlain menunjukkan bahwa peningkatankompetensi literasi sains terbesar bukan padaaspek mengidentifikasi isu ilmiah (Dahtiar,2015).Perbedaan yang terjadi pada penelitianini dikarenakan capaian siswa pada tahapanlevels of inquiry yang lebih banyak melatihkanaspek mengidentifikasi isu ilmiah lebih tinggidibandingkan tahapan levels of inquiry yanglebih banyak melatihkan aspek menjelaskanfenomena secara ilmiah dan menggunakanbukti ilmiah. Rendahnya capaian siswa padatahapan tersebut disebabkan oleh kurangnyakemampuan siswa dalam menginterpretasi datapercobaan kepada situasi dan aplikasikehidupan nyata. Selain itu, siswa juga tidakmampu menerjemahkan konsep realistis kedalam konsep matematis begitu jugasebaliknya.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan, diperoleh kesimpulan penelitian.Kompetensi literasi sains siswa mengalamipeningkatan setelah diterapkan levels of inquirydalam pembelajaran fisika di kelas.Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nilaieffect size pada masing-masing aspekkompetensi literasi sains. Aspekmengidentifikasi isu ilmiah secara signifikanmeningkat dibandingkan dengan kedua aspekkompetensi literasi sains lainnya. Meskipunbegitu, aspek menjelaskan fenomena secarailmiah dan menggunakan bukti ilmiah masihtermasuk dalam kategori peningkatan sedang.

Terkait dengan hasil penelitian ini, penelitidapat memberikan saran agar levels of inquirydapat diterapkan dalam pembelajaran fisika dikelas. Hal ini diperlukan dalam usahameningkatkan literasi sains siswa Indonesia,khususnya pada domain kompetensi literasisains. Peneliti juga memberikan rekomendasipada peneliti yang tertarik dalam meneliti halyang sama agar memperhatikan alokasi waktudan persiapan percobaan dalam pembelajaranfisika di kelas. Hal ini tidak lepas dari

kekurangan yang dialami selama penelitian ini,yaitu kurangnya koordinasi dengan siswadalam mempersiapkan percobaan sehinggawaktu yang dibutuhkan selama pembelajarantidak sesuai dengan alokasi waktu yangdirencanakan. Peneliti melihat bahwa hal inisangat penting untuk diperhatikan, sehinggapenerapan levels of inquiry nantinya dapatterlaksana dengan baik sesuai denganperencanaan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Meizuvan K. (2015). The Levels of InquiryApplication in “Global Warming Theme”Based Science Learning to ImproveCritical Thinking Skill. Edusentris, JurnalIlmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol 2No. 2 (166-176).

Balitbang.(2011). Survey Internasional PISA.[Online] Tersedia :http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa [20 Desember2013]

Cohen, J. (1988). Statistical power analysis forthe behavioralsciences. (2nd ed.).Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Dahtiar, Agi. (2015). Pembelajaran Levels ofInquiry untuk Meningkatkan LiterasiSains Siswa SMP pada Konteks EnergiAlternatif. Simposium Nasional Inovasidan Pembelajaran Sains 2015 (197-200).Dunst, C. J., Trivette, C. M., &Humby, D. W. (2004). Guidelines forCalculating Effect Sizes for Practice-based Research Syntheses.Centerscope. 3 (1-10).

Firman, H. (2007). Laporan Analisis LiterasiSains Berdasarkan Hasil PISA NasionalTahun 2006. Jakarta: Pusat PenelitianPendidikan Balitbang Depdiknas.

Gormally, C et al. (2009). Effects of Inquiry-based Learning on Students' ScienceLiteracy Skills and Confidence.International Journal for TheScholarship of Teaching and Learning,3(2), 1-22.

Hobson, Art. (2003). Physics literacy, energyand the environment. Physics EducationVol 38(2) 109-114.

Liliawati, Winny dkk. (2014). AnalisisKemampuan Inkuiri Siswa SMP, SMAdan SMK dalam Penerapan Levels ofInquiry Pada Pembelajaran Fisika.Berkala Fisika Indonesia Vol. 6 No. 2(34-39).

Page 248: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

M. Nur Fajar Sidik, dkk, - Peningkatan Kompetensi Literasi Sains 237

National Research Council. (1996). NationalScience Education Standards. NationalAcademy Press: Washington DC.

OECD. (2006). PISA 2006 : ScienceCompetencies For Tomorrow's WorldVol. 1.

OECD. 2006. PISA 2006 : Take the Test :Sample Question from OECD's PISAAssessments. [Online] Tersedia :http://www.oecd.org/edu/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/pisatakethetestsamplequestionsfromoecdspisaassessments.htm#Vol_1_and_2 [20 Desember 2013]

OECD. 2013. PISA 2012 : Snapshot ofperformance in mathematics, readingand science. [Online] Tersedia :http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/PISA-2012-results-snapshot-Volume-I-ENG.pdf [24 Desember 2013]

Rustaman, N. Y. (2006). Literasi Sains AnakIndonesia 2000 & 2003. [Online]Tersedia : repository.upi.edu:http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012311979032-NURYANI_RUSTAMAN/MAKALAH_LITSAINS_2003_sep,06.pdf [23 Desember2013]

Sandy, Mochmad Irsyan. 2013. Analisis BukuAjar Fisika SMA Kelas X di KotaBandung Berdasarkan Kategori LiterasiSains. Skripsi pada FPMIPA UPI. Tidakditerbitkan.

Soobard, R and Rannikmae, M. (2011)Assessing Student's Level of ScientificLiteracy Using InterdisciplinaryScenarios. Science EducationInternational Vol. 22, No. 2 (133-144).

Utari, Setiya et al. Designing Science Learningfor Training Student's Science Literaciesat Junior High School Level.International Conference onMathematics, Science, and Education(ICMSE) 2015.

Wenning, C. J. (2005). Levels of inquiry:Hierarchies of pedagogical practicesand inquiry processes. Journal ofPhysics Education Online, 2(3), 3-11.

Wenning, C. J. (2006). Assessing Inquiry Skillsas a Component of Scientific Literacy.Journal of Physics Education Online,Vol 3(4) , 3-14.

Wenning, C. J. (2010). Levels of Inquiry : UsingInquiry Spectrum Learning Sequencesto Teach Science. Journal of PhysicsEducation Online, 5(4) 11-20.

Zuriyani, E. (2012). Literasi Sains danPendidikan. [Online] Tersedia :sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/wagj1343099486.pdf [21 Desember2013]

Page 249: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENERAPAN MODEL INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION UNTUKMENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA BIDANG STUDI FISIKA

David E. Tarigan1*, Rona Saharah21Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI

2Guru SMK PELITA BandungE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dengan penerapan model Interactive Conceptual Instruction ini,dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep siswa dari hasil studi pendahuluanyang dilakukan. Siswa cenderung melupakan konsep dasar Fisika (IPA) dan menganggapfisika itu lebih banyak hitungan daripada konsep sehingga kurang dimengerti konsepnya.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-eksperimental. Desainpenelitian menggunakan one group pretest-posttest design. Sampel yang diambil adalahsalah satu kelas VIII yang ada di salah satu SMPN yang ada di Bandung. Pengumpulandata yang dilakukan adalah melalui tes pemahaman konsep,yang terdiri dari tujuh aspekyaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkan,membandingkan dan menjelaskan. Peningkatan pemahaman konsep siswa di ukur denganmenggunakan gain ternormalisasi (N-gain). yang diperoleh adalah 0,54 termasuk kedalamkategori sedang. Skor gain ternormalisasi tersebut menunjukkan adanya peningkatanpemahaman konsep siswa pada materi getaran dan gelombang setelah dilaksanakannyapembelajaran menggunakan model ICI.

ABSTRACT

The study with the application of this Instruction Interactive Conceptual, motivated by thelack of understanding students' concept of the preliminary study is conducted. Students tendto forget the basic concepts of Physics (IPA) and consider it more a matter of physics thanthe concept so poorly understood concept. The method used in this study is the Pre-experimental method. The study design using one group pretest-posttest design. Samplestaken are one class VIII in one of the junior high school in Bandung. Data collection is donethrough tests understanding of the concept, which consists of seven aspects of interpreting,exemplifying, classifying, summarizing, inferring, comparing, and explaining. Improvedunderstanding of the concept of students is measured by using a normalized gain (N-gain).obtained was 0.54 included into the category of being. The normalized gain scores showedan increased understanding of the concept of students on the material vibrations and wavesafter the implementation of the learning model ICI.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Intelectual Conceptual Instruction, conceptual comprehension

PENDAHULUAN

Studi Pendahuluan yang dilakukan disalah satu SMP Negeri dan MTs swasta yangada di Kota Bandung, ternyata banyak siswamenyatakan mata pelajaran IPA yang sangatsulit adalah mata pelajaran Fisika, yaitu sekitar67% siswa kelas VIII. Selain itu, saatmewawancarai guru IPA di sekolah tersebutbeliau mengemukakan bahwa pada pada mata

pelajaran IPA nilai siswa kecil dibanding yanglainnya, selain itu saat dilakukan berbagai tesbaik itu berupa tes lisan, tertulis atau prakteksiswa jarang yang dapat menjawabsepenuhnya dengan benar untuk suatupermasalahan.

Hasil wawancara dengan merekadiperoleh bahwa fisika mempunyai berbagairumus yang sulit dan banyak, sehingga saatmenjawab soal mereka menjadi bingung harus

Page 250: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

David E. Tarigan, dkk, - Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction 239

menggunakan rumus yang mana. Selain itusaat diwawancara siswa menyebutkan bahwauntuk menjawab soal Fisika itu mudah asalkansoal yang diberikan saat ujian sama sepertisoal latihan. Pernyataan ini diperkuat oleh gurumata pelajaran yang mengungkapkan halserupa yaitu siswa kesulitan menjawab soalFisika bila soalnya divariasikan atau dibedakansedikit dari soal yang pernah dilatihkan padasiswa. Banyak kesulitan yang siswa temuidalam pelajaran IPA terlebih Fisika membuatsiswa tidak menyukai atau tidak meminati matapelajaran Fisika. Hasil studi pendahuluandengan menggunakan angket yang telahdilberikan untuk mengetahui materi Fisikaapa yang dianggap sulit oleh siswa SMP,didapatkan hasil 64% memilih materigelombang dan getaran sebagai materi yangsulit, sedangkan sisanya yaitu 18% kalor dansuhu, 12% alat optik dan sisanya materi lain.Begitupun hasil wawancara terhadap siswa danguru mata pelajaran IPA, keduanyamengungkapkan bahwa materi yang dianggapsulit adalah alat optik dan getaran dangelombang.

Berdasarkan paparan yang telahdisebutkan adalah hal yang menarik penelitiuntuk melakukan penelitian denganmenggunakan model ICI yang dikaitkandengan pemahaman konsep siswa.Penelitian ini akan sangat membantu gurudalam membangun pemahaman konsep (tidakhanya rumus matematis), sikap ilmiah yangdiantaranya adalah rasa ingin tahu yang tinggi,berpikir kristis, serta membangun daya ingatyang kuat terhadap materi ataupun konsepyang disampaikan dalam pembelajaran.

Khawanda dkk. (2010) menyatakanbahwa model ICI adalah “model pembelajaranyang termasuk kedalam model pembelajaranKontruktivisme”. Menurut Haqq dan Vygotskydalam Sessoms (2008) ‘Konstruktivisme terdiridari belajar atau konstruksi pengetahuan yangmenekankan peserta didik sebagai pesertaaktif dalam lingkungannya dan pengalamanmereka dalam yang lingkungan’. Bodner dkk.dalam Churukian (2002) ‘Konstruktivismeberfokus pada gagasan bahwa pengetahuandibangun untuk memenuhi kebutuhan individudan didasarkan pada teori kognitif Piaget’.

Inti dari model pembelajaran ICI adalahfokus konseptual dan interaksi kelas. Padabagian fokus konseptual digunakan bahanberbasis penelitian yang sebelumnya telahdisesuaikan, bahan tersebut terdiri dari tes

konsep, pertanyaan, latihan atau demonstrasi.Bahan tersebut dipilih yang sesuai denganmateri yang akan diberikan untuk memulaidiskusi kelas. Pada tahap interaksi kelas yangdiperoleh oleh siswa adalah deskripsi kualitatifdari konsep yang diajarkan, setelah itu baru kedeskripsi matematis konsepnya.

Pengertian ICI menurut Savinainen &Scoot (2002) adalah ‘Pendekatan mengajaryang dikembangkan untuk meningkatkanpemahaman konsep siswa pada materi gaya,dimana pada materi ini diperlukan interaksiantara guru dan siswa’.. Savinainen & Scootmenyatakan bahwa ICI terdiri atau mempunyaiempat komponen yaitu fokus konseptual,interaksi kelas, berbasis bahan penelitian danpenggunaan teks.

Pada tahap pertama yaitu fokuskonseptual dapat dicapai dengan pemberianPengetahuan awal pada siswa. Pengetahuanawal ini didapat dengan mengembangkan ide-ide awal yang dimiliki oleh siswa tanparumusan matematika. Pengetahuan awal inisama adalah pengetahuan konsep yangdibangun pada siswa. Tahap ini dapatdilakukan dengan demonstrasi dari fenomenadari materi yang akan diajarkan. Kegiatan iniakan menuntun siswa pada tahap selanjutnyayaitu tahap diskusi dan observasi kelas.

Tahap kedua dari pembelajaran ICIadalah interaki kelas atau diskusi, kegiatan iniberlangsung karena diawali dengandemonstrasi yang diperlihatkan oleh guru.Pada tahap ini siswa dikelompokkan, setelahitu lalu berdiskusi dengan kelompok masing-masing dan diakhiri dengan diskusi kelas yangdilakukan oleh setiap kelompok. Saat diskusisiswa bebas untuk menyampaikan ide-ide yangdimikinya. Pada tahap ini diberikan poin-poinatau konsep-konsep yang menjadi bahan untukdiskusi siswa.

Tahap ketiga dari pembelajaran ICIadalah berbasis bahan penelitian. Maksud daritahap ini adalah siswa merancang sendirieksperimen yang sesuai dengan fenomenatersebut. Berdasarkan konsep yang telahdidapat siswa melalukan eksperimen sehinggakonsepnya terbukti. Rumusan matematis darifenomena yang terdapat pada materi yangdiajarkan digunakan pada tahap ini. Prosesyang dilakukan oleh siswa hanya sebataspembuktian rumus bukan merumuskanpersamaan.

Tahap keempat dari pembelajaran ICIadalah penggunaan buku teks. Siswa dapat

Page 251: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

240 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

membaca berbagai sumber untuk lebihmenguatkan pemahaman yang telahdiperolehnya. Siswa dapat menandai ataumenggaris bawahi sesuatu yang dianggappenting, atau dapat pula menanbahkankomentar sesuai dengan pemahana merekakemudian mencatatnya. Catatan yang dibuatoleh siswa bukan sekedar salinan dari bukuteks tetapi berisi hal-hal yang penting. Catatansiswa dapat berupa peta konsep, tetapikonsep-konsep yang terdapat pada petadijelaskan secara singkat.

Berdasarkan apa yang telahdikemukakan pada paragraf sebelumnya makadapat ditarik kesimpulan bahwa modelpembelajaran ICI dapat pula digunakan ataudipakai untuk meningkatkan penguasaan

konsep siswa. Model pembelajaran ICI yangdiungkapkan menyebutkan bahwa ICI memilikiempat komponen yaitu komponen pertamapembelajaran konseptual dan yang terakhiradalah interaksi kelas tetapi tidak dijelaskanapakah urutan komponen tersebut harussesuai dengan yang disebutkan atau tidakperlu berurutan asalkan ke empat komponentersebut terlaksana. Oleh karena itu, tahappenggunaan buku sumber dapat diintegrasipada saat interaksi kelas dan atau saatpercobaan berlangsung.

Berikut adalah bagan dari keterkaiatanantara model interaktive conceptual instructiondengan pemahaman konsep siswa, ditunjukkanoleh Gambar 1.

Gambar 1. Bagan hubungan model ICI dengan pemahaman konsep

METODE

Model penelitian yang digunakan adalahpre-eksperimental design dan desain penelitianyang digunakan adalah one group pretest-posttest design. Model ini digunakan karenapenelitian ini bukanlah desain eksperimen yangsebenarnya, karena pada prosesnya masihterdapat banyak variabel luar yangmempengaruhi penelitian. Pada mulanya siswadiberi pretest, setelah dilakukan pretest siswatersebut diberikan pembelajaran dengan modelICI. Pada tahap akhir yaitu setelah model ICIdiberikan kepada siswa maka siswa tersebutdiberi posttest.

Untuk mendapatkan data dan informasimengenai hal-hal yang akan dikaji melalui

penelitian ini, maka dibutuhkan seperangkatinstrumen penelitian. Soal test yang diberikanpada siswa adalah pretest dan posttest. Pretestdigunakan untuk mengetahui pemahaman awalsiswa sedangkan posttest adalah untukmengetahui pemahaman siswa setelah prosespembelajaran. Soal untuk mengukurpemahaman siswa tersebut dibuat sendiridengan mempertimbangkan aspek-aspek yangterdapat pada pemahaman siswa dan materiyang dipakai untuk penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum siswa diberikan pembelajarangetaran dan gelombang terlebih dahuludilakukan pretest soal pemahaman konsep.Juga setelah pembelajaran getaran dan

Model ICI

Siswa diperlihatkanfenomena, berdiskusi,mencoba sendiri, dan

menggunakan berbagaisumber belajar

Pemahan siswa(C2) menurut

Krathwol

Menafsirkan, mencontohkan,mengklasifikasi, meringkas,

membandingkan,menyimpulkan, dan

menjelaskan

Meningkatkanpemahaman

Page 252: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

David E. Tarigan, dkk, - Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction 241

gelombang maka dilakukan posttest dengansoal yang sama seperti pretest. Setelah datayang didapat diolah, untuk pretest didapat skorminimum adalah 6 dan skor maksimum adalah13 dengan persentase skor rata-rata pretest (%⟨ ⟩) adalah 65,00.

Setelah dilakukan pembelajaran salahsatu materi didapat data nilai untuk prosttest.Skor minimum adalah 8 dan skor maksimumadalah 14 dengan persentase skor rata-rataposttest ( % ⟨ ⟩) adalah 83,81 seperti Gambar2.

Gambar 2. Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Secara Keseluruhan

Peningkatan setiap aspek pemahamankonsep yang diteliti dapat dilihat pada Gambar3. Pada aspek pemahaman konsep aspekmenafsirkan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 80,00% danpersentase skor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩)nilainya adalah 88,33%. Peningkatanpemahaman konsep aspekmenafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gainyang yang dinormalisasi yaitu sebesar 0,42 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)

nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 50,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 88,30%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mengklasifikasiberdasarkan nilai rata-rata gain yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,77 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatan tinggi.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmeringkas persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 76,67% persentase skorrata-rata posttest (%⟨ ⟩) nilainya adalah85,00%. Peningkatan pemahaman konsepaspek meringkas berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar0,36 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan sedang.

David E. Tarigan, dkk, - Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction 241

gelombang maka dilakukan posttest dengansoal yang sama seperti pretest. Setelah datayang didapat diolah, untuk pretest didapat skorminimum adalah 6 dan skor maksimum adalah13 dengan persentase skor rata-rata pretest (%⟨ ⟩) adalah 65,00.

Setelah dilakukan pembelajaran salahsatu materi didapat data nilai untuk prosttest.Skor minimum adalah 8 dan skor maksimumadalah 14 dengan persentase skor rata-rataposttest ( % ⟨ ⟩) adalah 83,81 seperti Gambar2.

Gambar 2. Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Secara Keseluruhan

Peningkatan setiap aspek pemahamankonsep yang diteliti dapat dilihat pada Gambar3. Pada aspek pemahaman konsep aspekmenafsirkan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 80,00% danpersentase skor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩)nilainya adalah 88,33%. Peningkatanpemahaman konsep aspekmenafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gainyang yang dinormalisasi yaitu sebesar 0,42 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)

nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 50,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 88,30%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mengklasifikasiberdasarkan nilai rata-rata gain yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,77 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatan tinggi.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmeringkas persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 76,67% persentase skorrata-rata posttest (%⟨ ⟩) nilainya adalah85,00%. Peningkatan pemahaman konsepaspek meringkas berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar0,36 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan sedang.

David E. Tarigan, dkk, - Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction 241

gelombang maka dilakukan posttest dengansoal yang sama seperti pretest. Setelah datayang didapat diolah, untuk pretest didapat skorminimum adalah 6 dan skor maksimum adalah13 dengan persentase skor rata-rata pretest (%⟨ ⟩) adalah 65,00.

Setelah dilakukan pembelajaran salahsatu materi didapat data nilai untuk prosttest.Skor minimum adalah 8 dan skor maksimumadalah 14 dengan persentase skor rata-rataposttest ( % ⟨ ⟩) adalah 83,81 seperti Gambar2.

Gambar 2. Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Secara Keseluruhan

Peningkatan setiap aspek pemahamankonsep yang diteliti dapat dilihat pada Gambar3. Pada aspek pemahaman konsep aspekmenafsirkan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 80,00% danpersentase skor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩)nilainya adalah 88,33%. Peningkatanpemahaman konsep aspekmenafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gainyang yang dinormalisasi yaitu sebesar 0,42 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmencontohkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 60,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)

nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mencontohkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,63 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 50,00%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 88,30%. Peningkatanpemahaman konsep aspek mengklasifikasiberdasarkan nilai rata-rata gain yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,77 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatan tinggi.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmeringkas persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 76,67% persentase skorrata-rata posttest (%⟨ ⟩) nilainya adalah85,00%. Peningkatan pemahaman konsepaspek meringkas berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar0,36 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan sedang.

Page 253: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

242 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 3: Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Aspek

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 61,67%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menyimpulkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,61 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmembandingkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 58,33%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩ )nilainya adalah 66,67%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,20 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatanrendah. Aspek ini adalah aspek yangpeningkatannya terkecil dari pada aspeklainnya dan satu-satunya aspek yangpeningkatannya mempunyai kategori rendah.

Pada aspek pemahaman konsepmenjelaskan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 70,00% persentaseskor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩) nilainya adalah91,67%. Peningkatan pemahaman konsepaspek menjelaskan berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar

0,72 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan tinggi.

PENUTUP

Dari data hasil penelitian danpembahasan, dapat disimpulkan, penerapanmodel ICI dapat meningkatkan pemahamankonsep fisika dengan kategori sedang.Peningkatan untuk setiap aspek bervariasiyaitu peningkatan dengan kategori tinggi,sedang dan juga rendah. Aspek pemahamanmenjelaskan dan mengkasifikasi setelahditerapkan model ICI mengalami peningkatantinggi. Aspek pemahaman menafsirkan,meringkas, meyimpulkan dan mencontohkansetelah diterapkan model ICI mengalamipeningkatan sedang. Aspek pemahamanmembandingkan setelah diterapkan model ICImengalami peningkatan rendah.

Penelitian ini hanya meninjaupemahaman konsep dalam sistem kognitifuntuk siswa SMP. sehingga perlu adanyapenelitian lebih lanjut mengenai penerapanmodel ICI pada jenjang lain untuk melihat hasilbelajar siswa pada sistem lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar EvaluasiPendidikan Edisi Revisi. Jakarta: BumiAksara.

242 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 3: Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Aspek

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 61,67%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menyimpulkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,61 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmembandingkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 58,33%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩ )nilainya adalah 66,67%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,20 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatanrendah. Aspek ini adalah aspek yangpeningkatannya terkecil dari pada aspeklainnya dan satu-satunya aspek yangpeningkatannya mempunyai kategori rendah.

Pada aspek pemahaman konsepmenjelaskan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 70,00% persentaseskor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩) nilainya adalah91,67%. Peningkatan pemahaman konsepaspek menjelaskan berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar

0,72 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan tinggi.

PENUTUP

Dari data hasil penelitian danpembahasan, dapat disimpulkan, penerapanmodel ICI dapat meningkatkan pemahamankonsep fisika dengan kategori sedang.Peningkatan untuk setiap aspek bervariasiyaitu peningkatan dengan kategori tinggi,sedang dan juga rendah. Aspek pemahamanmenjelaskan dan mengkasifikasi setelahditerapkan model ICI mengalami peningkatantinggi. Aspek pemahaman menafsirkan,meringkas, meyimpulkan dan mencontohkansetelah diterapkan model ICI mengalamipeningkatan sedang. Aspek pemahamanmembandingkan setelah diterapkan model ICImengalami peningkatan rendah.

Penelitian ini hanya meninjaupemahaman konsep dalam sistem kognitifuntuk siswa SMP. sehingga perlu adanyapenelitian lebih lanjut mengenai penerapanmodel ICI pada jenjang lain untuk melihat hasilbelajar siswa pada sistem lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar EvaluasiPendidikan Edisi Revisi. Jakarta: BumiAksara.

242 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 3: Diagram Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Aspek

Pada aspek pemahaman konsep aspekmengklasifikasi persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 61,67%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩)nilainya adalah 85,00%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menyimpulkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,61 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatansedang.

Pada aspek pemahaman konsep aspekmembandingkan persentase skor rata-ratapretest (%⟨ ⟩) nilainya adalah 58,33%persentase skor rata-rata posttest (%⟨ ⟩ )nilainya adalah 66,67%. Peningkatanpemahaman konsep aspek menafsirkanberdasarkan nilai rata-rata gain yang yangdinormalisasi yaitu sebesar 0,20 danberdasarkan kategori rata-rata gain yang yangdinormalisasi yang ditetapkan oleh Hake (1999)termasuk kedalam kategori peningkatanrendah. Aspek ini adalah aspek yangpeningkatannya terkecil dari pada aspeklainnya dan satu-satunya aspek yangpeningkatannya mempunyai kategori rendah.

Pada aspek pemahaman konsepmenjelaskan persentase skor rata-rata pretest(%⟨ ⟩) nilainya adalah 70,00% persentaseskor rata-rata posttest ( %⟨ ⟩) nilainya adalah91,67%. Peningkatan pemahaman konsepaspek menjelaskan berdasarkan nilai rata-ratagain yang yang dinormalisasi yaitu sebesar

0,72 dan berdasarkan kategori rata-rata gainyang yang dinormalisasi yang ditetapkan olehHake (1999) termasuk kedalam kategoripeningkatan tinggi.

PENUTUP

Dari data hasil penelitian danpembahasan, dapat disimpulkan, penerapanmodel ICI dapat meningkatkan pemahamankonsep fisika dengan kategori sedang.Peningkatan untuk setiap aspek bervariasiyaitu peningkatan dengan kategori tinggi,sedang dan juga rendah. Aspek pemahamanmenjelaskan dan mengkasifikasi setelahditerapkan model ICI mengalami peningkatantinggi. Aspek pemahaman menafsirkan,meringkas, meyimpulkan dan mencontohkansetelah diterapkan model ICI mengalamipeningkatan sedang. Aspek pemahamanmembandingkan setelah diterapkan model ICImengalami peningkatan rendah.

Penelitian ini hanya meninjaupemahaman konsep dalam sistem kognitifuntuk siswa SMP. sehingga perlu adanyapenelitian lebih lanjut mengenai penerapanmodel ICI pada jenjang lain untuk melihat hasilbelajar siswa pada sistem lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar EvaluasiPendidikan Edisi Revisi. Jakarta: BumiAksara.

Page 254: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

David E. Tarigan, dkk, - Penerapan Model Interactive Conceptual Instruction 243

Khawanda, dkk. (2010). InteractiveEngagement Models In Pre-ServiceScience Teacher UnderstandingOf Mechanics.[Online]. Diakses darihttp://www.uir.unisa.ac.za/.../ISTE%20CONFERENCE(after%20comments).pdf.

Komalasari, K. (2011). PembelajaranKonstektual.

Arief, Meizuvan K. (Bandung: PT RefikaAditama.

Krathwol, D (2002). A Revision of Bloom’sTaxonom: An Overview. [Online].Diakses dari http://www.unco.edu/cetl/sir/.../Krathwohl.pdf.

Rohani, Ahmad. (1997). Median InstruksionalEdukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Savinainen, A and Scoot, P. (2002). Using TheForce Conceptinventory To MonitorStudentlearning And To Plan Teaching.www.iop.org./Journal/PhyEd37(53),hlm. 53 – 59.

Sessom, D. (2008). Interactive Instruction:Creating Interactive LearningEnvironments Through Tommorow’sTeacher. International Journal ofTechnology in Teaching and Learning,4(2), hlm. 86 - 96.

Sugiyono. (2014). Model Penelitian PendidikanPendekatan Kuantitatif, Kualitatif, danR&D. (Cetakan ke-20). Bandung:Alfabeta.

Suryani, L. (2010). Penerapan ModelPembelajaran Interaktif Pada MataPelajaran IPA Pada Diklat Guru BidangStudi Ipa MTs (Madrasah Tsyanawiyah).[Online]. Diakses darisumsel.kemenag.go.id/file/file/EDARAN/riet1331799830.pdf

Suryawan, N. A. 2012. Pengaruh PenerapanModel Pembelajaran InteractiveConceptual Instruction (ICI) terhadapHasil Belajar Teknologi Imformasi danKomunikasi (TIK) Siswa Kelas VIII SMPNegeri 6 Singaraja. Kumpulan ArtikelMahasiswa Pendidikan TeknikInfomatika (KARMAPATI). ISSN 2252-9063.

Sutikno, S. (2004). Model PembelajaranInteraksi Sosial, Pembelajaran Efektifdan Retorika. Mataram: NTP Press.Mataram.

Page 255: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SiNaFi)Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

PENGEMBANGAN APLIKASI SENSOR MAGNETIK GMR UNTUK DETEKSIPERUBAHAN SIFAT MAGNETIK MINYAK GORENG

Ahmad Aminudin1*, Dadi Rusdiana2, M.Djamal31.2Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

3Departemen Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung

Email: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan pengembangan aplikasi sensor magnetik GMR terhadap pengaruhpemakaian minyak goreng. Pemakaian minyak goreng mengakibatakan terjadi perubahanpermeabilitas dan perubahan permeabilitas mengakibatkan perubahan medan magnet yangselanjutnya dideteksi menggunakan sensor magnet. Pengujian sensor magnetik dilakuaknuntuk mendeteksi minyak goreng yang telah dipakai untuk menggoreng 10 sampel. Hasilpengujian deteksi sensor magnetik tergadap 10 sampel minyak goreng menunjukkanbahwa tegangan keluaran sensor magnetik setelah digunakan untuk menggorengayam=8,3mV, tempe=8,7mV, tahu=8,7mV, cireng=8,2mV, sosis=8,2mV, jamur=8,7mV,bakwan=8,6mV, udang=5,2mV, oli=4,4mV dan Pemutih=5,1mV. Pengujian menggunakanFTIR menunjukkan sampel minyak goreng yang dicampur oli memiliki persentase sinar IRterserap untuk struktur Trans 29,3% (terbesar diantara sampel yang lain) dan untuk strukturCis 22,9 % (terkecil diantara sampel lain). Sampel minyak yang dicampur pemutih dansetelah dipakai menggoreng udang juga menunjukkan persentase sinar IR terserap untukstruktur Trans-udang=25,5% dan pemutih=27,2% dengan struktur Cis-udang 24,2 % danCis-pemutih 23,7 %.

ABSTRACT

Has made the development of applications of magnetic sensor to influence the use ofcooking oil. The use of cooking oil can be changes in permeability and permeability changeslead to changes in magnetic fields subsequently detected using magnetic sensors. Testingof magnetic sensor to detect the cooking oil used for frying 10 samples. Results of testingthe magnetic sensor detection 10 oil samples indicate that the magnetic sensor outputvoltage after being used for frying chicken = 8,3mV, tempe = 8,7mV, know = 8,7mV, cireng= 8,2mV, sausage = 8,2mV, mushrooms = 8,7mV, bakwan = 8,6mV, shrimp = 5,2mV, oil =4,4mV and Bleach = 5,1mV. Tests using FTIR showed samples of cooking oil mixed with oilpercentage of IR rays are absorbed to the structure of the Trans 29.3% (the largest amongthe other samples) and for 22.9% cis structure (the smallest among the other samples). Oilsamples were mixed bleach and after used frying shrimp also shows the percentage of IRrays are absorbed to the structure of the Trans-shrimp = 25.5% = 27.2% and bleachstructure shrimp Cis-Cis-24.2% and 23.7% bleach.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Cooking oil permeability, magnetic sensors, Trans Structure, Structure Cis

PENDAHULUAN

Sensor magnetik merupakan sensor yangbekerjanya berdasarkan perubahan medanmagnet disekitarnya. Bermacam-macam jenismaupun produk sensor magnetik. Sensor

magnetik dapat digunakan untuk menentukanjenis logam, mendeteksi benda-benda yangterbuat dari logam, mendiagnosa keberadaantumor, sifat permeabilitas bahan.

Permeabilitas adalah kemampuan suatubenda untuk dilewati garis gaya magnet.

Page 256: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Aminudin, dkk, - Pengembangan Aplikasi Sensor Magnetik GMR 245

Permeabilitas minyak goreng dinyatakandengan simbul µ. Benda yang mudah dilewatigaris gaya magnet disebut memilikipermeabilitas tinggi. Pemeabilitas udara danruang hampa dianggap sama dengan satu.Untuk benda-benda yang lain, besarnyapermeabilitas relatif ditentukan berdasarkanperbandingan permeabilitas suatu bendaterhadap udara, didapatkan permeabilitasrelatif (relative permeability). Nilaipermeabilitas untuk udara adalah µo = 4 x 10-7.Menghitung nilai permeabilitas relatif µr harusdikalikan dengan permeabilitas udara µo,sebagaimana rumus di bawah ini:

µ = µr.µodengan:µ = permeabilitas suatu minyak gorengµr = permeabilitas relatifµo = permeabilitas udaraMinyak goreng merupakan jenis

komoditas pangan yang ketersediaan dankualitasnya harus terpenuhi. Ketersedian danharga minyak goreng sering menjadipermasalahan luas dari pada masalahkualitasnya, padahal kualitas minyak gorengberkaitan dengan kesehatan tubuh kita.Kualitas minyak goreng dapat berkurangkarena pemakaian atau pencampuran bahanlain. Penurunan kualitas minyak karenapemakaian disebabkan faktor pemanasan daninteraksi minyak dengan bahan yang digoreng.Berdasarkan standar pemakaian dari pabrik,pengulangan pemakaian minyak goreng hanyaboleh dilakukan 2-3 kali. Penurunan kualitasminyak goreng akibat pencampuran bahan lainbiasanya diakibatkan oplosan minyak denganoli, jelantah, atau bahan pemutih (bleaching)yang merupakan zat karsinogenik (penyebabkanker).

Penentuan kualitas minyak goreng dapatdilakukan secara kimia maupun fisika.Pengujian secara kimia dapat dilakukanberdasarkan pengukuran konsentrasi asamoleat dan asam linoleat. Untuk standar minyakgoreng yang dijual dipasaran dan sudahberlabel SNI, kandungan asam oleat sekitar 45-50% dan asam linoleat sekitar 1-5 %. Namunsetelah minyak digunakan untuk menggoreng,asam oleat yang dipanaskan pada suhu tinggiserta mengalami kontak dengan oksigen,memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi padaminyak. Pengujian secara fisika dapatdilakukan berdasarkan sifat-sifat fisik yangdapat diukur. Sifat fisik yang lazim untukmendefinisikan karakteristik minyak adalah

warna, bau, kejernihan, titik beku, titik didih,massa jenis, viskositas dan indeks bias [1].

Salah satu hasil penelitian yang telahdilakukan terkait perubahan minyak gorengberdasarkan perubahan sifat fisik adalahbahwa minyak goreng dapat mempengaruhinilai induktansi induktor[2][3]. Perubahaninduktansi merupakan sifat fisik yang terkaitdengan perubahan permeabilitas (sifatmagnetik) minyak goreng. Tetapi cara tersebutbelum mendapatkan sensitivitas yangmaksimal. Oleh karena itu, penelitimengembangkan aplikasi sensor magnetikuntuk mendeteksi perubahan sifat magnetikminyak goreng.

METODE

Pada penelitian ini menggunakanbeberapa peralatan dan bahan yaitu :- multimeter :untuk mengukur tegangan,

arus dan hambatan- pemanas minyak dan panci minyak- tool bengkel mekanik- spektrometer FTIR- minyak goreng kemasan dengan

bahan-bahan pencampur minyak: tempe,tahu, sosis, cireng, undang, ayam, ikan, jamur,bakwan, pemutih dan oli seperti terlihat padaGambar 1.

Penelitian ini dilakukan dengan beberapatahap. Tahap pertama dilakukan perancangandan pembuatan sistem sensor magnetik yangsensitive terhadap perubahan permeabilitas.Perubahan permeabilitas minyak goreng akandivariasi berdasarkan beda temperaturpemanasan, pengulangan pemakaian danakibat pencampuran bahan lain. Pada tahapperancangan dan pembuatan sistem sensormagnetik yang akan dilakukan adalahmembuat sumber arus, membuat sumbermedan magnet terkontrol, disain dan membuatwadah sampel, penyaring gangguan medanmagnet luar (mini sangkar faraday), membuatrangkaian sensor magnetik seperti terlihat padaGambar 2. Selanjutnya mempersiapkan sampleminyak goreng yang sudah diberi perlakuanbeda temperatur pemanasan, pengulanganpemakaian dan akibat pencampuran bahan lainuntuk mendapatkan perubahan permeabilitasminyak goreng, kemudian dilakukankaraketisasi resistasi GMR terhadap perubahanmedan magnet. Untuk mendapatkan data yanglebih valid, dilakukan karakteisasi FTIR sebagaipembanding.

Page 257: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

246 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Gambar 1. Peralatan dan Bahan

Gambar 2. Sistem sensor magnetik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan adalahpembuatan sistem sensor, rangkaian penguat,rangkaian pemrosesan dan pemrograman.Tahapan penelitian yang dilakukan adalahmelakukan pengujian minyak goreng

menggunakan FTIR dan sensor magnetik.Sampel minyak goreng yang diuji merupakanminyak yang telah terpakai untuk menggorengayam, tempe, tahu, Cireng, Sosis, Jamur,Bakwan, Udang dan menggunakan bahanpencampur (oli dan pemutih).

Tabel 1. Pengujian minyak goreng menggunakan FTIR dan sensor magnetik

No

Sampelyang

digoreng/Pencampur

Pengujian dengan FTIRSensor

Magnetik(mV)

% Transmisi % Terserap

Trans Cis trans Cis

1 Ayam 75,2 75,3 24,8 24,7 8,3

2 Tempe 77,5 72,5 22,5 27,5 8,7

3 Tahu 77,4 72,7 22,6 27,3 8,7

4 Cireng 76,6 72,9 23,4 27,1 8,2

5 Sosis 76,2 72,9 23,8 27,1 8,2

6 Jamur 77,5 72,6 22,5 27,4 8,7

7 Bakwan 77,1 72,8 22,9 27,2 8,6

8 Udang 74,5 75,8 25,5 24,2 5,2

9 Oli 70,7 77,1 29,3 22,9 4,4

10 Pemutih 72,8 76,3 27,2 23,7 5,1

Page 258: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

A. Aminudin, dkk, - Pengembangan Aplikasi Sensor Magnetik GMR 247

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkansampel minyak goreng yang dicampur olimemiliki persentase sinar IR terserap untukstruktur Trans 29,3% (terbesar diantara sampelyang lain) dan untuk struktur Cis 22,9 %(terkecil diantara sampel lain). Sampel minyakyang dicampur pemutih dan setelah dipakaimenggoreng udang juga menunjukkanpersentase sinar IR terserap untuk strukturTrans-udang=25,5% dan pemutih=27,2%dengan struktur Cis-udang 24,2 % dan Cis-pemutih 23,7 %. Hasil pengujian menggunakansensor magnetik juga menunjukkan nilai terkecilpada sampel minyak yang di campur oli yaitu4,4mV. Dari 10 sampel yang diujimenggunakan sensor magnetik menunjukkanada 3 sampel yang memiliki nilai terendah yaitusampel minyak goreng yang dicampur oli,pemutih dan setelah dipakai menggorengudang. Selain pengujian menggunakan FTIRdan sensor magnetik juga dapat dilakukanpengujian menggunakan GCMS.

PENUTUP

Hasil pengujian deteksi sensor magnetiktergadap 10 sampel minyak gorengmenunjukkan bahwa tegangan keluaran sensormagnetik setelah digunakan untuk menggorengayam=8,3mV, tempe=8,7mV, tahu=8,7mV,cireng=8,2mV, sosis=8,2mV, jamur=8,7mV,bakwan=8,6mV, udang=5,2mV, oli=4,4mV danPemutih=5,1mV. Pengujian menggunakanFTIR menunjukkan sampel minyak goreng yangdicampur oli memiliki persentase sinar IRterserap untuk struktur Trans 29,3% (terbesardiantara sampel yang lain) dan untuk strukturCis 22,9 % (terkecil diantara sampel lain).Sampel minyak yang dicampur pemutih dansetelah dipakai menggoreng udang jugamenunjukkan persentase sinar IR terserapuntuk struktur Trans-udang=25,5% danpemutih=27,2% dengan struktur Cis-udang24,2 % dan Cis-pemutih 23,7 %.

UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kepada penyandang dana

penelitian yaitu DIKTI melalui ProgramPenelitian Desentralisasi - Hibah Bersaingtahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

D Ketaren, S. (1986). “Pengantar Minyak danLemak Pangan”. UI Press: Jakarta

Mitayani, Nastaiena. (2009). PengukuranPerubahan Karakteristik MinyakGoreng Akibat Paparan PlasmaKorona. Makalah Reborn.2008

M. Djamal, Ramli, R.Wirawan, E.Sanjaya,Sensor Magnetik GMR, Teknologi danAplikasinya, Prosiding PertemuanIlmiah XXV HFI Jateng & DIY 2011

Baibich,M.N, Broto, J.M.,Fert, A.,Nguyen VanDau, F., Petroff, F., Etienne,P.,Creutz.,A., Friederich,A., Chazalas,Giant Magnetoresistance of (001)Fe/(001) Cr Magnetic Superlattices,J,Phys. Rev. Lett. 68 (1988) pp.2472

Saragih, T. (2005): Pengembangan ReaktorOpposed-Target Magnetron Sputtering(OTMS) untuk Penumbuhan LapisanTipis Giant Magnetoresistance (GMR),Disertasi Program Doktor DepartemenFisika, Institut Teknologi Bandung.

R.Bosch GmbH, Magnetic sensors forautomotive applications, Sensor andActuator, A 91 (2001) 2-6.

Drew A.Hall, Richard S, Gaster, Sebastian J.Osterfeld, Kofi Makinwa, Shan XWang, Boris Murman, ,256 ChannelMagnetoresistive Biosensor Microarrayfor Quantitative Proteomics.Symposium on VLSI Circuite Digest ofTechnical Paper

T.L.Francis, O.Mermer,G Veerraghaven,M.Wohlgenannt, Largemagnetoresistance at roomtemperature in semiconductingpolymer sanwich devices, New J. Phy6. P.185 2004

J.C.Rife,M.M.Miller, P.E.Sheehan,C.R.Tamanaha,M. Tondra andL.J.Whitman, Design and performanceof GMR sensor for the detection ofmagnetic micobead in biosensor, SensActuator A:Physical 107, 209-218,2003

Page 259: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

INTERPRETASI ANOMALI MAGNETIK UNTUK MENGIDENTIFIKASISTRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN LAUTDI PERAIRAN LUWUK

SULAWESI TENGAH

Dinar Ginanjar1*, Nanang Dwi Ardi2, Catur Purwanto3

1,2Departemen Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia3Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Metode magnetik digunakan dalam mengidentifikasi struktur bawah permukaan dasar lautdi perairan luwuk dengan melalui tahap akuisisi data, pemodelan dan interpretasi. Datayang diperoleh dari hasil akuisisi data adalah nilai anomali magnetik total. Data tersebutdikoreksi oleh nilai IGRF dan variasi harian sehingga menghasilkan nilai anomali magnetik.Anomali magnetik residual dan anomali magnetik regional diperoleh dari metode pemisahantrend surface analysis. Pola sebaran anomali magnetik ditampilkan melalui peta konturanomali magnetik dan dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan model. Melalui modeltersebut, menggambarkan struktur geologi bawah permukaan dasar laut Perairan Luwukyang tersusun dari batuan yang memiliki nilai suseptibilitas 0.0003, 0.03 dan 0.08. Jenisbatuan tersebut diinterpretasikan sebagai batu gamping, granit dan basalt yang masing-masing membentuk sutau lapisan batuan dengan tebal dan kedalaman yang berbeda-beda.Pada lokasi penelitian ditemukan indikasi keberadaan sesar naik yang memiliki arah barat-daya menuju timur-laut dan barat menuju timur.

ABSTRACT

Magnetic methods used in identifying subsurface structure of the seabed in waters Luwukthrough the stage of data acquisition, modeling and interpretation. Data obtained from thedata acquisition is the total value of the magnetic anomaly. The data is corrected by thevalue IGRF and daily variations resulting value of the magnetic anomaly. Residual magneticanomalies and regional magnetic anomalies obtained from the separation of the trendsurface analysis method. The distribution pattern of magnetic anomalies shown throughmagnetic anomaly contour map and used as reference in modeling. Through the model,describing the geological structure below the seabed surface waters Luwuk composed ofrock that has a value of 0.0003 susceptibility, 0:03 and 0:08. The rock type is interpreted aslimestone, granite and basalt, each forming a sufficiently thick layer of rock at differentdepths. At the study site found indications of the existence of reverse fault which has west-southwest toward the northeast and west to east.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Kata kunci: Bodies of Water Luwuk, geological structures, magnetic anomalies,susceptibility, faults

PENDAHULUAN

Mc. Kenzine dan Robert Parker (1986)yang merupakan ahli geologi asal inggrismemiliki pandang bahwa benua dan samuderaselalu mengalami pergerakan melalui setiap

lempeng yang terbentuknya. Indonesia sendiriterletak di pertemuan tiga lempeng tektonikutama dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia,Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik.LempengIndo-Australia bergerak relatif ke arahutara dan menyusup ke dalam lempeng

Page 260: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dinar Ginanjar, dkk, - Interpretasi AnomaliMagnetik 249

Eurasia, sementara lempeng Pasifik bergerakrelatif ke arah barat. Selain dari ketiga lempengtersebut, terdapat pula lempeng Mikro Filipinayang berukuran lebih kecil. Salah satu titikpertemuan tiga lempeng besar tersebut terletakdi perairan Luwuk Sulawesi Tengah danmembentuk struktur geologi yang sangatkompleks pada daerah tersebut. Selain jenisbatuan yang sangat beragam, berbagaidampak deformasi batuan seperti sesar danpalung banyak dijumpai di lokasi tersebut.Sesar Sula-Sorong merupakan zona sesarterbesar yang melintasi perairan Luwuk. Sesarini membentang hingga ke provinsi PapuaBarat. Sesar yang merupakan jenis sesar naiktersebut mengelilingi sebagian besarkepulauan Banggai dan menyusuri seluruhperairan Luwuk bagian selatan. Selain zonasesar Sula-Sorong, di wilayah perairan Luwukterdapat pula sesar tunggal yang ukurannyalebih kecil dari zona sesar Sula-Sorong.Banyaknya sesar pada daerah tersebutmenyebabkan daerah tersebut menjadi salahsatu lokasi yang mempunyai potensi bencanacukup besar. Penelitian berkala tentangperkembangan struktur geologi di daerahtersebut sangatlah penting. Untuk itu makadilakukan penelitian ini sebagai salah satuupaya mitigasi bencana.

Penelitian mengenai struktur geologidengan menggunakan metode geomagnettelah dilakukan oleh beberapa peneliti sepertiKusnida dkk (2009) dan Dafiqy (2012).Penelitian ini pun menggunakan metodegeomagnet untuk mengidentifikasi strukturgeologi bawah permukaan laut di perairanLuwuk. Struktur geologi tersebut akan disajikandalam model 2D. Model ini kemudiandiinterpretasikan berdasarkan bentuk dan jenisbatuannya yang mengacu pada nilaisuseptibilitas pada model batuan yangdiperoleh.

METODE

Penelitian yang dilakukan di daerahperairan Luwuk, Provinsi Sulawesi Tengahdengan batas koordinat 1°00’00’ LintangSelatan – 2°00’00” Lintang Selatan dan122°30’00” Bujur Timur – 124°00’00” BujurTimur membentuk lintasan yang mengelilingiseluruh Kepulauan Banggai dengan luasdaerah penyelidikan kira-kira 9.000 km2yangdibatasi oleh daratan Sulawesi dibagian utaradan barat, Pulau Taliabu di bagian Timur serta

Laut Banda di bagian Selatan. Data tersebutdiambil pada tanggal 26 April 2006 sampaidengan tanggal 9 Mei 2006 oleh tim penelitiPusat Penelitian dan Pengembangan GeologiKelautan (PPPGL).Dalam penelitian inidilakukan pemodelan 2D horizontal danvertikal. Model 2D horizontal digunakan untukmengidentifikasi sebaran anomali magnetikyang terekam oleh magnetometer. Sebarananomali magnetik dapat menggambarkanstruktur geologi secara umum seperti dugaankeberadaan sesar. Hal tersebut menjadilandasan dalam pemilihan lokasi lintasansayatan. Data yang dihasilkan dari sayatantersebut akan menjadi data masukan (Input)dalam pembuatan model 2D vertikal. Model 2Dvertikal digunakan untuk menggambarkankondisi geologi dibawah permukaan secaraterperinci seperti jenis batuan, bentuk lapisanserta fenomena batuan yang diakibatkan olehproses defomasi batuan.

Metode geofisika yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode magnetik.Landasan dasar dari metode magnetik adalahhukum Coulomb yang menjelaskan tentanggaya antara dua kutub magnetik danyang dipisahkan dengan jarak (Telford, 1990).Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:= ⃗ (1)

dengan sebagai konstantapermeabilitas medium.

Dalam metode geomagnet parameterfisika yang digunakan dalam penentuan jenisbatuan merupakan nilai suseptibilitas magnetikbatuan (k). Suseptibilitas magnetik merupakanukuran kuantitatif dari kecenderungan bahanyang berinteraksi dengan medan magnet luaryang mempengaruhinya (Hunt, 1995). Tingkatsuatu benda magnetik untuk mamputermagnetisasi ditentukan oleh besaran ini.Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:⃗ = ⃗ (2)

dimana merupakan suseptibilitasbantuan, nilai tidak memiliki dimensi (PhilipKearey, 2002). Perbedaan harga suseptibilitasbatuan ditunjukan oleh Tabel 1. Nilaisuseptibilitas diatas menjadi acuan dalaminterpretasi model anomali magnetik.

Secara garis besar, pengolahan datamagnetik yang dilakukan dalam penelitian initerdiri dari tiga tahap yaitu koreksi data,

Page 261: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

250 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

pembuatan model 2D horizontal danpembuatan model 2D vertikal.Data magnetik yang terukur dalam akuisisi dataatau disebut data observasi merupakan variasimagnetik yang dipengaruhi oleh medan magnetutama bumi, medan magnet luar bumi danmedan magnet batuan yang berada di kerakbumi. Data yang dibutuhkan untukmengidentifikasi struktur geologi merupakandata magnetik yang dihasilkan dari responbatuan yang berada di kerak bumi atau seringdisebut dengan anomali magnetik total. Untukmendapatkan anomali magnetik total makaharus dilakukan koreksi pada data observasi.Anomali magnteik total merupakan selisihantara nilai medan magnet hasil pengukuran

dengan medan magnet medan magnet akibatpengaruh magnet utama bumi (IGRF) danmedan magnet pengaruh luar bumi (VariasiHarian). Secara matematis dapat dituliskansebagai berikut:= − ± (3)

dimana :: anomali magnet total (nT): medan magnet hasil pengukuran di

lapangan (nT): medan magnet IGRF (nT): medan magnet akibat variasi harian

(nT)

Tabel 1. Suseptibilitas batuan dan mineral (Hunt dkk, 1995)

Jenis Batuan Suseptibilias ( )dalam 10-6 cgsBatuan

Sedimen

Dolomit 0.0001

Batu Gamping 0.0003

Batu Pasir 0.0004

BatuanMetamorf

Amphibolite 0.0007

Kuarsit 0.004

Sabak 0.006

Batuan Beku

Granit 0.01-0.03

Dolorit 0.017

Gabro 0.07

Basalt 0.07-0.08

Andesit 0.016

Page 262: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dinar Ginanjar, dkk, - Interpretasi AnomaliMagnetik 251

Anomali magnetik total terdiri darianomali magnetik residual dan anomalimagnetik regional.= ( ) + (4)

dimana:: nilai anomali magnet total (nT)( ) : nilai anomali magnet regional (nT): nilai anomali residual (nT)

Untuk memisahkan kedua anomalimagnetik pada penelitian ini dilakukan denganmenggunakan metode Trend SurfaceAnalysisorde 1. Persamaan yang digunakandalam metode ini adalah:= − ( + + ) (5)

dengan merupakan nilai koefisien linier.Tahap pengolahan data selanjutnya

merupakan pembuatan model 2D horizontal.Model ini berupa peta kontur yang diperolehdengan menggunakan perangkat lunakSurfer11. Terdapat 2 peta kontur yaitu petakontur anomali magnetik regional dan petakontur anomali magnetik residual. Peta konturanomali magnetik regional digunakan untukmengetahui sebaran anomali magnetik yangdihasilkan dari respon batuan dalam. Batuandalam biasanya tersusun dari batuan yangmemiliki jenis yang sama dengan strukturlapisan batuan yang rekatif stabil. SedangkanPeta kontur anomali magnetik residualdigunakan untuk mengetahui sebaran anomalimagnetik yang dihasilkan dari respon batuandangkal. Batuan dangkal biasanya tersusundari jenis batuan yang beragam denganstruktur lapisan batuan yang lebih rumit dari

lapisan batuan dalam. Hal tersebut dibuktikanoleh pola kontur anomali magnetik residualyang lebih rumit, sehingga data yang dihasilkandari anomali magnetik tersebut lebih seringdigunakan dalam pembuatan model 2Dvertikal. Pola kontur anomali magnetik residualmenjadi acuan dalam target lokasi penelitian.Target lokasi penelitian ditandai denganpembuatan lintasan kemudian dilakukan prosessayatan untuk mengetahui nilai anomalimagnetik di sepanjang lintasan tersebut.

Pembuatan model anomali magnetik 2Dvertikal pada penelitian ini dilakukan denganmenggunakan perangkat lunak Mag2DC2.11for Microsoft Windows. Data masukan yangdigunakan adalah data anomali magnetikresidual yang diperoleh dari hasil sayatanlintasan pada peta kontur anomali magnetikresidual, nilai IGRF, deklinasi, inklinasi sertatarget kedalaman maksimum. Dalampembuatan model ini mengacu pada petageologi.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil pengolahan data magnet yang

berupa peta anomali magnet regional dan petaanomali magnet residual menunjukan berbagaivariasi nilai anomali magnetik. Pada petakontur anomali magnetik regional yangditunjukan oleh Gambar 1. menunjukan polasebaran nilai anomali batuan di daerah tersebutsangat rendah dengan nilai paling rendah yaitu-340 nT dan nilai paling tinggi yaitu -160 nT.Ditinjau dari rentang nilai suseptibilitas yangkecil serta tidak membentuk closure makadapat dikatakan bahwa batuan regional berupalapisan batuan dengan jenis yang serupa.

Gambar 1. Pola Sebaran Nilai Anomali Batuan

Dari peta kontur anomali magnetikRegional terlihat bahwa sebaran anomalimagnetik terkecil berada di arah utara.Semakin ke arah selatan nilai anomali

magnetik tersebut semakin besar. Hal inimengindikasikan bahwa di arah utara medanmagnet yang terukur oleh alat sedikit yangdisebabkan polarisasi kutub positif berada pada

Page 263: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

252 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

daerah tersebut. Hal itu menyebabkan oleharah medan magnet dari kutub positif batuansangat mempengaruhi daerah tersebut dibandingkan daerah yang lainnya sehingga nilaimedan magnet yang terukur oleh alatcenderung lebih kecil dibandingkan dengandaerah lainnya.

Pada peta kontur anomali magnetikresidual yang ditunjukan oleh Gambar 2.memiliki nilai anomali magnetik paling rendahadalah -350 nT dan nilai anomali magnetikpaling tinggi adalah 650 nT. Secarakeseluruhan terlihat bahwa nilai anomalimagnetik residual negatif lebih mendominasi.Nilai tersebut tersebar di bagian timur, tengah,

barat laut dan barat daya. Nilai anomalimagnetik residual positif terletak di beberapatitik dan membentuk berbagai pasanganclosure.Closure merupakan kumpulan polakontur tertutup yang memiliki nilai intensitasmagnetik serupa. Sebuah closure diperolehdari respon kutub negatif satu jenis batuanyang termagnetisasi oleh medan magnet utamabumi. Saat ada dua buah closure yang salingberimpitan (pasangan closure) denganperbedaan nilai intensitas magnetik yang cukuptinggi, maka dapat diperkirakan pada daerahtersebut terdapat dua buah batuan yang salingberimpitan dalam arah horizontal.

Gambar 2. Peta Kontur Anomali Magnetik Residual

Pola kontur yang terdapat pada petakontur anomali magnetik yang ditunjukan olehgambar 2. terdiri dari pola kontur rapat danrenggang. Perbedaan pola kontur itumengindikasikan posisi dari suatu batuan yangmenimbulkan medan magnet hasil darimagnetisasi batuan tersebut oleh medanmagnet utama bumi. Pola kontur rapat terjadisaat batuan sumber anomali mempunyaikemirinangan yang sangat curam sedangkankontur renggang terjadi saat kondisi batuansumber anomali mempunyai kemiringan yanglandai. Dengan kondisi seperti itu, dalam ilmugeofisika pola kontur yang rapat selalu menjadipusat penelitian lebih lanjut karena dapatmenimbulkan berbagai keadaan atau

fenomena deformasi batuan pada kondisiseperti itu. Saat peta kontur menunjukan suatupola kontur yang rapat dalam pasangan closuremaka dapat mengindikasikan adanya sesarpada lokasi tersebut. Oleh karena itu,penentuan lintasan sayatan dilakukan padakondisi pola kontur tersebut. Adapun lintasansayatan yang dibuat pada penelitian ini adalahlintasan A-A’, B-B’ dan C-C’ yang ditunjukanpada gambar 2.

Dari setiap lintasan tersebut kemudiandibuat model 2D vertikal dengan bataskedalaman maksimal 200 meter.Model 2Dvertikal pada lintasan A-A’ ditunjukan olehGambar 3.

Gambar 3. Model 2D Vertikal

Page 264: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Dinar Ginanjar, dkk, - Interpretasi AnomaliMagnetik 253

Model ini memiliki nilai anomali magnetterkecil sebesar -52.0453 yang berada padajarak 47294.79 meter dan nilai anomali magnetterbesar sebesar 576.1194 pada jarak20367.97 meter. Model tersebut menunjukanadanya 3 jenis batuan yang dibedakanberdasarkan nilai suseptibilitas batuan tersebut.Nilai suseptibilitas masing-masing batuantersebut adalah 0.0003, 0.03 dan 0.08. Dengannilai tersebut dapat diperkirakan bahwa batuantersebut masing-masing adalah batu gamping,

granit dan basalt. Batuan tersebut membentuktiga lapisan batuan dan sebuah sesar naikyang teridentifikasi mulai dari permukaan modelhingga dasar model dan diperkirakan masihterbentuk hingga kedalaman lebih dari 200meter. Bentuk grafik observasi yang mengalamipeningkatan dari -12.57 nT hingga 576.12 nTmengindikasikan adanya sesar tersebut. Model2D vertikal pada lintasan B-B’ ditunjukan olehGambar 4.

Gambar 4. Model 2D Vertikal pada Lintasan B-B’

Model ini memiliki nilai anomali magnetikterkecil sebesar -213.771 tepat pada jarak16301.8 meter dari titik awal lintasan, sertamemiliki nilai anomali magnetik terbesarsebesar 114.9492 yang berada pada jarak1565.043 meter dari titik awal lintasan.Terdapat 2 jenis batuan pada model tersebutyaitu batu gamping dan granit yang masing-masing memiliki nilai suseptibilitas batuansebesar 0.0003 dan 0.03. Batuan tersebutmembentuk dua lapisan batuan. Batu gamping

menjadi lapisan batuan paling atas sedangkangranit berada tepat dibawahnya. Pada modeltersebut tampak pula sebuah sesar naik yangyang menujam dari permukaan hingga kedasar model. Penurunan nilai anomali magneticdari 114.95 nT menuju -213.77 nT pada grafikobservasi yang dapat mengindikasikankeberadaan sesar tersebut.Model 2D vertikal pada lintasan C-C’ ditunjukanoleh Gambar 5.

Gambar 5. Model 2D Vertikal pada Lintasan C-C’

Pada model lintasan C-C’ membentukgrafik observasi dengan nilai anomali magnetiktekecil sebesar -206.919 nT pada jarak16433.03 meter dari titik awal lintasan dan nilaianomali magnetik terbesar sebesar 139.1945nT pada jarak 97622.36 meter dari titik awallintasan. Terdapat 2 jenis batuan pada modeltersebut yaitu batu gamping dan granit yang

masing-masing memiliki nilai suseptibilitasbatuan sebesar 0.0003 dan 0.03. Batuantersebut membentuk dua lapisan batuan. Batugamping menjadi lapisan batuan paling atassedangkan granit berada tepat dibawahnya.Pada model tersebut, terlihat pula dua buahsesar. yang terletak pada jarak 0 meter hingga12000 meter dengan kedalaman 170 meter

Page 265: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

254 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

hingga 200 meter dibawah permukaan laut danpada jarak 70000 meter hingga 71000 meterdengan kedalaman 120 meter hingga 200meter. Kedua sesar tersebut merupakan sesarnaik yang terhubung dengan sesar yang beradapada batu gamping. Keberadaan sesar inimenyebabkan lapisan batu granit yangmembentuk 3 buah lapisan yang masing-masing dengan tebal dan letak yang berbeda-beda. Batu granit yang pertama yang beradapada kedalaman 170 meter memiliki ketebalansekitar 30 meter, batu granit yang keduaberada pada kedalaman 150 meter denganketebalan 50 meter dan batu granit yang ketigaberada pada kedalaman 120 meter denganketebalan 80 meter dibawah permukaan laut.

PENUTUP

Dari hasil interpretasi dan pembahasandapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :1. Penelitian ini mampu menggambarkan pola

sebaran anomali magnetik denganpolasebaran anomali magnetik regionalmenunjukan nilai anomali terkecil berada diarah utara dan nilainya terus meningkat kearah selatan. Sedangkan pola sebarananomali magnetik residual menunjukan nilainegatif anomali magnetik mendominasitersebar di bagian timur, tengah, barat lautdan barat daya.

2. Teridentifikasi sesar naik dengan arah sesarbarat-daya menuju timur-laut dan baratmenuju timur. Sesar tersebut diperkirakanmerupakan sesar Sula-Sorong yang berasaldari arah Papua Barat dan membentanghingga Sulawesi Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, R.J. (1996). Potential Theory in Gravityand Magnetik Applications.Cambridge: Cambridge UniversityPress.

Hall, Robert. (2001). Extension During LateNeogene Collision in East Indonesiaand Guniea. Journal of The VirtualExplorer. Vol. 4, 1-14.

Hunt, C.P., Moskowitz, B.M. dan Banerjee, S.K.(1995). Magnetik Properties of Rocksand Minerals, in Rock Physicss &Phase Relations: A Handbook ofPhysical Constant (ed T. J. Ahrens),American Geophysical union,Washington, D. C.

Kearey, Philip. (2002). An Introduction toGeophysical Exploration(Third Edition).USA: Blackwell Science Ltd.

Lorenzen, D.J. (1967). Aplications of Trend-Surface Analysis For: Investigation ofStructure and Prediction of GipsumOccurrences In Nort-Eastern Kansas.Manhattan: Departement of Geology,Kansas State University.

Milsom, J. (2003). Field Geophysics (ThirdEdition). England: John Wiley & SonsLtd.

Okiwelu, A.A, et al. (2014). Magnetic AnomalyPatterns, Fault-Block Tectonism andHydrocarbon Related StructuralFeatures in The Niger Delta Basin.Nigeria: Journal of Applied Geologyang Geophysics.

Surono dan Panggabean, H. (2011). Tektono-Stratigrafi Bagian Timur Sulawesi.Jurnal Sumber Daya geologi, Vol. 21(5), 239-248.

Telford, W.M., Geldart, L.P dan Sheriff, R.E.(1990). Applied Geophysics (SecondEdition). Cambridge: CambridgeUniversity Press.

Kusnida, D., Subarsyah dan Nirwana, B.(2009). Basement Configuration ofTomini Basin Deduced from MarineManetic Interpretastion. Jurnal GeologiIndonesia, Vol. 4 (4), 269-274.

Nuha, Y.U.N dan Avisena, Novi. (2012).Pemodelan Struktur BawahPermukaan Daerah Sumber PanasSonggoriti Kota Batu BerdasarkanData Geomagnetik. Jurnal Neutrino,Vol. 4 (2), 178-187.

Page 266: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

TELAAH EVOLUSI ORBIT 42 ASTEROID PHAS

Judhistira Aria Utama1*, Waslaluddin1

1Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasPendidikan Indonesia, Jalan Dr. Setia Budhi 225, Bandung 40132, Indonesia

E-mail: *[email protected]

ABSTRAK

Selain empat kelas utama asteroid dekat–Bumi (ADB) yang dikenal saat ini, terdapat kelaslain yang disebut potentially hazardous asteroids (PHAs) dengan definisi tersendiri. Denganstatusnya tersebut, asteroid dalam kelas turunan ini perlu mendapat perhatian khususkarena berpotensi membahayakan Bumi pada masa depan. Dalam pekerjaan ini dilakukansimulasi numerik terhadap sampel potentially hazardous asteroids menurut kriteria tertentuuntuk meninjau evolusi orbitalnya dalam kurun waktu 106 tahun ke depan. Hasil simulasinumerik menunjukkan bahwa 9 dari 42 sampel asteroid terpilih mengalami eliminasi dariproses komputasi lebih lanjut. Dari 9 sampel asteroid yang tereliminasi, 2 diantaranyabertumbukan dengan Bumi, 2 terlempar keluar dari Tata Surya, sementara 5 lainnyaberakhir dengan menumbuk Matahari (Sun–grazing orbit). Analisis terhadap sejarah evolusiorbital asteroid tersebut turut pula disajikan dalam makalah ini.

ABSTRACT

Besides four main classes of Near-Earth Asteroids (NEAs) there is another class known aspotentially hazardous asteroids (PHAs). Due to their orbital characteristic, asteroids inpotentially hazardous catagory give special interest to astronomers because of their hazardfor terrestrial planets especially the Earth. We did numerical simulation of potentiallyhazardous asteroids’ samples to obtain orbital evolution up to 106 years. The numericalsimulation results showed that 9 out of 42 samples were eliminated from computation due tocollide with the Earth (2 samples), ejected from the Solar System (2 samples) and becomingSun–grazer asteroids (5 samples). The analysis of orbital evolution history is also given inthis paper.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Asteroid Dekat–Bumi, Evolusi Orbit, Integrator Mercury, PHAs

PENDAHULUAN

Objek dekat–Bumi (ODB) merupakan bendakecil Tata Surya berupa asteroid dan kometyang memiliki orbit sedemikian rupa sehinggadapat membawa mereka ke ruang dekat–Bumi.Karena mayoritas ODB berupa asteroid, makadimunculkan istilah asteroid dekat–Bumi (ADB)yang terdiri atas empat kelas utama, yaituAmor, Apollo, Aten, dan Atira (AAAA). PopulasiADB memberikan daya tarik tersendirimengingat bahwa sebagiannya akan menjadibenda penumbuk planet-planet Terestrial,termasuk Bumi.

Selain empat kelas utama ADB tersebut,terdapat pula populasi kelas turunan yangdisebut sebagai potentially hazardous asteroids(PHAs) yang saat ini diketahui berjumlah 1634asteroid (data per 13 November 2015). Jumlahini akan terus bertambah seiring keberhasilansurvei langit berupa penemuan baru bendakecil di sekitar ruang dekat–Bumi. Nama kelasturunan ini tidak untuk memastikan bahwa akanterjadi tumbukan antara benda-benda kecilTata Surya ini dengan Bumi, melainkan untukmenunjukkan potensi membahayakan Bumipada masa depan berkaitan dengan karak-teristik orbit yang dimilikinya.

Page 267: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

256 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Secara teknis kelompok asteroid yangmemiliki minimum orbit intersection distance(MOID) 0,05 SA dengan Bumi (setara ~19,5xjarak rata-rata Bumi–Bulan; 1 SA didefinisikansebagai jarak rata-rata Bumi–Matahari, yaknisebesar 1,5x1011 m) dan magnitudo mutlak H 22 (bersesuaian dengan diameter D 110 m)dikatagorikan sebagai PHAs. Telaah dinamikaorbit atas PHAs individual dapat dijumpaidalam literatur. Beberapa di antaranya adalah101995 Bennu (Wlodarczyk, 2014), 99942Apophis (Bancelin et al., 2012), 4179 Toutatis(Siregar & Soegiartini, 2012), dan 1566 Icarus(Soegiartini et al., 2011).

Sesuai dengan definisi PHAs tersebutpapasan dekat (close encounter) yang dialamiasteroid dengan Bumi dapat membuat asteroidmengalami kehancuran akibat pengaruh gayapasang-surut Bumi. Skenario lain yangmungkin terjadi se-andainya pun asteroidselamat dari peristiwa katatropik tersebutadalah perubahan orbit secara signifikan.Perubahan menjadi benda langit dengan orbityang baru ini perlu dicermati, apakah akanmembuatnya menjadi terlempar menjauh dariruang dekat–Bumi ataukah justru menjadibenda yang semakin berpotensi menjadipenumbuk Bumi pada masa depan.Karenanya, dengan me-ngetahui bilakahpapasan dekat berikutnya terjadi (terutamapapasan dekat yang dalam – deep closeencounter) antara asteroid dengan Bumi, dapatdilakukan kampanye pengamatan terhadapbenda yang bersangkutan guna memperolehnilai-nilai elemen orbit yang barupascapapasan dekatnya tersebut. Dari nilaielemen-elemen orbit yang baru ini selanjutnyadapat dilakukan rekonstruksi orbit baruasteroid.

Dalam pekerjaan yang dilakukan ini ingindiperoleh deskripsi umum perihal kondisi akhirPHAs dan mekanisme apakah yang berperandalam menentukan kondisi akhir tersebut.Untuk mencapai tujuan tersebut diterapkanmetode numerik dalam meme-cahkanperhitungan dinamika orbit yang mengambilbentuk masalah N-benda dengan memandangsistem N-benda yang ditinjau sebagai sistemtertutup.

METODE

Data awal populasi dan elemen orbitPHAs diperoleh dari laman NASA (http://ssd.jpl.nasa.gov/sbdb_query.cgi) yang pada saat

diakses memberikan total populasi sebanyak1634 asteroid. Jumlah ini mengalamipenyusutan melalui mekanisme penyeleksianberikut ini: 1) hanya meloloskan PHAs denganinformasi elemen orbit yang sudah diketahuidengan baik (condition code = 0) dan 2)terbatas hanya untuk PHAs yang memiliki D 100 m. Melalui seleksi tersebut diperoleh 42PHAs yang selanjutnya akan diikuti evolusiorbitnya hingga kurun waktu 106 tahun kedepan menggunakan paket integrator Mercury(Chambers, 1999). Prosedur mempersiapkanmasukan untuk proses integrasi orbit mengikutiUtama et al. (2015).

Integrasi orbit yang dilakukan meng-implementasikan algoritma Bulirsch–Stoer (BS)umum dengan pengaturan langkah waktu (timestep) perhitungan 1/1000 tahun yang dicupliksetiap 100 tahun. Dalam perhitungan orbitPHAs disertakan pula gangguan dari benda-benda masif lain di Tata Surya, yaitu planet-planet (Merkurius hingga Neptunus) dan Bulanyang diperlakukan sebagai benda mandiri.Untuk mempercepat waktu komputasi, PHAsyang orbitnya mengalami evolusi hinggamencapai nilai setengah sumbu panjang orbit a> 100 SA tidak lagi disertakan dalam proseskomputasi lebih lanjut. Terdapat empatskenario pada akhir integrasi orbit, yaitu: PHAsberevolusi menjadi asteroid penumbukMatahari (Sun–grazer), menjadi penumbukplanet Terestrial (termasuk Bumi), terlemparkeluar dari Tata Surya, atau tetap beradadalam orbit mengitari Matahari.

Dalam pekerjaan ini efek relativistik danefek termal (efek Yarkovsky) tidak diper-hitungkan. Dari 42 sampel PHAs hanyaterdapat 3 asteroid (3200 Phaethon, 1566Icarus, dan 1999 KW4) yang memiliki jarakperihelion (jarak terdekat ke Matahari) < jarakperihelion planet Merkurius (qMerkurius = 0,308SA); kondisi yang memicu terjadinya presesijarak perihelion sebagai akibat efek relativitasumum. Dengan kata lain, mayoritas sampelmengorbit Matahari dengan nilai q qMerkurius.Sementara, tidak disertakannya efek Yarkov-sky, yang justru diyakini berperan dalammembuat asteroid dengan D 10 kmmengalami ingsutan (shift) ke arah menjauhatau mendekati Matahari, adalah karenapengaruhnya yang minor terhadap asteroiddengan q 1,3 SA (Greenstreet et al., 2012).Seluruh sampel PHAs diketahui memiliki qdalam rentang nilai 0,14 SA q 1,02 SA.

Page 268: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Judhistira Aria Utam, dkk, - Telaah Evolusi Orbit 42 Asteroid 257

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses integrasi orbit hingga kurun waktu106 tahun ke depan sejak waktu t0 (epochJD2457000,5 yang bersesuaian dengan 9Desember 2014 pukul 00:00 UT) berakhirdengan tereliminasinya 9 PHAs dari proseskomputasi. Mayoritas PHAs yang tereliminasi(5 sampel) berakhir dengan menjadi asteroidpenumbuk Matahari (Sun–grazer), selebihnyasebagai penumbuk Bumi (2 sampel), dansisanya terlempar ke luar Tata Surya (2

sampel). Pada kondisi awal, seluruh sampelPHAs merupakan asteroid pelintas orbitseluruh planet–dalam (inner planets; Merkuriushingga Mars) sebagai-mana ditunjukkan dalamGambar 1, yang mengindikasikan bahwaseluruh sampel PHAs berasal dari asteroid-asteroid di Sabuk Utama (2,0 SA a 3,3 SA)alih-alih dari sumber di luar orbit planet Jupiter.Mayoritas merupakan pelintas orbit Bumi(Earth–crosser) dalam orbit yang eksentrik (e >0,2).

Gambar 1. Distribusi orbit 42 sampel PHAs dalam bidang a (setengah sumbu panjang)–e(eksentrisitas). Kurva-kurva berwarna menya-takan batas daerah pelintas orbit planet,

bersesuaian dengan perihelion q (kurva atas) dan aphelion Q (kurva bawah) masing-masingplanet–dalam. Warna merah: Mer-kurius; kuning: Venus; hijau: Bumi; biru: Mars; dan hitam

(terlihat sebagian): Jupiter.

Ulasan untuk masing-masing kelompokyang tereliminasi dari proses komputasidisajikan berikut ini.

Penumbuk MatahariKelima asteroid PHAs yang berakhir

sebagai penumbuk Matahari adalah 1947 XC(a1947 XC = 2,17 SA), 1979 VA (a1979 VA = 2,64SA), 1998 ML14 (a1998 ML14 = 2,41 SA), 1991 AQ(a1991 AQ = 2,22 SA), dan 1990 HA (a1990 HA =2,55 SA). Meskipun seluruhnya merupakanasteroid penghuni wilayah–dalam (inner mainbelt) dan tengah (central main belt) darikawasan Sabuk Utama, peristiwa papasandekat terakhir yang dialami kelima asteroidtersebut sebelum menjadi penumbuk Mataharimelibatkan planet yang berbeda. Untukasteroid 1947 XC, 1998 ML14, dan 1990 HAperistiwa papasan dekat terakhirnya melibatkanplanet Jupiter, sementara untuk asteroid 1991AQ dan 1979 VA secara berturutan melibatkanplanet Bumi dan Venus. Jelajah orbit selamakala dinamiknya untuk asteroid yangmengalami papasan dekat terakhir dengan

planet Jupiter dan planet-planet Terestrialdiperlihatkan dalam Gambar 2.

Ketiga sampel PHAs penumbuk Mataharidalam Gambar 2 memiliki posisi awal yangberada dekat dengan lokasi resonansi gerakrerata dengan planet-planet; 1947 XC denganresonansi 4:1 di a 2,06 SA (berasosiasidengan planet Jupiter), 1991 AQ denganresonansi 7:2 di a 2,26 SA (berasosiasidengan planet Jupiter) dan resonansi 2:7 di a 2,31 SA (berasosiasi dengan planet Bumi),serta 1979 VA dengan resonansi 3:1 a 2,50SA (berasosiasi dengan planet Jupiter). Keduaasteroid lainnya (1998 ML14, a = 2,41 SA dan1990 HA, a = 2,55 SA) juga berada tidak jauhdari lokasi resonansi 3:1 di atas. Salah satuefek resonansi adalah menghadirkan gangguanberulang yang dapat mempengaruhi nilaieksentrisitas e atau inklinasi i orbit asteroid.Pada akhir kala dinamiknya, ketiga asteroid diatas memiliki orbit yang sangat eksentrik yangmembuat q bernilai lebih kecil daripada radiusMatahari sehingga berakhir dengan menumbukbenda sentral ini. Pada akhir kala dinamiknyaseluruh PHAs penumbuk Matahari juga

Page 269: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

258 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

mengalami peningkatan inklinasi (i 20)setelah papasan dekat terakhirnya dengan

planet Jupiter, Bumi, dan Venus.

Gambar 2. Jelajah orbit sampel PHAs penumbuk Matahari selama kala dinamiknya dalam bidanga (setengah sumbu panjang)–e (eksentrisitas). Kurva-kurva berwarna yang menandai jarak

perihelion planet-planet Terestrial dan jarak aphelion planet Jupiter turut diperlihatkan.

Penumbuk BumiDua asteroid PHAs yang berakhir

sebagai penumbuk Bumi adalah 1982 HR (a1982

HR = 1,21 SA) dan 1990 UA (a1990 UA = 1,64 SA).Kedua asteroid berada di luar kawasan SabukUtama. Berdasarkan jelajah orbitnya, keduaPHAs ini merupakan asteroid pelintas orbitBumi. Secara bersamaan, 1990 UA juga

menjadi pelintas orbit Mars (Mars–crosser) dansenantiasa berada di sekitar jarak perihelionplanet Venus. Berlawanan dengan 1990 UA,asteroid 1982 HR dengan jangkauan jelajahorbit yang lebih sempit selalu berada tidak jauhdari jarak aphelion planet Mars. Hal iniditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Jelajah orbit sampel PHAs penumbuk Bumi selama kala dinamiknya dalam bidang a(setengah sumbu panjang)–e (eksentrisitas). Kurva-kurva berwarna yang menandai jarak

perihelion dan aphelion planet-planet Terestrial turut diperlihatkan.

Relatif terhadap orbit 1982 HR, orbit 1990UA lebih eksentrik (e = 0,5) dan lebih dekatdengan ekliptika (i = 0,9). Posisi awal 1990 UAjuga berdekatan dengan lokasi resonansi gerakrerata dengan planet Bumi, yaitu resonansi 1:2di a 1,59 SA. Dekatnya posisi awal 1990 UAdengan lokasi resonansi 1:2 membuat orbitasteroid ini relatif lebih kaotik daripada 1982HR, yang diindikasikan oleh luasnya jelajahorbit asteroid ini meskipun kala dinamik 1990UA ~ 3,5x lebih panjang daripada 1982 HR.

Selama kala dinamiknya, kedua asteroidini sering mengalami papasan dekat dengan

planet Venus, Bumi, Bulan, dan Mars.Frekuensi tertinggi papasan dekat yang dialami1982 HR dan 1990 UA terjadi dengan planetBumi, yaitu masing-masing sebanyak 12.613xdan 24.752x. Catatan peristiwa papasan dekatantara 1990 UA dengan Bumi sepanjang kaladinamiknya ditunjukkan dalam Gambar 4.Asteroid ini bahkan terlihat cukup sering beradadi jarak 0,01 SA (~ 4x jarak rata-rata Bumi–Bulan) dari Bumi. Papasan dekat terakhir yangdialaminya pada waktu ~ 360.000 tahun sejakwaktu t0 membawa asteroid ini di jarak hanya ~5400 km. Kurang dari radius rata-rata Bumi

Page 270: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Judhistira Aria Utam, dkk, - Telaah Evolusi Orbit 42 Asteroid 259

sebesar 6370 km, yang membuatnya berakhirsebagai benda penumbuk Bumi.

Gambar 4. Papasan dekat sepanjang kala dinamik di jarak 0,05 SA antara asteroid 1990 UAdan Bumi yang membuat asteroid ini dikatagorikan sebagai kelas PHAs.

Terlempar Keluar Tata SuryaSkenario lain yang dialami oleh PHAs

yang tereliminasi dari komputasi lebih lanjutadalah mencapai orbit di jarak rata-rata dariMatahari 100 SA, yang membuatnya secaraotomatis dianggap keluar dari Tata Surya.Kedua sampel PHAs yang mengalami hal iniadalah 1999 JM8 (a1999 JM8 = 2,72 SA) dan 1989DA (a1989 DA = 2,16 SA). Jelajah orbit keduaasteroid ini selama kala dinamiknya ditunjukkandalam Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa

asteroid 1999 JM8 menghabiskan seluruhhidupnya dalam daerah pelintas planet Jupiter;senantiasa berada di dekat jarak perihelion danaphelion planet ini. Kondisi yang hampir samaterjadi pula untuk asteroid 1989 DA, meskipunlebih banyak menghabiskan kala hidupnyasedikit di luar daerah pelintas orbit Jupiter.Asteroid-asteroid pelintas orbit Jupiter (Jupiter–crosser) seringkali dilemparkan keluar dari TataSurya (Nolan, 1994).

Gambar 5. Jelajah orbit sampel PHAs yang berakhir dengan terlempar keluar Tata Surya selamakala dinamiknya dalam bidang a (setengah sumbu panjang)–e (eksentrisitas). Kurva yang

menandai jarak perihelion dan aphelion planet Jupiter turut diperlihatkan.

Kedua PHAs ini memiliki sejarah evolusiyang mirip, yaitu keduanya me-ngalami evolusiorbit yang tenang dalam kurun waktu 150.000tahun (untuk 1999 JM8) dan 540.000 tahun(untuk 1989 DA) sejak waktu t0. Pada masing-masing rentang waktu di atas, kedua asteroidmemiliki setengah sumbu panjang yang relatifkonstan, sementara eksentrisitas dan inklinasimengalami osilasi secara moderat. Hal iniditunjukkan dalam Gambar 6 dan Gambar 7.

Selama kurun waktu evolusi yang tenangtersebut, 1999 JM8 terjebak dalam resonansi8:3 dengan planet Jupiter di a 2,70 SA,sebelum pertemuan dekatnya dengan planet inidi jarak 0,17 SA pada t ~ 149.800 tahun sejakwaktu t0 membuat asteroid mengalamilompatan orbit ke a 12 SA. Sementara itukondisi resonansi 11:35 dengan planet Bumi dia 2,16 SA dialami oleh asteroid 1989 DA.

Page 271: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

260 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Lompatan orbit ke a 11 SA terjadi setelahpapasan dekatnya dengan planet Saturnuspada t = 541.700 tahun sejak t0 hingga jaraksedekat 0,06 SA. Seluruh asteroid yang

mengakhiri kala hidupnya dengan terlemparkeluar dari Tata Surya, mengalami papasandekat terakhirnya dengan planet Jupiter.

Gambar 6. Evolusi (a,e,i) asteroid 1999 JM8 sebagai fungsi waktu.

Gambar 7. Evolusi (a,e,i) asteroid 1989 DA sebagai fungsi waktu.

Selain ketiga kelompok yang dieliminasidi atas, mayoritas sampel PHAs masih beradadalam orbitnya hingga akhir integrasi. Gambar8 memperlihatkan distribusi orbit sampel PHAsyang masih bertahan. Kondisi akhir ini terlihatrelatif tidak jauh berbeda dengan yangditunjukkan dalam Gambar 1, di mana seluruh

sampel yang masih tersisa tetap merupakanasteroid pelintas orbit seluruh planet–dalam,selain bahwa jumlah sampel dengan orbitsangat eksentrik (e 0,8) bertambah padaakhir integrasi orbit.

Page 272: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Judhistira Aria Utam, dkk, - Telaah Evolusi Orbit 42 Asteroid 261

Gambar 8. Distribusi orbit sampel PHAs yang bertahan selama proses integrasi sepanjang 106

tahun. Penjelasan kurva-kurva berwarna sama dengan yang terdapat dalam Gambar 1.

Sebanyak 16 asteroid dari seluruhsampel PHAs yang bertahan hingga akhirintegrasi diketahui memiliki inklinasi akhir yangtinggi (i 10). Jumlah ini relatif tidak berbedadengan kondisi pada awal komputasi di manaterdapat 13 asteroid yang memiliki i 10. Darisembilan asteroid yang tereliminasi, hanya 1sampel (1999 JM8) yang memiliki i 10, yaitusebesar 13,9. Kedelapan asteroid lainnyamemiliki inklinasi dalam rentang 0,9 – 6,5.Terdapat kecen-derungan bahwa sampel PHAsdengan inklinasi tinggi memiliki kala dinamikyang lebih panjang.

Kestabilan orbit benda kecil di TataSurya dapat dikaitkan dengan keberadaanresonansi sekuler yang dikenal sebagairesonansi Kozai (Michel & Thomas, 1996;Michel, 1998) di lokasi benda kecil tersebutberada. Resonansi Kozai dikenali daripertukaran periodik antara eksentrisitas dan

inklinasi yang mengakibatkan terjadinya librasiargumen perihelion di sekitar 90 atau 270.Efek penting dari resonansi ini adalah membuatorbit yang pada awalnya memiliki eksentrisitaskecil dapat menjadi sangat eksentrik. Dari 33PHAs yang bertahan hingga akhir integrasi,resonansi Kozai terjadi di asteroid 1973 EA (a =1,76 SA) sebagaimana ditunjukkan dalamGambar 9. Selain ketiga kelompok yangdieliminasi di atas, mayoritas sampel PHAsmasih berada dalam orbitnya hingga akhirintegrasi. Gambar 8 memperlihatkan distribusiorbit sampel PHAs yang masih bertahan.Kondisi akhir ini terlihat relatif tidak jauhberbeda dengan yang ditunjukkan dalamGambar 1, di mana seluruh sampel yang masihtersisa tetap merupakan asteroid pelintas orbitseluruh planet–dalam, selain bahwa jumlahsampel dengan orbit sangat eksentrik (e 0,8)bertambah pada akhir integrasi orbit.

Gambar 9. Evolusi argumen perihelion asteroid 1973 EA selama proses integrasi sepanjang 106

tahun.

Sebanyak 16 asteroid dari seluruhsampel PHAs yang bertahan hingga akhirintegrasi diketahui memiliki inklinasi akhir yangtinggi (i 10). Jumlah ini relatif tidak berbedadengan kondisi pada awal komputasi di manaterdapat 13 asteroid yang memiliki i 10. Darisembilan asteroid yang tereliminasi, hanya 1sampel (1999 JM8) yang memiliki i 10, yaitusebesar 13,9. Kedelapan asteroid lainnyamemiliki inklinasi dalam rentang 0,9 – 6,5.Terdapat kecen-derungan bahwa sampel PHAsdengan inklinasi tinggi memiliki kala dinamikyang lebih panjang.

Terlihat bahwa 1973 EA terjebak dalamresonansi ini sepanjang waktu integrasi (106

tahun), yang membatasi nilai maksimaleksentrisitas dan inklinasi yang dapat dimiliki

berturut-turut sebesar 0,7 dan 55. Mengingateksentrisitas orbit awal asteroid ini tergolongbesar (e = 0,65), peran proteksi resonansiKozai terhadap papasan dekat dengan planetTerestrial menjadi kurang efisien. Akibatnyapapasan dekat dengan Bumi dan Mars kerapterjadi. Meskipun demikian, dengan tingginyanilai sudut inklinasi yang berakibat padabesarnya kecepatan relatif antara asteroid danplanet pada saat papasan dekat, maka hanyaperubahan minor yang mungkin terjadi padaorbit asteroid ini.

PENUTUP

Pada akhir integrasi, diperolehmayoritas sampel PHAs berakhir sebagai

Page 273: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

262 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

penumbuk Matahari karena mengalamipemompaan (pumping) eksentrisitas daninklinasi melalui mekanisme resonansi gerakrerata yang kuat dengan planet Jupiter. Di sisilain, resonansi gerak rerata yang dialamiasteroid dengan Bumi membuat orbit menjadikaotik, seperti yang terjadi pada asteroid 1990UA. Seringnya peristiwa papasan dekat denganplanet Bumi mendominasi terjadinya perubahanorbit yang berakhir dengan menumbuk Bumi.Untuk memperoleh probabilitas sampel PHAsyang menumbuk Bumi, disarankan untukmembangkitkan sekumpulan asteroid virtualdengan elemen-elemen orbit hasil variasi darinilai nominalnya. Bersesuaian dengan hasilpenelitian terdahulu, semua sampel PHAs yangberakhir dengan kondisi terlempar keluar TataSurya merupakan asteroid pelintas orbit Jupiteratau berada di dekat batas daerah pelintas orbitplanet ini. Selain itu, sampel PHAs denganinklinasi yang tinggi (i 10) cenderungmemiliki kala dinamik yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Bancelin, D., Colas, F., Thuillot, W., Hestroffer,D., dan Assafin, M. “Asteroid (99942)Apophis: new predictions of Earthencounters for this potentially hazardousasteroid”. Astronomy & Astrophysics.2012, Vol. 544, A15, 1–5.

Chambers, J.E. “A hybrid symplectic integratorthat permits close encounters betweenmassive bodies”. Mon. Not. R. Astron.Soc. 1999, Vol. 304, 793–799.

Greenstreet, S., Ngo, H., dan Gladman, B. “Theorbital distribution of near-Earth objectsinside Earth’s orbit”. Icarus. 2012, Vol.217, 355–366.

Michel, P., dan Thomas, F. “The KozaiResonance for Near-Earth Asteroidswith Semimajor Axes Smaller than 2AU”. Astron. Astrophys. 1996, Vol. 307,310–318.

Michel, P. “Dynamical Behaviour of Near-EarthAsteroids in the Terrestrial PlanetRegion: The role of secularresonances”. Planet. Space Sci. 1998,Vol.46, No.8, 905–910.

Nolan, M.C. 1994. “Delivery of Meteorites fromthe Asteroid Belt”. Disertasi Doktoralpada Department of Planetary Sciences,University of Arizona.

Siregar, S. dan Soegiartini, E. “Orbital Evolutionof 4179 Toutatis”. Proceeding of the 4thSoutheast Asia Astronomy NetworkMeeting, Bandung 10–11 October 2012,Editor: D. Herdiwijaya. 26–30.

Soegiartini, E., Radiman, I., dan Siregar, S.“Efek Relativitas Umum pada EvolusiOrbit Asteroid 1566 Icarus”. ProsidingSeminar Himpunan AstronomiIndonesia, Bandung 27 Oktober 2011,Editor: B. Dermawan dkk. 95–98.

Utama, J.A., Dermawan, B., Hidayat, T., danFauzi, U. “Dinamika Orbit Asteroid 2012DA14 Pascapapasan Dekat denganBumi”. Spektra: Jurnal Fisika danAplikasinya. 2015, Vol. 16, No. 1, 1–5.

Wlodarczyk, I. “The Potentially DangerousAsteroid (101955) Bennu”. PhysicsResearch International. 2014, 1–13.

Page 274: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

SiNaFi

Seminar NasionalFisika

Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015Bandung, 21 November 2015

ISBN: 978-602-74598-0-9

RANCANG SENSOR KAPASITIF INTERDIGIT UNTUK DETEKSI UKURANBERAS

Tri Sutrisna1, Ahmad Aminudin1*, Agus Danawan11Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Enail: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan pengembangan desain kapasitor interdigit untuk mendeteksi ukuran beras.Ukuran beras merupakan salah satu parameter yang dijadikan untuk penentuan mutuberas. Ukuran beras dalam sebuah wadah mempengaruhi kepadatan beras dalam wadahtersebut. Kepadatan beras dalam suatu wadah dapat diamati menggunakan konsepkapasitor berdasarkan nilai dielektrik. Desain sensor kapasitif yang dikembangkan adalahdengan membuat kapasitor interdigit berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter 10cmdan jarak antar jalur (track) 0,3mm. Pengujian dilakukan dengan mengukur kapasitansikapasitor yang diberi sampel berbagai ukuran beras yaitu butir menir, butir patah dan butirutuh. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beras butir menir menunjukan kapasitansi193,1pF, butir patah menunjukan kapasitansi 189,3pF dan butir utuh menunjukankapasitansi 184,6pF.

ABSTRACT

Has expanded interdigit capacitor design to detect the size of rice. The size of rice is eitherparameters for detect quality of rice. The size of rice impact density of rice on box. Densityof rice on box observable by capacitive concept based dielectric. Create capacitive sensorhave the shape of interdigit capacitor circle with diameter 10cm and truck distance 0,3mm.The experiment measured capacitance value from capacitor with the sample size of ricesare menir grains, broken grains and whole grains. The result of experiments indicated menirgrains get capacitance value 193,1pF, broken grains get capacitance value 189,3pF andwhole grains get capacitance value 184,6pF.

©2015 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords : Dielectric, Interdigit, Capacitive Sensor and The Size of Rice

PENDAHULUAN

Beras merupakan makanan pokok bagisebagian besar penduduk Indonesia bahkanmakanan pokok bagi sebagian pendudukdunia. Beras merupakan golongan biji-bijianyang dihasilkan dari tanaman padi. Hasilolahan beras berupa nasi yang dimakan olehsebagian besar penduduk Indonesia sebagaisumber karbohidrat utama pada menumakanan sehari-hari yang bertujuan untuksumber pemberi energi.

Respons konsumen terhadap berasbermutu sangat tinggi. Agar konsumenmendapatkan jaminan mutu beras yang ada dipasaran maka dalam perdagangan beras harusditerapkan sistem standardisasi mutu beras.Beras harus diuji mutunya sesuai denganStandar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras

giling pada laboratorium uji yang terakreditasidan dibuktikan berdasarkan sertifikat hasil uji(Suismono 2002). Tujuan pengujian mutu berasadalah untuk melakukan pengukuran atauidentifikasi secara kuantitatif terhadap karakterfisik beras dan menentukan klasifikasi mutuberas yang diinginkan pasar dan konsumen(Soerjandoko 2010).

Namun terdapat kelemahan pengujianpada parameter ukuran butir yaitu pengujianmenggunakan alat rice grader yang masihmenggunakan metode ayakan secara spin danmerupakan produk impor sehingga memilikiharga jual yang relatif mahal serta jika adakerusakan alat tersebut maka sulit didapatkansuku cadang komponennya sehingga jika rusaktidak bisa diperbaiki hingga alat tersebutmenumpuk dalam gudang.

Page 275: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

264 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Pada alat ini dirancang sebuahkapasitor interdigit dengan sebuah lempengantembaga yang dirancang mempunyai jarakpemisah konduktor yang sangat pendeksehingga sebuah dielektrik misalnya berasyang dijadikan sebagai bahan dielektrik tidaklagi disimpan di tengah antara keping-kepingkonduktor melainkan dapat disimpan di ataskonduktor karena dengan jarak pemisahkonduktor yang sangat pendek bahwa medanlistrik tidak hanya bergerak sejajar akan tetapiada medan listrik yang dapat bergerak dengancara loncatan pada ujung-ujung atas kepingkonduktor. Kapasitor interdigit ini digunakansebagai sensor kapasitif untuk mengukur nilaikapasitansi pada beras yang berfungsi untukmendeteksi mutu beras berdasarkan parameterukuran butir.

Dibandingkan menguji ukuran butirberas menggunakan rice grader denganmetode ayakan bahwa lebih efektifmenggunakan metode kapasitif karena hanyamenggunakan sensor kapasitif untukmenghasilkan data nilai kapasitansi yang dapatdigunakan sebagai acuan untuk mendeteksibatas dari beras mutu baik dan beras mutuburuk berdasarkan parameter ukuran butir.Karena alasan inilah dilakukan penelitianpengujian mutu beras dengan metode yangberbeda dari Balai Besar Penelitian TanamanPadi untuk mendukung perkembangan

pengujian mutu beras yang sudah adasebelumnya. Oleh karena itu, tujuan daripenelitian ini adalah mengetahui karakteristikfisik dan kinerja dari sensor kapasitif untukmendeteksi mutu beras berdasarkan parameterukuran butir.

LANDASAN TEORI

KapasitorKapasitor adalah piranti yang berfungsi

untuk menyimpan muatan listrik untuksementara waktu. Pada umumnya kapasitoryang biasa digunakan adalah kapasitor kepingsejajar yang menggunakan dua kepingkonduktor sejajar yang berdekatan tetapiterisolasi satu sama lain yang dipisahkan olehbahan dielektrik dan membawa muatan yangsama besar dan berlawanan.

Jika dua keping konduktor sejajardihubungkan dengan baterai, muatan akandipindahkan dari satu konduktor ke konduktorlainnya sampai beda potensial antara kutubpositif (+) dan kutub negatif (-) sama denganbeda potensial antara kutub positif (+) dankutub negatif (-) baterai. Jumlah muatan yangdipindahkan tersebut sebanding dengan bedapotensial. Jika hal ini terjadi artinya kapasitorsudah bermuatan penuh (Tipler,1991).

Gambar 1. Kapasitor keping sejajar dihubungkan dengan baterai

KapasitansiKapasitansi adalah suatu besaran

berupa kemampuan kapasitas sebuahkapasitor untuk menyimpan muatan tiap bedapotensial antara bidang-bidangnya. Karenabeda potensial V sebanding dengan muatan Q,sehingga kapasitansi secara matematisdinyatakan sebagai rasio Q/V.

(1)

Berdasarkan hasil eksperimen dariMichael Faraday bahwa sebuah kapasitor akanmemiliki kapasitansi sebesar 1 farad jikadengan tegangan 1 volt dapat memuat muatanelektron sebanyak 1 coulomb. Banyaknyamuatan yang diisikan pada kapasitor tersebutadalah sebanding dengan tegangan yangdiberikan sumber. Maka satuan SI darikapasitansi adalah Coulomb per volt, yangsering disebut farad (F).

Page 276: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Tri Sutrisna, dkk, - Rancang Sensor Kapasitif Interdigit 265

(2)Medan Listrik Kapasitor

Misalkan suatu kapasitor keping sejajarterdiri dari dua keping konduktor yang samaluasnya A dan terpisah dengan jarak d. Jarak dlebih pendek dari pada panjang dan lebarkeping konduktor. Lalu kita berikan muatan +Qpada satu keping konduktor dan muatan –Qpada keping konduktor lainnya. Karena jarak

antara keping konduktor berdekatan, medanlistrik pada suatu titik di antara kepingkonduktor mendekati besarnya medan yangdiakibatkan oleh dua bidang tak terhingga yangsejajar tetapi muatannya berlawanan. Setiapbidang memberikan medan listrik yangseragam, sehingga medan total diantara kepingkonduktor adalah :

(3)

(a) (b)

Gambar 2. (a) Medan listrik bersifat seragam pada kapasitor keping sejajar. (b) Garis-garis medanlistrik antara keping-keping suatu kapasitor keping sejajar yang ditunjukan oleh semburan minyak.

Karena medan listrik antara bidang-bidang kapasitor bersifat seragam, maka bedapotensial V yaitu sebesar :

(4)

Secara kualitatif E sebanding dengan Qmaupun V, sehingga faktor pembandingnyayaitu kapasitansi dari kapasitor keping sejajaryaitu sebesar :

(5)

Kapasitansi C merupakan besarangeometris murni dari kedua konduktor yangditentukan oleh ukuran, bentuk dan jarakpemisah konduktor. Untuk suatu kapasiorkeping sejajar kapasitansi sebanding denganluas keping konduktor dan berbanding terbalikdengan jarak pemisah (WaloejoLoeksmanto,1994).

DielektrikDielektrik adalah suatu bahan yang

memiliki daya hantar arus listrik yang sangatkecil atau bahkan hampir tidak ada. Bahan

dielektrik dapat berwujud padat, cair dan gas.Berbeda dengan konduktor, pada bahandielektrik tidak terdapat elektron-elektronkonduksi yang bebas bergerak di dalammaterialnya oleh pengaruh medan listrik. Dalambahan dielektrik, semua elektron-elektronterikat dengan kuat pada intinya sehinggaterbentuk suatu struktur regangan (lattices)benda padat, atau dalam hal cairan atau gas,bagian-bagian positif dan negatifnya terikatbersama-sama sehingga tiap aliran massatidak merupakan perpindahan dari muatan.Sehingga, jika suatu bahan dielektrik diberimedan listrik luar, dipol-dipol listrik hanyamenyearahkan dirinya sejajar dengan arahmedan listrik.

Ketika ruang di antara dua konduktorpada suatu kapasitor diisi dengan dielektrik,maka nilai kapasitansi akan naik. Hal iniditemukan secara eksperimen oleh MicahelFaraday. Kenaikan nilai kapasitansi inidisebabkan melemahnya medan listrik diantara keping konduktor akibat adanyadielektrik. Sehingga untuk jumlah muatantertentu pada keping konduktor dalamkapasitor, beda potensial menjadi lebih kecildan rasio Q/V bertambah besar.

Page 277: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

266 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

Konstanta Dielektrik dan PermitivitasDielektrik

Jika medan lisrik awal antara kepingkonduktor pada kapasitor tanpa dielektrikadalah sedangkan medan lstrik dalamdielektrik adalah :

(6)

Faktor k merupakan karakteristik bahandielektrik yang disebut dengan konstantadielektrik. Untuk suatu kapasitor keping sejajardengan jarak pemisah d maka beda potensialantara keping konduktor adalah :

(7) Dimana V beda potensial setelah

diberikan dielektrik dan adalah bedapotensial awal tanpa dielektrik. Maka besarkapasitansi setelah diberikan dielektrik adalah :

(8)

Telah diketahui pada persamaan (5)dan yang disebut permitivitas dielektrikdengan harga :

(9)Sehingga nilai kapasitansi dari suatu

kapasitor keping sejajar yang berisi bahandielektrik dengan konstanta k adalah :

(10)

Tabel 1. Konstanta Dielektrik Beberapa Bahan

Bahan Dielektrik Konstanta DielektrikUdara 1,00059Bakelite 4,9Kaca (Pyrex) 5,6Mica 5,4Neoprene 6,9Kertas 3,7Parafin 2,1-2,5Plexiglass 3,4Porselen 7Air 80

Tipler, P.1991.Fisika.Untuk Sains dan Teknik, Edisi ke-3 jilid 2.Bab 21, Halaman 117.Erlangga.Jakarta.

Standar Mutu Beras Berdasarkan ParameterUkuran Butir

Sesuai dengan spesifikasi mutu berasgiling, SNI 6128-2008 bahwa beras yangbermutu baik (Beras Mutu 1) berdasarkanparameter ukuran butir harus terdiri dari berasdengan ukuran butir utuh minimal 60 % darijumlah sampel beras.

METODE

Pada metode penelitian ini adabeberapa macam metode yang dilakukan yaitustudi literatur, perancangan sistem, pembuatansistem, pengujian sistem, metode eksperimendan metode analisa.

Studi LiteraturPenulis menggunakan metode ini untuk

memperoleh teori dasar, informasi dan data

yang berkaitan dengan penelitian yang penulislakukan. Dengan tujuan sebagai sumber danacuan referensi dalam penelitian ini. Studiliteratur ini mengacu pada skripsi, jurnal, artikel,dan buku-buku yang berkaitan denganpenelitian yang akan dilakukan.

Perancangan SistemPerancangan sistem yang dilakukan

yaitu perancangan sensor yang membahastentang rancangan gambar dan cara kerja darisensor kapasitif. Dirancang kapasitor interdigitberbentuk lingkaran dengan ukuran diameter D10cm dan jarak antar jalur (track) berbagaimacam dari d 10mm-0,3mm pada sebuahlempengan tembaga yang dirancangmempunyai jarak pemisah konduktor d yangsangat pendek sehingga sebuah dielektrikmisalnya beras yang dijadikan sebagai bahandielektrik tidak lagi disimpan ditengah antarakonduktor melainkan dapat disimpan diatas

Page 278: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Tri Sutrisna, dkk, - Rancang Sensor Kapasitif Interdigit 267

konduktor karena dengan jarak pemisahkonduktor d yang sangat pendek bahwa medanlistrik tidak hanya bergerak sejajar akan tetapi

ada medan listrik yang dapat bergerak dengancara loncatan pada ujung-ujung atas kepingkonduktor.

Gambar 3. Rancang sensor kapasitif dengan AutoCAD 2015

Pembuatan SistemPembuatan sistem dilakukan sesuai

dengan perancangan sistem yang telah

dirancang. Pembuatan sistem dilakukan secarabertahap, dimulai dari pembuatan film sensor,pembuatan sensor dan wadah sensor.

Gambar 4. Film sensor kapasitif

Gambar 5. Sensor kapasitif beserta wadahnyaPengujian Sistem

Setelah melakukan pembuatan sistemmaka dilakukan pengujian secara menyeluruh,dengan tujuan untuk mengetahui apakahsistem sudah sesuai dengan apa yangdiharapkan atau belum. Setelah diuji bahwakapasitor yang baik memilki nilai kapasitansilebih stabil yaitu pada kapasitor interdigit

dengan jarak pemisah konduktor antar jalur(track) paling pendek yaitu d 0,3mm. Sehinggasensor kapasitif interdigit inilah yang akandipakai untuk pengambilan data.

Sifat sensor kapasitif yangdimanfaatkan dalam pengukuran padapercobaan ini yaitu jika luas permukaan kepingkonduktor A dan jarak pemisah antara keping

Page 279: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

268 Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2015

konduktor d dibuat konstan maka perubahannilai kapasitansi ditentukan oleh bahandielektrik yang diberikan yaitu beras. Yangdimana beras yang dipakai dalam penelitian initerdiri dari berbagai ukuran butir beras yangberagam yaitu dari ukuran tepung, butir menir,butir patah dan butir utuh. Dengan rumusanmasalah, apakah ukuran butir beras yangtertuang dalam sensor kapasitif interdigit dapatmempengaruhi nilai kapasitansi dari sensorkapasitif interdigit tersebut

Metode EksperimenMetode eksperimen dibahas tentang

karakterisasi dan kinerja sensor kapasitif yangdilakukan dengan cara pengambilan data daripengukuran nilai kapasitansi beras yang diujiberdasarkan parameter ukuran butir beras.

Metode AnalisaDari hasil metode eksperimen kemudian

dilakukan suatu analisa dari beberapa data nilaikapasitansi beras yang sudah diperolehsehingga dapat diketahui batas dari beras mutubaik dan beras mutu buruk berdasarkanparameter ukuran butir beras. Maka dapatdibuat suatu kesimpulan bahwa beras mutubaik mempunyai nilai kapasitansi tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sensor kapasitif ini disimpan di sebuahwadah dengan volume 285cm3 yangdihubungkan dengan kapasitansi meter untukmengukur nilai kapasitansi setiap ukuran butirberas yang terdiri dari ukuran tepung, butirmenir, butir patah dan butir utuh.

(a) (b)

Gambar 6. Pengukuran nilai kapasitansi

(c) (d)Gambar 7. Sampel ukuran butir beras (a) Tepung beras (b) Butir menir (c) Butir patah (d) Butir

utuh

Data yang didapatkan saat melakukanpercobaan dengan menggunakan kapasitorinterdigit berbentuk lingkaran dengan ukurandiameter 10 cm dan jarak antar jalur (track) 0,3mm disajikan pada Tabel 2. Kemudian hasildata pengukuran tersebut diolah dengan carametode grafik, sehingga diperoleh sebuahGambar 8.

Berdasarkan grafik pada Gambar 8pengolahan data pengukuran, bahwa semakinutuh ukuran butir beras maka semakin kecilnilai kapasitansi dari sensor kapasitif interdigit.Sehingga dapat dinyatakan bahwa ukuran butir

beras dapat mempengaruhi nilai kapasitansidari sensor kapasitif interdigit namun bukanlahberdasarkan langsung terhadap ukuran butirberas akan tetapi berdasarkan kepadatanukuran butir beras. Ukuran butir beras dalamsebuah wadah mempengaruhi kepadatanberas dalam wadah tersebut. Ketika berasdalam ukuran tepung dimasukan dalam wadah,bahwa wadah terisi penuh tanpa ada celahudara dibandingkan beras dalam ukuran butirutuh ketika dimasukan dalam wadah masih adacelah udara maka disimpulkan bahwa beras

Page 280: PROSIDING - BBG Institutional Repository · Prestasi Belajar Fisika Siswa SMP Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Hukum Newton 12 Arip Nurahman, Asep Sutiadi, Heni Rusnayati Profil Konsistensi

Tri Sutrisna, dkk, - Rancang Sensor Kapasitif Interdigit 269

dalam ukuran tepung memiliki kepadatandalam wadah yang lebih padat.

Tabel 2. Data Hasil PengukuranNO. Ukuran Butir C ( pF)

1 Tepung 199,62 Tepung dan Butir Menir 196,53 Butir Menir 193,14 Butir Menir dan Butir Patah 191,25 Butir Patah 189,36 Butir Patah dan Butir Utuh 186,77 Butir Utuh 184,6

Gambar 8. Grafik hubungan nilai kapasitansi terhadap ukuran butir beras

Telah diketahui bahwa nilai kapasitansipada beras dalam ukuran tepung memiliki nilaikapasitansi yang lebih besar dibandingkanberas dalam ukuran butir utuh. Sehingga dapatdisimpulkan bahwa semakin padat kepadatanberas dalam sebuah wadah maka semakinbesar nilai kapasitansi dari sensor kapasitifinterdigit. Telah diketahui bahwa beras bermutubaik adalah beras dalam ukuran butir utuh yangdimana dapat diketahui pada penelitian iniberas dalam ukuran butir utuh mempunyai nilaikapasitansi sebesar 184,6 pF.

PENUTUP

Telah direalisasikan sensor kapasitifyang memiliki nilai kapasitansi lebih stabil yaitukapasitor interdigit berbentuk lingkaran denganukuran diameter D 10cm dan jarak antar jalur(track) d 0,3mm. Ukuran butir beras dalamsebuah wadah mempengaruhi kepadatan berasdalam wadah tersebut. Bahwa semakin padatkepadatan beras dalam sebuah wadah makasemakin besar nilai kapasitansi dari sensor

kapasitif interdigit. Beras bermutu baikberdasarkan parameter ukuran butir yaitu padaberas dengan ukuran butir butir utuh yangmemiliki nilai kapasitansi sebesar 184,6 pF.

DAFTAR PUSTAKA

Tipler, P. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik,Edisi Ketiga jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hidayati. L Febry , Setiarini. Yuliana dan Hakim.H Midia Aliman. 2013. Alat PendeteksiKualitas Biji Kopi untuk Kopi Papain(Kopi Citarasa Kopi Luwak TanpaMenggunakan Luwak) Dengan MetodePengukuran Nilai Kapasitansi. JurnalUniversitas lampung.

Magusti, R. 2014. Sensor Kapasitif untukMengukur Ketinggian Permukaan AirLaut Menggunakan Mikrokontroler.Pada Jurusan Teknik Elektro FTI,Institut Teknologi Sepuluh Nopember :Diterbitkan.