Proses Pembuatan Ulos Di.docx

8
TUGAS ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI NAMA : Apolonia Moruk NIM : 10313010 PRODI : S1 KESEHATAN MASYARAKAT JL. K.H Wachid Hasyim 65 Kediri 64144 Telp. (0354) 773299 Fax (0354) 771539 Email: [email protected] Web: www.Iik.ac.id

Transcript of Proses Pembuatan Ulos Di.docx

Page 1: Proses Pembuatan Ulos Di.docx

TUGAS

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

INSTITUT ILMU KESEHATAN

BHAKTI WIYATA KEDIRI

NAMA : Apolonia Moruk

NIM : 10313010

PRODI : S1 KESEHATAN MASYARAKAT

JL. K.H Wachid Hasyim 65 Kediri 64144

Telp. (0354) 773299 Fax (0354) 771539

Email: [email protected] Web: www.Iik.ac.id

Page 2: Proses Pembuatan Ulos Di.docx

Proses Pembuatan Ulos Di Toba

Pembuatan benang.

Proses pemintalan kapas sudah dikenal masyarakat batak dulu yang disebut “mamipis”

dengan alat yang dinamai “sorha”. Sebelumnya hapas “dibebe” untuk mengembangkan

dalam mempermudah pemintal membentuk keseragaman ukuran. Seorang memintal dan

seorang memutar sorha. Kemudian sorha ini disederhanakan dengan mengadopsi teknologi

yang dibawa oleh Jepang semasa penjajahan. Sorha yang lebih modern dapat melakukan

pemintalan dengan tenaga satu orang.

Pewarnaan.

Ulos adalah sehelai kain tenunan yang dirangkai menggunakan motif khusus yang disebut

“gatip”

Ulos itu terbuat dari benang, benang dipintal dari kapas. Benang awalnya berwarna putih, dan

untuk mendapatkan warna merah disebut “manubar” dan untuk mendapatkan warna hitam

disebut “mansop”.

Bahan pewarna ulos terbuat dari bahan daundaunan berbagai jenis yang dipermentasi

sehingga menjadi warna yang dikehendaki. Bahan tambahan pewarnaan dari proses

permwntasi ini disebut “Itom” yang pada era tahun 60 an masih ada ditemukan dipasaran

toba.

Orang yang melakukan pewarnaan benang ini disebut “parsigira”

Gatip.

Rangkaian grafis yang ditemukan dalam ulos diciptakan pada saat benang diuntai dengan

ukuran standard. Untaian ini disebut “humpalan”. Satuan jumlah penggunaan benang untuk

bahan tenun disebut “sanghumpal, dua humpal” dst. Gatip dibuat sebelum pewarnaan

dilakukan. Benang yang dikehendaki tetap berwarna putih, diikat dengan bahan pengikat

terdiri dari serat atau daun serai.

Unggas.

Uanggas adalah proses pencerahan benang. Pada umumnya benang yang selesai ditubar atau

disop, warnanya agak kusam. Benang ini diunggas untuk lebih memberikan kesan lebih

cemerlang. Orang yang melakukan pekerjaan ini disebut “pangunggas” dengan peralatan

“pangunggasan”.

Page 3: Proses Pembuatan Ulos Di.docx

Benang dilumuri dengan nasi yang dilumerkan kemudian digosok dengan kuas bulat dari

ijuk. Nasi yang dilumerkan itu biasanta disebut “indahan ni bonang”.

Benang yang sudah diunggas sifatnya agak kenyal dan semakin terurai setelah dijemur

dibawah sinar matahari terik.

Ani

Benang yang sudah selesai diunggas selanjutnya memasuki proses penguntaian yang disebut

“mangani”. Namun untuk mempermudah mangani, benang sebelumnya “dihuhul” digulung

dalam bentuk bola. Alat yang dibutuhkan adalah “anian” yang terditi dari sepotong balok

kayu yang diatasnya ditancapkan tongkat pendek sesuai ukuran ulos yang dikehendaki.

Dalam proses ini, kepiawaian pangani sangat menentukan keindahan ulos sesuai ukuran dan

perhitungan jumlah untaian benang menurut komposisi warna.

Tonun

Tonun (tenun) adalah proses pembentukan benang yang sudah “diani” menjadi sehelai ulos.

Mereka ini yang lajim disebut “partonun”.

Sirat

Proses terakhir menjadikan ulos yang utuh adalah “manirat”. Orang yang melakukan

pekerjaan ini disebut “panirat”. Sirat adalah hiasan pengikat rambu ulos. Biasanya dibentuk

dengan motif gorga.

Tautan:

Proses Pembuatan Ulos

Bahan dasar ulos pada umumnya adalah sama yaitu sejenis benang yang dipintal dari kapas.

Yang membedakan sebuah ulos adalah proses pembuatannya. Ini merupakan ukuran

penentuan nilai sebuah ulos. 

Untuk memberi warna dasar benang ulos, sejenis tumbuhan nila (salaon) dimasukkan

kedalam sebuah periuk tanah yang telah diisi air. Tumbuhan ini direndam (digon-gon)

berhari-hari hingga getahnya keluar, lalu diperas dan ampasnya dibuang. Hasilnya ialah

cairan berwarna hitam kebiru-biruan yang disebut “itom”.periuk tanah atau pelabuan diisi

dengan air hujan yang tertampung pada lekuk batu (aekninanturge) dicampur dengan air

kapur secukupnya. Kemudian cairan yang berwarna hitam kebiru-biruan tadi dimasukan, lalu

diaduk hingga larut. Ini disebut “manggaru”. Kedalaman cairan inilah benang dicelupkan.

Page 4: Proses Pembuatan Ulos Di.docx

Sebelum dicelupkan, benang terlebih dahulu dililit dengan benang lain pada bahagian-

bahagian tertentu menurut warna yang diingini, setelah itu proses pencelupan dimulai secara

berulang-ulang. Proses ini memakan waktu yang sangat lama bahkan berbulan-bulan dan ada

kalahnya ada yang sampai bertahun.

Sebelum dicelupkan, benang terlebih dahulu dililit dengan benang lain pada bahagian-

bahagian tertentu menurut warna yang diingini, setelah itu proses pencelupan dimulai secara

berulang-ulang. Proses ini memakan waktu yang sangat lama bahkan berbulan-bulan dan ada

kalahnya ada yang sampai bertahun.

Setelah warna yang diharapkan tercapai, benang tadi kemudian disepuh dengan air lumpur

yang dicampur dengan air abu, lalu dimasak hingga mendidih sampai benang tadi kelihatan

mengkilat. Ini disebut “mar-sigira”. Biasanya dilakukan pada waktu pagi ditepi kali atau

dipinggiran sungai/danau.

Bilamana warna yang diharapkan sudah cukup matang, lilitan benang kemudian dibuka untuk

“diunggas” agar benang menjadi kuat. Benang direndam kedalam periuk yang berisi nasi

hingga meresap keseluruh benang. Selesai diunggas, benang dikeringkan.

Benang yang sudah kering digulung (dihulhul) menurut setiap jenis warna. Setelah benang

sudah lengkap dalam gulungan setiap jenis warna yang dibutuhkan pekerjaan selanjutnya

adalah “mangani”. Benang yang sudah selesai diani inilah yang kemudian masuk proses

penenunan.

Seperti telah diutarakan diatas, ulos Batak mempunyai bahan baku yang sama. Yang

membedakan adalah poses pembuatannya mempunyai tingkatan tertentu. Misalnya bagi anak

dara, yang sedang belajar bertenun hanya diperkenankan membuat ulos “parompa” ini

disebut “mallage” (ulos yang dipakai untuk menggendong anak).

Tingkatan ini diukur dari jumlah lidi yang dipakai untuk memberi warna motif yang

diinginkan. Tingkatan yang tinggi ialah bila dia telah mampu mempergunakan tujuh buah lidi

atau disebut “marsipitu lili”. Yang bersangkutan telah dianggap cukup mampu bertenun

segala jenis ulos Batak

cukup mampu bertenun segala jenis ulos Batak

Page 5: Proses Pembuatan Ulos Di.docx

Komentar mengenai pendapar saya:

Menurut pendapat saya saat saya memandang atau melihat cara membuat ulos saya sangat

senang, karena pembuatan ulos ini adalah salah satu kebudayaan yang ada di indonesia yang

perlu dipertahankan agar tidak sampai hilang. Mengenai pembuatan ulos ini adalah suatu

proses yang membutuhkan waktu lama dan tidak mudah, tetapi pembuatan ulos ini harus

melalui berbagai tahapan-tahapan yang ada. Pembuatan ulos terdapat berbagai macam motif

yang ada dan kita bisa membuat sesuai dengan pilihan dan keinginan kita. banyak orang

diluar bangsa kita mereka sangat tertarik dengan kebudayaan kita, salah satunya adalah

tertarik dengan tenunan kain ulos ini. Untuk itu kita sebagai bangsa negara indonesia

khususnya bagian sumatra utara (batak) harus bangga dan tetap mempertahankan kebudayaan

daerah yang sudah ada.