PROSES STANDARDISASI

36
PROSES STANDARDISASI Penelitian-penelitian tentang sindroma positif dan negatif telah menjadi perdebatan dalam hal reliabilitas dan validitas pengukuran yang masih meragukan (Sommers, 1985; Zubin, 1985; Kay, Fiszbein, & Opler, 1986). Temuan yang divergen diantara penelitian-penelitian yang ada dan dukungan campuran untuk hipotesis dari Crow (co., lihat review dari Pogue-Geile & Zubin, 1988) bisa merupakan akibat dari metode assessment yang lemah dan inkonsisten. Pada bab-bab sebelumnya, kami menekankan pentingnya instrumen yang terstandardisasi dengan baik untuk melukiskan sindroma klinis dan menjelaskan, dalam konteks ini, alasan dan perkembangan the Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS). Pada bab ini kami akan memaparkan kegunaan psikometrik formal dari PANSS, berdasarkan pada suatu serial penelitian standardisasi. Dari review ini, tiga prinsip perkembangan sebuah tes atau skala harus menjadi jelas: (a) Standardisasi melibatkan banyak komponen penting, beberapa diantaranya sangatlah kompleks; tidak terbatas pada reliabilitas antar-penilai dan validitas terkait kriteria-kriteria, yang biasa dilaporkan ketika memperkenalkan skala penilaian psikopatologi baru (seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3:1). (b)

Transcript of PROSES STANDARDISASI

Page 1: PROSES STANDARDISASI

PROSES STANDARDISASI

Penelitian-penelitian tentang sindroma positif dan negatif telah menjadi

perdebatan dalam hal reliabilitas dan validitas pengukuran yang masih meragukan

(Sommers, 1985; Zubin, 1985; Kay, Fiszbein, & Opler, 1986). Temuan yang

divergen diantara penelitian-penelitian yang ada dan dukungan campuran untuk

hipotesis dari Crow (co., lihat review dari Pogue-Geile & Zubin, 1988) bisa

merupakan akibat dari metode assessment yang lemah dan inkonsisten.

Pada bab-bab sebelumnya, kami menekankan pentingnya instrumen yang

terstandardisasi dengan baik untuk melukiskan sindroma klinis dan menjelaskan,

dalam konteks ini, alasan dan perkembangan the Positive and Negative Syndrome

Scale (PANSS). Pada bab ini kami akan memaparkan kegunaan psikometrik

formal dari PANSS, berdasarkan pada suatu serial penelitian standardisasi. Dari

review ini, tiga prinsip perkembangan sebuah tes atau skala harus menjadi jelas:

(a) Standardisasi melibatkan banyak komponen penting, beberapa diantaranya

sangatlah kompleks; tidak terbatas pada reliabilitas antar-penilai dan validitas

terkait kriteria-kriteria, yang biasa dilaporkan ketika memperkenalkan skala

penilaian psikopatologi baru (seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3:1). (b)

Validasi bukan merupakan prosedur yang langsung atau sederhana; ini

memerlukan banyak penelitian dengan sampel besar, dan seperti penelitian klinis

itu sendiri, ini merupakan proses yang berkesinambungan. (c) Teknik apapun

yang memerlukan beberapa derajat penilaian manusia untuk mengatur atau

memberi nilai tidak dapat diharapkan untuk sempurna; namun demikian,

penggunaan prinsip-prinsip psikometri suara dalam menyusun suatu instrumen

akan memberikan keuntungan di kemudian hari dalam hal reliabilitas dan validitas

yang lebih baik.

Dengan mengingat hal tersebut diatas, kami akan lanjut menjelaskan

standardisasi PANSS, yang dilakukan selama delapan tahun pada beberapa kohort

yang melibatkan 240 pasien skizofrenia yang terdiagnosis berdasarkan DSM-III.

Penelitian ini membantu menentukan reliabilitas skala, stabilitasnya,

sensitivitasnya terhadap obat, dan berbagai segi validitas, termasuk yang terkait

Page 2: PROSES STANDARDISASI

kriteria-kriteria, isi, gagasan, diskriminatif, dan prediktif. Detail lebih jauh

megenai metode dan hasilnya bisa ditemukan dalam berbagai artikel yang dikutip.

DISTRIBUSI SKOR

Karakteristik distribusi skor sindrom dan kluster PANSS, berdasarkan

sampel 240 pasien skizofrenia yang sedang dalam pengobatan, dirangkum dalam

Appendix C (lihat bab 3 untuk deskripsi tentang sampel). Spektrum penuh dari

skor PANSS pada empat skala dasar diteliti lebih intens pada penelitian 101

pasien rawat inap dengan skizofrenia kronik (Kay, Fiszben, & Opler, 1987).

Kelompok ini telah direkrut dari bangsal terkunci di sebuah rumah sakit jiwa kota

dan dipilih karena terdapat diagnosis skizofrenia menurut DSM-III (American

Psychiatric Association, 1980) dan mengeksklusi sindroma organik, retardasi

mental, gangguan afektif, atau adanya diagnosis psikiatri tambahan. Semua pasien

sangat psikotik pada saat diteliti dan sedang menjalani terapi neuroleptik. Sampel

meliputi 70 pria, 31 wanita, 33 kulit putih, 43 kulit hitam, dan 25 orang Latin.

Pasien usianya berkisar dari 20 sampai 68 tahun (mean = 36,8; SD = 11,16) dan

rata-rata sudah 14,4 tahun sejak rawat inap psikiatri mereka (SD = 8,95).

Distribusi skor mereka pada PANSS diperlihatkan pada Gambar 5:1.

Ditemukan bahwa keempat skala semuanya menunjukkan gambar kurva

distribusi Gaussian (bentuk bel), tanpa kecondongan (kearah kanan atau kiri) atau

kurtosis (datar atau lancip) yang signifikan. Temuan ini mengindikasikan bahwa

skor terdistribusi normal, dan maka dari itu membawa dua arti penting: (a)

PANSS lebih menggambarkan sindroma kontinyu dibandingkan aspek yang

diskret (ada-tidak) atau ko-eksklusif (dikotomi) dari skizofrenia; (b) Skala PANSS

memenuhi kebutuhan untuk analisis statistik parametrik, yang lebih kuat

dibandingkan pendekatan no-parametrik (distribusi bebas); maka dari itu, peluang

untuk terjadinya kesalahan penelitian tipe II (yi., kegagalan untuk mendeteksi

temuan sebenarnya) menjadi berkurang.

Rentang skor yang didapatkan pada semua kasus hasilnya jauh lebih kecil

dibandingkan rentang potensial. Ini menunjukkan bahwa skala tersebut sensitif

terhadap variasi pada nilai-nilai ekstrim; terdapat lebar yang luas untuk

Page 3: PROSES STANDARDISASI

menghindari restriksi yang disebut “ceiling effect.” Median dari skala positif dan

negatif sangat dekat (20 dan 22), sehingga skala gabungan bipolar, yang

mengukur predominasi salah satu sindroma dalam hubungannya dengan yang lain

memberikan median hanya sebesar -2. Ini mengindikasikan kontribusi yang

hampir ekuivalen antara hal-hal positif dan negatif terhadap skor gabungan.

Karena distribusinya normal, dimungkinkan untuk mengubah skor kasar

untuk masing-masing skala PANSS kedalam skor standard, yang kemudian bisa

ditransformaskan kedalam ranking persentil seperti yang ditunjukkan pada

Apendix C. Hal itu memungkinkan para penilai untuk menginterpretasikan

protokol dengan referensi sampel skizofrenia yang sedang dalam pengobatan.

Ketersediaan pengukur objektif untuk interpretasi membawa keuntungan baik

untuk penelitian dan aplikasi klinis (lihat bab 3). Dalam hal penelitian, ini

memberikan kriteria yang diturunkan secara empiris untuk skrining dan deskripsi

pasien, dan juga menghitung besarnya perbaikan dengan adanya terapi. Untuk

kepentingan klinis, ini membut skor psikopatologi dapat dimengerti dari sisi

normotetik (yi., tergantung dari pola tes masing-masing orang). Maka dari itu,

seperti yang digambarkan pada kasus Tn. L pada bab 4, seseorang bisa

menggunakan ranking persentil PANSS untuk mengkarakterisasi gambaran klinis

dan untuk menyoroti area abnormalitas yang paling tampak jelas dan mana yang

relatif intak.

RELIABILITAS

Reliabilitas berarti konsistensi pengukuran dalam sebuah skala, sepanjang

waktu, dan diantara para penilai. Sesuai dengan pendapat tersebut, standardisasi

PANSS lami melibatkan analisis tiga bentuk reliabilitas yang berbeda: internal,

longitudinal, dan antarpenilai. Hasilnya dirangkum dalam Tabel 5:1 dan

dijelaskan sebagai berikut.

Reliabilitas Interna

Untuk meneliti konsistensi internal PANSS dan kontribusi dari masing-

masing komponen, kami menggunakan koefisien alpha Cronbach untuk data dari

Page 4: PROSES STANDARDISASI

101 pasien skizofrenia kronik rawat inap kami (Kay, Fiszbein, & Opler, 1987).

Seperti yang dijelaskan pada Tabel 5:1, masing-masing item yang dimasukkan

dalam skala positif dan negatif ditemukan berkorelasi kuat dengan total skala

sindrom (p<0,001). Mean korelasi item-total sebesar 0,62 dan 0,70 jauh melebihi

korelasi silang sebesar 0,17 (item positif dengan total skala negatif) dan 0,18 (item

negatif dengan total skala positif). Koefisien alpha dengan dihilangkannya satu

item berkisar dari 0,64 sampai 0,84; dan tidak ada peningkatan yang tampak

dalam reliabilitas yang bisa dicapai dengan membuang item individu manapun.

Secara keseluruhan, realibilitas internal (koefisien alpha) untuk skala positif dan

negatif adalah 0,73 dan 0,83 (p<0,001).

Seperti yang diperkirakan, kedua skala berkorelasi kuat dengan skala

gabungan, memberikan koefisien dengan besar yang mirip (r=0,59 dan -0,61,

p<0,001). Ini sekali lagi mengindikasikan bahwa kedua skala memberikan

kontribusi yang setara terhadap skala gabungan, yang artinya mewakili

keseimbangan rasional antara gambaran positif dan negatif.

Skala psikopatologi umum PANSS juga menunjukkan konsistensi internal

yang tinggi, dengan koefisien alpha sebesar 0,79 (p<0,001). Masing-masing

keenambelas item komponen memberikan kontribusi homogen terhadap skala

tersebut. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 15:2, koefisien alpha berkisar dari

0,76 sampai 0,79 dengan menghilangkan satu item dan berkorelasi signifikan

dengan skor total.

Reliabilitas internal dari keenambelas item pada skala psikopatologi umum

bisa dievaluasi lebih lanjut dengan split-half method, yang membandingkan item

nomer ganjil dan genap. Dengan menggunakan rumus Spearman-Brown prophecy

formula, kami menemkan koefisien reliabilitas pada sampel sebanyak 101 pasien

sebesar 0,80 (p<0,001). Skala psikopatologi umum pada hakekatnya berkorelasi

juga dengan skala positif dan negatif (r=0,68 dan 0,60; p<0,001), sementara

korelasinya dengan skala gabungan adalah tidak signifikan (r=0,07). Maka dari

itu, baik simptom positif dan negatif ditemukan lebih tinggi pada pasien yang

penyakitnya lebih parah, tetapi derajat potensiasinya hampir sama antara kedua

skala.

Page 5: PROSES STANDARDISASI

Reliabilitas longitudinal

Dari sampel pasien kronik, memungkinkan bagi kami untuk mengikuti

perjalanan penyakit tiga sampai enam bulan pada 15 pasien yang dirawat inap

pada bangsal penelitian dan membuktikan bahwa para pasien tersebut refrakter

terhadap pengobatan neuroleptik mereka. Ini mengijinkan sebuah analisis

terhadap stabilitas dan reliabilitas PANSS berdasarkan metode test-retest.

Penilaian awal mengkonfirmasi bahwa ini merupakan kelompok yang

relatif sakit, dengan skor yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata yang didapatkan

dari skala positif, negatif, dan psikopatologi umum. Bisa ditentukan dari

Appendix C bahwa mean untuk masing-masing skala tersebut adalah 21.2, 25.6,

dan 46.7 yang sesuai dengan persentil ke 60, 73, dan 78. Pada saat penilaian

follow-up, peningkatan klinis terdeteksi pada skala psikopatologi umum (mean

turun sebesar 4,47; p<0,05), tetapi skor positif dan negatif tampak tidak berubah

(mean sebesar 21,1 dan 26,3; p>0,40). Yang lebih penting lagi, Skor PANSS yang

relatif bertingkat didapatkan cukup konstan sepanjang periode penelitian antara

awal penelitian dan pada waktu follow-up, walaupun mendapatkan terapi

neuroleptik dan terdapat fluktuasi klinis yang tidak dapat dihindari. Untuk skala

positif, negatif, gabungan, dan psikopatologi umum, secara berurutan, indeks

reliabilitas metode test-retest yang dihitung berdasarkan Garrett (1964), berkisar

antara 0,77 (p<0,02) sampai 0,89 (p<0,001) seperti perkiraan nilai teoritisnya.

Baru-baru ini kami memiliki kesempatan untuk menilai reliabilitas dan

stabilitas skor positif dan negatif pada sampel-sampel yang bebas obat yaitu 62

pasien skizofrenia rawat inap yang utamanya berada dalam skizofrenia stadium

akut dan subakut (yi, 0 sampai dua tahun dan tiga sampai lima tahun perjalanan

penyakit) (Kay & Singh, 1989). Studi ini menggunakan kombinasi the Brief

Psychiatric Rating Scale (Overall & Gorham, 1962) dan Psychopathology Rating

Schedule (Singh & Kay, 1975a), yang merupakan pelopor dari PANSS, dan

pengukuran sindroma positif dan negatif diturunkan dengan cara

mengombinasikan item seperti metode PANSS. Hasilnya, yang akan dijelaskan

lebih lanjut pada bab 10, mengindikasikan bahwa kedua sindrom tetap tidak

Page 6: PROSES STANDARDISASI

berubah selama dua minggu bebas obat tetapi terdapat perbaikan signifikan

setelah tiga sampai empat bulan terapi neuroleptik (p<0,001 pada masing-masing

kasus). Pada titik awal bebas obat, skala positif dan negatif sangat stabil dari

minggu ke minggu (r=0,83 dan 0,78; p<0,001). Bahkan setelah tiga sampai empat

bulan perjalanan terapi dengan chlorpromazine atau haloperidol, skor awal masih

tetap berkorelasi signifikan dengan skor pada saat follow-up (r=0,37 dan 0,43;

p<0,001). Maka dari itu, secara kumulatif, penelitian ini mendukung reliabilitas

dan stabilitas jangka pendek (satu minggu) dan jangka panjang (tiga sampai enam

bulan) dari metode PANSS untuk menilai skizofrenia pada stadium penyakit yang

berbeda.

Reliabilitas antarpenilai

Kesesuaian diantara para penilai diteliti dalam sebuah kelompok pasien

muda dengan skizofrenia akut berusia rata-rata 23,9 tahun dan lama penyakit rata-

rata 1,45 tahun (Kay, Opler, & Lindenmayer, 1988). Nilai PANSS dilakukan

secara independen oleh dua psikiater dan satu psikologist berdasarkan wawancara

yang sama. Kesesuaian antarpenilai diteliti secara deskriptif, berdasarkan

kesamaan dalam satu poin nilai, maupun secara statistik melalui korelasi Pearson.

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5:3, ditemukan derajat kuat

konsistensi diantara para penilai. Kesesuaian pada masing-masing item PANSS

berkisar dari 0,69 (penghindaran sosial aktif) sampai 0,94 (tingkah laku yang

mengikat perhatian). Koefisien kesesuaian deskriptif berkisar antara 0,78 sampai

0,83 untuk skala-skala terpisah. Secara statistik, mean korelasi antarpenilai untuk

empat skala berkisar antara 0,83 sampai 0,87 (Tabel 5:3), dengan semua masing-

masing r berpasangan sangat signifikan (p<0,0001). Koefisien ini sebanding

dengan yang dilaporkan untuk skala simptom negatif dan positif lain (lihat bab 3).

Selanjutnya, ditemukan bahwa mean dan standar deviasi diantara tiga penilai

adalah mirip (Tabel 5:4), dengan tidak ada perbedaan r berpasangan yang

signifikan. Kesimpulannya, ditemukan bahwa para penilai yang independen

memiliki keseragaman yang cukup dekat ketika menggunakan PANSS.

Page 7: PROSES STANDARDISASI

VALIDITAS

Tujuan dari studi validasi adalah untuk menentukan, dari beberapa poin, apakah

instrumen yang digunakan mengukur secara tepat apa pokok yang diperiksa.

Untuk hal ini, kami telah menguji beberapa aspek validitas untuk PANSS,

sebagaimana yang kami ulas berikut ini. Karena studi-studi tentang instrumen ini

saling tumpang tindih dengan penelitian kami tentang asal sindroma, kami hanya

akan menampilkan disini gambaran kasar mengenai metode dan hasil, menyimpan

penjelasan penuh pada bab berikutnya.

Validitas Isi

Validitas ini memerlukan bukti-bukti empiris apakah komponen-komponen dari

sebuah skala atau tes itu berarti, relevan, dan mewakili dimensi yang sedang

diperiksa. PANSS didesain untuk memuaskan kondisi-kondisi untuk validitas isi

dengan baik dari pemilihannya yang relatif luas terhadap item-item pokok dari

lingkaran fungsional (lihat bab 3). Pencapaian validitas isi yang memuaskan

ditunjukkan dengan analisis koefisien alpha, yang dijelaskan lebih dulu pada bab

ini, yang menemukan bahwa komponen simptom-simptom berkontribusi secara

materiil terhadap skala PANSS.

Validitas Gagasan

Tujuan dari validitas gagasan adalah untuk memastikan parameter-parameter yang

diukur oleh sebuah skala atau tes telah benar-benar mewakili konsep yang telah

dihipotesiskan. Kami mencoba untuk memaksimalkan validitas gagasan dalam

pembuatan PANSS dengan memilih hanya item skala positif-negatif yang sesuai

dengan konsep dari Crow dan mengeksklusikan apa yang diketahui sebagai

simptom negatif derivatif atau “sekunder.”

Sebagai cara menganalisis perbedaan gagasan positif dan negatif dari

PANSS, kami melakukan korelasi antara dua skor sindrom yang didapatkan dari

sampel sebanyak 101 pasien skizofrenia kronik (Kay, Fiszbein, & Opler, 1987).

Ditemukan hubungan timbal balik langsung dengan besar yang sedang (r=0,27,

Page 8: PROSES STANDARDISASI

p<0,01) yang menunjukkan bahwa sindroma-sindroma tersebut tidak berdiri

sendiri. Tetapi bagaimanapun, hubungan mereka dengan psikopatologi

skizofrenik umum, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menunjukkan bahwa

keparahan penyakit mungkin telah memediasi kovariasi antara dua skala yang

sangat berbeda. Dalil ini didukung oleh korelasi parsial yang disesuaikan secara

statistik untuk kontribusi terhadap penyakit secara keseluruhan. Hasilnya adalah

korelasi terbalik yang sedang antara skala positif dan negatif (r=-0.23, p<0,02).

Ini menunjukkan bahwa PANSS mengukur dua proses yang tidak saling tumpang

tindih secara teoritis. Karena adanya kontribusi yang tidak dapat dihindarkan dari

psikopatologi umum, tentu saja, sindroma positif dan negatif bisa diperkirakan

akan terjadi dan saling bervariasi pada pasien yang sama.

Dalam sebuah studi yang lebih terkini dari 62 pasien rawat inap

skizofrenia (Kay & Singh, 1989), kami lagi-lagi menemukan korelasi langsung

yang signifikan antara skala positif dan negatif (r=0,52, p<0,001).

Bagaimanapun, yang menarik, ketika pasien yang sama ini dievaluasi dalam

kondisi bebas obat, korelasi ini menghilang (r=0,06, tidak signifikan). Data ini

menunjukkan bahwa dibawah kondisi yang lebih alami, skala positif dan negatif

tidaklah berhubungan dan menggambarkan proses yang berbeda.

Kemandirian skala positif dan negatif diperlihatkan lebih jauh oleh

perbedaan faktorial dan hubungannya dengan kriteria eksterna yang cukup

terpisah. Aspek validitas gagasan ini yang nama lainnya validitas faktorial,

konvergen, dan diskriminan, akan diulas sebentar lagi.

Validitas terkait Kriteria

Validitas ini memiliki tujuan untuk menentukan apakah instrumen

memiliki variasi dengan pengukuran lain yang lebih baik dan mapan terhadap

gagasan yang sama, atau lebih luasnya, dengan variabel-variabel luar yang

diperkirakan berhubungan (validitas konvergen). Dengan kata lain, sama

pentingnya untuk menetapkan apakah instrumen yang baru itu bebas dari kriteria

eksternal yang tidak relevan dengan gagasan (validitas gagasan) dan mungkin saja

sumber kontaminasi, atau variasi kesalahan. Sebagai contoh, sebuah tes baru

Page 9: PROSES STANDARDISASI

untuk intelegensia haruslah sesuai dengan skala IQ terstandardisasi dan pada

beberapa tingkat, dengan nilai seseorang di sekolah dan pencapaian pekerjaan,

tetapi tidak dengan sifat fisik atau kepribadian seseorang, yang akan menimbulkan

sumber variasi yang tidak diinginkan. Pertama-tama kita sebaiknya mengulas

sebuah studi tentang validitas terkait kriteria milik PANSS dan kemudian kita

harus melihat sebuah serial penelitian yang melihat pada validitas kovergen dan

diskriminannya.

Untuk memeriksa validitas terkait kriteria, kami membandingkan PANSS

dengan the Scale for Assessing Positive Symptoms (SAPS) dan juga Scale for

Assessing Negative Symptoms (SANS) dari Andreasen dan Olsen (1982). Skala-

skala tersebut dipilih sebagai alat perbandingan karena walaupun terdapat

keterbatasan dalam skala tersebut (lihat bab 3), skala tersebut telah berfungsi

sebagai standard di Amerika Serikat. Subjek adalah 51 orang pasien rawat inap

dengan skizofrenia kronik, yang semuanya memenuhi kriteria diagnosis DSM-III,

dengan rata-rata usia 33,1 tahun dan memiliki riwayat penyakit sampai dengan 29

tahun sejak rawat inap pertamanya (mean=11,1; SD=6,55). Penilaian PANSS

dilakukan oleh seorang atau lebih mahasiswa doktoral peneliti terlatih dalam

psikiatri, yang menilai secara pemufakatan sebagai tim. Seorang penilai

melakukan penilaian juga pada SAPS, SANS, dan Clinical Global Impression

Scale (GCI) (Guy, 1976), suatu skala klinis holistik dengan tujuh poin yang

diberikan untuk perbandingan dengan Skala psikopatologi umum PANSS. Data

pada semua kasus meliputi periode satu minggu dan meliputi infromasi dari

wawancara pasien, pengamatan bangsal langsung, dan laporan perawat, seperti

yang dispesifikasi oleh skala tertentu.

Bukti-bukti dari validitas terkait kriteria diemukan dari keterkaitan

langsung antara PANSS dengan metode penilaian Andreasen (Kay, Opler, &

Lindenmayer, 1988). Skala positif PANSS berkorelasi signifikan dengan SAPS

(r=0,77; p<0,0001); Skala negatif PANSS dengan SANS (r=0,77; p<0,0001);

skala psikapatologi umum PANSS dengan CGI (r=0,52; p<0,0001). Korelasi

langsung antara skor positif dan negatif tidaklah substansial untuk PANSS

(r=0,25; tidak signifikan) tetapi cukup kuat untuk skala Andreasen (r=0,42;

Page 10: PROSES STANDARDISASI

p<0,005), yang menunjukkan bahwa metode yang disebut terakhir tersebut

mungkin kurang berhasil dalam membedakan gagasan positif dan negatif.

Studi yang lebih terkini dengan sampel 30 oang pasien sizofrenia rawat

inap (Ramiez, 1989), yang juga membandingkan PANSS dengan skala

SAPS/SANS, mengkonfirmasi korelasi yang signifikan antara metode pada skala

positif (r=0,62; p<0,001), skala negatif (r=0,60; p<0,001), dan skala gabungan

(r=0,74; p<0,0001). Selain itu, studi ni melaporkan korelasi silang yang lemah

dan tidak signifikan antara skala yang secara teoritis tidak terkait: PANSS positif

dengan SANS, r=0,00; dan PANSS negatif dengan SAPS, r=-0,01. Maka dari itu,

validitas terkait kriteria dari PANSS didukung dan tejadi lagi pada studi terpisah.

Validitas konvergen dan pembeda (diskriminan)

Validasi PANSS bentuk ini diperiksa korelasinya dengan suatu serial

penilaian klinis, genealogis, psikometrik, dan historis pada sampel 101 pasien

rawat inap skizofrenik kronik (Kay, Fiszbein, & Opler, 1986). Pertama, dalam hal

validitas diskriminan, hasilnya mengindikasikan bahwa penilaian PANSS tidak

dipengaruhi oleh variabel-variabel eksogen atau kontaminan, seperti ras,

kelompok budaya, kronisitas penyakit, depresi yang dilaporkan oleh pasien, nada

bicara sedih, dan kecerdasan umum.

Di sisi lain, analisis terhadap validitas konvergen menemukan beberapa

parameter mendasar yang membedakan skala positif dan negatif. Skor positif

PANSS adalah unik dan berhubungan secara signifikan dengan sosiopati pada

keluarga tingkat pertama, lebih seringnya rawat inap, dan gambaran klinis yang

meliputi marah, afek labil, preokupasi, disorientasi, dan pikiran aneh (bizarre).

Sebaliknya, skala negatif PANSS dicirikan secara unik dengan adanya skizofrenia

dan tidak adanya penyakit afektif pada keluarga tingkat pertama, prevalensinya

diantara pria, pendidikan yang lebih rendah, disfungsi pada beberapa tes

perkembangan kognitif, pemrosesan informasi, dan suatu gambaran klinis yang

meliputi defisit efektif, motorik yang lamban, dan cara berpikir yang rendah (lihat

bab 9 untuk detailnya). Skala psikopatologi umum, sebagai perbandingan,

Page 11: PROSES STANDARDISASI

menghasilkan korelasi eksternal yang lebih rendah dan gambaran nonspesifik

yang meliputi gambaran klinis positif maupun negatif.

Berdasarkan hal tersebut diatas, validitas konvergen dari PANSS didukung

oleh perbedaan positif-negatif yang spesifik disemua assessment keluarga, riwayat

penyakit dahulu, dan riwayat penyakit penyerta. Sumber dari perbedaan adalah

bahwa skala negatif ketika diaplikasikan pada pasien skizofrenia kronik

mengandung arti proses penyakit yang lebih merusak, berasal dari sumber-sumber

genealogis dan ontogenik (Kay, Opler, & Fiszbein, 1985; Opler & Kay, 1985;

Opler, Kay, & Fiszbein, 1987).

Dalam menyesuaikan dengan perbedaan yang ditunjukkan oleh analisis

korelasi, stepwise multiple regression menemukan tidak ada tumpang tindih antar

variabel yang paling menyumbang untuk skala positif dan negatif. Skor sindrom

positif, dengan 74 persen variasinya (p<0,001), diprediksi oleh riwayat keluarga

sosiopati, pemikiran aneh (bizarre), dan psikopatologi umum. Skor sindroma

negatif, dengan 81 persen variasinya (p<0,001), dipredikasi oleh riwayat keluarga

skizofrenia, defisit afektif, gangguan perkembangan kognitif, cara berpikir yang

rendah, penilaian dan insight buruk, dan penghindaran aktivitas sosial. Maka dari

itu, analisis-analisis ini mengindikasikan bahwa kedua skala mencerminkan

gambaran klinis, riwayat penyakit, genealogis yang cukup berbeda.

Dukungan lebih jauh untuk validitas diskriminan milik PANSS didapatkan

dari studi-studi terpisah tentang tanda-tanda neurologis dan gangguan pemrosesan

inormasi. Terhadap sampel sebanyak 28 pasien skizofrenia kronik, kami secara

independen memakai PANSS dan inventarisasi tanda-tanda neurologis multi-item

(Merriam et al., sedang dalam publikasi). Skala dari Merriam et al., telah

menghasilan lima skor yang independen secara statistik yang berhubungan dengan

tanda-tanda neuropatologi prefrontal, praxis, parietal, motorik halus dan yang non

lokalisir. Sementara skala positif PANSS tidak berhubungan dengan kesemua

lima skor tersebut, skala negatif dibedakan dengan tanda-tanda prefrontal dengan

korelasi signifikan (r=0,49, p<0,01) tetapi tidak dengan parameter neurologis

yang lain.

Page 12: PROSES STANDARDISASI

Pada studi lainnya yang melibatkan 30 pasien rawat inap skizofrenia

kronik, kami memperoleh pengukuran dari the Span of Attention (SOA) (Kay &

Singh, 1974), yang memberikan sampel pekerjaan tingkah laku berupa

konsentrasi pada penugasan motorik yang hafal diluar kepala, dan dari the

Memory Organization Test (MOT) (Kay, Murrill, & Opler, 1989). MOT, sebagai

tes untuk enkoding verbal dan fungsi memori, menilai peningkatan dalam recall

bebas yang terkait dengan pengelompokan kategori; ini menggunakan trias

komposisi kata yang berbeda sebagai strategi untuk mengukur kesuksesan

seseorang dalam mendaftar komponen konseptual, afektif, dan fonemik dari kata.

Dalam hubungan dengan PANSS, ditemukan bahwa skala negatif saja tidak

berhubungan secara signifikan dengan defisiensi yang spesifik dalam mengkode

isyarat afektif. Defisit ini tidak bisa dijelaskan dengan pemakaian fungsi yang

lebih buruk dalam hal atensi yang tetap (SOA) atau memori umum (MOT), yang

dalam studi ini tidak berhubungan dengan skala positif atau negatif (Kay, Murrill,

& Opler, 1989).

Validitas Diskriminatif

Validasi bentuk ini, yang sebenarnya merupakan varian khusus dari validitas

terkait kriteria, memiliki arti kemampuan dari suatu instrumen untuk membedakan

antara dua kelompok yang pada prinsipnya diperkirakan memberikan hasil yang

berbeda. Validitas diskriminatif dari PANSS dinilai dalam sebuah studi

(Lindenmayer, Kay, & van Praag, 1989) yang membandingkan 21 pasien

skizofrenik dengan 21 pasien skizoafektif, dimana semuanya didiagnosis

menggunakan Research Diagnostic Criteria (Spitzer, Endicott, & Robins, 1977)

dan juga menggunakan DSM-III (American Psychiatric Association, 1980).

Kelompok sampel tersebut direkrut dari rumah sakit jiwa yang sama dan

disesuaikan untuk usia, usia pada saat onset, dan jumlah total tahun sejak rawat

inap jiwa pertama dengan tujuan untuk memastikan bahwa perbedaan klinis

apapun tidak bisa mempengaruhi perbedaan dalam karakteristik sampel.

Kami menemukan bahwa dua kelompok diagnostik, seperti yang

diperkirakan, memberikan skor tinggi yang sebanding dalam keparahan

Page 13: PROSES STANDARDISASI

psikopatologi umum dan pada skala positif dari PANSS (mean=43,5 dan 23,7

untuk skizofrenik vs. 41,3 dan 21,8 untuk skizoafektif). Bagaimanapun, mereka

berbeda secara signifikan, pada skala negatif PANSS dan kluster depresi PANSS.

Konsisten dengan definisi diagnostik, para pasien akizoafektif memiliki skor

negatif yang lebih rendah (mean 19,4 vs. 23,8 untuk skizofrenik, p<0,02) tetapi

skor yang lebih tinggi pada depresi (13,3 vs. 9,3; p<0,05).

Temuan ini, selain memberikan bukti validitas diskriminatif, menunjukkan

perbedaan skala negatif PANSS dari depresi (validitas gagasan). Dukungan lebih

jauh untuk independensi skala negatif PANSS dari skala depresi, yang akan

didiskusikan nanti, tumbuh dari prediksi diferensial untuk outcome pada pada

skizofrenia kronik (bab 10) dan dari hubungan orthogonal mereka seperti yang

diidentifikasi oleh analisis faktor komponen dasar (bab 2). Maka dari itu,

meskipun terdapat manifestasi mirip dari status negati dan depresi yang bisa

mengkontaminasi penelitian, hal ini saling mengusik secara terpisah pada PANSS.

Temuan ini juga membawa implikasi nyata untuk penggunaan klinis dari PANSS

dalam membedakan sindroma negatif dari depresif dan skizofrenia dari gangguan

skizoafektif.

Validitas faktorial

Bentuk validasi lainnya melibatkan demonstrasi bahwa tes atau skala

terdiri dari faktor-faktor yang sama yaitu pokok yang akan diperiksa. Untuk

menganalisis validitas faktorial dari PANSS, kami melakukan analisis komponen

prinsipil dengan equimax rotation pada sampel penuh sebanyak 240 pasien

skizofrenik rawat inap (Kay, 1989; Kay & Sevy, dalam publikasi). Seperti yang

dijelaskan pada bab 2, temuan mereka kompleks dan merupakan ketertarikan

teoritis yang bermakna, yang menemukan bahwa lebih dari dua faktor diperlukan

untuk menjelaskan fenomenologi skizofrenik.

Validitas faktorial PANSS didukung oleh analisis dari 30 simptom, yang

menemukan bahwa dua komponen penting yang akan muncul adalah, secara

berurutan, sindroma negatif dan positif. Faktor-faktor tersebut sangatlah kuat

(nilai eigen sebesar 7,08 dan 3,74) dan bersama-sama menyumbang saham utama

Page 14: PROSES STANDARDISASI

dari variasi total dalam simptomatologi (36,1 persen). Selain itu, lima komponen

psikopatologi signifikan lainnya terkuak; eksitasi, depresi, gangguan kognitif,

kecurigaan/ penyiksaan, dan pemikiran stereotipi. Faktor-faktor tersebut

membulatkan keluar deskripsi skizofrenia, meningkatkan varian total sampai 64,7

persen, mengkonfirmasi independensi dari skala negatif dari depresi, dan

memberikan dimensi yang membedakan antara sindroma positif dan negatif. Pada

saat yang sama, analisis komponen prinsipil menunjukkan jalan alternatif yang

diturunkan secara empiris dalam mengukur kompleks-kompleks simptom positif,

negatif, dan simptom lainnya dalam skizofrenia.

Validitas Tipologis

PANSS juga telah diaplikasikan sebagai sebuah metode klasifikasi pasien

apakah pasien tersebut memiliki predominasi sindroma positif atau negatif. Untuk

meneliti validitas aplikasi tipoologis ini, kami mengelompokkan pasien yang

memberikan skor “sedang” atau lebih tinggi (yi., nilai 4 sampai 7) c positif

sebagai “skizofrenia tipe positif”, dan mereka dengan pola kebalikannya

(“sedang” atau lebih tinggi “sedang” atau lebih tinggi negatif) sebagai

“skizofrenia tipe negatif”. Mereka yang berkualitas untuk kedua kelompok diberi

nama sebagai “tipe campuran”, sementara mereka yang tidak memenuhi kriteria

keduanya diberi nama “tipe campuran” juga. Sistem ini diuji pada studi terpisah

yang melibatkan 37 pasien rawat inap skizofrenia akut (penyakitnya kurang dari 2

tahun) dan 47 pasien rawat inap skizofrenia kronik (lebih dari 2 tahun), semuanya

dengan diagnosis yang dikonfirmasi dengan DSM-III (Lindenmayer, Kay, &

Opler, 1984; Opler et al., 1984).

Hasil ini mendukung validitas PANSS untuk mengisolasi grup yang

berbeda pada variabel-variabel antecedent dan konkuren. Ketika mengeksklusikan

pasien yang tidak memenuhi kriteria tipe positif atau negatif, suatu hubungan

terbalik signifikan ditemukan antara simptom positif dan negatif pada sampel-

sampel akut (r=-0,62, p<0,001) dan juga pada pasien kronik (r=-0,55, p<0,01).

Pada skizofrenia akut, mereka yang diklasifikasikan sebagai negatif

berbeda dari pasien tipe positif seperti memiliki pendidikan yang lebih rendah,

Page 15: PROSES STANDARDISASI

penyesuaian kerja premorbid yang buruk, dan memiliki simptom defisit yang

meliputi aspek kognitif, sosial, afektif, dan motorik (semuanya signifikan)

(Lindenmayer, Kay, & Opler, 1984). Studi jangka lama juga menemukan tipe

negatif memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dan umumnya status

premorbid yang lebih rendah (Opler et al., 1984). Mereka dicirikan dengan onset

penyakit yang lebih awal dan gaya kognitif yang lebih primitif pada Cognitive

Diagnostic Battery (Kay, 1982), walaupun adanya skor tes kecerdasan yang mirip.

Pada kedua studi, tidak ada perbedaan grup yang didapakan pada variabel kontrol

seperti jenis kelamin, ras, latar belakang etnis, lama sakit, dan keparahan

psikopatologi umum.

Studi yang lebih terkini mengenai pemrosesan informasi (Weiner et al.,

dalam publikasi) melebarkan lebih lanjut pada perbedaan kognitif antara tipe

PANSS positif dan negatif. Kami merekrut sampel sejumlah 45 pasien skizofrenia

rawat inap yang berdasarkan pada skala campuran PANSS, bisa diklasifikasikan

secara empiris sebagai predominan positif dalam simptom (>persentil ke 75 dalam

hubungan dengan norma kami untuk skizofrenia, n=15) vs. negatif (<persentil ke

25 pada skala campuran, n=15) dan kelompok campuran yang berada diantara

keduanya (n=15). Untuk semua pasien bahkan kelompok kontrol yang sehat

(n=15), kami menilai kecepatan pemrosesan informasi visual dengan

menggunakan teknik masking mundur (backward masking technique) dari Braff

dan Saccuzzo (1985). Seorang psikologis yang dijaga “buta” (tidak mengetahui)

akan pengelompokan pasien, memperlihatkan subjek satu huruf pada

tachistoscope, dan ini diganti segera diganti dengan huruf lain yang dapat

menutupi persepsi terhadap yang pertama. Hasil mengindikasikan bahwa

skizofrenia tipe negatif signifikan lebih rendah dalam memroses informasi visual

dibandingkan kesemua pasien lain dan kelompok kontrol.

Validitas tipologis juga didukung dalam sebuah studi double-blind tentang

respon klinis terhadap obat antiparkinson antikolinergik, benztropin ataupun

trihexyphenidyl (Singh, Kay, & Opler, 1987). Obat-obatan ini, yang diresepkan

secara rutin untuk mengobati reaksi ekstrapiramidal yang tidak diinginkan yang

disebabkan oleh neuroleptik, diberikan secara sistematis dalam penelitian kami

Page 16: PROSES STANDARDISASI

selama dua sampai empat minggu selama perjalanan terapi neuroleptik. Berawal

dari penilaian dasar bebas-obat, 47 pasien skizofrenik dikelompokkan secara

prospektif menjadi predominan tipe positif (n=25) atau negatif (n=22)

berdasarkan valensi skor skala campuran PANSS (positif <0 dan negatif >0).

Ditemukan bahwa skizofrenia positif menunjukkan perburukan klinis yang

bermakna ketika obat-obatan antikolinergi diberikan secara berurutan (p<0,02),

sementara kelompok negatif tidak terpengaruh.

Validitas Prediktif

Validitas prediktif dari PANSS yi., kemampuannya untuk mengantisipasi

perjalanan klinis yang akan datang dari seorang pasien, didukung oleh penelitian-

penelitian yang telah dijelaskan diatas yang membahas respon terhadap

antikolinergik. Dukungan ini ditunjukkan lebih lanjut dalam sebuah studi dari

Portugis yang sama sekali tidak berhubungan dengan penelitian-penelitian diatas.

Penelitian dari Portugis tersebut meneliti tentang drug-induced psychosis (Simoes,

1989). Peneliti menemukan bahwa suatu perubahan dalam simptom skizofrenia

yang ditimbulkan oleh ganja ternyata diprediksi dengan peningkatan simptom

psikotik produktif, yang diukur menggunakan PANSS, yang terjadi dalam minggu

pertama terapi rawat inap.

Validitas prediktif diukur lebih sistematis oleh kelompok kami dalam tiga

penelitian follow-up longitudinal yang terpisah. Penelitian kami melibatkan

sejumlah total 157 pasien skizofrenik yang berada dalam stadium penyakit yang

berbeda-beda (lihat bab 10 untuk detailnya). Pada semua ketiga pasien ini,

dilakukan penilaian PANSS secara prospektif, dan dilakukan follow-up 2 sampai

3 tahun kemudian oleh seorang peneliti yang dibutakan terhadap penilaian awal.

Pertama, pada sampel 37 pasien muda dengan skizofrenia akut (mean usia

= 23,6 tahun) dengan sampai dua tahun riwayat sakit jiwa (mean=142 tahun),

skala negatif PANSS terbukti menjadi prognostikator yang terpercaya. Skor

negatif yang tinggi pada pasien pada saat penilaian awal memprediksi pasien

tersebut akan memberikan outcome baik dalam hal rawat inap yang lebih sedikit,

simptomatologi berat yang lebih sedikit, penyesuaian sosial dan pekerjaan yang

Page 17: PROSES STANDARDISASI

lebih baik, menjalani hidup yang lebih memuaskan dan keseluruhan tingkat

fungsional yang lebih tinggi. Sindroma positif, sebaliknya, tidak berhubungan

dengan variabel-variabel outcome diatas (Lindenmayer, Kay,, & Friedman, 1986;

Kay & Lindenmayer, 1987).

Penelitian kedua, yang memfokuskan pada periode subakut dikemudian

hari (sampai lima tahun lama penyakit, mean=2,90 tahun), mengukur 62 pasien

skizofrenik pada awal bebas-obat dan kemudian mengikuti pasien selama tiga

tahun (Kay & Singh, 1989). Pada stadium penyakit subakut, sindroma negatif

pada saat penilaian awal tidak lagi menjadi prediktor konsekuensi mayor,

sementara sindroma positif secara terpercaya memprediksi outcome terapi yang

lebih buruk ((r=-0,32, p<0,02) dan relaps yang lebih dini (r=-0,37, p<0,01).

Penelitian longitudinal ketiga mengikuti secara prospektif kohort selama

2,7 tahun dari 58 pasien skizofrenia yang berada pada stadium kronik penyakit

dan para pasien tersebut rata-rata memiliki lama penyakit 11,8 tahun sejak rawat

inap pertama mereka (Kay & Murrill, dalam publikasi). Seperti dalam penelitian

sebelumnya, kami menemukan bahwa sindroma positif PANSS pada saat

penilaian awal merupakan prediktor signifikan akan terjadinya outcome yang

lebih jelek, yang diukur dengan jumlah hari rawat inap berikutnya dan juga fungsi

pekerjaan dan kepuasan hidup (lihat detailnya pada bab 10). Kelompok depresi

PANSS, kemungkinan memprediksi outcome yang baik. Sebaliknya, baik skala

negatif ataupun skala psikopatologi umum tidak prediktif untuk akibat dari

kelompok skizofrenia kronik ini.

Maka dari itu, walaupun signifikansi sindroma bergantung pada stadium

penyakit, validitas prediktif PANSS ditetapkan pada masing-masing penelitian

longitudinal kami ini, untuk kondisi akut, subakut, dan kronik. Formula yang pasti

untuk prediksi optimal tentang outcome telah diturunkan dari masing-masing

kasus dengan cara analisis regresi multipel dan dilaporkan pada publlikasi yang

dikutip diatas.

Validitas farmakologis

Page 18: PROSES STANDARDISASI

Kemampuan skala PANSS untuk memonitor perubahan-perubahan terkait

pemberian obat dan untuk mencerminkan perbedaan sindromal dalam respon

terhadap obat-obatan psikotropika ditunjukkan dalam beberapa penelitian

independen dimana, semuanya, melibatkan sembilan obat yang berbeda. Karena

detail-detail akan dipaparkan pada bab 11, pada titik ini kami hanya akan

merangkum temuan-temuan yang menyinggung validasi terhadap PANSS.

Pertama, dalam sebuah studi eksperimental yang melibatkan 47

skizofrenia yang diterapi dengan neuroleptik, kami menemukan bahwa hanya

skala sindroma positif yang dipengaruhi secara merugikan oleh pemberian obat-

obatan antikolinergik (benztropin atau trihexyphenidyl) yang normalnya

digunakan untuk menlawan atau mengobati gejala ekstrapiramidal (Singh, Kay, &

Opler, 1987). Korelasi longitudinal benar-benar menunjukkan bahwa skala positif

dan negatif tidak menyebab variasi secara bersamaan (kovariasi) dalam respon

terhadap antikolinergik tetapi mereka merespon secara berbeda.

Kedua, kami merekrut 62 pasien rawat inap dengan skizofrenia dalam

sebuah studi double-blind selama 14 sampai 18 minggu dengan diberi neuroleptik

standard, baik itu chlorpromazine atau haloperidol (Kay & Singh, 1989).

Iabndingkan dengan baseline yang bebas-obat, kami menemukan perbaikan

signifikan setelah terapi neuroleptik untuk sindroma positif (51,5 persen,

p<0,001) maupun sindroma negatif (35,0 persen, p<0,001). Tetapi bagaimanapun

juga, derajat perubahan dalam skala positif secara garis besar lebih tinggi

dibandingkan yang didaptkan untuk skala negatif (p=0,06), konsisten dengan

hipotesis dari Crow dan penelitian psikofarmakologis lainnya (Breier et al., 1987;

Johnstone et al., 1987).

Ketiga, kami meneliti kemungkinan bahwa suatu obat yang meningkatkan

transmisi dopamin dapat membantu memperbaiki sindroma negatif yang berespon

lebih rendah terhadap terapi neuroleptik. Secara khusus, kami meneliti efek-efek

klinis dari L-dopa, sebuah prekursor dopamin, ketika diresepkan untuk menunjang

neuroleptik (Kay & Opler, 1985). Dengan menggunakan desain penelitian

eksperimental subjek tunggal double-blind selama 27 minggu, kami

membandingkan perjalanan 8 minggu pada kombinasi haloperidol plus L-dopa

Page 19: PROSES STANDARDISASI

dibandingkan kelompok haloperidol plus plasebo, empat minggu sebelum dan

empat minggu setelah diberi terapi. Perbaikan yang signifikan terlihat disemua

skala negatif PANSS (P<0,05) dan juga dua dari item negatif individual

(kesulitan dalam berpikir abstrak, p<0,025), dan penarikan sosial apatis/pasif,

p<0,05).

Sebagai perbandngan, baik skala positif ataupun salah satu komponen

simmptomnya menunjukkan perbaikan atau perburukan dengan L-dopa (p>0,50).

Keempat, kami menilai perubahan-perubahan pada PANSS yang

berhubungan dengan pimozide (Feinberg et al., 1988), obat neuroleptik yang

dipasarkan di Amerika Serikat hany untuk menerapi sindroma Gilles de la

Tourette (gangguan neurologis yang dicirikan dengan tiks dan verbalisasi yang

kasar dan tidak terkontrol). Perhatian kami dalam aplikasi obat ini terhadap

skizofrenia diberikan oleh beberapa laporan dari Eropa (Pinder et al. 1976;

Falloon, Watt, & Shepherd, 1978) yang menunjukkan bahwa obat ini mungkin

utamanya menyinggung defisit sosial dan fungsional tertentu yang kronik.

Kemudian kami memilih 10 pasien rawat inap dengan skizofrenik

refrakter neuroleptik dan merawat mereka dengan pimozide setelah dua minggu

baseline diterapi dengan neuroleptik standar. Perbaikan signifikan ditemui pada

skala negatif PANSS setelah empat minggu pemberian obat baru dan melanjutan

sampai percobaan enam minggu (p<0,001). Sementara itu, skala positif masih

tetap tidak berubah dengan pemberian pimozide. Bersama-sama dengan

penelitian-penelitian lain yang dijelaskan pada bab ini, temuan tentang pimozide

menguatkan validitas farmakologis dari PANSS dalam merefleksikan respon-

respon sindrom yang berbeda-beda terhadap pengobatan.

Kelima, studi dari kelompok independen di Belgia (Peuskins et al., 1989)

menggunakan PANSS untuk menilai aksi terapetik risperidone, suatu obat baru

untuk skizofrenia yang merupakan kombinasi poten dari serotonin (5HT2) dan

antagonis dopamin (D2) (Gelders et al., 1989). Berdasarkan profil kimiawinya

yang mempengaruhi dua sistem neurotransmitter, risperidone diharapkan dapat

memperbaiki simptom positif dan negatif. Obat tersebut diujikan pada 42 pasien

skizofrenia kronik yang tidak berespon terhadap obat dalam sebuah penelitian

Page 20: PROSES STANDARDISASI

perbandingan double-blind selama 12 minggu dengan haloperidol, obat standard

untuk bloker dopamin. Penelitian itu melaporkan bahwa PANSS menunjukkan

reliabilitas antarpenilai yang tinggi dan sensitif dalam mencerminkan perbaikan

yang cepat dan signifikan dengan risperidone pada skala positif, negatif, depresif,

dan psikopatologi umum. Perubahan-perubahan dengan risperidone adalah lebih

nyata dibandingkan dengan yang didapatkan dengan haloperidol, yang sekali lagi

mendukung validitas farmakologi dari instrumen PANSS.

PANSS selama ini telah digunakan sebagai parameter efektivitas klinis

dalam studi multicenter international tentang risperidone (Janssen Research

Foundation, 1989). Protokol double-blind mulai dengan washout dengan plasebo

selama tiga minggu dan baseline bebas obat. Ini diikuti dengan enam minggu

risperidone, yang diberikan dalam satu dari lima dosis tetap, atau haloperidol

sebagai obat rujukan. Mereka yang berhasil melengkapi penelitian double-blind

tentang risperidone adalah mereka yang dirawat pada evaluasi terbuka jangka

panjang dari obat uji yang diujikan ini. Sejauh ini, beberapa laporan independen

dari Eropa telah menggambarkan temuan-temuan dari fase rawat inap penelitian

(De Buck, Hoffman, & De Smet, 1989; De Cuyper, 1989; Jansen & Boom, 1989;

Reilly et al., 1989; Turner, Lowe, & Hammond, 1989). Hasilnya mengkonfirmasi

validitas armakologis dari skala positif dan negatif PANSS dalam hal

sensitivitasnya terhadap perubahan-perubahan yang dipengaruhi oleh obat dan

kemampuan untuk mencerminkan potensi risperidone yang lebih besar,

dibandingkan dengan neuroleptik klasik, untuk memperbaiki spektrum negatif

dari simptom.

Sixth, Paunovic et al., (1988) di Yugoslavia menemukan bahwa PANSS

sensitif dalam mencerminkan perubahan-perubahan dalam sindroma negatif

melalui penelitian singkat dengan pimozide dan clozapine. Mereka menemukan

penurunan signifikan dari nilai sindroma negatif dalam sepuluh hari dan

perbedaan signifikan antara kedua obat ini yang juga dapat dilihat pada hari

kesepuluh pemberian obat. Mereka menyimpulan bahwa “Nilai PANSS

menghasilkan data yang lebih detail [dibandingkan the Brief Psychiatric Rating

Page 21: PROSES STANDARDISASI

Scale] untuk analisis kuantitatif dan kualitatif; maka dari itu, PANSS sangat patut

dihargai untuk penelitian-penelitian klinis tentang terapi obat.

Akhirnya, dua studi psikofarmakologi lainnya yang menggunakan PANSS

telah dilakukan dalam program penelitian kami, satu melibatkan neuroleptik

atipik, clozapine (Lindenmayer et al., 1989), dan terapi dosis rendah lainnya

dengan bromokriptin (Marangell, Kay, & Lindenmayer, 1989). Keduanya

mendukung sensitivitas PANSS dalam memonitor perubahan-perubahan klinis

terkait pengobatan. Penelitian yang terakhir tersebut akan diulas dengan lebih

detail pada bab 11.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, seri penelitian yang disebutkan diatas memberikan

bukti untuk kemampuan psikometri yang baik dari PANSS untuk penilaian

tipologis, dimensional, dan longitudinal dari berbagai sindroma dalam skizofrenia.

Skala PANSS terbukti terdistribusi normal dan konsisten, dan memperlihatkan

stabilitas dan reliabilitas tinggi ketika dinilai dengan koefisien alpha, metode split-

half, kesesuaian antarpenilai, dan indeks tes-retest. Validasi PANSS didukung

dalam hal validitas gagasan, validitas terkait kriteria, validitas konvergen,

validitas diskriminan, validitas prediktif, diskriminatif, faktorial, dan

farmakologis. Skala positif dan negatif PANSS secara konsisten menunjukkan

rangkaian asosiasi yang berbeda dengan riwayat peyakit, genealogi,

fenomenologi, psikometrik, dan outcome klinis. Skala tersebut diketahui sensitif

dalam mencerminkan perubahan-perubahan terapeutik terkait pengobatan dan

untuk memperlihatkan respon terhadap obat-obatan tertentu.

Terdapat kecenderungan bahwa prinsip-prinsip dimana PANSS

dikembangkan, khususnya kriteria operasional untuk wawancara pasien dan

penilaian, memberikan kontribusi terhadap kekuatannya sebagai instrumen

psikometrik dan kehandalannya dalam mengukur sindroma-sindroma yang

berbeda dalam skizofrenia. Harapa kai adalah bahwa penggunaannya akan

menurunkan varian kesalahan pada studi-studi yang akan datang tentang dimensi

Page 22: PROSES STANDARDISASI

positif dan negatif, yang memungkinkan fokus yang lebih jelas pada signifikansi

parameter-parameter ini untuk skizofrenia.