Prosedur Resusitasi Jantung Paru

14
PROSEDUR RESUSITASI JANTUNG PARU / CPR Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR. Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal 18 Oktober 2010, Prosedur CPR terbaru adalah sebagai berikut : A. Kewaspadaan Terhadap Bahaya [DANGER] Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD). ALat proteksi

Transcript of Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Page 1: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

PROSEDUR RESUSITASI JANTUNG PARU / CPR

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain.

Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen.

Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban sangat kecil.

Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR.

Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal 18 Oktober 2010, Prosedur CPR terbaru adalah sebagai berikut :

A. Kewaspadaan Terhadap Bahaya [DANGER] Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD). ALat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari korban kepada penolong. Selanjutnya penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman kejatuhan benda (falling object), Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya meletakan korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.

B. Cek Respons / Penilaian Kesadaran Cek kesadaran korban dengan memanggil dan menepuk bahunya. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan Rangsangan Nyeri. lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada korban dengan cara penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan

Page 2: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

sudut ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan rangsany nyeri berarti korban tidak sadar dan dalam kondisi koma.

C. Panggil Bantuan / Call For Help Jika korban tidak berespons selanjutnya penolong harus segera memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi tanda pertolongan (SOS) dan cara lainya. BERTERIAK : Memanggil orang disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau disuruh mencari pertolongan lebih lanjut. Jika ada AED (Automatic External Defibrilation) maka suruh penolong lain untuk mengambil AED. MENELEPON : menghubungi pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai dengan nomor dilokasi / negara masing-masing. Seperti : 911, 118, 112, 113, 999, 000, 555 dan lain-lain. EMERGENCY SIGNAL : dengan membuat asap, kilauan cahaya, suar dan lain-lain jika lokasi ada didaerah terpencil.

D. Cek Nadi Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke arah samping sampe terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut nadi pada lengan atas bagian dalam korban. Jika nadi tidak teraba berarti korban mengalami henti jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada korban. Jika nadi teraba berarti jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukaan jalan napas dan pemeriksanaan napas.

E. Kompresi Dada Jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut maka harus segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali. CARANYA : posisi penolong sejajar dengan bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada. Setelah lalu tekan dada korban denga menjaga siku tetap lurus. Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci (korban dewasa), 2-3 cm (Pada anak), 1-2 cm (bayi)

F. Buka Jalan Napas Setelah melakukan kompresi selanjutnya membuka jalan napas. Buka jalan napas dengan menengadahkan kepala korban. Pada korban trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher melakukan jalan napas cukup dengan mengangkat dagu korban.

G. Memberikan Napas Buatan Jika korban masih teraba berdenyut nadinya maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak. Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan Melihat ada tidaknya pergerakan dada (LOOK), mendengarkan suara napas (LISTEN) dan merasakan hembusan napas (FEEL).

Page 3: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan napas buatan saja sebanyak 12-20 kali per menit. Jika korban masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban dimiringkan agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi. Korban yang berhenti denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong setelah melakukan kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan sebanyak 2 kali.

H. Evaluasi Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x 2 napas buatan) Evaluasi pada pemebrian napas buatan saja dilakukan setiap 2 menit.

Pada tahun 2010 American Heart Assosciation (AHA) merekomendasikan perubahan urutan dari ABC (Airway, Pernapasan, kompresi dada) ke CAB (Penekanan dada, Airway, Breathing) untuk orang dewasa, anak-anak, dan bayi (TIDAK TERMASUK BAYI BARU LAHIR, lihat bagian Neonatal Resuscitation).

Mengapa terjadi PERUBAHAN ???

Sebagian besar kematian dilaporkan dikarenakan akibat serangan jantung. Serangan Jantung dpat terjadi dari segala usia. Dalam urutan A-B-C, penekanan dada sering tertunda pada saat penolong membuka jalan napas atau membersihkan jalan nafas jika ada sumbatan, serta memberi napas bantuan atau menyiapkan peralatan ventilasi. Pentingnya penekanan dada (Chest compressions) dilakukan untuk membantu jantung kembali memompakan aliran darah keseluruh tubuh. Dengan mengubah urutan ke CAB, penekanan dada akan dimulai lebih cepat dan keterlambatan dalam ventilasi harus minimal (yaitu, hanya waktu diperlukan untuk memberikan siklus pertama dari 30 penekanan dada, atau sekitar 18 detik, ketika 2 penolong datang keterlambatan akan lebih pendek).

Adapun cara proses pemberian pertolongan hingga ke Cardipopulmonary Resuscitation (CPR) / Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah sebagai berikut:

Ketika anda menemukan korban, lakukanlah Penilaian dengan memeriksa responnya melalui respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya atau dengan cara mengoyangkan bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera tulang belakang).

Telepon Ambulance Gawat Darurat ( 021-26443300 / 081387721612 / 085770346558 ) untuk meminta bantuan atau mintalah bantuan kepada orang disekeliling anda.

Cek nafas korban jika ada nafas berilah oksigen jika TIDAK ADA NAFAS segera cek nadi korban selama 10 detik jika TIDAK ADA DENYUT NADI

segera INGAT C-A-B dan segera lakukan KOMPRESI DADA / CHEST COMPRESSIONS dengan rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali bantuan nafas. (Perbadingan 30:2 dilakukan dengan satu atau dua penolong) lakukan dengan penekanan yang cepat dan penekanan yang dalam dengan kecepatan 100/mnt.

RJP di lakukan 5 siklus kemudian cek kembali kondisi korban. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem (Jantung dan

Pernapasan), maka tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih saja.Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya dilakukan tindakan Resusitasi Paru (nafas buatan) saja.

Jika korban belum menunjukkan tanda-tanda pulihnya kedua sistem, lakukan kembali Resusitasi Jantung Paru (RJP) selama 5 siklus, setelah itu cek kembali kondisi korban.

Page 4: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Posisi Tangan Penolong Harus Tegak Lurus

CATATAN :

Pada korban dewasa rasio perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30:2 (satu/dua penolong)

Pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 30:2 (satu penolong) pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 15:2 (dua penolong)

Untuk menentukan keberhasilan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:

1. Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.

2. Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.3. Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.4. Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.5. Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.6. Nadi akan berdenyut kembali.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) dapat dihentikan apabila:

a. Korban pulih kembali.b. Penolong kelelahan.c. Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga dengan

peralatan yang lebih canggih (seperti kejutan listrik).d. Jika ada tanda pasti mati.

Pada orang dewasa tindakan RJP ini dilakukan dengan rasio 30 kompresi dada berbanding 2 kali tiupan nafas (untuk satu penolong) dan rasio 5 kompresi dada berbanding 1 kali tiupan nafas persiklus untuk dua penolong.

Pada anak dan bayi dilakukan dengan rasio 5 : 1 juga.

Adapun cara proses pemberian pertolongan hingga ke Resusitasi Jantung Paru adalah sebagai berikut:

1. Ketika anda menemukan korban, lakukanlah penilaian dini dengan memeriksa responnya melalui respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya atau dengan cara mengguncang-guncang bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera leher dan tulang belakang).

2. Jika TIDAK ADA RESPON, untuk korban dewasa mintalah pertolongan pertama kali kepada orang disekeliling anda baru lakukan pertolongan. Pada bayi atau anak, lakukan pertolongan terlebih dahulu selama 1 menit baru minta bantuan. Hal ini karena umumnya pada bayi atau anak terjadi karena sebab lain, sehingga biasanya pemulihannya lebih cepat.

3. Pada kondisi tidak respon ini, segera buka jalan nafas, tentukan fungsi pernafasan dengan cara ; lihat, dengar dan rasakan (LDR) selama 3 - 5 detik. Jika ada nafas maka pertahankan jalan nafas dan segera lakukan posisi pemulihan atau melakukan pemeriksaan fisik.

4. Jika TIDAK ADA NAFAS, maka lakukan pemberian NAFAS BUATAN sebanyak 2 X. Posisi tangan penolong harus tegak lurus

Page 5: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

5. Kemudian periksa Nadi Karotis Korban 5 - 10 detik, jika ada maka kembali ke no. 3. Jika TIDAK ADA NADI, maka baru lakukan tindakan Pijat Jantung Luar atau Resusitasi Jantung Paru dengan jumlah rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali tiupan nafas (satu penolong) atau 5 : 1 untuk (dua penolong). Ingat melakukan RJP ini hanya dilakukan ketika nadi tidak ada / tidak teraba

6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem, maka tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih saja.Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya dilakukan tindakan Resusitasi Paru (nafas buatan) saja.

* Catatan : Khusus untuk bayi yang baru lahir, rasio kompresi dan nafas buatan adalah 3 : 1, mengingat dalam keadaan normal bayi baru lahir memiliki denyut nadi diatas 120 x/menit dan pernafasan mendekati 40 x/menit.

Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:

a. Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.

b. Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.c. Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.d. Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.e. Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.f. Nadi akan berdenyut kembali.

Resusitasi Jantung Paru dapat dihentikan apabila:

Korban pulih kembali. Penolong kelelahan. Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga dengan

peralatan yang lebih canggih (seperti kejutan listrik). Jika ada tanda pasti mati.

Page 6: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Salah satu kondisi manusia yang harus diketahui dan dikenali oleh seorang pelaku pertolongan pertama adalah MATI, walaupun pada dasarnya keadaan ini meupakan keadaan yang terakhir yang ingin dihadapi oleh seorang penolong.

Dalam Istilah kedokteran dikenal dua istilah untuk mati yaitu : MATI KLINIS dan MATI BIOLOGIS.

Korban dinyatakan MATI KLINIS bila pada saat melakukan pemeriksaan korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang berarti sistem pernafasan dan sistem sirkulasi darah terhenti. Pada beberapa keadaan penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua bagi sistem tersebut untuk berfungsi kembali (reversible). Korban masih memiliki kesempatan sekitar 4 - 6 menit sebelum kerusakan otak mulai terjadi. Bila tidak segera diatasi maka akan terjadi mati biologis.

MATI BIOLOGIS berarti kematian sel, yaitu karena terganggunya pasokan oksigen dan zat makanan ke sel-sel yang menyusun jaringan tersebut akan mati dan jaringan tersebut akan terganggu. Mati biologis ini bersifat menetap (irreversible), tidak akan bisa pulih kembali. Masing-masing sel dan jaringan memiliki daya tahan yang berbeda-beda sebelum mengalami mati biologis. Pada manusia kematian biologis paling cepat terjadi pada sel-sel otak, yaitu berkisar 8 - 10 menit setelah henti jantung.

Otak merupakan pusat pengatur kegiatan seluruh tubuh manusia yang bila rusak tentu akan berakibat pada organ atau bagian tubuh lainnya. Walaupun muncul agak lama, ada beberapa tanda yang dapat menjadi pedoman sudah terjadi kematian pada seseorang. Tanda-tanda itu dikenal sebagai TANDA PASTI MATI yaitu;

LEBAM MAYATTanda ini terjadi akibat berkumpulnya darah yang sudah tidak beredar lagi dibagian tubuh yang paling rendah, sebagai akibat gaya tarik bumi. Keadaan ini terjadi 20 - 30 menit setelah kematian terlihat sebagai warna ungu sampai kebiruan pada kulit.

KAKU MAYATKaku pada tubuh dan anggota gerak setelah meninggal, biasanya terjadi antara 1 - 2 jam kemudian.

PEMBUSUKANProses ini biasanya mulai timbul setelah 6 - 12 jam setelah kematian. Ditandai dengan bau yang sangat tidak enak dan jenazah biasanya sudah membengkak. Proses ini sangat dipengaruhi keadaan setempat seperti suhu, kelembaban dan lainnya.

TANDA LAINNYA : CEDERA MEMATIKAN

Cedera yang dimaksud adalah cedera yang bentuknya sedemikian parah sehingga hampir dapat dipastikan penderita tersebut tidak mungkin bertahan hidup.

HANYA DOKTER YANG BERHAK MENYATAKAN SESEORANG TELAH MENINGGAL

FATALNYA AKIBAT KESALAHAN PADA RESUSITASI JANTUNG PARU

Kesalahan melakukan tindakan dan langkah dalam Resusitasi Jantung Paru dapat menyebabkan berbagai akibat bahkan akibat fatal yang ditimbulkan seperti bertambahnya cedera bisa berujung kepada kematian.

Page 7: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Oleh sebab itu perlu diketahui hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan serta akibatnya agar anda sebagai pelaku pertolongan pertama dapat lebih berhati-hati dalam melakukan hal tersebut.

Adapun beberapa kesalahan dalam melakukan RJP dan akibat yang ditimbulkannya adalah sebagai berikut:

Korban tidak dibaringkan pada bidang yang keras, hal ini akan menyebabkan Pijatan Jantung Luar kurang efektif.

Korban tidak horizontal, jika kepala korban lebih tinggi maka jumlah darah yang ke otak berkurang.

Teknik tekan dahi angkat dagu kurang baik, maka jalan nafas masih terganggu. Kebocoran saat melakukan nafas buatan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif Lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut korban kurang terbuka saat pernafasan,

menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif. Letak tangan kurang tepat dan arah tekanan kurang baik, bisa menimbulkan patah tulang,

luka dalam paru-paru. Tekanan terlalu dalam dan terlalu cepat, maka jumlah darah yang dialirkan kurang Rasio kompresi dan nafas buatan tidak baik, maka oksigenisasi darah kurang.

Akibat lainnya yang dapat terjadi jika RJP yang dilakukan salah adalah:

Patah tulang dada dan tulang iga. Bocornya paru-paru (Pneumotoraks). Perdarahan dalam paru-paru atau rongga dada (Hemotoraks). Luka dan memar pada paru-paru. Robekan pada hati.

BANTUAN HIDUP DASAR

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).

Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang berlaku universal.

A = Airway control atau penguasaan jalan nafas B = Breathing Support atau bantuan pernafasan

Page 8: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar

Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian : penilaian respons, pernafasan dan nadi.

a. Penilaian respons.Setelah memastikan keadaan aman (penilaian korban bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera melakukan penilaian dini (penilaian korban bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.

Aktifkan sistem SPGDTDi beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

b. Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.

Airway controlLidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu. Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

1. Angkat Dagu Tekan Dahi :Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.

2. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.*Ingat : Teknik ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang

Pemeriksaan Jalan NafasSetelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong. *Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.

Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.

Page 9: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Membersihkan Jalan Nafas1. Posisi Pemulihan

Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Penjelasan lebih lanjut disini.

2. Sapuan JariTeknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas. Penjelasan lebih lanjut disini

BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)

Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.

Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:

a. Menggunakan mulut penolong:1. Mulut ke masker RJP2. Mulut ke APD3. Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:1. Masker berkatup2. Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

Frekuensi pemberian nafas buatan:

Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik

Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:

Penyebaran penyakit Kontaminasi bahan kimia Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.

Beberapa tanda-tanda pernafasan:

1. Adekuat (mencukupi)

Page 10: Prosedur Resusitasi Jantung Paru

Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung Korban tampak nyaman Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

2. Kurang Adekuat (kurang mencukupi) Gerakan dada kurang baik Ada suara nafas tambahan Kerja otot bantu nafas Sianosis (kulit kebiruan) Frekuensi kurang atau berlebihan Perubahan status mental

3. Tidak Bernafas Tidak ada gerakan dada dan perut Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.

CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)

Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.

Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.

- Dewasa : 4 - 5 cm

- Anak dan bayi : 3 - 4 cm

- Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.

Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.