PROSIDING · 2017. 12. 6. · makalah dari penulis yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi dan...
Transcript of PROSIDING · 2017. 12. 6. · makalah dari penulis yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi dan...
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN
DASAR TAHUN 2017
“AKTUALISASI KARIR GURU MENUJU
INDONESIA EMAS 2045”
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
ISBN: 978-602-50622-0-9
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Copyright @ 2017 Hak Publikasi pada Penerbit PGSD FIP UNIMED Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit.
DEWAN REDAKSI
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR 2017
PENGARAH Prof. Dr. Syawal Gultom
PENANGGUNG JAWAB Dr. Nasrun, MS Prof. Dr. Yusnadi, MS
Drs. Khairul Anwar, M. Pd
REVIEWER Dr. Naeklan Simbolon, M. Pd Dr. Irsan Rangkuti, M. Pd, M. Si
Dra. Nurmayani, M. Pd
REDAKTUR Faisal, S. Pd, M. Pd Nurhairani, S. Pd, M. Pd
Elvi Mailani, S. Pd, M. Pd
EDITOR
Eva Betty Simanjuntak, S. Pd, M. Pd
Nur Wahyuni
Aisyah Fitri Pulungan
Puput Ariani
DESIGN Adek Cerah, S. Pd, M. Pd
PENERBITAN DAN CETAK Lala Jelita Ananda, S. Pd, M. Pd
PELAKSANA TEKNISI
M. S. Sunarya
Mardi Razaki Limbong
Muhammad Fadel Azhari Lubis
Hafizatul Khaira
Diterbitkan oleh: Pendidikan Sekolah Dasar (PGSD) FIP
Universitas Negeri Medan
Alamat Penerbit: Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP Unimed Jln. Williem Iskandar Pasar V-Medan 20221 Telp. (061) 6613365, 6623943 Website:[email protected]
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha
Esa karena atas karunia-Nya buku Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar
Tahun 2017 dapat diterbitkan. Seminar dengan tema “Aktualisasi Karir Guru
Menuju Indonesia Emas 2045” diselenggarakan pada tanggal 18 Oktober 2017 di
Gedung Auditorium Universitas Negeri Medan. Prosiding ini berisi kumpulan
makalah dari penulis yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi dan Dinas
Pendidikan di Indonesia yang telah dipresentasikan dan didiskusikan pada seminar
ini.
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Tahun 2017 diselenggarakan untuk
memberikan wawasan terkait pengembangan karir guru dan calon guru menuju
Indonesia Emas 2045. Seminar ini juga memberikan kesempatan bagi para penulis
yang merupakan mahasiswa, guru, dan dosen pada bidang pendidikan untuk dapat
mempublikasikan hasil penelitian dan gagasan idenya. Hasil dari publikasi ini
diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran yang kritis guna
mengembangkan karir guru dan calon guru.
Akhirnya izinkan saya atas nama ketua panitia Seminar Nasional
Pendiikan Dasar Tahun 2017 mengucapkan terima kasih kepada Narasumber,
pemakalah, moderator, serta seluruh panitia yang terlibat dalam acara ini sehingga
acara ini dapat berjalan dengan lancar.
Medan, 18 Oktober 2017
Ketua Panitia,
Dra. Eva Betty Simanjuntak, S.Pd
iv
DAFTAR ISI
Pembelajaran Tematik Bukan Sekedar Menghafal
Oleh: Nirwana Anas (1-11)
Penerapan Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa melalui Pemanfaatan Sumber Belajar di Sekolah Dasar Oleh: Nur Hasanah (12-18)
Pengaruh Media Komunikasi terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa/i di Lingkungan FKIP UNIKA Santo Thomas Su. Oleh: Rumiris Lumban Gaol (19-23)
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik Oleh: Ramadhani (24-30)
Pengaruh Variasi Kuat Arus Listrik dan Waktu Pengadukan pada Proses Elektrokoagulasi untuk Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal Oleh: Sofia Novita (31-44)
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 101765 Bandar Setia Oleh: Ayu Kurniasih, Magdalena Sirait, Romaida Karo-karo (45-60)
Pengaruh Metode Pakem terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS
Materi Kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dengan Membuat Alat Peraga Wayang Sejarah di Kelas V SDN 116874 Bakaran Batu Kabupaten Labuhanbatu
Oleh: Defa, Fauziah Desrini, Ifran Fredi Tarigan (61-66)
Peranan Guru Memilih Model-model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Oleh: Rencus B. Sinabariba (67-74)
Pengaruh Model Pembelajaran Berpikir Induktif terhadap Hasil Belajar Oleh Tiara Mahdalena Arwira, Asiah Ramadhani, Fauziah Nasution (75-85)
Meningkatkan Kemampuan Kognitif melalui Modifikasi Pembelajaran Sentra di RA Nurul Ida Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Oleh: Supiyah Erwani (86-92)
Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini melalui Metode Pembiasaan di TK Bina Anaprasa Kencana Tahun Ajaran 2016/2017 Oleh: Adinda Purnama, Reviva Safitri, Ester Emerarita Tarigan (93-106)
v
Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskriptif dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching And Learning pada Mahasiswa PGSD Unimed T.A. 2015/2016 Oleh Erlinda Simanungkalit, Mastiana Ritonga (107-120)
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Materi
Aktivitas Ekonomi dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match di Kelas IV MIN Medan Tembung Tahun Ajaran 2016/2017 Oleh:
Syarifah Aini, Athiyyah Zahrah Al Fananie (121-127)
Kontribusi Permainan Matematika Kreatif dan Kemampuan Number Sense terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Oleh: Frida Marta Argareta Simorangkir (128-135)
Aktualisasi Pendidikan Karakter melalui Model Servis Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Parulian 5 Medan Oleh: Vina Merina Br Sianipar (136-142)
Manifestasi Kualitas Kompetensi Profesionalisme Guru dalam Membangun Paradigma Insan Generasi Emas Oleh: Yanti Gultom (143-150)
Aktualisasi Kompetensi Pedagogis Guru Profesional dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Oleh: Yohana (151-156)
Film Adit dan Sopo Jarwo terhadap Kemampuan Bercerita Anak di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang Oleh: Dwi Fatmaniati Siregar, Nurhalimah Siahaan, Zakiah Assidiki (157-167)
Penerapan Metode Computer Aided Instruction (Cai) pada Aplikasi Pembelajaran Tematik Berbasis Multimedia
Oleh: Edizal Hatmi, Noferianto Sitompul, A. M. Hatuon Sihite (168-180)
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Picture and Picture dalam Mata Pelajaran IPA pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Manusia di Kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun
Pelajaran 2014/2015 Oleh: Syahfitriani Br Ginting, Maria Melfa Simanjuntak, Nina Junisa Sianipar (181-187)
Karya Ilmiah sebagai Pengembangan Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual Guru Menuju Pendidikan Bermutu Oleh: Rizqa Jauhiratul Umma (188-198)
Pengaruh Teman Sebaya terhadap Kecenderungan Bullying pada SD Padamu Negeri Medan Oleh: Reflina Sinaga (199-204)
vi
Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri 18 Medan Oleh: Sri Wahyuni Sihombing, Budi Halomoan Siregar (205-212)
Analisis Kesalahan Mahasiswa dalam Mata Kuliah Analisis Kompleks Oleh: Ribka Kariani Br. Sembiring (213-219)
Meningkatkan Aktivitas Belajar Ipa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Course Review Horay Di Kelas V Sd Negeri 050671 Kampung Gohor Oleh: Demmu Karo-karo, Sekar Drya Fajrin Nurina (220-226)
Pengembangan Karir Guru Menuju Indonesia Emas Oleh: Tumpal B. M. Tambunan (227-235)
The Ability of Writing Children In Relocation of Siosar
Oleh: Halimatussakdiah, Laurensia Masri Parangin Angin (236-243)
Aktualisasi Diri Guru Profesional dalam Pengembangan Karir Guru melalui Kinerja Mengajar Guru Oleh: Sri Lestari Siregar (244-252)
Tanggapan Guru Bahasa Indonesia terhadap Masalah Pembelajaran Sastra dan Upaya Mengatasinya di SMP Wira Karya Mandiri Tanjung Selamat Oleh: Susi Yanti Br. Sinuraya (253-261)
Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika Siswa SMP Sultan Iskandar Muda Oleh: Hernita Permata Sari, Budi Halomoan Siregar (262-271)
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Demonstrasi pada Mata Pelajaran IPA Oleh: Putri Melly Andani Marbun, Rusmaliyah, Annisa Suci Lestari (272-276)
Efektifitas Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia di SD Oleh: Eva Betty Simanjuntak, Khoirunnisa Harahap (277-284)
Gaya Kepemimpinan dan Kesantunan Berbahasa Seorang Kepala Sekolah dalam Berkomunikasi Ditinjau dari Aspek Prinsip Kesopanan dan Ciri-ciri Kepemimpinan Oleh: Rondang Widya K Sihotang (285-294)
Pengaruh Keterampilan Guru Memberikan Penguatan terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Pokok Keragaman Sosial di Kelas VI SD Negeri 101610 Purbabangun Oleh: Rahimul Harahap (295-301)
vii
Penerapan Metode Penemuan (Discovery) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan 2015 Oleh: Risma Sitohang, Bronika Septiani Sianturi (302-313)
Refleksi dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 Oleh: Elvi Mailani (314-320)
Paradigma Guru Profesional Menuju Era Indonesia Emas 2045 Oleh: Edidon Hutasuhut (321-330)
Sumber Belajar yang Didapat dari Lingkungan Sekitar melalui Pembelajaran Tematik Oleh: Ana Mulia (331-336)
Penggunaan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di Kelas V SD Oleh: Kenny Istiah Dillah, Naeklan Simbolon (337-345)
Strategi Pemecahan Masalah dalam Matematika Sekolah Dasar Oleh: Daitin Tarigan (346-352)
Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia pada Materi Membaca Puisi
melalui Metode Demonstrasi Di Siswa Kelas V SDN 107404 Desa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Oleh: Surahmawati (353-369)
Perbandingan Kompetensi Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar Oleh: Apiek Gandamana (370-376)
Efektivitas Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) dalam Pembelajaran Menulis Paragraf Eksposisi Oleh: Asnita Hasibuan (377-386)
Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching Berbasis Audio Visual pada Materi Kalor Di Kelas X Aliyah Al Washliyah Km.6 Medan Oleh: Uswatun Hasanah (387-395)
Pembelajaran Pembagian Bilangan melalui Pendekatan Matematika Realistik di Kelas II SD Negeri Cot Meuraja Aceh Besar Oleh: Herlin Fitria, Vera Sasmita, Melina Br Sembiring (396 - 402)
Upaya Menumbuhkan Budaya Baca Siswa SD melalui Gerakan “READ
(Regulasi, Edukasi, Aplikasi, Determinasi)” Oleh: Fahrur Rozi (403-408)
viii
Eksistensi Karier dan Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa Oleh: Wenny Anggraeni, Nurul Amaliah (409-414)
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Quantum Teaching pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 132412 Tanjung Balai Oleh: Arifin Siregar, Rio Hadinata Siregar (415-422)
Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru Oleh: Suriya Emmanita Br. Karo (423-427)
Peranan Guru dalam Membangun Karakter Siswa Oleh: Lala Jelita Ananda (428-434)
Model Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Perkliahan Pendidikan IPA SD Oleh: Nurhairani (435-440)
Pengembangan Desain Pembelajaran Membaca Berbasis DRTA sebagai Upaya Membangun Generasi Literat Abad 21 di Kelas VI Sekolah Dasar
Oleh: Faisal (441-455)
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 101731 Kampung
Lalang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games
Tournament
Oleh: Dewi Anzelina (456- 462)
ix
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PEMBELAJARAN TEMATIK BUKAN SEKEDAR MENGHAFAL
Nirwana Anas1
Surel: [email protected]
Abstrak Berbagai upaya terus dilakukan menuju tahun 2045 sebagai titik
keberhasilan pendidikan Indonesia. Mempersiapkan generasi emas
Indonesia agar mampu bersaing di dunia Internasional terus dilakukan.
Perbaikan di bidang pendidikan tak luput dari perhatian pemerintah.
Perbaikan terhadap kurikulum yang terjadi sebagai salah satu upaya
mempersiapkan generasi emas yang unggul. Pembelajaran tematik terpadu
dianggap tepat untuk menciptakan generasi unggul karena melalui
pembelajaran tematik memberi ruang gerak maksimal bagi anak untuk
mengaktualisasikan kemampuannya. Pembelajaran tematik memberi ruang
untuk melayani cara belajar anak yang bervariasi. Guru menempati peran
penting dalam merealisasikan hal ini. Guru merupakan komponen dari
pembejaran yang bersentuhan langsung dengan peserta didik dalam
merealisasikan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dirancang, tidak
akan berhasil tanpa guru yang tepat. Tujuan dari tulisan ini adalah: 1) menemukan formulasi guru yang tepat untuk mewujudkan generasi emas
yang unggul; 2) upaya perbaikan dalam pembelajaran untuk mewujudkan
generasi emas yang unggul.
Kata kunci: guru, pembelajaran tematik, generasi emas.
PENDAHULUAN
Tahun 2045 merupakan titik balik bagi 100 tahun kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Melalui artikel ini diharapkan akan ditemukan
formulasi guru yang tepat untuk mewujudkan generasi emas yang unggul yang
meliputi dimensi sikap positif, pola pikir esensial, komitmen normatif dan
kompetensi abilitas. Salah satu yang memiliki peran penting dalam mewujudkan
hal ini adalah guru.
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan
anak didik dalam proses pendidikan antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana,
lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam
kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat
penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagai subjek
pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang
dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa
di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang)
ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru.
Pentingnya peran guru dalam proses pendidikan tidak dapat dipungkiri
lagi. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional menurut Undang-undang
1 Dosen PGMI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UINSU
ISBN: 978-602-50622-0-9 1
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-undang di atas dapat dipahami betapa
pentingnya peran guru dalam memberhasilkan tujuan pendidikan. Salah satu yang
menjadi tugas guru menurut Undang-undang di atas adalah menjadikan peserta
didik berkembang sesuai potensinya.
Penerapan Kurikulum 2013 berimplikasi pada penerapan pendekatan
tematik terpadu. Pendekatan tematik diterapkan dari kelas I sampai kelas VI
Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan pasal 11 Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah menyatakan: “Pelaksanaan pembelajaran pada
Sekolah Dasar/Madrasah dilakukan dengan pendekatan pembelajaran tematik-
terpadu”.
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran
terpadu didefinisikan sebagai pembelajaran yang menghubungkan berbagai
gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan nilai, baik antar mata pelajaran maupun
dalam satu mata pelajaran.Pembelajaran tematik memberi penekanan pada
pemilihan suatu tema yang spesifik yang sesuai dengan materi pelajaran, untuk
mengajar satu atau beberapa konsep yang memadukan berbagai informasi.
Pembelajaran tematik berdasar pada filsafat konstruktivisme yang
berpandangan bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan hasil
bentukan peserta didik sendiri. Peserta didik membentuk pengetahuannya melalui
interaksi dengan lingkungan, bukan hasil bentukan orang lain. Proses
pembentukan pengetahuan tersebut berlangsung secara terus menerus sehingga
pengetahuan yang dimiliki peserta didik menjadi semakin lengkap.
Pembelajaran tematik menekankan pada keterlibatan peserta didik secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh
Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran
haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu
mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
ISBN: 978-602-50622-0-9 2
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga
peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu,
penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu peserta
didik dalam membentuk pengetahuannya, karena sesuai dengan tahap
perkembangannya peserta didik yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistik).
Berdasarkan beberapa penelitian tentang kemampuan guru dalam
menerapkan pembelajaran terpadu masih rendah (Suwardi, 2015). Munasik (2015)
menemukan bahwa pemahaman dan pengetahuan guru tentang pembelajaran
tematik sudah cukup baik sehingga belum semua Sekolah Dasar dapat
melaksanakan pembelajaran tematik 44,44% Madrasah Ibtidaiyah yang
melaksanakan tematik di kelas I-III dan 38,89% yang melaksakan pembelajaran
tematik di kelas IV. Kendala yang dihadapi Madrasah Ibtidaiyah dalam
melaksanakan pembelajaran tematik diantaranya rendahnya kemampuan guru
dalam mengajar dengan pendekatan tematik.
Hal ini diperkuat karena guru yang mengajar Sekolah Dasar saat ini bukan
berasal dari alumni Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Oleh sebab itu dipandang
perlu memperbaiki kualitas guru agar dapat membelajarkan peserta didik dengan
pendekatan tematik terpadu.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menemukan formulasi guru yang
tepat untuk mewujudkan generasi emas yang unggul, dan upaya perbaikan dalam
pembelajaran untuk mewujudkan generasi emas yang unggul.
PEMBAHASAN
Fungsi dan peran guru
Guru menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005 (pasal 1 ayat 1) tentang
Guru dan Dosen adalah “Pendidik Profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarhkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Kualifikasi Akademik Guru Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, harus memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam
bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh
dari program studi yang terakreditasi.
Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetansi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi
professional yang yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi pedagogik ini mencakup selain pemahaman dan pengembangan
potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta sistem
ISBN: 978-602-50622-0-9 3
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
evaluasi pembelajaran, juga menguasai konsep pendidikan dan ilmu tentang
pendidikan yang akan diajarkan kepada peserta didik sedangkan Kompetensi
professional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam. Dalam hal ini mencakup penguasaan materi keilmuan, penguasaan
kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaran bidang studi, dan
wawasan etika dan pengembangan profesi.
Pendidikan memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya
mencapai keberhasilan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Terlebih pada pergaulan dan ekonomi global masa sekarang ini, kesuksesan suatu
negara secara fundamental tergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ketrampilan serta kompetensi sumberdayanya. Negara-negara dengan
level pendidikan lebih tinggi akan memenangkan persaingan global dan cenderung
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih tinggi.
Bagi bangsa Indonesia, kesadaran akan arti penting pembangunan
pendidikan sesungguhnya telah dimiliki sejak awal oleh para pendahulu ketika
republik ini didirikan. Hal ini dibuktikan dengan dituangkannya salah satu tujuan
pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana digariskan didalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan negara tersebut menjadi pondasi kokoh dalam penyelenggaraan
pembangunan pendidikan di Indonesia. Upaya mencerdaskan kehidupan suatu
bangsa tentunya tidak terlepas dari urusan pendidikan. Mencerdaskan kehidupan
bangsa memiliki makna membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang cerdas
dan berkualitas yang harus dimanifestasikan dengan pembangunan pendidikan
yang terarah, terpadu, berkeadilan dan berkelanjutan.
Berbicara tentang upaya pembangunan pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa tentunya tidak terlepas dari peran dan eksistensi guru sebagai
elemen penting pendidikan. Harus diakui, guru merupakan salah satu aktor kunci
dalam upaya mewujudkan pembangunan pendidikan yang berkualitas. Banyak
penelitian telah membuktikan adanya korelasi yang signifikan antara kualitas dan
kinerja guru dengan keberhasilan belajar siswa, salah satunya disampaikan
Wenglinsky yang menyatakan bahwa performance dan karakteristik guru secara
nyata memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberhasilan belajar siswa
(2002).
Lebih lanjut Gaffar (2010) menyatakan bahwa guru memegang peranan
yang strategis terutama dalam membentuk watak bangsa melalui pengembangan
kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Pernyataan ini secara tidak langsung
menegaskan bahwa pembangunan sumber daya manusia berdaya saing yang
unggul, bermoral, berkepribadian bangsa, serta memiliki kompetensi tinggi akan
sulit terwujud tanpa dukungan guru-guru berkualitas yang hadir menanamkan
nilai-nilai luhur dan memberikan motivasi kepada anak didik.
ISBN: 978-602-50622-0-9 4
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sayangnya, di dalam perkembangannya profesi guru harus dihadapkan
pada berbagai persoalan, mulai dari intervensi politis di dalam rekruitmen serta
penempatan guru, profesionalisme guru, peningkatan kesejahteraan guru,
distribusi guru antar kabupaten/kota dan antarprovinsi yang terkendala
kewenangan masing-masing pemerintah daerah, adanya komersialisasi
penempatan guru di sekolah-sekolah favorit, dan berbagai persoalan lain yang
tentunya turut mempengaruhi mutu pendidikan.
Pembelajaran tematik
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. (3) Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. (4) Pendidikan diselenggarakan dengan
memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran. (5) Pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat. (6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas).
Kurangnya ruang bagi refleksi dan interaktif pembelajaran di kelas
disebabkan oleh konteks yang terkandung dalam kurikulum luas (Cambrigde
Primary Review, 2009). Studi kasus di Irlandia Utara menunjukkan bahwa guru
merasa kewalahan untuk memenuhi tuntutan kurikulum yang terlalu padat dan
kurikulum mengalami perubahan yang terlalu cepat (Gallanger, 2009). The
Australian Primary Principals Association (2008) berpendapat bahwa kurikulum
di Australia menjadi lebih padat akhir-akhir ini. Asosiasi mencatat bahwa guru-
guru merasa terlalu banyak materi yang harus diajarkan dengan waktu yang
tersedia.
Studi yang dilakukan UNESCO (2003) untuk mereformasi pendidikan
menunjukkan kurikulum di beberapa negara cenderung mengalami peningkatan
dalam hal padatnya materi. Misalnya, di Filipina kurikulum yang terlalu padat
dikatakan sebagai penyebab rendahnya prestasi siswa dan penyebab keterlambatan
dalam pengembangan kompetensi kritis. Hal ini terjadi karena waktu yang
disediakan sedikit sedangkan materi yang harus diajarkan banyak.
Tilaar (2008) mengatakan masyarakat modern dewasa ini dikatakan sebagai suatu
masyarakat ilmu pengetahuan. Artinya suatu masyarakat modern tidak akan
berkembang tanpa ilmu pengetahuan atau tanpa memiliki ilmu pengetahuan.
Menurut para pakar di dalam suatu masyarakat ilmu pengetahuan, masalahnya
bukan memiliki ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi yang lebih penting ialah
ISBN: 978-602-50622-0-9 5
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
proses memilikinya. Mengapa proses memiliki ilmu pengetahuan itu lebih penting
daripada memiliki ilmu pengetahuan itu sendiri? Hal ini disebabkan karena ilmu
pengetahun itu sendiri terus menerus berkembang dengan cepat. Karena cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan tersebut, dapat dikatakan bahwa manusia itu
sendiri tidak mungkin lagi menguasai pengetahuan yang berkembang pesat
tersebut. Yang perlu dikuasai manusia tersebut adalah proses memiliki
pengetahuan tersebut, cara memperolehnya dan memanfaatkannya.
Proses memiliki ilmu pengetahuan tidak lain daripada suatu proses belajar.
Proses belajar itu sendiri sebagian besar merupakan proses membaca. Ilmu
pengetahuan yang berkembang sangat pesat tidak mungkin lagi dapat dikuasai
melalui proses mendengar atau proses transisi dari sumber ilmu pengetahuan
(guru) tetapi lebih melalui berbagai sumber ilmu pengetahuan yang hanya dapat
diketahui melalui proses membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
proses belajar adalah membaca. Proses membaca adalah proses memberikan arti
kepada dunia (give meaning to the world). Perkembangan arti, yang dikenal
sebagai wawasan dari atri tersebut, berkembang melalui bacaan baik sumber dari
buku ataupun sumber bacaan melalui media elektronika. Pemberian arti terhadap
dunia “documented vision” yaitu dengan jalan membaca, atau dengan cara visual
dari alat-alat media elektronika.
Menggalakkan gairah membaca berarti akan mengubah proses belajar di
sekolah-sekolah kita, dari proses belajar satu arah menjadi proses belajar dua arah
atau multi arah dengan menggunakan sumber-sumber bacaan sebagai pengungkit
dialog antara guru dan siswa. Menurut analisa penulis tentang pendidikan dasar di
Indonesia harus mengalami perubahan. Berdasarkan informasi dari beberapa
tulisan dapat dilihat bahwa kurikulum sekolah dasar di negara maju sekalipun
hanya menekankan tiga mata pelajaran yakni: membaca, menulis dan berhitung.
Jika boleh memilih maka penerapan mata pelajaran yang sesuai dengan
perkembangan anak adalah negara Australia yang memberikan mata pelajaran
bertahap bagi siswa Sekolah Dasar. Matematika yang dianggap mata pelajaran
primadona justru paling akhir diajarkan. Berdasarkan penemuan termutakhir
tentang perkembangan otak maka anak siap belajar matematika ketika anak sudah
berusia di atas 10 tahun. Jika hal ini diperhatikan maka anak Indonesia dapat
tumbuh sesuai masanya.
Pemilihan ketiga mata pelajaran ini didasari oleh beberapa alasan,
diantaranya:
Membaca Pada hakikatnya, aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu
membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses
mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk
mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca.
ISBN: 978-602-50622-0-9 6
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa
aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca
terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut (1) aspek sensori, yaitu
kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis, (2) aspek perseptual, yaitu
kemampuan untuk menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol, (3) aspek
skemata, yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis dengan struktur
pengetahuan yang telah ada, (4) aspek berpikir, yaitu kemampuan membuat
inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan (5) aspek afektif, yaitu
aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengalaman terhadap
keinginan membaca. Interaksi antara kelima aspek tersebut secara harmonis akan
menghasilkan pemahaman membaca yang baik, yakni terciptanya komunikasi
yang baik antara penulis dengan pembaca.
Menulis Menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks untuk dipelajari siswa.
Mengacu pada proses pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dapat
dipandang sebagai (1) suatu keterampilan, (2) proses berpikir (kegiatan bernalar),
kegiatan transformasi, (4) kegiatan berkomunikasi, dan (5) sebuah proses.
Sebagai suatu keterampilan, menulis sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya
perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek. Hal ini akan memberi kemungkinan lebih
besar bagi siswa untuk memiliki keterampilan menulis yang baik. Sebagai suatu
proses berpikir (kegiatan bernalar), dalam menulis penulis dituntut memiliki
penalaran yang baik. Tchudy dalam Resmini, dkk (2006) mengemukakan bahwa
bernalar merupakan dasar dalam kegiatan menulis. Siswa harus menyeleksi dan
mengorganisasikan informasi untuk kemudian mempresentasikan kembali dalam
urutan yang logis. dengan demikian, penulis yang memiliki penalaran yang baik
akan menghasilkan tulisan yang baik.
Sebagai kegiatan transformatif, dalam menulis diperlukan dua kompetensi
dasar, yakni kompetensi mengelola cipta, rasa dan karsa, serta lompetensi
memformulasikan ketiga hal tersebut ke dalam bahas tulis. Tercakup kompetensi
pertama, yaitu penguasaan tentang substansi, ruang lingkup, dan sistematika
permasalahan yang akan ditulis. Kompetensi kedua berkaitan dengan kemampuan
menggunakan bahasa tulis mencakup penguasaan kaidah tulis, diksi, kalimat,
paragraf, dan sebagainya. Menulis merupakan kegiatan komunikasi, penulis harus
mempertimbangkan audiens (pembaca) karena menulis tidak ditujukan hanya
untuk sendiri. Untuk itu, dalam menulis perlu mempertimbangkan konteks tulisan
mencakup apa, siapa, kapan, untuk tujuan apa, bentuk tulisan, media penyajian
yang dipilih, dan sebagai sehingga tulisan yang dihasilkan komunikatif. Menulis
merupakan suatu proses yang berisi seragkaian kegiatan mulai dari menyususn
rencana (perencanaan, pramenulis), menulis draft (pengedrafan), memperbaiki
draft (perbaikan), menyunting draft (penyuntingan), dan mempublikasikan hasil
tulisan (pemublikasikan).
ISBN: 978-602-50622-0-9 7
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
c) Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat
artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
Tanpa itu matematika hanya kumpulan rumus-rumus yang mati. Matematika
mempunyai kelebihan dari bahasa verbal karena matematika mengembangkan
bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara
kuantitatif. Dengan bahasa verbal hanya bisa mengemukakan peryataan yang
bersifat kualitatif. Sifat kuantitatif dari matematika meningkatkan daya prediktif
dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang
memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika
berfungsi sebagai alat berpikir. Matematika secara garis besarnya merupakan
pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan ketiga
mata pelajaran sebagai mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar didasarkan pada,
ketiga mata pelajaran ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang
anak untuk berkembang. Proses perkembangan itu tidak hanya terbatas pada
kemampuan berbahasa, tetapi lebih kepada proses penalaran yang merupakan
dasar bagi kemampuan berpikir. Sehingga, hal paling utama yang menjadi dasar
pemilihan mata pelajaran di Sekolah Dasar adalah bagaiman mata pelajaran
tersebut menjadi bekal bagi siswa untuk berkembang dalam persiapan siswa
sebagai generasi yang siap di masa yang akan datang.
Pembelajaran Tematik dan Generasi Emas Pemilihan Pembelajaran Tematik sebagai pendekatan bagi pembelajan
anak usia Sekolah Dasar tidak diragukan lagi, tetapi dalam pelaksanaannya masih
banyak ditemukan keraguan bagi guru untuk menerapkannya, karena
dikhawatirkan tidak ditemukan konsep dalam proses pembelajarannya. Oleh sebab
itu, pada bagian berikut ini, penulis mencoba menawarkan bagaimana seharusnya
kegiatan terutama membaca, menulis dalam pembelajaran agar tidak keilangan
makna, dapat dilakukan melalui:
Membaca bermakna Yang dimaksud dengan membaca bermakna adalah anak didik membaca
tidak hanya sekedar membaca wacana, tetapi membaca yang menuntuk anak didik
memahami apa yang dibacanya. Misalnya di dalam bahan bacaan, siswa dituntut
untuk dapat melalukan serangkaian kegiatan. Jika pemahaman siswa terhadap
bahan yang dibacanya tepat, maka akan dihasilkan suatu produk yang tepat. Jika
pemahaman bacaan anak didik salah, maka produk yang dihasilkan juga akan
gagal. Membaca bermakna dapat diaplikasikan di semua mata pelajaran.
Berikut adalah contoh penerapan membaca bermakna dengan Seni Budaya
dan Keterampilan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 8
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Membuat baling-baling kertas
1. Siapkan alat dan bahan (Gunting, Lem, Kertas Origami, Isolasi dan Lidi) 2. Ambil kertas Origami yang telah disediakan. Tandai keempat sudutnya dengan angka 1, 2, 3 dan 4
searah jarum jam. 3. Lipatlah kertas sehingga bertemu sudut 1 dan sudut 3, kemudian buka lipatannya kembali. 4. Buatlah tanda lingkaran kecil di bagian tengah kertas. 5. Guntinglah kertas mengikuti bekas lipatan dan jangan sampai mengenai lingkaran 6. Satukan dan lem salah satu sisi segitiga ketengah lingkaran 7. Perkuat dengan menempelkan kertas kecil di tengah-tengah lingkaran 8. Beri lubang di tengah baling-baling yang sudah jadi 9. Masukkan lidi yang telah diberi isolasi ke lubang yang telah dibuat tadi dan kemudian balut kembali
b)lidiMenulisyangkeluarbermaknadaribaling-.baling.
10. baling-baling siap berputar.
Menulis bermakna adalah kegiatan menulis pada anak didik. Menulis
bermakna akan lebih mudah dilakukan apabila yang ditulis berdasarkan aktivitas
yang benar-benar dilakukan oleh anak. Contoh penerapan menulis bermakna dapat
dilakukan dari aktivitas di atas. Misalnya dari membaca bermakna di atas, anak
didik diminta menuliskan idenya dalam bentuk artikel bagaimana cara menghitung
luas persegi.
Untuk mata pelajaran SBdP dapat juga dilakukan dengan cara meminta
siswa menulis artikel tentang pengalamannya membuat baling-baling. Hal ini akan
lebih mudah dilakukan karena anak didik hanya menuliskan apa yang telah
dilakukannya.
PENUTUP
Simpulan Pembelajaran tematik dikenal sebagai pendekatan pembelajaran yang
dipandang tepat untuk membelajarkan anak usia 7 – 12 tahun atau setara dengan
anak didik yang sedang duduk di bangku Sekolah Dasar. Kendala yang dihadapi
di lapangan berhubungan dengan rendahnya kemampuan guru dalam menerapkan
pendekatan ini di kelas-kelas Sekolah Dasar. Masalah ini dapat diselesaikan jika
guru paham bahwa apapun yang mereka ajarkan di kelas tidak terlepas dari
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang dimiliki anak didik mereka.
Hanya saja kemampuan membaca dan menulis yang dimiliki anak didik tidak
hanya sekedar melek huruf, tapi lebih pada memahami apa yang di baca sehingga
mampu menuliskan berdasar apa yang telah dilakukan. Jika hal seperti sudah
dapat dilakukan, pelaksaan pembelajaran dengan pendekatan tematik akan sukses,
selanjutnya apapun yang negara ini harapkan dari dunia pendidikan akan terwujud
dengan baik.
Saran dan Rekomendasi Melalui artikel ini penulis berharap tulisan ini dapat dilanjutkan menjadi
sebuah penelitian tenteng formulasi kemampuan guru yang dapat membelajarkan
tematik dengan tepat sehingga dapat mewujudkan cita-cita tentang penciptaan
generasi emas yang unggul.
ISBN: 978-602-50622-0-9 9
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Heyneman, S. P., & Loxley, W. A. (1983). The effect of primary-school quality
on academic achievement across twenty-nine high-and low-income
countries. American Journal of sociology, 88(6), 1162-1194.
Gaffar M. F., 2010, Pendidikan Karakter Berbasis Islam, Makalah Workshop
Pendidikan Karakter Berbasis Agama, Jogjakarta, h.4.
Kasihadi RB, 2015, Optimalisasi Prestasi Peserta Disik Melalui sistem
Pendidikan yang Humanis: Suatu Perbandingan dengan negara maju,
Sukoharjo.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Masaong, Abdul Karim. 2001. Keterkaitan antara Semangat Kerja Guru dengan
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. Juli. Tahun Ke-10, No. 049: hlm.343.
Munasik, 2014, Kemampuan Guru Sekolah Dasar dalam Menerapkan
Pembelajaran Tematik di Sekolah, Jurnal Pendidikan Nomor 2 Volume
15,105-113.
Pal Y. Et all, 1993, Learning Without Burden, Goverment of India Ministry of
Human Resource Development Department of Education: New Delhi.
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan, Dan Menteri Agama Tahun 2011 Tentang Penataan
Dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota.
Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum.
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
Permendiknas Nomor 39 tahun 2010 tentang Jadwal Retensi Arsip Kepegawaian
dan Keuangan di Lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
ISBN: 978-602-50622-0-9 10
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi, dalam Bab III tentang beban
belajar.
Resmini N. dkk, 2006, Membaca dan Menulis di Sekolah Dasar: Teori dan
pengajarannya, UPI Press: Bandung.
Suwardi, 2015, Kendala Implementasi Pembelajaran Tematik di Madrasah
Ibtidaiyah Swasta, Seminar Nasional Pendidikan UNS & ISPI Jawa Tegah.
Tilaar H. A. R., 1999, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam
Perspektif Abad 21, Penerbit Tera Indonesia: Magelang.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
ISBN: 978-602-50622-0-9 11
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PEMANFAATAN SUMBER
BELAJAR DI SEKOLAH DASAR
Nur Hasanah2
Surel : [email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan
mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar siswa melalui
pemanfaatan sumber belajar dengan melihat aspek fisik, mental, dan
emosional melalui penerapan pembelajaran tematik. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif. Bentuk penelitian yaitu
Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) serta bersifat
kolaboratif. Penelitian berlangsung di SDN 036 Balai Jaya.Subyek
penelitian adalah peserta didik kelas III yang berjumlah 33 orang dan 1
guru kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi
langsung dan pencermatan dokumen, yang diamati berupa kemampuan
guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, serta aktivitas
belajar peserta didik. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dengan
hasil akhir penelitian yang diperoleh yaitu pada siklus I aktivitas fisik
84,08%, aktivitas mental 94,59%, dan aktivitas emosional 94,59%. Pada
siklus II aktivitas fisik 93,09%, aktivitas mental 91,89%, dan aktivitas
emosional 97,29%. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan aktivitas belajar peserta didik dengan menerapkan
pembelajaran tematik.
Kata Kunci:pembelajaran tematik, aktivitas belajar, sumber belajar
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak kita jumpai berbagai macam sumber belajar yang dapat
digunakan baik dalam dunia pendidikan maupun non-pendidikan khususnya
masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin memperbanyak wawasannya
dengan kemajuan teknologi pada saat sekarang ini. Keberadaan sumber belajar
menjadi pendorong utama dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar.
2PENDIDIKAN DASAR PASCASARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 12
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dengan demikian sumber belajar juga mempengaruhi hasil belajar anak baik di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau masyarakat.
Namun pada kenyataannya masih banyak para siswa yang kurang
mengetahui keberadaan sumber belajar serta pemanfaatannya dalam dunia
pendidikan. Mereka hanya beranggapan sumber belajar hanya bisa didapatkan dari
buku, majalah, koran atau hanya mengharapkan apa yang diberikan oleh para
pendidik. Padahal dalam pembelajaran tematik keberadaan sumber belajar
menjadi landasan utama untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Dikarenakan dengan sumber belajar yang memadai maka kita sebagai pendidik
menyadari akan pentingnya sumber belajar tersebut dalam peningkatan dan hasil
belajar anak disetiap jenjang yang ada di sekolah.
Hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi para pendidik untuk mencari
sumber belajar yang benar-benar memadai dan sesuai dengan keadaan lingkungan
disekolah maupun masyarakat dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran tematik. Permasalahan ini tidak terlepas dari tanggung jawab
para guru untuk terus meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran
tematik serta kemampuan guru dalam pemanfaatan sumber belajar.
Berdasarkan hal tersebut peran guru dan siswa dalam pemanfaatan sumber
belajar sangat penting dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran tematik. Tentunya, untuk merealisasikan hal tersebut perlu adanya
kerjasama yang baik dalam memperoleh sumber belajar dan pengetahuan dalam
pemanfaatan sumber belajar tersebut.Dalam keseluruhan upaya pendidikan, proses
pembelajaran tematik merupakan salah satu pembelajaran yang dirancang khusus
berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema tersebut ditinjau dari
berbagai mata pelajaran. Tidak mudah memang dalam penggunaan pembelajaran
tematik dikarenakan guru harus benar-benar mempersiapkan segala sumber belajar
yang sesuai dengan tema pembelajaran setiap harinya guna meningkatkan
aktivitas belajar siswa di sekolah.
Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran tematik lebih menekankan
pada contoh yang benar-benar kompleks sehingga mempermudah siswa dalam
memahami pembelajaran. Hal demikian menunjukkan bahwa semua pihak terlibat
dalam setiap kegiatan pembelajaran baik dalam hal sumber belajar, aktivitas siswa
maupun pemahaman akan pembelajaran tematik.Sumber-sumber belajar tersebut
jika dimanfaatkan dan dikelola dengan baik akan membantu kelancaran dalam
proses pembelajaran, akan tetapi banyak para guru yang tidak menyadari bahkan
tidak sedikit yang mengabaikan pentingnya sumber belajar dalam proses
pembelajaran, meskipun sudah diketahui bahwa sumber belajar adalah komponen
penting dalam pembelajaran yang sangat menunjang aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran tematik.
Menurut Sudjana dan Rivai (dalam Jarmono) sumber belajar adalah segala
yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan seseorang dalam belajar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 13
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Adapun yang dimaksud pemanfaatan sumber belajar dalam penelitian ini adalah
suatu upaya untuk mendayagunakan segala yang dapat dimanfaatkan untuk
memberi kemudahan seseorang dalam belajar. Dengan sumber belajar yang ada
diharapkan dapat tercipta kemampuan mendidik anak dengan cara-cara yang
menyenangkan sehingga dapat memiliki dampak positif dalam diri anak yaitu
selalu meningkatkan keinginan untuk belajar.
Menurut Rumidani, dkk. “Pembelajaran tematik dimaknai sebagai
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu”. Dalam
pembahasannya tema tersebut ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran
tematik mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau
topik pembahasan. Sedangkan menurut Slekar (dalam Ain dan Maris)
pembelajaran tematik adalah suatu model terapan pembelajaran terpadu yang
mengintegerasikan beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan yang terikat oleh
tema.
Menurut Zulanda, dkk “Aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan
belajar”. Adapun kegiatan yang melibatkan peserta didik yaitu peserta didik
mengamati atau menggunakan media, mengerjakan tugas, melakukan demonstrasi,
memecahkan masalah, berani mengungkapkan pendapat, berani tampil kedepan
kelas, dan antusias dalam proses pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian berlangsung di Sekolah Dasar Negeri 036 Balai Jaya, subyek
penelitian adalah peserta didik kelas III yang berjumlah 33 peserta didik dan guru
kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi langsung
dan teknik pencermatan dokumen dengan alat pengumpul data yaitu lembar
pengamatan untuk kemampuan guru merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran serta aktivitas peserta didik. Prosedur dalam penelitian ini terdiri
dari 4 tahap, yaitu: (1) Tahap perencanaan tindakan, (2) Tahap pelaksanaan
tindakan, (3) Tahap observasi, dan (4) Tahap refleksi.
Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti bekerjasama dengan guru
kolaborasi untuk merencanakan tindakan, antara lain: (1) menganalisis kurikulum
beberapa mata pelajaran, yaitu Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), Pendidikan
Jasmani (Penjas), Bahasa Indonesia, dan Matematika untuk mengetahui Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dihubungkan antara mata pelajaran
yang satu dengan yang lainnya; (2) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP); (3) mempersiapkan materi dan media pembelajaran; (4) menentukan teknik
penelitian; (5) mengalokasikan waktu. Pada tahap pelaksanaan tindakan,
penelitian atau pelaksanaan tindakan ini dilaksanakan pada semester ganjil,
mengadakan kolaborasi bersama guru kelas III. Banyaknya pertemuan
dilaksanakan setiap siklusnya 2 kali pertemuan (2 x pertemuan = 1 siklus). Setiap
ISBN: 978-602-50622-0-9 14
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
satu kali pertemuan alokasi waktu 5 jam pelajaran atau selama 175 menit. Pada
tahap kegiatan pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan siklus oleh
guru kelas dengan menggunakan lembar pengamatan. Tujuannya adalah untuk
melihat sejauh mana keberhasilan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan.
Tahap terakhir yaitu refleksi, berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi
langsung dan hasil pencermatan dokumen pada setiap siklus, maka bersama
dengan guru kolaborasi melakukan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan
selama proses pembelajaran setiap siklusnya. Setelah mengetahui kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran, maka akan direncanakan kembali
tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki kekurangan yang ada,
kemudian diperbaiki pada siklus berikutnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada siklus I tema yang digunakan sumber belajar buku. Pada tahap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat dipaparkan dalam paragrap berikut.
Kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan salam pembuka, doa, dan mengecek
kehadiran peserta didik. Kegiatan berikutnya adalah apersepsi, guru bertanya
kepada peserta didik “Anak-anak, kita sekolah membawa apa saja? Di sekolah kita
menulis menggunakan apa saja? Nah, bagaimana kalau hari ini kita belajar
mengetahui apa saja yang ada di dalam buku, setuju anak-anak?”. Selanjutnya
guru menyampaikan informasi tujuan dan kegiatan pembelajaran. Kemudian
sebelum pelajaran dimulai, guru mengkondisikan kelas terlebih dahulu.
Kegiatan inti terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam
tahap eksplorasi, kegiatan pembelajaran dilakukan tanya jawab dengan peserta
didik mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan disekolah. Kemudian peserta
didik menyanyikan lagu “pergi sekolah” bersama-sama dengan menggunakan
audio. Pada tahap eksplorasi ini peserta didik mulai fokus dalam pembelajaran, hal
ini dikarenakan peserta didik mengeksplorasikan pengalamannya dalam
mengamati gambar-gambar apa saja yang ada di dalam buku pelajaran. Dalam
kesempatan ini juga peserta didik berani mengemukakan pendapatnya dari
pertanyaan-pertanyaan guru berdasarkan gambar tersebut. Pada tahap elaborasi,
peserta didik menyebutkan contoh-contoh apa saja yang ada di dalam buku. Selain
itu, peserta didik diajak untuk bermain dengan menggunakan metodenumber head
together. Masing-masing peserta didik mendapatkan kartu bernomor dan kartu
tersebut ditempel di dahi mereka. Kemudian peserta didik membaca buku. Setelah
itu, peserta didik yang dipanggil nomornya oleh guru ke depan kelas membacakan
ulang. Dari bacaan tersebut, peserta didik diminta untuk mengamati setiap isi buku
dan apa saja yang ada di dalam isi buku tersebut. Kemudian peserta didik
berkompetisi menyebutkan apa saja yang berkaitan di dalam buku tersebut.
Selanjutnya tahap konfirmasi merupakan tahap kegiatan inti yang terakhir.
Adapun tindakan yang dilakukan guru dalam pembelajaran adalah guru
ISBN: 978-602-50622-0-9 15
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mengumumkan peserta didik yang menjadi pemenang dalam berkompetisi dan
memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, isyarat
maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik. Selanjutnya guru memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
Dalam kegiatan akhir dari pembelajaran peserta didik dengan bimbingan
guru menyimpulkan materi pelajaran dan dilanjutkan dengan mengevaluasi
pembelajran melalui soal evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan
pembelajaran. Hasil evaluasi diberikan tindak lanjut, yaitu meminta peserta didik
yang belum menguasai materi pelajaran untuk mengulangi kembali
pelajarandirumah. Kemudian guru menginformasikan materi selanjutnya dan
diakhiri dengan salam penutup.
Pada siklus II peneliti bersama guru kolaborator melakukan perencanaan
pembelajaran untuk siklus II. Fokus perencanaan pada siklus II ini adalah untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I, seperti aktivitas
fisik seperti pada saat membaca masih ada peserta didik yang mengganggu
temannya, aktivitas emosional seperti peserta didik kurang percaya diri untuk
bercerita didepan kelas. Pada kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan salam
pembuka, doa, dan memeriksa kesiapan peserta didik belajar yaitu mencakup
aspek mengecek kehadiran, kerapian, ketertiban, perlengkapan belajar, dan
kesiapan belajar peserta didik. Kegiatan berikutnya adalah apersepsi, guru
bertanya kepada peserta didik mengenai “Anak-anak, apakah kalian dirumah
mempunyai majalah atau koran? Siapa yang suka membaca majalah atau koran?
Nah, bagaimana kalau hari ini kita belajar membaca koran dan majalah, setuju
anak-anak?”. Kemudian menyampaikan informasi tujuan dan kegiatan
pembelajaran. Sebelum pelajaran dimulai, guru mengkondisikan kelas terlebih
dahulu.
Kegiatan inti, terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam
tahap eksplorasi, kegiatan pembelajaran dilakukan tanya jawab dengan peserta
didik mengenai majalah apa yang mereka sukai. Kemudian peserta didik
menyanyikan lagu “binatang” bersama-sama dengan menggunakan audio. Dalam
kesempatan ini juga peserta didik berani mengemukakan pendapatnya dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Tahap elaborasi, dalam tahap ini
peserta didik menyebutkan apa saja binatang yang diketahui. Selain itu juga
peserta didik diajak untuk bermain dengan menggunakan metode number head
together. Masing-masing peserta didik mendapatkan kartu bernomor dan kartu
tersebut ditempel di dahi mereka. Kemudian peserta didik mendengarkan cerita
tentang “gajah”. Setelah itu, peserta didik yang dipanggil nomornya oleh guru ke
depan kelas menceritakan kembali cerita tersebut. Dari cerita tersebut, peserta
didik diminta untuk menggambar dan mengamati gambar. Peserta didik juga
ISBN: 978-602-50622-0-9 16
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kedepan kelas menunjukkan gambar gajah tersebut. Kemudian peserta didik diajak
untuk bermain dengan menggunakan metode snowball throwing. Peserta didik
menggilirkan sebuah bola sambil bernyanyi. Ketika lagu sudah habis dan bola
berhenti kepeserta didik yang lain, peserta didik tersebut kedepan kelas bersama
teman sebangkunya untuk berkompetisi mengelompokkan mainan-mainan yang
berbentuk bangun datar. Tahap konfirmasi, adapun tindakan yang dilakukan guru
dalam pembelajaran adalah guru mengumumkan peserta didik yang menjadi
pemenang dalam berkompetisi dan memberikan penguatan dalam bentuk lisan,
isyarat maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik. Selanjutnya guru
memberikan motivasi kepada peserta didik yang belum berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
Dalam kegiatan akhir dari pembelajaran peserta didik dengan bimbingan
guru menyimpulkan materi pelajaran dan dilanjutkan dengan mengevaluasi
pembelajran melalui soal evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan
pembelajaran. Hasil evaluasi diberikan tindak lanjut, yaitu meminta peserta didik
yang belum menguasai materi pelajaran untuk mengulangi kembali belajar
dirumah. Kemudian guru menginformasikan materi selanjutnya dan diakhiri
dengan salam penutup.
Berikut ini data yang diperoleh dalam penelitian berupa hasil lembar
pengamatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dan aktivitas
belajar peserta didik. Pada siklus I, yaitu: (1) rata-rata peserta didik yang
melakukan aktivitas fisik sesuai indikator yang diamati dalam proses
pembelajaran mencapai 84,08%, (2) rata-rata peserta didik yang melakukan
aktivitas mental sesuai indikator yang diamati dalam proses pembelajaran
mencapai 94,59% dari seluruh peserta didik, (3) rata-rata peserta didik yang
melakukan aktivitas emosional sesuai indikator yang diamati dalam proses
pembelajaran mencapai 94,59%.
Sedangkan pada siklus II, yaitu: (1) rata-rata peserta didik yang melakukan
aktivitas fisik sesuai indikator yang diamati dalam proses pembelajaran mencapai
93,09%, (2) rata-rata peserta didik yang melakukan aktivitas mental sesuai dengan
indikator yang diamati dalam proses pembelajaran mencapai 97,29%, (3) rata-rata
peserta didik yang melakukan aktivitas emosional sesuai indikator yang diamati
dalam proses pembelajaran mencapai 97,29%. Dengan demikian, selisih
peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II pada aktivitas fisik sebesar
9,01%, aktivitas mental sebesar 2,7%, dan aktivitas emosional sebesar 2,7%.
SIMPULAN
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka aktivitas belajar peserta didik dengan menerapkan pembelajaran
tematik di kelas III Sekolah Dasar Negeri 036 Balai Jaya dapat dinyatakan
meningkat dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator kinerja aktivitas belajar
ISBN: 978-602-50622-0-9 17
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dengan memperhatikan berbagai indikator aktivitas fisik, mental dan emosional
dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu: (1) terdapat peningkatan aktivitas fisik
peserta didik kelas III dengan menerapkan pembelajaran tematik pada siklus I dan
II, (2) terdapat peningkatan aktivitas mental peserta didik di kelas III dengan
menerapkan pembelajaran tematik pada siklus I dan II, (3) terdapat peningkatan
aktivitas emosional peserta didik kelas III dengan menerapkan pembelajaran
tematik pada siklus I dan II.
DAFTAR RUJUKAN
Ain, Nurul dan Maris Kurniawati. Implementasi Kurikulum KTSP: Pembelajaran
Tematik di Sekolah Dasar. Malang: Jurnal Inspirasi Pendidikan Universitas
Kanjuruhan Malang.
Jarmono. 2016. Pemanfaatan Sumber Belajar Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SD Negeri 1 Logasari Kecamatan Rembang Kabupaten
Purbalingga. Purwekerto: IAIN Purwekerto.
Rumidani, dkk. 2014. Implementasi Pembelajaran Tematik Berbasis Lingkungan
Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Calistung Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Vol 4.
Zulanda, dkk. Penerapan Pembelajaran Tematik Untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar Peserta Didik di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah
Dasar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 18
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP INTERAKSI SOSIAL
MAHASISWA/I DI LINGKUNGAN FKIP UNIKA SANTO THOMAS SU
Rumiris Lumban Gaol3
Surel: [email protected]
Abstrak
Dengan berbagai layanan yang di ada handphone mahasiswa diluar jam
perkuliahan lebih memilih memainkan handphonenya dari pada berbicara
atau berdiskusi dengan temannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
1)Mengidentifikasi penggunaan media komunikasi pada mahasiswa di
kampus FKIP Unika Santo Thomas SU. 2)Menganalisis faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi dalam media komunikasi pada mahasiswa di kampus FKIP Unika Santo Thomas SU, dan 3)Menganalisis pengaruh
penggunaan media komunikasi pada mahasiswa/i terhadap interaksi sosial
mahasiswa/i di kampus FKIP Unika Santo Thomas SU. Penelitian ini adalah
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Berdasarkan hasil pembahasan dan pengolahan data yang dilakukan maka
Ha diterima, dengan demikian hasil dari 0,783 itu signifikan. Terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel bebas (X1) yaitu media
komunikasi terhadap variabel terikat (Y) yaitu interaksi sosial. Kesimpulan
ini memberikan pengertian bahwa semakin banyak waktu yang dilakukan
mahasiswa untuk menggunakan media komunikasi baik berupa
handphone/ipad dan laptop, maka semakin berkurang atau sedikit waktu
yang mereka gunakan untuk berinteraksi dengan teman di lingkungan
kampus Unika Santo Thomas SU.
Kata kunci :Media Komunikasi, Handhone/Ipad/laptop, Interaksi.
PENDAHULUAN
Media komunikasi yang paling praktis adalah handpone. Handphone
memiliki banyak sekali manfaat, terlebih pada saat-saat ini banyak sekali
pengguna handphone pintar yang memiliki kecanggihan yang lebih banyak dari
handphone biasa. Handphone dapat digunakan untuk melakukan obrolan dengan
tulisan atau teks dengan aplikasi mengobrol seperti BBM, What’s App, Line, We
Chat dan lain sebagainya. Handphone juga dapat digunakan sebagai media
bertukar gambar dan suara melalui aplikasi mengobrol tersebut. Selain itu
kegunaan lain dari benda ini adalah dapat digunakan untuk bekerja terutama bagi
yang membutuhkan layanan email yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja.
Definisi handphone dan kegunaannya memang sangatlah menarik.Anda juga dapat
menggunakannya untuk mendengarkan musik, mengambil gambar dan merekam
video di momen-momen tertentu.
3PGSD Universitas Santo Thomas S.U
ISBN: 978-602-50622-0-9 19
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hampir dalam setiap kegiatannya, manusia selalu bersinggungan dengan
handphone.Hanphone mampu memasuki seluruh strata kehidupan manusia.
Beragam alasan diutarakan manusia dalam keterikatannya dengan handphone,
namun satu hal yang pasti bahwa handphone dianggap sebagai salah satu media
komunikasi yang paling efektif.Mengapa demikian? Hal yang paling mendasar
adalah handphone praktis untuk dibawa karena bentuknya yang kecil dan juga
memiliki banyak layanan
Banyak fenomena dimana tidak jarang individu lebih memilih memainkan
atau menggunakan ponselnya, meskipun ia berada ditengah-tengah suatu kegiatan
atau sosialisasi dengan orang-orang disekitarnya.
Dengan berbagai layanan yang di ada handphone mahasiswa diluar jam
perkuliahan lebih memilih memainkan handphonenya dari pada berbiraca atau berdiskusi
dengan temannya. Dari sekian kelebihan yang telah ditawarkan dari suatu ponsel,
tetapi terdapat juga banyak dampak negatif bermunculan, salah satunya adalah
berkurangnya tingkat interaksi sosial antar mahasiswa di lingkungan kampus.Tujuan
penelitian ini adalah untuk 1)Mengidentifikasi penggunaan media komunikasi pada
mahasiswa di kampus FKIP Unika Santo Thomas SU. 2)Menganalisis faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi dalam media komunikasi pada mahasiswa di kampus FKIP
Unika Santo Thomas SU, dan 3)Menganalisis pengaruh penggunaan media komunikasi
pada mahasiswa/i terhadap interaksi sosial mahasiswa/i di kampus FKIP Unika Santo
Thomas SU
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif.Pendekatan kualitatif dilakukan dengan analisis isi dari
hasil wawancara dalam hal pengaruh media komunikasi terhadap interaksi
mahasiswa di kampus. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode test
melalui angket untuk pengambilan data dalam menganalisis tingkat sosialisasi
mahasiswa.
Variabel Penelitian Variabel yang di ukur daalam penelitian ini adalah
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media komunikasi (Variabel X1) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah interaksi sosial mahasiswa
(Variabel Y).
Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi
Observasi sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti yang luas, observasi tidak
terbatas pada pengamatan yang dilakuakan baik langsung maupun tidak
langsung.
ISBN: 978-602-50622-0-9 20
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
2. Wawancara atau Interview
Wawancara adalah suatu percakapan yang digunakan untuk memperoleh data
dan informasi dengan bertanya langsung kepada responden.Kuesioner.
3.Kuesioner yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan penyebaran daftar
pertanyaan kepada responden yang berhubungan dengan hasil yang diteliti.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang sudah
didokumentasikan.dengan hal-hal yang akan diteliti.
Teknik Analisis Data
Dalam analisa data menggunakan rumus Regresi sederhana dengan rumus yang
telah ditentukan. Dengan norma keputusan sebagai berikut a. Jika sig < 0,05 maka Hª
diterima dan H° ditolak b. Jika sig > 0,05 maka Hª ditolak dan H° diterima.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan penelitian melalui penyebaran angket, pengumpulan data
melalui observasi dan dokumentasi di lapangan, terlebih dahulu disajikan bentuk
data guna memperlancar langkah suatu penelitian
Tabel Kerja Koefisien Pengaruh Media Komunikasi terhadap
Interaksi Sosial Mahasiswa
No X Y X.Y X2 Y2
Jumlah 1844 1650 92288 103534 84266
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan jumlah responden (N)
33 diperoleh r hitung adalah 0,783 sedangkan r tabel adalah 0,344 . Ketentuan bila
r hitung lebih kecil dari r tabel, maka Ho diterima, dan Ha ditolak. Tetapi
sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh >rt ) maka Ha diterima. Dari
hasil tampak bahwa r hitung lebih besar dari r tabel maka Ha diterima, dengan
demikian hasil dari 0,783 itu signifikan. Terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara variabel bebas (X1) yaitu media komunikasi terhadap variabel
terikat (Y) yaitu interaksi sosial.
Selain juga dari hasil perhitungan yang sudah dianalisis, sesuai dengan
hasil tes angket bahwa hampir 99 % mahasiswa memiliki handhone, berdasarkan
hasil pengamatan penulis juga menemukan bahwa keberadaan media komunikasi
seperti handphone/ipad dan laptop merupakan bagian yang sangat penting yang
tidak dapat dipisahkan dari mahasiswa bahkan sudah menjadi kebutuhan
ISBN: 978-602-50622-0-9 21
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mahasiswa sehari-hari. Setelah perkuliahan selesai hal yang terlebih dahulu
dilakukan adala memeriksa handphone/ipad untuk meliahat apakah ada pesan
masuk, melihat berita terbaru, bahkan meng update stutus baru dengan kebebasan
ekpresi yang mereka alami.
Bahkan peneliti juga melihat melalui pengamatan ketika mahasiswa
berkumpul di taman kampus, mereka berkumpul bukan untuk saling berinteraksi
dengan sesama teman tetapi mereka sibuk dengan media komunikasi masing-
masing seperti handphone/ipad dan laptop. Mereka terlihat lebih senang
berinteraksi di media sosial dibandingkan berinteraksi dengan teman mereka
sendiri, mereka mencoba menunjukkan ekspresi yang berbeda ketika mencoba
membuka akun media masing-masing yaitu dengan ekspresi tertawa, terkejut,
sedih , iba, marah bahkan aja juga kesal atau bahkan menjengkelkan.
Keberadaan media komunikasi mampu menggantikan kebutuhan interaksi dengan
teman dan lingkungan mereka sehari-hari.Disaat mereka ingin menyampaikan
atau bertanya kepada seseorang mereka tidak membutuhkan waktu untuk bertemu
atau tatap muka tetapi cukup melalui handphone. Sepertinya mahasiswa tampa
media komunikasi hampa dalam menjalani hari-harinya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan pengolahan data yang telah dilakukan peneliti
yaitu yang berjudul pengaruh media komunikasi terhadap inetaksi sosial
mahasiswa/i di lingkungan FKIP Unika Santo Thomas SU maka penulis membuat
kesimpulan bahwa media komunikasi berpengaruh terhadap interaksi sosial
dimana, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di lapangan bahwa dari
analisis data yang telah dilakukan dengan jumlah responden (N) 33 diperoleh r
hitung adalah 0,783 sedangkan r tabel adalah 0,344 .Ketentuan bila r hitung lebih
kecil dari r tabel, maka Ho diterima, dan Ha ditolak. Tetapi sebaliknya bila r
hitung lebih besar dari r tabel (rh >rt) maka Ha diterima. Dari hasil tampak bahwa
r hitung lebih besar dari r tabel maka Ha diterima, dengan demikian hasil dari
0,783 itu signifikan. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel
bebas (X1) yaitu media komunikasi terhadap variabel terikat (Y) yaitu interaksi
sosial. Kesimpulan ini memberikan pengertian bahwa semakin banyak waktu yang
dilakukan mahasiswa untuk menggunakan media komunikasi baik berupa
handphone/ipaddan laptop, dimana kugunaan media komunikasi tersebut mereka
gunakan mencari hiburan, fasion, game, bahkan berinteraksi melalui akun media
sosial seperti facebook, twitter, line, whatsapp, wechat, bbm dan lain sebagainya,
maka semakin berkurang atau sedikit waktu yang mereka gunakan untuk
berinteraksi dengan teman di lingkungan kampus Unika Santo Thomas SU.
ISBN: 978-602-50622-0-9 22
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Anas Sudjiono, 2006: Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Didik M.Arief Mansur 2005, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Bandung : PT Rapfika Aditama,.
Badwilan, Rayyan Ahmad. 2004, Rahasia Dibalik Handphone.Jakarta : Darul
Falah.
Brotosiswoyo, B. Suprapto.2002, ‘Dampak Sistem Jaringan Global Pada
Pendidikan Tinggi: Peta Permasalahan’. Komunika. No 28/IX. Tangerang :
Universitas Terbuka.
Budyatna, M. 2005, ’Pengembangan Sistem Informasi : Permasalahan Dan
Prospeknya’.Komunika.
Fiati, Rina. 2005, Akses Internet Via Ponsel. Yogyakarta : Penerbit Andi
Yogyakarta.
Internet fundamentl
(http://kalamkata.org/ebook/indonesian/Modul01internetfundamental.pdf,
akses 23 Nopember 2015).
Gerungan, W.A.4004, Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama.
Kenali Pengertian Mahasiswa Dan Menurut Para Ahli
(http://www.pengertianku.net/2014/11/kenali-pengertian-mahasiswa-dan-
menurut-para-ahli.html) diakses pada 18 November 2015
Nurudin. 2005, Sistem-Sistem Komunikasi di Indonesia. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Ronny Kountur, 2003, Metode Untuk Penulisan Skripsi & Tesis, Jakarta:
CV.Taruna Grafika Cetakan 1
Saydam, Gouzali.2005, Teknologi Telekomunikasi, Perkembangan dan
Aplikasi.Bandung: Alfabeta.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002, Psikologi Sosial, Individu dan Teori-teori
Psikologi Sosial.Jakarta: Balai Pustaka.
Soekanto, Soerjono, 2002 . Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo.
Suharsimi Arikunto, 1992 Cet. Ke X : Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 23
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTER PESERTA DIDIK
Ramadhani4
Surel: [email protected]
Abstrak Pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM).SDM yang dimaksud tidak hanya terbatas pada
pengetahuan dan keterampilan tetapi juga pada sikap atau karakter.Artikel
ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan teknologi informasi dalam
pembentukan karakter.Teknologi informasi diharapkan mampu menjadi
salah satu media yang dapat dimanfaatkan pendidik dalam membangun karakter peserta didik. Teknologi informasi juga diharapkan mampu
membantu pendidik dalam menyeleksi dan menyaring informasi yang akan
disampaikan kepada peserta didik. Oleh karena itu kompetensi pendidik
mengenai teknologi informasi juga diharapkan dapat selalu ditingkatkan.
Pada akhirnya peserta didik diharapkan memiliki kemampuan secara aktif
dalam memahami informasi yang ia dapatkan sehingga mampu bersikap
kritis dalam memecahkan masalah pendidikan dan sosial yang dihadapi.
Kata kunci: teknologi, informasi, bersikap kritis, karakter.
PENDAHULUAN Peradapan manusia telah berubah seiring dengan perkembangan teknologi,
informasi dan komunikasi (TIK).Salah satunya adalah perubahan sosial budaya yang
membawa dampak terhadap aspek kehidupan.Dampak tersebut berupa dampak negative
dan positif.
Perkembangan teknologi dan informasi juga dapat dengan mudah membawa
beragam unsur budaya asing masuk ke dalam kehidupan manusia. Unsur budaya asing
tersebut membawa nilai-nilai baru yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai
lama.Hal ini lah yang membuat bergesernya nilai-nilai karakter. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tilaar (2002, hlm. 63) yang mengungkapkan bahwa mengadopsi budaya global
tanpa dasar yang kuat dari kebudayaan sendiri berarti manusia Indonesia akan kehilangan
identitasnya
Hancurnya nilai-nilai dan moral dalam masyarakat yang ditandai dengan
merebaknya berbagai kasus kekerasan, membutuhkan kelahiran baru pendidikan karakter
di dalam sekolah.Mundurnya pendidikan karakter, membuat kita bertanya-tanya apakah
masih ada relevansi pendidikan karakter dalam sekolah. Jika masih relevan lalu
bagaimana cara kita menghidupkan kembali dan melalui kegiatan-kegiatan pendidikan
apa kita dapat memberikan dan menananmkan pendidikan karakter dalam diri
siswa.Rendahnya karakter bangsa telah di ungkapkan oleh Kemendiknas (2010, hlm. 2)
yang mengakui bahwa telah terjadi dekadensi moral di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Sekolah merupakan salah satu tempat yang efektif bagi pembentukan karakter
seorang individu.Sejak dahulu, sekolah telah memiliki tujuan utama dalam bidang
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 24
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pendidikan, yaitu membentuk manusia yang cerdas dan juga memiliki watak atau karakter
yang baik.Untuk mencapai tujuan tersebut, sekolah memiliki tanggung jawab yang besar
dalam pendidikan karakter bagi seluruh siswanya, terutama melalui disiplin, keteladanan
dan organisasi sekolah (kebijakan dan kurikulum).
Lingkungan sekolah dapat menjadi tempat yang baik dalam menanamkan
karakter siswa.Dengan demikian, harusnya segala kegiatan yang ada di sekolah, baik
kegitan pembelajaran maupun kegitan pembiasaan-pembiasaan semestinya dapat
diintegrasikan dalam program pendidikan karakter. Jadi, pendidikan karakter merupakan
usaha bersama seluruh warga sekolah untuk mewujudkan dan menciptakan suatu kultur
baru di sekolah, yaitu kultur pendidikan karakter. Penanaman dan pembiasaan pendidikan
karakter di sekolah melalui lingkungan pendidikan dapat dilaksanakan secara langsung
maupun secara tidak langsung dan akhirnya terbentuklah suatu kultur sekolah.
Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat membentengi
diri dalam menghadapi kemajuan teknologi informasi.Orang tua dan pendidik sangat
berperan dalam hal ini.Pendidik bukan sekadar berperan mentransfer ilmu pengetahuan
tetapi juga membangun karakter peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, rumusan masalah artikel ini adalah
bagaimanakah pemanfaatan teknologi informasi dalam membangun karakter.Tujuan
artikel ini adalah untuk mendeskripsikan manfaat teknologi informasi dalam membangun
karakter.
PEMBAHASAN Pendidikan Karakter
Karakter merupakan kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai nilai-nilai yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk berpikir dan
bertindak. Hasan (2010:3) mengatakan bahwa karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Definisi karakter tersebut dapat dipahami bahwa karakter merupakan
manifestasi dari sifat-sifat yang disebut kebajikan.
Menurut Megawangi (Kesuma, 2011), pendidikan karakter adalah sebuah usaha
sadar untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungan.
Jadi, pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk
membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.
Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang inginkan bagi anak-anak, jelas bahwa kita
ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang
benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam
menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter tersebut dirumuskan
sebanyak 18 nilai karakter (Hasan, 2010:9¬10).
ISBN: 978-602-50622-0-9 25
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Disiplin, yaitu tindakan yang menun-jukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Demokratis, yaitu cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok.
Cinta tanah air, yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan po-litik bangsa.
Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tin-dakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta meng-
hormati keberhasilan orang lain. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tin-dakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Lickona dalam Sudrajat (2011:49) menyatakan bahwa terdapat tujuh hal yang
melatarbelakangi pentingnya pendidikan karakter seperti berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 26
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik
dalam kehidupannya. Cara untuk meningkatkan prestasi akademik. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain.
Persiapan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam
masyarakat yang beragam. Berangkat dari akar masalah yang ber-kaitan dengan problem moral-sosial, se-perti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos
kerja (belajar) yang rendah. Persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja. Pembelajaran nilai-nilai budaya yang me-rupakan bagian dari kerja peradaban.
Dewasa ini pendidikan menghasilkan banyak orang yang pandai, namun
bermasalah dengan hati nuraninya.Oleh karena itu, pengembangan jati diri atau karakter
individu harus dibangun, dibentuk, dikembangkan, dan dimantapkan.Pengembangan
karakter individu dapat menggunakan metode knowing the good, feeling the good, and
acting the good.Knowing the good mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif
saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni
bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi penggerak yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat suatu kebaikan, sehingga tumbuh kesadaran bahwa orang
mau melakukan perilaku kebajikan karena cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah
terbiasa melakukan kebajikan, acting the good akan berubah menjadi kebiasaan. Melalui
kebiasaan-kebiasaan yang baik akan muncul hasrat untuk berubah dalam diri seseorang.
Selain itu, agar seseorang memiliki karakter mulia dibutuhkan upaya dan kerjasama dari
berbagai pihak, yaitu antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada se-tiap
satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud perilaku sehari-hari.
Hasan (2010:7) menjelaskan tujuan pendidikan karakter sebagai berikut.
Mengembangkan potensi kalbu / nurani / afektif peserta didik sebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persa-habatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 27
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Fungsi pendidikan karakter seperti menurut Fathurrohman dalam Mulyasa
(2013:97) adalah sebagai berikut.
Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi perilaku yang
baik bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang men-cerminkan
karakter dan karakter bangsa. Perbaikan: memperkuat kiprah pendi-dikan nasional yang bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. Penyaring: untuk menyaring karakter-karakter bangsa sendiri dan karakter bangsa lain
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.
Persoalan pentingnya watak atau karakter bukan hal baru. Ratna Megawangi
(2010) mengutip Heraclitus (500S.M.) yang berkata bahwa “Character is destiny. It
shapes the destiny of a whole society ”. Untuk acuan konseptual tentang pendidikan, ada
baiknya mempertimbangkan pengertian tentang pendidikan karakter yang juga dikutip
oleh Ratna Megawangi (2010: 5) dari Bohlin, Farmer, dan Ryan (2001) sebagai berikut:
“Character education is teaching students to know the good, love the good, and do the
good. It is cognitive, emotional, and behavioral. It integrates head, heart, and hands. It
places equal importance on all three ”.
Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi informasi meliputi teknologi komputer (computing technology)
dan teknologi komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk
memproses dan menyebarkan informasi baik itu yang bersifat finansial atau non finansial
(Bodnar dan Hopwood, 1995). Sehingga dapat dikatakan bahwa Teknologi informasi
adalahsegala cara atau alat yang yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data,
mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi informasi dalam
berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya.
Istilah system informasi meliputi pemanfaatan teknologi informasi bagi para
manajer.Thompson et al(1991; 1994) mendefinisikan pemanfaatan teknologi sebagai
manfaat yang diharapkan oleh pengguna sistem informasi dalam melaksanakan tugasnya
dimana pengukurannya berdasarkan pada intensitas pemanfaatan, frekuensi pemanfaatan
dan jumlah aplikasi atau perangkat lunak yang digunakan. Sedangkan Teddy Jurnali
(2001) berpendapat bahwa pemanfaatan teknologi berhubungan dengan perilaku dalam
menggunakan teknologi tersebut untuk melaksanakan tugasnya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan
pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut
Rosenberg (2001:27), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran
dalam proses pembelajaran yaitu:
Dari pelatihan ke penampilan. Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja. Dari kertas ke “on line” atau saluran. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja. Dari waktu siklus ke waktu nyata.
Prinsip-prinsip Pemanfaatan TIK dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik
Menurut Madya (2011:1) pemanfaatan TIK tetap memberikan kontribusi signifikan
terhadap :
ISBN: 978-602-50622-0-9 28
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pengembangan peserta didik menjadimanusia berkarakter danberkecerdasan
intelektual Pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikanterkait.
Hal tersebut hendaknya diterapkan prinsip-prinsip berikut: Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan
karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalamkeseluruhan
pembuatan keputusan TIK. Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat danmotivasi
pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari
segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan
akanpentingnya kegiatan berinteraksilangsungdengan manusia (tatap muka),
dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat
bersejarah), dan lingkunganalam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara
nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam
sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat
mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan
pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkaitdalam
rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebihkreatif
dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasiberbasis
TIK.
Jika kerangka pikir dalam pemanfaatan TIK tersebut dapat diterapkan bersama
prinsip-prinsip di atas, niscaya dampak positif akan dapat diperoleh secara optimal dan
dampak negatifnya akan terkendali sampai titik minimal.
SIMPULAN Pendidikan karakter merupakan usaha yang sungguh-sungguh untuk membantu
orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita
berpikir tentang jenis karakter yang inginkan bagi anak-anak, jelas bahwa kita ingin
mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar, dan
kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan
dari luar dan godaan dari dalam.
Delapan belas nilai karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik yaitu religious,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, dan tanggung jawab.
Teknologi informasi meliputi teknologi komputer (computing technology)
dan teknologi komunikasi (communication technology) yang digunakan untuk
memproses dan menyebarkan informasi baik itu yang bersifat finansial atau non finansial.
Ada lima prinsip pemanfaatan TIK dalam pembentukan karakter peserta didik
yaitu:
a. Pemanfaatan TIK mempertimbangakan peserta didik, pendidik, dan tenaga
kependidikan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 29
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pemanfataan TIK dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna. Pemanfaatan TIK hendaknyamenumbuhkan kesadaran dan keyakinan akanpentingnya
kegiatan berinteraksi. Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat
mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana.
Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebihkreatif dan
inovatif
DAFTAR RUJUKAN Hasan, S. H., et al. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian
Pendidikan Nasional.
Kemendiknas.2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.
Kesuma, Dharma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ratna Megawangi (2010).Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter di
PAUD.Makalah disajikan dalam seminar tentang PAUD. Bogor.
Sudrajat, A. 2011. "Mengapa Pendidikan Karakter". Jurnal Pendidikan Karakter. Nomor I
Tahun 2011, hlm. 47-58.
Suwarsih Madya. Optimalisasi Pemanfaatkan TIK untuk Meningkatkan Mutu Hakiki
Pendidikan, makalah,Seminar Nasional,Milad UADXXX, 5 Febr 11
Teddy
Jurnali. (2001). Analisis Pengaruh Faktor Kesesuaian Tugas-Teknologi dan
Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Akuntan Publik. Simposium
Nasional Akuntansi IV. 2001
Thompson Ronald, Christoper A and Howell Jane. 1991. Personal Computing : Toward a
Conceptual Model of Utilization. MIS Quarterly. March 1991
Tilaar H.A.R 2002.Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Rosdakarya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 30
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LISTRIK DAN WAKTU PENGADUKAN
PADA PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENJERNIHAN AIR
BAKUPDAM TIRTANADI IPA SUNGGAL
Sofia Novita5
Surel: [email protected]
Abstrak Sampel diambil dari bak sedimentasi PDAM Tirtanadi IPA Sunggal yang biasanya dijernihkan dengan menggunakan tawas. Penelitian ini dilakukan dengan kapasitas laboratorium dan dilakukan dengan menggunakan logam aluminium sebagai elektroda. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan arus dan pengadukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dan setelah elektrokoagulasi selesai dengan waktu tiap pengadukan selama 3 menit. Waktu yang dibutuhkan selama proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu selama 45 menit, dan arus yang digunakan sebesar 3 ampere. Untuk memperluas daerah penyebaran ion-ion
A + sehingga pengikatan koloid dalam air dapat dimaksimalkan, pengadukan dilakukan dengan dua tahap yaitu pengadukan yang dilakukan pada saat elektrokoagulasi berlangsung dengan kecepatan 150 rpm dan pengadukan yang dilakukan setelah elektrokoagulasi selesai dilakukan dengan kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu 50 rpm. Dari hasil uji menunjukkan bahwa air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang divariasikan dengan pengadukan mengalami penurunan warna hingga 100% dan penurunan kekeruhan hingga 95.78%.
Kata kunci: Elektrokoagulasi, Pengadukan, Elektroda Aluminium, dan
Air Baku
Abstract Sample was taken in the raw water tank of PDAM Tirtanadi IPA Sunggal that usual be purificated by alum. The research is conducted in laboratory capacity and using Aluminium as electrodes (anode and cathode) which has a conductivity is 3,8 x 107Ω-1.m-1. This electrocoagulation research is done with combine electric current and mixing when the electrocoagulation is performing and after electrocoagulation has been done for 3 minutes in each mixing. The time needed for the process of purification is 45 minutes and
electric current as 3 ampere. To make the spreading of A + ion’s become more extensive, the mixing do with two parts. They are the mixing when electrocoagulation is performing that velocity is 150 rpm and the mixing when electrocoagulation has been done that velocity is 50 rpm. From the results that has been tested show that water as result for process of purification of water by electrocoagulation process that variate with mixing has decreasing of color until 100% and decreasing of turbidity until 95.78% .
Keywords: Electrocoagulation, Mixing, Electrode Al, and Basic Water
5Program Pascasarjana UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 31
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Air merupakan suatu bahan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap
mahluk hidup yang ada di bumi. Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah
sangat mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Jika terdapat banyak sumber air
bersih pada suatu daerah dapat dipastikan akan banyak orang yang menempati
daerah tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan pada lingkungan masyarakat
pada saat ini yaitu terdapat suatu daerah dengan kepadatan masyarakat yang tinggi
namun tidak memiliki sumber air bersih yang mencukupi untuk kebutuhan
mereka.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan suatu badan usaha
yang melayani masyarakat dalam penyediaan air minum. Dalam sistem
produksinya, PDAM menggunakan sungai sebagai sumber penyedia air baku yang
akan diolah dan kemudian didistribusikan ke seluruh masyarakat yang menjadi
pelanggannya. Keberhasilan dari air olahan yang dihasilkan dapat dilihat dari
tingkat kekeruhan, keasaman, maupun kandungan kontaminan-kontaminan
lainnya yang membahayakan bagi manusia.
Pada kenyataannya air yang dihasilkan dari Perusahaan Daerah Minum
(PDAM) yang telah dikonsumsi oleh masyarakat selama ini, masih menemukan
beberapa masalah, yaitu jika air tersebut diendapkan atau didiamkan untuk
beberapa saat, maka akan terbentuk endapan yang terkadang menghasilkan aroma
yang kurang sedap. Bau dari air tersebut terkadang seperti berbau bahan kimia
yaitu bau yang berasal dari Clorin atau yang dikenal masyarakat sebagai kaporit.
Dan keadaan ini membuat masyarakat kurang puas akan air yang mereka dapatkan
walaupun mau tidak mau mereka tetap menggunakan air tersebut.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk menjernihkan air baku yang digunakan Perusahaan Daerah Air
Minum dalam sistem produksinya. Ada beberapa metode yang dilakukan untuk
penjernihan air seperti metode oksidasi, adsorbsi, flokulasi, maupun koagulasi.
Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-
partikel halus yang terdapat dalam air dengan menggunakan energi listrik. Adapun
prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan dua buah lempeng
elektroda yang dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi dengan air yang akan
dijernihkan. Selanjutnya kedua elektroda dialiri arus listrik searah sehingga
terjadilah proses elektrokimia yang menyebabkan kation bergerak menuju katoda
dan anion bergerak menuju anoda. Dan pada akhirnya akan terbentuk suatu
flokulan yang akan mengikat kontaminan maupun partikel-partikel dari air baku
tersebut. Penelitian tentang penjernihan air dengan sistem elektrokoagulasi ini
sebenarnya sudah banyak dilakukan, dengan cara menggunakan elektroda berupa
aluminium. Adapun hasil dari penelitian tersebut cukup bagus dalam
menghasilkan air dengan kekeruhan rendah atau dapat dikatakan hampir jernih.
ISBN: 978-602-50622-0-9 32
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Proses elektrokoagulasi yang banyak dilakukan adalah dengan
mevariasikan nilai tegangan, sedangkan dengan memvariasikan arus listrik belum
banyak dilakukan. Pada tugas akhir ini akan dilakukan proses penjernihan air
dengan menggunakan proses elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan
pengadukan sebagai proses lanjutan.Adapun pada proses elektrokoagulasi akan
divariasikan arus listrik yang akan digunakan dan jumlah putaran tiap menit pada
pengadukan yang dilakukan pada saat proses elektrokoagulasi berlangsung dan
setelah proses elektrokoagulasi selesai dilakukan, sehingga dapat diteliti seberapa
jauh pengaruh proses elektrokoagulasi yang diberikan pengadukan pada saat
proses elektrokoagulasi berlangsung dan setelah proses elektrokoagulasi selesai
dilakukan untuk menjernihkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Proses Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi dikenal juga sebagai elektrolisis gelombang pendek.
Elektrokoagulasi merupakan suatu proses yang melewatkan arus listrik ke dalam
air. Itu dapat digunakan menjadi sebuah uji nyata dengan proses yang sangat
efektif untuk pemindahan bahan pengkontaminasi yang terdapat dalam air. Proses
ini dapat mengurangi lebih dari 99% kation logam berat. Pada dasarnya sebuah
elektroda logam akan teroksidasi dari logam M menjadi kation (M n ) .
Selanjutnya air akan menjadi gas hydrogen dan juga ion hidroksil (OH).
Adapun prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan dua
buah lempeng elektroda yang dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi dengan
air yang akan dijernihkan. Selanjutnya kedua elektroda dialiri arus listrik searah
sehingga terjadilah proses elektrokimia yang menyebabkan kation bergerak
menuju katoda dan anion bergerak menuju anoda. Dan pada akhirnya akan
terbentuk suatu flokulan yang akan mengikat kontaminan maupun partikel-
partikel dari air baku tersebut.
Interaksi-interaksi yang terjadi dalam larutan yaitu:
Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan
netralisasi muatan. Kation ataupun ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor. Interaksi kation logam dengan OH membentuk sebuah hidroksida dengan sifat
adsorbsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan (bridge coagulation). Senyawa hidroksida yang terbentuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih
besar. Gas hydrogen membantu flotasi dengan membawa pollutan kelapisan bulk
flok di permukaan cairan, (Holt P,2006).Mekanisme yang mungkin terjadi pada
saat proses elektrokoagulasi berlangsung yaitu arus dialirkan melalui suatu
elektroda logam, yang mengoksidasi logam (M) menjadi kationnya. Secara
simultan, air tereduksi menjadi gas hydrogen dan ion hidroksil (OH-). Dengan
demikian elektrokoagulasi memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia,
dengan menggunakan anoda yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi).
Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesies-
ISBN: 978-602-50622-0-9 33
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
spesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Kation bermuatan tinggi
mendestabilisasi setiap partikel koloid dengan pembentukan komplek
polihidrosida polivalen. Komplek-komplek ini memiliki sifatsifat penyerapan
yang tinggi, yang membentuk agregat dengan polutan. Evolusi gas hidrogen
membantu dalam percampuran dan karenanya membantu flokulasi. Begitu flok
dihasilkan, gas elektrolitik menimbulkan efek pengapungan yang memindahkan
polutan ke lapisan flok-foam pada permukaan cairan.
Gambar Mekanisme elektrokoagulasi (Holt, P, 2006)
Kelebihan Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk
dioperasikan. Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling
kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat
pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses. Tidak diperlukan pengaturan pH. Tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. Dapat memindahkan partikel-partikel koloid yang lebih kecil
Kelemahan Elektrokoagulasi Adapun kekurangan dari proses elektrokoagulasi ini adalah:
Tidak dapat digunakan untuk mengolah cairan yang mempunyai sifat elektrolit
cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.
Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya
arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak
elektroda dan jarak antar elektroda. Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi. Penggunaan listrik yang mungkin mahal.
METODE PENELITIAN
Penjernihan air baku PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal
dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan beaker glass. Untuk
ISBN: 978-602-50622-0-9 34
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mendapatkan hasil yang maksimal, maka peneliti melakukan penjernihan air
dengan metode elektrokoagulasi yang dikombinasikan dengan pengadukan
sebagai proses lanjutan. Adapun pada proses elektrokoagulasi dilakukan dengan
memvariasikan arus, dan diberikakan pengadukan pada saat proses
elektrokoagulasi berlangsung dan setelah proses elektrokoaglasi selesai dilakukan.
Tahap awal untuk mengetahui arus yang optimum, maka peneliti menggunakan
rangkaian PSA yang dilengkapi dengan komponen elektronika sehingga arus
dapat divariasikan. Sedangkan untuk parameter jumlah putaran per menit (rpm)
maka penulis menggunakan alat jar test dan magnetic stirrer.
Sebelum melakukan percobaan, sampel air baku PDAM Tirtanadi IPA
Sunggal terlebih dahulu dianalisis parameter-parameternya, yaitu: pH, Warna,
Kekeruhan, Suhu, DHL, dan kadar logam Aluminium.
Penjernihan Air dengan Metode Elektrokoagulasi Pada Air Baku
PDAMTirtanadi IPA Sunggal Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml Dimasukkan sepasang elektroda ( 1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker
glass Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm Elektroda dialiri arus listrik 350 mA dengan tegangan 12 Volt selama 15
menit Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap waktu kontak Diulangi langkah 1 hingga langkah 5 dengan waktu kontak 30 menit, 45 menit
dan 60 menit
Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan
Variasi Arus pada Metode Elektrokoagulasi Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml Dimasukkan sepasang ( 1 Katoda dan 1 Anoda) elektroda ke dalam beaker
glass Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm Elektroda dialiri arus listrik 350 mA dengan tegangan 12 Volt dengan waktu
kontak optimum pada percobaan 3.4.1 Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap nilai arus yang digunakan Diulangi langkah 4 dan 5 dengan menggunakan sumber arus 500 mA, 1 A, 2
A dan 3 A
Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan
Variasi Waktu pada saat Pengadukan
ISBN: 978-602-50622-0-9 35
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml Diaduk air sampel pada beaker glass dengan jumlah putaran 50 rpm selama 1
menit Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap waktu kontak Diulangi langkah 1 dan 2 dengan menggunakan waktu kontak selama 3 menit,
5 menit, dan 7 menit.
Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Menggunakan
Variasi Putaran pada Pengadukan
Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml Diaduk air sampel pada beaker glass dengan jumlah putaran 50 rpm dengan
waktu kontak optimum Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap jumlah putaran yang digunakan Diulangi langkah 1 dan 2 dengan menggunakan jumlah putaran 100 rpm dan
150 rpm
Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Metode
Elektrokoagulasi yang Dikombinasikan dengan Pengadukan Ketika Proses
Elektrokoagulasi Berlangsung
Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml Dimasukkan sepasang elektroda ( 1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker
glass Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm
5. Elektroda dialiri tegangan 12 Volt dengan arus listrik optimum pada
percobaan kedua dan dengan waktu kontak optimum pada percobaan pertama
Pada saat waktu kontak berlangsung, air diaduk dengan jumlah putaran 50
rpm dengan waktu kontak optimum pada percobaan ketiga Dimatikan sumber arus Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap jumlah putaran yang digunakan Diulangi langkah 1 hingga 7 dengan menggunakan jumlah putaran 100 rpm
dan 150 rpm
Penjernihan Air Baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal dengan Metode
Elektrokoagulasi dan Pengadukan Pengaturan alat sesuai dengan rancangan percobaan. Dimasukkan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal ke dalam beaker glass
sebanyak 500 ml
ISBN: 978-602-50622-0-9 36
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dimasukkan sepasang elektroda (1 Katoda dan 1 Anoda) ke dalam beaker
glass Diatur jarak antar elektroda sejauh 2,5 cm
5. Elektroda dialiri tegangan 12 Volt dengan arus listrik optimum pada
percobaan kedua dan dengan waktu kontak optimum pada percobaan pertama
Pada saat waktu kontak berlangsung, air diaduk dengan jumlah putaran
optimum berdasarkan percobaan kelima dengan waktu kontak optimum pada
percobaan ketiga Dimatikan sumber arus Diaduk kembali air dengan jumlah putaran optimum pada percobaan 3.4.4
dengan waktu kontak optimum pada percobaan 3.4.3 Diuji nilai turbidity (kekeruhan), pH, Konduktivitas, dan temperatur pada
setiap jumlah putaran yang digunakan dan kadar Logam Aluminium
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil PenelitianPenjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi
dengan Memvariasikan Arus
Pada tahap pertama dilakukan percobaan dengan menggunakan dua
variabel, yaitu waktu kontak dan kuat arus. Waktu kontak yang digunakan
divariasikan menjadi empat variasi, yaitu selama 15 menit, 30 menit, 45 menit
dan 60 menit. Sedangkan untuk arus listrik yang digunakan juga menggunakan
lima variasi, yaitu 350 mA, 500 mA, 1 A, 2 A dan 3 A. Pada percobaan ini
sumber yang digunakan yaitu menggunakan trafo yang dirangkai sedemikian
rupa sehingga membentuk suatu rangkaian PSA.
Pengaruh kuat arus terhadap penjernihan air baku PDAM Tirtanadi
Sunggal dengan proses elektrokoagulasi
Arus Waktu Kekeruhan
Penurunan
No Kekeruhan (A) (menit) (NTU)
(%)
1 0.35 15 35.58 44.4
2 0.5 15 33.72 47.3
3 1 15 32.064 49.9
4 2 15 28.88 54.86
5 3 15 24.24 62.11
Pembentukan ion Al3+
sebagai koagulan dapat terjadi karena adanya
reaksi yang terjadi pada anoda dan katoda sebagai pasangan elektroda selama
proses elektrokoagulasi. Pelepasan ion Al3+
yang berasal dari elektroda sangatlah
dipengaruhi oleh besarnya arus yang mengalir pada elektroda. Semakin besar arus
yang mengalir pada elektroda maka akan semakin banyak pula ion Al3+
yang
dilepaskan dari anoda sebagai agen koagulan. Sehingga pengikatan polutan
ISBN: 978-602-50622-0-9 37
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengikat air menjadi semakin banyak. Dari tabel di atas dapat terlihat jelas
bahwasannya penurunan kekeruhan semakin meningkat dengan meningkatnya
kuat arus yang digunakan. Sehingga pada arus optimum yang digunakan dapat
menghasilkan air dengan nilai kekeruhan yang cukup rendah. Sama halnya dengan
kuat arus yang digunakan, waktu kontak juga mempengaruhi beberapa parameter
fisik pada air, terutama pada nilai kekeruhan. Dari percobaan yang dilakukan
maka didapatkan beberapa data pada beberapa parameter fisik pada air hasil
penjernihan dengan menggunakan proses elektrokoagulasi dengan beberapa waktu
kontak.
Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku PDAM Tirtanadi
Sunggal dengan proses elektrokoagulasi
Waktu DHL Kekeruhan
Penurunan
No Kekeruhan (menit) ( . − ) (NTU) (%)
1 15 53 24.24 62.11
2 30 53 22.54 64.78
3 45 54 11.64 81.8
4 60 54 10.56 83.5
Pada dasarnya, semakin lama waktu yang digunakan pada saat proses
elektrokoagulasi maka akan memberikan kesempatan kepada anoda untuk
semakin banyak melepaskan ion Al3+
yang akan mengikat polutan air. Dari data
yang ditunjukkan pada tabel di atas penurunan kekeruhan semakin meningkat
dengan meningkatnya waktu kontak yang digunakan.
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kuat arus dan waktu kontak
berbanding lurus dengan penurunan kekeruhan air hasil penjernihan dengan
proses elektrokoagulasi. Atau dengan kata lain, semakin besar kuat arus yang
digunakan semakin tinggi penurunan kekeruhan air, begitu pula dengan waktu
kontak. Semakin lama waktu kontak yang digunakan pada proses elektrokoagulasi
maka akan semakin tinggi pula penurunan kekeruhan air hasil penjernihan dengan
proses elektrokoagulasi.
Pada prinsip kerjanya, ion-ion alumunium inilah yang berperan aktif
sebagai koagulan. Yaitu pihak yang sangat bertanggung jawab untuk mengikat
partikel-partikel koloid yang terdapat dalam air. Setelah ion alumunium berikatan
dengan partikel-partikel pengganggu tersebut, maka keduanya akan membentuk
suatu flok. Semakin lama flok-flok tersebut akan bergabung dengan flok lainnya
sehingga membentuk flok yang lebih besar.
Pada air hasil elektrokoagulasi, terdapat dua jenis flok yang terbentuk.
Flok pertama adalah flok yang mengendap pada dasar wadah dan flok kedua
adalah flok yang berada pada permukaan air hasil penjernihan. Adapun flok yang
mengendap pada dasar wadah merupakan flok-flok yang berukuran besar
ISBN: 978-602-50622-0-9 38
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
sehingga pada saat air didiamkan maka flok tersebut akan bersedimentasi pada
dasar wadah. Sedangkan flok yang terdapat pada permukaan air disebabkan
karena adanya gas hydrogen yang dilepaskan dari katoda yang mengangkat flok
yang masih melayang pada air menuju permukaan air. Adapun peristiwa ini
dikenal dengan flotasi. Flotasi adalah peristiwa terangkatnya flok-flok yang
terbentuk pada proses elektrokoagulasi oleh gas hydrogen yang dihasilkan katoda
menuju permukaan air.
Keberadaan kedua jenis flok yang terbentuk merupakan salah satu
kelebihan dari penjernihan air dengan proses elektrokoagulasi, karena dengan
adanya flok yang terdapat pada permukaan air akan mempermudah proses
pemisahan air hasil penjernihan dengan flok yang terbentuk.
Dari data yang terdapat pada tabel penurunan kekeruhan di atas, dapat
dilihat bahwa waktu dan arus optimum yang digunakan yaitu sebesar 3 ampere
dengan waktu kontak 60 menit dapat menghasilkan persentase penurunan
kekeruhan hingga 83,5%. Dan setelah dikalkulasikan dengan nilai kekeruhan awal
pada air baku sebelum dilakukan penjernihan dengan metode elektrokoagulasi
yang bernilai 64 NTU, maka setelah dilakukan penjernihan air baku yang
dihasilkan memiliki nilai kekeruhan hanya pada nilai 10,56 NTU. Air baku yang
digunakan memang memiliki tingkat kekeruhan yang sangat tinggi. Karena
pengambilan sampel dilakukan pada saat sungai dalam keadaan banjir sehingga
kekeruhan meningkat tajam. Nilai kekeruhan awal yang sangat tinggi ini
menyebabkan walaupun persentase penurunan kekeruhan cukup tinggi, air yang
dihasilkan belum memenuhi standar Peraturan Pemerintah No. 492 yang
didalamnya menyatakan bahwa standar kekeruhan untuk air minum maksimal
hanya berkisar pada nilai 5 NTU. Sedangkan air yang merupakan hasil proses
elektrokoagulasi hanya mencapai 10,56 NTU, sangat jauh melebihi ambang batas
persyaratan.
Hasil dari percobaan tahap pertama ini juga menegaskan teori bahwa, arus
merupakan elektron yang mengalir, sehingga jika arus diperbesar, maka jumlah
elektron yang mengalir dalam sel elektrolit (dari anoda ke katoda) juga akan
semakin besar. Peningkatan jumlah elektron ini, juga meningkatkan jumlah OH-
dan gelembung gas H2 yang dihasilkan pada saat elektrokoagulasi berlangsung.
Adapun gas hydrogen yang terbentuk bermanfaat untuk mengangkat flok-flok
yang telah terbentuk kebagian permukaan air.
Pada percobaan elektrokoagulasi, plat elektroda yang digunakan selalu
dihubungkan dengan sumber arus DC. Hal inilah yang menyebabkan pada air
hasil pengolahan akan mengandung logam yang terlarut dimana jumlah logam
tersebut akan sebanding dengan jumlah arus yang mengalir pada elektroda. Hal ini
berhubungan dengan hukum Faraday yang mengatakan “Massa zat yang timbul
pada elektroda karena elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang
mengalir melalui larutan”.Dalam percobaan ini, logam terlarut yang terdapat
dalam air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi tidak dilakukan pada
ISBN: 978-602-50622-0-9 39
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
seluruh perubahan waktu kontak, namun hanya pada waktu yang optimum.
Namun kandungan logam terlarut pada waktu kontak lainnya dapat dihitung
dengan cara melihat perubahan massa elektroda yang digunakan selama proses
elektrokoagulasi yang berlangsung. Sehingga dapat diperoleh berapa massa logam
yang terlarut dalam air sebagai berikut.
Pengaruh waktu terhadap jumlah logam terlarut secara praktik dan teori
pada proses penjernihan air
Waktu
Massa Massa Hasil
Awal Akhir Perhitun NO Kontak
Elektroda Elektroda gan (menit)
(gram) (gram) (gram)
1 15 19.2615 19.26 0.00311
2 30 19.6407 19.6368 0.00621
3 45 19.6862 19.6808 0.00932
4 60 19.6797 19.6693 0.01242
Daya hantar listrik atau konduktivitas pada air merupakan bilangan yang
menyatakan kemampuan larutan cair untuk menghantarkan arus listrik. Daya
hantar listrik air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air, oleh karena itu
kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan daya hantar listrik.
Biasanya makin tinggi daya hantar listrik dalam air, maka air akan terasa payau
sampai asin.
Pada air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi terdapat
kenaikan pada nilai daya hantar listrik. Namun pada beberapa keadaan air yang
dihasilkan juga mengalami penurunan pada nilai daya hantar listriknya. Adapun
penyebab meningkatnya nilai daya hantar listrik ini yaitu karena meningkatnya
kandungan logam Al pada air. Sehingga terdapat banyak konduktor yang mampu
menghantarkan listrik dengan baik. Sedangkan penyebab terjadinya penurunan
daya hantar listrik pada air hasil penjernihan karena disebabkan beberapa faktor.
Adapu faktor pertama yang menyebabkan penurunan daya hantar listrik yaitu
karena pada saat pengukuran nilai daya hantar listrik masih terdapat flokulan-
flokulan yang merupakan gumpalan kotoran air yang merupakan bahan isolator
sehingga menurunkan kemampuan air untuk menurunkan arus listrik. Adapun
faktor lain yang menyebabkan penurunan daya hantar listrik yaitu karena pada
saat pengukuran terdapat gelembung udara yang masuk ke dalam probe
konduktivitimeter atau dapat dikatakan dengan kesalahan yang terdapat alat
pengukuran.
Perubahan yang terjadi pada nilai daya hantar listrik air hasil
elektrokoagulasi baik penurunan maupun peningkatan tidaklah menjadi suatu
permasalahan, karena perubahan nilai yang terjadi masih menghasilkan nilai daya
ISBN: 978-602-50622-0-9 40
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
hantar lisrik yang masih di bawah standard air minum. Sehingga kualitas air masih
tetap terjaga.
Pengaruh waktu kontak terhadap penjernihan air baku PDAM Tirtanadi
Sunggal dengan proses elektrokoagulasi dengan pengadukan
Waktu DHL Kekeruhan
Penurunan
NO Kekeruhan (menit) ( . −1) (NTU) (%)
1 15 53 20.47 68.01
2 30 53 12.55 80.38
3 45 54 7.64 88.06
4 60 54 6 90.62
Dari hasil percobaan dapat terlihat bahwasannya penurunan kekeruhan
sudah mencapai 90% pada saat waktu kontak elektrokoagulasi dilakukan selama
60 menit, namun walaupun penurunan kekeruhan yang sangat tinggi belum
menghasilkan air yang sesuai dengan standar air minum yang telah ditetapkan
Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum yang mensyaratkan air minum harus memiliki nilai kekeruhan maksimal 5
NTU. Gambar berikutakan menggambarkan hubungan antara waktu kontak
elektrokoagulasi terhadap penurunan kekeruhan pada tiap-tiap jumlah putaran per
menit. Dan untuk data penurunan kekeruhan pada tiap-tiap waktu kontak dan
kecepatan pengadukan dapat dilihat pada gambar berikut.
Grafik Waktu Kontak vs
Penurunan Kekeruhan
100 putaran 50 rpm
80 putaran
60 100 rpm
40 putaran
150 rpm
20
0 0 50 100
Waktu Kontak (menit)
Gambar Waktu Kontak vs Penurunan Kekeruhan
ISBN: 978-602-50622-0-9 41
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Penjernihan Air Baku melalui Metode Elektrokoagulasi yang
Dikombinasikan dengan Pengadukan
Setelah dilakukan percobaan elektrokoagulasi yang diberikan pengadukan,
didapatkan bahwa waktu kontak dan jumlah putaran yang digunakan adalah yang
waktu kontak dan jumlah putaran yang paling optimum. Hal ini mengakibatkan
persentase penurunan kekeruhan yang paling optimum pula. Namun berbeda
dengan proses pengadukan yaitu metode penjernihan air hanya dengan melakukan
putaran pada air, jumlah putaran yang digunakan adalah jumlah putaran yang
paling kecil untuk menghasilkan persentase penurunan kekeruhan yang paling
tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah putaran yang tinggi akan menyebabkan
pecahnya flok-flok yang sudah terbentuk, sehingga digunakan putaran yang
lambat dan dalam waktu kontak yang tidak terlalu lama.
Dalam percobaan ini akan dikombinasikan antara elektrokoagulasi dengan
pengadukan dan kemudian akan dilanjutkan kembali dengan pengadukan saja
setelah waktu kontak elektrokoagulasi yang diberikan pengadukan selesai
dilakukan. Sehingga terdapat dua metode yang dikombinasikan dalam percobaan
ini. Adapun arus listrik yang digunakan untuk proses elektrokoagulasi adalah kuat
arus yang paling optimum pada percobaan tahap pertama, sedangkan jumlah
putaran yang digunakan pada saat elektrokoagulasi berlangsung juga merupakan
jumlah putaran yang paling optimum. Dan untuk proses lanjutannya yaitu proses
pengadukan akan digunakan jumlah putaran minimum dari percobaan
pengadukan.
Adapun data yang dihasilkandari percobaan elektrokoagulasi yang
diberikan pengadukan dan dilanjutkan kembali dengan pengadukan setelah waktu
kontak selesai dilakukan.
100
K e k e r u h a n
94
98
Pen
uru
nan
96
92
(%)
90
88
Pers
enta
s
e
86
84
Grafik Waktu Kontak vs Penurunan
Kekeruhan
putaran
150 rpm
dan 50
rpm
0 50 100
Waktu Kontak (menit)
Gambar Waktu Kontak vs PenurunanKekeruhan
Dari grafik diatas, dapat terlihat bahwa penurunan kekeruhan semakin
meningkat dengan semakin lamanya waktu kontak yang digunakan. Namun pada
percobaan yang telah dilakukan dapat terlihat bahwa waktu kontak 45 menit dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 42
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
60 menit hanya memiliki sedikit perbedaan, dan setelah dikalkulasikan dengan
kekeruhan awal pada air baku, waktu kontak 45 menit sudah menghasilkan air
yang telah memenuhi standar kekeruhan air minum yaitu di bawah 5 NTU,
sehingga penggunaaan waktu kontak 45 menit sudah bisa menjadi waktu kontak
yang efektif dalam proses elektrokoagulasi dengan variasi putaran. Walaupun
waktu kontak 60 menit dapat menghasilkan air yang kekeruhan yang jauh
dibawah standar, namun waktu kontak yang lama dikhawatirkan pada jumlah
logam yang terlarut. Sehingga waktu kontak 60 menit tidak perlu untuk dilakukan.
Sebelum proses penjernihan air dengan menggunakan metode
elektrokoagulasi dan pengadukan, air baku yang digunakan sebagai sampel
dilakukan pengujian. Dan setelah proses penjernihan air baku akan diuji kembali.
Adapun pengujian dilakukan untuk memeriksa beberapa parameter fisika dan
kimia untuk air minum. Adapun pengukuran yang dilakukan untuk parameter fisik
air minum yaitu kekeruhan, warna, temperatur, dan konduktivitas. Sedangkan
pengukuran yang dilakukan untuk parameter kimia yaitu pH, dan kandungan
Aluminium yang terkandung dalam air. Pengukuran ini dilakukan untuk untuk
mengetahui kelayakan air baku PDAM Tirtanadi IPA Sunggal yang memiliki
warna coklat tua jika dikonsumsi sebagai air minum ataupun dikonsumsi untuk
kebutuhan lainnya. Hasil uji dari parameter-parameter tersebut kemudian
dibandingkan dengan standard yang digunakan untuk hasil pengujian pada
parameter-parameter air minum yaitu Permenkes Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum tanggal 10
April 2010. Pengujian air baku sebelum dan setelah proses penjernihan dilakukan
sendiri oleh penulis di laboratorium Pengendalian Mutu Tirtanadi IPA Sunggal.
Dari data menunjukkan kandungan logam Al dari air hasil penjernihan
bernilai 0.199 mg. Nilai ini jauh berbeda dengan nilai kandungan logam Al yang
terdapat dalam air berdasarkan perhitungan massa elektroda sebelum dan sesudah
proses penjernihan air yang bernilai 0.0054 gram. Sedangkan berdasarkan
perhitungan menggunakan hukum Faraday kandungan logam Al yang terlarut
dalam air bernilai 0.00932 gram. Penurunan jumlah kandungan logam Al yang
terlarut dalam air terjadi karena sebelum dilakukan pengujian kandungan logam
Al dengan menggunakan metode colorimetrik, air hasil penjernihan disaring
terlebih dahulu dengan steril filter absorber yang dapat menurunkan kadar logam
Al pada air hasil penjernihan dengan sangat baik. Hasil uji parameter-parameter
seperti kekeruhan, warna, temperature, konduktivitas, dan pH dalam air
menunjukkan bahwa air hasil penjernihan dengan metode elektrokoagulasi yang
divariasikan dengan putaran memenuhi standar yang telah ditetapkan pada
Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum pada tanggal 10 April 2010, sehingga air tersebut layak untuk diminum
jika ditinjau dari parameter-parameter fisika yang telah diuji.
ISBN: 978-602-50622-0-9 43
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN Bresnick, Stephen.2002. Intisari Fisika.Jakarta: Hipokrates.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: UI-Press.
Departemen Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010, Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
(online) www.depkes.go.id.Diakses tanggal 20 Maret 2012.
Gabriel,J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates.
Hasanah,Moraida.2011. Efektivitas Elektroda Tembaga (Cu) Pada Proses
Elektrokoagulasi Dalam Penjernihan Air Sungai Di Desa Air Hitam
Kabupaten Labuhan Batu Utara. Skripsi. Medan: USU.
Holt, P.K., Barton, G.W., and Mitchell, C.A. 2004.Deciphering the Science
Behind Electrocoagulation to Remove Suspended Clay Particles from
Water, Water Science and Technology. Vol. 50 No. 12 pp 177-184, IWA
Publishing.
Manda,Azzahra.2011.Pengertian Air dan Persyaratan Air. (online)
http://Pengolahanairbaku.blogspot.com/2011/06/pengertian-air-dan-syarat-
syarat-air. html, Diakses tanggal 29 februari 2012.
Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan Limbah CaiBahan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 44
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE WORD
SQUARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA
PELAJARAN IPA DI KELAS V SD NEGERI 101765 BANDAR SETIA
Ayu Kurniasih6, Magdalena Sirait
7, Romaida Karo Karo
8
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
menggunakan model pembelajaran kooperatif word square pada mata
pelajaran IPA materi gaya terdapat di kelas V SD Negeri 101765 Bandar
Setia. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan jumlah
subjek penelitian sebanyak 33 orang siswa. Data diperoleh dengan tes
tertulis sebanyak 20 soal dan melakukan observasi. Adapun teknik analisis
data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilihat dari
berapa persen tingkat keberhasilan hasil belajar siswa. Berdasarkan
analisis data siklus I terdapat 16 orang siswa (48,50 %) yang tergolong hasil belajarnya tidak tuntas nilainya < 65, dan 17 orang siswa (51,50 %)
yang hasil belajarnya tuntas. Setelah dilakukan siklus II diperoleh data
terdapat 1 orang siswa (3,03 %) yang hasil belajarnya rendah atau tidak
tuntas, dan sebanyak 32 orang siswa (96,97 %) yang tergolong hasil
belajarnya tuntas. Pembelajaran kooperatif tipe word square ini dapat
memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar IPA dikelas V SD Negeri
101765 Bandar Setia di Medan.
Kata kunci : pembelajaran kooperatif, word square, hasil belajar
Abstract This study aims to improve learning outcomes of student’s using cooperative
learning model word square in IPA, subjects matter is gaya in class V SD
Negeri 101765 Bandar Setia. This research is a classroom action research
with a number of research subjects as many as 33 students. Data obtained
by a written test of 20 questions and observations. The technique of data
analysis in this research is descriptive qualitative views of how percent
success rate of student learning outcomes. Based on the data analysis of the
first cycle there were 16 students (48.50%) were classified as study results
do not completely value <65, and 17 students (51.50%) completed the study
results. After the second cycle of data obtained contained 1 students (3.03%)
were low or study results is not exhaustive, and as many as 32 students
(96.97%) were classified as complete study results. Word square type of
cooperative learning can improve and enhance learning outcomes IPA.
Keywords: cooperative learning, word square, learning outcomes
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 45
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan
suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasionalmenyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan ertujuan untuk
memngembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
berilmu, dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berahklak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sekolah adalah lingkungan tempat siswa memperoleh pendidikan dan
pengajaran secara formal. Dari lingkungan sekolah anak akan tumbuh
berkembang sesuai dengan apa yang dia peroleh. Pendidikan sangat penting dalam
meningkatkan potensi diri setiap orang. Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaranagar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa
objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.Hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah tingkah laku seperti telah dijelaskan di muka. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencangkup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotoris.
Masalah di atas berhubungan dengan guru. Guru sangat berperan penting
untuk mendorong, membimbing dan memberi arahan belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran, karena guru merupakan orang yang berhadapan
langsung dengan siswa. Di dalam interaksi pendidikan, peserta didik tidak selalu
harus diberi atau dilatih, melainkan mereka harus dapat mencari, menemukan,
memecahkan masalah dan melatih dirinya sendiri. Sebagian besar guru dalam
proses pembelajaran hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memperhatikan
aspek yang lain. Hal ini membuat proses pembelajaran di kelas cenderung
membosankan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 46
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti mengamati bahwa hasil
belajar siswa-siswi kelas V masih rendah. Hal ini terlihat dari kurangnya
semangat, perhatian dan antusias siswa selama pembelajaran, cepat merasa bosan
dengan tugas-tugas yang diberikan guru, kurang fokus dan konsentrasi saat belajar
di kelas, dan tekadang siswa merasa bosan selama belajar. Hal lain yang
dapatdiperlihatkan yaitu dengan adanya siswa yang keluar kelas untuk ke kamar
mandi atau ke luar kelas untuk menghilangkan kebosanan,bahkan terdapat
beberapa siswa yang mengganggu teman ketika proses belajar mengajar
berlangsung, serta kegiatan- kegiatan negatif lainnya.
Selain itu, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru
di sekolah tersebut, dijelaskan bahwa tidak sedikit siswa yang masih dibawah
KKM. Nilai KKM untuk mata pelajaran IPA adalah 65, sementara siswa yang
mencapai nilai KKM berjumlah 13 orang siswa dari 33 orang siswa yang ada di
kelas V. Sedangkan siswa yang mendapat nilai dibawah 65 berjumlah 20 orang
siswa dari jumlah keseluruhan siswa kelas. Beberapa faktor yang mempengaruhi
rendahnya hasil belajar siswa diantaranya: kurangnya pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang disampaikan guru, siswa kurang terlibat dalam proses
pembelajaran, metode belajar yang digunakan guru terlalu monoton, serta
minimnya media yang digunakan.
Masalah yang lebih khususnya yaitu penggunaan metode atau model
pembelajaran. Guru pada umumnya menggunakan metode atau model
pembelajaran konvensional: seperti ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Sehingga proses pembelajaran cenderung membosankan. Proses pembelajaran
yang membosankan akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran masih tergolong rendah,
seperti bertanya atau mengemukakan pendapat. Siswa belum mampu
mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk melakukan aktivitas belajar
dengan baik, seperti berdiskusi dalam kelompok, menyampaikan pendapat,
membuat laporan diskusi sehingga cenderung belajar siswatersebut hanya
menerima pelajaran, siswa lebih banyak diam dan mendengarkan materi yang
disajikan. Hal itu terbukti dengan kebiasaan siswa yang rendah dalam
menanyakan hal yang belum diketahui atau kurang dipahami oleh siswa. Ini yang
menyebabkan rendahnya hasil belajar dan aktivitas belajar siswa.
Rendahnya hasil belajar IPA yang dipereh oleh siswa, merupakan suatu
gambaran tersendiri yang menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPA masih
kurang efektif. Sedangkan penyebab rendahnya hasil belajar IPA, salah satunya
dalah dalam proses kegiatan belajar mengajar, pengajaran IPA disajikan dalam
bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit, sehingga siswa lebih dahulu
merasa jenuh sebelum mempelajarinya.
Materi-materi IPA yang cukup luas membuat siswa merasa kesulitan
dalam memahami materi. Selain itu, faktor malas membaca juga menambah
anggapan bahwa mata pelajaran IPA itu sulit. Faktor guru juga mempengaruhi
ISBN: 978-602-50622-0-9 47
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kelancaran pembelajaran IPA yang dilaksanakan. Penerapan metode ceramah
yang dominan didukung dengan ketiadaan media pembelajaran akan menambah
masalah pembelajaran IPA.
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah
yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah
dicapai.
Menurut Djamarah dan Zein (2012:119) mengatakan bahwa : “Sehubungan
dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar itu dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Tingkat keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut : 1)
Istimewa / maksimal : Apabilaseluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai oleh siswa, 2) Baik sekali / optimal : Apabila sebagian besar (76% s.d
99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa, 3) Baik /
minimal: Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya pelajaran yang diajarkan
hanya 60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa, dan 4) Kurang : Apabila bahan
pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa”.
Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu media
pengajaran yang efisien dan menerapkan alat penyajian materi pelajaran agar
siswa tidak jenuh atau membosankan. Dalam penggunaan lembar aktifitas siswa
ini siswa dituntut keterlibatan aktifitasnya dalam proses belajar mengajar. Dalam
bidang pendidikan, lembar kerja siswa dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu
untuk media pengajaran disekolah. Dengan adanya media pengajaran Lembar
Kerja Siswa (LKS), diharapkan siswa dapat termotivasi dalam proses belajar
sehingga dapat memahami atau menguasai materi dengan cepat dan mudah. Selain
itu dengan adanya lembar aktifitas siswa dapat mengembangkan kreatifitas siswa.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang disajikan di atas, maka
perlu dilakukan perbaikan dalam penggunaan model pembelajaran yang
diterapkan pada mata pelajaran IPA. Salah satu model pembelajaran kooperatif
yang dipilih yaitu model pembelajaran kooperatif tipe word square guna
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran
kooperatif ini dapat membuat siswa terlibat secara langsungdalam kegiatan belajar
yang diharapkan dapat membuat siswa mampu menghubungkan pengetahuan
yang dalam konteks situasi dunia nyata. Dalam model pembelajaran word square
diharapkan siswa mampu menjawab pertanyaan dengan teliti dan jeli dalam
mencocokkan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Jadi selain belajar dari guru
dan dari model pembelajaran ini siswa juga harus menumbuhkan kemampuan
kerja sama, berpikir kritis, teliti dan bertanggungjawab untuk membelajarkan
mereka sendiri.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
ISBN: 978-602-50622-0-9 48
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research).
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menjelaskan mengenai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelas V SD N 101765 Bandar Setia TahunAjaran
2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, pada semester Genap.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD N 101765 Bandar Setia yang
berjumlah 33 orang siswa. Dengan Jumlah siswa perempuan 13 orang dan siswa
laki– laki 20 orang. Objek penelitian adalah upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Word Square.
Variabel Peneitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Hasil belajar IPA Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara positif serta
kemampuanyang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar
yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi
verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, dalam penelitian ini berupa pengetahuan belajar IPA.
b. Model Pembelajaran Word Square
WordSquare merupakan model pembelajaran kooperatif yang menggunakan
kotak-kotak berupa teka-teki silang sebagai alat dalam menyampaikan materi ajar
dalam proses belajar mengajar. Jadi, membuat kotak adalah media utama dalam
menyampaikan materi ajar. Modelpembelajaran ini merupakan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar.
Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam dua siklus dan setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan atau tatap muka.
Informasi yang diperoleh dari siklus yang terdahulu sangat menentukan siklus
berikutnya.
Menurut Arikunto (2012:16), secara garis besar terdapat empat tahapan
yang dilalui dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, yaitu:perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.Adapun desain penelitiannya adalah
sebagai berikut :
ISBN: 978-602-50622-0-9 49
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SIKLUS I
Permasalahan Alternatif Pemecahan Pelaksanaan tindakan I
(Rencana tindakan I
Terselesaikan Refleksi I Analisis data I Observasi I
SIKLUS II
Belum Alternatif Pemecahan Pelaksanaan tindakan Terselesaikan (Rencana tindakan II) II
Terselesaikan Refleksi II Analisis data II Observasi II
Belum Terselesaikan Siklus Selanjutnya
Gambar Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
(Arikunto, 2012:16)
Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah soal tes dan
observasi. Soal tes terdiri dari 20 soal dan 4 item pilihan. Lembar format observasi
terdiri dari lembar observasi aktivitas belajar siswa dan lembar observasi aktivitas
mengajar guru. Pengumpulan data dengan observasi dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dibantu oleh guru kelas V di sekolah tersebut. Adapun
perannya adalah mengamati aktivitas pembelajaran yang berpedoman pada lembar
observasi yang telah disiapkan. Observasi dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan
yang diharapkan.
Adapun indikator-indikator pada observasi kegiatan siswa tersebut ada 7
dan memiliki 4 deskriptor yaitu : 1) mendengarkan dan memperhatikan penjelasan
guru. 2) keaktifan dalam bertanya, mengemukakan ide dan memberikan
pendapat/tanggapan. 3) keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran koperatif word square dalam menerima pelajaran.4)
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tentang materi pelajaran.5)
kemampuan siswa dalam berdiskusi tenatng materi pelajaran. 6) kemampuan
siswa dalam menampilkan hasil diskusi kelompok ke dalam kelas. 7) interaksi
antara kelompok pada saat pembelajaran berlangsung.
Teknik Analisis Data
Analisis dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tingkatan
yang telah dilaksanakan dalam penelitian. Tingkat keberhasilan yang dicapai
dilihat dari perubahan siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan. Dalam
penelitian ini peneliti membuat soal tes dan lembar observasi untuk siswa dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 50
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
guru. Hasil test setiap soal dijawab benar bernilai 5 sehingga jika siswa menjawab
benar 20 soal nilai maksimum siswa bernilai 100.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kemampuan Tes Awal Siswa
Langkah awal sebelum melakukan tindakan penelitian dengan model
pembelajaran Word Square adalah dengan melakukan observasi terhadap siswa.
Observasi yang dilakukan untuk mengetahui masalah yang dialami oleh siswa
dalam pelajaran IPA materi gaya. Langkah awal yang dilakukan adalah memberi
tes awal yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam
pembelajaran IPA materi pokok gaya.
Gambar SiswaMenjawab Soal Tes Awal
Tabel Hasil Tes Awal Kemampuan Siswa
Hasil Tes Awal Keterangan
Nilai Terendah 33,33
Nilai Tertinggi 91,67
Rata-Rata Nilai 56,24
Siswa Yang Tuntas 13 orang = 39,40 %
Siswa Yang Belum Tuntas 20 orang = 60,60 %
Tabel Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Secara Individu Pada Tes Awal
No.
Kriteria
Frekuensi
Persentase
Ketuntasan
Individu
1. ˂ 65 20 60,60% Tidak Tuntas
2. ≥ 65 13 39,40% Tuntas
Jumlah 33 100%
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar
secara individu pada hasil tes awalyaitusebanyak 13 siswa (39,40%) dinyatakan
ISBN: 978-602-50622-0-9 51
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
tuntas. Dan sebanyak 20 siswa (60,60%) dinyatakan tidak tuntas. Hal ini
membuktikan bahwa tidak semua siswa kelas V tuntas secara individu.
Untuk mengetahui tingkat ketuntasan individu pada post test siklus I dapat
dikemukakan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Pada Post Test Siklus I
No. Kriteria Frekuensi Persentase Ketuntasan
Individu
1. ˂ 65 16 48,5 Tidak Tuntas
2. ≥ 65 17 51,5 Tuntas
Jumlah 33 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar
siswa secara individu pada hasil post test siklus I yaitu sebanyak 17 siswa
(51,50%) dinyatakan tuntas. Dan sebanyak 16 siswa (48,5%) dinyatakan tidak
tuntas. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua siswa kelas V tuntas secara
individu pada post test siklus I.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
Tahap perencanaan disusun untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pembelajaran
IPA materi pokok gaya. Masalah tersebut yaitu rendahnya hasil belajar siswa secara
individu maupun klasikal yang diperoleh pada tahap tes awal. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, maka peneliti dibantu oleh wali kelas V dan teman sejawat
sebagai observer. Pada tahap perencanaan ini, peneliti mempersiapkan semua perangkat
yang diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan tindakan siklus I
yaitu : Menyusun dan mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
untuk setiap pertemuan dan membuat skenario pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square.
Menyiapkan materi tentang gaya yang akan dibahas siswa pada proses pembelajaran yang meliputi pengertian gaya, gaya gerak, gaya magnet, gaya gravitasi dan gaya gesekan.Menyiapkan materi dan gambar media pembelajaran.
Menyiapkan format lembar observasi aktivitas belajar siswa.
Memberitahukan kepada guru (observer) mengenai cara pengisian lembar observasi aktivitas belajar siswa.
Membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS 1) Word Square.
Berdasarkan tabel 4. di atas,dapat diketahui bahwa dari keseluruhan siswa kelas
V yang berjumlah 33 orang. Hanya 17 orang (51,5%) siswa yang tuntas pada post test
siklus I. dan sebanyak 16 orang (48,5%) tidak tuntas pada post testsiklus I. Jika
dibandingkan dengan hasil tes awal sebelumnya, terdapat peningkatan hasil belajar hanya
sebesar %. Hasil tersebut masih jauh dibawah ketuntasan belajar klasikal yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 52
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
diharapkan, yaitu sebesar 51,50%. hal ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa kelas V
secara klasikal pada post test siklus I, dinyatakan tidak tuntas karena belum mencapai
51,50% tingkat ketuntasan klasikal. Hasil ketuntasan belajar klasikal pada post test siklus
I dapat dilihat pada diagram berikut ini :
Persentase Ketuntasan Siklus I
51,5
52
51
50
49
48
47
48,5
Tuntas Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Grafik Ketuntasan Siklus I
Berdasarkan grafik diatas, jelaslah bahwa siswa kelas V SD sebanyak 16
orang atau 48,5% mengalami ketidaktuntasan dalam belajar.
Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pada Siklus II
1. Perencanaan
Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa
persentase hasil belajar klasikal pada tes awal atau pra siklus sebesar 23,33%.
Setelah diberi tindakan pada siklus I, persentase hasil belajar klasikal sebesar
56,67%. Data ini belum mencapai ketuntasan belajar klasikal yang diharapkan,
yaitu sebesar 80.00%. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan pelaksanaan
tindakan pasa siklus II.
Tahap perencanaan tindakan pada siklus II, peneliti menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan aspek yang harus diperbaiki pada
lembar observasi siklus I. RPP yang disusun yaitu rancangan pembelajaran pada
pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Word Square pada
materi pokok gaya. Dalam rancangan pembelajaran yang harus diperbaiki adalah
kegiatan pembelajaran, rancangan media, dan sistematika bahan yang akan
diajarkan.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan tindakan
pembelajaran siklus II yaitu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
membuat lembar observasi tentang kegiatan guru dan siswa, mengembangkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 53
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Word Square,
menyusun media pembelajaran yang berentuk gaya, menyiapkan lembar soal
siswa sesuai jumlah siswa di kelas pada pelajaran IPA materi pokokgaya,
menyiapkan media pembelajaran IPA materi gaya dan menyusun test akhir
belajar.
2. Tindakan
Pada tindakan pelaksanaan tindakan siklus II, wali kelas V untuk menjadi
observer peneliti dalam pelaksanaan pembelajaran siklus II. Peneliti juga meminta
bantuan teman sejawat untuk menjadi observer siswa ketika pelaksanaan tindakan
berlangsung. Pelaksanaan tindakan pada siklus II pada pembelajaran IPA materi
pokok gaya dengan menggunakan model pembelajaran Word Square. Pada
pelaksanaan tindakan ini, dilakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan tindakan pada siklus II
dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Masing-masing pertemuan berlangsung
dua jam pembelajaran atau 2 x 35 menit.
Apesepsi yang dilakukan tentang pembelajaran IPA materi gaya. Pada
kegiatan apersepsi, guru mengambil sampel dari beberapa siswa tentang gaya
untuk disebutkan nama dan asalnya, kemudian mengajukan pertanyaan tentang
apa yang diketahui dari gaya tersebut.
Apersepsi yang dilakukan peneliti yaitu mengawalinya dengan
mengajukan beberapa pertanyaan tentang apa saja gaya yang mereka ketahui dan
menyebutkan nama tempat dan asalnya.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan modelWord Square
dilakukan secara berpasangan. Hal ini bertujuan agar indikator pembelajaran
dapat tercapai lebih mudah. Siswa kelas V berjumlah 33 orang yang terbentuk
menjadi 16 pasang (siswa yang duduk satu meja).
Peneliti mencoba memberi pertanyaan yang sesuai dengan kotak jawaban.
Peneliti juga membimbing siswa yang melakukan kegiatan Word Square. Setelah
siswa selesai mengisi jawaban pada kotak jawaban Word Square, peneliti bersama
dengan siswa membahas jawaban yang benar. Kemudian peneliti bersama siswa
menyimpulkan pelajaran IPA materi pokok gaya.
Pada pertemuan kedua, tindakan yang dilakukan sama seperti siklus I. di
akhir pertemuan dilakukan Post Test untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
memahami pelajaran yang sudah disampaikan. Pada post test siklus II juga
bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar setelah dilakukan tindakan.
Post test siklus II berbentuk pilihan berganda yang berjumlah 20 soal. Post test
tersebut dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diberi
tindakan perbaikan dengan menggunakan model pembelajaran Word Square pada
pelajaran IPA materi pokok gaya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 54
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hasil pengelompokkan perolehan post test siklus II dapat dilihat pada tabel 5. sebagai
berikut :
Tabel Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Pada Post Test Siklus II
No. Jumlah
Nilai Akhir Persentase Ket Siswa
1. 1 100 96,97% Tuntas
2. 3 90 96,7% Tuntas
3. 6 85 96,97% Tuntas
4. 9 80 96,97% Tuntas
5. 7 75 96,97% Tuntas
6. 6 70 96,97% Tuntas
Jumlah 33 96,97%
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dalam post test siklus
II, terdapat 1 siswa (96,97%) memperoleh nilai sangat tinggi 100. Sebanyak 3
siswa (96,97%) memperoleh nilai tinggi 90 dan sebanyak 6 siswa (96,97%)
memperoleh nilai sangat tinggi 85, sebanyak 9 siswa (96,97%) memperoleh
sangat tinggi 80, sebanyak 7 siswa (96,97%) memperoleh sangat tinggi 7,
sebanyak 6 siswa (96,97%) memperoleh sangat tinggi 70, nilai sedang atau cukup.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh siswa kelas V SD
tuntas secara keseluruhan.
Tabel Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Secara Individu
Pada Post Test Siklus II
No. Kriteria Frekuensi Persentase Ketuntasan
Individu
1. ˂65 1 3,03% Tidak Tuntas
2. ≥ 65 32 96,97% Tuntas
Jumlah 33 96,97%
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar
siswa secara individu pada hasil post test yaitu sebanyak 32 siswa (96,97%)
dinyatakan tuntas. Hal ini membuktikan bahwa semua siswa kelas V tuntas secara
individu pada post test siklus II.
Hasil ketuntasan belajar klasikal pada post test siklus II dapat dilihat pada
diagram berikut ini :
ISBN: 978-602-50622-0-9 55
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Persentase Ketuntasan
96,97
100
50
0
3,03
Tuntas Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Grafik Persentase Ketuntasan Siklus II
Tabel Perbandingan Hasil Belajar Siswa Sebelum Dan Sesudah Siklus
No. Pencapaian Hasil Sebelum Siklus
Belajar
Siklus
I II
1. Nilai Rata-Rata 56,2369 59,70 78,95
2. Jumlah Siswa 13 17 32
3. Persentase Ketuntasan 33,33% 51,50% 96,97%
Berikut ini data perbandingan hasil tes awal dan post test setiap siklus
disajikan dalam bentuk diagram.
Diagram perbandingan hasil belajar siswa
96,97
100
78,95
80
59,7
56,24 51,5
Rata-Rata 60
33,33
32
Jumlah Siswa 40
13
17
Persentase Ketuntasan
20
0
Test Awal
Post Test I
Post Test II
Gambar Tes Awal, Pos Tes 1, dan Post Tes II
Dengan demikian pembelajaran IPA khususnya materi pokok menghargai
peninggalan sejarah dengan menggunakan model pembelajaran Word Square
dengan melibatkan seluruh siswa dalam pembelajaran dan menggunakan media
pendukung jalannya proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Belajar jika hanya mendengarkan materi semata dan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe word square sangat membosankan siswa dalam
belajar terutama pada mata pelajaran IPA. Tidak hanya itu, dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe word square siswa pun lebih aktif dan kreatif
ISBN: 978-602-50622-0-9 56
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
sehingga memperoleh pengalaman belajar langsung pada saat proses
pembelajaran dan siswa dapat mengingat lama materi pelajaran tersebut.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan menunjukkan
terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Pada siklus I,
rata-rata nilai IPA 59,70 dan persentase ketuntasan klasikalhasil belajar siswa
sebesar 51,50% dan pada siklus II meningkat rata-rata 78,95 dan persentase
ketuntasan kelasikalnya menjadi 96,97 % berada pada kategori tinggi.
Berdasarkan hasil tersebut, terjadi peningkatan sebesar 96,97 % dari siklus I ke
siklus II.
Peningkatan persentase rata-ratahasil belajar pada siklus I hingga siklus II
terjadi karena beberapa hal. Pertama, pembelajaran menggunakan model
pembelajaran word square dapat mengubah pembelajaran menjadi berpusat pada
siswa. Siswa menjadi lebih aktif, cermat teliti, dan bersikap kritis dalam kegiatan
pembelajaran. Jika siswa aktif belajar dan saling bertukar ide maka mereka belajar
secara bermakna sehingga berdampak pada meningkatnya hasil belajar IPA siswa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Swapranata (2016) yang menyatakan terjadi
peningkatan hasil belajar IPA siswa dari siklus I sampai siklus II. Persentase hasil
belajar IPA siswa pada siklus I adalah 75,3% (kategori sedang) dan meningkat
menjadi 89,2% (kategori tinggi) pada siklus II. Jadi, penerapan model
pembelajaran word square dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V
semester Genap di SD Negeri 101765 Bandar Setia.
Selanjutnya, Siddiq, dkk (2008) menyatakan bahwa belajar akan lebih
bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajari, bukan mengetahui
saja. Sejalan dengan pendapat tersebut, Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar
yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang
mengesankan.
Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses
pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan
penemuannya sendiri, yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Kedua, dalam proses pembelajaran Word Square, guru menggunakan
peraga dan media gambar untuk menarik minat/perhatian siswa untuk belajar dan
sebagai alat bantu mengajar agar siswa lebih mudah memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Media pembelajaran dapat meningkatkan minat dan
memotivasi siswa, sehingga siswa akan lebih bersemangat dan aktif untuk
mengikuti proses pembelajaran. Media yang digunakan juga dapat membantu
siswa menyerap materi yang dipelajari. Dengan kegiatan siswa melihat,
menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pembelajaran,
pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih baik dan hal ini akan berdampak
positif terhadap hasil belajar IPA siswa.Ketiga, selama proses pembelajaran IPA
dengan model Word Squareberlangsung dari awal sampai akhir pembelajaran,
guru memberikan Reward kepada siswa berupa tepuk tangan, pujian, senyuman,
dan acungan jempol secara berkelompok maupun individu atas keberhasilan yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 57
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mereka capai. Selain itu, reward dapat juga digunakan untuk memotivasi siswa
untuk selalu aktif menjawab, bertanya, menyampaikan pendapat, dan siswa tidak
merasa malumalu dalam menyampaikan hasil diskusinya, sehingga dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Motivasi dari dalam diri siswa merupakan hal yang sangat penting untuk
dimiliki oleh masing-masing siswa. Pemberian reward mempunyai pengaruh yang
penting terhadap hasil belajar siswa. Siswa cenderung lebih bersemangat dan
tekun belajar apabila usaha yang dilakukan nanti diberi suatu penghargaan. Siswa
akan termotivasi untuk meningkatkan usaha dalam kegiatan belajar sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Slameto (2003) yang menyatakan
bahwa reward atau penghargaan yang diberikan dengan tepat dapat
mengakibatkan siswa mempunyai sikap yang positif dan meningkatkan motivasi
siswa. Siswa menjadi terdorong untuk melakukan usaha dalam mencapai tujuan
belajar yang diinginkan. Pemberian reward dapat dimanfaatkan untuk memotivasi
belajar siswa, yang berorientasi pada keberhasilan belajar siswa. Hal tersebut
sejalan juga dinyatakan oleh Uno (2008) yang menyatakan bahwasemakin tinggi
motivasi siswa dalam belajar, maka hasil belajar siswa juga akansemakin tinggi.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pembelajaran IPAyang
dilakukan guru selama ini kurang menarik dan siswa kurang terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran. Guru yang mengajar hanya menggunakan metode
ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas saja. Sehingga siswa kurang aktif
dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan tindakan kelas yang peneliti lakukan di
kelas sedikit banyaknya telah membawa perubahan berarti bagi proses belajar
mengajar IPA di kelas.
Apalagi dengan menggunakan ModelKooperatif Tipe Word Square
peneliti lebih memahami karakterisitik siswa yang heterogen. Baik dari sikap
siswa, keterampilan siswa, serta keaktifan siswa di kelas. Pelaksanaan tindakan ini
memberikan andil yang cukup besar untuk memperbaiki proses belajar mengajar
di kelas. Siswa lebih antusias dan kelas menjadi lebih dinamis.
Sehingga hasil dalam penelitian ini relevan dengan kajian teori dan
kerangka berpikir yang menyatakan bahwa pengalaman belajar siswa harus dapat
mendorong siswa beraktivitas melakukan sesuatu guna mencapai tujuan atau hasil
belajar yang optimal dan memperoleh perubahan tingkah laku ke arah yang lebih
baik.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dapat diambil kesimpulan bahwa :
Dari data yang diperoleh padaTest Hasil Belajarpada Siklus I, pada test
hasilbelajar I hanya 17 orang siswa yang tuntas secara individual dengan rata –rata kelas keseluruhan 59,70, tingkatketuntasanbelajarklasikal51,50 %.
ISBN: 978-602-50622-0-9 58
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berdasarkan Tes Hasil Belajar I yang didapat, peneliti membuat rencana
tindakan yang baru dengan pembelajaran kooperatif tipe word square sebagai
perbaikan tindakan sebelumnya. Namun, agar dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, maka tindakan II dilakukan dengancara yang sama namun
sedikit dirubah. Padasiklus II siswadiberikan LKS, namun dikerjakan secara
berkelompok dan guru sebagai fasilisator dan memantau setiap pekerjaan
siswa. Hal ini agar siswa dapat berdiskusi dengan teman lainnya. Sehingga
dapat bertukar pikiran dan saling mengemukakan pendapat sehingga lebih
memudahkan siswa untuk memecahkan masalah yang ada pada LKS.Terlihat
pada siklus II, nilai rata - rata kelas pada tes hasil belajar II meningkat
menjadi 78,94 dengan tingkat ketuntasan belajar klasikal 96,97 %.
DAFTAR RUJUKAN
Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Utama Widya.
Arikunto, Suharsimi, dkk., 2012. Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Aksara,
Jakarta.
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta :
Depdiknas
Damayanti, Puti, Yanti Herlianti, dan Sulistyani. IPA 5 B Alam Sekitar Kita SD
Kelas V. Jakarta : Yudhistira.
Depdiknas .2008. Permen No. 22, 23, 24 Tahun 2006 tentang Standar
Pendidikan. Jakarta : Depdiknas Republik Indonesia
Djamarah, Syaiful Bahri and Zain Aswan. 2013. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rineka Cipta
Istarani. 2014. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Penerbit Media Persada
Nasution, 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar, & Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara
Nurhidayah. 2012. Penggunaan Metode Word Square Dalam Pemerolehan
Kosakata Bahasa PerancisTersedia pada
http//repository.upi.edu/operator/upload/s_prs_0706015_chapter2.pdf.
(diakses tanggal 20 Januari 2014)
Panut, dkk. 2007. Dunia IPA Ilmu Pengetahuan Alam Kelas 5 SD. Semester
Kedua 5B. Jakarta : Yudhistira.
Rubiyanto, Rubino dan Saring Marsudi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas Ke SD
an dan Karya Tulis Ilmiah. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 59
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Siddiq,M. Djauhar, dkk. 2008. Pengembangan Bahan Pembelajaran SD Ditjen
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (tidak diterbitkan).
Sisdiknas. 2003. Undang- Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003
(UU RI No. 20 Th. 2003). Jakarta : Sinar Grafika
Subyabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sudiani, Ni Luh, Nyoman Dantes, Nyoman Kusmariyatni. 2014. Pengaruh Model
Pembelajaran Word Square terhadap Hasil belajar IPA dengan
Kovariabel Kemampuan Berpikir Kritis.e-Journal MIMBAR PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD , Vol. 2 No. 1 Tahun
2014.
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung :
Remaja Rosdakarya
Supartono. 2003. Model Pembelajaran Word Square
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learnin g Teori & Aplikasi PAIKEM.
Surabaya: Pustaka Pelajar
Utami, Kiki. 2012. Penerapan Metode Pembelajaran Word Square dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pokok Bahasan Ekosistem di MTs
Negeri Karangampel Kabupaten Indramayu. Skripsi. Jurusan Tadris IPA
Biologi-Fakultas Tarbiyah IAIN Cirebon.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wardani, Sellvia Kusuma. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Word Square pada Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan Energi dan
Penggunaannya untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV di SDN
Srimulyo O5 Kecamatan Dampit. Skripsi, Jurusan Teknologi Pendidikan
FIP Universitas Malang.
ISBN: 978-602-50622-0-9 60
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH METODE PAKEM TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA
MATA PELAJARAN IPS MATERI KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DI
INDONESIA DENGAN MEMBUAT ALAT PERAGA WAYANG SEJARAH DI
KELAS V SDN 116874 BAKARAN BATU KABUPATEN LABUHANBATU
Defa9, Fauziah Desrini
10, Ifran Fredi Tarigan
11
Surel: [email protected]
Abstrak Metode perbaikan pembelajaran ini adalah dengan metode PAKEM, yang
berfokus pada siswa, guru tidak banyak berceramah di depan kelas. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa dengan metode PAKEM
pada mata pelajaran IPS materi kerajaan- kerajaan Hindu di Indonesia,
siswa tidak lagi mendengar ceramah dari guru di depan kelas dalam
menerima pembelajaran tersebut. Melainkan siswa akan terjun langsung
seperti halnya salah satu karakteristik kurikulum 2013 yaitu pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Pada materi ini, siswa akan membuat alat
peraga murah, dari bahan- bahan sederhana yang disebut Wayang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan tindakan kelas. Judulnya “
Pengaruh Metode PAKEM terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS materi kerajaan- kerajaan Hindu di Indonesia dengan
membuat alat peraga wayang sejarah di kelas V SD No. 116874 Bakaran
Batu “.Populasi penelitian diambil semua siswa kelas V, teknik
pengumpulan data diperoleh dari hasil tes siswa. Tindakan dilakukan
sebanyak dua siklus. Teknik analisis data digunakan analisis persentase dari
perubahan hasil evaluasi belajar sebelum dan setelah dilakukan tes.
Kata kunci : PAKEM, Hasil Belajar, Alat Peraga Wayang Sejarah
PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum berakar pada budaya lokal dan bangsa memiliki arti bahwa kurikulum
harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya
setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting.
Dalam tujuan pendidikan nasional Pasal 3 UU N0. 20 Tahun 2003 bahwa
Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, yaitu memiliki sikap spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan.
9Program PascasarjanaUniversitasNegeri Medan
10Program PascasarjanaUniversitasNegeri Medan
11Program PascasarjanaUniversitasNegeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 61
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dan dewasa ini Pendidikan di Indonesia telah merubah kurikulum yang
sebelumnya KTSP menjadi Kurikulum 13, yang merupakan kurikulum baru dan
masih melakukan revisi sebagai perbaikan pendidikan di Indonesia. Adapun
tujuan dari kurikulum 13 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Dan salah satu
metode pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 13 yaitu metode PAKEM (
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan ).
Salah satu mata pelajaran yang diterapkan di sekolah dasar adalah mata
pelajaran IPS. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh
siswa karena biasanya guru terlalu banyak berceramah. Sehingga siswa tidak
tertarik dengan pembelajaran tersebut dimana pembelajaran berpusat pada guru.
Siswa hanya disuruh mendengar dan memahami apa yang mereka dengar.
Terkadang siswa mengantuk dan tidak fokus pada pembelajaran mereka.
Disini penulis tertarik untuk merubah cara belajar IPS dengan sesuatu
yang berbeda yaitu menggunakan metode PAKEM. Pada pelajaran IPS materi
Kerajaan- kerajaan Hindu di Indonesia, kali ini siswa tidak mendengarkan
ceramah dari guru. Melainkan mereka belajar tentang materi tersebut dengan
membuat sebuah alat peraga murah dan mempresentasikannya kedalam sebuah
cerita sejarah yang disebut “ Wayang Sejarah”.
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum berakar pada budaya lokal dan bangsa memiliki arti bahwa kurikulum
harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya
setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting. Kurikulum juga harus
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan nilai- nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai budaya
yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari dan menjadi nilai yang
dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan masa depan. Hal ini sesuai dengan
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Pasal 1 UU No, 20/2003 tentang Sitem Pendidian Nasional menyatakan, “
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 62
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
b. Alat peraga
Pengertian Alat Peraga adalah semua atau segala sesuatu yang bisa
digunakan dan dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan konsep- konsep
pembelajaran dari materi yang bersifat abstrak atau kurang jelas menjadi nyata
dan jelas. Sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian serta minat
para siswa yang menjurus kearah terjadinya proses belajar mengajar.
Alat peraga merupakan suatu alat yang dipakai untuk membantu dalam
proses belajar mengajar yang berperan besar sebagai pendukung kegiatan belajar-
mengajar yang dilakukan oleh pengajar atau guru. Penggunaan alat peraga ini
mempunyai tujuan untuk memberikan wujud yang riil terhadap bahan yang
dibicarakan dalam materi pembelajaran. Alat peraga yang dipakai dalam proses
belajar- mengajar dalam garis besarnya memiliki manfaat menambahkan kegiatan
belajar para siswa, menghemat waktu belajar, memberikan alasan yang wajar
untuk belajar, sebab dapat membangkitkan minat perhatian dan aktivitas para
siswa.
PAKEM
Berikut pandangan dari para ahli mengenai kegiatan, siswa dan lingkungan
belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary
and Secondary Education Missouri Department of Elementry and Secondary
Education sebagai berikut ini:
Silberman, M (1996) menggambarkan saat belajar aktif, para siswa
melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk
mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa
yang mereka belajar. belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat,
menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi untuk
mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab
pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu
diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan – menggambarkannya
sendiri, mencontohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan tugas
sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.
Glasgow (1996) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk
mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri.
Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan
apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka
lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka
kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk
menjadi suatu kekuatan lebih besar di yang dimiliki siswa.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini untuk mengukur hasil belajar siswa adalah dengan
penilaian test. Dan dilakukan dalam 2 siklus untuk melaksanakan perbaikan
pembelajaran. Pada siklus 1, metode yang digunakan adalah metode ceramah atau
ISBN: 978-602-50622-0-9 63
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
disebut metode klasikal. Sedangkan pada siklus 2, menggunakan metode
PAKEM. Subjek Penelitian adalah seluruh siswa Kelas 5 di SD Negeri NO.
116874 Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu yang
terdiri dari 32 orang siswa dari 12 orang Laki- laki dan 20 orang Perempuan.
Tingkat usia 11- 13 tahun.Penelitian ini dilakukan di Kelas Vc, SD Negeri NO.
116874 Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu.Waktu
Penelitian dimulai dari Bulan Januari 2017 sampai dengan Maret 2017 yang
dilakukan pada semester genap.
Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus. Dalam setiap siklus
terdiri dari tahap yaitu:
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Instrumen data nilai siswa Teknik ini digunakan dengan mengumpulkan data- data nilai hasil belajar
siswa pada pelajaran IPS materi kerajaan – kerajaan di Indonesia Observasi
Teknik ini digunakan dengan observasi pada motivasi siswa dalam
belajar dengan membuat alat peraga murah yang dibuat oleh masing –
masing siswa. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mendapat informasi sejauh mana
ketertarikan siswa dan kemampuan siswa dalam menerima materi
pelajaran Test
Test dilakukan setiap akhir siklus yang difungsikan untuk mengukur
hasil belajar yang diperoleh siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan 2 siklus penelitian
pembelajaran. Yaitu materi kerajaan- kerajaan Hindu di indonesia seperti kerajaan
kutai, tarumanegara, kediri, mataram dan singosari.
Siklus 1
Pada perbaikan pembelajaran siklus 1, guru menggunakn metode ceramah
dalam pembelajaran. Dimana setelah melakukan ceramah, siswa diminta untuk
mendengar, kemudian menympulkan apa yang mereka dengar dan mereka
pahami. Setelah itu, guru memberikan tes latihan soal yang berkaitan dengan
materi untuk melihat hasil belajar siswa pada siklus 1 dengan menggunakan
metode ceramah.
ISBN: 978-602-50622-0-9 64
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari hasil tes tersebut pada siklus 1, mata pelajaran IPS materi kerajaan-
kerajaan Hindu di Indonesia, dengan batas KKM yaitu 65. Jumlah siswa dari 32
siswa yang tuntas hanya 16 siswa dengan persentase sebesar 43,75 % sedangkan
siswa yang tidak tuntas terdiri dari 18 orang siswa dengan persentasi 56,25%.
Untuk itu peneliti melakkan perbaikan pembelajaran siklus 2 untuk mendapatkan
nilai ketuntasan sesuai batas KKM yang diharapkan.
b. Siklus 2
Pada siklus 2, peneliti melakukan penelitian tentang perbaikan
pembelajaran mata pelajaran IPS materi kerajaan – kerajaan di Indonesia dengan
metode PAKEM. Siswa tidak lagi berceramah di depan kelas, melainkan siswa
dibagi dalam 5 kelompok kerajaan. Kemudian guru membagi suber belajar dengan
buku, sumber internet dll. Disini siswa membaca cerita sejarah, berdiskusi
kelompok dan membuat kesimpulan. Kemudian siswa perkelompok membuat alat
peraga murah dari bahan- bahan sederhana untuk membuat tokoh- tokoh karakter
wayang dalam cerita beserta dengan penunjang lainnya. Setelah selesai, siswa
perkelompok untuk mempresentasikan hasil cerita wayang sejarah tersebut di
depan kelas, sedangkan kelompok yang lain mendengar dan mencatat hal yang
penting dari sebuah cerita yang dimainkan seperti dalang dengan wayangnya.
Kelompok yang maju memainkan cerita kerajaan hindu dengan gaya bahasa
mereka yang membuat siswa- siswa lain tertarik dengan wayang sejarah tersebut,
sehingga suasana belajar terlihat menyenangkan.
Di akhir pembelajaran, seluruh siswa secara individu menuliskan kembali/
membuat kesimpulan dari masing- masing kerajaan yang telah mereka mainkan
dan mereka tonton peragaan wayang sejarah oleh teman - temannya. Guru dan
siswa bertanya jawab dan membuat kesimpulan. Dan untuk tes, guru memberikan
soal yang berhubungan dengan materi kerajaan- kerajaan hindu di Indonesia.
Pada penilaian akhir siklus ke 2, dari jumlah siswa 32 orang. Dan hasilnya
32 orang siswa tersebut telah memenuhi nilai KKM. Seluruh siswa mendapat nilai
tuntas pada materi kerajaan - kerajaan di Indonesia.Sehingga pada perbaikan
pembelajaran ini, hanya dilakukan dalam 2 siklus saja.
SIMPULAN Belajar adalah suatu kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku
yang relatif permanen yang meliputi pengetahuan, nilai, sikap serta keterampilan
sebagai hasil pengalaman, latihan dan interaksi dengan lingkungannya.
Perkembangan pembelajran IPS dilaksanakan dua siklus perbaikan dengan
fokus perbaikan rendahnya hasil belajar siswa untuk memperbaiki pembelajaran
pada masalah tersebut adalah penggunaan model pembelajaran “Wayang Sejarah”
dapat memotivasi keinginan siswa untuk belajar, membuat siswa tidak bosan
dalam pembelajaran, Aktif, Kreatif dan Efektif.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perbaikan pembelajaran pada
siklus I dapat diketahui adanya sedikit peningkatan tetapi masih belum
ISBN: 978-602-50622-0-9 65
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
memuaskan karena tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran kurang
memuaskan, yaitu siswa yang aktif baru mencapai 16 dari 32 siswa atau 43,75%
sedangkan siswa yang memperoleh nilai kurang dari 65 ada 18 atau 56,26 %. Pada
siklus II sudah tampak adanya peningkatan keaktipan siswa. Hal ini terlihat dari
hasil belajar siswa pada siklus II sudah banyak mengalami kemajuan, dimana
100% siswa mendapat nilai memenuhi KKM dengan rata – rata kelas 80,28% .
Dari penjelasan di atas sangat jelas betapa berpengaruhnya penerapan
model pembelajaran Wayang Sejarah karena dapat meningkatkan keaktipan dan
pemahaman siswa pada Pelajaran IPS materi Sejarah Kerajaan- kerajaan Hindu di
Indonesia di kelas Vc SD Negeri No. 116874 Bakaran Batu Kecamatan Rantau
Selatan Kabupaten Labuhanbatu.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto,s. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta.
Deperteman Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Depdikbud, 1995. Kurikulum SD tahun 1994. Jakarta : Depdikbud.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2016. Materi Umum dan Materi
Pokok Sekolah dasar.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah. 2016. Panduan Teknis Pembelajaran dan Penilaian Di Sekolah
Dasar.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kurikulum 2013.
Muhibbin Syah, 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung Remaja
Rosda Karya. Ngalim Purwanto, 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rochiati Wiriaatmadja, 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk
Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Suyadi. 2012. Buku Panduan guru profesional Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan
Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Yogyakarta : Penerbit Andi.
ISBN: 978-602-50622-0-9 66
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PERANAN GURU MEMILIH MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI
Rencus B. Sinabariba12
Surel: [email protected]
Abstrak Tujuan dari penelitian yaitu 1) Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi bagi siswa; Bagaimana hasil kemampuan menulis puisi siswa setelah guru
menerapkan model-model pembelajaran tersebut. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif, peneliti mengambil data dari sumber pustaka
dan sumber-sumber yang terkait. Kemampuan menulis puisi yang dimiliki
siswa saat ini masih belum maksimal. Hal ini dapat dikembangkan oleh guru
dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Adapun model-model
pembelajaran yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut: Model
Partisipatory dengan Media Gambar, Copy The Master dengan Bantuan
VCD Berbasis Pendidikan Karakter, Quantum Teaching Tipe Tandur.
Ketiga model belajar tersebut sudah diterapkan di beberapa sekolah yang
telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya dan dipublikasikan dalam jurnal.
Hasil yang didapatkan dari penelitian-penelitian tersebut sangat baik
sehingga layak menjadi bahan referensi dan pertimbangan bagi setiap guru-
guru di Indonesia sehingga dapat diterapkan di sekolah masing-masing.
Kata Kunci : Puisi, Partisipatory, Copy The Master, Quantum
Teaching
Abstrack The purpose of the research is 1) To know what kinds of learning models to
improve the ability to write poetry for students; (2) How is the result of
students' poetry writing ability after the teacher apply the learning models.
This research is descriptive qualitative research, researcher take data from
source of libraries and related sources. The ability to write poetry owned by
students is still not maximized. This can be developed by teachers by
applying appropriate learning models. The learning models that can be
applied are as follows: Participatory Model with Image Media, Copy The
Master with VCD-Based Character Education Assistance, Quantum
Teaching Type Tandur. The three learning models have been applied in
several schools that have been researched by previous researchers and
published in the journal. The results obtained from these studies are so good
that it deserves to be a reference and consideration for every teacher in
Indonesia so that it can be applied in each school.
Keywords : Poetry, Partisipatory, Copy The Master, Quantum Teaching
Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 67
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dimiliki
oleh setiap siswa agar proses belajar dapat berjalan dengan baik. Kemampuan
menulis sangat penting dimiliki siswa karena kemampuan ini merupakan proses
mengeluarkan ide maupun gagasan dalam bentuk tulisan. Hal ini segayut dengan
pendapat (Gie, 2002:9) “Menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang
mengungkapkan buah pikirannya melalui bahasa tulis untuk dibaca dan
dimengerti oleh orang lain. Buah pikiran itu dapat berupa gagasan, pikiran,
pengalaman, ataupun imajinasi seseorang”. Keterampilan menulis merupakan
keterampian yang dapat diasah dengan berbagai latihan secara intensif. Dalam
pembelajaran di sekoah keterampilan menulis harus dikuasai oleh siswa, salah
satunya adalah keterampilan menulis puisi.
Keterampilan menulis puisi merupakan materi yang sudah diajarkan
kepada siswa baik ditingkat sekolah dasar maupun menengah. Kemampuan ini
sangat penting dikuasai oleh siswa karena memberikan banyak manfaat bagi
perkembangan siswa itu sendiri.
Proses kreatif menulis puisi memberikan hasil yang positif bagi para
siswa. Dengan menulis puisi, siswa dilatih untuk tidak meremehkan pengalaman-
pengalamannya. Segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari
perhatiannya. Dia menjadikan semua yang dilihat, didengar, dan dirasa sebagai
sesuatu yang bermakna bagi manusia. Wujud perhatian dan usaha menjadikan
pengalaman-pengalaman itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia di
antaranya adalah menuangkan atau menuliskan apa yang dialaminya ke dalam
bentuk puisi (Jabrohim dkk, 2003: 31).
Pembelajaran menulis puisi merupakan pembelajaran menuangkan
ide/gagasan dalam bentuk kata-kata yang indah atau berupa ekspresi sastra.
Pembelajaran ini mengarahkan siswa untuk menuangkan imajinasinya dalam
bentuk puisi. Proses ini dapat berjalan dengan baik jika proses pembelajaran
terhadap materi ini dapat dikuasai oleh siswa dan guru dapat memberikan
pembelajaran yang baik.
Seorang guru sebelum masuk kelas untuk memberikan materi pembelajaran
haruslah ada persiapan. Guru harus mengetahui apa yang menjadi tujuan dari
materi yang diajarkannya. Untuk itu, guru juga harus mengetahui model-model
pembelajaran yang sesuai diterapkan saat akan mengajar, seperti dalam hal
mengajar keterampilan menulis puisi.
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga
diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. model
pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode
pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model
pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit
karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 68
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang
tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru
harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-
sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan
secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan
dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Hal ini senada dengan pendapat
Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu
mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas
yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar
mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi
media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru
menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan
pembelajaran yang kondusif.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang
menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi
peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas,
berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua
kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Semua model-model pembelajaran yang digunakan guru saat akan mengajar
akan memberikan hasil yang baik jika diterapkan dengan baik, khususnya model-
model belajar yang akan digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis
puisi. Guru harus mengetahui apa yang menjadi tujuan belajar dari pembelajaran
keterampilan menulis puisi, yaitu siswa harus dapat menulis puisi. Untuk itu guru
memiliki peranan yang sangat penting dalam memilih model-model belajar yang
sesuai untuk meningkatkan keterampilan menulis puisi bagi siswa.
Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis akan menguraikan Peranan Guru
Memilih Model-Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan
Menulis Puisi. Adapun rumusan-rumusan masalah yang akan diuraikan dalam
penelitian ini adalah (1) Apa saja model-model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan menulis puisi; (2) Bagaimana kemampuan menulis puisi siswa
setelah menerapkan model-model pembelajaran tersebut.
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Apa saja jenis-jenis model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
membaca siswa dan bagaimana hasil kemampuan membaca siswa setelah
menerapkan model-model tersebut. Penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi peneliti, guru, siswa, maupun bagi peneliti yang lain.
ISBN: 978-602-50622-0-9 69
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PEMBAHASAN
1) Model-Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan
Siswa Dalam Menulis Puisi Proses belajar mengajar di dalam kelas akan lebih efektif dan bermakna jika
seorang guru yang akan mengajar terlebih dahulu mempersiapkan materi. Materi
yang akan disampaikan terhadap peserta didik haruslah dengan mudah dapat
dipahami siswa sehingga apa yang diharapkan dari peserta didik akan tercapai.
Selain persiapan materi yang mau diajarkan guru yang akan mengajar juga harus
mengetahui model pembelajaran yang sesuai untuk materi yang akan diajarkan
kepada siswa.
Penggunaan model pembelajaran yang efektif akan memudahkan guru
dalam mengajar. Kegiatan pembelajaran juga akan menyenangkan bagi guru
maupun peserta didik atau siswa. Model pembelajaran semuanya baik jika
digunakan secara tepat. Akan tetapi guru harus cermat daalm memilih model yang
sesuai terhadap materi yang akan diajarkan, khususnya materi pembelajaran
menulis puisi.
Pembelajaran menulis puisi berkaitan dengan kesusastraan. Pembelajaran ini
harus dapat melibatkan siswa agar dapat menuangkan imajinasi dengan kata-kata
yang indah, yaitu sebuah puisi. Siswa harus dapat menulis puisi dengan karakter
yang diharapkan oleh guru maupun siswa itu sendiri. Untuk itu, guru harus
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa tersebut.
Berikut ini akan diuraikan beberapa model belajar untuk meningkatkan
kemampuan siswa daalm menulis puisi.
a) Model Quantum Teaching Tipe Tandur Model pembelajaran Quantum Teaching merupakan model yang
menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur
yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi
didalam kelas. (Miftahul a’la 2011). Dalam model pembelajaran quantum
teaching ada beberapa tipe atau teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran.
Peneliti mencoba menerapkan tipe TANDUR dalam penelitian ini. TANDUR
sendiri merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi dan Rayakan. (Miftahul a’la 2011).
Tumbuhkan Tumbuhkan minat dengan memuaskan. Dalam hal ini guru memberikan
motivasi, semangat, rangsangan supaya belajar, yaitu dengan melakukan
praktek secara langsung apa yang disampaikan oleh guru, diantaranya
dengan menyadarkan para siswa bahwa materi yang akan disampaikan
(keterampilan menulis puisi) merupakan materi yang benar-benar
bermanfaat bagi hidup mereka.
Alami
ISBN: 978-602-50622-0-9 70
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti
semua peserta didik. Peserta didik mengalami sendiri apa yang dilakukan
dengan praktik langsung dalam menyelesaikan masalah.
Namai Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah masukan.
Dengan melakukan praktik secara langsung maka peserta didik benar-
benar bisa mencari bagaimana cara menulis puisi dengan alat bantu
(media) peserta didik mendapatkan informasi (nama) yaitu dengan
pengalaman yang dialami sehingga membuat pengetahuan peserta didik
akan berarti.
Demonstrasikan
Guru memberikan peserta didik untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.
Peserta didik diberi peluang untuk menterjemahkan dan menerapkan
pengetahuan mereka dalam pelajaran, sehingga peserta didik bisa
menunjukkan dan menyampaikan kemampuan yang telah didapat,
dialami sendiri oleh peserta didik. Dengan mendemonstrasikan peserta
didik akan mendapatkan kesan yang sangat berharga sehingga terpatri
dalam hati.
Ulangi Tunjukkan peserta didik cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. Mengulang materi
pembelajaran akan menguatkan koreksi saraf dan menumbuhkan rasa
tahu dari materi yang telah dialami peserta didik secara langsung,
sehingga peserta didik akan selalu teringat dari materi menulis puisi yang
telah dialaminya.
Rayakan Akhiri setiap proses pembelajaran dengan me-rayakan-nya. Prinsip dari
rayakan yaitu, “Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan”. Penghargaan atas karya siswa dapat dilakukan dengan banyak cara,
misalnya dengan memilih puisi terbaik, memilih puisi terfavorit,
memberi pujian pada seluruh siswa yang ada di kelas itu yang telah
menulis puisi (misalnya dengan mengacungkan jempol dan mengucap
kata, “Sip! Hebat! Bagus! Cerdas! Pintar! Luar biasa.
Model Partisipatori Dengan Media Gambar Model partisipatori adalah model pembelajaran yang lebih menekankan
keterlibatan siswa secara penuh. Berbeda dengan metode jelajah alam sekitar yang
pembelajarannya harus dilakukan di luar kelas, metode partisipatori dilakukan di
dalam kelas dengan bantuan media gambar dan pengalaman. Siswa dianggap
sebagai penentu keberhasilan belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat
menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator.
ISBN: 978-602-50622-0-9 71
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Begitu juga bentuk partisipasi aktif siswa dalam menulis puisi keindahan alam
yaitu ketika siswa dapat menemukan sendiri hal-hal yang berkaitan dengan materi
menulis puisi dan mendiskusikannya bersama teman dalam kelompok serta
dipandu oleh guru.
Media gambar adalah alat dan bahan yang digunakan dalam proses
pengajaran atau pembelajaran yang berupa tiruan barang (orang, binatang,
tumbuhan) yang dibuat dalam coretan pensil pada kertas dan lukisan (KBBI
2008). Dengan demikian, media gambar dapat mengembangkan kemampuan
visual, mengembangkan imajinasi siswa sehingga membantu siswa menemukan
ide dan membantu mengungkapkannya ke dalam puisi serta dapat membangkitkan
motivasi dan minat siswa dalam pembelajaran. Selain itu, media gambar juga
berfungsi sebagai sarana penunjang dalam menciptakan sebuah puisi yang baik.
Proses pembelajaran dengan model ini menggunakan tiga tahapan saat
proses belajar yang dilakukan oleh guru di dalam kelas, yaitu tahap penginderaan,
tahap perenungan dan tahap memainkan kata-kata. Ketiga tahapan ini akan
dijelaskan sebagai berikut ini.
Para penyair sebelum menciptakan sebuah puisi terlebih dahulu
melakukan penginderaan terhadap alam sekitar. Hal ini dilakukan untuk
menemukan keindahan yang ada di alam sekitar penyair. Keindahan itulah yang
kemudian akan dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam puisi. Penginderaan
merupakan tahap yang paling menentukan dalam pembelajaran menulis puisi
dengan metode partisipatori. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk menemukan
ide untuk puisinya. Setelah ide ditentukan, maka proses belajar akan berjalan
dengan lancar.
Tahap selanjutnya adalah tahap perenungan atau pengendapan. Perenungan
ini akan semakin mendalam jika disertai dengan daya intuisi yang tajam, karena
dengan daya intuisi akan mampu memunculkan sesuatu yang tidak mungkin
menjadi mungkin.
Tahap yang terakhir adalah tahap memainkan kata. Yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah mengumpulkan kata-kata yang berhubungan dengan tema yang
dipilih, kemudian perlu dilakukan penyeleksian makna kata yang memiliki nilai
rasa yang lebih tinggi. Kata-kata yang memiliki nilai rasa yang lebih tinggi itulah
yang digunakan dalam menulis puisi.
Model Copy The Master Dengan Bantuan Vcd Berbasis Pendidikan
Karakter Model copy the master merupakan metode meniru atau mencontoh master
atau model dari seorang ahli. Dalam pembelajaran menulis, siswa langsung
disajikan sebuah contoh tulisan yang paling baik (master) kemudian siswa meniru
bentuk tulisan tersebut (Marahimin, 2005:20).
ISBN: 978-602-50622-0-9 72
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Model belajar ini dapat diterapkan disekolah menengah dasar maupun atas
dengan mengikuti tiga tahapan yang harus diikuti oleh guru di sekolah. Ketiga
tahapan tersebut harus dapat dilaksanakan guru dengan baik sehingga hasilnya
akan memberikan dampak yang baik pula. Adapun ketiga tahapan itu akan
dijelaskan satu-persatu, yakni sebagai berikut.
Tahap pertama proses pembelajaran diawali dengan mengkondisikan siswa
agar siap untuk mengikuti pembelajaran menulis puisi dengan menanyakan
keadaan siswa, mengadakan kegiatan apersepsi yang diawali dengan memberikan
ilustrasi tentang pembelajaran menulis puisi. Kemudian siswa diminta untuk
memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru. Kegiatan berikutnya yaitu
menanyakan pengalaman siswa dalam menulis puisi, dan menyampaikan tujuan
serta manfaat pembelajaran menulis puisi. Hal ini dilakukan sebagai upaya
menumbuhkan minat belajar siswa agar siswa memiliki motivasi belajar terlebih
dahulu. Pada kegiatan tersebut siswa terlihat mulai antusias memperhatikan
penjelasan guru.
Tahap kedua disebut dengan eksplorasi, yaitu tahapan ini diawali dengan
tanya jawab mengenai pengetahuan dasar tentang puisi (pengertian, ciri- ciri, dan
unsur pembangun puisi) yang diketahui oleh siswa. Pada tahap elaborasi, siswa
berpasangan dengan teman sebangkunya. Kemudian guru membagikan puisi
master kepada tiap pasangan untuk dibaca dan dicermati penulisannya.
Selanjutnya guru memutarkan tayangan VCD berbasis pendidikan karakter, siswa
diminta untuk mencermati tayangan VCD dan kemudian menulis puisi melalui
metode copy the master dengan bantuan tayangan VCD berbasis pendidikan
karakter.
Tahap ketiga disebut dengan konfirmasi, yaitu siswa yang ditunjuk guru
maju ke depan untuk membacakan hasil puisinya, dan teman yang lain
memperhatikan. Kemudian siswa dan guru mendiskusikan hasil pekerjaan siswa.
Hasil tes tersebut dijadikan sebagai data dari hasil tulisan siswa. Beberapa siswa
mengutarakan kesulitan saat berimajinasi, karena kurang fokus terhadap tayangan
VCD yang diputarkan guru. Sebelum pembelajaran selesai, siswa yang menulis
puisi dengan baik akan diberikan penghargaan.
SIMPULAN
Berdasarkan data, analisis, dan pembahasan dalam penelitian ini yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya, penulis mengambil simpulan, yaitu (1) Bagi
setiap guru di Indonesia agar selalu melakukan persiapan sebelum mengajar, yaitu
mengetahui apa yang harus dilakukan di dalam kelas sehingga setiap siswa senang
untuk belajar; (2) Guru dapat menerapkan Model Quantum Teaching Tipe Tandur,
Model Partisipatori dengan Media Gambar, Dan Model Copy The Master dengan
Bantuan VCD Berbasis Pendidikan Karakter untuk meningkatkan kemampuan
siswa daalm menulis puisi; (3) Ketiga model yang sudah diuraikan di
ISBN: 978-602-50622-0-9 73
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
atas merupakan model-model pembelajaran yang sudah diterapkan di beberapa
sekolah di Indonesia dan hasilnya sangat baik, siswa mengalami kenaikan dalam
mhal penulisan puisi.
Selain model-model belajar yang sudah diuraikan di atas, guru dapat
memilih model-model belajar yang lain untuk meningkatkan kemampuan menulis
puisi bagi siswa. Untuk itu, guru harus terus berinovasi sehingga mengetahui apa
yang dibutuhkan oleh peserta didik. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi
peneliti, guru, siswa maupun peneliti lainnya.
Berdasarkan simpulan tersebut, peneliti merekomendasikan saran, yaitu (1)
pemerintah harus senantiasa memberikan pelatihan-pelatihan terhadap guru-guru
di Indonesia khususnya dalam hal memilih model-model belajar yang sesuai
diterapkan oleh guru di kelas; (2) sudah selayaknya guru-guru yang masuk ke
dalam kelas agar mempersiapkan perangkat-perangkat pembelajaran yang
diperlukan agar proses belajar mengajar di kelas dapat berjalan dengan baik. (3)
siswa dan guru yang berprestasi agar mendapatkan perhatian yang khusus dari
pemerintah pusat maupun daerah sehingga akan memberikan motivasi yang baik
bagi siswa dan guru yang lainnya untuk berprestasi.
DAFTAR RUJUKAN
Ariani, Farida. 2004. Keterampilan Menulis dan Membaca. Jakarta: Pusat
Pengembangan Penataran Guru Bahasa.
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Umry, Shafwan Hadi. 2016. Telaah Puisi: Pembelajaran dan Penerapan, Medan:
CV Mitra
“Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Keindahan Alam Menggunakan
Metode Partisipatori dengan Media Gambar” Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia (JPBSI) (1), ISSN 2252-6722,
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi/ Anisa Nur Laeli dan
Wagiran. Diunduh pada Selasa, 03 September 2017 pukul 22.00 WIB.
“Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Melalui Metode Copy The Master
dengan Bantuan VCD Berbasis Pendidikan Karakter” Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, JPBSI 3 (1),
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi/ Eva Kristian Andriani, Agus
Nuryatin dan Wagiran. Diunduh pada Selasa, 03 September 2017 pukul
23.00 WIB.
“Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Melalui Model Pembelajaran Quantum
Teaching Tipe Tandur” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
JPBSI 2 (1), http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi/ Muhammad
Zulfa Majid. Diunduh pada Selasa, 03 September 2017 pukul 23.40 WIB.
ISBN: 978-602-50622-0-9 74
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERPIKIR INDUKTIF
TERHADAP HASIL BELAJAR
Tiara Mahdalena Arwira13
Asiah Ramadhani2 dan Fauziah Nasution
3
Surel: [email protected]
Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
berpikir induktif dan model konvensional terhadap hasil belajar siswa pada
materi optika geometris kelas X di SMA Swasta Cerdas Murni Tembung.
Jenis penelitian adalah quasi eksperiment dengan desain two group pretest
posttest. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa-siswi kelas X yang
terdiri dari 2 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster
random sampling. Sampel yang dipilih adalah kelas X-2 sebagai kelas
eksperimen dengan model pembelajaran berpikir induktif yang berjumlah 30
orang dan kelas X-3 sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran
konvensional yang berjumlah 30 orang. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian adalah tes pilihan berganda sebanyak 20 soal dengan 5 pilihan jawaban yang telah divalidkan oleh validator, observasi aktivitas belajar,
sikap dan keterampilan siswa berupa lembar penilaian yang digunakan oleh
observer. Statistik yang digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian
adalah uji t. Hasil uji t satu pihak diperoleh thitung > ttabel yaitu (5,008 > 1,59),
artinya ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan model
pembelajaran berpikir induktif terhadap hasil belajar siswa pada materi
optika geometris kelas X di SMA Swasta Cerdas Murni Tembung. Rata-rata
nilai keseluruhan aktivitas siswa kelas eksperimen adalah 77,34 termasuk
dalam kriteria aktif.
Kata Kunci: quasi eksperiment, berpikir induktif, hasil belajar
PENDAHULUAN
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menyatakan bahwa nilai
rata-rata UN 2016 tingkat SMA/MA negeri dan swasta mengalami penurunan dari
61,29 (2014/2015) menjadi 54,78 (2015/2016). Dengan demikian, terjadi
penurunan 6,51 angka jika dibandingkan nilai rata-rata UN tahun sebelumnya. Hal
ini menunjukkan taraf pendidikan SMA/MA di Indonesia masih rendah dengan
menurunnya hasil belajar siswa, terutama pada pelajaran fisika. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru bidang studi fisika di SMA Swasta Cerdas Murni
Tembung diperoleh data bahwa: (1) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah
75 (2) siswa jarang melakukan eksperimen, (3) nilai rata-rata hasil ujian siswa 60
terlihat bahwa hasil belajar masih rendah. Berdasarkan hasil angket yang
disebarkan pada 30 siswa di kelas X SMA Swasta Cerdas Murni Tembung
diperoleh hasil bahwa 76,7% siswa menyatakan untuk mengumpulkan data dan
Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED
Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 75
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
menyajikan data diperlukan mengumpulkan data tetapi 40% siswa tidak dapat
memberikan contohnya, dari 30% siswa menyatakan dapat menyajikan data dalam
wacana fisika tetapi 93,3% siswa menyatakan tidak dapat memberikan contohnya,
dari 30% siswa menyatakan untuk menguji dan menghitung data diperlukan
analisis tetapi 66,7% siswa menyatakan tidak mengetahui bagaimana cara
menganalisis, dari 53,5% siswa menyatakan mengetahui pengertian hipotesis
tetapi 86,7% siswa menyatakan tidak mengetahui contohnya dan 43,3% siswa
menyatakan tidak pernah melakukan hipotesis.
Berdasarkan uraian di atas masalah yang diperoleh adalah hasil belajar
siswa di bawah KKM, siswa jarang melakukan eksperimen, kemampuan
mengumpulkan data masih rendah, kemampuan menyajikan data masih rendah,
kemampuan menganalisis masih rendah dan kemampuan berhipotesis juga masih
rendah. Berhubungan dengan masalah tersebut maka dipilih model pembelajran
berpikir induktif. Karakteristik dari model pembelajaran berpikir induktif antara
lain yaitu mampu membangun konsep siswa dengan cara menggeneralisasi,
mengembangkan sikap positif terhadap objek, dan menekankan adanya partisipasi
siswa dalam melakukan observasi, pengamatan, dan siswa diberi kesempatan
secara maksimal untuk aktif dalam pembelajaran. Joyce (2009) menyatakan
bahwa model berpikir induktif dikembangkan untuk bagaimanapun, dalam hal
mengembangkan kapasitas berpikir, siswa perlu dituntut untuk mencerna dan
memproses berbagai informasi. Model pembelajaran berpikir induktif memiliki
empat tahap pembelajaran yaitu : (1) Mengidentifikasi dan menghitung data yang
relevan dengan topik atau masalah, (2) Mengelompokkan objek-objek ini menjadi
kategori-kategori yang anggotanya memiliki sifat umum, (3) Menafsirkan data
dan mengembangkan label untuk kategori-kategori tadi sehingga data tersebut
bisa dimanipulasi secara simbolis, dan (4) Mengubah kategori-kategori menjadi
keterampilan atau hipotesis-hipotesis.
Joyce (2009) penerapan utama dari model pembelajaran berpikir induktif
adalah mengembangkan kapasitas berpikir, bagaimanapun dalam hal
mengembangkan kapasitas berpikir, siswa perlu dituntut untuk mencerna dan
memproses berbagai informasi. Penerapan model pembelajaran berpikir induktif
ini sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Putri (2014)
berpendapat bahwa dari hasil penelitian diketahui model pembelajaran berpikir
induktif berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa,
Listyaningrum, (2012) berpendapat bahwa dari hasil penelitian diketahui model
pembelajaran berpikir induktif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran meliputi
: kemanfaatan fasilitas pembelajaran, performance guru, iklim kelas, sikap ilmiah,
dan motivasi berprestasi siswa dapat dilihat melalui hasil lembar
observasi, angket serta wawancara dengan guru dan siswa. Berorientasi pada
model pembelajaran berpikir induktif yang didukung oleh Putri,dkk dan
Listyaningrum,dkk peneliti akan melakukan pendataan kuantitas dari
ISBN: 978-602-50622-0-9 76
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
peningkatan hasil belajar siswa dengan melakukan pembentukan konsep, diskusi,
melakukan percobaan, merumuskan hipotesis dan mempresentasikan hasil karya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Swasta Cerdas Murni Tembung.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 di kelas X.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Swasta
Cerdas Murni Tembung yang berjumlah 3 kelas. Dengan menggunakan teknik
cluster random sampling, diperoleh sampel dari populasi sebanyak 2 kelas. Kelas
eksperimen adalah kelas X-2 yang diberi perlakuan menggunakan model
pembelajaran inductive thinking dan sebagai kelas kontrol adalah kelas X-3 yang
dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan
dua kelas yang diberikan perlakuan yang berbeda, untuk mengetahui hasil belajar
siswa dilakukan dengan memberikan tes pada kedua kelas sebelum dan sesudah
diberi perlakuan. Rancangan penelitian quasi eksperimen ini dengan desain :
control group pretes – postes design. Adapun rancangan penelitian ini adalah
seperti ditunjukkan pada tabel
Kelas Pre- Perla- Pos-
tes kuan tes
Esperimen T X T
Kontrol T - T
Tabel Desain Penelitian Tipe Two Group (Pre-test dan Post-test)
Keterangan :
X=Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inductive thinking.
Y = Tidak ada perlakuan.
T = Pretes dan postes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
siswa dalam bentuk pilihan berganda yang berjumlah 20 soal yang telah
divalidkan oleh validator. Dan instrumen lembar observasi aktivitas, sikap dan
keterampilan belajar siswa yang sesuai dengan pedoman buku KTSP 2006 yang
berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati.
ISBN: 978-602-50622-0-9 77
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil pretes dari kedua kelas sebelum diberi perlakuan pada kelas
eksperimen ditunjukkan pada Tabel
Kelas Kelas
No. Eksperimen Kontrol
Nilai F Nilai F
1. 9-15 3 9-15 5
2. 16-22 5 16-22 6
3. 23-29 6 23-29 6
4. 30-36 7 30-36 9
5. 37-43 5 37-43 2
6. 44-50 4 44-50 2 30,2 26,8
SD 10,71 9,87
Tabel Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kemudian Data pretes dilakukan uji normalitas menggunakan uji Liliefors
dan uji homogenitas menggunakan uji varians. Ringkasan uji normalitas dan
homogenitas data pretes kelas eksperimen dan kontrol ditunjukkan pada Tabel.
Data Pretes
Data Kesim
Kesim Pretes pulan Kelas
pulan
Lhitung Lta Fhit Fta
bel
ung bel
Ekperimen 0,1546 0,1 Normal
1,8 Homo
1,2
61
6 gen Kontrol 0,1412 Normal
Tabel Ringkasan uji normalitas dan homogenitas
Kemudian dilakukan uji hipotesis dua pihak (uji-t dua pihak) yang
hasilnya disajikan dalam tabel.
Kelas thitun
ttabel Kesimpul
g an
Ekspe Kemampu
rimen
2,00
1,27 an Awal
2 Kontr Sama
ol
Tabel Uji Kemampuan Awal Siswa
ISBN: 978-602-50622-0-9 78
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kedua sampel kelas diberi perlakuan berbeda, setelah itu kedua kelas
diberi postes. Adapun hasil postes dari kedua kelas dapat dilihat pada Tabel
Kelas Kelas
No Eksperimen Kontrol
Nilai f Nilai F
1 55-60 3 43-48 3
2 61-66 3 49-54 4
3 67-72 4 55-60 6
4 73-78 8 61-66 7
5 79-84 7 67-72 5
6 85-90 5 73-78 4
79-84 1
74,7
62,2
SD 9 10,15
Tabel Data Postes Hasil Belajar
Selanjutnya data postes juga dilakukan uji normalitas menggunakan uji
Liliefors dan uji homogenitas menggunakan uji varians. Ringkasan uji normalitas
dan homogenitas data postes kelas eksperimen dan kontrol ditunjukkan pada
Tabel .
Data Kes
Data Kesimpulan
Postes Postes
imp
Kelas
Lh
Fhi
Ft
Lta ula
itun
tun
ab
bel n
g
g
el
0, Nor
Ekperimen 11
mal
1,
09
0,1 1,2
8 Homo gen
61
7
0,
Nor
6
Kontrol 11
mal
82
Tabel Ringkasan hasil perhitungan uji normalitas dan homogenitas data
postes kelas eksperimen dan kontrol
Pengujian hipotesis dengan uji t pada postes yaitu membedakan rata-rata
hasil postes siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh model berpikir induktif terhadap hasil belajar
siswa pada materi pokok optika geometris. Hasil uji t postes dapat dilihat pada
tabel.
ISBN: 978-602-50622-0-9 79
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kelas thitung ttabel Kesimp
ulan
Eksperimen Ha
5,008 1,59 diterima,
Kontrol Ada
pengaruh
Tabel Data Uji t Satu Pihak
Berdasarkan tabel diatas diperoleh thitung > ttabel dengan taraf signifikan
0,05 dan dk=58 maka Ha diterima dan H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh model pembelajaran berpikir induktif terhadap hasil belajar siswa pada
materi pokok optika geometris.
Pada saat pembelajaran berlangsung peneliti dan observer mengamati
perilaku siswa sesuai kebutuhan berdasarkan indikator pada lembar observasi
penilaian sikap siswa. Penilaian sikap siswa dapat dilihat pada tabel .
Pert Kelas eksperimen
emu
No Rata-
an
rata Kriteria
Ke- Sikap
1. I 69,17 Cukup
Baik
2. II 80 Baik
3. III 83,16 Baik
Rata-Rata 77,44 Baik
Tabel Hasil observasi sikap dan keterampilan siswa
Aktivitas belajar siswa diamati selama tiga kali pertemuan dan nilai
aktivitas belajar siswa diambil dari rata-rata aktivitas selama tiga kali pertemuan.
Untuk melihat lebih rinci data pretes, aktivitas dan data posttes dapat dilihat pada
Gambar .
ISBN: 978-602-50622-0-9 80
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
8 7 6 5 4 3 2 1 0
RA
ST
RA
T
RSA
T
SRSA
T
SRA
T
RA
S
SRSA
S
SRA
S
RSA
R
SRA
R
Kriteria
Gambar . Diagram Batang Kategori Pencapaian Siswa Mulai Dari pretest, Aktivitas
Hingga Posttest
Keterangan : SRAR : Sangat Rendah, Aktif, Rendah
RSAR : Rendah, Sangat Aktif, Rendah
SRAS : Sangat Rendah, Aktif, Sedang
SRSAS: Sangat Rendah, Sangat Aktif, Sedang
RAS : Rendah, Aktif, Sedang
SRAT : Sangat Rendah, Aktif, Tinggi
SRSAT: Sangat Rendah, Sangat Aktif, Tinggi
RSAT: Rendah, Sangat Aktif, Tinggi
RAT : Rendah, Aktif, Tinggi
RAST :Rendah, Aktif, Sangat Tinggi
Berdasarkan gambar 1, terdapat 2 siswa (6,67%) memiliki kategori SRAR,
1 siswa (3,33%) memiliki kategori RSAR, 4 siswa (13,33%) memiliki kategori
SRAS, 2 siswa (6,67%) memiliki kategori SRSAS, 1 siswa (3,33%) memiliki
kategori RAS, 6 siswa (20%) memiliki kategori SRAT, 7 siswa (23,33%)
memiliki kategori SRSAT, 2 siswa (6,67%) memiliki kategori RSAT, 3 siswa
(10%) memiliki kategori RAT, 1 siswa memeiliki (3,33%) kategori RAST.
Berikut ini ditampilkan grafik nilai pretes, nilai aktivitas dan nilai posttest
siswa kelas eksperimen yang disusun berdasarkan kategori yang paling rendah
sampai yang paling tinggi.
ISBN: 978-602-50622-0-9 81
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pre
tes
dan
Nila
i P
ost
es
Nila
i
100
90 y = 0,7764x + 62,632 70
60
50 Pretes 40
y = 0,5528x
30 Postes
20 + 21,598
10
0
7 7 , 7 8 7 7 , 7 8 7 9 , 6 3 7 2 , 2 2 7 0 , 3 7 7 0 , 3 7 7 5 , 9 2 7 9 , 6 3 7 9 , 6 3 7 2 , 2 2 7 4 , 0 7 7 5 , 9 3 7 0 , 3 7 7 4 , 0 7 7 5 , 9 2 7 7 , 7 8 8 5 , 1 8 8 1 , 4 8 8 1 , 4 8 7 9 , 6 3 8 3 , 3 3 8 5 , 1 8 8 1 , 4 8 8 1 , 4 8 8 1 , 4 8 7 5 , 9 3 7 5 , 9 2 7 4 , 0 7 7 5 , 9 3 7 9 , 6 3
SRARRSAR SRAS SRSASRAS SRATSRSAT RSAT RATRASAST Urutan Kategori Pretes, Aktivitas dan Postes dari yang Terendah sampai Te
Grafik Hubungan Antara Nilai Pretes, Nilai Aktivitas dan Nilai Postest
Pada Kelas Eksperimen Berdasarkan Kategori Aktivitas
Pada Grafik diatas diperoleh dengan menggunakan program Microsoft
Office Excel 2010. Persamaan linier y = ax + b memiliki nilai a yang menyatakan
kemiringan garis. Jika dilihat dari grafik, nilai a pada ypost = 0,7764x + 62,632
lebih besar dibandingkan dengan nilai a pada ypre = 0,5528x + 21,598. Nilai a
pada persamaan linier pretes (apre) menjadi acuan kriteria dalam menentukan
berpengaruh atau tidaknya nilai aktivitas.
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
apost > apre : nilai aktivitas mempengaruhi hasil belajar (nilai postes)
apost < apre : nilai aktivitas tidak mempengaruhi hasil belajar (nilai postes) Pada
grafik diatas menunjukkan apost > apre meskipun perbedaan nilai apost
dan apre sangat kecil, yang berarti nilai aktivitas mempengaruhi hasil belajar (nilai
postes).
Berikut ini ditampilkan grafik hubungan antara nilai pretes, nilai aktivitas
dan nilai postes siswa pada kelas eksperimen yang disusun berdasarkan nilai
aktivitas terendah ke nilai aktivitas tertinggi.
Po
ste
s
100
50
0
y = 0,178x + 71,908
Pretes
Postes y = -0,2058x + 33,356
70
,37
70
,37
70
,37
72
,22
72,2
2
74
,07
74
,07
74,0
7
75
,92
75
,92
75
,92
75
,93
75
,93
75
,93
77
,78
77
,78
77
,78
79,6
3
79
,63
79
,63
79,6
3
79
,63
81
,48
81,4
8
81
,48
81
,48
81
,48
83
,33
85
,18
85
,18
Urutan Siswa Berdasarkan Nilai Aktivitas …
Grafik Nilai Pretes, Aktivitas dan Postest Berdasarkan Nilai Aktivitas Terendah Sampai
Tertinggi Secara Induvidu
Dari grafik diperoleh dengan menggunakan program Microsoft Excel
2010. Persamaan linier y = ax + b memiliki nilai a yang menyatakan kemiringan
garis. Jika dilihat dari grafik, nilai a pada ypost = 0,178x+71,908 lebih besar
dibandingkan dengan nilai a pada ypre = -0,2058+33,356. Hal ini menunjukkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 82
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
apost > apre meskipun perbedaan nilai apre dan apost sangat kecil, yang berarti nilai
aktivitas mempengaruhi hasil belajar (nilai postes) secara individu.
Data nilai siswa secara perkelompok dapat disusun berdasarkan urutan
nilai rata-rata perkelompok dari urutan nilai rata-rata aktivitas terendah ke nilai
rata-rata aktivitas tertinggi. Secara lebih rinci data tersebut ditampilkan dalam
gambar berikut.
100
80
60
40
20
0
77
,7
8
70
,37
9
27
5
. 70
,3
7
85
,18
V Grafik Nilai Pretes, Aktivitas
y = 0,3048x + 69,943
P…
y = -0,0857x + 31,494
77,7
8
75,9
2
79,6
3
81,4
8
77,7
8
75,9
2
72,2
2
75,9
3
79,6
3
81,4
8
74,0
7
79,6
3
72,2
2
81,4
8
75,9
3
74,0
7
79,6
3
75,9
3
79,6
3
83,3
3
81,4
8
81,4
8
70,3
7
85,1
8
74,
07
I II IV III dan Postest Berdasarkan Nilai Aktivitas Terendah
Sampai Tertinggi Secara Kelompok
Dari grafik diperoleh dengan menggunakan program Microsoft Excel
2010. Persamaan linier y = ax + b memiliki nilai a yang menyatakan kemiringan
garis. Jika dilihat dari grafik, pada ypost = 0,3048x + 69,943 memiliki nilai a yang
lebih besar dibandingkan dengan nilai a pada ypre = -0,0857x + 31,494. Hal ini
berarti apost > apre meskipun perbandingan nilai apost dan apre sangat kecil, yang
berarti nilai aktivitas mempengaruhi hasil belajar (nilai postes) secara kelompok.
Grafik – grafik diatas merupakan nilai grafik nilai aktivitas siswa dalam
proses, individu dan kelompok yang diurutkan dari nilai terendah ke tertinggi
yang masing-masing memiliki persamaan linier, karena nilai apost dan apre sangat
kecil, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas mempengaruhi hasil belajar siswa
namun pelaksanaan model berpikir induktif dalam penelitian ini kurang maksimal.
Hal ini disebabkan karena segi perencanaan dan manajemen waktu kurang baik
serta pembagian kelompok yang kurang heterogen. Maka dari itu perlu dilakukan
perbaikan baik dari segi perencanaan maupun segi pelaksanaan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisa data dan
pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Hasil belajar siswa kelas X di SMA Swasta Cerdas Murni Tembung dengan
menggunakan model pembelajaran berpikir induktif dinyatakan tuntas KKM
dengan nilai KKM 75 dimana nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 74,7
dengan rincian tuntas KKM berjumlah 20 orang dengan tingkat kriteria
kemampuan sedang.
Hasil belajar siswa kelas X di SMA Swasta Cerdas Murni Tembung dengan
menggunakan pembelajaran konvensional dinyatakan tidak tuntas KKM
ISBN: 978-602-50622-0-9 83
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dengan nilai KKM 75 dimana nilai rata-rata kelas yang diperoleh sebesar
62,2 dengan rincian tuntas KKM berjumlah 5 orang dengan tingkat
kemampuan rendah.
Ada pengaruh model pembelajaran berpikir induktif terhadap hasil belajar
siswa pada materi optika geometris kelas X di SMA Swasta Cerdas Murni
Tembung, berdasarkan analisis uji hipotesis diperoleh thitung > ttabel (5,008 >
1,59). Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka
peneliti mempunyai beberapa saran, yaitu:
Kepada guru ataupun calon guru yang ingin menggunakan model Berpikir
Induktif hendaknya membuat deskriptor penilaian aktivitas yang lebih baik lagi
dan disesuaikan dengan fase-fase siswa pada model ini dan lebih
memperhatikan pembagian kelompok agar pembelajaran bisa berjalan lebih
efektif.
Selalu memberikan inovasi dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan
menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti menggunakan model
pembelajaran berpikir induktif disarankan untuk memperhatikan efisiensi
waktu terutama saat siswa melakukan eksperimen dan mengerjakan lembar
kerja siswa sehingga semua sintaks efektif saat pelaksanaan proses
pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN Dahar, Ratna Wilis, (2011), Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta:Erlangga .
Dimyati, Mudjiono, (2013), Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan,
(2012), Buku Pedoman Penulisan Proposal Skripsi Prodi Kependidikan.
Fmipa, Unimed.
Istarani, (2012), 58 Model Pembelajaran Inovatif.Medan: Media Persada
Joyce, Bruce et all, (2009), Models Of Teaching: Model-Model Pengajaran,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kanginan, M., (2007), Fisika untuk SMA Kelas X Semester 2, Jakarta, Erlangga
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembengan
Pusat Penilaian Pendidika, (2016), Laporan Hasil Ujian Nasional Tahun
2016, Balitbang, Kemdikbud
Listyaningrum, Ika Rahmawati dkk, (2012), Penerapan Model Pembelajaran
Inductive Thinking Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X.7 SMA
ISBN: 978-602-50622-0-9 84
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan
Biologi, 4 (1), Hal. 56-67
Muhamad, P., (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Berpikir Induktif Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep Getaran dan Gelombang Skripsi,
FITK, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Purwanto, (2011), Evaluasi Hasil Belajar, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Putri, Ida Ayu Adisti Ligianing dkk, (2014), Pengaruh Model Pembelajaran
Induktif Berbasis Integratif Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa kelas V
Semester I Sekolah Dasar Gugus R. A. Kartini, Jurnal Mimbar PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1), Hal. 1-11
Rusman, (2010), Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru Edisi Kedua, Rajawali Pers, Jakrta
Sani, Ridwan Abdullah, (2013), Inovasi Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Sanjaya, Wina, (2006), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikani, Kencana Prenada Media, Jakarta
Sardiman, (2011), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Press,
Jakarta.
Slameto. (2010), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka
Cipta,. Jakarta.
Sudjana, (2005), Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Sudjana, Djudju, (2006), Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Remaja
Rosdakarya, Bandung
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif), Kencana,
Jakarta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 85
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF MELALUI
MODIFIKASI PEMBELAJARAN SENTRA DI RA NURUL
IDA KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT
Supiyah Erwani14
Surel: [email protected]
Abstrak Kemampuan dasar yang dapat dikembangkan pada anak salah satunya
adalah kemampuan kognitif, karena kemampuan kognitif anak di RA Nurul
Ida Langkat masih sangat rendah. Tujuan peneliatian adalah untuk
meningkatkan kemampuan kognitif melalui modifikasi pembelajaran sentra
di RA Nurul Ida Langkat. Prosedur penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas, yang melalui beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, serta refleksi. Penelitian yang dilakukan di RA Nurul Ida ini
menggunakan PTK dengan melihat sampel dari kelompok B di RA Nurul
Ida, Tekhnik penggumpulan data dilakukan dengan cara observasi, Tanya
jawab, diskusi serta dokumentasi dengan menggunakan tekhnik analisis
deskritif . Teknik Analisis data dengan meneliti setiap aspek kegiataan
penelitian pada waktu dilaksanakan penelitian serta dianalisa secara baik,
Hasil penelitian bahwa ada peningkatan kemampuan kognitif anak melalui
metode pembelajaran sentra di RA Nurul Ida dari kondisi awal yang hanya 3 anak (21%) meningkat di siklus pertama menjadi 6 orang anak (42 %) dan
di siklus yang kedua mencapai 12 anak (85 %).Maka dapat disimpulkan
kemampuan kognitif anak dapat meningkat melalui medifikasi pembalajaran
sentra di RA Nurul Ida langkat.
Kata kunci: PTK, Kognitif, Pembelajaran sentra, siswa RA
PENDAHULUAN
Anak–anak memiliki kemampuan dasar yang dapat dikembangkan, salah
satu kemampuan dasar yang dapat dikembangkan pada anak usia dini adalah
kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu
kemampuan individu menilai dan menghubungkan suatu kejadian atau peristiwa (
yuliana: 2005). Jadi kemampuan kognitif sangat penting untuk perkembangan
anak, mengingat begitu kompleknya perkembangan yang dihadapi oleh anak-
anak, maksudnya bahwa kemampuan berpikir dan daya nalar anak dipengaruhi
oleh kemampuan menggunakan bahasa yang menjelaskan berbagai konsep, ide,
maupun hubungan-hubungan yang bisa dimanipulasi saat berpikir dan bernalar.
Kemampuan kognitif sangatlah berguna untuk anak, dengan kemampuan
kognitif yang baik seorang anak dapat berinteraksi dengan lingkunganya dengan
baik, karena dia mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk
mempertahankan hidupnya dalam mengatasi masalah yang terjadi di dalam
lingkungan sekitarnya.Kemampuan kognitif juga bermanfaat untuk meningkatkan
RA Nurul Ida Langkat Indah
ISBN: 978-602-50622-0-9 86
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kemampuan berbahasa anak, karena dengan daya nalar yang tinggi maka seorang
anak mampu memahami dan mengerti, serta mentraformasikan bahasa dengan
baik. Dengan inteligensi yang tinggi juga mampu membangun emosi yang positif,
karena dengan kecerdasan emosi seorang anak dapat mengendalikan diri sehingga
tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan dirinya
maupun orang lain.
Banyak sekali aspek-aspek yang dikembangkan dalam kemampuan
kognitif, karena perkembangan kemampuan dasar anak antara yang satu dengan
yang lain saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Salah satu upaya
untuk menigkatkan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan proses
pembelajaran, pembelajaran yang sesuai dengan usia anak usia dini adalah belajar
sambil bermain, karena dalam bermain banyak sekali hal-hal yang didapat oleh
anak usia dini, maka untuk dapat memperoleh hasil pembelajaran yang baik
diperukana adanya modifikasi pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atau hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Risman:2012). Guru sangatlah berperan dalam proses pembelajaran, untuk
menopang proses pembelajaran berlansung dengan baik. Melihat kondisi tenaga
pendidik di RA Nurul Ida yang yang belum maksimal mengembangkan
kemampuan dirinya menjadi guru yang berkompeten, yang belum dapat
memahami, merancang dan mengkondisikan model-model pembelajaran dengan
baik, salah satunya pembelajaran sentra.
Pembelajaran sentra adalah salah satu dari beberapa model pembelajaran
di RA yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan dasar anak,
khususnya kognitif, model pembelajaran sentra dapat kita modifikasikan agar
lebih menarik, dimana anak dan guru berada dalam satu lingkaran agar tidak ada
batasan antara keduanya sehingga anak belajar dengan nyaman dan gembira
(happy learning), yang dapat kita modifikasikan dengan lingkungan yang ada di
sekitar kita, modifikasi sendiri berasal dari bahasa inggris “modification” (Jhon
dan hasan shadly: 1992), perubahan, maka mengingat dan melihat kompleknya
pembelajaran sentra. Maka tidak semua lembaga pendidikan anak usia dini dapat
melakukan secara sempurna, apalagi lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
pedesaan karena itu perlu dilakukan modifikasi terhadap pembelajaran sentra yang
akan dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan di pedesaan.
Realita yang dihadapi di lapangan tidak seperti yang direncanakan, tidak
terkecuali proses pembejaran sentra yang terjadi di RA Nurul Ida, kemampuan
kognitif santri RA Nurul Ida yang masih rendah dalam mengeksplorasi
kemampuannya dengan menggunakan lingkungan di sekitarnya dalam pijakan
main di dalam modifikasi pembelajaran sentra, kurangnya kemampuan guru RA
Nurul Ida dalam mengelola dan memodifikasi pembelajaran sentra dengan
menggunakan lingkungan main, menjadikan belum terlaksananya proses
ISBN: 978-602-50622-0-9 87
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pembelajaran dengan menggunakan modifikasi pembelajaran sentra, serta
pemanfaatan model pembelajaran sentra yang dimodifikasikan belum dapat
dilaksanakan di RA Nurul Ida yang berguna untuk meningkatkan kemampuan
kognitif santri RA Nurul Ida.
Berdasarkan latar belakang di atas dan melihat kondisi di RA Nurul Ida
serta hasil observasi yang dilakukan belum menunjukan hasil yang diharapkan.
Maka peneliti mencoba untuk melakukan upaya meningkatkan kemampuan
kognitif dengan modifikasi pembelajaran sentra secara seadaanya di RA Nurul Ida
Gebang, kabupaten Langkat.
Metode yang digunakan di penelitian PTK ini adalah dengan penerapan
modifikasi model pembelajaran sentra, yaitu berupa pendekatan pembelajar yang
dalam proses pembelajarannya dilakukan di dalam lingkaran circle time dengan
sentra bermain ditambahkan atau dimodifikasikan dengan lingkaran adalah
dimana guru duduk bersama serta anak – anak dengan posisi melingkar untuk
memberi pijakan (arahan) yang dapat menjadi fasilitator bagi siswa sebelum dan
sesudah bermain, untuk mengembangkan seluruh potensi dasar anak khususnya
kemampuan kognitif dalam berbagai aspek perkembangan secara seimbang.
Dengan demikian melalui pembelajaran ini diharapan pengembangan kemampuan
kognitif di kelompok B pada RA Nurul Ida Kecamatan Gebang dapat meningkat
dan lebih baik dari sebelumnya. Tujuan penelitian iniadalah untuk meningkatkan
kemampuan kognitif anak dengan modifikasi serta mengetahui pembelajaran
sentra pembelajaran sentra di RA Nurul Ida Langkat Indah Kecamatan Gebang
Kabupaten Langkat .
Desain Penelitian
Prasiklus
Perencanaan
Pelaksanaan Evaluasi &
Siklus I Refleksi
Siklu 1
Pengamatan &
Observasi
Perencanaan II
Pelaksanaan
siklus II Evaluasi
refleksi II Siklus II
Pengamatan & observasi
Hasil Pengamatan
ISBN: 978-602-50622-0-9 88
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Untuk mengetahui kondisi awal, maka peneliti mengadakan observasi
yang bekerjasama dengan guru lain. Kondisi yang terjadi pada saat ini
menujukkan kemampuan kognitif anak masih rendah. Hal ini disebabkan
kurangnya minat anak untuk mengeksplor lingkungan belajar yang ada di
sekitarnya, sehingga anak belum mengunakan intelegensinya dengan maksimal,
kurangnya kereatifitas guru dalam mengelola model-model pembelajaran yang
ada dengan kondisi sekolah yang belum bisa menyediakan fasilitas sekolah yang
memadai, maka peneliti melakukan tindakan kelas. Bertujuan untuk mengetahui
strategi pembelajaran siklus pertama.
Berikut ini hasil siklus I
Penelitian Siklus I
8
6
Sangat Baik
4
Baik
2
0
Kurang Baik
Kurang
Grafik. Siklus I
Hasil observasi setelah mengadakan siklus I pada tabel grafik di atas,
menunjukan kondisi pembelajaran setelah mengadakan penelitian yaitu anak yang
memahami penjelasan guru 5 anak (35%), melakukan kegiatan sesuai arahan guru
5 (35%), perkembangan kemampuan kognitif dengan mengunakan model
pembelajaran sentra 4 anak (29%), dapat melakukan model pembelajaran 3
(21%), dan dapat menggunakan kemampuan kognitifnya dengan menggunakan
modifikasi pembelajaran sentra yang seadanya 8 (57%), Dari kondisi yang terlihat
di atas menujukan bahwa kemampuan kognitif anak sudah mulai meningkat
walaupun belum maksimal.
ISBN: 978-602-50622-0-9 89
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Siklus II
Grafik Siklus II
Hasil observasi dan evaluasi penelitian pada tabel dan grafik di atas,
menunjukan kondisi pembelajaran pada siklus II yaitu anak yang memahami
penjelasan guru, melakukan kegiataan pada sentra-sentra yang ada, perkembangan
kognitif anak dengan modifikasi pembelajaran sentra, dapat melakukan kegiataan
sesuai dangan pijakan, dapat melakukan kegiataan dalam sentra yang seadaanya.
Hal ini menunjukan kemampuan kognitif anak sudah meningkat sesuai hasil yang
diinginkan dengan menggunakan modifikasi pembelajaran sentra.
Setelah memodifikasi pembelajaran sentra dengan linkungan main yang
seadaanya, dengan memberikan pijakan pada lingkungan main yang seadanya,
sebahagian besar anak telah dapat memanfaatkan lingkunganya main dengan baik.
Meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan disertai oleh kompertensi
guru yang mampu melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran
serta mau merefleksi pelaksanaan kegiataan belajar mengajar, Peneliti
memberikan motivasi yang lebih kepada anak yang tidak berminat dalam
mencoba kegiataan pada sentra-sentra yang ada.
Pembahasan
Proses penelitian dari siklus pertama dan siklus kedua terlaksana dengan
baik. Perkembangan kemampuan kognitif anak meningkat. Hal ini terlihat dari
kemampuan anak mengeksplorasikan lingkungan mainnya lebih baik dari sebelum
mengadakan tindakan. Guru juga lebih dapat melakukan inovasi, variasi serta
memodifikasi model pembelajaran dengan lebih optimal.
ISBN: 978-602-50622-0-9 90
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hal ini terlihat dari sebelum mengadakan penelitian rata-rata kemampuan
anak, siklus pertama naik menjadi ,dan siklus kedua menjadi. Dengan demikian
dapatlah dinyatakan bahwa PTK yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif anak melalui modifikasi pembelajaran sentra di RA Nurul Ida Langkat.
Hasil observasi kognitif anak melalui modifikasi pembelajaran sentra pada
pra siklus sampai siklus ketiga dapat dilihat pada Grafik berikut ini.
Penelitian Kondisi Awal – Siklus II
100 80 60 40 20
0 Pra Siklus I
Siklus Siklus II
Grafik Kondisi awal-Siklus II
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan dan kolaborasi yang dilakukan
selama dua siklus dapatlah disimpulkan bahwa: Modifikasi pembelajaran sentra
dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak RA Nurul Ida kelompok B
Langkat, yang dapat merangsang kemampuan anak dengan mengeksplorasi alam
disekitar mereka, melihat kondisi RA yang sangat kompleks dengan lingkungan
main yang kurang mendukung maka pembelajaran sentra dilakukan dengan
seadanya.
DAFTAR RUJUKAN
Aisyah, Siti. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Universitas Terbuka. 2010
Arikunto, Suharsimi, Dkk. Penelitian Tindakan Kelas Jakarta: Bumi Aksara.
2007
Djamarah, Syaiful Bahri, Aswin Zain. Strategi Mengajar. Jakarta: Rhineke Cipta.
2011
Drektorat Jendral Pendidikan Islam. Kurikulum RA. Jakarta: Kementrian Agama.
2011
Echols, M. Jhon. Hasan Shadly. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta Gramedia
Pustaka Utama. 1982.
Ikhsan,Waseso, dkk. Evaluasi pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
2007.
ISBN: 978-602-50622-0-9 91
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kunandar, ,Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali
Pers.2011
Masitoh, dkk. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka. 2010
Poerwadarminta W.J.S Poerwadarminta. KAMUS Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta. Balai Pustaka.1985
Rusman. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo.2012
Setiawan, Denny, dkk, Analisis Kegiatan Pengembangan Pendidikan Anak Usia
Dini Jakarta Universitas Terbuka. 2010
Syafarudin, dkk. Profesi Keguruan dan Pendalaman Materi. Sumatera Utara:
IAIN. 2013
Wahyono, Joko. Cara Ampuh merebut Hati Murid.Jakarta: Erlangga.2012
Walter, Doyle Stanles. Berpikir Sebagai Pemenang.: Jakarta: Pustaka
Tangga.1991
Yuliani, Nuraini. Metode Pengembangan Kognitif.Jakarta: Universitas
Terbuka.2005
Http//www.yabunayya.com/2013/05/ Metode pembelajaran Sentra.html
Http/Abazati art/Blong Sport com/2012/10/Definisi Afktif, kognitif, dan
psikomotorik
ISBN: 978-602-50622-0-9 92
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK USIA
DINI MELALUI METODE PEMBIASAAN DI TK BINA
ANAPRASA KENCANA TAHUN AJARAN 2016/2017
Adinda Purnama15
, Reviva Safitri16
, Ester Emerarita Tarigan17
Surel: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui kedisiplinan anak
usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 2). Untuk mengetahui
pelaksanaan metode pembiasaan dalam meningkatkan kedisiplinan anak
usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 3). Untuk mengetahui kedisiplinan anak usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang sesudah
menggunakan metode pembiasaan. Penelitian ini menggunakan metode
Penelitian Tindakan Kelas ( PTK). subjek penelitian yang berjumlah 10
orang anak. Peningkatan kemampuan peserta didik di TK Bina Anaprasa
Kencana dapat meningkatkan kedisiplinan melalui metode pembiasaan
dilihat berdasarkan observasi awal yang dilakukan dengan rata-rata 10
kategori anak mulai berkembang, pada siklus I pertemuan I dan II dengan
nilai rata-rata 12,8 kategori berkembang sesuai harapan dan pada siklus II
pertemuan I dan II dengan nilai rata-rata 22 kategori berkembang sangat
baik.
Kata Kunci: Kedisiplinan, Anak Usia Dini, Metode Pembiasaan
PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
telah mengamanatkan dilaksanakan pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia
sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebut secara tegas di dalam
undang-undang bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebuh lanjut.Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang
dewasa untuk orang yang belum dewasa dengan pengaruhnya meningkatkan si
anak ke dewasaan (matury) agar mampu memikul tanggung jawab moril dari
segala segi perbuatan.(Daulay, 2007: 27). Penanaman karakter adalah usaha
pembentukan sikap, sifat, ciri-ciri sebuah akhlaq tertentu melalui pembiasaan
yang ditanamkan, dimunculkan, dilakukan, dan diperlihatkan. Sudah pasti apa
Tk Bina Anaprasa Kencana Tahun
Tk Bina Anaprasa Kencana Tahun
Tk Bina Anaprasa Kencana Tahun
ISBN: 978-602-50622-0-9 93
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
yang anak-anak lihat (teladan/sikap, hal-hal yang visual) dan yang mereka terima
(pengetahuan/informasi, penjelasan/berbahas, sikap, sense/rasa) akan membentuk
pemikiran (konsep/cara berpikir) yang akan membentuk ciri-ciri/karakter diri,
untuk dijadikan contoh dan acuan bersikap/berperilaku mereka. Dari
bersikap/berperilaku inilah, mewujudkan akhlaq yang menjadi bagian dari dirinya.
(Abdusslam, 2012: 79).
Salah satu hal yang peniliti lihat di lapangan masih banyak anak yang
belum disiplin seperti belum terbiasa memberikan salam, membaca doa sebelum
dan sesudah kegiatan, tepat waktu saat datang ke sekolah, menyusun mainan
setelah bermain, mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan oleh
guru. Dalam hal ini guru berperan penting untuk meningkatkan kemampuan
perilaku disiplin yang baik pada anak. Daya ingat anak sangat tinggi dan ahli
meniru, mereka dengan mudah mengingat hal-hal yang ada dilikungan kehidupan
sekitar.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah yaitu sebagai berikut: 1). Kurangnya kesadaran diri anak untuk
datang tepat waktu ke sekolah. 2). Kurangnya kesadaran diri anak untuk
menyalam orang tua dan guru sebelum masuk kelas. 3). Kurangnya kesadaran diri
anak untuk berdoa sebelum dan sesudah kegiatan. 4). Kurangnya kesadaran diri
anak untuk mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan guru. 5).
Kurangnya kesadaran diri anak untuk menyusun mainan setelah bermain.
Rendahnya minat guru untuk membiasakan anak melakukan kedisiplinan
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dapat dibatasi
pada Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini Melalui Metode
Pembiasaan di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan Percut
Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan batasan masalah di atas, maka
rumusan masalah diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1).
Bagaimana kedisiplinan anak usia dini sebelum menggunakan metode pembiasaan
di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang?. 2). Bagaimana pelaksanaan metode pembiasaan dalam
meningkatkakn kedisiplinan anak usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar
Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?. 3). Apakah
metode pembiasaan dapat meningkatkan kedisiplinan anak usia dini di TK Bina
Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang? Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui kedisiplinan anak usia dini
di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. 2). Untuk mengetahui pelaksanaan metode pembiasaan
dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana
Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 3). Untuk
mengetahui kedisiplinan anak usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar
ISBN: 978-602-50622-0-9 94
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang sesudah
menggunakan metode pembiasaan.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1). Manfaat
bagi Peneliti; peneliti mampu melakukan perbaikan pada sistem pembelajaran di
TK/RA, dapat menyesuaikan metode yang tepat untuk anak TK/RA. 2). Manfaat
bagi Anak didik; dapat menanamkan kedisiplinan sejak dini pada diri anak usia
dini agar menjadi pribadi yang lebih baik sedini mungkin, dapat membiasakan
dirinya dalam melakukan hal-hal yang baik sehingga anak didik sudah terbiasa
dan tidak ragu lagi dalam melakukan hal-hal yang baik tersebut. 3). Manfaat bagi
Sekolah; memberikan hal yang positif bagi peningkatan metode pembelajaran,
sebagai bahan pertimbangan/referensi untuk penelitian tindakan selanjutnya.
Penngertian Disiplin
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Isitilah disiplin berasal dari bahasa
latin “disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Sedangkan
istilah bahasa ingrisnya “discipline” yang berarti: 1) tertib, taat atau
mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri. 2) latihan membentuk, meluruskan
atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral,
hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki. 4) kumpulan atau
sistem-sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku.(Amri, 2016: 161) Eugenia
Rakhma (2017:60), mengatakan kata disiplin sebagai hukuman dan kekerasan,
namun sebaliknya mengajarkan dan mengarahkan. Sebab disiplin itu sendiri
berasal dari bahasa latin, disciple yang artinya mengajarkan.
Stara Waji dalam Sofan Amri (2016: 161). Menyatakan bahwa disiplin
berasal dari bahasa latin discere yang berarti belajar. Dari kata ini, timbul kata
disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang, kata disiplin
mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertia. Pertama, disiplin
diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan, dan
pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri
agar dapat berperilaku tertib. Pengertian Disiplin Belajar
Menurut Slemanto (2003: 87) terdapat empat macam disiplin belajar yang
dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu: Disiplin
peserta didik masuk sekolah diantaranya, keaktifan, kepatuham, dan ketaatan
dalam masuk sekolah. (2) Disiplin dalam mengerjakan tugas. (3) Disiplin dalam
mengikuti pelajaran di sekolah, adanyanya kektifan, keteraturan, ketentuan, dan
ketertiban dalam mengikuti pelajaran yang terarah pada suatu tujuan belajar. (4)
Disiplin dalam menaati tata tertib, yakni kesesuaian tindakan peserta didik dengan
tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran.
Dengan demikian, disiplin sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Jika disiplin sudah tertanam dengan baik maka akan tercipta sebuah peradaban
yang bermartabat. Terkait dengan kedisiplinan dalam belajar bahwa seorang anak
didik harus memiliki sikap disiplin dalam belajar. Mengerjakan tugas yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 95
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
diberikan oleh guru, menaati semua peraturan sekolah, masuk sekolah tidak boleh
terlambat.
Tujuan Disiplin
Menurut Sylvia Rimm (2003: 47) menjelaskan bahwa disiplin bertujuan
mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan
persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri.
Diharapkan kelak disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia,
berhasil, dan penuh kasih sayang.
Disiplin moral telah memiliki tujuan jangka panjang dalam menolong
anak-anak muda untuk berperilaku dengan penuh rasa tanggung jawab di segala
situasi, tidak hanya ketika mereka di bawah pengendalian (pengawasan) orang-
orang dewasa yang berkepentingan. Disiplin moral menjadi alasan penembangan
siswa untuk menghormati peraturan, menghargai sesama, dan otoritas pengesahan
(pengakuan guru, rasa tanggung jawab para siswa demi kebaikan sifat (kebiasaan)
mereka, dan tanggung jawab mereka terhadap moral di dalam sebuah komunitas
di dalam kelas.(Lickona, 2012: 167).
Strategi Penerapan Disiplin
Bedasarkan hasil penelitian Reisman and Payne dalam Mulyasa dalam H.
E Mulyasa dapat dikemukakan 9 cara untuk membina displin anak usia dini,
sebagai berikut :
Konsep diri (self concept), strategi ini menekankan bahwa konsep diri
masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku.
Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik,
menerima, hangat, dan tebuka sehinga peseta didik dapat mengexplorasikan
pikiran dan perasaannya dalam menyelesaikan suatu masalah
Keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus memiliki
keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua
perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical
consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik
telah mengembangkan kepercayaan yang salah, terhadap dirinya. Hal ini
mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu, guru disarankan:
a). menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga
membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan, b).
memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. Klasifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaan sendiri tentang nilai-
nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.
Analisis Transaksional (trancsional analysis), disarankan guru belajar
sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik
yang menghadapi masalah.
ISBN: 978-602-50622-0-9 96
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Terapi realitas (reality therapy ), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap
positif dan bertanggung jawab. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), metode ini menekankan
pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan
peraturan. Prinsip-prinsi modifikasi perilaku yang sistematik
diiplementasikan di kelas, termaksud pemanfaatan papan tulis untuk
menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.
Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah disebabkan oleh
lingkungan, sebagai tindakan remendiasi. Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. Tantangan bagi discipline (dare to discipline) guru diharapkan cekatan,
sangat teroganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai
keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan
mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai
pemimpin.
Metode Pembiasaan Pada Anak Usia Dini Pengertian Metode Pembiasaan
Metode merupakan cara yang telah teratur dan telah terpikir baik-baik
untuk mencapai suatu maksud. Jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang
supaya seseorang sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan,
perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya (Arief, 2002:
87).
Jadi teori pembiasaan dalam pendidikan adaah proses pendidikan yang
berlangsung dengan jalan membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, dengan
jalan membiasakan yang baik, sebab tidak semua hal yang dilakukan itu baik.
(Mansyur, 2016: 110).
Maka metode pembiasaan sangat penting dilakukan sejak dini sehingga
akan berdampak besar terhadap kepribadian anak ketika mereka lebih dewasa.
Sebab pembiasaan yang telah dilakukan sejak kecil akan melekat kuat diingatan
dan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dirubah dengan mudah. Dengan demikian
metode pembiasaan sangat baik dalam rangka mendidik kedisiplinan anak.
Bentuk-bentuk Pembiasaan
Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan
dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik.
Pembiasaan ini meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama,
pengembangan sosio emosional dan kemandirian. Dari program pengembangan
moral dan nilai-nilai agama diharapkan dapat meningkatkan ketaqwaan kepada
Tuhan yang maha esa dan membantu terbinanya sikap anak yang baik. Dan
dengan pengembangan sosio emosional anak diharapkan dapat memiliki sikap
ISBN: 978-602-50622-0-9 97
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
membantu orang lain, dapat mengendalikan diri dan beriteraksi dengan
lingkungannya.(Is Joni, 2010: 63)
Adapun bentuk-bentuk pembiasaan pada anak dapat dilaksanakan dengan
cara berikut:
a. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah setiap hari,
misalnya berbaris, berdo’a, sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Kegiatan spontan, adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan, misalnya
meminta tolong dengan baik, menawarkan bantuan dengan baik dan
menjenguk teman yang sakit. Pemberian teladan, adalah kegiatan yang dilakukan dengan memberi
teladan/contoh yang baik kepa anak, misalnya memungut sampah di
lingkungan sekolah dan spontan dalam bertutur kata.
Kegiatan terprogram, adalah kegiatan yang diprogram dalam kegiatan
pembelajaran, misalnya makan bersama dan menjaga kebersihan lingkungan
sekolah.(Aqib, 2009: 2).
Langkah-langkah Pembiasaan
Menurut Sani (2016: 154) kegiatan pembiasaan terperogram dalam
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu
tertentu untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok,
dan atau klasikal sebagai berikut: (1)Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan, keterampilan dan
sikap baru dalam setiap pembelajaran. (2)Biasakan melakukan kegiatan inkuiri
dalam setiap pembelajaran. (3)Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap
pembelajaran. (4)Biasakan belajar secara berkelompok untuk menciptakan
“masyarakat belajar”. (5)Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam
setiap pembelajaran (6)Biasa melakukakn refleksi pada setiap akhir pembelajaran.
(7)Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil, dan transparan dengan
berbagai cara. (8)Biasakan peserta didik untuk selalu bekerja sama dan saling
menunjang (9)Biasakan belajar dari berbagai sumber. (10)Biasakan peserta didik
untuk sharring dengan temannya. (11)Biasakan peserta didik untuk berpikir kritis.
(12)Biasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan kepada orang tua
peserta didik terhadap perkembangan perilakunya. (13)Biasakan peserta didik
untuk berani menanggung resiko. (14)Biasakan peserta didik untuk menanggung
resiko. (15)Biasakan peserta didik tidak mencari kambing hitam. (16)Biasakan
peserta didik terbuka terhadap kritikan. (17)Biasakan peserta didik mencari
perubahan yang lebih baik (18)Biasakan peserta didik terus menerus melakukan
inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya.
Anak usia Dini Pengertian Anak Usia Dini
ISBN: 978-602-50622-0-9 98
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Anak usia dini merupakan kelompok manusia yang berumur 0-6 tahun.
Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang besifat unik dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan. (Arief, 2012: 116).
Sedangkan menurut Aisyah (2008: 13) karakteristik anak usia dini sebagai
berikut: memiliki rasa ingin tahu yang besar, merupakan pribadi yang unik, suka
berfantasi dan berimajinasi, masa paling potensial untuk belajar, menunjukkan
sifat egosentris, memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, sebagai bagian
dari makhluk sosial, bermain merupakan dunia masa anak-anak.
Kerangka Berpikir
Kedisiplinan yang diterapkan guru di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar
Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang masih sangat
minim dikarenakan guru enggan menegur secara tegas kepada anak dan orang tua
anak. Oleh karena itu anak menjadi terbiasa tidak disiplin dan menganggap remeh
atas kesalahannya tersebut.
Kemampuan kedisiplinan anak akan membantu mereka dalam kebiasaan
melakukan hal-hal baik serta teratur dalam kehidupannya yang sekarang dan
berefek sampai kehidupannya yang akan datang/dewasa. Jika guru mampu
memberikan serta menanamkan metode pembiaasan kedisiplinan anak, maka anak
akan terbiasa dalam melakukan hal-hal yang baik sejak dini.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis dari
penelitian ini adalah dengan menerapkan metode pembiasaan dapat meningkatkan
kedisiplinan anak usia dini di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Bandar Setia Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas ( PTK)
yang terdiri dari 2 siklus. Sesuai dengan judul penelitian yang diterapkan maka
yang menjadi lokasi penelitian ini adalah TK Bina Anaprasa Kencana Bandar
Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.
Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada semester II (Genap) Tahun Pelajaran
2016/2017.
Sesuai dengan jenis penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melaksanakan
observasi awal melalui wawancara dengan salah satu guru terlebih dahulu dan
melihat kemampuan siswa melalui observasi tersebut diketahui bahwa siswa
kurang dalam berdisiplin. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan suatu cara
untuk mengatasi permasalahan tersebut.
1. Pra Tindakan
Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu mengetahui
permasalahan yang ada, dilakukan observasi awal dimana kegiatan ini bertujuan
ISBN: 978-602-50622-0-9 99
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
untuk mengetahui peningkatan awal kedisiplinan anak dalam proses belajar
sehari-hari. Hasil dari observasi ini digunakan sebagai dasar untuk melanjutkan ke
tindakan siklus I dan II. Sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu penelitian
tindakan kelas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk beberapa siklus,
namun dalam penelitian ini direncanakan 2 siklus. Pada siklus I dan siklus II
terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (action),
pengamatan (observation), refleksi (reflection).
Siklus I
Perencanaan Tindakan Tahap perencanaan, peneliti bersama guru kelas membahas teknik
pelaksanaan tindakan kelas, antara lain: a. Menentukan tema yang akan diajarkan sesuai silabus dan kurikulum.
b. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). c. Mempersiapkan lembar observasi anak tentang peningkatan kedisiplinan anak.
Tahap Pelaksanaan Setelah perencanaan tersusun, maka dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu
tahap pelaksanaan tindakan. Dalam tahap pelaksanaan tindakan peneliti yang
menjadi guru, dan guru kelas dilibatkan sebagai pengamat yang bertugas
memberikan masukan dan kritik yang berguna bagi peneliti. Kegiatan yang
dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Harian (RPPH) yang telah disusun, kegiatan yang dilakukan dalam
tahap pelaksanaan ini adalah:
a. Menyapa dan mengenalkan arti disiplin dan apa saja yang harus dilakukan
dalam membiasakan diri anak didik untuk melakukan hal-hal yang baik. b. Mulai menampilkan gambar tentang kedisiplinan anak usia dini pada anak.
c. Memberikan penjelasan dan tanya jawab mengenai gambar tersebut. d. Memberikan reward kepada anak yang aktif dalam menjawab pertanyaan.
e. Membimbing anak selama proses pembelajaran berlangsung. f. Mengamati anak selama proses pembelajaran.
Pengamatan Peneliti melakukan pengamatan pada saat kegiatan berlangsung untuk
melihat keaktifan anak didik pada saat proses pembelajaran. Pengamatan ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat
menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan dengan mempertimbangkan pedoman
mengajar yang dilakukan serta melihat kesesuaian yang dicapai dengan yang
diinginkan dalam pembelajaran yang pada akhirnya ditemukan kelebihan dan
kekurangan untuk kemudian diperbaiki. Hasil dari refleksi ini digunakan sebagai
dasar untuk melaksanakan tahapan siklus berikutnya. Siklus II
ISBN: 978-602-50622-0-9 100
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pelaksanaan siklus II sama seperti siklus I. Pada siklus II diadakan
perencanaan kembali dengan mengacu pada hasil refleksi siklus I. Siklus II
merupakan hasil kesatuan dari kegiatan perencanaan (planning), tindakan
(action), pengamatan (observation), refleksi (reflection) seperti yang dilakukan
pada siklus I. Metode yang belum tuntas pada siklus I diulang kembali disiklus II
sebelum masuk ke materi selanjutnya.
Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar pengamat atau observasi dan dokumentasi. Analisis data adalah suatu cara
menganalisis data yang diperoleh selama peneliti mengadakan penelitian.
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dan kualitatif. Data yang telah
diperoleh secara kuantitatif kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif
persentase. Data kualitatif menerangkan aktivitas siswa yang dapat diperoleh dari
lembar observasi. Adapun untuk menghitung persentasi ketercapaian keberhasilan
yang diperoleh setiap anak menggunakan rumus: ℎ ℎ
Persentase = x 100%
ℎ ℎ
Yaitu:
Pi = x100%
Keterangan:
Pi : hasil pengamatan
f : jumlah skor yang diperoleh anak
n : jumlah skor total (jumlah nilai tertinggi x jumlah indikator).
Untuk memperoleh nilai rata-rata peneliti menggunakan rumus: X = Ʃ
Ʃ Keterangan :
X = nilai rata-rata
Ʃx = jumlah semua nilai anak
Ʃn = jumlah anak
Kriteria Penilaian
Kriteria penilaian pada penelitian ini ditentukan oleh peneliti berdasarkan
indikator yang telah dibuat. Maka dalam bentuk persentasi diperoleh sebagai
berikut:
(Belum berkembang): jika 1 aktivitas yang nampak (0-25% = kurang)
MB (Mulai berkembang): jika 2 aktivitas yang nampak (26-50% = cukup)
BSH (Berkembang Sesuai Harapan): jika 3 aktivitas yang nampak (51-75% =
baik)
ISBN: 978-602-50622-0-9 101
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
BSB (Berkembang Sangat Baik): jika 4 aktivitas yang nampak (76-100% = sangat
baik).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian 1. Hasil Observasi
Awal
Sebelum melaksanakan tindakan pada siklus I, dalam penelitian ini
terlebih dahulu melakukan observasi awal sebagai refleksi untuk pelaksanaan
siklus I. Observasi awal ini dilakukan untuk melihat kedisiplinan anak
kelompok A di TK Bina Anaprasa Kencana Bandar Khalifah Kecamatan
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, sebagai subjek penelitian yang
berjumlah 10 orang anak
Diagram Batang Peningkatan Kedisiplinan Anak Pada Pra Siklus
10 7
3
0 BB MB BSH BSB
Deskripsi Hasil dan Pelaksanaan Penelitian Siklus I
Perencanaan Siklus I
Sebelum melakukan tindakan siklus I, peneliti telah menyusun perencanaan
pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, antara lain:
Menentukan tema yang akan diajarkan sesuai dengan kurikulum. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). Mempersiapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan Mempersiapkan lembar observasi siswa tentang kegiatan pembiasaan yang
meningkatkan kedisiplinan anak.
Pelaksanaan Siklus I
Berdasarkan hasil pra siklus pertemuan yang dilakukan peneliti, maka diperoleh
hasil bahwa kedisiplinan anak masih rendah, untuk itu penelitian ini dilanjutkan
ke siklus I yang dilaksanakan 2 kali pertemuan.
Hasil Siklus I
Diagram Peningkatan Kedisiplinan Anak pada Siklus IPertemuan I dan
Pertemuan II
ISBN: 978-602-50622-0-9 102
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
10
6 10
5 4
0 BB MB BSH BSB
Pertemuan I
Pertemuan II
Refleksi Siklus I
Dari hasil observasi yang telah dilakukan, bahwa kedisiplinan anak sudah
ada yang berkembang sesuai harapan oleh karena itu, peneliti akan melakukan
perbaikan-perbaikan yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan
anak menjadi berkembang sangat baik. Refleksi siklus II yaitu :
Pada tahap ini anak mulai mampu membisakan menyalam orang tua dan guru,
berdoa sebelum dan sesudah belajar, menyusun mainan, dan tepat waktu
mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru. Akan tetapi hal tersebut masih
didasari oleh peringatan dan perintah guru.
Deskripsi Hasil dan Pelaksanaan Penelitian Siklus II
a. Perencanaan Siklus II
Sebelum melakukan tindakan siklus I, peneliti telah menyusun
perencanaan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, antara lain:
Menentukan tema yang akan diajarkan sesuai dengan kurikulum. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). Mempersiapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan. Mempersiapkan lembar observasi siswa tentang kegiatan pembiasaan yang
meningkatkan kedisiplinan anak.
Pelaksanaan Siklus II
Berdasarkan hasil siklus I pada pertemuan I dan II dapat dilihat bahwa
adanya peningkatan kedisiplinan anak yang dilakukan peneliti, namun
peningkatan tersebut belum mencapai kategori berkembang sangat baik dalam arti
peneliti masih harus melanjutkan siklus II yang dilakasanakan selama 2 kali
pertemuan.
Hasil Observasi Siklus II
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan guru kelompok A di TK
Bina Anaprasa kencana Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang menunjukkan bahwa aktivitas peneliti selaku guru selama tindakan
ISBN: 978-602-50622-0-9 103
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
siklus II dalam kegiatan pembiasaan kedisiplinan lebih meningkat dari hasil
pengamatan ketika siklus I
Pertemuan I dan Pertemuan II
10
9
9
8
Pertemu
6
an I
4
1 1
Pertemu
an II 2
0
BB
MB BHS
BSB
Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil diskusi, observasi dan dokumentasi yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya
karena anak sudah mengalami peningkatan kedisiplinan. Hal ini dapat dilihat dari
hasil observasi yang semakin membaik dan kedisiplinan anak mengalami
peningkatan berdasarkan persentase observasi motorik anak pada siklus II,
pertemuan pertama 9 orang yang tergolong kriteria berkembang sesuai harapan,
dan 1 orang yang tergolong kriteria berkembang sangat baik, sedangkan pada
pertemuan kedua sudah tidak ada lagi pada kriteria kurang maupun cukup, maka
hasilnya terdapat 1 orang anak yang tergolong kriteria berkembang sesuai harapan
dan 9 orang anak yang tergolong kriteria berkembang sangat baik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi terhadap penelitian tindakan kelas yang
dilakukan selama 2 siklus diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
Kemampuan kedisiplinan anak sebelum menggunakan metode pembiasaan
diperoleh 10 anak dengan kategori belum berkembang.
Pelaksanaan kegiatan pembiasaan dalam meningkatkan kedisiplinan anak di
TK Bina Anaprasa Keencana pada siklus I kegiatan pembiasaan dilakukan
dengan cara guru menjelaskan tujuan dan manfaat kedisiplinan dan pada siklus
II pembiasaan dilakukan dengan cara memberi reward kepada anak.
Peningkatan kemampuan peserta didik di TK Bina Anaprasa Kencana dapat
meningkatkan kedisiplinan melalui metode pembiasaan. Hal tersebut dapat kita
lihat berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti dengan rata-rata
10 kategori anak mulai berkembang, pada siklus I pertemuan I dan II dengan
nilai rata-rata 12,8 kategori berkembang sesuai harapan dan pada siklus II
pertemuan I dan II dengan nilai rata-rata 22 kategori berkembang sangat baik.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran
yaitu: Bagi guru TK Bina Anaprasa kencana disarankan agar dapat mengajarkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 104
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pembiasaan-pembiasaan yang membuat anak tertarik dan menyenangkan,
sehingga anak terbiasa dan senang melakukan kedisiplinan sedini mungkin pada
dirinya, sehingga kedisiplinan anak pun meningkat. Hasil penelitian ini di dukung
oleh Masganti Sit, yang mengatakan di dalam ajaran Islam cara mengajar akhlak
anak kepada anak usia dini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
Membiasakan anak melakukan hal-hal baik, misalnya membaca doa ketika
memulai sebuah pekerjaan dan ketika menyelesaikan pekerjaan. Memberikan contoh yang baik pada anak setiap perilaku yang ditunjukkan
orang tua, guru atau orang dewasa lainnya yang selalu dekat dengan anak. Memberikan pujian kepada anak yang melakukan perbuatan baik dan
memberikan nasehat kepada anak yang melakukan perbuatan buruk Penelitian ini juga didukung oleh Ahmad Tafsir yang menyatakan sebagai
berikut: Pemberian reward pada anak akan menimbulkan perbuatan baik. Oleh karena
itu, reward yang diberikan hendaknya memiliki tiga peranan penting untuk
mendidik anak dalam berperilaku: a) reward mempunyai nilai mendidik, b)
reward berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi berbuat baik, c) reward
berfungsi untuk memperkuat perilaku yang lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN Abdussalam, Surasso. 2012. Cara Mendidik Anak Sejak Lahir Hingga TK.
Surabaya: Sukses Publishing.
Aisya, Siti. 2008. Perkembangan dan Konsep Dasra Pengembangan anak Usia
Dini,.Jakarta: Universitas Terbuka.
Amri, Sofan. 2016. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam
Kurikulum,.Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Aqib, Zainal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Bandung:
Yrama Widya.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pembelajaran Agama Islam.
Jakarta: Ciputat.
Daulay, Haidir Putra. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana, Ed. I.
Isjoni. 2010. Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Lickona, Thomas. Education dor Character mendidik untuk Membentuk Karakter.
Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 105
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Mansyur, Ahmad. 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Wahyu, Jakarta: Gaung
Persada.
Rakhma, Eugenia. 2017. Menumbuhkan Kemandirian Anak. Jogjakarta: Diandra
Primamitra Media.
ISBN: 978-602-50622-0-9 106
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS
KARANGAN DESKRIPTIFDENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING PADA MAHASISWAPGSD UNIMEDT.A.
2015/2016
Erlinda Simanungkalit18
, Mastiana Ritonga19
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui meningkat atau tidaknya hasil
yang diperoleh mahasiswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada
materi menulis karangan deskritif. Adapun jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah mahasiswa PGSD
UNIMED semester ganjil pada5Tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 35
orang. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tes dan
observasi. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
mahasiswa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif
(rata-rata dan persentase). Sedangkan kriteria keterampilan menulis
didasarkan pada keterampilan secara perorangan dan klasikal. Dapat
disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan
mahasiswa.
Kata Kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), keterampilan menulis.
PENDAHULUAN
Keterampilan menulis merupakan salah satu pokok bahasan penting dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia. Dalam penguasaan bahasa seorang tidak hanya
menguasainya secara verbal. Namun juga harus mampu mengepresikan dalam
bentuk tulisan secara baik dan benar. Maka melalui prosespembelajaran bahasa
Indonesia itu pula diharapkan peserta didik memilikiketerampilan yang memadai
untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia denganbaik dan benar.
Proses pembelajaran guru memegang peranan yang sangatpenting. Oleh
karena itu guru harus memiliki tugas dan tanggung jawab merencanakan
danmelaksanakan pembelajaran di sekolah. Selama ini guru hanya mengandalkan
metode yang bersifat konvensional, sehingga pembelajaran di kelas terjadi sangat
monoton dan pasif
Kondisi yang demikian, tentunya membuat hasil pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya dalam keterampilan menulis deskripsi belum mendapat hasil yang
maksimal atau masih dikaregorikan keterampilan menulis mahasiswa masih
rendah, mahasiswa masih sulit menuangkan isi gagasan, mengorganisasikan
18PGSD FIP UNIMED 19PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 107
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pendapat, menata tatabahasa dan memperhatikan penggunaan ejaan serta tanda
baca dengan baik dan tepat.
Hal lain yang dapat diketahui melalui pengamatan yang berkaitan dengan
permasalahan dalamkegiatan proses pembelajaran pada materi menulis
karanganbahwa tujuan menulis agar para peserta didik agar mampu menulis
dengan baik dan tepat.Akan tetapi gurujarang sekali menyediakan wacana yang
baik sebagai model tulisan kepada paramahasiswa.. Perilaku tersebut tampaknya
dapat berpengaruh terhadapkemampuan yang dicapai oleh para mahasiswa dalam
pembelajaran menulis deskripsi.
Paparan di atas menjelaskan bahwa keterampilan menulis perlu
ditingkatkan. Sebab, bila tidakditingkatkan maka para mahasiswa akan
mengalami kesulitan dalam hal menulis. Untuk meningkatkannya diperlukan
suatu perbaikan berupa metode/pendekatan mengajar yang efektif. Pendekatan
kontekstual diprediksi dapatmeningkatkan keterampilan menulis. Pada
hakikatnya, kesulitan menulis tersebutberkaitan dengan apa yang harus ditulis
dan bagaimana cara menuangkannyadalam bentuk tulisan. Dalam hal ini
kesimpulan pertama yang bisa diperediksidari permasalahan di atas yaitu
kurangnya motivasi sehingga keterampilan menulis mahasiswa rendah.
Salah satu cara untuk mengatasi kekurangberhasilan
pembelajaranmenulis ini adalah dengan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research). Melalui penelitian ini guru akan memperoleh manfaat praktis,
yaitudapat mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelasnya,
danbagaimana cara mengatasi masalah itu. Dengan demikian guru dapat
memperbaikiproses pembelajarannya di kelas secara sadar dan terencana dengan
baik.
Untuk itu kontribusi pendekatan CTL ini terhadap pembelajaranmenulis
karangan sangatlah berarti bagi para peserta didik. Sebab masalah yangdijelaskan
di atas sudah menciptakan pemikiran (mind set)bagi peserta didikuntuk berfikir
kritis.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perludilaksanakan
penelitian dengan judul “Meningkatkan KeterampilanMenulis Karangan
Deskriptif dengan Menggunakan PendekatanContextual Teaching And
Learning(CTL)Pada mahasiswa PGSD UNIMEDT.A 2015/2016”.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah dengan
menggunakan pendekatanContextualTeaching and Learning(CTL) dapat
meningkatkan keterampilan menulis karangan mahasiswa PGSD UNIMED.T.A
2015/2016
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
keterampilan menulis karangan deskriptif dengan menggunakan
pendekatanContextual Teaching and Learning (CTL).pada mahasiswa PGSD
UNIMED T.A 2015/2016
ISBN: 978-602-50622-0-9 108
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
KAJIAN PUSTAKA
Keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam
melukiskanlambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri
maupun orang lainyang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol
bahasa tersebut(Agus Suriamiharja, dkk 1996: 1). Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Izzul Hasanah (2007: 17) bahwa: Keterampilan menulis
adalahketerampilan yang paling kompleks, karena keterampilan menulis itu
merupakansuatu proses perkembangan yang menuntut pengalaman, waktu,
kesepakatan,latihan serta memerlukan cara berpikir yang teratur untuk
mengungkapkannyadalam bentuk bahasa tulis. Oleh sebab itu, keterampilan
menulis perlu mendapatperhatian yang lebih dan sungguh-sungguh sebagai salah
satu aspek dariketerampilan berbahasa.
Selain itu Heaton dalam St.Y. Slamet, (2008: 141) menyebutkan bahwa
“Sebagai keterampilan berbahasa, menulis merupakan keterampilan yang sukar
dankompleks. Oleh karenanya keterampilan menulis merupakan salah satu
dariketerampilan berbahasa yang dikuasai seseorang sesudah menguasai
keterampilanmenyimak, berbicara, dan membaca”.
Di lain pihak, keterampilan menulis menurut Bryne dalam St.Y.
Slamet(2008: 141) pada hakikatnya kemampuan menulis bukan
sekedarmenuliskan simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-
katadisusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkanketrampilan
menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran kedalam bahasa tulis
melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh,lengkap, dan jelas sehingga
buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikankepada pembaca dengan berhasil.
Sedangkan menurut Guntur Tarigan dalam Yant Mujiyanto, dkk
(1999:71) bahwa “Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis,
melainkanharus melalui latihan dan praktek yang banyak secara teratur”.
Berdasarkan definisi tentang keterampilan menulis yang telah diuraikan di
atasmaka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan menulis merupakan
bagiandari kemampuan seseorang dalam menuangkan buah pikirannya ke dalam
bahasatulis.
Kata karangan berasal dari bahasa Latin, yaitu describereyang
berartimenulis tentang, membeberkan (memerikan), melukiskan sesuatu hal.
Dalambahasa Inggris adalahdescriptionyang tentu saja berhubungan dengan kata
kerjato describe(melukiskan dengan bahasa) (Ismail Kusmayadi, 2008).
Dalam kamus bahasa Inggris kata karangan adalah describe dan
description. Describe yang berarti melukiskan; menggambarkan; membuat;
sedangkandescriptionyakni gambaran; lukisan. Describe lebih mengarah kepada
penjelasansebagai kata kerja, sedangkandescriptionlebih sebagai kata benda.
Dilihat dari segi istilah menurut Rofiuddin, Ahmad dkk (2001: 117)
mengemukakan bahwa “Karangan adalah suatu bentuk karangan yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 109
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
melukiskansuatu objek (berupa orang, benda, tempat, kejadian dan sebagainya)
dengan kata-kata dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam karangan karangan
penulismenunjukkan bentuk, rupa, suara, bau, rasa, suasana, situasi sesuatu objek.
Dalammenunjukkan sesuatu tersebut penulis seakan-akan menghadirkan
sesuatukehadapan pembaca, sehingga seolah-olah pembaca dapat melihat,
mendengar, meraba, merasakan objek yang dihadirkan oleh si penulis”.
Selain itu Akhadiyah, Sabarti (2001) menjelaskan bahwa “Deskripsi
merupakan suatu upaya untuk melukiskan sesuatu dengan kata-kata untuk
menghidupkan kesan dan daya khayal mendalam dari si pembaca”. Hal senada
dikemukakan oleh Syamsuddin, dkk (2007: 81) bahwa “Paragraf deskripsi
bertujuan untuk menggambarkan suatu benda, tempat, keadaan, atauperistiwa
tertentu dengan kata-kata. Misalnya menggambarkan objek berupabenda atau
orang, digambarkan seolah-olah merasakan, menikmati, atau merasamenjadi
bagiannya. Semuanya digambarkan dengan terperinci”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
menuliskarangan adalah suatu jenis karangan yang melukiskan suatu objek
tertentu sesuaidengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat melihat,
mendengar,merasakan, mencium secara imajinatif apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dandicium oleh penulis tentang objek yang dimaksud. Menurut Yusi
Rosdiana, dkk (2008: 321) menyatakan bahwa: “Menulis karangan bertujuan
membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yangdiserap penulis melalui
pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apayang digambarkannya,
menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objekyang dikarangankan
mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancainderakita, sebuah
pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kudabalapan, wajah
seseorang yang cantik, atau seseorang yang putus asa, alunanmusik atau gelegar
guntur, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut M. Atar Semi (2007: 66) bahwa “Menulis
karanganbertujuan untuk memberikan rincian atau detil tentang suatu objek,
sehingga dapatmemberi pengaruh pada emosi dan menciptakan imajinasi pembaca
bagaikanmelihat, mendengar, atau merasakan langsung apa yang disampaikan
penulis”.
Berdasarkan pemaparan tentang tujuan menulis karangan di atas,
bahwadalam menulis karangan deskriptif pembaca diharapkan akan terbawa oleh
sesuatuyang dirasakan, dialami oleh penulis dengan begitu keduanya seolah
terbawadalam satu tempat maupun suasana yang sama.
Penggambaran sesuatu dalam karangan karangan memerlukankecermatan
pengamatan dan ketelitian. Untuk bisa mengembangkan suatu objekmelalui
rangkaian kata-kata yang penuh arti sehingga pembaca dapatmemahaminya
seolah-olah melihat, mendengar, merasakan, maupun menikmatisendiri objek itu
maka kita perlu untuk memahami ciri-ciri dari karangan deskriptiftersebut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 110
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berikut ciri-ciri karangan deskriptif yaitu: (1) isi karangan bersifat
informative, (2) tulisankarangan di dasarkan atas pengamatan, (3) pembaca diajak
menikmati apa yangtelah dinikmati (meniru kesan) penulis seolah-olah melihat,
mendengar,merasakan, maupun menikmatinya, (4) susunan peristiwa tidak
menjadi utama,yang penting pesan tersampaikan kepada pembaca.
Ada dua carapendekatan yang digunakan dalam menulis karangan
deskriptif, yaitu “Pendekatan Realistis” dan “PendekatanImperesionistis.”
1) Pendekatan Realistis
Dalam pendekatan realistis ini penulis dituntut memotret hal/ benda
subjektifmungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya. Ia bersikap seperti
sebuahkamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-rincian secara
orisinal,tidak dibuat-buat dan harus dirasakan oleh pembaca sebagai sesuatu
yangwajar.
2) Pendekatan Impresionistis
Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha menggambarkan
sesuatusecara subjektif sesuai dengan impresi penulis. Isi tulisan harus
memberikansesuatu, namun cara pengungkapannya boleh dengan gaya atau cara
pandangpribadi penulisnya. Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar setiap
penulisbebas dalam berekspresi, memberi, atau bagaimana cara ia
menikmatinya(Dosen Pengajar UMSU, 2013: 122)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
yangdilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah dengan pendekatanRealistis.
Yangmana pendekatan ini berbasis pada keadaan nyata. Disini mahsiswa diajak
untukmengamati hal/ benda subjektif berdasarkan pada keadaan yang dilihatnya.
Iabersikap seperti sebuah kamera yang mampu membuat detail-detail, rincian-
rincian secara orisinal, tidak dibuat-buat dan harus dirasakan
oleh pembacasebagai sesuatu yang wajar.
Berikut ini adalah tahap-tahap dalam menulis karangan deskriptif
adalahsebagai berikut:
Tentukan objek, tema yang akan dikarangankan. Menentukan tujuan penulisan karangan. Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dikarangankan.
Menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka
karangan). Menguraikan kerangka karangan menjadi sebuah karangan dekripsi yang
utuh sesuai dengan tema yang ditentukan.
Mensistematiskan hal-hal yang menunjang pada bagian yang di
karangankanseperti hal-hal apa saja yang akan ditampilkan untuk membantu
memunculkankesan dan gambaran yang kuat mengenai sesuatu yang
didiskripsikan, sertapendekatan apa yang akan digunakan oleh
penulis(http://id.wikipedia.org).
ISBN: 978-602-50622-0-9 111
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Penilaian menulis karangan mencakup berbagai macam aspek.
BurhanNurgiyantoro (2001: 306) menyatakan aspek menulis meliputi isi,
organisasi,kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik. Seluruh aspek penilaian
menuliskarangan tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel I berikut:
Tabel 2.1
Aspek Penilaian Menulis Karangan
No. Aspek
Indikator/Deskriptor Penilaian Skor Skor
Penilaian Maksimal
1 Isi Isi sesuai dengan judul 4 4
gagasan Isi cukup sesuai dengan judul 3
Isi kurang sesuai dengan judul 2
Isi tidak sesuai dengan judul 1
2 Organisasi Pengorganisasian isi sudah tepat 4 4
isi Pengorganisasian isi cukup tepat 3
Pengorganisasian isi kurang tepat 2
Pengorganisasian isi tidak tepat 1
3 Tata Tata bahasa sudah Tepat 4 4
Bahasa Tata bahasa Cukup tepat 3
Tata bahasa Kurang tepat 2
Tata bahasa tepat tepat 1
4 Gaya Penggunaan dan pemilihan kata sudah tepat 4 4
Bahasa Penggunaan dan pemilihan kata cukup tepat 3
Penggunaan dan pemilihan kata kurang
tepat 2
Penggunaan dan pemilihan kata tidak tepat 1
5 Ejaan Sesuai dengan EYD dan tanda baca 4 4
Cukup Sesuai dengan EYD dan tanda baca 3
Kurang Sesuai dengan EYD dan tanda baca 2
Tidak sesuai dengan EYD dan tanda baca 1
Sumber : dimodifikasi dari Burhan Nurgiantoro (2001: 307-308)
Keberhasilan suatu pembelajaran melibatkan berbagai faktor. Salah satu
faktor dalam pembelajaran adalah pendekatan (approach). Pendekatan dalam
pembelajaran bahasa menurut Roy Killen dalam Wina Sanjaya ( 2011: 126)
adalah seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat pembelajaran dan
pengajaran.
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
menurut Kokom Komalasari (2013: 7) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
ISBN: 978-602-50622-0-9 112
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontekstual,
Trianto (2011: 109) menyebutkan ada lima bentuk dasar pembelajaran, yaitu
Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering.
Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau
pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan
situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan
problem untuk dipecahkan. Experiencing adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan
penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui
pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus
inquiry.
Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam
penggunaan dan kebutuhan praktis. Dalam praktiknya, siswa menerapkan
konsep dan informasi dalam kebutuhan mendatang yang dibayangkan. Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan
pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar
ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi tetapi juga
konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata.
Dalam kehidupan yang nyata siswa akan menjadi warga yang hidup
berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain. Transferring adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan
pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
Kemampuan siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru tersebut
merupakan penguasaan strategi kognitif dalam menuntaskan materi.
Dengan pendekatan ini diharapkan siswa dapat menjalani sebuah proses
pembelajaran mengapresiasi cerita anak dengan adanya proses konstruksi
mengenai pengetahuan mengapresiasi cerita anak melalui penemuan, bertanya,
belajar bersama, pemodelan, melakukan refleksi bersama guru dalam situasi
belajar yang menyenangkan. Dengan pendekatan kontekstual siswa dapat
meningkatkan kemampuan dan kreativitasnya dalam mengapresiasi cerita anak.
Selain itu, ada beberapa karakteristik dan komponen-komponen pembelajaran
kontekstual. Berikut karakteristiknya menurut Kokom Komalasari, (2013; 13)
yaitu: keterkaitan, pengalaman langsung, aplikasi, kerja sama, pengaturan diri,
asesmen autentik. Dan komponen-komponen pembelajaran kontekstual menurut
Trianto (2011) adalah: Konstruktivisme (constructivisme), menemukan (inquiri),
ISBN: 978-602-50622-0-9 113
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic
assessment).
Adapun manfaat dan tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah:
Memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan
atau keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari
permasalahan kepermasalahan lainnya.
agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu
dengan adanya pemahaman. pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman
siswa. melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna serta mengajak anak
pada suatu aktivitas yang mengkaitkan materi akademik dengan
konteks kehidupan sehari-hari. agar siswa secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-
informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya
sendiri.
Penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas diuraikan secara jelas
dalam Trianto M.Pd,(2011) sebagai berikut:
Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja, menemukan, dan mengontruksi sendiri pengetahuan serta
ketrampilan nya (constructivism). Guru tidak akan mampu memberikan
semua pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari
teman melalui kerja kelompok maupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan
dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan. Dengan
demikian pengetahuan akan keterampilan itu didapat dan terbentuk atas
kesadaran sendiri.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri atu menemukan semua topik
(inquiry). Kegiatan ini merupakan sebuah siklus. Siklus tersbut adalah:
observasi (observation); bertanya (question); mengajukan dugaan
(hipothesis); pengumpulan data (data gathering); dan penyimpulan
(coclusion).
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (question). Karena
pengetahuan yang dimiliki seseorang selau bermula dari bertanya dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 114
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengalaman langsung. Aktivitas bertanya dapat dilakukan antara siswa
dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan narasumber.
Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-kelompok
(learning community). Wujud masyarakat belajar di dalam kelas adalah
pembentukkan kelompok, bekerja berpasangan, mendatangkan narasumber
di kelas.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran (modeling). Dalam
pemodelan guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan
melibatkkan siswa. Kegiatan pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,
bermain peran, pemberian contoh tentang konsep atau kegiatan belajar.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection). Pelaksanaannya dapat
berupa pernyataan langsung dari guru, catatan atau jurnal di buku siswa,
dan cara-cara lain yang ditempuh untuk mengarahkan pemahaman tentang
materi yang telah mereka dipelajari.
Lakukan penilaian yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar
siswa. Alat-alat penilaian otentik adalah seperti sebenarnya dengan
berbagai cara (authentic assessment) yang portofolio, tes
performansi/unjuk kerja, jurnal, lembar observasi, skala sikap, tes tertulis
(essai, objektif).
Pada hakekatnya pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi Bahasa Indonesia lisan dan tulis
peserta didik, serta menumbuhkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia dan
karya intelektual bangsa sendiri (Gipayana, 2008). Pembelajaran Bahasa
Indonesia memiliki nilai penting, karena pada jenjang pendidikan inilah pertama
kalinya pengajaran bahasa Indonesia dilaksanakan secara berencana dan terarah.
Tabel 2.2 Cakupan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia
Standar Kompetensi Kompetensi Indikator cakupan
Dasar materi
8. menulis 8.1Menyusun Menentukan tema Karangan Mengungkapkan karangan karangan. mahasiwa
pikiran,perasaan,dan tentang berbagai
Menyusun kerangka informasi secara tertulis topik karangan.
dalam bentuk pantun sederhana
Mengembang-kan
dengan
kerangka ka- rangan
memperhatikan
menjadi karangan
penggu- naan
yang padu.
ejaan (huruf
ISBN: 978-602-50622-0-9 115
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
besar dan
tanda baca)
8.2 Menulis Membaca naskah Ejaan dan
pengumu- pengu-muman acak tanda baca
man Menyusun naskah
dengan
pengu-muman acak
bahasa yang
menjadi peng-
baik
dan
umuman padu
benar serta
disertai penggu-naan
memperhatik
ejaan dan tanda baca
an penggu-
yang sesuai
naan ejaan Menulis naskah
pengumuman sendiri
8.3 Membuat Menyusun pantun Pantun
pantun anak anak anak
yang Menyempurna-kan
menarik
pantun
tentang
Membuat pantun
berbagai
sendiri tentang
tema
ketekunan
(persahabata
n, keteku-
nan,
kepatuhan,
dll.) sesuai
dengan ciri-
ciri pantun
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai
sasaran utama. Dimana penelitian ini sebagai upaya untuk meningkatakan
keterampilan menulis karangan deskriptif pada mahsiswa PGSD FIP UNIMED
Penelitian ini menggunakan tes sebagai instrumen penelitian. Tes yang diberikan
berbentuk uraian yang dikerjakan oleh mahasiswa PGSD yang berjumlah 35
orang. Sedangkan untuk pelaksanaan dengan menggunakan pendekatan CTL
dilakukan dengan observasi yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar .
Tercapainya indikator keberhasilan dapat dianalisis dengan memakai data
persentase sebagai berikut:
Dengan rumus:
ISBN: 978-602-50622-0-9 116
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Rumus individu:
= ℎ
100
Rumus klasikal:
PKK = ≥70%( )
x 100% ( )
Dimana kriteria yang digunakan sebagai berikut:
90-100 = sangat baik = Terampil
80-89 = baik = Terampil
70-79 = sedang/cukup = Terampil
< 69 = rendah = Belum terampil
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian selama siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa
dengan menggunakan pendekatan CTL terdapat peningkatan keterampilan
menulis karangan deskriptif pada mahasiswa PGSD.Hal ini menunjukkan
tercapainya indikator keberhasilan dapat dianalisis dengan memakai data
persentase sebagai berikut:
Setelah dianalisis, hasil yang diperoleh pada tes awal jumlah siswa yang
memperoleh skor ≥ 69 hanya 7 siswa (20%), pada siklus I, siswa yang
memperoleh skor ≥ 69 berjumlah 19 siswa (54,28%) dan pada siklus II, siswa
yang memperoleh skor ≥ 69 berjumlah 28 siswa (80%). Berarti siswa yang
memperoleh skor ≥ 69dari tes awal, siklus I dan siklus II semakin meningkat. Hal
ini membuktikan bahwa hipotesis yang dirumuskan atas penelitian ini diterima,
artinya dengan penggunaan pendekatan contextual teaching learning (CTL) dapat
meningkatkan keterampilan menulis karangan deskriptif pada mahsiswa PGSD
UNIMED kelas tahun ajaran 2015/2016.
Berikut disajikan tabel tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menulis
karangan deskriptif yaitu:
Tabel 4.7 tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menulis karangan
deskriptif pada pre tes (tes awal), siklus I dan siklus II
Soal Nilai tes awal Nilai tes siklus I Nilai tes siklus II
Rata-rata nilai 56,14 65,14 73,71
siswa berhasil 7 (20%) 19 (54,28%) 28 (80%)
siswa belum 28 (80%)
16 (45, 72%)
7 (20%)
berhasil
ISBN: 978-602-50622-0-9 117
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berdasakan pada tabel di atas telah tergambar bahwa dengan
menggunakan pendekatan CTL keterampilan menulis karangan deskripsi
mahasiswa dapat dilihat terjadi peningkatan secaara signifikan dari tes awal,
siklus I dan siklus II. Tingkat persentasi keberhasilan dapat dilihat pada gambar
berikut:
PRESENTASI :
80,00%
Terampil
Belum Tuntas
80,00%
80,00%
70,00%
60,00%
54,28%
50,00%
45,72%
40,00%
30,00% 20,00%
20,00%
20,00%
10,00%
0,00%
PRA SIKLUS SIKLUS I
SIKLUS II
Gambar 4.10 Grafik Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Mahasiswa
Berdasarkan analisis data yang menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan menulis karangan deskripstif ini dapat diterima/diyakini karena
mahasiswa lebih mudah mengembangkan kerangka karangan menjadi karangan
deskriptif dengan menggunakan pendekatan CTL. Hal ini membuktikan
penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat
meningkatkan keteterampilan menulis karangan deskriptif maasiswa.PGSD
UNIMED T,A 2015/2016
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka hasil penelitian
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Penggunaan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dalam menulis karangan deskriptif dapat dijadikan alternatif untuk
meningkatkan keterampilan menulis karangan deskriptif pada mahasiswa Hasil
penelitian tersebut adalah: pada pre tes mendapat nilai rata-rata 56,14. Pada siklus
I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan hasil tes rata-rata 65,14 dan
jumlah yang terampil sebanyak 19 orang (54,28%). Hasil ini belum maksimal
karena nilai yang diperoleh tidak mencapai ketuntasan minimal ≥ 69.
ISBN: 978-602-50622-0-9 118
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Selanjutnya, pelaksanaan siklus II dilakukan dengan melihat hasil yang
didapat dan kekukarangan-kekurangan pada siklus I. Untuk meningkatkan hasil
belajar yang telah ditetapkan maka dilakukan perbaikan-perbaikan dalam proses
pembelajaran. Setelah dilaksanakan siklus II ini hasil belajar yang didapat
mengalami peningkatan dari hasil sebelumnya (siklus I). Rata-rata yang diperoleh
siswa pada siklus II yaitu sebesar 73,71 dengan jumlah mahasiswa yang terampil
80%.
Pelaksanaan tindakan dimulai dari pre tes, siklus I dan siklus II mengalami
perubahan pada hasil yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwasanya dengan
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat
meningkatkan keterampilan menulis karangan deskriptif pada mahasiswa Selain
itu, dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini juga mampu
memahami tentang penggunaan tanda baca dan penggunaan huruf kapital dalam
menulis karangan deskripsidengan baik.
DAFTAR RUJUKAN
Akhadiah, Sabarti, dkk. 2012. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga
Burhan Nurgiantoro. 2001. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Anggota IKAPI..
Dewi, Rosmala. 2010. Profesionalisasi Guru Melalui Penelitian Tindakan Kelas.
Medan: Pasca Sarjana Unimed.
Dalman. 2014. Keterampilan Menulis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ibad, Muhammad Nurul. 2007. Suluk Jalan Terbatas. Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara.
Kokom, Komalasari. 2013. Contextual Teaching And Learning. Bandung:
M. Atar Semi. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa
Nur Tanjung, Bahdin dan Ardial. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Jakarta: Kencana Prenada Media group.
Rosidi, Imron. 2013. Menulis Siapa Takut. Yoyakarta: Kanisius
Subana, & Sunarti. 2000. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia.
ISBN: 978-602-50622-0-9 119
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana Prenada media Group.
Tarigan, Guntur. 2005. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Taufik, Imam. 2013. Cinta Bahasa Kita Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk
SD Kelas 4. Jakarta: Ganeca Exact.
Tim Pengajar UMSU. 2013. Keterampilan Menulis. Medan: UMSU
Tim Penyusun Unimed. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi. Medan: UNIMED
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
ISBN: 978-602-50622-0-9 120
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS
MATERI AKTIVITAS EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
DI KELAS IV MIN MEDAN TEMBUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017
Syarifah Aini20
, Athiyyah Zahrah Al Fananie21
Surel: [email protected], [email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hasil belajar sebelum
menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada
mata pelajaran IPS Materi Aktivitas Ekonomi di kelas IV MIN Medan Tembung, (2) hasil belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match pada mata pelajaran IPS materi Aktivitas
Ekonomi di kelas IV MIN Medan Tembung, dan (3) Penerapan
menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match pada
mata pelajaran IPS yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
MIN Medan Tembung. Penelitian ini berupa PTK (Penelitian Tindakan
Kelas), dengan subjek penelitian berjumlah 35 siswa. Kesimpulan dari hasil
penelitian adalah: (1) hasil belajar siswa sebelum tindakan mendapat nilai
rata-rata 71,42, siswa yang tuntas sebanyak 34,29% (12 siswa). (2) hasil
belajar siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make
A Match pada siklus I nilai rata-rata menjadi 77,72 siswa yang tuntas
sebanyak 62,86% (22 siswa). (3) hasil belajar siklus II nilai rata-rata
meningkat menjadi 82 siswa yang tuntas sebanyak 80% (28 siswa).
Kata Kunci : Model Pembelajaran, Kooperatif Tipe Make A Match, Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Dalam istilah asing, “Pendidikan” itu disebut “Paedagogiek”. Mulanya
”Paedagogiek” dimaksudkan budak yang pandai dan dewasa yang diserahkan
(ditugaskan) untuk mengantar anak tuannya ke sekolah sambil membawa alat-alat
sekolahnya. Pengertian tugas ini kemudian diperluaskan menjadi kewajiban
membimbing moral dan tingkah laku anak, sehingga sekarang istilah
“Paedagogiek” berarti ilmu tentang perbuatan mendidik, “Paedagoog” berarti ahli
didik atau pendidik.
Selanjutnya, pendidikan adalah pertolongan yang diberikan oleh orang
dewasa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak untuk menuju
ketingkat dewasa. Oleh karena itu, dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pengajaran secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmaniah dan rohaniah anak didik demi terwujudnya
Program Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan1
Program Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan1
ISBN: 978-602-50622-0-9 121
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
tujuan pendidikan. Dalam mencapai tujuan pendidikan banyak faktor yang
mempengaruhi untuk terwujudnya tujuan pendidikan tersebut.
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan pendidikan yang paling
tinggi dalam hirarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan
umum. Menurut Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, tujuan pendidikan Nasional adalah untuk menciptaan manusia Indonesia
yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap, mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Jelas dalam penjelasan diatas, bahwa tujuan
pendidikan adalah hal yang sangat penting serta dalam prosesnya membutuhkan
waktu yang sangat lama. Berdasarkan keterangan tujuan diatas siswa dibimbing
dan diarahkan perkembangannya, sehingga menghasilkan pendidikan yang
berkualitas.
Pendidikan IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat
memberikan wawasan pengetahuan yang luas mengenai masyarakat lokal maupun
global sehingga mampu hidup bersama-sama dengan masyarakat lainnya.
Selanjutnya,tujuan pendidikan IPS adalah membekali anak didik dengan
pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS
merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Lebih lanjut dikemukakan pada bagian penjelasan UU Sisdiknas pasal
37 bahwa bahan kajian ilmu pengetahuan sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, kesehatan, dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi
sosial masyarakat.
Pada pembelajaran IPS terdapat banyak jenis model pembelajaran yang
dapat digunakan sebagai metode pembelajaran IPS. Model pembelajaran alternatif
untuk bidang ilmu-ilmu sosial seperti: Model inkuiri, problem solving ,berfikir
kritis, pengambilan keputusan dan lain sebagainya. Model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match (Mencari Pasangan) ini merupakan model
pembelajaran yang mana siswa diajak untuk mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Selanjutnya, pada model pembelajaran ini menitikberatkan gotong royong atau
kerjasama kelompok.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Tindakan kelas (PTK). Penelitian
memutuskan menggunakan metode ini karena PTK dilaksanakan di dalam kelas
ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
Adapun pengertian penelitian tindakan kelas menurut Kunandar adalah:
ISBN: 978-602-50622-0-9 122
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Penelitian adalah aktivitas mencermati suatu objek tertentu melalui
metodologi ilmiah dengan mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk
menyelesaikan suatu masalah. Tindakan adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu yang berbentuk siklus kegiatan dengan tujuan untuk memperbaiki
atau meningkatkan mutu atau kualitas proses belajar mengajar.
Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru.
Sedangkan Menurut Suharsimi Arikunto, pengertian penelitian Tindakan
Kelas adalah:
Penelitian menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoeh data atau
informasi yang bermanfaat dalam meningatkan mutu suatu hal yang menarik
minat dan penting bagi peneliti.
Tindakan menunjukkan pada suatu gerakan kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan
untuk siswa.
Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam
pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal delam bidang
pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah
sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama meneriuma pelajaran yang
sama dari guru yang sama pula.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan
Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru
yang dilakukan oleh siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan upaya yang optimal untuk meningkatkan
kemampuan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) materi Kegiatan Ekonomi (Pasar). Langkah pertama yang dilakukan peneliti
adalah mengidentifikasi masalah yang akan diteliti berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan guru kelas dan hasil pengamatan terhadap siswa dalam mengikuti
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Sebelum melakukan tindakan, siswa diberi test awal atau pre test kepada
siswa sebanyak 10 soal untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Make A Match.
Pemberian soal ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi Kegiatan Ekonomi (Pasar). Selain itu
juga digunakan untuk mengetahui gambaran-gambaran kesulitan yang dialami
siswa dalam menyelesaikan soal-soal tentang materi Kegiatan Ekonomi (Pasar).
ISBN: 978-602-50622-0-9 123
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari hasil penelitian, sebelum dilaksanakannya tindakan nilai rata-rata
kelas pada pra tindakan adalah 71,42 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai
80 keatas sebanyak 12 siswa atau sebesar 33,29 %. Hal ini dipengaruhi oleh
belum adanya penerapan model pembelajaran make a match oleh peneliti. Karena
ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai maka dibuat alternative
perbaikan skenario pembelajaran.
Kemudian peneliti memberikan tindakan kepada siswa pada siklus I yaitu
melalui model pembelajaran make a match. Berdasarkan hasil penelitian, Setelah
pemberian tindakan melalui penerapan model pembelajaran make a match yang
dilakukan peneliti pada siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa 77,72 dengan
jumlah siswa yang memperoleh nilai 80 keatas sebanyak 22 siswa atau sebesar
62,86%.
Berdasarkan analisis data siklus I diperoleh kesimpulan sementara bahwa
penerapan model pembelajaran make a match yang dilakukan peneliti belum
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi aktivitas ekonomi. Sehingga
perlu perbaikan dan pengembangan dengan menggunakan model pembelajaran
make a match.
Pada siklus II siswa memperoleh nilai rata-rata 82 dengan jumlah siswa
yang memperoleh nilai 80 keatas sebanyak 28 siswa atau sebesar 80%. Lebih
jelasnya peningkatan hasil belajar dapat dilihat rata-rata nilai saat test awal, hasil
belajar siklus I dan pada siklus II, seperti tabel dibawah ini:
Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Pada Pre Test, Siklus I, dan Siklus II
No Deskripsi Nilai Nilai Rata-rata
1 Test awal 71,42
2 Siklus I 77,72
3 Siklus II 82
Pada tindakan siklus II merupakan perbaikan pembelajaran yang
dilaksanakan pada siklus I. Dari test hasil belajar diperoleh nilai rata-rata kelas
meningkat, hal ini berarti pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran make a match yang dilaksanakan peneliti dapat meningkatkan hasil
belajar Ilmu Pengetahuan Sosial materi aktivitas ekonomi pada kelas IV MIN
MEDAN TEMBUNG. Hal tersebut dapat dilihat pada perubahan hasil belajar
siswa dimulai pra tindakan, siklus I hingga siklus II pada grafik berikut:
Grafik Hasil … 100
71,42 77,72
82 Grafik
80
Hasil
60 Belajar
Pre TestSiklus SiklusI II Siswa
Gambar 1. Grafik Pencapaian Hasil Belajar Siswa
ISBN: 978-602-50622-0-9 124
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Walaupun penelitian ini telah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan,
akan tetapi peneliti mengakui bahwa masih ada kelemahan dalam penelitian yang
mempengaruhi keberhasilan dan tuntutan model pembelajaran make a match. Hal
ini disebabkan karena keterbatasan yang ada pada peneliti serta adanya
kemungkinan siswa kurang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan soal test yang
diberikan.
Berdasarkan hasil peneliti dan hasil analisis data diperoleh kesimpulan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a match
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang
diberikan. Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran make a
match mempunyai peranan penting sebagai salah satu upaya meningatkan hasil
belajar siswa.
Berdasarkan gambar 4.1 bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa
mulai dari pre test, hingga hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II.
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi aktivitas ekonomi di kelas IV
MIN MEDAN TEMBUNG Tahun Ajaran 2016/2017.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data pada penelitian ini, maka penulis mengambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Hasil belajar siswa kelas IV MIN MEDAN TEMBUNG T.A. 2016/2017
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi aktivitas ekonomi
sebelum diterapkannya model pembelajaran make a match masih sangat
rendah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya presentase ketuntasan belajar
siswa secara klasikal yang hanya 12 dari 35 orang siswa (34,29%) yang
dinyatakan tuntas dengan nilai rata-rata 71,42.
Hasil belajar siswa meningkat pada setiap siklus. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian ini berupa peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial materi aktivitas ekonomi setelah diterapkannya
model pembelajaran make a match pada saat siklus I nilai rata-rata kelas
77,72 dengan tingkat ketuntasan 22 orang siswa (62,86%) sedangkan pada
siklus II nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 82 dengan tingkat
ketuntasan 28 orang siswa (80%).
Selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make
a match respon dan hasil belajar siswa terus mengalami peningkatan. Siswa
menjadi lebih aktif dan rasa ingin tahu siswa menjadi besar. Sehingga
suasana dalam proses pembelajaran jadi lebih aktif. Dan dengan
menggunakan model make a match ini hasil belajar siswa menjadi meningkat
dan respon guru terhadap penggunaan model pembelajaran make a match
pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sangat baik, karena
ISBN: 978-602-50622-0-9 125
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dengan menggunakan model pembelajaran make a match hasil belajar siswa
dapat meningkat dan siswa lebih mudah memahami pelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
A.Bakar, Rosdiana. 2012. Pendidikan Suatu Pengantar. Bandung: Cipta Pustaka Media Printis.
Ananda, Rusdi, dkk. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Cipta pustaka
Media.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan kelas Untuk Guru SD, SLB, dan TK.
Bandung: Yrama Widya.
Bahri, Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalyono. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan, Rudy. 2013. Pendidikan IPS. Bandung: CV.Alfabeta.
http//adintawindrapurnadari.blogspot.in/2013/05/v-behaviorurdefaultvmlo.html
(diakses pada tanggal 24 Februari 2017 jam 21.00 wib).
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Idi, Abdullah. 2014. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khairani, Makmun. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kurniasih, Imas, dkk. 2015. Ragam Pembelajaran Model Pembelajaran.
Yogyakarta: Kata Pena.
Mardianto. 2014. Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing.
Mastur, dkk. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk sekolah dasar. Semarang:
Aneka Ilmu.
Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres.
Ngalim, dkk. 2011. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Presindo.
ISBN: 978-602-50622-0-9 126
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: DIVA
Press.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Belajar untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar. Bandung: Alfabeta.
Sapriya. 2009. Konsep dan Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Rosda
Karya.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pres.
Trianti. 2012. Model Pembelajaran Terpadu konsep,strategi dan implementasinya
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Umar, Bukhari. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Impi Bumi Aksara.
Usiono. 2015. Filsafat Pendidian Islam. Bandung: Cipta pustaka Media.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsep dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
ISBN: 978-602-50622-0-9 127
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
KONTRIBUSI PERMAINAN MATEMATIKA KREATIF DAN KEMAMPUAN
NUMBER SENSE TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
SEKOLAH DASAR
Frida Marta Argareta Simorangkir22
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menguji dan menganalisis kontribusi permainan
matematika kreatif dan kemampuan number sense terhadap hasil belajar
siswa Sekolah Dasar. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
korelasional dengan populasi sebanyak 63 orang, sampel sebanyak 23
orang yang diperoleh dengan cara random. Instrumen yang digunakan
adalah angket permainan matematika kreatif dan tes uraian untuk mengukur
kemampuan number sense dan hasil belajar matematika siswa. Hasil
penelitian sebagai berikut : (1) semua siswa tidak memiliki kepekaan yang
baik mengenai bilangan, hubungan antar bilangan, operasi bilangan,
hubungan antar operasi bilangan beserta sifat-sifatnya dan berfokus pada
penggunaan perhitungan prosedural. Siswa dengan kemampuan number
sense yang baik akan mampu memanfaatkan pengetahuannya tentang
bilangan dalam pemecahan masalah matematika, (2) terdapat kontribusi
positif permainan matematika kreatif terhadap hasil belajar siswa sebesar
0,416 atau 41,6% sisanya yaitu 58,4% dipengaruhi variabel lain di luar
variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Permainan Matematika Kreatif, Kemampuan Number Sense, Hasil Belajar Matematika
PENDAHULUAN
Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi-materi
matematika di Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman mereka
terhadap konsep dasar bilangan beserta operasinya, khususnya bilangan bulat.
Pilmer (2008) mengungkapkan bahwa kemampuan number sense setiap siswa
berbeda karena number sense berkembang seiring pengalaman dan pengetahuan
siswa yang didapatkan dari pendidikan formal maupun informal. Pada dasarnya
kemampuan number sense merupakan kemampuan yang bisa dilatih pada setiap
anak. Seorang anak tidak terlahir dengan membawa kemampuan number sense,
tetapi para pendidik yang harus menggali dan diharapkan bisa meningkatkan
kemampuan number sense siswa selama proses pembelajaran, terutama
kemampuan number sense mereka dalam memecahkan masalah matematika.
Penelitian yang dilakukan oleh Aunio, Niemivirta, Hautamaki, Luit, Shi &
Zhang (2006) menunjukkan bahwa number sense dapat membantu memudahkan
Prodi Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
ISBN: 978-602-50622-0-9 128
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
anak dalam kegiatan operasional kuantitas dan sistem bilangan. Pernyataan dari
penelitian tersebut menyiratkan bahwa number sense memiliki pengaruh yang
besar terhadap peningkatan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran
matematika. Dapat dikatakan bahwa kemampuan number sense merupakan
landasan atau fondasi awal dalam keterampilan dan penguasaan konsep-konsep
matematika pada jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu upaya meningkatkan kemampuan number sense siswa adalah
menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Pembelajaran
akan efektif jika siswa diberi kesempatan untuk merencanakan dan menggunakan
cara belajar yang mereka senangi supaya siswa dapat memahami dengan baik
materi yang sedang dipelajari. Penggunaan metode yang tepat dapat membantu
siswa untuk lebih mudah memahami materi yang disampaikan guru. Metode
permainan dalam matematika merupakan salah satu alternatif untuk diterapkan
dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana pendapat Ruseffendi (1991)
menyatakan bahwa metode permainan dalam matematika memiliki manfaat
untuk: 1) menimbulkan dan meningkatkan minat, 2) menimbulkan sikap positif
terhadap matematika, 3) mengembangkan konsep, 4) latihan keterampilan, 5)
hiburan.
Permainan dalam matematika dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
menumbuhkan minat dan respon positif terhadap pembelajaran matematika.
Namun demikian tidak selamanya permainan membuahkan hasil yang diharapkan.
Menurut Ruseffendi (1991) agar permainan matematika mengenai sasaran
hendaknya guru memperhatikan hal-hal berikut : (1) Waktu penggunaannya tepat,
(2) Sesuai dengan tujuan serta (3) Cara penggunaannya tepat.
Salah satu permainan matematika kreatif adalah catur kuta bali. Permainan
(game) catur kuta bali merupakan kependekan dari catur kurang tambah bagi kali.
Permainan ini membutuhkan kemampuan dasar operasi hitung kurang, tambah,
bagi dan kali pada bilangan bulat. Permainan (game) catur kuta bali dapat
dijadikan alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika karena
dapat menanamkan kemampuan bernalar, melatih kecepatan berpikir dan
meningkatkan kemampuan number sense siswa sehingga hasil belajar matematika
siswa akan meningkat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan di SD Swasta Sinar
Pembaharuan Hidup Tanjung Mulia Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa kelas IV SD Swasta Sinar Pembaharuan Hidup Tanjung Mulia Medan. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian ini adalah kuantitatif korelasional
dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dan ganda. Adapun variabel
yang diukur dalam penelitian ini yaitu variabel bebas berupa permainan
matematika kreatif dan kemampuan number sense siswa. Variabel terikat berupa
hasil belajar matematika siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
ISBN: 978-602-50622-0-9 129
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
yaitu angket permainan matematika kreatif dan tes uraian untuk mengukur
kemampuan number sense dan hasil belajar matematika siswa. Angket yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Soal tes kemampuan
number sense dan hasil belajar matematika siswa terdiri dari 5 soal berbentuk
uraian yang memuat materi operasi pada bilangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a) Uji Regresi Linier Sederhana
Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional satu variabel
independen (X) adalah kemampuan number sense siswa dengan satu variabel
dependen (Y) yaitu hasil belajar matematika siswa. Hasil pengolahan data dengan
bantuan Software SPSS 15.0 for Windows dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Analisis Regresi Linier Sederhana Kemampuan Number Sense Siswa
dan Hasil Belajar Matematika
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Mode Coefficients Coefficients t Sig.
l B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant) 78.785 8.793 8.960 .000
number_sense .041 .124 .061 .332 .742
a Dependent Variable: hasil_belajar Berdasarkan Tabel 1 diperoleh persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y = 78,785 + 0,041 X
Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa koefisien arah regresi antara
variabel kemampuan number sense siswa berpengaruh positif sebesar 0,041
terhadap variabel hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika.
Demikian juga data akan dianalisis dengan regresi linier sederhana yang
didasarkan pada hubungan fungsional satu variabel independen (X) adalah
penggunaan permainan matematika kreatif yaitu permaianan catur kuta bali
dengan satu variabel dependen (Y) yaitu hasil belajar matematika siswa. Hasil
pengolahan data dengan bantuan Software SPSS 15.0 for Windows dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Analisis Regresi Linier Sederhana Permainan Matematika Kreatif
dan Hasil Belajar Matematika
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig.
Mode Std. Std.
l B Error Beta B Error
1 (Constant) 74.150 11.734 6.319 .000
ISBN: 978-602-50622-0-9 130
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
matematika_krea
.099
.153
.117
.645
.524
tif
a Dependent Variable: hasil_belajar
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y = 74,15 + 0,099 X
Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa koefisien arah regresi antara
variabel penggunaan permainan matematika kreatif yaitu catur kuta bali
berpengaruh positif sebesar 0,099 terhadap variabel hasil belajar matematika
siswa dalam pembelajaran matematika.
b) Uji Koefisien Determinasi
Uji Koefisien Determinasi didasarkan pada hubungan fungsional satu
variabel independen (X) adalah kemampuan number sense siswa dengan satu
variabel dependen (Y) yaitu hasil belajar matematika siswa. Hasil pengolahan data
dengan bantuan Software SPSS 15.0 for Windows dapat dilihat pada Tabel 3
berikut:
Tabel 3 Koefisien Determinasi Kemampuan Number Sense Siswa dan Hasil
Belajar Matematika
Correlations
number_sense hasil_belajar
number_sense Pearson Correlation 1 .061
Sig. (2-tailed) .742
N 32 32
hasil_belajar Pearson Correlation .061 1
Sig. (2-tailed) .742
N 32 32
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh korelasi antara variabel kemampuan number
sense siswa dengan variabel hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran
matematika sebesar 0,061. Koefisien determinasi sebesar 0,742. Hal ini berarti
kemampuan number sense siswa berpengaruh sebesar 0,742 atau 74,2% terhadap
hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika, sedangkan
sisanya 25,8% hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika
dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
Demikian juga analisis data dengan Uji Koefisien Determinasi didasarkan
pada hubungan fungsional satu variabel independen (X) permainan matematika
kreatif yaitu catur kuta bali dengan satu variabel dependen (Y) yaitu hasil belajar
matematika siswa. Hasil pengolahan data dengan bantuan Software SPSS 15.0 for
Windows dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
ISBN: 978-602-50622-0-9 131
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel 4 Koefisien Determinasi Permainan Matematika Kreatif
dan Hasil Belajar Matematika Correlations
hasil_belajar matematika_kreatif
hasil_belajar Pearson Correlation 1 .117
Sig. (2-tailed) .524
N 32 32
matematika_kreatif Pearson Correlation .117 1
Sig. (2-tailed) .524
N 32 32
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh korelasi antara variabel penggunaan
permainan matematika kreatif yaitu catur kuta bali dengan variabel hasil belajar
matematika siswa dalam pembelajaran matematika sebesar 0,117. Koefisien
determinasi sebesar 0,524. Hal ini berarti penggunaan permainan matematika
kreatif yaitu catur kuta bali berpengaruh sebesar 0,524 atau 52,4% terhadap hasil
belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika, sedangkan sisanya
47,5% hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika
dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
c) Uji Koefisien Regresi Linier Berganda
Uji Regresi Linier Berganda didasarkan pada hubungan fungsional dua
variabel independen (X1) adalah kemampuan number sense siswa dan (X2) adalah
permainan matematika kreatif dengan satu variabel dependen (Y) yaitu hasil
belajar matematika siswa. Hasil pengolahan data dengan bantuan Software SPSS
15.0 for Windows dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6 berikut:
Tabel 5 ANOVA ANOVA(b)
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 39.477 2 19.738 23.352 .000(a)
Residual 1628.083 29 56.141
Total 1667.560 31
Predictors: (Constant), matematika_kreatif, number_sense Dependent Variable: hasil_belajar
Dari Tabel 5 ANOVA diperoleh nilai F sebesar 23,352 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000 menunjukkan bahwa ada pengaruh dari variabel X
terhadap variabel Y, (0,000 < 0,05) berarti model regresi signifikan. Demikian
pula berdasarkan Tabel 6 berikut:
ISBN: 978-602-50622-0-9 132
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel 6 Coefficients Coefficients(a)
Standardize
Unstandardize d Collinearity
Model d Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
Std. Toler Std.
B Error Beta ance VIF B Error
1 (Constant 67.155
17.49 3.839 .001
) 3
number_ .071 .131 .105 2.745 .045 .911 1.097
sense
matemati
ka_kreati .125 .162 .148 1.771 .037 .911 1.097
f
a Dependent Variable: hasil_belajar
Persamaan regresi, yaitu Y = 67,155 + 0,071X1 + 0,125X2 . Standard
Error of Estimate (SE) adalah 17,493 atau 18 unit (dibulatkan). Angka 0,105 pada
Standardized Coefficients (Beta) menunjukkan tingkat korelasi antara hasil belajar
matematika dan kemampuan number sense. Sedangkan 0,148 menunjukkan
tingkat korelasi antara hasil belajar matematika dan permainan matematika
kreatif. Nilai signifikansi kemampuan number sense sebesar 0,045 < 0,05 maka
terdapat pengaruh kemampuan number sense terhadap hasil belajar matematika
siswa. Nilai signifikasi permainan matematika kreatif sebesar 0,037 < 0,05 maka
terdapat pengaruh permainan matematika kreatif terhadap hasil belajar
matematika siswa.
Dengan nilai df sebesar = 23 - 2 - 1 = 20 pada taraf signifikansi 0,05 maka
diperoleh nilai ttabel = 1,724. Nilai thitung kemampuan number sense sebesar 2,745 >
ttabel maka terdapat pengaruh kemampuan number sense terhadap hasil belajar
matematika siswa. Nilai thitung permainan matematika kreatif sebesar 1,771 > ttabel
maka terdapat pengaruh permainan matematika kreatif terhadap hasil belajar
matematika siswa.
Oleh karena itu, kemampuan number sense siswa perlu dilatih dalam
setiap pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar matematika
siswa. Disamping itu, dalam pembelajaran matematika diperlukan permainan
matematika kreatif agar siswa memiliki minat dan respon belajar yang positif
terhadap pembelajaran matematika sehingga hasil belajar matematika siswa
meningkat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan
sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Diperoleh persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut: Y = 78,785 +
0,041 X. Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa koefisien arah regresi
ISBN: 978-602-50622-0-9 133
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
antara variabel kemampuan number sense siswa berpengaruh positif sebesar
0,041 terhadap variabel hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran
matematika. Demikian pula diperoleh persamaan regresi linier sederhana
sebagai berikut: Y = 74,15 + 0,099 X. Dari persamaan tersebut dapat diartikan
bahwa koefisien arah regresi antara variabel penggunaan permainan
matematika kreatif yaitu catur kuta bali berpengaruh positif sebesar 0,099
terhadap variabel hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran
matematika.
Berdasarkan hasil Uji Koefisien Determinasi diperoleh korelasi antara variabel
kemampuan number sense siswa dengan variabel hasil belajar matematika
siswa dalam pembelajaran matematika sebesar 0,061. Koefisien determinasi
sebesar 0,742. Hal ini berarti kemampuan number sense siswa berpengaruh
sebesar 0,742 atau 74,2% terhadap hasil belajar matematika siswa dalam
pembelajaran matematika, sedangkan sisanya 25,8% hasil belajar matematika
siswa dalam pembelajaran matematika dipengaruhi oleh variabel lain di luar
variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Demikian pula hasil Uji Koefisien
Determinasi diperoleh korelasi antara variabel penggunaan permainan
matematika kreatif yaitu catur kuta bali dengan variabel hasil belajar
matematika siswa dalam pembelajaran matematika sebesar 0,117. Koefisien
determinasi sebesar 0,524. Hal ini berarti penggunaan permainan matematika
kreatif yaitu catur kuta bali berpengaruh sebesar 0,524 atau 52,4% terhadap
hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika, sedangkan
sisanya 47,5% hasil belajar matematika siswa dalam pembelajaran matematika
dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil Uji Regresi Linier Berganda yaitu persamaan regresi, yaitu
Y = 67,155 + 0,071X1 + 0,125X2 . Standard Error of Estimate (SE) adalah
17,493 atau 18 unit (dibulatkan). Angka 0,105 pada Standardized Coefficients
(Beta) menunjukkan tingkat korelasi antara hasil belajar matematika dan
kemampuan number sense. Sedangkan 0,148 menunjukkan tingkat korelasi
antara hasil belajar matematika dan permainan matematika kreatif. Nilai
signifikansi kemampuan number sense sebesar 0,045 < 0,05 maka terdapat
pengaruh kemampuan number sense terhadap hasil belajar matematika siswa.
Nilai signifikasi permainan matematika kreatif sebesar 0,037 < 0,05 maka
terdapat pengaruh permainan matematika kreatif terhadap hasil belajar
matematika siswa. Dengan nilai df sebesar = 23 - 2 - 1 = 20 pada taraf
signifikansi 0,05 maka diperoleh nilai ttabel = 1,724. Nilai thitung kemampuan
number sense sebesar 2,745 > ttabel maka terdapat pengaruh kemampuan
number sense terhadap hasil belajar matematika siswa. Nilai thitung permainan
matematika kreatif sebesar 1,771 > ttabel maka terdapat pengaruh permainan
matematika kreatif terhadap hasil belajar matematika siswa.
ISBN: 978-602-50622-0-9 134
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.
Aunio, dkk. 2006. Young children’s number sense in Chine and Finland.
Routledge: Sandivanian Journal of Educational Research, 50 (5), hlm.
483-502.
Confer, C. 2005. Teaching Number Sense in Kindergarten. United States of America: Math Solutions Publication.
Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Munandar, S.C. Utami. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak
Sekolah. Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). 2000. Executive Summary Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Pilmer, D. 2008. Number Sense. Canada: Nova Scotia School for Adult Learning.
Department of Labour and Workforce Development.
Soedjadi, R. 1994. Memantapkan Matematika Sekolah sebagai Wahana Pendidikan dan Pembudayaan Penalaran, Media Pendidikan Matematika Nasional, Nomor 4 Th. 3, Surabaya: IKIP Surabaya.
TIMSS & PIRLS International Study Center. TIMSS 2011 User Guide for the
International Database Percent Correct Statistics for Released Items Mathematics – Fourth Grade. Chestnut Hill: TIMSS & PIRLS
International Study Center, Lynch Scool of Education, Boston College, dan IEA.
Russefendi. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Russeffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.
ISBN: 978-602-50622-0-9 135
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
AKTUALISASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI
MODEL SERVIS LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SD PARULIAN 5 MEDAN
Vina Merina Br Sianipar23
Surel: [email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian yaitu 1) untuk mengetahui kemampuan guru dalam
mengaktualisasikan model Servis Learning dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia melalui pendidikan karakter. 2) untuk mengetahui model Servis
Learning dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dilatar belakangin
perkembangan teknologi yang menimbulkan rendahnya karakter generasi
muda khususnya siswa SD dari nilai moral dan nilai sosial. Servis Learning
merupakan proses pembelajaran yang mengkolaborasi antara tindakan
positif dan bermakna di masyarakat dengan pembelajaran akademik,
perkembangan pribadi, dan tanggungjawab sebagai masyarakat. Melalui
model Servis Learning , guru dapat memberikan ruang bagi siswa untuk
peka terhadap lingkungan untuk bisa membedayakan lingkungan,
pengalaman, keterampilan dan nilai-nilai yang dituangkan dalam bentuk
karangan berupa tulisan dan lisan. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis kualitatif malalui pengumpulan data yaitu angket.
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Model Servis Learning, Pembelajaran
Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Sejak memasuki era reformasi belasan tahun yang lalu telah terjadi
perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan bangsa Indonesia, terutama
sekali perubahan dalam kehidupan sosial dan politik. Dalam suasana yang seperti
itu mulai muncul persoalan baru. Kebebasan yang digulirkan pemerintah oleh
sebagian warga masyarakat dijadikan kesempatan untuk bertindak seenaknya
sendiri mengabaikan norma-norma yang berlaku, serta tidak mempertimbangkan
lagi apakah tindakan yang dilakukan itu merugikan kepentingan orang lain atau
tidak. Akibat dari semua itu kehidupan masyarakat diwarnai oleh munculnya
pelanggaran normanorma dalam wujud tindak kekerasan seperti tawuran antar
kampung, perang antar suku, demonstrasi dengan pengrusakan, tindakan main
hakim sendiri terhadap sesama warga,konflik masyarakat dengan aparat
keamanan,dan masih banyak yang lainnya.
Berkaitan dengan proses pembelajaran seorang guru dapat mengetahui
karakter atau kepribadian peserta didiknya melalui bahasa yang digunakan pada
saat berkomunikasi baik di dalam maupun di luar proses pembelajaran. Seseorang
guru dapat mengetahui kejujuran, daya intelektual, kesopanan dan karakter dari
peserta didiknya dapat diketahui dari tutur bahasa, ekspresi, kalimat yang efektif,
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 136
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dan cara penyampaian yang digunakan pada saat berkomunikasi, baik dengan
gurunya, dan sesama temannya. Bahasa yang dimaksudkan dalam berkomunikasi
yaitu lisan maupun tulisan. Pendidikan karakter dengan proses pembelajaran
bahasa Indonesia memiliki hubungan satu dengan yang lain. Pendidikan karakter
terkandung dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran
bahasa Indonesia terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter
di antaranya kejujuran, intelektualitas, sopan santun, dan rasional .
Pendidikan berbasis karakter merupakan salah satu upaya dalam
pembaharuan di dunia pendidikan, besar pengaruhnya penanaman karakter pada
anak dianggap sebagai hal pokok. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan tidak cukup hanya menjadikan seseorang menjadi pintar dan
menguasai ilmu dan teknologi, akan tetapi juga menjadikan peserta didik memiliki
kepribadian yang baik. Dengan kata lain bahwa pendidikan mengarah pada dua
aspek yaitu, It,s matter of having dan It,s matter of being. Aspek yang pertama
berkenaan dengan pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan
profesional, ketajaman dan kedalaman intelektual, serta kepatuhan pada nilai-nilai
atau kaidah keilmuan. Sedangkan aspek yang kedua berkenaan dengan
pembentukan kepribadian peserta didik. (Siswomihardjo,2001).
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan nasional pada pasal 3,
yang menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab sedangkan salah satu untuk mendapatkan pendidikan dengan nilai-nilai
mulia, berakhlak, kreatif, dan memiliki karakter sesuai budaya bangsa dapat
diperoleh melalui penggunaan bahasa yang baik. Seperti yang ditekankan pada
pernyataan di atas, bahasa ternyata memiliki peranan dalam pengelolaan dan
menciptakan generasi penerus yang memiliki nilai lebih. Dengan alasan itulah,
perlunya menganalisa lebih jauh bagaimana pendidikan karakter dalam
pembelajaran bahasa.
Servis learning (SL) yaitu model pembelajaran yang memfasilitasi siswa
untuk memberdayakan pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan nilai-nilai.
Servis learning merupakan proses pembelajaran yang mengkolaborasi antara
ISBN: 978-602-50622-0-9 137
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
tindakan positif dan bermakna di masyarakat dengan pembelajaran akademik,
perkembangan pribadi dan tanggungjawab (Maurice, 2010: 115).
Servis learning menjadi pilihan yang tepat karena di dalamnya terdapat
unsur yang bersifat melayani dan menolong orang melalui pemahaman dan
pengamantan siswa dari hasil karyanya atau karya siswa lainnya dalam bentuk
tulisan.melalui model Servis learning maka pendidikan karakter yang telah
menurun akibat perkembangan zaman dan teknologi akan meningkat kearah
positif. Hal ini juga harus menjadi pusat perhatian guru bukan hanya dalam
pembelajaran tetapi memperhatikan lingkungan tempat siswa bermain seperti
diluar sekolah.
Kegiatan dalam Servis learning membantu siswa ikut berperan dalam
kegiatan masyarakat. Kegiatan ini dapat ditungkan siswa dalam bentuk tulisan
berupa karangan baik cerpen maupun puisi. Hal ini juga akan terlihat dari segi
sikap dan perbuatan siswa dalam melaksanakan tugas. Guru akan melatih siswa
untuk memecahkan masalah dari hasil pengamatan sekitar yang ditungkan ke
dalam tulisan sehingga siswa lain yang mendengar atau membaca hasil temannya
mengetahui makna dari pesan tersiratnya.
Penelitian ini dilakukan sebagai langkah mengindentifikasi bagaimana
aktualisasi pendidikan karakter melalui model Servis learning pada pembelajaran
Bahasa Indonesia di SD Parulian 5 Medan.
METODE PENELITIAN
Untuk mengkaji aktualisasi pendidikan karakter dilakukan penelitian
terhadap guru SD di Parulian 5 Medan. Pengambilan sample dilakukan secara
cluster sampling. Metode pengumpulan data berupa angket . Objek penelitian
adalah aktualisasi pendidikan karakter melalui model Servis Learning.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dari hasil angket yang telah dilakukan terhadap
sample penelitian, diperoleh informasi sebagaimana dipaparkan berikut ini.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa tingkat aktualisasi
guru dalam pendidikan karakter di SD sebesar 87,95 %, berarti termasuk pada
kategori sangat tinggi. Hal ini diperoleh dari observasi lapangan.
Berdasarkan angket terbuka yang diisi oleh responden dapat diketahui bahwa
para guru dalam mengaktualisasikan pendidikan karakter melalui model Servis
learning proses pendidikan di sekolah. Hal ini dalam proses pembelajaran,
dilakukan melalui berbagai cara, baik melalui contoh nasehat maupun tugas:
Sikap kritis
Aktualisasi sikap kritis dilakukan guru terhadap siswa dengan cara
memberikan kesempatan untuk: mengajukan pertanyaan, penguatan dan tugas,
ISBN: 978-602-50622-0-9 138
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
diskusi, menerima kritik, ketika berpen- dapat didukung referensi, memberi
umpan balik, mau menerima pendapat berbeda, berpikir logis dan divergen.
Sikap jujur
Aktualisasi sikap jujur yang dilakukan guru terhadap siswa adalah
menjadi contoh, bukan memberi contoh, mengatakan sesuatu yang
didengar, dilihat dan dirasakan sebagai sebuah kenyataan, terbuka,
objektif, memberitahu dengan jelas kepada siswa yang tidak jujur, guru
menunjukkan aturan main, tidak semena-mena terhadap segala bentuk
kekurangan siswa, mengingatkan siswa untuk tidak berbuat tidak terpuji,
jawaban siswa harus jujur, menyamakan antara pikiran, ucapan dan
perbuatan, minta maaf bila salah, atau tidak bisa menjawab, sesuai dengan
hati nurani, tidak berpura-pura.
Sikap tanggung jawab
Aktualisasi sikap tanggungjawab yang dilakukan guru terhadap
siswa berupa: minta laporan tugas, masuk tepat waktu, peduli lingkungan,
memberikan umpan balik, menjadi pertimbangan dalam memberikan
penilaian, melakukan koreksi tugas siswa, menyediakan buku paket dan
pendukung, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, memberikan
motivasi, menanamkan etika, menyadari kesalahan, memberikan latihan
atau tugas-tugas sebagai pembiasaan.
Sikap Disiplin
Aktualisasi sikap disiplin guru terhadap siswa berupa: siswa tepat
waktu dalam berbagai hal (tugas, hadir), mengabsen siswa, mengawali dan
mengakhiri dengan berdoa, keluar kelas harus ijin petugas, guru hadir tepat
waktu, mengikuti aturan permainan, pemberian sangsi, siswa yang salah
ditegur, tugas yang sudah dikoreksi dikembalikan siswa, memenuhi janji,
disiplin menjadi pertimbangan dalam memberikan penilaian.
Sikap kasih sayang
Aktualisasi sikap kasih sayang guru terhadap siswa berupa: Sabar,
memberi semangat, memberi hiburan, komunikasi yang harmonis, empaty,
pemahaman latar belakang sosio- psikologis siswa, mengingatkan dengan
bahasa yang santun, jika ditanya tidak dapat menjawab tidak malu, siswa boleh
menyampaikan keluh kesahnya, memberikan nasihat, dan pujian, memberi
contoh perilaku yang baik, membantu menyelesaikan masalah, menganggap
siswa sebagai teman, tidak pilih kasih, tidak membedakan, tidak rendah diri.,
siswa dianggap anaknya sendiri, membuat kondisi nyaman
Sikap ikhlas
Aktualisasi sikap ikhlas guru terhadap siswa berupa: tidak mengeluh,
menerima siswa sebagaimana adanya, bekerja hanya mengharap ridho Yang
Maha Kuasa, tanpa pamrih, kerja sebaik-baiknya, cerah, semangat tidak
kelihatan lelah, memberikan layanan yang baik, menerima persoalan siswa,
ISBN: 978-602-50622-0-9 139
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kerja tanpa beban, dan kerja sebagai ibadah.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dilakukan di atas jelaslah
bahwa aktualisasi nilai-nilai dasar pendidikan karakter guru SD sangat
bagus. Begitu pula cara-cara mengaktualisasikan juga sangat rinci, serta
mereka memberikan alasan yang esensial dan instrumental terkait dengan
pertanyaan mengapa nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada siswanya
melalui model Servis Learning dalam sistem pembelajaran. Pada sisi
lain,instrumen penelitian ini ditujukan kepada guru, sehingga kemungkinan
diperoleh informasi yang lebih nyata. Artinya, penelitian lanjutan dapat
dilakukan dengan responden siswa. Siswa diharapkan dapat diperoleh
informasi yang relatif obyektif. Guru akan mengarahkan siswa melalui
model Servis Learning untuk membentuk karakter siswa yang tidak baik
menjadi baik. Siswa akan melihat atau mengamati kejadian di
lingkungannya dan akan ditulis dalam bentuk karangan seperti cerpen dan
puisi. Lebih lanjut, siswa akan membacakan karya dan siswa lain
mendengar untuk mendapatkan pesan atau amanat dari karya siswa tersebut.
Hal ini akan membantu tingkat pemahaman siswa dibantu dengan
penjelasan guru dalam kelas. Siswa yang kurang mengerti akan bertanya
ataupun sebaliknya guru akan memberikan umpan pertanyaan untuk melihat
tingkat pengetahuan siswa akan pembelajaran.
Berdasarkan data diperoleh informasi bahwa para guru mengaktualisasikan
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pendidikan karakter melalui model
Servis Learning karena alasan sebagai berikut : a. Sikap kritis
Guru mengaktualisasikan sikap kritis sebagai nilai dalam pendidikan
karakter melalui proses pendidikan dengan alasan sikap ini dapat:
mengembangkan ilmu dan wawasan, kreativitas dan pola berpikir, sikap
percaya diri, sikap demokratis, serta meningkatkan kinerja guru. .
b. Sikap jujur
Guru mengaktualisasikan sikap jujur sebagai nilai pendidikan karakter
melalui proses pendidikan di sekolah dengan alasan sikap ini:
menumbuhkan kesadaran manusia, membentuk kepribadian, menjadi
kunci keberhasilan, menjadi modal dasar membangun karakter, merasa
tenang dan damai, tidak takut., tercipta keadilan dan kesejahteraan
c. Sikap tanggungjawab
Guru mengaktualisasikan sikap tanggungjawab sebagai nilai
pendidikan karakter melalui proses pendidikan di sekolah dengan alasan
sikap ini: diperlukan dalam kehidupan.. merupakan ibadah, modal
sukses, kreativitas berkembang, menjadikan seseorang mandiri,
mencetak generasi yang tangguh
ISBN: 978-602-50622-0-9 140
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
d. Sikap disiplin
Guru mengaktualisasikan sikap disiplin sebagai nilai pendidikan
karakter melalui proses pendidikan di sekolah dengan alasan sikap ini:
menjadi modal dasar keberhasilan, meningkatkan kualitas akademik,
memberikan contoh lebih baik daripada ucapan, disiplin merupakan sumber
segalanya, dapat membentuk karakter.
e. Kasih sayang
Guru mengaktualisasikan sikap kasih sayang sebagai nilai pendidikan
karakter melalui proses pendidikan di sekolah dengan alasan sikap ini:
menjauhkan diri dari sikap semena- mena, mempererat hubungan antar
manusia, membuat nyaman, agar tidak rendah diri, agar tumbuh rasa
kemanusiaan, merupakan unsur utama dalam memberikan layanan, agar
siswa senang, tidak takut, saling memahami, mudah menerima informasi,
optimal.
f. Ikhlas
Guru mengaktualisasikan sikap ikhlas sebagai nilai pendidikan
karakter melalui proses pendidikan di sekolah dengan alasan sikap ini
merupakan ibadah, bekerja tanpa beban, siswa bekerja dengan baik,
nyaman, ringan, dengan sikap ikhlas akan memperoleh makna, ikhlas
merupakan sifat dasar dalam mendidik.
Berdasarkan data tersebut, penanaman nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam pendidikan karakter dilakukan oleh guru tersebut sangat bermanfaat
dalam kehidupan manusia, baik untuk pengembangan diri, sosial dan
religius. Artinya, para guru meyakini pentingnya nilai-nilai dasar pendidikan
karakter tersebut untuk ditanamkan kepada para siswa.
SIMPULAN
Aktualisasi pendidikan karakter yang berupa sikap kritis, kejujuran,
tanggungjawab, disiplin, kasih sayang dan ikhlas yang dilakukan oleh guru SD
pada kategori sangat baik. Aktualisasi pendidikan karakter dalam proses
pendidikan dilakukan melalui model Servis learning mengahasilkan keteladanan
atau meneladani, memberi contoh, menegur, memberitahu, memberi sangsi, dan
memberi tugas. Model Servis Learning , guru dapat memberikan ruang bagi siswa
untuk peka terhadap lingkungan untuk bisa membedayakan lingkungan,
pengalaman, keterampilan dan nilai-nilai yang dituangkan Nilai-nilai yang
terkandung pada pendidikan karakter perlu dilakukan pembiasaan oleh guru
karena pendidikan karakter tersebut sangat esensial dan diperlukan dalam
kehidupan manusia, baik untuk pengembangan diri, sosial dan religius.
Berdasarkan hasil angket diajukan rekomendasi: Tindakan meneladani guru
merupakan kunci utama pendidikan karakter, karenanya dalam proses pendidikan,
ISBN: 978-602-50622-0-9 141
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
lembaga penghasil tenaga kependidikan khiususnya guru harus memberikan
teladan bagi siswa SD dan perlu penelitian lanjutan terkait dengan aktualisasi
pendidikan karakter dengan menggunakan model Servis learning pada
pembelajaran Bahasa Indonesia baik guru dan peserta didik .
DAFTAR RUJUKAN
Aris Setiawan. 2010 Gamelan Mendunia karena Humanis. Kompas, Minggu 10
Oktober 2010. Jakob.
Arthur A, Carin and Robert B, Sund. 1985. Teaching Modern . United States of
America: Charles E. Merrill Publishing Co.
Maurice. 2010. Servis Learning Handbook. North Carolina: Guilford County
Schools. Diakses di www.gcsnc.com?ing/pdf/ServisLearningHandbook.pdf
pada tanggal 30 September 2016).
Maxwell, John. 2013. How Successful People Lead. New York: Hatchette Book
Group.
Sumarjo. 2011. Kriminal atau Pahlawan. Kompas, Sabtu 22 Januari 2011.
Sudiyono, dkk. 2009. Peningkatan soft skill melalui focus group discussion
berbasis lapangan pada perkuliahan manajemen pendidikan. Penelitian
dibiayai oleh Program HIbah Kompetisi Institusi.
Sarlito, Wirawan. 2011. Majalah Seputar Indonesia, tanggal 6Maret 2011.
Seto Mulyadi. 2011. Jangan Bohing lagi sayang, Kompas, Sabtu, 22 Januari
2011.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium
III. Yogyakarta: AdiCita.
Wahyu Widhiarso. 2009. Evaluasi Soft Skill dalam Pembelajaran, Makalah
disampaikan pada Kegiatan Seminar dan Sarasehan ”Evaluasi Pembelajaran
Mata Kuliah Dasar Kependidikan” di FIPP UNY tanggal 14 Pebruari 2009.
Wildasky, Aaron. 1997. Self Evaluation Organization. California: University of
California at Barkley.
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter, Grand Design dan nilai-nilai
target, Yogyakarta: UNY Press .
ISBN: 978-602-50622-0-9 142
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MANIFESTASI KUALITAS KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU
DALAM MEMBANGUN PARADIGMA INSAN GENERASI EMAS
Yanti Gultom24
Surel: [email protected]
ABSTRAK Membangun generasi yang genius dan unggul adalah tujuan demi kemajuan
bangsa. Akan tetapi, membangun generasi yang genius, unggul, dan
berkarakter butuh keprofesionalisme seorang guru dalam proses
pembelajaran. Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan
dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Kualitas keahlian itu tercermin dalam kepemilikan kompetensi
yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian.
Profesionalisme mengacu pada hakekat mengajar yang merupakan usaha
guru dalam menciptakan dan mendesain proses belajar siswa, guru lebih
menghargai proses daripada hasil, sehingga tercipta sebuah pembelajaran
yang aktif, inovatif, dan kreatif. Hal ini dapat dilakukan oleh seorang guru
yang professional. Berdasarkan empat kriteria guru profesional, yaitu: ahli,
memiliki tanggungjawab, berjiwa dinamis dan memiliki rasa kesejawatan.
Empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru professional, yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, professional dan sosial,
maka diharapkan guru profesional akan mampu mencetak anak bangsa
yang berkualitas guna membangun paradigma insan generasi emas
Indonesia yang diharapkan.
Kata kunci: Profesionalisme, Kualitas Kompetensi, Generasi Emas
PENDAHULUAN
Pendidikan dapat dipahami dari dua sisi yang meliputinya, yaitu
pendidikan sebagai sebuah produksi (education as product), dan pendidikan
sebagai sebuah proses (education as process). Dua
sisi ini selalu berpengaruh dalam memahami dan melakukan kegiatan pendidikan
dalam kehidupan nyata manusia. Pendidikan sebagai sebuah produksi muncul dari
keinginan manusia itu sendiri untuk menghasilkan sesuatu, baik yang konkrit
maupun yang abstrak sehingga muncul dalam dunia pendidikan untuk melakukan
penilaian (evaluasi) sebagai hasil dari sebuah kegiatan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu
faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses
belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab
itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat
dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofis sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan
fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 143
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka
dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan
knowledge, values, dan skill, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak
didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang
tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam era reformasi pendidikan, dimana salah satunya isu utamanya
adalah peningkatan profesionalisme guru, hal itu merupakan sebuah keniscayaan
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih
berkualitas. Selain itu, pendidikan sebagai sebuah proses selalu berdampak pada
sebuah upaya untuk senantiasa memperbaiki agar hasil tersebut menjadi baik.
Untuk memperbaiki hasil pendidikan kita, tentu kita perlu tahu tentang kondisi
pendidikan kita.
Kita sadari bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan
yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya
persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini.
Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli di bidangnya,
sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara
maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan
keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari
perkembangan zaman. Tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi
setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia.
Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga
seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas.
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui
sertifikasi sebagai sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban
moral dan akademis. Dalam isu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan
dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara
ideal telah ditetapkan. Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah
dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap
tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi
dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru
dan dosen sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
Menurut faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalism
guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar mengajar. Anak
didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai obyek pembelajaran tetapi harus
berperan dan diperankan sebagai subyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur
yang harus memposisikan dirinya lebih tinggi dari anak didik, tetapi lebih
berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi.
Dimana pendidikan merupakan sebuah investasi yang memiliki peranan
stategis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam
konteks ini, guru dituntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 144
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis serta
pengembangan profesionalisme guru diarahkan pada peningkatan kualitas.
Dengan demikian proses belajar mengajar akan dilihat sebagai proses pembebasan
dan pemberdayaan, sehingga tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal,
ideal maupun verbal. Hal tersebut sangat penting untuk merekonstruksi dan
mereformulasi desain pendidikan melalui profesionalisme guru yang dapat
mendukung terciptanya generasi emas bangsa Indonesia. Dimana dukungan dan
kualitas pendidikan yang bermutu dan berkarakter akan menjadi kunci
membangkitkan paradigma insan generasi emas bangsa.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah diantaranya sebagai berikut:1). apa yang dimaksud dengan
profesionalisme guru?. 2). apa saja faktor yang mempengaruhi guru professional?.
3). Bagaimanakah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompetensi
dan profesionalisme guru?.
Tujuan penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut: 1). untuk
mengetahui maksud dari profesionalisme guru, 2). untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi guru professional, 3). untuk mengetahui upaya yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kualitas kompetensi dan profesionalisme guru.
PEMBAHASAN
Kompetensi Guru
Menurut Lefrancois dalam Asmani (2009) kompetensi merupakan
kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar. Selama
proses belajar, stimulus akan bergabung dengan isi memori dan menyebabkan
terjadinya perubahan kapasitas untuk melakukan sesuatu. Apabila individu sukses
mempelajari cara melakukan sesuatu pekerjaan yang kompleks dari sebelumnya
maka pada diri individu tersebut pasti sudah terjadi perubahan kompetensi.
Dengan demikian, bisa diartikan kompetensi proses yang berlangsung
lama yang menyebabkan individu mampu melakukan kinerja tertentu. Kompetensi
diartikan Cowell dalam Asmani (2009) sebagai suatu keterampilan atau
kemahiran yang bersifat aktif. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kompotensi merupakan suatu kesatuan yang utuh yang
menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai yang
terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian yang dapat
diaktualisasikan dan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk
menjalankan profesi tertentu.
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1 ayat (10), kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru
ISBN: 978-602-50622-0-9 145
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu (1) kompetensi
pedagogik, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi kepribadian, (4)
kompetensi sosial. Keempat bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri-
sendiri, melainkan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain
dan mempunyai hubungan hierarkis, artinya saling mendasari satu sama lainnya,
kompetensi yang satu mendasari kompetensi yang lainnya.
Profesionalisme Guru
Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau
gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak
(Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan
profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu
secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga
pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang
dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya,
2008).
Menurut Asmani (2009) guru profesional adalah guru yang mengajar pada
mata pelajaran yang menjadi keahliannya, mempunyai semangat tinggi dalam
mengembangkannya dan menjadi pioneer perubahan di tengah masyarakat..
Seseorang mempunyai bidang keahlian kalau ia mempunyai kompetensi yang
memadai dan mendalam.
Menurut Sofyandi (2008) salah satu syarat guru sebagai pendidik
profesional adalah memiliki kualifikasi akademik dan menguasai kompetensi
sebagai agen pembelajaran. Hal tersebut erat kaitannya dengan sertifikasi guru
sebagai salah satu upaya peningkatan mutu guru dan dibarengi dengan
peningkatan kesejahteraan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu
pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara menyeluruh dan
berkelanjutan.
Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi
empat kompetensi guru sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, yaitu
kompetensi pedagogik, kompotensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial.
Dalam buku Pengembangan Profesionalisme Guru dijelaskan tentang
hakekat profesionalisme antara lain yang dikemukakan oleh Orstein dan Levine
dalam Riva (2008) yang menegaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan mengajar
dapat dikategorikan kedalam tiga kategori yaitu mengajar merupakan: 1)
Semiprofession, dilakukan melalui pelatihan dalam jangka pendek, bahkan
mengajar dapat dilakukan oleh siapapun yang mengaku pernah diajar, karena itu
mengajar cukup meniru saja tanpa latihan yang memadai. 2) Emerging profession,
mengajar disatu sisi dikatakan suatu profesi, disisi lain dikatakan bukan suatu
profesi bahkan bisa dikatakan kategori ambivalen. Mengajar merupakan suatu
ISBN: 978-602-50622-0-9 146
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pekerjaan yang menuntut penyesuaian yang terus menerus, seiring dengan
perubahan tuntutan masyarakat yang terus berkembang, sehingga seorang guru
harus terus menerus melakukan up-dating ilmu dan materi, bahkan metodenya
sehingga pembelajarannya benar-benar kontekstual. 3) Full Profession, mengajar
merupakan suatu profesi yang anggotanya memiliki pengetahuan tertentu dan
dapat menerapkan pengetahuanya untuk meningkatkan kesempatan dalam
masalah pendidikan.
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya
sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan,
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Faktor yang Mempengaruhi Guru Profesional
Meningkatkan mutu guru perlu adanya kebijakan meningkatkan mutu
pendidikan guru, di antaranya meningkatkan jenjang pendidikan S1/S2/S3 dan
program penyetaraan serta berbagai pelatihan dan penataran untuk meningkatkan
kualitas kompetensi dan profesionalitas guru. Misalnya PKG (Pusat Kegiatan
Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) dan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) atau lembaga pendidikan tinggi yang mendidik para calon guru dengan
merancang kurikulum yang mampu membangun kompetensi dan profesionalitas
para calon guru yang siap pakai. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan
ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya.
Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen
tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu
tingkah laku yang dipersyaratkan. Guru yang professional tidak hanya dituntut
untuk menguasai materi pembelajaran tetapi juga harus menguasai seluruh aspek
yang ada dalam pembelajaran, karena pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang melibatkan peserta didik dan mencakup semua ranah
pembelajaran, seperti aspek kognitif (berfikir), aspek affektif (prilaku) dan aspek
psikomotor (keterampilan).
Profesionalisme guru dapat dilakukan; pertama; dengan memahami
tuntutan standar profesi yang ada. Kedua; mencapai kualifikasi dan kompetensi
yang dipersyaratkan. Ketiga; membangun hubungan kesejawatan yang baik dan
luas termasuk lewat organisasi profesi. Keempat; mengembangkan etos kerja atau
budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada
konstituen.Kelima; mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam
pemamfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasi tidak
ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pelajaran. (Muhson dalam Yusutria,
2017: 5).
Guru yang profesional bisa dipengaruhi oleh: (1) Jenjang pendidikan, (2)
Pelatihan dan program penyetaraan serta berbagai penataran yang diikuti, (3)
ISBN: 978-602-50622-0-9 147
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas, (4) Mengembangkan etos
kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen, (5)
Mengadopsi inovasi dalam pemamfaatan teknologi komunikasi dan informasi
mutakhir. (Yusutria, 2017: 5).
Upaya Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru
Upaya menjamin mutu guru agar tetap memenuhi standar kompetensi,
diperlukan adanya suatu mekanisme yang memadai. Penjaminan mutu guru ini
perlu dikembangkan berdasarkan pengkajian yang komprehensif untuk
menghasilkan landasan konseptual dan empirik, melalui sistem sertifikasi.
Menurut Nataamijaya (2004) dalam Mulyasa (2008), sertifikasi adalah prosedur
yang digunakan oleh pihak ketiga untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu
produk, proses atau jasa telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan
kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai
bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi
bagi calon atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan
kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi
guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Sertifikasi guru merupakan upaya
peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan guru,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu
pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan (Dediknas, 2008:1).
Menurut Sujanto (2009) sertifikasi guru mempunyai tujuan, antara lain 1)
Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen
pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang
sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen
pembelajaran. 2) Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan
antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil proses pembelajaran. 3)
Meningkatkan martabat guru. 4) Meningkatkan profesionalisme. Guru yang
profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan, pengembangan
diri, dan berbagai aktivitas lainnya terkait dengan profesinya.
Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan, sertifikasi guru juga mempunyai
manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru ialah 1) Melindungi profesi guru dari
dari praktik-praktik merugikan citra profesi guru. 2) Melindungi masyarakat dari
praktek pendidikan yang tidak berkualitas dan professional. 3) Meningkatkan
kesejateraan ekonomi guru. Untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak semudah
membalikkan telapan tangan, dan memerlukan kerja keras para guru. Sertifikat
pendidik akan dapat diperoleh guru apabila mereka benar benar memiliki
kompetensi dan profesionalisme. Bagi para guru yang memiliki kompetensi dan
profesionalisme,, hal ini mungkin bukan merupakan persoalan yang pelik,
ISBN: 978-602-50622-0-9 148
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
melainkan tinggal menunggu waktu. Sebaliknya, para guru yang kurang memiliki
kompetensi dan profesionalisme, hal ini dapat menjadi persoalan yang pelik ketika
giliran untuk disertifikasi telah tiba. Sehubungan dengan hal itu, sesuatu yang
pasti adalah guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk disertifikasi,
agar kesempatan yang baik itu tidak hilang begitu saja karena tidak adanya
persiapan yang memadai. Guru harus siap mental, keilmuan, dan finansial. Dalam
kaitan dengan persiapan dalam hal keilmuan, guru perlu meningkatkan
kompetensi dan profesionalismenya dalam membangun paradigma insan generasi
emas.
SIMPULAN
Kebijakan pemerintah tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru
yang implementasinya sedang dalam proses merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan guru yang diharapkan
dapat berdampak pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia guna
membangun paradigma insan generasi emas. Guru dituntut untuk selalu dinamis
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi. Sebagai
pendidik, sudah seharusnya guru harus belajar seumur hidup (long life education).
Oleh karena itu, guru harus membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga
dia mampu menjadi pencetus ”teori-teori” baru dalam konteks pembelajarannya
untuk peningkatan mutu pendidikan.
Posisi guru sebagai salah satu profesi seharusnya diakui dalam kehidupan
masyarakat. Guru sebagai profesi yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya,
seperti dokter, hakim, jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan masih
banyak yang lainnya. Untuk mengarah kepada kondisi tersebut, tentunya guru
sendirilah yang harus mampu mengaktualisasikan kompetensinya, sehingga diakui
oleh para pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, guru harus membangun dan
mengembangkan dirinya, sehingga dia mampu mempertahankan kompetensi dan
profesionalitas yang dimilikinya.
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti yaitu perlu adanya upaya lain
yang dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas kompetensi profesionalisme
guru. Dimana, tidak semua guru mendapatkan sertifikasi dalam pengembangan
kompetensinya, maka perlu ada teknik atau pelatihan khusus dalam
mengantisipasinya. Rekomendasi yang bisa diberikan terhadap profesionalisme
guru dalam pengembangan kualitas kompetensi profesionalisme guru hendaknya
dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Selama pemerintah tidak sungguh-
sungguh mewujudkan profesionalisme guru dalam pengembangan kualitas
pendidikan, bisa dipastikan bahwa mutu pendidikan akan menurun dalam
membangun paradigm insan generasi emas
ISBN: 978-602-50622-0-9 149
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan
Profesional. Jogjakarta: Powerbook.
Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Riva Dede Mohamad. 2008. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru.
Tersedia: http://id.shvoong.com diakses tanggal 11April 2010.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada.
Sujanto, Bejo. 2009. Cara Efektif Menuju Sertifikasi Guru. Jakarta: Raih Asah
Sukses.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Yusutria. 2017. Profesionalisme guru dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Vol 2 No.1: 1-9
ISBN: 978-602-50622-0-9 150
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
AKTUALISASI KOMPETENSI PEDAGOGIS GURU
PROFESIONAL DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA
Yohana25
Surel: [email protected]
Abstrak Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang harus dimiliki
guru. Penelitian ini bertujuan untuk kompetensi guru dalam perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran, dan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Kompetensi pedagogis ini meliputi pemahaman peserta didik,
guru dalam perencanaan pembelajaran, memahami dasar-dasar pendidikan
untuk keberlangsungan pembelajaran, merancang dan melaksanakan
evaluasi pembelajaran, serta mengajak peserta didik agar dapat
menuangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Komponen-komponen
ini adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan akan tetapi komponen ini
merupakan kesatuan dari pembentukan guru professional. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Kata Kunci: Kompetensi Pedagogis, Motivasi Belajar, Profesionalisme Guru
PENDAHULUAN
Pendidikan sekarang ini dituntut untuk dapat mempersiapkan peserta didik
mampu menghadapi perkembangan-perkembangan pada saat iniyang begitu cepat.
Bukan hanya peserta didik sebagai pendidik juga harus mampu menghadapi
perkembangan yang ada dilingkungannya yang dimana memang merupakan
kemampuan profesional yang harus dimiliki dalam bidang masing-masing untuk
menanggapi perkembangan yang ada.Sebagai pendidik yg professional harus
dapat memberikan dan menjadi motivasi peserta didik dalam menghadapi
perkembangan. Dalam rangka mendukung profesionalisme guru sebagaimana
diharapkan, maka setiap guru memiliki sekuranganya empat kompetensi dasar,
yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Meskipun ada pemilihan keempat kompetensi tersebut,
namun dalam implementasinya merupakan satu kesatuan yang saling terkait.
Menurut Usman (1995) bahwa karakteristik guru professional diantaranya
memiliki kompetensi pendidikan, menunaikan peranannya, memiliki keperibadian
yang luhur, membantu peserta didik dalam menimbulkan sikap positif, memahami
hambatan pendidikan.Sudjana (2011:19-20) menyatakan bahwa pada dasarnya
kompetensi guru bertugas sebagai pengajar, pembimbing, maupun sebagai
administrator kelas. Sebab itu pemahaman secara menyeluruh terhadap muatan
dari kompetensi-kompetensi ini menjadi keharusan. Tulisan ini menyajikan satu di
antara kompetensi tersebut tidak berarti memisahkannya dari satu kesatuan
dengan komptensi-kompetensi lainnya.
25
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 151
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Selain profesionalisme guru, sisi kompetensi merupakan komponen utama
yang harus dimiliki dan menjadi penentu keberhasilan sistem pembelajaran yang
akan dilakukan nantinya. Artinya guru berupaya untuk cakap dan mampu
melaksanakan kewajiab sebagai tenaga pendidik dan juga mampu
mempertanggung-jawabkannya. Hamalik (2012:57), menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Hamalik (Djamarah, 2011:148), menyebutkan bahwa motivasi adalah
suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulknya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi
dalam diri seseorang itu berbentuk aktivitas nyata berupa kegiatan fisik, karena
seseorang memiliki tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang memiliki
motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia
lakukan untuk mencapainya.
Uno (2008:3) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari kata motif yang
dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang
menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati
secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku
tertentu. Motivasi dan peran guru sebagai pendidik merupakan peran dan fungsi
yang berkaitan dengan tugas-tugas dalam memberi bantuan dan dorongan.
Kompetensi Pedagogik merupakan salah satu jenis kompetensi yang
mutlak perlu dikuasai guru. Kompetensi Pedagogik pada dasarnya adalah
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi
Pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan
profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi pedagogiksebagai kemampuan yang
harus dimiliki guru.
Pedagogik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ’paid’berarti
“anak” dan ‘agogus’ berarti “membimbing. Oleh karena itu pedagogi sering
diartikan sebagai ilmu dan seni untuk mengajarkan anak-anak (Depdiknas, 2006:
7). Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru ada empat kompetensi, yakni
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial serta kompetensi profesional (Pasal 10
ayat (1) UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Kemampuan ini berupa
kemampuan melakukan rancangan pembelajaran yang selaras pelajaran yang
diajarkan oleh pendidik selanjutnya pendidik dituntut pula mampu melakukan
tindakan nyata di kelas dalam memberikan informasi secara empatik, santun dan
efektif. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik. Kompetensi lainnya yakni kompetensi kepribadian, yang
merupakan kemampuan pribadi yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik (Ni’am, 2006). Menurut Gordin
ISBN: 978-602-50622-0-9 152
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa, bahwa ada enam aspek atau ranah yang
terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu sebagai berikut (Mulyasa, 2007),
yakni pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat.
Pemahaman peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran. Jika guru memahami peserta didik
dengan baik, maka ia dapat memilih dan menentukan sumber-sumber belajar yang
tepat, pendekatan-pendekatan yang sesuai, mampu mengatasi masalah-masalah
pembelajaran sehari-hari dengan baik.
METODE PENELITIAN
Dalam mengkaji aktualisasi kompetensi pedagogik dilakukan penelitian
terhadap Sekolah Dasar Negeri 060068 Medan. Pengambilan sample dilakukan
secara clustersampling. Metode pengumpulan data dengan kuesioner dan
instrumennya berupa angket tertutup dan terbuka. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian kualitatif deskriptif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Coding Data pada Kompetensi Pedagogik yang dimiliki Guru SD hasil
penelitian berdasarkan analisa coding data yang dilakukan, dibagi menjadi tiga
bagian yang berurutan dimulai dari open coding, axial coding dan selective coding
pada kompetensi pedagogik yang dimiliki guru. Open Coding Berikut ini adalah
bagian dari open coding yang dibuat berdasarkan topik penelitian yang dilakukan:
Kategori penguasaan karakteristik peserta didik, dengan konsep sebagai
berikut : Pemahaman karakteristik peserta didik terdiri atas beberapa kegiatan,
yakni: 1) Fisik melalui pendekatan keolahragaan. 2) Intelektual & Sosial
melalui Pendekatan Keilmuan. 3) Emosional-Moral-Spritual melalui
pendekatan sopan santun serta keagamaan. Identifikasi potensi peserta didik melalui beberapa langkah, yakni: 1)
Evaluasi 2) Latihan Soal Identifikasi kemampuan awal peserta didik, melalui beberapa kegiatan
sekolah berupa : 1) Perkenalan diri peserta didik 2) Wawancara tentang
keluarga, diri secara jasmani, serta kemampuan berhitung. d. Identifikasi
kesulitan belajar peserta didik melalui test awal yang ringan. Kategori penguasaan teori belajar, dengan konsep sebagai berikut : a.
Menggunakan teori belajar kelompok. b. Pembelajaran berorientasi pada
karakteristik peserta didik. c. Menggunakan pendekatan tematis pada kelas
awal. Kategori pengembangan kurikulum, dengan konsep sebagai berikut :
Penentuan tujuan lima mata pelajaran SD/MI berdasarkan standar isi
kurikulum yang berlaku. Evaluasi hasil belajar sebagai acuan pengalaman belajar peserta didik.
ISBN: 978-602-50622-0-9 153
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Penggunaan metode Tematik 2006 dan KTSP. Pengembangan instrumen penilaian di kegiatan belajar mengajar.
Kategori Penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dengan konsep
sebagai berikut : Guru memberikan keleluasan berimajinasi. Guru melakukan pemetaan kondisi lingkungan. Pembelajaran fokus berpijak pada kurikulum 2006 secara kaku. Guru mengarahkan untuk melakukan pembelajaran di Laboratorium. Berinteraksi dengan peserta didik secara transaksional melalui sesi tanya
jawab guna mengukur tingkat pemahaman peserta didik. 5. Kategori
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi juga digunakan dalam
pembelajaran, namun masih kurang dioptimalkan. 6. Kategori
memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik, dengan konsep sebagai
berikut : a. Adanya kegiatan exstra kurikuler di sekolah. b. Kebebasan
memilih exstra kurikuler di sekolah. c. Kegiataan exstra kurikuler fokus
pada prikomotorik peserta didik. 7. Kategori kemampuan berkomunikasi,
dengan konsep sebagai berikut : a. Guru menggunakan pendekatan
‘salam’. b. Melakukan penjelasan setiap materi secara tepat dan berguna.
c. Adanya tes awal pada ranah psikologi peserta didik. d. Melakukan
kegiatan mendidikan seperti test pidato dan menyanyi. 8. Kategori
kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi, dengan konsep sebagai
berikut : a. Penilaian berpijak pada raport peserta didik. b. Aspek penilaian
berupa hasil dan pengaruh kegiatan pembalajaran. c. Tiga konsep
pengembangan dalam penilaian berupa aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik peserta didik
Axial Coding Merupakan prosedur yang diarahkan untuk melihat apakah
terdapat keterkaitan antara kategorikategori yang dihasilkan melalui open coding
di atas, yakni sebagai berikut:
Fenomena, merupakan fenomena utama yang menjadi fokus penelitian.
Fenomena utama dalam penelitian ini adalah kompetensi pedagogik yang
dimiliki guru SD.
Kondisi kausalitas, merupakan kondisi yang menjadi penyebab. Kondisi
kausalitas yang terjadi adalah kemampuan guru dalam melakukan kegiatan
belajar mengajar yakni dengan mampu mengembangkan indikator
kompetensi pedagogik sejalan dengan arahan dari Permendiknas No. 16
Tahun 2007. Seperti kemampuan melakukan pemahaman terhadap
karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, emosional dan
sebagainya. Konteks mengacu pada hal-hal yang melingkari terjadinya suatu
fenomena. Ada beberapa konteks dapat dikatakan guru SD memiliki
kompetensi pedagogik yang sejalan dengan Permendiknas No. 16 Tahun
2007 dan memiliki kemampuan untuk mengembangkannya yakni sebagai
ISBN: 978-602-50622-0-9 154
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
berikut:
Adanya pendekatan yang mampu memahami karakteristik peserta didik. Adanya pemahaman teori belajar yang baik dimiliki oleh guru Penggunaan metode pembelajaran yang tepat guna, yakni digunakan
metode tematik bagi murid SD. Adanya pengembangan materi yang sejalan dengan kurikulum 2006. Tingkat pemahaman terhadap teknologi pembelajaran masih kurang
menjadi kendala yang harus dibenahi. Pemberian ekstrakurikuler bagi peserta didik sebagai wadah
pengembangan potensi diri. Penggunaan pendekatan “salam” antara guru dan murid sebagai bahasa
komunikasi yang empatik dan santun. Adanya evaluasi melalui raport semester maupun laporan mingguan. Hasil evaluasi akan dilakukan remedian dan pengayaan. Adanya upaya perbaikan kualitas guru. Menerapkan PTK bagi masing-masing guru.
Konsekuensi pengaruh. Konsekuensi yang terjadi bahwa kemampuan
pemahaman peserta didik meningkat dengan adanya pembelajaran yang
mendidik serta ditambahkan adanya remedial bagi yang kurang mampu
dalam pembelajaran.
Strategi interaksi sebagai wujud tindakan. Ada beberapa langkah aktif
yang dilakukan guru SD yakni: penyiapan guru yang sesuai dan kompeten dengan materi pembelajaran; penggunaan metode tematik bagi peserta didik; penyesuaian antara pembelajaran di kelas dengan kurikulum yang
berlaku; pemberian praktek mata pelajaran tertentu; pemberian ekstrakurikuler bagi peserta didik; pemberian test psikologi di awal semester; adanya evaluasi terhadap sisi afektif, kognitif dan psikomotorik peserta
didik; adanya laporan mingguan dan semester sebagai evaluasi peserta didik; adanya pertemuan guru dan murid; adanya jam tambahan sebagai remedial;
k)peningkatan kualitas guru melalui musyawarah, diskusi dan penelitian
tindakan kelas.
Selective Coding Kompetensi pedagogik yang dimiliki didukung oleh
pemahaman yang bagus serta penerapan tepat guna dalam pembelajaran, sehingga
membuat peserta didik nyaman dan sangat menikmati sesi pembelajaran. Selain
itu, kompetensi pedagogik guru SD ini digambarkan melalui upaya pemahaman
terhadap karakteristik peserta didik dan tingkat kemampuan peserta didik sejak
awal sudah dapat diketahui dan dikenal dengan baik. Pada akhirnya akan
ISBN: 978-602-50622-0-9 155
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mempermudah jalannya pembelajaran. Namun dalam tahap pembelajaran
diperlukan pula evaluasi dan penilaian sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah
pembelajaran.
SIMPULAN Kompetensi pedagogik yang dimiliki Guru SD Negeri 060068 Medan
sudah sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007, namun perlu ada beberapa perbaikan/ peningkatan sehingga dapat
menjadikan guru yang berkualitas serta memiliki kompetensi yang sejalan dengan
standar kompetensi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Profesionalisme guru
berakar dari kemampuanmengaktualisasikan empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogis,kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
DAFTAR RUJUKAN Depdiknas, Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Nonformal. (2006). Pengembangan Kompetensi Pedagogis dan Andragogi
Tutor Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Direktorat PTK-PNF.
Djamarah, S. B., 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O.,
2012. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ni’am, A (2006). Membangun Profesionalitas Guru. Cet Ke 1. Jakarta: ELSAS.
Sudjana, N., 2011. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Usman U. (1995). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 156
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
FILM ADIT DAN SOPO JARWO TERHADAP
KEMAMPUAN BERCERITA ANAK DI TAMAN
KANAK-KANAK KURNIA ASY SYIFA LUBUK BUAYA
PADANG
Dwi Fatmaniati Siregar26
,NurhalimahSiahaan27
,Zakiah Assidiki28
Surel: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh adit
dan sopo jarwo terhadap kemampuan bercerita anak di Taman Kanak-
kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif yang berbentuk quasy eksperimen. Populasi
penelitian adalah TK Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang , berjumlah 30
orang anak terbagi dalam 2 kelompok belajar dan teknik pengambilan
sampelnya Cluster Sampilng, yaitu kelompok B1 dan kelompok B2 masing-
masingnya mempunyai jumlah anak yang sama dan kemampuan yang sama.
Teknik pengumpulan data digunakan tes, berupa pernyataan sebanyak 5
butir pernyataan dan alat pengumpul data digunakan lembaran pernyataan.
Kemudian data diolah dengan uji perbedaan (t-test).Berdasarkan analisis
data, diperoleh rata-rata hasil tes kelompok eksperimen adalah78,1 dan SD
sebesar 8,11 sedangkan pada kelompok kontrol adalah 68,5 dan SD sebesar
6,59. Pada pengujian hipotesis diperoleh thitung sebesar 3,766 dan ttabel sebesar 2,048 pada taraf nyata α = 0,05 dan dk = 28. Hasil penelitian
terlihat bahwa anak pada kelas eksperimen yang menggunakan film
aditdansopojarwomemiliki rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan
anak pada kelas kontrol yang menggunakan film diva series. Berdasarkan
perhitungan t-test diperoleh thitung lebih besar dari ttabel menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelas tersebut.Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penggunaan film adit dan sopo jarwo memberi
pengaruh yang lebih besar terhadap kemampuan bercerita anak di Tanam
Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang di bandingkan dengan
menggunakan film diva series.
Kata kunci: Film, Adit Sopo dan Jarwo,Kemampuan, Bercerita
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kepribadian, pengendalian diri,
kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa PAUD adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir hingga usia 6 (enam)
tahun. PAUD dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
26
Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED 27
Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED 28
Prodi Pendidikan Dasar PASCASARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 157
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.
Anak usia dini merupakan sosok individu yang terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Usia dini merupakan masa emas bagi anak
(golden age). Pada usia tersebut, anak memiliki banyak potensi yang bisa
dikembangkan dengan baik. Potensi tersebut harus difasilitasi dengan baik agar
dapat berkembang dengan optimal. Salah satu fasilitas yang dapat
mengembangkan potensi anak adalah lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak.
Tujuan penyelenggaraan Taman Kanak-kanak adalah mengembangkan seluruh
aspek perkembangan yang dimiliki oleh anak. Adapun aspek perkembangan
tersebut antara lain nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional, bahasa,
kognitif, psikomotorik.
Salah satu aspek yang harus dikembangkan di Taman Kanak-kanak adalah
aspek perkembangan bahasa. Bahasa merupakan suatu sistem simbol untuk
berkomunikasi dengan orang lain, meliputi daya cipta dan sistem aturan. Dengan
daya cipta tersebut manusia dapat menciptakan berbagai macam kalimat yang
bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas.
Sehingga penting bagi guru mempersiapkan berbagai cara agar tujuan
pengembangan bahasa anak tercapai dengan baik.
Salah satu kemampuan bahasa anak yang harus dikembangkan adalah
kemampuan bercerita. Bercerita ternyata dapat dijadikan sebagai media
membentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini. Sebab, dari kegiatan
bercerita terdapat manfaat yaitu terjalinnya interaksi komunikasi antara orang tua
dirumah, guru dan anak disekolah, sehingga bisa menciptakan relasi yang akrab,
terbuka dan tanpa sekat. Dalam mengembangkan kemampuan bercerita anak di
Taman Kanak-kanak, diharapkan guru mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan dan mampu memvariasikan media pembelajaran dan metode
pembelajaran yang menarik, agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
Berdasarkan observasi awal peneliti di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy-
Syifa Lubuk Buaya Padang, ditemukan bahwa anak usia 5-6 tahun pada kelompok
B masih sulit dalam menceritakan kembali cerita yang sudah diceritakan guru.
Pada umumnya di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy-Syifa Lubuk Buaya Padang
dalam mengembangkan kemampuan bercerita anak usia dini guru menggunakan
buku dongeng biasa, dan gambar seri. Guru menceritakan dongeng sedangkan
anak hanya diam dan mendengarkan pada posisi duduk kemudian mengulang
kembali cerita gurunya. Pembelajaran seperti itu sangat monoton karena anak
hanya duduk diam dan mendengarkan saat guru bercerita. Selain itu anak merasa
cepat bosan karena media atau alat permainan yang disediakan untuk kegiatan
bercerita tidak menarik. Sehingga anak tidak tertarik untuk mengeluarkan ide-ide
cerita dengan mengungkapkan bahasa melalui kegiatan bercerita sesuai dengan
gambar yang dilihatnya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 158
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Anak dapat melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan imajinasi,
ekspresi serta dapat mengungkapkan perasaannya ke arah lebih baik. Salah
satunya dengan bercerita. Banyak permainan yang mendorong anak untuk
bercerita salah satunya adalah dengan menonton film kartun. Anak usia dini pada
umumnya sangat gemar menonton film kartun. Salah satu film yang digemari
anak pada saat ini adalah film Adit dan Sopo Jarwo. Film ini menceritakan
tentang bagaimana pentingnya menjaga diri dan lingkungan, menghargai orang
tua dan teman sebaya, dan masih banyak lagi nasihat yang didapat bagi anak
setelah menonton film ini.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Film Adit dan Sopo Jarwo terhadap
Kemampuan Bercerita Anak di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk
Buaya Padang”.
Menurut Bredekamp dalam Fadlillah (2012:18) anak usia dini dibagi menjadi
3 tahapan yaitu masa bayi lahir sampai 12 bulan, masa batita (toddler) usia 1-3
tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal 6-8 tahun.
Suryana (2013:32) menjelaskan karakteristik anak usia dini adalah: (1) anak
bersifat egosentris; (2) anak memiliki rasa ingin tahu (curiosity); (3) anak bersifat
unik; (4) anak kaya imajinasi dan fantasi; (5) anak memiliki daya konsentrasi
pendek.
Menurut Suyadi (2013:17), pendidikan anak usia dini pada hakikatnya ialah
pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan
dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada
pengembangan seluruh aspek kepribadian anak.
Menurut Hurlock (1978:176) bahasa mencakup setiap sarana komunikasi
dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada
orang lain. Termasuk di dalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas seperti
tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi muka, isyarat, pantomim, dan seni.
Menurut Fadlillah (2012:173) Cerita adalah salah satu cara untuk menarik
perhatian anak. Dalam pendidikan anak usia dini, cerita sangat diperlukan dan
banyak membantu peserta didik dalam memahami materi. Hal ini disebabkan
sebagian besar anak-anak menyukai cerita, kisah atau dongeng.
Menurut Sutjipto (2011:73), film atau gambar merupakan kumpulan gambar-
gambar dalam frame. Dalam media ini, setiap frame diproyeksikan melalui lensa
proyektor secara mekanis, sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Film
bergerak dengan cepat dan bergantian, sehingga memberikan visualisasi yang
kontinyu.
Wikipedia Indonesia (2014) Film Adit dan Sopo Jarwo adalah salah satu film
kartun yang berasal dari Indonesia. Ditayangkan pertama kali pada tanggal 27
januari 2014, disutradarai oleh Dana Riza Indrajaya, saluran aslinya adalah
MNCTV, produsernya bernama Dana Riza, Dhamoo Punjabi, Manoj Punjabi,
Shania Punjabi, bahasanya indonesia, film ini memiliki durasi 5-8 menit, dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 159
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
memiliki beberapa tokoh yang digemari oleh anak-anak seperti: adit, dennis, mita,
devi, adel, ayah, bunda, sopo, jarwo, haji udin, kang ujang, jarwis, pak anas,baba
chang, li mei, madun, ucup,mamat, kipli, somad, uni salama, dan buk mina.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:1) Guru menseting kelas disesuaikan
dengan tema pembelajaran, dan indikator kemampuan bercerita.2) Kemudian guru
mempersiapkan perlatan-peralatan yang dibutuhkan seperti: kaset CD, speaker,
laptop, dan alat perekam video. 3) Guru terlebih dahulu menjelaskan tata tertib
dalam menonton film, cerita pembuka serta pengenalan tokoh-tokoh dalam cerita,
kemudian anak akan mengulang kembali cerita yang telah ditayangkan oleh guru.
Dan lakukan rekaman video, agar anak melihat hasil dari pengulangan cerita
yang telah anak ceritakan.5) Kemudian guru mengevaluasi kegiatan menonton
film Adit dan Sopo Jarwo. Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir yang terdiri atas gambaran
dari variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan tema pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang sudah
disusun oleh Taman Kanak-Kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang,
dengan demikian peneliti mengambil tema Lingkunganku sebagai tema yang
peneliti gunakan dalam penelitian.
Guru sebagai peneliti melakukan Pre-Test pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen, kemudian baru diberikan perlakuan antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen memakai tema yang sama tapi diberikan perlakuan berbeda. Untuk
kelas eksperimen dalam peningkatan kemampuan bercerita anak, dibutuhkan
media pembelajaran berupa film Adit dan Sopo Jarwo, film ini digunakan dalam
peningkatan kemampuan bercerita anak. Sedangkan untuk kelas kontrol dalam
meningkatkan kemampuan bercerita anak menggunkan film Diva Series.
Selanjutnya diberikan Post-test (tes akhir) yang sama. Hasil dari masing-masing
post-test dianalisis dengan uji-t.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan penelitian tentang “pengaruh film Adit dan Sopo Jarwo terhadap
kemampuan bercerita anak di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk
Buaya Padang”, maka pendekatan penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif, dengan jenis penelitian quasi eksperimen (eksperimen semu).
Tabel Rancangan Penelitian
Kelompok Perlakuan Post-test
Eksperimen X O
Kontrol Y O
Keterangan:
O = Post-test (tes pada akhir perlakuan)
X = Kelompok yang menggunakan film Adit dan Sopo Jarwo
ISBN: 978-602-50622-0-9 160
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Populasi dalam penelitian ini adalah Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa
Lubuk Buaya Padang, yang beralamat di Jalan Adinegoro No 24 Kayu Kalek
Padang Koto Tangah. Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya
Padang memiliki jumlah siswa sebanyak 30 orang yang terbagi ke dalam 2
kelompok belajar. Kelompok belajar pertama adalah Kelompok kelompok B1
dengan jumlah siswa 15 orang, lalu kelompok B2 dengan jumlah siswa 15 orang.
Dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel Tabel jumlah siswa di Taman Kanak-kanak Kurnia Asy-Syifa Lubuk
Buaya Padang
No Kelompok Jumlah
1 Kelompok B1 15
2 Kelompok B2 15
(Sumber: TK kurnia Asy Syifa Padang)
Berdasarkan konsep di atas, maka kelompok yang akan dijadikan dalam
penelitian ini adalah kelompok B1 dan kelompok B2 dimana kelompok B1
dijadikan kelas eksperimen dan kelas B2 dijadikan kelas kontrol, dengan
pertimbangan kelompok B1 dan B2 memiliki usia anak yang relatif sama dan
fasilitas belajar yang sama. Kelas kontrol dan eksperimen ini menggunakan sistem
pembelajaran berbasis sentra pada proses pembelajarannya. Variabel Independen
(variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi
variabel bebas yaitu film Adit dan Sopo Jarwo(Y).
Variabel Dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi
atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini yang
menjadi variabel terikat yaitu kemampuan bercerita (X
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor
misalnya :
a. Sangat baik diberi skor 5
b. Baik diberi skor 4
c. Cukup baik diberi skor 3
d. Tidak baik diberi skor 4
Sangat tidak baik diberi skor 1
Tabel Kriteria Penilaian Kemampuan bercerita
Pernyataan Kriteria penilaian kemampuan berbicara
Kemampuan berbicara
SB B CB TB
STB
5 4 3 2 1
ISBN: 978-602-50622-0-9 161
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari kelas B1 TK Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya
Padang semester I tahun ajaran 2015/2016. Jumlah anak dalam hasil kemampuan
bercerita dengan menggunakan film Adit dan Sopo Jarwo sebanyak 15 orang.
Setelah diperoleh hasil kemampuan bercerita tersebut, terlihat bahwa nilai
tertinggi yang berhasil dicapai anak adalah 68 dan nilai terendah adalah 52
10
5
0 53,5 57,5 61,5 65,5 69,5
Grafik Data Nilai Pre-test Kelas Eksperimen
Data yang diperoleh dari kelas B2 TK Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya
Padang semester I tahun ajaran 2015/2016. Jumlah anak dalam hasil kemampuan
bercerita dengan menggunakan kegiatan menonton film Diva Series sebanyak 15
orang. Setelah diperoleh hasil kemampuan bercerita tersebut, terlihat bahwa nilai
tertinggi yang berhasil dicapai anak adalah 64 dan nilai terendah adalah 52
10
5
0 53 56 59 62
Grafik Data Nilai Pre-test KelasKontrol
Data diperoleh dari hasil kemampuan bercerita anak pada kelompok B1
(eksperimen) pada semester 1 tahun ajaran 2015/2016. Jumlah anak yang bercerita
menggunakan film Adit dan Sopo Jarwo adalah sebanyak 15 anak. Setelah
diperoleh nilai hasil kemampuan bercerita dengan film Adit dan Sopo Jarwo
tersebut, terlihat bahwa nilai tertinggi yang berhasil dicapai anak adalah nilai 88
dan nilai terendah adalah 64. Data hasil belajar kelompok eksperimen yang
bercerita menggunakan film Adit dan Sopo Jarwo dapat dilihat pada.
6 4
2
0
66 72 77 83 88
ISBN: 978-602-50622-0-9 162
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Grafik Diagram Balok Hasil Kemampuan Bercerita Anak Kelompok
Eksperimen TK Kurnia Asy-Syifa Lubuk Buaya Padang
Data hasil kemampuan bercerita anak yang diperoleh dari kelompok B2
(Kontrol) dengan menggunakanfilm Diva Series yaitu berjumlah 15 anak. Dari
hasil belajar yang dicapai siswa terlihat bahwa nilai tertinggi yang dapat dicapai
adalah 84 dan nilai terendahnya yaitu 60, untuk nilai yang tertinggi dan terendah
dapat dilihat pada.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
62 67 73 78 83
Gambar Diagram Balok Hasil Kemampuan Bercerita Anak
Kelompok Kontrol TK Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang
Tabel Hasil Perhitungan Uji Liliefors Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol (pre-test)
Kelas A X2hitung X2
tabel Kesimpulan
Eksperimen
0,05 0,96 3,841 Homogen Kontrol
Dari tabel terlihat bahwa X2
hitung kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih
kecil dari X2
tabel (X2
hitung <X2
tabel), berarti kelas eksperimen dan kelas kontrol
memiliki varians yang homogen artinya kelas eksperiment dan kontrol memiliki varians yang sama. Untuk lebih jelasnya,
Tabel Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol (pre-test)
Aspek Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
N 15 15
59,2 57,3
SD2 26,02 16,83
Tabel Hasil Perhitungan Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol (pre-test)
No Kelas N Α L0 Lt Keterangan
ISBN: 978-602-50622-0-9 163
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
1 Eksperimen 15 0,05 0,2090 0,220 Normal
2 Kontrol 15 0,05 0,1681 0,220 Normal
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada kelas eksperimen nilai Lhitung
0,2090 lebih kecil dari Ltabel 0,220 untuk α= 0,05. Dengan demikian, nilai
kelompok eksperimen berasal dari data yang berdistribusi normal. Untuk kelas
kontrol, diperoleh Lhitung 0,1681 lebih kecil dari Ltabel 0,220 untuk α= 0,05. Ini
berarti bahwa data kelompok kontrol berasal dari data yang berdistribusi normal.
Tabel Hasil Perhitungan Pengujian dengan t-test
Hasil ttabel
No Kelompok N thitung Keputusan Rata-rata α 0,05
1 Eksperimen 15 59,2 1,086 2,048 Terima H0
2 Kontrol 15 57,3
ttabel untuk taraf nyata α = 0,05 (5%) dengan df sebesar 28 adalah 2,048. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada taraf nyata = 0,05 (5%), thitung lebih kecil dari pada ttabel (1,086
< 2,048).
Untuk menguji hipotesis digunakan t-test. Dari hasil uji hipotesis dengan
menggunakan t-test diperoleh hasil sebagai berikut:
Dilihat pada tabel di atas dengan dk (N1-1) + (N2-1) = 28. Dalam tabel df
untuk taraf nyata α 0,05 didapat harga thitung 1,086, sedangkan ttabel 2,048, maka
dapat dikatakan bahwa hipotesis Ha ditolak atau Ho diterima karena nilai dari
thitung lebih kecil dari pada ttabel. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil pre-test (kemampuan awal) anak di kelas eksperimen dan
kelas kontrol dalam perkembangan bercerita anak.
Pada analisis data post-test uji normalitas kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol diperoleh harga L0 dan Lt pada taraf nyata 0,05 untuk n=15
Tabel Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas KontroL
Kelas Α
Eksperimen
2
hitung
2
table
Kesimpulan
Kontrol 0,05 0,644 3,841 Homogen
ISBN: 978-602-50622-0-9 164
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari Tabel tampak bahwa
2
kelompok eksperimen dan kelompok hitung
2 2 2
kontrol lebih kecil dari tabel ( hitung< tabel), berarti kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol memiliki varians yang homogen.
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas kemudian dilanjutkan dengan
pengujian t-tes, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan
untuk nilai kedua kelompok. Apabila thitung< ttabel berarti terdapat perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dari analisis data penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Dari nilai rata-rata kedua kelompok, menunjukkan bahwa kelompok
eksperimen yang menggunakan Film Adit dan Sopo Jarwo untuk kemampuan
bercerita anak, nilai rata-ratanya sebesar 78,1 dan kelompok kontrol yang
menggunakan film Diva Series untuk kemampuan bercerita anak yaitu sebesar
68,5. Jadi nilai rata-rata di kelas eksperimen “lebih tinggi” dari kelas kontrol di
Taman Kanak-Kanak Kurnia Asy-Syifa Lubuk Buaya Padang. Berdasarkan hasil uji hipotesis didapat thitung>ttabel dimana 3,555> 2,048 yang
dibuktikan dengan taraf signifikan α 0,05 dengan dk (N1-1)+(N2-1)=28, dapat dikatakan bahwa hipotesis Haditerima atau Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang lebih besar antara hasil kemampuan bercerita yang menggunakan film adit sopo jarwo dengan kelas kontrol yang menggunakan film Diva Seriesdi Taman Kanak-kanak Kurnia Asy Syifa Lubuk Buaya Padang.
Selama proses penelitian berlangsung tidak hanya anak yang tertarik dengan
film Adit dan Sopo Jarwo, akan tetapi teman sejawat dan guru-guru juga
tertarik dengan film tersebut. Hal ini dikarenakan film ini sebelumnya tidak
ada digunakan untuk mengembangkan kemampuan bercerita. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka
peneliti mempunyai beberapa saran, yaitu:
Bagi guru, sebaiknya menambah satu media yaitu film kartun untuk
mengembangkan kemampuan bercerita anak agar lebih menarik perhatian anak
serta bisa memupuk rasa senang anak untuk bercerita. Bagi Taman Kanak-Kanak, sebaiknya pihak sekolah Taman Kanak-Kanak
lebih meningkatkan mutu sekolah dengan meningkatkan kemampuan guru
mengembangkan media untuk pembelajaran.
ISBN: 978-602-50622-0-9 165
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN Arifin, Zainal.2011.Evaluasi Pembelajaran.Bandung: Remaja Rodaskarya.
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2010. Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.
Arsyad, Azhar. 2011. Media pembelajaran. Jakarta: Grafindo.
Arsyad, Azhar. 2013. Media pembelajaran. Jakarta: Grafindo.
Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta:
Gaung Persada (GP) Press.
Bachri. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita Di Taman Kanak-kanak, Teknik
dan Prosedurnya. Jakarta : DEPDIKNAS.
Ellyawati,Cucu.2005.Pemilihan dan pengembangan sumber belajar untuk anak
usia dini
Fadlillah, Muhammad.2012.Desain Pembelajaran PAUD.Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media.
Fathoni, Abdurrahman. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hartati, Sri.2009.Media pembelajaran. Padang: UNP Press.
Hurlock, Elizabeth. B. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga.
Jamaris, Martini. 2006. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman
Kanak-kanak Jakarta: Grasindo.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bermain Sambil Belajar dan Mengasah
Kecerdasan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Musfiqon. 2012. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Mustakim, Muh. Nur. 2005. Peranan Cerita Dalam Pembentukkan
Perkembangan Anak TK. Jakarta : DEPDIKNAS.
ISBN: 978-602-50622-0-9 166
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak. Jakarta:
Rineka Cipta.
Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung :
Alfabeta.
Syafril. 2010. Statistika.Padang: SUKABINA.
Santrock, John W. 2010. Life- Span Development. Alih bahasa: Perkembangan
Masa Hidup Jilid 1, oleh Damanik Juda.Jakarta: Erlangga.
Sudjana. Nana dan Ibrahim. 2010. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung
: Sinar Baru Algesindo.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: PT INDEKS.
Suryana, Dadan. 2013. Pendidikan Anak Usia Dini. Padang: UNP.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Pernada
Media Group.
Sutjipto,Bambang.2011.media pembelajaran.Bogor: Ghalia Indonesia.
Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika.
Wikipedia Indonesia. Sejarah Film Adit dan Sopo
Jarwo.https://id.wikipedia.org/wiki/Adit_Sopo_Jarwo.23 Agustus 2014.
ISBN: 978-602-50622-0-9 167
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN METODECOMPUTER AIDED INSTRUCTION (CAI) PADA APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS MULTIMEDIA
Edizal Hatmi29, Noferianto Sitompul30,A.M. Hatuaon Sihite31
Surel: [email protected]
Abstrak Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembelajaran dapat memberikan
pengaruh yang sangat positif, perkembangan teknologi pembelajaran juga
memiliki sifat yang interaktif. Para guru dapat menyulut minat anak-anak
terhadap pembelajaran lewat penyertaan foto-foto, video, danaplikasi
pembelajaran dalam bentuk slide misalnya menggunakan dengan Power
Point.Disamping itu pula perlu adanya sebuah aplikasi tambahan berupa
aplikasi pembelajaran berbasis multimedia yang dirancang menggunakan
konsep metode CAI.Computer Aided Instruction (CAI) merupakan berbagai
ragam informasi dalam cara pembelajaran. Komputer sebagai media akan
lebih banyak membantu siswa menemukan hal-hal baru yang lebih menarik
dibanding dengan cara-cara konvensional yang berpusat pada guru.
Walaupun sudah diketahui bahwa cara-cara belajar dan mengajar, serta
perolehan informasi pembelajaran tiap individu yang berbeda. Banyak
teori-teori belajar yang berupaya menguraikan cara belajar tiap individu.
Kebanyakan teori ini mengidentifikasikan menggunakan alat pelaga
komputer sebagai atribut-atribut pembelajaran.Uraian tentang
pembelajaran tematik, ada orang yang belajar lebih suka dengan membaca,
ada yang lebih baik mendengar, ada juga yang lebih suka belajar melalui
perantara guru. Semua orang mempunyai tingkat berfikir yang berbeda-
beda yang mungkin memotivasi atau sebaliknya mendemotivasi cara
belajar. Seseorang mungkin akan perlu berbantuan komputer untuk
mengakses bahan-bahan pembelajaran supaya belajar menjadi
menyenangkan dan tidak membosankan.
Kata Kunci: Multimedia, Tematik, Computer Aided Instruction (CAI)
PENDAHULUAN Salah satu caramemudahkan penguasaan peserta didik terhadap kompetensi adalah
penerapan teknologi dalam penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran
sebenarnya merupakan alat atau media yang digunakan dalam membantu dan bertugas
dalam suatu pembelajaran.Media pembelajaran membantu pemahaman belajar terhadap
kompetensi yang harus dikuasai, dengan tujuan dapat mempertinggi hasil belajar.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berpengaruh terhadap
perkembangan pembelajaran, dengan dikembangkan pembelajaran yang berbasis
PGSD FIP UNIMED
Manajemen Informatika Stmik Budi Darma Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 168
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
komputer.Komputermerupakan media yang menarik, atraktif dan interaktif.Pembelajaran
melalui komputer memberikan bekal kepada peserta didik berbagai karakter yang
menjadi kekuatan dan kelemahan suatu pembelajaran.
Proses belajar dapat dilakukan dengan banyak cara, baik itu melalui perantara
guru, membaca buku atau pun secara otodidat. Pembelajaran pada awalnya dengan cara
ceramah atau menjelaskan di depan kelas dari pendidik menggunakan bantuan peralatan
papan tulis, kapur, gambar atau model. Pembelajaran memanfaatkan teknologi yang
sederhana seperti Overhead Projector (OHP), slide, atau film. Dengan bantuan tersebut
pendidik merasa terbantu dalam hal waktu, karena tidak perlu menulis dipapan tulis atau
white board.Inti atau rangkuman materi pembelajaran OHP atau slide.Peserta didik dapat
memanfaatkan waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi, diskusi ataupun bertanya
langsung pada siswa lain atau guru yang mengajarnya. Namun proses belajar tersebut
belum cukup untuk memenuhi keingintahuan. Karena pembelajaran oleh perantara guru
terbatas waktunya dan kalau pembelajaran secara otodidak, belum tentu semua user hobi
membaca buku dan harga buku yang terlalu mahal. oleh karena itu diperlukan cara yang
cukup sempurna dalam implementasi.
Karena kelemahan tersebutlah dibutuhkan sebuah aplikasi pembelajaran berbasis
multimedia menggunakan metode CAI yang nantinya membantu para guru dalam
penyampaian materi pembelajaran tematik kepada peserta didik dalam hal ini siswa-siswi
sekolah dasar.
Multimedia pembelajaran dapat diartikan menjadi sebagai sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong proses belajar. multimedia adalah
kombinasi dari komputer dan video (Rosch, 1996) atau Multimedia secara umum
merupakan kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (McCormick 1996) atau
Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data,
media dapat audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar (Turban dkk,
2002) atau Multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis
dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan gambar video.
Computer aided instruction (CAI) menggunakan komputer sebagai satu
bagian integral dari suatu sstem pembelajaran, para peserta didik pada umumnya
terlibat dalam interaksi dua arah dengan computer melalui suatu terminal. CAI
memberikan dampak terhadap bidang pendidikan.Dalam mengani jumlah besar
yang berbagai ragam informasi tentang berbagai tipe dan jenis serta klasifikasi
peserta didik, lembaga pendidikan membutuhkan kemampuan dalam bidang
informasi.
Penelitian yang dilakukan (Wilhelm Wundt, 2001) tentang softwareeducation
design instruction bahwa sebuah media pembelajaran dalam dunia pendidikan harus
mempunyai umpan balik dan siswa harus dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman
yang diperoleh dari media pembelajaran tersebut, serta media pembelajaran ini harus
menyenangkan, indah, dan pengguna tidak mudah bosan, maka untuk setiap media
pembelajaran dengan komputer harus mengedepankan desain tampilan serta desain untuk
materi.
ISBN: 978-602-50622-0-9 169
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pembelajaran tematik merupakan sebagai model pembelajaran memiliki arti
penting dalam membangun kompetensi peserta didik. Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat
memperoleh pengalaman lansung dan terlatih untuk menenmukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajari dan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan
menghubungkan dengan konsep lain yang telah dipahami.
Menurut (Robin dan Linda, 2001) multimedia adalah kombinasi dari
komputer dan video (Rosch, 1996) atau Multimedia secara umum merupakan
kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (McCormick 1996) atau
Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari
data, media dapat audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar
(Turban dkk, 2002) atau Multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan
presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik,
animasi, audio dan gambar video.
Pembelajaran berbasis komputer (CAI) memiliki aspek-aspek yang dapat
meningkatkan efektifitas pembelajaran.komputer dapat secara cepat berinteraksi dengan
individu, menyimpan dan memproses berbagai informasi. Dalam menunjang pencapaian
tujuan pembelajaran komputer yang disusun dengan program yang bermacam-macam tipe
terminal dapat mengontrol interaksi belajar mandiri untuk mempelajari informasi yang
disajikan.komputer dapat secara langsungdigunakan untuk menyampaikan materi
pelajaran siswa, memberikan latihan dan memberikan tes kemajuan siswa (Hamalik,
2003).
CAI adalah salah satu metode pengajaran yang digunakan untuk membantu
pengajar dalam mengajarkan materi secara interaktif dalam sebuah program tutorial
dengan menggunakan suatu aplikasi komputer.Ada pun ciri-ciri sistem CAI yaitu:
Pelajar dapat mengakses materi ajar : Tanpa dibatasi waktu Tanpa dibatasi ruang dan tempat
Dukungan komunikasi Sinkron Asinkron Dapat direkam
Jenis materi ajar Multimedia (teks, gambar, audio, video dan animasi)
Paradigma pendidikan “Learning-Oeriented” Asumsi : setiap pelajar ingin belajar dengan sebaik-baiknya Pelajar akan secara aktif terlibat dalam membangun pengetahuan dn
mengaitkannya dengan apa-apa yang telah diketahuinya atau dia alaminya.
Prinsip Pengembangan Program Computer Aided Instruction (CAI). Pada
prinsipnya langkah pertama dalam mengembangkan program CAI adalah menentukan
metode apa yang akan digunakan penentuan metode ini tergantung dari jenis mata
pelajaran itu sendiri, level kognitif yang akan dicapai, dan macam kegiatan belajar.
Metode CAI dibedakan menjadi lima jenis, yaitu : tutorial, latihan dan praktek,
pemecahan masalah, simulasi, dan permainan (Budiarjo, 1991)
ISBN: 978-602-50622-0-9 170
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tutorial Tutorial memakai teori dan strategi pembelajaran dengan memberikan materi,
pertanyaan, contoh : latihan dan kuis agar murid dapat menyelesaikan suatu masalah,
tujuannya adalah membuat siswa memahami suatu konsep/materi yang baku. Akan
tetapi system ini disertai dengan modul remedial maka bila gagal, siswa akan
diberikan remedia terhadap topic yang salah saja. Latihan dan Praktek
latihan dan praktek merupakan metode pengajaran yang dilakukan dengan
memberikan latihan yang berulang- ulang, tujuannya yaitu siswa akan lebih terampil,
cepat, dan tepat dalam melakukan suatu keterampilan Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-
soal, lalu diminta pemecahannya, tujuannya menganalisis masalah dan memecahkan
masalah tersebut. Simulasi
Proses simulasi biasanya digunakan untuk mengajarkan proses atau konsep yang
tidak secara mudah dapat dilihat (abstrak), seperti bagaimana bekerjanya suatu proses
ekonomi, atau bagaimana hubungan antara supply and demand terhadap harga. Permainan
Materi dari permainan merupakan hal yang ingin diajarkan, sekaligus juga berperan
sebagai motivator. Pendekatan motivasi dapat dibedakan seperti motivasi intrinsic
tidak ada reword diluar atau tanpa reword seperti ”point” misalnya siswa
menyenangi permainan tersebut.
METODE PENELITIAN Rancangan
Sebelum merancang sebuah sistem, perlu dilakukan analisa terlebih dahulu
terhadap permasalahan yang akan diselesaikan. Analisa perancangan adalah proses
menentukan kebutuhan sistem, apa yang harus dilakukan sistem untuk memenuhi
kebutuhan klien (user). Dengan adanya analisa perancangan, sistem yang dirancang akan
lebih baik dan memudahkan pengembang sistem dalam perbaikan apabila pada kemudian
hari ditemukan kesalahan atau kekurangan. Pada bab ini akan dijelaskan lebih lanjut
tentang perancangan aplikasi media pembelajaran dan bagaimana menerapkan metode
Computer Aided Instruction (CAI)dalam aplikasi media pembelajaran temamik.
Proses pembelajaran di lembaga pendidikan selalu dilakukan berdasarkan pada
silabus kurikulum dan Rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun dan
diatur pada setiap jadwal pelaksanannya. Silabus sebagai sebuah rencana pembelajaran
pada suatu kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang telah mencakup standar
kompotensi, kompotensi dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaian kompotensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber
belajar.merupakan perkiraan atau proyeksi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan
pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. RPP menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompotensi dasar yang diterapkan
dalam standar isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
ISBN: 978-602-50622-0-9 171
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pelaksaan proses pembelajaran tematik kelas 3 SD yang merupakan salah satu
mata pelajaran pokok yang termasuk dalam rumpun perhitungan dan juga mengikuti
pokok-pokok materi yang telah disusun dalam silabus kurikulum pembelajaran tematik.
Materi-materi pokok pembelajaran khususnya mata pelajaran tematik telah disusun
sedemikian rupa serta disesuaikan dengan alokasi waktu yang dibutuhkan selama
pelaksanaan pengajaran dalam semester berjalan.
Keterbatasan alokasi waktu, sumber pembelajaran, dan jarak dalam proses
pembelajaran menimbulkan kurang efektifnya proses pembelajaran yang sudah ada,
dimana waktu pembelajaran disekolah yang terbatas, dan keterbatasan jarak yang
membatasi peserta didik untuk belajar lebih, kerena telah terjadwalnya proses belajar
mengajar disekolah sehingga tercapainya kompotensi dasar sesuai yang telah diterapkan
di dalam silabus kurikulum tidak didapatkan. Oleh karena keterbatasan tersebut, maka
pembelajaran yang sudah ada disekolah harus ditambah dengan pembelajaran berbantuan
kompuetr dengan menggunakan computer aided instruction (CAI).
Perancangan aplikasi yang akan dibangun merupakan perangkat lunak media
pembelajaran tematik yang mempu memberikan pembelajaran materi-materi tentang
tematik pada tahap analisa dilakukan materi pembelajaran khususnya materi tematik.
Hasil dari analisa digunakan sebagai acuan dalam menyusun spesifikasi yang diperlukan
dalam aplikasi pembelajaran tematik.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil yang diharapkan dalam penerapan metode CAI dalam pembuatan aplikasi
pembelajaran berbasis multimedia berupa tahapan menu aplikasi seperti :
Tutorial Bagian totarial dalam aplikasi media pembelajaran ini menyajikan materi-materi
yang merupakan kumpulan topik-topik tematik.Pada program ini memberi kesempatan
untuk menambah materi pelajaran yang telah dipelajari atau pun yang belum dipelajari
sesuai dengan kurikulum yang ada.Tutorial memberikan layar bantuan untuk memberikan
keterangan tentang media pembelajaran. Tutorial memakai teori dan trategi mempelajaran
dengan memberikan materi, agar siswa dapat menyelesaikan suatu masalah dan
memahami suatu konsep atau materi yang baku.
Model tutorial adalah salah satu jenis metode pembelajaran yang memuat
penjelasan, rumus, prinsip, bagan, tabel, defenisi istilah, dan latihan yang sesuai.Dalam
interaksi tutorial ini informasi yang disajikan sangat komunikatif, seakan-akan ada tutor
yang mendampingi siswa dan memberikan arahan secara lansung pada siswa. Sehingga
model tutorial sangat efektif untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar pada
mata pelajaran elektonika. Maka untuk mengembangkan model tutorial ini kedalam
pembelajaran tematik dibutuhkan soal-soal latihan.Soal-soal latihan bertujuan untuk
membantu siswa memperdalam penguasaan tentang isi pembelajaran disamping untuk
mengatahui sejauh mana tujuan khusus pembelajaran yang telah dicapai.Soal-soal latihan
ini disertai umpan balek yang dapat memberikan penilaian langsung pada kemampuan
siswa diserta penjelasan perlunya dilakukan pengulangan kembali terhadap materi yang
dipelajari.
Sasaran dari model tutorial adalah dapat mengatur kecepatan persentasi sesuai
dengan kebutuhan belajar siswa.Dengan menggunakan teknik percabangan dan interaktif,
ISBN: 978-602-50622-0-9 172
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
CAI tutorial dapat memberikan intruksi tambahan bagi siswa yang membutuhkannya dan
memperkenankan setiap siswa untuk dapat menyelesaiakan pembelajaran materi ajar
dengan cepat.
Adapun langkah-langkah dalam model tutorial adalah sebagai berikut :
Pengenalan (introduction) yaitu pengenalan terhadap aplikasi tersebut Penyajian informasi (presentation of information) yaitu penyajian informasi bagi
pengguna dalam bentuk materi pembelajaran menggunakan aplikasi tersebut
Pertanyaan dan respon (question and responses) yaitu memberi pertanyaan
kemudian aplikasi memberi respon yang berbentuk keterangan dan penilaian
(scorring) Penilaian respon (judging reponses) yaitu memberi penilaian (scorring) Pemberian feedback tentang respon (providing feedback about reponses), setelah
pengguna mendapat keterangan atas hasil yang diproleh dalam menjawab pertanyaan
dan respon yang diberi maka aplikasi memberi feedback dalam bentuk saran untuk
pengguna
Pembetulan (remedation) yaitu pembetulan dapat dilakukan setalah pengguna
pembuka kunci jawaban Penutup (clossing) artinya aplikasi selesai di jalankan
Adapun contoh tutorial dalam aplikasi pembelajaran ini adalah diuraikan sebagai
berikut :
Materi tentang cara menghitung untuk anak didik kelas 3 SD. Kolam ujang terletak dibelekang rumah, kolam ujang berbentuk persegi panjang.
Kolam itu diberi nama kolam ABCD.
Panjang AB sama dengan panjang CD.
Panjang AB = 6 meter. Jadi, panjang CD = 6 meter.
Lebar BC sama dengan lebar AD.
Lebar BC = 4 meter Jadi lebar AD = 4 meter Ujang ingin menghitung keliling kolam. Keliling kolam ABCD adalah jumlah dari keempat sisi-sisinya. Keliling persegi panjang ABCD = panjang AB + panjang BC + panjang CD +
panjang AD 6 + 4 + 6 + 4 20 m
Keliling persegi panjang = (2 x sisi panjang) + (2 x sisi lebar) (2 x panjang + lebar)
ISBN: 978-602-50622-0-9 173
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Ā ЀĀ ȀĀ⸀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ ЀĀ Ȁ ⸀Ā ЀĀ ĀĀĀ ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ 2
(panjang + lebar) Keliling persegi panjang = 2x (panjang + lebar)
Luas persegi panjang = panjang x lebar
Pembelajaran tematik terbagi menjadi 4 mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia,
IPS, PKN, dan Matematika yaitu sebagai berikut : a. Pelajaran Bahasa Indonesia
Memahami teks dengan membaca nyaring, membaca intensif, dengan membaca
hasil diskusi di depan kelas secara bergantian.
Mengungkapkan pikiran, perasaan, pengalaman, dan petunjuk dengan bercerita
dan memberikan tanggapan/saran. 1.1 Membaca nyaring dengan intonasi dan lafal yang tepat.
1.2Membahas masalah dengan kalimat yang runtut. Pelajaran IPS
Zaman dahulu orang belum menggunakan uang sebagai alat tukar.Namun,
mereka menukarkan barang dengan barang. Cara seperti ini disebut barter.
Uang yang beredar dimasyarakat adalah uang kartal dan uang giral.Uang kartal
yaitu uang dalam bentuk kertas dan logam yang kita gunakan sehari-hari.Uang
giral yaitu uang dalam bentuk surat-surat berharga.Uang digunakan sebagai alat
pembayaran barang dan jasa.Maka itu, kita harus dapat mengelola uang dengan
baik. Manfaat mengelola uang dengan baik sebagai berikut : ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ M
engetahui pemasukan dan mengatur pengeluaran ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ H
idup tidak boros ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ T
erbiasa menabung ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ K
ebutuhan bias terpenuhi ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ H
idup lebih terencana dan terarah ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ȁ Ā Ȁ ⤀Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ Ā ⸀ D
apat membedakan kebutuhan penting dan tidak penting Pelajaran PKN
Negara kesatuan Republik Indonesia sangat besar dan luas.Negara kita terdiri
atas ribuan pulau.Penduduk yang tersebar di berbagai pulau sangat
beragam.Keragaman itu meliputi adat istadat, agama, maupun bangsa.Namun
berkat semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetep
satu jua, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar.
Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang sangat banyak.Dengan bentangan
laut yang sangat luas, Indonesia kaya dengan sumber daya hutan, perkebunan,
dan perternakan. Salah satu kebanggaan bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia terkenal
dengan keramahtamahannya. Keramahtamahan tersebut dapat dilihat pada
poenduduknya yang selalu menghargai dan menghormati adat istiadat suku
atau bangsa lain. Pelajaran Matematika
Keliling persegi panjang = 2 (p + l)
Luas persegi panjang = p x l
Keliling persegi = 4 x sisi Luas persegi = sisi x sisi
ISBN: 978-602-50622-0-9 174
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Latihan Dan Praktek Latihan dan praktek merupakan metode pengajaran yang dilakukan dengan
memberikan latihan, tujuannya yaitu siswa akan lebih terampil, cepat, dan tepat dalam
melakukan suatu keterampilan. Adapun tahapan dalam model latihan dan praktek adalah
sebagai berikut :
Penyajian masalah-masalah dalam bentuk latihan soal-soal pada tingkat tertentu
penampilan siswa. Soal-soal yang disajikan adalah soal-soal yang berhubungan
yang telah dipelajari pada materi sebelumya. Siswa pengerjakan soal-soal latihan Program merekam atau menyimpan hasil jawaban siswa, mengevaluasi kemudian
memberi umpan balik
Jika jawaban yang diberikan siswa benar, program akan menyajikan materi
selanjutnya, dan jika jawaban siswa salah program menyediakan fasilitas untuk
mengukangi latihan atau remediation, yang dapat diberikann secara parsial atau
pada akhir keseluruhan soal.
Contoh isi dari latihan dan parktek adalah : Pilihan ganda
Setrika mengubah energy listrik menjadi energy… Gerak Panas Cahaya Bunyi
Gambar bangun datar disamping disebut …. Persegi Persegi panjang Segitiga Lingkaran
Kebhineka bangsa Indonesia merupakan anugrah dari … Orang tua Pemerintah Masyarakat Tuhan Yang Maha Esa
Pembahasan Computer aided instruction (CAI) adalah salah satu metode pengajaran yang
digunakan untuk membantu pengajar dalam mengajarkan materi secara interaktif dalam
aplikasi komputer. Pemakai dapat berinteraksi melalui alat-alat input, seperti keyboard
atau penekanan tombol dengan menggunakan mouse, yang hasilnya dapat ditampilkan
melalui layar monitor dan printer. Metode CAI dibedakan menjadi lima jenis, yaitu
tutorial, latihan, pemecahan masalah, video dan permainan mengenai tematik dengan
tujuan agar dapat menambah pemahaman para siswa tentang materi yang dipelajari.
ISBN: 978-602-50622-0-9 175
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tutorial Tutorial yang ditawarkan dalam perancangan aplikasi pembelajaran tematik dengan
topik tematik berupa langkah-langkah dalam proses penjelasan secara teoritis tentang
tematik. Praktek dan latihan (drill and practice)
Praktek yang ditawarkan aplikasi pembelajaran tematik berupa penyelesaian latihan-
latihan berupa soal-soal yang dapat diselesaikan langsung maupun melihat contoh
penyelesaian yang disajikan (pemecahan masalah). Setelah mengerjakan soal, user
dapat menginputkan jawaban yang kemudian akan di koreksi oleh sistem dan
memberikan informasi kebenaran jawaban dan nilai para siswa. Pemecahan masalah (problem solving)
Pemecahan masalah yang ditawarkan dalam aplikasi pembelajaran tematik berupa
materi-materi soal tambahan yang memudahkan para siswa untuk lebih memahami
jawaban yang diharapkan tentang materi-materi yang berhubungan dengan tematik. Video Permainan
Aplikasi media pembelajaran tematik dirancang menggunakan dengan aplikasi
Macromedia Flash 8.0, dimana untuk merancang arsitektur interface dan mengetik listing
program dilakukan pada interface Macromedia Flash 8.0 dan action script software
tersebut.Aplikasi media pembelajaran tematik yang dirancang dengan menerapkan
metode Computer Aided Instruction (CAI) pada penyampaian materi mengajar, dimana
dengan metode ini peserta didik diharapkan dapat melakukan intraksi yang lebih
interaktif dengan aplikasi yang dibangun.Berikut hasil dari implementasi program
keseluruhan yang telah dirancang.
Tampilan Menu Utama Frame yang pertama ditampilkan ketika aplikasi dijalankan adalah frame menu
utama, dimana didalam frame ini akan disajikan beberapa menu pilihan yang dapat
diakses oleh para pengguna. Menu pilihan yang disediakan adalah Menu Tutorial, Menu
Latihan, Menu Pemecahan Masalah, Menu Vidio, Menu permainan dan Menu Keluar.
Tampilan frame menu utama dapat dilihat pada gambar 1.dibawah ini.
VIDEO
Gambar Tampilan menu utama
Menu Latihan
Pada menu latihan ini menampilkan soal materi pembelajaran tematik, jika pada
frame menu latihan user memilih pilihan ganda maka frame yang akn ditampilkan
sebagai berikut. Menu pilihan ganda dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
ISBN: 978-602-50622-0-9 176
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Gambar Menu latihan
Setelah mengklik menu latihan pilihan ganda, maka akan muncul sejumlah soal
dalam media pembelajaran ini, dan soal latihan pilihan ganda menggunakan waktu
otomatik, maka aplikasi akan menampilkan nilai seperti gambar 3.dibawah ini.
Gambar Pilhan ganda
Pada frame nilai user dapat mengulangi untuk menjawab soal dengan mengklik
tombol ulang atau kembali ke menu pilihan latihan pilihan ganda. Jika pada menu latihan
essay akan terdapat soal-soal latihan pada gambar dibawah ini dan jawaban benar atau
salah bisa langsung dicek.
Gambar Latihan essay
ISBN: 978-602-50622-0-9 177
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Menu Pemecehan Masalah User dapat memilih tombol pemecahan masalah untuk menyelesaiakan soal
latihan tematik SD kelas 3. Sedangkan tombol ke menu back berfungsi untuk kembali ke
frame menu utama. Tombol pemecahan masalah dapat dilihat pada gambar 5dibawah ini.
Gambar 5. Pemecahan masalah
Untuk dapat memilih tombol back untuk menutup frame pemecahan masalah dan kembali
ke menu utama.
Menu Video Pada frame ini akan menampilkan vidio pembelajaran tematik, pada frame vidio
dapat dilihat pada gambar 6.Dibawah ini
VIDEO TEMATIK…..
Gambar Video tematik
Untuk dapat memilih tombol back untuk menutup frame vidio dan kembali ke menu
utama.
Menu Permainan
Pada frame ini akan menampilkan permainan tebak gambar pembelajaran
tematik, pada frame permainan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
ISBN: 978-602-50622-0-9 178
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Gambar Permainan tebak gambar
Untuk dapat memilih tombol back untuk menutup frame permainan dan kembali
ke menu utama.
Tutorial
Pada frame ini akan menampilkan tutorial gambar pembelajaran tematik, pada
frame permainan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar Tutorial
SIMPULAN Adapun yang menjadi kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
Penerapan metode CAI sebagai salah satu metode pembelajaran yang berbasis
komputer mampu digunakan sebagai alat pendukung pencapaian buku panduan yang
telah disusun, dan metode CAI melalui aplikasi media pembelajaran yang berbasis
ISBN: 978-602-50622-0-9 179
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
komputer dapat memberikan penekanan yang efektif dan memakai durasi waktu yang
singkat.
Perancangan aplikasi pembelajaran tematik menggunakan Macromedia flash 8.0
yang menggunakan animasi dan suara, dibandingkan menggunakan buku panduan
yang hanya membaca dan mendengar penjelasan dari guru.
DAFTAR RUJUKAN
Iru La, dkk.2012. Analisis Penerapan, Pendekatan, Metode, Strategi & model-model
pembelajaran.
Jogiyanto, 2005.Sistem Informasi.
Sugiarti, Yuni, 2012. Analisis & Perancangan UML (Unified Modeling Language). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supardi, dkk. 2007. Mari Belajar Tematik Berkarakter Kebangsaan. Jateng: CV Usaha
Makmur.
http://www.metodecomputeraidedinstruction(CAI), Hamalik 2003. Jurnal CAI USU. http://www.macromediaflash-8.html, 2013. Tampilan menu bar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 180
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGANMENGGUNAKAN MODELPEMBELAJARANPICTURE AND PICTURE DALAM MATA
PELAJARAN IPA PADA POKOK BAHASAN SISTEM PENCERNAAN
MANUSIA DI KELAS V SD NEGERI 045964 BULUH BELANGKE
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Syahfitriani Br Ginting32
, Maria MelfaSimanjuntak33
, danNina
JunisaSianipar34
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Masalah dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
pembelajaranbelum maksimalnya hasil belajar siswa pada pokok
bahasan sistem pencernaan manusia di kelas V SD. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan dan hasil belajar
siswa.Lokasi penelitian ini adalah SD Negeri 045964 Buluh Belangke.
Yang menjadi subjeknya adalah siswa kelas V yang berjumlah 21
orang siswa. Objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil
belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran picture and
picture dalam mata pelajaran IPA pada pokok bahasan sistem
pencernaan manusia di kelas V. Lembar observasi dan tes yang
digunakan adalah berbentuk pilihan berganda.Berdasarakan hasil
penelitian di siklus II pelaksanaan pembelajaran IPA, diperoleh
aktivitas guru dengan hasil yang diperoleh 77% dan aktivitas siswa
dengan nilai siswa 82 tergolong kategori baik. Sementara itu, dari 21
orang siswa terdapat 18 orang siswa yang memperoleh nilai ≥ 70
secara klasikal terdapat 85,71% siswa tuntas belajar dan 14,29%
siswa tidak tuntas belajar dengan rata-rata 76,19.Berdasarkan
analisis hasil penelitian diperoleh pelaksanaan pembelajaran dan
hasil belajar berkategori baik. Dengan demikian pembelajaran
melalui model pembelajaran Picture and Picture dalam mata
pelajaran IPA pada pokok bahasan sistem pencernaan manusia di
kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke telah meningkat.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Picture and Picture
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
Pascasarjana Prodi Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan.
Pascasarjana Prodi Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan.
Pascasarjana Prodi Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 181
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
IPA merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan perkembangan budi daya
manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan
penguasaan ilmu alam yang kuat sejak dini. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
merupakan dasar dari penerapan konsep Ilmu Alam pada jenjang berikutnya.
Konsekuensinya dalam pelaksanaan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar harus
mampu menata dan meletakkan dasar penalaran siswa yang dapat membantu
menjelaskan, menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari - hari dan
kemampuan berkomunikasi dengan alam sekitar serta lebih mengembangkan
sikap logis, kritis, cermat, terbuka, optimis, dan menghargai alam sekitarnya.
Dalam pembelajaran IPA siswa diharapkan memiliki hasil belajar yang
maksimal. Dalam hal ini guru bukan hanya sebagai pemberi pengetahuan saja
kepada siswa, akan tetapi seorang guru harus mampu mengelola pembelajaran
dengan baik yaitu menggunakan model pembelajaran yang bervariasi,
menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran, sebagai fasilitator
dan motivator dalam proses pembelajaran, sehingga siswa akan lebih aktif dan
termotivasi dalam proses pembelajaran.
Pada kenyataannya berdasarkan informasi dari guru kelas SD Negeri
045964 BuluhBelangke, pembelajaran IPA gaya belajar siswa diarahkan pada
penguasaan materi pelajaran, materi yang di sampaikan guru dalam melaksanakan
pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran yang kurang bervariasi,
kurangnya menggunakan media pembelajaran pada saat kegiatan belajar
mengajar, guru kurang memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa
kurang aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
kenyataan bahwa sebagian siswa yang memiliki nilai berkategori kurangbaik
berdasarkan hasil tes.
Dari masalah yang dikemukakan di atas, perlu dicari model pembelajaran
baru yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan
kompetensi yang berpusat pada siswa, memberikan pembelajaran dan pengalaman
belajar secara relevan dan kontekstual dalam kehidupan yang nyata dan
pengembangan mental yang kaya dan kuat pada diri siswa.
Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang
mampu mengembangkan kompetensi siswa, baik ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan sangat diperlukan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPA. Dalam hal ini peneliti
memilih model pembelajaran yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi
ISBN: 978-602-50622-0-9 182
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimalyaitu
modelpembelajaranPicture and Picture.
Berdasarkan pemikiran di atas, pertanyaan yang mendasar adalah apakah
dengan menggunakan modelpembelajaranPicture and picture dapat meningkatkan
hasil belajar siswa?. Hal ini perlu dikaji melalui penelitian ilmiah. Inilah yang
mendorong penulis melakukan penelitian yang
berjudul“MeningkatkanHasilBelajarSiswadenganMenggunakan Model
Pembelajaran Picture and Picture dalam Mata Pelajaran IPA padaPokok
BahasanSistemPencernaanManusia di Kelas V SD Negeri 045964 BuluhBelangke
Tahun Pelajaran 2014/2015”
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 045964 Buluh BelangkeTahun
Pelajaran 2014/2015.Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD
Negeri 045964 BuluhBelangke yang berjumlah 21 siswa. Yang terdiri dari 10
laki-laki dan 11 perempuan. Pada penelitian ini, objek penelitian adalah
meningkat hasil belajar siswa dalam mata IPA pada pokok bahasan sistem
pencernaan manusia di kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun
Pelajaran 2014/2015 dengan model pembelajaran Picture and Picture.
Penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
tujuannya untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas.
Melalui Penelitian Tindakan Kelas, kelemahan-kelemahan dan masalah-masalah
yang terjadi pada proses pembelajaran dan hasil belajar akan lebih mudah untuk
diidenttifikasi. Selain itu, melalui Penelitian Tindakan Kelas solusi dari masalah
dan kelemahan tersebut akan lebih mudah untuk ditemukan.
Desain penelitian tindakan kelas berupa refleksi awal dan observasi untuk
mengidentifikasikan permasalahan yang terjadi di kelas, dilanjutkan dengan
pelaksanaan PTK selama dua siklus. Desain penelitian yang digunakan menurut
Suharsimi Arikunto,dkk (2012:16) untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar
di bawah ini:
ISBN: 978-602-50622-0-9 183
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
?
Gambar Desain Penelitian Tindakan Kelas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun
Pelajaran 2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 2 jam pelajaran dan
dilakukan sebanyak 2 siklus. Pada pelaksanaan siklus I kegiatan yang dilakukan
adalah kegiatan awal yaitu membuka pelajaran dengan memberikan salam dan
apersepsi. Pada kegiatan inti gurumengelompokkansiswamenjadi 4 kelompok.
Masing-masingkelompokterdiridari 5 sampai 6 orang, gurumemberikaninformasi,
tujuanpembelajarandanmemotivasisiswa, gurumenjelaskan pokok
bahasansistempencernaanmanusiadisertaidenganmenunjukkan gambar sistem
pencernaan manusiasebagaipengantaruntukmemusatkanperhatiansiswa, gurumembagikangambarpadamasing-
masingkelompokuntukdidiskusikansiswasertamengurutkannyasesuaidenganmateri
ajar. Gurumenunjukkelompoksecarabergantianmaju ke depan kelasmasing-
masingkelompokuntuk menunjukkan gambar-gambaryang telah ditempelkan di
karton yang telahdisediakansertamengemukakanalasanurutangambartersebut,
gurumemberikankesempatanpadasiswauntukbertanyatentanghal yang
belumdipahaminya, dan Mengajak siswa untuk merangkum materi yang telah
dipelajari, serta melakukan evaluasi belajar, berupa tes yaitu pilihan berganda.
Pada siklus II dilaksanakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan difokuskan
pada penyelesaian masalah yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran siklus I
yaitu memperbaiki aktivitas mengajar dengan menambahkan aktivitas kelompok
dan menggunakan model pembelajaran Picture and Picturepada pokok bahasan
Sistem Pencernaan Manusia.
Deskripsi Data Hasil Penelitian Berdasarkan tahapan pengumpulan data yang dilakukan, data hasil penelitian
yang didapat yaitu:(1) hasil observasi aktivitas siswa siklus I dan II, (2)
ISBN: 978-602-50622-0-9 184
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ketuntasan hasil belajar siswa siklus I dan II, (3) rata-rata nilai hasil belajar siswa
siklus I dan siklus II. Uraian data tersebut sebagai berikut:
1. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Peningkatan hasil observasi aktivitas siswa siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II
Siklus Total Skor Nilai Kategori
I 31 62 Cukup
II 41 82 Baik
2. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Untuk mengetahui perubahan peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari
siklus I ke siklus II dapat dilihat pada diagram berikut ini:
20
18
18
16
13
14
Siswa Tuntas Belajar 12
10 8
8
Siswa Tidak Tuntas
6
Belajar 3
4
2
0
Siklus I Siklus II
Kemudian untuk melihat hasil peningkatan pembelajaran yang diperoleh siswa
dari Siklus I ke Siklus II dapat dilihat pada diagram berikut ini:
ISBN: 978-602-50622-0-9 185
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
80 63,33
60
40
20
0
76,19
Siklus I Siklus II
SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan di
kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun Pelajaran 2014/2015 dapat
disimpulkan:
Pelaksanaan pembelajaran melalui Model Pembelajaran Picture and Picture
dalam Mata Pelajaran IPA pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Manusia
di Kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun Pelajaran 2014/2015
telah berkategori baik. Hasil belajar siswa meningkat melalui Model Pembelajaran Picture and
Picture dalam Mata Pelajaran IPA pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan
Manusia di Kelas V SD Negeri 045964 Buluh Belangke Tahun Pelajaran
2014/2015 dan tuntas secara klasikal.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: BumiAksara.
Aqib, Zainal, dkk. 2011. PTK untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama
Widya.
Ekawarna. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada.
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-picture-and-
picture.html.
http://cumanulisaja.blogspot.com/2012/10/hakekat-pembelajaran-ipa-di-sd.html.
http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/01/sistem-pencernaan-manusia.html.
ISBN: 978-602-50622-0-9 186
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Istarani. 2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Presido.
Jurnalbidaniah.blogspot.com/2012/04/model-picture-and-picture.html.
Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin:
Aswaja Presido.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.
Sahertian, A. Piet. 2010. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: TARSITO BANDUNG.
Tritanto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif
Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Surabaya: Kencana.
ISBN: 978-602-50622-0-9 187
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
KARYA ILMIAH SEBAGAI PENGEMBANGAN
KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN
SPIRITUAL GURU MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU
Rizqa Jauhiratul Umma35
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan yang bermutu sebagai suatu proses dan hasil pendidikan akan
menghasilkan manusia-manusia cakap yang dibutuhkan dalam proses pembangunan. Salah satu kontribusi terwujudnya pendidikan yang bermutu
adalah guru yang profesional. Menyadari peran penting guru dan
berkembangnya tuntutan pofesionalitas guru di abad 21, pemerintah
menetapkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk peningkatan mutu
guru. Pengembangan profesi guru ini ditandai dengan kemampuan atau
kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kemampuan menulis karya
ilmiah. Keterampilan ini berkaitan dengan kecerdasan intelektual, emosional
serta spiritual dalam menciptakan hasil pembelajaran yang optimal,
memilikikepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, memiliki wawasan
intelektual danberpikiran maju, serta tidak pernah merasa puas dengan ilmu
yang ada padanya. Ketiga kecerdasan ini merupakan faktor penting yang
harus dimiliki pendidik dalam pengembangan karya ilmiah untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Kata Kunci: karya ilmiah, profesional, kecerdasan
PENDAHULUAN
Secara historis, kebangkitan bangsa Indonesia pertama kalinya digaungkan
pada hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian lahirlah
generasi yang mengisi pembangunan. Saat ini, 30 tahun lagi Indonesia akan
menuju kebangkitan kedua, yaitu 100 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2045.
Inilah yang melatarbelakangi kebangkitan generasi emas. Inilah saat yang tepat
bagi pendidikan untuk berperan menciptakan generasi emas Indonesia, dan
momentum yang sangat tepat bagi para pemangku kepentingan pendidikan untuk
menata dengan sebaik-baiknya pendidikan berkualitas.
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan
suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan
konstitusi serta sarana dalam membangun karakter bangsa (nation character
building). Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang
cerdas pula dan secara progresif akan membentuk kemandirian suatu bangsa.
Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 188
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Masyarakat yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang keluar dari
krisis multidimensi dan persiapan untuk menghadapi persaingan global. Sonhadji
(2013: 92-93) menyatakan, bahwa “pendidikan memiliki peran yang besar dalam
pembangunan suatu bangsa, antara lain dalam pembentukan wawasan
kebangsaan, pertumbuhan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan dan
tekologi, penyiapan tenaga kerja, serta peningkatan etika dan moralitas”.
Pendidikan dapat dikatakan sebagai modal yang sangat penting bagi
kemajuan suatu bangsa. Soetopo (2012:3) menyatakan, bahwa:
Sementara itu pendidikan menjadi kunci untuk melandasi perubahan ke
arah lebih baik lagi. Pendidikan tentu saja masih dipercaya menjadi gerbong
perbaikan kualitas bangsa ini. Perubahan suatu bangsa banyak ditentukan oleh
sektor pendidikan, sudah banyak contoh suatu bangsa-negara maju karena
pendidikannya.
Oleh karena itu, agar Bangsa Indonesia dapat bersaing secara global, tidak
ada jalan lain kecuali meningkatkan kualitas SDM melalui penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas dan akuntabel (Sonhadji, 2013:111). Rumusan mutu
pendidikan bersifat dinamis dan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Mutu
pendidikan harus diupayakan untuk mencapai kemajuan yang dilandasi oleh
perubahan terencana (Sagala, 2009). Adapun Rugaiyah (2012:454) menyatakan
“pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu memberikan kepuasan
bahkan melampaui keinginan dan kebutuhan stakeholder pendidikan”. Sementara
itu Unesco (2005) menjelaskan bahwa mutu pendidikan merupakan konsep
dinamis yang berubah dan berkembang sesuai dengan waktu dan perubahan di
dalam konteks sosial, ekonomi, dan lingkungan di tempat yang bersangkutan.
Pendidikan yang bermutu mempunyai makna sebagai suatu proses dan
hasil pendidikan secara keseluruhan. Proses pendidikan merupakan interaksi
antara manusia (dalam hal ini peserta didik) dengan lingkungannya, oleh sebab itu
proses pendidikan diarahkan pada pengembangan potensi peserta didik seoptimal
mungkin , agar ia dapat menyumbangkan kemampuannya (Tilaar, 2010).
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai faktor yang
saling terkait. Surya (2007) menyatakan pendidikan yang bermutu bukan terletak
pada besar atau kecilnya sekolah, negeri atau swasta, kaya atau miskin, permanen
atau tidak, di kota atau di desa, gratis atau membayar, fasilitas yang “wah dan
keren”, guru sarjana atau bukan, berpakaian seragam atau tidak. Melainkan faktor-
faktor yang menentukan kualitas proses pendidikan suatu sekolah adalah terletak
pada unsur-unsur dinamis yang ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya
sebagai suatu kesatuan sistem.
ISBN: 978-602-50622-0-9 189
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Guru merupakan salah satu unsur dinamis di dalam sekolah sebagai pelaku
terdepan dalam pelaksanaan pendidikan di tingkat institusional dan instruksional.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru
(pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi
objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan
pendidikan, yaitu : (1) perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan
pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4) implementasi kurikulum 2013 dengan
segala dinamikanya.
Dalam buku Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), diungkapkan
bahwa “Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan
peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa …tidaklah berlebihan
kalau dikatakan bahwa masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian
besar ditentukan oleh guru. Oleh sebab itu, profesi guru perlu dikembangkan
secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan fungsional guru”.
Melalui pendidikan akan dihasilkan manusia-manusia cakap yang
dibutuhkan dalam proses pembangunan. Hasil penelitian Heyneman dan Loxley
(dalam Supriadi, 1999) di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai
masukan (inputs) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh
prestasi belajar siswa), ditentukan oleh guru. Peranan guru sangatlah penting
dalam keterbatasan segala hal di bidang pendidikan bagi negara-negara
berkembang. Hasil penelitian berikutnya terbukti pada 16 negara berkembang
guru memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar siswa sebesar 34%,
sedangkan manajemen sekolah 22%, waktu belajar siswa 18%, dan sarana fisik
sekolah sebesar 26%. Sedangkan 13 negara industri kontribusi guru adalah 36%,
manajemen sekolah 23%^, waktu belajar 22%, dan sarana fisik sekolah 19%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tampaklah jelas bahawa guru memegang
peran yang sangat penting dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Menurut UU RI. No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan pada pasal 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu hal yang akan menjadi titik perhatian kita semua adalah
"bagaimana merancang guru masa depan yang menjanjikan". Guru masa depan
adalah guru yang memiliki kemampuan intelektual, kemampuan emosional serta
spiritual dan memiliki ketrampilan yang dapat menciptakan hasil pembelajaran
ISBN: 978-602-50622-0-9 190
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
secara optimal, memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman,
memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju,serta tidak pernah merasa puas
dengan ilmu yang ada padanya.
Guru masa depan harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan para siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai
kemajuan zaman dengan mengembangkan keterampilan hidup agar siswa
memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, kompetitif dalam
menghadapi tantangan, tuntutan kehidupan sehari-hari.
Secara efektif menunjukkan motivasi, percaya diri serta mampu mandiri dan dapat
bekerjasama. Selain itu guru masa depan juga dapat menumbuhkembangkan
sikap, disiplin, bertanggung jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap
kepedulian yang tinggi, danmemupuk kemampuan otodidak anak didik,
memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa agar mereka bangga akan
sekolahnya dan terdidik, juga untuk mau menghargai orang lain baik pendapat
maupun prestasinya. Kerendahan hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu
overmotivated sehingga menjadi congkak. Diberikan pelatihan berpikir kritis dan
strategi belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara
mengendalikanemosi agar IQ, EQ, SQ dan ke dewasaan sosial siswa berimbang.
Di sisi lain, masih banyak guru yang belum memiliki kecerdasan
intelektual (IQ) yaitu sebuah kecerdasan yang memberikan kemampuan untuk
berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau
lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I
Think“.Juga kecerdasan emosional (EQ), yaitu kecerdasan yang digambarkan
sebagai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa
terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan
dengan “What I feel” dan kecerdasan spiritual yaitu dengan ungkapan “Who I
Am”
Tulisan ini akan mengemukakan tentang upaya mencapai pendidikan
bermutu harus dimulai dengan guru yang bermutu pula. Upaya meningkatkan
mutu pendidikan tanpa memperhitungkan guru secara nyata, hanya akan
menghasilkan satu fatamorgana atau sesuatu yang semu dan tipuan belaka.
PEMBAHASAN
Pandangan dan Peran Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Guru merupakan salah satu unsur atau komponen dalam sistem pendidikan
nasional yang menentukan keberhasilan pendidikan. Tanpa guru, pendidikan
ISBN: 978-602-50622-0-9 191
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program
pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan
yaitu guru. Pudjawan (2011: 27) menyatakan, komponen guru/pendidik
merupakan salah satu masukan instrumental yang menduduki posisi strategis,
terutama tugas guru dalam pengelolaan proses pembelajaran yang bertujuan
mengantarkan peserta didik menuju kepada terwujudnya tujuan pendidikan
nasional.
Sebelumnya telah diuraikan bahwa guru merupakan salah satu unsur
dinamis di dalam sekolah sebagai pelaku terdepan dalam pelaksanaan pendidikan
di tingkat institusional dan instruksional. Dengan menggunakan paradigma
berfikir input-prose-output, di mana di dalam komponen input terdiri dari; raw
input, instrumental input, dan enviromental input. Guru merupakan salah satu
komponen instrumental input, mememiliki posisi penting dan strategis, karena
guru sebagai manajer (pengelola) dalam seluruh aktivitas proses pembelajaran di
sekolah (Pudjawan, 2011: 37). Menyadari peran penting guru dan berkembangnya
tuntutan profesionalitas guru di abad 21, pemerintah menetapkan berbagai
kebijakan yang ditujukan untuk peningkatan mutu guru.
Profesionalisasi Jabatan Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Tuntutan keprofesionalan suatu pekerjaan pada dasarnya melukiskan
sejumlah persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang yang memangku jabatan
atau profesi itu. Tanpa dimilikinya sejumlah persyaratan, maka seseorang tidak
dapat dikatan profesional. Dengan kata lain, orang itu tidak memiliki kompetensi
untuk pekerjaan tersebut. Profesional merujuk kepada orang yang memangku
jabatan atau pekerjaan yang memenuhi persyaratan yang dicirikan oleh profesi itu.
Karena itu, guru adalah suatu pekerjaan profesi, pekerjaan guru itu harus
dikerjakan juga secara profesional (Mantja, 2007).
Profesi Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi,
dan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka profesi guru
perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus dan proporsional
menurut jabatan fungsional guru, karena pekerjaan guru memerlukan keahlian
khusus. Profesi guru bermakna strategis karena penyandangnya mengemban tugas
sejati bagi proses kemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun
karakter bangsa.
Pengembangan profesi guru menjadi sangat penting artinya dalam
meningkatkan mutu pendidikan saat ini, mengingat profesionalisasi guru
(pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi
objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan
pendidikan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa pengembangan kemampuan
guru dalam melaksanaan tugas, fungsi dan peranannya, merupakan suatu
ISBN: 978-602-50622-0-9 192
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kebutuhan yang harus diterima dan dilaksanakan. Hal ini harus di maknai sebagai
konsekwensi dari profesi yang menuntut harus dilaksanakan secara profesional.
Kebutuhan itu, menjadi semakin terasa apabila kita menyadari keterbatasan yang
ada pada diri sebagai manusia. Pengakuan diri ini diperlukan, mengingat manusia
bukan mahluk yang serba bisa, dan membutuhkan pengalaman atau pengetahuan
yang baru untuk dapat menjadi lebih bisa, bukan untuk menjadi sempurna.
Berkembangnya tuntutan profesionalitas guru dipicu oleh perubahan
lingkungan sekolah yang begitu cepat di era global ini. Pada abad 21, terjadi
transformasi besar pada aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Hargreaves,
2000) yang didorong oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pesat, perubahan demografi, globalisasi dan lingkungan (Hargreaves, 1997; Beare,
2001; Mulford, 2008). Akibatnya guru saat ini menghadapi tantangan yang jauh
lebih besar dari era sebelumnya. Guru menghadapi klien seperti orang tua siswa,
peserta didik, warga masyarakat yang jauh beragam, materi pelajaran yang lebih
kompleks dan sulit, standar proses pembelajaran, dan jugatuntutan kompetensi
lulusan yang lebih tinggi (Darling. 2006).
Penulisan Karya Ilmiah sebagai Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Sebagai guru profesional harus memiliki berbagai kemampuan atau
kompetensi, salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah kemampuan
menulis karya ilmiah. Dengan menulis karya ilmiah selain guru dapat naik
pangkat, jabatan dan golongan sehingga mengalami peningkatan karier juga
mendapatkan penghargaan dan pengakuan. Berarti menjadi begitu penting sekali
memiliki kemampuan menulis karya ilmiah itu. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru professional dibuktikan
kemampuannya dalam menulis karya ilmiah yang menjadi syarat kenaikan
pangkat dan jabatan. Tetapi kenyataan di lapangan sebagian guru kemampuan
menulis karya ilmiahnya masih rendah.
Penulisan karya ilmiah merupakan syarat wajib bagi guru dalam jabatan
profesi. Hal ini juga diatur ke dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 16 Tahun 2009
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal (17) menjelaskan
bahwa kenaikan pangkat guru mulai dari golongan ruang III b ke atas
dipersyaratkan mengajukan karya tulis ilmiah. Peraturan ini mulai berlaku tahun
2011 dan berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2013, maka sejak tanggal
tersebut bahwa kenaikan pangkat guru mulai dari golongan ruang III b ke atas
dipersyaratkan mengajukan karya tulis ilmiah sudah berlaku.
ISBN: 978-602-50622-0-9 193
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Guru yang Memiliki Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual
Sasaran pendidikan kita tidak hanya di arahkan kepada
pembentukankecerdasan intelektual belaka, tetapi juga sudah seharusnya
beriringan dengan penempaankecerdasan lainnya yang tidak kalah pentingnya,
yakni kecerdasan spiritual, emosial, dankecerdasan sinestesi.
Keempat jenis kecerdasan yang hendak dicapai tersebut tentunya diajarkan
secaraholistik di sekolah oleh para guru. Karena apa pun ragam dan jenis mata
pelajaran yangdiajarkan di sekolah sebagaimana yang diamanat kurikulum, pada
prinsipnya tidak berdirisendiri. Setiap mata pelajaran saling berinteraksi satu
dengan lainnya. Sehingga tidak adalagi anggapan bahwa pembentukan kecerdasan
spiritual dan emosional hanyalah tugas dantanggung jawab para guru-guru agama
dan PPKn. Pembentukan kecerdasan sinestesi tugasdan tanggung jawab para guru
olahraga dan keterampilan, dan kecerdasan intelektualadalah tugas guru-guru
pengetahuan umum dan eksak.
Sekarang tidak lagi, semua dituntut mampu mengarahkan anak didiknya
untukmewarisi keempat macam kecerdasan dimaksud dari para gurunya supaya
kita tidak hanyamencetak manusia yang cerdas secara intelektual namun miskin
akan pengetahuan agamadan kepekaan sosial serta tidak sehat lahir dan batin
sebagaimana yang kita lihat dan kitarasakan selama ini. Ada yang cerdas secara
intelektual namun di sisi lain ia kehilangankecerdasan spiritual dan emosionalnya.
Sehingga memunculkan sikap arogansi, eksklusif,cuek, masa bodoh, individualis,
dan kehilangan sifat silaturrahim dengan sesama.Sebaliknya, ada yang cerdas
secara spiritual, namun kuraang cerdas secara intelektual danemosional, akibatnya
adalah ketertinggalan, bertabi'at keras dan militan, kehilangankesantunan,
memiliki pandangan yang picik terhadap kemajuan peradaban, dan tidakmemiliki
kemampuan berkompetisi di era global yang diharapkan mampu
membawakemajuan bagi ummat. Demikian pula dengan dua macam kecerdasan
lainnya. Kalau hanya
satu sisi yang dikuasai, tidak yang lainnya, akan sama kekurangannya. Untuk
itulah, mari wujudkan proses belajar mengajar yang mampu memasuki tiap
wilayah kecerdasan yang hendak dituju dengan kepiawaian setiap individu
pendidik dan pengajar untuk melakukan pendekatan kepada keempat aspek
tersebut.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan intelektual (IQ) yaitu sebuah kecerdasan yang memberikan
kemampuan
ISBN: 978-602-50622-0-9 194
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
Atau lebih
tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan “What I Think“.
Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern.
Digunakansebagai pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan
ternyata masih juga diIndonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat
itu, IQ lah yang menentukantingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk ke
militer.
Kadang dalam banyak hal hanya diukur dari kecerdasan IQ saja. Padahal
menurutpenelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal
10%) dalamkesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari
sistem NEM sampaikuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak
perusahaan yang merekrut seseorangberdasarkan dari test IQ saja.
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan
ketekunan, sertakemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustrasi,kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan
emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stress tidak melumpuhkankemampuan berpikir, untuk membaca
perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa,untuk memelihara hubungan
dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikankonflik, serta untuk
memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Ketrampilan ini dapatdiajarkan kepada
anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurangmemiliki
kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.
Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan mental yang
membantu
kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang
menuntunkepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut. Jadi
orang yang cerdassecara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-
perasaan, tetapi juga memahamiapa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti
orang lain melihat kita, mampu memahamiorang lain seolah-olah apa yang
dirasakan orang itu kita rasakan juga.
Tidak ada standar test EQ yang resmi dan baku. Namun kecerdasan Emosi
dapatditingkatkan, baik terukur maupun tidak. Tetapi dampaknya dapat dirasakan
baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Banyak ahli berpendapat kecerdasan
emosi yang tinggi akan sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup.
ISBN: 978-602-50622-0-9 195
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Setidaknya ada 5 unsur yang membangun kecerdasan emosi, yaitu:
Memahami emosi-emosi sendiri
Mampu mengelola emosi-emosi sendiri
Memotivasi diri sendiri
Memahami emosi-emosi orang lain
Mampu membina hubungan sosial
3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing
dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan
spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas
dan kaya. Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot.
Mulai populer pada awal abad 21 melalui kepopulerannya yang diangkat oleh
Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The
Binding Problem karya Wolf Singer.
Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu kesuksesan
seseorang. Kecerdasan ini menjawab berbagai macam pertanyaan dasar dalam diri
manusia. Kecerdasan ini menjawab dan mengungkapkan tentang jati diri
seseorang, “Who I am“. Siapa saya? Untuk apa saya diciptakan?.
SQ yang berkembang dengan baik dapat menjadikan seseorang memiliki
"makna" dalam hidupnya. Dengan "makna" hidup ini seseorang akan memiliki
kualitas "menjadi", yaitu suatu modus eksistensi yang dapat membuat seseorang
merasa gembira, menggunakan kemampuannya secara produktif dan dapat
menyatu dengan dunia. Ungkapan syair yang dikemukakan oleh Gothe ini mampu
mewakili karakteristik seseorang yang memiliki SQ (Fromm, 1987):
Harta Milik
Kutahu tak ada yang milikku
Namun pikiran yang lepas bebas
Dari jiwaku akan membanjir
Dan setiap saat nan menyenangkan
Yang oleh takdir yang cinta kasih
ISBN: 978-602-50622-0-9 196
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari kedalaman diberikan buat kenikmatanku
SIMPULAN
Guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan intelektual,
kemampuan emosional serta spiritual dan memiliki ketrampilan yang dapat
menciptakan hasil pembelajaran secara optimal, memiliki kepekaan di dalam
membaca tanda-tanda zaman, memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju,
serta tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang ada padanya.
Bila ketiga kecerdasan di atas, dapat kita miliki dan lakukan sebagai guru
yang “profesional”, saya yakin anak bangsa akan menemukan esensi yang
sesungguhnya dan melahirkan generasi bangsa yang berkualitas sesuai tuntutan
dalam Undang-Undang Dasar.
DAFTAR RUJUKAN
Sonhadji, A. 2013. Manusia, Teknologi, dan Pendidikan Menuju Peradaban
Baru. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press).
Soetopo, H. 2012. Tantangan dan Isu-Isu Pendidikan Nasional Serta Solusinya.
Artikel dalam Prosiding International Conference Educational
Management, Administration and Leadership. Malang: Jurusan
Administrasi Pendidikan.
Sagala, S. 2009. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Rugaiyah. 2012. Pengembangan Komptensi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan. Artikel dalam Prosiding International Conference
Educational Management, Administration and Leadership. Malang: Jurusan
Administrasi Pendidikan.
Tilaar. H.A.R. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
Surya, M. 2007. Mendidik Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas.
Makalah Disampaikan pada Orasi Ilmiah dalam Dies Natalis ke-45
Universitas PGRI Yogyakarta 12 Desember 2007.
Pudjawan, K. 2011. Grand Design Progrgram Pendidikan Profesi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan: Kebijakan Sertifikasi Guru dalam Rangka
Pengembangan Profesionalisme Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan.
BandungA: Rizqi
ISBN: 978-602-50622-0-9 197
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Mantja, W. 2007. Profesionalisasi Tenaga Kependidikan: Manajemen
Pendidikan dan Supervsi.Pengajaran.Malang: Elang Mas.
Hargeaves, A. 1997. The Four Ages of Professionalism and Professional
Learning. Unicorn, 23 (2): 86-114.
Hargeaves, A. & Fullan, M. 2000. Mentoring in the New Millenium. ProQuest
EducationJournals, 39 (1): 50-56.
ISBN: 978-602-50622-0-9 198
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP KECENDERUNGAN
BULLYING PADA SD PADAMU NEGERI MEDAN
ReflinaSinaga36
Surel:[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaruh positif
teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku bullying pada siswa SD serta
pengaruh negative teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku bullying
pada siswa SD. Beberapa factor yang diyakini menjadi penyebab terjadinya
perilaku bullying di sekolah antara lain adalah factor kepribadian,
komunikasi interpersonal yang dibangundengan orang tuanya, peran teman
kelompok dengan teman sebaya dan iklim sekolah. Hasil analisis data
menggunakan rumus regresi sederhana yang diperoleh nilai koefisien
determinasi (Rsquare) sebesar 0,726 atau 72,6 %, yang berarti 72,6% perilaku I bullying siswa di pengaruhi oleh teman sebaya. Berdasarkan
analisis data, maka dapat diketahui bahwa F hitung sebesar 121,871 dengan
taraf signifikansi 0,001.Oleh karena probabilitas (0,001) jauh lebih kecil dari
0,05 ( dalam kasus ini menggunakan taraf signifikansi atau α = 5%), maka
model regresi bisa dipakai untuk memprediksi perilaku bullying. Dengan
pedoman jika sig <0,05dan t-hitung ≥t-tabel maka Ha diterima dan Ho
ditolak. Berdasarkan hasil kategorisasi skor subjek pada skala perilaku
bullying diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 8 orang (15,5%) memiliki
perilaku bullying yang tinggi, 26 orang atau 50% berperilaku bullying
sedang, 14 orang atau 26,2 % berperilaku bullying rendah dan sebanyak 2
orang atau 7,8% memilikiperilaku bullying sangat rendah. Hasil ini
menunjukkan bahwa siswa SD Padamu Negeri Medan hanya memiliki
perilaku bullying yang sedang saja.
Kata Kunci :PengaruhTemanSebaya, Perilaku Bullying
PENDAHULUAN
Marak nya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah
sat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orang tua. Sekolah yang
seharusnya menjadi tempat bagian dalam memimba ilmu serta membentuk
karakter pribadi yang positif ternyataalah menjadi tempat tumbuh suburnya
praktek-praktek Bullying, sehingga memberikan ketakutan bagi anak untuk
memasukinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sejiwa (2007) bahwa sebagian
kecil guru (27,5%) menganggap bullying merupakan perilaku normal dan
sebagian besar guru (73%) menganggap bullying sebagai perilaku yang
membahayakan siswa. Hal tersebut tidak bisa dianggap normal karena siswa tidak
dapat belajar apa bila siswa berada dalam keadaan tertekan, terancam dan ada
yang menindasnya setiap hari.
36DosenUnika Santo Thomas Sumatera Utara
ISBN: 978-602-50622-0-9 199
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kasus bullying yang sering dijumpai adalah kasus senioritas atau adanya
intimidasi siswa yang lebih senior terhadap adik kelasnya baik secara fisik
maupun non fisik. Bullying atau penindasan adalah penggunaan kekerasan atau
paksaan untuk menyalahgunkan atau mengintimidasi orang lain. Kasus bullying di
Indnesiasering kali terjadi di institusipendidikan. Hal inidibuktikan f=dengan data
dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, tahun 2011 dengantingkatkasus
bullying tertinggi di lingkungan sekolahyaitusebanyak 339 kasuskekerasandn 82
diantaranya meninggal dunia (komnas PA, 2011). Para ahli menyatakan bahwa
school bullying merupakanbentuk agresivitas antarsiswa yang memiliki dampak
paling negative bagikorbannya.
Perilaku bullying merupakanperilakuagresif yang serius.Perilaku agresif dapat
terjadi karena berbagai factor diantaranya yaitu budaya sekolah, teknologi, dan
norma kelompok.
Berdasarkan kenyataan permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan
selama ini, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh teman sebaya
terhadap kecenderungan perilaku bullying pada SD Padamu Negeri Medan
Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui dan memahami pengaruh positif teman
sebaya terhadap kecenderungan perilaku bullying pada siswa SD Padamu Negeri
Medan. Serta untuk mengetahui dan memahami pengaruh negatif teman sebaya
terhadap kecenderunganp erilaku bullying padasiswa SD PadamuNegeri Medan.
DasarTeoritis: 1). Perilaku Bullying, bullying merupakan tindakan negatif
yang
dilakukanolehsatusiswaataulebihdandiulangsetiapwaktu.Bullyingterjadikarenaada
nyaketimpangandalamkekuatan/kekuasaan. Hal
tersebutmempunyaiartibahwasiswa yang
menjadikorbanbullyingtidakberdayadalammenghadapiperilakuibullying
(OlweusdalamMcEachern, 2005).Menurut Smith dan Thompson
(2..)bulidiartikansebagaiseperangkattingkahlaku yang
dilakukansecarasengajadanmenyebabkankecederaanfisiksertapsikologikal yang
menerimanya. Tingkahlakubuli yang dimaksudkantermasuktindakan yang
bersifatmengejek, penyisihan social, danmemukul.MenurutOlweus&Olweus
(dalam Solberg, 2003) adapunfaktor-faktorpenyebabperilaku bullying meliputi:
2). Verbal yaitumengatakansesuatu yang
berartiuntukmenyakitiataumenertawakanseseorang (menjadikannyabahanlelucon)
denganmenyebut/menyapanyadengannama yang menyakitihatinya,
menceritakankebohonganataumenyebarkanrumor yang kelirutentangseseorang. 2.
Indirect
yaitusepenuhnyamenolakataumengeluarkseseorangdarikelompokpertemenanatau
meninggalkannyadariberbagaihalsecarasengajaataumengirimcatatandanmencobam
embuatsiswa yang laintidakmenyukainya. 3. Phsycalyaitumemukul,
menendang,mendorong,
mempermainkanataumenerordanmemukuldengantujuanuntukmenyakiti. 3).
ISBN: 978-602-50622-0-9 200
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
KonsepTemanSebaya, menurutSantrock (2007)
mengatakanbahwatemansebayaadalahanak-anakatauremaja yang
memilikiusiaatautingkatkematangan yang kuranglebihsama. Hal
senadajugadisampaikanolehBrown (Ryan, 2001)
mengungkapkanpengertiankelompoktemansebayaadalahsegalabentukinteraksiana
katauremajadengantemankaribsepermainan yang memilikitingkatusia,
minatdantujuan yang sama. Dari beberapapengertiandiatas,
makadapatdisimpulkanbahwatemansebayaadalahhubunganindividupadaanak-anak
yang memilikitingkatusia, minatdantujuan yang sama.
METODE PENELITIAN Penelitianinidilakukan di SekolahDasarPadamuNegeri Medan padakelas
VI di kecamatanMedan Kota yaituSdSwastaPadamuNegeriMedan.Dengandeikian
yang menjadipopulasipenelitianiniadalahsemuamuridkelas 6 di kecamatan Medan
Kota
dengansampel.Karakterisitiksubyekpnelitiandiperlukanuntukmenjaminhomgenitas
sampelpenelitian. Penelitianinimengguankansalahsatubentukdaro Probability
Sampling yaitucluster random sampling
yaitupenelitimengambilsampelnyaberdasarkandaerahpopulasi yang
telahditetapkan. Setelahitumenggunakanstratified random
samlingyaitupenelitimengambilsampelnyabilapopulasimempunyaianggota/unsur
yang tidakhomogendanberstratasecaraproporsionalTeknikpengumpulan data
penelitiandilakukandenganmenggunakanalatukurskalapsikologiyaitumenggunkan
SkalaLikert. Aspek yang diukurpadaskalakecenderunganperilaku bullying yaitu
Verbal, Indirect, dan Physical yang terdiridari 15
item.Sedangkanpadaskalatemansebayaaspek yang
diukuradalahkelompoktemansebaya yang meberikantekanan yang bersifatpasif
(bersifatnegatif) dankelompoktemansebaya yang memberikantekanan yang
bersifataktif (positif).Sebelum dilakukan kedalam penelitian, skala diujicobakan
terlebih dahulu untuk melihat validitas dan relaibilitas instrument. Uji validitas
yang digunaka dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct validity).
Uji validitas digunakan rumus korelasi Product Moment sebagai berikut
n XY ( X )(Y )
rxy
{n X 2 ( X ) 2 }{nY 2 (Y ) 2 }
Keterangan :
Rxy : koefisien korelasi antara x dan y : cacah subyek yang dikenai tes (instrumen) X: skor untuk butir ke-i Y: skor total (dari subyek uji coba)
ISBN: 978-602-50622-0-9 201
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Jika harga rhitung< r tabel, maka korelasi tidak signifikan sehingga item
pertanyaan dikatakan tidak valid. Dan sebaliknya, jika rhitung> r tabel maka item
petanyaan dinyatakan valid(Arikunto, 2002: 72). Dari
hasilujivaliditasdidapatrtabelsebesar 0,30. Makadidapatsebanyak 15 soal yang
valid.Sedangkan dalammengujireliabilitasdigunkaantekhnik Formula Alpha
Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS 15.0 for windows.
Rumus :
α =
k S 2 j 1
2
k 1
S x
Keterangan :
= koefisien reliabilitas alpha
k = jumlah item Sj = varians responden untuk item I
Sx = jumlah varians skor total Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000: 312)
yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut : Jika
alpha atau r hitung:
1. 0,8-1,0 = Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
3. kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
Dari hasilujireliabilitasdidapatlahhasilkorelasinya≥ 0,835 yaitu memiliki
reliabiltas baik.
Adapunanalisis data hasilpenelitian yang diperolehyaitu:
Tabel 1. Kecenderunganperilaku bullying
Variabel RentangNilai Kategori Jumlah Prosentase(%)
PerilakuBulying X< 19,2 SangatRendah 2 7,8
19,2≤ ≤ 25,2 Rendah 14 26,2
25,2≤ ≤ 34,8 Sedang 26 50,5
34,8≤ ≤ 39,6 Tinggi 8 15,5
X≥ 39,6 SangatTinggi 0 0,0
Total 50 100
Tabel 2.KategorisasiSkorsubjekpadaSkalaPeranKelompokTemanSebaya
Variabel RentangNila Kategori Jumla Prosentase(%
i h )
ISBN: 978-602-50622-0-9 202
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PeranKelompkTemanSebay X< 24 SangatRenda 2 4
a h
24 ≤ Rendah 4 8
≤ 31,5
31,5≤ ≤ Sedang 13 26
43,5
43,5≤ ≤ Tinggi 21 42
49,5
X≥ 49,5 SangatTinggi 10 20
Total 50 100
UjiNormalitas yang dilakukandenganmenggunakan Kolmogorov Smirnov.MenurutKerlinger (1990) variable
dikataknterdistribusi normal apabila p> 0,05. Berdasarkan data dari table dibawah dapat dilihat untuk variable kecenderungan perilaku bullying diperoleh signifikansi sebesar 0,229 (p> 0,05) ini menunjukkan bahwa populasi terdistribusi normal.Untuk variable teman sebaya diperoleh signifikansi sebesar 0,126 p> 0,05 ini menunjukkan bahwa populasi terdistribusi normal.
Kolmogorov –Smirnov Shapiro-wilk
Statistic Df Sig Statistic Df Sig
Kecenderunganperil .0662 50 .229 .993 50 0.74
aku bullying
TemanSebaya .072 50 .126 .987 50 .064
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkanhasilkategorisasiskorsubjekpadaskalaperilaku bullying
diatasdapatdiketahuibahwatidakada yang memilikiperilaku bullying sangattinggi,
sedangkansebanyak 8 orang (15,5%) memilikiperilaku bullying tinggi, 26 orang
(50,5%) memilikiperilaku bullying sedang 14 orang (26,2%) memilikiperilaku
bullying rendah, dansebanyak 2 orang (7,8%) memilikiperilaku bullying
sangatrendah.
Sedangkanperankelompoktemansebayadidapatkategorisasisangattinggiyaituseban
yak10 orang (20%), kategorisasi tinggi21 orang (42%),
kategorisasisedankategorisasitinggi 21 orang (42%)g13 orang
(26%)kategorisasisangatrendahdan 2 orang (4%).
ISBN: 978-602-50622-0-9 203
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisi dan pembahasan penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang tinggi
terhadap kecenderungan perilaku bullying. Kelompok teman sebaya adalah
kelompok yang terbentuk di dalam lingkungan sekolah berdasarkan
kesamaanusia, tingkata nkelas, minat atau hobi yang samadengantujuan yang
sama. Berdasarkan hasilanalisis data danpengujianhipotesis ditemukanfaktabahwa
kelompoktemansebayamenjadisalahsatu factor penyebabterjadinyaperilaku
bullying siswa di sekolah. Solidaritas serta interaksi yang terja didalam kelompok
teman sebaya mempengaruhi anggota untuk melakukan hal yang sama agar dapat
diterimaoleh kelompoknya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 204
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 18
MEDAN
Sri Wahyuni Sihombing37, Budi Halomoan Siregar2
Surel: [email protected] [email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dengan menerapkan pendekatan matematika
realistik pada mata pelajaran matematika yaitu teorema pythagoras.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 18 medan T.A.
2017/2018 yang berjumlah 40 orang. Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Data diperoleh melalui observasi
dan tes. Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi
data, paparan data, dan penarikan kesimpulan. Data yang diperoleh
direduksi dengan mengelompokkan kemudian mengorganisasikannya
sehingga diperoleh informasi yang bermakna. Setelah direduksi, kmudian
data dipaparkan secara sederhana dalam bentuk paparan naratif, grafik,
dan tabel yang bertujuan untuk menggambarkan secara jelas mengenai
proses dan hasil tindakan. Paparan informasi yang didapat kemudian
dibandingkan dengan indikator keberhasilan yang digunakan dan
selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini
menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah menerapkan pendekatan matematika realistik
pada materi teorema pythagoras.
Kata kunci: pendekatan matematika realistik, PTK, teorema pythagoras.
ABSTRACT The purpose of this research is to improve students' mathematical
problem solving by applying realistic mathematical approach topythagoras
theorem material. The study was conducted to 40 students of class VIII SMP
Negeri 18 Medan, in the academic year 2017/2018. The type of research is
classroom action research (PTK). Data obtained through observation and
test. Data analysis technique is done through three stages, namely data
reduction, descriptive data, and conclusion. Then, the data obtained is
reduced by grouping and then organizing it to obtain meaningful
information. After data is reduced, then the data is described in the form of
narrative, graphic, and table exposures. It aims to illustrate clearly the
process and outcome of the action. The information obtained is then
compared with the success indicators used and then the conclusion is drawn.
The results of this study indicate an increase in problem solving skills of
mathematics students after applying a realistic mathematical approach on
the material theorem pythagoras.
Keywords:realistic mathematical approach, CAR, pythagoras theorem
37Matematika FMIPA UniversitasNegeri Medan 2Matematika FMIPA UniversitasNegeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 205
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Kualitas proses pembelajaran merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan keberhasilan untuk memahami materi matematika. Akan tetapi,
berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar pada Program Pengalaman
Lapangan Terpadu (PPLT) terdapat beberapa masalah yang terjadi selama proses
pembelajaran matematika, khususnya di kelas VII-7. Tentu diperlukan tindakan
yang tepat untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini, agar tercapai tujuan
pembelajaran tersebut.
Masalah yang pertama, proses pembelajaran di kelas VII-7 SMP N 18
Medan cenderung pasif. Selama proses belajar mengajar siswa hanya diam
mendengarkan, dan tidak ada yang mau memberikan pendapat dan menjawab
pertayaan dari guru. Sedikit pula siswa yang bertanya tentang materi yang sedang
berlangsung.
Masalah berikutnya, siswa SMPN 18 Medan cenderung menghapal rumus-rumus.
Selain itu, siswa hanya dapat mengerjakan latihan soal yang mirip dengan contoh
soal yang diberikan guru. Siswa mengatakan mereka kebingungan jika latihan soal
yang diberikan tidak sama dengan contoh soal yang diberikan guru.
Selain itu, berdasarkan tes diagnostik yang dilakukan tingkat kemampuan
pemecahan masalah siswa SMP Negeri 18 Medan masih rendah. 1 orang (2,8%)
siswa dalam kategori “sangat tinggi”, 3 orang (8,3%) kategori “tinggi”, 13 orang
(36,1%) kategori “sedang”, 7 orang (19,4%) kategori “rendah” dan 12 orang
(33,3%) kategori “sangat rendah”. Berdasrkan data ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat 52,7% siswa dengan kemampuan pemecahan masalah tergolong kategori
rendah dan sangat rendah.
Berdasarkan data yang diperoleh, masih banyak siswa yang kemampuan
pemecahan masalahnya tergolong rendah. Namun disadari bahwa pentingnya
kompetensi pemecahan masalah sangat perlu ditingkatkan. Pentingnya pemilikan
kemampuan pemecahan masalah tercermin dari pernyataan Branca (Hendriana,
2014) bahwa pemecahan masalah matematik merupakan salah satu tujuan penting
dalan pembelajaran matematika bahkan proses pemecahan masalah matematik
merupakan jantungnya matematika.
Perlu disadari bahwa kemampuan pemecahan masalah perlu ditekankan
pada siswa. Guru perlu memberikan perhatian khusus terhadap aspek-aspek
memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian
masalah (devisi a plan), melaksanakan rencana (carrying out the plan),
memeriksa kembali (looking back). (Polya, 1973)
Menyadari hal tersebut diperlukan suatu upaya untuk meningkatan
kemampuan siswa dalam pemecahkan masalah matematika. Peneliti
mengasumsikan dengan menerapkan pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini di
sebabkan bahwa pendekatan matematika relistik merupakan pendekatan yang
dimulai dengan sesuatu yang rill sehingga siswa dapat terlibat dalam proses
ISBN: 978-602-50622-0-9 206
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pembelajaran secara bermakna. Hal ini di dukung oleh kelebihan PMR ynag
diungkapkan dalam (Romauli, 2013) “Pembelajaran realistik memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara
matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan
matematika pada umumnya bagi manusia.”
Pendidikan matematika realistik yang dimaksud dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah – masalah realistik
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal yang dapat mendorong aktivitas penyelesaian
masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu
suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru yang
sekaligussebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan rekan lain untuk
meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan
tertentu dalam suatu siklus. Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan
pendekatan matematika realistik (PMR) dengan tujuan meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran di kelas. Sesuai
dengan jenis penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas, menurut Arikunto
(2010:132) penelitian ini memiliki beberapa tahap, yaitu perencanaan (planning),
Tindakan (Action), Observasi (Observation) dan Refleksi (Reflection) yang
merupakan suatu siklus, tiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan yang akan
dicapai.
Penelitian ini dilakukan terhadap 40 orang siswa kelas VIII SMP Negeri
18 Medan T.A 2016/2017. Selanjutnya Instrumen pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini adalah berupa observasi terhadap guru dan siswa,
wawancara dan tes. Observasi dilakukan terhadap kegiatan guru dan siswa selama
proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan sudah
dilaksanakan sesuai dengan sintaks dan karakteristik pendekatan matematika
realistik (realistic mathematic education). Selanjutnya, untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah sebelum dan sesudah tindakan maka dilakukan
suatu tes. Setiap tes terdiri dari 3 soal uraian yang dirancang dengan
mempertimbangkan karakteristik dan aspek-aspek pemecahan masalah.
Kemudian, hasil tindakan siklus I dipergunakan sebagai pertimbangan untuk
melakukan tindakan siklus II.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan tiga
tahap yaitu mereduksi, memaparkan, dan kemudian menyimpulkannya. Agar
memperoleh informasi yang lebih bermakna, dalam penyederhanaan data yang
diperoleh dilakukan reduksi data dengan cara mengelompokkan data tersebut
dalam beberapa kategori dan kemudian data tersebut diorganisasi. Agar data lebih
ISBN: 978-602-50622-0-9 207
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mudah dipahami, setelah mereduksi data hasil observasi dan tes, data tersebut
ditampilkan secara sederhana dalam bentuk tabel, grafik, dan naratif. Sehingga
proses dan hasil tindakan dapat tergambar dengan jelas. Kemudiana peneliti akan
menarik kesimpulan berdasarkan paparan data tersebut. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan membaningkan hasil tindakan berupa kemampuan pemecahan
masalah siswa dan tingkat terlaksananya sintaks pendekatan matematika realistik
dengan teori-teori yang digunakan.
Tingkat kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat dari skor yang
diperoleh siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah. Menurut Nurkancana
(1992), interval skor penentuan tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika adalah tabel berikut:
Interval skor Predikat
90% – 100% Sangat tinggi
80% – 89% Tinggi
65% – 79% Sedang
55% – 64% Rendah
≤ 54% Sangat rendah
Tabel1 Interval skor pengukuran kemampuan pemecahan masalah
Tingkat kemampuan pemecahan masalah dikatakan baik bila memenuhi
kategori sedang dengan perolehan skor minimal 65%.
Penelitian ini dikatakan berhasil apa bila memenuhi Indikator
keberhasilan. Adapaun indikator keberhasilan yang dilakukan memperhatikan dua
aspek, yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan tingkat
keterlaksanaan sintaks pendekatan matematika realistik. Selanjutnya dari tes
diagnostik ke tes siklus I dan II, rata-rata skor tes kemampuan pemecahan masalah
siswa harus mengalami peningkatan. Selain itu, skor kemampuan pemecahan
masalah pada indikator memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian,
melaksanakan rencana penyelesaian dan memerksa kembali paling tidak dalam
kategori sedang (65% - 79%), dan hasil observasi terhadap aktivitas guru dan
siswa setidaknya dalam kategori baik. Dan secara klasikal terdapat minimal 85%
dari jumlah siswa yang mengikuti tes kemampuan pemecahan masalah memiliki
tingkat kemampuan pemecahan masalah minimal dalam kategori sedang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil tes diagnostik, tes tindakan siklus I dan II dapat dilihat
perubahan kemampuan pemecahan masalah siswa antara sebelum tindakan dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 208
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
sesudah tindakan. Rata-rata persentase skor pada setiap tes mempertimbangkan
aspek-aspek kemampuan pemecahan masalah yaitu memahami masalah,
menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan
memeriksa kembali. Setelah itu apek-aspek ini ditransfer kedalam bentuk skor,
kemudian direduksi dan dipaparkan kedalam bentuk tabel dan grafik.
Ketercapaian kemampuan pemecahan masalah pada ketiga tes tersebut
ditunjukkan pada tabel 2 dan grafik 1 berikut ini.
TesPemecahan
TesPemeca
SkorTesDiagnostik han Masalah I
Masalah II
Kategori
Jlh pers Jlh
Jlhsisw
persentase sis enta sis persentase
a wa se wa
SangatRendah 13 32,5% 10 25% 1 2,5%
Rendah 8 20% 4 10% 2 5%
Sedang 15 37,5% 21 52,5
9 22,5% %
Tinggi 3 7,5% 2 5% 15 37%
SangatTinggi 1 2,5% 3 7,5
13 32,5% %
Tabel 2 Hasil kemampuan pemecahan masalah siswa
Tes Diagnostik
TKPM I
TKPM II
Kategori
Grafik Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa
Berdasarkan paparan tabel dan grafik, dapat dilihat bahwa pada tes
diagnostik 21 orang (52,5%) siswa berada pada kategori rendah (8 orang) dan
sangat rendah (13 orang). Kemudian pada siklus I dan II berturut-turut 14 orang
(35%) dan 3 orang (7,5%) siswa yang tergolong dalam kategori rendah ( 4 dan 2
ISBN: 978-602-50622-0-9 209
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
orang) dan kategori sangat rendah (10 dan 1 orang). Sehingga dari data tersebut,
dapat dilihat bahwa terjadi penurunan secara bertahap pada ketiga tes tersebut.
Kemudian disisi lain pada tes diagnostik terdapat 19 orang (47,5%) siswa
berada pada kategori sedang (15 orang), tinggi (3 orang) dan sangat tinggi (1
orang). Dan pada siklus I terdapat 26 orang (65%) siswa. Karena peneliti merasa
peningkatan yang terjadi belum menunjukkan hasil yang memuaskan maka
selanjutnya pada tes siklus II total siswa yang berkemampuan sedang, tinggi dan
sangat tinggi adalah sebanyak 37 orang (87,5%) dari total 40 siswa. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa dari tes diagnostik ke tes siklus I dan II, rata-
rata skor tes kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan, dan
secara klasikal terdapat 87,5% dari jumlah siswa yang mengikuti tes kemampuan
pemecahan masalah memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah minimal
dalam kategori sedang.
Setelah perolehan skor kemampuan pemecahan masalah dan ketuntasan
klasikal, juga akan dipaparkan aspek aktivitas guru dan siswa selama tindakan.
Penelitian terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa diperoleh dari lembar
observasi. Hasil dari observasi ini direduksi kemudian dipaparkan dalam bentuk
tabel 3 dan tabel 4 berikut.
AktivitasGuru
Siklus
Rata-rata Kategori
skor
Siklus I 3 Baik
Siklus II 3,06 Baik
Tabel Rata-rata skor aktivitas guru
Dari tabel , dapat dilihat bahwa rata-rata skor aktivitas guru pada siklus I
sudah dalam kategori baik yaitu 3. Dan rata-rata skor pada siklus II tetap dalam
kategori baik namun meningkat menjadi 3,06. Sehingga dari tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa aktivitas guru sudah mengikuti prosedur pendekatan
matematika realistik.
AktivitasSiswa
Siklus
Rata-rata Kategori
skor
Siklus I 3,01 Baik
Siklus II 3,09 Baik
Tabel 4 Rata-rata skor aktivitas siswa
Dari tabel 4, dapat silihat bahwa aktivitas siswa pada siklus I memiliki rata-
rata skor 3,01 yang di kategorikan baik, dan pada siklus II memiliki rata-rata skor
3,09 yang di kategorikan baik pula. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa siswa
sudah mengikuti prosedur pendekatan matematika realisetik dengan baik.
ISBN: 978-602-50622-0-9 210
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pembahasan
Keberhasilan penelitian ini dilihat dari data-data hasil penelitian yang
telah dilakukan. Data-data hasil penelitian ini kemudian dibandingkan dengan
ketiga indikator keberhasilan penelitian. Pada siklus I, terdapat 26 siswa (65%)
yang memperoleh skor dengan kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor kemampuan pemecahan masalah
dari tes diagnostik ke tes siklus I, namun hal ini belum dapat memenuhi kategori
keberhasilan penelitian karena belum memenuhi indikator keberhasilan klasikal
yaitu minimal 85% dari jumlah siswa yang mengikuti tes kemampuan pemecahan
masalah yang memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah minimal dalam
kategori sedang. Oleh sebab itu dianggap perlu untuk melanjutkan tindakan pada
siklus II.
Kemudian pada siklus II, terdapat 37 siswa (87,5%) yang memperoleh
skor kemampuan pemecahan masalah dalam kategori sedang, tinggi dan sangat
tinggi. Dari data ini dapat dilihat adanya peningkatan 22,5% dari tes siklus I. Dan
secara kalsikal terdapat 87,5% (minimal 85%) dari jumlah siswa yang mengikuti
tes kemampuan pemecahan masalah memiliki tingkat kemampuan pemecahan
masalah minimal dalam kategori sedang. Dan juga, aktivitas guru dan aktivitas
siswa telah mengikuti prosedur pendekatan matematika realistik dengan baik
terlihat pada rata-rata skor pada siklus ini dikategorikan baik. Hal ini
memperlihatkan data-data ini memenuhi ketiga indikator keberhasilan penelitian.
Sehingga disimpulkan bahwa tindakan siklus II dapat dikategorikan berhasil.
SIMPULAN
Setelah dilakukannya reduksi dan pemaparan data pada hasil penelitian
dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam
menyelesaikan permasalahan teorema pythagoras.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S., 2010, Prosedur penelitian, PT Rineka Cipta, Jakarta
Gravemeijer, K. (2008). RME Theory And Mathematics teacher Education. Tools
and Processes in Mathematics teacher Educatin. :283-302
Hendriana, H., & Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika.
Rafika Aditama, Bandung
Heuvel, M.V.D. (2003). The Didactial Use Of Models in Realistic Mathematics
Education: An Example From A Longitudinal Trajectory On Percentatage.
Educational Studies in Mathematics. 54: 9-35.
Nurcancana, W. (1992). Evaluasi Hasil belajar. Usaha Nasional, Surabaya
ISBN: 978-602-50622-0-9 211
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Polya, G. (1973). How To Solve It. USA: Princeton University Press.
Romauli, M. (2013). Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Dan Berpikir
Logis Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD Bharkind Scool
Medan. Jurnal Tematik.
ISBN: 978-602-50622-0-9 212
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA
DALAM MATA KULIAH ANALISIS KOMPLEKS
Ribka Kariani Br. Sembiring
Surel: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan mahasiswa
jurusan pendidikan Matematika dalam penyelesaian soal-soal Trigonometri
sebagai prasyarat Analisis Kompleks, dan penyebab terjadinya kesalahan
keterampilan, kesalahan konsep dan kesalahan prinsip yang dilakukan
mahasiswa program studi Pendidikan Matematika dalam penyelesaian soal-
soal pada matakuliah Analisis Kompleks. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif, yaitu untuk mendeskripsikan dan mengadakan
komparasi jenis-jenis kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal
Trigonometri sebagai prasyarat Analisis Kompleks. Subjek dalam penelitian
ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan matematika semester genap
tahun ajaran 2016/2017 yang mengambil matakuliah Analisis Kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase kesalahan yang dilakukan
mahasiswa prodi Pendidikan Matematika dalam menyelesaikan soal-soal
trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah kesalahan
prinsip 11,8%, diikuti kesalahan keterampilan 20,7% dan kesalahan konsep
27,5%. Penyebab terjadinya kesalahan tersebut diatas dalam menyelesaikan
soal-soal trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah
mahasiswa tidak bisa mengingat rumus yang akan digunakan, kurang
cermat dalam menjawab soal sehingga jadi salah, kurang teliti dalam
menjawab soal, tidak ada persiapan menghadapi tes, tidak ingat lagi cara
penyelesaian soal tersebut dan tidak cukup waktu dalam mengikuti tes.
KataKunci : Analisis Kompleks,Analisis Kesalahan
PENDAHULUAN
Universitas Katolik Santo Thomas merupakan salah satu Universitas di
Sumatera Utara yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Produknya menghasilkan tenaga kependidikan dari beberapa program studi, baik
prodi pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Pendidikan Matematika. Prodi
Pendidikan Matematika mulai dibuka pada tahun ajaran 2014/2015 dan mulai
menerima mahasiswa program S1 kependidikan. Kurikulum Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, khususnya prodi Pendidikan Matematika, terdiri dari
kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Matakuliah Keilmuan
dan Keterampilan (MKK), Mata kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Matakuliah
Perilaku Berkarya (MPB) dan kelompok Matakuliah Berkehidupan
Bermasyarakat (MBB). Semua mata kuliah di atas merupakan mata kuliah yang
wajib diikuti oleh semua mahasiswa calon guru matematika.
Analisis Kompleks merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti
oleh semua mahasiswa prodi Pendidikan Matematika. Mata kuliah ini banyak
ISBN: 978-602-50622-0-9 213
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
melibatkan hubungan ide-ide Matematika, yaitu ide Trigonometri, Aljabar, dan
Geometri. Oleh karena itu, untuk mempelajari Analisis Kompleks diperlukan
pengetahuan lain sebagai prasyarat. Ada sejumlah pendapat ahli berkenaan
dengan pengajaran Matematika. Dahar (2011: 145) menyatakan bahwa dalam
menyusun kurikulum yang baik terlebih dahulu diperlukan analisis konsep-konsep
dalam satu bidang studi,dan kemudian diperhatikan hubungan-hubungan tertentu
antara konsep-konsep tersebut, sehingga dapat diketahui konsep mana yang
menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Hudojo (1998: 3) menuliskan,
“Matematika berkenaan dengan ide-ide/ konsep-konsep abstrak yang tersusun
secara hirarkhi dan penalarannya deduktif.”
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Matematika harus diajarkan/dipelajari secara bertahap berdasarkan hirarkhi materi
Matematika. Dengan demikian, akan mempermudah mahasiswa yang ingin
belajar matematika. Maksudnya adalah pemahaman terhadap suatu konsep bisa
terbentuk apabila konsep itu dihubungkan atau dikaitkan dengan konsep yang
telah diketahui sebelumnya. Jika seorang mahasiswa kurang memahami konsep
atau materi sebelumnya maka akan menyulitkan mahasiswa untuk memahami
materi selanjutnya. Jadi dalam pembelajaran matematika, pengalaman belajar
sebelumnya sangat diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari materi
matematika lanjutan.
Penyebaran mata kuliah per semester biasanya diatur mulai dari mata
kuliah dasar yang nantinya menjadi mata kuliah prasyarat untuk dapat mengikuti
mata kuliah lanjutan. Oleh sebab itu mahasiswa hanya bisa diperkenankan
mengikuti mata kuliah lanjutan jika ia sudah lulus/mempelajari mata kuliah dasar
sebagai prasyarat. Hudojo (1998: 3) menyatakan bahwa mempelajari konsep B,
yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami terlebih dahulu
konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami
konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan
serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu.
Secara khusus mata kuliah Analisis Kompleks memerlukan sejumlah
materi dasar sebagai prasyarat. Hal ini mengacu pada pendapat Simmons (1981:
yang menyatakan bahwa pengetahuan dasar sebagai prasyarat mata kuliah
Analisis Kompleks adalah Trigonometri, Aljabar dan Geometri. Leithold (2000: juga mengatakan bahwa dalam mempelajari Analisis Kompleks harus memiliki
pengetahuan tentang konsep matematika tertentu yaitu Trigonometri, Aljabar dan
Geometri Sekolah Menengah Umum. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
menguasai Analisis Kompleks diperlukan pengetahuan matematika di SMU
seperti Trigonometri, Aljabar dan Geometri. Ketiga materi tersebut merupakan
prasyarat bagi mata kuliah Analisis Kompleks. Namun dalam penelitian ini,
penulis hanya membatasi pada materi Trigonometri berdasarkan pokok-pokok
ISBN: 978-602-50622-0-9 214
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
bahasan yang ada dalam Analisis Kompleks, karena dalam materi Trigonometri
juga termuat materi Aljabar dan Geometri.
Berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengasuh mata kuliah Analisis
Kompleks ditemukan adanya kesalahan-kesalahan dalam penyelesaian soal-soal
mata kuliah Analisis Kompleks berupa kesalahan konsep maupun bukan konsep.
Hal ini berdasarkan beberapa hasil penelitian, antara lain, Irawan (1991: 51) yang
menyimpulkan bahwa masih banyak mahasiswa prodi pendidikan matematika
melakukan kesalahan konsep dan kesalahan bukan konsep pada mata kuliah
Analisis Kompleks. Hasil belajar mahasiswa Program studi pendidikan
matematika dan Fisika ditemukan lebih baik dari rata-rata belajar mahasiswa
Program Studi Pendidikan Kimia dan Biologi. Sumarno (1994: 54) juga
menyimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa FMIPA IKIP Bandung dalam mata
kuliah Analisi Kompleks secara keseluruhan tergolong sedang, secara terpisah
mahasiswa program studi Kimia dan Biologi relatif lebih rendah.
Abidin (2012) dalam penelitian yang dia lakukan menyimpulkan bahwa
penyebab kesulitan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah Analisis
Kompleks umumnya karena kurangnya kemampuan prasyarat, dalam hal ini
kemampuan matematika di SMU. Ini berarti pengalaman belajar matematika di
SMU terutama materi Trigonometri yang berhubungan dengan Analisis Kompleks
sangat mempengaruhi proses belajar Analisis Kompleks di Perguruan Tinggi.
Dari uraian di atas, penulis mencoba menganalisis dan
mengungkapkanjenis-jenis kesalahan, kecenderungan kesalahan, dan penyebab
terjadinya kesalahan keterampilan, kesalahan konsep dan kesalahan prinsip yang
dilakukanmahasiswa prodi pendidikan matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidika Unika St. Thomas Medan berkaitan dengan penyelesaian soal-soal
Trigonometri di SMU sebagai prasyarat Analisis Kompleks.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu untuk
mendeskripsikan dan mengadakan komparasi jenis-jenis kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal Trigonometri sebagai prasyarat Analisis Kompleks. Hal
ini mengacu pada Ary (2013: 415) yang mengatakan bahwa tujuan penelitian
deskriptif adalah untuk melukiskan variable atau kondisi apa yang ada dalam
suatu situasi.
Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mendeskripsikan dan
mengadakan komparasi jenis-jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa prodi
pendidikan Matematika serta untuk mengetahui kecenderungan kesalahan
mahasiswa dalam penyelesaian soal-soal Trigonometri sebagai prasyarat Analisis
Kompleks.
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan
matematika semester genap tahun ajaran 2016/2017 yang mengambil matakuliah
Analisis Kompleks yang terdiri dari satu kelas. Sedangkan objek penelitian adalah
ISBN: 978-602-50622-0-9 215
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
proses tindakan yang dilakukan yaitu jenis-jenis kesalahan, kencendrungan
kesalahan, penyebab terjadinya kesalahan keterampilan, dan kesalahan konsep
serta kesalahan prinsip yang dilakukan mahasiswa.
Penelitian ini dilakukan di Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera
Utara Fakulltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Matematika
yang pelaksanaannya berlangsung selama kurang lebih 6 bulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Tes Pada Ujian Tengah Semester Butir
Soal no.1
Butir soal nomor 1 termasuk pada soal berlevel mudah. Soal ini mengukur
kemampuan mahasiswa dalam kesalahan keterampilan pada tes ujian tengah
semester dan terdapat 8 dari 18 orang mahasiswa yang menjawab dengan benar.
Sebagiannya menjawab benar tetapi ada yang kurang lengkap.
Butir Soal no.2
Aspek menjelaskan prosedur penyelesaian mahasiswa untuk melihat
kesalahan konsep dan beberapa mahasiswa menjawab dengan benar dan
menjawab dengan tidak lengkap.
Butir Soal no.3
Aspek yang diukur pada butir soal nomor 3 yaitu aspek keslahan konsep
dalam penyelesaian. Ada mahasiswa menjawab dengan benar, ada yang salah
dalam melakukan perhitungan dan menjawab tidak lengkap.
Butir Soal no.4
Aspek menyatakan ide matematika ke dalam model matematika
mahasiswa dalam mengukur kesalahan prinsip tidak ada yang menjawab benar,
dan tidak lengkap.
Butir Soal no.5
Pada butir soal nomor 5 aspek menguraikan ide matematika mahasiswa
dalam mengukur kesalahan konsep menjawab dengan benar, menjawab tidak
lengkap dan ada mahasiswa yang keliru dalam menuliskan jawaban.
Dari proses penyelesaianmasalahtespada ujian tengahsemester prodi
pendidikan Matematika secarakeseluruhandapat dideskripsikanpadaTabel1berikut:
Aspek yang SkorMaksi KategoriSk JumlahMahasi Rata-rata
Dinilai mal or swa
Kesalahan 15 <x 20 12 (66,7%)
Keterampilan 10< x 15 6 (33,3%) 18,7
20
0 < x 10 0 (0%)
Kesalahan 40< x 60 8 (44,4%)
Konsep 25< x 40 4 (22,2%)
ISBN: 978-602-50622-0-9 216
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
60 0 < x 25 6 (33,3 %) 45,3
Kesalahan 10<x20 7 (38,9%)
Prinsip
5< x 10 9 (50%) 9,7 20 0 < x 5 2 (11,1 %)
Tabel1DeskripsiHasil Proses PenyelesaianMasalahTesUjian Tengah Semester
Prodi Pendidikan Matematika Matakuliah Analisis Kompleks
Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa presentase kesalahan yang dilakukan
mahasiswa prodi Pendidikan Matematika dalam menyelesaikan soal-soal
trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah kesalahan prinsip
50%, diikuti kesalahan keterampilan 33,37% dan kesalahan konsep 33,3%.
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa melakukan tiga
kategori kesalahan yakni
kesalahan prinsip, kesalahan keterampilan dan kesalahan konsep.
Hasil Tes Pada Ujian Akhir Semester
Butir soal no 1a
Butir soal nomor 1a termasuk pada soal berlevel sedang. Soal ini
mengukur kemampuan mahasiswa dalam kesalahan keterampilan pada tes ujian
akhir semester dan terdapat 10 dari 18 orang mahasiswa yang menjawab dengan
benar. Semuanya menjawab benar tetapi ada yang kurang lengkap.
Butir soal nomor 1b
Pada soal nomor 1b aspek yang di ukur sama dengan butir soal nomor 1a
yaitu mengukur kesalahan keterampilan pada matakuliah analisis kompleks.
ButirSoalNomor2
Aspekmenjelaskanprosedurpenyelesaianmahasiswauntukmelihatkesalahan
konsepdanbeberapamahasiswamenjawabdenganbenardanmenjawabdengantidakle
ngkap.
ButirSoalNomor 3
Aspek yang diukur pada butir soal nomor 3 yaituaspekkeslahankonsep
dalampenyelesaian. Ada mahasiswa menjawab denganbenar, ada yang salah
dalam melakukan perhitungan dan menjawab tidak lengkap.
ButirSoalNomor4 Aspek menyatakan ide matematika kedalam model matematika
mahasiswadalammengukurkesalahanprinsipada yang menjawabbenar,
tidaklengkapdanada yang salahdalammelakukanperhitungan.
ButirSoalNomor5a dan 5b
Pada butirsoal nomor 5a dan 5b aspekmenguraikan ide
matematikamahasiswadalammengukurkesalahankonsepmenjawabdenganbenar,
menjawabtidaklengkapdanadamahasiswa yang kelirudalammenuliskanjawaban.
ISBN: 978-602-50622-0-9 217
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari proses penyelesaianmasalahtespada ujian akhirsemester prodi
pendidikan Matematika secarakeseluruhandapat di
deskripsikanpadaTabel2berikut:
Aspek yang Dinilai SkorMaksi KategoriSk JumlahMahasi Rata-
mal or swa rata
Kesalahan 15<x25 10 (55,6%)
Keterampilan 10< x 15 8 (44,4%) 20,7 25
0 < x 10 0 (0%)
Kesalahan Konsep 20< x 30 8 (44,4%)
30 10 < x 20 5 (27,8% 27,5
0 < x 10 5 (27,8 %)
Kesalahan Prinsip 10<x 15 15 (83,3%)
15 7 < x 10 3 (16,7%) 11,8
0 < x 7 0 (0 %)
Tabel2DeskripsiHasil Proses PenyelesaianMasalahTesUjian AkhirProdi
Pendidikan Matematika Matakuliah Analisis Komplek
Dari tabel 2 di atas terlihat bahwa presentase kesalahan yang dilakukan
mahasiswa prodi Pendidikan Matematika dalam menyelesaikan soal-soal
trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah kesalahan prinsip
11,8%, diikuti kesalahan keterampilan 20,7% dan kesalahan konsep 27,5%.
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa melakukan
tiga kategori kesalahan yakni kesalahan prinsip, kesalahan keterampilan dan
kesalahan konsep. Hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa menunjukkan
bahwa penyebab terjadinya kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal
trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah: mahasiswa tidak
bisa menghafal ataupun mengingat rumus yang akan digunakan, kurang cermat
dalam menjawab soal sehingga jadi salah, kurang teliti dalam menjawab soal,
tidak ada persiapan menghadapi tes, tidak ingat lagi cara penyelesaian soal
tersebut dan tidak cukup waktu dalam mengikuti tes.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam mengetahui kesalahan
mahasiswa prodi Pendidikan Matematika dalam menyelesaikan soal-soal
Trigonometri yang menjadi prasyarat Analisis Kompleks adalah kesalahan
keterampilan, kesalahan konsep dan kesalahan prinsip yang dilakukan mahasiswa
pada soal-soal matakuliah Analisis Kompleks. Hal ini terjadi karena berdasarkan
hasil wawancara Hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa menunjukkan
bahwa penyebab terjadinya kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal
ISBN: 978-602-50622-0-9 218
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
trigonometri adalah mahasiswa tidak bisa menghafal ataupun mengingat rumus
yang akan digunakan, kurang cermat dalam menjawab soal sehingga jadi salah,
kurang teliti dalam menjawab soal, tidak ada persiapan menghadapi tes, tidak
ingat lagi cara penyelesaian soal tersebut dan tidak cukup waktu dalam mengikuti
tes.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Z, Agustus 2012, “Analisis Kesalahan Mahasiswa Prodi Pendidikan
Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry dalam Mata Kuliah
Trigonometri dan Kalkulus I”. Didaktika Jurnal. Volume XIII, No.
1.http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/didaktika/article/view/472/381, 10
Oktober 2016.
Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
Ary, D., Jacobs, L.C., dan Razavieh, A. (2013). Pengantar Penelitian Pendidikan.
Terjemahan oleh Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.
Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools).
Lowa: Wm. C. brown Company Publishers.
Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hudojo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK Dirjen
Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Irawan, E.B. (1991). Identifikasi Kesalahan Menyelesaikan Soal-soal Kalkulus
Bagi Mahasiswa FPMIPA IKIP MALANG Peserta Perkuliahan Program
Bersama Bidang Matematika Tahun Akademik 1990-1991. Malang:
Pusat Penelitian IKIP MALANG.
Leithold. (2000). Kalkulus dan Ilmu Ukur Analitik. Terjemahan oleh Hutahaean.
Jakarta: Erlangga.
Nurkancana, W dan Sumartono, P.P.N. (2010). Uvaluasi Pendidikan, Surabaya:
Usaha Nasional.
Simmons, F.G. (1981). Precalculus Mathematics in A Nutshell. California:
William Kaufmann, Inc.
Sumarno. (1994). Kesalahan Dalam Penyelesaian Soal-soal Kalkulus I Mahasiswa
FPMIPA IKIP Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan. Malang: Program
Pasca Sarjana IKIP MALANG.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (konstatasi
Keadaan Masa kini Menuju Harapan Masa Depan). Jakarta: Dirjen Dikti
Depdiknas.
Dagang, S. (2002). “Analisis Kesalahan Mahasiswa Pendidikan Matematika
Dalam Menyelesaikan Soal-soal Kalkulus Angkatan 2000”, Tesis. Tidak
Diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana IKIP MALANG.
ISBN: 978-602-50622-0-9 219
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPA
DENGANMENGGUNAKANMODEL PEMBELAJARAN
COURSE REVIEW HORAY DI KELAS V SD NEGERI
050671 KAMPUNG GOHOR
Demmu Karo-Karo38
Sekar Drya Fajrin Nurina39
Surel: [email protected]
Abstrak Subjek dalam penelitian berjumlah 39 siswa yang terdiri dari 21 siswa laki-
laki dan 18 siswa perempuan.Objeknya adalah penggunaan model
pembelajaran Course Review Horay dengan materi Gaya.Penelitian
dilakukan dalam 2 siklus, setiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan.Alat
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 39 orang siswa diperoleh hasil siklus I pertemuan
1 terdapat 2 siswa berkriteria cukup (5.13%), 1 siswa berkriteria kurang (2.56%) dan 36 siswa berkriteria kurang sekali (92.31%). Pada siklus II
pertemuan 1 diperoleh hasil 8 siswa berkriteria baik (50.51%), 19 siswa
berkriteria cukup (48.72%), 5 siswa berkriteria kurang (12.82%) dan 7
siswa berkriteria kurang sekali (17.95%). Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan aktivitas belajar
siswa dengan menggunakan model pembelajaran Course Review Horay
pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Negeri050671 Kampung
Gohor.Oleh karena itu, model pembelajaran Course Review Horay dapat
diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan aktivitas
belajar siswa.
Kata Kunci :Aktivitas belajar, Course Review Horay
PENDAHULUAN
Kondisi yang ada pada saat ini, pembelajaran IPA untuk pemahaman dan
keterampilan belum ditangani secara sistematis di sekolah dasar. Hal ini
disebabkan, guru relatif kurang kreatif untuk menciptakan kondisi yang
mengarahkan siswa agar mampu mengaitkan pengalaman kehidupannya sehari-
hari diluar kelas (sekolah) dengan pengetahuan dikelas.Sebagai akibatnya
pencapaian tujuan pendidikan IPA tidak sesuai dengan harapan.. Hal ini terbukti
dari masih rendahnya kualitas proses dan hasil pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Rendahnya kualitas dan hasil belajar IPA di SD dibuktikan dari hasil laporan
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran belum terfokus pada
pemahaman IPA.Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
belajar adalah aktivitas siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut aktif
melalui aktivitas-aktivitas yang membangun seperti mengikuti kerja kelompok
38PGSD FIP UNIMED
39PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 220
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dan dalam waktu yang singkat dapat memacu siswa berfikir tentang materi
pelajaran terutama IPA. Pada saat siswa belajar secara pasif, siswa mengikuti
proses belajar saja tanpa ada rasa ingin tahu, tanpa ada pertanyaan, dan tanpa
adanya daya tarik belajar siswa. Bila siswa belajar secara aktif akan mempunyai
rasa ingin tahu terhadap sesuatu, misalnya dengan caraaktif bertanya dan adanya
juga respon timbal balik seperti menjawab pertanyan dengan cara yang baik dan
benar. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran IPA sangat diperlukan,
sehingga apa yang akan dipelajari akan lebih bermakna, dan tertanam dalam
pikiran siswa.
Berdasarkan hasil 0bservasi di kelas V SD Negeri 050671 Kampung
Gohor diperoleh hasil bahwa pembelajaran IPA masih disajikan secara verbal
melalui kegiatan ceramah dan pada saat siswa belajar mata pelajaran IPA di kelas
siswa tidak diberdayakan dengan sebaik-baiknya. Siswa hanya melakukan
kegiatan duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal. Adapun faktor lain
yang menyebabkan rendahnya aktivitas belajar IPA di SD Negeri 050671
Kampung Gohor di Kecamatan Wampu adalah masih terpusat pada guru. Dalam
penyampaian materi, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
terlibat aktif di dalam kelas seperti bertanya dan menyampaikan pendapatnya.
Sehingga siswa bersikap pasif selama proses belajar mengajar dan kurangnya
keberanian siswa untuk bertanya menyebabkan siswa tidak bisa mengungkapkan
ide dan gagasannya dalam proses belajar mengajar. Hal ini dapat menurunkan
aktivitas belajar siswa karena tidak diberikannya kesempatan oleh guru.Siswa
juga kurang terampil dalam mengerjakan latihan-latihan soal yang diberikan oleh
guru. Akibatnya aktivitas belajar IPA kurang optimal serta perilaku belajar yang
lain seperti suasana kelas yang menyenangkan dalam pembelajaran IPA hampir
tidak tampak
Model Course Review Horay (CRH) merupakan salah satu model
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran
karena pada pembelajaran dengan model ini siswa dituntut untuk menjawab soal
yang diberikan guru dengan berdiskusi dengan teman kelompoknya. Kelompok
yang menjawab benar harus memberi tanda centang pada nomor soal yang
dijawab dengan benar serta meneriakkan kata ‘horee..’ ataupun yel-yel kelompok.
Nilai siswa dihitung dari banyaknya jumlah jawaban benar jumlah ‘horee..’ yang
diperoleh. Model pembelajaran ini juga akan menciptakan suasana persaingan
untuk mendapat nilai tertinggi. Sehingga setiap siswa akan berusaha untuk
bekerjasama semaksimal mungkin untuk mengerjakan soal yang diberikan guru
agar kelompoknya nanti mendapatkan nilai tertinggi. Model pembelajaran ini juga
dapat menjadikan suasana kelas lebih meriah dan menyenangkan sesuai dengan
karakteristik siswa SD yaitu usia bermain.
ISBN: 978-602-50622-0-9 221
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana yang telah
disebutkan pada pendahuluan, penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas (PTK). Rancangan ini dipilih karena sesuai dengan tujuan pembelajaran
yaitu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (aktivitas belajar siswa) pada
mata pelajaran IPA dengan materi “Gaya” dengan model pembelajaran Course
Review Horay (CRH) di kelas V SD Negeri 050671 Kampung Gohor.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama 2 siklus
dimana pada setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan 4 tahapan
yaitu : 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan(Tindakan), 3) Observasi (Pengamatan), 4)
Refleksi.
Tahap pelaksanaan tindakan merupakan penerapan rencana yang telah disusun
pada tahap perencanaan, dimana setiap pertemuan dilaksanakan selama dua jam
pelajaran (2x 35 menit).Pada tahap ini guru kelas mengamati aktivitas belajar
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
instrument pengumpul data yang telah dibuat.
Analisis data dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari
tingkatan yang telah dilaksanakan dalam penelitian.Tingkat keberhasilan yang
dicapai dilihat dari perubahan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran yang
disampaikan.Hasil observasi yang telah dilakukan selanjutnya di analisis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Melalui model pembelajaran Course Review Horay (CRH) pada materi
Gaya terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pada siklus I pertemuan
1 terdapat 2 orang siswa dari 39 orang siswa yang dapat dinyatakan aktif dengan
persentase 5.13%, dan memiliki nilai rata-rata kelas 46.15%. Pada siklus I
pertemuan 2 terdapat 8 orang siswa yang aktif dengan persentase 20.51% dan
memiliki nilai rata-rata kelas 52.00%.Berdasarkan kesimpulan sementara bahwa
aktivitas belajar siswa sedikit meningkat sehingga perlu perbaikan dan
pengembangan pembelajaran yang lebih jelas dan sistematis pada siklus II.
Ternyata setelah melakukan perbaikan pembelajaran dengan model
pembelajaran Course Review Horay (CRH) siswa lebih bersemangat sehingga
membuat siswa aktif dalam belajar. Pada siklus II pertemuan 1 terdapat 27 orang
siswa yang dapat dinyatakan aktif dengan persentase 69.21%, dan memiliki nilai
rata-rata kelas 66.35%. Pada siklus II pertemuan 2 terdapat 39 orang siswa yang
aktif dari 39 orang siswa dengan persentase 100.00%. Adapun hasil keaktifan
siswa setiap siklus dan pertemuan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Jumlah Siswa yang Aktif dari Siklus I dan Siklus II
No Aspek Sanga Bai Cuku Kuran Kuran Jumla Nilai
Ket t Baik k p g g h (%)
Sekali Siswa
ISBN: 978-602-50622-0-9 222
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
yang
Aktif
Pert
Belum
0 0 2 1 36 2 5.13% Meningka Siklus . 1
1
t I
Pert 0 0 8 7 24 8 20.51%
Meningka
. 2 t
Pert 0 8 19 5 7 27 69.23%
Meningka
Siklus . 1 t 2
II
Pert 32 14 2 0 0 39
100.00 Meningka
. 2 % t
Dari data table tersebut dapat menggambarkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Course Review Horay (CRH) pada proses pembelajaran dikelas V
SD Negeri 050671 dapat dinyatakan bahwa aktivitas belajar siswa meningkat
pada mata pelajaran IPA dengan materi “Gaya”. Adapun secara grafik dapat
dilihat sebagai berikut :
Jumlah Siswa yang Aktif dari Siklus I hingga Siklus II
27 siswa;
39 siswa;
Pertemuan 1
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 2
Pertemuan 1
Pertemuan 1
Pertemuan 2;
Pertemuan 2;
100,00%
69,23% Keterangan :
2 siswa
Gambar 4.14Grafik Jumlah Siswa yang Aktif dari Siklus I hingga Siklus II
8 siswa;
Pertemuan 1
2 siswa; Pertemuan 2
Pertemuan 1
Pertemuan 1 Pertemuan 2;
Pertemuan 2 20,51% Pertemuan 1
Pertemuan 2;
5,13%
8 siswa
27 siswa
39 siswa
Faktor penghambat dalam penelitian ini adalah belum siapnya
siswamenghadapi situasi pembelajaran yang baru diterapkan oleh peneliti, belum
siapnya siswa melakukan suatu tindakan tanpa diminta oleh peneliti, dan ada
beberapa siswa yang masih belum siap menghadapi perubahan dalam gaya
mengajar. Faktor pendukung selama penelitian ini berlangsung adalah banyak
siswa yang senang dalam mengikuti pelajaran, dan banyak siswa yang senang
berdiskusi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Course Review Horaysangat efektif dalam materi pembelajaran IPA
pada materi “Gaya”, karena model pembelajaran ini siswa menjadi lebih aktif
sehingga menimbulkan aktivitas belajar siswa yang lebih baik saat pembelajaran
berlangsung.
ISBN: 978-602-50622-0-9 223
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa
dapat meningkat melalui model pembelajaran Course Review Horay (CRH) pada
materi Gaya di kelas V SD Negeri 050671 Kampung Gohor Tahun Ajaran
2016/2017.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan diatas
diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain yaitu: 1) Dengan model pembelajaran
Course Review Horay (CRH) pada pembelajaranIPA dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPA, materi “Gaya” di kelas V SD
Negeri 050671 Kampung Gohor. 2) Hasil pengamatan aktivitas siswa
menunjukkan siswa telah termotivasi melakukan aktivitas-aktivitas yang terdapat
dalam model pembelajaran Course Review Horay (CRH). Setiap siklus
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu pada siklus I pertemuan 1
dari 39 orang siswa terdapat 2 orang siswa yang dinyatakan aktif dengan
persentase 5.13% dan disiklus I pertemuan 2 terdapat 8 orang siswa yang aktif
dengan persentase 20.51%. Pada siklus II pertemuan 1 meningkat yaitu : terdapat
27 orang siswa yang aktif dengan persentase 69.23% dan disiklus II pertemuan 2
dari 39 orang terdapat 39 orang siswa yang aktif dengan persentase 100.00%.
Dengan menerapkan menggunakan model Course Review Horay (CRH) dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Amri S & Rohman, M. 2013.Strategi dan Desain Pengembangan Sistem
Pembelajaran.Jakarta: Prestasi Pustaka.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Dewi,
Rosmala. 2015. Profesionalisasi Guru melalui Penelitian Tindakan
Kelas.Medan: Unimed Press.
Djamarah, Syaiful B. 2011. Psikologi Belajar: Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Istarani. 2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif..Yogyakarta:Ar-Ruzz Media. Ngalimun.
2016. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja
Presindo.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian
Rakyat.
Purwanto, Ngalim M. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Belajar.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 224
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Riduwan.2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian.Bandung:
Alfabeta.
Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pengajaran .Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rusman. 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu : Teori, Praktik dan Penilaian.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadirman. 2011. Interaksi dan Mtovasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sani, B & Kurniasih, I. 2015.Ragam Pengembangan Model Pembelajaran: Untuk
Peningkatan Profesionalitas Guru. Yogyakarta: Kata Pena.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan.Jakarta: Kencana.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajarna Inovaif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Soemanto, Wasty. 2003. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sruprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori & Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar.Jakarta: Prenada Media Group.
Syah, Muhibbin. 2015. Psikologi Pendidikan : Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syuri, I & Nurhasanah. 2006. IPA: Aktif. Jakarta: Erlangga.
Trianto.2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta:
Kencana.
Elhefni. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dan Hasil
Belajar di Sekolah. Jurnal Ta’dib, (Online), Volume XVI, Nomor 02,
dalam
(jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tadib/article/download/65/60,diakses
18 Januari 2017).
Hilal, Nurlia, dkk. 2013. Meningkatkan Motivasi Siswa melalui Penerapan Model
Pembelajaran Course Review Horay (CRH) Kompetensi Dasar Sistem
Politik Indonesia Kelas X-RPL2 SMK Negeri 4 Banjarmasin.Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan, (Online), Volume 4, Nomor 7, dalam
(http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/pkn/article/view/442/365,
diakses 21 Desember 2016).
Kendek, Yusuf, dkk. 2014.Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Penggunaan
Model Course Review Horay pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SD
Inpres Sintuwu.Jurnal Kreatif Tadulako, (Online), Vol.5, No.8, dalam
(http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JKTO/%20article/viewFile/40
26/2979, diakses 21 Desember 2016).
Rati, Wyn Ni, dkk. 2015. Penerapan Model Pembelajaran CRH (Coure Review
Horay) dengan Bantuan Permainan Ular Tangga untuk Meningakatkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 225
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas II SD. E-
Jurnal PGSD Univeritas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, (Online),
Vol.3, No.1, dalam (http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/
article/viewFile/6259/4381,diakses 13 Desember 2016).
ISBN: 978-602-50622-0-9 226
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGEMBANGAN KARIR GURU MENUJU INDONESIA EMAS
Tumpal B. M. Tambunan40
Surel: [email protected]
Abstrak
Pengembangan karir merupakan hal penting bagi seorang guru demi
kompetensi dan peningkatan hasil kinerja yang lebih signifikan. Salah satu
faktor mendasar yang menentukan mutu pendidikan adalah guru, sebab
peran guru amat signifikan dalam proses pembelajaran. Pengembangan
karir merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk memelihara,
meningkatkan dan memperbaharui kompetensi guru untuk meningkatkan
kualitas pengerjaan tugas guru atau kinerja guru. Upaya yang dapat
dilakukan guru untuk meningkatkan kompetensi dan karirnya adalah
berpartisipasi dalam forum atau kegiatan ilmiah profesional dan
melaksanakan penelitian atau pengkajian kerja profesionalnya baik secara
individual maupun kolaboratif.
Kata kunci: Pengembangan, Guru, Karir.
PENDAHULUAN Pengembangan karir merupakan hal yang penting bagi seorang guru karena hal
ini sangat berpengaruh setidaknya terhadap kepuasan kerja dan peningkatan penghasilan.
Dengan kata lain, jika karir seorang guru meningkat maka tentu saja pengakuan lembaga
yang menaunginya juga meningkat yang salah satunya dibuktikan dengan peningkatan
gaji yang ia terima dan tentunya hal ini akan membuat ia lebih merasa senang dan
nyaman bekerja.
Untuk mencapai hal itu, idealnya seorang guru harus mengetahui tentang
tingkatan-tingkatan karir dan konsekuensi dari tingkatan karir tersebut bagi dirinya baik
berupa tanggung jawab/kewajiban maupun ganjaran yang akan ia peroleh. Selain itu, guru
juga harus mengetahui upaya-upaya yang dapat ia lakukan untuk dapat meniti karir ke
tingkatan yang lebih tinggi tersebut. Dengan memahami hal-hal seputar tingkatan karir
dan upaya pencapaiannya, seorang guru memiliki arah yang jelas dalam menjalani karir
dan profesinya itu.
Kendatipun demikian, realita yang terjadi saat ini sebagian guru baru
mengalami kesibukan yang luar biasa ketika ia mendapat pemberitahuan mengenai
persyaratan yang harus dipenuhi untuk kenaikan pangkat. Akhirnya berbagai upaya
dilakukan untuk memenuhi persyaratan tersebut walau terkadang menempuh cara yang
tidak “profesional”. Bahkan tidak jarang upaya tersebut menimbulkan sejumlah riak-riak
dan permasalahan dalam organisasi sekolah yang sedikit banyak mempengaruhi
pengerjaan tugas utama guru dalam mendidik para siswa.
Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita yang akan kita wujudkan bersama,
dimana pada tahun 2045 bangsa Indonesia sudah terlepas dari krisis moral dan seluruh
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 227
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
komponen bangsa telah berhati emas dan mengaplikasikan 7(tujuh) nilai dasar yaitu jujur,
visioner, tanggung jawab, disiplin, kerjasama, adil dan peduli. Jadi yang kita tuju dalam
Indonesia Emas 2045 adalah kejayaan secara moral dan spiritual, bukan hanya kejayaan
secara ekonomi semata.
Indonesia Emas yang kita impikan bersama dimana tahun itu tepat 100 tahun
umur Indonesia Merdeka. Impian bersama itu bisa terwujud bisa juga hanya sekedar
impian. Impian tersebut bisa terwujud salah satu penentunya adalah Kualitas Pendidikan,
Pendidikan di Indonesia masih belum bisa dikatakan sesuai harapan manakala persoalan
persoalan Kurikulum, Guru dan Sarana masih jauh dari standar sesuai dengan aturan.
PEMBAHASAN A. Pengertian Karir
Karir dalam bahasa Belanda, carriere yang artinya adalah perkembangan dan
kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Kata ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah
pekerjaan tertentu. Karir merupakan kebutuhan yang harus terus ditumbuhkan dalam diri
seseorang tenaga kerja, sehingga mampu mendorong kemajuan kerjanya. Karir
merupakan istilah yang didefinisikan oleh kamus bahasa Indonesia sebagai
perkembangan dan kemajuan baik pada kehidupan, pekerjaan atau jabatan seseorang.
Biasanya pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mendapatkan imbalan berupa
gaji maupun uang. Karir merujuk pada aktivitas dan posisi yang ada dalam kecakapan
khusus, jabatan, dan pekerjaan/tugas dan juga aktivitas yang diasosiasikan dengan masa
kehidupan kerja diasosiasikan dengan masa kehidupan kerja seorang individu. Istilah
yang dikedepankan dalam pendefinisian karir ini adalah aktivitas dan posisi seseorang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu karir akan berisi kenaikan tingkat dari
tanggungjawab, kekuasaan dan pendapatan seseorang.
Pandangan yang lebih luas daripada karir adalah sebagai suatu rangkaian atas
sikap dan perilaku yang berkaitan dengan aktifitas pekerjaan dan pengalaman sepanjang
kehidupan seseorang. Jika seseorang beraktivitas atau menduduki suatu posisi dalam
suatu lingkungan sosial, sementara untuk melakukan hal itu ia harus memiliki kecakapan
khusus, mengerjakan tugas-tugas tertentu dan menjabat, maka bisa dikatakan bahwa
orang tersebut berkarir. Demikian juga, jika seseorang dalam suatu rentang masa bekerja
untuk memperoleh nafkah bagi kehidupan diri dan keluarganya, maka dikatakan bahwa
orang tersebut memiliki karir. Konsep baru tentang karir adalah protean career yaitu karir
yang senantiasa berubah seiring berubahnya minat, kemampuan, nilai dan lingkungan
kerja seseorang.
B. Pengembangan Karir Guru Secara harafiah pengertian pengembangan karier (career development)
menuntut seseorang untuk membuat keputusan dan mengikatkan dirinya untuk mencapai
tujuan-tujuan karir. Pengembangan karir merujuk pada proses sepanjang hayat
pengembangan keyakinan dan nilai, keterampilan dan bakat, minat, karakteristik
kepribadian, dan pengetahuan karakteristik kepribadian, dan pengetahuan tentang dunia
kerja. Sehingga dengan pengertian ini, pengembangan karir tidak hanya mencakup
rentang usia kerja produktif seseorang, melainkan lebih luas lagi, yakni sepanjang hayat
seseorang.
ISBN: 978-602-50622-0-9 228
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Di dalam UU Nomor 74 tahun 2008 tentang guru dibedakan menjadi dua yaitu,
pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-
IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum
memenuhi kualifikasi S-1 dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan
dan/atau program pendidikan non kependidikan.
Syarat berkembangnya karir seorang guru adalah guru tersebut harus kompeten,
kemampuan pengetahuan baik, keterampilan, maupun perilaku. Guru kompeten yaitu
guru yang memiliki kecakapan hidup (life skill) dengan rincian sebagai berikut:
a. Cakap mengenal diri (self awareness skill), diantaranya; sadar sebagai makhluk
Tuhan, sadar eksistensi diri, dan sadar potensi diri.
b. Cakap berpikir (thinking skill), diantaranya; cakap menggali informasi, cakap
mengolah informasi, cakap mengambil keputusan, dan cakap memecahkan masalah.
Cakap bersosialisasi (sosial skill), diantaranya; cakap berkomunikasi lisan, cakap
berkomunukasi secara tertulis, dan cakap dalam bekerjasama. Cakap secara akademik (akademik skill), diantaranya; cakap mengidentifikasi
variable, cakap menghubungkan variable, cakap merumuskan hipotesis, dan cakap
melaksanakan suatu penelitian.
Cakap secara vokasional (vocational skill), diantaranya; memiliki keahlian khusus
dibidang pekerjaan, misal: ahli komputer, ahli akutansi, dan lain-lain.
C. Kompetensi Guru Mengacu pada National Education Association (NEA) Amerika Serikat, standar
pendidikan guru meliputi lima komponen pendidikan, yaitu: perencanaan, implementasi,
personalia program, dan isi program serta keanggotaan dalam profesi guru. Kemampuan
mengajar merupakan hal esensial yang harus dimiliki oleh guru sebagai tugas profesinya.
Terdapat empat kompetensi yang mutlak dimiliki seorang guru sekolah, yaitu: 1. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pamahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang harus dimiliki guru
berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik,
moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual bahwa seorang guru harus mampu
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta
didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda.
Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang
diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional dan intelektual.
Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
ISBN: 978-602-50622-0-9 229
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil
penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia.
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga
akan tugas yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa
depan bangsa. Walaupun tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas
terasa berat, guru harus tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik.
Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan
integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
peserta didik dan masyarakat.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan
rasa percaya diri. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar
Nasional pendidikan.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta
didik memenuhi standar kompetensi. Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk
itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau
akademik dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini:
ISBN: 978-602-50622-0-9 230
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
4. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua siswa, dan masyarakat.
Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan
merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan
sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja
sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru
dalam kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini:
Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,
agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan
tulisan atau bentuk lain.
D. Upaya Pengembangan Karir Guru Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh guru/konselor untuk
dapat meningkatkan kompetensinya agar karir yang ia geluti dapat berkembang
maksimal, yaitu: (1) Menghadiri/berpartisipasi dalam forum atau kegiatan ilmiah
profesional (seminar, simposium, pelatihan, dll) (2) Membuat karya tulis ilmiah/populer,
karya Membuat karya tulis ilmiah/populer, karya seni, karya teknologi. (3) Melaksanakan
penelitian/pengkajian kerjaprofesional baik individual maupun kolaboratif (Lesson Study,
PTK/PTBK, penelitian jenis lainnya) penelitian jenis lainnya)
Selain itu ada lagi upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat
meningkatkan kompetensinya, sebagai berikut:
Pendidikan dan pelatihan
a. In house training (IHT)
ISBN: 978-602-50622-0-9 231
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pelatihan IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal
dikelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Pelatihan ini misalnya: diklat. Diklat merupakan
salah satu bentuk kegiatan dari program pengembangan sumber daya manusia.
Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian
kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus secara
eksternal, tetapi dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi yang
belum dimiliki guru lain.
b. Program magang
Program magang dipilih dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang
memerlukan pengalaman nyata. c. Kemitraan sekolah
Dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan yang kurang baik.
Pembinaan lewat mitra dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan
yang dimiliki mitra, misalnya manajemen sekolah atau kelas.
d. Belajar jarak jauh
Dapat dilakukan tanpa menghadirkan instruktur. Pembinaan ini dilakukan
dengan alasan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat
mengikiti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti ibu kota
kabupaten atau provinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan khusus
Pelatihan khusus disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan
adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. f. Kursus singkat diperguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya
Dimaksudkan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan guru dalam
beberapa kemampuan seperti kemampuan melakukan penelitian tindakan kelas,
menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
pembelajaran.
g. Pembinaan internal oleh sekolah
Pembinaan ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang
memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar,
pemberian tugas-tugas internal tambahan, dan diskusi dengan rekan sejawat.
h. Pendidikan lanjut
Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan
memberikan tugas belajar baik dalam maupun luar negeri bagi guru yang
berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru
pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.
Non Pendidikan dan pelatihan
a. Diskusi masalah pendidikan
Melalui diskusi ini diharapkan para guru dapat memecahkan masalah yang
dihadapi berkaitan dengan pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan
kompetensi dan pengembangan karirnya
b. Seminar
Kegiatan ini memberi peluang kepada para guru untuk berinteraksi secara
ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 232
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
c. Workshop
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menghasilkan produk bermanfaat bagi
pembelajaran, peningkatan kompetensi, maupun pengembangan karirnya.
d. Penelitian
Dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen,
atau jenis penelitian lainnya.
e. Penulisan bahan ajar/buku
Bahan ajar ditulis dalam bentuk diktat, buku pelajaran, ataupun buku dalam
bidang pendidikan. f. Pembuatan media pembelajaran
Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat
praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau animasi pembelajaran.
E. Peran Pengembangan Karir Guru Menuju Indonesia Emas Guru Efektif dan Pembelajar
Guru Efektif. Bransfor, dkk dalam buku How People Learn: Brain, Mind,
Experience and School (2000, 19–21) menjelaskan bahwa guru yang efektif dan
profesional akan melakukan tiga elemen penting pengajaran, yaitu: Guru yang
efektif akan memanfaatkan dan memberdayakan pengetahuan dan pemahaman
yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Guru yang efektif akan mengajarkan
materi pelajaran secara mendalam, memberikan beragam contoh sebagai bentuk
penguatan terhadap konsep yang diajarkan, dan memberikan dasar yang kuat
terhadap pengetahuan siswa melalui pengungkapan hal-hal faktual. Guru yang
efektif akan berfokus pada pengajaran keterampilan metakognitif, yaitu
mengintegrasikan berbagai keterampilan ke dalam kurikulum dalam berbagai
bidang studi.
Guru sebagai pembelajar yang professional mempunyai beberapa indikator
diantaranya memahami arah pembelajaran profesional, memahami tantangan-
tantangan implementasi professional learning, strategi membangun komunitas
belajar yang produktif, memahami pembelajaran integratif berbasis soft skill dan
hard skill, memahami perkembangan model pembelajaran dari masa ke masa,
memahami professional learning based on character, dan memahami standar
keunggulan kompetensi guru.
Tantangan Guru Profesional Menuju Indoneisa Emas Masalah dan tantangan Indonesia menuju Indonesia Emas dalam bidang
pendidikan dilihat dari segi Akses, mutu dan relevansi yang selama ini
diprogramkan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional
adalah adanya perbedaan yang besar antar daerah, baik ekonomi, sosial dan
kependudukan. Daya tampung dan layanan yang terbatas, peningkatan layanan
sarana prasarana pendidikan serta kualitas dan distribusi guru.
Kualitas dan Distribusi Guru saat ini sangat mentukan mutu pendidikan dalam
menuju Indonesia Emas. Peraturan perundang undangan menyebutkan guru
profesional adalah guru yang sesuai dengan kualifikasai dan mempunyai sertifikat
pendidik. Kualifikasi dan sertifikasi belum cukup untuk menjadikan guru itu
profesional manakala kualitas dan distribusi guru masih belum tertata benar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 233
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kualitas dan distribusi guru bisa dilihat dari masalah masalah sekitar guru yang
ada sekarang seperti belum optimalnya penyelenggaraan lembaga pendidikan
tenaga kependidikan (LPTK), seleksi guru, data guru, kekurangan guru dan guru
honorer.
Masalah - masalah guru seperti yang dikemukakan di atas bisa jadi
merupakan tantangan dunia pendidikan dalam mewujudkan Indonesia Emas.
Apabila dalam lima tahun kedepan masalah kualitas dan distribusi serta masalah
guru lainnya tidak diselesaikan maka ditakutkan apa yang menjadi impian bangsa
Indonesia di tahun 2045 disaat bangsa ini merayakan ulang tahun 100
kemerdekaannya hanyalah tinggal sebuah mimpi.
Untuk itu perlu diadakan perombakan yang serius disegala hal yang
menyangkut dunia Pendidikan, perlu paradigma baru dunia pendidikan untuk
menuju Indonesia Emas, diperlukan arah yang jelas dalam hal keterjangkauan
dan ketersediaan akses pendidikan, perlu arah dan kebijakan yang terencana
dalam peningkatan kualitas dan distribusi guru serta perlu tata kelola yang efesien
dan efektif.
SIMPULAN Seorang guru atau konselor hendaklah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan keempat macam kompetensi yang harus dimilikinya (pribadi, sosial,
pedagogik, dan profesional) agar karir profesionalnya itu dapat berkembang lebih
baik.Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kompetensi dan karirnya
adalah berpartisipasi dalam forum atau kegiatan ilmiah profesional dan melaksanaka
penelitian/pengkajian kerja profesionalnya baik secara individual maupun kolaboratif.
Indonesia Emas yang kita impikan bersama adalah bertepatan dengan usia Indonesia yang
keseratus. Impian bersama itu bisa terwujud bisa juga hanya sekedar impian. Impian
tersebut bisa terwujud salah satu penentunya adalah Kualitas Pendidikan, Pendidikan di
Indonesia masih belum bisa dikatakan sesuai harapan manakala persoalan persoalan
Kurikulum, Guru dan Sarana masih jauh dari standar sesuai dengan aturan.
Untuk itu perlu paradigma baru dunia pendidikan untuk menuju Indonesia Emas,
diperlukan arah yang jelas dalam hal keterjangkauan dan ketersediaan akses pendidikan,
perlu arah dan kebijakan yang terencana dalam peningkatan kualitas dan distribusi guru
serta perlu tata kelola yang efesien dan efektif.
DAFTAR RUJUKAN BPMSDM dan PMP. (2015). Pedoman Sertifikasi Guru melalul Pendidikan Profesi Guru
dalam Jabatan. Kemndikbud
Harefa, Andreas. (2000). Menjadi Makhluk Pembelajar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Koesoema, Doni A. (2009). Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger: Mengembangkan
Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Mulyasa, E. (2012). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 234
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Muslich, Masnur. (2007). Sertifikasi Guru menuju Profesinalisme Pendidik. Jakarta: Buku Aksara.
Penjelasan pasal 28 PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Saomah, Aas. Dra. Msi. (2015). Pengembangan Karir Guru dan Konselor. Universitas
Pendidikan Indonesia
ISBN: 978-602-50622-0-9 235
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
THE ABILITY OF WRITING CHILDREN IN RELOCATION OF SIOSAR
Halimatussakdiah41
, Laurensia Masri Parangin-Rangin42
Surel: [email protected]
Abstract
This study aims to improve the writing ability of the victims of Sinabung
mountain disaster in Siosar Relocation. In fact, writing ability in elementary
school children of disaster victims of sinabung is very low. The average
score of writing ability is 58.25. Obstacles to note the causes of low ability
of children is a less precise learning techniques. Classroom learning seems
to focus on the teacher. Teachers in the classroom are considered the main
source of knowledge, without facilitating children with learning media so
that in teaching tend to be conventional. This research method is descriptive
qualitative. Data collection techniques are test, observation, and field notes.
The research instrument is performance test and observation sheet. The
results of the study were: improving children's writing ability, teachers can
evaluate the low ability of children's writing, teachers are motivated to make
learning media big books, and provide feedback in an effort to improve
learning outcomes in Indonesia at school
Keywords: Writing ability, elementary school children, relocating siosar.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis pada anak
korban bencana gunung Sinabung di Relokasi Siosar. Kenyataan yang
terjadi, kemampuan menulis pada anak sekolah dasar korban bencana
sinabung sangat rendah. Nilai rata-rata kemampuan menulis 58,25.
Kendala yang perlu diperhatikan penyebab rendahnya kemampuan anak
adalah teknik pembelajaran yang kurang tepat. Pembelajaran di kelas
terlihat cenderung berfokus pada guru. Guru di kelas dianggap sumber
utama pengetahuan, tanpa memfasilitasi anak dengan media pembelajaran
sehingga dalam pengajaran cenderung bersifat konvensional.. Metode
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu
tes, observasi, dan catatan lapangan. Instrumen penelitian yaitu tes unjuk
41PGSD FIP UNIMED
42PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 236
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kerja dan lembar pengamatan. Hasil penelitian sebagai : peningkatan
kemampuan menulis anak, guru dapat mengevaluasi kendala rendahnya
kemampuan menulis anak, guru termotivasi untuk membuat media
pembelajaran big books, dan memberikan umpan balik dalam upaya
meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia di sekolah
Kata Kunci: Kemampuan menulis, anak SD, relokasi siosar.
INTRODUCTION
Indonesian language learning in primary school is one of the main
lessons that will provide the foundation for students' learning process. Besides
being the language of instruction in learning process in school, Indonesian
language is also the language of national unity and language whose position and
function is regulated in the laws of the unitary state of the Republic of Indonesia.
One aspect of language skills that is crucial in its role in generating
future generations that are intelligent, critical, creative, and culturally is writing
skills. By mastering writing skills, learners will be able to express their thoughts
and feelings intelligently according to the context and situation when he is
writing. Writing skills also give birth to a speech or utterance that is
communicative, clear, coherent, easy to understand and systematic. Especially
teachers who play a strategic role and position in learning both as a designer,
manager, and implementer of learning is expected to create conditions, and can
implement various learning strategies so that students feel happy and interested in
the learning process of Indonesian language.
In fact, writing skills in elementary school children of disaster victims in Siosar
relocation are very low. The results of the Siosar elementary school students are
far from expectations, the average score of writing ability is 58.25. Obstacles to
note the causes of low ability of children is a less precise learning techniques.
Classroom learning seems to focus on the teacher. Teachers in the classroom are
considered the main source of knowledge, without facilitating children with
learning media so that teaching tends to be conventional. So the creativity of
children in the learning process to be reduced either. Furthermore, another
constraint is that there are factors influenced by the occurrence of mountain
ISBN: 978-602-50622-0-9 237
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
disaster sinabung so that children in relocation in siosar experiencing trauma and
limited facilities and supporting facilities in school.
The low level of writing ability of children, confirming that the moment
is needed a creative learning media, which can produce more meaningful learning
for students. One of the proper learning media, which can be used to improve
children's writing skills is the Big Book learning media. It is a great storybook,
both text and images, and has a simple, colorful text pattern. Teachers easily
attract students to focus on the reading or story to be written. Learning to write
with Big Books media can add to the excitement and joy of children in school
learning activities, so that children forget the trauma of the disaster they have
experienced and improve their writing skills. Thus, this study focuses on "The
Reading Capability of Primary School Children in Siosar Relocation".
METHOD
This research method is qualitative descriptive. The timing of the research
is carried out from June to August 2017. The research location at SDN No.
047175 Siosar Brand District Karo District of North Sumatra Province. This
location is an area of relocation of Sinabung disaster victims, is considered to
represent schools located in the suburbs of villages affected by the Sinabung
disaster. Source of data in this research is Sinabung relief children in Siosar
Relocation amounting to 39 people. The data were collected using several
techniques. The data collection techniques used by researchers are: test,
observation and field notes.
The research instrument is used to measure the extent to which Big Books
media play a role in improving children's writing skills. The tool used by
researchers as data collector is performance test. Researchers with teachers choose
to use performance tests because the measured aspect is the ability to write.
Students write one by one reading in Big Books. Meanwhile, teachers assess the
students who are writing. In the assessment, the teacher uses the grid of the initial
writing scoring instrument so that the results obtained are appropriate. The grid of
the assessment instrument is useful as a benchmark for teachers in grading
students objectively.
ISBN: 978-602-50622-0-9 238
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
The success criteria of this research is marked by the improvement to the
better, both the learning done in the classroom and the learning atmosphere.
Indicator of this research is improvement of writing skill both from process and
result. The research is said to be successful if it meets the criteria as in the above
table that is 75% of students got value above KKM. The KKM in SD for the
subjects of the Indonesian language is 66.
DISCUSSION
Implementation of research done by giving pretest (preliminary test)
with aim to know student ability and difficulties experienced by student in
writing.
1) Preparation Phase
Before the literacy learning process, teachers prepare learning tools, among
others, to make: annual program and semester program, syllabus, and learning
implementation plan (RPP). Annual programs and semester programs have certain
components of competency standards (SK) and basic competencies (KD) that
must be achieved within a certain timeframe. Syllabus contains a decree that will
be developed by the teacher specifically, namely KD. Indonesian language and
literature learning SK developed in the aspect of language and literature. The
decree compiled in the syllabus includes four KDs, namely: reading, writing,
listening, and speaking. The translation of the decree is outlined in the form of
annual program and semester program, syllabus, and RPP. No less important
researchers to prepare the Big Book media that will be used as a medium of
learning in achieving innovative learning in an effort to improve the ability to read
and write students in grade I and II SD SDN 047175 Siosar, which is a disaster
victims sinabung in Siosar relocation.
2) Implementation Phase
The general purpose of literacy learning is to provide reading and
writing skills to students as a provision in the form of real experiences in reading
and writing. Therefore, the implementation of learning to read writing is
inseparable, in other words into one unity. The learning steps using Big Books
ISBN: 978-602-50622-0-9 239
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
make it easier for teachers to teach. The steps of learning by using Big Books are
as follows:
Teachers who create Big Books themselves can create stories to be
written into Big Books. The story is a simple story that is suitable
for class I SD. It could also be a story that has been known to
students so they better understand the course of the story.
After making the story, the teacher can use poster paper, manila,
cardboard and cardboard for the front. Big Books is a big book, so
teachers have to draw story patterns on big paper
The teacher describes the series of stories on paper. Can also attach
clip art or pieces of images from used magazines. The image on the
front can be covered with a patchwork to look like a thick tale
book. The finished paper is drawn and then put together with a
regular spiral or bond so it is easy to turn back.
Big Books are used for teaching, teachers first show the front cover
and make students have a high curiosity. Teachers can ask what
students are observing on the cover of Big Books. Students then
raise their opinion with simple words. Teachers continue to
provoke students to increase their curiosity and focus on lessons.
Teachers can write on board the student's predictions about the
story content in Big Books.
Furthermore, the teacher starts reading the title and author's name
to add predictions from the students. It aims to make the classroom
look familiar with the open response. Teachers also associate the
knowledge that students have with the title Big Books.
The teacher begins to read the story aloud and expressively so that
students can focus on the story. The teacher also shows a picture
illustrated the story so that students know exactly how the story.
Students listen without interrupting to the end of the story.
The teacher asks how the content of the story he has read is
interesting or not. Students start expressing their reactions.
ISBN: 978-602-50622-0-9 240
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
The teacher invites students to read together in a classical loud
voice. Master points to every word that is read.
The teacher tells the students to read the story in groups so that the
students really understand the story.
Teachers appoint students one by one to read. Reading over and
over can improve students' skills.
The teacher develops the ability to read and write children, by
instructing the child to rewrite the story that has been read, then
what is written the child retold the contents of the story in front of
the class.
The ability of children in writing is still low with the average value of
student learning outcomes 65.8 with a complete number of students as many as 18
people (56%) and unfinished 14 people (44%).
Menulis;
Percentage ofRatawriting-rata; ability 65,8
Menulis; Persentase;
53
Menulis; Jumlah
Siswa; 18
Writing Ability P = 17/32 x 100% = 53% (completed), average score
65,8 and number of students who can afford as many as 18 people. Thus the level
of ability of students in writing is still very low. Although there is an increase in
reading ability of this study but has not produced adequate results.
Furthermore, the percentage of observations at the time of teaching and
learning activities are: P = 23/26 x 100% = 63.88% and the rating category is less.
Thus it can be concluded that during the learning process took place 63.88% of
ISBN: 978-602-50622-0-9 241
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
student activity has been running. However, it is necessary to make some
improvements on the parts that are considered still very less.
3) Evaluation Phase Based on the results implementation and observations made this study
the researcher conducted an evaluation of all activities of this study which results
are:
This study the percentage level of overall student is still considered low then it
needs to be improved by conducting research
This research researchers have not achieved the desired indicators in the learning
process.This study of students who actively express their opinions are still
relatively small.
CONCLUSION
The conclusion of this research is the application of big book media can improve
the writing ability of the victims of Sinabung mountain disaster in Siosar
Relocation. This can be seen from the percentage of classical completeness of
more than 75% which means that writing learning has been completed.
BIBLIOGRAPHY
Colville-Hall, Susan &Oconnor, Barbara. (2006). Using Big Book: A
StandarsBased Instructional Approach for Foreign Language Teacher
Candidate in a PreK-12 Program. Foreign Language Annals Vol. 39 Nomor
3. Hlm. 487-506.
Djiwandono, M Soenardi. 2008. Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar
bahasa.
Jakarta: PT. Indeks
Ismawati, Esti&Umaya, Faraz. 2012. BelajarBahasa di KelasAwal. Yogyakarta:
PenerbitOmbak.
ISBN: 978-602-50622-0-9 242
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Lynch. (2008). A Guide For Using Big Books In The Classrom. Jurnal
Scholastic Canada
Nambiar, Mohana. (1993). Early Reading Instruction-Big Books in the ESL
Classroom. JurnalThe English Teacher (Vol XXII). Hlm. 1-7. Nana Sudjana
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung:
Alfabeta.
Stenfri.2015.”Relokasi Permukiman Desa Suka Meriah Akibat Kejadian
Erupsi Gunungapi Sinabung Kabupaten Karo”. Skripsi. Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
USAID. 2014. Kemampuan menulis Kelas Awal di LPTK. Jakarta: USAID
ISBN: 978-602-50622-0-9 243
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
AKTUALISASI DIRI GURU PROFESIONAL DALAM
PENGEMBANGAN KARIR GURU MELALUI KINERJA
MENGAJAR GURU
Sri Lestari Siregar43
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan
potensi yang dimilikinya.Atau, hasrat individu untuk menyempurnakan
segenap potensi yang dimilikinya. Profil guru yang sukses atau berhasil
dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran, ialah ketika dalammengajar
ia dapat menunjukkan kapabilitasnya(kemampuan merumuskan tujuan,
kemampuan menguasaibahan, mengelola program pembelajaran dan
kemampuan-kemampuan lainnya) dengan baik kepada subjek
belajarsehingga tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, baik TIK(Tujuan
Instruksional Khusus) maupun TIU (Tujuan Instruksinal Umum)-nya dapat
dicapai dengan baik oleh anak didik. Oleh karena itu, akan terjalin
pengembangan karier (career development) menuntut seseorang untuk
membuat keputusan dan mengikatkan dirinya untuk mencapai tujuan-tujuan
karier. Guru menurut Lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi
utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Kata Kunci: Aktualisasi diri, guru profesional, pengembangan karir guru, kinerja mengajar guru.
PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
danmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
YangMaha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadiwarga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai
butir-butirtujuan pendidikan tersebut perlu didahului oleh proses pendidikan
yangmemadai. Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka semua
aspekyang dapat mempengaruhi belajar siswa hendaknya dapat berpengaruh
positifbagi diri siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
pendidikan.
Program PascasarjanaUniversitasNegeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 244
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan
Nasional, maka semakin kuatlah alasan pemerintah dalam melibatkanmasyarakat
dalam pengelolaan lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan dasardan
menengah. Keterlibatan masyarakat tersebut mencakup beberapa aspek
dariperencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
(UUNo. 20 Th. 2003, pasal 8), termasuk berkewajiban memberikan dukungan
sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Hal itu dapat dilihat dari kompetensi yang melekat pada diri guru yang
profesional (professional attributes). Professional attributesmerupakan
kompetensi guru yang berkaitan dengan karakteristik sikap dan perilaku yang
melekat pada diri guru yang profesional. Kompetensi ini penting dalam rangka
melaksanakan proses pembelajaran yang humanis, komunikasi yang efektif
dengan siswa, kolega dan orang tua siswa. Professional attributes memberikan
pondasi nilai-nilai, keyakinan dan keterampilan untuk mengambil keputusan-
keputusan dan tindakan guru dalam melaksanakan tugas pekerjaan mereka sehari-
hari.
Dalam upayanya untuk berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran,
seorang guru tidak hanya ditutunt mahir dalam ilmu pengetahuan tersebut, tetapi
juga ia harus mahir dalam merumuskan tujuan pembelajaran, baik itu tujuan
pembelajran umum (TIU) maupun tujuan pembelajaran khsusus (TIK). Berhasil
dan tidaknya suatu pembelajaran dapat dilihat melalui tercapainya tujuan
pembelajaran khusus. Bila tujuan pembelajaran khusus saja tidak tercapai, maka
sudah barang tentu tujuan pembelajaran umum juga tidak tercapai.
Hal itu dapat dilihat dari kinerja guru tersebut. Yang dimaksud dengan
kinerja adalah tampilan perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai
seorang pendidik yang tentu memiliki latar belakang yang relefan dengan tugas
yang dihadapai dan hubungannya interaksi dengan lingkungan.Profil guru yang
sukses atau berhasil dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran, ialah ketika
dalam mengajar ia dapat menunjukkan kapabilitasnya (kemampuan merumuskan
tujuan, kemampuan menguasai bahan, mengelola program pembelajaran dan
kemampaunkemampuan lainnya) dengan baik kepada subjek belajar sehingga
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, baik TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
maupun TIU (Tujuan Instruksinal Umum)-nya dapat dicapai dengan baik oleh
anak didik. Untuk mewujudkan niat baik yang tertuang di dalam Undang-
UndangNomor 20 Tahun 2003 tersebut perlu adanya komitmen dari berbagai
pihak,terutama pemerintah dalam mengakomodasikan keinginan para guru
dalampengembangan karier sesuai dengan Pasal 40 ayat (1).c. pembinaan karier
sesuaidengan tuntutan pengembangan kualitas.
PEMBAHASAN
Aktualisasi Guru Menurut Abraham Harold Maslow bahwa self actualization concept
(konsep aktualisasi diri) adalah hasrat individu untuk menjadi orang yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 245
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
sesuaidengan keinginan dan potensi yang dimilikinya. Atau, hasrat individu
untukmenyempurnakan segenap potensi yang dimilikinya. Profil guru yang sukses
atau berhasildalam proses pencapaian tujuan pembelajaran, ialah ketika dalam
mengajar ia dapatmenunjukkan kapabilitasnya (kemampuan merumuskan tujuan,
kemampuan menguasaibahan, mengelola program pembelajaran dan
kemampaunkemampuan lainnya) dengan baikkepada subjek belajar sehingga
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan, baik TIK (TujuanInstruksional Khusus)
maupun TIU (Tujuan Instruksinal Umum)-nya dapat dicapai denganbaik oleh
anak didik.
B. Kompetensi yang melekat pada diri guru profesional (professional
attributes)
Professional attributes merupakan kompetensi guru yang berkaitan dengan
karakteristik sikap dan perilaku yang melekat pada diri guru yang profesional.
Kompetensi ini penting dalam rangka melaksanakan proses pembelajaran yang
humanis, komunikasi yang efektif dengan siswa, kolega dan orang tua siswa.
Professional attributes memberikan pondasi nilai-nilai, keyakinan dan
keterampilan untuk mengambil keputusan-keputusan dan tindakan guru dalam
melaksanakan tugas pekerjaan mereka sehari-hari. Komponen professional
attributes secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komponen professional attributes
Kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge)
Kompetensi pengetahuan professional didasarkan pada pandangan bahwa
pengetahuan guru tentang kurikulum, materi pelajaran, pedagogi, pendidikan
terkait perundang-undangan dan konteks pengajaran khusus adalah dasar dari
pengajaran yang efektif. Tujuan dan isi dari kompetensi pengetahuan profesional
adalah:
memahami tujuan, sifat dan penggunaan berbagai strategi penilaian memahami bahwa belajar siswa dipengaruhi oleh perkembangan, pengalaman,
kemampuan, minat, bahasa, keluarga, budaya dan masyarakat mengetahui konsep-konsep kunci, isi dan proses penelitian yang relevan memahami hukum dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
persekolahan mendukung kebijakan pemerintah dalam kaitan dengan penyelenggaraan
sekolah
Kompetensi praktik profesional (professional practice) Kompetensi praktik profesional terdiri dari lima dimensi dan tiga phase.
Lima dimensi menggambarkan tanggung jawab profesional utama dan tindakan
guru melakukan dalam kehidupan profesional mereka. Dimensi-dimensi ini
interkoneksi satu sama lain dan secara kolektif berkontribusi terhadap efektifitas
ISBN: 978-602-50622-0-9 246
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
guru. Dimensi dan phase-phase tersebut menggambarkan kewenangan guru
terlepas dari masa kerja mereka. Profesionalitas guru ditunjukkan oleh aktualisasi
lima dimensi. Tetapi tidak harus berada pada semua phase. Phase 1, 2 dan 3 tidak
menggambarkan urutan proses, melainkan sekedar pemetaan tentang posisi
seorang guru berdasarkan karakteristik dan kebutuhan siswanya. Dimensi 1 dan 2
berkaitan dengan praktik pembelajaran. Sedangkan dimensi 3, 4 dan 5 berkaitan
dengan lingkungan kerja yang mendukung pembelajaran yang efektif. Dimensi-
dimensi dan phase-phase kompetensi guru dapat dicermati dari Tabel 2 berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 247
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sedangkan kompetensi guru menurut Lampiran Permendiknas No 16
Tahun 2007 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat
kompetensiutama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
ISBN: 978-602-50622-0-9 248
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Komponen kompetensi dan kompetensi utama guru tergambar dalam Tabel 3
berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 249
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pengembangan Karier Guru Dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentangOtonomi Daerah menuntut pula dilakukannya desentralisasi pendidikan.
Sebagaisesuatu yang baru maka desentralisasi pendidikan memunculkan
permasalahan dikalangan masyarakat, baik itu birokrat, anggota dewan legislatif,
para pakarataupun masyarakat awam. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di
Indonesiatidaklah semudah membalikkan tangan. Akan tetapi banyak kendala-
kendala yang
dihadapi. Terutama kesiapan daerah dalam menerima pelimpahan
pengelolaanaspek-aspek pendidikan. Sehingga masing-masing daerah
melaksanakandesentralisasi pendidikan sebatas kemampuan menginterpretasikan
konsep-konsep
desentralisasi pendidikan tersebut.
Adapun aspek-aspek utama yang harus diperhatikan terangkum
dalamrangkaian tulisan yang berjudul Decentralization of Education, yang
diterbitkanoleh Worldbank (Politics and Consensus, Community Financing,
Demand-Side
Financing, Legal Issues, dan Teacher Management).Aspek utama yang
bersentuhan langsung dengan nasib para guru adalahTeacher Management
ISBN: 978-602-50622-0-9 250
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
(Manajemen Guru). Menurut Worldbank (1998: 20)disebutkan bahwa guru juga
mempunyai kesempatan promosi (peningkatan).Struktur karier bagi guru pada
pendidikan dasar berbentuk piramida. Promosiguru selalu berarti bahwa kerja
guru beralih ke bidang administrasi danmeninggalkan tugasnya sebagai pengajar
di kelas. Pola semacam itu mempunyaiefek negatif terhadap moral guru dan
menurunkan kualitas hasil pengajarankarena guru yang senior memperoleh
promosi bukan sebagai guru, melainkansebagai tenaga administrasi.
Secara harafiah pengertian pengembangan karier (career
development)menuntut seseorang untuk membuat keputusan dan mengikatkan
dirinya untuk mencapai tujuan-tujuan karier. Pusat gagasan dalam pengembangan
karier ialah waktu, yang dipengaruhi cost and benefit. Cost and benefit ini
selaludipertimbangkan dalam memilih pekerjaan, apa kerjanya, apa organisasinya,
danapa untung ruginya (Sigit : 2003). Sedangkan pengertian pengembangan
kariersecara awam adalah peningkatan jabatan yang didasarkan pada prestasi,
masakerja, dan kesempatan. Dengan mengacu pada pengertian awam tersebut
makapengembangan karier bagi guru perlu diupayakan oleh pihak-pihak
yangberkepentingan, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Worldbank, terjadi kerancuan tentang pengembangan karier
bagiguru. Selama ini pengembangan karier bagi guru diartikan sebagai
pengalihantugas-tugas guru yang tadinya sebagai pengajar berubah menjadi
administrator(tenaga adminstrasi). Tentu saja hal tersebut berseberangan dengan
tujuan semula.Oleh karena itu menurut tulisan tersebut pengembangan karier bagi
guru diartikandengan tambahan kewenangan bagi guru selain tugas pokoknya
sebagai pengajar(pendidik). Jadi, walaupun seorang guru mempunyai/naik jabatan
mendudukijabatan struktural tertentu akan tetapi tugas pokoknya sebagai
pengajar/pendidiktetap menjadi tanggung jawabnya.
SIMPULAN
Guru dituntut untuk selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi. Sebagai pendidik, sudah seharusnya guru
harus belajar seumur hidup (long life education). Oleh karena itu, guru harus
membangun dan mengembangkan dirinya, sehingga dia mampu menjadi pencetus
”teori-teori” baru dalam konteks pembelajarannya untuk peningkatan mutu
pendidikan. kompetensi guru menurut Lampiran Permendiknas No 16 Tahun 2007
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama,
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Selama ini pengembangan karier bagi guru diartikan sebagai pengalihan
tugas-tugas guru yang tadinya sebagai pengajar berubah menjadi administrator
(tenaga adminstrasi). Tentu saja hal tersebut berseberangan dengan tujuan semula.
ISBN: 978-602-50622-0-9 251
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Oleh karena itu menurut tulisan tersebut pengembangan karier bagi guru diartikan
dengan tambahan kewenangan bagi guru selain tugas pokoknya sebagai pengajar
(pendidik).
DAFTAR RUJUKAN
Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
BumiAksara.
Mawadi. Jurnal: Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru Profesional di
Indonesia dan Australia Barat.
Sigit, Suhardi. 2003.Perilaku Organisasional. Yogyakarta: BPFE-UST.
Sudarwanto. 2009. Jurnal: Pengembangan Karier Guru.
Syarief, Ikhwanuddin, dkk. 2002. Pendidikan untuk Masyarakat IndonesiaBaru.
Jakarta: PT Grasindo.
ISBN: 978-602-50622-0-9 252
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
TANGGAPAN GURU BAHASA INDONESIA TERHADAP MASALAH
PEMBELAJARAN SASTRA DAN UPAYA MENGATASINYA
DI SMP WIRA KARYA MANDIRI TANJUNG SELAMAT
Susi Yanti Br Sinuraya44
Surel:[email protected].
ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi problematika
guru Bahasa Indonesia dalam pembelajaran sastra di SMP Wira
Karya Mandiri Tanjung Selamat dan (2) mendeskripsikan tanggapan
guru Bahasa Indonesia dalam upaya mengatasi problem
pembelajaran sastra di SMP Kabupaten Sukoharjo. Data dalam
penelitian ini adalah informasi yang diperoleh dari guru Bahasa
Indonesia, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah guru
Bahasa Indonesia di SMP Wira Karya Mandiri Tanjung Anom. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dilanjutkan proses
wawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
data model analisis interaktif. Hasil yang diperoleh yaitu: (1) hanya
berorientasi pada teks, (2) hanya bersifat teori, (3) keterbatasan
waktu dalam proses diskusi, (4) peserta didik tidak tertarik dengan
pembelajaran sastra, (5) pengetahuan sastra terbatas, (6) motivasi
belajar rendah, (7) rasa malas berkarya sendiri, (8) kreativitas dan
minat baca kurang, (9) anggapan bahwa sastra tidak penting, (10)
tidak adanya ujian praktik.
Kata Kunci: Tanggapan, Guru Bahasa Indonesia, Masalah
Pembelajaran Sastra,Upaya mengatasi SMP.
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa dan pembelajaran sastra adalah dua pembelajaran yang
penting dan tidak bisa dipisahkan. Senada dengan apa yang diungkapkan oleh
Muslimin (2011: 2) yang menjelaskan bahwa hubungan bahasa dengan Sastra
Indonesia pada dasarnya serupa dua sisi mata sekeping uang logam. Keduanya
saling ketergantungan, tidak dapat dipisahkan atau berdiri sendiri.Pembelajaran
bahasa dalam prosesnya memang sudah berjalan dengan begitu baik, namun fakta
ini bertolak belakang dengan kondisi pembelajaran Sastra Indonesia di
SMP.Pembelajaran sastra sering diabaikan bahkan seakanakan sama sekali tidak
tersentuh oleh guru. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Muslimin,
Muslimin (2011: 7) menjelaskan bahwa Problem klasik yang selama ini
menggangu semangat belajar siswa ada empat, yaitu (1) keseragaman kurikulum,
pembelajaran yang berpusat pada guru, (3) beban administrasi guru yang
tinggi, dan (4) jumlah siswa dalam satu kelas terlalu besar perlu dicarikan solusi,
44Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
ISBN: 978-602-50622-0-9 253
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
fakta bahwapembelajaran sastra Indonesia terabaikan disebabkan oleh banyak
faktor yangmelatarbelakanginya.
Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dalam mencapai tujuan tertentu. Tujuan pembelajaran
pada hakikatnya adalah perubahan perilaku siswa baik perubahan perilaku dalam
bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik (Sanjaya, 2011: 28). Sebuah
pembelajaran tentu memiliki komponen-komponen yang ada di dalamnya untuk
menunjang keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran yang baik. Menurut
Suyanto dan Djihad Hisyam (2000: 81), komponen-komponen tersebut antara lain
yaitu tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, guru dan pendidik, siswa, serta penilaian dan evaluasi.Tujuan
tersebut senada dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yang menyebutkan
bahwa pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, meningkatkan kemampuan berbahasa. Siswa pun juga diarahkan untuk
dapat menghargai dan membanggakan hasil karya sastra Indonesia sebagai
khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Generasi muda yang seharusnya mempunyai jiwakreativitas yang tinggi dan
mampu menciptakan inovasi baru menjadi terhambatkarena daya kreativitas yang
dimiliki tidak berkembang bahkan semakin lamasemakin buruk dan semakin
hilang.Guru dalam hal inimerupakan salah satu faktor penentu perkembangan
dunia kesastraan Indonesiadan juga menjadi salah satu faktor penentu
keberlangsungan pembelajaran sastradi SMP di masa yang akan datang.
Pembelajaran sastra semakin baik atausemakin terpuruk, itu semua tergantung
dari guru sebagai seorang pendidik.Faktanya, problematika pembelajaran sastra di
sekolah sebagian
besarterjadikarenagurubahasadansastradisekolahyangkurangmenumbuhkembangk
an minat dan kemampuan peserta didik dalam hal sastra.Hal ini, terbukti para
peserta didik tidak diajarkan untuk mengapresiasi ataumemahami dan menikmati
teks-teks sastra yang sesungguhnya, tetapi hanyasekedar menghafalkan nama-
nama sastrawan beserta hasil karyanya saja. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan kualitas guru matapelajaran bahasa dan sastra Indonesia, agar
nantinya pembelajaran sastra ke depanlebih baik lagi dan tidak lagi seakan
diabaikan peranan penting guna menciptakan guru-guru sastra yang berkualitas
perlu adanyapembahasan lebih lanjut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tempat dalam
Penelitian ini yaitu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yayasan wira karya
mandiri tanjung selamat medan. Data dalam penelitian ini adalah pendapat yang
diperoleh dari guru Bahasa Indonesia mengenai problematika pembelajaran sastra.
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia di SMP yayasan
ISBN: 978-602-50622-0-9 254
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
wira karya mandiri tanjung selamat medan. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu quisioner atau angket, yang dilanjutkan teknik
wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis
interaktif.Keabsahan data dalam penelitian ini, dilakukan menggunakan
triangulasi. Triangulasi menurut Moleong (2014: 330) adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Penelitian ini,
menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik triangulasi sumber yaitu dengan
cara menanyakan kembali pertanyaan yang sama kepada narasumber dengan
menggunakan instrumen/alat berbeda.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan enam
aspek atau kelompok problematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran sastra
di SMP Kabupaten Sukoharjo. Keenam aspek atau kelompok problematika
tersebut yaitu problem guru Bahasa Indonesia terkait dengan kurikulum, materi
dan bahan ajar sastra, proses pembelajaran, peserta didik, sarana dan prasarana,
serta problem terkait proses penilaian dan evaluasi. Keenam aspek problem
tersebut menemukan ada sedikitnya 20 permasalahan yang dihadapi oleh guru
Bahasa Indonesia dalam pembelajaran sastra. Hasil penelitian juga menemukan
bahwa berdasarkan problem yang guru hadapi dalam pembelajaran sastra tersebut,
tanggapan yang diberikan guru menjadi berbeda-beda terkait masing-masing
problem pembelajaran sastra yang dihadapi.
Problematika Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran Sastra Materi Sastra Lebih Sedikit Dibandingkan Materi Bahasa
Jika dilihat dalam KI dan KD permasalahan ini memang benar terjadi, hal
ini dibuktikan dengan materi bahasa yang ada yaitu materi tentang teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, ulasan, cerita
prosedur, dan cerita biografi, teks eksemplum, tanggapan kritis, dan
rekaman percobaan. Berbeda dengan materi bahasa yang cukup banyak
tersebut, di dalam KI dan KD pada kurikulum 2013 materi sastra yang ada
hanya ada dua yaitu materi tentang cerpen dan fabel (lihat KI dan KD
Kurikulum 2013). Pembelajaran Sastra Hanya Berorientasi Pada Teks
Permasalahan ini tidak relevan dengan kompetensi dasar yang ada di dalam
kurikulum yaitu terdapat kompetensi dasar yang mengharuskan peserta
didik mengidentifikasi, mengklasifikasi atau menganalisis, dan menulis
ulang sebuah karya sastra (lihat KI dan KD kurikulum 2013). Pemberian Alokasi Waktu yang Kurang
Jika dilihat berdasarkan peraturan perundang-undangan, alokasi waktu bagi
pelajaran bahasa Indonesia sudah cukup banyak yakni 6 jam pelajaran Fakta
tersebut hampir meruntuhkan pendapat bahwa alokasi waktu yang diberikan
ISBN: 978-602-50622-0-9 255
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
tidak memadai, karena apabila dilihat pelajaran bahasa Indonesia terbagi
menjadi dua pembelajaran yakni pembelajaran bahasa dan sastra, sehingga
alokasi waktu terpecah menjadi dua bagian.
Materi Sastra Belum Dibahas Secara Khusus dalam Pembelajaran Sastra
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan pembelajaran sastra
yang hanya berorientasi pada teks, permasalahan ini belum terbukti
kebenarannya. Materi sastra anggapan guru memang belum dibahas secara
khusus, dan hanya bersifat umum saja. Akan tetapi, pada kenyataannya jika
dilihat dalam KI dan KD dalam kurikulum 2013, pembelajaran sastra yang
tercantum diminta untuk dibahasa secara khusus. Porsi Materi Bahasa dan Sastra Kurang Seimbang
Bukan hanya porsi alokasi waktu yang kurang seimbang, tetapi juga porsi
bahan ajarnya pun tidak seimbang. Pasalnya porsi materi bahasa dan
sastranya terlihat kurang seimbang, materi sastra yang ada hanya materi
tentang cerpen dan fabel. Berbeda dengan materi sastra yang sedikit, banyak
materi bahasa yang ada, di antaranya materi tentang teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, ulasan, cerita prosedur, dan
cerita biografi, teks eksemplum, tanggapan kritis, dan rekaman percobaan
(lihat KI dan KD Kurikulum 2013). Jika kita cermati lebih lanjut dan kita
bandingkan maka ditemukan bahwa porsi materi sastra dan bahasa adalah 2
banding 8, yang artinya 20% untuk materi sastra dan 80% untuk materi
bahasa. Pembelajaran Sastra Hanya Bersifat Teori Sehingga Kurang Menarik
Permasalahan ini belum relevan dengan keadaan sebenarnya. Apabila
dicermati kembali, dalam pembelajaran sastra terdapat kompetensi untuk
menganalisis dan mengidentifikasi sebuah karya sastra. Menarik atau
tidaknya pembelajaran sastra tergantung bagaimana metode yang guru
gunakan dalam menyampaikan pembelajaran sastra kepada peserta didik.
Oleh karena itu, tidak serta merta pembelajaran sastra disalahkan, tetapi
faktor guru juga menentukan. Kurangnya buku-buku Materi untuk Menunjang Pembelajaran Sastra
tanggungjawab dari pihak dinas pendidikan maupun pihak sekolah harusnya
lebih peka terhadap permasalahan ini. Buku-buku yang disediakan harusnya
buku yang mampu menunjang pembelajaran, bukan hanya sebagai bahan
bacaan saja. Boleh saja jika buku-buku yang ada sebagai bahan bacaan,
namun alangkah lebih baik jika buku-buku yang ada juga digunakan sebagai
penunjang pembelajaran.
Keterbatasan Waktu dalam Proses Pembelajaran Diskusi, Tim, atau
Kelompok
pemberian alokasi waktu bagi pelajaran bahasa Indonesia sebenarnya sudah
cukup banyak dibandingkan pelajaran-pelajaran lainnya. Akan tetapi dalam
ISBN: 978-602-50622-0-9 256
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
prosesnya, pembelajaran sastra kekurangan waktu. Di sisi lain, proses
diskusi, tim, maupun kelompok memang membutuhkan waktu yang cukup
banyak.
Peserta Didik Tidak Tertarik dengan Pembelajaran Sastra
Olivia (2009: 77) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dalam proses
pembelajaran siswa terkesan pasif, itu dikarenakan siswa sendiri yang tidak
tertarik dengan materi yang diajarkan. Berbanding terbalik dengan temuan
peneliti, permasalahan ini menurut peneliti kurang relevan, sebab
berdasarkan hasil wawancara pada peserta didik, sebenarnya peserta didik
tertarik dengan pembelajaran sastra. Akan tetapi, cara guru dalam
menyampaikan pembelajaran yang terkesan monoton dan biasa-biasa saja
menjadikan peserta didik kurang tertarik dengan pembelajaran sastra. Terbatasnya Pengetahuan Tentang Sastra
sedikitnya materi sastra yang harus diajarkan membuat peserta didik
menjadi kekurangan pengetahuan tentang sastra. Oleh karena itu, guru
menjadi faktor banyak sedikitnya pengetahuan peserta didik tentang sastra.
Guru harusnya yang memperbanyak pengetahuan kesastraan peserta didik
dengan cara menambahkan materi-materi sastra sendiri ke dalam
pembelajaran. Motivasi Belajar Siswa Tentang Sastra yang Rendah
Motivasi belajar siswa yang rendah ini merupakan dampak dari terbatas
pengetahuan peserta didik tentang sastra itu sendiri. Karena apabila peserta
didik memiliki banyak pengetahuan tentang sastra tentu mereka akan lebih
tertarik dengan pembelajaran sastra. Hasilnya, peserta didik menjadi lebih
termotivasi dalam memperdalam pengetahuan tentang sastra. Rasa malas untuk mencoba berkarya sendiri, Kreativitas siswa dan Minat membaca buku sastra kurang, Siswa menganggap bahwa sastra itu tidak penting, dan Siswa kesulitan merangkai kata-kata dan menuangkannya dalam tulisan. Media pembelajaan sastra masih terbatas, Kurang lengkapnya sarana dan prasarana yang ada di sekolah Tidak Adanya Ujian Praktik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Untuk Penilaian Praktik Guru Terbentur Waktu Jam Pelajaran
Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa memang alokasi waktu
sebenarnya sudah cukup banyak dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran
lain. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri kegiatan praktik memang
membutuhkan banyak waktu, dari mulai pengkondisian kelas sampai harus
mengkondisikan peserta didik sendiri yang acap kali susah untuk diatur.
Sehingga guru menjadi kesulitan dalam melakukan penilaian praktik dalam
pembelajaran sastra. Akhirnya, guru meminta siswa untuk melakukan
kegiatan praktik dalam pembelajaran sastra di luar jam pelajaran.
ISBN: 978-602-50622-0-9 257
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Format Penilaian yang Belum Seragam
Ketidakseragaman ini memang beralasan, karena dalam penilaian praktek
seperti cerpen dan puisi guru terkadang bingung cara menentukan nilainya.
Oleh karena itu, perlu adanya pembenahan mengenai format penilaian dan
evaluasi dalam pembelajaran sastra. Sehingga guru dalam menilai juga
menjadi objektif dan tidak bergantung pada perasaan serta pandangan guru
saja. Tanggapan Guru dalam Upaya Mengatasi Problematika Pembelajaran
Mencari dan menambah sendiri materi-materi sastra untuk memperjelas
materi sastra yang tercantum pada kurikulum, dari internet atau buku-buku
yang lain. Mengajar hanya sesuai dengan kurikulum saja.
Menyarankan pada pemerintah untuk menambah alokasi waktu untuk
pembelajaran sastra.
Menambah sendiri materi-materi sastra untuk memperjelas materi sastra
yang tercantum pada kurikulum, dari internet, dan menyelipkan materi-
materi sastra yang lain walaupun tidak ada dalam silabus atau rpp untuk
sekadar menambah wawasan dan membangun konteks perserta didik. Penambahan porsi pembelajaran sastra sehingga lebih seimbang.
Mengubah penyampaian materi pembelajaran sastra dalam bentuk
penyampaian yang menarik.
Guru lebih aktif dan kreatif mencari materi atau bahan ajar yang lain, dan
menambah buku-buku sastra, dan guru mengarahkan peserta didik dan
menambahkan sendiri unsur-unsur yang menunjang materi atau
pembelajaran sastra.
Karena keterbatasan waktu, guru mengatasinya dengan melakukan
penugasan kepada peserta didik di luar jam pelajaran.
Mengajak peserta didik untuk berlatih praktik membuat karya sastra dan
mengembangkan kreativitas.
Peserta didik diberi pembelajaran tentang sastra secara berjenjang dan
berkesinambungan, agar pembelajaran sastra dapat terus berlanjut. Meningkatkan motivasi belajar sastra peserta didik.
Membiasakan peserta didik lebih kreatif dan guru memberikan contoh
terlebih dahulu. Meningkatkan minat baca peserta didik.
Mengubah metode dan teknik pembelajaran agar peserta didik lebih tertarik
dengan pembelajaran sastra.
Menyuruh peserta didk mencari materi sastra sendiri di internet atau
meminjam buku di perpustakaan umum atau sekolah.
ISBN: 978-602-50622-0-9 258
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Mengusulkan sekolah untuk menyediakan media pembelajaran, sarana, dan
prasarana yang memadai, jika tidak menggunakan media pembelajaran
seadanya saja.
Mengusahakan secara pribadi, mencari buku online di internet atau membeli
buku atau novel sebagai medianya.
Ujian atau penilaian cukup penilaian tertulis karena ukurannya hanya nilai
UN saja.
Hanya memberikan nilai seadanya, hanya dalam bentuk pembacaan naskah,
puisi, cerpen, novel, drama.
Guru membuat format penilaian sendiri atau mencari sendiri di internet,
sesuai dengan jenis sastra yang diambil nilainya dalam pembelajaran.
Guru seharusnya memiliki kedudukan, tujuan, dan fungsi, sesuai dengan
undang-undang guru dan dosen (Kemendikbud, 2005) yang menjelaskan
bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu,
apapun yang terjadi seorang guru harus selalu mengutamakan kedudukan
dan fungsinya sebagai seorang pendidik yang profesional.
SIMPULAN
Problematika Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran Sastra (1) materi-
materi sastra lebih sedikit dibandingkan materi sastra, (2) pembelajaran sastra
hanya berorientasi pada teks, (3) pemberian alokasi waktu yang kurang, (4)
materi sastra dibahas secara khusus dalam pembelajaran sastra. Materi sastra
hanya untuk membangun konteks saja, yang dibahas hanya sastra secara
umum, (5) porsi materi bahasa dan sastra kurang seimbang, (6) pembelajaran
sastra hanya bersifat teori saja sehingga terkesan kurang menarik, (7)
kurangnya buku-buku materi untuk menunjang pembelajaran sastra, (8)
keterbatasan waktu dalam proses pembelajaran diskusi, tim, atau kelompok, (9)
peserta didik tidak tertarik dengan pembelajaran sastra, (10) terbatasnya
pengetahuan tentang sastra, (11) motivasi belajar siswa tentang sastra yang
rendah, (12) rasa malas untuk mencoba berkarya sendiri karena beranggapan
pelajaran sastra semua serba sulit, (13) kreativitas siswa dan minat membaca
buku sastra kurang, (14) siswa menganggap bahwa sastra itu tidakpenting, (15)
siswa kesulitan merangkai kata-kata dan menuangkannya dalam bentuk tulisan,
(16) media pembelajaan sastra masih terbatas, (17) kurang lengkapnya sarana
dan prasarana yang ada di sekolah, (18) tidak adanya ujian praktik mata
pelajaran bahasa Indonesia, (19) untuk penilaian praktik guru terbentur waktu
ISBN: 978-602-50622-0-9 259
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
jam pelajaran, (20) format penilaian yang belum seragam, sehingga kadang
guru menilai hanya menyesuaikan jenis sastra yang dibelajarkan.
Tanggapan Guru dalam Upaya Mengatasi Problematika Pembelajaran(1)
menambah sendiri materi sastra dari internet atau buku lain, (2) mengajar hanya
sesuai dengan kurikulum, (3) menyarankan pemerintah untuk menambah alokasi
waktu, (4) menambah sendiri materi-materi sastra untuk memperjelas materi sastra
dan menyelipkan materi-materi sastra yang lain walaupun tidak ada dalam silabus
atau rpp, (5) penambahan porsi pembelajaran sastra, (6) mengubah penyampaian
materi pembelajaran sastra, (7) guru lebih aktif dan kreatif mencari materi atau
bahan ajar yang lain dan menambah bukubuku sastra, dan guru mengarahkan
peserta didik, (8) keterbatasan waktu, guru mengatasinya dengan penugasan pada
peserta didik di luar jam pelajaran, (9) mengajak peserta didik untuk berlatih
praktik dan mengembangkan kreativitas,
diberi pembelajaran sastra secara berjenjang dan berkesinambungan, (11)
meningkatkan motivasi belajar, (12) membiasakan peserta didik kreatif dan
guru memberikan contoh terlebih dahulu, (13) meningkatkan minat baca, (14)
mengubah metode dan teknik pembelajaran, (15) menyuruh peserta didk
mencari materi sastra sendiri di internet atau meminjam buku di perpustakaan,
mengusulkan sekolah untuk menyediakan media pembelajaran, sarana,
dan prasarana yang memadai, (17) mengusahakan secara pribadi, mencari buku
online di internet atau membeli buku atau novel sebagai medianya, (18)
penilaian cukup tertulis karena ukurannya hanya nilai UN, (19) memberikan
nilai seadanya, dan (20) guru membuat format penilaian sendiri.
DAFTAR RUJUKAN Kemendikbud. 2005. Undang-undang Guru dan Dosen. Jakarta:
Kemedikbud.Diakses. 14 oktober 2017. www.jurnal.com.
Muslimin. 2011. Perlunya Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia: Solusi Mengatasi Problem Klasik Pengajaran Bahasa dan
Sastra di Sekolah. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya, Issn 2088-6020, Vol.
1, No. 1.
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Olivia Vita, Egga. 2009. Keefektifan Penggunaan Media “Kartu Kerja”
Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Tulung Klaten Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 260
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sanjaya, Wina. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Suyanto, & Djihad, Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia
Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adi Cita.
ISBN: 978-602-50622-0-9 261
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIKA SISWA
SMP
SULTAN ISKANDAR MUDA
Hernita Permata Sari45
, Budi Halomoan Siregar2
Surel: [email protected] [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX SMP Sultan
Iskandar Muda T.A 2017/2018 yang berjumlah 39 orang. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa
dengan penerapan pembelajaran matematika realistik pada pokok bahasan
kekongruenan dan kesebangunan. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK), yang terdiri dari dua siklus. Data diperoleh melalui
interview, observasi, dan tes tertulis. Teknik analisis data dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan.
Data yang diperoleh direduksi dengan mengelompokkan kemudian
mengorganisasikannya sehingga diperoleh informasi yang bermakna.
Setelah direduksi, kemudian data dipaparkan secara sederhana dalam
bentuk paparan naratif, grafik, dan tabel, yang bertujuan untuk
menggambarkan secara jelas mengenai proses dan hasil tindakan. Paparan
informasi yang didapat kemudian dibandingkan dengan indikator-indikator
keberhasilan yang digunakan dan selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan
kemampuan representasi matematika siswa setelah menerapkan pendekatan
pembelajaran matematika realistik pada materi kekongruenan dan
kesebangunan.
Kata kunci: Pendekatan matematika realistik, PTK, kekongruenan dan
kesebangunan.
Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 262
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Abstract
This research was conducted on 39 students of class IX
SMP Sultan Iskandar Muda in academic year 2017/2018. This research
aims to improve the ability of mathematical representation by applying
realistic mathematical approach to the material of congruence and
kesebangunan. This type of research is a classroom action research (PTK),
which consists of two cycles. Data obtained through interviews,
observations, and written tests. Data analysis technique is done through
three stages, namely: reducing data, exposing data, and drawing
conclusions. The data obtained is reduced by grouping and then organizing
it to produce meaningful information. Furthermore, the data is presented in
a simple form of narrative, graphics, and tables.The information obtained is
then compared with the success indicators used and then the conclusion is
drawn. The results of this study indicate an increase in the ability of
students' mathematical representation after applying realistic mathematical
approach to the material of congruence and kesebangunan.
Keywords: realistic mathematical approach, CAR, congruence.
PENDAHULUAN
Kualitas pembelajaran disekolah merupakan suatu proses yang
sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kualitas dalam pembelajaran
perlu dievaluasi dan diberikan tindakan agar dapat prosess pembelajaran dikelasb
dapat mencapai tujuan pembelajaran. Namun kenyataannya di sekolah sejauh ini
dalam praktiknya pembelajaran di kelas belum serius dikembangkan untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran tersebut terutama pada pembelajaran
matematika. Hal ini dibuktikan dengan permasalahan-permasalahan yang
ditemukan oleh peneliti pada saat melakukan observasi selama 2 hari di SMP
Sultan Iskandar Muda Medan. Permasalahan-permasalahan itu adalah metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat ceramah, siswa pasif
dalam proses pembelajaran, menurut siswa matematika masih bersifat abstrak, dan
rendahnya kemampuan representasi matematika siswa. Sehingga perlunya suatu
tindakan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Peneliti berpendapat bahwa
guru dapat meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa dengan
menerapkan pendekatan matematika realistik.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pembelajaran
matematika di kelas VIII-A SMP Sultan Iskandar Muda Medan masih didominasi
oleh guru. Guru masih menggunakan model ceramah, sehingga peran guru sangat
dominan. Sementara siswa hanya mendengarkan dan menyimak materi atau
pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Siswa cenderung pasif saat belajar di
ISBN: 978-602-50622-0-9 263
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dalam kelas. Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa hanya diam
mendengarkan. Ketika guru memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa,
kebanyakan siswa hanya diam dan tidak berani mengeluarkan pendapatnya.
Kurangnya kegiatan siswa didalam kelas mengakibatkan sis wa tidak dapat mudah
memahami dan menguasai materi.
Tes diagnostik representasi yang diberikan oleh peneliti kepada
siswa kelas VIII-A SMP Sultan Iskandar Muda Medan sebanyak 3 soal.
Banyaknya siswa kelas VIII-A SMP Sultan Iskandar Muda Medan adalah
berjumlah 39 orang. Ketiga soal ini dirancang agar penyelesaiannya dapat
menunjukkan indikator representasi yaitu (visual, persamaan atau ekspresi
matematika, tes tertulis ). Berdasarkan hasil tes yang diberikan diperoleh
sebanyak 1 orang siswa yang memiliki kemampuan representasi dalam kategori
sangat tinggi (2,6%), 5 orang siswa memiliki kemampuan representasi dalam
kategori tinggi (12,8%), 5 orang siswa memiliki kemampuan representasi dalam
kategori sedang (12,8%), 3 orang pada kategori rendah (7,7%), dan 25 orang
dalam kategori sangat rendah(64,1%). Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
sebanyak 11 orang (28,2%), dan jumlah siswa yang belum tuntas adalah sebanyak
28 orang (71,8%).
Berdasarkan data yang diperoleh, masih banyak siswa yang
kemampuan representasi matematikanya tergolong sangat rendah. Namun disadari
bahwa pentingnya kompetensi representasi matematika sangat perlu ditingkatkan.
Pencantuman representasi sebagai komponen standar proses dalam NCTM (2000)
cukup beralasan karena untuk berpikir matematis dan mengkomunikasikan ide-ide
matematika, seseorang perlu merepresentasikannya dalam berbagai cara dapat
mengaktualisasikan dirinya. Pernyataan ini sejalan dengan Puri (Minarni, 2016:
yang menyatakan bahwa representasi merupakan konfigurasi yang dapat
mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa cara. Seseorang mengembangkan
representasi untuk menafsirkan dan mengingat pengalaman mereka dalam upaya
untuk memahami dunia. Lebih spesifik, Kilpatrick (Minarni, 2016: 46)
menyatakan bahwa representasi dapat digunakan untuk memahami matematika.
Matematika membutuhkan representasi karena sifat abstrak matematika sehingga
seseorang memiliki akses ke ide-ide matematika hanya melalui representasi dari
ide-ide tersebut. National Council of Teacher of Mathematics 2000 (Tsani, 2015:
menyatakan bahwa pentingnya penggunaan representasi bagi siswa adalah
bahwa representasi dapat digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide
matematis, argumen, dan pemahaman matematis pada siswa lain. Representasi
juga memungkinkan siswa untuk mengetahui kaitan antar berbagai konsep dan
menerapkannya dalam menyelesaikan masalah-masalah realistik. Beberapa bentuk
representasi ─ seperti diagram, grafik, dan ekspresi simbolik ─ sudah sejak lama
merupakan bagian tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika di sekolah.
ISBN: 978-602-50622-0-9 264
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Masalah terakhir, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
siswa, mereka mengaku matematika susah untuk dipahami dan terlalu abstrak.
Banyak siswa di kelas VIII-A SMP Swasta Sultan Iskandar Muda Medan yang
tidak menyukai pelajaran matematika.
Matematika adalah suatu ilmu dengan objek kajian yang bersifat
abstrak. Ketepatan penggunaan dan jenis benda konkret yang digunakan akan
semakin memudahkan proses pembelajaran berjalan efektif. Sehingga hasil belajar
dapat mencapai titik-titik optimal dalam waktu yang tepat pula. Oleh karena itu,
cara penyajian materi pembelajaran termasuk pendekatan yang digunakan oleh
guru dalam kegiatan belajar mengajar harus diperhatikan.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas perlu adanya suatu
perbaikan dalam proses pembelajaran untuk mengatasi masalah tersebut.
Pembelajaran yang dilakukan tentunya harus tepat dengan merubah kebiasaan
kegiatan pembelajaran yang berpusat pada guru ke situasi yang menjadikan siswa
menjadi pusat perhatian. Guru sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan
siswa sebagai yang dibimbing, tidak hanya menyalin mengikuti contoh-contoh
tanpa mengerti konsep matematikanya. Dengan kata lain pembelajaran yang
dilakukan harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mengembangkan
kemampuan representasi matematis siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat memberi peluang
kepada siswa untuk dapat mengembangkan kualitas pembelajaran siswa adalah
pendekatan matematika realistik (PMR). Pendekatan matematika realistik adalah
suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankn dua hal
penting yaitu metematika harus dikaitkan dengan situasi nyata yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari siswa dan siswa diberikan kebebasan untuk menemukan
konsep matematika sesuai dengan cara dan pemikirannya.
Soedjadi (2001) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika
dengan pendekatan realistik dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan
yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematik
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik. Realita
yaitu hal-hal yang nyata yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat
membayangkan, sedangkan yang dimaksud lingkungan adalah lingkungan tempat
peserta didik berada, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat yang
dapat dipahami peserta didik.
Pendekatan pembelajaran ini pada dasarnya dibangun melalui salah
satu pembelajaran matematika yang dimulai dari pengalaman siswa sehari-hari
dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini
dilandasi oleh konsep Freudenthal yaitu matematika harus dihubungkan dengan
kenyataan, berada dekat dengan siswa, relevan dengan kehidupan masyarakat dan
materi-materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia.
Ini berarti materi-materi matematika harus dapat menjadi aktivitas siswa dan
ISBN: 978-602-50622-0-9 265
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan matematika melalui
praktek yang dilakukan sendiri dan sesuai dengan tingkat kognitif siswa.
Pemilihan pendekatan ini didasarkan pada beberapa alasan yaitu :
kararakteristik pendekatan pembelajaran matematika realistik dimana siswa
menemukan kembali dengan bimbingan dan fenomena yang bersifat didaktik (
guided reinvention and didactical phenomenology ), hal ini berarti siswa
diharapkan menemukan kembali konsep matematika dengan pembelajaran yang
dimulai dengan masalah kontekstual dan situasi yang diberikan
mempertimbangkan kemungkinan aplikasi dalam pembelajaran dan sebagai titik
tolak matematisasi yang memungkinkan mereka untuk berpikir dan menumbuh
kembangkan kemampuan representasi matematikanya, (2) matematisasi progresif
( progressive matematization ), siswa diberi kesempatan mengalami bagaimana
konsep matematikaditemukan yang juga dapat menumbuh kembangkan
kemampuan representasi matematika saat mereka sudah mangetahui dan
memahami konsep, (3) pembelajaran realistik membangun sendiri
pengetahuannya, maka siswa tidak pernah lupa, (4) melatih siswa untuk terbiasa
berfikir dan mengemukakan pendapat, (5) suasana dalam proses pembelajaran
menyenangkan karena menggunakan realitas keghidupan, sehingga siswa tidak
cepat bosaan untuk belajar matematika.
PMR juga berperan dalam meningkatkan kemampuan representasi
matematika siswa. Menurut Freudenthal, matematika harus dikaitkan dengan
realita dan keterkaitan dengan situasi nyata yang mudah dipahami dan
dibayangkan oleh siswa. Sesuatu yang dibayangkan tersebut digunakan sebagai
titik awal dalam mempresentasikan kemampuan matematika siswa. Berdasarkan
penjabaran diatas peneliti berasumsi bahwa PMR dapat meningkatkan
kemampuan representasi matematika siswa. Melalui pembelajaran ini, siswa
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematikanya.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research). penelitian ini memiliki beberapa tahap, yaitu Perencanaan (Planning),
Tindakan (Action), Observasi (Observation) dan Refleksi (Reflection) yang merupakan
suatu siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai.
Secara lebih rinci, prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut Arikunto (2010:132), dapat digambarkan sebagai berikut :
ISBN: 978-602-50622-0-9 266
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Gambar 1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan gambar 1 dapat terlihat bahwa satu siklus terdiri dari empat
tahap. Jika pada siklus pertama penelitian berhasil, maka penelitian dihentikan,
tetapi jika pada siklus pertama indikator keberhasilan belum sepenuhnya tercapai
maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Begitu seterusnya sampai hasil
penelitian memenuhi indikator keberhasilan.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-A SMP Swasta
Sultan Iskandar Muda Medan, dengan subjek sebanyak 39 orang. Selanjutnya,
Intrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa
wawancara, observasi guru dan siswa, dan tes. Observasi dilakukan terhadap
kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah tindakan sudah dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah
dan karakteristikpendekatan pembelajaran matematika realistik. Selanjutnya,
untuk mengetahui kemampuan representasi matematika sebelum dan sesudah
tindakan maka dilakukan suatu tes. Setiap tes terdiri dari 4 soal uraian yang
dirancang dengan mempertimbangkan indikator representasi matematika.
Kemudian, hasil tindakan siklus I dipergunakan sebagai pertimbangan untuk
melakukan tindakan siklus II.
Selanjutnya, data-data yang diperoleh akan dianalisi melalui tiga
tahap, yaitu: 1. Reduksi deata, 2. Paparan data, dan 3. Kesimpulan. Reduksi data
dilakukan dengan cara mengelompokkan data tersebut dan menyederhanakannya.
Selanjutnua, sipaparkan dalam bentuk narasi, grafik, dan tabel. Berdasarkan
paparan data, selanjutnya dilakukan tahap penyimpulan dengan
membandingkannya terhadap indikator keberhasilan.
Kriteria Tingkat Kemampuan Representasi Matematis (TKRM)
sebagai berikut: (adaptasi dari Wardani, 2013: 45). Interval skor penentuan tingkat
kemampuan representasi matematika siswa dalam pemecahan masalah
matematika adalah seperti tabel berikut:
ISBN: 978-602-50622-0-9 267
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Nilai Interval Kriteria
Kemampuan
Representasi
Matematis
90 ≤ TKRM ≤ 100 Sangat Tinggi
80 ≤ TKRM ≤ 90 Tinggi
70 ≤ TKRM ≤ 80 Sedang
60 ≤ TKRM ≤ 70 Rendah
0 ≤ TKRM ≤ 60 Sangat Rendah
Tabel 1 Interval skor pengukuran kemampuan representasi matematika
Jadi, seorang siswa dikatakan telah memenuhi Kriteria Tingkat
Representasi Matematis jika siswa tersebut telah mencapai TKRM sedang (minimal 70).
Deskripsi aktivitas guru dilakukan berdasarkan hasil lembar observasi
selama kegiatan tindakan dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
tindakan yang dilakukan mengikuti prosedur pendekatan pembelajaran matematika
realistik. Pelaksanakan dikatakan sesuai, jika semua aktivitas pembelajaran dilakukan
berdasarkan langkah-langkah dan karakteristik pendekatan pembelajaran matematika
realistik yang tertuang pada RPP. Menurut Sudjana (2004) bahwa analisis hasil lembar
pengamatan ini dilakukan dengan menghitung rata-rata skor pada setiap aspek yang
diamati dan rata-rata skor untuk seluruh aspek yang diamati. Setelah rata-rata skor
didapatkan, kemudian dibuat suatu interpretasi untuk setiap aspek dan seluruh aspek yang
diamati. Nilai Skor rata-rata selanjutnya diberikan penafsiran berdasarkan interval dan
kriteria sebagai berikut: (adaptasi dari Ziswan, 2014: 68)
Interval SR Kriteria
90% ≤ SR ≤ 100% Sangat Baik
80% ≤ SR ≤ 90% Baik
70% ≤ SR ≤ 80% Cukup Baik
60% ≤ SR ≤ 70% Kurang Baik
0% ≤ SR ≤ 60% Sangat Kurang
Baik
ISBN: 978-602-50622-0-9 268
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel 2 Interpretasi Kegiatan Siswa dan Kemampuan Guru
Indikator keberhasilan pada penelitian ini dilakukan dengan
memperhatikan dua aspek, yaitu peningkatan kemampuan `representai matematika siswa
dan tingkat keterlaksanaan langkah-langkah pendekatan pembelajaran matematika
realistik. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila: Minimal 60% dari jumlah siswa
memiliki nilai TKRM 70 (dalam kriteria sedang). Selain itu, Skor kemampuan
representai matematika pada aspek visual, ekspressi atau persamaan, dan teks tertulis
(verbal) paling tidak dalam kategori sedang (70% skor < 80%), dan hasil observasi
terhadap proses pembelajaran (aktivitas siswa dan guru) dalam kategori baik.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai, yaitu pada
siklus II ini ketuntasan klasikal siswa telah mencapai 66,7% atau 26 orang dari 39
orang siswa telah tuntas pada Tes Kemampuan Representasi Matemastika II.
Berikut dipaparkan perbandingan nilai kemampuan representasi matematika siswa
siklus I dan siklus II.
Tes Kemampuan Tes Kemampuan
Kategori Representasi I Representasi II
Ket
Siswa Persen Siswa Persen
Tuntas (Nilai 70) 19 48,7% 26 66,7% Naik
18%
Tidak Tuntas (Nilai 20 51,3% 13 33,3%
Turun
70) 18%
Tabel Perbandingan Nilai Ketuntasan Tes Kemampuan Representasi Matematika Siswa
Siklus I dan Siklus II
Peningkatan kemampuan representasi matematika siswa, yaitu
meningkatnya rata-rata skor tes kemampuan representasi matematika siswa dari
siklus I ke siklus II telah tercapai. Nilai rata-rata skor tes kemampuan representasi
matematika I adalah sebesar 64,33 dan skor tes kemampuan representasi
matematika II adalah sebesar 76,75. Dari sini dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan rata-rata skor tes kemampuan representasi matematika siswa dari
siklus I, yaitu sebesar 12,42%. Berikut dipaparkan peningkatan skor rata-rata
kemampuan representasi matematika siswa dari setiap siklus:
ISBN: 978-602-50622-0-9 269
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Gambar 2 Grafik Peningkatan Skor Rata-Rata Kemampuan Representasi
Matematika Siswa
Kemudian, rata-rata kemampuan kemampuan representasi
matematika siswa per aspek juga secara umum mengalami peningkatan dari siklus
I ke siklus II seperti tertera pada diagram di bawah ini:
Visual
Ekspresi atau Persamaan
Teks Tertulis atau Kata-kata
Gambar 3 Grafik Peningkatan Rata-Rata Kemampuan Representasi
Matematika Siswa Per Aspek
Hasil observasi aktivitas siswa yang diperoleh pada siklus II ini
termasuk dalam kategori baik, yaitu Persentase Aktivitas Siswa (PAS) sebesar
82,5%. Hasil observasi aktivitas guru yang diperoleh pada siklus II ini termasuk
dalam kategori baik, yaitu sebesar 3,36 dengan persentase 84%. Dari uraian di
atas, dapat kita simpulkan bahwa penerapan pembelajaran matematika realistik
telah berhasil meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa kelas IX
SMP Sultan Iskandar Muda Medan.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik telah berhasil
meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa kelas IX SMP Sultan
ISBN: 978-602-50622-0-9 270
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Iskandar Muda Medan dalam menyelesaikan permasalahan kekongeruenan dan
kesebangunan.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto,S.,(2010), Prosedur penelitian.Jakarta:PT Rineka Cipta
Gagatsis, A. & Elia. (2005), A Review Of Some Recent Studies On The Rol Of
RepresentationIn Mathematic Education In Cyprus And Greece,
[Online].Tersedia:http:cerme4.crm.es/Papers%20definitius/1/gagatsis.pdf
Gravemeijer, K. (2009), Educationnal Deigner. Journal of The International
Society for Design and Development in Education.
Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht:
Freu-Denthal Institut.
Minarni, A. Kk. (2016). Mathematical Undertanding and Representation Ability
of Public Junior High chool In North Sumatra. Jurnal on Mathematic
Education. Vol 7, No.1, Januari 2016. [Online]. Tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/10776388.
Shoimin,A.,(2014), Inovatif dalam kurikulum 2013.Yogyakarta: Ar-Ruzz media
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Yuhasriati. (2012). Pendekatan Realitik dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Peluang, Vol.1 No.1, Oktober 2012, ISN: 2392-5158.
ISBN: 978-602-50622-0-9 271
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI PADA MATA
PELAJARAN IPA
Putri Melly Andani Marbun46, Rusmaliyah47, Annisa Suci Lestari48
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
dan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode
demonstrasi. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 050702
Kecamatan Secanggang, yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas
V berjumlah 30 orang, sedangkan objek penelitiannya adalah meningkatkan
hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi pada mata
pelajaran IPA pokok bahasan sifat-sifat cahaya. Alat pengumpul datanya
adalah tes pilihan berganda. Analisis data yang digunakan adalah
pelaksanaan pembelajaran ketuntasan individu, ketuntasan klasikal, dan
rata-rata hasil belajar siswa. Dari analisis data yang diperoleh, ketuntasan
individu mencapai nilai KKM yaitu 75, secara klasikal meningkat 23,71%
dari 70% menjadi 86,6% yang tuntas, dan nilai rata-rata meningkat 12,44%
dari 72,3 menjadi 81,3%. Dengan demikian dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran berkategori baik dan hasil
belajar siswa meningkat setelah menggunakan metode demonstrasi pada
mata pelajaran IPA pokok bahasan sifat-sifat cahaya di kelas V SD Negeri
050702 Kecamatan Secanggang.
Kata kunci: Hasil Belajar Siswa, Metode Demonstrasi, IPA.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebuah program kegiatan yang dilaksanakan untuk
menimbulkan suatu hasil yang diinginkan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi, tetapi untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan tersebut
dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar yang dikemas dengan aktivitas belajar
Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 272
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
yang baik. Namun, aktivitas belajar IPA siswa di salah satu SD di Secanggang belum
memuaskan.
Pengalaman belajar yang dimiliki siswa hanya sebatas mendengarkan, melihat,
mencatat dan bertanya kepada guru apa yang kurang jelas, dan jarang melakukan
percobaan pada mata pelajaran IPA. Hal ini dikarenakan guru masih menggunakan
metode pembelajaran diskusi, tanya jawab, penugasan dan kurangnya melakukan
percobaan langsung. Sehingga menyebabkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA
kurang memuaskan.
Siswa berharap memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan, dan dapat
melaksanakan percobaan sehingga terdapat variasi dalam proses belajar. Percobaan juga
diharapkan dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat menyadari manfaat
dari pembelajaran IPA serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Slameto (2013) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
Rusman (2013) menyatakan proses belajar akan terjadi bila siswa berhubungan secara
aktif dengan lingkungan belajarnya, sehingga menghasilkan pengalaman. Pengalaman
harus menghasilkan pengetahuan, pengetahuan di dapat dari belajar, belajar artinya
melakukan eksperimen. Bereksperimen artinya beraktivitas. Artinya tidak ada belajar
kalau tidak melakukan aktivitas. Dengan alasan inilah aktivitas merupakan bagian yang
penting dalam hubungan belajar-mengajar. Karena tanpa aktivitas proses belajar tidak
mungkin berlangsung dengan baik.
Berdasarkan teori tersebut maka pemilihan metode yang baik, akan sangat
membantu siswa dalam aktivitas belajar. Karena dalam metode pembelajaran dapat
menjelaskan kegiatan pembelajaran berlangsung baik dari awal hingga akhir proses
belajar mengajar, dan salah satu metode yang ditawarkan adalah metode demonstrasi
untuk memenuhi harapan siswa.
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan
dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik
sederhana atau hanya sekadar tiruan (Wina Sanjaya, 2012). Belajar dengan menggunakan
metode demostrasi dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret,
sehingga menghindari pemahaman secara kata-kata atau kalimat.
Berdasarkan penjelasan di atas untuk meningkatkan hasil belajar IPA perlu
digunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Dalam hal ini
peneliti mencoba menerapkan pembelajaran IPA dengan metode demonstrasi untuk
mengamati aktivitas belajar siswa.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pelaksanaan
pembelajaran dengan mengunakan metode demonstrasi pada pelajaran IPA?, (2) hasil
belajar siswa meningkat setelah menggunakan metode demonstrasi pada mata pelajaran
IPA?.
ISBN: 978-602-50622-0-9 273
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di salah satu SD pada tahun pelajaran 2015/2016.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas. Populasi pada penelitian ini
adalah siswa kelas V SD Negeri 050702 di Secanggang tahun pelajaran 2015/2016 terdiri
dari 1 kelas berjumlah 30 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi. Dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan hasil belajar
siswa selama proses pembelajaran menggunakan metode dengan rumus:
Hasil Pengamatan = ∑ 㤷 ℎ x 100
∑
Hasil data observasi siswa dianalisis dengan pedoman kriteria Asep Jihad dan Abdul Haris (2012:130), sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Pelaksanaan Pembelajaran Siswa
Inlay Kriteria
10 – 29 Sangat Kurang
30 – 49 Kurang
50 – 69 Cukup
70 – 89 Baik
90 – 100 Sangat Baik
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi diamati
menggunakan tes pilihan berganda. Penelitian ini dilakukan menggunakan 2 siklus.
Setelah siklus I pertama selesai dilakukan, yang selanjutnya adalah refleksi. Refleksi
dilakukan untuk mengetahui apakah masih terdapat kekurangan-kekurangan selama
proses pembelajaran. Refleksi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan
pada siklus berikutnya. Di dalam refleksi peneliti melakukan beberapa perbaikan, agar
kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus II tidak terjadi lagi. Setelah
merencanakan perbaikan, selanjutnya siklus II dilakukan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 274
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel 2. Hasil Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
SIKLUS I SIKLUS II Keterangan
Keterangan
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
Siswa
Siswa
Siswa yang Meningkat Tuntas 21 70% 26 86,6%
Belajar
Siswa yang Berkurang Tidak Tuntas 9 30% 4 13,3%
Belajar
Tabel 3. Nilai Rata-rata Siswa Siklus I dan Siklus II
Inlay Siklus I Siklus II Keterangan
Rata-rata 72,3 81,3 Meningkat
Dari tabel Hasil Ketuntasan Belajar Siswa, hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode
demonstrasi dalam pembelajaran IPA. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pertambahan jumlah siswa yang tuntas belajarnya sebanyak 4 orang, pada siklus I
berjumlah 21 orang dan siklus II berjumlah 26 orang yang tuntas belajarnya
menggunakan metode demonstrasi. Secara klasikal meningkat 23,71% dari 70%
menjadi 86,6% yang tuntas.
Dari tabel nilai rata-rata siswa di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata
siswa pada siklus I dan siklus II meningkat 12,44% dari 72,3 menjadi 81,3%.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan dapat diambil
kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode
demonstrasi pada mata pelajaran IPA berkategori baik dan Hasil belajar siswa
dengan menggunakan metode demonstrasi pada mata pelajaran IPA telah
meningkat.
Adapun saran yang diberikan peneliti untuk mengatasi masalah adalah
mempersiapkan masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dan
memberikan pengarahan yang jelas kepada siswa mengenai kegiatan-kegiatan
pembelajaran sehingga siswa mudah memahami dan berpartisipasi di dalam kelas.
ISBN: 978-602-50622-0-9 275
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Sumiati. 2013. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyitno, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Yudhistira.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 276
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
EFEKTIFITASSTRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP
HASILBELAJAR BAHASA INDONESIA DI SD
Eva Betty Simanjuntak49
, Khoirunnisa Harahap50
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi
pembelajaran tematik terhadap hasil belajar dengan menggunakan
strategi pembelajaran konvensional pada pelajaran Bahasa
Indonesia.Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment yang
dilaksanakan di SD Negeri 104204 Sambirejo Timur pada semester
genap tahun ajaran 2016/2017. Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas IV yang berjumlah 60 siswa. Sampel ditentukan dengan teknik
random sampling, dengan memilih sampel secara acak, yaitu kelas IV-A
sebagai kelas eksperimen dan IV-B sebagai kelas kontrol. Sebelum
penelitian dilakukan maka peneliti melakukan uji validitas, reliabilitas,
taraf kesukaran, dan daya pembeda.Berdasarkan analisis data kelas
eksperimen dengan menggunakan strategi pembelajaran tematik
memperoleh nilai pretest X = 42,38, S2 = 114,97 dan SD = 10,72, dan
nilai post test X = 80,17, S2 = 1130,14 dan S = 11,30, terjadi
peningkatan hasil belajar sebesar 89%. Hasil analisis data kelas kontrol
diperoleh X = 41, S2 = 110,91 dan S = 10,53, terjadi peningkatan hasil
belajar sebesar 46%. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa Ha
diterima dengan perolehan diperoleh thitung> ttabel yaitu 5,226 > 2,002.
Hal ini berarti terdapat pengaruh strategi pembelajaran tematik
terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia di kelas IV SD Negeri di
Medan.
Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Tematik,Pelajaran Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran penting dalam mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola baik secara
kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila siswa dapat menyelesaikan
pendidikan tepat waktunya dengan hasil belajar yang baik. Salah satu mata pelajaran yang
49PGSD FIP UNIMED 50PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 277
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mendukung pembelajaran dalam program pendidikan formal adalah mata pelajaran
Bahasa Indonesia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia sangat berperan dalam proses pendidikan, karena
Bahasa Indonesia memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Ruang
lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa
dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) keterampilan
mendengar (listening), b) berbicara (speaking), c) membaca (reading), dan d) menulis
(writing).
Hasil observasi yang dilakukan peneliti di SD Negeri 104204 Sambirejo Timur
Tahun Ajaran 2016/2017 ditemukan permasalahan yaitu rendahnya hasil belajar Bahasa
Indonesia yang dicapai siswa. Dapat terlihat dari nilai rata-rata siswa dari 30 orang
jumlah siswa, hanya 33% jumlah siswa yang mengalami ketuntasan dalam belajar dan
selebihnya masih dibawah rata-rata.
Ketidaktuntasan siswa dalam belajar disebabkan karena dalam pelaksanaan guru
cenderung menggunakan strategi pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran yang
berpusat pada guru, guru memberikan materi peran siswa hanya mendengarkan dan
mencatat pokok-pokok materi yang diberikan oleh guru. Hal ini dikarenakan kurangnya
kemampuan guru membuat variasi dan menyesuaikan strategi pembelajaran satu dengan
materi yang akan disampaikan. Sehingga pembelajaran menjadi monoton dan siswa
kurang aktif dalam proses belajar mengajar.
Dari uraian di atas mengindikasikan perlu adanya pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dan bervariasi. Dan strategi pembelajaran yang dituntut pada
saat ini adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik (student
centered) dalam suasana yang lebih interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologi peserta didik.
Pembelajaran tematik siswa akan melakukan langsung materi yang disampaikan
(learing by doing) bukan hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa semata.
Dengan siswa diajak berperan aktif, siswa akan memahami materi yang disampaikan, dan
hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan serta bermakna.
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan strategi pembelajaran
tematik terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian. Hal
inilah yang mendorong peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi
Pembelajaran Tematik terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia di Kelas IV SD Negeri
104204 Sambirejo Timur Tahun Ajaran 2016/2017”.
Dalam upaya meningkatkan hasil belajar, seorang guru sangat perlu
memiliki keahlian dalam memahami dan memilih strategi pembelajaran untuk
membelajarkan siswa-siswanya.Strategi pembelajaran hendaknya tidak
ISBN: 978-602-50622-0-9 278
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
melupakan karakteristik siswa yang diajarkan.Artinya strategi pembelajaran harus
disesuaikan dengan karakteristik siswanya,agar tercapainya tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.Seorang guru harus memahami atau menguasai strategi
pembelajaran yang akan diterapkan.
Siswa dapat memahami konsep-konsep Bahasa Indonesia dengan baik jika
pembelajaran dimulai dari konsep yang konkret ke konsep yang abstrak. Konsep
Bahasa Indonesia yang diajarkan strategi pembelajaran tematik anak dilatih untuk
mengembangkan kemampuan diri anak yang meliputi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Dibandingkan menggunakan strategi pembelajaran konvensional
guru cenderung lebih aktif dalam kegiatan belajar, sedangkan siswa pasif seperti
yang terjadi selama ini.Mereka dituntut diam dengan melipat tangan didada
melihat dan mendengarkan penjelasan-penjelasan dari guru, kemudian
mencatatnya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diduga bahwa hasil
belajar Bahasa Indonesia siswa akan lebih tinggi jika diajar dengan strategi
pembelajaran tematik dibandingkan konvensional.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada semester genap di kelas IV SD Negeri
104204 Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan.Penelitian dilakukan selama
12 (dua belas) minggu mulai dari bulan Januari s/d Maret 2017. Penetapan jadwal
perlakuan disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh kepala sekolah yang
bersangkutan, dimana waktu belajar Bahasa Indonesia disediakan 5 (lima) jam
pelajaran dalam satu minggu dengan ketentuan bahwa 1 (satu) jam pelajaran
dilaksanakan selama 35 menit, sesuai dengan kurikulum 2016.
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas IV-A dan IV-B SD Negeri 104204 Sambirejo
Timur Kecamatan Percut Sei Tuan T.A 2016/2017 jumlah masing-masing kelas
yaitu 30 siswa sehingga jumlah yang dijadikan populasi dalam penelitian ini
adalah 60 siswa.
Menurut Sudjana (2005:6) “Sampel adalah sebagian yang diambil dari
populasi”. Dalam menentuukan sampel peneliti mengutip pendapat dari Arikunto
(2010:175) menyatakan bahwa “untuk sekedar ancar-ancar maka apabila subjek
kurang dari 100 orang lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika subjek lebih besar maka dapat
diambil 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih”.
Karena populasi memiliki karakteristik yang sama, teknik pengambilan
sampel yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara teknik random
sampling, yaitu dengan memilih sampel secara acak. Kelas IV pada SD Negeri
104204 Sambirejo Timur, sebagai sampel kelas IV-A dan Kelas IV-B.Dari kedua
kelas ini IV-A sebagai kelas eksperimen dan IV-B sebagai kelas kontrol.
ISBN: 978-602-50622-0-9 279
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Untuk menghindari ketidakjelasan dalam pengertian dikemukan definisi
istilah yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut:
Hasil belajar Bahasa Indonesia yang dimaksud merupakan skor atau nilai
berdasarkan tes pada akhir proses belajar mengajar. Sehingga dapat diukur
sejauh mana kemampuan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Strategi pembelajaran Tematik adalah langkah-langkah melakukan proses
belajar mengajar yang mengaitkan mata pelajaran dengan pengalaman pribadi
siswa. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan lebih
dapat dirasakan manfaat dan bermakna.
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atau akibat dari sesuatu
yang ditimbulkan pada subjek yaitu siswa. Sampel yang diambil dalam
penelitian ini dibagi atas dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol,
kedua kelas ini mendapat perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen
diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran tematik,
sedangkan kelas kontrol diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran konvensional.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experiment dengan
control group pretest – posttest design. Desain penelitian yang dimaksud
digambarkan seperti tabel berikut:
Tabel Control group pretest – posttest design
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Kontrol O 1 2 O2
X
Eksperimen O 1 1 O2
X
(Arikunto, 2010:125)
Keterangan : O1 = Pemberian tes awal (pretest)
O2 = Pemberian tes akhir (posttes)
X2 = Pembelajaran Tematik
X1 = Pembelajaran Konvensional
Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahapan yaitu:
ISBN: 978-602-50622-0-9 280
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Mengadakan pretest yaitu mengadakan test untuk mengetahui kemampuan
awal siswa mengenai materi pelajaran yang akan disampaikan baik di kelas
eksperimen maupun di kelas kontrol dengan soal tes yang sama. Melaksanakan perlakuan mengajar yaitu mengajar dengan menggunakan
strategi pembelajaran tematik pada kelas eksperimen dan memberikan
perlakuan mengajar dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional
pada kelas kontrol.
Mengadakan post test yaitu mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan
aktif siswa mengenai materi pembelajaran yang telah disampaikan dengan soal
yang sama setelah diberikan perlakuan mengajar masing-masing.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitiian ini adalah
teknik tes. Teknik tes ini dibagi menjadi dua macam, yaitupre test dan post test,
adapun tes yang digunakan berupa 25 soal berbentuk pilihan berganda dengan
empat jawaban alternative.
Pre test, dilaksanakan sebelum mengadakan proses pembelajaran yag
bertujuan mengetahui kemampuan awal siswa tentang materi pelajaran
tersebut. Post test, dilaksanakan setelah materi pelejarana selesai diberikan yang diberi
perlakuan dengan strategi pembelajaran Tematik dan yang diberi perlakuan
dengan strategi pembelajaran konvensional yang bertujuan untuuk mengetahui
sampai mana hasil pengajaran yang telaha dilaksanakan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sebelum tes diberikan kepada siswa perlu dilakukan uji coba untuk
mengetahui ketepatan dan kepercayaan tes dalam mengukur data penelitian.
Apabila tes terbukti valid dan reliabel, maka tes akan menghasilkan data yang
benar dan akurat. Selain melakukan pengujian validitas dan reliabilitas, dalam
penelitian juga dilakukan pengujian tingkat kesukaran dan daya
pembeda.Pengujian tingkat kesukaran tes dilakukan untuk mengetahui siswa yang
menjawab setiap item soal dengan benar, sedangkan pengujian daya pembeda tes
dilakukan untuk mengetahui siswa yang pandai dan kurang pandai.
Pengujian tes dilakukan dengan cara mengujicobakan tes, yaitu tes hasil
belajar yang diberikan kepada 30 siswa kelas IV SD Negeri 104204 Sambirejo
Timur, yang dilaksanakan pada semester kedua di bulan Januari 2017.
Pada awal penelitian ini diberikan pre test kepada kelas eksperimen dan
kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah mengetahui
kemampuan awal masing-masing kelas, selanjutnya diberi pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran tematik pada kelas eksperimen dan startegi
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada akhir pembelajaran maka
peneliti memberikan post test untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pada kelas
eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran tematik
diperoleh rata-rata pretest 42,38. Sedangkan nilai pada kelas kontrol yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 281
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
menggunakan strategi pembelajaran konvensional nila rata-rata pre test
41,00.Selanjutnya nilai rata-rata post test kelas eksperimen menggunakan strategi
pembelajaran tematik sebesar 80,17. Sedangkan, nilai rata-rata sebesar 61,66.
Hasil penelitian hipotesis untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan hasil
belajar siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dilakukan uji statistik
dua pihak dan diperoleh thitung> ttabel yaitu 5,226 > 2,002.Hal ini membuktikan
bahwa ada pengaruh strategi pembelajaran tematik terhadap hasil belajar Bahasa
Indonesia di kelas IV SD Negeri 104204 Sambirejo Timur Tahun Ajaran
2016/2017.
Dari hasil analisis data ditemukan kelas eksperimen dengan strategi
pembelajaran tematik diperoleh nilai pre testX= 42,38, S2 = 114,97 dan SD =
10,72, dan nilai post test X = 80,17, S2 = 1130,14 dan S = 11,30, terjadi
peningkatan hasil belajar sebesar 89%. Sedangkan hasil analisis data kelas kontrol
diperoleh X = 41, S2 = 110,91 dan S = 10,53, terjadi peningkatan hasil belajar
sebesar 46%. Dari hasil analisis data bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
strategi pembelajaran tematik daripada strategi pembelajaran konvensional
terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia.
Selanjutnya penelitian diatas didukung juga oleh penelitian yang dilakukan
Agung Ayu Shinta (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Tematik terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SD Gugus Letkol
Wisnu”, hasil post test dengan menggunakan strategi pembelajaran tematik lebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional
yaitu hasil belajar tematik X = 82,3 dan hasil belajar konvensional X = 65,6. Dari
penelitian ini diperoleh thitung = 4,06 > ttabel = 2,00 dalam taraf signifikansi 5% dan
derajat kebebasan 58, sehingga terdapat pengaruh yang signifikan pada strategi
pembelajaran Tematik terhadap hasil belajar IPS Siswa SD Gugus Letkol Wisnu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelas yang menerapkan strategi
pembelajaran tematik mendapatkan nilai lebih baik dibandingkan strategi
pembelajaran konvensional.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
Hasil belajar Bahasa Indonesia yang diberi pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran Tematik lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil belajar Bahasa Indonesia yang diberi pembelajaran dengan
strategi pembelajaran Konvensional di SD Negeri 104204 Sambirejo Timur
yang terlihat dari perbedaan antara thitung (5,226) > ttabel (2,002). Nilai rata-rata post test untuk hasil belajar siswa yang menggunakan strategi
pembelajaran Tematik adalah 80,17 dengan standart deviasi 11,42, sedangkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 282
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
nilai rata-rata untuk hasil belajar siswa yang menggunakan startegi
pembelajaran konvensional adalah 61,66 dengan standart deviasi 10,53.
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis memberikan saran sebagai
berikut :
Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi kepala
sekolah SD Negeri 104204 Sambirejo Timur untuk menjadikan strategi
pembelajaran Tematik sebagai salah satu strategi pembelajaran yang
diterapkan.
Bagi guru sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran sebagai salah satu
alternatif karena terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Bagi peneliti sebagai calon guru, hasil belajar ini dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan masukan untuk menambah informasi dan pengetahuan
mengenai pemanfaatan strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Hasil belajar ini juga dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sumber
informasi bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian sejenis pada
waktu dan tempat yang berbeda.
DAFTAR RUJUKAN
Abu, Ahmadi. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Arikunto, Suharsimi. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
________________. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
________________. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ayu, Agung. 2014. Pengaruh Pembelajaran Tematik terhadap Hassil Belajar IPS Siswa
SD Gugus Letkol Wisnu.Peguyangan.Jurnal Pendidikan Nasional. Vol. 2, No.1.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: Publisher.
Dimyati. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Irene, Childa. 2013. Implementasi Pembelajaran Tematik pada Siswa Kelas Rendah di
SD Negeri Balekerto Kecamatan Kaliangkrik. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkatan Satuan (KTSP)
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Rajawali Pers.
ISBN: 978-602-50622-0-9 283
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Nana, Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Nuraisyah, Siti. 2016. Pengaruh Metode SQ4R terhadap Keterampilan Membaca Teks
Cerita Rakyat pada Siswa Kelas V SDN 106164 Kecamatan Percut Sei Tuan.
Medan: Universitas Negeri Medan. SkripsiTidak Dipublikasikan.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.
Suyitno. 2010. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Uno, Hamzah dan Nurdin Mohammad. 2011. Belajar dengan Pendekatan P.A.I.L.K.E.M. Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 284
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
GAYA KEPEMIMPINAN DAN KESANTUNAN BERBAHASA
SEORANG KEPALA SEKOLAH DALAM BERKOMUNIKASI
DITINJAU DARI ASPEK PRINSIP KESOPANAN DAN CIRI-
CIRI KEPEMIMPINAN
Rondang Widya K Sihotang51
Surel: [email protected]
Abstrak
Gaya kepemimpinan dan kesantunan berbahasa dalam masyarakat
sekolah ditentukan dari gaya kepemimpinan dan kesantunan berbahasa
seorang pemimpin atau kepala sekolah dengan anggotanya atau para
guru. Kepemimpinan dan kesantunan berbahasa ini dapat meningkatkan
karir seorang kepala sekolah ataupun guru. Hal yang harus dilakukan
ialah menerapkan lima gaya kepemimpinan dan empat prinsip utama
kesantunan berbahasa. Gaya kepemimpinan ada lima yaitu, Charisma,
Ideal influence, Inspiration, Intellectual stimulation, Individualized
consideration. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya harus
memperhatikan empat prinsip, Pertama, penerapan prinsip kesopanan
(politeness principle), Kedua, penghindaran pemakaian kata tabu,
Ketiga, penggunaan eufemisme, Keempat, penggunaan pilihan kata
honorifik. Penelitian ini mendeskripsikan tentang kesantunan berbahasa
seorang kepala sekolah(pemimpin) dilihat dari aspek prinsip kesopanan.
Subjek penelitian ini adalah salah satu kepala sekolah SMP dan objek
penelitian ini adalah prinsip kesopanan dalam kesantunan
berkomunikasi.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Kata kunci: Gaya kepemimpinan, Kesantunan berbahasa, Peningkatan
karir, Organisasi
PENDAHULUAN
Bahasa memegang peranan penting dalam membentuk hubungan baik
antarsesama manusia. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku
sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi. Pemakaian bahasa
sebagai alat komunikasi dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor situasional.
Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa adalah status sosial,
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan sebagainya. Faktor
situasional meliputi siapa yang berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan,
51PENDIDIKAN PASCASARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 285
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
di mana, mengenai hal apa, dalam situasi yang bagaimana, apa jalur yang
digunakan, ragam bahasa mana yang digunakan, serta tujuan pembicara
(Nababan, 1986:7).
Oleh karena itu, dalam berbahasa hendaklah si penutur memperhatikan
bahasa yang dituturkannya. Tidaklah baik jika penutur menuturkan bahasa yang
tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang ia hadapi. Aktivitas berbahasa
sangat perlu mengemban prinsip sopan santun.
Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat
tanda verbal atau tata cara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada
norma-norma budaya, tidakhanya sekadar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam
masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam
berkomunikasi. Strategi kesantunan atau kesopanan dan prinsip kesantunan
merupakan alat untuk menjaga kesamaan harmoni dan keeratan antarmanusia.
Prinsip kesantunan pada dasarnya menghendaki agar peserta tutur tidak
menunjukkan superioritas diri dan inferioritas orang lain sebagai mitra tutur.
Dalam berkomunikasi, norma-norma kesantunan itu tampak dari perilaku verbal
maupun perilaku nonverbal. Perilaku verbal dalam fungsi imperatif misalnya
terlihat pada cara penutur mengungkapkan
perintah,nasihat,permohonan,permintaan dan lain-lain.
Kesantunan ini juga sangat diperlukan dalam masyarakat sekolah,
khususnya kesantunan seorang kepala sekolah dengan guru-guru. Kita dapat
mengukur kesantunan berbahasa seorang pemimpin dengan melihat bahasa verbal
dan non verbalnya. Hal ini didukung dari hasil penelitian seorang ahli yang
dilakukan oleh Dr. Albert Mehrabian di Universitas California, Los Angeles
(dalam Goman, 2008:26, Bowden,2010:6-7), ternyata bahwa hanya 7% hasil
komunikasi ditentukan oleh penggunaan kata-kata. Pemahaman pesan 38%
berdasarkan pada nada suara, dan 55% berdasarkan pada ekspresi wajah, gerak
tangan, posisi tubuh, dan bentuk-bentuk komunikasi non verbal lain.
Dari hasil penelitian Mehrabian di atas, bisa ditafsirkan bahwa pengaruh aspek
nonverbal terhadap kesantunan berbahasa sangat besar. Dari kedua pandangan tersebut
dapat disimpulkan bahwa kriteria kesantunan berbahasa khususnya kesantunan direktif
tidak hanya dapat diukur dari aspek verbal semata, tetapi aspek nonverbal juga menjadi
faktor yang penting untuk diperhatikan.
Fakta yang terjadi dilapangan tidak sedikit para pemimpin sekolah atau
kepala sekolah tidak memperhatikan kesantunan berbahasa sebagai seorang
pemimpin. Akibat dari hal ini timbul pertentangan dan perselisihan. Kalau ini
terjadi maka pemimpin tersebut tidak memahami betul bagaimana gaya seorang
pemimpin. Berikut untuk mengukur gaya kepemimpinan, dipergunakan indikator
sebagai berikut (Gibson,2004): (a)Charisma, (b)Ideal influence (pengaruh ideal),
(c)Inspiration(d)Intellectual stimulation, dan (e)Individualized consideration
(perhatian individu).
ISBN: 978-602-50622-0-9 286
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Fakta yang saya jumpai ialah adanya seorang pemimpin masyarakat
sekolah yaitu kepala sekolah yang tidak mematuhi kesantunan berbahasa
khususnya prinsip kesopanan. Hal ini sering saya amati ketika beliau sedang
berkomunikasi dengan para guru-guru, dan ini sangat tidak baik dalam suatu
organisasi yang dipimpinnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini,meliputi:
Bagaimana kesantunan berbahasa yang harus dimiliki seorang kepala sekolah
(pemimpin)? (2) Apa saja prinsip kesopanan seorang pemimpin?
Sesuai dengan rumusan masalah yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian
bertujuan untuk mengetahui kesantunan berbahasa seorang pemimpin dan prinsip
kesopanan yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Kesantunan Berbahasa
Kesantunan dalam berkomunikasi berkaitan dengan bagaimana peserta tutur
memperlihatkan pikiran dan niat baik terhadap mitra tutur melalui penggunaan tuturan-
tuturan yang tepat dan santun sesuai dengan konteks situasi merupakan kemampuan yang
harus dimiliki setiap peserta tutur. Kesantunan berbahasa tercermin dalam cara
berkomunikasi lewat tanda verbal maupun nonverbal. Ketika berkomunikasi, kita tunduk
pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan.
Tata cara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat
tempat hidup dan digunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Aktivitas bertutur
sangat perlu mengemban prinsip sopan santun.
Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi
(komunikator dan komunikan) demi kelancaran komunikasi. Dengan mengetahui tatacara
berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam
komunikasi karena tatacara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut.
Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu.
Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu.
Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan.
Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.
Bagaimana sikap dan gerak-gerik keika berbicara.
Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.
Prinsip Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa (menurut Leech, 1986) pada hakikatnya harus
memperhatikan empat prinsip. Pertama, penerapan prinsip kesopanan (politeness
principle) dalam berbahasa. Prinsip ini ditandai dengan memaksimalkan
kesenangan/kearifan, keuntungan, rasa salut atau rasa hormat, pujian, kecocokan,
dan kesimpatikan kepada orang lain dan (bersmaan dengan itu) meminimalkan
hal-hal tersebut pada diri sendiri. Dalam berkomunikasi, di samping menerapkan
prinsip kerja sama (cooperative principle) dengan keempat maksimnya yaitu
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara, juga
menerapkan prinsip kesopanan dengan keenam maksimnya, yaitu (1) maksim
ISBN: 978-602-50622-0-9 287
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2) maksim penerimaan yang
menguatamakan keuntungan untuk orang lain dan kerugian untuk diri sendiri, (3)
maksim kemurahan yang mengutamakan kesalutan/rasa hormat pada orang lain
dan rasa kurang hormat pada diri sendiri, (4) maksim kerendahan hati yang
mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri sendiri, (5)
maksim kecocokan yang mengutamakan kecocokan pada orang lain, dan (6)
maksim kesimpatian yang mengutamakan rasa simpati pada orang lain. Dengan
menerapkan prinsip kesopanan ini, orang tidak lagi menggunakan ungkapan-
ungkapan yang merendahkan orang lain sehingga komunikasi akan berjalan dalam
situasi yang kondusif.
Kedua, penghindaran pemakaian kata tabu. Pada kebanyakan masyarakat,
kata-kata yang berbau seks, kata-kata yang merujuk pada organ-organ tubuh yang
lazim ditutupi pakaian, kata-kata yang merujuk pada sesuatu benda yang
menjijikkan, dan kata-kata “kotor” dan “kasar” termasuk kata-kata tabu dan tidak
lazim digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, kecuali untuk tujuan-tujuan
tertentu. Ketiga, penggunaan eufemisme, yaitu ungkapan penghalus. Penggunaan
eufemisme ini perlu diterapkan untuk menghindari kesan negatif. Yang perlu
diingat adalah eufemisme harus digunakan secara wajar, tidak berlebihan. Jika
eufemisme telah menggeser pengertian suatu kata, bukan untuk memperhalus
kata-kata yang tabu, maka eufemisme justru berakibat ketidaksantunan, bahkan
pelecehan. Keempat, penggunaan pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat
untuk berbicara dan menyapa orang lain.
Faktor yang menyebabkan pemakaian bahasa menjadi tidak santun adalah
sebagai berikut: (1) Penutur menyampaikan kritik secara langsung dengan kata
atau frasa kasar, (2) Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur, (3) Penutur
protektif terhadap pendapatnya, (4) Penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur
dalam bertutur Ketika bertutur, penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur
dalam bertutur, dan (5) Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan
terhadap mitra tutur Tuturan menjadi tidak santun jika penutur terkesan
menyampaikan kecurigaan terhadap mitra tutur.
Gaya Kepemimpinan
Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu
unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior).
Sedangkan berdasarkan kepribadian maka gaya kepemimpinan dibedakan menjadi
(Robert Albanese, David D. Van Fleet, 1994):
1. Gaya Kepemimpinan Kharismatis
Gaya kepemimpinan kharismatis adalah gaya kepemimpinan yang mampu
menarik atensi banyak orang, karena berbagai faktor yang dimiliki oleh seorang
pemimpin yang merupakan anugerah dari Tuhan. Kelebihan gaya kepemimpinan
karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya
yang membangkitkan semangat. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan.
Namun, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa saya analogikan dengan
ISBN: 978-602-50622-0-9 288
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
peribahasa “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”. Mereka mampu menarik orang untuk
datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang-orang yang datang ini akan kecewa
karena ketidakkonsistenan pemimpin tersebut. Apa yang diucapkan ternyata tidak
dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan
alasan, permintaan maaf dan janji. Gaya kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika:(1)
Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali mereka akan gagal,(2) Mereka
menempatkan orang-orang untuk menutupi kelemahan mereka, dimana kepribadian ini
berantakan dan tidak sistematis.
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala
keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Kelebihan model
kepemimpinan otoriter ini ada pada pencapaian prestasinya. Dingin dan sedikit kejam
adalah kelemahan pemimpin. Gaya kepemimpinan otoriter ini bisa efektif bila ada
keseimbangan antara disiplin yang diberlakukan kepada bawahan serta ada kompromi
terhadap bawahan.
3. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan
wewenang secara luas kepada para bawahan. Kelebihan gaya kepemimpinan demokratis
ini ada di penempatan perspektifnya. Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan
pemimpin dengan gaya demokratis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup
menerima tekanan. Gaya kepemimpinan demokratis ini akan efektif bila: (1) Pemimpin
mau berjuang untuk berubah ke arah yang lebih,(2)Punya semangat bahwa hidup ini tidak
selalu win-win solution, ada kalanya terjadi win loss solution. Pemimpin harus
mengupayakan agar dia tidak selalu kalah, tetapi ada kalanya menjadi pemenang.
4. Gaya Kepemimpinan Moralis
Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinan yang paling menghargai
bawahannya. Pemimpin bergaya moralis pada dasarnya memiliki empati yang tinggi
terhadap permasalahan para bawahannya. Pemimpin bergaya moralis adalah sangat
emosinal. Dia sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula
bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Gaya kepemimpinan moralis ini efektif bila:
Keberhasilan seorang pemimpin moralis dalam mengatasi kelabilan emosionalnya
seringkali menjadi perjuangan seumur hidupnya, (2) Belajar mempercayai orang lain atau
membiarkan melakukan dengan cara mereka, bukan dengan cara anda.
Untuk mengukur gaya kepemimpinan, dipergunakan indikator sebagai berikut
(Gibson,2004):
Charisma
Adanya karisma dari seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahan untuk
berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan pimpinan.
b. Ideal influence (pengaruh ideal)
Seorang pemimpin yang baik harus mampu memberikan pengaruh yang positif
bagibawahannya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 289
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Inspiration
Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi bagi
bawahannya, sehingga bawahan mempunyai inisiatif agar dapat berkembang dan
memiliki kemampuan seperti yang diinginkan oleh pemimpinnya.
Intellectual stimulation
Adanya kemampuan secara intelektualitas dari seorang pemimpin akan dapat
menuntun bawahannya untuk lebih maju dan berpikiran kreatif serta penuh inovasi untuk
berkembang lebih maju.
Individualized consideration (perhatian individu)
Perhatian dari seorang pemimpin terhadap bawahannya secara individual akan
mempengaruhi bawahan untuk memiliki loyalitas tinggi terhadap pemimpinnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa seorang pemimpin dapat
menjadi cermin dari pemimpin tersebut. Kedua hal ini erat kaitannya. Oleh karena itu,
seorang pemimpin harus memahami kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi dan
memiliki beberapa gaya kepemimpinan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mendeskripsikan tentang kesantunan berbahasa seorang kepala
sekolah(pemimpin) dilihat dari aspek prinsip kesopanan. Subjek penelitian ini adalah
salah satu kepala sekolah SMP di Medan dan objek penelitian ini adalah prinsip
kesopanan dalam kesantunan berkomunikasi. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok(syaodih,
2010:60). Penelitian ini dilakukan dengan mengamati subjek kelompok dan menganalisis
objek penelitian berdasarkan fakta yang ada.
Teknik pengumpulan data yaitu berupa catatan dokumentasi. Data yang diperoleh
dari catatan dokumentasi ialah transkrip pembicaraan antara kepala sekolah dengan
beberapa guru di meja piket dan pada saat rapat. Analisa data dilakukan dengan
menggunakan analisis isi (content analysis), yang digunakan untuk menganalisis
kesantunan berbahasa dengan mengkaji melalui prinsip kesopanan berbahasa seorang
pemimpin.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan mendeskripsikan dan membahas data yang telah
dikumpulkan. Data-data tersebut kemudian dideskripsikan untuk memperoleh gambaran
secara jelas. Dengan mendeskripsikan data-data tersebut dapat dilihat kesantunan
berbahasa pemimpin yang menjadi subjek penelitian.
ISBN: 978-602-50622-0-9 290
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pembahasan Penelitian
Percakapan 1
Percakapan ini terjadi di meja piket salah satu sekolah SMP di Medan.
Kepala Sekolah : Terkadang kita dalam memberi hukuman kepada anak-anak
ini harusefektif buk dan pak
Para Guru : Maksudnya pak?
Kepala Sekolah : Ada beberapa guru yang saya lihat saat menghukum anak
didik tidak mendidik. Ada itu guru senior, mata pelajaran xxx
yang masuk di kelas 9xx, menghukum siswa tidak mendidik.
Tindakan seperti apa itu, pada akhirnya siswa sendiri yang
jujur kalau guru ini selalu menuduh tanpa mendengar alasan
yang diberi siswa. Sehingga siswa yang kena imbasnya.
Masalahnya tidak sekali saja guru ini melakukan hal seperti ini
sudah sering saya perhatikan, tapi tidak ada perubahan.
Kepala Sekolah : Tadi saya keliling kelas, lalu saya melihat ada anak-anak
yang berdiri di depan kelas saat pembelajaran sedang
berlangsung. Kemudian saya tanya kenapa kalian berdiri di sini
nak, lalu anak-anak itu bilang “kami dihukum Mam pak, kami
gak boleh masuk kelas sampai pelajaran Mam selesai. Lalu
saya bertanya lagi, “apa yang kalian lakukan sehingga ibu itu
marah? Anak-anak “kami terlambat masuk pak, ntah apa Mam
itu padahal kami dah lari-lari. Lalu saya foto mereka ibu-ibu
sebagai bukti. Nah, janganlah kita sampai menghukum siswa
dan pada akhirnya siswa jadi membenci kita karena kita
berperilaku yang tidak adil. Inilah susahnya, ketika diberitahu
tidak mau mendengar nanti kalau kita buat laporan tidak enak
juga dengan nama sekolah kita.
Para Guru : ohh, ia juga ya pak
Percakapan 2
Percakapan terjadi saat rapat guru.
Kepala Sekolah : Ibu x1, seharusnya tidak perlu mencampuri yang bukan
urusannya, tindakan ibu ini sudah fatal, menulis hal-hal yang
tidak benar. Ibu x2, juga ada kesalahan, ibu sering terlambat
datang kesekolah, dan seterusnya.
Keseluruhan pembahasan rapat ini adalah membahas kelemahan masing-masing guru dan
tidak ada memberikan motivasi.
ISBN: 978-602-50622-0-9 291
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Analisis Percakapan
Berdasarkan percakapan pertama dan kedua diatas, jelas terlihat bahwa kepala
sekolah tersebut mengungkapkan keburukan salah satu guru di depan guru-guru lain, atau
dengan kata lain pemimpin ini membicarakan orang lain dibelakangnya. Hal ini sangat
melanggar prisnip kesopanan dalam kesantunan berbahasa dan melanggar ciri-ciri
seorang pemimpin yang baik dan benar. Karena penerapan prinsip kesopanan (politeness
principle) dalam berbahasa ditandai dengan memaksimalkan kesenangan/kearifan,
keuntungan, rasa salut atau rasa hormat, pujian, kecocokan, dan kesimpatikan kepada
orang lain dan (bersmaan dengan itu) meminimalkan hal-hal tersebut pada diri sendiri.
Adapun maksim yang dilanggar oleh pemimpin ini adalah maksim aksim kebijakan yang
mengutamakan kearifan bahasa, maksim penerimaan yang menguatamakan keuntungan
untuk orang lain dan kerugian untuk diri sendiri, maksim kemurahan yang mengutamakan
kesalutan/rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang hormat pada diri sendiri, dan
maksim kesimpatian yang mengutakan rasa simpati pada orang lain.
Jika dilihat dari cara kepemimpinanya pemimpin ini sudah melanggar ciri-ciri
seorang pemimpin yang baik yaitu: (a)Charisma, (b)Ideal influence (pengaruh ideal),
(c)Inspiration, (d)Intellectual stimulation, dan (e)Individualized consideration (perhatian
individu).
Dari kelima poin diatas pemimpin ini tidak memenuhi kriteria bagian (b)
Pengaruh ideal, (c) inspirasi, (d) Stimulasi intelektual dan (e) Perhatian individu.Jadi
dapat disimpulkan prinsip kesopanan kepala sekolah ini dalam berkomunikasi sangat
mempengaruhi kepemimpinanya di dalam masyarakat sekolah. Hal negatif yang terjadi
adalah banyak guru-guru yang tidak mengganggap penting yang dikatakan kepala sekolah
dan hanya menganggap itu sebagai angin lalu, lalu banyak para guru yang tidak peduli
mau kepala sekolahnya datang atau tidak dan menimbulkan rasa kurang empati dan
peduli terhadap pemimpinnya.
Hal yang harus dilakukan pemimpin ini ialah dengan tidak mengumbar kesalahan
guru kepada guru lain, lebih perhartian kepada kinerja guru bukan menjelek-jelekkannya,
lebih bersifat rendah diri dan ramah kepada guru-guru, memberikan motivasi dan solusi
dari permasalahan yang dialami guru.
SIMPULAN
Kesantunan berbahasa harus dipahami oleh para pemimpin. Karena dengan
berbahasa seorang pemimpin dapat memimpin organisasinya. Jika kesantunan
berbahasanya tidak baik maka secara otomatis kepemimpinannya juga tidak baik dan
rencana yang sudah direncanakan tidak berjalan dengan baik tetapi jika kesantunan
berbahasanya baik maka gaya kepemimpinannya akan baik dan organisasi yang
dipimpinnya berjalan sesuai rencananya. Selain kesantunan berbahasa pemimpin juga
harus menguasai beberapa gaya kepemimpinan agar dapat menajdi pemimpin yang ideal
ISBN: 978-602-50622-0-9 292
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
atau disenangi oleh anggotanya. Kesantunan berbahasa dan gaya kepemimpinan
merupakan hal yang utama yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang pemimpin.
Agar organisasi yang dipimpinnya berjalan dengan baik dan sesuai rencana.
Hendaknya seorang pemimpin harus memahami betul bagaimana kepemimpinan
yang ideal dan memahami kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi.
DAFTAR RUJUKAN
Azis. E.A. 2008. Horison Baru Teori Kesantunan Berbahasa: Membingkai yang
Terserak, Menggugat yang Semu, Menuju Universalisme yang Hakiki. Pidato
Pengukuhan Guru Besar, Indonesia: Universitas Pendidikan Indonesia.
Badudu, J.S.1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: PT. Gramedia.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
D. E. Montolalu, I N. Suandi, I M. Sutama. 2013. Kesantunan Verbal dan Nonverbal
pada Tuturan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP Pangudi
Luhur Ambarawa Jawa Tengah. dalam Jurnal “Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia”.Volume 2.
Gellerman, W., Saul. 2003. Manajer dan Bawahan.Jakarta: Lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen (LPPM).
James. L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnely. 2004. Organisasi dan
Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Leech, G. 1989. Principle of Pragmatics. London: Longman.
Miftah Thoha. 1995. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali.
ISBN: 978-602-50622-0-9 293
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Nababan, Mei Lamria Entalya.2012. Kesantunan Verbal dan Nonverbal pada Tuturan
Direktif dalam Pembelajaran di SMP Taman Rama Nasional
PlusJimbaran.Tesis. Singaraja: PascasarjanaUNDIKSHA.
Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Robert Albanese, David D. Van Fleet. 1994. Organizational Behavior: A Managerial Viewpoint. Texas: Dryden Press.
St Mislikhah. 2014. Kesantunan Berbahasa.dalam Jurnal “Ar-Raniry: International
Journal of Islamic Studies”. Vol. 1, No.2, Desember.
ISBN: 978-602-50622-0-9 294
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH KETERAMPILAN GURU MEMBERIKAN
PENGUATAN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MATERI
POKOK KERAGAMAN SOSIAL DI KELAS VISD NEGERI
101610 PURBABANGUN
Rahimul Harahap52
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilaksankan untuk mengeksplorasi tingkat perbedaan
dalam hasil dari siswa di kelas belajar menggunakan keterampilan guru
memberikan efek untuk memperkuat pembelajaran. Penelitian ini
menggunakan metode komparatif.Subyek penelitiannya adalah semua
siswa kelas VISD Negeri 101610 Purbabangun sebanyak 192 siswa yang
terdiri dari 5 kelas. Populasi sampel ditentukan menggunakan
gugusteknik sampel, yaitu sampel ditetapkan. Jadi sampel dalam
penelitian ini seluruh kelas VI-Edengan total 40 orang. Penelitian ini
menggunkan dua teknik, yaituanalisis deskriptif dan analisis statistik.
Berdasarkan perhitungan keragaman sosial perbedaan dalam
pembelajaran keluar datang dengan subyek keterampilan guru
memberikan efek untuk memperkuat pembelajaran memperoleh koefisien
di 0,577. Kemudian dengan df oleh 48 di tingkat signifikan sebesar 5%
ditemukan t tabel oleh 0,320. Berdasarkan nilai > t tabel (0,577>0,320),
dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Ini berarti bahwa ada
perbedaan antara hasil keterampilan guru memberikan efek kepada
penguatan siswa belajar.
Kata kunci: Keterampilan guru,hasil belajar,keragaman sosial
PENDAHULUAN
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sumber daya manusia
(SDM) menjadi unsur penentu dalam mengisi kelangsungan hidup manusia. Untuk
menghadapi tantangan pada masa mendatang, pendidikan nasional dilaksanakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.Oleh karena itu, setiap
praktisi dan pemerhati bidang pendidikan dan pengajaran perlu memikirkan dan
52PENDIDIKAN DASAR PASCASARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 295
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mengambil langkah-langkah guna ikut berkiprah meningkatkan kualitas manusia
Indonesia seutuhnya, yakni dengan meningkatkan mutu pendidikan.
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar.
Dipundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha kependidikan
persekolahan.Seorang guru dituntut mempunyai kemampuan dalam membawakan bahan
pengajaran pada pelajaran.Peranan guru yang diharapkan seakan kurang dikuasai
sepenuhnya oleh setiap guru dengan melihat beragamnya tanggapan dari
masyarakat.Keterampilan tersebut bersifat generik yang berarti keterampilan ini perlu
dikuasai oleh semua guru, baik guru TK, SD, SLTP, SLTA maupun dosen perguruan
tinggi.Dengan pemahaman dan penguasaan keterampilan mengajar guru diharapkan
mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran, terutama dalam hal perencanaan dan
pelaksanaan proses mengajar.
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Keragaman Sosial
Belajar merupakan proses dasar perkembangan hidup manusia untuk
memperoleh hal-hal baru, baik dalam pengetahuan, kecakapan, sikap, dan tingkah
laku.Abin Syamuddin Makmun (2004:157) mengemukakan bahwa, Belajar adalah
suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu.Sedangkan Yatim Riyanto (2009:5) berpendapat bahwa,
Belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai
hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan
rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor
lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan belajar.Selain itu, menurut
Oemar Hamalik (2008:36) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman.Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, belajar
adalah suatu proses atau kegiatan dan bukan merupakan suatu hasil proses
ataupun tujuan. Dengan kata lain belajar bertitik tolak dari suatu konsep, dimana
belajar itu merupakan perubahan melalui suatu aktivitas, praktek dan pengalaman.
Perubahan yang terdapat dalam diri seseorang dapat dilihat melalui suatu
penilaian dan evaluasi.Demikian halnya dengan hasil belajar, dapat dipengaruhi
oleh usaha yang dilakukan siswa itu sendiri termasuk metode belajarnya.Oemar
Hamalik (2001:73) menyatakan bahwa, hasil belajar adalah menunjukkan
kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap baru yang
dicapai oleh siswa. Selanjutnya S. Nasution (2003:6) berpendapat,hasil belajar
merupakan apa yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pelajaran,
akan tetapi tidak mencakup semua tingkah laku.
Adapun hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar
Keragaman Sosial. Sebagaimana penjelasan dari S.K. Kochhar (2008:6) bahwa,
hasil belajar Keragaman Sosial suatu perolehan kisah tentang apa yang telah
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, tentang apa yang mereka tinggalkan bagi
orang lain baik dalam konteks kesenangan maupun dalam penderitaan.Sedangkan
Flores Tanjung (2003:11) mengatakan, hasil belajar Keragaman Sosial adalah
ISBN: 978-602-50622-0-9 296
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengetahuan akan adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing
masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda terhadap masa lalu untuk
memahami masa sekarang dan masa yang akan datang.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
Keragaman Sosial adalah perolehan sejumlah pengetahuan akan keragaman hidup
manusia lampau baik dalam aspek individual maupun kolektif yang bermanfaat
sebagai cara pandang dimasa sekarang dan yang akan datang.
Keragaman Sosial sebagai ilmu, menurut Hoesin Rusdy (2004:4)
mengatakan bahwa, Keragaman Sosialmemiliki sejumlah masalah, bukti dan
fakta, yang perlu pembuktian secara ilmiah, melalui serangkaian penelitian dan
hipotesa, dengan menggunakan metode penelitian tertentu. Sememtara itu Sartono
Kartodirjo (2006:33) mengemukakan Keragaman Sosial dikatakan sebagai seni
karena menganalisis semua fakta yang berkaitan dengan hasil budaya, yang dapat
meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas tinggi. Sedangkan Nurlina
mengatakan Keragaman Sosial sebagai seni adalah kejadian-kejadaian dalam
Keragaman Sosial bisa meningkatkan daya imajinatif, dan membawa manusia ke
masa lalu. Sedangkan, menurut Kuntowijoyo (2004:38) Keragaman Sosial sebagai
kisah adalahhasil karya atau hasil ciptaan sejarawan, penulis atau orang-orang
yang menulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
hasil belajar Keragaman Sosial pada materi Keragaman Sosial adalah
kemampuanyang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap belajar siswa
untuk dapat memahami prinsip dasar ilmu Keragaman Sosial karena adanya cara
pandang berbeda pada masyarakat terhadap masa yang lampau untuk memahami
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Kemampuan Guru Memberikan Penguatan
Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang
dapat menimbulkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku
tersebut.Saifuddin Udin (2010:88) menjelaskan bahwa, segala bentuk respons,
apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi
tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang betujuan untuk memberikan
informasi atau umpan balik (feedback) bagi siswa atas jawaban atau perbuatannya
sebagai suatu motivasi ataupun koreksi. Wina Sanjaya (2005:164)
mengungkapkan, Penguatan verbal adalah penguatan yang diungkapkan dengan
kata-kata baik kata-kata pujian dan penghargaan atau kata-kata
koreksi.Sememtara itu Trianto (2007:98) mengungkapkan Penguatan non verbal
adalah penguatan yang diungkapkan melalui bahasa isyarat. Misalnya melalui
anggukan kepala tanda setuju, mengangkat pundak, dan lain sebagainya.
Sadirman (2007:110) mengungkapkan, keterampilan memberikan
penguatan terhadap siswa dapat dilakukan dengan cara seperti siswa yang
memiliki prestasi di bidang musik diberi kepercayaan untuk memimpin paduan
ISBN: 978-602-50622-0-9 297
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
suara di sekolahnya, atau siswa yang memiliki karya ilmiah yang baik diberi
kesempatan untuk memamerkan hasil karyanya di ruang guru.Senada dengan hal
itu, Moh Uzer Usman (2011:102) mengemukakan kemampuan guru memberikan
penguatan adalah “respons terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.Tindakan tersebut
dimaksudkan untuk mengganjar atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih
giat berpartisipasi dalam interaksi belajar-mengajar.Sedangkan Wina Sanjaya
(2007:34) menyatakan bentuk respon apapun harus ditujukan pada upaya
memberikan dorongan kepada siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya
(akademik maupun non akademik).Bentuk dan jenis penguatan yang dimaksudkan
sebagai umpan balik, harus dihindari dari kemungkinan buruk yaitu timbulnya
malas, prustasi dan sifat-sifat negatif lainnya.
Dari beberapa penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan manfaat
penguatan bagi siswa adalah untuk meningkatkan perhatian dalam belajar,
membangkitkan dan memelihara perilaku, menumbuhkan rasa percaya diri, dan
memelihara iklim belajar yang kondusif.Keterampilan memberikan penguatan
merupakan salah satu keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru
untuk membantu siswa memenuhi kebutuhannya dalam mencapai perkembangan
yang optimal pada pembelajaran.Pemberian penguatan adalah segala usaha nyata
yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan semangat belajar siswa dalam
usahan mencapai dan memperoleh prestasi yang baik di sekolah dan masyarakat
khususnya sebagai bekal hidup di masa depan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berlokasi di SD Negeri 101610 Purbabangun, yang beralamat di Jl.
Gunung Tua-Binanga Km. 8,5 Padang Lawas Utara.Waktu yang diperlukan
dalampelaksanaan penelitian ini ± 4 bulan, yaitu mulai bulan September 2012 s/d
Desember 2012. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI.
Adapun metode penelitian yang ditetapkan dalan penelitian ini adalah metode
yang sesuai dengan rumusan masalah, yakni untuk mencari pengaruh antara dua variabel,
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Oleh karena itu metode penelitian yang
dipergunakan adalah metode deskriptif. Moh.Nasir (2005:54) berpendapat bahwa,Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek
kondisi suatu sistem pemikiran atau peristiwa masa sekarang.Tujuan penelitian deskriptif
adalah untuk membuat deskriptif gambaran secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam rangka analisis terhadap variabel
X (Keterampilan Guru Memberikan Penguatan) tehnik pengumpulan data yang dilakukan
adalah dengan menggunakan tehnik angket.Sedangkan untuk memperoleh data Hasil
Belajar Siswa Materi Pokok Keragaman Sosial, penulis menggunakan tes.Jenis angket
dan tes yang digunakan peneliti berbentuk pilihan ganda (multiple choice).
ISBN: 978-602-50622-0-9 298
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sedangkan, untuk menganalisis data digunakan dengan dua tahap, yaituanalisis deskriptif
yang digunakan untuk memberikan gambaran secara umum dari kedua variabel dan
analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang ditegakkan
diterima atau diterima kebenarannya dengan menggunakan rumus korelasi “r” Product
Moment oleh Person.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap variabel bebas (X) yakni
keterampilan guru memberikan penguatan. Berdasarkan hasil pengolahan data
yang terkumpul tentang keterampilan guru memberikan penguatandiperoleh nilai
terendah 2,3 dan nilai tertinggi 3,9. Sedangkan, nilai yang mungkin dicapai oleh
siswa adalah 0-4. Berdasarkan dari hasil perhitungan data keterampilan guru
memberikan penguatandiperoleh nilai rata-rata 2,81. Apabila dikonsultasilkan
pada tabel klasifikasi penilain maka nilai berada pada kategori “Baik”.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terkumpul tentang hasil belajar
siswa pada materi pokok Keragaman Sosial (Variabel Y) diperoleh nilai terendah
40 sampai nilai tertinggi 80, sedangkan nilai yang mungkin dicapai 0-100.
Berdasarkan dari hasil perhitungan data hasil belajar siswa pada materi pokok
Keragaman Sosial diperoleh nilai rata-rata 63,25. Apabila dikonsultasikan pada
tabel klasifikasi penilaian Bab III (Tabel 4) maka nilai pada kategori “Cukup”.
Berdasarkan hasil perbandingan nilai di atas maka hipotesis alternatif yang
dirumuskan dalam penelitian ini dapatditerima kebenarannya. Artinya “Terdapat
pengaruh yang kuat antara keterampilan guru memberikan penguatan dengan hasil
belajar siswa pada materi pokok Keragaman Sosial di Kelas VI SD Negeri 101610
Purbabangun”.
SIMPULAN
Dari hasil analisis nilai perolehan untuk variabel bahwa keterampilan guru
memberikan penguatan. Diperoleh nilai rata-rata pada kategori “Baik”. Sedangkan, untuk
hasil belajar Keragaman Sosial siswa pada materi pokok Keragaman Sosial dikategorikan
“Cukup”.Berdasarkan nilairhitung lebih besar dari pada rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara keterampilan guru memberikan penguatan
dengan hasil belajar siswa pada materi pokok Keragaman Sosial” di Kelas VI 101610
Purbabangun.
Dari uraian di atas, penelitian ini memberikan implikasi bahwa tinggi rendahnya
hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan antara lain guru,
lingkungan belajar, kerangka atau model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
siswa, metode pembelajaran dan kurikulum.
ISBN: 978-602-50622-0-9 299
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2009.Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Bakhtiar, Amsal. 2004.Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Carey, Peter dan Colin Wild. 1986. Gelora Api Revolusi Sebuah Antologi Keragaman
Sosial. Jakarta: Gramedia.
Darmodiharjo, Darji. 1984.Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries Lima.
Fachrul, Melati Ferianita. 2008.Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Gunawan, Ary H. 2000.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hardi. 1988.Menarik Pelajaran dari Keragaman Sosial. Jakarta: Haji Masagung.
Nazir, Moh. 1983.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugroho, Sigit. 2008.Dasar-dasar Metode Statistika. Jakarta: Gramedia Wididsarana
Indonesia.
Pendidikan, Jurnal Teknologi. 2001.Jurnal Teknologi Pendidikan. Jakarta: Program Studi
Pendidikan, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Jakarta.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Noto Susanto. 2008.Keragaman Sosial
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Rickefs, M. C. 2008.Keragaman Sosial Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi.
Sasono, Adi. 2008.Rakyat Bangkit Bangun Martabat. Jakarta: Pustaka Alfabet.
Sagala, Syaiful. 2008.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sudiyo. 2002.Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudijono, Anas. 2004.Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soebantardjo. 1961.Sari Sedjarah Asia Australia. Jogjakarta: Penerbit Bopkri.
ISBN: 978-602-50622-0-9 300
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Yusuf, A. Muri. 2005.Dasar-Dasar dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Padang: Universitas
Negeri Padang.
Yulaelawati, Ella. 2009.Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 301
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENERAPAN METODE PENEMUAN (DISCOVERY)
UNTUKMENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA
MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015
Risma Sitohang53, Bronika Septiani Sianturi54
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa
pada mata kuliah konsep dasar IPS dengan menerapkan metode
penemuan (discovery) dengan materi pokok pengaruh kondisi alam
terhadap kegiatan ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus yang pada setiap
siklusnya terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa
semester satu yang berjumlah 31 orang. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data melalui tes dan lembar observasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa dari ketuntasan
belajar mahasiswa secara klasikal pada tes awal sebesar 35,48% atau
sebesar 11 orang mendapatkan nilai dalam kategori tuntas, dengan nilai
rata-rata kelas sebesar 64,35. Pada siklus I, diperoleh peningkatan
menjadi 58,06% atau 18 orang mahasiswa mendapatkan nilai tuntas
dengan nilai rata-rata 73.71. Pada siklus II diperoleh 87,1% atau 27
orang mahasiswa termasuk tuntas dan nilai rata-rata kelas 83,06.
Kata Kunci: metode discovery, hasil belajar IPS
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia mengembangkan dirinya
sehingga manusia mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi menuju arah yang
lebih baik. Pendidikan yang diperolah mahasiswa saat ini akan digunakan bagi kehidupan
masa depan terutama masa di mana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya.
Untuk memperoleh hasil belajar yang baik, tidak cukup hanya dengan
kemampuan dosen yang baik, yang mampu mentransfer ilmu kepada mahasiswa, tetapi
dibutuhkan juga mahasiswa yang siap menerima apa yang diajarkan oleh dosen.
53PGSD FIP UNIMED 54STKIP RIAMA MEDAN
ISBN: 978-602-50622-0-9 302
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hasil belajar yang akan dicapai oleh mahasiswa tidak hanya ditentukan oleh kuantitas dan
kualitas dari dosen itu saja, akan tetapi dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas belajar
dari mahasiswa.
Pada kenyataannya mahasiswa merasa kesulitan dalam menerima materi IPS. IPS
menjadi mata kuliah yang membosankan, karena materi ajar yang begitu banyak dan
penyampaian materi dari dosen masih menggunakan metode pembelajaran klasik, seperti
ceramah, dosen menjelaskan dan mahasiswa mendengarkan apa yang dijelaskan oleh
dosen. Sehingga mahasiswa merasa bosan belajar yang mengakibatkan turunnya prestasi
belajar mahasiswa. Rendahnya hasil belajar yang dicapai mahasiswa tidak semata-mata
disebabkan oleh kemampuan mahasiswa, tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya
dosen dalam mengajar. Karena salah satu tugas dosen adalah sebagai pengajar yang lebih
menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran.
Masalah selanjutnya adalah metode pembelajaran yang diterapkan dosen kurang
bervariasi, dosen dominan menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih bersifat
monoton yaitu pembelajaran berpusat pada dosen (teacher center) pada pembelajaran
pada setiap kurikulum apapun yang digunakan, padahal seharusnya metode dan proses
pembelajaran yang disyaratkan adalah pembelajaran yang mengedepankan pengamanan
personal, asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan, di mana guru
hanya sebagai fasilitator sehingga pembelajaran berpusat pada siswa (student center).
Masalah tersebut membutuhkan penyelesaian, oleh karena itu untuk mengatasi
masalah-masalah dalam pembelajaran IPS khususnya pada materi Perekonomian
Masyarakat perlu diajarkan dengan metode yang optimal, metode yang dimaksud
pastinya harus bersifat student centered active learning (pembelajaran yang berpusat pada
keaktifan mahasiswa) sehingga lebih tertarik untuk mengeksplorasi pengetahuannya dan
semakin termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya. Dalam hal ini peneliti
bermaksud menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam pembelajaran
IPS. Menurut peneliti metode ini dapat mengatasi masalah-masalah tersebut sebab
metode discovery sangat signifikan dengan karakteristik pembelajaran student center, di
mana pada metode ini melibatkan mahasiswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba mandiri, agar
mahasiswa dapat belajar mandiri.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul
penelitian “Penerapan Metode Penemuan (Discovery) untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Mahasiswa pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPS”. Adapun tujuan penelitian ini secara
umum adalah untuk meningkatkan hasil belajar dengan menerapkan metode penemuan
(Discovery) pada mata kuliah konsep dasar IPS.
Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara
sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan pengetahuan atau kemahiran yang
sedikit permanen. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila disertai dengan tujuan
yang jelas. Menurut Slameto (2003:2) belajar merupakan suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 303
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja
dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat
dihayati oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat diamati
oleh orang lain. Belajar yang dihayati oleh seorang pelajar ada hubungannya dengan
usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar. Belajar dimaksudkan untuk
menimbulkan perubahan perilaku, yaitu perubahan dalam aspek kognitif, efektif, dan
psikomotorik. Perubahan-perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar.
Hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh
seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya,
yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat
dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara
fungsional. Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk perubahan perilaku
pada individu yang belajar. Jadi hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Winkel dalam Purwanto, 2011:45).
Selanjutnya menurut Anitah dkk (2009:219) “hasil beajar adalah kulminasi dari
suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalu diiringi dengan
kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku
atau perolehan tingkah laku yang baru dari mahasiswa yang bersifat menetap, fungsional,
positif, dan disadari”. Selain itu Nana Sudjana (2010:22) juga mengemukakan defenisi
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
hasil belajar adalah suatu perolehan perubahan kemampuan yang dimiliki mahasiswa
setelah melakukan suatu aktivitas, dimana perubahan tersebut bersifat positif.
Ilmu pengetahuan sosial (social studies) merupakan pengetahuan mengenai
segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Kajian tentang masyarakat dalam
IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan yang luas,
linkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan
demikian mahasiswa yang mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial dapat menghayati masa
sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau.
Beberapa para ahli mengemukakan pendapatnya tentang Ilmu Pengetahuan
Soaial yang antara lain: Menurut Somantri dalam Sapriya (2008:9)
menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu sosial
humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
pendidikan.
Selain itu Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ISBN: 978-602-50622-0-9 304
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ekonomi, politik, hokum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang menujudkan
satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu
sosial ( Tritanto, 2013 : 171).
Pengertian Metode Discovery (Penemuan)
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Di mana dalam teknik ini
pembelajaran yang dilakukan berpusat pada mahasiswa sehingga hanya dosen sebagai
fasilitator untuk mengarahkan mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut para ahli seperti Sund dalam Roestiyah (2012:20) discovery adalah
proses mental di mana mahasiswa memampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau
prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah mengamati,
mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur
membuat kesimpulan dan sebagainya. Suatu konsep misalnya segitiga, pans, demokrasi
dan sebagainya. Sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah logam apabila
dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini mahasiswa dibiarkan menemukan
sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, dosennya membimbing dan
memberikan instruksi.
Richard dan asistennya mencoba self-learning(belajar sndiri) itu, sehingga
situasi belajar mengajar berpindah dari situsi teacher learning menjadi situasi student
dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara mengajar
yang melibatkan mahasiswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat,
dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar mahasiswa dapat
belajar sendiri.
Selain itu Mulyasa (dalam Takdir, 2012:32) menyatakan bahwa discovery
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung di lapangan,
tanpa harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman
buku pelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran discovery, peneliti
mengharapkan bahwa model pembelajaran ini dapat menjadi alternatif untuk
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep IPS
serta meminimalisir tingkat kesulitan belajar IPS.
Dari beberapa defenisi metode discovery di atas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa metode ini merupakan cara penyampaian pelajaran yang berdasarkan penemuan,
di mana mahasiswa menjadi pusat dalam pembelajaran menemukan sendiri berdasarkan
pengalaman dan membandingkan dengan beberapa pendapat untuk menjadikan suatu
kesimpulan.
Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Discovery
Dalam pelaksanaan pembelajaran haruslah memiliki tahapan proses pelaksanaan
untuk mendapatkan hasil maksimal. Istarani (2012:51) mengemukakan prosedur
pelaksanaan metode discovery (penemuan) adalah sebagai berikut: a) dosen menjelaskan
masalah apa yang harus ditemukan, b) menyiapkan bahan atau media yang digunakan
dalam proses pembelajaran penemuan, c) dosen memberikan aturan kerja dalam
ISBN: 978-602-50622-0-9 305
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
melakukan proses penemuan, d) dosen memberikan lembar kerja (LK) sebagai prosedur
kerja, e) melaporkan hasil penemuan, f) evaluasi, dan g) kesimpulan.
Selanjutnyan menurut Ratna (2006:76) langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan metode discovery adalah: a) stimulating (stimulasi atau pemberian
rangsangan), b) problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), c) data collection
(pengumpulan data), d) data processing (pengolahan data), e) verification
(pentakhiran/pembuktian), dan f) generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi).
Dari langkah-langkah di atas yang digunakan peneliti adalah langkah-langkah
pembelajaran menurut Ratna (2006:76) yang terdiri dari enam langkah pembelajaran
yang mendasari kegiatan yang dilakukan dosen dan mahasiswa dalam proses
pembelajaran, dan untuk memperinci langkah-langkah pembelajaran tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel Langkah-langkah Pembelajaran Dengan Metode Discovery
No. Lahap Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan
1. Stimulation Guru memberikan stimulus terhadap mahasiswa untuk
menimbulkan keinginan untuk menyelidiki sendiri.
2. Problem Statement mahasiswa mengidentifikasi agenda masalah yang
relevan yang dijadikan suatu hipotesis.
3. Data Collection Kegiatan untu membuktikan benar tidaknya hipotesis.
4. Data Processing Kegiatan mengolah data dan informasi yang diperoleh
para mahasiswa baik melalui wawanara, observasi.
5. Verification Menemukan suatu konsep, teori, aturan dan
pemahaman untuk membuktikan suatu materi.
6. Generalization Tahap menarik kesimpulan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di kota Medan, Sumatera Utara. Pemilihan kota yang
dijadikan lokasi penelitian bersifat terbatas, melalui pertimbangan lokasi yang mudah
dijangkau oleh penulis. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September 2015-
Oktober 2015. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa PGSD semester genap T.A
2014/2015 yang berjumlah 31 orang.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif.
Apabila datanya telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu
kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-
ISBN: 978-602-50622-0-9 306
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk kata-kata tersebut disisihkan untuk
sementara, karena akan sangat berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang
diperoleh dari analisis data kuantitatif (Arikunto, 2006). Sehingga dalam penelitian ini
diperlukan data kuantitatif yang berbentuk angka terlebih dahulu, setelah itu baru
diperjelas dengan kata-kata.
Analisis dan refleksi (reflect), peneliti melakukan refleksi apa yang ditemukan
pada saat melakukan kegiatan meneliti yaitu pada waktu melaksanakan proses
pembelajaran pada siklus I, apa yang menjadi hambatan dan motivasi agar lebih lagi pada
siklus II dengan skema tindakan menurut Rosmala Dewi (2010:122) sebagai berikut: a)
perencanaan, b) pelaksanaan tindakan, c) pengamatan, dan d) Refleksi.
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan awal yang dilaksanakan oleh peneliti adalah melihat kondisi kelas.
Kemudian peneliti membuat rancangan kegiatan penelitian dalam 2 siklus, dimana setiap
siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Dimana dalam pelaksanaan tindakan, peneliti menerapkan metode penemuan (discovery)
untuk meningkatkan hasil belajar IPS mahasiswa pada materi mengenal aktivitas
ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan lain di daerahnya. Namun,
sebelum menerapkan metode penemuan (discovery) dalam pembelajaran, terlebih dahulu
diberikan tes awal (pre-tes) kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
awal mahasiswa dan hasil belajar IPS pada materi mengenal aktifitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam.
Kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi pengaruh kondisi alam
terhadap kegiatan ekonomi masih rendah. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata kelas
hanya sebesar 64,35. Selain itu, dari 31 orang mahasiswa hanya 11 orang yang mendapat
nilai ≥ 75 yang termasuk dalam kategori tuntas dengan perhitungan persentase
menggunakan rumus: = ∑ siswa yang tuntas belajar
x 100%, maka
11
100% = 35,48%
∑ 31 dan 20 orang mahasiswa mendapatkan nilai ≤ 75 dikategorikan belum tuntas dengan persentase 2031 100% = 64.51%. Sementara itu, untuk pencapaian hasil belajar secara klasikal hasil belajar mahasiswa pada tes awal (pre-tes) di atas, menunjukkan bahwa
kemampuan awal mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal materi pokok pengaruh
kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi masih tergolong rendah. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada diagram berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 307
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Hal ini menunjukkan hasil belajar yang rendah dan belum mencapai ketuntasan.
Maka selanjutnya peneliti mengadakan perbaikan dengan menerapkan metode penemuan
(discovery) untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada pelajaran IPS materi pokok
pengaruh kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi.
Siklus I
a. Perencanaan
Peneliti merencanakan untuk membuat pemecahan masalah dengan
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan (discovery).
Pelaksanaan Tindakan I Pertemuan 1
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai RPP dengan menggunakan metode penemuan (discovery) pada
pelajaran IPS materi pokok pengaruh kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi.
Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada mahasiswa materi yang akan dipelajari.
Pertemuan 2
Pada pertemuan ini peneliti membagi kelas menjadi empat kelompok untuk
membuktikan hipotesis yang telah dipilih pada pertemuan sebelumnya.
Setelah kegiataan pada siklus I selesai, peneliti memberikan soal pos-test
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan dari hasil belajar setelah belajar
dengan menggunakan metode penemuan (discovery).
c. Pengamatan
Dari data hasil observasi terhadap kegiatan mahasiswa, dapat dikatakan bahwa
kegiatan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar pada siklus I masih
tergolong kurang. Dengan demikian, dibutuhkan perbaikan agar keterlibatan mahasiswa
dalam proses belajar maksimal dimana standar nilai yang dibuat yaitu 80 sedangkan pada
siklus ini nilai observasi mahasiswa dengan rumus: persentase = ℎ ℎ x 100% dimana skor maksimal yaitu 56 masih mencapai
73,22% yang masih tergolong dalam kategori kurang. Selanjutnya, hasil observasi
kemampuan peneliti pada siklus I dengan 2 kali pertemuan adalah peneliti belum optimal
dalam melaksanakan tindakan terutama pada metode penemuan (discovery) dalam
pembelajaran IPS materi pokok pengaruh kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi.
Kegiatan peneliti dalam menerapkan metode penemuan (discovery) belum dilakukan
secara optimal. Hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan mahasiswa yang kurang
maksimal juga. Untuk itu, peneliti harus memperbaiki cara mengajar dengan
menggunakan metode penemuan (discovery).
d. Refleksi
Nilai rata-rata mahasiswa 73,71 dengan perolehan ketuntasan klasikal hasil
belajar mahasiswa sebesar 58,06% dengan jumlah siswa 18 orang. Sedangkan 13
mahasiswa lainnya masih dinyatakan tidak tuntas dengan persentase ketidaktuntasan
ISBN: 978-602-50622-0-9 308
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
41,93%. Hal ini menunjukkan hasil belajar mahasiswa pada siklus I ini, sudah
mengalami peningkatan dari hasil belajar mahasiswa sebelum dilaksanakannya metode
penemuan (discovery). Namun, ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, hal ini
disebabkan ketuntasan yang diharapkan pada penelitian ini sebesar 80%. Oleh karena itu,
peneliti perlu mengadakan perbaikan dengan melanjutkan tindakan ke siklus II untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok pengaruh kondisi alam terhadap
kegiatan ekonomi.
Hasil belajar siswa pada siklus I di atas, menunjukkan bahwa dari 31 mahasiswa,
terdapat 18 orang mahasiswa yang mendapat nilai ≥ 75 atau sama dengan tuntas dengan
rincian sebagai berikut: 3 orang mahasiswa mendapat nilai 90 dengan persentase 9,68%,
selanjutnya 3 orang mahasiswa mendapat nilai 85 dengan persentase 9,68%, 5 orang
mendapat nilai 80 dengan persentase 16,1%, serta 7 orang mendapat nilai 75 dengan
persentase 22,6%. Dan masih terdapat 13 orang yang mendapat nilai ≤ 75 atau masuk
dalam kategori tidak tuntas dengan rincian sebagai berikut: terdapat 3 orang mahasiswa
yang mendapatkan nilai 70 dengan persentase 9,68%, selanjutnya 6 orang mahasiswa
mendapat nilai 65 dengan persentase 19,4%, 3 orang mahasiswa mendapat nilai 60
dengan persentase 9,68%, serta 1 orang yang mendapat nilai 55 dengan persentase 3.23%.
Untuk memperjelas penjelasan hasil belajar mahasiswa pada siklus I di atas,
7 6 5 4 3 2 1 0
Nilai
dapat dilihat pada diagram berikut.
Siklus II
a. Perencanaan
Adapun rancangan yang dilakukan peneliti pada siklus II adalah sebagai berikut:
menyusun kembali rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), 2) menyediakan alat-alat
yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran, 3) menyiapkan soal post-tes
siklus II, 4) membuat soal yang akan ditanyakan kepada mahasiswa, dan 5) menyusun
lembar observasi kemampuan peneliti dan aktifitas mahasiswa untuk siklus II.
ISBN: 978-602-50622-0-9 309
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pelaksanaan Tindakan II Pertemun I
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai RPP dengan menggunakan metode penemuan (discovery). Sebelum
peneliti membagi ke dalam kelompok belajar, terlebih dahulu peneliti menjelaskan
kepada mahasiswa tentang materi yang akan dipelajari dalam kelompok. Kemudian
peneliti membagi ke dalam 7 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang.
Selanjutnya dari hasil laporan yang telah dibuat peneliti menyuruh mahasiswa dalam
kelompok membuat hipotesis tentang hubungan kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi,
serta melakukan pengujian hipotesis berdasarkan bukti laporan yang telah dibuat
sebelumnya. Peneliti memberi tugas kepada mahasiswa untuk membuat suatu hipoesis.
Selanjutnya membuat laporan tentang pengujian hipotesis tersebut.
Pertemuan II
Setelah mahasiswa berdiskusi dalam kelompok di pertemuan pertama, dalam
kelompok, diminta untuk menyampaikan kembali tentang kesimpulan dari laporan.
Selanjutnya peneliti memberikan beberapa rangsangan kepada mahasiswa berupa
pertanyaan. Dari pertanyaan tersebut mahasiswa dalam kelompok membuat jawaban serta
mencari tau. Pada saat berdiskusi, peneliti mengawasi jalannya diskusi dan
memperhatikan kegiatan mahasiswa dalam berdiskusi. Peneliti memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk bertanya tentang hal yang tidak dipahami dari materi yang
mereka diskusikan dan memberikan penjelasannya. Kemudian masing-masing siswa
mempersentasikan tentang materi yang mereka diskusikan.
c. Pengamatan
Dari hasil observasi terhadap kegiatan mahasiswa rata-rata keterlibatan
mahasiswa pada proses pembelajaran siklus II sudah menunjukkan peningkatan yang baik
dimana pada siklus I hasil observasi mahasiswa masih mencapai 73,22% sedangkan pada
siklus II sudah mencapai 80,35%. Begitu pula dengan kemampuan peneliti dalam
menyampaikan materi dengan menggunakan metode penemuan (discovery).
Dari observasi kemampuan peneliti terlihat bahwa kegiatan peneliti dalam
menerapkan metode penemuan (discovery) sudah dilakukan secara optimal. Hal tersebut
terlihat dari persentase yang diperoleh mencapai 90,91%.
d. Refleksi
Adapun perolehan hasil belajar mahasiswa pada siklus II dapat diketahui bahwa
ketuntasan hasil belajar mahasiswa pada siklus II mencapai 87,1% dengan jumlah
mahasiswa yang tuntas 27 orang. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari
ketuntasan yang diperoleh pada siklus I hanya mencapai 58,06% dengan jumlah
mahasiswa yang tuntas hanya 18 orang.
Pada siklus ini terdapat 27 orang yang mendapat nilai ≥ 75 atau sama dengan
tuntas dengan rincian sebagai berikut: 2 orang mahasiswa mendapat nilai 100 dengan
persentase 6,45%, 2 orang mahasiswa mendapat nilai 95 dengan persentase 6,45%,
selanjutnya 7 orang mahasiswa mendapat nilai 90 dengan persentase 22,6%, 5 orang
ISBN: 978-602-50622-0-9 310
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mahasiswa mendapat nilai 85 dengan persentase 16,1%, lalu 6 orang mahasiswa
mendapat nilai 80 dengan persentase 19,4%, serta 5 orang mahasiswa mendapat nilai 75
dengan persentase 16,1%, namun masih terdapat 4 orang mahasiswa yang mendapatkan
nilai ≤ 75 dengan rincian 3 orang mahasiswa mendapat nilai 70 dengan persentase 9,68
dan 1 orang mahasiswa mendapat nilai 65 dengan persentase 3.23%.
Untuk memperjelas penjelasan hasil belajar mahasiswa pada siklus II dapat
dilihat pada diagram di bawah ini.
7 6 5 4 3 2 1 0
Nilai
Hasil penelitian dan pembahasan tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil
belajar secara individual dan klasikal dengan penerapan metode penemuan (discovery)
pada pelajaran IPS materi pokok pengaruh kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi di
PGSD FIP Unimed dengan demikian penelitian ini tidak dilanjutkan pada siklus
selanjutnya.
Diagram Peningkatan Hasil Belajar
30 87,1%
25 64,51%
58,06%
20
41,94%
35,48%
Tuntas 15
10
12,9%
Tidak Tuntas
5
0 Pre Tes Siklus I Siklus II
Nilai
ISBN: 978-602-50622-0-9 311
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan menerapkan
metode penemuan (discovery), dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Dari tes hasil belajar menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar. Pada kondisi awal diperoleh ketuntasan belajar klasikal sebesar 35,48 atau 11
orang mendapatkan nilai dalam kategori tuntas, sedangkan 20 orang yang
lainnya termasuk ke dalam kategori tidak tuntas dengan persentase 64,52%
dan nilai rata-rata kelas sebesar 64,35. Pada siklus I, diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 58,06% atau 18 orang
mendapatkan nilai dalam kategori tuntas. Sedangkan 13 orang termasuk dalam
kategori tidak tuntas dengan persentase 41,94% dan nilai rata-rata kelas
sebesar 73,71. Pada siklus II diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 87,1% atau 27 orang
termasuk ke dalam kategori tuntas, sedangkan 4 orang yang lain belum
dinyatakan tidak tuntas dengan persentase 12,9% dan nilai rata-rata kelas
sebesar 83,06. Dari hasil pengamatan kegiatan mahasiswa dalam proses pembelajaran pada
siklus I diperoleh persentase sebesar 73,22% dan mengalami peningkatan pada
siklus II dengan perolehan persentase mencapai 80.35%.
Dari hasil pengamatan kemampuan dosen mengalami peningkatan dari siklus I
yang hanya mendapatkan persentase sebesar 75% meningkat menjadi 90,
91% di siklus II.
Penerapan metode penemuan (discovery) dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa
pada mata kuliah konsep dasar IPS.
DAFTAR RUJUKAN Anitah, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Dewi, Rosmala. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Medan: Pasca Sarjana Unimed.
Hisnu, Tantya. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 Untuk SD/MI Kelas 4. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Istarani. 2012. Kumpulan 39 Metode pembelajaran. Medan: ISCOM Medan.
Khanifatul. 2013. Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Russ Media.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roestiyah N.K. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 312
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutoyo. 2009. IPS 4. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta..
Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu (konsep, stategi,dan implementasinya
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 313
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
REFLEKSI DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MENUJU INDONESIA EMAS TAHUN 2045
Elvi Mailani55
Surel: [email protected]
Abstrak
Refleksi yang dilakukan dalam proses pembelajaran dan magang pada
prinsipnya merupakan kegiatan untuk melihat pencapaian mahasiswa
dalam hal peningkatan kompetensi guru. Refleksi dapat dilakukan secara
tertulis maupun secara lisan yang kemudian didiskusikan dengan Dosen
Mata Kuliah, Dosen Pembimbing Lapangan dan Guru Pamong untuk
mengkaji dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi mahasiswa ketika mengajar di kelas. Melalui refleksi
mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang didapatnya dibangku
perkuliahan kemudian mempraktekkannya sesuai dengan konteks yang
dihadapi dilapangan. Melalui kegiatan refleksi akan didapat kan calon
guru yang ideal berdasarkan empat kompetensi yang harus dikuasai
guru, demokratis, memberikan pelayanan yang menyenangkan
danberkualitas, serta mau menerima kritik membangun. Dengan
demikian, refleksi dalam pembelajaran dan magang itu sangat penting
untuk menjembatani antara teori dan praktek. Selain itu, Dosen Mata
Kuliah, Dosen Pembimbing dan Guru Pamong juga dapat memanfaatkan
refleksi sebagai wadah self evaluation dan meningkatkan kualitasdiri.
Kata Kunci: Refleksi, Peningkatan, Kompetensi Guru
Abstract
Reflection done in the learning process and internship in principle is an
activity to see student achievement in terms of teacher competence
improvement. Reflection can be done in writing or verbally which is then
discussed with Lecturer, Field Supervisor and Guru Pamong to study and
provide solutions to the problems faced by students when teaching in the
classroom. Through reflection students can apply the theory obtained in
the lecture then practice it in accordance with the context faced in the
field. Through reflection activities will get ideal teacher candidates
based on the four competencies that must be mastered by teachers,
democratic, provide a fun and quality service, and willing to accept
constructive criticism. Thus, reflection in learning and apprenticeship is
very important to bridge between theory and practice. In addition,
Lecturers, Supervisors and Guru Pamong can also use reflection as a
self evaluation container and improve the quality of self.
Keywords: Reflection, Improvement, Teacher Competence
55PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 314
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional Indonesia pada hakekatnya merupakan upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti bahwa sasaran pembangunan di
Indonesia tidak hanya pada sarana dan prasarana saja tetapi juga pada kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM). Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia yaitu
melalui pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa, sesuai
dengan salah satu tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945, yaitu: “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Perkembangan zaman menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Untuk menghadapi hal tersebut masyarakat senantiasa berusaha untuk meningkatkan
kualitas kehidupan mereka. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak mereka, keadaan ini ditandai dengan
semakin banyaknya orang tua yang menyekolahkan anak mereka ke sekolah yang
berkualitas walaupun dengan biaya yang relatif mahal. Berdasarkan fenomena ini, di
Indonesia semakin banyak sekolah didirikan dengan standar untuk bersaing ditingkat
nasional dan internasional, dan sekolah-sekolah yang ada berusaha meningkatkan mutu
pendidikannya sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk mewujudkan ini maka
diperlukan guru-guru yang mampu menjawab tantangan ini, dimana mereka diharapkan
dapat mencetak anak-anak didik dengan kualitas yang diharapkan masyarakat. Guru-guru
ini merupakan hasil cetakan dari perguruan-perguruan tinggi yang tersebar di seluruh
Indonesia. Oleh karena itu perlunya suatu perubahan yang dilakukan didalam proses
pembelajaran yang selama ini dilakukan dalam pencetakan calon-calon guru yang
profesional yaitu kegiatan refleksi.
PEMBAHASAN
Pentingnya Refleksi
Ada beberapa hal yang harus dipahami sebelum mendefenisikan hakikat atau
defenisidari refleksi. salah satu diantaranya adalah tentang pengajaran yang tercantum
dalam standar National Board for professional Teachings Standar (NBTS) tentang
pengajaran (Rodgers; National commision on Teaching and America`s future) yaitu:
guru harus mampu berpikir dengan sistematis tentang praktek pengajaranmereka dan
belajar dari pengalaman mereka. mereka harus mampu memberikan ujian kritikan terhadap praktek yang telahmereka
lakukan dan mencari nasehat atau pendapat dari orang lain. melakukan penelitian untuk memperdalam pengetahuan mereka. mempertajam penilaia mereka tentang pembelajaran. menyesuaikan pemahaman mereka berdasarkan temuan dan ide baru.
Dari pemahaman standar yang dikemukan ini maka melahirkan sesuatu
pemahaman baru tentang pentingnya sebuah refleksi dan bagaimana mendefenisikannya.
Beberapa ahli banyak yang mencoba untuk memberikan gambaran atau penjelasan dari
refleksi:
ISBN: 978-602-50622-0-9 315
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Jhon Dewey; refleksi merupakan sesuatu yang komplek dan teliti yang
melibatkan intelektual dan emosional sehingga membutuhkan waktu untuk
melakukannya dengan baik. Eric C.sheffield; proses membantu siswa menghubungkan apa yang telah
mereka amati dan dari pengalaman yang mereka terima dengan studi akademis
mereka.
refleksi menurut Boud et al., (1985) adalah proses penetralan semua perasaan
yang menyelubungi suatu pengalaman yang pernah terjadi agar suatu
perspektif baru dapat dihasilkan sekaligus dapat mengubah tingkahlaku dan
tindakan seseorang. Jennifer L. Hindman and James H. Stronge dalam artikelnya menyatakan
bahwa Reflection is about critically examining oneself, and it is a facet of
effective teachers. Depending on a teacher’s thoughts ( refleksi merupakan
kritikal bagaimana memeriksa diri, bagaiamana menjadi guru yang efekctif,
dan ini sangat tergantung dengan pengalaman guru itu sendiri).
Loughran (1996) menjelaskan bahwa refleksi merupakan sesuatu yang
memiliki tujuan,dan mengandung penilaian secara kritikal.
Secara harfiah bisa dipahami bahwa refleksi bermakna perenungan terhadap apa
yang telah dilakukan. Dalam kontek praktek pengajaran maka refleksi merupakan
perenungan terhadap aktifitas pengajaran yang telah dilakukan, yang dibantu oleh orang
lain melalui pertanyaan-pertanyaan yang bersifat penggalian, sehingga kualitas
pengajaran bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan refleksi
adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian
tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh mahasiswa calon guru kepada dosen, berisi
ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran yang
diterimanya.
Pentingnya Refleksi Refleksi sangat penting didalam setiap proses pembelajaran dan kegiatan
magang. Refleksi dikatakan sangat penting karena melalui kegiatan ini dapat diperoleh
informasi baik yang positif maupun negatif tentang bagaimana cara dosen dan mahasiswa
calon guru dalam meningkatkan kompetensinya sebagai guru atau calon guru serta
menjadi bahan observasi untuk mengetahui sejauh mana perguruan tinggi berhasil untuk
mengahasilkan calon guru yang profesional. Disamping itu, kegiatan refleksi dapat
memberikan kepuasan dalam diri mahasiswa yang magang sebab mereka memperoleh
wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan dosen pembimbing dan guru
pamong. Boreen & dkk (2009) mengemukakan pentingnya refleksi sebagai berikut.
a. Membantu mahasiswa untuk mengoorganisasikan pemikiran mereka dan
menumbuhkan tentang sense yang terjadi di kelas.
Menghasilkan suatu bentuk profesional dari inquiri dan tujuan yang diharapkan akan
dicapai.
Dapat membantu mahasiswa tentang model pembelajaran yang memandang guru
sebagai suatu proses yang terus dan berkelanjutan dalam membangun pengetahuan.
Menyediakan percakapan antara guru pembimbing lapangan, mahasiswa, dan dosen
PPL.
ISBN: 978-602-50622-0-9 316
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kegiatan refleksi menjadikan kegiatan atau aktifitas akan menjadi efektif karena
adanya upaya yang kritis dalam merenungi bagaimana kegiatan yang telah dilalui. Akan
tetapi kemampuan dalam merefleksi diri juga sangat tergantung dengan pengalaman
(jennifer, 2009).
Selain itu Terkait dengan refleksi Staat (2014, Salmon, 2015) menyatakan bahwa
seseorang tidak hanya belajar dari pengalaman, akan tetapi juga belajar dari proses
berpikir terhadap apa yang dia lakukan. Beberapa proses berpikir yang dilakukan dalam
refleksi bisa dilihat dalam penjelasan Jennifer (2009) yaitu:
Menganalisis pengalaman sebelumnya Mendefenisikan atau mempertanyakan masalah Mencari pemecahan masalah Mengubah suatu pristiwa Dan melakukan ekspetasi yang lebih tinggi dari yang sebelumnya Tipe Refleksi
Menurut Roger (2001), membagi menjadi tiga tipe refleksi berdasarkan waktu
pelaksanaannya yaitu sebelum, saat berlangsung, sesudah berlangsungnya proses
kegiatan. (1) Tipe refleksi yang dilakukan di waktu sebelum kegiatan disebut dengan
refleksi anticipatory (Loughran, 1996). Tujuan refleksi ini dilakukan agar adanya
perencanaan sebelum dilakukan suatu kegiatan dengan melihat atau memperhatikan
pengalaman sebelumnya. (2) Tipe refleksi yang dilakukan pada saat berlangsungnya
kegiatan disebut dengan refleksi in action. Refleksi in action ini diperlukan karena
terkadang banyak hal yang sudah direncanakan akan tetapi pada kenyataannya berjalan
kurang baik sehingga perlu adanya aktifitas refleksi di tengah – tengah kegiatan.
terkadang aktifitas refleksi in action akan membentuk refreming pada saat
berlangsungnya kegiatan. Reframing adalah pengetahuan takterduga yang muncul tiba –
tiba atau pemahaman yang muncul tiba – tiba yang mana memungkinkan seorang guru
atau mahasiswa calon guru berfikir dan bertindak berbeda dari yang direncanakan untuk
suatu hal yang lebih produktif (Boreen dkk, 2009). (3) Tipe refleksi di akhir dari suatu
kegiatan. Tipe refleksi jenis ini disebut dengan tipe refleksi on action. Refleksi di akhir
kegiatan biasanya akan melibatkan proses analisis yang sistematis dari suatu kegiatan
atau performance selesai dilakukan. Tipe refleksi ini akan menganalisis segala hal
peristiwa yang telah terjadi pada saat kegiatan yang lalu, dengan demikian akan dapat
diketahui situasi ideal apa yang akan diinginkan. Pada akhir dari proses refleksi tipe on
action ini diharapkan akan terbentuk wawasan penting yang dapat menjadi solusi dari
suatu permasalahan (Boreen dkk, 2009). Model Belajar EKS
Berdasaskan literatur ada beberapa model refleksi, diantaranya adalah: (1) Model
ALACT, Model ini diasumsikan bahwa setiap orang merefleksi dirinya dari pengalaman
yang pernah dialami, akan tetapi terkadang para guru atau tenaga pendidik memiliki
sistematika persepsi yang berbeda tentang refleksi, (2) Model KOLB, Model ini
menggambarkan pengalaman belajar sebagai sebagai proses siklus dari pengalaam yang
nyata, pengalaman yang reflektif, konseptualisasi abstraks, dan ekperimentasi yang aktif. (3) Model ONION.
ISBN: 978-602-50622-0-9 317
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dari ketiga model diatas maka penulis mencoba menyimpulkan proses refleksi
yang lebih sederhana dan mudah dipahami yang kami sebut dengan model refleksi EKS.
Proses refleksi dilakukakan dalam beberapa tahap yaitu:
Mahasiswa melaksanakan proses pembelajaran dikampus atau praktek
mengajar disekolah dan setiap hari menulis lembar refleksi yang sudah
disediakan atau membuat rekaman video pada saat mengajar.
Dosen Mata Kulian, Dosen Pembimbing atau guru pamong meminta
mahasiswa untuk menceritakan/mengingatkan kembali apa yang dialami dan
dirasakan mahasiswa selama proses pembelajaran atau praktek mengajar
berlangsung. Dosen Mata Kuliah, Dosen Pembimbing atau guru pamong memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang menstimulus mahasiswa untuk merefleksi apa
yang sudah dilakukannya selama praktek dan kemudian dosen pembimbing
dan guru pamong memberikan feedback. Contoh pertanyaan dapat berbentuk
sebagai berikut: Apa yang sebenarnyaandainginkandarimasalahini ? Apa yang telahandalakukanuntukmencapaihal ideal yang andainginkan? Sekarangapa yang andafikirkanmengenaimasalahini? Bagaimanaperasaanandadalammenghadapipermasalahanini? Apa yang sebenarnyasiswainginkan? Apa yang telahsiswalakukan? Apa yang siswafikirkan? Bagaimanaperasaansiswa?,dan lain-lain.
Dosen Mata Kuliah, Dosen pembimbing atau guru pamong membantu
mahasiswa agar mereka dapat menemukan sendiri alternatif-alternatif
pemecahan masalah dan mengarahkan mahasiswa untuk menemukan solusi
dari teori yang sudah diperolehnya. Kemudian mahasiswa mencoba alternatif tersebut pada proses pembelajaran
atau praktek selanjutnya. Mengevaluasi hasil ujicoba alternatif permasalahan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 318
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Gambar. Model EKS
SIMPULAN
Refleksi merupakan kunci dalam pendidikan guru. Dalam meningkatkan
sumber daya manusia yaitu guru, sangat diperlukan untuk melakukan kembali
kegiatan refleksi yang selama ini sudah dilupakan dan tidak dilaksanakan. Hal ini
mungkin disebabkan karena ketidakpahaman dosen ataupun guru dalam
melaksanakan refleksi. Dengan penjelasan diatas diharapkan dosen sebagai
pengajar bagi pencetak calon guru di Indonesia dapat melaksanakan refleksi
secara optimal sehingga keempat kompetensi guru yaitu: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dapat
meningkat secara maksimal menuju indonesia emas pada tahun 2045.
DAFTAR RUJUKAN Angela. K. Salmon. 2015.Learning by Thingking During Play: The Power of Reflection to
Aid Performance.
Birmingham. 2004.Journal of teacher education. Vol. 55. No.4. September/Oktober.
Boreen & dkk. 2009. Mentoring Beginning Teachers; Guiding, reflecting, coaching. USA: Stenhouse Publisher.
Carols Rodgers. Defening Reflection: Another look at Jhon Dewey and Reflective Thingking.USA: State University of New York.
Coffield, F., Moseley, D., Hall, E., & Ecclestone, K. 2004. Gaya dan pedagogi belajar di
pasca-16 pembelajaran: Sebuah tinjauan sistematis dan kritis. www.LSRC.ac.uk:
Belajar dan Keterampilan Research Centre. (online) http://www.lsda.org.uk/files/PDF/1543.pdf. Diakses15 Januari 2008.
ISBN: 978-602-50622-0-9 319
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Council of Chief State School Officers. 2011. InTASC, Model Core Taching Standards: A
Resource for State Dialogue.
Hamalik, Oemar. 1991. Praktek Keguruan. Bandung: Tarsito.
Jennifer L. Hindman and James H. Stronge.2009. Reflecting on Teaching Examining your
practice is one of the best ways to improve it.Virginia. journal education.
Kolb D. 1984. Pengalaman belajar: pengalaman sebagai sumber pembelajaran dan
pengembangan. Englewood Cliffs, New Jersey. Prentice Hall.
Kolb D. 1999. The Kolb Learning Style Inventarisasi. Versi 3. Boston: Hay Group. Korthagen, F. A. J., & Kessels, J. P. A. M. 1999. Linking Theory and Practice: Changing
the Pedagogy of Teacher Education. Educational Researcher, 28(4), 4-17.
Michigan State University. 2014. Elementary Internship Guide 2014-2015. College of
Education: Department of Teacher Education.
Michigan State University. 2014. TE 501-502 Course Syllabus, Elementary Teacher
Preparation Program. (online)
http://www.education.msu.edu/te/Elementary/Field-Instructors/About-Field-
Instrcution.asp.
ISBN: 978-602-50622-0-9 320
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Paradigma Guru Profesional Menuju Era Indonesia Emas 2045
Edidon Hutasuhut56
Surel: [email protected]
ABSTRAK Guru yang inspiratif yang akan datang diharapkan mampu membawa
perubahan negeri ini. Bukan hanya sebagai insan pendidik, melainkan
sebagai figur yang dapat membentuk karakter warga negara yang berakhlak
dan berjiwa nasionalis. Guru yang professional bukan hanya dilihat bagaimana ia bekerja, namun bagaimana ia dapat menuangkan ilmu yang ia
punya kepada peserta didiknya. Guru yang professional dalam mengajar
tentu harus memiliki segudang ilmu dan banyak pengetahuan yang
berhubungan langsung dengan kemajuan zaman. Pengembangan ilmu
pendidikan tentu didasari dengan kematangan penerapan kurikulum yang
dipakai. Kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu
pendidikan tetentu menghasilkan lulusan yang baik.
Kata Kunci: Guru Profesional, Indonesia Emas 2045
PENDAHULUAN
Era Indonesia Emas 2045 akan menjadi saksi dari perjalanan pembuktian
mimpi Indonesia terutama di bidang pendidikan. Pemerintah Indonesia sudah
melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini,
diantaranya perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan Indonesia, pemerataan
pendidikan sampai ke pelosok daerah, mencetak banyak guru-guru yang dapat
mengajar dan paham dengan IT, mendirikan banyak sekolah keterampilan (SMK
dan STM). Jika ingin kualitas pendidikan di Indonesia dapat menjadi jauh lebih
baik, maka kualitas dari seorang guru sebagai pendidik bangsa juga harus
ditingkatkan. Dari semua hal yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk
pendidikan Indonesia, masih memerlukan solusi penting untuk dapat mewujudkan
mimpi Indonesia, yaitu menjadikan pendidikan bangsa ini berkualitas dengan
menanamkan karakter inspiratif yang dimiliki semua pendidik di negeri ini.
Dalam mewujudkan banyak mimpi besar Indonesia, tentu hal paling dasar
dilihat adalah bagaimana sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalamnya.
SDM yang memiliki kualifikasi tinggi dalam membangun negara ini. Untuk itulah
dibutuhkan pula pendidik yang dapat menciptakan SDM yang mumpuni. Salah
satunya adalah dengan medidik masyarakat agar mampu berperan dalam
persaingan global di era ekonomi informasi. Dalam ekonomi berbasis
pengetahuan, masyarakat harus mampu bekerja dengan pengetahuan, bermain
dengan ide-ide baru, berkolaborasi dengan oranglain dan meyesuaikan diri dengan
situasi yang tidak menentu (Hargreaves, 2003). Daya saing suatu bangsa sangat
terkait dengan modal intelektual dan kreatifitas masyarakat, karena setiap manusia
memiliki kemampuan yang berbeda. Pendidik merupakan ujung tombak
Dosen FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 321
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi
langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses
belajar dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara
keseluruhan kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru di ruang kelas.
Dalam era persaingan di Indonesia dan semua negara berusaha untuk
meningkatkan kualitas pendidikannya, karena kualitas pendidikan merupakan
salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Zamroni
(2005: 1) menyatakan “program peningkatan kualitas pendidikan adalah
tercapainya tujuan pendidikan nasional secara substantif, yang diwujudkan dalam
kompetensi yang utuh pada diri peserta didik, dan ujung tombak dari semua itu
adalah guru”. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2013 yang
dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan
dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada
pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34). Lalu,
bagaimanakah cara untuk meningkatkan kualitas yang relevan, salah satu
solusinya adalah mengunggulkan karakter inspiratif kepada semua pendidik
bangsa dan calon pendidik bangsa.
Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak mimpi yang belum
tercapai. Mata dunia sedang tertuju pada pendidikan Indonesia. Ada apa dengan
pendidikan Indonesia? Hasil PISA tahun 2012 untuk bidang Matematika dan
IPA, Indonesia berada pada urutan ke 64 dari 65 negara peserta PISA, hasil
tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih sangat rendah.
yang dikeluarkan pun terlihat bahwa wajib belajar penduduk
Indonesia masih terbatas 9 tahun sementara itu negara lain menetapkan angka
lebih dari 12 tahun dalam pendidikannya. Namun pada dasarnya angka wajib
belajar 9 tahun di indonesia masih kurang efektif, masih banyak pulau pulau di
indonesia yang belum terjangkau akan adanya pendidikan yang layak. Padahal
pendidikan adalah salah satu indikator untur mengukur kualitas SDM suatu
negara. Apabila pendidikan di suatu negara itu rendah maka bisa di katakan
negara tersebut masih belum berkembang. Orang yang berpendidikan tinggi
biasanya memiliki produktivitas yang tinggi juga.
Namun kembali pada kenyataan yang terjadi di Indonesia, banyak orang
berpendidikan tinggi namun tetap saja menjadi penggangguran. Hal ini
merupakan salah satu indikator permasalahan dikarenakan Orang yang
menganggur menjadi beban bagi orang lain. Pengangguran di indonesia sering di
jumpai terjadi dikarenakan mereka sedang mempersiapkan usaha, merasa tidak
mungkin dalam mendapatkan pekerjaan, dan sedang dalam proses mencari
pekerjaan. Terdapat angka yang menujukkan bahwa tingkat pengangguran
tertinggi di indonesia berada pada tamatan SMA/Umum. Pengurangan
penganggur usia muda semakin melambat. Lulusan sekolah menengah kejuruan
dan sekolah menengah umum semakin sulit terserap dalam pasar kerja. Sementara
ISBN: 978-602-50622-0-9 322
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
angkatan kerja terus bertambah setiap tahun. “Daya tampung pasar kerja untuk
kedua lulusan tersebut semakin rendah sehingga mempertinggi angka
pengangguran usia muda yang hampir 18 persen.
Padahal program pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia
sudah dituangkan dalam pasal 31 Ayat (4) UUd 1945 menggariskan perlu
tersedianya dana sekurang-kurang 20 persen APBN dan 20 persen APBD. Dengan
dana tersebut kita dapat menyelenggarakan pendidikan yang tarafnya sama
dengan sekolah-sekolah yang telah melahirkan para pendiri Republik yang zaman
penjajahan biayanya 10 kali lipat dari SD untuk rakyat biasa. Adapun angka 20
persen itu berangkat dari himbauan Unesco. Dalam pengamatan lembaga ini,
Negara-negara yang maju saat ini menyediakan sekurang-kurangnya 5 persen
anggaran pendidikan dari PDB. Menurut Unesco rata-rata anggaran pendidikan
Negara maju 5,3 persen dari PBD, Negara berkembang 4,2 persen dari PBD,
Negara terbelakang 2,8 persen dari PBD, tetapi Indonesia 1,4 persen dari PBD,
sementara Malaysia 5,2 persen dari PBD, Thailand 5,0 persen dari PBD, Korea
selatan 5,3 persen dari PBD dan Jepang 7 persen dari PBD. Melihat dari gambaran
anggaran pemerintah yang diberikan pada negara untuk pendidikan sudah
sepantasnya pendidikan di Indonesia lebih maju, inilah yang membuat Bangsa
Indonesia memiliki kepercayaan untuk menuju Era Indonesia Emas 2045.
PEMBAHASAN “Menjadi Indonesia” yang Mampu Menjawab Tantangan Dunia
Menjadi Indonesia yang berhasil dalam menyusun sistem pendidikannya
dengan baik, akan memiliki keunggulan-keunggulan penting. Ini dikarenakan
hampir di seluruh bagian kehidupan bernegara, apa pun dan siapa pun yang
berperan di dalamnya semuanya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem
pendidikannya. Keberhasilan memperbaiki dan memperbaharui sektor pendidikan
akan menentukan keberhasilan bangsa ini dalam menghadapi tantangan masa
depan dan menjawab tantangan dunia.
Pendidikan merupakan wahana yang memungkinkan suatu bangsa survive
dalam perjalanan sejarahnya. Pendidikan merupakan satu-satunya jalan yang
harus ditempuh agar bangsa ini dapat menjadi bangsa yang bermartabat dan
mampu bersaing dalam kancah kehidupan yang luas dan membawa nama harum
di mata dunia. Pendidikan dengan sosok inspiratif yang dimiliki oleh setiap
pendidik bangsa haruslah menjadi perioritas utama bagi negeri tercinta ini untuk
menjawab tantangan dunia, karena mengingat bahwa semakin majunya suatu
negara berawal dari pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berawal dari
pendidikan tersebutlah yang akan menghasilkan bangsa yang inspiratif.
Guru yang inspiratif yang akan datang diharapkan mampu membawa
perubahan negeri ini. Bukan hanya sebagai insan pendidik, melainkan sebagai
figur yang dapat membentuk karakter warga negara yang berakhlak dan berjiwa
nasionalis. Pendidikan yang mengabaikan kepentingan masa depan akan
ISBN: 978-602-50622-0-9 323
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
menimbulkan kekecewaan pada lulusanya. Mereka semakin terasing, teralenasi
dari masalah kehidupan yangsesungguhnya. Akhirnya peserta didik hanya
menggugurkan kewajibanya untuk datang ke sekolah.
Kualifikafi Guru Mendatang
Paradigma pendidikan baru mempersyaratkan peserta didik menggunakan
cara-cara baru dalam belajar (Delor, 1996). Peserta didik harus belajar mengubah
informasi menjadi pengetahuan baru (Leraning to know), dan belajar mengubah
baru ke dalam bentuk penerapan (Learning to do). Sistem belajar harus mampu
mendorong peserta didik untuk mengakses, menemukan, dan menerapkan
pengetahuan baru untuk memecahkan masalah (learning to be). Selain itu juga
belajar untuk bekerja dalam tim, pembelajaran sebaya, kreativitas, penalaran, dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan adalah penting pada abad
ekonomi berbasis pengetahuan (learning to live together). Dari cara baru dalam
belajar di atas, tentu dalam pelaksanaanya membutuhkan bantuan pendidik.
Prof. Dr. AH. Rofi'uddin, M.Pd menyampaikan peran guru kedepan makin
sentral dalam pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu para guru diharapkan
senantiasa mengupdate keilmuanya. Guru tidak lagi sebagai sumber ilmu,
melainkan mitra siswa dalam belajar.Dihadapan sekitar 1.020 peserta seminar,
Rektor UM mempertanyakan apakah ditahun 2045 Indonesia akan mencapai
generasi emas?. Indonesia memang diuntungkan bonus demografi. Oleh karena itu
harapannya Indonesia layak sebagai pemimpin dunia, setidaknya sejajar dengan
Tiongkok, dan negara maju lainnya.
Lebih lanjut Prof. Dr. AH. Rofi'uddin, M.Pd menjelaskan tentang
keberadaan guru di Indonesia. Banyak daerah yang mengalami kekurangan guru.
Tetapi pemenuhan guru ini tidak hanya secara kuantitas, harus dibarengi dengan
kualitas yang baik.Guru mendatang sejak Januari 2016 harus sudah lulus PPG.
Penentuan kualifikasi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan,
pengajaran, dan pelayanan yang berkualitas terhadap peserta didik. Guru yang
berkulaitas tentu akan menghasilkan output yang berkualitas pula.
Profil Guru Profesional
Prof. Dr. Hariyono, M.Pd menyorot Pendidikan belum banyak
membangkitkan harapan harapan dan cita-cita peserta didik. Biasanya seorang
siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran dikarenakan tidak nyaman terhadap guru
yang mengajar. Kondisi seperti ini tentu harus ada evaluasi terhadap pola
pengajaran yang ada di kelas.Kita perlu merujuk pada pendapat Ki Hajar
Dewantara, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk memfasilitasi kemandirian
peserta didik. Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan cara melatih dan
membiasakan peserta didik untuk berpikir merdeka, dapat mengatur diri sendiri
serta tidak bergantung kepada orang lain. Melalui proses semacam ini diharapkan
dapat menghasilkan individu yang matang, yaitu pribadi yang dapat
bertanggunjawab terhadap diri sendiri.Ironisnya kesadaran akan perkembangan
atau pertumbuhan individualitas dan otonomi diri siswa ini kurang mendapat
ISBN: 978-602-50622-0-9 324
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
perhatian dalam dunia pendidikan kita. Kebanyakan guru masih kurang terbuka
untuk memanfaatkan fasilitas pembalajaran yang ada. Sosok guru guru kedepan
harus memahami perubahan sosial dan dapat mengaplikasikan teknologi informasi
dalam pembelajaran.
Sedangkan dilihat dari ranah pendidikan untuk kebijakan yang diambil untuk
Indonesia Emas 2045 secara dasar kebijakan perubahan kurikulum 2013, elemen-elemen
perubahan, dan implikasi perubahan kurikulum 2013 dalam sistem pembelajaran. Hasil
kajian menunjukkan bahwa kebijakan perubahan kurikulum 2013 didasarkan pada
tantangan internal dan eksternal yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam rangka
menyiapkan generasi yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Kebijakan kurikulum
2013 dimaksudkan untuk menyempurnakan berbagai kekurangan yang ada pada
kurikulum sebelumnya.
Strategi yang perlu digunakan di bidang pendidikan adalah harus mampu
mendongkrak kualitas guru dan siswa atau pelajar dan tenaga didik. Artinya yang
berperan utama adalah seorang pendidik dimana ia adalah pejuang awal sebelum siswa
kelak menjadi kader penerus yang lebih berkualitas lagi. Dan dunia pendidikan pada
tahun 2045 akan lebih melonjak positif.
Menurut Sahertian (1994) dalam Syukir (2012), profesional mempunyai makna
ahli (ekspert), tanggungjawab (responsibilty), berjiwa dinamis dan memiliki rasa
kesejawatan. Pekerjaan guru memanglah sebagai profesi, tetapi tidaklah semua guru
profesional. Untuk menentukan guru yang profesional haruslah memenuhi empat kriteria
berikut:
1. Ahli (ekspert)
Yang pertama adalah ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli
dalam tugas mendidik. Seorang guru tidak saja menguasai isi pengajaran yang diajarkan,
tetapi juga mampu dalam menanamkan konsep mengenai pengetahuan yang diajarkan.
Karena mengajar adalah sarana untuk mendidik, yaitu menyampaikan pesan-pesan didik,
maka guru yang profesional tidak cukup hanya ahli bidang studi dan ahli mengajarkannya
tetapi harus pula ahli menyampaikan pesan-pesan didik melalui bidang studi yang
diajarkannya.
Dalam proses belajar mengajar atau yang kini dikenal proses pembelajaran terjadi
dialog yang ekstensial antara pendidik dan subyek didik sehingga subyek didik
menemukan dirinya. Karenanya pengetahuan yang diberikan harus dapat membentuk
pribadi yang utuh (holistik) dan tidak sekadar ‘transfer of knowledge’. Kalau guru hanya
ahli dan trampil mentransfer materi pelajaran, maka pada suatu saat nanti peranan guru
akan dapat diganti dengan media teknologi modern. Ingat, bahwa guru bukan hanya
pengajar, tetapi juga pendidik. Melalui pengajaran guru membentuk konsep berpikir,
sikap jiwa dan menyentuh afeksi yang terdalam dari inti kemanusiaan subyek didik.
2. Memiliki Otonomi dan Rasa Tanggungjawab
Guru yang profesional disamping ahli dalam bidang mengajar dan mendidik, ia
juga memiliki otonomi dan tanggungjawab. Guru yang profesional telah memiliki
ISBN: 978-602-50622-0-9 325
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
otonomi atau kemandirian dalam mengemukakan apa yang harus dikatakan berdasarkan
keahliannya. Pada awalnya memang ia belum punya kebebasan atau otonomi, karena ia
masih belajar sebagai magang. Melalui proses belajar dan perkembangan profesi maka
pada suatu saat ia akan memiliki sikap mandiri. Ciri-ciri kemandirian antara lain: dapat
memegang teguh nilai-nilai hidup; dapat membuat pilihan nilai; dapat menentukan dan
mengambil keputusan sendiri; dan dapat bertanggung jawab atas keputusan itu.Guru yang
profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya sebelum ia mengajar. Ia menguasai
apa yang akan disajikan dan bertangungjawab atas semua yang diajarkan, dan bahkan
bertanggungjawab atas segala tingkah lakunya.
Dalam ilmu pendidikan, tanggungjawab guru mengandung makna multi
dimensional, yaitu bertanggungjawab terhadap diri sendiri, siswa, orang tua, lingkungan
sekitarnya, masyarakat, bangsa dan negara, sesama manusia, dan akhirnya terhadap
Tuhan Yang Maha Pencipta. Jadi tanggung jawab guru mengandung aspek intelektual,
individual, sosial, etis dan relegius. Dimensi-dimensi tanggungjawab ini harus
dikembangkan melalui seluruh pengalaman belajar di sekolah, termasuk seluruh bidang
studi yang diajarkan.
3. Berjiwa Dinamis dan Reformis
Guru yang profesional akan selalu berjiwa dinamis. Ia tidaklah statis. Artinya
guru selalu berusaha untuk mengembangkan diri dan profesinya, serta mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan jaman. Karenanya ia harus pula
berjiwa reformis, yaitu mampu mengubah paradigma yang bertentangan dengan
profesionalisme, dan mengganggu keotonomiannya, serta memberantas usaha-usaha
dehumanisasi kependidikan.
4. Memiliki Rasa Kesejawatan
Salah satu tugas dari organisasi profesi ialah menciptakan rasa kesejawatan
sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Etik profesi ini dikembangkan melalui
organisasi profesi. Melalui organisasi profesi inilah diciptakan rasa kesejawatan.
Semangat korps dikembangkan agar harkat dan martabat guru dijunjung tinggi, baik oleh
korps guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Adalah ironi bila guru diharuskan
memikul tanggung jawab mendidik begitu berat, tetapi pada pihak lain penghargaan dan
perlindungan terhadap jabatan tidak sesuai dengan tanggungjawab yang dilimpahkan
kepada mereka.
Selain empat kriteria di atas, menurut Kurnia (2013) menyatakan,guru
profesional juga harus memiliki empat kompetensi. Hal ini tertuang dalam Permendiknas
mengenai standar kualifikasi akademik serta kompetensi guru, dimana peraturan tersebut
menyebutkan bahwa guru profesional harus memiliki 4 kompetensi guru profesional yaitu
kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian, profesional serta kompetensi sosial.
Guru yang Memiliki Keterampilan Berbahasa Asing dan Memiliki Pengetahuan Dasar
tentang Komputer
ISBN: 978-602-50622-0-9 326
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Keterampilan berbahasa inggris seharusnya sudah menjadi hal yang wajib bagi
setiap masyarakat Indonesia sebagai bahasa Internasional pertama yang diakui dunia. Hal
ini tentu menjadi bahan pertimbangan bagi pendidik. Pendidik yang seharusnya memiliki
banyak kemampuan kini mulai dituntut untuk mempelajari bahasa asing. Kemampuan ini
sangat banyak gunanya dalam pendidikan. Salah satunya kemampuan dalam
menggunakan komputer dan menerjemahkan buku pembelajaran asing. Ini terbukti
bahwa pembelajaran diluar negeri jauh lebih maju dibandingkan negara kita.
Kemampuan dalam berbahasa asing ini juga diperlukan dalam pengoperasian
komputer. Mengingat zaman yang semakin maju segalanya dioperasikan dengan bantuan
komputer. Dan cara pembelajaran yang kedepanya tentu akan menggunakan komputer.
Hal inilah yang mengharuskan seorang pendidik harus memiliki keterampilan tersebut.
Guru yang memiliki kemampuan tersebut tentu memiliki nilai tambah dalam
profesionalitasnya.
Guru yang professional bukan hanya dilihat bagaimana ia bekerja, namun
bagaimana ia dapat menuangkan ilmu yang ia punya kepada peserta didiknya.
Guru yang professional dalam mengajar tentu harus memiliki segudang ilmu dan
banyak pengetahuan yang berhubungan langsung dengan kemajuan zaman. Ketika
seorang pendidik terbuka untuk kemajuan zaman maka ia akan mempelajari
perkembangan zaman tersebut dan menjadikanya sebagai acuan untuk lebih maju
dalam pengembangkan ilmu pendidikan. Hal ini tentu harus dilakukan agar tidak
terlindas oleh kemajuan zaman.
Pengembangan ilmu pendidikan tentu didasari dengan kematangan penerapan
kurikulum yang dipakai. Kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu
pendidikan tetentu menghasilkan lulusan yang baik. Kurikulum tersebut akan
membangun peserta didik yang memiliki keahlian agar kedepanya menjadi seseorang
yang dapat bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlianya. Ini mengingat
perkembangan zaman yang semakin maju dan menjadikan banyak hal dikerjakan oleh
mesin. Menurut penelitian dari Glassdor, merekamenyatakan bahwa banyak pekerjaan
yang ada saat ini, akan diotomatisasi sehingga kebutuhan pada tenaga manusia tidak
diperlukan lagi. Yang banyak menjadi “korban” yaitu beberapa jenis pekerjaan dengan
keterampilan rendah semacam telemarketer dan kasir yang “terancam” digantikan
perannya oleh tenaga mesin.
Adapun pekerjaanya yang akan hilang dan akan terancam digantikan oleh mesin adalah:
Pekerjaan kasir Pekerjaan teller bank Pekerjaan menerima panggilan telepon, Resepsionis Pekerjaan juru ketik Pekerjaan tukang Pos Pekerjaan agen perjalanan (travel agent) Pekerjaan wartawan media cetak Pekerjaan operator telepon
ISBN: 978-602-50622-0-9 327
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pekerja pabrik / buruh Profesi sopir Air Traffic Controller (ATC) dan Pilot Penerjemah Tukang kasur kapuk Tukang patri Tukang cukur keliling Tukang Bioskop Keliling Tukang servis payung Akuntan Penarik Becak Tukang Foto Keliling Loper Koran Pengantar Surat Pramugari
Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman maka dunia pendidikan
juga akan semakin maju. Kaitanya dengan pendidikan tentu sangat kuat, mulai
dari cara belajar sampai dengan kurikulum yang akan diajarkan. Kurikulum yang
kita pakai sekarang tentu akan sangat berpengaruh ketika zaman yang semakin
maju. Kurikulum harus megarah kepada tujuan sesungguhnya untuk
mencerdaskan bangsa. Kurikulum pembelajaran dituntut untuk peserta didik untuk
memiliki keahlian dan keterampilan dibanding dengan pengetahuan. Ketika
peserta didik lebih memiliki keterampilan dan keahlian maka seseorang akan lebih
mampu mengembangkan kreativitasnya. Dibarengi dengan pengetahuan, peserta
didik dituntut untuk menciptakan sesuatu yang ada menjadi lebih berkembang.
Inilah tujuan yang seharusnya ada dalam kurikulum di era emas 2045. Cara
pembelajaran yang seperti ini tentu harus dibarengi dengan perkembangan
teknologi. Dengan tetap menggunakan teknologi diharapkan peserta didik mampu
mengarahkan dirinya agar tidak dapat terlindas oleh kemajuan zaman.
Setelah sebelumnya kita membahas pekerjaan yang akan hilang karena
zaman yang semakin maju, selanjutnya akan dibahas pekerjaan yang akan tetap
bertahan dalam kemajuan zaman yang semakin maju. Berikut adalah pekerjaan
yang tidak akan hilang seiring perkembangan zaman yaitu:
1. Mengajar (Guru, Dosen)
Sektor pendidikan tidak akan pernah mengalami surut karena dunia tidak akan
pernah berhenti belajar. Karena itu profesi mengajar adalah salah satu profesi
yang paling aman hingga 20 tahun ke depan.
Jasa Sektor Bisnis (Estimator Konstruksi, Spesialis Kesehatan Lingkungan)
Sektor ini menyumbang lebih dari 70 persen dari semua pekerjaan dalam
perekonomian Amerika Serikat dan memiliki masa depan yang cerah.
ISBN: 978-602-50622-0-9 328
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
3. Konsultan (Bidang Kesehatan, Bidang Manajemen)
Dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan pertumbuhan bisnis dan
perdagangan akan meningkat dua digit. Ini akan membuat bidang konsultasi
adalah pilihan karier yang menguntungkan bagi para pencari kerja.
Teknik (Teknik Sipil, Teknik Lingkungan, Perencana Proyek, Biomedik,
Insinyur Bangunan) Bidang teknik banyak diminati, karena langkanya insinyur berkualitas di setiap
bidang. Jasa Keuangan (Akuntan, Penasihat Keuangan, Aktuaris)
Jika Anda pintar dalam berhitung dan tertarik untuk menganalisis laporan
keuangan atau memberi saran tentang apa yang harus dilakukan dengan uang,
bidang jasa keuangan sangat menjanjikan untuk 20 tahun ke depan.
6. Jasa Kesehatan (Dokter, Perawat, Asisten Dokter, Perawat Anestesi)
Profesi di bidang jasa kesehatan akan selalu dibutuhkan kapan pun dan di mana
pun.
Manajemen Tingkat Menengah (Manajer, Kepala Divisi, Kepala Cabang)
Manajemen menengah bertugas mengembangkan rencana-rencana operasi dan
menjalankan tugas-tugas yang ditetapkan manajemen puncak. Penjualan (SalesExecutive, Direktur Penjualan)
Profesional di bidang penjualan dibutuhkan untuk menjangkau konsumen dan
mencapai target penjualan demi keuntungan perusahaan. Pekerjaan Teknis (Terapis Fisik, Ahli Kesehatan Gigi, Dokter Hewan)
Menurut Money Crashers, sekarang profesi ini sedang booming dan
diperkirakan memiliki perkembangan yang menjanjikan di masa depan. Jasa Teknologi, Perangkat Lunak, dan Teknologi Informasi
Sektor Teknologi Informasi (TI) akan semakin berkembang lebih jauh karena
sekarang semuanya dikendalikan oleh teknologi. Karena itu sektor ini akan
terus hidup bahkan melampaui 20 tahun ke depan.
SIMPULAN Di era emas Indonesia tahun 2045, Indonesia akan bangga akan usaha
yang diupayakan selama ini dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Melihat kondisi pendidikannya, ada segudang asa untuk pahlawan
tanpa tanda jasa. Pendidikan Indonesia akan terus menjadi lebih baik karena
sosok-sosok inspiratif yang dimiliki pendidik untuk anak-anak bangsa. Senyuman
Indonesia memang masih akan diwujudkan beberapa puluh tahun lagi, tapi usaha
untuk mewujudkan itu semua harus dimulai dari sekarang. Perguruan tinggi yang
berfokus untuk mencetak guru-guru berkualitas perlu menanamkan dan
mengunggulkan karakter inspiratif untuk semua yang akan menjadi pendidik
bangsa masa depan, menjadikan perguruan tinggi yang membangun karakter diri
seseorang untuk menjadi penerus bangsa agar tidak terlindas oleh zaman dengan
ISBN: 978-602-50622-0-9 329
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
begitulah Indonesia dapat meningkatkan kualitas, efektivitas serta memperbaiki
kondisi pendidikan di negeri ini.
DAFTAR RUJUKAN
Dwitagama, Dedi. November 2013. Talkshow Harmoni Cinta Guru.Universitas
Negeri Jakarta: Jakarta.
Education For All Global Monitoring Report. 2013. Diakses pada tanggal 6
November 2014.
PISA. 2012. https://www.oecd.org/pisa. Diakses pada tanggal 6 November 2014.
Zamroni. 2005. Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 330
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SUMBER BELAJAR YANG DIDAPAT DARI LINGKUNGAN SEKITAR MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK
Ana Mulia57
Surel: [email protected]
Abstrak
Berawal dari adanya masalah keterbatasan sumber belajar
anak, guru memanfaatkan berbagai bahan yang ada di lingkungan
sekitar sebagai media dari sumber belajar untuk keberlangsungan
kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran tematik. Pembelajaran
tematik merupakan bentuk pembelajaran yang dirancang berdasarkan
tema-tema tertentu. Kegiatan pembelajaran tematikmemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar dilakukan dengan melibatkan para
guru, peserta didik dan orangtua dengan ikut serta dalam pembuatan
media serta melibatkan peserta didik untuk terus aktif dalam
pelaksanaan KBM, sehingga keterbatasan sumber belajar dapat teratasi
dan anak dapat berperan aktif dalam terlaksanakannya kegiatan belajar
mengajar.
Kata kunci: Sumber belajar, lingkungan sekolah, pembelajaran tematik
PENDAHULUAN
Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang ditujukan bagi anak-anak
usia Prasekolah dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak
dini sehingga mereka dapat berkembang secara wajar sebagai anak. Tujuan dari
Pendidikan Anak Usia Dini adalah agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan
Kognitif, nilai-nilai Agama dan Moral, Bahasa, Motorik, dan Sosial-Emosional.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan.
Maka dari itu, guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran dan
memanfaatkan sumber belajar yang didapat dilingkungan sekitar untuk mengembangkan
57PROGRAM PASCA SARJANA UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 331
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kemampuan anak. Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang oleh guru dengan
menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan tematik merupakan pembelajaran dengan
menggunakan tema-tema. Untuk menarik minat anak, guru harus memperhatikan media
pembelajaran yang akan ia sampaikan. Dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada
dilingkungan sekitar diharapkan dapat membangun pengetahuan pada anak dan
mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak dengan cara yang menarik.
Pembelajaran pada anak usia dini bertujuan untuk memperkenalkan konsep-
konsep dasar bermakna bagi kehidupan anak agar mereka mampu berinteraksi dengan
lingkungan baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Konsep-konsep tersebut
sebaiknya diperkenalkan melalui kegiatan yang berorientasi pada kegiatan bermain karena
melalui kegiatan yang berorientasi pada kegiatan bermain anak memiliki kesempatan
untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan berbagai hal yang ditemui dalam
kehidupan dengan cara yang menyenangkan.
PEMBAHASAN
Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber yang mendukung terjadinya kegiatan
belajar mengajar, termasuk sistem pelayanan, bahan pembelajaran dan lingkungan sekitar
yang dapat digunakan oleh peserta didik baik secara kelompok maupun individu. Secara
teknis dapat membangun kondisi yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
belajar memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap.
Terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yakni sumber
belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai sistem
intrusiksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat
formal. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization) yaitu
sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan
keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran.
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: (a)
ekonomis, tidak harus terpatok pada harga yang mahal, (b) praktis, tidak memerlukan
pengelolahan yang rumit, sulit dan langkah, (c) mudah, dekat dan tersedia dilingkungan
sekitar, (d) fleksibel, dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan intruksional sesuai
dengan tujuan KBM, mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat
membangkitkan motivasi dan minat belajar peserta didik.
Lingkungan
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang
ada disekeliling kita (makhluk hidup, benda mati, dan budaya) yang dapat dimanfaatkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 332
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
untuk menunjang kegiatan belajar dan pembelajaran secara optimal.Menurut Sri Winarni
(Sri Winarti, 2012:3) lingkungan yang ada di sekitar anak-anak merupakan salah satu
sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses hasil pendidikan yang
berkualitas. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas,
sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan.
Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik bagi anak sebab lingkungan
menyediakan sumber belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Kegemaran
belajar sejak usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka
penyiapan masyarakat belajar (learning societes) dan sumber daya manusia di masa
mendatang.
Penggunaan cara atau metode yang bervariasi merupakan tuntutan dan kebutuhan
yang harus dipenuhi dalam pendidikan untuk anak usia dini. Begitu banyaknya nilai dan
manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan anak
usia dini bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun
demikian diperlukan adanya kreatifitas dan jiwa inovatif dari para guru untuk dapat
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Lingkungan merupakan sumber
belajar yang kaya dan menarik untuk anak-anak. Lingkungan mana pun bisa menjadi
tempat yang menyenangkan bagi anak-anak, terutama lingkungan sekolah.
Memanfaatkan lingkungan sekitar dengan membawa anak-anak untuk mengamati
lingkungan akan menambah keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajar tidak
hanya terjadi di ruangan kelas namun juga di luar ruangan kelas dalam hal ini lingkungan
sebagai sumber belajar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik,
keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan emosional serta intelektual.
Nilai-nilai lingkungan sebagai Sumber Belajar Lingkungan yang ada di sekitar
anak merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian
proses dan hasil pendidikan yang berkualitas bagi anak usia dini.
Lingkungan menyediakan berbagai hal yang dapat dipelajari anak. Jumlah
sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas. Pemanfaatan lingkungan menumbuhkan aktivitas belajar anak (learning
activities) yang lebih meningkat.
Dari apa yang dijelaskan diatas dapat diketahui bahwa sumber belajar yang
didapat dilingkungan sekitar kita dapat mempermudah kita sebagai guru untuk
memperoleh bahan dan media yang diperlukan untuk kegiatan belajar mengajar tanpa
membutuhkan modal yang banyak, lebih fleksibel, bahan digunakan mudah didapat
karena bahan hanya memanfaat apa yang ada dilingkungan. Bahkan dengan
menggunakan sumber-sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar dapat menjadi lebih
menarik, karena bahan dan media lebih beragam.
Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan dapat memberikan
penglaman bermakna kepada siswa. (Daryanto, 2014:3).
ISBN: 978-602-50622-0-9 333
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pembelajaran merupakan proses, cara atau pembuatan menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak
didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran, tujuan pengajaran tentu saja akan dapat
mencapainya, keaktifan anak didik disini tidak hanya dari segi fisik, tetapi juga dari segi
kejiwaan. (Khadijah, 2013: 4).
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam
proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
telah dipahaminya.
Komponen pembelajaran tematik antara lain sumber belajar, alat, guru dan anak.
Sumber belajar berupa pesan, bahan (material/media), peralatan, teknik/metode. Alat
yang digunakan dalam pembelajaran berupa alat penilaian pembelajaran seperti
observasi, percakapan, dan hasil karya anak. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Suhaenah Suparno, yang mengatakan bahwa sumber belajar adalah “Manusia, bahan,
kejadian, peristiwa, setting, teknik, yang membangun kondisi yang memberikan
kemudahan bagi anak didik untuk belajar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan
sikap”. Oleh sebab itu pemilihan sumber belajar yang tepat akan mendukung proses
pembelajaran.
Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget
yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada
kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada
penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu,
guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar peserta didik.
Karakteristik pembelajaran tematik meliputi: 1) Berusat pada peserta didik, 2)
Memberikan pengalaman langsung, 3) Pemisahan mata pembelajaran yang tidak begitu
jelas, karena penggunaan tema pada setiap pembelajaran, 4) Menyajikan konsep dari
setiap mata pelajaran, 5) Bersifat fleksibel, 6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat
dan kebutuhan peserta didik, 7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan
menyenangkan.
Tujuan pembelajaran tematik meliputi: a) Untuk memudahkan pemusatan pada
satu tema, b) Untuk memudahkan peserta didik mempelajari ilmu pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar, c) Mengajak peserta didik mengembangkan
kompetensi dasar dengan pengalaman pribadi, d) Memberikan rasa manfaat yang tinggi
bagi siswa karna penyajian materi dalam konteks tema yang jelas.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan
diperoleh beberapa manfaat yaitu:
ISBN: 978-602-50622-0-9 334
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi
mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat
dikurangi bahkan dihilangkan, Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan
semakin baik dan meningkat.
Kelebihan pembelajaran tematik, antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar
sesuai dengan tingkat pengembngan dan kebutuhan peserta didik, 2) Sesuai dengan minat
dan kebutuhan peserta didik, sehingga dalam memilih tema hendaknya yang terdekat
dengan kehidupan peserta didik, 3) Pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan utuh, sehingga hasil belajarnyapun tahan lama, berkesan dan bermakna, 4)
Mengembangkan keterampilan berfikir peserta didik.
PENUTUP
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas dapat diketahui, bahwa sumber
belajar dapat kita temui dilingkungan sekitar kita, dengan memanfaatkan bahan dan
media dan kerjasama antara guru, peserta didik, dan orangtua kita dapat memanfaatkan
dan menggunakan berbagai bahan yang ada di lingkungan sekitar untuk menunjang
keberlangsungan kegiatan belajar mengajar. Dan guru juga dituntut agar lebih kreatif
dalam menyiapkan sumber belajar yang diperlukan oleh anak yang bersumber dari
lingkungan sekitar. Lingkungan yang ada di sekitar anak-anak merupakan salah satu
sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses hasil pendidikan yang
berkualitas.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak ikut sertadalam proses
pembelajaran mengaktifkan lebih banyak indera Sesuai dengan tahapan perkembangan
anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka
kegiatan pembelajaran bagi anak usia dini sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran
tematik. Karena pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam
proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan
yang dipelajarinya.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan tentang “sumber belajar yang didapat
dari lingkungan sekitar dalam pembelajaran tematik”. Dan diharapkan. Semoga apa yang
telah diberikan dapat bermanfaat dan menambah informasi bagi teman-teman mahasiswa
umumnya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 335
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
DAFTAR RUJUKAN
Daryanto. 2014.Pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013. Yogyakarta: gava media.
Khadijah. 2013.Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Citapustaka Media.
Sri Winarni. 2012. Lingkungan sebagai Sumber Belajar.Jakarta: Depdiknas.
ISBN: 978-602-50622-0-9 336
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
IPA DI KELAS V SD
Kenny Istiah Dillah58,Naeklan Simbolon59
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan model
pembelajaran Guided Inquiry. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas V SD yang berjumlah 30 orang siswa. Pelaksanaan tindakan ini
dilakukan dalam 2 siklus dengan 4 tahap yaitu, Perencanaan, Tindakan,
Observasi dan Refleksi.Instrumen penilaian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes dan lembar observasi.Berdasarkan hasil Pre
Test, masih banyak siswa yang memiliki ketuntasan kurang dari (<70),
siswa yang memiliki ketuntasan lebih dari (<70) ada sebanyak 8 orang
siswa dengan persentase 26,67% dan yang kurang dari (<70) ada 22
orang siswa dengan nilai rata- rata kelas 51,16. Dari hasil observasi
pembelajaran guru dengan menerapkan model pembelajaran Guided
Inquiry di kelas V pada masing-masing pertemuan I mendapat nilai
65,38 dengan kategori kurang baik, maka guru melakukan refleksi pada
masing-masing pertemuan siklus II hasil observasi guru terjadi
peningkatan menjadi 92,30 dengan kategori sangat baik.
Kata Kunci:Guided inquiry, hasil belajar, IPA
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh setiap bangsa dan negara
untuk mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi. Pendidikan tersebut juga
diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang berkualitas dan berdaya saing tinggi
untuk menghadapi masa depan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan
salah satu penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
58PGSD FIP UNIMED 59PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 337
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
yang berbunyi: pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa, ingin tahu, terbuka,
jujur, dan sebagainya (Trianto, 2010:136).Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.Hal ini menunjukkan bahawa pembelajaran IPA
membutuhkan kegiatan yang melibatkan siswa untuk aktif mempelajari dan memecahkan
masalah.
Tugas guru ialah untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar
bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru mempunyai tanggung jawab untuk
membantu proses perkembangan siswa, baik aspek-aspek pribadi, seperti nilai dan
penyesuaian diri, maupun keterampilan yang harus dikuasai siswa sebagai bekal untuk
masa depan. Namun pada kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa guru sudah
berusaha melibatkan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran melalui tugas-tugas
yang diberikan. Namun metode yang digunakan guru cenderung menggunakan metode
ceramah dan pemberian tugas serta proses pembelajaran yang dilakukan guru masih
berpusat pada guru.
Hasil pengamatan peneliti selama melakukan observasi awal di SD Negeri
101765 Bandar Setia tampak bahwa pembelajaran yang digunakan guru cenderung
berpusat pada guru daripada berpusat pada siswa, guru lebih dominan menggunakan
metode ceramah dan pemberian tugas, guru masih belum menggunakan alat peraga
berupa gambar ataupun benda nyata yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga hasil
belajar siswa rendah.
Berdasarkan hasil observasi, hasil belajar siswa kelas V-C pada pembelajaran
IPA masih tergolong rendah.Rendahnya hasil belajar siswa dapat dilihat berdasarkan hasil
ujian mid semester. Hasil ujian dari 30 siswa yang mendapat nilai ≥ 70 ada 8 orang yaitu
26,7% sedangkan yang mendapat nilai ≤70 ada 22 orang yaitu 73,3%. Secara garis besar
peneliti melihat bahwa ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran IPA masih sangat
rendah.
Dari beberapa model pembelajaran yang ada, peneliti mengambil model
pembelajaran Guided Inquiry untuk mengatasi hal tersebut. Kuhlthau dalam Dwi, dkk
(18:2012) mengatakan bahwa inkuiri adalah pendekatan pembelajaran dimana peserta
didik mencari menggunakan macam-macam sumber informasi dan gagasan untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap masalah, topik dan isu. Lebih lanjut Rizal
(161:2014) menyatakan bahwa proses pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif sehingga
peserta didik terlatih dalam memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan. Metode
ISBN: 978-602-50622-0-9 338
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
inkuiri melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dalam rangka
menemukan konsep-konsep IPA.
Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry, dimana masih
ada bimbingan dari guru yang luas untuk siswa dalam proses menemukan konsep-konsep,
informasi-informasi dan sebagainya. Tujuan umum dari pembelajaran inkuiri terbimbing
adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan
keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan
jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Joyce (dalam Cahyono 16:2010) menyatakan bahwa dalam pembelajaran inkuiri
diharapkan siswa secara maksimal terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa tersebut dan mengembangkan sikap
percaya diri yang dimiliki oleh siswa tersebut.
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan
atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran.
Padahal belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam diri seseorang, yang
diperoleh dari dirinya sendiri, orang lain, pendidikan, latihan dan lain sebagainya.
Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa “Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari uraian para pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri seseorang untuk memperoleh
pengetahuan ataupun keterampilan melalui pengalaman yang baru.Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan yang bersifat positif atau lebih baik dari sebelumnya.Kata
kunci belajar adalah perubahan tingkah laku.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman (Sudjana 2009:22). Jika belajar menimbulkan perubahan tingkah
laku, maka hasil belajar merupakan perubahan hasil perilakunya.Maka hasil belajar
mencerminkan perubahan perilaku meliputi hasil belajar kognitif, afektif dan
psikomotorik sebagai hasil belajarnya. Menurut Agus Suprijono (2010:5) mengemukakan
bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-
sikap, apresiasi dan keterampilan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
hasil belajar adalah perubahan tingkah laku baik dalam pengetahuan, keterampilan
maupun sikap yang di dapat melalui proses belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor yang berasal dari
dalam diri siswa (faktor internal) maupun faktor dari luar diri siswa (faktor eksternal).
Menurut Rifa’i dan Anni (2010:10) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
kondisi internal siswa dan eksternal siswa. Kondisi internal siswa mencakup kondisi fisik,
seperti kesehatan organ tubuh,kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional,
dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kondisi
eksternal siswa mencakup adanya variasi dan derajat kesulitan materi (stimulus) yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 339
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar
masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar.
Menurut Soekamto, dkk (dalam Nurul Kindy 2015:6) mengatakan bahwa “model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancangan pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar”.
Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta atau terlibat dalam
mengajukan pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Model
pembelajaran inquiry (inkuiri) bertujuan untuk memberikan cara bagi peserta didik untuk
membangun kecakapan intelektual yang terkait dengan proses berpikir reflektif.
Guided Inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang dirancang untuk
mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep.Model pembelajaran ini
melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru.Siswa melakukan
penyelidikan, sedangkan guru membimbing siswa kearah yang tepat/benar.Pada
pembelajaran ini, guru perlu memiliki keterampilan memberikan bimbingan, yakni
mendiagnosis kesulitan siswa dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah
yang dihadapi (Oemar 2001:6).
Pembelajaran Guided Inquiry, yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang
dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada
siswa. Pada model pembelajaran inkuiri terbimbing ini guru telah memberikan petunjuk-
petunjuk mengenai materi yang akan diajarkan kepada peserta didik seperlunya. Petunjuk
tersebut berupa pertanyaan agar peserta didik mampu menemukan atau mencari informasi
sendiri mengenai pertanyaan tersebut ataupun tindakan-tindakan yang diberikan guru
harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan.
Berdasarkan penjelasan di atas, model yang dapat dikembangkan di kelas adalah
model inkuiri terbimbing dimana siswa dihadapkan dengan situasi dimana ia bebas untuk
mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis), mencoba-coba (trial and error),
mencari, menemukan dan memecahkan masalah yang ada.
Selanjutnya Samatowa (2010:3) mengemukakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu nature science, artinya ilmu
pengetahuan alam.Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science
artinya ilmu pengetahuan.Jadi, ilmu pengetahuan alam atau science itu dapat diartikan
sebagai ilmu tentang alam atau ilmu yang mempeajari tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam”.
Masalah yang terdapat di dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar
siswa pada pelajaran IPA, dimana penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah karena
guru cenderung menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas sehingga proses
pembelajaran yang berlangsung, tidak berjalan dengan efektif. Guru merupakan fasilitator
dan motivator dalam proses pembelajaran dan memegang kendali utama dalam
meningkatkan mutu pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus kreatif dalam
ISBN: 978-602-50622-0-9 340
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karateristik siswa dan materi
yang akan dipelajari agar mudah dipahami, serta agar tujuan pembelajaran dan
keberhasilan pembelajaran dapat tercapai sehingga hasil belajar siswa juga meningkat.
Dari uraian di atas, maka dalam hal ini peneliti menerapkan model pembelajaran
guided inquiry untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA. Dalam
penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II. Dilakukannya siklus II
dikarenakan pada siklus I, hasil belajar IPA yang diperoleh oleh siswa belum mencapai
target yang diinginkan yaitu >70. Kemudian setelah dilakukannya siklus II ternyata hasil
belajar siswa pada pelajaran IPA materi pokok gaya dan pengaruhnya sudah meningkat
melebihi target yang telah diinginkan. Sehingga tidak perlu dilakukan lagi perbaikan pada
siklus-siklus berikutnya.
Berdasarkan konsep pada kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan pada
penelitian ini adalah “Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Guided Inquiry Akan
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa sekolah dasar.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang mengarah pada penerapan model pembelajaran Guided
Inquiry untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA di kelas V SDN
101765 Bandar Setia TP. 2016/2017.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SD Negeri 101765
Bandar Setia yang berjumlah 30 orang. Yang menjadi objek penelitian ini yaitu hasil
belajar yang akan ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry
di SD Negeri 101765 Bandar Setia.
Defenisi Operasional Variabel Defenisi operasional dalam variabel penelitian ini adalah:
a. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku baik dalam pengetahuan,
keterampilan maupun sikap yang di dapat melalui proses belajar yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai post test
yang didapat setelah menerapkan model pembelajaran Guided Inquiry.
b. Model Pembelajaran Guided Inquiry
Model pembelajaran Guided Inquiry adalah suatu model pembelajaran inkuiri
yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas
kepada siswa. Pengumpulan data yang digunakan pada model pembelajaran Guided
ISBN: 978-602-50622-0-9 341
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Inquiry adalah observasi dan tes pada materi Gaya dan Pengaruhnya. Observasi yang
dilakukan terhadap siswa dilihat dari aspek afektif dan psikomotorik.
Desain Penelitian Desain penelitian yang dilaksanakan adalah desain yang digambarkan oleh
Kemmis & Teggart (Maharani 2014:46) dengan model siklus terdiri dari empat tahap,
yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Observasi dan (4) Refleksi.
Untuk mengetahui keberhasilan penerapan model Guided Inquiry dalam
pembelajaran IPA pada materi Gaya dan Pengaruhnya, peneliti mengumpulkan data
dengan menggunakan observasi dan tes.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kuantitatif dimana peneliti lebih menitikberatkan pada hasil belajar siswa, proses
pembelajaran dan keterkaitan antara kegiatan yaitu pemahaman siswa terhadap
pembelajaran IPA pada materi Gaya dan Pengaruhnya dengan menggunakan model
pembelajaran Guided Inquiry.
Penelitian dilaksanakan di kelas V SD Negeri 101765 Bandar Setia.Waktu
penelitian dilaksanakan pada awal semester genap tahun ajaran 2016/2017 selama dua
bulan dari bulan Januari hingga Maret 2017.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tujuan dari proses belajar mengajar adalah untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pada
proses pembelajaran adalah model ataupun metode mengajar yang digunakan guru dalam
membelajarkan siswa. Itu artinya, kita sebagai seorang guru perlu mengkondisikan kelas
dengan sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan
efesien.
Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada saat dilakukannya pre
test dan proses pembelajaran IPA, maka peneliti merancang alternatif dengan menerapkan
model pembelajaran Guided Inquiry pada proses pembelajaran IPA di kelas V-C.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada siklus I, maka peneliti
melakukan refleksi terhadap seluruh kegiatan pada siklus I dengan hasil sebagai berikut:
1)Pada saat peneliti menyampaikan materi pelajaran masih banyak siswa yang tidak
memperhatikan, hal ini terjadi karena cara guru menyampaikan materi pelajaran belum
menarik perhatian dan menyenangkan bagi siswa; 2) hanya sebagian siswa yang mengerti
materi gaya dan pengaruhnya, karena disebabkan cara guru menyampaikan materi kurang
menarik dan belum sepenuhnya menerapkan model pembelajaran Guided Inquiry;3)ada
sebagian siswa yang masih takut bertanya ataupun mengeluarkan pendapatnya, karena
guru belum mampu membangkitkan keberanian dan rasa percaya diri siswa.
ISBN: 978-602-50622-0-9 342
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berdasarkan analisis masalah yang terjadi pada siklus I tersebut, maka peneliti
perlu melakukan perbaikan pada siklus II dengan lebih melibatkan siswa agar lebih aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada siklus II, telah tampak
bahwa kegiatan peneliti selama pembelajaran sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari: 1)
Pada saat peneliti menyampaikan materi pelajaran, suasana belajar dalam kelas sudah
tenang. Karena guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan menyenangkan. Sehingga
tidak ada lagi siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan membuat keributan;
Siswa sudah mampu menguasai materi gaya dan pengaruhnya dengan baik. Karena
dalam proses pembelajaran guru sudah menerapkan langkah-langkah pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran Guided Inquiry. Sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat; 3)siswa sudah mulai berani bertanya dan mengemukakan pendapatnya
di depan kelas. Hal ini karena guru sudah berusaha membangkitkan keberanian dan rasa
percaya diri siswa dengan memberi peluang bagi siswa untuk memberikan hasil
jawabannya di depan kelas.
Setelah menganalisis data- data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran Guided Inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini terlihat dari rata-rata kelas sebelum diberikan tindakan yaitu 51,16 setelah
diberikan tindakan pada siklus I meningkat menjadi 66,33 dan setelah dilakukan siklus II
meningkat menjadi 83,83. Selain itu, peningkatan hasil belajar juga dapat dilihat dari
persentase yaitu pada siklus I diperoleh 66,67% dan pada siklus II 83,33% dan sudah
sesuai dengan tujuan peneliti yaitu meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga peneliti
tidak perlu melakukan tindakan penelitian pada siklus selanjutnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Santiasih, dkk, 2013) yang
berjudul: Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Sikap Ilmiah dan
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD No.1 Kerobokan Kecamatan Kuta Utara Kabupaten
Badung Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat
perbedaan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA secara signifikan antara siswa yang
mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan model pembelajaran
konvensional (F=67,991; p<0,05), (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPA secara
signifikan antara siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan
model pembelajaran konvensional (F=26,997; p<0,05), (3) terdapat perbedaan sikap
ilmiah dan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri
terbimbing dengan model pembelajaran konvensional (F=43,017; p<0,05).
Kemudian (Nadia, 2014) yang berjudul: Pengaruh Model Pembelajaran Guided
Inquiry terhadap Hasil Belajar IPA. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa model
Guided Inquiry berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada perubahan wujud benda.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka upaya yang dilakukan guru untuk
meningkatkan hasil belajar siswa yaitu melakukan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran Guided Inquiry. Setelah proses pembelajaran berlangsung, pada
akhir pertemuan siklus I guru memberikan post test kepada siswa untuk mengetahui
ISBN: 978-602-50622-0-9 343
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
penguasaan materi pelajaran yang telah diketahui seluruh siswa. Dari post test tersebut,
maka dapat diketahui bahwa dari 30 orang siswa terdapat 20 orang siswa dengan
persentase 66,67% mendapat nilai tuntas dan 10 orang dengan persentase 33,33% yang
mendapat nilai tidak tuntas.
Rendahnya hasil belajar siswa pada siklus I disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya guru masih mengalami kesulitan dalam memahami karakteristik setiap siswa
dan guru juga menemukan bahwa masih ada siswa yang bermain dalam proses
pembelajaran berlangsung dan mengganggu temannya saat belajar sehingga
menimbulkan keributan di dalam kelas.
Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada siklus I guru
berupaya memperbaikinya pada siklus II. Setelah proses belajar mengajar pada siklus II
berakhir, guru memberikan post test II kepada seluruh siswa. dari post test yang
dibagikan terdapat 25 orang siswa dengan persentase 83,33% mendapat nilai tuntas dan 5
orang dengan persentase 16,67% yang mendapat nilai tidak tuntas.
Berdasarkan tabel ketuntasan hasil belajar Siswa, diketahui bahwa dari 30 orang
siswa pada saat Pre Test terdapat 8 orang siswa yang mencapai nilai KKM (>70), pada
Siklus I terdapat 20 orang siswa yang mencapai nilai KKM (>70) dan pada Siklus II
terdapat 25 orang siswa yang mendapat nilai tuntas, serta sebanyak 5 orang siswa yang
belum tuntas maka penelitian ini tidak dilanjutkan lagi ke siklus selanjutnya. Sebab hasil
belajar sudah dapat ditingkatkan sesuai dengan nilai KKM (>70) yang ditetapkan SD
Negeri 101765 Bandar Setia.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
Hasil observasi pada pembelajaran guru (peneliti) dengan menerapkan model
pembelajaran Guided Inquiry di kelas V pada masing-masing pertemuan
siklus I mendapat nilai 65,38 dengan kategori kurang baik, maka guru
melakukan refleksi pada masing-masing pertemuan siklus II. Hasil observasi
pada pembelajaran guru dalam menerapkan model pembelajaran Guided
Inquiry mengalami peningkatan menjadi 92,30 dengan kategori sangat baik.
Hasil observasi pada kegiatan siswa dari aspek kognitif dan psikomotorik pada
masing-masing pertemuan Siklus I mendapatkan nilai rata-rata kelas 70
dengan kategori cukup baik, kemudian setelah dilakkan refleksi pada masing-
masing pertemuan pada Siklus II terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata
kelas 80,5 dengan kategori baik.
Hasil belajar siswa pada aspek kognitif siswa pada Siklus I terdapat 20 orang
siswa dengan nilai persentase 66,67% mendapat nilai tuntas dan sebanyak 10
orang siswa dengan nilai persentase 33,33% mendapat nilai tidak tuntas
dengan nilai rata-rata 66,33. Pada aspek afektif dan psikomotorik siswa pada
siklus I mendapat jumlah nilai 2100 dengan nilairata-rata 70 ketegori
ISBN: 978-602-50622-0-9 344
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
cukup.Karena hasil pada siklus I masih rendah, maka peneliti melakukan
perbaikan pada siklus II. Pada aspek kognitif pada siklus II diperoleh tingkat
ketuntasan sebanyak 25 orang siswa dengan persentase 83,33% yang
mendapat nilai tuntas, dan sebanyak 5 orang siswa 16,67% yang mendapat
nilai tidak tuntas dengan nilai rata-rata 83,83. Sedangkan pada aspek afektif
dan psikomotorik siswa mengalami peningkatan yaitu dengan nilai rata-rata
80,5 kategori baik.
DAFTAR RUJUKAN Rifa’i, A & Anni, C.T. 2010. Psikologi Pendidikan. Semarang: UPT Unnes PRESS.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rhineka
Cipta.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Trianto. 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 345
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MATEMATIKA
SEKOLAH DASAR
Daitin Tarigan60
Surel: [email protected]
Abstrak
Inti dari semua pembelajaran adalah untuk membentuk manusia (siswa)
yang kreatif, inovatif, dan punya strategi dalam pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran matematika, salah satu bentuk pendekatan yang
dapat diterapkan adalah problem solving, yaitu siswa diharapkan pada
masalah tak rutin sehingga dapat memunculkan ide kreatif siswa untuk
memecahkan masalah tersebut. Masalah-masalah tak rutin yang
dikembangkan tidak bisa disajikan sebagai bahan pembelajaran tiap
hari, tetapi bisa diberikan secara berkala. Fungsi guru adalah sebagai
fasilitator, tentunya ini bukanlah merupakan tugas yang mudah, karena
guru yang melaksanakan pembelajaran dengan pemecahan masalah
matematika harus siap dan mampu menganalisis beraneka ragam
jawaban siswa dengan baik.
Kata kunci: Pembelajaran matematika, problem solving
PENDAHULUAN
Masalah dalam matematika meliputi dua hal, masalah internal dan masalah
eksternal. Masalah internal bekenaan dengan pengemabangan teori-teori yang ada dalam
matematika, artinya bagaimana menggunakan teori-teori yang ada untuk menghasilkan
atau membuktikan teori barudalam matematika. Masalah eksternal berkenaan dengan
bagaimana konsep-konsep yang ada dalam matematika dapat diterapkan pada ilmu
pengetahuan yang lainatau pada kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, pemecahan
masalah dalam hal ini dimaksudkan sebagai penggunaan matematika itu sendiri, dalam
ilmu pengetahuan yang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Masalah
Menurut Wikipedia, problem solving is a mental process wich is the concluding
part of the larger problem process that includes problem finding and problem shaping.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemecahan masalah adalah proses mental yang
merupakan bagian terbesar dalam suatu proses termasuk menemukan dan pembentukan
untuk menemukan pemecahan masalah.
60PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 346
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Masalah selalu berkenaan dengan suatu pertanyaan, tetapi tidak semua
pertanyaan merupakan masalah. Sebuah pertanyaan merupakan masalah apabila
pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab untuk diselesaikan secara langsung melalui
prosedur rutin. Untuk dapat menyelesaikan suatu masalah, seseorang harus dapat
melakukan seleksi terhadap data informasi yang diperoleh dan mengorganisasikan
konsep-konsep yang dimilikinya. Namun apabila seseorang telah berhasil menemukan
jawabannya, baik secara mandiri atau melalui bantuan orang lain atau mendapatkan
penyelesainnya dari buku atau sumber yang lain, maka pertanyaan yang sebelumnya
merupakan masalah, sekarang sudah bukan permasalahan lagi bagi dirinya.
Masalah seringkali dinyatakan dalam soal cerita, tetapi tidak berarti semua soal
cerita merupakan masalah. Untuk menyelesaikan soal cerita seseorang harus
mengidentifikasi apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan merumuskan model
matematika serta strategi penyelesainnya. Apabila strategi yang diperlukan untuk
menyelesaikan soal cerita berupa metode dan prosedur rutin maka jelas substansi soal
cerita bukan merupakan maslaah. Namun apabila dalam menyusun strategi diperlukan
organisasi konsep-konsep dan belum ada pengetahuan tentang prosedur rutin yang bisa
langsung menyelesaikan soal tersebut, maka substansi soal cerita tersebut merupakan
masalah. Jadi soal cerita tidak sama dengan masalah. Soal cerita hanya merupakan sebuah
sarana untuk mengekspresikan suatu masalah.
Didalam pembelajaran matematika, terutama tentang pembelajaran pemecahan
masalah, ada seorang tokoh yang terkenal yakni George Polya. Polya menyarankan 4
langkah pemecahan masalah sebagai strategi umum yang perlu dilakukan dalam
pembelajaran melalui pemecahan masalah. Keempat langkah itu adalah:(1) Memahami
masalahnya, (2) Menyusun rencana yang bisa dipakai untuk memecahkan masalah, (3)
Menjalankan rencana, dan(4) Melihat kembali atau melakukan refleksi terhadap selesaian
yang diperoleh. Pengertian diatas dikenal dengan istilah “SEE-PLAN-DO-CHECK” atau
“Kenali-Susunrencana-Lakukan dan Periksa Kembali.”
Kemampuan pemecahan masalah ini akan terbantu perkembangannya kalau
dalam diri siswa dipenuhi dengan berbagai macam strategi pemecahan masalah.
Kekayaan strategi pemecahan masalah ini sangat membantu siswa dalam menyusun
rencana pemecahan masalah atau langkah-langkah yang harus diterapkan. Strategi ini
banyak macamnya, dan dalam tulisan ini dapat disajikan beberapa strategi diantaranya:
Membuat Tabel
Diberikan masalah sebagai berikut. “Seorang tukang kayu merancang meja
berkaki 4 dan kursi berkaki 3. Pada suatu hari ternyata dia telah berhasil membuat meja
dan kursi yang kalau dihitung ternyata jumlah kakinya berjumlah 43. Berapa banyak meja
dan kursi yang telah dihasilkan pada hari itu”. Untuk memecahkan masalah, maka kita
bisa menggunakan strategi membuat tabel sebagai berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 347
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
1 Meja 2 Meja 3 Meja 4 Meja 7 Meja 10 Meja
43-4 = 39 43-8 = 35 43-12 = 31 43-16 = 27 43-28 = 15 43-40 = 3
39:3 = 13 35:3 = Tidak 31:3 = Tidak 27:3 = 9 15:3 = 5 3:3 = 1kursi
kursi mungkin Mungkin kursi Kursi
13 Kursi Tidak Tidak 9 Kursi 5 Kursi 1 Kursi
mungkin mungkin
Penggunaan tabel di atas untuk mengola informasi yang diberikan dalam soal
ternyata sangat membantu siswa menemukan pola yang muncul dan membantu mereka
menemukan informasi yang hilang. Kalau kita melihat langkah di atas, tampak bahwa
setelah empat langkah pertama, terlihat adanya suatu pola. Akan tetapi, mengingat
bilangannya kecil, sebenarnya tanpa menemukan pola, dengan membuat tabel kita bisa
memecahkan masalah.
Jumlah meja Jumlah kaki Jumlah kaki Kalau dibagi 3 Kesimpulan
pada meja yang tersedia apakah
untuk kursi hasilnya bulat !
Berapa ?
1 4 43-4 = 39 Ya, yaitu 13 1 meja dan 13
kursi
2 8 43-8 = 35 Tidak Tidak mungkin
3 12 43-12 = 31 Tidak Tidak mungkin
4 16 43-16 = 27 Ya, yaitu 9 4 meja, 9 kursi
5 20 43-20 = 23 Tidak Tidak mungkin
6 24 43-24 = 19 Tidak Tidak mungkin
7 28 43-28 = 15 Ya, yaitu 5 7 meja, 5 kursi
8 32 43-32 = 11 Tidak Tidak mungkin
9 36 43-36 = 7 Tidak Tidak mungkin
10 40 43-40 = 3 Ya, yaitu 1 10 meja, 1 kursi
Jadi banyak meja dan kursi yang mungkin adalah: 1 meja 13 kursi, 4 meja 9
kursi, 7 meja 5 kursi, 10 meja 1 kursi.
ISBN: 978-602-50622-0-9 348
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Membuat Gambar
Perhatikan masalah-masalah berikut. “jika ada 5 orang didalam ruangan dan
mereka semua bersalam-salaman satu sam lain, berapa banyak salaman yang terjadi
diantara mereka semua ?”
Masalah ini dapat diselesaikan dengan lebih mudah kalau bisa membuat gambar
seperti berikut.
Tampak bahwa banyaknya ruas garis yang menghubungkan titik-titik pada
gambar ada 10. Artinya, ada 10 kali salaman yang mungkin terjadi. Penggunaan gambar
juga memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya. Beberapa masalah
dapat diselesaikan dengan lebih mudah setelah ada gambarya. Dengan menggunakan
gambar, siswa terbantu belajar menemukan informasi kunci di dalam suatu masalah serta
mengabaikan informasi yang tidak perlu.
Cobalah selesaikan masalah berikut dengan menggunakan gambar !
“Seekor kodok di dalam dasar sumur meloncat naik 3 meter setiap harinya dan
melorot 2 meter setiap malamnya. Jika kedalaman sumur adalah 10 meter, berapa lama
diperlukan oleh kodok tersebut untuk bisa keluar dari sumur tersebut?”.
Menyuarakan Proses Berpikir
“Ketika saya berangkat sekolah, saya bertemu dengan seorang guru yang
memiliki 24 siswa dikelasnya. Setiap siswa memiliki 2 saudara, dan setiap saudara
memiliki 2 hewan peliharaan. Berapa banyak guru yang saya temui?”.
Dengan mendorong siswa untukmenyuarakan pemikiran yang sedang
berlangsung dalam benaknya, mereka akan mempu mendengarkan verbalisasinya. Ini
memungkinkan terjadinya dua proses sekaligus, yaitu berpikir dan berbicara, yang
membantu memecahkan masalah. Meyuarakan proses berpikir membantu komunikasi
serta mendorong proses refleksi. Akan lebih bagus kalau selama proses berpikir itu,
mereka bisa diminta untuk menyatakan ulang dengan kalimatnya sendiri, berkomunikasi
dengan dirinya sendiri, dan komunikasi itu juga disuarakan dengan keras (lantang).
Setelah selesai membaca soal atau maslahnya, mereka bisa diminta untuk mengucapkan
kaliamat:
ISBN: 978-602-50622-0-9 349
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
“hal-hal yang penting dalam masalah ini adalah...............................” “bilangan-
bilangan yang ada pada soal ini berkaitan dengan........................”
“operasi bilangan yang terlibat soal ini adalah ..........................”
“kata-kata yang menyatakan bahwa ini menggunakan operasi bilangan adalah ............”
“yang ditanyakan dalam soal ini adalah ......................................”
“soal ini bisa diselesaikan dengan cara .....................................”
Menemukan Pola
Perhatikan masalah berikut. “Disebutbilangan persegi karena mereka memiliki
pola seperti pertumbuhan persegi. Berapa banyak persegi satuan yang bisa ditemukan
pada suatu persegi yang berisi 10 ? berapa panjang sisinya jika diketahui didalam persegi
itu terdapat 81 persegi satuan ?”.
Dengan bantuan gambar seperti di atas, maka akan ketemu pola yakni “untuk persegi
yang berisi sepanjang n satuan, maka akan diperoleh persegi satuan sebanyak .......”
Dengan menggunakan pola itu, maka banyaknya persegi satuan untuk persegi
yang panjang sisinya 10 satuan adalah 100. Sementara itu, panjang sisi dari persegi yang
memuat 81 persegi satuan adalah 9 satuan. Coba selesaikan masalah berikut.
Seorang raja memutuskan untuk memberikan ganjaran dengan menawarkan suatu
pilihan sebagai berikut.
Satu butir gandum di setiap kotak pada papan catur dan selanjutnya, semua
butir gandum tersebut dikalikan 10. Satu butir gandum di kotak pertama, dan kotak berikutnya 2 kali lipat dari
kotak sebelumnya.
Mana diantara pilihan itu yang harus diambil oleh si pelayan agar dia memperoleh
gandum lebih banyak? Mengapa?.
Duga dan Periksa
ISBN: 978-602-50622-0-9 350
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Perhatikan masalah berikut. “Dengan menggunakan bilangan 1 s/d 9, tempatkan
di kotak-kotak berikut sehingga diperoleh jumlah 15 diarah mendatar, tegak, dan
diagonalnya”.
Untuk memecahakan masalah di atas. Anda boleh mulai dengan bilangan tertentu.
Kemudian cari bilangan-bilangan lain yang memenuhi syarat yang ditetapkan untuk
ditempatkan pada kotak-kotak berikutnya. Lakukan lagi dengan mengikuti dugaan tadi
dan periksa lagi apakah memenuhi syarat atau tidak. Demikian seterusnya sehingga
diperoleh jawaban yang diinginkan.
Bekerja Mundur
Perhatikan masalah berikut.
“Seutas tali dipotong separuh untuk dibagi kepada dua pemilik tanah. Seorang
pemilik memerlukan 2/3 nya untuk mengikat anjingnya. Sisa dari tali untuk mengikat
anjing tersebut adalah 1 meter. Berapa panjang tali mula-mula?
Kalau anda memecahkan masalah ini dengan strategi bekerja mundur, maka anda
mulai dengan informasi bahwa sisa tali yang digunakan untuk mengikat anjing adalah 1
meter. Selanjutnya, 1 meter itu adalah 1/3 dari milik salah seorang pemilik tanah. Dengan
demikian, milik salah seorang itu adalah 3 meter.
Selanjutnya, 3 meter ini adalah sepearuh dari yang dibagikan kepada dua orang. Dengan demikian, tali yang dibagikan adalah 2 x 3 = 6 meter.
SIMPULAN
Substansi soal cerita yang kita sajikan kepada siswa memang belum tentu
merupakan masalah bagi mereka, tetapi sering kali soal cerita dipakai sebagai sarana
untuk menyajikan masalah kepada siswa. Satu hal yang penting bagaimana menuntun
siswa untuk mampu memahami masalah dan kemudian dapat menyelesaikannya.
Pengajaran pemecahan masalah kepada siswa tetap harus memperhatikan langkah-
langkah pemecahan masalah sebagaimana yang terurai di atas. Oleh karenanya guru harus
memikirkan pendekatan yang tepat untuk mengajarkan pemecahan masalah, perencanaan
penyelesaian, pelaksanaan rencana, dan pengecekan kembali. Pendekatan untuk keempat
langkah tersebut bukan merupakan pendekatan yang saling asing, tetapi harus merupakan
satu kesatuan pendekatan hingga proses pemahaman hingga penyelesaian masalah
merupakan proses yang berkelanjutan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 351
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Satu hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa cara siswa mengerjakan soal
atau menyelesaikan masalah dalam matematika tidak harus sesuai dengan yang
dicontohkan guru. Setiap alternatif cara yang digunakan siswa patut mendapat perhatian
karena hal ini tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Apabila langkah
yang ditempuh siswa secara logis menghasilkan jawaban yang benar maka mereka berhak
mendapat penilaian yang memuaskan.
DAFTAR RUJUKAN Karso. 2004. Pendidikan Matematika I. Modul Universitas Terbuka. Jakarta Pusat.
Lencher, G. 2003. Creatif Problem Solving on School Mathematics. New York Glend
Wood: Publication Inc. East Meadow.
Prihandoko, Cahya. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep Matematika secara Benar
dan Menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Subarinah. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat
Ketenagaan.
Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat
Ketenagaan.
Turmudi (ed). 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Common Text
Book). Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
ISBN: 978-602-50622-0-9 352
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MEMBACA PUISI MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELAS SD NEGERI 107404 SAMBIREJO
TIMUR KEC. PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG
Surahmawati61
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar membaca puisi
melalui metode demonstrasi pada siswa kelas SD. Negeri 107404
Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini terdiri dari siklus I dan siklus II.
Prosedur dalam setiap siklus mencakup tahap-tahap berupa
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa sebelum dilakukan siklus I
diketahui bahwa kemampuan membaca puisi siswa sangat kurang yaitu
rata-rata 18,80%. Setelah dilakukan tindakan siklus I ada peningkatan
kemampuan membaca rata-rata siswa sebesar 75%,untuk memperoleh
nilai yang diharapkan maka dilakukan tindakan siklus II sehingga ada
peningkatan kemampuan membaca sebesar 100%. Dan pada siklus II
terjadi peningkatan kemampuan membaca siswa yaitu 5 orang yang
memperoleh nilai tinggi, 19 orang yang memperoleh nilai sedang.
Berdasarkan tindakan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran membaca puisi menggunakan metode demonstrasi, dapat
meningkatkan hasil belajar membaca puisi siswa V SDN 107404
Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Metode Demonstra
61
ISBN: 978-602-50622-0-9 353
PENDAHULUAN
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku (a change in behavior), jadi belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan perubahan
itu disebabkan karena ada dukungan lingkungan yang positif yang menyebabkan
terjadinya interaksi edukatif.
Perubahan itu meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pernyataan
ini didukung oleh Ernest R. Hilgard( 1984: 252 ) yang mengemukakan “ learning
is the process by which an activity originates or is changed through training
procedurs (whether in the laboratory or in the natural environment ) as
distinguished from change by factors not artrisutable to training”.
Artinya: suatu proses dalam kegiatan dalam suatu bidang yang berasal atau
diubah melalui prosedur pelatihan (baik di laboratorium atau di lingkungan alam)
yang dibedakan dari perubahan tersebut oleh unsur-unsur ketidak sengajaan untuk
pelatihan.
Keterampilan berbahasa mempunyai empat aspek yang penting, yaitu: (1)
Keterampilan menyimak, (2) Keterampilan Berbicara, (3) Keterampilan
membaca, (4) keterampilan menulis.Keterampilan berbahasa yang keempat ini
mempunyai hubungan yang dalam memperoleh kemampuan berbahasa yang baik.
Untuk mendapatkan motivasi guru harus dapat menemukan metode dan
cara yang tepat dalam membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar, oleh
kerena itu guru menggunakan metode demonstrasi dalam pembelajaran
pembacaan puisi tersebut. Dengan metode demonstrasi tersebut diharapkan
kepada peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
menumbuhkan minat dan bakatnya dalam pembacaan puisi. Berdasarkan uraian di
atas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah:
a. Proses pembelajaran membaca puisi tidak berjalan dengan lancar
dikarenakan-peserta didik merasa kurang percaya diri.
Peserta didik tidak dapat membaca puisi dengan intonasi dan lafal yang baik
dan benar. Peserta didik tidak dapat membaca puisi dengan jeda yang benar. Peserta didik tidak dapat mengekspresikan sesuai dengan isi kandungan puisi. Peserta didik tidak dapat membaca puisi dengan memperagakan bahasa tubuh
yang sesuai dengan isi kandungan puisi tersebut. Peserta didik tidak dapat mengidentifikasi ciri-ciri puisi.
Agar pembatasan masalah tidak terlalu meluas maka perlu adanya pembatasan
masalah. Adapun masalah yang diteliti dibatasi pada proses kegiatan belajar pada materi
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
membaca puisi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SDN 107404
Sambirejo Timur melalui metode demonstrasi.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada materi membaca
puisi melalui metode demonstrasi di siswa kelas V SDN 107404 Desa Sambirejo
Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia
pada materi membaca puisi melalui metode demonstrasi di siswa kelas V SDN 107404
Desa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
Belajar
Pengertian Belajar
Gagne (Dimyati dan Mujiono 2009:10) mengemukakan bahwa “Belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru”. Sedangkan menurut Sagala (2009:11)
bahwa “Belajar adalah komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan
bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Uno
(2011:15) berpendapat bahwa “Belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh
seseorang dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan), atau
melalui suatu penguatan (Reinsforcement) dalam bentuk pengalaman terhadap suatu
objek yang ada dalam lingkungan belajar”.
Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Tingkat prestasi belajar siswa di sekolah tidak dapat dikatakan sama,
walaupun siswa tersebut sama-sama menerima metode pengajaran dan guru yang
sama, jadi berhasilnya atau tidaknya dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam
mengajar. Keberhasilan guru dalam mengajar akan dipengaruhi oleh faktor-
faktor,yaitu:
Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan
rohani dari siswa;2) faktor eksternal(faktor dari luar).
Belajar bahasa Indonesia
Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan
suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri
berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.
Bahasa mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif.Bahasa adalah untuk
menyatakan perasaan, kehendak maupun sikap, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi
ekpresif. Sedangkan untuk menyatakan buah pikiran lengkap dengan jalan pikiran yang
melatar belakanginya, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi argumentatif. William
ISBN: 978-602-50622-0-9 355
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
A. Haviland berpendapat bahwa Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika digabungkan
menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh semua orang yang
berbicara dalam bahasa itu. Sudaryono mengemukakan bahwa Bahasa adalah sarana
komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidak sempurnaan bahasa
sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman. Jadi
dari beberapa pendapat tentang bahasa dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat
komunikasi yang dapat dimengerti dan dipahami bagi orang lain yang mendengarkannya.
Hasil belajar bahasa Indonesia
Kemampuan berbahasa dalam KBK mencakup empat aspek penting, yaitu: 1)
keterampilan menyimak atau mendengar, 2) keterampilan berbicara, 3) keterampilan
membaca, 4) dan keterampilan menulis. Kemampuan berbahasa ini berhubungan erat
dalam usaha seseorang memperoleh kemampuan berbahasa yang baik. Berbagai usaha
dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa agar benar-benar memenuhi
fungsinya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar adalah melalui program pendidikan di sekolah, khususnya mata pelajaran
bahasa Indonesia. Menurut Depdiknas (2003: 6-7), mata pelajaran bahasa Indonesia
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan :
berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulisan memiliki menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan serta
kemampuan berbahasa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai kazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia
Puisi Defenisi Puisi
Puisi merupakan karya sastra yang kompleks, maka untuk memahaminya diperlukan
analisis agar dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Untuk
menganalisis puisi dengan tepat, perlu diketahui wujud sebenarnya dari puisi tersebut.
Puisi adalah sebab yang memungkinkan timbulnya pengalaman. Oleh karena itu, puisi
harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Norma itu harus dipahamiه secara
implisit untuk menarik setiap pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama
merupakan karya sastra yang murni sebagai keseluruhan.
Ciri-Ciri Puisi
ISBN: 978-602-50622-0-9 356
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Puisi mempunyai beberapa ciri-ciri diantaranya:
pemadatan bahasa; puisi itu dibaca deretan kata-kata tidak membentuk kata
atau kalimat, membentuk lirik dan bait .lirik memiliki makna yg luas dari
kalimat, dari perwujudan itu diharapkan kata atau frasa memiliki makna yang
luas. Pemilihan kata khas; kata-kata penyair dipertimbangkan betul dari berbagai
aspek dan efek pengucapan. Tidak jarang kata-kata tertentu dicoret beberapa
kali karena belum secara tepat mewakili pikiran dan suara hati penyair
(dilihat dari dokumentasi H.B jassin)
Teknik Membaca Puisi
Ada beberapa tahapan yang harus di perhatikan oleh sang pembaca puisi,
antara lain:
1). Interpretasi (penafsiran/pemahaman makna puisi)
2).Vokal 3).Diksi 4).Tempo 5).Dinamika 6).Modulasi 7).Intonasi 8).Jeda 9).Pernafasan 10).Penampilan
Unsur Unsur Puisi
Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi, secara
singkat bisa diuraikan sebagai berikut:
1). Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi)
yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain.
Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
2).Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa.
Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada
puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buah, tapi pada puisi
baru tak ada batasan.
3). Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah
biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait
biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
4). Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi
yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama
(ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan
bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut
ISBN: 978-602-50622-0-9 357
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan
dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah
salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima.
Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi,
yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
5).Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait.
Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi
penulis puisi disampaikan.
Metode Demonstrasi
Pengertian metode demonstrasi menurut Djamarah( 2010:90) “cara penyajian
pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi
atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan yang sering
disertai dengan penjelasan lisan”. metode demontrasi adalah: metode yang
mengedepankan peragaan atau pertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi benda
tertentu yang sedang dipelajari baik sebenarnya atau tiruan yang disertai dengan
penjelasan lisan. cara mengajar dimana seorang instruktur atau tim guru menunjukkan
dan memperlihatkan suatu proses .
Metode Demonstrasi dalam Mendeklamasikan Puisi
Mendeklamasikan/membaca puisi dengan metode demonstrasi yang baik, guru
haruslah berusaha memahami tentang kandungan isi puisi tersebut. Agar guru semenarik
mungkin dilihat oleh siswa, sehingga siswa terkesan dan tertarik mendengarkan .akhirnya
berusaha untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Mendeklamasikan/membaca puisi guru harus benar-benar mengetahui tehnik –tehnik
membaca puisi dengan baik dan benar, seperti yang di bicarakan pada tehnik membaca
puisi.
Kerangka Berfikir
Apresiasi sastra Bahasa Indonesia meliputi; sastra drama, sastra prosa, sastra puisi.
Pembahasan pada penelitian ini saya membahas tentang puisi. Puisi adalah karya sastra
yang berupa larik atau bait yang isi puisi berupa kata -kata hias. Puisi mempunyai tema
,dan juga mempunyai ciri-ciri, unsur-unsur, dan pembacaan puisi mempunyai tehnik-
tehnik membaca puisi.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka peneliti mengajukan hipotesis tindakkan
sebagai berikut:
ISBN: 978-602-50622-0-9 358
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dengan menggunakan metode domostrasi dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa
Indonesia materi membaca puisi pada kelas V SDN 107404 desa Sambirejo Timur
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (Action Research
classroom) yang terdiri dari 2 siklus untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah
Dasar .
Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan terhadap siswa kelas V SDN 107404 Desa Sambirejo Timur
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang .Penelitian dilaksanakan pada bulan
Nopember 2012 yang terbagi dalam dua siklus.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 107404 Desa Sambirejo Timur
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang berjumlah 24 siswa yang terdiri dari
11 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Objek penelitian adalah upaya meningkatkan
proses belajar bahasa Indonesia pada membaca puisi dengan metode demonstrasi.
Mekanis dan Rancangan
Metode yang diaplikasikan untuk pemecahan masalah dalam kegiatan ini adalah
penelitian tindakan kelas (Action Research class room) dengan melibatkan teman sejawat
guru.
Kegiatan pada Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat guru melakukan analisis terhadap
proses belajar siswa sebelumnya bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
masalah serta mencari alternatif pemecahan masalah sebagai dasar perencanaan pada
siklus I. Berdasarkan hal tersebut maka tahap persiapan ini peneliti melakukan
perencanaan pada siklus I sebagai berikut:
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) siklus I dengan menerapkan
motode demonstrasi menggunakan lembaran puisi yang diharapkan dapat mengatasi
masalah pembelajaran, pada bentuk RPP (rencana Pelaksanaan Pelajaran) untuk setiap
pertemuan dan membuat skenario pembelajaran .
Menyusun atau menetapkan masalah-masalah yang akan dibahas menggunakan
metode demonstrasi yang menggunakan media lembaran puisi.
Menyusun langkah-langkah dalam mendemonstrasikan yang menggunakan media
lembaran puisi untuk membaca puisi. Menyusun instrumen pengumpulan data, yaitu:
ISBN: 978-602-50622-0-9 359
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
a. Lembar observasi aktifitas siswa dalam proses belajar
b. Instrumen tes untuk mengukur tingkat ketercapaian pembelajaran
b. Tahap Pelaksanaan (Implementasi)
Pada tahap pelaksanaan Siklus I, peneliti dibantu oleh teman sejawat
melaksanakan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran metode
demonstrasi yang menggunakan media lembaran puisi sebagaimana telah direncanakan
dalam RPP Siklus I.
c. Tahap Observasi
Selama pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengumpulan data dengan cara
pelaksanaan pengamatan (observasi) terhadap aktivitas siswa dengan menggunakan
Lembar observasi aktifitas siswa yang diamati adalah:
Mendengarkan penjelasan guru
Menulis catatan yang relevan dengan KBM
Membaca buku ajar
Menghafal puisi
Menghayati makna puisi
Mendeklamasikan puisi
Prilaku yang tidak relevan dengan KBM
d. Tahap Refleksi
pada tahap akhir siklus I, peneliti bersama teman sejawat melakukan kegiatan
refleksi yaitu evaluasi terhadap semua kegiatan dalam proses pembelajaran yang meliputi
pola interaksi pembelajaran, suasana kelas, respon terhadap model pembelajaran yang
diterapkan, hasil kerja siswa dan nilai hasil belajar yang dicapai. Berdasarkan hasil
refleksi dan evaluasi, berbagai kekurangan, hambatan dan kesulitan yang ditemukan
selama implementasi/pelaksanaan tindakan I digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk melakukan perbaikan dalam pembuat perencanaan pada siklus berikutnya (siklus
II).
Kegiatan Siklus II
a. Tahap Perencanaan
Hasil refleksi dan evaluasi pada akhir Siklus I digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan perbaikan dalam membuat perencanaan dalam Siklus II.
Pada tahap ini peneliti melakukan perbaikan-perbaikan terhadap Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), instrumen penelitian dan skenario pembelajaran.
ISBN: 978-602-50622-0-9 360
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
b. Tahap Pelaksanaan (Implementasi)
Sebagaimana pada tahap pelaksanaan di Siklus I, pada tahap pelaksanaan Siklus
II, guru menyajikan materi pelajaran sesuai skenario “model pembelajaran Demonstrasi
yang menggunakan media lembaran puisi yang berkode” yang telah digariskan dalam
perangkat pembelajaran (RPP) yang telah direvisi pada tahap perencanaan II. Proses
pelaksanaan di Siklus II serupa dengan di Siklus I dengan memperbaiki dalam beberapa
hal sesui dengan hasil refleksi di Siklus I.
c. Tahap Obsevasi
Selama pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengumpulan data melalui
pengamatan (observasi) terhadap aktifitas siswa dengan menggunakan lembar observasi
aktifitas siswa. Aktifitas siswa yang diamati ada Siklus II dengan aktivitas siswa pada
Siklus I. pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh teman sejawat. Setiap pengamat
mengamati enam orang siswa. Pada Siklus II ini dilakukan juga pengumpulan hasil
kinerja siswa berupa mendeklamasikan puisi di depan kelas yang dinilai oleh guru dengan
menggunakan lembar penilaian kinerja siswa. Pada akhir pelaksanaan di Siklus II
dilakukan evaluasi dengan menggunakan instrumen tes untuk mengukur tingkat
ketercapaian tujuan pembelajaran.
d. Tahap Rafleksi
pada akhir Siklus II peneliti bersama teman sejawat kembali melakukan kegiatan
refleksi yaitu evaluasi terhadap semua kegiatan dalam proses pembelajaran yang meliputi
pola interaksi pembelajaran, suasana kelas, respon siswa terhadap model pembelajaran
yang diterapkan, hasil kerja siswa dan nilai hasil belajar yang dicapai. Berdasarkan hasil
refleksi dan evaluasi, berbagai kekurangan, hambatan dan kesulitan yang ditemukan
selama implementasi/pelaksanaan tindakan II digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk melakukan perbaikan dalam membuat perencanaan pada Siklus berikut.
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk menjaring data yang dibutuh dalam penelitian ini maka disusun instrumen
pengumpul data, yaitu:
(a). Lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran
(b). Instrumen tes
Analisis Data
Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran untuk setiap Siklus ditabulase
dan dikategorikan dalam bentuk persentasi siswa aktif dan siswa pasif. Data yang dijaring
berupa lembar observasi terhadap penerapan model pembelajaran demonstrasi yang
menggunakan media lembaran puisi yang diimplementasikan, dikelompokkan berupa
persen untuk setiap obsen (mendeklamasikan puisi di depan kelas) sesuai dengan skala
Likert. Data tingkat ketercapaian pembelajaran berupa nilai hasil ujian dikelompokkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 361
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
persentasinya yang mencapai nilai 70 ke atas. Berdasarkan data tersebut, maka akan
diambil kesimpulan apakah hipotesi ditolak atau diterima.
Untuk mengetahui persentasi perubahan motivasi belajar digunakan rumus: = skor yang diperoleh siswa X 100%
skor maksimal
Untuk mengetahui persentasi perubahan hasil belajar secara klasikal digunakan rumus = nf x 100%
Dimana:
P = Angka prestasi
f = Jumlah siswa yang mengalami perubahan
n = Jumlah siswa seluruhnya
Untuk kreteria penilaian observasi yang digunakan adalah konversi nilai angka
yang menjadi huruf.
Tabel Kriteria penilaian observasi
Nilai Keterangan
80-100% Tinggi
60-70% Sedang
0-50% Rendah
Jadwal Penelitian
a. Waktu penelitian Penelitian PTK dilaksanakan pada tanggal 03 Oktober 2012 berakhir sampai
dengan tanggal 19 Nopember 2012
Tempat penelitian SDN 107404 Sambirejo Timur. Tabel Jadwal penelitian
NO KEGIATAN BULAN/MINGGU
Oktober Nopember
1 Tahap persiapan
a. Mengurus surat izin √
b. Kordinasi dengan kepala sekolah dan guru √
ISBN: 978-602-50622-0-9 362
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
c. mengobservasi kelas yang akan diteliti √
2 Siklus I
a. Perencanaan √
b. Tindakan √
c. Observasi √
d. Refleksi √
3 Siklus II
a. Perencanaan √
b. Tindakan √
c. Observasi
d. Refleksi √
√
4 Analisis Data √
5 Penulisan Laporan √
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Awal
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa membaca puisi
dengan metode demonstrasi yang menggunakan lembaran puisi pada siswa kelas V-B
SDN 107404 Sambirejo Timur. Untuk menjawab permasalahan tersebut pendekatan
penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan 2 siklus
pembelajaran. Subjek yang terlibat dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas V-B
berjumlah 24 orang. Selama penelitian berlangsung diupayakan seluruh siswa hadir di
kelas (kehadiran 100%), ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat dan tidak
mempengaruhi kesimpulan hasil penelitian.
Sebelum diberikan pembelajaran, terlebih dahulu siswa diberikan pre test (tes
awal) dengan tujuan mengetahui kemampuan awal siswa dalam membaca puisi. Dari
hasil pre test membaca puisi yang dilakukan terhadap 24 orang diperoleh nilai-nilai siswa
sebagai berikut:
ISBN: 978-602-50622-0-9 363
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel Daftar Hasil Belajar pada Pre Test
Katagori Persentase
Tuntas 18,80 %
Belum Tuntas 81,20 %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan hasil
ketuntasan belajar, yaitu:
PKK = 4 x 100 % = 18,8 %
24
Sedangkan siswa yang belum tuntas dalam belajar yaitu:
PKK = 20 x 100 % = 81,20 %
24
Dari data tes awal diperoleh peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa yaitu
62 dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 4 siswa (18,8 %) dan yang belum tuntas
sebanyak 20 siswa (81,8 %).
Tabel Rekap prekuensi perolehan nilai pre tes
No Hasil Tingkat Hasil Jumlah Persentasi
Belajar Belajar siswa Ketuntasan
1 90-100 Sangat baik 0 siswa 0 %
2 80-89 Tinggi 0 siswa 0 %
3 70-79 Sedang 4 siswa 18,8 %
4 55-69 Rendah 20 siswa 81,2 %
5 0-54 Sangat rendah 0 siswa 0 %
Jumlah 24 siswa 100 %
Ditinjau dari daftar hasil belajar pada pre test maka peneliti mendapatkan potensi
dan pengalaman yang dimiliki siswa kelas Vb. Hal-hal yang diamati dalam proses belajar
diantaranya adalah: kesesuaian urutan KBM yang direncanakan dengan kenyataan
dilapangan, keaktifan guru mengelolah KBM, cara mengajar guru, minat belajar siswa,
motivasi belajar siswa, keseriusan siswa dalam belajar, partisipasi guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran di `kelas, serta pencapaian hasil. Selanjutnya sebagai dasar proses
ISBN: 978-602-50622-0-9 364
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pembelajaran adalah hasil Siklus 1 siswa yang diperoleh melalui serangkaian tes hasil
belajar membaca puisi.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, siswa belum menunjukkan keaktifan
belajar yang berarti tergolong rendah. Mereka hadir di kelas tapi pikirannya tidak berada
di dalam kelas. Ini menunjukkan keberlangsungan belajar membaca puisi dengan metode
demonstrasi yang menggunakan media lembaran puisi belum efektif diterapkan guru
terhadap siswa. Demikian halnya dengan guru yang mengajar terlihat masih canggung
yang menerapkan pembelajaran tersebut.Hal ini disebabkan karena guru belum terbiasa
melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi yang
menggunakan media lembaran puisi dan melakukan aktivitas mengajar seperti yang
diinstruksikan dalam RPP dengan penerapan metode demonstrasi yang menggunakan
media lembaran puisi.
Berdasarkan tes yang dilakukan pada pre test, diketahui bahwa hasil belajar
membaca puisi belum memuaskan. Hal ini ditandai dengan penguasaan bahwa siswa
masih dibawah standar nilai yang ditetapkan(<70), yakni sebanyak 20 siswa yang belum
tuntas sekitar 81,2 % dan sebanyak 4 siswa yang tuntas sekitar 18,8 %.
1. Deskripsi Siklus I
a. Perencanaan
Tahap perencanaan tindakan ini dilakukan setelah melakukan pre tes, melihat
sejauh mana kemampuan siswa dalam membaca puisi yang didemonstrasikan di depan
kelas. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa:
menyiapkan materi ajar membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan
dengan kesulitan yang dialami siswa, dengan menggunakan metode
demonstrasi yang menggunakan media lembaran puisi menyiapkan 2 lembaran puisi yang untuk diajarkan
b. Pelaksanaan
kegiatan pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh pelaku PTK. Materi yang
diajarkan pada tindakan ini adalah membaca puisi. Langkah-langkah yang dilakukan pada
pertemuan I Siklus I adalah:
sebelum guru menyampaikan materi pembelajaran yang akan dipelajari
siswa, terlebih dahulu guru mengabsen siswa dan guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa yaitu (a) siswa dapat
membaca puisi dengan intonasi yang tepat, (b) siswa dapat membaca puisi
dengan jeda yang benar, (c) siswa dapat mengekspresikan puisi.
guru menyampaikan materi dan memotivasi siswa untuk
mendemonstrsikan puisi di depan kelas. Siswa mendengarkan dan
menganalisa penjelasan guru
ISBN: 978-602-50622-0-9 365
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Guru membacakan 2 lembaran puisi dengan judul yang sama yang
pertama membacakan puisi dengan salah, sedangkan yang kedua membaca
puisi dengan baik dan benar. Siswa mengamati dan menganalisa bacaan 2
buah puisi tersebut
Guru menganjurkan siswa untuk mengomentari 2 buah puisi tersebut.
Siswa mengomentari 2 buah puisi tersebut menurut analisa mereka. Guru memberikan satu lembaran puisi dengan judul yang berbeda untuk
dibacakan oleh 2 siswa yang menginstruksikan kepada siswa lain untuk
menilai bacaan puisi yang dibacakan oleh 2 siswa tersebut.
Guru memanggil satu persatu untuk mendeklamasikan puisi di depan kelas
dengan judul puisi yang dibacakan oleh 2 siswa tersebut dan mengambil
nilai tentang hapalan puisi, intonasi, gaya, dan ekspresi puisi
Melalui tabel tes Siklus I di atas dapat dilihat hanya 6 siswa yang mengalami
belum tuntas belajar (25%). Sedangkan 18 siswa (75%) mengalami ketuntasan dalam
belajar dengan nilai rata-rata 73. Dalam perolehan nilai di Siklus I terdapat peningkatan
hasil belajar siswa, tetapi peningkatan hasil belajar ini menurut pelaku PTK belum
maksimal dan masih perlu perbaikan pada Siklus berikutnya.
Tabel Rekap Frekuensi Perolehan Nilai Siklus I
No Hasil Belajar Tingkat Hasil Belajar Jumlah siswa Persentasi Ketuntasan
1 90-100 Sangat baik 0 siswa 0 %
2 80-89 Tinggi 5 siswa 22,25 %
3 70-79 Sedang 13 siswa 52,75 %
4 55-69 Rendah 6 siswa 25 %
5 0-54 Sangat rendah 0 siswa 0 %
Jumlah 24 siswa 100 %
Dari tabel persentasi ketuntasan belajar siswa pada test siklus I , dapat dilihat
perolehan nilai baik sekitar 5 siswa(22,25%), sekitar nilai sedang ada 13 siswa(52,75%),
dan nilai rendah ada 6 siswa (25%).
Berdasarkan rumus ketuntasan belajar siswa klasikal diperoleh:
PKK== 6 x 100 % = 25 %
24
Nilai kurang dari 70 pada materi membaca puisi, siswa yang memperoleh nilai di bawah
70 ada sebanyak 6 siswa ini dikategorikan oleh siswa yang belum tuntas.
ISBN: 978-602-50622-0-9 366
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Nilai lebih dari 70 ada sekitar 18 siswa (75%) ini dinyatakan tuntas.dalam perolehan nilai
rata-rata 73.
Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II
a. Perencanaan
Dalam pelaksanaan pada siklus I tidak jauh beda pada siklus I hanya saja
penerapan guru lebih banyak membimbing dan memperhatikan siswa disetiap proses
pembelajaran.
Tahap perencanaan tindakan ini dilakukan setelah melakukan pre tes, melihat sejauh
mana kemampuan siswa dalam membaca puisi yang didemonstrasikan di depan kelas.
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa
Menyiapkan materi ajar Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan
dengan kesulitan yang dialami siswa, dengan menggunakan metode
demonstrasi dengan menggunakan media lembaran puisi Menyiapakan 2 lembaran puisi yang untuk diajarka
b. Pelaksanaan
kegiatan pelaksanaan pada tahap ini dilakukan oleh pelaku PTK. Materi yang
diajarkan pada tindakan ini adalah membaca puisi. Langkah-langkah yang dilakukan pada
pertemuan I Siklus I adalah:
Sebelum guru menyampaikan materi pembelajaran yang akan dipelajari
siswa, terlebih dahulu guru mengabsen siswa dan guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa yaitu (a) siswa dapat
membaca puisi dengan intonasi yang tepat, (b) siswa dapat membaca puisi
dengan jeda yang benar, (c) siswa dapat mengekspresikan puisi.
Guru menyampaikan materi dan memotivasi siswa untuk
mendemonstrsikan puisi di depan kelas. Siswa mendengarkan dan
menganalisa penjelasan guru Guru membacakan 2 buah puisi dengan judul yang sama yang pertama
membacakan puisi dengan salah, sedangkan yang kedua membaca puisi
dengan baik dan benar. Siswa mengamati dan menganalisa bacaan 2
lembar puisi tersebut Guru menganjurkan siswa untuk mengomentari 2 buah puisi tersebut.
Siswa mengomentari 2 puisi tersebut menurut analisa mereka. Guru memberikan satu lembar puisi dengan judul yang berbeda untuk
dibacakan oleh 2 siswa yang menginstruksikan kepada siswa lain untuk
menilai bacaan puisi yang dibacakan oleh 2 siswa tersebut. Guru memanggil satu persatu untuk mendeklamasikan puisi di depan kelas
dengan judul puisi yang dibacakan oleh 2 siswa tersebut dan mengambil
nilai tentang hapalan puisi, intonasi, gaya, dan ekspresi puisi
ISBN: 978-602-50622-0-9 367
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Melalui tabel tes Siklus II di atas dapat dilihat hanya 0 siswa yang mengalami belum
tuntas belajar (0 %). Sedangkan 24 siswa (100%) mengalami ketuntasan dalam belajar
dengan nilai rata-rata 76. Dalam perolehan nilai di Siklus II terdapat peningkatan hasil
belajar siswa, tetapi peningkatan hasil belajar ini menurut pelaku PTK belum maksimal
dan masih perlu perbaikan pada Siklus berikutnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Dengan menggunakan metode demonstrasi yang menggunakan media lembar
puisi dengan berkode, dapat meningkatkan hasil belajar membaca puisi siswa
kelas V SD Negeri Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan dan mencapai KKM 70.
b. Penerapan metode ini dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar membaca
puisi siswa, perolehan nilai ketuntasan pada pre tes sebesar 18,08%, (Siklus I)
selanjutnya 75,00% berubah menjadi 100% pada Siklus II.
Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan:
Bagi siswa, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan keterampilan
membaca puisi dengan baik dan benar disertai dengan penghayatan. Bagi guru, diharapkan dapat menciptakan variasi-variasi dalam melaksanakan
metode mengajar dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Bagi sekolah, diharapkan agar lebih memperhatikan dalam memilih metode
yang tepat bagi siswa dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Dimiati & Mujiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineke cipta.
Djamarah S B et. al.1997. StrategiBelajar Mengajar. Jakarta: Rineke Cipta.
DEPDIKNAS. 2003. Bahasa Indonesia: Jakarta.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorentasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Persada Media.
Sagala, S. 2003. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta.
Tarigan, Henri Guntur. 1986. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
ISBN: 978-602-50622-0-9 368
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Teeuw. A. 1998. Sastra Dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Tim Dosen Unimed. 2009. Keterampilan Bahasa Reseptif. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2009. Wawasan Pendidikan Dasar. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2009. Keterampilan Berbahasa Produktif. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2010. Pendidikan Bahasa Indonesian Kelas Rendah. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2011. Pengembangan Bahan Ajar dan Media Bahasa Indonesia Di
Sekolah Dasar. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2012. Kompilasi Penelitian Tindakan Kelas. Medan: Unimed.
Tim Dosen Unimed. 2012. Pedoman Bimbingan dan Penulisan Skripsi. Medan: Unimed.
Uno. H. P. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Waluyo, Herman. J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
ISBN: 978-602-50622-0-9 369
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PERBANDINGAN KOMPETENSI KEWARGANEGARAAN
DALAM KURIKULUM 2006 (KTSP) DAN KURIKULUM
2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI SEKOLAH DASAR
Apiek Gandamana62
Surel: [email protected]
Abstrak Materi pembelajaran secara garis besar terdiri atas pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik dalam
rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci
materi pembelajaran terdiri atas materi yang bersifat pengetahuan
(fakta, konsep, prinsip, teori), materi yang bersifat sikap (nilai dan
moral), dan materi yang bersifat keterampilan (tata cara dan
prosedur). Secara teoritik, terdapat tiga komponen kompetensi
kewarganegaraan meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan sikap kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga kompetensi
kewarganegaraan memiliki keterkaitan dengan sasaran pembentukan
pribadi warga negara. Warga negara yang pengetahuan dan sikap
kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang percaya diri
(civic confidence), warga negara yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang
mampu (civic competence), warga negara yang memiliki sikap dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang
komitmen (civic commitment), dan pada akhirnya warga negara yang
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan
akan menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good
citizenship).
Kata kunci: Kewarganegaraan, Kurikulum 2006 (KTSP), kurikulum
2013
PENDAHULUAN
Dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan 2006, materi
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai ruang lingkup PKn.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara
umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda,
Dosen PPKn pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FIP Unimed
ISBN: 978-602-50622-0-9 370
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
keutuhan NKRI, partispasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap
NKRI, serta keterbukaan dan jaminan keadilan.
Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda,
keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan
negara, sikap positif terhadap negara kesatuan Republik Indonesia,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga,
tata tertib di sekolah, norma yang berlaku didalam masyarakat, peraturan-
peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
aggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM,
penghormatan dan perlindungan HAM.
Kebutuhan warga negara, meliputi: hidup gotong rotong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan
kedudukan warga negara. Konstitusi Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar
negara dengan konstitusi. Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan
sistim politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan mengevaluasi globalsasi.
Khusus untuk SD/MI lingkup isi Pendidikan Kewarganegaraan dikemas
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Dalam kurikulum 2013 tidak
ada lagi istilah standar kompetensi melainkan diganti menjadi kompetensi inti (KI)
dan kompetensi dasar (KD). Istilah kompetensi inti yang tidak ada di dalam KTSP
atau kurikulum 2006 adalah capaian kompetensi pada tiap akhir jenjang anak
tangga yang harus dilalui untuk sampai pada kompetensi lulusan. Kompetensi inti
(KI) tidak diajarkan melainkan dibentuk melalui berbagai kompetensi dasar (KD).
Kompetensi inti (KI) berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element)
kompetensi dasar (KD). Sebagai unsur
ISBN: 978-602-50622-0-9 371
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengorganisasi, kompetensi inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan organisasi horizontal kompetensi dasar (KD). Kompetensi Inti (KI)
merupakan integrator horizontal antar mata pelajaran dan juga
pengorganisasian kompetensi dasar (KD). Kompetensi dasar diorganisasikan
ke dalam empat kompetensi inti, KI 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, KI 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial,
KI 3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI 4
berisi KD tentang penyajian pengetahuan berupa keterampilan, KI 1, KI 2, dan
KI 4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran
setiap materi pokok yang tercantum dalam KI 3, untuk semua mata pelajaran.
KI 1 dan KI 2 tidak diajarkan langsung, tetapi indirect teaching (pengajaran
tidak langsung) pada setiap kegiatan pembelajaran.
Dalam kurikulum 2013 terdapat perubahan nama mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan terjadi pula dalam ruang lingkup
materinya yang meliputi 4 substansi yang nantinya akan melebur kedalam
sejumlah rumusan kompetensi dasar (KD) yaitu sebagai berikut:
Pancasila Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia Bhineka Tunggal Ika
Dari kedua sistem kurikulum 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013 yang
digunakan dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan penulis akan
menganalisis kurikulum mana yang lebih memenuhi unsur dari kompetensi
kewarganegaraan, yaitu: pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan
kewarganegaraan, dan sikap kewarganegaraan (civic knowledge, civic skill,
and civic disposition).
PEMBAHASAN
Analisis Kompetensi Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2006 (KTSP) di
Sekolah Dasar Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006, pendidikan kewarganegaraan
diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari
pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 372
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti
korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi, informasi
dan komunikasi.
Kurikulum 2006 (KTSP) mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
dirasakan muatan kognitifnya masih terlalu besar sementara penekanan pada
aspek sikap dan keterampilan kewarganegaraan kurang. Dalam pengamatan
Winataputra (Winarno, 2014: 34), justru pendidikan kewarganegaraan saat ini
lebih banyak kajian pada ketatanegaraan dan pengetahuan tentang sistem
politik demokrasi.
Hasil kajian kurikulum dari Pusat Kurikulum (2007) terhadap mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah menemukan hasil
berdasarkan ranah kompetensi terdapat ketidakseimbangan ranah kompetensi
PKn sebagai muatan KD untuk tiap-tiap SK baik di SD, SMP, maupun SMA.
Pada aspek sikap dan perilaku yang menjadi inti PKn proporsinya relatif lebih
sedikit bila dibandingkan dengan ranah pengetahuan. Di SD dari 57 KD, hanya
4 (7,02 %) KD yang termasuk ranah afektif dan 16 (28,07 %) KD yang
termasuk ranah perilaku, sementara yang termasuk ranah pengetahuan 37
(64,91 %) KD. Ini berarti tidak konsisten dengan tujuan PKn yaitu membentuk
watak warga negara.
Kritikan lain terhadap mata pelajaran PKn kurikulum 2006 (KTSP)
adalah sedikitnya kajian Pancasila yang dilakukan secara eksplisit di kelas.
Pancasila sebagai visi ideal kewarganegaraan Indonesia belum sepenuhnya
diadopsi dalam muatan PKn. Dengan memasukkan Pancasila sebagai salah
satu ruang lingkup PKn justru menjadikan Pancasila belum sebagai “intinya”
PKn. Seharusnya Pancasila sebagai substansi kajian menjadi “inti” bagi
ketujuh ruang lingkup lainnya dalam setiap materi PKn. Hal ini sejalan dengan
pendapat bahwa inti dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah
pendidikan Pancasila (Winarno, 2014: 36).
Analisis Kompetensi Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2013 di
Sekolah Dasar Berdasarkan naskah Penguatan Kurikulum mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) terbitan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan (Puskurbuk) Kemdikbud 2012, dinyatakan bahwa pelajaran PKn
disesuaikan menjadi mata pelajaran PPKn. Perubahan atau disebut sebagai
penyesuaian ini dimaksudkan agar dapat mengakomodasi perkembangan dan
persoalan yang berkembang di masyarakat. Penyesuaian menjadi mata
ISBN: 978-602-50622-0-9 373
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pelajaran PPKn ini dilakukan untuk mengakomodasi 4 pilar kebangsaan yakni
Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ruang lingkup baru.
Dalam naskah tersebut dijelaskan pula jatidiri atau karateristik dari PPKn
sebagai pendidikan kewarganegaraan Indonesia di masa depan sebagai berikut:
Eksistensi PPKn dinyatakan dalam pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 37 dinyatakan bahwa: “....pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Untuk
mengakomodasikan perkembangan baru dan mewujudkan pendidikan
sebagai bagian utuh dari proses pencerdasan kehidupan bangsa, maka nama
mata pelajaran PKn berserta ruang lingkup dan proses pembelajarannya
disesuaikan menjadi PPKn, yang bertujuan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam PPKn, Pancasila ditempatkan sebagai entitas inti yang menjadi
sumber rujukan dan ukuran keberhasilan dari keseluruhan ruang lingkup
mata pelajaran.
UUD NRI tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen
Negara Kesatuan Republik Indonesia ditempatkan sebagai bagian integral
dari keseluruhan tatanan penyelenggaraan negara yang berdasarkan atas dan
bermuara pada sistem nilai dan moral Pancasila.
Dalam setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, mata pelajaran PPKn
memuat secara utuh keempat ruang lingkup tersebut.
Ketiga kompetensi kewarganegaraan dalam kurikulum 2013 yaitu:
Civic knowledge (pengetahuan warga negara), masuk kedalam KI 3
pengetahuan, yakni Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhineka
Tunggal Ika sebagai dimensi PPKn yang semuanya melebur kedalam
rumusan KD. Civic skill (keterampilan warga negara) masuk kedalam KI 4 keterampilan. Civic Disposition (sikap warga negara) masuk kedalam KI 1 dan KI 2 sikap
spiritual dan sosial.
Aspek penting dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Kurikulum 2013 ialah pentingnya penggunaan pendekatan ilmiah (saintifik)
dalam segenap pembelajaran. Ini meyakinkan penulis bahwa semangat
keilmuan kajian Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2006
dilestarikan dalam Kurikulum 2013, di mana basis keilmuan yang menjadi
ISBN: 978-602-50622-0-9 374
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kajian pokok Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan haruslah jelas dan
tegas batas-batas disiplinnya.
Dalam kurikulum 2013, kompetensi inti (KI) dan kompentesi dasar (KD)
mata pelajaran PPKn, mengikuti Gerhard Himmelmann (2013), mengubah
paradigma pendidikan kewarganegaraan yang semula berfokus kepada
program pengajaran dan transfer pengetahuan kewarganegaraan menjadi
pendekatan yang menekankan sikap-sikap personal-individual, moral dan
perilaku sosial sebagaimana disposisi dan nilai-nilai bersama dari warga negara
dalam kehidupan bersama yang menghargai hak-hak asasi manusia dan
demokrasi di dunia yang penuh konflik.
Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah melalui konsepsi 5 M
(mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan) memungkinkan perubahan paradigma pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dari pembelajaran pasif
dan afirmatif kepada pembelajaran aktif, kooperatif, dan kritis.
SIMPULAN
Hasil kajian dari Pusat Kurikulum (2007) terhadap mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan di sekolah menemukan hasil berdasarkan
ranah kompetensi terdapat ketidakseimbangan ranah kompetensi PKn
sebagai muatan KD untuk tiap-tiap SK baik di SD, SMP, maupun SMA.
Pada aspek sikap dan perilaku yang menjadi inti PKn proporsinya relatif
lebih sedikit bila dibandingkan dengan ranah pengetahuan. Di SD dari 57
KD, hanya 4 (7,02 %) KD yang termasuk ranah afektif dan 16 (28,07 %)
KD yang termasuk ranah perilaku, sementara yang termasuk ranah
pengetahuan 37 (64,91 %) KD. Padahal pembelajaran PKn yang ideal harus
memperbanyak aspek sikap dan keterampilan warga negara. Individu yang
paham akan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat dan dapat
berpartisipasi secara baik dalam masyarakatnya baru bisa disebut dengan
warga negara yang baik. Dalam pembelajaran PKn, guru tidak hanya
menekankan terhadap aspek kognitif saja atau civic knowledge-nya saja
tetapi lebih ditekankan pada aspek civic skill dan civic disposition.
Dalam kurikulum 2013 salah satu ciri pokoknya adalah adanya kompetensi
inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Sebaran KI 1, KI 2, KI 3, dan KI 4
yang selanjutnya terjabarkan lagi kedalam kelompok KD 1, KD 2, KD 3,
dan KD 4. Proses pembelajaran dengan demikian dimulai dari kelompok
KD pengetahuan/civic knowledge (KD 3), lalu kelompok KD
keterampilan/civic skill (KD 4), dan berakhir pada pembentukan sikap
spiritual dan sosial atau civic disposition (KD 1 dan 2). Dari pembahasan di atas, menurut hemat penulis kurikulum 2013 lebih
memenuhi syarat dari ketiga kompetensi kewarganegaraan (civic
knowledge, civic skill, dan civic disposition) daripada kurikulum 2006
ISBN: 978-602-50622-0-9 375
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
(KTSP). Dalam kurikulum 2013 pembelajaran PKn di khususnya di Sekolah
Dasar lebih menekankan aspek sikap baru kemudian keterampilan dan
pengetahuan.
DAFTAR RUJUKAN
Gerhard Himmelmann. 2013. Competence for Teaching, Learning and Living
Democratic Citizenship. Dalam Murray Print dan Dirk Lange (eds), Civic
Education and Competense for Engaging Citizens Democracies. Rotterdam:
Sense Publishers, pp. 3-8.
Pusat Kurikulum. 2007. Naskah Akademik Kajian Kurikulum Pendidikan
Kewarganegaraan. Depdiknas: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum.
Rahmat. et al. 2013. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.
Samsuri. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2013”.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132300167/pengabdian/paradigmapendidik
an-kewarganegaraan-kurikulum-2013-kuliah-umum-fkip-uad-15-september-
2013.pdf (diakses tanggal 10 Oktober 2017).
Winarno. 2014. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi Strategi, dan
Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara.
Winataputra, Udin S. 2014. Pembelajaran PKn di SD. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Wulandari, Dewi. “Analisis Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 Pada Mata
Pelajaran PKn” http://ibudewiwulandari.blogspot.co.id/2016/04/analisis-
kurikulum-2006-dan-kurikulum.html (diakses tanggal 10 Oktober 2017).
ISBN: 978-602-50622-0-9 376
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN PENINGKATAN
KEMAMPUAN BERPIKIR (SPPKB) DALAM PEMBELAJARAN
MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI
Asnita Hasibuan63
Surel: [email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa
menulis paragraf eksposisi dengan menggunakan Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB). Populasi
berjumlah 201 orang. Sampel sebanyak 80 orang, yakni kelas X-1 dan
X-2 masing-masing 40 orang. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen, dengan instrumen tes kemampuan menulis paragraf
eksposisi berbentuk tulisan/karangan. Tes ini diujikan sebanyak 2
(dua) kali. Dari penelitian diperoleh hasil menulis paragraf eksposisi
menggunakan SPPKB memperoleh nilai rata-rata 84,13 sedangkan
menggunakan pembelajaran konvensional memperoleh nilai rata-rata
73,75. Berdasarkan perolehan nilai rata-rata di atas, maka hasil
belajar menulis paragraf eksposisi siswa meningkat dengan
persentase peningkatan yang signifikan sebesar 14,07%. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) efektif digunakan dalam
pembelajaran menulis paragraf eksposisi.
Kata Kunci: Strategi, Kemampuan Berpikir, Menulis Karangan.
PENDAHULUAN
Bahasa dan Sastra Indonesia adalah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah.
Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki salah satu aspek yaitu keterampilan berbahasa,
meliputi empat aspek seperti keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai
oleh setiap orang untuk melengkapi aktivitas komunikasinya. Keterampilan menulis
merupakan salah satu komunikasi tidak langsung yang dipakai oleh manusia dalam
kehidupan setiap hari.
63 Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
ISBN: 978-602-50622-0-9 377
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Oleh karena itu, kurikulum pendidikan bahasa menekankan pada tujuan akhir
proses pembelajaran bahasa yaitu siswa terampil berbahasa, atau mampu menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dalam aktivitas sehari-hari.
Namun, kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa kemampuan menulis
siswa adalah yang terpuruk di antara bentuk keterampilan berbahasa yang lainnya.
Rendahnya kemampuan menulis siswa bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama
mereka kurang tertarik dengan kegiatan.
Menulis karena motivasi belajar yang kurang. Kedua, pembelajaran keterampilan
menulis belum dipandang sebagai sebuah masa depan. Ketiga, kurangnya inovasi guru
dalam meningkatkan motivasi dan bimbingan terhadap kemampuan menulis siswa. Serta
keempat, strategi pembelajaran menulis dianggap monoton dan membosankan. Berbagai
faktor tersebut perlu menjadi bahan antisipasi dan pertimbangan dalam melaksanakan
proses pembelajaran menulis di sekolah.
Agar siswa mampu menulis paragrap eksposisi, peneliti menggu akan Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) yang merupakan salah satu
bagian dari strategi inkuiri yang merupakan ruang lingkup CTL dan merupakan hasil
pengembangan dari model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving). Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) adalah strategi pembelajaran
yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-
fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Strategi ini diupayakan menjadi landasan proses perbaikan dan peningkatan berpikir
siswa. Melalui SPPKB, diharapkan siswa dapat memenuhi berbagai tingkat keterampilan
belajarnya sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dalam KTSP termasuk menulis
paragraf eksposisi, mengingat suatu paragraf membutuhkan penalaran yang tepat.
Dengan menggunakan SPPKB diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dan tercapainya tujuan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada menulis paragraf eksposisi. Ada enam langkah SPPKB dalam pembelajaran
menulis yaitu: tahap orientasi, pelacakan, konfrontasi, inkuiri, akomodasi, dan tahap
transfer.
Moeliono, dkk (2003:284) menyatakan, “Efektivitas berasal dari kata efektif yaitu
ada (1) efeknya (akibat, pengaruhnya, kesannya): (2) manjur atau mujarab: 93) dapat
membawa hasil atau berhasil guna: (4) mulai berlaku (undang-undang, peraturan).”
Menurut Shadily (1997:183), “Efektivitas adalah pendayagunaan waktu dan tenaga untuk
mencapai tujuan.”
Sanjaya (2008:230) mengemukakan, “Strategi Pembelajaran Kemampuan Berpikir
atau SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan
peningkatan kemampuan berpikir siswa”. Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan
usaha penyimpanan sasuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas
permintaan; sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan
dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang
lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar
informasi yang didengar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 378
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sanjaya (2008:226) mengemukakan, “Model SPPKB adalah model pembelajaran
yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-
fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.”
Sanjaya (2008:231) mengatakan, “Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama,
yaitu sebagai berikut: (1)Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses
mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menuntut
siswa sekadar mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses
berpikir. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya,
bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih
menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya
peristiwa hubungan stimulus respon saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental
yang diatur oleh otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses
implementasi SPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Jika belajar
tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa
harus menjadi kepedulian utama para guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses
pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara
mereka mempelajarinya; (b) Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan
kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metoda apa yang
akan digunakan; (c) Siswa harus mengorganisasikan yang mereka pelajari untuk melihat
hubungan antarbagian yang dipelajari; (d) Informasi baru akan bisa ditangkap lebih
mudah oleh siswa, manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan
yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru harus membantu siswa belajar dengan
memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki(e) Siswa harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari.
Merespons dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktifitas secara fisik; (2)
SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus.
Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir
itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi
sendiri; (3) SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang
sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk
mengonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.
Sanjaya (2008:234) mengemukakan, “SPPKB menekankan kepada keterlibatan
siswa secara penuh dalam belajar. Ada enam tahap dalam SPPKB. Setiap tahap dijelaskan
sebagai berikut: (1) Tahap Orientasi. Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada
posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan: Pertama,
penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan
materi pelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses
pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan
proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa yaitu penjelasan tentang apa yang harus
dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.(2) Tahapan Pelacakan. Tahap
pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan
ISBN: 978-602-50622-0-9 379
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui
tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap
pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa dianggap relevan dengan tema yang akan
dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia
harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya; (3)
Tahap Konfrontasi. Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus
dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang
peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-
persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang
diberikan sesuai dengan tema atau topik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan
kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada
tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami
persoalan yang harus dipecahkan;(4) Tahap Inkuiri. Tahap inkuiri adalah tahapan
terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya.
Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang ruang dan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan
persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian
siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkapkan fakta sesuai dengan
pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan
dan lain sebagainya; (5) Tahap Akomodasi. Tahap akomodasi adalah tahapan
pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa
dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema
pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat
menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang
dipermasalahkan. Tahap akomodasi bisa juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil
belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkapkan kembali
pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran; (6) Tahap Transfer.
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah
yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu
mentransfer kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada
tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.
Moeliono, dkk (2003:775), menyatakan “Paragraf adalah bagian wacana yang
mengungkapkan satu pikiran yang lengkap atau satu tema yang dalam ragam tulis
ditandai oleh baris pertama yang menjorok ke dalam atau jarak spasi yang lebih.”
Selanjutnya, Keraf (1996:62) berpendapat, “Paragraf tidak lain dari satu kesatuan pikiran,
satu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat.”
Finoza (2001:153), menyatakan“Paragraf efektif harus memenuhi syarat, yaitu (1)
adanya kesatuan dan, (2) adanya kepaduan.” Kedua persyaratan ini dijelaskan sebagai
berikut; (1) Kesatuan Paragraf. Finoza (2001:153) mengatakan, “Sebuah paragraf
dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh kalimat dalam paragraf hanya membicarakan
satu ide pokok, satu topik/masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang
menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat
lebih dari satu ide atau masalah; (2) Kepaduan Paragraf. Seperti halnya persyaratan
ISBN: 978-602-50622-0-9 380
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kalimat efektif, dalam paragraf juga dikenal istilah kepaduan atau koherensi. Koherensi
paragraf juga terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus dan lancar serta logis.
Eksposisi adalah jenis karangan yang menguraikan pokok pikiran fakta, dan ide.
Pendapat Suparni (1998:121), “Eksposisi suatu jenis karangan yang dilengkapi dengan
penjelasan suatu proses, memaparkan proses itu sebenarnya memberikan penjelasan
bagaimana terjadi sesuatu.
Menurut Eti (2006:57), langkah menulis paragraf eksposisi antara lain;(1)
menentukan tema atau topic; (2) menentukan tujuan; (3) mengumpulkan bahan, (4)
membuat kerangka karangan; (5) mengembangkan kerangka karangan. Keraf (1996:34)
mengatakan, “Tujuan menulis atau mengarang adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta,
perasaan, sikap dan pikiran secara jelas dan efektif kepada para pembaca.”Seperti yang
telah dijelaskan pada halaman terdahulu bahwa tujuan menulis paragraf eksposisi adalah
berusaha untuk menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan kepada pembaca.
Penulis tidak berusaha untuk mempengaruhi pembaca agar menyetujui atau sependapat
dengan penulis tentang apa yang sudah dipaparkan.
Natia (1999:24), menyatakan unsur pembentuk paragraf eksposisi adalah “Unsur
struktur kalimat, diksi (pilihan kata), pemakaian ejaan, isi gagasan, dan organisasi isi”.
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui kemampuan siswa
kelas X SMA dalam menulis paragraf eksposisi menggunakan Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)? (2) untuk mengetahui kemampuan siswa
kelas X SMA dalam menulis paragraf eksposisi menggunakan strategi pembelajaran
konvensional?dan (3) untuk mengetahui Model Apakah yang lebih efektif dipergunakan
dalam menulis paragraf eksposisi pada siswa kelas X SMA?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan di SMA Negeri 2 Langsa, pelaksanaannya
dilakukan pada semester genap tahun pembelajaran 2010. Jumlah populasi
sebanyak 201 orang siswa dari 5 kelas dengan sampel sebanyak 80 orang. Dalam
hal ini, ditetapkan 40 orang siswa kelas X1 sebagai kelompok eksperiman dan
sebanyak 40 orang siswa kelas X2 sebagai kelas pembanding (kontrol).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment)
sehingga sampel yang digunakan harus homogen. Untuk memperoleh unit
eksperimen sebagai sampel dalam penelitian ini, dilakukan secara purpossive
(sampel beralasan) yakni menetapkan 2 (dua) kelas yang homogen dari jumlah
populasi.
Dalam penelitian ini yang diujicobakan adalah Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) dalam pembelajaran menulis
paragraf eksposisi. Tolak ukur yang dipergunakan adalah memperoleh hasil
belajar siswa yang diajar menggunakan SPPKB dan konvensional yaitu beberapa
ISBN: 978-602-50622-0-9 381
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
perbedaan nilai rata-rata dari kedua strategi pembelajaran tersebut yang diperoleh
dari hasil tes.
Desain penelitian yang akan digunakan adalah desain randomezid kontrol
group pretes - postes yang dapat dilakukan sebagai berikut:
TABEL IV
DESAIN EKSPERIMEN
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 X2 T2
Keterangan: T1 = Pretes (tes awal) menulis paragraf eksposisi T2 = Postes (tes akhir) menulis paragraf eksposi X1 = Perlakuan dengan Strategi Pembelajaran Peningkata Kemampuan Berpikir X2 = Perlakuan dengan Strategi Konvensional
Alat yang digunakan untuk menjaring data adalah tes menulis paragraf
dalam bentuk karangan/menulis yaitu siswa diinstruksikan menulis paragraf
eksposisi. Siswa diharapkan mampu menulis paragraf eksposisi berdasarkan cara-
cara penyusunan paragraf yang merupakan unsur dalam menulis paragraf. Hal ini
sejalan dengan pendapat Arikunto (2007:123), “Tes adalah serentetan pertanyaan
atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegasi, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.”
Tes hasil belajar yang diujikan, pertama adalah tes sebelum menggunakan
SPPK dengan menyuruh siswa menulis paragraf eksposisi. Tes kedua adalah
setelah menggunakan SPPKB. Kriteria penilaian menulis paragraf eksposisi:
Tabel VI
Aspek-Aspek Penilaian Menulis Paragraf Eksposisi
No Kriteria Indikator Skor Jumlah
Kesatuan gagasan Memilik satu ide pokok 10 30
Memiliki lebih dari satu kalimat 10
Memiliki kalimat pengembang 10
yang mendukung ide pokok
ISBN: 978-602-50622-0-9 382
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kepaduan Memiliki koherensi kalimat yang 10
paragraph baik 20
Ada pikiran yang jelas danh 10
tuntas
Mekanik Penggunaan EYD dan tanda baca 10
penulisan yang tepat 10
Eksposisi dan Menjelaskan gagasan atau 10
ciri-cirinya pendapat
Data dan fakta yang diperkuat 10 40
oleh contoh
Terdapat proses analisis dan 10
sintensis dalam pembahasannya
Bersumber dari pengalaman,
penelitian, sikap, dan keyakinan
Jumlah 100
Dengan peringkat nilai sebagai berikut :
Skor 85 – 100 Sangat Baik (A)
Skor 75 – 84 Baik (B)
Skor 65 – 74 Cukup (C)
Skor 55 – 64 Kurang (D)
Skor 00 – 54 Sangat Kurang (E)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penganalisisan data menggunakan statistik komparasi yaitu dengan menggunakan
uji “t”. Analisis ini digunakan dengan persyaratan bahwa yang diteliti adalah dari
populasi yang berdistribusi normal dan varians dari kelompok-kelompok yang
membentuk sampel homogen. Dengan demikian normalitas dan homogenitas merupakan
persyaratan dasar bagi berlakunya analisis komparasi.
Uji Normalitas Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen (X)
Untuk menguji normalitas data digunakan uji normalitas Liliefors.
ISBN: 978-602-50622-0-9 383
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel XI
Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen (X)
X F Fkum Zi F(Zi) S(Zi) L
75 6 6 -1,67 0,0475 0,15 0,1025
80 8 14 -0,75 0,2266 0,35 0,1234
85 15 29 0,15 0,5896 0,725 0,1354
90 9 38 1,07 0,8577 0,95 0,0923
95 2 40 1,99 0,9761 1 0,0239
Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak
selisih tersebut adalah Lo = 0,1354 dengan n = 40 dan taraf nyata α = 0,05 didapat Ltabel =
0,1401 yang lebih besar dari Lo = 0,1354 sehingga hipotesis nol diterima. Dapat
disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal.
2). Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol (Y)
Untuk menguji normalitas data digunakan uji normalitas Lilliefors
Tabel XII
Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol (Y)
X F Fkum Zi F(Zi) S(Zi) L
65 7 7 -1,48 0,0694 0,175 0,1056
70 10 17 -0,63 0,2942 0,425 0,1308
75 12 29 0,21 0,5932 0,725 0,1318
80 8 37 1,06 0,8554 0,925 0,0696
85 3 40 1,91 0,9715 1 0,0285
Berdasarkan tabel di atas, harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak
selisih tersebut adalah Lo = 0,1318 dengan n = 40 dan taraf nyata α = 0,05 di dapat Ltabel =
0,1401 yang lebih besar dari Lo = 0,1318, sehingga hipotesis nol diterima. Dapat
disimpulkan bahwa populasi berdistribusi normal.
ISBN: 978-602-50622-0-9 384
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Data yang diperlukan dalam penelitian ini telah diperoleh melalui tes menulis
paragraf eksposisi pada kedua kelompok pembelajaran. Adapun rangkuman sementara
sebagai berikut: (1) Kelompok eksperimen atau kelompok SPPKB memperoleh nilai rata-
rata menulis paragraf eksposisi sebesart 84,13 termasuk dalam kategori B (baik)
sementara kelompok kontrol yakni kelompok konvensional memperoleh nilai rata-rata
73,75 termasuk dalam kategori C (cukup). Perolehan nilai rata-rata ini menandakan
bahwa kelompok SPPKB memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menulis paragraf
eksposisi dibandingkan dengan kelompok konvensional; (2) Berdasarkan penghitungan
dengan uji “t” diperoleh nilai to = 8,11 kemudian dikonsultasikan dengan tabel t pada taraf
signifikansi 5% maupun 1% dengan dk = (N1 – N2) ternyata to yang diperoleh lebih besar
dari tt yaitu 2,01 < 8,11 > 2,68 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif
diterima. Hal ini berarti SPPKB lebih baik digunakan dalam pembelajaran menulis
paragraf eksposisi dibandingan dengan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan analisis data ditemukan bahwa penerapan SPPKB lebih efektif
dibandingkan dengan konvensional dalam pembelajaran menulis paragraf eksposisi.
Perbedaan atau perbandingan tersebut disebabkan SPPKB lebih membantui siswa
menemukan sendiri apa yang ia ketahui, sementara konvensional terfokus dari apa yang
telah diajarkan guru sehingga siswa tidak bergairah menjawab tes.
Setelah didapat hasil dari penelitian ini, selanjutnya dibahas mengenai mengapa
SPPKB lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja
kepada siswa. Akan tetapi, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus
dikuasai melalui proses dialogis yang terus-menerus dengan memanfaatkan pengalaman
siswa. Oleh karena itu, siswa dapat mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri,
artinya, guru memanfaaatkan pengalaman siswa sebagai titik tolak berpikir. Berbeda
dengan pembelajaran konvensional, dalam hal ini pengajaran disampaikan atau dilakukan
sepenuhnya oleh guru secara lisan atau penuturan. Peran siswa adalah sebagai pendengar
yang teliti dan pencatat pokok persoalan yang dikemukakan oleh guru kemudian
bertanya. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui ceramah dan tanya jawab.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan yaitu
Menulis paragraf eksposisi sebelum perlakuan menggunakan SPPKB (pretes)
memperoleh nilai rata-rata 63,38 setelah perlakuan menggunakan SPPKB (postes)
memperoleh nilai rata-rata 84,13. Berdasarkan perolehan nilai rata-rata di atas, maka hasil belajar menulis paragraf
eksposisi siswa meningkat dengan persentase peningkatan yang signifikan sebesar
14,07%. Berdasarkan penghitungan dengan uji “t” diperoleh nilai to = 8,11 kemudian
dikonsultasikan dengan tabel t pada taraf signifikansi 5% maupun 1% dengan dk =
(N1 – N2) ternyata to yang diperoleh lebih besar dari tt yaitu 2,01 < 8,11 > 2,68
sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hal ini berarti
ISBN: 978-602-50622-0-9 385
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SPPKB lebih baik digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf eksposisi
dibandingan dengan pembelajaran konvensional.
SPPKB lebih efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan menulis paragraf
eksposisi pada siswa kelas kelas X SMA Negeri 2 Langsa bila dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
DAFTAR RUJUKAN
Akhadiah, Sarbakti, dkk. 1997. Pembinaan Keterampilan Menulis. Jakarta: Balai Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Eti, Nunung Yuli. 2006. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Klaten : Intan Pariwara
Finoza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan Mulia
Keraf, Gorys. 1997. Deskripsi dan Eksposisi. Ende Flores : Nusa Indah
Kosasih, E. 2007. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung : Yrama Widya
Moeliono, Anton M.(Ed) dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia
Natia, J.K. 1999. Bimbingan Mengarang. Surabaya : Arloka
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta : Gramedia
Widiasarana Indonesia
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Intermassa
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito
ISBN: 978-602-50622-0-9 386
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING BERBASIS
AUDIO VISUAL PADA MATERI KALOR DI KELAS X ALIYAH AL
WASHLIYAH KM.6 MEDAN
Uswatun Hasanah64
Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan
aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal pada materi kalor dan untuk
mengetahui upaya yang diberikan melalui Model Pembelajaran Quantum
Teaching berbasis Audio Visual. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas X Aliyah Al Washliyah Km.6 yang berjumlah 34 siswa. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini
berakhir pada siklus ke II, hal ini karena pada siklus II ketuntasan belajar
siswa telah diperoleh dan memenuhi standar. Pada setiap siklus siswa
diberikan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan Model
Pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visual Pada siklus I
diperoleh nilai rata-rata siswa yaitu 67 dengan ketuntasan belajar 50,00%.
Sedangkan, presentase rata-rata aktivitas siswa yaitu 55,23%, dengan
kriteria yang cukup aktif. Pada siklus II, diperoleh nilai rata-rata yaitu 85
dengan ketuntasan belajar 91,18%. Sedangkan, presentase rata-rata
aktivitas siswa yaitu 78,87% dengan kriteria aktif. Dari hasil penelitian
tindakan dengan tes tertulis dapat disimpulkan adanya peningkatan setiap
siklusnya kearah yang lebih baik. Maka dapat disimpulkan bahwa Model
Pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visual dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal
terutama pada materi kalor.
Kata Kunci : Tindakan Kelas, Quantum Teaching, Audio Visual
PENDAHULUAN
Pendidikan yang kita ketahui selama ini selalu mengalami perubahan, baik
perubahan kurikulum, sistem pembelajaran, pendidikan maupun peserta didik serta semua
yang terkait dalam penidikan. Dengan banyaknya perubahan ini maka diperlukan solusi
yang tepat untuk mengatasinya.
Jurusan Pendidikan FisikaFakultas Pasca Sarjana
ISBN: 978-602-50622-0-9 387
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Dalam hal ini, antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan yakni
salah satunya dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai individu yang
terdidik dan terampil melalui proses belajar mengajar disekolah, sesuai dengan tercantum
pada UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 dalam Soefuddin, dkk (2015:2) menyatakan
bahwa,Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar.Dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi. Dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian ,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat,Bangsa dan negara.
Undang – undang di atas menjadi landasan hukum, bahan pemikiran dan renungan
kita semua yang bergerak didunia pendidikan bahwa beban , kewajiban dan tugas kita
enjadi amanah yang harus diemban untuk mengembangkan pendidikan bangsa ini.
Ditingkat satuan pendidikan, gurulah yang berperan penting dalam pendidikan. Guru
mrnjadi pejuan digaris depan ntuk membentuk insan – insan Indonesia bukan sekedar
cerdas dalam pemahaman terhadap pengetahuan, tetapi cerdas secara afektif dan
psikomotorik seperti yang dicanangkan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Fisika merupakan bagian dari salah satu aspek kehidupan yng sangat penting
peranannya dalam upaya membina dan membentuk SDM yang baik. Fisika sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi
didalamnya dipandang sebagai ilmu abstrak yang disajikan dalam teori yang kurang
menarik dan terkesan sulit, serta menganggap bahwa fisika itu susah dipahami dan
dikuasai.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi fisika Aliyah Al
Wsahliyah Km.6 diperoleh bahwa kendala yang sering ditemui selama proses
pembelajaran fisika yaitu daya tangkap siswa terbatas serta berbeda-beda dan pemahaman
konsep siswa yang masih kurang baik.
“Adapun beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pemahaman siswa salah
satunya memahami konsep fisika sehingga siswa lebih sering menghapal tanpa membentuk
pemahaman pada materi yang dipelajari dan kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran”
(Deporter & Hernacki, 2013:26)
Untuk mengatasi masalah belajar fisika siswa, maka peneliti mencoba menerapkan
sebuah model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam mengajarkan materi
pembelajaran fisika. Diantara bermacam model pembelajaran yang tepat untuk digunakan
dalam mengajarkan materi pembelajaran Quantum Teaching.
Berangkat dari pernyataan Hernowo (dalam Soefuddin, Asis, Berdiati, 2015:4)
yang mengungkapkan ,”Learning is most effective when it’s fun (belajar akan berlangsung
sangat efektif jika berada dalam keadaan yang menyenangkan)”. Pernyataan diatas sesuai
dengan prinsip-prinsip Model Pembelajaran Quantum Teaching dikemukakan oleh Bobbi
DePorter dibantu oleh Mark Reardon, M.S. dan Sarah Singer-Nourie,M.A.
Model Quantum Teaching merupakan upaya kreatif Bobbi dalam merencang
sistem pengajaran yang menyenangkan dan bertumpu pada prinsip-prinsip dan teknik-
ISBN: 978-602-50622-0-9 388
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
teknik Quantum Learning di ruang-ruang kelas di sekolah. Model ini hampir sama dengan
sebuah simfoni. Dimana guru sebagai Maestro yang memimpin konser diruang kelas.
Sedangkan siswa yang memiliki karakter masing-masing diibaratkan sebagai alat-alat
musik yang memiliki suara yang berbeda.
Pada penelitian ini, selain untuk mengetahui hasil belajar dan aktivitas siswa,
dalam mengajarkan materi dengan menggunakan model Quantum Teaching berbasis
Audio Visual juga untuk membuat proses belajar mengajar lebih menarik dengan adanya
variasi seperti menjelaskan konsep fisika dengan menampilkan video serta eksperimen.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Quantum Teaching
Berbasis Audio Visual pada Materi Kalor Kelas X Aliyah Al Washliyah Km.6 Medan”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research), dimana
dilakukan dengan tahapan merencanakan, melaksanakan, pengamatan, refleksi.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Aliyah Al Wahliyah Km.6 Medan
2016/2017 yang berjumlah 34 siswa, dengan Objek dalam penelitian ini adalah aktivitas
dan hasil belajar siswa di kelas X Aliyah Al Washliyah Km.6, Medan T.P.
2016/2017.Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model pembelajaran Quantum Teaching
berbasis Audio Visual dan Variabel terikatnya adalah meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa pada materi kalor dengan Indikator penelitian ketuntasan belajar siswa
secara individu mencapai nilai 70 ke atas dan secara klasikal 85% maka aktivitas siswa
meningkat dalam pembelajaran.
Adapun data yang dperlukan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Pada tes hasil
belajar menggunakan instrumen tes dalam bentuk pilihan berganda berjumlah 35 soal
yang terdiri dari 5 alternatif jawaban (option), sedangkan untuk memperoleh data
aktivitas siswa menggunakan lembar observasi aktivitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian berupa proses pembelajaran tindakan kelas melalui model
pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visual yang dilaksanakan di Aliyah Al
Washliyah Km.6 kelas X pada materi kalor yang terdiri dari dua siklus, dimana secara
keseluruhan memerlukan waktu 5 kali pertemuan. Pada Siklus I, setelah melakukan
tindakan sesuai dengan model pembelajaran Quantum Teaching Berbasis Audio Visual
didapatkan hasil refleksi berupa persentase aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil
perkembangan aktivitas belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran
Quantum Teaching Berbasis Audio Visual dapat ditunjukkan pada tabel
ISBN: 978-602-50622-0-9 389
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Tabel Kriteria Dan Presentase Observasi Akivitas Siswa
Pertemuan Nilai Frekuensi Kriteria
(%)
33,33 6 Kurang
38,89 5
Aktif
44,44 1 Cukup
50,00 3
Aktif
55,56 3
Siklus 61,11 6 Aktif
I 66,67 3
72,20 1
77,78 4
83,33 1 Sangat
88,89 1
Aktif
Nilai Akhir
55,23 Cukup Aktif
Dengan tabel kriteria.
Tabel Kriteria Penilaian
No. Kategori Presentase (%)
1 Sangat Aktif 80-100
2 Aktif 60-79
3 Cukup Aktif 40-59
4 Kurang Aktif 0-39
(Riyanto, 2010:74)
ISBN: 978-602-50622-0-9 390
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Berdasarkan tabel I, dapat dilihat bahwa rata-rata aktivitas siswa dikelas pada
siklus I 55,23% dengan kriteria cukup aktif. Pada saat proses pelajaran siklus I masih ada
ditemukan siswa tidak mendengarkan guru, tidak ikut ambil dalam diskusi, serta masih
ada rasa takut siswa untuk memeberikan pertanyaan maupun kesimpulan selama proses
pembelajaran. Walaupun demikian, ada juga beberapa siswa yang merespon penjelasan
guru dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan hasil refleksi presentase hasil belajar siswa pada siklus Idiperoleh sebagai
berikut:
Tabel Hasil Belajardan Ketuntasan Siswa Siklus I
Nilai Kriteri Fre Presen Rata
a kue tase -rata
nsi Nila
i
0 Niai 69 Belum 17 50,00
Tuntas
%
70 Nilai Tuntas 17 50,00
100 %
67
Berdasarkan tabel III diatas, dapat dinyatakan dari 34 siswa yang mengikuti siklus
I, terdapat 17 siswa (50,00%) siswa mencapai syarat ketuntasan belajar 70. Sedangkan,
17 siswa (50,00%) tidak mencapai ketuntasan belajar.
Dari data penelitian hasil belajar fisika siswa siklus I menunjukkan bahwa tingkat
penguasaan siswa tentang materi kalor terletak pada kategori belum mencapai ketuntasan
belajar yaitu 50,00%.
Karena pada siklus I aktivitas dan hasil belajar belajar belum mencapai target yang
telah ditentukan maka akan dilanjutkan pada siklus II.
Pada siklus II, setelah melakukan refleksi siklus I, didapatkan hasil perkembangan
aktivitasbelajar mengajar siklus II dengan menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching berbasis Audio Visual dapat di tunjukkan pada tabel
Tabel Kriteria Dan Presentase Observasi Aktivitas Siswa Siklus Ii Pertemuan Iii
Nilai Frekuensi Kriteria
38,10 1 Kurang
Aktif
ISBN: 978-602-50622-0-9 391
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
42,86 1 Cukup Aktif
47,62 1 Aktif
52,38 1 Aktif
61,90 5 Aktif
66,67 3 Aktif
71,43 6 Aktif
76,19 3 Aktif
80,95 6 Sangat Aktif
85,71 5 Sangat Aktif
95,24 2 Sangat Aktif
Rata-rata = 72,13 % (Aktif)
Sedangkan untuk pertemuan IV siklus II ditunjukkan pada tabel V dibawah ini
Tabel Kriteria Dan Presentase Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan IV
Nilai Frekuensi Kriteria
61,11 2 Aktif
72,22 3 Aktif
77,78 3 Aktif
83,33 9 Sangat Aktif
88,89 6 Sangat Aktif
94,44 8 Sangat Aktif
100,00 3 Sangat Aktif
Rata-rata = 85,62% (Sangat Aktif)
Dapat dilihat perkembangan aktivitas siswa tabel IV pertemuan III 72,13 % dengan
kriteria aktif dan tabel V pertemuan IV 85,62% dengan kriteria sangat aktif. Jadi nilai
ISBN: 978-602-50622-0-9 392
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran dikelas adalah 78,87% dengan kategori
aktif.
Sedangkan untuk hasil belajar siswa pada siklus II, maka diperoleh hasil tes tindakan
yang diberikan pada siklus II sebagai berikut:
Tabel Hasil Belajar Dan Ketuntasan Siswa Siklus Ii
Nilai Kriteri Fre Presen Rata
a kue tase -rata
nsi Nila
i
0 Niai 69 Belum 3 8,82%
Tuntas
70 Nilai Tuntas 31 91,18
100 %
85
Berdasarkan tabel VI diatas, dapat dinyatakan dari 34 siswa yang mengikuti siklus
II, terdapat 31 siswa (91,18%) siswa mencapai syarat ketuntasan belajar 70. Sedangkan 3 siswa (8,82%) tidak mencapai ketuntasan belajar.
Dari penelitian hasil belajar siswa fisika siklus II menunjukkan presentase pencapaian
hasil belajar siswa bahwa tingkat penguasaan siswa tentang materi kalor 91,18%.
Sehingga pada siklus II, proses pembelajaran berangsung sesuai dengan diharapkan.
Berdasarkan penelitian siklus I diperoleh kesimpulan sementara bahwa penggunaan
model pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visualyang dilakukan peneliti
belum dapat meningkatkan aktivitas maupun hasil belajar siswa dengan lebih baik. Hal
ini mungkin karena disebabkan belum terbiasanya siswa menerima model pembelajaran
tersebut dan peneliti masih kaku dalam penyampaian materi menggunakan model
pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visual. Presentase aktivitas siswa hanya
sebesar 55,23% dan presentase ketuntasan belajar 50,00%. Sehingga peneliti perlu
melakukan perbaikan-perbaikan dan pengembangan pembelajaran yang lebih baik lagi di
siklus II.
Pada tindakan siklus II, merupakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan
pada siklus I. Pada siklus II selama pertemuan 3 dan pertemuan 4, peneliti memberikan
variasi dalam memotivasi siswa, memberikan contoh-contoh yang sederhana yang bisa
kita lakukan didalam kelas serta latihan-latihan agar siswa mampu memahami materi
kalor dan mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dalam pengamatan siklus II
ISBN: 978-602-50622-0-9 393
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
diperoleh nlai rata-rata aktivitas siswa 78,88%; sedangkan nilai rata-rata hasil belajar
siswa 91,18%.
Pada hasil ketuntasan siswa, setelah diberikan tindakan pada siklus I dan siklus II
melalui model pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visualdapat dilihat
peningkatan aktivitas siswa dari 55,23% pada siklus I menjadi 78,88% pada siklus II dan
untuk hasil belajar siswa juga mendapat peningkatan dari 50,00% pada siklus I menjadi
91,18% pada siklus II. Maka terbukti bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
Quantum Teaching berbasis Audio Visual pada pembelajaran fisika tetang materi kalor
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Aliyah Al Washliyah Medan
T.P. 2016/2017.
SIMPULAN
Dari hasil pembelajaran yang dapat dilakukan maka didapat data hasil pelaksanaan
penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulkan bahwa :
Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar dengan menggunakan model
Quantum Teaching berbasis Audio Visual pada materi kalor di kelas X
semester II di Aliyah Al Wsahliyah Km.6 Medan T.P. 2016/2017 pada siklus
I 55,23%, dengan katagori cukuf aktif dan pada Siklus II 78.87% dengan
katagori akiif.
Hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching berbasis Audio Visual pada materi Kalor di kelas X semster II di Aliyah Al Washliyah Km.6 Medan T.P. 2016/2017 pada siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 67 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar sebsar 17 orang (mencapai nilai ≥ 70) atau 50,00% siswa yang tuntas belajar. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 84 dengan jumlah siswa yang tuntas sebesar 31 orang atau 91,18% siswa yang tuntas.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
___________ 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsyad , Azhar.2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Deporter, Bobbi, Mark Reacdon dan Sarah Singer. 2010. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
ISBN: 978-602-50622-0-9 394
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Deporter, Bobbi, dan Mike Hernacki. 2013.Quantum Learning Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Djamarah, S, dan Zain. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Kusumah, Wijaya, dan Dedi Dwitagama. 2011. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks.
Munadi, Y. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: GP Press.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Pengajaran. Jakarta: Rosda.
Riyanto,Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soefuddin, Asis dan Berdiati Ika, 2015. Pembelajaran Efektif. Bandung: Remaja Rosda
Kaya.
Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Roskarya.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Usman,Husnaini,P. 2011. Penghantar Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
ISBN: 978-602-50622-0-9 395
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PEMBELAJARAN PEMBAGIAN BILANGAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS II SD NEGERI
COT MEURAJA ACEH BESAR
Herlin Fitria 65 Vera Sasmita 66 Melina Br Sembiring 67
Surel: herlinfitriaumar @gmail . com
Sasmitaku92 @gmai l . com
Melina . sembiri ng@yahoo . com
ABSTRAK Penelitian ini mengangkat masalah apakah pembelajaran matematika
melalui pendekatan matematika realistik siswa dapat mencapai
ketuntasan belajar pada materi pembagian bilangan di kelas II SD
Negeri Cot Meuraja Aceh Besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui ketuntasan belajar siswa pada materi pembagian
bilangan melalui pendekatan matematika realistik di kelas II SD
Negeri Cot Meuraja Aceh Besar. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah eksperimen
semu. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi yaitu seluruh siswa
kelas II SD Negeri Cot Meuraja Aceh Besar tahun pelajaran
2012/2013 dengan jumlah siswa 25 orang, anak laki-laki 14 orang
dan anak perempuan 11 orang maka penulis menerapkan seluruh
populasi sebagai sampel. Teknik dalam memperoleh data pada
penelitian ini dengan menggunakan tes hasil. Diuji dengan
menggunakan statistik-t dengan uji pihak kanan. Hasil pengolahan
data diperoleh thitung = 3,18 dan ttabel yaitu 1,71. Harga thitung ternyata
lebih besar dari ttabel
dengan taraf signifikan
0,05 dan dk = 24,
yaitu 3,18> 1,71. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima.
Kata kunci: Pembagian Bilangan, Pendekatan Matematika Realistik.
Program Magister Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Program Magister Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Program Magister Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 396
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, maju
mundurnya suatu negara sangat tergantung pada sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Karena melalui pendidikan warga negara dapat dididik dan dibina kepribadiannya agar
mempunyai hari depan yang lebih baik.
Ironisnya banyak orang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit
dan abstrak (keduanya benar), membosankan, malah menakutkan, hanya memiliki
jawaban tunggal untuk setiap permasalahan. Pandangan ini diperkuat lagi karena
matematika diajarkan sebagai produk jadi yang siap pakai (rumus, logaritma). Ini
membuat siswa kurang tertarik dengan pembelajaran matematika sehingga membuat
siswa sulit untuk memahami materi dalam pembelajaran matematika.
Materi pembagian bilangan merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran
matematika yang diikuti oleh siswa kelas II. Salah satu cara yang dapat digunakan guru
untuk mengaktifkan dan menimbulkan minat siswa adalah dengan menggunakan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR). Pengembangan PMR sebenarnya
menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar
matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Johar, 2007:176). Berdasarkan
uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian.
Belajar dan Pembelajaran Ahmadi (dalam Amin, 2010:7) menyatakan bahwa belajar adalah suatu pertumbuhan
atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa unsur yang
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, pembelajaran juga merupakan proses
penyampaian dan penguasaan pengetahuan yang bisa menjadi persiapan masa depan
peserta didik. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika anak didik berusaha secara aktif
untuk mencapainya, melalui bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik.
2. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Matematika realistik adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan
menempatkan realita dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-
masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal.
3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Johar dkk, 2007:176) yangmengatakan bahwa: PMR ini memiliki beberapa
karakteristik, yakni
Mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata(terkait dengan
kehidupan sehari-hari siswa).
ISBN: 978-602-50622-0-9 397
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Menggunakan model penyelesaian masalah yang dikontruksi oleh siswa melalui
bimbingan guru. Menggunakan kontribusi siswa melalui aneka jawaban dan aneka cara Memaksimalkan interaksi antarasiswa, siswa-guru, dan siswa-sumber belajar,dan Mengaitkan materi matematika dengan topik matematika lainnya.
Materi Pembagian Pembagian bilangan adalah proses aritmatika dasar dimana satu bilangan dipecah
rata menjadi bilangan yang lebih kecil sesuai dengan bilangan pembaginya. Pembagian
dapat juga dikatakan sebagai pengurangan berulang.
Model Pengukuran Model pengukuran adalah model yang terkenal atau banyak digunakan.
Bermacam-macam alat peraga yang dapat digunakan antara lain : kartu, anak korek api,
karet gelang dan biji-bijian.
2) Model Sekatan/partisi
Misalnya digunakan kartu sebagai alat peraga untuk menjelaskan 8 : 2 = Kelompokkan
siswa menjadi 2 anak perkelompok. Usahakan setiap kelompok memiliki 8 kartu. Seluruh
siswa membagikan satu persatu kartu kesetiap anggota kelompok termasuk dirinya
sendiri sampai habis.
3) Pengurangan Berulang
Misalkan hendak menjelaskan 8 : 2 =
Caranya adalah delapan dikurangi dua-dua sampai habis.
8
1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
ISBN: 978-602-50622-0-9 398
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Karena ada 4 kali pengurangan dua-dua maka 8 : 2 = 4.
4 merupakan banyak kali kita mengurangkan 2 dari 8 sehingga hasilnya 0.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah
eksperimen semu.
Populasi dan Sampel Penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi yaitu seluruh siswa kelas II SD Negeri
Cot Meuraja Aceh Besar tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa kelas II 25 orang,
dengan anak laki-laki 14 orang dan anak perempuan 11 orang maka penulis menerapkan
selurus populasi sebagai sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes. Tes
dilakukan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa pada materi pembagian bilangan di
kelas II SDN Cot Meuraja Aeh Besar. Pada penelitian ini peneliti melakukan 3 kali
pertemuan dan tes diberikan setiap selesai satu pertemuan. Tes berbentuk soal cerita yang
terdiri dari 5 butir soal, 3 soal matematika dan 2 soal dalam bentuk tematik. Nilai untuk
setiap soal 20. Yang diambil sebagai data adalah nilai rata-rata siswa.
Teknik Analisis Data
Penguji hipotesis dalam penelitian ini dapat digunakan statistik uji-t yang menurut
sudjana (2005:227) sebagai berikut.
t
x
0
s / n
Keterangan
= Rata–rata hitung
s= Simpangan baku
n= Banyak data
ISBN: 978-602-50622-0-9 399
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
µ0 = 70, merupakan nilai standar yang menyatakan siswa telah berhasil
menguasai
Untuk data yang telah disusun dalam distribusi frekuensi, menurut Sudjana (2005:70) adalah:
Keterangan: : skor rata-rata siswa,
fi : frekuensi kelas interval data(nilai), dan
xi : nilai tengah atau tanda kelas interval
Untuk mencari varians (s2) menurut Sudjana (2005:95) dapat diukur dengan rumus:
s 2 = n f i xi
2 f i xi 2
nn 1
Keterangan:
: nilai rata-
rata n : banyak
data s2 : varians
xi : Nilai tengah
fi : Frekuensi interval
Kriteria pengujian hipotesis dari uji t ini adalah tolak H0 jika t ≥ t(1-α) dan terima
H0 jika t < t tabel. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t adalah dk = (n – 1) dan taraf
signifikan α = 0,05 (Sudjana, 2005:231).
ISBN: 978-602-50622-0-9 400
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Untuk mengetahui hipotesis dilakukan dengan uji pihak kanan yang
pasangannya.
H0 : µ= µ0 :
H1 : µ> µ0 :
siswa tidak dapat mencapai ketuntasan belajar pada materi pembagian bilangan dengan penerapan pendekatan pembelajaran matematika
realistik di kelas II SDN Cot Meuraja Aceh Besar.
siswa dapat mencapai ketuntasan belajar pada materi pembagian
bilangan dengan penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik di kelas II SDN Cot Meuraja Aceh Besar.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data tentang aktivitas siswa diperoleh
gambaran bahwa pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik pada materi
pembagian bilangan mampu mendorong keingintahuan siswa untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan pada awal pembelajaran. Kegiatan pembelajaran sudah terpusat
pada siswa.
Hal ini sangat berbeda dengan tidak menggunakan pendekatan matematika realistik
pada siswa kelas II SD Negeri Cot Meuraja Aceh Besar.
Pada penelitian ini peneliti melakukan 3 kali pertemuan dan tes diberikan setiap
selesai satu pertemuan.
Setelah hasil tes terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan pengujian
normalitas sebaran data, ternyata data yang diperoleh tersebar secara normal. Sehingga
untuk pengujian hipotesis dapat dilakukan perhitungan terhadap uji-t. Perhitungan
pertama yaitu untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa dengan menerapkan
pendekatan matematika realistik jika dilihat dari KKM disekolah tersebut. Berdasarkan
hasil penelitian dan uji hipotesis, diperoleh thitung = 3,18 dan ttabel 1,71, sehingga thitung > ttabel
(3,18 > 1,71), artinya tolak H0 dan terima H1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
penerapan pendekatan matematika realistik di kelas II SD Negeri Cot Meuraja Aceh
Besar mencapai ketuntasan hasil belajar.
SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran matematika realistik
dapat mencapai ketuntasan belajar siswa pada materi pembagian bilangan di kelas II SD
Negeri Cot Meuraja Aceh Besar.
Adapun beberapa saran yang penulis ingin sampaikan adalah sebagai
berikut :
Guru diharapkan agar dapat menerapkan pendekatan pembelajaran matematika
realistik dalam pembelajaran matematika, sehingga minat siswa untuk belajar
matematika semakin meningkat.
ISBN: 978-602-50622-0-9 401
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
2. Diharapkan kepada guru dapat memberdayakan pendekatan matematika
realistikkepada kelas-kelas lain, sehingga penguasaan materi pelajaran oleh siswa
dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Disarankan kepada pihak lain untuk melakukan penelitian yang sama pada materi
yang lain sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini.
Pendekatan matematika realistik memerlukan waktu yang banyak. Oleh karena itu,
diharapkan para guru memiliki keterampilan dalam menciptakan suasana belajar yang
baik agar waktu yang digunakan lebih efisien.
DAFTAR RUJUKAN
Amin, Muhammad. 2010. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik di SMP Negeri
18 Banda Aceh. Banda Aceh: Fkip Unsyiah.
Johar, Rahmah; dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD 2. Kerja Sama Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh dan IAIN Ar Raniry Banda Aceh.
Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
ISBN: 978-602-50622-0-9 402
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
UPAYA MENUMBUHKAN BUDAYA BACA SISWA SD MELALUI GERAKAN
“READ (REGULASI, EDUKASI, APLIKASI, DETERMINASI)”
Fahrur Rozi68
Surel :[email protected]
ABSTRAK
Tujuan kajian ini adalah untuk mencari upaya alternatif menumbuhkan
budaya baca khususnya bagi siswa Sekolah Dasar (SD).Membaca adalah
dasar dari pembelajaran di sekolah.Kemampuan membaca berpengaruh
besar terhadap mata pelajaransepertiMatematika, Sains, ilmu sosial,
Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya.Siswa yang tingkat
kemampuan membacanya rendah akan mengalami kesulitan dalam
mempelajari mata pelajaran lainnya. Maka perlu dilakukan sebuah gerakan
untuk membangun budaya baca di sekolah dan masyarakat yang dirangkum
melalui sebuah pemikiran dan gagasan berupa gerakan “READ (Regulasi,
Edukasi, Aplikasi, Determinasi)” untuk mendukung upaya menumbuhkan
budaya baca siswa SD.
Kata Kunci: budaya baca, siswa, sekolah dasar.
PENDAHULUAN Sekolah Dasar (SD) adalah salah satu jenjang pendidikan di Indonesia yang
memiliki peran penting dalam fondasi pembentukan sikap, pengetahuan dan ketrampilan
siswa. Jenjang pendidikan ini juga sangat penting untuk diperhatikan dan dikembangkan
proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya. Akan tetapi masih banyak ditemui siswa-
siswi di SD yang mengalami kesulitan dalam memahami berbagai mata pelajaran yang
diperolehnya di sekolah, yang disebabkan oleh banyak hal sehingga hal ini akan
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil akademik siswa.
Salah satufaktor penghambat siswa dalam memahami pelajaran adalah kesulitan dalam
mengikuti pembelajaran adalah rendahnya kemampuan membaca siswa.
Di era glabalisasi ini, dimana kemudahan akses dalam memperoleh informasi
menjadi sangat mudah, kebiasaan membaca sangat berperan dalam keberlanjutan belajar
sepanjat hayat (long life education) siswa secara mandiri.Kebiasaan membaca juga wadah
untuk menumbuhkan kemampuan memperoleh jawaban, mengevaluasi, menalar dan
menggunakan informasi yang diperoleh siswa sejak usia belia yang akan membantu untuk
mencapai kesuksesan di dalam bidang yang dijalaninya, karena dengan menguasai
informasi akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk sukses.
Namun pada kenyataannya tingkat mengenai minat membaca masih sangat
rendah.Hal ini didukung hasil survey yang dilakukan pada tahun 2013-2014 pada 4800
siswa kelas 2 SD di 400 SD dan MI diperoleh kemampuan membaca sekaligus
memahami apa yang dibaca siswa di Indonesia masih sangat rendah (Ester R,M,
2014).Siswayang lamban membaca pada kelas awal, akan mengalami kegagalan yang
semakin parahpada kelas-kelas berikutnya. Hal ini dikenal dengan istilah ‘Efek
PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 403
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Matthew’.Bahkan menurut studi terbaru mengenai minat baca, keadaan keinginan
membaca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi
“MostLittered Nation In The World” yang dilakukan Central Connecticut State
University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki urutan ke-60 dari 61
negara mengenai minat membaca. (Gewati, 2016)
Berdasarkan hal tersebut di atas rendahnya kemampuan membaca siswa SD
disebakan oleh beberapa hal, diantara; Pertama, Rendahnya pemahaman guru untuk
mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa sehingga perlakuan yang dilakukan guru
terhadap siswa yang lancar membaca sama dengan siswa yang masih belum lancar dan
tidak bisa membaca sama sekali, Keduakegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah
tidak mengarahkan siswa untuk lebih sering membaca, kegiatan membaca hanya
dilakukan siswa ketika ditugaskan oleh guru, atau ketika akan mengahadapi ulangan dan
ujian, bukan merupakan menjadi kebutuhan mereka. Ketiga, ketika membaca siswa
belum memahami maksud yang terkandung di dalam buku bacaan mereka, sehingga
proses mencari makna dari apa yang dibaca belum dilakukan sepenuhnya oleh guru di
kelas. Keempat, kecanduan game, juga mempengaruhi minat baca siswa, mereka lebih
sedang menghabiskan berjam-jam waktunya hanya untuk duduk memandangi monitor
computer atau handphone dan gadget mereka untuk bermain game atau sekedar
memeriksa berbagai media sosial yang mereka miliki. Kelima, minimnya ketersediaan
sarana dan pemanfaatannya untuk menumbuhkan minat membaca, seperti buku, majalah,
pojok baca, perpustakaan.Keenam, dukungan keluarga untuk membudayakan membaca
juga masih sangat rendah.
PEMBAHASAN Membaca adalah dasar dari pembelajaran di sekolah.Kemampuan membaca
berpengaruh besar terhadap mata pelajaransepertiMatematika, Sains, Ilmu Sosial, Bahasa
Indonesia dan mata pelajaran lainnya.Siswa yang tingkat kemampuan membacanya
rendah akan mengalami kesulitan dalam belajar mata pelajaran lainnya. Maka perlu
dilakukan sebuah gerakan untuk membangun budaya baca di sekolah dan masyarakat.
Gerakan berarti perbuatan gerakan atau tindakan terencana yang dilakukan
sekelompok orang atau masyarakat disertai program terencana dan ditujukan pada suatu
perubahan.Kata Budaya diambil dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
mempunyai arti bahwa segala sesuatu yang ada hubungnnya dengan akal dan budi
manusia.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya diartikan sebagai pikiran, akal
budi atau adat istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata
budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia (Suharso dan Ana
Retnoningsih, 2005).Kebudayaan dapat diartikan sebagai semua hal yang berhubung
dengan akal pikiran, budi, dan perbuatan manusia yang diperoleh dari kebiasaan-
kebiasaan yang telah lama dilakukan.Sedangkan membaca salah satu kemampuan literasi
yang harus dimiliki siswa untuk bekal dasar dalam mengikuti dan memahami semua
pelajaran yang diperolehnya di sekolah.Dan kemampuan ini harus diajarkan dan
dibiasakan.Sangat diperlukan sebuah pemikiran dan gagasanyang saya rangkum dalam
gerakan “READ (Regulasi, Edukasi, Aplikasi, Determinasi)” untuk mendukung
pelaksanaan budaya baca di sekolah dasar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 404
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Regulasi Salah satu langkah nyata yang dilakukan dengan mengeluarkan peraturan melalui
Peraturan Menteri Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 Tentang
Penumbuhan Budi Pekerti.Permendikbud ini berisi tentang setiap sekolah wajib
membaca 15 menit sebelum waktu pembelajaran dimulai, khususnya bagi siswa SD,
SMP atau SMA.Peraturan ini sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk
membudayakan membaca di sekolah, sehingga sekolah mau tidak mau harus tunduk
dan patuh terhadap peraturan ini.Hal ini juga menjadi dasar bagi pihak sekolah untuk
menyusun regulasi secara spesifik dan lebih teknis dalam melaksanakan kegiatan
atau program membaca bagi siswa.Kegiatan ini akan memiliki dampak yang baik
terhadap kegiatan siswa di pagi hari untuk mau membaca minimal 15 menit sebelum
memulai pelajaran
. Edukasi
Membangun gerakan budaya membaca di SD sangat penting untuk memberikan
edukasi terhadap pihak-pihak terlibat (stakeholder) seperti kepala sekolah, guru,
siswa, orang tua dan masyarakat sekitar sekolah tentang pentingnya membaca.Guru
adalah salah satu kunci utama untuk mendukung gerakan ini. Berikut ini adalah
beberapa strategi membaca yang seharusnya dimiliki guru agar dapat mengajarkan
ketrampilan membaca kepada siswanya.
Membaca Bersama dengan menggunakan Big Book Kegiatan ini menggunakanbuku dengan teks yang diperbesar agar terbaca oleh
semua siswa.Kegiatan Membaca Bersamamelibatkan semua siswa dalam satu
kelas. Guru memodelkan berbagai keterampilanmembaca dan melibatkan siswa
selama proses membaca dilakukan. Keterampilan yangdilatihkan dalam kegiatan
Membaca Bersama adalah memprediksi, memahami kosakatadan tanda baca,
memahami isi bacaan, dan merangkum/meringkas.
Membaca Terbimbing dengan menggunakan buku bacaan berjenjang
Kegiatan ini dilakukan di kelompok kecil beranggotakansiswa dengan
kemampuan membaca yang sama (homogen). Guru memilih
danmemperkenalkan buku baru serta membimbing setiap siswa dalam
membaca danmemahami seluruh bacaan. Bimbingan diberikan sebelum, saat,
dan setelah membaca.
Membaca Mandiri dengan menggunakan buku yang disukai siswa.
Siswa membaca berbagai buku secara individu atau berpasangan.Buku
yang dibaca bisa diambil dari koleksi buku yang dimiliki sekolah.Bahan
bacaanjuga bisa diambil dari paket buku berjenjang sesuai tingkat
kemampuan membacasiswa, atau juga buku yang dibawa siswa dari rumah.
Selain tiga strategi mengajarkan membaca di atas, guru juga melakukan penilaian
terhadap kemampuan membaca siswa sehingga dapat diketahui tingkat kemampuan
membaca siswa, seperti lancar membaca (tinggi) , Berkembang (sedang), dan mulai
(rendah). Dengan demikian guru dapat melakukan tindakan yang tepat dalam
mengatasi permasalahan membaca siswanya.Salah satu cara yang mudah untuk
mengetahui tingakat kemampuan membaca dengan cara ketika siswa disuruh untuk
ISBN: 978-602-50622-0-9 405
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
membaca satu halaman dan siswa mengalami kesulitan membaca lebih dari lima
kesalahan maka siswa dapat dikategorikan mengalami kesulitan membaca, sehingga
siswa tersebut perlu bimbingan dalam membaca ini disebut strategi lima jari
(USAID Prioritas, 2016: 20).
Orang tua dan masyarakat sekitar sekolah juga perlu memperoleh edukasi
mengenai pentingnya budaya membaca di keluarga dan ketika berada dilingkungan
sekolah, melalui pertemuan dengan pihak sekolah atau juga melalui tulisan yang
mengajak, menghimbau agar berperan aktif dalam mensukseskan kegiatan sekolah.
Aplikasi Setelah memberikan edukasi yang tepat maka harus diaplikasikan dalam bentuk
yang konkrit untuk menumbuhkan budaya membaca bagi siswa SD. Berikut ini
adalah beberapa kegiatan yang dapat dilakukan pada tahapan ini:
Membuat kegiatan membaca berimbang di sekolah (membaca bersama,
membaca terbimbing dan membaca mandiri di sekolah) 15 menit sebelum
pelajaran di mulai. Seperti kegiatan SERASA MEMBARA (Selasa, Rabu,
Sabtu, Membaca Gembira). Kegiatan ini juga dilaksanakan setiap hari di
banyak negara seperti Amerika Serikat, Australia,Inggris, Singapura,
Malaysia, dan Brunei dengan bermacam nama seperti SURF
(SustainedUninterrupted Reading for Fun/Membaca Tanpa Interupsi untuk
Kesenangan), DEAR (DropEverything and Read/Letakkan Segala Sesuatu
dan Baca), Book Flood (banjir buku), dsb.Sebuah madrasah ibtidaiyah di
Blitar memberi nama Iqro’ Time, dan sebuah SD di Malangmemberi nama
Membaca, Yes! pada kegiatan ini. (USAID Prioritas, 2014:377).
Melakukan kegiatan WACANA (Wajib Baca Semuanya) yang dilakukan di
luar kegiatan membaca berimbang, contohnya di hari Jumat, disediakan
waktu selama setengah jam agar seluruh warga sekolah seperti (kepala
sekolah, guru, tata usaha, petugas keamanan, guru, siswa dan bahkan orang
tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah diajak terlibat) dapat membaca
buku, ditempat terbuka, seperti di halaman sekolah, di depan kelas, di bawah
pohon rindang, agar memberikan nuansa positif semangat dan keteladanan
bagi siswa agar mau membaca. Karena satu keteladanan lebih baik daripada
seribu nasehat atau perintah.
Mengelola MADING (Majalah Dinding) dan MAKE UP (Majalah Kelas
Untuk Pelajaran), sekolah menyediakan tempat untuk menampilkan tulisan
di beberapa sudut sekolah dan juga di dalam kelas yang berisi mengenai
tulisan yang menarik bagi siswa, yang dikelola oleh siswa dan dibimbing
oleh guru. Juga dapat membuat POKBA (Pojok Baca)di pojok sekolah yang
tidak terpakai untuk disediakan tempat dan buku bacaan yang menarik.
Melakukan kegiatan BACA SAJA (Membaca Satu Jam) yang melibatkan
orangtua dalam pendampingan dan pengawasan membaca di rumah,
dihimbau agar di rumah siswa untuk belajar termasuk membaca buku
pelajaran. Mematikan TV dan melarang penggunaan gadget minimal 1 jam di
ISBN: 978-602-50622-0-9 406
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
malam hari. Sehingga siswa dapat fokus terhadap pelajarannya dan terbiasa
membaca.
Memberdayakan sarana perpustakaan sebagai salah satu sumber bacaan, oleh
karena itu guru dapat mengajak siswa melakukan pembelajaran di
perpustakaan untuk mencari sumber informasi baru melalui membaca buku-
buku yang ada di perpustakaan
Sekolah mengadakan pameran dan bazar buku yang dapat dilakukan di akhir
semester untuk memancing minat siswa untuk membeli buku dan membaca
buku. Mengadakan perlombaan membaca seperti membaca puisi, membaca
dongeng, membaca ayat-ayat suci untuk mengapresiasi kemampuan siswa
dalam membaca. Siswa akan berusaha menjadi yang terbaik, hal ini akan
memnambah motivasi siswa untuk terus mau membaca (Kasiyum, S., 2015) Determinasi
Dalam melaksanakan sebuah gerakan diperlukan determinasi dalam arti gerakan
ini harus didasari ketetapan hati dalam mencapai maksud dan tujuan yaitu
menumbuhkan budaya baca.Dengan determinasi yang tinggi dari semua pihak yang
akan menjadikan gerakan ini berkelanjutan yang akan membentuk kebiasaan dan
kebiasaan akan menghasilkan karakter dan akhirnya akan tercipta budaya baca bagi
siswa di SD. Kegiatan yang telah dilaksanakan, tentu juga harus memiliki tujuan dan
target, maka konsistensi dan monitoring juga sangat diperlukan untuk keberhasilan
gerakan ini.
SIMPULAN Salah satufaktor penghambat siswa dalam memahami pelajaran adalah kesulitan
dalam mengikuti pembelajaran adalah rendahnya kemampuan membaca siswa. Dari
beberapa studi dan survey menunjukkan tingkat membaca siswa SD Indonesia hampir
berada di urutan terendah dari negara lain. Kemampuan membaca merupakan jembatan
menuju pemahaman siswa terhadap semua pelajaran. Maka sudah seharusnya membaca
menjadi budaya yang dapat diterapkan mulai dari pendidikan usia dini termasuk di SD.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya baca, salah satu gagasan
yang dapat ditawarkan yaitu dengan melakukan gerakan “READ (Regulasi, Edukasi,
Aplikasi, Determinasi)” secara konsisten dan bertanggungjawab untuk mendukung
pelaksanaan budaya baca siswa SD.
DAFTAR RUJUKAN Ester R Manurung. 2014. KemampuanbacasiswasddiIndonesiamasihrendah. Diambil
dari http://beritasore.com/2014/06/30/kemampuan-baca-siswa-sd-di-indonesia-
masih-rendah/diunduh 09 Oktober 2017.
Gewati M,. 2016. Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia. Jakarta. Kompas.com (29 Agustus 2016) diunduh 10 Oktober 2017.
ISBN: 978-602-50622-0-9 407
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kasiyum, S. 2015. Upaya Meningkatkan Minat Baca Sebagai Sarana Untuk
Mencerdaskan Bangsa.Surabaya: Jurnal Pena Indonesia (JPI) Jurnal Bahasa
Indonesia, Sastra dan Pengajarannya, Vol. 1, No.1-Maret 2015:80-95.
Suharso dan Ana Retnoningsih.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya
Karya.
USAID Prioritas. 2014. MODUL II Praktik yang Baik di SD dan MI. Jakarta: USAID
Prioritas.
USAID Prioritas.2016. Modul PelatihanIII APraktik yang Baik di SD dan MI,
Pembelajaran Membaca di Kelas Awal. Jakarta: USAID Prioritas.
ISBN: 978-602-50622-0-9 408
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
EKSISTENSI KARIER DAN PROSESIONALISME GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Wenny Anggraeni69 , Nurul Amaliah70
Surel :[email protected]
Abstrak
Pada era globalisasi saat ini, profesi guru bermakna strategis, karena
penyandangannya mengemban tugas yang sangat penting bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, yaitu pencerdasan, pembudayaan dan
pembangun karakter bangsa. Bergabai kebijakan dilahirkan untuk
meningkatkan karir, mutu, perhargaan, dan kesejahteraannya. Tentunya
semua itu dilakukan dengan harapan bahwa guru dapat lebih dan semakin
professional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam
dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang
signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar
mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu,
dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat
dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu
sendiri. Filosofis sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah
menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di
Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan
multi fungsi
Kata Kunci: Eksistensi Guru, Profesionalisme Guru, Karakter Bangsa
PENDAHULUAN Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam pembelajaran, yang berperan
dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan potensial di bidang
pembangunan. Guru menempati posisi strategis sebagai tenaga profesional, karena pada
setiap diri guru terletak tanggung jawab untuk mengaktualkan fitrah insani subjek didik
menuju suatu taraf kedewasaan atau kematangan tertentu. Dalam rangka itu guru tidak
semata-mata sebagai pengajar yang alih ilmu, tetapi juga sebagai pendidik yang alih
nilai/sikap yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepada peserta didiknya.
Guru adalah salah satu profesi yang tertua di dunia, seumur dengan keberadaan
manusia, karena ibu dan keluarga adalah guru alamiah yang pertama. Sehinga tidak
mengherankan apabila di dalam semua masyarakat profesi guru dianggap dapat dilakukan
semua orang. Secara historis di dalam kebudayaan Indonesia profesi guru mempunyai
kedudukan yang tinggi dan dihormati.
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 409
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Guru yang berkualitas adalah guru yang profesional dalam melaksanakan tugas
pembelajaran. Guru yang profesional mampu merancang dan melaksanakan
pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran. Dengan kata lain bahwa guru yang
berkualitas adalah guru yang mampu melaksanakan kewajibankewajibannya secara
bertanggung-jawab dan layak atau guru yang memiliki kinerja yang baik.
Kinerja guru merupakan prestasi yang dapat ditunjukkan oleh guru. Ia merupakan
hasil yang dapat dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu yang tersedia. Wujud
dari kinerja guru direalisasikan oleh kompetensi atau profesionalismenya (Riduwan,
2009). Berdasarkan ungkapan tersebut berarti kinerja guru (teacher performance)
berkaitan dengan profesionalisme guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru
harus didukung dengan profesionalisme atau kompetensi yang baik pula. Esensi dari
kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau
profesionalisme yang dimilikinya dalam dunia kerjannya. Dunia kerja guru adalah
membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Pendidikan karakter merupakan investasi nilai kultural yang membangun watak,
moralitas dan kepribadian masyarakat yang dilakukan dalam waktu panjang, kontinyu,
intens, konstan dan konisten. Dengan demikian pendidikan karakter memberikan kepada
siswa ilmu, pengetahuan, praktik-praktik budaya perilaku yang berorientasi pada nilai-
nilai ideal kehidupan, baik yang bersumber dari budaya lokal (kearifan lokal) maupun
budaya luar (Indra, 2010: 27)
Ditinjau secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk ,
memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati. Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup
dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1992). Pendidikan
karakter dinilai berhasil apabila peserta didik menunjukkan kebiasaan berperilaku baik.
Perilaku baik akan muncul dan berkembang pada diri peserta didik apabila memiliki
sikap positif terhadap konsep karakter yang baik dan terbiasa melakukannya. Oleh karena
itu pendidikan karakter perlu dikemas dalam wadah yang komprehensif dan bermakna.
Pendidikan karakter perlu diformulasikan dan dioperasionalkan melalui transformasi
budaya dan kehidupan sekolah.
Banyak faktor tentunya yang memberikan pengaruh besar terhadap kehandalan
karakter dan mental rakyat suatu bangsa. Secara eksternal, faktor fenomena globalisasi
merupakan faktor paling strategis yang membawa pengaruh besar terhadap tata nilai,
karakter dan mentalitas suatu bangsa. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai
ancaman yang berpotensi menggulung tata nilai, tradisi, dan karakter bangsa dan pada
akhirnya menggantikannya dengan tata nilai pragmatisme, materialisme, dan
neoliberalisme yang meruksak jati diri dan karakter bangsa yang sebelumnya sudah
menjadi identitas. Namun, sebagian lainnya menilai positif adanya fenomena globalisasi,
bahkan menilai globalisasi sebagai suatu fragmen yang tidak bisa tidak harus dijalani dan
banyak hal yang menjadi daya dukung akibat adanya proses globalisasi terhadap
percepatan pembangunan masyarakat suatu bangsa.
Adapun faktor internal yang berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter
bangsa diantaranya adalah arah pembangunan dunia pendidikan. Pembangunan yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 410
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya
berorientasi pada manusia sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan
human oriented development. Tanpa adanya orientasi demikian, maka pembangunan
hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya serta
peningkatan standar nilai kehidupan manusianya. Hal yang mendominasi terhadap
performance manusia sebagai subyek pembangunan yang bertata nilai tersebut tiada lain
adalah pendidikan.
Dengan pendidikan, karakter manusia sebagai individu dan sebagai masyarakat
dapat dibentuk dan diarahkan sesuai dengan tuntutan ideal bagi proses pembangunan.
Karakter manusia secara individu ini akan memberikan sumbangan besar terhadap
pembentukan karakter bangsa yang bermartabat dan menjadi faktor pendukung bagi
proses percepatan pembangunan suatu bangsa.
GURU SEBAGAI PROFESI Melalui berbagai cara, upaya meningkatkan kualitas pendidikan sudah dan sedang
dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah melalui penyempurnaan sejumlah
regulasi bersama-sama dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Salah satu regulasi
yang telah dihasilkan adalah Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Melalui undang-undang tersebut diharapkan adanya penyesuaian penyelenggaraan
pendidikan dan pembinaan bagi kalangan pendidik (khususnya guru) agar lebih
profesional. Salah satu implikasinya adalah pekerjaan guru menjadi sebuah profesi yang
lebih mendapat tempat karena memperoleh penghargaan, baik secara moril maupun
materil, yang lebih tinggi. Akan tetapi kedudukan profesi guru yang lebih baik tersebut
tidak dengan serta merta diperoleh oleh para guru. Mereka terlebih dahulu diharuskan
memenuhi sejumlah persyaratan agar mencapai standar minimal seseorang yang
berprofesi sebagai guru yang profesional.
Dewasa ini status okupasional guru relatif rendah. Pekerjaan guru bukan
merupakan pilihan utama dan bergengsi. Status profesinya juga rendah dibandingkan,
misalnya dengan profesi dokter atau hakim, ahli teknik dan sebagainya. Mengenai status
profesional profesi guru berkaitan dengan dua tuntutan yang berbeda. Pertama, status
profesional yang berkaitan dengan tuntutan gaji yang lebih baik, kondisi kerja yang
menarik serta sistem promosi yang menguntungkan. Perjuangan untuk status profesional
ini terutama merupakan program ikatan profesi, dalam hal ini PGRI. Apakah organisasi
profesi ini telah berhasil di dalam perjuangannya, masih merupakan suatu tanda tanya.
Masalah status profesional lainnya ialah usaha untuk meningkatkan kompetensi guru atau
dengan kata lain usaha untuk meningkatkan kualitas profesi guru.
KOMPETENSI GURU PROFESIONAL Menurut Syaiful Sagala (2009:24) , ndang-undang RI Nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menyatakan paling tidak ada 4 (empat) kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Kompetensi yang dimaksud adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial.
Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik; perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
ISBN: 978-602-50622-0-9 411
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pembelajaran; pengembangan peserta didik. Beberapa hal yang dapat menjadi indikator
kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain
adalah kemampuan dalam:
Memahami karakteristik peserta didik, baik fisik, sosial, moral, cultural,
emosional, dan intelektual.
Memahami latar belakang peserta didik, gaya belajar, kesulitan belajar,
dan kebutuhan belajar dalam pengembangan potensi peserta didik. Menguasai teori dan prinsip-prinsip belajar bagi perancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan dalam penguasaan materi ajar secara
luas dan mendalam sehingga memungkinkan yang bersangkutan membimbing peserta
didik dalam mencapai standar kompetensinya. Beberapa hal yang dapat menjadi indikator
kompetensi profesional yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain
adalah kemampuan dalam:
Menguasai substansi materi ajar dan strategi pembelajarannya. Menguasai dalam struktur dan pengorganisasian kurikulum dan silabus
yang digunakan.
Memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi dalam
pembelajaran. Melakukan pengembangan pembelajaran melalui penelitian (tindakan
kelas). Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan dalam mengelola diri secara mantap,
dewasa, stabil, arif, bijaksana, berwibawa, dan berahlak mulia sehingga yang
bersangkutan menjadi suri tauladan bagi peserta didik yang dikelolanya. Beberapa hal
yang dapat menjadi indikator kompetensi kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru
yang profesional antara lain adalah kemampuan dalam:
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,
bijaksana, dan berwibawa. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berahlak mulia dan penuh
keteladanan bagi peserta didik dan masyarakat. Mengevaluasi kinerja secara mandiri untuk kepentingan perbaikan dan
pengembangan diri dan kemampuan yang bersangkutan. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik dengan
peserta didik yang dikelolanya, rekan sejawat sesama pendidik, tenaga kependidikan yang
berinteraksi dengan yang bersangkutan, orang tua atau wali peserta didik, masyarakat
sekitar, dan pemangku kepentingan lainnya. Beberapa hal yang dapat menjadi indikator
kompetensi sosial yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional antara lain adalah
kemampuan dalam: Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, rekan sejawat
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, masyarakat
sekitar, dan pemangku kepentingan lainnya.
Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan, khususnya dalam
kegiatan pembelajaran.
ISBN: 978-602-50622-0-9 412
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Memanfaatkan perangkat teknologi informasi untuk mengkomunikasikan
hal-hal yang berhubungan dengan bidang pendidikan (pembelajaran).
PERAN GURU PROFESIONAL DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Sebagai pekerjaan profesional, guru memiliki ragam tugas, baik yang terkait dengan
tugas kedinasan maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Jika
dikelompokan, terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bentuk profesi, tugas
kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Guru merupakan profesi yang
memerlukan keahilian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan, walaupun kenyataanya tidak sedikit
dilakukan oleh orang diluar kependidikan, sehingga oleh karenanya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup serta mengembangkan karakter
individu. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada
individu yang menjadi peserta didik. Adapun tugas guru dalam bidang kemanusiaan di
sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu
menarik simpati sehingga menjadi idola para peserta didiknya. Pelajaran apa pun yang
diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila
dalam penampilanya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan
dapat menanamkan benih pengajaranya itu kepada para peserta didiknya, mereka akan
enggan menghadapi guru yang tidak menarik.
Guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran
penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan
factor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun
dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih pada era kontemporer ini. Keberadaan guru
bagi suatu bangsa sangatlah penting, terlebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di
tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kian mutakhir dan mendorong perubahan di segala ranah kehidupan, termasuk perubahan
tata nilai yang menjadi pondasi karakter bangsa.
Hipotesisnya adalah semakin optimal guru melaksanakan fungsinya, maka
semakin terjamin dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia yang
diandalkan dalam pembangunan bangsa. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa
di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika
kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat
dewasa ini.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, berdasarkan UU No 14 tahun
2005 pasal 20, maka guru berkewajiban untuk:
Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetauan,
teknologi dan seni
ISBN: 978-602-50622-0-9 413
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis
kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang
keluarga dan status social ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
Menjungjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik
guru serta nilai-nilai agama dan etika Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa
SIMPULAN Berbagai tindak kejahatan dan tindakan tidak bermoral terutama dilakukan oleh
anak dan remaja yang marak terjadi di negara kita Indonesia, mengindikasikan perlunya
pendidikan karakter untuk membentuk generasi yang berkualitas. Sampai saat ini, secara
kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai
makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran koginitif,
tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui berbagai mata pelajaran
Guru memiliki peran strategis untuk menjadi bagian penting dalam upaya
membangun karakter bangsa. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui peran serta guru
secara optimal dalam proses penyiapan peserta didik yang memiliki karakter sebagaimana
disebutkan dalam UU No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Karakter dan mentalitas sumber daya manusia suatu bangsa akan
menjadi pondasi dari tata nilai bangsa tersebut. Dalam tataran operasional, upaya-upaya
nyata dalam membentuk dan memelihara karakter dan mentalitas tersebut bisa dilakukan
oleh sosok guru professional.
Mengingat betapa startegisnya peran serta guru dalam upaya membangun karakter
bangsa, maka pembinaan profesionalisme guru yang terfokus kepada empat kompetensi
utama yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi professional harus dilandasi oleh konsepsi dan pendekatan-pendekatan dalam
pendidikan nilai. Sehingga guru mampu menjadi model terbaik, dan tampil sebagai
pribadi yang utuh/kaffah ditengah-tengah upayanya dalam melaksanakn tugas-tugas
formal keguruan.
DAFTAR RUJUKAN
Lion, Eddy. 2015. Kemampuan Profesional Guru dalam Pembelajaran Efektif.
Sagala, S. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:Alfabeta.
Sauri, S. 2010. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembinaan Profesionalisme Guru
Berbasis Pendidikan Nilai.
Usman Moh Uzer.2001, Menjadi Guru Profesional, Bandung ; Rosda Karya.
UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
ISBN: 978-602-50622-0-9 414
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE QUANTUM TEACHING PADA MATA
PELAJARAN IPA DI KELAS V SD NEGERI 132412 TANJUNG BALAI
Arifin Siregar71
, Rio Hadinata Siregar72
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
dengan menggunakan metode quantum teaching di kelas V SD Negeri
132412 Tanjungbalai tahun pelajaran. Subjek penelitian adalah siswa
kelas V SD Negeri 132412, yang berlokasi di Tanjungbalai Kec.
Tanjungbalai Selatan yang berjumlah 39 orang siswa yang terdiri
dari 14 anak laki-laki dan 25 anak perempuan. Dari hasil penelitian
ini dengan demikian menunjukkan bahwa penggunaan metode
quantun teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA materi jenis-jenis pesawat sederhana kelas V SD
Negeri 132412 Tanjungbalai tahun pelajaran.
Kata Kunci: Meningkatkan, siswa, metode Quantum Teaching
PENDAHULUAN
Proses belajar adalah usaha pendewasaan siswa yang dilakukan dengan
membekali siswa berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan sehingga dengan
pengetahuan dan keterampilan tersebut, siswa dapat sukses menjalani
kehidupannya, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Belajar
merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya kegiatan proses belajar. Kegiatan belajar yang sesuai dengan
perkembangan dan perubahan paradigma pendidikan, adalah kegiatan belajar yang
mampu mensinergikan ranah kognitif, afektif dan psikomotor secara bersamaan,
selanjutkan kegiatan belajar tidak hanya menempatkan siswa sebagai objek yang
harus mengikuti seluruh keinginan guru, tetapi kegiatan belajar yang mampu
mendukung perubahan adalah kegiatan belajar yang membuka dialog dan
komunikasi aktif antara siswa dan guru.
Namun yang menjadi persoalan sekarang ini bahwa pelajaran IPA tidak
begitu dinikmati oleh siswa dan guru, salah satu faktor penyebab rendahnya hasil
belajar dalam pembelajaran IPA adalah guru lebih banyak berceramah, sehingga
PGSD FIP UNIMED
PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 415
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
siswa menjadi cepat bosan dan menyebabkan hasil belajar IPA rendah”. Persoalan
ini juga terjadi di SD Negeri No.132412 Tanjungbalai, berdasarkan hasil
observasi penulis di sekolah tersebut diperoleh informasi bahwa pelajaran IPA
kurang menarik untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan Metode mengajar yang
digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi siswa, guru hanya menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab dalam pembelajaran. Tentunya hal ini juga
berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa
juga terjadi pada Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk mata pelajaran IPA kelas V
dengan nilai rata-rata 6,09.
Hal tersebut, diperkirakan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap
konsep pembelajaran IPA. Siswa menganggap pelajaran IPA sulit dipahami.
Berdasarkan pengamatan awal di kelas V SDN No. 132412 Tanjungbalai. dengan
jumlah siswa 39 anak yang terdiri dari 14 anak laki-laki dan 25 anak perempuan.
Permasalahan yang dihadapi siswa di SD ini adalah hasil belajar IPA yang belum
tuntas yakni 60 % dari keseluruhan siswa, belum mencapai angka minimal daya
serap 70% yang telah ditentukan, dan dalam proses pembelajaran IPA (sains)
disekolah kurang adanya penggunaan pendekatan, media dan metode yang tepat,
sehingga cenderung guru yang aktif dan siswa pasif.
Di Indonesia kesadaran akan pentingnya pendidikan telah sejak lama tertulis
dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi : “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.”Dengan kata lain pendidikan merupakan suatu
proses yang melibatkan unsur-unsur yang diharapkan meningkatkan pendidikan
yang berkualitas. Guru sebagai unsur pokok di dalam dunia pendidikan
diharapkan dapat bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengembangan
proses belajar mengajar dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Belajar mengajar merupakan proses inti dari transfer ilmu yang
dilakukan oleh guru dengan siswa. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan maka guru harus mempergunakan banyak cara di dalam proses belajar
mengajar di dalam kelas.
IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang
sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan
dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki
upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam
semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat
rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu
pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
ISBN: 978-602-50622-0-9 416
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan
dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara
maju. Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti
dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan
tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikan IPA di
Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur
kemajuan bangsa. Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA yang
ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan dicapai,
karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang ada
namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik.
Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi
manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.
Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada cara penyajian materi
pembelajaran, media pembelajaran dan metode mengajar yang digunakan oleh guru pada
proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, penulis mencoba mengangkat suatu metode yaitu
quantum teaching yang di dalamnya teradapat suatu inovasi pembelajaran yang sangat
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di dalam kelas. Metode quantum teaching
adalah sebuah program yang membentuk adanya interaksi antara pendidik dengan siswa
untuk memahami perbedaan gaya pembelajaran para siswa di dalam kelas yang bertujuan
agar pendidik mengerti bagaimana orang belajar dan mengapa siswa bertindak dan
bereaksi terhadap sesuatu sebagaimana yang telah terjadi. Peran guru di sini adalah
sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif
dan akrab dengan suasana pembelajaran di kelas.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Sesuai dengan jenis penelitian, maka penelitian ini memiliki tahap-tahap
penelitian berupa siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V yang
berjumlah 39 orang yang terdiri dari 14 anak laki-laki dan 25 anak perempuan.
Penetapan ini diambil berdasarkan hasil observasi terhadap kelas yang diteliti dan
juga berdasarkan saran kepala sekolah.
Adapun yang menjadi objek pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa mata
pelajaran IPA pada materi jenis-jenis pesawat sederhana kelas V SDN 132412
Tanjungbalai.
Desain penelitian yang dilaksanakan adalah desain yang menggunakan
model Kemis dan Mc Taggart dalam Arikunto (2008:16) yang dikemukakan
secara skematis seperti terlihat pada skema Pelaksanaan Tindakan Kelas berikut
ini.
Perencanaa
Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan
ISBN: 978-602-50622-0-9 417 Perencanaa
Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian
ini memiliki tahap-tahap penelitian yang berupa siklus-siklus. Menurut pendapat
Arikunto di atas maka pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang peneliti lakukan ini
melalui dua tahapan siklus, dua tahapan tersebut terdiri dari perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan (Observasi) dan terhadap refleksi terhadap
tindakan.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah dengan
cara memilih, menyederhanakan dan mentransformasikan data kasar dilapangan.
Kemudian data yang telah direduksi, dicari rata-rata hasil belajarnya dan dicari
tingkat ketuntasan belajar dengan rumus individual:
PPH B
X 100 %
N
PPH jumlahskor yang diperoleh
x100 %
jumlahskor total
Dimana :
PPH = persentase penilai hasil = skor yang diperoleh N= skor total
Suatu indikator hasil belajar telah tercapai apabila paling sedikit 65% siswa
telah tuntas belajar untuk semua butir soal yang berkaitan dengan indikator
tersebut. Sedangkan kriteria ketuntasan pencapaian indikator berdasarkan jumlah
indikator yang ada apabila ≥ 65% dari seluruh indikator yang ditetapkan telah
tercapai. Dengan demikian, untuk mengetahui ketercapaian indikator yang telah
ditetapkan hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut :
(Erman, 2003 :75)
TK = Skor yang diperoleh siswa x100% skor mkasimum
Dengan kriteria :
a. 0 % < TK < 65 % : Tidak tuntas
ISBN: 978-602-50622-0-9 418
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
b. 65 % > TK ≤ 100% : Tuntas
Selanjutnya
dengan rumus :
P = f
x100 n
dapat diketahui apakah ketuntasan belajar secara klasikal
%
P = angka prestasi
f = jumlah siswa yang mengalami perubahan
n = jumlah seluruh siswa
Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tindakan yang
dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini dilihat dari seberapa persentasi keberhasilan yang
dicapai dilihat dari aktivitas belajar siswa dengan lembaran pengamatan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti terlebih dahulu
melakukan observasi awal kepada siswa kelas V. Pada pertemuan awal siswa
diberikan pree tes yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
awal siswa dalam memahami materi jenis-jenis pesawat sederhana. Dari hasil pree
tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa masih tergolong rendah. Pada saat tes
awal diperoleh rata-rata nilai siswa 38,46 dan hanya ada 3 orang siswa yang
mencapai ketuntasan dari jumlah total 39 siswa, maka dapat diketahui bahwa
kemampuan siswa kelas V SDN 132412 Tanjungbalai dalam mengenal materi
jenis-jenis pesawat sederhana masih rendah. Rata-rata nilai 39 orang siswa adalah
38,46 dengan tingkat keberhasilan yaitu sebanyak 3 orang siswa (7,69%) yang
tuntas sedangkan 36 orang siswa (92,30%) lainnya tidak tuntas. Oleh sebab itu
peneliti melakukan siklus I untuk memperbaiki hasil belajar siswa dalam materi
jenis-jenis pesawat sederhana .
Siklus I 1. Perencanaan
Setelah peneliti berkonsultasi dengan guru kelas V, maka peneliti melakukan hal-
hal sebagai berikut: (a) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk satu
kali pertemuan (terlampir), hal ini dikarenakan materi dapat diselesaikan dalam satu kali
pertemuan. (b) membuat media pembelajaran. (c) penilaian hasil belajar yang akan
dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar.
2. Pelaksanaan Tindakan
Setelah perencanaan disusun, maka dilakukan tindakan terhadap permasalahan
yang terdapat di kelas tersebut. Tindakan yang dilakukan adalah melaksanakan proses
belajar mengajar dengan menggunakan metode quamtum teaching. Pelaksanaan tindakan
ISBN: 978-602-50622-0-9 419
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
terbagi atas dua kali pertemuan, masing-masing pertemuan berlangsung selama 2 x 35
menit.
3. Pengamatan
Observasi atau pengamatan dilakukan mulai dari awal pelaksanaan tindakan
hingga akhir pembelajaran yang menerapkan metode quantum teaching.
Pelaksanaan observasi dilakukan oleh guru kelas V dengan menggunakan alat
bantu berupa daftar cheklist. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran
selanjutnya. Namun, secara garis besar yang diperoleh dari hasil observasi antara
lain:
Masih ada siswa yang bingung tentang apa yang harus dikerjakannya Siswa belum berani dalam menyampaikan pendapatnya. Banyak siswa yang belum berani bertanya kepada peneliti. Masih banyak siswa yang terlihat bingung ketika mengerjakan tugas.
Refleksi
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa hasil belajar mengenal
pesawat sederhana yang dilakukan pada tindakan I dengan menggunakan metode
quantum teaching masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih
adanya kesalahan siswa dalam menjawab soal yang diberikan yang disebabkan
oleh siswa yang masih banyak belum memahami apa yang disampaikan oleh
guru.dan dalam menjelaskan materi guru kurang melibatkan lingkungan sekitar
siswa.
Siklus II 1. Perencanaan
Perencanaan pada siklus II merupakan hasil dari refleksi yang dilakukan
pada siklus I yang mengacu pada perbaikan proses pembelajaran. Adapun tahapan
yang akan dilakukan pada siklus II, adalah:
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan metode quantum teaching dengan berpedoman pada
hasil siklus I Membuat daftar pertanyaan yang akan dilontarkan pada siswa Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya sendiri. Menyiapkan hadiah yang akan diberikan pada siswa
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti sama seperti siklus I, tetapi
pelaksanaan tindakan mengalami sedikit inovasi. Diantaranya memberikan apresiasi
berupa hadiah kepada siswa yang berani menjawab pertanyaan di depan kelas dan berani
mengemukakan pendapatnya, tujuannya agar siswa lebih termotivasi dan pembelajaran
dapat berlangsung dengan siswa lebih aktif dalam belajar.
ISBN: 978-602-50622-0-9 420
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
3. Observasi (Pengamatan)
Observasi atau pengamatan dilakukan mulai dari awal pelaksanaan tindakan hingga
akhir pembelajaran yang menerapkan metode quantum teaching. Pada tahap ini sudah
terjadi perubahan dari siklus I. Pelaksanaan observasi dilakukan oleh guru kelas V dengan
menggunakan alat bantu berupa daftar cheklist
Refleksi
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa hasil belajar jenis-jenis pesawat
sederhana yang dialakukan pada tindakan II dengan menggunakan metode quantum
teaching sudah mengalami peningkatan yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dari nilai
rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus II karena guru sudah melibatkan lingkungan
siswa dalam proses pembelajaran. Rata-rata ini sudah mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingkan dengan tindakan siklus I. maka dapat disimpulkan bahwa
keterampilan siswa dalam mengenal jenis pesawat sedehana sudah sangat baik
dibandingkan dengan siklus I. Hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dengan jumlah rata-rata nilai sebesar 72,56 dengan tingkat keberhasilan
yaitu sebanyak 33 orang siswa (84,61%) yang tuntas dalam melaksanakan pos tes siklus
dan 6 orang lainnya (15,38%) tidak tuntas. Dimana diantara 39 orang siswa, 21 orang
siswa (53,84%) mendapat nilai ≥80 dengan kategori sangat tinggi, 12 orang siswa (30,76%) mendapat nilai 60-79 dengan kategori tinggi, 5 orang siswa (12,82%) mendapat
nilai 40-59 dengan kategori sedang, 1 orang siswa (2,56%) mendapat nilai 20-39 dengan
kategori rendah.
SIMPULAN
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dipaparkan sebagai
berikut:
Hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan metode quantum
teaching dalam proses belajar mengajar. Metode quantum teaching baik digunakan pada pelajaran IPA khususnya dalam materi
jenis-jenis pesawat sederhana.
Hasil pre tes menunjukkan bahwa dari 39 orang siswa hanya 3 orang siswa
(7,69%) yang tuntas sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 36 (92,30%)
dengan rata-rata nilai 38,46. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan metode quantum teaching hasil belajar siswa mulai meningkat.
Siklus I menunjukkan bahwa rata-rata nilai 39 orang siswa adalah 53,84
dengan tingkat ketuntasan yaitu sebanyak 15 orang siswa (38,46%) sedangkan
yang tidak tuntas 24 orang siswa (61,53%). Lalu hasil penelitian pada siklus II
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dengan jumlah rata-rata nilai
sebesar 72,56 dengan tingkat keberhasilan yaitu sebanyak 33 orang siswa
(84,61%) yang berhasil dalam melaksanakan post tes siklus II dan 6 orang
lainnya (15,38%) belum berhasil.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode quantum
teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi
ISBN: 978-602-50622-0-9 421
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
jenis-jenis pesawat sederhana di kelas V SDN 132412 Tanjungbalai T.P
2011/2012.
DAFTAR RUJUKAN
A’la, Miftahul. 2010. Quantum Teaching. Yogyakarta: DIVA Press.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
DePorter, Bobbi. dkk. 2003. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Djamarah, S.B., dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Daryanto. 2010. Belajar Mengajar. Bandung: Yrama Widya.
Hermawan. 2007. Metode pembelajaran di kelas. Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman, A.M. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovative-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Wina Senjaya. 2008. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada.
Zarkasi, M.F., 2009. Belajar cepat dengan diskusi. Surabaya: Indah Surabaya.
ISBN: 978-602-50622-0-9 422
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU
Suriya Emanita Br. Karo73
Surel: [email protected].
ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah dengan kinerja guru. Subjek dari penelitian ini adalah seluruh
guru di SMK Pencawan Medan sejumlah 75 orang. Penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan
kepemimpinan kepala sekolah dengan kedisiplinan kerja guru di SMK
pencawan Medan. Mengacu pada hipotesis yang diajukan maka dapat
disimpulkan bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah SMK pencawan Medan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Kinerja
mengajar guru memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar
siswa SMK pencawan Medan. Prestasi belajar siswa SMK pencawan Medan
tidak hanya dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut yaitu kepemimpinan
kepala sekolah dan kinerja mengajar guru, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lainnya.
Kata Kunci: Kepemimpinan, Kepala Sekolah, Guru
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh salah satu faktor yang sangat penting,
yaitu pendidikan (education). Bangsa yang kualitas pendidikannya sangat baik dapat
dipastikan kemajuan bangsa tersebut akan berjalan cepat begitu pula sebaliknya apabila
kualitas pendidikan suatu bangsa rendah maka kemajuan bangsa tersebut akan berjalan
lambat Di era globalisasi dan modernitas saat ini, peningkatan mutu pendidikan kiranya
menjadi masalah yang urgen.
Peningkatan mutu pendidikan diperlukan pengelolaan organisasi pendidikan agar
bergerak menuju satu arah. Pendidikan yang baik dan bermutu menjadi dasar
pengembangan dan kemajuan selanjutnya. Oleh karena itu, pengelola pendidikan harus
merespons berbagai kebijakan pemerintah dan keinginan masyarakat dalam kerangka
perbaikan mutu dan kreatifitas, inovasi yang tinggi, dan strategi manajemen yang baik
Universitas Negeri Medan
ISBN: 978-602-50622-0-9 423
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dalam konteks sistem (optimalisasi semua unsur manajemen sekolah baik proses input
maupun output).
Dengan demikian, akan tercipta pendidikan yang lebih baik dan lebih maju untuk
bersaing ditingkat regional. Nasional, dan global. Dunia pendidikan saat ini juga
berkembang dengan sangat pesat dari waktu ke waktu. Pendidikan saat ini memang sudah
sangat jauh berbeda dengan pendidikan dimasa lalu. Perkembangan teknologi, ilmu
pnegetahuan sudah sangat pesat sehingga mempengaruhi dunia pendidikan saat ini.
Lembaga pendidikan mulai banyak bermunculan sehingga tidak bisa dielakkan akan
terjadi persaingan yang sangat ketat diantara lembaga-lembaga pendidikan itu.
Lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab sosial yang sangat besar
kepada bangsa ini bukan hanya sekedar untuk kepentingan bisnis semata. Banyak sekali
faktor yang mempengaruhi dunia pendidikan diantaranya adalah kepemimpinan seorang
kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan
menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki
komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya.
Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan
kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena
itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta
keterampilan keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam
perannya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan
kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.
Kepala sekolah dituntut memiliki manajemen sumber daya manusia yang baik
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakannya. Manajemen sumber daya
manusia sangat berpengaruh terhadap hasil kinerja karena dari keseluruhan sumber daya
yang tersedia dalam organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya
manusialah yang penting dan sangat menentukan.
Sekolah juga membutuhkan figur seorang pemimpin yang siap bekerja keras
untuk dapat memajukan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan
sekolah yang dipimpinnya. Faktor lain yang mempengaruhi pendidikan adalah kinerja
guru yang berkualitas. Seorang guru dituntut untuk dapat memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap pendidikan dilingkungan sekolah terutama dalam hal belajar-
mengajar, karena keberhasilan siswa sangat ditentukan oleh kinerja guru yang
professional dalam menjalankan tugas, fungsi dan peranannya sebagai penddidik.
Kita tentunya ingin mempunyai guru yang berkualitas dengan kinerja yang bagus
dan bertanggung jawab. Kinerja guru akan optimal, bila diintegrasikan dengan komponen
sekolah, baik kepala sekolah maupun sarana prasarana kerja yang memadai.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif akan tercipta apabila kepala sekolah memiliki
sifat, perilaku dan keterampilan yang baik untuk memimpin sebuah organisasi sekolah
dalam perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu mempengaruhi semua
orang yang terlibat dalam proses pendidikan terutama guru, dan akhirnya mencapai
tujuan dan kualitas sekolah. Dari latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti
sejauh mana pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, maka
ISBN: 978-602-50622-0-9 424
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
timbullah keinginan peneliti untuk memilih judul yang berkaitan dengan hal-hal tersebut
diatas, yaitu “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru”.
METODE PENELITIAN
Dalam suatu penelitian, metode penelitian memegang peranan yang sangat
penting. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto
(2006:207) yang mengatakan bahwa “penelitian eksperimen merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakkan pada
subjek selidik”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu
teknik penelitian yang menggunakan fakta yang jelas tentang proses atau gejala-gejala
yang ada pada suatu objek penelitian. Arikunto (2006:130) mengatakanbahwa “populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian”. Selain itu, Sudjana (2005:6) berpendapat
“populasi adalah semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran
kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota
kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Berdasarkan
pendapat di atas maka, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru di SMK
pencawan Medan sebanyak 75 orang. Sampel penelitian sebanyak 75 guru.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pemimpin merupakan panutan dari anggota kelompok yang dipimpin. Selain
menjadi panutan, pemimpin memiliki tugas-tugas lain. Menurut Iyeng Wiraputra (1976:
“Titik berat beralih dari pemimpin sebagai seorang yang membuat rencana, berfikir,
dan mengambil tanggungjawab ”. Tugas pemimpin sangatlah berat, karena mulai dari
awal yakni cita-cita, tujuan, visi, adalah tugas dari pemimpin untuk merencanakannya.
Setelah tujuan tersebut ada, kemudian pemimpin mengarahkan anggotanya untuk
melaksanakan tugas dari setiap job desk masing-masing.
Seluruh kegiatan yang dilaksanakan merupakan tanggungjawab dari pemimpin.
Menjadi seorang pemimpin merupakan sebuah pengabdian yang sangat besar terhadap
sebuah organisasi. Dapat dikatakan demikian karena pemimpin memiliki peranan yang
banyak dalam sebuah organisasi. Adapun peran pemimpin menurut Iyeng Wiraputra
(1976: 10-12) adalah:
Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik. Apabila seorang pemimpin merasa bahwa dirinya sebagai seorang yang membutuhkan
kerjasama dengan orang lain, dengan memiliki fungsi khusus, dengan sikap yang
didasarkan atas penghargaan terhadap nilai integritas, akan berhasil untuk
menciptakan suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa kebebasan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 425
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri. Pemimpin akan bertanggungjawab dan ikut serta dalam memberikan perangsang serta
bantuan kepada kelompok yang dipimpinnya dalam menetapkan dan menjelaskan
tujuan.
Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur- prosedur kerja.
Pemimpin membantu kelompoknya dalam menganalisa situasi dan kemudian
memutuskan dan menetapkan prosedur yang paling praktis dan efektif untuk
diterapkan.
Pemimpin bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok.
Pemimpin memiliki kebebasan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan saran,
ia hendaknya jangan membiasakan diri untuk mengambil keputusan bagi orang-orang
lain. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggungjawab untuk melatih kelompok
menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukannya dan kemudian berani menilai
hasilnya secara jujur dan obyektif agar kelompok tersebut mengetahui hasil kerjanya
secara nyata.
Pemimpin memiliki peran yang sangat besar terhadap organisasi yang
dipimpinnya. Melalui beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa peran
dari seorang pemimpin adalah dimulai dari membuat tujuan dan merencanakan visi dan
misi yang akan dicapai oleh sebuah organisasi. Setelah tujun, visi, dan misi, pemimpin
juga berperan dalam megarahkan anggotanya untuk melaksanakan tugas guna mencapai
tujuan dengan menggunakan prosedur kerja yang telah ditetapkan bersama.
Pemimpin juga berperan dalam pengambilan keputusan. Agar terjaga
keharmonisan dalam organisasi baik antara bawahan dengan pimpinan atau bawahan
dengan bawahan, maka kepala sekolah memiliki peran untuk menjaga agar terciptanya
iklim sosial yang baik. Hal yang paling utama dari peran seorang pemimpin adalah
bertanggung jawab atas organisasi yang dipimpinnya.
Dari hasil eksperimen yang dilakukanternyata pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kinerja guru menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan kepemimpinan kepala sekolah dengan kedisiplinan kerja guru di SMK
pencawan Medan.
Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa terdapat signifikan kepemimpinan
kepala sekolah dengan kedisiplinan kerja guru di SMK pencawan Medan secara efektif.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kinerja guru Terdapat hubungan positif dan signifikan Kepemimpinan Kepala Sekolah
dengan Kedisiplinan Kerja Guru di SMK pencawan Medan yang ditunjukkan dengan
nilai t hitung lebih besar dari t tabel (0,482>0,312) dan nilai signifikansi sebesar 0,002 <
0,05; Terdapat hubungan positif dan signifikan Motivasi Kerja Guru dengan Kedisiplinan
Kerja Guru di SMK pencawan Medan yang ditunjukkan dengan nilai t hitung lebih besar
dari t tabel (0,430>0,312).
ISBN: 978-602-50622-0-9 426
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru maka dapat disimpulkan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
positif dan signifikan kepemimpinan kepala sekolah dengan kedisiplinan kerja guru di
SMK pencawan Medan. Mengacu pada hipotesis yang diajukan maka dapat disimpulkan
bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah SMK pencawan Medan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Kinerja mengajar guru memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar siswa SMK pencawan Medan. Prestasi belajar siswa
SMK pencawan Medan tidak hanya dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut yaitu
kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja mengajar guru, tetapi juga dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru Terdapat hubungan positif dan signifikan Kepemimpinan Kepala
Sekolah dengan Kedisiplinan Kerja Guru di SMK pencawan Medan yang ditunjukkan
dengan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (0,482>0,312) dan nilai signifikansi sebesar
0,002 < 0,05;
Terdapat hubungan positif dan signifikan Motivasi Kerja Guru dengan Kedisiplinan Kerja
Guru di SMK pencawan Medan yang ditunjukkan dengan nilai t hitung lebih besar dari t
tabel (0,430>0,312).
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2007. ManajemenPenelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2009. Dasar - dasarEvaluasiPendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Chaedar, Alwasilah. 2002. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Dedi, Supriyadi. 2002. Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hamdani. 2011. StrategiBelajarMengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Hariwijaya, M. 2011. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis. Jakarta: Oryza.
Kartini, Kartono. 2003. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpi Abnormal Itu. Persada Jakarta: Raja Grafindo.
Karyadi. 1989. Kepemimpinan. Bandung: Karya Nusantara.
Suharsimi, Ari Kunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
ISBN: 978-602-50622-0-9 427
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PERANAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA
Lala Jelita Ananda74
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari karakter yang ditunjukkan dari
generasinya. Generasi bangsa dalam hal ini adalah peserta didik yang saat
ini berada di bangku sekolah. Penanaman karakter yang berbudi luhur, adil,
bijaksana dan bertanggung jawab merupakan hal mutlak yang harus
dilakukan oleh seorang guru dalam sebuah pembelajaran. Sudah menjadi
kewajiban bahwa dalam setiap proses pembelajaran guru tidak hanya
mampu menyampaikan materi-materi ilmu pengetahuan, namun juga harus
dapat mengiringinya dengan menanamkan karakter-karakter yang baik bagi
peserta didik.
Kata Kunci: Peranan Guru, Karakter Siswa
PENDAHULUAN
Guru merupakan seorang idola bagi anak didik. Keberadaannya sebagai jantung
pendidikan tidak bisa dipungkiri. Baik atau buruknya pendidikan sangat tergantung pada
sosok guru. Segala upaya harus dilaksanakan demi membekali guru dalam mejalankan
fungsinya sebagai aktor penggerak sejarah perdaban manusia dengan melahirkan kader-
kader masa depan bangsa yang berkualitas paripurna, baik sisi akademik, afektif, dan
psikomotorik.
Menurut E. Mulyasa, fungsi guru itu bersifat multifungsi. Ia tidak hanya sebgai
pendidik, tapi juga sebagai pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaru, model,
dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja
rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, pengawet, dan kulminator.
Dalam konteks pendidikan karakter, peran guru sangat vital sebagai sosok yang sangat
diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi siswa-siswa mereka.
Sikap dan perilaku seorang guru sangat membekas dalam diri seorang siswa,
sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Menurut Sri
Endang Setiawati, dalam konteks sistem pendidikan di sekolah, sekurang-kurangnya
pendidikan karakter harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, pendidikan karakter
PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 428
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
harus menempatkan kembali peran guru sebagai faktor yang sangat penting dalam
pengembangan kepribadian peserta didik. Kedua, pengembalian peran guru sebagai
pendidik perlu diikuti oleh sebuah sistem pembelajaran yang sungguh-sungguh
menempatkan sosok guru sebagai orang yang paling tahu tentang kondisi dan
perkembangan anak didiknya, khususnya yang berkaitan dengan masalah kepribadian
atau karakter siswa tersebut. Ketiga, sebagai bagian dari sistem pendidikan karakter, perlu
digalakkan kembali sebuah sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada penilaian
aspek afektif, dimana karakter tersebut berada.
Setiap anak di dunia dilahirkan dalam keadaan yang bersih, tidak mengerti
apapun, akan tetapi dibekali oleh Allah SWT berupa akal, pikiran, hati dan organ tubuh.
Lama kelamaan, anak akan menapaki masa-masa pertumbuhan fisik dan mentalnya yang
akan menampilkan perilaku tertentu yang disebut karakter. Masa anak-anak merupakan
masa yang sangat menentukan bagi masa depannya sehingga pertumbuhan dan
perkembangan anak harus benar-benar diperhatikan. Karena pada masa ini adalah masa
keemasan yang biasa disebut dengan golden ages. Karakter yang dibawa anak bisa
dirubah dan dibentuk.
Orang tua mempunyai tugas dan peran sebagai pendidik yang pertama dan
terutama dalam mendidik dan membentuk karakter anak. Dengan segudang kesibukan
orang tua, kemudian tugasnya tersebut diserahkan kepada guru untuk mendidik anak-anak
mereka. Sehingga secara otomatis guru mengambil alih dan turut bertanggungjawab
terhadap perkembangan nalar dan jiwa anak.
Membangun karakter anak tidak hanya mutlak menjadi tanggungjawab seorang
guru saja, akan tetapi juga menjadi tanggungjawab keluarga dan lingkungan masyarakat.
Sebuah usaha bersama dengan masing-masing sektor memberikan kontribusi untuk
pengembangan totalitas kepribadian atau karakter individu. Oleh karena itu sebagai
pendidik, guru di lingkungan sekolah perlu memiliki kesadaran akan perannya secara
sederhana namun efektif membangun karakter yang berkesinambungan dengan melihat
betapa tantangan di masyarakat global begitu banyak yang dapat merusak kepribadian
anak.
PEMBAHASAN
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk
menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala
kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya.
Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan
bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika
guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan
tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak
terbendung lagi perkembangannya.
Sebagai penerima amanah, guru terikat secara moral untuk mendidik muridnya
hingga mencapai kedewasaan biologis-psikologis-spiritual sehingga guru bekerja benar
ISBN: 978-602-50622-0-9 429
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dengan penuh tanggung jawab.Panggilan hidup sebagai guru dipenuhi untuk menjawab
suara Sang Pemanggil. Seorang (guru) yang secara natural menghayati panggilan jiwanya
akan sukses dalam melaksanakan tugas panggilannya.
Aktualisasi diri akan terlaksana melalui pekerjaan, karena bekerja (sebagai guru)
adalah pengerahan energi biologis, psikologis, spiritual yang selain membentuk karakter
dan kompetensi kita membuat sehat lahir batin sehingga dapat berkembang secara
maksimal.Menghayati guru sebagai ibadah membuat guru bekerja serius penuh kecintaan.
Karena hakikat ibadah adalah persembahan diri, penyerahan diri yang dilandasi kesadaran
mendalam dan serius bahwa kita berutang cinta kepada Dia yang kita puja. Sehingga kita
patut mengabdi dengan sepenuh cinta pula. Penghayatan bahwa guru adalah seni akan
mendatangkan suka cita dan kegembiraan hati dalam bekerja memicu gagasan cerdas
seorang guru untuk bekerja kreatif. Menghayati guru sebagai kehormatan akan membuat
guru bekerja sebaik-baiknya, mengedepankan mutu setinggi-tingginya dan menampilkan
prestasi sebagus-bagusnya.Melayani adalah pekerjaan yang mulia. Kerja yang
berorientasikan pada hal-hal yang mulia membuat hidup kita menjadi lebih bermakna.
Jadi sebagai guru, bekerjalah denga penuh jiwa melayani penuh kerendahan hati.
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Peribahasa ini menggambarkan
pengaruh perilaku guru terhadap perilaku muridnya. Pendidikan di tingkat prasekolah dan
tingkat dasar, perilaku guru merupakan model bagi murid dalam berperilaku baik di
dalam maupun di luar kelas. Ucapan dan perintah guru sangat dipatuhi oleh murid-
muridnya. Bahkan sering terjadi bahwa ucapan dan perintah guru yang didengar anak di
sekolah lebih dipatuhi oleh anak daripada ucapan dan perintah orang tuanya. Perilaku
guru di masyarakat dijadikan ukuran keterlaksanaan budaya bagi anggota
masyarakatnya.Kelestarian budaya lokal masyarakat menjadi tanggung jawab anggota
masyarakatnya, dan guru menjadi barometernya.
Guru yang melaksanakan tugas di luar daerah kelahirannya, dituntut untuk
mengenal budaya masyarakat di mana ia melaksanakan tugasnya. Untuk dapat
melaksanakan dan melestarikan budaya masyarakat barunya, guru harus mengenalnya
dengan baik. Pembentukan karakter anak didik merupakan tugas bersama dari orang tua,
masyarakat, dan pemerintah. Ketiga pihak tersebut secara bersama-sama atau simultan
melaksanakan tugas membentuk karakter anak didik. Guru merupakan pihak dari
pemerintah yang bertugas membentuk karakter anak didik, terutama selama proses
pendidikan di sekolah. Kemudian orang tua sekaligus sebagai anggota masyarakat
memiliki waktu yang lebih banyak dalam membina karakter anaknya. Keberhasilan
pembentukan karakter anak didik di sekolah, apabila murid dan guru berasal dari budaya
lokal yang sama. Guru yang mengenal lebih dalam budaya lokal anak didiknya akan lebih
lancar dan lebih berhasil dalam pemebentukan karakter anak didiknya dibandingkan
dengan guru yang kurang mengenal atau kurang memahami budaya lokal anak didiknya.
Merupakan tugas dan tantangan besar bagi guru yang ditugaskan di masyarakat yang
budayanya berbeda dengan budaya guru yang bersangkutan.Ada beberapa peranan yang
seharusnya dilakukan oleh seorang Guru dalam menjalankan tugasnya, yaitu:
Sebagai informator. Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
ISBN: 978-602-50622-0-9 430
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sebagai Organisator. Pendidik sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik,
silabus, workshop, jadwal pelajaran, dll. Sebagai Motivator. Peran pendidik sebagai motifator ini penting artinya dalam rangka
meningkatkan kegairahan dan pengembangan-pengembanagan kegiatan belajar siswa.
Sebagai Pengarah. Pendidik dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuna yang dicita-citakan. Sebagai Inisiator. Pendidik dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar Sebagai Transmitter. Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku
penyabar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan
Sebagai Fasilitator. Guru memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar
mengajar
Sebagai Mediator. Pendidik sebagai Mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam
kegiatan belajar siswa
Sebagai Evaluator. Evaluator yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pola
evaluasi intrinsik. Untuk itu guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria
keberhasilan.
Peran-Peran Seoarang Guru Dalam Membangun Karakter Siswa
Guru sebagai sumber belajar Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Dikatakan
guru yang baik manakala guru dapat menguasai materi pelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.
Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam pemberian pelayanan untuk memudahkan
siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, agar lebih bagus
pertanyaan tersebut diarahkan pada siswa. Misalnya apa yang harus dilakukan agar
siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai optimal.
Pertanyaan tersebut mengandung makna bahwa tujuan mengajar adalah
mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses
pembelajaran.
Guru sebagai pengelola Sebagai pengelola pembelajaran, guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Menurut Ivor K.Devais, salah satu
kecenderungan yang selalu terlupa adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran
adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru.
Guru sebagai Demonstrator
Yang dimaksud dengan peran
mempertunjukan kepada siswa
mengerti dan memahami setiap
sebagai demonstrator
guru sebagai demonstrator adalah peran untuk
segala seseuatu yang dapat membuat siswa lebih
pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru
Guru harus menunjukan sikap-sikap yang terpuji
ISBN: 978-602-50622-0-9 431
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Guru harus dapat menunjukan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa
lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa Guru sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap
perbedaan artinya, tidak ada dua individu yang sama. Perbedaan itulah yang menuntut
guru harus berperan sebagai pembimbing,. Membimbing siswa utuk menemukan
potensi mereka sebagai bekal, membimbing siswa agar dapat mencapai dan
melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia
dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap
orang tua dan masyarakat.
Guru sebagai Motivator Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul
karena kebutuhan. Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai
motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru menemukan motivator belajar siswa.
Untuk memproleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan
motivasi belajar siswa.
Guru Sebagai Evaluator
Guru berperan untuk mengumpulkan data tentang keberhasilan pembelajaran yang
telah dilakukan. Fungsinya
Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum Menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan yang di programkan.
Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan
tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan
serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh
terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.Peran
guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat
menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru,
orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut
oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia
adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai
Pancasila.
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru
diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang
dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya,
membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen
yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.Pada umumnya
lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan
ISBN: 978-602-50622-0-9 432
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan masyarakat.
Oleh karena itu apa sebetulnya sekolah itu? Sekolah adalah lembaga dengan
organisasi yang tersusun rapi dan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja yang
disebut kurikulum.Tujuan lembaga pendidikan formal adalah sebagai tempat ilmu
pengetahuan,tempat mengembangkan bangsa,tempat untuk menguatkan masyarakat
bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat.Peran guru di sekolah
ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa,sebagai pengajar dan pendidik dan
sebagai pegawai.Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik
yakni sebagai guru.Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan sikap
yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat.
Sebaliknya harapan – harapan masyarakat tentang sikap guru menjadi pedoman
bagi guru.Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang sikap yang layak bagi
guru dan menjadikannya sebagai norma sikap dalam dalam segala situasi sosial.Dalam
situasi formal guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup
menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya,artinya ia harus mampu
mengendalikan,mengatur, dan mengontrol sikap anak.Dengan kewibawaan ia
menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar-mengajar
Apabila kita simak bersama, bahwa dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya
sebatas mentransfer ilmu saja, namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama
adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih
baik, lebih sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.Namun apa yang terjadi di era sekarang? Banyak kita jumpai perilaku para
anak didik kita yang kurang sopan, bahkan lebih ironis lagi sudah tidak mau menghormati
kepada orang tua, baik guru maupun sesama. Banyak kalangan yang mengatakan bahwa
“watak” dengan “watuk” (batuk) sangat tipis perbedaannya. Apabila “watak” bisa terjadi
karena sudah dari sononya atau bisa juga karena faktor bawaan yang sulit untuk diubah,
namun apabila “watak” = batuk, mudah disembuhkan dengan minum obat batuk.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Jelas hal ini tidak dapat terlepas adanya perkembangan atau
laju ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang mengglobal, bahkan sudah
tidak mengenal batas-batas negara hingga mempengaruhi ke seluruh sendi kehidupan
manusia.Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang
harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan
sekolah, masyarakat luas.
Oleh karena itu, membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan
mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga,
sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk
dicontoh. Semoga ke depan bangsa kita lebih beradab, maju, sejahtera kini, esok
danselamanya.Maka dari itu guru memiliki peranan yang penting dalam membangun
karakter bangsa.Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan , tugas-tugas pengawasan dan
pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu
ISBN: 978-602-50622-0-9 433
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan
masyarakat.
Tujuan lembaga pendidikan formal adalah sebagai tempat ilmu pengetahu-
an,tempat mengembangkan bangsa,tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa
pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat. Di samping itu tidak kalah
pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat
mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas
sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk
pembentukan karakter
Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan,
bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat
dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontoh. Semoga ke depan
bangsa kita lebih beradab, maju, sejahtera kini, esok danselamanya.Maka dari itu guru
memiliki peranan yang penting dalam membangun karakter bangsa.
SIMPULAN
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk
menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala
kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya.
Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan
bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika
guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan
tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak
terbendung lagi perkembangannya. Sebagai penerima amanah, guru terikat secara moral
untuk mendidik muridnya hingga mencapai kedewasaan biologis-psikologis-spiritual
sehingga guru bekerja benar dengan penuh tanggung jawab.
Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan,
bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat
dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontoh. Semoga ke depan
bangsa kita lebih beradab, maju, sejahtera kini, esok danselamanya.Maka dari itu guru
memiliki peranan yang penting dalam membangun karakter bangsa.
DAFTAR RUJUKAN
Muchlas Samani dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Zubaedi. 2011.Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
ISBN: 978-602-50622-0-9 434
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
DALAM PERKULIAHAN PENDIDIKAN IPA SD
Nurhairani75
Surel: [email protected]
ABSTRAK
Penerapan Model Problem Based Learning merupakan salah satu
upaya yang dapat digunakan untuk memperkaya model pembelajaran
agar dapat meningkatkan efektivitas pembalajaran pada mata kuliah
Pendidikan IPA SD. Pemilihan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai
model pembelajaran pada mata kuliah Pendidikan IPA SD didasarkan
pada cakupan-cakupan kompetensi pada mata kuliah seperti,
mahasiswa memiliki kemampuan dalam merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran IPA di SD yang aktif, inovatif, efektif, dan
bermakna bagi mahasiswa. Sehingga tujuan akhir dari pembelajaran
mahasiswa mampu menghasilkan desain pembelajaran IPA SD yang
inovatif sesuai dengan tuntutan kurikulum IPA SD. Selain itu,
pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada
mahasiswa berkerja secara aktif dan mahasiwa membangun
pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dari kegiatan merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan dan kegiatan investigasi.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Proyek, Pendidikan IPA SD
PENDAHULUAN
Pendidikan IPA SD merupakan mata kuliah wajib yang diambil oleh mahasiswa di
Prodi PGSD. Dengan mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan akan memiliki
kemampuan dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran IPA di SD yang
aktif, inovatif, efektif, dan bermakna bagi mahasiswa. Untuk memiliki konsep dan
kerangka berfikir yang tepat, maka ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki
mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan ini. Pertama adalah penguasaan prinsip-prinsip
dasar pembelajaran IPA yang mendidik. Kedua adalah penguasaan materi pelajaran IPA
dalam kurikulum SD dan mampu merancang pembelajaran yang mendidik serta mampu
mengembangkan pembelajaran IPA secara kreatif dan inovatif. Ketiga adalah penguasaan
metodologi dasar keilmuan IPA itu sendiri yang akan mendukung pembelajaran IPA SD.
Sesuai dengan kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang
telah diterapkan di Universitas Negeri Medan, upaya pembaharuan pembelajaran harus
terus dilakukan agar mengarah kepada proses capaian pembelajaran yang menekankan
pada pembelajaran berpusat pada mahasiswa yang pada akhirnya akan bermuara pada
munculnya keaktifan mahasiswa sehingga mengembangkan kemampuan berfikir kritis
mahasiswa.
PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 435
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Sebagai intstusi LPTK yang akan melahirkan calon-calon guru, sudah selayaknya
seorang dosen harus selalu melakukan berbagai inovasi dalam setiap proses pembelajaran
sehingga para mahasiswa yang kelak akan menjadi guru akan dapat mengambil inspirasi
yang telah didapatkan dibangku perkuliahan kemudian diaplikasikan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan salah satu upaya yang
digunakan untuk memperkaya pembelajaran yang sudah dilakukan agar dapat
meningkatkan kompetensi mahasiswa pada matakuliah Pendidikan IPA SD. Dosen
berperan sebagai fasilitator bagi mahasiswa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang muncul. Pada kelas Project Based Learning, mahasiswa akan dibisiakan
bekerja secara kolaboratif, penilaian dilakukan secara autentik, dan akhirnya sumber
belajar bisa sangat berkembang. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan pembelajaran
yang berpusat mahasiswa, mengutamatakan proses, memberikan kebebasan kepada
mahasiswa untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara
kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan
kepada orang lain. Pemilihan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai model pembelajaran
pada mata kuliah Pendidikan IPA SD didasarkan pada cakupan-cakupan kompetensi yang
pada mata kuliah tersebut di antaranya mahasiswa memiliki kemampuan dalam
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, efektif, dan
bermakna bagi mahasiswa. Sehingga akhir dari pembelajaran ini mahasiswa mampu
menghasilkan desain pembelajaran IPA yang inovatif sesuai dengan tuntutan kurikulum
IPA SD.
Secara umum gagasan ini bertujuan untuk menghasilkan desain teknik pengelolaan
pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis proyek pada mata kuliah Pendidikan
IPA di SD yang terdiri dari dua hal;
Meningkatkan hasil belajar mahasiswa melalui pembelajaran berbasis proyek
pada mata kulaiah Pendidikan IPA SD.
Meningkatkan motivasi dan kemampuan dosen untuk melakukan evaluasi
proses dan hasil pembelajaran secara berkelanjutan dalam upaya memperbaiki
dan mengembangkan pembelajaran di Prodi PGSD.
PEMBAHASAN Mata kuliah pendidikan IPA di SD merupakan satu mata kuliah yang
terdapat di jurusan Pendidikan Dosen Sekolah Dasar (PGSD) FIP Unimed. Mata
kuliah pendukung mata kuliah ini adalah konsep dasar IPA SD, dan
pengembangan media dan bahan ajar IPA di SD. Tujuan mata kuliah pendidikan
IPA di SD adalah membangun kompetensi mahasiswa untuk mampu merancang
dan melaksanakan proses pembelajaran IPA di SD yang aktif, inovatif, efektif,
menyenangkan, dan yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa. Secara khusus
ada beberapa kompetensi yang harus dicapai. Pertama adalah penguasaan prinsip-
prinsip dasar pembelajaran IPA yang mendidik. Kedua adalah penguasaan materi
pelajaran IPA dalam kurikulum SD dan mampu merancang pembelajaran yang
ISBN: 978-602-50622-0-9 436
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
mendidik serta mampu mengembangkan pembelajaran IPA secara kreatif dan
inovatif. Ketiga adalah penguasaan metodologi dasar keilmuan IPA itu sendiri
yang akan mendukung pembelajaran IPA SD. Tentu saja, jika kompetensi tersebut
terealisasi dala proses pembelajaran, maka mahasiswa mampu melaksanakan
pembelajaran yang mendidik dan menilai proses dan hasil dari pembelajaran IPA
di SD.17
Seperti yang dikatakan oleh Alawiyah dan Sopandi dalam risetnya (2016)
bahwa aktivitas peserta didik pada pembelajaran berbasis proyek sangat
menjadikan peserta didik penuh dengan kegiatan praktik (hands on).
Pembelajaran dengan cara hands-on dapat memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik untuk terlibat aktif, sehingga lebih banyak
kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan konsep diri (self-concept)
sikap ilmia, percaya diri dan sifat mandiri. Siswa tertantang untuk belajar
memecahkan masalah, objektif dan teliti dalam mengevaluasi.
Senada dengan Alawiyah, Patmanthara mengatakan (2016 : Vol ; 26),
bahwa penerapan model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan
aktivitas belajar mahasiswa, dan hasil belajar mahasiswa pada aspek sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Mahasiswa terlibat aktif kerja proyek dan mampu
mengimplementasikan hasil belajar yang didapat selama proses pembelajaran dari
sebuah produk yang dihasilkan selama proses pembelajaran.
Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Model pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang memberikan
kebebasan kepada mahasiswa untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan
proyek secara kolaboratif, yang pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat
dipresentasikan kepada orang lain. Menurut Izzati (2014: Vol: 3: No: 1) pembelajaran
berbasis proyek merupakan pembelajaran yang berpusat pada proses, relative berjangka
waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-
konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan, disiplin ilmu atau lapangan. Pada
pembelajaran berbasis proyek kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif
dalam kelompok yang heterogen. Mengingat hakikat kerja proyek adalah kolaboratif,
maka pengembangan keterampilan belajar berlangsung diantara mahasiswa. Pada
pembelajaran berbasis proyek kekuatan individu dan cara belajar yang dipacu dapat
memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan. Proyek mendorong mahasiswa
mendapatkan pengalaman belajar yang lebih dari sekedar mengetahui tapi sudah sampai
pada tahap menciptakan. Melalui pembelajaran berbasis proyek mahasiswa akan
mengalami dan belajar konsep-konsep. Pembelajaran berbasis proyek memfokuskan pada
pertanyaan atau masalah yang mendorong menjalani konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Proyek juga melibatkan mahasiswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi ini dapat
berupa desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah,
penemuan atau proses pembangunan model.
Hal yang sama juga dikatakan Widiyantini (dalam Munawarah 2014: Vol: I: No: 1), bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang memberikan
ISBN: 978-602-50622-0-9 437
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kesempatan kepada dosen untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan
kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan
permasalahan (problem) sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata dan menuntut mahasiswa untuk melakukan kegiatan merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta
memberikan kesempatan mahasiswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok.
Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah suatu produk yang antara lain berupa laporan
tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi.
Di lain fihak, Joel L Klein et.al (dalam Widiyantini; 2014) menjelaskan bahwa
Project-based learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi
pembelajaran yang memberdayakan mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan dan
pemahaman baru berdasar pengalamanya melalui prestasi. Adapun karakteristik
pembelajaran berbasis proyek adalah mahasiswa menyelidiki ide-ide penting dan
bertanya, mahasiswa menemukan pemahaman dalam proses menyelidiki, sesuai dengan
kebutuhan dan minatnya, menghasilkan produk dan berfikir kreatif, kritis, dan terampil
menyelidiki, menyimpulkan materi, serta menghubungkan dengan masalah dunia nyata,
otentik dan isu-isu.
Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran berbasis proyek sebenarnya
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada dosen untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat
tugas-tugas yang kompleks berdasarkan permasalahan (problem) sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata dan menuntut mahasiswa untuk
melakukan kegiatan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan
kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta didik untuk bekerja secara
mandiri maupun kelompok. Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah suatu produk
yang antara lain berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi.
The George Lucas Educational Foundation mengatakan bahwa ada beberapa
langkah penting dalam Project Based Leraning sebagaimana yang dikembangkan dalam
modul USAID (2016: 14) yakni; Pertama, Start With the Essential Question.
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan mahasiswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Dosen
berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para mahasiswa. Kedua, Design a Plan
for the Project. Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara dosen dan mahasiswa.
Dengan demikian mahasiswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek
yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek. Ketiga, Create a Schedule. Dosen dan mahasiswa secara kolaboratif
menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara
lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline
penyelesaian proyek, (3) membawa mahasiswa agar merencanakan cara yang baru, (4)
ISBN: 978-602-50622-0-9 438
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
membimbing mahasiswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan
proyek, dan (5) meminta mahasiswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang
pemilihan suatu cara. Keempat, Monitor the Students and the Progress of the Project.
Dosen bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas mahasiswa selama
menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi mahasiswa pada
setiap proses. Dengan kata lain dosen berperan menjadi mentor bagi aktivitas mahasiswa.
Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting. Kelima, Assess the Outcome. Penilaian dilakukan
untuk membantu dosen dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing-masing mahasiswa, memberi umpan balik tentang
tingkat pemahaman yang sudah dicapai mahasiswa, membantu dosen dalam menyusun
strategi pembelajaran berikutnya. Keenam, Evaluate the Experience. Pada akhir proses
pembelajaran, dosen dan mahasiswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun
kelompok. Pada tahap ini pesertadidik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Dosen dan mahasiswa mengembangkan
diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan
yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Jika dilihat secara keseluruhan, maka model Pembelajaran Berbasis Proyek ini
memiliki beberapa keunggulan jika diterapkan dalam pembelajaran yaitu; 1)
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa untuk belajar; 2) meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah; 3) membuat mahasiswa menjadi lebih aktif dan berhasil
memecahkan masalah yang kompleks; 4) meningkatkan kolaborasi; 5) mendorong
mahasiswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi; 6)
meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mengelola sumber; 7) memberikan
pengalaman kepada mahasiswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek,
dan membuat alokasi waktu (mengatur atau memanajemen) dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas; 8) menyediakan pengalaman belajar
yang melibatkan mahasiswa secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai
kebutuhan dimasyarakat; 9) melibatkan para mahasiswa untuk belajar mengambil
informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan
dalam masyarakat; 10) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga
mahasiswa maupun pendidik menikmati proses pembelajaran. (Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan: 2013).
SIMPULAN
Akhir tujuan mata kuliah pendidikan IPA adalah menuntut keterampilan dari
mahasiswa untuk memahami bagaimana konsep-konsep keilmuan IPA yang akan menjadi
bekal bagi mahasiswa sebagai calon guru di sekolah dasar. Tak mudah untuk mendisain
pembelajaran IPA yang dapat merangsang pembelajaran yang begitu menyenangkan
sesuai dengan hakikat IPA itu sendiri dan karakteristik siswa di tingkat sekolah dasar.
Oleh sebab itu, pembelajaran berbasis proyek menjadi salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam mata kuliah pendidikan IPA. Pembelajaran
berbasis proyek akan menghasilkan pembelajaran yang dapat memberikan kebebasan
ISBN: 978-602-50622-0-9 439
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
kepada mahasiswa untuk menentukan ruang aktivitifitas belajar sesuai dengan
permasalahan-permasalahan dalam konsep IPA. Dari kebebasan inilah mahasiswa
memiliki kemampuan untuk mendisain pembelajaran IPA sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik yang tercantum dalam kurikulum pendidikan nasional.
DAFTAR RUJUKAN Alawiyah., I. Dan Sopandi., S. 2016. “Pembelajaran Berbasis Proyek untuk
Meningkatkan Sikap Ilmiah Siwa Sekolah Dasar pada Materi Peristiwa Alam”.
Dalam Proseding Seminar Nasional Pendidikan Inovasi Pembelajaran Berbasis
Karakter dalam Menghadapi Masyrakat Ekonomi ASEAN.
Izzati, N. 2014. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa”. Dalam Jurnal EduMa. Vol. 3. N0. 1.
Edisi Juli.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Dosen Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Munawarah, F. 2014. “Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Mata Kuliah Instrumentasi
Laboratorium untuk Meningkatkan Kreativitas dalam Pembuatan Alat Peraga
yang Inovatif”. Dalam Jurnal Pena Sains. Vol. 1. No. 1. Edisi April.
Patmanthara, S. 2016. “Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa”. Dalam Jurnal TEKNO. Vol Edisi September.
USAID PRIORITAS. 2015. Buku Sumber untuk Dosen LPTK-Pembelajaran IPA SD di
LPTK. Word Education.
Widyantini. 2014. Laporan Penelitian Pengembangan Model Pembelajaran Project
Based Learning dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPTK.
ISBN: 978-602-50622-0-9 440
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MEMBACA BERBASIS DRTA
SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN GENERASI LITERAT ABAD 21 DI KELAS
VI SEKOLAH DASAR
Faisal76
Surel: [email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan desain pembelajaran membaca
berupa silabus dan RPP berbasis strategi DRTA (Direct Reading Thinking
Activity) sebagai upaya membangun generasi literat di kelas VI Sekolah Dasar
(SD). Telah diketahui bersama bahwa kajian literasi merupakan salah satu bagian
dari kebijakan implementasi kurikulum 2013 sesuai tuntutan abad 21 di SD.
Kebijakan ini mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang diterapkan
selama ini belum mampu mengadopsi proses pembelajaran literasi secara optimal.
Terdapat tiga syarat utama yang diperhatikan dalam penelitian pengembangan yang dilakukan, antara lain: validitas, praktikalitas, dan efektivitas desain
pembelajaran yang dikembangkan. Model pengembangan yang digunakan adalah
model 4-D, yaitu: pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan
(development), dan penyebaran (disseminate). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa desain pembelajaran membaca yang dikembangkan dinyatakan valid,
praktis, dan efektif digunakan dalam proses pembelajaran membaca di kelas VI
SD. Dengan demikian, penggunaan desain pembelajaran berbasis DRTA dalam
pembelajaran membaca layak untuk dipertimbangkan sebagai upaya membangun
generasi literat sesuai tuntutan abad 21 di kelas VI SD.
Kata Kunci: desain pembelajaran, membaca, strategi DRTA, generasi literat, abad 21, SD
PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD memuat empat keterampilan
berbahasa, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dua
keterampilan pertama merupakan keterampilan berbahasa yang tercakup dalam
kemampuan orasi (oracy), sedangkan dua keterampilan kedua merupakan
keterampilan yang tercakup dalam kemampuan literasi (literacy). Kemampuan
orasi merupakan kemampuan yang berkaitan dengan bahasa lisan, sedangkan
kemampuan literasi berkaitan dengan bahasa tulis. Di antara keempat
keterampilan yang diungkapkan, salah satu yang menjadi sorotan utama adalah
keterampilan membaca. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Somadayo
(2011:1) bahwa membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
sangat penting di samping tiga keterampilan berbahasa lainnya.
Membaca merupakan sarana untuk mempelajari suatu hal sehingga dapat
memperluas pengetahuan dan menggali pesan-pesan tertulis dalam bahan bacaan.
Pandangan lain juga dijelaskan oleh Klingner, dkk (2007:2) bahwa, “Reading is
the process of constructing meaning by coordinating a number of complex
processe that include word reading, word and word knowledge, and fluence.”
PGSD FIP UNIMED
ISBN: 978-602-50622-0-9 441
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Artinya, membaca adalah proses membangun makna dan konsep dengan
mengkoordinasikan sejumlah proses kompleks yang meliputi membaca kata, kata
dan pengetahuan kata, dan kemampuan menghasilkan gagasan. Dalam konsep
kajian literasi, pembelajaran membaca merupakan kemampuan bergaul dengan
wacana tulisan sebagai representasi pengalaman, pikiran, perasaan, dan gagasan
secara tepat sesuai tujuan.
Hubungannya dengan generasi literat, UNESCO memberikan gambaran
bahwa seseorang yang dikatakan literat apabila ia memiliki pengetahuan yang
hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara
efektif dalam masyarakat. Selanjutnya, pengetahuan yang dicapainya dengan
membaca, memungkinkan untuk dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan
perkembangan masyarakat. Lebih lanjut, Stone (2009:20) menjelaskan bahwa
untuk menjadi generasi literat yang sesungguhnya, seseorang harus memiliki
kemampuan menggunakan berbagai tipe teks secara tepat dan kemampuan
memberdayakan pikiran, perasaan, dan tindakan dalam konteks aktivitas sosial
dengan maksud tertentu.
Menyikapi pernyataan-pernyataan di atas, proses pembelajaran membaca
hendaknya memperhatikan tahapan yang tepat dalam pelaksanaannya. Hal ini
dilakukan karena isi setiap materi pelajaran dapat digali dan dimengerti dengan
baik melalui kegiatan membaca yang baik dan benar. Salah satu upaya
menciptakan kegiatan membaca yang baik dan benar dapat dicapai melalui desain
pembelajaran membaca yang terstruktur dengan baik dan berorientasi pada
strategi pembelajaran yang sesuai. Desain pembelajaran yang dikembangkan
dengan strategi yang sesuai akan menumbuhkan usaha kreatif penemuan sendiri
isi bacaan oleh siswa. Proses penemuan itu, selain mengenal jenis teks yang akan
dibaca juga dapat dilakukan dengan melakukan prediksi dan meringkas isi bacaan
secara tepat. Kegiatan yang diungkapkan tentunya akan memberikan pengalaman
belajar yang berarti bagi siswa dalam membaca. Pengalaman itu akan terlihat
ketika siswa mampu memahami isi bacaan dan menyerap informasi dari bahan
yang dibacanya secara utuh dan menyeluruh. Seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya, kemampuan yang demikianlah yang dinyatakan sebagai indikator
generasi literat di SD. Oleh sebab itu, kesiapan desain pembelajaran merupakan
salah satu faktor penentu berhasil tidaknya proses pembelajaran membaca di SD.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara penulis dengan guru kelas VI di
beberapa SD Negeri Kec. Medan Selayang Kota Medan, desain pembelajaran
membaca belum dikembangkan secara optimal. Desain pembelajaran yang
dikembangkan kurang mengarahkan siswa pada tahapan pembelajaran membaca
yang benar, yaitu tahap prabaca, saat baca, dan pascabaca. Oleh sebab itu, desain
pembelajaran yang digunakan belum dapat menggambarkan suatu proses
pembelajaran membaca yang efektif dalam upaya membangun generasi literat di
SD. Proses pembelajaran membaca yang belum efektif itu terlihat pada kurang
diarahkannya siswa melakukan prediksi terhadap judul bacaan yang akan dibaca.
ISBN: 978-602-50622-0-9 442
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Telah diketahui bahwa melakukan prediksi terhadap judul bacaan merupakan
langkah awal yang dapat menentukan pemahaman siswa terhadap isi bacaan yang
akan dibaca. Kemudian, bimbingan dalam meringkas isi bahan bacaan juga
kurang dilakukan secara maksimal sehingga ringkasan yang dihasilkan belum
mencakup semua isi bahan bacaan.
Permasalahan yang dikemukakan berujung pada keterampilan membaca
yang masih rendah dari siswa. Hal ini terlihat dari rendahnya partisipasi dan
kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan. Siswa terlihat kurang antusias
dalam memahami isi bacaan sehingga kurang mampu menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan bacaan. Padahal, pertanyaan yang diajukan hanya berkisar
seputar isi bacaan dan disajikan dalam bentuk yang sederhana. Selanjutnya, siswa
juga kurang mampu menemukan pikiran pokok bacaan. Hal ini berujung pada
sulitnya siswa membuat ringkasan isi bacaan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa proses pembelajaran membaca belum terlaksana secara efektif dan belum
mencapai hasil yang maksimal sehingga belum mampu membangun generasi
literat seperti yang telah dikemukakan sebelumnya.
Mengatasi permasalahan yang dikemukakan di atas, guru hendaknya
mampu mengembangkan desain pembelajaran membaca secara efektif dan kreatif.
Tidak hanya itu, agar lebih terarah dalam penggunaannya, desain pembelajaran
yang dikembangkan hendaknya menggunakan strategi yang sesuai dengan
keterampilan membaca. Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam
pembelajaran membaca efektif adalah strategi Directed Reading Thinking Activity
(DRTA). Menurut Staufer (dalam Rahim, 2007:47), strategi DRTA adalah strategi
yang memfokuskan keterlibatan siswa dengan teks bacaan karena siswa
memprediksi isi bacaan dan membuktikannya ketika siswa membaca. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi DRTA mengarahkan peran aktif siswa menemukan
sendiri isi bacaan yang dibaca. Selain itu, strategi ini dapat melatih siswa
berkonsentrasi dan berpikir dalam memahami isi bacaan secara serius.
Strategi DRTA, memiliki tahapan yang terstruktur dan sistematis dalam
penerapannya. Menurut Tomkins dan Hoskisson (1991:285) tahap-tahap strategi
DRTA ada 3, yaitu: (1) Predicting: after showing students the cover of the book
and reading the title the teacher begins by asking students to make a prediction
about the story using question, (2) reasoning and predicting from succeeding
pages: after setting their purpose for reading the students or teacher read part of
the story and students begin to confirm or reject their prediction, and (3) proving:
students give reasons to support predictions by writing answers to questions.
Penerapan strategi DRTA dalam pembelajaran membaca akan dapat
membantu siswa memahami isi bacaan secara utuh melalui prediksi dan
pembuktian prediksi yang dilakukan. Setelah membuktikan prediksi, siswa dapat
mengambil simpulan dengan menerima atau menolak prediksi. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan oleh Resmini dan Dadan Juanda (2007:94) bahwa strategi
DRTA dapat melibatkan siswa secara intelektual serta mendorong mereka
ISBN: 978-602-50622-0-9 443
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
merumuskan pertanyaan atau hipotesis, memproses, dan kemudian mengevaluasi
solusi sementara. Hal ini menggambarkan bahwa strategi DRTA merupakan salah
satu strategi membaca yang memfokuskan keterlibatan siswa dengan bahan
bacaan secara menyeluruh.
Melihat paparan di atas, perlu dilakukan suatu penelitian pengembangan
berupa pengembangan desain pembelajaran dalam bentuk silabus dan RPP
berbasis strategi DRTA guna untuk mengefektifkan proses pembelajaran
membaca di kelas. Cara yang dapat dilakukan adalah mengombinasikan tahapan
yang terdapat pada strategi DRTA dengan tahapan dalam pembelajaran membaca
dalam silabus dan RPP yang dikembangkan. Dengan demikian, akan diperoleh
gambaran desain pembelajaran membaca yang berbasis strategi DRTA.
Istilah penelitian pengembangan merupakan penyederhanaan dari istilah
penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D). Menurut
Setyosari (2010:194), dikatakan sebagai penelitian pengembangan karena
penelitian ini sering dianggap sebagai pengembangan berbasis penelitian atau
“Research Based Development” sehingga biasa disingkat menjadi penelitian
pengembangan. Lebih lanjut, Trianto (2011:243) menjelaskan bahwa penelitian
pengembangan adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan
produk atau menyempurnakan produk tertentu. Dalam pengembangan yang
dilakukan, produk yang dihasilkan perlu diuji untuk melihat keefektifan
penggunaannya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sugiyono (2011:407)
bahwa konsep penelitian pengembangan merupakan suatu metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu serta menguji keefektifan produk
yang dihasilkan.
Berdasarkan paparan di atas, terdapat tiga syarat utama yang harus
diperhatikan dalam penelitian pengembangan, yaitu: validitas, praktikalitas, dan
efektivitas produk yang dihasilkan. Berhubungan dengan validitas, Otto
(2010:348) menjelaskan bahwa, “Validity refers to the notion that the best
actually measures what it is intended to measure. This means that the best items
or tasks are carefully selected to represent key developmental milestones and
behaviors.” Terkait dengan praktikalitas, Akker, dkk (1999:10) menjelaskan
bahwa “Practically refers to the extent that user (or other expert) consider the
intervention as appealing and usable in ‘normal’ conditions.”. Sehubungan
dengan efektivitas, Akker, dkk (1999:10) memberikan penjelasan bahwa,
“Effectiveness refer to the extent that the experiences and outcomes with the
intervention are consistent with the intended aims. Berdasarkan tiga syarat utama
penelitian pengembangan di atas, rumusan masalah yang dapat dikembangkan
dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah validitas, praktikalitas, dan
efektivitas desain pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA sebagai upaya
membangun generasi literat abad 21 di kelas VI SD?”
ISBN: 978-602-50622-0-9 444
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau sering disebut
dengan R & D (Research and Development). Penelitian pengembangan dirancang
secara terstruktur dan sistematik untuk mengembangkan desain pembelajaran
melalui tahapan dan evaluasi tertentu untuk menguji tingkat validitas,
praktikalitas, dan efektivitas dalam penggunaannya. Model pengembangan yang
digunakan adalah model pengembangan 4-D (four D models). Dalam hal ini,
Sugiyono (2011:404) menjelaskan bahwa terdapat 4 tahap dalam model 4-D
antara lain: pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan
(development), dan penyebaran (disseminate). Hal-hal yang berkaitan dengan
tahapan yang dijelaskan dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Skema Pengembangan Desain Pembelajaran Membaca
Berbasis Strategi DRTA di Kelas VI SD
Tahap pendefinisian (define) merupakan langkah penetapan syarat-syarat
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pengembangan, meliputi: (1) Analisis
kebutuhan, yaitu analisis desain pembelajaran dengan melihat berbagai kelemahan
ISBN: 978-602-50622-0-9 445
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
dan kekurangan desain pembelajaran yang telah dikembangkan sebelumnya.
Kekurangan dan kelemahan itu kemudian direvisi, diperbaiki, dan dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran membaca secara efektif di kelas VI
SD; (2) Analisis kurikulum, meliputi analisis KI dan KD, konsep yang terdapat
pada KI dan KD, serta tugas-tugas yang dapat dikembangkan dalam mencapai KI
dan KD yang dianalisis; (3) Analisis siswa, merupakan telaah karakteristik siswa
yeng berhubungan dengan tingkat perkembangan bahasa yang diperoleh,
keterampilan membaca, dan latar belakang pengetahuan lainnya.
Tahap perancangan (design) merupakan tahap perancangan desain
pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA di kelas VI SD berdasarkan
pendefinisian sebelumnya. Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam merancang desain pembelajaran, antara lain: (1) Kesesuaian materi dengan
kurikulum (KI dan KD); (b) Pemilihan sumber belajar (hendaknya teks bacaan
yang dipilih sesuai dengan kondisi siswa di lingkungan sekitar), (c) Penentuan
urutan proses pembelajaran membaca yang sesuai dengan strategi DRTA, yaitu:
prabaca, saat baca, dan pascabaca, (d) Kesesuaian kegiatan pada desain
pembelajaran dengan alokasi waktu yang dibutuhkan, (e) Tata bahasa yang
digunakan (tingkat keterbacaan teks hendaknya mudah dipahami), dan (f) Cara
penyajian materi yang mengikuti alur tahapan membaca yang efektif.
Tahap pengembangan (develop) adalah menghasilkan desain pembelajaran
membaca hasil revisi berdasarkan masukan para ahli. Jika desain pembelajaran
yang dikembangkan belum valid, perlu dilakukan revisi sesuai saran validator.
Jika desain pembelajaran sudah valid, dilakukan uji coba untuk melihat
praktikalitas dan efektivitas desain pembelajaran yang dikembangkan.
Tahap penyebaran (disseminate) merupakan tahap menyebarkan desain
pembelajaran membaca yang dikembangkan dalam skala yang lebih luas. Hal ini
bertujuan untuk melihat lebih lanjut tingkat efektivitas desain pembelajaran yang
telah dikembangkan pada kelompok kelas yang lain. Dengan demikian, efektivitas
desain pembelajaran yang dikembangkan tidak hanya dirasakan pada kelas
tertentu saja melainkan pada skala yang lebih luas.
Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data validitas,
praktikalitas, dan efektivitas desain pembelajaran yang dikembangkan. Hasil
validitas diperoleh melalui penilaian validator ahli dan praktisi pendidikan. Data
yang diperoleh untuk praktikalitas berupa: (1) hasil pengamatan keterlaksanaan
bahan ajar dari observer, (2) hasil pengamatan aktivitas siswa dari observer, dan
respon guru terhadap desain pembelajaran yang dikembangkan setelah diuji
cobakan. Sedangkan data efektivitas membaca diperoleh melalui aktivitas dan
hasil peningkatan keterampilan membaca siswa.
Data validitas, praktikalitas, dan efektivitas yang diperoleh kemudian
dianalisis pada setiap komponen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada jabaran
berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 446
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Analisis Data Validitas
Data hasil validasi bahan ajar yang diperoleh, dianalisis terhadap seluruh
aspek yang disajikan dengan menggunakan skala Likert dengan rentang nilai dari
1 sampai 4, selanjutnya dicari rata-rata nilai dengan menggunakan rumus berikut
(Faisal, 2015:8).
n
Vij
R= i 1
nm
Keterangan:
R : Rata-rata hasil penilaian dari para ahli/praktisi
Vij : Skor hasil penilaian para ahli/praktisi ke-j terhadap kriteria i
: Banyaknya para ahli/praktisi yang menilai m: Banyaknya kriteria
Rata-rata yang diperoleh dikonfirmasikan dengan kriteria yang ditetapkan.
Widjajanti (2008:58) memberikan prosedur penetapan tingkat validitas dengan
kriteria seperti tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kriteria Penetapan Tingkat Validitas
Rentang Kategori
1,00 - 1,99 Tidak Valid
2,00 - 2,99 Kurang Valid
3,00 - 3,49 Valid
3,50 – 4,00 Sangat Valid
Analisis Data Praktikalitas
Analisis praktikalitas digunakan untuk mengolah hasil pengamatan
penggunaan desain pembelajaran, angket respon guru, dan hasil wawancara
penggunaan desain pembelajaran. Sama halnya dengan validitas, tingkat
praktikalitas dikonversikan juga dalam bentuk rubrik skor 1-4. Data hasil
pengamatan dianalisis menggunakan statistik deskriptif kualitatif dengan
ketentuan seperti pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kriteria Penetapan Tingkat Praktikalitas
Rentang Konversi
1,00 - 1,99 Kurang Praktis
2,00 - 2,99 Cukup Praktis
3,00 - 3,49 Praktis
3,50 – 4,00 Sangat Praktis
Analisis Data Efektivitas
Data hasil pengisian lembar pengamatan aktivitas dan keterampilan
membaca siswa dianalisis dengan perhitungan persentase menggunakan rumus
yang dikembangkan dari konsep dasar evaluasi hasil belajar (Arikunto, 2006:233)
sebagai berikut.
ISBN: 978-602-50622-0-9 447
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Persentase =
Frekuensi aktivitas siswa yang dilakukan
Jumlah siswa
x 100%
Berdasarkan persentase yang diperoleh, dilakukan pengelompokan sesuai
dengan kriteria yang dinyatakan oleh Arikunto (2006:166) pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kriteria Penetapan Tingkat Efektivitas
Persentase (%) Kriteria Aktivitas
81-100 Sangat Baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
1-20 Sangat Kurang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian merupakan pengembangan desain pembelajaran membaca
berbasis strategi DRTA yang valid, praktis, dan efektif di kelas VI SD. Desain
pembelajaran tersebut telah diuji cobakan secara terbatas pada kelas VI SD Al-
Ikhlas Kec. Medan Selayang Kota Medan dengan banyak siswa 24 orang. Untuk
lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut.
Validitas Desain Pembelajaran
Plomp dan Nieveen (2007:127) menyatakan bahwa karakteristik dari
desain pembelajaran yang dikatakan valid apabila ia merefleksikan jiwa
pengetahuan (state of the art knowledge). Hal inilah yang dikatakan dengan
validasi isi (content validiy). Selanjutnya, komponen-komponen desain
pembelajaran yang dikembangkan juga harus konsisten satu sama lain dan inilah
yang dikatakan dengan validasi konstruk (construct validity). Oleh sebab itu,
validasi yang dilakukan terhadap desain pembelajaran membaca berbasis strategi
DRTA menekankan pada validitas isi (content validity) dan validitas konstruk
(construct validity).
Validitas Silabus
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh para ahli, data validasi
silabus disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Validasi Silabus
No
Aspek yang Dinilai
Nilai
Kategori
Validasi
A. Perumusan Tujuan Pembelajaran 4,00 Sangat Valid
B. Penyajian Materi Pembelajaran 3,55 Sangat Valid
C. Kegiatan Pembelajaran 3,67 Sangat Valid
ISBN: 978-602-50622-0-9 448
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
D. Pemilihan Sumber Belajar 4,00 Sangat Valid
E. Penilaian 3,67 Sangat Valid
Rata-rata 3,74 Sangat Valid
Hasil validasi silabus yang dinilai oleh validator ahli seperti pada tabel 4,
dapat diketahui rata-rata hasil validasi secara umum adalah 3,74 dengan kategori
sangat valid. Dari aspek-aspek yang dinilai diperoleh nilai rata-rata perumusan
tujuan pembelajaran 4,00, penyajian materi pembelajaran 3,55, kegiatan
pembelajaran 3,67, pemilihan sumber belajar 4,00, dan penilaian 3,67.
Berdasarkan paparan tersebut menunjukkan bahwa silabus yang dikembangkan
sudah valid. Hal ini berarti silabus yang dikembangkan sudah baik dan dapat
digunakan sebagai panduan dalam penyusunan RPP selanjutnya, yaitu RPP
pembelajaran membaca berorientasi strategi DRTA.
Validitas RPP
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh para ahli, data hasil validasi RPP
dapat disajikan pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Validasi RPP
No
Aspek yang Dinilai
Nilai
Kategori
Validasi
A. Identitas 4,00 Sangat Valid
B. Perumusan Tujuan Pembelajaran 3,78 Sangat Valid
C. Pemilihan Materi Pembelajaran 3,67 Sangat Valid
D. Metode dan Kerincian Langkah- 3,47 Valid
langkah Pembelajaran
E. Pemilihan Sumber Belajar 3,59 Sangat Valid
F. Penilaian 3,59 Sangat Valid
Rata-rata 3,63 Sangat Valid
Hasil validasi RPP yang dinilai oleh validator ahli seperti pada tabel 5
dapat diketahui bahwa rata-rata hasil validasi secara umum adalah 3,63 dengan
kategori sangat valid. Berdasarkan aspek-aspek yang dinilai diperoleh bahwa
pencantuman identitas adalah 4,00, perumusan tujuan pembelajaran 3,78,
pemilihan materi pembelajaran 3,67, metode dan kerincian langkah-langkah
pembelajaran 3,47, pemilihan sumber belajar 3,59, dan penilaian 3,59. Melihat
paparan tersebut, diperoleh gambaran bahwa RPP sudah baik digunakan sebagai
panduan pelaksanaan proses pembelajaran membaca berorientasi strategi DRTA.
Langkah-langkah yang disusun dapat menuntun guru untuk memfasilitasi siswa
melakukan berbagai aktivitas belajar sesuai dengan tahapan strategi DRTA yang
digunakan.
Praktikalitas Desain Pembelajaran
Plomp dan Nieveen (2007:127) menjelaskan bahwa desain pembelajaran
dikatakan praktis apabila dapat digunakan dengan mudah oleh guru dalam proses
pembelajaran. Untuk melihat praktis atau tidaknya desain pembelajaran yang
dikembangkan, dilakukan uji coba secara terbatas pada siswa kelas VI SD Al-
Ikhlas Kec. Medan Selayang Kota Medan.
ISBN: 978-602-50622-0-9 449
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Merujuk pada desain pembelajaran yang telah dikembangkan, kegiatan
pembelajaran dilakukan satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 35 menit.
Tingkat praktikalitas diamati melalui observasi keterlaksanaan RPP, angket
respon guru, dan hasil wawancara terhadap kemudahan penggunaan desain
pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada jabaran berikut.
Pengamatan Keterlaksanaan RPP
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap keterlaksanaan RPP untuk
pembelajaran membaca yang berorientasi strategi DRTA di kelas VI SD diperoleh
rata-rata nilai dengan kategori sangat praktis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP
No
Aspek yang Diamati
Penilaian
Kategori
Pengamat
A. Pendahuluan 3,42 Praktis
B. Kegiatan Inti 3,50 Sangat Praktis
C. Penutup 3,60 Sangat Praktis
Rata-rata 3,50 Sangat Praktis
Tabel 6 menunjukkan rata-rata kemampuan guru dalam melaksanakan
RPP yang digunakan dikategorikan sangat praktis yang ditunjukkan dengan
penilaian keterlaksanaan RPP oleh dua orang observer sebagai pengamat yaitu
guru dan kepala sekolah.
Hasil Respon Guru
Hasil pengisian respon guru terhadap praktikalitas desain pembelajaran
berorientasi strategi DRTA yang telah dikembangkan dapat dilihat pada tabel 7
berikut.
Tabel 7. Hasil Analisis Respon Guru Terhadap Keterpakaian
Desain Pembelajaran Membaca Strategi DRTA
No
Aspek yang Dinilai
Jawaban
Kategori
Respon Guru
A. Kepraktisan Penggunaan 3,67 Sangat Praktis
B. Kesesuaian Waktu 3,50 Sangat Praktis
C. Kesesuaian Ilustrasi 3,50 Sangat Praktis
D. Bahasa 3,75 Sangat Praktis
Rata-rata 3,64 Sangat Praktis
Tabel 7 di atas merupakan hasil respon dari guru kelas VI SD Kec. Medan
Selayang yang telah memakai perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
Secara umum guru menganggap desain pembelajaran yang telah dikembangkan
sangat membantu dalam pembelajaran membaca di kelas VI SD. Desain
pembelajaran ini dianggap sebagai inovasi baru dalam proses pembelajaran pada
khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.
Hasil Wawancara
Selain melalui pengamatan keterlaksanaan RPP dan angket respon guru,
uji praktikalitas desain pembelajaran juga dilakukan melalui wawancara. Berikut
ISBN: 978-602-50622-0-9 450
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ini diberikan gambaran tentang hasil wawancara dengan guru kelas VI SD Al-
Ikhlas Kec. Medan Selayang Kota Medan tentang desain pembelajaran yang
dikembangkan.
Peneliti: Bagaimana menurut Ibu tentang silabus yang telah dikembangkan? Guru : Menurut saya sangat membantu dalam mengembangkan
RPP selanjutnya karena diberikan komponen dan tahapan
yang jelas tentang membaca dan strategi DRTA yang digunakan.
Peneliti: Bagaimana dengan kegiatan pembelajaran yang diberikan dalam silabus dan RPP?
Guru : Kegiatan pembelajarannya tertata dengan baik dan memberikan gambaran yang jelas dalam pencapaian indikator yang dirumuskan.
Peneliti: Bagaimana dengan bahasa yang digunakan dalam silabus dan RPP, Bu?
Guru : Bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dipahami dan tidak
membingungkan.
Peneliti: Bagaimana tingkat kemudahan penggunaan RPP ini menurut Ibu?
Guru : RPP ini cukup mudah digunakan terutama kesesuaian antara komponen-
komponen yang ada dengan kegiatan yang ada di dalamnya.
Peneliti : Alokasi waktu yang digunakan bagaimana menurut Ibu?
Guru : Secara umum telah sesuai dengan cakupan materi dan dapat disesuaikan
tahap demi tahap sesuai alokasi waktu yang disediakan.
Peneliti: Terima kasih Ibu atas bantuannya.
Guru : Iya, sama-sama.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, diperoleh gambaran bahwa desain
pembelajaran membaca yang dikembangkan sangat membantu guru dalam
pembelajaran membaca terutama pada cakupan materi dan kejelasan tahapan
kegiatan yang terdapat dalam silabus dan RPP yang dikembangkan. Dengan
demikian, diperoleh gambaran bahwa desain pembelajaran yang dikembangkan
sangat praktis digunakan dan diterapkan dalam pembelajaran membaca di kelas
VI SD.
Efektivitas Desain Pembelajaran
Desain pembelajaran yang dinyatakan valid dan praktis sebelumnya perlu
dilihat efektivitasnya dalam proses pembelajaran membaca. Menurut Firman
(2010:56), efektivitas suatu program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut: (a) berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan
instruksional yang telah ditetapkan, (b) memberikan pengalaman belajar yang
atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional, dan (c) memiliki sarana-sarana yang menunjang proses
pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas, efektivitas desain pembelajaran membaca
berbasis strategi DRTA dapat dilihat melalui penilaian proses dan hasil
keterampilan membaca siswa. Terkait dengan proses pembelajaran,
ISBN: 978-602-50622-0-9 451
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
Permendikbud No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan
dasar menjelaskan bahwa desain pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa
melakukan aktivitas dengan kategori baik. Lebih lanjut, Abidin (2012:278)
menjelaskan bahwa keterampilan membaca dikatakan efektif apabila siswa
memperoleh ketuntasan klasikal ≥75%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
jabaran berikut.
Hasil Penilaian Keterampilan Membaca
Efektivitas desain pembelajaran membaca selanjutnya dapat dilihat melalui
penilaian keterampilan membaca. Penilaian ini dilakukan dengan memperhatikan
dua aspek, yaitu penilaian proses dan hasil. Penilaian proses merupakan penilaian
jabaran kegiatan setiap siswa dalam mengerjakan berbagai lembar kegiatan yang
telah disediakan. Dengan penilaian ini terlihat gambaran secara komprehensif
proses yang dilakukan siswa dalam memahami isi bacaan secara utuh. Sedangkan
penilaian hasil, merupakan penilaian pemahaman siswa terhadap bahan bacaan
setelah membaca. Siswa diarahkan mengerjakan soal-soal evaluasi terkait dengan
bahan bacaan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada uraian berikut.
Penilaian Proses Keterampilan Membaca
Penilaian proses dilakukan dengan melihat tahapan membaca secara
menyeluruh, yaitu: tahap prabaca, saat baca, dan pascabaca. Pada tahap prabaca,
siswa diarahkan untuk memprediksi isi bacaan. Tahap saat baca, terdapat tiga
aspek yang dinilai, yaitu mengisi makna kata yang belum dipahami artinya,
menguji prediksi, dan menanggapi informasi dari teks yang dibaca. Kemudian,
pada tahap pascabaca, siswa diarahkan untuk meringkas isi bacaan secara runtut
dan utuh.
Pada tahap prabaca, siswa dapat memprediksi isi teks dengan kategori
sangat baik. Artinya, siswa tidak memperoleh kendala yang berarti ketika
diarahkan memprediksi isi teks bacaan. Mereka mampu mengisi dan menjawab
setiap pertanyaan yang terdapat dalam lembar kegiatan yang diberikan, walaupun
ada beberapa jawaban yang kurang tepat. Akan tetapi, secara umum pada tahap
prabaca terutama pada kegiatan memprediksi isi bacaan dapat dilakukan dengan
maksimal dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Pada tahap saat baca, siswa dapat mengisi makna kata yang belum
dipahami dengan baik, walaupun ada beberapa siswa yang belum dapat
mengisikan secara lengkap. Untuk mengatasinya, siswa diberikan kebebasan
mengajukan pertanyaan terkait dengan makna kata yang belum dipahaminya.
Kegiatan menguji prediksi juga dapat berjalan dengan baik. Siswa dapat
membuktikan kebenaran prediksi yang telah mereka lakukan sebelumnya
sehingga mendapat gambaran yang sebenarnya mengenai isi teks. Selanjutnya,
pada kegiatan menanggapi informasi dari teks yang dibaca sedikit terjadi
penurunan. Siswa memberikan tanggapan yang kurang jelas sehingga kurang
dapat dipahami maksud dari tanggapan yang diberikan. Siswa banyak mengajukan
ISBN: 978-602-50622-0-9 452
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
permasalahan, namun kurang dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan
permasalahan yang diajukan. Walaupun demikian, aspek ini dapat dikatakan
berjalan dengan baik. Hal ini dinyatakan dengan melihat hasil lembar observasi
bahwa kegiatan menanggapi informasi dari teks yang dibaca masuk pada kategori
baik.
Pada tahap pascabaca, siswa dapat meringkas dengan baik. Isi ringkasan
dapat disusun secara runtut dan isinya dapat memberikan gambaran isi teks secara
utuh. Walaupun demikian, ada hal pokok yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
ini, yaitu penggunaan ejaan ringkasan yang telah dituliskan masih perlu
bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, tidak hanya isi dan keruntutan yang
diperhatikan, namun ketepatan ejaan yang dapat mendukung efektivitas ringkasan
yang diberikan.
Melihat paparan ketiga tahapan di atas, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan desain pembelajaran yang dikembangkan dapat mendukung kegiatan
belajar yang maksimal. Rata-rata yang diperoleh berdasarkan hasil observasi
adalah 87,65% dengan kategori sangat tinggi. Artinya, siswa dapat melalui
tahapan-tahapan atau proses kegiatan dalam setiap langkah dengan baik. Dengan
demikian, secara umum proses kegiatan yang dilalui siswa memperoleh nilai
dengan rata-rata sangat baik.
Penilaian Hasil Keterampilan Membaca
Penilaian keterampilan membaca dilakukan dengan melihat seberapa jauh
siswa dapat memahami isi bacaan secara utuh. Siswa diarahkan menjawab soal-
soal evaluasi yang berkaitan dengan teks bacaan. Dari gambaran perolehan hasil
yang dicapai, dilihat ketuntasan secara individual dan klasikal. Ketuntasan secara
individual melihat batasan nilai KKM yang ditetapkan sekolah. Sedangkan
ketuntasan klasikal dikatakan efektif apabila telah mencapai ≥75%. Berdasarkan
hasil pengamatan keterampilan membaca siswa, diperoleh nilai rata-rata 82,34
dengan ketuntasan klasikal mencapai 86%. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa penggunaan desain pembelajara membaca berbasis strategi DRTA sebagai
upaya membangun genarasi literat sudah efektif digunakan di kelas VI SD.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan pengembangan desain
pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA sebagai upaya membangun
generasi literat abad 21 di kelas VI SD diperoleh beberapa simpulan, antara lain:
Telah dihasilkan desain pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA yang
valid sebagai upaya membangun generasi literat abad 21 di kelas VI SD. Hal ini
diperoleh dari hasil validasi desain pembelajaran oleh validator ahli dan praktisi
pendidikan dengan kategori sangat valid. (2) Telah dihasilkan desain
pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA yang praktis sebagai upaya
membangun generasi literat abad 21 di kelas VI SD. Artinya, desain pembelajaran
yang dikembangkan mudah digunakan dalam proses pembelajaran membaca. Hal
ISBN: 978-602-50622-0-9 453
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ini diperoleh dari hasil pengamatan keterlaksanaan desain pembelajaran oleh guru,
respon guru, hasil observasi, dan hasil wawancara. Hasil ini memberikan
gambaran bahwa desain pembelajaran membaca berbasis strategi DRTA yang
dikembangkan sangat mudah digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran
membaca efektif di kelas VI SD. (3) Telah dihasilkan desain pembelajaran
membaca berbasis strategi DRTA yang efektif sebagai upaya membangun
generasi literat abad 21 di kelas VI SD. Hal ini dapat diketahui melalui
pengamatan aktivitas siswa dan penilaian keterampilan membaca siswa. Hasil
pengamatan aktivitas dan keterampilan membaca siswa memberikan gambaran
hasil yang sangat baik, artinya bahan ajar membaca berbasisi strategi DRTA
sudah terlaksana secara efektif.
DAFTAR RUJUKAN Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Refika Aditama.
Akker, Jan Van Den, dkk. 1999. Design Approaches and Tools in Education and Training. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Faisal. 2015. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dalam Gamitan Efektivitas
Membaca Berorientasi Strategi DRTA di Kelas VI Sekolah Dasar”. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran Berbasis
Riset, Padang 30-31 Mei 2015.
Firman, Harry. 2010. Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran. Bandung:
FMIPA UPI.
Klingner, Janette K, dkk. 2007. Teaching Reading Comprehension to Students with Learning Difficulties. New York: Guilford Press.
Otto, Beverly. 2010. Language Development in Early Childhood. USA: Pearson
Education.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Plomp, T. dan Nieveen, N. (Eds). 2007. An Introduction to Educational Design Research. Enschede: Netherlands Institute for Curriculum Development (SLO).
Rahim, Farida. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Resmini, Novi dan Dadan Juanda. 2007. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Bandung: UPI Press.
ISBN: 978-602-50622-0-9 454
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 456
Setyosari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Somadayo, Samsu. 2011. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stone, Randi. 2009. Best Practices for Teaching Reading. California: Corwin Press.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tomkins, Gail E dan Hoskisson, Kenneth. 1991. Language Arts Content and Teaching Strategies. New York: Macmillan Publishing Company.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Widjajanti, E. 2008. “Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran Kimia Berdasarkan KTSP bagi Guru SMK/MAK.” Makalah
Disajikan dalam Kegiatan Pengabdian pada Masyarakat,
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 457
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV
SDN 101731 KAMPUNG LALANG MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAM GAMES TOURNAMENT
Dewi Anzelina1
Surel: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV
SDN No. 101731 Kampung Lalang dalam penggolongan jenis hewan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe team game tournamen. Jenis penelitian adalah
penelitian tindakan kelas dengan subjek sebanyak 30 siswa dan objek adalah hasil
belajar siswa. Alat pengumpulan data adalah tes. Untuk mengetahui letak
kelemahan siswa dilakukan observasi terhadap siswa. Prosedur yang digunakan
dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian
diperoleh rata-rata nilai pretes 36,8 dengan ketuntasan belajar 13,3%. Rata-rata nilai
siswa pada siklus I sebesar 51 dengan ketuntasan belajar 40%. Pada siklus II nilai
rata-rata siswa 81,16 dengan ketuntasan belajar 96,6%. Hal ini berarti penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe team game tournamen dapat meningkatkan hasil
belajar IPA siswa dengan pokok bahasan penggolongan jenis hewan berdasarkan
jenis makanannya di kelas IV SDN No. 101731 Kampung Lalang.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Tipe Team Game
Tournamen
1 Dosen PGSD Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 458
PENDAHULUAN
“Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya
mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dngan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik
dalam kehidupan bermasyarakat” (Hamalik, 2012:3). Pembelajaran berlangsung sebagai
proses mempengaruhi antara guru dan siswa. Dalam hal ini, kegiatan yang terjadi adalah guru
mengajar dan siswa belajar.
“Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh atau setidak-tidaknya
sebagian peserta didik terlibat aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalm proses
pembelajaran, disamping menunjukan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang
besar dan rasa percaya diri sendiri” (Mulyasa, 2009: 32). Dari penjelasan tersebut dapat
dikatakan upaya guru dalam mengembangkan keaktifan belajar siswa sangatlah penting,
sebab aktivitas belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang
dilaksanakan.
Pendidikan yang saat ini dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia
dalam proses belajar mengajar di sekolah masih banyak yang menggunakan cara lama dalam
penyampaian materinya, dimana guru menjelaskan dan siswa hanya sebagai pendengar dan
kemudian mengerjakan tugas sehingga pembelajaran kurang aktif dan efektif dan hasil
belajar siswa tidak mencapai standar yang telah ditetapkan. Contoh masalah yang sering
muncul dalam proses pembelajaran adalah ketika guru hanya menggunakan metode
konvensional padahal materi tersebut membutuhkan percobaan, pengamatan untuk
pemahaman yang lebih logis atau nyata dengan berbagai macam alat peraga yang dapat
mengembangkan pengetahuan dan pengalaman belajar siswa, dan pada akhirnya siswa tidak
mengerti kalimat demi kalimat yang diucapkan maupun yang ditulis oleh guru sehingga hasil
belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Model pembelajaran yang inovatif dapat
dijadikan pola pilihan untuk mengatasi hal tersebut, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Joyce dan Weil (Rusman, 2014:133) menyatakan bahwa model
pembelajaran sangatlah penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar.
Berdasarkan hasil observasi di kelas IV SDN No. 101731 Kampung Lalang terdapat
beberapa masalah yaitu, guru cenderung menerangkan materi pembelajaran menggunakan
metode ceramah dan kemudian guru memberikan tugas latihan dan tugas rumah, guru jarang
menggunakan media pembelajaran sehingga proses pembelajaran kurang menarik, sebagian
siswa besar siswa jarang terlibat aktif dalam hal bertanya kepada guru dan jika guru yang
bertanya antusias siswa dalam menjawab sangat rendah. Pada kenyataannya banyak siswa
yang terlihat malas dalam proses pelajaran IPA sehingga pengetahuan siswa masih tergolong
rendah dalam memahami materi penggolongan jenis hewan. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan peneliti maka diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA belum memperoleh hasil yang maksimal. Hal ini terlihat dari nilai Ulangan
Harian siswa kelas IV masih banyak belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 70.
Dari jumlah siswa kelas IV masih banyak siswa yang belum mencapai hasil yang maksimal
dalam pelajaran IPA, permasalahan tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang aktif dan
kurang terlibat dalam proses pembelajaran seperti diskusi kelompok, bertanya, mengerjakan
soal – soal latihan dan penjelasan guru cenderung monoton dan kurang menarik serta
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 459
kurangnya kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan
materi pembelajaran. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal.
Meningkatkan mutu pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak yang terlibat
dalam proses pendidikan terutama guru sebagai tenaga pengajar di sekolah. Kualitas guru
sebagai tenaga pengajar masih jauh dari yang diharapkan, penggunaan model pembelajaran
yang digunakan oleh guru menjadi masalah yang serius hingga kini. Guru belum
menggunakan model pembelajaran yang tepat, akibatnya kualitas pembelajaran masih jauh
dari yang diharapkan terutama dalam pelajaran IPA, masih banyak guru yang hanya
menggunakan metode konvensional dan penugasan sehingga hasil belajar siswa rendah. Hal
ini tidak sejalan dengan definisi IPA menurut Wisudawati dan Sulistyowati (2014:22) yang
menyatakan, “ Pelajaran IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan/ kejadian dan hubungan
sebab-akibatnya”, sehingga model yang digunakan guru dalam pelajaran IPA harus inovatif
dan disesuaikan dengan materi pelajaran IPA yang tersusun secara sistematis.
Palajaran IPA mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan, oleh
karena itu pelajaran IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan tehnologi dan tentang pemahaman mengenai alam
semesta yang mempunyai fakta yang belum terungkap, sehingga hasil penemuannya dapat
dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pernyataan di atas, Sukarno (Wisudawati dan
Sulistyowati 2014:23) mengemukakan bahwa pelajaran IPA dapat diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari tentang sebab dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam ini.
Sejalan dengan permasalahan di atas dalam proses pelajaran IPA diperlukan adanya
model yang inovatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai standar yang telah
ditentukan. Banyak usaha yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil
pembelajaran melalui penguasaan, pemahaman materi, dan menggunakan model
pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe team
game tournament (TGT). Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team
game tournament (TGT), seluruh siswa dilibatkan secara bergantian. Pada penelitian ini,
peneliti akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament
(TGT) sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas IV
SDN No. 101731 Kampung Lalang. Salah satu kelebihan model ini adalah siswa dilatih
berpikir logis dan sistematis, karena model pembelajaran ini menggunakan game dalam
tournament yang sesuai dengan materi pelajaran IPA dimana model ini bertujuan unt:uk
membantu proses pembelajaran agar lebih mudah diingat dan dicerna oleh siswa, sehingga
mampu memberikan pesan pembelajaran yang lebih lama. Model pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament (TGT) dapat
menolong siswa dalam memikirkan konsep pengamatan dan kenyataan. Dengan demikian
proses pembelajaran akan memberikan efektifitas yang lebih baik dalam meningkatkan
penguasaan siswa terhadap materi-materi pelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa khususnya dalam materi penggolongan jenis hewan di
SDN No. 101731 Kampung Lalang dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe team game tournament.
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 460
METODE
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut tujuannnya
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif yaitu penelitian evaluasi yang
dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan suatu kebijakan. Jika ada hambatan yang
diketahui kemudian dapat menentukan cara-cara dalam rangka mengatasi masalah yang
dimaksud.
Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi terhadap kelas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
b. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab atau dialog terhadap pihak responden
untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan pelaksanaan penelitian.
c. Tes Essay yaitu evaluasi belajar siswa setelah dilakukan tindakan.
TEKNIK ANALISIS DATA
Adapun cara menganalisa data adalah dengan menggunakan analisis data persentase
dan kuantitas data yang dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan rumus persentase.
Menurut Sudjana, 2005 Hasil belajar perorangan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus: %100xY
XKBS
Keterangan:
KBS = Hasil Belajar Siswa
X = Skor yang diperoleh siswa
Y = Skor maksimal
Sedangkan untuk mengetahui ketuntasan belajar secara klasikal digunakan rumus:
%100xN
FP
(Sudjana, 2005)
Keterangan :
P = ketuntasan belajar klasikal
F = Jumlah siswa yang mengalami perubahan
N = Jumlah seluruh siswa
Dengan melihat hasil ketuntasan belajar siswa baik secara perorangan maupun secara
klasikal maka dapat diketahui hasil belajar yang diperoleh siswa. Apabila ketuntasan hasil
belajar siswa memenuhi kriteria ketuntasan belajar perorangan dan ketuntasan belajar secara
klasikal seperti yang telah ditentukan, maka seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar yang
artinya hasil belajar siswa kelas IV SDN No. 101731 Kampung Lalang dalam memahami
materi penggolongan jenis hewan meningkat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hasil belajar siswa dalam
sub pokok bahasan penggolongan jenis hewan dapat ditingkatkan. Hasil penelitian yang
dilakukan di SDN No. 101731 Kampung Lalang menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
penggolongan jenis hewan di kelas IV SDN No. 101731 Kampung Lalang.
Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan tindakan siklus I diperoleh dari 30 orang
siswa terdapat 18 orang siswa atau sekitar 60% siswa mendapat hasil rendah atau belum
tuntas, dan sebanyak 12 orang siswa atau sekitar 40% yang masuk dalam kategori tuntas
belajar pada sub pokok bahasan penggolongan jenis hewan. Sedangkan pada siklus II dari 30
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 461
orang siswa sebanyak 29 orang siswa atau sekitar 96,6% dan sebanyak 1 orang siswa atau
sekitar 3,3% yang belum mendapatkan nilai tuntas pada sub pokok bahasan penggolongan
jenis hewan.
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semua siswa mengalami peningkatan
nilai.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Belajar
No Deskripsi Nilai Nilai Rata-rata
1 Tes awal 36,8
2 Siklus I 51
3 Siklus II 81,16
Grafik 4.4
Rekapitulasi Hasil Belajar
SIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT membuat siswa lebih aktif
dalam berusaha menyelesaikan soal-soal penggolongan jenis hewan
b. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam belajar mengajar
memberikan peningkatan terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA di kelas IV
SDN No. 101731 Kampung Lalang. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa sudah
mencapai target yang diinginkan yaitu di atas 65. Dimana dapat dilihat dari nilai rata-
rata siswa pada pretest (tes awal) 36,8% kemudian mengalami peningkatan pada
Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017
ISBN: 978-602-50622-0-9 462
siklus I sebesar 14,2% menjadi 51%, kemudian pada siklus II terjadi peningkatan
sebesar 30,16% menjadi 81,16%.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan hasil belajar
siswa khususnya pokok bahasan penggolongan jenis hewan di SDN No. 101731 Kampung
Lalang dapat diterima.
DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. 2015. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Dahar, Ratna Wilis. 1995. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Dian Rakyat.
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model – Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Ar-Ruzz
Media.
Hamalik. 2007. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hamalik. 2012. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi
Aksara.
Huda, Miftaful. 2014. Model – Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Istarani. 2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Lie, A. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nawawi. 2005. Pengertian Belajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rusman. 2014. Model – Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana. 2008. Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tampubolon, Saur. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Erlangga.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Prenada Media
Group.
Wisudawati, Asih, Dan Sulistyowati. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi
Aksara.